Penggunaan Kartun sebagai Instrumen Diagnostik Miskonsepsi

advertisement
PENGGUNAAN KARTUN SEBAGAI INSTRUMEN
DIAGNOSTIK MISKONSEPSI PADA HUKUM NEWTON III
Oleh :
Sepriyanti Manialoka
NIM : 192009004
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas Sains dan
Matematika guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
i
ii
iii
iv
Motto
!
"
#$
$
#
% &
'(
' #
)
#$
*
( ,
!
)
-
! .+
v
+
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada ALLAH BAPA, TUHAN YESUS
KRISTUS dan ROH KUDUS, atas cintaNya
sehingga
penulis dapat
menyelesaikan Tugas Akhir di Progam Studi Pendidikan Fisika Fakultas Sains dan
Matematika dengan baik.
Penyusunan Tugas Akhir ini tidak dapat terlepas dari bantuan dan
kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1.
Keluarga tercinta : Papy, Mamy, Emy, Esy, Sola, Jadson, terima kasih buat
dukungan, semangat, dan doa yang tiada hentinya kepada penulis, I love
you all so much.
2.
Ibu Dra.Marmi Sudarmi, M.Si selaku pembimbing I yang penulis hormati,
terima kasih buat waktu, tenaga, dan bimbingannya buat penulis dalam
penyusunan tugas akhir ini dari awal sampai akhir.
3.
Prof. Ferdy Semuel Rondonuwu, S.Pd.,M.Sc.,Ph.D selaku pembimbing II
dan juga wali studi penulis, atas kesediaan waktu, nasehat, saran - saran
konkrit yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan tugas akhir
ini.
4.
Dosen - dosen Fisika dan Pendidikan Fisika : Adita Sutresno, S.Si.,M.Sc.,
Nur Aji Wibowo, S.Si.,M.Si., Made Rai Suci Shanti Nurani Ayub,
S.Si.,M.Pd., Wahyu Hari Kristianto, M.Pd., Diane Noviadini, S.Pd.,M.Pd.,
Alvama Pattiserlihun, S.Si.,M.Ed., GinerMaslebu,S.Si.,S.Pd.,Debora Natalia
Sudjito S.Pd.,M.Ps.Ed., Prof. Like Wilardjo, dr.Jodelin Muninggar,M.Sc,
serta seluruh civitas Fakultas Sains dan Matematika lainnya, terima kasih
buat ilmu yang selama ini sudah bapak - ibu ajarkan kepada penulis.
5.
Mas Tri, Mas Sigit, dan Pak Tafip selaku Laboran Fisika dan Pendidikan
Fisika FSM UKSW atas segala bantuannya selama ini.
6.
Teman - teman angkatan 2009 : Sahidah, Kristy, Aldofina, Pretty Devi,
Agustin Dwi, Angel, Martha, Tabita, Erma, Lilis, Tyas, Cintya, Septri,
Terima kasih atas jalinan pertemanan selama ini.
7.
Teman - teman Pasukan Doa YESUS RAJA, terima kasih buat dukungan
doanya, nasihat dan motivasinya selama ini.
vi
8.
Semua pihak yang penulis tidak sebutkan satu persatu namanya yang turut
dan terlibat dalam penyusunan tulisan ini.
Tak ada gading tak retak, penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas akhir ini
masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dalam penyempurnaannya. Akhir kata, semoga laporan tugas akhir ini dapat
berguna bagi pembaca.
Salatiga, 22 September 2015
Penulis
Sepriyanti Manialoka
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT
LEMBAR HAK BEBAS ROYALTY DAN PUBLIKASI
MOTTO
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1. PENDAHULUAN
• Pendahuluan
• Dasar Teori
• Daftar Pustaka
BAB 2. Penggunaan kartun sebagai instrumen diagnostik miskonsepsi pada
hukum Newton III
• Abstrak
• Pembahasan
• Kesimpulan dan Saran
• Ucapan Terima Kasih
• Daftar Pustaka
LAMPIRAN
viii
i
ii
iii
iv
v
vi
viii
1
1
2
3
4
8
8
8
BAB 1
PENDAHULUAN
Pendahuluan
Pada umumnya, soal tes tertulis, termasuk soal tes diagnosa miskonsepsi, menggunakan teks
sebagai media utama penyampaian informasi. Dalam konsep gaya dan gerak, instrumen diagnosa
umumnya dikembangkan dengan teks dan gambar diagram, gambar diagram berfungsi untuk
memberikan gambaran ringkas mengenai informasi dari teks [1-5]. Penyampaian informasi melalui
teks melibatkan aktivitas membaca, oleh karena itu dalam mengerjakan soal berbentuk teks
kemampuan memahami bacaan sangat dibutuhkan. Dalam penelitian miskonsepsi, konsep - konsep
alternatif siswa dapat dilihat dari konsistensi jawaban [6]. Keterbatasan dalam memahami bacaan
dapat menimbulkan kesalahpahaman dalam memaknai soal yang dapat mempengaruhi konsistensi
siswa dalam menjawab soal. Resiko yang dapat muncul akibat kesalahpahaman memahami bacaan ini
adalah inkonsistensi jawaban dari siswa. Untuk mengurangi resiko munculnya jawaban tidak
konsisten, soal perlu diubah ke bentuk yang lebih mudah dipahami, salah satunya adalah bentuk
kartun.
Kartun adalah alat visual yang mengkombinasikan antara gambar karakter yang dilebih lebihkan dengan dialog yang berhubungan kejadian sehari – hari [7]. Melalui gambar kartun yang
memvisualisasikan kejadian - kejadian dalam soal, pengalaman siswa terkait kejadian - kejadian
dalam soal tersebut dihadirkan kembali, sehingga siswa dibantu untuk memahami maksud soal dengan
baik. Selain memerlukan pemahaman, mengerjakan soal bentuk teks juga perlu dilakukan dalam
keadaan sadar dan terkontrol [8].
Paper ini bertujuan untuk melaporkan efektivitas penggunaan kartun sebagai instrumen
diagnostik miskonsepsi.
Dasar Teori
Berdasarkan penelitian mengenai konstribusi kartun konsep dalam proses belajar mengajar
ditemukan bahwa media kartun konsep berperan untuk membantu dalam memunculkan
miskonsepsi siswa dalam waktu singkat [10]. Hal ini sesuai dengan manfaat media yang dapat
membuat hal yang abstrak menjadi lebih konkret, sehingga tidak akan menimbulkan miskonsepsi
siswa. Salah satu media yang bisa membuat hal yang abstrak menjadi konkret ialah media visual
kartun konsep.
Naylor dan Keogh [11], kartun konsep merupakan stimulus yang efektif dalam proses
argumentasi. Hal tersebut dikarenakan kartun konsep memungkinkan siswa untuk membangun
argumen.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui mengenai peran lain dari media kartun konsep yaitu
mengdiagnosis miskonsepsi siswa. Adapun konsep yang dikaji dan dijadikan bahan penelitian yaitu
konsep hukum Newton ketiga pada benda diam dan benda bergerak.
Pembuatan gambar pada kelompok soal benda diam dan benda bergerak untuk soal teks dan soal
bentuk kartun juga berbeda. Pada soal bentuk teks, komponen yang utama adalah narasi soal, oleh
karena itu gambar pada soal bentuk teks hanya berupa sketsa - sketsa yang sederhana. Sedangkan pada
soal bentuk kartun, komponen gambar lebih utama dibandingkan narasi, karena digunakan sebagai
1
sarana utama penyampaian informasi. Oleh karena itu gambar harus dibuat seolah - olah berbicara
kepada pembaca. Cara yang digunakan agar gambar seolah - olah berbicara adalah dengan
menggambarkan tanda - tanda yang mencirikan keadaan yang dialami benda. Contohnya adalah garis garis balok yang merupakan tanda bahwa balok sedang ditarik, seperti pada peristiwa 5 untuk benda
bergerak, dimana seorang anak menarik balok sehingga bergeser dari titik A ke titik B dan ada gambar
butir - butir keringat yang bercucuran pada peristiwa anak yang sedang menarik balok pada peristiwa
4 untuk benda diam.
Pada soal kartun narasi - narasi singkat tetap diperlukan untuk mengarahkan siswa pada alur
kejadian.
Daftar Pustaka
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
[10]
Adam Lark, 2007, Student Misconception in Newtonian Mechanics, Tesis untuk memenuhi
sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar master S2, Perguruan tinggi Bowling Green.
Sengül Atasoy dan Ali Riza Akdeniz, 2007, Developing and Applying a Test Related to
Appearing Misconceptions about Newtonian Laws of Motion: Journal of Turkish Science
Education, vol. 4, no.1, 45-59.
Antti Savinainen dan Jouni Viiri, 2007, The Force Concept Inventory as A Measure of
Students Conceptual Coherence, International Journal of Science and Mathematics Education,
no. 6, 719-740
Rebecca Rosenblatt dan Andrew F. Heckler, 2011, Systematic study of student understanding
of the relationships between the directions of force, velocity, and acceleration in one
dimension, American Physical Society, ISSN: 1554-9178, vol. 11, no. 7, 1-20.
Aysegül Saglam-Arslan dan Yasemin Devecioglu, 2010, Student teachers’ levels of
understanding and model of understanding about Newton'
s laws of motion, Asia-Pacific
Forum on Science Learning and Teaching, vol.11, no. 7, 1-20.
Antti Savinainen dan Jouni Viiri, 2007, The Force Concept Inventory as A Measure of
Students Conceptual Coherence, International Journal of Science and Mathematics Education,
no. 6, 719-740
Sebnem Kandil Ingec, 2008, Use of Concept Cartoon as an Assessment Tool in Physics
Education, Turkey: Department of Physics Education, Education Faculty, Gazi University,
ISSN: 1548-6613, vol. 5, no. 11, 47-54.
Jens Allwood dan Yanhia Abelar, 1984, Lack of Understanding, Misunderstanding and
Language Acquisition, AILA-Conference.
Ekici, F., Ekici, E. dan Aydin, F. (2007). Utility of Concept Cartoons in
Diagnosing and Overcoming Misconceptions Related to Photosynthesis.
International Journal of Environmental & Science Education, 2(4), 111 - 124.
Naylor, S. & Keogh, B. (2013). Concept cartoons: what have we learnt?. Journal
of Turkish Science Education, 10 (1) : 3-11.
2
BAB 2
Penggunaan kartun sebagai instrumen diagnostik miskonsepsi pada hukum
Newton III
Sepriyanti Manialoka1, Marmi Sudarmi2, Ferdy S. Rondonuwu3
1,2,3
Program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas Sains dan Matematika
Universitas Kristen Satya Wacana
Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga 50711
E-mail : [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
Paper ini bertujuan untuk melaporkan efektivitas penggunaan kartun sebagai instrumen diagnostik
miskonsepsi. Tipe soal yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal esai yang disajikan dalam
bentuk kartun dan bentuk teks. Soal dalam bentuk kartun dan teks dibagikan kepada sampel untuk
dikerjakan. Setelah soal selesai dikerjakan, lembar jawaban dikumpulkan. Jawaban dari siswa
kemudian dikelompokkan menjadi dua jenis jawaban yaitu : jawaban benar dan salah. Jawaban salah
dibagi lagi menjadi dua yaitu : kesalahan yang acak (tidak konsisten) dan kesalahan yang konsisten.
Kesalahan yang konsisten ini disebut miskonsepsi. Hasil dari masing - masing jenis jawaban
ditampilkan dalam bentuk tabel. Dari tabel tersebut, masing - masing jenis jawaban dari soal bentuk
kartun dan soal bentuk teks dibandingkan Data yang diperoleh menunjukkan bahwa, ketika siswa
yang sama diberi soal dalam bentuk teks dan soal dalam bentuk kartun, soal dalam bentuk kartun
dapat menghasilkan jawaban yang lebih konsisten jika dibandingkan dengan soal dalam bentuk teks.
Kata kunci : kartun, konsistensi jawaban, miskonsepsi.
1. Pendahuluan
Pada umumnya, soal tes tertulis, termasuk soal tes diagnosa miskonsepsi, menggunakan teks
sebagai media utama penyampaian informasi. Dalam konsep gaya dan gerak, instrumen diagnosa
umumnya dikembangkan dengan teks dan gambar diagram, gambar diagram berfungsi untuk
memberikan gambaran ringkas mengenai informasi dari teks [Ref 1-5]. Penyampaian informasi
melalui teks melibatkan aktivitas membaca, oleh karena itu dalam mengerjakan soal berbentuk teks
kemampuan memahami bacaan sangat dibutuhkan. Dalam penelitian miskonsepsi, konsep - konsep
alternatif siswa dapat dilihat dari konsistensi jawaban [Ref 6]. Keterbatasan dalam memahami bacaan
dapat menimbulkan kesalahpahaman dalam memaknai soal yang dapat mempengaruhi konsistensi
siswa dalam menjawab soal. Resiko yang dapat muncul akibat kesalahpahaman memahami bacaan ini
adalah inkonsistensi jawaban dari siswa. Untuk mengurangi resiko munculnya jawaban tidak
konsisten, soal perlu diubah ke bentuk yang lebih mudah dipahami, salah satunya adalah bentuk
kartun.
Kartun adalah alat visual yang mengkombinasikan antara gambar karakter yang dilebih lebihkan dengan dialog yang berhubungan kejadian sehari – hari [Ref 7]. Melalui gambar kartun yang
memvisualisasikan kejadian - kejadian dalam soal, pengalaman siswa terkait kejadian - kejadian
dalam soal tersebut dihadirkan kembali, sehingga siswa dibantu untuk memahami maksud soal dengan
baik. Selain memerlukan pemahaman, mengerjakan soal bentuk teks juga perlu dilakukan dalam
3
keadaan sadar dan terkontrol [ Ref 8].
Paper ini bertujuan untuk melaporkan efektivitas penggunaan kartun sebagai instrumen
diagnostik miskonsepsi.
2. Pembahasan
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Sampel yang digunakan adalah 53
siswa SMA yang berasal dari satu sekolah. Sampel tersebut diberikan soal dalam bentuk teks dan soal
dalam bentuk kartun.
Tipe soal yang digunakan adalah soal esai. Soal - soal tersebut memiliki konteks
permasalahan yang sama namun dalam situasi yang berbeda - beda.
Berikut merupakan tabel jenis miskonsepi beserta jumlah masing - masing soal pada
kelompok soal benda diam dan benda bergerak.
Tabel 1. Jenis miskonsepsi dan jumlah soal pada kelompok benda diam
No.
1
2
Jumlah soal
Jenis Miskonsepsi
Faksi dan Freaksi bekerja
4
pada benda yang sama.
Faksi mengerjakan gaya pada
benda terlebih dahulu baru
4
kemudian Freaksi.
Tabel 2. Jenis miskonsepsi dan jumlah soal pada kelompok benda bergerak
No.
1
2
Jenis Miskonsepsi
Jumlah soal
Faksi dan Freaksi bekerja pada
5
benda yang sama.
Faksi mengerjakan gaya pada
benda terlebih dahulu baru
5
kemudian Freaksi.
Faksi = Gaya aksi, Freaksi = Gaya reaksi
Kelompok soal pada tabel 1 dan 2 disajikan dalam bentuk kartun dan bentuk teks. Soal bentuk
kartun dibuat dengan menggambarkan kejadian - kejadian dalam soal, sedangkan soal bentuk teks
dibuat dengan menarasikan kejadian - kejadian berdasarkan gambar pada soal bentuk kartun ke dalam
bentuk teks. Jadi menurut urutannya, soal bentuk kartun lebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan
pembuatan soal - soal bentuk teks. Soal yang telah disiapkan, dibagikan kepada sampel untuk
dikerjakan. Setelah soal selesai dikerjakan, lembar jawaban dikumpulkan. Jawaban dari siswa
kemudian dikelompokkan menurut kelompok soalnya untuk dianalisa.
Tujuan dari analisa data adalah untuk melihat pengaruh pembuatan soal dalam bentuk kartun
terhadap konsistensi jawaban siswa. Konsistensi jawaban dilihat dari jawaban yang diberikan siswa.
Jika jawaban siswa membentuk sebuah pola pemikiran yang tetap ketika diberi permasalahan yang
sama namun dalam situasi yang berbeda - beda, atau ketika situasinya sama, namun obyek yang
ditanyakan berbeda, maka siswa tergolong konsisten. Misalnya dalam kelompok soal benda diam,
pada peristiwa balok yang diam dipermukaan lantai, siswa disuruh menggambarkan gaya pasangan
aksi - reaksinya. Jika siswa menggambar gaya gravitasi bumi (Fg) dan gaya normal (N) sebagai gaya
pasangan aksi - reaksi, dan untuk peristiwa benda diam lainnya juga siswa selalu menjawab hanya ada
Fg dan N, maka jawaban siswa ini tergolong konsisten. Untuk gaya - gaya yang bekerja pada benda
diam, batas minimal jawaban konsisten pada soal adalah minimal 3 dari 4 soal itu kesalahannya
4
konsisten maka dapat dikatakan siswa itu mengalami miskonsepsi. Untuk gaya - gaya yang bekerja
pada benda bergerak, batas minimal jawaban konsisten pada soal adalah minimal 3 dari 5 soal itu
kesalahannya konsisten maka dapat dikatakan siswa itu mengalami miskonsepsi.
Setelah melihat pengaruh soal bentuk kartun terhadap jawaban siswa, selanjutnya seluruh
jawaban siswa dikelompokkan menjadi dua jenis jawaban yaitu : jawaban benar dan salah. Jawaban
salah dibagi lagi menjadi dua yaitu : kesalahan yang acak (tidak konsisten) dan kesalahan yang
konsisten. Kesalahan yang konsisten ini disebut miskonsepsi. Hasil dari masing - masing jenis
jawaban ditampilkan dalam bentuk tabel. Dari tabel tersebut, masing - masing jenis jawaban dari soal
bentuk kartun dan soal bentuk teks dibandingkan.
Perbedaan antara soal bentuk teks dan soal bentuk kartun pada benda diam dan benda
bergerak terletak pada cara penyampaian informasi ke siswa. Pada soal bentuk teks, penyampaian
informasi menggunakan narasi dan sedikit gambar. Gambar hanya digunakan untuk mengilustrasikan
kejadian di awal cerita, dan dari awal kejadian tersebut siswa diminta untuk menggambarkan sendiri
kejadian selanjutnya dengan mengikuti narasi pada soal. Sedangkan pada soal bentuk kartun,
penyampaian informasi banyak menggunakan gambar, teks digunakan untuk menyampaikan informasi
dalam bentuk narasi - narasi singkat. Dalam soal bentuk kartun, seluruh kejadian divisualisasikan
melalui gambar, sehingga siswa difasilitasi untuk melihat secara langsung kejadian - kejadian dalam
soal melalui gambar, dengan cara ini siswa dibantu untuk lebih cepat memahami konteks soal.
Berikut merupakan jawaban dari seluruh siswa yang mendapatkan soal bentuk kartun dan soal
bentuk teks, seluruh jawaban dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu acak, konsisten salah, dan
benar.
2.1. Benda Diam
Tabel 3. Jumlah siswa yang menjawab soal untuk soal bentuk teks dan soal bentuk kartun pada benda
diam
Jumlah siswa : 53
M = Jawaban miskonsepsi, A = Jawaban acak, B = Jawaban benar, (*) = Jumlah siswa yang menjawab
pada soal bentuk teks
Soal
Peristiwa 1 : Sebuah balok di
letakan pada permukaan lantai,
balok tersebut dalam keadaan
diam.
Jumlah siswa yang mengalami miskonsepsi tentang :
N dan Fg merupakan
F dan fges merupakan
Faksi dan Freaksi bekerja
pasangan aksi - reaksi
pasangan aksi - reaksi
pada waktu yang tidak
bersamaan
M
A
B
M
A
B
M
A
B
31
6*
15
39*
7
8*
31
6*
15
39*
7
8*
30
6*
51
2*
Peristiwa 2 : Seekor burung
sedang diam bertengger pada
dahan sebuah pohon.
5
15
39*
2
43*
8
8*
8*
31
6*
15
39*
7
8*
31
6*
15
39*
7
8*
31
8*
15
28*
7
17*
31
8*
15
19*
7
26*
Peristiwa 3 : Seorang atlet angkat
besi berhasil mengangkat barbel
pada ketinggian tertentu selama 3
detik.
Peristiwa 4 : Seorang anak sedang
menarik balok, namun balok
tersebut tetap dalam keadaan
diam.
31
6*
15
33*
7
14*
Berdasarkan tabel 3, Pada soal bentuk teks, untuk miskonsepsi “N dan Fg, gaya tarik anak
(F) dan gaya gesek (fges) merupakan pasangan gaya aksi - reaksi”, terlihat bahwa siswa yang
jawabannya konsisten salah lebih sedikit dari siswa yang menjawab benar, dan siswa yang
jawabannya acak lebih banyak. Hal ini karena pada soal bentuk teks, siswa hanya membaca soal tanpa
mempunyai imajinasi tentang alur cerita soal tersebut sehingga mendorong mereka untuk menjawab
soal secara acak. Jawaban acak merupakan jawaban tanpa didasari pertimbangan (asal tebak) sehingga
tidak menunjukkan adanya aktivitas berpikir yang terstruktur. Pada soal bentuk kartun, siswa yang
menjawab acak lebih sedikit jika dibandingkan dengan soal bentuk teks.
Berkurangnya jawaban acak menyebabkan prosentase jawaban konsisten meningkat.
Peningkatan dapat terjadi pada jawaban konsisten salah atau jawaban benar. Hal ini karena soal dalam
bentuk kartun lebih mudah dipahami dan menarik secara visual sehingga perhatian siswa terfokus
untuk mengerjakan soal, dalam hal inilah kartun memudahkan siswa untuk berpikir secara sistematis
sehingga mampu menjawab pertanyaan secara konsisten. Alasan siswa yang mengalami miskonsepsi
jenis ini adalah mereka berpikir bahwa gaya pasangan aksi - reaksi tersebut bekerja pada sebuah
benda, dan ketika kelompok siswa tersebut diberi soal yang sejenis tetapi pada peristiwa - peristiwa
yang berbeda, jawabannya tetap sama.
Pada kartun, untuk miskonsepsi “Faksi dan Freaksi bekerja pada waktu yang tidak bersamaan”,
terlihat bahwa siswa yang menjawab konsisten salah lebih banyak dari siswa yang menjawab acak
atau benar. Alasan siswa yang mengalami miskonsepsi jenis ini baik pada soal bentuk kartun maupun
soal bentuk teks adalah berdasarkan pengalaman mereka bahwa ketika tangan mereka mendorong
tembok (memberi aksi ) beberapa saat kemudian tangan mereka terasa sakit (mendapatkan reaksi),
sehingga siswa berpikir bahwa tangan mengerjakan gaya aksi pada tembok terlebih dahulu baru
kemudian tembok mengerjakan gaya reaksi pada tangan. Padahal gaya aksi - reaksi muncul pada saat
tangan tepat menempel tembok dan memberikan dorongan kepada tembok dan dalam waktu yang
bersamaan tembok juga memberikan gaya pada tangan.
Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa soal bentuk kartun untuk soal kelompok
benda diam dapat menghasilkan jawaban yang lebih konsisten.
2.2. Benda Bergerak
Tabel 4. Jumlah siswa yang menjawab soal untuk soal bentuk teks dan soal bentuk kartun pada
benda bergerak
Jumlah siswa : 53
M = Jawaban miskonsepsi, A = Jawaban acak, B = Jawaban benar, (*) = Jumlah siswa yang menjawab
pada soal bentuk teks
6
Jumlah siswa yang mengalami miskonsepsi tentang :
Soal
N dan Fg
merupakan
pasangan aksi reaksi
M
Peristiwa 5 : Seorang
anak menarik balok
sehingga bergeser dari
titik A ke titik B
A
F dan fges
merupakan
pasangan aksi reaksi
B
M
A
B
FA dan fges1
merupakan
pasangan aksi reaksi
M
A
B
Fg dan fges2
merupakan
pasangan aksi reaksi
M
A
B
Faksi dan Freaksi
bekerja pada
waktu yang tidak
bersamaan
M
A
B
31
15
7
29
20
4
31
15
7
6*
40*
7*
5*
47*
1*
6*
39*
8*
31
15
7
35
14
4
31
15
7
Peristiwa 6 : Seorang
anak yang sedang
berjalan ke arah kanan
6*
47*
-*
5*
44*
4*
2*
44*
7*
Peristiwa 7 : Ringo
sedang mengendarai
mobilnya di jalan.
Mobil tersebut berjalan
dengan kelajuan tetap.
31
15
7
42
9
2
31
15
7
6*
38*
9*
5*
42*
6*
6*
30*
17*
Peristiwa 8 : Seorang
anak sedang berenang ,
dengan mengayuhkan
tangan ke air anak
tersebut dapat bergerak
ke depan.
Peristiwa 9 : Saat roket
bergerak ke ruang
angkasa.
31
15
7
31
15
7
5*
37*
11*
15*
19*
19*
31
15
7
31
15
7
7*
46*
-*
12*
9*
32*
Berdasarkan tabel 4, Pada soal bentuk teks, untuk miskonsepsi “N dan Fg, F dan
fges, gaya apung (FA) dan gaya gesek air (fges1), Fg dan gaya gesek udara (fges2) merupakan
pasangan gaya aksi - reaksi”, seperti pada kelompok benda diam, terlihat bahwa siswa yang
jawabannya konsisten salah lebih sedikit dari siswa yang menjawab benar, dan siswa yang yang
jawabannya acak lebih banyak. Hal ini karena pada soal bentuk teks, siswa hanya membaca soal
tanpa mempunyai imajinasi tentang alur cerita soal tersebut sehingga mendorong mereka untuk
7
menjawab soal secara acak. Pada soal bentuk kartun, siswa yang menjawab acak lebih sedikit
jika dibandingkan dengan soal bentuk teks. Berkurangnya jawaban acak menyebabkan
prosentase jawaban konsisten meningkat. Peningkatan dapat terjadi pada jawaban konsisten
salah atau jawaban benar. Hal ini karena soal dalam bentuk kartun lebih mudah dipahami dan
menarik secara visual sehingga perhatian siswa terfokus untuk mengerjakan soal, dalam hal
inilah kartun memudahkan siswa untuk berpikir secara sistematis sehingga mampu menjawab
pertanyaan secara konsisten. Alasan siswa yang mengalami miskonsepsi jenis ini adalah seperti
pada kelompok benda diam, yaitu mereka berpikir bahwa gaya pasangan aksi - reaksi tersebut
bekerja pada sebuah benda, dan ketika kelompok siswa tersebut diberi soal yang sejenis tetapi
pada peristiwa - peristiwa yang berbeda, jawabannya tetap sama.
Pada kartun, untuk miskonsepsi “Faksi dan Freaksi bekerja pada waktu yang tidak
bersamaan”, terlihat bahwa siswa yang menjawab konsisten salah lebih banyak dari siswa yang
menjawab acak atau benar. Alasan siswa yang mengalami miskonsepsi jenis ini baik pada soal
bentuk kartun maupun soal bentuk teks sama seperti alasan mereka pada kelompok benda diam
yaitu, berdasarkan pengalaman mereka bahwa ketika tangan mereka mendorong tembok
(memberi aksi ) beberapa saat kemudian tangan mereka terasa sakit (mendapatkan reaksi),
sehingga siswa berpikir bahwa tangan mengerjakan gaya aksi pada tembok terlebih dahulu baru
kemudian tembok mengerjakan gaya reaksi pada tangan. Padahal gaya aksi - reaksi muncul
pada saat tangan tepat menempel tembok dan memberikan dorongan kepada tembok dan dalam
waktu yang bersamaan tembok juga memberikan gaya pada tangan.
Jadi, untuk kelompok benda diam dan benda bergerak, ketika siswa yang sama diberi
soal dalam bentuk teks dan soal dalam bentuk kartun, ternyata soal dalam bentuk kartun dapat
menghasilkan jawaban yang lebih konsisten jika dibandingkan dengan soal teks.
Alasan siswa yang mengalami miskonsepsi pada setiap jenis miskonsepsi untuk soal
kelompok benda diam (pada soal bentuk teks dan soal bentuk kartun) maupun pada soal
kelompok benda bergerak (pada soal bentuk teks dan soal bentuk kartun) pun sama. Hal ini
karena sebagian besar siswa yang mengalami miskonsepsi pada kelompok benda diam itulah
yang miskonsepsi juga pada kelompok benda bergerak.
3. Kesimpulan dan Saran
Tes diagnostik dalam bentuk kartun dapat menghasilkan jawaban yang lebih konsisten
jika dibandingkan dengan soal dalam bentuk teks. Pada soal kartun, untuk prosentase kecil,
konsisten salah bisa diduga sebagai miskonsepsi. Dengan demikian maka dapat dikatakan
bahwa instrumen diagnosa miskonsepsi dengan bentuk kartun lebih efektif.
Untuk penelitian selanjutnya, saat menggunakan tes diagnostik dalam bentuk kartun,
sebaiknya menyertakan tes wawancara sebagai bagian proses penelitian, mengingat masih
banyak ditemukan jawaban tidak logis dari siswa tentang konsep gaya aksi - reaksi.
Ucapan terima kasih
Ibu Dra.Marmi Sudarmi, M.Si selaku pembimbing I dan Bapak Prof. Ferdy Semuel
Rondonuwu, S.Pd.,M.Sc.,Ph.D Sebagai pembimbing II, atas kesediaan waktu, nasehat, saran saran konkrit yang telah diberikan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan penelitian ini.
Daftar Pustaka
Adam Lark, 2007, Student Misconception in Newtonian Mechanics, Tesis untuk memenuhi
sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar master S2, Perguruan tinggi Bowling
Green.
Sengül Atasoy dan Ali Riza Akdeniz, 2007, Developing and Applying a Test Related to
Appearing Misconceptions about Newtonian Laws of Motion : Journal of Turkish Science
Education, vol. 4, no.1, 45-59.
8
Antti Savinainen dan Jouni Viiri, 2007, The Force Concept Inventory as A Measure of Students
Conceptual Coherence, International Journal of Science and Mathematics Education, no. 6,
719-740
Rebecca Rosenblatt dan Andrew F. Heckler, 2011, Systematic study of student understanding of
the relationships between the directions of force, velocity, and acceleration in one
dimension, American Physical Society, ISSN: 1554-9178, vol. 11, no. 7, 1-20.
Aysegül Saglam-Arslan dan Yasemin Devecioglu, 2010, Student teachers’ levels of
understanding and model of understanding about Newton'
s laws of motion, Asia-Pacific
Forum on Science Learning and Teaching, vol.11, no. 7, 1-20.
Antti Savinainen dan Jouni Viiri, 2007, The Force Concept Inventory as A Measure of Students
Conceptual Coherence, International Journal of Science and Mathematics Education, no. 6,
719-740
Sebnem Kandil Ingec, 2008, Use of Concept Cartoon as an Assessment Tool in Physics
Education, Turkey: Department of Physics Education, Education Faculty, Gazi University,
ISSN: 1548-6613, vol. 5, no. 11, 47-54.
Jens Allwood dan Yanhia Abelar, 1984, Lack of Understanding, Misunderstanding and
Language Acquisition, AILA-Conference.
9
L
A
M
P
I
R
A
N
10
Download