BAB II Tinjauan Pustaka

advertisement
xviii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo)
Evapotranspirasi adalah jumlah air total yang dikembalikan lagi ke
atmosfer dari permukaan tanah, badan air, dan vegetasi oleh adanya pengaruh
faktor-faktor iklim dan fisiologis vegetasi. Evapotranspirasi merupakan gabungan
antara proses-proses evaporasi, intersepsi, dan transpirasi. Evapotranspirasi
dibedakan menjadi evapotranspirasi potensial (PET) dan evapotranspirasi aktual
(AET). PET umumnya lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor meteorologi,
sedangkan AET dipengaruhi oleh faktor fisiologi tanaman dan unsur tanah
(Asdak, 2010).
Beberapa faktor yang cukup dominan dalam mempengaruhi PET, antara
lain radiasi matahari dan suhu, kelembaban atmosfer dan angin, dan secara umum
PET akan meningkat ketika suhu, radiasi matahari, kelembaban, dan kecepatan
angin bertambah besar. Menurut FAO, evapotranspirasi potensial dibagi menjadi
tiga, yaitu evapotranspirasi standard (Eto), evapotranspirasi tanaman standard
(Etc), dan evapotranspirasi tanaman dibawah kondisi yang tidak standard (Etc
adj).
Pada
penelitian
ini,
evapotranspirasi
yang
digunakan
adalah
evapotranspirasi potensial standar (Eto). Menurut FAO, evapotranspirasi potensial
standard merupakan evapotranspirasi potensial dari tanaman pendek/rumput
dengan asumsi ketinggian 0,12 m, resistensi permukaan 70 s/m, dan albedo 0,23.
Kondisi ini menyerupai tanaman pendek seragam yang menutupi tanah secara
sempurna, tinggi seragam, dan dalam keadaan cukup air. Konsep evapotranspirasi
potensial standard (Eto) diperkenalkan untuk mempelajari kebutuhan evaporasi
yang berasal dari atmosfer dan terpisah dari tipe tanaman, pertumbuhan tanaman,
dan manajemen tanaman. Eto bertujuan untuk menyatakan kekuatan evaporasi
pada
atmosfer
pada
lokasi
dan
waktu
yang
spesifik
mempertimbangkan karakteristik tanaman dan faktor tanah.
dengan
tidak
6
2.2 Perhitungan Evapotranspirasi Potensial : Blaney-Criddle
Pada perkembangannya, perhitungan evapotranspirasi potensial dapat
dilakukan dengan cara sederhana, maupun dengan menggunakan persamaan
empiris. Secara sederhana, perhitungan evapotranspirasi potensial dapat
didekatkan dengan perhitungan nilai evaporasi yang berasal dari Panci evaporasi
A, maupun Lysimeter. Pada pengukuran dengan menggunakan panci evaporasi A,
diperlukan angka koefisien panci yang harus dievaluasi tingkat ketepatannya.
Menurut Kantor Cuaca Nasional Amerika Serikat, standard panci yang umum
digunakan adalah Panci Evaporasi Klas A dengan ukuran diameter 122 cm dan
kedalaman 25 cm (Lee, 1980). Pada teknik pengukuran evapotranspirasi
menggunakan lysimeter, profil tanah, perkembangan akar tanaman, dan kondisi
kelembaban tanah harus diusahakan sama antara keadaan di dalam dan di luar
lysimeter. Jika kelembaban tanah terus dijaga dalam keadaan basah, maka
evapotranspirasi yang diperoleh adalah dalam laju potensial (PET), namun jika
dikehendaki evapotranspirasi aktual (AET), maka kelembaban tanah harus
dibiarkan berfluktuasi seperti yang terdapat dalam tanah sekelilingnya. Terdapat
dua tipe lysimeter yang sering digunakan, yaitu tipe drainase dan tipe timbang
(Asdak, 2010).
Menurut Rosenberg et al. (1983), metode persamaan empirik dapat dibagi
menjadi
tiga,
berdasarkan
faktor-faktor
yang
mempengaruhinya,
yaitu
berdasarkan suhu, berdasarkan suhu dan radiasi, serta berdasarkan kombinasi
berbagai faktor. Metode empirik berdasarkan suhu, antara lain persamaan BlaneyCriddle, Thornthwaite, dan Samani-Hargreaves. Berdasarkan suhu dan radiasi,
yaitu Jensen Haise. Sedangkan metode kombinasi, antara lain Penman, Priestley
Taylor,
dan
Penman-Monteith.
Berdasarkan
standard
FAO,
metode
evapotranspirasi standard yang dapat digunakan sebagai referensi, merupakan
metode Penman-Monteith. Namun, apabila hanya terdapat masukan data yang
minim pada suatu wilayah pengamatan (data suhu saja), maka Blaney-Criddle
dapat digunakan untuk perhitungan evapotranspirasi.
Pada metode Blaney-Criddle, besarnya suhu dan persentase harian (lama
penyinaran matahari) merupakan masukkan utama. Bentuk persamaan yang
digunakan adalah, Doorenbos&Pruit (1977) :
xx
7
Eto = p (0,46 Tmean + 8,13)
(2.11)
p merupakan rata-rata persentase harian dari jam siang hari tahunan untuk
berbagai lintang.
Pada persamaan tersebut, Perhitungan Tmean dilakukan dengan mencari ratarata Tmax dan Tmin dalam satu bulan, kemudian merata-ratakan Tmax dan Tmin
tersebut, untuk kemudian dinyatakan sebagai Tmean/hari dalam satu bulan.
Tmax =
Tmin =
௃௨௠௟௔௛ ௗ௔௥௜ ்௠௔௫ ௛௔௥௜௔௡ ௗ௔௟௔௠ ௦௔௧௨ ௕௨௟௔௡
௃௨௠௟௔௛ ௛௔௥௜ ௗ௔௟௔௠ ௦௔௧௨ ௕௨௟௔௡
௃௨௠௟௔௛ ௗ௔௥௜ ்௠௜௡ ௛௔௥௜௔௡ ௗ௔௟௔௠ ௦௔௧௨ ௕௨௟௔௡
௃௨௠௟௔௛ ௛௔௥௜ ௗ௔௟௔௠ ௦௔௧௨ ௕௨௟௔௡
Tmean =
்௠௔௫ା்௠௜௡
ଶ
Sementara, nilai p diperoleh berdasarkan tabel (%) persentase harian yang
didapatkan dari FAO.
Tabel 2.2.a Rata-rata persentase harian dari jam siang hari tahunan untuk berbagai
lintang.
(Sumber:http://www.fao.org/docrep/)
Dalam aplikasinya, persamaan empirik bersifat sangat spesifik pada suatu
lokasi tertentu. Sehingga, pada satu lokasi dapat memberikan korelasi yang kuat
terhadap validator yang digunakan (panci evaporasi, lysimeter, atau FAO
Penman-Monteith), namun pada lokasi yang lain, tidak memberikan korelasi yang
kuat. Xu et al. (2001) pada penelitiannya di Kanada, menunjukkan bahwa metode
Blaney-Criddle merupakan metode yang memiliki korelasi yang kuat terhadap
8
hasil pengukuran evapotranspirasi pada panci evaporasi A. Metode ini juga
direkomendasikan sebagai metode pengukuran evapotranspirasi pada wilayah
penelitiannya, khususnya pada metode yang berbasis suhu.
Sementara, Lee et al. (2004) menunjukkan adanya keterkaitan antara
metode Blaney-Criddle dan Penman-Monteith sebagai validator. Pada penelitian
Lee et al. (2004), kedua metode tersebut berkorelasi cukup kuat dengan nilai
koefisien korelasi sebesar 0,55. Wang et al. (2007) juga menyebutkan bahwa,
pada musim hujan, pendugaan nilai evapotranspirasi dengan data yang minim
(suhu), dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu Blaney-Criddle dan Hagreaves.
Keduanya menunjukkan korelasi yang dekat dengan metode Penman-Monteith.
Namun, Castaneda et al. (2005) menunjukkan bahwa diantara keempat metode
yang ditelitinya (Makkink, Turc, Thronthwaite, dan Blaney-Criddle), BlaneyCriddle bukanlah metode terbaik yang berkorelasi dengan metode Penman
Monteith.
2.3 Potensi Land Surface Temperature (LST) pada Moderate Resolution
Imaging Spectroradiometer (MODIS)
Land
Surface
Temperature
(LST)
merupakan
parameter
kunci
keseimbangan energi pada permukaan dan variabel klimatologis utama. Suhu
permukaan lahan mengendalikan flux energi gelombang panjang yang melalui
atmosfer. Besar suhu permukaan lahan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
albedo, kelembaban permukaan, dan tutupan/kondisi vegetasi. Data suhu
permukaan merupakan input bagi evapotranspirasi, kelembaban udara, kelengasan
tanah, neraca energi, dan sebagainya (Prasasti et al., 2007).
Pada perkembangannya, penginderaan jauh untuk mendeteksi suhu
permukaan lahan, telah dikembangkan pada beberapa satelit dan sensor, antara
lain Advanced Very High Resolution Radiometer (AVHRR), Landsat TM dan
ETM+, Geostationary Operational Enviromental Satellite (GOES), Moderate
Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS), dan Advanced Spaceborne
Thermal Emission and Reflection Radiometer (ASTER) (Tomlinson et al., 2011).
MODIS merupakan salah satu sensor yang dibawa oleh satelit Terra dan
Aqua yang diluncurkan pada tahun 2000 dan 2002, dengan wilayah cakupan 2330
km dan memiliki resolusi spektral yang cukup tinggi (36 kanal dengan 12 bit data
xxii
9
pada semua kanal) dengan panjang gelombang 0,4 µm-14,4 µm. Selain itu,
MODIS memiliki resolusi spasial 250 m untuk kanal 1 dan 2, 500 m untuk kanal
3-7, dan 1 km untuk kanal 8-36. MODIS merupakan sensor multispektral yang
dapat menangkap panjang gelombang tampak, infra merah dekat, dan gelombang
thermal. Dalam aplikasinya, MODIS dapat digunakan dalam kajian indeks
tumbuhan, kelembaban tanah, kadar aerosol di udara, suhu permukaan laut, dan
kandungan klorofil laut. MODIS merupakan bagian dari program jangka panjang
National Aeronatics and Space Administration (NASA) untuk mengamati,
meneliti, dan menganalisa lahan, lautan, atmosfer bumi, dan interaksi antara
faktor-faktor tersebut.
Salah satu produk MODIS yang dapat mendeteksi suhu permukaan
lahan/LST adalah MOD11A2 (dari satelit Terra untuk pengukuran data suhu 8
harian) dan MYD11A2 (dari satelit Aqua untuk pengukuran data suhu 8 harian)
(modis.gsfc.nasa.gov). Dalam mendeteksi suhu permukaan lahan/LST, MODIS
menggunakan thermal infrared yang terdapat pada kanal 31 (10,78-11,28 µm) dan
32 (11,77-12,27 µm). Pada penggunaannya, terdapat keterbatasan yang cukup
serius dari satelit thermal infrared, yaitu pengambilan area bebas awan untuk
menghasilkan hasil yang akurat, sehingga citra komposit dari berbagai lintasan
sering digunakan untuk membangun citra tanpa keterbatasan tutupan awan, atau
algoritma juga dapat digunakan untuk pendugaan pixel. Efek dari hal tersebut
adalah perbedaan musim yang akan berpengaruh terhadap ketersediaan citra dan
akurasi (meningkatnya tutupan awan dan hujan menyebabkan basahnya
permukaan sehingga membuat pengukuran LST tidak masuk akal) (Tomlinson et
al., 2011).
Secara umum, nilai LST MODIS lebih akurat pada malam hari
dibandingkan siang hari (Tomlinson et al., 2011; Vancutsem et al., 2010). Pada
malam hari, mendapatkan nilai min T udara lebih sederhana sebagai radiasi solar
yang tidak mempengaruhi sinyal thermal infrared. Sementara, pada siang hari
perbedaan antara nilai LST dan Tmax stasiun terutama dikontrol oleh
keseimbangan energi permukaan, yang merupakan sistem kompleks yang
bergantung pada informasi yang sulit tersedia (radiasi matahari, penutupan awan,
kecepatan angin, kelembaban tanah, kekasaran permukaan). Menurut Vancutsem
10
et al. (2010), terdapat beberapa hal yang menyebabkan terjadinya perbedaan
antara nilai LST dengan nilai Tmin pada stasiun, yaitu kontaminasi awan, efek
angular anistropi, dan perbedaan skala spasial (titik vs rataan areal).
Download