Prakata kepada Edisi Web “The Only True God” oleh Eric H.H. Chang adalah sebuah karya penting tentang monoteisme Alkitabiah. Monoteisme—kepercayaan pada satu-satunya Allah—merupakan doktrin dasar bagi iman Kristen. Namun jarang sekali doktrin ini diteliti dalam terang latarbelakang Yahudi dan pewahyuan Allah yang terkandung dalam Kitab Suci. Kurangnya pengajaran monoteisme yang tepat dan Alkitabiah memiliki konsekuensi-konsekuensi yang besar bagi kehidupan rohani kita, bahkan menghalang kita dari menaati perintah yang berulangkali ditekankan oleh Yesus: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.” Ketika Yesus memanggil Bapanya “satu-satunya Allah yang benar” di Yohanes 17:3, apakah ia sedang memanggil Bapanya sebagai satu dari tiga Pribadi dalam ke-Allahan, atau sebagai satu Pribadi yang sendiri merupakan satu-satunya Allah yang benar? Apa yang diajarkan oleh para rasul kepada kita tentang keesaan Allah? Bagaimana kita harus memahami pernyataan Yohanes yang mengagetkan bahwa Firman itu telah menjadi manusia? “The Only True God” menjawab semua pertanyaan ini dan yang lainnya dengan tajam dan jelas. Dalam semangat sola Scriptura—Kitab Suci sebagai satu-satunya otoritas bagi doktrin—penulis menyimak data-data Alkitabiah yang demikian banyak tentang monoteisme untuk dipelajari secara konstruktif. Walaupun buku ini mengandung banyak materi untuk perenungan intelektual, keprihatinannya yang utama adalah mengenai apa yang benar-benar dipertaruhkan: kehidupan rohani, kehidupan kekal, dan iman yang telah disampaikan kepada orang-orang kudus. Buku yang mengagumkan ini dapat dibaca secara gratis di http://www.TheOnlyTrueGod.org/id The Only True God Sebuah Kajian Monoteisme Alkitabiah Eric H.H. Chang Dedikasi Hormat dan kemuliaan sampai selama-lamanya bagi Raja segala zaman, Allah yang kekal, yang tidak nampak dan yang esa! (1Timotius 1:17) Ucapan Terima Kasih D engan rasa penghargaan dan terima kasih yang mendalam, saya ingin mengakui kelimpahan dorongan (secara langsung atau tidak langsung) dari ratusan rekan sekerja dalam jemaatjemaat kami di seluruh dunia. Meskipun mereka terheran-heran dan malah terkagum-kagum ketika saya mulai menguraikan Kitab-kitab Suci di dalam cahaya monoteisme Alkitabiah, mereka tetap berpandangan terbuka dan suportif, serta bertekad bulat mencari kebenaran menurut Kitab-kitab Suci. Keterbukaan pikiran yang demikian, atau apa yang dapat digambarkan sebagai ―keterbukaan hati‖, sungguh-sungguh bukan sesuatu yang boleh dianggap enteng, khususnya di antara mereka (termasuk diri saya) yang sejak semula telah diasuh dalam trinitarianisme. ―Keterbukaan hati‖ di sini berarti: saya melihat di dalam diri mereka bukan hanya keterbukaan pikiran secara mental atau intelektual saja, tetapi juga suatu keterbukaan rohaniah yang lebih dalam terhadap firman Allah dan, di atas segalanya, Allah yang hidup. Bagi saya, kiranya tidak ada keterangan memadai atas sikap luar biasa ini, kecuali kenyataan bahwa anugerah satu-satunya Allah yang benar melimpah ke atas mereka dan memenuhi mereka dengan kasih supernal (dari atas) kepada Dia dan kebenaran-Nya. Saya berhutang terima kasih juga kepada Bentley Chan. Ia merupakan salah satu contoh dari orang-orang yang saya rujuk di atas. Dengan tidak tanggung-tanggung ia mencurahkan segenap tenaganya selama proses penerbitan buku saya yang terdahulu, Becoming a New Person. Sekarang, lebih dari semua itu, sekali lagi saya diberi kehormatan memperoleh partisipasinya yang cakap dan kompeten. Dengan senang hati ia menerima tugas sulit ini, yang antara lain, terdiri dari: pengoreksian bacaan, pengaturan format, pemberian saran-saran berguna, dan penyusunan Indeks Kitab Suci. Siapakah yang dapat sepenuhnya membalas dia kecuali TUHAN sendiri? Adalah kealpaan jika saya tidak memaktubkan rasa terima kasih dan penghargaan atas dukungan ketabahan doa istri saya hari demi hari. Saya kira hanya di alam baka saja saya baru mengetahui seberapa besar hutang budi saya atas doa syafaat yang ia panjatkan dengan tiada putus. Tentu saja, dukungan ini diberikan dengan limpah dalam kehidupan rumah-tangga kami sehari-hari, antara lain, dalam hal menyiapkan makanan. Ketika waktunya makan, seringkali saya hanya dapat datang setelah makanannya dingin, oleh karena upaya merampungkan sebagian naskah. Namun, tidak sekali pun ia menunjukkan kejengkelan karena harus menghangatkan makanan itu kembali. Saya bersyukur karena anugerah-Nya yang diwujudkan dalam kehidupan istri saya bagi kemuliaan-Nya. Akhirnya, seluruh proses penulisan buku ini, dari awal hingga akhir, telah menjadi suatu pengalaman luar biasa akan Allah yang hidup. Hari demi hari, sesudah dianugerahi tidur yang lelap dan segera setelah terjaga (terkadang dimulai ketika saya belum sepenuhnya terjaga), saya akan diberi sesuatu yang dapat digambarkan sebagai ―sebuah aliran pemikiran‖ tentang apa yang harus saya tulis pada hari itu. Selanjutnya, saya akan menghabiskan sebagian besar sisa hari itu untuk menuangkannya ke dalam tulisan. Hal seperti ini tidak terjadi setiap hari, tetapi saya rasa benar terjadi 50% atau lebih selama masa penulisan yang sekitar satu tahun lamanya ini. Di samping itu, pada beberapa kesempatan saya dituntun pada penemuan materi yang penting bagi karya ini (yang membawa sukacita besar bagi saya), materi yang tanpa saya sadari telah tersedia sebelumnya. Meskipun saya telah dianugerahi kehormatan khusus mengalami Allah berulang-kali dalam pelbagai situasi kehidupan saya, proses penulisan buku ini, meskipun seringkali melelahkan secara mental dan fisik (saya juga masih harus melaksanakan tanggung-jawab administratif selama periode itu), terutamanya telah menjadi suatu pengalaman yang sungguh-sungguh unik akan Allah yang hidup. Kepada Dia, TUHAN Allah saya itu, saya di sini ingin memaktubkan pujian dan pemujaan sepenuh hati. Teks Alkitab Terjemahan Baru (TB) © LAI 1974 dan Teks Perjanjian Baru (TB) Edisi 2 © LAI 1997 merupakan versi yang paling banyak dipakai dalam buku ini. Bila ada versi lain yang dipakai, versinya akan tercantum. Daftar Isi Ucapan Terima Kasih……………………………………. vii Prakata............................................................................ xi Prakata Editor.................................................................xiii Pendahuluan................................................................... 1 Bab 1 Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus dan Rasul-rasulnya.................39 Bab 2 Hanya Manusia Sempurna yang dapat menjadi Juruselamat Dunia……...115 Bab 3 Perlunya Menilai Kembali Pemahaman Kristen akan Manusia.................................157 Bab 4 Penuhanan Trinitaris akan Kristus..............197 Bab 5 Yahweh dalam Alkitab Ibrani...................257 Indeks Ayat ………………………………………………299 Prakata B uku ini ditulis bagi pembaca umum. Oleh sebab itu, istilah-istilah teologis teknis sedapat mungkin dihindari. Tujuan karangan ini adalah untuk mengkaji monoteisme dalam Alkitab, dengan perhatian spesifik kepada ayat-ayat atau teks-teks yang dipergunakan untuk menyangga doktrin trinitaris, guna melihat apa yang sesungguhnya dikatakan oleh teks-teks ini bila tidak memasukkan gagasan-gagasan ataupun memaksakan doktrin-doktrin kedalamnya. Untuk mengerjakannya dengan baik, biasanya kita perlu mengkaji Kitab Suci dalam bahasa-bahasa aslinya, dan bukan hanya melalui berbagai terjemahan saja, karena terjemahan-terjemahan sangat jarang dapat sepenuhnya mengeluarkan makna dan nuansa teks asli. Ketika membahas bahasa aslinya, yaitu bahasa Ibrani dan Yunani, setiap upaya akan dilakukan untuk menolong para pembaca yang tidak terbiasa dengan bahasa tersebut supaya dapat memahami alur pembahasannya. Kata-kata Ibrani dan Yunani akan ditransliterasikan (kecuali jika kata-kata itu ada dalam teks karya referensi yang dikutip dalam buku ini) sehingga sang pembaca mempunyai sedikit gambaran tentang pelafalannya. Namun, eksegesis yang bersifat teknis sejauh mungkin akan dihindari bila hal itu dipandang sulit diikuti oleh pembaca umum. Namun, hal ini tidak selalu dapat dihindari karena para pakar, dan orang lain yang lebih memahami Kitab-kitab Suci, juga memerlukan materi yang relevan untuk melihat keabsahan eksegesis yang disajikan. Sebagian dari materi ini barangkali terlalu teknis bagi pembaca biasa, yang mungkin mau melompati bagian-bagian ini dan membaca bagian selanjutnya. Catatan kaki akan dibuat seminimal mungkin. Untuk mereka yang memiliki wawasan kajian Alkitabiah lebih luas, mungkin berguna jika saya menyatakan bahwa pada umumnya saya sependapat dengan karangan Prof. James D.G. Dunn dari Durham, Inggris. Komitmennya kepada akurasi dalam eksegesis, bersama dengan penolakannya untuk membiarkan dogma menguasai eksegesis, adalah komitmen saya juga. Oleh sebab itu, tidak heran jika kesimpulan saya sering kali tidak jauh berbeda dari kesimpulannya. Meskipun saya belum membaca seluruh karangannya yang prolifik, materi yang relevan untuk buku ini terutamanya dapat ditemukan dalam karangannya Christology in the Making dan The Theology of Paul the Apostle. Akan tetapi, pernyataan di atas semata-mata menyangkut metodologi, dan sama sekali tidak bermaksud menyiratkan persetujuan total dalam intisarinya. Prof. Dunn tidak melihat naskah ini sebelum diterbitkan. Dalam pemberian frekuensi statistik kata-kata kunci tertentu, statistik-statistik ini selalu berdasarkan bahasa Ibrani atau Yunani dari teks-teks aslinya, bukan berdasarkan terjemahan-terjemahan Inggrisnya. Akhirnya, penulis ini menganggap kajian ini sebuah kajian Alkitab sebagai Firman Allah, bukan kajian Alkitab sebagai kajian akan gagasan dan pendapat dari para pengarang keagamaan zaman purba sematamata. Oleh sebab itu, keyakinannya adalah: Allah berbicara kepada umat manusia melalui orang-orang yang dipilih-Nya, yang dengan setia menyampaikan pesan-Nya, kebenaran-Nya. Dan hal ini bersandar pada keyakinan (yang berakar dari pengalaman personal) bahwa Allah itu riil, dan bahwa Ia terlibat secara pribadi, dan aktif secara kuat dalam segalanya yang diciptakan oleh-Nya. Keterlibatan dan kegiatan-Nya yang personal terungkapkan dengan sepenuhnya dan secara unik di dalam Yesus Kristus, baik dalam perkataan maupun perbuatan. Prakata Editor B uku ini merupakan versi yang diperpendek dan disederhanakan dari buku The Only True God: Sebuah Kajian Monoteisme Alkitabiah (Versi Lengkap). Tujuan penerbitan buku yang lebih singkat dan padat ini adalah untuk memastikan pesan penting dan urgen yang ingin disampaikan penulis dapat menjangkau lebih banyak orang. Pembahasan-pembahasan yang dinilai rumit bagi pembaca awam yang tidak terlatih dalam bidang teologi tidak dicantumkan ke dalam versi ini. Bagi pembaca yang lebih kompeten dalam bidang teologi, dan menginginkan pembahasan yang lebih lengkap khususnya atas Yohanes 1:1,14, Anda didorong untuk membaca Versi Lengkap. Dalam Versi Lengkap, kedua ayat ini yang merupakan ayat kunci yang menyangga doktrin Trinitas dibahas dengan mendetail dari sudut pandang Monoteisme Alkitabiah. Versi Lengkap mengandung Bab-bab tambahan berikut: Bab 6 Bab 7 Bab 8 Bab 9 Bab 10 Kekristenan telah Kehilangan Akar-akar Yahudinya – Konsekuensi-konsekusensi Serius Asal Usul ―Firman itu‖ dalam Yohanes 1:1 dari Perjanjian Lama ―Firman itu‖ adalah ―Memra itu‖ Memandang Lebih Dekat Yohanes 1:1 Yahweh ―turun‖ dan ―diam di antara kita‖ di dalam Kristus Versi Lengkap dapat dibeli dari toko buku terdekat atau Anda juga dapat memesannya dengan mengirimkan email ke: [email protected]. Pendahuluan S ebelum kita mulai mengkaji lebih lanjut monoteisme dalam Alkitab, baiklah kiranya dinyatakan dari awal bahwa monoteisme merupakan sesuatu yang sentral di dalam hati dan pikiran Yesus– monoteismelah yang diajarkan Yesus, monoteismelah yang mendasari ajarannya. Sebenarnya, kata ―monoteisme‖ muncul dalam Alkitab dari perkataan Yesus sendiri, yang ia ucapkan dalam doanya kepada Allah, sang Bapa, ―Inilah hidup yang kekal, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus‖ (Yoh 17:3). Kata ―monoteisme‖ terdiri dari dua kata Yunani: ―monos‖ (―satu-satunya, sendiri‖), dan ―theos‖ (―Allah‖). Kedua kata inilah persisnya yang ditemukan dalam perkataan Yesus yang diucapkan kepada Bapa, ―satu-satunya (monos) Allah (theos) yang benar‖. Penting pula diperhatikan dengan seksama bahwa perkataan Yesus dalam Yohanes 17:3 bertalian dengan hidup kekal, dan ini mencakup dua komponen esensial: (1) ―bahwa mereka mengenal Engkau, satusatunya Allah yang benar‖ dan (2) ―Yesus Kristus yang telah Engkau utus‖. Memiliki hidup kekal bukanlah sekadar perkara ―percaya pada Yesus‖, seperti yang dikatakan oleh sebagian pengkhotbah. Yesus sendiri mengatakan bahwa seseorang pertama-tama harus mengenal satusatunya Allah yang benar, dan barulah mengenal dia (Yesus) juga sebagai yang diutus oleh satu-satunya Allah itu. Perhatikan pula, Yesus tidak berkata apa-apa tentang soal ―percaya‖ (yang oleh banyak pengkhotbah didefinisikan dengan bebas sesuka hati mereka). Kata yang dipakai adalah ―mengenal‖, yang mengandung makna jauh lebih kuat daripada ―percaya‖. Secara statistik, ―mengenal‖ (ginōskō) adalah kata kunci dalam Injil Yohanes (muncul 58 kali), hampir tiga kali lebih banyak daripada Injil Matius (20 kali), hampir lima kali lebih banyak daripada Injil Markus (12 kali), dan lebih dari dua kali lipat lebih banyak daripada Injil Lukas (28 kali). Leksikon Perjanjian Baru Yunani-Inggris standar (BDAG) memberi definisi primer atas ginōskō sebagai berikut: ―sampai kepada pengetahuan akan seseorang atau sesuatu, tahu, tahu tentang, berkenalan dengan.‖ Berkenalan dengan seseorang berarti menjalin 2 The Only True God suatu hubungan personal dengan orang itu. Berapa banyakkah orang Kristen yang bisa berkata bahwa mereka memiliki hubungan semacam ini dengan satu-satunya Allah yang benar, dan dengan Yesus Kristus? Menurut perkataan Yesus, hidup kekal bergantung persis kepada hal ini. Oleh karena itu, ―percaya‖ (kata kunci lain dalam Injil Yohanes) didefinisikan dalam pengertian ―mengenal‖ Allah dan Yesus Kristus. Demikian pula, orang-orang yang mengira bahwa monoteisme Alkitabiah tidak esensial untuk keselamatan sebaiknya membaca kembali kata-kata Yesus dalam Yohanes 17:3 dengan lebih teliti. Perkataan Yesus begitu terang hingga tidak perlu dijelaskan dengan menggunakan teknik-teknik linguistik rumit. Yesus menyatakan dengan gamblang bahwa hanya ada satu Allah, yang dia panggil ―Bapa‖, dan menyuruh murid-muridnya memanggil Dia dengan cara yang sama (―Bapa kami di surga‖). Yesus mengakui dirinya sebagai orang yang diutus oleh ―satu-satunya Allah yang benar‖. Oleh karena itu, seharusnya jelas nyata kepada siapa saja yang betul-betul mendengarkan ucapan Yesus bahwa jika sang Bapa adalah satu-satunya Allah yang benar, maka tidak ada yang lain yang juga dapat eksis sebagai Allah di samping-Nya. Dari perkataan Yesus seharusnya jelas nyata bahwa ia dengan pasti mengecualikan dirinya dari klaim ketuhanan (deity), baik melalui kata ―monos‖ yang absolut maupun dengan frase ―satu-satunya‖ yang merujuk kepada sang Bapa. Fakta bahwa kita telah terbenam dalam trinitarianisme seumur hidup kita itulah yang menghalangi kita mendengar apa ia katakan. Umat Kristen sudah mencapai kondisi spiritual di mana kita memanggil Yesus ―Tu[h]an, Tu[h]an‖ tetapi tidak mendengar ataupun melakukan apa yang dikatakannya (Luk 6:46, bdk. Mat 7:21,22). Kita telah terbiasa memaksakan doktrin-doktrin kita sendiri ke dalam ajarannya, dan ketika doktrin-doktrin tersebut tidak sesuai dengan perkataan Yesus, kita mengabaikan saja apa yang sebenarnya dikatakan olehnya. Namun, suka atau tidak, dari sudut pandang Kitab-kitab Suci, monoteisme terletak pada bagian akar terdalam dari hidup dan ajaran Yesus. Kita akan mempertimbangkannya dengan lebih matang dalam bagian berikut. Yesus (dalam Mrk 12:29) juga secara eksplisit mengesahkan deklarasi yang sentral kepada iman bangsa Israel (sejak awal sampai saat ini): ―Dengarlah, Israel: Yahweh, Allah kita, adalah satu-satunya Yahweh‖ (Ul 6:4 KSKK). Perkataan ini mengungkapkan monoteisme iman Israel yang tidak mengenal kompromi tersebut. Ini segera diikuti Pendahuluan 3 oleh perintah, ―Dan kamu harus mengasihi Yahweh, Allahmu, dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu dan dengan segenap tenagamu.‖ (Ul 6:5 KSKK). Kata ―segenap‖ rangkap tiga ini mencakup pengabdian total manusia terhadap Allah, menjadikan Dia satu-satunya sasaran penyembahan dan cinta kasih. Menariknya, di dalam perintah yang digambarkan oleh Yesus, kata ―segenap‖ itu menjadi rangkap empat: ―Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.‖ (Mrk 12:30). Penambahan ―dengan segenap akal budimu‖ di sini tampak sekali menunjukkan peningkatan intensitas pengabdian terhadap Allah Yahweh. Yesus menggambarkan perintah ini (Ul 6:4,5) sebagai perintah yang ―terutama‖ atau ―paling penting‖ (Mrk 12:29,31). Ini menjadikan Yahweh satu-satunya sasaran pengabdian yang total, ―satu dan satu-satunya‖. Memang, dalam prakteknya, kita tidak mungkin mengasihi lebih dari satu pribadi dengan keseluruhan diri kita. Konsisten dengan ini, hendaknya dicatat bahwa dalam ajaran Yesus, ia tidak pernah menjadikan dirinya sendiri fokus pengabdian yang maha-melingkupi, sebab itu akan bertentangan dengan ajarannya bahwa hanya Yahweh saja yang patut diberi dedikasi tunggal. Kehidupan Yesus sendiri, sebagaimana dikabarkan dalam Injil-injil sepenuhnya mengikhtisarkan dan meneladankan pengabdian yang total terhadap Yahweh. Kehidupannya selalu konsisten dengan pengajarannya. Bahwa murid-muridnya telah gagal menghayati teladan dan ajarannya, dan justru malah menjadikan dia pusat peribadahan dan penyembahan mereka, dan mengira bahwa dengan berbuat demikian mereka telah menghormati dan menyenangkan hatinya, pastilah teramat mengecewakan dan menyedihkan Yesus. Monoteisme Yesus juga diungkapkan dengan jelas dalam Yohanes 5:44, ―Bagaimana kamu dapat percaya, kamu yang menerima hormat seorang dari yang lain dan yang tidak mencari hormat yang datang dari Allah (theos) yang Esa (monos)?‖ Para penulis Perjanjian Baru, sebagai murid-murid sejati Yesus, dengan setia menegaskan monoteismenya. Demikian Rasul Paulus berkata dalam 1 Timotius 1:17, ―Hormat dan kemuliaan sampai selamalamanya bagi Raja segala zaman, Allah (theos) yang kekal, yang tidak nampak dan yang esa (monos)! Amin.‖ Roma 16:27: ―bagi Dia, satusatunya (monos) Allah (theos) yang penuh hikmat, melalui Yesus Kristus: Segala kemuliaan sampai selama-lamanya! Amin.‖ Demikian 4 The Only True God pula dalam Surat Yudas: ―Allah (theos) yang esa (monos), Juruselamat kita melalui Yesus Kristus, Tu[h]an kita, bagi Dialah kemuliaan, kebesaran, kekuatan dan kuasa sebelum segala abad dan sekarang dan sampai selama-lamanya. Amin.‖ (Yud 1:25) Apa yang menarik dan signifikan diamati adalah cara jemaat awal mengungkapkan iman monoteistiknya dalam doksologi-doksologi yang amat indah dan kuat, atau dalam puji-pujian di muka umum yang dipersembahkan kepada Allah. Contoh-contoh di atas menunjukkan bahwa, tanpa diragukan, Alkitab bersifat monoteistik, dan apa yang terutamanya signifikan bagi umat Kristen adalah fakta bahwa Yesus sendiri hidup dan mengajar sebagai seorang monoteis. Meskipun musuh-musuhnya berusaha keji menghancurkannya dengan tuduhan palsu bahwa ia telah berhujat (yang mendatangkan hukuman mati di Israel) oleh karena mengklaim kesetaraan dengan Allah, fakta yang tercantum dalam kisah-kisah Injili adalah: tidak sekali pun ia pernah mengklaim dirinya setara dengan Allah. Sesungguhnya, bukti dalam Injil-injil menunjukkan bahwa kesulitan terbesar yang dialami oleh musuh-musuhnya adalah membuat Yesus secara terbuka mengakui dirinya sebagai Mesias (raja Mesianik yang dinanti-nantikan), apalagi sebagai Allah! Sebagaimana dinyatakan dalam Filipi 2:6, ia ―tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai sesuatu yang harus dirampas (ESV)‖. Namun anehnya, inilah tepatnya yang dilakukan oleh para Trinitarian atas nama Yesus! Kita bersikeras memaksakan kepadanya apa yang ia sendiri tolak! Namun, masalah dasariah yang ditimbulkan dengan mengangkat Yesus ke tingkat ketuhanan (deity) adalah terciptanya satu situasi di mana paling sedikit ada dua pribadi yang keduanya sama-sama Allah; ini membawa trinitarianisme ke dalam konflik dengan monoteisme Alkitab. Perkara untuk monoteisme Alkitabiah itu seteguh batu karang dan tidak memerlukan pembelaan sama sekali. Berkenaan dengan Kitabkitab Suci, trinitarianismelah yang berada dalam posisi bagaikan telur di ujung tanduk, sehingga tidak heran apabila buku demi buku bersubjek Trinitas telah diterbitkan dalam usahanya menemukan semacam pembenaran dari Kitab-kitab Suci. Untuk menggali keluar doktrin trinitaris dari Alkitab monoteistik, para Trinitarian membutuhkan sebanyak mungkin peranti hermenetis (sebagaimana dapat dilihat dari buku-buku itu), karena ini merupakan suatu usaha membuat Alkitab mengatakan apa yang tidak dikatakan olehnya. Saya tahu—saya sudah Pendahuluan 5 melakukan hal ini hampir sepanjang hidup saya oleh karena trinitarianisme yang telah ditanamkan ke dalam diri saya sejak masa bayi rohani, dan yang saya telan mentah-mentah. Berikut ini kita akan memeriksa argumen-argumen trinitaris yang utama di dalam cahaya Kitab Suci. Terlebih pentingnya lagi, kita akan melihat apakah ajaran trinitaris telah mengakibatkan hilangnya ajaran Alkitabiah yang benar tentang Allah dan keselamatan manusia, sebab kekeliruan selalu dipertahankan dengan mempertaruhkan kebenaran. Hanya ketika kita telah melepaskan apa yang batil barulah kita dapat mulai melihat apa yang benar. S Tentang buku ini ebagian besar kajian ini tersita oleh pembahasan Injil Yohanes, karena Injil tersebut merupakan Injil yang paling diandalkan oleh trinitarianisme untuk mendukung argumen-argumennya. Hal ini benar terutamanya untuk bagian teks yang oleh para pakar dianggap sebagai himne yang tertanam dalam Prolog Injil Yohanes (Yoh 1:1-18), secara khusus ayatnya yang pertama (Yoh 1:1). Nas lain dalam Perjanjian Baru yang oleh beberapa pakar juga dianggap sebagai kidung tentang Kristus, dan berkepentingan dengan trinitarianisme ditemukan dalam Filipi 2 (ay.6-11). Kolose 1 (ay.13-20) dan Ibrani 1 merupakan nas lain yang banyak dipergunakan oleh para Trinitarian. Nas-nas ini dan lainnya akan dibahas lebih singkat karena penafsiran trinitaris atas semua nasnas ini bergantung secara implisit atau eksplisit pada penafsiran Yohanes 1:1. Sekali Yohanes 1:1 terlihat jelas tidak mendukung penafsiran trinitaris, maka akan segera jelas pulalah bahwa teks-teks lainnya pun tidak mendukung trinitarianisme. Namun, kita akan memeriksa beberapa teks bukti trinitaris kunci, bahkan sebelum mengkaji Yohanes 1:1 dengan lebih mendalam dan rinci, untuk menyingkapkan kekeliruan interpretatif dan eksegetisnya. 1 Mengenai Yohanes 1:1, perkara trinitarisnya bersandar pada asumsi bahwa ―Firman itu‖ dalam ayat ini adalah Yesus Kristus (Firman = Yesus Kristus). Oleh karena itu, pra-keberadaan Firman berarti prakeberadaan Yesus. Anehnya, tak seberkas bukti pun yang disodorkan dari Injil Yohanes untuk membuktikan persamaan atau identifikasi ini 1 Yohanes 1:1,14 dibahas dengan mendetail di Versi Lengkap di Bab 7-9 6 The Only True God yang begitu dasariah terhadap argumen trinitaris. Setelah diteliti lebih lanjut, ternyata kegagalan serius dalam menyediakan bukti atas persamaan tersebut sama sekali tidak mengherankan, sebab memang tidak ada bukti semacam itu, dan tidak terdapat persamaan antara Firman itu dengan Yesus Kristus dalam Injil Yohanes. Persamaan tersebut hanya asumsi belaka. Adalah suatu kejutan besar ketika menyadari bahwa dogma yang selama ini kita genggam dengan begitu erat sebagai seorang Trinitarian, secara dasariah bersandar pada asumsi tak beralasan. Sesungguhnya, di luar Yohanes 1:1 dan 1:14, ―Firman itu‖ tidak lagi dirujuk dalam Injil Yohanes, sedangkan ―Yesus Kristus‖ baru disebut dalam 1:17 pada akhir Prolog (ay.1-18). Satu-satunya kaitan antara ―Firman itu‖ dengan Yesus Kristus ditarik dari Yohanes 1:14, ―Firman itu telah menjadi manusia (―daging‖), dan tinggal di antara kita‖. ―Daging‖ dalam Alkitab merupakan suatu cara penggambaran hidup manusia. Firman itu masuk ke dalam hidup manusia (―menjadi daging‖) dan berdiam di antara kita. Namun, hal yang tidak dikatakan di sini adalah: ―Yesus Kristus menjadi manusia (―daging‖)‖; dan inilah tepatnya yang diasumsikan oleh penafsiran trinitaris. Tentu saja, kita tahu bahwa ―Yesus‖ merupakan nama yang diberikan kepadanya pada saat kelahirannya (Mat 1:21), tetapi, dasar apakah yang dipergunakan untuk mengasumsikan bahwa ―Kristus yang pra-eksisten telah menjadi daging‖? Gagasan ―Kristus yang pra-eksisten‖ ini didasari oleh asumsi bahwa Yesus Kristus dan Firman yang pra-eksisten itu satu dan sama. Namun, faktanya adalah: tidak di manapun dalam Injil Yohanes Firman itu disamakan dengan Yesus. Dengan kata lain, Yesus dan Firman itu tidak satu dan sama. Apakah atau siapakah Firman yang pra-eksisten itu? Inilah pertanyaan yang ingin kita kaji dengan cermat. Jika Yohanes bermaksud mengidentifikasikan Firman itu sebagai Yesus, lalu kenapa ia tidak menjadikannya identifikasi yang mahapenting (untuk mendukung trinitarianisme)? Jawaban atas pertanyaan ini dapat ditemukan dari tujuan yang dipaparkan dalam Injil Yohanes. Injil ini (berbeda dengan trinitarianisme) tidak bertujuan untuk membuat orang mempercayai Yesus sebagai Firman yang pra-eksisten, tetapi sebagai ―Kristus‖. Ini dapat dipastikan dengan mudah karena Injil ini merupakan satu-satunya Injil yang tujuannya tertulis secara eksplisit: ―tetapi hal-hal ini telah dicatat, supaya kamu percaya bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya karena percaya, kamu memperoleh Pendahuluan 7 hidup dalam nama-Nya‖ (Yoh 20:31). Gelar ―Kristus‖ adalah padanan Yunani untuk ―Mesias‖, sebuah gelar yang amat signifikan bagi orang Yahudi, namun sayangnya, hampir tidak berarti apa-apa bagi orang nonYahudi. “Anak Allah” ―Anak Allah‖ adalah gelar mesianik lain yang diturunkan dari Mazmur mesianik: Mazmur 2 (khususnya ay.7,12), di mana raja Davidik yang dijanjikan akan dianugerahi suatu hubungan dengan Allah seperti hubungan antara seorang anak dengan ayahnya. Tepatnya, hubungan yang intim antara Yesus dengan Allah dalam Injil Yohanes memberi bukti yang tak bisa dipungkiri akan dirinya sebagai Mesias; dan mempercayai Yesus sebagai Kristus/Mesias, ―Juruselamat dunia‖ yang ditetapkan oleh Allah (Yoh 4:42) artinya ―memiliki hidup dalam namaNya‖. Dengan demikian, dari tujuan yang dipaparkan dalam Injil Yohanes jelas sekali bahwa mempercayai Yesus sebagai Firman yang praeksisten itu bukan tujuan Injil ini. Jadi, kita masih harus mempertimbangkan dengan seksama apa yang dimaksud dengan ―Firman itu‖, dan mengapa Injil Yohanes dimulai dengan merujuk kepadanya. Para penginjil pertama yang memberitakan kabar baik kepada orang-orang kafir adalah orang Yahudi, sama seperti Rasul Paulus. Jadi, mereka pasti sudah pernah menjelaskan arti istilah-istilah seperti ―Mesias/Kristus‖ kepada para pendengarnya. Seperti Yohanes, mereka pun pasti pernah menjelaskan kabar baik sehubungan dengan istilah ―Juruselamat dunia‖ (Yoh 4:42), pemberi air hidup (Yoh 4:14) dsb., yang dapat dipahami dengan mudah, baik oleh orang Yahudi maupun nonYahudi. Namun, sejalan dengan waktu dan dengan meluasnya jemaatjemaat ke seluruh penjuru dunia, dan jemaat Kristen yang hampir secara eksklusif telah menjadi jemaat bukan Yahudi, arti konsep-konsep kunci seperti ―Mesias‖ mulai menjadi kabur, atau malah terlupakan. Banyak orang beriman non-Yahudi, malah sebagian besar dari mereka, menganggap ―Kristus‖ hanya sebagai nama-diri lain dari Yesus. Tiga abad kemudian, gelar Mesianik “anak Allah” itu dibalik sehingga menjadi gelar ilahi “Allah-Anak”, sebuah istilah yang sama sekali tidak dikenal oleh Yohanes, atau Paulus, atau setiap penulis Perjanjian Baru lainnya! 8 The Only True God Hanya sekitar seratus tahun setelah wafat dan kebangkitan Kristus, pertumbuhan pesat jemaat di dunia telah memberikan satu hasil yang tidak dihendaki: gereja tidak lagi mempertahankan pertaliannya dengan akar-akar Yahudinya. Akibatnya, arti istilah-istilah dan konsepkonsep yang dahulu amat dikenal baik oleh orang beriman Yahudi mulamula, sekarang menjadi kabur atau malah tidak lagi dikenal oleh ratarata orang Kristen. Terlepas dari istilah umum seperti ―Kristus‖, yang sulit dijelaskan artinya oleh rata-rata orang Kristen dewasa ini, asal-usul dan arti “Firman itu” kelihatannya telah menghilang dengan cepat. H “Firman itu” al ini mengakibatkan spekulasi yang nyaris tidak habishabisnya tentang ―Firman itu‖ (Yunani: ―Logos‖) dan tentang apakah Yohanes (atau siapa saja yang menulis himne yang digabungkan ke dalam Prolog Injil itu) mengambilnya dari filsafat Yunani atau ajaran Yahudi. Namun, para pakar Trinitarian mendapati semuanya itu tidak menolong, karena baik dari sumber Yahudi maupun Yunani tidak ditemukan "Firman” atau "Logos” sebagai tokoh ilahi personal yang sesuai dengan "Allah-Anak”. Akhirnya, sebagian pakar malah mengemukakan bahwa Yohanes sendirilah yang telah menciptakan gagasan adanya suatu Logos personal; saran ini dibuat bermartabat dengan diberi istilah cukup keren ―sintesis Yohanei‖, tetapi tanpa mampu memberi bukti apa-apa atas keabsahannya. Ini dapat dilihat dari banyaknya tafsir mengenai Injil Yohanes. Buku ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa kita tidak perlu berbuat nekat sampai mengarang-ngarang asal-usul Firman Yohanei ini2. B Tema-tema dalam kajian ini uku ini berbicara tentang tiga tema utama dalam Alkitab yang paling berkepentingan bagi umat manusia: (1) Hanya ada satu, dan satu-satunya, Allah yang benar, Pencipta Asal-usul Firman itu dalam Yohanes 1:1 dijelaskan di Bab 7 dalam Versi Lengkap 2 Pendahuluan 9 segala yang ada. Penyataan diri-Nya tercatat bagi kita pertama-tama dalam Alkitab Ibrani (yang disebut ―Perjanjian Lama‖ oleh umat Kristen), dan kemudian juga dalam Perjanjian Baru. Jemaat Kristen lahir di Yerusalem, dan kelahirannya dideskripsikan dalam kitab Kisah Para Rasul. Jemaat itu adalah jemaat Yahudi, dan oleh karenanya, bersifat monoteistik keras. Namun, jemaat Kristen non-Yahudi, yang tidak mempunyai komitmen demikian kepada monoteisme, dan yang sejak sekitar pertengahan abad ke-2 telah lepas dari induk Yahudinya, mulai mengembangkan suatu doktrin Allah yang lebih dari satu pribadi. Gereja non-Yahudi telah mengambil satu langkah pertama amat besar yang menjauhi monoteisme ketika di Nikea pada th. 325 sM mereka mendeklarasikan bahwa doktrin ini mewakili iman gerejanya. Buku ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa, baik dalam Perjanjian Lama maupun Baru, sama sekali tidak terdapat dasar untuk kompromi ini dengan politeisme, yang mengklaim sebagai semacam ―monoteisme‖. (2) ―Satu-satunya Allah yang benar‖, sebagaimana Yesus memanggil Dia (Yoh 17:3), adalah Allah yang begitu intens mempedulikan ciptaan-Nya, khususnya manusia dan kesejahteraannya. Ia menciptakan umat manusia dengan suatu rencana kekal. Dengan demikian, sejak awal penciptaan manusia kita melihat Dia terlibat secara intim dengan manusia. Keterlibatan-Nya yang luar biasa dalam penyelamatan satu umat yang terjerat dalam kesengsaraan perbudakan di Mesir; dan pemeliharaan-Nya akan segala kebutuhan mereka selama 40 tahun mengembara di padang gurun Sinai yang mengerikan, merupakan sebuah kisah yang diceritakan berulang-ulang, bukan saja di Israel tetapi juga di seluruh dunia. Dalam kisah tersebut kita juga mendapati Allah sendiri tinggal bersama dengan umat Israel, hadirat-Nya diam di antara mereka dalam kemah yang lebih dikenal dengan sebutan ―tabernakel‖ (atau ―Kemah Suci‖) (bdk. ―berdiam‖, ―berkemah‖). Ia hadir dengan mereka dan memimpin mereka melewati padang gurun, dalam tiang awan pada siang hari dan tiang api pada waktu malam. Melalui semua ini Ia telah menunjukkan bahwa Ia bukan Allah yang transenden dalam arti menjauhi manusia, melainkan melibatkan diri-Nya secara sangat ―bersahaja‖. Tentu saja, Allah sebagai Pencipta seluruh umat manusia tidak hanya peduli dengan bangsa Israel tetapi juga dengan umat manusia lainnya. Oleh sebab itu, terdapat isyarat-isyarat penting, terutamanya diberikan melalui nabi-nabi Perjanjian Lama, yang menunjukkan bahwa 10 The Only True God pada suatu saat Ia akan datang sedemikian rupa sehingga ―seluruh umat manusia akan melihat kemuliaan-Nya bersama-sama‖ (Yes 40:1-5). Bahkan lebih mengagumkan lagi, Ia akan datang ke dunia dalam rupa seorang manusia. Ini tampak jelas terungkapkan dalam pernyataan profetis yang ditenarkan oleh kartu-kartu Natal (Yesaya 9:5, ―Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putra telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebut orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai.‖). Namun anehnya, gereja non-Yahudi Trinitarian telah memutuskan bahwa Ia yang datang ke dunia ini bukanlah Dia yang disebut ―satusatunya Allah yang benar‖ oleh Yesus (Yoh 17:3), dan yang secara konsisten dipanggil ―Bapa‖, melainkan seorang pribadi lain yang disebut ―Allah-Anak‖—sebuah istilah yang tidak dapat ditemukan di manapun dalam Alkitab. Tujuan buku ini adalah untuk menunjukkan bahwa sejumlah kecil ayat dalam Perjanjian Baru yang dikemukakan para Trinitarian untuk mendukung doktrin mereka itu tidak memberikan bukti eksistensi ―Allah-Anak‖, atau bahwa Yesus Kristus adalah AllahAnak. Tidak diragukan sama sekali bahwa para penulis Perjanjian Baru adalah orang-orang monoteis. Jadi, tidak terdapat cara yang benar untuk menggali keluar doktrin trinitaris dari karangan-karangan monoteistik— kecuali dengan memaksakan penafsiran secara tidak benar ke dalam teks. (3) Rencana Allah untuk menyelamatkan manusia dari kesengsaraan (di mana manusia telah jatuh karena kegagalannya mengakui Dia sebagai Allah, Roma 1:21) tentu bukan suatu rencana yang dirancang begitu saja ataupun yang muncul sesudahnya, melainkan, sesuatu yang dalam pengetahuan Allah sebelumnya (God’s foreknowledge), telah terpadu ke dalam rencana kekal-Nya yang menyeluruh bagi ciptaan-Nya. Ini berarti bahwa rencana-Nya untuk menyelamatkan manusia sudah ada ―sebelum permulaan zaman‖ (2Tim 1:9). Dalam rencana ini Allah telah memilih seorang manusia sebagai tokoh kuncinya dan dipilihkan-Nya nama ―Yesus‖ (Mat 1:21; Luk 1:31). Nama ini signifikan karena artinya ―Yahweh menyelamatkan‖ atau ―Yahweh adalah keselamatan‖. Orang Kristen berbicara seolah-olah sang penyelamat itu adalah Yesus seorang diri saja, tetapi sebenarnya ia adalah penyelamat karena ―Allah ada di dalam Kristus ketika mendamaikan dunia kepada diri-Nya sendiri‖ (2Kor 5:19, NAU). Yesus Pendahuluan 11 sendiri terus mengulangi hal ini dengan berbagai cara dalam Injil Yohanes, yakni, segala sesuatu yang ia katakan dan perbuat sebenarnya dilakukan oleh ―sang Bapa‖ di dalam dia (Yoh 14:10, dsb.). Ini disebabkan oleh kenyataan bahwa Allah hidup di dalam Yesus dengan cara yang belum pernah dilakukan-Nya dalam sejarah manusia. Inilah yang membuat Yesus betul-betul unik dibanding siapa saja yang pernah hidup di muka bumi ini, dan itu juga sebabnya mengapa ia menikmati suatu hubungan spiritual yang intim secara unik dengan Allah seperti hubungan seorang anak dengan ayahnya. Itulah sebabnya ia disebut ―anak Allah‖, yang dalam Alkitab tidak pernah berarti ―Allah-Anak‖. Oleh karena hubungannya yang unik dengan sang Bapa, tiga kali dalam Injil Yohanes ia disebut ―satu-satunya Anak‖ Allah atau ―Anak‖ Allah ―yang unik‖ (Yoh 1:14; 3:16,18). Dalam hubungan yang tidak pernah terjadi sebelumnya ini, atas ikhtiar Yesus sendiri, ia hidup dalam ketaatan penuh kepada Allah sebagai Bapanya, dan memilih menjadi ―taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib‖ (Flp 2:8). Melalui ―ketaatan satu orang banyak orang menjadi orang benar‖ (Rm 5:19), yang berarti bahwa dia sudah menyelesaikan keselamatan manusia melalui kematiannya di kayu salib. Dengan cara inilah Allah mendamaikan segalanya kepada diri-Nya sendiri melalui Kristus. Juga, oleh karena ketaatan kepada-Nya, Allah ―sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: ‗Yesus Kristus adalah Tu[h]an,‘ bagi kemuliaan Allah, Bapa!‖ (Flp 2:9-11). Allah mengaruniakan kepada Yesus hormat setinggitingginya. Inilah sebabnya kita menyebut dia ―Tu[h]an‖. Pergeseran fokus yang serius dalam Gereja non-Yahudi Akan tetapi, gereja non-Yahudi yang kemudian, telah gagal (baik di sengaja ataupun tidak) dalam membedakan tingkat signifikansi antara kata ―Tuhan‖ yang disandangkan kepada Yesus dengan ―Tuhan‖ (atau ―TUHAN‖) yang disandangkan kepada Allah (kata Yunani kurios digunakan dalam kedua kasus di atas), meskipun dalam bahasa Yunani kata kurios mempunyai beberapa tingkatan makna: bisa digunakan sebagai gelar kehormatan yang artinya kira-kira ―tuan‖, yaitu cara budak 12 The Only True God memanggil majikannya, atau terkadang cara istri memanggil suaminya, atau cara murid memanggil gurunya, sedangkan dalam Perjanjian Lama Yunani (LXX) kata ini biasa digunakan untuk memanggil Allah. Dengan demikian, gereja non-Yahudi yang kemudian dengan mudah beralih dari berbicara tentang Yesus sebagai ―Tu[h]an‖ menjadi Yesus sebagai ―Allah‖. Inilah salah satu alasan utama mengapa gereja non-Yahudi pada abad ke-4 tidak mengalami banyak kesulitan dalam memproklamirkan Yesus Kristus sebagai ―Allah-Anak‖, pribadi kedua dalam ―Ke-Allahan‖. Maka, lahirlah ―trinitarianisme‖ sebagaimana dikenal dewasa ini. Dari sudut pandang Alkitabiah, konsekuensi yang amat serius dari semua ini adalah bahwa Allah (sang Bapa) telah dikesampingkan atau dipinggirkan oleh penyembahan kepada Yesus sebagai Allah, yang telah mendominasi gereja. Sekilas pandang buku-buku pujian Kristiani modern langsung menyingkapkan siapakah sasaran utama dari doa dan penyembahan Kristiani. ―Sang Bapa‖ telah dibiarkan memegang peranan yang relatif sampingan. Yesus telah menggantikan Bapa dalam kehidupan Kristiani, sebab bagi mereka, Yesuslah Allah itu. Rasul Paulus, yang dalam surat-suratnya berulang-kali menulis tentang ―Allah dan Bapa Tu[h]an kita, Yesus Kristus‖ (Rm 15:6; 2Kor 1:3, dsb.), akan gemetar dengan pemikiran bahwa gereja Kristen masa depan akan mengganti ―Allah Tu[h]an kita Yesus Kristus‖ sebagai sasaran penyembahan yang utama, dengan menyembah Yesus sendiri sebagai Allah, malah dengan mengutip (atau lebih tepatnya, salah mengutip) karangan-karangannya (khususnya Flp 2:6 dyb.)! Jika Yesus dapat menjadi sasaran penyembahan, lalu mengapa tidak ibunya, Maria, yang dideklarasikan menjadi ―bunda Allah‖ oleh gereja non-Yahudi, dan yang benar-benar disembah sebagian besar gereja Kristen? Sebab, jika Yesus adalah Allah, maka Maria bisa sepantasnya disebut ―bunda Allah‖. Meskipun Maria belum dideklarasikan menjadi Allah, kelihatannya ini tidak diperlukan mengingat fakta bahwa sebagai ―bunda Allah‖ ia tampak berkedudukan di atas Allah. Di dalam gereja ia biasanya digambarkan sedang memangku bayi Yesus; gambaran yang menyindir seolah-olah sang ibu lebih agung daripada bayinya, sekalipun bayi itu adalah Allah! Tidak heran bila begitu banyak orang Kristen berdoa kepada Maria sebagai orang yang memakai pengaruh yang amat besar selaku ibu atas anaknya. Tujuan buku ini adalah untuk memberi peringatan bahwa gereja Kristen telah menyimpang dari kebenaran yang ditemukan dalam firman Pendahuluan 13 Allah, yakni Alkitab. Semua orang yang mengasihi Allah dan kebenaranNya akan membaca kembali Kitab-kitab Suci dengan seksama untuk mempertimbangkan kebenarannya bagi diri mereka, dan dengan demikian kembali kepada ―Allah Penyelamat kita‖, ―yang telah menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan anugerah-Nya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman‖ (2Tim 1:9). Oleh sebab inilah kita menghormati Yesus sebagai ―Tu[h]an‖—tetapi selalu sedemikian rupa "bagi kemuliaan Allah, Bapa kita” (Flp 2:11). Prof. Hans Küng mengatakan hal yang sama dengan memakai istilah teologis, ―kristosentrisitas Paulus tetap berasaskan pada dan mencapai puncaknya lagi dalam teosentrisitas keras‖ (Christianity, hlm.93). S Kesimpulan ebagai kesimpulannya, maksud tujuan buku ini adalah untuk menangkap makna ajaran Alkitabiah yang terangkum dalam 1Timotius 3:16, yakni, ―Dia, yang telah menyatakan diri-Nya dalam rupa manusia‖ dalam pribadi ―manusia Kristus Yesus‖ itu (1Tim 2:5). Bahwa rujukan di sini adalah pada kenyataan Allah yang telah menyatakan diri-Nya di dalam daging terlihat jelas dari fakta berikut: Untuk mengatakan bahwa seorang manusia ―tampil‖ atau ―menyatakan diri dalam rupa manusia‖ tidaklah terlalu masuk di akal. Lagipula, Kristus tidak disebut dalam kedua ayat sebelum ini, tetapi Allah disebut dua kali dalam ayat sebelumnya. Jadi, siapa lagi ―Dia‖ dalam 1 Timotius 3:16 itu kalau bukan Allah? Jika memang Allah itu yang tampil di dalam rupa manusia, maka ini dengan tepat dapat digambarkan sebagai suatu ―rahasia (misteri) agung‖, sebagaimana tercantum dalam ayat itu. Tepatnya rahasia inilah di mana Allah ―tinggal di antara kita‖ (Yoh 1:14) ―dalam Kristus‖, yang perlu kita pertimbangkan baik-baik. Allah melakukan ini “di dalam Kristus ketika mendamaikan dunia kepada diri-Nya sendiri” (2Kor 5:19: NAU). Tentu saja, trinitarianisme pun percaya bahwa Allah ―telah dinyatakan di dalam daging‖, tetapi Allah yang telah dinyatakan itu adalah ―Allah-Anak‖, tanpa mempedulikan fakta tidak adanya pribadi seperti ini di manapun dalam Alkitab. Akibatnya, mereka telah mengesampingkan satu-satunya Allah yang benar (yang oleh Yesus dipanggil ―Bapa‖) sebagai Dia yang datang ke 14 The Only True God dunia ―dalam Kristus‖ untuk keselamatan kita. Atau, dengan menggunakan istilah-istilah teologis Prof. Küng, trinitarianisme telah menggantikan ―teosentrisitas‖ Alkitabiah dengan bantuan ―kristosentrisitas‖ mereka. Namun, apakah pengertian ―Allah (Yahweh) telah dinyatakan di dalam daging‖ itu benar-benar tepat? Ini betul-betul suatu pernyataan menakjubkan yang teramat signifikan, dan suatu pernyataan yang perlu kita periksa dengan rinci dalam halaman-halaman berikut. Apakah kita sungguh-sungguh orang monoteis, sebagaimana yang kita duga? Kita semua adalah orang-orang monoteis: umat Kristen menganggap dirinya orang monoteis. Kekristenan mengklaim dirinya iman yang monoteistik. Tapi kenapa? Bagaimana mungkin agama yang tidak menaruh imannya semata-mata dan secara eksklusif pada satu Allah yang personal, tetapi mempercayai tiga pribadi yang semuanya samasama Allah, masih mengklaim dirinya iman yang monoteistik? Dari definisinya, ―monoteisme‖ bermakna ―kepercayaan pada Allah yang tunggal: kepercayaan bahwa hanya ada satu Allah‘ (Encarta Dictionary). Definisi ini sama dalam setiap kamus. Namun, kepercayaan pada tiga pribadi ilahi yang setara itu bukan kepercayaan pada ―Allah yang tunggal‖, ataupun pada ―hanya ada satu Allah‖. Sebagaimana telah kita catat, ―monoteisme‖ berasal dari kata Yunani ―monos‖ (satu; esa) dan ―theos‖ (Allah). Allah yang telah menyatakan diri-Nya dalam Alkitab Ibrani telah menyatakan diri-Nya dengan Nama agung ―YHWH‖, yang disetujui oleh para pakar pada umumnya dengan pelafalan ―Yahweh‖. Makna Nama-Nya selalu menjadi pokok pembahasan, tetapi maknanya kira-kira ―Aku adalah Aku‖, atau ―Aku akan menjadi siapa Aku akan menjadi‖ (Lih. Kel 3:14), atau menurut PL Yunani (LXX) nama itu mengandung makna ―Yang Eksis‖ (ho ōn), yang mengemukakan bahwa Ia eksis secara abadi dan bahwa Ia adalah sumber segala yang eksis. Perjanjian Lama mengakui adanya satu Allah yang personal saja, yaitu Yahweh, sebagai satu-satunya Allah yang benar. Nama-Nya yang muncul 6828 kali itu adalah sentral kepada keseluruhan Alkitab Ibrani. Namun, kebanyakan umat Kristen tampaknya sama sekali tidak menyadari kenyataan sederhana ini. Pendahuluan 15 Yahweh mutlak adalah satu-satunya (monos) Allah (theos) yang dinyatakan dalam Alkitab. Barangkali ada ―banyak ilah dan banyak tuhan‖ yang dipercayai orang (1Kor 8:5,6), tetapi sejauh wahyu Alkitabiah, Yahweh adalah ―satu-satunya Allah yang benar‖. Yesus sudah pasti mengajarkan monoteisme, tetapi pertanyaannya adalah: apakah kita sebagai murid-muridnya sungguh-sungguh orang monoteis? Perlu dipahami dengan terang bahwa monos bukan kata yang dapat direntangkan maknanya menjadi sebuah kelompok yang terdiri dari beberapa pribadi, suatu kumpulan yang terdiri dari beberapa entitas, atau suatu golongan yang terdiri dari sejumlah tokoh. Beginilah definisi monos menurut Kamus PB Yunani-Inggris BDAG yang berwenang: ―1. sebagai satu-satunya entitas dalam suatu golongan, satusatunya, sendiri kata sifat a. dengan fokus sebagai satu-satunya entitas. 2. penanda batasan, satu-satunya, sendiri, mo,non [monon] jenis netral, dipergunakan sebagai kata keterangan.‖ Kata ―Allah‖ dan istilah ―satu-satunya Allah‖ dalam Perjanjian Baru, tanpa disangsikan selalu merujuk kepada Allah dalam Perjanjian Lama, Yahweh. Namun, mengapa nama ―Yahweh‖ tidak lagi muncul dalam PB padahal nama itu seringkali muncul dalam Alkitab Ibrani (tetapi tidak dalam kebanyakan Alkitab Inggris, atau dalam kedua Alkitab Indonesia yang populer itu)? Jawaban kepada pertanyaan ini terletak pada dua kenyataan penting: (1) Dampak yang meluluh-lantakkan dari Pembuangan ke atas Israel sebagai suatu bangsa pada akhirnya membuat mereka insaf. Mereka sampai memahami bahwa alasan dari pembuangan dahsyat itu serta kehancuran sebagai bangsa bersandar pada fakta bahwa selama ini mereka telah melakukan perzinahan rohaniah dengan bersikeras menyembah ilah-ilah lain di samping Yahweh (salah satunya yang paling dikenal ialah Ba‘al). Mereka melawan peringatan yang diberikan berulang kali oleh nabi-nabi Yahweh, yang secara khusus menyatakan bahwa Yahweh pasti akan mengirim mereka ke pembuangan karena pemberontakan mereka terhadap-Nya dan penyembahan mereka kepada berhala. Setelah mengalami fakta bahwa Yahweh telah menepati janjiNya, dan melihat dengan mata mereka sendiri apa yang Ia katakan akan terjadi memang digenapi dengan tepat, dan setelah merasakan kerasnya hukuman Allah, mereka kembali ke keruntuhan tanah Israel pasca masa pembuangan sebagai umat terhukum yang mulai saat itu dan seterusnya tidak akan lagi menyembah Allah lain selain Yahweh saja. Sekarang 16 The Only True God mereka bahkan memuja Dia sampai-sampai tidak lagi mengucapkan Nama-Nya yang agung. Sejak saat itu mereka hendak mencakapkan Yahweh dengan sebutan ―Tuhan‖ (adonai)! Lagipula, umat Yahudi tidak akan pernah lagi menyembah Allah lain selain Adonai Yahweh, sekalipun jika Allah itu disebut ―Anak Yahweh‖ yang tidak disebut di manapun dalam PL, ataupun jika Allah itu disebut ―Roh Yahweh‖, yang disebut beberapa kali dalam PL tetapi tidak pernah dianggap sebagai pribadi terpisah di samping Yahweh. Itu sebabnya kita bisa memastikan bahwa para penulis PB berkebangsaan Yahudi tidak mungkin orang Trinitarian; kita sudah melihat sejumlah contoh dalam PB tentang semangat monoteisme mereka yang begitu berapi-api.3 (2) Selama 70 tahun masa pembuangan (disebut Penawanan Babilonia) ke negeri asing yang penduduknya berbahasa Aram, generasi baru orang Yahudi berbahasa Aram setempat, bukan bahasa Ibrani (sama seperti umat Yahudi yang hidup di AS atau Eropa saat ini berbahasa setempat dan pada umumnya tidak bisa berbahasa Ibrani). Para ahli Taurat, para pakar Alkitab, masih membaca Alkitab Ibrani (sama seperti kebanyakan rabi di seluruh dunia saat ini), dan mengajar Alkitab di sinagoga, namun kebanyakan orang awam tidak lagi memahami bahasa Ibrani, jadi bagian-bagian Alkitab yang didaraskan di sinagoga harus diterjemahkan ke dalam bahasa Aram. Beginilah penjelasan Encarta, ―Ketika Penawanan Babilonia berakhir pada abad ke-6 sM, dan bahasa Aram menggantikan bahasa Ibrani sebagai bahasa percakapan yang biasa, timbul kebutuhan untuk menjelaskan makna bacaan-bacaan dari Kitab Suci.‖ (Microsoft Encarta Reference Library 2005. © 1993-2004 Microsoft) Untuk alasan ini juga, sejak berabad-abad yang lalu hingga kini umat Yahudi tidak bisa menganggap umat Trinitarian sebagai orang-orang monoteis sejati meskipun mereka mencoba untuk sedapat mungkin bersikap damai. (Sebuah contoh bagus dari sikap damai mereka ditunjukkan dalam buku Christianity in Jewish Terms (diedit oleh Tikva Frymer-Kensky dst., Westview Press, 2000), yang berupa dialog antara para pakar Muslim dan Kristen. Sulit untuk membayangkan dialog pendamaian serupa antara pakar Muslim dan Kristen dalam iklim keagamaan saat ini.) 2 Pendahuluan 17 Untuk kajian kita saat ini, penting untuk mencamkan fakta bahwa dalam targum-targum (terjemahan-terjemahan) Aram dari Alkitab Ibrani, Nama Allah yang kudus, ―Yahweh‖, oleh karena rasa takzim, telah diganti dengan istilah ―Memra itu‖, yang dalam bahasa Aram bermakna ―Firman itu‖ 4 . Dengan demikian, setiap orang Yahudi Palestina tahu bahwa ―Memra‖ adalah rujukan metonimik 5 untuk ―Yahweh‖. Memra seringkali muncul dalam Targum-targum Aram. Monoteisme dalam Alkitab Monoteisme Alkitab mutlak tidak berkompromi. Saya tidaklah tahu seorang pun pakar Alkitab yang menyangkali fakta ini. Oleh sebab itu, kita tidak perlu membenarkan diri sewaktu mengajarkan monoteisme Alkitabiah. Orang yang mempergunakan Alkitab untuk mengajarkan sesuatu selain daripada monoteisme adalah orang yang perlu mempertanggung-jawabkan perbuatan mereka. Umat Kristen trinitaris cenderung mendudukkan diri di antara umat Yahudi dan Muslim sebagai orang monoteis. Masalahnya adalah, baik Yudaisme maupun agama Islam tidak mengakui Kekristenan trinitaris sebagai agama yang betul-betul monoteistik, tanpa menghiraukan klaim-klaim Kristiani. Apapun artinya ―monoteisme‖ Kristiani itu, baik umat Yahudi maupun Muslim tidak menerima agama tersebut sebagai monoteistik menurut Kitab Suci mereka. Apakah mereka bersikap keterlaluan? S Riwayat Personal aya menulis sebagai seorang yang dahulunya seorang Trinitarian sejak menjadi seorang Kristen di usia 19 tahun—suatu periode yang menjangkau lebih dari lima puluh tahun lamanya. Selama hampir empat dasawarsa melayani sebagai pendeta, pemimpin gereja, dan guru banyak orang yang telah melayani purna waktu, saya mengajarkan doktrin trinitaris dengan semangat berapi-api, 4 Bagian ini dijelaskan di Bab 8 dalam Versi Lengkap 5 Kata yang digunakan ganti orang atau hal yang dimaksudkan sesungguhnya. 18 The Only True God sebagaimana dapat disaksikan oleh orang yang mengenal saya. Trinitarianismelah yang saya minum bersama dengan susu spiritual ketika saya masih seorang bayi rohani. Selanjutnya, dalam studi-studi Alkitabiah dan teologis, minat saya terfokus kepada Kristologi yang saya kejar dengan intensitas yang cukup tinggi. Hidup saya terpusat pada Yesus Kristus. Saya belajar dan berupaya mempraktekkan pengajarannya dengan pengabdian sedalam-dalamnya. Artinya, dalam prakteknya saya merupakan seorang monoteis yang mengabdi kepada suatu monoteisme di mana Yesus adalah Tu[h]an saya dan Allah saya. Pengabdian yang intens kepada Tu[h]an Yesus ini mau tidak mau menyisakan sedikit ruang baik untuk sang Bapa maupun Roh Kudus. Jadi, meskipun dalam teorinya saya percaya akan adanya tiga pribadi, dalam prakteknya sebenarnya hanya ada satu pribadi saja yang sungguh-sungguh penting: Yesuslah. Saya memang menyembah satu Allah, dan satu Allah itu adalah Yesus. Satu-satunya Allah yang dinyatakan dalam Perjanjian Lama, yaitu Yahweh, dalam prakteknya telah digantikan oleh Allah-Yesus Kristus, Allah-Anak. Sebagian besar umat Kristen berbuat hal serupa dengan saya, jadi mereka dengan mudah dapat memahami apa yang saya sedang katakan di sini. Jika kita mempertimbangkan hubungan antara Islam dengan Kekristenan dalam sejarah, kita ingat bahwa hanya tiga ratus tahun setelah Syahadat Nikea ditetapkan dalam gereja (yang memproklamirkan Allah terdiri dari tiga pribadi alih-alih satu), Islam tampil ke atas pentas sejarah dunia. Sekali lagi Islam memproklamirkan monoteisme radikal yang telah diproklamirkan dalam Alkitab Ibrani. Sejak saat itu dan seterusnya, Kekristenan yang telah tersebar luas dengan cepat ke segala penjuru dunia selama tiga abad pertama pada zaman itu, sekarang terdorong mundur seiring dengan menyebarnya kekuatan-kekuatan Islam yang monoteistik. Adakah pesan rohaniah untuk kita di sini? Jika ada, dapatkah kita melihatnya? Satu hal yang bisa saya lihat adalah: saya perlu menilai kembali apakah kita sebagai orang Kristen sungguh-sungguh adalah orang monoteis atau bukan. Apakah kita setia kepada wahyu Alkitabiah? Banyaknya buku-buku yang dikarang oleh para teolog Kristen yang mencoba untuk menerangkan serta membenarkan ―monoteisme Kristiani‖ menandakan adanya persoalan: Mengapa begitu banyak upaya yang dibutuhkan untuk menerangkan atau membenarkan ―monoteisme‖ macam ini? Pada saat saya sedang memikirkan kembali pertanyaan Pendahuluan 19 ―monoteisme Kristiani‖ ini saya membaca ulang sebuah monograf akademik milik saya tentang hal tersebut. Monograf ini adalah koleksi esei-esei para teolog Trinitarian baik yang Protestan maupun Katolik. Saya segera melihat bahwa para penulis tersebut memiliki satu persamaan: mereka jelas sekali terlihat tidak nyaman dengan monoteisme; beberapa diantaranya memberi kritikan secara terbuka. Ketika saya memeriksa pemikiran saya sendiri, saya pun menginsafi bahwa pada dasarnya, trinitarianisme saya tidak mampu berdampingan dengan monoteisme Alkitabiah. Maka saya perlu memeriksa kembali perkara yang kritis ini. Bila kita mempercayai tiga pribadi yang terpisah, berbeda dan setara satu sama lain, yang masing-masing adalah Allah sepenuhnya, yang bersama-sama membentuk ―Ke-Allahan‖, bagaimana mungkin kita masih bisa berbicara tentang iman pada ―Allah yang secara radikal monoteistik‖ (Yahweh), yang dinyatakan dalam Alkitab Ibrani— kecuali jika kita menggunakan istilah ―Allah yang secara radikal monoteistik‖ dalam arti yang berbeda dengan pengertian yang ditemukan dalam Alkitab? (Istilah ―Allah yang secara radikal monoteistik‖ di sini dipinjam dari artikelnya Profesor David Tracy dari Chicago dalam bukunya Christianity in Jewish Terms, 2000, Westview Press.) Sampai saat itu dengan penuh keyakinan saya percaya bahwa saya mampu mempertahankan trinitarianisme berdasarkan teks-teks Perjanjian Baru yang begitu saya kenal baik. Namun, pertanyaan yang lebih mendesak sekarang adalah: Bagaimanakah caranya teks-teks ini diterangkan kepada umat Muslim yang dengan tulus ingin mengenal Isa (sebutan mereka untuk Yesus) dan yang bahkan bersedia membaca kitab-kitab Injil, yang telah disahkan oleh Al-Qur‘an?! Yang mengejutkan saya adalah: sekali saya mulai menyisihkan prasangka serta pra-konsepsi dan menilai kembali setiap teks guna melihat apa yang sesungguhnya dikatakan di situ, dan bukan dengan interpretasi kita sebagai seorang Trinitarian, pesan yang muncul dari teks itu ternyata tidak sama dengan perkiraan saya. Hal ini terutamanya benar untuk Yohanes 1:1. Oleh karena trinitarianisme saya yang tertancap dalam, proses ini berakhir dengan pergumulan panjang (yang disertai kerja sangat keras) untuk memperoleh kebenaran pesan Alkitabiah. Beberapa dari hasil upaya itu tertuang dalam buku ini. Biarlah setiap pembaca menilainya sendiri dengan seksama, dan kiranya Allah mengaruniakan terang-Nya kepada kita, yang tanpanya kita tidak dapat melihat. 20 The Only True God Ketika saya pertama-tama menghadapi tantangan menilai kembali trinitarianisme dalam terang Alkitab, dan kemudian membagikan terang itu kepada siapa saja yang sudi menerimanya, saya mengira saya sendirian merupakan orang yang mengambil pendirian demikian. Namun, ketika saya sedang mempersiapkan penerbitan naskah ini, saya terkejut ketika secara kebetulan menemukan karya teolog terkenal Hans Küng, dan mendapati bila ia sudah terlebih dahulu menyatakan bahwa doktrin Tritunggal itu ―tidak alkitabiah‖ dalam karyanya yang berjudul Christianity: Essence, History, and Future, yang diterbitkan pada th. 1994. Sekarang saya tahu bahwa ia bukan satu-satunya teolog dogmatis Katolik terkemuka yang membuat penegasan ini. Teolog sistematis K-J Kuschel, dalam kajian mendalam berjudul Born Before All Time? The Dispute over Christ’s Origin yang diterbitkan pada th. 1992, menyatakan hal yang sama. Tentu saja, dengan ditemukannya dukungan yang tidak diduga, terutamanya dari pakar yang memiliki kualitas dan keberanian yang luar biasa ini sangatlah membesarkan hati. Mengenai Tritunggal, misalnya, dalam satu bagian teks yang berjudul ―Tidak ada doktrin Tritunggal dalam Perjanjian Baru‖, Prof. Küng tanpa ragu menyatakan ―Memang, sementara di seluruh Perjanjian Baru ada kepercayaan pada Allah sang Bapa serta Yesus sang Anak dan Roh Kudus-nya Allah, namun tidak terdapat doktrin tentang satu Allah dalam tiga pribadi (tiga mode/bentuk), tidak ada doktrin tentang ‗Allah Tritunggal‘, ‗Trinitas‘.‖ (Christianity, hlm.95) Rintangan-rintangan yang menghadapi kita ketika mempertimbangkan Monoteisme Alkitabiah (1) Perlunya membereskan setumpukan pra-konsepsi yang disebabkan oleh indoktrinasi: Misalnya, kita yang berbahasa Inggris berbicara tentang Roh dengan memakai kata ganti ―he‖ (kata Inggris yang berjenis maskulin), karena ketika kita membaca Perjanjian Baru kita mendapati Roh itu dirujuk demikian. Kebanyakan orang Kristen, karena tidak mengenal bahasa Yunani dengan baik, tidak mengetahui bahwa kata untuk Roh, pneuma, adalah kata yang berjenis netral, dan oleh sebab itu harus diterjemahkan dengan kata ganti ―it‖ (kata Inggris yang berjenis netral). Bahkan setelah mempelajari bahasa Yunani pun kita masih tetap berbicara tentang Roh sebagai ―he‖, karena menurut doktrin trinitaris, Roh itu adalah pribadi yang terpisah dan berbeda, yang setara dengan Pendahuluan 21 kedua pribadi lainnya dalam Allah Tritunggal, yaitu Bapa dan Anak. Tentu saja inilah sebabnya mengapa seluruh terjemahan Inggris mengubah kata ―pneuma” yang berjenis netral menjadi ―he‖. Itu semua tidak ada kaitannya sama sekali dengan tatabahasa yang baik, tetapi terkait sepenuhnya dengan dogma Kristiani. Hal yang sama juga berlaku untuk gagasan ―Trinitas‖. Di India terdapat sejumlah besar dewa, namun ada tiga dewa yang menduduki tempat teratas. Ketiga dewa itu saling berbagi ―zat/hakikat‖ kedewaan yang sama; kalau tidak begitu mereka tidak akan dianggap dewa sama sekali. Jika orang-orang di India yang menyembah ketiga dewa tertinggi ini disebut orang politeis oleh umat Kristen, lalu dalam hal apa konsep trinitaris Kristiani secara dasariah berbeda dari konsep trinitaris orang India? Apakah hanya karena ketiga pribadi dalam Trinitas Kristiani itu lebih dekat hubungannya satu sama lain, misalnya, antara ―Bapa‖ dan ―Anak‖ (bagaimana dengan ―Roh‖)? Indoktrinasi memberi efek kuat yang membuat kita bersikeras bahwa trinitarianisme mewakili monoteisme— sesuatu yang ditolak oleh orang-orang monoteis sejati seperti umat Yahudi dan umat Muslim. Jika dalam diri kita masih tersisa sedikit akal logis kita akan melihat bahwa seandainya Allah-Bapa, Allah-Anak, dan Allah-Roh itu ada, maka menurut dogma ini jelas nyata ada tiga Allah. Akan tetapi, tampaknya kita tidak mampu menghadapi fakta gamblang ini secara jujur! Di sini kita melihat daya indoktrinasi dan kemampuannya untuk menguasai pemikiran logis. Untuk mereka yang pernah melihat cara kerja indoktrinasi, ini bukan hal baru. Hal seperti ini sudah terjadi bahkan dalam sejarah barubaru ini: idealisme gila seperti Narzisme dan cita-citanya untuk membangun suatu utopia seribu tahun lamanya, suatu cita-cita yang mewajibkan pembasmian bangsa Yahudi, yang mereka anggap sampah kemanusiaan yang menjangkiti ras manusia, atau paling tidak ras Arian. Hanya indoktrinasi melalui propaganda intenslah yang dapat membujuk orang berpikir segila itu. Banyak pula orang yang pernah mengalami proses cuci-otak yang diperkenalkan oleh komunisme Stalin. Mereka hanya diperbolehkan berpikir dengan pola yang sudah ditetapkan sebelumnya; pola-pola pikir lainnya akan mendatangkan hukuman yang berat sekali, termasuk pengurungan dan hukuman mati. Gereja sendiri memegang rekor panjang berkenaan dengan pembatasan pemikiran bebas seperti ini. Begitu gereja menetapkan 22 The Only True God doktrinnya, seperti Syahadat Nikea dan Syahadat Khalkedon pada abad ke-4, perbedaan pendapat tidak lagi diperbolehkan dan diganjar dengan ekskomunikasi, yang pada efeknya berarti mengutuk orang itu ke dalam neraka. Tidak ada yang lain lebih serius dari itu, kematian jasmaniah pun tidak. Penindasan gerejawi macam ini berkembang menjadi penyiksaan badani yang kejam, kerapkali berpuncak pada kematian, yang dikenakan oleh gereja kepada orang-orang yang telah mereka kutuk sebagai bidat selama masa Inkuisisi yang terkenal kejinya. Bahkan dewasa ini pun tidak sedikit orang Kristen yang mengira bila mereka memiliki semacam hak ilahi untuk mencap orang Kristen lainnya yang tidak sepaham dengan pandangan doktrinal mereka dengan sebutan ―sesat‖, ―picik‖ atau, seperti sebelumnya, ―bidat‖. Dengan demikian, orang-orang yang mengangkat dirinya sebagai pembela iman ini melanjutkan tradisi panjang gereja non-Yahudi dengan konflikkonflik doktrinal yang saling mematikan, yang di mata dunia nyaris bukan demi kemuliaan Allah, belum lagi bagaimana pandangan Allah atas semuanya ini! Namun, terlepas dari tekanan-tekanan luar yang kuat yang membuat kita menuruti dogma tertentu, kenyataannya kita sendiri telah teryakinkan bahwa doktrin itu benar. Di dalam menjalani kehidupan sebagai orang Kristen, kita telah belajar untuk membaca Alkitab dengan cara tertentu yang diyakini sebagai satu-satunya cara yang benar. Jadi, sekarang kita memahami Alkitab hanya dengan cara itu, dan sebaliknya, apa saja yang kita baca semakin meyakinkan kita bahwa cara yang diajarkan kepada kita itu adalah cara yang benar. Dengan demikian, kita sendiri telah memaksakan iman kepercayaan kita ke dalam doktrin tertentu itu, terutamanya di saat kita sendiri menjadi guru dan mengajarkan doktrin itu kepada orang lain, malah dengan berusaha mencari keterangan yang lebih meyakinkan ketimbang keterangan yang sudah diajarkan kepada kita. Di sini saya berbicara dari pengalaman personal saya sebagai seorang guru. Akibat praktis dari semuanya ini adalah ketika saya membaca Perjanjian Baru, mau tidak mau saya membaca setiap nas dengan cara yang sudah saya pelajari, yang selanjutnya diperkuat dengan argumenargumen baru yang telah saya kembangkan sendiri. Sebagai halnya setiap guru yang berusaha sungguh-sungguh, saya mencoba membuat perkara trinitaris ini seyakin-yakinnya. Saya sudah mempelajari dan Pendahuluan 23 mengajarkan Alkitab sebagai kitab trinitaris; jadi bagaimanakah mungkin saya sekarang memahaminya di dalam cahaya monoteisme? Ambillah contohnya, Filipi 2:6-11, teks terkenal yang terus-menerus dipergunakan oleh para Trinitarian untuk membuktikan bahwa Kristus adalah Allah-Anak. Prof. M. Dods merangkum teks itu sebagai berikut: ―Kristus digambarkan [dalam nas ini] meninggalkan kemuliaan yang semula dinikmatinya dan kembali kepada kemuliaan itu ketika tugasnya di bumi sudah diselesaikan olehnya dan sebagai buah hasil kerja itu‖ (The Gospel of John, The Expositor’s Greek NT). ―Kemuliaan‖ yang ditinggalkan oleh Kristus itu adalah ―kemuliaan ilahi‖, sebagaimana dinyatakan dalam kalimat berikutnya yang diulas oleh Dods. Itulah cara kita semua memahami teks ini sebagai orang Trinitarian. Tidak pernah terpikirkan oleh kita bahwa interpretasi tersebut adalah hasil dari terlalu banyak membacakan ke dalam teks apa yang tak tertulis. Kata ―kemuliaan‖, misalnya, tidak muncul di manapun dalam teks ini (atau bahkan dalam pasal ini) sehubungan dengan Kristus, apalagi istilah ―kemuliaan ilahi‖. Istilah ―kemuliaan ilahi‖ di sini bukan berarti kemuliaan Allah Bapa (lih. Flp 2:11), melainkan ―Allah-Anak‖, suatu istilah yang tidak muncul di manapun dalam Kitab Suci. Sekali lagi, kata-kata kunci ―meninggalkan‖ dan ―kembali‖ yang dipergunakan oleh Dods juga tidak ada dalam nas tersebut, tetapi dimasukkan kedalamnya. Untuk mengatakan Yesus ―tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai sesuatu yang harus dirampas‖ (ESV), seperti dikatakan dalam Filipi 2:6, sama sekali berbeda dengan mengatakan ―meninggalkan kemuliaan ilahi‖-nya. Lagipula, nas dalam Filipi 2:6-11 itu sama sekali tidak berkata apaapa tentang Kristus yang ―kembali‖ kepada ―kemuliaan yang semula dinikmatinya‖ (Dods). Yang dikatakan adalah sesuatu yang sangat berbeda, yang seharusnya dapat dilihat sendiri: ―Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan dia dan mengaruniakan kepadanya nama di atas segala nama‖ (Flp 2:9). Di sini sama sekali tidak terdapat gagasan kalau ia hanya sekadar menerima kembali apa yang pernah dimilikinya semula; untuk berkata demikian artinya membuat tidak bermakna dirinya yang ―sangat ditinggikan‖ oleh Allah ini. Dengan demikian rangkuman Dods atas teks Filipi ini benar-benar tidak memuat apapun yang berasal dari teks itu sendiri! Tanpa malumalu Trinitarianisme telah dibacakan ke dalamnya. Namun, sebagai orang Trinitarian kita tidak memperhatikan ketidaksesuaian yang serius 24 The Only True God ini antara penafsiran kita dengan teks-teks Alkitabiah yang semestinya kita tafsirkan. Ini dikarenakan kita tidak tahu cara membaca teks selain dengan cara yang telah diajarkan kepada kita. Di sini kita tidak akan mengkaji Filipi 2 dengan rinci, tetapi beberapa butir yang terdapat dalam nas terkenal ini akan dipakai sebagai contoh dari fakta bahwa membaca Alkitab dengan kacamata trinitaris telah menjadi kebiasaan kita. Terlepas dari tugas sulit mempelajari kembali cara membaca Alkitab di dalam cahaya yang baru, cahaya monoteisme, ada lagi faktor lain yang menurunkan motivasi, yaitu faktor tekanan-tekanan luar seperti dijuluki ―bidat‖, yang menakutkan bagi kebanyakan orang Kristen. Hanya karena menyatakan bahwa Alkitab bersifat monoteistik karena Alkitab adalah firman dari ―satu-satunya Allah yang benar‖ orang lantas bisa dijuluki ―bidat‖ oleh gereja non-Yahudi menunjukkan betapa jauhnya gereja telah menyimpang dari firman Allah. Hanya keberanian dari Allah untuk menghadapi kebenaran, sesungguhnya, untuk mencintai kebenaran di atas segala-galanya, yang akan memampukan kita mengenal Dia yang adalah ―Allah kebenaran‖. Dengan demikian, saya akan mengakhiri bagian ini dengan kata-kata dari Yesaya 65:16, ―Supaya siapa yang memberkati dirinya sendiri di atas bumi, akan memberkati dirinya sendiri oleh Allah kebenaran, dan dia yang bersumpah di bumi, akan bersumpah demi Allah kebenaran; karena kesusahan yang dahulu telah dilupakan dan telah tersembunyi dari mata-Ku.‖ (ESV) (2) Terlepas dari masalah-masalah serius dari indoktrinasi dan tekanan sebaya, ada masalah lain yang tak kalah seriusnya, yakni, kita tidak lagi memiliki gagasan-gagasan dan konsep-konsep yang dikenal baik oleh orang-orang pertama yang membaca PB: konsep-konsep umum seperti Logos atau Memra, Syekinah, dan terutamanya Nama Allah, Yahweh. Semuanya itu sekarang telah menjadi asing bagi kebanyakan orang Kristen. Untuk memahami Alkitab, konsep-konsep ini perlu dipelajari dan hal itu sendiri sudah menjadi tantangan bagi kebanyakan orang. Dewasa ini hanya sedikit orang Kristen yang tahu akan sesuatu yang mendasar seperti fakta bahwa Nama Allah dalam Alkitab Ibrani adalah ―Yahweh‖, yang karena rasa takzim orang Yahudi menyebut-Nya ―Adonai‖, yang artinya ―Tu[h]an‖. Biasanya kata ini diterjemahkan sebagai ―LORD‖ dalam kebanyakan Alkitab Inggris (dengan pengecualian New Jerusalem Bible, ILT dan KSKK yang memakai ―Yahweh‖). Nyaris tak satu pun orang Kristen yang tahu berapa kali Nama ―Yahweh‖ muncul Pendahuluan 25 dalam Alkitab Ibrani. Mereka terkejut mendapati Nama itu muncul 6828 kali. Bila bentuk pendek dari Nama itu juga dihitung (seperti kata Haleluyah, di mana ‗yah‘ adalah kependekan dari Yahweh yang artinya ―Memuliakan Yahweh‖), jumlah pemunculannya melonjak menjadi sekitar 7000 kali. Tidak ada nama lain yang menyaingi frekuensi pemunculan ini dalam Alkitab. Jelas sekali ini menunjukkan bahwa Yahweh melingkupi baik pusat maupun lingkar Alkitab; pada hakekatnya, Ia adalah ―semua dalam semuanya‖ (1Kor 15:28). Perlu pula dicatat bahwa kata ―Yahweh‖ juga ditemukan dalam PB, terutamanya dalam pelbagai tempat yang mengutip PL. Kata ―Adonai‖ (metonim Yahudi untuk ―Yahweh‖) muncul 144 kali dalam Complete Jewish Bible. Dalam Salkinson-Ginsburg Hebrew New Testament, ―Yahweh‖ muncul 207 kali. Namun, perkaranya jauh melampaui frekuensi statistik Nama Yahweh dalam Alkitab. Keindahan karakter Yahweh yang luar biasa sebagaimana dinyatakan dalam Alkitab hanya teramati oleh sedikit orang Kristen. Keindahan karakter-Nya yang terlihat dari belas kasihanNya, hikmat-Nya, dan kuasa-Nya yang dipakai untuk keselamatan manusia, sudah dinyatakan dalam kitab Kejadian, di mana kita pun dapat mengamati tingkat keintiman yang mengejutkan dari interaksiNya dengan Adam dan Hawa, yang tampaknya dikunjungi secara teratur oleh-Nya ―pada waktu hari sejuk‖ (Kej 3:8) di Taman Eden, yang telah Ia ―buat‖ (Kej 2:8) untuk mereka. Ketika mereka berdosa, Ia bahkan membuatkan pakaian untuk menutupi mereka alih-alih penutup dari daun-daun pohon ara yang rapuh buatan mereka sendiri (Kej 3:7,21). Kasih sayang dan kuasa penyelamatan Yahweh terlihat dalam skala besar ketika Ia menyelamatkan orang Israel dari perbudakan di Mesir. Ia memimpin sekitar 2.000.000 orang Israel melalui padang gurun yang mengerikan hingga tiba di tanah Kanaan, dan menyediakan segala kebutuhan mereka selama 40 tahun. Kita akan mempertimbangkan halhal tersebut dengan lebih menyeluruh dalam bab 5; di sini hanya disinggung bahwa kualitas-kualitas yang sama dari karakter Yahweh dinyatakan lagi dalam Injil-injil melalui kehidupan dan perbuatan Yesus Kristus, yang dalam dirinya seluruh kepenuhan Yahweh diam. (Kol 1:19; 2:9) (3) Berbicara tentang ―Allah‖ pun malah menjadi persoalan karena bagi orang Trinitarian kata itu bisa merujuk kepada salah satu dari ketiga pribadi, atau ketiganya sekaligus. Dengan demikian, Allah itu tiga 26 The Only True God serangkai, yaitu, sebuah kelompok yang terdiri dari tiga entitas atau pribadi. Kita bahkan tidak bisa berbicara tentang Allah sebagai Bapa tanpa disertai asumsi orang Trinitarian bahwa kita sedang berbicara tentang sepertiga dari Trinitas yang dipanggil ―Allah Bapa‖, atau bahkan Yesus sebagai ―Bapa‖, karena banyak orang Kristen yang juga menyandangkan gelar ini kepadanya. Lantas, bagaimana caranya kita bisa berbicara tentang ―satu-satunya Allah yang benar‖ tanpa disalahpahami oleh orang Trinitarian? Tampaknya jalan keluar satu-satunya ialah dengan memakai nama yang diwahyukan oleh-Nya sendiri: ―Yahweh‖, atau bahkan dengan ―Allah Yahweh‖ (YHWH Elohim), istilah yang muncul 817 kali dalam PL. A Beberapa fakta sejarah yang penting dalah fakta sejarah bahwa Syahadat trinitaris Nikea ditetapkan pada th. 325 M (dan Syahadat Konstantinopel pada th. 381 M), 300 tahun setelah masa Kristus. Ini berarti trinitarianisme menjadi syahadat resmi gereja tiga abad sesudah masa Tu[h]an Yesus Kristus. Begitu juga fakta sejarah yang sederhana bahwa Yesus dan para rasulnya semua adalah orang Yahudi, dan bahwa jemaat awal yang didirikan di Yerusalem (dikisahkan dalam kitab Kisah Para Rasul) adalah jemaat Yahudi. Ini berarti bahwa jemaat yang paling mula-mula itu semuanya terdiri dari orang-orang monoteis. Para pakar dengan jujur mengakui ―monoteisme PB yang keras (dalam Injil Yohanes, lih. khususnya Yoh 17:3)‖, meminjam kata-kata H.A.W. Meyer (Critical and Exegetical Handbook to the Gospel of John). Ini berarti bahwa ketika kita memahami PB secara monoteistik, atau memaparkannya dengan cara itu, kita melakukannya sesuai dengan ciri sejati PB. Begitulah PB semestinya dimengerti dan diuraikan. Oleh karena itu, bila kita berbicara tentang Yohanes 1:1 atau bagian lain dari PB dalam pengertian monoteistik, kita tidak perlu membenarkan apaapa, dan tidak ada perkara yang perlu dibela sama sekali. PB bukanlah sebuah dokumen politeistik ataupun trinitaris yang perlu diterangkan secara monoteistik. Jika ini yang kita lakukan maka kita harus membuat pembenaran atas tindakan kita serta membela perkara kita. Namun, kebalikannyalah yang benar. Berkenaan dengan PB, trinitarianismelah yang sedang disidangkan: ia harus menerangkan Pendahuluan 27 mengapa ia telah menginterpretasikan Firman Allah yang monoteistik secara politeistik, sehingga sama sekali memutar-balikkan ciri dasariahnya. Bukankah umat Trinitarian adalah orang monoteis? Sebagai umat Trinitarian kita berargumen bahwa kita adalah orang monoteis, bukan orang politeis, karena kita percaya pada satu Allah dalam tiga pribadi. Kita menutup mata dan telinga terhadap fakta yang seharusnya nyatanyata jelas: Jika Bapa adalah Allah, dan Anak adalah Allah, dan Roh adalah Allah, dan ketiganya setara dan kekal bersama, maka kesimpulan yang tak dapat dipungkiri adalah: ada tiga Allah. Jadi, bagaimanakah kita bisa mengatakan bahwa kita masih percaya pada satu Allah? Hanya dengan satu jalan: definisi kata ―Allah‖ harus diganti—dari ―Pribadi‖ menjadi ―Zat/Hakikat‖ ilahi (atau ―Kodrat‖) ilahi, yang dibagi sama rata oleh ketiga pribadi tersebut. Akan tetapi, fakta sederhananya adalah bahwa Allah dalam Alkitab itu pastilah suatu Jatidiri yang sangat personal dan bukan sekadar ―zat/hakikat‖, tidak peduli zat/hakikat itu sehebat apa. Namun, trinitarianisme telah mengubah konsep Alkitabiah akan Allah dengan secara lancang memperkenalkan politeisme ke dalam gereja di balik penyamaran ―monoteisme‖. Dengan berbuat demikian mereka telah mengubah makna kata ―Allah‖. Pergeseran Halus dari Monoteisme ke Triteisme Trinitaris Kita sudah memperhatikan fakta sejarah bahwa sejak masa Kristus hingga ke masa Syahadat Nikea terdapat selang waktu 300 tahun lamanya. Selama tiga abad itu gereja mengalami perubahan dasariah yang lambat namun pasti: perpindahan dari monoteisme ke politeisme. Alasan historis atas perubahan ini tidak sulit dipahami. Ketika jemaat awal, dengan kuasa Roh Allah, memproklamirkan Injil yang monoteistik secara dinamis ke seluruh dunia Yunani-Romawi yang politeistik dan banyak orang datang kepada Tuhan, banyak orang beriman non-Yahudi yang datang di gereja tidak sepenuhnya menanggalkan cara berpikir mereka yang politeistik. Dengan berkembangnya jemaat di seluruh dunia, orang non-Yahudi mulai memainkan peranan utama dalam gereja-gereja, hingga akhirnya orang Yahudi hanya menjadi kaum minoritas di kebanyakan gereja di luar Palestina. Menjelang paro abad ke-2, ketika Kekristenan berpisah dengan Yudaisme, pemutusan 28 The Only True God hubungan dengan monoteisme Alkitabiah menjadi kenyataan dalam faktanya jika bukan dalam namanya. Menjelang awal abad ke-3 M sulit menemukan satu saja nama orang Yahudi di antara para pemimpin gereja daerah (waktu itu disebut ―uskup‖). Gereja sekarang telah kokoh berada di bawah kepemimpinan orang-orang non-Yahudi. Para pemimpinnya telah bertumbuh dalam lingkungan beragama dan budaya di mana terdapat ―banyak ilah dan banyak tuhan‖ (1Kor 8:5), dan ―ilah-ilah‖ serta ―tuhan-tuhan‖ agama Yunani dan Romawi itu pada dasarnya menuhankan manusia yang diagungkan oleh orang banyak sebagai pahlawan. ―Jadi, jiwa-jiwa yang lebih baik akan melewati masa peralihan dari manusia menjadi pahlawan dan dari pahlawan menjadi setengah ilah; dan dari setengah ilah, sedikit di antaranya, setelah jangka pemurnian yang panjang, akan sepenuhnya saling berbagi dalam keilahan‖ (Plutarch [c. th. 46-120 sM], dikutip dari Greek-English Lexicon, BDAG, ). Aleksander Agung dan beberapa kaisar Romawi dihormati sebagai ilah. 6 Apapun alasan-alasan lain dari penyimpangan gereja dari monoteisme, dengan diresmikannya Syahadat Nikea dan Syahadat Konstantinopel tiga abad sesudah masa Kristus, jelaslah bahwa Kristus sekarang dinyatakan sebagai Allah, setara dan kekal bersama dengan dua pribadi lainnya dalam Ke-Allahan. Kini, Allah bukan lagi satu Jatidiri yang personal tetapi satu kelompok yang terdiri dari tiga pribadi yang sama-sama setara. Ini berarti makna sesungguhnya dari kata ―Allah‖ telah berubah dari satu Pribadi ilahi menjadi tiga pribadi ilahi yang Dalam kenyataannya, sebagaimana dikenal luas, sebagian orang Romawi juga tidak keberatan memasukkan Yesus sebagai ilah di antara begitu banyak ilah di kuil Romawi. Hal yang membuat mereka marah ialah penolakan orang Kristen mula-mula untuk mengakui kaisar sebagai ilah. Hal ini berakibat kepada beberapa peristiwa penganiayaan orang Kristen, karena penolakan mereka untuk menyembah kaisar dianggap sebagai bukti ketidaksetiaan kepada pemerintahan Romawi. Namun, di pihak mereka, orang Kristen sudah tentu, tidak terlalu merasa senang dengan sebagian orang Roma yang tidak keberatan memuliakan Yesus sebagai ilah di samping ilah-ilah mereka yang lain. Dan jika para pemuja berhala saja rela mengakui keagungan Yesus dengan memberikannya tempat di antara ilah-ilah mereka, mengapa orang Kristen (non-Yahudi) tidak rela memuliakan dia dengan cara yang sama, yaitu, sebagai Allah? Hal ini memberi andil dalam mempersiapkan jalan untuk trinitarianisme. 6 Pendahuluan 29 saling berbagi satu ―zat/hakikat‖ ilahi. Oleh sebab itu, pernyataan Alkitabiah yang dasariah untuk iman Alkitabiah baik dalam PL maupun PB, yang diungkapkan dengan jelas dalam kata-kata: ―Dengarlah hai Israel, TUHAN (Yahweh) Allah kita, TUHAN (Yahweh) itu Esa‖ (Ul 6:4; Mrk 12:29) pada hakikatnya telah diubah menjadi: ―Dengarlah, hai Gereja, Tuhan Allahmu itu TIGA.‖ Dengan adanya perubahan ini maka seluruh ciri dari Monoteisme Alkitabiah, yang menyatakan satu Allah yang personal, berubah menjadi suatu ―monoteisme‖ di mana ―Allah‖ bukan lagi satu pribadi melainkan satu ―zat/hakikat‖ yang dibagi bersama oleh tiga pribadi. Sejak permulaan abad ke-3, Origenes, ―bapa‖ terkemuka Gereja Yunani dan guru pada sekolah katekismus di Aleksandria, sudah mendeklarasikan, ―Kami tidak takut berbicara tentang dua Allah dalam satu pengertian, dan satu Allah dalam pengertian lain‖ (J.N.D. Kelly, Early Christian Doctrines). ―Kami tidak takut berbicara...tentang dua Allah‖: Betapa beraninya, atau mestikah kita berkata, betapa lancangnya?! Pintu politeisme (dibalik samaran selubung tipis ―monoteisme trinitaris‖) sekarang telah terbuka lebar. Dalam kurun waktu kurang dari 200 tahun semenjak masa Kristus, gereja non-Yahudi dengan berani telah menentang monoteisme Alkitabiah, dan memulai tradisi panjang menggunakan gaya bahasa ambigu (double-talk): ―dalam satu pengertian...dalam pengertian lain‖. Pengertian yang mana? Allah orang Kristen non-Yahudi, dari segi pribadi, ada dua (atau tiga, resmi sejak th. 381 M); dari segi zat/hakikat: satu. Namun, biarlah dipahami dengan jelas bahwa sejauh menyangkut penyingkapan Alkitabiah, entah dalam Perjanjian Lama atau Perjanjian Baru, tidak ada dua Allah (atau tiga) dalam pengertian apa pun. Orang-orang yang peduli dengan kebenaran Alkitabiah akan menolak gaya bicara trinitaris yang ambigu, karena merasakan adanya kebohongan di situ. Hanya ada satu-satunya Allah yang benar, dan Nama-Nya adalah Yahweh! Siapa saja yang mengabarkan Allah lain di samping Dia pasti harus mempertangggungjawabkan perbuatannya pada Hari itu. Meskipun mengubah definisi dan pengartian kata ―Allah‖ dengan disengaja adalah perkara teramat serius, keseriusan perkara itu tidak berakhir di situ. Yang terjadi pada deklarasi trinitaris itu sama sekali bertolak-belakang dengan pernyataan ilahi bahwa ―Yahweh (TUHAN) itu ESA‖, Ulangan 6:4 (ILT). Yahweh adalah satu Jatidiri, satu Entitas, satu Pribadi, sebagaimana jelas terlihat dalam Alkitab Ibrani; dan dalam 30 The Only True God Perjanjian Baru pun tidak ada bedanya. Oleh sebab itu, makna keesaan Allah dalam Alkitab bukanlah sesuatu yang bisa ditawar-tawar atau dikompromikan. Makna keesaan Yahweh didefinisikan secara mutlak jelas, dan tidak sudi berkompromi dengan macam gagasan yang mengemukakan bahwa keesaan-Nya adalah ―kesatuan di dalam keragaman‖ yang membuka kemungkinan mencakup satu atau dua pribadi lain di samping Yahweh. Kitab Suci tanpa ragu menyatakan: ―TUHANlah Allah; tidak ada yang lain kecuali Dia” (Ul 4:35). Atau, dengan kata-kata Yahweh sendiri, ―tidak ada Allah selain dari pada-Ku, Allah yang adil dan Juruselamat; tidak ada yang lain kecuali Aku. Berpalinglah kepada-Ku dan biarkanlah dirimu diselamatkan, hai ujung-ujung bumi! Sebab Akulah Allah, dan tidak ada yang lain‖ (Yes 45:21,22). Dalam dua ayat ini saja ―tidak ada yang lain‖ diulang tiga kali. Frase itu diulang berkali-kali lagi di bagian lain Kitab Suci. Paling khususnya, deklarasi trinitaris ini benar-benar bertolakbelakang dengan penegasan Yesus sendiri dalam Ulangan 6:4 bahwa Yahweh itu esa. Dalam kisah di mana seorang ahli Taurat menanyakan, ―Perintah manakah yang paling utama?‖ Yesus menjawab, ―Perintah yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhanlah Allah kita, Tuhan itu Esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu, dan dengan segenap kekuatanmu.‖ (Mrk 12:28-30) Siapa yang dirujuk sebagai ―Tuhan Allahmu‖ ini mutlak jelas; dalam Perjanjian Lama frase tersebut merupakan bentuk rujukan standar kepada Yahweh yang muncul lebih dari 400 kali. Akan tetapi, kelompok pemimpin gereja di Nikea itu, yang agaknya mengakui Yesus sebagai ―Tu[h]an‖, tidak takut (seperti dinyatakan oleh Origenes sebelumnya) menentang tuan mereka dan menuntut gereja harus percaya bahwa Allah itu lebih dari satu pribadi. Ini mengingatkan kita akan kata-kata Yesus, ―Dan mengapa kamu berseru kepada-Ku: Tu[h]an, Tu[h]an padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan?‖ (Luk 6:46) Bila sang guru mengajarkan bahwa Allah itu esa, bagaimanakah semestinya tanggapan murid-muridnya yang sejati? Dan jika kita tidak melakukan apa yang ia katakan, tidakkah kita akan mendengar ia berkata, ―Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari hadapan-Ku, kamu sekalian yang melakukan kejahatan!‖ (Mat 7:23). Atau, apakah kita Pendahuluan 31 mengira bila ia akan merasa senang karena kita telah mengangkatnya hingga setara dengan Yahweh, sama seperti orang-orang yang ingin memahkotai dia dan menjadikannya raja dengan paksa dalam Yohanes 6:15: ―Karena Yesus tahu bahwa mereka hendak datang dan hendak membawa Dia dengan paksa untuk menjadikan Dia raja, Ia menyingkir lagi ke gunung, seorang diri.‖ Sebagai umat Trinitarian kita meninggikan Yesus hingga setara dengan Yahweh walaupun ia sendiri tidak sekalipun pernah mengklaim dirinya sebagai Allah, sama seperti yang diucapkan dalam Filipi 2:6 bahwa ia ―tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai sesuatu yang harus dirampas.‖ (ESV) Yang menariknya, kata yang diterjemahkan sebagai ―dirampas‖ dalam ayat ini sama persis dengan kata yang diterjemahkan sebagai ―membawa dengan paksa‖ (harpazo) dalam Yohanes 6:15. Yesus tidak pernah berusaha mengambil dengan paksa, atau merampas kesetaraan dengan Allah. Trinitarianisme juga bersikeras menjadikan Roh Tuhan (Yahweh) pribadi yang terpisah dan berbeda dari Yahweh. Siapapun yang mengenal Perjanjian Lama dengan baik akan mendapati hal ini agak aneh. Umat Yahudi pasti bertanya-tanya apakah umat Kristen sungguhsungguh memahami Alkitab atau tidak. Untuk memperdebatkan bahwa Roh Yahweh, adalah pribadi yang berbeda dan terpisah dari-Nya adalah sama dengan memperdebatkan bahwa ―roh manusia‖ (1Kor 2:11; Ams 20:27; Pkh 3:21; Za 12:1) adalah individu yang terpisah dan berbeda yang hidup di dalam dia, atau hidup dengan dia sebagai pribadi yang lain! Sayangnya, ini bisa dipandang benar untuk orang yang menderita penyakit skizofrenia, tetapi untuk mengemukakan bila demikian halnya dengan Allah adalah kegilaan, atau lebih parahnya, penghujatan. ―Allah itu Roh‖ (Yoh 4:24) sebagaimana dikatakan Yesus. Akan tetapi, tanpa ragu kita menyatakan bahwa Roh Allah, Roh Tuhan, Roh Kudus itu sebenarnya adalah pribadi yang berbeda dari-Nya. Malangnya, sebagai orang Trinitarian, kita telah begitu terbiasa dengan pengajaran seperti ini sehingga tidak lagi mampu melihat kekonyolannya (absurdity). Kita meyakinkan diri sendiri bahwa kita tentu tidak sebodoh itu. Masalahnya bukan kebodohan melainkan kebutaan—dan kita mengira hanya orang Yahudi sajalah yang mengalami kebutaan (Ef 4:18; Rm 11:25, khususnya berkenaan dengan Yesus sebagai Mesias)! Oleh karena Alkitab itu nyata-nyata bersifat monoteistik—sehingga sebuah uraian secara monoteistik atasnya tidak memerlukan 32 The Only True God pembenaran apapun—maka berikut ini adalah suatu usaha untuk mempelajari cara memahami Kitab Suci dengan semestinya—secara monoteistik. Ini bukan tugas yang mudah untuk seorang yang telah berkecimpung dalam trinitarianisme seperti diri saya. Akan tetapi, demi menangkap kebenaran-Nya dan dengan anugerah Allah, hal ini harus dilaksanakan. Sudah saatnya kita ―menyelidiki dan memeriksa hidup kita, dan berpaling kepada TUHAN (Yahweh)‖ (Rat 3:40). S “Monoteisme” Trinitaris atu-satunya jalan untuk ―monoteisme‖ trinitaris agar bisa memenuhi syarat sebagai monoteisme adalah dengan mengubah definisi kata ―monoteisme‖. Ini kurang lebih sama dengan mengatakan kalau malaikat adalah manusia, dengan mengubah makna kata ―manusia‖ sehingga juga mencakup malaikat. Ini ibarat mengubah peraturan permainan dengan menaruh tiang-tiang gawangnya lebih jauh sehingga kita bisa mencetak angka. Ini tidak bisa diterima oleh mereka, seperti umat Yahudi (dan umat Muslim), yang tahu bahwa argumentasi semacam ini adalah suatu penyangkalan akan monoteisme dari Firman Allah, Kitab Suci, yang tidak mengenal kompromi, yang radikal. Jadi, bagaimana mungkin trinitarianisme yang mengklaim bahwa Allah itu bukan satu pribadi tetapi tiga pribadi yang sama-sama setara, tetap mengklaim dirinya monoteistik? Jawaban sederhananya adalah dengan mengubah makna kata ―monoteisme‖ sedemikian rupa sehingga satu-satunya Allah itu tidak lagi dipahami sebagai satu Pribadi tetapi sebagai satu ―zat/hakikat‖, zat/hakikat ketuhanan atau ―ke-allahan‖. Kamus Encarta mendefinisikan ―ke-allahan‖ dengan ―keadaan sebagai Allah atau ilah; kodrat atau esensi sebagai yang ilahi; juga disebut ‗kualitas ilahi‘‖. Setiap ilah dalam politeisme adalah ilah karena mereka saling berbagi ―keadaan sebagai ilah‖, yakni, ―zat/hakikat‖ kualitas ilahi. Jika tidak demikian, bagaimana lagi mereka bisa menjadi ilah? Begitu juga, kita adalah manusia karena kita saling berbagi kualitas manusiawi; kita berbagi ―zat/hakikat‖ kemanusiaan. Jadi, apa yang telah diperbuat oleh trinitarianisme adalah mengurangi arti kata ―Allah‖ dari sebuah rujukan kepada TUHAN Allah dalam Alkitab menjadi suatu kelompok yang terdiri dari tiga tokoh yang saling berbagi ―zat/hakikat‖ kualitas ilahi, agak seperti tiga orang manusia yang saling berbagi ―zat/hakikat‖ manusiawi (―keberadaan Pendahuluan 33 menjadi manusia‖, Encarta). Kata ―Allah‖ dikurangi artinya menjadi suatu ―keberadaan diri‖, bukan suatu pribadi. Allah yang dinyatakan dalam Alkitab telah dikurangi (de-personalized) menjadi ―zat/hakikat‖ ilahi agar bisa mencakup dua pribadi ilahi lainnya untuk saling berbagi dalam ―satu zat/hakikat‖ itu. Satu zat/hakikat, atau satu kodrat inilah yang dimaksud dengan ―monoteisme‖ trinitaris. Entah sang Trinitarian menyadarinya atau tidak (dan besar kemungkinannya tidak), ketika ia berdoa kepada ―Allah‖-nya ia tidak berdoa kepada suatu pribadi khusus tetapi suatu ―keberadaan diri‖ yang ia percayai terdiri dari tiga pribadi. Tidak heran kalau tidak banyak orang yang berdoa kepada Bapa, dan kebanyakannya barangkali berdoa kepada Yesus (seperti yang saya lakukan dahulu), dan banyak dari mereka yang berdoa kepada Roh Kudus (seperti yang dilakukan oleh kaum karismatik). Lantas, dari mana datangnya konsep monoteisme yang telah disimpangkan ini? Para Trinitarian sudah tentu mengklaim konsep itu berasal dari Perjanjian Baru. Yohanes 1:1 adalah ayat tunggal terpenting yang mereka gunakan untuk perkara mereka. Itu sebabnya kita akan mengkaji ayat ini dengan sangat rinci 7 . Jika ayat ini tidak bisa dipergunakan untuk mengesahkan trinitarianisme, maka perkara dengan dogma ini akan runtuh. Ayat-ayat lain dalam PB yang diandalkan oleh trinitarianisme juga akan kita selidiki. Ayat-ayat tersebut termasuk satu bagian kecil dari Filipi 2, sebagian dari Kolose 1, beberapa ayat di Ibrani 1 dan dalam kitab Wahyu. Namun, penafsiran trinitaris atas nas-nas ini bergantung erat pada penafsiran atas Yohanes 1:1, jadi sesudah makna ayat ini menjadi jelas, makna dari nas-nas lainnya pun akan relatif lebih mudah dimengerti. Karya ini bertujuan jauh lebih penting daripada menggugurkan dogma trinitaris. Pengguguran trinitarianisme itu akan membersihkan jalan kepada pewartaan sebuah pewahyuan indah yang telah disamarkan oleh doktrin trinitaris, yakni, satu-satunya Allah yang benar itu—yang menyatakan Dirinya dengan Nama Yahweh (YHWH), ―Aku adalah Aku‖ (Kel 3:14), yang melalui nabi agung Yesaya menyatakan bahwa Ia akan datang kepada umat-Nya (Yes 40), dan yang melalui nabi PL terakhir Maleakhi, menyatakan bahwa Ia dengan tiba-tiba (tanpa terduga) akan datang ke bait-Nya—Ia memang datang di dalam pribadi Yesus Kristus 7 Di Bab7-9 dalam Versi Lengkap 34 The Only True God sebagaimana dinyatakan dalam seluruh kitab-kitab Injil. Penyataan yang membuat kita tidak habis pikir inilah yang telah disamarkan oleh trinitarianisme. Pribadi yang pertama (dan satu-satunya) itulah yang telah datang ke dunia dalam Kristus, bukan ―pribadi kedua‖ sebagaimana yang dibayangkan. Mengapa orang Kristen percaya akan adanya Trinitas? Seandainya dalam Alkitab terdapat satu ayat saja yang dengan gamblang dan eksplisit menyatakan ―Yesus Kristus adalah Allah‖ maka semua masalah ini jelas akan langsung terselesaikan, dan diskusi lebih lanjut tidak lagi dibutuhkan. Namun, faktanya adalah: tidak ada pernyataan yang demikian dalam Kitab-kitab Suci. Kalau begitu, kenapa kita tidak tutup saja perkara tentang trinitarianisme ini oleh karena bukti yang tidak memadai? Yah, hal tersebut tidak sesederhana itu; tradisi gerejawi yang panjang dan rumit berperan di balik semua ini. Mengapa umat Katolik Roma percaya pada Trinitas? Mereka mempercayainya karena doktrin Tritunggal adalah doktrin resmi Gereja Katolik. Bagi umat Katolik Roma gereja adalah suara Allah di muka bumi. Jika Anda berharap untuk diselamatkan, Anda harus menelan mentah-mentah apa yang diajarkan oleh gereja. Bahwa pemimpin-pemimpin gereja Katolik adalah wakil-wakil Allah di muka bumi, dan bahwa mereka berkuasa menjalankan apa yang mereka anggap sebagai kehendak Allah dalam segala hal yang berkenaan dengan iman dan prakteknya dalam gereja, sudah berlangsung lama dalam tradisi dan sejarah gerejawi. Oleh sebab itu, sekelompok pemimpin gereja (disebut ―uskup‖) berkumpul di Nikea pada th. 325 M yang didanai oleh kaisar Roma Konstantinus (yang mengklaim sudah menjadi seorang Kristen tetapi baru dibaptis menjelang detik-detik wafatnya). Konstantinus memberikan kepada mereka tugas yang mengandung signifikansi historis terbesar, yaitu membuat ketetapan atas pandangan-pandangan tentang Yesus Kristus yang berbeda-beda dan saling bertentangan itu serta menentukan bagaimana relasinya dengan Allah, yang menjadi topik hangat dalam gereja saat itu dan mengancam kesatuan dan ketentraman yang diharapkan oleh Konstantinus dalam kekaisarannya. Pendahuluan 35 Akhirnya para pemimpin gereja (yang sempat saling bersitegang) di Nikea membuat ketetapan yang kita kenal sebagai Syahadat Nikea yang mendeklarasikan bahwa ketuhanan (deity) Yesus wajib dipercayai oleh umat Kristen. Atas dasar apa deklarasi ini dibuat? Inilah pertanyaan penting yang perlu ditanyakan. Apakah didasari oleh Alkitab, atau paling tidak oleh PB? Tidak, dalam syahadat ini tidak terdapat satu pun rujukan kepada Alkitab. Jadi, berdasarkan wewenang dari siapa? Dari para pemimpin gereja ini, yang menganggap diri mereka bertindak demi Nama Allah untuk gereja-Nya. Wewenang gereja semacam ini baru pertama kali ditantang beberapa ratus tahun yang lalu (pada abad ke-16) oleh Martin Luther, seorang Katolik Roma, dan juga seorang biarawan Agustinian. Betapa lancangnya seorang biarawan rendahan bangkit melawan kekuatan lembaga Katolik yang besar! Luther berani melakukan hal ini atas dasar Perjanjian Baru yang telah ia pelajari dengan tekun. Ketika tengah membaca surat-surat Paulus matanya menangkap kata-kata ―dibenarkan oleh iman‖. Ia menyadari bahwa hal ini bertentangan dengan ajaran gereja Katolik pada masa itu yang mengajarkan orang untuk mencari ―pahala‖ agar memperoleh pengampunan dosa. Berdasarkan kebenaran ini, yaitu dibenarkan oleh iman, Luther mengambil pendirian yang berani melawan seluruh kekuatan gereja; dan dari pendirian yang berani ini lahirlah Reformasi. Meskipun frase ―dibenarkan oleh iman‖ ini hanya muncul beberapa kali dalam surat-surat Paulus (Rm 3:28; 5:1; Gal 2:16; 3:24), gagasan yang dikemukakan oleh kata-kata itu mempunyai dasar yang lebih luas dalam ajaran Paulus tentang keselamatan, dan juga dalam ajaran Perjanjian Baru. Kepentingan yang amat besar dari pendirian Luther yang berani ini adalah bahwa sejak saat itu ajaran-ajaran gereja bisa ditantang berdasarkan Kitab Suci, yaitu firman Allah. Gereja dan para pemimpinnya tidak lagi bisa menyombongkan diri dengan wewenang mengajarkan segala hal yang berkenaan dengan iman dan prakteknya tanpa perlu mempertanggung-jawabkannya pada firman Allah. Sayangnya, situasi di dalam Gereja Katolik sampai saat ini tetap belum berubah, karena wewenang gereja (yaitu para pemimpin dan tradisinya) masih lebih diutamakan daripada Kitab Suci. Seluruh perhatian Luther telah tersita dengan perkara ―dibenarkan oleh iman‖. Mengingat komitmennya kepada Kitab Suci sebagai wewenang tertinggi untuk gereja, kita hanya bisa bertanya-tanya apa 36 The Only True God yang kira-kira muncul dalam benaknya atas pertanyaan yang mengawali bagian ini: ―Mengapa orang Kristen mempercayai akan adanya Trinitas‖ bila di mana-mana dalam Kitab Suci tidak ditemukan frase ―Yesus adalah Allah‖? Dengan ketidakhadiran pernyataan-pernyataan eksplisit tentang Yesus sebagai Allah, gereja hanya dapat mengggunakan ayat-ayat yang tampaknya menyiratkan keilahian (divinity) Yesus untuk memperdebatkan doktrin Tritunggal ini. Di atas dasar yang rapuh inilah doktrin tersebut didirikan, dan ayat-ayat inilah yang perlu kita selidiki selanjutnya. Lagipula, apa yang biasanya tidak diketahui oleh rata-rata orang Kristen adalah bahwa tidak ada kekompakan di antara para pakar mengenai makna dari banyak ayat kunci yang dipergunakan oleh trinitarianisme. Bahasan-bahasan intelektual ini sering ditemukan dalam buku-buku pintar dan artikel-artikel yang pada umumnya tidak terjangkau dan/atau sebagian besarnya tidak dipahami oleh orang awam. Kebanyakan orang Kristen menganggap bila perkara trinitarianisme ini sudah ―lumrah‖, sudah dituntaskan sejak dahulu kala. Dengan demikian, mereka akan terkejut bila membaca pernyataan berikut dalam GreekEnglish Lexicon oleh Thayer: ―Entah Kristus disebut Allah harus ditentukan dari Yoh 1:1; 20:28; 1Yoh 5:20; Rm 9:5; Tit 2:13; Ibr 1:8 dyb., dst.; masalah ini masih diperdebatkan di antara para teolog.‖ (GreekEnglish Lexicon). Namun, jika frase ―dibenarkan oleh iman‖ ini tertera secara eksplisit dalam surat Roma dan Galatia sebagaimana dilihat oleh Luther, maka pernyataan ―TUHAN itu esa‖ tentunya tidak kurang eksplisitnya, dan frase itu bergema di seluruh Perjanjian Lama dan Baru. Yesus menyebutnya perintah yang ―terutama‖ atau ―yang paling penting‖ (Mrk 12:29). S Kesimpulannya: Perbedaan dasariah antara trinitarianisme dan monoteisme ambil kita melanjutkan kajian Kitab Suci dalam buku ini, penting sekali untuk dipahami dengan baik bahwa apa yang sedang kita lakukan di sini bukan semata-mata suatu kajian tentang penafsiran-penafsiran yang berbeda-beda melainkan tentang perbedaan dasariah dalam cara-cara pemikiran di tingkat rohaniah, perbedaan sudut pandang yang total dalam melihat Kitab Suci, dan sesungguhnya, Pendahuluan 37 dalam melihat segala sesuatu. Kita bisa memandang segalanya secara monoteistik, yakni dari kebenaran bahwa segala sesuatu berasal dari satu-satunya Allah yang benar dan kembali kepada-Nya sedemikian rupa di mana Ia menjadi titik pusat dan lingkar dari segalanya yang ada— sehingga Ia menjadi titik fokus kehidupan kita; atau, kita memandang segalanya secara politeistik, yakni, dari sudut pandang bahwa ada lebih dari satu Allah atau lebih dari satu pribadi sebagai Allah—maka, pertanyaannya sekarang: yang mana dari semuanya itu adalah fokus kita? Oleh karena kita tidak bisa berpegang baik kepada lebih dari satu titik fokus, maka tidak peduli titik fokus mana yang kita pilih, titik fokus itu tidak akan bisa menjadi satu-satunya yang kita pilih, jadi tidak pernah bisa sesuai dengan monoteisme Alkitabiah. Trinitarianisme menyatakan tentang tiga pribadi yang tiga-tiganya sama-sama Allah, kemudian mengklaim tempat dalam monoteisme dengan mengubah definisi Allah menjadi ―kodrat ilahi‖, ―zat/hakikat‖ atau ―Ke-Allahan‖ di mana ketiga pribadi itu saling berbagi, yang artinya tentu saja bahwa ―Ke-Allahan‖ ini sama sekali tidak identik dengan satusatunya Allah yang personal dalam Alkitab. Di mana ada kepercayaan kepada lebih dari satu pribadi sebagai Allah, itulah politeisme menurut definisinya. Hal yang perlu kita sadari adalah bahwa pada hakikatnya trinitarianisme adalah iman yang berbeda dari monoteisme Alkitabiah. Jadi di sini kita bukan tengah berurusan dengan masalah penafsiran Alkitabiah yang relatif lebih sederhana, tetapi dengan masalah iman Alkitabiah yang jauh lebih dalam. Dengan kata lain, yang menjadi taruhan di sini adalah iman yang sejati atau palsu, bukan semata-mata penafsiran yang benar atau salah. Iman sejati atau palsu, menurut Kitab Suci, adalah perkara hidup atau mati. Jika pengalaman umat Israel digunakan sebagai peringatan, maka transisi dari politeisme dan penyembahan berhala ke monoteisme bukanlah suatu hal yang mudah. Ini jelas melibatkan apa yang oleh Rasul Paulus disebut ―pembaruan pikiran‖ (Rm 12:1,2). Hal ini tidak tercapai semata-mata dengan mengubah cara berpikir kita di tingkat rasional atau intelektual. Kalau ingin berdampak, harus terjadi perubahan di tingkat rohaniah, dan ini hanya bisa dilakukan oleh pekerjaan Allah sendiri di dalam diri kita. Dari pengalaman kita tahu betapa sulitnya mengubah suatu kebiasaan. Sebagai orang Trinitarian kita telah dilatih untuk memahami nas apapun dalam Alkitab dari sudut pandang trinitaris, yang kerapkali 38 The Only True God merupakan satu-satunya sudut pandang yang kita ketahui. Kita terbiasa melihat setiap ayat dari sudut pandang penafsiran trinitaris. Sekalipun pada akhirnya kita melihat bahwa penafsiran yang berbeda itu yang lebih tepat, hal itu sendiri tidak menyelesaikan persoalan yang lebih mendalam akan macam iman yang diungkapkan oleh penafsiran tersebut. Jadi, sekali lagi, persoalannya bukan semata-mata penafsiran mana yang benar, tetapi yang terutamanya, iman mana yang sejati. Dalam bab-bab selanjutnya penafsiran trinitaris atas teks-teks itu akan diambil dari karya-karya referensi trinitaris yang berwenang. Jelas terlihat berkali-kali bahwa penafsiran atas teks-teks itu mau tidak mau dikendalikan oleh iman kepercayaan dari para penulisnya. Dengan kata lain, bukan Kitab Suci yang mengendalikan kepercayaan atau dogma, tetapi dogmalah yang mengendalikan penafsirannya. Hal ini biasanya dilakukan hampir tanpa disadari (sebagaimana saya ketahui dari pengalaman) oleh karena kepercayaan bahwa hal itu harus dipahami secara demikian, yakni, kita percaya bila ini adalah satu-satunya cara yang benar untuk memahaminya. Tentu saja tidak ada niat sama sekali untuk menyesatkan diri sendiri ataupun orang lain; iman kitalah yang menetapkan cara pemahaman kita. Oleh sebab itu, sebagaimana telah kita lihat, pada dasarnya ini adalah persoalan iman. Bab 1 Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus dan Rasul-rasulnya “Syema” dalam ajaran Yesus—Markus 12:29 Jawab Yesus: ―Perintah yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhanlah Allah kita, Tuhan itu esa.‖ (Mrk 12:29) D i sini Yesus mengutip Syema dari Ulangan 6:4, yang didaraskan oleh umat Yahudi setiap hari. Akan tetapi, bagaimanakah katakata ―Tuhan itu esa‖ seharusnya dimengerti? Saya akan mengutip diskusi dari karya referensi Theological Wordbook of the Old Testament (TWOT) dengan entri (‘ehad, satu): dx;a, ―Sebagian pakar merasa bahwa, meskipun kata ‗satu‘ berbentuk tunggal (bentuk jamak, ’ahadim, mis. Kel 12:49; bdk. Bil 15:16), penggunaan kata itu memperbolehkan adanya doktrin Tritunggal. Sementara doktrin ini benar dipertandakan dalam PL, ayat itu berpusat kepada kenyataan adanya satu Allah dan bahwa Israel berhutang-budi kesetiaan eksklusifnya kepada Dia (Ul 5:9; Ul 6:5). PB pun bersifat monoteistik keras sedangkan pada saat yang sama mengajarkan keragaman di dalam kesatuan (Yak 2:19; 1Kor 8:5-6). ―Berbagai kesulitan leksikal dan sintaktis atas Ulangan 6:4 terlihat dari banyaknya terjemahan yang diajukan untuk ayat tersebut dalam terjemahan Inggris NIV. Pilihan ‗TUHAN adalah Allah kita, TUHAN sendiri‘ menguntungkan baik dari segi 40 The Only True God konteks luas kitab itu maupun konteks langsungnya. Ulangan 6:4 berperan sebagai kata pembukaan untuk menyemangati bangsa Israel agar mematuhi perintah ―kasihilah (Tuhan)‖ (ay.5). Anggapan bahwa Tuhan adalah satu-satunya Allah Israel cocok sekali dengan perintah itu (bdk. Kid 6:8 dyb.). Lagipula, kedua anggapan ini, yakni, hubungan yang unik antara Tuhan dengan bangsa Israel, dan kewajiban Israel untuk mengasihi Dia, adalah keprihatinan sentral dari amanat-amanat Musa dalam kitab itu (bdk. Ul 5:9 dyb.; Ul 7:9; Ul 10:14 dyb., 20 dyb., Ul 13:6; Ul 30:20; Ul 32:12). Akhirnya, Zakharia mempergunakan teks tersebut dengan arti di bawah ini, dan menerapkannya secara universal sehubungan dengan eskaton [Zaman Akhir]: ―Maka TUHAN akan menjadi Raja atas seluruh bumi; pada waktu itu TUHAN adalah satu-satunya dan nama-Nya satu-satunya‘ (Za 14:9).‖ Dalam paragraf pertama dari TWOT yang dikutip di atas, ―sebagian pakar‖ (tidak semuanya, atau mungkin malah tidak banyak) ―merasa‖ (apakah kealiman itu soal perasaan?) bahwa kata ―satu‖ dalam bentuk tunggal ―memperbolehkan adanya doktrin Tritunggal berdasarkan keragaman di dalam kesatuan‖. Persoalannya, PL sama sekali tidak menyebutkan adanya keragaman apapun di dalam Yahweh. Jadi, atas dasar apakah persisnya perasaan dari ―sebagian pakar‖ itu? TWOT selanjutnya membuat pernyataan ―doktrin ini (yaitu, doktrin Tritunggal) benar dipertandakan dalam PL‖, tetapi tak satu ayat pun diberikan sebagai bukti atas pernyataan tersebut. Faktanya, jangankan mempertandakan trinitarianisme dalam PL, menemukan bayangbayangnya saja pun sulitnya setengah mati! Saya sendiri sudah berupaya menemukan bayang-bayang tersebut! Para Trinitarian telah mencobanya dengan menunjuk kepada istilah-istilah seperti Syekinah, memra, dst. yang seringkali muncul dalam sastra Yahudi, tetapi mengabaikan fakta bahwa istilah-istilah itu bukanlah hypostasis-hypostasis atau pribadipribadi dalam sastra tersebut; dengan demikian semuanya ini hanyalah soal memasukkan trinitarianisme ke dalam gagasan-gagasan dan namanama itu. Eisegesis trinitaris jugalah yang harus dipergunakan jika kita ingin menemukan ―keragaman di dalam kesatuan‖ (yaitu keserbaragaman pribadi-pribadi di dalam satu Allah) dalam Yakobus 2:19 dan 1 Korintus 8:5-6 (yang dikutip oleh TWOT dalam paragraf pertama), dan di saat yang sama bahkan mengakui ―PB pun bersifat monoteistik keras‖. Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus 41 Tidaklah mengherankan bila TWOT tidak berusaha menerangkan bagaimana PB bisa dibilang bersifat monoteistik ―keras‖ jikalau mengajarkan keserbaragaman akan pribadi-pribadi di dalam Ke-Allahan. TWOT menyadari bahwa sebagian besar para pembacanya adalah orang Trinitarian yang toh tidak akan meminta keterangan! Bahwa Yakobus 2:19 (―Engkau percaya, bahwa hanya ada satu Allah saja‖), yang jelas-jelas sekali menunjuk kepada Ulangan 6:4, justru bisa digunakan sebagai bukti untuk ―keragaman di dalam kesatuan‖ dalam membahas Ulangan 6:4 agak sulit dipahami. Untuk berharap bahwa ―satu‖ bukan berarti ―satu‖ secara harfiah, melainkan sesuatu yang menyerupai ―kesatuan‖, yang didalamnya bisa terdapat keragaman atau keserbaragaman pribadi-pribadi, sungguh-sungguh adalah harapan yang sia-sia. Lagipula, persoalannya dengan trinitarianisme adalah bahwa kita akan sulit menemukan bahkan satu pertanda dalam PL atas keserbaragaman pribadi-pribadi di dalam Yahweh Sendiri, karena Ulangan 6:4 berbicara tentang Yahweh (―TUHAN‖ dengan huruf kapital); dan jika tidak terdapat keserbaragaman seperti itu, maka tidak ada gunanya berbicara tentang ―kesatuan‖. TWOT juga mengutip 1 Korintus 8:6 (‗namun bagi kita hanya ada satu Allah saja, yaitu Bapa‘) yang, sama seperti Yakobus 2:19, menggemakan Ulangan 6:4, dan oleh sebab itu, tidak bisa dikutip secara sah sebagai bukti untuk mendukung apa yang disebut ―mengajarkan keragaman di dalam kesatuan‖, atau akan menjadi debat kusir. Di sisi lain, TWOT tidak memberi tahu pembacanya bahwa pesan dari Ulangan 6:4 juga digemakan dalam ayat-ayat PB lainnya, misalnya, Galatia 3:20 (‗sedangkan Allah adalah satu‘), Roma 3:30 (‗Allah memang satu‘), dan 1 Timotius 2:5 (‗karena Allah itu esa‘). Ayat-ayat tersebut menegaskan pernyataan yang diakui TWOT bahwa PB itu bersifat ―monoteistik keras‖. Untuk bersikap adil kepada TWOT, setelah menyatakan bahwa doktrin Tritunggal dipertandakan dalam PL, TWOT mengenyampingkan doktrin itu dengan kata ―sedangkan‖, yang menunjukkan bahwa doktrin itu tidak ada keterkaitannya dengan arti dalam Ulangan 6:4, malah menyatakan bahwa ―ayat itu berpusat kepada kenyataan bahwa adanya satu Allah‖. Pernyataan ini selanjutnya dikembangkan dalam paragraf TWOT berikutnya yang memilih terjemahan untuk Ulangan 6:4 yang berbunyi, ―TUHAN itu Allah kita, TUHAN sendiri‖. Yaitu, ungkapan ―TUHAN itu esa‖ dimengerti sebagai ―TUHAN sendiri‖. 42 The Only True God ―TUHAN sendiri‖ tentunya adalah terjemahan yang tepat karena ―TUHAN itu esa‖ sudah pasti tidak mungkin berarti ―satu dari sekian banyak‖, ataupun suatu kesatuan dari keserbaragaman pribadi-pribadi. ―TUHAN sendiri‖ cocok sekali dengan konteks ayat ini yang intinya adalah bahwa Yahweh, TUHAN, adalah satu-satunya Pribadi yang kepada-Nya ―Israel berhutang-budi kesetiaan eksklusifnya‖ (TWOT). ―Anggapan bahwa Tuhan adalah satu-satunya Allah Israel cocok sekali dengan perintah itu‖ (TWOT paragraf ke-2). TWOT layak dipuji karena dalam kesempatan ini, alih-alih kecondongannya pada pemahaman trinitaris, TWOT mencari eksegesis yang setia kepada konteks Ulangan 6:4. Namun, kekeliruan dasariah yang melekat pada seluruh diskusi yang ada dalam TWOT, dan dalam diskusi atas Syema‘ oleh para Trinitarian pada umumnya, adalah kegagalan dalam memandang apa yang sebenarnya dinyatakan oleh Ulangan 6:4: ―TUHAN Allah kita, TUHAN itu esa‖. Keprihatinan trinitarisnya adalah apakah Allah dapat dimengerti sebagai ―satu/esa‖ dalam arti kesatuan yang multipribadi. Akan tetapi, kata “esa” dalam Syema menerangkan kata “Yahweh” (TUHAN), bukan kata “Allah”. Apakah trinitarianisme ingin memperdebatkan Yahweh sebagai Jatidiri yang terdiri atas tigapribadi? Kalau begitu, maka Yahweh itu bukan hanya Bapa saja, tetapi juga tiga-tiganya di dalam Allah Tritunggal! Dengan demikian, ketiga pribadi itu semuanya adalah penjelmaan dari satu Yahweh (yang dalam teologi disebut ―Modalisme‖ atau ―Sabelianisme‖). Atau, apakah para Trinitarian ingin tetap bersikeras bahwa Yahweh dalam Alkitab Ibrani adalah Jatidiri yang multi-pribadi, suatu pernyataan yang bertentangan dengan Alkitab sendiri? Jika tidak, lalu apa maksud seluruh diskusi panjang lebar tentang ―kesatuan‖ dan ―keragaman‖ sehubungan dengan yang ―esa‖ dalam Ulangan 6:4? Argumen palsu tentang makna "Esa" sebagai "kesatuan" dibanding "ketunggalan" D iskusi di atas merupakan argumen yang sering dipergunakan di kalangan Trinitarian, dan yang saya pergunakan juga di masa lalu, setelah menerimanya tanpa memeriksanya dengan teliti. Argumen ini terdengar mengesankan bagi orang Kristen rata-rata karena ini berdasarkan makna yang kononnya dari kata Ibrani untuk ―satu‖ Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus 43 dx;a, ( , ‘ehad) yang membuatnya kedengaran sarjanawi, dan karena orang Kristen rata-rata tidak mengenal bahasa Ibrani, mereka tidak dapat mengecek keabsahannya. Sebagaimana telah kita lihat di atas, TWOT menyiratkan bahwa pengartian tentang ―satu‖ ini ―memperbolehkan‖ gagasan ―keragaman di dalam kesatuan‖ yang bersifat trinitaris; tetapi TWOT tidak memberikan bukti leksikal apapun atas pernyataan ini. Oleh karena pentingnya argumen tersebut bagi banyak orang Trinitarian, di sini saya akan melukiskan fitur-fitur yang menonjol dari argumen ini. Intisarinya adalah sebagai berikut: Dalam penggunaan bahasa Ibraninya kata ‘ehad menyiratkan kesatuan, bukan penunggalan (singularity), karena ―esa/satu‖ mengandung lebih dari satu unsur, misalnya, ―Jadilah petang dan jadilah pagi, satu hari‖ (Kej 1:5). Ayat yang penting untuk argumen ini terutamanya adalah Kejadian 2:24 di mana Adam dan Hawa bersama-sama membentuk ―satu daging‖ (tetapi bdk. 1 Korintius 6:16,17 yang diterapkan kepada kesatuan rohaniah antara orang beriman dengan Tuhan). Kemah itu dibuat menjadi sebuah struktur yang dipersatukan oleh sejumlah pengait: Keluaran 36:18, ―Dibuat oranglah lima puluh kaitan tembaga untuk menyambung tenda-tenda kemah itu, sehingga menjadi satu.‖ (harfiah ―menjadi satu‖). Contoh lainnya dapat ditemukan dalam nubuat Yehezkiel tentang penyatuan kerajaan utara dan selatan menjadi satu (Yeh 37:15-22). Jadi, kesimpulannya adalah bahwa mengatakan tentang Allah sebagai ―satu‖ menyiratkan Ia adalah suatu kesatuan dari lebih daripada satu pribadi, dan bahwa Yesus Kristus, ―Allah-Anak‖, tercakup dalam kesatuan itu, menurut penafsiran trinitaris atas PB. Pada hakikatnya, itu adalah argumen untuk Trinitas dari kata 'ehad. Kelihatannya cukup mengesankan—sampai kita memeriksa rincian leksikalnya. Kata Ibrani untuk ―satu‖ (atau prefiks ―se-‖ dalam bahasa Indonesia) ini dipakai 971 kali dalam Alkitab Ibrani, jadi ada banyak bahan yang tersedia untuk menilai argumen trinitarisnya. Bila kita melakukan ini maka dalam waktu singkat kita akan menemukan bahwa semua argumen tadi sepenuhnya semu; satu lagi kasus pembelaan palsu—mengumpulkan bukti yang mendukung argumen sendiri dan mengabaikan bukti kuat yang bertentangan dengannya. Kita tidak perlu melihat setiap pemunculan dari 971 pemunculan itu karena dengan 44 The Only True God memeriksa beberapa saja dari pemunculan tadi akan terbukti dengan cepat bahwa kata 'ehad dengan pasti digunakan dalam arti ―ketunggalan‖. Satu cara yang cepat untuk melihat sendiri fakta ini adalah dengan mencari kata ―satu‖ (atau ―se-‖) dan kemudian melihat kata dalam bahasa Ibraninya yang diterjemahkan sebagai ―satu‖. Dalam banyak kesempatan akan terlihat bahwa kata 'ehad-lah yang diterjemahkan sebagai ―satu‖, tanpa menyiratkan gagasan adanya kesatuan. Berikut ini adalah beberapa contoh: Keluaran 10:19, ―tidak ada satu belalangpun yang tinggal di seluruh daerah Mesir.‖ Atau ―Seekor pun tak ada yang tertinggal di seluruh tanah Mesir‖ (BIS) Keluaran 25:36, ―semuanya itu haruslah dibuat dari sepotong emas tempaan yang murni‖; atau, ―cabang-cabangnya harus dibuat dari satu potong emas tempaan murni‖ (BIS) Ulangan 19:15, ―Satu orang saksi saja tidak dapat menggugat‖ atau ―Seorang saksi saja tidak cukup untuk menyatakan seorang tertuduh bersalah‖ (BIS). 1Samuel 26:20, ―raja Israel keluar untuk mencabut nyawaku, seperti orang memburu seekor ayam hutan‖; atau, ―raja Israel datang untuk membunuh seekor kutu‖ (BIS). Tidak satu pun dari contoh-contoh di atas memunculkan gagasan kesatuan dalam kata ‘ehad; melainkan, suatu penunggalan yang sederhanalah yang diungkapkan. Ada banyak contoh-contoh lain dari kata ‘ehad, misalnya, Kej 27:38; 40:5; Kel 14:28; Yos 23:10; Hak 13:2; Yes 34:16, dsb. Apa yang muncul dari kajian leksikal ini adalah bahwa kata ‘ehad dipakai sebagai rujukan kepada struktur gabungan (contohnya kemah suci) dan juga kepada penunggalan sederhana (contohnya satu saksi atau seorang saksi). Gagasan “kesatuan” ini tidak melekat pada kata itu sendiri tetapi ditentukan oleh konteksnya. Jadi, pemeriksaan atas pemakaiannya dalam bahasa Ibrani menunjukkan bahwa kata ―‘ehad‖ tidak berbeda dari pemakaiannya dalam bahasa Indonesia (atau berbagai bahasa lainnya). Dengan demikian, ―satu‖ dalam bahasa Indonesia bisa dipakai dalam pengertian secara kolektif seperti dalam ―satu keluarga‖, atau sebagai ketunggalan sederhana seperti dalam ―satu individu‖. Baik dalam bahasa Ibrani, bahasa Inggris Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus 45 maupun bahasa Indonesia, ciri keserbaragaman atau pun ketunggalan ini tidak melekat pada kata ―satu‖; itu semua ditentukan dari konteks atau cara pemakaian kata ―satu‖. Lagipula, sementara kata ―satu‖ dapat dipakai dalam arti kolektif seperti ―satu keluarga‖ atau ―satu perusahaan‖, hal itu sendiri tidak menyiratkan kesatuan dalam keluarga atau perusahaan itu. Sebuah keluarga bisa mengalami ketidak-harmonisan, dan sebuah perusahaan malah dapat hancur karena perpecahan; jadi, istilah kolektif seperti ―satu keluarga‖ atau ―satu perusahaan‖ dengan sendirinya tidak membuktikan adanya kesatuan. Jika kata ‘ehad tidak membuktikan kesatuan bahkan ketika dipakai sebagai istilah kolektif, maka ini semakin memperjelas bahwa gagasan kesatuan tidak melekat pada kata ‘ehad itu ketika dipakai sendirian (seperti dalam Ul 6:4), tetapi harus diberikan oleh kata-kata lain baik secara eksplisit ataupun implisit. Misalnya, dalam kalimat ―mereka disatukan sebagai satu orang‖, kesatuan dibuat eksplisit dengan kata ―disatukan‖, bukan dengan kata ―satu‖, yang di sini mengungkapkan ketunggalan. Gagasan yang sama untuk kesatuan dapat diungkapkan secara implisit dengan mengatakan ―semua rakyat bangun sebagai satu orang‖ (Hak 20:8 ESV), di mana gagasan kesatuan diungkapkan dengan keserbaragaman dari ―semua rakyat‖ yang bergabung bersama dalam ketunggal-pikiran dari ―satu orang‖. Dalam kedua kesempatan di atas kata ―satu‖ mengungkapkan ketunggalan, sedangkan gagasan kesatuannya harus diperoleh dari kalimatnya secara keseluruhan. Sekarang jelaslah bahwa memperdebatkan adanya semacam gagasan istimewa tentang kesatuan yang melekat dalam kata Ibrani ‘ehad itu sama sekali tidak sah. Oleh karena itu, adalah sama sekali keliru untuk membangun teologi berdasarkan penafsiran yang salah akan kata ‘ehad yang diartikan sebagai kesatuan. Memperdebatkan ―Ke-Allahan‖ sebagai suatu kesatuan entitas (terdiri atas lebih dari satu pribadi) berdasarkan ciri leksikal 'ehad adalah argumen yang palsu. Sayangnya, trinitarianisme didirikan di atas argumen yang palsu seperti ini. Dalam Ulangan 6:4 Yahweh dideklarasikan sebagai ‘ehad, dan baik konteks langsung maupun konteks umum PL dua-duanya tanpa ragu menunjukkan bahwa Yahweh adalah ―satu‖ dalam arti tunggal sebagai satu-satunya Allah. Di dalam PL orang sulit menemukan bahkan bayangan dari individu ilahi lainnya yang dikatakan eksis dalam ―hakikat‖ dari satu-satunya Allah—yang tentu saja merupakan hal yang bertentangan: Jika ada pribadi lain dalam 46 The Only True God ―hakikat‖-Nya, maka Ia bukan satu-satunya Allah. Di sini kita melihat kemustahilan dari usaha memeras keluar trinitarianisme dari monoteisme sejati. Ulangan 6:5 meniadakan apa saja selain monoteisme Bahwa Yahweh saja adalah satu-satunya Allah telah ditegaskan tanpa keraguan dalam Ulangan 6:4. Namun, apa yang biasanya terlewatkan, terutamanya oleh para Trinitarian, adalah bahwa perintah yang dikeluarkan segera sesudah penegasan itu semakin memperkuat penegasan tersebut sedemikian rupa sehingga meniadakan pilihanpilihan lain selain monoteisme Alkitabiah yang ―radikal‖ yang ditegaskan tanpa kompromi. Ulangan 6:5, ―Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.‖ Kata ―segenap‖ yang diulang tiga kali ini, yang meliputi diri manusia secara keseluruhan, tidak lagi menyisakan apa-apa untuk mengasihi ilah yang lain. Perintah ini tidak memungkinkan trinitarianisme untuk berfungsi, karena seberapa pun besarnya usaha dan upaya kita, kita tidak akan mungkin bisa mengasihi tiga pribadi yang terpisah dan berbeda dengan ―segenap‖ kita secara serentak. Kita memang bisa mengasihi banyak orang, namun tidak dalam cara yang dituntut di sini. Itu sebabnya kenapa kebanyakan orang Trinitarian yang paling bersungguhsungguh (seperti saya dahulu) pada akhirnya mengasihi Yesus secara intens dan terpusat, menjadikan dia sasaran sentral dari pengabdian dan doa kita. Dalam prakteknya, adalah mustahil untuk mempersembahkan pengabdian yang sama besarnya kepada Bapa dan kepada Roh. Dengan demikian, tanpa disadari kita telah hidup dalam ketidaktaatan langsung kepada perintah sentral dari pengajaran Kitab Suci ini, karena Yesus Mesias bukanlah ―Yahweh Allahmu‖, yang seharusnya menjadi sasaran pengabdian kita satu-satunya dan sepenuhnya. Saya tidak tahu akan adanya gereja atau pakar yang menegaskan, atau mau menegaskan bahwa Yesus adalah Yahweh. Yang pentingnya, ketiga Injil Sinoptik semuanya mencatat bahwa Yesus sendiri mengajarkan Ulangan 6:5 sebagai perintah agung dan Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus 47 sentral dari ―Hukum Taurat dan Para Nabi‖: Matius 22:37; Markus 12:30; Lukas 10:27. Namun, bukannya mengasihi ―Yahweh Allahmu‖, kita memilih untuk mengasihi Yesus sebagai sasaran sentral pengabdian kita, tanpa mempedulikan pengajarannya. Tidakkah ini membuat kita harus merenungkan kembali kata-katanya, ―Mengapa kamu berseru kepada-Ku: Tu[h]an, Tu[h]an, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan?‖ (Luk 6: 46) K Syema ita telah melihat bahwa Yesus sepenuhnya mengesahkan Syema. Yang menarik adalah bagaimana ahli taurat yang bercakapcakap dengan Yesus memahami apa yang dikatakan Yesus, ―Tepat sekali, Guru, benar kata-Mu itu, bahwa Dia esa, dan bahwa tidak ada yang lain kecuali Dia.‖ (Mrk 12:32) Perhatikan bahwa: ―Dia esa‖ disamakan dengan ―tidak ada yang lain kecuali Dia‖; pernyataan yang satu menjelaskan pernyataan yang satunya lagi. Yesus sama sekali tidak membantah interpretasi ahli taurat itu atas apa yang dikatakannya. Sebaliknya, ia memuji ahli taurat tersebut, ―Engkau tidak jauh dari kerajaan Allah!‖ (ay.34). Mengapa ahli taurat itu masih belum berada di dalam kerajaan? Karena ia masih belum percaya bahwa Yesus adalah sang Mesias, tanpa iman ini ia tidak bisa diselamatkan (Yoh 20:31). Kata-kata ahli taurat dalam Markus 12:32 menggemakan Ulangan 4:35: ―TUHANlah (Yahweh) Allah; tidak ada yang lain kecuali Dia‖. Bandingkan: Yesaya 45:5, ―Akulah Yahweh, dan tidak ada yang lain; tidak ada Allah selain Aku.‖ (KSKK) Yesaya 45:14, ―tidak ada yang lain; di samping Dia tidak ada Allah! Yesaya 45:18, ―Akulah Yahweh, dan tidak ada yang lain.‖ (KSKK) Yesaya 45:21b,22, ―Siapa yang mengumumkan ini sejak mula, siapa yang menubuatkannya sejak dahulu kala? Bukankah Aku Yahweh? Tidak ada Allah selain Aku, Penyelamat, Allah yang adil – tidak ada yang lain kecuali Aku. Berpalinglah kepada-Ku 48 The Only True God maka kamu akan diselamatkan, kamu semua dari ujung-ujung bumi, sebab Akulah Allah, dan tidak ada yang lain.‖ (KSKK) Yesaya 46:9, ―Ingatlah hal-hal yang dahulu dari sejak purbakala, bahwasanya Akulah Allah dan tidak ada yang lain, Akulah Allah, dan tidak ada yang seperti Aku‖. Yesaya 46:5, ―Kepada siapakah kamu hendak menyamakan Aku, hendak membandingkan dan mengumpamakan Aku, sehingga kami sama?‖ Yesaya 40:25, ―Dengan siapa hendak kamu samakan Aku, seakan-akan Aku seperti dia? firman Yang Mahakudus.‖ Keluaran 8:10, ―tidak ada yang seperti TUHAN (Yahweh), Allah kami.‖ Keluaran 9:14, ―bahwa tidak ada yang seperti Aku di seluruh bumi.‖ 1 Samuel 2:2, ―Tidak ada yang kudus seperti Yahweh; karena tidak ada yang lain kecuali Engkau.‖ (ILT) Yeremia 10:6, ―Sebab tidak ada yang seperti Engkau, ya Yahweh, Engkau besar, dan Nama-Mu agung dalam keperkasaan.‖ (ILT) Daftar referensi yang panjang ini (meskipun tidak lengkap) tanpa ragu meneguhkan dua hal: (1) Yahweh adalah satu-satunya Allah yang benar; tidak ada Allah selain Dia; (2) Ia tidak ada bandingannya dan tidak ada yang menyamai. Bandingkan kedua peneguhan ini dengan deklarasi trinitaris bahwa ada dua pribadi ilahi lain selain Yahweh, dan keduanya setara dengan-Nya. Lancang benar, orang-orang politeis Trinitarian dari gereja non-Yahudi! Tentu saja, penegasan-penegasan keras dalam Alkitab Ibrani ini awalnya ditujukan kepada penyembahan berhala yang menjamur di Israel, yang pada akhirnya membawa mereka kepada pemusnahan sebagai suatu bangsa pada masa Pembuangan. Akan tetapi, gereja nonYahudi jelas-jelas tidak belajar apa-apa dari bencana yang menimpa Israel itu. Namun, gereja non-Yahudi tidak bisa berdalih mengingat banyaknya pernyataan-pernyataan monoteistik dalam PB, termasuk Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus 49 pengajaran eksplisit dari Yesus sendiri (mis. Mrk 12:29 dyb.; Yoh 5:44; 17:3). Sekali gereja non-Yahudi beranjak dari unsur sentral iman Alkitabiah ini—yakni monoteisme Alkitab Ibrani—dengan secara resmi memasang Allah yang multi-personal dalam Syahadat Nikea pada th. 325 M, di mana ―Allah‖ bukan lagi Pribadi tetapi sekarang menjadi ―hakikat‖—suatu pelukisan Allah yang sama sekali asing untuk Alkitab— dengan cara demikian gereja itu telah menyangkal Syema‘, yakni, ―bahwa Dia esa, dan tidak ada yang lain kecuali Dia‖. Dengan demikian, mereka pun telah menyangkal ajaran Yesus. Apakah mereka yang menyangkal ajaran tuan mereka itu betul-betul murid-muridnya? Oleh sebab itu, barangkali tidak mengejutkan sama sekali bila dewasa ini tidak banyak orang Kristen yang menyebut dirinya murid-murid Yesus. Syema‘ (Ul 6:4) mendeklarasikan: ―Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN [Yahweh] itu Allah kita, TUHAN [Yahweh] itu esa!‖ Trinitarianisme mendeklarasikan: ―Dengarlah hai Jemaat, Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu tiga8!‖ Ini adalah dua pernyataan yang sama sekali berbeda, secara dasariah tidak sesuai, dan eksklusif satu sama lain. Kesesuaian macam apa yang mungkin ada antara suatu syahadat yang di satu sisi berbicara tentang kesatuan suatu kelompok yang terdiri dari tiga pribadi yang sama-sama setara, sama-sama kekal dalam Ke-Allahan, dan di sisi lain, suatu deklarasi bahwa Yahweh adalah yang satu dan satu-satunya Allah tanpa kesetaraan? Orang yang bersikeras akan adanya kesesuaian antara syahadat yang berbeda-beda tentang Allah ini pasti sudah kehilangan akal sehat. Mengapa Syema‘ itu begitu relevan bagi kita? Pertama, karena ini adalah deklarasi monoteisme yang dasariah, dan kedua, karena jemaat Kristus sejati adalah perwujudan ―Israel milik Yahweh‖ (Gal 6:16); ―Lagipula, jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan ahli waris menurut janji Allah.‖ (Gal 3:29); ―Sebab orang Yahudi sejati bukanlah orang yang lahiriah Yahudi dan sunat sejati bukanlah sunat yang dilakukan secara lahiriah. Tetapi orang Makna dasar kata ―Trinitas: 1. tiga: suatu kelompok yang terdiri dari tiga. 2. ketigaan (Threeness): Keadaan keberadaan sebagai tiga pribadi atau tiga benda [abad ke-13, Melalui bahasa Perancis Lama trinite, dari bahasa Latin trinitas, dari trinus ‗lipat tiga‘]‖ Encarta Dictionary, demikian juga The Concise Oxford Dictionary, dsb. 8 50 The Only True God Yahudi sejati ialah orang yang tidak tampak keyahudiannya dan sunat sejati ialah sunat di dalam hati, secara rohani, bukan secara harfiah. Pujian bagi orang seperti ini datang bukan dari manusia, melainkan dari Allah.‖ (Rm 2:28,29) Perintah Pertama Keluaran 20:3 ―Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku.‖ ―Ku‖ yang berbicara di sini diperkenalkan dalam dua ayat pertama: Keluaran 20:1, Lalu Allah mengucapkan segala firman ini, ―Akulah TUHAN (Yahweh) Allahmu‖. 2 Seandainya, menurut para Trinitarian, Yesus adalah Allah dan Roh Kudus adalah Allah, dan keduanya adalah pribadi sama seperti Bapa (Yahweh), maka mereka telah mengakui dua pribadi lainnya sebagai Allah di samping Yahweh. Ini jelas-jelas pelanggaran langsung dari Perintah Pertama. Kita sudah melihat bahwa Yesus dengan tegas mengesahkan Syema yang mengandung semua perintah termasuk, tentunya, Perintah Pertama. Namun Yesus tidak hanya menegaskan monoteisme yang tercantum dalam Syema secara terbuka, monoteisme Yesus ini tidak diungkapkan dengan lebih kuat di manapun juga selain dalam doanya kepada Bapa di Yohanes 17: ―Inilah hidup yang kekal, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus.‖ (ay.3) G Gelar “Tu[h]an Yesus Kristus” elar ini cukup dipastikan berasal dari pengajaran gereja paling mula-mula. Gelar ini muncul dalam pesan yang dikotbahkan oleh Petrus setelah Pentakosta dalam Kisah Para Rasul 2:36, ―Jadi seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti bahwa Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tu[h]an dan Kristus.‖ Perhatikan ketiga kata dalam huruf miring dan yang jika digabungkan membentuk gelar ―Tu[h]an Yesus Kristus‖. Jadi gelar ini bukanlah ciptaan Paulus melainkan merupakan salah satu anugerah yang telah ia ―terima‖ (1Kor 15:3). Dari kitab Kisah Para Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus 51 Rasul 2:36 kita melihat bahwa Allahlah yang menjadikan Yesus ―Tu[h]an‖; oleh karena itu tidak ada soal tentang kesetaraan dengan Allah, baik kesetaraan lahiriah atau pun hakiki. Yesus tidak pernah mengklaim gelar “Allah” untuk dirinya sendiri H .A.W. Meyer dalam Critical and Exegetical Handbook of the Gospel of Matthew menegaskan: ―Ia (Yesus) tidak pernah diketahui mengklaim nama qeo,j (theos, Allah) baik untuk dirinya sendiri ataupun untuk Roh Kudus‖. Tidak ada pakar yang mempertanyakan kebenaran dari ketegasan ini, karena pernyataan tadi dengan tepat mencerminkan kebenaran Alkitabiah tentang perkara ini. Kebenaran ini teramat penting dalam memahami Yesus beserta pengajarannya dengan benar. Tetapi jika Yesus sendiri tidak pernah mengklaim dirinya sebagai Allah, umat Kristen tetap saja bersikeras memanggilnya ―Allah‖ sekalipun hal ini bertentangan dengan sikap dan pengajaran Yesus sendiri. Seperti orang-orang dalam Yohanes 6 yang ingin menjadikan Yesus raja dengan paksa, umat Kristen menjadikan dia Allah dengan paksa. Namun Yesus bukan saja tidak mengklaim dirinya sebagai Allah, ia malah enggan berbicara tentang dirinya sebagai Mesias di depan umum. Fakta ini jelas nyata dalam kitab-kitab Injil. Pakar Jerman Wrede menyebutnya ―rahasia Mesianik‖, dan ―rahasia‖ ini menjadi topik dalam begitu banyak diskusi terpelajar dalam buku-buku dan artikel-artikel. Hal yang perlu kita perhatikan di sini adalah jika Yesus menolak mengakui kemesiasannya di depan umum, terlebih lagi ia tidak akan membuat klaim apapun sebagai Allah! Namun, sementara mengakui bahwa Yesus tidak pernah menerapkan kata ―Allah‖ kepada dirinya sendiri, orang Kristen memperdebatkan bahwa beberapa dari ucapan-ucapannya mengandung klaim-klaim implisit atas ketuhanan. Satu pernyataan seperti itu adalah: ―Aku dan Bapa adalah satu‖. Jika kita setia kepada sikap Yesus yang menolak mengklaim status ilahi, maka jelaslah bila setiap interpretasi atas kata-kata Yesus akan membuang klaim implisit atau klaim halus sebagai Allah. Jika sekali saja kita berkemampuan melepaskan kebiasaan memasukkan penafsiran trinitaris kita ke dalam teks yang kita baca 52 The Only True God dalam kitab-kitab Injil, kita akan melihat bahwa ―kesatuan‖ dengan Allah yang dibicarakan oleh Yesus bukanlah kesatuan eksklusif antara dia dengan Bapa, tetapi suatu kesatuan yang mencakup semua orang beriman; dan tepatnya kesatuan yang inklusif dari seluruh orang beriman dengan dirinya dan dengan Allah inilah yang didoakan oleh Yesus dalam Yohanes 17:11,22: ―supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu.‖ Jika kesatuan dengan Allah bertalian dengan menjadi Allah, maka semua orang beriman sudah menjadi Allah melalui kesatuan ini! Antikristus: satu-satunya pribadi yang mengklaim dirinya sebagai Allah Yesus tidak pernah mengklaim dirinya sebagai Allah; hanya ada satu pribadi saja yang disebut dalam Perjanjian Baru yang akan membuat klaim ini: antikristus, si “manusia durhaka”. Mengapa umat Trinitarian bersikeras mengatakan bila Yesus mengklaim dirinya sebagai Allah, bila ia sama sekali tidak membuat klaim seperti itu? Dalam 2 Tesalonika 2:3,4 dikatakan tentang ―manusia kedurhakaan‖, bahwa ia akan ―menyatakan diri sebagai Allah‖—seorang yang memproklamirkan dirinya sebagai Allah adalah tanda utama untuk mengidentifikasikan dia. Apakah kita sungguh-sungguh ingin mengklaim bahwa sebenarnya inilah yang dilakukan oleh Kristus sendiri, dan ―manusia durhaka‖ itu akan meneladaninya? Jika Kristus tidak pernah membuat klaim semacam itu, maka kepalsuan klaim dari ―manusia durhaka‖ itu akan dengan mudahnya terbongkar. Namun, jika orang banyak sudah menerima klaim trinitaris bahwa Yesus mengklaim dirinya sebagai Allah (atau sekalipun jika ia sebenarnya tidak membuat klaim tersebut, bagaimanapun juga dalam kenyataannya ia adalah Allah), maka tidaklah mengherankan bila banyak orang akan beranggapan bahwa antikristus ini, yang pada akhir zaman mengklaim dirinya sebagai Allah, boleh benar-benar jadilah Kristus yang telah datang kembali seperti yang ia janjikan, dan oleh karenanya ditipu oleh antikristus. Haruslah diingat bahwa antikristus jelas tidak akan memproklamirkan dirinya sebagai ―manusia durhaka‖ atau ―pembinasa keji‖ (keduanya adalah deskripsi Alkitabiah tentang dia), melainkan sebagai Kristus sejati, sang juruselamat dunia, orang yang membawa ―damai dan aman‖ (1Tes 5:3) ke dunia ini. Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus 53 Sekarang mari kita lihat lagi di 2 Tesalonika 2:4; yang seluruh ayatnya berbunyi demikian: ―yaitu lawan yang meninggikan diri di atas segala yang disebut atau yang disembah sebagai Allah hingga ia duduk di Bait Allah dan mau menyatakan diri sebagai Allah.‖ Perhatikan bahwa antikristus menentang semua ilah lain, sehingga meninggikan dirinya sebagai satu-satunya sasaran penyembahan yang benar. Hal ini tidak pernah dilakukan oleh Yesus, namun sebaliknya, pada waktu pencobaan ia sudah mendeklarasikan, ―Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: ‗Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!‘‖. Betapa besar perbedaannya dengan antikristus! Perhatikan juga bahwa ―ia duduk di Bait Allah‖ (ay.4) yang tentu saja menegaskan klaimnya sebagai Allah; karena jika ia adalah Allah maka di mana lagi tempat duduknya kalau bukan di dalam bait Allah? Dari semuanya ini kita bisa melihat dengan mudah bahwa jika Kristus mengklaim dirinya sebagai Allah, dan antikristus pun berbuat hal yang sama, maka tanda pengenal utama dari antikristus itu akan hilang. Lalu bagaimana antikristus bisa dikenali bila ia datang, terutamanya bila kedatangannya akan disertai oleh ―tanda-tanda dan mujizat-mujizat‖? 2 Tesalonika 2:9: ―Kedatangan si pendurhaka itu adalah pekerjaan Iblis, dan akan disertai berbagai perbuatan ajaib, tanda-tanda dan mujizatmujizat palsu‖. Musuh-musuh Yesus menuduhnya mengklaim kesetaraan dengan Allah Ada dua nas utama dalam Injil-injil, keduanya ada dalam Injil Yohanes, yang mencatat bahwa musuh-musuh Yesus menuduhnya telah mengklaim kesetaraan dengan Allah. Keduanya merupakan ―nas konflik‖ yang mengungkapkan sikap permusuhan dari para musuh Yesus dengan membuat tuduhan bahwa Yesus menyiratkan bila ia memiliki kesetaraan dengan Allah. Tentu saja, itu adalah tuduhan yang sama dengan tuduhan menghujat, yang dalam Hukum Yahudi diganjar dengan hukuman mati. Sedemikian besar sikap permusuhan mereka terhadapnya karena tidak menaati Hukum Taurat demi kepuasan mereka, khususnya hukum hari Sabat yang penting itu, sehingga mereka berupaya mencari jalan untuk membunuhnya. Inilah konteks tuduhan penghujatan yang dilemparkan kepadanya. Kita sudah berulangkali memperhatikan bahwa Yesus tidak pernah 54 The Only True God mengklaim kesetaraan dengan Allah. Sebaliknya, ia sangat menekankan ketergantungan dan ketundukannya kepada Allah. Tidak ada Injil yang menonjolkan pengajarannya tentang hal ini dengan lebih kuat selain Injil Yohanes. Maka jelas nyatalah seharusnya bagi siapa saja yang tanpa prasangka membaca Injil Yohanes bahwa tuduhan menyetarakan dirinya dengan Allah, yang merupakan penghujatan, adalah tuduhan yang nyatanyata palsu yang dirancang untuk memastikan kematiannya sebagaimana dinyatakan dengan gamblang dalam Yohanes 5, bahwa para musuhnya ―makin berusaha untuk membunuh-Nya‖ (ay.18). Namun hal yang paling anehnya, dari sudut pandang eksegesis Alkitabiah, para Trinitarian menganggap tuduhan palsu itu benar! Bagaimanapun juga, inilah yang dituntut dari dogma trinitaris. Mereka tidak terlalu peduli apakah Yesus sendiri menerima tuduhan itu atau tidak. Jawabannya atas tuduhan tersebut cukup jelas untuk dilihat oleh semua orang. Yohanes 5 15 Orang itu keluar, lalu menceriterakan kepada para pemuka Yahudi, bahwa Yesuslah yang telah menyembuhkan dia. 16 Karena itu, para pemuka Yahudi berusaha menganiaya Yesus, karena Ia melakukan hal-hal itu pada hari Sabat. 17 Tetapi Ia berkata kepada mereka: ―Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga.‖ 18 Sebab itu, para pemuka Yahudi makin berusaha untuk membunuh-Nya, bukan saja karena Ia melanggar peraturan Sabat, tetapi juga karena Ia mengatakan bahwa Allah adalah Bapa-Nya sendiri dan dengan demikian menyamakan diri-Nya dengan Allah. 19 Lalu (oun, ‗oleh karena itu‘) Yesus menjawab mereka, ―Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diri-Nya sendiri, jikalau Ia tidak melihat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak.‖ (Yoh 5:15-19) Lalu apa tanggapan Yesus atas gugatan yang dituduhkan kepadanya bahwa ia ―menyamakan diri-Nya dengan Allah‖ (ay.18)? Hanya kebutaanlah yang menghalangi kita untuk melihat bahwa jawabannya adalah penolakan mentah-mentah atas tuduhan kesetaraan, karena sebaliknya, ―Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diri-Nya sendiri‖; ia mengikuti Bapa dengan sepenuhnya, sebab ia melakukan Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus 55 ―semata-mata‖ ―apa yang dikerjakan Bapa‖. Bagaimanakah bisa suatu penolakan atas tuduhan kesetaraan tersebut dibuat lebih kuat? Berhubungan dengan Allah sebagai Bapa sesungguhnya adalah unsur sentral dalam kehidupan dan pengajaran Yesus. Pada awal pelayanannya ia mengajari murid-muridnya untuk berbicara kepada Allah sebagai ―Bapa‖, mengajari mereka untuk berdoa, ―Bapa kami di surga‖. Ini juga bukan sesuatu yang sama sekali unik untuk Yesus seolaholah suatu bentuk panggilan tidak dikenal untuk Allah; frase ini muncul dalam PL: Yesaya 64:8, ―Tetapi sekarang, ya TUHAN (Yahweh), Engkaulah Bapa kami! Kamilah tanah liat dan Engkaulah yang membentuk kami, dan kami sekalian adalah buatan tangan-Mu‖, dan ―Aku telah menjadi bapa Israel‖, Yer 31:9; bdk. Mal 1:6. Dan Israel berkali-kali disebut sebagai ―anak‖ Allah (Kel 4:22,23; Ul 14:1 ―anakanak‖ dalam teks Ibrani dan Yunani; maka juga Yes 1:2). Jika Allah adalah ―Bapa kami‖ secara kolektif, maka Ia pun ―Bapaku‖ secara individu; bagaimana mungkin Dia ―Bapa kami‖ jika Dia bukan ―Bapaku‖? Jadi, Yesus yang menyebut Allah sebagai ―Bapanya‖ seharusnya tidak menjadi isu untuk orang Yahudi, selain daripada anggapan bila ia terlalu menekankan bentuk sapaan untuk Allah seperti ini yang bagi mereka dirasakan terlalu intim sehingga tidak takzim. Namun, tak satu pun dari semuanya ini berhasil menahan tuduhan mengklaim kesetaraan dengan Allah, yang berarti penghujatan. Ini semua menunjukkan dengan amat nyata bahwa seluruh episode ini adalah suatu usaha dari para pemimpin bangsa itu untuk dengan segala cara mengarang tuduhan palsu atas Yesus agar ia terbunuh, dan mengenyahkan orang yang mereka anggap pembuat keonaran besar, sebuah duri dalam daging. Yohanes 10 27 Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, 28 dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku. 29 Bapa-Ku, yang memberikan mereka kepada-Ku, lebih besar dari pada siapapun, dan seorangpun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa. 30 Aku dan Bapa adalah satu.‖ 56 The Only True God Sekali lagi orang-orang Yahudi mengambil batu untuk melempari Yesus. 32 Kata Yesus kepada mereka: ―Banyak pekerjaan baik yang berasal dari Bapa-Ku yang Kuperlihatkan kepadamu; pekerjaan manakah di antaranya yang menyebabkan kamu mau melempari Aku?‖ 33 Jawab orang-orang Yahudi itu: ―Bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau menghujat Allah dan karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menjadikan diri-Mu Allah.‖ 34 Kata Yesus kepada mereka: ―Bukankah ada tertulis dalam kitab Tauratmu: Aku telah berfirman: Kamu adalah allah? [Mzm 82:6] 35 Jikalau mereka, kepada siapa firman itu disampaikan, disebut allah sedang Kitab Suci tidak dapat dibatalkan, 36 masihkah kamu berkata kepada Dia yang dikuduskan oleh Bapa dan yang telah diutus-Nya ke dalam dunia: Engkau menghujat Allah! Karena Aku telah berkata: Aku Anak Allah? 37 Jikalau Aku tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan Bapa-Ku, janganlah percaya kepada-Ku, 38 tetapi jikalau Aku melakukannya dan kamu tidak mau percaya kepada-Ku, percayalah akan pekerjaan-pekerjaan itu, supaya kamu boleh mengetahui dan mengerti, bahwa Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa.‖ (Yoh 10:27-38) 31 Usaha yang kedua kalinya ini untuk mendakwakan tuduhan penghujatan terhadap Yesus berangkat dari kegagalan mereka dalam memahami kata-kata Yesus ―Aku dan Bapa adalah satu‖ (ay.30). Seperti para Trinitarian, entah bagaimana, mereka mampu membaca adanya klaim kesetaraan dengan Allah di dalam kata-kata ini, meskipun Yesus telah berkata segera sebelum itu bahwa ―Bapa-Ku lebih besar dari pada siapapun‖ (ay.29). Apakah kita mengira ―siapapun‖ di sini tidak termasuk Yesus sendiri? Bukankah maknanya cukup jelas: Tak ada seorang pun yang lebih besar daripada Bapaku? Atau dengan memakai kata-kata Paulus, Bapa adalah Allah ―yang ada di atas segala sesuatu. Ia adalah Allah yang harus dipuji sampai selama-lamanya‖ (Rm 9:5). Dengan berkata bahwa ―Bapa‖, bukan Anak, ―lebih besar dari pada siapapun‖ berarti Yesus telah menutup segala klaim terhadap kesetaraan. Ia telah menaruh hal ini di tempat yang tidak bisa diperdebatkan lagi ketika mendeklarasikan, ―Bapa lebih besar daripada Aku‖ (Yoh 14:28). Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus 57 Perhatikan bahwa seluruh isu dalam bagian teks ini dari Yohanes 10 berkisar seputar penghujatan: ―Bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau menghujat Allah, karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menjadikan diri-Mu Allah‖ (ay.33); dan lagi, ―Engkau menghujat Allah‖ (ay.36), semuanya itu dengan niat yang dinyatakan di depan umum untuk melempari dia dengan batu sampai mati. Yesus menolak tuduhan mereka atas penghujatan tepatnya karena, bertentangan dengan tuduhan mereka, ia belum pernah membuat klaim kesetaraan dengan Allah. Yesus menjelaskan apa yang dimaksud oleh ucapannya ―Aku dan Bapa adalah satu‖ dengan kata-kata berikut, ―supaya kamu boleh mengetahui dan mengerti, bahwa Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa‖ (ay.38). Namun, penjelasan ini barangkali kurang terang untuk mereka, setidaknya sampai mereka mendengar pengajarannya dalam Yohanes 15:1 dyb. yang berkenaan dengan kesatuan hidup dengan Bapa yang mencakup para murid. Yesus juga menjelaskan bahwa dengan mengatakan ―Aku adalah Anak Allah‖ ia menunjuk kepada dirinya sebagai dia ―yang dikuduskan oleh Bapa dan yang telah diutus-Nya ke dalam dunia‖ (ay.36) dan hal ini, sebagaimana ditunjukkan olehnya, tidak bisa didakwa sebagai penghujatan. Sebab dalam sejarah Israel ada orang-orang lain yang juga telah dikuduskan dan diutus oleh Allah kepada umat-Nya, Musa yang terutamanya. Akan tetapi, Hukum Taurat bahkan menyebut para pemimpin yang lebih kecil daripada Musa sebagai ―para allah‖ di mana mereka bertindak sebagai wakil Allah di bawah wewenang firman-Nya. Yesus menunjukkan dengan jelas dan tajam bila tuduhan mereka sama sekali tidak berdasar. I “Anak Allah” stilah ―anak Allah‖ bukanlah hal baru bagi umat Yahudi. Istilah ini ditemukan dalam PL, di mana Israel disebut ―anak‖ Allah (Kel 4:2,23; Yes 1:2; Yer 31:9; Hos 11:1, bdk. Mat 2:15). Jadi, apa sebenarnya maksud tuduhan yang dibuat-buat ini? Sederhananya begini: Yesus dituduh telah memakai istilah ―anak Allah‖ bukan dalam arti PL yang lazim tetapi sebagai klaim kesetaraan dengan Allah—klaim yang menghujat dan ganjarannya adalah hukuman mati menurut Hukum Taurat (Yoh 19:7). Luar biasanya, trinitarianisme sependapat dengan 58 The Only True God musuh-musuh Yesus bahwa ia membuat klaim tersebut! Oleh karena tuduhan palsu inilah Yesus dihukum mati melalui penyaliban (ay.19:6, juga ay.15 dyb. Mrk 14:64; Mat 26:65,66). Namun, menurut trinitarianisme, tuduhan terhadap Yesus yang mengklaim kesetaraan dengan Allah itu benar; jika memang demikian, maka menurut Hukum Yahudi ia pantas disalib, karena klaim Yesus tidak memberikan pilihan lain kepada Sanhedrin (Mahkamah Agama) selain menghukum mati Yesus. Namun, cerita-cerita Injili tentang pengadilan Yesus jelas menunjukkan bahwa Yesus dihukum dan dieksekusi atas dasar tuduhantuduhan palsu yang dibuat oleh saksi-saksi palsu. Kitab-kitab Injil tidak ada yang menegaskan bila Sanhedrin berbuat hal yang benar menurut Hukum Taurat. Matius menyatakan hal tersebut dengan sangat jelas: Imam-imam kepala, malah seluruh Mahkamah Agama mencari kesaksian palsu terhadap Yesus, supaya Ia dapat dihukum mati, 60 tetapi mereka tidak memperolehnya, walaupun tampil banyak saksi dusta. (Mat 26:59,60a) 59 Seharusnya jelas nyata bagi setiap orang yang perseptif bahwa jika Yesus memang telah mengklaim kesetaraan dengan Allah, maka apa gunanya mencari bukti palsu dan saksi-saksi palsu? Bahkan saksi-saksi palsu tidak berhasil mengarang suatu perkara yang meyakinkan sebagaimana ditunjukkan dalam Matius 26:60 dyb. Pada akhirnya, karena kecewa tidak bisa menemukan tuduhan sah atas Yesus, mereka menuduhnya telah menghujat oleh karena klaimnya sebagai Mesias—yang di bawah Hukum Taurat tidak diganjar dengan hukuman mati! Berikut ini adalah adegannya sebagaimana dilukiskan dalam Injil Matius (pasal 26): Lalu Imam Besar itu berdiri dan berkata kepada-Nya: ―Tidakkah Engkau memberi jawaban atas tuduhan-tuduhan saksi-saksi ini terhadap Engkau?‖ 63 Tetapi Yesus tetap diam. Lalu kata Imam Besar itu kepadaNya: ―Demi Allah yang hidup, katakanlah kepada kami, apakah Engkau Mesias, Anak Allah, atau tidak.‖ 64 Jawab Yesus: ―Engkau telah mengatakannya. Akan tetapi, Aku berkata kepadamu, mulai sekarang kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di atas awan-awan di langit.‖ 62 Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus 59 Imam Besar itu mengoyakkan pakaiannya dan berkata: ―Ia menghujat Allah. Untuk apa kita perlu saksi lagi? Sekarang telah kamu dengar hujat-Nya. 66 Bagaimana pendapat kamu?‖ Mereka menjawab: ―Ia harus dihukum mati!‖ (Mat 26:62-66) 65 Perhatikan bahwa Yesus diminta untuk mendeklarasikan di bawah sumpah apakah ia ―Kristus‖, yaitu Mesias, Anak Allah (ini adalah gelar lain untuk Mesias, yang akan dibahas dengan lebih menyeluruh berikut ini). Mengapa imam besar itu tidak menanyakan saja kepadanya apakah ia mengklaim kesetaraan dengan Allah, yang memang telah dituduhkan kepadanya di depan umum? Jawabannya mudah, sebagaimana telah kita lihat, mereka tidak bisa melemparkan tuduhan ini kepada Yesus meskipun dengan memakai saksi-saksi palsu; jadi jelaslah bahwa ia tidak pernah membuat klaim semacam itu, dan akan menyangkalnya lagi jika ditanyai. Luar biasanya, bahkan untuk pertanyaan apakah ia adalah Mesias itu Yesus pun menolak memberikan jawaban langsung, menjawab hanya dengan ―Engkau telah mengatakannya‖, yakni, itu adalah kata-katamu, bukan kata-kataku. Dan berpaling dari gelar ―Anak Allah‖ ia malah merujuk dirinya dengan gelar yang lebih ia sukai, yaitu ―Anak Manusia‖ (ay.64), menunjuk kepada nubuatan mesianik dalam Daniel 7:13: ―Aku terus melihat dalam penglihatan malam itu, tampak datang dengan awan-awan dari langit seorang seperti anak manusia‖. Tidak jelas sama sekali bagaimana ini bisa menjadi hujatan di bawah Hukum Yahudi, dan berjilid-jilid diskusi terpelajar tentang pengadilan Yesus tersedia bagi mereka yang ingin mengejar perkara ini lebih jauh. Tapi yang jelas Sanhedrin telah bertekad agar Yesus dieksekusi dengan atau tanpa bukti yang diperlukan. Satu-satunya hal yang amat penting untuk tujuan kita adalah menunjukkan dari cerita-cerita Injili bahwa dakwaan-dakwaan yang dituduhkan kepada Yesus bahwa ia mengklaim kesetaraan dengan Allah tidak bisa bertahan sekalipun dalam persidangan yang bersikap sangat bermusuhan dengannya, yakni Sanhedrin. Di dalam cahaya kisah-kisah dalam Injil, tidak terpahami sama sekali bagaimana para trinitarian bisa mengabaikan bukti dari kitab-kitab Injil dan bersikeras bahwa Yesus memang mengklaim kesetaraan dengan Allah. Tentu saja Yesus mengklaim keintiman istimewa dengan Allah sebagai Bapa karena Logos Allah berinkarnasi di dalam dia (Yoh 1:14); 60 The Only True God tetapi yang menjadi tujuannya, baik melalui kehidupannya ataupun kematiannya, adalah untuk membawa murid-muridnya ke dalam keintiman (atau kesatuan) yang serupa dengan Bapa, sehingga mereka pun akan mengenal Dia sebagai Bapa dan hidup dalam hubungan Bapaanak dengan-Nya; ini adalah unsur sentral pengajaran Yesus dalam Injil Yohanes. Pelayanan Yesus dimaksudkan untuk membawa para murid ke dalam hubungan yang serupa: ―kemuliaan, yang Engkau berikan kepadaKu, supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu: Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku supaya mereka menjadi satu dengan sempurna,‖ Yoh 17:22,23; bdk. 14:20). Pelukisan hubungan rohaniah yang begitu mendalam dipakai untuk menjebaknya dengan tuduhan menyetarakan dirinya dengan Allah. K Arti “Anak Allah” yang diterapkan kepada Yesus dalam PB ita sudah melihat bahwa Yesus tidak pernah mengklaim diri sebagai Allah dalam semua kitab-kitab Injil, dan kata ―Allah‖ tidak dipakai sebagai rujukan kepadanya di bagian PB selebihnya (kecuali dalam beberapa terjemahan Inggris modern, kata ―Allah‖ merujuk kepada Yesus dalam dua atau tiga ayat; kita akan memeriksa terjemahan-terjemahan itu nanti 9). Kita pun telah melihat bahwa istilah trinitaris ―Allah-Anak‖ tidak ditemukan di manapun juga dalam Alkitab. Jadi, dari mana datangnya istilah ini? Jawaban singkatnya, tentu saja, adalah bahwa istilah itu adalah ciptaan trinitaris. Istilah ini beredar karena kemiripannya yang menyesatkan dengan gelar ―anak Allah‖ yang memang muncul dalam PB; dalam benak orang-orang yang tidak terlalu tajam pemikirannya, kedua istilah ini dapat dengan mudah menjadi rancu dalam bahasa Inggris. ―God the son‖ membalikkan ―the son of God‖ dengan membuang kata depan ―of‖. Namun semiripmiripnya ―the son of God‖ dengan ―God the son‖, makna keduanya sama sekali berbeda. Tepatnya perbedaan inilah yang dengan mudahnya dilewatkan (terutamanya oleh orang Kristen rata-rata), sehingga berdampak kepada kekeliruan serius. 9 Silakan merujuk ke Versi Lengkap Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus 61 Apa arti ―Anak Allah‖ dalam PB? Sekilas pandang bukti Alkitabiah menunjukkan bahwa itu adalah sebuah gelar Mesias, Raja Israel yang diharapkan, yang juga akan menjadi ―juruselamat dunia‖ (Yoh 4:42; 1Yoh 4:14). Gelar ini sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan gagasan trinitaris akan suatu tokoh ilahi yang disebut ―Allah-Anak‖. Gelar Alkitabiah tersebut diturunkan dari mazmur Mesianik penting, Mazmur 2, di mana Yahweh berbicara kepada raja Davidik, ―Anak-Ku engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini (hari pengurapan dan penobatan)‖. Frase Mesianik ―Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini‖ menandakan asal mula frase ―Anak Tunggal Allah‖ (Yoh 1:18; 3:16) yang sering dikutip oleh para Trinitarian tanpa mempedulikan asal mulanya, dan memaksakan makna dogmatis mereka sendiri kedalamnya. Faktanya adalah Mazmur 2:7 berulang-kali diterapkan kepada Yesus dalam Perjanjian Baru: Kisah Para Rasul 13:33, ―telah digenapi Allah kepada kita, keturunan mereka, dengan membangkitkan Yesus, seperti yang tertulis dalam mazmur kedua: Engkaulah Anak-Ku! Aku telah menjadi Bapa-Mu pada hari ini.‖ Apa yang menarik dan signifikan tentang ayat ini ialah bahwa dibangkitkannya Yesus dari antara orang mati oleh Allah dilihat sebagai titik penggenapan Mazmur 2:7, titik di mana ia ―diperanakkan‖ sebagai ―anak‖, ketika ia diurapi dan dinobatkan sebagai raja. Menariknya, ayat yang sama diterapkan kepada Yesus dalam Ibrani 5:5 dalam kaitan dengan penunjukannya sebagai Imam Besar yang diangkat sehingga, seperti Melkisedek (Ibr 7:1), ia adalah raja dan juga imam: Ibrani 5:5, Demikian pula Kristus tidak memuliakan diri-Nya sendiri dengan menjadi Imam Besar, tetapi dimuliakan oleh Dia yang berfirman kepada-Nya: ―Engkaulah Anak-Ku! Engkau telah menjadi Anak-Ku pada hari ini‖, Dari semuanya ini jelaslah bahwa ―Anak Allah‖ adalah sebuah gelar dari sang Mesias dalam Alkitab, dan jangan dirancukan dengan ―Allah-Anak‖ trinitaris itu. Beberapa rujukan tambahan sudah cukup untuk menetapkan fakta ini: 62 The Only True God Yohanes 1:34, ―Aku telah melihat-Nya dan memberi kesaksian: Ia inilah Anak Allah.‖ Apa maksud Yohanes Pembaptis dengan gelar ‗Anak Allah‘? Dari ay.41, ―Kami telah menemukan Mesias (artinya: Kristus)‖, murid-muridnya jelas sekali memahami siapa yang dimaksud olehnya. Yohanes 1:49, Kata Natanael kepada-Nya: ―Rabi, Engkau Anak Allah, Engkau Raja orang Israel!‖ Kata-kata di atas menunjukkan bahwa untuk Natanael (dan umat Yahudi umumnya), ‗Anak Allah‘ berarti ‗Raja orang Israel‘, satu lagi gelar lain dari Mesias. Kaitan antara Raja Davidik Israel yang dijanjikan dan dinantinantikan, sang Mesias itu, dengan gelar ―Anak Allah‖ juga terlihat jelas dari nas berikut ini dalam Matius 27: Demikian juga imam-imam kepala bersama-sama ahli-ahli Taurat dan tua-tua mengolok-olokkan Dia dan mereka berkata: 42 ―Orang lain Ia selamatkan, tetapi diri-Nya sendiri tidak dapat Ia selamatkan! Jika Ia Raja Israel, baiklah Ia turun dari salib itu, maka kami akan percaya kepada-Nya. 43 Ia mempercayakan diri-Nya pada Allah: Biarlah Allah menyelamatkan Dia sekarang, jikalau Allah berkenan kepadaNya! Karena Ia telah berkata: Aku Anak Allah.‖ 41 Hendaknya diingat bahwa nas di atas terdapat dalam Injil Matius, bukan dalam Injil Yohanes. Jadi, ‗Anak Allah‘ di sini tidak mempunyai konotasi atau makna yang sama dengan yang terdapat dalam Injil Yohanes, dan tentunya dalam Injil Matius tidak terdapat pernyataan klaim kesetaraan dengan Allah. Oleh sebab itu, kita harus menanyakan apa yang dipahami oleh para imam kepala dan ahli Taurat dengan istilah tersebut, dan mengapa mereka mengaitkannya secara sengaja dengan ‗Raja Israel‘, meskipun dengan berolok-olok? Sekali lagi, jawabannya adalah: ‗Anak Allah‘ dan ‗Raja Israel‘ keduanya adalah gelar mesianik. Namun, mereka menolak Yesus sebagai Mesias Israel; mereka menganggapnya Mesias palsu, dan secara politik mereka menganggapnya teramat berbahaya, sebagaimana ditunjukkan oleh sambutan meriah orang banyak ketika Yesus memasuki Yerusalem dengan jaya. Pemerintah Roma juga amat takut akan pemberontakan politis, jadi para pemimpin Yahudi Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus 63 memanfaatkan rasa takut orang-orang Roma itu, mendesak mereka untuk menyalibkan Yesus. Markus 15:32, ―Baiklah Mesias (Kristus), Raja Israel itu, turun dari salib itu, supaya kita lihat dan percaya.‖ Bahkan kedua orang yang disalibkan bersama-sama dengan Dia mencela Dia juga. B Anak Allah, raja Mesianik Israel ahwa gelar ―anak Allah‖ adalah gelar yang terkenal bagi sang Mesias terlihat dari ayat-ayat berikut yang menunjukkan bahwa kedua gelar ―Kristus‖ (atau ―Mesias‖) dan ―anak Allah‖ kerapkali dipakai bersama: Mat 16:16; 26:63; Mrk 1:1; Luk 4:41; Yoh 11:27; 20:31; Rm 1:4; 1Kor 1:9; 2Kor 1:19; Gal 2:20; Ef 4:13; 1 Yoh 5:20; 2Yoh 1:3,9— semuanya 14 kali (atau 13 jika Mrk 1:1 tidak termasuk). Dari ayat-ayat ini, dan terutamanya dari ayat-ayat dalam Injil-injil di mana ―Kristus‖ dan ―anak Allah‖ diucapkan bersama sebagai dua bagian dari satu gelar itu, semestinya amat jelas sekarang bahwa sang Mesias disebut ―anak Allah‖, berdasarkan kata-kata ―anak-Ku engkau‖ dalam Mazmur 2:7 yang diucapkan kepada raja Davidik. Mengenai ayat ini, Robert Alter, Professor of Hebrew and Comparative Literature pada University of California, Berkeley, baru-baru ini menulis, ―adalah hal biasa di Timur Dekat purba, yang dengan mudah diterima oleh umat Israel, untuk membayangkan raja sebagai anak-nya Allah‖ (The Book of Psalms, A Translation with Commentary). Agar dapat mempertimbangkan makna gelar ―anak Allah‖ dengan lebih seksama, saya mengutip dari artikel yang ditulis oleh James Stalker dalam International Standard Bible Encyclopedia (ISBE): ‗Dalam Kitab Suci gelar tersebut dianugerahkan kepada bermacam orang untuk pelbagai alasan. Pertama, gelar itu diterapkan kepada para malaikat, seperti dalam Ayub 2:1 dikatakan ―datanglah anak-anak Allah menghadap TUHAN (Yahweh)‖; mereka boleh jadi disebut demikian karena mereka adalah makhluk ciptaan Allah, atau karena, sebagai makhluk rohani, mereka menyerupai Allah yang adalah roh. Yang kedua, dalam Lukas 3:38 gelar itu diterapkan kepada manusia pertama; dan dari perumpamaan Anak yang Hilang bisa 64 The Only True God diperdebatkan kalau gelar itu berlaku kepada semua orang. Yang ketiga, gelar itu diterapkan kepada bangsa Ibrani, seperti dalam Kel 4:22, Yahweh berkata kepada Firaun, ―Israel ialah anak-Ku, anak-Ku yang sulung;‖ Alasannya karena Israel adalah sasaran dari kasih Yahweh yang istimewa dan pilihan-Nya yang murah hati. Yang keempat, gelar itu diterapkan kepada rajaraja Israel, sebagai perwakilan dari bangsa yang terpilih. Dengan demikian, dalam 2 Samuel 7:14, Yahweh berkata tentang Salomo, ―Aku akan menjadi Bapanya, dan ia akan menjadi anakKu‖; dan, dalam Mazmur 2:7, penobatan seorang raja diumumkan dalam sebuah ramalan dari surga, yang berkata, ―Anak-Ku engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini.‖ Akhirnya, dalam Perjanjian Baru, gelar tersebut diterapkan kepada semua orang kudus, seperti dalam Yohanes 1:12, ―Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya;‖ Bila gelar itu memiliki jangkauan aplikasi seperti ini, Keilahian Kristus jelas tidak dapat disimpulkan sematamata dari fakta bahwa gelar tersebut diterapkan kepada Yesus‘ . Akhirnya, patut dicatat bahwa walaupun Al Qur‘an memang berbicara tentang Yesus (Isa) sebagai Mesias (Masih), Al Qur‘an mutlak menolak gelar Mesianik PB ―anak Allah‖. Alasannya mudah dilihat dari artikel-artikel kaum Trinitarian yang selalu berusaha membalikkan ―anak Allah‖ menjadi ―Allah-Anak‖. Akibat yang menyedihkan dari semua ini adalah bahwa umat Muslim menolak PB secara keseluruhan, dan dengan demikian menolak pesan keselamatan yang ada dalam sang Mesias (Kristus). Jika mereka bisa diyakinkan bahwa ―anak Allah‖ dalam PB adalah sebuah gelar dari Mesias (Masih) dan tidak berarti ―AllahAnak‖, mereka tidak mempunyai alasan apapun untuk menolaknya. Kita pun harus diingatkan lagi bahwa tidak di manapun dalam PB kepercayaan pada ketuhanan Kristus diperlukan untuk keselamatan. Itu adalah sesuatu yang dipaksakan oleh dogma Kristiani, bukan oleh firman Allah. Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus P 65 Injil-injil Sinoptik embaca PB yang jeli mau tidak mau akan memperhatikan bahwa dalam tiga Injil pertama (disebut ―Injil-injil Sinoptik‖ karena ketiganya tampak memiliki sudut pandang yang sama akan pribadi dan pekerjaan Yesus) hampir tidak ada apapun yang bermanfaat bagi trinitarianisme. Seharusnya menjadi keprihatinan serius bagi orang Trinitarian bahwa tiga dari keempat Injil tersebut tidak dapat dipergunakan untuk mendukung argumen ketuhanan Kristus yang begitu sentral terhadap dogma mereka. Banyak di antara kita sebagai orang Trinitarian melihat hal ini, dan meskipun agak dibingungkan olehnya, dan sekalipun tidak mampu memberikan jawaban memuaskan atas pertanyaan mengapa hal yang teramat penting ini (bagi kita), seperti halnya ketuhanan Kristus, diabaikan begitu saja oleh Sinoptik, kita tidak bisa berbuat banyak selain mengangkat bahu. Maka, Injil Yohanes menjadi Injil kesayangan orang Trinitarian, karena kita mengira kita bisa menggali teks-teks bukti dari dalam Injil ini sepuas hati kita. Itulah sebabnya kita akan memfokuskan sebagian besar kajian kita kepada Injil Yohanes. S Ucapan-ucapan “Aku ada(lah)” —Apakah Yesus mengklaim sebagai Allah? ebagai orang Trinitarian kita menggunakan ucapan-ucapan ―Aku ada(lah)‖ dalam Injil Yohanes sebagai senjata ampuh untuk ―membuktikan‖ ketuhanan Kristus, yaitu, bahwa Yesus adalah Allah. Kita gagal dengan menyedihkan dalam melihat bahwa ini merupakan salah satu argumen paling serampangan yang bisa dikembangkan. Mengapa? Karena hanya ada dua cara untuk memahami ucapan ―Aku ada(lah)‖ dari Yesus ini: (1) Yesus sedang memakai istilah itu secara biasa seperti yang digunakan dalam percakapan sehari-hari (mis. ―Aku adalah seorang pelajar‖, ―Aku adalah orang Indonesia‖, dst.), dan dengan demikian ia sedang membuat pernyataan tentang dirinya sebagai sang Mesias, sang Juruselamat, atau (2) Yesus sedang memakai ―Aku ada(lah)‖ dalam arti khusus merujuk kepada Keluaran 3:14 sebagai gelar dari Yahweh; dan jika demikian 66 The Only True God halnya, maka kalau Yesus bukan sedang mengklaim sebagai Yahweh, maka Yahwehlah yang sedang berbicara melalui dia. Entah ―Aku ada(lah)‖ dipahami sebagai (1) atau (2), tak satu pun dari kedua pilihan tersebut menyediakan bukti akan Yesus sebagai Allah karena, secara pemakaian (1), cara biasa, ia berbicara selaku ―manusia Kristus Yesus‖, dan secara pemakaian (2), rujukan khusus itu untuk Yahweh, Allah Bapa. Oleh karena itu, ucapan-ucapan ―Aku ada(lah)‖-nya Yesus sama sekali tidak menyodorkan bukti apa-apa tentang ketuhanan Yesus sebagai Allah-Anak dalam skema trinitaris. Sekarang kita akan mempertimbangkan (1) dan (2) dua-duanya dengan lebih teliti di dalam cahaya bukti Injil. Bagaimana memahami secara benar pemakaian “Aku ada(lah)” oleh Yesus? (1) ―Aku ada(lah)‖ sebagaimana dipakai dalam artinya yang normal dalam percakapan sehari-hari, di mana Yesus berbicara sebagai seorang manusia sejati, tetapi secara khususnya sebagai ―sang Kristus‖, yang artinya ―sang Mesias.‖ ―Aku ada(lah)‖ (egō eimi, tensa kini) muncul 24 kali dalam Injil Yohanes, di mana 23 kalinya ada dalam kata-kata Yesus dan sekali dalam kata-kata orang buta yang disembuhkan oleh Yesus (Yoh 9:9). Jadi, sebenarnya bukan 7 ―Aku ada(lah)‖ (yang diketahui oleh kebanyakan orang Kristen), tetapi 23 yang merujuk kepada Yesus. Secara statistik, frekuensi ―Aku ada(lah)‖ menunjukkan bahwa frase itu termasuk kosakata khusus dalam Injil Yohanes, yang terlihat jelas dari perbandingan dengan kitab-kitab selebihnya dalam PB: Injil Matius 5 kali; Markus: 3; Lukas: 4; kitab Kisah Para Rasul: 7; Wahyu: 5: jumlah seluruhnya = 24, jumlah yang sama dengan Injil Yohanes. Dengan kata lain, separuh dari seluruh pemunculan egō eimi dalam Perjanjian Baru ada dalam Injil Yohanes. Lalu, apa tujuan dari sekian banyak ―Aku ada(lah)‖ dalam Injil Yohanes? Jawabannya tentu saja ada dalam pernyataan tujuan Injil itu, ―tetapi hal-hal ini telah dicatat, supaya kamu percaya bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya karena percaya kamu memperoleh hidup dalam nama-Nya‖ (Yoh 20:31). Bukankah bentuk persona ke-3 dari ―Aku ada(lah)‖ ialah ―dia ada(lah)‖? Jadi, tujuannya ialah untuk Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus 67 mengumumkan bahwa ―dia ada(lah)‖, yaitu, Yesus adalah sang Kristus, Anak Allah itu. Namun, ketika Yesus berbicara, ―dia ada(lah)‖ jelas harus ada dalam bentuk ―Aku ada(lah)‖. Kata ―Kristus‖ (―Mesias‖ dalam bahasa Yunani) muncul 18 kali dalam Injil Yohanes, tetapi hanya keluar sekali dari mulut Yesus sendiri, dan itu ada dalam doanya kepada Bapa dalam Yohanes 17:3. Ketika diminta dalam Yohanes 10:24 untuk menyatakan secara gamblang apakah ia Kristus, ia menjawab, ―Aku telah mengatakannya kepada kamu, tetapi kamu tidak percaya; pekerjaan-pekerjaan yang Kulakukan dalam nama Bapa-Ku, itulah yang memberikan kesaksian tentang Aku‖ (ay.25). Ia memang mengatakannya kepada mereka, tetapi tanpa memakai gelar ―Kristus‖; ia membiarkan mukjizat-mukjizat ―memberikan kesaksian tentang Aku‖. Lagipula, alih-alih gelar ―Kristus‖, ia mendeskripsikan pelayanan Kristus, sang Mesias, dengan istilahistilah metaforik seperti ―gembala domba-domba‖, ―terang dunia‖, dst., masing-masing diawali dengan ―Aku ada(lah)‖. Namun, hal yang jelas adalah ia memang mengakui bahwa ia adalah Kristus, meskipun pada umumnya ia menolak menyatakannya secara eksplisit. ―Sebab jikalau kamu tidak percaya, bahwa Akulah Dia (egō eimi), kamu akan mati dalam dosamu‖ (Yoh 8:24). Alasannya mengapa perlu mempercayai bahwa dia adalah Mesias/Kristus yang dijanjikan adalah ―supaya karena percaya kamu memperoleh hidup dalam nama-Nya‖ (Yoh 20:31)—ini penting untuk keselamatan. Namun, mempercayai bahwa Yesus adalah Allah bukan syarat untuk keselamatan di manapun juga dalam Perjanjian Baru. Trinitarianisme telah memaksakan kepada jemaat suatu persyaratan untuk keselamatan tanpa pembenaran dari Firman Allah, dan ini adalah sebuah hal yang sangat serius. Dalam nas berikut dalam Yohanes 8 kita dapat melihat cara Yesus yang khas dalam memakai ―Aku ada(lah)‖ (egō eimi), biasanya diterjemahkan sebagai ―Akulah Dia‖ sebagaimana diharuskan oleh kaidah linguistik Inggris: ―Karena itu tadi Aku berkata kepadamu bahwa kamu akan mati dalam dosamu; sebab jikalau kamu tidak percaya, bahwa Akulah Dia (egō eimi), kamu akan mati dalam dosamu.‖ 25 Lalu kata mereka kepada-Nya: ―Siapakah Engkau?‖ Jawab Yesus kepada mereka: ―Apa yang telah Kukatakan kepadamu sejak semula? 24 68 The Only True God Banyak yang harus Kukatakan dan Kuhakimi tentang kamu; akan tetapi Dia yang mengutus Aku, adalah benar, dan apa yang Kudengar dari Dia, itulah yang Kukatakan kepada dunia.‖ 27 Mereka tidak mengerti bahwa Ia berbicara kepada mereka tentang Bapa. 28 Maka kata Yesus: ―Apabila kamu telah meninggikan Anak Manusia, barulah kamu tahu bahwa Akulah Dia (egō eimi), dan bahwa Aku tidak berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri, tetapi Aku berbicara tentang hal-hal, sebagaimana diajarkan Bapa kepadaKu.‖ (Yoh 8:24-28) 26 Perhatikan baik-baik, Yesus mengatakan kepada orang-orang bahwa mereka harus percaya bahwa ―Akulah (Dia)‖ jika mereka tidak mau mati dalam dosa-dosa mereka. Maka, sebagaimana bisa kita duga, mereka segera menanyakan dia, ―Siapakah Engkau?‖ tetapi, sekali lagi, ia menolak memberi jawaban langsung atau eksplisit atas pertanyaan tersebut. Artinya, dia menolak untuk berkata ―Akulah Mesias‖ atau ―Akulah Anak Allah‖. Ia hanya menyatakan ―apa yang Kudengar dari Dia (Bapa), itulah yang Kukatakan kepada dunia‖. Di sini, seperti di bagian lain dalam Injil Yohanes, Yesus menekankan subordinasinya yang total kepada Bapa, sampai-sampai ia tidak berkata apa-apa selain apa yang disampaikan Bapa kepadanya. Akan tetapi, dalam ayat 28 Yesus sekali lagi merujuk kepada dirinya sebagai ―Akulah (Dia)‖, tetapi kali ini ia berbicara tentang dirinya sebagai ―Anak Manusia‖. Dalam bahasa Yunani gelar tersebut tidak ditulis dengan huruf kapital; penulisan itu dilakukan oleh para penerjemah, jelas-jelas dengan niat agar istilah tersebut dipahami sebagai sebuah gelar mesianik. ―Anak manusia‖ jelas sekali merupakan gelar yang lebih disukai oleh Yesus untuk dirinya sendiri dalam keempat Injil (semuanya 74 kali: Mat: 27 kali; Mrk:14; Luk:22; Yoh:11). Baik dalam bahasa Aram maupun bahasa Ibrani (juga Ibrani modern) ―anak manusia‖ adalah istilah yang lazim untuk ―manusia‖ (bdk. Ef 3:5). Hal ini tidak diketahui oleh kebanyakan orang Kristen, sehingga mereka beranggapan bila itu semestinya semacam gelar istimewa, dalam hal ini, sebuah gelar mesianik. Padahal, secara linguistik sudah cukup tepat bila menerjemahkan Yohanes 8:28 itu dengan ―Apabila kamu telah meninggikan Manusia itu (atau, manusia), barulah kamu tahu, bahwa Akulah Dia (egō eimi)‖. Entah ―anak manusia‖ itu sebuah gelar mesianik atau bukan dibahas dalam sejumlah besar buku dan artikel, tetapi hal itu Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus 69 tidak berkaitan secara langsung dengan kajian ini. Yang perlu kita camkan di sini adalah bahwa Yesus jelas menginginkan para pendengarnya memperhatikan dia mengatakan dirinya sebagai ―sang manusia‖, atau ―sang Manusia‖. Berdasarkan nas ini dalam Yohanes 8, sebagaimana juga dengan pemakaian-pemakaian lain dari ―Aku ada(lah)‖ dalam ucapan-ucapan Yesus, “Aku ada(lah)” dalam Injil Yohanes dengan sendirinya adalah sebuah pernyataan mesianik tepatnya karena itu menggemakan ―dia adalah‖ dari Yohanes 20:31: ―tetapi hal-hal ini telah dicatat, supaya kamu percaya bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya karena percaya kamu memperoleh hidup dalam nama-Nya‖—Dia adalah Kristus. Dengan demikian, ―Aku ada(lah)‖ = ―dia ada(lah)‖. Jadi, dalam Yohanes 8:28, misalnya, Yesus adalah Kristus/Mesias tanpa menghiraukan apakah ―anak manusia itu‖ dimengerti sebagai sebuah gelar mesianik atau bukan. Oleh karena itu, dalam Yohanes 8 ini, seperti dalam sebagian nas-nas lain, “Aku ada(lah)” merupakan sebuah penegasan mesianik yang implisit, bukan sebuah klaim terhadap gelar milik Yahweh. Adalah sebuah kesalahan, tentunya, untuk segera berasumsi bahwa setiap pemunculan dari ke-23 ―Aku ada(lah)‖ dalam Injil Yohanes hendaknya dimengerti secara mesianik. Prinsip dasar yang menguasai semua eksegesis adalah bahwa konteks merupakan sebuah faktor penentu dalam menetapkan arti dari nas yang sedang dipertimbangkan. “Aku ada(lah)” dalam Yohanes 14:6 Ketundukan Kristus kepada Bapa menonjol dengan kejelasan yang sempurna di seluruh Injil Yohanes. Melihat kembali saya sekarang menginsafi betapa aneh untuk Yohanes 14:6 (―Akulah jalan dan kebenaran dan hidup‖), misalnya, dikutip oleh para Trinitarian sebagai bukti atas ketuhanan dan kesetaraan Kristus dengan Allah sang Bapa. Orang tidak perlu menjadi pemikir yang mendalam atau luar biasa perseptif untuk melihat bahwa ―jalan‖ adalah sarana untuk mencapai tempat tujuan, bukan tempat tujuan itu sendiri; jalan adalah cara untuk sampai ke tujuan, bukan akhir dari tujuan itu sendiri. Sewaktu kita berada dalam perjalanan, apakah kita begitu terpikat dengan jalan itu sampai kita tidak bisa melihat ke mana jalan itu membawa kita? Dan ke manakah Kristus, Jalan itu, membawa kita? Ayat yang sama (Yoh 14:6) 70 The Only True God memberi jawabannya: Membawa kita kepada Bapa, karena ―tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.‖ Kristuslah Jalan itu—‗melalui Aku‖—tempat tujuannya adalah ―Bapa‖: ―Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah‖ (1Ptr 3:18). Namun, mengapa setiap kali kita melihat atau mendengar pernyataan Yesus dalam bentuk ―Akulah jalan…‖ kita beranggapan bahwa ia sedang menyatakan, atau mengklaim, keilahian? Bukankah ini disebabkan oleh karena kita telah dipenuhi oleh ajaran trinitaris sehingga kita tidak dapat memahami kata-kata tersebut dengan cara lain? Jika Yesus sekadar ingin mengatakan bahwa ia adalah jalan kepada Allah, apakah ada cara lain untuk mengatakannya selain dengan ―Akulah (egō eimi) jalan‖? Jika saya berkata ―Aku adalah orang Cina‖, apakah ―Aku ada(lah)‖ dalam kata-kata ini menyiratkan bahwa saya sedang membuat klaim keilahian? Dalam Yohanes 9:9, ketika orang-orang memperdebatkan apakah orang buta itu benar-benar orang yang disembuhkan oleh Yesus, ia sendiri menegaskan fakta tersebut dengan kata-kata ―Aku ada(lah) (egō eimi)‖, yang artinya mengatakan secara tegas, ―Akulah orangnya dan bukan orang lain.‖ Adalah tidak masuk akal bila mengemukakan bahwa dengan mengatakan ―Aku ada(lah)‖, orang yang dulunya buta itu sedang membuat klaim implisit sebagai Allah! Adalah benar bahwa dalam bahasa Yunaninya, ―Aku ada(lah)‖ dalam Injil Yohanes ini berciri penegas, yang menekankan bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan; sama seperti ―Akulah pintu‖ (Yoh 10:7,9) yang berarti ―akulah orangnya, bukan orang lain, yang adalah pintu itu.‖ Namun, pintu itu, seperti jalan, merupakan sarana yang digunakan orang untuk keluar masuk rumah. Pintu bukanlah rumah. Jika tidak ada rumah, tidak perlu ada pintu. Demikian juga, bila tidak ada tempat tujuan, tidak perlu ada jalan. Mengingat pembahasan terdahulu, tidak bisa diragukan bahwa ―Aku ada(lah)‖ dalam ―Akulah jalan‖ dari Yohanes 14:6 berciri mesianik, sama seperti Yohanes 8:24 dan 28; dan tentunya bukan merupakan klaim terhadap keilahian. Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus 71 “Akulah kebangkitan dan hidup” (Yoh 11:25) Para Trinitarian tidak ragu mengutip kata-kata tersebut sebagai ―tanda bukti‖ bahwa Yesus adalah Allah. Namun, seperti biasanya, mereka tidak mau repot-repot memandang konteksnya. Kata-kata itu diucapkan kepada Marta, ketika Yesus menanyakan apakah ia mempercayai pernyataannya dan juga pernyataan-pernyataan mengejutkan lain yang diucapkan segera sesudahnya. Yesus berkata: ―siapa saja yang percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya. Percayakah engkau akan hal ini?‖ Jawaban Marta bukanlah, ―Ya, aku percaya engkau adalah Allah‖, melainkan ―Ya, Tu[h]an, aku percaya, bahwa Engkaulah Mesias, Anak Allah, yang akan datang ke dalam dunia...‖ (Yoh 11:25-27). Dengan kata lain, Marta tidak melihat perkataan Yesus sebagai suatu klaim terhadap keilahian melainkan sebagai sebuah pernyataan mesianik. Sebagai seorang Yahudi Marta tahu, tidak seperti kebanyakan orang non-Yahudi yang tidak tahu, bahwa ―Anak Allah‖ bukanlah sebuah gelar ilahi dalam Alkitab tetapi sebuah gelar Mesias yang didasari oleh Mazmur 2:7. Namun, bukankah Yesus mengatakan ini pada peristiwa kebangkitan Lazarus? Tentu saja. Namun, jika pertanyaan ini menyiratkan bahwa membangkitkan orang mati adalah bukti dirinya sebagai Allah, ini memperlihatkan ketidak-tahuan yang luar biasa akan Alkitab. Itu bukan satu-satunya peristiwa dalam kisah-kisah Alkitab tentang orang mati yang dibangkitkan. Jauh sebelum masa Yesus, Elia juga membangkitkan seorang anak yang sudah mati dan tidak satu pun orang Yahudi yang pernah menganggap hal itu bisa digunakan sebagai bukti bahwa Elia adalah tokoh ilahi! Kisah tentang perbuatan Elia itu tercatat dalam 1 Raja-Raja 17:17 dst., dan luar biasa miripnya dengan kisah Yesus yang membangkitkan anak seorang janda di kota Nain sebagaimana dilukiskan dalam Lukas 7:11-17. Butir-butir utama dari persamaannya adalah: (1) kedua contoh tersebut ada hubungannya dengan kesedihan seorang janda; (2) kematian dari anak satu-satunya; (3) kata-kata pada akhir kisah dalam Injil Lukas setelah orang mati itu dihidupkan kembali, ―Yesus menyerahkannya kepada ibunya‖ (Luk 7:15), yang menggemakan apa yang dilakukan Elia setelah anak itu dibangkitkan: ia membawanya turun dari kamar atas, tempat di mana ia membawa anak itu dan berdoa kepada Yahweh, dan mengembalikannya kepada ibunya. Adalah mungkin bila kata-kata dalam Injil Lukas artinya 72 The Only True God tidak lebih daripada Yesus mengembalikan anak itu kepada sang ibu, tetapi tidak menutup kemungkinan bila Lukas juga memang berniat menyiratkan suatu rujukan kepada nabi besar Elia itu. Kemungkinan ini lebih besar sambil kita membaca kisahnya, sebab segera setelah pernyataan tersebut dalam Lukas 7:15 kita membaca, ―Semua orang itu ketakutan dan mereka memuliakan Allah, sambil berkata: ‗Seorang nabi besar telah muncul di tengah-tengah kita,‘ dan ‗Allah telah datang untuk menyelamatkan umat-Nya‘‖. Peristiwa kebangkitan orang muda dari antara orang mati itu tidak menyebabkan orang Yahudi menganggapnya sebagai bukti keilahian Yesus, melainkan sebagai bukti bahwa ―seorang nabi besar (seperti Elia) telah muncul di tengah-tengah kita‖ dan bahwa ―Allah telah datang untuk menyelamatkan umat-Nya‖, sama seperti ketika Ia menyelamatkan Israel dari penyembahan berhala melalui Elia, terutamanya melalui peristiwa masyhur di atas gunung Karmel. Para Trinitarian terus-menerus memasukkan klaim-klaim mereka untuk keilahian Yesus ke dalam ucapan-ucapan dan tindakan-tindakan Yesus padahal ia sama sekali tidak memaksudkannya demikian dan orangorang yang hadir ketika itu pun tidak menarik kesimpulan itu. Apakah “Aku ada(lah)” dipakai dalam arti khusus (yaitu, merujuk kepada Yahweh) dalam sebagian ucapan-ucapan Yesus? Yesus berulang-kali menegaskan bahwa Bapa adalah sumber dari segala sesuatu yang dilakukannya. Ia tidak dapat mengerjakan dan mengatakan ―apapun dari diri-Nya sendiri‖. Apa lagi arti ucapannya itu kalau bukan perbuatan dan perkataannya adalah apa yang diungkapkan oleh Bapa (yang tinggal di dalam dia) melalui dia? Ini dinyatakan dalam Yohanes 5:19: ‗Lalu Yesus menjawab mereka, ―Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diri-Nya sendiri, jikalau Ia tidak melihat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak.‖‘ Juga Yohanes 5:30, ―Aku tidak dapat berbuat apa-pun dari diri-Ku sendiri‖. Yohanes 8:28, ―Aku tidak berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri, tetapi Aku berbicara tentang hal-hal, sebagaimana diajarkan Bapa kepada-Ku.‖ Ucapanucapan itu jelas berarti bahwa sang Bapa Allah, Yahweh, bertindak dan Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus 73 berbicara melalui Yesus. Apakah ada buktinya dalam perkataan Yesus? Barangkali pernyataan berikut adalah satu contohnya: Yohanes 8:58, Kata Yesus kepada mereka: ―Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, sebelum Abraham ada, Aku telah ada.‖ Untuk memahami ayat ini, ada dua pilihan: (1) Mengambil ―Aku ada(lah)‖ dalam ayat ini sebagai rujukan kepada Keluaran 3:14 atau kepada Yesaya 43:10,11. Kita harus menyadari bahwa ini berarti kita mengatakan bahwa Yesus mengklaim dirinya sebagai Yahweh—suatu klaim yang tidak ingin dibuat oleh para Trinitarian, karena jika Yahweh memiliki kedudukan dalam Allah Tritunggal, kedudukannya haruslah sebagai ―Allah Bapa‖, bukan sebagai ―Anak‖. (2) Mengambilnya dalam arti Yahweh berinkarnasi di dalam ―manusia Kristus Yesus‖, dan di sini Ia dengan gamblang tengah berbicara di dalam Yesus dan melalui Yesus. Secara eksegetis pilihan yang terakhir ini tentu saja tidak mustahil; tetapi tetap saja akan berlawanan dengan trinitarianisme (sama seperti pilihan pertama). Mengapa kita berkata bahwa pilihan alternatiflah yang mungkin, yakni, bahwa Yahweh adalah Dia yang sedang berbicara melalui Yesus dengan kata-kata, ―Sebelum Abraham ada, Aku ada‖? Kemungkinan ini disebabkan oleh dua alasan yang saling berkaitan: (1) Sang Bapa ―diam‖, ―tinggal‖ di dalam Kristus atau ―bersatu dengan‖ Kristus. Semua kata-kata tersebut pada dasarnya mengandung makna yang sama, dan semuanya menerjemahkan kata menō dalam Yohanes 14:10 dan pada bagian lain dalam Injil Yohanes. ―Tidak percayakah engkau bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku? Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang tinggal di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaanpekerjaan-Nya.‖ (Yoh 14:10) (2) Dengan berbagai cara Yesus menegaskan bahwa ―firman yang kamu dengar itu bukanlah dari Aku, melainkan dari Bapa yang mengutus Aku‖ (Yoh 14:24); ―Sebab Aku berkata-kata bukan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang mengutus Aku, Dialah yang memerintahkan Aku untuk mengatakan apa yang harus Aku katakan dan Aku sampaikan.‖ (Yoh 12:49) 74 The Only True God Dengan menggabungkan kedua butir di atas, tentu bukan mustahil bila Yohanes 8:58 adalah sebuah contoh di mana sang Bapa, Yahweh, berbicara melalui Yesus dengan kata-kata ―Aku ada(lah)‖. Dan Ia (Yahweh) tentu telah ada sebelum Abraham dalam pengertian apa pun dari kata ―sebelum‖. Contoh lain di mana kita mungkin dapat mendengar suara Yahweh berbicara melalui Yesus adalah dalam Yohanes 10:11,14 ―Akulah gembala yang baik‖, yang dengan jelas mencerminkan kata-kata masyhur dari Mazmur ke-23, ―TUHAN (Yahweh) adalah gembalaku‖. Sulit untuk tidak menyimpulkan adanya maksud pengidentifikasian yang disengaja. Pengidentifikasian yang selanjutnya diperkuat oleh ayat masyhur dan indah lainnya: ―Seperti seorang gembala Ia menggembalakan kawanan ternak-Nya dan menghimpunkannya dengan tangan-Nya; anak-anak domba dipangku-Nya, induk-induk domba dituntun-Nya dengan hatihati.‖ (Yes 40:11) Kekeliruan penggunaan trinitaris “Aku ada(lah)” sebagai bukti ketuhanan Yesus Haruslah diingat bahwa dalam memperdebatkan ketuhanan Yesus, mengatakan bahwa Yahweh, sang Bapa, berbicara melalui Yesus yang Ia diami, adalah sangat berbeda dari penggunaan trinitaris atas frase ―Aku ada(lah)‖. Apa yang perlu dimengerti oleh umat Trinitarian adalah: Jika dengan “Aku ada(lah)” Yesus mengklaim dirinya sebagai Allah, maka secara khusus ia mengklaim dirinya sebagai Yahweh! Klaim trinitaris bahwa ―Aku ada(lah)‖ dalam Injil Yohanes harus dimengerti sebagai klaim Yesus sebagai Allah, mengalami banyak masalah. Apakah mereka ingin mengatakan bahwa Yesus, alih-alih Bapa, adalah Yahweh? Atau, apakah mereka ingin mengatakan bahwa ada tiga (atau dua?) pribadi yang adalah Yahweh? Hal ini melanggar pernyataan monoteis PL. Namun, bukan itu saja, ini akan membuat perkataan Yesus sendiri dalam Injil Yohanes tidak masuk akal, misalnya, ―Bapa lebih besar daripada Aku‖ (Yoh 14:28), jika ―Aku‖ dimengerti sebagai ―Aku ada(lah)‖ yang ilahiah itu. Dalam konteks Yohanes 14 kita harus percaya pada Allah dan juga pada Yesus (14:1, bdk. ay.10,11); dan Yesus menghendaki kita mengerti bahwa sebagai sasaran dari iman dan Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus 75 kepercayaan kita, sang Bapa lebih besar daripada dia. Apa lagi maksudnya kalau bukan itu? Trinitarianisme, yang bersikeras pada pendirian dogmatisnya akan kesetaraan dari ‗pribadi-pribadi‘ ilahi itu, telah sangat menyulitkan kita dalam menerima pengajaran yang amat gamblang dan eksplisit dalam Injil Yohanes tentang subordinasi Anak kepada Bapa. Kita dibuat merasa telah mempermalukan atau menghina Anak dengan mengakui bahwa ia adalah subordinat Bapa—meskipun Anak itu sendiri yang bersikeras akan subordinasinya. Dengan mengsubordinasikan Yesus, sebenarnya bukan kita yang lancang. Akhirnya, orang-orang Trinitarian sepertinya tidak mampu memutuskan apakah Yesus mengklaim sebagai Yahweh (sekalipun ia bahkan tidak menyatakan dirinya sebagai Mesias secara terbuka) atau sebagai anak Yahweh (―anak Allah‖). Banyak orang Trinitarian yang begitu bingung dengan persoalan ini sehingga dalam kekaburan mereka kelihatannya ingin mengambil semacam bentuk perpaduan dari keduanya! Betapa pun tidak sesuainya dengan Kitab Suci, dogma trinitaris sebenarnya rutin memanjakan gaya bicara bertentangan seperti ini, yang sekarang menyatakan Yesus adalah Allah dan juga kemudian menyatakan ia adalah Anak Allah—hal ini, tentu saja, adalah hal yang kita kenal baik karena kita sendiri sebagai orang-orang Trinitarian juga melakukannya. Pengamatan lanjutan atas Yohanes 8:58 Adalah jelas bahwa ―Aku telah ada‖ berada pada posisi penegas. Apakah ―aku telah ada sebelum Abraham‖ dapat menjadi bacaan yang sepadan? Ada dua ayat yang bersesuaian dengannya: Yohanes 1:15 Yohanes bersaksi tentang Dia dan berseru, ―Inilah Dia, yang kumaksudkan ketika aku berkata: ‗Kemudian daripada aku akan datang Dia yang telah mendahului aku, sebab Dia telah ada sebelum aku.‘‖ Kata-kata Yohanes Pembaptis ini diulangi verbatim dalam Yohanes 1:30. Penjelasan mengapa ia (sang Mesias Yesus) ―mendahului aku‖ adalah ―sebab Dia telah ada sebelum (prōtos) aku‖. Kata prōtos di sini tentu saja 76 The Only True God bisa mengacu kepada waktu, sama seperti ―sebelum‖ (Yun: prin) dalam Yohanes 8:58. Yohanes (seperti Abraham) dilahirkan sebelum Yesus, jadi, bagaimana mungkin Yesus telah ada sebelum dia? Ini sepertinya menunjuk pada persepsi Yohanes tentang Yesus sebagai penjelmaan Logos, Firman Allah. Kita bisa yakin bahwa Yohanes, sebagai seorang Yahudi monoteistik, tidak akan pernah berpikir atau berbicara tentang Yesus sebagai Allah. Bagaimanapun, maksud dalam Yohanes 1:15,30 ialah, sang Pembaptis mengakui bahwa Yesus lebih besar daripadanya. Demikian juga, apa yang dinyatakan dalam Yohanes 8:58 berarti, setidak-tidaknya, bahwa Yesus lebih besar daripada Abraham, bapa bangsa-bangsa dan ―sahabat Allah‖ itu. Bahwa pengertian ini benar ditegaskan oleh kenyataan bahwa Yohanes 8:58 menjawab pertanyaan yang diajukan dalam ay.53, ―Adakah Engkau lebih besar daripada bapak kita Abraham?‖ Jika makna dasar Yohanes 8:58 adalah bahwa meskipun Abraham itu besar, Yesus sang Mesias lebih besar lagi, maka hal ini bisa didamaikan oleh sejumlah besar nas dalam Sinoptik yang menekankan kebesaran Yesus: Lebih besar daripada Bait Suci, Matius 12:6; lebih besar daripada Yunus, Matius 12:41; Lukas 11:32; lebih besar daripada Salomo, Matius 12:42; Lukas 11:31. Allah dan Bapa Tu[h]an kita Yesus Kristus ―Allah dan Bapa Tu[h]an kita Yesus Kristus‖ adalah sebuah bentuk rujukan penting kepada Allah yang ditemukan dalam Roma 15:6; 2 Korintus 1:3; 11:31; Efesus 1:3; 1 Petrus 1:3. Kelima referensi ini menunjukkan bahwa frase tersebut merupakan sebuah deskripsi Allah yang terkenal dalam gereja PB, dan bahwa Allah yang mereka sembah itu memang adalah ―Allah dan Bapa Tu[h]an kita Yesus Kristus‖. Bagi kita yang dibesarkan dalam trinitarianisme, sang ―Bapa‖ langsung dihubungkan dengan ―Allah-Anak‖, sedangkan dalam PB, ―Bapa‖ adalah istilah yang dimengerti dalam kaitannya dengan ―anak Allah‖, gelar sang Mesias atau Kristus. Gelar ini selanjutnya digabungkan ke dalam gelar ―Tu[h]an Yesus Kristus‖, yang bagi seorang berbahasa Ibrani adalah ―Tu[h]an Yesus sang Mesias‖ (lih. mis. Salkinson-Ginsburg Hebrew NT). Bagi orang-orang yang tidak berbahasa Ibrani, gelar Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus 77 ―Kristus‖ itu telah menjadi semacam nama keluarga sehingga signifikansi orisinilnya terhilang. ―Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tu[h]an dan Kristus‖ (Kis 2:36) dan, tidak kalah pentingnya, untuk alasan yang satu ini bahwa Ia adalah ―Allah dan Bapa dari Tu[h]an kita Yesus‖. Hal ini jelas memperlihatkan bahwa gereja awal tidak memandang kata ―Tu[h]an‖ sebagai gelar ilahi dalam pengertian trinitaris. Betapa berbedanya keadaan dewasa ini di mana orang Kristen tidak bisa memikirkan Yesus sebagai ―Tu[h]an‖ kecuali dalam pengertian bahwa ia adalah Allah. Ini memperlihatkan bagaimana pemikiran trinitaris telah membuat kita hampir tidak mungkin bisa membaca PB kecuali di dalam bahasa dan kategori-kategori trinitaris. Umat Kristen sudah terpaku untuk membaca dengan kacamata trinitaris. Kecuali jika kita dibebaskan dari belenggu ini oleh anugerah Allah, kita tidak akan mampu memahami firman Allah dengan benar, selain hanya dengan istilah-istilah yang disimpangkan secara serius. Seberapa besarkah dampak yang diakibatkan oleh kondisi yang menyedihkan dan berbahaya ini atas kondisi rohaniah gereja saat ini, bila gereja tidak lagi bisa memahami firman Allah sebagaimana mestinya? Mereka menyembah tiga pribadi, alih-alih satu, dan kebanyakannya menyembah satu pribadi—Yesus. Bertolak-belakang tajam dengan ini, dalam PB jemaat menyembah ―Allah dan Bapa Tu[h]an kita, Yesus Kristus‖. Atau sebagaimana dikemukakan oleh sang Rasul, ―aku sujud kepada Bapa‖ (Ef 3:14). Namun, bagaimana kita dapat mendamaikan gagasan trinitaris tentang Yesus yang setara dengan Yahweh, dan di sisi lain, fakta bahwa Yahweh adalah Allahnya Yesus? Sekali lagi, apakah dengan cara lazim memakai gaya bicara bertentangan (double-talk): dalam hal Yahweh sebagai Allahnya Yesus, itu berlaku kepada Yesus sebagai manusia, bukan sebagai Allah (jika tidak maka Yahweh akan menjadi Allah dari Allah!)? Dengan kata lain, trinitarianisme melibatkan diperlukannya Yesus untuk dibagi dua bila menyangkut eksegesis akan ayat-ayat dalam Kitab Suci: Dalam satu bagian sesuatu dikatakan berlaku kepada Yesus sebagai manusia, dan dalam bagian lain sesuatu dikatakan berlaku kepadanya sebagai Allah. Dengan cara meloncat bolak-balik seperti inilah dogma itu dipertahankan. Akan tetapi, pemisahan Allah dengan manusia di dalam Kristus trinitaris sebenarnya tidak diizinkan oleh syahadat trinitaris itu sendiri, karena pemisahan Allah dengan manusia di dalam Kristus seperti inilah yang dikutuk sebagai bidat dalam nama 78 The Only True God ―Nestorianisme‖, yang mengakibatkan pengucilan. ―Eutikianisme dan Nestorianisme akhirnya dikutuk pada Konsili Khalkedon (th. 451 M), yang mengajarkan satu Kristus dalam dua kodrat dipersatukan dalam satu pribadi atau hypostasis, akan tetapi tetap ‗tanpa kerancuan, tanpa perubahan, tanpa pembagian, tanpa perpisahan!‘‖ (Evangelical Dictionary of Theology, W.A. Elwell, Baker, Art. tentang Kristologi). Dengan demikian, sifat pertentangan-diri dari trinitarianisme terungkap oleh gaya bicara bertentangan (double-talk) yang trinitaris. Karena, seandainya Allah dan manusia dalam Kristus dapat dipisahkan dengan mengatakan ayat ini berlaku kepada Yesus sebagai manusia tetapi ayat itu berbicara tentang Yesus sebagai Allah, maka Yesus bukan lagi satu pribadi melainkan dua, dan ini bertentangan dengan dogma trinitaris bahwa Yesus adalah ―Allah sejati, manusia sejati‖, keduanya dalam satu pribadi. Namun, teori itu satu hal, prakteknya lain lagi. Diperhadapkan dengan masalah-masalah yang tak teratasi dalam terang Alkitab monoteistik yang tak kenal kompromi, para Trinitarian terpaksa bermain sulap interpretatif untuk menyangga dogma mereka. Mari kita ambil satu butir penting yang dasariah sebagai contoh. Satu hal yang teramat sering dinyatakan tentang Yesus adalah tentang kematiannya yang menebus. Namun, seandainya Yesus adalah Allah, maka ia tidak bisa mati; jika ia bisa mati, maka ia bukan Allah. Karena, satu kebenaran dasariah tentang Allah dalam Alkitab ialah bahwa Dia itu abadi, kekal dan senantiasa ada (Ul 33:27; Mzm 90:2, dst.); Sejauh Alkitab, tidak ada keraguan sama sekali akan hal ini. Paulus berbicara tentang Allah sebagai Dia yang ―satu-satunya yang tidak takluk kepada maut‖ (1Tim 6:16). Segala sesuatu akan berlalu, namun Allah tetap selamanya, ―tahun-tahun-Mu (-Nya) tidak berkesudahan‖ (Mzm 102:2527). Jadi trinitarianisme diperhadapkan kepada pertanyaan: Bagaimana mungkin Yesus bisa mati tetapi dia juga adalah Allah? Untuk itu tidak ada jawaban lain selain mengatakan: Yesus mati sebagai manusia, bukan sebagai Allah. Inilah gaya bicara bertentangan yang tak terelakkan. Lalu, apa jadinya dengan syahadat trinitaris yang dinyatakan di Khalkedon: ―Satu Kristus dalam dua kodrat (perhatikan bagaimana Allah disebut dengan istilah ―kodrat‖) dipersatukan dalam satu pribadi…tanpa pembagian, tanpa pemisahan‖? Jelaslah, dogma ini benar-benar mustahil untuk dipertahankan dalam terang wahyu Alkitabiah akan Allah. Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus 79 Lagipula, seandainya Yesus adalah Allah, maka istilah ―Allah Tu[h]an kita Yesus Kristus‖ itu tanpa bisa dipungkiri berarti bahwa Allah adalah Allah dari Allah! Aduh, trinitarianisme! Karena, mau tidak mau, ini akan membangkitkan pertanyaan: ―Allah‖ macam apa Yesus trinitarianisme ini? Allah memang dikenal sebagai ―Allah segala allah‖ (Ul 10:17; Yos 22:22; Mzm 136:2; Dan 2:47; 11:36), tetapi siapa ―segala allah‖ ini harus kita biarkan untuk ditemukan jawabannya oleh para Trinitarian. Allah sebagai Allah dan Bapanya Yesus —dan sebagai Allah dan Bapa kita; Yohanes 20:17 Istilah ―Allah dan Bapa‖ muncul 12 kali dalam PB; 6 darinya berhubungan dengan Kristus, dan 6 selebihnya berhubungan dengan orang-orang beriman. Semua 12 referensi tersebut dikutip lengkap di sini untuk memudahkan dalam mereferensi: Allah sebagai Allah Tu[h]an kita Yesus Kristus, atau ―Allahnya‖: Roma 15:6, ―sehingga dengan satu hati dan satu suara kamu memuliakan Allah dan Bapa Tu[h]an kita, Yesus Kristus.‖ 2 Korintus 1:3, ―Terpujilah Allah, Bapa Tu[h]an kita Yesus Kristus, Bapa yang penuh kemurahan dan Allah sumber segala penghiburan‖. 2 Korintus 1:31, ―Allah, yaitu Bapa dari Yesus, Tu[h]an kita, yang terpuji sampai selama-lamanya [bdk. Rm 9:5], tahu, bahwa aku tidak berdusta.‖ Efesus 1:3, ―Terpujilah Allah dan Bapa Tu[h]an kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam surga‖. 1 Petrus 1:3, ―Terpujilah Allah dan Bapa Tu[h]an kita Yesus Kristus, yang karena rahmat-Nya yang besar telah membuat kita lahir kembali melalui kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada hidup yang penuh pengharapan‖. 80 The Only True God Wahyu 1:6, ―dan yang telah membuat kita menjadi suatu kerajaan, menjadi imam-imam bagi Allah, Bapa-Nya, bagi Dialah kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya. Amin.‖ Allah sebagai Allah dan Bapa kita: Galatia 1:4, ―yang telah menyerahkan diri-Nya karena dosadosa kita, untuk melepaskan kita dari dunia jahat yang sekarang ini, menurut kehendak Allah dan Bapa kita‖. Efesus 4:6, ―satu Allah dan Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan melalui semua dan di dalam semua.‖ Filipi 4:20, ―Dimuliakanlah Allah dan Bapa kita selamalamanya! Amin.‖ 1 Tesalonika 1:3, ―Sebab kami selalu mengingat pekerjaan imanmu, usaha kasihmu dan ketekunan pengharapanmu kepada Tu[h]an kita Yesus Kristus di hadapan Allah dan Bapa kita‖. 1 Tesalonika 3:11, ―Kiranya Dia, Allah dan Bapa kita, dan Yesus, Tu[h]an kita, membukakan bagi kami jalan kepadamu‖. 1 Tesalonika 3:13, ―Kiranya Dia menguatkan hatimu, supaya tak bercacat dan kudus, di hadapan Allah dan Bapa kita pada waktu kedatangan Yesus, Tu[h]an kita, dengan semua orang kudus-Nya.‖ Para pakar Muslim telah menuduh Paulus sebagai orang yang menuhankan manusia Yesus dengan menjadikan dia Allah-Anak, dan dengan demikian, Paulus menjadi pendiri sejati agama Kristen sebagaimana yang ada sekarang. Namun, terlepas dari fakta bahwa istilah ―Allah-Anak‖ tidak pernah dipakai oleh Paulus, apa yang kita lihat dari daftar ayat-ayat di atas tentang ―Allah dan Bapa‖ akan segera menjadi jelas bahwa kebanyakan dari rujukan kepada Allah sebagai ―Allah dari Yesus Kristus‖ itu ditemukan dalam surat-surat Paulus (4 dari 6 referensi), dan ia menulis dengan cara yang persis sama tentang Allah sebagai Allah kita (seluruh 6 referensi). Yesus berbicara tentang Allah sebagai ―Allahku‖ (Yoh 20:17; Mat 27:46 = Mrk 15:34). Dalam Yohanes 20:17, Yesus berkata kepada Maria Magdalena, ―Janganlah engkau memegang Aku terus, sebab Aku belum Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus 81 naik kepada Bapa, tetapi pergilah kepada saudara-saudara-Ku dan katakanlah kepada mereka bahwa sekarang Aku akan pergi kepada BapaKu dan Bapamu, kepada Allah-Ku dan Allahmu.‖ Hal ini tercermin dengan kuatnya dalam Wahyu 3:12 di mana Kristus yang telah bangkit itu berbicara tentang ―Allahku‖ sebanyak empat kali dalam satu ayat ini: ―Siapa yang menang, ia akan Kujadikan tiang di dalam Bait Suci Allah-Ku, dan ia tidak akan keluar lagi dari situ; dan padanya akan Kutuliskan nama Allah-Ku, nama kota Allah-Ku, yaitu Yerusalem baru, yang turun dari surga dari Allah-Ku, dan namaKu yang baru.‖ (Wahyu 3:12) Arti ayat ini pada hakikatnya tidak akan terpengaruh jika alih-alih ―Allahku‖ cukup dibaca ―Allah‖ saja. Jadi, apa yang ditampilkan dengan jelas sekali adalah penegasan dari Kristus bahwa Allah adalah Allahnya yang dinyatakan dengan cara yang paling personal. Ini adalah hal terpenting untuk memahami Kristologi kitab Wahyu (bdk. pula Why 3:2). Sebagai orang Trinitarian kita menganjurkan bahwa ucapan ―Bapaku dan Bapamu‖, ―Allahku dan Allahmu‖, lebih membedakan daripada menyatukan Yesus dengan kita karena ia tidak berkata ―Bapa kita‖, ―Allah kita‖. Namun, kita mengabaikan kenyataan bahwa dalam kalimat yang sama ia juga berkata ―pergilah kepada saudara-saudaraKu‖. Dengan demikian, apakah ia juga membedakan dirinya dari saudara-saudaranya? Jika demikian, bagaimana? Bukankah ia juga berkata bahwa semua orang yang melakukan kehendak Allah adalah saudara-saudaranya (Mat 12:48,49; Mrk 3:33; Luk 8:21), yang berarti bahwa semua orang yang melakukan kehendak Allah akan mengalami Allah sebagai Bapa? Tidak bisa dipungkiri bila Yesus menggenapi kehendak Bapa secara lebih penuh daripada saudara-saudaranya, tetapi apakah itu membuat Allah menjadi Bapanya secara berbeda? Namun, di sini sebagaimana di bagian lain, kita memasukkan trinitarianisme kita ke dalam teks itu, dan dogma kita menuntut adanya pembedaan antara kemanusiaan kita dengan kemanusiaan Kristus, karena Kristus bukan manusia yang sama seperti kita. Ia adalah Allahmanusia, Allah dan manusia di dalam satu pribadi. Ini berarti ia bukan sungguh-sungguh manusia seperti kita. Lebih lanjut, ini berarti dalam mentalitas trinitaris Yesus itu cenderung lebih sebagai Allah daripada sebagai manusia; kemanusiaannya ternaungi oleh keilahiannya. Ini 82 The Only True God menimbulkan pertanyaan apakah Yesus trinitaris itu hanyalah sekadar sebuah tubuh manusia yang kepribadiannya digerakkan oleh kodrat ilahinya. Kristus yang trinitaris adalah Allah, tetapi dapatkah dikatakan dengan jujur bahwa ia ―benar-benar manusia‖? Allah-manusia, dalam kasus seperti ini, bukan manusia seperti kita. Jadi, trinitarianisme harus mengubah definisi ―Allah‖ dan ―manusia‖ untuk memuat Yesus yang mereka tuhankan! Jika kita memberi kebebasan kepada diri kita sendiri untuk mendefinisikan istilah-istilah Alkitabiah dengan cara apa saja sesuai dengan tuntutan dogma kita, maka kita telah memilih untuk memperlakukan Alkitab semau kita. Namun, apa lagi yang bisa diharapkan bila dasar batu karang monoteisme Alkitabiah itu, di mana Yahweh adalah satu-satunya Allah, telah ditolak karena lebih menyukai tiga pribadi yang berbagi dalam satu zat/hakikat atau kodrat ilahi? Sebagai akibatnya, ―eksegesis‖ trinitaris atas Yohanes 20:17 menengarai bahwa ―Bapa‖ juga semestinya dimengerti dalam arti yang berbeda-beda. Jadi, ketika Yesus berkata ―Bapaku‖, ia kononnya dengan sengaja membedakan hubungannya dengan Bapa dari hubungan muridmuridnya dengan Bapa, dengan istilah ―Bapamu‖. Logika macam apa ini! Namun, pembacaan teks secara gamblang (tanpa kacamata trinitaris) mengindikasikan bahwa justru kebalikannyalah yang benar: apa yang dimaksudkannya adalah bahwa mulai saat ini dan seterusnya, oleh kuasa kebangkitan dan oleh Roh Kudus yang akan segera disalurkannya kepada mereka (sebagaimana disebutkan dalam beberapa ayat kemudian, Yoh 20:22), murid-muridnya akan tahu bahwa ―Bapaku‖ adalah ―Bapamu‖. Ini mengingatkan kita kepada kata-kata indah dalam Kitab Rut, di mana Rut berkata kepada Naomi, ―Janganlah desak aku meninggalkan engkau dan pulang dengan tidak mengikuti engkau; sebab ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku bermalam: bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku.‖ (Rut 1:16) Ini membawa kita kepada inti dari pelayanan Yesus, tujuan yang digambarkan oleh Rasul Petrus sebagai ―untuk membawa kita kepada Allah‖ (1Ptr 3:18). Untuk mencapai hal ini, Yesus melakukan dua hal yang menuntut sebuah respon: yang pertama, Yesus memanggil pendengarnya untuk ―datanglah kepada-Ku‖ (Mat 11:28; Yoh 1:39; 5:40; 6:44,65: BIS) dan, yang kedua, ia memanggil kita dengan kata-kata, ―mengikut Aku‖ (Mat 10:38; Mrk 8:34; Yoh 10:27, dst.); atau sederhananya, ―datanglah ke mari dan ikutlah Aku‖ (Mat 19:21; Luk Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus 83 18:22). Kedua langkah tersebut menentukan sifat dasar pemuridan dalam Perjanjian Baru. Ucapan Rut kepada Naomi secara benar dipandang mengekspresikan hakikat dan karakter dari pemuridan. Hasil dari dibawa kepada Allah melalui Yesus adalah bahwa kita mengenal Allah sebagai Bapa kita dengan cara yang sama seperti Yesus mengenal Allah sebagai Bapa. Setiap orang Kristen telah mempelajari doa ―Bapa Kami‖ (Mat 6:9-13) sejak masa kanak-kanak. Doa ini sering didaraskan dalam ibadah gereja. Namun, berapa banyak orang Kristen yang mengenal Allah sebagai Bapa? Apa maksud Yesus ―membawa kita kepada Allah‖ kalau bukan membawa kita untuk mengenal Allah, agar kita memanggil-Nya ―Abba, Bapa‖ dari hati kita (Gal 4:6; Rm 8:15), persis seperti Yesus yang juga memanggil-Nya ―Ya Abba, ya Bapa‖ (Mrk 14:36)? Ia datang untuk menyelamatkan kita, dan inilah arti ―diselamatkan‖. ―Inilah hidup yang kekal, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus.‖ (Yoh 17:3) Persoalan trinitaris polemis akan “dua kodrat” dalam Kristus, sang “Allah-manusia” D alam teologi Kristen, topik yang mengandung kepentingan khusus adalah ―Kristologi‖, yang terutamanya mengenai persoalan polemis bagaimana memahami Yesus Kristus dengan dua ―kodrat‖, Allah dan manusia, di dalam satu pribadi. Masalah ini tidak berasal dari Perjanjian Baru, melainkan sejak Yesus dituhankan sebagai Allah oleh gereja non-Yahudi. Mulai saat itulah masalah ini baru menjadi kritis bagi Kekristenan. Mau tidak mau, penuhanan Yesus menjadi Allah telah membawa konsekuensi serius: yaitu menyangsikan monoteisme melalui terciptanya suatu situasi di mana sekarang ada lebih dari satu pribadi sebagai Allah. Gereja non-Yahudi menyadari sepenuhnya fakta bahwa Alkitab itu monoteistik, jadi bagaimana gereja masih dapat mempertahankan suatu bentuk monoteisme, dan di saat yang sama ketuhanan Kristus sebagai Allah-Anak? Sebagian pemimpin gereja memiliki kepedulian lebih besar terhadap monoteisme; sebagian lainnya bersikeras pada kedudukan Kristus sebagai Allah. Sebagai akibatnya, sejarah Kristologi, sebagaimana dapat diduga, ditandai oleh konflik, perpecahan, dan pengucilan (bahkan uskup-uskup saling mengucilkan satu sama lain!) Pada akhirnya, pandangan bahwa Yesus 84 The Only True God adalah Allah keluar sebagai pemenangnya dalam gereja non-Yahudi. Hal seperti ini tidak mungkin terjadi kepada gereja Yahudi awal. Lantas, bagaimana dengan monoteisme? Yah, Allah dikurangkan dari satu Pribadi ke satu ―hakikat‖. Ini muncul cepat sekali dalam gereja non-Yahudi, tidak lama setelah gereja terputus pertaliannya dengan gereja induk Yahudinya. ―Bapa‖ Latin terkemuka, Tertullianus (th. 155220 M), menaruh perkara itu sebagai berikut, ―Allah adalah nama dari hakikat itu, yaitu, keilahian‖ (J.N.D. Kelly, Early Christian Doctrines). Tanpa membahas lebih jauh akan kerumitan, liku-liku sejarah Kristologi, cukup untuk diketahui bahwa posisi doktrinal gereja dewasa ini pada hakikatnya tetap sama seperti pada masa Tertullianus, yaitu, ―tiga pribadi Ke-Allahan yang saling berbagi hakikat yang sama‖ (W.A. Elwell, Evangelical Dictionary of Theology, “Substance”.) Mengapa para Trinitarian berbicara tentang Yesus sebagai ―Allahmanusia‖? Karena mereka mengklaim bahwa ia memiliki dua ―kodrat‖, kodrat ilahi dan kodrat manusiawi: Bagaimanakah kedua kodrat tersebut berhubungan satu sama lain di dalam dia? Jawaban yang diberikan pada Konsili Khalkedon (th. 451 M) menyatakan bahwa kedua kodrat tersebut eksis bersama ―tanpa kerancuan, tanpa perubahan, tanpa pembagian, tanpa pemisahan‖ di dalam satu pribadi itu. Ini seakan-akan menunjukkan adanya penggabungan (bukan kerancuan) dua kodrat yang sama sekali berbeda dan terpisah di dalam pribadi Yesus. Bagaimana ―pribadi‖ seperti ini, yang pada dasarnya adalah dua pribadi, dapat bertindak, sama sekali tidak diterangkan, dan tak pelak, tidak dapat dijelaskan. Jadi, ini termasuk ke dalam alam ―rahasia-rahasia‖ teologis— sesuatu yang mematahkan semangat orang untuk menyelidiki lebih lanjut. Rupanya pribadi Yesus ini harus diterima sebagai suatu teka-teki saja. Pribadi yang ada di tengah-tengah iman trinitaris itu harus tetap dalam keadaan tidak dapat dipahami, setidaknya berkenaan dengan bagaimana ia mampu bertindak sebagai yang disebut Allah dan manusia sekaligus. Pernyataan Khalkedon tidak dapat dipahami jika pernyataan tersebut dianggap memberi referensi yang berarti terhadap suatu pribadi nyata. Pernyataan yang tertulis demikian itu tidak lebih daripada suatu pernyataan dogmatis yang dibuat oleh sebuah majelis gereja di Khalkedon pada abad ke-5. Penegasan ini tidak dapat memperlihatkan adanya dasar-dasar kuat dari Kitab-kitab Suci, akan tetapi oleh gereja Trinitarian dideklarasikan sebagai batu ujian Kristen yang ortodoks. Namun, pertanyaan yang harus diajukan adalah, apakah ini pengajaran Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus 85 Alkitabiah ataukah hasil kerancuan manusia yang berdampak pada kegagalan dalam memahami pewahyuan Alkitabiah? Dari abad ke abad, banyak orang Trinitarian yang berpikir merasa tidak puas percaya pada ―suatu‖ Kristus yang pada dasarnya tidak terpahami, suatu teka-teki. Banyak yang lebih menyukai gagasan Yesus sebagai Allah yang berinkarnasi di dalam tubuh seorang manusia. Setidaknya pandangan ini kelihatannya masuk di akal. Dalam pandangan mereka tentang Kristus, Allah (Anak, bukan Bapa) telah mengambil-alih kedudukan dalam konstitusi manusia yang biasanya ditempati oleh ―roh manusia‖. Gagasan tersebut didukung oleh apa yang dalam teologi dikenal sebagai ―Kristologi Aleksandrian‖. Menurut gagasan tersebut, Yesus mempunyai tubuh sejati terbuat dari daging sama seperti kita, akan tetapi pribadi yang bertindak di dalamnya adalah Allah-Anak (jika tidak maka ada dua pribadi yang bertindak di dalam satu pribadi itu— yang mirip dengan skizofrenia!). Di dalam Kristus, ―Allah-Anak‖ telah mengambil alih (apapun artinya, atau, dari sudut pandang lain, menggantikan) roh manusia. Dengan demikian, di tingkatan daging ia sama seperti kita, akan tetapi ―Allah-Anak‖lah yang hidup di dalam daging itu. Dengan cara ini ia bisa dianggap ―Allah sejati dan manusia sejati‖. Di sini kita tidak akan membahas soal ―Allah sejati‖, tetapi dapatkah orang yang konstitusinya seperti itu benar-benar seorang ―manusia sejati‖, sekalipun jika ia memiliki tubuh manusia yang nyata? Tentunya tidak sulit untuk dilihat oleh siapapun (kecuali jika kita sengaja bersikap buta) bahwa tidak ada manusia yang juga sekaligus Allah dapat sungguh-sungguh disebut manusia tanpa mendefinisi ulang istilah ―manusia‖ menjadi sesuatu yang berbeda dari arti sebenarnya. Barangkali kita tidak tahu banyak, tetapi kita adalah manusia, jadi, sekalipun jika kita tidak tahu apa-apa, setidaknya kita tahu betul manusia itu seperti apa. Itulah sebabnya kita tahu bahwa tidak peduli Allah-manusia itu apa, ia bukan manusia seperti kita, sama sekali bukan salah satu dari kita. Berbicara tentang Allah dan manusia dengan istilah ―kodrat‖ nyaris bukan suatu cara yang baik untuk melanjutkan pemeriksaan kristologis. Namun, tidak sulit untuk memahami mengapa para Trinitarian terpaksa memakai istilah ini. Berbicara tentang Allah dan manusia hanya pantas dalam pengertian ―pribadi‖. Berbicara tentang manusia dengan istilah ―kodrat‖ berarti berbicara tentang ciri-cirinya dan kualitasnya, bukan tentang dirinya sebagai suatu ―pribadi‖. Namun, jelaslah dengan adanya 86 The Only True God pemikiran trinitaris tentang Kristus sebagai ―Allah-manusia‖, tidaklah mungkin berbicara tentang Allah dan manusia dalam pengertian ―pribadi‖, karena jika tidak, Kristus akan menjadi dua pribadi: Allah dan manusia! Namun, mengatakan bahwa Allah adalah ―zat/hakikat‖ atau ―kodrat‖ sesungguhnya merupakan penghinaan kepada Allah dalam Alkitab, dan mereka yang berbuat demikian tanpa disadari sedang bermain-main dengan ―api yang menghanguskan‖ (Ul 4:24; 9:3; Yes 33:14; Ibr 12:29). Di dalam Alkitab, Allah jelas bukan sekadar ―kodrat‖ atau ―zat‖. Lagipula, memiliki ―kodrat ilahi‖ tidak menjadikan Allah, jika tidak, maka berdasarkan 2 Petrus 1:4 kita pun menjadi ilahi. Begitu juga, hanya sekadar memiliki ―kodrat‖ atau ―hakikat/esensi‖ manusia tidaklah menjadikan manusia; melainkan, oleh karena kita adalah manusia (atau pribadi), itulah sebabnya kita memiliki kodrat manusia. Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan ―kodrat‖? Agaknya ini merujuk kepada hal-hal seperti sifat intrinsik, perangai, atau kualitas esential. ―Kualitas-kualitas‖ seperti itu yang ada pada manusia berasal dari kemanusiaannya, tetapi keadaannya sebagai manusia tidak berasal dari kualitas-kualitas tersebut. Dengan demikian, mendahulukan ―kodrat‖ daripada manusianya sama saja dengan ―mendahulukan kereta daripada kudanya‖. Seekor binatang bisa saja memperlihatkan ciri-ciri atau perilaku manusia (―nyaris manusia‖), tetapi itu tidak menjadikannya manusia. Apa yang dimaksud dengan ―kodrat ilahi‖ dalam 2 Petrus 1:4 sangat jelas dari konteksnya, yang menerangkan bahwa kualitas-kualitas moral dan spiritual Allah tersedia bagi kita (bdk. ―buah Roh‖, Gal 5:22) sebagai akibat menjadi manusia baru dalam Kristus (2Kor 5:17). Dengan demikian, mengatakan bahwa Yesus memiliki kodrat ilahi tidak sama dengan mengatakan bahwa ia adalah Allah. Jelas sekali, apa yang disebut ―kodrat‖ oleh para Trinitarian adalah sesuatu yang lebih menyerupai ―hakikat‖. Namun, sekali lagi, Allah bukanlah hakikat, dan manusia juga bukan hakikat. Seseorang itu lebih daripada sekadar ―hakikat‖nya, tidak peduli apapun artinya. Bisa dikatakan bahwa seseorang itu lebih daripada jumlah hakikat-hakikatnya, atau kodratkodratnya, atau ciri-cirinya. Tidak heran bila dengan terminologi-terminologi yang kabur seperti ―kodrat‖ dan ―hakikat‖, doktrin dua-kodrat Kristus menjadi sebuah isu polemis dalam gereja sejak periode Nikea dan seterusnya, yang berakibat Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus 87 kepada kerancuan, perselisihan, konflik dan perpecahan. Adakah jalan keluar untuk masalah yang diciptakan oleh gereja itu sendiri? Kitab Suci berbicara tentang ―Roh Allah‖ dan juga ―roh manusia‖ (Ams 20:27; Pkh 3:21; Za 12:1, dst.). Dapatkah kita berbicara tentang ―roh‖ dengan istilah ―kodrat‖? Jika ya, maka ―roh manusia‖ akan sama dengan ―kodrat‖ manusia, sebagai satu unsur dasariah pada konstitusi manusia. Namun, sebagaimana diketahui setiap orang, dalam konstitusi setiap manusia juga terdapat ―daging‖, dan ―daging‖ ini pun merupakan unsur penting pada konstitusi manusia. Daging itu begitu mendefinisikan manusia, dan begitu dasariah terhadap karakter dan kodratnya, sehingga Alkitab berbicara tentang eksistensi manusia cukup dengan ―daging‖ (mis. Yes 40:6; Yoh 1:14). Namun, jika ―daging‖ mendefinisikan kehidupan manusia, dan jika manusia juga memiliki ―roh‖ yang juga integral kepada ―kodrat‖nya sebagai manusia, maka manusia memiliki dua ―kodrat‖: daging dan roh. Jika memang demikian halnya, ini berarti bahwa untuk Yesus sebagai Allah-manusia, ia akan memiliki tiga ―kodrat‖: daging manusia dan roh manusia ditambahkan kepadanya sebagai Allah-Anak! Ini nyaris tidak bisa dianggap manusia sejati tanpa mengubah definisi dari makna menjadi ―manusia‖. Satu solusinya adalah dengan mengemukakan bahwa Allah-Anak, sebagai Roh, telah menggantikan roh manusia di dalam Yesus. Namun, ini tidak benar-benar menuntaskan masalah, karena sekarang manusia itu minus ―roh‖ manusia, dan dengan demikian, tetap bukan manusia sungguh-sungguh, bukan ―manusia sejati‖. Dari semuanya ini jelas bahwa trinitarianisme, dengan menuhankan Kristus sebagai Allah, telah menciptakan sebuah masalah yang jelas-jelas tidak ada jalan keluarnya. Allah dan manusia tidak bisa sekadar dipersatukan atau digabungkan seperti yang dibayangkan oleh trinitarianisme dengan gagasan ―Allahmanusia‖. Seandainya mereka tidak menciptakan masalah ini, tidak ada perlunya mencari solusi. Ini bukan masalah Perjanjian Baru, sebagaimana yang akan kita lihat, melainkan sebuah masalah yang diciptakan oleh gereja non-Yahudi. 88 The Only True God Jika Yesus adalah Allah, lalu bagaimana dengan keselamatan manusia? M asalahnya bahkan lebih rumit daripada itu: Seandainya Yesus adalah Allah, maka mustahil untuk dia berdosa, karena Allah bahkan tidak bisa digoda untuk berdosa (Yak 1:13). Bagaimana mungkin dia yang tidak mampu berdosa beridentik dengan orang-orang berdosa dan menjadi perwakilan mereka? Hanya dia yang mampu berdosa (seperti Adam) tetapi tidak melakukannya—yang tanpa dosa bukan dalam arti tidak mampu berdosa, melainkan tidak berbuat dosa, yang berhasil sedangkan Adam gagal—hanya pribadi seperti inilah yang dapat mati bagi orang-orang berdosa. ―Melalui ketaatan satu orang banyak orang menjadi orang benar‖ (Rm 5:19), tetapi jika ia taat karena ia tidak mampu tergoda, atau berbuat dosa, maka percuma saja berbicara tentang ―ketaatan‖nya. Hal yang menakjubkan tentang Yesus sebagai Juruselamat kita adalah ini: bahwa ia bisa saja berbuat dosa, tetapi ia tidak melakukannya; ia bisa saja tidak menaati Bapa, tetapi ia tetap taat dalam segala hal. Jika itu bukan hal paling menakjubkan, lantas apa? Siapa saja yang pernah dengan serius menghadapi tantangan-tantangan dalam menjalani kehidupan yang berkenan kepada Allah pasti akan dibuat kagum dengan keajaiban kehidupan Yesus yang sempurna. Bahkan seorang dengan tingkat kerohanian seperti Paulus mengakui, ―Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna, melainkan aku mengejarnya, kalau-kalau aku dapat juga menangkapnya‖ (Flp 3:12). Apakah ada jawaban dalam Kitab Suci untuk masalah ini? Petunjuk pertama dapat ditemukan dalam Yohanes 1:18 ―di pangkuan Bapa‖ yang mengatakan keakraban yang amat sangat akan hubungan Kristus dengan Yahweh; dibandingkan dengan keakraban itu, Yohanes yang ada ―di pangkuan‖ Yesus (Yoh 13:23), hanyalah cerminan redup. Ada suatu kedalaman dari kesatuan dengan Yahweh yang diungkapkan lewat ucapan: ―Engkau di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau‖, yang diinginkan Yesus agar juga menjadi realitas dalam murid-muridnya. Sebagian orang beriman pernah mengecap sedikit dari kenyataan yang diungkapkan lewat ucapan, ―Tetapi siapa yang mengikatkan dirinya pada Tuhan, menjadi satu roh dengan Dia‖ (1Kor 6:17), karena hal ini bukan sekadar status melainkan sebuah realitas yang dialami (sama seperti menjadi ―satu daging‖ melalui pernikahan bukan sekadar status Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus 89 melainkan sebuah realitas yang dialami). Namun, kita hanya mempunyai ide yang dangkal akan kesatuan macam itu dalam kesempurnaannya. Akan tetapi, dalam hal Yesus kesatuan rohaniah dengan Yahweh ini berakibat pada kedinamisan konstan dalam kehidupan yang dijalaninya dan yang dibuktikan oleh kehidupannya yang sempurna tanpa dosa. Seandainya gereja non-Yahudi mengerti bahwa realitas dalam Kristus itu bukan semacam kesatuan metafisik lewat penggabungan dua ―hakikat‖ atau ―kodrat‖ dalam Kristus (terminologi trinitarisnya: ―kesatuan hipostatik‖), seandainya mereka dapat dibebaskan dari pemikiran dalam kategori politeistik (―tiga Pribadi‖) dan filosofis Yunani, dan menangkap semacam kedalaman dan kuasa dari kesatuan rohaniah (―satu roh‖, 1Kor 6:17), maka mereka pasti akan dapat memahami kebenaran Kitab Suci tentang pribadi Kristus dan kesatuannya dengan sang Bapa. Kata-kata indah dari Ulangan 33:12 berlaku kepada Yesus pada kedalaman yang tidak dapat berlaku kepada siapa pun, ―Kekasih TUHAN (Yahweh)… diam di antara bahu-bahu-Nya.‖ (NAU) Sesungguhnya itulah artinya berada ―di pangkuan Bapa‖! Hidup ―di dalam Dia‖ menurut ajaran Yesus. Kristologi trinitaris: masalah yang jauh lebih serius untuk dipikirkan N amun, masih ada sebuah masalah yang jauh lebih serius yang ditimbulkan oleh kristologi trinitaris: kesatuan antara Allah dengan manusia yang sedemikian rupa di mana Allah benarbenar menjelma ke dalam sebuah tubuh manusia secara permanen, dan dengan cara itu menjadi seorang manusia, sedemikian rupa di mana Allah dapat disebut sebagai manusia—seorang manusia istimewa bernama Yesus Kristus. Trinitarianisme disajikan sedemikian rupa di mana Anselmus dapat berbicara tentang Allah yang menjadi manusia (dalam bukunya yang terkenal Cur Deus Homo?). Ini jauh melampaui antropomorfisme. Adalah satu hal untuk berkata bahwa Allah tampil dalam bentuk manusia di Perjanjian Lama, akan tetapi untuk berkata bahwa Allah menjadi seorang manusia sebagaimana yang dipikirkan oleh trinitarianisme, adalah hal yang sama sekali berbeda. Baik adanya untuk kita mempertimbangkan apakah kita telah bersikap keterlaluan dengan dogma Kristiani kita, sampai-sampai 90 The Only True God melanggar sifat Allah yang transenden; dan apakah imanensi-Nya telah diseret ke tingkat di mana para teolog tidak ragu-ragu berbicara tentang Allah yang abadi itu disalibkan dan mati di atas kayu salib (bdk. J. Moltmann, The Crucified God). Sayangnya, trinitarianisme telah memungkinkan cara bicara seperti ini tentang Allah. Batas yang memisahkan keadaan sebagai Allah dan keadaan sebagai manusia bukan saja telah dibuat kabur tetapi telah dibongkar. Ada beberapa hal yang tidak bisa dibenarkan betapa pun besarnya rasa takzim kita. Siapa saja yang sungguh-sungguh telah menangkap semangat pewahyuan Allah dalam Perjanjian Lama pasti akan gemetar berbicara tentang Allah yang disalibkan dan mati layaknya manusia fana. Namun, trinitarianisme telah membuat kita begitu mati rasa sampai kita berani berbicara seperti itu bahkan tentang Allah, yang menurut Kitab-kitab Suci dianggap penghujatan. Kita berani menginjak tempat yang tidak berani didekati oleh malaikat pun (Yudas 1:6). Karena karya ini berciri eksegetis dan ekspositoris, serta tidak dimaksudkan sebagai risalat teologis, pertanyaan di atas akan saya tinggalkan sebagai bahan refleksi dengan akal sehat. Kesatuan rohaniah—bentuk kesatuan tertinggi K arena tidak rohaniah, kita lamban menyadari bahwa kesatuan rohaniah adalah bentuk kesatuan tertinggi; tidak ada kesatuan lain yang lebih tinggi. Malah, sejak abad ke-5 (Konsili Khalkedon, th. 451 M) dan seterusnya, gereja non-Yahudi secara resmi meminta keyakinan dalam sebuah syahadat yang mendeklarasikan ―penyatuan dua kodrat, yakni kodrat ketuhanan dan kodrat kemanusiaan, ke dalam satu hypostasis atau pribadi Yesus Kristus‖ (―Hypostatic Union”, Evangelical Dictionary of Theology, W.A. Elwell, Ed.). Perhatikan bahwa apa yang ditegaskan secara eksplisit adalah penyatuan Allah dengan manusia melalui penyatuan ―kodrat ketuhanan dengan kodrat kemanusiaan‖. Seandainya maksudnya adalah untuk menyatakan penyatuan Allah (sekali pun jika yang dimaksud adalah ―Pribadi Kedua‖) dengan manusia dalam Kristus, kenapa tidak dinyatakan saja dengan gamblang? Kenapa harus dengan memakai istilah ―dua kodrat‖? Sebab, semestinya jelas bahwa ―kodrat‖ seseorang bukanlah orang itu seutuhnya. Dan jika yang dimaksud adalah orang itu seutuhnya, kenapa yang dibicarakan hanya Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus 91 ―kodrat‖nya saja? Dalam 2 Petrus 1:4 kita pun dinyatakan sebagai orangorang yang ―mengambil bagian dalam kodrat ilahi‖. Apakah memiliki ―kodrat ilahi‖ menjadikan kita Allah atau setara dengan Allah, atau bagian dari ―Ke-Allahan‖? Tentu saja tidak. Lalu, kenapa memiliki ―kodrat‖ ilahi mengangkat Kristus menjadi Allah, atau menunjukkan bahwa ia adalah salah satu anggota dari ―Ke-Allahan‖? Dan oleh karena ―kodrat‖ itu tidak sama dengan pribadi itu seutuhnya, maka bukankah akibat dari kesatuan ―dua kodrat‖ dalam satu pribadi ini akan membuahkan satu pribadi yang sama sekali bukan Allah dan juga sama sekali bukan manusia? Akan tetapi, dengan cara demikian trinitarianisme ingin menandaskan bahwa ia itu ―sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia‖! Bagaimana bisa gereja dibuat benar-benar bingung seperti itu? Ini disebabkan kegagalan dalam mempersepsi kebenaran Kitab Suci bahwa kesatuan rohaniah (―satu roh‖, 1Kor 6:17) adalah bentuk kesatuan yang paling tinggi dan mendalam. Kegagalan tersebut menyebabkan mereka mencari semacam bentuk kesatuan ―hakikat‖ atau ―kodrat‖ secara metafisis dalam Kristus, sehingga terciptalah istilah ―kesatuan hipostatik‖, yang dianggap semacam kesatuan yang lebih tinggi. Namun, sebagaimana telah kita lihat, kesatuan dari ―dua kodrat‖, yaitu kodrat Allah dan kodrat manusia, tidak bisa berarti lebih selain daripada suatu pemilikan atribut-atribut yang diwakili oleh atau terkandung dalam ―kodrat-kodrat‖ tersebut. Akan tetapi, apa yang ingin ditandaskan oleh syahadat Khalkedon melalui doktrin ―kesatuan hipostatik‖ ini adalah Allah dan manusia sungguh-sungguh dipersatukan di dalam Kristus sehingga ―kodrat manusia secara tidak terpisahkan bersatu untuk selama-lamanya dengan kodrat ilahi di dalam satu pribadi Yesus Kristus, tetapi masing-masing kodrat itu tetap berdiri sendiri, seutuhnya dan tidak berubah, tanpa campuran atau kerancuan sehingga pribadi yang satu itu, Yesus Kristus, sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia‖ (―Hypostatic Union”, Evangelical Dictionary of Theology, W.A. Elwell, Ed.). Bagaimana mungkin seseorang memiliki kodrat yang ―seutuhnya‖ tanpa memiliki pribadi yang seutuhnya? Apa yang gagal dilihat oleh para Trinitarian ialah bahwa hanya dalam hal kesatuan rohaniah sajalah Allah dan manusia bisa bersatu sedemikian rupa dan tetap ―berdiri sendiri, seutuhnya dan tidak berubah, tanpa campuran atau kerancuan‖ dalam pribadi yang satu itu: 1 92 The Only True God Korintus 6:17 ―Tetapi siapa yang mengikatkan dirinya pada Tuhan, menjadi satu roh dengan Dia.‖ Lagipula, gagasan akan semacam ―kesatuan kodrat‖ metafisis (apapun itu artinya) mau tidak mau mengkompromikan kemanusiaan Kristus, dan ini menimbulkan konsekuensi soteriologis yang paling serius. Akan tetapi, Gereja bersikeras akan dogmanya, dan mengabaikan fakta bahwa dengan bersikap demikian doktrin Alkitabiah tentang keselamatan telah dikompromikan, tetapi kebanyakan orang Kristen tidak menyadari hal ini. Adalah penting untuk kita menyadari bahwa seorang Kristus yang bukan sungguh-sungguh manusia tidak dapat menyelamatkan mereka yang sungguh-sungguh manusia. Justru karena dalam Perjanjian Baru, Kristus Yesus adalah sungguh-sungguh manusia maka ia dapat sungguh-sungguh menyelamatkan kita. Tak satu pun yang ―sungguh-sungguh Allah‖ dapat menjadi ―sungguh-sungguh manusia‖. Itu juga sebabnya setiap bahasan tentang makna Logos dalam Injil Yohanes pasal 1 harus selalu dengan mengingat kebenaran ini, dan tidak membiarkan dirinya terbawa oleh gagasan-gagasan dan opini-opini metafisis. Gagasan Allah-manusia itu dikenal baik oleh bangsa Yunani yang mitologinya sarat dengan dewa-dewi yang pada suatu ketika adalah lakilaki atau perempuan. Tidak heran kalau bangsa Yunani, atau kaum terpelajar bangsa Yunani, para pimpinan gereja non-Yahudi bisa mencetuskan ide kesatuan kodrat ilahi dan manusiawi dalam satu pribadi Yesus Kristus. Mereka hanya sekadar merumuskan ajaran Alkitabiah dari segi ide-ide budaya Yunani, yang telah menjadi kebiasaan mereka dalam berpikir dan mengungkapkan diri mereka. Tampaknya kebanyakan dari mereka masih belum cukup mendalami ajaran Alkitabiah untuk dapat menghayati semangat ajaran itu dan berpikir sesuai dengan pola ajaran tersebut, bertolak-belakang dengan para orang beriman Yahudi mula-mula. Namun, dengan semakin dipenuhinya gereja oleh orang non-Yahudi sebagai akibat dari penyebaran Injil yang efektif ke seluruh dunia, dunia pun menyebar ke dalam gereja, dan pada saat Konsili Nikea pada th. 325 M, dunia (khususnya dalam bentuk Kaisar Konstantinus) mulai mengambil kendali efektif atas gereja. Konstantinuslah yang menjadikan agama Kristen agama utama dari Kekaisaran Romawi, dan dialah yang mengundang Konsili Nikea. Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus 93 “Rahasia Kristus” A pa maksud kita berbicara tentang Yesus sebagai ―Allah sejati dan manusia sejati‖? Apa yang sebenarnya sedang kita bicarakan? Kita tentu tidak bermaksud mengatakan bahwa ia adalah sebagian Allah dan sebagian manusia. Akan tetapi, apa lagi artinya kalau bukan itu? Bahwa ia adalah semuanya Allah dan semuanya manusia, seutuhnya Allah dan seutuhnya manusia, 100% Allah dan 100% manusia (sehingga jumlahnya 200%!)? Namun, ini bukan suatu kemungkinan yang ontologis (malah tidak logis). Lantas, apa artinya ―Allah sejati dan manusia sejati‖? Sebagaimana bisa diduga, cara yang mudah untuk mengatasinya (dan satu-satunya cara) di sini adalah dengan bersurut ke dalam ―rahasia/misteri‖. Akan tetapi, ini tentu bukan maksud Paulus ketika ia berbicara tentang ―rahasia Kristus‖ (Ef 3:4; Kol 4:3), sebab dengan istilah ini ia tidak merujuk kepada semacam teka-teki logis ataupun ontologis, melainkan kepada rencana Allah yang indah akan keselamatan yang tersembunyi berabad-abad yang lalu tetapi kini diwahyukan dalam Kristus dan digenapi melalui kematiannya dan kebangkitannya. Namun, masalahnya bukan saja terletak pada pengangkatan Yesus ke tingkatan ―Allah‖, tetapi juga pada konsekuensi dari menyembah Yesus sebagai Allah, yang telah menurunkan ―Allah Bapa kita‖ ke kedudukan sekunder di dalam hati dan pikiran kebanyakan umat Kristen. ―Pribadi pertama‖ dari ―Ke-Allahan‖ dalam kenyataannya telah menjadi ―pribadi kedua‖, sekalipun Ia masih dibiarkan memegang gelar kehormatan ―Pribadi Pertama‖—yang ditulis dengan huruf kapital supaya kelihatan lebih sedap dipandang. Sang Anak telah menggantikan sang Bapa sebagai pusat pengabdian umat Kristen. Paulus, sebagaimana juga seluruh pengarang PB lainnya, akan dibuat ngeri dengan kondisi seperti ini. Saya sekarang mulai menginsafi bahwa Kristus sendiri merasa jijik dengan hal ini. Ajarannya telah diselewengkan menjadi sesuatu yang tidak diajarkan olehnya. Orang-orang terpilih pun malah telah terkecoh (bdk. Mat 24:24). Sekarang kita bisa mengerti mengapa penghakiman akan dimulai dari rumah Allah (1Ptr 4:17). Begitu gereja mengambil posisi dogmatis bahwa Kristus adalah Allah dan dengan demikian setara dengan Allah dalam segala hal, maka kesimpulannya adalah bahwa menyembah Kristus artinya sama, sepadan dengan menyembah Allah, Bapa kita. Dari menyembah Yesus beserta Bapa, tanpa sepengetahuan kita tergelincir ke dalam penyembahan 94 The Only True God kepada Yesus alih-alih sang Bapa. Lagipula, sekalipun ketika kata ―Bapa‖ dipakai dalam doa, sebenarnya Kristuslah yang dimaksud. Pembenaran atas hal ini diklaim dari kitab Yesaya (Yes 9:5, ―Bapa Yang Kekal‖), sedangkan perintah Yesus untuk tidak menyebut seorang pun selain Allah sendiri sebagai ―Bapa‖ (Mat 23:9: ―karena hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang di surga‖), seperti biasanya, tidak diindahkan. “Rahasia Kristus”, Berkat atau Kutuk— bergantung pada sikap seseorang Tidak diragukan ada berbagai aspek dari rahasia Kristus; suatu realitas yang rumit ketimbang sederhana. Salah satu aspeknya melibatkan prinsip bahwa realitas yang sama itu dapat menjadi berkat atau kutukan bergantung pada sikap orang itu menghadapi kenyataan tersebut. Jadi, 2 Korintus 2:15, 16, ―Sebab bagi Allah kami adalah bau yang harum dari Kristus di tengah-tengah mereka yang diselamatkan dan di antara mereka yang binasa. Bagi yang terakhir kami adalah bau kematian yang mematikan dan bagi yang pertama bau kehidupan yang menghidupkan‖—aroma Kristus yang sama membawa hidup kepada seseorang dan kematian kepada yang lainnya. Dalam Lukas 20:17 batu penjuru dari bangunan ilahi bagi umat Allah (dalam ay.18) menjadi sebab pembinasaan bagi mereka yang menolaknya dan yang jatuh di bawah penghakiman. Dengan cara yang sama ―rahasia Kristus‖ mencakup kenyataan luar biasa yaitu dapat berarti keselamatan bagi sebagian orang dan kebinasaan bagi sebagian lainnya. Oleh karena itu, konsekuensi-konsekuensi dari menyalahtafsirkan ―rahasia‖ tersebut amat sangat serius; ini adalah soal hidup dan mati. Prinsip umum bahwa berkat dapat menjadi kutukan juga terlihat dari prinsip, ―Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut‖ (Luk 12:48). Banyak diberi adalah suatu berkat, tetapi menyalahgunakan berkat akan mendatangkan penghakiman. Dan semakin besar berkatnya, semakin berat penghakimannya jika berkat itu disalahgunakan. Berkat paling besar yang pernah diberikan kepada manusia adalah ―karunia-Nya yang tak terkatakan itu‖ (2Kor 9:15)— Kristus. Menyalahgunakan karunia ini juga akan membawa konsekuensikonsekuensi yang tak terkatakan. Kitab Suci menerangkan bahwa Yesus adalah jalan kepada Allah, bukan tempat tujuannya, yaitu Allah Sendiri. Yesus adalah sarananya, Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus 95 bukan sasaran. Jika sekarang kita menjadikan dia sasaran ketimbang sarana, maka kita telah menyimpangkan tujuan Allah, dan berkat dari Kristus akan menjadi sebuah kutukan. Dengan menjadikan Kristus setara dengan sang Bapa dalam pengertian trinitaris, dengan menjadikan dia ―sekutu‖ Allah, berarti mendukung dwiteisme atau triteisme, dan dengan demikian mendukung pemujaan berhala, yang mengakibatkan terkena kutukan Allah. TUHAN telah memberi peringatan, ―Jangan ada padamu allah lain di hadapan (atau di samping)-Ku‖ (Kel 20:3; Ul 5:7); kita tidak menghiraukannya dan mengorbankan keselamatan kita sendiri. Yesus sendiri mengajar murid-muridnya untuk mengabdi sepenuhnya kepada ―Allah yang Esa‖ (Yoh 5:44; Mrk 12:29,30), akan tetapi kita (umat Kristen) memilih menyembah Yesus sebagai Allah! Siapa saja yang mempelajari ajaran Yesus dengan cermat menyadari bahwa hal itu akan membuatnya merasa sangat ngeri. Jika kita berpegang pada monoteisme Alkitabiah dan menyembah hanya Allah saja berarti kita sejalan dengan ajaran Yesus, dan kita pasti tidak akan ada di jalan yang salah serta menuju ke arah yang salah, ke arah bencana spiritual. H Sesuatu yang sangat menggelisahkan al yang teramat menggelisahkan saya adalah bahwa yang telah kita lakukan di dalam trinitarianisme adalah, kita telah mengambil apa yang dengan sendirinya sangat baik, yakni, pribadi dan karya Yesus Kristus, dan dengan itu menggeser sang kebaikan mutlak, yakni, Tuhan Allah Yahweh Sendiri sebagai tumpuan iman dan penyembahan kita. Tak pelak, hal ini dibuat karena kita telah tertipu oleh si Jahat, dan bukan oleh niat yang disengaja untuk berbuat jahat. Namun, bagaimanapun juga, mempergunakan kebaikan untuk melawan sang Kebaikan tertinggi dengan mengganti yang terakhir dengan yang terdahulu, adalah puncak kejahatan. Hal itu merupakan kelicikan seperti iblis yang berfungsi sebagai metode penipuan paling efektif yang diperhitungkan untuk memikat mereka yang menghasratkan kebaikan, yakni, ―orang-orang kudus‖. Tampaknya Yesus sendiri telah melihat hal ini sebelumnya secara profetis ketika ia berkata, ―Mengapa kaukatakan Aku baik? Tak seorangpun yang baik selain Allah saja‖ (Mrk 10:18; Luk 18:19). Tentu 96 The Only True God saja ia tidak memungkiri dirinya seorang yang baik, tetapi ia tidak bermaksud digunakan sebagai yang ‗baik‘ untuk menggantikan Dia yang adalah satu-satunya Kebaikan absolut, ataupun mengklaim dirinya sebagai Kebaikan yang absolut itu. Yesus dengan kentara mendeklarasikan bahwa ―kebaikan‖ adalah suatu kualitas yang hanya dimiliki oleh Allah Yahweh saja dan tidak dimiliki oleh seorang pun. Semuanya yang sungguh-sungguh baik berasal dari-Nya. Dalam keadaan gereja yang suram saat ini, niscaya sudah saatnya untuk mengeluarkan seruan untuk menghimpun seperti yang dilakukan Musa ketika orang Israel berpaling dari Yahweh dan membuat ilah mereka sendiri: ‗maka berdirilah Musa di pintu gerbang perkemahan itu serta berkata: ―Siapa yang memihak kepada TUHAN (Yahweh) datanglah kepadaku!‖ Lalu berkumpullah kepadanya seluruh bani Lewi‘ (Kel 32:26). Kita tidak lagi hidup di zaman Musa, jadi, perintah dalam ayat berikutnya untuk ―Baiklah kamu masing-masing mengikatkan pedangnya pada pinggangnya dan berjalanlah kian ke mari melalui perkemahan itu dari pintu gerbang ke pintu gerbang…‖ (Kel 32:27) kini tentunya bukan berarti menggunakan pedang secara harfiah, melainkan menggunakan pedang Roh, yakni Firman Allah (Ef 6:17; Ibr 4:12). Bahaya yang serius dari penyembahan berhala Surat Yohanes yang Pertama (1 Yohanes) diakhiri secara mengejutkan dan mendadak dengan peringatan: ―Anak-anakku, waspadalah terhadap segala berhala‖ (1Yoh 5:21). Akhir surat yang mendadak dan singkat ini tampaknya dirancang untuk meletakkan peringatan serius ini dengan tegas di dalam hati dan pikiran kita. Namun, kita pasti mengira kalau orang-orang Kristen ―sejati‖ tidak mungkin jatuh ke dalam ―dosa yang mendatangkan maut‖ (1Yoh 5:16,17), yakni, dosa penyembahan berhala, dan kalau hal ini tidak mungkin terjadi, maka peringatan itu berlebihlebihan. Namun, Allah pasti lebih mengenal kita daripada diri kita sendiri, itulah sebabnya Ia mengeluarkan peringatan keras ini melalui hamba-Nya. Tidak mengacuhkan peringatan itu sama artinya dengan binasa. Persisnya karena penyembahan berhalalah Israel binasa sebagai satu bangsa ketika mereka dikirim ke Pembuangan. Kisah bagaimana Israel membiarkan dirinya tergoda oleh penyembahan berhala membentuk sebagian besar dari Perjanjian Lama. Israel telah Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus 97 ―dipesonakan‖ (Gal 3:1) oleh ilah-ilah lain dan para penyembahnya sampai-sampai mereka bukan saja menutup telinga mereka terhadap himbauan-himbauan dan peringatan-peringatan Yahweh yang mendesak melalui para nabi-Nya, tetapi juga membungkamkan suara mereka dengan membunuh mereka (bdk. Mat 23:34,35; dst.). Ciri penyembahan berhala, pertama-tamanya, adalah dibuat oleh manusia, dan bertentangan dengan apa yang telah diwahyukan oleh Allah. Akan tetapi, orang bisa mengambil sesuatu yang telah diwahyukan, misalnya Alkitab, dan menjadikannya sasaran penyembahan. Ini disebut ―bibliolatri‖ (penyembahan Alkitab). Namun, ini relatif jarang terjadi, karena biasanya unsur vital kedua dari penyembahan berhala ada pada ciri yang menyerupai manusia, yaitu, ilah yang dibuat manusia pada umumnya memiliki ciri-ciri manusiawi, sehingga memudahkan manusia dalam beridentifikasi dengannya. Dalam halnya dengan Yesus, sesuatu yang tidak kentara dan berbahaya bisa terjadi (dan sudah terjadi). Jika ia adalah Allah sekaligus manusia, maka ini berarti bahwa ia bukan saja manusia, tetapi ia lebih daripada Allah, sebab Allah itu ―cuma‖ Allah, sedangkan Yesus itu Allah dan manusia dua-duanya. Jelas akan lebih sulit untuk beridentifikasi dengan Allah yang sepenuhnya transenden, tidak kelihatan, dan oleh karenanya tidak terjangkau. Namun, jika Yesus adalah Allah yang memiliki tubuh manusiawi yang nyata seperti yang kita miliki, identifikasi kita dengannya akan jauh lebih mudah. Tidak heran kalau ia dapat dengan mudahnya menggantikan Bapa dalam doa-doa dan penyembahan kita. Kita nyaris tidak memperhatikan bahwa dalam semuanya ini kita telah melakukan sesuatu yang teramat serius, yakni, kini kita melihat Allah sebagai Allah ―saja‖, tetapi Yesus adalah Allah tambah manusia. Bagi kita, kesempurnaan Allah tidak lagi sempurna karena kekurangan kualitas manusiawinya. Namun, kekurangan ini ditemukan dalam kesempurnaan Kristus, yang adalah Allah sekaligus manusia dalam satu pribadi. Trinitarianisme (tanpa disadari tentunya) telah membuahkan seorang super-berhala, bahkan lebih hebat daripada Allah sendiri, karena doktrin ini, nyaris hampir secara tidak kentara, menyiratkan bahwa Allah ―disempurnakan‖ (dari sudut pandang manusiawi) oleh penambahan kualitas manusiawi itu! Ini merupakan hasil yang pasti dari sebuah doktrin yang bersikukuh akan Kristus yang 100% Allah (―Allah sejati‖) dan 100% manusia (―manusia sejati‖) (200% (!), berlawanan 98 The Only True God dengan Allah yang 100%, Allah ―saja‖—seberapa dekatnya semua ini kepada penghujatan? Masih adakah rasa ―takut akan Allah‖ di dalam hati manusia?). Dampaknya ialah Allah Bapa, yang semestinya menjadi jantung dan pusat dari segalanya, telah dikesampingkan dalam Kekristenan trinitaris. Dengan menyatakan bahwa Yesus adalah Allah sejati dan manusia sejati, trinitarianisme rupanya tidak mempertimbangkan sama sekali apakah pernyataan yang tidak masuk akal seperti itu, mungkin atau tidak. Apakah umat Kristen sungguh-sungguh merasa puas memperlakukannya seperti ―rahasia/misteri‖ yang tak terselami oleh nalar manusiawi? Adalah menyedihkan bagi kebenaran jika sesuatu yang tidak masuk akal hanya dianggap sebagai ―rahasia/misteri‖. Ini jelasjelas bukan definisi kata ―rahasia‖ sebagaimana dipakai dalam Perjanjian Baru. Namun, bagi orang yang berhenti sejenak untuk memikirkan hal ini, absurditas logis atas klaim bahwa suatu pribadi bisa menjadi ―100%‖ manusia dan juga ―100%‖ Allah, akan terlihat jelas dari fakta bahwa ―pribadi‖ semacam itu akan menjadi 200%, dan dengan demikian, menjadi dua pribadi, bukan satu! 100% (padanan bahasa matematika untuk ―sejati‖) tidak diartikan dengan makna yang murni kuantitatif, tetapi dengan makna yang mencakup apa saja yang dibutuhkan oleh kata ―sejati‖. Sebab, jika seseorang bukan 100% manusia, bagaimana mungkin ia manusia sejati? Seekor simpanse dikatakan mempunyai kirakira 98% DNA manusia, apakah itu memenuhi syarat sebagai manusia? Selain kekurangan 2% DNA manusia, tentu saja simpanse itu juga kekurangan ―roh manusia‖. Siapa saja yang tidak memiliki roh bukanlah manusia, dan ini jauh lebih penting daripada DNA. Pada akhirnya, dogma trinitaris merepresentasikan kegagalan dalam memahami baik Allah maupun manusia. Dalam diri-Nya Allah mutlak sempurna dan tidak ada apa-apa yang dapat ditambahkan kepada kesempurnaan-Nya. Sedangkan tentang Yesus sebagai Allahmanusia, ―Allah sejati dan manusia sejati‖, jika kita berbicara dengan memakai metafora matematis dalam bentuk persentase, dan mengakui fakta bahwa di dalam berbicara mengenai makna menjadi satu ―pribadi‖—bukan performanya—tak seorang pun bisa menjadi lebih dari 100%. Maka bukankah ini berarti bahwa jika Yesus adalah ―Allahmanusia‖ maka ia hanya bisa menjadi 50% Allah dan 50% manusia? Dan itu juga berarti bahwa ia tidak bisa menjadi sungguh-sungguh Allah Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus 99 ataupun manusia, bila Allah dan manusia dimengerti dalam terminologi Alkitabiah. Namun, seperti yang telah kita lihat, gagasan Allah-manusia adalah hal yang lazim dalam pemikiran Yunani yang mendominasi budaya dunia orang Kafir. Kebanyakan dewa-dewi Yunani dan Romawi adalah manusia yang didewakan dan dimuliakan; mereka telah menjadi entitas mitologis, dan syarat-syarat atas kebenaran dan logika tidak berlaku terhadap mitologi. Tak seorang pun dapat membaca sastra klasik Yunani tanpa menjumpai nama-nama dari ―ilah-ilah‖ mereka yang banyak, persis seperti yang digambarkan oleh Paulus (1Kor 8:5). Orangorang yang dibesarkan dalam budaya semacam ini tidak akan sulit mempercayai Yesus sebagai Allah-manusia. Disesatkan oleh ide-ide religius dan filosofis Yunani Kita tidak menyadari bahwa kita sedang dikelirukan oleh ―hikmat‖ atau sofistri teologis Yunani, dan sebagai akibatnya, kita dijauhkan dari hikmat pewahyuan Alkitabiah (kedua hikmat yang berbeda dan saling bertentangan ini dibahas dalam 1 Korintus 1:17-2:13). Dalam Alkitab, misalnya, Allah (Yahweh) bukanlah suatu ―hakikat‖. Adakah orang yang pernah menyodorkan sepotong bukti Alkitabiah untuk membenarkan gagasan bahwa kita bisa berbicara tentang Allah dengan istilah ―hakikat‖ atau ―zat‖? Namun demikian, para pemimpin gereja Yunani tampaknya tidak ragu menggunakan istilah ini. Setiap teolog semestinya menyadari bahwa definisi Allah sebagai suatu ―hakikat‖ ini, di mana tiga pribadi eksis bersama, adalah hasil dari sofistri teologis Yunani—sofistri yang disahkan dengan memanfaatkan sekumpulan ayat-ayat dalam Kitab Suci, dan yang telah berhasil menyesatkan kita semua. Spekulasi-spekulasi filosofis Yunani telah menjauhkan kita dari firman Allah. Namun, ada sesuatu yang lebih serius untuk dipertimbangkan: Pernahkah terlintas dalam pikiran kita bahwa berbicara tentang Allah sebagai ―hakikat‖ bisa jadi adalah perbuatan menghujat? Mungkinkah pikiran dan roh kita telah menjadi begitu mati rasa oleh karena ―aklimatisasi‖ kultural sehingga kita telah menjadi terbiasa dengan istilah tersebut sampai-sampai tidak lagi memperhitungkan kemungkinan tersebut? Bukankah ini kurang lebih seperti orang yang terbiasa mengumpat dan tidak menyadari betapa kasar perkataannya? Akankah Allah menuntut pertanggungjawaban kita oleh karena menggambarkan-Nya sebagai ―hakikat‖, atau ―zat‖ dari tiga pribadi ilahi? 100 The Only True God Pencarian teks-teks bukti oleh para Trinitarian Apa psikologi di balik tekad kita membuktikan ―Tu[h]an Yesus Kristus‖ itu mutlak setara dalam segala hal dengan ―Allah Bapa kita‖? Di dalam mengejar tujuan ini dengan penuh semangat kita tidak berhenti untuk mempertimbangkan fakta bahwa tidak satu kitab pun dalam PB yang memiliki tujuan tersebut dalam pandangannya, sehingga kita mendapati diri kita menyimpang dari PB. Sebenarnya, tidak dapat diperlihatkan kalau kata ―Allah‖ (dalam pengertian trinitarisnya, yakni, tokoh yang setara bersama dengan Bapa) pernah diterapkan kepada Kristus dalam PB. Jadi, usaha pembuktian akan ketuhanan Kristus terutamanya harus bergantung pada jenis gelar-gelar yang telah kita lihat di atas, seperti, ―anak Allah‖. Untuk saya, saya mengakui lagi bahwa setidaknya dalam hal Kristologi, saya telah membiarkan trinitarianisme menguasai eksposisi saya di masa lalu. Saya menyelidiki Kitab-kitab Suci untuk menemukan teks-teks bukti atas ketuhanan Kristus. Saya masih memiliki Alkitab tua yang ditandai pada setiap tempat yang memuat teks semacam itu, sering kali dengan disertai banyak catatan. Sekarang saya merasa agak geli atau bahkan tercengang tatkala mendengar orang mengutip teks-teks yang sama itu kepada saya untuk mendukung trinitarianisme mereka. Konsekuensi-konsekuensi praktis dari Trinitarianisme Apakah konsekuensi-konsekuensi dari Kristologi trinitaris? Dengan menuhankan Kristus ke kesetaraaan dengan Allah, ―Kristus‖ dan ―Allah‖ secara esensil memiliki arti yang sama. Akibatnya, berdoa dan menyembah Yesus adalah berdoa dan menyembah Allah. Allah Bapa dikurangi menjadi sekadar salah satu dari tiga, dan itu pun bukan sebagai yang utama. Begitu sang Bapa dikesampingkan, terbukalah pintu untuk menjadikan pribadi-pribadi lain sebagai sasaran utama dari doa dan pengabdian itu. Akibatnya, Yesus menjadi sentral dalam Protestanisme ―aliran utama‖; dalam Pantekostalisme, Roh adalah yang utama; sedangkan untuk sebagian besar Katolikisme Roma, Perawan Maria, yang diangkat statusnya ke tingkatan yang serupa, menggantikan ‗pribadi-pribadi‘ ilahi tersebut. Seandainya mereka diminta berhenti berdoa dan beribadah kepada sosok-sosok yang telah mereka tuhankan itu, mereka akan merasa sangat Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus 101 bingung hingga nyaris tidak tahu harus berbuat apa. Tampaknya jelas bahwa, oleh karena disesatkan oleh trinitarianisme, mereka nyaris tidak tahu lagi bagaimana berdoa dan beribadah seandainya mereka harus berhenti menyembah allah pilihan mereka. Mereka telah begitu disesatkan sehingga bisa jadi mereka akan merasa kesulitan berdoa kepada sang Bapa, sebab itu akan terasa seperti berdoa kepada sosok tak dikenal. Ajaran Perjanjian Baru sama sekali berbeda. Dalam PB jelas diajarkan bahwa Allah Bapa (bukan dalam arti trinitaris) selalu merupakan sasaran utama dari doa-doa dan ibadah kita. Begitulah persisnya cara Yesus berdoa, dan ia mengajar murid-muridnya untuk berbuat hal serupa. Ia selalu mengajar kita untuk berdoa kepada Bapa, yang semestinya jelas terlihat dari ―Doa Bapa Kami‖. Tujuan pokok pelayanannya sebenarnya adalah untuk membawa kita kepada suatu hubungan langsung dengan Bapa yang dikenal dan dikasihi olehnya. Ia ingin kita berdoa kepada ―Abba, Bapa‖ sama seperti yang ia lakukan. Ini terlihat dari ajarannya, dari kematiannya (untuk membuka jalan kepada perdamaian dengan-Nya), dan dari pengutusan Roh guna menginspirasi serta menguatkan kita untuk berdoa kepada Abba. Tak diragukan kalau Kristus yang telah bangkit itu pasti merasa ngeri melihat ajarannya telah dicampakkan oleh sebuah doktrin yang menyampingkan sang Bapa atas namanya. Alih-alih mengikuti ajaran dan teladannya, murid-muridnya telah menaruh dia di tengah-tengah, dan dengan demikian telah menggantikan sang Bapa dari kedudukan yang jelas dimiliki-Nya dalam PB—dan selain itu, semuanya ini dilakukan tanpa mengindahkan ajaran Yesus sama sekali. ―Mengapa kamu berseru kepada-Ku: Tu[h]an, Tu[h]an, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan?‖ (Luk 6:46; bdk. Mat 7:21-23) Jadi, apakah menjadi soal jika kita terus berpegang pada doktrin Tritunggal? Akankah hal itu mempengaruhi keselamatan kita? Tidak— jika tidak menjadi soal apakah kita mendengarkan dan menaati ajaran Yesus atau tidak. Barangkali kita tidak pernah sungguh-sungguh mengira bila kata-kata Yesus dalam Matius 7:21-23 mungkin berlaku kepada kita. Namun, alangkah baiknya kalau kita mencamkan nasihat Paulus untuk ―kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar‖, sesuatu yang diyakinkan kepada kita oleh gereja Injili bahwa hal itu tidak perlu. Menurut mereka, ―takut dan gentar‖ (2Kor 7:15; Flp 2:12) akan mencerminkan kurangnya iman yang, mereka deklarasikan sebagai iman 102 The Only True God yang berjalan dalam keberanian kudus! Paulus bisa mendapat sebuah pelajaran iman dari para pengkhotbah yang berani ini! Mungkinkah kita juga ―mendengar tetapi tidak mengerti‖? Apakah hati kita pun agaknya telah dikeraskan karena kita telah berada di bawah kuasa penipuan. Dapatkah kita melihat ajaran Kristus dalam keempat Injil itu dan tidak menangkap maksudnya? ―Kerajaan Allah‖, sebagaimana kita seharusnya sudah tahu sekarang, adalah unsur utama dalam pengajaran Yesus. Yang paling pentingnya, kerajaan itu adalah milik Allah, sang Allah yang disapa oleh Yesus dengan ―Bapa‖. Namun, kita ditipu oleh trinitarianisme yang mengatakan bahwa itu adalah kerajaan milik Yesus, karena ia adalah Allah. Nah, adalah benar bahwa dalam sebuah arti penting itu adalah kerajaan milik Yesus. Dalam arti apa? Dalam arti bahwa Allah telah mengangkat dia sebagai raja dalam kerajaan-Nya, dalam arti yang sama di mana Daud, diurapi menjadi raja Israel, yang sebagai kerajaan teokrasi, adalah kerajaan milik Allah. Campuran kebenaran dan kepalsuan macam inilah yang dipergunakan oleh trinitarianisme untuk mencengkram orang-orang. Namun, setiap orang yang membaca Inijlinjil tanpa prasangka niscaya akan tahu bahwa ketika Yesus mengumumkan Kerajaan itu, ia sedang mengumumkan kerajaan (milik) Allah, bukan miliknya sendiri. Unsur pokok lainnya dalam pelayanan Yesus, mengingat dekatnya Kerajaan tersebut, adalah membawa orang-orang kepada suatu hubungan yang menyelamatkan dengan Allah yang harus berpangkal dari pertobatan. Begitu ada pertobatan, Yesus memanggil mereka ke tahap selanjutnya: Sebuah hubungan yang penuh kepercayaan dan akrab dengan Bapa sebagai ―Abba‖. Dalam Injil Yohanes, Yesus mengajarkan murid-muridnya bahwa keakraban ini didasari oleh keberdiaman (indwelling) yang timbal balik, dengan meminjam istilah teologis ―coinherence‖ untuk menggambarkan (―Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku‖, Yoh 17:23, dst.). Dalam semuanya ini seharusnya mutlak jelas, terutamanya dari pengajaran Yesus dalam Injil Yohanes, bahwa Bapa adalah yang sentral dalam pelayanan Yesus. Sentralitas sang Bapa dalam karangan Yohanes (dan sesungguhnya juga dalam karangan Paulus dan yang lainnya di PB) membuat kita berhenti sejenak dan merenungkan doktrin umum akan Allah (―theology proper‖) dalam teologi Kristiani dewasa ini, dan semenjak abad ke-4. Allah diajarkan sebagai, suatu Sosok transenden, di mana transendensi Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus 103 berarti ―eksistensi di atas dan terpisah dari dunia materiil‖ (Encarta). Allah Bapa, dalam doktrin trinitaris, sudah tentu adalah transenden; sedangkan Anak Allah sepertinya adalah imanen, setidaknya berkaitan dengan pelayanan bumiahnya. Dalam doktrin ini Bapa dan Anak benarbenar bertindak dalam ruang-lingkup yang berbeda. Hal yang perlu dipahami adalah bahwa doktrin transendensi ilahiah ini berasal dari filsafat Yunani (Plato dan Aristoteles) dan bukan dari Alkitab Ibrani. Ide Yunani tentang transendensi ilahiah ini dihancurkan dalam pengajaran Yesus dalam Injil Yohanes, di mana ia menjelaskan bahwa sang Bapa terlibat secara intim dalam setiap aspek kehidupan dan pekerjaannya, dan dalam seluruh karya keselamatan umat manusia. Ini juga muncul dalam ketiga Injil Sinoptik, di mana Kerajaan Allah bukan sesuatu yang semata-mata ada di Surga atau hanya di masa depan, tetapi sesuatu yang sudah berlangsung di dunia sekarang ini dan, pada akhirnya, akan menang atas segala kuasa yang menentang di bumi. Ini juga yang diajarkan oleh Paulus; dan perspektifnya hampir sama dengan perspektif Yohanes. Kitab Wahyu menaruhnya demikian, ―Pemerintahan atas dunia dipegang oleh Tuhan kita dan Dia yang diurapi-Nya, dan Ia akan memerintah sebagai raja sampai selamalamanya‖ (Why 11:15). Namun, gagasan Yunani akan Allah yang tertinggi, sang Bapa, sebagai yang sepenuhnya transenden dan tidak peduli dengan urusan-urusan dunia, oleh karenanya, tidak sesuai dengan Kitab-kitab Suci, dan secara efektif mengasingkan Dia dari kita sebagai Sosok yang jauh dan cukup sulit dicapai. Tidak heran, kita tidak benar-benar beridentifikasi dengan 1 Yohanes 1:3, ―Dan persekutuan kami adalah persekutuan dengan Bapa dan dengan Anak-Nya, Yesus Kristus‖. Dengan adanya (dugaan) Bapa yang begitu jauh yang disiratkan dalam ajaran Kristiani yang telah kita terima, bagaimana kita dapat bersekutu dengan sang Bapa? Oleh karenanya, hampir seluruh umat Kristen Injili sekarang ini bersekutu dengan sang Anak sambil sesekali berbasa-basi (lip service) kepada Bapa sebagai sikap sopan terhadap Dia. Semuanya ini lahir dari kegagalan kita dalam mempersepsi ajaran Kitab Suci tentang imanensi Bapa dan keterlibatan-Nya yang mendalam di dalam keselamatan kita. Akibatnya, kehidupan rohaniah kita tidak lagi seimbang dan malah menyimpang bila dilihat dalam terang firman Allah. Jika suatu hari nanti kita, berkat kasih-karunia, dianugrahi kehormatan diizinkan masuk Surga, barangkali kita akan langsung menuju kepada Yesus, dan menyembah 104 The Only True God dia dengan rasa syukur dan pujian, dan tidak akan (seperti seluruh kumpulan orang banyak surgawi yang berulang-kali dilukiskan dalam Kitab Wahyu) menyembah yang terpenting, Bapa yang duduk di atas takhta. Betapa tidak sesuainya kita dengan seluruh kumpulan orang banyak itu di Surga—termasuk Tu[h]an Yesus Kristus kita! Dan apa tujuan dari salib, yaitu, kematian Yesus? Apakah menjadi tujuan utama Yesus untuk mendamaikan dunia dengan dirinya? Apakah pengorbanan ―Anak Domba Allah‖ itu adalah untuk mendamaikan umat manusia dengan Anak Domba alih-alih dengan Allah? Menanyakan pertanyaan-pertanyaan seperti itu juga sudah menjawabnya, setidaknya untuk siapa saja yang memiliki sedikit pemahaman akan Kitab-kitab Suci. Lantas, apa yang begitu membutakan kita sehingga apa yang seharusnya jelas tidak lagi jelas? Semoga Tuhan mengaruniakan belaskasih-Nya. Yesus sebagai Tu[h]an S ituasi dengan trinitarianisme bukan soal sederhana yang bisa diterima atau ditolak begitu saja, yaitu, tidak jadi soal apakah Anda ingin berpegang kepadanya atau menolaknya. Sekarang semestinya jelas nyata bahwa dogma ini merupakan sebuah pelanggaran firman Allah. Secara harfiah dogma itu telah ―jauh melampaui‖ (―melanggar‖) firman-Nya. Tidak di mana pun dalam kotbah rasuli dalam Kisah Para Rasul, dan dalam ajaran PB, kepercayaan pada Yesus sebagai Allah menjadi syarat untuk keselamatan. Demikianlah sang rasul merangkum iman yang dibutuhkan untuk keselamatan, ―Sebab jika engkau mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tu[h]an, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka engkau akan diselamatkan‖ (Rm 10:9). Petrus sudah menjelaskan arti kata ―Tu[h]an‖ dalam pesannya yang pertama (pesan pertama yang diproklamirkan sesudah Pantekosta) dalam Kisah Para Rasul 2: ―Sebab bukan Daud yang naik ke surga, malahan Daud sendiri berkata: Tuhan telah berfirman kepada Tuanku: 35 ‗Duduklah di sebelah kanan-Ku, sampai Kubuat musuhmusuh-Mu menjadi tumpuan kaki-Mu.‘ [Mzm 110:1] 34 Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus 36 105 Jadi seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti bahwa Allah telah membuat (poieō) Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tu[h]an dan Kristus.‖ (Kis 2:34-36) Peninggian Yesus sebagai ―Tu[h]an dan Kristus‖ berkaitan secara langsung dengan dirinya yang telah ―dibangkitkan‖ pada kebangkitannya oleh Allah (Kis 2:31-32). Makna kata ―Tu[h]an‖ diuraikan dengan jelas dalam nas-nas ini. Kata itu tidak dimaksudkan untuk dibaca sebagai ―pribadi kedua dari KeAllahan‖. Berbuat demikian artinya tidak menghiraukan, dan dengan demikian melanggar, firman Allah. Petrus menerangkan bahwa ―Tu[h]an dan Kristus‖ hendaknya dipahami menurut latar Mazmur 110:1 yang merujuk kepada raja Mesianik Davidik yang dijanjikan, yang sekarang telah datang dalam Kristus. Akan tetapi, trinitarianisme menyatakan dengan tegas bahwa jika Anda tidak percaya bahwa Yesus adalah Allah menurut definisi mereka, maka Anda adalah seorang bidat, dan orangorang bidat tidak akan diselamatkan. Akan tetapi anehnya, para penginjil yang memanggil orang-orang untuk bertobat dan datang kepada keselamatan dalam Kristus biasanya tidak menyebutkan bahwa Anda harus percaya kepada Yesus sebagai Allah sebelum Anda dapat diselamatkan. Sebagian dari mereka hanya mengatakan kalau ia harus diterima sebagai Juruselamat, dan sebagian lagi memaksa kalau ia harus diterima juga sebagai Tu[h]an. Apakah mereka berasumsi bahwa orang-orang non-Kristen (mis. di Asia) sudah seharusnya tahu bahwa mereka diharapkan untuk percaya bahwa Yesus adalah Allah? Lalu, mengapa keallahan Kristus tidak selalu dinyatakan secara eksplisit dalam penginjilan? Apakah tujuannya adalah untuk pertama-tama membuat orang-orang itu membuat suatu ―keputusan untuk Kristus‖ dan sesudahnya baru memberitahu mereka bahwa mereka harus percaya bahwa Yesus adalah Allah-Anak? Apakah ini jujur? Atau, apakah para penginjil itu tidak sepenuhnya yakin bila doktrin ini dibutuhkan untuk keselamatan? Pemugaran terhadap Monoteisme Alkitabiah akan tercapai bila sang Bapa dipuja sebagai pusat yang tak terbantahkan dari kehidupan Jemaat sesuai dengan ajaran Yesus, yang oleh orang Kristen diakui sebagai ―Tu[h]an‖. Yaitu, bila semua orang yang mengaku sebagai murid-murid dari Tu[h]an Yesus Kristus meneladani Tu[h]an mereka dengan mengikuti contoh dalam berdoa kepada Bapa dan melakukan kehendak-Nya. Kristus menguatkan murid-muridnya melalui Roh Allah untuk 106 The Only True God melakukan apa yang tidak mampu mereka lakukan secara alamiah. Jika pemuridan berarti mengikuti Yesus, maka pengikutan itu harus merujuk kepada ajarannya dan teladan hidupnya yang mutlak mengabdi kepada Allah Yahweh, sang Bapa, yang ia sapa dengan penuh kasih ―Abba‖. Ini pasti yang sedang dilakukan oleh Yesus bahkan sekarang pun, menurut Kitab Suci, menjadi pengantara atas nama semua orang yang beriman dan mengikuti dia; sebab bukankah tertulis bahwa, ―Karena itu, Ia sanggup juga menyelamatkan dengan sempurna semua orang yang melalui Dia datang kepada Allah. Sebab Ia hidup senantiasa untuk menjadi Pengantara mereka‖ (Ibr 7:25)? Ini memperlihatkan betapa vital pelayanannya sebagai Pengantara untuk kita saat ini di hadapan Bapa, Allah Yahweh, demi keselamatan kita. U Alkitab adalah Allah-sentris (God-centered) ntuk memahami apa saja dengan benar dalam Kitab Suci, kita harus mulai dengan memahami bahwa Kitab Suci itu Allahsentris, yang terungkap jelas dalam Efesus 4:6, ―satu Allah dan Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan melalui semua dan di dalam semua‖; perhatikan keempat ―semua‖. Ia adalah segalanya atau semuanya dalam setiap hal yang dapat dibayangkan—Ia mutlak segalanya. Kesegalaan ini diungkapkan dengan cara lain dalam Roma 11:36, ―Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!‖ ―Dari‖, ―oleh‖, dan ―kepada‖—yang melingkupi segalanya. Maksud dari semuanya ini adalah bahwa mutlak tidak ada apapun dan siapapun yang berdiri di luar kesegalaan Allah. Apa saja yang ada, eksis bagi Dia (―yang bagi-Nya dan oleh-Nya segala sesuatu dijadikan‖, Ibr 2:10), oleh karena Dia, dan bergantung kepada hadirat-Nya yang menopang. Itu berarti, semuanya dan setiap makhluk, besar atau kecil, eksis dalam hubungannya dengan Dia, berkenaan dengan Dia yang satusatunya yang absolut. Tidak ada dua (apa lagi tiga) absolut. Semuanya ini berarti bahwa, sejauh penyataan Kitab Suci, Kristus haruslah dipahami dalam hubungannya dengan ―satu Allah dan Bapa dari semua” (Ef 4:6), sekalipun jika hubungannya dengan Dia ada pada tingkatan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hubungan siapapun. Berbicara tentang Kitab Suci sebagai ―Kristus-sentris‖ adalah keliru jika ini berarti bahwa Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus 107 Kristus merupakan yang absolut dalam dirinya sendiri, yaitu Allah. Tidak bisa ada dua yang absolut, kalau tidak, dua-duanya tidak absolut. Untuk alasan yang sama, keabsolutan (absoluteness) tidak dapat dibagi antara dua makhluk atau lebih. Dalam Kitab Suci, tidak ada contoh yang memperlihatkan di mana ada satu ―Allah‖ (entah ia disebut ―Anak‖ atau ―Roh‖) yang eksis secara independen dari ―Allah dan Bapa yang satu itu‖ dan setara dengan-Nya. Segala makhluk eksis hanya dalam hubungannya dengan Dia, dan secara mutlak tidak mempunyai eksistensi atau fungsi terlepas dari-Nya. Mengingat fakta-fakta ini, pembahasan tentang siapa Yesus dalam dirinya sendiri adalah percuma karena jawabannya hanya bisa ditemukan sehubungan dengan ―satu Allah dan Bapa dari semua‖ (Ef 4:6). Maksudnya, Kristologi itu hal mustahil terlepas dari doktrin umum akan Allah (theology proper), dan tidak ada artinya terlepas darinya. Ini terlihat jelas dari gelar-gelar yang dipakai untuk Kristus dalam PB. Gelar Yesus yang tertinggi, ‗Tu[h]an‘ dan ‗Kristus‘, dua-duanya dianugrahkan kepadanya oleh Allah, sebagaimana dibuat jelas dalam pesan pertama yang dikotbahkan sesudah Pantekosta dan pencurahan Roh (Kis 2:36). Gelar lainnya pun tidak ada yang terkecuali. Ini merupakan sebuah kenyataan yang bukan saja diakui oleh Yesus sendiri tetapi juga dirangkulnya dengan senang hati dan sukacita. Ia selalu menegaskan ketergantungannya yang total, penundukannya, dan komitmennya kepada sang Bapa (sebagaimana terlihat jelas dalam Injil Yohanes), sambil terus-menerus mengajar murid-muridnya untuk mengikuti dia dalam melakukan hal serupa. Pernyataan dari kebenaran-kebenaran Alkitabiah ini tidak bermaksud mencemarkan nama Yesus, tetapi untuk mengoreksi perspektif-perspektif yang telah disimpangkan oleh trinitarianisme. Allah telah memilih untuk meninggikan Yesus di atas segalanya, memuliakan dia oleh karena penyangkalan-dirinya yang total di atas salib (khususnya, Flp 2:6-11), dan kita tidak boleh (ataupun ingin) mengurangi satu iota pun kemuliaan yang diberikan Allah. Di sisi lain, kita tidak boleh memberikan kepada Kristus kemuliaan yang hanya menjadi milik Allah dan Bapa yang esa itu sendiri. Besarnya kemuliaan yang dikaruniakan Allah dengan senang hati ke atas Yesus terungkap dengan hebatnya dalam Efesus 1:19-23: dan betapa hebat kuasa-Nya bagi kita yang percaya, sesuai dengan kekuatan kuasa-Nya yang besar, 19 108 The Only True God yang dikerjakan-Nya di dalam Kristus dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati dan mendudukkan Dia di sebelah kanan-Nya di surga, 21 jauh lebih tinggi dari segala pemerintah dan penguasa dan kekuasaan dan kerajaan dan tiap-tiap nama yang dapat disebut, bukan hanya di dunia ini saja, melainkan juga di dunia yang akan datang. 22 Segala sesuatu telah diletakkan-Nya di bawah kaki Kristus dan Dia telah diberikan-Nya kepada jemaat sebagai Kepala dari segala yang ada. 23 Jemaat yang adalah tubuh-Nya, yaitu kepenuhan Dia yang memenuhi semua dan segala sesuatu (bdk. 4:10).‖ 20 Tujuan abadinya dinyatakan dalam 1 Korintus 15, Karena ―segala perkara sudah ditaklukkan oleh Allah di bawah kaki-Nya.‖ Tetapi walaupun sudah disebutkan bahwa segala perkara sudah ditaklukkan kepada Al Masih (Kristus), jelas bahwa Allah yang telah menaklukkan semuanya itu tidak termasuk di dalamnya. Jadi, apabila segala perkara sudah ditaklukkan kepada Al Masih (Kristus), maka Ia, yaitu Sang Anak yang datang daripada-Nya, akan menaklukkan diri-Nya juga kepada Allah, yang menaklukkan segala perkara di bawah kaki-Nya, supaya Allah menjadi segala-galanya dalam semua perkara.‖ (1Kor 15:27, 28, LAI-TL) Monoteisme teguh dari Yesus berakar pada Monoteisme yang tidak kenal kompromi dari PL M onoteisme dari PL dinyatakan dengan begitu jelas dan tanpa keraguan hingga sama sekali tidak memberi ruang untuk berargumen atau bersengketa tentangnya. Teks-teks Alkitabiah dengan jelas sekali mengatakannya sendiri: “Tidak ada allah lain” Ulangan 4:35, Kamu melihat ini supaya kamu bisa mengetahui bahwa Yahweh adalah Allah dan bahwa tiada Allah lain selain Dia. (KSKK) Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus 109 Ulangan 4:39, Oleh karena itu, yakinlah bahwa Yahweh adalah Allah satu-satunya di langit dan di bumi, dan tiada Allah selain Dia. (KSKK) Keluaran 34:14, Sebab janganlah engkau sujud menyembah kepada allah lain, karena TUHAN (Yahweh), yang nama-Nya Cemburuan, adalah Allah yang cemburu. 1 Raja-Raja 8:60, supaya segala bangsa di bumi tahu, bahwa TUHANlah (Yahweh) Allah, dan tidak ada yang lain, Yesaya 45:5, Akulah Yahweh dan tidak ada yang lain; tidak ada Allah selain Aku. (KSKK) Yesaya 45:18, Sungguh, inilah yang dikatakan Yahweh, Dia yang menciptakan langit, Dialah Allah yang membentuk bumi, yang menjadikan dan menetapkannya, yang tidak menciptakannya dalam kekacauan tetapi membentuknya untuk didiami; Akulah Yahweh, dan tidak ada yang lain. (KSKK) Yesaya 45:21b,22, Bukankah Aku Yahweh? Tidak ada Allah selain dari Aku, Penyelamat, Allah yang adil - tidak ada yang lain kecuali Aku. Berpalinglah kepada-Ku maka kamu akan diselamatkan, kamu semua dari ujung-ujung bumi, sebab Akulah Allah, dan tidak ada yang lain. (KSKK) Mari kita perhatikan baik-baik bahwa dalam seluruh ayat tersebut yang dinyatakan di atas bukan saja bahwa hanya ada satu Allah, tetapi bahwa Allah yang satu ini adalah Yahweh, dan bahwa ―tidak ada yang lain selain Dia‖. Ini membuat mustahil untuk berbicara tentang Allah sebagai suatu ―hakikat‖ atau ―zat‖ di mana tiga pribadi saling berbagi. Tak seorang pun yang berakal sehat akan memperdebatkan bila Yahweh adalah suatu hakikat, atau ada tiga pribadi yang disebut Yahweh. Konsekuensi daripada menyembah dan mempersembahkan kurban kepada allah manapun selain Yahweh dinyatakan dengan mutlak jelas: Keluaran 22:20, ―Siapa yang mempersembahkan korban kepada allah kecuali kepada TUHAN (Yahweh) sendiri, haruslah ia ditumpas.‖ 110 The Only True God Sekali lagi, tidak ada ruang untuk memperdebatkan makna dari ―sendiri‖ (Ibrani: bd; Yunani: monos). Di mana terdapat dua atau tiga pribadi, maka tidak ada individu dalam jumlah itu bisa dikatakan sendiri. Kata yang sama, ―sendiri‖, sebagaimana dipakai dalam Keluaran 22:20 kerap kali dipakai untuk Allah: Ulangan 32:12, demikianlah TUHAN (Yahweh) menuntun dia, dan tidak ada allah asing menyertai dia. sendiri 2 Raja-Raja 19:15, Hizkia berdoa di hadapan TUHAN (Yahweh) dengan berkata: ―Ya TUHAN (Yahweh) Allah Israel, yang bertakhta di atas kerubim! Hanya Engkau sendirilah Allah segala kerajaan di bumi; Engkaulah yang menjadikan langit dan bumi (juga Yes 37:16). 2 Raja-Raja 19:19, ―Maka sekarang, ya TUHAN (Yahweh), Allah kami, selamatkanlah kiranya kami dari tangannya, supaya segala kerajaan di bumi mengetahui, bahwa hanya Engkau sendirilah Allah, ya TUHAN (Yahweh).‖ (juga Yes 37:20) Nehemia 9:6, Engkau sendirilah, ya Yahweh, hanya Engkau! Engkau yang telah menjadikan langit, langit segala langit dengan segala bala tentaranya, bumi dengan segala yang ada di atasnya, dan laut dengan segala yang ada di dalamnya, dan Engkau memelihara kehidupan mereka semua. Dan bala tentara langit sujud menyembah-Mu. (ILT) Mazmur 4:9, Dalam damai aku akan berbaring dan tidur bersama-sama, karena Engkau sendiri, ya Yahweh, yang membuat aku berdiam dengan aman. (ILT) Mazmur 72:18, Terpujilah TUHAN (Yahweh), Allah Israel, yang melakukan perbuatan yang ajaib seorang diri! Mazmur 83:19, Dan biarlah mereka mengetahui, bahwa Nama-Mu adalah Yahweh; bahwa Engkau sendirilah Yang Mahatinggi atas seluruh bumi. (ILT) Mazmur 148:13, Biarlah mereka memuji Nama Yahweh, karena hanya Nama-Nya yang layak ditinggikan, keagungan-Nya ada atas bumi dan langit. (ILT) Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus 111 Yesaya 2:11, Mata manusia yang angkuh akan direndahkan, dan kesombongan manusia akan ditundukkan, dan hanya Yahweh sendiri yang akan ditinggikan pada hari itu. (ILT) (juga Yes 2:17). Yesaya 44:24, Beginilah Yahweh yang menebusmu dan membentukmu sejak dari kandungan, berfirman, ―Akulah Yahweh yang menjadikan segala sesuatu, yang membentangkan langit, Aku sendiri yang menghamparkan bumi, siapakah bersama dengan-Ku?‖ (ILT) Bahwa Yesus sepenuhnya mengesahkan monoteisme yang dinyatakan dengan kuat dan didefinisikan dengan jelas ini bisa dilihat langsung sejak awal pelayanannya: Matius 4:10, Lalu berkatalah Yesus kepadanya: ―Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah (monos) engkau berbakti!‖ {Ul 6:13} (juga Luk 4:8) Hal mencolok mengenai Yesus yang mengutip dari Ulangan 6:13 menjadi jelas ketika kita membandingkannya dengan ayat tersebut: Ulangan 6:13, Engkau harus takut akan TUHAN, Allahmu; kepada Dia haruslah engkau beribadah dan demi nama-Nya haruslah engkau bersumpah. Kata ―hanya/saja‖ tidak muncul baik dalam teks Ibrani maupun teks Yunani dari ayat ini kendati, mengingat ayat-ayat PL sebelumnya dan konteks PL secara keseluruhan, kata itu memang tersirat. Apa yang dilakukan Yesus ialah menyatakan secara eksplisit dan otoritatif apa yang disiratkan dengan menyisipkan kata kritis ―hanya/saja‖ (monos) ke dalam ayat ini. Dengan demikian, monoteisme Yesus dibuat sangat jelas. Sama juga halnya dengan Lukas 4:8, sehingga tidak bisa berargumentasi bahwa kata ―hanya/saja‖ (monos) ditambahkan oleh Matius karena Injilnya lebih berciri ―Yahudi‖ ketimbang Injil-injil lainnya. Lukas 4:8, Tetapi Yesus berkata kepadanya: ―Ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah (monos) engkau berbakti!‖ 112 The Only True God Harus diperhatikan juga bahwa ―Tuhan, Allahmu‖ baik dalam Injil Matius maupun Injil Lukas adalah ―TUHAN (Yahweh) Allahmu‖ dalam Kitab Ulangan. Yesus memilih sebuah ayat yang tidak sekadar berbicara tentang melayani Allah saja, tetapi ayat yang secara khusus berbicara tentang melayani hanya Yahweh saja. Fakta ini, diambil bersama dengan penegasan monoteistik kuat dari Yesus dalam Yohanes 5:44 di mana ia berbicara tentang Allah sebagai ―Allah yang Esa‖, dan sapaannya kepada Bapa sebagai ―satu-satunya Allah yang benar‖ dalam Yohanes 17:3, tanpa diragukan berarti bahwa Yesus tidak sekadar menganut ide umum monoteisme yang mampu berpikir tentang Allah hanya sebagai ―hakikat‖, tetapi ia berkomitmen teguh kepada monoteisme akan Yahweh, sebuah monoteisme di mana Yahweh sendiri adalah Allah ―dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti‖ (Luk 4:8). Ini, sebenarnya, adalah monoteisme Alkitabiah sejati; monoteisme Alkitabiah adalah monoteisme akan Yahweh. Butir penting lain yang perlu diperhatikan ialah bahwa pernyataanpernyataan monoteistik dari Yesus ini semuanya berciri “situasional”, yang artinya bahwa semuanya itu tidak diucapkan sebagai bagian dari pengajarannya di depan umum melainkan diucapkan dalam situasi tertentu, merujuk pada peristiwa khusus. Orang Yahudi adalah monoteis yang berapi-api; Yesus tidak perlu mengkotbahkan monoteisme kepada mereka. Jadi, pernyataan-pernyataan situasional dari Yesus ini mengatakan kepada kita tentang monoteismenya sendiri, ketimbang monoteisme orang Yahudi pada umumnya. Untuk alasan inilah pernyataan-pernyataan itu penting pada khususnya. Yang pertama dari pernyataan tersebut, di mana ia mengutip Ulangan 6:13, adalah ketika ia diperhadapkan pada godaan, dan kita telah melihat bahwa Yesus memilih untuk menambahkan kata ―sendiri‖ (monos), yang sering muncul dalam teks-teks PL yang lain dengan rujukan kepada Yahweh, tetapi tidak dalam teks yang ini. Yohanes 5:44 berada dalam konteks sebuah dialog dengan pendengar yang tidak reseptif: ―Bagaimanakah kamu dapat percaya, kamu yang menerima hormat seorang dari yang lain dan yang tidak mencari hormat yang datang dari Allah yang Esa?‖ Dua ayat sebelumnya ia berkata, ―Tetapi tentang kamu, memang Aku tahu bahwa di dalam hatimu kamu tidak mempunyai kasih akan Allah‖ (Yoh 5:42), bukti dari tuduhan ini adalah bahwa mereka mencari pujian dari manusia, bukan dari Allah. Dengan kata lain, manusia, bukan Allah, adalah fokus Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus 113 kehidupan mereka; mereka berorientasi kepada manusia, bukan kepada Allah. Ini mengatakan sesuatu yang sangat penting kepada kita tentang monoteismenya Yesus. Untuk dia, monoteisme bukan sekadar suatu dogma keagamaan yang didukung seseorang, tetapi yang melibatkan suatu gaya hidup yang sepenuhnya berorientasi kepada Allah, bukan kepada manusia. Ini melibatkan komitmen untuk melakukan kehendakNya, senantiasa berusaha untuk hidup berkenan kepada-Nya. Untuk Yesus, mengakui monoteisme Yahweh akan tetapi hidup dengan berpusatkan kepada diri sendiri adalah hal yang tak terpikirkan dan tak dapat ditolerir; itu adalah kemunafikan belaka. Celaannya yang keras dalam Matius 23 ditujukan kepada para pemuka agama yang pengakuan monoteismenya tidak diragukan, tetapi kehidupan dan tingkah-laku mereka bukan saja meragukan, tetapi lebih buruk dari itu. Monoteisme sejati harus terungkapkan dalam suatu kehidupan yang menghormati Yahweh, yang digerakkan oleh kasih untuk-Nya. Hal ini muncul dengan kuat dalam situasi lain, yang disinggung dalam ketiga Injil Sinoptik, di mana Yesus ditanyai tentang hukum mana yang paling penting dari sekian banyak hukum. Jawab Yesus: ―Perintah yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhanlah Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Perintah yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada perintah lain yang lebih utama daripada kedua perintah ini‖ (Mrk 12:29-31). Yesus menekankan fakta bahwa pengakuan monoteistik itu (―Tuhan itu esa‖) terikat secara tak terpisahkan dengan kasih yang sepenuhnya berkomitmen kepada Allah, yaitu, kasih yang melibatkan keseluruhan diri orang itu, dan yang juga melibatkan kasih terhadap sesama. Ini berarti bahwa monoteisme bukan sekadar sebuah pengakuan yang keluar dari mulut saja, tetapi sebuah pengakuan yang dibuat dengan hati dan yang menguasai seluruh pribadi dan gaya hidup orang itu. Ini dicontohkan dengan sempurna dalam kehidupan Yesus sendiri. Bab 2 Hanya Manusia Sempurna yang dapat menjadi Juruselamat Dunia B Ajaran Alkitabiah tentang Satu Allah Sejati dan Satu Manusia Sempurna eberapa tahun yang lalu, ketika saya dan istri saya sedang menjelajahi India, kami terkesan dengan begitu banyaknya patung dewa-dewi yang ada di sana; meski hanya beberapa saja di antara mereka yang tampak sebagai sasaran penyembahan yang lebih menonjol. Kuil-kuil besar dan kecil terlihat di mana-mana, dan sering kali dikerumuni para pemujanya. Mau tidak mau, sebuah pertanyaan memasuki benak kami: Apakah perlunya keanekaragaman dewa-dewi tersebut? Seandainya ada satu Allah Maha-mencukupi yang dapat memenuhi kebutuhan semua orang, bukankah itu akan membuat semua dewa-dewi lain mubasir? Apakah ini karena manusia masih belum menemukan satu Allah yang Maha-mencukupi itu sehingga mereka harus berpaling kepada pelbagai dewa atau ilah yang beranekaragam itu demi memenuhi pelbagai kebutuhan mereka? Memang, jika ada satu Allah personal yang Maha-mencukupi seperti itu, maka pribadi ilahi kedua atau ketiga tidak lagi dibutuhkan. Namun, tampaknya Allah itu tidak dikenal manusia, sehingga timbullah kebutuhan untuk mencari yang lainnya. Hal ini mengingatkan kita pada kata-kata Paulus di Atena tentang ―Allah yang tidak dikenal‖ (Kis 17:23). Untuk seseorang seperti Paulus yang mengenal Allah Israel, Yahweh, yang mengagumkan, kebutuhan akan ilah-ilah lain tersebut tidak masuk 116 The Only True God akal. Apa yang akan dipikirkannya tentang trinitarianisme yang sampai mengatributkan ajaran tentang pribadi ilahi yang kedua dan malah yang ketiga selain Yahweh itu kepada dirinya (Paulus)? Semakin orang memahami PL dengan 6828 rujukannya kepada Yahweh tanpa rujukan apapun kepada pribadi ilahi lain yang diafiliasikan dengan-Nya, dan semakin orang memahami pengajaran Paulus tentang keselamatan, semakin mereka akan menyadari bahwa sugesti di mana ia telah mengajar tentang Kristus sebagai pribadi ilahi kedua yang setara dengan Yahweh akan menyulut murka besar darinya. Lebih parahnya, ini akan menyulut murka besar dari Yahweh sendiri (Kel 32:10 dyb.). Namun, oleh karena pengajaran trinitaris secara dasariah bertolak belakang dengan pengajaran Yesus sendiri, hal yang paling tidak diduga oleh mereka adalah bahwa pada Hari yang besar dan terakhir itu bukan ―Yesus yang lemah lembut‖ (yang dilukiskan dengan syahdunya dalam sebuah lagu Kristiani terkenal) yang akan mereka temukan, tetapi ―murka Anak Domba‖ yang mengerikan (Why 6:16; bdk. Why 14:10). Kekristenan non-Yahudi dewasa ini tidak lagi mengetahui kalau ―Kekristenan Yahudi selalu tetap bertahan pada fakta historis bahwa Mesias dan Tu[h]an Yesus dari Nazaret itu bukanlah wujud ilahi, Allah kedua, melainkan seorang manusia di antara umat manusia‖ (Hans Küng, Christianity). Tidak membutuhkan lebih banyak Allah, tetapi amat sangat membutuhkan satu manusia sempurna A pakah intisari dari ajaran PB tentang keselamatan pada umumnya, serta ajaran Paulus khususnya, yang begitu penting bagi kesejahteraan abadi umat manusia? Seluruh ajaran Perjanjian Baru tentang keselamatan bertalian dengan konsep esensial akan manusia sempurna, yang tanpanya tidak akan ada keselamatan. Apakah manusia sempurna itu? Ia adalah seorang manusia yang tak bercela dan tak bersalah, tidak seperti Adam (―anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat‖ 1Ptr 1:19), dan untuk alasan yang satu itulah ia dapat menjadi juruselamat dunia. Manusia tidak membutuhkan tambahan Allah (Yahweh sudah lebih dari mencukupi). Jadi, manusia tidak membutuhkan Yesus sebagai Allah, tetapi yang amat sangat dibutuhkan olehnya, kalau benar-benar berharap untuk diselamatkan, adalah seorang manusia sempurna. Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat 117 Yesus dalam wujud Allah tidak menjadikan dia orang yang sempurna; sebaliknya, Yesus dalam wujud Allah sama sekali tidak akan menjadikan dia manusia sejati terlepas dari memiliki tubuh manusiawi. Bukankah ini seharusnya betul-betul jelas? Atau, apakah trinitarianisme telah mengaburkan pikiran kita sampai-sampai kita tidak lagi mampu melihat hal yang nyata sekalipun? Yang dipertaruhkan di sini adalah: Jika Yesus bukan seorang manusia seperti Adam—atau seperti kita— maka seluruh harapan untuk keselamatan kita ini akan lenyap begitu saja. Kita tidak memahami hal ini karena kita masih belum memahami prinsip dasariah dari keselamatan menurut pewahyuan Alkitabiah. Singkat kata, agar kita bisa diselamatkan, Allah harus menyediakan seorang manusia sempurna yang dapat membatalkan dampak mematikan dari dosa Adam (dan dosa manusia). Bagaimanakah caranya Allah menyelamatkan kita melalui manusia sempurna ini? Paulus mengatakannya dengan ringkas seperti berikut: ―Jadi, sama seperti melalui ketidaktaatan satu orang banyak orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula melalui ketaatan satu orang banyak orang menjadi orang benar.‖ (Rm 5:19) Ayat yang satu ini merangkum doktrin keselamatan Perjanjian Baru secara singkat. Memahami ayat tersebut secara menyeluruh artinya memahami jalan keselamatan itu dengan sepenuhnya. Sejumlah besar materi rohaniah telah dikemas dan dipadatkan ke dalam ayat tersebut. ―Ketaatan satu orang‖ ini, yang olehnya ―banyak orang menjadi orang benar‖ adalah sesuatu yang dibangun ―melalui penderitaan‖: Ibrani 2:10, Sebab memang sepantasnya Allah [yaitu Bapa] yang bagi-Nya dan oleh-Nya segala sesuatu dijadikan, yaitu Allah yang membawa banyak orang kepada kemuliaan -- juga menyempurnakan Perintis [Kristus, sang Anak] yang memimpin mereka kepada keselamatan melalui penderitaan. Ibrani 5:8-9, Sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar taat dari apa yang telah diderita-Nya dan sesudah Ia disempurnakan, Ia menjadi sumber keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya… 118 The Only True God Ibrani 7:28, …Anak, yang telah dijadikan sempurna sampai selama-lamanya. Ayat-ayat penting di atas adalah masalah serius bagi trinitarianisme karena orang Trinitarian telah terindoktrinasi memasukkan ―AllahAnak‖ ke dalam setiap rujukan kepada ―Anak‖. Dengan demikian, gagasan bahwa sang Anak itu tidak sempurna, dan bahwa sang Bapa harus menyempurnakan dia—dan menyempurnakan dia khususnya melalui penderitaan—adalah hal yang tidak tercernakan secara teologis oleh si Trinitarian. Setiap argumen yang kurang lebih mengatakan hal ini mengacu kepada Anak sebagai manusia mengalami permasalahan Kristologis yang serius dalam pemisahan atas ―kedua kodrat‖ untuk membuat mereka bertindak secara mandiri, yang dengan demikian meragukan kesatuan dari kedua kodrat itu. Dan jika kedua kodrat itu tidak bisa dipisahkan cukup jauh sehingga lolos dari ketajaman pernyataan-pernyataan dalam Kitab Ibrani ini, hal itu membangkitkan pertanyaan tajam tentang Anak ilahi: Anak macam apa ini yang masih belum belajar untuk taat kepada bapanya? Bahwa seorang anak manusia, anak yang baik sekalipun, butuh belajar untuk taat kepada ayahnya dapat dimengerti sepenuhnya; dan kebaikan anak itu terlihat justru dari ketaatannya. Namun, bagaimana kita menerangkan perkara Anak yang pra-eksisten dan kekal yang masih belum belajar untuk taat kepada sang Bapa, dan baru mempelajarinya ketika ia datang ke bumi?! Hal yang perlu juga diamati tentang ayat-ayat dalam Surat Ibrani ini ialah bahwa secara konsisten dinyatakan bahwa Allah Bapalah, Yahweh, yang menyempurnakan Anak; bukan Anak yang menyempurnakan dirinya sendiri. Jadi, rujukan kepada yang ditengarai sebagai ―dua kodrat‖ itu tidak relevan. Jadi, dalam Ibrani 2:10, kata ―menyempurnakan‖ dalam bahasa Yunaninya berbentuk aktif, karena Allah Yahwehlah yang aktif dalam menyempurnakan sang Anak. Dalam dua ayat lainnya, ―dijadikan sempurna‖ berbentuk pasif karena sang Anak, bukan sang Bapa, adalah subyeknya. Penyempurnaan Kristus adalah kehendak Bapa, dan diprakarsai oleh Dia demi keselamatan umat manusia. Pentingnya ketiga nas dalam Kitab Ibrani yang dikutip di atas, ditemukan dalam kenyataan bahwa ketiga nas itu menerangi kebenaran bahwa Allah menjadikan sang Anak, Mesias Yesus, sempurna melalui proses penderitaan agar ia dapat menjadi ―Perintis yang memimpin mereka kepada keselamatan‖ (Ibr 2:10). Ini berarti bahwa Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat 119 penyempurnaan ―manusia Kristus Yesus‖ mutlak esensial untuk keselamatan manusia. Hanya Mesias sebagai manusia sempurnalah yang dapat menjadi ―juruselamat dunia‖ (Yoh 4:42; 1Yoh 4:14). Dengan memakai gambaran persembahan kurban, hanya jika hewan yang dipersembahkan di atas mezbah itu ―tidak bercela‖, yaitu, sempurna, maka kurban tersebut berkenan kepada Allah. Tidak ada hewan yang tidak sempurna, dengan cacat sekecil apapun, yang dapat dipersembahkan. Butir ini berulang-kali ditekankan dalam Taurat Perjanjian Lama. Bahkan orang yang tidak berbahasa Ibrani pun dapat melihat sendiri bahwa frase ―tidak bercela‖ muncul dalam 18 ayat di Kitab Imamat dan dalam 17 ayat di Kitab Bilangan yang berkenaan dengan hewan-hewan yang dipersembahkan sebagai kurban. Dalam beberapa ayat frase itu muncul lebih dari sekali: mis. Bilangan 6:14, ―dan ia harus mempersembahkan sebagai persembahannya kepada TUHAN (Yahweh) seekor domba jantan berumur setahun yang tidak bercela untuk korban bakaran dan seekor domba betina berumur setahun yang tidak bercela untuk korban penghapus dosa dan seekor domba jantan yang tidak bercela untuk korban keselamatan‖. Sesuai dengan itu, Tu[h]an Yesus Kristus, Manusia Sempurna itu, mampu mempersembahkan dirinya untuk keselamatan dunia. Dalam kata-kata Ibrani 9:14, ―terlebih lagi (daripada kurban-kurban hewan, ay.13) darah Kristus, yang melalui Roh yang kekal telah mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tidak bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari perbuatanperbuatan yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang hidup‖, dan 1 Petrus 1:18,19, ―Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.‖ Keunikan sang Manusia Sempurna, Yesus Kristus Manusia sempurna adalah seorang manusia yang sempurna dalam ketaatannya kepada Allah. Manusia seperti itu belum pernah ada dalam sejarah dunia. Inilah yang ditekankan oleh Rasul Paulus dalam Roma 3:10, ―seperti ada tertulis: ‗Tidak ada yang benar, seorang pun 120 The Only True God tidak‘‖, ayat yang sering kali disalahgunakan untuk memperdebatkan ―kebejatan total‖ manusia, tanpa mengindahkan fakta bahwa Paulus mengakui adanya orang-orang yang saleh dan baik di dunia ini, sebagaimana terlihat dari pernyataan berikut, ―Sebab tidak mudah seorang mau mati untuk orang yang benar tetapi mungkin untuk orang yang baik ada orang yang berani mati.‖ (Rm 5:7) Walaupun barangkali ada ―orang-orang baik‖ di dunia ini, tetapi belum pernah ada seorang manusia sempurna yang diukur berdasarkan persyaratan Allah Yahweh. Akan tetapi, seorang manusia sempurna seperti itu setidaknya diperlukan untuk keselamatan manusia. Hanya jika Yesus adalah manusia yang demikian maka barulah ia dapat menyelamatkan kita. Seandainya para teolog Trinitarian memahami soteriologi Alkitabiah (doktrin keselamatan) dengan lebih baik lagi, tentunya mereka akan terhindar dari kekeliruan terus-terusan berbicara tentang Yesus sebagai Allah. Perjanjian Baru sama sekali tidak menyatakan bila kepercayaan pada Yesus sebagai Allah diperlukan untuk keselamatan. Namun, adalah esensial untuk percaya bahwa ―manusia Kristus Yesus‖ adalah satu-satunya perantara yang ditunjuk oleh Allah untuk keselamatan kita (1Tim 2:5,6). Ia adalah satu-satunya manusia sempurna yang pernah tampil di atas muka bumi ini; Allah telah melakukan sesuatu yang baru demi keselamatan umat manusia. Kesempurnaan Yesus persisnya terkandung dalam ketundukannya yang sama sekali rela dan ketaatannya yang total kepada Allah Bapa, Yahweh. Oleh sebab inilah subordinasinya kepada kehendak Bapa itu dengan begitu konstan, nyaris berulang-ulang, ditekankan oleh Yesus sendiri sebagaimana dilukiskan secara ekstensif dalam Injil Yohanes, hal yang akan kita kaji nanti dalam karya ini. Namun, hal ini menyebabkan kita mempertimbangkan pertanyaan: Apakah yang tersirat dalam istilah ―manusia sempurna‖? Yang perlu dipahami dalam kaitan ini adalah bahwa kesempurnaan dalam arti mutlak merupakan sebuah atribut dari Allah Yahweh, bukan atribut dari manusia (―Bapamu yang di surga sempurna‖ Mat 5:48). Dengan demikian, dijadikan sempurna artinya menjadi seperti Dia; memperoleh karakter-Nya. Namun, apakah penderitaan itu sendiri, sekalipun diperlukan dalam proses penyempurnaan, dapat menjadikan seseorang sempurna? Penderitaan, bagaimanapun juga, adalah suatu hal yang dialami oleh sebagian besar umat manusia, dan banyak di antara mereka yang memikulnya dengan dignitas dan bahkan dengan heroisme yang Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat 121 luar biasa, tetapi apakah itu akan menjadikan mereka orang-orang yang sempurna sesuai dengan pengertian pengarang Kitab Ibrani? Sebagian orang yang pernah menderita barangkali bisa mencapai tingkatan keunggulan moral yang tinggi; tetapi mencapai kesempurnaan Kristus itu tidak ada dalam alam jangkauan manusia. Kesempurnaan Kristus bersandar pada fakta akan keterlibatan ilahiah yang unik dalam pribadinya sebagai dia di mana Firman berinkarnasi atau ―menjadi manusia (‗daging‘)‖ (Yoh 1:14); ―Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan tinggal di dalam Dia‖ (Kol 1:19); ―Sebab dalam Dialah berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan keilahian‖ (Kol 2:9). Ini berarti bahwa kesempurnaan Kristus tercapai melalui hadirat dan kuasa Allah yang secara unik berdiam di dalamnya. Allah Yahweh membangun satu kesatuan dengan Kristus pada bagian terdalam dari dirinya (―Aku dan Bapa adalah satu‖, Yoh 10:30); dalam kesatuan ini Kristus diberdayakan untuk mencapai apa yang tidak tercapai oleh manusia dengan dirinya sendiri. Oleh karena itulah ia disebut ―anak tunggal‖, atau ―anak tunggal yang diperanakkan‖ (Yoh 1:14; 3:16,18; 1Yoh 4:9); inilah yang membedakan dia dari Adam, manusia ―dari debu tanah‖, sebagai ―manusia berasal dari surga (yaitu dari Allah)‖ (1Kor 15:47). Tanpa hadirat Allah Yahweh yang berdiam secara unik di dalam Kristus, kesempurnaan yang diperlukan itu tidak mungkin akan tercapai. Manusia sempurna ialah manusia yang didiami oleh kepenuhan Yahweh secara jasmani di bumi ini, di antara manusia, untuk menyelesaikan keselamatan umat manusia. Namun, perlu ditekankan bahwa kesempurnaan Kristus sebagai manusia tidak menjadikan Kristus sekadar peserta pasif. Karena Ibrani 5:8 berkata, ―Sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar taat dari apa yang telah diderita-Nya.‖ Kata ―belajar‖ berbentuk aktif dalam bahasa Yunani. Ini bukan sekadar sikap tunduk yang pasif, melainkan ketaatan yang sepenuh hati kepada Bapa; Yesus mengungkapkannya seperti ini, ―Aku senantiasa berbuat apa yang berkenan kepada-Nya‖ (Yoh 8:29). Ia dapat sepenuhnya menggemakan emosi sang Pemazmur, ―aku suka melakukan kehendak-Mu, ya Allahku; Taurat-Mu ada dalam dadaku‖ (Mzm 40:8); ia dapat berbicara tentang kehendak Allah sebagai makanannya (Yoh 4:34), yang memperlihatkan bahwa ia tentunya tahu arti ―nikmatkanlah dirimu pada Yahweh‖ (Mzm 37:4; Yes 58:14, ILT). 122 The Only True God Manusia sempurna sebagai guru sempurna Sering kali kita berbicara tentang ―ajaran Yesus‖ tanpa mencatat fakta bahwa ajarannya berasal dari Bapa, bukan dari dirinya sendiri. Apa yang diajarkan oleh Yesus adalah ajaran sang Bapa, di mana ia menjadi sarana dari ajaran itu sebagaimana ditegaskannya dalam Yohanes 7:16, ―Ajaran-Ku tidak berasal dari diri-Ku sendiri, tetapi dari Dia yang telah mengutus Aku.‖ Bapalah yang berbicara kepada kita dalam seluruh ajaran Yesus. Yesus mengulangi butir ini berkali-kali. Selain Yohanes 7:16, ada lagi yang berikut: 3:34, Sebab siapa yang diutus Allah, Dialah yang menyampaikan firman Allah, karena Allah mengaruniakan Roh-Nya dengan tidak terbatas. 12:49, Sebab Aku berkata-kata bukan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang mengutus Aku, Dialah yang memerintahkan Aku untuk mengatakan apa yang harus Aku katakan dan Aku sampaikan. 14:10, Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang tinggal di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-pekerjaan-Nya. 14:24, Siapa saja yang tidak mengasihi Aku, ia tidak menuruti firman-Ku; dan firman yang kamu dengar itu bukanlah dari Aku, melainkan dari Bapa yang mengutus Aku. 17:8, Sebab segala firman yang Engkau sampaikan kepada-Ku telah Kusampaikan kepada mereka. Yesus adalah manusia sempurna juga oleh karena alasan ini, yakni, ia selalu ―menyampaikan firman Allah‖ (Yoh 3:34), dan, oleh karena itu, sempurna dalam perkataannya. Sebagaimana tertulis dalam Yakobus 3:2, ―Sebab kita semua bersalah dalam banyak hal; siapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia orang yang sempurna, yang dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya.‖ Tanpa Yesus kita tidak akan memiliki ajaran Bapa; oleh karena itu kita bersyukur kepada Bapa dari lubuk hati kita atas Yesus. Namun, kita tidak boleh lupa bahwa pesan Yesus adalah Firman Allah, Allah yang berulang-kali dirujuk oleh Yesus sebagai ―Bapa‖. Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat 123 Firman yang dikabarkan Yesus dan terwujud di dalam dia adalah kebenaran dan hidup tepatnya karena itu adalah Firman Allah, sang Bapa. Firman Allah adalah pewahyuan-diri Allah, yang menjadi sarana untuk menarik semua orang kepada-Nya. Sang Bapa menarik kita melalui firman-Nya. Hal ini sesuai dengan apa yang telah kita lihat sebelumnya, yakni, Yesus sebagai perwujudan firman Allah itu adalah Jalan kepada sang Bapa. Dengan memakai gambar lain, ia adalah Roti yang diturunkan oleh Bapa agar orang dapat memperoleh hidup melalui proses ―memakan‖nya. Semua metafora lainnya dengan cara yang sama melukiskan Yesus sebagai alat atas karya Bapa yang mewahyukan dan menyelamatkan. Hal ini khususnya muncul dengan kuat dalam Injil Yohanes, di mana kebenaran bahwa Yesus adalah yang satu itu yang diutus oleh sang Bapa, dan bertindak dengan subordinasi total serta bergantung kepada Bapa, ditekankan lebih kuat di sini daripada di bagian lain dalam PB. Sekarang kita akan mempertimbangkan bukti atas pernyataan tadi. Penegasan Yesus bahwa ia telah diutus oleh Bapa dan oleh karena itu ia bertindak di bawah wewenang Bapa dalam setiap perbuatannya T entang Bapa yang mengutus Yesus, sekilas pandang kepada statistik akan segera menyatakan pentingnya hal ini dalam Injil Yohanes. Dua kata Yunani diterjemahkan sebagai ―mengutus‖: apostellō Injil Matius: 3 Injil Markus: 2 Injil Lukas: 4 Injil Yohanes: 17 pempō Injil-injil Sinoptik: 0 Injil Yohanes: 24 Apostellō dan pempō, berkenaan dengan Bapa yang mengutus Anak, semuanya dijumlahkan menjadi 41 kali dalam Injil Yohanes. Penegasan ini mencolok. Hal yang mencolok juga adalah bahwa kedua kata itu bukan saja muncul dalam Injil Yohanes, tetapi seluruh 124 The Only True God referensinya ada dalam ajaran Yesus sendiri di dalam Injil tersebut. Dan seolah-olah ingin memastikan bahwa kita tidak melewatkan butir ini, Yesus berkata dalam Yohanes 13:16, ―Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: seorang hamba tidaklah lebih tinggi daripada tuannya, ataupun seorang utusan daripada orang yang mengutusnya‖; dengan demikian, ―Bapa lebih besar daripada Aku‖ (Yoh 14:28). Jumlah 41 rujukan yang sangat besar dari ucapan-ucapan Tu[h]an dalam Injil Yohanes ini menunjukkan bahwa butir tersebut mendasari pokok dan intisari dari ajarannya. Ketergantungan Yesus yang sepenuhnya kepada Bapa sebagaimana terlihat dalam ajarannya O rang yang mengutus jelas lebih besar daripada orang yang diutus olehnya. Oleh sebab itu, hal diutus dengan sendirinya mengungkapkan subordinasi orang yang diutus terhadap orang yang mengutusnya (Yoh 13:16). Namun, Yesus menegaskan lebih daripada itu: Ia mengungkapkan dirinya sebagai orang yang bergantung sepenuhnya kepada sang Bapa. Yohanes 6:57 ―Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga siapa saja yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku.‖ Hubungan kita dengan Yesus, ketergantungan kita kepada Yesus untuk hidup, mencerminkan ketergantungan Yesus kepada sang Bapa untuk hidup. Menurut pengajaran Yesus sendiri dalam Yohanes 6:57, sama seperti kita tidak dapat hidup tanpa Yesus, demikian pula Yesus tidak dapat hidup tanpa sang Bapa. C.K. Barrett (The Gospel According to St. John, Commentary and Notes on the Greek Text, SPCK) mengatakannya demikian, ―Hidup sang Anak sepenuhnya bergantung pada sang Bapa, ia tidak memiliki hidup ataupun wewenang yang mandiri, dan oleh karena ia tinggal di dalam Bapa, dengan demikian manusia dapat hidup dengan tinggal di dalam dia‖. M. Dods berkata, ―Bapa adalah sumber hidup yang absolut; Anak adalah pembawa hidup itu kepada dunia; bdk. 5:26, yang mengungkapkan ketergantungan yang sama dari Anak pada Bapa untuk hidup‖ (Expositor’s Greek Testament). Yohanes 5:26: ―Sebab sama seperti Bapa mempunyai hidup dalam diri-Nya sendiri, demikian juga diberikan-Nya Anak mempunyai hidup dalam diri-Nya sendiri.‖ Sang Anak memiliki hidup dalam dirinya sendiri, tetapi hanya karena sang Bapa telah memberikan hidup itu Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat 125 kepada Anak. Dan oleh karena Bapa telah memberikan hidup kepada Anak, maka Anak pun dapat memberikannya kepada yang lainnya: ―Sebab sama seperti Bapa membangkitkan orang-orang mati dan menghidupkannya, demikian juga Anak menghidupkan siapa saja yang dikehendaki-Nya‖ (Yoh 5:21). Sang Anak telah dianugrahi wewenang penuh untuk menyalurkan hidup yang telah diberikan oleh Sang Bapa kepadanya. Didōmi dalam Injil Yohanes Secara statistik kata didōmi (memberi) merupakan kata signifikan yang lain dalam Injil Yohanes; kata ini lebih kerap muncul dalam Injil Yohanes daripada dalam kitab-kitab lain di PB. Bagi kebanyakan orang Kristen, barangkali contoh yang paling dikenal tentang ―memberi‖ dalam Injil Yohanes ditemukan dalam 3:16, ―Karena Allah begitu mengasihi dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan (didōmi) Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.‖ Inilah yang digambarkan oleh Paulus sebagai ―karunia-Nya yang tak terkatakan itu‖ (2Kor 9:15) untuk kita. Allahlah yang memberikan Yesus kepada kita, tidak lain dan tidak bukan karena Ia mengasihi kita. Untuk orang-orang yang pada dasarnya egois seperti kita ini, adalah cukup sulit dipahami apabila seseorang mengasihi kita dengan sangat mendalam dan tulus, tetapi kenyataan bahwa Allah mempunyai alasan untuk mengasihi kita adalah hal yang hampir tidak dapat dimengerti. Namun, maksud ayat ini adalah bahwa bukan saja Allah mengasihi kita, tetapi Ia mengasihi kita sampai-sampai memberikan Anak-Nya. Ungkapan terima kasih apa yang bisa kita balaskan kepada sang Bapa? Kita mengasihi sang Anak (sudah semestinya), tetapi kita menyampingkan sang Bapa seolah-olah Ia kurang terlibat di dalam menyelamatkan kita. Yesus menegaskan ketaatannya kepada sang Bapa “K ata Yesus kepada mereka: ‗Jikalau Allah adalah Bapamu, kamu akan mengasihi Aku, sebab Aku datang dari Allah dan sekarang Aku ada di sini. Lagi pula Aku datang bukan 126 The Only True God atas kehendak-Ku sendiri, melainkan Dialah yang mengutus Aku‘‖ (Yoh 8:42). Seperti telah kita lihat, Yesus bukan saja menekankan subordinasinya kepada Bapa sebagai orang yang diutus oleh-Nya, tetapi juga ketergantungannya yang sepenuhnya kepada Bapa untuk hidup. Dalam ayat ini (Yoh 8:42) ia menggarisbawahi ketaatannya pada Bapa: bahwa kedatangannya ke dunia ini terutamanya bukan karena pilihannya atau atas inisiatifnya sendiri, melainkan karena ketaatan pada kehendak Bapa. Tentang ayat tadi C.K. Barrett (The Gospel According to St. John) mengulas, ―Sekali lagi misi Yesus dikosongkan dari segala sugesti akan kehendak-diri atau kepentingan-diri. Ini adalah tekanan Yohanei yang sangat umum dan esensial; lih. terutamanya 5:19-30. Yesus tidak datang ke dunia atas kemauannya sendiri; ia datang karena diutus. Pelayanan Yesus bersignifikansi bukan dalam hikmat atau kebajikan dari dirinya sendiri, tetapi dalam fakta bahwa ia adalah duta dari Allah sendiri.‖ Jelas bahwa melalui kata-kata ―Aku datang bukan atas kehendak-Ku sendiri, melainkan Dialah yang mengutus Aku‖ (Yoh 8:42), Yesus tegastegas mengasaskan bahwa kedatangannya merupakan sebuah tindakan ketaatan pada Bapa, bukan tindakan atas kehendaknya sendiri. Agaknya, ia bisa saja tidak menaati, dan dalam tindakan ketidaktaatan itu (seperti Adam) mencengkeram kesetaraan dengan Allah. Akan tetapi, bukankah kita membaca Filipi 2:6 dsb. seakan-akan kedatangannya itu atas inisiatifnya sendiri, suatu tindakan dari kemauannya sendiri? Pemahaman yang demikian itu ternyata salah, dan mendistorsikan pengertian kita dari nas yang penting itu. Ketaatan harus melibatkan pilihan. Yesus berulang-kali menegaskan bahwa ia telah membuat keputusan untuk menaati Bapa: Yohanes 5:30, ―Aku tidak menuruti kehendak-Ku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku.‖ Yohanes 6:39, ―Dan Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman.‖ Subordinasinya serta ketergantungannya Yohanes 14:10, ―Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang tinggal di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-pekerjaan-Nya.‖ Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat 127 Yohanes 5:19, Lalu Yesus menjawab mereka, kata-Nya: ―Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diri-Nya sendiri, jikalau Ia tidak melihat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak.‘‖ Yohanes 12:49, ―Sebab Aku tidak berbicara dari diri-Ku sendiri, melainkan Dia yang telah mengutus Aku; Bapa sendiri telah memberikan (didōmi) perintah (entolē) kepada-Ku, apa yang harus Kuucapkan, dan apa yang harus Kukatakan.‖ (ILT) Dalam ayat terakhir di atas Yesus menerangkan bahwa ia selalu hidup menurut perintah-perintah (entolē) yang telah diberikan (didōmi) oleh Bapa kepadanya. Kini kita seharusnya dapat menduga bahwa, kata ―perintah‖ (entolē) lebih sering muncul dalam Injil Yohanes dibanding Injil-injil Sinoptik (Yoh: 10 kali; Mat: 6; Mrk: 6; Luk: 4). Yesus berulangkali merujuk pada perintah-perintah Bapa: Yohanes 10:18, ―Tidak seorang pun mengambilnya dari Aku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali. Inilah perintah yang Kuterima dari Bapa-Ku.‖ Yohanes 15:10, ―Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya.‖ Bandingkan ini dengan ayat berikut: Yohanes 14:31, ―tetapi dunia harus tahu bahwa Aku mengasihi Bapa dan bahwa Aku melakukan segala sesuatu seperti yang diperintahkan (entellomai) Bapa kepada-Ku.‖ Yesus selalu melakukan kehendak Bapa Kehendak (thelēma) sang Bapa adalah kata kunci lain dalam Injil Yohanes, lagi-lagi lebih sering muncul dalam Injil ini daripada dalam Injil-injil lain (Yoh: 11 kali; Mat: 6; Mrk: 1; Luk: 4). Terlepas dari Yohanes 4:34 yang dikutip terdahulu, ada ayat-ayat berikut: 128 The Only True God Yohanes 5:30, ―Aku tidak dapat berbuat apa pun dari diri-Ku sendiri; Aku menghakimi sesuai dengan apa yang Aku dengar, dan penghakiman-Ku adil, sebab Aku tidak menuruti kehendakKu sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku.‖ Yohanes 6:38, ―Sebab Aku telah turun dari surga bukan untuk melakukan kehendak-Ku, melainkan kehendak Dia yang telah mengutus Aku.‖ Yohanes 7:17, ―Siapa saja yang mau melakukan kehendak-Nya, ia akan tahu entah ajaran-Ku ini berasal dari Allah, entah Aku berkata-kata dari diri-Ku sendiri.‖ Hanya orang-orang yang hidup menurut kehendak Allah akan dianugerahi untuk mengenal Yesus—yang mengajar dan hidup menurut kehendak Allah. Firman Allah dan kehendak Allah tidak bisa dipisah. Injil Yohanes ditulis dengan gaya yang jelas dan tidak rumit. Jika kita tetap tidak bisa memahami pesan yang terkandung di dalamnya, maka kita harus memeriksa kondisi rohani kita (―hendaklah tiap-tiap orang menguji dirinya sendiri‖, 1Kor 11:28). Mereka yang mencari teksteks bukti dari Injil ini, yang mereka pindahkan dari konteks asli untuk menyangga gagasan dan doktrin mereka yang tidak Alkitabiah, harus mempertimbangkan konsekuensinya yang serius: ―Inilah hukuman itu: Terang telah datang ke dalam dunia, tetapi manusia lebih menyukai kegelapan daripada terang, sebab perbuatan-perbuatan mereka jahat‖ (Yoh 3:19). ―Perbuatan-perbuatan mereka jahat‖ tidak semestinya berarti mereka itu perampok atau pezinah, tetapi mereka hidup menurut kehendak mereka itu sendiri, ketimbang hidup sepenuhnya dalam ketaatan kepada kehendak Allah. Dalam pengajaran Yesus, melakukan atau tidak melakukan kehendak Bapalah yang mendefinisikan kebaikan atau kejahatan; bagaimana setiap orang hidup dalam hubungan dengan kehendak Allah itulah yang menentukan apakah akan dinilai baik atau buruk, apakah cara hidup orang itu akan membawa kepada kehidupan atau kematian. Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat A 129 Kemanusiaan Kristus yang sejati dan lengkap adalah esensial bagi keselamatan manusia da pengamatan penting lain yang perlu kita camkan mengingat butir-butir terdahulu: Jika kemanusiaan Kristus bagaimanapun juga disangsikan atau dikompromikan, kita pun mengkompromikan keselamatan kita, sebab, jika Kristus bukan sungguh-sungguh manusia maka ia tidak bisa menjadi juruselamat kita. Namun, justru itulah yang telah dilakukan oleh trinitarianisme; mengkompromikan kemanusiaan Kristus dengan menandaskan secara dogmatis bahwa Kristus itu ―sungguh-sungguh manusia dan sungguhsungguh Allah‖ kedua-duanya. Jika kita belum dibutakan oleh logika trinitarianisme yang berbelit-belit, kita tidak perlu waktu lebih dari sekejap untuk melihat bahwa ini adalah logika omong kosong. Fakta gamblangnya adalah tak satu pun yang dapat menjadi sungguhsungguh manusia yang adalah sungguh-sungguh Allah. Tak satu pun yang dapat menjadi 100% manusia dan juga 100% Allah, karena jumlah keduanya akan menjadi 200%—dua pribadi. Adakah sesuatu yang mustahil bagi Allah? Jawabannya ‗Ya‘, jika yang terlibat adalah pertentangan logis atau omong kosong. Ini sama seperti menanyakan: apakah Allah bisa membuat sesuatu menjadi 100% hitam dan 100% putih semuanya sekaligus? Dapatkah 100% garam juga menjadi 100% gula? Intinya adalah omong kosong yang bertentangandiri tidak pernah bisa diatributkan kepada Allah; Ia adalah Allah kebenaran, bukan Allah irasional dan palsu. Akan tetapi, Kristologi yang bertentangan-diri macam inilah tepatnya yang mengakibatkan orang-orang Kristen berkata ―Yesus adalah Allah‖; pada umumnya orang-orang Kristen itu memiliki konsep yang lemah tentang kemanusiaan Yesus. Faktanya adalah kita tidak bisa memegang dengan seimbang dua pemikiran tentang Yesus yang saling bertolak-belakang tanpa yang satu mendominasi yang lainnya, dan karena Allah harus menjadi yang Satu itu yang mendominasi, maka kemanusiaan Kristus dipudarkan oleh dominasi tersebut. Juga, gagasan Allah-manusia yang dogmatis tentang Yesus ini mengakibatkan orang Kristen harus terlibat dalam seni gaya bicara bertentangan (double-speak): di satu saat kita berbicara tentang dia sebagai Allah, di lain saat kita berbicara tentang dia sebagai manusia, sama sekali tanpa memperhatikan pertentangan yang terlibat. Kita nyaris tidak menyadari pengayunan kesana kesini ini, karena sudah 130 The Only True God kebal dengan pertentangan-diri di dalam suatu alam pikiran di mana kebenaran dan kepalsuan, nalar dan irasionalitas, dipaksakan ke dalam eksistensi bersama. ―Prestasi‖ mental ini harus dibayar dengan harga yang amat mengerikan: kita hanya perlu memandang ke sekeliling dunia dan melihat bahwa, jauh dari menjadi ―terang dunia‖ (Mat 5:14) yang semestinya, jemaat telah menjadi tidak relevan, karena jemaat sendiri telah jatuh ke dalam kegelapan kepalsuan. Bagaimanakah jemaat dapat berfungsi sebagai terang kecuali jika ia dilepaskan dari belenggu kepalsuan? Mengingat jahatnya kepalsuan, relevansi kata-kata yang diajarkan Yesus kepada murid-muridnya untuk berdoa, ―lepaskanlah kami dari pada yang jahat‖, mulai menjadi jelas secara mencolok. Mari kita ambil sebuah contoh: penggodaan Kristus dalam Matius 4 dan Lukas 4. Bagaimanakah trinitarianisme menjelaskan nas ini dalam cahaya prinsip yang tercantum dalam Yakobus 1:13, ―Allah tidak dapat digoda oleh yang jahat‖? Ini berarti bahwa jika Yesus betul-betul tidak bisa digoda, maka ia bukan seorang manusia; dan jika ia bisa digoda, ia bukan Allah. Untuk memperdebatkan bahwa ia dapat digoda sebagai manusia, tetapi tidak sebagai Allah, dengan memakai gaya bicara bertentangan (double-talk) yang lazim dilakukan oleh para Trinitarian tanpa rasa malu, artinya mengubah apa yang masuk akal menjadi tidak masuk akal, dan kebenaran menjadi kepalsuan, sebab ketika berkenaan dengan godaan, ia bukan Allah—tetapi jika ia adalah Allah, maka ia tidak dapat tergoda dan godaan Kristus akan menjadi suatu latihan yang tidak berarti. Bagaimana dengan klaim bahwa ia adalah 100% Allah (Allah sejati) dan 100% manusia sekaligus? Bagaimanakah kita dapat menafsirkan Kitab-kitab Suci dengan benar dan secara bertanggungjawab kalau pengajarannya seperti itu? Trinitarianisme ingin bersikeras bahwa Yesus memiliki identitas ganda, sang Allah-manusia, adalah satu pribadi, akan tetapi secara fungsional, ia benar-benar adalah dua pribadi sekaligus, yaitu Allah dan manusia. Jadi, berkenaan dengan hal menghadapi godaan, Yesus yang adalah Allah, sekejap mata beralih menjadi manusia. Peralihan yang bolak-balik terus-menerus sesuai dengan tuntutan situasi ini adalah cara yang tak terelakkan di mana Kristus trinitaris bekerja, tetapi dengan segera menunjukkan kenyataan bahwa ia tidak dapat menjadi Allah dan manusia dua-duanya sekaligus. Sebab, tak seorang pun bisa tergoda dan sekaligus tidak tergoda, karena itu mustahil secara logis dan faktual, dan Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat 131 untuk tetap berpendapat bahwa itu hal yang mungkin hanyalah bersikeras untuk berbicara omong kosong. Apakah sungguh-sungguh begitu sulit untuk melihat bahwa pernyataan apa pun yang kurang lebih mengatakan bahwa Yesus bisa tergoda tetapi pada saat yang sama tidak bisa tergoda adalah hal yang tidak masuk akal? Akan tetapi, gaya bicara bertentangan (double talk) seperti inilah yang harus dipakai para Trinitarian dalam memperdebatkan doktrin Allah-manusia. ―Ya‖ mereka adalah ―tidak‖, dan ―tidak‖ mereka adalah ―ya‖ (bdk. Mat 5:37; 2Kor 1:17,19; Yak 5:12)—apa saja yang cocok dengan tujuan mereka guna mempertahankan sebuah dogma yang pada akhirnya terbukti tidak bisa dipertahankan baik oleh Kitab Suci maupun oleh logika. D Asal-usul Trinitarianisme alam terang Kitab Suci, asal-usul dan perkembangan kekeliruan trinitaris dapat dianalisa dalam tiga langkah: (1) Salah penafsiran tentang ―Firman itu‖ dengan merujuk kepada ―Allah-Anak‖, yang tidak ditemukan dalam Kitab-kitab Suci (atau di manapun), akan tetapi diciptakan oleh trinitarianisme sebagai hasil dari salah penafsiran, khususnya mengenai Yohanes 1:1. Oleh karena pentingnya hal ini serta konsekuensi-konsekuensinya yang serius terhadap jemaat, perhatian yang seksama akan diberikan dalam memeriksa hal ini dalam bab-bab berikut10. (2) ―Inkarnasi‖ ditafsirkan sebagai dua pribadi yang berbeda dan terpisah, yang satu disebut ―Allah‖—yakni, ―Allah-Anak‖—dan manusia yang bernama Yesus, yang secara harfiah dimampatkan atau dipadatkan menjadi satu pribadi, satu individu. Dua pribadi dijadikan satu pribadi! Penyatuan seperti itu tidak sama dengan penyatuan metaforis seperti penyatuan suami dan istri yang menjadi ―satu daging‖ (Kej 2:24; Mat 19:5, dst.), tetapi sungguh-sungguh menjadi satu pribadi! Melalui doktrin ini dua pribadi terpadu menjadi satu—tanpa mempedulikan sama sekali apakah hal ini mungkin secara logis atau faktual. Namun, ini menimbulkan masalah di mana ―pribadi‖ seperti itu akhirnya menjadi sesuatu yang bukan manusiawi ataupun ilahi, yaitu, menjadi semacam kombinasi dari keduanya. Namun celakanya, dalam Kitab Suci sama 10 Bab 7-9 di Versi Lengkap 132 The Only True God sekali tidak terdapat dasar apapun atas hal ini. Ini tidak lebih dan tidak kurang hanyalah sebuah pembuatan trinitaris yang tersesat. Akan tetapi, doktrin macam inilah yang diharapkan untuk dipercayai oleh umat Kristen! (3) Gereja Barat telah gagal melihat bahwa yang ada ―di dalam Kristus ketika mendamaikan dunia dengan diri-Nya‖ (2Kor 5:19, ILT) adalah Allah Yahweh, sebagaimana Yesus sendiri telah menyatakannya dengan jelas, sang Bapa, Yahweh, adalah ―satu-satunya Allah yang benar‖ (Yoh 17:3), ―Allah yang Esa‖ (Yoh 5:44); siapa lagi yang ada ―di dalam Kristus ketika mendamaikan dunia‖ kalau bukan Dia? Akan tetapi, teologi Barat telah menutup pilihan ini, karena di bawah pengaruh filosofi Helenistik (Yunani) yang berpendapat bahwa Allah itu transenden, mereka telah membuatnya mustahil untuk berpikiran bahwa Yahweh bisa datang ke dunia di dalam Kristus. P Pengajaran Yesus sendiri ernyataan ―Allah ada di dalam Kristus ketika mendamaikan dunia dengan diri-Nya‖ (2Kor 5:19 NAU) bukanlah ciptaan Paulus (Paulus sering salah dituduh sebagai pencetus doktrin-doktrin Kristen yang kemudian); tak pelak, itu adalah ajaran Yesus sendiri. Secara konsisten Yesus menegaskan bahwa Bapalah, yang merupakan kuasa dinamis yang bekerja di dalam dia, yang memampukan dia menggenapi misinya untuk menyelesaikan keselamatan umat manusia. Ini bisa dilihat dengan jelas dalam kata-kata berikut: ―Bapa, yang tinggal di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-pekerjaan-Nya‖ (Yoh 14:10). Dalam pengajaran Yesus tidak terdapat ide kalau transendensi Yahweh menghalangi-Nya datang ke dunia di dalam Yesus; Yesus bahkan dapat berbicara secara metaforis tentang bumi sebagai ―tumpuan‖ kaki Yahweh (Mat 5:35)—kaki-Nya berdiri kokoh di bumi yang Ia ciptakan! Tidak filosofi manapun, Yunani atau lainnya, akan diizinkan melarang Dia datang ke dunia-Nya, di mana Ia memerintah atasnya. ―Kerajaan Allah‖ adalah salah satu unsur sentral dalam pengajaran Yesus. Dengan demikian, dalam cahaya pengajaran Yesus dengan mudah dapat dilihat bahwa ketiga butir yang menjadi dasar dogma trinitaris tersebut tidak mendapat dukungan di dalam pengajarannya. Berkenaan Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat 133 dengan butir pertama, ―Firman itu‖ sebagai sebuah metonim untuk ―Yahweh‖ adalah sesuatu yang akrab untuk Yesus dan orang-orang Yahudi pada zamannya karena itu berakar dalam PL dan Alkitab Aram (Targum-targum) yang umum dipakai di sinagoga di Israel. Ini akan dibahas dengan lebih rinci dalam bab-bab berikut11. Berkenaan dengan butir kedua, di mana di dalam Yesus, Allah dan manusia ―dipadatkan‖ menjadi satu (bagaimana lagi kita menggambarkan dua pribadi yang berkurang menjadi satu pribadi?!), gagasan macam itu sama sekali asing dalam ajaran Yesus, dan bertentangan dengan ajarannya. Pada saat kita memahami sedikit dari inti-inti dasariah ajaran Yesus kita mulai merasakan kemuakkan yang tidak enak dengan gagasan trinitaris tentang pengurangan Allah dan manusia menjadi satu pribadi; ini tampaknya nyaris mendekati penghujatan. Namun, bagaimana lagi kita dapat mengatasi kepalsuan ini tanpa menyebutkannya? Anehnya, sebagai orang Trinitarian, kita tidak merasa keberatan dengan dogma yang menggabungkan Allah dan manusia menjadi satu pribadi ini. Barangkali ini dikarenakan sedikit dari kita yang betul-betul menyadari apa sesungguhnya arti dan dampak dari penggabungan seperti itu; konsep tersebut amat sangat kabur bagi kita, sehingga implikasi-implikasi yang sebenarnya tidak memukul kita. Namun, alasan lainnya adalah karena kebanyakan orang mempunyai konsep Allah yang teramat dangkal; keagungan yang membangkitkan rasa hormat akan Allah yang hidup itu teramat sangat jauh dari pemikiran kebanyakan orang tentang Dia. Jadi, benar-benar tidak pernah terpikirkan oleh kita bahwa boleh jadi kita tengah mengatakan sesuatu yang sangat tidak menyenangkan Dia. Lagipula, jika orang-orang mempercayai apa saja tentang Allah, sering kalinya adalah gagasan bahwa tidak ada yang mustahil bagi Allah, dan ini menjadikannya mungkin untuk berbicara bahkan tentang absurditas-absurditas seolaholah hal-hal ini bisa juga menjadi mungkin bagi Allah. Yesus memperingatkan kita tentang cara kita merujuk kepada Allah. Berikut ini, misalnya, adalah alasan di balik peringatannya untuk tidak bersumpah: ―Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah sekali-kali bersumpah, baik demi langit, karena langit adalah takhta Allah, maupun demi bumi, karena bumi adalah tumpuan kaki-Nya, 11 Bab 7-9 di versi Lengkap 134 The Only True God ataupun demi Yerusalem, karena Yerusalem adalah kota Raja Besar; janganlah juga engkau bersumpah demi kepalamu, karena engkau tidak berkuasa memutihkan atau menghitamkan sehelai rambutpun. Jika ya, hendaklah kamu katakan: Ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: Tidak. Apa yang lebih daripada itu berasal dari si jahat‖ (Mat 5:34-37). Apa yang mencolok dari perkataan Yesus di sini adalah peringatannya bahwa meskipun rujukan langsung kepada Allah dihindari ketika bersumpah ―demi langit‖, atau ―demi bumi‖, dll, sumpah Anda tanpa terelakkan tetap bereferensi kepada Allah, maka, Anda tetap harus mempertanggung-jawabkannya di hadapan Dia, dan Anda boleh jadi ―dihukum‖ atau bahkan dibuang ke ―neraka yang menyala-nyala‖ (Mat 5:22) karena itu ―berasal dari si jahat‖ (Mat 5:37). Ini adalah derajat penghormatan kepada Allah dalam kehidupan dan percakapan seharihari yang jauh di luar jangkauan konsep orang Kristen rata-rata, dan yang nyaris tak terpikirkan olehnya. Oleh karena itu, sulit untuk menggambarkan apa yang terpikir oleh Yesus tentang penggabungan Allah dengan manusia ke dalam satu pribadi sebagaimana didefinisikan secara dogmatis oleh trinitarianisme! Pengurangan trinitaris dari dua pribadi menjadi satu ini sama sekali tidak mewakili apa yang dimaksud oleh Yesus dengan menjadi ―satu‖ dengan sang Bapa, serta kita yang menjadi ―satu‖ dengan dia dan Bapa melalui penyatuan yang serupa. Penyatuan ini selalu dibicarakan dalam arti ―tinggal‖ atau ―diam‖ di dalam satu sama lain, bukan semacam penyerapan yang kabur di tingkatan jasmaniah satu sama lain. Identitas diri masing-masing pribadi sepenuhnya dipastikan dalam penyatuan ini, dan sesungguhnya diperkaya dan ditingkatkan olehnya. Yesus tidak pernah ikutserta dalam ‗gaya bicara bertentangan (double-talk)‘, yaitu, kadang berbicara sebagai manusia dan kadang sebagai Allah. Siapapun yang berbuat demikian sudah sebenarnya bisa dianggap menderita schizofrenia, kalau bukan lebih parah dari itu. Namun, di sepanjang Injil Yohanes, dengan konsisten ia berbicara sebagai ―anak‖ yang hidup dalam kasih dan ketaatan total kepada Bapanya. Namun, trinitarianisme, dalam tekadnya untuk mempertahankan gagasan yang tidak dapat dipertahankan secara Alkitabiah (dan secara logis) tentang Yesus sebagai ‗Allah sejati dan manusia sejati‘, mendapati bahwa mereka tidak dapat berbuat demikian tanpa menengarai bahwa dalam satu situasi Yesus berbicara sebagai Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat 135 Allah namun dalam situasi lain sebagai manusia (mis. ―Aku haus‖, Yoh 19:28). Dengan demikian, mereka mengakui bahwa ia berfungsi secara schizofrenis, dengan tak terelakkan, oleh karena kodrat rangkapnya. Dalam Injil-injil sama sekali tidak terdapat dasar untuk ide macam itu. Hendaknya diingat baik-baik bahwa, dari sudut pandang keselamatan umat manusia, ketuhanan Kristus tidak menjadi masalah, tetapi realitas dari kemanusiaan Kristus adalah hal yang paling penting. Jika kita tidak ingin disesatkan, kita harus mengingat hal ini: Tidak di manapun juga dalam PB iman pada ketuhanan Kristus diwajibkan untuk keselamatan. Fakta-fakta ini akan menjadi lebih jelas bagi pembaca tatkala kita melanjutkan dengan kajian ini. Manusia Sempurna sebagai Pengantara ―Karena Allah itu esa dan esa pula pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus‖ (1Tim 2:5). M usa melayani secara efektif sebagai seorang pengantara antara Israel dan Yahweh. Dalam beberapa kesempatan Israel yang memberontak diselamatkan dari murka Allah melalui doa syafaat Musa. Namun, siapakah yang berdiri di antara umat manusia dan Allah? ―Semua orang telah berbuat dosa‖ (Rm 3:23), semua orang tidak menaati Allah, semua orang ada dalam cengkeraman maut dan hukuman; siapakah yang akan berbicara atas nama umat manusia sama seperti yang dilakukan Musa untuk bangsa Israel? Perlunya pelayanan Kristus sebagai ―satu pengantara‖ itu menjadi nyata di sini. Maka, tidak heran kalau Kristus dibandingkan dengan Musa sebagai pengantara (Gal 3:19-22). Bahkan dalam Prolog Injil Yohanes terdapat rujukan kepada Musa (Yoh 1:17), sebab melalui dia, Firman (logos) Allah datang kepada Israel dalam bentuk Hukum Taurat. Surat kepada Orang Ibrani membahas dengan rinci peranan perantaraan Yesus sebagai imam agung yang besar. Fungsi imam agung itu dijelaskan dalam Ibrani 5:1, ―Karena setiap Imam Besar yang dipilih dari antara manusia, ditetapkan untuk mewakili manusia dalam hubungan mereka dengan Allah (yaitu bertindak sebagai pengantara). Ia bertugas untuk mempersembahkan berbagai persembahan dan kurban oleh karena dosa.‖ ―Dan tidak seorangpun yang mengambil kehormatan itu bagi dirinya sendiri, melainkan dipanggil oleh Allah untuk itu‖ (ay.4). 136 The Only True God ―Demikian pula Kristus tidak memuliakan diri-Nya sendiri dengan menjadi Imam Besar, tetapi dimuliakan oleh Dia yang berfirman kepadaNya, ―Engkaulah Anak-Ku! Engkau telah menjadi Anak-Ku pada hari ini‖ [Mzm 2:7]‖ (ay.5). ―Sebab Kristus tidak masuk ke Ruang Suci buatan manusia, yang hanya melambangkan Ruang Suci yang sebenarnya. Kristus masuk ke surga sendiri; di sana Ia sekarang menghadap Allah untuk kepentingan kita (huper hēmōn)‖ (Ibr 9:24, BIS). ―Untuk kepentingan kita‖ merealisasikan karakter dari peranan sang pengantara, dan terutamanya peranan imam besar itu sebagai pengantara. Namun, ―untuk kepentingan kita‖ hanyalah salah satu terjemahan dari huper hēmōn, yang secara harfiah berarti: ―untuk kita‖. Kata-kata ini muncul berkali-kali dengan merujuk kepada pekerjaan Kristus sebagai imam besar dan juruselamat; ada terlalu banyak referensi untuk dikaji di sini, tetapi berikut ini adalah ayat-ayat yang muncul dalam Kitab Roma: ―Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah.‖ (Rm 5:6) ―Akan tetapi, Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita dalam hal ini: Ketika kita masih berdosa, Kristus telah mati untuk kita.‖ (Rm 5:8) ―Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?‖ (Rm 8:32) ―Kristus Yesus, yang telah mati? Bahkan lebih lagi: Yang telah bangkit, yang juga duduk di sebelah kanan Allah, yang malah menjadi Pembela bagi kita?‖ (Rm 8:34) Dari referensi-referensi di atas penting untuk diperhatikan bahwa Allah Yahweh-lah yang menyediakan pengantara itu dengan menetapkan Yesus sebagai imam besar (Ibr 5:5), dan Ia jugalah yang menyediakan kurban dosa dengan menyerahkan Anak-Nya sendiri (Rm 8:32), sehingga ―Kristus telah mati untuk kita‖ (Rm 5:8). Itulah alasannya mengapa Yahweh disebut ―Allah Juruselamat kita‖ (1Tim 1:1; 2:3; dst.). Penyediaan untuk keselamatan manusia ini mengingatkan kita pada Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat 137 kejadian pengurbanan Ishak oleh Abraham. Ketika Ishak menanyakan ayahnya di mana hewan untuk kurban itu, Abraham, ―bapa semua orang percaya‖ (Rm 4:11), menjawab, ―Allah yang akan menyediakan anak domba untuk korban bakaran bagi-Nya, anakku.‖ (Kej 22:8). Ini menandakan terlebih dahulu iman yang percaya pada Yahweh yang akan menyediakan ―Anak Domba Allah‖ (Yoh 1:29,36; dan, dalam kitab Wahyu); frase tersebut artinya: seekor Anak Domba yang disediakan oleh Allah Sendiri—untuk memungkinkan keselamatan umat manusia. S “Yeshua”, nama pemberian Allah kepada Yesus ebagaimana diketahui pada umumnya, nama Ibrani Yesus adalah Yeshua. Dalam bahasa Inggris ia disebut ―Jesus‖, mengikuti bentuk nama Yunaninya, bukan Ibraninya. ―Yeshua‖ berarti ―Yahweh menyelamatkan‖ atau ―Yahweh adalah Juruselamat‖. Akan sangat aneh jika orang yang nama-dirinya memberitakan Yahweh sebagai Juruselamat menggantikan Dia sebagai juruselamat! Memang, bukan saja aneh tetapi salah, dan malah jahat. Nama ―Yeshua‖ jelas berarti Yahweh akan menyelamatkan kita di dalam dan melalui orang yang diberi nama tersebut. Pada berbagai kesempatan dalam sejarah Israel Yahweh menyelamatkan umat-Nya melalui para penebus atau penyelamat yang dibangkitkan oleh-Nya. Contohnya: Nehemia 9:27, ―Lalu Engkau menyerahkan mereka ke tangan lawan-lawan mereka, yang menyesakkan mereka. Dan pada waktu kesusahan mereka berteriak kepada-Mu, lalu Engkau mendengar dari langit dan karena kasih sayang-Mu yang besar Kauberikan kepada mereka orang-orang yang menyelamatkan mereka dari tangan lawan mereka.‖ Obaja 1:21, ―Penyelamat-penyelamat akan naik ke atas gunung Sion untuk menghukumkan pegunungan Esau; maka Tuhanlah yang akan empunya kerajaan itu.‖ Yesus pun adalah seorang Penyelamat yang diutus oleh Allah, seperti tertulis dalam 1 Yohanes 4:14, ―Dan kami telah melihat dan bersaksi, bahwa Bapa telah mengutus Anak-Nya menjadi Juruselamat dunia.‖ Lagipula, Yesus terus-menerus menegaskan bahwa Bapalah yang bekerja 138 The Only True God melalui dia: ―Bapa, yang tinggal di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-pekerjaan-Nya‖ (Yoh 14:10; bdk. Yoh 5:19); ―Pekerjaanpekerjaan-Nya‖ di sini adalah apa yang perlu dilakukan demi keselamatan umat manusia. ―Allah Juruselamatku‖ kerap muncul dalam PL. Kata ―Allah‖ (elohim) dan ―selamat‖ (Yasha, akar kata Ibrani yang membentuk nama ―Yeshua‖) muncul bersama-sama tidak kurang dari 70 kali dalam PL; dan kata ―Yahweh‖ muncul bersama dengan ―selamat‖ sebanyak 131 kali. Pada akhirnya, terlepas dari Yahweh tidak ada penyelamat lain: ―Tidak ada Allah selain dari pada-Ku! Allah yang adil dan Juruselamat, tidak ada yang lain kecuali Aku!‖ (Yes 45:21) K Kemuliaan Kristus—sebagai manusia emuliaan Kristus tidak terkandung dalam dia yang kononnya adalah ―Allah‖, melainkan dalam dia sebagai ―Adam yang akhir‖ (1Kor 15:45), puncak dari ciptaan Allah: manusia baru. Manusia baru Yesus ini adalah ―buah sulung‖ (1Kor 15:23) yang juga adalah buah terakhir, puncaknya, sang ―manusia sempurna‖ (Ef 4:13), yang ―perawakan‖nya mesti kita capai. Itulah sebabnya ia adalah ―Yang Awal dan Yang Akhir‖ (Why 1:17; 2:8), yang permulaan dan puncak dari ciptaan baru. Referensi kepada Efesus 4:13 memerlukan penguraian lebih lengkap. Demikian bunyi ayat ini: ―sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus‖. Frase ―kedewasaan penuh‖ diterjemahkan sebagai ―manusia sempurna‖ oleh New King James Bible. Sekilas pandang kepada terjemahan-terjemaham lain akan menunjukkan bahwa kebanyakan darinya menerjemahkan ―manusia sempurna‖ sebagai ―manusia dewasa‖ atau ―kedewasaan penuh‖. Kata yang terdapat dalam teks bahasa Yunaninya adalah dua kata ―anēr‖ dan ―teleios‖. Makna dasar dari anēr adalah ―seorang pria dewasa, laki-laki, suami” (BDAG); jadi, kata tersebut bukan anthrōpos, kata yang berarti manusia. Lantas, mengapa dalam Kitab Efesus di sini memakai kata khusus untuk pria dewasa, dan bukannya kata untuk manusia dalam arti umum? Jawabannya semestinya nyata: ―manusia sempurna‖ di sini mempunyai referensi khusus kepada Kristus, yang ditegaskan oleh kalimat yang Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat 139 segera mengikutinya: ―tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus‖. Sedangkan untuk ―teleios‖, makna utamanya adalah ―1. tentang mencapai standar tertinggi, sempurna‖, namun dapat juga berarti ―2. tentang hal menjadi dewasa, tumbuh menjadi besar, matang, dewasa” (kedua kutipan tersebut diambil dari BDAG). Inti dari Efesus 4:13 tentu saja bukannya kita mesti bertumbuh kepada kedewasaan dalam arti umum, tetapi khususnya untuk bertumbuh kepada kedewasaan penuh Kristus sebagai ―manusia sempurna‖. Butir lain yang mencolok untuk diamati dari ayat ini dalam surat Efesus adalah cara pemahaman ―Anak Allah‖. ―Anak Allah‖ itu tidak lain dan tidak bukan adalah sang ―manusia sempurna‖! Kedua frase tersebut jelas berkaitan satu sama lain dalam teksnya, dan tidak dapat dipahami dengan benar secara terpisah. Manusia sempurna itu bukan sekadar boneka manusia, melainkan seorang yang dalam ketaatan dan pengabdian penuh kepada Yahweh melaksanakan tujuan-tujuan-Nya yang menyelamatkan dalam sukacita ketundukan (―yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia‖, Ibr 12:2). Kita dapat bersyukur dari dalam hati, ―Sungguh seorang penyelamat!‖ Terlebih lagi ketika kita memahami bahwa adalah tidak mustahil bagi dia untuk tergoda dan jatuh sama seperti cara Adam tergoda dan jatuh (yang adalah mustahil seandainya ia adalah Allah), tetapi ia ―menang atas mereka‖ (Kol 2:15; bdk. Why 5:5) dalam ketabahan ketaatannya kepada sang Bapa yang tinggal di dalam dia, yang memelihara dia, yang terus-menerus memberdayakannya di dalam setiap yang ia katakan dan lakukan, dengan demikian memastikan sukses kemenangannya. P Pandangan negatif Kekristenan akan manusia emerosotan manusia oleh Augustinus dan Kalvinus sehingga ia tidak lebih daripada seorang berdosa yang hina, ―bejat‖, membuat Yesus tampak tidak layak sebagai manusia ―semata-mata‖. (Ia tidak bisa sebagai malaikat atau penghulu malaikat, atau akan dikatakan bahwa manusia diselamatkan oleh seorang malaikat!) Dan jika Kristus— begitulah logikanya—harus lebih daripada manusia dan lebih daripada malaikat, bagaimana bisa ia kurang daripada Allah? Pengajaran Paulus tentang manusia sebagai ―gambaran dan kemuliaan Allah‖ (1Kor 11:7) tersisihkan oleh dogmatisme non-Yahudi Kristen ini yang dengan selektif 140 The Only True God mengutip ayat-ayat seperti yang ditemukan dalam Roma 3:10-18, yang merupakan sekumpulan ayat-ayat PL yang melukiskan tingkat kekejian di mana orang-orang yang memilih menjadi jahat bisa, dan memang, merosot. Namun, dengan mengemukakan bahwa limbah dari kemanusiaan adalah representatif dari seluruh umat manusia itu tidak sesuai dengan kenyataan (sebagaimana banyak contoh orang-orang seperti para petugas pemadam kebakaran, yang sekalipun bukan orang Kristen, mempertaruhkan nyawa mereka, dan bahkan tewas, demi menyelamatkan orang lain di saat bencana alam dan malapetaka lainnya), dan juga tidak sesuai dengan pernyataan Paulus tentang manusia sebagai ―kemuliaan Allah‖ (1Kor 11:7)—sebuah pernyataan yang agak kuat, bukan? Lantas, mengapa berbicara tentang Kristus sebagai manusia itu sesuatu yang merendahkannya? “Kemuliaan” dalam Injil Yohanes: Yesus tidak menerima kemuliaan dari manusia—menampik dijadikan raja dengan paksa Orang yang menjadikan kehendak Allah sebagai keprihatinan satusatunya yang maha-meliputi, sama sekali tidak peduli dengan penerimaan kemuliaan dari manusia. Yesus memulai pelayanan pengajarannya dengan Ucapan Bahagia (Matius 5); ini adalah cara-cara utama yang melukiskan cara fungsi orang yang hidup menurut kehendak Allah dalam kehidupannya sehari-hari. Orang seperti inilah yang menjadi sasaran berkat-berkat Allah. Dalam bagian terakhir Ucapan Bahagia Yesus berkata: ―10 Berbahagialah orang yang dianiaya karena melakukan kehendak Allah, karena merekalah yang punya Kerajaan Surga. 11 Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. 12 Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di surga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu.‖ (Mat 5:10-12) Orang-orang yang mencari pahala atau kemuliaan yang datang dari Allah sendiri tidak peduli dengan permusuhan dari manusia, sebab hasrat mereka satu-satunya adalah hidup untuk Allah dan menyenangkan Dia. Dicaci dan dianiaya menjadi sebab untuk ―bersorak-sorak dan Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat 141 bersukacita‖. Pada bagian akhir Injil pembaca melihat bahwa bukan saja para nabi yang dianiaya, tetapi di atas segalanya, Yesus sendiri; dan demikian juga dengan semua orang yang melakukan kehendak Bapa dan mencari kemuliaan-Nya semata. Sekilas pandang pada tempat kata ―kemuliaan‖ (doxa) dalam pengajaran Yesus membeberkan suatu hal yang amat penting tentang pikiran Kristus yang teramati oleh sedikit orang: Yohanes 5:41, Aku tidak menerima kemuliaan dari manusia. (ILT) Yohanes 5:44, Bagaimana kamu dapat percaya jika kamu mencari kehormatan satu dari yang lain, dan tidak mencari kemuliaan dari Allah satu-satunya? (KSKK) Yohanes 7:18, Orang yang berbicara atas namanya sendiri mencari kemuliaan bagi dirinya sendiri. Tetapi orang yang mencari kemuliaan bagi Dia yang mengutusnya adalah orang yang jujur, dan dalam dirinya tidak ada ketidakbenaran. Yohanes 8:50, Aku tidak mencari kemuliaan untuk diri sendiri. Ada Satu yang mengusahakannya, yaitu Dia yang akan menghakimi. (LAI-TL) Yohanes 8:54, Jawab Yesus: ―Jikalau Aku memuliakan diri-Ku sendiri, maka kemuliaan-Ku itu sedikitpun tidak ada artinya. Bapa-Kulah yang memuliakan Aku, tentang siapa kamu berkata: ‗Dia adalah Allah kami‘‖. Yohanes 12:43: Sebab mereka lebih menyukai kehormatan manusia daripada kehormatan Allah. Semuanya ini dirangkum dalam tindakan Yesus dalam Yohanes 6:15, ―Karena Yesus tahu bahwa mereka hendak datang dan hendak membawa Dia dengan paksa untuk menjadikan Dia raja, Ia menyingkir lagi ke gunung, seorang diri.‖ Barangkali kita pernah membaca Injil Yohanes berulang-kali, tetapi sudahkah kita sungguh-sungguh memahami pesan dari Injil tersebut dan, khususnya, signifikansi dari kata-kata itu serta tindakan-tindakan Yesus? Apakah kita mengira bahwa kita menyenangkan Yesus dengan memahkotai dia secara paksa sebagai raja kita, sama seperti yang 142 The Only True God dilakukan orang-orang dalam Yohanes 6 karena mereka mengenali dia sebagai ―nabi yang akan datang ke dalam dunia‖ (Yoh 6:14), sang Mesias agung yang mereka nanti-nantikan? Mereka mungkin ingin memakotainya karena melihat bahwa ia bisa memenuhi kebutuhan jasmaniah mereka; namun, apakah kita lebih baik daripada mereka karena kita tidak mempunyai kebutuhan material yang mendesak (‗roti‘ atau makanan) seperti mereka, tetapi menginginkan roti yang memberi hidup kekal itu untuk kita sendiri? Apakah hasrat-hasrat rohaniah mesti tidak seegois hasrat-hasrat material? Apakah hasrat memperoleh kebahagiaan, misalnya, mesti tidak seegois hasrat memperoleh makanan? Namun, intisarinya di sini adalah bahwa Yesus menolak untuk dimahkotai sebagai raja oleh siapapun—kecuali oleh Allah sendiri. Kita menyanyikan himne-himne seperti ―Mahkotai Dia, Mahkotai Dia‖ dengan penuh antusiasme seolah-olah ini sesuatu yang memuliakan dan menyenangkan dia. Namun, apakah mungkin ia tidak akan menerimanya dari kita sama seperti ia tidak menerimanya dari mereka dalam Yohanes 6:15? Hal ini tak pernah terlintas dalam benak kita karena kita masih belum memahami pikirannya—―pikiran Kristus‖ (1Kor 2:16). Hasratnya yang terutama sekali adalah agar Allah Bapa dimuliakan, dan bahwa ia tidak pernah boleh dimuliakan terlepas dari sang Bapa. Ini juga suatu hal yang terungkapkan dengan jelas dalam Kitab Wahyu. Yesus menerima kemuliaan kekuasaan sebagai raja hanya dari Sang Bapa, dan mutlak tidak dari siapapun juga. Sungguh sedikit kita mengerti dia. Kekeliruan Kristiani malah lebih serius daripada itu D alam Yohanes 6:15 orang-orang ingin menjadikan Yesus sebagai raja ―dengan paksa‖. Apakah seorang raja Israel dapat diangkat dengan sambutan populer, atau apakah ia diangkat oleh Allah saja? Apakah umat Allah dapat merebut wewenang untuk memilih raja mereka sendiri dalam kerajaan Allah? Dalam sejarah bangsa Israel mereka pernah berbuat ini sebelumnya ketika memilih Saul sebagai raja mereka—dengan konsekuensi-konsekuensi yang mencelakakan. Beranikah kita berbuat hal yang sama seperti mereka? Apakah kita mengira Kerajaan Allah itu pemerintahan demokrasi ketimbang teokrasi? Jika demikian, maka kita bahkan masih belum menangkap makna hakikat keselamatan yang tak terpisahkan dari Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat 143 kekuasaan Allah sebagai raja. Kita pun masih belum betul-betul menangkap fakta bahwa Yesus mengumumkan Kerajaan Allah, yaitu kekuasaan-Nya sebagai raja, sebagai pesan sentral dalam ajarannya, sebagaimana dapat dilihat dari Injil-injil Sinoptik. Menurut rencana Allah yang kekal, Yesus diangkat oleh Allah sebagai raja di dalam kerajaan-Nya dan dengan demikian, seperti dengan semua raja Israel, ia akan menjadi (dan sekarang adalah) wakil penguasa Allah. Patut dicatat bahwa dalam Kitab Wahyu, yang teragung di antara makhluk-makhluk rohaniah melemparkan mahkota mereka di bawah kaki TUHAN (Yahweh). Tidak seperti kita, mereka tidak begitu congkak sampai membayangkan kalau mereka memiliki hak (oleh karena status rohaniah mereka) untuk memahkotai siapa saja, paling tidak Tu[h]an Yesus Kristus. Jika Yesus adalah raja, atau bahkan raja dari segala raja, itu adalah semata-mata karena Yahweh yang meninggikan dia ke kedudukan itu, bukan karena ia merampas kedudukan itu untuk dirinya sendiri, terlebih lagi bukan karena kita yang memberikan martabat itu kepadanya. Namun, Kekristenan trinitaris telah melakukan jauh lebih banyak daripada yang pernah dilakukan orang Yahudi dalam Yohanes 6. Kita telah menuhankan Yesus sampai ke tingkat kesetaraan dengan Allah sang Bapa, Yahweh Sendiri—dan penegasan Yesus sendiri tentang Bapa sebagai ―satu-satunya Allah yang benar‖ diabaikan. Sebagai akibatnya, kita telah membuat Yesus menjadi sasaran penyembahan dan doa-doa kita. Alhasil, sang Bapa telah agak dikesampingkan baik dalam penyembahan maupun doa. Memang, untuk kebanyakan orang Kristen kata ―Bapa‖ malah merupakan sebuah bentuk sapaan untuk Yesus (Yesaya 9:5 dipergunakan untuk membenarkan perbuatan tersebut). Jika Israel yang merebut hak untuk memilih raja mereka sendiri, sebagaimana dilakukan oleh bangsa-bangsa tetangganya, dianggap suatu tindakan penolakan akan Yahweh (―tetapi Akulah yang mereka tolak, supaya jangan Aku menjadi raja atas mereka‖, 1Sam 8:7), lantas, katakata apa lagi yang bisa digunakan untuk melukiskan apa yang telah diperbuat oleh jemaat non-Yahudi atas Yahweh?! Yesus sebagai “Tu[h]an” sekaligus “hamba” Adalah prinsip Yesus untuk tidak pernah mencari ataupun menerima kemuliaan dari manusia. Ia tidak pernah mengajar murid-muridnya 144 The Only True God untuk menghormati dirinya lebih dari sekadar guru mereka karena ia bertujuan mengajarkan kata-kata hidup kekal kepada mereka dan menjadi seorang teladan untuk mereka, sebuah perwujudan yang hidup, dari segalanya yang ia ajarkan. Ini nyaris tidak mengherankan tatkala kita menyadari bahwa ia datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani (Mrk 10:45); ia mengambil ―rupa seorang hamba‖ (Flp 2:7) dan menunjukkannya dengan mencuci kaki murid-muridnya (Yoh 13:1 dyb.). Akan terlihat sangat tidak sesuai untuk seseorang yang datang untuk menjadi hamba menuntut kehormatan bagi dirinya sendiri. Ia pun mengajarkan bahwa yang terbesar dalam kerajaan Allah harus menjadi hamba dari semua (Mrk 10:42-44; Mat 20:25 dyb.; Luk 22:25 dst.). Ini semua mengungkapkan prinsip pokok kehidupannya dan pikirannya. “Raja di atas segala raja” sebagai teks-bukti untuk ketuhanan Kristus S alah satu dari ―teks-teks bukti‖ kesayangan kita sebagai orang Trinitarian adalah gelar ―raja di atas segala raja, dan tuan di atas segala tuan‖. Dalam Wahyu 17:14 gelar ini disandangkan kepada Anak Domba, dan dalam Wahyu 19:16 kepada Firman Allah; tetapi dalam 1 Timotius 6:15 gelar itu dipakai dengan rujukan kepada Allah. Jadi, dengan mudah dapat ditarik kesimpulan bahwa Anak Domba itu adalah Allah dalam arti ia sederajat dengan Allah, sesuatu yang tidak disokong oleh Kitab Wahyu. Ketika saya mengecek Alkitab tua saya, saya menemukan bahwa 1 Timotius 6:15 memang adalah rujukan silang yang saya tuliskan di bagian samping Wahyu 17:14. Namun, sesuai dengan ciri khas penggunaan Kitab Suci secara trinitaris, saya lalai untuk menyertakan rujukan-rujukan lain kepada gelar ―raja di atas segala raja‖ dalam Alkitab secara keseluruhan. Faktanya, dalam Kitab Suci, gelar ini juga dipakai untuk para penguasa manusia. Dalam Ezra 7:12, gelar tersebut dipakai untuk Artahsasta; dan dalam Yehezkiel 26:7, Allah Sendiri berbicara tentang Nebukadnezar sebagai ―raja di atas segala raja‖; demikian juga dalam Daniel 2:37. Jadi, argumen untuk ketuhanan Kristus di sini tercapai melalui penggunaan teks-teks secara selektif, dengan mengabaikan teks-teks yang bertentangan dengan argumen tersebut. Bukankah ini menandakan kurangnya kejujuran yang spiritual dan intelektual, kurangnya keterbukaan terhadap kebenaran? Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat 145 Dalam Matius 28:18, Kristus yang telah bangkit itu mengumumkan kepada para murid bahwa ―kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di surga dan di bumi‖. Kalau begitu, maka seyogyanyalah ia disebut ―Raja di atas segala raja dan Tuan di atas segala tuan‖. Namun, yang perlu diperhatikan adalah: hal ini tidak dapat dipergunakan sebagai argumen untuk kesetaraan Kristus dengan Allah Bapa karena kedaulatan itu diberikan kepadanya oleh Allah sebagai yang satu-satunya yang berhak mengaruniakannya, karena kedaulatan itu adalah milik-Nya berdasarkan hak-Nya sebagai Allah. Namun, entah kenapa kita tidak merasa puas dengan fakta bahwa Yesus telah ―dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat‖ oleh Allah (Ibr 2:9), kita tidak bersedia menerima apa saja yang kurang dari kemuliaan ilahi atau ketuhanan yang adalah pembawaannya (berlawanan dengan dikaruniakan), yakni, bahwa ia setara secara kekal dengan Allah Bapa dalam segala pengertian, meskipun tidak ada pembenaran Alkitabiah apapun untuk hal tersebut. Gelar ―Raja di atas segala raja‖ yang dipakai oleh Paulus sekali saja itu ada dalam 1 Timotius 6:15, dan dengan gelar itu pastilah ia merujuk kepada Allah Bapa kita, sebagaimana diterangkan dengan sempurna oleh ayat itu sendiri. Kristus sebagai kurban maha-mencukupi yang disediakan bagi kita oleh Allah (Yahweh)— dipergunakan sebagai argumen untuk ketuhanan Kristus D ulu saya pernah memperdebatkan ketuhanan Kristus dengan alasan bahwa satu orang bisa mati hanya untuk satu orang lain saja; jika Kristus cuma manusia, bagaimana mungkin kematiannya menguntungkan seluruh umat manusia? Argumen ini kedengarannya meyakinkan oleh karena buktinya sendiri yang nyata: bagaimanakah kematian satu individu manusia dapat menebus dosa semua orang? Namun, hikmat Allah tidak ditetapkan oleh kebijaksanaan atau nalar manusia. Kekeliruan dari pemikiran macam ini menjadi nyata ketika saya melihat kebenaran dalam Yohanes 3:14,15, ―sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal.‖ Ayat di atas merujuk kepada peristiwa yang tercatat dalam Bilangan 21:7-9, di mana orang-orang tewas karena pagutan ular-ular berbisa. 146 The Only True God Musa diperintahkan oleh Allah untuk membuat seekor ular tedung dan menaruhnya di atas tiang agar terlihat oleh semua orang; mereka yang percaya ketika memandangnya akan selamat dari racun ular itu. Yesus membandingkan peristiwa ini dengan hal percaya kepada dia: ―Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal‖ (Yoh 3:14,15). Intinya di sini semestinya amat sangat jelas: penyelamatan ribuan orang yang memandang kepada ular tedung itu tidak ada hubungannya sama sekali dengan apapun yang terkandung di dalam ular itu—mereka diselamatkan oleh Allah melalui iman kepada janji-Nya bahwa siapa saja yang memandang akan diselamatkan: ―Maka berfirmanlah TUHAN (Yahweh) kepada Musa: ‗Buatlah ular tedung dan taruhlah itu pada sebuah tiang; maka setiap orang yang terpagut, jika ia melihatnya, akan tetap hidup.‘‖ (Bil 21:8) Ayat berikutnya menegaskan bahwa orang-orang yang mempunyai iman untuk memandang akan hidup. Hal yang sama juga benar bagi mereka yang memandang kepada Yesus untuk memperoleh keselamatan melalui iman (Ibr 12:1,2); kuasa penyelamatan Allah dalam Kristuslah yang menyelamatkan mereka dari dosa dan maut. Dengan demikian, bukan sesuatu yang terkandung di dalam konstitusi Kristus yang menyelamatkan, melainkan Allah Bapa kitalah (Yahweh) yang menyelamatkan kita melalui Kristus. Karena keselamatan adalah karya Allah sepenuhnya; keselamatan tercapai oleh iman dan melalui anugerah-Nya semata-mata. Seluruh mukjizat Yesus dilakukan oleh Allah (Yahweh) melalui dia M ukjizat-mukjizat Yesus terus-menerus dipergunakan oleh para Trinitarian untuk memperdebatkan ketuhanan Kristus. Namun mukjizat-mukjizat itu tidak ―membuktikan‖ bahwa Yesus adalah Allah, tetapi jika mukjizat-mukjizat itu membuktikan sesuatu, itu semua akan membuktikan salah satu dari dua pilihan berikut, yaitu bahwa Yesus adalah Yahweh, atau bahwa Yahweh tinggal di dalam Yesus secara jasmaniah (Yoh 1:14) dan melakukan pekerjaanNya melalui Yesus. Pilihan mana yang benar dijelaskan dengan sempurna oleh Yesus sendiri dan dalam PB. Bahwa Allah Israel, Yahweh, yang melakukan pekerjaan-Nya di dalam Kristus dinyatakan secara Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat 147 gamblang dalam Kisah Para Rasul 2:22, ―Hai orang-orang Israel, dengarlah perkataan ini: Yesus dari Nazaret adalah orang yang telah ditentukan Allah dan dinyatakan kepadamu dengan kekuatan-kekuatan dan mujizat-mujizat dan tanda-tanda yang dilakukan oleh Allah dengan perantaraan Dia di tengah-tengah kamu, seperti yang kamu ketahui.‖ Yesus sendiri menegaskan hal ini: ―Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang tinggal di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaanpekerjaan-Nya.‖ (Yoh 14:10) Kata ―pekerjaan‖ dapat mencakup rujukan tertentu kepada mukjizat, yaitu pekerjaan-pekerjaan adikodrati. Yohanes 5:36, ―segala pekerjaan yang diserahkan Bapa kepada-Ku, supaya Aku melaksanakannya. Pekerjaan itu juga yang Kukerjakan sekarang, dan itulah yang memberi kesaksian tentang Aku bahwa Bapa telah mengutus Aku‖‖; Yohanes 10:25, ―pekerjaan-pekerjaan yang Kulakukan dalam nama Bapa-Ku, itulah yang memberi kesaksian tentang Aku [yaitu bahwa akulah sang Mesias, ay.24]‖; Yohanes 10:32, ―Kata Yesus kepada mereka: Banyak pekerjaan baik yang berasal dari Bapa-Ku‖. Kepada ini dapat ditambahkan Yohanes 5:19, ―Lalu Yesus menjawab mereka, ―Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diri-Nya sendiri‖‖. ―Kekuatan-kekuatan dan mujizat-mujizat dan tanda-tanda‖ (Kis 2:22) itu semua merupakan sebagian dari pekerjaan Allah untuk menyelamatkan umat manusia, karena ―Allah ada di dalam Kristus mendamaikan dunia dengan diriNya sendiri‖ (2Kor 5:19, NAU). Ini berarti bahwa menggunakan mukjizat-mukjizat sebagai bukti atas ketuhanan Kristus adalah keliru sama sekali. Sebab, entah itu memberi makan ribuan orang, berjalan di atas air, atau membangkitkan orang mati, semuanya itu adalah karena, seperti kata Yesus, ―Bapa, yang tinggal di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-pekerjaan-Nya‖ (Yoh 14:10). Kenapa kita tidak mendengarkan dia ketika ia berkata, ―Aku tidak dapat berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri‖ (Yoh 5:30), alih-alih mengarang-ngarang doktrin-doktrin kita sendiri? 148 B The Only True God Allah ada di dalam Kristus ahwa Yesus adalah manusia, atau ―anak manusia‖, sama sekali jelas dalam Alkitab. Signifikansinya yang tertinggi bagi kita ada pada fakta bahwa ―Allah (yaitu Yahweh) ada di dalam Kristus mendamaikan dunia dengan diri-Nya sendiri‖ (2Kor 5:19 NAU). Namun, sejauh trinitarianisme, ayat itu bisa sama saja dibaca Allah adalah Kristus (atau, Kristus adalah Allah). Apakah perubahan tersebut berarti? Apa yang telah mereka ubah? Yang diubah adalah, kalau dalam 2 Korintus 5:19 ALLAH-lah yang mendamaikan, sekarang KRISTUS-lah selaku Allah yang melakukan tindakan pendamaian itu. Yahweh telah dikesampingkan oleh Kristus yang diwartakan sebagai Allah. Dengan demikian, monoteisme Yahweh telah ditumbangkan—sungguh suatu hal yang teramat serius, sejauh firman Allah. Semestinya sangat jelas bahwa ―Allah ada di dalam Kristus‖ dan ―Allah adalah Kristus/Kristus adalah Allah‖ merupakan dua proposisi yang berbeda secara dasariah. ―Allah ada di dalam Kristus‖ juga berarti bahwa meskipun Allah dan Kristus keduanya dapat sepantasnya disebut ―juruselamat kita‖, peranan mereka dalam proses keselamatan kita pada dasarnya berbeda: Kristus adalah wakil utusan yang mutlak dibutuhkan, yang di dalam dia dan melalui dia Allah melaksanakan tujuan-tujuan penyelamatannya bagi kita; tetapi, Allah Sendirilah yang menjadi Penggerak Utama dari proses keselamatan itu. Apa jadinya dengan keselamatan kita jika Allah tidak mengutus Kristus ke dunia? Dan apa jadinya dengan keselamatan jika Ia tidak membangkitkan Yesus dari antara orang mati? Belum lagi Bapa yang terus-menerus memberdayakan Kristus selama masa pelayanannya: pengajarannya serta tanda-tanda dan keajaiban-keajaiban yang bekerja melalui dia memastikan kesudahan yang berkemenangan atas karya penyelamatannya. Di sisi lain, peranan Kristus tentunya bukan sekadar pasif, tetapi dilakukan dengan ketaatan yang bertekad, setia dan rela kepada Bapa selama masa pelayanannya. Dalam tujuan-tujuan Allah, Ia adalah ―Adam akhir‖ yang unik, yang baru, yang mutlak diperlukan bagi penebusan umat manusia. Namun, haruslah dipahami dengan baik bahwa, dalam pesan PB, peranan Kristus dalam penyelamatan umat manusia, selalu dan mutlak, adalah sebagai manusia, dan ALLAH yang ada di dalam MANUSIA Kristus Yesus itulah yang mendamaikan dunia dengan diriNya Sendiri. Penyimpangan dari hal ini adalah penyimpangan dari Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat 149 firman Allah sebagaimana diwartakan dalam PB, dan yang berakibat kepada konsekuensi serius di mana Allah Bapa, Yahweh, telah dikesampingkan dari kedudukan sebagai Pusat absolut dari pesan Injil. Seterusnya, mau tidak mau ini pasti membawa konsekuensi-konsekuensi mengerikan. Psikologi apa yang bekerja dalam pemikiran trinitaris? A pakah Yesus hanya berharga bagi kita jika ia adalah Allah? Sebagai manusia, apakah ia kurang berharga bagi kita? Dengan demikian, apakah kasih kita kepadanya akan berkurang jika ia ―cuma‖ manusia? Apakah keberhargaan dirinya terletak pada ―kodrat ilahi‖nya, sehingga hanya jika ia adalah Allah maka barulah ia dihargai? Atau, apakah ia berharga karena ia ―telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku‖ (Gal 2:20) tanpa menghiraukan apa ―kodrat hakiki‖-nya? Apakah status menentukan nilai kasih? Apakah kasih seorang raja lebih berharga daripada kasih ibu saya hanya karena ia seorang raja? Akan berbeda soalnya seandainya mungkin bila kasih raja itu lebih murni jenisnya (mis. kurang egois) daripada kasih ibu saya, tetapi itu tidak ada kaitannya sama sekali dengan statusnya. Yesus, oleh karena keadaannya yang tanpa dosa, dapat (dan memang) mengasihi dengan kemurnian yang melampaui seluruh kasih manusiawi sejauh yang pernah kita alami, sebab itu kualitas kasihnya tak tertandingi oleh seorang manusia pun, bahkan seorang ibu pun tidak. Apakah kasih dari dia yang ―menyerahkan diri-Nya untuk aku‖ (yaitu, bagi keselamatan dan hidup kekal saya) kurang berharga karena kasih itu adalah kasih ―manusia Kristus Yesus‖ alih-alih ―Allah Kristus Yesus‖? Dan, bicara soal keadaan tanpa dosa, apakah Yesus tanpa dosa karena ia adalah Allah? Jika demikian adanya, maka ia tanpa dosa secara hakiki (sebab Allah tidak dapat berbuat dosa), dan bukan karena kemenangan atas dosa dan daging. Dengan demikian, ajaran Kitab Suci dinyatakan salah, sebab akan bertentangan dengan fakta yang diikhtisarkan dalam pernyataan di Roma 5:19, ―Jadi, sama seperti melalui ketidaktaatan satu orang banyak orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula melalui ketaatan satu orang [Yesus] banyak orang menjadi orang benar.‖ Ini adalah prinsip dasariah soteriologi PB, dasar yang pokok dari keselamatan kita: ketaatan dari ―satu orang‖ itu. 150 The Only True God Segalanya bertumpu pada ketaatan Kristus sebagai manusia. Ini bukan soal ketaatan Allah kepada Allah yang dibutuhkan untuk keselamatan manusia. Ini adalah perkara ketaatan manusia kepada Allah yang digenapi oleh Kristus dengan ―taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib‖ (Flp 2:8). Jadi, hendaknya dipahami dengan baik bahwa kasih dari dia ―yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku‖ adalah kasih dari manusia Kristus Yesus. Kembali kita menanyakan: Apakah kasih ini berkurang nilainya karena itu adalah kasih dari manusia Kristus Yesus? Bagi saya tentu saja tidak berkurang nilainya; Yesus tidak menjadi kurang berharga bagi saya jika ia ―cuma‖ seorang manusia. Kasihnya untuk kita mutlak amat dibutuhkan demi keselamatan kita. Yesus dapat tetap tanpa dosa tentunya bukan semata-mata karena upayanya sendiri tanpa bantuan siapa pun, tetapi karena kepenuhan Yahweh yang tinggal atau ―bertabernakel (berkemah, Yoh 1:14: ESV)‖ di dalam dirinya secara jasmaniah (Kol 2:9). Kita pun, dengan cara yang kurang lebih sama, dapat menang atas dosa melalui hadirat Allah yang tinggal di dalam kita yang menjadi bait-Nya (1Kor 3:16; 6:19). Dalam 1 Yohanes 3:9 kita membaca, ―Setiap orang yang lahir dari Allah, tidak terus menerus berbuat dosa; sebab benih ilahi tetap ada di dalam dia dan ia tidak dapat terus menerus berbuat dosa, karena ia lahir dari Allah.‖ Jika ayat ini beraplikasi kepada kita, betapa terlebih lagi ayat itu berlaku kepada Kristus, sang ―Anak tunggal‖? Trinitarianisme telah membutakan mata kita terhadap apa yang bisa kita gambarkan sebagai ―fenomena mengagumkan akan Kristus‖, yakni, bahwa seorang manusia sejati telah berhasil menjadi tanpa dosa walaupun ia ―sudah dicobai dalam segala hal, sama seperti kita sendiri; hanya Ia tidak berbuat dosa‖ (Ibr 4:15, BIS). Realitas yang mencengangkan dari kemenangan yang ajaib atas dosa ini terhilang dalam trinitarianisme karena, sebagai Allah, Kristus tidak mungkin bisa berdosa—sebab jika ia bisa berdosa, ia tidak akan menjadi Allah. Jika ia tidak bisa berdosa oleh karena menjadi Allah, maka ini membuat Ibrani 4:15 tidak berarti—demikian pula dengan godaan di padang gurun (Mat 4; Luk 4). Keadaan tanpa dosa yang hakiki (oleh karena keadaannya sebagai Allah) akan mendiskualifikasikan Yesus sebagai Kurban tebusan untuk dosa (yang mengharuskan ketaatan dari ―satu orang‖, Rm 5:19); itu pun akan membuat dia tidak sanggup tergoda ―sama seperti kita‖, sehingga dengan demikian, ia tidak dapat bertindak sebagai Imam Besar Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat 151 yang berbelas-kasih atas nama kita (lagi-lagi bertentangan dengan Ibr 4:15). Namun, mari kita kembali ke pertanyaan tentang psikologi pemikiran trinitaris yang menyiratkan bahwa nilai Kristus terutamanya ada pada ketuhanannya, dan dengan mengemukakan bahwa ia ―cuma‖ manusia berarti nilainya telah berkurang. Sebab, ―apakah manusia itu?‖ yang, bila dianggap sebuah pertanyaan retorik, jawabannya pasti, ―Tidak lebih dari sekadar debu‖. Hal ini mungkin berlaku di tingkatan jasmaniah, tetapi tidak berlaku padanya di tingkatan rohaniah. Pemikiran kita dikuasai oleh konsep manusia yang tidak Alkitabiah, maka tidak heran bila pandangan yang mengatakan bahwa Yesus itu manusia, bukan Allah, akan ditentang keras sebagai suatu penurunan nilai pribadinya. Namun, mari kita tanyakan lagi: apakah nilai Yesus untuk kita ada pada ketuhanannya? Ataukah ada pada apa yang telah ia selesaikan untuk kita sebagai Juruselamat dan Tu[h]an kita? Untuk mencapai pengertian yang lebih jelas akan perkara ini, kita dapat menanyakannya seperti ini: Dalam ajaran Kitab Suci, keselamatan kita persisnya bergantung pada apa? Apakah pada ―hakikat‖-nya (entah ia itu Allah atau manusia), ataukah pada ―karya‖nya (fungsinya)? Yesus menunjuk kepada ―karya‖nya sebagai bukti dari ketulenannya (Yoh 10:25,37,38). Kita bisa menanyakannya secara kurang abstrak dengan memakai sebuah gambaran: Pada apakah terletak kepentingan sebuah kunci? Apakah pada bahannya (―hakikat‖nya), yaitu, apakah terbuat dari semacam logam mulia seperti emas atau platinum, ketimbang besi atau baja? Atau, apakah pada fungsinya, yakni, untuk membuka pintu rumah? Apakah penting kunci itu terbuat dari apa selama kunci itu dapat memberi kita akses masuk ke dalam rumah? Bukankah nilainya terletak pada apa yang dihasilkannya untuk kita, ketimbang pada jenis logamnya? Adalah hal yang menarik dan juga signifikan bahwa Yesus berbicara tentang ―mutiara yang sangat berharga‖ (Mat 13:46). Pada apa tepatnya nilai sebutir mutiara itu? Apakah pada bahan yang membentuknya (―hakikat‖nya)? Jika mutiara itu ditumbuk hingga menjadi bubuk, apakah masih cukup bernilai? Jika bubuknya dibuat menjadi pasta kosmetik, ia akan sedikit bernilai, tetapi tidak banyak dibandingkan dengan mutiara yang berharga ini. Jadi, apa pun alasannya mengapa 152 The Only True God sebutir mutiara bernilai, nilainya jelas tidak terletak pada ―hakikat‖nya atau komposisi kimianya. Bukankah sungguh berbeda halnya dengan emas? Apakah satu ons bubuk emas berkurang nilainya daripada satu ons emas batangan? Tentu saja sama nilainya. Namun, akan lain halnya jika seorang seniman yang mahir menciptakan sesuatu yang sangat indah dengan emas itu, karena ciptaannya itu sekarang memiliki nilai yang berbeda sekali; kini, ciptaannya itu telah menjadi (atau, kita bisa katakan ―berfungsi‖ sebagai) sebuah karya seni. Seorang pelukis besar bahkan dapat menggunakan bahan-bahan yang tidak bernilai tinggi (cat kanvas, minyak atau air), dan dengan bahan-bahan tersebut ia menciptakan sebuah adikarya yang nilainya jutaan dolar. Bahan-bahan pembentuk bukanlah soal penting dalam perkara ini, yang maha-penting adalah apa yang diperbuat (atau dihasilkan, atau dicapai) dengan bahan-bahan itu. Demikian juga, Kitab Suci terutamanya tidak mempedulikan ―kodrat hakiki‖ Kristus, seolah-olah ia haruslah sesuatu yang lebih daripada ―sekadar manusia‖; tema sentralnya adalah tentang apa yang telah diselesaikan oleh Allah Yahweh dalam anugerah-Nya melalui Kristus Yesus untuk keselamatan kita. Apakah keselamatan yang disediakan Allah bagi kita itu berkurang nilainya jika Kristus tidak dapat diperlihatkan dari Kitab Suci sama-sama setara dengan Allah Yahweh dalam setiap aspek? Apakah karya penyelamatan Kristus melalui pemberdayaan Allah berkurang nilainya jika ketuhanannya tidak dapat diperlihatkan dari Kitab Suci? Tentu saja tidak. Sebab, sebagaimana telah kita lihat, hal yang penting bagi kita adalah apa yang telah diselesaikan untuk kita oleh Allah dalam Kristus; sedangkan untuk hal-hal lainnya kita akan ―mengenal dengan sempurna‖ (1Kor 13:12) pada Hari itu. Dari semuanya ini jelas bahwa mentalitas trinitaris tidak sesuai dengan pewahyuan PB. Namun, bagaimanapun juga, dengan gigihnya mereka bersikeras bahwa Yesus adalah Allah, malahan sampai ―menerjemahkan‖ Kitab Suci sesuai dengan tafsiran mereka sendiri, dengan begitu mereka menyediakan sendiri ayat-ayat yang mereka gunakan untuk menyangga doktrin mereka! 12 Semoga Allah berbelaskasihan kepada mereka—dan kepada kita yang melakukan hal serupa. Contohnya: Titus 2:13, 2 Petrus 1:1, Yudas 4. Untuk penjelasan, silakan merujuk kepada versi lengkap hlm. 200-206 12 Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat 153 Soal penting: Apakah sesungguhnya pewahyuan Alkitabiah tentang pribadi dan karya Yesus Kristus? B ahkan sebelum mulai menjawab pertanyaan ini, kita diharuskan untuk pertama-tama meluruskan argumen-argumen trinitaris tentang ketuhanan Kristus, klaim bahwa ia adalah ―Allah-Anak‖. Sejauh Alkitab, Yesus Kristus tegas-tegas ada dalam alam manusia, seorang manusia tulen. Adalah mustahil, baik dalam terang Kitab Suci maupun nalar, untuk Yesus menjadi seorang manusia sebenarnya seperti kita jika ia juga ―sungguh-sungguh Allah‖. Tentu kita menjadi orangorang bodoh dan berbicara omong kosong tatkala kita menyimpang dari Kitab-kitab Suci. Kita dapat yakin bahwa kita berada di atas dasar Kitab Suci yang teguh tatkala menegaskan bahwa Yesus itu sungguh-sungguh dan pasti adalah seorang manusia. Apakah ini sama dengan mengatakan bahwa ia ―cuma‖ seorang manusia sama seperti kita? Sama sekali tidak. Tidak? Namun, bukankah kita baru saja berkata bahwa ia sungguh-sungguh seorang manusia? Tentu saja, tetapi siapa di antara kita yang bisa dilukiskan sebagai seorang ―manusia sempurna‖ atau ―manusia tanpa dosa‖? Tak seorangpun dari kita. Jadi, jelaslah bahwa dalam arti paling penting ini ia tidak sama seperti kita. Oleh karena dia sajalah seorang manusia yang sempurna, bukankah itu kemudian berarti bahwa hanya dialah manusia secara sempurna? Bukankah itu juga kemudian berarti bahwa dalam pengertian kesempurnaan Yesus yang unik, seluruh umat manusia harus mengakui bahwa mereka bukan manusia secara sempurna? Dengan demikian, manusia itu bukan sungguh-sungguh manusia sebagaimana yang dimaksudkan sampai pada akhirnya mereka juga ―dijadikan sempurna‖ (bdk. Ibr 5:9; 7:28; 11:40; 12:23). Sang Rasul jelas tidak menganggap hal ini suatu kemungkinan dalam hidup ini ketika ia berkata, ―Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna, melainkan aku mengejarnya, kalau-kalau aku dapat juga menangkapnya, karena akupun telah ditangkap oleh Kristus‖ (Flp 3:12). Ini berarti bahwa Yesus adalah satu-satunya manusia sejati yang pernah ada di atas bumi ini, karena ia adalah satu-satunya pribadi yang sempurna dan tanpa dosa yang pernah hidup. Dengan demikian, sejauh Kitab Suci, tidak ada keraguan sama sekali tentang Yesus sebagai manusia dan, memang, sebagai satu-satunya pribadi manusia sungguh-sungguh. Disinilah letak keunikan mutlaknya; ia tak terbandingkan. Inilah persisnya mengapa hanya dia saja yang bisa 154 The Only True God menjadi juruselamat dunia. Sebab, masalah dengan manusia adalah keegoisan dan dosanya yang kerap kali membuat mereka berkelakuan kurang dari manusia, kurang dari apa yang diniatkan Allah untuknya. Sayangnya, ini adalah hal yang dialami dengan amat menyakitkan oleh banyak orang di tingkatan personal dan sosial, demikian juga di tingkatan internasional—di mana setiap harinya kita diingatkan kepada hal ini melalui tayangan berita dunia serta mendengar tentang konflik dan peperangan tak berkesudahan yang sedang berkecamuk di dunia. Namun, dalam Kristus ada harapan, karena di dalam dia Allah Yahweh akan mendamaikan segala sesuatu dengan Diri-Nya (Kol 1:20). Pewahyuan Alkitabiah membawa kita kepada kesadaran bahwa hanya ada satu Allah sejati dan juga hanya ada satu manusia sejati. Lagipula, sebagaimana dapat diduga, di antara mereka terdapat suatu hubungan kesatuan yang unik, yang berulang-kali dibicarakan oleh Yesus. Kesatuan atau persatuan ini dilukiskannya dengan gambaran ―tinggal‖ atau berdiam secara timbal balik: ―Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku‖ (Yoh 14:11). Karena hanya Yesus saja yang tanpa dosa, hanya dia sajalah ―tempat‖ (Yoh 2:19) di mana Allah yang kudus bisa tinggal dalam kepenuhan-Nya. Kepenuhan ilahi ini diwakili oleh Firman Allah (Yoh 1:1) yang, sebagaimana kata-kata, bisa digambarkan sebagai sesuatu yang melimpah keluar dari kedalaman yang paling dalam dari diri-Nya dan tampil kemuka untuk berdiam di dalam satu manusia sejati itu, dan di dalam Kristus untuk berdiam di antara kita (Yoh 1:14). Dalam jemaat awal ada sebuah deskripsi tentang kesatuan Allah dalam Kristus ini dalam bentuk gambaran sepotong besi yang dimasukkan ke dalam api hingga besinya berpijar di dalam api itu; dengan begitu, besinya ada di dalam api, dan apinya ada di dalam besi, akan tetapi, apinya tetap api dan besinya tetap besi, yang satu tidak berubah menjadi yang lain, dan ini melukiskan perkataan Yesus dengan indah dan efektif, ―Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku‖ (Yoh 14:11). Persatuan itu sedemikian rupa di mana Yahweh bisa berbicara dan bekerja dengan bebas melalui Kristus untuk menyelesaikan tujuantujuan kekal-Nya di dunia, dan Kristus bisa berbicara dan bertindak untuk Yahweh sebagai wakil penguasa-Nya yang diberdayakan dengan penuh (plenipotentiary). Itu sebabnya ada beberapa nas dalam Kitab Suci yang tidak selalu tampak jelas apakah rujukannya itu bertalian dengan Yahweh atau dengan Kristus. Akan tetapi, hendaknya diingat bahwa persatuan dari besi dengan api itu bukan berarti besinya menjadi Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat 155 api, atau apinya menjadi besi; keduanya bersatu tetapi tetap berbeda dan terpisah. Begitu juga, persatuan Yahweh dengan Kristus bukan berarti Kristus adalah Yahweh atau Yahweh adalah Kristus. Jadi, pewahyuan Alkitabiah bukan saja menyatakan bahwa Yesus adalah satu-satunya manusia sejati, yang dengan sendirinya sudah cukup mengagumkan, tetapi, sama-sama menakjubkannya, bahwa Allah Yahweh datang ke dunia dalam Kristus untuk mendamaikan dunia dengan Dirinya, yaitu, untuk menyelamatkannya. Jadi, yang datang ke dunia untuk menyelamatkan kita itu bukan suatu sosok ilahi tak dikenal yang disebut ―Allah-Anak‖; tetapi tak lain dan tak bukan adalah Yahweh Sendiri yang datang ke dunia demi keselamatan kita. Kebenaran yang indah dan dasariah dari pewahyuan Alkitabiah inilah yang disimpangkan dan dihilangkan oleh trinitarianisme yang menggantikan Yahweh dengan ―Allah-Anak‖ sebagai sosok yang datang ke dunia. Sungguh besar kerugian itu! Dengan demikian, Yesus adalah ―bait‖-nya Yahweh secara unik (Yoh 2:19) di dunia di mana penebusan untuk dosa dibuat melalui darahnya yang sungguh-sungguh darah manusiawi dan yang tanpa dosa, dan darinya kebenaran Allah Yahweh diwartakan hingga ke ujung bumi. Dan oleh karena ia adalah satu-satunya manusia sejati, ia menjadi satusatunya pengantara yang bertindak atas nama manusia (1Tim 2:5), sama seperti Musa yang mengantarai atas nama bangsa Israel. Nama Yesus pun menjadi satu-satunya nama yang efektif untuk keselamatan umat manusia; sebab ―tidak ada keselamatan di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan‖ (Kis 4:12). ―Diberikan‖ oleh siapa? Oleh siapa lagi kalau bukan oleh Allah Yahweh Sendiri? Dari kajian kita akan Kitab-kitab Suci terlihat bahwa, sementara di satu sisi trinitarianisme sudah keliru, akan tetapi, di sisi lain ajaran dari berbagai macam kelompok Kristen, baik yang purba maupun modern (mis. golongan Arian, Unitarian, dll), yang mengajarkan bahwa Yesus hanyalah seorang yang luar biasa, seorang nabi besar, dan ―anak‖ angkat Allah, sama sekali tidak memadai, sama sekali kehilangan unsur terpenting dari kemanusiaan Kristus, yaitu kesempurnaannya yang unik, dan dengan tepat ditolak oleh jemaat awal. Karena Allah Yahweh, sang Bapa, berkenan meninggikan Yesus di atas segala makhluk lain, sedemikian rupa sehingga setiap lidah harus 156 The Only True God mengakui dia sebagai ―Tu[h]an‖, maka begitulah semestinya ia diperlakukan dan dihormati ―bagi kemuliaan Allah, Bapa‖ (Flp 2:10,11). Namun, kesulitannya bagi kita sekarang adalah bahwa sebagai orang Trinitarian, kita adalah orang-orang yang Kristus-sentris, kita melakukan segalanya demi kehormatan dan kemuliaan Kristus, dan karena kita berpikiran Yesus adalah Allah, kita mengira bahwa dengan memuliakan dia kita sedang memuliakan Allah. Jadi, gagasan menghormati Kristus ―bagi kemuliaan Allah, Bapa (Yahweh)‖ sebenarnya adalah konsep asing bagi kita. Dalam benak kita, Yahweh nyaris tidak diperhitungkan sama sekali, dan bahkan ―Allah-Bapa‖ trinitaris sekalipun memiliki sedikit, jika ada, signifikansi nyata dalam cara berpikir kita yang Kristus-sentris. Disinilah perlunya suatu perubahan radikal, pembaharuan budi (Rm 12:2), jika kita ingin kembali kepada monoteisme Alkitabiah. Namun, masa lalu kita yang trinitaris tidak akan membuat hal ini mudah; adalah sulit untuk melepaskan sesuatu yang telah begitu lama ada pada pusat kehidupan dan pikiran kita. Sulit untuk kita menyadari bahwa dengan menuhankan dan mengidolakan Yesus (bagaimana lagi kita harus menyebutnya?), kita tidak menaati baik Allah Yahweh maupun Kristus-Nya. Kita telah gagal dalam melihat bahwa Yesus adalah jalan, bukan tempat tujuan; ia adalah seorang perantara, imam agung yang mempersembahkan kurban kepada Yahweh atas nama kita, tetapi ia bukan Allah Yahweh yang dengan-Nya kita perlu berdamai. Untuk selamanya kita bersyukur bahwa ia adalah manusia sempurna yang ―telah mengasihi kita dan menyerahkan diri-Nya untuk kita‖ untuk ―membawa kita kepada Allah‖ (1Ptr 3:18). Dan sekarang, kita dipersatukan dengan Allah dan Kristus secara kekal di dalam ―tubuh Kristus‖, yaitu jemaat Allah, di mana Kristus adalah kepalanya dan kita anggota tubuhnya. Dalam hidup baru ini sekarang kita belajar untuk menjalin hubungan dengan Allah Yahweh sebagai pusat dari kehidupan kita, dan di saat yang sama selalu mengingat dan menghormati Kristus dengan rasa syukur, sang kurban sempurna (seperti dalam Perjamuan Kudus, atau Ekaristi) yang disediakan oleh Yahweh bagi kita. Kristus Yesus, satu-satunya manusia sempurna, yang membuat penyelamatan umat manusia menjadi sesuatu yang mungkin. Bab 3 Perlunya Menilai Kembali Pengertian Kristen akan Manusia Pandangan rendah akan manusia dalam trinitarianisme versus ajaran Alkitabiah tentang manusia sebagai “gambaran dan kemuliaan Allah” (1Kor 11:7) S ebuah rintangan serius untuk kita menerima Yesus sebagai manusia sejati dan manusia sempurna adalah teramat rendahnya pandangan akan manusia dalam pemikiran Kristen, terutamanya semenjak masa Augustinus, sekitar empat abad setelah masa Kristus. Pendapat mengenai kerusakan total manusia itu, yang mulai mendominasi pengajaran Kristen sejak saat itu dan seterusnya, menurunkan manusia ke keadaan kemerosotan moral yang total. Semuanya ini dilakukan atas nama meninggikan anugerah Allah sebagai satu-satunya harapan keselamatan manusia. Belum cukup untuk para dogmatis ini menunjukkan bahwa kebenaran atau kesalehan manusia, entah setinggi apa tingkat kebenaran yang bisa ia capai, tidak pernah bisa memadai untuk patut mendapat keselamatan, karena tak seorang pun dapat dengan sendirinya mencapai standar yang dituntut Allah. Itu sebabnya keselamatan tersedia hanya karena anugerah oleh iman. Tidak, berdasarkan beberapa ayat yang dikutip di luar konteks, mereka merasa perlu bersikeras bahwa semua orang itu benar-benar dan sepenuhnya rusak, sama sekali busuk, kebenaran mereka itu tidak lebih daripada ―kain kotor‖. 158 The Only True God Apakah para dogmatis tersebut sungguh-sungguh ingin menegaskan, misalnya, bahwa perbuatan orang-orang yang mengorbankan nyawa mereka dengan beraninya demi menyelamatkan orang lain (yang banyak terjadi hampir setiap harinya, seperti contoh baru-baru itu dengan para anggota pemadam kebakaran yang tewas dalam usaha menyelamatkan orang dari kobaran api di Menara Kembar pada 9/11) bukanlah perbuatan saleh, bahkan di mata Allah sekalipun, dan adakah orang yang berani mengatakan kebenaran seperti itu ibarat ―kain kotor‖? Pernyataan-pernyataan Alkitabiah tentang kebenaran yang bersifat munafik atau yang ―dipamerkan‖, yang dicela oleh Yesus, disalahterapkan oleh para dogmatis menjadi kebenaran manusia secara umum. ―Berilah hormat kepada orang yang berhak menerima hormat.‖ Namun, jika semua orang itu rusak, lantas untuk apa memberi hormat kepada siapa pun? Paulus berbicara tentang ―orang yang baik‖; akankah kita bersikeras bahwa maksud Paulus dengan ―baik‖ itu hanya di mata manusia saja? Dan apakah ―orang yang suka damai‖ (Lukas 10:6 BIS) itu seorang yang saleh atau bukan? Lagipula, jika pencabutan frase ―kain kotor‖ di luar konteks Yesaya 64:6 dengan tujuan untuk menajiskan seluruh kebenaran manusia ini berfungsi sebagai contoh ―eksegesis‖ Kristiani atas Kitab Suci, maka penyalahtanganan Kitab Suci dalam ―eksegesis‖ trinitaris tidaklah mengherankan. Melihat sepintas nas dalam Kitab Yesaya dengan cepat akan memperlihatkan bahwa para dogmatis itu sama sekali tidak peduli dengan inti perkataan dalam kitab itu. Ucapan ―segala kesalehan kami seperti kain kotor‖ adalah sebuah pengakuan dosa dari hati yang remuk di hadapan Allah atas nama bangsa Israel, sebuah pengakuan akan kosongnya ibadat keagamaan mereka, karena kenyataannya adalah ―tidak ada yang memanggil nama-Mu atau yang bangkit untuk berpegang kepada-Mu‖ (ay.7); dan oleh sebab itu, ―Engkau menyembunyikan wajah-Mu terhadap kami, dan menyerahkan kami ke dalam kekuasaan dosa kami‖ (ay.7). Namun, ayat-ayat yang mendahuluinya menerangkan dengan sangat jelas bahwa tak satu pun darinya dimaksudkan untuk menyangkali bahwa ada orang-orang di Israel yang ―menanti-nantikan‖ Tuhan dan yang ―melakukan yang benar dengan sukacita‖: ―Tidak ada telinga yang mendengar, dan tidak ada mata yang melihat seorang allah yang bertindak bagi orang yang menanti-nantikan dia; hanya Engkau yang berbuat demikian. Engkau Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman 159 menyongsong mereka yang melakukan yang benar dan yang mengingat jalan yang Kautunjukkan…sejak dahulu kala‖ (Yes 64:4,5). Cara para dogmatis itu memperlakukan Kitab Suci secara serampangan dalam dalam rangka menggenapi sasaran dogmatis mereka dengan melukiskan seluruh umat manusia dalam warna-warni kerusakan yang mengerikan demi membangun doktrin anugerah mereka pastilah mencengangkan setiap ekseget Alkitab yang bertanggung-jawab. Dengan demikian, manusia yang dilukiskan sebagai ―hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat‖ (Mzm 8:6) kini nyaris dilukiskan tidak lebih baik daripada si Iblis! Seorang penulis Kristen mengutip penulis Austria, Karl Kraus (18741936), dengan sedikit nada persetujuan tatkala Kraus menulis, ―Si Iblis sangat optimis jika mengira ia dapat membuat manusia lebih buruk daripada keadaan sebenarnya.‖ Kita enggan berbicara tentang Kristus sebagai manusia Begitu banyak ajaran Kristiani yang didasari oleh suposisi bahwa Allah dimuliakan dan keselamatan-Nya dibesarkan dengan merendahkan manusia sebagai makhluk yang merosot atau rusak. Biasanya, dalam buku teologi Kristiani, misalnya, penulis menyusun daftar ayat yang berbicara tentang kefasikan dan kerusakan manusia, sedangkan tujuan Allah yang mulia untuk manusia nyaris tidak disinggung. Kata-kata dalam Mazmur 8, ―apakah manusia…?‖ dalam tulisan-tulisan dan lagulagu diperlakukan seolah-olah menyampaikan pertanyaan retoris yang mengharapkan jawaban negatif, ―Ia bukan apa-apa‖. Jelas, tak seorang pun mau repot-repot melihat seluruh ayatnya: ―apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?‖ (Mzm 8:5; 144:3) Jauh dari pertanyaan retoris, sebenarnya ayat itu merupakan ungkapan rasa heran, pujian, dan syukur, yang digerakkan oleh keprihatinan dan kepedulian Allah kepada manusia! Ayub, bahkan dalam rasa ketidakpuasannya pun mengakui hal ini: ―Apakah gerangan manusia, sehingga dia Kauanggap agung, dan Kauperhatikan, dan Kaudatangi setiap pagi, dan Kauuji setiap saat?‖ (Ayb 7:17,18) Allah telah menjatuhkan pilihan-Nya kepada manusia! Ia mencurahkan begitu banyak perhatian dan kepedulian kepadanya! 160 The Only True God Pertanyaan Ayub ―Apakah gerangan manusia?‖ tidak menyodorkan jawaban seperti ―bukan apa-apa‖, atau ―hanya seorang berdosa yang rusak‖, melainkan ―seorang yang berharga bagi Allah‖, ―seorang yang kepadanya Allah telah menjatuhkan pilihan-Nya‖. Alkitab tentu saja tidak melabur dosa-dosa manusia, tetapi Alkitab tidak pernah mengemukakan bahwa umat manusia telah rusak dan tidak bernilai oleh sebab dosa. Keberhargaan manusia bagi Allah, malah sebagai orang berdosa sekalipun, harus selalu diingat sekalipun keseriusan dosanya tidak diabaikan; ini adalah sudut pandang Alkitabiah. Anak yang hilang itu masih tetap anak, setidaknya dalam pengertian sebagai Adam (yang secara harfiah berarti manusia) (Luk 3:38), sekalipun masih belum dalam pengertian seorang anak Allah di dalam Kristus. Tanpa diragukan, dosa telah menurunkan umat manusia kepada kemiskinan rohaniah, dan lebih buruk lagi, kepada konsekuensikonsekuensi mengerikan dari perbudakan di bawah kuasa dosa dan maut. Namun, bukti bahwa Allah sama sekali tidak pernah meninggalkan rencana kekal yang telah ditentukan-Nya dari semula untuk manusia dinyatakan dengan jelas oleh rencana penebusan manusia yang telah ditetapkan-Nya ―sebelum fondasi dunia‖ melalui ―manusia Kristus Yesus‖. Namun, pandangan rendah akan manusia yang begitu tersebar luas di dalam jemaat Kristen membuat orang-orang Kristen enggan berbicara tentang Kristus sebagai manusia, kecuali sebagai konsesi bahwa hanya jika Kristus itu manusia ia tidak bisa menjadi juruselamat manusia. Ia dilukiskan sebagai seorang yang merendahkan dirinya dengan murah hati sampai pada kedudukan yang rendah ini sebagai manusia demi keselamatan kita, walaupun dalam kenyataannya ia adalah Allah, bukan manusia, sebab dalam jati-dirinya ia adalah ―Allah-Anak‖. Ini adalah jenis pemikiran yang menguasai pikiran orang Kristen dan, sayangnya, tidak lagi berhubungan dengan antropologi Alkitabiah serta rencanarencana kekal yang mulia dari Allah untuk manusia yang diwahyukan di dalamnya. Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman 161 Pandangan luhur akan manusia dalam Kitab Suci R encana-rencana dan tujuan-tujuan mulia Allah untuk manusia diwahyukan dengan terang dalam Kitab Suci, tidak disembunyikan, sehingga tidak ada alasan untuk tidak melihatnya. Kita sudah mencatat kenyataan bahwa dalam Kejadian 2:7, Yahweh menghembuskan nafas ke dalam hidung manusia sehingga ia menjadi makhluk hidup. Apakah yang dilimpahkan Allah kepada manusia dengan menghembuskan nafas ke dalam hidungnya? Udara atau oksigen? Tentu saja bukan! Banyak makhluk ciptaan lain yang Ia bentuk juga menghirup udara dan oksigen, tetapi Ia tidak menghembuskan nafas-Nya ke dalam mereka. Yang dihembuskan ke dalam manusia adalah nafas-Nya, atau roh-Nya sendiri. Baik dalam bahasa Ibrani maupun Yunani, ―nafas‖ dan ―roh‖ adalah kata yang sama, yaitu, kata Ibrani ruach dan kata Yunani pneuma dapat diterjemahkan sebagai ―nafas‖ atau ―roh‖. Pada saat seseorang mati, ―roh(nya) kembali kepada Allah yang mengaruniakannya‖ (Pkh 12:7). Justru karena manusia memiliki roh yang diberikan kepadanya oleh Allah, maka dalam arti ini, ia adalah makhluk ilahi. Mungkin saja Yesus pun tengah menarik perhatian kita kepada fakta tersebut dalam Yohanes 10:34-36. Nas ini adalah kutipan dari Kitab Mazmur: ―Aku sendiri telah berfirman: ‗Kamu adalah allah, dan anak-anak Yang Mahatinggi kamu sekalian. Namun seperti manusia kamu akan mati dan seperti salah seorang pembesar kamu akan tewas‘‖ (Mzm 82:6,7). Di luar kemungkinan rujukan kepada orang-orang yang berkuasa dan berwenang yang disebut ―para allah‖, mungkinkah Yesus bermaksud lebih dalam lagi dengan menunjukkan bahwa manusia itu ilahi dalam arti ia telah menerima rohnya dari Allah? Jika demikian, betapa terlebih lagi Yesus itu ilahi sebagai orang yang didiami Allah dalam kepenuhanNya sebagai Logos (firman) yang berinkarnasi? Sebenarnya, kita tidak dapat mengucapkan sepatah kata pun tanpa nafas atau roh. Sedemikianlah dekatnya hubungan antara nafas atau roh itu dengan kata (yaitu firman). Jika Mazmur 8:6 dapat berbicara tentang manusia bahkan dalam keadaannya sekarang ini sebagai telah dimahkotai ―dengan kemuliaan dan hormat‖, maka akan terlebih besar lagi hormat dan kemuliaannya tatkala Yahweh telah menyelesaikan penebusan-Nya atas manusia! Dan kemuliaan serta hormat manusia itu persisnya mencakup apa? ―Engkau membuat dia berkuasa atas buatan tangan-Mu; segala-galanya telah 162 The Only True God Kauletakkan di bawah kakinya‖ (ay.6). Dan sejauh apa persisnya jangkauan kekuasaan yang telah diberikan Allah kepada manusia dengan menaruh ―segala-segalanya…di bawah kakinya‖? Jawaban yang mengejutkan adalah bahwa ―segala-segalanya‖ itu mencakup segala sesuatu secara mutlak kecuali Allah saja! ―Sebab segala sesuatu telah ditaklukkan-Nya di bawah kaki-Nya. Tetapi kalau dikatakan, bahwa ‗segala sesuatu telah ditaklukkan‘, maka teranglah, bahwa Ia sendiri yang telah menaklukkan segala sesuatu di bawah kaki Kristus itu tidak termasuk di dalamnya‖ (1Kor 15:27). Ini berarti bahwa tujuan Allah di dalam Kristus adalah untuk menjadikan manusia wakil penguasa-Nya atas seluruh penciptaan, penguasa kedua setelah Allah di seluruh alam semesta ini! Semuanya ini akan dilaksanakan oleh Allah melalui Kristus—sebagai manusia, sebab kata-kata dalam Mazmur 8 menyangkut manusia dan tujuan luhur Yahweh baginya. Hal ini diilustrasikan dengan baik dalam kisah Yusuf yang terkenal itu, di mana ia diangkat menjadi penguasa atas segala-galanya di Mesir oleh Firaun—segala-galanya, kecuali Firaun sendiri (Kej 45:26), sehingga dirinya menjadi orang kedua setelah Firaun di seluruh negeri itu. Demikianlah rencana mulia yang telah ditentukan Allah untuk manusia di dalam Kristus. Peninggian Kristus dalam Filipi 2:9-11 dapat diilustrasikan dengan peninggian Yusuf sebagai penguasa Mesir seperti berikut, ―Sesudah itu Firaun menanggalkan cincin meterainya dari jarinya dan mengenakannya pada jari Yusuf; dipakaikannyalah kepada Yusuf pakaian dari pada kain halus dan digantungkannya kalung emas pada lehernya‖ (Kej 41:42). Perlakuan itu bukan sekadar tata upacara, karena dengan ini Firaun menganugerahkan otoritasnya serta kemuliaannya sendiri kepada Yusuf, yang paling khususnya adalah dengan memberikan kepada Yusuf cincin meterainya yang memuat stempel pribadi Firaun, yang digunakan untuk menyegel surat-surat perintah resmi dari raja. Itu berarti bahwa Firaun telah mempercayakan seluruh otoritas pribadinya kepada Yusuf, dengan demikian memberdayakan dia untuk bertindak atas nama Firaun. Dengan cara yang sama, dalam Filipi 2:9-11, Yahweh menganugerahkan kemuliaan dan otoritas ilahi-Nya Sendiri kepada Yesus. Sama seperti cincin meterai yang memuat nama Firaun (nama di atas segala nama di Mesir), Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman 163 demikian pula, Yahweh menganugerahkan nama di atas segala nama kepada Yesus, dan dengan demikian sepenuhnya memberdayakan Yesus untuk bertindak atas nama-Nya. Namun demikian, kenyataan bahwa dari semua ciptaan, manusia Kristus Yesus itu (dan kita di dalam Kristus) akan menjadi penguasa kedua setelah Allah Yahweh sepertinya masih belum cukup untuk para Trinitarian. Berangkat dari semangat yang menyesatkan untuk ―sungguh-sungguh giat untuk Allah, tetapi tanpa pengertian yang benar‖ (Rm 10:2; yang juga pernah saya lakukan) mereka bersikeras bahwa Kristus harus mutlak setara dengan Allah dalam segala-galanya—sesuatu yang ditolak oleh Kristus sendiri (Flp 2:6). Untuk alasan tertentu yang aneh (mungkin juga sesat?) mereka tidak mau menerima kalau Yahweh sajalah yang ―semua di dalam semua‖ (1Kor 15:28), sekalipun hal ini ditegaskan oleh sang Anak sendiri dengan ketaklukkannya kepada Allah, yang telah menaklukkan segala sesuatu di bawahnya (ay.28). Baik adanya untuk kita berhati-hati kalau-kalau kita membiarkan semangat kita yang menyesatkan membawa kita kepada penghukuman. Nilai manusia dalam Cerita Kitab Kejadian Cerita dalam Kitab Kejadian memberikan penandasan tersendiri yang kuat akan nilai manusia bagi Allah. Melihat kisah penciptaan dengan seksama, tepat sekali untuk kita mengatakan bahwa sebuah label bisa dipasangkan kepada manusia dengan tulisan, ―Buatan tangan Allah‖. Ini dikarenakan secara jasmaniah manusia dilukiskan telah ―dibentuk‖ satu per satu oleh Allah secara personal (tidak melalui tangan ketiga); dan secara rohaniah, manusia adalah ―hembusan nafas Allah‖: ―TUHAN (Yahweh) Allah… menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya‖ (Kej 2:7). Apakah terlalu sulit untuk melihat di sini sebuah gambaran yang sedikit banyak mirip dengan ―resusitasi mulut ke mulut‖? Atau, apakah itu yang memang dimaksud oleh deskripsi yang gamblang ini? Apapun keadaannya, manusia diciptakan sebagai gambaran atau citra Allah yang personal (Kej 1:26,27), yang dirancang agar kemuliaan-Nya dikenal oleh seluruh ciptaan. Dasar apa yang digunakan untuk berbicara tentang Adam sebagai ―buatan tangan‖-nya Allah? Dasar yang digunakan adalah kata ―membentuk‖ dalam Kejadian 2:7, ―TUHAN (Yahweh) Allah membentuk manusia itu dari debu tanah‖. Kata tersebut digunakan untuk 164 The Only True God menggambarkan seorang tukang periuk, yang dengan tangannya, membentuk bejana dari tanah liat di atas jentera pembuat periuk. Dalam Kejadian 2:19 disebutkan bahwa Allah juga membentuk makhluk-makhluk ciptaan lain, tetapi bukan untuk menjunjung gambaran atau citra-Nya, sebagaimana halnya manusia. Juga, tidak disebutkan tentang Allah yang menghembuskan nafas ke dalam mereka seperti yang Ia lakukan kepada Adam. Ini tampaknya menunjukkan bahwa Yahweh bisa menghidupkan Adam tanpa harus menghembuskan nafas ke dalam lubang hidungnya, tetapi Ia khusus memilih untuk berbuat demikian demi alasan-alasan ilahi-Nya sendiri . Si perempuan pun secara khusus adalah ―buatan tangan‖ Allah sebagaimana dinyatakan dalam Kejadian 2:21,22: ―Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan‖. Oleh karena Hawa dibuat dari rusuk dan daging Adam yang hidup, Yahweh tidak perlu menghembuskan nafas ke dalam hidungnya secara terpisah, seperti yang Ia lakukan dengan debu tak bernyawa dari mana Adam terbentuk. Dan, sama seperti Adam, ia pun seorang penjunjung citra Allah (Kej 1:27). A Citra Allah yat-ayat yang berbicara tentang Yesus sebagai ―gambaran Allah‖ seringkali dikutip seolah-olah ayat-ayat itu membuktikan ketuhanannya. Namun, manusia demikian juga disebut ―gambaran Allah‖, tetapi tak seorang Trinitarian pun akan mengutipnya sebagai bukti ketuhanan manusia. Lagipula, berbicara soal gambaran atau citra yang dipuja atau disembah menimbulkan pertanyaan berikut: Apakah arti pemberhalaan? Bukankah artinya penyembahan kepada citra? Jika Yesus adalah citra Allah, sebagaimana dinyatakan berulangkali dalam PB, bukankah penyembahan kepadanya berarti pemberhalaan? Jika diperdebatkan bahwa dalam halnya dengan Yesus itu tidak apa-apa karena ia adalah Allah, maka yang terjadi adalah Yesus sebagai Allah tengah disembah sebagai gambaran Allah. Dapatkah Allah disamakan dengan citra-Nya sendiri? Kalau tidak, apakah tengah dikemukakan bahwa pribadi ke-2 dari Trinitas ini adalah citra dari pribadi pertama, yaitu, Anak adalah gambaran dari Bapa? Namun, dalam Kitab Suci, gambaran, menurut definisinya, adalah suatu turunan atau citra dari yang aslinya, misalnya Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman 165 foto atau patung; dan jika Anak adalah turunan dari Bapa sehingga menjadi gambaran-Nya, maka jelas ia lebih rendah tingkatannya ketimbang Bapa. Lantas, atas dasar apa para Trinitarian menolak subordinasi sang Anak? Begitu pula, sepatah kata diturunkan dari pembicaranya, jadi, bagaimana mungkin Firman (yang secara harfiah berarti kata) Allah bisa setara dengan Allah Sendiri? Penting untuk diperhatikan bahwa tulisan-tulisan Yohanei, yang menjadi sumber favorit teks-teks bukti trinitaris, menutup surat pertamanya dengan sebuah peringatan tentang penyembahan berhala dalam ayat penutupnya: ―Anak-anakku, waspadalah terhadap segala berhala‖ (1Yoh 5:21). Dengan sukacita dan rasa syukur kita harus menghormati dan mencintai, memuji dan memuja Tu[h]an kita Yesus Kristus, tetapi ada garis pembatas yang bila kita lampaui akan menjatuhkan kita ke dalam dosa pemberhalaan yang menjijikkan. Kita telah melampaui garis pembatas itu tatkala kita mewartakan Kristus sebagai Allah, setara dalam setiap aspek dengan sang Bapa, dan yang harus disembah seyogyanya Allah. Dalam Kitab Wahyu, kitab yang memuat tentang Allah yang disembah sebagai Wujud yang tertinggi, Allah (Yahweh) secara mutlak menjadi Pusat dan satu-satunya Sasaran penyembahan, sedangkan Yesus diberi pemujaan dan pujian di beberapa tempat, dan selalu sebagai ―Anak Domba‖. D Yesus sebagai Citra Allah alam Kejadian 1:26,27; 9:6, kita melihat bahwa manusia diciptakan dalam ―gambar‖ Allah. Gambar atau citra adalah gambaran, rupa, atau perwakilan dari seseorang atau sesuatu. Dalam Kejadian 5:3 dikatakan bahwa Set ada dalam ―rupa‖ dan ―gambar‖ ayahnya, Adam, yaitu, ia mempunyai kemiripan secara jasmaniah, dan barangkali juga dalam karakternya, dengan sang ayah. Bukankah ini berarti bahwa sudah sepantasnya Set bisa berkata, ―Barangsiapa telah melihat aku, ia telah melihat bapaku‖? Ini mengingatkan kita kepada ucapan Yesus dalam Yohanes 14:9, ―Siapa saja yang telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa.‖ Yesus jelas tengah berbicara tentang dirinya sebagai citra Allah. Ini bukan klaim bahwa ia adalah Allah, melainkan sebaliknya, klaim bahwa ia adalah manusia sejati itu, ―Adam yang akhir‖ (1Kor 15:45), dia yang betul-betul mewakili umat manusia sebagaimana 166 The Only True God manusia sesungguhnya dimaksudkan oleh Allah, yakni, sebagai gambaran atau citra yang melaluinya Allah mewahyukan Dirinya. Kedua kata ini, ―rupa‖ dan ―gambar‖, diterapkan kepada manusia dalam Kejadian 1:26; dan seperti yang telah kita lihat, keduanya bisa merujuk kepada kemiripan antara anak dengan ayahnya, sebagaimana halnya Set. Bukankah ini menerangkan mengapa Adam, karena ia diciptakan dalam gambaran Allah, disebut ―anak Allah‖ (Luk 3:38)? Manusia sekurang-kurangnya adalah perwakilan Allah akan Dirinya untuk dilihat oleh seluruh penciptaan, di surga dan di bumi. Betapa luhurnya tujuan Allah bagi manusia! Dalam Bilangan 33:52 kata Ibrani yang sama untuk ―gambar‖ (seperti dalam Kej 1:26,27) dipakai untuk berhala-berhala yang terbuat dari logam yang mewakili ilah yang disembah oleh penduduk setempat. Kata tersebut kerap dipakai untuk ―gambaran-gambaran‖ berupa patung-patung ilah (2Raj 11:18; 2Taw 23:17; Yeh 7:20; Am 5:26), dan untuk ―gambaran-gambaran manusia‖ atau ―berhala-berhala laki-laki‖ (Yeh 16:17; 23:14). Dari sini kentara bahwa ―gambaran-gambaran‖ itu sering berada dalam bentuk manusiawi. Yesaya 44:13 melukiskan seorang pengrajin yang sedang membuat berhala semacam itu, ―Tukang kayu merentangkan tali pengukur dan membuat bagan sebuah patung dengan kapur merah; ia mengerjakannya dengan pahat dan menggarisinya dengan jangka, lalu ia memberi bentuk seorang laki-laki kepadanya, seperti seorang manusia yang tampan, dan selanjutnya ditempatkan dalam kuil‖. Kata-kata ―bentuk seorang laki-laki‖ dalam bahasa Yunani adalah morphē dan anēr, yang berarti ―rupa seorang lakilaki‖ sama seperti dalam Yehezkiel 16:17. Semua ini memperlihatkan bahwa ―gambar‖ dan ―rupa‖ pada dasarnya bermakna sama. Namun, apa yang signifikan untuk penyelidikan kita di sini adalah bahwa kata morphē (―rupa/bentuk‖) adalah kata yang dipakai dalam Filipi 2:6, ―rupa Allah‖, yang menunjukkan bahwa ―gambaran Allah‖ dan ―rupa Allah‖ jelas-jelas bersinonim. Ini berarti bahwa frase ―rupa Allah‖ harus dipahami sesuai dengan gagasan gambar Allah seperti dalam Kejadian 1:26,27; 9:6. Manusia sebagaimana diciptakan dalam gambaran dan rupa Allah dapat dengan pantas digambarkan berada dalam ―rupa Allah‖. Namun, sebagai orang-orang Trinitarian kita tidak ragu memasukkan penafsiran kita sendiri ke dalam frase ini, padahal kenyataannya kita tidak mampu Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman 167 menyodorkan sepotong bukti Alkitabiah apa pun yang mendukung penafsiran kita atas frase tersebut yang mengartikan Yesus sebagai Allah. Sekarang kita harus mengajukan pertanyaannya: apakah kita sebenarnya melihat citra dan kemuliaan Allah dalam manusia sebagaimana manusia itu saat ini? Barangkali hampir semua orang akan menjawab tidak. Mengapa? Bukankah ini jelas-jelas karena ketidaksempurnaan manusia saat ini? Hanya manusia sempurnalah yang dapat benar-benar mencerminkan kemuliaan Allah. Sekarang kita mulai memahami signifikansi Yesus sebagai satu-satunya manusia yang sempurna. Bahwa Yesus adalah citra Allah yang sejati ditandaskan tanpa ambiguitas dalam PB: 2 Korintus 4:4, ―yaitu orang-orang yang tidak percaya, yang pikirannya telah dibutakan oleh ilah zaman ini, sehingga mereka tidak melihat cahaya Injil tentang kemuliaan Kristus yang adalah gambaran Allah.‖ Kolose 1:15, ―Dialah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan.‖ Sebuah gambaran atau citra merupakan representasi dari yang aslinya. Gambaran tersebut harus menjunjung rupa atau bentuknya. Dengan demikian, kecuali jika Kristus ada dalam ―rupa 13 ‖ Allah (Flp 2:6,), ia tidak bisa menjadi citra Allah. Akan tetapi, Paulus pun melihat manusia pada umumnya sebagai citra Allah. Berlawanan dengan ajaran Kristiani, Alkitab tidak menganggap manusia telah kehilangan citra Allah oleh karena dosa Adam, ataupun mengemukakan bahwa citra tersebut telah dihancurkan atau dirusak oleh dosa Adam. Ini bukan murni masalah doktrin, melainkan sesuatu yang secara serius berkonsekuensi praktis terhadap manusia. Sebab, jika manusia dalam arti apa pun tidak lagi berada dalam citra Allah, maka prinsip yang diucapkan dalam Kejadian 9:6 tidak lagi akan sah, ―Siapa yang menumpahkan darah manusia, darahnya akan tertumpah oleh manusia, sebab Allah membuat manusia itu menurut gambar-Nya sendiri.‖ Kesakralan hidup manusia berakar dalam keberadaannya dalam citra Allah. Karena itu, membunuh seseorang 13 morfh,, morphē, ―rupa, penampilan luar, bentuk‖, BDAG 168 The Only True God membawa konsekuensi serius. Namun, jika manusia tidak lagi berada dalam citra Allah, maka membunuh manusia tidak akan jauh berbeda dengan membunuh binatang. Pengesahan Yesus atas Kejadian 9:6 tercermin dalam perkataannya kepada Petrus, ―Masukkan pedang itu kembali ke dalam sarungnya, sebab semua orang menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang.‖ (Mat 26:52). Hal ini menunjukkan bahwa Yesus tidak sependapat dengan doktrin Kristen saat ini yang disetujui secara umum. Ini juga menunjukkan bahwa ketika Paulus berbicara mengenai manusia sebagai ―gambaran dan kemuliaan Allah‖ (1Kor 11:7), perkataannya itu sesuai sepenuhnya dengan PL dan dengan ajaran tuannya. Namun begitu, citra Allah dalam manusia tetap harus disempurnakan tatkala Kristus tampil, sebab hanya ketika itulah kita akan menjadi serupa dengan dia yang adalah citra Allah yang sempurna, sebagaimana dinyatakan dalam ayat berikut ini: 1 Yohanes 3:2, ―Saudara-saudaraku yang terkasih, sekarang kita adalah anak-anak Allah, tetapi belum nyata apa keadaan kita kelak; akan tetapi, kita tahu bahwa apabila Kristus dinyatakan, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya. Citra Allah di dalam Kristus itu jelas jauh lebih unggul ketimbang citra Allah dalam manusia pada umumnya; tetapi, oleh karena Kristus dan manusia keduanya adalah penjunjung citra Allah, dan karena itu, memiliki ―rupa‖-Nya (sekalipun dalam derajat keunggulan yang berbeda), Filipi 2:6 tidak bisa dipergunakan untuk mendukung ketuhanan Kristus dalam arti trinitaris menjadi setara dengan Allah secara mendasar atau hakiki. “Baiklah Kita menjadikan manusia” Beberapa dari kaum Trinitarian yang lebih terpelajar menyadari bahwa kurangnya bukti PL untuk doktrin ini menimbulkan masalah serius atas keabsahannya; mereka menyadari fakta bahwa nyaris tidak ditemukan sepotong bukti pun di situ. Jadi, sebagian orang Trinitarian mencengkram apa saja yang dirasa mampu memberi sedikit dukungan. Yang menyedihkannya, mereka bahkan menunjuk pada tiga kali kata Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman 169 kudus dalam Yesaya 6:3, seolah-olah mereka tidak tahu bila pemberitaan kata ―Kudus‖ rangkap-tiga itu dimaksudkan untuk mengungkapkan kekudusan pada tingkatan tertinggi, sebagaimana kita berbicara tentang tiga tingkatan dari agung, lebih agung, paling agung; atau tinggi, lebih tinggi, paling tinggi; begitu juga dengan kudus, lebih kudus, paling kudus. Ini kurang lebih mirip dengan cara Yesus memakai frase ―Sesungguhnya, sesungguhnya‖ (―Truly, truly‖) guna penekanan lebih besar. Bahwa Kitab Kejadian memakai bentuk persona pertama jamak dalam Kejadian 1:26 (―Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita‖), terus-menerus digunakan untuk mengusulkan Trinitas. Masalah dengan argumen itu adalah, pertama, kata ―Kita‖ tidak menyatakan apa-apa tentang jumlah dari pribadi-pribadi yang dimaksud, karena jumlahnya bisa berapa saja. Kedua, kata itu tidak membuktikan apa pun tentang kesetaraan dari pribadi-pribadi yang dipahami dalam bentuk persona pertama pluralis. Misalnya, seorang panglima angkatan bersenjata sebuah negara bisa berkata, ―Bersamasama kita akan memenangkan peperangan ini‖; kata persona pertama jamak ―kita‖ dalam pernyataan di atas tidak memberikan petunjuk apa pun mengenai jumlah prajurit yang akan bertempur di bawah perintahnya, apalagi mengemukakan bila setiap orang di antara mereka itu setara dengannya. Jadi, apa lagi yang dapat dicapai dengan memakai ―Kita‖ dalam Kejadian 1:26 selain berusaha membangun sebuah perkara untuk politeisme, di mana jumlah maupun kedudukan para allah itu tidak penting? Namun, dalam konteks monoteisme Alkitab, perkara seperti itu tidak dapat dibangun karena Alkitab hanya mengakui ―satu-satunya Allah‖ (Yoh 5:44). Lagipula, di dalam konteks PL, dari Amsal 8:20 kita melihat bahwa Hikmat digambarkan secara metaforis sebagai satu pribadi, yang bekerja-sama dengan Allah dalam penciptaan. Jadi, cara paling gamblang untuk memahami Kejadian 1:26 adalah bahwa ―Kita‖ merujuk kepada Allah dan Hikmat-Nya. Kata ini pun bisa merujuk kepada Firman-Nya jika ―firman TUHAN (Yahweh)‖ dalam Mazmur 33:6 ini dipersonifikasikan. Mengenai bentuk jamak dalam ―baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita‖ (Kej 1:26), hal yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang Kristen adalah bahwa, ketika sampai pada penciptaan manusia dalam ayat berikutnya, kata kerja untuk ―cipta‖ semuanya 170 The Only True God berbentuk tunggal dalam bahasa Ibrani, yang berarti hanya Allah Sendirilah yang terlibat dalam penciptaan manusia ini. Demikian bunyi ay.27: ―Maka Allah menciptakan [bentuk tunggal t.] manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan[t.]-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan[t.]-Nya mereka‖. Kata kerja ―cipta‖ muncul 3 kali dalam bentuk tunggal—seolah-olah untuk menekankan! Hal yang sama juga benar dalam teks Yunaninya. Namun, dari berbagai terjemahan Inggris dan terjemahan Indonesia orang tidak akan tahu karena ―mereka menciptakan‖ atau ―ia menciptakan‖ tidak ada bedanya dalam kedua bahasa itu untuk bentuk kata kerja ―cipta‖. Dalam Kejadian 9:6, ―Allah membuat [t.] manusia itu menurut gambar-Nya sendiri‖, ―membuat‖ di sini sama dengan kata kerja yang ada dalam Kejadian 1:26 dan berbentuk tunggal. Juga, dalam seluruh referensi berikutnya tentang tindakan Allah yang menciptakan manusia, Kitab-kitab Suci selalu menyatakannya dalam bentuk tunggal baik dalam Kitab Kejadian (5:1; 9:6) maupun dalam bagian Kitab Suci selebihnya (Ayb 35:10; Mzm 100:3; 149:2; Yes 64:8; Kis 17:24; dst.). Menariknya, kata kerja yang sama ―menjadikan‖ yang dipakai dalam Kejadian 1:26 dalam bentuk jamak ini dipakai dalam Kejadian 9:6 dalam bentuk tunggal. Jadi, barangkali kata ―Kita‖ dalam Kejadian 1:26 itu yang memungkinkan Amsal 8:30 berbicara tentang Hikmat yang terlibat dalam pembuatan serta pembentukan segala sesuatu yang diciptakan. Yesaya 9:5 ―Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai.‖ B egitu sedikit teks dalam PL yang berguna bagi trinitarianisme sehingga kita terpaksa membuat loncatan besar dari Kitab Kejadian ke Kitab Yesaya! Yesaya 9:5 adalah salah satu dari begitu sedikit teks-teks PL yang dapat ditemukan oleh para Trinitarian untuk dipergunakan sebagai ―bukti‖ atas ketuhanan Kristus, tetapi seperti biasanya, dengan tidak mempedulikan konteksnya. Sekilas Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman 171 pandang kepada ayat berikutnya serta-merta menunjukkan bahwa katakata itu menyatakan raja Davidik yang dijanjikan, sang Mesias: ―Besar kekuasaannya, dan damai sejahtera tidak akan berkesudahan di atas takhta Daud dan di dalam kerajaannya, karena ia mendasarkan dan mengokohkannya dengan keadilan dan kebenaran dari sekarang sampai selama-lamanya. Kecemburuan TUHAN semesta alam akan melakukan hal ini.‖ (Yes 9:6) Jadi, ―anak‖ atau ―putera‖ dalam 9:5 ini adalah pewaris takhta Daud sebagaimana dijelaskan oleh ay.6. Kepada pewaris yang dijanjikan inilah kata-kata dalam Mazmur 2:7 ditujukan, ―Anak-Ku engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini.‖ ―Allah yang Perkasa‖: Bahwa sang raja bisa disapa dengan ―Allah (elohim)‖ terlihat dalam Mazmur 45:7 (ILT). Dalam ayat yang tepat selanjutnya, Mazmur 45:8, Yahweh dinyatakan sebagai ―Allahmu‖: ―Engkau mencintai keadilan dan membenci kefasikan; sebab itu Allah, Allahmu, telah mengurapi engkau dengan minyak sebagai tanda kesukaan, melebihi teman-teman sekutumu‖. Pembukaan dari Mazmur ini pun dengan gamblang menyatakan, ―aku hendak menyampaikan sajakku kepada raja‖ (Mzm 45:2). Lihat pula dalam Mazmur 82:6,7, ―Aku sendiri telah berfirman: ‗Kamu adalah allah, dan anak-anak Yang Mahatinggi kamu sekalian. Namun seperti manusia kamu akan mati dan seperti salah seorang pembesar kamu akan tewas.‘‖ Yesus mengutip ayat ini dalam Yohanes 10:34. Intinya adalah bahwa kata ―allah‖ kadang dipakai dalam PL dengan rujukan kepada seseorang yang memiliki kekuasaan, seperti seorang pembesar atau raja, tetapi tidak menyiratkan kalau orang tersebut ilahi. Namun, ―Allah yang Perkasa‖ juga dapat dimengerti dalam gambaran peninggian yang dianugerahkan kepada Yesus sebagaimana dilukiskan dalam Filipi 2:9. ―Bapa yang Kekal‖: Seorang raja yang baik dianggap sebagai bapa oleh rakyatnya; dan oleh karena kerajaannya tidak akan pernah berakhir (―dari sekarang sampai selama-lamanya‖, 9:6), ia bisa sepantasnya disebut ―bapa yang kekal‖. Dalam Daniel 7 Allah memberikan kerajaan yang kekal kepada ―anak manusia‖: ―Lalu diberikan kepadanya (―anak manusia‖, ay.13) kekuasaan dan kemuliaan dan kekuasaan sebagai raja, maka orang-orang dari segala bangsa, suku bangsa dan bahasa mengabdi kepadanya. Kekuasaannya ialah kekuasaan yang kekal, yang tidak akan 172 The Only True God lenyap, dan kerajaannya ialah kerajaan yang tidak akan musnah.‖ (Dan 7:14) ―Penasihat Ajaib‖ dan ―Allah yang Perkasa‖ menerangkan alasan atas ―besar kekuasaannya‖. Besar kekuasaannya dan damai sejahtera, sebagai ―yang kekal‖ dan ―yang tidak akan lenyap‖, pada gilirannya menerangkan mengapa ia akan disebut ―bapa yang kekal‖ dan juga ―Raja Damai‖. Pemberian huruf kapital pada keempat julukan itu dalam terjemahan Inggris berdampak pada pengangkatan mereka ke status ilahi; demikianlah dampaknya pada pembaca atas pemberian huruf kapital pada kata-kata tersebut! Tentu saja, huruf kapital tersebut ada dalam teks Inggris, bukan dalam teks Ibrani. Mengingat PB, tak diragukan sama sekali bila nubuatan-nubuatan ini mencapai penggenapannya di dalam Kristus. Nubuatan-nubuatan itu juga tergenapi dalam fakta bahwa pencapaiannya dilaksanakan oleh Allah Sendiri, yang ada di dalam Kristus melaksanakan semuanya. Hal ini diungkapkan dalam bagian terakhir dari nubuatan tersebut, ―Kecemburuan TUHAN semesta alam akan melakukan hal ini.‖ Yahweh Sendirilah yang akan memastikan kesuksesannya. Namun, masih ada kemungkinan lain yang tidak ditiadakan oleh uraian yang mendahuluinya: Yesaya 9:5 bisa jadi merupakan sebuah nubuatan mengenai Yahweh Sendiri yang datang di dalam pribadi Mesias Yesus dalam arti yang dinyatakan dalam Kolose 2:9. Barangkali ini adalah cara paling sederhana dan gamblang dalam memahami nubuatan tersebut, sekalipun tanpa mengesampingkan uraian sebelumnya sebagaimana berlaku pada sang Mesias, anak Daud, sebagai manusia. Penerapan Yesaya 9:5 kepada Yahweh bisa ditegaskan dalam gelar ―Ajaib‖ atau ―Penasihat Ajaib‖, sebab dalam Yesaya 28:29 Yahweh dilukiskan sebagai ―ajaib dalam keputusan‖. Dalam Hakim-Hakim 13:18 ―malaikat TUHAN‖ memberitahu Manoah dan isterinya (orang-tua Samson) bahwa namanya adalah ―Ajaib‖, dan kemudian pasangan tersebut menyadari bahwa mereka telah ―melihat Allah‖ (Hak 13:22). Gelar ―Allah yang Perkasa‖ mempunyai kesejajaran dengan Mazmur 50:1, dan ―Raja Damai‖ diilustrasikan dengan lukisan indah dalam Yesaya 11:6-9. Kesimpulan: Sementara keempat gelar dalam Yesaya 9:5 dapat dan memang berlaku kepada Mesias yang dijanjikan itu, adalah benar juga Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman 173 bahwa gelar-gelar itu bahkan lebih baik diterapkan kepada Yahweh Sendiri. Dengan mendiami Mesias selama masa pelayanannya, kualitaskualitas ilahi itu terungkapkan dalam kehidupan Mesias Yesus sedemikian rupa sehingga kemuliaan ilahi itu diwahyukan melalui dia sebagai ―gambar Allah yang tidak kelihatan‖ (Kol 1:15). K Apakah Allah berkenan jika kita menyembah citra-Nya? ita harus kembali kepada bahasan tentang manusia yang telah diciptakan sebagai ―gambaran Allah‖. Kita pun telah melihat bahwa Kristus adalah citra Allah par excellence karena hanya dia sajalah manusia yang sempurna itu. Namun, kini kita harus menanyakan pertanyaan yang berbobot: Apakah firman Allah memperbolehkan penyembahan kepada ―gambaran Allah‖ atau ―citra Allah‖? Dalam kaitannya dengan trinitarianisme, jelas bukanlah pertanyaan yang murni akademis untuk menanyakan apakah kita boleh menyembah citra Allah alih-alih Allah Sendiri, atau bahkan berdampingan dengan Allah Sendiri. Deskripsi Kristus sebagai ―gambaran Allah‖ (eivkw.n tou/ qeou/, eikōn tou theou), ditemukan dalam 2 Korintus 4:4; Kolose 1:15; Ibrani 1:3; dan sementara istilahnya tidak dipakai dalam Injil Yohanes, gagasannya terungkapkan dalam banyak pernyataan penting, khususnya dalam Yohanes 14:9, dan dalam Yohanes 1:14,18; 12:45; 14:10; 15:24. Gambar kepala kaisar pada sekeping mata uang disebut eikōn (gambaran/citra), yaitu rupa atau potret (Mat 22:20 dan ayat sejajar lain). Citra kaisar jelas bukan kaisar, jadi, bukankah jelas bahwa Kristus sebagai citra Allah itu bukan Allah? Apa susahnya memahami fakta ini? Akan tetapi, sebagai umat Trinitarian tampaknya kita tidak mampu membedakan citra dengan yang diwakili olehnya karena penalaran dogma trinitaris yang telah diputarbalikkan. Namun, pertanyaan yang ingin kita jawab adalah: Apakah Allah berkenan bila kita menyembah citra-Nya? Jika jawabannya ―Ya‖, maka tidak ada alasan untuk kita tidak dapat menyembah manusia, sebab ia diciptakan dalam citra Allah. Akan tetapi, Kitab Suci bukan saja melarang menyembah manusia, siapapun dia, tetapi juga citra manusia, patung lelaki atau patung orang (Yeh 16:17). Oleh karena itu, Rasul Paulus mencela orang-orang yang berpaling dari Allah dan ―berbuat 174 The Only True God seolah-olah mereka penuh hikmat, tetapi mereka telah menjadi bodoh. Mereka menggantikan kemuliaan Allah yang tidak fana dengan gambaran (eikōn) yang mirip dengan manusia yang fana‖ (Rm 1:22,23). Perhatikan bahwa kata ―gambaran‖ adalah kata yang sama dengan kata yang dipakai oleh sang Rasul untuk Kristus dan manusia pada umumnya sebagai citra Allah. Setiap orang itu fana, dan Kristus pun tidak terkecuali, jika tidak maka ia tidak bisa mati untuk dosa-dosa umat manusia. Ia telah dibangkitkan dari antara orang mati, dan demikian juga akan terjadi dengan semua umat beriman; apakah itu berarti bahwa orang yang sudah dibangkitkan dari kematian diizinkan untuk disembah? Dan malahan dalam halnya dengan seorang Allah-manusia, atau manusia ilahi, dapatkah orang menyembah dia tanpa menyembah yang lainnya? Larangan menyembah citra dari apa saja diabadikan dalam Ulangan 4:15-19. Kita hanya perlu melihat dua ayat pertamanya, ―Hati-hatilah sekali sebab kamu tidak melihat sesuatu rupa pada hari TUHAN (Yahweh) berfirman kepadamu di Horeb dari tengah-tengah api 16 supaya jangan kamu berlaku busuk dengan membuat bagimu patung yang menyerupai berhala apapun: yang berbentuk laki-laki atau perempuan.‖ 15 Ada dua hal yang serta-merta menonjol: (1) Yahweh tidak memiliki ―rupa‖ yang dapat dilihat (2) Empat kata dipakai dalam ayat selanjutnya untuk mencakup seluruh pilihan: ―patung‖, ―berhala‖, ―menyerupai‖, dan ―berbentuk‖. Tidak ada bentuk atau bayangan yang luput dari larangan menciptakan sasaran penyembahan apapun selain Allah yang hidup, Yahweh. Yang perlu disadari adalah bahwa di sini kita sedang membahas Perintah pertama dari Sepuluh Perintah; hal ini dijabarkan dalam Ulangan 5: ―Akulah TUHAN (Yahweh), Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan. 7 Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku. 8 Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. 9 Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN (Yahweh) Allahmu, adalah Allah 6 Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman 175 yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anakanaknya dan kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku, 10 tetapi Aku menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu orang, yaitu mereka yang mengasihi Aku dan yang berpegang pada perintah-perintah-Ku.‖ Hendaknya diamati bahwa ―kesalahan‖ yang dibicarakan di sini (ay.9) bukanlah dosa pada umumnya, tetapi merujuk kepada hal yang baru saja disebut, yakni, ―sujud menyembah‖ kepada ―gambaran‖ atau ―rupa‖ apa pun. Yahweh adalah satu-satunya sasaran penyembahan sejati karena hanya Dialah sang Pencipta dan Penyelamat (ay.6). Gagasan yang mengemukakan adanya ―allah‖ lain (ay.7) yang dapat disembah alih-alih, atau berdampingan dengan Yahweh, adalah penghinaan bagi-Nya: ―Jadi dengan siapa hendak kamu samakan Allah, dan apa yang dapat kamu anggap serupa dengan Dia?‖ (Yes 40:18). Kaum Trinitarian tampaknya tidak mampu menangkap sifat monoteisme Alkitabiah, oleh karena itu timbul kesan adanya pribadi-pribadi lain selain Yahweh sebagai sasaran penyembahan. ―Dengan siapa hendak kamu samakan Aku, seakan-akan Aku seperti dia? firman Yang Mahakudus‖ (Yes 40:25). Untuk pertanyaan tersebut para Trinitarian dengan berani menjawab, ―Yesus, Allah-Anak‖. Mereka sebaiknya mempertimbangkan Perintah Pertama dengan seksama, dan mengingat bahwa Yesus sendiri dengan tegas mengesahkan pewartaannya dalam Ulangan 6:4: ―Dengarlah, hai orang Israel, TUHAN (Yahweh) Allah kita, Tuhan itu esa!‖ Larangan atas penyembahan kepada citra apa saja akan dilawan Tidak mengherankan bila ada satu individu yang dengan sengaja akan melawan larangan atas penyembahan kepada citra: Antikristus. Kata ―eikōn‖ (yang umumnya diterjemahkan menjadi ―gambar(an)‖, misalnya Roma 1:23) dipakai 10 kali dalam Kitab Wahyu; semuanya merujuk kepada patung binatang (Why 13:14,15 (x3); 14:9,11; 15:2; 16:2; 19:20; 20:4). ―Patung‖ atau ―gambaran/citra‖ (eikōn) adalah kata kunci dalam Kitab Wahyu, yang jauh lebih sering muncul daripada dalam kitab PB lain—3 kali lebih banyak daripada kitab-kitab lain dalam PB. 176 The Only True God Dalam Wahyu 13:15 citra binatang itu diberi nafas hidup, artinya, citra itu dibuat hidup dan tampil sebagai gambaran hidup dari binatang itu; ini jelas suatu tiruan yang disengaja dari kenyataan bahwa manusia (dan Kristus ―manusia terakhir‖) adalah gambaran Allah yang hidup (Kej 1:26,27; 1Kor 11:7; bdk. 2Kor 3:18 dan 1Kor 15:49). Penyembahan kepada binatang dan/atau citranya adalah pemberhalaan yang dipaksakan kepada umat manusia oleh si binatang sebagai suatu ekspresi pemberontakan terbesar melawan Allah sang Pencipta dan Penebus. Wahyu 14 ayat 9 dan 11 berbicara tentang penyembahan binatang dan citranya. Wahyu 16:2 dan 19:20 berbicara tentang citra itu sendiri sebagai sasaran penyembahannya; menerima tanda dari si binatang dan menyembah citranya itu tak terpisahkan. Menolak menyembah citra binatang itu akan diganjar dengan hukuman mati, 13:15. Wahyu 20:4 menunjukkan bahwa penyembahan kepada binatang ataupun citranya sebenarnya adalah sama. Dari semuanya ini jelas bahwa memaksa orang ke dalam pemberhalaan merupakan tujuan pokok pengenaan ―tanda dari si binatang‖, dan hal itu meringkaskan tujuan kampanye anti-Allahnya si binatang. Mereka yang belum disesatkan ke dalam pemberhalaan akan dipaksa masuk ke dalam pemberhalaan tersebut, atau dibunuh. Dalam Kitab Wahyu orang-orang yang menyembah binatang ataupun citranya sama-sama layak dihukum di depan Allah, dan akan menerima murka-Nya. Menyembah citra si binatang atau menyembah binatang itu sendiri pada hakikatnya adalah hal yang sama. Apakah itu juga benar dalam prinsip penyembahan kepada Allah ataupun penyembahan kepada citra-Nya (sekalipun sasaran penyembahannya berbeda)? Maksudnya: Apakah menyembah Allah dan menyembah citraNya itu pada hakikatnya adalah hal yang sama, setidaknya kalau citra itu adalah Kristus dan bukan manusia lain? Bolehkah Yesus disembah karena ia adalah citra Allah? K ita sudah mencatat bahwa Kristus adalah citra Allah (demikian pula manusia pada umumnya). Apakah ini berarti bahwa melakukan penyembahan kepada citra Allah dan juga kepada Allah itu Sendiri secara Alkitabiah bisa diterima, karena betapa pun juga, citra itu adalah citra Allah, bukan citra si binatang? Dan oleh karena manusia juga adalah citra Allah, lantas apakah kita boleh menyembah manusia sebagai citra Allah? Jika jawabannya adalah tidak, lantas Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman 177 mengapa kita boleh menyembah ―manusia Kristus Yesus‖ (1Tim 2:5)? Bukankah penyembahan kepada citra apa pun merupakan pemberhalaan? Bukankah Yesus sendiri dengan tanpa kompromi memberitakan, ―Sebab ada tertulis: ‗Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah (atau, sendiri, monos) engkau berbakti!‘‖; ―menyembah‖ (proskuneō) dan ―berbakti‖ (latreuō) adalah kata sinonim (Mat 4:10; Luk 4:8). Apakah kita menyebut diri kita muridmuridnya akan tetapi tidak mengindahkan ajarannya? Jika kita telah memutuskan bahwa kita boleh menyembah Yesus yang merupakan citra Allah, maka bukankah ini berarti kita telah jatuh ke dalam pemberhalaan sebelum dipaksa jatuh ke dalam bentuk pemberhalaan lain? Apakah barangkali ada bentuk pemberhalaan lain yang lebih bisa diterima? Jika orang-orang terpilih sudah disesatkan ke dalam satu bentuk pemberhalaan (Mat 24:24), apakah keadaan mereka akan jauh lebih buruk jika dipaksa masuk ke dalam bentuk pemberhalaan lain? Bisakah Yesus menjadi berhala? Pertanyaannya bisa diajukan dengan cara lain: Apakah mungkin menjadikan Yesus Kristus berhala? Dan apakah hal itu suatu pengecualian terhadap larangan penyembahan berhala? Atau apakah menyembah Yesus itu bukan pemberhalaan? Tentu saja, kaum Trinitarian akan bersikeras bahwa Yesus adalah Allah-Anak, tetapi dapatkah mereka menyangkali kemanusiaannya? Jika tidak, maka bukankah ini berarti bahwa menyembah Yesus artinya menyembah manusia, sekalipun kita bersikeras bahwa ia adalah manusia ilahi? Jadi, apakah menyembah manusia tertentu ini dapat diterima? Dapat diterima di mata siapa? Di mata kaum Trinitarian atau Allah? Mengapa sulit untuk menemukan bukti dalam PB akan adanya penyembahan kepada Yesus (yang berbeda dari memberikan penghormatan tertinggi kepadanya yang layak ia terima)? Doksologi-doksologi dalam PB ditujukan kepada satu-satunya Allah, tanpa menyebut Yesus. Misalnya, 1 Timotius 1:17 ―Hormat dan kemuliaan sampai selama-lamanya bagi Raja segala zaman, Allah yang kekal, yang tidak nampak dan yang esa!‖ Demikian pula, dalam Kitab Wahyu kata ―sembah‖ (proskuneō) tidak pernah dipakai untuk merujuk kepada Yesus, ―sang Anak Domba‖, tetapi hanya dan selalu kepada Allah Yahweh. 178 The Only True God Dan jika menyembah ―manusia Kristus Yesus‖ itu diperbolehkan, mengapa salah untuk menyembah ibunya, Maria? Kenapa tidak sekalian saja menyembah semua santo lainnya, sebagaimana dilakukan umat Katolik? Jika manusia adalah ―gambaran dan kemuliaan Allah‖, maka sekali kita memperbolehkan menyembah satu manusia, lantas berdasarkan prinsip apa kita mengecualikan manusia lain, dan siapakah yang memutuskan prinsip pengecualian tersebut? Di manakah kita akan menarik garis pembatas terhadap pemberhalaan tatkala pintu airnya terbuka? Demi kesejahteraan kita yang kekal, sebaiknya kita memegang kata-kata terakhir Surat 1 Yohanes di dalam hati dan pikiran kita, ―Anakanakku, waspadalah terhadap segala berhala‖ (5:21). Jadi, kita perlu terus melanjutkan pertanyaan penting ini: Dalam Kitab Suci, apakah pernah ada pembenaran untuk menyembah citra itu? Citra Allah itu bukan Allah. Jika citra itu adalah Allah maka kita hanya perlu menyembah citra tersebut; mengapa kita masih perlu menyembah Allah? Citra Bapa bukanlah sang Bapa, melainkan sang Anak. Sekalipun saya mempunyai saudara kembar yang sama persis dengan saya sehingga orang lain yang melihat saudara kembar saya mengira bahwa dia adalah saya, saudara kembar itu tetap bukan saya. Namun demikian, bukankah itu yang justru dilakukan oleh trinitarianisme dengan menyembah citra Allah selaku Allah ? Apakah Filipi 2:10 membenarkan kita menyembah Kristus? Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, 10 supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, 11 dan segala lidah mengaku: ―Yesus Kristus adalah Tuan,‖ bagi kemuliaan Allah, Bapa! 9 Y esus tidak meninggikan dirinya; Allah-lah yang sangat meninggikan dia dan mengaruniakan kepadanya nama di atas segala nama. Para pakar tidak yakin apakah ini artinya bahwa nama ―Yesus‖ untuk selanjutnya ditinggikan sebagai nama di atas segala nama, seperti tampak ditunjukkan oleh ayat berikutnya; tetapi kemungkinan yang lebih besar adalah bahwa nama atau gelar yang diberikan kepadanya adalah ―Tuhan‖, karena segala lidah akan Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman 179 mengakuinya sebagai Tu[h]an (ay.11). ―Tu[h]an‖ di sini bukan ―TUHAN‖ (Yahweh), melainkan yang diberitakan oleh Rasul Petrus dalam Kisah Para Rasul 2:36, ―Jadi, seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti bahwa Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tu[h]an dan Kristus.‖ ―Allah telah membuat Yesus…menjadi Tu[h]an‖ sama persis mencerminkan apa yang dikatakan dalam Filipi 2:11. Bagaimanapun juga, nyaris tidak mungkin kalau Yahweh akan berbagi nama-Nya sendiri dengan Yesus, sebab jika demikian maka akan ada dua pribadi dengan nama yang sama, yang membuat mereka praktis tidak dapat dibedakan! Lagipula, perkataan Yahweh dalam Yesaya 48:11 membuang kemungkinan itu, ―Aku akan melakukannya oleh karena Aku, ya oleh karena Aku sendiri, sebab masakan nama-Ku akan dinajiskan? Aku tidak akan memberikan kemuliaan-Ku kepada yang lain.‖ Dalam Kitab Suci, ―kemuliaan‖ dan ―nama‖ seringkali bersinonim. Yang perlu diingat di sini adalah bahwa Allahlah yang meninggikan Yesus dan bahwa ini dilakukan bagi kemuliaan Allah Bapa (ay.11). Maksudnya, Allah adalah pemrakarsa (yang awal) dan sasaran (yang akhir) dari peninggian Yesus. Kegagalan dalam memahami hal ini berakibat pada penyalahtafsiran bagian teks ini dari himne tersebut. Filipi 2:10-11 dikenal berasal dari Yesaya 45:23, ―dan semua orang akan bertekuk lutut di hadapan-Ku, dan akan bersumpah setia dalam segala bahasa.‖ Untuk memahami hal ini dengan tepat kita perlu melihat konteksnya dalam Yesaya 45, 21 ―Bukankah Aku, TUHAN (Yahweh)? Tidak ada yang lain, tidak ada Allah selain dari pada-Ku! Allah yang adil dan Juruselamat, tidak ada yang lain kecuali Aku! 22 Berpalinglah kepada-Ku dan biarkanlah dirimu diselamatkan, hai ujung-ujung bumi! Sebab Akulah Allah dan tidak ada yang lain. 23 Demi Aku sendiri Aku telah bersumpah, dari mulut-Ku telah keluar kebenaran, suatu firman yang tidak dapat ditarik kembali: dan semua orang akan bertekuk lutut di hadapan-Ku, dan akan bersumpah setia dalam segala bahasa, 24 sambil berkata: Keadilan dan kekuatan hanya ada di dalam TUHAN (Yahweh).‖ Nas ini dimulai dan diakhiri dengan Yahweh, ―TUHAN‖, dan tidak ada yang lain yang disebut dalam keempat ayat ini. Perhatikan juga bahwa 180 The Only True God persisnya kata-kata, ―semua akan bertekuk lutut…semua lidah mengakui‖ muncul dalam Surat Filipi. Namun, kata-kata ini adalah isi dari sumpah yang diucapkan oleh Yahweh Sendiri, yang tidak dapat berlaku kepada siapa pun juga selain Yahweh. Lalu, bagaimana ayat-ayat ini bisa bersangkutan dengan Yesus dalam Surat Filipi? Jawabannya tidak sulit ditemukan jika kita tidak membiarkan dogma kita mengaburkan persepsi kita. Perbandingan yang cermat antara nas dalam Surat Filipi dengan nas dalam Kitab Yesaya memberikan jawabannya. Ada sebuah perbedaan yang penting sekali antara kedua nas tersebut: Dalam Kitab Yesaya tertulis ―dihadapan-Ku (yaitu Yahweh)‖ semua orang akan bertekuk lutut, tetapi dalam Filipi 2:10 tertulis ―pada nama Yesus‖, di mana dalam bahasa Yunaninya tertulis secara harfiah ―dalam nama Yesus (en tō onomati Iēsou)‖. Kini, maknanya menjadi jelas: Dalam, oleh, atau pada saat menyebutkan nama Yesuslah segala lutut akan bertekuk kepada Yahweh, ―dihadapan-Ku‖. Demikian pula, ―segala lidah mengaku: ―Yesus Kristus adalah ‗Tu[h]an‘,‖ bagi kemuliaan Allah, Bapa (yaitu, Yahweh)‖ (Flp 2:11). Bukan kepada Yesus segala lutut akan bertekuk, melainkan kepada Yahweh segala lutut akan bertekuk ―dalam nama Yesus‖, atau pada saat nama Yesus disebut. Demikianlah BDAG Leksikon Yunani-Inggris (onoma) menerjemahkan kalimat ini, ―bahwa ketika nama Yesus disebut, segala lutut harus bertekuk”. BDAG memberikan banyak contoh tentang ini; salah satunya adalah, ―Bersyukur kepada Allah evn ovn. VIhsou/ Cr. sewaktu menyebut nama Yesus Kristus, Efesus 5:20‖, yang pada hakikatnya berarti bersyukur kepada Allah oleh karena Yesus. BDAG juga memberi komentar menarik tentang ―melalui‖ atau ―oleh nama‖: ―dampak yang ditimbulkan oleh nama itu disebabkan oleh pengucapannya‖. Maka, dampak yang ditimbulkan dengan mengucapkan nama Yesus adalah segala lutut akan bertekuk di hadapan Yahweh, sama seperti yang disumpahkan Yahweh akan terjadi. Sekarang semestinya mulai terlihat jelas dari Filipi 2:6-11 dan PB secara keseluruhan bahwa nilai yang tak terbandingkan dari nama Yesus tidak bersandar pada dirinya yang kononnya ―Allah-Anak‖, tetapi lebih pada dirinya sebagai manusia sempurna di mana hanya dia saja yang mampu berkata, ―Aku senantiasa melakukan apa yang berkenan kepadaNya‖ (Yoh 8:29), dan yang tentangnya Yahweh berfirman, ―Inilah AnakKu yang terkasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan‖ (Mat 3:17; 17:5). Tidak heran Yesus dapat berkata, ―Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman 181 Segala sesuatu yang kamu minta kepada Bapa, akan diberikan-Nya kepadamu dalam nama-Ku‖ (Yoh 16:23; 15:16). Apa pun yang dilakukan oleh Yesus, tujuannya selalu dan semata-mata untuk memuliakan Bapa, ―Dan apa pun yang kamu minta dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya, supaya Bapa dimuliakan di dalam Anak‖ (Yoh 14:13). “Rupa Allah” dan “gambaran Allah”; Filipi 2:6 ―(Yesus) yang, meskipun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai sesuatu yang harus dirampas‖ (Flp 2:6 ESV) Yesus merupakan citra Allah sebagai manusia, karena ―Dialah gambar Allah yang tidak kelihatan‖ (Kol 1:15), yakni, sifat Allah yang tidak kelihatan dibuat kelihatan di dalam Yesus. Kenyataan bahwa ia adalah citra Allah pada masa kehidupannya di bumi itu (―Siapa saja yang telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa‖, Yoh 14:9) menunjukkan bahwa ia telah memiliki kedudukan di hadapan Allah yang mungkin menyebabkan dia berpikiran untuk merampas kesetaraan dengan Allah. Mungkinkah ini unsur pokok dalam kisah pencobaan di Matius 4 dan Lukas 4? Bukankah dalam hal ini Adam gagal, ―kamu akan menjadi seperti Allah‖ (Kej 3:5)? Maka, persisnya dalam hal Adam gagal oleh karena ketidaktaatan, Kristus harus berhasil agar menjadi Juruselamat kita (Rm 5:19, ―Jadi sama seperti melalui ketidaktaatan satu orang banyak orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula melalui ketaatan satu orang banyak orang menjadi orang benar‖). Namun, jika ketaatan ini (menolak merampas kesetaraan dengan Allah) ada dalam keadaan pra-eksisten, maka itu bukan sebagai manusia, bukan sebagai ―Adam yang akhir‖, dan dengan demikian tidak dapat membatalkan ketidaktaatan Adam, karena sebagaimana tertulis dalam Roma 5:19: ―melalui ketaatan satu orang‖. Ini berarti Filipi 2:6 tidak dapat dipikirkan sehubungan dengan keadaan pra-eksistensi tanpa meniadakan keselamatan umat manusia. Untuk alasan tersebut pandangan James Dunn bahwa nas dalam Filipi 2 ini harus dipahami sehubungan dengan ―Kristologi Adam‖ dapat dihargai (The Theology of Paul the Apostle). 14 Adam gagal justru karena 14 Kristologi Adam mewakili usaha mempelajari Kristus sebagai manusia, 182 The Only True God ketidaktaatannya, dan ketidaktaatan itu pada hakekatnya adalah suatu tindakan pemberontakan, dan pemberontakan sebagai penolakan otoritas adalah klaim implisit terhadap kesetaraan dengan otoritas itu. Dalam hal inilah Adam menyatakan klaim terhadap kesetaraan dengan Allah. Namun, Kristus, ―Adam yang akhir‖ (1Kor 15:45) menolak merampas kesetaraan dengan Allah. Ia puas dengan peranan yang diberikan Allah kepadanya selaku ―Adam yang akhir‖, yang mengakibatkan Allah dapat menjadikan dia ‗juruselamat dunia‖ (Yoh 4:42; 1Yoh 4:14). Dan berbicara tentang peranan yang diberikan Allah, kata ―rupa‖ muncul lagi dalam ayat berikutnya (Flp 2:7) yang biasanya diterjemahkan menjadi ―mengambil rupa seorang hamba‖, di mana ―mengambil‖ adalah terjemahan untuk kata lambanō. Namun, lambanō dapat berarti ―mengambil‖ atau ―menerima‖. Jadi, frase itu bisa juga diterjemahkan menjadi ―menerima rupa seorang hamba‖, peranan yang diberikan kepadanya oleh Allah. Penafsiran trinitaris atas Filipi 2:6dyb. tidak meyakinkan sama sekali. Satu alasan utamanya adalah karena istilah ―rupa Allah‖ merupakan batu sandungan besar bagi mereka. Perkaranya akan tuntas bagi mereka seandainya ayat itu hanya mengatakan, ―Walaupun ia adalah Allah…‖ Namun, kasihan untuk trinitarianisme, bukan itu yang dikatakan. Dengan menolak makna kata ―rupa‖ yang cukup berdasar kuat sebagai sebuah representasi atau citra, mereka gagal memberikan penafsiran yang semestinya mengungkapkan apa yang dikatakan oleh teksnya, maka, dengan beraninya mereka memasukkan penafsiran mereka sendiri kedalamnya. Secara dogmatis BDAG menyatakan bahwa ―rupa‖ adalah ―ungkapan ilahi dalam Kristus yang pra-eksisten‖, tetapi tidak memberikan penjelasan apa pun tentang bagaimana kata tersebut secara leksikal dapat berarti demikian. Karenanya, leksikon trinitaris itu tampak terlibat dalam penyebarluasan trinitarianisme ketimbang setia ―Adam‖, yang adalah kata Ibrani untuk ―manusia‖. Namun, pandangan rendah akan manusia yang pada umumnya dianut oleh umat Kristen berarti bahwa Kristologi macam ini tidak disambut oleh kebanyakan dari mereka. Dalam percakapan saya dengan seorang profesor teologi beberapa waktu yang lalu, ia mendeskripsikan Kristologi Prof. Dunn sebagai ―rendah‖. Ini dikarenakan manusia dalam teologi Kristiani itu ―rendah‖. Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman 183 kepada ilmu leksikografinya. Oleh karena itu, kita sering kali perlu meminta tolong kepada leksikon Yunani-Inggris sekuler dan otoritatif seperti yang dikarang oleh Liddell and Scott guna mencari pandangan yang tidak memihak. Dengan sia-sia saya memeriksa Greek-English Lexicon saya yang sangat besar dan lengkap (2042 halaman dalam cetakan kecil, tanpa menghitung Lampiran yang terdiri dari 153 halaman) karangan Liddell, Scott, dan Jones (Oxford, 1973), guna menemukan semacam petunjuk adanya kaitan antara morphē dengan gagasan pra-eksistensi dalam bentuk atau rupa apa pun (mohon maaf atas permainan katanya!). Oleh karena alasan ini pula, tidak terdapat kaitan yang hakiki antara morphē dengan kata ―Allah‖. Ditambah dengan fakta bahwa morphē berarti ―penampilan luar, bentuk, bentuk badani‖ (atas definisi BDAG sendiri), dan jelas bahwa tak satu pun dari semua itu berlaku untuk Allah karena ―Allah itu Roh‖ (Yoh 4:24). Itulah sebabnya mengapa kita sama sekali tidak terdapat mengaitkan ―rupa‖ dengan ―Allah‖ kecuali melalui pengajaran Alkitabiah tentang manusia sebagai ―gambaran Allah‖. Dalam bahasa Alkitabiah, “rupa Allah” berarti “gambar Allah”, yang tak pelak merujuk kepada manusia sebagai citra Allah (Kej 1:26,27, dll). Analisa Filipi 2:6-7 ―(Yesus) yang, walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan‖ (Flp 2:6) Bandingkan dengan: ―(Yesus) yang, meskipun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai sesuatu yang harus dirampas‖ (Flp 2:6 ESV) S ekali kita terbebaskan dari indoktrinasi trinitaris yang bersikeras bahwa ―dalam rupa Allah‖ sama dengan ―sebagai Allah‖, dan sekali kita memperoleh kembali kejernihan pikiran, kita semestinya dapat melihat kekeliruan dari penggunaan kata ―dipertahankan‖ dalam ayat di atas. Jelas sekali kita hanya mempertahankan apa yang sudah menjadi kepunyaan kita. ILT edisi-2 patut dipuji untuk terjemahannya yang memang jauh lebih akurat tetapi dengan pembacaan yang agak 184 The Only True God berbeda, ―Dia, yang meskipun ada dalam rupa Elohim (Allah), tidak menganggap bahwa menjadi setara dengan Elohim (Allah) adalah sesuatu yang harus dirampas.‖ (Flp 2:6; ILT ed. 2) Dalam terjemahan ILT ini semestinya dengan mudah kita dapat melihat bahwa seandainya Yesus adalah Allah, maka sama sekali tidak ada alasan atau perlunya untuk kesetaraan dengan Allah itu “dirampas” (harpagmos) olehnya, karena ia sudah memilikinya. Hanya orang yang tidak memiliki kesetaraan dengan Allah (seperti halnya Adam) yang bisa berkeinginan merampasnya (bdk. Kej 3:5,6). Oleh karena itu, untuk membuat ayat ini mengatakan bahwa ―sebagai Allah ia (Yesus) tidak merampas kesetaraan dengan Allah‖ artinya membuat Kitab Suci itu tidak berarti, sesungguhnya, nyaris tidak masuk akal. Ini tentunya suatu pelanggaran serius terhadap Tuhan dan firman-Nya. Para Trinitarian menolak kenyataan bahwa ayat ini jelas-jelas menyatakan bahwa Yesus bukan Allah dan, tidak seperti Adam dan Hawa, ia tidak berusaha merampas kesetaraan dengan Dia. Tak mengherankan, beberapa orang Trinitarian, tidak segan untuk sampai mencoba mengartikan kata yang diterjemahkan dengan ―grasp‖ dalam sejumlah terjemahan Inggris menjadi kurang lebih seperti berikut: ia tidak ―berpegang pada‖ atau ―mempertahankan‖-nya. Namun, kata Yunani harpagmos tidak menerima pemutarbalikan seperti itu. Berikut ini adalah maknanya dalam BDAG Greek-English Lexicon, ―1. suatu perampasan harta milik dengan kekerasan, perampokan 2. sesuatu yang mana orang dapat mengklaim atau mempertahankan gelar dengan mencengkeram atau merampas‖. Namun, mengenai definisi kedua ini Lexicon mengakui bahwa ―Makna tersebut tidak dapat dikutip dari kesusastraan nonKristen, tetapi secara gramatikal dapat dibenarkan‖. Makna kedua tersebut tidak diberikan dalam leksikon Yunani-Inggris lainnya seperti yang dikarang oleh Liddell dan Scott, atau Thayer. Makna utama kata harpagmos, ―perampokan‖, adalah merampas apa yang bukan milik kita. Makna kedua yang diberikan BDAG bertujuan untuk meniadakan sifat kekerasan dari tindakan ―perampokan‖, dan membuatnya merujuk semata-mata kepada pengklaiman sesuatu dengan mencengkeram atau merampasnya. Namun, makna yang telah diperlunak ini bahkan tidak membuang fakta bahwa yang dimaksud adalah merampas sesuatu yang bukan milik orang yang merampasnya. Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman 185 Semuanya ini memperlihatkan bahwa makna Filipi 2:6 sangat jelas: ayat ini menyatakan kebalikan persis dari apa yang coba diperdebatkan oleh trinitarianisme dari ayat ini. Apa yang memang dikatakan oleh ayat ini adalah bahwa Yesus, sekalipun sebagai citra Allah yang tertinggi, sebagai ―rupa Allah‖, tidak berusaha merampas atau mengklaim kesetaraan dengan Allah. Ia sama sekali bertolak-belakang dengan Adam. Ia tidak berdosa seperti halnya Adam. Sebagai manusia sempurna ia bisa menggenapi peran luhur sebagai Juruselamat dunia. Jauh dari keinginan mengklaim kesetaraan dengan Allah, ia ―mengosongkan‖ (kenoō) dirinya. Mengingat pembahasan terdahulu, kita tidak perlu membuang waktu membahas spekulasi-spekulasi trinitaris tentang Yesus yang kononnya di dalam pra-eksistensinya, mengosongkan dirinya dari hak-hak prerogatif ilahinya. Jika mereka lebih memperhatikan apa yang sebenarnya dikatakan oleh nas ini, alihalih berupaya sekuat tenaga membacakan penafsiran mereka sendiri ke dalam teksnya, mereka akan melihat bahwa makna ―mengosongkan dirinya‖ dijelaskan dalam himne ini melalui paralelisme puitis yang ditemukan tepat dalam baris kalimat berikutnya: ―ia merendahkan dirinya‖ (Flp 2:7), yang merupakan padanan puitis dari ―mengosongkan dirinya‖. Dengan menolak merebut, atau bahkan mengklaim, kesetaraan dengan Allah (sama sekali berkebalikan dari Adam dan Hawa), maka, tanpa disangsikan ditetapkanlah bahwa Yesus adalah citra Allah yang unggul. Namun, ia berbuat lebih daripada tidak mengklaim kesetaraan itu—―Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib‖ (Flp 2:8). Maksud tujuan Filipi 2:6-8 yang spiritual akan tetapi praktis Di dalam menafsirkan ―himne Kristus‖ ini (Flp 2:6-11), para Trinitarian tidak lagi dapat melihat alasan mengapa Rasul Paulus menempatkan himne itu dalam surat kepada jemaat di Filipi ini. Namun, tujuannya dinyatakan secara eksplisit dalam kalimat sebelum himne itu: ―Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus‖ (ay.5). Himne ini tidak ditempatkan di tengah-tengah wacana teologis. Tujuan utamanya adalah untuk mengarahkan kepada Yesus sebagai teladan untuk ditiru oleh 186 The Only True God setiap orang beriman. Oleh karena itu, tujuan Paulus sangatlah praktis. Di sini ia tidak berniat mengajarkan apa yang oleh teologi kemudian hari disebut ―Kristologi‖. Dengan demikian, jika pendapat umum para pakar itu benar (yaitu bahwa Paulus di sini tengah mengutip himne yang digunakan dalam gereja awal), maka ia bukan pengarang himne itu melainkan mengutipnya, karena sangat cocok dengan tujuan praktis yang ada dalam benaknya. Kita telah menyimpang dari tujuan semula seluruh nas ini tatkala kita hanyut ke dalam spekulasi-spekulasi teologis, sementara tidak lagi dapat melihat panggilan untuk menjalani kehidupan seperti Kristus. Jika Kristus itu Allah, sebagaimana ingin ditegaskan oleh para Trinitarian dengan nas itu, bagaimanakah persisnya ia dapat berfungsi sebagai teladan untuk manusia? Kita tidak memiliki ―hak-hak prerogatif ilahi‖ untuk kita tanggalkan, dan sesungguhnya kebanyakan orang tidak memiliki hak prerogatif yang nyata atau bahkan hak istimewa untuk dilepaskan, sekalipun mereka ingin melepaskannya. Sebagian dari mereka yang termasuk ke dalam kelas terpandang boleh jadi berpikiran untuk melepaskan sebagian dari hak istimewa mereka, tetapi bagaimana dengan mayoritas rakyat? Penerapan praktis apa yang ada dalam benak Paulus, melihat terutamanya kebanyakan orang beriman pada masanya bisa digolongkan ke dalam kelas ―rakyat biasa‖? Kaitan penting antara Flp 2:17 (―dicurahkan‖) dan 2:7 inilah yang biasanya luput dari perhatian, meskipun kaitan semantis antara ―dikosongkan‖ (kenoō) dan ―dicurahkan‖ (spendomai) semestinya cukup jelas, karena sebuah bejana yang telah dicurahkan akan menjadi kosong. Paulus selalu memastikan ia mengajar sebagai teladan untuk orang lain; apa yang dikatakannya tentang Kristus dalam 2:7 ia terapkan kepada dirinya sendiri dalam jangkauan 10 ayat tersebut! Namun, sama juga pentingnya, Filipi 2:17 menerangkan makna ay.7, karena dalam arti ―dicurahkan‖ inilah makna ―mengosongkan dirinya‖ menjadi jelas, terlebih lagi karena, maknanya diterangkan dalam ay.8, ―ia telah merendahkan dirinya dan taat sampai mati‖. Ketaatan sampai mati inilah, pencurahan diri inilah yang persisnya ditiru oleh Paulus dalam kesiapannya untuk membiarkan darahnya dicurahkan demi Allah dan jemaat-Nya. Dalam 2 Timotius 4:6, ia ―sudah mulai dicurahkan (spendomai, kata yang sama dalam Flp 2:17)…saat kematianku sudah dekat‖. Tujuan praktis yang hendak ditekankan oleh Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman 187 Paulus dalam Filipi 2 dapat diringkas dalam perkataannya, ―Ikutilah teladanku, sama seperti aku juga mengikuti teladan Kristus‖ (1Kor 11:1). Sekarang semestinya jelas bagi kita bahwa spekulasi trinitaris tentang Yesus yang ―mengosongkan‖ diri dari keilahiannya, atau dari hak-hak prerogatifnya, adalah gagasan yang dibacakan ke dalam teks itu. Dengan demikian, hal itu benar-benar tidak mungkin untuk kita samai atau kita tiru—―Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus‖ (Flp 2:5). Lagipula, sekalipun kata ―mengosongkan‖ di sini tidak merujuk kepada hak-hak istimewa ilahi, melainkan kepada hak-hak istimewa manusia saja, nyaris tidak ada apa-apa untuk ditiru oleh jemaat di Filipi, karena mereka termasuk ke dalam kelas sosial yang lebih rendah (seperti halnya kebanyakan orang beriman pada masa itu, 1Kor 1:26), yang pada umumnya sangat miskin (2Kor 8:2). Hak-hak apa yang mereka miliki yang bisa mereka kosongkan? Akan tetapi, mereka bisa setia dan taat sampai mati (Why 2:10). Mereka dapat siap ―dicurahkan‖ seperti halnya Paulus sendiri (2Tim 4:6; Kis 20:24). Paulus menulis surat ini dari dalam penjara, dan ia selalu hidup dengan prospek maut di ambang pintu demi kepentingan Injil. Kaum beriman pun, terus-menerus hidup di bawah ancaman ataupun realitas penganiayaan. Oleh karena itu, Paulus berseru kepada orang-orang beriman terutamanya untuk mengenang teladan Kristus, yang sekarang diteladankan untuk mereka dalam kehidupannya sendiri. P Filipi 2:6-11 enafsiran trinitaris nas ini didasari oleh penafsiran trinitaris atas Yohanes 1:1dyb. Dengan demikian, Filipi 2:6dyb. dianggap merujuk kepada Logos pra-eksisten yang ditafsirkan sebagai Allah-Anak. Buang anggapan tersebut, dan penafsiran Filipi 2:6 berkenaan dengan Yesus Kristus yang pra-eksisten itu tidak akan dapat bertahan karena itu bergantung pada persamaan Logos = Yesus Kristus yang keliru, yang sebagaimana telah kita lihat, tidak berdasar dalam Injil Yohanes. Lagipula, Surat Filipi ditulis sebelum Injil Yohanes (menurut pendapat kebanyakan pakar, sekitar 30 tahun sebelum Injil itu). Jadi, apakah ada alasan untuk berpikir bahwa jemaat di Filipi memahami surat Paulus kepada mereka dalam istilah Yohanes 1:1, belum lagi 188 The Only True God penafsiran trinitaris atasnya? Mereka telah diajar oleh Rasul Paulus secara personal; di manakah dalam ajarannya ia berbicara tentang Kristus yang pra-eksisten? Dan dalam nas Surat Filipi ini tidak terdapat apa-apa yang membuatnya mesti dipahami dalam pengertian praeksistensi. Pra-eksistensi dibacakan ke dalam teksnya, bukan dikeluarkan dari teksnya (eisegesis, bukan eksegesis). Dan ini termasuk istilah ―rupa Allah‖. Sekalipun kita berusaha menafsirkan Filipi 2 dengan Hikmat yang pra-eksisten, kita akan terbentur dengan pertanyaan: Kapankah Hikmat pernah berusaha merampas kesetaraan dengan Allah? Tak satu pun ―entitas‖ metaforis lain seperti Taurat atau Logos berbuat hal itu. Ini berarti bahwa sekalipun Kristus dianggap Logos yang pra-eksisten dalam Filipi 2:6, merampas kesetaraan dengan Allah itu tidak bereferensi. Fakta gamblangnya adalah bahwa hanya Adam saja yang melalui ketidaktaatannya berbuat hal semacam itu, dan hanya Adam saja yang relevan berkenaan dengan kristologi Paulin di mana Kristus adalah ―manusia kedua‖ (1Kor 15:47), ―Adam yang akhir‖ (1Kor 15:45). Filipi 2:6-8 Sebagai orang-orang Trinitarian yang dibesarkan dalam doktrin dosa asali dan kerusakan total manusia, kita sangat bingung dengan cara memahami pernyataan Paulus bahwa ―manusia menyinarkan gambaran dan kemuliaan Allah‖ (1Kor 11:7). Kata ―menyinarkan‖ dalam teks Yunani ada dalam kala masa kini, bukan kala masa lalu (yaitu sebelum ―Kejatuhan Manusia‖)! Tentu saja, kita tidak beralasan mengatakan Paulus telah berbuat kesalahan, ataupun adanya bukti kekeliruan dalam tradisi tekstualnya. Seandainya Paulus hanya berkata ―manusia menyinarkan gambaran Allah‖, itu sudah cukup bermasalah, karena menurut doktrin dosa asali citra itu paling sedikitnya telah ternoda, atau malah hancur sama sekali, sebagai dampak dari dosa Adam. Namun, Kitab Suci mengatakan lebih jauh dengan pernyataan ―berlaras dua‖ bahwa, bahkan pada saat ini pun manusia itu adalah ―gambaran dan kemuliaan Allah‖. Hal itu semestinya membuat doktrin kita runtuh sama sekali. Akan tetapi, tanpa rasa takut kita mengabaikan Kitab-kitab Suci (seperti biasanya) tatkala Kitab-kitab Suci tersebut bertentangan dengan doktrin-doktrin kita. Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman 189 Seandainya kita tidak mengabaikan Kitab-kitab Suci kita tidak akan mengalami kesulitan dalam memahami istilah ―rupa Allah‖ dalam apa yang disebut ―himne pra-Paulin‖ dalam Filipi 2:6-11; sebab ―rupa Allah‖ adalah istilah yang tidak muncul di tempat lain dalam Alkitab, akan tetapi, istilah ini adalah cara yang sangat pantas untuk berbicara tentang ―gambaran dan kemuliaan Allah‖ dalam bahasa puitis, seperti cara yang digunakan dalam lagu atau himne. Hal ini akan dibahas lebih lengkap di bawah ini. Allah itu Roh (Yoh 4:24), dan oleh karenanya, Ia tidak memiliki bentuk yang terlihat oleh mata lahiriah. Namun demikian, Ia membuat Dirinya ―kelihatan‖ dengan menyatakan kemuliaan-Nya. Kitab Suci berulang-kali berbicara tentang kemuliaan-Nya yang kelihatan: Kel 16:10; Im 9:23; Bil 14:10; 16:19,42; 20:6; Mzm 102:16; Yeh 1:28; 3:23; 8:4; Kis 7:2,55. Jadi, kemuliaan-Nya adalah ―bentuk, penampilan luar‖Nya yang kelihatan, yang adalah arti kata morphē. Karenanya, Kristus sebagai manusia dan, oleh sebab itu, sebagai ―gambaran dan kemuliaan Allah‖ (1Kor 11:7) ada ―dalam rupa Allah‖ yang menyatakan Allah kepada dunia—Ia adalah ―terang dunia‖ (Yoh 8:12; 9:5; akan umat beriman, Mat 5:14). Mempertimbangkan lebih jauh pertanyaan tentang ―keadaan tak nampak‖ dan ―rupa‖ dalam berbicara tentang Allah, kita mungkin menanyakan: Mengapa Allah dikatakan ―tak nampak‖ (1Tim 1:17)? Bukankah karena Allah sebagai Roh (Yoh 4:24) tidak memiliki ―rupa‖? Lantas, bagaimanakah orang dapat berbicara tentang ―rupa Allah‖? Pilihan kita hanya dua: ―rupa‖ dimengerti sebagai ―gambaran‖, atau, istilah ―rupa Allah‖ adalah suatu kontradiksi-diri. Oleh karena itu, secara eksegetis, kita hanya mempunyai pilihan pertama. Sebagaimana telah kita catat sebelumnya, istilah ―rupa Allah‖ tidak muncul di mana pun dalam Kitab Suci selain dalam frase puitis di Filipi 2:6 ini. Filipi 2: 6 (Kristus) yang, meskipun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai sesuatu yang harus dirampas (ESV) 7 melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. 8 Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. 190 The Only True God Seluruh nas itu adalah puisi: sebuah kidung tentang Kristus/Mesias Yesus sebagai ―Manusia Kedua‖ (1Kor 15:47). Prof. James D.G. Dunn, dalam The Theology of Paul the Apostle menulis, ―Debat panas masih berlanjut seputar himne ini. Namun demikian, usulan bahwa himne itu telah dikarang dengan kiasan kuat kepada Adam atau bahkan meniru pola kristologi Adam masih meyakinkan.‖ (Paul, hlm.282.) ―Di dalam menilai Filipi 2:6-11 tidaklah terlalu sulit untuk mengidentifikasi empat atau lima titik kontak dengan tradisi dan kristologi Adam, yang sekarang kita sudah akrab dengannya. ―2:6a—dalam rupa Allah; (Bdk. Kej 1:27—―menurut gambar-Nya.‖) ―2:6bc—dicobai untuk merampas kesetaraan dengan Allah; (Bdk. Kej 3:5—―kamu akan menjadi seperti Allah.‖) ―2:7— mengambil rupa seorang hamba [kepada kebinasaan dan dosa]; (Bdk. Hik 2:23; Rm 8:3,18-21; 1Kor 15:42,47-49; Gal 4:3-4; Ibr 2:7a,9a,15.) ―2:8— taat sampai mati; (Bdk. Kej 2:17; 3:22-24; Hik 2:24; Rm 5:12-21; 7:7-11; 1Kor 15:21-22.) ―2:9-11—ditinggikan dan dimuliakan. (Bdk. Mzm 8:5b-6; 1Kor 15:27,45; Ibr 2:7b-8,9b.)‖ (Paul, hlm.283-4 dan catatan kaki 78-82 dalam kurung) Mengenai Filipi 2:6a Dunn menulis, ‗Himne tersebut memakai istilah ―rupa (morphē)‖ alih-alih istilah yang dipakai dalam Kejadian 1:27, ―gambaran (ikōn).‖ Namun demikian, dalam sebuah pembahasan tentang kiasan, argumen [keberatan] itu tidak berbobot. Istilah-istilah tersebut dipakai sebagai sinonim berdekatan, dan tampaknya si penulis lebih menyukai ―rupa Allah‖ karena istilah itu bersejajaran dan berkontras sesuai dengan ―rupa seorang hamba.‖ Fungsi ganda yang demikian dari sebuah istilah itulah persisnya yang bisa Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman 191 diharapkan orang dalam gaya puitis.‘ (The Theology of Paul the Apostle, 284-285) Kesalahtafsiran yang diakibatkan oleh dogma trinitaris N amun, doktrin kerusakan total manusia telah membutakan kita dari melihat bahwa ―rupa Allah‖ merupakan suatu cara puitis yang ekspresif berbicara tentang manusia sebagai ―gambaran dan kemuliaan Allah‖ (1Kor 11:7). Akibatnya, kita, sebagai orang Trinitarian, berjerih untuk ―membuktikan‖ ketuhanan Kristus dari katakata ―rupa Allah‖. Seringkali kita mendapati lebih mudah untuk tidak berjerih dalam mengejar suatu usaha yang sia-sia, dan cukup mengasumsikan ―rupa Allah‖ itu sama dengan ―Allah‖, sekalipun kita tidak dapat memperlihatkan hal itu benar adanya. Toh kebanyakan orang Kristen adalah orang Trinitarian, jadi apa perlunya bukti? Bagaimanapun juga, kita hanya ―berkotbah kepada orang-orang yang sudah percaya‖. Untuk alasan ini juga, nyaris tidak ada artinya mengomentari beberapa tafsiran atas ayat ini karena sulit dipercaya bila apa yang tertulis di situ dapat dianggap karya kesarjanaan serius. Dengan demikian penilaian apa pun atas tafsiran-tafsiran tersebut akan tampak kasar. Untuk mengilustrasikan butir di atas, sebuah tafsiran terpelajar (The Expositor’s Greek Testament), tidak mampu menetapkan makna morphē (rupa) selain daripada sesuatu yang diakuinya sebagai ―kemungkinan‖ semata, yang meskipun demikian menyimpulkan tanpa bukti dalam kalimat berikutnya bahwa ―Maksud dia (Paulus), tentu saja [!], dalam arti paling tegas [!] adalah bahwa Kristus yang pra-eksisten itu Ilahi‖ (tanda seru dari saya). Frase ―tentu saja‖, meskipun tidak berhubungan, digunakan untuk mendukung pendapat mereka karena kurangnya bukti. Dengan kata lain, frase ―tentu saja‖ itu digunakan sekadar menggantikan bukti yang dibutuhkan! Dalam bidang studi akademis lain, cara penyajian seperti ini akan dibuang dengan cibiran. 192 The Only True God Kristus, “manusia kedua”, ada dalam rupa dan citra Allah G agasan rupa dan gambaran tersebut saling berkaitan dengan begitu jelasnya bahkan dalam definisi kata morphē itu sendiri, hingga nyaris tidak perlu ditunjukkan sekali lagi bila Rasul Paulus berulang-kali berbicara tentang Yesus sebagai ―gambaran Allah‖ (2Kor 4:4; Kol 1:15). Alasan mengapa trinitarianisme sulit sekali menerima makna ini dalam Filipi 2:6 adalah sebagai berikut: Trinitarianisme tidak mempunyai banyak pegangan dalam PB, sehingga harus mencoba membuat ―rupa Allah‖ berarti sesuatu yang dapat digunakan untuk menyangga dogmanya. Meringkas pembahasan terdahulu, yang dimaksud dalam Filipi 2:611 adalah bahwa Kristus, ―manusia kedua‖ itu (1Kor 15:47), sama seperti Adam pertama, ada dalam ―rupa‖ atau ―gambaran‖ Allah, tetapi tidak seperti yang pertama, ia tidak merampas kesetaraan dengan Allah atau memegang kuat keadaan menjadi ―seperti Allah‖ (Kej 3:5). Sebaliknya, ―ia taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib‖ (Flp 2:8), dan inilah persisnya cara ia ―dijadikan sempurna‖ (Ibr 5:9; 7:28), menjadikan dia manusia sempurna yang perlu demi keselamatan umat manusia. Ketaatan Kristus Penafsiran trinitaris untuk Filipi 2:6 adalah bahwa pada suatu ketika dalam kekekalan Kristus yang pra-eksisten menolak ―mempertahankan‖ kesetaraan dengan Allah, melainkan mengosongkan, atau merendahkan, dirinya sehingga menjadi manusia. Pengosongan-diri atau merendahkan diri ini merupakan inti dari ketaatan, ketaatan yang tunduk bahkan sampai mati di atas salib kayu. Nah, jika Yesus sudah sempurna dalam ketaatannya di surga, ketaatan yang berakhir dan mencapai puncaknya di atas salib kayu, lalu mengapa Kitab Ibrani berbicara tentang dia yang ―telah belajar taat dari apa yang telah diderita-Nya‖ (Ibr 5:8), dan ―menyempurnakan Yesus…melalui penderitaan‖ (Ibr 2:10)? Ini jelas menunjukkan bahwa Kitab Ibrani sangat berbeda dalam pemahamannya akan hal ini dibanding pemahaman para Trinitarian. Kitab Ibrani menunjukkan bahwa Yesus belajar ketaatan di bumi. Hal ini bukan sesuatu yang sudah dimiliki di surga oleh Kristus yang kononnya praeksisten. Cerita-cerita Injil menegaskan hal ini tatkala melukiskan Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman 193 ketundukan Yesus kepada Allah di taman Getsemani dengan kata-kata, ―Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau berkenan, ambillah cawan ini dari hadapan-Ku; tetapi jangan kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang jadi‖ (Luk 22:42). Lagipula, pengamatan yang seksama atas seluruh nas Surat Filipi (2:6-11) memperlihatkan bahwa satu-satunya unsur yang mencirikan kehidupan dan kematian Yesus adalah ketaatannya. Dan sejauh pelayanan penyelamatannya, tidak ada apa-apa lagi yang dibutuhkan: ―Jadi, sama seperti melalui ketidaktaatan satu orang banyak orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula melalui ketaatan satu orang banyak orang menjadi orang benar.‖ (Rm 5:19). ―Ketaatan satu orang‖ inilah, bukan ketaatan satu wujud ilahi, yang mutlak penting untuk keselamatan umat manusia. Dengan demikian, ketaatan inilah merupakan unsur kunci dari kehidupan dan kematian Yesus di bumi. Ini berarti bahwa penolakannya untuk merampas kesetaraan dengan Allah (Flp 2:6) berhubungan dengan kehidupannya di bumi, dan bukan dengan pra-eksistensinya yang ditengarai. Kini, semestinya juga jelas bahwa menyatakan Yesus benar-benar mengklaim kesetaraan dengan Allah dalam Injil Yohanes merupakan penyalahtafsiran serius akan Injil tersebut. Filipi 2:9-11 9 Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, 10 supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, 11 dan segala lidah mengaku: ―Yesus Kristus adalah Tu[h]an‖, bagi kemuliaan Allah, Bapa! Pertama-tama, nama yang ditinggikan itu diberikan kepada Yesus oleh Allah Bapa. Charizomai artinya ―memberi secara cuma-cuma oleh anugerah‖ (BDAG). Jika kemuliaan ilahi itu telah menjadi milik Yesus dalam pra-eksistensinya sebagai haknya, kemuliaan tersebut tidak bisa dianugerahkan kepadanya sebagai suatu tindakan berdasarkan kasih karunia atau anugerah. Sebab, untuk sekadar mengembalikan apa yang sebelumnya sudah menjadi miliknya tidak dapat dilukiskan dengan tepat sebagai memberikan sesuatu kepadanya ―secara cuma-cuma oleh anugerah‖. 194 The Only True God Yang kedua, oleh karena penganugerahan nama yang ditinggikan itu, setiap lutut bertekuk dan setiap lidah mengaku ―Yesus adalah Tu[h]an‖ (ay.10,11a; bdk. Yes 45:23). Dari sini jelas bahwa gelar ―Tu[h]an‖ (kurios) juga ―diberikan secara cuma-cuma oleh anugerah‖ (BDAG) kepadanya oleh ―Allah Bapa‖ (ay.11). Di sini lagi-lagi bukan miliknya berdasarkan hak. Ia disebut ―Tu[h]an Yesus Kristus‖ tepatnya karena gelar itu diberikan kepadanya oleh Allah. Itu sebabnya Petrus mewartakan bahwa ―Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tu[h]an dan Kristus.‖ (Kis 2:36). Perhatikan lagi bahwa Allahlah yang telah menjadikan dia Tu[h]an. Kedudukan sebagai Tu[h]an ini dianugerahkan kepadanya oleh Allah, dan hal yang sama berlaku juga kepada kedudukannya sebagai Mesias (Kristus). Hal yang luar biasa tentang Yesus adalah bahwa segalanya yang ia miliki diberikan kepadanya oleh sang Bapa, termasuk nama ―Yesus‖ (Mat 1:21). Yesus bahkan rela berbuat lebih jauh dengan mengatakan ―Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diri-Nya sendiri‖ (Yoh 5:19,30). Apa yang biasanya gagal untuk kita lihat adalah bahwa disinilah persisnya letak rahasia kebesaran Yesus—yang bertolak belakang dengan merampas kesetaraan dengan Allah. Dan untuk alasan inilah tepatnya Yahweh, sang Bapa, menganugerahkan hormat yang setinggi-tingginya kepadanya. Yang ketiga, peninggian atas Yesus ini adalah ―bagi kemuliaan Allah, Bapa‖ (Flp 2:11). Tindakan yang mengherankan ini, yang menyatakan kebaikan dan kemurahan Allah yang tak terucapkan itu, menyebabkan setiap orang memuji dan memuliakan Dia. Sebab ―Allah Bapa kita‖, dengan melimpahkan ―nama itu‖ kepada Yesus, secara signifikan melimpahkan kepadanya kedudukan terhormat yang praktis menempatkan dia sederajat dengan diri-Nya. Di sini ditetapkan prinsip penting: Yesus barulah ditinggikan dengan selayaknya bila peninggiannya membawa kemuliaan kepada Bapa; ini merupakan tujuan segenap pelayanannya yang juga adalah tujuan pengajaran PB. Namun, meninggikan Yesus dengan mengorbankan kemuliaan Bapa, khususnya meninggikan Yesus alih-alih meninggikan Bapa—menjadikan Yesus sebagai pusat, sebagai Allah Kekristenan—sudah tentu palsu dan oleh karena itu, ―berciri bidah‖ sejauh Kitab Suci secara keseluruhan. Prinsip Alkitabiah ini—bahwa segala sesuatunya adalah ―bagi kemuliaan Allah, Bapa‖—sudah pasti tidak dapat diperdebatkan. Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman 195 Sebagai citra Allah, Yesus adalah perwujudan kemuliaan Allah sebagaimana dinyatakan dengan hebatnya dalam Ibrani 1:3: ―Dialah cahaya kemuliaan Allah dan gambar keberadaan Allah yang sesungguhnya.‖ Oleh karena itu, adalah tidak mungkin untuk memuliakan Yesus tanpa memuliakan Allah Bapa yang kemuliaan-Nya diwakili oleh Yesus—kecuali Yesus lain dan Injil lain yang diwartakan. Jika kita ingin terhindar dari ajaran yang keliru maka kita mutlak perlu menuruti prinsip yang diucapkan dengan jelas di sini: seluruh ajaran yang benar adalah ―bagi kemuliaan Allah, Bapa‖, ―Bapa‖ yang tidak lain adalah Allah Yahweh, TUHAN Allah.15 1 Korintus 15:45-47, 49, “rupa dari yang surgawi” Seperti ada tertulis: ―Manusia pertama, Adam menjadi makhluk yang hidup‖ [Kej 2:7], tetapi Adam yang terakhir menjadi roh yang menghidupkan. 46 Tetapi yang mula-mula datang bukanlah yang rohaniah, tetapi yang alamiah; kemudian barulah datang yang rohaniah. 47 Manusia pertama berasal dari debu tanah dan bersifat alamiah, manusia kedua berasal dari surga. 45 Frase ―manusia kedua berasal dari surga‖ ini telah menyebabkan sebagian orang beranggapan bahwa Yesus, ―manusia kedua‖ itu, di sini disebut pra-eksisten. Namun, Prof. Dunn telah menunjukkan makna tersebut diingkari oleh pernyataan dalam ayat sebelumnya bahwa manusia alamiah ―adalah yang pertama‖, yaitu, ia eksis sebelum manusia rohaniah (The Theology of Paul the Apostle). Bahkan, terlepas dari Bagaimanakah trinitarianisme memuliakan Allah dengan mempertahankan bahwa Yesus sebagai sang Anak setara dalam segala hal dengan sang Bapa sepanjang kekekalan, dan sekadar menyerahkan kemuliaannya untuk sementara waktu pada saat inkarnasinya? Sebab, jika demikian halnya, sang Bapa cuma mengembalikan kepada sang Anak apa yang memang sudah menjadi miliknya sejak kekekalan. Bagaimana hal ini dapat memuliakan Bapa? Namun, bagaimanapun juga, si Trinitarian tidak terlalu peduli dengan kemuliaan Bapa karena ia sudah menggantikan Bapa dengan Anak sebagai pusat sejati Kekristenan, yang mereka deklarasikan sebagai Kristosentris. 15 196 The Only True God pengamatan yang benar ini, ―dari surga‖ tidak memberikan bukti praeksistensi sebagaimana terlihat dari cara pemakaian istilah itu dalam PB. Misalnya, Matius 21:25, ―Dari manakah baptisan Yohanes? Dari surga atau dari manusia?‖ Jelas, pertanyaannya di sini adalah apakah baptisan Yohanes berasal dari Allah atau manusia. Makna ini sesuai dengan ―dari surga‖ dalam Yohanes 6:31, ―Nenek moyang kami telah makan manna di padang gurun, seperti ada tertulis: Mereka diberi-Nya makan roti dari surga.‖ Di sini tidak terdapat tanda-tanda manna sebagai sesuatu yang pra-eksisten melainkan yang diturunkan dari Allah. Demikian pula, Yesus adalah ―roti yang benar dari surga‖ (ay.32,33, dll). Frase ―dari surga‖ juga dapat berarti ―rohaniah‖ yang berbeda dari ―duniawi‖ atau ―alamiah‖. Oleh karena itu, 2 Korintus 5:2, ―Selama kita di dalam kemah [tubuh duniawi] ini, kita mengeluh, karena kita rindu mengenakan tempat kediaman surgawi‖, yaitu tubuh rohaniah kita, tubuh yang akan dibangkitkan. Jadi, ―dari surga‖ di sini berarti, pada hakikatnya, ―rohaniah‖. Makna ini juga sesuai sekali dengan 1 Korintus 15:47: Manusia pertama bersifat alamiah, manusia kedua bersifat rohaniah. Ini persis bergema dengan ay.46 and 48. Semua yang berhubungan dengan kita di sini teringkas dalam ay.49, ―Sama seperti kita telah memakai rupa dari yang alamiah, demikian pula kita akan memakai rupa dari yang surgawi‖; karena kita akan menjadi seperti dia secara sempurna, sebagaimana dikatakan dalam 1 Yohanes 3:2. Namun, kita telah mengambil langkah pertama ke arah ini: ―kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya, dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Penciptanya‖ (Kol 3:9,10). Maka, menjadi serupa dengan rupa-Nya adalah suatu proses yang telah dimulai melalui pembaharuan budi kita (Rm 12:2). Jika kita berada di dalam Kristus, kita semestinya ―mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya‖ (Ef 4:24). Kita adalah ―manusia baru‖ yang dirujuk dalam Efesus 2:10, ―Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus‖. Jadi, saat ini kita sudah mulai ―memakai rupa dari yang surgawi‖. Dan, sebagaimana dikatakan sang Rasul, ―Mengenai hal ini aku yakin sepenuhnya, yaitu Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus‖ (Flp 1:6). Bab 4 Penuhanan Trinitaris akan Kristus P enilaian rendah akan manusia dalam pemikiran umat Kristen non-Yahudi memperkuatkan tekad untuk mengangkat Yesus ke tingkat Allah, bahkan sampai pada kesetaraan dengan Yahweh! Yesus, sasaran iman Kristen itu, tidak mungkin hanya seorang manusia biasa atau bahkan manusia luar biasa sekalipun, ia harus lebih daripada manusia, ia haruslah Allah! Jadi, gereja menetapkan hal tersebut melalui sebuah keputusan yang dibuat di Nikea. Entah Kitab-kitab Suci memberikan pembenaran atas hal ini atau tidak, jelas-jelas adalah pertanyaan sekunder bagi mereka. Tidak ada Kitab Suci yang dikutip untuk mendukung keputusan mereka di Nikea. Mereka menganggap berhak menentukan keyakinan gereja, tanpa mempedulikan Kitab-kitab Suci. Namun demikian, beberapa upaya telah dibuat untuk membacakan keyakinan trinitaris ke dalam beberapa nas PB melalui penafsiran dan bahkan, di sejumlah tempat, jelas-jelas dengan mengutak-atik teks PB. Salah satu nas kunci yang digunakan oleh trinitarianisme, Filipi 2:6-11, telah kita pertimbangkan dengan cukup rinci. Kita telah mengkajinya dalam konteks yang wajar tentang Kristus sebagai citra Allah. Kini kita akan melanjutkan pemeriksaan beberapa teks PB penting lainnya yang digunakan sebagai teks bukti oleh para Trinitarian. Gagasan Kristus sebagai citra Allah itu begitu pokok dalam pemahaman PB tentang Kristus sehingga lagi-lagi menjadi kunci untuk nas penting lain yang digunakan dalam trinitarianisme, yaitu, Kolose 1, di mana Kristus sebagai citra Allah muncul lagi dalam Kolose 1:15. Agar dapat melihat konteksnya, kami mengutip nas relevan itu: 198 The Only True God Kolose 1 12 dan mengucap syukur dengan sukacita kepada Bapa, yang melayakkan kamu untuk mendapat bagian dalam apa yang ditentukan untuk orang-orang kudus di dalam terang. 13 Ia (Bapa, ay.12) telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan memindahkan kita ke dalam Kerajaan Anak-Nya yang kekasih; 14 di dalam Dia (Anak) kita memiliki penebusan kita, yaitu pengampunan dosa. 15 Dialah (Anak) gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan, 16 karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di surga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia. 17 Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu menyatu di dalam Dia. 18 Dialah kepala tubuh, yaitu jemaat. Dialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga Dialah yang lebih utama dalam segala sesuatu. 19 Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan tinggal di dalam Dia, 20 dan melalui Dialah Allah memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi, maupun yang ada di surga, sesudah Ia mengadakan pendamaian dengan darah salib Kristus. Masalah besar dalam memahami teks ini adalah kenyataan bahwa setelah disebutkan kata ―Bapa‖ dalam ay.12 dan kata ―Anak‖ dalam ay.13, kemudian disusul oleh banyaknya kata ganti ―dia‖ dan ―-nya‖ yang tidak menetapkan apakah referensi itu kepada Bapa atau Kristus. Hal tersebut harus ditentukan oleh konteksnya, yang dalam banyak kasus menjelaskan siapa yang tengah dirujuk di situ—yaitu, jika pembacanya seorang monoteis yang dibesarkan dalam Kitab-kitab Suci Ibrani. Namun, berbeda situasinya dengan seorang yang dibesarkan dalam trinitarianisme. Khususnya inilah halnya dengan ay.16 di mana ―di dalam (atau, oleh) dia‖ itu oleh para Trinitarian dianggap merujuk kepada Kristus sebagai pencipta segalanya. Perhatikan terjemahan trinitaris berikut: Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 199 sebab oleh Dia segala sesuatu telah diciptakan, yang ada di dalam surga dan yang ada di atas bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik takhta-takhta atau para pemegang kekuasaan, atau penguasa-penguasa atau otoritas-otoritas; segala sesuatu diciptakan melalui Dia dan bagi Dia. (ILT) 16 Namun, itu berarti mengabaikan fakta-fakta berikut: (1) Penafsiran ini berlawanan dengan PL di mana, Allah, sang Bapa, tanpa diragukan adalah sang pencipta; (2) Ayat sebelumnya (ay.15) berbicara tentang Kristus sebagai ―gambar Allah‖, dan tidak di manapun dalam Kitab Suci diperlihatkan bila gambaran Allah menciptakan segala sesuatu; (3) Hal yang sama juga benar dengan ―yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan‖: tidak di manapun dinyatakan bahwa yang sulung membawa alam semesta ke dalam keberadaan; (4) Rasul Paulus kurang lebih memakai istilah atau ekspresi yang sama dalam Roma 11:36 dengan yang ada dalam Kolose 1:16, dan sama sekali tidak disangsikan bila ia sedang merujuk kepada Allah Yahweh sebagaimana terlihat jelas dari ayat-ayat sebelumnya (Rm 11:34dyb.). Roma 11:36: ―Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! Amin.‖ (5) Demikian pula Ibrani 2:10, ―Sebab memang sepantasnya Allah—yang bagi-Nya dan oleh-Nya segala sesuatu dijadikan, yaitu Allah yang membawa banyak orang kepada kemuliaan—juga menyempurnakan Perintis yang memimpin mereka kepada keselamatan (Kristus) melalui penderitaan.‖ (6) Bahwa Allah Yahweh, sang Bapa, adalah pencipta segala sesuatu bukan saja merupakan ajaran dalam PL tetapi juga dalam PB: Wahyu 10:6 ―dan ia bersumpah demi Dia yang hidup selama-lamanya, yang telah menciptakan langit dan segala isinya, dan bumi dan segala isinya, dan laut dan segala isinya, katanya, ‗Tidak akan ada penundaan lagi!‘‖. Allah Yahweh adalah tokoh sentral dalam Kitab Wahyu; secara konsisten Yesus dirujuk sebagai ―Anak Domba‖. (7) Usaha menafsirkan Kolose 1:16 sebagai ―oleh dia‖ sehubungan dengan Yohanes 1:3 didasari oleh asumsi trinitaris bahwa Firman itu adalah individu yang terpisah dari Yahweh, serta asumsi selanjutnya bahwa individu ini adalah Kristus yang pra-eksisten. Itu artinya 200 The Only True God membuat banyak asumsi yang, seperti telah kita lihat dalam karya ini sebelumnya, tidak berdasar. Akan tetapi, jika kita membuang penafsiran trinitaris atas Kristus sebagai dia yang olehnya segala sesuatu telah diciptakan, serta memahami bahasa Yunaninya sebagai ―di dalam dia‖ segala sesuatu telah diciptakan, maka gambaran itu berubah sama sekali, dan keberatankeberatan tadi tidak berlaku untuk pemahaman itu. Hal ini dikarenakan ―di dalam dia‖ adalah konsep yang begitu sentral dalam ajaran Paulus tentang keselamatan, dan juga kepada efek kosmis (―segala sesuatu‖) keselamatan Allah ―di dalam Kristus‖. Pertimbangkanlah, misalnya, ayat berikutnya: Efesus 2:10, ―Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.‖ Apakah makna dari ―yang dipersiapkan Allah sebelumnya‖? Ini hendaknya dipahami dalam hubungan dengan ayat-ayat pembuka di Surat Efesus, dan khususnya dengan 1:4: ―Sebab di dalam Dia (Kristus) Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya (-Allah).‖ Lingkup kosmis dari keselamatan di dalam Kristus dilukiskan dengan kuat dalam Kolose 1:19,20 : ―Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan tinggal di dalam Dia (Kristus), dan melalui Dialah Allah memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya (Allah), baik yang ada di bumi, maupun yang ada di surga, sesudah Ia mengadakan pendamaian dengan darah salib Kristus.‖ (Lih. juga Ef 1:10). Di sini kita melihat lagi istilah ―melalui dia‖, di dalam konteks keselamatan sebagaimana dalam ay.16. Penebusan dan pendamaian dengan Allah adalah fokus Kolose 1:1322: ―13 Ia (sang Bapa) telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan memindahkan kita ke dalam Kerajaan Anak-Nya yang terkasih; 14 di dalam Dia (sang Anak) kita memiliki penebusan kita, yaitu pengampunan dosa... 20 dan melalui Dialah Allah memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya... 22 sekarang diperdamaikan-Nya, di dalam tubuh jasmani Kristus oleh kematian-Nya.‖ Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus P 201 Penciptaan dan Penebusan enciptaan dan penebusan, tidak dapat dipertimbangkan secara terpisah dalam Kolose 1:12-22, seperti yang sering dilakukan. Penebusan, di pihak Allah, bukan hanya suatu pemikiran yang muncul kemudian seolah-olah dosa manusia di Taman itu mengejutkan Dia sehingga dengan tergesa-gesa Ia harus membuat suatu rencana penebusan. Rencana Allah untuk keselamatan manusia sudah ditetapkan ―sebelum dunia dijadikan‖. Hal ini dinyatakan dengan terang-benderang dalam Efesus 1:4, ―Sebab di dalam Dia (Kristus) Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan‖. Begitu halnya, penciptaan terlaksana melalui keenam hari dalam Kejadian 1 dengan mengingat penebusan dari semula. Ini berarti bahwa ―Anak Domba yang disembelih sejak permulaan dunia ini‖ (Why 13:8 ILT) adalah sentral untuk rencana Allah bagi penciptaan sama seperti ia itu sentral untuk rencana keselamatan Allah. Jika, dalam rencana Allah yang kekal, tidak ada penebusan tanpa Kristus, maka tanpa dia tidak akan ada penciptaan juga. ―Di dalam dia (Kristus)‖ (Kol 1:16), sehubungan dengannya, segala sesuatu telah diciptakan. Ini berarti bahwa semua pernyataan yang ada dalam nas di Surat Kolose ini harus dipahami sehubungan dengan konsep penebusan. “Sejak permulaan (atau fondasi) dunia ini” Frase ―sejak permulaan dunia ini‖ muncul 7 kali dalam PB, dan ―sebelum permulaan dunia ini‖ 3 kali. Yang menjadi keprihatin kita di sini adalah frase ―Anak Domba yang disembelih sejak permulaan dunia ini‖ (Why 13:8 ILT): apakah ini harus diartikan bahwa Kristus benar-benar disalibkan di surga sebelum penciptaan? Saya rasa tak ada seorangpun yang cukup bodoh untuk mengira begitulah frase itu semestinya dipahami.16 BIS dan beberapa terjemahan Inggris lain menerjemahkan Wahyu 13:8 seperti ini, ―kecuali orang-orang yang namanya sudah terdaftar sebelum dunia diciptakan, di dalam buku orang hidup milik Anak Domba yang sudah disembelih.‖ Ini berarti bahwa nama-nama orang beriman telah tertulis dalam kitab kehidupan sebelum mereka ada di dunia ini. Ini berarti mengatakan sesuatu yang mirip dengan Efesus 1:4. Namun, bagaimanakah versi-versi itu sampai pada terjemahan ini? Caranya adalah dengan 16 202 The Only True God Lantas, apa arti frase itu? Tentu saja, satu-satunya kemungkinan artinya adalah bahwa Anak Domba itu disembelih dalam rencana abadi Allah sebelum Ia menjadikan alam semesta ke dalam keberadaan. Namun, jika kita bersikeras memahaminya secara harfiah, maka dapat ditunjukkan sebagaimana frase itu adanya, memang dikatakan bila Anak Domba itu sebenarnya disembelih sebelum dunia diciptakan! Jika satu-satunya cara yang benar untuk memahami pernyataan penebusan yang begitu penting tentang: ―Anak Domba yang disembelih sejak permulaan dunia ini‖ bukanlah secara harfiah melainkan dalam terang rencana kosmik penebusan Allah, bukankah hal yang sama juga benar dalam memahami nas penebusan seperti yang ada dalam Kolose 1:15-17? Sebuah kejadian historis yang menentukan—penyaliban Kristus (Kol 1:20, 22)—disebut seolah-olah telah terjadi dalam keabadian. Apakah pernyataan ini satu-satunya pernyataan sejenis dalam PB? Tidak, seperti yang telah kita lihat, ―Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan‖ (Ef 1:4) jauh sebelum kita ada secara jasmaniah sebagai manusia, sebelum kita mendengar pewartaan Injil, dan sebelum kita berpaling dari dosa dan membuat komitmen iman! Jemaat, yang kepalanya adalah Kristus, sudah ada dalam rencana kekal Allah jauh sebelum jemaat itu menjadi nyata, dan karenanya bisa disebut ―dipilih‖ tatkala ia masih belum ada di bumi.17 Pengamatan-pengamatan lebih lanjut atas Kolose 1:12-20 Jika kita mengamati dengan cermat Kolose 1:12-20 maka kita akan melihat sesuatu yang signifikan: Semua kata kerja aktif digunakan sehubungan dengan sang Bapa (Yahweh), sedangkan peran sang Anak secara konsisten bersifat pasif, mis. ―di dalam dia‖ yang diulangi. (Bahasa Yunaninya memperlihatkan hal ini secara lebih tajam lagi menyisipkan padanan sejenis koma ke dalam teks Yunani sesudah kata ―disembelih‖; pembacaan seperti ini tampaknya serampangan. Apakah kita dapat membangun pra-eksistensi Anak Domba berdasarkan Wahyu 13:8? Jika ya, maka kita pun dapat menetapkan pra-eksistensi kita sendiri berdasarkan Efesus 1:4 (dan Wahyu 13:8, jika kita menerima terjemahan BIS). 17 Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 203 daripada bahasa Inggrisnya.) Peran aktif Bapa dalam penebusan kita ini, dan peran Anak yang relatif pasif vis-à-vis dengan peran Bapa, adalah sesuatu yang diajarkan oleh Yesus sendiri dalam Injil Yohanes. Kenyataan penting ini menonjol dengan begitu jelas dalam nas Surat Kolose sehingga nyaris tidak perlu dijabarkan secara rinci di sini. Butir yang muncul paling jelas dari kenyataan ini adalah bahwa Allah Bapalah (Yahweh) Penebus/Juruselamat kita di dalam dan melalui Kristus. Dialah yang ―dalam Kristus mendamaikan dunia dengan Dirinya‖ (2Kor 5:19 dan Kol 1:22). Kristus adalah Juruselamat kita dalam arti seluruh karya penyelamatan Allah terjadi di dalam dia dan melalui dia. Untuk berbicara tentang Kristus seolah-olah ia adalah Juruselamat kita yang terutama (kalau bukan satu-satunya) berarti kita telah gagal total dalam memahami pewahyuan PB, termasuk ajaran Yesus sendiri. Itulah sebabnya mengapa Rasul Paulus memulai nas dalam Surat Kolose ini dengan kata-kata, ―mengucap syukur dengan sukacita kepada Bapa…‖ (ay.12)—malah dengan tidak menyebut sang Anak sebagai sasaran dari ucapan syukur itu (yang mengejutkan kita). Hal ini disebabkan oleh karena, sebagaimana diuraikan lebih lanjut oleh nas itu, prime mover (penggerak yang terutama) dalam karya keselamatan kita adalah Bapa, yang bekerja ―di dalam Kristus‖—salah satu istilah favorit Paulus. TUHAN (Yahweh) sebagai Penebus atau Penyelamat umat-Nya seringkali muncul dalam Perjanjian Lama. Yahweh sebagai Penebus Israel disebut 16 kali dalam Kitab Yesaya, dan merupakan konsep sentral dalam kitab itu. Satu ayat yang sejajar secara menyolok dengan Kolose 1, yang juga menggabungkan penebusan dengan penciptaan, adalah Yesaya 44:24, ―Beginilah firman TUHAN, Penebusmu, yang membentuk engkau sejak dari kandungan; ‗Akulah TUHAN, yang menjadikan segala sesuatu, yang seorang diri membentangkan langit, yang menghamparkan bumi siapakah yang mendampingi Aku?‘‖. Mari kita perhatikan pula dengan saksama kalimat terakhir yang memberitakan bahwa di dalam karya penciptaan itu Yahweh Sendiri yang membentangkan langit, dan menghamparkan bumi ―seorang diri‖. Pernyataan tersebut tanpa ragu memberitahukan bahwa Yahweh tidak mempunyai ―sekutu‖ tatkala Ia menciptakan alam semesta. Akan tetapi, dalam eksegesis kita atas beberapa ayat Perjanjian Baru, tanpa ragu-ragu kita mengabaikan pemberitaan ini demi mendukung penafsiran trinitaris. 204 N The Only True God Hikmat dan Logos amun, tidakkah akan ditanyakan lagi: Bukankah Amsal 8 berkata bahwa hikmat bekerja-sama dengan Yahweh dalam karya penciptaan? Apakah Kitab Amsal bertentangan dengan Kitab Yesaya, sehingga Kitab Suci itu bertentangan dengan dirinya sendiri? Di sini kita melihat bahayanya mengabaikan kenyataan bahwa Kitab Amsal berbicara tentang hikmat secara metaforis sebagai seseorang (jenis kelamin feminin). Kitab Amsal, kitab yang berbicara tentang pentingnya hikmat, menekankan pentingnya hikmat dengan menunjukkan bahwa Allah Sendiri menggunakan hikmat ketika Ia menciptakan alam semesta. Namun, para Trinitarian begitu ingin ―membuktikan‖ doktrin mereka dari Kitab Suci sampai-sampai mereka tidak ragu mengabaikan kenyataan yang jelas (atau semestinya jelas) bahwa ini adalah hypostatisasi hikmat secara metaforis, dan juga fakta bahwa hikmat itu adalah kata yang bersifat feminin, walaupun tidak tampak jelas dari kata bahasa Inggris ―wisdom‖, sekalipun masih terlihat dalam pronomina femininnya (Ing.: ―she‖) yang digunakan dalam terjemahan-terjemahan guna merujuk kepadanya. Begitu kita memahami bahwa apa yang ada dalam Kitab Amsal adalah metafora, maka tidak lagi ada kontradiksi dengan Kitab Yesaya. Di sini kita tidak bisa memilih dua-duanya: Kita harus mengakui hikmat dalam Kitab Amsal itu sebagai apa adanya, yaitu, ―personifikasi‖, atau, memungkiri kebenaran pernyataan dalam Kitab Yesaya bahwa Yahweh menciptakan langit dan bumi tanpa bantuan siapapun. Pernyataan yang saling bertentangan tidak bisa dua-duanya benar. Namun, jika hikmat bukan pribadi, maka sudah pasti tidak ada masalah apa-apa dengan mengatakan Yahweh mempergunakan hikmat untuk menghasilkan karya ciptaan-Nya, tidak berbeda dengan mengatakan bila seseorang yang membangun rumah mempergunakan pengetahuannya dalam membangun rumah itu. Jika orang itu berkata bahwa ia mempergunakan pengetahuannya untuk memandu dia selangkah demi selangkah di dalam proses pembangunan itu, tak seorangpun yang berakal sehat akan beranggapan bila ia tengah berbicara secara harfiah tentang seseorang yang disebut Pengetahuan yang memandu dia di dalam pekerjaannya, sekalipun dari cara penyampaiannya memang kedengarannya seolah-olah pengetahuan itu dipersonifikasikan. Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 205 Metafora semacam ini lazim dipakai dalam pembicaraan seharihari, dan tampaknya sering tak terelakkan. Jika seseorang berkata, ―Sakit di punggungku ini sedang membunuh aku‖, tak seorangpun akan beranggapan kalau yang dimaksud adalah sesuatu atau seseorang yang disebut Sakit yang tinggal di punggungnya dan tengah mencoba membunuhnya! Akan tetapi, tampaknya di dalam usaha mendukung satu dogma tertentu nyaris segala macam penafsiran berlaku—sekalipun dengan bersikeras bahwa yang metaforis itu mesti diartikan secara harfiah, seperti halnya Hikmat dalam Kitab Amsal yang ditafsirkan sebagai nama lain untuk ―pribadi‖ dari Firman/Logos. Dulu saya tidak pernah mempertimbangkan bagaimana interpretasi kata Firman yang dipersonifikasikan dalam Yohanes 1 dapat didamaikan dengan monoteisme PL, atau dengan pernyataan dalam Yesaya 44:24 bahwa, di tingkat personal, Yahweh menciptakan segala sesuatu ―oleh-Nya‖, Dia ―Sendiri‖—perhatikan penandasan rangkap dua ini. Sebab, tak seorangpun yang telah mempelajari PL secara serius dapat mengklaim kalau PL mengajarkan bahwa Yahweh adalah suatu ―zat‖ atau ―hakikat‖ (memakai istilah atau bahasa trinitaris) multipersonal ilahi, apalagi untuk membuktikan klaim seperti itu. Demikian halnya, semestinya jelas bahwa wahyu PL tentang Yahweh tidak mungkin didamaikan dengan pandangan trinitaris bahwa Firman adalah pribadi ilahi yang setara dengan Bapa (Yahweh) di dalam ―zat‖ ilahi yang disebut ―Allah‖—seolah-olah ada sesuatu yang disebut ―Allah‖ selain Yahweh akan tetapi termasuk Yahweh! Tampaknya trinitarianisme telah mengajarkan kita seni memelintir batin, sampai-sampai kita mengira (sebagai ekseget) telah berhasil memelintir kontradiksi menjadi paradoks, dan kemudian merasa puas bahwa ―paradoks‖ ini mewakili kebenaran. Bahkan lebih sederhananya lagi, kita mengabaikan kontradiksi yang ada, biasanya dengan cara melewatkan konteks langsungnya dan/atau konteks umumnya. Namun, hendaknya dinyatakan dengan jelas bahwa semuanya ini tidak dilakukan dengan niat yang disengaja untuk menyesatkan, melainkan karena kita telah disesatkan. Dengan demikian, kita berusaha sekuat tenaga untuk melihat trinitarianisme di dalam teks-teks di depan kita, bahkan ketika terkadang sulit mendamaikan apa yang kita kira benar-benar trinitarianisme di dalam teks itu dengan teks-teks lain yang tampaknya mengatakan sesuatu yang berbeda. Betapa sulit meloloskan 206 The Only True God diri dari jerat-jerat kekeliruan! Namun, kalau bukan karena anugerah Allah hal itu pasti mustahil. Keselamatan adalah pesan sentral dari Kolose 1:12-20 Perhatikan bagaimana semua kata dan konsep kunci PB yang berhubungan dengan keselamatan muncul bersama-sama dalam nas ini: melepaskan, penebusan, pengampunan (ay.13,14), memperdamaikan (ay.20,22), mengadakan pendamaian melalui darahnya yang tercurah di atas salib (ay.20), dan ―menempatkan kamu kudus dan tak bercela dan tak bercacat di hadapan-Nya‖ (ay.22). Sekarang, mari kita perhatikan pula bahwa ada lima ayat (ay.15-19), semuanya berhubungan dengan penciptaan, yang ―tersisip‖ di antara ayat-ayat yang berhubungan dengan keselamatan. Dengan kata lain, bagian teks itu dimulai dengan karya keselamatan Allah, berlanjut dengan karya penciptaannya, dan diteruskan dengan karya-Nya yang menyelamatkan. Dengan demikian, hal ini menunjukkan dengan jelas bahwa semuanya itu terhubungkan secara tak terpisahkan; yaitu, semuanya itu merupakan bagian dari ―paket‖ yang satu itu. Dalam rencana dan tujuan Allah yang kekal, Kristus itu sentral untuk kedua bagian yang saling berkaitan secara tidak terpisahkan sama sekali. Namun, kita tidak boleh pernah mengabaikan kenyataan bahwa Allah (Yahweh) adalah Penggerak yang Terutama dalam kedua bagian itu, yang melaksanakan tujuan-tujuan-Nya di dalam dan melalui Kristus: ―Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan tinggal di dalam Dia‖ (ay.19). Hal ini ditandaskan kembali dalam 2:9. Kegagalan dalam melihat dengan jelas kenyataan (baik dalam Kolose 1 maupun dalam keseluruhan PB) bahwa Allah adalah Penggerak yang Terutama akan menimbulkan kesan bahwa PB bersifat ―Kristosentris‖, dan selanjutnya akan membawa kita kepada kekeliruan trinitarianisme. Sebagai seorang Trinitarian, dulu saya selalu menekankan Kristosentrisitas ini, senantiasa mengira bila ini adalah penekanan dalam PB. Seperti yang dapat kita lihat sekarang, penekanan ini tidak sesuai dengan PB. Oleh karena kelima ayat yang berhubungan dengan penciptaan ini ―tersisip‖ di antara ayat-ayat tentang keselamatan, tentu saja pantas ditanyakan apakah ayat-ayat itu semestinya dipahami sehubungan dengan karya penebusan Allah di dalam Kristus. Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus A 207 “Gambar Allah yang tidak kelihatan” yat pertama dari kelima ayat itu (ay.15) berbunyi, ―Dialah gambar Allah yang tidak kelihatan‖. 2 Korintus 4:4 juga menandaskan bahwa Kristus adalah gambaran Allah. Pernyataan-pernyataan tersebut identik dengan 1 Korintus 11:7 di mana dikatakan bahwa manusia adalah ―gambaran dan kemuliaan Allah‖. Allah itu tidak kelihatan untuk mata manusia, tetapi manusia adalah gambaran-Nya. Jadi, Kristus, seperti setiap orang, adalah gambar Allah. Karena itu, di dalam menandaskan Kristus adalah gambar Allah, di situ ditandaskan bahwa ia adalah manusia. Ini dikarenakan kecuali jika ia adalah manusia, ia tidak dapat menjadi juruselamat umat manusia. Namun, bagaimanakah orang dapat berargumen untuk pra-eksistensinya berdasarkan dirinya sebagai gambar Allah? Jika sebagai gambar Allah melibatkan pra-eksistensi, maka manusia itu pun pra-eksisten! Masalah Kristologi trinitaris terkait dengan masalah antropologi dari Kristologi itu. Signifikansi pernyataan tegas dalam 1 Korintus 11:7 bahwa manusia adalah ―kemuliaan Allah‖ belum pernah dimengerti. Menjadi ―kemuliaan Allah‖ artinya adalah bahwa dengan melihat manusia berarti melihat Allah, sebab dalam Kitab Suci, melihat kemuliaan-Nya berarti melihat Dia (khususnya Yes 6; Yeh 1, dan juga dengan Manoah, dst.). Namun ketika kita melihat manusia sekarang ini, kita biasanya sulit (dengan beberapa pengecualian) melihat kemuliaan Allah. Mengapa? Karena, seperti diuraikan dalam Surat Roma, umat manusia ada di bawah perbudakan dosa, dan hingga proses penebusan itu selesai, kemuliaan Allah tidak akan terlihat jelas di dalam mereka. Namun, pada hari itu ketika kita akan menjadi ―kudus dan tak bercela dan tak bercacat di hadapan-Nya‖ (Kol 1:22) maka, sesungguhnya, kita akan benar-benar menjadi ―kemuliaan Allah‖. Dengan demikian, ketika Paulus berbicara tentang manusia sebagai kemuliaan Allah (1Kor 11:7), tampaknya ia tengah berbicara tentang manusia dalam rencana dan tujuan Allah sebagaimana manusia itu dimaksudkan Allah, bukan sebagaimana ia pada saat ini. Namun, ini sama sekali berbeda dengan Kristus, karena ―sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa‖. Dengan keadaannya yang tanpa dosa ia benar-benar ―kudus dan tak bercela dan tak bercacat di hadapan-Nya (Allah)‖. Itu sebabnya ia adalah kemuliaan Allah, dan itu sebabnya dengan melihat dia kita melihat Allah dalam 208 The Only True God kemuliaan-Nya. Justru dalam kenyataan inilah trinitarianisme telah merancukan kristologinya dengan anthropologi PB. Kini kita dapat melihat bahwa inilah alasan mengapa trinitarianisme telah gagal memahami kebenaran PB yang vital bahwa manusia adalah kemuliaan Allah. Pewahyuan Kitab Suci juga memperlihatkan bahwa manusia tidak pernah dapat menjadi kemuliaan Allah terlepas dari Dia. Justru ketika manusia memaksakan kebebasannya dan berusaha menjadi ―seperti Allah‖, dengan cara demikian memperoleh semacam kebebasan dariNya, ia tidak lagi mengejawantahkan kemuliaan-Nya. Manusia adalah kemuliaan Allah dan menikmati kemuliaan itu hanya melalui kesatuan atau penyatuan dengan Dia, dan ini hanya dapat terealisasi melalui kepenuhan hadirat-Nya yang mendiami, sebagaimana didemonstrasikan secara sempurna dalam kasus Kristus: ―Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan tinggal di dalam Dia‖ (Kol 1:19). Dan ini menjadi suatu realitas dalam Kristus hanya karena ia tunduk secara total dan dengan sukacita kepada Bapa (Yahweh). Hal ini juga berdampak pada pemahaman kita akan soteriologi PB, yaitu doktrin keselamatan. Sebab, jika Kristus bukan sepenuhnya dan benar-benar manusia, maka kita tidak akan selamat. Sebab, oleh karena dosa satu manusia maut masuk ke dalam dunia, dan oleh karena ketaatan satu manusia kita dibenarkan (Rm 5:15-19). Oleh karena harapan keselamatan untuk kita itu ada hanya jika Kristus itu manusia, mengapa trinitarianisme selalu mendukung ketuhanan Kristus bila hal itu tidak ada keterkaitan sama sekali dengan keselamatan umat manusia? Tidak di manapun dalam Perjanjian Baru dinyatakan bila keyakinan pada ketuhanan Kristus diperlukan demi keselamatan. Akan tetapi, jemaat trinitaris, dengan sikap menentang Firman Allah, berani menjuluki bidat kepada siapa saja yang menolak kristologi mereka. Anda masih ingat bahwa sebagai seorang Trinitarian saya merasionalkan kaitan soteriologis antara kemanusiaan dan ketuhanan dengan memperdebatkan bahwa jika Yesus hanyalah seorang manusia, kematiannya tidak bisa menguntungkan seluruh umat manusia, tetapi sebagai Allah ia tak terbatas, dan ketakterbatasan dapat mencakup jumlah apa saja, tidak peduli seberapa besar jumlahnya. Argumen ini bukannya tidak logis; setidaknya berlandasan matematika. Namun, masalahnya hanyalah argumen yang tidak Alkitabiah, sebab dalam Kitab Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 209 Suci, logika soteriologis itu bukan logika matematis, tetapi logika yang bekerja dengan prinsip yang sama sekali berbeda. Misalnya, ketika umat Israel berdosa besar di padang gurun dan tengah dibinasakan oleh karena gigitan ular berbisa, Allah menginstruksikan Musa untuk menaruh seekor ular tembaga di atas tiang. Dengan demikian, siapa saja yang memandang ular tembaga yang tergantung di atas tiang itu akan hidup (Bil 21:7-9). Hanya ada satu ular tembaga, akan tetapi tidak peduli berapa banyak orang yang memandangnya, mereka diselamatkan dari maut. Jelas sekali, matematika bukanlah faktor. Ketaatan pada panggilan untuk memandang ular itu, di satu sisi, serta anugerah pengampunan Allah, di sisi lain, adalah satu-satunya prinsip yang beroperasi di sini. Dengan insiden genting inilah Kristus membandingkan pelayanan keselamatannya, dan khususnya kepada dirinya yang ―ditinggikan‖ di atas salib: ―Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal‖ (Yoh 3:14,15). Demikian juga, ketaatan Kristus telah menghapus ketidaktaatan Adam untuk semua orang yang ada di dalam Kristus. Memang, ketaatan tersebut berbuat lebih daripada itu, sebenarnya, ―jauh lebih banyak‖ sebagaimana dinyatakan lagi dalam Roma 5:9,10,15,17. Di sini ―lagi-lagi‖ itu tidak ada kaitannya sama sekali dengan logika matematika, tetapi berkaitan segalanya dengan anugerah dan hikmat Allah. Gambaran lain dari keselamatan yang diperoleh dari perjalanan orang Israel di padang gurun adalah manna, yang disediakan Yahweh untuk mereka setiap hari dari langit. Yesus merujuk kepada penyediaan surgawi yang luar biasa ini dalam Yohanes 6 di mana ia menyatakan bahwa ia adalah roti yang benar dari surga. Yesus adalah roti surgawi yang disediakan Yahweh untuk keselamatan umat manusia yang, ketika mereka memakannya, tidak akan binasa. Jika Yahweh bisa menyediakan untuk khalayak Israel di padang gurun yang jumlahnya sekitar 2 juta orang, apakah sang Pencipta akan lebih sulit menyediakan untuk 2 milyar atau 2 trilyun orang? Jumlah demikian mungkin sangat mengejutkan untuk kita, tetapi sama sekali tidak untuk Dia yang menciptakan Adam dan Hawa (dan juga kita semua) dengan trilyunan 210 The Only True God sel dalam masing-masing tubuh mereka! Yahweh dapat memberi hidup kepada orang berapa pun jumlahnya melalui Yesus, sang ―roti hidup‖.18 Dalam 1 Korintus 10:3,4, dengan gaya midrash (―midrash‖ adalah teknik yang digunakan para Rabi dalam menafsirkan Kitab Suci) Paulus menulis, ―mereka semua (yang ada di padang gurun) makan makanan rohani yang sama dan mereka semua minum minuman rohani yang sama, sebab mereka minum dari batu karang rohani yang mengikuti mereka, dan batu karang itu ialah Kristus.‖ Manna tersebut dilukiskan sebagai ―makanan rohani‖ karena bukan berasal dari sumber duniawi, melainkan disediakan secara khusus oleh Yahweh. Sama juga halnya dengan air; air itu disebut ―minuman rohani‖ karena bukan berasal dari mata air di padang gurun bebatuan melainkan disediakan secara khusus oleh Yahweh. Paulus, yang di sini menulis dalam gaya midrash (sebagaimana para pakar pada umumnya sependapat), menunjukkan bahwa batu itu adalah sebuah penggambaran atau ―tipe (lambang)‖ Kristus, yang kemudian akan menjadi mata air hidup untuk dunia (Bdk. Yoh 4:13,14). Dan sama seperti air yang mencukupi orang banyak di padang gurun, air itu mencukupi jumlah orang berapa pun karena Yahweh, yang tak terbatas itu, adalah sumbernya. Kini kita memahami bahwa Kristus tidak perlu menjadi tak terbatas untuk dapat menyelamatkan dunia, sebab keselamatan memuat sumbernya yang tak terbatas di dalam Yahweh Sendiri. Air melambangkan hidup, dan Yesus adalah ―batu karang‖ itu atau mata air yang melaluinya air itu mengalir. Pemberi air yang utama itu, dan pemberi dari ―setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna‖, adalah Yahweh Sendiri (Yak 1:17). Yesus dilukiskan sebagai kurban untuk dosa, sebagai ―Anak Domba Allah‖, atau sederhananya, ―Anak Domba‖ dalam Kitab Wahyu. Tapi janganlah dilupakan bahwa ia adalah ―Anak Domba Allah‖ justru karena dialah Anak Domba yang disediakan Yahweh untuk dosa manusia: ―Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkanNya bagi kita semua‖ (Rm 8:32). Apakah penyediaan Yahweh untuk dosa bisa tidak mencukupi? Wikipedia, di bawah ―Cell (biology) {Sel [biologi]})‖, mengatakan bahwa tubuh manusia diperkirakan memiliki 100 trilyun sel. 18 Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 211 “Yang sulung dari segala yang diciptakan” (Kol 1:15) B aik dalam Kolose 1:18 maupun Wahyu 1:5 Kristus disebut sebagai ―yang sulung…dari antara orang mati‖, sebagai yang pertama bangkit dari antara orang mati oleh kuasa sang Bapa; dan karena sang Bapa akan membangkitkan lebih banyak lagi setelah dia dan melalui dia, ―Dialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati‖ (Kol 1:18). Dalam jemaat, Kristus adalah ―yang sulung di antara banyak saudara‖ (Rm 8:29). Beginilah bunyi keseluruhan Kolose 1:18, ―Dialah kepala tubuh, yaitu jemaat. Dialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga Dialah yang lebih utama dalam segala sesuatu.‖ Satu hal akan menjadi lebih terang bagi kita tatkala memahami dengan lebih baik tujuan-tujuan mulia Allah bagi manusia sebagaimana diajarkan dalam PB, dan juga di sini dalam Kolose 1, yaitu, bahwa Kristus yang adalah kepala jemaat adalah pula kepala atas semua penciptaan, atau dengan memakai gambaran dari 1:15, ―yang sulung dari segala yang diciptakan‖. Tujuan-tujuan Allah yang kekal untuk manusia, dengan Kristus sebagai kepala dari umat manusia yang ditebus, tidak dilukiskan secara rinci, tetapi menimbulkan rasa heran bahkan dari sedikit berkas cahaya yang dinyatakan dalam Kitab Suci. Misalnya, ―Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat‖ (Mrk 2:27). Apakah implikasi dari pernyataan ini? Jika hari Sabat yang suci pun diperuntukkan bagi manusia, lantas apa yang tidak dibuat bagi manusia? ―Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimana mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?‖ (Rm 8:32) Pertanyaan retorik ini bukan saja menandakan kesediaan Allah tetapi juga niat-Nya untuk memberikan segala sesuatu kepada kita! Demikianlah Ibrani 1:2 berbicara tentang Kristus sebagai orang yang telah Allah ―tetapkan sebagai ahli waris segala sesuatu‖, dan inilah yang dikatakan dalam Roma 8:17, ―Jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janjijanji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus‖. Ini berarti bahwa kita adalah sesama ahli waris dengan dia yang adalah ahli waris dari segala sesuatu! Paulus memakai frase ―tuan dari segala sesuatu‖ dalam Galatia 4:1 di dalam konteks tentang kita sebagai ahli waris (lih. seluruh bagian teks dari 3:29-4:7). 212 The Only True God Dalam kaitan ini, pertimbangkan pernyataan berikut yang mengejutkan: ―Karena itu janganlah ada orang yang memegahkan dirinya atas manusia, sebab segala sesuatu adalah milikmu: baik Paulus, Apolos, maupun Kefas, baik dunia, hidup, maupun mati, baik waktu sekarang, maupun waktu yang akan datang. Semuanya milikmu. Tetapi kamu adalah milik Kristus dan Kristus adalah milik Allah‖ (1Kor 3:2123). Pertimbangkan baik-baik apa yang termasuk ke dalam ―segala sesuatu‖ yang adalah milik Anda: Itu termasuk bahkan para Rasul (Kefas, tentunya adalah Rasul Petrus); ―dunia‖ menerjemahkan kosmos, yang dalam konteks ayat ini mencakup segala sesuatu dari kehidupan ke kematian, dari masa kini ke masa depan, yang mempunyai arti, ―jumlah total dari segala sesuatu di sini dan saat ini, dunia, alam semesta (yang teratur)‖ (BDAG). Kata ―segala‖ yang komprehensif ini tidak menyisakan apa-apa, kecuali Kristus dan Allah, yang meskipun begitu adalah milik kita, sekalipun dalam arti berbeda, sebab masing-masing mereka adalah Tu[h]an kita (Kristus) dan Allah kita (Yahweh). Namun, perhatikan juga bahwa ―Kristus adalah milik Allah‖ secara hampir sama dengan ―kamu adalah milik Kristus‖ (1Kor 3:23). Pertanyaan tentang kesetaraan Kristus dengan Allah tidak pernah ditemukan dalam PB: Kristus adalah milik Allah—seperti kita adalah milik Kristus, dan segala sesuatu adalah milik kita. Dapatkah kita memaklumi implikasi dari semuanya ini? Dapatkah kita mulai memahami maksud dari apa yang tengah diwahyukan? Bukankah itu teringkas dalam kalimat terakhir di Kolose 1:16? ―segala sesuatu diciptakan…untuk Dia‖—untuk Dia, bukan sebagai satu pribadi ―individu‖, tetapi sebagai kepala dan wakil dari umat manusia yang ditebus. Artinya, Allah telah menciptakan segala sesuatu untuk manusia dengan Kristus sebagai kepalanya. Itu sebabnya Paulus dapat berkata, ―segala sesuatu adalah milikmu‖ (1Kor 3:21)! Dapatkah kita benar-benar memaklumi pewahyuan yang mengejutkan dan mengagumkan ini: Yahweh tidak menciptakan segala-galanya untuk Dirinya Sendiri belaka, tetapi untuk kita?! Kita, makhluk-makhluk egois ini, dapatkah kita mulai memahami satu Allah yang menjadikan segala sesuatu bukan untuk Dirinya Sendiri, tetapi untuk para ciptaan-Nya, khususnya, kita! Yang diwahyukan adalah satu Allah yang sama sekali tanpa pamrih dalam perbuatan-Nya, dan ini memberi suatu makna yang sama sekali baru dan mendalam atas pernyataan ―Allah adalah kasih‖ (1Yoh 4:8,16). Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 213 Dalam kaitan ini, pertimbangkan juga 1 Timotius 6:17, ―Allah yang dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati.‖ Apakah kita mengira bila Allah menciptakan pelbagai jenis bunga yang menghiasi bumi, semuanya cemerlang dalam berbagai macam warna-warni, bentuk, dan aroma, untuk dinikmati sendiri olehNya? Sedemikian megahnya mereka sampai-sampai Yesus berkomentar bahwa Salomo dalam segala kemegahannya pun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu (Mat 6:28,29). Pernahkah kita merenungkan pelbagai jenis pepohonan yang menghasilkan buah lezat, bunga-bunga yang sedap dipandang, kayu untuk segala macam kegunaan dan, tak kalah pentingnya, oksigen yang esensial untuk manusia? Semestinya jelas bahwa Allah tidak menciptakan pepohonan hanya untuk kesenangan-Nya Sendiri atau untuk Kristus semata. Dan mestikah kita melanjutkan berbicara tentang aneka ragam sayur-mayur yang menyediakan gizi esensial bagi umat manusia? Apakah kita mengira bila ini semua diciptakan untuk nutrisi-Nya sendiri? Atau tentang sungai, danau, dan lautan yang diisi dengan berbagai jenis ikan oleh Allah? Kita tidak perlu melanjutkan, intinya semestinya sudah cukup jelas: Allah ―dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati‖ (1Tim 6:17). Ini pun cukup membuktikan apa yang kita lihat dalam pewahyuan PB, yaitu, bahwa Allah menciptakan segala sesuatu untuk manusia, bukan hanya untuk ―manusia Kristus Yesus‖ saja, yang dijadikan kepala jemaat oleh Allah— tetapi apa artinya kepala tanpa tubuh? Dan dalam hal ini pun, ―tidak baik, kalau manusia itu (Kristus) seorang diri saja‖ (Kej 2:18)! Tidakkah Paulus menandaskan bahwa cerita dalam Kitab Kejadian ini berbicara secara proleptis atau secara tipologis mengenai Kristus dan jemaat (Ef 5:32)? Meskipun secara periodik beberapa wilayah dunia menderita kelaparan terutamanya karena peperangan, salah kelola, korupsi, dst., bumi ini sekarang menyediakan makanan untuk 6 milyar orang! 19 Allah dengan kasih sayang menyediakan segala sesuatu untuk umat manusia walaupun manusia itu pada umumnya tak berterimakasih. Terlebih lagi, Allah adalah Allah yang realitasnya dapat dialami dalam hidup ini bila 6,6 milyar pada awal 2007, Wikipedia, ―World Population (Populasi Dunia)‖. 19 214 The Only True God kita mencari Dia dengan hati terbuka dan rendah hati, Allah yang telah datang kepada kita di dalam Kristus. Bertolak-belakang sama sekali dengan pewahyuan yang luar biasa ini bahwa Allah di dalam kasih-Nya menciptakan segalanya yang baik untuk umat manusia, gambaran Kristus macam apa yang muncul dari terjemahan yang menerjemahan kalimat di Kolose 1:16 itu sebagai, ―segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia‖. Apa lagi artinya ini kalau bukan Kristus menciptakan segala sesuatu untuk dirinya sendiri? Sungguh suatu gambaran yang sama sekali berbeda dari gambaran Allah yang tanpa pamrih yang terlihat dalam paragrafparagraf sebelumnya! R Rencana kekal Allah untuk manusia encana-rencana Allah untuk manusia bahkan jauh lebih besar daripada yang dapat kita bayangkan, ―Tetapi seperti ada tertulis: ‗Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia‘‖ (1Kor 2:9). Salah satunya disampaikan Paulus dalam bentuk sebuah pertanyaan, ―Tidak tahukah kamu, bahwa kita akan menghakimi malaikat-malaikat?‖ (1Kor 6:3). Malaikat adalah makhluk rohani, ―pahlawan-pahlawan perkasa yang melaksanakan firman-Nya‖ (Mzm 103:20). Bagaimana mungkin seseorang menghakimi malaikat kecuali jika ia diberi otoritas atas mereka? Lantas apa artinya ini kalau bukan manusia yang ditebus itu akan dianugerahi otoritas atas makhlukmakhluk tertinggi dalam penciptaan! Dan oleh karena malaikat tidak berdiam di bumi melainkan di surga, apa artinya ini kalau bukan manusia yang ditebus itu akan dianugerahi otoritas baik di surga maupun di bumi! Otoritas tersebut sudah dianugerahkan kepada Yesus dalam rangka menyempurnakan karya keselamatan Allah (Mat 28:18dyb.). Jika ada masalah yang muncul dalam memahami Kolose 1 di dalam terang Kristus yang sungguh-sungguh manusia, masalah ini timbul karena kegagalan dalam melihat peranan luhur mengagumkan yang telah dibayangkan dan direncanakan Allah untuk manusia ―sebelum dunia dijadikan‖ (Ef 1:4; dst.). Dalam hubungan dengan manusialah— dengan Kristus sebagai kepala dan wakilnya dan dengan demikian, Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 215 ―dalam dia‖ (yaitu, dalam hubungan dengan Kristus)—Allah menjadikan seluruh penciptaan. Begitu kita terlepas dari pandangan negatif atas manusia yang sepenuhnya rusak (yang mendominasi teologi Kristiani) dan, begitu kita terpulihkan dari rasa heran kita terhadap kemegahan mengagumkan atas apa yang dikehendaki Allah untuk manusia (dan yang tengah dalam proses penggenapan oleh-Nya), sama sekali tidak akan sulit untuk kita memahami apa yang diwahyukan di dalam nas menakjubkan dari Kitab Suci ini. “Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu” (Kol 1:17) S ebagai ―yang sulung...dari segala yang diciptakan‖ (Kol 1:15), dan juga ―yang sulung...dari antara orang mati‖ (Kol 1:18), benar-benar dapat dikatakan bahwa ―Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu‖ (Kol 1:17). Dengan demikian, ia adalah tujuan Allah baginya ―sehingga Ia yang lebih utama dalam segala sesuatu‖ (ay.18). ―Terlebih dahulu dari segala sesuatu‖ digunakan untuk mendukung pra-eksistensi Kristus dalam trinitarianisme, tetapi ini tidak banyak menolong dogma trinitaris sebab pra-eksistensi tidak membuktikan ketuhanan, membuktikan pra-eminensi pun tidak. Misalnya, tidak banyak orang yang akan memungkiri bila Iblis (―si ular‖, Kej 3:1dyb.; Why 12:9) sudah ada sebelum penciptaan dalam Kejadian 1, ketika segala sesuatu diciptakan ―sungguh amat baik‖. Namun, ia sudah tampil dalam Kejadian 3 untuk menggoda Adam dan Hawa agar berbuat dosa. Demikian pula, tak seorang pun peduli untuk mengusulkan bila Iblis menikmati preeminence (keunggulan) karena pra-eksistensinya. Keunggulan yang diberikan kepada Kristus adalah sesuatu yang diberikan kepadanya oleh Bapa. Dalam Kitab Suci, keunggulan biasanya, tetapi tidak mesti, adalah konsequensi dari senioritas. Misalnya, walaupun Yusuf adalah anak ke-11 dari 12 anak laki-laki Yakub, dan dengan demikian menjadi anak termuda kedua di antara saudarasaudaranya, Allah meninggikan dia ke tingkat keunggulan bukan saja atas mereka tetapi juga atas tanah Mesir yang jaya (Kej 30-50). Yesus berkata bahwa ―banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu‖ (Mat 19:30). Demikianlah ―yang sulung dari segala yang diciptakan‖ berbicara tentang Kristus sebagai yang pertama, yang unggul, dalam umat manusia Allah yang baru, ciptaan baru itu (2Kor 5:17). 216 The Only True God Di sisi lain, ―yang sulung dari antara orang mati‖ mengingatkan kita bahwa ―Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib‖ (Flp 2:8). Tanpa itu tidak ada kemungkinan menjadi ―yang sulung dari antara orang mati‖. Dengan kata lain, hanya dengan menjadi yang akhir, merendahkan diri sendiri sampai kepada bentuk kematian terendah—kematian di kayu salib—ia dibangkitkan oleh Allah Yahweh untuk menjadi yang pertama, bukan saja atas orang mati tetapi juga atas seluruh alam semesta (Flp 2:9-11). Mungkin juga untuk alasan ini Yesus adalah ―Yang Awal dan Yang Akhir‖ (Why 1:17; 2:8). “Segala sesuatu menyatu di dalam Dia” (Kol 1:17) atau “karena Dialah juga maka segala sesuatu berada pada tempatnya masing-masing” (Kol 1:17 BIS) A pa arti pernyataan itu? Oleh karena ―manusia Kristus Yesus‖ adalah pusat, hub (pusat kegiatan), dari tujuan Allah baik untuk penciptaan maupun penebusan, maka bukankah itu berarti bahwa ia memberikan koherensi kepada segala sesuatu, atau segala sesuatu itu menemukan koherensinya ―di dalam dia‖? Yaitu, segala sesuatu mempunyai tujuan dan makna mereka oleh karena dia dan dalam hubungan dengan dia; mereka ―saling bercocokan untuk membentuk suatu keseluruhan yang harmonis dan kredibel‖ (sebagaimana Encarta Dictionary mendefinisikan ―koherensi‖ dengan baik)—tetapi, senantiasa dan hanya dalam hubungan dengan dia saja. Maka kita bisa berkata bahwa Allah menghimpun segala sesuatu, atau ‗mempersatukan segala sesuatu‘, di dalam Kristus, yang memang adalah pokok untuk tujuan-tujuan penebusan-Nya bagi seluruh ciptaanNya. Pertimbangkan nas yang luar biasa dalam Efesus 1 berikut ini: Sebab di dalam Dia kita beroleh penebusan oleh darah-Nya, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan anugerah-Nya, 8 yang dilimpahkan-Nya kepada kita dalam segala hikmat dan pengertian. 9 Sebab Ia telah menyatakan rahasia kehendak-Nya kepada kita, sesuai dengan rencana kerelaan-Nya, yaitu rencana kerelaan yang dari semula telah ditetapkan-Nya di dalam Kristus 10 sebagai persiapan kegenapan waktu untuk mempersatukan di dalam Kristus sebagai Kepala segala sesuatu, baik yang di surga maupun yang di bumi. 7 Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 217 Mari kita amati bahwa (1) di sini, penciptaan dan penebusan pun berhubungan secara tak terpisahkan, dan (2) semua ini ada ―di dalam dia‖ atau ―di dalam Kristus‖ (muncul 3 kali dalam 4 ayat ini). Oleh karena itu, di dalam Kristus, segala sesuatu dalam penciptaan dipersatukan ke dalam suatu keseluruhan yang koheren. Seperti itulah kuasa, kodrat serta lingkup, dari kesatuan di ―dalam Kristus‖! 2 Korintus 8:9 ―Karena kamu telah mengenal anugerah Tu[h]an kita Yesus Kristus bahwa sekalipun Ia kaya, oleh karena kamu Ia menjadi miskin, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinanNya.‖ P enafsiran trinitaris atas ayat ini tergantung pada penafsiran atas Filipi 2:6dyb.: Yesus kaya di surga tetapi memilih kemiskinan duniawi sehingga kita bisa menjadi kaya. Namun, jika penafsiran nas di Surat Filipi itu salah, maka ayat itu tidak bisa digunakan di sini. Lagipula, dalam Surat-surat Korintus tidak terdapat apa-apa yang membenarkan pemahaman itu atas ayat ini. Pertama-tama, kita perlu menanyakan kekayaan dan kemiskinan macam apa yang tengah dipertimbangkan di sini. ―Supaya kamu menjadi kaya‖ pasti bukan rujukan kepada kekayaan materiil sebagaimana sudah jelas dari kedua ayat pertama pasal ini: ―Saudara-saudara, kami hendak memberitahukan kepada kamu tentang anugerah yang diberikan kepada jemaat-jemaat di Makedonia. Selagi dicobai dengan berat dalam pelbagai penderitaan, sukacita mereka meluap dan meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan‖ (2Kor 8:1,2). Jemaat-jemaat di Makedonia adalah penerima anugerah Allah, dan bukti dari anugerah ini adalah kedermawanan mereka alih-alih penderitaan yang tengah mereka alami dan ―sangat miskin‖. Anugerah Allah tidak membuat mereka kaya secara materiil tetapi telah membuat mereka bersukacita dan dermawan di tengah-tengah pencobaan dan kemiskinan mereka—di situlah letak kebesaran anugerah Allah. Demikian juga, kekayaan yang akan diterima jemaat di Korintus jelas adalah kekayaan 218 The Only True God rohani dari anugerah Allah dalam Kristus yang sama seperti yang diterima oleh jemaat di Makedonia. Hal ini merupakan sesuatu yang jauh lebih bernilai (yaitu, kekal) untuk Paulus daripada kekayaan materiil. Nyaris tak terpikirkan oleh Paulus bila Kristus menjadi miskin untuk membuat kita kaya secara materiil. Ketika Paulus mengatakan Kristus ―kaya‖ apakah maksudnya kaya secara materiil? Bahkan kekayaan surgawi pun sudah tentu bukan kekayaan materiil. Arti kekayaan ini telah didefinisikan dengan baik dalam 2 Korintus 8:2: ―sukacita yang meluap‖ dan ―kaya dalam kemurahan‖ di mana entah ―dicobai berat dalam pelbagai penderitaan‖ maupun ―sangat miskin‖ bisa mempengaruhi dalam cara apapun. Sesungguhnya inilah kekayaan sejati, terutamanya ketika beberapa di antara kita secara pribadi telah menyaksikan kesengsaraan para milyuner, di sisi lain, sukacita orang tidak beruang yang berjalan dengan Allah dan setiap hari mengalami pemeliharaan-Nya, kasih-Nya dan perawatan-Nya. Lantas, apa artinya ―oleh karena kamu menjadi miskin‖? Paulus, sebagai seorang yang ―mengikuti teladan‖ Kristus (1Kor 11:1), mengilustrasikan hal ini dalam kehidupannya sendiri: ―Karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu‖ (Flp 3:8). Kini, tanpa apa-apa lagi, ia masih mempunyai satu pemilikan terakhir untuk ditawarkan: hidupnya—―Tetapi sekalipun darahku dicurahkan pada kurban dan ibadah imanmu, aku bersukacita dan aku bersukacita dengan kamu sekalian‖ (Flp 2:17). Ia menggunakan ilustrasi ―dicurahkan sebagai persembahan‖ ini sekali lagi ketika saatnya tiba untuk dia menyerahkan nyawanya: ―Mengenai diriku, darahku sudah mulai dicurahkan sebagai persembahan dan saat kematianku sudah dekat‖ (2Tim 4:6). ―Dicurahkan‖ artinya benar-benar ―dikosongkan‖ (bdk. kenoō, Flp 2:7), dan di sini kita melihatnya dalam dua tahap: pertama adalah niat, suatu ungkapan hati dan kehendak, seperti diungkapkan dalam Filipi 2:17 (juga Kis 20:24), dan kemudian pada aktualisasinya di saat ia ―akan meninggalkan dunia‖ seperti dalam 2 Timotius 4:6. Tampaknya demikian juga ―pengosongan‖ dalam halnya Kristus di Filipi 2:7 paling baik dipahami karena hidup Paulus berpolakan kepada hidup Kristus; ia memiliki ―pikiran‖ Kristus (Flp 2:5). Semuanya ini menerangkan bahwa Kristus yang menjadi ―miskin‖ bereferensi terutamanya kepada kematiannya di kayu salib (Flp 2:8). Di kayu salib ia menanggung derita ―oleh karena kamu‖ (2Kor 8:9), suatu Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 219 kemiskinan yang tidak bisa ditanggung oleh siapa pun karena, seperti yang dikatakan Paulus sebelumnya, ―Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah‖ (2Kor 5:21). Menjadi ―kebenaran Allah‖ untuk kita artinya memang menjadi kaya untuk seterusnya, sebab itu berarti pendamaian dengan Allah dan hidup kekal sebagai akibatnya (2Kor 5:17-20). Namun, untuk memperoleh ―kekayaan‖ seperti itu bagi kita, Kristus rupanya mengalami tingkat kemiskinan terendah bukan saja dalam penderitaan jasmaniah dan kematian tetapi juga dalam pengalaman batiniah akan perampasan hadirat Bapa sebagaimana terungkapkan dalam kata-kata pedih dari Mazmur 22:1, ‗―Eli, Eli, lama sabakhtani?‖ Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?‖‘ (Mat 27:46; Mrk 15:34). Ia, yang menikmati kekayaan rohaniah dari keakraban dengan Bapa, sebagaimana dilukiskan dalam Injil Yohanes, kini ―karena kamu‖ menanggung rasa sakit tak terkatakan dari perpisahan itu sebagai penanggung-dosa, dosa yang berdampak kepada pemisahan dari Allah: ―tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu‖ (Yes 59:2). Prospek mengerikan dari perpisahan dengan Allah inilah yang dengan kentara menjelaskan keringat dan air matanya di Taman Getsemani. Namun, oleh karena ―kesalehan-Nya‖ doanya didengar: ―Dalam hidupnya sebagai manusia, Ia mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan air mata kepada Dia, yang sanggup menyelamatkannya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan‖ (Ibr 5:7). Untuk Yesus yang telah mengenal hidup yang ―kaya‖ akan persekutuan dengan Bapa—yang bisa dilukiskan dengan menjadi ―satu‖ dengan Dia—tidak ada deprivasi kemiskinan yang bisa dibandingkan dengan keadaan deprivasi akan hadirat-Nya bahkan untuk sekejap, dan saat sekejap seperti itu pasti terasa seperti kekekalan. Sebagian orang pernah menanggung untuk sesaat lamanya deprivasi macam itu yang dilukiskan oleh Yohanes Salib dengan ―Malam Kelam Bagi Jiwa‖, tetapi tentu saja tak seorang pun bisa mengalaminya sedalam Yesus, dan semuanya itu adalah ―demi kamu‖. 220 The Only True God 1Yohanes 5:7,8 ―Sebab ada tiga yang memberi kesaksian: Rohk dan air dan darah dan ketiganya adalah satu‖. (1Yoh 5:7,8) Di sini diberikan versi NIV karena versi ini memperlihatkan sisipan trinitaris yang kemudian, seperti dijelaskan dalam catatan kaki NIV berikut ini: ―7,8 Naskah-naskah Vulgate yang belakangan di dalam surga: Bapa, Firman dan Roh Kudus, dan ketiganya adalah satu. 8Dan ada tiga yang memberi kesaksian di bumi: (tidak dijumpai dalam naskah Yunani mana pun sebelum abad ke-16)‖. Tentang nas ini komentar-komentar Prof. Küng sudah mencukupi, ―Dalam Surat 1 Yohanes konon ada sebuah kalimat (comma johanneum) yang terkait dengan ucapan tentang Roh, air dan darah, yang selanjutnya berbicara tentang Bapa, Firman, dan Roh, yang, dikatakannya, adalah ‗satu‘. Namun, riset historis-kritikal telah membuka kedok kalimat ini sebagai pemalsuan yang terjadi di Afrika Utara atau Spanyol pada abad ke-3 atau 4.‖ (H. Küng, Christianity, hlm.95) Dalam catatan kaki tentang nas itu, Küng menjelaskan maksud ayat tersebut: ―Teks asli 1 Yohanes 5:7dyb. itu berbicara tentang roh, air (=baptisan) dan darah (=ekaristi) yang ‗setuju‘ atau ‗adalah satu‘ (kedua sakramen memberi kesaksian untuk kuasa dari satu roh).‖ 1 Yohanes 5:20 1 Yohanes 5:20, ―Akan tetapi, kita tahu bahwa Anak Allah telah datang dan telah mengaruniakan pengertian kepada kita, supaya kita mengenal Yang Benar; dan kita ada di dalam Yang Benar, di dalam Anak-Nya Yesus Kristus. Dialah Allah yang benar dan hidup yang kekal.‖ Yesus datang untuk mengaruniakan pengertian kepada kita. Pengertian apakah ini? Yaitu mengenal ―(Allah) Yang Benar‖ dan berada ―di dalam (Allah) Yang Benar‖. Bagaimanakah kita bisa berada ―di dalam‖ Dia? Melalui ―di dalam Anak-Nya Yesus Kristus‖ (juga 1Yoh 2:24). Dalam kata-kata yang segera mengikutinya, ―Dialah Allah yang benar‖ sudah pasti merujuk pada kata ―Dia‖ yang disebut dua kali dan juga pada kata ―-Nya‖ dalam kata ―Anak-Nya‖ yang disebut dalam kalimat terdahulu. Bahwa ―Allah yang benar‖ merujuk kepada Allah Yahweh dan bukan Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 221 kepada Kristus sama sekali tidak dapat disangsikan dengan adanya fakta di mana Allah dilukiskan sebagai ―Yang Benar‖ dalam kalimat terdahulu dari ayat yang sama. Biasanya, tanpa mengindahkan sintaksis ayat tersebut, banyak orang Trinitarian yang tetap bersikeras bila ―Allah yang benar‖ merujuk kepada Yesus Kristus. Dengan berbuat demikian mereka juga tidak mengindahkan apa yang dikatakan oleh Yesus sendiri: ―Inilah hidup yang kekal, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus‖ (Yoh 17:3). Perhatikan bagaimana kata-kata itu persis bersesuaian dengan 1 Yohanes 5:20 di mana keduanya berbicara tentang ―Allah yang benar‖ dan ―hidup yang kekal.‖ Ucapan-ucapan tentang Yahweh dalam PL yang diterapkan kepada Yesus dalam PB K ita sudah melihat sebuah contoh ucapan-ucapan tentang Yahweh dalam PL yang diterapkan kepada Yesus dalam PB di Filipi 2:10-11, di mana terdapat referensi yang jelas kepada Yesaya 45:22,23. Bagaimanakah ayat-ayat itu semestinya dimengerti? Jawaban atas pertanyaan ini relatif mudah karena sangat terbatasnya pilihan-pilihan logis yang tersedia: (a) ―Manusia Kristus Yesus‖ (1Tim 2:5; Rm 5:15,17; Kis 4:10) adalah Yahweh—identifikasi yang mustahil sebab Yahweh adalah ―Allah, bukan manusia‖ (Hos 11:9; 1Sam 15:29; Ayb 9:32; dst.), atau (b) Yesus adalah penjelmaan kemuliaan Allah (Ibr 1:3; Yoh 1:14, dst.), kepenuhan Allah (Kol 2:9; 1:19; Yoh 2:21, dst.). Dengan demikian, ia adalah seorang di mana sang Bapa tinggal dan bekerja (Yoh 14:10). Jelaslah, (b) merupakan satu-satunya pilihan yang tepat. Namun, jika Yesus bukan (a) ataupun (b) maka penerapan ayat-ayat mengenai Yahweh dalam PL kepada Yesus akan berarti bahwa ia adalah Yahweh kedua yang, menurut Alkitab, betul-betul mustahil; malah lebih buruknya, sudah pada tempatnya jika dianggap penghujatan. Lagipula, mengidentifikasi Yesus sebagai Yahweh tidak menolong trinitarianisme sedikit pun karena Yahweh adalah sang Bapa, bukan sang Anak. Jadi, bagaimana pun juga, ayat-ayat yang terkait dengan Yahweh itu tidak bisa membuktikan eksistensi ―pribadi ilahi kedua‖. Penerapan ayat-ayat yang terkait dengan Yahweh kepada Yesus lebih jauh memberikan penegasan kuat bahwa ―kepenuhan‖ Allah datang 222 The Only True God ke dunia secara jasmaniah, dan ―Allah ada di dalam Kristus ketika mendamaikan dunia dengan diri-Nya sendiri‖ (2Kor 5:19 ESV). “Aku telah melihat sang Bapa”: bukti pra-eksistensi? Dalam Yohanes 12:41, ―Yesaya… telah melihat kemuliaan-Nya 20 (Yahweh)‖; ―melihat‖ adalah kata horaō. Inilah kata yang sama yang digunakan dalam penglihatan Yesus akan Bapa: Yohanes 3:32, ―Ia bersaksi tentang apa yang dilihat-Nya dan yang didengar-Nya, tetapi tidak seorangpun yang menerima kesaksian-Nya itu.‖ Yohanes 6:46, ―Hal itu tidak berarti bahwa ada orang yang telah melihat Bapa. Hanya Dia yang datang dari Allah, Dialah yang telah melihat Bapa.‖ Yohanes 8:38, ―Apa yang Kulihat pada Bapa, itulah yang Kukatakan, dan demikian juga kamu perbuat tentang apa yang kamu dengar dari bapakmu.‖ Namun, apakah kita perlu berasumsi bahwa referensi-referensi ini merujuk kepada ―penglihatan‖ dalam keadaan pra-eksistensi? Atau, apakah hal itu terjadi setelah ia lahir? Perhatikan kala kini dalam katakata Yesus di Yohanes 5:19, ―Lalu Yesus menjawab mereka, ‗Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diri-Nya sendiri, jikalau Ia tidak melihat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak.‘‖ Ini menunjukkan bahwa ―penglihatan‖ Yesus akan Bapa adalah sesuatu yang dialaminya di bumi, dan tentunya bukan hanya ketika Yesus mengucapkan Yohanes 5:19, tetapi selama bertahuntahun kehidupannya di bumi. Jadi, ini murni perkara membacakan dogma trinitaris kita sendiri ke dalam teks itu untuk berargumentasi bahwa kala perfect dalam ―Apa yang Kulihat pada Bapa‖ (Yoh 8:38) mesti terjadi dalam keadaan pra-eksistensi Yesus. Berdasarkan logika Ayat ini sering dipakai untuk membuktikan ketuhanan dan pra-eksistensi Kristus. Namun, kemuliaan yang dilihat Yesaya itu kemuliaan Allah atau kemuliaan Kristus? Jawaban dan penjelasannya ada di Versi Lengkap. 20 Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 223 argumen ini kita pun terpaksa harus menerima pra-eksistensi Yesaya, sebab ia berkata ―Aku melihat Tuhan‖, ―namun mataku telah melihat Sang Raja, yakni TUHAN (Yahweh) semesta alam‖ (Yes 6:1,5)!21 I Yohanes 16:15, “Segala sesuatu yang Bapa miliki adalah milik-Ku”—bukti keilahian? ni sesuai dengan Yohanes 17:10, ―dan segala milik-Ku adalah milikMu dan milik-Mu adalah milik-Ku.‖ Ini jelas merupakan sebagian dari maksud menyatu dengan Bapa, suatu kesatuan di mana umat beriman dipanggil untuk berpartisipasi, ―supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu‖ (17:22b). Sedangkan untuk bagian kedua dari 17:10 (―dan milik-Mu adalah milik-Ku‖), kita menjumpai gema yang mencolok dalam kata-kata Paulus, ―Karena itu janganlah ada orang yang memegahkan dirinya atas manusia, sebab segala sesuatu adalah milikmu: baik Paulus, Apolos, maupun Kefas, baik dunia, hidup, maupun mati, baik waktu sekarang, maupun waktu yang akan datang. Semuanya milikmu, tetapi kamu adalah milik Kristus dan Kristus adalah milik Allah‖ (1Kor 3:21-23). Namun, ―segala sesuatu‖ tentu saja adalah milik Allah, sebab tidak ada satu pun yang bukan milik-Nya. Akan tetapi, sebagai akibat dari penyatuan kita dengan diri-Nya melalui Kristus sekarang, segala sesuatu—termasuk para Rasul, dunia, kehidupan, kematian, masa kini dan masa yang akan datang (daftar yang sungguh mencengangkan!)— semuanya itu menjadi milik kita, dan hal itu diulangi lagi: ―Semuanya milikmu‖, untuk memastikan hal luar biasa itu tidak terlewatkan oleh kita! Butir ini dengan tegas ditandaskan dalam ayat lain yang menonjol: Roma 8:17, ―Jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia.‖ Di sisi lain, ucapan-ucapan tentang ―melihat‖ itu bisa juga dianggap contoh-contoh peristiwa Logos (seperti Hikmat, Mat 11:19; Luk 7:35 bdk. 11:49) yang berbicara melalui Kristus. 21 224 The Only True God Segala sesuatu adalah milik Allah, karenanya, menjadi ―ahli waris Allah‖ artinya menjadi ahli waris segala sesuatu dan ―ahli waris bersamasama dengan Kristus‖. Kini kita mengerti mengapa Yesus dapat berkata, ―Segala sesuatu yang Bapa miliki adalah milik-Ku‖—sebab ia adalah ahli waris Allah oleh karena menjadi Anak-Nya. Nah, karena kasih sayang Allah, kita dapat berkata dengan Kristus, ―Segala sesuatu yang Bapa miliki adalah milikku‖ karena Ia telah menjadikan kita ahli waris bersama-sama dengan Kristus. Melalui dia kita menjadi ahli waris Allah! Seluruh kebenaran yang menakjubkan dan penting ini memampukan kita untuk lebih memahami signifikansi perkataan Yesus dalam Yohanes 16:15, yang jelas memperlihatkan bahwa ayat tersebut tidak membuktikan kesetaraan Kristus yang hakiki dengan Bapa. Yang dibuktikan adalah kasih Bapa kepadanya, sama seperti 1 Korintus 3:21 yang sudah tentu membuktikan kasih Bapa yang luar biasa untuk kita. Hal yang biasanya juga terlewatkan adalah bahwa untuk mengatakan Kristus merupakan ahli waris yang ditetapkan Allah adalah sama dengan mengatakan bahwa segala sesuatu yang dimiliki Kristus diberikan kepadanya oleh Bapa, dan bahwa ia tidak memiliki apa-apa selain dari apa yang diberikan Bapa. Justru hal inilah persisnya yang ditandaskan oleh Yesus sendiri dalam pengajarannya kepada muridmuridnya: Yohanes 17:7 ―Sekarang mereka tahu bahwa semua yang Engkau berikan kepada-Ku itu berasal dari Engkau.‖ Barrett menulis bahwa hal itu bisa diungkapkan dengan ―‗Semua yang kumiliki berasal dari-Mu‘… Yohanes begitu teguh menekankan ketergantungan Yesus, dalam misinya yang inkarnat, kepada Bapa‖ (tentang Yoh 17:7). Demikian pula, mengatakan bahwa kita adalah ahli waris bersama-sama dengan Kristus, sama juga dengan mengatakan bahwa apa pun yang kita miliki, kita terima dari Bapa oleh karena kasih-Nya yang tidak terduga untuk kita. Kita, dengan sendirinya, tidak memiliki apa-apa sama sekali. Yohanes 17:5 ―Dan sekarang, ya Bapa, muliakanlah Aku di hadirat-Mu sendiri dengan kemuliaan yang Kumiliki di hadirat-Mu sebelum dunia ada.‖ Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus I 225 ni merupakan salah satu ayat yang dengan cepat ditunjuk oleh kaum Trinitarian untuk menyiratkan ketuhanan Yesus. Ada dua unsur dalam ayat ini yang mereka kira mendukung pandangan mereka: (1) ―kemuliaan‖: ―kemuliaan yang Kumiliki di hadirat-Mu‖ dan (2) praeksistensi: ―sebelum dunia ada‖. Kekeliruan argumen trinitaris ini bersandar pada kenyataan bahwa gagasan-gagasan mereka sendiri telah dibacakan ke dalam makna kedua unsur itu, karena mereka gagal memahami maksud unsur-unsur dalam Injil Yohanes dan PB. Dengan kata lain, ini merupakan satu lagi dari sekian banyak contoh eisegesis trinitaris: membacakan ke dalam teks apa yang tidak ada di dalam teks dan yang tidak dimaksud oleh teks itu. Mengenai (1), ―kemuliaan‖, kaum Trinitarian sekadar berasumsi bahwa kemuliaan yang tengah dirujuk di sini adalah kemuliaan ilahi, meskipun tidak ada bukti untuk itu dalam teksnya sendiri. Jadi, gagasan kemuliaan ilahi itu sekadar dibacakan ke dalamnya. Paulus berbicara tentang adanya berbagai jenis kemuliaan (1Kor 15:40-43). Namun, kenyataannya adalah bahwa dalam Injil Yohanes, ―kemuliaan‖ memiliki makna yang tidak lazim dan, karena itu, tidak terduga. Adalah ciri khas injil ―spiritual‖ ini di mana nilai-nilai manusia dibalikkan, sehingga apa yang tidak mulia di mata manusia adalah mulia di mata Allah. Sama seperti tertulis dalam Kitab Yesaya, ―Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN‖ (Yes 55:8). Demikian pula, dalam Ucapan Bahagia Yesus memberitahu murid-muridnya bahwa penganiayaan merupakan sumber sukacita besar (Mat 5:10-12). Namun, sukacita nyaris bukan reaksi biasa umat Kristen dalam menghadapi penganiayaan. Tidak banyak orang menganggap pengalaman penganiayaan sebagai pengalaman mulia. Akan tetapi, dalam Injil Yohanes, Yesus berbicara tentang penyalibannya justru sebagai peninggiannya, keadaannya yang dimuliakan. Sifat khusus kemuliaan dalam Yohanes—―ditinggikan‖: Yohanes 3:14,15, ―Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal.‖ 226 The Only True God Yohanes 8:28, ―Maka kata Yesus: ‗Apabila kamu telah meninggikan Anak Manusia, barulah kamu tahu bahwa Akulah Dia, dan bahwa Aku tidak berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri, tetapi Aku berbicara tentang hal-hal, sebagaimana diajarkan Bapa kepada-Ku.‘‖ Yohanes 12:32-33, ―‗dan Aku, apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang datang kepada-Ku.‘Ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana caranya Ia akan mati.‖ Yohanes 13:31, ―Sesudah Yudas pergi, berkatalah Yesus: ‗Sekarang Anak Manusia dimuliakan dan Allah dimuliakan di dalam Dia.‘‖ Yohanes 7:39, ―Yesus belum dimuliakan‖—pada saat itu ia masih belum ―ditinggikan‖. Yohanes 12:23,24, ―Kata Yesus kepada mereka, ‗Telah tiba saatnya Anak Manusia dimuliakan. Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Jika biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah.‘‖ Kaitan antara Yesus yang ―dimuliakan‖ dengan biji gandum yang ―menghasilkan banyak buah‖ diterangkan secara eksplisit. Kematian merupakan ―kemuliaan‖ biji gandum justru karena melalui kematian itu biji tadi menghasilkan banyak buah, dan hanya oleh sarana itu saja untuk sebuah biji berbuah banyak dan berlipatganda. Pepatah kuno ―darah para martir merupakan benih jemaat‖ mewartakan kebenaran yang sama. Gagasan kematian sebagai sesuatu yang memuliakan Allah terlihat pula dalam Yohanes 21:19, ―Dan hal ini dikatakan-Nya (Yesus) untuk menyatakan bagaimana Petrus akan mati dan memuliakan Allah.‖ Namun, bagaimana mungkin penderitaan dan penyaliban dipahami sebagai ―kemuliaan‖ yang dimiliki Yesus dengan Bapa sebelum dunia ada? Ini membawa kita kepada unsur kedua: ―pra-eksistensi‖. (2) ―Sebelum dunia ada‖ (Yoh 17:5) Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 227 Kaum Trinitarian beranggapan bahwa kata-kata ini berbicara tentang pra-eksistensi Yesus, tetapi secara ekesegetis hal ini problematis karena (a) berdasarkan prinsip bahwa Kitab Suci merupakan penafsirnya sendiri yang terbaik, maka tidak ada kesejajaran langsung dengan kata-kata dalam Yohanes 17:5 ini di tempat lain dalam Kitab Suci (untuk saat ini tidak termasuk penafsiran trinitaris atas Yohanes 1 dan Filipi 2). Jadi, tidak ada bukti Alkitabiah yang dapat dikemukakan untuk mendukung gagasan pra-eksistensi Kristus di sini. (b) Namun sekalipun diasumsikan bahwa ayat ini berbicara tentang kemuliaan Kristus yang pra-eksisten, hal itu tidak membuktikan ketuhanannya sama sekali. Pra-eksistensi bukanlah bukti ketuhanan. Malaikat-malaikat dan makhluk rohaniah lain pun pra-eksisten dalam arti mereka eksis sebelum dunia diciptakan, sebagaimana terlihat dari fakta bahwa mereka tidak disebut tercipta sebagai bagian dari ciptaan yang materiil pada saat itu dalam Kejadian 1. Dalam rangka menghindari pembacaan gagasan-gagasan kita sendiri ke dalam teks itu, kita perlu memeriksa dengan hati-hati konsep pra-eksistensi sebagaimana muncul dalam PB. Rasul Paulus menyatakannya dengan jelas dan ringkas seperti berikut dalam Roma 8 (ILT): 29 Sebab, mereka yang telah Dia kenal sebelumnya, juga telah Dia pratetapkan serupa dengan gambar Putra-Nya, sehingga Dia menjadi yang sulung di antara banyak saudara. 30Dan mereka yang telah Dia tetapkan sebelumnya, mereka juga telah Dia panggil, dan mereka yang telah Dia panggil, mereka juga telah Dia benarkan, dan mereka yang telah Dia benarkan, mereka juga telah Dia muliakan. Serangkaian peristiwa dipaparkan di sini sebagai berikut: kenal sebelumnya pratetapkan (menjadi serupa dengan gambaran AnakNya) panggil benarkan muliakan. Perhatikan bahwa Allah Yahweh adalah pengarang dari kelima kejadian itu, yang semuanya dimulai dengan pra-pengetahuan-Nya sebagai Pribadi Yang mahatahu. Apa yang harus diingat adalah adanya selang waktu yang lama, atau kesenjangan waktu, antara Yahweh yang mengetahui segala sesuatu ―sebelum dunia ada‖ dan saat si orang beriman dipanggil serta dibenarkan. Dan masih ada selang atau kesenjangan waktu lain (yang mungkin lama) dari saat panggilan serta pembenaran si orang beriman sampai kepada saat ketika ia akan dimuliakan pada hari kebangkitan dari 228 The Only True God antara orang mati dan masuk ke dalam kepenuhan hidup kekal. Artinya, dari ―kenal sebelumnya‖ sampai pada ―dimuliakan‖ dalam Roma 8:29,30 meliputi pra-eksistensi dalam keabadian yang meluas ke masa lalu hingga kepada keabadian yang meluas ke masa depan: seperti ada tertulis ―dari selama-lamanya sampai selama-lamanya Engkaulah Allah‖ (Mzm 90:2). Konsep Alkitabiah akan pra-eksistensi adalah bahwa Allah Yahweh telah mengenal si orang beriman itu sebelumnya jauh sebelum ia ada, sesungguhnya, ―sebelum dunia ada‖. Dengan demikian, si orang beriman telah ada dalam pengetahuan Allah yang mahatahu terlebih dahulu jauh sebelum kehadirannya yang nyata ke dunia. Hal ini, tentu saja, persis sama dengan ―manusia Kristus Yesus‖. Orang-orang dan kejadiankejadian sudah ada dalam pengetahuan Allah terlebih dahulu, dan dengan demikian, Ia mampu bertindak berdasarkan pra-pengetahuan itu, sehingga setiap orang yang Ia panggil akan menjadi serupa dengan citra Anak-Nya menurut rencana keselamatan-Nya bagi umat manusia yang telah ditentukan sebelumnya. Hal ini ditegaskan dengan mempertimbangkan referensi Yohanei yang lain, yang ada dalam Kitab Wahyu: Wahyu 13:8, ―Dan semua orang yang diam di atas bumi akan menyembah si binatang—setiap orang yang namanya tidak tertulis di dalam kitab kehidupan milik Anak Domba yang telah disembelih sejak dunia dijadikan. {Atau, tidak tertulis sejak dunia dijadikan di dalam kitab kehidupan milik Anak Domba yang telah disembelih}‖ (NIV). Sintaksis atau susunan kalimat dari teks Yunaninya lebih mendukung terjemahan NIV daripada pilihan lain yang ada dalam tanda kurung. Dalam pembacaan ini, Anak Domba, Yesus, telah disembelih pada saat penciptaan dunia, yaitu, di dalam benak dan tujuan penyelamatan Allah, jauh sebelum ia dilahirkan di Israel. Kini kita dapat melihat bagaimana kemuliaan ―peninggian‖ Yesus di atas kayu salib terkait dengan ―sebelum dunia ada‖ dalam kata-kata Yesus di Yohanes 17:5—suatu pernyataan dengan kedalaman rohaniah yang mencengangkan. Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 229 Pra-eksistensi rencana Allah untuk keselamatan umat manusia di dalam Kristus K eselamatan merupakan sesuatu yang sudah ada dalam perencanaan Allah sebelum dunia ada. Dalam ayat-ayat berikut kita akan melihat lebih jauh contoh-contoh penerapan ―sebelum dunia ada‖ kepada seluruh orang beriman: Matius 25:34, ―Lalu Raja itu akan berkata kepada mereka yang di sebelah kanan-Nya: Mari, hai kamu yang diberkati oleh BapaKu, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan.‖ Kerajaan itu disediakan bagi ―kamu‖ jauh sebelum ―kamu‖ ada, sesungguhnya, sudah ―sejak dunia dijadikan‖! Wahyu 13:8, ―Semua orang yang tinggal di atas bumi akan menyembahnya (si binatang), yaitu setiap orang yang namanya tidak tertulis sejak dunia dijadikan di dalam kitab kehidupan dari Anak Domba, yang telah disembelih.‖ Ini adalah kemungkinan cara lain dalam menerjemahkan teks Yunani ayat ini. Jadi, ―sejak dunia dijadikan‖ merujuk baik kepada orangorang beriman maupun kepada sang Anak Domba, tetapi yang mana pun dari keduanya itu ada dalam rencana Allah Yahweh sebelum mereka memasuki dunia ini. Jika terjemahan ini diterima, maka itu berarti bahwa mereka yang tidak menyembah binatang itu adalah mereka yang nama-namanya tertulis dalam kitab kehidupan dari Anak Domba sejak dunia dijadikan. 2 Timotius 1:9, ―Dialah (Allah) yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan anugerahNya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman‖. Tentang Kristus itu sendiri dikatakan bahwa ia, ―yang memang telah diketahui terlebih dahulu sebelum permulaan dunia, tetapi baru dinyatakan pada masa yang terakhir bagi kamu‖ (1Ptr 1:20, ILT; bdk. 2Tim 1:9,10). Ia telah ―diketahui terlebih dahulu‖ oleh Allah, tetapi tidak disebut tentang pra-eksistensi. Ayat berikutnya berkata, ―Melalui Dialah kamu percaya kepada Allah yang telah membangkitkan Dia dari antara orang mati dan telah memuliakan-Nya, sehingga imanmu dan 230 The Only True God pengharapanmu tertuju kepada Allah‖. Di sini, kemuliaan yang diberikan kepada Kristus oleh Allah bukanlah kemuliaan yang pra-eksisten melainkan diberikan kepadanya setelah Allah membangkitkan dia dari antara orang mati. Roma 4:17—Allah “memanggil hal-hal yang tidak ada seolah-olah ada” (NIV) “A llah yang…memanggil hal-hal yang tidak ada seolah-olah ada‖ (Roma 4:17, NIV). James Dunn (Word Biblical Commentary, Roma) sependapat bila terjemahan ini benar, tetapi menganggapnya terlalu ―lemah‖, dan lebih menyukai ―yang memanggil hal-hal yang tidak ada menjadi ada‖. Tentu saja kedua terjemahan itu mungkin, dan tidak eksklusif secara mutual. Namun demikian, terjemahan yang disukai Dunn terutamanya berfungsi untuk menggaris-bawahi pernyataan yang mendahuluinya (―Allah yang menghidupkan orang mati‖). Meskipun demikian, terjemahan NIV mengungkapkan suatu kebenaran yang mendalam: Menurut Allah, halhal yang belum ada, bagi Dia, ―seolah-olah sudah ada‖, yaitu sudah bereksistensi. Misalnya, bagaimana mungkin Ia telah bertindak demi keselamatan kita sebelum dunia dijadikan ketika kita masih belum ada? Jawabannya ditemukan dalam Roma 4:17: Dalam benak dan prapengetahuan-Nya, kita telah ada, dan Ia bertindak sesuai dengan prapengetahuan itu melalui langkah-langkah konkrit sehubungan dengan kita, bahkan sebelum dunia diciptakan! Bukankah ini tepatnya yang dikatakan Paulus, ―Mereka yang telah Dia kenal sebelumnya…juga telah Dia panggil‖ (Rm 8:29,30, ILT)? Ayat-ayat yang kita pertimbangkan dalam paragraf terdahulu, seperti Matius 25:34; 2 Timotius 1:9; dan Wahyu 13:8, semuanya menunjukkan kebenaran yang sama ini tentang Allah, yang memberikan kita anugerah keselamatan-Nya di dalam Kristus ―sebelum permulaan zaman‖ (2Tim 1:9). Ini berarti bahwa sebuah tujuan yang terbentuk dalam benak Allah itu sama artinya seolah-olah tujuan itu telah tergenapi atau telah ada. Dalam arti ini, kita telah ada ―sebelum dunia dijadikan‖, dan ―mereka yang telah Dia kenal sebelumnya…Dia muliakan‖ (Rm 8:29,30, ILT)— Allah telah memuliakan kita sebelum alam semesta dijadikan! Demikianlah kepastian tak tergoyahkan dari penggenapan tujuan-tujuan Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 231 Yahweh, tanpa menghiraukan betapa dekat atau jauh di masa depan, kata-kata (dipanggil, dibenarkan, dimuliakan) itu semuanya ada dalam kala lalu (kala Yunani: aorist)! Paulus dikaruniai pemahaman mendalam akan Allah. Atas dasar inilah ia dapat membuat pernyataan-pernyataan luar biasa seperti itu. Tatkala diterapkan kepada dirinya, ia memahami bahwa Allah dalam kasih dan anugerah-Nya telah memilih dia dan memuliakan dia sejak kekekalan. Jika Paulus memahami hal ini, tidakkah Yesus juga tahu tentang hal itu? Tentu saja. Ini terlihat dalam Yohanes 17:5, ―Dan sekarang, ya Bapa, muliakanlah Aku di hadirat-Mu sendiri dengan kemuliaan yang Kumiliki di hadirat-Mu sebelum dunia ada‖, jika kata-kata itu dipahami dengan benar. Mengingat pembahasan terdahulu, sekarang kita sampai kepada kesimpulan kajian atas ucapan Yesus yang signifikan ini: (1) ―Dan sekarang, ya Bapa, muliakanlah Aku di hadirat-Mu sendiri‖, yang mengawali kalimat itu, jelas menunjukkan bahwa Yesus sedang bersiap-siap memasuki hadirat Bapa melalui kematiannya dan kebangkitannya: Bdk. ―Aku pergi kepada Bapa‖ (Yoh 16:10), ―Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu‖ (Yoh 14:2,3), ―Aku belum naik kepada Bapa‖ (Yoh 20:17), tetapi ia akan segera naik. (2) ―Muliakanlah Aku‖; kita telah melihat makna khusus dari ―kemuliaan‖ dan ―mempermuliakan‖ dalam Injil Yohanes. Hal yang perlu diamati di sini adalah, ―muliakanlah‖ berbentuk aktif, menunjukkan bahwa pemuliaan ini merupakan tindakan Bapa: Yesus yang ―ditinggikan‖, kematiannya di kayu salib untuk dosa adalah, pada akhirnya, hasil usaha Allah, bukan manusia. Kematian Kristus demi keselamatan kita adalah rencana Allah, bukan rencana manusia. Yesus adalah ―Anak Domba Allah”. Imam di bait suci yang menyembelih anak domba itu sekadar bertindak atas nama orang yang mempersembahkan anak domba itu. Anak domba itu bukan milik imam. ―Anak Domba Allah‖ disebut demikian karena dipersembahkan oleh Allah untuk keselamatan kita: ―Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita‖ (1Yoh 4:10). Oleh karena itu, kematian Kristus sebagai kurban pendamaian bagi kita terutamanya adalah perbuatan Allah. Bila kita gagal melihat ini kita telah keliru dalam menyalahkan orang-orang Romawi atau Yahudi atas kematiannya yang hanya berfungsi sebagai alat dalam rencana Allah demi keselamatan umat manusia. 232 The Only True God (3) Rencana-rencana keselamatan ini bukan semacam hasil pemikiran yang timbul kemudian di pihak Allah, tetapi telah dipersiapkan dalam kekekalan ―sebelum dunia ada‖ dan sekarang tengah diterapkan melalui kasih, kuasa, dan hikmat Allah. Mempertimbangkan hal-hal tersebut, sang Rasul berseru, ―O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya!‖ (Rm 11:33) Akhirnya, kebenaran bahwa Allah ―memanggil hal-hal yang tidak ada seolah-olah ada‖ (Rm 4:17, NIV) bukan sekadar soal teologi untuk menumbuhkan rasa ingin tahu intelektual kita. Kebenaran itu tertulis demi suatu tujuan sangat praktis, yakni, memperlihatkan bahwa iman bukanlah suatu bentuk impian khayal melainkan bersandar pada dasar batu karang karakter Allah Sendiri, dan yang rencana serta tujuan-Nya tidak mungkin gagal. Iman, bahkan di hadapan rintangan-rintangan yang tampaknya tak tertanggulangi sekalipun, pasti akan menang, bukan karena apa-apa yang hakiki di dalam iman itu sendiri, tetapi karena Dia yang kepada-Nya iman itu bergantung. Inilah sebabnya mengapa konteks Roma 4 terutamanya prihatin dengan aplikasi praktis iman dalam kehidupan kita bahkan dalam berbagai keadaan yang tampak berlawanan, dan Abraham diangkat sebagai teladan dari hal ini: Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui bahwa tubuhnya sudah sangat lemah, karena usianya telah kira-kira seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup. 20 Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah, 21 serta berkeyakinan penuh bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan. 22 Karena itu hal ini diperhitungkan kepadanya sebagai kebenaran.‖ 19 Bahkan terlebih luar biasanya adalah keyakinan Yesus yang tak tergoyahkan atas rencana Bapa akan keselamatan yang sedang dilaksanakan melalui dia saat itu, terlebih-lebih kini di mana dirinya yang akan segera ―ditinggikan‖ merupakan peristiwa yang langsung membayangi di depannya. Dari sudut pandang inilah kita mulai memahami kedalaman dan kuasa kata-katanya dalam Yohanes 17:5. Dengan tekad yang tabah Yesus memohon kepada Bapa untuk Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 233 ―memuliakan Aku‖ sekarang, dan kemuliaan apa lagi yang bisa diberikan kepadanya di saat krusial dalam ―sejarah keselamatan‖ itu selain ―peninggian‖ dia melalui kematiannya di kayu salib, yang selanjutnya akan dibuktikan tidak bersalah melalui dirinya yang ―dibangkitkan dari antara orang mati‖ (Rm 6:4)? Di sini kita melihat kelayakkan Kristus untuk menerima hormat dari khalayak di surga yang memberitakan, ―Anak Domba yang disembelih itu layak untuk menerima kuasa, dan kekayaan, dan hikmat, dan kekuatan, dan hormat, dan kemuliaan, dan puji-pujian!‖ (Why 5:12) Yohanes 17:22—kesatuan Yesus dengan Bapa Yohanes 17:22, ―Dan Aku telah memberikan kepada mereka kemuliaan yang Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu‖. Kesatuan Yesus dengan Bapa merupakan argumen lain yang digunakan oleh trinitarianisme, yang beranggapan bahwa kesatuan membuktikan kesetaraan. Padahal, sebenarnya sama sekali tidak membuktikan hal itu. Ini semestinya jelas terlihat dalam terang 1 Korintus 6:16,17, tetapi kita tidak mengindahkannya: 1 Korintus 6:17, ―Tetapi siapa yang mengikatkan dirinya pada Tuhan, menjadi satu roh dengan Dia.‖ Ikatan kesatuan antara orang beriman dengan Tuhan pada hakikatnya sama artinya dengan yang ada dalam Yohanes 17:22, akan tetapi tak seorang pun akan begitu congkak sampai mengira bila ikatan kesatuan dengan Tuhan ini menyiratkan kesetaraan orang beriman dengan Dia. Yohanes 17:23—Yesus berkata bahwa Bapa mengasihi kita sama seperti Ia mengasihi dia M ari kita pertimbangkan pernyataan Yesus yang mencengangkan dalam Yohanes 17:23 bahwa Bapa mengasihi kita sama seperti Ia telah mengasihi Yesus sebagai Anak-Nya, dan bahwa ini adalah sesuatu yang harus dinyatakan kepada dunia. Setiap orang beriman sangat mengenal Yohanes 3:16, ―Karena Allah 234 The Only True God begitu mengasihi dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal‖, tetapi berapa banyak orang yang mengetahui 17:23, ―Engkau mengasihi mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku‖? Bapa mengasihi dunia sampai-sampai mengorbankan apa yang paling dikasihi-Nya Sendiri, Anak-Nya. Dan terlebih lagi, betapa Ia mengasihi mereka yang telah berpaling dari dunia sekarang ini dan disatukan dengan Dia dalam Kristus? Jawaban yang kita temukan adalah bahwa Ia mengasihi mereka sama seperti Ia mengasihi Kristus! Bahwa Allah mengasihi mereka yang ada di dalam Kristus, sama seperti Ia mengasihi Kristus, sudah tentu menjadi penyebab untuk bersukacita—bersukacita di dalam Tuhan yang mengasihi kita itu. KasihNya yang tak terkatakan inilah yang menjadi penyebab untuk kita bersukacita di dalam Dia dalam segala kondisi hidup yang harus kita alami di dunia. Hal ini pasti merupakan alasan nasihat Paulus untuk ―Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!‖ (Flp 4:4). Paulus sudah menasihati jemaat di Filipi ―bersukacitalah dalam Tuhan‖ dalam Filipi 3:1. Namun, frase ini tidak muncul di manapun dalam PB. Akan tetapi, frase itu muncul 9 kali (4 kali dalam Kitab Mazmur) dalam PL, yang cukup pasti merupakan sumber dari mana Paulus memperoleh kata-kata ini. Hendaknya diperhatikan pula bahwa dalam setiap pemunculan PL, ―Tuhan‖ adalah ―TUHAN‖, yaitu Yahweh. Surat Filipi ditulis dalam kerasnya kondisi penjara Romawi, maka sangat mungkin bila Paulus teringat akan Kitab Habakuk 3 khususnya: Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladangladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, 18 namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku. 17 Bahkan ketika tidak ada apa-apa untuk disoraki dalam situasi kehidupan kita, Yahweh Sendiri senantiasa menjadi penyebab dari sukacita kita, karena Ia telah mengasihi kita sama seperti Ia mengasihi Anak-Nya yang terkasih, dan kita adalah yang terkasih di dalam Kristus Yesus, yang adalah ―pujian kemuliaan anugerah-Nya, yang dengannya Dia telah merahmati kita di dalam Yang Terkasih‖ (Ef 1:6, ILT)—kita adalah yang terkasih di dalam Yang Terkasih! Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 235 Yang Terkasih merupakan kepala komunitas orang-orang terkasih, yaitu jemaat. Akibatnya, kita menganggap pasti istilah ―jemaat Kristus‖. Saya sungguh terkejut ketika mendapati istilah ini tidak ada dalam PB! Alih-alih, istilah ―jemaat Allah‖ dijumpai 7 kali dalam PB. Konsep bahwa jemaat merupakan kepunyaan Allah sebagai milik-Nya yang unik telah menjadi tidak akrab untuk kebanyakan dari kita, sebab kita pun agaknya telah lupa bahwa Kristus sendiri adalah milik Allah (1Kor 3:23). Di sini kita bisa melihat contoh lain bagaimana trinitarianisme mempengaruhi pemahaman kita akan penyataan Alkitabiah, dalam contoh ini konsep kita tentang sesuatu yang begitu dasariah seperti jemaat. Kita terusmenerus berbicara tentang ―jemaat Kristus‖ sedangkan dalam PB tidak terdapat satu pun contoh pemunculan dari istilah ini! Pelayanan Kristus dan jemaat mencapai puncaknya dalam peninggian Allah Yahweh sebagai “semua di dalam semua” S alah satu tempat di mana Paulus membuat referensi kepada ―Jemaat Allah‖ adalah dalam pasal penting ke-15 dari Surat 1 Korintus (ay.9). Banyak kebenaran yang sangat penting dinyatakan secara unik dalam pasal ini. Di sini, kebenaran bahwa Allah (Yahweh) sendiri adalah yang tertinggi di atas segalanya, termasuk sang Anak, dinyatakan dengan terang-benderang. Beralih dari satu butir penting ke butir penting lainnya kita tiba pada ay.28: ―Tetapi kalau segala sesuatu telah ditaklukkan di bawah Kristus, maka Ia sendiri sebagai Anak akan menaklukkan diri-Nya di bawah Dia (Allah, sang Bapa, ay.24), yang telah menaklukkan segala sesuatu di bawah-Nya, supaya Allah menjadi semua di dalam semua.‖ Ayat ini sangat problematis untuk saya selaku seorang Trinitarian, demikian juga untuk semua orang Trinitarian, karena di situ dinyatakan dengan gamblang bahwa otoritas yang diterapkan oleh Anak hingga saat itu akan dikembalikan kepada Bapa, Allah Yahweh, dan ―Ia sendiri sebagai Anak akan menaklukkan diri-Nya di bawah Dia‖. Tentu saja, cara yang lazim digunakan untuk keluar dari kesulitan adalah dengan memakai ―gaya bicara bertentangan‖ yang dikenal baik oleh kita semua, yakni, dengan berargumentasi bila hal itu tidak berlaku kepada Yesus sebagai Allah, tetapi hanya sebagai manusia saja. Namun, argumen ini setidaknya mengabaikan dua permasalahan serius: (1) meskipun istilah ―Anak‖ tidak muncul di tempat lain dalam pasal ini, 236 The Only True God istilah itu justru muncul dalam ayat krusial ini! Hal ini terjadi seolaholah Allah dapat meramalkan gaya bicara bertentangan ini! ―Anak‖ persisnya merupakan gelar yang digunakan oleh para Trinitarian untuk merujuk kepada ―Allah-Anak‖; (2) ayat ini berbicara tentang masa depan, bukan masa lalu, sewaktu ―Anak‖ (dalam arti trinitaris) menaklukkan dirinya sendiri kepada Allah sang Bapa sebagai manusia Kristus Yesus itu (Flp 2:6-8). Lagipula, hal yang menariknya adalah bahwa sekalipun Kristus ditinggikan oleh Allah Bapa setelah kematian dan kebangkitannya (Flp 2:9-11), akan tetapi dalam tatanan hal-hal yang kekal ―Ia sendiri sebagai Anak akan menaklukkan diri-Nya di bawah Dia‖; sebab pada hakikatnya Allah sajalah yang ―semua di dalam semua‖ (1Kor 15:28). Allah Yahweh yang dari-Nya segala sesuatu berasal, dan yang kepada-Nya segala sesuatu akan kembali, pada akhirnya akan diakui dan dimuliakan sebagai yang mutlak segalanya bagi setiap orang dalam setiap aspek—―semua di dalam semua‖. Dalam PB, sasaran tunggal dari pelayanan Kristus adalah peninggian Allah Yahweh sendiri sebagai yang tertinggi di atas segalanya. Ketika tujuan ini berhasil dicapai, selesai pulalah pelayanannya. Ini berarti bahwa pelayanannya yang mulia dan berjaya itu terbatas oleh waktu. Pelayanannya tidak terus-menerus berlanjut tanpa mencapai suatu akhir: ada satu sasaran khusus yang hendak dicapainya dan, tatkala telah tercapai, karya Kristus akan berakhir dengan jaya pada saat itu. Karya yang terus-menerus berlanjut adalah karya yang tidak pernah mencapai suatu akhir. Namun, tidak demikian halnya dengan Kristus. Sekali umat manusia berhasil ditebus, maka jelaslah, karya penebusan dan keselamatan telah berakhir. Sekali dosa telah ditebus untuk selamanya, karya imam besar kita Yesus Kristus telah selesai, dan pelayanan pengorbanannya di Bait Allah tidak lagi diperlukan. Imam besar tidak lagi mempunyai tugas lebih lanjut. Namun, oleh karena kita belum mencapai kesempurnaan (Flp 3:12) dan oleh karena itu, bisa bersalah karena melakukan dosa yang tidak disengaja, imam besar kita terus-menerus bersyafaat untuk kita (Ibr 7:25; 1Yoh 2:1), dan ia akan terus berbuat demikian hingga kita disempurnakan pada hari di mana ―kita akan menjadi sama seperti Dia‖ (1Yoh 3:2). Demikian pula, sekali pendamaian itu tercapai maka tidak lagi ada perlunya seorang pengantara (1Tim 2:5). Lagipula, keselamatan dalam PB itu melampaui pendamaian kepada anugerah yang menjadikan kita ―anak-anak Allah‖ (Rm 8:16). Tentu saja tidak ada anak yang Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 237 membutuhkan pengantara untuk datang kepada ayahnya. Jadi, seorang pengantara yang baik (seperti dokter yang baik) berhasil ―membuat dirinya kehilangan pekerjaan‖ dengan mengakibatkan perdamaian. Inilah kemuliaan dan keindahan Kristus sebagai pengantara yang sukses, yang kepadanya semua orang yang telah didamaikan akan tetap bersyukur selamanya, memuji Allah yang menyediakan seorang pengantara ajaib seperti itu bagi umat manusia. ―Anak‖ dalam 1 Korintus 15:28 itu tentunya digunakan secara biasa sebagai gelar sang Mesias, atau ―Kristus‖, dan dalam arti ini tidak menimbulkan masalah apa-apa. Sebaliknya, gelar demikian menekankan kejayaan penggenapan pelayanan Mesianik Kristus Yesus, sama seperti yang dinyatakan dalam ay.24, ―Kemudian tiba kesudahannya, yaitu bilamana Ia menyerahkan Kerajaan kepada Allah Bapa, sesudah Ia membinasakan segala pemerintahan, kekuasaan dan kekuatan‖, yaitu, seluruh kuasa yang telah menolak untuk takluk kepadanya. Semuanya ini mempunyai sasaran terakhir agar ―supaya Allah (Bapa) menjadi semua di dalam semua‖. Monoteisme Perjanjian Baru yang mutlak ini nyaris tidak dapat dibuat lebih jelas daripada ini. K Yohanes 20:28 aum Trinitarian terus-menerus menunjuk kepada Tomas yang menyembah Yesus dengan ucapan, ―Tuhanku dan Allahku‖. Barangkali mereka menyangka Tomas tidak mengetahui atau mempedulikan apa yang telah dikatakan Yesus kepada si iblis ketika ia dicobai: ―Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti‘‖, Matius 4:10; Lukas 4:8? Atau mungkin Tomas tidak tahu ajaran Yesus, atau doanya yang dipanjatkan kepada ―satu-satunya Allah yang benar‖ (Yoh 17:3)? Mungkinkah umat Trinitarian beranggapan Tomas bukan seorang Yahudi atau monoteis? Apakah Yesus sudah melupakan ajarannya sendiri dan, karena itu, tidak menegur Tomas? Pemikiran seperti ini tidak sesuai dengan fakta-fakta Alkitabiah. Masalah dasariah dengan penafsiran trinitaris adalah pengabaian secara terus-menerus kepada konteks dari ayat yang digunakan, atau lebih tepat, disalahgunakan. Adalah fakta mendasar di dalam ilmu penafsiran bahwa ―teks yang diartikan di luar konteksnya merupakan dalih.‖ Perkataan Tomas hanya dapat dipahami secara tepat di dalam keseluruhan konteks 238 The Only True God Injil Yohanes. Di sini kita hanya bisa mempertimbangkan beberapa butir yang secara langsung relevan: Percakapan mengesankan antara Yesus dengan murid-muridnya tidak lama sebelum penyalibannya tak pelak telah terpatri dalam ingatan Tomas, yaitu tentang melihat Bapa, yang tak lain dan tak bukan adalah Yahweh: Yohanes 14: 8 Kata Filipus kepada-Nya: ―Tu[h]an, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami.‖ 9 Kata Yesus kepadanya: ―Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku? Siapa saja yang telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa; bagaimana engkau berkata: Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami. 10 Tidak percayakah engkau bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku? Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang tinggal di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-pekerjaan-Nya. 11 Percayalah kepada-Ku bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku; atau setidak-tidaknya, percayalah karena pekerjaanpekerjaan itu sendiri.‖ Mengingat wacana di atas, ketika Tomas melihat Kristus yang tersalib— yang kini ―telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa‖ (Rm 6:4)—berdiri di hadapannya, kata-kata Yesus ―siapa saja yang telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa‖ secara harfiah kini ―menjadi hidup‖ di hadapan matanya. Kini ia melihat sang Bapa di dalam Kristus dan berseru ―Tuhanku dan Allahku!‖, sebuah ucapan yang siap keluar dari mulut seorang Yahudi ketika melihat penglihatan seperti itu. Ini menggemakan kata-kata Yesaya, ―Namun mataku telah melihat Sang Raja, yakni TUHAN (Yahweh) semesta alam! (Yes 6:5). Tidak diragukan bila ucapan Tomas itu mewakili semua rasul lain di dalam ruangan itu. Hendaknya juga diperhatikan bahwa alasan yang diberikan Yesus atas ucapan bahwa siapa saja yang telah melihat dia telah melihat Bapa terungkap dalam kata-kata, ―Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku‖ yang dinyatakan dua kali (Yoh 14:10,11), dengan demikian menekankan pentingnya ayat-ayat itu. Pernyataan yang diulangi ini tidak dimaksud untuk menandaskan keakraban hubungannya dengan Bapa dalam bahasa metaforis tetapi untuk menyatakan suatu kenyataan rohaniah sejati, yaitu, bahwa sang Bapa hidup di dalamnya dan bahwa ―Bapa, yang tinggal di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-pekerjaan-Nya‖ Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 239 (ay.10). Dengan kata lain, kediaman Bapa di dalamnya merupakan realitas rohaniah yang dinamis dari hidup dan pelayanan Yesus. Dari pihak Yesus, ia hidup sepenuhnya di dalam sang Bapa yang dalam pelaksanaannya berarti hidup sepenuhnya di bahwa otoritas-Nya: ―Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri‖ (ay.10). Berdiamnya Bapa di dalam Yesus ini merupakan sesuatu yang disebut Yesus bukan saja pada akhir pelayanannya di bumi tetapi sudah sejak permulaan. Tomas pasti teringat bahwa Yesus sudah berbicara tentang tubuhnya sebagai bait Yahweh (Yoh 2:19), terlebih lagi karena apa yang dikatakan oleh Yesus itu dikutip di sidang pengadilan untuk mencelakakan dia (Mat 26:61; Mrk 14:58). Dan oleh karena tubuh Yesus adalah bait suci Yahweh, jelaslah Yahweh tinggal di dalam dia secara jasmaniah (Kol 2:9). Berkenaan dengan kebangkitan, dalam Yohanes 2:22 dinyatakan secara rinci bahwa ―Karena itu, sesudah Ia bangkit dari antara orang mati, murid-murid-Nya teringatlah bahwa hal itu telah dikatakan-Nya, dan mereka pun percaya kepada Kitab Suci dan kepada perkataaan yang telah diucapkan Yesus.‖ Bukankah Tomas salah satu murid yang teringat dengan hal itu? Dan bukankah pengalaman mengejutkan akan Kristus yang berdiri di depan dia karena telah dibangkitkan oleh kuasa Yahweh—seperti yang dikatakan Yesus akan terjadi—akan menyebabkan Tomas melontarkan pujian dan pujaan kepada Yahweh dengan kata-kata yang kerap ditujukan kepada-Nya oleh umat-Nya, ―Tuhanku dan Allahku‖? Mengingat fakta-fakta tersebut, mana yang lebih mungkin: bahwa Tomas menyembah Yesus, ataukah Allah yang telah membangkitkan Yesus menurut firman-Nya? Sebagai seorang monoteis, Tomas hanya sepatutnyalah menujukan kata-kata ―Tuhanku dan Allahku‖ itu kepada Yahweh. Namun, signifikansi pengakuan itu terletak pada kenyataan berikut: Tomas kini menyadari bahwa Yahweh memang telah datang ke dunia secara jasmaniah di dalam manusia Yesus sang Mesias, dan ―tinggal di antara kita‖ (Yoh 1:14, BIS). Frase ―Yahweh (TUHAN) Allahku‖ dijumpai tidak kurang dari 36 kali dalam PL. Oleh karena itu, frase tersebut merupakan suatu bentuk sapaan kepada Yahweh yang kerap digunakan, dan dengan demikian, gampang sekali keluar dari mulut seorang Yahudi. Pertimbangkan pula fakta bahwa orang-orang Yahudi berdoa menghadap bait suci (ketika masih berdiri di Yerusalem) dan ―tempat maha kudus‖nya. Fakta ini sesuai dengan Kitab-kitab Suci, seperti 240 The Only True God terlihat dalam doa Solomo pada saat pentahbisan bait suci itu seperti tercatat dalam 2 Tawarikh 6 (BIS): ―Semoga dari tempat kediaman-Mu di surga Engkau mendengar dan mengampuni aku serta umat Israel, umat-Mu itu, apabila kami menghadap rumah ini dan berdoa kepadaMu.‖ 20 ―Apabila umat-Mu berdosa kepada-Mu dan Engkau menghukum mereka dengan tidak menurunkan hujan, lalu mereka bertobat dari dosa mereka dan menghormati Engkau sebagai TUHAN, kemudian menghadap ke Rumah-Mu ini serta berdoa kepada-Mu, 27 ya TUHAN di surga, dengarkanlah mereka. Dan ampunilah dosa hamba-hamba-Mu umat Israel.‖ 26 ―semoga Engkau mendengarkan doa mereka. Kalau dari antara umat-Mu Israel ada yang dengan bersedih hati berdoa kepada-Mu sambil menengadahkan tangannya ke arah Rumah-Mu ini, 30 kiranya Engkau di dalam kediaman-Mu di surga mendengar serta mengampuni mereka. Hanya Engkaulah yang mengenal isi hati manusia. Sebab itu perlakukanlah setiap orang setimpal perbuatan-perbuatannya‖. 29 Ketika umat Yahudi memanjatkan doa-doa mereka dengan menghadap bait suci, apakah mereka sedang berdoa kepada bait suci itu atau kepada Dia yang Hadirat-Nya ada di dalam bait suci (2Taw 6:2)? Tomas akhirnya memahami kebenaran yang dikatakan oleh Yesus dalam Yohanes 2:19 tentang dirinya sebagai bait Allah, dan pengajarannya tentang Bapa sebagai yang berbicara dan bertindak di dalam dirinya. Kini, setelah melihat dengan mata kepalanya sendiri penggenapan bait suci (Yesus) setelah dibangkitkan oleh kuasa Allah Yahweh dan sekarang berdiri di hadapannya, apakah aneh bagi dia untuk berseru ―Tuhanku dan Allahku‖? Lantas, mengapa umat Trinitarian harus beranggapan bahwa kata-kata Tomas itu tidak dialamatkan kepada Yahweh, yang kini telah menjadi Tuhan dan Allahnya melalui Yesus secara teramat eksperiensial? Hal lain yang tampaknya tidak sanggup dimengerti oleh pikiran trinitaris yang telah terindoktrinasi, sekalipun terlihat dengan gamblang di sepanjang PL, adalah bahwa gelar ―Tuhan Allah‖ merupakan cara lazim untuk menyebut Yahweh. Tanpa mesti merujuk kepada teks Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 241 Ibrani, siapa pun bisa melihat bahwa ―TUHAN Allah‖ atau ―Tuhan ALLAH‖ (di mana kata yang tertulis dalam huruf kapital mewakili nama ―Yahweh‖) muncul dalam 383 ayat di ESV (210 kali dalam Kitab Yehezkiel saja!). Semua ini berarti bahwa seruan Tomas merupakan sesuatu yang datang langsung dari Alkitab Ibrani, dan yang secara spontan akan keluar dari mulut siapa saja yang menekuni PL. Hal yang juga jelas adalah bahwa ―Tuhan‖ dan ―Allah‖ merupakan gelar yang dikenakan kepada Yahweh, terutamanya ketika dipakai secara tergabung. Oleh karena itu, menerapkan gabungan gelar tersebut kepada Yesus tidak membuktikan Yesus itu Allah (sebagaimana dengan sia-sia dikira oleh banyak orang Trinitarian oleh karena ketidaktahuan), tetapi hanya akan membuktikan bahwa Yesus adalah Yahweh. Akan tetapi, ini bukan ―bukti‖ yang ingin dicapai oleh kaum Trinitarian karena akan merancukan ―Allah-Bapa‖ dengan ―Allah-Anak‖. Singkatnya, Yohanes 20:28 sama sekali tidak bernilai untuk trinitarianisme. Namun, apa yang memang diberitakan adalah bahwa Tomas telah menyadari realitas Yahweh di dalam dan melalui Kristus. Ia melihat ―kemuliaan TUHAN, semarak Allah kita” (Yes 35:2). Kata-kata yang diucapkan Tomas mengingatkan kita pada kata-kata dalam Kitab Mazmur seperti, ―Terjagalah dan bangunlah membela hakku, membela perkaraku, ya Allahku dan Tuhanku! Hakimilah aku sesuai dengan keadilan-Mu, ya TUHAN Allahku‖ (Mzm 35:23,24). Mengingat bukti Alkitabiah, apakah kita masih bersikeras bahwa ucapan dalam Yohanes 20:21 ini merujuk kepada Yesus? Atau, apakah kata-kata itu dialamatkan kepada Allah sebagai respon atas penampilan Yesus kepada Tomas, yang merupakan suatu pengalaman teramat luar biasa? Dalam dunia sekular dewasa ini, adalah hal biasa untuk orang berteriak ―My God (Allahku)‖ ketika terkejut. Kita merasa muak dengan teriakan macam ini yang keluar dari mulut orang tidak beriman. Namun, tidakkah ada situasi-situasi di mana seorang beriman boleh membuat seruan seperti itu kepada Allah, terutamanya ketika—dalam perkataan C.S. Lewis—―dikejutkan oleh kegembiraan‖? Yohanes 21:17, “Engkau tahu segala sesuatu” ‗Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: ―Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?‖ Petrus pun merasa 242 The Only True God sedih karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: ―Apakah engkau mengasihi Aku?‖ Dan ia berkata kepada-Nya: ―Tu[h]an, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu bahwa aku mengasihi Engkau.‖ Kata Yesus kepadanya: ―Peliharalah domba-dombaKu.‖‘ Kata-kata ―Tu[h]an, Engkau tahu segala sesuatu‖ telah digunakan oleh sejumlah Trinitarian untuk mendukung kemaha-tahuan Yesus. Hal ini bisa dianggap sebuah contoh trinitarianisme yang berusaha membuat ―sekepal menjadi gunung‖, karena dalam konteks ini arti kata-kata itu tidak lebih dari sekadar ―Tu[h]an, Engkau mengetahui aku luar dalam; Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau‖. Mengubah sebuah pernyataan yang berkepentingan dengan Petrus menjadi sebuah pernyataan akan pengetahuan absolut adalah ciri khas argumentasi trinitaris. Itu juga berlawanan dengan pernyataan Yesus sendiri bahwa memang ada sesuatu yang penting yang tidak diketahuinya, yakni, saat akhir zaman dan kedatangan anak manusia. Hal tersebut hanya diketahui oleh Bapa, Dia sajalah yang memiliki pengetahuan absolut akan segala sesuatu: Matius 24:36-37, ―Tetapi tentang hari dan saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di surga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa sendiri. Sebab sebagaimana halnya pada zaman Nuh, demikian pula halnya kelak pada kedatangan Anak Manusia [yaitu kedatangannya tidak akan terduga, ay.38].‖ Elisa dihormati karena mengetahui segala sesuatu yang dibicarakan oleh raja Siria berkenaan dengan rencananya melawan Israel. Akibatnya, Israel terus-menerus diperingati sebelumnya oleh nabi itu dan mereka siap menghadapi serangan-serangan Siria kapan pun juga. Dibingungkan oleh kenyataan tidak pernah bisa mendapatkan Israel dalam situasi lengah, raja itu berusaha mencari tahu apakah ada orang dalam yang tengah mengkhianati rencananya melawan Israel. Kemudian ia diberitahu apa yang menjadi sumber masalah sebenarnya, ―Elisa, nabi yang di Israel, dialah yang memberitahukan kepada raja Israel tentang perkataan yang diucapkan oleh tuanku di kamar tidurmu.‖ (2Raj 6:12) Sungguh indah bahwa Allah dapat berbuat apa saja melalui manusia yang sepenuhnya tunduk kepada Dia, dan Alkitab memberikan banyak contoh akan apa yang telah digenapi Allah melalui orang-orang yang setia. Tak pelak, Yesus dikaruniai pengetahuan akan segalanya yang Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 243 diperlukan untuk menunaikan misinya demi mendamaikan umat manusia dengan Allah. Jadi, tidak diragukan bila apa yang diwahyukan kepadanya itu jauh lebih banyak daripada yang diwahyukan kepada Elisa. Yesus, sebagai satu-satunya manusia sempurna tentu saja unik di antara manusia, dan melalui dia Allah sanggup menggenapi karya tak tertandingi untuk ―mendamaikan dunia dengan diri-Nya‖ (2Kor 5:19), ―sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib Kristus‖ (Kol 1:20). P Pentingnya Pengajaran tentang Kristus dalam Kitab Kisah Para Rasul esan-pesan dalam Kitab Kisah Para Rasul diberikan segera setelah pencurahan Roh pada hari Pantekosta, dan karena itu disampaikan sebagai akibat langsung pemenuhan Roh Kudus— jadi, pesan-pesan itu haruslah determinatif guna memahami pribadi Kristus. Akan tetapi, sulit menemukan isyarat sedikit pun atas ketuhanan Kristus dalam Kitab Kisah Para Rasul, sementara kemanusiaannya terlihat jelas. Oleh karena ketuhanan Kristus yang ditengarai itu bukan faktor dalam khotbah apostolik paling awal dalam Kitab Kisah Para Rasul, dan sesungguhnya, tidak di manapun dalam Kitab Kisah Para Rasul, maka secara khusus tidak ada apa-apa yang relevan terhadap trinitarianisme untuk dibahas dalam kitab penting ini. Namun, ada suatu pengamatan terkait yang penting yang hendaknya dipertimbangkan baik-baik: Jemaat diperlengkapi dengan kuasa dari atas pada hari Pantekosta, dan keluar memberitakan Injil dalam kuasa itu hingga ke ujung bumi. Kuasa itu tidak lagi tampak dalam jemaat-jemaat dewasa ini, dan ini jelas berkaitan dengan kenyataan bahwa sekarang ini jemaat memberitakan pesan yang dilandasi oleh teologi dan Kristologi yang berbeda dengan yang diwartakan dalam Kitab Kisah Para Rasul. K Roma 9:5 arena tidak adanya pembubuhan tanda baca dalam teks Yunani, maka makna yang berasal dari teks itu bergantung pada cara si penerjemah memilih tempat untuk membubuhkan tanda 244 The Only True God bacanya. Cara-cara yang mungkin dalam penerjemahan Roma 9:5 dibuat amat jelas dalam NIV: ―Theirs (i.e. of the Jews) are the patriarchs, and from them is traced the human ancestry of Christ, who is God over all, forever praised! {Or Christ, who is over all. God be forever praised! Or Christ. God who is over all be forever praised!} Amen.‖ Merekalah (yakni, orang Yahudi) yang empunya bapa-bapa leluhur, dan dari mereka ditelusuri jalur keturunan Kristus, yang adalah Allah di atas segalanya, terpujilah selama-lamanya! {Atau, Kristus yang di atas segalanya. Terpujilah Allah selamalamanya! Atau, Kristus. Allah yang di atas segalanya terpujilah selama-lamanya} Amin.‖ Kedua terjemahan alternatif itu, yang pada hakikatnya tidak berbeda karena keduanya mengatributkan pujian kepada Allah, bukan Kristus, tertulis dalam tanda-kurung untuk Roma 9:5. Sebagai terjemahan trinitaris, NIV menempatkan terjemahan yang mereka sukai pada teks pokok. Versi Alkitab trinitaris lainnya jelas-jelas mengikuti pilihan sama ini, dengan pengecualian yang patut dicatat untuk RSV: ―to them belong the patriarchs, and of their race, according to the flesh, is the Christ. God who is over all be blessed for ever. Amen (Merekalah yang empunya bapa-bapa leluhur, dan dari ras mereka, yang menurut daging, adalah Kristus. Allah yang di atas segala sesuatu terpujilah selama-lamanya. Amin).‖ Terjemahan RSV (dan terjemahan-terjemahan dalam tanda-kurung NIV) sudah pasti merupakan terjemahan yang tepat karena tiga alasan yang amat kuat: (1) Paulus jelas-jelas telah mendeklarasikan monoteismenya di beberapa tempat, dan dalam 1 Korintus 8:6 ia menyatakan dengan gamblang bahwa ―namun bagi kita hanya ada satu Allah saja, yaitu Bapa, yang dari Dia berasal segala sesuatu dan yang untuk Dia kita hidup, dan satu Tu[h]an saja, yaitu Yesus Kristus, yang melalui Dia segala sesuatu telah dijadikan dan yang karena Dia kita hidup‖. Karena itu, Paulus tidak akan pernah mendeskripsikan Yesus sebagai ―Allah‖. Yesus adalah ―Tu[h]an‖ secara konsisten dalam tulisan-tulisan Paulin. Berikut ini adalah contoh-contoh lain dari monoteisme Paulus: Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 245 1 Timotius 1:17, ―Hormat dan kemuliaan sampai selamalamanya bagi Raja segala zaman, Allah yang kekal, yang tidak tampak dan yang esa (monos)! Amin.‖ 1 Timotius 6: ―15 yaitu saat (kedatangan Kristus yang kedua, ay.14) yang akan ditentukan oleh Penguasa yang satu-satunya (monos) dan penuh berkat, Raja di atas segala raja dan Tuan di atas segala tuan. 16 Dialah satu-satunya (monos) yang tidak takluk kepada maut, bersemayam dalam terang yang tak terhampiri. Tidak seorangpun pun pernah melihat Dia dan memang manusia tidak dapat melihat Dia. Bagi-Nyalah hormat dan kuasa yang kekal!‖ (2) Kata-kata pujian yang persis sama seperti dalam Roma 9:5, ―yang harus dipuji sampai selama-lamanya‖, merujuk kepada Allah Yahweh dalam teks Yunani dari 2 Korintus 11:31 (ESV), ―Allah dan Bapa Tu[h]an Yesus, yang terpuji sampai selama-lamanya‖. Oleh karena itu, kata-kata tersebut tidak ditujukan kepada Yesus dalam Roma 9:5; Yesus adalah penyebab pujian itu, bukan sasaran. Agar mudah membandingkan, kedua teks tersebut dicantumkan berdampingan: Roma 9:5, ho ōn (epi pantōn theos) eulogētos eis tous aiōnas 2 Korintus 11:31, ho ōn eulogētos eis tous aiōnas Terlepas dari kata-kata yang ditempatkan dalam tanda-kurung guna memudahkan perbandingan, frase ―yang terpuji sampai selamalamanya‖ itu persis sama dalam kedua ayat tersebut. Dalam 2 Korintus 11:31 (ESV) rujukan kepada Allah sebagai ―Allah dan Bapa Tu[h]an Yesus‖ dibuat sebelum frase ini, sedangkan dalam Roma 9:5 rujukan kepada Allah ditempatkan di dalam frase itu sebagai Dia yang ―di atas segala sesuatu…Allah‖ (epi tantōn theos). Oleh karena sang Rasul menggunakan frase ini khususnya untuk ―Allah dan Bapa Tu[h]an Yesus‖ dalam 2 Korintus 11:31 (ESV), tidak ada alasan untuk mengira ia merujuk kepada Yesus sebagai ―Allah di atas segala sesuatu‖ dalam Roma 9:5, frase yang bisa dipastikan tidak akan diterapkan kepada siapa pun juga oleh orang Yahudi mana saja, termasuk Paulus, selain kepada Yahweh. (3) Memeriksa soal tersebut di dalam Surat Roma itu sendiri, hal yang membuatnya tidak terbantahkan adalah (a) bahwa frase yang sama yang 246 The Only True God diterjemahkan di sini sebagai ―dipuji selama-lamanya‖ (eulogētos eis tous aiōnas) juga diterapkan kepada Allah Yahweh sebagai sang Pencipta ―yang harus dipuji selama-lamanya. Amin‖ (Rm 1:25). Dan (b) kata penutup ―Amin‖ merupakan fitur istimewa dari pujian kepada Allah Yahweh dalam Surat Roma yang muncul lima kali. Terlepas dari Roma 1:25 dan 9:5, ada pula berikut ini: Roma 11:36, ―Sebab segala sesuatu adalah dari Dia (Allah Yahweh, bdk. ay.33dyb.), dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! Amin.‖ Roma 15:33, ―Allah, sumber damai sejahtera, menyertai kamu sekalian! Amin.‖ Roma 16:27, ―bagi Dia, satu-satunya Allah yang penuh hikmat, melalui Yesus Kristus: Segala kemuliaan sampai selamalamanya! Amin.‖ Dalam semua ayat di Surat Roma ini, Allah Yahweh adalah sasaran pujian, dan tidak ada alasan apa pun untuk menduga bila Roma 9:5 merupakan pengecualian. U Surat kepada Orang Ibrani mat Israel juga dikenal sebagai ―umat Ibrani‖ atau ―umat Yahudi‖, jadi, Surat kepada orang Ibrani ini ditulis untuk orang Yahudi. Surat itu ditulis oleh orang Yahudi untuk orang Yahudi. Apa yang tampak nyaris tidak mampu dipahami oleh kaum Trinitarian adalah bahwa orang Yahudi, terutamanya pada abad ke-1, adalah orangorang monoteis sejati. Jadi, baik para penulisnya maupun pembacanya tidak punya urusan apa-apa dengan trinitarianisme, yang tidak bisa didamaikan dengan monoteisme Alkitabiah. Oleh karena itu, sia-sialah untuk mencoba menggali keluar teks bukti trinitaris dari Kitab Ibrani. Hal ini jugalah yang saya coba pada waktu dulu, dan dengan demikian mengetahui secara langsung akan hal tersebut. Ini hanya dapat tercapai melalui penyalahtafsiran yang bebal atau dengan eisegesis, yang merupakan praktik lazim trinitaris yaitu dengan membacakan dogma mereka sendiri ke dalam teksnya. Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 247 Pasal pertama Surat Ibrani—tempat para Trinitarian berusaha menghimpun teks-teks bukti—terutamanya merupakan koleksi nas-nas Mesianik dari PL yang digunakan oleh orang-orang beriman Yahudi untuk meyakinkan sesama orang Yahudi bahwa Yesus adalah sang Mesias. Tentu saja nas-nas PL ini umumnya dikenal baik oleh orang Yahudi dan, oleh karena itu, sangat berguna sebagai sarana dalam membahas kemesiasan Yesus. Jadi, Surat kepada Orang Ibrani ini jelas mempunyai sasaran yang sama dengan Injil Yohanes, yakni untuk meyakinkan orang Yahudi (dan orang lain) bahwa ―Yesuslah Kristus, Anak Allah‖ (Yoh 20:31). ―Anak‖ sudah tampil di awal Surat Ibrani (1:2). Namun, surat ini memiliki tema-tema penting lain yang sama dengan Injil Yohanes, khususnya tema Kristus sebagai ―anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia‖ (Yoh 1:29,36). Kristus sebagai kurban penghapus dosa yang abadi merupakan tema utama Surat Ibrani. Tema sentral lainnya, yang berkaitan erat dengan tema terdahulu, adalah kenyataan unik bahwa Kristus merupakan kurban sekaligus imam besar! Yohanes 17 kerapkali disebut sebagai ―doa keimaman Yesus.‖ Titik temu lainnya yang kuat antara Surat Ibrani dengan Injil Yohanes adalah penekanan kepada kepercayaan atau iman. ―Percaya‖ adalah kata kunci dalam Injil Yohanes (pisteuō, 98 kali, jauh lebih sering daripada kitab PB mana pun), sedangkan ―iman‖ merupakan kata kunci dalam Surat Ibrani (pistis, 32 kali), khususnya berfokus pada pasal 11, di mana setiap pemunculan adalah tentang iman pada Yahweh. Tidak diragukan bahwa Surat Ibrani dan Injil Yohanes bukan saja memiliki persamaan dalam tema-tema utamanya, tetapi juga bersatu dalam komitmennya kepada monoteisme. Istilah ―Anak‖ dalam bahasa Ibrani merujuk kepada sang Mesias tetapi, tiada gunanya dikatakan, kaum Trinitarian ingin mengartikannya ―Allah-Anak‖, yang tak pernah terbersit dalam benak orang Yahudi, dan tentunya bukan itu maknanya dalam Surat Ibrani ataupun surat-surat lainnya dalam Alkitab. Namun, sebagai orang Trinitarian kita mengira bahwa Ibrani 1:8 menyediakan teks bukti yang bagus sekali atas ketuhanan Yesus. Kita tidak mempedulikan fakta bahwa itu adalah kutipan dari Mazmur 45:7, dan kita pun tidak terlalu peduli dengan makna kata-kata itu dalam konteks mazmur tersebut: ―Tetapi tentang Anak Ia berkata: ‗Takhta-Mu, ya Allah, tetap untuk seterusnya dan selamanya, dan tongkat kerajaan-Mu adalah tongkat kebenaran. 8 248 The Only True God Engkau mencintai keadilan dan membenci kefasikan; sebab itu Allah, Allah-Mu telah mengurapi Engkau dengan minyak sebagai tanda kesukaan, melebihi teman-teman sekutu-Mu.‘‖ (Ibr 1:8,9; Mzm 45:7,8) 9 Jika kita simak Ibrani 1:9 kita melihat bahwa di situ dikatakan—tentang Anak—―Allah, Allah-Mu telah mengurapi Engkau‖. Kata ―mengurapi‖ adalah makna kata ―Mesias‖ dalam bahasa Ibrani, dan makna kata ―Kristus‖ dalam bahasa Yunani. Jadi, ciri Mesianik nas ini (dan Mazmur 45 secara keseluruhan) dinyatakan secara eksplisit. Mazmur 45 merupakan sebuah kidung tentang penobatan raja Israel, yang sesudah diurapi oleh Yahweh, bertindak sebagai hamba dan wakil-penguasa Yahweh. Jadi, jika kata-kata dalam Ibrani 1:8, ―Takhta-Mu, ya Allah‖, diterapkan kepada raja Mesianik itu, maka kata ―Allah‖ semestinya dieja dengan ―allah‖ dan dipahami dalam arti penggunaannya oleh Yesus dalam Yohanes 10:34,35 (mengutip Mzm 82:1,6,7) di mana kata tersebut merujuk kepada para hamba dan perwakilan Allah. Para pakar PL sangat menyadari kenyataan bahwa dalam terang monoteisme PL, ―ya Allah‖ dalam Mazmur 45:7 hanya bisa diterapkan dalam arti itu, yang tercermin dalam sebagian dari terjemahan: Takhtamu kepunyaan Allah, tetap untuk seterusnya dan selamanya, dan tongkat kerajaanmu adalah tongkat kebenaran.‖ Robert Alter (Professor of Hebrew and Comparative Literature pada University of California, Berkeley) menerjemahkan baris pertama menjadi ―Takhtamu dari Allah ada selama-lamanya‖ dan berkomentar, ―Sebagian orang mengartikan bahasa Ibrani di sini sebagai ―Takhta-Mu, ya Allah,‖ tetapi akan ganjil tampaknya untuk menyapa Allah di tengahtengah puisi karena seluruh mazmur itu ditujukan kepada raja atau mempelainya‖ (The Book of Psalms, A Translation with Commentary, Norton, 2007, tentang Mzm 45:7). Di sisi lain, kemanusiaan Kristus lebih ditekankan dalam Surat Ibrani ketimbang dalam surat-surat PB lain. Ibrani 1:3 juga berbicara tentang Yesus yang ―mengadakan penyucian dosa‖. Terdapat penekanan kuat kepada darah pengorbanan dalam Surat Ibrani: ―darah‖ dalam arti ini adalah salah satu kata kunci dalam surat itu, dan jauh lebih sering muncul di sini daripada dalam kitab-kitab PB lainnya: muncul 21 kali. (―Darah‖ muncul 19 kali dalam Kitab Wahyu, tetapi sebagian besar Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 249 darinya merujuk kepada darah sebagai konsekuensi dari penghakiman ilahi atas dunia ini.) ―Darah dan daging‖ merupakan cara yang lazim digunakan oleh Kitab Suci untuk merujuk kepada manusia (Ibr 2:14; Mat 16:17; 1Kor 15:50; Ef 6:12). Dari sini terlihat jelas bahwa kemanusiaan Kristus secara mutlak esensial untuk ―mengadakan penyucian dosa‖ demi keselamatan umat manusia. Bertolak-belakang dengan ini, tidak pernah dikatakan di manapun dalam Surat Ibrani, ataupun dalam PB, bahwa Yesus harus menjadi Allah dalam rangka mengadakan penyucian dosa atau ―memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang‖ (Mat 20:28; Mrk 10:45). K Monoteisme Kitab Wahyu itab Wahyu Yohanei dianggap memiliki ―Kristologi tinggi‖, terutamanya karena apa yang tampak seperti gelar-gelar ilahi yang diberikan kepada Kristus dalam kitab itu. Sebagai tulisan PB terkini, kitab itu diperkirakan mengandung Kristologi PB yang paling maju. Kita akan melihat ciri-ciri kuncinya dengan cermat. Hal pertama yang mencolok bagi pembaca Kitab Wahyu adalah kenyataan bahwa gelar yang diberikan kepada Yesus melebihi semua gelar lain adalah ―Anak Domba‖ (arnion). Kata tersebut muncul 29 kali dalam Kitab Wahyu, tetapi ada satu rujukan kepada antikristus yang juga muncul sebagai anak domba (Why 13:11), atau bisa disebut ―anti anak-domba‖. Ini berarti bahwa terdapat 28 (= 4x7) rujukan kepada Anak Domba, dan jumlah ini cocok sekali dengan pola angka 7 yang terpasang tetap dalam Kitab Wahyu. Dengan demikian, Anak Domba adalah deskripsi Yesus yang paling sentral dalam kitab itu. Dalam kitab itu juga diberikan penjelasan secara eksplisit, sebab Anak Domba dilukiskan sebagai dia yang ―disembelih‖ dan, oleh darahnya, telah menebus orang-orang kudus (Why 1:5). Hal yang diketahui oleh setiap orang beriman Yahudi adalah bahwa kurban anak domba itu haruslah ―tidak bercacat atau bercela‖ jika ingin dipersembahkan di dalam Bait Allah. Artinya, kurban itu haruslah sempurna agar memenuhi syarat sebagai kurban. Apa arti semuanya ini semestinya terang-benderang: Yesus adalah kurban sempurna itu untuk umat manusia. Dengan kata lain, pokok utama Kitab Wahyu adalah Kristus sebagai manusia sempurna. Anak Domba adalah lambang sempurna dari manusia sempurna itu! 250 The Only True God Karenanya, ketuhanan Kristus bukanlah sesuatu yang muncul dalam Kitab Wahyu. Hal ini terlihat sangat jelas dari fakta bahwa ―Anak Domba‖ itu tidak pernah menjadi satu-satunya sasaran pemujaan atau pujian; ia selalu dan hanya dipuja bersama-sama dengan Allah, dan sekalipun demikian, hal itu hanya muncul dalam 2 atau 3 peristiwa. Dalam satu peristiwa kelihatannya seolah-olah Anak Domba itu adalah satu-satunya sasaran pemujaan meskipun kata ―menyembah‖ tidak dipakai (5:8dyb.). Namun, dalam ay.13 Allah dipuja bersama dengan Anak Domba itu, dan pada akhir bagian teks itu kata ―menyembah‖ kemungkinan besar digunakan dalam hubungannya dengan Allah bersama dengan Anak Domba (ay.14, tetapi bdk. paragraf berikutnya). Adalah signifikan bahwa kata ―menyembah‖ (proskuneō) dipakai 8 kali dalam Kitab Wahyu berkenaan dengan Allah saja, dan tidak pernah dengan Anak Domba saja. Hanya dalam satu peristiwa kata tersebut bisa, dan memang mungkin, merujuk kepada Allah dan Anak Domba bersama-sama (5:14). Ketidakpastian yang diungkapkan dengan kata ―bisa‖ itu dalam kalimat terdahulu didasari oleh cara penggunaan kata ―menyembah‖ dalam Kitab Wahyu secara keseluruhan: Pertimbangkan saja misalnya, pemandangan penyembahan dalam Wahyu 7:9-12 di mana khalayak yang tidak terhitung jumlahnya itu mempersembahkan pemujaan dan pujian ―bagi Allah kami yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba‖ (ay.10). Kemudian, tepat dalam ayat berikutnya (ay.11)—sebuah kejutan besar untuk saya—semua makhluk rohaniah dari tingkatan tertinggi di surga ―tersungkur di hadapan takhta itu dan menyembah Allah” (tanpa rujukan kepada Anak Domba yang baru saja disebut dalam ayat sebelumnya), dan mempersembahkan sebuah doksologi rangkap-tujuh kepada Dia saja (―Allah kita sampai selamalamanya‖, ay.12). Hebatnya, meskipun Anak Domba itu dikatakan mempunyai semacam posisi sentral berkenaan dengan takhta Allah (7:17), hal ini kemungkinan besar dimengerti sebagai implementasi pemerintahan dan otoritas Allah atas segala sesuatu sebagai perwakilan-Nya yang diberikan kuasa sepenuhnya, seperti juga disinggung di tempat lain dalam PB (Mat 28:18; 1Kor 15:25-28). Meskipun demikian, ia tidak pernah menjadi satu-satunya sasaran penyembahan. Bahkan tepat dalam nas di mana ayat ini (Why 7:17) muncul, kita membaca (ay.15), ―mereka (umat kudus) berdiri di hadapan takhta Allah dan melayani (latreuō) Dia siang malam di Bait Suci-Nya. Ia yang duduk di atas takhta itu akan membentangkan Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 251 kemah-Nya di atas mereka‖. Dalam bagian pertama ay.17 disinggung tentang Anak Domba, tetapi bagian teks itu diakhiri dengan referensi yang kembali kepada Allah semata. Sesuatu yang sangat mirip dengan contoh-contoh sebelumnya dijumpai dalam Wahyu 22:3, ―Tidak akan ada lagi yang terkutuk. Takhta Allah dan takhta Anak Domba akan ada di dalamnya dan hamba-hambaNya akan beribadah (latreuō) kepada-Nya.‖ Ini adalah satu-satunya tempat lain dalam Kitab Wahyu di mana kata latreuō (berbakti dalam arti religius dan karenanya dapat berarti ‗menyembah‘, mis. Rm 12:1) muncul. Tempat lainnya ada dalam 7:15 yang dikutip dalam paragraf sebelumnya. Dalam kedua ayat itu kita membaca kata-kata ―beribadah (latreuō: tunggal) kepada-Nya‖ Berkenaan dengan 7:15 tidak terdapat masalah karena hanya Allah yang disebut di situ. Namun, perhatikan bahwa dalam 22:3 terdapat rujukan kepada Allah dan Anak Domba, maka perhatikan kata tunggal ganda: ―hamba-hamba-Nya (t.) akan beribadah kepada-Nya (t.)‖ Karena hal ini nyata sekali adalah gema dari 7:15, maka tidak diragukan bahwa rujukan itu adalah kepada Allah. Jadi, meskipun Anak Domba itu dikaruniai tempat di atas takhta Allah (Why 3:21), Allah masih tetap Satu-satunya yang disembah. Pola ini dalam Kitab Wahyu memperlihatkan betapa Allah-sentrisnya kitab itu. Di seluruh Wahyu 4, Tuhan Allah Mahakuasa (ay.8) adalah satusatunya sasaran penyembahan. Pasal 5 adalah kelanjutan atau perluasan dari pemandangan surgawi dalam pasal 4. Hal ini berarti bahwa pemujaan Anak Domba terjadi di dalam konteks penyembahan kepada Dia yang duduk di atas takhta yang disebut dalam 4:2 dan 5:13, dan bukan kejadian terpisah. Jika seluruh bukti kuat akan teosentrisitas dalam Kitab Wahyu ini masih belum cukup mengejutkan saya—oleh karena latar belakang dan penekanan trinitaris saya yang kuat kepada Kristosentrisitas—dalam proses penyelidikan saya menemukan lebih banyak kejutan lagi. Misalnya, melihat pemandangan penyembahan dalam Wahyu 15:1dyb., ―Tuhan, Allah, Yang Mahakuasa… Raja segala bangsa‖ sekali lagi adalah satu-satunya sasaran penyembahan, tetapi hal yang mengagetkan saya adalah bahwa nyanyian penyembahan ini adalah ―nyanyian Anak Domba‖, yang dibandingkan dengan ―nyanyian Musa‖ (ay.3)—nyanyian yang diajarkan Musa kepada umat Israel untuk memuji dan menyembah Yahweh (Kel 15:1-18). Dengan kata lain, Anak Dombalah yang mengajar 252 The Only True God umat kudus untuk menyembah (proskuneō muncul dalam ay.4) “Tuhan, Allah, Yang Mahakuasa”! Ini bukan satu-satunya contoh. Pada akhir Kitab Wahyu, kita mendapati bahwa Yohanes merasa begitu meluap dengan segala-galanya yang telah diwahyukan kepadanya melalui malaikat istimewa itu (yang telah ditugasi untuk melayani dia sebagai pemandu surgawi) hingga ia ―sujud di depan kaki malaikat, yang telah menunjukkan semuanya itu kepadaku, untuk menyembahnya. Tetapi ia berkata kepadaku: ‗Jangan berbuat demikian... Sembahlah Allah!‘‖ (22:8,9). Tidak ada apa-apa yang luar biasa khususnya tentang kata-kata malaikat itu sampai kita membaca ―Aku, Yesus, telah mengutus malaikat-Ku untuk bersaksi tentang semuanya ini kepadamu bagi jemaat-jemaat‖ (22:16). Apakah artinya ini? Ini berarti bahwa malaikat ini bukan hanya salah satu dari banyak malaikat di surga melainkan malaikat Yesus, yang diutus secara khusus olehnya. Secara signifikan, malaikat Yesus inilah yang memerintahkan Yohanes untuk menyembah Allah semata. Instruksi tersebut konsisten dengan penggunaan kata ―menyembah‖ (proskuneō) dalam Kitab Wahyu secara keseluruhan, di mana Tuhan Allah Mahakuasa selalu menjadi sasaran sentral dari penyembahan (4:10; 7:11; 11:16; 14:7; 15:4; 19:4,10; 22:9). Monoteisme Kitab Wahyu yang konsisten itu kini semestinya terlihat sangat jelas untuk kita. Dan kita tidak seharusnya terkejut ketika menjumpai hal yang sama juga benar dengan semua tulisan Yohanei.22 Catatan atas Wahyu 22:8: Kita sudah melihat bahwa dalam Kitab Wahyu kata ―menyembah‖ tidak pernah digunakan kecuali sehubungan dengan Allah semata. Namun, anehnya Yohanes berkata: ―aku sujud di depan kaki malaikat, yang telah menunjukkan semuanya itu kepadaku, untuk menyembahnya‖ (Why 22:8). Hal ini tampaknya nyaris tidak terpahami, terutamanya mengingat fakta bahwa penyembahan malaikat adalah salah satu dari hal-hal yang dikutuk dalam Kolose 2:18,19; tetapi itu pun sama sekali tidak cocok dengan monoteisme Kitab Wahyu sendiri. Tampaknya satu-satunya cara hal itu bisa dipahami dalam konteks ini adalah dalam cahaya yang dikatakan segera sebelum ini, ―Tuhan, Allah yang memberi roh kepada para nabi, telah mengutus malaikat-Nya untuk menunjukkan kepada hamba-hamba-Nya apa yang harus segera terjadi‖ (Why 22:6). Tampaknya Yohanes mungkin mengira bahwa apa yang ditunjukkan oleh kata-kata itu adalah bahwa malaikat yang berdiri di depan dia itu tidak lain dan tidak bukan adalah ―malaikat Yahweh‖, yang sering disebut dalam PL, yang merupakan pengejawantahan dari Yahweh Sendiri. Sekitar 8 ayat kemudian barulah diwahyukan kepada Yohanes bahwa malaikat itu 22 Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 253 “Aku mengangkat engkau sebagai Allah” (Keluaran 7:1)—seorang manusia yang dilantik untuk berfungsi sebagai wakil Allah untuk melaksanakan tujuan-Nya D alam suasana surgawi Kitab Wahyu terdapat sesuatu yang tampak ilahi tentang Yesus sang Anak Domba. Barangkali inilah yang memberikan kesan bahwa kita bisa dengan mudahnya menemukan materi untuk memperlihatkan doktrin trinitaris akan ketuhanannya. Kita sekadar beranggapan bahwa gelar-gelar yang disandangkan kepadanya adalah gelar-gelar ilahi, seperti ―Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir‖ (Why 1:17, yang sudah kita bahas di tempat lain dalam kajian ini), dan terkejut ketika setelah dianalisa ternyata gelar-gelar itu tidak mesti ilahi. Hal ini menimbulkan pertanyaan berikut: ―Apakah pengaruniaan gelar-gelar ilahi kepada Yesus, seperti ‗Tu[h]an‘, berarti bahwa ia harus disembah setingkat dengan Allah Yahweh?‖ Kita mengira jawabannya harus ―ya‖, tetapi dengan mengejutkan kita mendapati bahwa jawaban yang diberikan Kitab Wahyu tidak sesuai dengan dugaan kita. Nyata sekali, ada sesuatu mengenai pewahyuan tentang Yesus yang telah gagal kita lihat, dan oleh karena itu, memahaminya secara salah. Berkenaan dengan soal rupa Allah, ada persamaan yang menyolok dengan perihal Musa di mana Allah berkata, ―Aku akan menjadikan engkau seperti Allah di hadapan raja‖ (Kel 7:1; BIS) atau, ―Aku mengangkat engkau sebagai Allah bagi Firaun‖. Status ilahi Allah sendiri dan otoritas-Nya dianugerahkan kepada Musa, sehingga interaksi antara Musa dan Firaun kini menjadi interaksi antara Allah dan Firaun, yang adalah raja dunia sejauh umat Israel yang hidup di Mesir. Kini Musa datang kepada Firaun bukan hanya sebagai seorang hamba atau nabi Allah (seperti seseorang yang memiliki kuasa dan otoritas untuk bertindak dalam Nama Allah), tetapi ia adalah Allah sejauh Firaun. Namun, hal yang sama juga benar dengan hubungan antara Musa dan Harun di Keluaran 4:16, ―Ia harus berbicara bagimu kepada bangsa itu, dengan demikian ia akan menjadi penyambung lidahmu dan engkau akan menjadi seperti Allah baginya.‖ Dengan demikian, penganugerahan status ilahi kepada seseorang sama sekali bukanlah sebenarnya adalah malaikat yang diutus oleh Yesus (Why 22:16). Jadi malaikat ini tentu saja adalah salah satu dari malaikat Allah tetapi bukan ―malaikat Yahweh‖ itu yang terkenal dalam PL. 254 The Only True God gagasan baru dalam Kitab Suci. Yesus justru menegaskan fakta ini dalam Yohanes 10:34,35 dengan mengutip Mazmur 82:6. Kita sudah mempertimbangkan Mazmur 45 di mana sang raja (ay.2) disebut sebagai ―Allah‖ dalam ay.7. Namun, ayat yang tepat sesudahnya menerangkan bahwa ―Allah‖ atau ―allah‖ ini bukan Allah tertinggi, sebab ―Allah Yang Mahatinggi‖ itu adalah ―Allahmu‖ yang telah menganugerahkan kedudukan yang ―melebihi teman-teman sekutumu‖ (Mzm 45:8) kepada ―allah‖ ini. Deskripsi atau gelar ―Mahatinggi‖ dikenakan kepada Yahweh 53 kali dalam PL, 22 kalinya terdapat dalam Kitab Mazmur. Tidak pernah terdapat kemungkinan akan penyembahan kepada raja Israel yang duniawi, juga tidak kepada yang terbesar dari umat Israel sekalipun, Musa. Hal ini dikarenakan pada akhirnya, Yahweh sendiri adalah Raja yang sebenarnya dari umat Israel dan, sebagai Yang Mahatinggi, Ia sajalah sasaran dari penyembahan itu. Lihat saja, misalnya, deklarasi agung ini: ―Beginilah firman TUHAN (Yahweh), Raja dan Penebus Israel, TUHAN (Yahweh) semesta alam: ‗Akulah yang terdahulu dan Akulah yang terkemudian; tidak ada Allah selain dari pada-Ku.‘‖ (Yes 44:6); dan lagi-lagi: ―TUHAN (Yahweh) telah menyingkirkan hukuman yang jatuh atasmu, telah menebas binasa musuhmu. Raja Israel, yakni TUHAN (Yahweh), ada di antaramu; engkau tidak akan takut kepada malapetaka lagi.‖ (Zef 3:15) Mungkin semua ini akan membantu kita untuk lebih memahami fakta bahwa dalam monoteisme Alkitabiah, tak seorangpun, tidak peduli betapa tingginya ia diagungkan oleh Allah—dan Yesus pasti lebih ditinggikan daripada siapa pun juga—bisa pernah menjadi sasaran penyembahan alih-alih Yahweh. Semua contoh ini memperlihatkan bahwa Allah yang transenden menjalankan karya penyelamatan-Nya secara imanen melalui bejana kudus yang telah Ia pilih. Yesus adalah yang dipilih-Nya (―Yang Kupilih‖, Luk 9:35; bdk. Luk 23:35) dari semua orang. Dalam PB kita melihat bahwa Allah melakukan segala sesuatu di dalam dan melalui Tu[h]an Yesus Kristus, oleh karena itu muncul istilah lazim ―di dalam Kristus‖ dan ―melalui Kristus‖ yang kerapkali dijumpai dalam surat-surat Paulus. Akan tetapi, kita cenderung lupa bahwa Kristus adalah bejana pilihan Allah untuk menjalankan tujuan-tujuan kekal Allah (bukan Kristus). Persoalannya bagi kita adalah kita telah begitu terindoktrinasi oleh trinitarianisme sehingga kita merasa lebih mudah untuk menerima diteisme atau triteisme, berkenaan dengan Kristus, daripada menerima Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 255 monoteisme. Pikiran kita telah begitu terbelenggu oleh bentuk politeisme trinitaris itu sehingga, ketika telah terbebaskan, kita malah tidak tahu apa yang harus kita pikirkan. Sama seperti para narapidana yang menghabiskan sebagian besar hidup mereka di dalam penjara sehingga, ketika dibebaskan, mereka tidak tahu harus ke mana dan, oleh karena itu, memilih untuk kembali ke penjara sebagai satu-satunya tempat tinggal yang mereka kenal. Untuk menghindari kekeliruan yang sama, melalui anugerah dan kekuatan Allah, kita perlu mengasihi kebenaranNya berapa pun harganya, karena jalan yang sempit dan sulit itulah yang membawa kita kepada hidup. Apa yang dapat kita perbuat dalam situasi saat ini dengan jemaat? A pakah ada sesuatu yang dapat kita lakukan untuk mencegah agar kita tidak tergelincir kembali ke dalam kekeliruan? Oleh anugerah Allah, ada. Sebagai murid Yesus, kita bisa belajar menjadi seperti dia dalam pengabdiannya yang tulus iklas kepada Bapanya. Seluruh PB tanpa ragu-ragu menyaksikan akan kenyataan bahwa ia mengasihi Bapanya dengan segenap hati, jiwa, akal budi, dan kekuatannya (Mat 22:37; Mrk 12:30; Luk 10:27). Apa yang diajarkannya untuk kita lakukan, ia lakukan sendiri terlebih dahulu. Tatkala kita mengasihi Allah, Bapa kita, dengan cara ini kita akan mendapati hati kita sepenuhnya dipersatukan dengan Kristus, karena dialah yang mengajarkan dan mempraktekannya. Lagipula, mengasihi sang Bapa semestinya tidak sulit bila kita menyadari bahwa Dialah yang terlebih dahulu mengasihi kita (1Yoh 4:19) dan mengasihi kita hingga ―Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua‖ (Rm 8:32; bdk. Yoh 3:16). ―Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anakanak Allah!‖ (1Yoh 3:1)—―Kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita‖ (1Yoh 4:16). Sedangkan untuk doa, kita bisa belajar untuk berseru kepada Allah, Bapa kita, dengan mengucapkan ―Abba, Bapa‖ sama seperti Yesus sendiri berdoa (Mrk 14:36), dan sebagaimana Roh Allah, ―Roh yang menjadikan kamu anak Allah‖, memampukan kita untuk berdoa (Rm 8:14,15). Galatia 4:6 berbunyi, ―Karena kamu adalah anak, maka Allah telah menyuruh Roh Anak-Nya ke dalam hati kita, yang berseru (kata yang 256 The Only True God kuat, mengungkap intensitas): ‗ya Abba, ya Bapa!‘‖ Kata-kata ini menerangkan bahwa jika Roh Kristus ada di dalam kita, kita akan memanggil atau berseru dari hati kita, ―ya Abba, ya Bapa‖. Barangkali juga ada signifikansinya bahwa ayat ini menyatakan bahwa bukan Anak yang mengutus Roh-Nya ke dalam hati kita, tetapi Allah Bapa kita Sendirilah yang melakukan hal ini. Lebih lanjut, kita bisa belajar merenungkan hal-hal surgawi dengan merenungkan, misalnya, peristiwa surgawi yang dilukiskan dalam Wahyu 4 dan 5, dengan memperhatikan bagaimana khalayak di surga menyembah ―Dia yang duduk atas takhta‖ (Allah Yahweh, sang Bapa, dilukiskan dalam cara ini, atau padanannya, 12 kali dalam Kitab Wahyu). ―Takhta‖ adalah salah satu kata kunci dalam Kitab Wahyu, yang muncul 47 kali (dari semuanya itu, 14 kali dalam Wahyu 4, dan 5 kali dalam Wahyu 5). Sebagaimana disebutkan di atas, Anak Domba dikaruniakan untuk duduk dengan Allah Bapa kita di atas takhta-Nya, sama seperti para pemenang akan dikaruniakan untuk berbagi takhta Kristus dengan dia (Why 3:21). Sesudah pembukaan meterai dalam Wahyu 5, Anak Domba dipuji dan dipuja bersama-sama dengan Allah. Dengan membayangkan peristiwa penyembahan yang indah itu, dan dengan mempelajari makna doksologi dalam peristiwa itu, kita bisa belajar untuk menyembah dengan cara surgawi itu, sebab bukankah hal-hal ini tertulis untuk instruksi kita? Paulus menasihati kita untuk memikirkan perkara yang di atas (Kol 3:2). Wahyu 4 dan 5 tentu saja bisa menbantu kita melakukan hal ini secara lebih mendalam. Mungkin penglihatan surgawi tentang penyembahan seperti itulah yang mengihami Paulus untuk bersorak-sorai di dalam intensitas doksologinya yang indah, ―Hormat dan kemuliaan sampai selamalamanya bagi Raja segala zaman, Allah yang kekal, yang tidak tampak dan yang esa! Amin‖ (1Tim 1:17). Kita mungkin bertanya-tanya apa yang menyebabkan dia tiba-tiba melontarkan doksologi ini di tengah-tengah penulisan suratnya. Apakah barangkali karena rujukan kepada hidup kekal dalam ayat sebelumnya? Akankah hati kita juga melonjak memuji Allah Bapa kita begitu teringat akan hidup kekal? Janganlah kita juga mengabaikan penandasan monoteistisnya yang kuat tentang ―satusatunya Allah‖ pada pokok doksologi itu. Bab 5 Yahweh dalam Alkitab Ibrani N “Yahweh” dalam Alkitab Ibrani (“Perjanjian Lama”) hwhy ama Yahweh ( , YHWH) muncul 6828 kali dalam PL. Jumlah ini tidak termasuk 49 kemunculan ―Yah‖, seperti dalam Keluaran 15:2, Mazmur 68:5, dan juga banyaknya ungkapan ―Haleluya‖ atau Halelu-Ya (―memuji-muji Yahweh‖) dalam Kitab Mazmur. (Jika kita mencakupkan sufiks–ya (=Jah atau Yah) dalam nama-nama seperti Yesaya dan Yeremia, serta prefiks Ye- atau Yo- (mis. Yehu, dan Yosafat ―Yahweh menghakimi‖), jumlahnya akan jauh meningkat.) Oleh karena itu, seluruh rujukan kepada Yahweh dalam PL itu berjumlah kira-kira 7000. Kata ―Allah‖, Elohim ( ), ditemukan 2600 kali. Namun, sebagian besar dari jumlah itu merujuk kepada banyak ilah lain yang disebut dalam PL. Jadi, rujukan kepada ―Allah‖ dalam PL itu (terutamanya jika tidak mencakup rujukan kepada ilah lain) semuanya berjumlah sedikit di atas 1/3 dari rujukan kepada ―Yahweh‖. Keunggulan jumlah dari nama ―Yahweh‖ itu terlihat nyata sama sekali. Kombinasi ―Yahweh (‗TUHAN‘) Allah (Elohim)‖ ( ) muncul 891 kali dalam 817 ayat. Dari angka-angka ini jelaslah Yahweh merupakan Nama utama dalam PL. Lagipula, tidak di manapun juga terdapat tanda adanya pribadi lain yang setara dengan Yahweh, atau lebih dari satu pribadi di dalam Yahweh Sendiri. ~yhla ~yhla hwhy 258 The Only True God Apa yang akan dilakukan oleh kaum Trinitarian dengan Yahweh? H al yang sungguh menakjubkan adalah: Sekalipun dengan jumlah rujukan yang sangat besar kepada Yahweh dalam Alkitab Ibrani itu, Nama-Nya tidak muncul dalam versi-versi utama Alkitab Inggris. Alhasil, nama itu justru telah tersisihkan dari seluruh versi tersebut! (Versi New Jerusalem Bible (NJB) merupakan satu pengecualian khusus.) Situasi ini sangat mendukung tujuan trinitaris karena dengan demikian, ia dapat menghindari pertanyaan krusial berikut ini: Bagaimana persisnya trinitarianisme dapat selaras dengan Yahweh? Hal yang sebenarnya adalah: trinitarianisme tidak memiliki jawaban atas pertanyaan tadi! Ini dikarenakan Yahweh—yang secara konsisten dinyatakan sebagai satu-satunya Allah yang benar, yang berarti bahwa selain Dia tidak ada yang lain—tidak dapat dipaksakan agar cocok dengan rencana-rencana dan tujuan-tujuan trinitaris. Usaha untuk mengidentifikasikan Yahweh sebagai ―Bapa‖ dalam Allah Tritunggal, yang selain Dia masih ada dua pribadi lain yang setara dengan-Nya merupakan suatu tipuan belaka—suatu kekejian untuk Yahweh, sebagaimana semestinya diketahui oleh setiap orang yang pernah membaca PL tetapi, karena dibutakan oleh dogma trinitaris, gagal untuk melihatnya atau mempedulikannya. Seorang Trinitarian harus menghadapi kenyataan bahwa ia diperhadapkan kepada sebuah pilihan sukar: Yahweh, atau Allah Tritunggal, tidak bisa dua-duanya. Allah itu esa, atau tiga. Trinitarianisme berusaha memiliki kedua-duanya, monoteisme dan trinitarianisme, dengan mengurangkan ―Allah‖ menjadi ―kodrat ilahi‖ di mana ketiga pribadi yang sama-sama setara itu saling berpartisipasi. Hasil akhir dari usaha menunggangi dua kuda sekaligus itu tidak sulit dibayangkan; dan dampak rohaniah untuk mereka yang mengira dapat memperoleh yang terbaik dari dua dunia yang sama sekali bertentangan itu (monoteisme lawan politeisme trinitaris) juga semestinya tidak sulit diramal. Dari sudut pandang Kitab Suci, adalah bodoh sama sekali jika mengira dapat terhindar dari pilihan itu, karena hasil akhirnya akan berdampak celaka. Elia meletakkan pilihan itu di hadapan umat Israel di atas gunung Karmel: ―Berapa lama lagi kamu berlaku timpang dan bercabang hati? Kalau TUHAN (Yahweh) itu Allah, ikutilah Dia, dan kalau Baal, ikutilah dia.‖ (1Raj 18:21) Namun, jauh sebelum kejadian luar Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani 259 biasa di atas gunung Karmel itu, Yosua sudah memanggil umat Israel untuk berhadapan dengan pilihan yang sama, ―pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah‖ (Yos 24:15). Ia membuat pendiriannya sendiri terang-benderang di hadapan semua orang, ―Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN (Yahweh)!‖ Semoga Tuhan mengaruniakan keberanian kepada kita untuk membuat pendirian yang sama hari ini. P Nama “Yahweh” ada masa PB, kaum Yahudi (termasuk anggota jemaat Yahudi) kebanyakannya sudah mengenal Alkitab Ibrani karena dibaca secara teratur di sinagoga (Luk 4:16dyb.). Namun, kaum Yahudi Helenistik (orang Yahudi yang dididik dalam masyarakat dan budaya Yunani) kurang fasih berbahasa Ibrani, sehingga harus bergantung pada Septuaginta (LXX) di mana YHWH (Yahweh) diterjemahkan sebagai ―Tuhan‖ (kurios). Hal ini sesuai dengan praktik Pembuangan dan pascaPembuangan untuk tidak mengucapkan atau melafalkan Nama Allah karena rasa takut Nama-Nya diperlakukan ―dengan sembarangan‖ (Kel 20:7). Alkitab-alkitab Inggris (kecuali New Jerusalem Bible) mengikuti Septuaginta dalam menerjemahkan YHWH dengan ―TUHAN‖, tetapi dengan perbedaan kata itu ditulis dalam huruf kapital (yang menjadi tidak relevan bila diucapkan). The Theological Wordbook of the Old Testament (TWOT) menyatakan, ―Hanya dalam masa pra-PB nama Allah yang personal [Yahweh] itu digantikan dengan gelar yang kurang akrab ădōnāy (Yun.: kurios) ‗Tuhan‘.‖ Dampak dari rasa takut bangsa Yahudi untuk melafalkan Nama Allah adalah bahwa pelafalan Nama-Nya tidak lagi dikenal seiring dengan waktu, atau, setidaknya, menjadi tidak pasti. Kini, Nama Allah itu umumnya tidak dikenal oleh kebanyakan orang Yahudi dan umat Kristen. Bagi mereka, kini Allah tidak bernama! Namun, Kitab Suci berkata, ―Dan barangsiapa yang berseru kepada nama TUHAN (Yahweh) akan diselamatkan‖ (Yl 2:32; Kis 2:21; Rm 10:13). Maka, tidakkah semestinya kita menanyakan: Bagaimanakah mereka akan berseru kepada Nama-Nya bila mereka tidak tahu nama itu? Sebab, ayat tersebut tidak hanya berkata, ―Berseru kepada Allah‖, melainkan berseru kepada ―Nama-Nya‖. Frase ―Nama Yahweh‖ (shem YHWH) muncul 97 kali 260 The Only True God dalam Alkitab Ibrani. Jika berseru kepada nama-Nya adalah soal yang berkenaan dengan keselamatan manusia, maka menghilangkan namaNya dari pemakaian sehari-hari adalah nyaris suatu kegilaan. Lagipula, siapakah yang mula-mula mengizinkan untuk tidak melafalkan Nama Ilahi itu? Siapakah yang berotoritas untuk melarang penggunaan NamaNya? Tampaknya mustahil untuk melacak asal-usul larangan penggunaan Nama Yahweh. Perkembangannya terjadi seperti cara menyebarnya kabar angin, asal-usulnya tidak lagi diketahui—meskipun salah, tetap dipercaya! Namun, penyebaran ―desas-desus‖ atau, lebih tepatnya, kebohongan ini (karena bukan saja tidak mendapat pengesahan di dalam firman Allah, tetapi bertentangan dengannya), membawa konsekuensikonsekuensi rohaniah yang mencelakakan, khususnya bagi jemaat. Untuk sekarang ini, satu-satunya Allah yang benar itu telah dihilangkan Nama-Nya, sesungguhnya, dirampok! Paling tidak orang Yahudi masih menyapa Dia dengan gelar ―Adonai‖ (―Tuhan‖). Namun, bagi orang Kristen, ―Tu[h]an‖ terutamanya adalah bentuk sapaan untuk Yesus Kristus, sehingga Yahweh betul-betul dibiarkan tanpa satu gelar tertentu! Sebagian orang Kristen barangkali merujuk kepada-Nya sebagai ―Bapa‖ tetapi, tentu saja, dalam arti trinitaris di mana ―Bapa‖ adalah salah satu dari tiga pribadi, dan dengan demikian, membentuk sepertiga dari Allah Tritunggal. Namun, bahkan penggunaan ―Bapa‖ ini pun tidak perlu diterapkan secara konsisten karena sebagian orang Kristen juga menggunakan istilah itu untuk Yesus, menurut penafsiran mereka atas ―Bapa yang kekal‖ dalam Yesaya 9:5. Jadi, Yahweh dibiarkan tanpa Nama atau gelar tertentu di dalam jemaat! Sungguh suatu situasi yang mengejutkan! Akan tetapi, tampaknya hanya beberapa orang, jika ada, di dalam jemaat yang telah mengamati parahnya kondisi rohaniah jemaat sebagaimana dinyatakan dengan situasi yang mengerikan ini. Tampaknya ini mengindikasikan adanya semacam kekebasan rohaniah, kebutaan rohaniah, atau bahkan kelumpuhan rohaniah yang telah menguasai jemaat. Kita barangkali bertanya-tanya: Di manakah orangorang milik Yahweh, yang peduli dengan Nama-Nya dan kemuliaanNya? Umat Kristen dapat menyanyikan himne, ―How sweet the name of Jesus sounds in a believer’s ear (Betapa manisnya nama Yesus terdengar di telinga seorang beriman)‖ tanpa pernah merasa terganggu bila Nama Yahweh yang mulia dan indah itu telah diasingkan ke tempat terlupakan. Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani 261 Adalah juga suatu misteri mengapa terjemahan-terjemahan Inggris (kecuali Jerusalem Bible) memilih untuk mengikuti Septuaginta sedangkan yang tengah mereka terjemahkan itu bukan Septuagina melainkan Alkitab Ibrani?! Lagipula, saya tidak menyadari adanya orang Kristen yang pernah menganggap diri mereka terikat dengan penolakan orang Yahudi dalam melafalkan Nama itu. Septuaginta adalah terjemahan Yunani dari Perjanjian Lama yang ditulis oleh para penerjemah Yahudi di Aleksandria (Mesir) selama abad ke-2 sM guna memenuhi kebutuhan orang Yahudi berbahasa Yunani yang tidak lagi dapat berbicara dalam bahasa Ibrani. Juga terdapat tujuan lebih jauh untuk memperkenalkan Kitab-kitab Suci mereka kepada dunia nonYahudi. Para penerjemah ini, terikat dengan tabu pasca-Pembuangan di antara orang Yahudi yang melarang pelafalan Nama ―Yahweh‖ itu, menggantikannya dengan ―Adonai‖ (Tuhan). Apa alasan atau dalih penerjemah Kristen mengikuti tabu ini? Apakah karena kebetulan lebih sesuai dengan trinitarianisme? Sedangkan untuk nama Yesus yang ―indah‖ itu, sebenarnya Yahwehlah yang membuat nama itu indah, karena ―Yesus‖ dalam bahasa Ibrani berarti ―Yahweh menyelamatkan‖ atau ―Yahweh adalah keselamatan‖, atau ―keselamatan‖ yang disediakan Yahweh. Jadi, secara tidak langsung, berseru kepada nama Yesus artinya berseru kepada Nama Yahweh. Namun, umat Kristen tidak memikirkan Yahweh ketika berdoa kepada Yesus, jadi itu tidak akan sama dengan berseru kepada Nama Yahweh. Akan tetapi, umat Kristen memang mengira bahwa ketika mereka berdoa kepada Yesus mereka tengah berdoa kepada Allah, yaitu, kepada ―Allah-Anak‖ dalam istilah trinitaris. Dan karena bagi mereka Yesus adalah Allah, apa perlunya mereka mempunyai Yahweh? Sedangkan untuk kata ―Yehovah‖, BDB (Hebrew and English Lexicon of the Old Testament) menerangkan asal-usul kata itu di gereja Barat: ―Pelafalan Yehovah tidak dikenal hingga th. 1520, ketika diperkenalkan oleh Galatinus. Namun kata itu disanggah oleh Le Mercier, J. Drusius, dan L. Capellus, sebagai bertentangan dengan kelayakan gramatikal dan historikal.‖ Walaupun demikian, terjemahan Darby, yang dibuat pada akhir abad ke-19, memakai kata ini untuk menggantikan ―Yahweh‖, demikian juga dengan terjemahan bahasa Cina (Union). 262 K The Only True God “Antropomorfisme” Alkitabiah lawan Kristologi Trinitaris ita sering melihat bahwa Alkitab Ibrani dapat berbicara tentang ―tangan‖ Allah, atau ―kaki‖-Nya, dan bahkan ―wajah‖-Nya dalam melukiskan Allah dengan apa yang disebut bentuk ―antropomorfis‖. Sesungguhnya, Yahweh Semesta Alam itu bahkan digambarkan sebagai ―pahlawan perang‖ (Kel 15:3). Dia tampak kepada Abraham dalam rupa manusia. Mungkin Dia juga tampak sebagai ―malaikat Yahweh‖, yang umumnya dikenal sebagai teofani, yang terlihat dalam rupa manusia. Penampakan Yahweh dalam rupa manusia berkalikali tercatat dalam Kitab Suci, terutamanya dalam Pentateukh. Dengan demikian, imanensi Yahweh secara kuat ditekankan dalam kitab-kitab Perjanjian Lama yang lebih terdahulu. Akan tetapi, transendensi-Nya tidak terhilang. Tatkala umat manusia, umat Israel khususnya, semakin tenggelam dalam ketidaktaatan dan dosa, jarak antara manusia dengan Allah menjadi semakin lebar; dan kita melihat dalam Perjanjian Lama bahwa Allah tampak menjadi semakin jauh, dan hadirat-Nya secara bersamaan menjadi lebih sulit ditemukan: ―Sungguh, Engkau Allah yang menyembunyikan diri, Allah Israel, Juruselamat‖ (Yes 45:15). Namun, hal ini berubah dengan kedatangan Yesus Kristus. Allah datang untuk menyelamatkan umat-Nya seperti yang dikatakan-Nya melalui hamba-hamba-Nya para nabi. Pesan yang mengejutkan dari Injil-injil dan PB itu adalah bahwa Allah telah melakukan apa yang telah Ia janjikan: Yahweh Sendiri datang di dalam Kristus ―supaya dunia diselamatkan melalui Dia (Yesus)‖ (Yoh 3:17). Namun, Ia datang ke dunia incognito, yaitu tanpa menyatakan identitas-Nya, maka ―dunia tidak mengenal-Nya‖ (Yoh 1:10). Yohanes, khususnya dalam Prolognya (1:1-18), menyatakan hal ini dengan sejelas mungkin dan sesederhana mungkin. Pesannya adalah bahwa Allah, di dalam penyataan diri-Nya yang dinamis yang disebut Firman itu, datang ke dunia dalam wujud manusia Yesus sang Mesias. ―Daging‖ atau tubuh Yesus itu adalah Bait di mana Allah berdiam, itulah sebabnya Yesus bisa berbicara tentang tubuhnya sebagai bait Allah, Yohanes 2:19. Allah, datang ke dunia di dalam Kristus agar mendamaikan dunia dengan Dirinya melalui Kristus (2Kor 5:19). Dan manusia sejati Kristus Yesus itu, hidup dan mati untuk membawa kita kepada Allah. Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani 263 Untuk menajamkan seluruh hal ini sejelas mungkin, kita bisa mengatakannya seperti ini: Sebagai orang Trinitarian kita percaya bahwa ―Allah-Anak‖ menjadi seorang manusia yang disebut ―Yesus Kristus‖ dalam rangka menyelamatkan kita. Ajaran Alkitabiah, yang sama sekali bertolak-belakang, mengatakan bahwa Allah Bapa kita (Yahweh) datang ke dunia dengan mendiami ―manusia Kristus Yesus‖ sebagai bait-Nya yang hidup. Hal ini Ia lakukan dalam rangka menyelamatkan kita dengan menyatukan kita dengan Kristus melalui iman supaya kita sendiri menjadi bait-bait yang hidup melalui penyatuan itu dengan Kristus (1Kor 3:16,17; 6:19). Pendek kata, trinitarianisme mengajarkan inkarnasi Pribadi Kedua dari Allah Tritunggal. Tujuan kajian ini adalah untuk memperlihatkan bahwa PB memberitakan kedatangan Pribadi ―Pertama‖ dan Yang Satu-satunya, Allah yang satu-satunya, Yahweh, ke dalam Tubuh Kristus. K Transendensi-imanensi ini mari kita mempelajari beberapa contoh di mana Allah mendekat kepada manusia. Dalam bagian berikut ini saya mengutip sebagian petikan dari transkrip sebuah pesan yang saya berikan sekitar setahun yang lalu kepada sekelompok pemimpin jemaat. Petikan dari pesan tersebut berikut ini disunting dan diringkas untuk dimasukkan ke dalam kajian ini, namun gaya bahasa percakapannya tetap dipertahankan. — Awal Petikan Transkrip — Sekarang mari kita berusaha memahami Allah Yahweh sebagai yang imanen dan juga transenden menurut pemahaman Alkitabiah, bukan transenden menurut pengertian orang Yunani: Allah yang ―unsur-unsur kemanusiaannya dihilangkan‖. Cobalah memahami Dia sebagai yang imanen dalam arti ―Allah sangat dekat‖, atau dengan perkataan Yakub dalam pengalamannya yang mempesonakan dalam Kitab Kejadian 28:16 (ILT), ―Sesungguhnya, Yahweh ada di tempat ini, tetapi aku tidak mengetahuinya.‖ Cobalah membaca kembali Alkitab sekali lagi, tanpa konsep lama Anda akan Allah transenden yang tinggi dan jauh di surga. 264 The Only True God Bacalah kembali dan lihatlah apa yang sedang Anda baca. Ketika saya membacanya kembali, saya terkejut dengan apa yang saya baca. Mari kita coba membaca sedikit dari Kitab Kejadian. Mari kita kembali ke Kitab Kejadian dan melihat apakah Anda sungguh-sungguh mengenal Alkitab Anda sebaik yang Anda kira. Bagaimana pun juga, Anda sudah melayani selama ini. Anda pasti mengenal Alkitab Anda, bukan? Kembalilah ke Kejadian 1 untuk melihat apakah Allah itu sedemikian terpencilnya, sedemikian transendennya, sedemikian jauhnya. Nah, dalam ay.27 dikatakan: Kejadian 1:27, ―Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; lakilaki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.‖ “Allah menciptakan manusia menurut gambar-Nya”. Mengapa Anda menciptakan seseorang menurut citra Anda? Agaknya, agar Anda dapat berkomunikasi dengan orang itu, bukan? Dapatkah Anda memikirkan sebab-sebab lain mengapa Allah menciptakan kita menurut citra-Nya? Untuk apa lagi kalau bukan untuk bersekutu dengan kita? Dan demikian seterusnya. Hal berikutnya yang sangat menyentuh dan tidak pernah teramati sebelumnya oleh saya adalah ini: Setelah Allah menciptakan manusia, apa yang pertama-tama Ia lakukan? Ia memberkati mereka. Hal ini tidak pernah saya perhatikan sebelumnya; seolah-olah saya belum pernah melihat ayat ini sebelumnya. Ia memberkati mereka! Itulah hal pertama yang dilakukan Allah untuk manusia. Ia memberkati kita. Lihat ay.28: Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: ―Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burungburung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.‖ (Kej 1:28) Apakah Allah sangat terpencil? Apakah Allah jauh? Menurut gagasan Yunani tentang Allah, Ia tidak terlalu peduli dengan perkara-perkara duniawi. Sama sekali tidak! Setelah menciptakan mereka, hal pertama yang Ia lakukan adalah memberkati mereka. Sesudah itu, Ia terusmenerus berbicara kepada mereka. Pernahkan Anda perhatikan itu? Nah, apakah Allah yang terpencil ingin bersusah-payah berbicara dengan Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani 265 makhluk-makhluk yang telah Ia buat? Dalam ayat berikutnya kita membaca: Berfirmanlah Allah: ―Lihatlah, Aku memberikan kepadamu segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji; itulah akan menjadi makananmu.‖ (Kej 1:29) ―Berfirmanlah Allah…‖ dan tahukah Anda? Saya menandai setiap tempat dalam Kitab Kejadian di mana dikatakan, ―berfirmanlah Allah”, dan saya tercengang. Kitab itu mulai berubah warna menjadi merah dengan penandaan yang saya buat atas frase ―berfirmanlah Allah.‖ Allah banyak berbicara kepada manusia! Apakah ada yang mendengarkan Dia? Allah masih berbicara kepada kita hari ini. Jadi, sejak permulaan Ia memberkati kita dan berbicara kepada kita. Dalam ay.7 pasal berikutnya, diberikan lebih banyak detil: Ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup. (Kej 2:7) Perhatikan kata-kata ―itulah TUHAN (YHWH) Allah‖—itulah TUHAN Allah. Pemunculan Yahweh yang pertama terlihat dalam ay.4, ―…TUHAN Allah menjadikan bumi dan langit‖— Yahweh Allah. Nah, kini Anda bisa belajar untuk berhenti mengatakan Tuhan saja, karena dengan mengatakan ―Tuhan‖ Anda tidak tahu siapa yang dimaksud, apakah sang Bapa atau sang Anak atau yang lainnya. Ingat bahwa setiap pemunculan kata TUHAN dalam huruf kapital adalah Yahweh. ―Ketika TUHAN (Yahweh) Allah menjadikan...”. Jadi, Allah yang mana yang kita maksud? Allah yang tengah dirujuk di sini adalah Yahweh. Mengapa menggunakan dua kata ―Yahweh, Allah‖ sekaligus? Karena Kitab Suci ingin menetapkan secara khusus Allah yang mana yang kita maksud: bukan allah orang-orang Babel, atau allah orang-orang Asyur, akan tetapi Allah Yahweh. Pasal 2 ay.7, ―Ketika itulah TUHAN (Yahweh) Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.‖ Perhatikan kata ―membentuk‖. Apa arti kata itu? Untuk memberi bentuk kepada sesuatu. Ini merupakan kata yang digunakan dalam Perjanjian 266 The Only True God Lama Ibrani untuk seorang tukang periuk yang sedang membentuk sesuatu dari tanah liat. Pikirkan ini: Allah tidak sekadar mengucapkan kata-kata, ―Manusia, jadilah!‖, yang membawa dia kepada keberadaan oleh sebuah kata perintah (sebagaimana dilakukan oleh-Nya dengan halhal lain dalam Kejadian 1) sehingga manusia itu segera menjadi seorang manusia yang berjalan-jalan dengan dua mata, hidung dan mulut, dan rambut yang tegak berdiri karena ia belum sempat menyisirnya. Tidak, Allah mengambil tanah liat ini, lumpur ini, dan membentuknya dengan tangan-Nya sendiri. Bagaimanakah seorang tukang periuk membentuk sesuatu dari tanah liat? Dengan tangannya sendiri! Di sini kata ―membentuk‖ dipilih secara khusus dan dengan suatu tujuan. Ia membentuk manusia itu. Bentuk atau rupa manusia itu dibentuk oleh jari-jemari Allah dan jika kita masih belum memahaminya, hal ini diulangi lagi pada akhir ay.8: Selanjutnya TUHAN Allah membuat taman di Eden, di sebelah timur; disitulah ditempatkan-Nya manusia yang dibentuk-Nya itu. (Kej 2:8) ―…disitulah ditempatkan-Nya manusia yang dibentuk-Nya itu.” Kata itu muncul lagi di situ. Pasal 1 memberikan pernyataan umum bahwa Allah menjadikan manusia. Namun, sekarang pernyataan itu mengatakan kepada kita apa yang terlibat dalam penciptaan manusia: Yahweh mengambil lumpur itu, dan layaknya seorang seniman, dengan hati-hati membentuk hidungnya, matanya, telinganya. Setiap bagian tubuhnya dibuat dengan jari-jemari Allah. Dan Adam pun terbentuk. Di dalam Adam, kita pun dibentuk oleh jari-jari Allah. Pikirkanlah hal ini. Tidak ada satu kata pun dalam Alkitab yang sia-sia. Tidak ada sepatah kata yang ditaruh di situ tanpa alasan. Dan jika kita tidak mau susahsusah mencari arti katanya; kita tidak akan memperoleh maksudnya. Rambut kita tidak mendadak muncul di kepala kita. Anda ingat apa yang dikatakan Tu[h]an Yesus? “Namun tidak sehelaipun dari pada rambut kepalamu akan jatuh ke bumi di luar kehendak Bapamu”. Ia menciptakan setiap helai rambut yang ada di kepala kita. Dan ada berapa helai rambut yang rontok setiap harinya sewaktu kita menyisirnya? Seberapa besar kepedulian Allah? Seberapa besar kepedulian Yahweh? Barangkali kita tidak terlalu mempedulikan hal-hal kecil seperti burung pipit (Mat 10:29), atau helai rambut yang rontok, tetapi Allah peduli. Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani 267 Apakah Allah itu transenden dalam arti Ia jauh? Tidak menurut Alkitab. Yahweh peduli dengan kita karena Dialah yang membentuk kita. Itulah keindahannya. Apakah manusia sangat berharga? Yah, Allah mengambil waktu untuk membentuk manusia. Berapa lama waktu yang dibutuhkan seorang tukang periuk untuk membuat sebuah bejana? Tidak terlalu lama sebenarnya, karena bejana itu cukup mudah dibuat. Namun, pernahkah Anda melihat sebuah pahatan rumit di mana sang seniman membutuhkan waktu beberapa minggu atau beberapa bulan untuk memahatnya? Ketika berada di Cina saya menonton sebuah program tentang keahlian yang dibutuhkan dalam memahat gading gajah (yang diperoleh secara legal, kalau tidak barangkali program itu tidak akan ditayangkan di TV pemerintah). Karya seni yang begitu indah dan elok ini hampir bisa disebut ‗fantastis‘. Satu karya seperti itu bisa memakan waktu mingguan atau bulanan, tergantung seberapa mendetilnya dan berapa banyak bolabola yang harus dipahat, satu bola di dalam bola selanjutnya. Semuanya itu terbentuk dari sepotong gading. Saya tidak tahu bila di dalam satu bola bisa terdapat 34 bola. Dapatkah Anda bayangkan keahlian dan pekerjaan pemahatan bola ini—34 lapisan—satu lapisan di dalam lapisan berikutnya, masing-masing dapat berputar di dalam yang berikutnya? Saya diberitahu bahwa 34 adalah jumlah maksimum yang sudah pernah tercapai. Karya yang kurang bagus mungkin hanya mempunyai 4 atau 5 bola yang lepas mengapung di dalamnya. Sehebat-hebatnya hal ini, pikirkan betapa kompleksnya tubuh manusia yang dibuat Allah Yahweh. Pembuatannya bisa jadi memakan waktu yang cukup lama. Detil-detil yang rumit! Keahlian yang ajaib! Dengan merenungkan hal-hal ini, sang Pemazmur berseru, ―Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya.‖ (Mzm 139:14) Kita bisa membacanya sebagai sebuah ungkapan pujian dan pujaan yang menggirangkan hati untuk karya Yahweh, atau, pada tingkatan lebih tinggi, bisa mengungkapkan ketinggian tingkatan roh seseorang yang dibawa ke dalam persekutuan yang akrab dengan Yahweh melalui pengaruniaan suatu persepsi yang mendalam akan keajaiban Pribadi-Nya sebagaimana dinyatakan dalam karya-karya-Nya. Saya berkata demikian karena saya pernah diberi pengalaman seperti itu—secara tak terduga—akan hadirat Yahweh, di mana pada suatu ketika, saya sedang merenungkan manusia ciptaan-Nya dan 268 The Only True God beberapa perbuatan-Nya yang lain yang ajaib. Saya rasa inilah yang ingin dicapai oleh Firman-Nya untuk setiap dari kita, yaitu, memimpin kita ke dalam satu pengalaman akan Dia sebagai Allah yang hidup, yang mengasihi dan kreatif. Jika Allah tidak peduli dengan manusia, lantas mengapa Ia menghabiskan waktu-Nya untuk kita? Mengapa Ia tidak mengucapkan perkataan-Nya yang mahakuasa saja, dan sim salabim, jadilah seorang manusia? Akan tetapi, itu bukan arti kata ―membentuk‖. Agaknya, Ia bisa saja berbuat demikian, tetapi Ia memilih untuk tidak melakukannya. Cerita dalam Kitab Kejadian itu jelas memperlihatkan betapa pedulinya Allah dengan umat manusia. Untuk alasan ini, pula, Allah tidak putus-putusnya berbicara kepada manusia, dan perhatikan di sini, “TUHAN Allah”—Yahweh Allah— ―memberi perintah”: Lalu TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia: ―Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas‖ (Kej 2:16). Yahweh menyediakan makanan yang dibutuhkan manusia. Ia peduli akan apa yang baik bagi manusia, maka Ia menyediakan seorang pendamping baginya: TUHAN Allah berfirman: ―Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.‖ (Kej 2:18) Lebih dari itu, Yahweh Sendiri datang mengunjungi mereka, berada bersama mereka. Ketika mereka mendengar bunyi langkah TUHAN Allah, yang berjalan-jalan dalam taman itu pada waktu hari sejuk, bersembunyilah manusia dan isterinya itu terhadap TUHAN Allah di antara pohon-pohonan dalam taman. (Kej 3:8) Allah berjalan-jalan dalam taman itu. Sungguh sebuah pernyataan yang menakjubkan! Untuk apa Ia berjalan-jalan dalam taman itu? Maksud saya, Dia mempunyai seluruh surga di mana Ia tinggal tetapi Ia memilih untuk berjalan-jalan dalam taman itu. Mengapa? Yah, kalau bukan untuk bersekutu dengan manusia, Ia tidak akan mempunyai apa-apa untuk Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani 269 dikerjakan di taman itu. Dia, Allah yang mahakuasa itu, memang transenden tetapi bukan transenden semata. Dalam Perjanjian Lama, transendensi Allah dibicarakan jauh kemudian, sebagaimana akan kita lihat nanti. Akan tetapi, hal ini dimulai dengan imanensi-Nya. Ia berjalan-jalan dalam taman itu—kita membacanya dan tidak memahaminya. Dikatakan bahwa Adam dan Hawa telah berdosa, dan tiba-tiba menyadari bahwa mereka telanjang. Mereka mencoba menyemat daun-daun pohon ara, bukan suatu karya seni saya rasa, tetapi cara berpakaian yang cukup menarik. Dan kemudian, “Ketika mereka mendengar… Allah, yang berjalan-jalan dalam taman itu”. Perhatikan teks ini dengan cermat: “Ketika mereka mendengar bunyi langkah TUHAN (Yahweh) Allah”. Mari kita berhenti sejenak dan memikirkannya. Pernahkah kita membaca Alkitab kita dengan seksama? Dapatkah Anda membayangkannya? Dewasa ini kita memakai sepatu yang nyaris tidak mengeluarkan bunyi. Dengan sepatu yang saya pakai sekarang ini, saya bisa mendatangi seseorang dan orang itu tidak akan mendengar kedatangan saya. Namun, mereka mendengar Yahweh—―bunyi langkah TUHAN (Yahweh) Allah‖—berjalan-jalan dalam taman itu. Bagaimana mereka bisa mendengar Dia? Sudah pasti Yahweh tidak berjalan perlahan-lahan, perlahan-perlahan, lalu tiba-tiba muncul di depan mereka sambil berkata ―Dor!‖ dan mereka terlompat! Anda dapat benarbenar mendengar-Nya datang. Mungkin itu bunyi dedaunan. Mungkin itu bunyi rumput yang terinjak oleh-Nya. Saya rasa di Taman Eden tidak ada jalanan beraspal, di mana Anda bisa berjalan-jalan dengan sepatu karet tanpa mengeluarkan bunyi sedikitpun. Ia berjalan-jalan, dan mereka mendengar kedatangan-Nya. Nah, Allah yang transenden dan yang ―ringan seperti bulu ayam‖ itu pasti tidak akan mengeluarkan bunyi sedikitpun tatkala berjalan di atas permukaan tanah, bukan? Dapatkah Anda membayangkan hantu yang berjalan-jalan dan mengeluarkan bunyi bum-bum? Hantu istimewa macam apa itu? Anda mungkin mengira Allah melayang-layang di udara, tidak, Ia berjalan di atas permukaan tanah sedemikian rupa sehingga menyentuh tanah. Dan ini menciptakan bunyi sesuatu yang bergerak, entah itu semak-semak, atau mungkin daun-daun pada pohon. Mereka mendengar-Nya datang lalu mereka bersembunyi. Seandainya Allah diam-diam menyelinap di belakang mereka, maka mereka tidak akan mempunyai kesempatan untuk bersembunyi. Ini sama dengan 270 The Only True God memperlakukan mereka seperti anak kecil—amat menggemaskan dan manis. Apakah Anda mengira Allah tidak tahu di mana Anda berada, dan Anda bisa bermain petak umpet dengan-Nya? Ia datang dan, ibarat seorang ayah, Ia berkata, ―Adam! Hawa! Di manakah kalian?‖ Allah yang mahatahu itu tidak mengetahui keberadaan mereka? Ini pasti lelucon. Namun, Ia berhubungan dengan kita pada tingkatan kita, seolah-olah memainkan permainan kita, seolah-olah berkata, ―Kalian mau ngumpet? Oke, saya akan menjadi pencarinya.‖ Sungguh luar biasa. Dan, janganjangan kita melewatkan pernyataan tentang “mendengar bunyi langkah TUHAN Allah ”, pernyataan itu ditekankan lagi dalam ay.10: Dan dia menjawab, ―Aku mendengar suara-Mu di taman, aku merasa takut karena aku telanjang, maka aku bersembunyi.‖ (Kej 3:10, ILT) Mereka bisa mendengar Allah berjalan-jalan di taman itu? Pernahkah kita memikirkan hal ini? Tidak, kita diajari bahwa Allah itu transenden dan kita tidak semestinya membacanya secara harfiah. Semuanya adalah metafora dan bahasa simbolis. Namun, simbol dari apa? Dapatkah Anda mengatakan kepada saya simbol dari apa ini? Jika ini sebuah simbol, maka ini pastilah melambangkan sesuatu. Mengapa kita tidak bisa hanya membaca saja apa yang tertulis di situ? Kembali ke pasal 2 ay.8, kita mungkin tidak memperhatikan hal yang lain di situ. Dikatakan di situ, “TUHAN (Yahweh) Allah membuat taman”. Pikirkanlah itu. Ia mengerjakan tugas seorang tukang kebun atau petani! Allah Yahweh membuat sebuah taman. Taman itu tidak terjadi hanya dengan ―firman yang diucapkan‖-Nya. Ia menjadikan terang, Ia menjadikan alam semesta, dengan sepatah kata, tetapi kini Ia tengah bekerja di taman itu. Sungguh menakjubkan! Jika ini melambangkan sesuatu, tolong katakan melambangkan apa? Dan untuk siapa Ia membuat taman itu? Untuk manusia! Ia menjadikan manusia, lalu membuat taman yang indah baginya. Namun, kita diberitahu bahwa semua yang kita baca tentang Allah dan perbuatan-Nya tidak boleh diartikan secara harfiah. Allah itu maha-transenden dan oleh sebab itu Ia ada di tempat lain. Transenden? Apa yang sedang kita perbuat? Apakah kita membuangkan Allah dari ciptaan-Nya? Itulah sebenarnya yang telah kita lakukan selama ini oleh karena ajaran sesat yang telah kita terima. Allah membuat sebuah taman (atau dibantu oleh para malaikat, Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani 271 sebagaimana dikatakan sebagian orang)—dapatkah Anda membayangkannya? Ini artinya Ia harus membuat perencanaan dan pola untuk taman itu. Ia membuat sebuah taman dan menaruh manusia di situ agar manusia bisa menikmatinya: Selanjutnya TUHAN Allah membuat taman di Eden, di sebelah timur; disitulah ditempatkan-Nya manusia yang dibentuk-Nya itu. (Kej 2:8) Kemudian kita sampai pada bagian tentang Allah yang berjalan-jalan dalam taman itu serta usaha mereka untuk menyembunyikan diri dariNya, sebagaimana terlihat dalam pasal 3 ay.8: Ketika mereka mendengar bunyi langkah TUHAN Allah, yang berjalan-jalan dalam taman itu pada waktu hari sejuk, bersembunyilah manusia dan istrinya itu terhadap TUHAN Allah, di antara pohon-pohonan dalam taman. (Kej 3:8) Bagaimanakah Anda bersembunyi dari Allah yang mahahadir? Akan tetapi, mereka tetap berusaha menyembunyikan diri dari-Nya. Apakah mereka mengira Allah itu transenden, jauh di atas langit, dan tidak menyadari apa yang telah mereka lakukan di bumi, jadi, mereka masih bisa berusaha bersembunyi dari-Nya? Mereka belum membaca Mazmur 139! Ke mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu, ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu? Jika aku mendaki ke langit, Engkau di sana; jika aku menaruh tempat tidurku di dunia orang mati, di situpun Engkau. (Mzm 139:7-8) Orang-orang berdosa, meski mereka percaya kepada Allah sekalipun, tak pelak akan lebih memilih untuk mempercayai bahwa Ia transenden, jauh sekali dari urusan-urusan manusia, dan tidak mempedulikan Dirinya dengan dosa-doa mereka. Gagasan transendensi seperti itu merupakan cara yang baik untuk bersembunyi dari Allah, paling tidak dalam benak orang-orang berdosa. Namun, bahkan setelah Adam dan Hawa berdosa, kita terus melihat kata-kata ―Yahweh berfirman‖. Ia terus berbicara kepada pasangan itu. Allah masih berbicara kepada manusia setelah mereka berdosa. Dalam belas-kasihan-Nya Ia tidak sepenuhnya menutup pintu komunikasi dengan manusia. 272 The Only True God Dan kemudian, apakah yang terjadi dalam pasal 4? Kain membunuh Habel oleh karena rasa cemburu sebab kurban Habel diterima sedangkan kurbannya tidak. Ketika saya memikirkan kembali seluruh nas ini, dengan melepaskan konsep-konsep teologis yang telah diajarkan kepada saya sejak semula, saya mulai melihat hal-hal yang tidak saya lihat sebelumnya. Misalnya, kita membaca, Firman TUHAN kepada Kain: ―Mengapa hatimu panas dan mukamu muram?‖ (Kej 4:6) Di sini tidak dikatakan ―TUHAN Allah‖ tetapi ―TUHAN‖ (Yahweh). Firman Yahweh kepada Kain, ―Mengapa hatimu panas dan mukamu muram?‖ Kemudian Ia melanjutkan dengan memperingatkan Kain bahwa jika ia berbuat baik, ia akan diterima. Akan tetapi, jika tidak, maka hasratnya akan menguasai dia. Lalu Kain memberitahu Habel apa yang telah dikatakan Allah kepadanya. Ceritanya berlanjut dengan Kain, yang berada di tengah padang di mana ia mengira tak seorang pun memperhatikan, membunuh Habel. Orang jahat! Si pembunuh pertama. Namun, tunggu dulu, ada sesuatu yang lain. Selanjutnya diceritakan bahwa bahkan setelah Kain membunuh saudaranya, Yahweh terus berbicara kepada dia. Apakah Anda memperhatikan hal ini? Jika Kain seorang yang begitu jahat, mengapa Yahweh berbicara kepadanya? Dalam nas berikut kita melihat bahwa Yahweh (lagi-lagi kata ―Allah‖ tidak muncul) berbicara kepada Kain: Firman TUHAN (Yahweh) kepada Kain: ―Di mana Habel, adikmu itu?‖ Jawabnya: ―Aku tidak tahu! Apakah aku penjaga adikku?‖ Firman-Nya: ―Apakah yang telah kauperbuat ini? Darah adikmu itu berteriak kepada-Ku dari tanah.‖ (Kej 4:9-10) Itu percakapan yang cukup luar biasa dengan Kain. Dan yang menakjubkan adalah Yahweh melindungi Kain sehingga ia tidak terbunuh. Mengapa Yahweh berbuat demikian? Tidakkah Hukum Taurat berkata bahwa jika Anda membunuh seseorang, Anda harus membayarnya dengan nyawa Anda sendiri? Itulah Hukum Taurat Yahweh. Namun, Yahweh melindungi Kain dari kematian, dengan menaruh tanda padanya sehingga tak seorang pun akan membunuhnya: Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani 273 Firman TUHAN kepadanya: ―Sekali-kali tidak! Barangsiapa yang membunuh Kain akan dibalaskan kepadanya tujuh kali lipat.‖ Kemudian TUHAN menaruh tanda pada Kain, supaya ia jangan dibunuh oleh barangsiapapun yang bertemu dengan dia. (Kej 4:15) Yahweh berbicara kepada Kain. Lagi-lagi perhatikan bahwa kata ―Allah‖ tidak muncul, sehingga fokusnya adalah kepada nama ―Yahweh‖ semata. Firman Yahweh kepada Cain: ―Barangsiapa yang membunuh Kain akan dibalaskan kepadanya tujuh kali lipat‖. Sungguh suatu perlindungan hebat yang Ia berikan kepada Kain! Namun, Kain adalah seorang pembunuh. Mengapa di Sekolah Minggu tidak ada yang menerangkan kepada kita mengapa Kain dilindungi? Namun, ini mengingatkan kita akan seorang yang, dalam Perjanjian Baru, disebut sahabat orang berdosa, agaknya termasuk para pembunuh. Yesus memang disebut sahabat orang berdosa (Mat 11:19; Luk 7:34). Sungguh menakjubkan! Yahweh menanyakan kepada Cain, ―Mengapa hatimu panas dan mukamu muram?‖ Allah telah menolak persembahannya dan hal itu begitu menggelisahkan dia. Ia tidak bisa menerima penolakan Yahweh. Kain menganggap penolakan persembahannya itu sebagai indikasi bahwa Yahweh sama sekali telah menolak dia. Ia tidak bisa menerima penolakan Yahweh. Ia begitu putus-asa sampai membuatnya hampir gila, sehingga ia membunuh Habel. Apakah Anda mengerti maksud saya? Jika Allah menolak Anda, apakah itu mencemaskan Anda? Mungkin ya, mungkin tidak. Kebanyakan orang di luar sana nyaris tidak cemas bila ditolak oleh Allah. Namun, Kain begitu gelisah dengan penolakan Yahweh hingga ia tidak bisa menerimanya. Mengapa ia harus digelisahkan dengan Yahweh yang tidak menerima dia? Adakah alasan lain kecuali bahwa ia mengasihi Yahweh? Dapatkah Anda memikirkan alasan lain? Anda tidak akan tahan ditolak oleh orang yang Anda cintai, bukan? Jika Anda ditolak oleh orang yang membenci Anda, Anda tidak akan peduli; Anda akan berbalik menolak dia. Namun, jika Anda ditolak oleh orang yang mencintai Anda atau yang Anda cintai, Anda tidak dapat menerima penolakan itu. Sebagian orang bunuh diri oleh karena ditolak. Kain tidak membunuh diri, tetapi ia membunuh adiknya. Ia cemburu karena Habel diterima. Namun, kecemburuan berasal dari cinta, bukankah begitu? 274 The Only True God Dengan kata lain, Kain membunuh oleh karena cinta, hal yang masih dilakukan orang hingga hari ini. Jika seseorang mencintai gadis yang Anda cintai, Anda mungkin ingin membunuh orang itu agar Anda dapat memiliki gadis itu sepenuhnya untuk diri sendiri. Kain menginginkan kasih dan penerimaan Yahweh, tetapi Yahweh tidak menerima dia. Ia justru menerima Habel! Itu tidak bisa ditolerir. Jadi, singkirkan Habel! Saya tidak dapat memikirkan penjelasan lain akan kenyataan Allah membiarkan Kain hidup. Allah mengetahui isi hatinya. Ia tahu bahwa Kain mencintai Dia, tetapi Kain mencintai Dia dengan cara yang salah. Jika tidak, Allah barangkali sudah menjatuhkan hukuman mati kepadanya karena telah membunuh adiknya. Namun, Allah melindungi dia sedemikian rupa hingga siapa saja yang berani menyentuh Kain akan dibalaskan tujuh kali lipat. Itu mengerikan. Untuk apa Kain dibiarkan hidup kalau bukan untuk memberinya kesempatan bertobat atas apa yang telah diperbuatnya, dan dengan demikian, diselamatkan? Yahweh peduli bahkan dengan orang paling berdosa sekalipun. Mari kita mundur sedikit. Adam dan Hawa pun telah berdosa besar. Dan apa yang dilakukan Yahweh? Mengapa Ia tidak segera menjatuhkan hukuman mati? Bagaimana pun juga, Ia telah memperingatkan mereka, ―pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati‖. Namun demikian, Ia tidak membuat mereka mati. Bahkan sebaliknya, apa yang dilakukan-Nya? Ia melakukan sesuatu yang luar biasa. Saya tidak tahu mengapa saya tidak bisa melihat itu semua dahulu. Dan TUHAN Allah membuat pakaian dari kulit binatang untuk manusia dan untuk isterinya itu, lalu mengenakannya kepada mereka. (Kej 3:21) Bacalah sekali lagi: Yahweh sendiri membuat pakaian! Pertama, Ia seorang tukang kebun, sekarang Ia seorang penjahit! Namun, Ia lebih daripada seorang penjahit. Dengan cara apa Anda mendapatkan kulit binatang? Anda harus membunuh binatang itu untuk memperoleh kulitnya. Anda harus mengucurkan darahnya. Apakah Anda mendapat gambarannya? Yahweh Sendirilah imam itu! Binatang yang telah Ia ciptakan, Ia sembelih untuk diambil kulitnya. Sebagai penjahit dan imam Ia membuat pakaian dari binatang itu, dan menutupi Adam dan Hawa. Menutupi! Tahukah Anda apa arti kata pendamaian dalam Perjanjian Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani 275 Lama? Artinya adalah ―menutupi‖. Kata Ibrani untuk ―menutupi‖ adalah kata yang kita terjemahkan dengan ―pendamaian, untuk mengadakan pendamaian‖. Ia menutupi dosa-dosa mereka dengan darah binatang itu, mengambil kulitnya dan menutupi mereka. Yahweh itu mencengangkan. Namun, apakah hal itu terlalu sulit untuk ditelan? Terlalu praktis dan grafik? Kita diberitahu bahwa Ia itu transenden, bahwa Ia tidak akan melakukan hal-hal seperti membunuh binatang. Namun, jika Anda tidak membunuh binatang, bagaimana Anda dapat memperoleh kulit untuk dijadikan pakaian? Darah binatang harus tercurah guna memperoleh kulitnya. Tentu saja tak seorang pun merasa senang membunuh binatang tak bersalah. Namun, itulah yang dilakukan para imam di dalam bait suci. Mereka menyembelih binatang-binatang itu dan mempersembahkan pendamaian (penutup) untuk dosa umat dengan darah binatang-binatang tersebut. Semua ini sudah terlihat dalam cerita mula-mula Alkitab ini. Hukum Taurat dan sistim kurban dalam Perjanjian Lama itu tidak seolah-olah muncul begitu saja, tetapi sudah ada dalam Kitab Kejadian dalam bentuk bibit. Bahkan lebih mencengangkan lagi, sekarang kita menyadari bahwa semua ini mempertandakan rencana keselamatan Allah yang telah dicapai oleh-Nya untuk umat manusia ketika Ia ―menyerahkan-Nya (Yesus) bagi kita semua‖ (Rm 8:32), dengan membebaskan kita oleh ―darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat‖ (1Ptr 1:19). Apakah air mata kita mengalir memikirkan Adam dan Hawa—yang dibentuk Yahweh dengan jari-jari-Nya sendiri, dan demi mereka Ia membuat taman dan memberikan kehidupan indah di taman itu— mereka bisa berbuat dosa? Seandainya Yahweh itu seperti kebanyakan orang (jadi mungkin Ia transenden dalam arti bukan seperti sifat kebanyakan orang), Ia sudah meledak dalam kemarahan: ―Baiklah, Aku sudah tidak tahan dengan kalian berdua!‖ Tidak! Sebaliknya, Ia mengambil seekor binatang, menyembelihnya, dan mengambil kulitnya untuk menutupi Adam dan Hawa. Menakjubkan! Namun, bukankah kita membacanya dengan terlalu harfiah? Dapatkah kita membacanya secara non-harfiah atau simbolis dan tetap mengeluarkan makna kaya dari dalam nas itu? Saya belum menemukan cara lain, bagaimana dengan Anda? Apa yang dilakukan Yahweh untuk menutupi serta melindungi Kain dari maut bukanlah suatu hal baru. Ia sudah melakukan hal semacam ini 276 The Only True God untuk orang-tua Kain. Ia telah menyediakan sebuah penutup, sebuah pendamaian, untuk Adam dan Hawa. Tentu saja Ia tidak bisa membiarkan mereka tetap tinggal di taman itu. Mereka harus menanggung konsekuensi serius dari dosa mereka. Mereka harus meninggalkan taman itu, tetapi mereka meninggalkan taman itu dengan mengenakan penutup yang telah diberikan Yahweh. Selama sisa hidup mereka pakaian itu akan mengingatkan mereka, ―Yahweh mengasihani kami. Kami tidak mati pada hari kami berbuat dosa; melainkan Yahweh mengenakan pakaian kepada kami dan menutupi kami dalam belas kasih-Nya.‖ Apakah Anda mengira Yahweh itu sangat jauh, terpencil di suatu tempat di surga? Atau, hanya Yesus saja yang sangat dekat? Apa yang telah kita pelajari tentang Allah? Apa yang telah kita pelajari tentang Yahweh? Tidak banyak? Dapat seberapa dekatkah Yahweh? Kasih-Nya untuk orang-orang berdosa bukanlah suatu hal baru. Kasih itu tidak pertama-tama datang dengan Yesus. Kasih itu datang jauh, jauh sebelumnya, sejak dari Taman Eden. Itulah keindahan Yahweh. Mengapa semuanya ini tersembunyi dari kita? Apakah karena kita mengira Yesus sajalah sahabat orang-orang berdosa yang menyelamatkan kita dari Allah yang pemurka? Jika begitu, apakah istilah ―Allah Juruselamat kita‖ itu (1Tim 1:1; Tit 1:3, dst.) ada artinya bagi kita? Kita mulai melihat betapa berbedanya konsep kita dari konsep Yahweh dalam Perjanjian Lama, Allah yang sangat dekat dan sangat peduli, yang menjaga kita. Dan ketika kita berbuat dosa, Ia tidak selalu menghukum kita, bukan? Ia sendiri mempersiapkan sebuah jalan dengan mana Ia menutup dosadosa kita. Ketika kita sampai ke pasal 6 Kitab Kejadian, kita melihat bahwa umat manusia tengah sepenuhnya dirusakkan oleh dosa-dosa mereka. Namun, masih ada satu orang di mana Yahweh masih dapat berkomunikasi dengannya, yaitu Nuh. Dengan semakin jatuhnya umat manusia ke dalam perbudakan dosa, Yahweh masih mencoba berkomunikasi dengan manusia, tetapi Ia hanya bisa melakukannya dengan individu-individu tertentu yang terbuka kepada-Nya, yang mendengarkan Dia, yang hatinya disebut sempurna sehubungan dengan Dia—sempurna dalam keterbukaan penuh kepada-Nya. Ay.8 pasal 8 berbunyi: ―Namun, Nuh mendapat kasih karunia di mata Yahweh‖ (ILT). Dan selanjutnya dikatakan bahwa Yahweh berbicara kepada Nuh. Dan oh, Ia banyak berbicara dengan Nuh. Saya menghitung ada 30 ayat Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani 277 lebih di mana Yahweh berbicara dengan Nuh. Yahweh terus-menerus berkomunikasi dengan Nuh. Bukankah ini mengatakan kepada kita betapa dekatnya Dia dengan Nuh, dan Nuh dengan Dia? Kemudian air bah itu datang menyapu kerusakan parah yang telah mencemarkan bumi. Ya, Yahweh itu kudus. Ia akan mengampuni dosa tetapi ada suatu ukuran dosa di mana, sekali Anda telah mengisinya sampai penuh, Ia tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Tidak bisa diselamatkan lagi. Dan bila orang sudah tidak bisa diselamatkan lagi, tidak ada apa-apa yang bisa diperbuat oleh Yahweh kecuali menghukumnya. Namun, bahkan dalam penghukuman pun Ia memperlihatkan belas kasihan: masih ada Nuh dan keluarganya. Anda ingat Nuh yang membangun bahtera besar itu yang kelihatan seperti kotak besar, yang mengambang di atas air dengan berbagai macam binatang di dalamnya. Cerita yang menarik, bukan? Namun, apakah Anda melihat apa yang dilakukan Yahweh ketika Nuh dan semua binatang itu telah memasuki bahtera dan siap berhadapan dengan air bah? Dan yang masuk itu adalah jantan dan betina dari segala yang hidup, seperti yang diperintahkan Allah kepada Nuh; lalu TUHAN menutup pintu bahtera itu di belakang Nuh. (Kej 7:16) Yahweh menutup pintu bahtera di belakang Nuh itu. Pernahkah Anda memperhatikan kata-kata ini? Menakjubkan! Ia membuat taman, Ia membuat pakaian. Seperti seorang imam Ia mengadakan pendamaian untuk dosa-dosa Adam dan Hawa. Seperti seorang ahli bangunan Ia merancang bahtera untuk dibangun oleh Nuh, dalam rangka menyelamatkan Nuh, keluarganya, dan sekumpulan besar binatang. Namun, siapakah yang menutup pintu bahtera? Mengapa tidak membiarkan Nuh saja yang menutup pintu? Apakah pintu itu terlalu besar dan berat bagi Nuh? Apa pun alasannya, Yahweh memberi sentuhan terakhir dalam operasi penyelamatan besar-besaran ini: Ia sendiri yang menutup pintu bahtera itu. Atau apakah kita berpikir bahwa akan lebih pantas seandainya Ia menunjuk seorang malaikat untuk melakukan hal semacam ini, ketimbang melakukannya Sendiri? Pemikiran macam itu menunjukkan bahwa kita belum benar-benar mengenal Yahweh yang dinyatakan dalam Alkitab. Para raja dan presiden di dunia ini tidak membuka atau menutup pintu untuk 278 The Only True God bawahan mereka, tetapi justru itulah intinya: Yahweh tidak sama dengan mereka. Karakter-Nya dicontohkan di dalam Yesus secara sempurna (―gambaran Allah itu‖, 2Kor 4:4), yang tidak saja membasuh kaki muridmuridnya dan membuat sarapan untuk mereka di tepi Danau Galilea setelah kebangkitannya (Yoh 21:9,12,13), tetapi juga mempersembahkan dirinya di atas kayu salib demi keselamatan mereka. Sedangkan dengan menutup pintu bahtera, itu ibarat seorang ayah yang berdiri di pintu mengucapkan selamat jalan kepada anak-anaknya yang berangkat ke sekolah di pagi hari. Detil-detil kecil ini memperlihatkan sesuatu yang indah tentang Yahweh. Tidak ada apa-apa yang terlewatkan oleh-Nya. Ia peduli. Mengapa ayat ini menyebutkan Yahweh menutup bahtera itu? Karena itulah yang Dia lakukan! Dan mengapa Ia melakukannya? Karena Ia peduli! Apakah ada alasan lain untuk perbuatan-Nya? Mungkin Ia ingin memastikan airnya tidak memasuki bahtera dan menenggelamkan mereka, jadi Ia harus memastikan pintunya tertutup rapat. Seperti ketika Anda membawa anak-anak Anda ke dalam mobil, Anda memastikan pintunya tertutup rapat demi keamanan mereka. Jika kita boleh berkata dengan sopan, semuanya ini menyatakan sesuatu yang manis sekali tentang Yahweh. Cara Dia mengerjakan berbagai hal sungguh menakjubkan. Seandainya Alkitab itu murni berasal dari manusia, sulit membayangkan ada orang yang berani melukiskan Allah dengan cara ini. Selanjutnya dalam Kitab Kejadian, siapakah orang berikutnya yang diajak berbicara oleh Allah? Ada orang-orang lain yang berjalan dengan Allah. Kita tidak akan membahas dengan rinci tentang Henokh, yang berjalan dengan Allah selama 300 tahun dan diangkat oleh-Nya. Bagi Henokh, apa artinya berjalan dengan Allah? Berjalan selama 300 tahun! Bukan hanya beberapa hari saja. Selama 300 tahun ia berjalan dengan Yahweh. Sungguh suatu pengalaman, sungguh suatu petualangan! Tidak heran bila ia diangkat! Kemudian Abraham tampil, dan ia dikenal sebagai sahabat Yahweh. Apakah Allah membutuhkan seorang sahabat? Apakah Ia membutuhkan Anda dan saya? Tidak, Ia tidak membutuhkan kita, tetapi Ia ingin kita menjadi sahabat-Nya; bukan karena Ia membutuhkan kita. Allah menemukan seorang sahabat di dalam diri Abraham. Seluruh kisah ini betul-betul indah: Abraham tengah duduk di pintu kemahnya waktu hari panas terik (Kej 18). Ia mungkin sedang berusaha menyejukkan dirinya dengan tiupan angin sepoi-sepoi di depan pintu kemah itu. Dan ia Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani 279 melihat tiga lelaki berjalan ke arahnya. Sebagai seorang yang ramah, ia keluar dari kemahnya dan sujud dengan mukanya sampai ke tanah, kurang lebih sama seperti kaum Muslim dewasa ini tatkala mereka berdoa. Abraham bersujud dengan mukanya sampai ke tanah tatkala ia menyambut ketiga lelaki tadi. Dan salah satu dari mereka ternyata adalah Yahweh, sebagaimana dinyatakan oleh kisah itu. Kemudian diceritakan kisah menakjubkan di mana Abraham tawarmenawar dengan Yahweh mengenai kota Sodom yang akan segera dihancurkan. ―Jika ada 50 orang saleh, akankah Engkau mengampuni Sodom?‖ ―Maaf, jangan marah denganku, Yahweh, tetapi bagaimana kalau 40?‖ Ia tawar-menawar dengan Yahweh seperti di pasar tradisional. Dan dengan sabar Yahweh menuruti dia. ―Yahweh, kumohon, jangan marah denganku. Akankah Engkau mengampuni Sodom dengan 30?‖ Yahweh berkata, ―Ya, 30, akan Kuampuni.‖ Satu kali lagi: ―20?‖ ―Oke.‖ ―Kumohon, tolonglah, bersabarlah denganku, tapi bagaimana kalau 10?‖ Ia berkata, ―Ya, 10.‖ Kasihan, Abraham tidak berani menawar lebih sedikit daripada sepuluh. Bahkan ketika Anda tawar-menawar di pasar pun, Anda harus pantas. Maksud saya, jika ia meminta satu juta rupiah, apakah Anda memberinya 20,000 rupiah? Ayolah, jangan konyol. Anda dapat menawar dari 50 menjadi 30 dan 20 dan akhirnya 10. Ayolah, ini adalah seluruh kota—Anda tidak bisa menawar lebih rendah daripada 10, bukan? Namun, Yahweh berkata, ―Ya, bahkan 10‖. Abraham berpikir, ―Baiklah, aku puas. Setidaknya pasti ada sepuluh orang baik di kota Sodom.‖ Namun, sepuluh pun tidak ada. Dan sekalipun Abraham menawar lebih rendah, hal itu tidak akan menolong karena yang ada hanya satu orang saja: Lot. Itu tidak berkata hal baik tentang istri Lot. Ia berubah menjadi tiang garam. Tidak ada seorang pun yang baik tersisa di seluruh Sodom kecuali satu. Dapatkah Anda membayangkan hal itu? Kisah yang indah tentang Abraham yang tawar-menawar dengan Yahweh ini menunjukkan kesabaran-Nya yang luar biasa! Apa yang membuat kita mengira Ia hakim yang pemarah, Allah yang pemurka di surga di atas, yang siap menghancurkan semua orang berdosa? Lagipula, apakah orang berdosa justru bertobat karena ditakut-takuti oleh kotbah kita tentang murka Allah? Atau, apakah Allah tidak menarik kita dengan kasih-Nya, sebagaimana terlihat dalam Injil-injil? Ia sama sekali tidak berusaha menakut-nakuti kita dengan kuasa-Nya. Apakah orang berdosa benarbenar merasa takut, atau lebih tertarik oleh kasih? 280 The Only True God Tatkala kita melihat gambaran Yahweh yang sepenuhnya dalam hubungan-Nya dengan manusia sebagaimana terlihat dalam Alkitab, kita mulai mendapati bahwa, seperti halnya kota Sodom, hanya terdapat begitu sedikit orang benar hingga nyaris tak ada yang bisa diajak berbicara oleh Yahweh. Tidak ada sama sekali! Kemudian tampillah Musa, dan dikatakan bahwa Allah berbicara dengannya ―muka dengan muka‖ (Kel 33:11; Ul 34:10 ILT). Bukankah itu hal yang indah? Dan di situ Anda melihat cerita bagaimana Allah Yahweh membawa umat-Nya— umat Israel—keluar dari Mesir. Lagi-lagi yang Anda lihat bukanlah Allah yang transenden dalam arti terpencil, melainkan Allah yang terusmenerus berhubungan dengan umat Israel. Di mana? Dalam tiang awan, dalam tiang api, Ia berjalan dengan mereka di padang gurun. Sementara mereka berjalan, Ia berjalan dengan mereka di padang gurun, seperti seorang gembala dengan domba-dombanya sebagaimana dilukiskan dalam Mazmur ke-23, ―TUHAN adalah gembalaku‖. Ia membawa mereka melalui padang gurun seperti seorang gembala membimbing domba-dombanya. Jika Anda pergi ke padang gurun di Timur Tengah dewasa ini, Anda masih dapat melihat para gembala menuntun kawanan domba mereka. Kemudian Ia bertemu dengan umat Israel untuk bersekutu dengan mereka. Ingatkah Anda bagaimana Yahweh turun ke atas Gunung Sinai? Seluruh gunung itu menyala dengan api! Ia menyatakan kebesaran keagungan-Nya dan kuasa-Nya kepada khalayak—sekitar dua juta orang Israel di padang gurun—sehingga para tunawisma yang mengembara di padang gurun itu tidak perlu merasa takut akan masa depan mereka di saat mereka bergerak maju di bawah pimpinan Yahweh dan di bawah pemeliharaan-Nya dan penyediaan-Nya yang terus-menerus dalam mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari (―berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya‖). Bagaimanakah Anda memberi makan dua juta orang di padang gurun? Yahweh menyediakan roti, manna, setiap hari. Bagaimana lagi caranya dua juta orang bisa diberi makan di padang gurun? Dari sudut pandang manusia, logistik untuk memenuhi kebutuhan orang banyak seperti itu mengejutkan pikiran. Bagaimana dengan air? Hal yang paling dibutuhkan di padang gurun adalah air, kalau mereka tidak mau mati kehausan di bawah terik panas matahari. Dan Yahweh juga memenuhi kebutuhan itu. Ia melakukan hal ini dalam kurun waktu 40 tahun! Cobalah memimpin dua juta orang melewati padang gurun sekarang ini dan lihat sejauh mana Anda Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani 281 berhasil. Anda akan segera menyadari bahwa Yahweh melakukan mukjizat yang menakjubkan, bukan hanya selama beberapa hari tetapi selama 40 tahun. Apalagi, Ia melakukan semua ini untuk umat yang keras kepala dan durhaka yang tak henti-hentinya mencobai kesabaranNya. Nabi Mikha mengatakannya dengan indah: ―Siapakah Allah seperti Engkau yang mengampuni dosa, dan yang memaafkan pelanggaran dari sisa-sisa milik-Nya sendiri; yang tidak bertahan dalam murka-Nya untuk seterusnya, melainkan berkenan kepada kasih setia?‖ (Mi 7:18) Hal ini jelas digemakan dalam Perjanjian Baru. Ketika Yesus memberi makan 5,000 orang—mengingatkan kita kepada apa? Ini mengingatkan kita kepada apa yang dilakukan Yahweh untuk umat-Nya di padang gurun. Dan Yesus melakukan hal yang persis sama dengan apa yang telah dilakukan Yahweh dalam Perjanjian Lama. Atau lebih tepatnya, Yahweh melakukan apa yang telah Ia lakukan dalam Perjanjian Lama melalui Yesus. Ajaib! Hal yang sama tentang air juga benar, tetapi pada tingkatan rohaniah. Yesus berkata kepada perempuan Samaria, ―Seandainya engkau meminta minum dari-Ku, Aku akan memberikan kepadamu air untuk diminum, yang akan menjadi mata air di dalam dirimu, yang terus-menerus memancar sampai kepada kehidupan kekal‖ (bdk. Yoh 4:10,14). Air tersebut akan terus mengalir seperti sungai. Luar biasa! Yohanes 6 merujuk kepada kejadian-kejadian di padang gurun, ―Akulah roti (manna) yang turun dari surga. Jika kamu memakan roti ini, kamu tidak akan mati. Namun, orang-orang di padang gurun itu mati. Jika kamu memakan roti rohaniah yang diberikan Yahweh kepadamu itu—Aku inilah roti itu—kamu akan hidup selama-lamanya.‖ (bdk. Yoh 6:51,58) Ia tetap menyediakan manna kehidupan bagi orangorang yang, pada saat ini, mengharapkan penyediaan makanan itu dari Dia. Di padang gurun, mukjizat terjadi setiap hari di mana umat Israel bisa melihatnya. Jadi, cerita-cerita mukjizat dalam injil-injil bukanlah suatu hal baru walaupun pada umumnya mukjizat-mukjizat itu terjadi dalam skala yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan apa yang terjadi di padang gurun (mis. memberi makan 5000 orang dibandingkan dengan dua juta orang). Ini tidak dimaksudkan untuk menandingi skala kejadian di padang gurun, tetapi untuk mengingatkan orang tentang hal yang telah dilakukan Yahweh untuk umat-Nya di masa lalu. Dengan demikian, hal ini menunjukkan bahwa secara signifikan Yahweh lagi-lagi datang kepada umat-Nya di dalam diri Yesus Kristus, dan lagi-lagi 282 The Only True God melakukan hal-hal yang pernah mereka dengar dilakukan oleh Dia sebelumnya. Tatkala kita menelusuri Kitab Kejadian hingga kitab terakhir Perjanjian Lama, kita melihat bahwa semakin lama semakin sedikit orang yang bersekutu dengan Yahweh. Itu bukan dikarenakan Yahweh cenderung semakin kurang berkomunikasi dengan orang-orang, tetapi karena orang-orang kelihatannya semakin tidak peka terhadap Dia. Setelah Musa terdapat selang waktu yang lama sebelum muncul seorang nabi dengan sosok rohaniah cukup besar, tetapi tak seorang pun bersekutu dengan Yahweh dalam keakraban (―muka dengan muka‖) yang menjadi ciri hubungan Musa dengan Dia—yaitu, sampai kedatangan Yesus. Mengenai Musa, saya ingin memperlihatkan sentuhan kecil lain yang cukup mencengangkan. Anda tahu bahwa Taurat, kelima kitab Hukum Taurat, berakhir dengan Kitab Ulangan. Cerita meninggalnya Musa ditambahkan pada bagian akhir Kitab Ulangan. Usianya 120 tahun, tetapi ia masih sehat dan kuat, dan tidak sakit. Agaknya, umat Allah tidak selalu mesti jatuh sakit untuk bisa mati. Bila saatnya tiba, mereka sekadar ―tertidur‖, sebagaimana dikatakan seorang pengkhotbah tentang ayahnya, seorang hamba Tuhan yang setia. Ia tidak diketahui menderita penyakit apa pun, tetapi ketika saatnya tiba, ia hanya terduduk di kursinya. Kepalanya tertunduk dan ia pergi untuk bersama dengan Tuhan. Itu hal yang indah. Maka demikian pula, ―Musa berumur seratus dua puluh tahun, ketika ia mati; matanya belum kabur dan kekuatannya belum hilang‖ (Ul 34:7). Tugasnya sudah selesai. Waktunya telah tiba, maka, Musa meninggal atau ―tertidur‖. Namun, perhatikan bahwa ada sentuhan istimewa tentang Yahweh yang cenderung kita lewatkan. Apakah sentuhan kecil itu? Ia mengambil Musa, tetapi tentu saja tubuhnya tetap ada di bumi. Jadi, apa yang terjadi dengan tubuh itu? Anda ingat bahwa Musa meninggal sendirian, di atas Gunung Pisga di mana dari sana ia melihat Tanah Perjanjian tetapi tidak diizinkan masuk oleh karena satu saja kegagalan serius dalam hidupnya. Akan tetapi, Musa tidak sendirian, sebab Yahweh menyertai hamba-Nya yang setia sampai pada akhirnya. Dikatakan dalam Ulangan 34:6, Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani 283 Dan dikuburkan-Nyalah dia di suatu lembah di tanah Moab, di tentangan Bet-Peor, dan tidak ada orang yang tahu kuburnya sampai hari ini. Pernahkah Anda memperhatikan keempat kata kecil ini: ―Dan dikuburkan-Nyalah dia.‖ Siapakah ―Nya‖ itu? Siapa lagi kalau bukan Yahweh? Ini luar biasa. Pikirkan lagi hal ini: Ia membentuk Adam dan Hawa ibarat seorang tukang periuk; Ia membuat taman ibarat seorang tukang kebun; Ia menyembelih binatang ibarat seorang imam; Ia membuat pakaian ibarat seorang penjahit dan menutupi Adam dan Hawa, dan seterusnya. Pada akhirnya secara personal Ia mengubur sahabat-Nya di atas gunung—sebuah tindakan kasih dan penghormatan terakhir atas pelayanan Musa di bumi. Tentu saja kita dapat membaca seluruh cerita ini secara simbolis atau metaforis, seperti yang biasa dilakukan, dengan bersikeras bahwa Yahweh itu transenden dan tak satu cerita pun dari semuanya itu semestinya dipahami secara harfiah. Namun, apa arti cerita itu secara non-harfiah? Hal apa persisnya yang tengah dicapai dengan bersikeras pada dogma teologis kita tetapi dengan menghilangkan keindahan yang menyentuh dari karakter Yahweh sebagaimana dinyatakan dalam ceritacerita ini? Saya membaca kata-kata itu dan merasa sangat tersentuh. Musa diberi penguburan tersendiri. Ini jelas dimaksudkan untuk mencegah dia dijadikan berhala oleh orang-orang yang telah dipimpin olehnya untuk waktu yang lama, karena jika hal itu terjadi, Musa akan berakhir sebagai batu sandungan ketimbang berkat bagi umatnya. Namun, Yahweh juga telah menyatakan Dirinya secara terbuka dan di depan umum kepada bangsa Israel seperti, misalnya, ketika Ia turun ke atas Gunung Sinai dan orang banyak di situ melihatnya. Sebenarnya para tua-tua melihat kemuliaan Tuhan dengan mata kepala mereka sendiri. Anda lihat misalnya dalam Keluaran 24:10-11 di mana dikatakan bahwa para tua-tua Israel ―melihat Allah Israel; kaki-Nya berjejak pada sesuatu yang buatannya seperti lantai dari batu nilam dan yang terangnya seperti langit yang cerah. Tetapi kepada pemuka-pemuka orang Israel itu tidaklah diulurkan-Nya tangan-Nya; mereka memandang Allah, lalu makan dan minum.‖ Mereka melihat Allah dan hidup. Ay.16 berkata, ―Kemuliaan TUHAN diam di atas gunung Sinai, dan awan itu menutupinya enam hari lamanya; pada hari ketujuh dipanggil-Nyalah Musa dari tengah- 284 The Only True God tengah awan itu.‖ Dan ay.17: ―tampaknya kemuliaan TUHAN (Yahweh) sebagai api yang menghanguskan di puncak gunung itu pada pemandangan orang Israel.‖ Di situ, kita mendapati frase ―api yang menghanguskan‖ (Ibr 12:29). Di satu sisi Ia api yang menghanguskan. Di sisi lain, dengan lemah-lembut Ia mengambil Musa sahabatnya dan menguburkan dia, seperti menanamkan benih. Dan Musa akan bangkit kembali! Yahweh akan memanggil dia untuk bangkit dari antara orang mati; tetapi untuk saat ini, ia harus beristirahat. Apa yang kita temukan dalam perkembangan narasi Alkitabiah adalah bahwa, meskipun Tuhan masih berbicara kepada orang-orang, jarak antara Allah dan manusia berangsur-angsur menjadi semakin melebar. Namun, jarak antara Allah dan manusia itu bertambah bukan karena Allah ingin menjauh, tetapi karena manusia tidak lagi peduli untuk mencari Dia. Akhirnya, mereka malah tidak lagi menyebut NamaNya. Namun, Yahweh masih bersekutu dengan beberapa orang seperti sang nabi Samuel, yang hatinya terbuka kepada-Nya dan yang masih berbicara untuk Allah. Kemudian ada Yesaya yang, ketika sedang berada di dalam bait suci, dikaruniai penglihatan kemuliaan Allah. Yehezkiel, juga melihat penglihatan kemuliaan Allah. Apa yang dilihatnya adalah seseorang yang berpenampilan manusia. Penting untuk mencatat fakta ini: Yahweh menyatakan Dirinya kepada Yehezkiel dalam rupa manusia (Yeh 1:26,28). Para teolog telah memperdebatkan bahwa Allah disampaikan dengan istilah-istilah antropomorfis dalam Perjanjian Lama, yaitu, Allah disampaikan seolah-olah Ia adalah seorang manusia, atau dengan katakata yang digunakan untuk melukiskan manusia. Tampaknya, kemungkinan besar kita telah memutarbalikkan kenyataan. Menurut Kitab Suci, manusia itu teomorfis; hal itu demikian karena manusia diciptakan dalam citra Allah. ―Teomorfis‖, secara harfiah, berarti ada dalam bentuk (morphē) atau citra Allah (theos). Ini adalah ajaran Alkitabiah. Alasannya manusia diciptakan secara teomorfis—dalam citra Allah—adalah agar ia dapat bersekutu dengan Allah. Itulah sebabnya Allah menciptakan dia. Seorang besar terakhir yang secara akrab bersekutu dengan Allah adalah Musa. Allah berbicara dengannya ―berhadapan muka‖ (Ul 34:10). Berhadapan muka! Betapa dekatnya persekutuan mereka! Selanjutnya, sang nabi besar Yesaya masih mengucapkan firman Allah dan masih melihat kemuliaan Tuhan. Masih ada rasa kagum tetapi Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani 285 tidak dengan keakraban sebagaimana dinikmati Musa. Setelah Musa, semuanya ini berangsur-angsur menghilang. Semakin Anda meneruskan ke dalam PL, jarak itu semakin melebar. Setelah Yehezkiel, kita mendengar adanya penglihatan-penglihatan; kita masih mendengar tentang firman Tuhan yang diucapkan melalui orang-orang, tetapi keakraban antara sang nabi dengan Yahweh sudah tidak ada lagi. Setelah nabi terakhir, Maleakhi, yang ada hanya kesunyian—400 tahun kesunyian. Firman Tuhan tidak lagi berbicara. Agaknya, tidak ada siapa pun sama sekali yang bisa diajak berkomunikasi oleh Yahweh. Adakah seseorang dalam generasi ini yang bisa diajak berkomunikasi oleh Yahweh? Namun, janji-janji itu tetap ada: Ada suara yang berseru: ―Sediakanlah di hutan belantara satu jalan untuk Yahweh. Luruskanlah jalan raya di padang gurun untuk Allah kita.‖ (Yes 40:3, KSKK) Mengapa Anda mau mempersiapkan jalan raya di padang gurun? Jalan raya ini dinyatakan khusus ―untuk Yahweh‖, ―untuk Allah kita‖. Mengapa? Karena Ia akan datang. ―Kemuliaan Yahweh akan dinyatakan, dan semua manusia akan melihatnya, demikianlah sabda dari mulut Yahweh‖ (Yes 40:5 KSKK). Yahweh akan datang! Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda: Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel. (Yes 7:14) Seorang anak akan lahir tetapi, secara signifikan, anak itu menjunjung nama-nama ilahi: Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai. (Yes 9:5) Nama-nama Ilahi menunjuk pada pribadi ilahi. Tentu saja, tidak semua nama dalam ayat ini mesti ilahi, tetapi ada beberapa yang lebih sulit diterangkan dengan istilah non-ilahi, terutamanya ―Bapa yang Kekal‖. Sebagai kaum Trinitarian kita menerapkan ayat ini kepada Yesus. Namun, berbuat ini artinya merancukan Bapa dengan Anak, dan juga 286 The Only True God menentang ajaran Yesus di mana ia sudah berkata, ―Janganlah kamu menyebut siapapun ‗bapak‘ di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang di surga.‖ (Mat 23:9) Kita dapat yakin bahwa Yesus tidak pernah menyuruh siapapun memanggilnya ―Bapa‖. Namun, jika ―Bapa yang Kekal‖ merujuk kepada Yahweh sebagaimana semestinya, maka kita diperhadapkan dengan pemikiran yang mengejutkan bahwa Yahweh akan datang ke dunia ini di dalam pribadi Yesus, dan Ia sudah datang pada saat kelahiran Yesus. Bagaimana lagi ayat ini bisa dipahami sebagaimana adanya? Dalam Kitab Maleakhi, kitab terakhir dalam Perjanjian Lama, Allah berkata: ―Lihatlah Aku menyuruh utusan-Ku dan dia akan mempersiapkan jalan di hadapan-Ku. Dan dengan tiba-tiba Tuhan yang sedang kamu cari, akan datang ke dalam bait-Nya, yaitu Utusan Perjanjian yang kamu rindukan. Lihatlah Dia sudah datang,‖ Yahweh Tsebaot berfirman. (Mal 3:1 ILT) Lagi-lagi, sebuah janji: ―Dengan tiba-tiba (mendadak) Tuhan yang sedang kamu cari, akan datang ke dalam bait-Nya‖ di Yerusalem. Siapakah ―Tuhan‖ itu kalau bukan Yahweh, mengingat bait yang dirujuk itu adalah ―bait-Nya‖. Namun, kapan hal ini terjadi? Sebagaimana telah saya katakan, terdapat 400 ratus tahun kesunyian. Kapankah kesunyian itu akan berakhir dan Allah berfirman lagi? Nubuatan dalam Kitab Maleakhi berkata bahwa, pertama, Yahweh akan mengutus seorang utusan ke ―hadapan-Ku‖. Yesus menunjuk kepada Yohanes Pembaptis sebagai utusan itu (mis. Mat 11:9-11; Luk 7:26-28). Kesunyian yang panjang itu tiba-tiba berakhir, dengan tak diduga-duga, dan Yahweh datang ke baitNya seperti yang dijanjikan. Kita akan melihat hal ini dengan lebih menyeluruh berikut ini. — Akhir dari Kutipan yang ditranskrip — Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani I 287 Pengamatan lanjutan atas imanensi-transendensi Allah manensi Yahweh terlihat jelas bukan saja dalam Taurat dan PL secara keseluruhan, tetapi khususnya dalam PB, misalnya: Kisah Para Rasul 17:28, ―Sebab di dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada‖. Matius 10, ―29 Bukankah burung pipit dijual dua ekor seharga satu receh terkecil? Namun seekor pun tidak akan jatuh ke bumi di luar kehendak Bapamu. 30 Dan kamu, rambut kepalamu pun terhitung semuanya. 31 Karena itu, janganlah kamu takut, karena kamu lebih berharga daripada banyak burung pipit.‖ (Mat 10:29-31) Lukas 12:7, bahkan rambut kepalamu pun terhitung semuanya [oleh Allah]. Karena itu, jangan takut, karena kamu lebih berharga [pada Allah] daripada banyak burung pipit. Namun, inkarnasi Firman itu di dalam Mesias Yesus, di mana Yahweh hidup di dalam dia secara jasmaniah, adalah contoh unggul dari pilihanNya untuk menjadi imanen, walaupun ini sama sekali tidak meniadakan transendensi-Nya. Justru, apa yang telah gagal kita pahami adalah bahwa di dalam Kitab Suci, transendensi Allah itu melibatkan, atau bahkan memerlukan, imanensi-Nya: 1 Raja-Raja 8:27, ―Tetapi benarkah Allah hendak diam di atas bumi? Sesungguhnya langit, bahkan langit yang mengatasi segala langitpun tidak dapat memuat Engkau, terlebih lagi rumah yang kudirikan ini.‖ Transendensi Yahweh merupakan semacam hal yang mustahil untuk kategorisasi teologis, sebab transendensi-Nya itu sedemikian rupa hingga ―langit yang mengatasi segala langit‖ sekali pun tidak dapat memuat Dia—dengan demikian, transendensi-Nya bisa dikatakan ―berlimpahlimpah‖, keluar dari cakrawala melingkupi bumi. Dalam Kitab Suci Allah tidak pernah dapat dianggap terbatas pada langit. Menurut Kitab Suci, adalah keliru untuk mengira bahwa ―langit‖ merujuk kepada transendensi-Nya, sementara bumi menyatakan ―imanensi‖-Nya seperti 288 The Only True God yang biasanya kita kira. Pemikiran ini juga diruntuhkan oleh ayat seperti berikut: Beginilah firman TUHAN: Langit adalah takhta-Ku dan bumi adalah tumpuan kaki-Ku. (Yes 66:1, dikutip dalam Kis 7:49) Kata-kata itu menghadirkan gambar Yahweh yang duduk di atas takhtaNya di surga dengan kaki-Nya bertumpu di bumi. Gambar tentang transendensi-imanensi Yahweh ini disatukan ke dalam kata-kata Yesus di Khotbah di Bukit: ―Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah sekalikali bersumpah, baik demi langit, karena langit adalah takhta Allah, maupun demi bumi, karena bumi adalah tumpuan kaki-Nya, ataupun demi Yerusalem, karena Yerusalem adalah kota Raja Besar.‖ (Mat 5:34,35) Oleh karena kaki-Nya bertumpu di bumi, frase ―Bapa di surga‖ tidak semestinya diartikan sebagai Ia jauh dari bumi; melainkan berfungsi untuk membedakan Dia dari bapa-bapa duniawi. ―Bapa di surga‖ muncul 14 kali dalam Injil Matius, sekali dalam Injil Markus, dan sekali dalam Injil Lukas, menandakan pentingnya frase itu dalam pengajaran Jesus dalam Injil Matius. Misalnya, Doa Bapa Kami (Mat 6:9-13) dimulai dengan ―Bapa kami yang di surga‖, akan tetapi Ia cukup dekat untuk mendengar bisikan doa-doa kita dan bahkan permohonan-permohonan yang tidak terucapkan dari hati kita. Kata ―Bapa‖ dalam pemikiran Yesus berbicara tentang Dia yang mendengar dan peduli: ―Adakah seorang dari antara kamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti, atau memberi ular, jika ia meminta ikan?‖ (Mat 7:9,10) Lagipula, gagasan Allah sebagai Bapa itu bukan sesuatu yang pertama-tama muncul dalam PB. Dalam PL setidaknya ada 6 lelaki dan 2 perempuan yang bernama Abia (Ing.: Abijah). ―Abi‖ artinya ―bapaku‖ dan ―Jah‖ adalah bentuk pendek dari ―Yahweh‖. Berikut ini adalah definisi yang diberikan dalam International Standard Bible Encyclopedia: ―Abia, Ibr.: ’abhiyah atau Ibr.: ’abhiyahu (2Taw 13:20,21), ‗bapaku adalah Yahweh,‘ atau ‗Yahweh adalah bapa‘‖. Gagasan tentang surga sebagai suatu tempat transenden jauh di atas bintang-bintang adalah gagasan lain yang keliru. Dalam Kitab Suci, yang surgawi adalah yang rohaniah, berlawanan dengan yang duniawi atau yang jasmaniah dan materiil. Yang jasmaniah mempunyai lokasi geografis, sedangkan yang rohaniah tidak. ―Allah adalah Roh‖ seperti Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani 289 dikatakan Yesus, dan roh tidak dibatasi oleh lokasi duniawi ataupun kosmik. Memahami hal ini berarti memahami bahwa lokasi geografis itu tidak penting, yang penting adalah ―Allah itu Roh dan siapa saja yang menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran‖ (Yoh 4:24). Transendensi-imanensi Allah menghapus kesan Dia yang jauh dan tak terjangkau di tempat surgawi yang jauh. Namun, trinitarianisme telah memperhadapkan kita dengan kesan bahwa Bapa itu jauh di surga sementara ―Yesus sangat dekat‖ (dalam lirik sebuah lagu yang pernah populer). Tidak heran bila umat Kristen lebih suka berdoa kepada Yesus, walaupun tidak ada pembenaran Alkitabiah untuk berbuat demikian. Bagi umat Kristen, Yesus yang ―dekat‖ menjadikan dia lebih dapat diakses. Meskipun Bapa mungkin mampu mendengar kita, jika Ia bersedia melakukannya, akan tetapi, bukankah Yesus yang memberi kita jaminan bahwa ―Aku tidak akan menolak siapa pun yang datang kepada-Ku‖ (Yoh 6:37, BIS)? Kata-kata itu ditafsirkan sedemikian rupa sehingga menyiratkan bahwa kita dapat lebih meyakini penerimaan oleh Yesus daripada oleh Bapa; hal ini dikarenakan Bapa (Yahweh) adalah Allah yang transenden, sedangkan Yesus adalah Allah yang imanen, yang oleh sebab itu lebih mudah didatangi. Ini adalah penggambaran Allah yang keliru yang kita pelajari dari trinitarianisme. Semuanya ini sangat jauh dari kebenaran tentang Allah yang diwahyukan dalam Kitab-kitab Suci, sebagaimana telah kita lihat dalam paragraf-paragraf terdahulu. A Kasih Yahweh pa yang dinyatakan oleh Kitab Kejadian (dan kitab-kitab selebihnya dalam Kitab Suci) tentang sikap Yahweh terhadap manusia? Sebuah jawaban dapat ditemukan dari perkataan Yesus dalam Yohanes 17:23: ―Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku supaya mereka menjadi satu dengan sempurna, agar dunia tahu, bahwa Engkau yang telah mengutus Aku dan bahwa Engkau mengasihi mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku‖. Pikirkan implikasi mengejutkan dari pernyataan terakhir dalam ayat ini, ―Engkau (Bapa) mengasihi mereka sama seperti Engkau mengasihi Aku‖! Apakah mungkin Bapa (Yahweh) mengasihi kita sama seperti Ia mengasihi orang 290 The Only True God yang disebut-Nya, ―Inilah Anak-Ku yang Kukasihi‖, yang adalah ―satusatunya yang diperanakkan oleh Bapa‖? Kasih Yahweh terlihat dalam kedatangan-Nya untuk berada dengan kita, sebagaimana diungkapkan dalam nama ―Imanuel‖: Yesaya 7:14, ―Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda: Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel. {Imanuel artinya Allah menyertai kita.}‖. Kedatangan Yahweh yang dinubuatkan serta hadirat-Nya yang diakibatkan oleh kedatangan-Nya sehubungan dengan pengandungan dan kelahiran Yesus terlihat dalam Matius 1: ‗Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa-dosa mereka.‘ 22 Hal itu terjadi supaya digenapi yang difirmankan Tuhan melalui nabi: 23 ―Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel‖ (Yang berarti: Allah menyertai kita.) [Yes 7:14] 21 Mengingat rujukan eksplisit kepada Yahweh dalam Yesaya 40:3-5, dan mengingat ―Allah menyertai kita (Imanuel)‖ melalui kelahiran Kristus, sepantasnya dapat disimpulkan dari ayat-ayat tersebut bahwa Yahwehlah yang dinubuatkan datang ke dunia di dalam Kristus. Jika kesimpulan ini ditolak maka satu-satunya pilihan yang tersisa adalah menghilangkan makna subtantif ―Imanuel‖ dengan membuatnya terdengar sebagaimana sering digunakan dalam sapaan-sapaan yang artinya kurang lebih ―Semoga Allah menyertai kita‖. Dalam arti itu ―Imanuel‖ tidak lebih berarti daripada ―Allah akan menyertai Yesus secara sedikit khusus‖. Namun, kata itu bukan berarti bahwa Allah akan beserta dengan Yesus melainkan, di dalam Yesus, Allah akan beserta “dengan kita”. Dengan kata lain, Allah akan hadir di dalam Yesus sedemikian rupa sehingga Ia menjadi Allah yang hadir dengan kita. Kaum Trinitarian, tentu saja, menerima pemahaman ―Imanuel‖ ini, tetapi mereka mengartikan ―Allah‖ sebagai ―Allah-Anak‖, bukan ―satusatunya Allah yang benar‖, Yahweh. Namun, pilihan itu tidak tersedia Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani 291 bagi mereka dengan alasan yang sekarang semestinya terang-benderang: dalam Kitab-kitab Suci tidak ada pribadi yang disebut ―Allah-Anak‖. K Malaikat Tuhan asih Yahweh untuk umat-Nya, kepedulian serta keprihatinanNya yang praktis untuk mereka, terlihat melalui hadirat-Nya yang menyertai mereka di setiap krisis dalam kehidupan mereka. Sang Pemazmur mengungkapkannya seperti ini, ―Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti‖ (Mzm 46:1). Kata-kata ini merupakan sebuah pernyataan berdasarkan pengalaman, bukan sekadar pernyataan berdasarkan keyakinan religius. Salah satu cara Yahweh berinteraksi dengan umat-Nya adalah melalui sosok atau bentuk (atau rupa) seorang ―malaikat Yahweh‖. Dalam bagian teks berikut kita akan sering merujuk kepada ―malaikat Yahweh‖ hanya dengan kata ―Malaikat‖. ―Malaikat TUHAN (Yahweh)‖ ( , malach Yahweh) merupakan sebuah istilah yang muncul 52 kali dalam PL 23. Namun, tidak semuanya merujuk kepada apa yang dilukiskan oleh International Standard Bible Encyclopedia sebagai ―Malaikat Teofani‖. Beberapa darinya merupakan malaikat ―biasa‖ yang diutus oleh Allah untuk menggenapi tugas khusus (mis. Zakharia 1:12). Di sisi lain, terdapat sejumlah besar pemunculan ―malaikat Yahweh‖ di mana permunculanpermunculan itu, tak pelak, adalah teofani, yaitu, Allah yang muncul dalam bentuk yang kelihatan. Malaikat biasanya muncul dalam rupa manusia (lih. di bawah). Jadi, ―malaikat Yahweh‖ memberi contoh lain yang amat signifikan dari teofani ―antropomorfis‖. Dengan demikian, ―Malaikat‖ ini bisa dilukiskan sebagai ―rupa‖ Allah yang kelihatan. Penyataan-diri Yahweh dalam Keluaran 3:14 itu sangat penting, di mana telah kita bahas terdahulu. Persisnya dalam kaitan inilah terdapat pemunculan ―malaikat TUHAN‖. Di sini kita perlu mengamati bagaimana seluruh kejadian itu dilukiskan dalam Keluaran 3: hwhy %a;l.m; Terdapat 54 pemunculan; tetapi rujukan dalam Hagai 1:13 terkait kepada nabi sebagai utusan Yahweh, dan dalam Maleakhi 2:7 terkait kepada imam yang adalah utusan-Nya. 23 292 The Only True God 1 Adapun Musa, ia biasa menggembalakan kambing domba Yitro, mertuanya, imam di Midian. Sekali, ketika ia menggiring kambing domba itu ke seberang padang gurun, sampailah ia ke gunung Allah, yakni gunung Horeb. 2 Lalu Malaikat TUHAN (Yahweh) menampakkan diri kepadanya di dalam nyala api yang keluar dari semak duri. Lalu ia melihat, dan tampaklah: semak duri itu menyala, tetapi tidak dimakan api. 3 Musa berkata: ―Baiklah aku menyimpang ke sana untuk memeriksa penglihatan yang hebat itu. Mengapakah tidak terbakar semak duri itu?‖ 4 Ketika dilihat TUHAN (Yahweh), bahwa Musa menyimpang untuk memeriksanya, berserulah Allah dari tengah-tengah semak duri itu kepadanya: ―Musa, Musa!‖ dan ia menjawab: ―Ya, Allah.‖ 5 Lalu Ia berfirman: ―Janganlah datang dekat-dekat: tanggalkanlah kasutmu dari kakimu, sebab tempat, di mana engkau berdiri itu, adalah tanah yang kudus.‖ 6 Lagi Ia berfirman: ―Akulah Allah ayahmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub.‖ Lalu Musa menutupi mukanya, sebab ia takut memandang Allah. Dari nas tersebut sama sekali tidak diragukan bila pemunculan ―malaikat Yahweh‖ itu tidak lain dan tidak bukan adalah pemunculan Yahweh Sendiri, jadi, istilah ―Malaikat Teofani‖ itu di sini betul-betul pantas. Percakapan yang panjang dan penting antara Yahweh dan Musa tentang menyelamatkan bangsa Israel dari belenggu perbudakan di Mesir terpapar dari Keluaran 3:7 sampai ke pasal berikutnya. Dalam konteks inilah diberikan pewahyuan-diri Allah sebagai ―Aku adalah Aku‖ (Kel 3:14). Akan terlihat pula bahwa pemunculan-Nya dalam rupa ―malaikat TUHAN‖ secara konsisten terjadi pada saat-saat krusial dalam sejarah Israel. Lagi-lagi ini secara kuat menyatakan karakter Yahweh sebagai Dia yang sangat peduli dengan keadaan dan kebutuhan dari umat-Nya. Sebagai tambahan kepada ke 52 referensi ―malaikat Yahweh‖ ada 9 referensi lain yang merujuk kepada ―malaikat Allah‖ yang, setidaknya dalam beberapa peristiwa, tidak lain dan tidak bukan adalah ―malaikat Yahweh‖. Hakim-Hakim 6:20 berbicara tentang ―malaikat Allah‖, sedangkan dalam dua ayat berikutnya ia dirujuk sebagai ―malaikat Yahweh‖. Hal ini juga terlihat jelas dalam Hakim-Hakim 13 di mana ay.6 dan 9 berbicara tentang ―malaikat Allah‖ yang dalam ay.13-22 Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani 293 merupakan ―malaikat Yahweh‖. Lebih dari itu, dari ay.8-11 kita melihat bahwa Manoah dan isterinya, mengira bahwa apa yang mereka lihat adalah seorang ―manusia ilahi‖ (ILT), jadi, ia dengan jelas terlihat dalam rupa manusia. Hal ini juga benar setelah rujukan itu diubah menjadi ―malaikat Yahweh‖ (dari ay.13 dan seterusnya). ―Manoah tidak mengetahui, bahwa Dia (―manusia ilahi‖) itu Malaikat TUHAN (Yahweh)‖ (ay.16), tetapi ia dan isterinya kemudian menyadari bahwa mereka telah melihat Allah dalam rupa manusia dan merasa sangat takut dengan konsekuensinya: ―Berkatalah Manoah kepada isterinya: ‗Kita pasti mati, sebab kita telah melihat Allah‘‖ (ay.22). ―Malaikat‖ itu muncul pada saat-saat penting dalam ―sejarah keselamatan‖ PL. Pemunculan-Nya yang pertama kali tercatat adalah pada masa Abraham ketika ia menyatakan diri kepada Hagar, ibu dari orang Arab, dan menetapkan sebuah perjanjian yang amat mirip dengan janji Yahweh kepada Abraham (Kej 16:7-11; bdk. Kej 13:16). Keadilan Yahweh dinyatakan dengan jelas di sini. ―Malaikat‖ itu muncul kepada Abraham pada saat penting ketika Abraham nyaris mengurbankan anaknya Ishak dalam pengabdian dan ketaatannya yang mutlak kepada Yahweh (Kej 22:11dyb.). Namun, Yahweh dengan penuh belas-kasihan menghentikan Abraham yang benar-benar hendak mengorbankan anaknya. Akan tetapi, demi keselamatan umat manusia, Yahweh Sendiri ―tidak menyayangkan AnakNya sendiri, tetapi menyerahkan-Nya bagi kita semua‖ (Rm 8:32). Pilihan kata-kata Paulus yang mengherankan dalam Roma 8:32 tampaknya menunjukkan bahwa ia tengah memikirkan tentang kurban yang dipersembahkan oleh Abraham, yang merupakan tindakan sangat signifikan dalam Yudaisme. Bagaimana bangsa Israel menerima namanya diceritakan dengan menarik dalam Kejadian 32:24-30, di mana Yakub, bapak bangsa itu, bergumul dengan seorang ―manusia‖ semalaman dan menjadi timpang karena sendi pinggul yang terkilir; namun, ―manusia‖ ini dengan ramah berkata bahwa Yakub telah ―menang‖ (ay.28) dan memberikannya nama baru ―Israel‖: ―Lalu kata orang itu: ‗Namamu tidak akan disebutkan lagi Yakub, tetapi Israel, {Israel artinya ia bergumul melawan Allah } sebab engkau telah bergumul melawan Allah dan manusia, dan engkau menang.‘‖ (ay.28). Maka Yakub menyadari bahwa ia telah ―berhadapan muka‖ dengan Allah: ―Yakub menamai tempat itu Pniel {Peniel artinya muka Allah }, sebab katanya: ‗Aku telah melihat Allah berhadapan muka, 294 The Only True God tetapi nyawaku tertolong!‘‖ (ay.30). Dalam nas tersebut tidak disebut tentang ―malaikat Tuhan‖, tetapi ―manusia‖ yang ―bergumul‖ dengan Yakub itu jelas-jelas berbentuk manusia, bentuk yang dipilih Allah untuk menyatakan dirinya kepada Yakub. Ini menyadarkan kita bahwa terlepas dari sejumlah besar rujukan kepada ―Malaikat‖ terdapat kejadian-kejadian penting lain di mana ―Malaikat‖ boleh jadi telah tampil tetapi tidak dinamai. Salah satu contohnya bisa dijumpai dalam kisah luar bisa yang tercatat dalam Yosua 5:13-15 di mana, pada malam sebelum penyerangan kota Yerikho pada awal penaklukan Tanah Perjanjian, Yosua melihat seorang ―manusia‖ dengan pedang terhunus di tangannya. Ketika Yosua, yang telah diangkat oleh Musa sebagai penggantinya untuk memimpin tentara Israel, menanyakan ―manusia‖ itu ia ada di pihak siapa, ia diberitahu bahwa ―manusia‖ itu, bukan Yosua, adalah ―Panglima balatentara Yahweh‖; Yosua langsung bersujud di hadapan-Nya. Ini pasti disebabkan karena sekarang Yosua menyadari siapa ―manusia‖ itu sesungguhnya. ―Balatentara Yahweh‖ tidak diketahui memiliki panglima lain selain Yahweh Sendiri. Di sini istilah ―balatentara Yahweh‖ boleh jadi dimaksudkan untuk mencakup balatentara Israel yang akan memasuki Kanaan. Penegasan lain bahwa sebenarnya Yahwehlah yang menyatakan diri kepada Yosua terlihat dalam kenyataan bahwa Yosua diperintahkan untuk ―tanggalkanlah kasutmu dari kakimu, sebab tempat engkau berdiri itu kudus‖ (5:15)—yang sama persis dengan apa yang diperintahkan kepada Musa oleh malaikat Tuhan dari semak duri, ―tanggalkanlah kasutmu dari kakimu, sebab tempat, di mana engkau berdiri itu, adalah tanah yang kudus‖ (Kel 3:5). Malaikat Tuhan itu muncul dengan pedang terhunus dalam Bilangan 22. Ada 10 rujukan kepada ―Malaikat‖ dalam pasal ini, dan kita barangkali bertanya-tanya mengapa mesti ada begitu banyak rujukan kepada kejadian yang kelihatannya relatif sepele tentang Balaam. Namun, tatkala kita memahami bahwa apa yang dipermasalahkan di sini adalah pengutukan Israel oleh Balaam (ay.17), maka kita melihat bahwa hal tersebut sama sekali bukan perkara sepele di mata Allah. Seluruh kejadian itu terpapar dari ay.22-35. Dalam ay.23 kita menjumpai frase yang persis sama dengan frase yang ditemukan dalam Kitab Yosua, Malaikat itu berdiri dengan ―pedang terhunus di tangan-Nya‖, dan lagi- Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani 295 lagi dalam ay.31 (contoh lainnya adalah kejadian mengerikan yang tercatat dalam 1Taw 21:16). 2 Raja-Raja 19:35 menyebutkan tentang penjatuhan hukuman mengerikan lainnya, kali ini kepada tentara Asyur yang datang untuk menghancurkan Yerusalem dan menaklukan Israel. Untuk menyelamatkan Israel, malaikat Yahweh membunuh 185,000 orang Asyur dalam satu malam, yang mengakibatkan mundurnya tentara Asyur. Walaupun kata ―pedang‖ tidak muncul dalam nas ini, tak pelak, yang dimaksudkan adalah pedang penghukuman (dan keselamatan bagi bangsa Israel). ―Malaikat‖ tersebut terlibat dalam kejadian-kejadian sangat penting dalam sejarah PL. Oleh karena ―Malaikat‖ itu adalah suatu teofani, apakah makna kegiatannya kalau bukan kepedulian dan keprihatinan Yahweh yang intens untuk umat-Nya, yaitu, ―bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah‖ (Rm 8:28)? Mengingat apa telah kita pelajari, pada umumnya kita dapat menyetujui pengamatan-pengamatan yang dibuat oleh International Standard Bible Encyclopedia: ―Diyakini bahwa sejak semula Allah memakai malaikat dalam rupa manusia, dengan suara manusia, dalam rangka berkomunikasi dengan manusia. Penampakan-penampakan malaikat Tuhan, khususnya dalam hubungan yang bersifat menebus dengan umat Allah, menunjukkan kegiatan dari cara Ilahi akan penyataan-diri yang berpuncak pada kedatangan sang Juruselamat, dan dengan demikian menjadi sebuah bayangan, dan persiapan, dari pewahyuan Allah sepenuhnya di dalam Yesus Kristus.‖ (ISBE ―Malaikat‖, di bawah bagian ―Malaikat Teofani‖) Prof. E.R. Wolfson, dengan merujuk kepada banyak nas dalam Alkitab Ibrani yang berbicara tentang Malaikat Tuhan, berkata bahwa ―Allah menampakkan diri dengan berkedokkan malaikat‖ dalam nas-nas itu. Selanjutnya ia berkata, ―Satu ayat menurut kitab suci yang teramat signifikan dalam memahami konsepsi kuno umat Israel adalah pernyataan Allah bahwa umat Israel harus mendengarkan malaikat yang telah ia utus dan jangan mendurhaka kepadanya, karena nama-Nya ada di dalam dia (Kel 23:21). Pembatas yang memisahkan malaikat dengan Allah itu secara substansil menjadi kabur, sebab dengan menjunjung 296 The Only True God nama itu, yang menandakan kuasa dari kodrat ilahi itu, malaikat tersebut menjadi penjelmaan kepribadian Allah. Memiliki nama bukan sekadar dianugerahi dengan otoritas ilahi, tetapi itu berarti bahwa secara ontologis malaikat tersebut adalah hadirat inkarnasional dari yang Ilahi dalam pemeliharaan Allah atas umat Israel. ―Kepercayaan purba mengatakan bahwa Allah bisa menyatakan diri sebagai hadirat malaikat kepada manusia, dan bentuk hadirat ini adalah bentuk seorang antropos [manusia]. Dengan demikian, rupa malaikat ini adalah pakaian (sebagaimana diekspresikan oleh para kabalis yang kemudian) yang dikenakan oleh yang ilahi ketika ia menjelma ke dunia dalam bentuk seorang antropos.‖ (Wolfson, bab tentang ―Yudaisme dan Inkarnasi‖, Christianity in Jewish Terms, hlm.244) Sesaat sebelum naskah buku ini tiba di tangan penerbit, saya beruntung sekali menemukan buku yang berwawasan serta merangsang pikiran yang ditulis oleh Profesor James Kugel berjudul ―The God of Old”. Di sini saya memasukkan sebagian dari pengamatan penutupnya setelah kajiannya atas teks-teks Alkitabiah tentang malaikat Tuhan: ―Dengan demikian, di sini terdapat butir terpenting tentang malaikat itu dalam seluruh teks ini. Ia bukan semacam duta, atau utusan, dari Allah melainkan Allah Sendiri dalam rupa manusia‖. ―Dengan kata lain, malaikat itu bukan makhluk ilahi yang berkedudukan lebih rendah; malaikat itu adalah Allah Sendiri, tetapi Allah yang tidak dikenali, Allah yang mencampuri urusan sehari-hari‖ ―Malaikat itu kelihatan seperti manusia biasa untuk sementara, hanya sementara saja, lalu disusul dengan saat pengenalan, di mana ternyata, oh ya, itulah Allah dan bukan manusia biasa.‖ (The God of Old, 2003; James L. Kugel adalah Starr Professor of Hebrew Literature pada Harvard University.) Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani D 297 Belas-kasih Yahweh engan demikian, ini berarti bahwa gagasan Yahweh yang datang ke dunia dalam rupa manusia itu bukan suatu hal yang aneh atau asing dalam Alkitab. Malahan, gagasan akan campur tangan personal Allah, yang sering muncul dalam rupa manusia pada saat-saat krusial dalam sejarah umat-Nya, adalah sesuatu yang sering disebut dalam Kitab-kitab Suci. Dapat sepantasnya dikatakan bahwa, karena sifat dan karakter-Nya sebagaimana dinyatakan dalam Kitabkitab Suci, Yahweh tidak akan, dan tidak bisa, bersikap acuh tak acuh atau tak ambil pusing dengan umat manusia serta kebutuhan mereka, dan terutamanya dengan penderitaan mereka, sekalipun penderitaan itu ditimbulkan oleh dosa-dosa manusia itu sendiri. Salah satu kata yang paling sering dipakai dalam Alkitab Ibrani sehubungan dengan karakter Yahweh adalah hesed. Kata itu muncul 251 kali, yang sebagian besar darinya bertalian dengan Yahweh. Sulitnya menerjemahkan kata ini terlihat dari pelbagai cara yang diberikan dalam berbagai terjemahan: ―lovingkindness‖ (NASB), ―mercy‖ (KJV), ―steadfast love‖ (ESV), ―unfailing love‖ (NIV), ―faithful love‖ (NJB), ―loyal love‖ (NET). Semua variasi ini dijumpai dalam terjemahanterjemahan untuk Keluaran 15:13. Terjemahan untuk kata itu bahkan berubah-ubah dalam versi yang sama. Namun, dari pelbagai kata-kata yang dipakai itu jelaslah ada satu hal: kasih merupakan unsur yang sama yang ada dalam semua kata itu. Demikianlah Theological Wordbook of the Old Testament meringkas bahasan akademis panjang tentang hesed: ―...kata itu merujuk kepada sikap serta tindakan. Sikap ini sejajar dengan kasih, rahûm, kebaikan, tôb, dst. Ia adalah semacam kasih, termasuk belas kasihan, hannûn, bila objeknya ada dalam kondisi menyedihkan. Acapkali menggunakan kata-kata kerja, ‗berbuat,‘ ‗memelihara,‘ dengan demikian merujuk kepada tindakan-tindakan kasih serta atributnya. Kata ‗lovingkindness‘ dalam KJV adalah kata yang arkais, tetapi tidak jauh dari kepenuhan makna kata tersebut.‖ Karakter Yahweh diungkapkan secara indah dalam kata-kata yang lemah-lembut ini, ―Aku mengasihi engkau dengan kasih yang kekal, sebab itu Aku melanjutkan kasih setia-Ku (hesed) kepadamu.‖ (Yer 31:3). Indeks Ayat Kej 1:26 ..................... 166, 169, 170 Kej 1:26,27 ... ....163, 165, 166, 176, 183 Kej 1:27 ............................. 164, 264 Kej 1:28 ..................................... 264 Kej 1:29 ..................................... 265 Kej 2:7 ....................... 161, 163, 265 Kej 2:8 ......................... 25, 266, 271 Kej 2:16 ..................................... 268 Kej 2:18 ............................. 213, 268 Kej 2:19 ..................................... 164 Kej 2:21,22 ................................ 164 Kej 2:24 ..................................... 131 Kej 3:5 ............................... 181, 192 Kej 3:5,6 .................................... 184 Kej 3:7,21 .................................... 25 Kej 3:8 ......................... 25, 268, 271 Kej 3:10 ..................................... 270 Kej 3:21 ..................................... 274 Kej 4:6 ....................................... 272 Kej 4:9-10 .................................. 272 Kej 4:15 ..................................... 273 Kej 5:3 ....................................... 165 Kej 7:16 ..................................... 277 Kej 9:6 ............... 165, 166, 167, 170 Kej 13:16 ................................... 293 Kej 16:7-11 ................................ 293 Kej 18 ........................................ 278 Kej 22:8 ..................................... 137 Kej 22:11 ................................... 293 Kej 28:16 ................................... 263 Kej 32:24-30 .............................. 293 Kej 41:42 ................................... 162 Kej 45:26 ................................... 162 Kel 3:1-6.................................... 291 Kel 3:5 ....................................... 294 Kel 4:16 ..................................... 253 Kel 4:2,23 .................................... 57 Kel 4:22 ....................................... 64 Kel 4:22,23 .................................. 55 Kel 7:1 ....................................... 253 Kel 8:10 ....................................... 48 Kel 9:14 ....................................... 48 Kel 10:19 ..................................... 44 Kel 15:1-18 ............................... 251 Kel 15:2 ..................................... 257 Kel 15:3 ..................................... 262 Kel 15:13 ................................... 297 Kel 16:10 ................................... 189 Kel 20:1 ....................................... 50 Kel 20:3 ................................. 50, 95 Kel 20:7 ..................................... 259 Kel 22:20 ................................... 109 Kel 23:21 ................................... 295 Kel 24:10-11 ............................. 283 Kel 25:36 ..................................... 44 Kel 32:10 ................................... 116 Kel 32:26-27 ............................... 96 Kel 33:11 ................................... 280 Kel 34:14 ................................... 109 Kel 3:14 ............. 14, 33, 65, 73, 291 Ul 4:15-19 ................................. 174 Im 9:23...................................... 189 Bil 6:14 ...................................... 119 Bil 14:10 .................................... 189 Bil 21:7-9 .......................... 145, 209 Bil 21:8 ...................................... 146 Bil 33:52 .................................... 166 300 Ul 4:24 ......................................... 86 Ul 4:35 ........................... 30, 47, 108 Ul 4:39 ....................................... 109 Ul 5:6-10 ................................... 174 Ul 5:7 ........................................... 95 Ul 5:9 ........................................... 39 Ul 6:4 ... .....2, 29, 30, 39, 40, 41, 42, 45, 49, 175 Ul 6:4,5 .......................................... 3 Ul 6:5 ................................. 3, 39, 46 Ul 6:13 ............................... 111, 112 Ul 10:17 ....................................... 79 Ul 14:1 ......................................... 55 Ul 19:15 ....................................... 44 Ul 32:12 ..................................... 110 Ul 33:12 ....................................... 89 Ul 33:27 ....................................... 78 Ul 34:6-7 ................................... 282 Ul 34:10 ............................. 280, 284 2Raj 6:12 ................................... 242 2Raj 11:18 ................................. 166 2Raj 19:15 ................................. 110 2Raj 19:19 ................................. 110 2Raj 19:35 ................................. 295 Yos 5:13-15 ............................... 294 Yos 22:22..................................... 79 Yos 24:15................................... 259 Mzm 2:7..... 61, 63, 64, 71, 136, 171 Mzm 2:7,12................................... 7 Mzm 4:9.................................... 110 Mzm 8:5-6 ........................ 159, 161 Mzm 22:1.................................. 219 Mzm 33:6.................................. 169 Mzm 35:23,24........................... 241 Mzm 37:4.................................. 121 Mzm 40:8.................................. 121 Mzm 45:2.................................. 171 Mzm 45:7.......................... 171, 247 Mzm 45:7,8............................... 248 Mzm 45:8.................................. 171 Mzm 46:1.................................. 291 Mzm 50:1.................................. 172 Mzm 68:5.................................. 257 Mzm 72:18................................ 110 Mzm 82:1,6,7............................ 248 Mzm 82:6.................................. 254 Mzm 82:6,7....................... 161, 171 Mzm 83:19................................ 110 Mzm 90:2............................ 78, 228 Mzm 102:16.............................. 189 Hak 6:20 .................................... 292 Hak 13:6,9 ................................. 292 Hak 13:18 .................................. 172 Hak 13:22 .................................. 172 Rut 1:16....................................... 82 1Sam 2:2 ..................................... 48 1Sam 8:7 ................................... 143 1Sam 15:29 ............................... 221 1Sam 26:20 ................................. 44 2Sam 7:14 ................................... 64 1Raj 8:27 ................................... 287 1Raj 8:60 ................................... 109 1Raj 17:17 ................................... 71 1Raj 18:21 ................................. 258 2Taw 6:2 ................................... 240 2Taw 6:20,26,29 ....................... 240 2Taw 13:20,21 .......................... 288 2Taw 23:17 ............................... 166 Ezr 7:12 ..................................... 144 Neh 9:6 ..................................... 110 Neh 9:27 ................................... 137 Ayb 2:1........................................ 63 Ayb 7:17,18 .............................. 159 Ayb 9:32 ................................... 221 301 Mzm 102:25-27 ........................... 78 Mzm 103:20 .............................. 214 Mzm 136:2 .................................. 79 Mzm 139:7-8 ............................. 271 Mzm 139:14 .............................. 267 Mzm 144:3 ................................ 159 Mzm 148:13 .............................. 110 Ams 8:20 ................................... 169 Ams 8:30 ................................... 170 Ams 20:27 ............................. 31, 87 Pkh 3:21 ................................ 31, 87 Pkh 12:7 .................................... 161 Yes 1:2 ......................................... 57 Yes 2:11 ..................................... 111 Yes 6:1,5 .................................... 223 Yes 6:3 ....................................... 169 Yes 6:5 ....................................... 238 Yes 7:14 ............................. 285, 290 Yes 9:5 ... 10, 94, 170, 172, 260, 285 Yes 9:6 ....................................... 171 Yes 11:6-9 ................................. 172 Yes 28:29 ................................... 172 Yes 33:14 ..................................... 86 Yes 35:2 ..................................... 241 Yes 40:1-5 ................................... 10 Yes 40:3 ..................................... 285 Yes 40:3-5 ................................. 290 Yes 40:6 ....................................... 87 Yes 40:11 ..................................... 74 Yes 40:18 ................................... 175 Yes 40:25 ............................. 48, 175 Yes 43:10,11 ................................ 73 Yes 44:6 ..................................... 254 Yes 44:13 ................................... 166 Yes 44:24 ................... 111, 203, 205 Yes 45:5 ............................... 47, 109 Yes 45:14 ..................................... 47 Yes 45:15 ................................... 262 Yes 45:18 ............................. 47, 109 Yes 45:21 ................................... 138 Yes 45:21,22 ....................... 30, 109 Yes 45:21-24 ............................. 179 Yes 45:21b,22 ............................. 47 Yes 45:22,23 ............................. 221 Yes 45:23 .................................. 194 Yes 46:5 ...................................... 48 Yes 46:9 ...................................... 48 Yes 55:8 .................................... 225 Yes 58:14 .................................. 121 Yes 59:2 .................................... 219 Yes 64:4,5 ................................. 159 Yes 64:6 .................................... 158 Yes 64:8 ...................................... 55 Yes 65:16 .................................... 24 Yes 66:1 .................................... 288 Yer 10:6 ...................................... 48 Yer 31:3 .................................... 297 Yer 31:9 ................................ 55, 57 Rat 3:40 ...................................... 32 Yeh 1:26,28 ............................... 284 Yeh 1:28 .................................... 189 Yeh 7:20 .................................... 166 Yeh 16:17 .................................. 173 Yeh 23:14 .................................. 166 Yeh 26:7 .................................... 144 Dan 2:37 ................................... 144 Dan 2:47 ..................................... 79 Dan 7:13 ..................................... 59 Dan 7:14 ................................... 172 Hos 11:1...................................... 57 Hos 11:9.................................... 221 Yl 2:32 ....................................... 259 Am 5:26 .................................... 166 Ob 1:21 ..................................... 137 302 Mi 7:18 ...................................... 281 Hab 3:17-18 .............................. 234 Zef 3:15......................................254 Za 12:1 .................................. 31, 87 Mal 1:6 ........................................ 55 Mal 3:1 ...................................... 286 Mat 1:21 ......................... 6, 10, 194 Mat 1:21-23 .............................. 290 Mat 2:15 ..................................... 57 Mat 4:10 ................... 111, 177, 237 Mat 5:10-12 ...................... 140, 225 Mat 5:14 ........................... 130, 189 Mat 5:22 ................................... 134 Mat 5:34,35 .............................. 288 Mat 5:34-37 .............................. 134 Mat 5:35 ................................... 132 Mat 5:37 ........................... 131, 134 Mat 5:48 ................................... 120 Mat 6:9-13 .......................... 83, 288 Mat 6:28,29 .............................. 213 Mat 7:9,10 ................................ 288 Mat 7:21,22 .................................. 2 Mat 7:21-23 .............................. 101 Mat 7:23 ..................................... 30 Mat 10:29 ................................. 266 Mat 10:29-31 ............................ 287 Mat 10:38 ................................... 82 Mat 11:9-11 .............................. 286 Mat 11:19 ................................. 273 Mat 11:28 ................................... 82 Mat 12:48,49 .............................. 81 Mat 13:46 ................................. 151 Mat 16:16 ................................... 63 Mat 16:17 ................................. 249 Mat 17:5 ................................... 180 Mat 19:5 ................................... 131 Mat 19:21 ................................... 82 Mat 19:30 ................................. 215 Mat 20:25 ................................. 144 Mat 20:28 ................................. 249 Mat 21:25 ................................. 196 Mat 22:20 ................................. 173 Mat 22:37 ................................. 255 Mat 23:34,35 .............................. 97 Mat 23:9 ............................. 94, 286 Mat 24:24 ........................... 93, 177 Mat 24:36-37 ............................ 242 Mat 25:34 ......................... 229, 230 Mat 26:52 ................................. 168 Mat 26:59,60a ............................ 58 Mat 26:61 ................................. 239 Mat 26:62-66 .............................. 59 Mat 26:63 ................................... 63 Mat 26:65,66 .............................. 58 Mat 27:41-43 .............................. 62 Mat 27:46 ................................. 219 Mat 28:18 ................. 145, 214, 250 Mrk 1:1 ....................................... 63 Mrk 2:27 ................................... 211 Mrk 3:33 ..................................... 81 Mrk 8:34 ..................................... 82 Mrk 10:18 ................................... 95 Mrk 10:42-44 ............................ 144 Mrk 10:45 ......................... 144, 249 Mrk 12:28-30 .............................. 30 Mrk 12:29 .............. 2, 29, 36, 39, 49 Mrk 12:29,30 .............................. 95 Mrk 12:29,31 ................................ 3 Mrk 12:29-31 ............................ 113 Mrk 12:30 ............................. 3, 255 Mrk 12:32 ................................... 47 Mrk 14:36 ........................... 83, 255 Mrk 14:58 ................................. 239 Mrk 14:64 ................................... 58 Mrk 15:32 ................................... 63 Mrk 15:34 ................................. 219 Luk 1:31 ...................................... 10 Luk 3:38 ...................... 63, 160, 166 Luk 4:8 ...............111, 112, 177, 237 303 Luk 4:41....................................... 63 Luk 6: 46 ...................................... 47 Luk 6:46........................... 2, 30, 101 Luk 7:11-17 ................................. 71 Luk 7:15....................................... 71 Luk 7:26-28 ............................... 286 Luk 7:34..................................... 273 Luk 8:21....................................... 81 Luk 9:35..................................... 254 Luk 10:6..................................... 158 Luk 10:27................................... 255 Luk 12:7..................................... 287 Luk 12:48..................................... 94 Luk 18:19..................................... 95 Luk 18:22..................................... 83 Luk 20:17..................................... 94 Luk 22:25................................... 144 Luk 22:42................................... 193 Luk 23:35................................... 254 Yoh 1:1 ...... 5, 33, 36, 131, 154, 187 Yoh 1:1,14 ..................................... 6 Yoh 1:1-18 ............................. 5, 262 Yoh 1:3 ...................................... 199 Yoh 1:10 .................................... 262 Yoh 1:12 ...................................... 64 Yoh 1:14 ..... ..6, 11, 13, 59, 87, 121, 146, 150, 154, 221, 239 Yoh 1:14,18 ............................... 173 Yoh 1:15 ...................................... 75 Yoh 1:17 .................................... 135 Yoh 1:18 ................................ 61, 88 Yoh 1:29,36 ....................... 137, 247 Yoh 1:34 ...................................... 62 Yoh 1:39 ...................................... 82 Yoh 1:49 ...................................... 62 Yoh 2:19 .... 154, 155, 239, 240, 262 Yoh 2:21 .................................... 221 Yoh 2:22 .................................... 239 Yoh 3:14,15 ....... 145, 146, 209, 225 Yoh 3:16 .............. 61, 125, 233, 255 Yoh 3:16,18 ................................. 11 Yoh 3:17 .................................... 262 Yoh 3:19.................................... 128 Yoh 3:32.................................... 222 Yoh 3:34.................................... 122 Yoh 4:13,14............................... 210 Yoh 4:14........................................ 7 Yoh 4:24...............31, 183, 189, 289 Yoh 4:34.................................... 121 Yoh 4:42...................7, 61, 119, 182 Yoh 5:15-19 ................................ 54 Yoh 5:19...............72, 127, 147, 222 Yoh 5:19-30 ...................... 126, 194 Yoh 5:21.................................... 125 Yoh 5:26.................................... 124 Yoh 5:30...............72, 126, 128, 147 Yoh 5:36.................................... 147 Yoh 5:41.................................... 141 Yoh 5:42.................................... 112 Yoh 5:44...... ......3, 49, 95, 112, 132, 141, 169 Yoh 6:14.................................... 142 Yoh 6:15...................... 31, 141, 142 Yoh 6:31.................................... 196 Yoh 6:37.................................... 289 Yoh 6:38.................................... 128 Yoh 6:39.................................... 126 Yoh 6:46.................................... 222 Yoh 6:57.................................... 124 Yoh 7:16.................................... 122 Yoh 7:17.................................... 128 Yoh 7:18.................................... 141 Yoh 7:39.................................... 226 Yoh 8:12.................................... 189 Yoh 8:24...................................... 67 Yoh 8:24,28................................. 70 Yoh 8:24-28 ................................ 68 Yoh 8:28...................68, 69, 72, 226 Yoh 8:29............................ 121, 180 Yoh 8:38.................................... 222 Yoh 8:42.................................... 126 Yoh 8:50.................................... 141 Yoh 8:54.................................... 141 Yoh 8:58................................ 73, 74 Yoh 9:5...................................... 189 304 Yoh 9:9 .................................. 66, 70 Yoh 10:7,9 ................................... 70 Yoh 10:11,14 ............................... 74 Yoh 10:18 .................................. 127 Yoh 10:24 .................................... 67 Yoh 10:25 .................................. 147 Yoh 10:25,37,38 ........................ 151 Yoh 10:27 .................................... 82 Yoh 10:27-38 ............................... 56 Yoh 10:30 .................................. 121 Yoh 10:32 .................................. 147 Yoh 10:34 .................................. 171 Yoh 10:34,35 ..................... 248, 254 Yoh 10:34-36 ............................. 161 Yoh 11:25-27 ............................... 71 Yoh 11:27 .................................... 63 Yoh 12:23,24 ............................. 226 Yoh 12:32-33 ............................. 226 Yoh 12:43 .................................. 141 Yoh 12:45 .................................. 173 Yoh 12:49 .................... 73, 122, 127 Yoh 13:1 .................................... 144 Yoh 13:16 .................................. 124 Yoh 13:23 .................................... 88 Yoh 13:31 .................................. 226 Yoh 14:2,3 ................................. 231 Yoh 14:6 ................................ 69, 70 Yoh 14:8-11 ............................... 238 Yoh 14:9 .................... 165, 173, 181 Yoh 14:10 ..... 11, 73, 122, 126, 132, 138, 147, 173, 221 Yoh 14:10,11 ............................. 238 Yoh 14:11 .................................. 154 Yoh 14:13 .................................. 181 Yoh 14:24 ............................ 73, 122 Yoh 14:28 ...................... 56, 74, 124 Yoh 14:31 .................................. 127 Yoh 15:1 ...................................... 57 Yoh 15:10 .................................. 127 Yoh 15:16 .................................. 181 Yoh 15:24 .................................. 173 Yoh 16:10 .................................. 231 Yoh 16:15 .......................... 223, 224 Yoh 16:23.................................. 181 Yoh 17:3...... ..1, 2, 9, 10, 49, 67, 83, 112, 132, 221, 237 Yoh 17:5.................... 224, 226, 231 Yoh 17:7.................................... 224 Yoh 17:8.................................... 122 Yoh 17:10.................................. 223 Yoh 17:11,22............................... 52 Yoh 17:22.......................... 223, 233 Yoh 17:22,23............................... 60 Yoh 17:23.................. 102, 233, 289 Yoh 19:7...................................... 57 Yoh 19:28.................................. 135 Yoh 20:17.................79, 80, 82, 231 Yoh 20:22.................................... 82 Yoh 20:28.................................... 36 Yoh 20:31...... ..7, 47, 63, 66, 67, 69, 247 Yoh 21:9,12,13.......................... 278 Yoh 21:17.................................. 241 Yoh 21:19.................................. 226 Kis 2:21 ..................................... 259 Kis 2:22 ..................................... 147 Kis 2:31-32 ................................ 105 Kis 2:34-36 ................................ 105 Kis 2:36 ..........50, 77, 107, 179, 194 Kis 4:10 ..................................... 221 Kis 4:12 ..................................... 155 Kis 7:2,55 .................................. 189 Kis 7:49 ..................................... 288 Kis 13:33 ..................................... 61 Kis 17:23 ................................... 115 Kis 17:28 ................................... 287 Kis 20:24 ........................... 187, 218 Rm 1:4 ........................................ 63 Rm 1:21 ...................................... 10 Rm 1:22,23 ............................... 174 Rm 1:23 .................................... 175 Rm 1:25 .................................... 246 Rm 2:28,29 ................................. 50 Rm 3:10 .................................... 119 305 Rm 3:10-18................................ 140 Rm 3:23 ..................................... 135 Rm 3:28; 5:1 ................................ 35 Rm 3:30 ....................................... 41 Rm 4:11 ..................................... 137 Rm 4:17 ............................. 230, 232 Rm 4:19-22................................ 232 Rm 5:6 ....................................... 136 Rm 5:7 ....................................... 120 Rm 5:8 ....................................... 136 Rm 5:9,10,15,17 ........................ 209 Rm 5:15,17 ................................ 221 Rm 5:15-19................................ 208 Rm 5:19... ..... 11, 88, 117, 149, 150, 181, 193 Rm 6:4 ............................... 233, 238 Rm 8:14,15 ................................ 255 Rm 8:15 ....................................... 83 Rm 8:16 ..................................... 236 Rm 8:17 ............................. 211, 223 Rm 8:28 ..................................... 295 Rm 8:29 ..................................... 211 Rm 8:29,30 ................................ 230 Rm 8:29-30................................ 227 Rm 8:32 .... 136, 210, 211, 255, 275, 293 Rm 8:34 ..................................... 136 Rm 9:5 ........................... 36, 56, 244 Rm 10:2 ..................................... 163 Rm 10:9 ..................................... 104 Rm 10:13 ................................... 259 Rm 11:25 ..................................... 31 Rm 11:33 ................................... 232 Rm 11:36 ................... 106, 199, 246 Rm 12:1,2 .................................... 37 Rm 12:2 ..................................... 156 Rm 15:6 ........................... 12, 76, 79 Rm 15:33 ................................... 246 Rm 16:27 ............................... 3, 246 1Kor 1:9....................................... 63 1Kor 1:17-2:13 ............................ 99 1Kor 1:26................................... 187 1Kor 2:9 .................................... 214 1Kor 2:11 .................................... 31 1Kor 2:16 .................................. 142 1Kor 3:16 .................................. 150 1Kor 3:16,17 ............................. 263 1Kor 3:21 .......................... 212, 224 1Kor 3:21-23 ..................... 212, 223 1Kor 3:23 .......................... 212, 235 1Kor 6:3 .................................... 214 1Kor 6:16,17 ............................. 233 1Kor 6:17 ...................88, 89, 91, 92 1Kor 6:19 .......................... 150, 263 1Kor 8:5 ................................ 28, 99 1Kor 8:5-6 ........................ 15,39, 40 1Kor 8:6 .............................. 41, 244 1Kor 10:3,4 ............................... 210 1Kor 11:1 .......................... 187, 218 1Kor 11:7 ..........139, 140, 168, 176, 188, 189, 191, 207 1Kor 11:28 ................................ 128 1Kor 13:12 ................................ 152 1Kor 15:23 ................................ 138 1Kor 15:25-28 ........................... 250 1Kor 15:27 ........................ 108, 162 1Kor 15:28 .................. 25, 163, 236 1Kor 15:40-43 ........................... 225 1Kor 15:45 .........138, 165, 182, 188 1Kor 15:45-47, 49 ..................... 195 1Kor 15:47 ........121, 188, 190, 192, 196 1Kor 15:49 ........................ 176, 196 1Kor 15:50 ................................ 249 2Kor 1:3 .......................... 12, 76, 79 2Kor 1:17,19 ............................. 131 2Kor 1:19 .................................... 63 2Kor 1:31 .................................... 79 2Kor 2:15, 16 .............................. 94 2Kor 3:18 .................................. 176 2Kor 4:4 .............167, 173, 192, 207 2Kor 5:2 .................................... 196 2Kor 5:17 ............................ 86, 215 2Kor 5:17-20 ............................. 219 306 2Kor 5:19...... 10, 13, 132, 147, 148, 203, 222, 243, 262 2Kor 5:21................................... 219 2Kor 7:15................................... 101 2Kor 8:1,2.................................. 217 2Kor 8:2..................................... 187 2Kor 8:9............................. 217, 218 2Kor 9:15............................. 94, 125 2Kor 11:31........................... 76, 245 Gal 1:4 ......................................... 80 Gal 2:16; 3:24 .............................. 35 Gal 2:20 ............................... 63, 149 Gal 3:1 ......................................... 97 Gal 3:19-22................................ 135 Gal 3:20 ....................................... 41 Gal 3:29 ....................................... 49 Gal 4:1 ....................................... 211 Gal 4:6 ................................. 83, 255 Gal 5:22 ....................................... 86 Gal 6:16 ....................................... 49 Ef 1:19-23 .................................. 107 Ef 1:3 ..................................... 76, 79 Ef 1:4 ......................... 200- 202, 214 Ef 1:6 ......................................... 234 Ef 1:7-10 .................................... 216 Ef 2:10 ............................... 196, 200 Ef 3:4 ........................................... 93 Ef 3:5 ........................................... 68 Ef 3:14 ......................................... 77 Ef 4:6 ................................... 80, 106 Ef 4:13 ......................... 63, 138, 139 Ef 4:18 ......................................... 31 Ef 4:24 ....................................... 196 Ef 5:20 ....................................... 180 Ef 5:32 ....................................... 213 Ef 6:12 ....................................... 249 Ef 6:17 ......................................... 96 Flp 1:6 ....................................... 196 Flp 2:5 ............................... 187, 218 Flp 2:6 ..... 4, 31, 126, 163, 166, 167, 168, 181, 192, 193 Flp 2:6-11 .... 23, 107, 180, 187, 189, 192, 193, 197 Flp 2:6-7 .................................... 183 Flp 2:6-8 .................... 185, 189, 236 Flp 2:7 ............................... 182, 218 Flp 2:8 ..........11, 150, 192, 216, 218 Flp 2:9 ....................................... 171 Flp 2:9-11 .... 11, 162, 178, 193, 216, 236 Flp 2:10-11 ................ 156, 179, 221 Flp 2:11 ......................... 13, 23, 194 Flp 2:12 ..................................... 101 Flp 2:17 ............................. 186, 218 Flp 3:8 ....................................... 218 Flp 3:12 ....................... 88, 153, 236 Flp 4:4 ....................................... 234 Flp 4:20 ....................................... 80 Kol 1:12-20 ............................... 198 Kol 1:15 ..... 167, 173, 181, 192, 197, 211 Kol 1:15-17 ............................... 202 Kol 1:16 ..............199, 201, 212, 214 Kol 1:17 ............................. 215, 216 Kol 1:18 ..................................... 211 Kol 1:19 ............................. 121, 208 Kol 1:19,20................................ 200 Kol 1:19; 2:9........................ 25, 221 Kol 1:20 ............................. 154, 243 Kol 1:22 ............................. 203, 207 Kol 2:15 ..................................... 139 Kol 2:9 ................121, 150, 172, 239 Kol 3:2 ....................................... 256 Kol 3:9,10 .................................. 196 Kol 4:3 ......................................... 93 1Tes 1:3 ...................................... 80 1Tes 3:11 .................................... 80 1Tes 3:13 .................................... 80 307 2Tes 2:3,4 ............................... 52-53 2Tes 2:9 ....................................... 53 1Tim 1:1 .................................... 136 1Tim 1:17 ...... 3, 177, 189, 245, 256 1Tim 2:3 .................................... 136 1Tim 2:5.. ..... 13, 41, 135, 155, 177, 221, 236 1Tim 2:5,6 ................................. 120 1Tim 3:16 .................................... 13 1Tim 6:15 .......................... 144, 145 1Tim 6:15-17 ............................. 245 1Tim 6:16 .................................... 78 1Tim 6:17 .................................. 213 2Tim 1:9 ................ 10, 13, 229, 230 2Tim 1:9,10 ............................... 229 2Tim 4:6 .................... 186, 187, 218 Tit 2:13 ........................................ 36 Ibr 1:2 ................................ 211, 247 Ibr 1:3 ........................ 173, 195, 221 Ibr 1:8 .................................. 36, 247 Ibr 1:8,9 ..................................... 248 Ibr 2:9 ........................................ 145 Ibr 2:10 ...... 106, 117, 118, 192, 199 Ibr 2:14 ...................................... 249 Ibr 4:12 ........................................ 96 Ibr 4:15 .............................. 150, 151 Ibr 5:1 ........................................ 135 Ibr 5:5 .................................. 61, 136 Ibr 5:7 ........................................ 219 Ibr 5:8 ................................ 121, 192 Ibr 5:8-9 .................................... 117 Ibr 5:9 ................................ 153, 192 Ibr 7:1 .......................................... 61 Ibr 7:25 .............................. 106, 236 Ibr 7:28 ...................... 118, 153, 192 Ibr 9:14 ...................................... 119 Ibr 9:24 ...................................... 136 Ibr 11:40 .................................... 153 Ibr 12:1,2 ................................... 146 Ibr 12:2 ..................................... 139 Ibr 12:23 ................................... 153 Ibr 12:29 ............................. 86, 284 Yak 1:13 .............................. 88, 130 Yak 1:17 .................................... 210 Yak 2:19 .......................... 39, 40, 41 Yak 3:2 ...................................... 122 Yak 5:12 .................................... 131 1Ptr 1:3 ................................. 76, 79 1Ptr 1:18,19 .............................. 119 1Ptr 1:19 ........................... 116, 275 1Ptr 1:20 ................................... 229 1Ptr 3:18 ....................... 70, 82, 156 1Ptr 4:17 ..................................... 93 2Ptr 1:4 ................................. 86, 91 1Yoh 1:3.................................... 103 1Yoh 2:1.................................... 236 1Yoh 2:24.................................. 220 1Yoh 3:1.................................... 255 1Yoh 3:2.................... 168, 196, 236 1Yoh 3:9.................................... 150 1Yoh 4:8,16............................... 212 1Yoh 4:9.................................... 121 1Yoh 4:10.................................. 231 1Yoh 4:14.............61, 119, 137, 182 1Yoh 4:16.................................. 255 1Yoh 4:19.................................. 255 1Yoh 5:7,8................................. 220 1Yoh 5:16,17............................... 96 1Yoh 5:20...................... 36, 63, 220 1Yoh 5:21.................... 96, 165, 178 2Yoh 1:3,9................................... 63 Yud 1:25........................................ 4 Why 1:5 ............................ 211, 249 Why 1:6 ...................................... 80 Why 1:17 .......................... 216, 253 308 Why 1:17; 2:8 ............................ 138 Why 2:8 ..................................... 216 Why 2:10 ................................... 187 Why 3:12 ..................................... 81 Why 3:21 ................................... 256 Why 5:5 ..................................... 139 Why 5:12 ................................... 233 Why 5:14 ................................... 250 Why 6:16 ................................... 116 Why 7:9-12 ............................... 250 Why 7:17 ................................... 250 Why 10:6 ................................... 199 Why 11:15 ................................. 103 Why 13:8 ........... 201, 228, 229, 230 Why 13:11 ................................. 249 Why 13:14,15 ............................ 175 Why 13:15 ................................ 176 Why 14:9,11 ............................. 175 Why 14:10 ................................ 116 Why 15:1 .................................. 251 Why 15:2 .................................. 175 Why 16:2 .................................. 175 Why 17:14 ................................ 144 Why 19:16 ................................ 144 Why 19:20 ................................ 175 Why 20:4 .................................. 175 Why 22:3 .................................. 251