Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia (JPPI) Vol. 2, No. 2, April 2017 ISSN 2477-2240 (Media Cetak). 2477-3921 (Media Online) PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING DALAM MATERI AJAR ORGANISASI DI LINGKUNGAN MASYARAKAT Eni Sumaryati SD N Pagerbarang 04 Pagerbarang Tegal Abstrak Model pembelajaran yang digunakan oleh guru cenderung monoton dan didominasi oleh guru, sehingga menyebabkan minat belajar siswa rendah dan aktivitas dalam proses pembelajaran kurang berjalan secara efektif. Persentase ketercapaian yang diperoleh siswa menunjukkan bahwa hasil belajar siswa dapat dinyatakan belum tuntas. Ketidaktuntasan tersebut terlihat dari bukti persentase kelulusan seluruh siswa hanya mencapai 39%. Tujuan kegiatan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk mengetahui efektivitas penerapan Metode Tanya Jawab dengan variasi media pembelajaran terhadap peningkatan hasil belajar siswa. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 siklus. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa selama berlangsung PTK, upaya penerapan metode Tanya Jawab dengan model pembelajaran cooperative learning telah dikelola dengan baik dan ternyata cukup efektif terhadap peningkatan hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya nilai rata-rata dan persentase ketuntasan siswa yaitu pada pra siklus dengan nilai rata-rata hanya 59 dan persentase ketuntasan 39%, kemudian naik pada siklus I nilai rata-rata menjadi 75 dengan persentase ketuntasan 71%, dan pada siklus II meningkat menjadi 77 dengan persentase 96%. © 2017 Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia Kata Kunci: Cooperative Learning; Media Pembelajaran; Tanya Jawab. PENDAHULUAN Tugas seorang guru dalam menyampaikan materi pelajaran kepada siswa tidaklah mudah. Guru harus memiliki berbagai kemampuan yang dapat menunjang tugasnya agar tujuan pendidikan dapat dicapai. Salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru dalam meningkatkan kompetensi profesinya ialah kemampuan mengembangkan model pembelajaran. Dalam mengembangkan model pembelajaran seorang guru harus dapat menyesuaikan antara model yang dipilihnya dengan kondisi siswa, materi pelajaran, dan sarana yang ada. Oleh karena itu, guru harus menguasai beberapa jenis model pembelajaran agar proses belajar mengajar berjalan lancar dan tujuan yang ingin dicapai dapat terwujud. Berdasarkan pengalaman peneliti di lapangan, khususnya dalam pembelajaran PKn di daerahdaerah yang sumber daya manusianya masih kurang, guru mengalami kesulitan dalam mengembangkan model pembelajaran Cooperatif Learning. Hal ini pun terjadi di SD Negeri Pagerbarangi 04 pada kelas V Semester 2 Tahun Pelajaran 2015/2016 dari jumlah siswa 31 orang yang mengikuti post test pada materi Organisasi di Lingkungan Sekolah dan Masyarakat dengan pembelajaran model Cooperatif Leraning, hanya 12 orang yang dapat dinyatakan tuntas (39%) dan sisanya sekitar 19 orang dinyatakan belum tuntas (61%). Demikian juga pada tahun pelajaran sebelumnya 2014/2015 dari 27 siswa hanya 12 siswa ( 44%) dinyatakan tuntas, dan sebesar 15 siswa PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING DALAM MATERI AJAR ORGANISASI DI LINGKUNGAN MASYARAKAT Eni Sumaryati 1 ( 56% ) tidak tuntas, tahun pelajaran 2013/2014 dengan 25 siswa, yang tuntas hanya 6 siswa (24%) dan tidak tuntas sebesar 19 siswa (76%). Data tersebut menunjukkan bahwa hasil belajar siswa dapat dinyatakan belum tuntas. Ketidaktuntasan tersebut terlihat dari bukti persentase ketuntasan seluruh siswa hanya mencapai 39%. Persentase tersebut jauh dari persentase ideal antara 80% - 100%. Bahkan persentase ketuntasan tersebut ternyata lebih kecil daripada persentase ketidaktuntasan. Oleh karena itu, untuk kasus tersebut perlu diadakan remedial klasikal. Proses remedial klasikal dalam kasus ini penulis lakukan melalui kegiatan penelitian tindakan kelas. Dalam rangka meningkatkan persentase ketuntasan atau hasil belajar siswa tersebut, tentunya guru dituntut merancang model pembelajaran yang lebih tepat serta penerapan media pembelajaran yang variatif. Berdasarkan kenyataan itulah penulis mencoba mengadakan PTK melalui penerapan model pembelajaran cooperative learning dengan metode questioning (Tanya jawab) dengan berbagai variasi media pembelajaran. Menurut Rusman (2012), “Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen”. Johnson dalam Zakaria (2007) berpendapat bahwa, “Pembelajaran kooperatif adalah melibatkan pengajaran yang mengumpulkan pelajar dalam kumpulan kecil supaya mereka bekerja sama untuk memaksimumkan pembelajaran”. Metode Tanya Jawab adalah suatu model pembelajaran yang dilakukan dengan mengedepankan pertanyaan-pertanyaan baik yang dibuat oleh siswa sendiri maupun oleh guru yang bertujuan mengarahkan siswa untuk memahami materi pelajaran dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Metode Tanya Jawab akan dipraktekkan dengan menggunakan bantuan media pembelajaran seperti buku paket, LKS, gambar, guntingan kasus baik dari koran maupun majalah, potongan kertas, dan berbagai media lainnya yang dipandang perlu dan tersedia. Berdasarkan uraian di atas permasalahan yang teridentifikasi dalam penelitian ini, rumusan masalah dalam penelitian tindakan kelas ini adalah “Apakah metode tanya jawab dengan variasi media pembelajaran dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan siswa tentang materi organisasi di lingkungan sekolah dan masyarakat?” sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas penerapan Metode Tanya Jawab dengan variasi media pembelajaran dalam pembelajaran PKn terhadap peningkatan hasil belajar siswa. METODE PENELITIAN 1. Subjek, Tempat dan Waktu Penelitian Tempat pelaksanaan perbaikan pembelajaran di SD Negeri Pagerbarang 04, Kecamatan Pagerbarang Kabupaten Tegal. Subjek penelitian adalah siswa kelas V semester 2 tahun pelajaran 2015/2016, mata pelajaran PKn untuk materi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jumlah siswa kelas V ada 31 siswa terdiri dari 16 laki-laki dan 15 perempuan. Waktu pelaksanaan perbaikan pembelajaran dilaksanakan dua tahap : a. Pra siklus pada hari Senin, 18 Februari 2016 b. Siklus I pada hari Senin, 22 Februari 2016 c. Siklus II pada hari Senin, 07 Maret 2016 2. Desain Prosedur Perbaikan Pembelajaran Pelaksanaan pembelajaran diawali dengan melakukan pembelajaran awal. Pelaksanaannya dilakukan tiga kali yaitu pembelajaran awal (pra siklus), siklus I, dan siklus II. Masing-masing terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi dengan rincian sebagai berikut : 2 Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia (JPPI) Vol. 2, No. 2, April 2017 1) Pembelajaran Awal ( Pra Silkus ) a. Perencanaan Perencanaan pembelajaran awal dilakukan dengan cara pembelajaran yang biasa saja tanpa ada persiapan khusus, dan dengan Rencana Pembelajaran (RP). Materi yang diambil adalah tentang Organisasi di Lingkungan Sekolah dan Masyarakat mata pelajaran PKn. Rangkaian kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan adalah Guru menyusun rencana pembelajaran dengan materi organisasi di sekolah dan masyarakat, Guru menyiapkan sumber bahan dan media pembelajaran, menyusun lembar kerja, memilih metode diskusi kelompok, dan membuat lembar observasi aktivitas guru dan siswa beserta indikatornya. b. Pelaksanaan Pelaksanaan pembelajaran awal dilakukan selama 70 menit dengan menggunakan instrumen penelitian. Pengamat 2 melakukan pengamatan terhadap tingkah laku guru dalam menyampaikan materi melalui metode diskusi kelompok. c. Pengamatan Pengamatan dilakukan oleh Pengamat 2, menggunakan lembar observasi yang berisi kegiatan guru, peserta didik, dan interaksi pembelajaran beserta indikator-indikatornya. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan yang dimiliki oleh guru yang melakukan kegiatan belajar mengajar. Sehingga dapat menjadi masukan dalam melakukan kegiatan belajar mengajar berikutnya. Pengamatan didasarkan juga pada bentuk uraian soal. d. Refleksi Setelah melihat hasil observasi dan catatan selama pelaksanaan pembelajaran awal, guru mengadakan refleksi untuk mengetahui kekurangan, kendala, hambatan, dan kelebihan saat berlangsungnya proses pembelajaran. Karena dirasa masih banyak kekurangan dan hambatan yang menyebabkan hasil belajar siswa rendah, maka guru mengadakan perbaikan pembelajaran ke siklus I. 2) Siklus I Perbaikan pembelajaran siklus I dilakukan berdasarkan hasil refleksi terhadap pembelajaran awal. Berdasarkan pengamatan, pada hasil evaluasi dari analisis nilai ditemukan bahwa dari 31 siswa hanya 12 siswa 39% yang memperoleh nilai 75 ke atas. Sedangkan 19 siswa yang lain 61% mendapat nilai di bawah 75. Pelaksanaan perbaikan pembelajaran yang dilaksanakan pada siklus I, meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Secara lebih rinci pelaksanaan perbaikan pada siklus I sama seperti perbaikan pada pra siklus. Setelah melihat hasil observasi dan catatan selama pelaksanaan pembelajaran siklus I, guru tersebut mengadakan refleksi untuk mengetahui kekurangan, kendala, hambatan, dan kelebihan saat berlangsungnya proses pembelajaran. Ternyata hasil belajar siswa masih belum memuaskan walaupun sudah ada peningkatan sedikit dan dirasa masih ada kekurangan dan hambatan yang menyebabkan hasil belajar siswa rendah maka guru mengadakan perbaikan pembelajaran pada siklus II. 3) Siklus II Perbaikan pembelajaran siklus II dilakukan berdasarkan hasil refleksi terhadap perbaikan pembelajaran siklus I. Berdasarkan pengamatan, guru belum puas pada hasil evaluasi dari analisis nilai ditemukan bahwa dari 31 siswa yang mendapat nilai 75 atau lebih hanya 22 siswa 71% sedangkan yang 9 siswa 29% mendapat nilai di bawah 75. Pelaksanaan perbaikan pembelajaran yang dilaksanakan pada siklus II, meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Secara lebih rinci pelaksanaan perbaikan pada siklus I sama seperti perbaikan pada siklus-siklus sebelumnya. PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING DALAM MATERI AJAR ORGANISASI DI LINGKUNGAN MASYARAKAT Eni Sumaryati 3 Setelah melihat hasil observasi dan catatan selama pelaksanaan pembelajaran siklus II, guru tersebut mengadakan refleksi untuk mengetahui kekurangan, kendala, hambatan, dan kelebihan saat berlangsungnya proses pembelajaran. Ternyata hasil belajar siswa sudah memuaskan yaitu ada 31 siswa 100% telah memperoleh nilai 75 atau lebih. Dengan mempertimbangkan hal itu, maka perbaikan pembelajaran tidak memerlukan siklus III. Ini berarti PTK untuk pelajaran PKn telah selesai dilaksanakan. 3. Teknik Analisis Data Dalam kegiatan pengumpulan data ini, penulis dibantu Pengamat 2. Pengamatan ini dilakukan pada saat berlangsungnya pelaksanaan perbaikan pembelajaran. Adapun data – data yang diperoleh adalah sebagai berikut. a. Hasil Data Kualitatif Dalam kegiatan pengumpulan data secara kualitatif, pengamat menggunakan lembar observasi guru. Pengamat memberikan tanda cek (V) pada kolom kemunculan sesuai indikator tersebut. Pengamatan yang dilakukan oleh pengamat (observer) adalah tentang keefektifan metode Tanya jawab dalam meningkatkan motivasi siswa dalam pembelajaran. Untuk mendapatkan data yang lebih tepat, maka fokus pengamatan ditekankan pada Kegiatan guru dalam menerapkan metode bermain peran, aktivitas anak dalam pelaksanaan pembelajaran, keaktifan siswa dalam pelaksanaan bermain peran, dan indikator yang diamati pada lembar observasi guru terlampir. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Deskripsi Per Siklus a. Siklus I Tabel 3. Hasil Evaluasi Perbaikan Pembelajaran Siklus I Pra siklus Hasil Belajar Tuntas 22 Jumlah Siswa 71% Persentase Belum Tuntas 9 29% Dari tabel dapat kita lihat siswa yang mendapat nilai di atas 75 sebanyak 22 siswa, sedangkan nilai kurang dari 75 sebanyak 9 siswa dari jumlah 31 siswa. Untuk mengetahui presentasi rentang nilai maka diadakan analisis yang disajikan pada tabel 4. di bawah ini. Tabel 4. Analisis Hasil Tes Formatif Siklus I No Rentang Frekuensi 1 2 3 4 5 6 45 -54 55 – 64 65 – 74 75 – 84 85 -94 95 -100 Jumlah 1 8 0 22 0 0 31 Berdasarkan tabel di atas, penguasaan materi sebelum perbaikan pembelajaran bahwa dari jumlah 31 yang mendapat nilai 45 sampai 54 sebanyak 1 siswa, nilai 55 sampai 64 sebanyak 8 siswa, nilai 65 sampai 74 tidak ada, nilai 75 sampai 84 sebanyak 22 siswa, dan tidak ada yang mendapat nilai di atas 85. 4 Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia (JPPI) Vol. 2, No. 2, April 2017 b. Siklus II Perbaikan pembelajaran siklus II dibantu oleh teman sejawat yang bertindak sebagai observer. Skenario pembelajaran berlangsung dengan baik. Peneliti melaksanakan sesuai rencana. Pada akhir pembelajaran peneliti mengadakan evaluasi hasil belajar untuk mengetahui tingkat keberhasilan. Hasil perbaikan pembelajaran siklus II disajikan dalam tabel 5. sebagai berikut. Tabel 5. Hasil Evaluasi Perbaikan Pembelajaran Siklus II Pra siklus Hasil Belajar Tuntas Belum Tuntas 30 1 Jumlah Siswa 96% 4% Persentase Dari tabel dapat kita lihat siswa yang mendapat nilai di atas 75 sebanyak 30 siswa, dan ada 1 siswa yang mendapat nilai kurang dari75, itupun siswa yang memiliki keterlambatan. Sehingga presentasi perbaikan pembelajaran siklus 2 sebesar 96%. Untuk mengetahui presentasi rentang nilai maka diadakan analisis yang disajikan pada tabel 6. di bawah ini. Tabel 6. Analisis Hasil Tes Formatif Siklus II No Rentang Frekuensi 1 45 -54 2 1 55 – 64 3 65 – 74 4 19 75 – 84 5 6 85 - 94 6 5 91 -100 Jumlah 31 Berdasarkan di atas, penguasaan materi sebelum perbaikan pembelajaran bahwa dari jumlah 31 siswa tak seorang pun yang mendapat nilai di bawah 55, nilai 65 sampai 74 sebanyak 1 siswa, nilai 75 sampai 84 sebanyak 19 siswa, nilai 85 sampai 94 sebanyak 6 siswa dan yang mendapat nilai di atas 94 sebanyak 5 siswa. Tabel 7. Hasil Belajar dan Peningkatan Nilai Rata-rata No Ketuntasan Pra Siklus Siklus I Siklus II Jumlah % Jumlah % Jumlah % 1 Tuntas 12 39 22 71 30 96 2 Belum Tuntas 19 61 9 29 1 4 3 Nilai rata –rata 59 75 77 Berdasarkan tabel di atas dapat kita lihat bahwa pada pra siklus hanya 39% siswa yang meraih ketuntasan, 71 % pada siklus I dan pada siklus II sebanyak 96% hal ini menunjukkan bahwa peningkatan yang signifikan terjadi apabila kita menggunakan metode dan cara belajar yang tepat sehingga siswa dapat belajar dengan semangat dan meraih prestasi yang diharapkan. Pada nilai ratarata juga mengalami peningkatan yang signifikan, nilai rata-rata pada pembelajaran awal 59, pada siklus I mengalami peningkatan yaitu 75 dan pada perbaikan pembelajaran siklus II menjadi 77. Perbaikan pembelajaran pada siklus II tidak perlu dilanjutkan pada siklus berikutnya karena dari 31 siswa ada 30 siswa atau 96% dan ada 1 siswa yang belum tuntas. Dari hasil evaluasi pembelajaran awal hingga perbaikan pembelajaran siklus II mata pelajaran PKn jika disajikan dalam bentuk diagram mak dapat dilihat pada grafik berikut. PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING DALAM MATERI AJAR ORGANISASI DI LINGKUNGAN MASYARAKAT Eni Sumaryati 5 Peningkatan Ketuntasan Belajar Siswa 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 96% 71% 61% 39% 29% 4% Pra Siklus Siklus I Tuntas Siklus II Belum Tuntas Gambar 1. Grafik Peningkatan Ketuntasan Belajar Siswa Pada gambar 1. menunjukkan grafik peningkatan nilai ketuntasan belajar bahwa sebelum perbaikan pembelajaran persentase ketuntasan belajar siswa hanya mencapai 39%, pada perbaikan siklus I persentase ketuntasan menjadi 71% . Pada perbaikan pembelajaran siklus II naik kembali menjadi 96%, ini menunjukkan peningkatan yang bagus. 2. Pembahasan a. Siklus I Berdasarkan hasil diskusi dengan teman sejawat serta observer bahwa ketidaktuntasan siswa dalam proses pembelajaran disebabkan oleh Kurangnya konsentrasi siswa dalam pembelajaran, Hanya ada sebagian siswa yang aktif terlibat dalam pembelajaran, kurangnya motivasi guru terhadap siswa, dan kurangnya keberanian siswa dalam mengutarakan pendapat. Berdasarkan hasil refleksi tindakan perbaikan pembelajaran pada siklus I dihasilkan antara lain : 1. Tutor sebaya belum terampil menggunakan alat peraga untuk membimbing temannya dalam melakukan pembelajaran tentang kebudayaan. 2. Masih ada beberapa siswa yang ragu dan tidak terlibat aktif dalam melakukan demonstrasi. Guru memberi pengarahan agar siswa terlibat aktif dalam melakukan tanya jawab. 3. Dalam diskusi kelompok, masih ada beberapa siswa yang aktif dan kurang kerja sama dalam menyelesaikan tugas. 4. Hasil evaluasi siswa masih banyak yang rendah, masih ada 9 siswa yang nilainya di bawah KKM dan tingkat ketuntasan kelas 80%. Dengan demikian maka tindakan perbaikan dilanjutkan pada siklus II. b. Siklus II Adapun hasil refleksi pada siklus II adalah: 1. Tutor sebaya sudah terampil menggunakan alat peraga untuk membimbing temanya dalam mempelajari kebudayaan. 2. Hampir semua siswa terlibat aktif dalam melakukan bermain peran. 3. Dalam diskusi kelompok, hampir semua siswa sudah aktif dan tercipta kerja sama yang baik dalam menyelesaikan tugas. 4. Hasil evaluasi belajar sudah baik dan tidak ada siswa yang nilainya di bawah KKM. Rata-rata nilai sudah di atas KKM yaitu 77 dan tingkat ketuntasan 96%. Dengan demikian tindakan perbaikan pembelajaran melalui model pembelajaran cooperative learning melalui metode Tanya jawab dengan media pembelajaran dipandang sudah cukup. Hal ini 6 Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia (JPPI) Vol. 2, No. 2, April 2017 terbukti adanya peningkatan hasil belajar atau hasil evaluasi nilai rata-rata sudah di atas KKM yaitu 77 dan tingkat ketuntasan 96%. SIMPULAN Model pembelajaran cooperative learning dengan metode Tanya jawab dengan variasi media pembelajaran dapat meningkatkan prestasi belajar siswa PKn tentang Organisasi di Lingkungan Sekolah dan Masyarakat, terbukti bahwa hasil belajar siswa mengalami kenaikan dari pra siklus dengan rata rata kelas hanya 59 dengan ketuntasan belajar 39%. Pada siklus I rata-rata mencapai 75 dengan ketuntasan 71%, pada siklus II rata-rata kelas mencapai 77 dengan ketuntasan mencapai 96%. DAFTAR PUSTAKA Agaeni C, Eko Supraptono, dan Kukuh Imanto, 2014. Penerapan Metode Team Assisted Individually (TAI) dalam Meningkatkan Kemampuan Menggunakan Program Aplikasi Microsoft Excel Pada Mata Pelajaran TIK. Dinamika: Jurnal Praktik Penelitian Tindakan Kelas Pendidikan Dasar & Menengah Vol. 5, No. 1. Danial, Endang AR.,. 2003. Penelitian Tindakan Kelas. Direktorat PLP, Dirjendikdasmen, Depdiknas. Jakarta Depdiknas. 2003. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktoral Pendidikan Lanjutan Pertama. Jakarta. Fajar, Setiati, 2008, Buku Pendidikan Kewarganegaraan untuk SD Kelas V, Jakarta, Depdiknas Rusman. 2012. Model-Model Pembelajaran. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Wiriaatmadja, Rochiati, 2005. Metode Penelitian Tindakan Kelas. PPS UPI dan Remaja Rosdakarya; Bandung Wardani, dkk, 2008, Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta, Universitas Terbuka. Zakaria, dkk. 2007. Trend Pengajaran dan Pembelajaran Matematik. Kuala Lumpur: PRIN-AD SDN BHD. PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING DALAM MATERI AJAR ORGANISASI DI LINGKUNGAN MASYARAKAT Eni Sumaryati 7