analisis perilaku pasien dalam memilih klinik

advertisement
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pembangunan ekonomi Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peranan
Pemerintah, lembaga-lembaga di sektor keuangan dan pelaku-pelaku usaha.
Pemerintah sebagai pembuat dan pengatur kebijakan diharapkan dapat
memberikan iklim yang kondusif bagi dunia usaha, sehingga pelaku usaha mampu
memanfaatkan kebijakan dan melaksanakan kegiatan usaha dengan lancar. Hal ini
nantinya dapat mempercepat pembangunan ekonomi. Salah satu pelaku usaha
yang memiliki peranan penting namun terlupakan di Indonesia.
UMKM tidak selalu berperan hanya sebagai pendukung dalam kontribusi
ekonomi nasional. UMKM memiliki beberapa permasalahan yang dapat
dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu: Pertama Permasalahan dasar seperti
keterbatasan modal, SDM, pengembangan produk, dan akses pemasaran; Kedua,
UMKM terutama usaha menengah yang telah memiliki baik akses keuangan
maupun pemasaran, menghadapi permasalahan lanjutan (advanced problems),
antara lain pengenalan dan penetrasi pasar ekspor yang belum optimal, kurangnya
pemahaman terhadap desain produk yang sesuai dengan karakter pasar,
permasalahan hukum yang menyangkut perijinan, hak paten, prosedur kontrak
penjualan, serta peraturan yang berlaku di negara tujuan ekspor; Ketiga, Di antara
basic problems dan advanced problems ada permasalahan antara (intermediate
problems), yang terkait dengan penyelesaian masalah-masalah dasar, antara lain
dalam hal
prosedur perijinan, perpajakan, agunan dan hukum. Dengan
pemahaman terhadap permasalahan di atas, solusi dan penanganannyapun
seharusnya berbeda.
Indonesia sebagai negara penghasil minyak bumi memiliki tingkat konsumsi
BBM melebihi 60 milyar liter per tahun dengan konsumsi dari sektor transportasi
sebesar 40 % dari kuota BBM yang ditetapkan pemerintah, dan sebesar 80 % dari
konsumsi tersebut berasal dari konsumsi transportasi darat. Usaha Pemerintah
mengurangi subsidi menimbulkan reaksi besar dari masyarakat. Namun di sisi lain
justru mengundang para investor untuk melakukan bisnis penyaluran BBM di
Indonesia. Hal ini dikarenakan meningkatnya pertumbuhan konsumsi BBM dan
2
adanya dorongan liberalisasi hilir oleh UU Migas No 22/2001. Para pengusaha
dapat berinvestasi pada SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) sebagai
salah satu lembaga penyalur BBM. Pertamina dalam memberikan ijin
pembangunan dan pengoperasian SPBU pada para pengusaha, memiliki berbagai
persyaratan diantaranya kelayakan investasi dengan masa kembali modal
(payback period) selama 5 tahun operasi dan margin keuntungan 5%. Oleh karena
itu perlu dilakukan penelitian valuasi ekonomi bisnis penyaluran BBM melalui
SPBU.
Bisnis usaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) adalah salah
satu bentuk bisnis yang termasuk dalam UMKM yang bergerak dalam jasa
pelayanan penjualan BBM serta produk Pertamina. Bisnis SPBU merupakan
bisnis yang menjanjikan dengan perputaran dana dan keuntungan yang pasti.
SPBU merupakan usaha yang membutuhkan modal investasi besar, dengan
pendapatan yang besar dan bersifat likuid. Modal yang dibutuhkan tergantung
pada lahan calon lokasi SPBU dan rencana bisnis yang akan dijalankan.
Melalui model matematis yang dianalisis, diketahui bahwa dengan margin
keuntungan yang berlaku sekarang (5%), belum dapat secara keseluruhan
memberi nilai keuntungan yang baik pada bisnis penyaluran BBM SPBU. Untuk
bertahan pada margin 5% tersebut, sebuah SPBU harus mengembangkan sumber
pendapatan lain (non BBM) agar dapat memperoleh tambahan nilai ekonomi yang
baik (Maya 2006).
SPBU XYZ sebagai lokasi studi kasus terletak di Cibinong merupakan salah
satu SPBU di Kabupaten Bogor yang merupakan SPBU percontohan
PERTAMINA, sudah berdiri sejak tahun 1986 dan terletak di lokasi jalur strategis
di lintas utama Jakarta-Bogor. Pada Tabel 1 disajikan data penerimaan BBM
SPBU XYZ selama tahun 2008 untuk produk premium, solar dan pertamax.
Pelaksanaan operasional SPBU sangat tergantung oleh penerimaan,
penjualan serta stok BBM. Melalui ketiga aktivitas utama inilah SPBU
menjalankan bisnisnya. Pemenuhan kebutuhan penerimaan BBM SPBU berasal
dari Pertamina sebagai pemasok tunggal. SPBU yang telah tercatat bagai SPBU
“Pasti Pas” ini memiliki permasalahan terutama pada penentuan nilai penerimaan
dan persediaan stok di tangki BBM. Nilai pemesanan penerimaan BBM
3
didasarkan pada perkiraan kebutuhan yang ditunjukkan Tabel 1 di mana nilai
penerimaan tiap bulan sangat berfluktuasi. Selain itu frekuensi pemesanan
penerimaan BBM yang dilakukan tidak teratur, sehingga muncul permasalahan
pada persediaan stok BBM di tangki yaitu adanya akumulasi nilai penguapan yang
besar jika BBM terlalu lama tersimpan di dalam tangki. Persediaan stok yang
tidak terkontrol juga sering menyebabkan terjadinya kondisi yaitu run-outs bila
tangki stok BBM sampai kosong/habis dan retains mengacu pada kondisi jika
stok persediaan BBM di tangki SPBU belum bisa diisi oleh truk pengirim karena
BBM yang tersisa masih cukup banyak.
Tabel 1. Data Penerimaan BBM SPBU XYZ tahun 2008
Bulan
Premium (lt)
Solar (lt)
Pertamax (lt)
Januari
587.000
144.000
16.000
Februari
587.000
128.000
16.000
Maret
587.000
144.000
16.000
April
613.000
160.000
16.000
Mei
685.000
160.000
16.000
Juni
613.000
160.000
8.000
Juli
648.000
156.800
8.000
Agustus
648.000
156.800
8.000
September
672.000
156.800
16.000
Oktober
620.000
110.299
16.000
November
476.000
142.200
32.000
Desember
632.000
142.000
40.000
Sumber : Laporan Tahunan SPBU XYZ
Permasalahan lain yang muncul dengan nilai penerimaan yang kurang
terencana yaitu bagaimana menentukan waktu yang tepat untuk
melakukan
pemesanan penerimaan BBM. Untuk itu perlu dilakukan penelitian guna melihat
pengaruh jumlah stok dan penjualan BBM terhadap keputusan penerimaan BBM
oleh pengusaha atau pengelola SPBU. Astana (2007) menyatakan bahwa
persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan, yang akan digunakan untuk
4
memenuhi tujuan tertentu, misalnya akan digunakan dalam proses produksi.
Persediaan berpengaruh terhadap besarnya biaya operasi, sehingga kesalahan
dalam mengelola persediaan akan mengurangi keuntungan. Perusahaan sering kali
mengalami masalah persediaan, persediaan terlalu banyak atau sebaliknyab terjadi
kekurangan. Kedua kondisi tersebut mengakibatkan timbulnya biaya yang besar,
sehingga diperlukan manajemen persediaan untuk menganalisa tingkat persediaan
yang optimum.
1.2
Perumusan Masalah
Permasalahan yang ditemui dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Berapa jumlah pemesanan BBM setiap kali melakukan penebusan ?
2. Kapan saat melakukan pemesanan persediaan BBM yang tepat ?
3. Kondisi persediaan stok run-out, retains dan penguapan yang
merugikan.
1.3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengidentifikasi profil dan proses pengendalian persediaan BBM di
SPBU XYZ.
2. Mengetahui komponen biaya yang berpengaruh dalam penebusan
BBM SPBU XYZ.
3. Menentukan jumlah pemesanan yang optimum persediaan BBM yang
optimum.
4. Menentukan waktu pemesanan yang tepat untuk penebusan BBM.
Download