www.ahmadiyya.or.id Memahami Islam Dalam perjalanan ke Nigeria pada tahun 1988, Hazrat Mirza Tahir Ahmad, Khalifatul Masih IV dari Jemaat Islam Ahmadiyah telah diundang oleh BTV yaitu stasiun televisi Nigeria untuk mengikuti serangkaian wawancara yang ditayangkan, dimana sejumlah pertanyaan berkaitan dengan Islam dan Ahmadiyah telah dikemukakan. Berikut ini adalah jawaban terhadap beberapa pertanyaan yang dilontarkan presenter BTV dalam beberapa sesi tersebut. Pertanyaan: Saya ingin penjelasan tentang masalah syiar Islam. Dalam hal ini rasanya Islam amat sering disalah-artikan. Contohnya Iran, apakah menurut anda apa yang terjadi di Iran itu sejalan dengan ketentuan agama, apakah itu yang namanya Islam? Hazrat Mirza Tahir Ahmad: Dalam dunia umat Muslim banyak sekali kejadian dengan nama Islam sehingga jika ada satu negara secara khusus dianggap mewakili Islam, lalu bagaimana penilaian anda tentang negara Muslim lain yang berperilaku bertentangan dengan yang pertama itu? Dalam hal perilaku Iran dianggap sebagai mewakili Islam, lalu mengapa perilaku dari katakanlah Irak misalnya, tidak dianggap sebagai mewakili Islam? Penilaian seperti itu menempatkan Islam dalam suatu situasi yang paradoksal. Citra Islam yang ditemukan di Lybia berbeda dengan citra Islam yang ditemui di Iran, begitu juga perilaku Yordania dan Arab Saudi bisa berbeda dengan - 1 - www.ahmadiyya.or.id negeri-negeri Muslim lainnya. Sebuah negeri Muslim bisa saja menganut suatu konsep yang berbeda dengan negeri Muslim lainnya. Karena itu masing-masing pemerintahan dari negeri-negeri bersangkutan tidak berhak menyatakan dirinya sebagai mewakili fitrat hakiki daripada Islam. Fitrat hakiki Islam hanya tercermin melalui AlQuran dan Hadith Rasulullahsaw. Pertanyaan: Saya ingin penjelasan lebih lanjut mengenai hal ini karena pada masa kini di sebagian besar daerah titik-titik permasalahan di dunia, selalu ada negeri Islamiah yang memperlihatkan sikap intoleransi agama dan fanatisme membuta. Mengapa keadaannya demikian adanya? Hazrat Mirza Tahir Ahmad: Semua itu sayangnya merupakan tanda-tanda dari kemerosotan atau dekadensi. Kita harus mencoba memahaminya dengan cara menganalisis fenomena global dari perkembangan agama di manamana di dunia ini. Misalnya agama Kristen, mereka memulai risalah mereka dengan pesan tentang pengurbanan dan pengampunan, dengan memberikan pipi yang satunya lagi dan bukan dengan - 2 - pembalasan. Lalu apakah hal demikian yang kita temui di dunia Kristiani di masa kini? Pertanyaan: Memang tidak. Hazrat Mirza Tahir Ahmad: Pada dasarnya mereka tidak berhak merubah risalah yang dibawa Kristus tetapi mereka memang bisa merubah perilaku mereka sendiri (sehingga bertentangan dengan agamanya sendiri). Hanya saja dengan cara itu mereka telah menentang inti agama Kristiani dan mestinya mereka tidak berhak dikatakan mewakili agama Kristen. Hal yang sama juga terjadi di dalam dunia Islamiah. Seseorang hanya bisa dikatakan sebagai Muslim hakiki jika perilaku dirinya sepenuhnya sejalan dengan ajaran Al-Quran dan hanya itu saja patokannya. Pertanyaan: Anda berbicara mengenai tandatanda dekadensi. Apakah anda mensiratkan bahwa hal itu merupakan tanda-tanda dari akan ‘berakhirnya’ dunia? www.ahmadiyya.or.id Hazrat Mirza Tahir Ahmad: Bisa dikatakan sebagai ‘akhir’ hanya dalam pengertian bahwa masa kini dengan segala tanda-tanda di dalamnya memang sudah disentuh dan dikemukakan dalam kitab-kitab suci dunia dan disebut sebagai dunia ‘akhir zaman.’ Arti kata ‘akhir’ disini bermakna sebagai ‘bagian kedua’ atau ‘bagian akhir.’ Pengertian dari arti kata ‘akhir’ dalam hal ini tidak berkonotasi bahwa dunia setelah itu akan menghadapi suatu titik putus tidak ada lagi hari esok dimana dunia lalu dianggap meledak dan tidak ada yang tersisa lagi. Nyatanya, dalam terminologi keagamaan, makna dari kata satu hari bisa mewakili suatu periode waktu yang panjang sekali. Kita sendiri membaca dari Injil dan Al-Quran bahwa penciptaan alam semesta ini selesai dalam waktu tujuh hari. Lalu apa yang dimaksud dengan kata ‘satu hari?’ Satu hari jadinya bisa saja meliput suatu jangka waktu yang amat panjang. Karena itu dalam terminologi agama jika dikatakan ‘akhir zaman’ yang dimaksud adalah suatu periode panjang yang bisa beberapa abad atau bahkan lebih lama lagi. Hal ini jelas dari Al-Quran yang menyatakan bahwa ‘al yaum’ (satu hari) mempunyai arti yang berbeda jika diterapkan pada standar Ilahi atau standar manusia. Menurut kitab suci Al-Quran, satu harinya Tuhan bisa saja sepanjang lima ribu tahun atau bahkan lima puluh ribu tahun panjangnya. Karena itu jika dikatakan bahwa satu hari bisa berarti lima puluh ribu tahun atau lebih (karena Tuhan belum mengungkapkan semuanya kepada kita), janganlah lalu kita menafsirkan istilah itu sejalan dengan standar kita sendiri padahal yang digunakan adalah standar Tuhan. Sejalan dengan standar Tuhan, masanya bisa singkat seperti seribu tahun atau juga suatu periode yang lebih panjang lagi. Pertanyaan: Saya berasal dari Afrika dan satu hal yang amat berkembang luas di Afrika adalah rasa takut terhadap guna-guna, sihir atau santet. Bagaimana pandangan anda mengenai hal ini? Hazrat Mirza Tahir Ahmad: Kitab suci Al-Quran tidak mengizinkan adanya persantetan atau guna-guna dan bahkan tidak mengakuinya. Sebenarnya Al-Quran ada menyinggung sejenis guna-guna, yang baik kita sebut saja kekuatan magis untuk menjelaskan fitrat mukjizat disini. Setelah memahami ini diharapkan menjadi jelas apa - 3 - www.ahmadiyya.or.id yang dimaksud sebagai magis atau sihir dalam Al-Quran. Dalam hal ini yang saya singgung adalah peristiwa ketika Nabi Musaas dihadapkan pada sihir para ahli tenung Firaun. Mengenai para petenung ini kitab suci Al-Quran menyatakan bahwa hal itu bukanlah suatu sihir yang telah merubah tali-temali menjadi bentuk ular, melainkan mereka mengenakan tenaga magis pada pandangan mata para penonton ‘saharuu a’yunan naasi’ (mereka menyihir mata orang-orang) dalam S.7 Al-Araf:117. Sepertinya dalam pandangan para penonton itu, tali temali tersebut berubah bentuk menjadi ular-ular. Bentuk ‘magis’ ini dianalisis sendiri oleh Al-Quran. Sebenarnya merupakan suatu bentuk hipnotisme yang tidak membawa perubahan nyata pda materi ciptaan Tuhan. Sebaliknya, yang terpengaruh adalah fikiran dan persepsi manusia serta menimbulkan ilusi dalam fikiran. Jika kita pahami makna dari istilah ‘magis’ ini maka sepatutnya hal itu tidak digunakan untuk memanfaatkan manusia lain yang lebih lemah. Kalau misalnya digunakan bagi kebaikan seperti menyembuhkan orang melalui hipnotisme, maka hal itu baik adanya dan kami mendukungnya. - 4 - Pertanyaan: Bagaimana anda mendefinisikan penyembahan berhala? Hazrat Mirza Tahir Ahmad: Menurut hemat saya penyembahan berhala adalah bentuk penyembahan iseng yang tidak ada gunanya. Penyembahan demikian tidak berguna dan tidak bermakna apaapa. Bagaimana mungkin anda meminta sesuatu dari benda yang anda bentuk dengan pahat sendiri? Pertanyaan: Bagaimana dengan batu yang ada di Ka’abah? Hazrat Mirza Tahir Ahmad: Kami sama sekali tidak pernah menyembah batu yang ada di Ka’abah itu. Pertanyaan: Bukankah anda menciumnya? Hazrat Mirza Tahir Ahmad: Mencium sesuatu tidak berarti menyembah benda tersebut. Jika anda mencium sapu-tangan seorang yang terkasih, apakah itu berarti menyembahnya? www.ahmadiyya.or.id Pertanyaan: Lalu apa signifikasi batu yang ada di Ka’abah itu? Hazrat Mirza Tahir Ahmad: Hazrat Rasulullahsaw pernah mengungkapkan signifikasi daripada batu tersebut. Namun yang pasti, ekspresi kecintaan karena kenangan kepada seseorang yang dicintai tidak bisa disebut sebagai suatu bentuk penyembahan. Hal seperti itu terjadi setiap hari dalam kehidupan ini dan merupakan bagian dari kejiwaan manusia. Jika seseorang mencium sesuatu atau seseorang sebagai kenangan, maka hal itu hanyalah bentuk ekspresi penghormatan saja. Orang biasa mengirim surat kepada mereka yang dikasihinya dan terkadang karena cintanya kepada yang dikirimi maka ia menciumi surat tersebut. Signifikasi daripada batu di Ka’abah bisa dijelaskan dengan cara yang sama. Menurut Hazrat Rasulullahsaw ketika pertama kali rumah Allah didirikan, Dia telah menurunkan hujan ‘batu’ dari langit sebagai bahan bangunannya. Kini kita bisa lebih memahami hal ini dengan lebih jelas. Rupanya yang dimaksud adalah hujan batu meteorit. Atas kehendak Allahswt telah turun bebatuan di daerah tersebut. ‘Batu yang datang dari langit’ itu digunakan untuk membangun rumah ibadah yang pertama tempat menyembah Allah swt. Menurut Hazrat Rasulullahsaw, batu hitam yang ada di Ka’abah itu adalah salah satu batu yang diturunkan dari langit. Karena makna historis dari peristiwa tersebut dan sebagai kenangan terhadapnya maka kami mencium batu tersebut, namun kami tetap menganggapnya sebagai batu biasa. Kami tidak menganggap batu itu mengandung suatu kekuatan apa pun dan kami tidak memohon apa pun kepadanya. Pertanyaan: Orang-orang berbicara tentang kehidupan setelah kematian, bagaimana pandangan anda mengenai hal ini? Hazrat Mirza Tahir Ahmad: Tentu saja kami sependapat dengan konsep tentang kehidupan setelah kematian tetapi dengan pengertian bahwa bentuk kehidupannya berbeda dengan yang ada di dunia. Sejalan dengan ajaran Al-Quran, evolusi kehidupan diarahkan dari strata yang rendah ke tingkatan dan nilai-nilai yang lebih tinggi sehingga jika kita merenungi jejak - 5 - www.ahmadiyya.or.id evolusi kehidupan, kita akan terpesona oleh keadaan bagaimana di tingkat hewaniah yang paling rendah terdapat sedikit sekali kesadaran, sedangkan pada manusia yang berdiri di puncak tertinggi evolusi terdapat tingkat kesadaran yang teragung. Manusia adalah mahluk yang paling sadar dan paling berhati-hati dari semua bentuk mahluk yang ada, pengetahuannya menjangkau daerah yang berada di luar batas daya penglihatannya. Karena itu manusia dianggap sudah siap untuk menempuh tahapan terakhir yaitu menerima risalah dari atas, dari Allahswt. Pada tingkatan evolusi sebelumnya, kehidupan belum memiliki kapasitas demikian. Begitu telah memperoleh kapasitas tersebut maka perjalanan manusia adalah mengarh ke depan menuju sang Pencipta dirinya. Keseluruhan proses perkembangan evolusi menuju kesadaran yang lebih tinggi telah memberikan arah bagi manusia. Dengan kata lain, manusia sudah dianggap mampu memahami Tuhan sehingga pada akhirnya ia akan melanjutkan perjalanan menuju ke arah-Nya. Inilah perjalanan menuju Tuhan dalam bentuk ruh. Pendiri Jemaat Ahmadiyah, Hazrat Mirza Ghulam Ahmadas menulis - 6 - sebuah buku dengan judul Filsafat Pelajaran Islam. Dalam buku itu beliau membahas masalah ini secara rinci. Pengamatan beliau didasarkan sepenuhnya pada kitab suci Al-Quran dan beberapa Hadith Rasulullahsaw. Beliau menyatakan bahwa dari sudut pandang Islam, ruh manusia menerima pengaruh dari karakter dan perilaku dirinya selama di dunia. Manusia sendiri yang membentuk masa depan dari jiwanya berdasar perilakunya, baik yang benar mau pun yang jahat. Pertanyaan: Apa yang dimaksud dengan membentuk jiwa tersebut? Hazrat Mirza Tahir Ahmad: Membentuk jiwa adalah dengan menata perilaku guna mencapai tujuan terakhir. Arah yang akan ditempuh oleh ruh dalam perjalanan setelah meninggalkan tubuh jasmani, amat bergantung pada apakah jiwa tersebut cenderung kepada surga atau neraka. Seseorang yang jahat akan menyadari di lubuk hatinya bahwa ia telah berlaku buruk. Setiap orang mengetahui dampak daripada perilakunya masing-masing terhadap batinnya sendiri, baik atau pun buruk. Jika kita mau melakukan analisis intro- www.ahmadiyya.or.id spektif, kita akan menyadari bahwa apa pun hal baik yang kita lakukan akan menciptakan suatu bentuk keluhuran di dalam diri kita. Kita memiliki citra kemuliaan di dalam diri kita sendiri. Begitu juga halnya seseorang yang berlaku jahat akan merasakan seperti kehilangan sesuatu di dalam batinnya dimana secara gradual kesadaran nuraninya lalu mati. Sebaliknya, seseorang yang baik akan merasakan perilakunya itu secara gradual akan membawa dirinya menjauh dari kecenderungan kepada kejahatan. Hal inilah yang dimaksud sebagai pembentukan jiwa tersebut. Ketika ruh seorang yang saleh meninggalkan jasad kasarnya, ruhnya itu telah siap dikaruniai dengan suatu awal yang baru yaitu kehidupan surgawi. Menurut Pendiri Jemaat Ahmadiyah, Hazrat Masih Maudas, bentuk baru daripada ruh setelah mati adalah seperti tubuh yaitu ‘tubuh ruhani’ dari mana akan muncul jiwa lainnya lagi dan hal ini menjadi tahapan evolusi penciptaan berikutnya bagi yang bersangkutan. Dengan kata lain, jiwa ciptaan baru itu serta ‘tubuh ruhani’ yang menjadi tempatnya akan memiliki bentuk perhubungan yang mirip dengan antara jiwa dengan tubuh jasmani saat masih di dunia. Secara relatif, jiwa kita sekarang ini sifatnya masih ‘kasar’ dibanding dengan ‘jiwa baru’ yang akan muncul nantinya, sedangkan tubuh ruhani baru yang akan muncul itu akan menjadi tubuh kekal kita di akhirat nanti. - 7 -