GAMBARAN TEKANAN DARAH BERDASARKAN POSISI TUBUH PADA PASIEN HIPERTENSI DI KELURAHAN CIAMIS WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIAMIS TAHUN 2016 SKRIPSI Diajukan Untuk Melakukan Penelitian Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan Pada Program Studi S1 Keperawatan Oleh : Siti Hibah Nurasiyah 12SP277038 PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS 2016 LAMPIRAN GAMBARAN TEKANAN DARAH BERDASARKAN POSISI TUBUH PADA PASIEN HIPERTENSI DI KELURAHAN CIAMIS WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIAMIS TAHUN 20161 Siti Hibah Nurasiyah2 Jajuk Kusumawaty3 Rosmiati4 INTISARI Tekanan darah dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah posisi tubuh saat dilakukan pengukuran tekanan darah. Pengukuran tekanan darah yang akurat merupakan hal penting demi menghindari kesalahan dalam pembacaan hasil. Sebagian besar Puskesmas menggunakan posisi duduk dalam melakukan pengukuran tekanan darah sedangkan perbedaan mungkin terjadi pada posisi tubuh lain. Adanya perbedaan hasil ukur tekanan darah yang mungkin terjadi pada posisi tubuh duduk dan berbaring merupakan indikator penting yang harus diketahui oleh penderita hipertensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tekanan darah berdasarkan posisi tubuh duduk dan posisi tubuh berdiri pada pasien hipertensi di kelurahan Ciamis wilayah kerja Puskesmas Ciamis Kabupaten Ciamis. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 48 Responden. Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah random sampling. Analisis univariat untuk mengetahui distribusi tekanan darah berdasarkan posisi tubuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 48 respoden terdapat perbedaan hasil ukur tekanan darah pada posisi tubuh duduk dan berbaring sebanyak 32 responden (66,7%). Hasil ukur tekanan darah berdasarkan klasifikasi hipertensi menunjukkan bahwa dari 48 responden kategori tertinggi berada pada kategori hipertensi derajat 2 dengan jumlah 27 responden (56,2%) pada saat posisi tubuh duduk dan 22 responden (45,8%) pada saat posisi tubuh berbaring. Kesimpulan dalam penelitian ini tekanan darah lebih tinggi terjadi pada pengukuran posisi tubuh duduk dengan nilai rata-rata sistolik duduk 160,52 dan nilai rata-rata diastolik duduk 88,75 yang dipengaruhi oleh gravitasi dan posisi tubuh. Berdasarkan hasil penelitian pada pasien hipertensi maka perlu menyadari pentingnya memeriksakan tekanan darah dan diharapkan pelayanan kesehatan lebih meningkatkan pelayanan dalam pengukuran tekanan darah dan memperhatikan kondisi pasien, kondisi alat dan keterampilan agar dapat menghasilkan tekanan darah yang tepat dan sesuai karena kemungkinan terjadinya perbedaan hasil tekanan darah dalam setiap posisi tubuh. Kata kunci : Tekanan darah, Posisi tubuh, Hipertensi Kepustakaan : 32, 2009-2015 DESCRIPTION OF BLOOD PRESSURE BASED ON BODY POSITION IN HYPERTENSION PATIENTS IN VILLAGES CIAMIS WORK AREA HEALTH CIAMIS YEAR 2016 1 Siti Hibah Nurasiyah2 Jajuk Kusumawaty3 Rosmiati4 ABSTRAC Blood pressure is influenced by several factors, one of which is the position of the body when the blood pressure measurement. Measurements of blood pressure is essential in order to avoid errors in reading the results. Most health centers use the sitting position in measuring blood pressure while differences may occur in other body position. The big difference in the results of measuring blood pressure may occur in the body sitting and lying positions is an important indicator that should be known by people with hypertension. This reserch aims to describe the body's blood pressure based on the position of sitting and standing postures in patients with hypertension in the village Puskesmas Ciamis. This method reserch is a descriptive study using cross sectional approach. The total sample of 48 respondents. The sampling technique used in this study was random sampling. The univariate analysis to determine the distribution of blood pressure based on the position of the body. The results showed that out of 48 respondents there are differences in the results of measuring blood pressure in the body sitting and lying positions as much as 32 respondents (66.7%). The results of blood pressure measurement based on the classification of hypertension showed that of the 48 respondents that are in the highest category of hypertension degree category 2 by the number of 27 respondents (56.2%) at the time of sitting postures and 22 respondents (45.8%) at the time the body lying position. The conclusion of this study blood pressure is higher in the measurement of body position to sit with the average value of 160.52 seated systolic and diastolic average value sat 88.75 which is affected by gravity and body position. Based on the results of the study in hypertensive patients then need to be aware of the importance of blood pressure checked and expected health care further improve service in the measurement of blood pressure and pay attention to the patient's condition, the condition of the tools and skills to be able to produce blood pressure is right and appropriate for the possibility of differences in the results of blood pressure in every body position. Key words : Blood pressure, Body position, Hypertension Bibliography : 32, 2009-2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tekanan darah arteri adalah tekanan yang dihasilkan oleh darah saat mengalir melalui arteri, karena darah bergerak secara bergelombang ada dua jenis tekanan darah yaitu tekanan sistolik yang merupakan tekanan darah yang dihasilkan oleh kontraksi ventrikel yang merupakan tekanan pada puncak gelombang darah dan tekanan diastolik merupakan tekanan ventrikel pada saat istirahat. (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2010) World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa tekanan darah dianggap normal bila kurang dari 135/85 mmHg dan hipertensi bila tekanan darah lebih dari 140/90mmHg. (Noviyanti, 2015) Tekanan darah tinggi (Hipertensi) berarti tekanan yang tinggi dalam arteri. Hipertensi menjadi salah satu penyakit utama yang menyebabkan cacat tubuh dan kematian dihampir semua Negara. Penyebab yang belum pasti dan tidak banyak gejala sampai akhirnya dapat menimbulkan komplikasi yang serius seperti serangan jantung, stroke, gagal ginjal, kebutaan bahkan kematian hingga akhirnya penyakit ini disebut sebagai silent killer. (Gardner, 2007) Hipertensi merupakan masalah medis yang menimbulkan dampak bermakna pada kesehatan masyarakat umum. Prevalensi dan angka perawatan pasien gagal jantung serta penyakit ginjal stadium akhir sebagai komplikasi terminal hipertensi terus meningkat. Terdapat 2 kesenjangan antara rendahnya angka deteksi kasus hipertensi dan tingginya angka komplikasi jangka panjang hipertensi, hal ini bila terus dibiarkan, maka hipertensi akan selalu menjadi masalah medis dan masalah kesehatan masyarakat yang serius. (Lubis, 2013) World Health Organization (WHO) mencatat pada tahun 2012 sedikitnya sejumlah 839 juta kasus Hipertensi, dan diperkirakan menjadi 1,15 milyar pada tahun 2025 atau sekitar 29% dari total penduduk dunia, dimana penderitanya lebih banyak pada wanita 30% dibanding pria 29%. Sekitar 80% kenaikan kasus hipertensi terjadi terutama di negara-negara berkembang. (Runtukahu, Rompas, & Pondaag, 2015) Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah pada usia ≥15Tahun yang dilakukan RISKESDA, hipertensi termasuk penyakit tidak menular (PTM) kronis yang terus berkembang dan sulit di sembuhkan pada posisi ke enam. Prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5% dan Jawa Barat berada pada posisi ke lima dengan persentase 29,4% setelah Bangka Belitung (30,9%), diikuti Kalimantan Selatan (30,8%), dan Kalimantan Timur (29,6%). (RISKESDAS, 2013). Berdasarkan laporan system pencatatan dan pelaporan puskesmas dinas kesehatan kabupaten Ciamis tahun 2015, Hipertensi menduduki posisi pertama pada sepuluh besar penyakit di kabupaten Ciamis tahun 2015 dengan total 48.007 kasus. 3 Tabel 1.1 Data Sepuluh Besar Penyakit Di Kabupaten Ciamis Tahun 2015. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Penyakit Hipertensi Primer (esensial) Influenza Penyakit Infeksi Saluran Nafas Atas Akut tidak Spesifik Tukak Lambung Nasofaringitis Akuta (Common Cold) Gastroduodenitesis tidak spesifik Dermatitis lain, tidak spesifik (Eksema) Diare dan Gastroenteritis Rematisme (tidak spesifik) Myalgia Total 48.007 41.386 37.017 34.937 24.587 22.190 20.624 18.138 18.100 16.960 Sumber : Laporan Sistem Pencatatan dan Pelaporan Puskesmas (SP3) Dinak Kesehatan Kabupaten Ciamis Tahun 2015. Berdasarkan data dari 35 Puskesmas di kabupaten Ciamis kasus hipertensi tertinggi terjadi di Puskesmas Ciamis, tercatat pada tahun 2014 jumlah penduduk ≥18Tahun terdapat 5006 kasus hipertensi, pada tahun 2015 jumlah kasus baru hipertensi bertambah sebanyak 3094 kasus dan terdapat 227 pasien hipertensi tercatat dalam buku laporan yang memeriksakan kesehatannya di Puskesmas Ciamis dan kelurahan Ciamis merupakan kelurahan dengan jumlah hipertensi terbanyak Tabel 1.2 Data 10 besar UPTD Kesehatan Ciamis Puskesmas dengan penderita hipertensi di Kabupaten Ciamis 2015. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Puskesmas Ciamis Baregbeg Rancah Cipaku Sukamulya Tambaksari Cigayam Cieurih Banjarsari Lumbung Jumlah kasus baru 3094 2814 2175 1954 1796 1557 1499 1315 1243 1161 Sumber : Dinas kesehatan Ciamis 2015 Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa Puskesmas Ciamis merupakan Puskesmas yang memiliki jumlah kasus baru Hipertensi 4 paling banyak dari 35 Puskesmas di Kabupaten Ciamis dengan jumlah kasus baru sebanyak 3094 pada tahun 2015. Tabel 1.3 Data jumlah pasien hipertensi wilayah kerja Puskesmas Ciamis berdasarkan Kelurahan. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Kelurahan Ciamis Kertasari Cigembor Benteng Linggasari Sindangrasa Maleber Jumlah 91 25 7 17 12 28 46 Sumber : Puskesmas Ciamis 2015 Berdasarkan dari tabel data jumlah pasien hipertensi wilayah kerja Puskesmas Ciamis berdasarkan kelurahan, wilayah kerja Puskesmas Ciamis mencakup 7 Kelurahan dengan jumlah pasien hipertensi terbanyak di kelurahan Ciamis sebanyak 91 pasien. Data berasal dari buku laporan administrative Puskesmas Ciamis tahun 2015. Tingginya angka kejadian hipertensi di Ciamis disebabkan oleh berbagai macam faktor. Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Agustina, 2014) obesitas, merokok, aktivitas fisik dan konsumsi garam merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi. Penelitian serupa juga menyatakan bahwa umur, pendidikan, pekerjaan, obesitas, merokok, konsumsi alkohol, olahraga, asupan natrium, dan asupan kalium memiliki hubungan dengan tekanan darah. (Anggara & Prayitno, 2013) Dalam Islam segala sesuatu yang berlebihan adalah hal yang tidak baik dan tidak disukai Allah SWT sesuai dengan ayat Al-Quran yang berbunyi : 5 “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (Q.S.Al‟Araf : 31).” Beberapa faktor penyebab hipertensi muncul karena asupan makanan yang berlebihan. Obesitas, asupan garam berlebih, natrium berlebih, dan kalium yang berlebihan merupakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya hipertensi. Hal tersebut sesuai dengan surat Al‟araf ayat 31 yang menjelaskan bahwa berlebihan dalam porsi makan dan minum merupakan hal yang dilarang dan tidak disukai Allah SWT sebab makan dan minum dengan porsi yang berlebihan dan melampaui batas akan mendatangkan penyakit. Penyakit yang mungkin timbul dikemudian hari akibat kebiasaan mengkonsumsi asupan makanan yang kurang baik dan berlebihan, seringkali tidak diperhatikann dalam kondisi sehat. Hal tersebut disinggung dalam sebuah hadist : ِ َ قال النيب صلى هللا عليو و سلم “نِعمت:عن ابن عباس رضي هللا عنهما قال ان َْ ِ ِ م ْغب و ٌن فِي ِهما َكثِي ر ِمن الن )الص َّحةُ َوالْ َفَراغُ” (رواه البخاري ّ َّاس َ ٌْ َ ْ ْ ُ َ Artinya : Dari Ibn „Abbas ra beliau berkata: “Nabi Muhammad SAW bersabda Dua kenikmatan yang dapat memperdaya banyak manusia adalah sehat dan waktu luang” (HR. al-Bukhari) 6 Berkaitan dengan hadist diatas hipertensi merupakan penyakit yang asimptomatik dan tidak diketahui penyebabnya. Gaya hidup dan pola makan sering disebutkan sebagai salah satu kebiasaan yang mungkin dapat menimbulkan penyakit hipertensi. Maka akan lebih baik bila setiap orang melakukan upaya pencegahan sejak dini. Upaya pencegahan yang paling sering disebutkan dalam mencegah dan mengontrol hipertensi adalah perubahan gaya hidup, disamping hal tersebut sebenarnya tenaga kesehatan juga memiliki peran penting dalam upaya mengobati hipertensi dengan cara pengukuran tekanan darah yang akurat. Salah satu cara yang paling tepat untuk dapat menegakkan diagnosa hipertensi secara pasti adalah dengan melakukan pengukuran tekanan darah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengukuran tekanan darah dapat menimbulkan kesalahan pembacaan hasil yang disebabkan oleh pengukuran tekan darah yang tidak akurat, oleh sebab itu penting bagi tenaga kesehatan untuk melakukan pengukuran darah yang akurat (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2010). Pernyataan lain menambahkan bahwa, pengukuran tekanan darah yang akurat merupakan indikator yang berpengaruh pada pasien hipertensi sebagai upaya pengendalian tekanan darah agar tetap stabil dan mengurangi resiko rusaknya organ-organ tubuh penting seperti jantung, ginjal dan otak. (Mutmainah & Rahmawati, 2010). Seorang perawat penting memiliki pengetahuan dan keterampilan klinis yang terlatih tentang pengukuran tekanan darah sesuai prosedur dengan menggunakan merkuri konvensional atau sphygmomanometer 7 atau tekanan darah elektronik. Fenomena yang terjadi di sebagian besar Puskesmas, pengukuran tekanan darah biasa dilakukan dengan posisi duduk, beberapa dengan posisi berbaring dan biasanya hanya dilakukan pada salah satu lengan. Pengaruh posisi tubuh dalam melakukan pengukuran tekanan darah dapat mempengaruhi hasil dari pengukuran tekanan darah yang mungkin akan berbeda. Hasil dari pengukuran tekanan darah dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu aktivitas yang dilakukan sebelum pengukuran, tekanan atau stres yang akan dialami, waktu pengukuran, serta posisi saat pengukuran. (Assa, Rondonuwu, & Bidjuni, 2014) Pernyataan yang serupa juga menyebutkan bahwa hasil tekanan darah yang baik dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah posisi tubuh, ukuran manset, posisi lengan dan penempatan stetoskop. (Guyton & Hall, 2011) Berdasarkan hasil penelitian mengenai perbedaan tekanan darah lengan kanan dan lengan kiri pada pasien hipertensi menunjukkan bahwa rata-rata pengukuran tekanan darah pada tekanan sistolik maupun tekanan diastolik yang tertinggi terdapat pada lengan kiri. Pada penderita penyakit hipertensi akan sangat besar kemungkinan terjadi gangguan vaskuler yang dapat menyebabkan perbedaan pada hasil pengukuran tekanan darah antara lengan kiri dan lengan kanan dan berdasarkan peneliti pemeriksaan sebaiknya dilakukan dikedua lengan atau bila hanya satu tangan maka lebih baik pada lengan kiri. (Assa, Rondonuwu, & Bidjuni, 2014) 8 Penelitian lain tentang rata-rata tekanan darah sistolik pada anak yang menggunakan manset dewasa lebih rendah dari rata-rata tekanan darah menggunakan manset anak. Demikian pula rata-rata tekanan darah diastolik menggunakan manset dewasa lebih rendah dari rata-rata tekanan darah menggunakan manset anak. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ukuran manset berpengaruh terhadap hasil pengukuran tekanan darah. Pengukuran tekanan darah dengan menggunakan manset yang lebih besar akan menghasilkan hasil pengukuran tekanan darah lebih rendah. (Aryani & Suherman, 2009) Berdasarkan hasil study pendahuluan yang dilakukan pada lima penderita hipertensi di kelurahan Ciamis wilayah kerja Puskesmas Ciamis juga ditemukan bahwa tekanan darah pada posisi duduk dan berbaring terdapat perbedaan. Tabel 1.3 Data hasil study pendahuluan pengukuran tekanan darah berdasarkan posisi tubuh. Nama Ny.A Ny.N Ny.An Tn.U Tn.D Posisi duduk 160/90 mmHg 160/100 mmHg 130/90 mmHg 140/90 mmHg 160/90 mmHg Posisi berbaring 150/90 mmHg 150/80 mmHg 120/80 mmHg 140/90 mmHg 150/90 mmHg Berdasarkan uraian diatas untuk mengetahui gambaran tekanan darah berdasarkan posisi tubuh duduk dan berbaring khususnya pada pasien dengan Hipertensi maka penulis tertarik untuk meneliti tentang “Gambaran Tekanan Darah berdasarkan Posisi Tubuh pada Pasien Hipertensi di kelurahan Ciamis Wilayah Kerja Puskesmas Ciamis Tahun 2016.” 9 B. Rumusan Masalah Tekanan darah dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah posisi tubuh saat dilakukan pengukuran tekanan darah. Pengukuran tekanan darah yang akurat merupakan hal penting demi menghindari kesalahan dalam pembacaan hasil. Sebagian besar Puskesmas menggunakan posisi duduk dalam melakukan pengukuran tekanan darah sedangkan perbedaan mungkin terjadi pada posisi tubuh lain. Adanya perbedaan hasil ukur tekanan darah yang mungkin terjadi pada posisi tubuh duduk dan berbaring merupakan indikator penting yang harus diketahui oleh penderita hipertensi. Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka peneliti ingin mengetahui “Bagaimanakah tekanan darah berdasarkan posisi tubuh pada pasien hipertensi di kelurahan Ciamis wilayah kerja puskesmas Ciamis Tahun 2016” C. Tujuan 1. Tujuan Umum Diketahuinya Tekanan darah berdasarkan posisi tubuh pada pasien hipertensi di Wilayah kerja Puskesmas Ciamis Kabupaten Ciamis. 2. Tujuan Khusus a. Diketahui jumlah penderita pasien hipertensi di kelurahan Ciamis Wilayah kerja Puskesmas Ciamis Kabupaten Ciamis b. Diketahui kelurahan gambaran Ciamis Kabupaten Ciamis tekanan Wilayah darah Kerja posisi duduk Puskesmas di Ciamis 10 c. Diketahui gambaran tekanan darah posisi berbaring di kelurahan Ciamis Wilayah Kerja Puskesmas Ciamis Kabupaten Ciamis D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritik a. Sebagai bahan referensi yang dapat digunakan untuk mengetahui gambaran tekanan darah posisi berdiri, duduk dan berbaring pasien hipertensi. b. Sebagai bahan pertimbangan yang relevan bagi peneliti lain di masa yang akan datang. 2. Manfaat Praktis a. Bagi institusi pendidikan Sebagai sumber keperawatan pengembangan khususnya tentang ilmu pendidikan tekanan darah berdasarkan posisi tubuh pada pasien hipertensi. b. Bagi Masyarakat Sebagai bahan informasi mengenai perbedaan tekanan darah posisi duduk dan berbaring pasien hipertensi. c. Bagi pelayanan kesehatan. Sebagai informasi dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan dalam pengukuran tekanan darah agar mendapatkan hasil ukur tekanan darah. d. Bagi peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk penelitian berikutnya dan dapat menambah pengetahuan 11 peneliti tentang metodologi penelitian dan kondisi kesehatan masyarakat. E. Keaslian Penelitian Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Cicilia Assa, Rolly Rondonuwu Dan Hendro Bidjuni dengan judul “Perbandingan Pengukuran Tekanan Darah Pada lengan Kiri dan Lengan Kanan Pada Penderita Hipertensi di Ruangan Irina C BLU Prof. Dr. R. D Kandou Manado” penelitian dilakukan pada tahun 2014 dengan metode deskriptif analitik dengan jumlah sampel 31 orang penderita hipertensi. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa Tensi meter air raksa dengan hasil penelitian terdapat perbedaan yang berarti bahwa kedua lengan mempengaruhi tekanan darah. Penelitian lain oleh Evelyn Aryani , Jo Suherman pada tahun 2009 dengan judul “Pengaruh Ukuran Manset Terhadap Hasil Pengukuran Tekanan Darah” dengan metode analitik survey pada 30 siswa kelas 4 SD dengan hasil bahwa ukuran manset berpengaruh terhadap hasil pengukuran tekanan darah. Perbedaan dengan penelitian ini judul yang diambil yaitu “Gambaran tekanan darah berdasarkan posisi tubuh pada pasien hipertensi di Desa Ciamis wilayah kerja Puskesmas Ciamis” dengan metode deskriptif dengan pendekatan cross sectional sedangkan persamaan terletak pada topik penelitian tentang perbedaan tekanan darah berdasarkan posisi tubuh. 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Tekanan Darah a. Pengertian Tekanan Darah Tekanan darah adalah tekanan yang digunakan untuk mengedarkan darah dalam pembuluh darah dalam tubuh kita. Jantung yang berperan sebagai pompa otot mensuplai tekanan tersebut untuk menggerakkan darah dan juga mengedarkan darah diseluruh tubuh. Pembuluh darah (dalam hal ini arteri) memiliki dinding-dinding yang elastis dan menyediakan resistensi yang sama terhadap aliran darah. Oleh karena itu, ada tekanan dalam system peredaran darah bahkan antara detak jantung. (Gardner, 2007) Tekanan darah arteri adalah tekanan yang dihasilkan oleh darah saat mengalir melalui arteri, karena darah bergerak secara bergelombang ada dua jenis tekanan darah yaitu tekanan sistolik yang merupakan tekanan darah yan dihasilkan oleh kontraksi ventrikel yang merupakan tekanan pada puncak gelombang darah dan tekanan diastolik merupakan tekanan ventrikel pada saat istirahat. (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2010) Tekanan darah adalah tekanan dari aliran darah dalam pembuluh nadi (arteri). Jantung berdetak, lazimnya 60 hingga 70 13 kali dalam satu menit pada kondisi istirahat (duduk atau berbaring), darah dipompa menuju darah melalui arteri. Tekanan darah paling tinggi terjadi ketika jantung berdetak memompa darah ini disebut tekatan sistolik. Tekanan darah menurun saat relaks diantara dua denyut nadi ini disebut tekanan diastolik. Tekanan darah ditulis sebagai tekanan sistolik pertekanan diastolik sebagai contoh, 120/80 mmHg (Sucipto, Nurhidayati, & Syamsianah, 2013) Tekanan yang memadai diperlukan untuk menghasilkan gaya untuk mendorong darah tidak saja ke organ yang mengalami vasodilatasi tetapi juga ke otak, yang bergantung pada aliran darah yang konstan. Karena itu, variabel-variabel kardiovaskular harus terus menerus diatur untuk mempertahankan tekanan darah yang konstan meskipun kebutuhan akan darah dari masingmasing organ berubah-ubah.(Sherwood, 2012) b. Faktor yang mempengaruhi tekanan darah 1) Fisiologi Tekanan darah Menurut (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2010), beberapa faktor fisiologi tekanan darah diantaranya adalah: a) Curah jantung Curah jantung adalah volume darah yang dipompa jantung selama satu menit. Tekanan darah sangat bergantung pada curah jantung. Curah jantung yang 14 meningkat dapat menyebabkan naiknya tekanan darah karena adanya perubahan frekuensi jantung, kontraktilitas yang lebih besar dari otot jantung atau peningkatan volume darah. Perubahan frekuensi jantung dapat terjadi lebih cepat dari perubahan kontraktilitas atau volume darah hal itu menyebabkan terjadinya penururan tekanan darah. b) Tahanan perifer Tahanan pembuluh darah perifer adalah tahanan terhadap aliran darah yang ditentukan oleh tonus otot vaskular dan diameter pebuluh darah. Semakin kecil lumen pembuluh semakin besar tahanan vaskular terhadap aliran darah. Tekanan darah pada arteri naik ketika tahanan vascular juga meningkat. c) Volume darah Volume sirkulasi darah pada kebanyakan orang dewasa adalah 500 mL. volume darah dalam tubuh akan selalu konstan dan jika terjadi peningkatan makan tekanan terhadap dinding arteri akan menjadi lebih besar. d) Viskositas Viskositas atau pengentalan darah akan sangat mempengaruhi aliran darah saat melewati pembuluh yang kecil. Viskositas dipengaruhi oleh hematokrit, apabila 15 terjadi peningkatan pada hematokrit akan menyebabkan jantung berkontraksi lebih kuat agar dapat mengalirkan darah yang mengental untuk mempertahankan system sirkulasi. e) Elastisitas Normalnya dinding darah arteri elastis dan mudah berdistensi. Elastisitas arteri berfungsi untuk mengakomodasi perubahan tekanan darah. Hilangnya elastisitas dinding arteri akan menimbulkan peningkatan tekanan sistemik. Kenaikan tekanan sistolik lebih signifikan dari tekanan diastolik sebagai akibat dari penurunan elastisitas arteri. 2) Faktor Patologis Menurut (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2010) a) Usia Bayi yang baru lahir memiliki tekanan sistolik ratarata 73 mmHg. Tekanan sistolik dan diastolik meningkat secara bertahap sesuai usia hingga dewasa. Pada orang lanjut usia, arterinya lebih keras dan kurang fleksibel terhadap darah. Hal ini mengakibatkan peningkatan tekanan sistolik. Tekanan diastolik juga meningkat karena dinding pembuluh darah tidak lagi retraksi secara fleksibel pada penurunan tekanan darah. 16 Pernyataan serupa menurut (Ganong, 2012). Menyebutkan bahwa tekanan darah meningkat seiring dengan pertambahan usia, namun besar peningkatan ini tidak jelas karena hipertensi adalah penyakit yang umum di jumpai dan insidennya meningkat seiring dengan pertambahan usia. b) Olahraga Aktivitas fisik dapat mempengaruhi peningkatan curah jantung dan tekanan darah. Pernyataan lain menurut (Sherwood, 2012). Pada saat berolahraga terjadi peningkatan aktivitas otot yang mendorong lebih banyak darah keluar vena dan masuk ke jantung. Meningkatnya aktivitas simpatis dan vasokontriksi vena yang ditimbulkan pada saat berolahraga semakin meningkatkan aliran balik vena. c) Stress Stimulasi system saraf simpatis meningkatkan curah jantung dan vasokonstriksi arteriol, yang kemudian akan meningkatkan tekanan darah. d) Ras Pria Amerika-Afrika yang berusia di atas 35 tahun memiliki tekanan darah yang lebih tinggi dari pada pria Eropa-Amerika pada usia yang sama. 17 e) Jenis Kelamin Perubahan hormonal yang sering terjadi pada wanita menyebabkan wanita lebih cenderung memiliki tekanan darah tinggi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Anggara & Prayitno, 2012) dari 75 responden sebanyak 14 responden perempuan menderita hipertensi dan hanya 9 laki-laki yang menderita hipertensi sedang sisanya memiliki tekanan darah yang normal. Penelitian lainnya juga menemukan hasil yang serupa sebanyak 58,3% perempuan menderita hipertensi dan sisanya adalah lakilaki. (Agrina, Rini, & Hairitama, 2011) Tekanan darah yang tinggi pada perempuan dapat dihubungkan dengan faktor hormonal yang lebih besar terdapat didalam tubuh perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Faktor hormonal inilah yang menyebabkan peningkatan lemak dalam tubuh atau obesitas. Selain faktor hormonal yang menyebabkan timbulnya obesitas pada perempuan, obesitas juga disebabkan karena kurangnya aktifitas pada kaum perempuan dan lebih sering menghabiskan waktu untuk bersantai dirumah. (Agrina, Rini, & Hairitama, 2011) f) Medikasi 18 Beberapa obat dapat meningkatkan atau menurunkan tekanan darah. g) Obesitas Obesitas merupakan salah satu faktor hipertensi pada kanak-kanak maupun dewasa. h) Variasi diurnal Tekanan darah berubah sepanjang hari. Biasanya pada pagi hari tekanan darah akan rendah karena laju metabolisme berada pada titik paling rendah, meningkat menjelang siang dan puncaknya saat sore atau malam hari. 3) Efek Gravitasi dan Posisi Tubuh Tekanan darah adalah akibat dari curah jantung dan resistensi perifer, maka tekanan darah dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang mempengaruhi salah satu atau kedua faktor tersebut. Tekanan vena perifer seperti tekanan arteri dipengaruhi oleh gravitasi. Tekanan meningkat sebesar 0,77 mmHg untuk setiap 1 sentimeter dibawah atrium kanan dan menurun dengan jumlah yang sama untuk setiap 1 sentimeter diatas atrium kanan tempat tekanan diukur. (Ganong, 2012) 19 Efek gravitasi terjadi didalam tubuh manusia, tepatnya pada system vascular manusia akibat berat darah didalam pembuluh. 10 sampai 20 persen volume darah dapat hilang dari sistem sirkulasi dalam waktu 15 sampai 30 menit sejak berdiri diam sempurna. Faktor tekanan gravitasi pada sistem sirkulasi disebabkan oleh perubahan posisi tubuh. (Guyton & Hall, 2011) a) Berdiri Efek gravitasi yang terjadi pada posisi berdiri terjadi secara tidak merata, selain tekanan yang ditimbulkan oleh kontraksi jantung, pembuluh yang terletak dibawah jantung juga mendapat tekanan yang ditimbulkan oleh berat kolom darah dari jantung. Meskipun arteri dan vena menerima efek gravitasi yang sama tetap terdapat perbedaan dimana vena melebar sedangkan arteri tidak. Sebagian besar darah akhirnya tertahan di vena sehingga aliran balik vena berkurang, curah jantung berkurang, dan volume sirkulasi efektif juga menurun. ( Sherwood, 2012) pernyataan serupa menyebutkan bahwa pengumpulan darah di venavena tungkai mengurangi arus balik vena, yang menyebabkan pengurangan curang jantung yang dapat menyebabkan terjadinya pingsan. (Ganong, 2012) 20 Sesorang dengan posisi berdiri tekanan di atrium kanan tetap sekitar 0 mmHg karena jantung memompa ke dalam arteri setiap kelebihan darah yang berusaha menumpuk di vena. Akan tetapi, pada seorang dewasa yang berdiri diam sama sekali, tekanan di vena kaki sekitar bertambah 6 mmHg akibat berat gravitasi darah di vena antara jantung dan kaki. (Guyton & Hall, 2011) selama berdiri tenang, efek gravitasi menjadi maksimum, tekanan vena dipergelangan kaki mencapai 85-90 mmHg. (Ganong, 2012) b) Duduk Sikap atau posisi duduk membuat tekanan darah cenderung stabil. Hal ini dikarnakan pada saat duduk sistem vasokontraktor simpatis terangsang melalui saraf rangka menuju meningkatkan otot-otot tonus dasar abdomen. otot-otot Keadaan tersebut ini yang menekan seluruh vena cadangan abdomen, membantu mengelurkan darah dari cadangan vaskuler abdomen ke jantung. Hal tersebut membuat darah yang tersedia bagi jantung untuk dipompa menjadi meningkat. Keseluruhan respon ini disebut refleks kompresi abdomen. (Guyton & Hall, 2011) 21 Kerja jantung pada posisi duduk, dalam memompa darah akan lebih keras karena melawan gaya gravitasi sehingga kecepatan denyut jantung meningkat. (Sucipto, Nurhidayati, & Syamsianah, 2013) c) Berbaring Pada posisi berbaring gaya gravitasi bekerja secara merata. Darah dapat kembali ke jantung secara mudah pada posisi berbaring. Isi sekuncup dalam posisi berbaring mencapai nilai maksimal. (Guyton & Hall, 2011). Tekanan darah normalnya turun sebanyak 20mmHg atau kurang saat tidur. (Ganong, 2012) 4) Posisi Lengan Idealnya, tekanan darah akan sama saja saat diukur di lengan kanan maupun lengan kiri. Namun jika ternyata hasil pengukurannya berbeda, maka perlu diwaspadai sebab hal itu bisa menandakan bahwa jantung sedang ada masalah. Adanya perbedaan tekanan darah antara lengan kanan dan lengan kiri ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor usia, adanya oklusi pembuluh darah, penyakit pembuluh darah perifer, adanya pulsus paradoksus, dan adanya gangguan pada jantung. Kesemuanya ini berkaitan erat dengan masalah hipertensi. (Arwani & Sunarno, 2007) 22 Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa rata-rata pengukuran tekanan darah pada tekanan sistolik maupun tekanan diastolik yang tertinggi terdapat pada lengan kiri. (Assa, Rondonuwu, & Bidjuni, 2014) Menurut peneliti, tekanan yang lebih besar pada salah satu lengan mengindikasikan arteri banyak terhalang lemak. Hal ini menandakan arteri pada jantung dan otak juga mengalami hambatan yang sama. Laporan dalam American Journal of Medicine menyebutkan, halangan tersebut meningkatkan risiko mengalami serangan jantung dan stroke. (http://health.kompas.com/, 2014) Variasi tekanan darah dapat ditemukan pada arteri yang berbeda. Variasi normal sering ditemukan pada kedua lengan, tetapi tidak boleh lebih dari 5 – 10 mmHg. Perbedaan yang lebih dari 10 mmHg merupakan indikasi terjadinya gangguan vaskuler, dan bila perbedaan lebih besar dari 20 – 30 mmHg pada kedua belah lengan menunjukkan suatu kecurigaan terhadap adanya gangguan organis aliran darah pada daerah yang tekanan darahnya rendah (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2010) 5) Ukuran Manset Ukuran manset pada pengukuran tekanan darah, perlu mendapat perhatian, karena dapat mempengaruhi hasil 23 pengukuran tekanan darah. Ukuran manset yang direkomendasikan untuk pengukuran darah harus sesuai dengan ukuran lengan orang yang akan diperiksa. Menurut The Council for High Blood Pressure Research of the Scientific Council of the America Heart Association, lebar manset harus melebihi diameter dari lengan (atau paha) tempat manset dililitkan. Lebar manset menutupi 2/3 panjang lengan atas sehingga memberikan ruangan yang cukup untuk meletakkan bel stetoskop di daerah fossa kubiti, sedangkan panjang manset sedapat mungkin menutupi seluruh lingkaran lengan. Ukuran manset yang lebih kecil dari yang seharusnya memberikan hasil pengukuran yang lebih tinggi dan sebaliknya ukuran manset yang lebih besar dari yang seharusnya memberikan hasil pengukuran yang lebih rendah ( Aryani & Suherman, 2009). (O'Challaghan, 2009), menambahkan bahwa manset besar arus digunakan pada lengan yang besar. Jika tidak akan terjadi kesalahan pembacaan yang tinggi. c. Pengukuran Tekanan Darah Pengukuran dilakukan pada dua tangan dengan tiga posisi yaitu berbaring, duduk dan berdiri, sebanyak tiga kali pemeriksaan, dengan jarak antara 5-10 menit. Ini dilakukan karena bervariasinya tekanan darah setiap orang. Apabila 24 tekanan darah sangat tinggi, yakni tekanan sistolik mencapai 210 mmHg atau lebih dan tekanan diastolik mencapai 120 mmHg atau lebih, pengukuran boleh dilakukan sekali saja. Beberapa hal yang harus dilakukan sebelum pengukuran adalah pasien beristirahat, tidak merokok, tidak makan dalam jumlah banyak, tidak minum alkohol atau kafein selama minimal 30 menit. (Marliani & S, 2007) Selama pengukuran tekanan darah, manset dibungkuskan pada lengan atas, lalu balon dipompa sehingga udara masuk ke dalamnya melalui selang. Manset digelembungkan sampai tekanan didalamnya melampaui tekanan sistolik. Arteri brakhialis pun menjadi pipih karena tertekan sehingga darah tidak bisa mengalir ke bagian bawah lengan, ditandai dengan tidak adanya suara pada stetoskop yang ditempatkan diatasnya. Udara kemudian secara perlahan dikeluarkan dengan jalan membuka kunci disamping balon pemompa sehingga tekanan pada arteri berkurang. Bila arteri tidak pipih lagi, akan terdengar bunyi pertama yang disebut tekanan sistolik. Pembebasan udara dari manset menyebabkan tekanan pada arteri brakhialis terus menurun, dan arteri terbuka lebar. Hal ini dapat diketahui dengan tidak adanya suara berdetak pada stetoskop. Angka yang ditunjukkan jarum merupakan tekanan diastolik. (Marliani & S, 2007) 25 Pengukuran tekanan darah dengan menggunakan stetoskop dan spigmomanometer (metode auskultasi) dilakukan dengan mendengarkan bunyi yang mengikuti fase korotkoff, yaitu: Fase 1 : Bunyi terdengar seperti ketukan yang kuat dan menghentak (tekanan sistolik) Fase 2 : Bunyi mulai melemah dan terdengar lembut Fase 3 : Bunyi berubah menjadi seperti suara bisikan Fase 4 : Bunyi melemah seperti tiupan angin dan hampir tak terdengar Fase 5 : Bunyi hilang (tekanan diastolik) Denyut yang dapat diraba di sebuah arteri yang berada dekat permukaan kulit ditimbulkan oleh perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik. Perbedaan tekanan ini dikenal sebagai tekanan nadi (pulse pressure). Apabila tekanan darah adalah 120/80 mmHg, maka tekanan nadinya sebesar 40 mmHg (120 mmHg – 80 mmHg = 40 mmHg) (Sherwood, 2011) 2. Hipertensi a. Pengertian Hipertensi Hipertensi berarti tekanan (ketegangan) yang tinggi dalam arteri. Tekanan darah tinggi pada umumnya didefinisikan sebagai tingkat yang melebihi 140/90 mmHg yang dikonfirmasikan pada berbagai kesempatan. Hipertensi tidak berarti ketegangan emosi 26 yang berlebihan, meskipun ketegangan emosi dan stress dapat meningkatkan tekanan darah saat itu juga. (Gardner, 2007) Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah diatas 140/90 mmHg. Diagnosis hipertensi ditegakkan jika tekanan darah meningkat diatas 140/90 mmHg pada setidaknya tiga kali pengukuran atau diatas 125/80 pada pemantauan tekanan darah 24jam. Keadaan ini dapat merusak pembuluh darah dan organ serta meningkatkan mortalitas. (O'Challaghan, 2009) Tekanan darah yang terus meningkat secara abnormal terjadi terus menerus dalam beberapa kali pemeriksaan yang disebabkan oleh satu atau beberapa faktor resiko yang gagal dalam mempertahankan tekanan darah secara normal disebut hipertensi (Wijaya & Putri, 2013) b. Klasifikasi Hipertensi Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebab menurut (Kementrian Kesehatan RI, 2014): 1) Hipertensi Primer/Hipertensi Esensial Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik), walaupun dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti kurang bergerak (inaktivitas) dan pola makan. Terjadi pada sekitar 90% penderita hipertensi. 2) Hipertensi Sekunder/Hipertensi Non Esensial 27 Hipertensi yang diketahui penyebabnya. Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB). Tabel 2.1 Klasifikasi hipertensi menurut pedoman penatalaksanaan hipertensi (ESC/ESH) Jenis Normal High Normal Hipertensi Grade 1 Hipertensi Grade 2 Hipertensi Grade 3 (Tedjasukmana, 2012) Sistolik 120-129 mmHg 130-139 mmHg 140-159 mmHg 160-179 mmHg ≥180 mmHg Diastolik 80-84 mmHg 85-89 mmHg 90-99 mmHg 100-109 mmHg ≥110 mmHg Tabel 2.2 Klasifikasi hipertensi berdasarkan JNC VII Derajat Normal Pre-hipertensi Hipertensi derajat 1 Hipertensi derajat 2 (Wijaya & Putri, 2013) Tekanan sistolik (mmHg) <120 120-139 140-159 ≥160 Tekanan Diastolik (mmHg) Dan <80 Atau 80-89 Atau 90-99 Atau ≥100 c. Etiologi Hipertensi dikatakan bersifat sekunder apabila penyebabnya dapat diidentifikasi dan jika tidak ada penyebab yang dapat diidentifikasi maka disebut hipertensi primer atau esensial (O'Challaghan, 2009). 28 Hipertensi sekunder penyebab yang dapat diketahuinya ada pada sekitar 10% kasus. Pada 90% kasus hipertensi lainnya tidak diketahui penyebab yang mendasarinya hipertensi primer memiliki kecenderungan genetik yang kuat, yang dapat diperparah oleh faktor-faktor kontribusi seperti kegemukan, stress, merokok, dan asupan garam berlebihan. (Sherwood, 2012) Menurut (Noviyanti, 2015). Terjadinya peningkatan tekanan darah dapat disebabkan oleh : 1) Meningkatnya kerja jantung yang memompa lebih kuat sehingga volume cairan yang mengalir setiap detik bertambah besar. 2) Arteri besar kaku, tidak lentur, sehingga pada saat jantung memompa darah mengembang. melalui Darah arteri kemudian tersebut akan tidak mengalir dapat melalui pembuluh yang sempit sehingga tekanan naik. Menebal lanjut, dan kakunya dinding arteri orang yang berusia lanjut, dapat terjadi karena arterioklerosis. Peningkatan tekanan darah mungkin juga terjadi karena adanya rangsangan saraf atau hormon didalam darah, sehingga arteri kecil mengerut untuk sementara waktu. 3) Pada penderita kelainan fungsi ginjal, terjadi ketidakmampuan membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga darah juga naik. 29 d. Patofisiologi Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf paska konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut dapat terjadi. Pada saat bersamaan dimana sistem saraf merangsang pembuluh darah sebagai respon emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medulla adrenal mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin 30 merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormone ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskular. Semua faktor tersebut cenderung pencetus keadaan hipertensi. (Wijaya & Putri, 2013) e. Penatalaksanaan 1) Penatalaksanaan Non-Farmakologis Penatalaksanaan hipertensi dengan nonfarmakologis terdiri dari berbagai macam cara modifikasi gaya hidup untuk menurunkan tekanan darah menurut (Wijaya & Putri, 2013) yaitu : a) Mempertahankan berat badan ideal. b) Kurangi asupan natrium (sodium). c) Batasi konsumsi alcohol. d) Makan kalium dan potassium yang cukup dari diet. e) Menghindari rokok. f) Penurunan stress. g) Terapi masase (pijat). Pernyataan serupa juga disebutkan oleh (Kementrian Kesehatan RI, 2014) memodifikasi gaya hidup pada pasien hipertensi bisa dilakukan dengan cara membatasi asupan 31 garam tidak lebih dari 1/4-1/2 sendok teh (6gram/hari), menurunkan berat badan, menghindari minuman berkafein, rokok, dan minuman beralkohol. Olahraga dianjurkan bagi penderita hipertensi, dapat berupa jalan, lari, jogging, bersepedah selama 20-25menit dengan frekuensi 3-5kali perminggu. Penting juga istirahat cuku (6-8jam) dan mengendalikan stress. Pernyataan yang serupa lainnya juga disebutkan oleh (O'Challaghan, 2009) yaiu tekanan darah dapat membaik dengan latihan fisik, mengurangi konsumsi alkohol, dan mengoreksi obesitas, meningkatkan asupan buah dan sayur, serta mengurangi asupan lemak total dan lemak jenuh. Mengurangi asupan garam dapat berguna pada hipertensi. 2) Penatalaksanaan Farmakologis Penatalaksanaan farmakologis merupakan tindakan pengobatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup. Mengkonsumsi obat antihipertensi secara teratur juga dapat mengontrol tekanan darah pada pasien hipertensi dan mengurangi resiko kerusakan organ-organ tubuh penting seperti jantung, otak, dan ginjal sebagai resiko jangka panjang (Mutmainah & Rahmawati, 2010) Penatalaksanaan farmakologis menurut (Wijaya & Putri, 2013): 32 a) Diuretik (Hidroklorotiazid) Mengeluarkan cairan tubuh sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan. b) Penghambat simpatetik (Metildopa, Klonidin dan Reserpin) Penghambat aktivitas saraf simpatis. c) Betabloker (Metoprolol, Propranolol dan Atenolol) Menurunkan daya pompa jantung, tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronkial dan pada penderita diabetes mellitus dapat menutupi gejala hipoglikemia. d) Vasodilator (Prasosin, Hidralasin) Bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos pembuluh darah. e) ACE inhibitor (captropil) Menghambat pembentukan zat Angiotensin II dan memiliki efek samping batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas. f) Penghambat reseptor angiotensin II (valsartan) 33 Menghalangi penempelan zat Angiotensin II pada reseptor sehingga memperingan daya pompa jantung. g) Antagonis kalsium (diltiasem dan verapamil) Menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). f. Komplikasi Peningkatan angka kejadian kematian karena penyakit jantung iskemik (IHD, ischaemic heart disease) pada setiap dekade meningkat seiring peningkatan tekanan darah sistolik maupun tekanan darah diastolik. Hal yang sama dijumpai untuk kejadian komplikasi kematian karena kejadian stroke. Selain kardiovaskular, mengakibatkan serebrovaskular, renovaskular, data WHO tahun 2000 juga memperlihatkan bahwa hipertensi mempunyai dampak paling besar terhadap kematian global dibandingkan faktor-faktor risiko lain. (Tedjasukmana, 2012) Komplikasi Hipertensi menurut (O'Challaghan, 2009) : a) Ginjal Kerusakan pada pembuluh darah ginjal terjadi akibat tekanan yang meningkat. Pengendalian tekanan darah dapat memperlambat laju kerusakkan ginjal. Kerusakan pembuluh darah ginjal disebabkan karena tekanan darah yang tinggi yang menyebabkan kerusakan sistem penyaringan didalam ginjal sehingga lambat laun ginjal 34 tidak dapat membuang zat-zat sisa metabolisme tubuh melalui aliran darah yang dapat menimbulkan penumpukan didalam tubuh. (Wijaya & Putri, 2013) b) kardiovaskuler Resistensi vaskuler yang tinggi membuat jantung teregang dan menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri. hipertensi juga meningkatkan aterosklerosis arteri. Pada penderita hipertensi beban kerja jantung otot jantung akan mengendor dan berkurangnya elastisitas yang disebut dekompensasi yang dapat menyebabkan jantung tidak mampu lagi memompa sehingga banyak cairan tertahan diparu maupun jaringan tubuh lain yang dapat menyebabkan sesak nafas atau oedema, kondisi ini disebut gagal jantung. (Wijaya & Putri, 2013) c) Retinopati Retinopati sering terjadi dan dibagi dalam stadium menurut keparahannya. Wijaya dan Putri (2013) juga menambahkan bahwa kebutaan mungkin terjadi. d) Hipertensi maligna atau terakselerasi Hipertensi berat dengan perubahan retina stadium 3 atau 4 dan kerusakan ginjal. Merupakan komplikasi dari hipertensi esensial atau sekunder yang gambaran utamanya adalah kerusakan pembuluh darah ginjal. Pembuluh yang 35 rusak dapat mengganggu sel darah merah menyebabkan anemia hemolitik mikroangiopatik. e) Otak Wijaya dan Putri (2013) menambahkan bahwa hipertensi dapat menyebabkan stroke. Resiko stroke akan tujuh kali lebih besar bila tidak diobati. B. Landasan Teori Tekanan darah arteri adalah tekanan yang dihasilkan oleh darah saat mengalir melalui arteri, karena darah bergerak secara bergelombang ada dua jenis tekanan darah yaitu tekanan sistolik yang merupakan tekanan darah yan dihasilkan oleh kontraksi ventrikel yang merupakan tekanan pada puncak gelombang darah dan tekanan diastolik merupakan tekanan ventrikel pada saat istirahat. (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2010) Berdasarkan teori tersebut dapat disimpulkan bahwa tekanan darah merupakan salah satu indikator yang dimiliki manusia dalam mengetahui kondisi kesehatannya. Penyakit hipertensi merupakan penyakit yang sering ditemukan tanpa gejala dan hanya dapat diketahui dengan melakukan pengukuran tekanan darah secara rutin. Tekanan darah tidak selalu konstan dapat dengan mudah berubah. Pengumpulan darah di vena lebih banyak pada posisi berdiri. Mengakibatkan volume darah yang kembali ke jantung sedikit, isi sekuncup berkurang, curah jantung berkurang, dan kemungkinan tekanan darah akan turun. Peningkatan tekanan arteri terjadi selama tubuh bergerak. Sikap atau 36 posisi duduk membuat tekanan darah cenderung stabil. Darah dapat kembali ke jantung secara mudah pada posisi berbaring. (Guyton & Hall, 2011) Tekanan darah dipengaruhi oleh beberapa faktor. Berdasarkan teori Guyton tersebut hasil pengukuran tekanan darah dalam berbagai posisi seperti duduk, berdiri dan berbaring mungkin saja terjadi perbedaan. Perbedaan hasil pengukuran tekanan darah terjadi karena adanya efek gravitasi yang mempengaruhi dalam setap posisi tubuh manusia. Banyak hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pengukuran tekanan darah dan membaca hasil pengukuran tekanan darah yang tepat sehingga terhindar dari kesalahan dalam pembacaan. C. Kerangka Konsep Faktor yang mempengaruhi tekanan darah 1. Faktor fisiologis 2. Faktor Patologis Tekanan Darah 3. Posisi tubuh Duduk Berbaring Berdiri 4. Posisi lengan 5. Ukuran Manset Gambar 2.1 : Kerangka Konsep Penelitian Sumber : Modifikasi Kozier 2010, Guyton 2012. Daftar Pustaka Al-Quran Surat Al A’raf ayat 31. Agustina, I. (2014). Gambaran Faktor-faktor Resiko Kejadaian Hipertensi pada usia pertengahan (Usia 45-59 tahun) di wilayah kerja puskesmas handapherang kabupaten Ciamis tahun 2014. Andria, K. M. (2013). hubungan antara prilaku olahraga, stress, dan pola makan dengan hipertensi pada lanjut usia di posyandu lansia kelurahan Gebang Putih kecamatan Sukolilo kota Surabaya. Anggara, F. H., & Prayitno, N. (2013). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tekanan Darah Di Puskesmas Telaga Murni, Cikarang Barat Tahun 2012. Arwani, & Sunarno. (2007). Analisis Perbedaan Hasil Pengukuran tekanan darah antara lengan kanan dengan lengan kiri pada penderita hipertensi di RSUD DR. H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung. Aryani, E., & Suherman, J. (2009, Juli). Pengaruh Ukuran Manset Terhadap Hasil Pengukuran Tekanan Darah. 9. Assa, C., Rondonuwu, R., & Bidjuni, H. (2014). perbandingan pengukuran tekanan darah pada lengan kiri dan lengan kanan pada pasien hipertensi di ruang Irina C BLU RSUP PROF. DR. R. D. Kandou Manado. Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis, Laporan Pencatatan dan Pelaporan Puskesmas Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis Tahun 2015. Ganong, W. F. (2012). Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: EGC. Gardner, F. S. (2007). Smart treatment for high blood pressure. Jakarta: Prestasi pustaka. Guyton, A. C., & Hall, J. E. (2011). Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: EGC. http://health.kompas.com/. (2014, Maret). Pentingnya Cek Tensi di Lengan Kanan dan Kiri. (A. Candra, Ed.) diakses pada 8 April 2016 Pkl.13.00 WIB http://almanhaj.or.id/. (2011). Nikmat Sehat dan Waktu Luang. diakses pada23 Maret 2016 Pkl.19.00 WIB http://www.knep.litbang.depkes.go.id/knepk/. komisi Nasional Etik Penelitian Kesehatan. diakses pada 1 Maret 2016 Pkl.15.30 WIB http://www.depkes.go.id/resources/download/general/HasilRiskesdas2013.pdf diakses pada 1 Maret 2016 Pkl.15.19 WIB Kementrian Kesehatan RI. (2014). Hipertensi. Jakarta. Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, S. J. (2010). Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, & Praktik. Jakarta: EGC. Lubis, M. L. (2013). Penatalaksanaan Terkini Krisi Hipertensi Preoperatif. 40. Manembu, M., Rumampuk, J., & Danes, V. R. (2015). Pengaruh posisi duduk dan berdiri terhadap tekanan sistolik dan diastolik pada pegawai negeri sipil kabupaten Minahasa Utara. e-Biomedik, 3. Marliani, L., & S, T. (2007). 100 Questions & Answer Hipertensi. Jakarta: PT.Elex Media Komputindo. Muliyati, H., Syam, A., & Sirajud, S. (2011). Hubungan pola konsumsi Natrium dan Kalium serta aktifitas fisik dengan kejadian hipertensi pada pasien rawat jalan di RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Mutmainah, N., & Rahmawati, M. (2010, Desember). hubungan antara kepatuhan minum obat dan keberhasilan terapi pada pasien hipertensi di Rumah sakit daerah Surakarta tahun 2010. 11. Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Noviyanti. (2015). Hipertensi kenali, cegah & obati. Yogyakarta: Notebook. O'Challaghan, C. (2009). At a Glace Sistem Ginjal (Vol. 2). (A. Safitri, R. Astikawati, Eds., & E. Yasmine, Trans.) Erlangga. Puskesmas Ciamis, Laporan Pemeriksaa Kesehatan Tahun 2015 Runtukahu, R. F., Rompas, S., & Pondaag, L. (2015, Mei). Analisis Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan melaksanakan diet pada penderita hipertensi di wilayah kerja puskesmas wolaang kecamatan langowan timur. 3. Sherwood, L. (2012). Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Jakarta: EGC. Sucipto, J., Nurhidayati, T., & Syamsianah, A. (2013). Perbedaan Hasil Pengukuran Tekanan Darah antara Posisi Duduk dan Berbaring Pada Lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Pucang Gading Semarang. Sulistyaningsih. (2012). Metodologi Penelitian Kebidanan Kuantitatif - Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu. Tedjasukmana, P. (2012). Tata Laksana Hipertensi. 39. Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). KMB 1. Bengkulu: Nuha Medika.