PROFIL STRATEGI PEMBELAJARAN GURU DALAM MEMBENTUK PERILAKU KEMANDIRIAN ANAK TUNAGRAHITA (Studi pada Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Balai Selasa Kabupaten Pesisir Selatan ) Oleh: Nengsih Br Tambunan Ahmad Zaini, S. Ag., M. Pd Fuaddillah Putra, M. Pd, Kons Mahasiswa Bimbingan dan Konseling STKIP PGRI Sumatera Barat ABSTRACT The background of this research by a strategy of teacher who are not so maximum in shaping the behavior of the independence of children with intellectual challenges in school. The background of this research aims to look at the strategies teacher in the views of the three essential elements of learning to children with intellectual challenges and strategies for teachers in modifying the behavior of children with intellectual challenges. The background of this research was conducted with a qualitative descriptive approach. The key informant research is one of teacher and informants additional two homeroom teacher and one parents of children with intellectual challenges. The instruments used were observation, interviews and documentation study. Mechanical processing of data through data reduction, data presentation and conclusion. The results of the interviews revealed that the strategy teacher in the views of the three essential elements of learning to children with intellectual challenges and strategies for teacher to modify the child's behavior was not so maximum tunagrahita do in school, and strategies of teachers in shaping the behavior of the child's independence tunagrahita not optimal. Keywords: Learning Strategy, Behavioral Independence, Retarded Child pendidikan adalah mengadakan perencanaan kebutuhan sarana pendidikan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa perencanaan sarana dan prasarana sekolah dapat didefenisikan sebagai keseluruhan proses perkiraan secara matang rancangan pembelian, pengadaan, rehabilitasi, distribusi atau pembuatan peralatan dan perlengkapan yang sesuai dengan kebutuhan sekolah. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan salah satu proses belajar dan pembelajaran yang dapat membantu peserta didik untuk mengembangkan segala potensi yang ada pada diri peserta didik sehingga peserta didik dapat menjadi manusia yang berilmu dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Menurut Aunurrahman (2010:35) bahwa belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri didalam interaksi dengan lingkungannya. Dalam hal ini, proses merupakan rangkaian kegiatan yang PENDAHULUAN Pendidikan merupakan suatu usaha manusia untuk membantu pertumbuhan dalam proses hidup tersebut dengan pembentukan kecakapan fundamental atau kecakapan dasar yang mencakup aspek intelektual dan emosioanal yang berguna atau bermanfaat bagi manusia, terutama bagi dirinya sendiri dan bagi alam sekitarnya. Pendidikan harus terus dikembangkan dan ditingkatkan sesuai kebutuhan perkembangan zaman yang cepat dan canggih seperti sekarang. Tujuan pendidikan berusaha mengembangkan potensi diri peserta didik, sehingga mereka betul-betul berpotensi dalam bidang keterampilan, nilai, sikap, serta memiliki kekuatan spiritual keagaaman dan dapat dimiliki kecerdasan emosioanal baik untuk keperluan secara umum maupun secara sosial dilingkungan masyarakat. Menurut Waspodo Priyo (2014:4) salah satu usaha meningkatkan kualitas pendidikan dan pengajaran adalah terjadinya saran dan prasarana yang memadai. Langkah pertama dalam penyediaan sarana prasarana 1 berkelanjutan, terencana, bergilir, berkeseimbangan dan terpadu, yang secara keseluruhan mewarnai dan memberikan karakteristik terhadap proses pembelajaran. Sebenarnya belajar dapat saja terjadi tanpa pembelajaran, namum hasil belajar akan tampak jelas dari suatu atifitas pembelajaran. Menurut Slameto (Syaiful Bahri Djamarah, 2011:13) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, efektif, dan psikomotor. Oleh karena itu perubahan sebagai hasil dari proses belajar adalah perubahan jiwa yang mempengarahui tingkah laku seseorang. Selanjutnya proses belajar yang diberikan oleh pendidik, memerlukan beberapa komponen, diantaranya adalah adanya strategi pembelajaran. Sesuai dengan penjelasan Gagne (Iskandarwassid dan Dadang Sunendar, 2008:3) yaitu: Strategi adalah kemampuan internal seseorang untuk berpikir, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan. Artinya, bahwa proses pembelajaran akan menyebabkan peserta didik berpikir secara unik untuk dapat menganalisis, memecahkan masalah didalam mengambil keputusan. Menurut Iskandarwassid dan Dadang Sunendar (2008:168) pemilihan strategi pembelajaran memuat dua hal penting yaitu: (1) pemilihan strategi belajar yang harus dilakukan peserta didik (2) pemilihan strategi mengajar yang harus dilakukan pengajar. Strategi belajar mengacu pada prilaku dan proses berpikir yang digunakan peserta didik yang mempengaruhi apa yang dipelajari, termasuk proses memori dan metakognitif. Sedangkan, strategi mengajar berkaitan dengan pendekatan, metode, dan teknik yang dikuasai dan digunakan pengajar dalam pembelajaran. Oleh karena itu, pengajar dituntut mempunyai kemampuan yang handal dalam memilihkan strategi belajar bagi anak didiknya. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu metode atau teknik yang digunakan bahwa pendidik serta kemampuan dalam membantu peserta didik ketika memecahkan permasalahan yang sedang ia hadapi, baik permasalahan pembelajaran, sosial, karir, dan lain-lainnya. Sehingga peserta didik lebih mandiri dalam menjalani kehidupan. Menurut Erikson (Desmita, 2011:19) pengembangan kemandirian menjadi sangat penting karena dewasa ini semakin terlihat gejala-gejala negatif yaitu berikut ini: (1) ketergantungan disiplin kepada kontrol dari luar dan bukan karena niat sendiri secara ikhlas (2) sikap tak peduli terhadap lingkungan hidup, baik lingkungan fisik maupun sosial. Gejala perusakan lingkungan, baik yang dapat diperbaruhi maupun tidak diperbaruhi semakin tak terkendalikan, yang penting mendapatkan keuntungan finansial (3) sikap hidup konformistik tanpa pemahaman dan kompromistik dengan mengorbankan prinsip. Kecenderungan untuk mematuhi dan menghormati orang lain semakin dilandasi bukan oleh hakikat kemanusian sejati melainkan hanya karena atribut-atribut sementara yang dimiliki oleh orang lain. Sesuai dengan penjelasan Erikson (Desmita, 2011:185) yaitu: Kemandirian adalah usaha untuk melepaskan diri dari orang tua dengan maksud untuk menemukan dirinya melalui proses mencari identitas ego, yaitu merupakan perkembangan kearah individualitas yang mantap dan berdiri sendiri. Kemandirian biasanya ditandai dengan kemampuan menetukan nasib sendiri, kreatif dan inisiatif, mengatur tingkah laku, bertanggung jawab, mampun menahan diri, membuat keputusan sendiri, serta mampu mengatasi tanpa ada pengaruh dari orang lain. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kemandirian adalah suatu usaha yang dilakukan oleh individu agar tidak bergantung dengan orang lain, salah satu contohnya adalah usaha seorang guru yang membantu peserta didik yang berkebutuhan khusus (Tunagrahita) agar tidak terlalu bergantung dengan lingkungan sekitarnya. Menurut Bratanata (Mohammad Efendi, 2006:88-89) peserta didik tunagrahita dikategorikan berkelainan mental dimana ia memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya (di bawah normal) sehingga untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan secara spesifik, termasuk dalam program pendidikannya. Seseorang dikatakan tunagrahita jika: (1) secara sosial 2 tidak cakap (2) secara mental dibawah normal (3) kecerdasannya terhambat sejak lahir atau pada usia muda, dan (4) kematangannya terhambat. Uraian tersebut memberikan implikasi bahwa ketergantungan anak tunagrahita tehadap orang lain pada dasarnya tetap ada, meskipun untuk masing-masing jenjang anak tunagrahita kualitasnya berbeda, tergantung pada berat-ringannya ketunagrahitaan yang diderita. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa anak yang berkebutuhan khusus (Tunagrahita) bukanlah perkara yang mudah, oleh karena itu dibutuhkan kerja keras dan kesabaran.Anak dengan kebutuhan khusus (Tunagrahita) membutuhkan perhatian dari orang tua maupun guru. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan pada tanggal 8 Oktober 2015 di Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Balai Selasa Kabupaten Pesisir Selatan sesuai dengan wawancara awal peneliti lakukan yaitu dengan salah satu guru yang ada mengajar disekolah luar biasa yaitu sebagai berikut: (1) ada anak tunagrahita tidak mampu mengurus dirinya sendiri seperti makan, berpakaian yang rapi, membuang sampah pada tempatnya (2) masih ada beberapa anak tunagrahita yang tidak didampingi oleh orang tuanya kesekolah (3) masih ada anak tunagrahita tidak mau belajar dengan guru tertentu. Menurut pengakuan TR ini yaitu salah satu anak yang ada di sekolah luar biasa itu pada tanggal 13 Oktober 2015 yaitu TR ini mau milih guru yang masuk kedalam kelas untuk belajar, karena ada guru yang jahat suka memarahi jika yang diprintahkan tidak sesuai dengan keinginan guru tersebut. Sehingga TR dalam belajar merasa takut dengan guru yang memarahinya. TR lebih banyak diam ditempat duduk dan tidak mau mendengarkan apa yang diprintahkan oleh guru tersebut. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti pada tanggal 16 Oktober 2015 dengan salah satu orang tua anak tunagrahita yang berinisial TS berusia 47 tahun. Anak yang berkebutuhan khusus ini anak yang kedua dari tiga bersaudara, dimana anak TS ini disekolah luar biasa tidak ada diantarkan kesekolah, orang tua TS mengaku tidak mau memanjakan anaknya, orang tua TS yang mengeluh karena di sekolah luar biasa sarana dan prasarana kurang lengkap, Orang tua TS tidak mau mengajarkan anaknya dirumah hanya disekolah anaknya belajar bahkan TS membiarkan anak nya begitu saja. Hasil wawancara yang telah dilakukan dengan salah satu guru wali kelas pada tanggal 21 Oktober 2015 penulis melihat bahwa yang menjadi permasalahan dalam penyelenggaraan pendidikan bagi anak tunagrahita yaitu: (1) terbatasnya intelektual anak tunagrahita dalam melakukan aktifitas-aktifitas terkait dengan kemandirian (2) kemampuan guru dalam mengenal atau mengidentifikasi potensi anak tunagrahita masih bervariasi sehingga belum bisa dijadikan dasar dalam penyusunan rencana pembelajaran terhadap anak tunagrahita tersebut (3) waktu produktif anak tunagrahita banyak dihabiskan disekolah dibanding dirumah, sehingga pola perkembangan pola perkembangan lebih banyak didapat disekolah (4) anak tunagrahita tidak mau belajar dengan guru tertentu (5) apabila guru dihadapkan kepada anak tunagrahita yang bukan dampingannya, guru ragu untuk membimbing anak tunagrahita. Melihat fenomena di atas maka peneliti sebagai calon guru pembimbing tergugah untuk melaksanakan penelitian mengenai “strategi pembelajaran guru dalam membentuk kemandirian anak tunagrahita di Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Balai Selasa Kabupaten Pesisir Selatan”. Untuk memfokuskan penelitian ini, maka peneliti memfokuskan pada: 1. Strategi guru dalam pembelajaran dilihat dari tiga elemen penting pembelajaran terhadap anak tunagrahita. 2. Strategi guru dalam memodifikasi perilaku anak tunagrahita. Berdasarkan batasan masalah yang dikemukakan di atas maka dapat dirumuskan “Bagaimana strategi pembelajaran guru dalam membentuk kemandirian anak tunagrahita di Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Balai Selasa Kabupaten Pesisir Selatan?” Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: 1. Strategi guru dalam pembelajaran dilihat dari tiga elemen penting pembelajaran terhadap anak tunagrahita. 2. Strategi guru dalam memodifikasi perilaku anak tunagrahita. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Informan penelitian dalam penelitian ini ditentukan setelah peneliti menentukan informan kunci (key informants) dan selanjutnya dari informan kunci ditetapkan informan berikutnya. Informan penelitian ini adalah 3 guru bidang studi di Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Balai Selasa Kabupaten Pesisir Selatan. Peneliti juga menggunakan informan tambahan yaitu dua guru wali kelas dan salah satu orang tua anak tunagrahita. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini berupa wawancara dan studi dokumentasi. Menjamin keabsahan data dan kepercayaan data penelitian yang peneliti peroleh dapat dilakukan dengan cara, yaitu; 1) kepercayaan (credibility), 2) keteralihan (transferability), 3) dapat dipercaya (depenability). Data ini diuji dengan melakukan triangulasi dan mengadakan membercheck, setelah itu dianalisis dengan 3 tahap; 1) reduksi data (data reduction), 2) penyajian data (data display), dan 3) penarikan kesimpulan (conclution drawing/verification). bahwa guru bidang studi dan guru wali kelas dalam mengembangkan metode pembelajaran yaitu strategi guru yang dilakukan kepada anak tunagrahita tidak bervariasi metode yang dipakai seperti metode cermah. Sebaiknya guru harus memiliki berbagai strategi yang menarik seperti mendongeng atau bercerita melalui kata-kata, gambar, atau suara yang menyangkut dengan pembahasan pelajarannya sehingga dalam melakukan metode pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan mereka dapat memahaminya. Menurut Muhammad Yaumi (2013:215) bahwa komponen metode pembelajaran mencakup beberapa metode yang disesuaikan dengan langkah-langkah pada urutan kegiatan.Setiap langkah dapat disesuaikan dengan satu atau lebih metode tergantung dari metode manayang cocok dengan tujuan, materi, dan jenis media yang digunakan. c. Mengembangkan media pembelajaran HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa: 1. Strategi guru dalam pembelajaran dilihat dari tiga elemen penting pembelajaran terhadap anak tunagrahita a. Mengembangkan aktifitas pembelajaran Hasil wawancara yang telah ditemui oleh peneliti di lapangan dapat diketahui bahwa guru bidang studi dan guru wali kelas dalam mengembangkan media pembelajaran yaitu guru memberikan media pembelajaran seperti gambar pakaian adat, guru hanya menjelaskan dan guru tidak memberikan kesempatan kepada anak untuk mengemukakan hasil gambar yang sudah dilihatnya, oleh karena itu strategi guru dalam mengembangkan media pembelajaran tidak optimal, dan guru kurang memanfaatkan media pembelajaran yang ada di sekolah. Menurut Muhammad Yaumi (2013:229) media pembelajaran merupakan segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauanan peserta didik sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri peserta didik. 2. Strategi guru dalam modifikasi perilaku anak tunagrahita Hasil temuan peneliti melalui wawancara di lapangan dapat diketahui bahwa guru bidang studi dan guru wali kelas dalam mengembangkan aktifitas pembelajaran yaitu strategi yang dilakukan guru dalam mengembangkan aktifitas pembelajaran untuk membentuk perilaku anak tunagrahita tidak begitu maksimal dalam aktifitas pembelajaran, karena guru tidak dapat mengatur tempat ruangan belajar yang begitu kecil dan penempatan anak dalam belajar kelompok, misalnya anak tunagrahita dalam belajar kelompok untuk proses belajar tidak pernah diganti anggota kelompok hanya itu-itu saja anggota belajar kelompoknya. Menurut Priyo Waspodo (2014:4) salah satu usaha meningkatkan kualitas pendidikan dan pengajaran adalah tersedianya saran dan prasarana yang memadai. Langkah pertama dalam penyediaan sarana prasarana pendidikan adalah mengadakan perencanaan kebutuhan sarana pendidikan. b. Mengembangkan metode pembelajaran Menurut Mohammad Efendi (2006:105) bahwa modifikasi perilaku bagi anak tunagrahita yang mampu melatih dalam penerapannya harus selalu di bawah pengawasan orang lain, misalnya program perawatan diri sendiri. Agar lebih Hasil temuan peneliti melalui wawancara di lapangan dapat diketahui 4 fungsional, program tersebut dapat dipecah dalam berbagai unit perilaku pendukung, antara lain, memegang sendok, menggosok gigi, dan lain-lain. Maka dari itu strategi guru dalam memodifikasi perkembangan anak tunagrahita yaitu sebagai berikut: pengembangan sensomotorik anak berkembang dengan baik. Menurut Mohammad Efendi (2006:106) pengembangan sensomotorik melalui bermain melatih pengindraan (sensoris) seperti ketajaman penglihatan, pendengaran, perabaan, atau penciuman di samping melatih otot dan kemampuan gerak, seperti tangan, kaki, jari-jari, leher, dan gerak tubuh lainnya. Oleh karena itu bertambahnya koordinasi aspek sensoris dan aspek motoris dalam bermain, semakin baik perkembangan anak tunagrahita. Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa mengembangkan sensomotorik anak, guru harus teliti dan memperhatikan pengembangan sensomotorik yang ada dalam diri anak tunagrahita. Agar anak dapat melatih pengembangan sensomotorik yang akan dilakukannya dalam membentuk perilaku kemandirian anak tunagrahita. c. Pengembangan Daya Khayal Hasil temuan peneliti melalui wawancara di lapangan dapat diketahui bahwa guru bidang studi dan guru wali kelas dalam pengembangan daya khayal yaitu strategi guru dalam pengembangan daya khayal pada anak tunagrahita hanya bermain contohnya anak tunagrahita belajar di luar kelas untuk melihat lingkungan sekolahnya seperti apa kondisi lingkungan sekolah, setelah anak disuruh melihat lingkungan sekolah, guru tidak memberikan kesempatan kepada anak untuk mengemukakan kesempatannya untuk mengungkapkan apa yang sudah dihayati atau yang ditemukan meraka pada saat belajar di luar sekolah, dan anak tidak mandiri dalam mengembangkan daya khayal sehingga anak bergantung kepada orang lain untuk mengembangkan daya khayalnya. d. Pembinaan Pribadi Hasil wawancara yang telah ditemui oleh peneliti di lapangan dapat diketahui bahwa guru bidang studi dan guru wali kelas dalam pembinaan pribadi yaitu strategi guru dalam pembinaan pribadi untuk membentuk perilaku kemandirian anak tunagrahita hanya itu-itu saja yang diberikan oleh guru misalnya dalam menggambar a. Pengembangan Fungsi Fisik Hasil temuan peneliti melalui wawancara di lapangan dapat diketahui bahwa guru bidang studi dan guru wali kelas dalam mengembangkan fungsi fisik anak tunagrahita yaitu bahwa strategi guru dalam pengembangan fungsi fisik pada anak tunagrahita ini guru tidak memperhatikan pengembangan fungsi fisiknya, oleh karena itu diharapkan pada guru dapat memperhatikan pengembangan fungsi fisik anak karena pengembangan fungsi fisik anak sangat bermanfaat untuk membentuk perilaku kemandirian mereka sehingga guru dan orang tua dapat melihat sejauh mana perubahan pengembangan fungsi fisik anak tunagrahita setiap minggunya. Menurut Mohammad Efendi (2006:90) bahwa terjadinya ketunagrahitaan pada seseorang menurut kurun waktu terjadinya yaitu bawa sejak lahir (faktor endogen) dan faktor dari luar seperti penyakit atau keadaan lainnya (faktor eksogen). Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa mengembangkan fungsi fisik anak tunagrahita harus diperhatikan oleh guru dan guru harus memiliki strategi yang menarik atau bervariasi terhadap perkembangan fungsi fisik anak tunagrahita karena anak memiliki kelaianan yang tidak normal. b. Pengembangan Sensomotorik Hasil temuan peneliti melalui wawancara di lapangan dapat diketahui bahwa guru bidang studi dan guru wali kelas dalam pengembangan sensomotorik, strategi yang dilakukan guru-guru di Sekolah Luar Biasa tidak bervariasi contohnya setiap hari sabtu guru hanya melakukan kegiatan senam maka pengembangan sensomotorik anak tidak berkembang, oleh karena itu strategi guru harus bervariasi misalnya guru mencari model senam yang baru gerekannya dan tidak itu saja gerakan senam yang dilakukan sehingga 5 sehingga anak tunagrahita tidak dapat mengembangkan pembinaan pribadinya seperti bernyanyi didepan kelas, dengan adanya lomba bernyanyi dengan teman-temannya di kelas maka dapat melatih kemandirian anak tunagrahita untuk tampil didepan kelas maupun di depan umum. Guru-guru di sekolah kesulitan untuk mengembangkan pembinaan pribadi anak tunagrahita karena sarana dan prasarana di sekolah tidak cukup, oleh karena itu strategi guru hanya menggambar diberikan kepada anak tunagrahita. Menurut Desmita (2011:185) bahwa pembinaan pribadi pada anak tunagrahita, diharapkan lebih bertanggung jawab terhadap dirina sendiri. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa kemandirian mengandung pengertian yaitu: 1) Suatu kondisi dimana seseorang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya sendiri. Menurut Iskandarwassid dan Dadang Sunendar (2008:6) bahwa ada empat strategi dasar dalam memandirikan anak tunagrahita pada proses pembelajaran yaitu: 1) Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagai mana yang diharapkan. 2) Memilih sistem pendekatan pembelajaran berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat. 3) Memilih dan menetapkan prosedur, metode dan teknik pembelajaran yang dianggap paling tempat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan oleh pengajar dalam menunaikan tugas mengajarnya. 4) Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan umpan balik untuk penyempurnaan sistem instruksional yang bersangkutan secara keseluruhan. f. Pengembangan Intelektual Hasil wawancara yang telah ditemui oleh peneliti di lapangan dapat diketahui bahwa guru bidang studi dan guru wali kelas dalam pengembangan intektual yaitu strategi guru dalam mengembangkan intelektual anak tidak optimal. Jadi guru harus menyesuaikan metode pembelajaran terhadap pengembangan intelektual anak tunagrahita dalam membentuk perilaku kemandiriannya. Dalam mengembangkan intelektual anak, guru hanya menerapkan pelajaran dan guru tidak ada memiliki keterampilan dalam mengembangkan intelektual anak misalnya guru tidak memberikan suatu keterampilan misalnya membuat suatu benda yang terbuat dari tanah liat seperti asbak, bunga dan lain-lainnya, guru hanya menerangkan pelajaran kepada anak tunagrahita. Menurut Robert Havighurst (Desmita 2011:186) membedakan kemandirian atas tiga bentuk kemandirian anak tunagrahita, yaitu: a. Kemandirian emosi, yaitu kemampuan mengontrol emosi 2) Mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi. 3) Memiliki kepercayaan diri dan melaksanakan tugas-tugasnya. 4) Bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya. e. Pengembangan Sosialisasi Hasil wawancara yang telah ditemui oleh peneliti di lapangan dapat diketahui bahwa guru bidang studi dan guru wali kelas dalam pengembangan sosialisasi yaitu strategi guru dalam melakukan pengembangan sosialisasi hanya dilingkungan sekolah sehingga pengembangan sosialisasi anak tunagrahita tidak maju karena guru tidak ada mengadakan kegiatan pengembangan sosialisasi misalnya kegiatan berkemah hanya dilingkungan sekolah, sebaiknya guru harus mempunyai strategi untuk mengembangkan sosialisasi mereka yaitu membawa anak tunagrahita berkemah di luar sekolah dan guru juga membuat suatu permainan yang dapat membentuk perilaku kemandirian anak tunagrahita tersebut. 6 sendiri dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi pada orang lain. b.Kemandirian ekonomi, yaitu kemampuan mengatur ekonomi sendiri dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang lain. Sebaiknya guru-guru harus bekerja sama dalam mengembangkan perilaku kemandirian anak tunagrahita dan guruguru saling tukar gagasan, pendapat dan informasi kepada guru-guru yang lainnya untuk membentuk perilaku kemandirian anak tunagrahita dengan seoptimal mungkin. 2. Strategi guru dalam memodifikasi perilaku anak tunagrahita. c. Kemandirian intelektual, yaitu kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan bahwa strategi guru dalam memodifikasi perilaku kemandirian anak tunagrahita, guru tidak mampu memahami karakteristik anak dan kegiatan yang dilakukan guru tidak berjalan dengan baik, sehingga anak mengalami kesulitan dalam memodifikasi perilaku kemandiriannya. Sebaiknya guru-guru harus bekerja sama dalam memodifikasi perilaku kemandirian anak tunagrahita, dan guru juga harus memperhatikan atau memahami perilaku kemandirian anak tunagrahita dengan baik. d.Kemandirian sosial, yaitu kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung pada aksi orang lain. Sedangkan menurut Mohammad Efendi (2006:96) bahwa pada dasarnya anak yang memiliki kemampuan kecerdasaan dibawah rata-rata atau tunagrahita menunjukan kecenderungan rendah pada fungsi umum kecerdasannya, sehingga banyak hal menurut persepsi orang normal dianggap wajar terjadi akibat dari suatu proses tertentu, namun tidak demikian halnya menurut persepsi anak yang mempunyai kecerdasan sangat rendah. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa anak (tunagrahita) bukanlah perkara yang mudah, oleh karena itu dibutuhkan kerja keras dan kesabaran dalam membimbing anak berkebutuhan khusus (tunagrahita) membutuhkan perhatian dari orang tua maupun guru. SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka menyarankan kepada berbagai pihak yang terkait, sebagai berikut: 1. Guru bidang studi, diharapkan bisa memanfaatkan sarana di sekolah dan guru juga harus memiliki strategi yang bervariasi untuk membentuk perilaku kemandirian anak tunagrahita. 2. Kepala Sekolah, diharapkan bisa dijadikan sebagai masukan untuk meningkatkan penyelenggaraan pendidikan khususnya strategi guru dalam membentuk perilaku kemandirian anak tunagrahita. 3. Pengelola program studi BK, dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam rangka meningkatkan program perkuliahan untuk menyiapkan tenaga-tenaga guru bimbingan dan konseling di sekolah yang profesional. 4. Peneliti selanjutnya, diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan contoh untuk melakukan penelitian ke depannya agar memperoleh hasil yang lebih baik dari sebelumnya. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian tentang profil strategi guru dalam membentuk perilaku kemandirian anak tunagrahita di Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Balai Selasa Kabupaten Pesisir Selatan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Strategi guru dalam pembelajaran dilihat dari tiga elemen penting pembelajaran terhadap anak tunagrahita. Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan bahwa strategi guru dalam pembelajaran yang diterapkan di sekolah tidak berjalan dengan baik, guru mengalami kesulitan dalam menerapkan pembelajaran karena tiga elemen pembelajaran yang dilaksanakan guru tidak terlaksana dalam membentuk perilaku kemandirian anak tunagrahita. KEPUSTAKAAN Aunurrahman. 2010. Belajar dan pembelajaran. Bandung: Alfabeta. 7 Desmita. 2011. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset. Djamarah, Bahri Syaiful. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta. Efendi, Muhammad. 2006. Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: PT Bumi Aksara. Iskandarwassid & Sunendar Dadang. 2008. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Waspodo, Priyo. 2014. Karakteristik Perencanaan Sarana dan Prasarana Belajar.Naskah Publikasi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hlm. 4-12. Yaumi, Muhammad. 2013. Prinsip-prinsip Desain Pembelajaran. Jakarta: Kencana. 8