profil strategi pembelajaran guru dalam membentuk perilaku

advertisement
PROFIL STRATEGI PEMBELAJARAN GURU DALAM MEMBENTUK
PERILAKU KEMANDIRIAN ANAK TUNAGRAHITA
(Studi pada Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Balai Selasa
Kabupaten Pesisir Selatan )
Oleh:
Nengsih Br Tambunan
Ahmad Zaini, S. Ag., M. Pd
Fuaddillah Putra, M. Pd, Kons
Mahasiswa Bimbingan dan Konseling STKIP PGRI Sumatera Barat
ABSTRACT
The background of this research by a strategy of teacher who are not so maximum in
shaping the behavior of the independence of children with intellectual challenges in school.
The background of this research aims to look at the strategies teacher in the views of the three
essential elements of learning to children with intellectual challenges and strategies for teachers
in modifying the behavior of children with intellectual challenges. The background of this research
was conducted with a qualitative descriptive approach. The key informant research is one of
teacher and informants additional two homeroom teacher and one parents of children with
intellectual challenges. The instruments used were observation, interviews and documentation
study. Mechanical processing of data through data reduction, data presentation and conclusion.
The results of the interviews revealed that the strategy teacher in the views of the three essential
elements of learning to children with intellectual challenges and strategies for teacher to modify
the child's behavior was not so maximum tunagrahita do in school, and strategies of teachers in
shaping the behavior of the child's independence tunagrahita not optimal.
Keywords: Learning Strategy, Behavioral Independence, Retarded Child
pendidikan adalah mengadakan perencanaan
kebutuhan sarana pendidikan. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa perencanaan
sarana dan prasarana sekolah dapat
didefenisikan sebagai keseluruhan proses
perkiraan secara matang rancangan pembelian,
pengadaan, rehabilitasi, distribusi atau
pembuatan peralatan dan perlengkapan yang
sesuai dengan kebutuhan sekolah.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa pendidikan merupakan
salah satu proses belajar dan pembelajaran
yang dapat membantu peserta didik untuk
mengembangkan segala potensi yang ada pada
diri peserta didik sehingga peserta didik dapat
menjadi manusia yang berilmu dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Menurut
Aunurrahman
(2010:35)
bahwa belajar adalah suatu proses yang
dilakukan individu untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalaman
individu itu sendiri didalam interaksi dengan
lingkungannya.
Dalam hal ini, proses
merupakan
rangkaian
kegiatan
yang
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan suatu usaha
manusia untuk membantu pertumbuhan dalam
proses hidup tersebut dengan pembentukan
kecakapan fundamental atau kecakapan dasar
yang mencakup aspek intelektual dan
emosioanal yang berguna atau bermanfaat
bagi manusia, terutama bagi dirinya sendiri
dan bagi alam sekitarnya. Pendidikan harus
terus dikembangkan dan ditingkatkan sesuai
kebutuhan perkembangan zaman yang cepat
dan canggih seperti sekarang.
Tujuan
pendidikan
berusaha
mengembangkan potensi diri peserta didik,
sehingga mereka betul-betul berpotensi dalam
bidang keterampilan, nilai, sikap, serta
memiliki kekuatan spiritual keagaaman dan
dapat dimiliki kecerdasan emosioanal baik
untuk keperluan secara umum maupun secara
sosial dilingkungan masyarakat.
Menurut Waspodo Priyo (2014:4)
salah satu usaha meningkatkan kualitas
pendidikan dan pengajaran adalah terjadinya
saran dan prasarana yang memadai. Langkah
pertama dalam penyediaan sarana prasarana
1
berkelanjutan,
terencana,
bergilir,
berkeseimbangan dan terpadu, yang secara
keseluruhan mewarnai dan memberikan
karakteristik terhadap proses pembelajaran.
Sebenarnya belajar dapat saja terjadi tanpa
pembelajaran, namum hasil belajar akan
tampak jelas dari suatu atifitas pembelajaran.
Menurut Slameto (Syaiful Bahri
Djamarah, 2011:13) belajar adalah suatu
proses usaha yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalaman individu itu sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya.
Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat
disimpulkan bahwa belajar adalah serangkaian
kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman individu dalam interaksi dengan
lingkungannya yang menyangkut kognitif,
efektif, dan psikomotor. Oleh karena itu
perubahan sebagai hasil dari proses belajar
adalah perubahan jiwa yang mempengarahui
tingkah laku seseorang. Selanjutnya proses
belajar yang diberikan oleh pendidik,
memerlukan beberapa komponen, diantaranya
adalah adanya strategi pembelajaran. Sesuai
dengan penjelasan Gagne (Iskandarwassid dan
Dadang Sunendar, 2008:3) yaitu:
Strategi adalah kemampuan internal
seseorang untuk berpikir, memecahkan
masalah, dan mengambil keputusan.
Artinya, bahwa proses pembelajaran
akan menyebabkan peserta didik
berpikir secara unik untuk dapat
menganalisis, memecahkan masalah
didalam mengambil keputusan.
Menurut Iskandarwassid dan Dadang
Sunendar (2008:168) pemilihan strategi
pembelajaran memuat dua hal penting yaitu:
(1) pemilihan strategi belajar yang harus
dilakukan peserta didik (2) pemilihan strategi
mengajar yang harus dilakukan pengajar.
Strategi belajar mengacu pada prilaku dan
proses berpikir yang digunakan peserta didik
yang mempengaruhi apa yang dipelajari,
termasuk proses memori dan metakognitif.
Sedangkan, strategi mengajar berkaitan
dengan pendekatan, metode, dan teknik yang
dikuasai dan digunakan pengajar dalam
pembelajaran. Oleh karena itu, pengajar
dituntut mempunyai kemampuan yang handal
dalam memilihkan strategi belajar bagi anak
didiknya.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa strategi pembelajaran
adalah suatu metode atau teknik yang
digunakan bahwa pendidik serta kemampuan
dalam membantu peserta didik ketika
memecahkan permasalahan yang sedang ia
hadapi, baik permasalahan pembelajaran,
sosial, karir, dan lain-lainnya. Sehingga
peserta didik lebih mandiri dalam menjalani
kehidupan.
Menurut Erikson (Desmita, 2011:19)
pengembangan kemandirian menjadi sangat
penting karena dewasa ini semakin terlihat
gejala-gejala negatif yaitu berikut ini: (1)
ketergantungan disiplin kepada kontrol dari
luar dan bukan karena niat sendiri secara
ikhlas (2) sikap tak peduli terhadap
lingkungan hidup, baik lingkungan fisik
maupun sosial. Gejala perusakan lingkungan,
baik yang dapat diperbaruhi maupun tidak
diperbaruhi semakin tak terkendalikan, yang
penting mendapatkan keuntungan finansial (3)
sikap hidup konformistik tanpa pemahaman
dan kompromistik dengan mengorbankan
prinsip. Kecenderungan untuk mematuhi dan
menghormati orang lain semakin dilandasi
bukan oleh hakikat kemanusian sejati
melainkan hanya karena atribut-atribut
sementara yang dimiliki oleh orang lain.
Sesuai dengan penjelasan Erikson (Desmita,
2011:185) yaitu:
Kemandirian adalah usaha untuk
melepaskan diri dari orang tua dengan
maksud untuk menemukan dirinya
melalui proses mencari identitas ego,
yaitu merupakan perkembangan kearah
individualitas yang mantap dan berdiri
sendiri. Kemandirian biasanya ditandai
dengan kemampuan menetukan nasib
sendiri, kreatif dan inisiatif, mengatur
tingkah laku, bertanggung jawab,
mampun menahan diri, membuat
keputusan sendiri, serta mampu
mengatasi tanpa ada pengaruh dari
orang lain.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa kemandirian adalah suatu
usaha yang dilakukan oleh individu agar tidak
bergantung dengan orang lain, salah satu
contohnya adalah usaha seorang guru yang
membantu peserta didik yang berkebutuhan
khusus (Tunagrahita) agar tidak terlalu
bergantung dengan lingkungan sekitarnya.
Menurut
Bratanata
(Mohammad
Efendi, 2006:88-89) peserta didik tunagrahita
dikategorikan berkelainan mental dimana ia
memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian
rendahnya (di bawah normal) sehingga untuk
meniti tugas perkembangannya memerlukan
bantuan atau layanan secara spesifik, termasuk
dalam program pendidikannya. Seseorang
dikatakan tunagrahita jika: (1) secara sosial
2
tidak cakap (2) secara mental dibawah normal
(3) kecerdasannya terhambat sejak lahir atau
pada usia muda, dan (4) kematangannya
terhambat. Uraian tersebut memberikan
implikasi bahwa ketergantungan anak
tunagrahita tehadap orang lain pada dasarnya
tetap ada, meskipun untuk masing-masing
jenjang anak tunagrahita kualitasnya berbeda,
tergantung
pada
berat-ringannya
ketunagrahitaan yang diderita.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa anak yang berkebutuhan
khusus (Tunagrahita) bukanlah perkara yang
mudah, oleh karena itu dibutuhkan kerja keras
dan kesabaran.Anak dengan kebutuhan khusus
(Tunagrahita) membutuhkan perhatian dari
orang tua maupun guru.
Berdasarkan observasi yang telah
dilakukan pada tanggal 8 Oktober 2015 di
Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Balai Selasa
Kabupaten Pesisir Selatan sesuai dengan
wawancara awal peneliti lakukan yaitu dengan
salah satu guru yang ada mengajar disekolah
luar biasa yaitu sebagai berikut: (1) ada anak
tunagrahita tidak mampu mengurus dirinya
sendiri seperti makan, berpakaian yang rapi,
membuang sampah pada tempatnya (2) masih
ada beberapa anak tunagrahita yang tidak
didampingi oleh orang tuanya kesekolah (3)
masih ada anak tunagrahita tidak mau belajar
dengan guru tertentu.
Menurut pengakuan TR ini yaitu salah
satu anak yang ada di sekolah luar biasa itu
pada tanggal 13 Oktober 2015 yaitu TR ini
mau milih guru yang masuk kedalam kelas
untuk belajar, karena ada guru yang jahat suka
memarahi jika yang diprintahkan tidak sesuai
dengan keinginan guru tersebut. Sehingga TR
dalam belajar merasa takut dengan guru yang
memarahinya. TR lebih banyak diam ditempat
duduk dan tidak mau mendengarkan apa yang
diprintahkan oleh guru tersebut.
Berdasarkan
wawancara
yang
dilakukan peneliti pada tanggal 16 Oktober
2015 dengan salah satu orang tua anak
tunagrahita yang berinisial TS berusia 47
tahun. Anak yang berkebutuhan khusus ini
anak yang kedua dari tiga bersaudara, dimana
anak TS ini disekolah luar biasa tidak ada
diantarkan kesekolah, orang tua TS mengaku
tidak mau memanjakan anaknya, orang tua TS
yang mengeluh karena di sekolah luar biasa
sarana dan prasarana kurang lengkap, Orang
tua TS tidak mau mengajarkan anaknya
dirumah hanya disekolah anaknya belajar
bahkan TS membiarkan anak nya begitu saja.
Hasil wawancara yang telah dilakukan
dengan salah satu guru wali kelas pada tanggal
21 Oktober 2015 penulis melihat bahwa yang
menjadi permasalahan dalam penyelenggaraan
pendidikan bagi anak tunagrahita yaitu: (1)
terbatasnya intelektual anak tunagrahita dalam
melakukan aktifitas-aktifitas terkait dengan
kemandirian (2) kemampuan guru dalam
mengenal atau mengidentifikasi potensi anak
tunagrahita masih bervariasi sehingga belum
bisa dijadikan dasar dalam penyusunan
rencana
pembelajaran
terhadap
anak
tunagrahita tersebut (3) waktu produktif anak
tunagrahita banyak dihabiskan disekolah
dibanding
dirumah,
sehingga
pola
perkembangan pola perkembangan lebih
banyak didapat disekolah (4) anak tunagrahita
tidak mau belajar dengan guru tertentu (5)
apabila guru dihadapkan kepada anak
tunagrahita yang bukan dampingannya, guru
ragu untuk membimbing anak tunagrahita.
Melihat fenomena di atas maka peneliti
sebagai calon guru pembimbing tergugah
untuk melaksanakan penelitian mengenai
“strategi pembelajaran guru dalam membentuk
kemandirian anak tunagrahita di Sekolah Luar
Biasa Negeri 1 Balai Selasa Kabupaten Pesisir
Selatan”.
Untuk memfokuskan penelitian ini,
maka peneliti memfokuskan pada:
1. Strategi guru dalam pembelajaran dilihat
dari tiga elemen penting pembelajaran
terhadap anak tunagrahita.
2. Strategi guru dalam memodifikasi perilaku
anak tunagrahita.
Berdasarkan batasan masalah yang
dikemukakan di atas maka dapat dirumuskan
“Bagaimana strategi pembelajaran guru dalam
membentuk kemandirian anak tunagrahita di
Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Balai Selasa
Kabupaten Pesisir Selatan?”
Adapun tujuan penelitian ini adalah
untuk mendeskripsikan:
1. Strategi guru dalam pembelajaran dilihat
dari tiga elemen penting pembelajaran
terhadap anak tunagrahita.
2. Strategi guru dalam memodifikasi perilaku
anak tunagrahita.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian
kualitatif yang bersifat deskriptif. Informan
penelitian dalam penelitian ini ditentukan
setelah peneliti menentukan informan kunci
(key informants) dan selanjutnya dari
informan
kunci
ditetapkan
informan
berikutnya. Informan penelitian ini adalah
3
guru bidang studi di Sekolah Luar Biasa
Negeri 1 Balai Selasa Kabupaten Pesisir
Selatan. Peneliti juga menggunakan informan
tambahan yaitu dua guru wali kelas dan salah
satu orang tua anak tunagrahita.
Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini berupa wawancara dan studi
dokumentasi. Menjamin keabsahan data dan
kepercayaan data penelitian yang peneliti
peroleh dapat dilakukan dengan cara, yaitu; 1)
kepercayaan (credibility), 2) keteralihan
(transferability),
3)
dapat
dipercaya
(depenability). Data ini diuji dengan
melakukan triangulasi dan mengadakan
membercheck, setelah itu dianalisis dengan 3
tahap; 1) reduksi data (data reduction), 2)
penyajian data (data display), dan 3)
penarikan
kesimpulan
(conclution
drawing/verification).
bahwa guru bidang studi dan guru wali
kelas dalam mengembangkan metode
pembelajaran yaitu strategi guru yang
dilakukan kepada anak tunagrahita
tidak bervariasi metode yang dipakai
seperti metode cermah. Sebaiknya guru
harus memiliki berbagai strategi yang
menarik seperti mendongeng atau
bercerita melalui kata-kata, gambar,
atau suara yang menyangkut dengan
pembahasan pelajarannya sehingga
dalam melakukan metode pembelajaran
dapat berjalan dengan baik dan mereka
dapat memahaminya.
Menurut Muhammad Yaumi
(2013:215) bahwa komponen metode
pembelajaran mencakup beberapa
metode yang disesuaikan dengan
langkah-langkah
pada
urutan
kegiatan.Setiap
langkah
dapat
disesuaikan dengan satu atau lebih
metode tergantung dari metode
manayang cocok dengan tujuan, materi,
dan jenis media yang digunakan.
c. Mengembangkan media pembelajaran
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini mengungkapkan
bahwa:
1. Strategi guru dalam pembelajaran dilihat
dari tiga elemen penting pembelajaran
terhadap anak tunagrahita
a. Mengembangkan aktifitas pembelajaran
Hasil wawancara yang telah
ditemui oleh peneliti di lapangan dapat
diketahui bahwa guru bidang studi dan
guru wali kelas dalam mengembangkan
media pembelajaran yaitu guru
memberikan
media
pembelajaran
seperti gambar pakaian adat, guru
hanya menjelaskan dan guru tidak
memberikan kesempatan kepada anak
untuk mengemukakan hasil gambar
yang sudah dilihatnya, oleh karena itu
strategi guru dalam mengembangkan
media pembelajaran tidak optimal, dan
guru kurang memanfaatkan media
pembelajaran yang ada di sekolah.
Menurut Muhammad Yaumi
(2013:229)
media
pembelajaran
merupakan segala sesuatu yang dapat
menyalurkan pesan, dapat merangsang
pikiran, perasaan, dan kemauanan
peserta
didik
sehingga
dapat
mendorong terciptanya proses belajar
pada diri peserta didik.
2. Strategi guru dalam modifikasi perilaku
anak tunagrahita
Hasil temuan peneliti melalui
wawancara di lapangan dapat diketahui
bahwa guru bidang studi dan guru wali
kelas dalam mengembangkan aktifitas
pembelajaran yaitu strategi yang
dilakukan guru dalam mengembangkan
aktifitas
pembelajaran
untuk
membentuk perilaku anak tunagrahita
tidak begitu maksimal dalam aktifitas
pembelajaran, karena guru tidak dapat
mengatur tempat ruangan belajar yang
begitu kecil dan penempatan anak
dalam belajar kelompok, misalnya anak
tunagrahita dalam belajar kelompok
untuk proses belajar tidak pernah
diganti anggota kelompok hanya itu-itu
saja anggota belajar kelompoknya.
Menurut Priyo Waspodo (2014:4)
salah satu usaha meningkatkan kualitas
pendidikan dan pengajaran adalah
tersedianya saran dan prasarana yang
memadai. Langkah pertama dalam
penyediaan
sarana
prasarana
pendidikan
adalah
mengadakan
perencanaan
kebutuhan
sarana
pendidikan.
b. Mengembangkan metode pembelajaran
Menurut
Mohammad
Efendi
(2006:105) bahwa modifikasi perilaku bagi
anak tunagrahita yang mampu melatih
dalam penerapannya harus selalu di bawah
pengawasan orang lain, misalnya program
perawatan diri sendiri. Agar lebih
Hasil temuan peneliti melalui
wawancara di lapangan dapat diketahui
4
fungsional, program tersebut dapat dipecah
dalam berbagai unit perilaku pendukung,
antara lain, memegang sendok, menggosok
gigi, dan lain-lain. Maka dari itu strategi
guru dalam memodifikasi perkembangan
anak tunagrahita yaitu sebagai berikut:
pengembangan sensomotorik anak
berkembang dengan baik.
Menurut Mohammad Efendi
(2006:106)
pengembangan
sensomotorik melalui bermain melatih
pengindraan
(sensoris)
seperti
ketajaman penglihatan, pendengaran,
perabaan, atau penciuman di samping
melatih otot dan kemampuan gerak,
seperti tangan, kaki, jari-jari, leher, dan
gerak tubuh lainnya. Oleh karena itu
bertambahnya
koordinasi
aspek
sensoris dan aspek motoris dalam
bermain, semakin baik perkembangan
anak tunagrahita.
Berdasarkan pendapat ahli di atas
dapat
disimpulkan
bahwa
mengembangkan sensomotorik anak,
guru harus teliti dan memperhatikan
pengembangan sensomotorik yang ada
dalam diri anak tunagrahita. Agar anak
dapat
melatih
pengembangan
sensomotorik yang akan dilakukannya
dalam
membentuk
perilaku
kemandirian anak tunagrahita.
c. Pengembangan Daya Khayal
Hasil temuan peneliti melalui
wawancara di lapangan dapat diketahui
bahwa guru bidang studi dan guru wali
kelas dalam pengembangan daya
khayal yaitu strategi guru dalam
pengembangan daya khayal pada anak
tunagrahita hanya bermain contohnya
anak tunagrahita belajar di luar kelas
untuk melihat lingkungan sekolahnya
seperti apa kondisi lingkungan sekolah,
setelah
anak
disuruh
melihat
lingkungan sekolah, guru tidak
memberikan kesempatan kepada anak
untuk mengemukakan kesempatannya
untuk mengungkapkan apa yang sudah
dihayati atau yang ditemukan meraka
pada saat belajar di luar sekolah, dan
anak
tidak
mandiri
dalam
mengembangkan daya khayal sehingga
anak bergantung kepada orang lain
untuk
mengembangkan
daya
khayalnya.
d. Pembinaan Pribadi
Hasil wawancara yang telah
ditemui oleh peneliti di lapangan dapat
diketahui bahwa guru bidang studi dan
guru wali kelas dalam pembinaan
pribadi yaitu strategi guru dalam
pembinaan pribadi untuk membentuk
perilaku kemandirian anak tunagrahita
hanya itu-itu saja yang diberikan oleh
guru misalnya dalam menggambar
a. Pengembangan Fungsi Fisik
Hasil temuan peneliti melalui
wawancara di lapangan dapat diketahui
bahwa guru bidang studi dan guru wali
kelas dalam mengembangkan fungsi
fisik anak tunagrahita yaitu bahwa
strategi guru dalam pengembangan
fungsi fisik pada anak tunagrahita ini
guru
tidak
memperhatikan
pengembangan fungsi fisiknya, oleh
karena itu diharapkan pada guru dapat
memperhatikan pengembangan fungsi
fisik anak karena pengembangan fungsi
fisik anak sangat bermanfaat untuk
membentuk perilaku kemandirian
mereka sehingga guru dan orang tua
dapat melihat sejauh mana perubahan
pengembangan fungsi fisik anak
tunagrahita setiap minggunya.
Menurut Mohammad Efendi
(2006:90)
bahwa
terjadinya
ketunagrahitaan
pada
seseorang
menurut kurun waktu terjadinya yaitu
bawa sejak lahir (faktor endogen) dan
faktor dari luar seperti penyakit atau
keadaan lainnya (faktor eksogen).
Berdasarkan pendapat ahli di atas
dapat
disimpulkan
bahwa
mengembangkan fungsi fisik anak
tunagrahita harus diperhatikan oleh
guru dan guru harus memiliki strategi
yang menarik atau bervariasi terhadap
perkembangan fungsi fisik anak
tunagrahita karena anak memiliki
kelaianan yang tidak normal.
b. Pengembangan Sensomotorik
Hasil temuan peneliti melalui
wawancara di lapangan dapat diketahui
bahwa guru bidang studi dan guru wali
kelas
dalam
pengembangan
sensomotorik, strategi yang dilakukan
guru-guru di Sekolah Luar Biasa tidak
bervariasi contohnya setiap hari sabtu
guru hanya melakukan kegiatan senam
maka pengembangan sensomotorik
anak tidak berkembang, oleh karena itu
strategi guru harus bervariasi misalnya
guru mencari model senam yang baru
gerekannya dan tidak itu saja gerakan
senam yang dilakukan sehingga
5
sehingga anak tunagrahita tidak dapat
mengembangkan
pembinaan
pribadinya seperti bernyanyi didepan
kelas, dengan adanya lomba bernyanyi
dengan teman-temannya di kelas maka
dapat melatih kemandirian anak
tunagrahita untuk tampil didepan kelas
maupun di depan umum. Guru-guru di
sekolah
kesulitan
untuk
mengembangkan pembinaan pribadi
anak tunagrahita karena sarana dan
prasarana di sekolah tidak cukup, oleh
karena itu strategi guru hanya
menggambar diberikan kepada anak
tunagrahita.
Menurut Desmita (2011:185)
bahwa pembinaan pribadi pada anak
tunagrahita,
diharapkan
lebih
bertanggung jawab terhadap dirina
sendiri.
Secara
singkat
dapat
disimpulkan
bahwa
kemandirian
mengandung pengertian yaitu:
1) Suatu kondisi dimana seseorang
memiliki hasrat bersaing untuk
maju demi kebaikan dirinya sendiri.
Menurut Iskandarwassid dan
Dadang Sunendar (2008:6) bahwa ada
empat
strategi
dasar
dalam
memandirikan anak tunagrahita pada
proses pembelajaran yaitu:
1) Mengidentifikasi serta menetapkan
spesifikasi
dan
kualifikasi
perubahan tingkah laku dan
kepribadian anak didik sebagai
mana yang diharapkan.
2) Memilih
sistem
pendekatan
pembelajaran berdasarkan aspirasi
dan pandangan hidup masyarakat.
3) Memilih dan menetapkan prosedur,
metode dan teknik pembelajaran
yang dianggap paling tempat dan
efektif sehingga dapat dijadikan
pegangan oleh pengajar dalam
menunaikan tugas mengajarnya.
4) Menetapkan norma-norma dan
batas minimal keberhasilan atau
kriteria serta standar keberhasilan
sehingga dapat dijadikan umpan
balik untuk penyempurnaan sistem
instruksional yang bersangkutan
secara keseluruhan.
f. Pengembangan Intelektual
Hasil wawancara yang telah
ditemui oleh peneliti di lapangan dapat
diketahui bahwa guru bidang studi dan
guru wali kelas dalam pengembangan
intektual yaitu strategi guru dalam
mengembangkan intelektual anak tidak
optimal. Jadi guru harus menyesuaikan
metode
pembelajaran
terhadap
pengembangan
intelektual
anak
tunagrahita dalam membentuk perilaku
kemandiriannya.
Dalam
mengembangkan
intelektual
anak,
guru
hanya
menerapkan pelajaran dan guru tidak
ada memiliki keterampilan dalam
mengembangkan
intelektual
anak
misalnya guru tidak memberikan suatu
keterampilan misalnya membuat suatu
benda yang terbuat dari tanah liat
seperti asbak, bunga dan lain-lainnya,
guru hanya menerangkan pelajaran
kepada anak tunagrahita.
Menurut
Robert
Havighurst
(Desmita 2011:186) membedakan
kemandirian
atas
tiga
bentuk
kemandirian anak tunagrahita, yaitu:
a. Kemandirian
emosi,
yaitu
kemampuan mengontrol emosi
2) Mampu mengambil keputusan dan
inisiatif untuk mengatasi masalah
yang dihadapi.
3) Memiliki kepercayaan diri dan
melaksanakan tugas-tugasnya.
4) Bertanggung jawab atas apa yang
dilakukannya.
e. Pengembangan Sosialisasi
Hasil wawancara yang telah
ditemui oleh peneliti di lapangan dapat
diketahui bahwa guru bidang studi dan
guru wali kelas dalam pengembangan
sosialisasi yaitu strategi guru dalam
melakukan pengembangan sosialisasi
hanya dilingkungan sekolah sehingga
pengembangan
sosialisasi
anak
tunagrahita tidak maju karena guru
tidak ada mengadakan kegiatan
pengembangan sosialisasi misalnya
kegiatan berkemah hanya dilingkungan
sekolah,
sebaiknya
guru
harus
mempunyai
strategi
untuk
mengembangkan sosialisasi mereka
yaitu membawa anak tunagrahita
berkemah di luar sekolah dan guru juga
membuat suatu permainan yang dapat
membentuk perilaku kemandirian anak
tunagrahita tersebut.
6
sendiri dan tidak tergantungnya
kebutuhan emosi pada orang lain.
b.Kemandirian
ekonomi,
yaitu
kemampuan mengatur ekonomi
sendiri dan tidak tergantungnya
kebutuhan ekonomi pada orang
lain.
Sebaiknya guru-guru harus bekerja sama
dalam
mengembangkan
perilaku
kemandirian anak tunagrahita dan guruguru saling tukar gagasan, pendapat dan
informasi kepada guru-guru yang lainnya
untuk membentuk perilaku kemandirian
anak tunagrahita dengan seoptimal
mungkin.
2. Strategi guru dalam memodifikasi perilaku
anak tunagrahita.
c. Kemandirian
intelektual,
yaitu
kemampuan
untuk
mengatasi
berbagai masalah yang dihadapi
Berdasarkan hasil penelitian yang
peneliti lakukan bahwa strategi guru
dalam
memodifikasi
perilaku
kemandirian anak tunagrahita, guru tidak
mampu memahami karakteristik anak
dan kegiatan yang dilakukan guru tidak
berjalan dengan baik, sehingga anak
mengalami
kesulitan
dalam
memodifikasi perilaku kemandiriannya.
Sebaiknya guru-guru harus bekerja sama
dalam
memodifikasi
perilaku
kemandirian anak tunagrahita, dan guru
juga
harus
memperhatikan
atau
memahami perilaku kemandirian anak
tunagrahita dengan baik.
d.Kemandirian
sosial,
yaitu
kemampuan untuk mengadakan
interaksi dengan orang lain dan
tidak tergantung pada aksi orang
lain.
Sedangkan menurut Mohammad
Efendi (2006:96) bahwa pada dasarnya
anak yang memiliki kemampuan
kecerdasaan dibawah rata-rata atau
tunagrahita
menunjukan
kecenderungan rendah pada fungsi
umum kecerdasannya, sehingga banyak
hal menurut persepsi orang normal
dianggap wajar terjadi akibat dari suatu
proses tertentu, namun tidak demikian
halnya menurut persepsi anak yang
mempunyai kecerdasan sangat rendah.
Berdasarkan penjelasan di atas
dapat disimpulkan bahwa anak
(tunagrahita) bukanlah perkara yang
mudah, oleh karena itu dibutuhkan
kerja keras dan kesabaran dalam
membimbing
anak
berkebutuhan
khusus (tunagrahita) membutuhkan
perhatian dari orang tua maupun guru.
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, maka menyarankan
kepada
berbagai pihak yang terkait, sebagai berikut:
1. Guru bidang studi, diharapkan bisa
memanfaatkan sarana di sekolah dan guru
juga harus memiliki strategi yang
bervariasi untuk membentuk perilaku
kemandirian anak tunagrahita.
2. Kepala Sekolah, diharapkan bisa dijadikan
sebagai masukan untuk meningkatkan
penyelenggaraan pendidikan khususnya
strategi guru dalam membentuk perilaku
kemandirian anak tunagrahita.
3. Pengelola program studi BK, dapat
digunakan sebagai bahan masukan dalam
rangka meningkatkan program perkuliahan
untuk menyiapkan tenaga-tenaga guru
bimbingan dan konseling di sekolah yang
profesional.
4. Peneliti selanjutnya, diharapkan dapat
menjadi bahan pertimbangan dan contoh
untuk melakukan penelitian ke depannya
agar memperoleh hasil yang lebih baik dari
sebelumnya.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian tentang
profil strategi guru dalam membentuk perilaku
kemandirian anak tunagrahita di Sekolah Luar
Biasa Negeri 1 Balai Selasa Kabupaten Pesisir
Selatan, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Strategi guru dalam pembelajaran dilihat
dari tiga elemen penting pembelajaran
terhadap anak tunagrahita.
Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti
lakukan bahwa strategi guru dalam
pembelajaran yang diterapkan di sekolah
tidak berjalan dengan baik, guru
mengalami kesulitan dalam menerapkan
pembelajaran
karena
tiga
elemen
pembelajaran yang dilaksanakan guru
tidak terlaksana dalam membentuk
perilaku kemandirian anak tunagrahita.
KEPUSTAKAAN
Aunurrahman.
2010.
Belajar
dan
pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
7
Desmita. 2011. Psikologi Perkembangan
Peserta Didik. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset.
Djamarah, Bahri Syaiful. 2011. Psikologi
Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Efendi, Muhammad. 2006. Psikopedagogik
Anak Berkelainan. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Iskandarwassid & Sunendar Dadang. 2008.
Strategi
Pembelajaran
Bahasa.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Waspodo,
Priyo.
2014.
Karakteristik
Perencanaan Sarana dan Prasarana
Belajar.Naskah Publikasi. Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Hlm. 4-12.
Yaumi, Muhammad. 2013. Prinsip-prinsip
Desain
Pembelajaran.
Jakarta:
Kencana.
8
Download