BENTUK HUTAN KOTA DALAM MEREDAM

advertisement
BENTUK HUTAN KOTA DALAM MEREDAM KEBISINGAN
(STUDI KASUS: PT JAKARTA INDUSTRI ESTATE PULOGADUNG)
Oleh
Kelompok 9
Andi Handoko Saputro
E34120079
Rizki Kurnia Tohir
E34120028
Yanuar Sutrisno
E34120038
Dwitantian H Brillianti
E34120054
Dita Tryfani
E34120100
Putri Oktorina
E34120105
Prima Yunita
E34120114
Ai Nurlaela Hayati
E34120126
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
ABSTRAK
Perkembangan kawasan industri di Indonesia dimulai sejak tahun 1970-an
dengan kawasan industry pertama yaitu Jakarta Industrial Estate Pulogadung (JIEP)
dan sampai dengan tahun 1994 jumlah kawasan industri yang tercatat di Himpunan
Kawasan Industri (HKI) adalah sebanyak 146 lokasi dengan total luas lahan sebesar
42.019 Ha yang sebagian besar tersebar di propinsi Jawa Barat (21.289 Ha) dan
kota Jakarta. Tujuan pembangunan pada dasarnya adalah terwujudnya peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk
mengkaji lebih dalam perencanaan dan efektivitas hutan kota sebagai penyangga
kawasan industry, serta melihat bagaimana contoh-contoh kasus penerapan hutan
kota pada kawasan-kawasan industry di Indonesia. Data mengenai dikumpulkan
dari data sekunder. Data yang didapatkan dianalisis secara deskriptif. Pada
umumnya sumber kebisingan di sekitar kawasan industri yang berlokasi di PT
Jakarta Industri Estate Pulogadung (JIEP), Pulogadung, Jakarta Timur merupakan
aktivitas industri dan kendaraan bermotor. Pada sekitar PT. JIEP, Pulogadung
Jakarta Timur terdapat tiga bentuk hutan kota yaitu hutan kota strata dua bentuk
jalur, hutan kota strata banyak bentuk bergerombol dan areal yang didominasi
rumput.
Kata kunci: Hutan kota, Industri, PT Jakarta Industri Estate Pulogadung (JIEP).
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
2
DAFTAR GAMBAR
3
PENDAHULUAN
4
Latar Belakang
4
Tujuan
5
Manfaat
5
TINJAUAN PUSTAKA
6
Hutan Kota
6
Tipe, bentuk dan struktur hutan kota
6
Peranan hutan kota
7
Kebisingan
8
Sumber kebisingan
9
Dampak Kebisingan
10
Kemampuan vegetasi mereduksi kebisingan
10
METODE
12
Lokasi dan Waktu
12
Bahan dan Alat
12
Metode Pengumpulan Data
12
Analisi Data
12
HASIL DAN PEMBAHASAN
13
Peranan Hutan Kota
13
Kondisi umum lokasi
13
Penataan Hutan Kota
14

Rumput
15

Hutan Kota Strata Dua Bentuk Jalur
16

Hutan Kota Strata Banyak Bentuk Bergerombol
16
Efektivitas Hutan Kota Meredam Kebisingan
SIMPULAN DAN SARAN
17
20
Simpulan
20
Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
21
2
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 1 Ilustrasi reduksi kebisingan lalulintas oleh vegetasi
10
2. Gambar 2 Disain hutan kota PT. JIEP dalam meredam kebisingan
17
3
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan fisik kawasan industri yang diharapkan dapat mensejahterakan
kehidupan manusia, dalam perkembangannya telah menimbulkan permasalahan
tersendiri akibat perencanaan yang kurang memadai. Pertumbuhan penduduk serta
pembangunan infrastruktur untuk mendukung kegiatan ekonomi menyebabkan
terjadinya kerusakan lingkungan seperti hilangnya ruang terbuka hijau, rusaknya
fungsi resapan air, polusi air dan udara. Perkembangan kawasan industri di
Indonesia dimulai sejak tahun 1970-an dengan kawasan industry pertama yaitu
Jakarta Industrial Estate PuloGadung (JIEP) dan sampai dengan tahun 1994 jumlah
kawasan industri yang tercatat di Himpunan Kawasan Industri (HKI) adalah
sebanyak 146 lokasi dengan total luas lahan sebesar 42.019 Ha yang sebagian besar
tersebar di propinsi Jawa Barat (21.289 Ha) dan kota Jakarta (3.064 Ha) (BLH
2012).
Tujuan pembangunan pada dasarnya adalah terwujudnya peningkatan
kesejahteraan
masyarakat.
Namun
fakta
yang kita
lihat
sekarang ini
memperlihatkan kondisi lingkungan yang buruk berupa kerusakan hutan alam
maupun hutan buatan termasuk rusaknya ekosistem di kawasan industi. Cita- cita
untuk mensejahterakan masyarakat akan tercapai apabila didukung oleh kebijakan
yang mumpuni yang juga memperhitungkan manfaat keberadaan sumberdaya alam
termasuk plasma nutfah pepohonan dan jasa lingkungan khususnya ekosistem di
perkotaan sebagai sumber ekonomi tidak langsung. Upaya merevitalisasi ekosistem
di kawasan industri dapat dilakukan, antara lain, melalui pengembangan Hutan
Kota/lanskap perkotaan (Ikron et al. 2005).
Kawasan Industri di Indonesia berkembang di pusat-pusat kota hal ini telah
menyebabkan dampak buruk terhadap lingkungan perkotaan karena telah
menghasilkan limbah melebihi daya dukung lingkungan, sehingga ekosistem
perkotaan tidak mampu lagi menampung dan mengolah limbah secara alami. Oleh
karena itu diperlukan suatu strategi untuk membuat kawasan industri yang memiliki
kualitas lingkungan yang baik sehingga dapat mendukung kehidupan manusia
maupun mahluk lainnya. Prinsip pengembangan dan pengelolaan hutan kota
4
sebagai penyangga kawasan Industri, diharapkan dapat mengelola faktor
lingkungan, sosial dan ekonomi masyarakat. Upaya konservasi eksitu pada ruangruang hijau di kawasan industri dan refungsionalisasi kawasan hijau, situ, danau,
bantaran sungai sebagai daerah resapan air perlu dilakukan melalui pembangunan
hutan kota dan ruang terbuka hijau yang terencana secara baik dan benar.
Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengkaji lebih tentang
efektivitas hutan kota sebagai penyangga kawasan industri serta melihat bagaimana
contoh-contoh kasus penerapan hutan kota pada kawasan-kawasan industri di
Indonesia.
Manfaat
Makalah ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi tentang bagaimana
tingkat pengelolaan kawasan hutan yang difungsikan sebagai penyangga kawasan
indutri serta menyajikan contoh nyata pengelolaan hutan kota di kawasan industri.
5
TINJAUAN PUSTAKA
Hutan Kota
Pengertian hutan kota menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota, adalah suatu hamparan lahan yang
bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan
baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh
pejabat yang berwenang. Definisi atau rumusan hutan kota yang diungkapkan oleh
Irwan (1994), adalah komunitas vegetasi berupa pohon dan asosiasinya yang
tumbuh di lahan kota atau sekitarnya, berbentuk jalur, menyebar, atau bergerombol
(mengelompok), strukturnya menyerupai hutan alam, membentuk habitat yang
memungkinkan bagi kehidupan satwa liar dan menimbulkan lingkungan sehat,
suasana nyaman, sejuk dan estetis. Sedangkan menurut Dahlan (1992), hutan kota
(urban forest) adalah tumbuhan atau vegetasi berkayu di wilayah perkotaan yang
memberikan manfaat lingkungan yang sebesar-besarnya dalam kegunaan-kegunaan
proteksi, estetika, rekreasi, dan kegunaan-kegunaan khusus lainnya.
Tipe, Bentuk Dan Struktur Hutan Kota
Hutan kota dapat dibangun ke dalam beberapa tipe dan bentuk sesuai
fungsi dan tujuan pembangunannya. Tipe hutan kota menurut Dahlan (1992) terdiri
dari:
a. Tipe permukiman; dibangun pada areal permukiman dapat berupa taman dan
umumnya digunakan untuk olah raga dan bersantai.
b. Tipe kawasan industri; fungsi utama untuk mereduksi berbagai polusi yang
ditimbulkan dari aktivitas industri seperti menyerap dan menjerap debu dan
pertikel serta gas berbahaya dari udara, meredam kebisingan, dan menapis bau.
c. Tipe rekreasi dan keindahan; dibangun dengan penambahan sarana rekreasi
dan unsur-unsur estetika agar dapat menyegarkan kembali kondisi tubuh yang
menurun dan jenuh akibat rutinitas harian.
d. Tipe pelestarian plasma nutfah; bertujuan memberikan perlindungan dan
pelestarian terhadap sumberdaya alam, bentuknya dapat berupa kebun raya,
hutan raya dan kebun binatang.
6
e. Tipe perlindungan; fungsi perlindungan terhadap hidrologi dan bahaya erosi
untuk perkotaan di wilayah bertopografi curam atau sebagai pelindung kota di
daerah pesisir dari intrusi air laut.
f. Tipe pengamanan; berupa jalur hijau di sepanjang tepi jalan bebas hambatan.
Bentuk hutan kota seperti yang disebutkan dalam PP No.63 Tahun 2002,
terdiri dari bentuk bergerombol atau mengelompok, bentuk menyebar, dan bentuk
jalur. Dahlan (1992) menjelaskan bahwa bentuk hutan kota dapat berupa jalur hijau,
taman kota, kebun dan halaman, kebun raya atau hutan raya dan kebun binatang,
hutan lindung, dan kuburan atau taman makam pahlawan. Struktur hutan kota
adalah komposisi dari jumlah dan keanekaragaman dari komunitas vegetasi yang
menyusun hutan kota (Irwan 1994). Struktur hutan kota ditentukan oleh
keanekaragaman vegetasi yang ditanam, sehingga terbangun hutan kota yang
berlapis-lapis dan berstrata baik secara vertikal maupun horizontal yang meniru
hutan alam. Struktur vegetasi hutan kota terbentuk oleh penataan terencana sesuai
fungsi dan tujuan pembangunan hutan kota. Menurut Fachrul (2008), struktur
vegetasi dibatasi oleh tiga komponen, yaitu susunan jenis tumbuhan secara vertikal
atau stratifikasi vegetasi, susunan jenis tumbuhan secara horizontal atau sebaran
individu, dan kelimpahan tiap jenis tumbuhan yang ada. Irwan (2008)
mengklasifikasikan struktur hutan kota menjadi hutan kota yang:
a. berstrata dua, yaitu komunitas vegetasi hutan kota hanya terdiri dari pepohonan
dan rumput atau penutup tanah lainnya.
b. berstrata banyak, yaitu komunitas vegetasi hutan kota selain terdiri dari
pepohonan dan rumput juga terdapat semak, terna, liana, epifit, ditumbuhi
banyak anakan dan penutup tanah, jarak tanam rapat tidak beraturan dengan
strata, serta komposisi mengarah meniru komunitas vegetasi hutan alam.
Peranan Hutan Kota
Hutan kota merupakan unsur Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang secara
ekologis melindungi kota dari masalah lingkungan, antara lain karena beberapa hal
berikut:
7
1. Hutan kota mempunyai fungsi seperti menurunkan suhu, mengikat CO2,
dan mengeluarkn O2, sebagai pelindung mata air atau peresapan air tanah,
prlindungan terhadap debu, angin, kebisingan, dan memberi iklim mikro.
2. Hutan kota dapat menyerap hasil negatif dari kota dan memberi bahan baku
kepada kota sehingga terjadi keseimbangan bahan antara kota dan hutan
kota, meningkatkan kualitas lingkungan kota, serta menimbulkan udara
yang sehat, nyaman, dan estetis.
3. Hutan kota dapat menjadi habitat satwa dan tempat pelestarian plasma
nutfah.
4. Hutan kota dapat menjadi area interaksi sosial seperti sarana rekreasi dan
pendidikan atau sebagai laboratorium hidup dan tempat interaksi sosial
lainnya.
5. Hutan kota dapat mengendalikan erosi oleh angin maupun oleh air dan
mengendalikan air tanah.
6. Hutan kota sebagai sumber ekonomi dan kesejahteraan manusia dan
makhluk lainnya.
Peran hutan kota menurut Dahlan (1992) antara lain sebagai identitas kota,
pelestarian plasma nutfah, penahan dan penyaring partikel padat dari udara,
penyerap dan penjerap partikel timbal, penyerap dan penjerap debu semen, peredam
kebisingan, mengurangi bahaya hujan asam, penyerap karbon-monoksida,
penyerap karbon-dioksida dan penghasil oksigen, penahan angin, penyerap dan
penapis bau. Selain itu, hutan kota juga memiliki peran dalam mengatasi
penggenangan, mengatasi intrusi air laut, produksi terbatas, ameliorasi iklim,
pengelolaan sampah, pelestarian air tanah, penapis cahaya silau, meningkatkan
keindahan, sebagai habitat burung, mengurangi stress, mengamankan pantai
terhadap abrasi, meningkatkan industri pariwisata, dan sebagai tempat pengisi
waktu luang.
Kebisingan
Kebisingan merupakan bentuk suara yang tidak diinginkan atau bentuk
suara yang tidak sesuai dengan tempat dan waktunya (Warningsih 2006). Suratmo
8
(1995) menyebutkan bahwa kebisingan merupakan bentuk suara yang tidak
diinginkan karena menimbulkan kerugian terhadap manusia dan lingkungan.
Menurut Yahya (2002) selain ditentukan oleh parameter fisis terukur, bising juga
sangat dipengaruhi oleh sikap masing-masing orang terhadap bunyi yang mereka
terima. Dalam sudut pandang frekuensi, bising dapat terdiri superposisi (atau dalam
bahasa sederhana dapat dipandang sebagai campuran) frekuensi. Bising seperti ini
dikenal dengan sebutan broad band noise. Jenis bising yang lain adalah colored
noise dan white noise yang secara berturut-turut merupakan bising dengan suatu
frekuensi tertentu dan bising dengan kandungan frekuensi pada audible range
(Yahya 2002).
Sumber Kebisingan
Sumber kebisingan dapat dikelompokkan dalam (Warningsih 2006):
1. Bising lalu lintas, bising ini ditimbulkan oleh suara transportasi, misalnya
kereta api, pesawat terbang, bus dan lain-lain serta lebih banyak dirasakan oleh
masyarakat yang ada di sekitar jalur lalu lintas.
2. Bising industri, berasal dari industri besar yang mengoperasikan mesin-mesin
yang menghasilkan bunyi sampai sekitar 100 dB. Bising industri ini dirasakan
oleh karyawan maupun masyarakat pemukiman di sekitar industri.
3. Bising rumah tangga, biasanya berasal dari kegiatan rumah tangga
Salah satu komponen dampak transportasi terhadap lingkungan adalah
kebisingan yang ditimbulkan oleh lalu-lintas baik jalan raya, jalan rel maupun
bandar udara. Kebisingan yang ditimbulkan dari aktivitas lalu lintas jalan raya
misalnya, bersumber dari suara-suara yang dihasilkan oleh kendaraan. Sumber
suara kebisingan dari kendaraan, kebanyakan berasal dari (Hakim 2006):
a. suara bising dari putaran ban mobil
b. suara bising dari karoseri bodi mobil
c. suara bising dari knalpot dan klakson
d. suara bising getaran mesin
e. suara bising putaran transmisi gardan
f. suara bising kipas pendingin AC
9
Dampak kebisingan
Kebisingan mengakibatkan gangguan terhadap kesehatan dan kegiatan
manusia. Pengaruh utama kebisingan terhadap manusia adalah kerusakan indera
pendengaran secara sementara hingga permanen (Suratmo 1995). Pengaruh khusus
akibat kebisingan berupa gangguan pendengaran, gangguan komunikasi, gangguan
istirahat, gangguan tidur, gangguan mental, kinerja, ketidaknyamanan, dan juga
gangguan berbagai aktivitas sehari-hari (Mansyur 2003).
Kemampuan Vegetasi Mereduksi Kebisingan
Vegetasi hutan kota mampu mereduksi kebisingan. Seberapa jauh tingkat
kebisingan dapat dikontrol oleh vegetasi tergantung pada spesies tanaman, tinggi
tanaman, kerapatan, dan jarak tumbuh, faktor iklim (angin, suhu, dan kelembaban
udara), properti dari suara yaitu tipe, asal, tingkat desibel, dan intensitas suara
(Irwan 2008). Penelitian Zulfahani et al. (2005) di Hutan Kota Sabilal Muhtadin
Banjarmasin menunjukkan bahwa hutan kota dengan luas ± 2,5 ha cukup efektif
menurunkan kebisingan. Hal ini ditunjukkan dengan reduksi sebesar 7,51 dB antara
titik ukur 1 (area luar bagian depan hutan kota) dengan titik ukur 2 (area dalam
vegetasi hutan kota), sedangkan antara titik ukur 1 dengan titik ukur 3 (area luar
bagaian belakang hutan kota) dapat mereduksi kebisingan sebesar 10,58 dB.
Setiap jenis tanaman memiliki kemampuan yang berbeda dalam mereduksi
kebisingan, tergantung pada jenis, tinggi, bentuk dan ketebalan (Carpenter et al.
1975). Hasil penelitian Kim et al. (1989) yang dikutip oleh Widagdo (1998),
menunjukkan bahwa tanaman Thuja orientalis (konifer) mereduksi kebisingan lebih
efektif daripada tanaman Eunymus japonicus (berdaun lebar). Tingkat kebisingan
yang dapat direduksi oleh tanaman juga dipengaruhi oleh intensitas, frekuensi dan
arah bunyi (Carpenter et al. 1975 diacu dalam Meilani 2002). Reduksi kebisingan
oleh vegetasi juga sangat dipengaruhi oleh lebar atau ketebalan dan kerapatan
vegetasi (Gambar 2). Fang dan Ling (2003) menyebutkan bahwa kerapatan, tinggi,
panjang dan lebar (ketebalan) jalur/sabuk hijau merupakan faktor paling efektif
dalam mereduksi kebisingan dibandingkan dengan ukuran daun dan karakteristik
percabangan. Kerapatan dan ketebalan vegetasi dapat menurunkan tingkat
10
kebisingan jalan raya, dan pada jarak sama tanpa kerapatan vegetasi tidak terjadi
reduksi kebisingan yang akan menimbulkan dampak negatif terhadap psikologi
penerima .
Gambar 1 Ilustrasi reduksi kebisingan lalulintas oleh vegetasi
Hutan kota berfungsi untuk mengurangi kebisingan, selain menghalangi
gelombang suara juga menghalangi sumber suara. Gelombang suara diabsorpsi oleh
daun-daun, cabang-cabang, ranting-ranting dari pohon dan semak (Irwan 2008).
Penggunaan vegetasi untuk menyaring kebisingan tidak akan efektif apabila tidak
memperhatikan ukuran dan kepadatannya. Akan lebih efektif lagi jika vegetasi
mengguanakan kombinasi tofografi jalan. Hutan dapat menyerap sekitar 6-8 desibel
per 30 meter. Kerapatan tanaman lebih penting daripada spesies tanaman untuk
mengurangi kadar kebisingan (Irwan 1994). Hasil penelitian Irwan (1994)
menunjukkan bahwa hutan kota dapat menurunkan kebisingan sebesar 18,94% di
siang hari pada awal musim hujan. Hutan kota berstrata banyak lebih efektif
menurunkan kebisingan sebesar 25,34% dibandingkan dengan hutan kota berstrata
dua yang dapat menurunkan kebisingan sebesar 14,58%. Keefektifan barrrier
kebisingan semakin meningkat dengan meningkatnya ketebalan, tinggi dan
kerapatan tanaman (Grey & Deneke 1986).
11
METODE
Lokasi dan waktu pengamatan
Praktikum dilakukan pada tanggal 26 November 2015 sampai dengan
tanggal 7 desember 2015. Lokasi pengambilan data dilaksanakan pada sumber
bacaan dengan studi kasus yaitu PT Jakarta Industri Estate Pulogadung
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada praktikum yaitu sumber bacaan seperti jurnal,
buku, laporan wilayah kota yogyakarta, sedangkan alat yang diganakan yaitu
laptop, dan alat tulis.
metode Pengambilan Data
Pengambilan data, dilakukan dengan cara mengkaji studi literatur mengenai
bentuk dan efektifitas hutan kota berdasarkan kumpulan dari data sekunder seperti
buku, jurnal ilmiah, dan peraturan perundang-undangan.
Analisis Data
Data yang didapatkan dianalisis secara deskriptif untuk menjelaskan
bagaimana pengelolaan hutan kota di kawasan industry serta efektivitasnya dengan
melihat pada contoh kasus.
12
HASIL DAN PEMBAHASAN
Studi kasus yang diambil dalam pembuatan makalah ini yaitu hutan kota di
sekitar kawasan industri yang berlokasi di PT Jakarta Industri Estate Pulogadung
(JIEP), Pulogadung, Jakarta Timur. Berikut merupakan ulasan mengenai studi
kasus tersebut.
Peranan Hutan Kota
Menurut Dahlan (2006) peranan hutan kota adalah sebagai identitas kota,
pelestarian plasma nuthfah, peredam kebisingan, mengurangi bahaya hujan asam,
penyerap karbon monoksida, penyerap karbon dioksida dan penghasil oksigen,
penahan angin, penyerap dan penapis bau, mengatasi intrusi air laut, produksi
terbatas, ameliorasi iklim, pengelolaan sampah, pelestarian air tanah, penapis
cahaya silau, meningkatkan keindahan dan sebagai habitat burung. Meningkatnya
suhu udara diperkotaan mengakibatkan keresahan dan tidak nyaman bagi penduduk
perkotaan. Sehingga, hutan kota dapat dibangun untuk mengelola lingkungan
perkotaan agar pada saat siang hari tidak terlalu panas dan bising, terutama pada
wilayah perkotaan disekitar kawasan industri.
Pada umumnya sumber kebisingan di sekitar kawasan industri yang
berlokasi di PT Jakarta Industri Estate Pulogadung (JIEP), Pulogadung, Jakarta
Timur merupakan aktivitas industri dan kendaraan bermotor. Kebisingan yang
disebabkan aktivitas industri dapat mengganggu kenyamanan dan kesehatan
masyarakat disekitar.
Kondisi Umum Lokasi
Hutan kota PT. JIEP, Pulogadung Jakarta Timur merupakan hutan kota
tipeindustri yang dikelola oleh PT. Jakarta Industrial Estate Pulogadung dan Suku
Dinas Pertanian dan Kehutanan Wilayah Jakarta Timur, sebagai bagian ruang
terbuka hijau dengan fungsi utama untuk penyangga kawasan industri dan sebagai
daerah resapan air. Berdasarkan SK Gubernur No 870/2004, bahwa hutan kota
tersebut memiliki luas 8.9 ha dan lokasi hutan kota ini memiliki titik koordinat
6°12’10.38’’ LS 106°55’02.54’’ BT, 6°12’24.59’’ LS 106°54’55.08’’ BT,
13
6°12’06.55’’ LS 106°54’44.29’’ BT, dan 6°12’07.00’’ LS 106°54’42.17’’ BT.
Secara administrasi kawasan ini termasuk wilayah kota Jakarta Timur, Kecamatan
Cakung, Kelurahan Rawa Terate (BLH DKI Jakarta 2012).
Keberadaan
industri
bila
tidak
dikendalikan
sering
kali
menimbulkanpermasalahan lingkungan yang meliputi pencemaran udara, suara,
dan air (Erawaty 2011). Permasalahan lingkungan yang sering ditimbulkan oleh
aktivitas industri adalah kebisingan. Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan
dari kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu. Kebisingan yang berlangsung dalam
kurun waktu cukup lama dan terus-menerus, dapat mengakibatkan gangguan
fisiologis dan psikologis pada manusia (Wardika et al. 2012). Dampak kesehatan
akibat kebisingan bagi masyarakat diperkotaan, adalah menurunnya fungsi
pendengaran, gangguan berkomunikasi, dan gangguan pola (Ikron et al. 2005).
Pengendalian kebisingan di kawasan industri perlu dilakukan untuk
mengurangi dampak negatif yang akan ditimbulkan dari kebisingan. DPU (2005)
menyatakan bahwa pengendalian kebisingan dapat dilakukan berbagai macam
bentuk, dalam lanskap kota dapat menggunakan fungsi tanaman sebagai bahan
untuk meredam suara yang ditimbulkan dari kendaraan bermotor. Carpenter et
al(1975) diacu dalam Sagitawaty (2001) Penanaman beberapa spesies vegetasi
secara bersama-sama lebih efektif daripada penanaman vegetasi dari satu spesies.
Maka dari itu penanaman pohon yang efektif dapat membangun hutan kota di
kawasan industri.
Penataan Hutan Kota
Penataan ruang berlangsung dinamis dan terus menerus. Tujuannya adalah
perubahan cara pandang dan pola tindak para pihak dalam memanfaatkan ruang
secara berkelanjutan. Berdasarkan ungkapan-ungkapan dimuka, yaitu kenyataan
adanya permintaan-permintaan nyata akan hutan-hutan kota, serta pemikiran
pendekatan-pendekatan dan keadaan sikon fisik wilayah DKI Jakarta,
pembangunan hutan-hutan kota harus bertolak (terliput) dalam “kerangka
lingkungan Masterplan berdasar-kan RTRW 2010”. Hal ini dimaksudkan bahwa
pembangunan hutan kota berpijak dan merupakan bagian dari subsistem dari ruang
terbuka hijau (RTH). Untuk itu dalam pembangunannya harus bertolak dengan
14
terlebih dahulu mempersiapkan kerangka landasan kokoh yang merupakan arah
dasar kebijakan pembangunan hutan kota, yang meliputi: (a) landasan hukum
sebagai jaminan yuridis bagi pelaksanaan fungsinya, (b) penyediaan lahan,
termasuk dalam alokasi penataannya serta informasi dasar kondisi fisik wilayahnya,
(c) penyusunan aparatur yang sesuai dengan ketatalaksanaanya, dan didukung oleh
tenaga-tenaga profesional yang memadai (Waryono 2008).
Pada sekitar PT. JIEP, Pulogadung Jakarta Timur terdapat tiga bentuk
hutan kota yaitu hutan kota strata dua bentuk jalur, hutan kota strata banyak bentuk
bergerombol dan areal yang didominasi rumput. Menurut Wahyudi 2015 areal yang
didominasi hasil ujikorelasi antara jumlah kendaraan bermotor terhadap tingkat
kebisingan di lokasihutan kota strata dua bentuk jalur memiliki nilai kuat, hutan
kota strata banyak bentuk bergerombol memiliki nilai rendah, dan areal yang
didominasi rumput memiliki nilai kuat. Berikut merupakan rincian dari ketiga
bentuk hutan kota di sekitar PT JIEP, Pulogadung, Jakarta Timur.
1) Rumput
DPU (2014) menyatakan bahwa rumput dan semak merupakan tanaman
penutup tanah (cover crops) yang memiliki fungsi dalam meredam kebisingan,
selain itu dalam kondisi pohon atau tegakan pohon yang memiliki tinggi bebas
cabang tinggi, rumput dan semak merupakan tanaman kombinasi yang efektif agar
peredaman kebisingan lebihoptimal.Sagitawaty (2001) menyatakan tingkat
kebisingan di areal yang terdapat rumput dan semak dengan kerapatan tinggi,
walaupun ukuran daun dan tinggi tanaman tergolong kecil, namun suara yang
dikeluarkan oleh sumber kebisingan dapat dipantulkan kembali dan hanya sedikit
suara yang dapat masuk melalui ruang-ruang yang kosong. Terbukti bahwa jumlah
kendaraan bermotor di lokasi rumput dan semak mempunyai hubungan yang kuat
terhadap tingkat kebisingan. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kebisingan di
lokasi rumput dan semak dipengaruhi oleh jumlah kendaraan bermotor yang
melintas.
15
2) Hutan Kota Strata Dua Bentuk Jalur
Struktur hutan kota yang berstrata dua dalam penelitian ini memiliki
peranyang penting dalam meredam kebisingan di kawasan industri. Menurut Irwan
(1994) hutan kota strata dua merupakan komunitas tumbuh-tumbuhan yang hanya
terdiri dari pepohonan dan rumput atau penutup tanah lainnya. Sementara itu, strata
dan bentuk hutan kota merupakan hal yang tidak dapat terpisahkan dalam lansekap
hutan kota. Bentuk jalur hutan kota merupakan komunitas vegetasinya tumbuh pada
lahan yang berbentuk jalur lurus atau melengkung, mengikuti bentuk sungai,
jalan,pantai, saluran, dan sebagainya.
3) Hutan Kota Strata Banyak Bentuk Bergerombol
Hutan kota strata banyak merupakan komuniitas tumbuh-tumbuhan
hutankota selain terdiri dari pepohonan dan penutup tanah, jarak tanam rapat tidak
beraturan dengan strata, serta komposisi mengarah meniru komunitas tumbuh
tumbuhan hutan alam. Sementara itu, bentuk hutan kota bergerombol merupakan
hutan kota dengan komunitas vegetasinya terkonsentrasi pada suatu areal
denganjumlah vegetasinya minimal 100 pohon dengan jarak tanam rapat tidak
beraturan (Irwan 1994). BLH DKI Jakarta (2012) menyatakan bahwa kawasan
hutan kota PT. JIEP terbentuk dalam satu kesatuan areal yang kompak, dengan
berbagai macam jenis pepohonan. Kondisi hutannya mencerminkan bentuk hutan
yang beranekaragam, dengan terlihat beberapa tajuk yang terbentuk, baik pada
lapisantajuk dominan, tertekan dan tumbuhan bawah.
Struktur hutan kota ditentukan oleh keanekaragaman vegetasi yang
ditanam, sehingga terbangun hutan kota yang berlapis-lapis dan berstrata baik
secara vertikal maupun horizontal yang meniru hutan alam. Struktur vegetasi hutan
kota terbentuk oleh penataan terencana sesuai fungsi dan tujuan pembangunan
hutan kota. Hal inisesuaidenganpendapat Keershaw (1973), diacu dalam Fachrul
(2008), yang menyatakanbahwa struktur vegetasi dibatasi oleh tiga komponen,
yaitu susunan jenis tumbuhan secara vertikal atau stratifikasi vegetasi, susunan jenis
tumbuhan secara horizontal atau sebaran individu, dan kelimpahan tiap jenis
tumbuhan yang ada. Irwan (2008) mengklasifikasikan struktur hutan kota menjadi
16
hutan kota yang 1) berstrata dua, yaitu komunitas vegetasi hutan kota hanya terdiri
dari pepohonan dan rumput atau penutup tanah lainnya. 2) berstrata banyak, yaitu
komunitas vegetasi hutan kota selain terdiri dari pepohonan dan rumput juga
terdapat semak, terna, liana, epifit, ditumbuhi banyak anakan dan penutup tanah,
jarak tanam rapat tidak beraturan dengan strata, serta komposisi mengarah meniru
komunitas vegetasi hutan alam.
Efektivitas Hutan Kota Meredam Kebisingan
Setiap jenis tanaman memiliki kemampuan yang berbeda dalam mereduksi
kebisingan, tergantung pada jenis, tinggi, bentuk dan ketebalan (Carpenter et al.
1975). Hasil penelitian Kim et al. (1989), menunjukkan bahwa tanaman Thuja
orientalis (konifer atau daun jarum) mereduksi kebisingan lebih efektif daripada
tanaman Eunymus japonicus (berdaun lebar). Tingkat kebisingan yang dapat
direduksi oleh tanaman juga dipengaruhi oleh intensitas, frekuensi dan arah bunyi
(Carpenter et al. 1975). Reduksi kebisingan oleh vegetasi juga sangat dipengaruhi
oleh lebar atau ketebalan dan kerapatan vegetasi. Cook dan Haverbeke (1974)
menyebutkan bahwa kerapatan, tinggi, panjang dan lebar (ketebalan) jalur/sabuk
hijau merupakan faktor paling efektif dalam mereduksi kebisingan dibandingkan
dengan ukuran daun dan karakteristik percabangan.
Kemampuan hutan kota dalam meredam kebisingan memiliki hasil yang
berbeda-beda. Tingkat kebisingan yang dapat diredamkan oleh tanaman juga
tergantung pada kepadatan tanaman, tinggi tanaman, lebar tanaman, lebar
penanaman, intensitas bunyi, frekuensi, dan arah sumber kebisingan terhadap
tanaman (Sagitawaty 2001). Berdasarkan hasil rata-rata tingkat kebisingan dalam
satu hari dapat dilihat Tabel 5, menjelaskan tingkat kebisingan hasil rata-rata
tersebut memiliki tingkat kebisingan pada jarak 0 m sebesar 70.2 dB, jarak 0-25 m
sebesar 60.1 dB, dan jarak 0-50 m sebesar 55.4 dB. Sementara itu, kemampuan
rumput dan semak dalam meredam kebisingan dilihat dari hasil selisih antara jarak
0-25 m memiliki nilai 14.4%, 0-50 m memiliki nilai 21.1%, dan 25-50 m memiliki
nilai 7.8%. Kemampuan hutan kota strata dua bentuk jalur dapat dilihat pada Tabel
5. Tingkat kebisingan hasil rata-rata menunjukkan jarak 0 m sebesar 70.4 dB, jarak
0- 25 sebesar 61.1 dB, dan jarak 0-50 m sebesar 56.8 dB. Sementara itu,
17
kemampuan hutan kota strata dua bentuk jalur memiliki hasil selisih pada jarak 025 m sebesar 13.2%, jarak 0-50 m sebesar 19.3%, dan jarak 25-50 m sebesar 7.0%.
1 4 14 Kemampuan hutan kota strata banyak bentuk bergerombol dapat dilihat pada
Tabel 5. Tingkat kebisingan hasil rata-rata menunjukkan jarak 0 m sebesar 66.6 dB,
jarak 0-25 sebesar 59.0 dB, dan jarak 0-50 m sebesar 55.4 dB. Sementara itu,
kemampuan hutan kota strata banyak bentuk bergerombol memiliki hasil selisih
pada jarak 0-25 m sebesar 11.4%, jarak 0-50 m sebesar 16.8%, dan jarak 25-50 m
sebesar 6.1%.
Disain hutan kota PT. JIEP dimana lokasi terdapat jalur hijau Setiap jenis
tanaman memiliki kemampuan yang berbeda dalam mereduksi kebisingan,
tergantung pada jenis, tinggi, bentuk dan ketebalan (Carpenter et al. 1975). Hasil
penelitian Kim et al. (1989), menunjukkan bahwa tanaman Thuja orientalis
(konifer atau daun jarum) mereduksi kebisingan lebih efektif daripada tanaman
Eunymus japonicus (berdaun lebar). Tingkat kebisingan yang dapat direduksi oleh
tanaman juga dipengaruhi oleh intensitas, frekuensi dan arah bunyi (Carpenter et
al. 1975). Reduksi kebisingan oleh vegetasi juga sangat dipengaruhi oleh lebar atau
ketebalan dan kerapatan vegetasi. Cook dan Haverbeke (1974) menyebutkan bahwa
kerapatan, tinggi, panjang dan lebar (ketebalan) jalur/sabuk hijau merupakan faktor
paling efektif dalam mereduksi kebisingan dibandingkan dengan ukuran daun dan
karakteristik percabangan.
Disain hutan kota PT. JIEP dalam meredam kebisingan, berdasarkan hasil
penelitian bahwa pada lokasi pengukuran terdapat jalur hijau Yang ditanam pada
median jalan (sumber kebisingan) memiliki kemampuan dalam meredam
kebisingan dari arah samping, tanaman yang digunakan adalah jenis mahoni yang
memiliki tinggi bebas cabang yang rendah dengan jarak tanam di atur. Jarak 0-20
(m) tanaman yang digunakan adalah tanaman penutup tanah (rumput dan semak)
yang memiliki kerapatan daun yang padat agar kebisingan dapat dipantulkan
kembali oleh rumput dan semak. Pada jarak 20-25 (m) tanaman yang digunakan
adalah tanaman yang memiliki tinggi bebas cabang rendah yang mencapai 1 m.
Pada jarak > 25 m tanaman yang digunakan adalah tanaman yang memiliki tinggi
bebas cabang > 2 m dengan kepadatan daun yang tinggi agar resiko kebisingan yang
18
diterima oleh penerima semakinrendah. Berikut merupakan disain hutan kota PT.
JIEP dalam meredam kebisingan menurut Wahyudi 2015.
Gambar 2 Disain hutan kota PT. JIEP dalam meredam kebisingan
Kerapatan tanaman lebih penting daripada spesies tanaman untuk
mengurangi kadar kebisingan (Irwan 1994). Hasil penelitian Irwan (1994)
menunjukkan bahwa hutan kota dapat menurunkan kebisingan sebesar 18,94% di
siang hari pada awal musim hujan. Hutan kota berstrata banyak lebih efektif
menurunkan kebisingan sebesar 25,34% dibandingkan dengan hutan kota berstrata
dua yang dapat menurunkan kebisingan sebesar 14,58%. Keefektifan barrrier
kebisingan semakin meningkat dengan meningkatnya ketebalan, tinggi dan
kerapatan tanaman (Grey & Deneke 1986).
Pohon dapat meredam suara dengan cara mengabsorpsi gelombang suara
oleh daun, cabang, dan ranting. Jenis tumbuhan yang paling efektif untuk meredam
suara adalah yang mempunyai tajuk tebal dengan daun yang rindang. Pohon
berdaun hijau dan berdaun lebat merupakan pohon yang sangat baik untuk meredam
suara dan debu. Dengan menanam berbagai jenis tanaman dengan berbagai strata
yang cukup rapat dan tinggi akan dapat mengurangi kebisingan, khususnya dari
kebisingan yang sumbernya berasal dari bawah. Vegetasi pepohonan yang rapat
dapat menyerap kebisingan sampai 95%. Jenis-jenis pohon yang dapat digunakan
sebagai peredam kebisingan antara lain pohon mahoni, flamboyan, pohon ulin atau
beringin. Pohon jenis ini bisa tumbuh sampai ketinggian sekitar 4 – 15 m
19
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pohon dapat meredam suara dengan cara mengabsorpsi gelombang suara
oleh daun, cabang, dan ranting. Jenis tumbuhan yang paling efektif untuk meredam
suara adalah yang mempunyai tajuk tebal dengan daun yang rindang. Dengan
menanam berbagai jenis tanaman dengan berbagai strata yang cukup rapat dan
tinggi akan dapat mengurangi kebisingan, khususnya dari kebisingan yang
sumbernya berasal dari bawah. Kemampuan hutan kota PT. JIEP dalam meredam
kebisingan berdasarkan struktur dan bentuk hutan kota memiliki kemampuan yang
berbeda-beda sangat dipengaruhi oleh jarak, kerapatan dan keanekaragaman jenis
vegetasi.
Saran
1. Perlu dilakukan penambahan strata hutan kota PT. JIEP dengan menanam
rumput dan semak dalam meredam kebisingan di kawasan industri.
2. Perlu dilakukan pemilihan jenis tanaman yang efektif meredam kebisingan
berdasarkan tinggi bebas cabang pohon di kawasan industri.
20
DAFTAR PUSTAKA
Badan Lingkungan Hidup DKI Jakarta. 2012. Status Lingkungan Hidup Daerah
Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta. Jakarta (ID).
Carpenter PL, Walker TD, Lanphear FO. 1975. Plants in the landscape. W.H.
Freeman and Co, San Fransisco
Dahlan EN. 1992. Hutan Kota untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas
Lingkungan Hidup. Bogor: APHI.
. 2006. Hutan Kota untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas
Lingkungan Hidup. Jakarta (ID): APHI
Fachrul MF. 2008. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta (ID): PT Bumi Aksara.
Fang CF, dan Ling DL. 2003. Investigation of the noise reduction provided by
tree belt. Landscape and Urban Planning 63: 187-195.
Grey GW, dan Deneke FJ. 1986. Urban Forestry. New York: John Wiley and
Sons.
Hadi, Setia. 2006. Penataan Ruang Untuk Pemantapan Kawasan Hutan [internet].
www.dephut.go.id/. Diaksespada 6 Desember 2015
Hakim R. 2006. Rancangan Visual Lansekap Jalan; panduan estetika dinding
penghalang kebisingan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Ikron, Made DI, Arminsih WR. 2005. Pengaruh kebisingan lalu lintas jalan
terhadap gangguan kesehatan psikologis anak SDN Cipinang Muara
Kecamatan Jatinegara, kota Jakarta Timur, Propinsi DKI Jakarta.
Jakarta (ID) : Makara Kesehatan, Vol. 11. No. 1, Juni 2007 : 32-37.
Irwan ZD. 1994. Peranan Bentuk dan Struktur Hutan Kota terhadap Kualitas
Lingkungan Kota (Studi Kasus Lokasi Permukiman Kota Jakarta).
[disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Irwan.
.2008. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. Jakarta (ID):
PT Bumi Aksara.
Sagitawaty LA. 2001. Peranan vegetasi dalam mereduksi kebisingan jalan raya.
[skirpsi]. Bogor (ID) : Jurusan Biologi, Fakultas Matematika Dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
21
Staff Pengajar Fakultas Teknik Jurusan Arsitekstur. 2000. Pengembangan Kawasan
Industri Indonesia. Jurnal Dimensi Teknik Arsitekstur Vol 28 No 1, Juli
2000, 54-61.
Suratmo FG. 1995. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press.
Wahyudi M,S.2015.Perbedaan Struktur Dan Bentuk Hutan Kota Pt. Jakarta
Industrial Estate Pulogadung Dalam Meredamkebisingan. Bogor(ID):
Institut Pertanian Bogor
Warningsih T. 2006. Pemetaan Kebisingan dan Penilaian Masyarakat terhadap
Kebisingan Bandar Udara (Studi Kasus Bandar Udara Sultan Syarif
Kasim II Pekanbaru Riau). [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Waryono, Tarsoen. 2008. Urgensi Mewujudkan Pembangunan Hutan Kota Melalui
Menanam Dewasa Memanen. Kumpulan MakalahPeriode 1987-2008
Widagdo S. 1998. Studi tentang Reduksi Kebisingan Menggunakan Vegetasi dan
Kualitas Lanskap Jalan Tol Jagorawi. [tesis]. Bogor: Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Yahya I. 2002. Dasar-dasar pengukuran bising. Makalah disampaikan pada
Pelatihan Bunyi dan Getaran yang diselenggarakan oleh PT. Tamara
Overseas Corp. Jkt, 9–12 Juli 2002.
Zulfahani R, Hatta GM, Rusmayadi. dan Maharso. 2005. Peran Hutan Kota dalam
Menurunkan Tingkat Kebisingan. Enviro Scienteae . 1 (1): 29-35.
22
Download