gambaran tekanan darah berdasarkan posisi tubuh pada pasien

advertisement
GAMBARAN TEKANAN DARAH BERDASARKAN POSISI TUBUH
PADA PASIEN HIPERTENSI DI KELURAHAN CIAMIS WILAYAH KERJA
PUSKESMAS CIAMIS
TAHUN 2016
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melakukan Penelitian Sebagai Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan
Pada Program Studi S1 Keperawatan
Oleh :
Siti Hibah Nurasiyah
12SP277038
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
CIAMIS
2016
LAMPIRAN
GAMBARAN TEKANAN DARAH BERDASARKAN POSISI TUBUH PADA
PASIEN HIPERTENSI DI KELURAHAN CIAMIS WILAYAH KERJA PUSKESMAS
CIAMIS TAHUN 20161
Siti Hibah Nurasiyah2 Jajuk Kusumawaty3 Rosmiati4
INTISARI
Tekanan darah dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah posisi tubuh
saat dilakukan pengukuran tekanan darah. Pengukuran tekanan darah yang akurat
merupakan hal penting demi menghindari kesalahan dalam pembacaan hasil.
Sebagian besar Puskesmas menggunakan posisi duduk dalam melakukan
pengukuran tekanan darah sedangkan perbedaan mungkin terjadi pada posisi tubuh
lain. Adanya perbedaan hasil ukur tekanan darah yang mungkin terjadi pada posisi
tubuh duduk dan berbaring merupakan indikator penting yang harus diketahui oleh
penderita hipertensi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tekanan darah berdasarkan
posisi tubuh duduk dan posisi tubuh berdiri pada pasien hipertensi di kelurahan
Ciamis wilayah kerja Puskesmas Ciamis Kabupaten Ciamis.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan
cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 48 Responden. Teknik pengambilan
sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah random sampling. Analisis
univariat untuk mengetahui distribusi tekanan darah berdasarkan posisi tubuh.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 48 respoden terdapat perbedaan hasil ukur
tekanan darah pada posisi tubuh duduk dan berbaring sebanyak 32 responden
(66,7%). Hasil ukur tekanan darah berdasarkan klasifikasi hipertensi menunjukkan
bahwa dari 48 responden kategori tertinggi berada pada kategori hipertensi derajat 2
dengan jumlah 27 responden (56,2%) pada saat posisi tubuh duduk dan 22
responden (45,8%) pada saat posisi tubuh berbaring. Kesimpulan dalam penelitian
ini tekanan darah lebih tinggi terjadi pada pengukuran posisi tubuh duduk dengan
nilai rata-rata sistolik duduk 160,52 dan nilai rata-rata diastolik duduk 88,75 yang
dipengaruhi oleh gravitasi dan posisi tubuh. Berdasarkan hasil penelitian pada
pasien hipertensi maka perlu menyadari pentingnya memeriksakan tekanan darah
dan diharapkan pelayanan kesehatan lebih meningkatkan pelayanan dalam
pengukuran tekanan darah dan memperhatikan kondisi pasien, kondisi alat dan
keterampilan agar dapat menghasilkan tekanan darah yang tepat dan sesuai karena
kemungkinan terjadinya perbedaan hasil tekanan darah dalam setiap posisi tubuh.
Kata kunci : Tekanan darah, Posisi tubuh, Hipertensi
Kepustakaan : 32, 2009-2015
DESCRIPTION OF BLOOD PRESSURE BASED ON BODY POSITION IN
HYPERTENSION PATIENTS IN VILLAGES CIAMIS WORK AREA HEALTH
CIAMIS YEAR 2016 1
Siti Hibah Nurasiyah2 Jajuk Kusumawaty3 Rosmiati4
ABSTRAC
Blood pressure is influenced by several factors, one of which is the position of the
body when the blood pressure measurement. Measurements of blood pressure is
essential in order to avoid errors in reading the results. Most health centers use the
sitting position in measuring blood pressure while differences may occur in other
body position. The big difference in the results of measuring blood pressure may
occur in the body sitting and lying positions is an important indicator that should be
known by people with hypertension.
This reserch aims to describe the body's blood pressure based on the position of
sitting and standing postures in patients with hypertension in the village Puskesmas
Ciamis.
This method reserch is a descriptive study using cross sectional approach. The total
sample of 48 respondents. The sampling technique used in this study was random
sampling. The univariate analysis to determine the distribution of blood pressure
based on the position of the body.
The results showed that out of 48 respondents there are differences in the results of
measuring blood pressure in the body sitting and lying positions as much as 32
respondents (66.7%). The results of blood pressure measurement based on the
classification of hypertension showed that of the 48 respondents that are in the
highest category of hypertension degree category 2 by the number of 27
respondents (56.2%) at the time of sitting postures and 22 respondents (45.8%) at
the time the body lying position. The conclusion of this study blood pressure is higher
in the measurement of body position to sit with the average value of 160.52 seated
systolic and diastolic average value sat 88.75 which is affected by gravity and body
position. Based on the results of the study in hypertensive patients then need to be
aware of the importance of blood pressure checked and expected health care further
improve service in the measurement of blood pressure and pay attention to the
patient's condition, the condition of the tools and skills to be able to produce blood
pressure is right and appropriate for the possibility of differences in the results of
blood pressure in every body position.
Key words
: Blood pressure, Body position, Hypertension
Bibliography : 32, 2009-2015
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tekanan darah arteri adalah tekanan yang dihasilkan oleh darah
saat mengalir melalui arteri, karena darah bergerak secara bergelombang
ada dua jenis tekanan darah yaitu tekanan sistolik yang merupakan
tekanan darah yang dihasilkan oleh kontraksi ventrikel yang merupakan
tekanan pada puncak gelombang darah dan tekanan diastolik merupakan
tekanan ventrikel pada saat istirahat. (Kozier, Erb, Berman, & Snyder,
2010)
World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa tekanan
darah dianggap normal bila kurang dari 135/85 mmHg dan hipertensi bila
tekanan darah lebih dari 140/90mmHg. (Noviyanti, 2015)
Tekanan darah tinggi (Hipertensi) berarti tekanan yang tinggi
dalam arteri. Hipertensi menjadi salah satu penyakit utama yang
menyebabkan cacat tubuh dan kematian dihampir semua Negara.
Penyebab yang belum pasti dan tidak banyak gejala sampai akhirnya
dapat menimbulkan komplikasi yang serius seperti serangan jantung,
stroke, gagal ginjal, kebutaan bahkan kematian hingga akhirnya penyakit
ini disebut sebagai silent killer. (Gardner, 2007)
Hipertensi merupakan masalah medis yang menimbulkan dampak
bermakna pada kesehatan masyarakat umum. Prevalensi dan angka
perawatan pasien gagal jantung serta penyakit ginjal stadium akhir
sebagai komplikasi terminal hipertensi terus meningkat. Terdapat
2
kesenjangan antara rendahnya angka deteksi kasus hipertensi dan
tingginya angka komplikasi jangka panjang hipertensi, hal ini bila terus
dibiarkan, maka hipertensi akan selalu menjadi masalah medis dan
masalah kesehatan masyarakat yang serius. (Lubis, 2013)
World Health Organization (WHO) mencatat pada tahun 2012
sedikitnya sejumlah 839 juta kasus Hipertensi, dan diperkirakan menjadi
1,15 milyar pada tahun 2025 atau sekitar 29% dari total penduduk dunia,
dimana penderitanya lebih banyak pada wanita 30% dibanding pria 29%.
Sekitar 80% kenaikan kasus hipertensi terjadi terutama di negara-negara
berkembang. (Runtukahu, Rompas, & Pondaag, 2015)
Berdasarkan
hasil
pengukuran
tekanan
darah
pada
usia
≥15Tahun yang dilakukan RISKESDA, hipertensi termasuk penyakit tidak
menular (PTM) kronis yang terus berkembang dan sulit di sembuhkan
pada posisi ke enam. Prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5%
dan Jawa Barat berada pada posisi ke lima dengan persentase 29,4%
setelah Bangka Belitung (30,9%), diikuti Kalimantan Selatan (30,8%), dan
Kalimantan Timur (29,6%). (RISKESDAS, 2013).
Berdasarkan
laporan
system
pencatatan
dan
pelaporan
puskesmas dinas kesehatan kabupaten Ciamis tahun 2015, Hipertensi
menduduki posisi pertama pada sepuluh besar penyakit di kabupaten
Ciamis tahun 2015 dengan total 48.007 kasus.
3
Tabel 1.1 Data Sepuluh Besar Penyakit Di Kabupaten Ciamis Tahun
2015.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Penyakit
Hipertensi Primer (esensial)
Influenza
Penyakit Infeksi Saluran Nafas Atas Akut tidak Spesifik
Tukak Lambung
Nasofaringitis Akuta (Common Cold)
Gastroduodenitesis tidak spesifik
Dermatitis lain, tidak spesifik (Eksema)
Diare dan Gastroenteritis
Rematisme (tidak spesifik)
Myalgia
Total
48.007
41.386
37.017
34.937
24.587
22.190
20.624
18.138
18.100
16.960
Sumber : Laporan Sistem Pencatatan dan Pelaporan Puskesmas (SP3) Dinak Kesehatan
Kabupaten Ciamis Tahun 2015.
Berdasarkan data dari 35 Puskesmas di kabupaten Ciamis kasus
hipertensi tertinggi terjadi di Puskesmas Ciamis, tercatat pada tahun 2014
jumlah penduduk ≥18Tahun terdapat 5006 kasus hipertensi, pada tahun
2015 jumlah kasus baru hipertensi bertambah sebanyak 3094 kasus dan
terdapat 227 pasien hipertensi tercatat dalam buku laporan yang
memeriksakan kesehatannya di Puskesmas Ciamis dan kelurahan Ciamis
merupakan kelurahan dengan jumlah hipertensi terbanyak
Tabel 1.2 Data 10 besar UPTD Kesehatan Ciamis Puskesmas dengan
penderita hipertensi di Kabupaten Ciamis 2015.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Puskesmas
Ciamis
Baregbeg
Rancah
Cipaku
Sukamulya
Tambaksari
Cigayam
Cieurih
Banjarsari
Lumbung
Jumlah kasus baru
3094
2814
2175
1954
1796
1557
1499
1315
1243
1161
Sumber : Dinas kesehatan Ciamis 2015
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa Puskesmas Ciamis
merupakan Puskesmas yang memiliki jumlah kasus baru Hipertensi
4
paling banyak dari 35 Puskesmas di Kabupaten Ciamis dengan jumlah
kasus baru sebanyak 3094 pada tahun 2015.
Tabel 1.3 Data jumlah pasien hipertensi wilayah kerja Puskesmas
Ciamis berdasarkan Kelurahan.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Kelurahan
Ciamis
Kertasari
Cigembor
Benteng
Linggasari
Sindangrasa
Maleber
Jumlah
91
25
7
17
12
28
46
Sumber : Puskesmas Ciamis 2015
Berdasarkan dari tabel data jumlah pasien hipertensi wilayah kerja
Puskesmas Ciamis berdasarkan kelurahan, wilayah kerja Puskesmas
Ciamis mencakup 7 Kelurahan dengan jumlah pasien hipertensi
terbanyak di kelurahan Ciamis sebanyak 91 pasien. Data berasal dari
buku laporan administrative Puskesmas Ciamis tahun 2015.
Tingginya angka kejadian hipertensi di Ciamis disebabkan oleh
berbagai macam faktor. Menurut penelitian yang dilakukan oleh
(Agustina, 2014) obesitas, merokok, aktivitas fisik dan konsumsi garam
merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi. Penelitian
serupa juga menyatakan bahwa umur, pendidikan, pekerjaan, obesitas,
merokok, konsumsi alkohol, olahraga, asupan natrium, dan asupan
kalium memiliki hubungan dengan tekanan darah. (Anggara & Prayitno,
2013)
Dalam Islam segala sesuatu yang berlebihan adalah hal yang
tidak baik dan tidak disukai Allah SWT sesuai dengan ayat Al-Quran yang
berbunyi :
5
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki)
mesjid,
makan
dan
minumlah,
dan
janganlah
berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.
(Q.S.Al‟Araf : 31).”
Beberapa faktor penyebab hipertensi muncul karena asupan
makanan yang berlebihan. Obesitas, asupan garam berlebih, natrium
berlebih, dan kalium yang berlebihan merupakan beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi terjadinya hipertensi. Hal tersebut sesuai dengan
surat Al‟araf ayat 31 yang menjelaskan bahwa berlebihan dalam porsi
makan dan minum merupakan hal yang dilarang dan tidak disukai Allah
SWT sebab makan dan minum dengan porsi yang berlebihan dan
melampaui batas akan mendatangkan penyakit.
Penyakit yang mungkin timbul dikemudian hari akibat kebiasaan
mengkonsumsi asupan makanan yang kurang baik dan berlebihan,
seringkali tidak diperhatikann dalam kondisi sehat. Hal tersebut
disinggung dalam sebuah hadist :
ِ َ‫ قال النيب صلى هللا عليو و سلم “نِعمت‬:‫عن ابن عباس رضي هللا عنهما قال‬
‫ان‬
َْ
ِ ِ ‫م ْغب و ٌن فِي ِهما َكثِي ر ِمن الن‬
)‫الص َّحةُ َوالْ َفَراغُ” (رواه البخاري‬
ّ ‫َّاس‬
َ ٌْ َ ْ ْ ُ َ
Artinya : Dari Ibn „Abbas ra beliau berkata: “Nabi Muhammad SAW
bersabda Dua kenikmatan yang dapat memperdaya banyak manusia
adalah sehat dan waktu luang” (HR. al-Bukhari)
6
Berkaitan dengan hadist diatas hipertensi merupakan penyakit
yang asimptomatik dan tidak diketahui penyebabnya. Gaya hidup dan
pola makan sering disebutkan sebagai salah satu kebiasaan yang
mungkin dapat menimbulkan penyakit hipertensi. Maka akan lebih baik
bila setiap orang melakukan upaya pencegahan sejak dini.
Upaya pencegahan yang paling sering disebutkan dalam
mencegah dan mengontrol hipertensi adalah perubahan gaya hidup,
disamping hal tersebut sebenarnya tenaga kesehatan juga memiliki peran
penting dalam upaya mengobati hipertensi dengan cara pengukuran
tekanan darah yang akurat. Salah satu cara yang paling tepat untuk dapat
menegakkan diagnosa hipertensi secara pasti adalah dengan melakukan
pengukuran tekanan darah, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Pengukuran tekanan darah dapat menimbulkan kesalahan
pembacaan hasil yang disebabkan oleh pengukuran tekan darah yang
tidak akurat, oleh sebab itu penting bagi tenaga kesehatan untuk
melakukan pengukuran darah yang akurat (Kozier, Erb, Berman, &
Snyder, 2010). Pernyataan lain menambahkan bahwa, pengukuran
tekanan darah yang akurat merupakan indikator yang berpengaruh pada
pasien hipertensi sebagai upaya pengendalian tekanan darah agar tetap
stabil dan mengurangi resiko rusaknya organ-organ tubuh penting seperti
jantung, ginjal dan otak. (Mutmainah & Rahmawati, 2010).
Seorang perawat penting memiliki pengetahuan dan keterampilan
klinis yang terlatih tentang pengukuran tekanan darah sesuai prosedur
dengan menggunakan merkuri konvensional atau sphygmomanometer
7
atau tekanan darah elektronik. Fenomena yang terjadi di sebagian besar
Puskesmas, pengukuran tekanan darah biasa dilakukan dengan posisi
duduk, beberapa dengan posisi berbaring dan biasanya hanya dilakukan
pada salah satu lengan. Pengaruh posisi tubuh dalam melakukan
pengukuran tekanan darah dapat mempengaruhi hasil dari pengukuran
tekanan darah yang mungkin akan berbeda.
Hasil dari pengukuran tekanan darah dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu aktivitas yang dilakukan sebelum pengukuran, tekanan atau
stres yang akan dialami,
waktu pengukuran,
serta posisi saat
pengukuran. (Assa, Rondonuwu, & Bidjuni, 2014)
Pernyataan yang serupa juga menyebutkan bahwa hasil tekanan
darah yang baik dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah
posisi tubuh, ukuran manset, posisi lengan dan penempatan stetoskop.
(Guyton & Hall, 2011)
Berdasarkan hasil penelitian mengenai perbedaan tekanan darah
lengan kanan dan lengan kiri pada pasien hipertensi menunjukkan bahwa
rata-rata pengukuran tekanan darah pada tekanan sistolik maupun
tekanan diastolik yang tertinggi terdapat pada lengan kiri. Pada penderita
penyakit hipertensi akan sangat besar kemungkinan terjadi gangguan
vaskuler yang dapat menyebabkan perbedaan pada hasil pengukuran
tekanan darah antara lengan kiri dan lengan kanan dan berdasarkan
peneliti pemeriksaan sebaiknya dilakukan dikedua lengan atau bila hanya
satu tangan maka lebih baik pada lengan kiri. (Assa, Rondonuwu, &
Bidjuni, 2014)
8
Penelitian lain tentang rata-rata tekanan darah sistolik pada anak
yang menggunakan manset dewasa lebih rendah dari rata-rata tekanan
darah menggunakan manset anak. Demikian pula rata-rata tekanan darah
diastolik menggunakan manset dewasa lebih rendah dari rata-rata
tekanan darah menggunakan manset anak. Berdasarkan hasil penelitian
dapat disimpulkan bahwa ukuran manset berpengaruh terhadap hasil
pengukuran
tekanan
darah.
Pengukuran
tekanan
darah
dengan
menggunakan manset yang lebih besar akan menghasilkan hasil
pengukuran tekanan darah lebih rendah. (Aryani & Suherman, 2009)
Berdasarkan hasil study pendahuluan yang dilakukan pada lima
penderita hipertensi di kelurahan Ciamis wilayah kerja Puskesmas Ciamis
juga ditemukan bahwa tekanan darah pada posisi duduk dan berbaring
terdapat perbedaan.
Tabel 1.3 Data hasil study pendahuluan pengukuran tekanan darah
berdasarkan posisi tubuh.
Nama
Ny.A
Ny.N
Ny.An
Tn.U
Tn.D
Posisi duduk
160/90 mmHg
160/100 mmHg
130/90 mmHg
140/90 mmHg
160/90 mmHg
Posisi berbaring
150/90 mmHg
150/80 mmHg
120/80 mmHg
140/90 mmHg
150/90 mmHg
Berdasarkan uraian diatas untuk mengetahui gambaran tekanan
darah berdasarkan posisi tubuh duduk dan berbaring khususnya pada
pasien dengan Hipertensi maka penulis tertarik untuk meneliti tentang
“Gambaran Tekanan Darah berdasarkan Posisi Tubuh pada Pasien
Hipertensi di kelurahan Ciamis Wilayah Kerja Puskesmas Ciamis Tahun
2016.”
9
B. Rumusan Masalah
Tekanan darah dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya
adalah posisi tubuh saat dilakukan pengukuran tekanan darah.
Pengukuran tekanan darah yang akurat merupakan hal penting demi
menghindari kesalahan dalam pembacaan hasil. Sebagian besar
Puskesmas menggunakan posisi duduk dalam melakukan pengukuran
tekanan darah sedangkan perbedaan mungkin terjadi pada posisi tubuh
lain. Adanya perbedaan hasil ukur tekanan darah yang mungkin terjadi
pada posisi tubuh duduk dan berbaring merupakan indikator penting yang
harus diketahui oleh penderita hipertensi.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka peneliti ingin
mengetahui “Bagaimanakah tekanan darah berdasarkan posisi tubuh
pada pasien hipertensi di kelurahan Ciamis wilayah kerja puskesmas
Ciamis Tahun 2016”
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Diketahuinya Tekanan darah berdasarkan posisi tubuh pada
pasien hipertensi di Wilayah kerja Puskesmas Ciamis Kabupaten
Ciamis.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahui jumlah penderita pasien hipertensi di kelurahan
Ciamis Wilayah kerja Puskesmas Ciamis Kabupaten Ciamis
b. Diketahui
kelurahan
gambaran
Ciamis
Kabupaten Ciamis
tekanan
Wilayah
darah
Kerja
posisi
duduk
Puskesmas
di
Ciamis
10
c. Diketahui gambaran tekanan darah posisi berbaring di
kelurahan
Ciamis
Wilayah
Kerja
Puskesmas
Ciamis
Kabupaten Ciamis
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritik
a. Sebagai bahan referensi yang dapat digunakan untuk
mengetahui gambaran tekanan darah posisi berdiri, duduk
dan berbaring pasien hipertensi.
b. Sebagai bahan pertimbangan yang relevan bagi peneliti lain
di masa yang akan datang.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi institusi pendidikan
Sebagai
sumber
keperawatan
pengembangan
khususnya
tentang
ilmu
pendidikan
tekanan
darah
berdasarkan posisi tubuh pada pasien hipertensi.
b. Bagi Masyarakat
Sebagai bahan informasi mengenai perbedaan tekanan
darah posisi duduk dan berbaring pasien hipertensi.
c. Bagi pelayanan kesehatan.
Sebagai informasi dalam upaya meningkatkan pelayanan
kesehatan
dalam
pengukuran
tekanan
darah
agar
mendapatkan hasil ukur tekanan darah.
d. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk
penelitian berikutnya dan dapat menambah pengetahuan
11
peneliti
tentang
metodologi
penelitian
dan
kondisi
kesehatan masyarakat.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Cicilia Assa, Rolly
Rondonuwu Dan Hendro Bidjuni dengan judul “Perbandingan Pengukuran
Tekanan Darah Pada lengan Kiri dan Lengan Kanan Pada Penderita
Hipertensi di Ruangan Irina C BLU Prof. Dr. R. D Kandou Manado”
penelitian dilakukan pada tahun 2014 dengan metode deskriptif analitik
dengan jumlah sampel 31 orang penderita hipertensi. Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini berupa Tensi meter air raksa dengan hasil
penelitian terdapat perbedaan yang berarti bahwa kedua lengan
mempengaruhi tekanan darah.
Penelitian lain oleh Evelyn Aryani , Jo Suherman pada tahun 2009
dengan judul “Pengaruh Ukuran Manset Terhadap Hasil Pengukuran
Tekanan Darah” dengan metode analitik survey pada 30 siswa kelas 4
SD dengan hasil bahwa ukuran manset berpengaruh terhadap hasil
pengukuran tekanan darah.
Perbedaan dengan penelitian ini judul yang diambil yaitu
“Gambaran tekanan darah berdasarkan posisi tubuh pada pasien
hipertensi di Desa Ciamis wilayah kerja Puskesmas Ciamis” dengan
metode deskriptif dengan pendekatan cross sectional sedangkan
persamaan terletak pada topik penelitian tentang perbedaan tekanan
darah berdasarkan posisi tubuh.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Tekanan Darah
a. Pengertian Tekanan Darah
Tekanan darah adalah tekanan yang digunakan untuk
mengedarkan darah dalam pembuluh darah dalam tubuh kita.
Jantung yang berperan sebagai pompa otot mensuplai tekanan
tersebut untuk menggerakkan darah dan juga mengedarkan darah
diseluruh tubuh. Pembuluh darah (dalam hal ini arteri) memiliki
dinding-dinding yang elastis dan menyediakan resistensi yang
sama terhadap aliran darah. Oleh karena itu, ada tekanan dalam
system peredaran darah bahkan antara detak jantung. (Gardner,
2007)
Tekanan darah arteri adalah tekanan yang dihasilkan oleh
darah saat mengalir melalui arteri, karena darah bergerak secara
bergelombang ada dua jenis tekanan darah yaitu tekanan sistolik
yang merupakan tekanan darah yan dihasilkan oleh kontraksi
ventrikel yang merupakan tekanan pada puncak gelombang darah
dan tekanan diastolik merupakan tekanan ventrikel pada saat
istirahat. (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2010)
Tekanan darah adalah tekanan dari aliran darah dalam
pembuluh nadi (arteri). Jantung berdetak, lazimnya 60 hingga 70
13
kali dalam satu menit pada kondisi istirahat (duduk atau
berbaring), darah dipompa menuju darah melalui arteri. Tekanan
darah paling tinggi terjadi ketika jantung berdetak memompa
darah ini disebut tekatan sistolik. Tekanan darah menurun saat
relaks diantara dua denyut nadi ini disebut tekanan diastolik.
Tekanan darah ditulis sebagai tekanan sistolik pertekanan
diastolik sebagai contoh, 120/80 mmHg (Sucipto, Nurhidayati, &
Syamsianah, 2013)
Tekanan yang memadai diperlukan untuk menghasilkan
gaya untuk mendorong darah tidak saja ke organ yang mengalami
vasodilatasi tetapi juga ke otak, yang bergantung pada aliran
darah yang konstan. Karena itu, variabel-variabel kardiovaskular
harus terus menerus diatur untuk mempertahankan tekanan darah
yang konstan meskipun kebutuhan akan darah dari masingmasing organ berubah-ubah.(Sherwood, 2012)
b. Faktor yang mempengaruhi tekanan darah
1) Fisiologi Tekanan darah
Menurut (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2010),
beberapa faktor fisiologi tekanan darah diantaranya adalah:
a) Curah jantung
Curah jantung adalah volume darah yang dipompa
jantung selama satu menit. Tekanan darah sangat
bergantung pada curah jantung. Curah jantung yang
14
meningkat dapat menyebabkan naiknya tekanan darah
karena adanya perubahan frekuensi jantung, kontraktilitas
yang lebih besar dari otot jantung atau peningkatan
volume darah. Perubahan frekuensi jantung dapat terjadi
lebih cepat dari perubahan kontraktilitas atau volume
darah hal itu menyebabkan terjadinya penururan tekanan
darah.
b) Tahanan perifer
Tahanan pembuluh darah perifer adalah tahanan
terhadap aliran darah yang ditentukan oleh tonus otot
vaskular dan diameter pebuluh darah. Semakin kecil
lumen
pembuluh
semakin
besar
tahanan
vaskular
terhadap aliran darah. Tekanan darah pada arteri naik
ketika tahanan vascular juga meningkat.
c) Volume darah
Volume sirkulasi darah pada kebanyakan orang
dewasa adalah 500 mL. volume darah dalam tubuh akan
selalu konstan dan jika terjadi peningkatan makan tekanan
terhadap dinding arteri akan menjadi lebih besar.
d) Viskositas
Viskositas atau pengentalan darah akan sangat
mempengaruhi aliran darah saat melewati pembuluh yang
kecil. Viskositas dipengaruhi oleh hematokrit, apabila
15
terjadi peningkatan pada hematokrit akan menyebabkan
jantung berkontraksi lebih kuat agar dapat mengalirkan
darah yang mengental untuk mempertahankan system
sirkulasi.
e) Elastisitas
Normalnya dinding darah arteri elastis dan mudah
berdistensi.
Elastisitas
arteri
berfungsi
untuk
mengakomodasi perubahan tekanan darah. Hilangnya
elastisitas dinding arteri akan menimbulkan peningkatan
tekanan sistemik. Kenaikan tekanan sistolik lebih signifikan
dari tekanan diastolik sebagai akibat dari penurunan
elastisitas arteri.
2) Faktor Patologis
Menurut (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2010)
a) Usia
Bayi yang baru lahir memiliki tekanan sistolik ratarata 73 mmHg. Tekanan sistolik dan diastolik meningkat
secara bertahap sesuai usia hingga dewasa. Pada orang
lanjut usia, arterinya lebih keras dan kurang fleksibel
terhadap darah. Hal ini mengakibatkan peningkatan
tekanan sistolik. Tekanan diastolik juga meningkat karena
dinding pembuluh darah tidak lagi retraksi secara fleksibel
pada penurunan tekanan darah.
16
Pernyataan serupa menurut
(Ganong,
2012).
Menyebutkan bahwa tekanan darah meningkat seiring
dengan pertambahan usia, namun besar peningkatan ini
tidak jelas karena hipertensi adalah penyakit yang umum
di jumpai dan insidennya meningkat seiring dengan
pertambahan usia.
b) Olahraga
Aktivitas fisik dapat mempengaruhi peningkatan
curah jantung dan tekanan darah. Pernyataan lain menurut
(Sherwood,
2012).
Pada
saat
berolahraga
terjadi
peningkatan aktivitas otot yang mendorong lebih banyak
darah keluar vena dan masuk ke jantung. Meningkatnya
aktivitas simpatis dan vasokontriksi vena yang ditimbulkan
pada saat berolahraga semakin meningkatkan aliran balik
vena.
c) Stress
Stimulasi system saraf simpatis meningkatkan
curah jantung dan vasokonstriksi arteriol, yang kemudian
akan meningkatkan tekanan darah.
d) Ras
Pria Amerika-Afrika yang berusia di atas 35 tahun
memiliki tekanan darah yang lebih tinggi dari pada pria
Eropa-Amerika pada usia yang sama.
17
e) Jenis Kelamin
Perubahan hormonal yang sering terjadi pada
wanita menyebabkan wanita lebih cenderung memiliki
tekanan darah tinggi.
Berdasarkan
penelitian
yang
dilakukan
oleh
(Anggara & Prayitno, 2012) dari 75 responden sebanyak
14 responden perempuan menderita hipertensi dan hanya
9 laki-laki yang menderita hipertensi sedang sisanya
memiliki tekanan darah yang normal. Penelitian lainnya
juga menemukan hasil yang serupa sebanyak 58,3%
perempuan menderita hipertensi dan sisanya adalah lakilaki. (Agrina, Rini, & Hairitama, 2011)
Tekanan darah yang tinggi pada perempuan dapat
dihubungkan dengan faktor hormonal yang lebih besar
terdapat didalam tubuh perempuan dibandingkan dengan
laki-laki. Faktor hormonal inilah yang menyebabkan
peningkatan lemak dalam tubuh atau obesitas. Selain
faktor hormonal yang menyebabkan timbulnya obesitas
pada perempuan, obesitas juga disebabkan karena
kurangnya aktifitas pada kaum perempuan dan lebih
sering menghabiskan waktu untuk bersantai dirumah.
(Agrina, Rini, & Hairitama, 2011)
f)
Medikasi
18
Beberapa
obat
dapat
meningkatkan
atau
menurunkan tekanan darah.
g) Obesitas
Obesitas merupakan salah satu faktor hipertensi
pada kanak-kanak maupun dewasa.
h) Variasi diurnal
Tekanan darah berubah sepanjang hari. Biasanya
pada pagi hari tekanan darah akan rendah karena laju
metabolisme berada pada titik paling rendah, meningkat
menjelang siang dan puncaknya saat sore atau malam
hari.
3) Efek Gravitasi dan Posisi Tubuh
Tekanan darah adalah akibat dari curah jantung dan
resistensi perifer, maka tekanan darah dipengaruhi oleh
keadaan-keadaan yang mempengaruhi salah satu atau kedua
faktor tersebut. Tekanan vena perifer seperti tekanan arteri
dipengaruhi oleh gravitasi. Tekanan meningkat sebesar 0,77
mmHg untuk setiap 1 sentimeter dibawah atrium kanan dan
menurun dengan jumlah yang sama untuk setiap 1 sentimeter
diatas atrium kanan tempat tekanan diukur. (Ganong, 2012)
19
Efek gravitasi terjadi didalam tubuh manusia, tepatnya
pada system vascular manusia akibat berat darah didalam
pembuluh. 10 sampai 20 persen volume darah dapat hilang
dari sistem sirkulasi dalam waktu 15 sampai 30 menit sejak
berdiri diam sempurna. Faktor tekanan gravitasi pada sistem
sirkulasi disebabkan oleh perubahan posisi tubuh. (Guyton &
Hall, 2011)
a) Berdiri
Efek gravitasi yang terjadi pada posisi berdiri terjadi
secara tidak merata, selain tekanan yang ditimbulkan oleh
kontraksi jantung, pembuluh yang terletak dibawah jantung
juga mendapat tekanan yang ditimbulkan oleh berat kolom
darah dari jantung. Meskipun arteri dan vena menerima
efek gravitasi yang sama tetap terdapat perbedaan dimana
vena melebar sedangkan arteri tidak. Sebagian besar
darah akhirnya tertahan di vena sehingga aliran balik vena
berkurang, curah jantung berkurang, dan volume sirkulasi
efektif juga menurun. ( Sherwood, 2012) pernyataan
serupa menyebutkan bahwa pengumpulan darah di venavena
tungkai
mengurangi
arus
balik
vena,
yang
menyebabkan pengurangan curang jantung yang dapat
menyebabkan terjadinya pingsan. (Ganong, 2012)
20
Sesorang dengan posisi berdiri tekanan di atrium
kanan tetap sekitar 0 mmHg karena jantung memompa ke
dalam arteri setiap kelebihan darah yang berusaha
menumpuk di vena. Akan tetapi, pada seorang dewasa
yang berdiri diam sama sekali, tekanan di vena kaki sekitar
bertambah 6 mmHg akibat berat gravitasi darah di vena
antara jantung dan kaki. (Guyton & Hall, 2011) selama
berdiri tenang, efek gravitasi menjadi maksimum, tekanan
vena
dipergelangan
kaki
mencapai
85-90
mmHg.
(Ganong, 2012)
b) Duduk
Sikap atau posisi duduk membuat tekanan darah
cenderung stabil. Hal ini dikarnakan pada saat duduk
sistem vasokontraktor simpatis terangsang melalui saraf
rangka
menuju
meningkatkan
otot-otot
tonus
dasar
abdomen.
otot-otot
Keadaan
tersebut
ini
yang
menekan seluruh vena cadangan abdomen, membantu
mengelurkan darah dari cadangan vaskuler abdomen ke
jantung. Hal tersebut membuat darah yang tersedia bagi
jantung untuk dipompa menjadi meningkat. Keseluruhan
respon ini disebut refleks kompresi abdomen. (Guyton &
Hall, 2011)
21
Kerja jantung pada posisi duduk, dalam memompa
darah akan lebih keras karena melawan gaya gravitasi
sehingga kecepatan denyut jantung meningkat. (Sucipto,
Nurhidayati, & Syamsianah, 2013)
c) Berbaring
Pada posisi berbaring gaya gravitasi bekerja
secara merata. Darah dapat kembali ke jantung secara
mudah pada posisi berbaring. Isi sekuncup dalam posisi
berbaring mencapai nilai maksimal. (Guyton & Hall, 2011).
Tekanan darah normalnya turun sebanyak 20mmHg atau
kurang saat tidur. (Ganong, 2012)
4) Posisi Lengan
Idealnya, tekanan darah akan sama saja saat diukur di
lengan kanan maupun lengan kiri. Namun jika ternyata hasil
pengukurannya berbeda, maka perlu diwaspadai sebab hal itu
bisa menandakan bahwa jantung sedang ada masalah.
Adanya perbedaan tekanan darah antara lengan kanan dan
lengan kiri ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah faktor usia, adanya oklusi pembuluh
darah, penyakit pembuluh darah perifer, adanya pulsus
paradoksus,
dan
adanya
gangguan
pada
jantung.
Kesemuanya ini berkaitan erat dengan masalah hipertensi.
(Arwani & Sunarno, 2007)
22
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa rata-rata pengukuran tekanan darah
pada tekanan sistolik maupun tekanan diastolik yang tertinggi
terdapat pada lengan kiri. (Assa, Rondonuwu, & Bidjuni, 2014)
Menurut peneliti, tekanan yang lebih besar pada salah
satu lengan mengindikasikan arteri banyak terhalang lemak.
Hal ini menandakan arteri pada jantung dan otak juga
mengalami hambatan yang sama. Laporan dalam American
Journal
of
Medicine menyebutkan,
halangan
tersebut
meningkatkan risiko mengalami serangan jantung dan stroke.
(http://health.kompas.com/, 2014)
Variasi tekanan darah dapat ditemukan pada arteri
yang berbeda. Variasi normal sering ditemukan pada kedua
lengan, tetapi tidak boleh lebih dari 5 – 10 mmHg. Perbedaan
yang lebih dari 10 mmHg merupakan indikasi terjadinya
gangguan vaskuler, dan bila perbedaan lebih besar dari 20 –
30 mmHg pada kedua belah lengan menunjukkan suatu
kecurigaan terhadap adanya gangguan organis aliran darah
pada daerah yang tekanan darahnya rendah (Kozier, Erb,
Berman, & Snyder, 2010)
5) Ukuran Manset
Ukuran manset pada pengukuran tekanan darah, perlu
mendapat perhatian, karena dapat mempengaruhi hasil
23
pengukuran
tekanan
darah.
Ukuran
manset
yang
direkomendasikan untuk pengukuran darah harus sesuai
dengan ukuran lengan orang yang akan diperiksa. Menurut
The Council for High Blood Pressure Research of the
Scientific Council of the America Heart Association, lebar
manset harus melebihi diameter dari lengan (atau paha)
tempat manset dililitkan. Lebar manset menutupi 2/3 panjang
lengan atas sehingga memberikan ruangan yang cukup untuk
meletakkan bel stetoskop di daerah fossa kubiti, sedangkan
panjang manset sedapat mungkin menutupi seluruh lingkaran
lengan. Ukuran manset yang lebih kecil dari yang seharusnya
memberikan
hasil
pengukuran
yang
lebih
tinggi
dan
sebaliknya ukuran manset yang lebih besar dari yang
seharusnya memberikan hasil pengukuran yang lebih rendah (
Aryani
&
Suherman,
2009).
(O'Challaghan,
2009),
menambahkan bahwa manset besar arus digunakan pada
lengan yang besar. Jika tidak akan terjadi kesalahan
pembacaan yang tinggi.
c. Pengukuran Tekanan Darah
Pengukuran dilakukan pada dua tangan dengan tiga posisi
yaitu
berbaring,
duduk
dan
berdiri,
sebanyak
tiga
kali
pemeriksaan, dengan jarak antara 5-10 menit. Ini dilakukan
karena bervariasinya tekanan darah setiap orang. Apabila
24
tekanan darah sangat tinggi, yakni tekanan sistolik mencapai 210
mmHg atau lebih dan tekanan diastolik mencapai 120 mmHg atau
lebih, pengukuran boleh dilakukan sekali saja. Beberapa hal yang
harus dilakukan sebelum pengukuran adalah pasien beristirahat,
tidak merokok, tidak makan dalam jumlah banyak, tidak minum
alkohol atau kafein selama minimal 30 menit. (Marliani & S, 2007)
Selama pengukuran tekanan darah, manset dibungkuskan
pada lengan atas, lalu balon dipompa sehingga udara masuk ke
dalamnya melalui selang. Manset digelembungkan sampai
tekanan didalamnya melampaui tekanan sistolik. Arteri brakhialis
pun menjadi pipih karena tertekan sehingga darah tidak bisa
mengalir ke bagian bawah lengan, ditandai dengan tidak adanya
suara pada stetoskop yang ditempatkan diatasnya. Udara
kemudian secara perlahan dikeluarkan dengan jalan membuka
kunci disamping balon pemompa sehingga tekanan pada arteri
berkurang. Bila arteri tidak pipih lagi, akan terdengar bunyi
pertama yang disebut tekanan sistolik. Pembebasan udara dari
manset menyebabkan tekanan pada arteri brakhialis terus
menurun, dan arteri terbuka lebar. Hal ini dapat diketahui dengan
tidak adanya suara berdetak pada stetoskop. Angka yang
ditunjukkan jarum merupakan tekanan diastolik. (Marliani & S,
2007)
25
Pengukuran
tekanan
darah dengan menggunakan
stetoskop dan spigmomanometer (metode auskultasi) dilakukan
dengan mendengarkan bunyi yang mengikuti fase korotkoff, yaitu:
Fase 1
: Bunyi terdengar seperti ketukan yang kuat dan
menghentak (tekanan sistolik)
Fase 2
: Bunyi mulai melemah dan terdengar lembut
Fase 3
: Bunyi berubah menjadi seperti suara bisikan
Fase 4
: Bunyi melemah seperti tiupan angin dan hampir
tak terdengar
Fase 5
: Bunyi hilang (tekanan diastolik)
Denyut yang dapat diraba di sebuah arteri yang berada
dekat permukaan kulit ditimbulkan oleh perbedaan antara tekanan
sistolik dan diastolik. Perbedaan tekanan ini dikenal sebagai
tekanan nadi (pulse pressure). Apabila tekanan darah adalah
120/80 mmHg, maka tekanan nadinya sebesar 40 mmHg (120
mmHg – 80 mmHg = 40 mmHg) (Sherwood, 2011)
2. Hipertensi
a. Pengertian Hipertensi
Hipertensi berarti tekanan (ketegangan) yang tinggi dalam
arteri. Tekanan darah tinggi pada umumnya didefinisikan sebagai
tingkat yang melebihi 140/90 mmHg yang dikonfirmasikan pada
berbagai kesempatan. Hipertensi tidak berarti ketegangan emosi
26
yang berlebihan, meskipun ketegangan emosi dan stress dapat
meningkatkan tekanan darah saat itu juga. (Gardner, 2007)
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah diatas
140/90 mmHg. Diagnosis hipertensi ditegakkan jika tekanan darah
meningkat diatas 140/90 mmHg pada setidaknya tiga kali
pengukuran atau diatas 125/80 pada pemantauan tekanan darah
24jam. Keadaan ini dapat merusak pembuluh darah dan organ
serta meningkatkan mortalitas. (O'Challaghan, 2009)
Tekanan darah yang terus meningkat secara abnormal
terjadi terus menerus dalam beberapa kali pemeriksaan yang
disebabkan oleh satu atau beberapa faktor resiko yang gagal
dalam mempertahankan tekanan darah secara normal disebut
hipertensi (Wijaya & Putri, 2013)
b. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebab menurut (Kementrian
Kesehatan RI, 2014):
1) Hipertensi Primer/Hipertensi Esensial
Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik),
walaupun dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup
seperti kurang bergerak (inaktivitas) dan pola makan. Terjadi
pada sekitar 90% penderita hipertensi.
2) Hipertensi Sekunder/Hipertensi Non Esensial
27
Hipertensi yang diketahui penyebabnya. Pada sekitar 5-10%
penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal.
Pada sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal
atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB).
Tabel
2.1
Klasifikasi
hipertensi
menurut
pedoman
penatalaksanaan hipertensi (ESC/ESH)
Jenis
Normal
High Normal
Hipertensi Grade 1
Hipertensi Grade 2
Hipertensi Grade 3
(Tedjasukmana, 2012)
Sistolik
120-129 mmHg
130-139 mmHg
140-159 mmHg
160-179 mmHg
≥180 mmHg
Diastolik
80-84 mmHg
85-89 mmHg
90-99 mmHg
100-109 mmHg
≥110 mmHg
Tabel 2.2 Klasifikasi hipertensi berdasarkan JNC VII
Derajat
Normal
Pre-hipertensi
Hipertensi derajat 1
Hipertensi derajat 2
(Wijaya & Putri, 2013)
Tekanan sistolik
(mmHg)
<120
120-139
140-159
≥160
Tekanan Diastolik
(mmHg)
Dan <80
Atau 80-89
Atau 90-99
Atau ≥100
c. Etiologi
Hipertensi
dikatakan
bersifat
sekunder
apabila
penyebabnya dapat diidentifikasi dan jika tidak ada penyebab
yang dapat diidentifikasi maka disebut hipertensi primer atau
esensial (O'Challaghan, 2009).
28
Hipertensi sekunder penyebab yang dapat diketahuinya
ada pada sekitar 10% kasus. Pada 90% kasus hipertensi lainnya
tidak diketahui penyebab yang mendasarinya hipertensi primer
memiliki
kecenderungan
genetik
yang
kuat,
yang
dapat
diperparah oleh faktor-faktor kontribusi seperti kegemukan, stress,
merokok, dan asupan garam berlebihan. (Sherwood, 2012)
Menurut
(Noviyanti,
2015).
Terjadinya
peningkatan
tekanan darah dapat disebabkan oleh :
1) Meningkatnya kerja jantung yang memompa lebih kuat
sehingga volume cairan yang mengalir setiap detik bertambah
besar.
2) Arteri besar kaku, tidak lentur, sehingga pada saat jantung
memompa
darah
mengembang.
melalui
Darah
arteri
kemudian
tersebut
akan
tidak
mengalir
dapat
melalui
pembuluh yang sempit sehingga tekanan naik. Menebal lanjut,
dan kakunya dinding arteri orang yang berusia lanjut, dapat
terjadi karena arterioklerosis.
Peningkatan tekanan darah mungkin juga terjadi karena
adanya rangsangan saraf atau hormon didalam darah,
sehingga arteri kecil mengerut untuk sementara waktu.
3) Pada penderita kelainan fungsi ginjal, terjadi ketidakmampuan
membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume
darah dalam tubuh meningkat, sehingga darah juga naik.
29
d. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi
pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medulla di
otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang
berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna
medulla spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia
simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin,
yang akan merangsang serabut saraf paska konstriksi pembuluh
darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap
norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut dapat terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf merangsang
pembuluh darah sebagai respon emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi.
Medulla adrenal mengsekresi epinefrin yang menyebabkan
vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresi kortisol dan steroid
lainnya,
yang
dapat
memperkuat
respon
vasokonstriktor
pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan
aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin
30
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah
menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada
gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal.
Hormone ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus
ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskular. Semua
faktor tersebut cenderung pencetus keadaan hipertensi. (Wijaya &
Putri, 2013)
e. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan Non-Farmakologis
Penatalaksanaan hipertensi dengan nonfarmakologis
terdiri dari berbagai macam cara modifikasi gaya hidup untuk
menurunkan tekanan darah menurut (Wijaya & Putri, 2013)
yaitu :
a) Mempertahankan berat badan ideal.
b) Kurangi asupan natrium (sodium).
c) Batasi konsumsi alcohol.
d) Makan kalium dan potassium yang cukup dari diet.
e) Menghindari rokok.
f)
Penurunan stress.
g) Terapi masase (pijat).
Pernyataan serupa juga disebutkan oleh (Kementrian
Kesehatan RI, 2014) memodifikasi gaya hidup pada pasien
hipertensi bisa dilakukan dengan cara membatasi asupan
31
garam tidak lebih dari 1/4-1/2 sendok teh (6gram/hari),
menurunkan berat badan, menghindari minuman berkafein,
rokok, dan minuman beralkohol. Olahraga dianjurkan bagi
penderita hipertensi, dapat berupa jalan, lari, jogging,
bersepedah selama 20-25menit dengan frekuensi 3-5kali
perminggu.
Penting
juga
istirahat
cuku
(6-8jam)
dan
mengendalikan stress.
Pernyataan yang serupa lainnya juga disebutkan oleh
(O'Challaghan, 2009) yaiu tekanan darah dapat membaik
dengan latihan fisik, mengurangi konsumsi alkohol, dan
mengoreksi obesitas, meningkatkan asupan buah dan sayur,
serta mengurangi asupan lemak total dan lemak jenuh.
Mengurangi asupan garam dapat berguna pada hipertensi.
2) Penatalaksanaan Farmakologis
Penatalaksanaan farmakologis merupakan tindakan
pengobatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas
hidup. Mengkonsumsi obat antihipertensi secara teratur juga
dapat mengontrol tekanan darah pada pasien hipertensi dan
mengurangi resiko kerusakan organ-organ tubuh penting
seperti jantung, otak, dan ginjal sebagai resiko jangka panjang
(Mutmainah & Rahmawati, 2010)
Penatalaksanaan farmakologis menurut (Wijaya & Putri,
2013):
32
a) Diuretik (Hidroklorotiazid)
Mengeluarkan cairan tubuh sehingga volume cairan
ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa
jantung menjadi lebih ringan.
b) Penghambat simpatetik (Metildopa, Klonidin dan Reserpin)
Penghambat aktivitas saraf simpatis.
c) Betabloker (Metoprolol, Propranolol dan Atenolol)
Menurunkan daya pompa jantung, tidak dianjurkan pada
penderita yang telah diketahui mengidap gangguan
pernapasan seperti asma bronkial dan pada penderita
diabetes mellitus dapat menutupi gejala hipoglikemia.
d) Vasodilator (Prasosin, Hidralasin)
Bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi
otot polos pembuluh darah.
e) ACE inhibitor (captropil)
Menghambat pembentukan zat Angiotensin II dan memiliki
efek samping batuk kering, pusing, sakit kepala dan
lemas.
f)
Penghambat reseptor angiotensin II (valsartan)
33
Menghalangi penempelan zat Angiotensin II pada reseptor
sehingga memperingan daya pompa jantung.
g) Antagonis kalsium (diltiasem dan verapamil)
Menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas).
f.
Komplikasi
Peningkatan angka kejadian kematian karena penyakit
jantung iskemik (IHD, ischaemic heart disease) pada setiap
dekade meningkat seiring peningkatan tekanan darah sistolik
maupun tekanan darah diastolik. Hal yang sama dijumpai untuk
kejadian
komplikasi
kematian
karena
kejadian
stroke.
Selain
kardiovaskular,
mengakibatkan
serebrovaskular,
renovaskular, data WHO tahun 2000 juga memperlihatkan bahwa
hipertensi mempunyai dampak paling besar terhadap kematian
global dibandingkan faktor-faktor risiko lain. (Tedjasukmana,
2012)
Komplikasi Hipertensi menurut (O'Challaghan, 2009) :
a) Ginjal
Kerusakan pada pembuluh darah ginjal terjadi akibat
tekanan yang meningkat. Pengendalian tekanan darah dapat
memperlambat laju kerusakkan ginjal.
Kerusakan pembuluh darah ginjal disebabkan karena
tekanan darah yang tinggi yang menyebabkan kerusakan
sistem penyaringan didalam ginjal sehingga lambat laun ginjal
34
tidak dapat membuang zat-zat sisa metabolisme tubuh melalui
aliran darah yang dapat menimbulkan penumpukan didalam
tubuh. (Wijaya & Putri, 2013)
b) kardiovaskuler
Resistensi vaskuler yang tinggi membuat jantung
teregang dan menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri. hipertensi
juga meningkatkan aterosklerosis arteri.
Pada penderita hipertensi beban kerja jantung otot
jantung akan mengendor dan berkurangnya elastisitas yang
disebut dekompensasi yang dapat menyebabkan jantung tidak
mampu lagi memompa sehingga banyak cairan tertahan
diparu maupun jaringan tubuh lain yang dapat menyebabkan
sesak nafas atau oedema, kondisi ini disebut gagal jantung.
(Wijaya & Putri, 2013)
c) Retinopati
Retinopati sering terjadi dan dibagi dalam stadium
menurut keparahannya. Wijaya dan Putri (2013) juga
menambahkan bahwa kebutaan mungkin terjadi.
d) Hipertensi maligna atau terakselerasi
Hipertensi berat dengan perubahan retina stadium 3
atau 4 dan kerusakan ginjal. Merupakan komplikasi dari
hipertensi esensial atau sekunder yang gambaran utamanya
adalah kerusakan pembuluh darah ginjal. Pembuluh yang
35
rusak dapat mengganggu sel darah merah menyebabkan
anemia hemolitik mikroangiopatik.
e) Otak
Wijaya
dan
Putri
(2013)
menambahkan
bahwa
hipertensi dapat menyebabkan stroke. Resiko stroke akan
tujuh kali lebih besar bila tidak diobati.
B. Landasan Teori
Tekanan darah arteri adalah tekanan yang dihasilkan oleh darah saat
mengalir melalui arteri, karena darah bergerak secara bergelombang ada
dua jenis tekanan darah yaitu tekanan sistolik yang merupakan tekanan
darah yan dihasilkan oleh kontraksi ventrikel yang merupakan tekanan pada
puncak gelombang darah dan tekanan diastolik merupakan tekanan ventrikel
pada saat istirahat. (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2010)
Berdasarkan teori tersebut dapat disimpulkan bahwa tekanan darah
merupakan salah satu indikator yang dimiliki manusia dalam mengetahui
kondisi kesehatannya. Penyakit hipertensi merupakan penyakit yang sering
ditemukan tanpa gejala dan hanya dapat diketahui dengan melakukan
pengukuran tekanan darah secara rutin. Tekanan darah tidak selalu konstan
dapat dengan mudah berubah.
Pengumpulan darah di vena lebih banyak pada posisi berdiri.
Mengakibatkan volume darah yang kembali ke jantung sedikit, isi sekuncup
berkurang, curah jantung berkurang, dan kemungkinan tekanan darah akan
turun. Peningkatan tekanan arteri terjadi selama tubuh bergerak. Sikap atau
36
posisi duduk membuat tekanan darah cenderung stabil. Darah dapat kembali
ke jantung secara mudah pada posisi berbaring. (Guyton & Hall, 2011)
Tekanan darah dipengaruhi oleh beberapa faktor. Berdasarkan teori
Guyton tersebut hasil pengukuran tekanan darah dalam berbagai posisi
seperti duduk, berdiri dan berbaring mungkin saja terjadi perbedaan.
Perbedaan hasil pengukuran tekanan darah terjadi karena adanya efek
gravitasi yang mempengaruhi dalam setap posisi tubuh manusia. Banyak hal
yang harus diperhatikan dalam melakukan pengukuran tekanan darah dan
membaca hasil pengukuran tekanan darah yang tepat sehingga terhindar
dari kesalahan dalam pembacaan.
C. Kerangka Konsep
Faktor yang mempengaruhi
tekanan darah
1. Faktor fisiologis
2. Faktor Patologis
Tekanan Darah
3. Posisi tubuh
 Duduk
 Berbaring

Berdiri
4. Posisi lengan
5. Ukuran Manset
Gambar 2.1 : Kerangka Konsep Penelitian
Sumber : Modifikasi Kozier 2010, Guyton 2012.
Daftar Pustaka
Al-Quran Surat Al A’raf ayat 31.
Agustina, I. (2014). Gambaran Faktor-faktor Resiko Kejadaian Hipertensi pada
usia pertengahan (Usia 45-59 tahun) di wilayah kerja puskesmas
handapherang kabupaten Ciamis tahun 2014.
Andria, K. M. (2013). hubungan antara prilaku olahraga, stress, dan pola makan
dengan hipertensi pada lanjut usia di posyandu lansia kelurahan Gebang
Putih kecamatan Sukolilo kota Surabaya.
Anggara, F. H., & Prayitno, N. (2013). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Tekanan Darah Di Puskesmas Telaga Murni, Cikarang Barat Tahun 2012.
Arwani, & Sunarno. (2007). Analisis Perbedaan Hasil Pengukuran tekanan darah
antara lengan kanan dengan lengan kiri pada penderita hipertensi di
RSUD DR. H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung.
Aryani, E., & Suherman, J. (2009, Juli). Pengaruh Ukuran Manset Terhadap Hasil
Pengukuran Tekanan Darah. 9.
Assa, C., Rondonuwu, R., & Bidjuni, H. (2014). perbandingan pengukuran
tekanan darah pada lengan kiri dan lengan kanan pada pasien hipertensi
di ruang Irina C BLU RSUP PROF. DR. R. D. Kandou Manado.
Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis, Laporan Pencatatan dan Pelaporan
Puskesmas Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis Tahun 2015.
Ganong, W. F. (2012). Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: EGC.
Gardner, F. S. (2007). Smart treatment for high blood pressure. Jakarta: Prestasi
pustaka.
Guyton, A. C., & Hall, J. E. (2011). Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: EGC.
http://health.kompas.com/. (2014, Maret). Pentingnya Cek Tensi di Lengan
Kanan dan Kiri. (A. Candra, Ed.) diakses pada 8 April 2016 Pkl.13.00 WIB
http://almanhaj.or.id/. (2011). Nikmat Sehat dan Waktu Luang. diakses pada23
Maret 2016 Pkl.19.00 WIB
http://www.knep.litbang.depkes.go.id/knepk/. komisi Nasional Etik Penelitian
Kesehatan. diakses pada 1 Maret 2016 Pkl.15.30 WIB
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/HasilRiskesdas2013.pdf
diakses pada 1 Maret 2016 Pkl.15.19 WIB
Kementrian Kesehatan RI. (2014). Hipertensi. Jakarta.
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, S. J. (2010). Fundamental
Keperawatan Konsep, Proses, & Praktik. Jakarta: EGC.
Lubis, M. L. (2013). Penatalaksanaan Terkini Krisi Hipertensi Preoperatif. 40.
Manembu, M., Rumampuk, J., & Danes, V. R. (2015). Pengaruh posisi duduk
dan berdiri terhadap tekanan sistolik dan diastolik pada pegawai negeri
sipil kabupaten Minahasa Utara. e-Biomedik, 3.
Marliani, L., & S, T. (2007). 100 Questions & Answer Hipertensi. Jakarta: PT.Elex
Media Komputindo.
Muliyati, H., Syam, A., & Sirajud, S. (2011). Hubungan pola konsumsi Natrium dan Kalium
serta aktifitas fisik dengan kejadian hipertensi pada pasien rawat jalan di RSUP
DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
Mutmainah, N., & Rahmawati, M. (2010, Desember). hubungan antara kepatuhan
minum obat dan keberhasilan terapi pada pasien hipertensi di Rumah
sakit daerah Surakarta tahun 2010. 11.
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Noviyanti. (2015). Hipertensi kenali, cegah & obati. Yogyakarta: Notebook.
O'Challaghan, C. (2009). At a Glace Sistem Ginjal (Vol. 2). (A. Safitri, R.
Astikawati, Eds., & E. Yasmine, Trans.) Erlangga.
Puskesmas Ciamis, Laporan Pemeriksaa Kesehatan Tahun 2015
Runtukahu, R. F., Rompas, S., & Pondaag, L. (2015, Mei). Analisis Faktor-faktor
yang berhubungan dengan kepatuhan melaksanakan diet pada penderita
hipertensi di wilayah kerja puskesmas wolaang kecamatan langowan
timur. 3.
Sherwood, L. (2012). Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Jakarta: EGC.
Sucipto, J., Nurhidayati, T., & Syamsianah, A. (2013). Perbedaan Hasil
Pengukuran Tekanan Darah antara Posisi Duduk dan Berbaring Pada
Lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Pucang Gading Semarang.
Sulistyaningsih. (2012). Metodologi Penelitian Kebidanan Kuantitatif - Kualitatif.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Tedjasukmana, P. (2012). Tata Laksana Hipertensi. 39.
Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). KMB 1. Bengkulu: Nuha Medika.
Download