PENGARUH KEBIJAKAN MONETER SYARIAH TERHADAP INDEKS PRODUKSI INDUSTRI TAHUN 2011-2016 SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi Oleh : ISNAENI OCTAVIANI NIM: 1113086000047 JURUSAN EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2017 M Pengaruh Kebijakan Moneter Syariah Terhadap Indeks Produksi Industri Tahun 2011 – 2016 SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi Oleh: ISNAENI OCTAVIANI NIM: 1113086000047 Di Bawah Bimbingan Dr. M. Nur Rianto Al Arif, M.Si NIP. 198110132008011006 JURUSAN EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2017 M LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI Hari ini Selasa, 13 Juni 2017 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswi: 1. Nama : Isnaeni Octaviani 2. NIM : 1113086000047 3. Jurusan : Ekonomi Syariah 4. Judul Skripsi : Pengaruh Kebijakan Moneter Syariah Terhadap Indeks Produksi Industri Tahun 2011 – 2016 Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan serta kemampuan yang bersangkutan selama Ujian Skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswi tersebut di atas dinyatakan LULUS dan skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 13 Juni 2017 1. Yoghi Citra Pratama, M.Si NIP. 198307172011011011 (________________) Ketua 2. Dr. M. Nur Rianto Al Arif, M.Si NIP. 198110132008011006 (________________) Sekretaris 3. Drs. H. Burhanuddin Yusuf, MM, MA NIP. 195406181981031005 (________________) Penguji Ahli 4. Dr. M. Nur Rianto Al Arif, M.Si NIP. 198110132008011006 (________________) Pembimbing LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Isnaeni Octaviani No. Induk Mahasiswa : 1113086000047 Fakultas : Ekonomi dan Bisnis Jurusan : Ekonomi Syariah Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya: 1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan mempertanggungjawabkan 2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain 3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau tanpa ijin pemilik karya 4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data 5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya ini Jikalau di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah melalui pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata memang ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan di atas, maka saya siap untuk dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Jakarta, 29 Maret 2017 Yang Menyatakan, (Isnaeni Octaviani) LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF Hari ini, Kamis 13 April 2017 telah dilakukan uji komprehensif atas mahasiswa: Nama : Isnaeni Octaviani No. Induk Mahasiswa : 1113086000047 Jurusan : Ekonomi Syariah Judul Skripsi : Pengaruh Kebijakan Moneter Syariah Terhadap Indeks Produksi Industri Tahun 2011 – 2016 Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut dinyatakan LULUS dan diberi kesempatan untuk melanjutkan ke tahap ujian skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 13 April 2017 1. Yoghi Citra Pratama, M.Si NIP. 198307172011011011 2. Ali Rama, SE., M.Ec NIP. 198406282015031002 (......................................) Penguji I (......................................) Penguji II DAFTAR RIWAYAT HIDUP a. IDENTITAS PRIBADI 1. Nama : Isnaeni Octaviani 2. Tempat Tanggal Lahir : Serang, 23 Oktober 1995 3. Alamat : Jl. Maja Cibiuk Km. 3 Pandeglang, Kp. Warnasari Desa Banjar Kec. Banjar Rt.04/Rw.03. 4. Telepon : 087808276584 5. E-mail : [email protected] b. PENDIDIKAN 1. SD Negeri Banjar 1 Tahun 2000 – 2007 2. Pondok Pesantren Modern Daar El-Azhar Tahun 2007 – 2009 3. MTsN Model Pandeglang 1 Tahun 2009 – 2010 4. SMAN 1 Pandeglang Tahun 2010 – 2013 5. S1 Ekonomi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 – 2017 c. LATAR BELAKANG KELUARGA 1. Ayah : Yani Sofyani 2. Pekerjaan Ayah : PNS 3. Ibu : Lilis Yulyati 4. Pekerjaan Ibu : PNS d. PENGALAMAN ORGANISASI 1. Organisasi : Himpunan Mahasiswa Jurusan Ekonomi Syariah Jabatan : Sekretaris Departemen Eksternal Tahun : 2015 – 2016 2. Orgnisasi : Himpunan Mahasiswa Islam Jabatan : Anggota Tahun : 2015 i ABSTRACT The aim of this research is to analyze the effect of SBIS, PUAS and Islamic bank financing in the monetary transmission mechanism in Indonesia to real sector by using the Vector Auto Regression (VAR) / Vector Error Correction Model (VECM) method. The finding revealed that based on the VECM estimation test, in the long term SBIS and Islamic bank financing has a positive effect toward Industrial Production Index (IPI). Meanwhile, PUAS has a negative effect toward Industrial Production Index (IPI). In addition, based on IRF test, shock of SBIS and PUAS responded positively by Industrial Production Index (IPI). Then based on result of FEVD test, variable of PUAS in model of this research has a biggest contribution toward Industrial Production Index (IPI). Key words : SBIS, PUAS, Islamic Bank Financing, Industrial Production Index (IPI), VECM ii ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh SBIS, PUAS dan pembiayaan bank syariah dalam mekasnisme transmisi moneter terhadap sektor riil dengan menggunakan metode Vector Auto Regression / Vector error Correction Model (VAR/VECM). Hasil penelitian menunjukkan berdasarkan uji estimasi VECM dalam jangka panjang variabel SBIS dan variabel pembiayaan bank syariah berpengaruh positif terhadap Indeks Produksi Industri (IPI). Sementara variabel PUAS berpenagruh negatif terhadap Indeks Produksi Industri (IPI). Sedangkan berdasarkan uji IRF, shock yang terjadi pada variabel SBIS dan PUAS direspon positif oleh variabel Indeks Produksi Industri (IPI). Hasil penelitian ini juga menunjukkan berdasarkan uji FEVD variabel PUAS memiliki kontribusi paling besar dalam model. Kata kunci : SBIS, PUAS, Pembiayaan Bank Syariah, Indeks Produksi Industri (IPI), VECM iii KATA PENGANTAR Alhmadulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah serta kemudahan bagi setiap hambanya yang sedang berjuang untuk menuntut ilmu. Allah senantiasa memberikan pertolongan sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Pengaruh Kebijakan Moneter Syariah terhadap Indeks Produksi Industri Tahun 2011 – 2016”. Shalawat serta salam semoga tetatp tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, para keluarga, sahabat dan umatnya hingga akhir jaman. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian syarat guna mencapai gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Terkait dengan penelitian ini, peneliti mengucapkan terimakasih pada berbagai pihak yang telah membantu selama proses pengerjaan penelitian ini. Untuk itu, peneliti mengucapkan terimakasih terutama kepada : 1. Kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, petolongan dan kemudahan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Terimakasih Allah telah memberikan kesempatan bagiku untuk sampai di penghujung awal perjuanganku. Terimakasih Allah selalu memberi kemudahan meski diri ini selalu berbuat salah. 2. Bapak Dr. Arief Mufraini, M.Si, Lc selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan selaku dosen pembimbing akademik. Terimaksih untuk arahan dan saran selama saya berproses di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Yoghi Citra Pratama, M.Si Selaku Ketua Jurusan Ekonomi Syariah. Terima kasih sudah menyetujui judul yang saya ajukan pak Yoghi. 4. Bapak Dr. M. Nur Rianto Al Arif, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi. Terima Kasih sudah membimbing saya dalam pembuatan skripsi, meluangkan waktu dan memberi banyak solusi dari permasalahan yang saya hadapi dalam pembuatan skripsi ini, sampai akhirnya skripsi ini selesai. Saya merasa beruntung dibimbing skripsi oleh bapak. iv 5. Teruntuk Mamah dan Bapak tercinta yang selalu menjadi perhiasan indah yang menyinari anaknya dalam keadaan apapun. Kupersembahkan karya kecil ini untuk Mamah dan Bapak yang selalu memberikan cinta kasih, dorongan, semangat dan pengorbanan yang tak akan terganti. Terima kasih untuk mengabulkan berbagai permintaan untuk fokus dalam proses penyelesaian skripsi ini. Semoga karya ini bisa menjadi salah satu kado atas perjuangan Mamah dan Bapak dalam menyekolahkanku sampai di tingkat universitas. Maafkan anakmu Bapak, Mamah, ananda masih saja menyusahkanmu. I love you! 6. Segenap keluraga yakni, kakakku Lia, terima kasih untuk semangat, motivasi dan bantuan dalam pengerjaan skripsi ini (love and big hug). Untuk bibiku Titin, terimakasih sudah berbagi cerita skripsi, semangat dan motivasinya.(big hug). Untuk sepupuku Azka dan Rey yang ganteng, lucu dan ngangenin yang membuatku semangat untuk cepat menyelesaikan revisi skripsi agar cepat pulang ke rumah dan bertemu mereka.(kiss from anteu). Dan untuk ua yang sudah meberikan perhatian selama proses pengerjaan skripsi ini. 7. Teruntuk Fadhli, terima kasih untuk selalu memberikan semangat, motivasi dan bantuan yang diberikan sehingga skripsi ini dapat selesai. Terima kasih sudah menjadi teman dekat untuk berkeluh kesah ketika menghadapi kesulitan dan kejenuhan dalam pengerjaan skripsi ini. Terima kasih untuk selalu membersamaiku dengan kesabaranmu. You are my favorite! 8. Seluruh Bapak/Ibu dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan pengetahuan yang sangat bermanfaat selama masa perkuliahan. 9. Teman–teman “Man Jadda” terima kasih untuk semangat, motivasi dan segalanya yang tidak bisa kusebut. I love you to the moon and back. 10. Seluruh teman-teman seperjuangan konsentrasi Ekonomi Moneter Syariah Angkatan 2013 11. Seluruh teman-teman Ekonomi Syariah B Angkatan 2013. Miss you all. v 12. Seluruh teman-teman seperjuangan jurusan Ekonomi Syariah Angkatan 2013 terimaksih untuk semangat, motivasi, dukungan dan kehadiran kalian selama ini (big hug). Meskipun demikian, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penulis membutuhkan kritik atau saran yang membangun. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak dan dapat menjadi amal shaleh bagi penulis. Jakarta, 29 Maret 2017 Isnaeni Octaviani vi DAFTAR ISI COVER LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................. i ABSTRACT ................................................................................................ ii ABSTRAK .................................................................................................. iii KATA PENGANTAR ................................................................................ iv DAFTAR ISI ............................................................................................... vii DAFTAR TABEL ...................................................................................... x DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xi DAFTAR GRAFIK .................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiii BAB I : PENDAHULUAN ........................................................................ 1 A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ............................................................................ 9 C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 10 D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 11 BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 12 A. Landasan Teori ................................................................................. 12 1. Kebijakan Moneter ..................................................................... 12 2. Instrumen Kebijakan Moneter ................................................... 13 vii 3. Tahapan Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter ................. 15 4. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter ................................ 17 5. Kebijakan Moneter Syariah ....................................................... 22 6. Instrumen Kebijakan Moneter Syariah ...................................... 23 7. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Syariah ................... 28 8. Instrumen Kebijakan Moneter Syariah di Indonesia .................. 28 9. Perbankan Syariah dan Pembiayaan Bank Syariah ................... 36 10. Sektor Riil .................................................................................. 44 B. Keterkaitan Antar Variabel .............................................................. 46 C. Penelitian Terdahulu ........................................................................ 48 D. Kerangka Penelitian ......................................................................... 56 E. Hipotesis .......................................................................................... 55 BAB III : METODOLOGI PENELITIAN .............................................. 57 A. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................ 57 B. Jenis dan Sumber Data ..................................................................... 57 C. Metode Pengumpulan Data .............................................................. 58 D. Metode Analisis Data ....................................................................... 58 E. Model Penelitian .............................................................................. 64 F. Operasional Variabel Penelitian ....................................................... 64 BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN ........................................... 67 A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ..................................... 67 1. Perkembangan Indeks Produksi Industri (IPI) ........................... 67 2. Perkembangan Pembiayaan Bank Syariah ................................. 68 viii 3. Perkembangan SBIS .................................................................. 69 4. Perkembangan PUAS ................................................................. 70 B. Analisis Uji Ekonometrik ................................................................ 72 1. Uji Stasioneritas Data ................................................................ 72 2. Penentuan Lag Optimal ............................................................. 73 3. Uji Stabilitas VAR ..................................................................... 74 4. Uji Kointegrasi ........................................................................... 74 5. Uji Kausalitas Granger .............................................................. 75 6. Uji Vector Error Correction Model (VECM) ............................ 76 7. Uji Impulse Response Function (IRF) ....................................... 79 8. Uji Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) .............. 81 C. Pembahasan ...................................................................................... 82 BAB V : PENUTUP ................................................................................... 90 A. Kesimpulan ...................................................................................... 90 B. Saran ................................................................................................ 91 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 93 LAMPIRAN ................................................................................................ 96 ix DAFTAR TABEL Nomor Keterangan Halaman 4.1 Uji Stasioneritas Data pada Level 73 4.2 Uji Stasioneritas Data pada First Difference 73 4.3 4.3. Hasil Uji VECM 77 x DAFTAR GAMBAR Nomor Keterangan Halaman 2.1 Perhitungan Imbalan SBIS 33 2.2 Kerangka Penelitian 55 5.1 Alur Transmisi Kebijakan Moneter Syariah 83 xi DAFTAR GRAFIK Nomor Keterangan Halaman 1.1 Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia 3 1.2 Komposisi Pembiayaan Bank Syariah Berdasarkan Akad 4 Mudharabah, Musyarakah, Murabahah, Istishna dan Ijarah 1.3 Pertumbuhan Indeks Produksi Industri (IPI), Pembiayaan 7 Bank Syariah, Fee SBIS dan PUAS periode 2011 – 2015 1.4 Tingkat Imbal Hasil SBIS dan PUAS periode 2011 – 2015 6 4.1 Pekembangan Indeks Produksi Industri (IPI) Indonesia 68 4.2 Pekembangan Pembiayaan Bank Syariah 69 4.3 Pekembangan Tingkat fee SBIS 70 4.4 Perkembangan Tingkat Imbal Hasil PUAS 71 xii DAFTAR LAMPIRAN Nomor Keterangan Halaman 1. Uji Stasioneritas Data 96 2. Uji Lag Optimal 99 3. Uji Stabilitas VAR 100 4. Uji Kointegrasi 101 5. Uji Kausalitas Granger 104 6. Uji Estimasi VECM 105 7. Uji Impulse Response Function (IRF) 108 8. Uji Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) 109 xiii BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian dalam pandangan Islam adalah kegiatan yang bersifat aktif. Islam melarang penimbunan harta dan uang karena hal tersebut membawa pengaruh buruk pada sosial, penimbunan harta atau uang akan menyebabkan terhambatnya kesejahteraan pada masyarakat. (Fitriani dkk, 2012). Islam mengatur perekonomian berdasar dengan apa yang tercantum dalam Al-Quran dan Hadis. Sugianto dkk (2015) menyatakan bahwa dalam konteks ekonomi Islam, sektor moneter haruslah memiliki keterkaitan dengan sektor riil. Karena jika sektor moneter tidak memiliki dampak langsung terhadap ekonomi sektor riil, dapat dipastikan bahwa ekonomi berkembang dalam lingkaran ribawi. Dalam Islam, sektor moneter dan sektor riil haruslah seimbang, karena jika sektor moneter tidak diimbangi oleh sektor riil maka akan tercipta buble economy yang akan mengarah pada krisis ekonomi. Sektor moneter adalah kebijakan yang dibuat oleh bank sentral dalam mempengaruhi kondisi makro yang dilaksanakan melalui pasar uang. Sementara sektor riil merupakan representasi dari tingkat produktifitas masyarakat atau jumlah barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat. Pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia memiliki kewajiban dalam pengendalian moneter, Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas nilai rupiah. Untuk itu pemerintah membuat kebijakan 1 moneter. Kebijakan moneter suatu bank sentral atau otoritas moneter dimaksudkan untuk mempengaruhi kegiatan ekonomi riil dan harga melalui mekanisme transmisi yang terjadi. (Sugianto dkk, 2015). Dalam menjalankan kebijakannya otoritas moneter memerlukan mekanisme jalur yang disebut dengan mekanisme transmisi kebijakan moneter. Menurut Warjiyo (2004) mekanisme perubahan kebijakan moneter hingga memengaruhi pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi disebut sebagai mekanisme transmisi kebijakan moneter. Ada lima jalur transmisi kebijakan moneter diantaranya adalah: jalur suku bunga, jalur harga asset, jalur kredit, jalur nilai tukar dan jalur ekspektasi. Interaksi dalam transmisi kebijakan moneter terjadi melalui dua tahap yaitu interaksi antara otoritas moneter dengan perbankan dan lembaga keuangan serta interaksi antara perbankan dan lembaga keuangan dengan para pelaku ekonomi di sektor riil. (Sangidi, 2014) Berdasarkan UU perbankan No. 10 tahun 1998 Indonesia telah melaksanakan sistem perbankan ganda di mana bank konvensional dan bank syariah dapat beroperasi berdampingan. Kemudian berdasarkan UU Bank Indonesia No. 23 tahun 1999, Bank Indonesia diberi amanah untuk menjalankan sistem moneter ganda yaitu sistem moneter konvensional dan sistem moneter syariah. (Zein, 2015). Sejak saat itu perbankan syariah dan keuangan syariah berkembang pesat. Perkembangan perbankan syariah di Indonesia dapat dilihat dari jumlah aset, dana pihak ketiga, dan pembiayaan. Hingga akhir tahun 2015 jumlah total aset perbankan syariah 2 (BUS dan UUS) mencapai 296,262 miliar rupiah, pembiayaan yang disalurkan mencapai 212,996 miliar rupiah, dan DPK tumbuh mencapai 231,175 miliar rupiah. Grafik 1.1. Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia 350,000 300,000 250,000 200,000 150,000 DPK 100,000 Financing Aset 50,000 0 DPK 2010 2011 2012 2013 2014 2015 76,036 115,415 147,512 183,534 217,858 231,175 Financing 94,884 102,655 147,505 184,122 199,330 212,996 Aset 97,519 145,467 195,018 242,276 272,343 296,262 Sumber : Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Perkembangan industri perbankan syariah yang terus meningkat dari tahun ke tahun mengakibatkan transmisi kebijakan moneter tidak hanya memengaruhi perbankan konvensional tetapi juga memengaruhi perbankan syariah, sehingga Bank Indonesia memiliki tanggung jawab untuk menjalankan operasi moneter ganda baik secara konvensional maupun syariah. (Setiawan dan Karsinah, 2016). Perbankan syariah merupakan lembaga keuangan yang memiliki fungsi sebagai financial intermediary bagi sektor riil. Perbankan syariah mendorong perkembangan sektor riil melalui produk-produk yang dimiliki perbankan syariah, terutama adalah produk pembiayaan. Pembiayaan yang 3 diberikan oleh perbankan syariah adalah pembiayaan produktif dan pembiayaan konsumtif. Salah satu produk pembiayaan bank syariah yang berguna untuk mendorong pertumbuhan sektor riil adalah produk pembiayaan bank syariah yang bersifat produktif seperti Mudharabah dan Musyarakah. Sistem keuangan di Indonesia didominasi oleh perbankan, untuk itu transmisi kebijakan moneter ganda melaui jalur kredit atau pembiayaan bank syariah dirasa sangat penting. Karena pembiayaan bank syariah ditujukan untuk kegiatan ekonomi sektor riil. Untuk itu, jalur pembiayaan bank syariah diharapkan mampu meningkatlan pertumbuhan ekonomi sektor riil dengan meningkatnya produktifitas masyarakat akan barang dan jasa. Grafik 1.2. Komposisi Pembiayaan Bank Syariah Berdasarkan Akad Mudharabah, Musyarakah, Murabahah, Istishna dan Ijarah 140,000 120,000 100,000 Murabahah 80,000 Mudharabah Musyarakah 60,000 Istishna 40,000 Ijarah 20,000 0 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber : Statistik Perbankan Syariah OJK 4 Namun, dalam faktanya pembiayaan yang disalurkan perbankan syariah lebih banyak disalurkan kepada pembiayaan yang bersifat konsumtif, seperti pembiayaan Murabahah daripada pembiayaan bank syariah yang bersifat produktif seperti Mudharabah dan Musyarakah. Berdasarkan data yang dicatatkan oleh Statistik Perbankan Syariah (SPS) OJK, hingga akhir tahun 2015, pembiayaan yang disalurkan pada akad Murabahah adalah 122,111 miliar rupiah, sementara pembiayaan yang disalurkan pada akad Mudharabah hanya sekitar 14,820 miliar rupiah, dan pembiayaan pada akad Musyarakah sebesar 60,713 miliar rupiah. Suatu perekonomian akan tumbuh apabila fungsi intermediasi perbankan berjalan baik. Data menunjukkan bahwa pembiayaan perbankan syariah hanya terkonsentrasi pada pembiayaan Murabahah yang bersifat konsumtif. Sedangkan pembiayaan bagi hasil seperti Mudharabah dan Musyarakah yang bersifat produktif masih rendah. Padahal pembiayaan bagi hasil merupakan pembiayaan modal kerja yang dapat merepresentasikan sektor riil karena pembiayaan bagi hasil ditujukan untuk pengembangan sektor riil. Salah satu indikator yang dapat melihat perkembangan sektor riil adalah Indeks Produksi Industri (IPI). Indeks Produksi Industri (IPI) adalah salah satu indikator ekonomi makro yang menghitung output produksi riil dari sektor industri pertambangan, manufaktur dan industri lainnya seperti migas dan listrik. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, data Indeks Produksi Industri (IPI) dikumpulkan dari 1.532 5 perusahaan industri yang terpilih menjadi sampel survei industri besar dan sedang bulanan dengan menggunakan kuesioner berbentuk shuttle form. Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia mencatatkan bahwa pertumbuhan Indeks Produksi Industri (IPI) meningkat tiap tahunnya sebagaimana yang terlihat pada Grafik 1.3. Pada tahun 2000, dari sisi moneter Bank Indonesia memperkenalkan instrumen moneter syariah yang pertama yaitu Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) yang menggunakan akad wadi‟ah. Dengan semakin berkembangnya keuangan dan perbankan syariah, pada tahun 2008 Bank Indonesia mengganti SWBI dengan instrumen moneter syariah yang lebih baik yaitu Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Berbeda dengan SWBI, SBIS menggunakan Akad Ju‟alah, yang dimaksud dengan Akad Ju‟alah yaitu janji atau komitmen untuk memberikan reward tertentu atas pencapaian hasil yang ditentukan dari suatu pekerjaan. Fee SBIS saat ini masih merujuk pada tingkat suku bunga SBI. Tingkat fee SBIS berperan sebagai rate kebijakan untuk bank syariah yang akan memengaruhi pendanaan dan pembiayaan melalui Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) dan kemudian memengaruhi biaya dana perbankan dalam menyalurkan pembiayaannya. (Sangidi, 2014). Berdasarkan Grafik 1.3 terlihat bahwa pertumbuhan Indeks Produksi Industri (IPI) dan total pembiayaan bank syariah cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Berdasarkan data yang dicatatkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, pada 2011 tingkat Indeks 6 Produksi Industri (IPI) sebesar 102,89 yang kemudian terus mengalami peningkatan yaitu pada 2012 sebesar 114,12, pada 2013 sebesar 117,36, pada 2014 sebesar 124,94 dan hingga akhir 2015 sebesar 126,84. Kemudian berdasarkan data yang dicatatkan oleh Statistik Perbankan Syariah (SPS) OJK, pembiayaan bank syariah pada 2011 sebesar 102,655 miliar rupiah yang kemudian terus mengalami peningkatan yaitu pada 2012 sebesar 147,505 miliar, pada 2013 sebesar 184,122 miliar, pada 2014 sebesar 199,330 miliar, dan pada tahun 2015 sebesar 212,996 miliar. Grafik 1.3 Pertumbuhan Indeks Produksi Industri (IPI), Pembiayaan Bank Syariah, Fee SBIS dan PUAS periode 2011 – 2015 8 7 6 5 pembiayaan 4 IPI 3 SBIS PUAS 2 1 0 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber : SPS (OJK), SEKI-BI, BPS (data diolah) Di sisi lain, tingkat imbal hasil di Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) sejalan dengan tingkat imbal hasil pada Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Tingkat imbal hasil pada instrumen moneter syariah yaitu SBIS dan PUAS berfluktuasi namun cenderung mengalami kenaikan pada periode 2011 – 2015. Fee SBIS mengalami kenaikan yang signifikan pada tahun 2013 menjadi 7,22% dari tahun sebelumnya sebesar 4,8%. Fee SBIS 7 juga mengalami kenaikan pada akhir tahun 2015 sebesar 7,1% dari tahun sebelumnya sebesar 6,9%. Begitu pula dengan tingkat imbal hasil pada Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) yang mengalami kenaikan yang signifikan pada tahun 2013 menjadi 6,25% dari tahun sebelumnya sebesar 4,22%. Kenaikan tingkat Indeks Produksi Industri (IPI) serta kenaikan pembiayaan perbankan syariah yang terjadi pada periode yang sama menarik minat peneliti untuk menganalisis apakah terdapat hubungan positif antara pembiayaan bank syariah dengan Indeks Produksi Industri (IPI). Di sisi lain, instrumen moneter syariah seperti SBIS dan PUAS juga cenderung mengalami kenaikan pada periode yang sama, hal ini menarik minat peneliti untuk menganalisis bagaimana pengaruh kebijakan moneter syariah melalui jalur pembiayaan bank syariah terhadap sektor riil yang direpresentasikan oleh Indeks Produksi Industri (IPI). Kajian mengenai pengaruh kebijakan moneter syariah melalui jalur pembiayaan bank syariah telah banyak dilakukan. Diantaranya adalah penelitian yang dilakukan Ascarya (2012) yang mengatakan variabel syariah seperti pembiayaan bank syraiah, PUAS dan SBIS berpengaruh signifikan positif terhadap sektor riil yang direpresentasikan oleh Indeks Produksi Industri (IPI). Sementara itu penelitian yang dilakukan Setiawan (2016) menunjukkan bahwa variabel pembiayaan dan PUAS berpengaruh positif terhadap sektor riil, sementara variabel SBIS berpengaruh negatif terhadap sektor riil. Berbeda dengan Setiawan, Istiqomah (2012) dalam 8 penelitiannya menghasilkan bahwa variabel SBIS berpenagruh signifikan positif terhadap sektor riil yang direpresentasikan oleh Produk Domestik Bruto (PDB). Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti akan melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Kebijakan Moneter Syariah Terhadap Indeks Produksi Industri Tahun 2011 - 2016” untuk melihat bagaimana pengaruh dari kebijakan moneter syariah melalui jalur pembiayaan terhadap sektor riil yang direpresentasikan oleh Indeks Produksi Industri (IPI) dalam jangka panjang dan jangka pendek. B. Rumusan Masalah Perkembangan sektor keuangan semakin meningkat seiring dengan adanya sistem perbankan ganda di Indonesia. Dalam sistem ekonomi Islami tujuan dari aktivitas ekonomi adalah untuk mendukung kegiatan produktif. Untuk itu, instrumen moneter syariah dan pembiayaan bank syariah diharapkan mampu mendorong pertumbuhan di sektor riil agar tercipta keterkaitan atau keseimbangan antara sektor riil dengan sektor moneter. Bank Indonesia selaku otoritas moneter memliki kewajiban dalam pengendalian moneter untuk menjaga kestabilan moneter. Dalam kebijakannya Bank Indonesia memiliki instrumen moneter syariah salah satunya adalah SBIS yang menggunakan Akad Ju‟alah di mana tingkat fee SBIS berperan sebagai rate kebijakan bagi pembiayaan dan pendanaan bank syariah melalui pasar uang antar bank syariah (PUAS) untuk 9 kemudian akan berpengaruh pada tingkat pendanaan dan pembiayaan bank syariah yang diberikan pada masyarakat. Dari penjelasan di atas, Penelitian ini berfokus pada variabel SBIS dan PUAS sebagai instrumen moneter syariah dan pembiayaan bank syariah dalam mempengaruhi variabel Indeks Produksi Industri (IPI). Maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana Pengaruh SBIS dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter syariah terhadap sektor riil yang direpresentasikan oleh Indeks Produksi Industri (IPI) ? 2. Bagaimana Pengaruh PUAS dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter syariah terhadap sektor riil yang direpresentasikan oleh Indeks Produksi Industri (IPI) ? 3. Bagaimana Pengaruh pembiayaan bank syariah dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter syariah terhadap sektor riil yang direpresentasikan oleh Indeks Produksi Industri (IPI) ? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menambah penelitian di bidang Moneter Syariah, menambah referensi keilmuan di bidang Moneter Syariah. Berdasarkan perumusan masalah yang disebutkan, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) terhadap Indeks Produksi Industri (IPI). 10 2. Menganalisis pengaruh Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) terhadap Indeks Produksi Industri (IPI). 3. Menganalisis pengaruh pembiayaan bank syariah terhadap Indeks Produksi Industri (IPI). D. Manfaat Penelitian a. Manfaat Praktis Bagi para ekonom, penelitian ini diharpakan dapat memberikan sumbangan dalam memprediksi kondisi dalam bidang moneter syariah. Bagi pemerintah, penelitian ini dharapkan dapat memberikan informasi bagi dalam merumuskan kebijakan moneter yang lebih baik. b. Manfaat Akademis Penelitian ini berkaitan dengan bidang ilmu ekonomi Islam khususnya moneter syariah, untuk itu penelitian ini diharapakan dapat memberikan manfaat sebagai tambahan sumber referensi di bidang akademis. c. Manfaat Bagi Peneliti Penelitian ini merupakan sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang telah didapat selama proses belajar di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Serta diharapkan penelitian ini bisa memberikan manfaat sebagai referensi bagi para peneliti selanjutnya yang akan meneliti pengaruh kebijakan moneter syariah terhadap sektor riil. 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kebiijakan Moneter Kebijakan moneter adalah kebijakan otoritas moneter atau bank sentral dalam bentuk pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan. Dalam praktek, perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan tersebut adalah stabilitas ekonomi makro antara lain dicerminkan oleh stabilitas harga (inflasi), membaiknya perkembangan output riil serta cukup luasnya kesempatan kerja yang tersedia (Warjiyo dan Soliki, mempengaruhi kondisi 2003). Tindakan makro ekonomi bank seperti sentral inflasi dalam dan pertumbuhan ekonomi dilakukan melalui pengaturan penciptaan uang atau jumlah uang beredar. Pengaturan jumlah uang beredar oleh bank sentral dilakukan dengan menambah atau mengurangi jumlah uang beredar. Kebijakan moneter dalam mengatur jumlah uang beredar dibagi menjadi dua yaitu : a. Kebijakan Moneter Ekspansif Kebijakan Moneter Ekspansif adalah upaya pemerintah dalam hal ini bank sentral dalam rangka menambah jumlah uang beredar di masyarakat. Kebijakan ini dilakukan pemerintah untuk mengurangi pengangguran dan meningkatkan daya beli atau 12 permintaan masyarakat. Kebijakan moneter ekspansif dilakukan ketika perekonomian mengalami resesi atau depresi. Kebijakan moneter ekspansif biasa disebut juga dengan kebijakan moneter longgar (easy money policy). b. Kebijakan Moneter Kontraktif Kebijakan Moneter Kontraktif adalah kebijakan moneter yang dilakukan pemerintah dalam hal ini bank sentral dalam rangka mengurangi jumlah uang beredar di masyarakat. Kebijakan ini dilakukan ketika perekonomian mengalami inflasi. Kebijakan moneter kontraktif biasa juga disebut dengan kebijakan uang ketat (tight money policy). 2. Instrumen Kebijakan Moneter Menurut Pohan (2008), terdapat lima instrumen kebijakan moneter, yaitu sebagai berikut : a. Cadangan Wajib (Reserve Requirement) Merupakan ketentuan bank sentral yang mewajibkan bankbank untuk memelihara sejumlah alat-alat likuid (reserve) sebesar persentase tertentu dari kewajiban lancarnya. Semakin kecil persentasenya, semakin besar kemampuan bank memanfaatkan reserve-nya untuk memberikan pinjaman dalam jumlah yang lebih besar kepada masyarakat. Begitu pula sebaliknya, semakin besar persentasenya, semakin berkurang kemampuan bank untuk memberikan pinjaman. Oleh karena itu, pinjaman perbankan 13 merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah uang beredar. b. Operasi Pasar Terbuka (OPT) Operasi pasar terbuka adalah kegiatan bank sentral melakukan jual beli surat-surat berharga jangka pendek dalam rangka mengatur jumlah uang beredar atau suku bunga jangka pendek. Apabila bank sentral bermaksud mengurangi jumlah uang beredar, bank sentral akan menjual surat-surat berharga kepada bank-bank kemampuan agar reserve bank-bank bank-bank memberikan berkurang sehingga pinjaman menurun. Sebaliknya, untuk menambah jumlah uang beredar, bank sentral akan membeli surat-surat berharga untuk meningkatkan kemampuan bank-bank memberikan pinjaman sehingga jumlah uang beredar meningkat. c. Fasilitas Diskonto Fasilitas diskonto adalah kebijakan moneter bank sentral untuk mempengaruhi jumlah uang beredar melalui pengaturan suku bunga pemberian kredit bank sentral kepada bank-bank. Apabila bank sentral menetapkan tingkat diskonto lebih tinggi, bank-bank akan mengurangi permintaan kredit dari bank sentral yang pada gilirannya akan mengurangi kemampuan bank-bank memberikan pinjaman sehingga jumlah uang beredar menurun. Begitupun sebaliknya. 14 d. Intervensi Valuta Asing Merupakan kebijakan bank sentral untuk mempengaruhi jumlah uang beredar dengan melakukan jual beli valuta asing menggunakan mata uang sendiri. Dalam sistem nilai tukar mengambang, intervensi jual valuta asing adalah untuk mengurangi kecenderungan menguatnya mata uang sendiri. e. Moral Suasion Imbauan ini bersifat tidak mengikat, tetapi sebagai lembaga yang kredibel imbauan bank sentral yang memiliki dampak cukup efektif dalam kebijakan moneter. Bank sentral atau otoritas moneter memberi imbauan kepada perbankan untuk melakukan langkah tertentu yang dibutuhkan. 3. Tahapan Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Pada dasarnya transmisi kebijakan moneter merupakan interaksi antara bank sentral sebagai otoritas moneter dengan perbankan dan lembaga keuangan lainnya, serta pelaku ekonomi lainnya di sektor riil. Interaksi ini terjadi melalui dua tahapan proses perputaran uang. Pertama, interaksi antara bank sentral dengan perbankan dan lembaga keuangan lainnya dalam berbagai transaksi di pasar keuangan. Kedua, interaksi yang berkaitan dengan fungsi intermediasi antara industri perbankan dan lembaga keuangan lainnya dengan para pelaku ekonomi dalam berbagai kegiatan di sektor riil (Pohan, 2008). 15 Tahap pertama dari interaksi di pasar keuangan terjadi di sistem pengendalian moneter tidak langsung yang umum dilakukan yaitu melalui lembaga keuangan perantara (industri perbankan). Di satu sisi, bank sentral melakukan operasi moneter melalui transaksi keuangan dengan industri perbankan, sedangkan di sisi lain, perbankan dan lembaga keuangan lainnya melakukan transaksi keuangan dalam portofolio investasinya. Interaksi ini akan terjadi melalui pasar keuangan atau pasar valuta asing. Interaksi antara bank sentral dengan perbankan sedemikian rupa akan mempengaruhi volume maupun harga-harga aset (suku bunga, nilai tukar, kewajiban hasil dan harga saham). Tahap kedua dari interaksi transmisi kebijakan moneter melibatkan dunia perbankan dengan para pelaku ekonomi di sektor riil. Dalam konteks ini, perbankan bertindak sebagai lembaga intermediasi, yaitu memobilisasi dana pihak ketiga dalam bentuk tabungan atau deposito dan menyalurkannya kepada debitur atau dunia usaha. Dari perspektif mobilisasi, interaksi ini akan mempengaruhi tingkat suku bunga, volume tabungan dan deposito yang merupakan bagian dari uang beredar M1 (dalam arti sempit) dan M2 (dalam arti luas). Dalam kondisi di mana perbankan ingin meningkatkan tabungan atau deposito mereka, cateris paribus, suku bunga akan dinaikkan untuk merangsang preferensi simpanan masyarakat. Sementara dari sisi kredit, interaksi tersebut akan mempengaruhi pertumbuhan kredit atau pembiayaan perbankan. Jika bank ingin meningkatkan ekspansi kredit atau pembiayaannya, ceteris paribus, 16 suku bunga akan turun sedemikian sehingga mendorong peningkatan masyarakat untuk meminjam atau untuk memiliki pembiayaan dari bank. (Sugianto dkk, 2015) 4. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Menurut Simorangkir (2014), kajian mengenai mekanisme transmisi kebijakan moneter mengacu pada peranan uang dalam perekonomian dalam teori kuantitas uang. Teori tersebut menggambarkan analisis hubungan langsung antara jumlah uang beredar dengan inflasi, di mana keseimbangan tersebut dibuat dalam persamaan : MV = PT Jumlah uang beredar (M) yang dikalikan dengan tingkat perputaran uang (V) sama dengan volume output atau transaksi riil (T) yang dikalikan dengan tingkat harga (P). Jumlah uang beredar yang digunakan dalam kegiatan perekonomian sama dengan jumlah output yang dihasilkan berdasarkan harga berlaku. Dalam jangka pendek, jumlah uang beredar akan mempengaruhi perkembangan output, sedangkan pada jangka menengah akan mendorong kenaikan inflasi yang pada akhirnya akan menurunkan perkembangan output riil. Dalam jangka panjang, pertumbuhan jumlah uang beredar akan mendorong laju inflasi dan tidak berpengaruh pada perkembangan output. Menurut Simorangkir (2014), selain jalur moneter langsung (direct monetary channel) mekanisme transmisi pada umumnya juga dapat terjadi melalui lima jalur lainnya, yaitu : 17 a. Jalur Suku Bunga Mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga menekankan bahwa kebijakan moneter dapat mempengaruhi permintaan agregat melalui perubahan suku bunga. Dalam hal ini, pengaruh perubahan suku bunga jangka pendek ditransmisikan pada suku bunga jangka menengah-panjang melalui mekanisme penyeimbangan sisi permintaan dan penawaran di pasar uang. Perkembangan suku bunga tersebut akan memepengaruhi cost of capital yang pada gilirannya akan mempengaruhi pengeluaran invesatsi dan konsumsi yang merupakan komponen dari permintaan agregat. b. Jalur Nilai Tukar Mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur nilai tukar menekankan bahwa pergerakan nilai tukar dapat mempengaruhi perkembangan permintaan dan penawaran agregat dan selanjutnya mempengaruhi output dan harga. Besar kecilnya pengaruh pergerakan nilai tukar tergantung pada sistem nilai tukar yang dianut oleh suatu Negara. Misalnya, dalam sistem nilai tukar mengambang, kebijakan moeter ekspansif oleh bank sentral akan mendorong depresiasi mata uang domestik dan meningkatkan harga barang ekspor/impor. Hal itu selanjutnya akan mendorong kenaikan harga barang domestik walaupun tidak terdapat ekspansi di sisi pernintaan agregat. 18 Sementara itu, dalam sistem nilai tukar mengambang terkendali, pengaruh kebijakan moneter pada perkembangan output riil dan inflasi menjadi semakin lemah (dengan time lag [tenggat waktu] yang lama), terutama apabila terdapat substitusi yang tidak sempurna antara aset domestik dan aset luar negeri. c. Jalur Harga Aset Mekanisme transmisi melalui jalur harga aset menekankan bahwa kebijakan moneter berpengaruh pada perubahan harga aset dan kekayaan masyarakat yang selanjutnya mempengaruhi pengeluaran investasi dan konsumsi. Apabila bank sentral melakukan kebijakan moneter kontraktif, kebijakan tersebut akan mendorong peningkatan suku bunga yang pada gilirannya akan menekan harga pasar aset perusahaan. Penurunan harga aset dapat berakibat pada dua hal. Pertama, mengurangi kemampuan perusahaan untuk melakukan ekspansi. Kedua, menurunkan nilai kekayaan dan pendapatan yang gilirannya mengurangi pengeluaran konsumsi. Secara keseluruhan, kedua hal tersebut berdampak pada penurunan pengeluaran agregat. d. Jalur Kredit Mekanisme transmisi melalui jalur kredit menekankan bahwa pengaruh kebijakan moneter terhadap output dan harga terjadi melalui kredit perbankan. Transmisinya dapat dibedakan menjadi dua jalur. Pertama, bank lending channel (jalur pinjaman 19 bank) yang menekankan pengaruh kebijakan moneter pada kredit karena kondisi keuangan bank, khususnya sisi aset. Kedua, firms balance sheet channel (jalur neraca perusahaan) yang menekankan pengaruh kebijakan moneter pada kondisi keuangan perusahaan, seperti cash flow (arus kas) dan leverage (rasio utang terhadap modal), dan selanjutnya mempengaruhi akses perusahaan untuk mendapatkan kredit. Menurut jalur pinjaman bank, selain sisi aset, sisi liabilitas bank juga merupakan komponen penting dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter. Apabila bank sentral melaksanakan kebijakan moneter kontraktif, misalnya, melalui peningkatan rasio giro wajib minimum di bank sentral, cadangan yang ada di bank akan mengalami penuruanan sehingga loanable fund (dana yang apat dipinjamkan) oleh bank akan mengalami penurunan. Apabila hal tersebut tidak diatasi dengan melakukan penambahan dana atau pengurangan surat-surat berharga, kemampuan bank untuk memberkan pinjaman akan menurun. Kondisi ini menyebabkan penurunan investasi dan selanjutnya mendorong penurunan output. Sementara itu, jalur neraca perusahaan menekankan bahwa kebijakan moneter yang dilakukan oleh bank sentral akan memengaruhi kondisi keuangan perusahaan. Dalam hal ini, apabila bank sentral melakukan kebijakan moneter ekspansif, suku bunga di pasar uang akan turun, dan mendorong harga saham mengalami 20 peningkatan. Sejalan dengan peningkatan harga saham tersebut, nilai pasar dari modal peusahaan akan meningkat dan rasio leverage perusahaan menurun, yang selanjutnya memperbaiki tingkat kelayakan permohonan kredit yang diajukan perusahaan kepada bank. Kondisi itu mendorong peningkatan pemberian kredit oleh bank yang selanjutnya meningkatkan investasi dan pada akhirnya meningkatkan output. e. Jalur Ekspektasi Mekanisme transmisi melalui jalur ekspektasi menekankan bahwa kebijakan moneter dapat diarahkan untuk mempengaruhi pembentukan ekspektasi mengenai inflasi dan kegiatan ekonomi. Kondisi tersebut memengaruhi perilaku agen-agen ekonomi dalam melakukan keputusan konsumsi dan investasi, yang pada gilirannya akan mendorong perubahan permintaan agregat dan inflasi. Sebagai contoh, dalam hal bank sentral menempuh kebijakan moneter ekspansif, kenaikan jumlah uang beredar akan mendorong naiknya laju inflasi. Dengan harga-harga yang meningkat, ekspektasi inflasi masyarakat akan meningkat pula, dan selanjutnya, apabila tidak diatasi dengan kebijakan moneter kontraktif, kebijakan moneter ekspansif akan mendorong laju inflasi meningkat lebih tinggi. 21 5. Kebijkan Moneter Syariah Dalam sejarah Islam, kebijakan moneter tersirat secara jelas dalam kehidupan Rasulullah saw dan para sahabat Khulafau Ar-Rosyidin. Seperti halnya Khalifah Umar yang telah mengatur sektor moneter dengan berbagai peraturan diantaranya adalah. Pertama, melarang segala bentuk tindakan yang berdampak pada bertambahnya gejolak dalam daya beli dan ketidakstabilan nilai uang. Kedua, melarang pemalsuan uang. Ketiga, melakukan perlindungan pada inflasi dengan cara memberikan himbauan kepada masyarakat untuk melakukan investasi modalnya pada sektor riil, hidup sederhana dan tidak bergaya hidup berlebih-lebihan. Dan terakhir adalah mencetak dirham yang sesuai dengan ketentuan Islam, yaitu sebesar enam daniq (Ningsih, 2013). Kerangka strategis kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral banyak dipengaruhi oleh keyakinan bank sentral yang bersangkutan terhadap suatu proses tertentu mengenai bagaimana kebijakan moneter berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Proses dimaksud dikenal dengan sebutan mekanisme transmisi kebijakan moneter. (Simorangkir, 2014). Dengan diterbitkannya undang-undang No. 23 tahun 1999 yang diperkuat oleh undang-undang No. 3 tahun 2004 tentang Bank Indonesia yang menyatakan bahwa BI dapat menerapkan kebijakan moneter berdasarkan prinsip syariah. Undang-undang tersebut menjadi acuan bagi 22 Bank Indonesia selaku pengambil keputusan untuk menggunakan instrumen moneter syariah dalam kebijakan moneter syariah. 6. Instrumen Kebijakan Moneter Syariah Menurut Muhammad (2002) instrumen kebijakan moneter yang dapat diterapkan dalam perekonomian Islam dapat ditempuh dengan dua instrumen besar. Pertama, kontrol kuantitatif pada penyaluran kredit, dan kedua merealisasikan tujuan sosio-ekonomi. a. Kontrol kuantitatif pada penyaluran kredit 1) Statutory Reserve Requirement Dalam ekonomi Islam, instrumen discount rate dan pasar terbuka tidak dapat diterapkan untuk itu instrumen reserve requirement ini penting. Bank komersial diwajibkan menempatkan sebagian dananya yang berasal dari demand deposit pada bank sentral sebagai statutoty reserve. Reserve requirement ini hanya berlaku pada demand deposit, bukan pada mudharabah deposit. Ini dikarenakan mudarabah deposit merupakan penyertaan (equity) dari penabung pada bank tersebut di mana dimungkinkan memiliki laba maupun resiko rugi. Dalam sistem ekonomi yang berlaku saat ini, yang diterapkan adalah reserve requirement terhadap total deposits. Sedangkan dalam perekonomian islami, akan lebih mudah membedakannya, sebab mudharabah deposits merupakan 23 penyertaan. Penerapan reserve requirement terhadap total deposits tidak hanya untuk mengatur jumlah penyaluran kredit, tetapi juga untuk menjamin keutuhan deposit dan kecukupan likuiditas. Berdasarkan sistem ekonomi Islami, hal diatas lebih baik melakukan pembatasan pada pemanfaatan mudharabah deposits melalui Statutory Reserve Requirement. 2) Credit Ceiling Credit Ceiling atau pagu kredit yaitu batasan nilai kredit tertinggi yang bisa diberikan bank komersial untuk menjamin bahwa penciptaan kredit total sesuai dengan target moneter. Dengan hanya mengandalkan reserve requirement yang memudahkan Bank Sentral melakukan penyesuaian pada high powered money, belum bisa menjamin keberhasilan manajemen moneter, karena dapat terjadi ekspansi kredit melampaui dari jumlah yang ditargetkan. Hal ini terjadi karena aliran dana yang dapat diperkirakan dengan tepat hanya bisa masuk dalam sistem perbankan yang berasal dari bermudharabahnya Bank Sentral dengan bank komersial. 3) Government Deposits Untuk memepengaruhi reserves pada bank komersial, pemerintah berwenang memindahkan demand 24 deposit pemerintah yang ada pada bank sentral kepada dan dari bank komersial. Instrumen ini mempunyai fungsi yang mirip dengan fungsi operasi pasar terbuka, yang mempengaruhi reserves bank komrsial secara tidak langsung 4) Common Pool Instrumen Common Pool memiliki kemiripan fungsi dengan fasilitas rediscounto pada bank konvensional untuk memecahkan masalah likuiditas. Common Pool yaitu instrumen yang mensyaratkan bank-bank komersial untuk menyisihkan sebagian deposit yang dikuasainya dalam proposi tertentu yang berdasarkan kesepakan bersama guna menanggulangi masalah likuiditas. 5) Moral Suasion Moral Suasion yaitu kontak personal, konsultasi dan pertemuan Bank Sentral dengan bank komersial untuk memonitor kekuatan dan masalah-masalah yang dihadapi bank-bank komersial. Dengan instrumen ini Bank Sentral dapat dengan jelas dan tepat memberikan saran guna mengatasi masalah-masalah yang dihadapi perbankan, sehingga akan memudahkan pencapaian tujuan perbankan yang telah direncanakan. 25 6) Equity-Base Instrumens Equity-Base Instrumens adalah instrumen berdasarkan penyertaan. Instrumen ini dianjurkan karena beberapa hal. Pertama, pembelian dan penjualan saham perusahaan sektor publik tidak menimbulkan keberatan. Kedua, tidak membutuhkan sekuritas pemerintah secara mendalam, Ketiga, variasi harga equity-base instrumens yang dikeluarkan bank sentral pada operasi pasar terbuka tidak menuntut keuntungan atau pinalti dari pemegang saham. Keempat, kemungkinan naiknya harga saham yang dibeli bank sentral dari pemegang saham dapat menimbulkan tindakan korupsi, khususnya ketika secara fundamental mereka tidak menyetujuinya. 7) Change in The Profit-And Loss Sharing Ratio Beberapa sarjana muslim menyarankan variasi rasio bagi laba dan rugi untuk aktivitas mudarabah yang dikeluarkan oleh bank sentral kepada bank komersial dan juga untuk para deposan kepada wirausahawan yang melakukan transaksi deposit dan pembiayaan dengan akad mudharabah. Perilaku ini disarankan, karena dalam mekanisme mudharabah keuntungannya berubah–ubah. b. Merealisasikan Tujuan Sosio Ekonomi 1) Treating the Created Money as Fay’ 26 Penciptaan uang merupakan hak prerogratif bank sentral, hal ini membawa keuntungan bagi bank sentral karena biaya yang dikeluarkan untuk menciptakan uang lebih kecil daripada nilai nominalnya atau dikenal dengan money seigniorage. oleh karena itu, dengan adanya seigniorage tersebut, maka sewajarnya bank sentral menyisihkan sebagian dananya sebagai fay’ atau pajak yang utamanya digunakan untuk membiayai proyek – proyek yang dapat memperbaiki kondisi sosial ekonomi masyarakat. 2) Goal-oriented Allocation of Credit Alokasi pembiayaan perbankan berdasarkan tujuan pemanfaatan akan memberikan manfaat yang optimum bagi semua pelaku bisnis, akan menghasilkan barang dan jasa yang terdistribusi ke semua lapisan masyarakat. Sehingga diperlukan skim penjaminan bagi bank dalam berpartisipasi pada pembiayaan usaha – usaha produktif yang tidak menyalahi nilai – nilai Islam. Dalam skim penjaminan, perusahaan diteliti kemampuan berusahanya dan manajemennya. Bila dirasakan kurang namun memiliki prospek yang baik, maka dibantu dengan program – program pelatihan, sehingga perusahaan dapat memanfaatkan dan mengelola dananya dengan baik. 27 7. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Syariah Dalam menjalankan kebijakannya otoritas moneter memerlukan mekanisme jalur yang disebut dengan mekanisme transmisi kebijakan moneter Mekanisme tersebut dimulai dari keputusan bank sentral selaku otoritas moneter untuk melakukan perubahan-perubahan instrumen moneter beserta target operasionalnya mempengaruhi berbagai variabel ekonomi dan keuangan. Melalui interaksi bank sentral, lembaga perbankan dan sektor keuangan, kemudian sektor riil. Menurut Daniar (2016), berbeda dengan mekanisme kebijakan moneter konvensional, dalam mekanisme transmisi kebijkan moneter syariah salah satu cara yang digunakan yaitu dengan pelaksanaan operasi moneter syariah dengan Operasi Pasar Terbuka (OPT) dengan instrumen SBIS. Pelaksanaan ini bertujuan untuk mempengaruhi tingkat imbal hasil Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) yang pada akhirnya mempengaruhi pembiayaan perbankan syariah. peningkatan pembiayaan ini diasumsikan mempengaruhi sektor riil yang diharapkan akan mampu mencapai sasaran kebijakan moneter. 8. Instrumen Kebijakan Moneter Syariah di Indonesia Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 10 tahun 2008 tentang Operasi Moneter Syariah, bahwa dalam rangka mencapai tujuan dalam menjaga kestabilan nilai rupiah, Bank Indonesia memiliki tugas untuk melaksanakan kebijakan moneter berdasarkan prinsip syariah. Dalam 28 menjalankan fungsinya sebagai Bank Sentral, beberapa instrumen moneter syariah yang dimiliki Bank Indonesia adalah sebagai berikut : a. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) Dalam rangka tujuan menciptakan kestabilan nilai rupiah, Bank Indonesia memiliki tugas untuk menetapkan dan menjalankan kehijakan moneter. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia dapat melakukan pengendalian moneter berdasarkan prinsip syariah melalui Operasi Pasar Terbuka (OPT). Untuk meningkatkan efektivitas pengendalian moneter berdasarkan prinsip syariah melalui operasi pasar terbuka, maka diperlukan instrumen sertifikat bank Indonesia berdasarkan prinsip syariah. Pada tahun 2000 Bank Indonesia memperkenalkan Sertifikat Wadi‟ah Bank Indonesia atau SWBI yang menggunakan aka wadi‟ah. Kemudian pada tahun 2008 Bank Indonesia mengganti SWBI dengan instrumen yang lebih baik yaitu Setifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) yang menggunakan akad Ju‟alah. Berdasarkan pasal 1 ayat 4 dalam Peraturan Bank Indonesia No. 10 tahun 2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah. Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang selanjutnya disebut SBIS adalah surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. 29 Berdasarkan Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 3 tahun 2004, Bank Indonesia memiliki tugas untuk memelihara kestabilan nilai rupiah. Untuk mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia melakukan pengendalian moneter melalui Operasi Pasar Terbuka (OPT) yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah. Sejalan dengan hal tersebut, Bank Indonesia menciptakan instrumen Operasi Pasar Terbuka yang berdasarkan prinsip syariah yang kemudian Bank Indonesia menerbitkan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) yang diterbitkan oleh Bank Indonesia menggunakan akad Ju‟alah. Akad Ju‟alah adalah janji atau komitmen untuk memberikan imbalan tertentu atas pencapaian hasil yang ditentukan dari suatu pekerjaan. Berdasarkan Fatwa DSN MUI No. 64 tahun 2007 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah, sistem akad Ju‟alah yang digunakan pada penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah yaitu: Bank Indonesia bertindak sebagai Ja‟il atau pemberi pekerjaan, Bank Syariah bertindak sebagai Maj’ul laah (penerima pekerjaan) dan objek atau underlying. Ju‟alah (mahall al-aqd) adalah partisipasi Bank Syariah untuk membantu tugas Bank Indonesia dalam pengendalian moneter melalui penyerapan likuiditas dari masyarakat dan 30 menempatkannya di Bank Indonesia dalam jumlah dan jangka waktu tertentu. 1) Karakteristik SBIS Karakteristik SBIS adalah sebagai berikut: a) Menggunakan akad ju'alah b) Satuan unit sebesar Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah) c) Berjangka waktu paling kurang 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan. d) Diterbitkan tanpa warkat (scripless) e) Dapat diagunkan kepada Bank Indonesia f) Tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder. 2) Mekanisme Penerbitan SBIS Dalam menjaga kestabilan nilai rupiah, Bank Indonesia mempunyai peran dalam menyerap kelebihan dana likuiditas bank-bank syariah melalui penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) merupakan piranti yang dapat digunakan oleh bank syariah sebagai sarana penempatan kelebihan likuiditas sementara sebelum dana yang dikelola bank syariah tersebut dapat disalurkan untuk pembiayaan sektor riil. SBIS diterbitkan melalui sistem lelang. Penerbitan SBIS menggunakan BI-SSSS. Menurut PBI No. 10 tahun 31 2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah, Bank Indonesia–Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan surat berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara peserta, penyelenggara dan Sistem Bank Indonesia –Real Time Gross Settlement. Menurut PBI No. 10 tahun 2008, Real Time Gross Settlement adalah suatu sistem transfer dana elektronik antara peserta dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika pertransaksi secara individu. 3) Pihak yang dapat ikut serta dalam lelang SBIS adalah : a) Bank Umum Syariah (BUS) atau Unit Usaha Syariah (UUS) atau pialang yang bertindak untuk dan atas nama BUS/UUS; dan b) BUS atau UUS, baik sebagai peserta langsung maupun peserta tidak langsung, wajib memenuhi persyaratan Financing to Deposit Ratio (FDR) yang ditetapkan Bank Indonesia. Dalam operasi moneter melalui penerbitan SBIS, Bank Indonesia mengumumkan target penyerapan likuiditas kepada bank syariah dan menjanjikan imbalan 32 tertentu bagi yang ikut berpasrtisipasi dalam pelaksanaannya. Perhitungan tingkat imbalan yang diberikan pada Sertifikat Bank Indonesia Syariah mengacu pada tingkat diskonto hasil lelang SBIS. Perhitungan imbalan SBIS dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut : Gambar 2.1. Perhitungan Imbalan SBIS Nilai imbalan SBIS = Nilai Nominal SBIS x (Jangka Waktu SBIS/360) x Tingkat Imbalan SBIS (Sumber : Surat Edaran Bank Indonsia No. 10 tahun 2008) b. Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS) Menurut pasal 1 Peraturan Bank Indonesia No. 14 tahun 2012 tentang Pasar Uang Antar Bank Syariah. Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah yang selanjutnya disingkat PUAS adalah kegiatan transaksi keuangan jangka pendek antarbank berdasarkan prinsip syariah baik dalam rupiah maupun valuta asing. Menurut Fatwa DSN MUI No. 37/DSN-MUI/2002, pengertian PUAS adalah kegiatan transaksi keuangan jangka pendek antarpeserta pasar berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Piranti yang digunakan dalam transaksi Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS) adalah Sertifikat Investasi Mudharabah 33 Antar Bank Syariah (SIMA). Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syariah ini merupakan instrumen investasi antara bank yang kelebihan dana untuk mendapatkan keuntungan dengan bank yang kekurangan dana jangka pendek yang menggunakan akad Mudharabah. Pada dasarnya Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) dan Pasar Uang Antarbank Konvensional (PUAK) memiliki persamaan, yaitu kedua pasar uang tersebut memiliki fungsi yang sama. PUAS dan PUAK berfungsi sebagai pengatur likuiditas. Jika bank kelebihan likuiditas maka mereka akan menggunakan instrumen pasar uang untuk investasi, dan apabila kekurangan likuiditas akan menerbitkan instrumen untuk mendapatkan dana tunai. Perbedaan mendasar diantara keduanya yaitu adalah dalam hal mekanisme penerbitan dan sifat instrumen itu sendiri. Pada pasar uang konvensional instrumen yang diterbitkan adalah instrumen hutang yang dijual dengan diskon dan didasarkan atas perhitungan bunga sedangkan pasar uang syariah yang diterbitkan adalah instrumenyang menggunakan akad berdasar prinsip syariah sesuai dengan kebutuhan dan mengharuskan adanya underlying asset dalam penerbitan instrumenersebut atau dalam bentuk penyertaan. (Soemitra, 2014) Menurut Lestari (2012) instrumen moneter syariah mempunyai peran yang penting dalam mempengaruhi tingkat 34 harga dan output suatu negara. Dengan semakin berkembangnya perbankan syariah, maka diperlukan fasilitas dan peraturan perbankan syariah yang sesuai dengan prinsip syariah. Hal ini dibutuhkan agar operasional perbankan syariah dapat beroperasi secara sehat dan dapat menjalankan prinsip syariah. Untuk mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia mempunyai beberapa instrumen likuiditas perbankan syariah, yaitu : 1. Giro Wajib Minimum. 2. Kliring. 3. Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS). 4. Sertifikat Bank Indonesia Syariah. Keempat instrumen tersebut berguna untuk mendukung kelancaran lalu lintas pembayaran antarbank dan pelaksanaan kegiatan Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS). Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, bank dapat mengalami kekurangan dan kelebihan likuiditas. Apabila suatu bank mengalami kelebihan likuiditas maka bank dapat melakukan penempatan kelebihan dana likuiditas pada instrumen syariah yang telah disiapkan oleh Bank Indonesia sehingga bank tersebut dapat memperoleh keuntungan dari penempatan kelebihan dana likuiditas tersebut. Sedangkan apabila suatu bank syariah mengalami kekurangan likuiditas, maka bank syariah tersebut dapat 35 menerbitkan Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank (Sertifikat IMA) yang merupakan sarana penanaman dana bank syariah. 9. Perbankan Syariah dan Pembiayaan Bank Syariah Bank syariah beroperasi dimulai dengan kegiatan pengumpulan dana dari nasabah melalui produk deposito/investasi, titipan giro dan tabungan. Dana yang terkumpul kemudian diinvestasikan pada dunia usaha melalui investasi sendiri tanpa bagi hasil (trade financing) dan investasi dengan pihak lain dengan bagi hasil (investment financing). Ketika ada hasil berupa keuntungan atau rugi, maka bagian keuntungan atau kerugian dibagi kembali antara bank dan nasabah pendanaan atau shahibul maal sesuai dengan akad. (Asngari, 2014). Prinsip operasi bank syariah berlandaskan pada bagi hasil yakni melalui profit-loss sharing atau revenue sharing. Bagi hasil akan mendorong investasi, sehingga distribusi kekayaan dan pendapatan akan menumbuhkan sektor riil, sehingga produktivitas dan kesempatan kerja akan meningkat. Dampaknya, tujuan pertumbuhan ekonomi atau kegiatan ekonomi juga meningkat (Ascarya, 2008). Bank syariah berfungsi sebagai lembaga intermediasi dalam memperlancar mekanisme ekonomi di sektor riil melalui aktivitas investasi atau jual beli, serta memberikan pelayanan jasa simpanan/perbankan bagi nasabah. Secara teori, bank syariah menggunakan konsep Two Tier Mudharabah atau mudarabah dua tingkat, yaitu bank syariah berfungsi dan beroperasi sebagai lembaga intermediasi investasi yang menggunakan 36 akad mudharabah pada kegiatan pendanaan atau di sisi passiva maupun pembiayaan atau di sisi aktiva (Ascarya, 2008). Perbankan syariah berfungsi sebagai intermediasi keuangan dalam rangka menjembatani antara pihak-pihak yang mengalami kelebihan dana dengan pihak yang mengalami kekurangan dana. Dari pembiayan dengan prinsip bagi hasil diperoleh bagian bagi hasil/laba sesuai kesepakatan awal (nisbah bagi hasil) dengan prinsip jual beli diperoleh margin keuntungan, sedangkan dari pembiayaan dengan prinsip sewa diperoleh pendapatan sewa. Keseluruhan pendapatan dari pooling fund ini kemudian dibagihasilkan antara bank dengan semua nasabah yang menitipkan, menabung, atau menginvestasikan uangnya sesuai dengan kesepakatan awal. Bagian nasabah atau hak pihak ketiga akan didistribusikan kepada nasabah, sedangkan bagian bank akan dimasukan kedalam laporan rugi laba sebagai pendapatan operasi utama. Sementara itu, pendapatan lain, seperti dari mudharabah muqayyadah (investasi terikat) dan jasa keuangan dimasukkan ke dalam laporan rugi laba sebagai pendapatan operasi lainnya (Ascarya, 2008). Pendapatan bersih atau laba bank syariah dapat digunakan untuk memperbesar aset bank syariah untuk mendukung kinerjanya dalam penarikan dana pihak ketiga dan dalam penyaluran pembiayaan, sehingga laba yang akan diperoleh di periode berikutnya terus meningkat. Peningkatan kinerja perbankan syariah dipengaruhi oleh kondisi ekonomi 37 yang stabil, sehingga kemampuan mudharib khususnya pengusaha dalam mengalokasikan investasinya dapat memberikan hasil positif, dan ini akan berdampak pada pengembalian pembiayaan bank syariah. Berdasarkan pasal 1 butir 12 Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan, pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil Menurut Muhammad (2005) ada bebarapa fungsi pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah kepada masyarakat penerima diantaranya: a. Meningkatkan daya guna uang Para penabung menyimpan uangnya di bank dalam bentuk giro, tabungan dan deposito. Uang tersebut dalam prosentase tertentu ditingkatkan kegunaannya oleh bank guna suatu usaha peningkatan produkivitas. b. Sebagai alat hubungan ekonomi internasional. Bank sebagai lembaga kredit/pembiayaan tidak saja bergerak didalam negeri tapi juga diluar negeri. Negara-negara kaya atau yang kuat ekonominya, demi persahabatan antar negara banyak memberikan bantuan kepada negara-negara yang sedang berkembang atau yang sedang membangun. Bantuan tersebut 38 tercermin dalam bentuk bantuan kredit dengan syarat-syarat tertentu. c. Meningkatkan peredaran uang Melalui pembiayaan, peredaran uang kartal maupun giral akan lebih berkembang oleh karena pembiayaan menciptakan suatu kegairahan berusaha sehingga penggunaan uang akan bertambah baik. d. Meningkatkan daya guna barang Produsen dengan bantuan pembiayaan bank dapat mengubah bahan mentah menjadi bahan jadi sehingga utility dari bahan tersebut meningkat. e. Menimbulkan kegairahan berusaha. Bantuan pembiayaan yang diterima pengusaha dari bank inilah kemudian yang digunakan untuk memperbesar volume usaha dan produktivitas. f. Sebagai jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional. Para usahawan yang memperoleh pembiayaan tentu saja berusaha untuk meningkatkan usahanya. Peningkatan usaha berarti peningkatan profit/pendapatan. Menurut Soemitra (2014), secara garis besar produk pembiayaan bank syariah terbagi menjadi 6 kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, antara lain: 39 a. Pembiayaan Berdasarkan Pola Jual Beli Dengan Akad Murabahah, Salam atau Istishna 1) Akad Murabahah Akad Murabahah adalah akad pembiayaan suat barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli, dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati. Murabahah berasal dari kata ribhu (keuntungan) karean dalam transaksi jual beli, bank menyebut jumlah keuntungannya (margin/mark up). Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan. Kedua pihak harus menyepakati haraga jual dan jangka awaktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad, dalam perbankan, murabahah lazimnya dilakukan dengan cara pebayran cicilan (bi tsaman ajil). Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh. 2) Akad Salam Akad Salam adalah akad pembiayaan suatu barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga yang dilakukan terlebih dahulu dengan syarat tertentu yang disepakati. Dalam praktik perbankan, ketika barang telah diserahkan kepada bank, maka 40 bank akan menjualnya kepada rekanan nasabah atau kepada nasabah itu sendiri secara tunai atau secra cicilan. Harga jual yang ditetapkan bank adlah harga beli bank dari nasabah ditambah keuntungan. Dalam hal bank menjualnya secara tunai biasanya disebut pembiayaan talangan. Sedangkan dalam hal bank menjualnya secara cicilan, kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Umumnya transaksi ini diterapkan dalam pembiayaan barang yang belum ada seperti pembelian komoditas pertanian. 3) Akad Istishna’ Akad Istishna’ adalah pembiayaan barang dalam benuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyartan tertentu yang dispekati pemesan atau pembeli (mustashni’) dan penjual atau pembuat (shani’). Produk Istishna‟ menyerupai produk salam, namun dalam istishna‟ pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali pembayaran. Skim istishna‟ dalam bank syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi. b. Pembiayaan Bagi Hasil berdasarkan Akad Mudharabah atau Musyarakah. 1) Akad Mudharabah 41 Akad Mudharabah adalah akad kerja sama suatu usaha antara pihak pertama (malik, shahibul mal, atau bank syariah) yang menyediakan seluruh modal dan pihak kedua (‘amil, mudharib , atau nasabah) yang bertindak selaku pengelola dana dengan membagi keuntungan usaha sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam akad. Sedangkan kerugian ditanggung seluruhnya oleh bank syariah kecuali jika pihak kedua melakukan kesalahan yang disengaja. 2) Akad Musyarakah Akad Musyarakah adalah akad kerjasama diantara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu yang masingmasing pihak memberikan porsi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan akan dibagi sesuai dengan kesepakatan. Sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan porsi dana masing-masing. Secara spesifik bentuk kontribusi dari pihak yang bekerjasama dapat berupa dana, barang perdagangan, kewiraswastaan, kepandaian, kepemilikan, peralatan, atau intangible asset (seperti hak paten atau goodwill), kepercayaan atau reputasi dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang. Dengan merangkum seluruh kombinasi dari bentuk kontribusi masing-masing pihak dengan atau tanpa batasan waktu menjadikan produk ini sangat fleksibel. 42 c. Pembiayaan Berdasarkan Akad Qardh Akad Qardh adalah akad pinjaman dana kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan pokok pinjaman yang diterimanya pada waktu yang telah disepakati baik secara sekaligus maupun cicilan. d. Pembiayaan Penyewaan Barang Bergerak atau Tidak Bergerak Kepada nasabah berdasarkan Akad Ijarah atau Sewa Beli dalam bentuk Ijarah . 1) Akad Ijarah Akad Ijarah adalah penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. 2) Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik adalah akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang. e. Pengambil alihan Utang Berdasarkan Akad Hawalah Akad hawalah adalah akad pengalihan utang dari pihak yang berutang kepada pihak lain yang wajib menanggung atau membayar. 43 Dalam praktik perbankan syariah, fasilitas hiwalah lazimnya untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Bank mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan piutang. Untuk mengantisipasi risiko kerugian yang akan timbul, bank perlu melakukan penelitian atas kemampuan pihak yang berhutang dan kebenaran transaksi antara yang memindahkan piutang dengan yang berhutang. f. Pembiayaan Multijasa Pembiayaan Multijasa adalah pembiayaan yang diberikan bnak syariah dalam bentuk sewa menyewa jas dalam bentuk ijarah dan kafalah. 10. Sektor Riil Sektor riil adalah segala bentuk kegiatan ekonomi yang berkaitan dengan permintaan dan penawaran barang dan jasa. Sektor riil adalah kegiatan yang mengacu pada sektor yang memproduksi barang dan jasa melalui pemanfaatan bahan baku dan faktor produksi. Karena itu, sektor riil juga sering disebut pasar barang dan jasa. Pasar barang dan jasa adalah tempat bertemunya permintaan dan penawaran akan barang dan jasa. Sisi penawaran dalam hal ini menggambrakan kemampuan perekonomian menghasilkan barang dan jasa. Sedangkan sisi permintaan menggambarkan pengeluaran atau konsumsi yang dilakukan oleh pelaku ekonomi. Perkembangan sektor riil dapat direpresentasikan oleh tingkat 44 Gross Domestic Product (GDP) atau dengan tingkat Indeks Produksi Industri (IPI). a. Indeks Produksi Industri (IPI) Indeks Produksi Industri adalah salah satu indikator ekonomi makro yang menghitung output produksi riil dari sektor industri pertambangan, manufaktur dan industri lainnya seperti migas dan listrik. Di Negara Amerika Serikat, Indeks Produksi Industri (IPI) dihitung dan dipublikasikan oleh Federal Reserve Board sedangkan di negara lainnya seperti Indonesia, dihitung dan dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik. Indeks Produksi Industri adalah angka yang menunjukkan persentase kenaikan atau penurunan nilai industri manufaktur periode berjalan terhadap nilai produksi industri manufaktur pada periode sebelumnya. Angka indeks yang dihasilkan menggambarkan perkembangan produksi sektor industri manufaktur secara lebih dini serta data series yang lebih panjang dan lengkap karena sifatnya yang dirancang secara periodik bulanan. Angka Indeks Produksi Industri disajikan dalam bulanan, triwulan dan tahunan. Awal penggunaan Indeks Produksi Industri (IPI) bulanan, merupakan pemenuhan komitmen pemerintah Republik Indonesia yang menjadi anggota International Monetary Fund (IMF) melalui Spesial Data Dissemination Standard (SDDS). IPI dimaksudkan sebagai sistem pemantauan dini, agar krisis moneter atau ekonomi tidak terulang. Mulai tahun 2000, Badan Pusat Statistik (BPS) 45 melakukan survei industri besar dan sedang bulanan yang sampelnya terintegrasi dengan survei industri triwulanan. Sejak tahun 2000, data diolah dari 195 perusahaan hasil survei industi bulanan dan menggunakan tahun 2000 sebagai tahun dasar. (Nugroho, 2009). B. Keterkaitan Antar Variabel a. Hubungan Antara SBIS dengan IPI Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) merupakan instrumen moneter syariah yang diterbitkan oleh otoritas moneter dalam hal ini Bank Indonesia sebagai instrumen penyimpanan kelebihan dana yang tidak tersalurkan oleh perbankan syariah ke sektor riil serta untuk membantu likuiditas perbankan syariah. Menurut Asnuri (2013) SBIS berperan sebagai instrumen moneter syariah dalam operasi pasar terbuka dengan tujuan untuk pengendalian likuiditas. Di mana efisiensi mobilisasi dana antara pihak yang surplus dan defisit akan mempengaruhi pembiayaan bank syariah yang akan mendukung perkembangan sektor riil. Tingkat imbal hasil dari SBIS yang diterima perbankan syariah akan mempengaruhi modal inti bank syariah sehingga pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan akan meningkat. Peningkatan pembiayaan bank syariah ini kemudian akan berdampak pada perkembangan di sektor riil. b. Hubungan Antara PUAS dengan IPI Sesuai dengan amanah UU No. 23 tahun 1999, Bank Indonesia telah mengeluarkan kebijakan mengenai Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS). Kebijakan PUAS mengatur bank 46 umum syariah maupun konvensional agar dapat berinvestasi jangka pendek pada bank umum syariah yang membutuhkan likuiditas dengan menggunakan prinsip mudharabah atau bagi hasil. Menurut Daniar (2016) Salah satu cara yang digunakan yaitu dengan pelaksanaan operasi moneter syariah dengan Operasi Pasar Terbuka (OPT) dengan instrumen SBIS. Pelaksanaan ini bertujuan untuk mempengaruhi tingkat imbal hasil Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) yang pada akhirnya mempengaruhi pembiayaan perbankan syariah. Peningkatan pembiayaan ini diasumsikan mempengaruhi sektor riil yang diharapkan akan mampu mencapai sasaran kebijakan moneter. c. Hubungan Antara Pembiayaan Bank Syariah dengan IPI Indeks Produksi Industri merupakan indeks yang digunakan untuk menggambarkan terjadinya kemajuan atau perkembangan output produksi riil dari sektor industri. Menurut Asnuri (2013) pada dasarnya, yang menjadi perbedaan khas antara pembiayaan yang dilakukan oleh perbankan syariah dengan perbankan konvensional adalah bahwa akad-akad pada produk pembiayaan perbankan syariah lebih diprioritaskan untuk mendorong pergerakan sektor riil, khususnya produk kerja sama atau bagi hasil yaitu mudhârabah dan musyârakah. Pembiayaan kerja sama ini akan berdampak pada produktivitas masyarakat dalam menciptakan barang dan jasa dalam hal ini sektor industri yang kemudian akan berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat. 47 C. Penelitian Terdahulu Penelitian tentang pengaruh SBIS, PUAS serta pembiayaan bank syariah terhadap sektor riil telah banyak dilakukan oleh para peneliti ekonomi, diantaranya adalah : 1. Ascarya, “Alur Transmisi dan Efektifitas Kebijakan Moneter Ganda di Indonesia”, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Vol. 14, No. 3, Januari 2012. Dalam penelitian tersebut peneliti meneliti bagaimana alur transmisi dan efektifitas kebijakan moneter ganda di Indonesia yaitu moneter konvensional dan moneter syariah. Dari sisi moneter syariah, peneliti meneliti bagaimana pengaruh atau dampak SBIS, PUAS serta bagi hasil pembiayaan bank syariah terhadap inflasi dan sektor riil yang direpresentasikan oleh tingkat IPI. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah : SBI, SBIS, PUAB, PUAS, suku bunga kredit bank konvensional, tingkat bagi hasil pembiayaan bank syariah, total kredit bank konvensional, total pembiayaan bank syariah serta tinkat inflasi. Penelitian tersebut menggunakan beberapa metode, yaitu Granger Causality dan Vector Autoregression (VAR) / Vector Error Correction Model (VECM), Standard Error Correction Model dengan dua step serta deskriptif analitis. Dari hasil penelitiannya didapatkan hasil bahwa; pertama, berdasarkan uji kausalitas granger, instrumen moneter syariah belum 48 dapat diidentifikasi secara jelas dan alurnya terputus di PUAS. Namun, instrumen moneter syariah yang menggunakan akad profit and lost sharing dalam pembiayaan seperti akad Mudharabah berpengaruh positif terhadap output atau sektor riil dan tidak berpengaruh pada inflasi. Kedua, berdasarkan uji IRF, secara keseluruhan gejolak pada SBIS, PUAS serta pembiayaan bank syariah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. 2. Rifky Yudi Setiawan dan Karsinah, “Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Konvensional Dan Syariah Dalam Mempengaruhi Inflasi Dan Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia”, Economics Development Analysis Journal, Vol. 5 No. 4, Oktober 2016. Penelitian tersebut bertujuan untuk melihat alur transmisi kebijakan moneter dari sisi konvensional dan syariah dalam mempengaruhi inflasi dan pertumbuhan ekonomi, yang kemudian membandingkan keduanya. Variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut antara lain Indeks Harga Konsumen (IHK), Industrial Production Index (IPI) Proxy Pertumbuhan Ekonomi. Variabel Konvensional terdiri dari: Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Suku Bunga Pasar Uang Antar Perbankan Konvensional (PUAB), Suku Bunga Kredit (INT), Kredit yang disalurkan. Variabel Syariah terdiri dari: fee Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Bagi Hasil Pasar Uang Antar Perbankan Syariah 49 (PUAS), Bagi Hasil Pembiayaan Perbankan Syariah (PLS), dan Pembiayaan yang disalurkan. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah metode Vector Error Correction Model (VECM). Dari hasil penelitian tersebut dijelaskan bahwa, berdasarkan Uji VECM dalam pengaruh jangka panjang dan pendek variabel jalur syariah terhadap petumbuhan ekonomi adalah pada jangka pendek hanya ada variabel fee SBIS yang signifikan berpengaruh positif terhadap Indeks Produksi Industri (IPI). Sementara dalam jangka panjang, semua variabel jalur syariah signifikan berpengaruh pada Indeks Produksi Industri (IPI). Dalam jangka panjang, variabel pembiayaan bank syariah dan PUAS berpengaruh positif terhadap Indeks Produksi Industri (IPI) tetatpi variabel SBIS berpengaruh negatif terhadap Indeks Produksi Industri (IPI). 3. M. Shabri Abd. Majid dan Salina H. Kassim, “Assessing the contribution of Islamic finance to economic growth. Empirical evidence from Malaysia”, Journal of Islamic Accounting and Business Research, Vol. 6 Iss 2 pp. 292 – 310, 2015. Penelitian tersebut meneliti bagaimana hubungan jangka pendek dan jangka panjang antara perbankan syariah dan lembaga keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi di Malaysia. 50 Variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut antara lain: Gross Domestic Product (GDP), rasio total deposit perbankan syariah terhadap nominal GDP, rasio total pembiayaan perbankan syariah terhadap nominal GDP, Malaysia’s Dow Jones Islamic Stock Index, rasio total impor dan ekspor terhadap nominal GDP, dan Consumer Price Index (CPI). Metode analisis data yang digunakan antara lain: Auto Regressive Distributed Lag (ARDL), Vector Error Correction Model (VECM) and Variance Decompositions (VDCs). Hasil dalam penelitian tersebut menyatakan bahwa berdasarkan hasil dari tes Auto Regressive Distributed Lag (ARDL) terdapat hubungan keseimbangan jangka panjang antara Islamic Banking and Financial Institutions (IBFIs) dan pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut secara tidak langsung menyatakan bahwa mengembangkan perbankan syariah dan industri keuangan adalah salah satu pilihan kebijakan yang relevan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Malaysia. 4. Raditya Sukmana dan Salina H. Kassim, “Roles of the Islamic banks in the monetary transmission process in Malaysia”, International Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and Management, Vol. 3 Iss 1 pp. 7 – 19, 2010. 51 Tujuan penelitian tersebut adalah untuk melihat bagaimana pentingnya perbankan syariah dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter di Malaysia. Variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut antara lain: Industrial Production Index (IPI), Pembiayaan perbankan syariah, Deposito perbankan syariah, dan suku bunga ONIGHT. Analisis data yang digunakan adalah Uji Kointegrasi, Uji Impulse Response Function (IRF), dan Uji Variance Decompositions. Dalam penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa perbankan syariah memainkan peran yang penting dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter di Malaysia. Perbankan syariah efektif dalam mentransmisikan kebijakan moneter terhadap sektor riil. 5. Yoghi Citra Pratama, “Effectiveness of Conventional and Syariah Monetary Policy Transmission”, Tazkia Islamic Finance and Business Review, Volume 8.1, 2014. Tujuan dalam penelitian tersebut adalah untuk mengetahui perbandingan efektifitas transmisi kebijakan moneter melalui instrumen konvensional dan Syariah melalui jalur suku bunga dan jalur bagi hasil/margin, untuk mengendalikan tingkat harga (inflasi) dan memacu pertumbuhan ekonomi (output). Variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut antara lain: suku bunga SBI, suku bunga PUAS, suku bunga deposito dan suku bunga kredit, serta dari sisi syariah adalah imbal hasil SBIS, imbal 52 hasil PUAS, bagi hasil deposito dan margin pembiayaan. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah anaisis kuantitatif dengan Vector Auto Regressive (VAR)/Vector Error Corection Model (VECM). Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan Uji Kausalitas Granger, secara keseluruhan, alur transmisi kebijakan moneter Syariah belum dapat diidentifikasi secara jelas dan terputus di imbal hasil/profit and loss sharing deposits. Berdasarkan Uji IRF, Indeks Produksi Industri (IPI) direspon positif oleh SBIS. Margin pembiayaan direspon negatif oleh IPI. Sedangkan shock yang terjadi pada variabel PUAS tidak memiliki pengaruh terhadap IPI. 6. Istiqomah, “Dinamika Interaksi Antara Variabel Moneter Dan Pasar Modal Syariah Terhadap Pertum buhan Ekonomi Indonesia”, Skripsi, Bogor :Institut Pertanian Bogor. 2012. Tujuan dalam penelitian tersebut adalah untuk melihat aktivitas pasar modal syariah dengan variabel moneter dalam memengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut antara lain: data pertumbuhan ekonomi (GDP), harga indeks pada JII, nilai kapitalisasi saham syariah, dan nilai perdagangan saham syariah yang kemudian dikaitkan dengan variabel moneter, seperti: SBI (Sertifikat Bank Indonesia), SBIS (Sertifikat Bank Indonesia Syariah), jumlah uang beredar (M2), dan Exchange Rate (XR). 53 Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut terkait variabel moneter syariah berdasarkan uji VECM adalah variabel SBIS berpengaruh signifikan positif terhadap Gross Domestic Product (GDP) dalam jangka panjang dan jangka pendek. 7. Wulandari Sangidi, ”Efektivitas Mekanisme Transmisi Moneter Melalui Jalur Pembiayaan Bank Syariah Di Indonesia”, Skripsi, Bogor :Institut Pertanian Bogor. 2014. Penelitian tersebut menganalisis bagaimana efektifitas mekanisme transmisi moneter melalui jalur pembiayaan bank syariah di Indonesia. Variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah DPK, pembiayaan bank syariah, SBIS, PUAS, IPI dan CPI. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah VAR/VECM. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa, variabel pembiayaan bank syariah memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan output yang direpresentasikan oleh tingkat IPI. Sementara variabel PUAS dan SBIS memiliki hubungan yang searah negatif dengan pertumbuhan ekonomi sehingga peningkatan imbal hasil PUAS dan SBIS akan meurunkan pertumbuhan output. 54 D. Kerangka Penelitian Gambar 2.2. Kerangka Penelitian Data Time Series Uji Stasioneritas Data Stasioner Tidak Stasioner VAR pada level VAR pada first difference Uji lag optimal Uji Kausalitas Granger Uji Kointegrasi Tidak Terkointegrasi Terkointegrasi VAR VECM Impulse Response Function Forecast Error Variance Decomposition 55 E. Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah dalam sebuah penelitian. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru berdasarkan teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut: 1. SBIS terhadap IPI H0 : Tidak terdapat pengaruh positif SBIS terhadap IPI H1 : Terdapat pengaruh positif SBIS terhadap IPI 2. PUAS terhadap IPI H0 : Tidak terdapat pengaruh positif PUAS terhadap IPI H1 : Terdapat pengaruh positif PUAS terhadap IPI dalam jangka pendek 3. Pembiayaan Bank Syariah terhadap IPI H0 : Tidak terdapat pengaruh positif pembiayaan bank syariah terhadap IPI H1 : Terdapat pengaruh positif pembiayaan bank syariah terhadap IPI 56 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Terdapat empat variabel dalam penelitian ini, satu variabel terikat dan tiga variabel bebas, yaitu : 1. Variabel Terikat : Tingkat Indeks Produksi Industri 2. Variabel Bebas : Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS) dan Pembiayaan Bank Syariah B. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder yang berupa deret waktu (time series) bulanan. Periode penelitian dimulai dari Januari 2010 hingga Oktober 2016. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai sumber yaitu Statistik Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (SPS OJK), Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia Bank Indonesia (SEKI BI), dan Badan Pusat Statistik (BPS). 1. Data total pembiayaan bank syariah diperoleh dari Statistik Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (SPS OJK). 2. Data tingkat Indeks Produksi Industri (IPI) diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS). 3. Data SBIS diperoleh dari SEKI BI 4. Data PUAS diperoleh dari SEKI BI 57 C. Metode Pengumpulan Data 1. Library Research ( Studi Literatur ) Adalah metode pengumpulan data melalui berbagai sumber literature seperti jurnal, buku teks, majalah, paper ilmiah dan lain sebagainya yang berhubungan dengan aspek yang akan diteliti untuk memperoleh data yang valid. 2. Field Research ( Studi Lapangan) Adalah metode pengumpulan data melalui pengumpulan data sekunder yang diperoleh dari sumber sumber terpercaya. Sumber data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari situs resmi Bank Indonesia (www.bi.go.id ), Badan Pusat Statistik (www.bps.go.id ) dan dari situs resmi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) (www.ojk.go.id). D. Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode VAR/VECM yang dibantu perangkat lunak E-Views 9 untuk menganalisis peran pembiayaan bank syariah dan instrumen moneter syariah yaitu SBIS dan PUAS terhadap output yang direpresentasikan oleh tingkat Indeks Produksi Industri (IPI). Analisis VECM digunakan untuk melihat hubungan jangka panjang dan jangka pendek antara variabel dependen dan variabel independen. Analisis data dengan menggunakan pendekatan model VAR dan VECM yang umumnya digunakan yaitu estimasi VECM, Impulse Respons Function (IRF), Forecast Error Variance Decomposition (FEVD), dan Uji 58 Kausalitas Granger. Sebelum melakukan estimasi VAR/VECM, maka ada beberapa tahapan yang harus dilakukan yaitu pengujian pra-estimasi. Pengujian-pengujian tersebut antara lain Uji Stasioneritas data, penentuan lag optimal, dan Uji Kointegrasi. 1. Uji Stasioneritas Data Tahap awal yang dilakukan dalam mengolah data time series adalah dengan melakukan uji stasioneritas. Data ekonomi time series umumnya mengandung akar unit atau memiliki tren yang tidak stasioner. Data yang mengandung akar unit (tidak stasioner) akan memberikan hasil estimasi yang semu (spurious) karena tren data tersebut cenderung berfluktuasi tidak di sekitar nilai rata-ratanya. Hasil estimasi yang semu akan menggambarkan hubungan antar variabel yang terlihat signifikan secara statistik padahal kenyataannya tidak. (Sangidi, 2014). Tipe pengujian yang umumnya digunakan untuk menguji stasioneritas, yaitu Augmented Dickey-Fuller Test dan Phillips-Perron Test. Uji Stasioneritas dalam penelitian ini menggunakan Augmented DickeyFuller (ADF). Uji Stasioneritas data dalam ADF dilihat dari nilai tstatistik yang dibandingkan dengan nilai kritis Mac-Kinnon pada level 1 persen, 5 persen, atau 10 persen. Apabila nilai mutlak t-statistik ADF lebih kecil dari nilai mutlak MacKinnon Critical Value maka data telah stasioner pada taraf nyata yang telah ditentukan. Apabila berdasarkan hasil uji ADF data tidak stasioner pada tingkat level maka harus dilakukan penarikan 59 diferensial sampai data stasioner pada tingkat first difference atau second difference. 2. Uji Lag Optimal Tahap penting yang harus dilakukan dalam menggunakan model VAR/VECM adalah menentukan panjang lag optimal. Lag berguna untuk menghilangkan masalah autokorelasi dan untuk menunjukkan berapa lama reaksi suatu variabel terhadap variabel lainnya. Penentuan panjang lag optimal harus secara tepat karena apabila lag yang dipilih terlalu panjang maka akan banyak derajat bebas yang terbuang, sehingga akan mengakibatkan model menjadi tidak signifikan. Penentuan panjang lag optimal dapat diidentifikasi dengan menggunakan Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Criterion (SC), dan Hannan-Quin Information Criterion (HQ). 3. Uji Stabilitas VAR Uji stabilitas VAR dilakukan dengan menghitung akar-akar dari fungsi polinomial. Jika semua akar dari fungsi polinomial tersebut berada di dalam unit circle atau jika nilai absolutnya < 1 maka model VAR tersebut dianggap stabil sehingga hasil Impulse Response Function (IRF) dan Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) yang dihasilkan dianggap valid. 4. Uji Kointegrasi Uji kointegrasi dilakukan untuk menentukan stasioner atau tidaknya variabel-variabel yang mengalami kointegrasi. Pengujian 60 kointegrasi dapat dilakukan dengan uji Johansen Cointegration, dan uji Kointegrasi Durbin-Watson. Pengujian ini dilakukan untuk melihat hubungan jangka panjang antar variabel yang telah memenuhi persyaratan di mana semua variabel telah stasioner pada derajat yang sama yaitu pada tahap first difference. Uji kointegrasi dalam penelitian ini dilakukan dengan uji Johansen Cointegration. Untuk mengetahui adanya kointegrasi dilihat dari nilai trace statistic yang dibandingkan dengan nilai kritis (critical value). Apabila nilai trace statistic > nilai kritis, maka dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel tersebut memiliki kointegrasi. 5. Uji Kausalitas Granger Uji Kausalitas Granger dilakukan untuk melihat hubungan kausalitas di antara variabel-variabel yang ada di dalam model. Kausalitas Granger mengukur kekuatan hubungan antar variabel dan menunjukkan arah hubungan sebab akibat yaitu X menyebabkan Y, Y menyebabkan X, atau X menyebabkan Y dan Y juga menyebabkan X. Penggunaan uji kausalitas Granger dapat mengetahui beberapa hal, sebagai berikut: Apakah X mendahului Y, apakah Y mendahului X, atau hubungan X dan Y timbal balik. Suatu variabel X dikatakan menyebabkan variabel lain Y, apabila Y saat ini diprediksi lebih baik dengan menggunakan nilai-nilai masa lalu X. Asumsi dalam uji ini adalah bahwa X dan Y dianggap sepasang data runtut waktu yang memiliki kovarians linier yang stasioner (Istiqomah, 2012). Hipotesis awal atau H0 diuji adalah tidak adanya hubungan 61 kausalitas, sedangkan hipotesis alternatifnya atau H1 adalah adanya hubungan kausalitas. Kriteria dalam penerimaan atau penolakan H0 dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas dengan nilai kritis yang digunakan. Nilai kritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5 %. H0 ditolak apabila nilai probabilitas lebih kecil dari nilai kritis, sehingga terdapat hubungan kausalitas pada variabel-variabel yang diuji. 6. Vector Error Correction Model (VECM) VECM merupakan bentuk VAR yang terestriksi. Restriksi tambahan ini harus diberikan karena adanya bentuk data yang tidak stasioner namun memiliki kointegrasi. VECM kemudian memanfaatkan informasi restriksi kointegrasi tersebut ke dalam spesifikasinya. Ketika dua atau lebih variabel yang terlibat dalam suatu persamaan pada data level tidak stasioner maka kemungkinan terdapat kointegrasi pada persamaan tersebut. Jika setelah dilakukan uji kointegrasi terdapat persamaan kointegrasi dalam model yang digunakan maka dianjurkan untuk memasukkan persamaan kointegrasi ke dalam model yang digunakan. Kebanyakan data time series stasioner pada perbedaan pertama. Maka untuk mengantisipasi hilangnya informasi jangka panjang dalam penelitian ini akan digunakan model VECM (Istiqomah, 2012). Pengaruh jangka panjang dan jangka pendek dapat dilihat dari nilai T-statistik yang dibandingkan dengan nilai T-tabel. Apabila nilai Tstatistik lebih besar dari nilai T-tabel maka variabel tersebut signifikan memiliki pengaruh dalam jangka panjang atau jangka pendek. 62 7. Impulse Response Function (IRF) Impulse respons function (IRF) menggambarkan tingkat laju dari guncangan variabel yang satu terhadap variabel lainnya pada suatu rentang periode tertentu, sehingga dapat dilihat lamanya pengaruh guncangan satu variabel terhadap variabel lain hingga pengaruh tersebut hilang dan mencapai keseimbangan. IRF digunakan untuk melihat pengaruh kontemporer dari sebuah variabel dependen jika mendapatkan guncangan atau inovasi dari variabel independen sebesar satu standar deviasi. Selain itu, IRF dapat mengukur kekuatan relatif dari berbagai guncangan dan menelusuri pola dan arah transmisi guncangan. (Sangidi, 2014). 8. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) Metode yang dapat dilakukan untuk melihat bagaimana perubahan dalam suatu variabel yang ditunjukkan oleh perubahan error variance dipengaruhi oleh variabel-variabel lainnya adalah FEVD. Metode ini mencirikan suatu struktur dinamis dalam model VAR. Metode ini dapat melihat kekuatan dan kelemahan masing-masing variabel dalam memengaruhi variabel lainnya dalam kurun waktu yang panjang (Istiqomah, 2012). Metode ini dapat melihat kekuatan dan kelemahan masing-masing variabel memengaruhi variabel lainnya dalam kurun waktu yang panjang. FEVD menghasilkan informasi mengenai peranan variabel tertentu terhadap variabel lainnya dalam model. 63 E. Model Penelitian Model yang digunakan dalam penelitian ini mengenai pengaruh kebijakan moneter syariah jalur pembiayaan bank syariah dengan sasaran akhir output atau sektor riil yang direpresentasikan oleh Indeks Produksi Industri (IPI). Berikut adalah model yang dibentuk dalam penelitian ini: Ln IPI = β0 + β1SBIS+ β2PUAS + β3LnPembiayaan + e Keterangan: Ln IPI = Logaritma Natural dari Indeks Produksi Industri sebagai proxy pertumbuhan ekonomi atau sektor riil SBIS = Tingkat Bagi Hasil Sertifikat Bank Indonesia Syariah (Persen) PUAS = Tingkat Bagi Hasil Pasar Uang Antar Perbankan Syariah (Persen) Ln Pembiayaan = Logaritma Natural dari jumlah total pembiayaan bank syariah F. Operasional Variabel Penelitian 1. Variabel Dependen Indeks Produksi Industri Indeks Produksi Industri adalah suatu angka yang menunjukkan peningkatan atau penurunan nilai industri manufaktur periode berjalan terhadap nilai produksi industri manufaktur pada periode sebelumnya. Indeks Produksi Industri (IPI) adalah angka yang menghitung output riil dari industri manufaktur, pertambangan dan industri besar lainnya seperti industri minyak dan gas. Data Indeks Produksi Industri dalam penelitian ini menggunakan data dari periode Januari 2011 hingga Oktober 2016. 64 2. Variabel Independen Variabel independen adalah variabel bebas yang dapat mempengaruhi variabel lainnya. Variabel independen dapat disimbolkan oleh huruf X. berdasarkan penelitian terdahulu mengenai pengaruh kebijakan moneter syariah terhadap sektor riil dan uraian pada tinjauan pustaka, maka penelitian ini menspesifikasikan variabel independen dan definisi operasional sebagai berikut: a. X1 (SBIS) Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) adalah surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. Tujuan dari penerbitan SBIS adalah sebagai salah satu instrumen operasi pasar terbuka dalam rangka pengendalian moneter yang dilakukan berdasarkan Prinsip Syariah. Data tingkat fee SBIS diperoleh dari SEKI – BI yang diambil dari periode Januari 2011 hingga Oktober 2016. b. X2 (PUAS) Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS) adalah kegiatan transaksi keuangan jangka pendek antarbank berdasarkan prinsip syariah baik dalam rupiah maupun valuta asing yang berguna sebagai mobilisasi antara pihak yang kekurangan dana dengan pihak yang kelebihan dana. Data tingkat imbal hasil PUAS 65 diperoleh dari SEKI-BI yaitu dari periode Januari 2011 hingga Oktober 2016. c. X3 (Pembiayaan Bank Syariah) Pembiayaan Bank Syariah adalah pendanaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap nasabah yang merupakan defisit unit yang mewajibkan nasabah yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Jumlah total pembiayaan bank syariah diperoleh dari Statistik Perbankan Syariah (SPS) OJK yaitu dari periode Januari 2011 hingga Oktober 2016. 66 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian Bank Indonesia memperkenalkan instrumen moneter syariah yang pertama yaitu Sertifikat Wadi‟ah Bank Indonesia (SWBI) yang kemudian pada tahun 2008 diganti oleh Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Tingkat fee SBIS berperan sebagai rate kebijakan tingkat imbal hasil pada Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) yang kemudian akan mempengaruhi tingkat pembiayaan bank syraiah yang akan berdampak pada output di sektor riil. 1. Perkembangan Indeks Produksi Industri (IPI) Otoritas moneter dalam hal ini Bank Indonesia memiliki kewajiban dalam menjaga stabilias nilai rupiah melalui mekanisme transmisi kebijakan moneter. Tujuan akhir dari kebijakan moneter adalah untuk mempengaruhi pertumbuhan sektor riil serta laju inflasi. Salah satu indikator yang dapat melihat pertumbuhan sektor riil adalah angka Indeks Produksi Industri (IPI). Indeks Produksi Industri (IPI) adalah indikator ekonomi makro yang menghitung output riil dari industri manufaktur, pertambangan, dan industri besar lainnya seperti industri minyak dan gas di mana data yang tersedia dalam bulanan dan triwulan. Berikut disajikan perkembangan Indeks Produksi Industri (IPI) periode Januari 2011 hingga Oktober 2016 dalam grafik di bawah ini. 67 Grafik 4.1 Pekembangan Indeks Produksi Industri (IPI) Indonesia IPI 160.00 140.00 120.00 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 Jun-16 Jan-16 Aug-15 Mar-15 Oct-14 May-14 Dec-13 Jul-13 Feb-13 Sep-12 Apr-12 Nov-11 Jun-11 Jan-11 IPI Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia (data diolah) Dari Grafik 4.1 dapat dilihat bahwa perkembangan Indeks Produksi Industri (IPI) pada periode Januari 2011 hingga Oktober 2016 mengalami fluktuasi namun cenderung meningkat. Perkembangan Indeks Produksi Industri (IPI) ini dilihat dari output riil dari industri manufaktur, pertambangan dan industri besar lainnya seperti industri minyak dan gas. 2. Perkembangan Pembiayaan Bank Syariah Perbankan syariah memiliki fungsi sebagai lembaga intermediasi dalam memperlancar mekanisme ekonomi di sektor riil. Perbankan syariah mendorong perkembangan sektor riil melalui produk-produk yang dimiliki perbankan syariah, terutama adalah produk pembiayaan. Pembiayaan yang diberikan oleh perbankan syariah adalah pembiayaan produktif dan pembiayaan konsumtif. Berikut disajikan data perkembangan pembiayaan perbankan syariah selama periode Januari 2011-Oktober 2016 pada Grafik 4.2 di bawah. 68 Grafik 4.2 Pekembangan Pembiayaan Bank Syariah Pembiayaan 250 200 150 100 Pembiayaan 50 Jul-16 Jan-16 Jul-15 Jan-15 Jul-14 Jan-14 Jul-13 Jan-13 Jul-12 Jan-12 Jul-11 Jan-11 0 Sumber: Statistik Perbankan Syariah-OJK (data diolah) Berdasarkan Grafik 4.2 dapat dilihat bahwa perkembangan pembiayaan bank syariah terus mengalami peningkatan tiap tahunnya. Hingga Oktober 2016 total pembiayaan bank syariah mencapai 237 triliun. Peningkatan pembiayaan bank syariah tersebut seiring dengan perluasan jaringan pelayanan perbankan syariah. Peningkatan pembiayaan bank syariah ini menunjukkan bahwa perbankan syariah berhasil melampaui pertumbuhan pangsa pasar sebesar 5 persen. 3. Perkembangan SBIS Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) adalah instrumen moneter syariah yang dimiliki Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter untuk mempengaruhi jumlah uang beredar. SBIS adalah Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang menggunakan Akad Ju‟alah, di mana bank sentral akan memberikan fee atau upah kepada bank yang menanamkan dananya pada instrumen Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Berikut disajikan pergerakan tingkat fee SBIS selama periode Januari 2011-Oktober 2016 pada Grafik 4.3 di bawah. 69 Grafik 4.3 Pekembangan Tingkat fee SBIS SBIS 8.00 6.00 4.00 SBIS 2.00 Jan-11 Jun-11 Nov-11 Apr-12 Sep-12 Feb-13 Jul-13 Dec-13 May-14 Oct-14 Mar-15 Aug-15 Jan-16 Jun-16 0.00 Sumber : SEKI-BI (data diolah) Berdasarkan Grafik 4.3 dapat dilihat bahwa tingkat fee SBIS mengalami penurunan yang signifikan pada periode Januari 2012 di tingkat 4,88 % hingga Agustus 2013 dan mengalami peningkatan yang signifikan pada November 2013 di tingkat 7,22 %. Peningkatan tingkat fee SBIS ini dikarenakan pada tahun 2013 kondisi perekonomian Indonesia mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi. Peningkatan tingkat fee SBIS ini juga dikarenakan masih besarnya defisit transaksi di tengah risiko ketidakpastian global yang masih tinggi. Untuk menghindari kredit macet bank sentral meningkatkan tingkat fee SBIS agar perbankan syariah terdorong untuk menanamkan dananya pada instrumen SBIS. 4. Perkembangan PUAS Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) adalah kegiatan transaksi keuangan jangka pendek antar bank yang berfungsi sebagai mobilisasi dana antara pihak yang kekurangan dana dan pihak yang kelebihan dana. Piranti yang digunakan dalam Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) adalah Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank Syariah (SIMA). 70 Tingkat imbal hasil pada Pasar Uang Antarbank Syariah merujuk pada tingkat fee SBIS. Berikut disajikan data perkembangan tingkat imbal hasil pada Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) selama periode Januari 2011Oktober 2016 pada Grafik 4.4 di bawah. Grafik 4.4 Perkembangan Tingkat Imbal Hasil PUAS PUAS 8.00 6.00 4.00 2.00 PUAS Jun-16 Jan-16 Aug-15 Mar-15 Oct-14 May-14 Dec-13 Jul-13 Feb-13 Sep-12 Apr-12 Nov-11 Jun-11 Jan-11 0.00 Sumber : SEKI-BI (data diolah) Berdasarkan Grafik 4.4 dapat dilihat bahwa tingkat imbal hasil di Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) mengalami fluktuatif. Tingkat imbal hasil pada PUAS mengalami penurunan pada Februari 2012 di tingkat 3,96 % dan mengalami peningkatan yang signifikan pada November 2013 di tingkat 6,54 %. Peningkatan pada tingkat imbal hasil di Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) ini diakibatkan oleh terjadinya peningkatan tingkat fee pada Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) pada November 2013 yang mencapai 7,22 %. Hal ini dikarena tingkat fee SBIS merupakan rate kebijakan yang akan mempengaruhi tingkat imbal hasil pada PUAS. 71 B. Analisis Uji Ekonometrik Analisis ekonometrika dalam penelitian ini secara umum terbagi menjadi dua tahap. Tahap pertama adalah sebelum melakukan estimasi VAR/VECM, maka harus melakukan Uji Pra-Estimasi. Pengujian PraEstimasi meliputi Uji Stasioneritas Data, Penentuan Lag Optimal, dan Uji Kointegrasi. Tahap kedua adalah dengan melakukan uji Kausalitas Granger, melakukan Uji VECM, kemudian dilanjutkan dengan analisis Impulse Response Function (IRF), dan Uji Forecast Error Variance Decomposition (FEVD). 1. Uji Stasioneritas Data Metode pengujian stasioneritas data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan Uji Augmanted Dickey Fuller (ADF) dengan taraf nyata 5%. Jika nilai ADF test statistic lebih kecil dari nlai kritis MacKinnon atau jika nilai probabilitas ADF Test Statistic lebih kecil dari Alpha 0,05 maka dapat dikatakan bahwa data yang digunakan sudah stasioner (tidak terdapat akar unit). Berdasarkan Uji ADF, tidak semua data yang digunakan dalam penelitian ini stasioner pada tingkat level. Seluruh data stasioner pada taraf nyata 5% setelah dilakukan uji stasioneritas data pada tingkat first difference. Berdasarkan hasil Uji ADF dalam penelitian ini, hanya variabel pembiayaan bank syariah yang stasioner pada tingkat level. Sementara variabel SBIS, PUAS dan IPI stasioner pada tingkat First Difference. Hasil UJi Stasioneritas Data pada Tingkat Level. 72 Tabel 4.1 Uji Stasioneritas Data pada Level Variabel ADF Statistic Critical Value Ket. LnIPI -0.937731 -2.905519 Tidak stasioner LnPembiayaan -4.336528 -2.904198 Stasioner SBIS -1.685770 -2.904848 Tidak stasioner PUAS -1.785881 -2.904848 Tidak stasioner Hasil UJi Stasioneritas Data pada Tingkat First Difference. Tabel 4.2. Uji Stasioneritas Data pada First Difference. Variabel ADF Statistic Critical Value Ket. LnIPI -9.770761 -2.905519 Stasioner LnPembiayaan -7.614862 -2.904848 Stasioner SBIS -5.567650 -2.904848 Stasioner PUAS -12.23222 -2.904848 Stasioner 2. Penentuan Lag Optimal Penentuan Lag Optimal pada penelitian ini didasarkan pada nilai Schwarz Criterion (SC). Di mana nilai lag dengan nilai Schwarz Criterion (SC) terendah menunjukkan lag optimal. Pada penelitian ini pengujian panjang lag dilakukan dari lag 1 hingga lag 8. Hasil pengujian menunjukkan bahwa model dalam penelitian ini memiliki lag optimal 1. Di mana nilai Schwarz Criterion (SC) terendah yaitu -7.319159 berada pada lag 1 73 3. Uji Stabilitas VAR Hasil estimasi persamaan VAR yang telah terbentuk harus diuji kestabilannya. Persamaan VAR dikatakan stabil jika nilai modulusnya lebih kecil dari 1. Berdasarkan uji stabilitas VAR, nilai modulus dari seluruh roots memiliki nilai modulus kurang dari 1 atau lebih kecil dari 1 pada lag 2, sehingga model sudah stabil pada lag tersebut. Kondisi ini menunjukkan bahwa hasil dari IRF dan FEVD valid. 4. Uji Kointegrasi Uji Kointegrasi digunakan untuk menentukan keberadaan kointegrasi antar variabel serta untuk menentukan metode apa yang nantinya akan digunakan. jika tidak terdapat kointegrasi antar variabel, maka metode yang digunakan adalah model VAR yang hanya bisa mengestimasi hubungan jangka pendek. Jika terdapat kointegrasi antar variabel, maka metode yang tepat dalam menganalisis hubungan jangka panjang dan pendek adalah dengan metode VECM. VECM dapat mengestimasi hubungan jangka panjang dan pendek antar variabel. Uji Kointegrasi pada penelitian ini menggunakan Johansen Trace Statistics Test. Apabila nilai Trace Statistics lebih besar dari nilai nilai kritis (critical value) yang dalam penelitian ini digunakan sebesar 5%, maka terdapat kointegrasi antar variabel. Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05 74 No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.333690 68.32135 55.24578 0.0023 At most 1 * 0.314186 41.11932 35.01090 0.0099 At most 2 0.138274 15.85035 18.39771 0.1097 At most 3 * 0.084014 5.879556 3.841466 0.0153 Hasil menunjukkan bahwa pada model terdapat tiga persamaan terkointegrasi. Sehingga metode VECM adalah metode yang tepat untuk digunakan dalam penelitian ini. 5. Uji Kausalitas Granger Uji Kausalitas Granger dalam penelitian ini digunakan untuk melihat hubungan antar variabel apakah mempunyai hubungan satu arah, dua arah ataupun tidak ada hubungan keduanya. Uji Kausalitas Granger pada penelitian ini juga digunakan untuk melihat alur transmisi kebijakan moneter syariah melalui jalur pembiayaan bank syariah. Apabila nilai probabilitas lebih kecil dari nilai kritis, maka terdapat hubungan diantara variabel yang diuji. Nilai kritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5% atau sebesar 0,05. Berdasarkan hasil Uji Kausalitas Granger terdapat hubungan satu arah antara variabel pembiayaan dengan variabel Indeks Produksi Industri (IPI) yang ditunjukkan oleh nilai probabilitas sebesar 0,0015 yang signifikan pada taraf 5% atau nilai probabilitasnya lebih kecil dari 0,05. Hubungan satu arah juga terlihat pada variabel SBIS dan variabel PUAS 75 yang ditunjukkan oleh nilai probabilitas sebesar 0,0008 yang signifikan pada taraf 5% atau nilai probabilitasnya lebih kecil dari 0,05. Pairwise Granger Causality Tests Date: 02/10/17 Time: 10:50 Sample: 2011M01 2016M10 Lags: 1 Null Hypothesis: LOGPEMBIAYAAN does not Granger Cause LOGIPI Obs F-Statistic Prob. 69 11.0125 0.0015 0.77771 0.3810 0.31454 0.5768 0.19585 0.6595 0.53743 0.4661 0.14230 0.7072 2.02882 0.1591 0.72979 0.3960 0.35893 0.5512 0.36051 0.5503 12.4090 0.0008 1.39050 0.2426 LOGIPI does not Granger Cause LOGPEMBIAYAAN PUAS does not Granger Cause LOGIPI 69 LOGIPI does not Granger Cause PUAS SBIS does not Granger Cause LOGIPI 69 LOGIPI does not Granger Cause SBIS PUAS does not Granger Cause LOGPEMBIAYAAN 69 LOGPEMBIAYAAN does not Granger Cause PUAS SBIS does not Granger Cause LOGPEMBIAYAAN 69 LOGPEMBIAYAAN does not Granger Cause SBIS SBIS does not Granger Cause PUAS PUAS does not Granger Cause SBIS 69 6. Uji Vector Error Correction Model (VECM) Berdasarkan hasil Uji Kointegrasi sebelumnya, didapatkan 3 persamaan yang terkointegrasi. Hal ini berarti bahwa model yang tepat 76 untuk menganalisis pengaruh jangka pendek dan jangka panjang variabel pembiayaan, SBIS dan PUAS terhadap Indeks Produksi Industri (IPI) adalah dengan metode VECM. Hasil uji VECM dikatakan signifikan atau mempunyai pengaruh baik untuk jangka pendek dan jangka panjang adalah ketika nilai t-Hitung lebih besar dari nilai t-tabel yang telah ditetapkan yaitu sebesar 5%. Tabel 4.3. Hasil Uji VECM Jangka pendek Variabel Koefisien T-Statistik SBIS 0.038294 2.01853 Jangka Panjang Variabel Koefisien T-Statistik Pembiayaan 0.218332 3.09877 PUAS -0.097313 -4.23735 SBIS 0.069852 3.49409 Hasil untuk persamaan jangka pendek pada model, hanya variabel imbal hasil SBIS yang signifikan berpengaruh terhadap indeks produksi industri (IPI) karena nilai t-hitung lebih besar dari t-tabel yaitu 2.01853 > 1.66827. Hasil estimasi VECM dalam jangka panjang semua variabel signifikan dalam mempengaruhi output yang dalam penelitian ini 77 direpresentasikan oleh Indeks Produksi Industri (IPI) karena nilai t-hitung lebih besar dari nilai t-tabel 5 % yaitu sebesar 1.66827. Koefisien yang diperoleh untuk masing-masing variabel adalah sebesar 0.218332 untuk pembiayaan, -0.097313 imbal hasil PUAS dan 0.069852 untuk bagi hasil SBIS. Nilai koefisien yang didapatkan hampir semuanya bernilai positif yang menandakan hubungan antara variabel syariah dan output atau sektor riil adalah positif kecuali bagi hasil PUAS yang berhubungan negatif dengan output atau Indeks Produksi Industri (IPI). Berdasarkan hasil estimasi VECM variabel pembiayaan memiliki hubungan yang positif pada jangka panjang dengan nilai koefisien sebesar 0.218332. Besaran koefisien pada variabel pembiayaan ini menunjukkan bahwa ketika adanya peningkatan pembiayaan sebesar 1% maka akan diikuti dengan kenaikan rasio Indeks Produksi Industri (IPI) sebesar 0.218332%. Berdasarkan hasil estimasi VECM, variabel imbal hasil PUAS pada jangka panjang memiliki hubungan yang negatif terhadap Indeks Produksi Industri (IPI) dengan nilai koefisien sebesar 0.097313. Besaran koefisien pada variabel PUAS ini menujukkan bahwa ketika ada peningkatan 1% pada tingkat imbal hasil PUAS maka akan diikuti oleh penurunan tingkat Indeks Produksi Industri (IPI) sebesar 0.097313%. 78 Berdasarkan hasil estimasi VECM, variabel SBIS pada jangka panjang memiliki hubungan positif dengan Indeks Produksi Industri (IPI) dengan nilai koefisien sebesar 0.069852. Besaran koefisien pada variabel SBIS menunjukkan bahwa, ketika ada kenaikan tingka imbal hasil SBIS sebesar 1% maka akan meningkatkan tingkat Indeks Produksi Industri (IPI) sebesar 0.069852%. 7. Uji Impulse Response Function (IRF) Uji Impulse Response Function (IRF) digunakan untuk melihat bagaimana respon variabel Indeks Produksi Industri (IPI) akibat adanya shock atau dinamika dari variabel pembiayaan, SBIS dan PUAS. Berdasarkan hasil analisis Impulse Response Function (IRF) yang melibatkan variabel pembiayaan, SBIS dan PUAS sebagai impulse yang terkena shock akibat perilaku ekonomi, dapat kita lihat bahwa adanya shock pada variabel pembiayaan tampak belum direspon oleh variabel Indeks Produksi Industri (IPI) pada periode pertama. Guncangan ini mulai direspon negatif oleh Indeks Produksi Industri (IPI) pada periode ke-2 sebesar 0,00017% dan mulai mengalami peningkatan pada periode ke-3. Respon Indeks Produksi Industri (IPI) terhadap guncangan yang terjadi pada variabel pembiayaan mulai stabil pada periode ke-8. 79 Response of LOGIPI to Cholesky One S.D. Innovations .03 .02 .01 .00 -.01 2 4 6 8 10 LOGIPI SBIS 12 14 16 18 20 LOGPEMB PUAS Adanya shock atau guncangan pada variabel SBIS tampak belum direspon oleh variabel Indeks Produksi Industri (IPI) pada periode pertama. Guncangan ini mulai direspon positif oleh variabel Indeks Produksi Industri (IPI) pada periode ke-2 sebesar 0,006%. Respon variabel Indeks Produksi Industri (IPI) mengalami penurunan pada periode ke-3 dan mulai stabil pada periode ke-7. Shock atau guncangan yang terjadi pada variabel PUAS tampak belum direspon oleh variabel Indeks Produksi Industri (IPI) pada periode pertama. Guncangan variabel PUAS mulai direspon positif oleh variabel Indeks Produksi Industri (IPI) pada periode ke-2 sebesar 0,005% dan mengalami peningkatan pada periode ke-5 dan mulai stabil pada periode ke-8. 80 8. Uji Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) Struktur dinamis antar variabel dalam VAR dapat dilihat melalui analisis Forecast Error Variance Decomposition (FEVD), di mana pola dari FEVD ini mengin dikasikan sifat dari kausalitas multivariat di antara variabel-variabel dalam model VECM. Pengurutan variabel dalam analisis FEVD ini didasarkan pada faktorisasi Cholesky. Rafsanjani (2016). Variance Decomposition of LOGIPI 100 80 60 40 20 0 5 10 15 LOGIPI SBIS 20 25 30 35 40 LOGPEMB PUAS Berdasarkan hasil Uji FEVD didapatkan informasi bahwa variabel yang memiliki kontribusi besar terhadap Indeks Produksi Industri (IPI) urutan pertama adalah variabel PUAS kemudian diikuti oleh variabel pembiayaan dan SBIS memiliki kontribusi paling kecil terhadap Indeks Produksi Industri (IPI). 81 Pada periode pertama, fluktuasi Indeks Produksi Industri (IPI) masih dipengaruhi oleh variabel Indeks Produksi Industri (IPI) itu sendiri sebesar 100%. Kemudian pada periode akhir, fluktuasi Indeks Produksi Industri lebih banyak dipengaruhi oleh variabel PUAS sebesar 17.95286%. Kemudian diikuti oleh variabel pembiayaan yang memiliki kontribusi sebesar 13.98048%. Sedangkan variabel SBIS memiliki kontribusi sebesar 2.511943% terhadap Indeks Produksi Industri (IPI). C. Pembahasan Alur transmisi kebijakan moneter syariah jalur pembiayaan berdasarkan hasil Uji Kausalitas Granger didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan satu arah antara variabel SBIS dengan variabel PUAS. Hal ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa tingkat fee SBIS berperan sebagai rate kebijakan moneter syariah yang akan mempengaruhi tingkat imbal hasil di Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS). Selain itu, berdasarkan Uji Kausalitas Granger, didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan satu arah antara variabel pembiayaan bank syariah dengan variabel Indeks Produksi Industri (IPI). Terdapat hubungan satu arah antara pembiayaan bank syariah dengan Indeks Produksi Industri (IPI) dikarenakan aktivitas pembiayaan yang dilakukan perbankan syariah diarahkan untuk mendorong sektor riil. Sehingga, ketika ada kenaikan jumlah pembiayaan yang disalurkan perbankan syariah kepada masyarakat, maka akan meningkatkan jumlah investasi dan konsumsi di masyarakat sehingga akan meningkatkan produksi sektor riil. 82 Namun, berdasarkan Uji Kausalitas Granger, tidak terdapat hubungan dari variabel PUAS terhadap variabel pembiayaan. Padahal yang seharusnya adalah tingkat imbal hasil PUAS dapat mempengaruhi jumlah pembiayaan yang disalurkan perbankan syariah, sehingga akan menjadikan sebuah mekanisme transmisi kebijakan moneter syariah yang berkesinambungan. Alur transmisi kebijakan moneter syariah pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5.1. Gambar 5.1 Alur Transmisi Kebijakan Moneter Syariah Hasil Uji Kausalitas Granger pada penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Ascarya (2012) di mana untuk alur transmisi kebijakan moneter syariah dengan tujuan akhir output (IPI) menunjukkan tidak adanya kesinambungan jalur imbal hasil dari tingkat fee SBIS sampai ke output, di mana alurnya terputus di PUAS. SBIS hanya mempengaruhi pasar keuangan (PUAS). Sementara itu, pembiayaan bank syariah mempengaruhi output (IPI). Tidak adanya kesinambungan pada mekanisme transmisi kebijakan moneter syariah dalam mempengaruhi output dikarenakan dari periode 83 2011 – 2016 jumlah transaksi perbankan syariah di Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) masih sedikit. Jumlah transaksi perbankan syariah pada PUAS selalu lebih rendah dari transaksi perbankan syariah pada instrumen SBIS. Hal ini bisa disebabkan oleh tingkat imbal hasil SBIS yang lebih tinggi dari tingkat imba l hasil pada PUAS. Kemudian, berdasarkan uji estimasi VECM, dalam jangka pendek hanya variabel SBIS yang memiliki pengaruh terhadap Indeks Produksi Industri (IPI). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Setiawan dan Karsinah (2016). Menurut Setiawan dan Karsinah (2016) hal ini menujukkan bahwa kebijakan moneter syariah memerlukan time lag hingga mencapai sasaran akhir yang ingin dicapai. Sedangkan dalam jangka panjang variabel instrumen moneter syariah yaitu SBIS dan PUAS serta variabel pembiayaan bank syariah signifikan dalam mempengaruhi Indeks Produksi Industri (IPI). Dalam jangka panjang, variabel pembiayaan dan variabel SBIS berpengaruh positif terhadap Indeks Produksi Industri (IPI). Sedangkan variabel PUAS dalam jangka panjang berpengaruh negatif terhadap Indeks Produksi Industri (IPI). Hubungan positif antara pembiayaan bank syariah dengan Indeks Produksi Industri (IPI) pada jangka panjang sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Setiawan dan Karsinah (2016). Pembiayaan memiliki hubungan yang positif terhadap pertumbuhan output karena aktivitas pembiayaan diarahkan untuk mendorong pertumbuhan sektor riil. Hal ini dapat dijelaskan ketika adanya kebijkan moneter ekspansif. Peningkatan 84 pembiayaan yang disalurkan akan menyebabkan peningkatan output perekonomian, karena dengan peningkatan pembiayaan yang disalurkan, akan semakin banyak modal yang dimiliki perusahaan dari meminjam ke perbankan, sehingga semakin banyak proses produksi yang dapat dibiayai, saat produksi mengalami kenaikan akan berakibat pada meningkatnya pertumbuhan ekonomi. (Setiawan dan Karsinah, 2016 : ). Hal ini sejalan dengan karakter bank syariah yang bertujuan untuk mendorong kegiatan sektor riil. Majid dan Kassim (2012) juga menemukan hal yang sama pada penelitiannya yang dilakukan pada Negara Malaysia. Di mana, total pembiayaan pada perbankan syariah di Malaysia dapat meningkatkan aktivitas perekonomian di Malaysia meskipun market share pada perbankan syariah di Malaysia hanya 18 persen pada akhir tahun 2009. Menurut Majid dan Kassim (2012) karakter khusus pada perbankan syariah yang bebas bunga ini membuktikan dapat meningkatkan sektor riil. Sehingga, perbankan Islam di Malaysia memberikan kontribusi positif terhadap perekonomian Negara Malaysia. Pengaruh positif variabel SBIS terhadap Indeks Produksi Industri (IPI) pada jangka panjang sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Istiqomah (2012). Variabel SBIS berpengaruh positif terhadap peningkatan output sektor riil dikarenakan SBIS sebagai instrumen moneter syariah dalam operasi pasar terbuka yang digunakan untuk pengendalian likuiditas mengalokasikan sumber daya yang efisien yaitu 85 efisiensi mobilisasi dana antara pihak yang surplus dengan pihak yang defisit. Alokasi sumber daya yang efisien ini pada akhirnya mendukung pertumbuhan ekonomi. Hasil yang menunjukkan hubungan positif antara bonus SBIS dengan sektor riil menunjukkan bahwa kelebihan dana yang dimiliki oleh perbankan syariah difokuskan untuk meningkatkan pembiayaan pada sektor riil. Menurut Istiqomah (2012), pengaruh positif SBIS terhadap sektor riil bisa disebabkan oleh imbal hasil yang besar karena tingkat fee SBIS yang tinggi yang diterima oleh perbankan syariah menjadi profit yang kemudian menjadi laba ditahan sehingga modal inti bank syariah bertambah. Hal ini yang kemudian memperkuat permodalan bank syariah dalam penyaluran pembiayaan yang kemudian akan berdampak positif terhadap sektor riil. Menurut Ascarya (2012) SBIS memiliki karakter positif dalam menghambat dan menurunkan inflasi serta dalam mendorong dan meningkatkan output atau pertumbuhan ekonomi. Hubungan negatif variabel imbal hasil PUAS terhadap Indeks Produksi Industri (IPI) sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sangidi (2014) ini dikarenakan kenaikan tingkat imbal hasil PUAS akan menurunkan tingkat Pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan pada masyarakat yang mana penurunan jumlah pembiayaan yang disalurkan akan menyebabkan penurunan pada bidang produksi atau output yang dihasilkan. Kenaikan tingkat imbal hasil PUAS yang berdampak pada penurunan jumlah pembiayaan ini dikarenakan ketika terjadi peningkatan imbal hasil PUAS maka perbankan syariah terdorong untuk 86 mengalokasikan dananya pada instrumen yang ada di PUAS. Hal ini akan menyebabkan jumlah dana pembiayaan yang disalurkan berkurang. Pengurangan jumlah dana yang disalurkan akan berdampak pada penurunan di sektor riil. Kemudian untuk melihat pengaruh shock yang terjadi pada variabel pembiayaan, SBIS dan PUAS terhadap Indeks Produksi Industri (IPI) dilakukan uji IRF. Berdasarkan hasil uji IRF didapatkan hasil bahwa shock yang terjadi pada variabel SBIS dan PUAS direspon positif oleh Indeks Produksi Industri (IPI). Sedangkan shock yang terjadi pada variabel pembiayaan direspon negatif oleh Indeks Produksi Industri (IPI). Respon negatif Indeks Produksi Industri (IPI) terhadap gejolak atau shock yang terjadi pada variabel pembiayaan bank syariah dalam penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sukmana dan Kassim (2010). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sukmana dan Kassim (2010), menunjukkan bahwa variabel total pembiayaan merespon positif terhadap gejolak atau shock yang terjadi pada variabel total deposit. Dalam konteks mekanisme transmisi kebijakan moneter, hal ini dapat dijelaskan ketika terjadi peningkatan kebijakan suku bunga yang kemudian akan berdampak pada penyusutan total deposit, hal ini kemudian akan berdampak pada pengurangan total pembiayaan, yang kemudian akan memberikan dampak yang sama pada penurunan output riil, yang mana ditunjukkan oleh respon negatif variabel Indeks Produksi Industri (IPI) terhadap total pembiayaan. Menurut Sukmana dan Kassim (2010) 87 kebijakan moneter kontraktif akan mengurangi kemampuan perbankan dalam menyalurkan pinjaman atau pembiayaan pada nasabah yang kemudian akan mengarah pada dampak penyusutan di sektor riil. Di sisi lain, guncangan atau shock yang terjadi pada variabel SBIS direspon positif oleh variabel Indeks Produksi Industri (IPI). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Pratama (2014) dan Ascarya (2012). Perubahan imbal hasil SBIS memberikan dampak positif terhadap Indeks Produksi Industri (IPI). Menurut Ascarya (2012) perilaku imbal hasil acuan kebijakan moneter Syariah (SBIS) menunjukkan perilaku yang sama dengan variabel-variabel syariah lainnya seperti pembiayaan dan imbal hasil pada PUAS yang memiliki karakter positif dalam menghambat dan menurunkan inflasi serta dalam mendorong dan meningkatkan output atau pertumbuhan ekonomi. Hal yang sama juga terjadi pada guncangan atau shock pada variabel PUAS yang direspon positif oleh variabel Indeks Produksi Industri (IPI). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Ascarya (2012). Menurut Ascarya (2012) imbal hasil pada pasar uang syariah memberikan dampak positif dalam pengertian berdampak meningkatkan output dan juga bersifat permanen. Hal ini dapat dijelaskan ketika bagi hasil naik, makan akan menyebabkan inv estasi naik, sehingga meningkatkan output. Selanjutnya, berdasarkan Uji FEVD didapatkan hasil bahwa sampai periode akhir dalam model penelitian ini, fluktuasi Indeks Produksi Industri (IPI) masih lebih banyak dipengaruhi oleh shock yang terjadi pada 88 variabel Indeks Produksi Industri (IPI) itu sendiri sekitar 65%. Pada periode akhir, shock yang terjadi pada variabel PUAS memberikan kontribusi sekitar 17% terhadap Indeks Produksi Industri (IPI). Shock yang terjadi pada variabel pembiayaan memberikan kontribusi terhadap Indeks Produksi Industri sekitar 13%. Sementara shock yang terjadi pada variable SBIS memberikan kontribusi sebesar 2,5% terhadap Indeks Produksi Industri (IPI). Hal ini menunjukkan bahwa transmisi kebijakan moneter syariah jalur pembiayaan masih belum memberikan kontribusi yang besar terhadap Indeks Produksi Industri (IPI) sebagai proxy dari output di sektor riil. Hal ini bisa disebabkan karena Indonesia memiliki 5 jalur transmisi kebijakan moneter dalam mempengaruhi output, yaitu jalur suku bunga, nilai tukar, ekspektasi, harga aset dan jalur pembiayaan. Kecilnya pengaruh variabel jalur pembiayaan dalam transmisi kebijakan moneter syariah tujuan akhir output sesuai dengan penelitian yang dilakukan Setiawan dan Karsinah (2016). Menurut Setiawan dan Karsinah (2016) variabel jalur konvensional lebih besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi dibandingkan dengan variabel jalur syariah dikarenakan share perbankan konvensional yang besar di Indonesia, di mana share perbankan konvensional mencapai 95%. 89 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini menganalisa bagaimana pengaruh variabel instrumen moneter syariah dan pembiayaan perbankan syariah sebagai variabel independen terhadap sektor riil yang direpresentasikan oleh tingkat Indeks Produksi Industri (IPI). Variabel instrumen moneter syariah yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat imbal hasil Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dan tingkat imbal hasil Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS). Berdasarkan hasil analisa data dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab IV maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut : Berdasarkan hasil Uji VECM, variabel SBIS memiliki pengaruh positif terhadap Indeks Produksi Industri (IPI) dalam jangka pendek dan jangka panjang. Hal ini berarti dalam jangka panjang tingkat imbal hasil SBIS dapat meningkatkan Indeks Produksi Industri (IPI). Dalam jangka panjang variabel pembiayaan bank syariah juga berpengaruh positif terhadap Indeks Produksi Industri (IPI). Hal ini berarti jumlah pembiayaan bank syariah dapat meningkatkan tingkat Indeks Produksi Industri (IPI). Sedangkan variabel PUAS dalam jangka panjang memiliki pengaruh negatif terhadap Indeks Produksi Industri (IPI). Berdasarkan Uji IRF, pengaruh shock yang terjadi pada variabel SBIS dan direspon positif oleh Indeks Produksi Industri (IPI). Pengaruh 90 shock yang terjadi pada variabel PUAS juga direspon positif oleh Indeks Produksi Industri (IPI). Sedangkan pengaruh shock yang terjadi pada variabel pembiayaan direspon negatif oleh Indeks Produksi Industri (IPI). Hal ini dikarenakan ketika terjadi kebijakan moneter kontraktif maka akan menurunkan porsi pembiayaan yang disalurkan perbankan syariah, sehingga akan berdampak pada penurunan di sektor riil. Berdasarkan Uji FEVD dalam model penelitian ini, variabel instrumen moneter syariah yaitu SBIS dan PUAS serta variabel pembiayaan bank syariah mempengaruhi fluktuasi Indeks Produksi Industri (IPI) sekitar 35%. Hal ini menunujukkan bahwa transmisi kebijakan moneter syariah jalur pembiayaan masih belum memberikan kontribusi yang besar terhadap Indeks Produksi Industri (IPI). B. Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah dijelaskan diatas, maka peneliti dapat menyampaikan beberapa saran sebagai berikut: 1. Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dalam jangka panjang variabel SBIS dan Pembiayaan bank syariah dapat meningkatkan Indeks Produksi Industri (IPI). Hal ini menunjukkan bahwa transmisi kebijakan moneter syariah jalur pembiayaan memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan sektor riil. Untuk itu, diharapkan bagi pembuat kebijakan dalam hal ini pemerintah untuk berupaya dalam pengembangan industri perbankan syariah. 91 2. Penelitian ini hanya melihat bagaimana pengaruh dari variabel instrumen moneter syariah dan pembiayaan bank syariah dalam mempengaruhi Indeks Produksi Industri (IPI). Disarankan pada penelitian selanjutnya untuk menggunakan variabel konvensional agar terlihat perbandingan mana transmisi kebijkan moneter yang lebih baik antara variabel jalur pembiayaan pada perbankan syariah dengan variabel jalur kredit pada perbankan konvensional dalam mempengaruhi sektor riil. 92 Daftar Pustaka Ascarya. 2008. Akad & Produk Bank Syariah, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Ascarya. 2012. ”Alur Transmisi dan Efektivitas Kebijakan Moneter Ganda di Indonesia”. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Vol. 14, No. 3, hlm. 283 – 315. Ascarya. 2010. “Peran Perbankan Syariah dalam Transmisi Kebijakan Moneter Ganda”. Iqtishodia, Jurnal Ekonomi Islam Republika, 26 Agustus 2010. Asngari, Imam. 2014. “Pengaruh Pembiayaan Bank Syariah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia”. Prosiding. Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian Dan Silatnas IV Fordebi. Asnuri, Wulan. 2013. “Pengaruh Instrumen Moneter Syariah Dan Ekspor Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia”. Al-Iqtishad, Vol. V, No. 2, hlm. 276 – 288. Beik, „Ayuniyyah, dan Arsyianti. 2013. “Dynamic Analysis of Islamic Bank and Monetary Instrumenowards Real Output and Inflation in Indonesia”. Proceeding of Sharia Economics Conference-Hannover, 9 February 2013. Daniar. 2016. “Transmisi Kebijakan Moneter Syariah: Sebuah Analisa”. FALAH Jurnal Ekonomi Syariah, Vol. 1. No. 1, hlm. 91 – 102. Fitriani, Aziz, dan Amalia. 2012. “Keterkaitan Indikator Moneter Syariah Terhadap Pendapatan Domestik Bruto”. Signifikan, Vol. 1, No. 1, hlm. 45 – 52. Istiqomah. 2012. “Dinamika Interaksi Antara Variabel Moneter Dan Pasar Modal Syariah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia”. Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Latifah, Nur Aini. “Kebijakan Moneter Dalam Perspektif Ekonomi Syariah”. MODERNISASI, Vol. 11, No. 2, hlm. 124 – 133. Lestari, Nuri Ayu. 2012. “Efektivitas Instrumen Keuangan Syariah Terhadap Kinerja Perbankan Syariah di Indonesia dengan Metode Vector Autu Regression (VAR) / Vector Error Correction Model (VECM)”. Skripsi. Bandung : Politeknik Negeri Bandung. 93 Magdalena, Ingrit dan Wahyu Ario Pratomo. 2014. “Analisis Efektivitas Transmisi Kebijakan Moneter Ganda di Indonesia”. Jurnal Ekonomi dan Keuangan, Vol. 2, No. 11, hlm. 657 – 671. Majid, M. Shabri Abd. Dan Salina H. Kassim. 2015. "Assessing the contribution of Islamic finance to economic growth". Journal of Islamic Accounting and Business Research, Vol. 6 Iss 2, pp. 292 – 310. Muhammad. 2002. “Kebijakan Fiskal dan Moneter Dalam Ekonomi Islami”, Jakarta: Salemba Empat. Muhammad. 2005. “Manajemen Pembiayaan Bank Syariah”, Yogyakarta : Akademi Manajemen Perusahaan YKPN. Nugroho, Ris Yuwono Yudo. 2009. “Analisis Faktor-Faktor Penentu Pembiayaan Perbankan Syariah Di Indonesia: Aplikasi Model Vector Error Correction”. Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Pohan, Aulia. 2008. “Kerangka Kebijakan Moneter dan Implementasinya di Indonesia”, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. Pratama, Yoghi Citra. 2013. “Effectiveness of Conventional and Syariah Monetary Policy Transmission”. Tazkia Islamic Finance and Business Review, Vol. 8, No. 1, hlm. 79 – 96. Rafsanjani, Haqiqi dan Raditya Sukmana. 2014. “Pengaruh Perbankan Atas Pertumbuhan Ekonomi: Studi Kasus Bank Konvensional dan Bank Syariah di Indonesia”. Jurnal Aplikasi Manajemen (JAM), Vol. 12, No 3, hlm. 492 – 502. Sangidi, Wulandari. 2014. “Efektivitas Mekanisme Transmisi Moneter Melalui Jalur Pembiayaan Bank Syariah Di Indonesia”. Skripsi. Bogor :Institut Pertanian Bogor. Setiawan, Rifki Yudi dan Karsinah. 2016. “Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Konvensional Dan Syariah Dalam Mempengaruhi Inflasi Dan Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia”. Economics Development Analysis Journal, Vol. 5, No. 4, hlm. 421 – 435. Simorangkir, Iskandar. 2014. “Pengantar Kebanksentralan Teori dan Praktik di Indonesia”, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. 94 Soemitra, Andri. 2014. “Bank dan Lembaga Keuangan Syariah”, Jakarta: Kencana. Sugianto, Hermain, dan Harahap. 2015. “Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia Melalui Sistem Moneter Syariah”. Human Falah, Vol.2,No. 2, hlm. 50 – 74. Sukmana, Raditya dan Salina H. Kassim. 2010. "Roles of the Islamic banks in the monetary transmission process in Malaysia", International Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and Management, Vol. 3 Iss 1, pp. 7 – 19. Susilo, Joko dan Nirdukita Ratnawati. 2015. “Analisis Pengaruh Pembiayaan Bank Syariah Dan Tenaga Kerja Terhadap Peningkatan Produk Domestik Bruto (Pdb): Analisis Sektoral Tahun 2006 – 2013”. Seminar Nasional Cendekiawan. Warjiyo, Perry dan Solikin. 2003. “Kebijakan Moneter di Indonesia”. Buku Seri Kebanksentralan No. 6, Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK), Bank Indonesia. Zein, Aliman Syahuri. 2015. “Apa Dan Bagaimana: Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Syariah Di Indonesia”, At-Tijaroh, Vol. 1, No. 1, hlm. 91 – 122. 95 LAMPIRAN 1. Uji Stasioneritas Data Null Hypothesis: LOGIPI has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 2 (Automatic - based on SIC, maxlag=10) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -0.937731 0.7702 Test critical values: 1% level -3.531592 5% level -2.905519 10% level -2.590262 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(LOGIPI) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=10) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -9.770761 0.0000 Test critical values: 1% level -3.531592 5% level -2.905519 10% level -2.590262 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: LOGPEMBIAYAAN has a unit root 96 Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=10) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.336528 0.0008 Test critical values: 1% level -3.528515 5% level -2.904198 10% level -2.589562 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(LOGPEMBIAYAAN) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=10) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -7.614862 0.0000 Test critical values: 1% level -3.530030 5% level -2.904848 10% level -2.589907 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: SBIS has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=10) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.685770 0.4338 Test critical values: -3.530030 1% level 97 5% level -2.904848 10% level -2.589907 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(SBIS) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=10) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.567650 0.0000 Test critical values: 1% level -3.530030 5% level -2.904848 10% level -2.589907 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: PUAS has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=10) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.785881 0.3844 Test critical values: 1% level -3.530030 5% level -2.904848 10% level -2.589907 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(PUAS) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=10) 98 t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -12.23222 0.0001 Test critical values: 1% level -3.530030 5% level -2.904848 10% level -2.589907 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. 2. Uji Lag Optimal VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: LOGIPI LOGPEMB SBIS PUAS Exogenous variables: C Date: 02/19/17 Time: 19:36 Sample: 2011M01 2016M10 Included observations: 62 Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 24.40368 NA 6.09e-06 -0.658183 -0.520949 -0.604302 1 268.1653 448.2068 3.93e-09 -8.005331 -7.319159* -7.735923* 2 288.0563 34.00727* 3.49e-09* -8.130849* -6.895739 -7.645914 3 302.2952 22.50658 3.75e-09 -8.074038 -6.289990 -7.373576 4 313.8780 16.81381 4.47e-09 -7.931549 -5.598563 -7.015560 5 325.9762 16.00085 5.35e-09 -7.805685 -4.923761 -6.674169 6 343.4568 20.86389 5.54e-09 -7.853445 -4.422583 -6.506402 7 362.0005 19.74008 5.76e-09 -7.935500 -3.955700 -6.372930 8 379.2997 16.18310 6.57e-09 -7.977409 -3.448671 -6.199312 * indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) 99 FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion 3. Uji Stabilitas VAR Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variables: LOGIPI LOGPEMB SBIS PUAS Exogenous variables: C Lag specification: 1 2 Date: 02/19/17 Time: 19:56 Root Modulus 0.961341 0.961341 0.904003 0.904003 0.644518 - 0.029284i 0.645183 0.644518 + 0.029284i 0.645183 -0.378076 0.378076 -0.285829 0.285829 0.098990 - 0.132264i 0.165205 0.098990 + 0.132264i 0.165205 No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition. 100 4. Uji Kointegrasi Date: 02/19/17 Time: 19:42 Sample (adjusted): 2011M04 2016M10 Included observations: 67 after adjustments Trend assumption: Quadratic deterministic trend Series: LOGIPI LOGPEMB SBIS PUAS Lags interval (in first differences): 1 to 2 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05 No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.333690 68.32135 55.24578 0.0023 At most 1 * 0.314186 41.11932 35.01090 0.0099 At most 2 0.138274 15.85035 18.39771 0.1097 At most 3 * 0.084014 5.879556 3.841466 0.0153 Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized Max-Eigen 0.05 No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None 0.333690 27.20203 30.81507 0.1299 At most 1 * 0.314186 25.26897 24.25202 0.0366 At most 2 0.138274 9.970796 17.14769 0.4000 At most 3 * 0.084014 5.879556 3.841466 0.0153 101 Max-eigenvalue test indicates no cointegration at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values Date: 02/19/17 Time: 20:18 Sample: 2011M01 2016M10 Included observations: 68 Series: LOGIPI LOGPEMB SBIS PUAS Lags interval: 1 to 1 Selected (0.05 level*) Number of Cointegrating Relations by Model Data Trend: None None Linear Linear Quadratic No Intercept Intercept Intercept Intercept Intercept No Trend No Trend No Trend Trend Trend Trace 1 2 2 3 2 Max-Eig 1 2 2 3 2 Linear Quadratic Test Type *Critical values based on MacKinnon-Haug-Michelis (1999) Information Criteria by Rank and Model Data Trend: None None Linear 102 Rank or No Intercept Intercept Intercept Intercept Intercept No. of CEs No Trend No Trend No Trend Trend Trend Log Likelihood by Rank (rows) and Model (columns) 0 256.0085 256.0085 267.2793 267.2793 276.4792 1 279.6803 280.0349 282.3706 287.0731 295.9613 2 285.7955 294.1814 294.3814 302.0646 309.5549 3 289.1652 298.7718 298.7899 312.7522 314.0325 4 289.2308 301.2159 301.2159 316.8162 316.8162 Akaike Information Criteria by Rank (rows) and Model (columns) 0 -7.059074 -7.059074 -7.272922 -7.272922 -7.425860 1 -7.520010 -7.501028 -7.481489 -7.590385 -7.763569 2 -7.464575 -7.652394 -7.599453 -7.766605 -7.928084* 3 -7.328389 -7.522700 -7.493820 -7.816242 -7.824484 4 -7.095022 -7.329880 -7.329880 -7.671064 -7.671064 -6.536837 -6.620125 -6.620125 -6.642504 Schwarz Criteria by Rank (rows) and Model (columns) 0 -6.536837 103 1 -6.736654* -6.685032 -6.567574 -6.643830 -6.719095 2 -6.420100 -6.542640 -6.424419 -6.526292 -6.622491 3 -6.022797 -6.119188 -6.057668 -6.282171 -6.257773 4 -5.528311 -5.632609 -5.632609 -5.843234 -5.843234 5. Uji Kausalitas Granger Pairwise Granger Causality Tests Date: 02/10/17 Time: 10:50 Sample: 2011M01 2016M10 Lags: 1 Null Hypothesis: LOGPEMBIAYAAN does not Granger Cause LOGIPI Obs F-Statistic Prob. 69 11.0125 0.0015 0.77771 0.3810 0.31454 0.5768 0.19585 0.6595 0.53743 0.4661 0.14230 0.7072 2.02882 0.1591 0.72979 0.3960 0.35893 0.5512 0.36051 0.5503 12.4090 0.0008 1.39050 0.2426 LOGIPI does not Granger Cause LOGPEMBIAYAAN PUAS does not Granger Cause LOGIPI 69 LOGIPI does not Granger Cause PUAS SBIS does not Granger Cause LOGIPI 69 LOGIPI does not Granger Cause SBIS PUAS does not Granger Cause LOGPEMBIAYAAN 69 LOGPEMBIAYAAN does not Granger Cause PUAS SBIS does not Granger Cause LOGPEMBIAYAAN 69 LOGPEMBIAYAAN does not Granger Cause SBIS SBIS does not Granger Cause PUAS PUAS does not Granger Cause SBIS 69 104 6. Uji Estimasi VECM Vector Error Correction Estimates Date: 02/19/17 Time: 19:43 Sample (adjusted): 2011M04 2016M10 Included observations: 67 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq: CointEq1 LOGIPI(-1) 1.000000 LOGPEMB(-1) 0.218332 (0.07046) [ 3.09877] SBIS(-1) 0.069852 (0.01999) [ 3.49409] PUAS(-1) -0.097313 (0.02297) [-4.23735] @TREND(11M01) -0.007926 C -5.482640 Error Correction: D(LOGIPI) D(LOGPEMB) D(SBIS) D(PUAS) CointEq1 -0.232353 0.077332 0.449007 6.649976 (0.10219) (0.08220) (0.82847) (1.65097) [-2.27364] [ 0.94082] [ 0.54197] [ 4.02792] 105 D(LOGIPI(-1)) D(LOGIPI(-2)) D(LOGPEMB(-1)) D(LOGPEMB(-2)) D(SBIS(-1)) D(SBIS(-2)) D(PUAS(-1)) D(PUAS(-2)) -0.346846 -0.003005 0.017204 -4.605916 (0.12139) (0.09764) (0.98408) (1.96108) [-2.85729] [-0.03077] [ 0.01748] [-2.34867] -0.348861 -0.139844 0.273635 -3.217523 (0.11468) (0.09224) (0.92964) (1.85260) [-3.04217] [-1.51617] [ 0.29434] [-1.73676] 0.093385 -0.134751 -5.778292 -6.363733 (0.16931) (0.13618) (1.37252) (2.73517) [ 0.55157] [-0.98954] [-4.20998] [-2.32663] 0.045737 0.133940 -0.553175 -8.166979 (0.21013) (0.16901) (1.70350) (3.39475) [ 0.21765] [ 0.79248] [-0.32473] [-2.40577] 0.038294 -0.003025 0.246324 -0.170829 (0.01897) (0.01526) (0.15380) (0.30648) [ 2.01853] [-0.19824] [ 1.60164] [-0.55739] 0.005550 0.003449 0.189505 0.154682 (0.01461) (0.01175) (0.11842) (0.23599) [ 0.37990] [ 0.29353] [ 1.60023] [ 0.65545] -0.008460 -0.002737 0.062860 -0.165456 (0.00958) (0.00771) (0.07768) (0.15480) [-0.88291] [-0.35518] [ 0.80924] [-1.06886] -0.002503 -0.007366 0.003356 -0.042375 (0.00785) (0.00631) (0.06360) (0.12674) 106 [-0.31898] [-1.16724] [ 0.05276] [-0.33434] 0.002986 0.035433 0.213428 0.549136 (0.01342) (0.01080) (0.10882) (0.21686) [ 0.22242] [ 3.28184] [ 1.96126] [ 2.53221] 1.30E-05 -0.000491 -0.003111 -0.008067 (0.00024) (0.00019) (0.00194) (0.00387) [ 0.05422] [-2.55238] [-1.60382] [-2.08698] R-squared 0.346505 0.283830 0.427452 0.459532 Adj. R-squared 0.229809 0.155943 0.325212 0.363020 Sum sq. resids 0.041772 0.027023 2.745232 10.90205 S.E. equation 0.027312 0.021967 0.221409 0.441225 F-statistic 2.969303 2.219377 4.180843 4.761391 Log likelihood 152.1686 166.7586 11.95783 -34.24154 Akaike AIC -4.213988 -4.649510 -0.028592 1.350494 Schwarz SC -3.852023 -4.287546 0.333373 1.712458 Mean dependent 0.002888 0.017324 -0.012239 -0.021194 S.D. dependent 0.031121 0.023911 0.269533 0.552837 C @TREND(11M01) Determinant resid covariance (dof adj.) 2.97E-09 Determinant resid covariance 1.45E-09 Log likelihood 301.5154 Akaike information criterion -7.567624 Schwarz criterion -5.988142 Pairwise Granger Causality Tests Pairwise Granger Causality Tests Date: 02/19/17 Time: 20:02 Sample: 2011M01 2016M10 Lags: 1 Null Hypothesis: Date: 02/19/17 Time: 20:02 Sample: 2011M01 2016M10 Lags: 1 Null Hypothesis: 107 Obs F-Statistic Prob. LOGPEMB does not Granger Cause LOGIPI LOGIPI does not Granger Cause LOGPEMB LOGPEMB does not Granger Cause LOGIPI 69 11.0125 0.0015 LOGIPI does not Granger Cause LOGPEMB 0.77771 0.3810 Obs F-Statistic 69 11.0125 0.77771 7. Uji Impulse Response Function (IRF) Respo nse of LOGIPI: Period LOGIPI LOGPEMB SBIS PUAS 1 0.027312 0.000000 0.000000 0.000000 2 0.013444 -0.000170 0.006285 0.005908 3 0.007487 -0.004866 0.003482 0.006074 4 0.014355 -0.005915 0.002338 0.005484 5 0.014054 -0.005621 0.003217 0.007150 6 0.011417 -0.006144 0.002897 0.007131 7 0.012391 -0.006625 0.002380 0.006793 8 0.013048 -0.006287 0.002461 0.007022 9 0.012443 -0.006276 0.002499 0.007107 10 0.012346 -0.006357 0.002375 0.006984 11 0.012616 -0.006304 0.002344 0.006999 12 0.012550 -0.006245 0.002369 0.007031 13 0.012455 -0.006264 0.002351 0.007014 14 0.012507 -0.006258 0.002331 0.007003 15 0.012525 -0.006240 0.002335 0.007012 16 0.012493 -0.006238 0.002334 0.007012 17 0.012495 -0.006240 0.002327 0.007008 18 0.012506 -0.006235 0.002326 0.007009 19 0.012500 -0.006233 0.002327 0.007010 20 0.012497 -0.006233 0.002325 0.007009 108 8. Uji Forecast Error Variance Decomposition Varian ce Decom position of LOGIPI: Period S.E. LOGIPI LOGPEMB SBIS PUAS 1 0.027312 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000 2 0.031640 92.56398 0.002899 3.946349 3.486775 3 0.033613 86.97684 2.098141 4.569798 6.355220 4 0.037503 84.52359 4.172997 4.059696 7.243717 5 0.041195 81.68978 5.320258 3.974403 9.015556 6 0.043868 78.81211 6.653609 3.941066 10.59322 7 0.046622 76.83849 7.910170 3.749664 11.50168 8 0.049384 75.46572 8.670994 3.590409 12.27287 9 0.051863 74.18080 9.326108 3.487495 13.00560 10 0.054194 73.12553 9.916996 3.385852 13.57162 11 0.056483 72.30657 10.37500 3.289189 14.02924 12 0.058668 71.59808 10.74978 3.211892 14.44024 13 0.060754 70.96911 11.08745 3.144863 14.79857 14 0.062778 70.43540 11.37751 3.083159 15.10393 15 0.064742 69.96957 11.62674 3.028976 15.37471 16 0.066642 69.55141 11.84944 2.981400 15.61776 17 0.068489 69.17902 12.04898 2.938233 15.83376 18 0.070289 68.84662 12.22667 2.899197 16.02752 19 0.072043 68.54544 12.38710 2.864046 16.20341 20 0.073755 68.27168 12.53310 2.832038 16.36319 21 0.075428 68.02252 12.66602 2.802733 16.50873 109 22 0.077065 67.79437 12.78757 2.775900 16.64216 23 0.078667 67.58447 12.89939 2.751228 16.76491 24 0.080238 67.39095 13.00251 2.728440 16.87810 25 0.081778 67.21194 13.09787 2.707346 16.98284 26 0.083290 67.04579 13.18637 2.687771 17.08008 27 0.084775 66.89117 13.26872 2.669549 17.17056 28 0.086235 66.74696 13.34553 2.652546 17.25496 29 0.087670 66.61212 13.41735 2.636647 17.33389 30 0.089082 66.48575 13.48465 2.621747 17.40786 31 0.090472 66.36709 13.54784 2.607755 17.47731 32 0.091841 66.25546 13.60729 2.594590 17.54266 33 0.093189 66.15025 13.66332 2.582182 17.60425 34 0.094519 66.05091 13.71623 2.570466 17.66240 35 0.095830 65.95697 13.76625 2.559387 17.71739 36 0.097123 65.86801 13.81363 2.548894 17.76946 37 0.098400 65.78363 13.85857 2.538942 17.81886 38 0.099660 65.70349 13.90125 2.529490 17.86577 39 0.100904 65.62728 13.94183 2.520502 17.91039 40 0.102133 65.55471 13.98048 2.511943 17.95286 110