ISSN: 1907-4336 URGENSI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DALAM MEMBANGUN GENERASI BANGSA YANG BERKARAKTER Musyarofah Abstrak: Pendidikan Anak Usia Dini menjadi keniscayan dalam membangun generasi bangsa yang berkarakter. Nilai-nilai karakter dasar yang mencakup cinta Tuhan dan segenap ciptaaan-Nya; kemandirian dan tanggung jawab; kejujuran; hormat dan santun; dermawan, suka menolong dan kerjasama; percaya diri dan pekerja keras; kepemimpinan dan keadilan; baik dan rendah hati; toleransi, kedamaian dan kesatuan, harus tertanam sedini mungkin dalam diri seseorang. Manusia Indonesia khususnya generasi muda harus mampu menjadi sosok pribadi yang memilik nilai-nilai karakter dasar tersebut. Dengan kata lain dapat menjadi individu yang berkarakter baik yaitu individu yang mampu membuat keputusan dan siap mempertanggung-jawabkan setiap akibat dari keputusan yang diperbuat. Pendidikan Anak Usia Dini memiliki urgensi dalam membangun generasi bangsa yang berkarakter. Mengingat pada Pendidikan Anak Usia Dini akan dikembangkan semua aspek perkembangan anak (kognitif, bahasa, fisik, sosial, emosional dan spiritual) yang akan mempertinggi kesempatan berhasil ketika anak memasuki jenjang pendidikan selanjutnya dan kehidupan anak. Perlakuan terhadap anak usia dini memiliki efek kumulatif yang akan terbawa dan mempengaruhi fisik dan mental anak selama hidupnya. Kata kunci : Pendidikan usia dini, Generasi bangsa berkarakter A. Latar Belakang Jurusan Tarbiyah STAIN Jember Urgensi pendidik anak usia dini dalam membangun generasi bangsa yang berkarakter Eksistensi suatu bangsa sangat bergantung pada generasi muda sebagai kader penerus. Saat ini bangsa Indonesia banyak menghadapi persoalan yang akut yang dapat menjadi bom waktu dalam menghancurkan bangsa ini. Moralitas bangsa ini sudah lepas dari norma, etika, agama dan budaya yang luhur. Kasus korupsi, kekerasan, pemerkosaan, pembunuhan dan sebagainya menjadi topik utama pemberitaan di televisi. Ditambah lagi Karakter generasi muda yang sudah berada pada titik mengkhawatirkan. Perkelahian dan tawuran menjadi trend di kalangan pelajar dan mahasiswa. Pornografi dan seks bebas menjadi hal yang lumrah untuk dilakukan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan serta Pusat Pelatihan Bisnis dan Humaniora dipaparkan bahwa sebanyak 16,35 % dari 1388 responden remaja mengaku telah melakukan seks bebas. Di kupang sebesar 42,5 % responden melakukan hubungan di luar nikah, sedangkan 17 % responden di Palembang, Sumatra Selatan, Tasikmalaya dan Jawa Barat melakukan hal yang sama. Kasus seks di Yogyakarta, Medan, Bandung, Jakarta dan Surabaya melebihi angka 50 % (Jamal Ma’mur Asmani, 2011: 25). Berkaitan dengan persoalan dekadensi dan demoralisasi yang begitu kompleks dihadapi bangsa ini, maka pendidikan anak usia dini dengan misi utama meletakkan dasar-dasar pengembangan fisik, moral, intelektual dan spiritual anak memberi peluang yang besar sebagai pemecahan persoalan tersebut. Pemberian rangsangan yang tepat pada diri seorang anak akan mampu membentuk sosok pribadi yang baik secara intelektual dan moral. Usia dini merupakan masa emas bagi perkembangan anak (the golden age). Pada usia tersebut segenap aspek perkembangan anak Musyarofah termasuk kecerdasan sedang pesat terjadi. Banyak ahli menyatakan bahwa perilaku orang dewasa sangat dipengaruhi masa kecilnya. Usia di bawah lima tahun adalah usia paling kritis yang menentukan dalam pembentukan karakter dan kepribadian seseorang. Untuk itu pendidik (guru, orang tua, keluarga, masyarakat) harus mampu memanfaatkan semua window of opportunity yang terjadi pada masa tersebut untuk menanamkan nilai-nilai dasar kehidupan, budi pekerti dan pengembangan karakter. Pendidikan yang menanamkan nilai-nilai luhur kemanusiaan (pengembangan intelegensi, karakter, kreativitas, moral dan kasih sayang universal) perlu diberikan pada anak-anak sejak usia dini. B. Pembahasan 1. Konsep Anak Usia Dini Berbicara tentang fase-fase perkembangan anak, para ahli mempunyai perbedaan pendapat dalam memberi batasan umur anak-anak usia dini/prasekolah. Hurlock (1978:38) mengemukakan bahwa anak usia prasekolah atau prakelompok disebut juga masa kanakkanak dini yaitu anak yang berumur 2-6 tahun. Pada masa ini anak berusaha mengendalikan lingkungan dan mulai belajar menyesuaikan diri secara sosial. Menurut Aristoteles, anak usia dini adalah masa anak kecil, anak umur 0-7 tahun atau masa bermain (Sri Harini, 2003:54). Sedangkan Biechler dan Snowman (Sri Harini, 2003:55), menjelaskan anak usia dini atau prasekolah adalah mereka yang biasanya mengikuti program Urgensi pendidik anak usia dini dalam membangun generasi bangsa yang berkarakter prasekolah, program tempat penitipan anak (3 bulan-5 tahun), kelompok bermain (usia 3 tahun) dan Taman Kanak-Kanak (4-6 tahun). Anak usia dini yaitu anak yang dalam tahapan perkembangan sering disebut dengan usia problematis, menyulitkan dan usia bertanya (Dirjen PLSP, 2002:4). Dari perbedaan yang ada dapat diambil suatu pengertian bahwa anak-anak usia dini/prasekolah adalah anak-anak dibawah usia sekolah atau yang belum memasuki usia sekolah dasar, yaitu 0-7 tahun, namun sudah bisa dimasukkan pada pendidikan anak prasekolah baik TK/RA, maupun pendidikan non formal (play group, tempat penitipan anak, BKB dan sebagainya). 2. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Dini Pertumbuhan dan perkembangan tidak dapat dipisahkan. Pertumbuhan menjelaskan perubahan dalam jumlah atau ukuran, sedangkan perkembangan adalah perubahan dalam kompleksitas (Sri Harini, 2003:63). Senada dengan pendapat ini, Hurlock (1978:23) mengemukakan bahwa pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitatif yaitu peningkatan ukuran dan struktur. Sebaliknya perkembangan berhubungan dengan perubahan kualitatif dan kuantitatif. Masa kanak-kanak sebagaimana menurut Aswarni Sujud (1999:24) merupakan masa strategis sekaligus masa kritis. Dikatakan strategis karena masa ini merupakan masa peka untuk memperoleh stimulant dan pembelajaran yang memungkinkan anak dikondisikan untuk memperoleh keberhasilan dalam hidupnya. Dikatakan masa kritis karena jika terjadi salah asuh anak tidak memperoleh stimulan dan perlakuan yang tepat, maka perkembangan anak pada masa selanjutnya akan mengalami gangguan. Musyarofah Usia dari kelahiran hingga 7 tahun merupakan masa kritis bagi perkembangan semua anak. Masa semenjak kelahiran hingga 3 tahun adalah masa yang spesial dalam kehidupan anak. Ebbeck (1997:123) menegaskan bahwa masa ini merupakan masa pertumbuhan yang paling hebat dan sekaligus paling sibuk. Para pakar dan ahli berpendapat bahwa usia 0-6 tahun merupakan masa keemasan (golden age) yang akan menentukan perkembangan anak selanjutnya (Dirjen PLSP, 2002:1). Sedangkan Hurlock (1978:23) mengungkapkan bahwa pertumbuhan anak pada masa tertentu meliputi: 1) pertumbuhan fisik, 2) perkembangan motorik, 3) perkembangan bicara, 4) perkembangan emosi, 5) perkembangan sosial, 6) perkembangan kreativitas, 7) perkembangan moral, 8) peran seks, 9) perkembangan kepribadian. Perkembangan fisik anak usia prasekolah umumnya sangat aktif, otot-otot besar lebih berkembang ketimbang kontrol terhadap jari dan tangan (Sri Harini, 2003:59). Pada umur lima tahun keseimbangan badan anak cukup baik, sesudah usia 6 tahun pertumbuhan badan menjadi agak lambat. Salah satu perkembangan anak yang paling cepat dan membutuhkan perhatian serius dari orang dewasa adalah perkembangan fisik anak (Aswarni Sujud, 1998:51). Ciri perkembangan sosial pada masa ini ditandai oleh meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak melepaskan diri dari keluarga, mendekatkan diri pada orang lain disamping anggota keluarga (Rahayu, dkk, 1998:183). Anak-anak memasuki dunia dengan wawasan (perceptual) dan kemampuan motorik yang mengejutkan, sehingga masa kecil sebagai saat “ideal” untuk mempelajari ketrampilan motorik dan seperangkat kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain, dan Urgensi pendidik anak usia dini dalam membangun generasi bangsa yang berkarakter kapasitas untuk belajar siap digunakan begitu mereka lahir (Ebbeck, 1997:123). Kemampuan untuk berinteraksi secara emosional sudah ada sejak bayi, adanya keterangsangan umum terhadap stimulus yang kuat. Namun dengan meningkatkan usia anak perkembangan emosi menjadi kurang menyebar dan lebih dapat dibedakan. Dalam istilah lain meningkatnya usia anak perkembangan emosi/semua emosi diekspresikan secara lebih lunak, karena mereka harus mempelajari ekspresi orang lain. Disamping itu usia 2-5 tahun muncul sifat egosentris dan percaya diri. Pemakaian bahasa dan kemampuan bercakapcakap serta perbendaharaan kata sangat menakjubkan, yaitu bertambah dari 150 kata pada umur 24 bulan pertama menjadi 14000 kata pada umur 5 tahun (Buletin PADU, 2002:34). Pada masa ini pula otak secara cepat mulai mengembangkan kemampuan kognitif, berpikir, mengingat dan belajar. Perkembangan kecerdasan anak terjadi sangat pesat pada tahun-tahun awal kehidupan anak. Sekitar 50% kapasitas kecerdasan terjadi ketika berumur 4 tahun, 80% telah terjadi ketika berumur 8 tahun dan mencapai titik kulminasi ketika berumur 18 tahun (Buletin PADU, 2002:5). Sedangkan perkembangan moral, menurut Piaget tahap awal anak akan ditentukan oleh ketaatan otomatis terhadap peraturan tanpa penalaran atau penilaian. Tahap kedua perkembangan moral, anak menilai perilaku atas dasar tujuan yang mendasarinya. Sedangkan menurut Kohlberg, pada tingkat pertama, “moralitas prakonvensional” perilaku anak berorientasi pada kepatuhan dan hukuman, suatu tindakan dinilai atas dasar akibat fisiknya. Tingkat kedua “moralitas konvensional” anak berbuat sesuai peraturan agar terhindar dari kecaman dan Musyarofah ketidaksetujuan sosial, tingkat ketiga “moralitas pascakonvensional” moralitas prinsip-prinsip yang diterima sendiri (Hurlock, 1978:390-391). Berbeda dengan konsepsi tersebut Egan (Rohmat Mulyono, 2004:130) mengemukakan bahwa perkembangan minat dan kepedulian anak terhadap nilai moral berlangsung dalam 4 tahapan yaitu: tahapan mitos, romantis, filosofis dan ironis. Keempat tahapan perkembangan ini berlangsung seiring dengan pertumbuhan fisik anak yang semakin lama semakin dewasa, secara rinci empat tahap perkembangan ini dijelaskan dalam tabel berikut. Tabel 1 Perkembangan minat dan kepedulian anak terhadap nilai Tahapan / usia Karakteristik perkembnagn jenis Tahap mitos Anak belajar melalaui cara ber(5-10 tahun ) main dan bercerita. Mereka bahagia bermain dengan objek mainan yang melibatkan perasaan. Pada tahap ini nilai moral merupakan perhatian utama yang dibedakan secara hitam putih seperti baik dan buruk, suka dan tidak suka, dan sebagainya. Tahap romantis Pada rentang usia ini anak ber(8-15) harap banyak terhadap informasi yang dapat memberikan uraian tentang manusia, semangat hidup, petualangan, perkembangan teknologi, sampai pada Urgensi pendidik anak usia dini dalam membangun generasi bangsa yang berkarakter Tahap filosofis (14-20) Tahap ironis (20 tahun ke atas) wilayah persoalan yang asing bagi dirinya. Tahap ini didominasi oleh keinginan remaja untuk menyederhanakan urutan pengalaman melalui pengambilan kesimpulan yang dibuat sendiri atau melalui tatanan hukum dan peraturan yang sudah baku. Pada tahap ini biasanya anak merasa frustasi apabila ada perlakuan khusus atau ada pertentangan dalam penegakan hokum. Pada tahap ini remaja akhir atau orang dewasa mencoba untuk mencari kesimpulan yang lebih jelas berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki. Penarikan kesimpulan dan penjelasan termasuk pada hal yang kontradiktif tidak saja dihargai tetapi juga disenangi. Pada tahap ini remaja akhir atau orang dewasa tidak lagi merasa frustasi dengan adanya sesuatu yang bertentangan atau berlawanan. Tahapan perkembangan minat dan kepedulian anak terhadap nilai moral memiliki implikasi luas bagi penanaman nilai moral. Proses penanaman, pengenalan dan penyadaran nilai pada anak perlu dilakukan secara Musyarofah bertahap sesuai dengan tahapan perkembangan yang tengah dialami. 3. Pendidikan Anak Usia Dini Undang undang no.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1 Butir 14 disebutkan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak usia lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembnagan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pengembangan anak usia dini merupakan upaya yang dilakukan oleh masyarakat atau pemerintah bagi anak usia 0-6 tahun dalam pengembangan potensinya secara holistik baik aspek pendidikan, pembinaan gizi dan kesehatan. Sedangkan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak-anak sejak usia dini dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan pendidikan dasar dan tahap berikutnya (Dirjen PLSP, 2002:4). PAUD sering juga didefinisikan sebagai pendidikan anak mulai usia 0-8 tahun. PAUD menjadi spesifik karena pada tahap ini diyakini bahwa anak sedang mengalami tahap perkembangan fisik dan mental yang paling cepat. Oleh karena itu, misi utama PAUD ialah meletakkan dasar-dasar pengembangan fisik, moral, intelektual dan spiritual anak usia 0-8 tahun (Aswarni Sujud, 1998:2). Urgensi pendidik anak usia dini dalam membangun generasi bangsa yang berkarakter Malik Fadjar mengemukakan bahwa fungsi dari pendidikan anak usia dini ditujukan untuk membantu tumbuh kembang anak, jasmani rohani agar berkembang sesuai potensinya. Mengingat pada masa ini adalah masa keemasan bagi anak yang akan mempengaruhi periode berikutnya. Untuk itu tujuan dari PAUD bukan sekedar melejitkan kapasitas kecerdasan semata, tetapi yang tidak kalah penting adalah bagaimana pendidik mampu memanfaatkan semua window of opportunity yang terjadi pada masa itu untuk menanamkan nilai-nilai dasar kehidupan, budi pekerti dan pengembangan karakter. Tujuan utama dari PAUD adalah memberikan pengalaman dan kesempatan yang akan membantu penguasaan kemampuan pada semua bidang perkembangan untuk mempertinggi kesempatan berhasil ketika anak memasuki jenjang pendidikan selanjutnya. Perlakuan terhadap anak usia dini memiliki efek kumulatif yang akan terbawa dan mempengaruhi fisik dan mental anak selama hidupnya. Dengan kata lain PAUD sebagai bagian dari upaya pembangunan SDM memang merupakan keharusan bagi suatu bangsa. 4. Jalur Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini Undang undang no.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 28 ayat 3 secara tersurat menjelaskan bahwa pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-Kanak (TK), Raudlatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat. Dilanjutkan dalam pasal 4, Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk Kelompok Bermain, Taman Penitipan Anak (TPA) atau bentuk lain yang sederajat. Pasal 5 dijelaskan bahwa pendidikan anak Musyarofah usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan. Berikut akan dijelaskan beberapa bentuk Pendidikan Anak Usia Dini yang dikenal di masyarakat. a. Pos PAUD Pos PAUD merupakan bentuk layanan PAUD yang penyelenggaraannya dapat diintegrasikan dengan Bina Keluarga Balita (BKB) dan Posyandu yang pengelolaannya di bawah pembinaan pemerintahan desa/Kelurahan. Pos PAUD diperuntukan bagi masyarakat yang belum siap menyikutsertakan anaknya pada layanan PAUD yang lebih intensif baik karena alasan biaya, kerepotan mengantar maupun faktor lain. b. Bina Keluarga Balita (BKB) Bina Keluarga Balita merupakan sebuah program pemerintah dalam rangka pembinaan keluarga untuk mewujudkan tumbuh kembang anak balita secara optimal. Program ini sebagai upaya peningkatan kesadaran para ibu serta anggota keluarga lainnya dalam membina tumbuh kembang anak melalui kegiatan rangsangan fisik, mental, emosional, intelektual dan sebagainya. c. Taman Penitipan Anak (TPA) Taman Penitipan Anak merupakan salah satu bentuk PAUD pada jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program pendidikan sekaligus pengasuhan dan kesejahteraan sosial terhadap anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun. Tujuan Urgensi pendidik anak usia dini dalam membangun generasi bangsa yang berkarakter layanan TPA adalah memberikan layanan kepada anak usia 0-6 tahun yang terpaksa ditinggal orang tua bekerja; dan memenuhi hak-hak anak untuk tumbuh dan berkembang, mendapatkan perlindungan dan kasih sayang serta hak untuk berpartisipasi dalam lingkungan sosialnya. d. Kelompok Bermain Kelompok Bermain adalah salah satu bentuk layanan pendidikan bagi anak usia tiga sampai enam tahun yang berfungsi untuk meletakkan dasar-dasar ke arah perkembangan, sikap, pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan bagi anak usia dini dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan dsn untuk pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya, sehingga siap memasuki usia dasar (Direktorat PADU, 2002: 3). Fungsi Kelompok Bermain menurut Direktorat PAUD adalah sebagai salah satu bentuk pendidikan prasekolah dengan mengutamakan kegiatan bermain dengan menerapkan sistem bermain sambil belajar secara individual dan kelompok melalui kegiatan aktif. e. Taman Kanak-Kanak atau Raudlatul Athfal Taman Kanak-Kanak (TK) merupakan bentuk satuan pendidikan bagi anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan bagi anak usia 4 sampai 6 tahun yang terbagi menjadi 2 kelompok yaitu Kelompok A (usia 4-5 tahun) dan kelompok B (usia 5-6 tahun). Musyarofah 5. Urgensi Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Membangun Generasi Bangsa Yang Berkarakter Masa Usia dini merupakan periode keemasan bagi perkembangan anak (the golden age). Pada usia tersebut segenap aspek perkembangan anak (fisik, kecerdasan, moral, sosial, spiritual) sedang pesat terjadi. Banyak ahli menyatakan bahwa perilaku seseorang sangat dipengaruhi oleh masa kecilnya. Usia di bawah lima tahun adalah usia paling kritis yang menentukan dalam pembentukan karakter dan kepribadian seseorang. Terkait dengan perkembangan moral/karakter anak Piaget berpendapat bahwa perkembangan moral anak pada tahap awal akan ditentukan oleh ketaatan otomatis terhadap peraturan tanpa penalaran atau penilaian. Sejak lahir sampai usia tiga tahun hingga lima tahun kemampuan menalar seorang anak belum tumbuh sehinggga pikiran bawah sadar seorang anak masih terbuka menerima informasi dan stimulus apasaja yang dimasukkan pada diri anak tanpa adanya penyeleksian atau penilaian. Melihat misi utama PAUD ialah meletakkan dasardasar pengembangan fisik, moral, intelektual dan spiritual anak usia 0-8 tahun (Aswarni Sujud, 1998:2), maka Pendidikan anak Usia Dini berperan penting dalam meletakkan fondasi awal karakter/moral anak. Untuk itu setiap jalur Pendidikan Anak Usia dini baik formal ( Taman Kanak-Kanak, Raudlatul Athfal), nonformal (Kelompok Bermain, TPA dan Satuan PAUD sejenis), dan jalur informal (pendidikan keluarga dan pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan) harus mampu memberikan rangsangan yang tepat dalam Urgensi pendidik anak usia dini dalam membangun generasi bangsa yang berkarakter pengembangan karakter anak baik dalam pendidikan, pengasuhan dan perawatan. Optimalisasi pembentukan karakter anak sebagai penerus bangsa pada Pendidikan Anak Usia Dini perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Setiap jalur Pendidikan Anak Usia Dini perlu mengembangkan lingkungan belajar dan kegiatan pembermainan yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak serta memacu kesiapan fisik dan mental anak. b. Pendidik/guru, pengasuh, orang tua dalam setiap kegiatan pendidikan, pembermainan, pengasuhan dan perawatan harus mampu menjadi model yang bagi anak. Orang tua, guru harus memberi contoh dan memberitahu terus menerus pada anak, serta harus juga melaksanakan sesuatu yang dikatakan pada anak. Orang tua/guru terlebih dahulu harus bisa menjadi dan memberi contoh/kesan yang baik pada anak. Keteladanan dapat efektif manakala memenuhi 2 syarat yaitu: pendidik harus berperan sebagai model yang baik bagi subyek didik serta subyek didik harus mau neneladani sifat-sifat yang terpuji dari pendidik (Kirshenbaum,1995:34). c. Pendidik/guru, pengasuh, orang tua harus membiasakan anak dengan perilaku yang baik. Pembiasaan relevan digunakan dalam penanaman nilai moral pada anak sesuai dengan tahap perkembangan anak. Pembiasaan dapat menjadikan perilaku itu melekat dan dapat menumbuhkan kesadaran diri, mengingat tidak akan terjadi keotomatisan dalam berperilaku. d. Dalam kegiatan pendidikan anak usia dini guru, orang tua, pengasuh, perlu memanfaatkan media cerbar Musyarofah (cerita bergambar) untuk menyampaikan pesan-pesan moral atau nilai-nilai. Cerita atau dongeng merupakan kegiatan yang cukup mengasikkan bagi anak. Pada tahap ini perkembangan minat dan kepedulian anak terhadap nilai masuk dalam tahap mitos, artinya anak belajar melalui cara bermain dan cerita yang melibatkan perasaan mereka, sehingga nilai moral pada tahap ini yang dibedakan secara hitam putih seperti baik dan jelek, suka dan tidak suka dan sebagainya (Rohmat Mulyana,2004:130), tanpa terasa akan mengena dalam diri anak. e. Dalam proses pembelajaran/pembermainan maupun pengasuhan, manakala anak berbuat kesalahan atau berperilaku yang kurang baik guru/orang tua perlu memberi nasehat yang disampaikan dengan cara lembut dan bijaksana sesuai dengan bahasa anak serta tidak menggurui anak. Nasehat yang dilakukan dengan kasar dan menggurui tidak akan membekas dalam jiwa bahkan anak menjadi resisten dengan nasehat yang diberikan. f. Ketersediaan APE (Alat Permainan Edukatif) dan APET (Alat Permainan Edukatif Tradisional) yang dapat menunjang optimalisasi tumbuhkembang anak, terutama APE dan APET yang dapat menunjang perkembangan aspek moral anak. g. Penanaman nilai moral perlu dilakukan secara komprehensif. Metode satu dengan yang lain dapat dikombinasi. Masing-masing metode tentu memiliki kelebihan dan kekurangan satu sama lain saling melengkapi sehingga diperlukan upaya menggabungkannya. Anak memerlukan “panutan” yang baik dalam identifikasi diri, pembiasaanpembiasaan bertingkah laku mulia. Cerita sebagai Urgensi pendidik anak usia dini dalam membangun generasi bangsa yang berkarakter wahana penyampaian nilai moral yang mengasikkan dan nasehat yang membuka jalan kedalam jiwa akan nilai-nilai yang baik serta role playing untuk pengembangan imajinasi dan penghayatan sifat-sifat terpuji dalam jiwa. Penanaman nilai moral secara komprehensif dari segi metode akan lebih mengena pada diri anak dalam pembentukan generasi yang bermoral/berakhlak karimah . C. Penutup Pendidikan anak usia dini memiliki peran strategis dalam membentuk generasi bangsa yang berkarakter. Usia di bawah lima tahun adalah usia paling kritis yang menentukan dalam pembentukan karakter dan kepribadian seseorang. Oleh karena itu pemberian rangsangan yang tepat pada anak usia dini melalui PAUD, akan mampu membentuk anak menjadi sosok pribadi yang baik secara intelektual maupun moral. Musyarofah DAFTAR PUSTAKA Aswarni Sujud. (1998). Permasalahan dan alternatif di lembaga prasekolah. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta. _____. (1999). Beberapa aspek perkembangan anak dan pendidikan anak usia dini. Yogyakarta: PSW UII Urgensi pendidik anak usia dini dalam membangun generasi bangsa yang berkarakter Chang, William. (1999). Permasalahan pendidikan nasional. Mei Kompas hal.4.. Dirjen PLSP. (2002). Bulletin PADU. Jakarta: Edisi Perdana. _____. (2002). Bulletin PADU. Jakarta: Edisi 02 Oktober 2002. _____. (2002). Acuan menu pembelajaran pada penitipan anak. Jakarta: Direktorat PADU. Ebbeck, Majory (1997). Menyadari dan mengembangkan potensi anak usia dini. Yogyakarta: Makalah terjemahan UNY. Hurlock, Elizabeth B. (1978). Child development. New York: Mc Graw Hill. James W Vander Zander. (1997). Human Development. New York : Mc Graw-Hill. Kirschenbaum, Howard. (1995). 100 ways to enhance values and morelity in school and youth setting. United State: Nedham Heights Massachusetts. Ma’mur Asmani, Jamal. (2011). Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah.Yogyakarta: DIVA Press. Novan Ardy Wiyani, dkk. (2012). Format PAUD Konsep, Karakteristik, dan Implementasi Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta: Ar-Ruzzmedia. Quthb, Muhammad. (1993). Sistem pendidikan islam. (Terjemahan Salman Harun). Bandung: PT Alma’arif. Musyarofah Rahayu, et al. (1998). Psikologi perkembangan pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Rohmat Mulyana. (2004). Mengartikulasikan pendidikan nilai. Bandung: Alfabeta. Sri Harini, dkk. (2003). Mendidik anak sejak dini. Yogyakarta: Kreasi Wacana. ISSN: 1907-4336