ANALISIS LAPORAN KEUANGAN UNTUK MENILAI KINERJA PADA KELOMPOK INDUSTRI TEKSTIL DARI TAHUN 2003-2005 Studi survey pada beberapa perusahaan Industri tekstil (yang Go Public yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Dan Melengkapi Salah Satu Syarat Dalam Menempuh Ujian Sarjana Ekonomi Program Studi Akuntansi Pada Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama Disusun Oleh : NAMA : Asti Martha Aulia NRP : 0102178 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS WIDYATAMA Terakreditasi (Accredited)- Peringkat “A” SK. Ketua Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) Nomor : 039/BAN-PT/AK-VII/S1/XI/2003 Tanggal 6 November 2003 2007 ANALISIS LAPORAN KEUANGAN UNTUK MENILAI KINERJA PADA KELOMPOK INDUSTRI TEKSTIL DARI TAHUN 2003-2005 Studi survey pada beberapa perusahaan Industri tekstil (yang Go Public yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta) DRAFT SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Dan Melengkapi Salah Satu Syarat Dalam Menempuh Ujian Sarjana Ekonomi Program Studi Akuntansi Pada Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama Disusun Oleh : NAMA : Asti Martha Aulia NRP : 0102178 Menyetujui, Dosen Pembimbing Diana Sari, S.E., M.Si., Ak. Mengetahui, Pjs.Dekan Fakultas Ekonomi, Ketua Program Studi Akuntansi, (H.Supriyanto Ilyas, S.E., M.Si., Ak) (Bachtiar Asikin, S.E., M.M., Ak) SURAT PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Asti Martha Aulia NRP : 01.02.178 Tempat, tanggal lahir : Bandung, 4 Maret 1985 Menyatakan bahwa skripsi dengan judul : “Analisis Laporan Keuangan untuk Menilai Kinerja pada Kelompok Industri Tekstil dari Tahun 2003-2005”, adalah benar dan hasil karya sendiri. Bila terbukti tidak demikian, saya bersedia menerima segala sanksi yang telah ditetapkan. Demikian skripsi ini dibuat sebagaimana mestinya dan benar adanya. Bandung, 26 Maret 2007 Asti Martha Aulia ABSTRAK Dengan berkembangnya dunia usaha yang semakin maju, banyak menimbulkan persaingan yang ketat diantara perusahaan sejenis. Untuk dapat bertahan atau bahkan mampu berkembang dalam persaingan tersebut, perusahaan harus mencermati kondisi dan kinerja perusahaan. Untuk mengetahui kondisi dan kinerja perusahaan, maka diperlukan suatu analis yang tepat. Media yang dipakai untuk menilai kinerja perusahaan adalah laporan keuangan. Berdasarkan uraian diatas penulis menyusun skripsi ini dengan judul “Analisis Laporan Keuangan untuk Menilai Kinerja pada Kelompok Industri Tekstil dari Tahun 2003-2005”. Tujuan dilakukannya penelitian dengan objek kelompok Industri Tekstil yang terdiri dari PT Polychem Indonesia (ADMG), PT Sunson Textile Manufacture (SSTM), dan PT Panasia Indosyntec (HDTX) yang dituangkan dalam skripsi ini adalah untuk menilai kinerja perusahaan pada kelompok Industri Tekstil. Penulis menggunakan metode deskriptif analisis, dan pendekatan metode survey. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan penelitian lapangan ke Pojok Bursa Efek Jakarta Universitas Widyatama, selain itu menggunakan metode kepustakaan dengan cara mempelajari buku-buku yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Adapun analisis laporan keuangan yang dilakukan yaitu dengan menggunakan analisis rasio. Berdasarkan analisis, diperoleh kesimpulan bahwa kinerja terbaik dilihat dari rasio profitabilitas pada tahun 2003 dimiliki oleh PT Sunson Textile Manufacture, sedangkan untuk tahun 2004 dan tahun 2005 kinerja terbaik dimilki oleh PT Polychem Indonesia. Dilihat dari rasio pertumbuhan kinerja terbaik dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2005 dimiliki oleh PT Polychem Indonesia. Dilihat dari rasio penilaian price to earning ratio (PER) kinerja terbaik tahun 2003 dimiliki oleh PT Sunson Textile Manufacture, sedangkan untuk tahun 2004 dan tahun 2005 kinerja terbaik dimiliki oleh PT Polychem Indonesia. Dilihat dari rasio penilaian market to book value (MBVR) pada tahun 2003 sampai dengan tahun 2005 secara umum kinerja terbaik dimiliki oleh PT Panasia Indosyntec. Saran yang diberikan oleh penulis secara umum terhadap PT Polychem Indonesia (ADMG), PT Sunson Textile Manufacture (SSTM), dan PT Panasia Indosyntec (HDTX) yang merupakan perusahaan yang tergabung dalam kelompok industri tekstil agar perusahaan yang bersangkutan dapat terus lebih meningkatkan kinerja perusahaannya dengan meningkatkan penjualan ekspor, menerapkan efesiensi biaya, dan juga lebih berhati-hati dalam menentukan foreign exchange atau transaksi kurs mata uang asing, dan dapat melakukan investasi sesuai dengan skala prioritas. Agar dapat menduduki peringkat yang baik, dan dapat bersaing secara sehat dengan perusahaan sejenis lainnya. KATA PENGANTAR Bismillahirrahmannirrahim, Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul: “Analisis Laporan Keuangan untuk Menilai Kinerja pada Kelompok Industri Tekstil dari Tahun 2003-2005” untuk memenuhi salah satu syarat dalam mencapai gelar Sarjana Ekonomi Program Studi Akuntansi pada Fakultas Ekonomi di Universitas Widyatama. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, akan tetapi dengan kemampuan terbatas, penulis berusaha untuk menyusun skripsi ini sebaik mungkin dengan harapan dapat diambil manfaat yang sebesar-besarnya. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, dorongan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan hati yang tulus penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya kepada : 1. Ibu Diana Sari, S.E., M.Si., Ak., selaku Dosen Pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan serta petunjuk kepada penulis selama masa penyusunan sampai selesainya skripsi ini. 2. Ibu Prof. Dr. Hj. Koesbandijah A.K., M.S., Ak., selaku Ketua Badan Pengurus Yayasan Widyatama. 3. Bpk Dr. H. Mame S. Sutoko, Ir., DEA., selaku Rektor Universitas Widyatama. 4. Bpk H. Supriyanto Ilyas, S.E., M.Si., Ak., selaku Pjs Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama. 5. Bpk Bachtiar Asikin, S.E., M.M., Ak., selaku Ketua Program Studi Akuntansi S1 dan D3 Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama. 6. Bpk Wedi Rusmawan Kusumah, S.E, M.Si., Ak., selaku Sekertaris Program Studi Akuntansi S1 Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama. 7. Seluruh Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis serta seluruh staf karyawan Universitas Widyatama. 8. Pimpinan Pojok BEJ Universitas Widyatama, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian. 9. Mama dan Papa tercinta yang senantiasa memberikan doa, dukungan, perhatian, dan kasih sayang, serta kesabaran dalam membesarkan dan mendidik penulis. 10. Kedua Kakak tercinta Boyan dan Enon serta adik Febri yang selalu mendo’akan, memberikan semangat, dan memberikan canda tawa bagi penulis. 11. Denny (sobler) abang tersayang yang selalu bersabar dalam menghadapi penulis dan memberikan yang terbaik bagi penulis, terimakasih untuk segala perhatiannya. 12. Kedua sepupu Akbar dan Azwar, yang selalu membuat hari-hari penulis penuh makna. 13. Keluarga besar Amih Oyangsih dan Keluarga Besar Hj.Sasmita. 14. Keluarga Besar Bpk Pangestiono : Ibu Tati, Bang Arka, Gogon, Jarwo, Mae. Terima kasih sudah mau direpotkan penulis selama penyusunan skripsi ini. 15. Mba Nas yang selalu mau mendengarkan curhatan penulis, makasih ya Mba. 16. Sahabat dekat : Dhea, Opay, Wine, Lionk, Leni. Terimakasih buat doa dan dukungan nya, semoga kenangan dan persahabatan kita tidak akan terlupakan. 17. Teman seperjuangan : Citra, Keiz, Utiek, Fitri, Lisa, Ella.A, Iwa, Pipit, Meta, Nana, Angel, Medania, terima kasih untuk dukungannya. 18. Anak-anak Pos : Arief, Hiery, Koi, Kamal, Sophie, Feby, Yoni, Firman, Aki, Dally, Dea, Devi, Dik-dik, Nana, Ruben, Tresna&Pepep, dan semuanya yang tidak bisa disebutkan satu per satu. 19. Seluruh teman-teman kelas E Ak.02 : Abay, Aini, Lilis, Ira, Ella, Septi, Maya, Widya, Cachie, Prilla, Raymond, Ragam, dan semuanya terima kasih atas kenangannya. 20. Anak-anak Ecomoda : Adit, Awal, Abay, Iman, Gay, Anggi, Elang, Egi, Irna, Peggi, Ridwan, Thuram, Handi, Edit, Widya, Bass&Ia, Sapta&Ida, Dimas&Ria, Ian&neng Op (awet terus ya), Manajer dan anggota-anggota baru. 21. Anak-anak ‘BudHa’ SMANSA : Maria, Ludi, Sendi, Teguh, Deni Dhut, Tahoo, Andri, Faisal, Dadan, Helmi, Icha, Puput, Bule. 22. Seluruh teman-teman Universitas Widyatama yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas kebaikan yang telah kalian berikan. 23. Semua orang yang peneliti kenal, yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas doa dan segala bantuan yang telah diberikan kepada peneliti selama penyusunan skripsi ini. Akhirnya sekali lagi penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam segala hal. Semoga amal ibadah yang diberikan mendapatkan ridho Allah SWT. Amien. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukan. Bandung, 26 Maret 2007 Penulis Asti Martha Aulia DAFTAR ISI ABSTRAK ..................................................................................................... i KATA PENGANTAR ................................................................................... ii DAFTAR ISI .................................................................................................. v DAFTAR TABEL ......................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. ix BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................. 1 1.2 Identifikasi Masalah ................................................................... 3 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ................................................... 3 1.4 Kegunaan Hasil Penelitian ......................................................... 3 1.5 Kerangka Pemikiran ................................................................... 4 1.6 Metodologi Penelitian ................................................................ 7 1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Analisis ..................................................................... 8 2.2 Laporan Keuangan ..................................................................... 8 2.2.1 Pengertian Laporan Keuangan ....................................... 9 2.2.2 Tujuan Laporan Keuangan ............................................. 10 2.2.3 Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan .................... 12 2.2.4 Pemakai Laporan Keuangan ........................................... 13 2.2.5 Jenis Laporan Keuangan ................................................ 16 2.2.6 Sifat dan Keterbatasan Laporan Keuangan .................... 21 2.3 Analisis Laporan Keuangan ....................................................... 23 2.3.1 Pengertian Analisis Laporan Keuangan ......................... 23 2.3.2 Tujuan Analisis Laporan Keuangan ............................... 24 2.3.3 Prosedur Analisis Laporan Keuangan ............................ 26 2.3.4 Metode dan Teknik Analisis Laporan Keuangan ........... 27 2.4 Analisis Rasio Keuangan ........................................................... 30 2.4.1 Rasio Profitabilitas (Profitability Ratios) ......................... 35 2.4.2 Rasio Pertumbuhan (Growth Ratio) .................................. 37 2.4.3 Ukuran Penilaian (Valuation Measures) ............................ 37 2.4.4 Keunggulan dan Keterbatasan Analisis Rasio Keuangan .......................................................................... 38 2.5 Kinerja ........................................................................................ 39 2.5.1 Definisi Kinerja ................................................................. 39 2.5.2 Pengukuran Kinerja ........................................................... 40 2.5.3 Manfaat Penilaian Kinerja Perusahaan .............................. 41 2.5.4 Alat Ukur Penilaian Kinerja Perusahaan............................ 42 2.6 Hubungan Kinerja Perusahaan dengan Analisis Laporan Keuangan .................................................................................... 43 BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian ......................................................................... 45 3.2 Gambaran Umum Perusahaan .................................................... 45 3.2.1 PT. Polychem Indonesia Tbk (ADMG) ............................ 45 3.2.2 PT. Sunson Textile Manufacture Tbk (SSTM) .................. 47 3.2.3 PT. Panasia Indosyntec Tbk (HDTX) ................................ 49 3.3 Metode Penelitian ....................................................................... 53 3.3.1 Metode Penelitian yang Digunakan .................................. 53 3.3.2 Jenis dan Sumber Data ...................................................... 53 3.3.2.1 Jenis Data .............................................................. 53 3.3.2.2 Sumber Data .......................................................... 54 3.3.3 Teknik Pengumpulan Data ................................................ 54 3.4 Operasionalisasi Variabel ........................................................... 55 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian .......................................................................... 56 4.1.1 Analisis Laporan Keuangan PT Polychem Indonesia Tbk (ADMG) .................................................................... 57 4.1.1.1 Rasio Profitabilitas (Profitability Ratios) ............. 57 4.1.1.2 Rasio Pertumbuhan (Growth Ratio) ...................... 62 4.1.1.3 Ukuran Penilaian (Valuation Measures) ............... 63 4.1.2 Analisis Laporan Keuangan PT Sunson Textile Manufacture Tbk (SSTM) ................................................. 66 4.1.2.1 Rasio Profitabilitas (Profitability Ratios) ............. 66 4.1.2.2 Rasio Pertumbuhan (Growth Ratio) ...................... 72 4.1.2.3 Ukuran Penilaian (Valuation Measures) ............... 73 4.1.3 Analisis Laporan Keuangan PT Panasia Indosyntec Tbk (HDTX) ...................................................................... 76 4.1.3.1 Rasio Profitabilitas (Profitability Ratios) ............. 76 4.1.3.2 Rasio Pertumbuhan (Growth Ratio) ...................... 82 4.1.3.3 Ukuran Penilaian (Valuation Measures) ............... 83 4.2 Pembahasan ................................................................................ 87 4.2.1 Penilaian Kinerja dilihat dari Hasil Analisis Laporan Keuangan ........................................................................... 87 4.2.1.1 Rasio Profitabilitas (Profitability Ratios) ............. 87 4.2.1.2 Rasio Pertumbuhan (Growth Ratio) ...................... 94 4.2.1.3 Ukuran Penilaian (Valuation Measures) ............... 96 BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ................................................................................... 99 5.2 Saran .......................................................................................... 102 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Nama dan Kode Perusahaan .......................................................... 45 Tabel 3.2 Operasionalisasi Variabel Penelitian ............................................. 55 Tabel 4.1 Rasio Laba Operasi Bersih terhadap Penjualan ........................... 57 Tabel 4.2 Rasio Laba Operasi Bersih terhadap Total Aktiva (ROA) ............ 58 Tabel 4.3 Rasio Laba Bersih terhadap Penjualan .......................................... 60 Tabel 4.4 Hasil Pengembalian atas Ekuitas (ROE) ........................................ 61 Tabel 4.5 Rasio Harga terhadap Laba (Price to Earning Ratio) .................... 64 Tabel 4.6 Rasio Harga Pasar terhadap Nilai Buku (Market to Book Value Ratio) ................................................................................... 65 Tabel 4.7 Rasio Laba Operasi Bersih terhadap Penjualan ........................... 67 Tabel 4.8 Rasio Laba Operasi Bersih terhadap Total Aktiva (ROA) ............ 68 Tabel 4.9 Rasio Laba Bersih terhadap Penjualan .......................................... 69 Tabel 4.10 Hasil Pengembalian atas Ekuitas (ROE) ........................................ 71 Tabel 4.11 Rasio Harga terhadap Laba (Price to Earning Ratio) .................... 74 Tabel 4.12 Rasio Harga Pasar terhadap Nilai Buku (Market to Book Value Ratio) ................................................................................... 75 Tabel 4.13 Rasio Laba Operasi Bersih terhadap Penjualan ........................... 76 Tabel 4.14 Rasio Laba Operasi Bersih terhadap Total Aktiva (ROA) ............ 78 Tabel 4.15 Rasio Laba Bersih terhadap Penjualan .......................................... 79 Tabel 4.16 Hasil Pengembalian atas Ekuitas (ROE) ........................................ 81 Tabel 4.17 Rasio Harga terhadap Laba (Price to Earning Ratio) .................... 84 Tabel 4.18 Rasio Harga Pasar terhadap Nilai Buku (Market to Book Value Ratio) ................................................................................... 85 Tabel 4.19 Ikhtisar Penilaian Kinerja dilihat dari Rasio Profitabilitas ............ 87 Tabel 4.20 Iktisar Penilaian Kinerja dilihat dari Rasio Pertumbuhan ............. 94 Tabel 4.21 Ikhtisar Penilian Kinerja dilihat dari Ukuran Penilaian ................ 96 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : Laporan Keuangan PT Polychem Indonesia Lampiran 2 : Laporan Keuangan PT Sunson Textile Manufacture Lampiran 3 : Laporan Keuangan PT Panasia Indosyntec Lampiran 4 : Daftar Harga Pasar Saham dan Daftar Nilai Buku Saham Lampiran 5 : Surat Survei Lampiran 6 : Kartu Bimbingan Skripsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagaimana kita ketahui bahwa bidang keuangan merupakan bidang yang sangat penting dalam suatu perusahaan. Baik dalam perusahaan yang berskala besar maupun kecil, ataupun bersifat profit motif maupun non-profit motif akan mempunyai perhatian yang sangat besar dibidang keuangan, terutama dalam perkembangan dunia usaha yang semakin maju, menimbulkan persaingan antara perusahaan pun semakin ketat, khususnya antara perusahaan sejenis. Belum lagi karena kondisi perekonomian yang tidak menentu menyebabkan banyaknya perusahaan yang mengalami keruntuhan. Oleh karena itu agar perusahaan dapat bertahan atau bahkan dapat tumbuh berkembang maka perusahaan harus mencermati kondisi dan kinerja perusahaan. Untuk mengetahui dengan tepat kondisi dan kinerja perusahaan maka perlu dilakukan analisis yang tepat. Media yang dapat dipakai untuk menilai kinerja perusahaan adalah laporan keuangan. Setiap perusahaan akan menyusun suatu laporan keuangan yang dapat menggambarkan kondisi dan kinerja perusahaan pada akhir pembukuan. Laporan keuangan yang disusun oleh setiap perusahaan di Indonesia harus mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan (SAK), yang disusun oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI), disamping itu harus memenuhi pula aturan perpajakan dan aturan lainnya sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum agar dapat memenuhi kebutuhan pemakainya. Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil akhir dari proses akuntansi pada suatu periode tertentu yang merupakan hasil pengumpulan data keuangan yang disajikan dalam bentuk laporan keuangan ataupun ikhtisar lainnya yang dapat digunakan sebagai alat bantu bagi para pemakai di dalam menilai kinerja perusahaan sehingga dapat mengambil keputusan dengan tepat. Laporan keuangan dapat dianalisis untuk melihat kondisi perusahaan, jenis analisis bervariasi sesuai dengan kepentingan pihak-pihak yang melakukan analisis. Salah satu teknis analisis laporan keuangan yang banyak digunakan untuk menilai posisi keuangan dan kinerja perusahaan adalah analisis rasio keuangan karena penggunaanya yang relatif mudah. Analisis laporan keuangan akan lebih tajam apabila angka-angka keuangan dibandingkan dengan standar tertentu. Standar tersebut dapat berupa, standar internal yang ditetapkan membandingkan oleh angka-angka manajemen, keuangan perbandingan dengan masa historis atau sebelumnya, membandingkan dengan perusahaan atau industri sejenis. Analisis laporan keuangan secara garis besar meliputi dua jenis perbandingan,yaitu : 1. Dengan membandingkan rasio sekarang dengan yang lalu dan yang akan datang untuk perusahaan yang sama. 2. Perbandingkan rasio perusahaan dengan perusahaan lainnya yang sejenis atau dengan rata-rata industri pada satu titik yang sama. Perbandingan tersebut dapat memberikan gambaran mengenai kondisi keuangan dan kinerja perusahaan. Salah satu alasan dilakukannya analisis terhadap laporan keuangan adalah menilai kinerja perusahaan. Dimana penilaian kinerja dilakukan untuk mengetahui tingkat efesiensi dan efektivitas organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Penilaian kinerja suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menganalisis dua aspek, yaitu kinerja financial dan kinerja non-financial. Kinerja financial dapat dilihat melalui data-data laporan keuangan, sedangkan kinerja non- financial dapat dilihat melalui aspek-aspek non-finansial diantaranya aspek pemasaran, aspek teknologi maupun aspek manajemen. Pengukuran kinerja suatu perusahaan sangat berguna untuk membandingkan perusahaan dengan perusahaan yang sejenis sehingga dapat dilakukan suatu tindakan yang dianggap perlu untuk memperbaikinya. Tanpa perbandingan, tidak akan diketahui apakah kinerja atau perusahaan mengalami perbaikan atau sebaliknya yaitu menunjukkan penurunan. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul, “Analisis Laporan Keuangan untuk Menilai Kinerja pada Kelompok Industri Tekstil dari Tahun 2003-2005”. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang penelitian, maka penulis akan mengidentifikasi masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana analisis laporan keuangan perusahaan pada kelompok industri tekstil. 2. Bagaimana kinerja perusahaan dilihat dari hasil analisis laporan keuangan pada kelompok industri tekstil. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Sesuai dengan masalah yang diuraikan diatas, maka maksud dari penelitian ini adalah mengumpulkan data, mengolah, serta menganalisis laporan keuangan untuk menilai kinerja perusahaan pada kelompok industri tekstil dari tahun 2003-2005. Tujuan dari penelitian yang penulis lakukan adalah : 1. Untuk mengetahui analisis laporan keuangan perusahaan pada kelompok industri tekstil. 2. Untuk mengetahui bagaimana kinerja perusahaan dilihat dari hasil analisis laporan keuangan pada kelompok industri tekstil. 1.4 Kegunaan Hasil Penelitian Dengan dilakukannya penelitian ini, penulis berharap agar hasil yang diperoleh dapat memberikan manfaat antara lain : 1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam mengenai analisis laporan keuangan dan penilaian kinerja perusahaan. 2. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam merumuskan kebijakan serta tindakan-tindakan selanjutnya sehubungan dengan penggunaan analisis laporan keuangan. 3. Pihak lain, sebagai informasi yang dapat digunakan untuk bahan penelitian bagi yang berminat dalam bidang yang serupa. 1.5 Kerangka Pemikiran Pembangunan dalam bidang perekonomian adalah merupakan salah satu bidang yang sangat penting untuk menunjang keberhasilan pembangunan Bangsa dan Negara secara menyeluruh. Kemajuan suatu Negara dalam bidang perekonomian sangat tergantung pada tingkat perekonomian yang dicapai oleh masyarakat secara keseluruhan. Suatu perusahaan merupakan suatu bagian dari masyarakat secara keseluruhan, dan apabila dikelola serta ditangani dengan baik maka akan memiliki peranan yang cukup besar dalam menunjang pembangunan ekonomi Bangsa dan Negara. Perusahaan industri tekstil merupakan kelompok industri yang tergolong cukup besar. Dalam perkembangannya perusahaan industri tekstil ini secara berkelanjutan melakukan perbaikan mutu agar dapat bertahan diantara perusahaan-perusahaan sejenis lainnya. Selain itu pengelolaan keuangan yang efektif dan efesien juga sangat diperlukan agar perusahaan dapat mempertahankan dan meningkatkan kinerja usahanya ditengah persaingan yang tajam. Untuk mengetahui dengan tepat bagaimana kondisi dan kinerja perusahaan, dapat dilakukan analisis terhadap laporan keuangan yang dimilikinya. Menurut Sofyan Syafri Harahap (2004:189) pengertian analisis dan laporan keuangan didefinisikan sebagai berikut : “Analisis adalah memecahkan atau menggabungkan sesuatu unit menjadi berbagai unit terkecil”. “Laporan keuangan adalah neraca, laporan laba rugi, dan laporan arus kas”. Jika kedua pengertian diatas digabungkan maka pengertian analisis laporan keuangan menurut Sofyan Syafri Harahap (2004:190) adalah: “Menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau yang mempunyai makna antara satu dengan yang lain antara data kuantitatif maupun data non-kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting dalam proses menghasilkan keputusan yang tepat”. Menurut Dewi Astuti (2004:29), analisis laporan keuangan mencangkup : 1. “Perbandingan kinerja perusahaan dengan perusahaan lain dalam industri yang sama. 2. Evaluasi kecenderungan posisi keuangan perusahaan sepanjang waktu.” Dari uraian tersebut diatas dapat dilihat bahwa analisis laporan keuangan tidak lain merupakan proses untuk membedah laporan keuangan kedalam unsur-unsurnya dan menelaah hubungannya, dengan tujuan untuk memperoleh pengertian dan pemahaman yang baik dan tepat mengenai kondisi keuangan dan kinerja perusahaan sehingga dapat membantu dalam pengambilan keputusan yang tepat. Teknik analisis laporan keuangan yang sering digunakan sebagai tolak ukur dalam menilai kinerja perusahaan adalah analisis rasio keuangan, dimana analisis rasio keuangan ini mencoba menginterpretasikan kondisi keuangan dan hasil-hasil operasi perusahaan dengan melihat hubungan dari berbagai pos dalam laporan keuangan. Dalam perhitungan analisis rasio digunakan data yang terdapat dalam neraca dan laporan laba rugi. Menurut J.Fred Weston dan Thomas E Copeland yang dialihbahasakan oleh A. Jaka Wasana dan Kibrandoko (1995:237), ukuran kinerja dianalisis dalam tiga kelompok rasio, yaitu : 1. “Rasio Profitabilitas (Profitability Ratio) Mengukur efektivitas manajemen berdasarkan hasil pengambilan yang dihasilkan dari penjualan dan investasi. 2. Rasio Pertumbuhan (Growth Ratio) Mengukur kemampuan perusahaan untuk mempertahankan posisi ekonominya dalam pertumbuhan perekonomian dan dalam industri atau pasar produk tempatnya beroperasi. 3. Ukuran penilaian (Valuation Measures) Mengukur kemampuan manajemen untuk mencapai nilai-nilai pasar yang melebihi pengeluaran kas." Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan bahwa laporan keuangan dapat digunakan sebagai alat ukur kinerja perusahaan. Pengertian kinerja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:503) adalah “sesuatu yang dicapai atau prestasi yang diperlihatkan atau kemampuan kerja”. Sedangkan pengertian penilaian kinerja menurut Kamus Akuntansi (2000:628) sebagai berikut : “Penilaian kinerja adalah pertimbangan kumulatif tentang faktorfaktor (yang bersifat subjektif atau objektif) untuk menentukan indikator representatif atau penilaian tentang aktivitas individu atau badan usaha, atau kinerja yang berkaitan dengan sejumlah batasan (atau standar) selama beberapa periode. Faktor-faktor yang dipertimbangkan meliputi derajat pencapaian tujuan cara pengukuran item-item dan standar yang digunakan”. Dengan analisis laporan keuangan dapat diketahui mengenai kondisi keuangan dan hasil-hasil operasi perusahaan yang pada akhirnya akan memperlihatkan hasil akhir dari kegitan perusahaan yang dapat menggambarkan performa atau kinerja dari perusahaan yang bersangkutan dan juga dapat membantu manajemen untuk mengidentifikasi kekurangan dan kemudian melakukan tindakan untuk memperbaiki kinerja perusahaan dan membuat keputusan yang rasional dalam hal perencanaan perusahaan, sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. Penelitian tersebut sebelumnya pernah dilakukan oleh Rian Lestariman tahun 2004 pada kelompok industri rokok (2001-2003) dengan judul: “ANALISIS SUMBER DAN PENGGUNAAN MODAL KERJA DALAM MENILAI KINERJA PERUSAHAAN”. Akan tetapi pada penelitian tersebut hanya melakukan penelitian mengenai analisis sumber dan penggunaan modal kerja, yang dilakukan pada kelompok industri rokok. Sehingga penulis ingin menindaklanjuti dari penelitian tersebut dengan mengambil studi survey yang penelitiannya mengenai analisis laporan keuangan pada perusahaan yang bergerak dibidang industri tekstil, dan penelitiannya diarahkan pada penilaian kinerja perusahaan. Adapun judul dalam penelitian yang penulis lakukan adalah “ANALISIS LAPORAN KEUANGAN UNTUK MENILAI KINERJA PADA KELOMPOK INDUSTRI TEKSTIL DARI TAHUN 2003-2005”. 1.6 Metodologi Penelitian Dalam penelitian ini teknik yang digunakan bersifat survey, sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analisis, yaitu suatu metode penelitian yang bertujuan untuk memberi gambaran keadaan objek yang sebenarnya. Data yang didapat akan diolah, dianalisis dan kemudian dapat ditarik suatu kesimpulan. Adapun teknik pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara : 1. Penelitian Lapangan (Field Research) Suatu teknik pengumpulan data, yang bertujuan untuk memperoleh data dari perusahaan yang sedang diteliti untuk kemudian dipelajari, diolah dan dianalisis. 2. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Suatu teknik pengumpulan data dengan cara menumpulkan bahan-bahan dari berbagai sumber dan mempelajari literatur-literatur yang berhubungan dengan teknik pembahasan untuk memperoleh dasar teoritis. Penelitian kepustakaan ini dapat digunakan sebagai dasar pedoman dalam melakukan penelitian lapangan. 1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian Dalam menyusun skripsi ini penulis melakukan penelitian di Pojok Bursa Efek Jakarta Universitas Widyatama di Jl.Cikutra 204A Bandung, sedangkan waktu yang digunakan untuk melakukan penelitian ini diperkirakan dari bulan September 2006 sampai dengan bulan Maret 2007. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Analisis Terdapat beberapa definisi mengenai analisis, yaitu : 1. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:43) “Analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan”. 2. Menurut Komaruddin (2001:53): “Analisis adalah kegiatan berfikir untuk menguraikan suatu keseluruhan menjadi komponen sehingga dapat mengenal tandatanda komponen, hubungannya satu sama lain dan fungsi masingmasing dalam satu keseluruhan yang terpadu”. 3. Sedangkan menurut Kamus Akuntansi (2000:48) : “Analisis adalah melakukan evaluasi terhadap kondisi dari pos-pos atau ayat-ayat yang berkaitan dengan akuntansi dan alasan-alasan yang memungkinkan tentang perbedaan yang muncul. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa analisis adalah kegiatan berfikir untuk menguraikan suatu pokok menjadi bagian-bagian atau komponen sehingga dapat diketahui ciri atau tanda tiap bagian, kemudian hubungan satu sama lain serta fungsi masing-masing bagian dari keseluruhan. 2.2 Laporan Keuangan Laporan keuangan pada hakekatnya merupakan hasil dari proses akuntansi yang disusun menurut prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum yang dapat digunakan untuk mengkomunikasikan data keuangan kepada pihak yang berkepentingan. Agar tidak salah dalam memakai informasi (laporan akuntansi) ini maka perlu diketahui secara benar pengertian dari proses akuntansi. Akuntansi merupakan suatu proses pencatatan, pengukuran, interpretasi, dan komunikasi data keuangan. Menurut Arrens (2006:6), definisi akuntansi adalah : “Accounting is the process of recording, classifying and summarizing of economical event in logical manner for the purpose of providing financial information for decision making”. Proses akuntansi tersebut meliputi pengumpulan dan pengolahan data keuangan perusahaan. Dalam proses akuntansi diidentifikasi berbagai transaksi atau peristiwa yang merupakan kegiatan ekonomi perusahaan, yang dilakukan melalui pengukuran, pencatatan penggolongan dan pengikhtisaran transaksitransaksi yang bersifat keuangan sedemikian rupa sehingga hanya informasi yang relevan dan saling berhubungan satu dengan yang lainnya mampu memberikan gambaran secara layak tentang keadaan keuangan serta hasil perusahaan dalam suatu periode yang akan digabungkan dan disajikan dalam bentuk laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan pertanggungjawaban keuangan pimpinan atas perusahaan yang telah dipercayakan kepada pimpinan tersebut mengenai kondisi keuangan dan hasil-hasil operasi perusahaan yang tercermin dalam laporan keuangan perusahaan, pada hakekatnya merupakan hasil akhir dari kegiatan perusahaan yang menggambarkan performa atau kinerja keuangan dari perusahaan yang bersangkutan. 2.2.1 Pengertian Laporan Keuangan Pada umumnya laporan keuangan terdiri dari neraca, dan perhitungan laba rugi serta laporan perubahan modal, dimana neraca menunjukkan atau menggambarkan jumlah aktiva, hutang, dan modal dari perusahaan pada satu tanggal tertentu, sedangkan perhitungan laba rugi memperlihatkan hasil-hasil yang telah dicapai oleh perusahaan serta biaya selama periode tertentu, dan laporan perubahan modal menunjukkan sumber dan penggunaan atau alasan-alasan yang menyebabkan perubahan modal. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai laporan keuangan, berikut dikemukakan pengertian laporan keuangan antara lain : Menurut IAI (2004:2) adalah : “Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara misalnya, sebagai laporan arus kas, atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan”. Menurut Sofyan Safri Harahap (2004:105) adalah : “Laporan keuangan menggambarkan kondisi keuangan dan hasil usaha suatu perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu tertentu”. Menurut Munawir (2004:2) pengertian laporan keuangan adalah : “Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut”. Dari definisi-definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan adalah laporan yang menyajikan informasi yang akan digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan mengenai posisi keuangan, kinerja perusahaan, perubahan ekuitas, arus kas dan informasi lain yang merupakan hasil dari proses akuntansi selama periode akuntansi dari suatu kesatuan usaha. Bagi para analis, laporan keuangan merupakan media yang paling penting untuk menilai prestasi dan kondisi ekonomis suatu perusahaan. Agar dalam melakukan analisis dan interpretasinya terhadap laporan keuangan itu hasilnya memuaskan, perlu adanya konsistensi penyajian yaitu keseragaman bentuk laporan keuangan untuk dianalisis. 2.2.2 Tujuan Laporan Keuangan Hasil akhir dari suatu proses pencatatan keuangan diantaranya adalah laporan keuangan, laporan keuangan ini merupakan pencerminan dari prestasi manajemen perusahaan pada satu periode tertentu. Selain sebagai alat pertanggungjawaban, laporan keuangan diperlukan sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi. Menurut IAI (2004:4) laporan keuangan bertujuan untuk: “1. Menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. 2. Laporan keuangan tidak menyediakan semua informasi yang mungkin dibutuhkan pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi karena secara umum menggambarkan pengaruh keuangan dari kejadian di masa lalu, dan tidak diwajibkan untuk menyediakan informasi non keuangan. 3. Laporan keuangan menunjukan apa yang telah dilakukan manajemen (stewardship), atau pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya.” Menurut Sofyan Safri Harahap (2004:133) menjelaskan bahwa APB Statement No.4 (AICPA) menggambarkan tujuan laporan keuangan dengan membaginya menjadi dua, yaitu : “1. Tujuan Umum Menyajikan laporan posisi keuangan, hasil usaha, dan perubahan posisi keuangan secara wajar sesuai prinsip akuntansi yang diterima. 2. Tujuan Khusus Memberikan informasi tentang kekayaan, kewajiban, kekayaan bersih, proyeksi laba, perubahan kekayaan dan kewajiban, serta informasi lainnya yang relevan.” Informasi mengenai posisi keuangan, kinerja dan perubahan posisi keuangan sangat diperlukan untuk dapat mengevaluasi atas kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas (dan setara kas), dan waktu serta kepastian dari hasil tersebut. Posisi keuangan perusahaan dipengaruhi oleh sumber daya yang dikendalikan, struktur keuangan, likuiditas, dan solvabilitas serta kemampuan berdaptasi dengan perubahan lingkungan. Informasi kinerja perusahaan, terutama profitabilitas diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang mungkin dikendalikan di masa depan, sehingga dapat memprediksi kapasitas perusahaan dalam menghasilkan kas (dan setara kas) serta untuk merumuskan efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan tambahan sumber daya. Informasi perubahan posisi keuangan perusahaan bermanfaat untuk menilai aktivitas, pendanaan dan operasi perusahaan selama periode pelaporan. Selain berguna untuk menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas (dan setara kas), informasi ini juga berguna untuk menilai kebutuhan perusahaan dalam memanfaatkan arus kas tersebut. Selain untuk tujuan-tujuan tersebut, laporan keuangan juga menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen atau menggambarkan pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Jadi tujuan utama laporan keuangan adalah memberikan informasi yang berguna untuk mengambil keputusan ekonomi. Selain itu laporan keuangan juga bertujuan untuk melaporkan kegiatan perusahaan yang mempengaruhi masyarakat yang dapat ditentukan, dijelaskan, dan diukur dan penting bagi peran perusahaan dalam lingkungan masyarakat. 2.2.3 Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan Informasi yang ada dalam laporan keuangan dan dalam laporan lainnya yang dibuat perusahaan untuk melaporkan kegiatannya harus memiliki karakteristik tertentu untuk memenuhi kebutuhan pemakainya. Karakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang membuat informasi dalam laporan keuangan tersebut berguna bagi para pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Menurut IAI (2004:7) terdapat empat karakteristik kualitatif pokok laporan keuangan yaitu : “1. Dapat dipahami. 2. Relevan. 3. Keandalan. 4. Dapat dibandingkan.” Keempat karakteristik kualitatif laporan keuangan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Dapat dipahami Kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan keuangan adalah kemudahannya untuk segera dapat dipahami oleh pemakai. 2. Relevan Agar bermanfaat, informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan. Informasi memiliki kualitas relevan kalau dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini atau masa depan menegaskan, atau mengkoreksi, hasil evaluasi mereka di masa lalu. 3. Keandalan Agar bermanfaat, informasi juga harus andal (reliable). Informasi memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang tulus atau jujur (faithful representation) dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan. 4. Dapat diperbandingkan Pemakai harus dapat memperbandingkan laporan keuangan perusahaan antar periode untuk mengidentifikasi kecenderungan (trend) posisi dan kinerja keuangan. Pemakai juga harus dapat memperbandingkan laporan keuangan antar perusahaan untuk mengevaluasi posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan secara relatif. Oleh karena itu, pengukuran dan penyajian dampak keuangan dari transaksi dan peristiwa lain yang serupa harus dilakukan secara konsisten untuk perusahaan tersebut, antar periode perusahaan yang sama dan untuk perusahaan yang berbeda. Informasi yang disediakan oleh laporan keuangan tidak akan berguna seandainya tidak relevan. Dalam membuat keputusan pemakai tidak hanya mengerti atau memahami informasi yang disajikan tetapi juga harus mampu menilai tingkat keandalan dan dapat diperbandingkan dengan informasi tentang kemungkinan alternatif dan pengalaman yang lalu. 2.2.4 Pemakai Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan komoditi yang bermanfaat dan dibutuhkan masyarakat, karena dapat memberikan informasi yang dibutuhkan para pemakainya dalam dunia bisnis yang dapat menghasilkan keuntungan. Dengan membaca laporan keuangan dengan tepat maka seseorang dapat melakukan tindakan ekonomi menyangkut lembaga perusahaan yang dilaporkan dan diharapkan akan menghasilkan keuntungan baginya. Menurut Dwi Prastowo dan Rifka Julianty (2005:4) Pemakai laporan keuangan merupakan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan atau disebut juga dengan Business Stakeholders yang meliputi : “1. Investor. 2. Kreditor (pemberi pinjaman). 3. Pemasok dan kreditor usaha lainnya. 4. Shareholders (para pemegang saham). 5. Pelanggan. 6. Pemerintah. 7. Karyawan. 8. Masyarakat.” Mereka menggunakan laporan keuangan untuk memenuhi beberapa kebutuhan informasi yang berbeda. Pemakai laporan keuangan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Investor Penanam modal beresiko dan penasihat mereka berkepentingan dengan risiko yang melekat serta hasil pengembangan dari investasi yang mereka lakukan. Mereka membutuhkan informasi untuk membantu menentukan apakah harus membeli, menahan atau menjual investasi tersebut. Pemegang saham juga tertarik pada informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perusahaan untuk membayar dividen. 2. Kreditor (Pemberi pinjaman) Pemberi pinjaman tertarik dengan informasi keuangan yang memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah pinjaman serta bunganya dapat dibayar pada saat jatuh tempo. 3. Pemasok dan kreditur usaha lainnya Pemasok dan kreditur usaha lainnya tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah jumlah yang terhutang akan dibayar pada saat jatuh tempo. Kreditur usaha berkepentingan pada perusahaan dalam tenggang waktu yang lebih pendek dibandingkan kreditur. 4. Shareholder’s (para pemegang saham) Para pemegang saham berkepentingan dengan informasi mengenai kemajuan perusahaan, pembagian keuntungan yang akan diperoleh, dan penambahan modal untuk business plan selanjutnya. 5. Pelanggan Para pelanggan berkepentingan dengan informasi mengenai kelangsungan hidup perusahaan, terutama kalau mereka terlibat dalam perjanjian jangka panjang dengan, atau tergantung pada perusahaan. 6. Pemerintah Pemerintah dan berbagai lembaga yang berada dibawah kekuasaannya berkepentingan dengan alokasi sumber daya dan karena itu berkepentingan dengan aktivitas perusahaan. Mereka juga membutuhkan informasi untuk mengatur aktivitas perusahaan, menetapkan kebijakan pajak dan sebagai dasar untuk menyusun statistik pendapatan nasional dan statistik lainnya. 7. Karyawan Karyawan dan kelompok-kelompok yang mewakili mereka tertarik pada informasi mengenai stabilitas dan profitabilitas perusahaan. Mereka juga tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memberikan balas jasa, manfaat pensiun dan kesempatan kerja. 8. Masyarakat Perusahaan mempengaruhi anggota masyarakat dalam berbagai cara. Misalnya, perusahaan dapat memberikan kontribusi berarti pada perekonomian nasional, termasuk jumlah orang yang dipekerjakan dan perlindungan kepada penanam modal domestik. Laporan keuangan dapat membantu masyarakat dengan menyediakan informasi kecenderungan (trend) dan perkembangan terakhir kemakmuran perusahaan serta rangkaian aktivitasnya. Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan bersifat umum. Dengan demikian tidak sepenuhnya memenuhi kebutuhan pemakai. Berhubung para investor merupakan penanam modal modal berisiko ke perusahaan, maka ketentuan laporan keuangan yang memenuhi kebutuhan mereka juga akan memenuhi sebagian besar kebutuhan pemakai lain. 2.2.5 Jenis Laporan Keuangan Laporan keuangan yang disusun oleh manajemen perusahaan menurut IAI (2004:13) terdiri dari : “1. Neraca (Balance Sheet). 2. Laporan Laba Rugi (Income Statement). 3. Laporan Arus Kas (Statement of Cash Flow). 4. Laporan Perubahan Ekuitas (Statement of Charge in Equity). 5. Catatan Atas Laporan Keuangan (Notes to Financial Statement).” Berdasarkan latar belakang penelitian yang diambil oleh penulis, maka titik berat permasalahannya yaitu neraca dan laporan laba rugi. Jenis dari laporan keuangan dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. NERACA Neraca adalah laporan keuangan yang memberikan informasi mengenai posisi keuangan perusahaan pada saat tertentu. Neraca mempunyai tiga unsur laporan keuangan yaitu aktiva, kewajiban, dan ekuitas. Menurut Dwi Prastowo dan Rifka Julianty (2005:18), masing-masing unsur tersebut dapat disubklasifikasikan sebagai berikut : 1) Aktiva Aktiva merupakan sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat peristiwa masa lalu dan diharapkan akan memberi manfaat ekonomi bagi perusahaan di masa datang. Aktiva dapat disubklasifikasi lebih jauh menjadi lima sub-klasifikasi, yaitu: a) Aktiva lancar Aktiva yang manfaat ekonominya diharapkan akan diperoleh dalam waktu satu tahun kurang (atau siklus operasi normal), misalnya kas, surat berharga, persediaan, piutang, dan persekot biaya. b) Investasi jangka panjang Yaitu penanaman modal yang biasanya dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh penghasilan tetap atau untuk menguasai perusahaan lain dan jangka waktunya lebih dari satu tahun, misalnya investasi saham, investasi obligasi. c) Aktiva tetap Aktiva yang memiliki wujud fisik, digunakan dalam operasi normal perusahaan (tidak dimaksudkan untuk dijual) dan memberikan manfaat ekonomi lebih dari satu tahun. Termasuk dalam sub-klasifikasi aktiva ini antara lain tanah, gedung, kendaraan, mesin serta peralatan. d) Aktiva tidak berwujud Aktiva yang tidak mempunyai substansi fisik dan biasanya berupa hak atau hak istimewa yang memberikan manfaat ekonomi bagi perusahaan untuk jangka waktu lebih dari satu tahun. Termasuk dalam sub-klasifikasi aktiva ini misalnya patent, goodwill, royalty, copyright, trade name/trade mark, franchise dan license. e) Aktiva lain-lain Aktiva yang tidak dimasukan kedalam salah satu dari empat subklasifikasi tersebut, misalnya beban ditangguhkan, piutang kepada direksi, deposito, pinjaman karyawan. 2) Kewajiban (Hutang) Kewajiban merupakan utang perusahaan masa kini yang timbul dari peristiwa masa mengakibatkan lalu, arus yang penyelesaiannya keluar dari sumber diharapkan akan daya perusahaan yang mengandung manfaat ekonomi. Kewajiban dapat disubklasifikasikan lebih lanjut menjadi tiga sub-klasifikasi, yaitu : a) Kewajiban Lancar Kewajiban yang penyelesaiannya diharapkan akan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya perusahaan (yang memiliki manfaat ekonomi) dalam jangka waktu satu tahun atau kurang. Termasuk dalam kategori kewajiban ini misalnya utang dagang, utang wesel, utang gaji dan upah, dan utang biaya atau beban lainnya yang belum dibayar. b) Kewajiban jangka panjang Kewajiban yang penyelesaiannya diharapkan akan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya perusahaan (yang memiliki manfaat ekonomi) dalam jangka waktu lebih dari satu tahun. Termasuk dalam kategori kewajiban ini misalnya utang obligasi, utang hipotik, dan utang bank atau kredit investasi. c) Kewajiban lain-lain Kewajiban yang tidak dapat dikategorikan kedalam salah satu subklasifikasi tersebut, misalnya utang kepada para pemegang saham. 3) Ekuitas Ekuitas merupakan bagian hak pemilik dalam perusahaan yang merupakan selisih antara aktiva dan kewajiban yang ada. Unsur ekuitas ini dapat disubklasifikasikan menjadi dua sub-klasifikasi, yaitu : a) Ekuitas yang berasal dari setoran para pemilik, misalnya modal saham (termasuk agio saham bila ada). b) Ekuitas yang berasal dari hasil operasi, yaitu laba yang tidak dibagikan kepada para pemilik, misalnya dalam bentuk dividen (ditahan). 2. LAPORAN LABA RUGI Menurut Dwi Prastowo dan Rifka Julianty (2005:22), untuk dapat menggambarkan informasi mengenai potensi perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu (kinerja), laporan laba rugi mempunyai dua unsur, yaitu : 1) Penghasilan (Income) Yang diartikan sebagai kenaikan manfaat ekonomi dalam bentuk pemasukan atau peningkatan aktiva atau penurunan kewajiban (yang menyebabkan kenaikan ekuitas selain yang berasal dari konstribusi pemilik) perusahaan selama periode tertentu dapat disubklasifikasikan menjadi : a) Pendapatan (Revenues) Yaitu penghasilan yang timbul dalam pelaksanaan aktivitas yang biasa dan yang dikenal dengan sebutan yang berbeda, seperti misalnya penjualan barang dagang, penghasilan jasa (fees), pendapatan bunga, pendapatan deviden, royalti dan sewa. b) Keuntungan (Gains) Yaitu pos lain yang memenuhi definisi penghasilan dan mungkin timbul atau tidak timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang rutin misalnya pos yang timbul dalam pengalihan aktiva lancar, revaluasi sekuritas, kenaikan jumlah aktiva jangka panjang. 2) Beban (Expense) Yang diartikan sebagai penurunan manfaat ekonomi dalam bentuk arus keluar, penurunan aktiva, atau kewajiban (yang menyebabkan penurunan ekonomis yang tidak menyangkut pembagian kepada pemilik) perusahaan selama periode tertentu, dapat disubklasifikasikan menjadi : a) Beban Yang timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa (yang biasanya berbentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva seperti kas persediaan, aktiva tetap), yang meliputi misalnya harga pokok penjualan, gaji dan upah, penyusutan. b) Kerugian (losses) Yang mencerminkan pos lain yang memenuhi definisi beban yang timbul atau tidak timbul dari aktivitas perusahaan yang jarang terjadi, seperti misalnya rugi karena bencana kebakaran, banjir atau pelepasan aktiva tidak lancar. Selisih antara total penghasilan dan beban disebut penghasilan bersih. Didalam laporan laba rugi, keuntungan dan kerugian biasanya disajikan secara terpisah, sehingga akan memberikan informasi yang lebih baik dalam pengambilan keputusan ekonomi. 3. LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS Laporan perubahan ekuitas yaitu suatu perubahan laporan atau mutasi laba yang ditahan yang merupakan bagian dari pemilik perusahaan untuk suatu periode tertentu. Perusahaan harus menyajikan laporan perubahan ekuitas sebagai komponen utama laporan keuangan, yang menunjukkan : 1) Laba atau rugi bersih periode yang bersangkutan. 2) Setiap pos pendapatan dan beban, keuntungan atau kerugian besrta jumlahnya yang berdasarkan PSAK terkait diakui secara langsung dalam ekuitas. 3) Transaksi modal dengan pemilik dan distribusi kepada pemilik. 4) Saldo akumulasi rugi dan laba pada awal dan akhir periode serta perubahannya. 5) Rekonsiliasi antara nilai tercatat dari masing-masing jenis modal saham, agio dan cadangan pada awal dan akhir periode yang mengungkapkan secara terpisah setiap perubahannya. 4. LAPORAN ARUS KAS Laporan arus kas merupakan laporan keuangan dasar yang berisi mengenai aliran kas masuk dan keluar perusahaan.Laporan ini menggambarkan salah satu komponen neraca, yaitu kas dari satu periode berikutnya. Laporan arus kas ini menyediakan informasi yang berguna untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menggunakan kasnya sehingga menghasilkan masukan berupa kas pula. Laporan arus kas terdiri dari tiga bagian : 1) Arus kas dari aktivitas operasi. 2) Arus kas dari aktivitas investasi. 3) Arus kas dari aktivitas pendanaan. 5. CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN Catatan atas laporan keuangan harus disajikan secara sistematis. Setiap pos dalam neraca, laporan laba rugi dan laporan arus kas harus berkaitan dengan informasi yang terdapat dalam catatan atas laporan keuangan. Catatan atas laporan keuangan mengungkapkan : 1) Informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan akuntansi yang dipilih dan diterapkan terhadap peristiwa dan transaksi yang penting. 2) Informasi yang diwajibkan dalam pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) tetapi tidak disajikan di neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas. 3) Informasi tambahan yang tidak disajikan dalam laporan keuangan tetapi diperlukan dalam rangka penyajian secara wajar. 2.2.6 Sifat dan Keterbatasan Laporan Keuangan Laporan keuangan dipersiapkan atau dibuat dengan maksud untuk memberikan gambaran atau laporan kemajuan (progress report) secara periodik yang dilakukan pihak manajemen yang bersangkutan. Menurut Munawir (2004:6) laporan keuangan bersifat historis serta menyeluruh dan sebagai suatu progress report laporan keuangan terdiri dari data-data yang merupakan hasil dari suatu kombinasi antara : “1. Fakta yang telah dicatat (recorded fact). 2. Prinsip-prinsip dan kebiasaan-kebiasaan di dalam akuntansi (accounting conversation and postulate). 3. Pendapat pribadi (personal judgement).” Fakta yang telah dicatat (Recorded Fact) sifat ini menunjukkan bahwa penyusunan laporan keuangan itu dibuat atas fakta dari catatan-catatan akuntansi atas peristiwa-peristiwa atau transaksi yang telah terjadi. Sehingga laporan keuangan tidak dapat mencerminkan posisi keuangan perusahaan sesuai kondisi perekonomian paling akhir. Prinsip-prinsip dan kebiasaan-kebiasaan di dalam akuntansi (Accounting Conversation and Postulate) sifat ini berarti bahwa data yang dicatat itu didasarkan pada prosedur maupun anggaran-anggaran tertentu yang merupakan prinsip-prinsip akuntansi yang lazim (General Accepted Accounting Principles), hal ini dilakukan dengan tujuan memudahkan pencatatan atau untuk keseragaman. Pendapat pribadi (Personal Judgement) dimaksudkan bahwa, walaupun pencatatan transaksi telah diatur oleh konvensi atau dalil-dalil dasar yang telah ditetapkan dan sudah menjadi standar praktek pembukuan, namun penggunaan dari konvensi dan dalil dasar tersebut tergantung daripada kemampuan dan integrasi pembuatnya (akuntan) terhadap konvensi akun tersebut. Dengan mengingat atau memperhatikan sifat-sifat laporan keuangan tersebut diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa laporan keuangan itu menurut Munawir (2004:9) mempunyai beberapa keterbatasan antara lain : “1. Laporan keuangan yang dibuat secara periodik pada dasarnya merupakan interim report (laporan yang dibuat antara waktu tertentu yang sifatnya sementara) dan bukan merupakan laporan final. 2. Laporan keuangan menunjukkan angka dalam rupiah yang kelihatannya bersifat pasti dan tepat, tetapi sebenarnya dasar penyusunannya dengan standar nilai yang mungkin berbeda atau berubah-ubah. 3. Laporan keuangan disusun berdasarkan hasil pencatatan transaksi keuangan atau nilai rupiah dari berbagai waktu atau tanggal yang lalu. 4. Laporan keuangan tidak mencerminkan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi posisi atau keadaan keuangan perusahaan karena faktorfaktor tersebut tidak dapat dinyatakan dengan satuan uang.” Menurut Sofyan Safri Harahap (2004:16) menjelaskan bahwa SAK (Standar Akuntansi Keuangan) menggambarkan sifat dan keterbatasan laporan keuangan adalah sebagai berikut : “1. Laporan keuangan bersifat historis, yaitu merupakan laporan atas kejadian yang telah lewat. Karenanya, laporan keuangan tidak dapat dianggap sebagai satu-satunya sumber informasi dalam proses pengambilan keputusan ekonomi. 2. Laporan keuangan bersifat umum, disajikan untuk semua pemakai dan bukan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pihak tertentu saja misalnya untuk Pajak, Bank. 3. Proses penyusunan laporan keuangan tidak luput dari penggunaan taksiran dan berbagai pertimbangan. 4. Akuntansi hanya melaporkan informasi yang material. 5. Laporan keuangan bersifat konservatif dalam menghadapi ketidakpastian. 6. Laporan keuangan lebih menekankan pada makna ekonomis suatu peristiwa/transaksi daripada bentuk hukumnya (formalitas), (subtance over form). 7. Laporan keuangan disusun dengan menggunakan istilah-istilah teknis, dan pemakai laporan diasumsikan memahami bahasa teknis akuntansi dan sifat dari informasi yang dilaporkan. 8. Adanya berbagai alternatif metode dan akuntansi yang dapat digunakan menimbulkan variasi dalam pengukuran sumber-sumber ekonomis dan tingkat kesuksesan antar perusahaan. 9. Informasi yang bersifat kualitatif dan fakta yang tidak dapat dikuantifikasikan umumnya diabaikan.” Dengan memahami sifat dan keterbatasan laporan keuangan, maka pengguna informasi laporan keuangan dapat menjaga kemungkinan salah tafsir terhadap informasi yang diberikan, sehingga kesimpulan yang diambil lebih akurat. 2.3 Analisis Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi yang penting bagi para pemakai laporan keuangan dalam rangka pengambilan keputusan ekonomi. Pada sisi lain, ternyata bahwa karena karakteristiknya, laporan keuangan bukanlah segala-galanya, karena laporan keuangan memiliki keterbatasan. Laporan keuangan akan menjadi lebih bermanfaat untuk pengambilan keputusan ekonomi, apabila dengan informasi laporan keuangan tersebut dapat diprediksi apa yang akan terjadi di masa mendatang. Dengan mengolah lebih lanjut laporan keuangan melalui proses perbandingan, evaluasi dan analisis trend, akan diperoleh prediksi tentang apa yang mungkin terjadi di masa mendatang. Disinilah arti pentingnya suatu analisis terhadap laporan keuangan. Hasil analisis laporan keuangan akan mampu membantu menginterpretasikan berbagai hubungan kunci dan kecenderungan yang dapat memberikan dasar pertimbangan mengenai potensi keberhasilan perusahaan di masa datang. 2.3.1 Pengertian Analisis Laporan Keuangan Secara harfiah, analisis laporan keuangan terdiri dari dua kata yaitu, analisis dan laporan keuangan. Untuk menjelaskan pengertian kata ini maka dapat dilihat dari arti masing-masing kata. Menurut Sofyan Syafri Harahap (2004:189) pengertian analisis dan laporan keuangan didefinisikan sebagai berikut : “Analisis adalah memecahkan atau menggabungkan sesuatu unit menjadi berbagai unit terkecil”. “Laporan keuangan adalah neraca, laporan laba rugi, dan laporan arus kas”. Jika kedua pengertian diatas digabungkan maka pengertian analisis laporan keuangan menurut Sofyan Syafri Harahap (2004:190) adalah: “Menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau yang mempunyai makna antara satu dengan yang lain baik antara data kuantitatif maupun data non-kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting dalam proses menghasilkan keputusan yang tepat”. Menurut Kamus Akuntansi, analisis laporan keuangan adalah : “Mencari hubungan yang ada antara suatu angka dalam laporan keuangan dengan angka lain agar dapat diperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai keadaan keuangan dan hasil usaha perusahaan”. Analisis laporan keuangan menurut Dewi Astuti (2004:29) adalah : “Segala sesuatu yang menyangkut penggunaan informasi akuntansi untuk membuat keputusan bisnis dan investasi”. Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa analisis laporan keuangan adalah membedah dan menguraikan pos-pos laporan keuangan untuk mencari hubungan antara unsur-unsur dalam laporan keuangan agar dapat diperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai keadaan keuangan dan hasil usaha perusahaan sehingga informasi tersebut dapat digunakan dalam membuat keputusan bisnis dan investasi. 2.3.2 Tujuan Analisis Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan alat yang penting untuk memperoleh informasi sehubungan dengan posisi keuangan dan hasil-hasil yang telah dicapai oleh perusahaan. Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi yang cukup penting untuk pengambilan keputusan ekonomi. Laporan keuangan menyajikan informasi mengenai apa yang telah terjadi, sementara para pemakai laporan keuangan membutuhkan informasi mengenai apa yang mungkin terjadi di masa datang. Analisis laporan keuangan dapat dilakukan untuk beberapa tujuan. Misalnya menurut Dwi Prastowo dan Rifka Julyanti (2005:57) analisa laporan keuangan bertujuan untuk : “Misalnya dapat digunakan sebagai alat screening awal dalam memilih alternatif investasi atau merger; sebagai alat forecasting mengenai kondisi dan kinerja keuangan di masa datang; sebagai proses diagnosis terhadap masalah-masalah manajemen, operasi, atau masalah lainnya; atau sebagai alat evaluation terhadap manajemen.” Menurut Sofyan Syafri Harahap (2004:195) tujuan analisis laporan keuangan yaitu: “1. Dapat memberikan informasi yang lebih dalam daripada yang terdapat dari laporan keuangan biasa. 2. Dapat menggali informasi yang tidak tampak secara kasat mata dari suatu laporan keuangan atau yang berada di balik laporan keuangan. 3. Dapat mengetahui kesalahan yang terkandung dalam laporan keuangan. 4. Dapat membongkar hal-hal yang bersifat tidak konsisten dalam hubungannya dengan suatu laporan keuangan baik dikaitkan dengan komponen intern laporan keuangan maupun kaitannya dengan informasi yang diperoleh dari luar peruasahaan. 5. Mengetahui sifat-sifat hubungan yang akhirnya dapat melahirkan modelmodel dan teori-teori yang terdapat dilapangan seperti untuk prediksi, peningkatan (rating). 6. Dapat memberikan informasi yang diinginkan oleh para pengambil keputusan. Dengan perkataan lain apa yang dimaksudkan dari suatu laporan keuangan merupakan tujuan analisa laporan keuangan juga antara lain: 1) Dapat menilai prestasi perusahaan. 2) Dapat memproyeksi keuangan perusahaan. 3) Dapat menilai kondisi keuangan masa lalu dan masa sekarang dari aspek waktu tertentu: a. Posisi keuangan (Assets, Neraca, dan Modal) b. Hasil usaha perusahaan (Hasil dan Biaya) c. Likuiditas d. Solvabilitas e. Aktivitas f. Rentabilitas atau profitabilitas g. Indikator Pasar Modal 4) Menilai perkembangan dari waktu ke waktu. 5) Melihat komposisi struktur keuangan, arus dana. 7. Dapat menentukan peringkat (rating) perusahaan menurut kriteria tertentu yang sudah dikenal dalam dunia bisnis. 8. Dapat membandingkan situasi perusahaan dengan perusahaan lain dengan periode sebelumnya atau dengan standar industri normal atau standar ideal. 9. Dapat memahami situasi dan kondisi keuangan yang dialami perusahaan, baik posisi keuangan, hasil usaha, struktur keuangan, dan sebagainya. 10. Bisa juga memprediksi potensi apa yang mungkin dialami perusahaan di masa yang akan datang.” Dengan menganalisis laporan keuangan suatu perusahaan maka akan diperoleh semua jawaban yang berhubungan dengan masalah posisi keuangan perusahaan dan hasil-hasil yang dicapai oleh perusahaan yang bersangkutan Dari semua tujuan tersebut, tujuan yang terpenting dari analisis laporan keuangan adalah untuk mengurangi ketergantungan para pengambil keputusan pada dugaan murni, terkaan, dan intuisi; mengurangi dan mempersempit lingkup ketidakpastian pada setiap proses pengambilan keputusan. 2.3.3 Prosedur Analisis Laporan Keuangan Berbagai langkah harus ditempuh dalam menganalisis laporan keuangan. Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh menurut Dwi Prastowo dan Rifka Julianty (2005:58) adalah sebagai berikut : “1. Memahami latar belakang data keuangan perusahaan 2. Memahami kondisi-kondisi yang berpengaruh pada perusahaan 3. Mempelajari dan mereview laporan keuangan 4. Menganalisis laporan keuangan.” Keempat Prosedur analisis laporan keuangan dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Memahami latar belakang data keuangan perusahaan Pemahaman latar belakang data keuangan perusahaan mencangkup pemahaman tentang bidang usaha perusahaan dan kebijakan akuntansi yang dianut dan diterapkan oleh perusahaan. Memahami latar belakang data keuangan perusahaan yang akan dianalisis merupakan langkah yang perlu dilakukan sebelum menganalisis laporan keuangan perusahaan tersebut. 2. Memahami kondisi-kondisi yang berpengaruh terhadap perusahaan Kondisi-kondisi yang perlu dipahami mencangkup informasi mengenai trend (kecenderungan) industri dimana perusahaan beroperasi; perubahan teknologi; perubahan selera konsumen; perubahan faktor-faktor ekonomi seperti perubahan pendapatan per kapita; tingkat bunga; tingkat inflasi dan pajak; dan perubahan yang terjadi di dalam perusahaan itu sendiri, seperti perubahan manajemen kunci. 3. Mempelajari dan mereview laporan keuangan Kedua langkah pertama memberikan gambaran mengenai karakteristik (profil) perusahaan. Sebelum berbagai teknis analisis laporan keuangan diaplikasikan, perlu dilakukan review terhadap laporan keuangan secara menyeluruh. Tujuan langkah ini adalah untuk memastikan bahwa laporan keuangan telah cukup jelas menggambarkan data keuangan yang relevan dan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku. 4. Menganalisis laporan keuangan Setelah memahami profil perusahaan dan merivew laporan keuangan, maka dengan menggunakan berbagai metoda dan teknik analisis yang ada dapat menganalisis laporan keuangan dan menginterpretasikan hasil analisis tersebut (bila perlu disertai rekomendasi). 2.3.4 Metode dan Teknik Analisis Laporan Keuangan Banyak metode dan teknik yang dipakai dalam analisis laporan keuangan. Metode dan teknik ini merupakan cara bagaimana melakukan analisis. Di bawah ini akan dijelaskan bagaimana metode dan teknik yang dilakukan dalam menganalisis laporan keuangan. Secara umum menurut Dwi Prastowo dan Rifka Juliaty (2005:59) metode analisis laporan keuangan dapat diklasifikasikan menjadi dua klasifikasi, yaitu : “1. Metode analisis horizontal (dinamis). 2. Metode analisis vertikal (statis).” Kedua metode analisis laporan keuangan dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Metode analisis horizontal (dinamis) Metode analisis horizontal (dinamis) adalah metode analisis yang dilakukan dengan cara membandingkan laporan keuangan untuk beberapa tahun (periode), sehingga dapat diketahui perkembangan dan kecenderungannya. Disebut metode analisis horizontal karena analisis ini membandingkan pos yang sama untuk periode yang berbeda. Disebut metode analisis dinamis karena metode ini bergerak dari tahun ke tahun (periode). Teknik-teknik analisis yang termasuk pada klasifikasi metode ini antara lain teknik analisis perbandingan, analisis trend (index), analisis sumber dan penggunaan dana, analisis perubahan laba kotor. 2. Metode analisis vertikal (statis) Metode analisis vertikal (statis) adalah metode analisis yang dilakukan dengan menganalisis laporan keuangan pada tahun (periode) tertentu, yaitu dengan membandingkan antara pos yang satu dan pos lainnya pada laporan keuangan yang sama untuk tahun yang sama. Oleh karena membandingkan antara pos yang satu dengan pos lainnya pada laporan keuangan yang sama, maka disebut vertikal. Disebut metode statis karena metode ini hanya membandingkan pospos laporan keuangan pada tahun (periode) yang sama. Teknik-teknik analisis yang termasuk pada klasifikasi metode ini antara lain teknik analisis prosentase per komponen (Common-size), analisis ratio, dan analisis impas. Teknik analisa yang biasa digunakan dalam analisa laporan keuangan menurut Munawir (2004:36) adalah sebagai berikut : “1. Analisa perbandingan laporan keuangan, adalah metode dan teknik analisa dengan cara memperbandingkan laporan keuangan untuk dua periode atau lebih, dengan menunjukkan : a. Data absolut atau jumlah-jumlah dalam rupiah. b. Kenaikan atau penurunan jumlah rupiah. c. Kenaikan atau penurunan dalam prosentase. d. Perbandingan yang dinyatakan dengan ratio. e. Prosentase dari total. 2. Trend atau tendensi posisi dan kemajuan keuangan perusahaan yang dinyatakan dalam prosentase (trend percentage analysis), adalah suatu 3. 4. 5. 6. 7. 8. metode atau teknik analisa untuk mengetahui tendensi daripada keadaan keuangannya, apakah menunjukkan tendensi tetap, naik atau bahkan turun. Laporan dengan prosentase per komponen atau common size statement, adalah suatu metode analisis untuk mengetahui presentase investasi pada masing-masing aktiva terhadap total aktivanya, juga untuk mengetahui struktur permodalannya dan komposisi perongkosan yang terjadi dihubungkan dengan jumlah penjualannya. Analisa sumber dan penggunaan modal kerja, adalah suatu analisa untuk mengetahui sumber-sumber serta penggunaan modal kerja atau untuk mengetahui sebab-sebab berubahnya modal kerja dalam periode tertentu. Analisa sumber dan penggunaan kas (Cash Flow Statement Analysis), adalah suatu analisa untuk mengetahui sebab-sebab berubahnya jumlah uang kas atau untuk mengetahui sumber-sumber serta penggunaan uang kas selama periode tertentu. Analisis ratio, adalah suatu metode analisa untuk mengetahui hubungan dan pos-pos tertentu dalam neraca atau laporan rugi laba secara individu atau kombinasi dari kedua laporan tersebut. Analisa perubahan laba kotor (Gross Profit Analysis), adalah suatu analisa untuk mengetahui sebab-sebab perubahan laba kotor suatu perusahaan dari periode ke periode yang lain atau perubahan laba kotor suatu periode dengan laba yang dibudgetkan untuk periode tersebut. Analisis Break Event, adalah suatu analisa untuk menentukan tingkat penjualan yang harus dicapai oleh suatu perusahaan agar perusahaan tersebut tidak menderita kerugian, tetapi juga belum memperoleh keuntungan. Dengan analisa break event ini juga akan diketahui berbagai tingkat keuntungan atau kerugian untuk berbagai tingkat penjualan.” Menurut Dewi Astuti (2004:30) ada tiga tipe pembandingan hasil analisis rasio keuangan, yaitu : “1. Analisis cross-sectional Membandingkan hasil analisis ratio keuangan suatu perusahaan dengan nilai analisis keuangan perusahaan sejenis dalam industri yang sama dalam waktu yang sama. 2. Analisis time-series Mengevaluasi kinerja perusahaan dengan cara membandingkan hasil analisis rasio keuangan pada periode yang satu dengan hasil analisis risiko keuangan pada peride yang lain dalam perusahaan yang sama. 3. Analisis gabungan Gabungan antara analisis cross-sectional dan analisis time-series.” Metode dan teknik analisis manapun yang digunakan, kesemuanya itu adalah merupakan permulaan dari proses analisa yang diperlukan untuk menganalisa laporan keuangan, serta digunakan untuk menentukan dan mengukur hubungan antar pos-pos yang ada dalam laporan keuangan sehingga dapat diketahui perubahan-perubahan dari masing-masing pos tersebut bila diperbandingkan dengan laporan keuangan yang dianggarkan atau dengan laporan keuangan perusahaan lain. Tujuan dari setiap metode dan teknik analisis adalah untuk menyederhanakan data sehingga dapat lebih dimengerti. 2.4 Analisis Rasio Keuangan Untuk menilai kondisi keuangan dan prestasi perusahaan, analisis keuangan memerlukan beberapa tolak ukur. Tolak ukur yang sering dipakai adalah analisis rasio, yang menghubungkan dua data keuangan yang satu dengan yang lainnya. Pengertian rasio keuangan menurut Sofyan Syafri Harahap (2004:297) dalam bukunya “Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan” adalah : “Angka yang diperoleh hasil perbandingan dari satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan (berarti)”. Analisis rasio keuangan merupakan salah satu teknik dalam menganalisa laporan keuangan yang banyak digunakan untuk menilai kinerja perusahaan kerena penggunaanya yang relatif mudah. Menurut Sutrisno (2003:247) dalam bukunya “Manajemen Keuangan” jenis rasio dikelompokkan menjadi : “1. Rasio Likuiditas (Liquidity Ratios) 2. Rasio leverage (Leverage Ratios) 3. Rasio aktivitas (Activity Ratios) 4. Rasio keuntungan (Profitability Ratios) 5. Rasio penilaian (Valuation Ratios).” 1. Rasio likuiditas (Liquidity Ratios) Rasio-rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar hutang-hutang jangka pendeknya. Likuiditas adalah kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban-kewajibannya yang segera harus dipenuhi. Ukuran rasio likuiditas terdiri dari tiga alat ukur yaitu : a. Current Ratio Current ratio adalah rasio yang membandingkan antara aktiva lancar yang dimiliki perusahaan dengan hutang jangka pendek. Current Ratio = Current Assets Current Liabilities b. Quick Ratio atau Acid Test Ratio Quick Ratio merupakan rasio antara aktiva lancar sesudah dikurangi persediaan dengan hutang lancar. Quick Ratio = Current Assets − Inventory Current Liabilities c. Cash Ratio Cash Ratio adalah rasio yang membandingkan antara kas dan aktiva lancar yang bisa segera menjadi uang kas dengan hutang lancar. Cash Ratio = Cash + Securities Current Liabilities 2. Rasio leverage (Leverage Ratios) Rasio-rasio yang digunakan untuk mengukur sampai seberapa jauh aktiva perusahaan dibiayai dengan hutang. Ada lima rasio dalam rasio leverage yaitu: a. Total Debt to Total Asset Ratio Rasio ini biasanya disebut dengan rasio hutang, yaitu mengukur prosentase besarnya dana yang berasal dari hutang. Total Debt to Total Asset Ratio = Total Debt × 100% Total Assets b. Total Debt to Total Equity Ratio Rasio hutang dengan modal sendiri merupakan imbangan antara hutang yang dimiliki perusahaan dengan modal sendiri. Total Debt to Total Equity Ratio = Total Debt × 100% Total Equity c. Time Interest Earned Ratio Rasio ini sering disebut coverage ratio merupakan rasio antara laba sebelum bunga dan pajak dengan beban bunga. Time Interest Earned Ratio = EBIT Interest d. Fixed Charge Coverage Ratio Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk menutup beban tetapnya termasuk pembayaran deviden saham preferen, bunga, angsuran pinjaman, dan sewa. Fixed Charge Coverage Ratio = EBIT + Rent Interest + Rent e. Debt Service Coverage Ratio Rasio ini merupakan kemampuan perusahaan dalam memenuhi beban tetapnya termasuk angsuran pokok pinjaman. EBIT + Re nt Debt Service Coverage Ratio = Angsuran pokok pinjaman 3. Rasio aktivitas (Activity + InterestRatios) (1 − Tax ) 3. Rasio aktivitas (Activity Ratios) Rasio-rasio untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan sumber dananya. Dalam rasio ini ada empat rasio yaitu : a. Inventory Turnover Persediaan merupakan komponen utama dari barang yang dijual, oleh karena itu semakin tinggi persediaan berputar semakin efektif perusahaan mengelola persediaan. Inventory Turnover = Net Sales Average Inventory Untuk mengetahui berapa lama persediaan tersimpan dapat dihitung dengan rumus : Average day ' s Inventory = Average Inventory × 360 Net Sales b. Receivable Turnover Rasio ini disebut juga perputaran piutang merupakan ukuran efektivitas pengelolaan piutang. Sales on Credit Average Re ceivable Re ceivable Turnover = Sedangkan untuk mengetahui lamanya piutang tertagih dapat digunakan rumus sebagai berikut : Re ceivable Collection Period = Average Re ceivable × 360 Sales on Credit c. Fixed Assets Turnover Rasio ini disebut juga perputaran aktiva tetap yang merupakan perbandingan antara penjualan dengan aktiva tetap yang dimiliki perusahaan. Sales Fixed Asset Fixed Assets Turnover = d. Total Assets Turnover Rasio ini disebut juga perputaran total aktiva yang merupakan ukuran efektivitas pemanfaatan aktiva dalam menghasilkan penjualan. Net Sales Total Asset 4. Rasio Keuntungan Total Assets Turnover = 4. Rasio keuntungan (Profitability Ratios) Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam mendapatkan keuntungan. Rasio keuntungan dapat diukur dengan beberapa indikator yaitu : a. Profit Margin Profit margin merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dibandingkan dengan penjualan yang dicapai. Rumus yang dapat digunakan adalah : Gross Profit Margin = Net Sales − COGS ×100% Net Sales Operating Profit Margin = EBIT ×100% Net Sales Net Profit Margin = EAT ×100% Net Sales b. Return on Assets Return on assets sering juga disebut sebagai rentabilitas ekonomis, merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam meghasilkan laba dengan semua aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Return on Assets = EBIT ×100% Total Asset c. Return on Equity Return on equity sering disebut juga dengan rate of return on Net Worth yaitu kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan modal sendiri, sehingga ROE ini ada yang menyebut sebagai rentabilitas modal sendiri. Return on Equity = EAT ×100% Total Equity d. Return on Investment Return on investment merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan yang akan digunakan untuk menutup investasi yang dikeluarkan. Return on Investment = EAT ×100% Total Asset e. Earning Per Share (EPS) Earning per share atau laba per lembar saham merupakan ukuran kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan per lembar saham pemilik. EPS = EAT OutStandingShare 5. Rasio penilaian (Valuation Ratios) Rasio-rasio ini untuk mengukur kemampuan manajemen untuk menciptakan nilai pasar agar melebihi biaya modalnya. Rasio penilaian ini terdiri dari : a. Price Earning Ratio Rasio ini mengukur seberapa besar perbandingan antara harga saham perusahaan dengan keuntungan yang akan diperoleh oleh para pemegang saham. PER = Market Price EPS b. Market to Book Value Ratio Rasio ini untuk mengetahui seberapa besar harga saham yang ada di pasar dibandingkan dengan nilai buku sahamnya. MBV ratio = Market Price Book Value Sedangkan menurut J. Fred Westod dan Thomas E. Copeland yang dialihbahasakan oleh A. Jaka Wasana dan Kibrandoko (1995:237) ukuran kinerja perusahaan dianalisis dalam tiga kelompok, yaitu : “1. Rasio profitabilitas (Profitability Ratios) Mengukur efektivitas manajemen berdasarkan hasil pengembalian yang dihasilkan dari penjualan dan investasi. 2. Rasio pertumbuhan (Growth Ratios) Mengukur kemampuan perusahaan untuk mempertahankan posisi ekonomisnya dalam pertumbuhan perekonomian dan dalam industri atau pasar produk tempatnya beroperasi. 3. Ukuran penilaian (Valuation Measures) Mengukur kemampuan manajemen untuk mencapai niali-nilai pasar yang melebihi pengeluaran kas.” 2.4.1 Rasio Profitabilitas (Profitability Ratios) Rasio-rasio profitabilitas mengukur efektivitas manajemen berdasarkan hasil pengembalian yang dihasilkan dari penjualan dan investasi. Rasio-rasio profitabilitas yang digunakan menurut J. Fred Weston dan Thomas E. Copeland yang dialihbahasakan oleh A. Jaka Wasana dan Kibrandoko (1995:239) adalah sebagai berikut : 1. Rasio laba operasi bersih terhadap penjualan (Operating Profit Margin) Rasio ini mengukur persentase laba dari hasil penjualan yang tersisa setelah dikurangi semua ongkos-ongkos operasional. Rasio laba operasi bersih terhadap penjualan banyak digunakan oleh praktisi keuangan sebagai penentu nilai kunci yang mempengaruhi penilaian atas sebuah perusahaan karena rasio ini mencerminkan pure profit yang dihasilkan untuk setiap hasil penjualan. Rasio laba operasi bersih terhadap penjualan = laba operasi bersih ×100% penjualan 2. Rasio laba bersih terhadap total aktiva (Return on Assets) Rasio ini mencoba mengukur efektivitas pemakaian total sumber daya oleh perusahaan atau dengan kata lain mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan semua aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Rasio laba operasi bersih terhadap total aktiva = Laba operasi bersih ×100% Total aktiva 3. Rasio laba bersih terhadap penjualan (Profit Margin on Sales) Rasio ini mengukur presentase laba dari hasil penjualan yang tersisa setelah dikurangi semua ongkos-ongkos termasuk bunga dan pajak. Rasio ini biasa dijadikan patokan dalam menilai kesuksesan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih. Rasio laba bersih terhadap penjualan = Laba bersih x100% Penjualan 4. Hasil pengembalian atas ekuitas (Return on Equity) Hasil pengembalian atas ekuitas atau Return on Equity sering disebut juga dengan rate of return on net worth, rasio ini memperhatikan sejauh mana perusahaan mengelola modal sendiri secara efektif, mengukur tingkat pengembalian bagi pemilik modal yang menginvestasikan uangnya ke dalam perusahaan. Hasil pengembalian atas ekuitas = Laba bersih x100% Modal sendiri 2.4.2 Rasio Pertumbuhan (Growth Ratio) Rasio-rasio pertumbuhan mengukur sebaik apa perusahaan mempertahankan posisi ekonominya di dalam industrinya. Data yang dilaporkan adalah dalam angka-angka nominal sehingga tingkat pertumbuhan yang dihitung merupakan penjumlahan pertumbuhan nyata ditambah faktor kenaikan tingkat harga. Tingkat pertumbuhan dihitung dengan menggunakan metode titik-titik ujung, yaitu : 1 X  g =  n  − 1 ï£ X0  n dimana : g = Tingkat pertumbuhan majemuk selama periode tercakup Xn = Nilai titik akhir X0 = Nilai titik awal N = Jumlah periode pertumbuhan Menurut J. Fred Weston dan Thomas E. Copeland yang dialihbahasakan oleh A. Jaka Wasana dan Kibrandoko (1995:243), yang diukur pertumbuhannya adalah : 1. Penjualan 2. Laba operasi bersih 3. Laba bersih 4. Laba per saham 2.4.3 Ukuran Penilaian (Valuation Measures) Ukuran penilaian atau rasio penilaian adalah ukuran kinerja yang paling menyeluruh untuk suatu perusahaan karena mencerminkan pengaruh gabungan dari rasio hasil pengembalian dan resiko. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam menciptakan nilai pada masyarakat (investor) atau pada para pemegang saham. Rasio ini memberikan informasi seberapa besar masyarakat menghargai perusahaan sehingga mereka mau membeli saham perusahaan dengan harga yang lebih tinggi dibanding dengan nilai buku saham. Menurut J. Fred Weston dan Thomas E. Copeland yang dialihbahasakan oleh A. Jaka Wasana dan Kibrandoko (1995:244), rasio-rasio penilaian terdiri dari : 1. Rasio harga terhadap laba (Price to Earning Ratio) Rasio ini mengukur seberapa besar perbandingan antara harga saham perusahaan dengan keuntungan yang akan diperoleh oleh para pemegang saham. Rasio Harga Terhadap Laba = Harga pasar saham Laba per lembar saham 2. Rasio harga pasar terhadap nilai buku (Market to Book Value Ratio) Rasio ini untuk mengetahui sebarapa besar harga saham yang ada di pasar dibandingkan dengan nilai buku sahamnya. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan perusahaan semakin dipercaya, artinya nilai perusahaan menjadi lebih tinggi. Rasio Harga Pasar Terhadap Nilai Buku = 2.4.4 Harga pasar saham Nilai buku saham Keunggulan dan Keterbatasan Analisis Rasio Keuangan Analisis rasio keuangan memiliki keunggulan dibandingkan dengan teknik analisis lainnya, menurut Sofyan Safri Harahap (2004:298) keunggulan tersebut adalah : “1. Rasio merupakan angka-angka atau ikhtisar statistik yang lebih mudah dibaca dan ditafsirkan. 2. Merupakan pengganti yang lebih sederhana dari informasi yang disajikan laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit. 3. Mengetahui posisi perusahaan di tengah industri yang lain. 4. Sangat berguna untuk bahan dalam mengisi model-model pengambilan keputusan dan model prediksi Z score atau Altman’s Bankruptcy prediction model merupakan suatu model untuk meramalkan kebangkrutan suatu perusahaan yang dibuat oleh Altman. 5. Menstandarisasi ukuran perusahaan. 6. Lebih mudah memperbandingkan perusahaan dengan perusahaan yang lain atau melihat perkembangan perusahaan secara periodik/time series. 7. Lebih mudah melihat trend perusahaan serta melakukan prediksi dimasa yang akan datang.” Keterbatasan analisis rasio keuangan menurut Agnes Sawir (2005:44) antara lain adalah : “1. Kesulitan dalam mengidentifikasi kategori industri dari perusahaan yang dianalisis apabila perusahaan tersebut bergerak di beberapa bidang usaha. 2. Rasio disusun dari data akuntansi dan data tersebut dipengaruhi oleh cara penafsiran yang berbeda dan bahkan bisa merupakan hasil manipulasi. 3. Perbedaan metode akuntansi akan menghasilkan perhitungan yang berbeda misalnya perbedaan metode penilaian persediaan. 4. Informasi rata-rata industri adalah data umum dan hanya merupakan perkiraan.” 2.5 Kinerja Keberhasilan sebuah perusahaan dalam mencapai tujuannya dan memenuhi kebutuhan masyarakat sangat tergantung dari kinerja perusahaan dan manajer perusahaan di dalam melaksanakan pertanggungjawabannya. 2.5.1 Definisi Kinerja Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan bahwa laporan keuangan dapat digunakan sebagai alat ukur kinerja perusahaan. Terdapat beberapa definisi mengenai kinerja, yaitu : 1. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:503) “Kinerja adalah sesuatu yang dicapai atau prestasi yang diperlihatkan atau kemampuan kerja”. 2. Menurut Indra Bastian (2001:329) dalam bukunya “Akuntansi Sektor Publik” adalah: “Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis (strategic planning) suatu organisasi. Secara umum dapat juga dikatakan bahwa kinerja merupakan prestasi yang dapat dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu”. 3. Menurut Bernadin dan Russel (1993:378), yang terdapat di dalam buku “Sistem Manajemen Kinerja” oleh Achmad dan Ruky (2004:15) “Performance is defined as the record of outcomes produced on a specified job Junction or activity during a specified time period”. (kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh di fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu). Dari ketiga definisi tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa kinerja adalah kemampuan atau prestasi yang dicapai dalam melaksanakan suatu tindakan tertentu selama kurun waktu tertentu. 2.5.2 Pengukuran Kinerja Menurut Helfert yang diterjemahkan oleh Wisnu Widjaya dan Moh. Badjuri (1998:69), terdapat tiga ukuran kinerja keuangan perusahaan menurut bidang dan sudut pandang : “1. Sudut pandang manajemen atau perusahaan 2. Sudut pandang pemilik 3. Sudut pandang pemberi pinjaman”. Ketiga ukuran kinerja keuangan perusahaan diuraikan sebagai berikut : 1. Sudut pandang manajemen atau perusahaan Manajemen mempunyai kepentingan ganda dalam analisis kinerja keuangan, yaitu menilai efisiensi dan profitabilitas operasi, serta menimbang seberapa efektif penggunaan sumber daya perusahaan. Penilaian atas operasi sebagian besar dilakukan berdasarkan analisis atas laporan laba rugi, sedangkan efektivitas penggunaan sumber daya biasanya diukur dengan mengkaji ulang baik neraca maupun laporan laba rugi. 2. Sudut pandang pemilik Pemilik adalah investor, yaitu kepada siapa manajemen harus bertanggungjawab. Daya tarik utama bagi pemilik perusahaan pemegang sham dalam suatu perseroan adalah profitabilitas. Profitabilitas berarti hasil yang diperoleh melalui usaha manajemen atas dana yang diinvestasikan pemilik. Pemilik juga tertarik pada pembagian laba yang menjadi haknya, yaitu seberapa banyak yang dibayarkan sebagai deviden kepada mereka. 3. Sudut pandang pemberi pinjaman Bila orientasi pokok manajemen dan pemilik mengarah pada kesinambungan perusahaan, pemberi pinjaman paling sedikit mempunyai dua kepentingan atas perusahaan. Pemberi pinjaman tertarik untuk meminjamkan dana kepada suatu perusahaan yang berhasil yang akan berjalan seperti yang diharapkan. Pada saat yang sama mereka harus mempertimbangkan konsekuensi negatif seperti kegagalan dan likuidasi. Meskipun tidak memperoleh imbalan apapun dari keberhasilan perusahaan, kecuali menerima pembayaran bunga dan pokok pinjaman secara teratur, pemberi pinjaman harus menilai dengan cermat risiko pengembalian dana tersebut awal yang diberikan, khususnya jika dana tersebut disediakan untuk jangka panjang. 2.5.3 Manfaat Penilaian Kinerja Perusahaan Menurut Martono dan D. Agus Harjito (2002:52) mengungkapkan bahwa “Kinerja keuangan suatu perusahaan sangat bermanfaat bagi berbagai pihak (Stakeholder) seperti investor, kreditur, analis, konsultan keuangan, pialang, pemerintah, dan pihak manajemen sendiri”. Manfaat penilaian kinerja dilihat dari pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan dan kinerja perusahaan menurut Dwi Prastowo dan Rifka Julianty (2005:54), yaitu : “1. Para pemegang saham (investor). 2. Para kreditur. 3. Para manajer. 4. Analis sekuritas. 5. Analis kredit.” 1. Para pemegang saham (investor) Para investor dan juga calon investor berkepentingan terhadap informasi laporan keuangan antara lain untuk pengambilan keputusan apakah tetap mempertahankan atau menjual saham suatu perusahaan, apakah grup manajemen yang sekarang ada harus diganti atau dipertahankan dan apakah perusahaan memiliki persetujuan untuk menertibkan dan memperoleh pinjaman baru. 2. Para kreditur Para kreditur dan juga calon kreditur berkepentingan terhadap informasi laporan keuangan antara lain untuk menilai apakah laba yang diperoleh suatu perusahaan akan mampu digunakan untuk membayar beban bunga periodik dan apakah perusahaan mempunyai prospek dalam memenuhi kewajiban (pokok pinjaman) pada saat jatuh tempo. 3. Para manajer Para manajer berkepentingan terhadap informasi laporan keuangan antar lain untuk dapat melakukan penilaian apakah perusahaan mempunyai kemampuan untuk membayar deviden (Deviden Policy), apakah cukup tersedia dana yang akan dapat digunakan untuk pengembangan usahanya dan apakah ada kemungkinan keberhasilan perusahaan di masa datang di bawah kepemimpinannya. 4. Analis sekuritas Para analis sekuritas tertarik terhadap informasi tentang estimasi laba di masa datang dan kekuatan keuangan sebagai elemen penting untuk dasar penentuan nilai sekuritas. 5. Analis kredit Para analis kredit menginginkan untuk dapat menentukan aliran dana di masa datang dan konsekuensinya pada posisi keuangan perusahaan sebagai upaya untuk dapat mengevaluasi resiko kredit yang melekat pada perluasan kreditnya. 2.5.4 Alat Ukur Penilaian Kinerja Perusahaan Penilaian kinerja menurut Kamus Akuntansi (2000:628) sebagai berikut : “Penilaian kinerja adalah pertimbangan kumulatif tentang faktorfaktor (yang bersifat subjektif atau objektif) untuk menentukan indikator representatif atau penilaian tentang aktivitas individu atau badan usaha, atau kinerja yang berkaitan dengan sejumlah batasan (atau standar) selama beberapa periode. Faktor-faktor yang dipertimbangkan meliputi derajat pencapaian tujuan cara pengukuran item-item dan standar yang digunakan”. Menurut J. Fred Weston dan Thomas E. Copeland yang dialihbahasakan oleh A. Jaka Wasana dan Kibrandoko (1995:244), ukuran kinerja perusahaan dianalisis dalam tiga kelompok, yaitu : “1. Rasio profitabilitas (Profitability Ratios) Mengukur efektivitas manajemen berdasarkan hasil pengambilan yang dihasilkan dari penjualan dan investasi. 2. Rasio pertumbuhan (Growth Ratios) Mengukur kemampuan perusahaan untuk mempertahankan posisi ekonomisnya dalam pertumbuhan perekenomian dan dalam industri atau pasar produk tempatnya beroperasi. 3. Rasio penilaian (Valuation Measures) Mengukur kemampuan manajemen untuk mencapai nilai-nilai pasar yang melebihi pengeluaran kas.” 2.6 Hubungan Kinerja Perusahaan dengan Analisis Laporan Keuangan Tingkat kesehatan merupakan alat ukur yang digunakan oleh para pemakai laporan keuangan dalam mengukur kinerja suatu perusahaan. Performa suatu perusahaan dapat dilihat melalui laporan keuangan perusahaan tersebut. Dari laporan keuangan tersebut dapat diketahui keadaan finansial dan hasil-hasil yang telah dicapai perusahaan selama periode tertentu. Helfert yang diterjemahkan oleh Wisnu Widjaya dan Moch. Badjuri (1998;68) mengemukakan bahwa : “Untuk menilai kinerja perusahaan ini perlu dilibatkan analisis dampak keuangan kumulatif ekonomi dari keputusan, dan mempertimbangkannya dengan menggunakan ukuran komparatif”. Sedangkan Harington (1991;1) mengemukakan sebagai berikut : “The Primary resources of information these analysis use to evaluate a firm performance are its financial statement the historical record of this performance”. Tingkat kesehatan perusahaan dapat diketahui dengan melakukan analisis atau interpretasi terhadap laporan keuangan. Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui prestasi dan kelemahan yang dimiliki perusahaan, sehingga pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan, dapat menggunakannya sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Interpretasi atau analisis laporan keuangan suatu perusahaan adalah sangat penting bagi pihak-pihak yang berkepentingan mereka masing-masing berbeda. Selanjutnya dikemukakan pula oleh Harington (1991;1) bahwa : “The financial performance of corporation is of vital interest to many groups and individual”. Dari pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan perusahaan yang tergambar dalam laporan keuangan menjadi perhatian utama bagi para pemakai laporan keuangan tersebut. Oleh karena itu, manajemen perusahaan harus berusaha untuk meningkatkan kinerjanya dari periode ke periode. Dari keseluruhan pernyataan maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Kinerja perusahaan dapat dilihat dari laporan keuangan dan selanjutnya dari kinerja tersebut dapat ditentukan tingkat kesehatan perusahaan yaitu dengan cara melakukan analisis dan interpretasi terhadap laporan keuangan. 2. Dengan melakukan analisis laporan keuangan, selain dapat mengevaluasi kinerja perusahaan dari waktu ke waktu, juga dapat membandingkan kinerja perusahaannya dengan perusahaan lain yang sejenis. 3. Dari hasil analisis terhadap kinerja perusahaan maka dapat membantu manajemen dalam pengambilan keputusan untuk mengatasi kondisi keuangan di masa yang akan datang. 4. Kinerja perusahaan merupakan informasi yang dibutuhkan untuk membantu dalam proses pengambilan keputusan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan. BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Dalam penelitian ini penulis melakukan penelitian pada beberapa perusahaan industri tekstil yang telah Go Public. Berikut dibawah ini adalah nama dan kode perusahaan yang menjadi unit obervasi dalam penelitian : Tabel 3.1 Nama dan kode perusahaan No. Nama Perusahaan Kode Perusahaan di BEJ 1 PT Polychem Indonesia Tbk ADMG 2 PT Sunson Textile Manufacture Tbk SSTM 3 PT Panasia Indosyntec Tbk HDTX Objek penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah laporan keuangan dari tiga emiten perusahaan industri tektil yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta, yang telah disebutkan diatas selama kurun waktu kurang lebih tiga tahun kebelakang, yaitu mulai dari tahun 2003 sampai dengan 2005. 3.2 Gambaran Umum Perusahaan Gambaran umum yang akan dijelaskan dalam penelitian ini adalah gambaran umum baik dari sejarah, aktivitas, dan struktur kepemilikan dari masing-masing perusahaan yang telah dijelaskan dalam objek penelitian diatas. Dan gambaran umum dari masing-masing perusahaan tersebut adalah : 3.2.1 PT Polychem Indonesia Tbk (ADMG) PT. Polychem Indonesia Tbk (d/h PT. GT Petrochem Industries Tbk) (Perusahaan), didirikan dengan akta No.62 tanggal 25 April 1986 dari Irawati Marzuki Arifin, SH, notaris di Jakarta. Akta pendirian tersebut telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan Surat Keputusannya No.C2-1526.HT.01.01.Th.87 tanggal 21 Februari 1987. Anggaran Dasar Perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan, yang terakhir dengan akta No.48 tanggal 29 juni 2005 dari Amrul Partomuan Pohan, SH, Lex Legibus Magister, notaris di Jakarta, tentang perubahan nama Perusahaan menjadi PT. Polychem Indonesia Tbk. Dan disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan surat keputusannya No.C21350 HT.01.04TH.2005 tanggal 2 Agustus 2005 serta diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia No.76 tanggal 23 September 2005. Perusahaan mulai berproduksi secara komersial pada tahun 1990. Ruang lingkup kegiatan Perusahaan meliputi industri pembuatan polyester chips, polyseter filament,engineering plastik, engineering resin, ethylene glycol, polyseter staple fiber dan petrokimia, pertenunan, pemintalan dan industri tekstil. Hasil produksi dipasarkan di dalam dan luar negeri termasuk ke Asia, Amerika Serikat, Eropa dan Afrika. Jumlah karyawan tetap Perusahaan tanggal 31 Desember 2005, 2004 dan 2003 masing-masing sebanyak 2.874, 3.448, 5.958 orang. Berdasarkan Surat Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) No. S-1573/PM/1993 telah melakukan persetujuan atas penawaran umum tanggal 17 September 1983, Perusahaan telah melakukan penawaran umum perdana sejumlah 80.000.000 saham kepada masyarakat. Dimana saham-saham tersebut selanjutnya di catat pada Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya. Perusahaan telah beberapa kali meningkatkan jumlah saham yang dicatat, terakhir dengan pencatatan 3.889.179.559 saham. Perusahaan memiliki saham anak perusahaan, sebagai berikut: Anak Perusahaan PT.Filamendo Sakti (“FS”) PT.Sentra Sintetikajaya(“SS”) Jenis Usaha Lokasi Industri pembuatan nylon filament yarn, polyester-chip untuk bahan baku pembuatan kain nylon cord dan fishing net yarn. Industri pengolahan karet sintetik Jakarta Jakarta GTPI Netherlands B.V (“GTPIN”) Perdagangan umum dan keuangan Belanda Kantor Pusat Wisma Diners Club Lt.12 Jl. Jend Sudirman Kav.34 Jakarta 10220 Phone : 021-570 9292 Fax : 021-573 7638 Daftar Pemegang Saham PT Satya Mulia Gema Gemilang 10.29% HSBC Trustee (Singapore) Limited 33.93% Garibaldi Venture Fund Limited 9.97% PT Gajah Tunggal Tbk 28.91% Manajemen (per 31 Desember 2005) Dewan Komisaris Presiden Komisaris : Bacelius Ruru Wakil Presiden Komisaris : Howell Rembrandt Picket Keezell Komisaris : Martua Radja Panggabean Komisaris Independen : Mochamad Sanoesi Havid Abdul Gani Dewan Direksi Presiden Direktur : Gautama Hartarto Wakil Presiden Direktur : Johan Setiawan Direktur : Irene Chan Chen Ching Yen Yusup Agus Sayono 3.2.2 PT Sunson Textile Manufacture Tbk (SSTM) PT Sunson Textile Manufacture Tbk (Perusahaan), bertempat kedudukan di Bandung, Jawa Barat Indonesia didirikan dengan nama “PT Sandang Usaha Nasional Indonesia Tekstil Industri” dalam rangka Penanaman Modal Dalam Negeri yang diatur dalam Undang-Undang No.6 Tahun 1968, berdasarkan akta Notaris Widyanto Pranamihardja, SH No.20 tanggal 18 November 1972. Perubahan dengan akta Notaris yang sama No.47 tanggal 28 Mei 1976. Akta pendirian Perusahaan dan perubahannya telah disahkan oleh Menteri Kehakiman dengan Surat Keputusan No.Y.A.5/375/10 tanggal 16 Agustus 1976 dan diumumkan dalam Berita Negara no.74 tanggal 17 September 1977, Tambahan No.549. Anggaran dasar perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan dan yang terakhir mengenai perubahan Pasal 11 ayat 2 dan ayat 8 berdasarkan akta Notaris Tatty Nurliana, SH, No.9 Tanggal 28 Juni 2005, masih dalam proses oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Perusahaan memulai kegiatan komersilnya pada tahun 1973. Ruang lingkup kegiatan utama perusahaan mencangkup bidang industri tekstil terpadu termasuk memproduksi dan menjual benang, kain dan produk tekstil lainnya. Jumlah tetap karyawan Perusahaan pada tahun 2005, 2004, dan 2003, masingmasing sebesar 4.235, 4.651, dan 4.699 orang (tidak diaudit). Pada bulan Agustus 1997, Perusahaan melakukan penawaran umum sebanyak 80.000.000 saham dengan nilai nominal Rp 500 per saham yang ditawarkan dengan harga Rp 850 per saham. Pernyataan pendaftaran untuk penawaran umum saham tersebut telah dinyatakan efektif oleh Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) dalam surat No. S-1709/PM/1997 tanggal 28 Juli 1997. Dimana saham-saham tersebut selanjutnya di catat pada Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya. Dalam Rapat Umum Luar Biasa Para Pemegang Saham pada tanggal 10 Agustus 1999 yang dinyatatakan dalam akta notaris Nanny Sukarja, SH No.6 dan 7, Para pemegang saham Perusahaan antara lain menyetujui perubahan nilai nominal saham (stock split) dari Rp.500 per saham menjadi Rp.250 per saham, dan Perusahaan telah beberapa kali meningkatkan jumlah saham yang dicatat terakhir dengan pencatatan 836.707.000 saham. Kantor Pusat Jl. Raya Rancaekek Km.25,5 Sumedang Bandung Phone : (022) 798289, 633046 Fax : (022) 798302 Daftar Pemegang Saham Sundjono Suriadi 7% PT Sunsonindo Textile Investama 57 % Manajemen (per 31 Desember 2005) Dewan Komisaris Komisaris Utama : Sundjono Suriadi Komisaris : Ny Mariah Suriadi Sidarto Danusubroto Bernardi Widjaja Kusuma Wihardjo Hadiseputro Komisaris Independen : Ali Senitro Alex Hidayat Dewan Direksi Direktur Utama : Purnawan Suriadi Direktur : Ny Reise Suriadi Fransiscus Hadyanto Vinay Gupta 3.2.3 PT Panasia Indosyntec Tbk (HDTX) P.T. Panasia Indosyntec Tbk (Perusahaan) didirikan dalam rangka Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri No. 6 tahun 1968 jo. UndangUndang No. 12 tahun 1970 berdasarkan akta No. 13 tanggal 6 April 1973 dari Imas Fatimah, S.H., notaris di Bandung. Akta pendirian ini disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam Surat Keputusannya No.Y.A.5/174/23 tanggal 11 Maret 1981 serta diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No.16 tanggal 24 Pebruari 1987, Tambahan No. 171. Anggaran dasar Perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan, terakhir dengan akta notaris No. 4 tanggal 11 Nopember 2005 dari R. Tendy Suwarman, S.H., notaris di Bandung, antara lain mengenai peningkatan modal dasar, ditempatkan dan disetor Perusahaan. Akta perubahan ini telah memperoleh persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan Surat Keputusannya No. C-31455 HT.01.04.TH.2005 tanggal 25 Nopember 2005. Perusahaan mulai berproduksi secara komersial dalam industri tekstil pada tahun 1974, sedangkan kegiatan pemrosesan bahan baku serat (polimerisasi) dimulai pada tahun 1990. Ruang lingkup kegiatan Perusahaan terutama meliputi usaha dalam bidang proses bahan baku serat (polimerisasi), twisting, pemintalan, pertenunan dan industri tekstil serta perdagangan umum, Hasil produksi Perusahaan dipasarkan di dalam dan di luar negeri termasuk ke benua Eropa, Asia, Amerika, Australia, Afrika dan Timur Tengah. Jumlah karyawan Perusahaan rata-rata 2.106 karyawan pada tahun 2005 dan 2.109 karyawan pada tahun 2004. Berdasarkan Surat dari Menteri Keuangan Republik Indonesia No.SI091/SHM/MK.10/1990 telah melakukan persetujuan atas penawaran umum tanggal 22 Maret 1990, Perusahaan telah melakukan penawaran umum atas 7.000.000 saham Perusahaan kepada masyarakat. Dimana saham-saham tersebut selanjutnya dicatat pada Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya. Perusahaan telah beberapa kali meningkatkan jumlah saham yang dicatat, terakhir dengan pencatatan 1.058.771.000 saham. Anak perusahaan yang terdilusi pada tahun 2004, adalah sebagai berikut : Persentase Anak Perusahaan Jenis Usaha Lokasi PT.Panasia Filament Inti Pertenunan, industri tekstil Bandung Tbk (PFI) dan perdagangan umum. Kepemilikan 2004 2003 22,85% 80% Berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Panasia Filament Inti Tbk (PFI) tanggal 8 Oktober 2004 sebagaimana tercantum dalam akta No. 20 tanggal 8 Oktober 2004 dari R. Tendy Suwarman, S.H., notaris di Bandung, para pemegang saham PFI setuju untuk mengeluarkan saham seri B sebanyak 625.357.000 saham dengan nilai nominal sebesar Rp 100 per saham yang diambil bagian seluruhnya oleh Abernova Overseas Limited (Abernova). Dengan demikian pemilikan Perusahaan atas PFI terdilusi dari 80% menjadi 22,85% dan mulai bulan Oktober 2004, PFI tidak dikonsolidasi lagi melainkan dicatat dengan metode ekuitas. Penjualan Perusahaan untuk periode sembilan bulan yang berakhir 30 September 2004 kepada PFI (operasi dalam penghentian) adalah sebesar Rp 77.646.557.736. Untuk tujuan penyajian laporan laba rugi konsolidasi tahun 2004, maka penjualan Perusahaan kepada PFI periode sembilan bulan yang berakhir 30 September 2004 tersebut di eliminasi dengan beban pokok penjualan PFI. Penjualan Perusahaan pada tahun 2004 termasuk penjualan kepada PFI (tanpa eliminasi) adalah sebesar Rp 851.376.468.389, sedangkan beban pokok penjualan tahun 2004 (tanpa eliminasi) adalah sebesar Rp 826.336.708.493. Berdasarkan Akta Jual Beli Saham No. 44 tanggal 16 September 2005, dari notaris R.Tendy Suwarman S.H., Perusahaan dan Novatex International Limited, Malaysia (Novatex) telah sepakat untuk menerima pelunasan hutang Perusahaan sebesar US$ 4.197.600 dengan penjualan investasi saham Perusahaan di PFI kepada Novatex sebesar 19,02% atau 166.499.000 saham, berdasarkan nilai buku saham (sesuai dengan hasil penilaian konsultan independent No. IUP/PV/06637/05 tanggal 13 Juni 2005). Dengan demikian kepemilikan saham Perusahaan di PFI turun menjadi 3,83% dan selanjutnya pencatatan investasi saham ini berdasarkan metode biaya. Keuntungan atas pelepasan investasi saham PFI dicatat sebagai bagian dari pendapatan lain-lain. Anak perusahaan yang didivestasi pada tahun 2004 adalah sebagai berikut : Persentase Anak Perusahaan PT Panasia Jenis Usaha Lokasi Indogemen Produksi dan Pemasaran Bandung (PIM) Kepemilikan 2004 2003 - 51% benang wol Berdasarkan akta No.17 tanggal 13 Februari 2004 dari R.Tendy Suwarman, SH, notaris di Bandung, Perusahaan menjual seluruh kepemilikan sahamnya di PIM kepada Novatex Internasional Limited (Novatex), Malaysia dengan nilai divestasi sesuai dengan nilai ekuitas PIM pada tanggal 31 Desember 2003 berdasarkan laporan konsultan independent. Kantor Pusat Jl. Garuda No.153/74 Bandung 40124 Phone : (022) 632-589, 631-282, 634-123 Fax : (022) 631-643 Daftar Pemegang Saham Abernova Overseas Limited 24,92 % PT Pan Asia Synthetic Abadi 41,29 % Manajemen (per 31 Desember 2005) Dewan Komisaris Komisaris Utama / Independen : Drs Koeswardojo Komisaris : Evelyne Meilyna Hidjaja Dra. Dian Nathalia Dewan Direksi Direktur Utama : Awong Hidjaja Direktur : Aang Hidjaja Suwandi Bing Andi 3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Metode Penelitian yang Digunakan Dalam penelitian ini teknik yang digunakan bersifat survey, sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analitis, yaitu suatu metode penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran keadaan objek yang sebenarnya.Data yang didapat akan diolah, dianalisis dan kemudian dapat ditarik suatu kesimpulan. Studi komparatif merupakan bagian dari proses pengambilan keputusan dengan cara membandingkan variabel mandiri untuk sampel yang lebih dari satu atau dalam waktu yang berbeda. Adapun ciri-ciri dari penelitian komparatif, yaitu: 1. Mengidentifikasi variabel untuk eksplorasi. 2. Mencari perhubungan antar variabel. 3. Membandingkan dua atau lebih kelompok subjek. 4. Membandingkan dengan rata-rata atau tabel silang. 5. Menerapkan gejala yang menjadi perhatian. 6. Tidak memanipulasi variabel yang diteliti. Dari penjelasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian komparatif adalah suatu penelitian dengan variabel lebih dari satu yang tidak dimanipulasi untuk dilakukan suatu eksplorasi agar dapat dibandingkan satu sama lain sehingga dapat dicari gejala dan penyebab perbedaannya. Penulis mencoba untuk mengumpulkan data yang diperoleh dari hasil penelitian serta membandingkannya dengan teori untuk dianalisis penerapannya. 3.3.2 Jenis dan Sumber data 3.3.2.1 Jenis Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari bahan-bahan yang tersedia di buku-buku, majalah, jurnal, dan sumber lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Data kualitatif Data kualitatif adalah data yang berbentuk kata, kalimat, skema, dan gambar. Jenis data kualitatif ini adalah data sekunder yaitu data yang telah mengalami proses pengolahan oleh sumbernya. 2. Data kuantitatif Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka-angka atau data kualitatif yang disajikan dalam bentuk angka. Data ini menunjukkan nilai terhadap besaran atau variabel yang diwakilinya. Sifat ini adalah data runtun yaitu data yang merupakan hasil pengamatan dalam suatu periode tertentu. 3.3.2.2 Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa laporan keuangan tahunan emiten perusahaan industri tekstil yang terdaftar pada Bursa Efek Jakarta (BEJ). Data penelitian ini merupakan gabungan antara deret waktu (Time Series) dan satu waktu untuk suatu fenomena (Cross Section) selama kurun waktu 2003 sampai dengan 2005. Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari Pojok Bursa Efek Jakarta (BEJ) Universitas Widyatama di Jl.Cikutra 204A Bandung, dan pengaksesan internet melalui www.jsx.com. 3.3.3 Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini penulis melakukan penelitian terhadap kelompok perusahaan sejenis yaitu kelompok perusahaan industri tekstil yang telah melakukan go public yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dengan metode pengumpulan data histories (documentary-historical). Dengan memilih tiga perusahaan yang bergerak di bidang tekstil yaitu, PT.Polychem Indonesia Tbk, PT Sunson Textile Manufacture Tbk, dan PT Panasia Indosyntec Tbk. Langkah-langkah yang diambil dalam pengumpulan data yang berkaitan dan menunjang penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 2. Penelitian Lapangan (Field Research) Penelitian lapangan ini dilakukan untuk memperoleh data dari perusahaan yang sedang diteliti dengan mengunjungi Pojok Bursa Efek Jakarta Universitas Widyatama di Jl.Cikutra 204A, Bandung. Setelah itu data tersebut dipelajari, diolah dan dianalisis. 2. Penelitian kepustakaan Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh data sekunder dan untuk mengetahui indikator-indikator dari variabel yang diukur. Penelitian ini juga berguna sebagai pedoman teoritis pada waktu melakukan penelitian lapangan serta untuk mendukung dan menganalisa data, yaitu dengan cara mempelajari literatur-literatur yang relevan dengan topik yang sedang diteliti. 3.4 Operasionalisasi Variabel Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis laporan keuangan untuk menilai kinerja pada kelompok industri tekstil dari tahun 2003 sampai dengan 2005. Penelitian kinerja perusahaan tersebut dilihat dari hasil perhitungan analisis rasio keuangan. Indikator variabel, sub indikator, skala pengukuran, dan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Tabel 3.2 Operasionalisasi Variabel Penelitian Variabel Indikator Sub Indikator Skala Instrumen Analisis Laporan Keuangan untuk Menilai Kinerja Perusahaan Hasil analisis laporan keuangan dalam bentuk rasio Rasio Profitabilitas  Operating Profit Margin  Return on Asset (ROA)  Profit Margin on Sales  Return on Equity (ROE) Rasio Laporan Keuangan Rasio Pertumbuhan  Penjualan  Laba Operasi Bersih  Laba Bersih  Laba per Saham Rasio Ukuran Penilaian  Price Earning Ratio  Market to Book Ratio Rasio BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Laporan keuangan merupakan cerminan dari kinerja perusahaan pada satu periode tertentu. Namun bila hanya melihat laporan keuangan, belum bisa mencerminkan kinerja yang sebenarnya. Informasi dan gambaran perkembangan keuangan perusahaan bisa diperoleh dengan analisis terhadap laporan keuangan. Hasil penelitian yang di peroleh penulis adalah berdasarkan analisis terhadap laporan keuangan pada periode 2003 sampai dengan 2005 pada kelompok industri tekstil yang telah Go Public yaitu PT Polychem Indonesia Tbk (ADMG), PT Sunson Textile Manufacture Tbk (SSTM), PT Panasia Indosyntec Tbk (HDTX). Metode yang digunakan dalam analisis laporan keuangan adalah analisis vertikal atau statis dengan menggunakan teknik analisis rasio yang dibandingkan antara perusahaan yang satu dengan yang lainnya dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2005 atau dengan kata lain secara cross sectional dan time series. Dalam penelitian ini, penulis menganalisis laporan keuangan perusahaan pada kelompok industri tekstil untuk mengetahui kinerja dari perusahaan tersebut untuk kemudian diperbandingkan. Analisis yang dilakukan oleh penulis untuk mengetahui kinerja perusahaan industri tekstil adalah sebagai berikut : 1. Rasio Profitabilitas (Profitability Ratio) 2. Rasio Pertumbuhan (Growth Ratio) 3. Rasio Penilaian (Valuation Ratio) Analisis laporan keuangan pada dasarnya bertujuan untuk memberikan dasar pertimbangan yang lebih layak dan sistematis dalam rangka memprediksi apa yang mungkin terjadi di masa yang akan datang, selain itu analisis laporan keuangan juga ketidakpastian. akan mampu mengurangi dan mempersempit berbagai 4.1.1 Analisis Laporan Keuangan PT Polychem Indonesia Tbk (ADMG) 4.1.1.1 Rasio Profitabilitas (Profitability Ratio) Rasio-rasio profitabilitas mengukur efektivitas manajemen berdasarkan hasil pengembalian yang dihasilkan dari penjualan dan investasi. Rasio-rasio profitabilitas yang digunakan menurut J. Fred Weston dan Thomas E. Copeland yang dialih bahasakan oleh A. Jaka Wasana dan Kibrandoko (1995:239) adalah: 1. Rasio Laba Operasi Bersih terhadap Penjualan (Operating Profit Margin) Rasio ini mengukur persentase laba dari hasil penjualan yang tersisa setelah dikurangi semua ongkos-ongkos operasional. Rasio laba operasi bersih terhadap penjualan banyak digunakan oleh praktisi keuangan sebagai penentu nilai kunci yang mempengaruhi penelitian atas sebuah perusahaan karena rasio ini mencerminkan pure profit yang dihasilkan untuk setiap hasil penjualan. Rasio laba operasi bersih terhadap penjualan = Laba Operasi Bersih ×100% Penjualan Tabel 4.1 Rasio Laba Operasi Bersih terhadap Penjualan Tahun 2003,2004,2005 Tahun Laba Operasi Bersih Penjualan % (dalam Rupiah) 2003 2004 22.695.282 462.658.401 3.059.049.325 4.481.623.689 0,74 10,32 2005 96.375.658 3.958.342.198 2,43 Sumber : Laporan keuangan PT Polychem Indonesia Tbk, tahun 2003, tahun 2004,dan tahun 2005. Dari perhitungan diatas, menunjukkan bahwa perusahaan pada tahun 2003 sampai dengan 2005 menghasilkan tingkat laba operasi bersih masing-masing sebesar 0,74%, 10,32%, dan 2,43% dari penjualan yang dicapai, artinya setiap penjualan Rp.1,00 pada tahun 2003, 2004, dan 2005 menghasilkan laba operasi bersih masing-masing sebesar Rp 0,0074, Rp 0,1032 dan Rp 0,0243. Dari tahun 2003 ke tahun 2004, rasio laba operasi terhadap penjualan perusahaan mengalami kenaikan. Kenaikan ini terjadi karena tingkat kenaikan laba operasi bersih sebesar 1938,57% lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kenaikan penjualan yang hanya sebesar 46,50%. Kenaikan laba operasi ini disebabkan adanya kenaikan laba kotor dan turunnya beban usaha. Turunnya beban usaha ini sebagian besar karena turunnya beban pemasaran dan promosi, gaji dan tunjangan, royalti, perjalanan dinas, jasa manajemen dan profesional, beban piutang ragu-ragu, dan transportasi. Dengan meningkatnya rasio ini menunjukkan juga bahwa kinerja perusahaan cukup baik karena mampu meningkatkan laba operasi bersih dari penjualan yang dilakukan. Dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2005 mengalami penurunan rasio laba operasi bersih terhadap penjualan sebesar 76,45%. Penurunan ini dikarenakan penjualan menurun diiringi dengan penurunan laba bersih. Penurunan laba bersih jauh lebih besar dari penurunan penjualan yang hanya 11,68%. Laba bersih ini menurun karena penjualan yang dihasilkan perusahaan lebih kecil dari tahun sebelumnya, akan tetapi beban pokok penjualan mengalami penurunan hanya sebesar 3,47%. Sehingga laba kotor setelah dikurangi beban usaha menghasilkan laba usaha yang lebih kecil dari tahun sebelumnya. Penurunan rasio laba bersih terhadap penjualan dari tahun 2004 ke tahun 2005 menunjukkan bahwa kinerja perusahaan juga menurun. 2. Rasio Laba Operasi Bersih Terhadap Total Aktiva (Return On Assets) Rasio ini mencoba mengukur efektivitas pemakaian total sumber daya oleh perusahaan atau dengan kata lain mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan semua aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Rasio Laba Operasi Bersih terhadap Total Aktiva = Laba Operasi Bersih ×100% Total Aktiva Tabel 4.2 Rasio Laba Operasi Bersih terhadap Total Aktiva (ROA) Tahun 2003,2004,2005 Tahun Laba Operasi Bersih Total Aktiva % (dalam Rupiah) 2003 2004 22.695.288 462.658.401 6.239.216.594 4.549.288.344 0,36 10,17 2005 96.375.658 4.431.915.116 2,17 Sumber :Laporan Keuangan PT Polychem Indonesia Tbk, tahun 2003, tahun 2004,dan tahun2005. Dari data diatas dapat dilihat bahwa perusahaan pada tahun 2003 sampai dengan tahun 2005 memiliki ROA masing-masing sebesar 0,36%, 10,17%, dan 2,17%, artinya setiap penggunaan total aktiva Rp.1,00 pada tahun 2003, 2004, dan tahun 2005 menghasilkan laba operasi bersih masing-masing sebesar Rp.0,0036, Rp.0,1017, dan Rp.0,0217. Dari tahun 2003 ke tahun 2004 perusahaan mengalami peningkatan ROA yang cukup tinggi. Peningkatan ini terjadi karena perusahaan pada tahun 2004 mampu menghasilkan laba lebih besar tetapi nilai aktiva lebih kecil dari tahun 2003. Peningkatan laba operasi bersih karena perusahaan berhasil meningkatkan penjualan dengan jumlah beban pokok yang terkendali sehingga laba kotor yang dihasilkan lebih tinggi, selain itu beban usaha tahun 2004 pun lebih kecil dari tahun 2003. Kinerja meningkatnya perusahaan dilihat dari ROA, karena perusahaan mampu menghasilkan laba lebih tinggi dari aktiva yang lebih kecil dari tahun sebelumnya. Dari tahun 2004 ke tahun 2005 ROA yang dimiliki perusahaan mengalami penurunan sebesar 78,66%, hal ini karena perusahaan pada tahun 2005 mengalami penurunan laba operasi bersih yang lebih besar daripada penurunan total aktiva yang hanya sebesar 2,58%. Penurunan aktiva ini karena pada tahun 2005 mengalami penurunan kas, piutang usaha, piutang lain-lain, biaya dibayar dimuka, dan penurunan aktiva tetap karena adanya penyusutan aktiva tetap. Sedangkan penurunan laba operasi karena perusahaan mengalami penurunan penjualan dan beban pokok penjualan sehingga laba kotor yang dihasilkan lebih kecil, selain itu beban usaha tahun 2005 lebih kecil dari tahun 2004. Kinerja perusahaan mengalami penurunan karena ROA menurun yang disebabkan karena penurunan laba operasi bersih perusahaan lebih besar dari pada penurunan total aktiva. 3. Rasio Laba Bersih Terhadap Penjualan (Profit Margin On Sales) Rasio ini mengukur presentase laba dari hasil penjualan yang tersisa setelah dikurangi semua ongkos-ongkos termasuk bunga dan pajak. Rasio ini biasa dijadikan patokan dalam menilai kesuksesan perusahaan karena mengukur perusahaan dalam menghasilkan laba bersih. Rasio Laba Bersih terhadap Penjualan = Laba Bersih × 100% Penjualan Tabel 4.3 Rasio Laba Bersih terhadap Penjualan Tahun 2003,2004,2005 (dalam Rupiah) Tahun Laba Bersih Penjualan % 2003 811.167.340 3.059.049.325 26,52 2004 458.097.469 4.481.623.689 10,22 2005 41.936.548 3.958.342.198 1,06 Sumber :Laporan Keuangan PT Polychem Indonesia Tbk, tahun 2003, tahun 2004,dan tahun 2005. Dari data diatas dapat diketahui bahwa perusahaan memiliki rasio laba bersih terhadap penjualan dari tahun 2003 sampai dengan 2005 masing-masing sebesar 26,52%, 10,22%, dan 1,06%. Artinya setiap penjualan Rp.1,00 pada tahun 2003,2004,dan 2005 perusahaan mampu menghasilkan laba bersih masing-masing sebesar Rp.0,2652, Rp.0,1022, dan Rp.0,0106. Dilihat dari rasio laba bersih terhadap penjualan dari tahun 2003 ke tahun 2004 perusahaan mengalami penurunan yang cukup tajam yaitu sebesar 61,46%. Hal ini terjadi karena penjualan perusahaan meningkat sebaliknya laba bersih perusahaan menurun. Penurunan laba bersih pada tahun 2004 atau dengan kata lain laba bersih tahun 2004 yang lebih kecil dari tahun 2003 ini ternyata karena laba bersih tahun 2003 merupakan laba yang diperoleh dari laba aktivitas normal ditambah dengan keuntungan dari restrukturisasi yang dilakukan perusahaan. Apabila dilihat dari rasionya perusahaan memang mengalami penurunan namun apabila ditinjau kembali laba sebelum adanya restrukturisasi atau laba dari aktivitas normal pada tahun 2004 lebih baik dibandingkan dengan tahun 2003. Dari tahun 2004 sampai tahun 2005 perusahaan mengalami penurunan rasio lagi sebesar 89,63%, penurunan ini dikarenakan pada tahun 2005 laba bersih yang dihasilkan menurun jauh lebih besar daripada penjualan. Penurunan laba bersih ini karena pada tahun 2005 ternyata perusahaan mengalami penurunan penghasilan lain-lain berupa pemulihan penyisihan piutang ragu-ragu, sehingga laba bersih yang dihasilkan menurun. Penurunan rasio yang berturut-turut ini perlu diwaspadai dan diperlukan pengambilan keputusan yang tepat agar perusahaan tidak terperosok lebih jauh ke dalam keadaan yang tidak diharapkan, dan hal ini pun menunjukkan bahwa kinerja perusahaan mengalami kemunduran. 4. Hasil Pengembalian atas Ekuitas (Return On Equity) Hasil pengembalian atas ekuitas atau Return on equity sering disebut juga dengan Rate of return on net worth, rasio ini memperhatikan sejauh mana perusahaan mengelola modal sendiri secara efektif, mengukur tingkat pengembalian bagi pemilik modal yang menginvestasikan uangnya ke dalam perusahaan. Hasil Pengembalian atas Ekuitas = Laba Bersih ×100% Modal Sendiri Tabel 4.4 Hasil Pengembalian atas Ekuitas (ROE) Tahun 2003,2004,2005 (dalam Rupiah) Tahun Laba Bersih Modal Sendiri % 2003 811.167.340 (361.851.116) -224,17 2004 458.097.469 1.468.277.505 31,20 2005 41.936.548 1.506.447.972 2,78 Sumber :Laporan Keuangan PT Polychem Indonesia Tbk, tahun 2003, tahun 2004,dan tahun 2005. Dari perhitungan diatas, menunjukkan bahwa perusahaan pada tahun 2003 sampai dengan 2005 menghasilkan tingkat laba bersih masing-masing sebesar -224,17%, 31,20%, dan 2,78% ekuitas yang digunakan. Pada tahun 2003, setiap penggunaan modal sendiri Rp.1,00 perusahaan mengalami rugi bersih sebesar Rp.2,2417, sedangkan pada tahun 2004 dan tahun 2005 dari setiap penggunaan modal sendiri Rp.1,00 menghasilkan laba bersih masing-masing sebesar Rp.0,3120 dan Rp.0,0278. Dari tahun 2003 ke tahun 2004 perusahaan mengalami peningkatan ROE (Return On Equity) yang cukup tinggi, meskipun dilihat dari rasio yang meningkat tetapi sebenarnya perusahaan telah menaikkan penggunaan modal sendiri tetapi sebaliknya laba bersih yang dihasilkan menurun, kenaikan ekuitas atau modal sendiri ini karena ada penambahan selisih nilai transaksi restrukturisasi entitas sepengendali dan selisih transaksi perubahan ekuitas anak perusahaan. Kinerja perusahaan meningkat jika dilihat dari nilai ROE. Dari tahun 2004 ke tahun 2005 perusahaan mengalami penurunan ROE yang cukup tinggi. Dilihat dari nilai ekuitasnya dari kedua tahun ini tidak terlalu signifikan perbedaannya tetapi jika dilihat dari laba bersih yang dihasilkan cukup tinggi penurunan dari tahun 2004 ke tahun 2005, dan karena penurunan laba bersih inilah yang menyebabkan angka rasio pada tahun 2005 jauh lebih kecil dari tahun 2004. Penurunan laba ini telah disinggung sebelumnya karena perusahaan mengalami penurunan laba usaha, selain itu perusahaan juga mengalami penurunan penghasilan lain-lain berupa pemulihan penyisihan piutang ragu-ragu, dan juga karena perusahaan mengalami penurunan yang cukup tinggi atas hak minoritas atas laba (rugi) bersih anak perusahaan yang mengakibatkan laba bersih yang dihasilkan mengalami penurunan. Dilihat dari penurunan rasio ROE ini menunjukkan bahwa kinerja perusahaan dari tahun 2004 ke tahun 2005 mengalami penurunan. 4.1.1.2 Rasio Pertumbuhan (Growth Ratio) Rasio-rasio pertumbuhan mengukur sebaik apa perusahaan mempertahankan posisi ekonomisnya di dalam industrinya. Data yang dilaporkan adalah dalam angka-angka nominal sehingga tingkat pertumbuhan yang dihitung merupakan penjumlahan pertumbuhan nyata ditambah faktor kenaikan tingkat harga. Tingkat pertumbuhan dihitung dengan menggunakan metode titik-titik X g =  n ï£ X0 ujung, yaitu : Dimana : g    1/ n −1 = Tingkat pertumbuhan majemuk selama periode tercakup Xn = Nilai titik akhir Xo = Nilai titik awal N = Jumlah periode pertumbuhan Menurut J.Fred Weston dan Thomas E Copeland yang dialih bahasakan oleh A. Jaka Wasana pertumbuhannya adalah : dan Kibrandoko (1995:243), yang diukur 1. Penjualan 1/ 2  3.958.342.198  g=  ï£ 3.059.049.325  g = 0,138% −1 Tingkat pertumbuhan majemuk penjualan perusahaan dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2005 adalah sebesar 0,138% 2. Laba Operasi Bersih  96.375.658  g=  ï£ 22.695.282  g = 1,061% 1/ 2 −1 Tingkat pertumbuhan majemuk laba operasi bersih perusahaan dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2005 adalah sebesar 1,061% 3. Laba Bersih  41.936.548  g=  ï£ 811.167.340  g = −0,773% 1/ 2 −1 Tingkat pertumbuhan majemuk laba bersih perusahaan dari tahun 2003 sampai dengan 2005 adalah sebesar -0,773% 4. Laba per Saham 1/ 2  11  g=  −1 ï£ 362  g = −0,826% Tingkat pertumbuhan majemuk laba per saham perusahaan dari tahun 2003 sampai dengan 2005 adalah sebesar -0,826% 4.1.1.3 Ukuran Penilaian (Valuation Measures) Ukuran penilaian atau rasio penilaian adalah ukuran kinerja yang paling menyeluruh untuk suatu perusahaan karena mencerminkan pengaruh gabungan dari rasio hasil pengembalian dan resiko. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam menciptakan nilai pada masyarakat (Investor) atau pada para pemegang saham. Rasio ini memberikan informasi seberapa besar masyarakat menghargai perusahaan sehingga mereka mau membeli saham perusahaan dengan harga lebih tinggi dibandingkan dengan nilai buku saham. Menurut J.Fred Weston dan Thomas E Copeland yang dialih bahasakan oleh A. Jaka Wasana dan Kibrandoko (1995:244), rasio-rasio penilaian terdiri dari : 1. Rasio Harga terhadap Laba (Price to Earning Ratio) Rasio ini mengukur seberapa besar perbandingan antara harga saham perusahaan dengan keuntungan yang akan diperoleh oleh pemegang saham. Rasio Harga terhadap Laba = Harga Pasar Saham Laba per Lembar Saham Tabel 4.5 Rasio Harga terhadap Laba (Price to Earning Ratio) Tahun 2003,2004,2005 (dalam Rupiah) Tahun Harga Pasar Saham Laba per Lembar Saham Kali 2003 375 362 1,04 2004 345 190 1,82 2005 305 11 27,73 Sumber :Laporan Keuangan PT Polychem Indonesia Tbk, tahun 2003, tahun 2004,dan tahun 2005. Pada tahun 2003 perusahaan memiliki PER (Price Earning Rasio) sebesar 1,04 kali, pada tahun 2004 PER perusahaan meningkat menjadi 1,82 kali, dan pada tahun 2005 PER perusahaan meningkat lagi menjadi 27,73. Dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2004 PER perusahaan naik sebesar 0,78 kali atau dapat dikatakan mengalami peningkatan sebesar 75% dari nilai PER tahun 2003, walaupun perusahaan mengalami peningkatan rasio penilaian namun sebenarnya perusahaan mengalami penurunan harga pasar saham sebesar 8% dan laba per lembar saham sebesar 47,51%, penurunan laba per lembar saham yang jauh lebih besar dibanding dengan penurunan harga pasar saham inilah yang menyebabkan rasio perusahaan meningkat. Secara sekilas apabila hanya dilihat dari peningkatan rasio memang kinerja perusahaan dapat dikatakan meningkat tetapi apabila dilihat dari penurunan harga pasar saham dan laba per lembar saham. Kinerja perusahaan dikategorikan menurun, penurunan harga pasar saham yang berada jauh dibawah nilai nominal juga menunjukkan bahwa investor kurang tertarik terhadap kinerja perusahaan. Dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2005 perusahaan mengalami kenaikan PER sebesar hampir lima belas kali lipat dari PER tahun sebelumnya. Walaupun perusahaan mengalami peningkatan rasio penilaian tetapi sebenarnya perusahaan mengalami penurunan harga pasar saham dan laba per lembar saham masingmasing sebesar 11,59% dan 94,21%. Penurunan laba per lembar saham yang jauh lebih tinggi dibandingkan penurunan harga pasar saham menyebabkan rasio perusahaan meningkat. Apabila dilihat dari peningkatan rasio memang kinerja perusahaan dapat meningkat tetapi jika dilihat dari penurunan harga pasar saham dan laba per lembar saham maka kinerja perusahaan dikategorikan menurun. Kinerja perusahaan yang terus menerus menurun dapat menunjukkan bahwa investor kurang tertarik terhadap kinerja perusahaan. 2. Rasio Harga Pasar terhadap Nilai Buku (Market To Book Value Ratio) Rasio ini untuk mengetahui seberapa besar harga saham yang ada dipasar dibandingkan dengan nilai buku sahamnya. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan perusahaan semakin dipercaya, artinya nilai perusahaan menjadi lebih tinggi. Rasio Harga Pasar terhadap Nilai Buku = Harga Pasar Saham Nilai Buku Saham Tabel 4.6 Rasio Harga Pasar terhadap Nilai Buku (Market To Book Value Ratio) Tahun 2003,2004,2005 (dalam Rupiah) Tahun Harga Pasar Saham Nilai Buku Saham Kali 2003 375 (161,58) -2,32 2004 345 377,53 0,91 2005 305 392,51 0,78 Sumber :Laporan Keuangan PT Polychem Indonesia Tbk, tahun 2003, tahun 2004,dan tahun 2005. Pada tahun 2003 perusahaan mengalami penurunan nilai MBVR (Market to Book Value Ratio) sebesar -2,32 kali, pada tahun 2004 nilai MBVR perusahaan meningkat menjadi 0,91 kali, dan pada tahun 2005 nilai MBVR perusahaan kembali mengalami penurunan menjadi 0,78 kali. Dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2004 nilai MBVR perusahaan naik sebesar 1,41 kali (dari -2,32kali ke 0,91) atau dapat dikatakan mengalami peningkatan sebesar 139,22% dari nilai MBVR tahun 2003. Hal ini karena perusahaan pada tahun 2003 mengalami defisit yang lebih besar, dimana defisit tersebut akan mengurangi nilai ekuitas perusahaan dan juga menyebabkan nilai buku perusahaan sangat kecil sehingga pada tahun 2004 MBVR perusahaan meningkat, sedangkan harga pasar saham mengalami penurunan dan tidak jauh berbeda nilainya, penurunan harga saham mungkin dikarenakan minat masyarakat terhadap saham perusahaan berkurang. Walaupun terjadi penurunan harga pasar saham perusahaan pada tahun 2004 sudah dapat mengurangi defisit, jadi hal ini menunjukkan bahwa kinerja perusahaan mengalami peningkatan. Dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2005 perusahaan mengalami penurunan nilai MBVR sebesar 14,29% penurunan ini karena nilai buku perusahaan meningkat sedangkan harga pasar turun. Jika kita lihat tahun 2005, perusahaan memiliki nilai buku yang jauh lebih besar dari harga pasar saham, yang berarti pula investor menilai rendah terhadap saham perusahaan. Dari kasus tersebut mungkin para investor tersebut menilai rendah terhadap kinerja perusahaan sehingga kurang berminat untuk membeli saham perusahaan. 4.1.2 Analisa Laporan Keuangan PT Sunson Textile Manufacture Tbk 4.1.2.1 Rasio Profitabilitas (Profitability Ratio) Rasio-rasio profitabilitas mengukur efektivitas manajemen berdasarkan hasil pengembalian yang dihasilkan dari penjualan dan investasi. Rasio-rasio profitabilitas yang digunakan menurut J. Fred Weston dan Thomas E. Copeland yang dialih bahasakan oleh A. Jaka Wasana dan Kibrandoko (1995:239) adalah: 1. Rasio Laba Operasi Bersih terhadap Penjualan (Operating Profit Margin) Rasio ini mengukur persentase laba dari hasil penjualan yang tersisa setelah dikurangi semua ongkos-ongkos operasional. Rasio laba operasi bersih terhadap penjualan banyak digunakan oleh praktisi keuangan sebagai penentu nilai kunci yang mempengaruhi penelitian atas sebuah perusahaan karena rasio ini mencerminkan pure profit yang dihasilkan untuk setiap hasil penjualan. Rasio laba operasi bersih terhadap penjualan = Laba Operasi Bersih ×100% Penjualan Tabel 4.7 Rasio Laba Operasi Bersih terhadap Penjualan Tahun 2003,2004,2005 Tahun Laba Operasi Bersih Penjualan % (dalam Rupiah) 2003 2004 10.362.746.203 (14.986.895.604) 526.183.926.489 548.069.967.782 1,97 -2,73 2005 (11.189.828.271) 567.548.515.230 -1,97 Sumber :Laporan Keuangan PT Sunson Textile Manufacture Tbk, tahun 2003, tahun 2004, dan tahun 2005. Dari perhitungan diatas, menunjukkan bahwa perusahaan pada tahun 2003 sampai dengan tahun 2005 memiliki rasio laba operasi bersih masing-masing sebesar 1,97%, -2,73%, dan -1,97%. Artinya setiap penjualan Rp.1,00 pada tahun 2003 menghasilkan laba operasi bersih sebesar Rp.0,0197, sedangkan untuk tahun 2004 dan tahun 2005 dari penjualan Rp.1,00 masing-masing perusahaan menderita kerugian operasi bersih sebesar Rp.0,0273 dan Rp.0,0197. Dilihat dari tahun 2003 sampai dengan 2004, rasio laba operasi bersih terhadap penjualan perusahaan mengalami penurunan rasio yang cukup tinggi sebesar 238,58%. Penurunan ini terjadi karena pada tahun 2004 perusahaan mengalami kenaikan penjualan hanya sebesar 4,16% sedangkan peningkatan beban pokok penjualan sebesar 10,69% sehingga laba operasi yang dihasilkan lebih kecil dari pada tahun sebelumnya, dalam kasus ini perusahaan merugi atau dengan kata lain laba kotor lebih kecil dari beban usaha. Dari tahun 2004 sampai tahun 2005 perusahaan mengalami peningkatan rasio sebesar 27,84%. Pada tahun 2005 perusahaan sudah dapat mengurangi kerugian yang diderita, hal ini karena peningkatan penjualan lebih besar dari pada peningkatan harga pokok penjualan dari tahun sebelumnya, sehingga pada tahun 2005 perusahaan memiliki laba kotor setelah dikurangi beban usaha masih benilai negatif namun kerugiannya jauh lebih kecil dari tahun sebelumnya, dan hal ini menunjukkan bahwa perusahaan sudah dapat mengendalikan pengeluarannya. Dari kasus tersebut kinerja perusahaan dapat dikatakan mengalami peningkatan karena berhasil meningkatkan nilai rasio. 2. Rasio Laba Operasi Bersih terhadap Total Aktiva (ROA) Rasio ini mencoba mengukur efektivitas pemakaian total sumber daya oleh perusahaan atau dengan kata lain mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan semua aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Rasio Laba Operasi Bersih terhadap Total Aktiva = Laba Operasi Bersih ×100% Total Aktiva Tabel 4.8 Rasio Laba Operasi Bersih terhadap Total Aktiva (ROA) Tahun 2003,2004,2005 Tahun Laba Operasi Bersih Total Aktiva % (dalam Rupiah) 2003 2004 10.362.746.203 (14.986.895.604) 913.733.973.344 923.895.372.181 1,13 -1,62 2005 (11.189.828.271) 898.038.774.367 -1,25 Sumber :Laporan Keuangan PT Sunson Textile Manufacture Tbk, tahun 2003, tahun 2004, dan tahun 2005. Perusahaan pada tahun 2003 sampai dengan tahun 2005 memiliki ROA (Return On Asset) masing-masing sebesar 1,13%, -1,62%, dan -1,25% artinya pada tahun 2003 setiap penggunaan total aktiva Rp.1,00 perusahaan menghasilkan laba operasi sebesar Rp.0,0113, sedangkan untuk tahun 2004 dan tahun 2005 setiap penggunaan total aktiva Rp.1,00 perusahaan mengalami rugi operasi bersih masing-masing sebesar Rp.0,0162 dan Rp.0,0125. Dari tahun 2003 ke tahun 2004 perusahaan mengalami penurunan ROA yang cukup tinggi yaitu sebesar 243,36%. Penurunan ini terjadi karena peningkatan aktiva yang digunakan tidak diimbangi dengan peningkatan laba operasi bersih melainkan sebaliknya rugi operasi bersih perusahaan menjadi lebih besar. Peningkatan rugi usaha yaitu karena beban pokok penjualan yang tidak wajar menyebabkan laba kotor yang dihasilkan lebih kecil dari beban usaha, sedangkan adanya peningkatan total aktiva pada tahun 2004 terjadi karena peningkatan aktiva tidak lancar yang cukup tinggi yang disebabkan karena adanya penambahan taksiran pajak penghasilan. Kinerja perusahaan menurun karena perusahaan tidak dapat menghasilkan nilai lebih berupa laba operasi bersih dengan penambahan sejumlah aktiva, hal ini ditunjukkan dengan rasio yang menurun. Dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2005 perusahaan mengalami peningkatan ROA sebesar 22,84% hal ini karena pada tahun 2005 nilai total aktiva perusahaan menurun yang sebagian besar karena penurunan aktiva berupa kas, piutang lain-lain, dan uang muka, sedangkan jumlah kerugian operasi bersih perusahaan mulai berkurang, jadi dengan penggunaan total aktiva yang lebih kecil dari tahun sebelumnya perusahaan berhasil mengurangi jumlah kerugian yang diderita. Sehingga dapat dikatakan perusahaan sudah dapat mengatasi hal-hal yang menyebabkan laba opersi bersih perusahaan bernilai negatif atau rugi. Dari kasus tersebut menunjukkan bahwa kinerja perusahaan meningkat karena nilai rasio yang meningkat dan juga perusahaan sudah dapat mengurangi rugi usahanya. 3. Rasio Laba Bersih terhadap Penjualan (Profit Margin On Sales) Rasio ini mengukur presentase laba dari hasil penjualan yang tersisa setelah dikurangi semua ongkos-ongkos termasuk bunga dan pajak. Rasio ini biasa dijadikan patokan dalam menilai kesuksesan perusahaan karena mengukur perusahaan dalam menghasilkan laba bersih. Rasio Laba Bersih terhadap Penjualan = Laba Bersih × 100% Penjualan Tabel 4.9 Rasio Laba Bersih terhadap Penjualan Tahun 2003,2004,2005 (dalam Rupiah) Tahun Laba Bersih Penjualan % 2003 8.617.879.672 526.183.926.489 1,64 2004 (50.109.014.142) 548.069.967.782 -9,14 2005 (50.369.368.742) 567.548.515.230 -8.87 Sumber :Laporan Keuangan PT Sunson Textile Manufacture Tbk, tahun 2003, tahun 2004, dan tahun 2005. Dari data diatas dapat diketahui bahwa perusahaan memiliki rasio laba bersih terhadap penjualan dari tahun 2003 sampai dengan 2005 masing-masing sebesar 1,64%, -9,14, dan -8,87%, artinya setiap penjualan Rp.1,00 pada tahun 2003 perusahaan mampu menghasilkan laba bersih Rp.0,0164, sedangkan pada tahun 2004 dan tahun 2005 setiap penjualan Rp.1,00 perusahaan mengalami rugi bersih masing-masing sebesar Rp.0,0914 dan Rp.0,0887. Dilihat dari rasio laba bersih terhadap penjualan dari tahun 2003 ke tahun 2004 perusahaan mengalami penurunan rasio yang sangat tinggi sebesar 657,32%. Hal ini terjadi karena penjualan perusahaan meningkat tetapi sebaliknya laba bersih perusahaan menurun atau bahkan dapat dikatakan mengalami rugi bersih. Penurunan laba bersih atau dengan kata lain peningkatan rugi bersih perusahaan pada tahun 2004 terjadi karena adanya penurunan penjualan sisa kapas, pendapatan bunga, dan laba atas penjualan aktiva tetap. Selain itu terjadinya peningkatan beban keuangan dan penghasilan rupa-rupa. Penurunan rasio laba bersih terhadap penjualan dari tahun 2003 sampai tahun 2004 menunjukkan bahwa kinerja perusahaan juga menurun. Dari tahun 2004 sampai tahun 2005 perusahaan mengalami peningkatan rasio sebesar 2,95%. Peningkatan ini dikarenakan adanya penjualan yang meningkat diiringi dengan kenaikan laba bersih. Peningkatan penjualan lebih besar dari peningkatan rugi bersih yang hanya 0,52%. Peningkatan laba bersih atau dengan kata lain rugi bersih tahun 2005 lebih besar dari tahun sebelumnya dikarenakan penjualan yang dihasilkan perusahaan lebih tinggi tetapi tidak diimbangi dengan pengeluaran beban lain-lain yang meningkat pula. Dari kasus tersebut dapat dilihat perusahaan tidak berhasil dalam menekan biaya dengan efektif sehingga rugi bersih perusahaan pun meningkat, tetapi jika dilihat dari rasio laba bersih terhadap penjualan meningkat karena nilai rasio yang meningkat. 4. Hasil Pengembalian atas Ekuitas (Return On Equity) Hasil pengembalian atas ekuitas atau Return on equity sering disebut juga dengan Rate of return on net worth, rasio ini memperhatikan sejauh mana perusahaan mengelola modal sendiri secara efektif, mengukur tingkat pengembalian bagi pemilik modal yang menginvestasikan uangnya ke dalam perusahaan. Hasil Pengembalian atas Ekuitas = Laba Bersih ×100% Modal Sendiri Tabel 4.10 Hasil Pengembalian atas Ekuitas (ROE) Tahun 2003,2004,2005 (dalam Rupiah) Tahun Laba Bersih Modal Sendiri % 2003 8.617.879.672 339.374.892.808 2,54 2004 (50.109.014.142) 289.772.993.015 -17,29 2005 (50.369.368.742) 239.403.624.273 -21,04 Sumber :Laporan Keuangan PT Sunson Textile Manufacture Tbk, tahun 2003, tahun 2004, dan tahun 2005. Dari perhitungan diatas, menunjukkan bahwa perusahaan pada tahun 2003 sampai dengan tahun 2005 menghasilkan tingkat laba bersih masing-masing sebesar 2,54%, -17,29%, -21,04% ekuitas yang digunakan. Pada tahun 2003 setiap penggunaan modal sendiri Rp.1,00 menghasilkan laba bersih masing-masing sebesar Rp.0,0254, sedangkan pada tahun 2004 dan tahun 2005 dari setiap penggunaan modal sendiri Rp.1,00 perusahaan mengalami rugi bersih sebesar Rp.0,1729 dan Rp.0,2104. Dari tahun 2003 ke tahun 2004 perusahaan mengalami penurunan rasio laba bersih terhadap penjualan sebesar 114,69%, dapat dilihat bahwa pada tahun 2004 perusahaan mengalami penurunan laba bersih yang cukup tinggi atau perusahaan sedang menderita kerugian yang disebabkan oleh penjualan yang meningkat tetapi tidak diimbangi dengan pengeluaran beban usaha dan beban lain-lain yang meningkat pula. Dari tahun 2003 ke tahun 2004 perusahaan mengalami penurunan dan berarti juga bahwa kinerja perusahaan menurun dilihat dari ROE. Dari tahun 2004 ke tahun 2005 perusahaan mengalami penurunan ROE sebesar 21,69%, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya penurunan ini lebih kecil. Hal ini terjadi karena perbandingan penurunan modal sendiri lebih besar dari penurunan laba bersih atau dengan kata lain perusahaan masih mengalami kerugian. Salah satu penyebab penurunan laba bersih tahun 2005 karena meningkatnya beban pokok penjualan lebih besar dibandingkan dengan peningkatan penjualan, selain itu beban lain-lain berupa penjualan sisa kapas, pendapatan bunga dan laba atas penjualan aktiva tetap menurun. Dilihat dari penurunan rasio ROE ini menunjukkan bahwa kinerja perusahaan dari tahun 2004 ke tahun 2005 mengalami penurunan. 4.1.2.2 Rasio Pertumbuhan (Growth Ratio) Rasio-rasio pertumbuhan mengukur sebaik apa perusahaan mempertahankan posisi ekonomisnya di dalam industrinya. Data yang dilaporkan adalah dalam angka-angka nominal sehingga tingkat pertumbuhan yang dihitung merupakan penjumlahan pertumbuhan nyata ditambah faktor kenaikan tingkat harga. Tingkat pertumbuhan dihitung dengan menggunakan metode titik-titik X g =  n ï£ X0 ujung, yaitu : Dimana : g    1/ n −1 = Tingkat pertumbuhan majemuk selama periode tercakup Xn = Nilai titik akhir Xo = Nilai titik awal N = Jumlah periode pertumbuhan Menurut J.Fred Weston dan Thomas E Copeland yang dialih bahasakan oleh A. Jaka Wasana dan Kibrandoko (1995:243), yang diukur pertumbuhannya adalah : 1. Penjualan 1/ 2  567.548.515.230  g=  ï£ 526.183.926.489  g = 0,039% −1 Tingkat pertumbuhan majemuk penjualan perusahaan dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2005 adalah sebesar 0,039% 2. Laba Operasi Bersih 1/ 2  (11.189.828.271)  g=  ï£ 10.362.746.203  g = −2,039% −1 Tingkat pertumbuhan majemuk laba operasi bersih perusahaan dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2005 adalah sebesar -2,039% 3. Laba Bersih 1/ 2  (50.369.368.742)  g=  ï£ 8.617.879.672  g = −3,418% −1 Tingkat pertumbuhan majemuk laba bersih perusahaan dari tahun 2003 sampai dengan 2005 adalah sebesar -3,418% 4. Laba per Saham 1/ 2  (60)  g=  −1 ï£ 10  g = −3,449% Tingkat pertumbuhan majemuk laba per saham perusahaan dari tahun 2003 sampai dengan 2005 adalah sebesar -3,449% 4.1.2.3 Ukuran Penilaian (Valuation Measures) Ukuran penilaian atau rasio penilaian adalah ukuran kinerja yang paling menyeluruh untuk suatu perusahaan karena mencerminkan pengaruh gabungan dari rasio hasil pengembalian dan resiko. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam menciptakan nilai pada masyarakat (Investor) atau pada para pemegang saham. Rasio ini memberikan informasi seberapa besar masyarakat menghargai perusahaan sehingga mereka mau membeli saham perusahaan dengan harga lebih tinggi dibandingkan dengan nilai buku saham. Menurut J.Fred Weston dan Thomas E Copeland yang dialih bahasakan oleh A. Jaka Wasana dan Kibrandoko (1995:244), rasio-rasio penilaian terdiri dari : 1. Rasio Harga terhadap Laba (Price to Earning Ratio) Rasio ini mengukur seberapa besar perbandingan antara harga saham perusahaan dengan keuntungan yang akan diperoleh oleh pemegang saham. Rasio Harga terhadap Laba = Harga Pasar Saham Laba per Lembar Saham Tabel 4.11 Rasio Harga terhadap Laba (Price to Earning Ratio) Tahun 2003,2004,2005 (dalam Rupiah) Tahun Harga Pasar Saham Laba per Lembar Saham Kali 2003 140 10 14 2004 150 (60) -2,5 2005 340 (60) -5,67 Sumber :Laporan Keuangan PT Sunson Textile Manufacture Tbk, tahun 2003, tahun 2004, dan tahun 2005. Pada tahun 2003 perusahaan memiliki PER (Price Earning Ratio) sebesar 14 kali, pada tahun 2004 PER perusahaan turun menjadi -2,5 kali, dan pada tahun 2005 PER perusahaan turun lagi menjadi -5,67 kali. Dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2004 PER perusahaan mengalami penurunan sebesar 117,86%, sedangkan kenaikan harga pasar saham yang hanya sebesar 7,14%. Laba per lembar saham perusahaan menjadi bernilai negatif atau dengan kata lain perusahaan menderita kerugian, dan kerugian ini terjadi karena perusahaan pada tahun 2004 mengeluarkan beban usaha yang lebih besar daripada tahun 2003. Kinerja perusahaan menurun yang diakibatkan karena perusahaan mengalami rugi bersih pada tahun 2004 sehingga PER bernilai negatif. Dari tahun 2004 ke tahun 2005 perusahaan mengalami penurunan PER sebesar 3,17 kali (dari -2,5 kali ke -5,67 kali) atau dengan kata lain PER perusahaan mengalami penurunan sebesar 126,8%. Penurunan ini karena perusahaan mengalami kenaikan harga saham, sedangkan laba per lembar saham masih bernilai negatif atau dengan kata lain perusahaan masih menderita kerugian. Jumlah saham yang beredar pada tahun 2004 dan tahun 2005 sama jumlah nya mengakibatkan laba bersih yang bernilai negatif lebih besar jika dibagi dengan saham yang beredar tentunya akan menghasilkan laba per lembar saham yang lebih kecil pula. Nilai PER yang terus menurun selama dua periode ini, menunjukkan kurangnya kepercayaan masyarakat kepada perusahaan. 2. Rasio Harga Pasar terhadap Nilai Buku (Market To Book Value Ratio) Rasio ini untuk mengetahui seberapa besar harga saham yang ada dipasar dibandingkan dengan nilai buku sahamnya. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan perusahaan semakin dipercaya, artinya nilai perusahaan menjadi lebih tinggi. Rasio Harga Pasar terhadap Nilai Buku = Harga Pasar Saham Nilai Buku Saham Tabel 4.12 Rasio Harga Pasar terhadap Nilai Buku (Market To Book Value Ratio) Tahun 2003,2004,2005 (dalam Rupiah) Tahun Harga Pasar Saham Nilai Buku Saham Kali 2003 140 405,61 0,35 2004 150 347,58 0,43 2005 340 297,12 1,14 Sumber :Laporan Keuangan PT Sunson Textile Manufacture Tbk, tahun 2003, tahun 2004, dan tahun 2005. Pada tahun 2003 perusahaan memiliki nilai MBVR (Market to Book Value) sebesar 0,35 kali, pada tahun 2004 nilai MBVR perusahaan meningkat menjadi 0,43 kali, dan pada tahun 2005 nilai MBVR meningkat lagi menjadi 1,14kali. Dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2004 nilai MBVR perusahaan naik sebesar 0,08 kali (dari 0,35kali ke 0,43kali) atau meningkat dengan tingkat kenaikan sebesar 22,86%. Hal ini terjadi karena pada tahun 2004 harga pasar saham mengalami kenaikan, tetapi nilai buku saham perusahaan mengalami penurunan. Harga pasar saham yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan memiliki tingkat pengembalian ekuitas yang relatif tinggi sehingga masyarakat atau investor sanggup untuk membeli saham perusahaan dengan harga yang tinggi. Dari kasus tersebut dapat dilihat bahwa dengan meningkatnya nilai MBVR menunjukkan kinerja perusahaan meningkat. Dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2005 perusahaan memiliki nilai MBVR yang meningkat sebesar 165,17%, hal ini karena pada tahun 2005 perusahaan memiliki harga saham yang jauh lebih besar dari tahun sebelumnya, tetapi sebaliknya nilai buku perusahaan menurun. Dilihat dari nilai MBVR tahun 2004 ke tahun 2005 perusahaan mengalami peningkatan rasio sehingga dapat dikatakan bahwa kinerja perusahaan juga meningkat, hal ini juga ditandai dengan harga pasar saham yang sangat tinggi dan berarti menunjukkan bahwa perusahaan dimata masyarakat memiliki kinerja yang baik. 4.1.3 Analisis Laporan Keuangan PT Panasia Indosyntec Tbk 4.1.3.1 Rasio Profitabilitas Rasio-rasio profitabilitas mengukur efektivitas manajemen berdasarkan hasil pengembalian yang dihasilkan dari penjualan dan investasi. Rasio-rasio profitabilitas yang digunakan menurut J. Fred Weston dan Thomas E. Copeland yang dialih bahasakan oleh A. Jaka Wasana dan Kibrandoko (1995:239) adalah: 1. Rasio Laba Operasi Bersih terhadap Penjualan (Operating Profit Margin) Rasio ini mengukur persentase laba dari hasil penjualan yang tersisa setelah dikurangi semua ongkos-ongkos operasional. Rasio laba operasi bersih terhadap penjualan banyak digunakan oleh praktisi keuangan sebagai penentu nilai kunci yang mempengaruhi penelitian atas sebuah perusahaan karena rasio ini mencerminkan pure profit yang dihasilkan untuk setiap hasil penjualan. Rasio laba operasi bersih terhadap penjualan = Laba Operasi Bersih ×100% Penjualan Tabel 4.13 Rasio Laba Operasi Bersih terhadap Penjualan Tahun 2003,2004,2005 Tahun Laba Operasi Bersih Penjualan % (dalam Rupiah) 2003 2004 2005 (131.411.143.275) (46.901.649.604) (24.900.754.660) 978.309.034.011 1.073.767.661.309 846.946.258.114 -13,43 -4,37 -2,94 Sumber :Laporan Keuangan PT Panasia Indosyntec Tbk, tahun 2003, tahun 2004, dan tahun 2005. Dari perhitungan diatas, menunjukkan bahwa perusahaan pada tahun 2003 sampai dengan 2005 memiliki tingkat kerugian operasi bersih masing-masing sebesar -13,43%, -4,37%, dan -2,94% dari penjualan yang dicapai, artinya perusahaan menderita kerugian operasi bersih pada tahun 2003, 2004, dan 2005 masing-masing sebesar Rp.0,1343, Rp.0,0437, dan Rp.0,0294 dari setiap penjulan Rp.1,00 pada masing-masing tahun tersebut. Dilihat dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2004, rasio laba operasi bersih terhadap penjualan perusahaan mengalami peningkatan rasio yang cukup tinggi dengan tingkat peningkatan sebesar 67,46%, peningkatan ini terjadi karena pada tahun 2004 perusahaan sudah mulai dapat mengurangi kerugian yang diderita, hal ini terjadi karena tingkat kenaikan laba operasi bersih sebesar 64,31% lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kenaikan penjualan yang hanya sebesar 9,76%. Kenaikan laba operasi bersih ini disebabkan karena adanya kenaikan laba kotor dan turunnya beban usaha. Turunnya beban usaha sebagian besar karena turunnya beban pengiriman, beban gaji upah dan tunjangan, biaya perangkat lunak, dan beban asuransi. Sehingga pada tahun 2004 perusahaan memiliki laba kotor setelah dikurangi beban usaha masih bernilai negatif namun kerugiannya jauh lebih kecil dari tahun sebelumnya, dan hal ini menunjukkan bahwa perusahaan sudah dapat mengendalikan pengeluarannya. Kinerja perusahaan dapat dikatakan mengalami peningkatan meskipun menghasilkan rasio yang negatif, tetapi berhasil meningkatkan nilai rasio. Dari tahun 2004 sampai dengan 2005 perusahaan mengalami peningkatan rasio laba operasi bersih sebesar 32,72%. Peningkatan ini terjadi karena perusahaan berhasil mengurangi kerugian yang diderita dan berhasil meningkatkan laba operasi bersih sebesar 46,91% dari penjualan yang dilakukan. Meskipun penjualan mengalami penurunan tetapi beban pokok penjualan dan beban usaha jauh lebih kecil dari tahun sebelumnya sehingga pada tahun 2005 perusahaan memiliki laba kotor setelah dikurangi beban usaha masih bernilai negatif namun kerugiannya jauh lebih kecil dari tahun 2004. Dari kasus tersebut menunjukkan bahwa kinerja perusahaan meningkat karena nilai rasio yang meningkat dan juga perusahaan sudah dapat mengurangi kerugian yang diderita. 2. Rasio Laba Operasi Bersih terhadap Total Aktiva (ROA) Rasio ini mencoba mengukur efektivitas pemakaian total sumber daya oleh perusahaan atau dengan kata lain mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan semua aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Rasio Laba Operasi Bersih terhadap Total Aktiva = Laba Operasi Bersih ×100% Total Aktiva Tabel 4.14 Rasio Laba Operasi Bersih terhadap Total Aktiva (ROA) Tahun 2003,2004,2005 Tahun Laba Operasi Bersih Total Aktiva % (dalam Rupiah) 2003 2004 2005 (131.411.143.275) (46.901.649.604) (24.900.754.660) 1.863.038.755.694 1.113.478.491.441 1.036.533.198.305 -7,05 -4,21 -2,40 Sumber :Laporan Keuangan PT Panasia Indosyntec Tbk, tahun 2003, tahun 2004, dan tahun 2005. Perusahaan pada tahun 2003 sampai dengan tahun 2005 memiliki tingkat kerugian operasi bersih masing-masing -7,05%, -4,21%, -2,40% dari total aktiva yang digunakan, artinya setiap penggunaan total aktiva Rp.1,00 pada tahun 2003, 2004, dan 2005 perusahaan mengalami rugi operasi bersih masing-masing sebesar Rp.0,0705, Rp.0,0421, dan Rp.0,0240. Pada tahun 2003 sampai dengan tahun 2004 perusahaan mengalami peningkatan ROA (Return On Asset) sebesar 40,28%. Peningkatan ini karena pada tahun 2004 nilai total aktiva perusahaan menurun yang disebabkan karena pada tahun 2003 terdapat neraca konsolidasi untuk operasi yang dilanjutkan dan neraca PFI dan PIM untuk operasi dalam penghentian, sehingga menyebabkan nilai aktiva tahun 2003 lebih besar dari tahun 2004. Jadi dengan penggunaan total aktiva yang lebih kecil dari tahun sebelumnya, perusahaan berhasil mengurangi jumlah kerugian yang diderita. Dari kasus tersebut menunjukkan bahwa kinerja perusahaan meningkat karena nilai rasio yang meningkat dan juga perusahaan sudah dapat mengurangi rugi usahanya. Dari tahun 2004 ke tahun 2005 perusahaan mengalami peningkatan ROA sebesar 42,99% hal ini karena pada tahun 2005 nilai total aktiva perusahaan menurun yang sebagian besar karena menurunnya aktiva lancar berupa kas dan setara kas, dan piutang lain-lain kepada pihak ketiga, selain itu juga penurunan aktiva tidak lancar yang cukup tinggi disebabkan karena penurunan investasi saham, piutang kepada pihak hubungan istimewa, dan uang muka pembelian aktiva tetap. Jadi dengan penggunaan total aktiva tahun 2005 yang lebih kecil nilainya dari tahun 2004, perusahaan berhasil mengurangi jumlah kerugian yang diderita, sehingga dapat dikatakan perusahaan sudah dapat mengatasi hal-hal yang menyebabkan laba operasi bersih perusahaan bernilai negatif atau rugi. Hal ini berarti bahwa kinerja perusahaan meningkat karena nilai ROA yang meningkat dan juga perusahaan sudah dapat mengurangi rugi usahanya. 3. Rasio Laba Bersih terhadap Penjualan (Profit Margin On Sales) Rasio ini mengukur presentase laba dari hasil penjualan yang tersisa setelah dikurangi semua ongkos-ongkos termasuk bunga dan pajak. Rasio ini biasa dijadikan patokan dalam menilai kesuksesan perusahaan karena mengukur perusahaan dalam menghasilkan laba bersih. Rasio Laba Bersih terhadap Penjualan = Laba Bersih × 100% Penjualan Tabel 4.15 Rasio Laba Bersih terhadap Penjualan Tahun 2003,2004,2005 (dalam Rupiah) Tahun Laba Bersih Penjualan % 2003 (29.276.243.860) 978.309.034.011 -2,99 2004 (16.566.369.435) 1.073.767.661.309 -1,54 2005 87.003.084.913 846.946.258.114 10,27 Sumber :Laporan Keuangan PT Panasia Indosyntec Tbk, tahun 2003, tahun 2004, dan tahun 2005. Dari data diatas dapat diketahui bahwa perusahaan memiliki rasio laba bersih terhadap penjualan dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2005 masing-masing sebesar -2,99%, -1,54%, dan 10,27%, artinya setiap penjualan Rp.1,00 pada tahun 2003 dan tahun 2004 perusahaan mengalami rugi bersih masing-masing sebesar Rp.0,0299, Rp.0,0154, sedangkan tahun 2005 setiap penjualan Rp.1,00 perusahaan mampu menghasilkan laba bersih sebesar Rp.0,1027. Dilihat dari rasio laba bersih terhadap penjualan dari tahun 2003 ke tahun 2004 perusahaan mengalami peningkatan rasio sebesar 48,49%. Peningkatan ini dikarenakan adanya penjualan yang meningkat diiringi dengan kenaikan laba bersih meskipun perusahaan masih dalam keadaan rugi namun perusahaan sudah dapat menekan rugi usaha dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Peningkatan laba bersih atau berkurangnya rugi usaha jauh lebih besar dari peningkatan penjualan yang hanya 5,67%. Laba bersih meningkat atau dengan kata lain rugi usaha lebih kecil dari tahun sebelumnya karena penjualan yang dihasilkan perusahaan lebih tinggi tetapi beban usaha lebih kecil dibanding tahun sebelumnya. Disamping itu terdapat peningkatan penghasilan keuntungan restrukturisasi hutang, peningkatan keuntungan penjualan investasi saham, dan beban bunga yang dikeluarkan pun lebih kecil. Dari kasus tersebut dapat dilihat bahwa perusahaan berhasil dalam menekan biaya dengan efektif sehingga rasio laba bersih terhadap penjualan meningkat dan juga menunjukkan bahwa kinerja perusahaan meningkat. Dari tahun 2004 sampai tahun 2005 perusahaan mengalami peningkatan laba bersih terhadap penjualan yang cukup tinggi. Hal ini terjadi karena pada tahun 2005 laba bersih perusahaan meningkat cukup signifikan dari tahun 2004, dimana pada tahun sebelumnya perusahaan mengalami rugi bersih sebesar Rp.16.566.369.435 dan perusahaan pada tahun 2005 mengalami laba bersih sebesar Rp.87.003.084.913. Peningkatan laba bersih ini karena pada tahun 2005 perusahaan hanya memiliki laporan laba rugi perusahaan saja, sebaliknya pada tahun 2004 terdapat laporan laba rugi untuk operasi yang dilanjutkan dan laporan laba rugi untuk operasi dalam penghentian (sebelum terdilusi). Kinerja perusahaan meningkat karena perusahaan berhasil meningkatkan nilai rasio laba bersih terhadap penjualan, dan hal ini dibuktikan dengan meningkatnya laba bersih yang cukup tinggi. 4. Hasil Pengembalian atas Ekuitas (Return On Equity) Hasil pengembalian atas ekuitas atau Return on equity sering disebut juga dengan Rate of return on net worth, rasio ini memperhatikan sejauh mana perusahaan mengelola modal sendiri secara efektif, mengukur tingkat pengembalian bagi pemilik modal yang menginvestasikan uangnya ke dalam perusahaan. Hasil Pengembalian Atas Ekuitas = Laba Bersih ×100% Modal Sendiri Tabel 4.16 Hasil Pengembalian atas Ekuitas (ROE) Tahun 2003,2004,2005 (dalam Rupiah) Tahun Laba Bersih Modal Sendiri % 2003 (29.276.243.860) 247.183.730.253 -11,84 2004 (16.566.369.435) 275.629.476.965 -6,01 2005 87.003.084.913 420.327.840.844 20,70 Sumber :Laporan Keuangan PT Panasia Indosyntec Tbk, tahun 2003, tahun 2004, dan tahun 2005. Dari perhitungan diatas, menunjukkan bahwa perusahaan pada tahun 2003 sampai dengan tahun 2005 menghasilkan tingkat laba bersih masing-masing sebesar -11,84%, -6,01%, 20,70% ekuitas yang digunakan. Pada tahun 2003 dan tahun 2004 dari setiap penggunaan modal sendiri Rp.1,00 perusahaan mengalami rugi bersih masing-masing sebesar Rp.0,1184 dan Rp.0,0601, sedangkan pada tahun 2005 setiap penggunaan modal sendiri Rp.1,00 menghasilkan laba bersih sebesar Rp.0,2070. Dari tahun 2003 ke tahun 2004 perusahaan mengalami peningkatan ROE (Return on Equity) sebesar 49,24%, hal ini terjadi karena perbandingan peningkatan laba bersih jauh lebih besar dari peningkatan modal sendiri atau ekuitas dari tahun sebelumnya. Peningkatan laba bersih sebagian besar karena peningkatan penjualan dan penurunan beban usaha berupa beban pengiriman, beban gaji upah dan tunjangan, biaya perangkat lunak, dan beban asuransi. Selain itu juga karena meningkatnya keuntungan restrukturisasi hutang dan keuntungan penjualan investasi saham diiringi dengan beban bunga dan keuangan yang lebih kecil dari tahun sebelumnya. Sedangkan salah satu penyebab peningkatan ekuitas pada tahun 2004 karena terdapat selisih transaksi perubahan ekuitas perusahaan asosiasi. Kinerja perusahaan meningkat dilihat dari ROE, dan hal ini menunjukkan bahwa perusahaan dapat mengurangi rugi usaha dan mengelola dengan baik dari sejumlah modal yang digunakan. Dari tahun 2004 sampai tahun 2005 perusahaan mengalami peningkatan ROE yang cukup tinggi, terjadinya peningkatan ini karena tingkat kenaikan laba bersih yang dihasilkan jauh lebih besar dari tingkat kenaikan modal sendiri. Kenaikan ekuitas perusahaan dikarenakan jumlah saham yang ditempatkan dan disetor pada tahun 2005 berjumlah 1.058.771.000 saham dan untuk tahun 2004 berjumlah 708.571.000 saham,sedangkan nilai nominal perusahaan untuk tahun 2004 dan tahun 2005 berjumlah sama. sehingga pada tahun 2005 nilai modal ditempat dan disetor menjadi meningkat dari pada tahun sebelumnya, hal tersebut merupakan salah satu penyebab meningkatnya ekuitas tahun 2005. Sedangkan peningkatan laba bersih sebagian besar karena pada tahun 2004 terdapat laporan laba rugi untuk operasi yang dilanjutkan dan laporan laba rugi untuk operasi dalam penghentian, sedangkan tahun 2005 perusahaan hanya memiliki laporan laba rugi perusahaan saja. Meningkatnya ROE yang cukup tinggi, hal ini menunjukkan bahwa kinerja perusahaan meningkat. 4.1.2.2 Rasio Pertumbuhan (Growth Ratio) Rasio-rasio pertumbuhan mengukur sebaik apa perusahaan mempertahankan posisi ekonomisnya di dalam industrinya. Data yang dilaporkan adalah dalam angka-angka nominal sehingga tingkat pertumbuhan yang dihitung merupakan penjumlahan pertumbuhan nyata ditambah faktor kenaikan tingkat harga. Tingkat pertumbuhan dihitung dengan menggunakan metode titik-titik X g =  n ï£ X0 ujung, yaitu : Dimana : g    1/ n −1 = Tingkat pertumbuhan majemuk selama periode tercakup Xn = Nilai titik akhir Xo = Nilai titik awal N = Jumlah periode pertumbuhan Menurut J.Fred Weston dan Thomas E Copeland yang dialih bahasakan oleh A. Jaka Wasana pertumbuhannya adalah : dan Kibrandoko (1995:243), yang diukur 1. Penjualan  846.946.258.114  g=  ï£ 978.309.034.011  g = −0,070% 1/ 2 −1 Tingkat pertumbuhan majemuk penjualan perusahaan dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2005 adalah sebesar -0,070% 2. Laba Operasi Bersih  (24.900.754.660 )   g =  ï£ (131.411.143.275)  g = −0,565% 1/ 2 −1 Tingkat pertumbuhan majemuk laba operasi bersih perusahaan dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2005 adalah sebesar -0,565% 3. Laba Bersih  87.033.084.913   g =  ï£ (29.276.243.860 )  g = −2,724% 1/ 2 −1 Tingkat pertumbuhan majemuk laba bersih perusahaan dari tahun 2003 sampai dengan 2005 adalah sebesar -2,724% 4. Laba per Saham 1/ 2  115   − 1 g =  ï£ (55)  g = −2,446% Tingkat pertumbuhan majemuk laba per saham perusahaan dari tahun 2003 sampai dengan 2005 adalah sebesar -2,446% 4.1.1.3 Ukuran Penilaian (Valuation Measures) Ukuran penilaian atau rasio penilaian adalah ukuran kinerja yang paling menyeluruh untuk suatu perusahaan karena mencerminkan pengaruh gabungan dari rasio hasil pengembalian dan resiko. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam menciptakan nilai pada masyarakat (Investor) atau pada para pemegang saham. Rasio ini memberikan informasi seberapa besar masyarakat menghargai perusahaan sehingga mereka mau membeli saham perusahaan dengan harga lebih tinggi dibandingkan dengan nilai buku saham. Menurut J.Fred Weston dan Thomas E Copeland yang dialih bahasakan oleh A. Jaka Wasana dan Kibrandoko (1995:244), rasio-rasio penilaian terdiri dari : 1. Rasio Harga terhadap Laba (Price to Earning Ratio) Rasio ini mengukur seberapa besar perbandingan antara harga saham perusahaan dengan keuntungan yang akan diperoleh oleh pemegang saham. Rasio Harga terhadap Laba = Harga Pasar Saham Laba per Lembar Saham Tabel 4.17 Rasio Harga terhadap Laba (Price to Earning Ratio) Tahun 2003,2004,2005 (dalam Rupiah) Tahun Harga Pasar Saham Laba per Lembar Saham Kali 2003 275 (55) -5 2004 500 (29) -17,24 2005 450 115 3,91 Sumber :Laporan Keuangan PT Panasia Indosyntec Tbk, tahun 2003, tahun 2004, dan tahun 2005. Pada tahun 2003 perusahaan memiliki PER (Price Earning Ratio) sebesar -5kali, pada tahun 2004 PER perusahaan turun menjadi -17,24 kali, dan pada tahun 2005 PER perusahaan meningkat menjadi 3,91 kali. Dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2004 perusahaan mengalami penurunan PER sebesar 12,24 kali (dari -5kali ke -17,24kali) atau dengan kata lain PER perusahaan mengalami penurunan yang cukup tinggi sebesar 244,8%. Penurunan ini karena perusahaan mengalami kenaikan harga pasar saham sedangkan laba per lembar saham masih bernilai negatif atau dengan kata lain perusahaan masih menderita kerugian. Meningkatnya laba per lembar saham dikarenakan kenaikan penjualan yang diimbangi dengan kenaikan beban pokok penjualan sedangkan beban usaha dan rugi sebelum hak minoritas atas rugi bersih anak perusahaan mengalami penurunan, sehingga kerugian yang dialami perusahaan pada tahun 2004 lebih kecil dari tahun sebelumnya. Laba bersih yang lebih besar atau dapat dikatakan kerugian perusahaan berkurang jika dibagi dengan jumlah saham yang beredar tentunya akan menghasilkan laba per lembar saham yang lebih besar atau rugi per lembar saham menjadi lebih kecil. Perusahaan sebenarnya mengalami peningkatan karena sudah dapat menekan rugi usahanya dan harga saham yang tinggi menunjukkan minat masyarakat cukup besar untuk memiliki saham perusahaan, tetapi jika dilihat dari rasio PER kinerja perusahaan menurun karena mengalami penurunan rasio. Dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2005 PER perusahaan naik sebesar 13,33kali (dari -17,24kali ke 3,91kali) atau dapat dikatakan mengalami peningkatan sebesar 122,68% dari nilai PER tahun 2004, kenaikan ini karena perusahaan mengalami peningkatan pada laba per saham yang semula pada tahun 2004 bernilai negatif karena perusahaan menderita kerugian, peningkatan laba per saham ini karena perusahaan mengalami peningkatan laba bersih sehingga laba bersih dibagi dengan jumlah saham yang beredar pada tahun 2005 lebih tinggi. Kinerja perusahaan meningkat karena perusahaan berhasil meningkatkan nilai PER yang semula bernilai negatif yang diakibatkan karena perusahaan mengalami rugi bersih pada tahun 2004. 2. Rasio Harga Pasar terhadap Nilai Buku (Market To Book Value Ratio) Rasio ini untuk mengetahui seberapa besar harga saham yang ada dipasar dibandingkan dengan nilai buku sahamnya. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan perusahaan semakin dipercaya, artinya nilai perusahaan menjadi lebih tinggi. Rasio Harga Pasar terhadap Nilai Buku = Harga Pasar Saham Nilai Buku Saham Tabel 4.18 Rasio Harga Pasar terhadap Nilai Buku (Market To Book Value Ratio) Tahun 2003,2004,2005 (Dalam Rupiah) Tahun Harga Pasar Saham Nilai Buku Saham Kali 2003 275 464,63 0,59 2004 500 388,99 1,29 2005 450 268,41 1,68 Sumber :Laporan Keuangan PT Panasia Indosyntec Tbk, tahun 2003, tahun 2004, dan tahun 2005. Pada tahun 2003 perusahaan memiliki nilai MBVR (Market to Book Value) sebesar 0,59 kali, pada tahun 2004 nilai MBVR perusahaan meningkat menjadi 1,29 kali, dan pada tahun 2005 nilai MBVR meningkat lagi menjadi 1,68 kali. Dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2004 nilai MBVR perusahaan naik sebesar 0,7 kali (dari 0,59kali ke 1,29kali). Hal ini karena perusahaan pada tahun 2004 memiliki harga saham yang jauh lebih besar dari tahun sebelumnya atau meningkat sebesar 81,82%, sedangkan nilai buku saham mengalami penurunan sebesar 16,28%. Harga saham yang tinggi menunjukkan pula bahwa perusahaan memiliki tingkat pengembalian ekuitas yang relatif tinggi sehingga masyarakat atau investor sanggup untuk membeli saham perusahaan dengan harga yang tinggi. Dari kasus tersebut dapat dilihat bahwa dengan meningkatnya nilai MBVR menunjukkan kinerja perusahaan meningkat. Dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2005 perusahaan memiliki nilai MBVR yang meningkat sebesar 30,23%, hal ini disebabkan karena pada tahun 2005 harga pasar saham perusahaan mengalami penurunan sebesar 10%, sedangkan penurunan nilai buku saham jauh lebih besar yaitu sebesar 30,99%. Kinerja perusahaan meningkat karena memiliki nilai MBVR yang meningkat, selain itu nilai buku saham perusahaan jauh di bawah harga pasar saham yang berarti bahwa nilai perusahaan di mata masyarakat memiliki kinerja yang baik. 4.2 Pembahasan Hasil pembahasan yang akan penulis uraikan adalah menilai kinerja perusahaan pada kelompok industri tekstil berdasarkan hasil analisis laporan keuangan, yang dibandingkan antara perusahaan yang satu dengan lainnya selama tahun 2003 sampai dengan tahun 2005. 4.2.1 Penilaian Kinerja Dilihat dari Hasil Analisis Laporan Keuangan 4.2.1.1 Rasio Profitabilitas (Profitability Ratio) Tabel 4.19 Ikhtisar Penilaian Kinerja dilihat dari Rasio Profitabilitas Tahun 2003,2004,dan 2005 (dalam %) Perusahaan ADMG SSTM HDTX Rasio Laba Operasi Bersih Terhadap Penjualan Rasio Laba Operasi Bersih Terhadap Total Aktiva 2003 0,74 1,97 -13,43 2003 0,36 1,13 -7,05 2004 10,32 -2,73 -4,37 2005 2,43 -1,97 -2,94 2004 10,17 -1,62 -4,21 2005 2,17 -1,25 -2,40 Rasio Laba Bersih Terhadap Penjualan 2003 26,52 1,64 -2,99 2004 10,22 -9,14 -1,54 2005 1,06 -8,87 10,27 Hasil Pengembalian Atas Ekuitas 2003 -224,17 2,54 -11,84 2004 31,20 -17,29 -6,01 2005 2,78 -21,04 20,70 Sumber: Laporan Keuangan dari PT Polychem Indonesia (ADMG), PT Sunson Textile Manufacture (SSTM), PT Panasia Indosyntec (HDTX), tahun 2003, tahun 2004, dan tahun 2005. 1. Rasio Laba Operasi Bersih terhadap Penjualan (Operating Profit Margin) Berdasarkan tabel 4.19 dapat dijelaskan bahwa : a. Tahun 2003 Tahun 2003 kinerja terbaik dilihat dari rasio laba operasi bersih terhadap penjualan dipegang oleh PT Sunson Textile Manufacture karena memiliki nilai rasio yang tertinggi sebesar 1,97%, dibandingkan PT Polychem Indonesia dan PT Panasia Indosyntec dengan nilai rasio sebesar 0,74% dan -13,43%. Besarnya rasio laba operasi bersih terhadap penjualan pada PT Sunson Textile ini karena penjualan perusahaan yang meningkat, sedangkan besarnya beban pokok penjulan tidak terlalu besar sehingga menghasilkan laba kotor yang cukup besar. Besarnya laba kotor dan rendahnya beban usaha menyebabkan laba operasi bersih yang tinggi. Beban usaha yang kecil dikarenakan perusahaan dapat menekan biaya pemasaran, biaya reparasi dan pemeliharaan, dan juga melakukan penghematan dalam biaya premi asuransi. b. Tahun 2004 Tahun 2004 kinerja terbaik dilihat dari rasio laba operasi bersih terhadap penjualan dipegang oleh PT Polychem Indonesia karena memiliki nilai rasio tertinggi sebesar 10,32%, dibandingkan PT Sunson Textile Manufacture dan PT Panasia Indosyntec dengan nilai rasio sebesar -2,73% dan -4,37%. Besarnya rasio laba operasi bersih terhadap penjualan yang hanya 23,54% dari penjualan yang dilakukan sehingga menghasilkan laba kotor yang cukup besar. Nilai rasio laba operasi bersih terhadap penjualan yang tinggi pada PT Polychem Indonesia ini karena penjualan perusahaan yang meningkat yang berasal dari salah satu pihak yang mempunyai hubungan istimewa yaitu PT Gajah Tunggal, selain itu karena beban pokok penjualan yang tidak terlalu besar dan beban usaha yang lebih kecil, kecilnya beban usaha ini dikarenakan penurunan beban pemasaran dan promosi, beban gaji dan tunjangan, royalti dan penurunan beban perjalanan dinas. c. Tahun 2005 Tahun 2005 kinerja terbaik dilihat dari rasio laba operasi bersih terhadap penjualan dipegang oleh PT Polychem Indonesia karena memiliki nilai rasio yang tertinggi sebesar 2,43% dibandingkan dengan PT Sunson Textile Manufacture dan PT Panasia Indosyntec dengan nilai rasio sebesar -1,97% dan -2,94% Besarnya rasio laba operasi bersih terhadap penjualan PT Polychem Indonesia ini karena, kenaikan penjualan lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan beban pokok penjualan yang menghasilkan laba kotor yang cukup besar, selain itu turunnya beban usaha seperti penurunan beban pemasaran dan promosi, gaji dan tunjangan, perjalanan dinas jasa manajemen dan profesional, baban piutang ragu-ragu dan transportasi menyebabkan perusahaan menghasilkan laba operasi yang besar, hal ini dibuktikan dengan perbandingan laba operasi bersih terhadap penjualan yang presentasenya paling tinggi jika dibandingkan dengan perusahaan lain. 2. Rasio Laba Operasi Bersih terhadap Total Aktiva (Return On Assets) Berdasarkan tabel 4.19 dapat dijelaskan bahwa : a. Tahun 2003 Tahun 2003 kinerja terbaik dilihat dari rasio laba operasi bersih terhadap total aktiva dipegang oleh PT Sunson Textile Manufacture karena memiliki nilai rasio yang tertinggi sebesar 1,13%, dibandingkan PT Polychem Indonesia dan PT Panasia Indosyntec dengan nilai rasio sebesar 0,36% dan -7,05%. Besarnya nilai rasio laba operasi bersih terhadap total aktiva PT Sunson Textile Manufacture ini, karena perusahaan berhasil memperoleh laba yang cukup besar dari total aktiva yang digunakan, sebenarnya total aktiva perusahaan cukup besar, aktiva yang besar ini ternyata sebagian besar karena perusahaan memiliki kas dan setara kas, dan investasi sementara yang tinggi. Walaupun aktiva yang digunakan cukup besar, namun dari laba operasi bersih yang dihasilkan perusahaan masih dapat dikatakan wajar, hal ini ditunjukkan dengan perbandingan laba operasi bersih yang dihasilkan perusahaan dan total aktiva yang digunakan perusahaan memiliki nilai rasio yang paling tinggi dibandingkan PT Polychem Indonesia dan PT Panasia Indosyntec. b. Tahun 2004 Tahun 2004 kinerja terbaik dilihat dari rasio laba operasi bersih terhadap total aktiva dipegang oleh PT Polychem Indonesia karena memiliki nilai rasio yang tertinggi sebesar 10,17%, dibandingkan PT Sunson Textile Manufacture dan PT Panasia Indosyntec dengan nilai rasio sebesar -1,62% dan -4,21%. Nilai yang tinggi pada rasio laba operasi bersih terhadap total aktiva PT Polychem Indonesia ini, karena perusahaan mampu meningkatkan laba operasi yang cukup besar dari total aktiva yang digunakan, dalam hal ini total aktiva yang digunakan perusahaan lebih kecil dari tahun sebelumnya. Laba operasi bersih yang cukup tinggi ini karena perusahaan berhasil meningkatkan penjualan, dan setelah dikurangi beban pokok penjualan perusahaan masih dapat menghasilkan laba kotor yang besar. Penjualan perusahaan meningkat karena sebagian besar penjualan kain ban, polyester, petrokimia, benang nylon dan karet sintetik mengalami kenaikan. Selain itu beban usaha yang mengalami penurunan terjadi karena perusahaan dapat menekan biaya penjualan, umum dan administrasi. Penurunan beban usaha tentunya menghasilkan laba operasi yang cukup tinggi. Total aktiva yang digunakan menurun sebagian besar karena penyusutan aktiva tetap, dari keterangan diatas dapat dikatakan bahwa perusahaan memiliki tingkat pengembalian yang cukup baik karena dengan total aktiva yang lebih kecil perusahaan berhasil meningkatkan laba operasi bersih. c. Tahun 2005 Tahun 2005 kinerja terbaik dilihat dari rasio laba operasi bersih terhadap total aktiva dipegang oleh PT Polychem Indonesia karena memiliki nilai rasio yang tertinggi sebesar 2,17%, dibandingkan PT Sunson Textile Manufacture dan PT Panasia Indosyntec dengan nilai rasio sebesar -1,25% dan -2,40%. Besarnya nilai Return On Assets (ROA) tahun 2005 pada PT Polychem Indonesia karena perusahaan mengalami penurunan total aktiva yang tidak terlalu besar dibandingkan dengan penurunan laba operasi bersih. Total aktiva menurun sebagian besar karena penurunan kas dan setara kas, biaya dibayar dimuka. Sedangkan penurunan laba operasi bersih karena penurunan penjualan yang lebih besar daripada beban pokok penjualan sehingga menghasilkan laba kotor yang tidak terlalu besar, dan setelah dikurangi dengan beban usaha ternyata perusahaan menghasilkan laba operasi bersih yang menurun. Walaupun rasio PT Polychem Indonesia menurun namun perusahaan masih dapat mempertahankan nilai rasionya karena nilainya lebih tinggi dari dua perusahaan lainnya. 3. Rasio Laba Bersih terhadap Penjualan (Profit Margin On Sales) Berdasarkan Tabel 4.19 dapat dijelaskan bahwa : a. Tahun 2003 Tahun 2003 kinerja terbaik dilihat dari rasio laba operasi bersih terhadap penjualan oleh PT Polychem Indonesia Manufacture karena memiliki nilai rasio yang tertinggi sebesar 26,52%, dibandingkan PT Sunson Textile dan PT Panasia Indosyntec dengan nilai rasio sebesar 1,64% dan -2,99%. Nilai rasio laba bersih terhadap penjualan yang tinggi pada PT Polychem Indonesia karena perusahaan pada tahun 2003 mengalami restrukturisasi hutang dimana saldo hutang sebesar US $162.541.000 dirubah menjadi pinjaman jangka panjang baru yang jatuh tempo dalam waktu 10 tahun. Dari restrukturisasi tersebut perusahaan mendapatkan keuntungan restrukturisasi setelah dikurangi beban pajak dan beban restrukturisasi terkait. Keuntungan restrukturisasi ini menambah laba bersih perusahaan sehingga laba bersih perusahaan meningkat cukup tinggi dibandingkan dengan peningkatan penjualan yang pada akhirnya menghasilkan nilai rasio laba bersih terhadap penjualan yang cukup tinggi. b. Tahun 2004 Tahun 2004 kinerja terbaik dilihat dari rasio laba operasi bersih terhadap penjualan oleh PT Polychem Indonesia karena memiliki nilai rasio yang tertinggi sebesar 10,22%, dibandingkan PT Sunson Textile Manufacture dan PT Panasia Indosyntec dengan nilai rasio sebesar -9,14% dan -1,54%. Besarnya rasio laba bersih terhadap penjualan PT Polychem Indonesia ini, karena perusahaan mengalami peningkatan penjualan sedangkan laba bersih menurun, walaupun laba bersih perusahaan menurun namun penurunannya masih dapat dikatakan wajar, hal ini dibuktikan dengan nilai rasio laba bersih terhadap penjualan perusahaan yang masih memiliki nilai paling tinggi diantara dua perusahaan lainnya, meningkatnya penjualan sebagian besar karena perusahaan berhasil meningkatkan penjualan ekspor ke negara Australia. Sedangkan laba bersih menurun karena beban lain-lain berupa keuntungan kurs mata uang asing menurun dan rendahnya keuntungan restrukturisasi. c. Tahun 2005 Tahun 2005 kinerja terbaik dilihat dari rasio laba operasi bersih terhadap penjualan oleh PT Panasia Indosyntec karena memiliki nilai rasio yang tertinggi sebesar 10,27%, dibandingkan PT Polychem Indonesia dan PT Sunson Textile Manufacture dengan nilai rasio sebesar 1,06% dan -8,87%. Besarnya rasio laba bersih terhadap penjualan PT Panasia Indosyntec ini, karena perusahaan mengalami peningkatan laba bersih sedangkan penjualan menurun. Penurunan penjualan dikarenakan pada tahun 2005 hanya terdapat 52,21% dari penjualan bersih operasi, sedangkan pada tahun 2004 terdapat 44,99% dari penjualan bersih operasi serta 15,18% dari penjualan bersih operasi dalam penghentian yang dilakukan dengan pihak-pihak hubungan istimewa. Sebaliknya perusahaan mengalami peningkatan laba bersih yang cukup signifikan dimana pada tahun sebelumnya perusahaan mengalami kerugian, sehingga pada akhirnya perusahaan menghasilkan nilai rasio laba bersih terhadap penjualan yang cukup tinggi. 4. Hasil Pengembalian atas Ekuitas (Return On Equity) Berdasarkan tabel 4.19 dapat dijelaskan bahwa : a. Tahun 2003 Tahun 2003 kinerja terbaik dilihat dari hasil pengembalian atas ekuitas dipegang oleh PT Sunson Textile Manufacture karena memiliki nilai rasio tertinggi sebesar 2,54%, dibandingkan PT Polychem Indonesia dan PT Panasia Indosyntec dengan nilai rasio masing-masing sebesar -224,17% dan -11,84%. Besarnya hasil pengembalian atas ekuitas PT Sunson Textile Manufacture ini, karena perusahaan pada tahun 2003 mendapatkan keuntungan restrukturisasi hutang dimana keuntungan ini merupakan pendapatan atas potongan pinjaman bank sehubungan dengan penyelesaian (pelunasan) pinjaman kepada Standar Chartered Bank. Keuntungan ini dikompensasi dengan kerugian fiskal perusahaan. Singkatnya perusahaan mendapatkan laba bersih yang tinggi karena laba dari aktivitas normal ditambah dengan keuntungan restrukturisasi. Sedangkan meningkatnya nilai ekuitas karena adanya penambahan saldo laba ditahan. Hal inilah yang menyebabkan nilai rasio PT Sunson Textile Manufacture lebih baik dari kedua perusahaan lainnya. b. Tahun 2004 Tahun 2004 kinerja terbaik dari hasil pengembalian atas ekuitas dipegang oleh PT Polychem Indonesia karena memiliki nilai rasio tertinggi sebesar 31,20%, dibandingkan PT Sunson Textile Manufacture dan PT Panasia Indosyntec dengan nilai rasio masing-masing sebesar -17,29% dan -6,01%. Besarnya hasil pengembalian atas ekuitas PT Polychem Indonesia ini, karena perusahaan mengalami penurunan laba bersih yang lebih besar dibandingkan dengan penurunan nilai ekuitas. Penurunan laba bersih ini karena penurunan laba selisih kurs dan laba atas penjualan aktiva tetap. Sedangkan penurunan ekuitas karena adanya penggunaan saldo laba ditahan. Meskipun laba bersih dan nilai ekuitas menurun namun perusahaan masih dapat mempertahankan nilai ROE sehingga memiliki nilai rasio yang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan lainnya. c. Tahun 2005 Tahun 2005 kinerja terbaik dilihat dari hasil pengembalian atas ekuitas dipegang oleh PT Panasia Indosyntec karena memiliki nilai rasio tertinggi sebesar 20,70%, dibandingkan PT Polychem Indonesia dan PT Sunson Textile Manufacture dengan nilai rasio masing-masing sebesar 2,78% dan -21,04%. Besarnya hasil pengembalian atas ekuitas PT Panasia Indosyntec ini, karena perusahaan mengalami peningkatan laba bersih yang jauh lebih besar dari peningkatan nilai ekuitas. Perusahaan mengalami peningkatan laba bersih yang cukup signifikan ini karena sebelumnya perusahaan mengalami kerugian. Sedangkan meningkatnya ekuitas karena adanya penambahan saldo laba ditahan. 4.2.1.2 Rasio Pertumbuhan (Growth Ratio) Tabel 4.20 Ikhtisar Penilaian Kinerja dilihat dari Rasio Pertumbuhan Perusahaan ADMG SSTM HDTX Tahun 2003,2004,2005 (dalam %) Penjualan Laba Operasi Laba Bersih Bersih 0,138 1,061 -0,773 0,039 -2,039 -3,418 -0,070 -0,565 -2,724 Laba per Saham -0,826 -3,449 -2,446 Sumber: Laporan Keuangan dari PT Polychem Indonesia (ADMG), PT Sunson Textile Manufacture (SSTM), PT Panasia Indosyntec (HDTX), tahun 2003, tahun 2004, dan tahun 2005. Berdasarkan tabel 4.20 dapat dijelaskan bahwa : 1. Penjualan Untuk tahun 2003 sampai dengan 2005 jika dilihat dari analisis pertumbuhan penjualan, kinerja terbaik perusahaan dipegang oleh PT Polychem Indonesia yang mengalami pertumbuhan penjualan paling tinggi yaitu sebesar 0,138%, sedangkan PT Sunson Textile Manufacture hanya memiliki pertumbuhan penjualan sebesar 0,039%. Berbeda dengan kedua perusahaan sejenis tersebut PT Panasia Indosyntec mengalami penurunan penjualan sebesar -0,070%. 2. Laba Operasi Bersih Untuk tahun 2003 sampai dengan 2005 jika dilihat dari analisis pertumbuhan laba operasi bersih, kinerja terbaik perusahaan dipegang oleh PT Polychem Indonesia yang mengalami pertumbuhan laba operasi bersih paling tinggi yaitu sebesar 1,061%, dibandingkan PT Sunson Textile Manufacture dan PT Panasia Indosyntec yang mengalami penurunan yaitu masing-masing sebesar -2,039% dan -0,565%. 3. Laba Bersih Untuk tahun 2003 sampai dengan 2005 jika dilihat dari analisis pertumbuhan laba bersih, kinerja terbaik perusahaan dipegang oleh PT Polychem Indonesia yang mengalami penurunan pertumbuhan laba bersih paling kecil yaitu sebesar -0,773%, dibandingkan PT Sunson Textile Manufacture dan PT Panasia Indosyntec yang mengalami penurunan laba bersih lebih besar yaitu masing-masing sebesar -3,418% dan -2,724%. 4. Laba per Saham Untuk tahun 2003 sampai dengan 2005 jika dilihat dari analisis pertumbuhan laba per saham, kinerja terbaik perusahaan dipegang oleh PT Polychem Indonesia yang mengalami penurunan pertumbuhan laba per saham paling kecil yaitu sebesar -0,826%, dibandingkan PT Sunson Textile Manufacture dan PT Panasia Indosyntec yang mengalami penurunan pertumbuhan laba per saham yang lebih besar yaitu masing-masing sebesar -3,449% dan -2,446%. 4.2.1.3 Ukuran Penilaian (Valuation Measures) Tabel 4.21 Ikhtisar Penilaian Kinerja dilihat dari Ukuran Penilaian Perusahaan ADMG SSTM HDTX Tahun 2003,2004,2005 (dalam kali) Price To Earning Ratio Market to Book Value 2003 2004 2005 2003 2004 2005 1,04 1,82 27,73 -2,32 0,91 0,78 14 -2,5 -5,67 0,35 0,43 1,14 -5 -17,24 3,91 0,59 1,29 1,68 Sumber: Laporan Keuangan dari PT Polychem Indonesia (ADMG), PT Sunson Textile Manufacture (SSTM),PT Panasia Indosyntec Tbk (HDTX), tahun 2003, tahun 2004, dan tahun 2005. 1. Rasio Harga Terhadap Laba (Price to Earning Ratio) Berdasarkan tabel 4.21 dapat dijelaskan bahwa : a. Tahun 2003 Dilihat dari rasio harga terhadap laba atau price to earning ratio (PER) kinerja terbaik pada tahun 2003 dimiliki oleh PT Sunson Textile Manufacture karena memiliki nilai tertinggi yaitu sebesar 14 kali, dibandingkan dengan PT Polychem Indonesia dan PT Panasia Indosyntec dengan nilai rasio masing-masing sebesar 1,04 kali dan -5 kali. Besarnya rasio harga terhadap laba atau price to earning ratio (PER) PT Sunson Textile Manufacture ini, karena harga pasar saham pada tahun 2003 berada jauh diatas laba per lembar saham perusahaan, dari perbandingan tersebut menunjukkan bahwa kelipatan laba yang akan diperoleh sebesar 14kali, kelipatan laba sangat umum untuk digunakan sebagai pedoman praktis dalam menilai perusahaan untuk tujuan akuisisi. b. Tahun 2004 Dilihat dari rasio harga terhadap laba atau price to earning ratio (PER) kinerja terbaik pada tahun 2004 dimiliki oleh PT Polychem Indonesia karena memiliki nilai tertinggi yaitu sebesar 1,82 kali, dibandingkan dengan PT Sunson Textile Manufacture dan PT Panasia Indosyntec dengan nilai rasio masing-masing sebesar -2,5 kali dan -17,24 kali. Besarnya rasio harga terhadap laba atau PER PT Polychem Indonesia ini, karena harga pasar saham perusahaan yang meningkat sedangkan laba per lembar saham perusahaan menurun, sehingga dari perbandingan tersebut menghasilkan PER yang tinggi, namun jika kita lihat dari harga saham perusahaan sebetulnya masyarakat kurang tertarik untuk membeli saham perusahaan, hal ini ditunjukkan dengan harga pasar saham yang berada dibawah nilai nominal. c. Tahun 2005 Dilihat dari rasio harga terhadap laba atau price to earning ratio (PER) kinerja terbaik pada tahun 2005 dimiliki oleh PT Polychem Indonesia karena memiliki nilai tertinggi yaitu sebesar 27,73 kali, dibandingkan dengan PT Sunson Textile Manufacture dan PT Panasia Indosyntec dengan nilai rasio masing-masing sebesar -5,67 kali dan 3,91 kali. Nilai yang tinggi pada rasio harga terhadap laba atau PER tahun 2005 PT Polychem Indonesia ini, karena perusahaan mengalami penurunan harga pasar saham yang jauh lebih kecil dari penurunan laba per lembar saham, sehingga dari perbandingan tersebut menghasilkan PER yang tinggi. Namun jika dilihat dari harga pasar perusahaan sebetulnya masyarakat kurang tertarik untuk membeli saham perusahaan, hal ini ditunjukkan dengan rendahnya harga pasar saham dibandingkan dengan nilai nominal. 2. Rasio Harga Pasar Terhadap Nilai Buku (Market to Book Value Ratio) Berdasarkan tabel 4.21 dapat dijelaskan bahwa : a. Tahun 2003 Kinerja terbaik pada tahun 2003 dilihat dari rasio harga pasar terhadap nilai buku atau MBVR dimiliki oleh PT Panasia Indosyntec dengan nilai rasio tertinggi yaitu sebesar 0,59 kali, dibandingkan dengan PT Polychem Indonesia dan PT Sunson Textile Manufacture yaitu sebesar -2,32 kali dan 0,35 kali. Besarnya nilai MBVR PT Panasia Indosyntec karena perusahaan tidak ditambah dengan nilai selisih transaksi perubahan ekuitas perusahaan asosiasi yang akan diakui sebagai pendapatan pada saat pelepasan investasi yang bersangkutan sehingga nilai ekuitas menjadi kecil, jadi rasio perusahaan tinggi bukan karena harga pasar perusahaan yang tinggi melainkan karena ekuitas yang sangat kecil. Sebenarnya harga saham perusahaan pun berada di bawah nilai nominal. b. Tahun 2004 Kinerja terbaik pada tahun 2004 dilihat dari rasio harga pasar terhadap nilai buku atau MBVR dimiliki oleh PT Panasia Indosyntec dengan nilai rasio tertinggi yaitu sebesar 1,29 kali, dibandingkan dengan PT Polychem Indonesia dan PT Sunson Textile Manufacture yaitu sebesar 0,91 kali dan 0,43 kali. Besarnya nilai MBVR PT Panasia Indosyntec pada tahun 2004 karena perusahaan mengalami peningkatan harga saham yang cukup tinggi sedangkan nilai buku perusahaan menurun karena adanya penggunaan saldo laba ditahan. Dilihat dari MBVR yang tinggi menunjukkan bahwa minat masyarakat terhadap perusahaan cukup tinggi. c. Tahun 2005 Kinerja terbaik pada tahun 2005 dilihat dari rasio harga pasar terhadap nilai buku atau MBVR dimiliki oleh PT Panasia Indosyntec dengan nilai rasio tertinggi yaitu sebesar 1,68 kali, dibandingkan dengan PT Polychem Indonesia dan PT Sunson Textile Manufacture yaitu sebesar 0,78 kali dan 1,14 kali. Besarnya nilai MBVR PT Panasia Indosyntec pada tahun 2005 ini, karena harga saham perusahaan menurun yang diiringi dengan penurunan nilai buku saham perusahaan yang cukup tinggi, tetapi penurunan harga pasar saham masih berada dibawah nilai buku saham perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja perusahaan baik sehingga investor bersedia membayar harga pasar saham perusahaan sebanyak 1,68 kali lebih besar dari nilai bukunya. BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Dari hasil analisis laporan keuangan yang telah dilakukan penulis pada bab 4 dalam menilai kinerja pada perusahaan kelompok industri tekstil, dapat diambil simpulan sebagai berikut : 1. Kinerja pada kelompok industri tekstil a. Rasio Profitabilitas Rasio profitabilitas meliputi operating profit margin, return on assets (ROA), profit margin on sales, dan return on Equity (ROE). PT Polychem Indonesia secara garis besar memiliki nilai profitabilitas yang baik, karena perusahaan selalu menghasilkan laba dari kegiatan penjualan dan sumber-sumber yang ada seperti aktiva dan modal. PT Sunson Textile Manufacture memiliki nilai profitabilitas yang baik pada tahun 2003, karena perusahaan mampu mendapatkan atau menghasilkan laba kotor dari kegiatan penjualan yang mengidentifikasikan kemampuan perusahaan untuk berproduksi secara efesiensi dan memanfaatkan seluruh sumber dayanya, namun pada tahun 2004 dan tahun 2005 persentasenya menjadi negatif karena pada tahun tersebut perusahaan tidak manpu mendapatkan laba bersih melainkan mengalami rugi usaha. PT Panasia Indosyntec secara garis besar memiliki nilai profitabilitas yang kurang baik atau bernilai negatif, karena perusahaan tidak mampu mendapatkan laba bersih melainkan mengalami rugi usaha. Dilihat dari hasil perbandingan terhadap analisis profitabilitas pada kelompok industri tekstil dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja terbaik pada tahun 2003 dimiliki oleh PT Sunson Textile Manufacture karena secara umum perusahaan memiliki nilai rasio profitabilitas yang lebih tinggi dibandingkan kedua perusahaan lainnya. Sedangkan untuk tahun 2004 dan tahun 2005 secara garis besar kinerja terbaik dimiliki oleh PT Polychem Indonesia karena secara umum perusahaan memiliki nilai rasio profitabilitas yang lebih tinggi diantara dua perusahaan lainnya. b. Rasio Pertumbuhan Rasio pertumbuhan meliputi penjualan, laba operasi bersih, laba bersih, dan laba per saham. PT Polychem Indonesia memiliki nilai persentase pertumbuhan penjualan dan laba operasi bersih yang terbaik, namun untuk pertumbuhan laba bersih dan laba per saham mengalami penurunan atau bernilai negatif. PT Sunson Textile Manufacture memiliki nilai pertumbuhan penjualan yang baik, namun untuk laba operasi bersih, laba bersih, dan laba per saham memiliki nilai rasio yang negatif. PT Panasia Indosyntec secara garis besar memiliki rasio pertumbuhan yang negatif, atau mengalami penurunan rasio pertumbuhan. Dilihat dari hasil perbandingan terhadap analisis pertumbuhan pada kelompok industri tekstil dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2005 dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja terbaik untuk rasio pertumbuhan dimiliki oleh PT Polychem Indonesia, karena secara umum perusahaan tersebut memiliki rasio pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kedua perusahaan lainnya. c. Rasio Penilaian Rasio penilaian meliputi price to earning ratio (PER) dan market to book value (MBVR). PT Polychem Indonesia secara garis besar memiliki nilai rasio penilaian yang baik, artinya menunjukkan perusahaan semakin dipercaya dan nilai perusahaan menjadi lebih tinggi, namun pada tahun 2003 nilai MBVR perusahaan bernilai negatif karena perusahaan mengalami defisit. PT Sunson Textile Manufacture memiliki nilai price to earning ratio pada tahun 2003 dan market to book value yang baik, hal tersebut menunjukkan kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan menjadi lebih tinggi, namun pada tahun 2004 dan tahun 2005 nilai PER mengalami kemunduran karena perusahaan mengalami rugi bersih sehingga PER bernilai negatif. PT Panasia Indosyntec memiliki nilai price to earning ratio tahun 2005 dan market to book value yang baik, artinya perusahaan menciptakan nilai yang baik pada masyarakat atau pada para pemegang saham, namun pada tahun 2003 dan tahun 2004 nilai price to earning ratio bernilai negatif karena perusahaan mengalami rugi bersih. Dilihat dari hasil perbandingan terhadap analisis penilaian pada kelompok industri tekstil dapat ditarik kesimpulan bahwa pada tahun 2003 kinerja terbaik perusahaan jika dilihat dari price to earning ratio (PER) dimiliki oleh PT Sunson Textile Manufacture, sedangkan pada tahun 2004 dan tahun 2005 kinerja terbaik perusahaan dimiliki oleh PT Polychem Indonesia karena memiliki nilai rasio yang lebih besar dari pada dua perusahaan lainnya. Dan jika dilihat dari market to book value (MBVR) kinerja terbaik selama tiga tahun tersebut dimiliki oleh PT Panasia Indosyntec karena secara umum perusahaan tersebut memiliki rasio MBVR yang lebih tinggi dibandingkan kedua perusahaan lainnya. 2. Hasil analisis laporan keuangan untuk menilai kinerja perusahaan Dari hasil analisis yang telah dilakukan oleh penulis maka penulis menyimpulkan bahwa analisis laporan keuangan dapat digunakan untuk menilai kinerja perusahaan, karena hasil dari analisis akan dapat menghilangkan situasi ketidakpastian dalam informasi sehingga keputusan yang diambil menjadi lebih tepat. Secara umum nilai rasio yang baik adalah nilai rasio yang memiliki nilai yang tinggi, akan tetapi nilai yang terlalu tinggi belum tentu mencerminkan nilai rasio yang baik, oleh karena itu pada dasarnya tidak ada yang optimum karena kondisi setiap perusahaan yang berbeda-beda, maka dalam melakukan analisis rasio diperlukan ketelitian sehingga tidak salah dalam menafsirkan hasil dari analisis atau kinerja suatu perusahaan. 5.2 Saran Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada bab 4 dan kesimpulan yang telah dikemukakan, selanjutnya penulis mempunyai saran yang sekiranya dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi perusahaan-perusahaan industri tekstil sebagai berikut: 1. Untuk PT Polychem Indonesia Tbk Secara umum perusahaan memiliki nilai rasio yang baik, tetapi jika dilihat dari perbandingan laba bersih terhadap penjualan yang selalu meningkat sebaliknya laba bersih yang diperoleh relatif menurun. Menurut penulis penurunan laba bersih ini mungkin dapat diatasi dengan lebih meningkatkan penjualan ekspor, menerapkan efesiensi biaya misalnya dengan penggunaan produk dalam negeri semaksimal mungkin, pengurangan biaya operasi yang bersifat non-esensial, meminimalisasi biaya-biaya dalam mata uang asing. Selain itu perusahaan juga perlu membatasi pengeluaran barang modal, dan melakukan pelepasan atas aktiva dan usaha yang bukan merupakan usaha inti perusahaan sehingga perusahaan dapat lebih fokus untuk meningkatkan kinerjanya. 2. Untuk PT Sunson Textile Manufacture Tbk Perusahaan memiliki nilai rasio yang relatif stabil maksudnya naik turunnya rasio tidak terlalu signifikan. Perusahaan memiliki nilai penjualan yang sangat besar namun rata-rata laba bersih yang didapat masih sangat kecil. Oleh karena itu sebaiknya perusahaan dapat meningkatkan penjualan, melakukan penghematan biaya sehingga laba yang diharapkan dapat tercapai. Mencari alternatif dengan membeli produk-produk lokal dengan kualitas sama dengan produk tekstil impor. Sebaiknya perusahaan melakukan investasi sesuai skala prioritas sehingga investasi yang dilakukan lebih efektif. 3. Untuk PT Panasia Indosyntec Tbk Dilihat dari rasio laba operasi bersih terhadap penjualan dan terhadap total aktiva, perusahaan memiliki nilai rasio yang negatif, hal ini karena selama tiga tahun berturut-turut perusahaan mengalami rugi opersi bersih yang disebabkan penjualan yang diperoleh tidak seimbang dengan beban pokok penjualan dan beban usaha yang dikeluarkan. Saran penulis terhadap perusahaan mungkin hendaknya perusahaan dapat menekan biaya-biaya atau menghilangkan biaya-biaya yang tidak memiliki value added dan meningkatkan penjualan serta menaikkan harga jual produk sehingga selisih antara penjualan dan beban pokok penjualan wajar. Perusahaan telah melakukan restrukturisasi hutang dan defisit yang dialami perusahaan sampai tahun 2005 sudah mulai berkurang, oleh karena itu hendaknya perusahaan lebih berhati-hati dalam mengelola keuangannya terutama dalam melakukan Foreign Exchange atau transaksi kurs mata uang asing. DAFTAR PUSTAKA Achmad S. Ruky, 2004, Sistem Manajemen Kinerja, Cetakan ketiga, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama Agnes Sawir, 2005, Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan, Cetakan kelima, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama Arens, A and Loebecke, James K., 2006, Audit An Integrated Approach, 8ed, New Jersey, Simon Co. Dewi Astuti, 2004, Manajemen Keuangan Perusahaan, Cetakan ketiga Jakarta, Ghalia Indonesia Dwi Prastowo dan Rifka Juliaty, 2005, Analisis Laporan Keuangan, Edisi kedua, Yogyakarta, UUP AMP YKPN Helfert, Erich A, 1998, Teknik Analisis Keuangan, Edisi kedelapan, Cetakan pertama, Jakarta, Erlangga. Ikatan Akuntansi Indonesia, 2004, Standar Akuntansi Keuangan, Jakarta, Salemba Empat J. Fred Weston & Thomas E. Copeland, 1995, Manajemen Keuangan, Edisi revisi kesembilan, cetakan kesatu, Jakarta, Binarupa Aksara, diterjemahkan oleh Jaka Wasana dan Kirbrandoko Martono dan D. Agus Harjito, 2002, Manajemen Keuangan, Yogyakarta, Ekonisia Munawir, 2004, Analisa laporan Keuangan, Edisi keempat, Cetakan ketiga belas, Yogyakarta, Liberty Sofyan Syafri Harahap, 2004, Analisis Kritis Atas laporan Keuangan, Cetakan keempat, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada Sutrisno, 2003, Manajemen Keuangan, Cetakan ketiga, Yogyakarta, Ekonisia Syahrul dan Muhamad Afdi Nizar, 2000, Kamus Akuntansi, Cetakan pertama, Jakarta, Citra Harta Prima Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ketiga, Cetakan kedua, Jakarta, Balai Pustaka DAFTAR HARGA PASAR SAHAM Per 31 Desember 2003, 2004, dan 2005 (dalam satuan rupiah) TAHUN HARGA PASAR SAHAM ADMG SSTM HDTX 2003 375 140 275 2004 345 150 500 2005 305 340 450 Sumber : Indonesian Capital Market Directory, (Data diolah) DAFTAR NILAI BUKU SAHAM Per 31 Desember 2003, 2004, 2005 (dalam satuan rupiah) TAHUN NILAI BUKU SAHAM ADMG SSTM HDTX 2003 (161,58) 405,61 464,63 2004 377,53 347,58 388,99 2005 392,51 297,12 268,41 Sumber : Indonesian Capital Market Directory, (Data diolah)