PENGARUH KEBIJAKAN MONETER SYARIAH TERHADAP

advertisement
PENGARUH KEBIJAKAN MONETER SYARIAH TERHADAP INDEKS
PRODUKSI INDUSTRI
TAHUN 2011-2016
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh :
ISNAENI OCTAVIANI
NIM: 1113086000047
JURUSAN EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2017 M
Pengaruh Kebijakan Moneter Syariah Terhadap Indeks Produksi Industri
Tahun 2011 – 2016
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
ISNAENI OCTAVIANI
NIM: 1113086000047
Di Bawah Bimbingan
Dr. M. Nur Rianto Al Arif, M.Si
NIP. 198110132008011006
JURUSAN EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2017 M
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Hari ini Selasa, 13 Juni 2017 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswi:
1. Nama
: Isnaeni Octaviani
2. NIM
: 1113086000047
3. Jurusan
: Ekonomi Syariah
4. Judul Skripsi
: Pengaruh Kebijakan Moneter Syariah Terhadap Indeks
Produksi Industri Tahun 2011 – 2016
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan serta kemampuan yang
bersangkutan selama Ujian Skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswi tersebut di
atas dinyatakan LULUS dan skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 13 Juni 2017
1. Yoghi Citra Pratama, M.Si
NIP. 198307172011011011
(________________)
Ketua
2. Dr. M. Nur Rianto Al Arif, M.Si
NIP. 198110132008011006
(________________)
Sekretaris
3. Drs. H. Burhanuddin Yusuf, MM, MA
NIP. 195406181981031005
(________________)
Penguji Ahli
4. Dr. M. Nur Rianto Al Arif, M.Si
NIP. 198110132008011006
(________________)
Pembimbing
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Isnaeni Octaviani
No. Induk Mahasiswa : 1113086000047
Fakultas
: Ekonomi dan Bisnis
Jurusan
: Ekonomi Syariah
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya:
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan
mempertanggungjawabkan
2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain
3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli
atau tanpa ijin pemilik karya
4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas
karya ini
Jikalau di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah
melalui pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata memang
ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan di atas, maka saya siap
untuk dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Jakarta, 29 Maret 2017
Yang Menyatakan,
(Isnaeni Octaviani)
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
Hari ini, Kamis 13 April 2017 telah dilakukan uji komprehensif atas mahasiswa:
Nama
: Isnaeni Octaviani
No. Induk Mahasiswa
: 1113086000047
Jurusan
: Ekonomi Syariah
Judul Skripsi
: Pengaruh Kebijakan Moneter Syariah
Terhadap Indeks Produksi Industri Tahun 2011
– 2016
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang
bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa
mahasiswa tersebut dinyatakan LULUS dan diberi kesempatan untuk melanjutkan
ke tahap ujian skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 13 April 2017
1. Yoghi Citra Pratama, M.Si
NIP. 198307172011011011
2. Ali Rama, SE., M.Ec
NIP. 198406282015031002
(......................................)
Penguji I
(......................................)
Penguji II
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
a. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama
: Isnaeni Octaviani
2. Tempat Tanggal Lahir
: Serang, 23 Oktober 1995
3. Alamat
: Jl. Maja Cibiuk Km. 3 Pandeglang, Kp.
Warnasari Desa Banjar Kec. Banjar
Rt.04/Rw.03.
4. Telepon
: 087808276584
5. E-mail
: [email protected]
b. PENDIDIKAN
1. SD Negeri Banjar 1
Tahun 2000 – 2007
2. Pondok Pesantren Modern Daar El-Azhar
Tahun 2007 – 2009
3. MTsN Model Pandeglang 1
Tahun 2009 – 2010
4. SMAN 1 Pandeglang
Tahun 2010 – 2013
5. S1 Ekonomi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2013 – 2017
c. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah
: Yani Sofyani
2. Pekerjaan Ayah
: PNS
3. Ibu
: Lilis Yulyati
4. Pekerjaan Ibu
: PNS
d. PENGALAMAN ORGANISASI
1. Organisasi : Himpunan Mahasiswa Jurusan Ekonomi Syariah
Jabatan
: Sekretaris Departemen Eksternal
Tahun
: 2015 – 2016
2. Orgnisasi : Himpunan Mahasiswa Islam
Jabatan
: Anggota
Tahun
: 2015
i
ABSTRACT
The aim of this research is to analyze the effect of SBIS, PUAS and Islamic bank
financing in the monetary transmission mechanism in Indonesia to real sector by
using the Vector Auto Regression (VAR) / Vector Error Correction Model
(VECM) method. The finding revealed that based on the VECM estimation test, in
the long term SBIS and Islamic bank financing has a positive effect toward
Industrial Production Index (IPI). Meanwhile, PUAS has a negative effect toward
Industrial Production Index (IPI). In addition, based on IRF test, shock of SBIS
and PUAS responded positively by Industrial Production Index (IPI). Then based
on result of FEVD test, variable of PUAS in model of this research has a biggest
contribution toward Industrial Production Index (IPI).
Key words : SBIS, PUAS, Islamic Bank Financing, Industrial Production Index
(IPI), VECM
ii
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh SBIS, PUAS dan
pembiayaan bank syariah dalam mekasnisme transmisi moneter terhadap sektor
riil dengan menggunakan metode Vector Auto Regression / Vector error
Correction Model (VAR/VECM). Hasil penelitian menunjukkan berdasarkan uji
estimasi VECM dalam jangka panjang variabel SBIS dan variabel pembiayaan
bank syariah berpengaruh positif terhadap Indeks Produksi Industri (IPI).
Sementara variabel PUAS berpenagruh negatif terhadap Indeks Produksi Industri
(IPI). Sedangkan berdasarkan uji IRF, shock yang terjadi pada variabel SBIS dan
PUAS direspon positif oleh variabel Indeks Produksi Industri (IPI). Hasil
penelitian ini juga menunjukkan berdasarkan uji FEVD variabel PUAS memiliki
kontribusi paling besar dalam model.
Kata kunci : SBIS, PUAS, Pembiayaan Bank Syariah, Indeks Produksi Industri
(IPI), VECM
iii
KATA PENGANTAR
Alhmadulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa
memberikan rahmat dan hidayah serta kemudahan bagi setiap hambanya yang
sedang berjuang untuk menuntut ilmu. Allah senantiasa memberikan pertolongan
sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Pengaruh
Kebijakan Moneter Syariah terhadap Indeks Produksi Industri Tahun 2011 –
2016”. Shalawat serta salam semoga tetatp tercurah kepada Nabi Muhammad
SAW, para keluarga, sahabat dan umatnya hingga akhir jaman. Penyusunan
skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian syarat guna mencapai gelar
Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Terkait dengan penelitian ini, peneliti mengucapkan terimakasih pada
berbagai pihak yang telah membantu selama proses pengerjaan penelitian ini.
Untuk itu, peneliti mengucapkan terimakasih terutama kepada :
1. Kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, petolongan
dan kemudahan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Terimakasih Allah
telah memberikan kesempatan bagiku untuk sampai di penghujung awal
perjuanganku. Terimakasih Allah selalu memberi kemudahan meski diri
ini selalu berbuat salah.
2. Bapak Dr. Arief Mufraini, M.Si, Lc selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan selaku dosen pembimbing
akademik. Terimaksih untuk arahan dan saran selama saya berproses di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Yoghi Citra Pratama, M.Si Selaku Ketua Jurusan Ekonomi Syariah.
Terima kasih sudah menyetujui judul yang saya ajukan pak Yoghi.
4. Bapak Dr. M. Nur Rianto Al Arif, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi.
Terima Kasih sudah membimbing saya dalam pembuatan skripsi,
meluangkan waktu dan memberi banyak solusi dari permasalahan yang
saya hadapi dalam pembuatan skripsi ini, sampai akhirnya skripsi ini
selesai. Saya merasa beruntung dibimbing skripsi oleh bapak.
iv
5. Teruntuk Mamah dan Bapak tercinta yang selalu menjadi perhiasan indah
yang menyinari anaknya dalam keadaan apapun. Kupersembahkan karya
kecil ini untuk Mamah dan Bapak yang selalu memberikan cinta kasih,
dorongan, semangat dan pengorbanan yang tak akan terganti. Terima kasih
untuk mengabulkan berbagai permintaan untuk fokus dalam proses
penyelesaian skripsi ini. Semoga karya ini bisa menjadi salah satu kado
atas perjuangan Mamah dan Bapak dalam menyekolahkanku sampai di
tingkat universitas. Maafkan anakmu Bapak, Mamah, ananda masih saja
menyusahkanmu. I love you!
6. Segenap keluraga yakni, kakakku Lia, terima kasih untuk semangat,
motivasi dan bantuan dalam pengerjaan skripsi ini (love and big hug).
Untuk bibiku Titin, terimakasih sudah berbagi cerita skripsi, semangat dan
motivasinya.(big hug). Untuk sepupuku Azka dan Rey yang ganteng, lucu
dan ngangenin yang membuatku semangat untuk cepat menyelesaikan
revisi skripsi agar cepat pulang ke rumah dan bertemu mereka.(kiss from
anteu). Dan untuk ua yang sudah meberikan perhatian selama proses
pengerjaan skripsi ini.
7. Teruntuk Fadhli, terima kasih untuk selalu memberikan semangat,
motivasi dan bantuan yang diberikan sehingga skripsi ini dapat selesai.
Terima kasih sudah menjadi teman dekat untuk berkeluh kesah ketika
menghadapi kesulitan dan kejenuhan dalam pengerjaan skripsi ini. Terima
kasih untuk selalu membersamaiku dengan kesabaranmu. You are my
favorite!
8. Seluruh Bapak/Ibu dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah
memberikan
pengetahuan
yang
sangat
bermanfaat
selama
masa
perkuliahan.
9. Teman–teman “Man Jadda” terima kasih untuk semangat, motivasi dan
segalanya yang tidak bisa kusebut. I love you to the moon and back.
10. Seluruh teman-teman seperjuangan konsentrasi Ekonomi Moneter Syariah
Angkatan 2013
11. Seluruh teman-teman Ekonomi Syariah B Angkatan 2013. Miss you all.
v
12. Seluruh teman-teman seperjuangan jurusan Ekonomi Syariah Angkatan
2013 terimaksih untuk semangat, motivasi, dukungan dan kehadiran kalian
selama ini (big hug).
Meskipun demikian, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penulis membutuhkan kritik atau
saran yang membangun. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat
bagi berbagai pihak dan dapat menjadi amal shaleh bagi penulis.
Jakarta, 29 Maret 2017
Isnaeni Octaviani
vi
DAFTAR ISI
COVER
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ..................................................................
i
ABSTRACT ................................................................................................
ii
ABSTRAK ..................................................................................................
iii
KATA PENGANTAR ................................................................................
iv
DAFTAR ISI ...............................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ......................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
xi
DAFTAR GRAFIK ....................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
xiii
BAB I : PENDAHULUAN ........................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................
1
B. Rumusan Masalah ............................................................................
9
C. Tujuan Penelitian .............................................................................
10
D. Manfaat Penelitian ...........................................................................
11
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA .............................................................
12
A. Landasan Teori .................................................................................
12
1. Kebijakan Moneter .....................................................................
12
2. Instrumen Kebijakan Moneter ...................................................
13
vii
3. Tahapan Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter .................
15
4. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter ................................
17
5. Kebijakan Moneter Syariah .......................................................
22
6. Instrumen Kebijakan Moneter Syariah ......................................
23
7. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Syariah ...................
28
8. Instrumen Kebijakan Moneter Syariah di Indonesia ..................
28
9. Perbankan Syariah dan Pembiayaan Bank Syariah ...................
36
10. Sektor Riil ..................................................................................
44
B. Keterkaitan Antar Variabel ..............................................................
46
C. Penelitian Terdahulu ........................................................................
48
D. Kerangka Penelitian .........................................................................
56
E. Hipotesis ..........................................................................................
55
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN ..............................................
57
A. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................
57
B. Jenis dan Sumber Data .....................................................................
57
C. Metode Pengumpulan Data ..............................................................
58
D. Metode Analisis Data .......................................................................
58
E. Model Penelitian ..............................................................................
64
F. Operasional Variabel Penelitian .......................................................
64
BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN ...........................................
67
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian .....................................
67
1. Perkembangan Indeks Produksi Industri (IPI) ...........................
67
2. Perkembangan Pembiayaan Bank Syariah .................................
68
viii
3. Perkembangan SBIS ..................................................................
69
4. Perkembangan PUAS .................................................................
70
B. Analisis Uji Ekonometrik ................................................................
72
1. Uji Stasioneritas Data ................................................................
72
2. Penentuan Lag Optimal .............................................................
73
3. Uji Stabilitas VAR .....................................................................
74
4. Uji Kointegrasi ...........................................................................
74
5. Uji Kausalitas Granger ..............................................................
75
6. Uji Vector Error Correction Model (VECM) ............................
76
7. Uji Impulse Response Function (IRF) .......................................
79
8. Uji Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) ..............
81
C. Pembahasan ......................................................................................
82
BAB V : PENUTUP ...................................................................................
90
A. Kesimpulan ......................................................................................
90
B. Saran ................................................................................................
91
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
93
LAMPIRAN ................................................................................................
96
ix
DAFTAR TABEL
Nomor
Keterangan
Halaman
4.1
Uji Stasioneritas Data pada Level
73
4.2
Uji Stasioneritas Data pada First Difference
73
4.3
4.3. Hasil Uji VECM
77
x
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Keterangan
Halaman
2.1
Perhitungan Imbalan SBIS
33
2.2
Kerangka Penelitian
55
5.1
Alur Transmisi Kebijakan Moneter Syariah
83
xi
DAFTAR GRAFIK
Nomor
Keterangan
Halaman
1.1
Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia
3
1.2
Komposisi Pembiayaan Bank Syariah Berdasarkan Akad
4
Mudharabah, Musyarakah, Murabahah, Istishna dan Ijarah
1.3
Pertumbuhan Indeks Produksi Industri (IPI), Pembiayaan
7
Bank Syariah, Fee SBIS dan PUAS periode 2011 – 2015
1.4
Tingkat Imbal Hasil SBIS dan PUAS periode 2011 – 2015 6
4.1
Pekembangan Indeks Produksi Industri (IPI) Indonesia
68
4.2
Pekembangan Pembiayaan Bank Syariah
69
4.3
Pekembangan Tingkat fee SBIS
70
4.4
Perkembangan Tingkat Imbal Hasil PUAS
71
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Keterangan
Halaman
1.
Uji Stasioneritas Data
96
2.
Uji Lag Optimal
99
3.
Uji Stabilitas VAR
100
4.
Uji Kointegrasi
101
5.
Uji Kausalitas Granger
104
6.
Uji Estimasi VECM
105
7.
Uji Impulse Response Function (IRF)
108
8.
Uji Forecast Error Variance Decomposition (FEVD)
109
xiii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perekonomian dalam pandangan Islam adalah kegiatan yang
bersifat aktif. Islam melarang penimbunan harta dan uang karena hal
tersebut membawa pengaruh buruk pada sosial, penimbunan harta atau
uang akan menyebabkan terhambatnya kesejahteraan pada masyarakat.
(Fitriani dkk, 2012). Islam mengatur perekonomian berdasar dengan apa
yang tercantum dalam Al-Quran dan Hadis.
Sugianto dkk (2015) menyatakan bahwa dalam konteks ekonomi
Islam, sektor moneter haruslah memiliki keterkaitan dengan sektor riil.
Karena jika sektor moneter tidak memiliki dampak langsung terhadap
ekonomi sektor riil, dapat dipastikan bahwa ekonomi berkembang dalam
lingkaran ribawi. Dalam Islam, sektor moneter dan sektor riil haruslah
seimbang, karena jika sektor moneter tidak diimbangi oleh sektor riil maka
akan tercipta buble economy yang akan mengarah pada krisis ekonomi.
Sektor moneter adalah kebijakan yang dibuat oleh bank sentral dalam
mempengaruhi kondisi makro yang dilaksanakan melalui pasar uang.
Sementara sektor riil merupakan representasi dari tingkat produktifitas
masyarakat atau jumlah barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat.
Pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia memiliki kewajiban
dalam pengendalian moneter, Bank Indonesia memiliki tugas untuk
menjaga stabilitas nilai rupiah. Untuk itu pemerintah membuat kebijakan
1
moneter. Kebijakan moneter suatu bank sentral atau otoritas moneter
dimaksudkan untuk mempengaruhi kegiatan ekonomi riil dan harga
melalui mekanisme transmisi yang terjadi. (Sugianto dkk, 2015). Dalam
menjalankan kebijakannya otoritas moneter memerlukan mekanisme jalur
yang disebut dengan mekanisme transmisi kebijakan moneter. Menurut
Warjiyo (2004) mekanisme perubahan kebijakan moneter hingga
memengaruhi pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi disebut sebagai
mekanisme transmisi kebijakan moneter. Ada lima jalur transmisi
kebijakan moneter diantaranya adalah: jalur suku bunga, jalur harga asset,
jalur kredit, jalur nilai tukar dan jalur ekspektasi.
Interaksi dalam transmisi kebijakan moneter terjadi melalui dua
tahap yaitu interaksi antara otoritas moneter dengan perbankan dan
lembaga keuangan serta interaksi antara perbankan dan lembaga keuangan
dengan para pelaku ekonomi di sektor riil. (Sangidi, 2014)
Berdasarkan UU perbankan No. 10 tahun 1998 Indonesia telah
melaksanakan sistem perbankan ganda di mana bank konvensional dan
bank syariah dapat beroperasi berdampingan. Kemudian berdasarkan UU
Bank Indonesia No. 23 tahun 1999, Bank Indonesia diberi amanah untuk
menjalankan sistem moneter ganda yaitu sistem moneter konvensional dan
sistem moneter syariah. (Zein, 2015). Sejak saat itu perbankan syariah dan
keuangan syariah berkembang pesat. Perkembangan perbankan syariah di
Indonesia dapat dilihat dari jumlah aset, dana pihak ketiga, dan
pembiayaan. Hingga akhir tahun 2015 jumlah total aset perbankan syariah
2
(BUS dan UUS) mencapai 296,262 miliar rupiah, pembiayaan yang
disalurkan mencapai 212,996 miliar rupiah, dan DPK tumbuh mencapai
231,175 miliar rupiah.
Grafik 1.1. Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia
350,000
300,000
250,000
200,000
150,000
DPK
100,000
Financing
Aset
50,000
0
DPK
2010
2011
2012
2013
2014
2015
76,036 115,415 147,512 183,534 217,858 231,175
Financing 94,884 102,655 147,505 184,122 199,330 212,996
Aset
97,519 145,467 195,018 242,276 272,343 296,262
Sumber : Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Perkembangan industri perbankan syariah yang terus meningkat
dari tahun ke tahun mengakibatkan transmisi kebijakan moneter tidak
hanya memengaruhi perbankan konvensional tetapi juga memengaruhi
perbankan syariah, sehingga Bank Indonesia memiliki tanggung jawab
untuk menjalankan operasi moneter ganda baik secara konvensional
maupun syariah. (Setiawan dan Karsinah, 2016).
Perbankan syariah merupakan lembaga keuangan yang memiliki
fungsi sebagai financial intermediary bagi sektor riil. Perbankan syariah
mendorong perkembangan sektor riil melalui produk-produk yang dimiliki
perbankan syariah, terutama adalah produk pembiayaan. Pembiayaan yang
3
diberikan oleh perbankan syariah adalah pembiayaan produktif dan
pembiayaan konsumtif. Salah satu produk pembiayaan bank syariah yang
berguna untuk mendorong pertumbuhan sektor riil adalah produk
pembiayaan bank syariah yang bersifat produktif seperti Mudharabah dan
Musyarakah.
Sistem keuangan di Indonesia didominasi oleh perbankan, untuk
itu transmisi kebijakan moneter ganda melaui jalur kredit atau pembiayaan
bank syariah dirasa sangat penting. Karena pembiayaan bank syariah
ditujukan untuk kegiatan ekonomi sektor riil. Untuk itu, jalur pembiayaan
bank syariah diharapkan mampu meningkatlan pertumbuhan ekonomi
sektor riil dengan meningkatnya produktifitas masyarakat akan barang dan
jasa.
Grafik 1.2. Komposisi Pembiayaan Bank Syariah Berdasarkan Akad
Mudharabah, Musyarakah, Murabahah, Istishna dan Ijarah
140,000
120,000
100,000
Murabahah
80,000
Mudharabah
Musyarakah
60,000
Istishna
40,000
Ijarah
20,000
0
2011
2012
2013
2014
2015
Sumber : Statistik Perbankan Syariah OJK
4
Namun, dalam faktanya pembiayaan yang disalurkan perbankan
syariah lebih banyak disalurkan kepada pembiayaan yang bersifat
konsumtif, seperti pembiayaan Murabahah daripada pembiayaan bank
syariah yang bersifat produktif seperti Mudharabah dan Musyarakah.
Berdasarkan data yang dicatatkan oleh Statistik Perbankan Syariah (SPS)
OJK, hingga akhir tahun 2015, pembiayaan yang disalurkan pada akad
Murabahah adalah 122,111 miliar rupiah, sementara pembiayaan yang
disalurkan pada akad Mudharabah hanya sekitar 14,820 miliar rupiah, dan
pembiayaan pada akad Musyarakah sebesar 60,713 miliar rupiah.
Suatu perekonomian akan tumbuh apabila fungsi intermediasi
perbankan berjalan baik. Data menunjukkan bahwa pembiayaan perbankan
syariah hanya terkonsentrasi pada pembiayaan Murabahah yang bersifat
konsumtif. Sedangkan pembiayaan bagi hasil seperti Mudharabah dan
Musyarakah yang bersifat produktif masih rendah. Padahal pembiayaan
bagi
hasil
merupakan
pembiayaan
modal
kerja
yang
dapat
merepresentasikan sektor riil karena pembiayaan bagi hasil ditujukan
untuk pengembangan sektor riil.
Salah satu indikator yang dapat melihat perkembangan sektor riil
adalah Indeks Produksi Industri (IPI). Indeks Produksi Industri (IPI)
adalah salah satu indikator ekonomi makro yang menghitung output
produksi riil dari sektor industri pertambangan, manufaktur dan industri
lainnya seperti migas dan listrik. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS)
Indonesia, data Indeks Produksi Industri (IPI) dikumpulkan dari 1.532
5
perusahaan industri yang terpilih menjadi sampel survei industri besar dan
sedang bulanan dengan menggunakan kuesioner berbentuk shuttle form.
Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia mencatatkan bahwa pertumbuhan
Indeks Produksi Industri (IPI) meningkat tiap tahunnya sebagaimana yang
terlihat pada Grafik 1.3.
Pada
tahun
2000,
dari
sisi
moneter
Bank
Indonesia
memperkenalkan instrumen moneter syariah yang pertama yaitu Sertifikat
Wadiah Bank Indonesia (SWBI) yang menggunakan akad wadi‟ah.
Dengan semakin berkembangnya keuangan dan perbankan syariah, pada
tahun 2008 Bank Indonesia mengganti SWBI dengan instrumen moneter
syariah yang lebih baik yaitu Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS).
Berbeda dengan SWBI, SBIS menggunakan Akad Ju‟alah, yang dimaksud
dengan Akad Ju‟alah yaitu janji atau komitmen untuk memberikan reward
tertentu atas pencapaian hasil yang ditentukan dari suatu pekerjaan. Fee
SBIS saat ini masih merujuk pada tingkat suku bunga SBI. Tingkat fee
SBIS berperan sebagai rate kebijakan untuk bank syariah yang akan
memengaruhi pendanaan dan pembiayaan melalui Pasar Uang Antarbank
Syariah (PUAS) dan kemudian memengaruhi biaya dana perbankan dalam
menyalurkan pembiayaannya. (Sangidi, 2014).
Berdasarkan Grafik 1.3 terlihat bahwa pertumbuhan Indeks
Produksi Industri (IPI) dan total pembiayaan bank syariah cenderung
mengalami peningkatan setiap tahunnya. Berdasarkan data yang dicatatkan
oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, pada 2011 tingkat Indeks
6
Produksi Industri (IPI) sebesar 102,89 yang kemudian terus mengalami
peningkatan yaitu pada 2012 sebesar 114,12, pada 2013 sebesar 117,36,
pada 2014 sebesar 124,94 dan hingga akhir 2015 sebesar 126,84.
Kemudian berdasarkan data yang dicatatkan oleh Statistik Perbankan
Syariah (SPS) OJK, pembiayaan bank syariah pada 2011 sebesar 102,655
miliar rupiah yang kemudian terus mengalami peningkatan yaitu pada
2012 sebesar 147,505 miliar, pada 2013 sebesar 184,122 miliar, pada 2014
sebesar 199,330 miliar, dan pada tahun 2015 sebesar 212,996 miliar.
Grafik 1.3 Pertumbuhan Indeks Produksi Industri (IPI), Pembiayaan Bank
Syariah, Fee SBIS dan PUAS periode 2011 – 2015
8
7
6
5
pembiayaan
4
IPI
3
SBIS
PUAS
2
1
0
2011
2012
2013
2014
2015
Sumber : SPS (OJK), SEKI-BI, BPS (data diolah)
Di sisi lain, tingkat imbal hasil di Pasar Uang Antarbank Syariah
(PUAS) sejalan dengan tingkat imbal hasil pada Sertifikat Bank Indonesia
Syariah (SBIS). Tingkat imbal hasil pada instrumen moneter syariah yaitu
SBIS dan PUAS berfluktuasi namun cenderung mengalami kenaikan pada
periode 2011 – 2015. Fee SBIS mengalami kenaikan yang signifikan pada
tahun 2013 menjadi 7,22% dari tahun sebelumnya sebesar 4,8%. Fee SBIS
7
juga mengalami kenaikan pada akhir tahun 2015 sebesar 7,1% dari tahun
sebelumnya sebesar 6,9%. Begitu pula dengan tingkat imbal hasil pada
Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) yang mengalami kenaikan yang
signifikan pada tahun 2013 menjadi 6,25% dari tahun sebelumnya sebesar
4,22%.
Kenaikan tingkat Indeks Produksi Industri (IPI) serta kenaikan
pembiayaan perbankan syariah yang terjadi pada periode yang sama
menarik minat peneliti untuk menganalisis apakah terdapat hubungan
positif antara pembiayaan bank syariah dengan Indeks Produksi Industri
(IPI). Di sisi lain, instrumen moneter syariah seperti SBIS dan PUAS juga
cenderung mengalami kenaikan pada periode yang sama, hal ini menarik
minat peneliti untuk menganalisis bagaimana pengaruh kebijakan moneter
syariah melalui jalur pembiayaan bank syariah terhadap sektor riil yang
direpresentasikan oleh Indeks Produksi Industri (IPI).
Kajian mengenai pengaruh kebijakan moneter syariah melalui jalur
pembiayaan bank syariah telah banyak dilakukan. Diantaranya adalah
penelitian yang dilakukan Ascarya (2012) yang mengatakan variabel
syariah seperti pembiayaan bank syraiah, PUAS dan SBIS berpengaruh
signifikan positif terhadap sektor riil yang direpresentasikan oleh Indeks
Produksi Industri (IPI). Sementara itu penelitian yang dilakukan Setiawan
(2016) menunjukkan bahwa variabel pembiayaan dan PUAS berpengaruh
positif terhadap sektor riil, sementara variabel SBIS berpengaruh negatif
terhadap sektor riil. Berbeda dengan Setiawan, Istiqomah (2012) dalam
8
penelitiannya menghasilkan bahwa variabel SBIS berpenagruh signifikan
positif terhadap sektor riil yang direpresentasikan oleh Produk Domestik
Bruto (PDB).
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti akan melakukan
penelitian dengan judul “Pengaruh Kebijakan Moneter Syariah
Terhadap Indeks Produksi Industri Tahun 2011 - 2016” untuk melihat
bagaimana pengaruh dari kebijakan moneter syariah melalui jalur
pembiayaan terhadap sektor riil yang direpresentasikan oleh Indeks
Produksi Industri (IPI) dalam jangka panjang dan jangka pendek.
B. Rumusan Masalah
Perkembangan sektor keuangan semakin meningkat seiring dengan
adanya sistem perbankan ganda di Indonesia. Dalam sistem ekonomi
Islami tujuan dari aktivitas ekonomi adalah untuk mendukung kegiatan
produktif. Untuk itu, instrumen moneter syariah dan pembiayaan bank
syariah diharapkan mampu mendorong pertumbuhan di sektor riil agar
tercipta keterkaitan atau keseimbangan antara sektor riil dengan sektor
moneter.
Bank Indonesia selaku otoritas moneter memliki kewajiban dalam
pengendalian moneter untuk menjaga kestabilan moneter. Dalam
kebijakannya Bank Indonesia memiliki instrumen moneter syariah salah
satunya adalah SBIS yang menggunakan Akad Ju‟alah di mana tingkat fee
SBIS berperan sebagai rate kebijakan bagi pembiayaan dan pendanaan
bank syariah melalui pasar uang antar bank syariah (PUAS) untuk
9
kemudian akan berpengaruh pada tingkat pendanaan dan pembiayaan bank
syariah yang diberikan pada masyarakat.
Dari penjelasan di atas, Penelitian ini berfokus pada variabel SBIS
dan PUAS sebagai instrumen moneter syariah dan pembiayaan bank
syariah dalam mempengaruhi variabel Indeks Produksi Industri (IPI).
Maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana Pengaruh SBIS dalam mekanisme transmisi kebijakan
moneter syariah terhadap sektor riil yang direpresentasikan oleh
Indeks Produksi Industri (IPI) ?
2. Bagaimana Pengaruh PUAS dalam mekanisme transmisi kebijakan
moneter syariah terhadap sektor riil yang direpresentasikan oleh
Indeks Produksi Industri (IPI) ?
3. Bagaimana Pengaruh pembiayaan bank syariah dalam mekanisme
transmisi kebijakan moneter syariah terhadap sektor riil yang
direpresentasikan oleh Indeks Produksi Industri (IPI) ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menambah penelitian di bidang
Moneter Syariah, menambah referensi keilmuan di bidang Moneter
Syariah. Berdasarkan perumusan masalah yang disebutkan, maka tujuan
dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
terhadap Indeks Produksi Industri (IPI).
10
2. Menganalisis pengaruh Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS)
terhadap Indeks Produksi Industri (IPI).
3. Menganalisis pengaruh pembiayaan bank syariah terhadap Indeks
Produksi Industri (IPI).
D. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Praktis
Bagi para ekonom, penelitian ini diharpakan dapat memberikan
sumbangan dalam memprediksi kondisi dalam bidang moneter syariah.
Bagi pemerintah, penelitian ini dharapkan dapat memberikan informasi
bagi dalam merumuskan kebijakan moneter yang lebih baik.
b. Manfaat Akademis
Penelitian ini berkaitan dengan bidang ilmu ekonomi Islam khususnya
moneter syariah, untuk itu penelitian ini diharapakan dapat
memberikan manfaat sebagai tambahan sumber referensi di bidang
akademis.
c. Manfaat Bagi Peneliti
Penelitian ini merupakan sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang
telah didapat selama proses belajar di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Serta diharapkan penelitian ini bisa memberikan
manfaat sebagai referensi bagi para peneliti selanjutnya yang akan
meneliti pengaruh kebijakan moneter syariah terhadap sektor riil.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Kebiijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah kebijakan otoritas moneter atau
bank sentral dalam bentuk pengendalian besaran moneter untuk
mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan.
Dalam
praktek,
perkembangan
kegiatan
perekonomian
yang
diinginkan tersebut adalah stabilitas ekonomi makro antara lain
dicerminkan oleh stabilitas harga (inflasi), membaiknya perkembangan
output riil serta cukup luasnya kesempatan kerja yang tersedia
(Warjiyo
dan
Soliki,
mempengaruhi
kondisi
2003).
Tindakan
makro
ekonomi
bank
seperti
sentral
inflasi
dalam
dan
pertumbuhan ekonomi dilakukan melalui pengaturan penciptaan uang
atau jumlah uang beredar. Pengaturan jumlah uang beredar oleh bank
sentral dilakukan dengan menambah atau mengurangi jumlah uang
beredar. Kebijakan moneter dalam mengatur jumlah uang beredar
dibagi menjadi dua yaitu :
a. Kebijakan Moneter Ekspansif
Kebijakan Moneter Ekspansif adalah upaya pemerintah
dalam hal ini bank sentral dalam rangka menambah jumlah uang
beredar di masyarakat. Kebijakan ini dilakukan pemerintah untuk
mengurangi pengangguran dan meningkatkan daya beli atau
12
permintaan masyarakat. Kebijakan moneter ekspansif dilakukan
ketika perekonomian mengalami resesi atau depresi. Kebijakan
moneter ekspansif biasa disebut juga dengan kebijakan moneter
longgar (easy money policy).
b. Kebijakan Moneter Kontraktif
Kebijakan Moneter Kontraktif adalah kebijakan moneter
yang dilakukan pemerintah dalam hal ini bank sentral dalam
rangka mengurangi jumlah uang beredar di masyarakat. Kebijakan
ini dilakukan ketika perekonomian mengalami inflasi. Kebijakan
moneter kontraktif biasa juga disebut dengan kebijakan uang ketat
(tight money policy).
2. Instrumen Kebijakan Moneter
Menurut Pohan (2008), terdapat lima instrumen kebijakan moneter,
yaitu sebagai berikut :
a. Cadangan Wajib (Reserve Requirement)
Merupakan ketentuan bank sentral yang mewajibkan bankbank untuk memelihara sejumlah alat-alat likuid (reserve) sebesar
persentase tertentu dari kewajiban lancarnya. Semakin kecil
persentasenya, semakin besar kemampuan bank memanfaatkan
reserve-nya untuk memberikan pinjaman dalam jumlah yang lebih
besar kepada masyarakat. Begitu pula sebaliknya, semakin besar
persentasenya, semakin berkurang kemampuan bank untuk
memberikan pinjaman. Oleh karena itu, pinjaman perbankan
13
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah uang
beredar.
b. Operasi Pasar Terbuka (OPT)
Operasi pasar terbuka adalah kegiatan bank sentral
melakukan jual beli surat-surat berharga jangka pendek dalam
rangka mengatur jumlah uang beredar atau suku bunga jangka
pendek. Apabila bank sentral bermaksud mengurangi jumlah uang
beredar, bank sentral akan menjual surat-surat berharga kepada
bank-bank
kemampuan
agar
reserve
bank-bank
bank-bank
memberikan
berkurang
sehingga
pinjaman
menurun.
Sebaliknya, untuk menambah jumlah uang beredar, bank sentral
akan
membeli
surat-surat
berharga
untuk
meningkatkan
kemampuan bank-bank memberikan pinjaman sehingga jumlah
uang beredar meningkat.
c. Fasilitas Diskonto
Fasilitas diskonto adalah kebijakan moneter bank sentral
untuk mempengaruhi jumlah uang beredar melalui pengaturan
suku bunga pemberian kredit bank sentral kepada bank-bank.
Apabila bank sentral menetapkan tingkat diskonto lebih tinggi,
bank-bank akan mengurangi permintaan kredit dari bank sentral
yang pada gilirannya akan mengurangi kemampuan bank-bank
memberikan pinjaman sehingga jumlah uang beredar menurun.
Begitupun sebaliknya.
14
d. Intervensi Valuta Asing
Merupakan kebijakan bank sentral untuk mempengaruhi
jumlah uang beredar dengan melakukan jual beli valuta asing
menggunakan mata uang sendiri. Dalam sistem nilai tukar
mengambang, intervensi jual valuta asing adalah untuk mengurangi
kecenderungan menguatnya mata uang sendiri.
e. Moral Suasion
Imbauan ini bersifat tidak mengikat, tetapi sebagai lembaga
yang kredibel imbauan bank sentral yang memiliki dampak cukup
efektif dalam kebijakan moneter. Bank sentral atau
otoritas
moneter memberi imbauan kepada perbankan untuk melakukan
langkah tertentu yang dibutuhkan.
3. Tahapan Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter
Pada dasarnya transmisi kebijakan moneter merupakan interaksi
antara bank sentral sebagai otoritas moneter dengan perbankan dan
lembaga keuangan lainnya, serta pelaku ekonomi lainnya di sektor riil.
Interaksi ini terjadi melalui dua tahapan proses perputaran uang. Pertama,
interaksi antara bank sentral dengan perbankan dan lembaga keuangan
lainnya dalam berbagai transaksi di pasar keuangan. Kedua, interaksi yang
berkaitan dengan fungsi intermediasi antara industri perbankan dan
lembaga keuangan lainnya dengan para pelaku ekonomi dalam berbagai
kegiatan di sektor riil (Pohan, 2008).
15
Tahap pertama dari interaksi di pasar keuangan terjadi di sistem
pengendalian moneter tidak langsung yang umum dilakukan yaitu melalui
lembaga keuangan perantara (industri perbankan). Di satu sisi, bank
sentral melakukan operasi moneter melalui transaksi keuangan dengan
industri perbankan, sedangkan di sisi lain, perbankan dan lembaga
keuangan lainnya melakukan transaksi keuangan dalam portofolio
investasinya. Interaksi ini akan terjadi melalui pasar keuangan atau pasar
valuta asing. Interaksi antara bank sentral dengan perbankan sedemikian
rupa akan mempengaruhi volume maupun harga-harga aset (suku bunga,
nilai tukar, kewajiban hasil dan harga saham).
Tahap kedua dari interaksi transmisi kebijakan moneter melibatkan
dunia perbankan dengan para pelaku ekonomi di sektor riil. Dalam
konteks ini, perbankan bertindak sebagai lembaga intermediasi, yaitu
memobilisasi dana pihak ketiga dalam bentuk tabungan atau deposito dan
menyalurkannya kepada debitur atau dunia usaha. Dari perspektif
mobilisasi, interaksi ini akan mempengaruhi tingkat suku bunga, volume
tabungan dan deposito yang merupakan bagian dari uang beredar M1
(dalam arti sempit) dan M2 (dalam arti luas). Dalam kondisi di mana
perbankan ingin meningkatkan tabungan atau deposito mereka, cateris
paribus, suku bunga akan dinaikkan untuk merangsang preferensi
simpanan masyarakat. Sementara dari sisi kredit, interaksi tersebut akan
mempengaruhi pertumbuhan kredit atau pembiayaan perbankan. Jika bank
ingin meningkatkan ekspansi kredit atau pembiayaannya, ceteris paribus,
16
suku bunga akan turun sedemikian sehingga mendorong peningkatan
masyarakat untuk meminjam atau untuk memiliki pembiayaan dari bank.
(Sugianto dkk, 2015)
4. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter
Menurut Simorangkir (2014), kajian mengenai mekanisme
transmisi kebijakan moneter mengacu pada peranan uang dalam
perekonomian dalam teori kuantitas uang. Teori tersebut menggambarkan
analisis hubungan langsung antara jumlah uang beredar dengan inflasi, di
mana keseimbangan tersebut dibuat dalam persamaan :
MV = PT
Jumlah uang beredar (M) yang dikalikan dengan tingkat perputaran
uang (V) sama dengan volume output atau transaksi riil (T) yang dikalikan
dengan tingkat harga (P). Jumlah uang beredar yang digunakan dalam
kegiatan perekonomian sama dengan jumlah output yang dihasilkan
berdasarkan harga berlaku.
Dalam jangka pendek, jumlah uang beredar akan mempengaruhi
perkembangan output, sedangkan pada jangka menengah akan mendorong
kenaikan inflasi yang pada akhirnya akan menurunkan perkembangan
output riil. Dalam jangka panjang, pertumbuhan jumlah uang beredar akan
mendorong laju inflasi dan tidak berpengaruh pada perkembangan output.
Menurut Simorangkir (2014), selain jalur moneter langsung (direct
monetary channel) mekanisme transmisi pada umumnya juga dapat terjadi
melalui lima jalur lainnya, yaitu :
17
a. Jalur Suku Bunga
Mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku
bunga menekankan bahwa kebijakan moneter dapat mempengaruhi
permintaan agregat melalui perubahan suku bunga. Dalam hal ini,
pengaruh perubahan suku bunga jangka pendek ditransmisikan
pada suku bunga jangka menengah-panjang melalui mekanisme
penyeimbangan sisi permintaan dan penawaran di pasar uang.
Perkembangan suku bunga tersebut akan memepengaruhi cost of
capital yang pada gilirannya akan mempengaruhi pengeluaran
invesatsi
dan
konsumsi
yang
merupakan
komponen
dari
permintaan agregat.
b. Jalur Nilai Tukar
Mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur nilai
tukar
menekankan
bahwa
pergerakan
nilai
tukar
dapat
mempengaruhi perkembangan permintaan dan penawaran agregat
dan selanjutnya mempengaruhi output dan harga. Besar kecilnya
pengaruh pergerakan nilai tukar tergantung pada sistem nilai tukar
yang dianut oleh suatu Negara. Misalnya, dalam sistem nilai tukar
mengambang, kebijakan moeter ekspansif oleh bank sentral akan
mendorong depresiasi mata uang domestik dan meningkatkan
harga barang ekspor/impor. Hal itu selanjutnya akan mendorong
kenaikan harga barang domestik walaupun tidak terdapat ekspansi
di sisi pernintaan agregat.
18
Sementara itu, dalam sistem nilai tukar mengambang
terkendali, pengaruh kebijakan moneter pada perkembangan output
riil dan inflasi menjadi semakin lemah (dengan time lag [tenggat
waktu] yang lama), terutama apabila terdapat substitusi yang tidak
sempurna antara aset domestik dan aset luar negeri.
c. Jalur Harga Aset
Mekanisme transmisi melalui jalur harga aset menekankan
bahwa kebijakan moneter berpengaruh pada perubahan harga aset
dan kekayaan masyarakat yang selanjutnya mempengaruhi
pengeluaran investasi dan konsumsi. Apabila bank sentral
melakukan kebijakan moneter kontraktif, kebijakan tersebut akan
mendorong peningkatan suku bunga yang pada gilirannya akan
menekan harga pasar aset perusahaan. Penurunan harga aset dapat
berakibat pada dua hal. Pertama, mengurangi kemampuan
perusahaan untuk melakukan ekspansi. Kedua, menurunkan nilai
kekayaan dan pendapatan yang gilirannya mengurangi pengeluaran
konsumsi. Secara keseluruhan, kedua hal tersebut berdampak pada
penurunan pengeluaran agregat.
d. Jalur Kredit
Mekanisme transmisi melalui jalur kredit menekankan
bahwa pengaruh kebijakan moneter terhadap output dan harga
terjadi melalui kredit perbankan. Transmisinya dapat dibedakan
menjadi dua jalur. Pertama, bank lending channel (jalur pinjaman
19
bank) yang menekankan pengaruh kebijakan moneter pada kredit
karena kondisi keuangan bank, khususnya sisi aset. Kedua, firms
balance sheet channel (jalur neraca perusahaan) yang menekankan
pengaruh kebijakan moneter pada kondisi keuangan perusahaan,
seperti cash flow (arus kas) dan leverage (rasio utang terhadap
modal), dan selanjutnya mempengaruhi akses perusahaan untuk
mendapatkan kredit.
Menurut jalur pinjaman bank, selain sisi aset, sisi liabilitas
bank juga merupakan komponen penting dalam mekanisme
transmisi kebijakan moneter. Apabila bank sentral melaksanakan
kebijakan moneter kontraktif, misalnya, melalui peningkatan rasio
giro wajib minimum di bank sentral, cadangan yang ada di bank
akan mengalami penuruanan sehingga loanable fund (dana yang
apat dipinjamkan) oleh bank akan mengalami penurunan. Apabila
hal tersebut tidak diatasi dengan melakukan penambahan dana atau
pengurangan surat-surat berharga, kemampuan bank untuk
memberkan pinjaman akan menurun. Kondisi ini menyebabkan
penurunan investasi dan selanjutnya mendorong penurunan output.
Sementara itu, jalur neraca perusahaan menekankan bahwa
kebijakan moneter yang dilakukan oleh bank sentral akan
memengaruhi kondisi keuangan perusahaan. Dalam hal ini, apabila
bank sentral melakukan kebijakan moneter ekspansif, suku bunga
di pasar uang akan turun, dan mendorong harga saham mengalami
20
peningkatan. Sejalan dengan peningkatan harga saham tersebut,
nilai pasar dari modal peusahaan akan meningkat dan rasio
leverage perusahaan menurun, yang selanjutnya memperbaiki
tingkat kelayakan permohonan kredit yang diajukan perusahaan
kepada bank. Kondisi itu mendorong peningkatan pemberian kredit
oleh bank yang selanjutnya meningkatkan investasi dan pada
akhirnya meningkatkan output.
e. Jalur Ekspektasi
Mekanisme transmisi melalui jalur ekspektasi menekankan
bahwa kebijakan moneter dapat diarahkan untuk mempengaruhi
pembentukan ekspektasi mengenai inflasi dan kegiatan ekonomi.
Kondisi tersebut memengaruhi perilaku agen-agen ekonomi dalam
melakukan keputusan konsumsi dan investasi, yang pada
gilirannya akan mendorong perubahan permintaan agregat dan
inflasi. Sebagai contoh, dalam hal bank sentral menempuh
kebijakan moneter ekspansif, kenaikan jumlah uang beredar akan
mendorong naiknya laju inflasi. Dengan harga-harga yang
meningkat, ekspektasi inflasi masyarakat akan meningkat pula, dan
selanjutnya, apabila tidak diatasi dengan kebijakan moneter
kontraktif, kebijakan moneter ekspansif akan mendorong laju
inflasi meningkat lebih tinggi.
21
5. Kebijkan Moneter Syariah
Dalam sejarah Islam, kebijakan moneter tersirat secara jelas dalam
kehidupan Rasulullah saw dan para sahabat Khulafau Ar-Rosyidin. Seperti
halnya Khalifah Umar yang telah mengatur sektor moneter dengan
berbagai peraturan diantaranya adalah. Pertama, melarang segala bentuk
tindakan yang berdampak pada bertambahnya gejolak dalam daya beli dan
ketidakstabilan nilai uang. Kedua, melarang pemalsuan uang. Ketiga,
melakukan perlindungan pada inflasi dengan cara memberikan himbauan
kepada masyarakat untuk melakukan investasi modalnya pada sektor riil,
hidup sederhana dan tidak bergaya hidup berlebih-lebihan. Dan terakhir
adalah mencetak dirham yang sesuai dengan ketentuan Islam, yaitu
sebesar enam daniq (Ningsih, 2013).
Kerangka strategis kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral
banyak dipengaruhi oleh keyakinan bank sentral yang bersangkutan
terhadap suatu proses tertentu mengenai bagaimana kebijakan moneter
berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Proses dimaksud
dikenal dengan sebutan mekanisme transmisi kebijakan moneter.
(Simorangkir, 2014).
Dengan diterbitkannya undang-undang No. 23 tahun 1999 yang
diperkuat oleh undang-undang No. 3 tahun 2004 tentang Bank Indonesia
yang menyatakan bahwa BI dapat menerapkan kebijakan moneter
berdasarkan prinsip syariah. Undang-undang tersebut menjadi acuan bagi
22
Bank Indonesia selaku pengambil keputusan untuk menggunakan
instrumen moneter syariah dalam kebijakan moneter syariah.
6. Instrumen Kebijakan Moneter Syariah
Menurut Muhammad (2002) instrumen kebijakan moneter yang dapat
diterapkan dalam perekonomian Islam dapat ditempuh dengan dua
instrumen besar. Pertama, kontrol kuantitatif pada penyaluran kredit, dan
kedua merealisasikan tujuan sosio-ekonomi.
a. Kontrol kuantitatif pada penyaluran kredit
1) Statutory Reserve Requirement
Dalam ekonomi Islam, instrumen discount rate dan
pasar terbuka tidak dapat diterapkan untuk itu instrumen
reserve
requirement
ini
penting.
Bank
komersial
diwajibkan menempatkan sebagian dananya yang berasal
dari demand deposit pada bank sentral sebagai statutoty
reserve. Reserve requirement ini hanya berlaku pada
demand deposit, bukan pada mudharabah deposit. Ini
dikarenakan mudarabah deposit merupakan penyertaan
(equity) dari penabung pada bank tersebut di mana
dimungkinkan memiliki laba maupun resiko rugi. Dalam
sistem ekonomi yang berlaku saat ini, yang diterapkan
adalah reserve requirement terhadap total deposits.
Sedangkan dalam perekonomian islami, akan lebih mudah
membedakannya, sebab mudharabah deposits merupakan
23
penyertaan. Penerapan reserve requirement terhadap total
deposits tidak hanya untuk mengatur jumlah penyaluran
kredit, tetapi juga untuk menjamin keutuhan deposit dan
kecukupan likuiditas. Berdasarkan sistem ekonomi Islami,
hal diatas lebih baik melakukan pembatasan pada
pemanfaatan mudharabah deposits melalui Statutory
Reserve Requirement.
2) Credit Ceiling
Credit Ceiling atau pagu kredit yaitu batasan nilai
kredit tertinggi yang bisa diberikan bank komersial untuk
menjamin bahwa penciptaan kredit total sesuai dengan
target moneter. Dengan hanya mengandalkan reserve
requirement yang memudahkan Bank Sentral melakukan
penyesuaian pada high powered money, belum bisa
menjamin keberhasilan manajemen moneter, karena dapat
terjadi ekspansi kredit melampaui dari jumlah yang
ditargetkan. Hal ini terjadi karena aliran dana yang dapat
diperkirakan dengan tepat hanya bisa masuk dalam sistem
perbankan yang berasal dari bermudharabahnya Bank
Sentral dengan bank komersial.
3) Government Deposits
Untuk
memepengaruhi
reserves
pada
bank
komersial, pemerintah berwenang memindahkan demand
24
deposit pemerintah yang ada pada bank sentral kepada dan
dari bank komersial. Instrumen ini mempunyai fungsi yang
mirip
dengan
fungsi
operasi
pasar
terbuka,
yang
mempengaruhi reserves bank komrsial secara tidak
langsung
4) Common Pool
Instrumen Common Pool memiliki kemiripan fungsi
dengan fasilitas rediscounto pada bank konvensional untuk
memecahkan masalah likuiditas. Common Pool yaitu
instrumen yang mensyaratkan bank-bank komersial untuk
menyisihkan sebagian deposit yang dikuasainya dalam
proposi tertentu yang berdasarkan kesepakan bersama guna
menanggulangi masalah likuiditas.
5) Moral Suasion
Moral Suasion yaitu kontak personal, konsultasi dan
pertemuan Bank Sentral dengan bank komersial untuk
memonitor kekuatan dan masalah-masalah yang dihadapi
bank-bank komersial. Dengan instrumen ini Bank Sentral
dapat dengan jelas dan tepat memberikan saran guna
mengatasi masalah-masalah yang dihadapi perbankan,
sehingga akan memudahkan pencapaian tujuan perbankan
yang telah direncanakan.
25
6) Equity-Base Instrumens
Equity-Base
Instrumens
adalah
instrumen
berdasarkan penyertaan. Instrumen ini dianjurkan karena
beberapa hal. Pertama, pembelian dan penjualan saham
perusahaan sektor publik tidak menimbulkan keberatan.
Kedua, tidak membutuhkan sekuritas pemerintah secara
mendalam, Ketiga, variasi harga equity-base instrumens
yang dikeluarkan bank sentral pada operasi pasar terbuka
tidak menuntut keuntungan atau pinalti dari pemegang
saham. Keempat, kemungkinan naiknya harga saham yang
dibeli
bank
sentral
dari
pemegang
saham
dapat
menimbulkan tindakan korupsi, khususnya ketika secara
fundamental mereka tidak menyetujuinya.
7) Change in The Profit-And Loss Sharing Ratio
Beberapa sarjana muslim menyarankan variasi rasio
bagi laba dan rugi untuk aktivitas mudarabah yang
dikeluarkan oleh bank sentral kepada bank komersial dan
juga untuk para deposan kepada wirausahawan yang
melakukan transaksi deposit dan pembiayaan dengan akad
mudharabah. Perilaku ini disarankan, karena dalam
mekanisme mudharabah keuntungannya berubah–ubah.
b. Merealisasikan Tujuan Sosio Ekonomi
1) Treating the Created Money as Fay’
26
Penciptaan uang merupakan hak prerogratif bank
sentral, hal ini membawa keuntungan bagi bank sentral
karena biaya yang dikeluarkan untuk menciptakan uang
lebih kecil daripada nilai nominalnya atau dikenal dengan
money seigniorage. oleh karena itu, dengan adanya
seigniorage tersebut, maka sewajarnya bank sentral
menyisihkan sebagian dananya sebagai fay’ atau pajak yang
utamanya digunakan untuk membiayai proyek – proyek
yang
dapat
memperbaiki
kondisi
sosial
ekonomi
masyarakat.
2) Goal-oriented Allocation of Credit
Alokasi pembiayaan perbankan berdasarkan tujuan
pemanfaatan akan memberikan manfaat yang optimum bagi
semua pelaku bisnis, akan menghasilkan barang dan jasa
yang terdistribusi ke semua lapisan masyarakat. Sehingga
diperlukan skim penjaminan bagi bank dalam berpartisipasi
pada pembiayaan usaha – usaha produktif yang tidak
menyalahi nilai – nilai Islam. Dalam skim penjaminan,
perusahaan
diteliti
kemampuan
berusahanya
dan
manajemennya. Bila dirasakan kurang namun memiliki
prospek yang baik, maka dibantu dengan program –
program
pelatihan,
sehingga
perusahaan
dapat
memanfaatkan dan mengelola dananya dengan baik.
27
7. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Syariah
Dalam menjalankan kebijakannya otoritas moneter memerlukan
mekanisme jalur yang disebut dengan mekanisme transmisi kebijakan
moneter Mekanisme tersebut dimulai dari keputusan bank sentral selaku
otoritas moneter untuk melakukan perubahan-perubahan instrumen
moneter beserta target operasionalnya mempengaruhi berbagai variabel
ekonomi dan keuangan. Melalui interaksi bank sentral, lembaga perbankan
dan sektor keuangan, kemudian sektor riil.
Menurut Daniar (2016), berbeda dengan mekanisme kebijakan
moneter konvensional, dalam mekanisme transmisi kebijkan moneter
syariah salah satu cara yang digunakan yaitu dengan pelaksanaan operasi
moneter syariah dengan Operasi Pasar Terbuka (OPT) dengan instrumen
SBIS. Pelaksanaan ini bertujuan untuk mempengaruhi tingkat imbal hasil
Pasar
Uang
Antarbank
Syariah
(PUAS)
yang
pada
akhirnya
mempengaruhi pembiayaan perbankan syariah. peningkatan pembiayaan
ini diasumsikan mempengaruhi sektor riil yang diharapkan akan mampu
mencapai sasaran kebijakan moneter.
8. Instrumen Kebijakan Moneter Syariah di Indonesia
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 10 tahun 2008 tentang
Operasi Moneter Syariah, bahwa dalam rangka mencapai tujuan dalam
menjaga kestabilan nilai rupiah, Bank Indonesia memiliki tugas untuk
melaksanakan kebijakan moneter berdasarkan prinsip syariah. Dalam
28
menjalankan fungsinya sebagai Bank Sentral, beberapa instrumen moneter
syariah yang dimiliki Bank Indonesia adalah sebagai berikut :
a. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
Dalam rangka tujuan menciptakan kestabilan nilai rupiah,
Bank
Indonesia
memiliki
tugas
untuk
menetapkan
dan
menjalankan kehijakan moneter. Untuk mencapai tujuan tersebut
Bank
Indonesia
dapat
melakukan
pengendalian
moneter
berdasarkan prinsip syariah melalui Operasi Pasar Terbuka (OPT).
Untuk
meningkatkan
efektivitas
pengendalian
moneter
berdasarkan prinsip syariah melalui operasi pasar terbuka, maka
diperlukan instrumen sertifikat bank Indonesia berdasarkan prinsip
syariah. Pada tahun 2000 Bank Indonesia memperkenalkan
Sertifikat Wadi‟ah Bank Indonesia atau SWBI yang menggunakan
aka wadi‟ah. Kemudian pada tahun 2008 Bank Indonesia
mengganti SWBI dengan instrumen yang lebih baik yaitu Setifikat
Bank Indonesia Syariah (SBIS) yang menggunakan akad Ju‟alah.
Berdasarkan pasal 1 ayat 4 dalam Peraturan Bank Indonesia
No. 10 tahun 2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah.
Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang selanjutnya disebut SBIS
adalah surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah berjangka waktu
pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia.
29
Berdasarkan Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang
Bank Indonesia yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 3
tahun 2004, Bank Indonesia memiliki tugas untuk memelihara
kestabilan nilai rupiah. Untuk mencapai tujuan tersebut, Bank
Indonesia melakukan pengendalian moneter melalui Operasi Pasar
Terbuka (OPT) yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah.
Sejalan dengan hal tersebut, Bank Indonesia menciptakan
instrumen Operasi Pasar Terbuka yang berdasarkan prinsip syariah
yang kemudian Bank Indonesia menerbitkan Sertifikat Bank
Indonesia Syariah (SBIS).
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) yang diterbitkan
oleh Bank Indonesia menggunakan akad Ju‟alah. Akad Ju‟alah
adalah janji atau komitmen untuk memberikan imbalan tertentu
atas pencapaian hasil yang ditentukan dari suatu pekerjaan.
Berdasarkan Fatwa DSN MUI No. 64 tahun 2007 tentang Sertifikat
Bank Indonesia Syariah, sistem akad Ju‟alah yang digunakan pada
penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah yaitu: Bank Indonesia
bertindak sebagai Ja‟il atau pemberi pekerjaan, Bank Syariah
bertindak sebagai Maj’ul laah (penerima pekerjaan) dan objek atau
underlying. Ju‟alah (mahall al-aqd) adalah partisipasi Bank Syariah
untuk membantu tugas Bank Indonesia dalam pengendalian
moneter melalui penyerapan likuiditas dari masyarakat dan
30
menempatkannya di Bank Indonesia dalam jumlah dan jangka
waktu tertentu.
1) Karakteristik SBIS
Karakteristik SBIS adalah sebagai berikut:
a) Menggunakan akad ju'alah
b) Satuan unit sebesar Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah)
c) Berjangka waktu paling kurang 1 (satu) bulan dan paling
lama 12
(dua belas) bulan.
d) Diterbitkan tanpa warkat (scripless)
e) Dapat diagunkan kepada Bank Indonesia
f) Tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder.
2) Mekanisme Penerbitan SBIS
Dalam menjaga kestabilan nilai rupiah, Bank
Indonesia mempunyai peran dalam menyerap kelebihan
dana likuiditas bank-bank syariah melalui penerbitan
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Sertifikat Bank
Indonesia Syariah (SBIS) merupakan piranti yang dapat
digunakan oleh bank syariah sebagai sarana penempatan
kelebihan likuiditas sementara sebelum dana yang dikelola
bank syariah tersebut dapat disalurkan untuk pembiayaan
sektor riil.
SBIS diterbitkan melalui sistem lelang. Penerbitan
SBIS menggunakan BI-SSSS. Menurut PBI No. 10 tahun
31
2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah, Bank
Indonesia–Scripless Securities Settlement System yang
selanjutnya disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi
dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan
penatausahaan surat berharga secara elektronik dan
terhubung langsung antara peserta, penyelenggara dan
Sistem Bank Indonesia –Real Time Gross Settlement.
Menurut PBI No. 10 tahun 2008, Real Time Gross
Settlement adalah suatu sistem transfer dana elektronik
antara
peserta
dalam
mata
uang
rupiah
yang
penyelesaiannya dilakukan secara seketika pertransaksi
secara individu.
3) Pihak yang dapat ikut serta dalam lelang SBIS adalah :
a) Bank Umum Syariah (BUS) atau Unit Usaha Syariah
(UUS) atau pialang yang bertindak untuk dan atas nama
BUS/UUS; dan
b) BUS atau UUS, baik sebagai peserta langsung maupun
peserta tidak langsung, wajib memenuhi persyaratan
Financing to Deposit Ratio (FDR) yang ditetapkan
Bank Indonesia.
Dalam operasi moneter melalui penerbitan SBIS,
Bank
Indonesia
mengumumkan
target
penyerapan
likuiditas kepada bank syariah dan menjanjikan imbalan
32
tertentu
bagi
yang
ikut
berpasrtisipasi
dalam
pelaksanaannya.
Perhitungan tingkat imbalan yang diberikan pada
Sertifikat Bank Indonesia Syariah mengacu pada tingkat
diskonto hasil lelang SBIS. Perhitungan imbalan SBIS
dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :
Gambar 2.1. Perhitungan Imbalan SBIS
Nilai imbalan SBIS = Nilai Nominal SBIS x (Jangka
Waktu SBIS/360) x Tingkat Imbalan SBIS
(Sumber : Surat Edaran Bank Indonsia No. 10 tahun 2008)
b. Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS)
Menurut pasal 1 Peraturan Bank Indonesia No. 14 tahun
2012 tentang Pasar Uang Antar Bank Syariah. Pasar Uang
Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah yang selanjutnya disingkat
PUAS adalah kegiatan transaksi keuangan jangka pendek
antarbank berdasarkan prinsip syariah baik dalam rupiah maupun
valuta asing.
Menurut Fatwa DSN MUI No. 37/DSN-MUI/2002,
pengertian PUAS adalah kegiatan transaksi keuangan jangka
pendek antarpeserta pasar berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
Piranti yang digunakan dalam transaksi Pasar Uang Antar
Bank Syariah (PUAS) adalah Sertifikat Investasi Mudharabah
33
Antar Bank Syariah (SIMA). Sertifikat Investasi Mudharabah
Antar Bank Syariah ini merupakan instrumen investasi antara bank
yang kelebihan dana untuk mendapatkan keuntungan dengan bank
yang kekurangan dana jangka pendek yang menggunakan akad
Mudharabah.
Pada dasarnya Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) dan
Pasar
Uang
Antarbank
Konvensional
(PUAK)
memiliki
persamaan, yaitu kedua pasar uang tersebut memiliki fungsi yang
sama. PUAS dan PUAK berfungsi sebagai pengatur likuiditas. Jika
bank kelebihan likuiditas
maka mereka akan menggunakan
instrumen pasar uang untuk investasi, dan apabila kekurangan
likuiditas akan menerbitkan instrumen untuk mendapatkan dana
tunai. Perbedaan mendasar diantara keduanya yaitu adalah dalam
hal mekanisme penerbitan dan sifat instrumen itu sendiri. Pada
pasar uang konvensional instrumen yang diterbitkan adalah
instrumen hutang yang dijual dengan diskon dan didasarkan atas
perhitungan bunga sedangkan pasar uang syariah yang diterbitkan
adalah instrumenyang menggunakan akad berdasar prinsip syariah
sesuai dengan kebutuhan dan mengharuskan adanya underlying
asset dalam penerbitan instrumenersebut atau dalam bentuk
penyertaan. (Soemitra, 2014)
Menurut
Lestari
(2012) instrumen moneter
syariah
mempunyai peran yang penting dalam mempengaruhi tingkat
34
harga dan output suatu negara. Dengan semakin berkembangnya
perbankan syariah, maka diperlukan fasilitas dan peraturan
perbankan syariah yang sesuai dengan prinsip syariah. Hal ini
dibutuhkan agar operasional perbankan syariah dapat beroperasi
secara sehat dan dapat menjalankan prinsip syariah. Untuk
mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia mempunyai beberapa
instrumen likuiditas perbankan syariah, yaitu :
1. Giro Wajib Minimum.
2. Kliring.
3. Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS).
4. Sertifikat Bank Indonesia Syariah.
Keempat instrumen tersebut berguna untuk mendukung
kelancaran lalu lintas pembayaran antarbank dan pelaksanaan
kegiatan Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS).
Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, bank dapat
mengalami kekurangan dan kelebihan likuiditas. Apabila suatu
bank mengalami kelebihan likuiditas maka bank dapat melakukan
penempatan kelebihan dana likuiditas pada instrumen syariah yang
telah disiapkan oleh Bank Indonesia sehingga bank tersebut dapat
memperoleh keuntungan dari penempatan kelebihan dana likuiditas
tersebut. Sedangkan apabila suatu bank syariah mengalami
kekurangan
likuiditas,
maka
bank
syariah
tersebut
dapat
35
menerbitkan Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank (Sertifikat
IMA) yang merupakan sarana penanaman dana bank syariah.
9. Perbankan Syariah dan Pembiayaan Bank Syariah
Bank syariah beroperasi dimulai dengan kegiatan pengumpulan
dana dari nasabah melalui produk deposito/investasi, titipan giro dan
tabungan. Dana yang terkumpul kemudian diinvestasikan pada dunia
usaha melalui investasi sendiri tanpa bagi hasil (trade financing) dan
investasi dengan pihak lain dengan bagi hasil (investment financing).
Ketika ada hasil berupa keuntungan atau rugi, maka bagian keuntungan
atau kerugian dibagi kembali antara bank dan nasabah pendanaan atau
shahibul maal sesuai dengan akad. (Asngari, 2014).
Prinsip operasi bank syariah berlandaskan pada bagi hasil yakni
melalui profit-loss sharing atau revenue sharing. Bagi hasil akan
mendorong investasi, sehingga distribusi kekayaan dan pendapatan akan
menumbuhkan sektor riil, sehingga produktivitas dan kesempatan kerja
akan meningkat. Dampaknya, tujuan pertumbuhan ekonomi atau kegiatan
ekonomi juga meningkat (Ascarya, 2008).
Bank syariah berfungsi sebagai lembaga intermediasi dalam
memperlancar mekanisme ekonomi di sektor riil melalui aktivitas investasi
atau jual beli, serta memberikan pelayanan jasa simpanan/perbankan bagi
nasabah. Secara teori, bank syariah menggunakan konsep Two Tier
Mudharabah atau mudarabah dua tingkat, yaitu bank syariah berfungsi dan
beroperasi sebagai lembaga intermediasi investasi yang menggunakan
36
akad mudharabah pada kegiatan pendanaan atau di sisi passiva maupun
pembiayaan atau di sisi aktiva (Ascarya, 2008).
Perbankan syariah berfungsi sebagai intermediasi keuangan dalam
rangka menjembatani antara pihak-pihak yang mengalami kelebihan dana
dengan pihak yang mengalami kekurangan dana. Dari pembiayan dengan
prinsip bagi hasil diperoleh bagian bagi hasil/laba sesuai kesepakatan awal
(nisbah bagi hasil) dengan prinsip jual beli diperoleh margin keuntungan,
sedangkan dari pembiayaan dengan prinsip sewa diperoleh pendapatan
sewa.
Keseluruhan
pendapatan
dari
pooling
fund
ini
kemudian
dibagihasilkan antara bank dengan semua nasabah yang menitipkan,
menabung, atau menginvestasikan uangnya sesuai dengan kesepakatan
awal. Bagian nasabah atau hak pihak ketiga akan didistribusikan kepada
nasabah, sedangkan bagian bank akan dimasukan kedalam laporan rugi
laba sebagai pendapatan operasi utama. Sementara itu, pendapatan lain,
seperti dari mudharabah muqayyadah (investasi terikat) dan jasa keuangan
dimasukkan ke dalam laporan rugi laba sebagai pendapatan operasi
lainnya (Ascarya, 2008).
Pendapatan bersih atau laba bank syariah dapat digunakan untuk
memperbesar aset bank syariah untuk mendukung kinerjanya dalam
penarikan dana pihak ketiga dan dalam penyaluran pembiayaan, sehingga
laba yang akan diperoleh di periode berikutnya terus meningkat.
Peningkatan kinerja perbankan syariah dipengaruhi oleh kondisi ekonomi
37
yang stabil, sehingga kemampuan mudharib khususnya pengusaha dalam
mengalokasikan investasinya dapat memberikan hasil positif, dan ini akan
berdampak pada pengembalian pembiayaan bank syariah. Berdasarkan
pasal 1 butir 12 Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan,
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau
tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang
dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka
waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil
Menurut Muhammad (2005) ada bebarapa fungsi pembiayaan yang
diberikan oleh bank syariah kepada masyarakat penerima diantaranya:
a. Meningkatkan daya guna uang
Para penabung menyimpan uangnya di bank dalam bentuk
giro, tabungan dan deposito. Uang tersebut dalam prosentase
tertentu ditingkatkan kegunaannya oleh bank guna suatu usaha
peningkatan produkivitas.
b. Sebagai alat hubungan ekonomi internasional.
Bank sebagai lembaga kredit/pembiayaan tidak saja
bergerak didalam negeri tapi juga diluar negeri. Negara-negara
kaya atau yang kuat ekonominya, demi persahabatan antar negara
banyak memberikan bantuan kepada negara-negara yang sedang
berkembang atau yang sedang membangun. Bantuan tersebut
38
tercermin dalam bentuk bantuan kredit dengan syarat-syarat
tertentu.
c. Meningkatkan peredaran uang
Melalui pembiayaan, peredaran uang kartal maupun giral
akan lebih berkembang oleh karena pembiayaan menciptakan suatu
kegairahan berusaha sehingga penggunaan uang akan bertambah
baik.
d. Meningkatkan daya guna barang
Produsen
dengan
bantuan
pembiayaan
bank
dapat
mengubah bahan mentah menjadi bahan jadi sehingga utility dari
bahan tersebut meningkat.
e. Menimbulkan kegairahan berusaha.
Bantuan pembiayaan yang diterima pengusaha dari bank
inilah kemudian yang digunakan untuk memperbesar volume usaha
dan produktivitas.
f. Sebagai jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional.
Para usahawan yang memperoleh pembiayaan tentu saja
berusaha untuk meningkatkan usahanya. Peningkatan usaha berarti
peningkatan profit/pendapatan.
Menurut Soemitra (2014), secara garis besar produk pembiayaan
bank syariah terbagi menjadi 6 kategori yang dibedakan berdasarkan
tujuan penggunaannya, antara lain:
39
a. Pembiayaan Berdasarkan Pola Jual Beli Dengan Akad
Murabahah, Salam atau Istishna
1) Akad Murabahah
Akad Murabahah adalah akad pembiayaan suat barang
dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli, dan
pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai
keuntungan yang disepakati. Murabahah berasal dari kata
ribhu (keuntungan) karean dalam transaksi jual beli, bank
menyebut jumlah keuntungannya (margin/mark up). Bank
bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli.
Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah
keuntungan. Kedua pihak harus menyepakati haraga jual dan
jangka awaktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam
akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah
selama berlakunya akad, dalam perbankan, murabahah
lazimnya dilakukan dengan cara pebayran cicilan (bi tsaman
ajil). Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad
sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh.
2) Akad Salam
Akad Salam adalah akad pembiayaan suatu barang dengan
cara pemesanan dan pembayaran harga yang dilakukan terlebih
dahulu dengan syarat tertentu yang disepakati. Dalam praktik
perbankan, ketika barang telah diserahkan kepada bank, maka
40
bank akan menjualnya kepada rekanan nasabah atau kepada
nasabah itu sendiri secara tunai atau secra cicilan. Harga jual
yang ditetapkan bank adlah harga beli bank dari nasabah
ditambah keuntungan. Dalam hal bank menjualnya secara tunai
biasanya disebut pembiayaan talangan. Sedangkan dalam hal
bank
menjualnya
secara
cicilan,
kedua
pihak
harus
menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga
jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati
tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Umumnya
transaksi ini diterapkan dalam pembiayaan barang yang belum
ada seperti pembelian komoditas pertanian.
3) Akad Istishna’
Akad Istishna’ adalah pembiayaan barang dalam benuk
pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan
persyartan tertentu yang dispekati pemesan atau pembeli
(mustashni’) dan penjual atau pembuat (shani’). Produk
Istishna‟ menyerupai produk salam, namun dalam istishna‟
pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali
pembayaran. Skim istishna‟ dalam bank syariah umumnya
diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi.
b. Pembiayaan Bagi Hasil berdasarkan Akad Mudharabah atau
Musyarakah.
1) Akad Mudharabah
41
Akad Mudharabah adalah akad kerja sama suatu usaha
antara pihak pertama (malik, shahibul mal, atau bank syariah)
yang menyediakan seluruh modal dan pihak kedua (‘amil,
mudharib , atau nasabah) yang bertindak selaku pengelola dana
dengan membagi keuntungan usaha sesuai dengan kesepakatan
yang dituangkan dalam akad. Sedangkan kerugian ditanggung
seluruhnya oleh bank syariah kecuali jika pihak kedua
melakukan kesalahan yang disengaja.
2) Akad Musyarakah
Akad Musyarakah adalah akad kerjasama diantara dua
pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu yang masingmasing pihak memberikan porsi dana dengan ketentuan bahwa
keuntungan akan dibagi sesuai dengan kesepakatan. Sedangkan
kerugian ditanggung sesuai dengan porsi dana masing-masing.
Secara spesifik bentuk kontribusi dari pihak yang
bekerjasama
dapat
berupa
dana,
barang
perdagangan,
kewiraswastaan, kepandaian, kepemilikan, peralatan, atau
intangible asset (seperti hak paten atau goodwill), kepercayaan
atau reputasi dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai
dengan uang. Dengan merangkum seluruh kombinasi dari
bentuk kontribusi masing-masing pihak dengan atau tanpa
batasan waktu menjadikan produk ini sangat fleksibel.
42
c. Pembiayaan Berdasarkan Akad Qardh
Akad Qardh adalah akad pinjaman dana kepada nasabah
dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan pokok
pinjaman yang diterimanya pada waktu yang telah disepakati baik
secara sekaligus maupun cicilan.
d. Pembiayaan Penyewaan Barang Bergerak atau Tidak Bergerak
Kepada nasabah berdasarkan Akad Ijarah atau Sewa Beli
dalam bentuk Ijarah .
1) Akad Ijarah
Akad Ijarah adalah penyediaan dana dalam rangka
memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau
jasa berdasarkan transaksi sewa, tanpa diikuti dengan
pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
2) Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik
Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik adalah akad penyediaan
dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari
suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi
pemindahan kepemilikan barang.
e. Pengambil alihan Utang Berdasarkan Akad Hawalah
Akad hawalah adalah akad pengalihan utang dari pihak
yang berutang kepada pihak lain yang wajib menanggung atau
membayar.
43
Dalam praktik perbankan syariah, fasilitas
hiwalah
lazimnya untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai
agar dapat melanjutkan produksinya. Bank mendapat ganti
biaya atas jasa pemindahan piutang. Untuk mengantisipasi
risiko kerugian yang akan timbul, bank perlu melakukan
penelitian atas kemampuan pihak yang berhutang dan
kebenaran transaksi antara yang memindahkan piutang dengan
yang berhutang.
f. Pembiayaan Multijasa
Pembiayaan Multijasa adalah pembiayaan yang diberikan bnak
syariah dalam bentuk sewa menyewa jas dalam bentuk ijarah
dan kafalah.
10. Sektor Riil
Sektor riil adalah segala bentuk kegiatan ekonomi yang berkaitan
dengan permintaan dan penawaran barang dan jasa. Sektor riil adalah
kegiatan yang mengacu pada sektor yang memproduksi barang dan jasa
melalui pemanfaatan bahan baku dan faktor produksi. Karena itu, sektor
riil juga sering disebut pasar barang dan jasa. Pasar barang dan jasa adalah
tempat bertemunya permintaan dan penawaran akan barang dan jasa. Sisi
penawaran dalam hal ini menggambrakan kemampuan perekonomian
menghasilkan
barang
dan
jasa.
Sedangkan
sisi
permintaan
menggambarkan pengeluaran atau konsumsi yang dilakukan oleh pelaku
ekonomi. Perkembangan sektor riil dapat direpresentasikan oleh tingkat
44
Gross Domestic Product (GDP) atau dengan tingkat Indeks Produksi
Industri (IPI).
a. Indeks Produksi Industri (IPI)
Indeks Produksi Industri adalah salah satu indikator ekonomi
makro yang menghitung output produksi riil dari sektor industri
pertambangan, manufaktur dan industri lainnya seperti migas dan
listrik. Di Negara Amerika Serikat, Indeks Produksi Industri (IPI)
dihitung dan dipublikasikan oleh Federal Reserve Board sedangkan di
negara lainnya seperti Indonesia, dihitung dan dipublikasikan oleh
Badan Pusat Statistik. Indeks Produksi Industri adalah angka yang
menunjukkan persentase kenaikan atau penurunan nilai industri
manufaktur periode berjalan terhadap nilai produksi industri
manufaktur pada periode sebelumnya. Angka indeks yang dihasilkan
menggambarkan perkembangan produksi sektor industri manufaktur
secara lebih dini serta data series yang lebih panjang dan lengkap
karena sifatnya yang dirancang secara periodik bulanan. Angka Indeks
Produksi Industri disajikan dalam bulanan, triwulan dan tahunan.
Awal penggunaan Indeks Produksi Industri (IPI) bulanan,
merupakan pemenuhan komitmen pemerintah Republik Indonesia
yang menjadi anggota International Monetary Fund (IMF) melalui
Spesial Data Dissemination Standard (SDDS). IPI dimaksudkan
sebagai sistem pemantauan dini, agar krisis moneter atau ekonomi
tidak terulang. Mulai tahun 2000, Badan Pusat Statistik (BPS)
45
melakukan survei industri besar dan sedang bulanan yang sampelnya
terintegrasi dengan survei industri triwulanan. Sejak tahun 2000, data
diolah dari 195 perusahaan hasil survei industi bulanan dan
menggunakan tahun 2000 sebagai tahun dasar. (Nugroho, 2009).
B. Keterkaitan Antar Variabel
a. Hubungan Antara SBIS dengan IPI
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) merupakan instrumen
moneter syariah yang diterbitkan oleh otoritas moneter dalam hal ini Bank
Indonesia
sebagai instrumen penyimpanan kelebihan dana yang tidak
tersalurkan oleh perbankan syariah ke sektor riil serta untuk membantu
likuiditas perbankan syariah. Menurut Asnuri (2013) SBIS berperan
sebagai instrumen moneter syariah dalam operasi pasar terbuka dengan
tujuan untuk pengendalian likuiditas. Di mana efisiensi mobilisasi dana
antara pihak yang surplus dan defisit akan mempengaruhi pembiayaan
bank syariah yang akan mendukung perkembangan sektor riil. Tingkat
imbal
hasil
dari SBIS
yang diterima perbankan syariah akan
mempengaruhi modal inti bank syariah sehingga pembiayaan yang
disalurkan oleh perbankan akan meningkat. Peningkatan pembiayaan bank
syariah ini kemudian akan berdampak pada perkembangan di sektor riil.
b. Hubungan Antara PUAS dengan IPI
Sesuai dengan amanah UU No. 23 tahun 1999, Bank Indonesia
telah
mengeluarkan
kebijakan
mengenai
Pasar
Uang
Antarbank
Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS). Kebijakan PUAS mengatur bank
46
umum syariah maupun konvensional agar dapat berinvestasi jangka
pendek pada bank umum syariah yang membutuhkan likuiditas dengan
menggunakan prinsip mudharabah atau bagi hasil. Menurut Daniar (2016)
Salah satu cara yang digunakan yaitu dengan pelaksanaan operasi moneter
syariah dengan Operasi Pasar Terbuka (OPT) dengan instrumen SBIS.
Pelaksanaan ini bertujuan untuk mempengaruhi tingkat imbal hasil Pasar
Uang Antarbank Syariah (PUAS) yang pada akhirnya mempengaruhi
pembiayaan perbankan syariah. Peningkatan pembiayaan ini diasumsikan
mempengaruhi sektor riil yang diharapkan akan mampu mencapai sasaran
kebijakan moneter.
c. Hubungan Antara Pembiayaan Bank Syariah dengan IPI
Indeks Produksi Industri merupakan indeks yang digunakan untuk
menggambarkan terjadinya kemajuan atau perkembangan output produksi
riil dari sektor industri.
Menurut Asnuri (2013) pada dasarnya, yang menjadi perbedaan
khas antara pembiayaan yang dilakukan oleh perbankan syariah dengan
perbankan
konvensional
adalah
bahwa
akad-akad
pada
produk
pembiayaan perbankan syariah lebih diprioritaskan untuk mendorong
pergerakan sektor riil, khususnya produk kerja sama atau bagi hasil yaitu
mudhârabah dan musyârakah. Pembiayaan kerja sama ini akan berdampak
pada produktivitas masyarakat dalam menciptakan barang dan jasa dalam
hal ini sektor industri yang kemudian akan berdampak pada peningkatan
pendapatan masyarakat.
47
C. Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang pengaruh SBIS, PUAS serta pembiayaan bank
syariah terhadap sektor riil telah banyak dilakukan oleh para peneliti
ekonomi, diantaranya adalah :
1. Ascarya, “Alur Transmisi dan Efektifitas Kebijakan Moneter Ganda di
Indonesia”, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Vol. 14, No. 3,
Januari 2012.
Dalam penelitian tersebut peneliti meneliti bagaimana alur
transmisi dan efektifitas kebijakan moneter ganda di Indonesia yaitu
moneter konvensional dan moneter syariah. Dari sisi moneter syariah,
peneliti meneliti bagaimana pengaruh atau dampak SBIS, PUAS serta
bagi hasil pembiayaan bank syariah terhadap inflasi dan sektor riil
yang direpresentasikan oleh tingkat IPI.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah : SBI,
SBIS, PUAB, PUAS, suku bunga kredit bank konvensional, tingkat
bagi hasil pembiayaan bank syariah, total kredit bank konvensional,
total pembiayaan bank syariah serta tinkat inflasi.
Penelitian tersebut menggunakan beberapa metode, yaitu
Granger Causality dan Vector Autoregression (VAR) / Vector Error
Correction Model (VECM), Standard Error Correction Model dengan
dua step serta deskriptif analitis.
Dari hasil penelitiannya didapatkan hasil bahwa; pertama,
berdasarkan uji kausalitas granger, instrumen moneter syariah belum
48
dapat diidentifikasi secara jelas dan alurnya terputus di PUAS. Namun,
instrumen moneter syariah yang menggunakan akad profit and lost
sharing dalam pembiayaan seperti akad Mudharabah berpengaruh
positif terhadap output atau sektor riil dan tidak berpengaruh pada
inflasi. Kedua, berdasarkan uji IRF, secara keseluruhan gejolak pada
SBIS, PUAS serta pembiayaan bank syariah berpengaruh positif
terhadap pertumbuhan ekonomi.
2. Rifky Yudi Setiawan dan Karsinah, “Mekanisme Transmisi Kebijakan
Moneter Konvensional Dan Syariah Dalam Mempengaruhi Inflasi Dan
Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia”, Economics Development
Analysis
Journal, Vol. 5 No. 4, Oktober 2016.
Penelitian tersebut bertujuan untuk melihat alur transmisi
kebijakan moneter dari sisi konvensional dan syariah dalam
mempengaruhi inflasi dan pertumbuhan ekonomi, yang kemudian
membandingkan keduanya.
Variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut antara lain
Indeks Harga Konsumen (IHK), Industrial Production Index (IPI)
Proxy Pertumbuhan Ekonomi. Variabel Konvensional terdiri dari:
Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Suku Bunga Pasar Uang
Antar Perbankan Konvensional (PUAB), Suku Bunga Kredit (INT),
Kredit yang disalurkan.
Variabel Syariah terdiri dari: fee Sertifikat Bank Indonesia
Syariah (SBIS), Bagi Hasil Pasar Uang Antar Perbankan Syariah
49
(PUAS), Bagi Hasil Pembiayaan Perbankan Syariah (PLS), dan
Pembiayaan yang disalurkan.
Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah
metode Vector Error Correction Model (VECM).
Dari hasil penelitian tersebut dijelaskan bahwa, berdasarkan
Uji VECM dalam pengaruh jangka panjang dan pendek variabel jalur
syariah terhadap petumbuhan ekonomi adalah pada jangka pendek
hanya ada variabel fee SBIS yang signifikan berpengaruh positif
terhadap Indeks Produksi Industri (IPI).
Sementara dalam jangka panjang, semua variabel jalur syariah
signifikan berpengaruh pada Indeks Produksi Industri (IPI). Dalam
jangka panjang, variabel pembiayaan bank syariah dan PUAS
berpengaruh positif terhadap Indeks Produksi Industri (IPI) tetatpi
variabel SBIS berpengaruh negatif terhadap Indeks Produksi Industri
(IPI).
3. M. Shabri Abd. Majid dan Salina H. Kassim, “Assessing the
contribution of Islamic finance to economic growth. Empirical
evidence from
Malaysia”, Journal of Islamic Accounting and
Business Research, Vol. 6 Iss 2 pp. 292 – 310, 2015.
Penelitian tersebut meneliti bagaimana hubungan jangka
pendek dan jangka panjang antara perbankan syariah dan lembaga
keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi di Malaysia.
50
Variabel yang
digunakan dalam penelitian tersebut antara
lain: Gross Domestic Product (GDP), rasio total deposit perbankan
syariah terhadap nominal GDP, rasio total pembiayaan perbankan
syariah terhadap nominal GDP, Malaysia’s Dow Jones Islamic Stock
Index, rasio total impor dan ekspor terhadap nominal GDP, dan
Consumer Price Index (CPI).
Metode analisis data yang digunakan antara lain: Auto
Regressive Distributed Lag (ARDL), Vector Error Correction Model
(VECM) and Variance Decompositions (VDCs).
Hasil
dalam
penelitian
tersebut
menyatakan
bahwa
berdasarkan hasil dari tes Auto Regressive Distributed Lag (ARDL)
terdapat hubungan keseimbangan jangka panjang antara Islamic
Banking and Financial Institutions (IBFIs) dan pertumbuhan ekonomi.
Hal
tersebut
secara
tidak
langsung
menyatakan
bahwa
mengembangkan perbankan syariah dan industri keuangan adalah
salah satu pilihan kebijakan yang relevan dalam meningkatkan
pertumbuhan ekonomi di Malaysia.
4. Raditya Sukmana dan Salina H. Kassim, “Roles of the Islamic banks
in the monetary transmission process in Malaysia”, International
Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and Management, Vol.
3 Iss 1 pp. 7 – 19, 2010.
51
Tujuan penelitian tersebut adalah untuk melihat bagaimana
pentingnya perbankan syariah dalam mekanisme transmisi kebijakan
moneter di Malaysia.
Variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut antara lain:
Industrial Production Index (IPI), Pembiayaan perbankan syariah,
Deposito perbankan syariah, dan suku bunga ONIGHT.
Analisis data yang digunakan adalah Uji Kointegrasi, Uji
Impulse Response Function (IRF), dan Uji Variance Decompositions.
Dalam penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa perbankan
syariah memainkan peran yang penting dalam mekanisme transmisi
kebijakan moneter di Malaysia. Perbankan syariah efektif dalam
mentransmisikan kebijakan moneter terhadap sektor riil.
5. Yoghi Citra Pratama, “Effectiveness of Conventional and Syariah
Monetary Policy Transmission”, Tazkia Islamic Finance and Business
Review, Volume 8.1, 2014.
Tujuan dalam penelitian tersebut adalah untuk mengetahui
perbandingan
efektifitas
transmisi
kebijakan
moneter
melalui
instrumen konvensional dan Syariah melalui jalur suku bunga dan jalur
bagi hasil/margin, untuk mengendalikan tingkat harga (inflasi) dan
memacu pertumbuhan ekonomi (output).
Variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut antara lain:
suku bunga SBI, suku bunga PUAS, suku bunga deposito dan suku
bunga kredit, serta dari sisi syariah adalah imbal hasil SBIS, imbal
52
hasil PUAS, bagi hasil deposito dan margin pembiayaan. Metodologi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah anaisis kuantitatif dengan
Vector Auto Regressive (VAR)/Vector Error Corection Model
(VECM).
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan Uji
Kausalitas Granger, secara keseluruhan, alur transmisi kebijakan
moneter Syariah belum dapat diidentifikasi secara jelas dan terputus di
imbal hasil/profit and loss sharing deposits. Berdasarkan Uji IRF,
Indeks Produksi Industri (IPI) direspon positif oleh SBIS. Margin
pembiayaan direspon negatif oleh IPI. Sedangkan shock yang terjadi
pada variabel PUAS tidak memiliki pengaruh terhadap IPI.
6. Istiqomah, “Dinamika Interaksi Antara Variabel Moneter Dan Pasar
Modal Syariah Terhadap Pertum buhan Ekonomi Indonesia”, Skripsi,
Bogor :Institut Pertanian Bogor. 2012.
Tujuan dalam penelitian tersebut adalah untuk melihat
aktivitas pasar modal syariah dengan variabel moneter dalam
memengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut antara lain:
data pertumbuhan ekonomi (GDP), harga indeks pada JII, nilai
kapitalisasi saham syariah, dan nilai perdagangan saham syariah yang
kemudian dikaitkan dengan variabel moneter, seperti: SBI (Sertifikat
Bank Indonesia), SBIS (Sertifikat Bank Indonesia Syariah), jumlah
uang beredar (M2), dan Exchange Rate (XR).
53
Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut terkait variabel
moneter syariah berdasarkan uji VECM adalah variabel SBIS
berpengaruh signifikan positif terhadap Gross Domestic Product
(GDP) dalam jangka panjang dan jangka pendek.
7. Wulandari Sangidi, ”Efektivitas Mekanisme Transmisi Moneter
Melalui Jalur Pembiayaan Bank Syariah Di Indonesia”, Skripsi, Bogor
:Institut Pertanian Bogor. 2014.
Penelitian
tersebut
menganalisis
bagaimana
efektifitas
mekanisme transmisi moneter melalui jalur pembiayaan bank syariah
di Indonesia.
Variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah
DPK, pembiayaan bank syariah, SBIS, PUAS, IPI dan CPI.
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian tersebut
adalah VAR/VECM.
Dari penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa, variabel
pembiayaan bank syariah memberikan pengaruh positif terhadap
pertumbuhan output yang direpresentasikan oleh tingkat IPI.
Sementara variabel PUAS dan SBIS memiliki hubungan yang searah
negatif dengan pertumbuhan ekonomi sehingga peningkatan imbal
hasil PUAS dan SBIS akan meurunkan pertumbuhan output.
54
D. Kerangka Penelitian
Gambar 2.2. Kerangka Penelitian
Data Time Series
Uji Stasioneritas Data
Stasioner
Tidak Stasioner
VAR pada level
VAR pada first difference
Uji lag optimal
Uji Kausalitas Granger
Uji Kointegrasi
Tidak Terkointegrasi
Terkointegrasi
VAR
VECM
Impulse Response Function
Forecast Error Variance Decomposition
55
E. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan
masalah dalam sebuah penelitian. Dikatakan sementara karena jawaban
yang diberikan baru berdasarkan teori yang relevan, belum didasarkan
pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka
hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:
1. SBIS terhadap IPI
H0 : Tidak terdapat pengaruh positif SBIS terhadap IPI
H1 : Terdapat pengaruh positif SBIS terhadap IPI
2. PUAS terhadap IPI
H0 : Tidak terdapat pengaruh positif PUAS terhadap IPI
H1 : Terdapat pengaruh positif PUAS terhadap IPI dalam jangka pendek
3. Pembiayaan Bank Syariah terhadap IPI
H0 : Tidak terdapat pengaruh positif pembiayaan bank syariah terhadap IPI
H1 : Terdapat pengaruh positif pembiayaan bank syariah terhadap IPI
56
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Terdapat empat variabel dalam penelitian ini, satu variabel terikat dan tiga
variabel bebas, yaitu :
1. Variabel Terikat : Tingkat Indeks Produksi Industri
2. Variabel Bebas : Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Pasar Uang
Antar Bank Syariah (PUAS) dan Pembiayaan Bank Syariah
B. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder
yang berupa deret waktu (time series) bulanan. Periode penelitian dimulai
dari Januari 2010 hingga Oktober 2016. Data yang digunakan dalam
penelitian ini diperoleh dari berbagai sumber yaitu Statistik Perbankan
Syariah Otoritas Jasa Keuangan (SPS OJK), Statistik Ekonomi dan
Keuangan Indonesia Bank Indonesia (SEKI BI), dan Badan Pusat Statistik
(BPS).
1. Data total pembiayaan bank syariah diperoleh dari Statistik Perbankan
Syariah Otoritas Jasa Keuangan (SPS OJK).
2. Data tingkat Indeks Produksi Industri (IPI) diperoleh dari Badan Pusat
Statistik (BPS).
3. Data SBIS diperoleh dari SEKI BI
4. Data PUAS diperoleh dari SEKI BI
57
C. Metode Pengumpulan Data
1. Library Research ( Studi Literatur )
Adalah metode pengumpulan data melalui berbagai sumber
literature seperti jurnal, buku teks, majalah, paper ilmiah dan lain
sebagainya yang berhubungan dengan aspek yang akan diteliti untuk
memperoleh data yang valid.
2. Field Research ( Studi Lapangan)
Adalah metode pengumpulan data melalui pengumpulan data
sekunder yang diperoleh dari sumber sumber terpercaya. Sumber data
sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari situs resmi Bank Indonesia
(www.bi.go.id ), Badan Pusat Statistik (www.bps.go.id ) dan dari situs
resmi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) (www.ojk.go.id).
D. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode VAR/VECM yang dibantu perangkat lunak E-Views 9 untuk
menganalisis peran pembiayaan bank syariah dan instrumen moneter
syariah yaitu SBIS dan PUAS terhadap output yang direpresentasikan oleh
tingkat Indeks Produksi Industri (IPI). Analisis VECM digunakan untuk
melihat hubungan jangka panjang dan jangka pendek antara variabel
dependen dan variabel independen.
Analisis data dengan menggunakan pendekatan model VAR dan
VECM yang umumnya digunakan yaitu estimasi VECM, Impulse Respons
Function (IRF), Forecast Error Variance Decomposition (FEVD), dan Uji
58
Kausalitas Granger. Sebelum melakukan estimasi VAR/VECM, maka ada
beberapa tahapan yang harus dilakukan yaitu pengujian pra-estimasi.
Pengujian-pengujian tersebut antara lain Uji Stasioneritas data, penentuan
lag optimal, dan Uji Kointegrasi.
1. Uji Stasioneritas Data
Tahap awal yang dilakukan dalam mengolah data time series
adalah dengan melakukan uji stasioneritas. Data ekonomi time series
umumnya mengandung akar unit atau memiliki tren yang tidak stasioner.
Data yang mengandung akar unit (tidak stasioner) akan memberikan hasil
estimasi yang semu (spurious) karena tren data tersebut cenderung
berfluktuasi tidak di sekitar nilai rata-ratanya. Hasil estimasi yang semu
akan menggambarkan hubungan antar variabel yang terlihat signifikan
secara statistik padahal kenyataannya tidak. (Sangidi, 2014). Tipe
pengujian yang umumnya digunakan untuk menguji stasioneritas, yaitu
Augmented Dickey-Fuller Test dan Phillips-Perron Test.
Uji Stasioneritas dalam penelitian ini menggunakan Augmented
DickeyFuller (ADF). Uji Stasioneritas data dalam ADF dilihat dari nilai tstatistik yang dibandingkan dengan nilai kritis Mac-Kinnon pada level 1
persen, 5 persen, atau 10 persen. Apabila nilai mutlak t-statistik ADF lebih
kecil dari nilai mutlak MacKinnon Critical Value maka data telah stasioner
pada taraf nyata yang telah ditentukan. Apabila berdasarkan hasil uji ADF
data tidak stasioner pada tingkat level maka harus dilakukan penarikan
59
diferensial sampai data stasioner pada tingkat first difference atau second
difference.
2. Uji Lag Optimal
Tahap penting yang harus dilakukan dalam menggunakan model
VAR/VECM adalah menentukan panjang lag optimal. Lag berguna untuk
menghilangkan masalah autokorelasi dan untuk menunjukkan berapa lama
reaksi suatu variabel terhadap variabel lainnya. Penentuan panjang lag
optimal harus secara tepat karena apabila lag yang dipilih terlalu panjang
maka akan banyak derajat bebas yang terbuang, sehingga akan
mengakibatkan model menjadi tidak signifikan. Penentuan panjang lag
optimal dapat diidentifikasi dengan menggunakan Akaike Information
Criterion (AIC), Schwarz Criterion (SC), dan Hannan-Quin Information
Criterion (HQ).
3. Uji Stabilitas VAR
Uji stabilitas VAR dilakukan dengan menghitung akar-akar dari
fungsi polinomial. Jika semua akar dari fungsi polinomial tersebut berada
di dalam unit circle atau jika nilai absolutnya < 1 maka model VAR
tersebut dianggap stabil sehingga hasil Impulse Response Function (IRF)
dan Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) yang dihasilkan
dianggap valid.
4. Uji Kointegrasi
Uji kointegrasi dilakukan untuk menentukan stasioner atau
tidaknya variabel-variabel yang mengalami kointegrasi. Pengujian
60
kointegrasi dapat dilakukan dengan uji Johansen Cointegration, dan uji
Kointegrasi Durbin-Watson. Pengujian ini dilakukan untuk melihat
hubungan jangka panjang antar variabel yang telah memenuhi persyaratan
di mana semua variabel telah stasioner pada derajat yang sama yaitu pada
tahap first difference. Uji kointegrasi dalam penelitian ini dilakukan
dengan uji Johansen Cointegration. Untuk mengetahui adanya kointegrasi
dilihat dari nilai trace statistic yang dibandingkan dengan nilai kritis
(critical value). Apabila nilai trace statistic > nilai kritis, maka dapat
disimpulkan bahwa variabel-variabel tersebut memiliki kointegrasi.
5. Uji Kausalitas Granger
Uji Kausalitas Granger dilakukan untuk melihat hubungan
kausalitas di antara variabel-variabel yang ada di dalam model. Kausalitas
Granger mengukur kekuatan hubungan antar variabel dan menunjukkan
arah hubungan sebab akibat yaitu X menyebabkan Y, Y menyebabkan X,
atau X menyebabkan Y dan Y juga menyebabkan X. Penggunaan uji
kausalitas Granger dapat mengetahui beberapa hal, sebagai berikut:
Apakah X mendahului Y, apakah Y mendahului X, atau hubungan X dan
Y timbal balik.
Suatu variabel X dikatakan menyebabkan variabel lain Y, apabila
Y saat ini diprediksi lebih baik dengan menggunakan nilai-nilai masa lalu
X. Asumsi dalam uji ini adalah bahwa X dan Y dianggap sepasang data
runtut waktu yang memiliki kovarians linier yang stasioner (Istiqomah,
2012).
Hipotesis awal atau H0 diuji adalah tidak adanya hubungan
61
kausalitas, sedangkan hipotesis alternatifnya atau H1 adalah adanya
hubungan kausalitas. Kriteria dalam penerimaan atau penolakan H0
dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas dengan nilai kritis
yang digunakan. Nilai kritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5
%. H0 ditolak apabila nilai probabilitas lebih kecil dari nilai kritis,
sehingga terdapat hubungan kausalitas pada variabel-variabel yang diuji.
6. Vector Error Correction Model (VECM)
VECM merupakan bentuk VAR yang terestriksi. Restriksi
tambahan ini harus diberikan karena adanya bentuk data yang tidak
stasioner namun memiliki kointegrasi. VECM kemudian memanfaatkan
informasi restriksi kointegrasi tersebut ke dalam spesifikasinya.
Ketika dua atau lebih variabel yang terlibat dalam suatu
persamaan pada data level tidak stasioner maka kemungkinan terdapat
kointegrasi pada persamaan tersebut. Jika setelah dilakukan uji kointegrasi
terdapat persamaan kointegrasi dalam model yang digunakan maka
dianjurkan untuk memasukkan persamaan kointegrasi ke dalam model
yang digunakan. Kebanyakan data time series stasioner pada perbedaan
pertama. Maka untuk mengantisipasi hilangnya informasi jangka panjang
dalam penelitian ini akan digunakan model VECM (Istiqomah, 2012).
Pengaruh jangka panjang dan jangka pendek dapat dilihat dari
nilai T-statistik yang dibandingkan dengan nilai T-tabel. Apabila nilai Tstatistik lebih besar dari nilai T-tabel maka variabel tersebut signifikan
memiliki pengaruh dalam jangka panjang atau jangka pendek.
62
7. Impulse Response Function (IRF)
Impulse respons function (IRF) menggambarkan tingkat laju dari
guncangan variabel yang satu terhadap variabel lainnya pada suatu rentang
periode tertentu, sehingga dapat dilihat lamanya pengaruh guncangan satu
variabel terhadap variabel lain hingga pengaruh tersebut hilang dan
mencapai keseimbangan. IRF digunakan untuk melihat pengaruh
kontemporer dari sebuah variabel dependen jika mendapatkan guncangan
atau inovasi dari variabel independen sebesar satu standar deviasi. Selain
itu, IRF dapat mengukur kekuatan relatif dari berbagai guncangan dan
menelusuri pola dan arah transmisi guncangan. (Sangidi, 2014).
8. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD)
Metode yang dapat dilakukan untuk melihat bagaimana perubahan
dalam suatu variabel yang ditunjukkan oleh perubahan error variance
dipengaruhi oleh variabel-variabel lainnya adalah FEVD. Metode ini
mencirikan suatu struktur dinamis dalam model VAR. Metode ini dapat
melihat kekuatan dan kelemahan masing-masing variabel dalam
memengaruhi variabel lainnya dalam kurun waktu yang panjang
(Istiqomah, 2012). Metode ini dapat melihat kekuatan dan kelemahan
masing-masing variabel memengaruhi variabel lainnya dalam kurun waktu
yang panjang. FEVD menghasilkan informasi mengenai peranan variabel
tertentu terhadap variabel lainnya dalam model.
63
E. Model Penelitian
Model yang digunakan dalam penelitian ini mengenai pengaruh
kebijakan moneter syariah jalur pembiayaan bank syariah dengan sasaran
akhir output atau sektor riil yang direpresentasikan oleh Indeks Produksi
Industri (IPI). Berikut adalah model yang dibentuk dalam penelitian ini:
Ln IPI = β0 + β1SBIS+ β2PUAS + β3LnPembiayaan + e
Keterangan:
Ln IPI = Logaritma Natural dari Indeks Produksi Industri sebagai proxy
pertumbuhan ekonomi atau sektor riil
SBIS = Tingkat Bagi Hasil Sertifikat Bank Indonesia Syariah (Persen)
PUAS = Tingkat Bagi Hasil Pasar Uang Antar Perbankan Syariah (Persen)
Ln Pembiayaan = Logaritma Natural dari jumlah total pembiayaan bank
syariah
F. Operasional Variabel Penelitian
1. Variabel Dependen
Indeks Produksi Industri
Indeks Produksi Industri adalah suatu angka yang menunjukkan
peningkatan atau penurunan nilai industri manufaktur periode berjalan
terhadap nilai produksi industri manufaktur pada periode sebelumnya.
Indeks Produksi Industri (IPI) adalah angka yang menghitung output riil
dari industri manufaktur, pertambangan dan industri besar lainnya seperti
industri minyak dan gas. Data Indeks Produksi Industri dalam penelitian
ini menggunakan data dari periode Januari 2011 hingga Oktober 2016.
64
2. Variabel Independen
Variabel
independen
adalah
variabel
bebas
yang
dapat
mempengaruhi variabel lainnya. Variabel independen dapat disimbolkan
oleh huruf X. berdasarkan penelitian terdahulu mengenai pengaruh
kebijakan moneter syariah terhadap sektor riil dan uraian pada tinjauan
pustaka, maka penelitian ini menspesifikasikan variabel independen dan
definisi operasional sebagai berikut:
a. X1 (SBIS)
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) adalah surat
berharga berdasarkan Prinsip Syariah berjangka waktu pendek
dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.
Tujuan dari penerbitan SBIS adalah sebagai salah satu instrumen
operasi pasar terbuka dalam rangka pengendalian moneter yang
dilakukan berdasarkan Prinsip Syariah. Data tingkat fee SBIS
diperoleh dari SEKI – BI yang diambil dari periode Januari 2011
hingga Oktober 2016.
b. X2 (PUAS)
Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS) adalah kegiatan
transaksi keuangan jangka pendek antarbank berdasarkan prinsip
syariah baik dalam rupiah maupun valuta asing yang berguna
sebagai mobilisasi antara pihak yang kekurangan dana dengan
pihak yang kelebihan dana. Data tingkat imbal hasil PUAS
65
diperoleh dari SEKI-BI yaitu dari periode Januari 2011 hingga
Oktober 2016.
c. X3 (Pembiayaan Bank Syariah)
Pembiayaan
Bank
Syariah
adalah
pendanaan
yang
diberikan oleh bank syariah terhadap nasabah yang merupakan
defisit unit yang mewajibkan nasabah yang dibiayai untuk
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu
tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Jumlah total pembiayaan
bank syariah diperoleh dari Statistik Perbankan Syariah (SPS) OJK
yaitu dari periode Januari 2011 hingga Oktober 2016.
66
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian
Bank Indonesia memperkenalkan instrumen moneter syariah yang
pertama yaitu Sertifikat Wadi‟ah Bank Indonesia (SWBI) yang kemudian
pada tahun 2008 diganti oleh Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS).
Tingkat fee SBIS berperan sebagai rate kebijakan tingkat imbal hasil pada
Pasar
Uang
Antarbank
Syariah
(PUAS)
yang
kemudian
akan
mempengaruhi tingkat pembiayaan bank syraiah yang akan berdampak
pada output di sektor riil.
1. Perkembangan Indeks Produksi Industri (IPI)
Otoritas moneter dalam hal ini Bank Indonesia memiliki kewajiban
dalam menjaga stabilias nilai rupiah melalui mekanisme transmisi
kebijakan moneter. Tujuan akhir dari kebijakan moneter adalah untuk
mempengaruhi pertumbuhan sektor riil serta laju inflasi. Salah satu
indikator yang dapat melihat pertumbuhan sektor riil adalah angka Indeks
Produksi Industri (IPI). Indeks Produksi Industri (IPI) adalah indikator
ekonomi makro yang menghitung output riil dari industri manufaktur,
pertambangan, dan industri besar lainnya seperti industri minyak dan gas
di mana data yang tersedia dalam bulanan dan triwulan.
Berikut disajikan perkembangan Indeks Produksi Industri (IPI) periode
Januari 2011 hingga Oktober 2016 dalam grafik di bawah ini.
67
Grafik 4.1 Pekembangan Indeks Produksi Industri (IPI) Indonesia
IPI
160.00
140.00
120.00
100.00
80.00
60.00
40.00
20.00
0.00
Jun-16
Jan-16
Aug-15
Mar-15
Oct-14
May-14
Dec-13
Jul-13
Feb-13
Sep-12
Apr-12
Nov-11
Jun-11
Jan-11
IPI
Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia (data diolah)
Dari Grafik 4.1 dapat dilihat bahwa perkembangan Indeks
Produksi Industri (IPI) pada periode Januari 2011 hingga Oktober 2016
mengalami fluktuasi namun cenderung meningkat. Perkembangan Indeks
Produksi Industri (IPI) ini dilihat dari output riil dari industri manufaktur,
pertambangan dan industri besar lainnya seperti industri minyak dan gas.
2. Perkembangan Pembiayaan Bank Syariah
Perbankan syariah memiliki fungsi sebagai lembaga intermediasi
dalam memperlancar mekanisme ekonomi di sektor riil. Perbankan syariah
mendorong perkembangan sektor riil melalui produk-produk yang dimiliki
perbankan syariah, terutama adalah produk pembiayaan. Pembiayaan yang
diberikan oleh perbankan syariah adalah pembiayaan produktif dan
pembiayaan konsumtif.
Berikut disajikan data perkembangan pembiayaan perbankan
syariah selama periode Januari 2011-Oktober 2016 pada Grafik 4.2 di
bawah.
68
Grafik 4.2 Pekembangan Pembiayaan Bank Syariah
Pembiayaan
250
200
150
100
Pembiayaan
50
Jul-16
Jan-16
Jul-15
Jan-15
Jul-14
Jan-14
Jul-13
Jan-13
Jul-12
Jan-12
Jul-11
Jan-11
0
Sumber: Statistik Perbankan Syariah-OJK (data diolah)
Berdasarkan Grafik 4.2 dapat dilihat bahwa perkembangan
pembiayaan bank syariah terus mengalami peningkatan tiap tahunnya.
Hingga Oktober 2016 total pembiayaan bank syariah mencapai 237 triliun.
Peningkatan pembiayaan bank syariah tersebut seiring dengan perluasan
jaringan pelayanan perbankan syariah.
Peningkatan pembiayaan bank
syariah ini menunjukkan bahwa perbankan syariah berhasil melampaui
pertumbuhan pangsa pasar sebesar 5 persen.
3. Perkembangan SBIS
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) adalah instrumen
moneter syariah yang dimiliki Bank Indonesia dalam rangka pengendalian
moneter untuk mempengaruhi jumlah uang beredar. SBIS adalah Sertifikat
Bank Indonesia Syariah yang menggunakan Akad Ju‟alah, di mana bank
sentral akan memberikan fee atau upah kepada bank yang menanamkan
dananya pada instrumen Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS).
Berikut disajikan pergerakan tingkat fee
SBIS selama periode
Januari 2011-Oktober 2016 pada Grafik 4.3 di bawah.
69
Grafik 4.3 Pekembangan Tingkat fee SBIS
SBIS
8.00
6.00
4.00
SBIS
2.00
Jan-11
Jun-11
Nov-11
Apr-12
Sep-12
Feb-13
Jul-13
Dec-13
May-14
Oct-14
Mar-15
Aug-15
Jan-16
Jun-16
0.00
Sumber : SEKI-BI (data diolah)
Berdasarkan Grafik 4.3 dapat dilihat bahwa tingkat fee SBIS
mengalami penurunan yang signifikan pada periode Januari 2012 di
tingkat 4,88 % hingga Agustus 2013 dan mengalami peningkatan yang
signifikan pada November 2013 di tingkat 7,22 %. Peningkatan tingkat fee
SBIS ini dikarenakan pada tahun 2013 kondisi perekonomian Indonesia
mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi. Peningkatan tingkat fee
SBIS ini juga dikarenakan masih besarnya defisit transaksi di tengah risiko
ketidakpastian global yang masih tinggi. Untuk menghindari kredit macet
bank sentral meningkatkan tingkat fee SBIS agar perbankan syariah
terdorong untuk menanamkan dananya pada instrumen SBIS.
4. Perkembangan PUAS
Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) adalah kegiatan transaksi
keuangan jangka pendek antar bank yang berfungsi sebagai mobilisasi
dana antara pihak yang kekurangan dana dan pihak yang kelebihan dana.
Piranti yang digunakan dalam Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS)
adalah Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank Syariah (SIMA).
70
Tingkat imbal hasil pada Pasar Uang Antarbank Syariah merujuk pada
tingkat fee SBIS.
Berikut disajikan data perkembangan tingkat imbal hasil pada
Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) selama periode Januari 2011Oktober 2016 pada Grafik 4.4 di bawah.
Grafik 4.4 Perkembangan Tingkat Imbal Hasil PUAS
PUAS
8.00
6.00
4.00
2.00
PUAS
Jun-16
Jan-16
Aug-15
Mar-15
Oct-14
May-14
Dec-13
Jul-13
Feb-13
Sep-12
Apr-12
Nov-11
Jun-11
Jan-11
0.00
Sumber : SEKI-BI (data diolah)
Berdasarkan Grafik 4.4 dapat dilihat bahwa tingkat imbal hasil di
Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) mengalami fluktuatif. Tingkat
imbal hasil pada PUAS mengalami penurunan pada Februari 2012 di
tingkat 3,96 % dan mengalami peningkatan yang signifikan pada
November 2013 di tingkat 6,54 %. Peningkatan pada tingkat imbal hasil di
Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) ini diakibatkan oleh terjadinya
peningkatan tingkat fee pada Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
pada November 2013 yang mencapai 7,22 %. Hal ini dikarena tingkat fee
SBIS merupakan rate kebijakan yang akan mempengaruhi tingkat imbal
hasil pada PUAS.
71
B. Analisis Uji Ekonometrik
Analisis ekonometrika dalam penelitian ini secara umum terbagi
menjadi dua tahap. Tahap pertama adalah sebelum melakukan estimasi
VAR/VECM, maka harus melakukan Uji Pra-Estimasi. Pengujian PraEstimasi meliputi Uji Stasioneritas Data, Penentuan Lag Optimal, dan Uji
Kointegrasi. Tahap kedua adalah dengan melakukan uji Kausalitas
Granger, melakukan Uji VECM, kemudian dilanjutkan dengan analisis
Impulse Response Function (IRF), dan Uji Forecast Error Variance
Decomposition (FEVD).
1. Uji Stasioneritas Data
Metode pengujian stasioneritas data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah menggunakan Uji Augmanted Dickey Fuller (ADF)
dengan taraf nyata 5%. Jika nilai ADF test statistic lebih kecil dari nlai
kritis MacKinnon atau jika nilai probabilitas ADF Test Statistic lebih kecil
dari Alpha 0,05 maka dapat dikatakan bahwa data yang digunakan sudah
stasioner (tidak terdapat akar unit).
Berdasarkan Uji ADF, tidak semua data yang digunakan dalam
penelitian ini stasioner pada tingkat level. Seluruh data stasioner pada taraf
nyata 5% setelah dilakukan uji stasioneritas data pada tingkat first
difference. Berdasarkan hasil Uji ADF dalam penelitian ini, hanya variabel
pembiayaan bank syariah yang stasioner pada tingkat level. Sementara
variabel SBIS, PUAS dan IPI stasioner pada tingkat First Difference.
Hasil UJi Stasioneritas Data pada Tingkat Level.
72
Tabel 4.1 Uji Stasioneritas Data pada Level
Variabel
ADF Statistic
Critical Value
Ket.
LnIPI
-0.937731
-2.905519
Tidak stasioner
LnPembiayaan
-4.336528
-2.904198
Stasioner
SBIS
-1.685770
-2.904848
Tidak stasioner
PUAS
-1.785881
-2.904848
Tidak stasioner
Hasil UJi Stasioneritas Data pada Tingkat First Difference.
Tabel 4.2. Uji Stasioneritas Data pada First Difference.
Variabel
ADF Statistic
Critical Value
Ket.
LnIPI
-9.770761
-2.905519
Stasioner
LnPembiayaan
-7.614862
-2.904848
Stasioner
SBIS
-5.567650
-2.904848
Stasioner
PUAS
-12.23222
-2.904848
Stasioner
2. Penentuan Lag Optimal
Penentuan Lag Optimal pada penelitian ini didasarkan pada nilai
Schwarz Criterion (SC). Di mana nilai lag dengan nilai Schwarz Criterion
(SC) terendah menunjukkan lag optimal. Pada penelitian ini pengujian
panjang lag dilakukan dari lag 1 hingga lag 8. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa model dalam penelitian ini memiliki lag optimal 1.
Di mana nilai Schwarz Criterion (SC) terendah yaitu
-7.319159
berada
pada lag 1
73
3. Uji Stabilitas VAR
Hasil estimasi persamaan VAR yang telah terbentuk harus diuji
kestabilannya. Persamaan VAR dikatakan stabil jika nilai modulusnya
lebih kecil dari 1. Berdasarkan uji stabilitas VAR, nilai modulus dari
seluruh roots memiliki nilai modulus kurang dari 1 atau lebih kecil dari 1
pada lag 2, sehingga model sudah stabil pada lag tersebut. Kondisi ini
menunjukkan bahwa hasil dari IRF dan FEVD valid.
4. Uji Kointegrasi
Uji
Kointegrasi
digunakan
untuk
menentukan
keberadaan
kointegrasi antar variabel serta untuk menentukan metode apa yang
nantinya akan digunakan. jika tidak terdapat kointegrasi antar variabel,
maka metode yang digunakan adalah model VAR yang hanya bisa
mengestimasi hubungan jangka pendek. Jika terdapat kointegrasi antar
variabel, maka metode yang tepat dalam menganalisis hubungan jangka
panjang dan pendek adalah dengan metode VECM. VECM dapat
mengestimasi hubungan jangka panjang dan pendek antar variabel.
Uji Kointegrasi pada penelitian ini menggunakan Johansen Trace
Statistics Test. Apabila nilai Trace Statistics lebih besar dari nilai nilai
kritis (critical value) yang dalam penelitian ini digunakan sebesar 5%,
maka terdapat kointegrasi antar variabel.
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)
Hypothesized
Trace
0.05
74
No. of CE(s)
Eigenvalue
Statistic
Critical Value
Prob.**
None *
0.333690
68.32135
55.24578
0.0023
At most 1 *
0.314186
41.11932
35.01090
0.0099
At most 2
0.138274
15.85035
18.39771
0.1097
At most 3 *
0.084014
5.879556
3.841466
0.0153
Hasil menunjukkan bahwa pada model terdapat tiga persamaan
terkointegrasi. Sehingga metode VECM adalah metode yang tepat untuk
digunakan dalam penelitian ini.
5. Uji Kausalitas Granger
Uji Kausalitas Granger dalam penelitian ini digunakan untuk
melihat hubungan antar variabel apakah mempunyai hubungan satu arah,
dua arah ataupun tidak ada hubungan keduanya. Uji Kausalitas Granger
pada penelitian ini juga digunakan untuk melihat alur transmisi kebijakan
moneter syariah melalui jalur pembiayaan bank syariah. Apabila nilai
probabilitas lebih kecil dari nilai kritis, maka terdapat hubungan diantara
variabel yang diuji. Nilai kritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
5% atau sebesar 0,05.
Berdasarkan hasil Uji Kausalitas Granger terdapat hubungan satu
arah antara variabel pembiayaan dengan variabel Indeks Produksi Industri
(IPI) yang ditunjukkan oleh nilai probabilitas sebesar 0,0015 yang
signifikan pada taraf 5% atau nilai probabilitasnya lebih kecil dari 0,05.
Hubungan satu arah juga terlihat pada variabel SBIS dan variabel PUAS
75
yang ditunjukkan oleh nilai probabilitas sebesar 0,0008 yang signifikan
pada taraf 5% atau nilai probabilitasnya lebih kecil dari 0,05.
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 02/10/17 Time: 10:50
Sample: 2011M01 2016M10
Lags: 1
Null Hypothesis:
LOGPEMBIAYAAN does not Granger Cause LOGIPI
Obs
F-Statistic
Prob.
69
11.0125
0.0015
0.77771
0.3810
0.31454
0.5768
0.19585
0.6595
0.53743
0.4661
0.14230
0.7072
2.02882
0.1591
0.72979
0.3960
0.35893
0.5512
0.36051
0.5503
12.4090
0.0008
1.39050
0.2426
LOGIPI does not Granger Cause LOGPEMBIAYAAN
PUAS does not Granger Cause LOGIPI
69
LOGIPI does not Granger Cause PUAS
SBIS does not Granger Cause LOGIPI
69
LOGIPI does not Granger Cause SBIS
PUAS does not Granger Cause LOGPEMBIAYAAN
69
LOGPEMBIAYAAN does not Granger Cause PUAS
SBIS does not Granger Cause LOGPEMBIAYAAN
69
LOGPEMBIAYAAN does not Granger Cause SBIS
SBIS does not Granger Cause PUAS
PUAS does not Granger Cause SBIS
69
6. Uji Vector Error Correction Model (VECM)
Berdasarkan hasil Uji Kointegrasi sebelumnya, didapatkan 3
persamaan yang terkointegrasi. Hal ini berarti bahwa model yang tepat
76
untuk menganalisis pengaruh jangka pendek dan jangka panjang variabel
pembiayaan, SBIS dan PUAS terhadap Indeks Produksi Industri (IPI)
adalah dengan metode VECM. Hasil uji VECM dikatakan signifikan atau
mempunyai pengaruh baik untuk jangka pendek dan jangka panjang
adalah ketika nilai t-Hitung lebih besar dari nilai t-tabel yang telah
ditetapkan yaitu sebesar 5%.
Tabel 4.3. Hasil Uji VECM
Jangka pendek
Variabel
Koefisien
T-Statistik
SBIS
0.038294
2.01853
Jangka Panjang
Variabel
Koefisien
T-Statistik
Pembiayaan
0.218332
3.09877
PUAS
-0.097313
-4.23735
SBIS
0.069852
3.49409
Hasil untuk persamaan jangka pendek pada model, hanya variabel
imbal hasil SBIS yang signifikan berpengaruh terhadap indeks produksi
industri (IPI) karena nilai t-hitung lebih besar dari t-tabel yaitu 2.01853 >
1.66827.
Hasil estimasi VECM dalam jangka panjang semua variabel
signifikan dalam mempengaruhi output yang dalam penelitian ini
77
direpresentasikan oleh Indeks Produksi Industri (IPI) karena nilai t-hitung
lebih besar dari nilai t-tabel 5 % yaitu sebesar 1.66827.
Koefisien yang diperoleh untuk masing-masing variabel adalah
sebesar 0.218332 untuk pembiayaan, -0.097313 imbal hasil PUAS
dan 0.069852 untuk bagi hasil SBIS. Nilai koefisien yang didapatkan
hampir semuanya bernilai positif yang menandakan hubungan antara
variabel syariah dan output atau sektor riil adalah positif kecuali bagi hasil
PUAS yang berhubungan negatif dengan output atau Indeks Produksi
Industri (IPI).
Berdasarkan hasil estimasi VECM variabel pembiayaan memiliki
hubungan yang positif pada jangka panjang dengan nilai koefisien
sebesar 0.218332. Besaran koefisien pada variabel pembiayaan ini
menunjukkan bahwa ketika adanya peningkatan pembiayaan sebesar 1%
maka akan diikuti dengan kenaikan rasio Indeks Produksi Industri (IPI)
sebesar 0.218332%. Berdasarkan hasil estimasi VECM, variabel imbal
hasil PUAS pada jangka panjang memiliki hubungan yang negatif
terhadap Indeks Produksi Industri (IPI) dengan nilai koefisien sebesar 0.097313. Besaran koefisien pada variabel PUAS ini menujukkan bahwa
ketika ada peningkatan 1% pada tingkat imbal hasil PUAS maka akan
diikuti oleh penurunan tingkat Indeks Produksi Industri (IPI) sebesar 0.097313%.
78
Berdasarkan hasil estimasi VECM, variabel SBIS pada jangka
panjang memiliki hubungan positif dengan Indeks Produksi Industri (IPI)
dengan nilai koefisien sebesar 0.069852. Besaran koefisien pada variabel
SBIS menunjukkan bahwa, ketika ada kenaikan tingka imbal hasil SBIS
sebesar 1% maka akan meningkatkan tingkat Indeks Produksi Industri
(IPI) sebesar 0.069852%.
7. Uji Impulse Response Function (IRF)
Uji Impulse Response Function (IRF) digunakan untuk melihat
bagaimana respon variabel Indeks Produksi Industri (IPI) akibat adanya
shock atau dinamika dari variabel pembiayaan, SBIS dan PUAS.
Berdasarkan hasil analisis Impulse Response Function (IRF) yang
melibatkan variabel pembiayaan, SBIS dan PUAS sebagai impulse yang
terkena shock akibat perilaku ekonomi, dapat kita lihat bahwa adanya
shock pada variabel pembiayaan tampak belum direspon oleh variabel
Indeks Produksi Industri (IPI) pada periode pertama. Guncangan ini mulai
direspon negatif oleh Indeks Produksi Industri (IPI) pada periode ke-2
sebesar 0,00017% dan mulai mengalami peningkatan pada periode ke-3.
Respon Indeks Produksi Industri (IPI) terhadap guncangan yang terjadi
pada variabel pembiayaan mulai stabil pada periode ke-8.
79
Response of LOGIPI to Cholesky
One S.D. Innovations
.03
.02
.01
.00
-.01
2
4
6
8
10
LOGIPI
SBIS
12
14
16
18
20
LOGPEMB
PUAS
Adanya shock atau guncangan pada variabel SBIS tampak belum
direspon oleh variabel Indeks Produksi Industri (IPI) pada periode
pertama. Guncangan ini mulai direspon positif oleh variabel Indeks
Produksi Industri (IPI) pada periode ke-2 sebesar 0,006%. Respon variabel
Indeks Produksi Industri (IPI) mengalami penurunan pada periode ke-3
dan mulai stabil pada periode ke-7. Shock atau guncangan yang terjadi
pada variabel PUAS tampak belum direspon oleh variabel Indeks Produksi
Industri (IPI) pada periode pertama. Guncangan variabel PUAS mulai
direspon positif oleh variabel Indeks Produksi Industri (IPI) pada periode
ke-2 sebesar 0,005% dan mengalami peningkatan pada periode ke-5 dan
mulai stabil pada periode ke-8.
80
8. Uji Forecast Error Variance Decomposition (FEVD)
Struktur dinamis antar variabel dalam VAR dapat dilihat melalui
analisis Forecast Error Variance Decomposition (FEVD), di mana pola
dari FEVD ini mengin dikasikan sifat dari kausalitas multivariat di antara
variabel-variabel dalam model VECM. Pengurutan variabel dalam analisis
FEVD ini didasarkan pada faktorisasi Cholesky. Rafsanjani (2016).
Variance Decomposition of LOGIPI
100
80
60
40
20
0
5
10
15
LOGIPI
SBIS
20
25
30
35
40
LOGPEMB
PUAS
Berdasarkan hasil Uji FEVD didapatkan informasi bahwa variabel
yang memiliki kontribusi besar terhadap Indeks Produksi Industri (IPI)
urutan pertama adalah variabel PUAS kemudian diikuti oleh variabel
pembiayaan dan SBIS memiliki kontribusi paling kecil terhadap Indeks
Produksi Industri (IPI).
81
Pada periode pertama, fluktuasi Indeks Produksi Industri (IPI)
masih dipengaruhi oleh variabel Indeks Produksi Industri (IPI) itu sendiri
sebesar 100%. Kemudian pada periode akhir, fluktuasi Indeks Produksi
Industri lebih banyak dipengaruhi oleh variabel PUAS sebesar 17.95286%.
Kemudian diikuti oleh variabel pembiayaan yang memiliki kontribusi
sebesar 13.98048%. Sedangkan variabel SBIS memiliki kontribusi sebesar
2.511943% terhadap Indeks Produksi Industri (IPI).
C. Pembahasan
Alur transmisi kebijakan moneter syariah jalur pembiayaan
berdasarkan hasil Uji Kausalitas Granger didapatkan hasil bahwa terdapat
hubungan satu arah antara variabel SBIS dengan variabel PUAS. Hal ini
sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa tingkat fee SBIS berperan
sebagai rate kebijakan moneter syariah yang akan mempengaruhi tingkat
imbal hasil di Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS). Selain itu,
berdasarkan Uji Kausalitas Granger, didapatkan hasil bahwa terdapat
hubungan satu arah antara variabel pembiayaan bank syariah dengan
variabel Indeks Produksi Industri (IPI). Terdapat hubungan satu arah
antara pembiayaan bank syariah dengan Indeks Produksi Industri (IPI)
dikarenakan aktivitas pembiayaan yang dilakukan perbankan syariah
diarahkan untuk mendorong sektor riil. Sehingga, ketika ada kenaikan
jumlah
pembiayaan
yang
disalurkan
perbankan
syariah
kepada
masyarakat, maka akan meningkatkan jumlah investasi dan konsumsi di
masyarakat sehingga akan meningkatkan produksi sektor riil.
82
Namun, berdasarkan Uji Kausalitas Granger, tidak terdapat
hubungan dari variabel PUAS terhadap variabel pembiayaan. Padahal
yang seharusnya adalah tingkat imbal hasil PUAS dapat mempengaruhi
jumlah pembiayaan yang disalurkan perbankan syariah, sehingga akan
menjadikan sebuah mekanisme transmisi kebijakan moneter syariah yang
berkesinambungan. Alur transmisi kebijakan moneter syariah pada
penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5.1.
Gambar 5.1 Alur Transmisi Kebijakan Moneter Syariah
Hasil Uji Kausalitas Granger pada penelitian ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan Ascarya (2012) di mana untuk alur transmisi
kebijakan moneter syariah dengan tujuan akhir output (IPI) menunjukkan
tidak adanya kesinambungan jalur imbal hasil dari tingkat fee SBIS
sampai ke output, di mana alurnya terputus di PUAS. SBIS hanya
mempengaruhi pasar keuangan (PUAS). Sementara itu, pembiayaan bank
syariah mempengaruhi output (IPI).
Tidak adanya kesinambungan pada mekanisme transmisi kebijakan
moneter syariah dalam mempengaruhi output dikarenakan dari periode
83
2011 – 2016 jumlah transaksi perbankan syariah di Pasar Uang Antarbank
Syariah (PUAS) masih sedikit. Jumlah transaksi perbankan syariah pada
PUAS selalu lebih rendah dari transaksi perbankan syariah pada instrumen
SBIS. Hal ini bisa disebabkan oleh tingkat imbal hasil SBIS yang lebih
tinggi dari tingkat imba l hasil pada PUAS.
Kemudian, berdasarkan uji estimasi VECM, dalam jangka pendek
hanya variabel SBIS yang memiliki pengaruh terhadap Indeks Produksi
Industri (IPI). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Setiawan dan Karsinah (2016). Menurut Setiawan dan Karsinah (2016) hal
ini menujukkan bahwa kebijakan moneter syariah memerlukan time lag
hingga mencapai sasaran akhir yang ingin dicapai. Sedangkan dalam
jangka panjang variabel instrumen moneter syariah yaitu SBIS dan PUAS
serta variabel pembiayaan bank syariah signifikan dalam mempengaruhi
Indeks Produksi Industri (IPI). Dalam jangka panjang, variabel
pembiayaan dan variabel SBIS berpengaruh positif terhadap Indeks
Produksi Industri (IPI). Sedangkan variabel PUAS dalam jangka panjang
berpengaruh negatif terhadap Indeks Produksi Industri (IPI).
Hubungan positif antara pembiayaan bank syariah dengan Indeks
Produksi Industri (IPI) pada jangka panjang sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Setiawan dan Karsinah (2016). Pembiayaan memiliki
hubungan yang positif terhadap pertumbuhan output karena aktivitas
pembiayaan diarahkan untuk mendorong pertumbuhan sektor riil. Hal ini
dapat dijelaskan ketika adanya kebijkan moneter ekspansif. Peningkatan
84
pembiayaan yang disalurkan akan menyebabkan peningkatan output
perekonomian, karena dengan peningkatan pembiayaan yang disalurkan,
akan semakin banyak modal yang dimiliki perusahaan dari meminjam ke
perbankan, sehingga semakin banyak proses produksi yang dapat dibiayai,
saat produksi mengalami kenaikan akan berakibat pada meningkatnya
pertumbuhan ekonomi. (Setiawan dan Karsinah, 2016 : ). Hal ini sejalan
dengan karakter bank syariah yang bertujuan untuk mendorong kegiatan
sektor riil.
Majid dan Kassim (2012) juga menemukan hal yang sama pada
penelitiannya yang dilakukan pada Negara Malaysia. Di mana, total
pembiayaan pada perbankan syariah di Malaysia dapat meningkatkan
aktivitas perekonomian di Malaysia meskipun market share pada
perbankan syariah di Malaysia hanya 18 persen pada akhir tahun 2009.
Menurut Majid dan Kassim (2012) karakter khusus pada perbankan
syariah yang bebas bunga ini membuktikan dapat meningkatkan sektor riil.
Sehingga, perbankan Islam di Malaysia memberikan kontribusi positif
terhadap perekonomian Negara Malaysia.
Pengaruh positif variabel SBIS terhadap Indeks Produksi Industri
(IPI) pada jangka panjang sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Istiqomah
(2012).
Variabel
SBIS
berpengaruh
positif
terhadap
peningkatan output sektor riil dikarenakan SBIS sebagai instrumen
moneter syariah dalam operasi pasar terbuka yang digunakan untuk
pengendalian likuiditas mengalokasikan sumber daya yang efisien yaitu
85
efisiensi mobilisasi dana antara pihak yang surplus dengan pihak yang
defisit. Alokasi sumber daya yang efisien ini pada akhirnya mendukung
pertumbuhan ekonomi. Hasil yang menunjukkan hubungan positif antara
bonus SBIS dengan sektor riil menunjukkan bahwa kelebihan dana yang
dimiliki oleh perbankan syariah difokuskan untuk meningkatkan
pembiayaan pada sektor riil. Menurut Istiqomah (2012), pengaruh positif
SBIS terhadap sektor riil bisa disebabkan oleh imbal hasil yang besar
karena tingkat fee SBIS yang tinggi yang diterima oleh perbankan syariah
menjadi profit yang kemudian menjadi laba ditahan sehingga modal inti
bank syariah bertambah. Hal ini yang kemudian memperkuat permodalan
bank syariah dalam penyaluran pembiayaan yang kemudian akan
berdampak positif terhadap sektor riil. Menurut Ascarya (2012) SBIS
memiliki karakter positif dalam menghambat dan menurunkan inflasi serta
dalam mendorong dan meningkatkan output atau pertumbuhan ekonomi.
Hubungan negatif variabel imbal hasil PUAS terhadap Indeks
Produksi Industri (IPI) sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Sangidi (2014) ini dikarenakan kenaikan tingkat imbal hasil PUAS akan
menurunkan tingkat Pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan pada
masyarakat yang mana penurunan jumlah pembiayaan yang disalurkan
akan menyebabkan penurunan pada bidang produksi atau output yang
dihasilkan. Kenaikan tingkat imbal hasil PUAS yang berdampak pada
penurunan jumlah pembiayaan ini dikarenakan ketika terjadi peningkatan
imbal
hasil
PUAS
maka
perbankan
syariah
terdorong
untuk
86
mengalokasikan dananya pada instrumen yang ada di PUAS. Hal ini akan
menyebabkan jumlah dana pembiayaan yang disalurkan berkurang.
Pengurangan jumlah dana yang disalurkan akan berdampak pada
penurunan di sektor riil.
Kemudian untuk melihat pengaruh shock yang terjadi pada variabel
pembiayaan, SBIS dan PUAS terhadap Indeks Produksi Industri (IPI)
dilakukan uji IRF. Berdasarkan hasil uji IRF didapatkan hasil bahwa shock
yang terjadi pada variabel SBIS dan PUAS direspon positif oleh Indeks
Produksi Industri (IPI). Sedangkan shock
yang terjadi pada variabel
pembiayaan direspon negatif oleh Indeks Produksi Industri (IPI).
Respon negatif Indeks Produksi Industri (IPI) terhadap gejolak atau
shock yang terjadi pada variabel pembiayaan bank syariah dalam
penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sukmana dan
Kassim (2010). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sukmana dan
Kassim (2010), menunjukkan bahwa variabel total pembiayaan merespon
positif terhadap gejolak atau shock yang terjadi pada variabel total deposit.
Dalam konteks mekanisme transmisi kebijakan moneter, hal ini dapat
dijelaskan ketika terjadi peningkatan kebijakan suku bunga yang kemudian
akan berdampak pada penyusutan total deposit, hal ini kemudian akan
berdampak pada pengurangan total pembiayaan, yang kemudian akan
memberikan dampak yang sama pada penurunan output riil, yang mana
ditunjukkan oleh respon negatif variabel Indeks Produksi Industri (IPI)
terhadap total pembiayaan. Menurut Sukmana dan Kassim (2010)
87
kebijakan moneter kontraktif akan mengurangi kemampuan perbankan
dalam menyalurkan pinjaman atau pembiayaan pada nasabah yang
kemudian akan mengarah pada dampak penyusutan di sektor riil.
Di sisi lain, guncangan atau shock yang terjadi pada variabel SBIS
direspon positif oleh variabel Indeks Produksi Industri (IPI). Hasil ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Pratama (2014) dan Ascarya
(2012). Perubahan imbal hasil SBIS memberikan dampak positif terhadap
Indeks Produksi Industri (IPI). Menurut Ascarya (2012) perilaku imbal
hasil acuan kebijakan moneter Syariah (SBIS) menunjukkan perilaku yang
sama dengan variabel-variabel syariah lainnya seperti pembiayaan dan
imbal hasil pada PUAS yang memiliki karakter positif dalam menghambat
dan menurunkan inflasi serta dalam mendorong dan meningkatkan output
atau pertumbuhan ekonomi. Hal yang sama juga terjadi pada guncangan
atau shock pada variabel PUAS yang direspon positif oleh variabel Indeks
Produksi Industri (IPI). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
Ascarya (2012). Menurut Ascarya (2012) imbal hasil pada pasar uang
syariah memberikan dampak positif dalam pengertian berdampak
meningkatkan output dan juga bersifat permanen. Hal ini dapat dijelaskan
ketika bagi hasil naik, makan akan menyebabkan inv estasi naik, sehingga
meningkatkan output.
Selanjutnya, berdasarkan Uji FEVD didapatkan hasil bahwa
sampai periode akhir dalam model penelitian ini, fluktuasi Indeks Produksi
Industri (IPI) masih lebih banyak dipengaruhi oleh shock yang terjadi pada
88
variabel Indeks Produksi Industri (IPI) itu sendiri sekitar 65%. Pada
periode akhir, shock yang terjadi pada variabel PUAS memberikan
kontribusi sekitar 17% terhadap Indeks Produksi Industri (IPI). Shock yang
terjadi pada variabel pembiayaan memberikan kontribusi terhadap Indeks
Produksi Industri sekitar 13%. Sementara shock yang terjadi pada variable
SBIS memberikan kontribusi sebesar 2,5% terhadap Indeks Produksi
Industri (IPI).
Hal ini menunjukkan bahwa transmisi kebijakan moneter syariah
jalur pembiayaan masih belum memberikan kontribusi yang besar
terhadap Indeks Produksi Industri (IPI) sebagai proxy dari output di sektor
riil. Hal ini bisa disebabkan karena Indonesia memiliki 5 jalur transmisi
kebijakan moneter dalam mempengaruhi output, yaitu jalur suku bunga,
nilai tukar, ekspektasi, harga aset dan jalur pembiayaan. Kecilnya
pengaruh variabel jalur pembiayaan dalam transmisi kebijakan moneter
syariah tujuan akhir output sesuai dengan penelitian yang dilakukan
Setiawan dan Karsinah (2016). Menurut Setiawan dan Karsinah (2016)
variabel
jalur
konvensional
lebih
besar
pengaruhnya
terhadap
pertumbuhan ekonomi dibandingkan dengan variabel jalur syariah
dikarenakan share perbankan konvensional yang besar di Indonesia, di
mana share perbankan konvensional mencapai 95%.
89
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian ini menganalisa bagaimana pengaruh variabel instrumen
moneter syariah dan pembiayaan perbankan syariah sebagai variabel
independen terhadap sektor riil yang direpresentasikan oleh tingkat Indeks
Produksi Industri (IPI). Variabel instrumen moneter syariah yang
digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat imbal hasil Sertifikat Bank
Indonesia Syariah (SBIS) dan tingkat imbal hasil Pasar Uang Antarbank
Syariah (PUAS). Berdasarkan hasil analisa data dan pembahasan yang
telah dikemukakan pada bab IV maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai
berikut :
Berdasarkan hasil Uji VECM, variabel SBIS memiliki pengaruh
positif terhadap Indeks Produksi Industri (IPI) dalam jangka pendek dan
jangka panjang. Hal ini berarti dalam jangka panjang tingkat imbal hasil
SBIS dapat meningkatkan Indeks Produksi Industri (IPI). Dalam jangka
panjang variabel pembiayaan bank syariah juga berpengaruh positif
terhadap Indeks Produksi Industri (IPI). Hal ini berarti jumlah pembiayaan
bank syariah dapat meningkatkan tingkat Indeks Produksi Industri (IPI).
Sedangkan variabel PUAS dalam jangka panjang memiliki pengaruh
negatif terhadap Indeks Produksi Industri (IPI).
Berdasarkan Uji IRF, pengaruh shock yang terjadi pada variabel
SBIS dan direspon positif oleh Indeks Produksi Industri (IPI). Pengaruh
90
shock yang terjadi pada variabel PUAS juga direspon positif oleh Indeks
Produksi Industri (IPI). Sedangkan pengaruh shock yang terjadi pada
variabel pembiayaan direspon negatif oleh Indeks Produksi Industri (IPI).
Hal ini dikarenakan ketika terjadi kebijakan moneter kontraktif maka akan
menurunkan porsi pembiayaan yang disalurkan perbankan syariah,
sehingga akan berdampak pada penurunan di sektor riil.
Berdasarkan Uji FEVD dalam model penelitian ini, variabel
instrumen moneter syariah yaitu SBIS dan PUAS serta variabel
pembiayaan bank syariah mempengaruhi fluktuasi Indeks Produksi
Industri (IPI) sekitar 35%. Hal ini menunujukkan bahwa transmisi
kebijakan moneter syariah jalur pembiayaan masih belum memberikan
kontribusi yang besar terhadap Indeks Produksi Industri (IPI).
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dijelaskan diatas, maka peneliti dapat
menyampaikan beberapa saran sebagai berikut:
1. Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dalam jangka panjang
variabel SBIS dan Pembiayaan bank syariah dapat meningkatkan
Indeks Produksi Industri (IPI). Hal ini menunjukkan bahwa transmisi
kebijakan moneter syariah jalur pembiayaan memberikan kontribusi
positif terhadap pertumbuhan sektor riil. Untuk itu, diharapkan bagi
pembuat kebijakan dalam hal ini pemerintah untuk berupaya dalam
pengembangan industri perbankan syariah.
91
2. Penelitian ini hanya melihat bagaimana pengaruh dari variabel
instrumen moneter syariah dan pembiayaan bank syariah dalam
mempengaruhi Indeks Produksi Industri (IPI). Disarankan pada
penelitian selanjutnya untuk menggunakan variabel konvensional agar
terlihat perbandingan mana transmisi kebijkan moneter yang lebih baik
antara variabel jalur pembiayaan pada perbankan syariah dengan
variabel
jalur
kredit
pada
perbankan
konvensional
dalam
mempengaruhi sektor riil.
92
Daftar Pustaka
Ascarya. 2008. Akad & Produk Bank Syariah, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Ascarya. 2012. ”Alur Transmisi dan Efektivitas Kebijakan Moneter Ganda di
Indonesia”. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Vol. 14, No. 3, hlm.
283 – 315.
Ascarya. 2010. “Peran Perbankan Syariah dalam Transmisi Kebijakan Moneter
Ganda”. Iqtishodia, Jurnal Ekonomi Islam Republika, 26 Agustus 2010.
Asngari, Imam. 2014. “Pengaruh Pembiayaan Bank Syariah Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia”. Prosiding. Seminar Nasional Hasil-Hasil
Penelitian Dan Silatnas IV Fordebi.
Asnuri, Wulan. 2013. “Pengaruh Instrumen Moneter Syariah Dan Ekspor
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia”. Al-Iqtishad, Vol. V, No. 2,
hlm. 276 – 288.
Beik, „Ayuniyyah, dan Arsyianti. 2013. “Dynamic Analysis of Islamic Bank and
Monetary Instrumenowards Real Output and Inflation in Indonesia”.
Proceeding of Sharia Economics Conference-Hannover, 9 February 2013.
Daniar. 2016. “Transmisi Kebijakan Moneter Syariah: Sebuah Analisa”. FALAH
Jurnal Ekonomi Syariah, Vol. 1. No. 1, hlm. 91 – 102.
Fitriani, Aziz, dan Amalia. 2012. “Keterkaitan Indikator Moneter Syariah
Terhadap Pendapatan Domestik Bruto”. Signifikan, Vol. 1, No. 1, hlm. 45 –
52.
Istiqomah. 2012. “Dinamika Interaksi Antara Variabel Moneter Dan Pasar Modal
Syariah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia”. Skripsi. Bogor : Institut
Pertanian Bogor.
Latifah, Nur Aini. “Kebijakan Moneter Dalam Perspektif Ekonomi Syariah”.
MODERNISASI, Vol. 11, No. 2, hlm. 124 – 133.
Lestari, Nuri Ayu. 2012. “Efektivitas Instrumen Keuangan Syariah Terhadap
Kinerja Perbankan Syariah di Indonesia dengan Metode Vector Autu
Regression (VAR) / Vector Error Correction Model (VECM)”. Skripsi.
Bandung : Politeknik Negeri Bandung.
93
Magdalena, Ingrit dan Wahyu Ario Pratomo. 2014. “Analisis Efektivitas
Transmisi Kebijakan Moneter Ganda di Indonesia”. Jurnal Ekonomi dan
Keuangan, Vol. 2, No. 11, hlm. 657 – 671.
Majid, M. Shabri Abd. Dan Salina H. Kassim. 2015. "Assessing the contribution
of Islamic finance to economic growth". Journal of Islamic Accounting and
Business Research, Vol. 6 Iss 2, pp. 292 – 310.
Muhammad. 2002. “Kebijakan Fiskal dan Moneter Dalam Ekonomi Islami”,
Jakarta: Salemba Empat.
Muhammad. 2005. “Manajemen Pembiayaan Bank Syariah”, Yogyakarta :
Akademi Manajemen Perusahaan YKPN.
Nugroho, Ris Yuwono Yudo. 2009. “Analisis Faktor-Faktor Penentu Pembiayaan
Perbankan Syariah Di Indonesia: Aplikasi Model Vector Error Correction”.
Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Pohan, Aulia. 2008. “Kerangka Kebijakan Moneter dan Implementasinya di
Indonesia”, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
Pratama, Yoghi Citra. 2013. “Effectiveness of Conventional and Syariah
Monetary Policy Transmission”. Tazkia Islamic Finance and Business
Review, Vol. 8, No. 1, hlm. 79 – 96.
Rafsanjani, Haqiqi dan Raditya Sukmana. 2014. “Pengaruh Perbankan Atas
Pertumbuhan Ekonomi: Studi Kasus Bank Konvensional dan Bank Syariah di
Indonesia”. Jurnal Aplikasi Manajemen (JAM), Vol. 12, No 3, hlm. 492 –
502.
Sangidi, Wulandari. 2014. “Efektivitas Mekanisme Transmisi Moneter Melalui
Jalur Pembiayaan Bank Syariah Di Indonesia”. Skripsi. Bogor :Institut
Pertanian Bogor.
Setiawan, Rifki Yudi dan Karsinah. 2016. “Mekanisme Transmisi Kebijakan
Moneter Konvensional Dan Syariah Dalam Mempengaruhi Inflasi Dan
Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia”. Economics Development Analysis
Journal, Vol. 5, No. 4, hlm. 421 – 435.
Simorangkir, Iskandar. 2014. “Pengantar Kebanksentralan Teori dan Praktik di
Indonesia”, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
94
Soemitra, Andri. 2014. “Bank dan Lembaga Keuangan Syariah”, Jakarta:
Kencana.
Sugianto, Hermain, dan Harahap. 2015. “Mekanisme Transmisi Kebijakan
Moneter di Indonesia Melalui Sistem Moneter Syariah”. Human Falah,
Vol.2,No. 2, hlm. 50 – 74.
Sukmana, Raditya dan Salina H. Kassim. 2010. "Roles of the Islamic banks in the
monetary transmission process in Malaysia", International Journal of Islamic
and Middle Eastern Finance and Management, Vol. 3 Iss 1, pp. 7 – 19.
Susilo, Joko dan Nirdukita Ratnawati. 2015. “Analisis Pengaruh Pembiayaan
Bank Syariah Dan Tenaga Kerja Terhadap Peningkatan Produk Domestik
Bruto (Pdb): Analisis Sektoral Tahun 2006 – 2013”. Seminar Nasional
Cendekiawan.
Warjiyo, Perry dan Solikin. 2003. “Kebijakan Moneter di Indonesia”. Buku Seri
Kebanksentralan No. 6, Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan
(PPSK), Bank Indonesia.
Zein, Aliman Syahuri. 2015. “Apa Dan Bagaimana: Mekanisme Transmisi
Kebijakan Moneter Syariah Di Indonesia”, At-Tijaroh, Vol. 1, No. 1, hlm.
91 – 122.
95
LAMPIRAN
1. Uji Stasioneritas Data
Null Hypothesis: LOGIPI has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 2 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic
-0.937731
0.7702
Test critical values:
1% level
-3.531592
5% level
-2.905519
10% level
-2.590262
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LOGIPI) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic
-9.770761
0.0000
Test critical values:
1% level
-3.531592
5% level
-2.905519
10% level
-2.590262
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: LOGPEMBIAYAAN has a unit root
96
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic
-4.336528
0.0008
Test critical values:
1% level
-3.528515
5% level
-2.904198
10% level
-2.589562
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LOGPEMBIAYAAN) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic
-7.614862
0.0000
Test critical values:
1% level
-3.530030
5% level
-2.904848
10% level
-2.589907
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: SBIS has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic
-1.685770
0.4338
Test critical values:
-3.530030
1% level
97
5% level
-2.904848
10% level
-2.589907
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(SBIS) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic
-5.567650
0.0000
Test critical values:
1% level
-3.530030
5% level
-2.904848
10% level
-2.589907
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: PUAS has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic
-1.785881
0.3844
Test critical values:
1% level
-3.530030
5% level
-2.904848
10% level
-2.589907
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(PUAS) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
98
t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic
-12.23222
0.0001
Test critical values:
1% level
-3.530030
5% level
-2.904848
10% level
-2.589907
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
2. Uji Lag Optimal
VAR Lag Order Selection Criteria
Endogenous variables: LOGIPI LOGPEMB SBIS PUAS
Exogenous variables: C
Date: 02/19/17 Time: 19:36
Sample: 2011M01 2016M10
Included observations: 62
Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0
24.40368
NA
6.09e-06
-0.658183
-0.520949
-0.604302
1
268.1653
448.2068
3.93e-09
-8.005331
-7.319159*
-7.735923*
2
288.0563
34.00727*
3.49e-09*
-8.130849*
-6.895739
-7.645914
3
302.2952
22.50658
3.75e-09
-8.074038
-6.289990
-7.373576
4
313.8780
16.81381
4.47e-09
-7.931549
-5.598563
-7.015560
5
325.9762
16.00085
5.35e-09
-7.805685
-4.923761
-6.674169
6
343.4568
20.86389
5.54e-09
-7.853445
-4.422583
-6.506402
7
362.0005
19.74008
5.76e-09
-7.935500
-3.955700
-6.372930
8
379.2997
16.18310
6.57e-09
-7.977409
-3.448671
-6.199312
* indicates lag order selected by the criterion
LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level)
99
FPE: Final prediction error
AIC: Akaike information criterion
SC: Schwarz information criterion
HQ: Hannan-Quinn information criterion
3. Uji Stabilitas VAR
Roots of Characteristic Polynomial
Endogenous variables: LOGIPI LOGPEMB SBIS PUAS
Exogenous variables: C
Lag specification: 1 2
Date: 02/19/17 Time: 19:56
Root
Modulus
0.961341
0.961341
0.904003
0.904003
0.644518 - 0.029284i
0.645183
0.644518 + 0.029284i
0.645183
-0.378076
0.378076
-0.285829
0.285829
0.098990 - 0.132264i
0.165205
0.098990 + 0.132264i
0.165205
No root lies outside the unit circle.
VAR satisfies the stability condition.
100
4. Uji Kointegrasi
Date: 02/19/17 Time: 19:42
Sample (adjusted): 2011M04 2016M10
Included observations: 67 after adjustments
Trend assumption: Quadratic deterministic trend
Series: LOGIPI LOGPEMB SBIS PUAS
Lags interval (in first differences): 1 to 2
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)
Hypothesized
Trace
0.05
No. of CE(s)
Eigenvalue
Statistic
Critical Value
Prob.**
None *
0.333690
68.32135
55.24578
0.0023
At most 1 *
0.314186
41.11932
35.01090
0.0099
At most 2
0.138274
15.85035
18.39771
0.1097
At most 3 *
0.084014
5.879556
3.841466
0.0153
Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue)
Hypothesized
Max-Eigen
0.05
No. of CE(s)
Eigenvalue
Statistic
Critical Value
Prob.**
None
0.333690
27.20203
30.81507
0.1299
At most 1 *
0.314186
25.26897
24.25202
0.0366
At most 2
0.138274
9.970796
17.14769
0.4000
At most 3 *
0.084014
5.879556
3.841466
0.0153
101
Max-eigenvalue test indicates no cointegration at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Date: 02/19/17 Time: 20:18
Sample: 2011M01 2016M10
Included observations: 68
Series: LOGIPI LOGPEMB SBIS PUAS
Lags interval: 1 to 1
Selected
(0.05 level*)
Number of
Cointegrating
Relations by
Model
Data Trend:
None
None
Linear
Linear
Quadratic
No Intercept
Intercept
Intercept
Intercept
Intercept
No Trend
No Trend
No Trend
Trend
Trend
Trace
1
2
2
3
2
Max-Eig
1
2
2
3
2
Linear
Quadratic
Test Type
*Critical values based on MacKinnon-Haug-Michelis (1999)
Information
Criteria by
Rank and
Model
Data Trend:
None
None
Linear
102
Rank or
No Intercept
Intercept
Intercept
Intercept
Intercept
No. of CEs
No Trend
No Trend
No Trend
Trend
Trend
Log
Likelihood by
Rank (rows)
and Model
(columns)
0
256.0085
256.0085
267.2793
267.2793
276.4792
1
279.6803
280.0349
282.3706
287.0731
295.9613
2
285.7955
294.1814
294.3814
302.0646
309.5549
3
289.1652
298.7718
298.7899
312.7522
314.0325
4
289.2308
301.2159
301.2159
316.8162
316.8162
Akaike
Information
Criteria by
Rank (rows)
and Model
(columns)
0
-7.059074
-7.059074
-7.272922
-7.272922
-7.425860
1
-7.520010
-7.501028
-7.481489
-7.590385
-7.763569
2
-7.464575
-7.652394
-7.599453
-7.766605
-7.928084*
3
-7.328389
-7.522700
-7.493820
-7.816242
-7.824484
4
-7.095022
-7.329880
-7.329880
-7.671064
-7.671064
-6.536837
-6.620125
-6.620125
-6.642504
Schwarz
Criteria by
Rank (rows)
and Model
(columns)
0
-6.536837
103
1
-6.736654*
-6.685032
-6.567574
-6.643830
-6.719095
2
-6.420100
-6.542640
-6.424419
-6.526292
-6.622491
3
-6.022797
-6.119188
-6.057668
-6.282171
-6.257773
4
-5.528311
-5.632609
-5.632609
-5.843234
-5.843234
5. Uji Kausalitas Granger
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 02/10/17 Time: 10:50
Sample: 2011M01 2016M10
Lags: 1
Null Hypothesis:
LOGPEMBIAYAAN does not Granger Cause LOGIPI
Obs
F-Statistic
Prob.
69
11.0125
0.0015
0.77771
0.3810
0.31454
0.5768
0.19585
0.6595
0.53743
0.4661
0.14230
0.7072
2.02882
0.1591
0.72979
0.3960
0.35893
0.5512
0.36051
0.5503
12.4090
0.0008
1.39050
0.2426
LOGIPI does not Granger Cause LOGPEMBIAYAAN
PUAS does not Granger Cause LOGIPI
69
LOGIPI does not Granger Cause PUAS
SBIS does not Granger Cause LOGIPI
69
LOGIPI does not Granger Cause SBIS
PUAS does not Granger Cause LOGPEMBIAYAAN
69
LOGPEMBIAYAAN does not Granger Cause PUAS
SBIS does not Granger Cause LOGPEMBIAYAAN
69
LOGPEMBIAYAAN does not Granger Cause SBIS
SBIS does not Granger Cause PUAS
PUAS does not Granger Cause SBIS
69
104
6. Uji Estimasi VECM
Vector Error Correction Estimates
Date: 02/19/17 Time: 19:43
Sample (adjusted): 2011M04 2016M10
Included observations: 67 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ]
Cointegrating Eq:
CointEq1
LOGIPI(-1)
1.000000
LOGPEMB(-1)
0.218332
(0.07046)
[ 3.09877]
SBIS(-1)
0.069852
(0.01999)
[ 3.49409]
PUAS(-1)
-0.097313
(0.02297)
[-4.23735]
@TREND(11M01)
-0.007926
C
-5.482640
Error Correction:
D(LOGIPI)
D(LOGPEMB)
D(SBIS)
D(PUAS)
CointEq1
-0.232353
0.077332
0.449007
6.649976
(0.10219)
(0.08220)
(0.82847)
(1.65097)
[-2.27364]
[ 0.94082]
[ 0.54197]
[ 4.02792]
105
D(LOGIPI(-1))
D(LOGIPI(-2))
D(LOGPEMB(-1))
D(LOGPEMB(-2))
D(SBIS(-1))
D(SBIS(-2))
D(PUAS(-1))
D(PUAS(-2))
-0.346846
-0.003005
0.017204
-4.605916
(0.12139)
(0.09764)
(0.98408)
(1.96108)
[-2.85729]
[-0.03077]
[ 0.01748]
[-2.34867]
-0.348861
-0.139844
0.273635
-3.217523
(0.11468)
(0.09224)
(0.92964)
(1.85260)
[-3.04217]
[-1.51617]
[ 0.29434]
[-1.73676]
0.093385
-0.134751
-5.778292
-6.363733
(0.16931)
(0.13618)
(1.37252)
(2.73517)
[ 0.55157]
[-0.98954]
[-4.20998]
[-2.32663]
0.045737
0.133940
-0.553175
-8.166979
(0.21013)
(0.16901)
(1.70350)
(3.39475)
[ 0.21765]
[ 0.79248]
[-0.32473]
[-2.40577]
0.038294
-0.003025
0.246324
-0.170829
(0.01897)
(0.01526)
(0.15380)
(0.30648)
[ 2.01853]
[-0.19824]
[ 1.60164]
[-0.55739]
0.005550
0.003449
0.189505
0.154682
(0.01461)
(0.01175)
(0.11842)
(0.23599)
[ 0.37990]
[ 0.29353]
[ 1.60023]
[ 0.65545]
-0.008460
-0.002737
0.062860
-0.165456
(0.00958)
(0.00771)
(0.07768)
(0.15480)
[-0.88291]
[-0.35518]
[ 0.80924]
[-1.06886]
-0.002503
-0.007366
0.003356
-0.042375
(0.00785)
(0.00631)
(0.06360)
(0.12674)
106
[-0.31898]
[-1.16724]
[ 0.05276]
[-0.33434]
0.002986
0.035433
0.213428
0.549136
(0.01342)
(0.01080)
(0.10882)
(0.21686)
[ 0.22242]
[ 3.28184]
[ 1.96126]
[ 2.53221]
1.30E-05
-0.000491
-0.003111
-0.008067
(0.00024)
(0.00019)
(0.00194)
(0.00387)
[ 0.05422]
[-2.55238]
[-1.60382]
[-2.08698]
R-squared
0.346505
0.283830
0.427452
0.459532
Adj. R-squared
0.229809
0.155943
0.325212
0.363020
Sum sq. resids
0.041772
0.027023
2.745232
10.90205
S.E. equation
0.027312
0.021967
0.221409
0.441225
F-statistic
2.969303
2.219377
4.180843
4.761391
Log likelihood
152.1686
166.7586
11.95783
-34.24154
Akaike AIC
-4.213988
-4.649510
-0.028592
1.350494
Schwarz SC
-3.852023
-4.287546
0.333373
1.712458
Mean dependent
0.002888
0.017324
-0.012239
-0.021194
S.D. dependent
0.031121
0.023911
0.269533
0.552837
C
@TREND(11M01)
Determinant resid covariance (dof adj.)
2.97E-09
Determinant resid covariance
1.45E-09
Log likelihood
301.5154
Akaike information criterion
-7.567624
Schwarz criterion
-5.988142
Pairwise Granger Causality Tests
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 02/19/17 Time: 20:02
Sample: 2011M01 2016M10
Lags: 1
Null Hypothesis:
Date: 02/19/17 Time: 20:02
Sample: 2011M01 2016M10
Lags: 1
Null Hypothesis:
107
Obs
F-Statistic
Prob.
LOGPEMB does not Granger Cause LOGIPI
LOGIPI does not Granger Cause LOGPEMB
LOGPEMB does not Granger Cause LOGIPI
69
11.0125
0.0015
LOGIPI does not Granger Cause LOGPEMB
0.77771
0.3810
Obs
F-Statistic
69
11.0125
0.77771
7. Uji Impulse Response Function (IRF)
Respo
nse of
LOGIPI:
Period
LOGIPI
LOGPEMB
SBIS
PUAS
1
0.027312
0.000000
0.000000
0.000000
2
0.013444
-0.000170
0.006285
0.005908
3
0.007487
-0.004866
0.003482
0.006074
4
0.014355
-0.005915
0.002338
0.005484
5
0.014054
-0.005621
0.003217
0.007150
6
0.011417
-0.006144
0.002897
0.007131
7
0.012391
-0.006625
0.002380
0.006793
8
0.013048
-0.006287
0.002461
0.007022
9
0.012443
-0.006276
0.002499
0.007107
10
0.012346
-0.006357
0.002375
0.006984
11
0.012616
-0.006304
0.002344
0.006999
12
0.012550
-0.006245
0.002369
0.007031
13
0.012455
-0.006264
0.002351
0.007014
14
0.012507
-0.006258
0.002331
0.007003
15
0.012525
-0.006240
0.002335
0.007012
16
0.012493
-0.006238
0.002334
0.007012
17
0.012495
-0.006240
0.002327
0.007008
18
0.012506
-0.006235
0.002326
0.007009
19
0.012500
-0.006233
0.002327
0.007010
20
0.012497
-0.006233
0.002325
0.007009
108
8. Uji Forecast Error Variance Decomposition
Varian
ce
Decom
position
of
LOGIPI:
Period
S.E.
LOGIPI
LOGPEMB
SBIS
PUAS
1
0.027312
100.0000
0.000000
0.000000
0.000000
2
0.031640
92.56398
0.002899
3.946349
3.486775
3
0.033613
86.97684
2.098141
4.569798
6.355220
4
0.037503
84.52359
4.172997
4.059696
7.243717
5
0.041195
81.68978
5.320258
3.974403
9.015556
6
0.043868
78.81211
6.653609
3.941066
10.59322
7
0.046622
76.83849
7.910170
3.749664
11.50168
8
0.049384
75.46572
8.670994
3.590409
12.27287
9
0.051863
74.18080
9.326108
3.487495
13.00560
10
0.054194
73.12553
9.916996
3.385852
13.57162
11
0.056483
72.30657
10.37500
3.289189
14.02924
12
0.058668
71.59808
10.74978
3.211892
14.44024
13
0.060754
70.96911
11.08745
3.144863
14.79857
14
0.062778
70.43540
11.37751
3.083159
15.10393
15
0.064742
69.96957
11.62674
3.028976
15.37471
16
0.066642
69.55141
11.84944
2.981400
15.61776
17
0.068489
69.17902
12.04898
2.938233
15.83376
18
0.070289
68.84662
12.22667
2.899197
16.02752
19
0.072043
68.54544
12.38710
2.864046
16.20341
20
0.073755
68.27168
12.53310
2.832038
16.36319
21
0.075428
68.02252
12.66602
2.802733
16.50873
109
22
0.077065
67.79437
12.78757
2.775900
16.64216
23
0.078667
67.58447
12.89939
2.751228
16.76491
24
0.080238
67.39095
13.00251
2.728440
16.87810
25
0.081778
67.21194
13.09787
2.707346
16.98284
26
0.083290
67.04579
13.18637
2.687771
17.08008
27
0.084775
66.89117
13.26872
2.669549
17.17056
28
0.086235
66.74696
13.34553
2.652546
17.25496
29
0.087670
66.61212
13.41735
2.636647
17.33389
30
0.089082
66.48575
13.48465
2.621747
17.40786
31
0.090472
66.36709
13.54784
2.607755
17.47731
32
0.091841
66.25546
13.60729
2.594590
17.54266
33
0.093189
66.15025
13.66332
2.582182
17.60425
34
0.094519
66.05091
13.71623
2.570466
17.66240
35
0.095830
65.95697
13.76625
2.559387
17.71739
36
0.097123
65.86801
13.81363
2.548894
17.76946
37
0.098400
65.78363
13.85857
2.538942
17.81886
38
0.099660
65.70349
13.90125
2.529490
17.86577
39
0.100904
65.62728
13.94183
2.520502
17.91039
40
0.102133
65.55471
13.98048
2.511943
17.95286
110
Download