BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Teori keagenan
Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI),
pengelolaan dan pengendalian perusahaan dalam ekonomi modern semakin
dipisahkan dari kepemilikan. Hal ini sejalan dengan teori keagenan yang
menunjukkan pentingnya memisahkan manajemen perusahaan dari pemilik.
Tujuan dari pemisahan tersebut adalah untuk menciptakan efisiensi dan efektifitas
dengan mempekerjakan agen profesional dalam mengelola perusahaan. Hal ini
bertujuan agar para manajemen perusahaan memiliki tanggung jawab untuk
bertindak sebagai agen bagi pemilik. Sementara pemilik berusaha untuk
memperoleh informasi, mengembangkan sistem insentif untuk memastikan
tindakan agen demi kepentingan pemilik.
Teori keagenan pada dasarnya merupakan hubungan antara dua pihak yang
mengatur hubungan antara pemberi kerja dengan penerima tugas untuk
melaksanakan pekerjaan. Dalam hal ini yang dimaksud dengan pemberi kerja
adalah para pemegang saham, sedangkan penerima tugas yang disebut agen
adalah manajemen. Teori tersebut menyangkut hubungan kontraktual antara
anggota-anggota dalam sebuah perusahaan. Hubungan kontraktual tersebut terjadi
ketika satu orang atau lebih pemegang saham atau investor (principal)
mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian
mendelegasikan
wewenang
pengambilan
keputusan.
Hubungan
tersebut
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan pemisahan fungsi antara kepemilikan di investor dan pengendalian
di pihak manajemen (Jensen dan Meckling, 1976).
Kedua belah pihak terkait kerja sama dan kontrak yang menyatakan hak
dan kewajiban masing-masing. Prinsipal menyediakan fasilitas dan dana untuk
menjalankan perusahaan, sedangkan agen mempunyai kewajiban untuk mengelola
apa yang ditugaskan oleh para pemegang saham kepadanya. Untuk kepentingan
tersebut prinsipal akan memperoleh hasil berupa pembagian laba, sedangkan agen
memperoleh gaji, bonus, dan berbagai kompensasi lainnya.
Dalam melakukan sejumlah jasa dan mendelegasikan kewenangan untuk
membuat keputusan pada agen tersebut. Pemisahan antara kepemilikan dan
pengendalian perusahaan mendorong manajer untuk tidak memaksimalkan
usahanya (Jensen dan Meckling, 1976). Dalam konteks perusahaan, masalah
keagenan yang dihadapi investor mengacu pada kesulitan investor untuk
memastikan bahwa dananya tidak disalahgunakan oleh manajemen perusahaan
untuk mendanai kegiatan yang tidak menguntungkan (Wulandari, 2011). Menurut
Jensen dan Meckling (1976), penyebab konflik antara manajer dan pemegang
saham diantaranya adalah pembuatan keputusan yang berkaitan dengan aktivitas
pencarian dana dan bagaimana dana yang diperoleh tersebut diinvestasikan.
Teori keagenan mengemukakan dengan terpisahnya pemilik perusahaan
pada perusahaan yang go publik, dengan orang yang mengelola perusahaan yaitu
manajemen disebut dengan agen. Karena pemisahan tersebut, maka akan terjadi
gap atau konflik keagenan. Hal tersebut terajadi karena manajer tidak akan mau
bekerja untuk kepentingan pemilik perusahaan jika tidak selaras dengan
kepentingan mereka (Lubis dan Putra, 2012).
Universitas Sumatera Utara
Jika antar pemegang saham dan manajemen memiliki kepentingan yang
berbeda, muncul konflik yang dinamakan konflik keagenan (agency conflict).
Pemisahan fungsi antara pemilik dan manajemen ini memiliki dampak negatif
yaitu keleluasaan manajemen atau pengelola perusahaan untuk memaksimalkan
laba. Hal ini akan mengarah pada proses memaksimalkan kepentingan manajemen
sendiri dengan biaya yang harus ditanggung oleh pemilik perusahaan. Kondisi ini
terjadi karena asymmetry information antara manajemen dan pihak lain yang tidak
memiliki sumber dan akses yang memadai untuk memperoleh informasi yang
digunakan untuk memonitor tindakan manajemen (Richardson, 1998).
Manajemen dan pemilik melakukan kesepakatan atau kontrak kerja untuk
mencapai manfaat yang diharapkan. Lambert (2001) menyatakan bahwa dalam
kesepakatan tersebut diharapkan dapat memaksimumkan utilitas pemilik
(principal), dan dapat memuaskan serta menjamin manajemen (agent) untuk
menerima reward. Manfaat yang diterima oleh kedua belah pihak didasarkan pada
kinerja yang diperoleh perusahaan. Pada umumnya kinerja perusahaan diukur dari
profitabilitas dimana besarnya profitabilitas diinformasikan oleh manajemen
kepada pihak pemilik melalui penyajian laporan keuangan.
Dengan teori keagenan maka dapat menjelaskan fenomena masalah
keagenan di Indonesia khususnya di dalam struktur dewan dan struktur
kepemilikan. Manajer mengendalikan perusahaan dan masalah keagenan yang
terjadi antara pemegang saham dan manajer.
2.1.2. Profitabilitas perusahaan
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 1 menyatakan
bahwa tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi tentang posisi
Universitas Sumatera Utara
keuangan, kinerja dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar
kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan ekonomi serta
menunjukkan pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber-sumber
daya yang dipercayakan kepada mereka. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut,
suatu laporan keuangan menyajikan informasi mengenai perusahaan yang
meliputi : aktiva, kewajiban, ekuitas, pendapatan, beban termasuk keuntungan dan
kerugian, dan arus kas.
Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari siklus akuntansi yang
memberikan gambaran keuangan tentang suatu perusahaan yang secara periodik
disusun oleh manajemen perusahaan. Laporan keuangan memiliki sifat historis
yaitu memuat angka-angka tentang kinerja dan kondisi keuangan perusahaan pada
masa yang lalu (Sumarsan, 2011).
Laporan keuangan yang dihasilkan perusahaan merupakan salah satu
informasi yang dapat digunakan dalam menilai penerapan sumber daya yang
dimiliki perusahaan, termasuk penerapan Good Corporate Governance.
Profitabilitas perusahaan adalah ukuran prestasi perusahaan yang ditimbulkan
sebagai akibat dari proses pengambilan keputusan manajemen yang kompleks dan
sulit, karena menyangkut efektivitas pemanfaatan modal, efisiensi, dan rentabilitas
dari kegiatan perusahaan.
Profitabilitas suatu perusahaan merupakan hasil dari suatu proses dengan
mengorbankan berbagai sumber daya pada periode tertentu. Profitabilitas
perusahaan atau yang sering disebut laba perusahaan sangat diperlukan untuk
kelangsungan hidup perusahaan. Untuk memperoleh laba, perusahaan harus
Universitas Sumatera Utara
melakukan kegiatan operasional. Kegiatan operasional ini dapat terlaksana jika
perusahaan mempunyai sumber daya.
Profitabilitas dapat memberikan sinyal yang positif mengenai prospek
perusahaan di masa depan tentang kinerja perusahaan. Dengan adanya penerapan
seluruh sumber daya yang ada di dalam perusahaan diharapkan memaksimalkan
profitabilitas yang akan diperoleh oleh perusahaan. Pertumbuhan laba perusahaan
yang baik mencerminkan penerapan dan seluruh sumber daya yang ada telah
berjalan dengan baik. Karena laba merupakan ukuran kinerja dari suatu
perusahaan, maka semakin tinggi laba yang dicapai perusahaan, mengindikasikan
semakin baik kinerja perusahaan.
Untuk memperoleh profitabilitas perusahaan bisa diwujudkan dalam
berbagai kegiatan untuk mencapai tujuan perusahaan karena setiap kegiatan
tersebut memerlukan sumber daya, maka kinerja perusahaan akan tercermin dari
penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan perusahaan. Selain melakukan
kegiatan operasional perusahaan, baik itu melalui penjualan baik barang dan jasa
maupun kegiatan lainnya, untuk memaksimalkan profitabilitas perusahaan, salah
satunya bisa dilakukan dengan penerapan tata kelola perusahaan yang baik.
Berdasarkan alasan tersebut, diharapkan bahwa tata kelola perusahaan
yang baik dapat meningkatkan kualitas pelaporan keuangan yang salah satunya
adalah meningkatkan profitabilitas yang dilaporkan.
2.1.3. Good Corporate Governance
Governance dasar artinya adalah pengaturan, selain itu ada juga yang
menyebut tata pamong. Corporate governance didefinisikan sebagai suatu proses
dan struktur yang digunakan oleh organ perusahaan seperti pemegang saham,
Universitas Sumatera Utara
pemilik modal, komisaris, dewan pengawas dan direksi untuk meningkatkan
keberhasilan dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang
saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan stakeholder lainnya,
berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika (Sutedi, 2012).
Implementasi GCG didukung oleh Peraturan tentang Badan Usaha Milik
Negara yaitu Undang-undang No. 19 Tahun 2003 telah disahkan pada tanggal 19
Juni 2003. Keberadaan Undang-Undang BUMN tersebut diharapkan mampu
memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada
umumnya dan penerimaan negara pada khususnya, dimana BUMN sebagai suatu
pilar pembangunan perekonomian perlu diberikan landasan hukum untuk lebih
memacu pembangunan nasional.
Menurut Peraturan Menteri Negara BUMN No. PER-01/MBU/2011
tentang penerapan tata kelola perusahaan yang baik pada Badan Usaha Milik
Negara, tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) adalah
prinsip-prinsip yang mendasari suatu proses dan mekanisme pengelolaan
perusahaan berlandaskan peraturan perundang-undangan dan etika berusaha.
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) mendefinisikan
GCG sebagai sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. Kaen
(2003) dalam Arifin (2006) mendefinisikan corporate governance sebagai sesuatu
tentang siapa yang mengontrol perusahaan dan mengapa dia mengontrol.
Cadburry Committe (1992), seperti dikutip Daniri (2005) dalam Arifin (2006),
mendefinisikan corporate governance sebagai prinsip yang mengarahkan dan
mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta
Universitas Sumatera Utara
kewenangan perusahaan
dalam
memberikan pertanggungjawaban
kepada
shareholder khususnya, dan stakeholder pada umumnya.
Sutedi (2012) mengemukakan bahwa GCG secara definitif merupakan
sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai
tambah (value added) untuk semua stakeholder.
Berdasarkan beberapa defenisi di atas disimpulkan bahwa GCG pada
intinya adalah mengenai suatu sistem, proses dan seperangkat peraturan yang
mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholder)
terutama dalam arti sempit hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris,
dan dewan direksi demi tercapainya tujuan organisasi.
Sementara itu corporate governance juga memiliki beberapa prinsip dasar
yang menurut versi FCGI meliputi:
1.
Adanya hak–hak pemegang saham yang harus diberi informasi yang benar
dan tepat waktu, ikut berperan serta dalam pengambilan keputusan mengenai
perubahan yang mendasar, dan turut memperoleh bagian keuntungan,
2.
Adanya perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham terutama
kepada pemegang saham minoritas dan asing, dengan keterbukaan
(transparansi) informasi penting, melarang pembagian untuk pihak sendiri,
dan melarang perdagangan saham oleh orang dalam (insider trading),
3.
Diakuinya peran pemegang saham bersama pemegang kepentingan lain
dalam menciptakan kekayaan, lapangan kerja, dan perusahaan yang sehat,
4.
Adanya kemungkinan pengungkapan (disclosure) yang akurat dan tepat pada
waktunya serta transparansi atas hal penting bagi kinerja perusahaan,
kepemilikan, serta pemegang kepentingan, dan
Universitas Sumatera Utara
5.
Adanya
tanggung
jawab
pengurus
dalam
manajemen,
pengawasan
manajemen serta pertanggungjawaban kepada perusahaan dan para pemegang
saham.
Hasil kajian Salim dalam Sutedi (2012) menyatakan bahwa wilayah
permasalahan corporate governance adalah sebagai berikut :
a. Dipisahnya pemilik dengan pengelola perusahaan
b. Struktur kepemilikan yang beraneka ragam
c. Pengawasan dari pemegang saham
d. Monitoring kreditor, disiplin dan proteksi
e. Pasar untuk kontrol perusahaan
f. Pengatur pusat sekuritas
g. Persaingan pasar
h. Keungan korporasi
Tujuan GCG pada intinya adalah menciptakaan nilai tambah bagi semua
pihak yang berkepentingan (Arifin, 2006). Pihak-pihak tersebut adalah pihak
internal yang meliputi dewan komisaris, direksi, karyawan, dan pihak eksternal
yang meliputi investor, kreditur, pemerintah, masyarakat dan pihak lain yang
berkepentingan. Dalam praktiknya, GCG berbeda di setiap negara dan perusahaan
karena berkaitan dengan sistem ekonomi, hukum, struktur kepemilikan, sosial dan
budaya. Perbedaan praktik ini menimbulkan beberapa versi yang menyangkut
prinsip GCG, namun demikian pada dasarnya mempunyai banyak kesamaan.
Menurut Organization for Economic Corporation and Development
(OECD), prinsip dasar GCG adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Kewajaran (fairness). Prinsip kewajaran menekankan pada adanya perlakuan
dan jaminan hak-hak yang sama kepada pemegang saham minoritas maupun
mayoritas, termasuk hak-hak pemegang saham asing serta investor lainnya.
Prinsip kewajaran ini dimaksudkan untuk mengatasi masalah yang timbul dari
adanya hubungan kontrak antara pemilik dan manajer karena diantara kedua
pihak tersebut memiliki kepentingan yang berbeda salah satu cara
mengatasinya adalah dengan menjual saham kepada manager.
2. Akuntabilitas (accountability). Prinsip akuntabilitas berhubungan dengan
adanya sistem yang mengendalikan hubungan antara unit-unit pengawasan
yang ada di perusahaan. Akuntabilitas dilaksanakan dengan adanya dewan
komisaris, direksi independen, dan komite audit. Akuntabilitas diperlukan
sebagai salah satu solusi mengatasi agency problem yang timbul antara
pemegang saham dan direksi serta pengendaliannya oleh komisaris.
3. Transparansi (transparency). Prinsip dasar transparansi berhubungan dengan
kualitas informasi yang disajikan oleh perusahaan. Kepercayaan investor akan
sangat tergantung dengan kualitas informasi yang disampaikan perusahaan.
Prinsip
transparansi
ini
menghendaki
adanya
keterbukaan
dalam
melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam
penyajian (disclosure) informasi yang dimiliki perusahaan.
4. Responsibilitas (responsibility). Responsibilitas diartikan sebagai tanggung
jawab perusahaan untuk mematuhi peraturan dan hukum yang berlaku serta
pemenuhan terhadap kebutuhan sosial. Responsibilitas menekankan pada
sistem yang jelas untuk mengatur mekanisme pertanggungjawaban perusahaan
kepada pemegang saham dan pihak lain yang berkepentingan. Prinsip
Universitas Sumatera Utara
responsibilitas ini penekanannya diberikan kepada kepentingan stakeholders
perusahaan.
Manfaat penerapan tata kelola perusahaan yang baik menurut Prijambodo
(2012) lebih rinci diuraikan sebagai berikut :
1. Meningkatnya nilai (value) organisasi, berarti nilai koperasi terutama
kepentingan dan perlindungan shareholders, sehingga terbangun kepercayaan
dan kredibilitas koperasi di mata anggota, mitra dan stakeholders lain. 3
2. Sumber-sumber daya organisasi dapat dimanfaatkan dengan baik, tepat
sasaran,
tepat
waktu,
tepat
ukuran,
minimalisasi
pemborosan
dan
penyimpangan sehingga terwujud efisiensi dan efektivitas organisasi.
3. Organ-organ organisasi, berarti perangkat organisasi rapat anggota, pengurus
dan pengawas berfungsi optimal, memungkinkan peningkatan kinerja
perangkat organisasi koperasi, penanganan resiko yang tepat, sehingga
mencapai kinerja optimal.
Jika perusahaan benar-benar menerapkan prinsip-prinsip GCG, investor
akan lebih percaya terhadap perusahaan. Jadi baik buruknya penerapan GCG akan
berpengaruh
terhadap
profitabilitas
perusahaan
yang
tujuan
akhirnya
meningkatkan nilai suatu perusahaan.
Pihak manajemen yang menjalankan dan mengelola sebuah perusahaan
yang dikenal sebagai agen dalam teori keagenan biasanya terbagi kepada beberapa
bagian yang disesuaikan dengan kebutuhan sebuah perusahaan. Jajaran
manajemen tersebut diantaranya terdiri dari dewan komisaris, dewan direksi,
komisaris independen, komite-komite yang ada dibawah dewan komisaris seperti
komite audit, komite renumerasi dan nominasi, audit intern dan lain sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu struktur kepemilikan perusahaan akan memiliki motivasi yang
berbeda dalam hal mengawasi atau memonitor perusahaan serta manajemen dan
dewan direksinya. Struktur kepemilikan merupakan suatu mekanisme untuk
mengurangi konflik antara manajemen dan pemegang saham (Muttaqin, 2013).
Kepemilikan perusahaan bisa saja terjadi secara anonim lewat pembelian
kepemilikan perusahaan lewat mekanisme modal (Prasetiyantoko, 2008).
Kepemilikan perusahaan merupakan dua mekanisme yang dapat mengendalikan
masalah keagenan yang ada di suatu perusahaan yang akhinya dapat
memaksimalkan pencapaian profitabilitas perusahaan khusunya perusahaan
perkebunan baik BUMN maupun perusahaan swasta yang ada di Indonesia.
Dalam penelitian ini mekanisme GCG yang akan teliti yaitu dewan direksi, dewan
komisaris, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial dan komisaris
independen.
2.1.3.1 Dewan direksi
Menurut Yusrizal (2011) direksi adalah organ perseroan yang berwenang
dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan
perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan,
baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
Menurut Peraturan Menteri Negara BUMN No. PER-01/MBU/2011 pasal
19, direksi merupakan organ perseroan yang memiliki tanggung jawab dan
wewenang melaksanakan tugasnya sesuai dengan maksud dan tujuan BUMN,
serta memastikan agar BUMN melaksanakan tanggung jawab sosialnya serta
memperhatikan kepentingan dari berbagai pemangku kepentingan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Universitas Sumatera Utara
Tugas dan tanggung jawab direksi menurut peraturan tersebut yaitu :
a. Direksi harus melaksanakan tugasnya dengan itikad baik untuk kepentingan
BUMN dan sesuai dengan maksud dan tujuan BUMN, serta memastikan agar
BUMN melaksanakan tanggung jawab sosialnya serta memperhatikan
kepentingan dari berbagai pemangku kepentingan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
b. Salah seorang anggota direksi ditunjuk oleh rapat direksi sebagai penanggung
jawab dalam penerapan dan pemantauan GCG di BUMN yang bersangkutan.
c. Direksi harus menyampaikan informasi mengenai identitas, pekerjaanpekerjaan utamanya, jabatan dewan komisaris di anak perusahaan/perusahaan
patungan dan/atau perusahaan lain, termasuk rapat-rapat yang dilakukan
dalam satu tahun buku (rapat internal maupun rapat gabungan dengan dewan
komisaris), serta gaji, fasilitas, dan/atau tunjangan lain yang diterima dari
BUMN yang bersangkutan dan anak perusahaan/perusahaan patungan BUMN
yang bersangkutan, untuk dimuat dalam laporan tahunan BUMN.
d. Direksi wajib melaporkan kepada BUMN mengenai kepemilikan sahamnya
dan/atau keluarganya (istri/suami dan anak-anaknya) pada BUMN yang
bersangkutan dan perusahaan lain, termasuk setiap perubahannya.
2.1.3.2 Dewan komisaris
Menurut Peraturan Menteri Negara BUMN No. PER-01/MBU/2011 pasal
12 dewan komisaris atau dewan pengawas adalah organ perseroan yang memiliki
tanggung jawab dan wewenang melakukan pengawasan atas kebijakan
pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai BUMN maupun
usaha BUMN dan memberikan nasihat kepada direksi dengan tujuan untuk
Universitas Sumatera Utara
kepentingan BUMN dan sesuai dengan maksud dan tujuan BUMN, dan tidak
dimaksudkan untuk kepentingan pihak atau golongan tertentu.
Menurut Yusrizal (2011) komisaris merupakan organ perseroan yang
bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus sesuai dengan
anggaran dasar serta memberi nasehat kepada dewan direksi.
Studi yang dilakukan oleh McKinsey & Co. dalam Prasetyantoko (2008)
dengan tajuk Investor Opinion Study menyimpulkan bahwa sebagian besar
investor menganggap untuk menilai kinerja keuangan perusahaan, pertama-tama
mereka perlu melakukan evaluasi mengenai peran dewan pengawas dalam
melakukan tugasnya. Selain itu, dalam study tersebut dinyatakan bahwa lebih dari
80 persen investor mengatakan mereka rela membayar lebih untuk saham-saham
perusahaan yang dikelola dengan baik.
Peran dewan komisaris dalam suatu perusahaan lebih ditekankan pada
fungsi monitoring dari implementasi kebijakan direksi. Peran komisaris ini
diharapkan akan meminimalisir permasalahan agensi yang timbul antara dewan
direksi dengan pemegang saham. Oleh karena itu dewan komisaris seharusnya
dapat mengawasi kinerja dewan direksi sehingga kinerja yang dihasilkan sesuai
dengan kepentingan pemegang saham (Wardhani, 2006).
Menurut peraturan menteri BUMN No. PER-01/MBU/2011 pasal 12
Dewan komisaris memiliki fungsi dan tanggung jawab sebagai berikut :
1.
Dalam melaksanakan tugasnya, dewan komisaris harus mematuhi ketentuan
peraturan perundang-undangan dan/atau anggaran dasar.
Universitas Sumatera Utara
2.
Dewan komisaris bertanggung jawab dan berwenang melakukan pengawasan
atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik
mengenai BUMN (usaha BUMN) dan memberikan nasihat kepada direksi.
3.
Pengawasan dan pemberian nasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dilakukan untuk kepentingan BUMN dan sesuai dengan maksud dan tujuan
BUMN, dan tidak dimaksudkan untuk kepentingan golongan tertentu.
4.
Dewan komisaris membuat pembagian tugas yang diatur mereka sendiri.
5.
Dewan komisaris wajib menyusun rencana kerja dan anggaran tahunan
Dewan komisaris yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dan RKAP.
6.
Dewan komisaris wajib menyampaikan laporan tentang tugas pengawasan
yang telah dilakukan selama tahun buku yang baru lampau kepada
RUPS/Menteri.
7.
Dewan komisaris harus memantau dan memastikan bahwa GCG telah
diterapkan secara efektif dan berkelanjutan.
8.
Dewan komisaris harus memastikan bahwa dalam laporan tahunan BUMN
telah memuat informasi mengenai identitas, pekerjaan-pekerjaan utamanya,
jabatan dewan komisaris di perusahaan lain, termasuk rapat yang dilakukan
dalam satu tahun buku (rapat internal maupun rapat gabungan dengan
direksi), serta honorarium, fasilitas, dan/atau tunjangan lain yang diterima
dari BUMN yang bersangkutan.
9.
Dewan komisaris wajib melaporkan kepada BUMN mengenai kepemilikan
sahamnya dan/atau keluarganya pada BUMN yang bersangkutan dan
perusahaan lain, termasuk setiap perubahannya.
Universitas Sumatera Utara
10. Mantan anggota direksi BUMN dapat menjadi anggota dewan komisaris pada
BUMN yang bersangkutan, setelah tidak menjabat sebagai anggota direksi
BUMN yang bersangkutan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun.
2.1.3.3 Kepemilikan institusional
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan adalah
kepemilikan institusional. Kepemilikan institusional dalam proporsi yang besar
juga mempengaruhi nilai perusahaan. Nilai perusahaan dapat meningkat jika
lembaga institusi mampu menjadi alat pemonitoran yang efektif.
Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan oleh
institusi keuangan, seperti perusahaan asuransi, bank, dana pensiun, dan asset
management (Koh, 2003 dalam Veronica dan Bachtiar, 2005). Investor
institusional memiliki kapabilitas untuk menganalisis laporan keuangan secara
langsung dibandingkan investor individual. Tingkat kepemilikan institusional
yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak
investor institusional sehingga dapat menghalangi perilaku opportunistic manajer.
Perusahaan dengan kepemilikan institusional yang besar (lebih dari 5%)
mengindikasikan kemampuannya untuk memonitor manajemen (Arif, 2006).
Adanya kepemilikan institusional di suatu perusahaan akan mendorong
peningkatan pengawasan agar lebih optimal terhadap kinerja manajemen, karena
kepemilikan saham mewakili suatu sumber kekuasaan yang dapat digunakan
untuk mendukung atau sebaliknya terhadap kinerja manajemen. Pengawasan yang
dilakukan oleh investor institusional sangat bergantung pada besarnya investasi
yang dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
Semakin besar kepemilikan institusi keuangan maka akan semakin besar
kekuatan suara dan dorongan dari institusi keuangan tersebut untuk mengawasi
manajemen dan akibatnya akan memberikan dorongan yang lebih besar untuk
memaksimalkan profitabilitas perusahaan.
2.1.3.4 Kepemilikan manajerial
Kepemilikan saham manajerial dapat membantu penyatuan kepentingan
antara pemegang saham dengan manajer, semakin meningkat proporsi
kepemilikan saham manajerial maka semakin baik kinerja perusahaan. Pada
perusahaan dengan kepemilikan manajerial yang sekaligus pemegang saham
tentunya
akan
menselaraskan
kepentingannya
sebagai
manajer
dengan
kepentingannya sebagai pemegang saham. Sementara dalam perusahaan tanpa
kepemilikan manajerial, manajer yang bukan pemegang saham kemungkinan
hanya mementingkan kepentingannya sendiri.
Menurut Downes
dan Goodman (1999) dalam Thohiri, (2011)
kepemilikan manajerial adalah para pemegang saham yang juga berarti dalam hal
ini sebagai pemilik dalam perusahaan dari pihak manajemen yang secara aktif ikut
dalam pengambilan keputusan pada suatu perusahaan yang bersangkutan. Dalam
teori keagenan dijelaskan bahwa kepentingan manajemen dan kepentingan
pemegang saham mungkin bertentangan. Hal tersebut disebabkan manajer
mengutamakan kepentingan pribadi, sebaliknya pemegang saham tidak menyukai
kepentingan pribadi manajer tersebut, karena pengeluaran tersebut akan
menambah biaya perusahaan yang menyebabkan penurunan keuntungan
perusahaan dan penurunan deviden yang akan diterima. Dengan peningkatan
kepemilikan managerial yang lebih baik dapat menyelaraskan kepentingan
Universitas Sumatera Utara
manajer dan pemegang saham, sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan.
Kepemilikan manajerial berpengaruh pada nilai perusahaan (Nurlela dan
Islahuddin, 2008).
Semakin
besar
kepemilikan
manajerial
dalam
perusahaan
maka
manajemen akan lebih giat untuk meningkatkan kinerjanya karena manajemen
mempunyai tanggung jawab untuk memenuhi keinginan dari pemegang saham
yang tidak lain adalah dirinya sendiri. Manajemen akan lebih berhati-hati dalam
mengambil suatu keputusan, karena manajemen akan ikut merasakan manfaat
secara langsung dari keputusan yang diambil. Selain itu manajemen juga ikut
menanggung kerugian apabila mereka salah dalam mengambil keputusan.
2.1.3.5 Komisaris independen
Dalam rangka memberdayakan fungsi pengawasan dewan komisaris,
keberadaan komisaris independen sangat diperlukan. Secara langsung keberadaan
komisaris independen menjadi penting, karena didalam praktek sering ditemukan
transaksi yang mengandung benturan kepentingan yang mengabaikan kepentingan
pemegang saham publik (pemegang saham minoritas) serta stakeholder lainnya,
terutama pada perusahaan di Indonesia yang menggunakan dana masyarakat
didalam pembiayaan usahanya.
Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak
terafiliasi dengan direksi, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham
pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat
mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak
semata-mata demi kepentingan perusahaan (Amri, 2011).
Universitas Sumatera Utara
Gani (2005) mendefenisikan komisaris independen merupakan anggota
komisaris yang berasal dari luar perusahaan (tidak memiliki hubungan afiliasi
dengan perusahaan) yang dipilih secara transparan dan independen, memiliki
integritas dan kompetensi yang memadai, bebas dari pengaruh yang berhubungan
dengan kepentingan pribadi atau pihak lain, serta dapat bertindak secara objektif
dan independen dengan berpedoman pada perinsip-perinsip GCG (transparency,
accountability, responsibility, fairness).
Berdasarkan Pedoman Good Corporate Governance, komposisi atau
jumlah Komisaris Independen tidak ditentukan dalam jumlah tertentu namun
demikian jumlah atau komposisi komisaris independen harus dapat menjamin
agar mekanisme pengawasan berjalan secara efektif dan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Adapun kriteria yang ditetapkan yaitu salah satu dari
Komisaris Independen harus mempunyai latar belakang akuntansi atau keuangan.
Menurut Peraturan Bapepam-LK tentang Kajian tentang Pedoman Good
Corporate Governance kriteria Komisaris Independen secara rinci yaitu :
a. Berasal dari luar Emiten atau Perusahaan Publik
b. Tidak mempunyai saham Emiten atau Perusahaan Publik baik langsung
maupun tidak langsung
c. Tidak mempunyai hubungan Afiliasi dengan Komisaris, Direksi dan
Pemegang saham Utama Emiten atau Perusahaan Publik
d. Tidak mempunyai hubungan usaha dengan Emiten atau Perusahaan Publik
baik langsung maupun tidak langsung
Misi komisaris independen adalah mendorong terciptanya iklim yang lebih
objektif dan menempatkan kesetaraan (fairness) di antara berbagai kepentingan
Universitas Sumatera Utara
termasuk kepentingan perusahaan dan kepentingan stakeholder sebagai prinsip
utama dalam pengambilan keputusan oleh dewan komisaris.
Dalam upaya untuk melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik maka
komisaris independen harus secara proaktif mengupayakan agar dewan komisaris
melakukan pengawasan dan memberikan nasehat kepada direksi yang terkait
dengan, namun tidak terbatas pada hal-hal sebagai berikut:
a. Memastikan perusahaan memiliki strategi bisnis yang efektif, termasuk di
dalamnya memantau jadwal, anggaran dan efektifitas strategi tersebut.
b. Memastikan bahwa perusahaan mengangkat eksekutif dan manajer-manajer
profesional.
c. Memastikan bahwa perusahaan memiliki informasi, sistem pengendalian, dan
sistem audit yang bekerja dengan baik.
d. Memastikan perusahaan mematuhi hukum dan perundangan yang berlaku
maupun nilai yang ditetapkan perusahaan dalam menjalankan operasinya.
e. Memastikan resiko dan potensi krisis selalu diidentifikasikan dan dikelola
dengan baik.
f. Memastikan prinsip dan praktek GCG dipatuhi dan diterapkan dengan baik.
Tugas Komisaris independen sebagaimana yang dimaksud pada butir f di
atas antara lain berupa:
a. Menjamin transparansi dan keterbukaaan laporan keuangan perusahaan.
b. Perlakuan yang adil terhadap pemegang saham minoritas dan stakeholder
yang lain.
c. Diungkapkannya transaksi yang mengandung benturan kepentingan secara
wajar dan adil.
Universitas Sumatera Utara
d. Kepatuhan perusahaan pada undang-undang dan peraturan yang berlaku.
e. Menjamin akuntabilitas organ perseroan.
Keberadaan komisaris independen bertujuan untuk menciptakan iklim
yang lebih objektif, independen dan menjaga fairness serta memberikan
keseimbangan antara kepentingan pemegang saham mayoritas dan perlindungan
terhadap
kepentingan
pemegang
saham
minoritas,
bahkan
kepentingan
stakehorlder lainnya. Komisaris independen sangat dibutuhkan oleh perusahaan
yang ada terutama bagi perusahaan publik. Dengan adanya komisaris independen
semua pihak yang berkepentingan mendapatkan manfaat yang besar, terutama
terbentuknya situasi yang suitabel dengan prinsip GCG, dimana komisaris dapat
memberikan pandangan dengan independensi dan akuntabilitas yang lebih tinggi.
2.2. Review Penelitian Terdahulu (Theoretical Mapping)
Penelitian tentang GCG sebelumnya telah banyak dilakukan oleh
penelitian sebelumnya. Dalam kesempatan ini peneliti ingin melakukan penelitian
pada perusahaan perkebunan yang ada di Indonesia dengan menambah lama tahun
data yang akan digunakan.
Penelitian yang dilakukan Kemalasari (2009) menunjukkan bahwa Secara
simultan dan parsial penerapan Good Corporate Governance seperti dewan
komisaris, kepemilikan institusional dan komite audit tidak berpengaruh terhadap
kinerja perusahaan dengan empat indikator, ROA, NPM, BOPO, dan ROE, bahkan
komite audit mempunyai pengaruh yang negative terhadap NPM serta
Kepemilikan institusional terhadap ROE.
Penelitian Sibarani (2010) menunjukkan bahwa Secara simultan
kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komposisi dewan komisaris
Universitas Sumatera Utara
independen, ukuran dewan komisaris dan komite audit berpengaruh signifikan
terhadap kinerja keuangan. Melalui manajemen laba secara simultan kepemilikan
institusional, kepemilikan manajerial, komposisi dewan komisaris independen,
ukuran dewan komisaris dan komite audit berpengaruh signifikan terhadap kinerja
keuangan. Kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris berpengaruh
signifikan terhadap manajemen laba dan kinerja keuangan. Kepemilikan
manajerial dan komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba maupun
kinerja keuangan. Komposisi dewan komisaris independen berpengaruh signifikan
terhadap manajemen laba tetapi tidak terhadap kinerja keuangan. Manajemen laba
tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan.
Penelitian Siallangan dan Machfoedz (2006) menunjukkan bahwa
Mekanisme corporate governance secara statistik berpengaruh terhadap nilai
perusahaan. Mekanisme corporate governance yang terdiri dari: a) kepemilikan
manajerial secara negatif berpengaruh terhadap nilai perusahaan, b) dewan
komisaris secara positif berpengaruh terhadap nilai perusahaan, dan c) komite
audit secara positif berpengaruh terhadap nilai perusahaan (Tobin’s Q).
Penelitian Nurulita (2013) menunjukkan bahwa Ukuran dewan direksi
berpengaruh negatif signifikan terhadap profitabilitas sedangkan ukuran dewan
komisaris berpengaruh positif signifikan terhadap profitabilitas (ROE) perusahaan
BUMN di Indonesia. Komisaris Independen dan Komite Audit tidak berpengaruh
signifikan terhadap profitabilitas Perusahaan (ROE) BUMN di Indonesia.
Kepemilikan pemerintah memoderasi hubungan mekanisme Good Corporate
Governance terhadap profitabilitas (ROE) perusahaan BUMN.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan penelitian Yonedi dan Sari (2009) menunjukkan bahwa
Terdapat hubungan yang positif signifikan mengenai pengaruh dewan komisaris
terhadap ukuran kinerja perusahaan yang diukurdengan ROA,ROE dan Sales
Employe Ratio (SER). Adanya pengaruh negatif signifikan dari komposisi dewan
komisaris terhadap kinerja perusahaan yang diukur dengan ROA namun tidak
berdampak signifikan terhadap ROE dan SER. Kepemilikan pemerintah memiliki
dampak negatif signifikan terhadap kinerja perusahaan yang diukur dengan ROA
dan ROE.
Berikut ini disajikan beberapa peneliti terdahulu yang telah melakukan
penelitian sebelumnya.
Tabel 2.1 Daftar penelitian terdahulu
Nama Peneliti
Nurulita,
Suci.
2013.
Siallagan,
Hamonangan
dan
Machfoedz,
Mas’ud.
2006.
Judul Penelitian
Pengaruh
implementasi
mekanisme
GCG terhadap
profitabilitas
dengan
kepemilikan
pemerintah
sebagai variabel
moderating di
perusahaanperusahaan
BUMN
Indonesia.
Variabel Penelitian
Dependen Variabel :
a. Profitabilitas
Mekanisme
corporate
governance,
kualitas laba dan
nilai perusahaan.
Dependen Variabel :
a. Nilai Perusahaan
Independen Variabel :
b. Ukuran Dewan
Direksi
c. Ukuran Dewan
Komisaris
d. Komisaris
Independen
e. Komite Audit
Moderating Variabel :
f. Kepemilikan
Pemerintah
Independen Variabel :
a. Kepemilikan
Manajerial
b. Dewan Komisaris
c. Komite Audit
Intervening Variabel :
a. Kualitas Laba
Hasil Penelitian
Ukuran
dewan
direksi
berpengaruh negatif signifikan
terhadap profitabilitas. Ukuran
dewan komisaris berpengaruh
positif
signifikan
terhadap
profitabilitas (ROE) perusahaan.
Komisaris
Independen
dan
Komite Audit tidak berpengaruh
signifikan terhadap profitabilitas
Perusahaan (ROE).
Kepemilikan
pemerintah
memoderasi
hubungan
mekanisme
GCG
terhadap
profitabilitas (ROE) perusahaan
BUMN.
Mekanisme corporate governance
berpengaruh
terhadap
nilai
perusahaan.
Mekanisme
corporate governance yang terdiri
dari: a) kepemilikan manajerial
secara
negatif
berpengaruh
terhadap nilai perusahaan, b)
dewan komisaris secara positif
berpengaruh
terhadap
nilai
perusahaan, dan c) komite audit
secara
positif
berpengaruh
terhadap
nilai
perusahaan
(Tobin’s Q).
Universitas Sumatera Utara
Nama Peneliti
Kemalasari,
Endang.
2009.
Sibarani, Jojor
Lisbet.
2010.
Judul Penelitian
Pengaruh
penerapan GCG
terhadap kinerja
perusahaan
perbankan yang
terdafta di Bursa
Efek Indonesia.
Analisis
pengaruh
corporate
governance
terhadap kinerja
keuangan pada
perusahaan
consumer goods
yang terdaftar di
BEI dengan
manajemen laba
sebagai variabel
intervening.
Variabel Penelitian
Dependen Variabel :
a. Kinerja perusahaan
Independen Variabel :
a. Dewan Komisaris
b. Kepemilikan
Institusional
c. Komite Audit
Dependen Variabel :
a. Kinerja keuangan
(Cash Flow ROA)
Independen Variabel :
a. Corporate
governance
b. Kepemilikan
institusional
c. Kepemilikan
manajerial
d. Komposisi
e. Komisaris
independen
f. Ukuran dewan
komisaris
g. Komite audit
Intervening Variabel :
a. Manajemen laba
Yonedi, Efa
dan Sari,
Dewi Yulia.
2009.
Impact of
Corporate
Governance
Mechanisms on
Firm
Performance;
Evidence from
Indonesia’s State
– Owned
Enterprises
(SOEs)
Dependen Variabel :
a. Kinerja perusahaan
Independen Variabel :
a. Ukuran dewan
komisaris
b. Komposisi dewan
komisaris
c. Kepemilikan
pemerintah
Hasil Penelitian
Secara simultan dan parsial
penerapan
GCG
(dewan
komisaris,
kepemilikan
institusional dan komite audit)
tidak
berpengaruh
terhadap
kinerja perusahaan (ROA, NPM,
ROE, BOPO, dan ROE).
Secara simultan kepemilikan
institusional,
kepemilikan
manajerial, komposisi dewan
komisaris independen, ukuran
dewan komisaris dan komite audit
berpengaruh signifikan terhadap
kinerja keuangan.
Kepemilikan institusional, ukuran
dewan komisaris berpengaruh
signifikan terhadap manajemen
laba dan kinerja keuangan.
Kepemilikan
manajerial dan
komite audit tidak berpengaruh
terhadap manajemen laba maupun
kinerja keuangan.
Komposisi dewan
komisaris
independen tidak berpengaruh
signifikan
terhadap
kinerja
keuangan.
Terdapat hubungan yang positif
signifikan mengenai pengaruh
dewan komisaris terhadap ukuran
kinerja perusahaan (ROA, ROE
dan SER).
Adanya
pengaruh
negatif
signifikan dari komposisi dewan
komisaris terhadap ROA namun
tidak
berdampak
signifikan
terhadap ROE & SER.
Kepemilikan pemerintah memiliki
dampak
negatif
signifikan
terhadap ROA dan ROE.
Universitas Sumatera Utara
Download