MENJEMBATANI FENOMENA EXPECTATION GAP

advertisement
MENJEMBATANI FENOMENA EXPECTATION GAP:
PEMAHAMAN PENGGUNA LAPORAN KEUANGAN DAN
REFLEKSI DIRI AUDITOR
I.A. Budhananda Munidewi1
I Dewa Ayu Eka Pertiwi2
Universitas Mahasaraswati Denpasar
Email: [email protected]
2
Universitas Warmadewa Denpasar
1
Abstract
The expectation gap is a serious concern to the accounting profession. The objective of this research is to get a deep understanding about expectation gap phenomena
between public accountant (including auditor) and management. The research question is how to figure out expectation gap phenomena between public accountant and
management. Based on the interactionalism symbolic theory of the expectation gap
phenomenon as one of the social object, public accountant understood as something
that is very common with regard to the implementation of the general audit. According
to management, auditor is symbolised as fraud detector and reminder if management
doing some mistakes in interpreting the rules and standards. Based on the reality and
facts relating to the audit agreement of accounting firm, there are some assumptions
that are categorised as the expectation gap, such as understading the functions of audit, miss-interpretation of auditor’s role, and lack understanding the meaning of fairly
present opinion.
Keywords: interactionalism symbolic theory, expectation gap
I.PENDAHULUAN
Memasuki MEA, akuntan publik
termasuk di dalamnya auditor harus bersaing ketat dengan akuntan publik dari
negara lain untuk menawarkan jasanya.
Namun, tidak mudah membebaskan
pemberian jasa profesi akuntan antar
negara ASEAN, karena di setiap negara memiliki iklim ekonominya sendiri.
Oleh karena itu, pemerintah Indonesia
telah menandatangani Mutual Recognition Arrangement Framework on Accountancy Services (MRA Framework) atau
pengakuan kesetaraan profesi dengan
negara-negara lain di ASEAN. Akuntan
publik khususnya auditor di Indonesia
harus memiliki kemampuan untuk lebih unggul dalam menarik perhatian pasar, sehingga bisa bertahan dan semakin
32
berkembang dalam arus liberalisasi lintas negara yang akan semakin deras ini.
Keruntuhan perusahaan-perusahaan terkemuka di dunia menempatkan
kepercayaan publik atau pengguna laporan keuangan sebagai hasil profesionalisme akuntan semakin memudar (Nasser dan Ayuningtyas, 2007). Kasus-kasus
keruntuhan Enron, Worldcom, Kasus
Bank Lippo, secara langsung maupun
tidak langsung berkaitan dengan profesi akuntan. Memudarnya kepercayaan
publik terhadap profesi akuntan ditambah lagi dengan terjadinya kasus yang
menimpa PT. Kimia Farma, dan ditolaknya laporan keuangan PT. Telkom sebagai
perusahaan plat merah, oleh SEC. Apabila dilihat dari kasus tersebut, nama
kantor akuntan internasional berskala
MENJEMBATANI FENOMENA EXPECTATION GAP:
PEMAHAMAN PENGGUNA LAPORAN KEUANGAN DAN REFLEKSI DIRI AUDITOR
besar terseret di dalamnya, dimana publik sangat percaya bahwa akuntan akan
bekerja secara profesional.
Pasca terjadinya kasus-kasus
tersebut, pers dan majalah bisnis menyoroti profesi akuntan dengan tajam.
Kredibilitas auditor eksternal semakin
banyak dipertanyakan di banyak negara
di seluruh dunia, sebagaimana dibuktikan oleh kritik luas dan litigasi ditujukan terhadap auditor (Porter, 1993). Hal
tersebut menyebabkan profesi akuntan
mulai berbenah diri, bahkan di Amerika
sebagian besar kantor akuntan melakukan koreksi diri dengan cara tidak menggabungkan jasa konsultasi dan jasa audit.
Satu sisi, masih banyak kasus-kasus yang dihadapi oleh perusahaan dan
untuk penyelesaiannya membutuhkan
profesi akuntan, salah satunya adalah
audit laporan keuangan. Eipstein dan
Geiger (1994) menyatakan bahwa investor dan manajer mengakui manfaat dari
laporan keuangan yang diaudit. Eipstein
dan Geiger (1994) dalam penelitiannya
juga menyimpulkan bahwa pengguna
laporan keuangan yang memiliki pendidikan tinggi cenderung menuntut jaminan audit yang tinggi. Oleh karena itu,
auditor harus melakukan tugasnya sesuai dengan standar profesional akuntan publik. Berdasarkan standar yang
ditetapkan, secara fakta auditor diwajibkan untuk mempertahankan independensi, objektivitas dan meningkatkan
kompetensi serta kecermatan professional dalam menjalankan tugasnya di
lapangan.
Peran utama auditor eksternal
adalah memberi keyakinan bahwa laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan adalah wajar (Rulund dan Lindblom, 1992). Sejalan dengan peningkatan
kebutuhan akan jasa profesi auditor,
auditor diharapkan mampu melaksanakan peran dan tanggung jawabnya, serta mampu menghadapi berbagai
tekanan dari pihak manajemen maupun
Vol.6 No.1,Februari 2016 pihak pengguna laporan keuangan lainnya yang dapat mempengaruhi auditor
(Knapp, 1985; Carcello dan Neal, 2000).
Tekanan-tekanan ini disebabkan karena
adanya perbedaan persepsi antara apa
yang dipercaya auditor menjadi tanggung jawabnya dan apa yang dipercaya
pengguna laporan keuangan mengenai tanggung jawab auditor (expectation
gap).
Fenomena expectation gap ini bukanlah sebuah fenomena yang baru di
dalam dunia akuntansi. Persepsi auditor
di dalam melakukan peran dan tanggung jawabnya untuk memeriksa laporan
keuangan bertujuan untuk menyatakan
kewajaran laporan keuangan yang sesuai
dengan standar akuntansi dan penyajian angka dalam laporan keuangan tidak
ada kesalahan secara material (Nassar
dan Ayuningtyas, 2007). Sebaliknya,
harapan para pengguna laporan keuangan terhadap laporan keuangan auditan
terkadang melebihi peran dan tanggung
jawab auditor. Para pengguna laporan
keuangan menuntut tanggung jawab auditor secara penuh atas pekerjaannya,
keabsahan laporan, sampai pada aspek
hukum (legal), dan pembuktian di pengadilan jika diperlukan. Kondisi ini menimbulkan kesan bahwa laporan keuangan
auditan dapat dijadikan tameng (perlindungan) oleh pemakai laporan keuangan
untuk kepentingannya dan mereka menganggap ini diakui sah menurut hukum
(Kholis et al., 2001).
Penelitian ini dilakukan dengan
tema yang sama dengan menggunakan
pendekatan fenomonologi yang bertujuan untuk memahami dan menganalisis
bagaimana akuntan publik (auditor) dan
pengguna laporan keuangan menyikapi
fenomena expectation gap, serta mencari
tahu apa yang sebenarnya menjadi harapan pengguna laporan keuangan dan
persepsi akuntan publik mengenai peran
dan tanggung jawab agar dapat menjembatani kesenjangan harapan yang terjadi (expectation gap). Sehingga rumusan
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
33
masalah dari penelitian ini: “Bagaimana
menjembatani fenomena expectation gap
antara akuntan publik dan manajemen?”
an dalam meningkatkan kualitas dari
laporan keuangan. Auditor berperan
penting untuk memberikan nilai tambah
untuk pelaporan keuangan yang menunII.
TELAAH TEORITIS: LANGKAH jukkan adanya relevansi dan keandalan
AWAL MEMAHAMI FENOMENA dalam laporan keuangan sehingga men
EXPECTATION GAP
gurangi masalah dari konflik kepentin2.1 Profesi Akuntan Publik dan gan yang tinggi, sehingga meningkatkan
Auditor
keandalan laporan keuangan (Yeganeh,
Publik menghendaki adanya ko- 2005). Auditor mengacu kepada standar
munikasi yang independen antara en- audit dalam memberikan opini terhadap
titas ekonomi dan para stakeholders. laporan keuangan dan mengaitkannya
Keinginan publik tersebut kemudian pada standar akuntansi keuangan unmelahirkan profesi akuntan publik, ter- tuk melihat kewajaran penyajian lapomasuk di dalamnya auditor eksternal. ran keuangan. Ada kemungkinan bahwa
Fungsi audit eksternal merupakan ba- auditor tidak dapat memenuhi harapan
gian dari mekanisme corporate gover- semua pengguna laporan keuangan, senance yang berfungsi untuk melindungi hingga menimbulkan expectation gap anpihak ketiga dari penerimaan informasi tara auditor dengan pengguna laporan
keuangan yang tidak lengkap, tidak aku- keuangan terkait tanggung jawab audirat dan menyesatkan. Salah satu tugas tor (Siddiqui et. al., 2008).
auditor sejalan dengan fungsi akuntansi adalah menyediakan informasi yang 2.2 Tanggung Jawab Akuntan
berguna bagi pengambil keputusan ter- Publik
kait dengan alokasi sumber daya. Audi- Profesi akuntan publik termasuk
tor diperlukan untuk mengungkapkan auditor memiliki tanggung jawab yang
pendapat atas penilaian manajemen besar dalam mengemban kepercayaan
terhadap pengendalian internal perusa- yang diberikan oleh publik. Secara
haan, baik berupa pelaporan keuangan umum, ada tiga bentuk tanggung jawab
atau efektivitas desain dan operasi peru- yang harus dipahami akuntan publik
sahaan.
dan auditor di dalam melaksanakan pro
Auditor merupakan fungsi akun- fesinya, yaitu: (a) Tanggung jawab mortan sebagai pihak yang independen dan al, dimana menekankan bahwa akuntan
bertindak sebagai penyaksi (attest func- publik harus selalu jujur dalam memtion) terhadap penyajian manajemen berikan informasi dan selalu mengambil
(Lowe dan Pany, 1993). Pekerjaan au- keputusan bijaksana dan objektif denditor memberi arti yang penting kepa- gan kemahiran profesional; (b) Tangguda masyarakat, terutama untuk meng- ng jawab profesional, yaitu bertanggung
etahui tingkat kepercayaan masyarakat jawab secara profesional terhadap asoterhadap laporan keuangan tersebut. siasi profesi (IAPI); (c) Tanggung jawab
Verifikasi auditor terhadap informasi hukum, yaitu akuntan publik memiliki
keuangan akan menambah kredibilitas tanggung jawab di luar batas standar
laporan dan mengurangi adanya risiko profesi (tanggung jawab terhadap huinformasi atau risiko bahwa informasi kum).
yang dihasilkan oleh perusahaan akan
salah atau menyesatkan (Messier et. al, 2.3 Kemunculan Expectation Gap
2014: 7).
Profesi akuntan publik memiliki
Auditor tidak hanya berperan se- peranan yang sangat penting di dalam
bagai watchdog tetapi juga memiliki per- memelihara fungsi bisnis dengan me-
34
MENJEMBATANI FENOMENA EXPECTATION GAP:
PEMAHAMAN PENGGUNA LAPORAN KEUANGAN DAN REFLEKSI DIRI AUDITOR
nilai kewajaran laporan keuangan yang
disajikan perusahaan. Namun, seiring
perkembangan usaha bisnis saat ini,
profesi akuntan publik menjadi sorotan
di tengah masyarakat. Menurut Jusuf
(1999), masyarakat masih menganggap
bahwa kegagalan bisnis (business failure)
sama dengan kegagalan audit (audit failure). Dalam hal inilah, kompetensi dan
independesi akuntan publik akan dipertanyakan. Kepercayaan pengguna laporan keuangan sebagai pengguna jasa audit atas independen sangat penting bagi
perkembangan profesi akuntan publik.
Namun, seringkali yang terjadi di masyarakat (termasuk pengguna laporan
keuangan) memiliki harapan berlebihan
terhadap apa yang dapat diberikan dan
menjadi tanggung jawab akuntan publik. Harapan yang berlebihan dari publik
terhadap profesi akuntan publik dan apa
sebenarnya yang dilakukan oleh profesi
akuntan publik inilah yang disebut expectation gap.
Istilah expectation gap muncul
pada awal penggunaanya di AS pada tahun 1974, Commission on Auditor’s Responsibilities yang dibentuk oleh IACPI
atau yang selanjutnya dikenal dengan
nama Cohen Commission. Pembentukan
Cohen Commision tersebut bertujuan
untuk menanggapi kritik masyarakat
terhadap kualitas kinerja auditor yang
pada saat itu terdapat berbagai kasus
yang memperlihatkan bahwa auditor
gagal mendeteksi atau mengungkapkan
kegagalan dan tindakan penyimpangan
dari perusahaan-perusahaan yang dimiliki publik. Kegagalan auditor di dalam
mendeteksi atau mengungkapkan kegagalan atau memberikan peringatan terhadap ketidakefisienan perusahaan publik menyebabkan auditor dianggap tidak
lagi akomodatif dan kompeten.
Secara sederhana, expectation
gap menurut Regar (2007:20) menggambarkan situasi bahwa di kalangan
masyarakat masih banyak beranggapan
yang tidak tepat mengenai tujuan lapoVol.6 No.1,Februari 2016 ran akuntan. Mereka membayangkan
bahwa laporan akuntan dapat dijadikan
sebagai salah satu jaminan atau pengesahan mutu suatu perusahaan, dimana
laporan akuntan dianggap dapat memberikan pengakuan (certification) tentang
keberhasilan perusahaan yang mampu memberikan laba yang memuaskan.
Perusahaan yang sudah diperiksa oleh
akuntan dianggap manajemennya dapat
memberikan dan menjamin dividen atau
keuntungan yang melebihi dari perusahaan yang tidak diperiksa oleh akuntan.
Namun, hal yang terjadi malah tidak sesuai dengan harapan perusahaan. Perusahaan mendapatkan keuntungan yang
kecil atau mengalami kerugian, yang
menyebabkan akuntan dipersalahkan
karena dianggap tidak memberikan informasi sesuai kenyataan.
Harapan
pengguna
laporan
keuangan kepada auditor untuk melakukan lebih banyak hal yang kemudian
memicu munculnya expectation gap, berkaitan dengan perubahan peran audit
yang diperluas secara bertahap. Auditor memastikan bahwa entitas menggunakan prinsip-prinsip akuntansi secara
tepat, serta memastikan bahwa entitas
tidak melakukan kesalahan. Peran audit
yang diperluas juga termasuk mengkaji penerapan sistem pengendalian internal dan pengelolaan risiko di lingkungan
entitas. Intinya, auditor memiliki peran
yang penting dalam memberikan informasi keuangan yang andal.
Akuntan publik berpendapat bahwa salah satu penyebabnya terjadinya
expectation gap adalah kegagalan para
pengguna laporan keuangan di dalam
menilai dan memahami sifat dan keterbatasan audit. Sebaliknya, para pengguna laporan keuangan mempunyai harapan yang sangat tinggi terhadap akuntan
publik sebagai public watchdog bagi mereka. Secara prinsip, akuntan publik tidak memiliki tanggung jawab terhadap
manipulasi kliennya (Suratman, 2002).
Akuntan publik hanya bertanggung
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
35
jawab hanya sebatas pada pernyataan
pendapat atas laporan keuangan yang
telah diaudit. Menurut Humprey (1992)
yang dikutip kembali oleh Mirdah, et al.,
(2007) expectation gap secara konsisten
berpusat pada beberapa hal, yaitu tugas
dan tanggung jawab auditor, lingkungan
dan arti pesan laporan audit, mutu akan
fungsi audit, serta struktur dan peraturan profesi.
III. MENCARI JALAN PEMAHAMAN MELALUI EKSPLORASI METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Jenis Peneli
tian
Penelitian yang dilakukan ini termasuk ke dalam metodologi penelitian kualitatif. Penelitian ini diarahkan berdasarkan
paradigma interpretif yang menekankan
untuk memahami realitas dunia apa adanya (Ludigdo, 2005:52). Paradigma interpretif merupakan upaya untuk mencari penjelasan tentang fenomena-fenomena sosial
atau budaya yang didasarkan pada perspektif dan pengalaman orang yang diteliti.
Salah satu pendekatan yang digunakan
pada paradigma interpretif adalah fenomenologi. Pendekatan fenomenologi digunakan untuk memahami dan menganalisis bagaimana sikap dan persepsi akuntan
publik (auditor) dan pengguna laporan
keuangan menyikapi fenomena expectation gap, berdasarkan pengalaman yang dimiliki. Namun, dalam pendekatan fenomenologi, peneliti diharuskan memahami
obyek penelitiannya dengan polos dan apa
adanya, tanpa memasukkan pendapat,
pikiran, atau pun teori yang diketahui.
3.2 Situs penelitian dan Sumber Data
Penelitian ini dilakukan pada sebuah KAP yang terletak di Bali, yaitu KAP
B, serta pengguna laporan keuangan, yaitu manajer sebuah perusahaan swasta
yang berada di Bali (menggunakan nama
samaran). Sumber data utama dalam penelitian ini berasal dari kata-kata dan tin-
36
dakan yang berasal dari narasumber yang
disebut informan. Informan memberikan
informasi dan pemahaman yang lebih
mendalam berkaitan dengan apa yang sedang diteliti.
Dalam penelitian ini, informan adalah individu-individu, bukan kelompok
atau masyarakat. Alasan memilih individu
sebagai unit analisis dalam penelitian ini,
karena setiap individu mampu menciptakan realitas sosial, memiliki kebebasan
dalam berkreasi, namun terikat dengan
hukum-hukum alam serta tidak dapat
lepas dari kondisi sosial di mana individu tersebut berada. Setiap informan yang
dipilih memang memiliki pengalaman atau
mengetahui tentang fenomena expectation
gap.
3.3 Teknik Pengambilan Data
Penelitian ini dilakukan pada natural setting (kondisi sesungguhnya di situs
penelitian), maka teknik pengumpulan
data yang peneliti gunakan lebih kepada
observasi partisipan (participant observation), wawancara semi terstruktur, dan dokumentasi.
3.4 Observasi Partisipan (participant observation)
Observasi partisipan akan memanfaatkan sebaik mungkin hubungan antara peneliti dengan para informan, yang
dilakukan dengan cara yang berbeda-beda
tergantung dengan keadaannya. Peneliti
melakukan observasi pastisipan dengan
melibatkan diri secara langsung, karena
pekerjaan peneliti sendiri adalah auditor,
sehingga secara langsung berkaitan dengan peran auditor dan peneliti lebih mudah berinteraksi dengan para informan.
Diharapkan dengan lebih mudahnya diterima dan menjadi bagian dari komunitas
penelitian, peneliti tidak akan kesulitan
memperoleh informasi apa pun yang berkaitan dengan tujuan penelitian ini.
MENJEMBATANI FENOMENA EXPECTATION GAP:
PEMAHAMAN PENGGUNA LAPORAN KEUANGAN DAN REFLEKSI DIRI AUDITOR
3.5 Wawancara Semi Tersruktur
Wawancara semi terstruktur bersifat informal sehingga tergantung dari
spontanitas pewawancara dalam mengajukan pertanyaan kepada terwawancara.
Menurut Herdiansyah (2013: 66) salah
satu alasan mengapa wawancara semi
terstruktur lebih tepat digunakan dalam
penelitian kualitatif adalah karena peneliti diberikan kebebasan sebebas-bebasnya dalam bertanya dan memiliki
kebebasan dalam mengatur alur dan setting wawancara.
Pedoman dalam wawancara ini
hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan (tidak
menyusun pertanyaan secara sistematis), malah lebih disesuaikan dengan
keadaaan dan ciri unik yang dimiliki informan, menyebabkan pelaksanaan tanya jawab mengalir sendiri seperti dalam
percakapan sehari-hari. Peneliti dapat
dengan bebas berimprovisasi dalam
mengajukan pertanyaan. Selain itu, interaksi antara pewawancara dan terwawancara terjadi secara bebas, sehingga isi
wawancara bisa sangat kaya akan detail
dan mampu mengungkapkan suatu informasi baru.
3.6 Dokumentasi
Hasil dari observasi dan wawancara akan lebih dapat dipercaya apabila didukung dengan dokumentasi-dokumentasi yang dianggap relevan. Alat
yang digunakan untuk mendokumentasikan adalah recorder, digunakan untuk
mempermudah pengamatan dan proses
wawancara karena hasil dari recorder
dapat didengar secara berulang, sehingga apa yang diragukan dalam penafsiran
data, langsung dapat dicek kembali dengan mudah.
3.7 Metode Analisis Data: Teori Interaksionalisme Simbolik Sebagai Pisau Analisis
Model analisis data dalam penelitian ini menggunakan teori interaksionVol.6 No.1,Februari 2016 isme simbolik sebagai salah satu model
dari pendekatan fenomenologi. Teori interaksionisme simbolik berpegang bahwa individu membentuk makna melalui
proses komunikasi (interaksi). Teori ini
dipilih untuk menganalisis dan menginterpretasikan persepsi dan sikap akuntan publik, serta harapan dari para
pengguna laporan keuangan mengenai
expectation gap. Dalam penelitian ini,
interaksi simbolik berhubungan dengan
komunikasi antara peneliti dengan para
informan dan bagaimana cara peneliti
memahami apa yang informan katakan
dan lakukan.
Blumer (1969: 1) menjelaskan
bahwa “the term ‘symbolic interactionism’
has come into use as a label for a relatively distinctive approach to the study of
human group life and human conduct.”
Istilah interaksionalisme simbolik digunakan sebagai label untuk pendekatan
yang agak berbeda dalam mempelajari
kehidupan kelompok manusia dalam
melakukan sesuatu dan merupakan
pendekatan yang sederhana untuk mengetahui kehidupan kelompok manusia
dan perilaku manusia. Interaksionisme
simbolik yang dimaksud oleh Blumer
merujuk pada suatu karakter interaksi khusus yang berlangsung antar-manusia. Manusia, sebagai aktor tidak semata-mata bereaksi terhadap tindakan
lain tetapi dia menafsirkan dan mendefinisikan setiap tindakan orang lain.
Respon manusia sebagai aktor selalu
didasarkan atas penilaian makna tersebut. Oleh karena itu interaksi pada manusia dijembatani oleh penggunaan simbol-simbol penafsiran atau menemukan
makna melalui tindakan orang lain.
Menurut Blumer (1969), ada tiga
premis yang di bangun dalam teori interaksionisme simbolik, yaitu: (1) Manusia
bertindak terhadap manusia lain berdasarkan pemahaman makna yang ada
pada sesuatu itu bagi mereka; (2) Pemahaman makna tersebut di dapatkan dari
interaksi antar manusia; (3) PemahaJurnal Riset Akuntansi JUARA
37
man makna tersebut dimodifikasi dalam
proses interpretif (disempurnakan ketika
interaksi tersebut berlangsung).
Ketiga premis tersebut dalam penelitian ini digunakan sebagai dasar
untuk menganalisis dan menginterpretasikan persepsi dan sikap akuntan
publik, serta harapan dari para pengguna laporan keuangan di dalam fenomena
expectation gap, baik itu berasal pemahaman informan, pengalaman yang pernah dialami, situasi tempatnya bekerja,
serta interaksi sosial yang terjadi.
IV. HASIL PENELITIAN
4.1 Memahami Tanggung Jawab Akuntan Publik dan Auditor
Akuntan publik (auditor) memiliki tanggung jawab di dalam pelaksanaan
audit untuk memperoleh keyakinan yang
memadai terhadap laporan keuangan
apakah telah terbebas dari kesalahan
penyajian yang material, baik kekeliruan
atau pun kecurangan. Hal senada juga
di sampaikan oleh salah satu informan,
yaitu Pak Andi (pemilik KAP B) mengenai
tanggung jawab beliau sebagai seorang
akuntan publik.
“Kita dari kontrak awal itu sudah
menyampaikan kalau yang namanya financial audit atau general audit yang
kita lakukan, tidak menjamin bahwa kita
menemukan adanya kecurangan. Lagi
di dalam kontrak awal, kita sebutkan
bahwa tujuan kita bukan menemukan
penyelewengan atau penggelapan atau
sebagainya, kita hanya melihat laporan
keuangan yang ada sesuai standar dan
prinsip yang berlaku.”
Pak Andi mengatakan bahwa dari
awal beliau melakukan kerja sama dengan klien, terdapat kontrak awal yang
menjelaskan bahwa tanggung jawab Pak
Andi dalam pelaksanaan general audit
(audit umum), hanyalah sebatas pada
laporan keuangan yang diberikan oleh
klien (perusahaan), serta tidak bertanggung jawab atau pun menjamin audit
yang dilaksanakan akan menemukan
38
suatu kecurangan atau penggelapan.
Selain itu, Pak Andi juga menambahkan: “Nah, kalau di audit umum itu
kita memberikan pernyataan wajar pada
laporan keuangan yang sudah di audit. Jadi, wajar yang di maksudkan itu
adalah laporan keuangan itu sudah sesuai dengan standar yang berlaku dalam semua hal yang material. Tapi, kalau ada ketidakwajaran paling ya kita
memberitahukan apa yang kita temukan
disaat audit itu ke klien dan kalau berpeluang terjadinya penggelapan, yah kita
juga beritahukan juga. Kalau ingin menelusuri penggelapan itu lagi, yah kita
sarankan untuk lakukan special audit
atau audit investigasi.”
Berdasarkan pendapat dari Pak
Andi, dapat dilihat bahwa tanggung
jawab akuntan publik (auditor) dalam
pelaksanaan general audit (audit umum)
terletak pada pendapat tentang kewajaran laporan keuangan yang diberikan
olek klien (perusahaan), apakah sudah
sesuai dengan standar yang berlaku dalam semua hal yang material. Jika muncul ketidakwajaran dari hasil audit yang
telah dilakukan atau adanya hal yang
berpeluang menimbulkan penggelapan
(kecurangan), akuntan publik (auditor)
wajib memberitahukan kepada klien (perusahaan). Namun, untuk menelusuri
lebih lanjut mengenai kecurangan atau
penggelapan yang ditemukan, auditor
lebih baik menyarankan klien untuk
melakukan special audit atau audit investigasi (forensik).
Pemahaman mengenai tanggung
jawab akuntan publik (auditor) dalam
menjalankan profesinya, peneliti peroleh
dari Julian, seorang senior auditor di
KAP B.
“Tanggung jawab sebagai auditor itu
terletak pada hasil audit dari data yang
dikasi ke kita. Jadi, kita memberikan
pendapat kewajaran berdasarkan tingkat
keyakinan kita dari hasil pengumpulan
bukti, juga dalam semua hal yang material dalam posisi keuangan klien yang
MENJEMBATANI FENOMENA EXPECTATION GAP:
PEMAHAMAN PENGGUNA LAPORAN KEUANGAN DAN REFLEKSI DIRI AUDITOR
sudah kita periksa. Hasil audit yang kita
sajikan itu sampai dengan pernyataan
pendapat kewajaran yang kita keluarkan, yah sampai disana tanggung jawab
kita.”
Berdasarkan penjelasan dari Julian, dapat diartikan bahwa tanggung
jawab akuntan publik (auditor) terletak
pada hasil audit yang telah dilakukan
sesuai dengan data (laporan keuangan) yang diberikan klien (perusahaan).
Pendapat atas kewajaran yang diberikan
berdasarkan tingkat keyakinan auditor
terhadap hasil pengumpulan bukti dan
segala hal yang material dalam posisi
keuangan klien (perusahaan). Jadi, hasil
audit yang telah dilakukan oleh auditor
sampai dikeluarkannya pendapat atas
kewajaran dalam segala hal yang material dalam posisi keuangan adalah tanggung jawab akuntan publik (auditor).
Dari penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa tanggung jawab
akuntan publik (auditor) sebatas pada
pendapat tentang kewajaran dalam segala hal yang material dalam laporan
keuangan klien (perusahaan). Akuntan
publik (auditor) harus memiliki tingkat
keyakinan yang memadai terhadap hasil
audit yang telah dilaksanakan, apakah
sudah terbebas dari salah saji material,
serta sudah sesuai dengan standar dan
prinsip yang berlaku umum di Indonesia.
4.2 Pemahaman Fenomena Expectation Gap dalam Teori Interaksionalisme Simbolik
Fenomena expectation gap terjadi karena munculnya perbedaan antara
apa yang diyakini oleh akuntan publik
(auditor) sebagai tanggung jawabnya dan
apa yang diinginkan oleh para pengguna laporan keuangan. Analisis dari pemahaman situasi dalam teori interaksionalisme simbolik dinamakan definisi
situasi. Definisi situasi adalah bagaimana cara mendefinisikan situasi tersebut
berdasarkan realitas yang ada. BagaimaVol.6 No.1,Februari 2016 na akuntan publik pada KAP B memandang fenomena expectation gap sebagai
suatu pendefinisan situasi. Penulis bertanya kepada Pak Andi selaku akuntan
publik di KAP B mengenai pendapat beliau tentang fenomena expectation gap.
“Expectation gap itu sebelum menjawab
itu kita perlu lihat definisinya dulu ya.
Expectation gap itu adanya jurang pemisah antara keinginan manajemen dengan hasil audit yang di inginkan oleh
akuntan publik. Keinginan kita sebagai
auditor itu memberikan pendapat wajar
dalam segala hal yang material dari laporan keuangan klien. Manajemen sendiri
menginginkan hasil audit dari kita itu
juga mampu jadi acuan untuk keberhasilan bisnisnya ke depan, dan menjamin
terhindar dari kegagalan bisnis. Terkadang dua keinginan ini kan menyebabkan muncul perbedaan, pemisah gitu,
dan ini di dalam audit sendiri, yah sudah
biasa terjadi”.
Berdasarkan penjelasan dari Pak
Andi, expectation gap di dalam pelaksanaan audit adalah fenomena yang sudah
biasa terjadi. Munculnya expectation gap
dikarenakan adanya jurang pemisah antara keinginan manajemen dan hasil audit yang diinginkan oleh akuntan publik
(auditor). Pemahaman mengenai expectation gap seperti yang diungkapkan oleh
Pak Andi, tentunya berdasarkan banyak
faktor seperti pengetahuan beliau atau
pengalaman Pak Andi yang sudah cukup lama menjalankan profesinya sebagai
akuntan publik. Selain itu, sebagaimana yang diyakini oleh Pak Andi di dalam
menjalankan profesinya sebagai akuntan
publik juga terdapat standar profesional
dan kode etik yang harus dipatuhinya
disamping pula adanya peraturan hukum yang berlaku bagi akuntan publik.
Akuntan publik (auditor) menginginkan dapat memberikan pendapat
wajar dalam segala hal yang material
dari laporan keuangan klien berdasarkan standar audit yang berlaku. Manajemen (klien) menginginkan hasil audit
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
39
yang dilakukan akuntan publik (auditor)
tidak hanya menjamin laporan keuangan perusahaan saja, tetapi dapat dijadikan acuan untuk keberhasilan bisnis
perusahaan dan menjamin perusahaan
akan terhindar dari kegagalan bisnis ke
depannya.
Pendapat Pak Andi ini juga senada dengan pernyataan dari Wandi yang
merupakan supervisor di KAP B mengenai pemahamannya terhadap fenomena
expectation gap.
“Expectation gap itu adalah kesenjangan
atau perbedaan pemahaman pengguna
laporan keuangan dengan auditor di kantor akuntan. User atau pengguna laporan keuangan tidak bisa membedakan
mana kegagalan bisnis, mana kegagalan
audit. Kadang user menilai kegagalan
bisnis merupakan kegagalan audit padahal itu dua hal yang berbeda. Kegagalan
bisnis artinya perusahaan tidak mampu
menjalankan bisnisnya lagi, misal tidak
mampu melunasi seluruh hutangnya
makanya perusahaan tersebut bangkrut,
itu kalau kegagalan bisnis. Kalau kegagalan audit, auditor salah memberikan
opini berdasarkan prosedur pengujian
yang di lakukan.”
Berdasarkan penjelasan dari Wandi, dapat diartikan bahwa expectation
gap adalah kesenjangan atau perbedaan
pemahaman pengguna laporan keuangan dengan auditor di kantor akuntan.
Kebanyakan terjadinya karena pengguna
laporan keuangan tidak bisa membedakan apa itu kegagalan bisnis, dan apa itu
kegagalan audit. Kegagalan bisnis terjadi
karena perusahaan tidak mampu menjalankan bisnisnya lagi sehingga perusahaan mengalami kebangkrutan. Kegagalan audit adalah kesalahan auditor di
dalam memberikan opini karena adanya kesalahan pada prosedur audit yang
dilakukan.
Bagaimana manajer sebuah perusahaan swasta memandang expectation
gap sebagai suatu pendefinisian situasi
sebelum melakukan serangkaian tinda-
40
kan untuk menyikapinya, berikut adalah
wawancara dengan Irwan, manajer PT.
BS mengenai expectation gap.
“Kalau misalnya ada gap, ekspektasi,
saya rasa tidak. Apabila perusahaan saya
kelola, atau departemen yang saya kelola ini sesuai dengan ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan, apalagi di accounting dikelola sesuai dengan standar
akuntansi. Hanya ada konfirmasi, bahwa laporan ini disajikan dengan benar.
Pasti begitu hasilnya.”
Pernyataan dari Irwan tersebut
dapat dipahami bahwa expectation gap
tidak terjadi apabila manajemen dapat
mengikuti aturan-aturan dan ketentuan yang berlaku, dan untuk kebijakan
akuntansi sesuai dengan standar akuntansi keuangan di Indonesia. Pemahaman Irwan terhadap objek sosial expectation gap ini berdasarkan pengalamannya
yang pernah menjadi seorang auditor beberapa tahun lalu. Pengalaman ini yang
kemudian diterapkannya ketika menjadi manajer di perusahaan yang ia kelola
saat ini. Dapat dikatakan bahwa Irwan
memiliki pandangan dari dua sisi, dari
sisi manajer dan auditor.
Dalam menjalankan profesinya,
akuntan publik pada KAP B mengalami
beberapa fakta atau realitas yang memunculkan anggapan-anggapan yang keliru sehingga dapat dimasukan ke dalam
fenomena expectation gap.
1. Kurangnya pemahaman klien terhadap fungsi audit, dimana klien
menganggap bahwa audit pasti bertujuan untuk mengungkap penyelewangan atau korupsi (salah satu
LPD di Denpasar).
2. Anggapan klien yang keliru terhadap
peran auditor dalam pelaksanaan
audit (khususnya general audit) dalam hal ini, klien mengganggap bahwa auditor ikut membantu dalam
menyusunkan laporan keuangan
perusahaan padahal kontrak kerja
yang disepakati oleh KAP dan klien
MENJEMBATANI FENOMENA EXPECTATION GAP:
PEMAHAMAN PENGGUNA LAPORAN KEUANGAN DAN REFLEKSI DIRI AUDITOR
hanya sebatas general audit (salah
satu perusahaan yang bergerak di
bidang jasa perhotelan di daerah
Sanur).
3.Manajemen menginginkan auditor
untuk mengungkap adanya ketidakberesan secara langsung tanpa
melalui komunikasi dan interaksi
dengan pihak lain yang berwenang
(salah satu koperasi yang terletak di
kabupaten Badung).
4.Investor di salah satu perusahaan
swasta yang bergerak dalam bidang
kesehatan yang kurang memahami
arti wajar dalam opini auditor independen, dimana opini wajar tersebut belum dianggap sebagai capaian yang tertinggi dari penilaian
laporan keuangan, opini wajar tanpa pengecualianlah yang dianggap
yang paling tinggi.
Realitas atau fakta-fakta di atas
menunjukkan bahwa fenomena expectation gap timbul dari proses interaksi sosial antara akuntan publik dengan klien
ataupun pihak-pihak lain yang berkaitan. Dalam perspektif interaksionalisme
simbolik hasil audit merupakan sebuah
simbol. Setiap pihak yang melakukan interaksi memiliki maksud, harapan, pemahaman, dan pengalaman yang berbeda mengenai simbol tersebut. Jadi, hal
inilah yang menyebabkan munculnya
fenomena expectation gap sehingga pemaknaan mereka terhadap hasil audit
itu sendiri menjadi berbeda.
4.3 Menjembatani Fenomena Expectation Gap: Pemahaman Manajemen Terhadap Prosedur Audit dan Refleksi Diri Akuntan Publik (Auditor)
Menurut UUD Republik Indonesia
No. 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik, menjelaskan bahwa profesi akuntan
publik merupakan suatu profesi yang
jasa utamanya adalah jasa assurance
dan hasil pekerjaannya digunakan secara luas oleh publik (para pengguna
Vol.6 No.1,Februari 2016 laporan keuangan) sebagai salah satu
pertimbangan penting di dalam pengambilan keputusan. Kepercayaan pengguna
laporan keuangan akan profesi akuntan
publik tergantung pada kualitas jasa
diberikan kepada masyarakat.
Kepercayaan investor merupakan hal yang sangat penting bagi perusahaan. Kepercayaan ini diperoleh jika
perusahaan dapat memberikan laporan keuangan yang benar-benar sesuai
dengan keadaan perusahaan secara riil.
Laporan keuangan tersebut akan memberikan gambaran yang lengkap tentang
bagaimana seluruh perusahaan dapat
mengelola asset hingga pembiayaan
yang telah dilakukan dalam jangka waktu tertentu, hingga berapa keuntungan
dan kerugian yang diderita perusahaan
tersebut. Untuk meningkatkan kredibilitas perusahaan, peran akuntan publik
beserta auditor dengan jasa auditnya
mampu memberikan penilaian atas laporan keuangan tersebut sehingga bisa
menimbulkan kepercayaan dari para investor akan kelangsungan perusahaan.
Manajemen
diberikan
kepercayaan untuk mengelola dan mengendalikan perusahaan. Konsekuensinya, manajemen memiliki tanggung jawab yang
harus dilaporkan secara periodik kepada
pemilik perusahaan melalui media laporan keuangan. Manajemen berkepentingan untuk melaporkan pengelolaan
bisnis yang dipercayakan padanya, sedangkan pemakai laporan keuangan,
khususnya pemilik berkepentingan untuk melihat hasil kinerja manajemen dalam mengelola perusahaan (Christiawan,
2002). Perbedaan ini menimbulkan konflik kepentingan antara manajemen dan
pemilik perusahaan. Oleh karena itu,
konflik kepentingan ini dapat ditengahi
dengan audit dari pihak ketiga yang independen. Hal ini sedikit berbeda dengan apa yang dinyatakan Irwan melalui
pandangannya secara umum:
“Dari sisi manajemen sebenarnya kebutuhan akan jasa audit tidak terlalu ini ya,
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
41
katakanlah, secara umum dulu, di skala
perusahaan seperti ini manajemen tidak
mau diaudit, akan terlihat kelemahan
dari cara mereka dalam mengatur.” Melalui pernyataan Irwan tersebut, secara umum ia mengungkapkan
bahwa manajemen sebenarnya enggan untuk diaudit karena kelemahan-kelemahan manajemen dalam penerapan aturan-aturan dan standar
yang berlaku dapat dinilai setelah audit
dilaksanakan. Namun Irwan kemudian
menambahkan pernyataannya secara
pribadi mengenai pentingnya jasa audit
bagi perusahaan yang dikelolanya.
“Tetapi kalau pendapat saya secara pribadi, adanya auditor memberikan penilaian dan opini atas kewajaran laporan
keuangan yang saya hasilkan. Manfaatnya ya jelas sekali, saat saya menyajikan
laporan keuangan kepada shareholder
mestinya juga kepada stakeholder juga
ya, ada pihak independen yang bisa
memberikan keyakinan juga pada mereka bahwa laporan keuangan yang saya
sajikan layak, jadi sudah benar sudah
disusun sesuai standar akuntansi. Dari
sini dapat dilihat, apakah manajemen
sudah mengelola perusahaan sesuai
dengan keinginan pemilik modal. Kalau
saya melihat penting sekali.”
Berdasarkan pernyataan Irwan
diatas, maka adanya auditor memiliki
posisi yang strategis diantara manajemen dan pemilik perusahaan dan bahkan kepada stakeholder. Terdapat tujuh
kualitas audit memiliki pengaruh terhadap kepuasan klien, yaitu (1) atribut
pengalaman melakukan audit, (2) atribut
memahami industri klien, (3) atribut responsif terhadap kebutuhan klien, (4)
atribut pemeriksaan sesuai dengan standar umum audit, (5) atribut komitmen
kuat terhadap kualitas audit, (6) atribut
keterlibatan pimpinan audit terhadap
pemeriksaan dan (7) atribut melakukan pekerjaan lapangan dengan tepat.
(Widagdo, et. al, 2002). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa manajemen
42
memiliki harapan atas penilaian auditor
terhadap laporan keuangan.
Disisi lain, berdasarkan pernyataan Irwan selaku manajer, sebagai salah satu
pengguna laporan keuangan, manajemen ternyata menaruh kepercayaan
yang besar terhadap pekerjaan auditor
dan akuntan publik dalam mengaudit
laporan keuangan.
“Ikut memberikan penilaian juga. Kadang
saya membaca sebuah aturan dan
melaksanaanya tentunya berdasarkan
kemampuan saya. Bisa jadi apa yang
saya pahami berbeda dengan pemahaman umum. Ketika pihak luar seperti pihak independen, misalnya Auditor bisa
sebagai alat pendeteksi atas kesalahan
yang tidak sengaja saya lakukan.”
Menurut Irwan, auditor tidak hanya sekadar melaksanakan penugasan
berdasarkan kontrak kerja dan bekerja
berdasarkan pada prosedur audit yang
ditetapkan oleh standar. Auditor dianggap sebagai pihak yang dapat memberikan penilaian terhadap pelaksanaan
aturan dan standar yang dijalankan oleh
manajemen, apakah telah sesuai atau
tidak. Irwan berpandangan bahwa auditor sebagai alat pendeteksi atas kesalahan yang dilakukan manajemen. Ditanya
peran auditor dalam mengungkap kecurangan, berikut jawaban dari Irwan.
“Harus. Karena memang tugas auditor adalah mengungkap apa yang dia
ditemukan. Tidak ada alasan, kalau
saya sih berpikir, kalau memang sudah
ditemukan kenapa tidak diungkap. Ketika ada temuan dan temuan itu memenuhi aspek materialitas dan bepengaruh terhadap kelangsungan hidup
perusahaan, terutama materialitas ya,
itu harus diungkap, dan saya tidak punya jawaban kenapa harus diungkap.
Saya justru malah berpikir kalau sudah
ditemukan kenapa tidak diungkap? Kecuali ada informasi kami tidak ungkap
karena tidak material. Dan itu wajar.”
Dalam SA 316.08 disebutkan bahwa karena pendapat auditor atas laporan
MENJEMBATANI FENOMENA EXPECTATION GAP:
PEMAHAMAN PENGGUNA LAPORAN KEUANGAN DAN REFLEKSI DIRI AUDITOR
keuangan didasarkan pada konsep keyakinan memadai (reasonable assurance),
maka laporan keuangan bukan suatu jaminan. Walaupun audit telah dirancang
dan dilaksanakan dengan seksama, namun tidak dapat mendeteksi adanya kecurangan apabila manajemen, karyawan
dan pihak ketiga melakukan penyembunyian informasi. Apabila terdapat
ketidakberesan material, auditor memiliki kewajiban untuk mengkomunikasikan
temuannya kepada komite audit. Pada
dasarnya, auditor tidak berkewajiban
untuk mengungkapkan ketidakberesan material yang ditemukan kepada
pihak-pihak luar klien. Ketidakberesan
tersebut diungkap apabila berpengaruh
terhadap pendapatnya atas laporan
keuangan yang diaudit.
Kecurangan dalam perusahaan
sebenarnya merupakan tanggung jawab
manajemen untuk mencegah. Namun,
sesuai harapan masyarakat, auditor
yang dianggap memiliki tanggung jawab
untuk mengungkap kecurangan atau
ketidakberesan. Tanggung jawab ini masih terbatas untuk merencanakan dan
melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah
saji material, baik yang disebabkan oleh
kekeliruan maupun kecurangan.
Apabila
auditor
menyimpulkan adanya ketidakberesan dan kekeliruan yang mengakibatkan salah saji,
maka auditor harus mendesak manajemen untuk merevisi laporan keuangan.
Jika dipatuhi oleh manajemen, auditor
kemudian dapat memberikan opini tanpa modifikasian dengan pendapat wajar.
Namun jika laporan keuangan tidak direvisi, maka auditor dapat memberikan
pendapat wajar dengan pengecualian
atau pendapat tidak wajar. Jika klien
menolak untuk menerima laporan audit
yang telah dimodifikasi, maka auditor
harus menarik diri dari penugasan dan
mengkomunikasikan alasan penarikan
dirinya kepada komite audit atau dewan
Vol.6 No.1,Februari 2016 komisaris serta pihak lain yang setara
(Jusuf, 2001
Selanjutnya, dari sisi akuntam
publik (auditor), peneliti bertanya kepada Pak Andi mengenai saran beliau untuk menjembatani terjadinya fenomena
expectation gap.
“Kalau dari sisi kita pribadi sebagai auditor sih, harusnya setiap auditor wajib
meng-upgrade diri sendiri ya. Misalnya
dengan mengikuti pelatihan, sertifikasi atau rajin baca mengenai peraturan-peraturan baru yang ada. Dari sana
pemahaman auditor mengenai tanggung jawabnya akan semakin mendalam,
kita juga akan makin kompeten dalam
bekerja. Jangan lupa juga, kita sebagai
auditor itu menjual jasa, jadi kita harus
belajar komunikasi yang baik dengan
orang, sehingga kalau kita memberikan
penyampaian ke klien, klien jadi paham.
Gak bingung dengan tujuan kita mengaudit”.
Penjelasan dari Pak Andi mengenai cara menjembatani fenomena expectation gap yaitu, berasal dari pribadi
akuntan publik (auditor). Akuntan publik (auditor) harus selalu berkembang
dan meningkatkan (upgrade) kemampuan serta pemahaman dirinya mengenai profesinya. Akuntan publik (auditor)
wajib mengikuti pelatihan dan sertifikasi
untuk meningkatkan pemahaman dan
menguji kemampuan auditor, agar tetap
mampu menjaga kepercayaan publik.
Selain itu, akuntan publik juga harus
selalu mengetahui dan membaca peraturan-peraturan baru yang ada. Sebagai
akuntan publik (auditor) yang menjual jasa assurance kepada perusahaan
(klien) diharuskan memiliki kemampuan
komunikasi yang baik terhadap orang
lain (klien), sehingga ketika menyampaikan tujuan audit yang dilakukan,
klien dapat memahami apa yang auditor
maksud.
Julian sebagai salah satu auditor
senior di KAP B juga memberikan tanggapannya untuk menjembatani fenomeJurnal Riset Akuntansi JUARA
43
na expectation gap.
“Sama-sama harus memiliki pemahaman
saja. Dari perusahaan atau masyarakat
yang melihat hasil laporan audit, mereka
harus kita berikan pemahaman sampai
mana batasan kita sebagai auditor bertanggung jawab. Nah disini tugas kita
sebagai auditor dimana kita harus mampu menjelaskan tanggung jawab dan
maksud audit kita itu seperti apa kepada mereka. Jadi, disini auditor sih lebih
ditekankan untuk lebih paham akan tugas dan tanggung jawab profesinya.”
Dari penjelasan yang diberikan oleh Julian, dapat diartikan bahwa akuntan publik (auditor) ditekankan
harus memiliki pemahaman mendalam
akan tugas dan tanggung jawab. Akuntan publik (auditor) harus bisa menjelaskan kepada perusahaan atau pun masyarakat mengenai batasan dari tanggung
jawabnya, apa yang menjadi tanggung
jawabnya dan apa yang bukan menjadi
tanggung jawabnya di dalam pelaksanaan audit.
terhadap arti wajar dalam opini auditor
independen.
Berdasarkan fenomena expectation gap
yang sudah dijelaskan, ada dua hal yang
dapat ditekankan untuk menjembatani
kesenjangan pemahaman terhadap audit antara akuntan publik dengan pengguna laporan keuangan yaitu (1) refleksi
diri auditor dalam konteks pemahaman
akuntan publik (auditor) mengenai fungsi audit, peran dan tanggung jawabnya,
dan (2) pemahaman yang berasal dari
pengguna laporan keuangan terhadap
prosedur audit serta peran akuntan publik (auditor).
5.2 Keterbatasan
Penelitian ini tentunya memiliki keterbatasan, yaitu:
1.Jangka waktu pengamatan dan penelitian yang terbilang singkat yaitu kurang lebih hanya sebulan.
2.Situs penelitian dan informan yang
hanya melibatkan satu KAP dan
satu perusahaan menyebabkan tidak adanya pembanding lain menV.
KESIMPULAN, KETERBATASAN genai pandangan dan pemahaman
DAN SARAN
berkaitan dengan fenomena expec5.1 Kesimpulan
tation gap.
Berdasarkan perspektif teori interaksionalisme simbolik mengenai fenom- 5.3 Saran
ena expectation gap sebagai salah satu
1.Untuk penelitian selanjutnya, disobjek sosial dalam profesi akuntan pubarankan untuk melakukan penlik pada KAP B dipahami sebagai suatu
gamatan dan penelitian dengan
hal yang sudah biasa terjadi berkaitan
jangka waktu yang lebih panjang,
dengan pelaksanaan general audit. Dijumlah informan dan situs penelihat dari realitas dan fakta yang berkailitian lebih banyak dan pemilihan
tan dengan pelaksanaan audit KAP B
situs penelitian yang berbeda sehada beberapa anggapan yang dikategoriingga didapatkan perbandingan pekan sebagai expectation gap seperti: (a)
mahaman berkaitan dengan fenompemahaman klien terhadap fungsi audit;
ena expectation gap.
(b) anggapan klien yang keliru terhadap
2.
Memasuki Masyarakat Ekonomi
peran auditor dalam pelaksanaan audit
Asean (MEA) akuntan publik ser(khususnya general audit); (c) manajeta auditor dituntut untuk mampu
men menginginkan auditor untuk menmenyiapkan dirinya dengan cara
gungkap adanya ketidakberesan secara
meningkatkan kualitas audit dan
langsung tanpa melalui komunikasi dan
profesionalisme agar mampu berinteraksi dengan pihak lain yang berkompetensi dengan akuntan dari
wenang; (d) pemahaman yang kurang
negara-negara lain. Akuntan publik
44
MENJEMBATANI FENOMENA EXPECTATION GAP:
PEMAHAMAN PENGGUNA LAPORAN KEUANGAN DAN REFLEKSI DIRI AUDITOR
juga dituntut untuk menjaga kepercayaan publik melalui hasil audit.
3.Untuk peneliti selanjutnya, berikaitan dengan upaya menjembatani
fenomena expectation gap tidak hanya dibutuhkan pemahaman antara akuntan publik dan pengguna
laporan keuangan, tetapi diharapkan mampu memunculkan suatu
penelitian yang menghasilkan model peraturan yang mengakomodasi
fenomena ini.
DAFTAR PUSTAKA
Blumer, H. 1969. Symbolic interactionism:
Perspective and method. Englewood
Cliffs, NJ: Prentice Hall.
Carcello, J. V., and T. L. Neal. 2000. Audit
committee composition and auditor
reporting, The Accounting Review 75:
(453-467).
Christiawan, Y. J. 2002. Kompetensi dan
Independensi Akuntan Publik: Refleksi Hasil Penelitian Empiris, Jurnal
Akuntansi & Keuangan 4(2): 79-92.
Eipstein, M. J and Geiger, M. A. 1994. Investor views of audit assurance: Recent evidence of the expectation gap,
Journal of Accountancy, (295-323).
Jusuf, A. A. 1999. Persepsi Ekspektasi,
Media Akuntansi (33)/Tahun VI/Maret-April: 46.
Jusuf, A. H. 2001. Auditing (Pengauditan)
Buku 1. STIE YKPN: Jogjakarta.
Knapp, M. 1985. Audit conflicts: An empirical study of the perceived ability of auditors to resist management pressure,
The Accounting Review (60): (202-211).
Lowe, J and Pany. 1993. Expectation of
The Audit Function, The CPA Journal,
(58-59).
Ludigdo, U. 2005. Pemahaman Strukturasi
Atas Praktik Etika di sebuah Kantor
Vol.6 No.1,Februari 2016 Akuntan Publik. Disertasi, Program
Pasca Sarjana Universitas Brawijaya,
Malang.
Messier, W. F., Steven M. G., dan Douglas
F. P. 2014. Jasa Audit dan Assurance:
Pendekatan Sistematis. Jakarta: Salemba Empat.
Mirdah, et. al. 2007. Pandangan dan Sikap
Akuntan Publik terhadap Fenomena
Expectation Gap dan Tanggung Jawab
Hukum Auditor, Tema 8(2): 180-200 .
Nasser, E. M dan Ayuningtyas, R. 2007.
Expectation Gap Mahasiswa, Auditor,
dan Manajer terhadap Sikap dan Kinerja Auditor, Media Riset Akuntansi,
Auditing dan Informasi 7(3): (295-323).
Porter, B. 1993. An Empirical Study of the
Audit Expectation-Performance Gap,
Accounting and Business Research 24
(93): (49-68).
Regar, M. H. 2007. Mengenal Profesi Akuntan & Memahami Laporannya. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Rulund, R. G., and Lindbom C. 1992. Ethic and Disclosure: An Analysis of Conflicting Duties, Critical Perspective Accounting 3: (259-272).
Siddiqui, J., Nasreen, T & Choudhury, A.
2008. The audit expectation gap and
the role of audit education, the case
of an emerging economy, University of
Manchester, UK, pp: 57-65.
Suratman, A. 2002. Mewaspadai Manipulasi Laporan Keuangan Emiten, Jurnal
Investor, Edisi 59.
Widagdo, R., et. al. 2002. Analisis Pengaruh Atribut-atribut Kualitan Audit Terhadap Kepuasan Klien, Makalah Simposium Nasional Akuntansi 5,
Semarang 5-6 September.
Yeganeh, H. Y. 2005. Auditing philosophy,
first impression, Tehran Scientific and
Cultural Publication.
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
45
Download