BENTUK HUTAN KOTA DALAM MEREDAM KEBISINGAN (STUDI KASUS: PT JAKARTA INDUSTRI ESTATE PULOGADUNG) Oleh Kelompok 9 Andi Handoko Saputro E34120079 Rizki Kurnia Tohir E34120028 Yanuar Sutrisno E34120038 Dwitantian H Brillianti E34120054 Dita Tryfani E34120100 Putri Oktorina E34120105 Prima Yunita E34120114 Ai Nurlaela Hayati E34120126 DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2015 ABSTRAK Perkembangan kawasan industri di Indonesia dimulai sejak tahun 1970-an dengan kawasan industry pertama yaitu Jakarta Industrial Estate Pulogadung (JIEP) dan sampai dengan tahun 1994 jumlah kawasan industri yang tercatat di Himpunan Kawasan Industri (HKI) adalah sebanyak 146 lokasi dengan total luas lahan sebesar 42.019 Ha yang sebagian besar tersebar di propinsi Jawa Barat (21.289 Ha) dan kota Jakarta. Tujuan pembangunan pada dasarnya adalah terwujudnya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengkaji lebih dalam perencanaan dan efektivitas hutan kota sebagai penyangga kawasan industry, serta melihat bagaimana contoh-contoh kasus penerapan hutan kota pada kawasan-kawasan industry di Indonesia. Data mengenai dikumpulkan dari data sekunder. Data yang didapatkan dianalisis secara deskriptif. Pada umumnya sumber kebisingan di sekitar kawasan industri yang berlokasi di PT Jakarta Industri Estate Pulogadung (JIEP), Pulogadung, Jakarta Timur merupakan aktivitas industri dan kendaraan bermotor. Pada sekitar PT. JIEP, Pulogadung Jakarta Timur terdapat tiga bentuk hutan kota yaitu hutan kota strata dua bentuk jalur, hutan kota strata banyak bentuk bergerombol dan areal yang didominasi rumput. Kata kunci: Hutan kota, Industri, PT Jakarta Industri Estate Pulogadung (JIEP). 1 DAFTAR ISI DAFTAR ISI 2 DAFTAR GAMBAR 3 PENDAHULUAN 4 Latar Belakang 4 Tujuan 5 Manfaat 5 TINJAUAN PUSTAKA 6 Hutan Kota 6 Tipe, bentuk dan struktur hutan kota 6 Peranan hutan kota 7 Kebisingan 8 Sumber kebisingan 9 Dampak Kebisingan 10 Kemampuan vegetasi mereduksi kebisingan 10 METODE 12 Lokasi dan Waktu 12 Bahan dan Alat 12 Metode Pengumpulan Data 12 Analisi Data 12 HASIL DAN PEMBAHASAN 13 Peranan Hutan Kota 13 Kondisi umum lokasi 13 Penataan Hutan Kota 14 Rumput 15 Hutan Kota Strata Dua Bentuk Jalur 16 Hutan Kota Strata Banyak Bentuk Bergerombol 16 Efektivitas Hutan Kota Meredam Kebisingan SIMPULAN DAN SARAN 17 20 Simpulan 20 Saran 20 DAFTAR PUSTAKA 21 2 DAFTAR GAMBAR 1. Gambar 1 Ilustrasi reduksi kebisingan lalulintas oleh vegetasi 10 2. Gambar 2 Disain hutan kota PT. JIEP dalam meredam kebisingan 17 3 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan fisik kawasan industri yang diharapkan dapat mensejahterakan kehidupan manusia, dalam perkembangannya telah menimbulkan permasalahan tersendiri akibat perencanaan yang kurang memadai. Pertumbuhan penduduk serta pembangunan infrastruktur untuk mendukung kegiatan ekonomi menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan seperti hilangnya ruang terbuka hijau, rusaknya fungsi resapan air, polusi air dan udara. Perkembangan kawasan industri di Indonesia dimulai sejak tahun 1970-an dengan kawasan industry pertama yaitu Jakarta Industrial Estate PuloGadung (JIEP) dan sampai dengan tahun 1994 jumlah kawasan industri yang tercatat di Himpunan Kawasan Industri (HKI) adalah sebanyak 146 lokasi dengan total luas lahan sebesar 42.019 Ha yang sebagian besar tersebar di propinsi Jawa Barat (21.289 Ha) dan kota Jakarta (3.064 Ha) (BLH 2012). Tujuan pembangunan pada dasarnya adalah terwujudnya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Namun fakta yang kita lihat sekarang ini memperlihatkan kondisi lingkungan yang buruk berupa kerusakan hutan alam maupun hutan buatan termasuk rusaknya ekosistem di kawasan industi. Cita- cita untuk mensejahterakan masyarakat akan tercapai apabila didukung oleh kebijakan yang mumpuni yang juga memperhitungkan manfaat keberadaan sumberdaya alam termasuk plasma nutfah pepohonan dan jasa lingkungan khususnya ekosistem di perkotaan sebagai sumber ekonomi tidak langsung. Upaya merevitalisasi ekosistem di kawasan industri dapat dilakukan, antara lain, melalui pengembangan Hutan Kota/lanskap perkotaan (Ikron et al. 2005). Kawasan Industri di Indonesia berkembang di pusat-pusat kota hal ini telah menyebabkan dampak buruk terhadap lingkungan perkotaan karena telah menghasilkan limbah melebihi daya dukung lingkungan, sehingga ekosistem perkotaan tidak mampu lagi menampung dan mengolah limbah secara alami. Oleh karena itu diperlukan suatu strategi untuk membuat kawasan industri yang memiliki kualitas lingkungan yang baik sehingga dapat mendukung kehidupan manusia maupun mahluk lainnya. Prinsip pengembangan dan pengelolaan hutan kota 4 sebagai penyangga kawasan Industri, diharapkan dapat mengelola faktor lingkungan, sosial dan ekonomi masyarakat. Upaya konservasi eksitu pada ruangruang hijau di kawasan industri dan refungsionalisasi kawasan hijau, situ, danau, bantaran sungai sebagai daerah resapan air perlu dilakukan melalui pembangunan hutan kota dan ruang terbuka hijau yang terencana secara baik dan benar. Tujuan Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengkaji lebih tentang efektivitas hutan kota sebagai penyangga kawasan industri serta melihat bagaimana contoh-contoh kasus penerapan hutan kota pada kawasan-kawasan industri di Indonesia. Manfaat Makalah ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi tentang bagaimana tingkat pengelolaan kawasan hutan yang difungsikan sebagai penyangga kawasan indutri serta menyajikan contoh nyata pengelolaan hutan kota di kawasan industri. 5 TINJAUAN PUSTAKA Hutan Kota Pengertian hutan kota menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota, adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Definisi atau rumusan hutan kota yang diungkapkan oleh Irwan (1994), adalah komunitas vegetasi berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau sekitarnya, berbentuk jalur, menyebar, atau bergerombol (mengelompok), strukturnya menyerupai hutan alam, membentuk habitat yang memungkinkan bagi kehidupan satwa liar dan menimbulkan lingkungan sehat, suasana nyaman, sejuk dan estetis. Sedangkan menurut Dahlan (1992), hutan kota (urban forest) adalah tumbuhan atau vegetasi berkayu di wilayah perkotaan yang memberikan manfaat lingkungan yang sebesar-besarnya dalam kegunaan-kegunaan proteksi, estetika, rekreasi, dan kegunaan-kegunaan khusus lainnya. Tipe, Bentuk Dan Struktur Hutan Kota Hutan kota dapat dibangun ke dalam beberapa tipe dan bentuk sesuai fungsi dan tujuan pembangunannya. Tipe hutan kota menurut Dahlan (1992) terdiri dari: a. Tipe permukiman; dibangun pada areal permukiman dapat berupa taman dan umumnya digunakan untuk olah raga dan bersantai. b. Tipe kawasan industri; fungsi utama untuk mereduksi berbagai polusi yang ditimbulkan dari aktivitas industri seperti menyerap dan menjerap debu dan pertikel serta gas berbahaya dari udara, meredam kebisingan, dan menapis bau. c. Tipe rekreasi dan keindahan; dibangun dengan penambahan sarana rekreasi dan unsur-unsur estetika agar dapat menyegarkan kembali kondisi tubuh yang menurun dan jenuh akibat rutinitas harian. d. Tipe pelestarian plasma nutfah; bertujuan memberikan perlindungan dan pelestarian terhadap sumberdaya alam, bentuknya dapat berupa kebun raya, hutan raya dan kebun binatang. 6 e. Tipe perlindungan; fungsi perlindungan terhadap hidrologi dan bahaya erosi untuk perkotaan di wilayah bertopografi curam atau sebagai pelindung kota di daerah pesisir dari intrusi air laut. f. Tipe pengamanan; berupa jalur hijau di sepanjang tepi jalan bebas hambatan. Bentuk hutan kota seperti yang disebutkan dalam PP No.63 Tahun 2002, terdiri dari bentuk bergerombol atau mengelompok, bentuk menyebar, dan bentuk jalur. Dahlan (1992) menjelaskan bahwa bentuk hutan kota dapat berupa jalur hijau, taman kota, kebun dan halaman, kebun raya atau hutan raya dan kebun binatang, hutan lindung, dan kuburan atau taman makam pahlawan. Struktur hutan kota adalah komposisi dari jumlah dan keanekaragaman dari komunitas vegetasi yang menyusun hutan kota (Irwan 1994). Struktur hutan kota ditentukan oleh keanekaragaman vegetasi yang ditanam, sehingga terbangun hutan kota yang berlapis-lapis dan berstrata baik secara vertikal maupun horizontal yang meniru hutan alam. Struktur vegetasi hutan kota terbentuk oleh penataan terencana sesuai fungsi dan tujuan pembangunan hutan kota. Menurut Fachrul (2008), struktur vegetasi dibatasi oleh tiga komponen, yaitu susunan jenis tumbuhan secara vertikal atau stratifikasi vegetasi, susunan jenis tumbuhan secara horizontal atau sebaran individu, dan kelimpahan tiap jenis tumbuhan yang ada. Irwan (2008) mengklasifikasikan struktur hutan kota menjadi hutan kota yang: a. berstrata dua, yaitu komunitas vegetasi hutan kota hanya terdiri dari pepohonan dan rumput atau penutup tanah lainnya. b. berstrata banyak, yaitu komunitas vegetasi hutan kota selain terdiri dari pepohonan dan rumput juga terdapat semak, terna, liana, epifit, ditumbuhi banyak anakan dan penutup tanah, jarak tanam rapat tidak beraturan dengan strata, serta komposisi mengarah meniru komunitas vegetasi hutan alam. Peranan Hutan Kota Hutan kota merupakan unsur Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang secara ekologis melindungi kota dari masalah lingkungan, antara lain karena beberapa hal berikut: 7 1. Hutan kota mempunyai fungsi seperti menurunkan suhu, mengikat CO2, dan mengeluarkn O2, sebagai pelindung mata air atau peresapan air tanah, prlindungan terhadap debu, angin, kebisingan, dan memberi iklim mikro. 2. Hutan kota dapat menyerap hasil negatif dari kota dan memberi bahan baku kepada kota sehingga terjadi keseimbangan bahan antara kota dan hutan kota, meningkatkan kualitas lingkungan kota, serta menimbulkan udara yang sehat, nyaman, dan estetis. 3. Hutan kota dapat menjadi habitat satwa dan tempat pelestarian plasma nutfah. 4. Hutan kota dapat menjadi area interaksi sosial seperti sarana rekreasi dan pendidikan atau sebagai laboratorium hidup dan tempat interaksi sosial lainnya. 5. Hutan kota dapat mengendalikan erosi oleh angin maupun oleh air dan mengendalikan air tanah. 6. Hutan kota sebagai sumber ekonomi dan kesejahteraan manusia dan makhluk lainnya. Peran hutan kota menurut Dahlan (1992) antara lain sebagai identitas kota, pelestarian plasma nutfah, penahan dan penyaring partikel padat dari udara, penyerap dan penjerap partikel timbal, penyerap dan penjerap debu semen, peredam kebisingan, mengurangi bahaya hujan asam, penyerap karbon-monoksida, penyerap karbon-dioksida dan penghasil oksigen, penahan angin, penyerap dan penapis bau. Selain itu, hutan kota juga memiliki peran dalam mengatasi penggenangan, mengatasi intrusi air laut, produksi terbatas, ameliorasi iklim, pengelolaan sampah, pelestarian air tanah, penapis cahaya silau, meningkatkan keindahan, sebagai habitat burung, mengurangi stress, mengamankan pantai terhadap abrasi, meningkatkan industri pariwisata, dan sebagai tempat pengisi waktu luang. Kebisingan Kebisingan merupakan bentuk suara yang tidak diinginkan atau bentuk suara yang tidak sesuai dengan tempat dan waktunya (Warningsih 2006). Suratmo 8 (1995) menyebutkan bahwa kebisingan merupakan bentuk suara yang tidak diinginkan karena menimbulkan kerugian terhadap manusia dan lingkungan. Menurut Yahya (2002) selain ditentukan oleh parameter fisis terukur, bising juga sangat dipengaruhi oleh sikap masing-masing orang terhadap bunyi yang mereka terima. Dalam sudut pandang frekuensi, bising dapat terdiri superposisi (atau dalam bahasa sederhana dapat dipandang sebagai campuran) frekuensi. Bising seperti ini dikenal dengan sebutan broad band noise. Jenis bising yang lain adalah colored noise dan white noise yang secara berturut-turut merupakan bising dengan suatu frekuensi tertentu dan bising dengan kandungan frekuensi pada audible range (Yahya 2002). Sumber Kebisingan Sumber kebisingan dapat dikelompokkan dalam (Warningsih 2006): 1. Bising lalu lintas, bising ini ditimbulkan oleh suara transportasi, misalnya kereta api, pesawat terbang, bus dan lain-lain serta lebih banyak dirasakan oleh masyarakat yang ada di sekitar jalur lalu lintas. 2. Bising industri, berasal dari industri besar yang mengoperasikan mesin-mesin yang menghasilkan bunyi sampai sekitar 100 dB. Bising industri ini dirasakan oleh karyawan maupun masyarakat pemukiman di sekitar industri. 3. Bising rumah tangga, biasanya berasal dari kegiatan rumah tangga Salah satu komponen dampak transportasi terhadap lingkungan adalah kebisingan yang ditimbulkan oleh lalu-lintas baik jalan raya, jalan rel maupun bandar udara. Kebisingan yang ditimbulkan dari aktivitas lalu lintas jalan raya misalnya, bersumber dari suara-suara yang dihasilkan oleh kendaraan. Sumber suara kebisingan dari kendaraan, kebanyakan berasal dari (Hakim 2006): a. suara bising dari putaran ban mobil b. suara bising dari karoseri bodi mobil c. suara bising dari knalpot dan klakson d. suara bising getaran mesin e. suara bising putaran transmisi gardan f. suara bising kipas pendingin AC 9 Dampak kebisingan Kebisingan mengakibatkan gangguan terhadap kesehatan dan kegiatan manusia. Pengaruh utama kebisingan terhadap manusia adalah kerusakan indera pendengaran secara sementara hingga permanen (Suratmo 1995). Pengaruh khusus akibat kebisingan berupa gangguan pendengaran, gangguan komunikasi, gangguan istirahat, gangguan tidur, gangguan mental, kinerja, ketidaknyamanan, dan juga gangguan berbagai aktivitas sehari-hari (Mansyur 2003). Kemampuan Vegetasi Mereduksi Kebisingan Vegetasi hutan kota mampu mereduksi kebisingan. Seberapa jauh tingkat kebisingan dapat dikontrol oleh vegetasi tergantung pada spesies tanaman, tinggi tanaman, kerapatan, dan jarak tumbuh, faktor iklim (angin, suhu, dan kelembaban udara), properti dari suara yaitu tipe, asal, tingkat desibel, dan intensitas suara (Irwan 2008). Penelitian Zulfahani et al. (2005) di Hutan Kota Sabilal Muhtadin Banjarmasin menunjukkan bahwa hutan kota dengan luas ± 2,5 ha cukup efektif menurunkan kebisingan. Hal ini ditunjukkan dengan reduksi sebesar 7,51 dB antara titik ukur 1 (area luar bagian depan hutan kota) dengan titik ukur 2 (area dalam vegetasi hutan kota), sedangkan antara titik ukur 1 dengan titik ukur 3 (area luar bagaian belakang hutan kota) dapat mereduksi kebisingan sebesar 10,58 dB. Setiap jenis tanaman memiliki kemampuan yang berbeda dalam mereduksi kebisingan, tergantung pada jenis, tinggi, bentuk dan ketebalan (Carpenter et al. 1975). Hasil penelitian Kim et al. (1989) yang dikutip oleh Widagdo (1998), menunjukkan bahwa tanaman Thuja orientalis (konifer) mereduksi kebisingan lebih efektif daripada tanaman Eunymus japonicus (berdaun lebar). Tingkat kebisingan yang dapat direduksi oleh tanaman juga dipengaruhi oleh intensitas, frekuensi dan arah bunyi (Carpenter et al. 1975 diacu dalam Meilani 2002). Reduksi kebisingan oleh vegetasi juga sangat dipengaruhi oleh lebar atau ketebalan dan kerapatan vegetasi (Gambar 2). Fang dan Ling (2003) menyebutkan bahwa kerapatan, tinggi, panjang dan lebar (ketebalan) jalur/sabuk hijau merupakan faktor paling efektif dalam mereduksi kebisingan dibandingkan dengan ukuran daun dan karakteristik percabangan. Kerapatan dan ketebalan vegetasi dapat menurunkan tingkat 10 kebisingan jalan raya, dan pada jarak sama tanpa kerapatan vegetasi tidak terjadi reduksi kebisingan yang akan menimbulkan dampak negatif terhadap psikologi penerima . Gambar 1 Ilustrasi reduksi kebisingan lalulintas oleh vegetasi Hutan kota berfungsi untuk mengurangi kebisingan, selain menghalangi gelombang suara juga menghalangi sumber suara. Gelombang suara diabsorpsi oleh daun-daun, cabang-cabang, ranting-ranting dari pohon dan semak (Irwan 2008). Penggunaan vegetasi untuk menyaring kebisingan tidak akan efektif apabila tidak memperhatikan ukuran dan kepadatannya. Akan lebih efektif lagi jika vegetasi mengguanakan kombinasi tofografi jalan. Hutan dapat menyerap sekitar 6-8 desibel per 30 meter. Kerapatan tanaman lebih penting daripada spesies tanaman untuk mengurangi kadar kebisingan (Irwan 1994). Hasil penelitian Irwan (1994) menunjukkan bahwa hutan kota dapat menurunkan kebisingan sebesar 18,94% di siang hari pada awal musim hujan. Hutan kota berstrata banyak lebih efektif menurunkan kebisingan sebesar 25,34% dibandingkan dengan hutan kota berstrata dua yang dapat menurunkan kebisingan sebesar 14,58%. Keefektifan barrrier kebisingan semakin meningkat dengan meningkatnya ketebalan, tinggi dan kerapatan tanaman (Grey & Deneke 1986). 11 METODE Lokasi dan waktu pengamatan Praktikum dilakukan pada tanggal 26 November 2015 sampai dengan tanggal 7 desember 2015. Lokasi pengambilan data dilaksanakan pada sumber bacaan dengan studi kasus yaitu PT Jakarta Industri Estate Pulogadung Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada praktikum yaitu sumber bacaan seperti jurnal, buku, laporan wilayah kota yogyakarta, sedangkan alat yang diganakan yaitu laptop, dan alat tulis. metode Pengambilan Data Pengambilan data, dilakukan dengan cara mengkaji studi literatur mengenai bentuk dan efektifitas hutan kota berdasarkan kumpulan dari data sekunder seperti buku, jurnal ilmiah, dan peraturan perundang-undangan. Analisis Data Data yang didapatkan dianalisis secara deskriptif untuk menjelaskan bagaimana pengelolaan hutan kota di kawasan industry serta efektivitasnya dengan melihat pada contoh kasus. 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Studi kasus yang diambil dalam pembuatan makalah ini yaitu hutan kota di sekitar kawasan industri yang berlokasi di PT Jakarta Industri Estate Pulogadung (JIEP), Pulogadung, Jakarta Timur. Berikut merupakan ulasan mengenai studi kasus tersebut. Peranan Hutan Kota Menurut Dahlan (2006) peranan hutan kota adalah sebagai identitas kota, pelestarian plasma nuthfah, peredam kebisingan, mengurangi bahaya hujan asam, penyerap karbon monoksida, penyerap karbon dioksida dan penghasil oksigen, penahan angin, penyerap dan penapis bau, mengatasi intrusi air laut, produksi terbatas, ameliorasi iklim, pengelolaan sampah, pelestarian air tanah, penapis cahaya silau, meningkatkan keindahan dan sebagai habitat burung. Meningkatnya suhu udara diperkotaan mengakibatkan keresahan dan tidak nyaman bagi penduduk perkotaan. Sehingga, hutan kota dapat dibangun untuk mengelola lingkungan perkotaan agar pada saat siang hari tidak terlalu panas dan bising, terutama pada wilayah perkotaan disekitar kawasan industri. Pada umumnya sumber kebisingan di sekitar kawasan industri yang berlokasi di PT Jakarta Industri Estate Pulogadung (JIEP), Pulogadung, Jakarta Timur merupakan aktivitas industri dan kendaraan bermotor. Kebisingan yang disebabkan aktivitas industri dapat mengganggu kenyamanan dan kesehatan masyarakat disekitar. Kondisi Umum Lokasi Hutan kota PT. JIEP, Pulogadung Jakarta Timur merupakan hutan kota tipeindustri yang dikelola oleh PT. Jakarta Industrial Estate Pulogadung dan Suku Dinas Pertanian dan Kehutanan Wilayah Jakarta Timur, sebagai bagian ruang terbuka hijau dengan fungsi utama untuk penyangga kawasan industri dan sebagai daerah resapan air. Berdasarkan SK Gubernur No 870/2004, bahwa hutan kota tersebut memiliki luas 8.9 ha dan lokasi hutan kota ini memiliki titik koordinat 6°12’10.38’’ LS 106°55’02.54’’ BT, 6°12’24.59’’ LS 106°54’55.08’’ BT, 13 6°12’06.55’’ LS 106°54’44.29’’ BT, dan 6°12’07.00’’ LS 106°54’42.17’’ BT. Secara administrasi kawasan ini termasuk wilayah kota Jakarta Timur, Kecamatan Cakung, Kelurahan Rawa Terate (BLH DKI Jakarta 2012). Keberadaan industri bila tidak dikendalikan sering kali menimbulkanpermasalahan lingkungan yang meliputi pencemaran udara, suara, dan air (Erawaty 2011). Permasalahan lingkungan yang sering ditimbulkan oleh aktivitas industri adalah kebisingan. Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu. Kebisingan yang berlangsung dalam kurun waktu cukup lama dan terus-menerus, dapat mengakibatkan gangguan fisiologis dan psikologis pada manusia (Wardika et al. 2012). Dampak kesehatan akibat kebisingan bagi masyarakat diperkotaan, adalah menurunnya fungsi pendengaran, gangguan berkomunikasi, dan gangguan pola (Ikron et al. 2005). Pengendalian kebisingan di kawasan industri perlu dilakukan untuk mengurangi dampak negatif yang akan ditimbulkan dari kebisingan. DPU (2005) menyatakan bahwa pengendalian kebisingan dapat dilakukan berbagai macam bentuk, dalam lanskap kota dapat menggunakan fungsi tanaman sebagai bahan untuk meredam suara yang ditimbulkan dari kendaraan bermotor. Carpenter et al(1975) diacu dalam Sagitawaty (2001) Penanaman beberapa spesies vegetasi secara bersama-sama lebih efektif daripada penanaman vegetasi dari satu spesies. Maka dari itu penanaman pohon yang efektif dapat membangun hutan kota di kawasan industri. Penataan Hutan Kota Penataan ruang berlangsung dinamis dan terus menerus. Tujuannya adalah perubahan cara pandang dan pola tindak para pihak dalam memanfaatkan ruang secara berkelanjutan. Berdasarkan ungkapan-ungkapan dimuka, yaitu kenyataan adanya permintaan-permintaan nyata akan hutan-hutan kota, serta pemikiran pendekatan-pendekatan dan keadaan sikon fisik wilayah DKI Jakarta, pembangunan hutan-hutan kota harus bertolak (terliput) dalam “kerangka lingkungan Masterplan berdasar-kan RTRW 2010”. Hal ini dimaksudkan bahwa pembangunan hutan kota berpijak dan merupakan bagian dari subsistem dari ruang terbuka hijau (RTH). Untuk itu dalam pembangunannya harus bertolak dengan 14 terlebih dahulu mempersiapkan kerangka landasan kokoh yang merupakan arah dasar kebijakan pembangunan hutan kota, yang meliputi: (a) landasan hukum sebagai jaminan yuridis bagi pelaksanaan fungsinya, (b) penyediaan lahan, termasuk dalam alokasi penataannya serta informasi dasar kondisi fisik wilayahnya, (c) penyusunan aparatur yang sesuai dengan ketatalaksanaanya, dan didukung oleh tenaga-tenaga profesional yang memadai (Waryono 2008). Pada sekitar PT. JIEP, Pulogadung Jakarta Timur terdapat tiga bentuk hutan kota yaitu hutan kota strata dua bentuk jalur, hutan kota strata banyak bentuk bergerombol dan areal yang didominasi rumput. Menurut Wahyudi 2015 areal yang didominasi hasil ujikorelasi antara jumlah kendaraan bermotor terhadap tingkat kebisingan di lokasihutan kota strata dua bentuk jalur memiliki nilai kuat, hutan kota strata banyak bentuk bergerombol memiliki nilai rendah, dan areal yang didominasi rumput memiliki nilai kuat. Berikut merupakan rincian dari ketiga bentuk hutan kota di sekitar PT JIEP, Pulogadung, Jakarta Timur. 1) Rumput DPU (2014) menyatakan bahwa rumput dan semak merupakan tanaman penutup tanah (cover crops) yang memiliki fungsi dalam meredam kebisingan, selain itu dalam kondisi pohon atau tegakan pohon yang memiliki tinggi bebas cabang tinggi, rumput dan semak merupakan tanaman kombinasi yang efektif agar peredaman kebisingan lebihoptimal.Sagitawaty (2001) menyatakan tingkat kebisingan di areal yang terdapat rumput dan semak dengan kerapatan tinggi, walaupun ukuran daun dan tinggi tanaman tergolong kecil, namun suara yang dikeluarkan oleh sumber kebisingan dapat dipantulkan kembali dan hanya sedikit suara yang dapat masuk melalui ruang-ruang yang kosong. Terbukti bahwa jumlah kendaraan bermotor di lokasi rumput dan semak mempunyai hubungan yang kuat terhadap tingkat kebisingan. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kebisingan di lokasi rumput dan semak dipengaruhi oleh jumlah kendaraan bermotor yang melintas. 15 2) Hutan Kota Strata Dua Bentuk Jalur Struktur hutan kota yang berstrata dua dalam penelitian ini memiliki peranyang penting dalam meredam kebisingan di kawasan industri. Menurut Irwan (1994) hutan kota strata dua merupakan komunitas tumbuh-tumbuhan yang hanya terdiri dari pepohonan dan rumput atau penutup tanah lainnya. Sementara itu, strata dan bentuk hutan kota merupakan hal yang tidak dapat terpisahkan dalam lansekap hutan kota. Bentuk jalur hutan kota merupakan komunitas vegetasinya tumbuh pada lahan yang berbentuk jalur lurus atau melengkung, mengikuti bentuk sungai, jalan,pantai, saluran, dan sebagainya. 3) Hutan Kota Strata Banyak Bentuk Bergerombol Hutan kota strata banyak merupakan komuniitas tumbuh-tumbuhan hutankota selain terdiri dari pepohonan dan penutup tanah, jarak tanam rapat tidak beraturan dengan strata, serta komposisi mengarah meniru komunitas tumbuh tumbuhan hutan alam. Sementara itu, bentuk hutan kota bergerombol merupakan hutan kota dengan komunitas vegetasinya terkonsentrasi pada suatu areal denganjumlah vegetasinya minimal 100 pohon dengan jarak tanam rapat tidak beraturan (Irwan 1994). BLH DKI Jakarta (2012) menyatakan bahwa kawasan hutan kota PT. JIEP terbentuk dalam satu kesatuan areal yang kompak, dengan berbagai macam jenis pepohonan. Kondisi hutannya mencerminkan bentuk hutan yang beranekaragam, dengan terlihat beberapa tajuk yang terbentuk, baik pada lapisantajuk dominan, tertekan dan tumbuhan bawah. Struktur hutan kota ditentukan oleh keanekaragaman vegetasi yang ditanam, sehingga terbangun hutan kota yang berlapis-lapis dan berstrata baik secara vertikal maupun horizontal yang meniru hutan alam. Struktur vegetasi hutan kota terbentuk oleh penataan terencana sesuai fungsi dan tujuan pembangunan hutan kota. Hal inisesuaidenganpendapat Keershaw (1973), diacu dalam Fachrul (2008), yang menyatakanbahwa struktur vegetasi dibatasi oleh tiga komponen, yaitu susunan jenis tumbuhan secara vertikal atau stratifikasi vegetasi, susunan jenis tumbuhan secara horizontal atau sebaran individu, dan kelimpahan tiap jenis tumbuhan yang ada. Irwan (2008) mengklasifikasikan struktur hutan kota menjadi 16 hutan kota yang 1) berstrata dua, yaitu komunitas vegetasi hutan kota hanya terdiri dari pepohonan dan rumput atau penutup tanah lainnya. 2) berstrata banyak, yaitu komunitas vegetasi hutan kota selain terdiri dari pepohonan dan rumput juga terdapat semak, terna, liana, epifit, ditumbuhi banyak anakan dan penutup tanah, jarak tanam rapat tidak beraturan dengan strata, serta komposisi mengarah meniru komunitas vegetasi hutan alam. Efektivitas Hutan Kota Meredam Kebisingan Setiap jenis tanaman memiliki kemampuan yang berbeda dalam mereduksi kebisingan, tergantung pada jenis, tinggi, bentuk dan ketebalan (Carpenter et al. 1975). Hasil penelitian Kim et al. (1989), menunjukkan bahwa tanaman Thuja orientalis (konifer atau daun jarum) mereduksi kebisingan lebih efektif daripada tanaman Eunymus japonicus (berdaun lebar). Tingkat kebisingan yang dapat direduksi oleh tanaman juga dipengaruhi oleh intensitas, frekuensi dan arah bunyi (Carpenter et al. 1975). Reduksi kebisingan oleh vegetasi juga sangat dipengaruhi oleh lebar atau ketebalan dan kerapatan vegetasi. Cook dan Haverbeke (1974) menyebutkan bahwa kerapatan, tinggi, panjang dan lebar (ketebalan) jalur/sabuk hijau merupakan faktor paling efektif dalam mereduksi kebisingan dibandingkan dengan ukuran daun dan karakteristik percabangan. Kemampuan hutan kota dalam meredam kebisingan memiliki hasil yang berbeda-beda. Tingkat kebisingan yang dapat diredamkan oleh tanaman juga tergantung pada kepadatan tanaman, tinggi tanaman, lebar tanaman, lebar penanaman, intensitas bunyi, frekuensi, dan arah sumber kebisingan terhadap tanaman (Sagitawaty 2001). Berdasarkan hasil rata-rata tingkat kebisingan dalam satu hari dapat dilihat Tabel 5, menjelaskan tingkat kebisingan hasil rata-rata tersebut memiliki tingkat kebisingan pada jarak 0 m sebesar 70.2 dB, jarak 0-25 m sebesar 60.1 dB, dan jarak 0-50 m sebesar 55.4 dB. Sementara itu, kemampuan rumput dan semak dalam meredam kebisingan dilihat dari hasil selisih antara jarak 0-25 m memiliki nilai 14.4%, 0-50 m memiliki nilai 21.1%, dan 25-50 m memiliki nilai 7.8%. Kemampuan hutan kota strata dua bentuk jalur dapat dilihat pada Tabel 5. Tingkat kebisingan hasil rata-rata menunjukkan jarak 0 m sebesar 70.4 dB, jarak 0- 25 sebesar 61.1 dB, dan jarak 0-50 m sebesar 56.8 dB. Sementara itu, 17 kemampuan hutan kota strata dua bentuk jalur memiliki hasil selisih pada jarak 025 m sebesar 13.2%, jarak 0-50 m sebesar 19.3%, dan jarak 25-50 m sebesar 7.0%. 1 4 14 Kemampuan hutan kota strata banyak bentuk bergerombol dapat dilihat pada Tabel 5. Tingkat kebisingan hasil rata-rata menunjukkan jarak 0 m sebesar 66.6 dB, jarak 0-25 sebesar 59.0 dB, dan jarak 0-50 m sebesar 55.4 dB. Sementara itu, kemampuan hutan kota strata banyak bentuk bergerombol memiliki hasil selisih pada jarak 0-25 m sebesar 11.4%, jarak 0-50 m sebesar 16.8%, dan jarak 25-50 m sebesar 6.1%. Disain hutan kota PT. JIEP dimana lokasi terdapat jalur hijau Setiap jenis tanaman memiliki kemampuan yang berbeda dalam mereduksi kebisingan, tergantung pada jenis, tinggi, bentuk dan ketebalan (Carpenter et al. 1975). Hasil penelitian Kim et al. (1989), menunjukkan bahwa tanaman Thuja orientalis (konifer atau daun jarum) mereduksi kebisingan lebih efektif daripada tanaman Eunymus japonicus (berdaun lebar). Tingkat kebisingan yang dapat direduksi oleh tanaman juga dipengaruhi oleh intensitas, frekuensi dan arah bunyi (Carpenter et al. 1975). Reduksi kebisingan oleh vegetasi juga sangat dipengaruhi oleh lebar atau ketebalan dan kerapatan vegetasi. Cook dan Haverbeke (1974) menyebutkan bahwa kerapatan, tinggi, panjang dan lebar (ketebalan) jalur/sabuk hijau merupakan faktor paling efektif dalam mereduksi kebisingan dibandingkan dengan ukuran daun dan karakteristik percabangan. Disain hutan kota PT. JIEP dalam meredam kebisingan, berdasarkan hasil penelitian bahwa pada lokasi pengukuran terdapat jalur hijau Yang ditanam pada median jalan (sumber kebisingan) memiliki kemampuan dalam meredam kebisingan dari arah samping, tanaman yang digunakan adalah jenis mahoni yang memiliki tinggi bebas cabang yang rendah dengan jarak tanam di atur. Jarak 0-20 (m) tanaman yang digunakan adalah tanaman penutup tanah (rumput dan semak) yang memiliki kerapatan daun yang padat agar kebisingan dapat dipantulkan kembali oleh rumput dan semak. Pada jarak 20-25 (m) tanaman yang digunakan adalah tanaman yang memiliki tinggi bebas cabang rendah yang mencapai 1 m. Pada jarak > 25 m tanaman yang digunakan adalah tanaman yang memiliki tinggi bebas cabang > 2 m dengan kepadatan daun yang tinggi agar resiko kebisingan yang 18 diterima oleh penerima semakinrendah. Berikut merupakan disain hutan kota PT. JIEP dalam meredam kebisingan menurut Wahyudi 2015. Gambar 2 Disain hutan kota PT. JIEP dalam meredam kebisingan Kerapatan tanaman lebih penting daripada spesies tanaman untuk mengurangi kadar kebisingan (Irwan 1994). Hasil penelitian Irwan (1994) menunjukkan bahwa hutan kota dapat menurunkan kebisingan sebesar 18,94% di siang hari pada awal musim hujan. Hutan kota berstrata banyak lebih efektif menurunkan kebisingan sebesar 25,34% dibandingkan dengan hutan kota berstrata dua yang dapat menurunkan kebisingan sebesar 14,58%. Keefektifan barrrier kebisingan semakin meningkat dengan meningkatnya ketebalan, tinggi dan kerapatan tanaman (Grey & Deneke 1986). Pohon dapat meredam suara dengan cara mengabsorpsi gelombang suara oleh daun, cabang, dan ranting. Jenis tumbuhan yang paling efektif untuk meredam suara adalah yang mempunyai tajuk tebal dengan daun yang rindang. Pohon berdaun hijau dan berdaun lebat merupakan pohon yang sangat baik untuk meredam suara dan debu. Dengan menanam berbagai jenis tanaman dengan berbagai strata yang cukup rapat dan tinggi akan dapat mengurangi kebisingan, khususnya dari kebisingan yang sumbernya berasal dari bawah. Vegetasi pepohonan yang rapat dapat menyerap kebisingan sampai 95%. Jenis-jenis pohon yang dapat digunakan sebagai peredam kebisingan antara lain pohon mahoni, flamboyan, pohon ulin atau beringin. Pohon jenis ini bisa tumbuh sampai ketinggian sekitar 4 – 15 m 19 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pohon dapat meredam suara dengan cara mengabsorpsi gelombang suara oleh daun, cabang, dan ranting. Jenis tumbuhan yang paling efektif untuk meredam suara adalah yang mempunyai tajuk tebal dengan daun yang rindang. Dengan menanam berbagai jenis tanaman dengan berbagai strata yang cukup rapat dan tinggi akan dapat mengurangi kebisingan, khususnya dari kebisingan yang sumbernya berasal dari bawah. Kemampuan hutan kota PT. JIEP dalam meredam kebisingan berdasarkan struktur dan bentuk hutan kota memiliki kemampuan yang berbeda-beda sangat dipengaruhi oleh jarak, kerapatan dan keanekaragaman jenis vegetasi. Saran 1. Perlu dilakukan penambahan strata hutan kota PT. JIEP dengan menanam rumput dan semak dalam meredam kebisingan di kawasan industri. 2. Perlu dilakukan pemilihan jenis tanaman yang efektif meredam kebisingan berdasarkan tinggi bebas cabang pohon di kawasan industri. 20 DAFTAR PUSTAKA Badan Lingkungan Hidup DKI Jakarta. 2012. Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta. Jakarta (ID). Carpenter PL, Walker TD, Lanphear FO. 1975. Plants in the landscape. W.H. Freeman and Co, San Fransisco Dahlan EN. 1992. Hutan Kota untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup. Bogor: APHI. . 2006. Hutan Kota untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup. Jakarta (ID): APHI Fachrul MF. 2008. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta (ID): PT Bumi Aksara. Fang CF, dan Ling DL. 2003. Investigation of the noise reduction provided by tree belt. Landscape and Urban Planning 63: 187-195. Grey GW, dan Deneke FJ. 1986. Urban Forestry. New York: John Wiley and Sons. Hadi, Setia. 2006. Penataan Ruang Untuk Pemantapan Kawasan Hutan [internet]. www.dephut.go.id/. Diaksespada 6 Desember 2015 Hakim R. 2006. Rancangan Visual Lansekap Jalan; panduan estetika dinding penghalang kebisingan. Jakarta: PT Bumi Aksara. Ikron, Made DI, Arminsih WR. 2005. Pengaruh kebisingan lalu lintas jalan terhadap gangguan kesehatan psikologis anak SDN Cipinang Muara Kecamatan Jatinegara, kota Jakarta Timur, Propinsi DKI Jakarta. Jakarta (ID) : Makara Kesehatan, Vol. 11. No. 1, Juni 2007 : 32-37. Irwan ZD. 1994. Peranan Bentuk dan Struktur Hutan Kota terhadap Kualitas Lingkungan Kota (Studi Kasus Lokasi Permukiman Kota Jakarta). [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Irwan. .2008. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. Jakarta (ID): PT Bumi Aksara. Sagitawaty LA. 2001. Peranan vegetasi dalam mereduksi kebisingan jalan raya. [skirpsi]. Bogor (ID) : Jurusan Biologi, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 21 Staff Pengajar Fakultas Teknik Jurusan Arsitekstur. 2000. Pengembangan Kawasan Industri Indonesia. Jurnal Dimensi Teknik Arsitekstur Vol 28 No 1, Juli 2000, 54-61. Suratmo FG. 1995. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Wahyudi M,S.2015.Perbedaan Struktur Dan Bentuk Hutan Kota Pt. Jakarta Industrial Estate Pulogadung Dalam Meredamkebisingan. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor Warningsih T. 2006. Pemetaan Kebisingan dan Penilaian Masyarakat terhadap Kebisingan Bandar Udara (Studi Kasus Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Riau). [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Waryono, Tarsoen. 2008. Urgensi Mewujudkan Pembangunan Hutan Kota Melalui Menanam Dewasa Memanen. Kumpulan MakalahPeriode 1987-2008 Widagdo S. 1998. Studi tentang Reduksi Kebisingan Menggunakan Vegetasi dan Kualitas Lanskap Jalan Tol Jagorawi. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Yahya I. 2002. Dasar-dasar pengukuran bising. Makalah disampaikan pada Pelatihan Bunyi dan Getaran yang diselenggarakan oleh PT. Tamara Overseas Corp. Jkt, 9–12 Juli 2002. Zulfahani R, Hatta GM, Rusmayadi. dan Maharso. 2005. Peran Hutan Kota dalam Menurunkan Tingkat Kebisingan. Enviro Scienteae . 1 (1): 29-35. 22