BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi Pengertian Prestasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah hasil yang dicapai dari yang telah dilakukan, dikerjakan dan sebagainya. Sedangkan dalam kamus Tesaurus Bahasa Indonesia Prestasi didefinisikan sebagai hasil, kinerja penampilan ataupun performa. Sukardi (1992) dalam bukunya menjelaskan bahwa prestasi adalah hasil dari proses belajar mengajar yang merupakan tingkat penguasaan terhadap materi pelajaran. Kemudian Simanjuntak (1990) mengungkapkan bahwa prestasi adalah kapasitas seseorang setelah mengikuti latihan tertentu, dan hasil dari latihan tersebut dapat diketahui dengan memberikan tes akhir. Dunn dan Dunn (Abidin, 2011) menyakini bahwa individu yang memiliki prestasi yang rendah cenderung memiliki sedikit memori auditori. meskipun individu tersebut baik di sekolah, ketidakmampuan individu mengingat informasi melalui ceramah, diskusi, dan membaca menyebabkan prestasi mereka rendah terutama di lingkungan kelas tradisional dimana guru mendominasi dan siswa kebanyakan mendengar atau membaca. Berdasarkan berbagai pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa prestasi berkaitan dengan proses belajar dan merupakan sebuah pencapaian yang diperoleh individu setelah mengikuti serangkaian proses 10 11 belajar. Peneliti meniliti memilih teori dari Sukardi yang mengacu kepada proses belajar mengajar siswa di sekolah. 2. Pengertian Belajar Latipah (2010) menuturkan untuk mendapatkan prestasi yang baik maka proses belajar penting diperhatikan, belajar merupakan sebuah proses yang terdiri atas masukan (input), proses (process), dan keluaran (output). Gagne (Suprijono, 2009) mengungkapkan belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas, perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah. Belajar juga didefinisikan Slameto (1995) sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku. Spears (Suprijono, 2009) megungkapkan belajar adalah mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu dan mengikuti arah. Morgan (Suprijono, 2009) mendefinisikan belajar adalah perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman. Sedangkan Suprijono (2009) mengungkapkan belajar merupakan kegiatan psikofisik sosio menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya. Berdasarkan beberapa teori diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah aktivitas yang dilakukan individu dengan tujuan untuk mengubah tingkah laku. Peneliti memilih teori Morgan yang mengungkapkan bahwa belajar dapat menyebabkan perubahan perilaku permanen dengan bentuk pengalaman melakukan suatu hal. 12 3. Pengertian Prestasi Belajar Prestasi Belajar adalah proses kumulatif yang melibatkan dua hal, yaitu menguasai keterampilan baru dan meningkatkan keterampilan yang sudah ada (Duncan, 2007). Lawrence dan Vimala (2012) menungkapkan prestasi belajar adalah pengukuran pengetahuan yang didapat dari pendidikan formal yang ditunjukkan dengan nilai, tingkatan, poin, rata-rata dan gelar. Menurut Azwar (1988) Prestasi belajar adalah performa maksimal seseorang dalam menguasai bahan-bahan atau materi yang telah dipelajari. Prestasi belajar sendiri menurut Nuthanap dan Daulta (Calaguas, 2012) merupakan salah satu tujuan terpenting dalam proses pendidikan, dimana prestasi belajar merupakan salah satu determinan kesuksesan dalam hidup, saat siswa memperoleh nilai akademik baik maka siswa tersebut akan memiliki banyak keuntungan, hal tersebut dikarenakan prestasi belajar merupakan kunci dalam memutuskan apakah seseorang tersebut memiliki potensi dan kemampuan. Winkel (1996) juga mengungkapkan bahwa prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan dari kemampuan seseorang dalam melakukan kegiatan belajar berbentuk bobot yang dicapai. Oleh karenanya, setiap individu membutuhkan skor prestasi belajar yang baik guna mendapatkan keberhasilan. Nasution S (1987) mengungkapkan prestasi belajar adalah kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berfikir, merasa dan berbuat. Prestasi belajar dikatakan sempurna apabila memenuhi 3 aspek yaitu kognitif, 13 afektif, dan psikomotor, prestasi kurang memuaskan jika seseorang belum memenuhi 3 aspek tersebut. Berdasarkan beberapa teori di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah kesempurnaan dalam berfikir individu yang diperoleh selama proses belajar karena memiliki kemampuan dan potensi untuk penguasaan materi. 4. Aspek-aspek Prestasi Belajar Menurut Nasution (1987), prestasi belajar terdiri dari 3 aspek yaitu: a. Kognitif Kognitif dalam Sudjana (2010) dikelompokkan menjadi sesuai tipe hasil belajar, diantaranya adalah: 1. Tipe hasil belajar pengetahuan Pengetahuan sering dimaksudkan pada hal faktual diluar hafalan yang diingat seperti rumus, definisi maupun nama tokoh. Jika dikaitkan dengan proses belajar, pengetahuan memang perlu dihafal dan diingat agar dapat dikuasai sebagai dasar bagi pengetahuan konsep lain. 2. Tipe hasil belajar pemahaman Dalam setingkat taksonomi lebih tinggi Bloom kesanggupan daripada sekedar memahami pengetahuan. Pemahaman dapat berbentuk menjelaskan dengan susunan kalimat sendiri sesuatu yang dibaca dan didengarkan. 14 3. Tipe hasil belajar aplikasi Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi kongkret atau situasi khusus. Abstraksi tersebut mungkin berupa ide, teori, atau petunjuk teknis. 4. Tipe hasil belajar analisis Analisis adalah usaha memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur sehingga jelas tingkatan dan urutannya. Analisis adalah kecakapan yang kompleks memanfatkan ketiga tipe sebelumnya. 5. Tipe hasil belajar sintesis Sintesis adalah penyatuan bagian-bagian kedalam bentuk menyeluruh. Berfikir sintesis merupakan salah satu terminal untuk menjadikan seseorang lebih kreatif. 6. Tipe hasil belajar evaluasi Evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara bekerja, pemecahan, metode, materil, dll. b. Afektif Afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatian terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru, teman sekelas, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial. 15 Afektif dikelompokkan menjadi beberapa tipe sebagi bentuk hasil belajar: 1. Receiving/attending yaitu kepekaan dalam menerima rangsangan dari luar berupa masalah, gejala, situasi, dll. 2. Responding atau jawaban yaitu reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi dari luar. 3. Valuing (penilaian) yaitu berkenaan dengan nilai dan kepercayan terhadap stimulus. 4. Organisasi yaitu pengembangan dari nilai kedalam suatu sistem organisasi termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain. 5. Karakteristik nilai atau internalisasi nilai yaitu keterpaduan semua sistem nilai yang dimiliki seseorang. c. Psikomotor Hasil belajar psikomotor tampak dalam bentuk keterampilan dan kemampuan bertindak individu. Tipe hasil belajar ranah psikomotor berkenaan dengan keterampilan atau bertindak setelah individu menerima pengalaman belajar tertentu. Gagne (Suprijono, 2009) mengungkapkan bahwa dari hasil belajar akan diperoleh hasil belajar yang dapat berupa: a. Invormasi verbal yang mengungkapkan pengetahuan bahasa baik lisan mau tulisan. b. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. 16 c. Strategi kognitif yang berupa kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. d. Keterampilang motorik yang berbentuk gerak jasmani dan koordinaasi. e. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Berdasarkan beberapa aspek di atas, maka peneliti menggunakan aspek-aspek dari Nasution (1987) yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotor sebagai dasar pembuatan alat ukur. 5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Latipah (2010) mengungkapkan bahwa keberhasilan seseorang dalam belajar ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu: faktor internal dan eksternal. 1. Faktor internal yang dimaksud meliputi faktor psikologis seperti inteligensi, sikap, minat, bakat, motivasi, dan fisiologis yaitu keadaan organ-organ tubuh siswa. 2. Faktor eksternal meliputi lingkungan belajar, pola asuh orang tua, gaya/pendekatan yang digunakan siswa dalam belajar, fasilitas belajar, dan profesionalisme pendidik. 17 B. Metode Mengajar Jigsaw 1. Metode Mengajar Nasution (Baroroh, 2004) Mengajar adalah suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan mengorientasikannya dengan siswa sehingga terjadi proses belajar. Rianto (2006) mengungkapkan ciri-ciri pengajaran yang berorientasi pada peserta didik antara lain: 1. Kegiatan belajar yang beragam 2. Peserta didik berpartisipasi aktif secara individu ataupun kelompok. 3. Peserta didik memperoleh pengalaman belajar untuk menumbuhkembangkan potensinya 4. Interaksi multi arah dengan menggunakan berbagai sumber belajar, metode, media dan strategi pembelajaran. 5. Gutu berperan sebagai fasilitator, pembimbing, dan pemimpin. Menurut Dharma (2008) langkah-langkah yang perlu di penuhi pengajar menurut Newman dan Mogan sebelum melaksanakan proses pembelajaran adalah: 1. Pengidentifikasian dan penetapan spesifikasi dan kualifikasi hasil yang harus dicapai dan menjadi sasaran pengajaran. 2. Pertimbangan dan pemilihan pendekatan utama yang ampuh untuk mencapai sasaran. 3. Pertimbangan dan penetapan langkah-langkah yang ditempuh sejak awal sampai akhir. 18 4. Pertimbangan dan penetapan tolok ukur dan ukuran baku yang akan digunakan untuk menilai keberhasilan usaha yang dilakukan. 2. Pengertian Metode Jigsaw Kelas dengan metode Jigsaw, pertama kali dibentuk oleh Eliot Aronson tahun 1971 di Austin Texas dan secara efektif telah meningkatkan kemajuan yang positif dalam dunia pendidikan. Sebagai teknik belajar kooperatif, Jigsaw telah diteliti oleh para peneliti, guru di berbagai level dan mata pelajaran (Mengduo dan Xioling, 2010) Arjanggi dan Setiowati (2013) mengungkapkan Jigsaw merupakan tipe khusus dari cooperative learning, dimana setiap siswa bekerjasama dengan teman untuk mencapai tujuan-tujuan individualnya dan memperoleh keuntungan berupa efisiensi dalam mempelajari suatu materi. Efisiensi tersebut diperoleh dari partisipasi siswa. Aronson (Arjanggi dan Setiowati, 2013) penerapan metode jigsaw dikelas memungkinkan siswa mengambil bagian dari bagaian-bagian tertentu pada keseluruhan materi dan setiap siswa bertanggung jawab menguasai materi tersebut agar kelompok memiliki pemahaman yang komprehensif. Jigsaw merupakan metode belajar berkelompok. Adhi, dkk (2013) mengungkapkan Jigsaw adalah tipe pembelajaran yang terdiri dari tim-tim belajar heterogen yang terdapat kelompok ahli dan kelompok dasar. Suprijono (2009) menuturkan bahwa pembelajaran dengan metode Jigsaw diawali dengan pengenalan topik yang akan dibahas guru, guru akan menanyakan kepada siswa tentang pengetahuan siswa terhadap topik tersebut. 19 Aktivitas menanyakan dan mendapat jawaban ini merupakan salah satu bentuk partisipasi siswa dan diharapkan dapat mengaktifkan struktur kognitif siswa sebelum memulai pelajaran dengan metode baru. Berdasarkan berbagai pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa metode Jigsaw adalah sebuah metode belajar yang melibatkan keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar. Siswa akan dibagi menjadi kelompok ahli yang akan menguasai topik materi yang dibahas lalu disampaikan pada kelompok dasar sehingga kelompok tersebut memperoleh pemahaman materi yang komprehensif. Peneliti memilih teori yang diungkapkan oleh Aronson karena definisi tersebut menggambarkan proses pelaksanaan metode Jigsaw dan target yang dicapai. 3. Prinsip dalam Metode Jigsaw Beberapa studi menunjukkan ada kondisi-kondisi tertentu dimana pembelajaran kooperatif dapat menjadi lebih produktif dibandingkan usaha untuk berkompetisi dan usaha individual. Jhonson, Johnson, and Holubec (Mengduo dan Xioling 2010) meletakkan 5 prinsip dari metode Jigsaw, diantaranya: a. Positive interdependece Upaya masing-masing anggota kelompok berupa kontribusi yang unik diperlukan untuk keberhasilan kelompok. b. Face-to face promotive interaction 20 Anggota harus menejelaskan secara lisan dalam menjelaskan suatu topik lalu memeriksa pemahaman orang-orang yang mendengarkan untuk mengasosiasikan pembelajaran. c. Individual and group accountaility Ukuran kelompok harus tetap kecil. Guru diharapkan dapat mengecek pemaham siswa setelah belajar dengan memberikan tes individu tiap siswa dan kembali mempresentasikan apa yang dipahaminya di depan kelas. d. Interpersonal Skill Keterampilan sosial adalah suatu keharusan dalam metode Jigsaw dikelas. Keterampilan sosial tersebut mencakup kepemimpinan, pengambilan keputusan, membangun kepercayaan, komunikasi, keterampilan manajemen konflik dan sebagainya. e. Group processing Anggota kelompok mendiskusikan seberapa baik kelompok tersebut mencapai tujuan mereka dan mempertahankan keefektifan hubungan kerja, memberikan gambaran apa saja perilaku kelompok yang mempermudah pelaksanaan Jigsaw maupun yang menghambat serta keputusan kelompok yang seperti apa yang menunjukkan perubahan. 21 C. Pengaruh Metode Jigsaw terhadap Prestasi Belajar Metode belajar kooperatif adalah proses belajar yang melibatkan siswa aktif sehingga informasi yang diterima siswa tidak hanya berasal dari satu arah (guru) melainkan juga dipengaruhi oleh keaktifan dan keingintahuan siswa (Adhi., dkk 2013). Arjanggi dan Setiowati (2013) mengungkapkan Jigsaw merupakan tipe khusus dari cooperative learning, dimana setiap siswa bekerjasama dengan teman untuk mencapai tujuan-tujuan individualnya dan memperoleh keuntungan berupa efisiensi dalam mempelajari suatu materi. Efisiensi tersebut diperoleh dari partisipasi siswa. Penggunaan metode Jigsaw yang diterapkan dikelas dalam mempelajari suatu topik akan melibatkan semua siswa dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri kelompok ahli dan kelompok dasar. Kelompok ahli akan memberikan informasi secara lisan pada anggota kelompok dasar mengenai materi yang dikuasainya. Kelompok dasar dapat menanyakan apa saja yang terkait materi tersebut. Ketika topik diganti anggota kelompok dasar dapat menjadi kelompok ahli untuk menguasai topik tersebut. Guru tetap mendampingi siswa dalam pelaksanaannya. Dari proses tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap siswa dapat mengambil perannya masing-masing selama proses belajar topik-topik yang ingin dipelajari. 22 Aronson (Arjanggi dan mengungkapkan penerapan metode Setiowati, 2013) jigsaw dikelas memungkinkan siswa mengambil bagian dari bagian-bagian tertentu pada keseluruhan materi dan setiap siswa bertanggung jawab menguasai materi tersebut agar kelompok memiliki pemahaman yang komprehensif dan dapat meningkatkan prestasi belajar. Dampak dari metode jigsaw terhadap prestasi belajar sebelumnya telah di teliti oleh Adhi., dkk (2013) dengan judul Pengaruh Pendekatan Kooperatif Tipe Jigsaw dalam Pembelajaran Bahasa Inggris. Penelitian tersebut menunjukkan hasil bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar menulis Bahasa Inggris siswa yang menggunakan pembelajaran tipe Jigsaw dengan model pembelajaran langsung (F = 61,585; p<0,05). Hasil pembelajaran kelompok dengan metode jigsaw lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok dengan metode langsung, sehingga dapat disimpulkan metode jigsaw lebih unggul dibandingkan metode langsung untuk meningkatkan prestasi belajar. Penelitian lain dilakukan oleh Reuven Lazarowitz (Slavin, 2005) yang melakukan metode jigsaw dalam kelas Biologi di Israel dan memperoleh peningkatan hasil belajar yang positif seperti halnya yang terjadi di Nigeria. 23 Dari berbagai penelitian diatas diketahui bahwa Jigsaw memberikan pengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa. Disisi lain penerapan metode Jigsaw juga dapat melatih kemampuan hubungan interpersonal, kepemimpinan dan inteligensi siswa selama proses belajar. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh metode Jigsaw terhadap prestasi belajar siswa. Dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif siswa akan aktif memberi, memahami dan menerima informasi. D. Hipotesis Berdasarkan uraian teoritis diatas maka peneliti mengajukan hipotesis yang akan di uji kebenarannya yaitu ada pengaruh penggunaan metode Jigsaw terhadap kenaikan prestasi belajar Bahasa Inggris siswa Sekolah Menengah Pertama.