BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perusahaan manufaktur merupakan penopang utama perkembangan industri di sebuah negara. Perkembangan industri manufaktur di sebuah negara juga dapat digunakan untuk melihat perkembangan industri secara nasional di negara itu. Perkembangan ini dapat dilihat baik dari aspek kualitas produk maupun kinerja industri secara keseluruhan. Oleh sebab itu bagi para investor beranggapan berinvestasi di pasar modal pada sektor manufaktur menjadi prospek yang bagus untuk memperoleh keuntungan. Industri manufaktur rmemegang peran kunci sebagai mesin pembangunan karena industri manufaktur memiliki beberapa keunggulan dibandingkan sektor lain karena nilai kapitalisasi modal yang tertanam sangat besar, kemampuan menyerap tenaga kerja yang besar, juga kemampuan menciptakan nilai tambah (value added creation) dari setiap input atau bahan dasar yang diolah. Pada negara-negara berkembang, peranan industri manufaktur juga menunjukkan kontribusi yang semakin tinggi. Kontribusi yang semakin tinggi ini menyebabkan perubahan struktur perekonomian negara yang bersangkutan secara perlahan ataupun cepat dari sektor pertanian ke sektor Industri manufaktur. 1 2 Ada beberapa fenomena yang muncul pada bisnis bidang manufaktur, pada tahun 2012 yang lalu berdasarkan riset yang dilaporkan oleh UNIDO (Organisasi Pengembangan Industri Dunia), pertumbuhan industri manufaktur global pada kuartal III tahun 2012 hanya 0.2 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Catatan itu sekaluigus menunjukkan pertumbuhan paling lambat sejak tahun 2009. Catatan ini pula menjadi warning kepada seluruh negara-negara di dunia. Sebab, menurut badan PBB tersebut, industri manufaktur akan menghadapi tantangan berat ke depannya. Hal itu disebabkan resesi kuat di Eropa, serta melemahnya pertumbuhan ekonomi di Amerika Utara serta Asia Timur, ditambah dengan melambatnya laju ekonomi di negara-negara berkembang. Krisis ekonomi global menjadi kendala berkembangnya sektor industri manufaktur di seluruh dunia. Lesunya perekonomian di Amerika Serikat dan Eropa yang merupakan kiblat perekonomian dunia berdampak pada berbagai sektor termasuk perindustrian manufaktur. Dampak dari itu semua adalah perekonomian dunia pun ikut lesu karena sektor industri manufaktur termasuk sektor yang paling basah. Di tahun 2013, banyak pihak yang lebih merasa optimistis dengan perkembangan industri manufaktur dunia. Selain karena kondisi perekonomian amerika dan eropa yang makin membaik, sektor industri manufaktur di negara berkembang juga semakin pesat perkembangannya. Dengan begitu walaupun masih ada bayang-bayang krisis ekonomi global, 3 diharapkan industri manufaktur dunia lebih kreatif dalam mengatasi permasalahan ini. Sementara di Indonesia ini, prospek perkembangan industri manufaktur begitu pesat. Optimisme itu merujuk pada krisis moneter pada tahun 1998 yang lalu ketika perekonomian Indonesia hancur lebur. Namun Indonesia ternyata dapat bangkit dan pada tahun 2011 yang lalu pertumbuhan PDB bahkan mencapai 6.2%. Pada tahun 2012, pertumbuhan sektor industri manufaktur khusus sektor nonmigas secara kumulatif mencapai 6.5%. Bahkan pada kuartal II tahun 2012 pertumbuhan mencapai angka 7.27%. Hal itu membawa angin segar bagi sektor industri manufaktur di Indonesia. Batubara di pelataran pertambangan di Indonesia masih menempati top five dalam perengkingan kebutuhan konsumen terhadap barang tambang. Hampir rata-rata perusahaan tambang batubara banyak yang berkomitmen untuk menjawab kebutuhan tersebut dengan menargetkan untuk dapat memproduksi 80 ribu ton per bulan. Kebutuhan dunia terhadap batubara masih belum tergantikan. Kebutuhan pada hasil tambang ini masih sangat tinggi terutama bagi Cina serta India. Industri batubara Indonesia diprediksi akan terus mengalami peningkatan yang signifikan, hal ini disebabkan karena Indonesia masih memiliki sumber daya dan cadangan batubara setidaknya sampai dengan tahun 2025. Berikut proyeksi pertumbuhan industri batubara Indonesia 4 tahun 2013-2025 menurut Asosiasi Perusahaan Batubara Indonesia dan Kementrian ESDM. Sumber: Studi Kinerja Industri Batubara Indonesia, Indoanalisis GAMBAR 1.1 PROYEKSI PERTUMBUHAN BATUBARA INDONESIA 2013-2025 Berdasarkan Gambar 1.1 Proyeksi Pertumbuhan Batubara Indonesia 2013-2025 diperoleh informasi bahwa pada masa mendatang produksi batubara Indonesia diperkirakan akan terus meningkat. Batubara Indonesia tidak hanya untuk memenuhi keburuhan domestik, tetapi juga untuk memenuhi permintaan ekspor. Pada tahun 2013 proyeksi batubara Indonesia sebanyak 337 juta ton, dimana itu akan terus meningkat menjadi sebesar 560 juta ton. 5 Sumber: Studi Kinerja Industri Batubara Indonesia, Indoanalisis GAMBAR 1.2 8 PERUSAHAAN BATUBARA TERBESAR BERDASARKAN VOLUME PRODUKSI TAHUN 2012 Sampai dengan saat ini terdapat ratusan perusahaan tambang batubara yang melakukan kegiatannya di Indonesia. Berdasarkan Gambar 1.2 8 Perusahaan Batubara Terbesar Berdasarkan Volume Produksi Tahun 2012 diperoleh informasi bahwa Adaro Indonesia merupakan perusahaan dengan produksi terbesar pertama dengan produksi batubara sebesar 47,2 juta ton, peingkat kedua Kaltim Prima Coal dengan produksi batubara sebesar 45 juta ton dan peringkat ketiga Kideco Jaya Agung dengan produksi batubara sebesar 36,3 juta ton. 6 Tingkat return saham yang terjadi di suatu perusahaan dapat dijadikan dasar bagi para investor melakukan pembelian, penjualan atau menahan investasinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 17,2 % informasi return dapat dijelaskan oleh empat faktor makroekonomi yaitu Inflasi, Suku bunga, Nilai tukar dan PDB. Sisanya sebesar 82,8% dijelaskan oleh faktor eksternal diluar model dengan empat variabel tersebut. Secara teori, tingkat bunga dan harga saham memiliki hubungan yang negatif (Tandelilin, 2010). Tingkat bunga yang terlalu tinggi akan mempengaruhi nilai sekarang (present value) aliran kas perusahaan, sehingga kesempatan-kesemapatan investasi yang ada tidak akan menarik lagi. Tingkat bunga yang tinggi juga akan meningkatkan biaya modal yang akan ditanggung perusahaan dan juga akan menyebabkan return yang diisyaratkan investor dari suatu investasi akan meningkat. Demikian pula halnya dengan inflasi, tingkat inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang terlalu panas (overheated). Itu berarti kondisi ekonomi mengalami permintaan atas produk yang melebihi kapasitas penawaran produknya, sehingga hargaharga cenderung mengalami kenaikan. Inflasi yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan penurunan daya beli uang (purchasing power of money). Disamping itu, inflasi yang tinggi juga bisa megurangi tingkat pendapatan rill yang diperoleh invertor dari investasinya. 7 Kurs merupakan variabel makroekonomi yang turut mempengaruhi votalitas harga saham. Depreasi mata uang domestik akan meningkatkan volume ekspor. Bila permintaan pasar internasional cukup elastis hal ini akan meningkatkan cash flow perusahaan domestik, yang kemudian meningkatkan harga saham, yang tercermin pada IHSG. Sebaliknya, jika emiten membeli produk dalam negeri, dan memiliki hutang dalam bentuk dollar maka harga sahamnya akan turun. Depresiasi kurs akan menaikkan harga saham yang tercermin pada IHSG dalam perekonomian yang mengalami inflasi. Produk Domestik Bruto (PDB) termasuk faktor yang mempengaruhi perubahan harga saham. Estimasi PDB akan menentukan perkembangan perekonomian. PDB berasal dari jumlah barang konsumsi yang bukan termasuk barang modal. Dengan meningkatnya jumlah konsumsi menyebabkan perekonomian bertumbuh, dan meningkatkan skala omset penjualan perusahaan, karena masyarakat yang bersifat konsumtif. Dengan meningkatnya omset penjualan maka keuntungan perusahaan juga meningkat. Peningkatan keuntungan menyebabkan harga saham prusahaan tersebut juga meningkat, yang berdampak pada pergerakan IHSG. Penelitian yang dilakukan oleh Umi dan Ayu (2013) menyatakan bahwa suku bunga memiliki pengaruh positif namun tidak signifikan terhadap indeks harga saham, sedangkan Suramaya (2011) dan AA.Gde 8 Aditya dan Ni gusti (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa suku bunga tidak berpengaruh signifikan terhadap IHSG Penelitian yang dilakukan oleh Umi dan Ayu (2013) menyatakan bahwa inflasi memiliki pengaruh positif namun tidak signifikan terhadap indeks harga saham, sedangkan Suramaya (2011) dan Entin, dkk (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap IHSG. Penelitian yang dilakukan oleh Suramaya (2011) dan Umi dan Ayu (2013) menyatakan bahwa nilai kurs memiliki pengaruh negatif terhadap indeks harga saham, sedangkan AA.Gde Aditya dan Ni gusti (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa nilai kurs memiliki berpengaruh positif terhadap IHSG. Penelitian mengenai pengaruh PDB terhadap harga saham pernah dilakukan oleh Suramaya Suci Kewal (2011), yang menunjukkan hasil bahwa PDB tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap harga saham. Penelitian mengenai PDB terhadap harga saham juga pernah dilakukan oleh Muhammad Furqan (2011), yang menunjukkan hasil bahwa PDB berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham. Mengingat masih adanya pertentangan dalam kajian sebelumnya, maka dirasakan perlu untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh suku bunga, inflasi, kurs rupiah, dan pertumbuhan PDB terhadap return saham perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek indonesia. Alasan pengambilan sektor manufaktur adalah karena sektor tersebut 9 dipengaruhi oleh keempat variabel yang akan diteliti, yaitu: suku bunga,inflasi, kurs rupiah dan pertumbuhan PDB.Untuk itu peneliti memberi judul penelitian ini : “PENGARUH SUKU BUNGA, INFLASI, KURS RUPIAH, DAN PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) TERHADAP RETURN SAHAM PERUSAHAAN MANUFAKTUR SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA DI BURSA EFEK INDONESIA”. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka dapat disusun suatu rumusan masalah yaitu : 1. Apakah terdapat pengaruh antara suku bunga SBI terhadap return saham perusahaan manufaktur sektor pertambangan batubara? 2. Apakah terdapat pengaruh antara inflasi terhadap return saham perusahaan manufaktur sektor pertambangan batubara? 3. Apakah terdapat pengaruh antara nilai kurs rupiah terhadap return saham perusahaan manufaktur sektor pertambangan batubara? 4. Apakah terdapat pengaruh antara produk domestik bruto terhadap return saham perusahaan manufaktur sektor pertambangan batubara? C. Tujuan penelitian 1. Untuk mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh suku bunga SBI terhadap return saham perusahaan manufaktur sektor pertambangan batubara. 10 2. Untuk mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh inflasi terhadap return saham perusahaan manufaktur sektor pertambangan batubara. 3. Untuk mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh nilai kurs rupiah terhadap return saham perusahaan manufaktur sektor pertambangan batubara. 4. Untuk mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh produk domestik bruto terhadap return saham perusahaan manufaktur sektor pertambangan batubara. D. Manfaat Penelitian Dengan adanya latar belakang yang sudah diuraikan, perumusan masalah, dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, peneliti mengharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi yang berguna bagi berbagai pihak diantaranya, yaitu: 1. Bagi Peneliti, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam dan menambah pengetahuan penulis mengenai masalah yang diteliti. 2. Bagi kalangan akademisi dan para peneliti, diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya yang dapat membantu di dalam perkembangan ilmu akuntansi dan pasar modal. 3. Bagi Investor, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan para investor pengambilan keputusan investasi. dan pelaku pasar modal dalam 11 4. Bagi Perusahaan, Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan perusahaan.