Satu-satunya Allah Yang Benar - Cahaya Pengharapan Ministries

advertisement
Prakata kepada Edisi Web
“The Only True God” oleh Eric H.H. Chang adalah sebuah karya penting
tentang monoteisme Alkitabiah.
Monoteisme—kepercayaan pada satu-satunya Allah—merupakan doktrin
dasar bagi iman Kristen. Namun jarang sekali doktrin ini diteliti dalam
terang latarbelakang Yahudi dan pewahyuan Allah yang terkandung
dalam Kitab Suci. Kurangnya pengajaran monoteisme yang tepat dan
Alkitabiah memiliki konsekuensi-konsekuensi yang besar bagi kehidupan
rohani kita, bahkan menghalang kita dari menaati perintah yang
berulangkali ditekankan oleh Yesus: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan
segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal
budimu dan dengan segenap kekuatanmu.”
Ketika Yesus memanggil Bapanya “satu-satunya Allah yang benar” di
Yohanes 17:3, apakah ia sedang memanggil Bapanya sebagai satu dari tiga
Pribadi dalam ke-Allahan, atau sebagai satu Pribadi yang sendiri
merupakan satu-satunya Allah yang benar? Apa yang diajarkan oleh para
rasul kepada kita tentang keesaan Allah? Bagaimana kita harus
memahami pernyataan Yohanes yang mengagetkan bahwa Firman itu
telah menjadi manusia?
“The Only True God” menjawab semua pertanyaan ini dan yang lainnya
dengan tajam dan jelas. Dalam semangat sola Scriptura—Kitab Suci
sebagai satu-satunya otoritas bagi doktrin—penulis menyimak data-data
Alkitabiah yang demikian banyak tentang monoteisme untuk dipelajari
secara konstruktif. Walaupun buku ini mengandung banyak materi untuk
perenungan intelektual, keprihatinannya yang utama adalah mengenai
apa yang benar-benar dipertaruhkan: kehidupan rohani, kehidupan kekal,
dan iman yang telah disampaikan kepada orang-orang kudus.
Buku yang mengagumkan ini dapat dibaca secara gratis di
http://www.TheOnlyTrueGod.org/id
The Only True
God
Sebuah Kajian
Monoteisme Alkitabiah
Eric H.H. Chang
Dedikasi
Hormat dan kemuliaan
sampai selama-lamanya
bagi Raja segala zaman,
Allah yang kekal,
yang tidak nampak dan
yang esa!
(1Timotius 1:17)
Ucapan Terima Kasih
D
engan rasa penghargaan dan terima kasih yang mendalam, saya
ingin mengakui kelimpahan dorongan (secara langsung atau
tidak langsung) dari ratusan rekan sekerja dalam jemaatjemaat kami di seluruh dunia. Meskipun mereka terheran-heran dan
malah terkagum-kagum ketika saya mulai menguraikan Kitab-kitab Suci
di dalam cahaya monoteisme Alkitabiah, mereka tetap berpandangan
terbuka dan suportif, serta bertekad bulat mencari kebenaran menurut
Kitab-kitab Suci. Keterbukaan pikiran yang demikian, atau apa yang
dapat digambarkan sebagai ―keterbukaan hati‖, sungguh-sungguh bukan
sesuatu yang boleh dianggap enteng, khususnya di antara mereka
(termasuk diri saya) yang sejak semula telah diasuh dalam
trinitarianisme. ―Keterbukaan hati‖ di sini berarti: saya melihat di dalam
diri mereka bukan hanya keterbukaan pikiran secara mental atau
intelektual saja, tetapi juga suatu keterbukaan rohaniah yang lebih dalam
terhadap firman Allah dan, di atas segalanya, Allah yang hidup. Bagi
saya, kiranya tidak ada keterangan memadai atas sikap luar biasa ini,
kecuali kenyataan bahwa anugerah satu-satunya Allah yang benar
melimpah ke atas mereka dan memenuhi mereka dengan kasih supernal
(dari atas) kepada Dia dan kebenaran-Nya.
Saya berhutang terima kasih juga kepada Bentley Chan. Ia
merupakan salah satu contoh dari orang-orang yang saya rujuk di atas.
Dengan tidak tanggung-tanggung ia mencurahkan segenap tenaganya
selama proses penerbitan buku saya yang terdahulu, Becoming a New
Person. Sekarang, lebih dari semua itu, sekali lagi saya diberi
kehormatan memperoleh partisipasinya yang cakap dan kompeten.
Dengan senang hati ia menerima tugas sulit ini, yang antara lain, terdiri
dari: pengoreksian bacaan, pengaturan format, pemberian saran-saran
berguna, dan penyusunan Indeks Kitab Suci. Siapakah yang dapat
sepenuhnya membalas dia kecuali TUHAN sendiri?
Adalah kealpaan jika saya tidak memaktubkan rasa terima kasih
dan penghargaan atas dukungan ketabahan doa istri saya hari demi hari.
Saya kira hanya di alam baka saja saya baru mengetahui seberapa besar
hutang budi saya atas doa syafaat yang ia panjatkan dengan tiada putus.
Tentu saja, dukungan ini diberikan dengan limpah dalam kehidupan
rumah-tangga kami sehari-hari, antara lain, dalam hal menyiapkan
makanan. Ketika waktunya makan, seringkali saya hanya dapat datang
setelah makanannya dingin, oleh karena upaya merampungkan sebagian
naskah. Namun, tidak sekali pun ia menunjukkan kejengkelan karena
harus menghangatkan makanan itu kembali. Saya bersyukur karena
anugerah-Nya yang diwujudkan dalam kehidupan istri saya bagi
kemuliaan-Nya.
Akhirnya, seluruh proses penulisan buku ini, dari awal hingga akhir,
telah menjadi suatu pengalaman luar biasa akan Allah yang hidup. Hari
demi hari, sesudah dianugerahi tidur yang lelap dan segera setelah
terjaga (terkadang dimulai ketika saya belum sepenuhnya terjaga), saya
akan diberi sesuatu yang dapat digambarkan sebagai ―sebuah aliran
pemikiran‖ tentang apa yang harus saya tulis pada hari itu. Selanjutnya,
saya akan menghabiskan sebagian besar sisa hari itu untuk
menuangkannya ke dalam tulisan. Hal seperti ini tidak terjadi setiap
hari, tetapi saya rasa benar terjadi 50% atau lebih selama masa penulisan
yang sekitar satu tahun lamanya ini. Di samping itu, pada beberapa
kesempatan saya dituntun pada penemuan materi yang penting bagi
karya ini (yang membawa sukacita besar bagi saya), materi yang tanpa
saya sadari telah tersedia sebelumnya. Meskipun saya telah dianugerahi
kehormatan khusus mengalami Allah berulang-kali dalam pelbagai
situasi kehidupan saya, proses penulisan buku ini, meskipun seringkali
melelahkan secara mental dan fisik (saya juga masih harus
melaksanakan tanggung-jawab administratif selama periode itu),
terutamanya telah menjadi suatu pengalaman yang sungguh-sungguh
unik akan Allah yang hidup. Kepada Dia, TUHAN Allah saya itu, saya di
sini ingin memaktubkan pujian dan pemujaan sepenuh hati.
Teks Alkitab Terjemahan Baru (TB) © LAI 1974 dan Teks Perjanjian Baru (TB)
Edisi 2 © LAI 1997 merupakan versi yang paling banyak dipakai dalam buku ini.
Bila ada versi lain yang dipakai, versinya akan tercantum.
Daftar Isi
Ucapan Terima Kasih……………………………………. vii
Prakata............................................................................ xi
Prakata Editor.................................................................xiii
Pendahuluan................................................................... 1
Bab 1
Monoteisme yang Eksplisit dari
Yesus Kristus dan Rasul-rasulnya.................39
Bab 2
Hanya Manusia Sempurna yang
dapat menjadi Juruselamat Dunia……...115
Bab 3
Perlunya Menilai Kembali Pemahaman
Kristen akan Manusia.................................157
Bab 4
Penuhanan Trinitaris akan Kristus..............197
Bab 5
Yahweh dalam Alkitab Ibrani...................257
Indeks Ayat ………………………………………………299
Prakata
B
uku ini ditulis bagi pembaca umum. Oleh sebab itu, istilah-istilah
teologis teknis sedapat mungkin dihindari. Tujuan karangan ini
adalah untuk mengkaji monoteisme dalam Alkitab, dengan
perhatian spesifik kepada ayat-ayat atau teks-teks yang dipergunakan
untuk menyangga doktrin trinitaris, guna melihat apa yang
sesungguhnya dikatakan oleh teks-teks ini bila tidak memasukkan
gagasan-gagasan ataupun memaksakan doktrin-doktrin kedalamnya.
Untuk mengerjakannya dengan baik, biasanya kita perlu mengkaji Kitab
Suci dalam bahasa-bahasa aslinya, dan bukan hanya melalui berbagai
terjemahan saja, karena terjemahan-terjemahan sangat jarang dapat
sepenuhnya mengeluarkan makna dan nuansa teks asli.
Ketika membahas bahasa aslinya, yaitu bahasa Ibrani dan Yunani,
setiap upaya akan dilakukan untuk menolong para pembaca yang tidak
terbiasa dengan bahasa tersebut supaya dapat memahami alur
pembahasannya. Kata-kata Ibrani dan Yunani akan ditransliterasikan
(kecuali jika kata-kata itu ada dalam teks karya referensi yang dikutip
dalam buku ini) sehingga sang pembaca mempunyai sedikit gambaran
tentang pelafalannya. Namun, eksegesis yang bersifat teknis sejauh
mungkin akan dihindari bila hal itu dipandang sulit diikuti oleh pembaca
umum. Namun, hal ini tidak selalu dapat dihindari karena para pakar,
dan orang lain yang lebih memahami Kitab-kitab Suci, juga memerlukan
materi yang relevan untuk melihat keabsahan eksegesis yang disajikan.
Sebagian dari materi ini barangkali terlalu teknis bagi pembaca biasa,
yang mungkin mau melompati bagian-bagian ini dan membaca bagian
selanjutnya. Catatan kaki akan dibuat seminimal mungkin.
Untuk mereka yang memiliki wawasan kajian Alkitabiah lebih luas,
mungkin berguna jika saya menyatakan bahwa pada umumnya saya
sependapat dengan karangan Prof. James D.G. Dunn dari Durham,
Inggris. Komitmennya kepada akurasi dalam eksegesis, bersama dengan
penolakannya untuk membiarkan dogma menguasai eksegesis, adalah
komitmen saya juga. Oleh sebab itu, tidak heran jika kesimpulan saya
sering kali tidak jauh berbeda dari kesimpulannya. Meskipun saya belum
membaca seluruh karangannya yang prolifik, materi yang relevan untuk
buku ini terutamanya dapat ditemukan dalam karangannya Christology
in the Making dan The Theology of Paul the Apostle. Akan tetapi,
pernyataan di atas semata-mata menyangkut metodologi, dan sama
sekali tidak bermaksud menyiratkan persetujuan total dalam intisarinya.
Prof. Dunn tidak melihat naskah ini sebelum diterbitkan.
Dalam pemberian frekuensi statistik kata-kata kunci tertentu,
statistik-statistik ini selalu berdasarkan bahasa Ibrani atau Yunani dari
teks-teks aslinya, bukan berdasarkan terjemahan-terjemahan Inggrisnya.
Akhirnya, penulis ini menganggap kajian ini sebuah kajian Alkitab
sebagai Firman Allah, bukan kajian Alkitab sebagai kajian akan gagasan
dan pendapat dari para pengarang keagamaan zaman purba sematamata. Oleh sebab itu, keyakinannya adalah: Allah berbicara kepada umat
manusia melalui orang-orang yang dipilih-Nya, yang dengan setia
menyampaikan pesan-Nya, kebenaran-Nya. Dan hal ini bersandar pada
keyakinan (yang berakar dari pengalaman personal) bahwa Allah itu riil,
dan bahwa Ia terlibat secara pribadi, dan aktif secara kuat dalam
segalanya yang diciptakan oleh-Nya. Keterlibatan dan kegiatan-Nya yang
personal terungkapkan dengan sepenuhnya dan secara unik di dalam
Yesus Kristus, baik dalam perkataan maupun perbuatan.
Prakata Editor
B
uku ini merupakan versi yang diperpendek dan disederhanakan
dari buku The Only True God: Sebuah Kajian Monoteisme
Alkitabiah (Versi Lengkap). Tujuan penerbitan buku yang lebih
singkat dan padat ini adalah untuk memastikan pesan penting dan urgen
yang ingin disampaikan penulis dapat menjangkau lebih banyak orang.
Pembahasan-pembahasan yang dinilai rumit bagi pembaca awam yang
tidak terlatih dalam bidang teologi tidak dicantumkan ke dalam versi ini.
Bagi pembaca yang lebih kompeten dalam bidang teologi, dan
menginginkan pembahasan yang lebih lengkap khususnya atas Yohanes
1:1,14, Anda didorong untuk membaca Versi Lengkap.
Dalam Versi Lengkap, kedua ayat ini yang merupakan ayat kunci
yang menyangga doktrin Trinitas dibahas dengan mendetail dari sudut
pandang Monoteisme Alkitabiah. Versi Lengkap mengandung Bab-bab
tambahan berikut:
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Kekristenan telah Kehilangan Akar-akar Yahudinya
– Konsekuensi-konsekusensi Serius
Asal Usul ―Firman itu‖ dalam Yohanes 1:1 dari
Perjanjian Lama
―Firman itu‖ adalah ―Memra itu‖
Memandang Lebih Dekat Yohanes 1:1
Yahweh ―turun‖ dan ―diam di antara kita‖ di dalam
Kristus
Versi Lengkap dapat dibeli dari toko buku terdekat atau Anda juga
dapat
memesannya
dengan
mengirimkan
email
ke:
[email protected].
Pendahuluan
S
ebelum kita mulai mengkaji lebih lanjut monoteisme dalam
Alkitab, baiklah kiranya dinyatakan dari awal bahwa monoteisme
merupakan sesuatu yang sentral di dalam hati dan pikiran Yesus–
monoteismelah yang diajarkan Yesus, monoteismelah yang mendasari
ajarannya. Sebenarnya, kata ―monoteisme‖ muncul dalam Alkitab dari
perkataan Yesus sendiri, yang ia ucapkan dalam doanya kepada Allah,
sang Bapa, ―Inilah hidup yang kekal, yaitu bahwa mereka mengenal
Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus
yang telah Engkau utus‖ (Yoh 17:3). Kata ―monoteisme‖ terdiri dari dua
kata Yunani: ―monos‖ (―satu-satunya, sendiri‖), dan ―theos‖ (―Allah‖).
Kedua kata inilah persisnya yang ditemukan dalam perkataan Yesus yang
diucapkan kepada Bapa, ―satu-satunya (monos) Allah (theos) yang
benar‖.
Penting pula diperhatikan dengan seksama bahwa perkataan Yesus
dalam Yohanes 17:3 bertalian dengan hidup kekal, dan ini mencakup dua
komponen esensial: (1) ―bahwa mereka mengenal Engkau, satusatunya Allah yang benar‖ dan (2) ―Yesus Kristus yang telah Engkau
utus‖. Memiliki hidup kekal bukanlah sekadar perkara ―percaya pada
Yesus‖, seperti yang dikatakan oleh sebagian pengkhotbah. Yesus sendiri
mengatakan bahwa seseorang pertama-tama harus mengenal satusatunya Allah yang benar, dan barulah mengenal dia (Yesus) juga sebagai
yang diutus oleh satu-satunya Allah itu. Perhatikan pula, Yesus tidak
berkata apa-apa tentang soal ―percaya‖ (yang oleh banyak pengkhotbah
didefinisikan dengan bebas sesuka hati mereka). Kata yang dipakai
adalah ―mengenal‖, yang mengandung makna jauh lebih kuat daripada
―percaya‖.
Secara statistik, ―mengenal‖ (ginōskō) adalah kata kunci dalam Injil
Yohanes (muncul 58 kali), hampir tiga kali lebih banyak daripada Injil
Matius (20 kali), hampir lima kali lebih banyak daripada Injil Markus (12
kali), dan lebih dari dua kali lipat lebih banyak daripada Injil Lukas (28
kali). Leksikon Perjanjian Baru Yunani-Inggris standar (BDAG) memberi
definisi primer atas ginōskō sebagai berikut: ―sampai kepada
pengetahuan akan seseorang atau sesuatu, tahu, tahu tentang,
berkenalan dengan.‖ Berkenalan dengan seseorang berarti menjalin
2
The Only True God
suatu hubungan personal dengan orang itu. Berapa banyakkah orang
Kristen yang bisa berkata bahwa mereka memiliki hubungan semacam
ini dengan satu-satunya Allah yang benar, dan dengan Yesus Kristus?
Menurut perkataan Yesus, hidup kekal bergantung persis kepada hal ini.
Oleh karena itu, ―percaya‖ (kata kunci lain dalam Injil Yohanes)
didefinisikan dalam pengertian ―mengenal‖ Allah dan Yesus Kristus.
Demikian pula, orang-orang yang mengira bahwa monoteisme Alkitabiah
tidak esensial untuk keselamatan sebaiknya membaca kembali kata-kata
Yesus dalam Yohanes 17:3 dengan lebih teliti.
Perkataan Yesus begitu terang hingga tidak perlu dijelaskan dengan
menggunakan teknik-teknik linguistik rumit. Yesus menyatakan dengan
gamblang bahwa hanya ada satu Allah, yang dia panggil ―Bapa‖, dan
menyuruh murid-muridnya memanggil Dia dengan cara yang sama
(―Bapa kami di surga‖). Yesus mengakui dirinya sebagai orang yang
diutus oleh ―satu-satunya Allah yang benar‖. Oleh karena itu, seharusnya
jelas nyata kepada siapa saja yang betul-betul mendengarkan ucapan
Yesus bahwa jika sang Bapa adalah satu-satunya Allah yang benar, maka
tidak ada yang lain yang juga dapat eksis sebagai Allah di samping-Nya.
Dari perkataan Yesus seharusnya jelas nyata bahwa ia dengan pasti
mengecualikan dirinya dari klaim ketuhanan (deity), baik melalui kata
―monos‖ yang absolut maupun dengan frase ―satu-satunya‖ yang
merujuk kepada sang Bapa. Fakta bahwa kita telah terbenam dalam
trinitarianisme seumur hidup kita itulah yang menghalangi kita
mendengar apa ia katakan. Umat Kristen sudah mencapai kondisi
spiritual di mana kita memanggil Yesus ―Tu[h]an, Tu[h]an‖ tetapi tidak
mendengar ataupun melakukan apa yang dikatakannya (Luk 6:46, bdk.
Mat 7:21,22). Kita telah terbiasa memaksakan doktrin-doktrin kita
sendiri ke dalam ajarannya, dan ketika doktrin-doktrin tersebut tidak
sesuai dengan perkataan Yesus, kita mengabaikan saja apa yang
sebenarnya dikatakan olehnya. Namun, suka atau tidak, dari sudut
pandang Kitab-kitab Suci, monoteisme terletak pada bagian akar
terdalam dari hidup dan ajaran Yesus. Kita akan mempertimbangkannya
dengan lebih matang dalam bagian berikut.
Yesus (dalam Mrk 12:29) juga secara eksplisit mengesahkan
deklarasi yang sentral kepada iman bangsa Israel (sejak awal sampai saat
ini): ―Dengarlah, Israel: Yahweh, Allah kita, adalah satu-satunya
Yahweh‖ (Ul 6:4 KSKK). Perkataan ini mengungkapkan monoteisme
iman Israel yang tidak mengenal kompromi tersebut. Ini segera diikuti
Pendahuluan
3
oleh perintah, ―Dan kamu harus mengasihi Yahweh, Allahmu, dengan
segenap hatimu, dengan segenap jiwamu dan dengan segenap
tenagamu.‖ (Ul 6:5 KSKK). Kata ―segenap‖ rangkap tiga ini mencakup
pengabdian total manusia terhadap Allah, menjadikan Dia satu-satunya
sasaran penyembahan dan cinta kasih. Menariknya, di dalam perintah
yang digambarkan oleh Yesus, kata ―segenap‖ itu menjadi rangkap
empat: ―Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan
segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap
kekuatanmu.‖ (Mrk 12:30). Penambahan ―dengan segenap akal budimu‖
di sini tampak sekali menunjukkan peningkatan intensitas pengabdian
terhadap Allah Yahweh. Yesus menggambarkan perintah ini (Ul 6:4,5)
sebagai perintah yang ―terutama‖ atau ―paling penting‖ (Mrk 12:29,31).
Ini menjadikan Yahweh satu-satunya sasaran pengabdian yang total,
―satu dan satu-satunya‖. Memang, dalam prakteknya, kita tidak mungkin
mengasihi lebih dari satu pribadi dengan keseluruhan diri kita.
Konsisten dengan ini, hendaknya dicatat bahwa dalam ajaran
Yesus, ia tidak pernah menjadikan dirinya sendiri fokus pengabdian
yang maha-melingkupi, sebab itu akan bertentangan dengan ajarannya
bahwa hanya Yahweh saja yang patut diberi dedikasi tunggal. Kehidupan
Yesus sendiri, sebagaimana dikabarkan dalam Injil-injil sepenuhnya
mengikhtisarkan dan meneladankan pengabdian yang total terhadap
Yahweh. Kehidupannya selalu konsisten dengan pengajarannya. Bahwa
murid-muridnya telah gagal menghayati teladan dan ajarannya, dan
justru malah menjadikan dia pusat peribadahan dan penyembahan
mereka, dan mengira bahwa dengan berbuat demikian mereka telah
menghormati dan menyenangkan hatinya, pastilah
teramat
mengecewakan dan menyedihkan Yesus.
Monoteisme Yesus juga diungkapkan dengan jelas dalam Yohanes
5:44, ―Bagaimana kamu dapat percaya, kamu yang menerima hormat
seorang dari yang lain dan yang tidak mencari hormat yang datang dari
Allah (theos) yang Esa (monos)?‖
Para penulis Perjanjian Baru, sebagai murid-murid sejati Yesus,
dengan setia menegaskan monoteismenya. Demikian Rasul Paulus
berkata dalam 1 Timotius 1:17, ―Hormat dan kemuliaan sampai selamalamanya bagi Raja segala zaman, Allah (theos) yang kekal, yang tidak
nampak dan yang esa (monos)! Amin.‖ Roma 16:27: ―bagi Dia, satusatunya (monos) Allah (theos) yang penuh hikmat, melalui Yesus
Kristus: Segala kemuliaan sampai selama-lamanya! Amin.‖ Demikian
4
The Only True God
pula dalam Surat Yudas: ―Allah (theos) yang esa (monos), Juruselamat
kita melalui Yesus Kristus, Tu[h]an kita, bagi Dialah kemuliaan,
kebesaran, kekuatan dan kuasa sebelum segala abad dan sekarang dan
sampai selama-lamanya. Amin.‖ (Yud 1:25) Apa yang menarik dan
signifikan diamati adalah cara jemaat awal mengungkapkan iman
monoteistiknya dalam doksologi-doksologi yang amat indah dan kuat,
atau dalam puji-pujian di muka umum yang dipersembahkan kepada
Allah.
Contoh-contoh di atas menunjukkan bahwa, tanpa diragukan,
Alkitab bersifat monoteistik, dan apa yang terutamanya signifikan bagi
umat Kristen adalah fakta bahwa Yesus sendiri hidup dan mengajar
sebagai seorang monoteis. Meskipun musuh-musuhnya berusaha keji
menghancurkannya dengan tuduhan palsu bahwa ia telah berhujat (yang
mendatangkan hukuman mati di Israel) oleh karena mengklaim
kesetaraan dengan Allah, fakta yang tercantum dalam kisah-kisah Injili
adalah: tidak sekali pun ia pernah mengklaim dirinya setara dengan
Allah. Sesungguhnya, bukti dalam Injil-injil menunjukkan bahwa
kesulitan terbesar yang dialami oleh musuh-musuhnya adalah membuat
Yesus secara terbuka mengakui dirinya sebagai Mesias (raja Mesianik
yang dinanti-nantikan), apalagi sebagai Allah! Sebagaimana dinyatakan
dalam Filipi 2:6, ia ―tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu
sebagai sesuatu yang harus dirampas (ESV)‖. Namun anehnya, inilah
tepatnya yang dilakukan oleh para Trinitarian atas nama Yesus! Kita
bersikeras memaksakan kepadanya apa yang ia sendiri tolak! Namun,
masalah dasariah yang ditimbulkan dengan mengangkat Yesus ke tingkat
ketuhanan (deity) adalah terciptanya satu situasi di mana paling sedikit
ada dua pribadi yang keduanya sama-sama Allah; ini membawa
trinitarianisme ke dalam konflik dengan monoteisme Alkitab.
Perkara untuk monoteisme Alkitabiah itu seteguh batu karang dan
tidak memerlukan pembelaan sama sekali. Berkenaan dengan Kitabkitab Suci, trinitarianismelah yang berada dalam posisi bagaikan telur di
ujung tanduk, sehingga tidak heran apabila buku demi buku bersubjek
Trinitas telah diterbitkan dalam usahanya menemukan semacam
pembenaran dari Kitab-kitab Suci. Untuk menggali keluar doktrin
trinitaris dari Alkitab monoteistik, para Trinitarian membutuhkan
sebanyak mungkin peranti hermenetis (sebagaimana dapat dilihat dari
buku-buku itu), karena ini merupakan suatu usaha membuat Alkitab
mengatakan apa yang tidak dikatakan olehnya. Saya tahu—saya sudah
Pendahuluan
5
melakukan hal ini hampir sepanjang hidup saya oleh karena
trinitarianisme yang telah ditanamkan ke dalam diri saya sejak masa bayi
rohani, dan yang saya telan mentah-mentah. Berikut ini kita akan
memeriksa argumen-argumen trinitaris yang utama di dalam cahaya
Kitab Suci. Terlebih pentingnya lagi, kita akan melihat apakah ajaran
trinitaris telah mengakibatkan hilangnya ajaran Alkitabiah yang benar
tentang Allah dan keselamatan manusia, sebab kekeliruan selalu
dipertahankan dengan mempertaruhkan kebenaran. Hanya ketika kita
telah melepaskan apa yang batil barulah kita dapat mulai melihat apa
yang benar.
S
Tentang buku ini
ebagian besar kajian ini tersita oleh pembahasan Injil Yohanes,
karena Injil tersebut merupakan Injil yang paling diandalkan oleh
trinitarianisme untuk mendukung argumen-argumennya. Hal ini
benar terutamanya untuk bagian teks yang oleh para pakar dianggap
sebagai himne yang tertanam dalam Prolog Injil Yohanes (Yoh 1:1-18),
secara khusus ayatnya yang pertama (Yoh 1:1). Nas lain dalam Perjanjian
Baru yang oleh beberapa pakar juga dianggap sebagai kidung tentang
Kristus, dan berkepentingan dengan trinitarianisme ditemukan dalam
Filipi 2 (ay.6-11). Kolose 1 (ay.13-20) dan Ibrani 1 merupakan nas lain
yang banyak dipergunakan oleh para Trinitarian. Nas-nas ini dan lainnya
akan dibahas lebih singkat karena penafsiran trinitaris atas semua nasnas ini bergantung secara implisit atau eksplisit pada penafsiran Yohanes
1:1. Sekali Yohanes 1:1 terlihat jelas tidak mendukung penafsiran
trinitaris, maka akan segera jelas pulalah bahwa teks-teks lainnya pun
tidak mendukung trinitarianisme. Namun, kita akan memeriksa
beberapa teks bukti trinitaris kunci, bahkan sebelum mengkaji Yohanes
1:1 dengan lebih mendalam dan rinci, untuk menyingkapkan kekeliruan
interpretatif dan eksegetisnya. 1
Mengenai Yohanes 1:1, perkara trinitarisnya bersandar pada asumsi
bahwa ―Firman itu‖ dalam ayat ini adalah Yesus Kristus (Firman = Yesus
Kristus). Oleh karena itu, pra-keberadaan Firman berarti prakeberadaan Yesus. Anehnya, tak seberkas bukti pun yang disodorkan
dari Injil Yohanes untuk membuktikan persamaan atau identifikasi ini
1
Yohanes 1:1,14 dibahas dengan mendetail di Versi Lengkap di Bab 7-9
6
The Only True God
yang begitu dasariah terhadap argumen trinitaris. Setelah diteliti lebih
lanjut, ternyata kegagalan serius dalam menyediakan bukti atas
persamaan tersebut sama sekali tidak mengherankan, sebab memang
tidak ada bukti semacam itu, dan tidak terdapat persamaan antara
Firman itu dengan Yesus Kristus dalam Injil Yohanes. Persamaan
tersebut hanya asumsi belaka. Adalah suatu kejutan besar ketika
menyadari bahwa dogma yang selama ini kita genggam dengan begitu
erat sebagai seorang Trinitarian, secara dasariah bersandar pada asumsi
tak beralasan.
Sesungguhnya, di luar Yohanes 1:1 dan 1:14, ―Firman itu‖ tidak lagi
dirujuk dalam Injil Yohanes, sedangkan ―Yesus Kristus‖ baru disebut
dalam 1:17 pada akhir Prolog (ay.1-18). Satu-satunya kaitan antara
―Firman itu‖ dengan Yesus Kristus ditarik dari Yohanes 1:14, ―Firman itu
telah menjadi manusia (―daging‖), dan tinggal di antara kita‖. ―Daging‖
dalam Alkitab merupakan suatu cara penggambaran hidup manusia.
Firman itu masuk ke dalam hidup manusia (―menjadi daging‖) dan
berdiam di antara kita. Namun, hal yang tidak dikatakan di sini adalah:
―Yesus Kristus menjadi manusia (―daging‖)‖; dan inilah tepatnya yang
diasumsikan oleh penafsiran trinitaris. Tentu saja, kita tahu bahwa
―Yesus‖ merupakan nama yang diberikan kepadanya pada saat
kelahirannya (Mat 1:21), tetapi, dasar apakah yang dipergunakan untuk
mengasumsikan bahwa ―Kristus yang pra-eksisten telah menjadi
daging‖? Gagasan ―Kristus yang pra-eksisten‖ ini didasari oleh asumsi
bahwa Yesus Kristus dan Firman yang pra-eksisten itu satu dan sama.
Namun, faktanya adalah: tidak di manapun dalam Injil Yohanes Firman
itu disamakan dengan Yesus. Dengan kata lain, Yesus dan Firman itu
tidak satu dan sama. Apakah atau siapakah Firman yang pra-eksisten
itu? Inilah pertanyaan yang ingin kita kaji dengan cermat.
Jika Yohanes bermaksud mengidentifikasikan Firman itu sebagai
Yesus, lalu kenapa ia tidak menjadikannya identifikasi yang mahapenting (untuk mendukung trinitarianisme)? Jawaban atas pertanyaan
ini dapat ditemukan dari tujuan yang dipaparkan dalam Injil Yohanes.
Injil ini (berbeda dengan trinitarianisme) tidak bertujuan untuk
membuat orang mempercayai Yesus sebagai Firman yang pra-eksisten,
tetapi sebagai ―Kristus‖. Ini dapat dipastikan dengan mudah karena Injil
ini merupakan satu-satunya Injil yang tujuannya tertulis secara eksplisit:
―tetapi hal-hal ini telah dicatat, supaya kamu percaya bahwa Yesuslah
Mesias, Anak Allah, dan supaya karena percaya, kamu memperoleh
Pendahuluan
7
hidup dalam nama-Nya‖ (Yoh 20:31). Gelar ―Kristus‖ adalah padanan
Yunani untuk ―Mesias‖, sebuah gelar yang amat signifikan bagi orang
Yahudi, namun sayangnya, hampir tidak berarti apa-apa bagi orang nonYahudi.
“Anak Allah”
―Anak Allah‖ adalah gelar mesianik lain yang diturunkan dari Mazmur
mesianik: Mazmur 2 (khususnya ay.7,12), di mana raja Davidik yang
dijanjikan akan dianugerahi suatu hubungan dengan Allah seperti
hubungan antara seorang anak dengan ayahnya. Tepatnya, hubungan
yang intim antara Yesus dengan Allah dalam Injil Yohanes memberi
bukti yang tak bisa dipungkiri akan dirinya sebagai Mesias; dan
mempercayai Yesus sebagai Kristus/Mesias, ―Juruselamat dunia‖ yang
ditetapkan oleh Allah (Yoh 4:42) artinya ―memiliki hidup dalam namaNya‖. Dengan demikian, dari tujuan yang dipaparkan dalam Injil
Yohanes jelas sekali bahwa mempercayai Yesus sebagai Firman yang praeksisten itu bukan tujuan Injil ini. Jadi, kita masih harus
mempertimbangkan dengan seksama apa yang dimaksud dengan
―Firman itu‖, dan mengapa Injil Yohanes dimulai dengan merujuk
kepadanya.
Para penginjil pertama yang memberitakan kabar baik kepada
orang-orang kafir adalah orang Yahudi, sama seperti Rasul Paulus. Jadi,
mereka pasti sudah pernah menjelaskan arti istilah-istilah seperti
―Mesias/Kristus‖ kepada para pendengarnya. Seperti Yohanes, mereka
pun pasti pernah menjelaskan kabar baik sehubungan dengan istilah
―Juruselamat dunia‖ (Yoh 4:42), pemberi air hidup (Yoh 4:14) dsb., yang
dapat dipahami dengan mudah, baik oleh orang Yahudi maupun nonYahudi. Namun, sejalan dengan waktu dan dengan meluasnya jemaatjemaat ke seluruh penjuru dunia, dan jemaat Kristen yang hampir
secara eksklusif telah menjadi jemaat bukan Yahudi, arti konsep-konsep
kunci seperti ―Mesias‖ mulai menjadi kabur, atau malah terlupakan.
Banyak orang beriman non-Yahudi, malah sebagian besar dari mereka,
menganggap ―Kristus‖ hanya sebagai nama-diri lain dari Yesus. Tiga
abad kemudian, gelar Mesianik “anak Allah” itu dibalik sehingga
menjadi gelar ilahi “Allah-Anak”, sebuah istilah yang sama sekali tidak
dikenal oleh Yohanes, atau Paulus, atau setiap penulis Perjanjian Baru
lainnya!
8
The Only True God
Hanya sekitar seratus tahun setelah wafat dan kebangkitan Kristus,
pertumbuhan pesat jemaat di dunia telah memberikan satu hasil yang
tidak dihendaki: gereja tidak lagi mempertahankan pertaliannya
dengan akar-akar Yahudinya. Akibatnya, arti istilah-istilah dan konsepkonsep yang dahulu amat dikenal baik oleh orang beriman Yahudi mulamula, sekarang menjadi kabur atau malah tidak lagi dikenal oleh ratarata orang Kristen. Terlepas dari istilah umum seperti ―Kristus‖, yang
sulit dijelaskan artinya oleh rata-rata orang Kristen dewasa ini, asal-usul
dan arti “Firman itu” kelihatannya telah menghilang dengan cepat.
H
“Firman itu”
al ini mengakibatkan spekulasi yang nyaris tidak habishabisnya tentang ―Firman itu‖ (Yunani: ―Logos‖) dan tentang
apakah Yohanes (atau siapa saja yang menulis himne yang
digabungkan ke dalam Prolog Injil itu) mengambilnya dari filsafat
Yunani atau ajaran Yahudi. Namun, para pakar Trinitarian mendapati
semuanya itu tidak menolong, karena baik dari sumber Yahudi maupun
Yunani tidak ditemukan "Firman” atau "Logos” sebagai tokoh ilahi
personal yang sesuai dengan "Allah-Anak”. Akhirnya, sebagian pakar
malah mengemukakan bahwa Yohanes sendirilah yang telah
menciptakan gagasan adanya suatu Logos personal; saran ini dibuat
bermartabat dengan diberi istilah cukup keren ―sintesis Yohanei‖, tetapi
tanpa mampu memberi bukti apa-apa atas keabsahannya. Ini dapat
dilihat dari banyaknya tafsir mengenai Injil Yohanes.
Buku ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa kita tidak perlu
berbuat nekat sampai mengarang-ngarang asal-usul Firman Yohanei
ini2.
B
Tema-tema dalam kajian ini
uku ini berbicara tentang tiga tema utama dalam Alkitab yang
paling berkepentingan bagi umat manusia:
(1) Hanya ada satu, dan satu-satunya, Allah yang benar, Pencipta
Asal-usul Firman itu dalam Yohanes 1:1 dijelaskan di Bab 7 dalam Versi
Lengkap
2
Pendahuluan
9
segala yang ada. Penyataan diri-Nya tercatat bagi kita pertama-tama
dalam Alkitab Ibrani (yang disebut ―Perjanjian Lama‖ oleh umat
Kristen), dan kemudian juga dalam Perjanjian Baru. Jemaat Kristen lahir
di Yerusalem, dan kelahirannya dideskripsikan dalam kitab Kisah Para
Rasul. Jemaat itu adalah jemaat Yahudi, dan oleh karenanya, bersifat
monoteistik keras. Namun, jemaat Kristen non-Yahudi, yang tidak
mempunyai komitmen demikian kepada monoteisme, dan yang sejak
sekitar pertengahan abad ke-2 telah lepas dari induk Yahudinya, mulai
mengembangkan suatu doktrin Allah yang lebih dari satu pribadi. Gereja
non-Yahudi telah mengambil satu langkah pertama amat besar yang
menjauhi monoteisme ketika di Nikea pada th. 325 sM mereka
mendeklarasikan bahwa doktrin ini mewakili iman gerejanya. Buku ini
bertujuan untuk menunjukkan bahwa, baik dalam Perjanjian Lama
maupun Baru, sama sekali tidak terdapat dasar untuk kompromi ini
dengan politeisme, yang mengklaim sebagai semacam ―monoteisme‖.
(2) ―Satu-satunya Allah yang benar‖, sebagaimana Yesus memanggil Dia
(Yoh 17:3), adalah Allah yang begitu intens mempedulikan ciptaan-Nya,
khususnya manusia dan kesejahteraannya. Ia menciptakan umat
manusia dengan suatu rencana kekal. Dengan demikian, sejak awal
penciptaan manusia kita melihat Dia terlibat secara intim dengan
manusia. Keterlibatan-Nya yang luar biasa dalam penyelamatan satu
umat yang terjerat dalam kesengsaraan perbudakan di Mesir; dan
pemeliharaan-Nya akan segala kebutuhan mereka selama 40 tahun
mengembara di padang gurun Sinai yang mengerikan, merupakan
sebuah kisah yang diceritakan berulang-ulang, bukan saja di Israel tetapi
juga di seluruh dunia. Dalam kisah tersebut kita juga mendapati Allah
sendiri tinggal bersama dengan umat Israel, hadirat-Nya diam di antara
mereka dalam kemah yang lebih dikenal dengan sebutan ―tabernakel‖
(atau ―Kemah Suci‖) (bdk. ―berdiam‖, ―berkemah‖). Ia hadir dengan
mereka dan memimpin mereka melewati padang gurun, dalam tiang
awan pada siang hari dan tiang api pada waktu malam. Melalui semua ini
Ia telah menunjukkan bahwa Ia bukan Allah yang transenden dalam arti
menjauhi manusia, melainkan melibatkan diri-Nya secara sangat
―bersahaja‖.
Tentu saja, Allah sebagai Pencipta seluruh umat manusia tidak
hanya peduli dengan bangsa Israel tetapi juga dengan umat manusia
lainnya. Oleh sebab itu, terdapat isyarat-isyarat penting, terutamanya
diberikan melalui nabi-nabi Perjanjian Lama, yang menunjukkan bahwa
10
The Only True God
pada suatu saat Ia akan datang sedemikian rupa sehingga ―seluruh umat
manusia akan melihat kemuliaan-Nya bersama-sama‖ (Yes 40:1-5).
Bahkan lebih mengagumkan lagi, Ia akan datang ke dunia dalam rupa
seorang manusia. Ini tampak jelas terungkapkan dalam pernyataan
profetis yang ditenarkan oleh kartu-kartu Natal (Yesaya 9:5, ―Sebab
seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putra telah diberikan untuk
kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebut
orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja
Damai.‖).
Namun anehnya, gereja non-Yahudi Trinitarian telah memutuskan
bahwa Ia yang datang ke dunia ini bukanlah Dia yang disebut ―satusatunya Allah yang benar‖ oleh Yesus (Yoh 17:3), dan yang secara
konsisten dipanggil ―Bapa‖, melainkan seorang pribadi lain yang disebut
―Allah-Anak‖—sebuah istilah yang tidak dapat ditemukan di manapun
dalam Alkitab. Tujuan buku ini adalah untuk menunjukkan bahwa
sejumlah kecil ayat dalam Perjanjian Baru yang dikemukakan para
Trinitarian untuk mendukung doktrin mereka itu tidak memberikan
bukti eksistensi ―Allah-Anak‖, atau bahwa Yesus Kristus adalah AllahAnak. Tidak diragukan sama sekali bahwa para penulis Perjanjian Baru
adalah orang-orang monoteis. Jadi, tidak terdapat cara yang benar untuk
menggali keluar doktrin trinitaris dari karangan-karangan monoteistik—
kecuali dengan memaksakan penafsiran secara tidak benar ke dalam
teks.
(3) Rencana Allah untuk menyelamatkan manusia dari kesengsaraan (di
mana manusia telah jatuh karena kegagalannya mengakui Dia sebagai
Allah, Roma 1:21) tentu bukan suatu rencana yang dirancang begitu saja
ataupun yang muncul sesudahnya, melainkan, sesuatu yang dalam
pengetahuan Allah sebelumnya (God’s foreknowledge), telah terpadu ke
dalam rencana kekal-Nya yang menyeluruh bagi ciptaan-Nya. Ini berarti
bahwa rencana-Nya untuk menyelamatkan manusia sudah ada ―sebelum
permulaan zaman‖ (2Tim 1:9).
Dalam rencana ini Allah telah memilih seorang manusia sebagai
tokoh kuncinya dan dipilihkan-Nya nama ―Yesus‖ (Mat 1:21; Luk 1:31).
Nama ini signifikan karena artinya ―Yahweh menyelamatkan‖ atau
―Yahweh adalah keselamatan‖. Orang Kristen berbicara seolah-olah sang
penyelamat itu adalah Yesus seorang diri saja, tetapi sebenarnya ia
adalah penyelamat karena ―Allah ada di dalam Kristus ketika
mendamaikan dunia kepada diri-Nya sendiri‖ (2Kor 5:19, NAU). Yesus
Pendahuluan
11
sendiri terus mengulangi hal ini dengan berbagai cara dalam Injil
Yohanes, yakni, segala sesuatu yang ia katakan dan perbuat sebenarnya
dilakukan oleh ―sang Bapa‖ di dalam dia (Yoh 14:10, dsb.). Ini
disebabkan oleh kenyataan bahwa Allah hidup di dalam Yesus dengan
cara yang belum pernah dilakukan-Nya dalam sejarah manusia. Inilah
yang membuat Yesus betul-betul unik dibanding siapa saja yang pernah
hidup di muka bumi ini, dan itu juga sebabnya mengapa ia menikmati
suatu hubungan spiritual yang intim secara unik dengan Allah seperti
hubungan seorang anak dengan ayahnya. Itulah sebabnya ia disebut
―anak Allah‖, yang dalam Alkitab tidak pernah berarti ―Allah-Anak‖. Oleh
karena hubungannya yang unik dengan sang Bapa, tiga kali dalam Injil
Yohanes ia disebut ―satu-satunya Anak‖ Allah atau ―Anak‖ Allah ―yang
unik‖ (Yoh 1:14; 3:16,18).
Dalam hubungan yang tidak pernah terjadi sebelumnya ini, atas
ikhtiar Yesus sendiri, ia hidup dalam ketaatan penuh kepada Allah
sebagai Bapanya, dan memilih menjadi ―taat sampai mati, bahkan
sampai mati di kayu salib‖ (Flp 2:8). Melalui ―ketaatan satu orang
banyak orang menjadi orang benar‖ (Rm 5:19), yang berarti bahwa dia
sudah menyelesaikan keselamatan manusia melalui kematiannya di kayu
salib. Dengan cara inilah Allah mendamaikan segalanya kepada diri-Nya
sendiri melalui Kristus. Juga, oleh karena ketaatan kepada-Nya, Allah
―sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas
segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di
langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala
lidah mengaku: ‗Yesus Kristus adalah Tu[h]an,‘ bagi kemuliaan Allah,
Bapa!‖ (Flp 2:9-11). Allah mengaruniakan kepada Yesus hormat setinggitingginya. Inilah sebabnya kita menyebut dia ―Tu[h]an‖.
Pergeseran fokus yang serius dalam
Gereja non-Yahudi
Akan tetapi, gereja non-Yahudi yang kemudian, telah gagal (baik di
sengaja ataupun tidak) dalam membedakan tingkat signifikansi antara
kata ―Tuhan‖ yang disandangkan kepada Yesus dengan ―Tuhan‖ (atau
―TUHAN‖) yang disandangkan kepada Allah (kata Yunani kurios
digunakan dalam kedua kasus di atas), meskipun dalam bahasa Yunani
kata kurios mempunyai beberapa tingkatan makna: bisa digunakan
sebagai gelar kehormatan yang artinya kira-kira ―tuan‖, yaitu cara budak
12
The Only True God
memanggil majikannya, atau terkadang cara istri memanggil suaminya,
atau cara murid memanggil gurunya, sedangkan dalam Perjanjian Lama
Yunani (LXX) kata ini biasa digunakan untuk memanggil Allah. Dengan
demikian, gereja non-Yahudi yang kemudian dengan mudah beralih dari
berbicara tentang Yesus sebagai ―Tu[h]an‖ menjadi Yesus sebagai ―Allah‖.
Inilah salah satu alasan utama mengapa gereja non-Yahudi pada abad
ke-4 tidak mengalami banyak kesulitan dalam memproklamirkan Yesus
Kristus sebagai ―Allah-Anak‖, pribadi kedua dalam ―Ke-Allahan‖. Maka,
lahirlah ―trinitarianisme‖ sebagaimana dikenal dewasa ini.
Dari sudut pandang Alkitabiah, konsekuensi yang amat serius dari
semua ini adalah bahwa Allah (sang Bapa) telah dikesampingkan atau
dipinggirkan oleh penyembahan kepada Yesus sebagai Allah, yang telah
mendominasi gereja. Sekilas pandang buku-buku pujian Kristiani
modern langsung menyingkapkan siapakah sasaran utama dari doa dan
penyembahan Kristiani. ―Sang Bapa‖ telah dibiarkan memegang peranan
yang relatif sampingan. Yesus telah menggantikan Bapa dalam
kehidupan Kristiani, sebab bagi mereka, Yesuslah Allah itu. Rasul
Paulus, yang dalam surat-suratnya berulang-kali menulis tentang ―Allah
dan Bapa Tu[h]an kita, Yesus Kristus‖ (Rm 15:6; 2Kor 1:3, dsb.), akan
gemetar dengan pemikiran bahwa gereja Kristen masa depan akan
mengganti ―Allah Tu[h]an kita Yesus Kristus‖ sebagai sasaran
penyembahan yang utama, dengan menyembah Yesus sendiri sebagai
Allah, malah dengan mengutip (atau lebih tepatnya, salah mengutip)
karangan-karangannya (khususnya Flp 2:6 dyb.)!
Jika Yesus dapat menjadi sasaran penyembahan, lalu mengapa
tidak ibunya, Maria, yang dideklarasikan menjadi ―bunda Allah‖ oleh
gereja non-Yahudi, dan yang benar-benar disembah sebagian besar
gereja Kristen? Sebab, jika Yesus adalah Allah, maka Maria bisa
sepantasnya disebut ―bunda Allah‖. Meskipun Maria belum
dideklarasikan menjadi Allah, kelihatannya ini tidak diperlukan
mengingat fakta bahwa sebagai ―bunda Allah‖ ia tampak berkedudukan
di atas Allah. Di dalam gereja ia biasanya digambarkan sedang
memangku bayi Yesus; gambaran yang menyindir seolah-olah sang ibu
lebih agung daripada bayinya, sekalipun bayi itu adalah Allah! Tidak
heran bila begitu banyak orang Kristen berdoa kepada Maria sebagai
orang yang memakai pengaruh yang amat besar selaku ibu atas anaknya.
Tujuan buku ini adalah untuk memberi peringatan bahwa gereja
Kristen telah menyimpang dari kebenaran yang ditemukan dalam firman
Pendahuluan
13
Allah, yakni Alkitab. Semua orang yang mengasihi Allah dan kebenaranNya akan membaca kembali Kitab-kitab Suci dengan seksama untuk
mempertimbangkan kebenarannya bagi diri mereka, dan dengan
demikian kembali kepada ―Allah Penyelamat kita‖, ―yang telah
menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan
berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan
anugerah-Nya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam
Kristus Yesus sebelum permulaan zaman‖ (2Tim 1:9). Oleh sebab inilah
kita menghormati Yesus sebagai ―Tu[h]an‖—tetapi selalu sedemikian rupa
"bagi kemuliaan Allah, Bapa kita” (Flp 2:11). Prof. Hans Küng
mengatakan hal yang sama dengan memakai istilah teologis,
―kristosentrisitas Paulus tetap berasaskan pada dan mencapai
puncaknya lagi dalam teosentrisitas keras‖ (Christianity, hlm.93).
S
Kesimpulan
ebagai kesimpulannya, maksud tujuan buku ini adalah untuk
menangkap makna ajaran Alkitabiah yang terangkum dalam
1Timotius 3:16, yakni, ―Dia, yang telah menyatakan diri-Nya dalam
rupa manusia‖ dalam pribadi ―manusia Kristus Yesus‖ itu (1Tim 2:5).
Bahwa rujukan di sini adalah pada kenyataan Allah yang telah
menyatakan diri-Nya di dalam daging terlihat jelas dari fakta berikut:
Untuk mengatakan bahwa seorang manusia ―tampil‖ atau ―menyatakan
diri dalam rupa manusia‖ tidaklah terlalu masuk di akal. Lagipula,
Kristus tidak disebut dalam kedua ayat sebelum ini, tetapi Allah disebut
dua kali dalam ayat sebelumnya. Jadi, siapa lagi ―Dia‖ dalam 1 Timotius
3:16 itu kalau bukan Allah? Jika memang Allah itu yang tampil di dalam
rupa manusia, maka ini dengan tepat dapat digambarkan sebagai suatu
―rahasia (misteri) agung‖, sebagaimana tercantum dalam ayat itu.
Tepatnya rahasia inilah di mana Allah ―tinggal di antara kita‖ (Yoh
1:14) ―dalam Kristus‖, yang perlu kita pertimbangkan baik-baik. Allah
melakukan ini “di dalam Kristus ketika mendamaikan dunia kepada
diri-Nya sendiri” (2Kor 5:19: NAU). Tentu saja, trinitarianisme pun
percaya bahwa Allah ―telah dinyatakan di dalam daging‖, tetapi Allah
yang telah dinyatakan itu adalah ―Allah-Anak‖, tanpa mempedulikan
fakta tidak adanya pribadi seperti ini di manapun dalam Alkitab.
Akibatnya, mereka telah mengesampingkan satu-satunya Allah yang
benar (yang oleh Yesus dipanggil ―Bapa‖) sebagai Dia yang datang ke
14
The Only True God
dunia ―dalam Kristus‖ untuk keselamatan kita. Atau, dengan
menggunakan istilah-istilah teologis Prof. Küng, trinitarianisme telah
menggantikan
―teosentrisitas‖
Alkitabiah
dengan
bantuan
―kristosentrisitas‖ mereka.
Namun, apakah pengertian ―Allah (Yahweh) telah dinyatakan di
dalam daging‖ itu benar-benar tepat? Ini betul-betul suatu pernyataan
menakjubkan yang teramat signifikan, dan suatu pernyataan yang perlu
kita periksa dengan rinci dalam halaman-halaman berikut.
Apakah kita sungguh-sungguh orang monoteis,
sebagaimana yang kita duga?
Kita semua adalah orang-orang monoteis: umat Kristen menganggap
dirinya orang monoteis. Kekristenan mengklaim dirinya iman yang
monoteistik. Tapi kenapa? Bagaimana mungkin agama yang tidak
menaruh imannya semata-mata dan secara eksklusif pada satu Allah
yang personal, tetapi mempercayai tiga pribadi yang semuanya samasama Allah, masih mengklaim dirinya iman yang monoteistik? Dari
definisinya, ―monoteisme‖ bermakna ―kepercayaan pada Allah yang
tunggal: kepercayaan bahwa hanya ada satu Allah‘ (Encarta
Dictionary). Definisi ini sama dalam setiap kamus. Namun, kepercayaan
pada tiga pribadi ilahi yang setara itu bukan kepercayaan pada ―Allah
yang tunggal‖, ataupun pada ―hanya ada satu Allah‖.
Sebagaimana telah kita catat, ―monoteisme‖ berasal dari kata
Yunani ―monos‖ (satu; esa) dan ―theos‖ (Allah). Allah yang telah
menyatakan diri-Nya dalam Alkitab Ibrani telah menyatakan diri-Nya
dengan Nama agung ―YHWH‖, yang disetujui oleh para pakar pada
umumnya dengan pelafalan ―Yahweh‖. Makna Nama-Nya selalu menjadi
pokok pembahasan, tetapi maknanya kira-kira ―Aku adalah Aku‖, atau
―Aku akan menjadi siapa Aku akan menjadi‖ (Lih. Kel 3:14), atau
menurut PL Yunani (LXX) nama itu mengandung makna ―Yang Eksis‖
(ho ōn), yang mengemukakan bahwa Ia eksis secara abadi dan bahwa Ia
adalah sumber segala yang eksis. Perjanjian Lama mengakui adanya satu
Allah yang personal saja, yaitu Yahweh, sebagai satu-satunya Allah yang
benar. Nama-Nya yang muncul 6828 kali itu adalah sentral kepada
keseluruhan Alkitab Ibrani. Namun, kebanyakan umat Kristen
tampaknya sama sekali tidak menyadari kenyataan sederhana ini.
Pendahuluan
15
Yahweh mutlak adalah satu-satunya (monos) Allah (theos) yang
dinyatakan dalam Alkitab. Barangkali ada ―banyak ilah dan banyak
tuhan‖ yang dipercayai orang (1Kor 8:5,6), tetapi sejauh wahyu
Alkitabiah, Yahweh adalah ―satu-satunya Allah yang benar‖. Yesus sudah
pasti mengajarkan monoteisme, tetapi pertanyaannya adalah: apakah
kita sebagai murid-muridnya sungguh-sungguh orang monoteis?
Perlu dipahami dengan terang bahwa monos bukan kata yang dapat
direntangkan maknanya menjadi sebuah kelompok yang terdiri dari
beberapa pribadi, suatu kumpulan yang terdiri dari beberapa entitas,
atau suatu golongan yang terdiri dari sejumlah tokoh. Beginilah definisi
monos menurut Kamus PB Yunani-Inggris BDAG yang berwenang: ―1.
sebagai satu-satunya entitas dalam suatu golongan, satusatunya, sendiri kata sifat a. dengan fokus sebagai satu-satunya entitas.
2. penanda batasan, satu-satunya, sendiri, mo,non [monon] jenis
netral, dipergunakan sebagai kata keterangan.‖
Kata ―Allah‖ dan istilah ―satu-satunya Allah‖ dalam Perjanjian Baru,
tanpa disangsikan selalu merujuk kepada Allah dalam Perjanjian Lama,
Yahweh. Namun, mengapa nama ―Yahweh‖ tidak lagi muncul dalam PB
padahal nama itu seringkali muncul dalam Alkitab Ibrani (tetapi tidak
dalam kebanyakan Alkitab Inggris, atau dalam kedua Alkitab Indonesia
yang populer itu)? Jawaban kepada pertanyaan ini terletak pada dua
kenyataan penting:
(1) Dampak yang meluluh-lantakkan dari Pembuangan ke atas Israel
sebagai suatu bangsa pada akhirnya membuat mereka insaf. Mereka
sampai memahami bahwa alasan dari pembuangan dahsyat itu serta
kehancuran sebagai bangsa bersandar pada fakta bahwa selama ini
mereka telah melakukan perzinahan rohaniah dengan bersikeras
menyembah ilah-ilah lain di samping Yahweh (salah satunya yang paling
dikenal ialah Ba‘al). Mereka melawan peringatan yang diberikan
berulang kali oleh nabi-nabi Yahweh, yang secara khusus menyatakan
bahwa Yahweh pasti akan mengirim mereka ke pembuangan karena
pemberontakan mereka terhadap-Nya dan penyembahan mereka kepada
berhala. Setelah mengalami fakta bahwa Yahweh telah menepati janjiNya, dan melihat dengan mata mereka sendiri apa yang Ia katakan akan
terjadi memang digenapi dengan tepat, dan setelah merasakan kerasnya
hukuman Allah, mereka kembali ke keruntuhan tanah Israel pasca masa
pembuangan sebagai umat terhukum yang mulai saat itu dan seterusnya
tidak akan lagi menyembah Allah lain selain Yahweh saja. Sekarang
16
The Only True God
mereka bahkan memuja Dia sampai-sampai tidak lagi mengucapkan
Nama-Nya yang agung. Sejak saat itu mereka hendak mencakapkan
Yahweh dengan sebutan ―Tuhan‖ (adonai)!
Lagipula, umat Yahudi tidak akan pernah lagi menyembah Allah
lain selain Adonai Yahweh, sekalipun jika Allah itu disebut ―Anak
Yahweh‖ yang tidak disebut di manapun dalam PL, ataupun jika Allah itu
disebut ―Roh Yahweh‖, yang disebut beberapa kali dalam PL tetapi tidak
pernah dianggap sebagai pribadi terpisah di samping Yahweh. Itu
sebabnya kita bisa memastikan bahwa para penulis PB berkebangsaan
Yahudi tidak mungkin orang Trinitarian; kita sudah melihat sejumlah
contoh dalam PB tentang semangat monoteisme mereka yang begitu
berapi-api.3
(2) Selama 70 tahun masa pembuangan (disebut Penawanan Babilonia)
ke negeri asing yang penduduknya berbahasa Aram, generasi baru orang
Yahudi berbahasa Aram setempat, bukan bahasa Ibrani (sama seperti
umat Yahudi yang hidup di AS atau Eropa saat ini berbahasa setempat
dan pada umumnya tidak bisa berbahasa Ibrani). Para ahli Taurat, para
pakar Alkitab, masih membaca Alkitab Ibrani (sama seperti kebanyakan
rabi di seluruh dunia saat ini), dan mengajar Alkitab di sinagoga, namun
kebanyakan orang awam tidak lagi memahami bahasa Ibrani, jadi
bagian-bagian Alkitab yang didaraskan di sinagoga harus diterjemahkan
ke dalam bahasa Aram. Beginilah penjelasan Encarta, ―Ketika
Penawanan Babilonia berakhir pada abad ke-6 sM, dan bahasa Aram
menggantikan bahasa Ibrani sebagai bahasa percakapan yang biasa,
timbul kebutuhan untuk menjelaskan makna bacaan-bacaan dari Kitab
Suci.‖ (Microsoft Encarta Reference Library 2005. © 1993-2004
Microsoft)
Untuk alasan ini juga, sejak berabad-abad yang lalu hingga kini umat
Yahudi tidak bisa menganggap umat Trinitarian sebagai orang-orang
monoteis sejati meskipun mereka mencoba untuk sedapat mungkin bersikap
damai. (Sebuah contoh bagus dari sikap damai mereka ditunjukkan dalam
buku Christianity in Jewish Terms (diedit oleh Tikva Frymer-Kensky dst.,
Westview Press, 2000), yang berupa dialog antara para pakar Muslim dan
Kristen. Sulit untuk membayangkan dialog pendamaian serupa antara pakar
Muslim dan Kristen dalam iklim keagamaan saat ini.)
2
Pendahuluan
17
Untuk kajian kita saat ini, penting untuk mencamkan fakta bahwa
dalam targum-targum (terjemahan-terjemahan) Aram dari Alkitab
Ibrani, Nama Allah yang kudus, ―Yahweh‖, oleh karena rasa takzim, telah
diganti dengan istilah ―Memra itu‖, yang dalam bahasa Aram bermakna
―Firman itu‖ 4 . Dengan demikian, setiap orang Yahudi Palestina tahu
bahwa ―Memra‖ adalah rujukan metonimik 5 untuk ―Yahweh‖. Memra
seringkali muncul dalam Targum-targum Aram.
Monoteisme dalam Alkitab
Monoteisme Alkitab mutlak tidak berkompromi. Saya tidaklah tahu
seorang pun pakar Alkitab yang menyangkali fakta ini. Oleh sebab itu,
kita tidak perlu membenarkan diri sewaktu mengajarkan monoteisme
Alkitabiah. Orang yang mempergunakan Alkitab untuk mengajarkan
sesuatu selain daripada monoteisme adalah orang yang perlu
mempertanggung-jawabkan perbuatan mereka.
Umat Kristen trinitaris cenderung mendudukkan diri di antara
umat Yahudi dan Muslim sebagai orang monoteis. Masalahnya adalah,
baik Yudaisme maupun agama Islam tidak mengakui Kekristenan
trinitaris sebagai agama yang betul-betul monoteistik, tanpa
menghiraukan klaim-klaim Kristiani. Apapun artinya ―monoteisme‖
Kristiani itu, baik umat Yahudi maupun Muslim tidak menerima agama
tersebut sebagai monoteistik menurut Kitab Suci mereka. Apakah
mereka bersikap keterlaluan?
S
Riwayat Personal
aya menulis sebagai seorang yang dahulunya seorang Trinitarian
sejak menjadi seorang Kristen di usia 19 tahun—suatu periode
yang menjangkau lebih dari lima puluh tahun lamanya. Selama
hampir empat dasawarsa melayani sebagai pendeta, pemimpin gereja,
dan guru banyak orang yang telah melayani purna waktu, saya
mengajarkan doktrin trinitaris dengan semangat berapi-api,
4
Bagian ini dijelaskan di Bab 8 dalam Versi Lengkap
5
Kata yang digunakan ganti orang atau hal yang dimaksudkan sesungguhnya.
18
The Only True God
sebagaimana dapat disaksikan oleh orang yang mengenal saya.
Trinitarianismelah yang saya minum bersama dengan susu spiritual
ketika saya masih seorang bayi rohani. Selanjutnya, dalam studi-studi
Alkitabiah dan teologis, minat saya terfokus kepada Kristologi yang saya
kejar dengan intensitas yang cukup tinggi. Hidup saya terpusat pada
Yesus Kristus. Saya belajar dan berupaya mempraktekkan pengajarannya
dengan pengabdian sedalam-dalamnya.
Artinya, dalam prakteknya saya merupakan seorang monoteis yang
mengabdi kepada suatu monoteisme di mana Yesus adalah Tu[h]an saya
dan Allah saya. Pengabdian yang intens kepada Tu[h]an Yesus ini mau
tidak mau menyisakan sedikit ruang baik untuk sang Bapa maupun Roh
Kudus. Jadi, meskipun dalam teorinya saya percaya akan adanya tiga
pribadi, dalam prakteknya sebenarnya hanya ada satu pribadi saja yang
sungguh-sungguh penting: Yesuslah. Saya memang menyembah satu
Allah, dan satu Allah itu adalah Yesus. Satu-satunya Allah yang
dinyatakan dalam Perjanjian Lama, yaitu Yahweh, dalam prakteknya
telah digantikan oleh Allah-Yesus Kristus, Allah-Anak. Sebagian besar
umat Kristen berbuat hal serupa dengan saya, jadi mereka dengan
mudah dapat memahami apa yang saya sedang katakan di sini.
Jika kita mempertimbangkan hubungan antara Islam dengan
Kekristenan dalam sejarah, kita ingat bahwa hanya tiga ratus tahun
setelah
Syahadat
Nikea
ditetapkan
dalam
gereja
(yang
memproklamirkan Allah terdiri dari tiga pribadi alih-alih satu), Islam
tampil ke atas pentas sejarah dunia. Sekali lagi Islam memproklamirkan
monoteisme radikal yang telah diproklamirkan dalam Alkitab Ibrani.
Sejak saat itu dan seterusnya, Kekristenan yang telah tersebar luas
dengan cepat ke segala penjuru dunia selama tiga abad pertama pada
zaman itu, sekarang terdorong mundur seiring dengan menyebarnya
kekuatan-kekuatan Islam yang monoteistik. Adakah pesan rohaniah
untuk kita di sini? Jika ada, dapatkah kita melihatnya?
Satu hal yang bisa saya lihat adalah: saya perlu menilai kembali
apakah kita sebagai orang Kristen sungguh-sungguh adalah orang
monoteis atau bukan. Apakah kita setia kepada wahyu Alkitabiah?
Banyaknya buku-buku yang dikarang oleh para teolog Kristen yang
mencoba untuk menerangkan serta membenarkan ―monoteisme
Kristiani‖ menandakan adanya persoalan: Mengapa begitu banyak upaya
yang dibutuhkan untuk menerangkan atau membenarkan ―monoteisme‖
macam ini? Pada saat saya sedang memikirkan kembali pertanyaan
Pendahuluan
19
―monoteisme Kristiani‖ ini saya membaca ulang sebuah monograf
akademik milik saya tentang hal tersebut. Monograf ini adalah koleksi
esei-esei para teolog Trinitarian baik yang Protestan maupun Katolik.
Saya segera melihat bahwa para penulis tersebut memiliki satu
persamaan: mereka jelas sekali terlihat tidak nyaman dengan
monoteisme; beberapa diantaranya memberi kritikan secara terbuka.
Ketika saya memeriksa pemikiran saya sendiri, saya pun menginsafi
bahwa pada dasarnya, trinitarianisme saya tidak mampu berdampingan
dengan monoteisme Alkitabiah. Maka saya perlu memeriksa kembali
perkara yang kritis ini. Bila kita mempercayai tiga pribadi yang terpisah,
berbeda dan setara satu sama lain, yang masing-masing adalah Allah
sepenuhnya, yang bersama-sama membentuk ―Ke-Allahan‖, bagaimana
mungkin kita masih bisa berbicara tentang iman pada ―Allah yang secara
radikal monoteistik‖ (Yahweh), yang dinyatakan dalam Alkitab Ibrani—
kecuali jika kita menggunakan istilah ―Allah yang secara radikal
monoteistik‖ dalam arti yang berbeda dengan pengertian yang
ditemukan dalam Alkitab? (Istilah ―Allah yang secara radikal
monoteistik‖ di sini dipinjam dari artikelnya Profesor David Tracy dari
Chicago dalam bukunya Christianity in Jewish Terms, 2000, Westview
Press.)
Sampai saat itu dengan penuh keyakinan saya percaya bahwa saya
mampu mempertahankan trinitarianisme berdasarkan teks-teks
Perjanjian Baru yang begitu saya kenal baik. Namun, pertanyaan yang
lebih mendesak sekarang adalah: Bagaimanakah caranya teks-teks ini
diterangkan kepada umat Muslim yang dengan tulus ingin mengenal Isa
(sebutan mereka untuk Yesus) dan yang bahkan bersedia membaca
kitab-kitab Injil, yang telah disahkan oleh Al-Qur‘an?! Yang mengejutkan
saya adalah: sekali saya mulai menyisihkan prasangka serta pra-konsepsi
dan menilai kembali setiap teks guna melihat apa yang sesungguhnya
dikatakan di situ, dan bukan dengan interpretasi kita sebagai seorang
Trinitarian, pesan yang muncul dari teks itu ternyata tidak sama dengan
perkiraan saya. Hal ini terutamanya benar untuk Yohanes 1:1. Oleh
karena trinitarianisme saya yang tertancap dalam, proses ini berakhir
dengan pergumulan panjang (yang disertai kerja sangat keras) untuk
memperoleh kebenaran pesan Alkitabiah. Beberapa dari hasil upaya itu
tertuang dalam buku ini. Biarlah setiap pembaca menilainya sendiri
dengan seksama, dan kiranya Allah mengaruniakan terang-Nya kepada
kita, yang tanpanya kita tidak dapat melihat.
20
The Only True God
Ketika saya pertama-tama menghadapi tantangan menilai kembali
trinitarianisme dalam terang Alkitab, dan kemudian membagikan terang
itu kepada siapa saja yang sudi menerimanya, saya mengira saya
sendirian merupakan orang yang mengambil pendirian demikian.
Namun, ketika saya sedang mempersiapkan penerbitan naskah ini, saya
terkejut ketika secara kebetulan menemukan karya teolog terkenal Hans
Küng, dan mendapati bila ia sudah terlebih dahulu menyatakan bahwa
doktrin Tritunggal itu ―tidak alkitabiah‖ dalam karyanya yang berjudul
Christianity: Essence, History, and Future, yang diterbitkan pada th.
1994. Sekarang saya tahu bahwa ia bukan satu-satunya teolog dogmatis
Katolik terkemuka yang membuat penegasan ini. Teolog sistematis K-J
Kuschel, dalam kajian mendalam berjudul Born Before All Time? The
Dispute over Christ’s Origin yang diterbitkan pada th. 1992, menyatakan
hal yang sama. Tentu saja, dengan ditemukannya dukungan yang tidak
diduga, terutamanya dari pakar yang memiliki kualitas dan keberanian
yang luar biasa ini sangatlah membesarkan hati.
Mengenai Tritunggal, misalnya, dalam satu bagian teks yang
berjudul ―Tidak ada doktrin Tritunggal dalam Perjanjian Baru‖, Prof.
Küng tanpa ragu menyatakan ―Memang, sementara di seluruh Perjanjian
Baru ada kepercayaan pada Allah sang Bapa serta Yesus sang Anak dan
Roh Kudus-nya Allah, namun tidak terdapat doktrin tentang satu Allah
dalam tiga pribadi (tiga mode/bentuk), tidak ada doktrin tentang ‗Allah
Tritunggal‘, ‗Trinitas‘.‖ (Christianity, hlm.95)
Rintangan-rintangan yang menghadapi kita ketika
mempertimbangkan Monoteisme Alkitabiah
(1) Perlunya membereskan setumpukan pra-konsepsi yang disebabkan
oleh indoktrinasi: Misalnya, kita yang berbahasa Inggris berbicara
tentang Roh dengan memakai kata ganti ―he‖ (kata Inggris yang berjenis
maskulin), karena ketika kita membaca Perjanjian Baru kita mendapati
Roh itu dirujuk demikian. Kebanyakan orang Kristen, karena tidak
mengenal bahasa Yunani dengan baik, tidak mengetahui bahwa kata
untuk Roh, pneuma, adalah kata yang berjenis netral, dan oleh sebab itu
harus diterjemahkan dengan kata ganti ―it‖ (kata Inggris yang berjenis
netral). Bahkan setelah mempelajari bahasa Yunani pun kita masih tetap
berbicara tentang Roh sebagai ―he‖, karena menurut doktrin trinitaris,
Roh itu adalah pribadi yang terpisah dan berbeda, yang setara dengan
Pendahuluan
21
kedua pribadi lainnya dalam Allah Tritunggal, yaitu Bapa dan Anak.
Tentu saja inilah sebabnya mengapa seluruh terjemahan Inggris
mengubah kata ―pneuma” yang berjenis netral menjadi ―he‖. Itu semua
tidak ada kaitannya sama sekali dengan tatabahasa yang baik, tetapi
terkait sepenuhnya dengan dogma Kristiani.
Hal yang sama juga berlaku untuk gagasan ―Trinitas‖. Di India
terdapat sejumlah besar dewa, namun ada tiga dewa yang menduduki
tempat teratas. Ketiga dewa itu saling berbagi ―zat/hakikat‖ kedewaan
yang sama; kalau tidak begitu mereka tidak akan dianggap dewa sama
sekali. Jika orang-orang di India yang menyembah ketiga dewa tertinggi
ini disebut orang politeis oleh umat Kristen, lalu dalam hal apa konsep
trinitaris Kristiani secara dasariah berbeda dari konsep trinitaris orang
India? Apakah hanya karena ketiga pribadi dalam Trinitas Kristiani itu
lebih dekat hubungannya satu sama lain, misalnya, antara ―Bapa‖ dan
―Anak‖ (bagaimana dengan ―Roh‖)? Indoktrinasi memberi efek kuat yang
membuat kita bersikeras bahwa trinitarianisme mewakili monoteisme—
sesuatu yang ditolak oleh orang-orang monoteis sejati seperti umat
Yahudi dan umat Muslim. Jika dalam diri kita masih tersisa sedikit akal
logis kita akan melihat bahwa seandainya Allah-Bapa, Allah-Anak, dan
Allah-Roh itu ada, maka menurut dogma ini jelas nyata ada tiga Allah.
Akan tetapi, tampaknya kita tidak mampu menghadapi fakta gamblang
ini secara jujur! Di sini kita melihat daya indoktrinasi dan
kemampuannya untuk menguasai pemikiran logis.
Untuk mereka yang pernah melihat cara kerja indoktrinasi, ini
bukan hal baru. Hal seperti ini sudah terjadi bahkan dalam sejarah barubaru ini: idealisme gila seperti Narzisme dan cita-citanya untuk
membangun suatu utopia seribu tahun lamanya, suatu cita-cita yang
mewajibkan pembasmian bangsa Yahudi, yang mereka anggap sampah
kemanusiaan yang menjangkiti ras manusia, atau paling tidak ras Arian.
Hanya indoktrinasi melalui propaganda intenslah yang dapat membujuk
orang berpikir segila itu.
Banyak pula orang yang pernah mengalami proses cuci-otak yang
diperkenalkan oleh komunisme Stalin. Mereka hanya diperbolehkan
berpikir dengan pola yang sudah ditetapkan sebelumnya; pola-pola pikir
lainnya akan mendatangkan hukuman yang berat sekali, termasuk
pengurungan dan hukuman mati.
Gereja sendiri memegang rekor panjang berkenaan dengan
pembatasan pemikiran bebas seperti ini. Begitu gereja menetapkan
22
The Only True God
doktrinnya, seperti Syahadat Nikea dan Syahadat Khalkedon pada abad
ke-4, perbedaan pendapat tidak lagi diperbolehkan dan diganjar dengan
ekskomunikasi, yang pada efeknya berarti mengutuk orang itu ke dalam
neraka. Tidak ada yang lain lebih serius dari itu, kematian jasmaniah pun
tidak. Penindasan gerejawi macam ini berkembang menjadi penyiksaan
badani yang kejam, kerapkali berpuncak pada kematian, yang dikenakan
oleh gereja kepada orang-orang yang telah mereka kutuk sebagai bidat
selama masa Inkuisisi yang terkenal kejinya.
Bahkan dewasa ini pun tidak sedikit orang Kristen yang mengira
bila mereka memiliki semacam hak ilahi untuk mencap orang Kristen
lainnya yang tidak sepaham dengan pandangan doktrinal mereka dengan
sebutan ―sesat‖, ―picik‖ atau, seperti sebelumnya, ―bidat‖. Dengan
demikian, orang-orang yang mengangkat dirinya sebagai pembela iman
ini melanjutkan tradisi panjang gereja non-Yahudi dengan konflikkonflik doktrinal yang saling mematikan, yang di mata dunia nyaris
bukan demi kemuliaan Allah, belum lagi bagaimana pandangan Allah
atas semuanya ini!
Namun, terlepas dari tekanan-tekanan luar yang kuat yang
membuat kita menuruti dogma tertentu, kenyataannya kita sendiri telah
teryakinkan bahwa doktrin itu benar. Di dalam menjalani kehidupan
sebagai orang Kristen, kita telah belajar untuk membaca Alkitab dengan
cara tertentu yang diyakini sebagai satu-satunya cara yang benar. Jadi,
sekarang kita memahami Alkitab hanya dengan cara itu, dan sebaliknya,
apa saja yang kita baca semakin meyakinkan kita bahwa cara yang
diajarkan kepada kita itu adalah cara yang benar. Dengan demikian, kita
sendiri telah memaksakan iman kepercayaan kita ke dalam doktrin
tertentu itu, terutamanya di saat kita sendiri menjadi guru dan
mengajarkan doktrin itu kepada orang lain, malah dengan berusaha
mencari keterangan yang lebih meyakinkan ketimbang keterangan yang
sudah diajarkan kepada kita. Di sini saya berbicara dari pengalaman
personal saya sebagai seorang guru.
Akibat praktis dari semuanya ini adalah ketika saya membaca
Perjanjian Baru, mau tidak mau saya membaca setiap nas dengan cara
yang sudah saya pelajari, yang selanjutnya diperkuat dengan argumenargumen baru yang telah saya kembangkan sendiri. Sebagai halnya
setiap guru yang berusaha sungguh-sungguh, saya mencoba membuat
perkara trinitaris ini seyakin-yakinnya. Saya sudah mempelajari dan
Pendahuluan
23
mengajarkan Alkitab sebagai kitab trinitaris; jadi bagaimanakah
mungkin saya sekarang memahaminya di dalam cahaya monoteisme?
Ambillah contohnya, Filipi 2:6-11, teks terkenal yang terus-menerus
dipergunakan oleh para Trinitarian untuk membuktikan bahwa Kristus
adalah Allah-Anak. Prof. M. Dods merangkum teks itu sebagai berikut:
―Kristus digambarkan [dalam nas ini] meninggalkan kemuliaan yang
semula dinikmatinya dan kembali kepada kemuliaan itu ketika tugasnya
di bumi sudah diselesaikan olehnya dan sebagai buah hasil kerja itu‖
(The Gospel of John, The Expositor’s Greek NT). ―Kemuliaan‖ yang
ditinggalkan oleh Kristus itu adalah ―kemuliaan ilahi‖, sebagaimana
dinyatakan dalam kalimat berikutnya yang diulas oleh Dods.
Itulah cara kita semua memahami teks ini sebagai orang Trinitarian.
Tidak pernah terpikirkan oleh kita bahwa interpretasi tersebut adalah
hasil dari terlalu banyak membacakan ke dalam teks apa yang tak
tertulis. Kata ―kemuliaan‖, misalnya, tidak muncul di manapun dalam
teks ini (atau bahkan dalam pasal ini) sehubungan dengan Kristus,
apalagi istilah ―kemuliaan ilahi‖. Istilah ―kemuliaan ilahi‖ di sini bukan
berarti kemuliaan Allah Bapa (lih. Flp 2:11), melainkan ―Allah-Anak‖,
suatu istilah yang tidak muncul di manapun dalam Kitab Suci. Sekali
lagi, kata-kata kunci ―meninggalkan‖ dan ―kembali‖ yang dipergunakan
oleh Dods juga tidak ada dalam nas tersebut, tetapi dimasukkan
kedalamnya. Untuk mengatakan Yesus ―tidak menganggap kesetaraan
dengan Allah itu sebagai sesuatu yang harus dirampas‖ (ESV), seperti
dikatakan dalam Filipi 2:6, sama sekali berbeda dengan mengatakan
―meninggalkan kemuliaan ilahi‖-nya.
Lagipula, nas dalam Filipi 2:6-11 itu sama sekali tidak berkata apaapa tentang Kristus yang ―kembali‖ kepada ―kemuliaan yang semula
dinikmatinya‖ (Dods). Yang dikatakan adalah sesuatu yang sangat
berbeda, yang seharusnya dapat dilihat sendiri: ―Itulah sebabnya Allah
sangat meninggikan dia dan mengaruniakan kepadanya nama di atas
segala nama‖ (Flp 2:9). Di sini sama sekali tidak terdapat gagasan kalau
ia hanya sekadar menerima kembali apa yang pernah dimilikinya
semula; untuk berkata demikian artinya membuat tidak bermakna
dirinya yang ―sangat ditinggikan‖ oleh Allah ini.
Dengan demikian rangkuman Dods atas teks Filipi ini benar-benar
tidak memuat apapun yang berasal dari teks itu sendiri! Tanpa malumalu Trinitarianisme telah dibacakan ke dalamnya. Namun, sebagai
orang Trinitarian kita tidak memperhatikan ketidaksesuaian yang serius
24
The Only True God
ini antara penafsiran kita dengan teks-teks Alkitabiah yang semestinya
kita tafsirkan. Ini dikarenakan kita tidak tahu cara membaca teks selain
dengan cara yang telah diajarkan kepada kita. Di sini kita tidak akan
mengkaji Filipi 2 dengan rinci, tetapi beberapa butir yang terdapat dalam
nas terkenal ini akan dipakai sebagai contoh dari fakta bahwa membaca
Alkitab dengan kacamata trinitaris telah menjadi kebiasaan kita.
Terlepas dari tugas sulit mempelajari kembali cara membaca
Alkitab di dalam cahaya yang baru, cahaya monoteisme, ada lagi faktor
lain yang menurunkan motivasi, yaitu faktor tekanan-tekanan luar
seperti dijuluki ―bidat‖, yang menakutkan bagi kebanyakan orang
Kristen. Hanya karena menyatakan bahwa Alkitab bersifat monoteistik
karena Alkitab adalah firman dari ―satu-satunya Allah yang benar‖ orang
lantas bisa dijuluki ―bidat‖ oleh gereja non-Yahudi menunjukkan betapa
jauhnya gereja telah menyimpang dari firman Allah.
Hanya keberanian dari Allah untuk menghadapi kebenaran,
sesungguhnya, untuk mencintai kebenaran di atas segala-galanya, yang
akan memampukan kita mengenal Dia yang adalah ―Allah kebenaran‖.
Dengan demikian, saya akan mengakhiri bagian ini dengan kata-kata
dari Yesaya 65:16, ―Supaya siapa yang memberkati dirinya sendiri di atas
bumi, akan memberkati dirinya sendiri oleh Allah kebenaran, dan dia
yang bersumpah di bumi, akan bersumpah demi Allah kebenaran;
karena kesusahan yang dahulu telah dilupakan dan telah tersembunyi
dari mata-Ku.‖ (ESV)
(2) Terlepas dari masalah-masalah serius dari indoktrinasi dan tekanan
sebaya, ada masalah lain yang tak kalah seriusnya, yakni, kita tidak lagi
memiliki gagasan-gagasan dan konsep-konsep yang dikenal baik oleh
orang-orang pertama yang membaca PB: konsep-konsep umum seperti
Logos atau Memra, Syekinah, dan terutamanya Nama Allah, Yahweh.
Semuanya itu sekarang telah menjadi asing bagi kebanyakan orang
Kristen. Untuk memahami Alkitab, konsep-konsep ini perlu dipelajari
dan hal itu sendiri sudah menjadi tantangan bagi kebanyakan orang.
Dewasa ini hanya sedikit orang Kristen yang tahu akan sesuatu yang
mendasar seperti fakta bahwa Nama Allah dalam Alkitab Ibrani adalah
―Yahweh‖, yang karena rasa takzim orang Yahudi menyebut-Nya
―Adonai‖, yang artinya ―Tu[h]an‖. Biasanya kata ini diterjemahkan
sebagai ―LORD‖ dalam kebanyakan Alkitab Inggris (dengan pengecualian
New Jerusalem Bible, ILT dan KSKK yang memakai ―Yahweh‖). Nyaris
tak satu pun orang Kristen yang tahu berapa kali Nama ―Yahweh‖ muncul
Pendahuluan
25
dalam Alkitab Ibrani. Mereka terkejut mendapati Nama itu muncul 6828
kali. Bila bentuk pendek dari Nama itu juga dihitung (seperti kata
Haleluyah, di mana ‗yah‘ adalah kependekan dari Yahweh yang artinya
―Memuliakan Yahweh‖), jumlah pemunculannya melonjak menjadi
sekitar 7000 kali. Tidak ada nama lain yang menyaingi frekuensi
pemunculan ini dalam Alkitab. Jelas sekali ini menunjukkan bahwa
Yahweh melingkupi baik pusat maupun lingkar Alkitab; pada
hakekatnya, Ia adalah ―semua dalam semuanya‖ (1Kor 15:28).
Perlu pula dicatat bahwa kata ―Yahweh‖ juga ditemukan dalam PB,
terutamanya dalam pelbagai tempat yang mengutip PL. Kata ―Adonai‖
(metonim Yahudi untuk ―Yahweh‖) muncul 144 kali dalam Complete
Jewish Bible. Dalam Salkinson-Ginsburg Hebrew New Testament,
―Yahweh‖ muncul 207 kali.
Namun, perkaranya jauh melampaui frekuensi statistik Nama
Yahweh dalam Alkitab. Keindahan karakter Yahweh yang luar biasa
sebagaimana dinyatakan dalam Alkitab hanya teramati oleh sedikit
orang Kristen. Keindahan karakter-Nya yang terlihat dari belas kasihanNya, hikmat-Nya, dan kuasa-Nya yang dipakai untuk keselamatan
manusia, sudah dinyatakan dalam kitab Kejadian, di mana kita pun
dapat mengamati tingkat keintiman yang mengejutkan dari interaksiNya dengan Adam dan Hawa, yang tampaknya dikunjungi secara teratur
oleh-Nya ―pada waktu hari sejuk‖ (Kej 3:8) di Taman Eden, yang telah Ia
―buat‖ (Kej 2:8) untuk mereka. Ketika mereka berdosa, Ia bahkan
membuatkan pakaian untuk menutupi mereka alih-alih penutup dari
daun-daun pohon ara yang rapuh buatan mereka sendiri (Kej 3:7,21).
Kasih sayang dan kuasa penyelamatan Yahweh terlihat dalam skala
besar ketika Ia menyelamatkan orang Israel dari perbudakan di Mesir. Ia
memimpin sekitar 2.000.000 orang Israel melalui padang gurun yang
mengerikan hingga tiba di tanah Kanaan, dan menyediakan segala
kebutuhan mereka selama 40 tahun. Kita akan mempertimbangkan halhal tersebut dengan lebih menyeluruh dalam bab 5; di sini hanya
disinggung bahwa kualitas-kualitas yang sama dari karakter Yahweh
dinyatakan lagi dalam Injil-injil melalui kehidupan dan perbuatan Yesus
Kristus, yang dalam dirinya seluruh kepenuhan Yahweh diam. (Kol 1:19;
2:9)
(3) Berbicara tentang ―Allah‖ pun malah menjadi persoalan karena bagi
orang Trinitarian kata itu bisa merujuk kepada salah satu dari ketiga
pribadi, atau ketiganya sekaligus. Dengan demikian, Allah itu tiga
26
The Only True God
serangkai, yaitu, sebuah kelompok yang terdiri dari tiga entitas atau
pribadi. Kita bahkan tidak bisa berbicara tentang Allah sebagai Bapa
tanpa disertai asumsi orang Trinitarian bahwa kita sedang berbicara
tentang sepertiga dari Trinitas yang dipanggil ―Allah Bapa‖, atau bahkan
Yesus sebagai ―Bapa‖, karena banyak orang Kristen yang juga
menyandangkan gelar ini kepadanya. Lantas, bagaimana caranya kita
bisa berbicara tentang ―satu-satunya Allah yang benar‖ tanpa disalahpahami oleh orang Trinitarian? Tampaknya jalan keluar satu-satunya
ialah dengan memakai nama yang diwahyukan oleh-Nya sendiri:
―Yahweh‖, atau bahkan dengan ―Allah Yahweh‖ (YHWH Elohim), istilah
yang muncul 817 kali dalam PL.
A
Beberapa fakta sejarah yang penting
dalah fakta sejarah bahwa Syahadat trinitaris Nikea ditetapkan
pada th. 325 M (dan Syahadat Konstantinopel pada th. 381 M),
300 tahun setelah masa Kristus. Ini berarti trinitarianisme
menjadi syahadat resmi gereja tiga abad sesudah masa Tu[h]an Yesus
Kristus.
Begitu juga fakta sejarah yang sederhana bahwa Yesus dan para
rasulnya semua adalah orang Yahudi, dan bahwa jemaat awal yang
didirikan di Yerusalem (dikisahkan dalam kitab Kisah Para Rasul) adalah
jemaat Yahudi. Ini berarti bahwa jemaat yang paling mula-mula itu
semuanya terdiri dari orang-orang monoteis. Para pakar dengan jujur
mengakui ―monoteisme PB yang keras (dalam Injil Yohanes, lih.
khususnya Yoh 17:3)‖, meminjam kata-kata H.A.W. Meyer (Critical and
Exegetical Handbook to the Gospel of John).
Ini berarti bahwa ketika kita memahami PB secara monoteistik,
atau memaparkannya dengan cara itu, kita melakukannya sesuai dengan
ciri sejati PB. Begitulah PB semestinya dimengerti dan diuraikan. Oleh
karena itu, bila kita berbicara tentang Yohanes 1:1 atau bagian lain dari
PB dalam pengertian monoteistik, kita tidak perlu membenarkan apaapa, dan tidak ada perkara yang perlu dibela sama sekali.
PB bukanlah sebuah dokumen politeistik ataupun trinitaris yang
perlu diterangkan secara monoteistik. Jika ini yang kita lakukan maka
kita harus membuat pembenaran atas tindakan kita serta membela
perkara kita. Namun, kebalikannyalah yang benar. Berkenaan dengan
PB, trinitarianismelah yang sedang disidangkan: ia harus menerangkan
Pendahuluan
27
mengapa ia telah menginterpretasikan Firman Allah yang monoteistik
secara politeistik, sehingga sama sekali memutar-balikkan ciri
dasariahnya.
Bukankah umat Trinitarian adalah orang monoteis? Sebagai umat
Trinitarian kita berargumen bahwa kita adalah orang monoteis, bukan
orang politeis, karena kita percaya pada satu Allah dalam tiga pribadi.
Kita menutup mata dan telinga terhadap fakta yang seharusnya nyatanyata jelas: Jika Bapa adalah Allah, dan Anak adalah Allah, dan Roh
adalah Allah, dan ketiganya setara dan kekal bersama, maka kesimpulan
yang tak dapat dipungkiri adalah: ada tiga Allah. Jadi, bagaimanakah
kita bisa mengatakan bahwa kita masih percaya pada satu Allah? Hanya
dengan satu jalan: definisi kata ―Allah‖ harus diganti—dari ―Pribadi‖
menjadi ―Zat/Hakikat‖ ilahi (atau ―Kodrat‖) ilahi, yang dibagi sama rata
oleh ketiga pribadi tersebut.
Akan tetapi, fakta sederhananya adalah bahwa Allah dalam Alkitab
itu pastilah suatu Jatidiri yang sangat personal dan bukan sekadar
―zat/hakikat‖, tidak peduli zat/hakikat itu sehebat apa. Namun,
trinitarianisme telah mengubah konsep Alkitabiah akan Allah dengan
secara lancang memperkenalkan politeisme ke dalam gereja di balik
penyamaran ―monoteisme‖. Dengan berbuat demikian mereka telah
mengubah makna kata ―Allah‖.
Pergeseran Halus dari Monoteisme ke Triteisme Trinitaris
Kita sudah memperhatikan fakta sejarah bahwa sejak masa Kristus
hingga ke masa Syahadat Nikea terdapat selang waktu 300 tahun
lamanya. Selama tiga abad itu gereja mengalami perubahan dasariah
yang lambat namun pasti: perpindahan dari monoteisme ke politeisme.
Alasan historis atas perubahan ini tidak sulit dipahami. Ketika jemaat
awal, dengan kuasa Roh Allah, memproklamirkan Injil yang monoteistik
secara dinamis ke seluruh dunia Yunani-Romawi yang politeistik dan
banyak orang datang kepada Tuhan, banyak orang beriman non-Yahudi
yang datang di gereja tidak sepenuhnya menanggalkan cara berpikir
mereka yang politeistik. Dengan berkembangnya jemaat di seluruh
dunia, orang non-Yahudi mulai memainkan peranan utama dalam
gereja-gereja, hingga akhirnya orang Yahudi hanya menjadi kaum
minoritas di kebanyakan gereja di luar Palestina. Menjelang paro abad
ke-2, ketika Kekristenan berpisah dengan Yudaisme, pemutusan
28
The Only True God
hubungan dengan monoteisme Alkitabiah menjadi kenyataan dalam
faktanya jika bukan dalam namanya.
Menjelang awal abad ke-3 M sulit menemukan satu saja nama orang
Yahudi di antara para pemimpin gereja daerah (waktu itu disebut
―uskup‖). Gereja sekarang telah kokoh berada di bawah kepemimpinan
orang-orang non-Yahudi. Para pemimpinnya telah bertumbuh dalam
lingkungan beragama dan budaya di mana terdapat ―banyak ilah dan
banyak tuhan‖ (1Kor 8:5), dan ―ilah-ilah‖ serta ―tuhan-tuhan‖ agama
Yunani dan Romawi itu pada dasarnya menuhankan manusia yang
diagungkan oleh orang banyak sebagai pahlawan. ―Jadi, jiwa-jiwa yang
lebih baik akan melewati masa peralihan dari manusia menjadi
pahlawan dan dari pahlawan menjadi setengah ilah; dan dari setengah
ilah, sedikit di antaranya, setelah jangka pemurnian yang panjang, akan
sepenuhnya saling berbagi dalam keilahan‖ (Plutarch [c. th. 46-120 sM],
dikutip dari Greek-English Lexicon, BDAG, ). Aleksander Agung
dan beberapa kaisar Romawi dihormati sebagai ilah. 6
Apapun alasan-alasan lain dari penyimpangan gereja dari
monoteisme, dengan diresmikannya Syahadat Nikea dan Syahadat
Konstantinopel tiga abad sesudah masa Kristus, jelaslah bahwa Kristus
sekarang dinyatakan sebagai Allah, setara dan kekal bersama dengan dua
pribadi lainnya dalam Ke-Allahan. Kini, Allah bukan lagi satu Jatidiri
yang personal tetapi satu kelompok yang terdiri dari tiga pribadi yang
sama-sama setara. Ini berarti makna sesungguhnya dari kata ―Allah‖
telah berubah dari satu Pribadi ilahi menjadi tiga pribadi ilahi yang
Dalam kenyataannya, sebagaimana dikenal luas, sebagian orang Romawi
juga tidak keberatan memasukkan Yesus sebagai ilah di antara begitu banyak
ilah di kuil Romawi. Hal yang membuat mereka marah ialah penolakan
orang Kristen mula-mula untuk mengakui kaisar sebagai ilah. Hal ini
berakibat kepada beberapa peristiwa penganiayaan orang Kristen, karena
penolakan mereka untuk menyembah kaisar dianggap sebagai bukti
ketidaksetiaan kepada pemerintahan Romawi. Namun, di pihak mereka,
orang Kristen sudah tentu, tidak terlalu merasa senang dengan sebagian
orang Roma yang tidak keberatan memuliakan Yesus sebagai ilah di samping
ilah-ilah mereka yang lain. Dan jika para pemuja berhala saja rela mengakui
keagungan Yesus dengan memberikannya tempat di antara ilah-ilah mereka,
mengapa orang Kristen (non-Yahudi) tidak rela memuliakan dia dengan cara
yang sama, yaitu, sebagai Allah? Hal ini memberi andil dalam
mempersiapkan jalan untuk trinitarianisme.
6
Pendahuluan
29
saling berbagi satu ―zat/hakikat‖ ilahi. Oleh sebab itu, pernyataan
Alkitabiah yang dasariah untuk iman Alkitabiah baik dalam PL maupun
PB, yang diungkapkan dengan jelas dalam kata-kata: ―Dengarlah hai
Israel, TUHAN (Yahweh) Allah kita, TUHAN (Yahweh) itu Esa‖ (Ul 6:4;
Mrk 12:29) pada hakikatnya telah diubah menjadi: ―Dengarlah, hai
Gereja, Tuhan Allahmu itu TIGA.‖
Dengan adanya perubahan ini maka seluruh ciri dari Monoteisme
Alkitabiah, yang menyatakan satu Allah yang personal, berubah menjadi
suatu ―monoteisme‖ di mana ―Allah‖ bukan lagi satu pribadi melainkan
satu ―zat/hakikat‖ yang dibagi bersama oleh tiga pribadi.
Sejak permulaan abad ke-3, Origenes, ―bapa‖ terkemuka Gereja
Yunani dan guru pada sekolah katekismus di Aleksandria, sudah
mendeklarasikan, ―Kami tidak takut berbicara tentang dua Allah dalam
satu pengertian, dan satu Allah dalam pengertian lain‖ (J.N.D. Kelly,
Early Christian Doctrines). ―Kami tidak takut berbicara...tentang dua
Allah‖: Betapa beraninya, atau mestikah kita berkata, betapa
lancangnya?! Pintu politeisme (dibalik samaran selubung tipis
―monoteisme trinitaris‖) sekarang telah terbuka lebar. Dalam kurun
waktu kurang dari 200 tahun semenjak masa Kristus, gereja non-Yahudi
dengan berani telah menentang monoteisme Alkitabiah, dan memulai
tradisi panjang menggunakan gaya bahasa ambigu (double-talk): ―dalam
satu pengertian...dalam pengertian lain‖. Pengertian yang mana? Allah
orang Kristen non-Yahudi, dari segi pribadi, ada dua (atau tiga, resmi
sejak th. 381 M); dari segi zat/hakikat: satu. Namun, biarlah dipahami
dengan jelas bahwa sejauh menyangkut penyingkapan Alkitabiah, entah
dalam Perjanjian Lama atau Perjanjian Baru, tidak ada dua Allah (atau
tiga) dalam pengertian apa pun. Orang-orang yang peduli dengan
kebenaran Alkitabiah akan menolak gaya bicara trinitaris yang ambigu,
karena merasakan adanya kebohongan di situ. Hanya ada satu-satunya
Allah yang benar, dan Nama-Nya adalah Yahweh! Siapa saja yang
mengabarkan Allah lain di samping Dia pasti harus mempertangggungjawabkan perbuatannya pada Hari itu.
Meskipun mengubah definisi dan pengartian kata ―Allah‖ dengan
disengaja adalah perkara teramat serius, keseriusan perkara itu tidak
berakhir di situ. Yang terjadi pada deklarasi trinitaris itu sama sekali
bertolak-belakang dengan pernyataan ilahi bahwa ―Yahweh (TUHAN)
itu ESA‖, Ulangan 6:4 (ILT). Yahweh adalah satu Jatidiri, satu Entitas,
satu Pribadi, sebagaimana jelas terlihat dalam Alkitab Ibrani; dan dalam
30
The Only True God
Perjanjian Baru pun tidak ada bedanya. Oleh sebab itu, makna keesaan
Allah dalam Alkitab bukanlah sesuatu yang bisa ditawar-tawar atau
dikompromikan.
Makna keesaan Yahweh didefinisikan secara mutlak jelas, dan tidak
sudi berkompromi dengan macam gagasan yang mengemukakan bahwa
keesaan-Nya adalah ―kesatuan di dalam keragaman‖ yang membuka
kemungkinan mencakup satu atau dua pribadi lain di samping Yahweh.
Kitab Suci tanpa ragu menyatakan: ―TUHANlah Allah; tidak ada yang
lain kecuali Dia” (Ul 4:35). Atau, dengan kata-kata Yahweh sendiri,
―tidak ada Allah selain dari pada-Ku, Allah yang adil dan Juruselamat;
tidak ada yang lain kecuali Aku. Berpalinglah kepada-Ku dan
biarkanlah dirimu diselamatkan, hai ujung-ujung bumi! Sebab Akulah
Allah, dan tidak ada yang lain‖ (Yes 45:21,22). Dalam dua ayat ini saja
―tidak ada yang lain‖ diulang tiga kali. Frase itu diulang berkali-kali lagi
di bagian lain Kitab Suci.
Paling khususnya, deklarasi trinitaris ini benar-benar bertolakbelakang dengan penegasan Yesus sendiri dalam Ulangan 6:4 bahwa
Yahweh itu esa. Dalam kisah di mana seorang ahli Taurat menanyakan,
―Perintah manakah yang paling utama?‖ Yesus menjawab, ―Perintah
yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhanlah Allah kita,
Tuhan itu Esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan
dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu, dan dengan
segenap kekuatanmu.‖ (Mrk 12:28-30) Siapa yang dirujuk sebagai
―Tuhan Allahmu‖ ini mutlak jelas; dalam Perjanjian Lama frase tersebut
merupakan bentuk rujukan standar kepada Yahweh yang muncul lebih
dari 400 kali.
Akan tetapi, kelompok pemimpin gereja di Nikea itu, yang agaknya
mengakui Yesus sebagai ―Tu[h]an‖, tidak takut (seperti dinyatakan oleh
Origenes sebelumnya) menentang tuan mereka dan menuntut gereja
harus percaya bahwa Allah itu lebih dari satu pribadi. Ini mengingatkan
kita akan kata-kata Yesus, ―Dan mengapa kamu berseru kepada-Ku:
Tu[h]an, Tu[h]an padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan?‖
(Luk 6:46) Bila sang guru mengajarkan bahwa Allah itu esa,
bagaimanakah semestinya tanggapan murid-muridnya yang sejati? Dan
jika kita tidak melakukan apa yang ia katakan, tidakkah kita akan
mendengar ia berkata, ―Aku akan berterus terang kepada mereka dan
berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari hadapan-Ku,
kamu sekalian yang melakukan kejahatan!‖ (Mat 7:23). Atau, apakah kita
Pendahuluan
31
mengira bila ia akan merasa senang karena kita telah mengangkatnya
hingga setara dengan Yahweh, sama seperti orang-orang yang ingin
memahkotai dia dan menjadikannya raja dengan paksa dalam Yohanes
6:15: ―Karena Yesus tahu bahwa mereka hendak datang dan hendak
membawa Dia dengan paksa untuk menjadikan Dia raja, Ia menyingkir
lagi ke gunung, seorang diri.‖
Sebagai umat Trinitarian kita meninggikan Yesus hingga setara
dengan Yahweh walaupun ia sendiri tidak sekalipun pernah mengklaim
dirinya sebagai Allah, sama seperti yang diucapkan dalam Filipi 2:6
bahwa ia ―tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai sesuatu
yang harus dirampas.‖ (ESV) Yang menariknya, kata yang diterjemahkan
sebagai ―dirampas‖ dalam ayat ini sama persis dengan kata yang
diterjemahkan sebagai ―membawa dengan paksa‖ (harpazo) dalam
Yohanes 6:15. Yesus tidak pernah berusaha mengambil dengan paksa,
atau merampas kesetaraan dengan Allah.
Trinitarianisme juga bersikeras menjadikan Roh Tuhan (Yahweh)
pribadi yang terpisah dan berbeda dari Yahweh. Siapapun yang
mengenal Perjanjian Lama dengan baik akan mendapati hal ini agak
aneh. Umat Yahudi pasti bertanya-tanya apakah umat Kristen sungguhsungguh memahami Alkitab atau tidak. Untuk memperdebatkan bahwa
Roh Yahweh, adalah pribadi yang berbeda dan terpisah dari-Nya adalah
sama dengan memperdebatkan bahwa ―roh manusia‖ (1Kor 2:11; Ams
20:27; Pkh 3:21; Za 12:1) adalah individu yang terpisah dan berbeda yang
hidup di dalam dia, atau hidup dengan dia sebagai pribadi yang lain!
Sayangnya, ini bisa dipandang benar untuk orang yang menderita
penyakit skizofrenia, tetapi untuk mengemukakan bila demikian halnya
dengan Allah adalah kegilaan, atau lebih parahnya, penghujatan.
―Allah itu Roh‖ (Yoh 4:24) sebagaimana dikatakan Yesus. Akan
tetapi, tanpa ragu kita menyatakan bahwa Roh Allah, Roh Tuhan, Roh
Kudus itu sebenarnya adalah pribadi yang berbeda dari-Nya. Malangnya,
sebagai orang Trinitarian, kita telah begitu terbiasa dengan pengajaran
seperti ini sehingga tidak lagi mampu melihat kekonyolannya
(absurdity). Kita meyakinkan diri sendiri bahwa kita tentu tidak sebodoh
itu. Masalahnya bukan kebodohan melainkan kebutaan—dan kita
mengira hanya orang Yahudi sajalah yang mengalami kebutaan (Ef 4:18;
Rm 11:25, khususnya berkenaan dengan Yesus sebagai Mesias)!
Oleh karena Alkitab itu nyata-nyata bersifat monoteistik—sehingga
sebuah uraian secara monoteistik atasnya tidak memerlukan
32
The Only True God
pembenaran apapun—maka berikut ini adalah suatu usaha untuk
mempelajari cara memahami Kitab Suci dengan semestinya—secara
monoteistik. Ini bukan tugas yang mudah untuk seorang yang telah
berkecimpung dalam trinitarianisme seperti diri saya. Akan tetapi, demi
menangkap kebenaran-Nya dan dengan anugerah Allah, hal ini harus
dilaksanakan. Sudah saatnya kita ―menyelidiki dan memeriksa hidup
kita, dan berpaling kepada TUHAN (Yahweh)‖ (Rat 3:40).
S
“Monoteisme” Trinitaris
atu-satunya jalan untuk ―monoteisme‖ trinitaris agar bisa
memenuhi syarat sebagai monoteisme adalah dengan mengubah
definisi kata ―monoteisme‖. Ini kurang lebih sama dengan
mengatakan kalau malaikat adalah manusia, dengan mengubah makna
kata ―manusia‖ sehingga juga mencakup malaikat. Ini ibarat mengubah
peraturan permainan dengan menaruh tiang-tiang gawangnya lebih jauh
sehingga kita bisa mencetak angka. Ini tidak bisa diterima oleh mereka,
seperti umat Yahudi (dan umat Muslim), yang tahu bahwa argumentasi
semacam ini adalah suatu penyangkalan akan monoteisme dari Firman
Allah, Kitab Suci, yang tidak mengenal kompromi, yang radikal.
Jadi, bagaimana mungkin trinitarianisme yang mengklaim bahwa
Allah itu bukan satu pribadi tetapi tiga pribadi yang sama-sama setara,
tetap mengklaim dirinya monoteistik? Jawaban sederhananya adalah
dengan mengubah makna kata ―monoteisme‖ sedemikian rupa sehingga
satu-satunya Allah itu tidak lagi dipahami sebagai satu Pribadi tetapi
sebagai satu ―zat/hakikat‖, zat/hakikat ketuhanan atau ―ke-allahan‖.
Kamus Encarta mendefinisikan ―ke-allahan‖ dengan ―keadaan sebagai
Allah atau ilah; kodrat atau esensi sebagai yang ilahi; juga disebut
‗kualitas ilahi‘‖. Setiap ilah dalam politeisme adalah ilah karena mereka
saling berbagi ―keadaan sebagai ilah‖, yakni, ―zat/hakikat‖ kualitas ilahi.
Jika tidak demikian, bagaimana lagi mereka bisa menjadi ilah? Begitu
juga, kita adalah manusia karena kita saling berbagi kualitas manusiawi;
kita berbagi ―zat/hakikat‖ kemanusiaan.
Jadi, apa yang telah diperbuat oleh trinitarianisme adalah
mengurangi arti kata ―Allah‖ dari sebuah rujukan kepada TUHAN Allah
dalam Alkitab menjadi suatu kelompok yang terdiri dari tiga tokoh yang
saling berbagi ―zat/hakikat‖ kualitas ilahi, agak seperti tiga orang
manusia yang saling berbagi ―zat/hakikat‖ manusiawi (―keberadaan
Pendahuluan
33
menjadi manusia‖, Encarta). Kata ―Allah‖ dikurangi artinya menjadi
suatu ―keberadaan diri‖, bukan suatu pribadi. Allah yang dinyatakan
dalam Alkitab telah dikurangi (de-personalized) menjadi ―zat/hakikat‖
ilahi agar bisa mencakup dua pribadi ilahi lainnya untuk saling berbagi
dalam ―satu zat/hakikat‖ itu. Satu zat/hakikat, atau satu kodrat inilah
yang dimaksud dengan ―monoteisme‖ trinitaris.
Entah sang Trinitarian menyadarinya atau tidak (dan besar
kemungkinannya tidak), ketika ia berdoa kepada ―Allah‖-nya ia tidak
berdoa kepada suatu pribadi khusus tetapi suatu ―keberadaan diri‖ yang
ia percayai terdiri dari tiga pribadi. Tidak heran kalau tidak banyak orang
yang berdoa kepada Bapa, dan kebanyakannya barangkali berdoa kepada
Yesus (seperti yang saya lakukan dahulu), dan banyak dari mereka yang
berdoa kepada Roh Kudus (seperti yang dilakukan oleh kaum
karismatik).
Lantas, dari mana datangnya konsep monoteisme yang telah
disimpangkan ini? Para Trinitarian sudah tentu mengklaim konsep itu
berasal dari Perjanjian Baru. Yohanes 1:1 adalah ayat tunggal terpenting
yang mereka gunakan untuk perkara mereka. Itu sebabnya kita akan
mengkaji ayat ini dengan sangat rinci 7 . Jika ayat ini tidak bisa
dipergunakan untuk mengesahkan trinitarianisme, maka perkara dengan
dogma ini akan runtuh. Ayat-ayat lain dalam PB yang diandalkan oleh
trinitarianisme juga akan kita selidiki. Ayat-ayat tersebut termasuk satu
bagian kecil dari Filipi 2, sebagian dari Kolose 1, beberapa ayat di Ibrani 1
dan dalam kitab Wahyu. Namun, penafsiran trinitaris atas nas-nas ini
bergantung erat pada penafsiran atas Yohanes 1:1, jadi sesudah makna
ayat ini menjadi jelas, makna dari nas-nas lainnya pun akan relatif lebih
mudah dimengerti.
Karya ini bertujuan jauh lebih penting daripada menggugurkan
dogma trinitaris. Pengguguran trinitarianisme itu akan membersihkan
jalan kepada pewartaan sebuah pewahyuan indah yang telah disamarkan
oleh doktrin trinitaris, yakni, satu-satunya Allah yang benar itu—yang
menyatakan Dirinya dengan Nama Yahweh (YHWH), ―Aku adalah Aku‖
(Kel 3:14), yang melalui nabi agung Yesaya menyatakan bahwa Ia akan
datang kepada umat-Nya (Yes 40), dan yang melalui nabi PL terakhir
Maleakhi, menyatakan bahwa Ia dengan tiba-tiba (tanpa terduga) akan
datang ke bait-Nya—Ia memang datang di dalam pribadi Yesus Kristus
7
Di Bab7-9 dalam Versi Lengkap
34
The Only True God
sebagaimana dinyatakan dalam seluruh kitab-kitab Injil. Penyataan yang
membuat kita tidak habis pikir inilah yang telah disamarkan oleh
trinitarianisme. Pribadi yang pertama (dan satu-satunya) itulah yang
telah datang ke dunia dalam Kristus, bukan ―pribadi kedua‖ sebagaimana
yang dibayangkan.
Mengapa orang Kristen percaya akan adanya Trinitas?
Seandainya dalam Alkitab terdapat satu ayat saja yang dengan gamblang
dan eksplisit menyatakan ―Yesus Kristus adalah Allah‖ maka semua
masalah ini jelas akan langsung terselesaikan, dan diskusi lebih lanjut
tidak lagi dibutuhkan. Namun, faktanya adalah: tidak ada pernyataan
yang demikian dalam Kitab-kitab Suci. Kalau begitu, kenapa kita tidak
tutup saja perkara tentang trinitarianisme ini oleh karena bukti yang
tidak memadai? Yah, hal tersebut tidak sesederhana itu; tradisi gerejawi
yang panjang dan rumit berperan di balik semua ini. Mengapa umat
Katolik Roma percaya pada Trinitas? Mereka mempercayainya karena
doktrin Tritunggal adalah doktrin resmi Gereja Katolik. Bagi umat
Katolik Roma gereja adalah suara Allah di muka bumi. Jika Anda
berharap untuk diselamatkan, Anda harus menelan mentah-mentah apa
yang diajarkan oleh gereja.
Bahwa pemimpin-pemimpin gereja Katolik adalah wakil-wakil Allah
di muka bumi, dan bahwa mereka berkuasa menjalankan apa yang
mereka anggap sebagai kehendak Allah dalam segala hal yang berkenaan
dengan iman dan prakteknya dalam gereja, sudah berlangsung lama
dalam tradisi dan sejarah gerejawi. Oleh sebab itu, sekelompok
pemimpin gereja (disebut ―uskup‖) berkumpul di Nikea pada th. 325 M
yang didanai oleh kaisar Roma Konstantinus (yang mengklaim sudah
menjadi seorang Kristen tetapi baru dibaptis menjelang detik-detik
wafatnya). Konstantinus memberikan kepada mereka tugas yang
mengandung signifikansi historis terbesar, yaitu membuat ketetapan atas
pandangan-pandangan tentang Yesus Kristus yang berbeda-beda dan
saling bertentangan itu serta menentukan bagaimana relasinya dengan
Allah, yang menjadi topik hangat dalam gereja saat itu dan mengancam
kesatuan dan ketentraman yang diharapkan oleh Konstantinus dalam
kekaisarannya.
Pendahuluan
35
Akhirnya para pemimpin gereja (yang sempat saling bersitegang) di
Nikea membuat ketetapan yang kita kenal sebagai Syahadat Nikea yang
mendeklarasikan bahwa ketuhanan (deity) Yesus wajib dipercayai oleh
umat Kristen. Atas dasar apa deklarasi ini dibuat? Inilah pertanyaan
penting yang perlu ditanyakan. Apakah didasari oleh Alkitab, atau paling
tidak oleh PB? Tidak, dalam syahadat ini tidak terdapat satu pun rujukan
kepada Alkitab. Jadi, berdasarkan wewenang dari siapa? Dari para
pemimpin gereja ini, yang menganggap diri mereka bertindak demi
Nama Allah untuk gereja-Nya.
Wewenang gereja semacam ini baru pertama kali ditantang
beberapa ratus tahun yang lalu (pada abad ke-16) oleh Martin Luther,
seorang Katolik Roma, dan juga seorang biarawan Agustinian. Betapa
lancangnya seorang biarawan rendahan bangkit melawan kekuatan
lembaga Katolik yang besar! Luther berani melakukan hal ini atas dasar
Perjanjian Baru yang telah ia pelajari dengan tekun. Ketika tengah
membaca surat-surat Paulus matanya menangkap kata-kata ―dibenarkan
oleh iman‖. Ia menyadari bahwa hal ini bertentangan dengan ajaran
gereja Katolik pada masa itu yang mengajarkan orang untuk mencari
―pahala‖ agar memperoleh pengampunan dosa. Berdasarkan kebenaran
ini, yaitu dibenarkan oleh iman, Luther mengambil pendirian yang
berani melawan seluruh kekuatan gereja; dan dari pendirian yang berani
ini lahirlah Reformasi.
Meskipun frase ―dibenarkan oleh iman‖ ini hanya muncul beberapa
kali dalam surat-surat Paulus (Rm 3:28; 5:1; Gal 2:16; 3:24), gagasan
yang dikemukakan oleh kata-kata itu mempunyai dasar yang lebih luas
dalam ajaran Paulus tentang keselamatan, dan juga dalam ajaran
Perjanjian Baru. Kepentingan yang amat besar dari pendirian Luther
yang berani ini adalah bahwa sejak saat itu ajaran-ajaran gereja bisa
ditantang berdasarkan Kitab Suci, yaitu firman Allah. Gereja dan para
pemimpinnya tidak lagi bisa menyombongkan diri dengan wewenang
mengajarkan segala hal yang berkenaan dengan iman dan prakteknya
tanpa perlu mempertanggung-jawabkannya pada firman Allah.
Sayangnya, situasi di dalam Gereja Katolik sampai saat ini tetap belum
berubah, karena wewenang gereja (yaitu para pemimpin dan tradisinya)
masih lebih diutamakan daripada Kitab Suci.
Seluruh perhatian Luther telah tersita dengan perkara ―dibenarkan
oleh iman‖. Mengingat komitmennya kepada Kitab Suci sebagai
wewenang tertinggi untuk gereja, kita hanya bisa bertanya-tanya apa
36
The Only True God
yang kira-kira muncul dalam benaknya atas pertanyaan yang mengawali
bagian ini: ―Mengapa orang Kristen mempercayai akan adanya Trinitas‖
bila di mana-mana dalam Kitab Suci tidak ditemukan frase ―Yesus adalah
Allah‖?
Dengan ketidakhadiran pernyataan-pernyataan eksplisit tentang
Yesus sebagai Allah, gereja hanya dapat mengggunakan ayat-ayat yang
tampaknya
menyiratkan
keilahian
(divinity)
Yesus
untuk
memperdebatkan doktrin Tritunggal ini. Di atas dasar yang rapuh inilah
doktrin tersebut didirikan, dan ayat-ayat inilah yang perlu kita selidiki
selanjutnya. Lagipula, apa yang biasanya tidak diketahui oleh rata-rata
orang Kristen adalah bahwa tidak ada kekompakan di antara para pakar
mengenai makna dari banyak ayat kunci yang dipergunakan oleh
trinitarianisme. Bahasan-bahasan intelektual ini sering ditemukan dalam
buku-buku pintar dan artikel-artikel yang pada umumnya tidak
terjangkau dan/atau sebagian besarnya tidak dipahami oleh orang awam.
Kebanyakan orang Kristen menganggap bila perkara trinitarianisme ini
sudah ―lumrah‖, sudah dituntaskan sejak dahulu kala. Dengan demikian,
mereka akan terkejut bila membaca pernyataan berikut dalam GreekEnglish Lexicon oleh Thayer: ―Entah Kristus disebut Allah harus
ditentukan dari Yoh 1:1; 20:28; 1Yoh 5:20; Rm 9:5; Tit 2:13; Ibr 1:8 dyb.,
dst.; masalah ini masih diperdebatkan di antara para teolog.‖ (GreekEnglish Lexicon).
Namun, jika frase ―dibenarkan oleh iman‖ ini tertera secara eksplisit
dalam surat Roma dan Galatia sebagaimana dilihat oleh Luther, maka
pernyataan ―TUHAN itu esa‖ tentunya tidak kurang eksplisitnya, dan
frase itu bergema di seluruh Perjanjian Lama dan Baru. Yesus
menyebutnya perintah yang ―terutama‖ atau ―yang paling penting‖ (Mrk
12:29).
S
Kesimpulannya: Perbedaan dasariah antara
trinitarianisme dan monoteisme
ambil kita melanjutkan kajian Kitab Suci dalam buku ini, penting
sekali untuk dipahami dengan baik bahwa apa yang sedang kita
lakukan di sini bukan semata-mata suatu kajian tentang
penafsiran-penafsiran yang berbeda-beda melainkan tentang perbedaan
dasariah dalam cara-cara pemikiran di tingkat rohaniah, perbedaan
sudut pandang yang total dalam melihat Kitab Suci, dan sesungguhnya,
Pendahuluan
37
dalam melihat segala sesuatu. Kita bisa memandang segalanya secara
monoteistik, yakni dari kebenaran bahwa segala sesuatu berasal dari
satu-satunya Allah yang benar dan kembali kepada-Nya sedemikian rupa
di mana Ia menjadi titik pusat dan lingkar dari segalanya yang ada—
sehingga Ia menjadi titik fokus kehidupan kita; atau, kita memandang
segalanya secara politeistik, yakni, dari sudut pandang bahwa ada lebih
dari satu Allah atau lebih dari satu pribadi sebagai Allah—maka,
pertanyaannya sekarang: yang mana dari semuanya itu adalah fokus
kita? Oleh karena kita tidak bisa berpegang baik kepada lebih dari satu
titik fokus, maka tidak peduli titik fokus mana yang kita pilih, titik fokus
itu tidak akan bisa menjadi satu-satunya yang kita pilih, jadi tidak
pernah bisa sesuai dengan monoteisme Alkitabiah.
Trinitarianisme menyatakan tentang tiga pribadi yang tiga-tiganya
sama-sama Allah, kemudian mengklaim tempat dalam monoteisme
dengan mengubah definisi Allah menjadi ―kodrat ilahi‖, ―zat/hakikat‖
atau ―Ke-Allahan‖ di mana ketiga pribadi itu saling berbagi, yang artinya
tentu saja bahwa ―Ke-Allahan‖ ini sama sekali tidak identik dengan satusatunya Allah yang personal dalam Alkitab. Di mana ada kepercayaan
kepada lebih dari satu pribadi sebagai Allah, itulah politeisme menurut
definisinya. Hal yang perlu kita sadari adalah bahwa pada hakikatnya
trinitarianisme adalah iman yang berbeda dari monoteisme Alkitabiah.
Jadi di sini kita bukan tengah berurusan dengan masalah penafsiran
Alkitabiah yang relatif lebih sederhana, tetapi dengan masalah iman
Alkitabiah yang jauh lebih dalam. Dengan kata lain, yang menjadi
taruhan di sini adalah iman yang sejati atau palsu, bukan semata-mata
penafsiran yang benar atau salah. Iman sejati atau palsu, menurut Kitab
Suci, adalah perkara hidup atau mati.
Jika pengalaman umat Israel digunakan sebagai peringatan, maka
transisi dari politeisme dan penyembahan berhala ke monoteisme
bukanlah suatu hal yang mudah. Ini jelas melibatkan apa yang oleh Rasul
Paulus disebut ―pembaruan pikiran‖ (Rm 12:1,2). Hal ini tidak tercapai
semata-mata dengan mengubah cara berpikir kita di tingkat rasional
atau intelektual. Kalau ingin berdampak, harus terjadi perubahan di
tingkat rohaniah, dan ini hanya bisa dilakukan oleh pekerjaan Allah
sendiri di dalam diri kita.
Dari pengalaman kita tahu betapa sulitnya mengubah suatu
kebiasaan. Sebagai orang Trinitarian kita telah dilatih untuk memahami
nas apapun dalam Alkitab dari sudut pandang trinitaris, yang kerapkali
38
The Only True God
merupakan satu-satunya sudut pandang yang kita ketahui. Kita terbiasa
melihat setiap ayat dari sudut pandang penafsiran trinitaris. Sekalipun
pada akhirnya kita melihat bahwa penafsiran yang berbeda itu yang lebih
tepat, hal itu sendiri tidak menyelesaikan persoalan yang lebih
mendalam akan macam iman yang diungkapkan oleh penafsiran
tersebut. Jadi, sekali lagi, persoalannya bukan semata-mata penafsiran
mana yang benar, tetapi yang terutamanya, iman mana yang sejati.
Dalam bab-bab selanjutnya penafsiran trinitaris atas teks-teks itu
akan diambil dari karya-karya referensi trinitaris yang berwenang. Jelas
terlihat berkali-kali bahwa penafsiran atas teks-teks itu mau tidak mau
dikendalikan oleh iman kepercayaan dari para penulisnya. Dengan kata
lain, bukan Kitab Suci yang mengendalikan kepercayaan atau dogma,
tetapi dogmalah yang mengendalikan penafsirannya. Hal ini biasanya
dilakukan hampir tanpa disadari (sebagaimana saya ketahui dari
pengalaman) oleh karena kepercayaan bahwa hal itu harus dipahami
secara demikian, yakni, kita percaya bila ini adalah satu-satunya cara
yang benar untuk memahaminya. Tentu saja tidak ada niat sama sekali
untuk menyesatkan diri sendiri ataupun orang lain; iman kitalah yang
menetapkan cara pemahaman kita. Oleh sebab itu, sebagaimana telah
kita lihat, pada dasarnya ini adalah persoalan iman.
Bab 1
Monoteisme yang
Eksplisit dari Yesus Kristus
dan Rasul-rasulnya
“Syema” dalam ajaran Yesus—Markus 12:29
Jawab Yesus: ―Perintah yang terutama ialah: Dengarlah, hai
orang Israel, Tuhanlah Allah kita, Tuhan itu esa.‖ (Mrk 12:29)
D
i sini Yesus mengutip Syema dari Ulangan 6:4, yang didaraskan
oleh umat Yahudi setiap hari. Akan tetapi, bagaimanakah katakata ―Tuhan itu esa‖ seharusnya dimengerti?
Saya akan mengutip diskusi dari karya referensi Theological
Wordbook of the Old Testament (TWOT) dengan entri
(‘ehad,
satu):
dx;a,
―Sebagian pakar merasa bahwa, meskipun kata ‗satu‘ berbentuk
tunggal (bentuk jamak, ’ahadim, mis. Kel 12:49; bdk. Bil 15:16),
penggunaan kata itu memperbolehkan adanya doktrin
Tritunggal. Sementara doktrin ini benar dipertandakan dalam
PL, ayat itu berpusat kepada kenyataan adanya satu Allah dan
bahwa Israel berhutang-budi kesetiaan eksklusifnya kepada Dia
(Ul 5:9; Ul 6:5). PB pun bersifat monoteistik keras sedangkan
pada saat yang sama mengajarkan keragaman di dalam kesatuan
(Yak 2:19; 1Kor 8:5-6).
―Berbagai kesulitan leksikal dan sintaktis atas Ulangan 6:4
terlihat dari banyaknya terjemahan yang diajukan untuk ayat
tersebut dalam terjemahan Inggris NIV. Pilihan ‗TUHAN adalah
Allah kita, TUHAN sendiri‘ menguntungkan baik dari segi
40
The Only True God
konteks luas kitab itu maupun konteks langsungnya. Ulangan
6:4 berperan sebagai kata pembukaan untuk menyemangati
bangsa Israel agar mematuhi perintah ―kasihilah (Tuhan)‖
(ay.5). Anggapan bahwa Tuhan adalah satu-satunya Allah Israel
cocok sekali dengan perintah itu (bdk. Kid 6:8 dyb.). Lagipula,
kedua anggapan ini, yakni, hubungan yang unik antara Tuhan
dengan bangsa Israel, dan kewajiban Israel untuk mengasihi Dia,
adalah keprihatinan sentral dari amanat-amanat Musa dalam
kitab itu (bdk. Ul 5:9 dyb.; Ul 7:9; Ul 10:14 dyb., 20 dyb., Ul 13:6;
Ul 30:20; Ul 32:12). Akhirnya, Zakharia mempergunakan teks
tersebut dengan arti di bawah ini, dan menerapkannya secara
universal sehubungan dengan eskaton [Zaman Akhir]: ―Maka
TUHAN akan menjadi Raja atas seluruh bumi; pada waktu itu
TUHAN adalah satu-satunya dan nama-Nya satu-satunya‘ (Za
14:9).‖
Dalam paragraf pertama dari TWOT yang dikutip di atas, ―sebagian
pakar‖ (tidak semuanya, atau mungkin malah tidak banyak) ―merasa‖
(apakah kealiman itu soal perasaan?) bahwa kata ―satu‖ dalam bentuk
tunggal ―memperbolehkan adanya doktrin Tritunggal berdasarkan
keragaman di dalam kesatuan‖. Persoalannya, PL sama sekali tidak
menyebutkan adanya keragaman apapun di dalam Yahweh. Jadi, atas
dasar apakah persisnya perasaan dari ―sebagian pakar‖ itu?
TWOT selanjutnya membuat pernyataan ―doktrin ini (yaitu, doktrin
Tritunggal) benar dipertandakan dalam PL‖, tetapi tak satu ayat pun
diberikan sebagai bukti atas pernyataan tersebut. Faktanya, jangankan
mempertandakan trinitarianisme dalam PL, menemukan bayangbayangnya saja pun sulitnya setengah mati! Saya sendiri sudah berupaya
menemukan bayang-bayang tersebut! Para Trinitarian telah mencobanya
dengan menunjuk kepada istilah-istilah seperti Syekinah, memra, dst.
yang seringkali muncul dalam sastra Yahudi, tetapi mengabaikan fakta
bahwa istilah-istilah itu bukanlah hypostasis-hypostasis atau pribadipribadi dalam sastra tersebut; dengan demikian semuanya ini hanyalah
soal memasukkan trinitarianisme ke dalam gagasan-gagasan dan namanama itu.
Eisegesis trinitaris jugalah yang harus dipergunakan jika kita ingin
menemukan ―keragaman di dalam kesatuan‖ (yaitu keserbaragaman
pribadi-pribadi di dalam satu Allah) dalam Yakobus 2:19 dan 1 Korintus
8:5-6 (yang dikutip oleh TWOT dalam paragraf pertama), dan di saat
yang sama bahkan mengakui ―PB pun bersifat monoteistik keras‖.
Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus
41
Tidaklah mengherankan bila TWOT tidak berusaha menerangkan
bagaimana PB bisa dibilang bersifat monoteistik ―keras‖ jikalau
mengajarkan keserbaragaman akan pribadi-pribadi di dalam Ke-Allahan.
TWOT menyadari bahwa sebagian besar para pembacanya adalah orang
Trinitarian yang toh tidak akan meminta keterangan!
Bahwa Yakobus 2:19 (―Engkau percaya, bahwa hanya ada satu Allah
saja‖), yang jelas-jelas sekali menunjuk kepada Ulangan 6:4, justru bisa
digunakan sebagai bukti untuk ―keragaman di dalam kesatuan‖ dalam
membahas Ulangan 6:4 agak sulit dipahami. Untuk berharap bahwa
―satu‖ bukan berarti ―satu‖ secara harfiah, melainkan sesuatu yang
menyerupai ―kesatuan‖, yang didalamnya bisa terdapat keragaman atau
keserbaragaman pribadi-pribadi, sungguh-sungguh adalah harapan yang
sia-sia. Lagipula, persoalannya dengan trinitarianisme adalah bahwa kita
akan sulit menemukan bahkan satu pertanda dalam PL atas
keserbaragaman pribadi-pribadi di dalam Yahweh Sendiri, karena
Ulangan 6:4 berbicara tentang Yahweh (―TUHAN‖ dengan huruf
kapital); dan jika tidak terdapat keserbaragaman seperti itu, maka tidak
ada gunanya berbicara tentang ―kesatuan‖.
TWOT juga mengutip 1 Korintus 8:6 (‗namun bagi kita hanya ada
satu Allah saja, yaitu Bapa‘) yang, sama seperti Yakobus 2:19,
menggemakan Ulangan 6:4, dan oleh sebab itu, tidak bisa dikutip secara
sah sebagai bukti untuk mendukung apa yang disebut ―mengajarkan
keragaman di dalam kesatuan‖, atau akan menjadi debat kusir.
Di sisi lain, TWOT tidak memberi tahu pembacanya bahwa pesan
dari Ulangan 6:4 juga digemakan dalam ayat-ayat PB lainnya, misalnya,
Galatia 3:20 (‗sedangkan Allah adalah satu‘), Roma 3:30 (‗Allah memang
satu‘), dan 1 Timotius 2:5 (‗karena Allah itu esa‘). Ayat-ayat tersebut
menegaskan pernyataan yang diakui TWOT bahwa PB itu bersifat
―monoteistik keras‖.
Untuk bersikap adil kepada TWOT, setelah menyatakan bahwa
doktrin Tritunggal dipertandakan dalam PL, TWOT mengenyampingkan
doktrin itu dengan kata ―sedangkan‖, yang menunjukkan bahwa doktrin
itu tidak ada keterkaitannya dengan arti dalam Ulangan 6:4, malah
menyatakan bahwa ―ayat itu berpusat kepada kenyataan bahwa adanya
satu Allah‖. Pernyataan ini selanjutnya dikembangkan dalam paragraf
TWOT berikutnya yang memilih terjemahan untuk Ulangan 6:4 yang
berbunyi, ―TUHAN itu Allah kita, TUHAN sendiri‖. Yaitu, ungkapan
―TUHAN itu esa‖ dimengerti sebagai ―TUHAN sendiri‖.
42
The Only True God
―TUHAN sendiri‖ tentunya adalah terjemahan yang tepat karena
―TUHAN itu esa‖ sudah pasti tidak mungkin berarti ―satu dari sekian
banyak‖, ataupun suatu kesatuan dari keserbaragaman pribadi-pribadi.
―TUHAN sendiri‖ cocok sekali dengan konteks ayat ini yang intinya
adalah bahwa Yahweh, TUHAN, adalah satu-satunya Pribadi yang
kepada-Nya ―Israel berhutang-budi kesetiaan eksklusifnya‖ (TWOT).
―Anggapan bahwa Tuhan adalah satu-satunya Allah Israel cocok sekali
dengan perintah itu‖ (TWOT paragraf ke-2).
TWOT layak dipuji karena dalam kesempatan ini, alih-alih
kecondongannya pada pemahaman trinitaris, TWOT mencari eksegesis
yang setia kepada konteks Ulangan 6:4.
Namun, kekeliruan dasariah yang melekat pada seluruh diskusi
yang ada dalam TWOT, dan dalam diskusi atas Syema‘ oleh para
Trinitarian pada umumnya, adalah kegagalan dalam memandang apa
yang sebenarnya dinyatakan oleh Ulangan 6:4: ―TUHAN Allah
kita, TUHAN itu esa‖. Keprihatinan trinitarisnya adalah apakah Allah
dapat dimengerti sebagai ―satu/esa‖ dalam arti kesatuan yang multipribadi. Akan tetapi, kata “esa” dalam Syema menerangkan kata
“Yahweh” (TUHAN), bukan kata “Allah”. Apakah trinitarianisme
ingin memperdebatkan Yahweh sebagai Jatidiri yang terdiri atas tigapribadi? Kalau begitu, maka Yahweh itu bukan hanya Bapa saja, tetapi
juga tiga-tiganya di dalam Allah Tritunggal! Dengan demikian, ketiga
pribadi itu semuanya adalah penjelmaan dari satu Yahweh (yang dalam
teologi disebut ―Modalisme‖ atau ―Sabelianisme‖). Atau, apakah para
Trinitarian ingin tetap bersikeras bahwa Yahweh dalam Alkitab Ibrani
adalah Jatidiri yang multi-pribadi, suatu pernyataan yang bertentangan
dengan Alkitab sendiri? Jika tidak, lalu apa maksud seluruh diskusi
panjang lebar tentang ―kesatuan‖ dan ―keragaman‖ sehubungan dengan
yang ―esa‖ dalam Ulangan 6:4?
Argumen palsu tentang makna "Esa" sebagai
"kesatuan" dibanding "ketunggalan"
D
iskusi di atas merupakan argumen yang sering dipergunakan di
kalangan Trinitarian, dan yang saya pergunakan juga di masa
lalu, setelah menerimanya tanpa memeriksanya dengan teliti.
Argumen ini terdengar mengesankan bagi orang Kristen rata-rata karena
ini berdasarkan makna yang kononnya dari kata Ibrani untuk ―satu‖
Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus
43
dx;a,
(
, ‘ehad) yang membuatnya kedengaran sarjanawi, dan karena
orang Kristen rata-rata tidak mengenal bahasa Ibrani, mereka tidak
dapat mengecek keabsahannya. Sebagaimana telah kita lihat di atas,
TWOT menyiratkan
bahwa pengartian tentang ―satu‖ ini
―memperbolehkan‖ gagasan ―keragaman di dalam kesatuan‖ yang
bersifat trinitaris; tetapi TWOT tidak memberikan bukti leksikal apapun
atas pernyataan ini.
Oleh karena pentingnya argumen tersebut bagi banyak orang
Trinitarian, di sini saya akan melukiskan fitur-fitur yang menonjol dari
argumen ini. Intisarinya adalah sebagai berikut:
Dalam penggunaan bahasa Ibraninya kata ‘ehad menyiratkan
kesatuan, bukan penunggalan (singularity), karena ―esa/satu‖
mengandung lebih dari satu unsur, misalnya, ―Jadilah petang
dan jadilah pagi, satu hari‖ (Kej 1:5). Ayat yang penting untuk
argumen ini terutamanya adalah Kejadian 2:24 di mana Adam
dan Hawa bersama-sama membentuk ―satu daging‖ (tetapi bdk.
1 Korintius 6:16,17 yang diterapkan kepada kesatuan rohaniah
antara orang beriman dengan Tuhan). Kemah itu dibuat menjadi
sebuah struktur yang dipersatukan oleh sejumlah pengait:
Keluaran 36:18, ―Dibuat oranglah lima puluh kaitan tembaga
untuk menyambung tenda-tenda kemah itu, sehingga menjadi
satu.‖ (harfiah ―menjadi satu‖). Contoh lainnya dapat ditemukan
dalam nubuat Yehezkiel tentang penyatuan kerajaan utara dan
selatan menjadi satu (Yeh 37:15-22). Jadi, kesimpulannya adalah
bahwa mengatakan tentang Allah sebagai ―satu‖ menyiratkan Ia
adalah suatu kesatuan dari lebih daripada satu pribadi, dan
bahwa Yesus Kristus, ―Allah-Anak‖, tercakup dalam kesatuan itu,
menurut penafsiran trinitaris atas PB.
Pada hakikatnya, itu adalah argumen untuk Trinitas dari kata 'ehad.
Kelihatannya cukup mengesankan—sampai kita memeriksa rincian
leksikalnya. Kata Ibrani untuk ―satu‖ (atau prefiks ―se-‖ dalam bahasa
Indonesia) ini dipakai 971 kali dalam Alkitab Ibrani, jadi ada banyak
bahan yang tersedia untuk menilai argumen trinitarisnya. Bila kita
melakukan ini maka dalam waktu singkat kita akan menemukan bahwa
semua argumen tadi sepenuhnya semu; satu lagi kasus pembelaan
palsu—mengumpulkan bukti yang mendukung argumen sendiri dan
mengabaikan bukti kuat yang bertentangan dengannya. Kita tidak perlu
melihat setiap pemunculan dari 971 pemunculan itu karena dengan
44
The Only True God
memeriksa beberapa saja dari pemunculan tadi akan terbukti dengan
cepat bahwa kata 'ehad dengan pasti digunakan dalam arti
―ketunggalan‖. Satu cara yang cepat untuk melihat sendiri fakta ini
adalah dengan mencari kata ―satu‖ (atau ―se-‖) dan kemudian melihat
kata dalam bahasa Ibraninya yang diterjemahkan sebagai ―satu‖. Dalam
banyak kesempatan akan terlihat bahwa kata 'ehad-lah yang
diterjemahkan sebagai ―satu‖, tanpa menyiratkan gagasan adanya
kesatuan. Berikut ini adalah beberapa contoh:
Keluaran 10:19, ―tidak ada satu belalangpun yang tinggal di
seluruh daerah Mesir.‖ Atau ―Seekor pun tak ada yang tertinggal
di seluruh tanah Mesir‖ (BIS)
Keluaran 25:36, ―semuanya itu haruslah dibuat dari sepotong
emas tempaan yang murni‖; atau, ―cabang-cabangnya harus
dibuat dari satu potong emas tempaan murni‖ (BIS)
Ulangan 19:15, ―Satu orang saksi saja tidak dapat menggugat‖
atau ―Seorang saksi saja tidak cukup untuk menyatakan seorang
tertuduh bersalah‖ (BIS).
1Samuel 26:20, ―raja Israel keluar untuk mencabut nyawaku,
seperti orang memburu seekor ayam hutan‖; atau, ―raja Israel
datang untuk membunuh seekor kutu‖ (BIS).
Tidak satu pun dari contoh-contoh di atas memunculkan gagasan
kesatuan dalam kata ‘ehad; melainkan, suatu penunggalan yang
sederhanalah yang diungkapkan. Ada banyak contoh-contoh lain dari
kata ‘ehad, misalnya, Kej 27:38; 40:5; Kel 14:28; Yos 23:10; Hak 13:2;
Yes 34:16, dsb. Apa yang muncul dari kajian leksikal ini adalah bahwa
kata ‘ehad dipakai sebagai rujukan kepada struktur gabungan
(contohnya kemah suci) dan juga kepada penunggalan sederhana
(contohnya satu saksi atau seorang saksi). Gagasan “kesatuan” ini tidak
melekat pada kata itu sendiri tetapi ditentukan oleh konteksnya. Jadi,
pemeriksaan atas pemakaiannya dalam bahasa Ibrani menunjukkan
bahwa kata ―‘ehad‖ tidak berbeda dari pemakaiannya dalam bahasa
Indonesia (atau berbagai bahasa lainnya). Dengan demikian, ―satu‖
dalam bahasa Indonesia bisa dipakai dalam pengertian secara kolektif
seperti dalam ―satu keluarga‖, atau sebagai ketunggalan sederhana
seperti dalam ―satu individu‖. Baik dalam bahasa Ibrani, bahasa Inggris
Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus
45
maupun bahasa Indonesia, ciri keserbaragaman atau pun ketunggalan
ini tidak melekat pada kata ―satu‖; itu semua ditentukan dari konteks
atau cara pemakaian kata ―satu‖.
Lagipula, sementara kata ―satu‖ dapat dipakai dalam arti kolektif
seperti ―satu keluarga‖ atau ―satu perusahaan‖, hal itu sendiri tidak
menyiratkan kesatuan dalam keluarga atau perusahaan itu. Sebuah
keluarga bisa mengalami ketidak-harmonisan, dan sebuah perusahaan
malah dapat hancur karena perpecahan; jadi, istilah kolektif seperti ―satu
keluarga‖ atau ―satu perusahaan‖ dengan sendirinya tidak membuktikan
adanya kesatuan. Jika kata ‘ehad tidak membuktikan kesatuan bahkan
ketika dipakai sebagai istilah kolektif, maka ini semakin memperjelas
bahwa gagasan kesatuan tidak melekat pada kata ‘ehad itu ketika dipakai
sendirian (seperti dalam Ul 6:4), tetapi harus diberikan oleh kata-kata
lain baik secara eksplisit ataupun implisit. Misalnya, dalam kalimat
―mereka disatukan sebagai satu orang‖, kesatuan dibuat eksplisit dengan
kata ―disatukan‖, bukan dengan kata ―satu‖, yang di sini mengungkapkan
ketunggalan. Gagasan yang sama untuk kesatuan dapat diungkapkan
secara implisit dengan mengatakan ―semua rakyat bangun sebagai satu
orang‖ (Hak 20:8 ESV), di mana gagasan kesatuan diungkapkan dengan
keserbaragaman dari ―semua rakyat‖ yang bergabung bersama dalam
ketunggal-pikiran dari ―satu orang‖. Dalam kedua kesempatan di atas
kata ―satu‖ mengungkapkan ketunggalan, sedangkan gagasan
kesatuannya harus diperoleh dari kalimatnya secara keseluruhan.
Sekarang jelaslah bahwa memperdebatkan adanya semacam gagasan
istimewa tentang kesatuan yang melekat dalam kata Ibrani ‘ehad itu
sama sekali tidak sah.
Oleh karena itu, adalah sama sekali keliru untuk membangun
teologi berdasarkan penafsiran yang salah akan kata ‘ehad yang diartikan
sebagai kesatuan. Memperdebatkan ―Ke-Allahan‖ sebagai suatu kesatuan
entitas (terdiri atas lebih dari satu pribadi) berdasarkan ciri leksikal
'ehad adalah argumen yang palsu. Sayangnya, trinitarianisme didirikan
di atas argumen yang palsu seperti ini. Dalam Ulangan 6:4 Yahweh
dideklarasikan sebagai ‘ehad, dan baik konteks langsung maupun
konteks umum PL dua-duanya tanpa ragu menunjukkan bahwa Yahweh
adalah ―satu‖ dalam arti tunggal sebagai satu-satunya Allah. Di dalam PL
orang sulit menemukan bahkan bayangan dari individu ilahi lainnya
yang dikatakan eksis dalam ―hakikat‖ dari satu-satunya Allah—yang
tentu saja merupakan hal yang bertentangan: Jika ada pribadi lain dalam
46
The Only True God
―hakikat‖-Nya, maka Ia bukan satu-satunya Allah. Di sini kita melihat
kemustahilan dari usaha memeras keluar trinitarianisme dari
monoteisme sejati.
Ulangan 6:5 meniadakan apa saja selain monoteisme
Bahwa Yahweh saja adalah satu-satunya Allah telah ditegaskan tanpa
keraguan dalam Ulangan 6:4. Namun, apa yang biasanya terlewatkan,
terutamanya oleh para Trinitarian, adalah bahwa perintah yang
dikeluarkan segera sesudah penegasan itu semakin memperkuat
penegasan tersebut sedemikian rupa sehingga meniadakan pilihanpilihan lain selain monoteisme Alkitabiah yang ―radikal‖ yang ditegaskan
tanpa kompromi.
Ulangan 6:5, ―Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap
hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap
kekuatanmu.‖
Kata ―segenap‖ yang diulang tiga kali ini, yang meliputi diri manusia
secara keseluruhan, tidak lagi menyisakan apa-apa untuk mengasihi ilah
yang lain. Perintah ini tidak memungkinkan trinitarianisme untuk
berfungsi, karena seberapa pun besarnya usaha dan upaya kita, kita tidak
akan mungkin bisa mengasihi tiga pribadi yang terpisah dan berbeda
dengan ―segenap‖ kita secara serentak. Kita memang bisa mengasihi
banyak orang, namun tidak dalam cara yang dituntut di sini. Itu
sebabnya kenapa kebanyakan orang Trinitarian yang paling bersungguhsungguh (seperti saya dahulu) pada akhirnya mengasihi Yesus secara
intens dan terpusat, menjadikan dia sasaran sentral dari pengabdian dan
doa kita. Dalam prakteknya, adalah mustahil untuk mempersembahkan
pengabdian yang sama besarnya kepada Bapa dan kepada Roh.
Dengan demikian, tanpa disadari kita telah hidup dalam
ketidaktaatan langsung kepada perintah sentral dari pengajaran Kitab
Suci ini, karena Yesus Mesias bukanlah ―Yahweh Allahmu‖, yang
seharusnya menjadi sasaran pengabdian kita satu-satunya dan
sepenuhnya. Saya tidak tahu akan adanya gereja atau pakar yang
menegaskan, atau mau menegaskan bahwa Yesus adalah Yahweh.
Yang pentingnya, ketiga Injil Sinoptik semuanya mencatat bahwa
Yesus sendiri mengajarkan Ulangan 6:5 sebagai perintah agung dan
Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus
47
sentral dari ―Hukum Taurat dan Para Nabi‖: Matius 22:37; Markus
12:30; Lukas 10:27. Namun, bukannya mengasihi ―Yahweh Allahmu‖,
kita memilih untuk mengasihi Yesus sebagai sasaran sentral pengabdian
kita, tanpa mempedulikan pengajarannya. Tidakkah ini membuat kita
harus merenungkan kembali kata-katanya, ―Mengapa kamu berseru
kepada-Ku: Tu[h]an, Tu[h]an, padahal kamu tidak melakukan apa yang
Aku katakan?‖ (Luk 6: 46)
K
Syema
ita telah melihat bahwa Yesus sepenuhnya mengesahkan Syema.
Yang menarik adalah bagaimana ahli taurat yang bercakapcakap dengan Yesus memahami apa yang dikatakan Yesus,
―Tepat sekali, Guru, benar kata-Mu itu, bahwa Dia esa, dan bahwa tidak
ada yang lain kecuali Dia.‖ (Mrk 12:32) Perhatikan bahwa: ―Dia esa‖
disamakan dengan ―tidak ada yang lain kecuali Dia‖; pernyataan yang
satu menjelaskan pernyataan yang satunya lagi. Yesus sama sekali tidak
membantah interpretasi ahli taurat itu atas apa yang dikatakannya.
Sebaliknya, ia memuji ahli taurat tersebut, ―Engkau tidak jauh dari
kerajaan Allah!‖ (ay.34). Mengapa ahli taurat itu masih belum berada di
dalam kerajaan? Karena ia masih belum percaya bahwa Yesus adalah
sang Mesias, tanpa iman ini ia tidak bisa diselamatkan (Yoh 20:31).
Kata-kata ahli taurat dalam Markus 12:32 menggemakan Ulangan
4:35: ―TUHANlah (Yahweh) Allah; tidak ada yang lain kecuali Dia‖.
Bandingkan:
Yesaya 45:5, ―Akulah Yahweh, dan tidak ada yang lain; tidak
ada Allah selain Aku.‖ (KSKK)
Yesaya 45:14, ―tidak ada yang lain; di samping Dia tidak ada
Allah!
Yesaya 45:18, ―Akulah Yahweh, dan tidak ada yang lain.‖
(KSKK)
Yesaya 45:21b,22, ―Siapa yang mengumumkan ini sejak mula,
siapa yang menubuatkannya sejak dahulu kala? Bukankah Aku
Yahweh? Tidak ada Allah selain Aku, Penyelamat, Allah yang
adil – tidak ada yang lain kecuali Aku. Berpalinglah kepada-Ku
48
The Only True God
maka kamu akan diselamatkan, kamu semua dari ujung-ujung
bumi, sebab Akulah Allah, dan tidak ada yang lain.‖ (KSKK)
Yesaya 46:9, ―Ingatlah hal-hal yang dahulu dari sejak
purbakala, bahwasanya Akulah Allah dan tidak ada yang lain,
Akulah Allah, dan tidak ada yang seperti Aku‖.
Yesaya 46:5, ―Kepada siapakah kamu hendak menyamakan
Aku, hendak membandingkan dan mengumpamakan Aku,
sehingga kami sama?‖
Yesaya 40:25, ―Dengan siapa hendak kamu samakan Aku,
seakan-akan Aku seperti dia? firman Yang Mahakudus.‖
Keluaran 8:10, ―tidak ada yang seperti TUHAN (Yahweh),
Allah kami.‖
Keluaran 9:14, ―bahwa tidak ada yang seperti Aku di seluruh
bumi.‖
1 Samuel 2:2, ―Tidak ada yang kudus seperti Yahweh; karena
tidak ada yang lain kecuali Engkau.‖ (ILT)
Yeremia 10:6, ―Sebab tidak ada yang seperti Engkau, ya
Yahweh, Engkau besar, dan Nama-Mu agung dalam
keperkasaan.‖ (ILT)
Daftar referensi yang panjang ini (meskipun tidak lengkap) tanpa
ragu meneguhkan dua hal: (1) Yahweh adalah satu-satunya Allah yang
benar; tidak ada Allah selain Dia; (2) Ia tidak ada bandingannya dan
tidak ada yang menyamai. Bandingkan kedua peneguhan ini dengan
deklarasi trinitaris bahwa ada dua pribadi ilahi lain selain Yahweh, dan
keduanya setara dengan-Nya. Lancang benar, orang-orang politeis
Trinitarian dari gereja non-Yahudi!
Tentu saja, penegasan-penegasan keras dalam Alkitab Ibrani ini
awalnya ditujukan kepada penyembahan berhala yang menjamur di
Israel, yang pada akhirnya membawa mereka kepada pemusnahan
sebagai suatu bangsa pada masa Pembuangan. Akan tetapi, gereja nonYahudi jelas-jelas tidak belajar apa-apa dari bencana yang menimpa
Israel itu. Namun, gereja non-Yahudi tidak bisa berdalih mengingat
banyaknya pernyataan-pernyataan monoteistik dalam PB, termasuk
Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus
49
pengajaran eksplisit dari Yesus sendiri (mis. Mrk 12:29 dyb.; Yoh 5:44;
17:3).
Sekali gereja non-Yahudi beranjak dari unsur sentral iman
Alkitabiah ini—yakni monoteisme Alkitab Ibrani—dengan secara resmi
memasang Allah yang multi-personal dalam Syahadat Nikea pada th. 325
M, di mana ―Allah‖ bukan lagi Pribadi tetapi sekarang menjadi
―hakikat‖—suatu pelukisan Allah yang sama sekali asing untuk Alkitab—
dengan cara demikian gereja itu telah menyangkal Syema‘, yakni, ―bahwa
Dia esa, dan tidak ada yang lain kecuali Dia‖. Dengan demikian, mereka
pun telah menyangkal ajaran Yesus. Apakah mereka yang menyangkal
ajaran tuan mereka itu betul-betul murid-muridnya? Oleh sebab itu,
barangkali tidak mengejutkan sama sekali bila dewasa ini tidak banyak
orang Kristen yang menyebut dirinya murid-murid Yesus.
Syema‘ (Ul 6:4) mendeklarasikan: ―Dengarlah, hai orang Israel:
TUHAN [Yahweh] itu Allah kita, TUHAN [Yahweh] itu esa!‖
Trinitarianisme mendeklarasikan: ―Dengarlah hai Jemaat, Tuhan
itu Allah kita, Tuhan itu tiga8!‖
Ini adalah dua pernyataan yang sama sekali berbeda, secara
dasariah tidak sesuai, dan eksklusif satu sama lain. Kesesuaian macam
apa yang mungkin ada antara suatu syahadat yang di satu sisi berbicara
tentang kesatuan suatu kelompok yang terdiri dari tiga pribadi yang
sama-sama setara, sama-sama kekal dalam Ke-Allahan, dan di sisi lain,
suatu deklarasi bahwa Yahweh adalah yang satu dan satu-satunya Allah
tanpa kesetaraan? Orang yang bersikeras akan adanya kesesuaian antara
syahadat yang berbeda-beda tentang Allah ini pasti sudah kehilangan
akal sehat.
Mengapa Syema‘ itu begitu relevan bagi kita? Pertama, karena ini
adalah deklarasi monoteisme yang dasariah, dan kedua, karena jemaat
Kristus sejati adalah perwujudan ―Israel milik Yahweh‖ (Gal 6:16);
―Lagipula, jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah
keturunan Abraham dan ahli waris menurut janji Allah.‖ (Gal 3:29);
―Sebab orang Yahudi sejati bukanlah orang yang lahiriah Yahudi dan
sunat sejati bukanlah sunat yang dilakukan secara lahiriah. Tetapi orang
Makna dasar kata ―Trinitas: 1. tiga: suatu kelompok yang terdiri dari tiga. 2.
ketigaan (Threeness): Keadaan keberadaan sebagai tiga pribadi atau tiga
benda [abad ke-13, Melalui bahasa Perancis Lama trinite, dari bahasa Latin
trinitas, dari trinus ‗lipat tiga‘]‖ Encarta Dictionary, demikian juga The
Concise Oxford Dictionary, dsb.
8
50
The Only True God
Yahudi sejati ialah orang yang tidak tampak keyahudiannya dan sunat
sejati ialah sunat di dalam hati, secara rohani, bukan secara harfiah.
Pujian bagi orang seperti ini datang bukan dari manusia, melainkan dari
Allah.‖ (Rm 2:28,29)
Perintah Pertama
Keluaran 20:3 ―Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku.‖ ―Ku‖ yang
berbicara di sini diperkenalkan dalam dua ayat pertama:
Keluaran 20:1, Lalu Allah mengucapkan segala firman ini,
―Akulah TUHAN (Yahweh) Allahmu‖.
2
Seandainya, menurut para Trinitarian, Yesus adalah Allah dan Roh
Kudus adalah Allah, dan keduanya adalah pribadi sama seperti Bapa
(Yahweh), maka mereka telah mengakui dua pribadi lainnya sebagai
Allah di samping Yahweh. Ini jelas-jelas pelanggaran langsung dari
Perintah Pertama.
Kita sudah melihat bahwa Yesus dengan tegas mengesahkan Syema
yang mengandung semua perintah termasuk, tentunya, Perintah
Pertama. Namun Yesus tidak hanya menegaskan monoteisme yang
tercantum dalam Syema secara terbuka, monoteisme Yesus ini tidak
diungkapkan dengan lebih kuat di manapun juga selain dalam doanya
kepada Bapa di Yohanes 17: ―Inilah hidup yang kekal, yaitu bahwa
mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan
mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus.‖ (ay.3)
G
Gelar “Tu[h]an Yesus Kristus”
elar ini cukup dipastikan berasal dari pengajaran gereja paling
mula-mula. Gelar ini muncul dalam pesan yang dikotbahkan
oleh Petrus setelah Pentakosta dalam Kisah Para Rasul 2:36,
―Jadi seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti bahwa Allah
telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tu[h]an dan
Kristus.‖ Perhatikan ketiga kata dalam huruf miring dan yang jika
digabungkan membentuk gelar ―Tu[h]an Yesus Kristus‖.
Jadi gelar ini bukanlah ciptaan Paulus melainkan merupakan salah
satu anugerah yang telah ia ―terima‖ (1Kor 15:3). Dari kitab Kisah Para
Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus
51
Rasul 2:36 kita melihat bahwa Allahlah yang menjadikan Yesus
―Tu[h]an‖; oleh karena itu tidak ada soal tentang kesetaraan dengan
Allah, baik kesetaraan lahiriah atau pun hakiki.
Yesus tidak pernah mengklaim gelar “Allah” untuk
dirinya sendiri
H
.A.W. Meyer dalam Critical and Exegetical Handbook of the
Gospel of Matthew menegaskan: ―Ia (Yesus) tidak pernah
diketahui mengklaim nama qeo,j (theos, Allah) baik untuk
dirinya sendiri ataupun untuk Roh Kudus‖. Tidak ada pakar yang
mempertanyakan kebenaran dari ketegasan ini, karena pernyataan tadi
dengan tepat mencerminkan kebenaran Alkitabiah tentang perkara ini.
Kebenaran ini teramat penting dalam memahami Yesus beserta
pengajarannya dengan benar.
Tetapi jika Yesus sendiri tidak pernah mengklaim dirinya sebagai
Allah, umat Kristen tetap saja bersikeras memanggilnya ―Allah‖
sekalipun hal ini bertentangan dengan sikap dan pengajaran Yesus
sendiri. Seperti orang-orang dalam Yohanes 6 yang ingin menjadikan
Yesus raja dengan paksa, umat Kristen menjadikan dia Allah dengan
paksa.
Namun Yesus bukan saja tidak mengklaim dirinya sebagai Allah, ia
malah enggan berbicara tentang dirinya sebagai Mesias di depan umum.
Fakta ini jelas nyata dalam kitab-kitab Injil. Pakar Jerman Wrede
menyebutnya ―rahasia Mesianik‖, dan ―rahasia‖ ini menjadi topik dalam
begitu banyak diskusi terpelajar dalam buku-buku dan artikel-artikel.
Hal yang perlu kita perhatikan di sini adalah jika Yesus menolak
mengakui kemesiasannya di depan umum, terlebih lagi ia tidak akan
membuat klaim apapun sebagai Allah!
Namun, sementara mengakui bahwa Yesus tidak pernah
menerapkan kata ―Allah‖ kepada dirinya sendiri, orang Kristen
memperdebatkan bahwa beberapa dari ucapan-ucapannya mengandung
klaim-klaim implisit atas ketuhanan. Satu pernyataan seperti itu adalah:
―Aku dan Bapa adalah satu‖. Jika kita setia kepada sikap Yesus yang
menolak mengklaim status ilahi, maka jelaslah bila setiap interpretasi
atas kata-kata Yesus akan membuang klaim implisit atau klaim halus
sebagai Allah. Jika sekali saja kita berkemampuan melepaskan kebiasaan
memasukkan penafsiran trinitaris kita ke dalam teks yang kita baca
52
The Only True God
dalam kitab-kitab Injil, kita akan melihat bahwa ―kesatuan‖ dengan Allah
yang dibicarakan oleh Yesus bukanlah kesatuan eksklusif antara dia
dengan Bapa, tetapi suatu kesatuan yang mencakup semua orang
beriman; dan tepatnya kesatuan yang inklusif dari seluruh orang
beriman dengan dirinya dan dengan Allah inilah yang didoakan oleh
Yesus dalam Yohanes 17:11,22: ―supaya mereka menjadi satu, sama
seperti Kita adalah satu.‖ Jika kesatuan dengan Allah bertalian dengan
menjadi Allah, maka semua orang beriman sudah menjadi Allah melalui
kesatuan ini!
Antikristus: satu-satunya pribadi yang
mengklaim dirinya sebagai Allah
Yesus tidak pernah mengklaim dirinya sebagai Allah; hanya ada satu
pribadi saja yang disebut dalam Perjanjian Baru yang akan membuat
klaim ini: antikristus, si “manusia durhaka”.
Mengapa umat Trinitarian bersikeras mengatakan bila Yesus
mengklaim dirinya sebagai Allah, bila ia sama sekali tidak membuat
klaim seperti itu? Dalam 2 Tesalonika 2:3,4 dikatakan tentang ―manusia
kedurhakaan‖, bahwa ia akan ―menyatakan diri sebagai Allah‖—seorang
yang memproklamirkan dirinya sebagai Allah adalah tanda utama untuk
mengidentifikasikan dia. Apakah kita sungguh-sungguh ingin mengklaim
bahwa sebenarnya inilah yang dilakukan oleh Kristus sendiri, dan
―manusia durhaka‖ itu akan meneladaninya?
Jika Kristus tidak pernah membuat klaim semacam itu, maka
kepalsuan klaim dari ―manusia durhaka‖ itu akan dengan mudahnya
terbongkar. Namun, jika orang banyak sudah menerima klaim trinitaris
bahwa Yesus mengklaim dirinya sebagai Allah (atau sekalipun jika ia
sebenarnya tidak membuat klaim tersebut, bagaimanapun juga dalam
kenyataannya ia adalah Allah), maka tidaklah mengherankan bila banyak
orang akan beranggapan bahwa antikristus ini, yang pada akhir zaman
mengklaim dirinya sebagai Allah, boleh benar-benar jadilah Kristus yang
telah datang kembali seperti yang ia janjikan, dan oleh karenanya ditipu
oleh antikristus. Haruslah diingat bahwa antikristus jelas tidak akan
memproklamirkan dirinya sebagai ―manusia durhaka‖ atau ―pembinasa
keji‖ (keduanya adalah deskripsi Alkitabiah tentang dia), melainkan
sebagai Kristus sejati, sang juruselamat dunia, orang yang membawa
―damai dan aman‖ (1Tes 5:3) ke dunia ini.
Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus
53
Sekarang mari kita lihat lagi di 2 Tesalonika 2:4; yang seluruh
ayatnya berbunyi demikian: ―yaitu lawan yang meninggikan diri di atas
segala yang disebut atau yang disembah sebagai Allah hingga ia duduk di
Bait Allah dan mau menyatakan diri sebagai Allah.‖ Perhatikan bahwa
antikristus menentang semua ilah lain, sehingga meninggikan dirinya
sebagai satu-satunya sasaran penyembahan yang benar. Hal ini tidak
pernah dilakukan oleh Yesus, namun sebaliknya, pada waktu pencobaan
ia sudah mendeklarasikan, ―Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: ‗Engkau
harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah
engkau berbakti!‘‖. Betapa besar perbedaannya dengan antikristus!
Perhatikan juga bahwa ―ia duduk di Bait Allah‖ (ay.4) yang tentu
saja menegaskan klaimnya sebagai Allah; karena jika ia adalah Allah
maka di mana lagi tempat duduknya kalau bukan di dalam bait Allah?
Dari semuanya ini kita bisa melihat dengan mudah bahwa jika Kristus
mengklaim dirinya sebagai Allah, dan antikristus pun berbuat hal yang
sama, maka tanda pengenal utama dari antikristus itu akan hilang. Lalu
bagaimana antikristus bisa dikenali bila ia datang, terutamanya bila
kedatangannya akan disertai oleh ―tanda-tanda dan mujizat-mujizat‖? 2
Tesalonika 2:9: ―Kedatangan si pendurhaka itu adalah pekerjaan Iblis,
dan akan disertai berbagai perbuatan ajaib, tanda-tanda dan mujizatmujizat palsu‖.
Musuh-musuh Yesus menuduhnya mengklaim
kesetaraan dengan Allah
Ada dua nas utama dalam Injil-injil, keduanya ada dalam Injil Yohanes,
yang mencatat bahwa musuh-musuh Yesus menuduhnya telah
mengklaim kesetaraan dengan Allah. Keduanya merupakan ―nas konflik‖
yang mengungkapkan sikap permusuhan dari para musuh Yesus dengan
membuat tuduhan bahwa Yesus menyiratkan bila ia memiliki kesetaraan
dengan Allah. Tentu saja, itu adalah tuduhan yang sama dengan tuduhan
menghujat, yang dalam Hukum Yahudi diganjar dengan hukuman mati.
Sedemikian besar sikap permusuhan mereka terhadapnya karena tidak
menaati Hukum Taurat demi kepuasan mereka, khususnya hukum hari
Sabat yang penting itu, sehingga mereka berupaya mencari jalan untuk
membunuhnya.
Inilah konteks tuduhan penghujatan yang dilemparkan kepadanya.
Kita sudah berulangkali memperhatikan bahwa Yesus tidak pernah
54
The Only True God
mengklaim kesetaraan dengan Allah. Sebaliknya, ia sangat menekankan
ketergantungan dan ketundukannya kepada Allah. Tidak ada Injil yang
menonjolkan pengajarannya tentang hal ini dengan lebih kuat selain Injil
Yohanes. Maka jelas nyatalah seharusnya bagi siapa saja yang tanpa
prasangka membaca Injil Yohanes bahwa tuduhan menyetarakan dirinya
dengan Allah, yang merupakan penghujatan, adalah tuduhan yang nyatanyata palsu yang dirancang untuk memastikan kematiannya
sebagaimana dinyatakan dengan gamblang dalam Yohanes 5, bahwa para
musuhnya ―makin berusaha untuk membunuh-Nya‖ (ay.18). Namun hal
yang paling anehnya, dari sudut pandang eksegesis Alkitabiah, para
Trinitarian menganggap tuduhan palsu itu benar! Bagaimanapun juga,
inilah yang dituntut dari dogma trinitaris. Mereka tidak terlalu peduli
apakah Yesus sendiri menerima tuduhan itu atau tidak. Jawabannya atas
tuduhan tersebut cukup jelas untuk dilihat oleh semua orang.
Yohanes 5
15 Orang itu keluar, lalu menceriterakan kepada para pemuka
Yahudi, bahwa Yesuslah yang telah menyembuhkan dia.
16 Karena itu, para pemuka Yahudi berusaha menganiaya Yesus,
karena Ia melakukan hal-hal itu pada hari Sabat.
17 Tetapi Ia berkata kepada mereka: ―Bapa-Ku bekerja sampai
sekarang, maka Akupun bekerja juga.‖
18 Sebab itu, para pemuka Yahudi makin berusaha untuk
membunuh-Nya, bukan saja karena Ia melanggar peraturan
Sabat, tetapi juga karena Ia mengatakan bahwa Allah adalah
Bapa-Nya sendiri dan dengan demikian menyamakan diri-Nya
dengan Allah.
19 Lalu (oun, ‗oleh karena itu‘) Yesus menjawab mereka,
―Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, Anak tidak dapat
mengerjakan sesuatu dari diri-Nya sendiri, jikalau Ia tidak
melihat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa,
itu juga yang dikerjakan Anak.‖ (Yoh 5:15-19)
Lalu apa tanggapan Yesus atas gugatan yang dituduhkan kepadanya
bahwa ia ―menyamakan diri-Nya dengan Allah‖ (ay.18)? Hanya
kebutaanlah yang menghalangi kita untuk melihat bahwa jawabannya
adalah penolakan mentah-mentah atas tuduhan kesetaraan, karena
sebaliknya, ―Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diri-Nya
sendiri‖; ia mengikuti Bapa dengan sepenuhnya, sebab ia melakukan
Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus
55
―semata-mata‖ ―apa yang dikerjakan Bapa‖. Bagaimanakah bisa suatu
penolakan atas tuduhan kesetaraan tersebut dibuat lebih kuat?
Berhubungan dengan Allah sebagai Bapa sesungguhnya adalah
unsur sentral dalam kehidupan dan pengajaran Yesus. Pada awal
pelayanannya ia mengajari murid-muridnya untuk berbicara kepada
Allah sebagai ―Bapa‖, mengajari mereka untuk berdoa, ―Bapa kami di
surga‖. Ini juga bukan sesuatu yang sama sekali unik untuk Yesus seolaholah suatu bentuk panggilan tidak dikenal untuk Allah; frase ini muncul
dalam PL: Yesaya 64:8, ―Tetapi sekarang, ya TUHAN (Yahweh),
Engkaulah Bapa kami! Kamilah tanah liat dan Engkaulah yang
membentuk kami, dan kami sekalian adalah buatan tangan-Mu‖, dan
―Aku telah menjadi bapa Israel‖, Yer 31:9; bdk. Mal 1:6. Dan Israel
berkali-kali disebut sebagai ―anak‖ Allah (Kel 4:22,23; Ul 14:1 ―anakanak‖ dalam teks Ibrani dan Yunani; maka juga Yes 1:2).
Jika Allah adalah ―Bapa kami‖ secara kolektif, maka Ia pun
―Bapaku‖ secara individu; bagaimana mungkin Dia ―Bapa kami‖ jika Dia
bukan ―Bapaku‖? Jadi, Yesus yang menyebut Allah sebagai ―Bapanya‖
seharusnya tidak menjadi isu untuk orang Yahudi, selain daripada
anggapan bila ia terlalu menekankan bentuk sapaan untuk Allah seperti
ini yang bagi mereka dirasakan terlalu intim sehingga tidak takzim.
Namun, tak satu pun dari semuanya ini berhasil menahan tuduhan
mengklaim kesetaraan dengan Allah, yang berarti penghujatan. Ini
semua menunjukkan dengan amat nyata bahwa seluruh episode ini
adalah suatu usaha dari para pemimpin bangsa itu untuk dengan segala
cara mengarang tuduhan palsu atas Yesus agar ia terbunuh, dan
mengenyahkan orang yang mereka anggap pembuat keonaran besar,
sebuah duri dalam daging.
Yohanes 10
27
Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku
mengenal mereka dan mereka mengikut Aku,
28 dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan
mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan
seorangpun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku.
29 Bapa-Ku, yang memberikan mereka kepada-Ku, lebih besar
dari pada siapapun, dan seorangpun tidak dapat merebut
mereka dari tangan Bapa.
30 Aku dan Bapa adalah satu.‖
56
The Only True God
Sekali lagi orang-orang Yahudi mengambil batu untuk
melempari Yesus.
32 Kata Yesus kepada mereka: ―Banyak pekerjaan baik yang
berasal dari Bapa-Ku yang Kuperlihatkan kepadamu; pekerjaan
manakah di antaranya yang menyebabkan kamu mau melempari
Aku?‖
33 Jawab orang-orang Yahudi itu: ―Bukan karena suatu pekerjaan
baik maka kami mau melempari Engkau, melainkan karena
Engkau menghujat Allah dan karena Engkau, sekalipun hanya
seorang manusia saja, menjadikan diri-Mu Allah.‖
34 Kata Yesus kepada mereka: ―Bukankah ada tertulis dalam
kitab Tauratmu: Aku telah berfirman: Kamu adalah allah? [Mzm
82:6]
35 Jikalau mereka, kepada siapa firman itu disampaikan, disebut
allah sedang Kitab Suci tidak dapat dibatalkan,
36 masihkah kamu berkata kepada Dia yang dikuduskan oleh
Bapa dan yang telah diutus-Nya ke dalam dunia: Engkau
menghujat Allah! Karena Aku telah berkata: Aku Anak Allah?
37 Jikalau Aku tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan Bapa-Ku,
janganlah percaya kepada-Ku,
38 tetapi jikalau Aku melakukannya dan kamu tidak mau percaya
kepada-Ku, percayalah akan pekerjaan-pekerjaan itu, supaya
kamu boleh mengetahui dan mengerti, bahwa Bapa di dalam
Aku dan Aku di dalam Bapa.‖ (Yoh 10:27-38)
31
Usaha yang kedua kalinya ini untuk mendakwakan tuduhan penghujatan
terhadap Yesus berangkat dari kegagalan mereka dalam memahami
kata-kata Yesus ―Aku dan Bapa adalah satu‖ (ay.30). Seperti para
Trinitarian, entah bagaimana, mereka mampu membaca adanya klaim
kesetaraan dengan Allah di dalam kata-kata ini, meskipun Yesus telah
berkata segera sebelum itu bahwa ―Bapa-Ku lebih besar dari pada
siapapun‖ (ay.29). Apakah kita mengira ―siapapun‖ di sini tidak
termasuk Yesus sendiri? Bukankah maknanya cukup jelas: Tak ada
seorang pun yang lebih besar daripada Bapaku? Atau dengan memakai
kata-kata Paulus, Bapa adalah Allah ―yang ada di atas segala sesuatu. Ia
adalah Allah yang harus dipuji sampai selama-lamanya‖ (Rm 9:5).
Dengan berkata bahwa ―Bapa‖, bukan Anak, ―lebih besar dari pada
siapapun‖ berarti Yesus telah menutup segala klaim terhadap kesetaraan.
Ia telah menaruh hal ini di tempat yang tidak bisa diperdebatkan lagi
ketika mendeklarasikan, ―Bapa lebih besar daripada Aku‖ (Yoh 14:28).
Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus
57
Perhatikan bahwa seluruh isu dalam bagian teks ini dari Yohanes 10
berkisar seputar penghujatan: ―Bukan karena suatu pekerjaan baik maka
kami mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau menghujat
Allah, karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja,
menjadikan diri-Mu Allah‖ (ay.33); dan lagi, ―Engkau menghujat Allah‖
(ay.36), semuanya itu dengan niat yang dinyatakan di depan umum
untuk melempari dia dengan batu sampai mati. Yesus menolak tuduhan
mereka atas penghujatan tepatnya karena, bertentangan dengan tuduhan
mereka, ia belum pernah membuat klaim kesetaraan dengan Allah.
Yesus menjelaskan apa yang dimaksud oleh ucapannya ―Aku dan
Bapa adalah satu‖ dengan kata-kata berikut, ―supaya kamu boleh
mengetahui dan mengerti, bahwa Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam
Bapa‖ (ay.38). Namun, penjelasan ini barangkali kurang terang untuk
mereka, setidaknya sampai mereka mendengar pengajarannya dalam
Yohanes 15:1 dyb. yang berkenaan dengan kesatuan hidup dengan Bapa
yang mencakup para murid.
Yesus juga menjelaskan bahwa dengan mengatakan ―Aku adalah
Anak Allah‖ ia menunjuk kepada dirinya sebagai dia ―yang dikuduskan
oleh Bapa dan yang telah diutus-Nya ke dalam dunia‖ (ay.36) dan hal ini,
sebagaimana ditunjukkan olehnya, tidak bisa didakwa sebagai
penghujatan. Sebab dalam sejarah Israel ada orang-orang lain yang juga
telah dikuduskan dan diutus oleh Allah kepada umat-Nya, Musa yang
terutamanya. Akan tetapi, Hukum Taurat bahkan menyebut para
pemimpin yang lebih kecil daripada Musa sebagai ―para allah‖ di mana
mereka bertindak sebagai wakil Allah di bawah wewenang firman-Nya.
Yesus menunjukkan dengan jelas dan tajam bila tuduhan mereka sama
sekali tidak berdasar.
I
“Anak Allah”
stilah ―anak Allah‖ bukanlah hal baru bagi umat Yahudi. Istilah ini
ditemukan dalam PL, di mana Israel disebut ―anak‖ Allah (Kel
4:2,23; Yes 1:2; Yer 31:9; Hos 11:1, bdk. Mat 2:15). Jadi, apa
sebenarnya maksud tuduhan yang dibuat-buat ini? Sederhananya begini:
Yesus dituduh telah memakai istilah ―anak Allah‖ bukan dalam arti PL
yang lazim tetapi sebagai klaim kesetaraan dengan Allah—klaim yang
menghujat dan ganjarannya adalah hukuman mati menurut Hukum
Taurat (Yoh 19:7). Luar biasanya, trinitarianisme sependapat dengan
58
The Only True God
musuh-musuh Yesus bahwa ia membuat klaim tersebut! Oleh karena
tuduhan palsu inilah Yesus dihukum mati melalui penyaliban (ay.19:6,
juga ay.15 dyb. Mrk 14:64; Mat 26:65,66). Namun, menurut
trinitarianisme, tuduhan terhadap Yesus yang mengklaim kesetaraan
dengan Allah itu benar; jika memang demikian, maka menurut Hukum
Yahudi ia pantas disalib, karena klaim Yesus tidak memberikan pilihan
lain kepada Sanhedrin (Mahkamah Agama) selain menghukum mati
Yesus.
Namun, cerita-cerita Injili tentang pengadilan Yesus jelas
menunjukkan bahwa Yesus dihukum dan dieksekusi atas dasar tuduhantuduhan palsu yang dibuat oleh saksi-saksi palsu. Kitab-kitab Injil tidak
ada yang menegaskan bila Sanhedrin berbuat hal yang benar menurut
Hukum Taurat. Matius menyatakan hal tersebut dengan sangat jelas:
Imam-imam kepala, malah seluruh Mahkamah Agama
mencari kesaksian palsu terhadap Yesus, supaya Ia dapat
dihukum mati, 60 tetapi mereka tidak memperolehnya, walaupun
tampil banyak saksi dusta. (Mat 26:59,60a)
59
Seharusnya jelas nyata bagi setiap orang yang perseptif bahwa jika Yesus
memang telah mengklaim kesetaraan dengan Allah, maka apa gunanya
mencari bukti palsu dan saksi-saksi palsu? Bahkan saksi-saksi palsu
tidak berhasil mengarang suatu perkara yang meyakinkan sebagaimana
ditunjukkan dalam Matius 26:60 dyb. Pada akhirnya, karena kecewa
tidak bisa menemukan tuduhan sah atas Yesus, mereka menuduhnya
telah menghujat oleh karena klaimnya sebagai Mesias—yang di bawah
Hukum Taurat tidak diganjar dengan hukuman mati! Berikut ini adalah
adegannya sebagaimana dilukiskan dalam Injil Matius (pasal 26):
Lalu Imam Besar itu berdiri dan berkata kepada-Nya:
―Tidakkah Engkau memberi jawaban atas tuduhan-tuduhan
saksi-saksi ini terhadap Engkau?‖
63 Tetapi Yesus tetap diam. Lalu kata Imam Besar itu kepadaNya: ―Demi Allah yang hidup, katakanlah kepada kami, apakah
Engkau Mesias, Anak Allah, atau tidak.‖
64 Jawab Yesus: ―Engkau telah mengatakannya. Akan tetapi, Aku
berkata kepadamu, mulai sekarang kamu akan melihat Anak
Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di
atas awan-awan di langit.‖
62
Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus
59
Imam Besar itu mengoyakkan pakaiannya dan berkata: ―Ia
menghujat Allah. Untuk apa kita perlu saksi lagi? Sekarang telah
kamu dengar hujat-Nya.
66 Bagaimana pendapat kamu?‖ Mereka menjawab: ―Ia harus
dihukum mati!‖ (Mat 26:62-66)
65
Perhatikan bahwa Yesus diminta untuk mendeklarasikan di bawah
sumpah apakah ia ―Kristus‖, yaitu Mesias, Anak Allah (ini adalah gelar
lain untuk Mesias, yang akan dibahas dengan lebih menyeluruh berikut
ini). Mengapa imam besar itu tidak menanyakan saja kepadanya apakah
ia mengklaim kesetaraan dengan Allah, yang memang telah dituduhkan
kepadanya di depan umum? Jawabannya mudah, sebagaimana telah kita
lihat, mereka tidak bisa melemparkan tuduhan ini kepada Yesus
meskipun dengan memakai saksi-saksi palsu; jadi jelaslah bahwa ia tidak
pernah membuat klaim semacam itu, dan akan menyangkalnya lagi jika
ditanyai.
Luar biasanya, bahkan untuk pertanyaan apakah ia adalah Mesias
itu Yesus pun menolak memberikan jawaban langsung, menjawab hanya
dengan ―Engkau telah mengatakannya‖, yakni, itu adalah kata-katamu,
bukan kata-kataku. Dan berpaling dari gelar ―Anak Allah‖ ia malah
merujuk dirinya dengan gelar yang lebih ia sukai, yaitu ―Anak Manusia‖
(ay.64), menunjuk kepada nubuatan mesianik dalam Daniel 7:13: ―Aku
terus melihat dalam penglihatan malam itu, tampak datang dengan
awan-awan dari langit seorang seperti anak manusia‖. Tidak jelas sama
sekali bagaimana ini bisa menjadi hujatan di bawah Hukum Yahudi, dan
berjilid-jilid diskusi terpelajar tentang pengadilan Yesus tersedia bagi
mereka yang ingin mengejar perkara ini lebih jauh. Tapi yang jelas
Sanhedrin telah bertekad agar Yesus dieksekusi dengan atau tanpa bukti
yang diperlukan.
Satu-satunya hal yang amat penting untuk tujuan kita adalah
menunjukkan dari cerita-cerita Injili bahwa dakwaan-dakwaan yang
dituduhkan kepada Yesus bahwa ia mengklaim kesetaraan dengan Allah
tidak bisa bertahan sekalipun dalam persidangan yang bersikap sangat
bermusuhan dengannya, yakni Sanhedrin. Di dalam cahaya kisah-kisah
dalam Injil, tidak terpahami sama sekali bagaimana para trinitarian bisa
mengabaikan bukti dari kitab-kitab Injil dan bersikeras bahwa Yesus
memang mengklaim kesetaraan dengan Allah.
Tentu saja Yesus mengklaim keintiman istimewa dengan Allah
sebagai Bapa karena Logos Allah berinkarnasi di dalam dia (Yoh 1:14);
60
The Only True God
tetapi yang menjadi tujuannya, baik melalui kehidupannya ataupun
kematiannya, adalah untuk membawa murid-muridnya ke dalam
keintiman (atau kesatuan) yang serupa dengan Bapa, sehingga mereka
pun akan mengenal Dia sebagai Bapa dan hidup dalam hubungan Bapaanak dengan-Nya; ini adalah unsur sentral pengajaran Yesus dalam Injil
Yohanes.
Pelayanan Yesus dimaksudkan untuk membawa para murid ke
dalam hubungan yang serupa: ―kemuliaan, yang Engkau berikan kepadaKu, supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu: Aku di
dalam mereka dan Engkau di dalam Aku supaya mereka menjadi satu
dengan sempurna,‖ Yoh 17:22,23; bdk. 14:20). Pelukisan hubungan
rohaniah yang begitu mendalam dipakai untuk menjebaknya dengan
tuduhan menyetarakan dirinya dengan Allah.
K
Arti “Anak Allah” yang diterapkan
kepada Yesus dalam PB
ita sudah melihat bahwa Yesus tidak pernah mengklaim diri
sebagai Allah dalam semua kitab-kitab Injil, dan kata ―Allah‖
tidak dipakai sebagai rujukan kepadanya di bagian PB
selebihnya (kecuali dalam beberapa terjemahan Inggris modern, kata
―Allah‖ merujuk kepada Yesus dalam dua atau tiga ayat; kita akan
memeriksa terjemahan-terjemahan itu nanti 9). Kita pun telah melihat
bahwa istilah trinitaris ―Allah-Anak‖ tidak ditemukan di manapun juga
dalam Alkitab. Jadi, dari mana datangnya istilah ini? Jawaban
singkatnya, tentu saja, adalah bahwa istilah itu adalah ciptaan trinitaris.
Istilah ini beredar karena kemiripannya yang menyesatkan dengan gelar
―anak Allah‖ yang memang muncul dalam PB; dalam benak orang-orang
yang tidak terlalu tajam pemikirannya, kedua istilah ini dapat dengan
mudah menjadi rancu dalam bahasa Inggris. ―God the son‖ membalikkan
―the son of God‖ dengan membuang kata depan ―of‖. Namun semiripmiripnya ―the son of God‖ dengan ―God the son‖, makna keduanya sama
sekali berbeda. Tepatnya perbedaan inilah yang dengan mudahnya
dilewatkan (terutamanya oleh orang Kristen rata-rata), sehingga
berdampak kepada kekeliruan serius.
9
Silakan merujuk ke Versi Lengkap
Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus
61
Apa arti ―Anak Allah‖ dalam PB? Sekilas pandang bukti Alkitabiah
menunjukkan bahwa itu adalah sebuah gelar Mesias, Raja Israel yang
diharapkan, yang juga akan menjadi ―juruselamat dunia‖ (Yoh 4:42;
1Yoh 4:14). Gelar ini sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan
gagasan trinitaris akan suatu tokoh ilahi yang disebut ―Allah-Anak‖.
Gelar Alkitabiah tersebut diturunkan dari mazmur Mesianik penting,
Mazmur 2, di mana Yahweh berbicara kepada raja Davidik, ―Anak-Ku
engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini (hari pengurapan dan
penobatan)‖. Frase Mesianik ―Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini‖
menandakan asal mula frase ―Anak Tunggal Allah‖ (Yoh 1:18; 3:16) yang
sering dikutip oleh para Trinitarian tanpa mempedulikan asal mulanya,
dan memaksakan makna dogmatis mereka sendiri kedalamnya. Faktanya
adalah Mazmur 2:7 berulang-kali diterapkan kepada Yesus dalam
Perjanjian Baru:
Kisah Para Rasul 13:33, ―telah digenapi Allah kepada kita,
keturunan mereka, dengan membangkitkan Yesus, seperti yang
tertulis dalam mazmur kedua: Engkaulah Anak-Ku! Aku telah
menjadi Bapa-Mu pada hari ini.‖
Apa yang menarik dan signifikan tentang ayat ini ialah bahwa
dibangkitkannya Yesus dari antara orang mati oleh Allah dilihat sebagai
titik penggenapan Mazmur 2:7, titik di mana ia ―diperanakkan‖ sebagai
―anak‖, ketika ia diurapi dan dinobatkan sebagai raja.
Menariknya, ayat yang sama diterapkan kepada Yesus dalam Ibrani
5:5 dalam kaitan dengan penunjukannya sebagai Imam Besar yang
diangkat sehingga, seperti Melkisedek (Ibr 7:1), ia adalah raja dan juga
imam:
Ibrani 5:5, Demikian pula Kristus tidak memuliakan diri-Nya
sendiri dengan menjadi Imam Besar, tetapi dimuliakan oleh Dia
yang berfirman kepada-Nya: ―Engkaulah Anak-Ku! Engkau telah
menjadi Anak-Ku pada hari ini‖,
Dari semuanya ini jelaslah bahwa ―Anak Allah‖ adalah sebuah gelar dari
sang Mesias dalam Alkitab, dan jangan dirancukan dengan ―Allah-Anak‖
trinitaris itu. Beberapa rujukan tambahan sudah cukup untuk
menetapkan fakta ini:
62
The Only True God
Yohanes 1:34, ―Aku telah melihat-Nya dan memberi kesaksian:
Ia inilah Anak Allah.‖
Apa maksud Yohanes Pembaptis dengan gelar ‗Anak Allah‘? Dari ay.41,
―Kami telah menemukan Mesias (artinya: Kristus)‖, murid-muridnya
jelas sekali memahami siapa yang dimaksud olehnya.
Yohanes 1:49, Kata Natanael kepada-Nya: ―Rabi, Engkau Anak
Allah, Engkau Raja orang Israel!‖
Kata-kata di atas menunjukkan bahwa untuk Natanael (dan umat Yahudi
umumnya), ‗Anak Allah‘ berarti ‗Raja orang Israel‘, satu lagi gelar lain
dari Mesias.
Kaitan antara Raja Davidik Israel yang dijanjikan dan dinantinantikan, sang Mesias itu, dengan gelar ―Anak Allah‖ juga terlihat jelas
dari nas berikut ini dalam Matius 27:
Demikian juga imam-imam kepala bersama-sama ahli-ahli
Taurat dan tua-tua mengolok-olokkan Dia dan mereka berkata:
42 ―Orang lain Ia selamatkan, tetapi diri-Nya sendiri tidak dapat
Ia selamatkan! Jika Ia Raja Israel, baiklah Ia turun dari salib
itu, maka kami akan percaya kepada-Nya.
43 Ia mempercayakan diri-Nya pada Allah: Biarlah Allah
menyelamatkan Dia sekarang, jikalau Allah berkenan kepadaNya! Karena Ia telah berkata: Aku Anak Allah.‖
41
Hendaknya diingat bahwa nas di atas terdapat dalam Injil Matius, bukan
dalam Injil Yohanes. Jadi, ‗Anak Allah‘ di sini tidak mempunyai konotasi
atau makna yang sama dengan yang terdapat dalam Injil Yohanes, dan
tentunya dalam Injil Matius tidak terdapat pernyataan klaim kesetaraan
dengan Allah. Oleh sebab itu, kita harus menanyakan apa yang dipahami
oleh para imam kepala dan ahli Taurat dengan istilah tersebut, dan
mengapa mereka mengaitkannya secara sengaja dengan ‗Raja Israel‘,
meskipun dengan berolok-olok? Sekali lagi, jawabannya adalah: ‗Anak
Allah‘ dan ‗Raja Israel‘ keduanya adalah gelar mesianik. Namun, mereka
menolak Yesus sebagai Mesias Israel; mereka menganggapnya Mesias
palsu, dan secara politik mereka menganggapnya teramat berbahaya,
sebagaimana ditunjukkan oleh sambutan meriah orang banyak ketika
Yesus memasuki Yerusalem dengan jaya. Pemerintah Roma juga amat
takut akan pemberontakan politis, jadi para pemimpin Yahudi
Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus
63
memanfaatkan rasa takut orang-orang Roma itu, mendesak mereka
untuk menyalibkan Yesus.
Markus 15:32, ―Baiklah Mesias (Kristus), Raja Israel itu, turun
dari salib itu, supaya kita lihat dan percaya.‖ Bahkan kedua
orang yang disalibkan bersama-sama dengan Dia mencela Dia
juga.
B
Anak Allah, raja Mesianik Israel
ahwa gelar ―anak Allah‖ adalah gelar yang terkenal bagi sang
Mesias terlihat dari ayat-ayat berikut yang menunjukkan bahwa
kedua gelar ―Kristus‖ (atau ―Mesias‖) dan ―anak Allah‖ kerapkali
dipakai bersama: Mat 16:16; 26:63; Mrk 1:1; Luk 4:41; Yoh 11:27; 20:31;
Rm 1:4; 1Kor 1:9; 2Kor 1:19; Gal 2:20; Ef 4:13; 1 Yoh 5:20; 2Yoh 1:3,9—
semuanya 14 kali (atau 13 jika Mrk 1:1 tidak termasuk).
Dari ayat-ayat ini, dan terutamanya dari ayat-ayat dalam Injil-injil
di mana ―Kristus‖ dan ―anak Allah‖ diucapkan bersama sebagai dua
bagian dari satu gelar itu, semestinya amat jelas sekarang bahwa sang
Mesias disebut ―anak Allah‖, berdasarkan kata-kata ―anak-Ku engkau‖
dalam Mazmur 2:7 yang diucapkan kepada raja Davidik. Mengenai ayat
ini, Robert Alter, Professor of Hebrew and Comparative Literature pada
University of California, Berkeley, baru-baru ini menulis, ―adalah hal
biasa di Timur Dekat purba, yang dengan mudah diterima oleh umat
Israel, untuk membayangkan raja sebagai anak-nya Allah‖ (The Book of
Psalms, A Translation with Commentary).
Agar dapat mempertimbangkan makna gelar ―anak Allah‖ dengan
lebih seksama, saya mengutip dari artikel yang ditulis oleh James Stalker
dalam International Standard Bible Encyclopedia (ISBE):
‗Dalam Kitab Suci gelar tersebut dianugerahkan kepada
bermacam orang untuk pelbagai alasan. Pertama, gelar itu
diterapkan kepada para malaikat, seperti dalam Ayub 2:1
dikatakan ―datanglah anak-anak Allah menghadap TUHAN
(Yahweh)‖; mereka boleh jadi disebut demikian karena mereka
adalah makhluk ciptaan Allah, atau karena, sebagai makhluk
rohani, mereka menyerupai Allah yang adalah roh. Yang
kedua, dalam Lukas 3:38 gelar itu diterapkan kepada manusia
pertama; dan dari perumpamaan Anak yang Hilang bisa
64
The Only True God
diperdebatkan kalau gelar itu berlaku kepada semua orang.
Yang ketiga, gelar itu diterapkan kepada bangsa Ibrani, seperti
dalam Kel 4:22, Yahweh berkata kepada Firaun, ―Israel ialah
anak-Ku, anak-Ku yang sulung;‖ Alasannya karena Israel adalah
sasaran dari kasih Yahweh yang istimewa dan pilihan-Nya yang
murah hati. Yang keempat, gelar itu diterapkan kepada rajaraja Israel, sebagai perwakilan dari bangsa yang terpilih. Dengan
demikian, dalam 2 Samuel 7:14, Yahweh berkata tentang
Salomo, ―Aku akan menjadi Bapanya, dan ia akan menjadi anakKu‖; dan, dalam Mazmur 2:7, penobatan seorang raja
diumumkan dalam sebuah ramalan dari surga, yang berkata,
―Anak-Ku engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini.‖
Akhirnya, dalam Perjanjian Baru, gelar tersebut diterapkan
kepada semua orang kudus, seperti dalam Yohanes 1:12, ―Tetapi
semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya
menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam
nama-Nya;‖ Bila gelar itu memiliki jangkauan aplikasi seperti
ini, Keilahian Kristus jelas tidak dapat disimpulkan sematamata dari fakta bahwa gelar tersebut diterapkan kepada
Yesus‘ .
Akhirnya, patut dicatat bahwa walaupun Al Qur‘an memang
berbicara tentang Yesus (Isa) sebagai Mesias (Masih), Al Qur‘an mutlak
menolak gelar Mesianik PB ―anak Allah‖. Alasannya mudah dilihat dari
artikel-artikel kaum Trinitarian yang selalu berusaha membalikkan
―anak Allah‖ menjadi ―Allah-Anak‖. Akibat yang menyedihkan dari
semua ini adalah bahwa umat Muslim menolak PB secara keseluruhan,
dan dengan demikian menolak pesan keselamatan yang ada dalam sang
Mesias (Kristus). Jika mereka bisa diyakinkan bahwa ―anak Allah‖ dalam
PB adalah sebuah gelar dari Mesias (Masih) dan tidak berarti ―AllahAnak‖, mereka tidak mempunyai alasan apapun untuk menolaknya. Kita
pun harus diingatkan lagi bahwa tidak di manapun dalam PB
kepercayaan pada ketuhanan Kristus diperlukan untuk keselamatan.
Itu adalah sesuatu yang dipaksakan oleh dogma Kristiani, bukan oleh
firman Allah.
Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus
P
65
Injil-injil Sinoptik
embaca PB yang jeli mau tidak mau akan memperhatikan bahwa
dalam tiga Injil pertama (disebut ―Injil-injil Sinoptik‖ karena
ketiganya tampak memiliki sudut pandang yang sama akan
pribadi dan pekerjaan Yesus) hampir tidak ada apapun yang bermanfaat
bagi trinitarianisme. Seharusnya menjadi keprihatinan serius bagi orang
Trinitarian bahwa tiga dari keempat Injil tersebut tidak dapat
dipergunakan untuk mendukung argumen ketuhanan Kristus yang
begitu sentral terhadap dogma mereka. Banyak di antara kita sebagai
orang Trinitarian melihat hal ini, dan meskipun agak dibingungkan
olehnya, dan sekalipun tidak mampu memberikan jawaban memuaskan
atas pertanyaan mengapa hal yang teramat penting ini (bagi kita), seperti
halnya ketuhanan Kristus, diabaikan begitu saja oleh Sinoptik, kita tidak
bisa berbuat banyak selain mengangkat bahu. Maka, Injil Yohanes
menjadi Injil kesayangan orang Trinitarian, karena kita mengira kita bisa
menggali teks-teks bukti dari dalam Injil ini sepuas hati kita. Itulah
sebabnya kita akan memfokuskan sebagian besar kajian kita kepada Injil
Yohanes.
S
Ucapan-ucapan “Aku ada(lah)” —Apakah Yesus
mengklaim sebagai Allah?
ebagai orang Trinitarian kita menggunakan ucapan-ucapan ―Aku
ada(lah)‖ dalam Injil Yohanes sebagai senjata ampuh untuk
―membuktikan‖ ketuhanan Kristus, yaitu, bahwa Yesus adalah
Allah. Kita gagal dengan menyedihkan dalam melihat bahwa ini
merupakan salah satu argumen paling serampangan yang bisa
dikembangkan. Mengapa? Karena hanya ada dua cara untuk memahami
ucapan ―Aku ada(lah)‖ dari Yesus ini:
(1) Yesus sedang memakai istilah itu secara biasa seperti yang digunakan
dalam percakapan sehari-hari (mis. ―Aku adalah seorang pelajar‖, ―Aku
adalah orang Indonesia‖, dst.), dan dengan demikian ia sedang
membuat pernyataan tentang dirinya sebagai sang Mesias, sang
Juruselamat, atau
(2) Yesus sedang memakai ―Aku ada(lah)‖ dalam arti khusus merujuk
kepada Keluaran 3:14 sebagai gelar dari Yahweh; dan jika demikian
66
The Only True God
halnya, maka kalau Yesus bukan sedang mengklaim sebagai Yahweh,
maka Yahwehlah yang sedang berbicara melalui dia.
Entah ―Aku ada(lah)‖ dipahami sebagai (1) atau (2), tak satu pun dari
kedua pilihan tersebut menyediakan bukti akan Yesus sebagai Allah
karena, secara pemakaian (1), cara biasa, ia berbicara selaku ―manusia
Kristus Yesus‖, dan secara pemakaian (2), rujukan khusus itu untuk
Yahweh, Allah Bapa. Oleh karena itu, ucapan-ucapan ―Aku ada(lah)‖-nya
Yesus sama sekali tidak menyodorkan bukti apa-apa tentang ketuhanan
Yesus sebagai Allah-Anak dalam skema trinitaris.
Sekarang kita akan mempertimbangkan (1) dan (2) dua-duanya
dengan lebih teliti di dalam cahaya bukti Injil.
Bagaimana memahami secara benar pemakaian
“Aku ada(lah)” oleh Yesus?
(1) ―Aku ada(lah)‖ sebagaimana dipakai dalam artinya yang normal
dalam percakapan sehari-hari, di mana Yesus berbicara sebagai seorang
manusia sejati, tetapi secara khususnya sebagai ―sang Kristus‖, yang
artinya ―sang Mesias.‖
―Aku ada(lah)‖ (egō eimi, tensa kini) muncul 24 kali dalam Injil
Yohanes, di mana 23 kalinya ada dalam kata-kata Yesus dan sekali dalam
kata-kata orang buta yang disembuhkan oleh Yesus (Yoh 9:9). Jadi,
sebenarnya bukan 7 ―Aku ada(lah)‖ (yang diketahui oleh kebanyakan
orang Kristen), tetapi 23 yang merujuk kepada Yesus. Secara statistik,
frekuensi ―Aku ada(lah)‖ menunjukkan bahwa frase itu termasuk
kosakata khusus dalam Injil Yohanes, yang terlihat jelas dari
perbandingan dengan kitab-kitab selebihnya dalam PB: Injil Matius 5
kali; Markus: 3; Lukas: 4; kitab Kisah Para Rasul: 7; Wahyu: 5: jumlah
seluruhnya = 24, jumlah yang sama dengan Injil Yohanes. Dengan kata
lain, separuh dari seluruh pemunculan egō eimi dalam Perjanjian Baru
ada dalam Injil Yohanes.
Lalu, apa tujuan dari sekian banyak ―Aku ada(lah)‖ dalam Injil
Yohanes? Jawabannya tentu saja ada dalam pernyataan tujuan Injil itu,
―tetapi hal-hal ini telah dicatat, supaya kamu percaya bahwa Yesuslah
Mesias, Anak Allah, dan supaya karena percaya kamu memperoleh hidup
dalam nama-Nya‖ (Yoh 20:31). Bukankah bentuk persona ke-3 dari ―Aku
ada(lah)‖ ialah ―dia ada(lah)‖? Jadi, tujuannya ialah untuk
Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus
67
mengumumkan bahwa ―dia ada(lah)‖, yaitu, Yesus adalah sang Kristus,
Anak Allah itu. Namun, ketika Yesus berbicara, ―dia ada(lah)‖ jelas harus
ada dalam bentuk ―Aku ada(lah)‖.
Kata ―Kristus‖ (―Mesias‖ dalam bahasa Yunani) muncul 18 kali
dalam Injil Yohanes, tetapi hanya keluar sekali dari mulut Yesus sendiri,
dan itu ada dalam doanya kepada Bapa dalam Yohanes 17:3. Ketika
diminta dalam Yohanes 10:24 untuk menyatakan secara gamblang
apakah ia Kristus, ia menjawab, ―Aku telah mengatakannya kepada
kamu, tetapi kamu tidak percaya; pekerjaan-pekerjaan yang Kulakukan
dalam nama Bapa-Ku, itulah yang memberikan kesaksian tentang Aku‖
(ay.25). Ia memang mengatakannya kepada mereka, tetapi tanpa
memakai gelar ―Kristus‖; ia membiarkan mukjizat-mukjizat
―memberikan kesaksian tentang Aku‖. Lagipula, alih-alih gelar ―Kristus‖,
ia mendeskripsikan pelayanan Kristus, sang Mesias, dengan istilahistilah metaforik seperti ―gembala domba-domba‖, ―terang dunia‖, dst.,
masing-masing diawali dengan ―Aku ada(lah)‖. Namun, hal yang jelas
adalah ia memang mengakui bahwa ia adalah Kristus, meskipun pada
umumnya ia menolak menyatakannya secara eksplisit.
―Sebab jikalau kamu tidak percaya, bahwa Akulah Dia (egō eimi),
kamu akan mati dalam dosamu‖ (Yoh 8:24). Alasannya mengapa perlu
mempercayai bahwa dia adalah Mesias/Kristus yang dijanjikan adalah
―supaya karena percaya kamu memperoleh hidup dalam nama-Nya‖
(Yoh 20:31)—ini penting untuk keselamatan. Namun, mempercayai
bahwa Yesus adalah Allah bukan syarat untuk keselamatan di
manapun juga dalam Perjanjian Baru. Trinitarianisme telah
memaksakan kepada jemaat suatu persyaratan untuk keselamatan tanpa
pembenaran dari Firman Allah, dan ini adalah sebuah hal yang sangat
serius.
Dalam nas berikut dalam Yohanes 8 kita dapat melihat cara Yesus
yang khas dalam memakai ―Aku ada(lah)‖ (egō eimi), biasanya
diterjemahkan sebagai ―Akulah Dia‖ sebagaimana diharuskan oleh
kaidah linguistik Inggris:
―Karena itu tadi Aku berkata kepadamu bahwa kamu akan
mati dalam dosamu; sebab jikalau kamu tidak percaya, bahwa
Akulah Dia (egō eimi), kamu akan mati dalam dosamu.‖
25 Lalu kata mereka kepada-Nya: ―Siapakah Engkau?‖ Jawab
Yesus kepada mereka: ―Apa yang telah Kukatakan kepadamu
sejak semula?
24
68
The Only True God
Banyak yang harus Kukatakan dan Kuhakimi tentang kamu;
akan tetapi Dia yang mengutus Aku, adalah benar, dan apa yang
Kudengar dari Dia, itulah yang Kukatakan kepada dunia.‖
27 Mereka tidak mengerti bahwa Ia berbicara kepada mereka
tentang Bapa.
28 Maka kata Yesus: ―Apabila kamu telah meninggikan Anak
Manusia, barulah kamu tahu bahwa Akulah Dia (egō eimi), dan
bahwa Aku tidak berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri, tetapi Aku
berbicara tentang hal-hal, sebagaimana diajarkan Bapa kepadaKu.‖ (Yoh 8:24-28)
26
Perhatikan baik-baik, Yesus mengatakan kepada orang-orang bahwa
mereka harus percaya bahwa ―Akulah (Dia)‖ jika mereka tidak mau mati
dalam dosa-dosa mereka. Maka, sebagaimana bisa kita duga, mereka
segera menanyakan dia, ―Siapakah Engkau?‖ tetapi, sekali lagi, ia
menolak memberi jawaban langsung atau eksplisit atas pertanyaan
tersebut. Artinya, dia menolak untuk berkata ―Akulah Mesias‖ atau
―Akulah Anak Allah‖. Ia hanya menyatakan ―apa yang Kudengar dari Dia
(Bapa), itulah yang Kukatakan kepada dunia‖. Di sini, seperti di bagian
lain dalam Injil Yohanes, Yesus menekankan subordinasinya yang total
kepada Bapa, sampai-sampai ia tidak berkata apa-apa selain apa yang
disampaikan Bapa kepadanya.
Akan tetapi, dalam ayat 28 Yesus sekali lagi merujuk kepada dirinya
sebagai ―Akulah (Dia)‖, tetapi kali ini ia berbicara tentang dirinya sebagai
―Anak Manusia‖. Dalam bahasa Yunani gelar tersebut tidak ditulis
dengan huruf kapital; penulisan itu dilakukan oleh para penerjemah,
jelas-jelas dengan niat agar istilah tersebut dipahami sebagai sebuah
gelar mesianik. ―Anak manusia‖ jelas sekali merupakan gelar yang lebih
disukai oleh Yesus untuk dirinya sendiri dalam keempat Injil (semuanya
74 kali: Mat: 27 kali; Mrk:14; Luk:22; Yoh:11). Baik dalam bahasa Aram
maupun bahasa Ibrani (juga Ibrani modern) ―anak manusia‖ adalah
istilah yang lazim untuk ―manusia‖ (bdk. Ef 3:5). Hal ini tidak diketahui
oleh kebanyakan orang Kristen, sehingga mereka beranggapan bila itu
semestinya semacam gelar istimewa, dalam hal ini, sebuah gelar
mesianik. Padahal, secara linguistik sudah cukup tepat bila
menerjemahkan Yohanes 8:28 itu dengan ―Apabila kamu telah
meninggikan Manusia itu (atau, manusia), barulah kamu tahu, bahwa
Akulah Dia (egō eimi)‖. Entah ―anak manusia‖ itu sebuah gelar mesianik
atau bukan dibahas dalam sejumlah besar buku dan artikel, tetapi hal itu
Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus
69
tidak berkaitan secara langsung dengan kajian ini. Yang perlu kita
camkan di sini adalah bahwa Yesus jelas menginginkan para
pendengarnya memperhatikan dia mengatakan dirinya sebagai ―sang
manusia‖, atau ―sang Manusia‖.
Berdasarkan nas ini dalam Yohanes 8, sebagaimana juga dengan
pemakaian-pemakaian lain dari ―Aku ada(lah)‖ dalam ucapan-ucapan
Yesus, “Aku ada(lah)” dalam Injil Yohanes dengan sendirinya adalah
sebuah pernyataan mesianik tepatnya karena itu menggemakan ―dia
adalah‖ dari Yohanes 20:31: ―tetapi hal-hal ini telah dicatat, supaya kamu
percaya bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya karena
percaya kamu memperoleh hidup dalam nama-Nya‖—Dia adalah
Kristus. Dengan demikian, ―Aku ada(lah)‖ = ―dia ada(lah)‖. Jadi, dalam
Yohanes 8:28, misalnya, Yesus adalah Kristus/Mesias tanpa
menghiraukan apakah ―anak manusia itu‖ dimengerti sebagai sebuah
gelar mesianik atau bukan. Oleh karena itu, dalam Yohanes 8 ini, seperti
dalam sebagian nas-nas lain, “Aku ada(lah)” merupakan sebuah
penegasan mesianik yang implisit, bukan sebuah klaim terhadap gelar
milik Yahweh.
Adalah sebuah kesalahan, tentunya, untuk segera berasumsi bahwa
setiap pemunculan dari ke-23 ―Aku ada(lah)‖ dalam Injil Yohanes
hendaknya dimengerti secara mesianik. Prinsip dasar yang menguasai
semua eksegesis adalah bahwa konteks merupakan sebuah faktor
penentu dalam menetapkan arti dari nas yang sedang dipertimbangkan.
“Aku ada(lah)” dalam Yohanes 14:6
Ketundukan Kristus kepada Bapa menonjol dengan kejelasan yang
sempurna di seluruh Injil Yohanes. Melihat kembali saya sekarang
menginsafi betapa aneh untuk Yohanes 14:6 (―Akulah jalan dan
kebenaran dan hidup‖), misalnya, dikutip oleh para Trinitarian sebagai
bukti atas ketuhanan dan kesetaraan Kristus dengan Allah sang Bapa.
Orang tidak perlu menjadi pemikir yang mendalam atau luar biasa
perseptif untuk melihat bahwa ―jalan‖ adalah sarana untuk mencapai
tempat tujuan, bukan tempat tujuan itu sendiri; jalan adalah cara untuk
sampai ke tujuan, bukan akhir dari tujuan itu sendiri. Sewaktu kita
berada dalam perjalanan, apakah kita begitu terpikat dengan jalan itu
sampai kita tidak bisa melihat ke mana jalan itu membawa kita? Dan ke
manakah Kristus, Jalan itu, membawa kita? Ayat yang sama (Yoh 14:6)
70
The Only True God
memberi jawabannya: Membawa kita kepada Bapa, karena ―tidak ada
seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.‖
Kristuslah Jalan itu—‗melalui Aku‖—tempat tujuannya adalah ―Bapa‖:
―Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang
benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita
kepada Allah‖ (1Ptr 3:18).
Namun, mengapa setiap kali kita melihat atau mendengar
pernyataan Yesus dalam bentuk ―Akulah jalan…‖ kita beranggapan
bahwa ia sedang menyatakan, atau mengklaim, keilahian? Bukankah ini
disebabkan oleh karena kita telah dipenuhi oleh ajaran trinitaris
sehingga kita tidak dapat memahami kata-kata tersebut dengan cara
lain? Jika Yesus sekadar ingin mengatakan bahwa ia adalah jalan kepada
Allah, apakah ada cara lain untuk mengatakannya selain dengan ―Akulah
(egō eimi) jalan‖? Jika saya berkata ―Aku adalah orang Cina‖, apakah
―Aku ada(lah)‖ dalam kata-kata ini menyiratkan bahwa saya sedang
membuat klaim keilahian? Dalam Yohanes 9:9, ketika orang-orang
memperdebatkan apakah orang buta itu benar-benar orang yang
disembuhkan oleh Yesus, ia sendiri menegaskan fakta tersebut dengan
kata-kata ―Aku ada(lah) (egō eimi)‖, yang artinya mengatakan secara
tegas, ―Akulah orangnya dan bukan orang lain.‖ Adalah tidak masuk akal
bila mengemukakan bahwa dengan mengatakan ―Aku ada(lah)‖, orang
yang dulunya buta itu sedang membuat klaim implisit sebagai Allah!
Adalah benar bahwa dalam bahasa Yunaninya, ―Aku ada(lah)‖
dalam Injil Yohanes ini berciri penegas, yang menekankan bahwa Yesus
adalah satu-satunya jalan; sama seperti ―Akulah pintu‖ (Yoh 10:7,9) yang
berarti ―akulah orangnya, bukan orang lain, yang adalah pintu itu.‖
Namun, pintu itu, seperti jalan, merupakan sarana yang digunakan
orang untuk keluar masuk rumah. Pintu bukanlah rumah. Jika tidak ada
rumah, tidak perlu ada pintu. Demikian juga, bila tidak ada tempat
tujuan, tidak perlu ada jalan.
Mengingat pembahasan terdahulu, tidak bisa diragukan bahwa
―Aku ada(lah)‖ dalam ―Akulah jalan‖ dari Yohanes 14:6 berciri mesianik,
sama seperti Yohanes 8:24 dan 28; dan tentunya bukan merupakan
klaim terhadap keilahian.
Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus
71
“Akulah kebangkitan dan hidup” (Yoh 11:25)
Para Trinitarian tidak ragu mengutip kata-kata tersebut sebagai ―tanda
bukti‖ bahwa Yesus adalah Allah. Namun, seperti biasanya, mereka tidak
mau repot-repot memandang konteksnya. Kata-kata itu diucapkan
kepada Marta, ketika Yesus menanyakan apakah ia mempercayai
pernyataannya dan juga pernyataan-pernyataan mengejutkan lain yang
diucapkan segera sesudahnya. Yesus berkata: ―siapa saja yang percaya
kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang
hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya.
Percayakah engkau akan hal ini?‖ Jawaban Marta bukanlah, ―Ya, aku
percaya engkau adalah Allah‖, melainkan ―Ya, Tu[h]an, aku percaya,
bahwa Engkaulah Mesias, Anak Allah, yang akan datang ke dalam
dunia...‖ (Yoh 11:25-27). Dengan kata lain, Marta tidak melihat perkataan
Yesus sebagai suatu klaim terhadap keilahian melainkan sebagai sebuah
pernyataan mesianik. Sebagai seorang Yahudi Marta tahu, tidak seperti
kebanyakan orang non-Yahudi yang tidak tahu, bahwa ―Anak Allah‖
bukanlah sebuah gelar ilahi dalam Alkitab tetapi sebuah gelar Mesias
yang didasari oleh Mazmur 2:7.
Namun, bukankah Yesus mengatakan ini pada peristiwa
kebangkitan Lazarus? Tentu saja. Namun, jika pertanyaan ini
menyiratkan bahwa membangkitkan orang mati adalah bukti dirinya
sebagai Allah, ini memperlihatkan ketidak-tahuan yang luar biasa akan
Alkitab. Itu bukan satu-satunya peristiwa dalam kisah-kisah Alkitab
tentang orang mati yang dibangkitkan. Jauh sebelum masa Yesus, Elia
juga membangkitkan seorang anak yang sudah mati dan tidak satu pun
orang Yahudi yang pernah menganggap hal itu bisa digunakan sebagai
bukti bahwa Elia adalah tokoh ilahi! Kisah tentang perbuatan Elia itu
tercatat dalam 1 Raja-Raja 17:17 dst., dan luar biasa miripnya dengan
kisah Yesus yang membangkitkan anak seorang janda di kota Nain
sebagaimana dilukiskan dalam Lukas 7:11-17. Butir-butir utama dari
persamaannya adalah: (1) kedua contoh tersebut ada hubungannya
dengan kesedihan seorang janda; (2) kematian dari anak satu-satunya;
(3) kata-kata pada akhir kisah dalam Injil Lukas setelah orang mati itu
dihidupkan kembali, ―Yesus menyerahkannya kepada ibunya‖ (Luk 7:15),
yang menggemakan apa yang dilakukan Elia setelah anak itu
dibangkitkan: ia membawanya turun dari kamar atas, tempat di mana ia
membawa anak itu dan berdoa kepada Yahweh, dan mengembalikannya
kepada ibunya. Adalah mungkin bila kata-kata dalam Injil Lukas artinya
72
The Only True God
tidak lebih daripada Yesus mengembalikan anak itu kepada sang ibu,
tetapi tidak menutup kemungkinan bila Lukas juga memang berniat
menyiratkan suatu rujukan kepada nabi besar Elia itu. Kemungkinan ini
lebih besar sambil kita membaca kisahnya, sebab segera setelah
pernyataan tersebut dalam Lukas 7:15 kita membaca, ―Semua orang itu
ketakutan dan mereka memuliakan Allah, sambil berkata: ‗Seorang nabi
besar telah muncul di tengah-tengah kita,‘ dan ‗Allah telah datang untuk
menyelamatkan umat-Nya‘‖.
Peristiwa kebangkitan orang muda dari antara orang mati itu tidak
menyebabkan orang Yahudi menganggapnya sebagai bukti keilahian
Yesus, melainkan sebagai bukti bahwa ―seorang nabi besar (seperti Elia)
telah muncul di tengah-tengah kita‖ dan bahwa ―Allah telah datang
untuk menyelamatkan umat-Nya‖, sama seperti ketika Ia
menyelamatkan Israel dari penyembahan berhala melalui Elia,
terutamanya melalui peristiwa masyhur di atas gunung Karmel. Para
Trinitarian terus-menerus memasukkan klaim-klaim mereka untuk
keilahian Yesus ke dalam ucapan-ucapan dan tindakan-tindakan Yesus
padahal ia sama sekali tidak memaksudkannya demikian dan orangorang yang hadir ketika itu pun tidak menarik kesimpulan itu.
Apakah “Aku ada(lah)” dipakai dalam arti khusus
(yaitu, merujuk kepada Yahweh) dalam sebagian
ucapan-ucapan Yesus?
Yesus berulang-kali menegaskan bahwa Bapa adalah sumber dari segala
sesuatu yang dilakukannya. Ia tidak dapat mengerjakan dan mengatakan
―apapun dari diri-Nya sendiri‖. Apa lagi arti ucapannya itu kalau bukan
perbuatan dan perkataannya adalah apa yang diungkapkan oleh Bapa
(yang tinggal di dalam dia) melalui dia? Ini dinyatakan dalam Yohanes
5:19: ‗Lalu Yesus menjawab mereka, ―Sesungguhnya Aku berkata
kepadamu, Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diri-Nya
sendiri, jikalau Ia tidak melihat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang
dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak.‖‘ Juga Yohanes 5:30,
―Aku tidak dapat berbuat apa-pun dari diri-Ku sendiri‖. Yohanes 8:28,
―Aku tidak berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri, tetapi Aku berbicara
tentang hal-hal, sebagaimana diajarkan Bapa kepada-Ku.‖ Ucapanucapan itu jelas berarti bahwa sang Bapa Allah, Yahweh, bertindak dan
Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus
73
berbicara melalui Yesus. Apakah ada buktinya dalam perkataan Yesus?
Barangkali pernyataan berikut adalah satu contohnya:
Yohanes 8:58, Kata Yesus kepada mereka: ―Sesungguhnya Aku
berkata kepadamu, sebelum Abraham ada, Aku telah ada.‖
Untuk memahami ayat ini, ada dua pilihan: (1) Mengambil ―Aku
ada(lah)‖ dalam ayat ini sebagai rujukan kepada Keluaran 3:14 atau
kepada Yesaya 43:10,11. Kita harus menyadari bahwa ini berarti kita
mengatakan bahwa Yesus mengklaim dirinya sebagai Yahweh—suatu
klaim yang tidak ingin dibuat oleh para Trinitarian, karena jika Yahweh
memiliki kedudukan dalam Allah Tritunggal, kedudukannya haruslah
sebagai ―Allah Bapa‖, bukan sebagai ―Anak‖. (2) Mengambilnya dalam
arti Yahweh berinkarnasi di dalam ―manusia Kristus Yesus‖, dan di sini
Ia dengan gamblang tengah berbicara di dalam Yesus dan melalui Yesus.
Secara eksegetis pilihan yang terakhir ini tentu saja tidak mustahil; tetapi
tetap saja akan berlawanan dengan trinitarianisme (sama seperti pilihan
pertama).
Mengapa kita berkata bahwa pilihan alternatiflah yang mungkin,
yakni, bahwa Yahweh adalah Dia yang sedang berbicara melalui Yesus
dengan kata-kata, ―Sebelum Abraham ada, Aku ada‖? Kemungkinan ini
disebabkan oleh dua alasan yang saling berkaitan:
(1) Sang Bapa ―diam‖, ―tinggal‖ di dalam Kristus atau ―bersatu dengan‖
Kristus. Semua kata-kata tersebut pada dasarnya mengandung makna
yang sama, dan semuanya menerjemahkan kata menō dalam Yohanes
14:10 dan pada bagian lain dalam Injil Yohanes. ―Tidak percayakah
engkau bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku? Apa yang Aku
katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa,
yang tinggal di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaanpekerjaan-Nya.‖ (Yoh 14:10)
(2) Dengan berbagai cara Yesus menegaskan bahwa ―firman yang kamu
dengar itu bukanlah dari Aku, melainkan dari Bapa yang mengutus
Aku‖ (Yoh 14:24); ―Sebab Aku berkata-kata bukan dari diri-Ku sendiri,
tetapi Bapa, yang mengutus Aku, Dialah yang memerintahkan Aku untuk
mengatakan apa yang harus Aku katakan dan Aku sampaikan.‖ (Yoh
12:49)
74
The Only True God
Dengan menggabungkan kedua butir di atas, tentu bukan mustahil bila
Yohanes 8:58 adalah sebuah contoh di mana sang Bapa, Yahweh,
berbicara melalui Yesus dengan kata-kata ―Aku ada(lah)‖. Dan Ia
(Yahweh) tentu telah ada sebelum Abraham dalam pengertian apa pun
dari kata ―sebelum‖.
Contoh lain di mana kita mungkin dapat mendengar suara Yahweh
berbicara melalui Yesus adalah dalam Yohanes 10:11,14 ―Akulah gembala
yang baik‖, yang dengan jelas mencerminkan kata-kata masyhur dari
Mazmur ke-23, ―TUHAN (Yahweh) adalah gembalaku‖. Sulit untuk tidak
menyimpulkan adanya maksud pengidentifikasian yang disengaja.
Pengidentifikasian yang selanjutnya diperkuat oleh ayat masyhur dan
indah lainnya: ―Seperti seorang gembala Ia menggembalakan kawanan
ternak-Nya dan menghimpunkannya dengan tangan-Nya; anak-anak
domba dipangku-Nya, induk-induk domba dituntun-Nya dengan hatihati.‖ (Yes 40:11)
Kekeliruan penggunaan trinitaris “Aku ada(lah)”
sebagai bukti ketuhanan Yesus
Haruslah diingat bahwa dalam memperdebatkan ketuhanan Yesus,
mengatakan bahwa Yahweh, sang Bapa, berbicara melalui Yesus yang Ia
diami, adalah sangat berbeda dari penggunaan trinitaris atas frase ―Aku
ada(lah)‖. Apa yang perlu dimengerti oleh umat Trinitarian adalah:
Jika dengan “Aku ada(lah)” Yesus mengklaim dirinya sebagai Allah,
maka secara khusus ia mengklaim dirinya sebagai Yahweh!
Klaim trinitaris bahwa ―Aku ada(lah)‖ dalam Injil Yohanes harus
dimengerti sebagai klaim Yesus sebagai Allah, mengalami banyak
masalah. Apakah mereka ingin mengatakan bahwa Yesus, alih-alih Bapa,
adalah Yahweh? Atau, apakah mereka ingin mengatakan bahwa ada tiga
(atau dua?) pribadi yang adalah Yahweh? Hal ini melanggar pernyataan
monoteis PL. Namun, bukan itu saja, ini akan membuat perkataan Yesus
sendiri dalam Injil Yohanes tidak masuk akal, misalnya, ―Bapa lebih
besar daripada Aku‖ (Yoh 14:28), jika ―Aku‖ dimengerti sebagai ―Aku
ada(lah)‖ yang ilahiah itu. Dalam konteks Yohanes 14 kita harus percaya
pada Allah dan juga pada Yesus (14:1, bdk. ay.10,11); dan Yesus
menghendaki kita mengerti bahwa sebagai sasaran dari iman dan
Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus
75
kepercayaan kita, sang Bapa lebih besar daripada dia. Apa lagi
maksudnya kalau bukan itu?
Trinitarianisme, yang bersikeras pada pendirian dogmatisnya akan
kesetaraan dari ‗pribadi-pribadi‘ ilahi itu, telah sangat menyulitkan kita
dalam menerima pengajaran yang amat gamblang dan eksplisit dalam
Injil Yohanes tentang subordinasi Anak kepada Bapa. Kita dibuat merasa
telah mempermalukan atau menghina Anak dengan mengakui bahwa ia
adalah subordinat Bapa—meskipun Anak itu sendiri yang bersikeras
akan subordinasinya. Dengan mengsubordinasikan Yesus, sebenarnya
bukan kita yang lancang.
Akhirnya, orang-orang Trinitarian sepertinya tidak mampu
memutuskan apakah Yesus mengklaim sebagai Yahweh (sekalipun ia
bahkan tidak menyatakan dirinya sebagai Mesias secara terbuka) atau
sebagai anak Yahweh (―anak Allah‖). Banyak orang Trinitarian yang
begitu bingung dengan persoalan ini sehingga dalam kekaburan mereka
kelihatannya ingin mengambil semacam bentuk perpaduan dari
keduanya! Betapa pun tidak sesuainya dengan Kitab Suci, dogma
trinitaris sebenarnya rutin memanjakan gaya bicara bertentangan seperti
ini, yang sekarang menyatakan Yesus adalah Allah dan juga kemudian
menyatakan ia adalah Anak Allah—hal ini, tentu saja, adalah hal yang
kita kenal baik karena kita sendiri sebagai orang-orang Trinitarian juga
melakukannya.
Pengamatan lanjutan atas Yohanes 8:58
Adalah jelas bahwa ―Aku telah ada‖ berada pada posisi penegas. Apakah
―aku telah ada sebelum Abraham‖ dapat menjadi bacaan yang sepadan?
Ada dua ayat yang bersesuaian dengannya:
Yohanes 1:15
Yohanes bersaksi tentang Dia dan berseru, ―Inilah Dia, yang
kumaksudkan ketika aku berkata: ‗Kemudian daripada aku akan
datang Dia yang telah mendahului aku, sebab Dia telah ada
sebelum aku.‘‖
Kata-kata Yohanes Pembaptis ini diulangi verbatim dalam Yohanes 1:30.
Penjelasan mengapa ia (sang Mesias Yesus) ―mendahului aku‖ adalah
―sebab Dia telah ada sebelum (prōtos) aku‖. Kata prōtos di sini tentu saja
76
The Only True God
bisa mengacu kepada waktu, sama seperti ―sebelum‖ (Yun: prin) dalam
Yohanes 8:58. Yohanes (seperti Abraham) dilahirkan sebelum Yesus,
jadi, bagaimana mungkin Yesus telah ada sebelum dia? Ini sepertinya
menunjuk pada persepsi Yohanes tentang Yesus sebagai penjelmaan
Logos, Firman Allah. Kita bisa yakin bahwa Yohanes, sebagai seorang
Yahudi monoteistik, tidak akan pernah berpikir atau berbicara tentang
Yesus sebagai Allah.
Bagaimanapun, maksud dalam Yohanes 1:15,30 ialah, sang
Pembaptis mengakui bahwa Yesus lebih besar daripadanya. Demikian
juga, apa yang dinyatakan dalam Yohanes 8:58 berarti, setidak-tidaknya,
bahwa Yesus lebih besar daripada Abraham, bapa bangsa-bangsa dan
―sahabat Allah‖ itu. Bahwa pengertian ini benar ditegaskan oleh
kenyataan bahwa Yohanes 8:58 menjawab pertanyaan yang diajukan
dalam ay.53, ―Adakah Engkau lebih besar daripada bapak kita
Abraham?‖
Jika makna dasar Yohanes 8:58 adalah bahwa meskipun Abraham
itu besar, Yesus sang Mesias lebih besar lagi, maka hal ini bisa
didamaikan oleh sejumlah besar nas dalam Sinoptik yang menekankan
kebesaran Yesus: Lebih besar daripada Bait Suci, Matius 12:6; lebih
besar daripada Yunus, Matius 12:41; Lukas 11:32; lebih besar daripada
Salomo, Matius 12:42; Lukas 11:31.
Allah dan Bapa Tu[h]an kita Yesus Kristus
―Allah dan Bapa Tu[h]an kita Yesus Kristus‖ adalah sebuah bentuk
rujukan penting kepada Allah yang ditemukan dalam Roma 15:6; 2
Korintus 1:3; 11:31; Efesus 1:3; 1 Petrus 1:3. Kelima referensi ini
menunjukkan bahwa frase tersebut merupakan sebuah deskripsi Allah
yang terkenal dalam gereja PB, dan bahwa Allah yang mereka sembah itu
memang adalah ―Allah dan Bapa Tu[h]an kita Yesus Kristus‖.
Bagi kita yang dibesarkan dalam trinitarianisme, sang ―Bapa‖
langsung dihubungkan dengan ―Allah-Anak‖, sedangkan dalam PB,
―Bapa‖ adalah istilah yang dimengerti dalam kaitannya dengan ―anak
Allah‖, gelar sang Mesias atau Kristus. Gelar ini selanjutnya digabungkan
ke dalam gelar ―Tu[h]an Yesus Kristus‖, yang bagi seorang berbahasa
Ibrani adalah ―Tu[h]an Yesus sang Mesias‖ (lih. mis. Salkinson-Ginsburg
Hebrew NT). Bagi orang-orang yang tidak berbahasa Ibrani, gelar
Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus
77
―Kristus‖ itu telah menjadi semacam nama keluarga sehingga signifikansi
orisinilnya terhilang.
―Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi
Tu[h]an dan Kristus‖ (Kis 2:36) dan, tidak kalah pentingnya, untuk alasan
yang satu ini bahwa Ia adalah ―Allah dan Bapa dari Tu[h]an kita Yesus‖.
Hal ini jelas memperlihatkan bahwa gereja awal tidak memandang kata
―Tu[h]an‖ sebagai gelar ilahi dalam pengertian trinitaris. Betapa
berbedanya keadaan dewasa ini di mana orang Kristen tidak bisa
memikirkan Yesus sebagai ―Tu[h]an‖ kecuali dalam pengertian bahwa ia
adalah Allah. Ini memperlihatkan bagaimana pemikiran trinitaris telah
membuat kita hampir tidak mungkin bisa membaca PB kecuali di dalam
bahasa dan kategori-kategori trinitaris. Umat Kristen sudah terpaku
untuk membaca dengan kacamata trinitaris. Kecuali jika kita dibebaskan
dari belenggu ini oleh anugerah Allah, kita tidak akan mampu memahami
firman Allah dengan benar, selain hanya dengan istilah-istilah yang
disimpangkan secara serius. Seberapa besarkah dampak yang
diakibatkan oleh kondisi yang menyedihkan dan berbahaya ini atas
kondisi rohaniah gereja saat ini, bila gereja tidak lagi bisa memahami
firman Allah sebagaimana mestinya? Mereka menyembah tiga pribadi,
alih-alih satu, dan kebanyakannya menyembah satu pribadi—Yesus.
Bertolak-belakang tajam dengan ini, dalam PB jemaat menyembah ―Allah
dan Bapa Tu[h]an kita, Yesus Kristus‖. Atau sebagaimana dikemukakan
oleh sang Rasul, ―aku sujud kepada Bapa‖ (Ef 3:14).
Namun, bagaimana kita dapat mendamaikan gagasan trinitaris
tentang Yesus yang setara dengan Yahweh, dan di sisi lain, fakta bahwa
Yahweh adalah Allahnya Yesus? Sekali lagi, apakah dengan cara lazim
memakai gaya bicara bertentangan (double-talk): dalam hal Yahweh
sebagai Allahnya Yesus, itu berlaku kepada Yesus sebagai manusia,
bukan sebagai Allah (jika tidak maka Yahweh akan menjadi Allah dari
Allah!)? Dengan kata lain, trinitarianisme melibatkan diperlukannya
Yesus untuk dibagi dua bila menyangkut eksegesis akan ayat-ayat dalam
Kitab Suci: Dalam satu bagian sesuatu dikatakan berlaku kepada Yesus
sebagai manusia, dan dalam bagian lain sesuatu dikatakan berlaku
kepadanya sebagai Allah. Dengan cara meloncat bolak-balik seperti
inilah dogma itu dipertahankan. Akan tetapi, pemisahan Allah dengan
manusia di dalam Kristus trinitaris sebenarnya tidak diizinkan oleh
syahadat trinitaris itu sendiri, karena pemisahan Allah dengan manusia
di dalam Kristus seperti inilah yang dikutuk sebagai bidat dalam nama
78
The Only True God
―Nestorianisme‖, yang mengakibatkan pengucilan. ―Eutikianisme dan
Nestorianisme akhirnya dikutuk pada Konsili Khalkedon (th. 451 M),
yang mengajarkan satu Kristus dalam dua kodrat dipersatukan dalam
satu pribadi atau hypostasis, akan tetapi tetap ‗tanpa kerancuan, tanpa
perubahan, tanpa pembagian, tanpa perpisahan!‘‖ (Evangelical
Dictionary of Theology, W.A. Elwell, Baker, Art. tentang Kristologi).
Dengan demikian, sifat pertentangan-diri dari trinitarianisme
terungkap oleh gaya bicara bertentangan (double-talk) yang trinitaris.
Karena, seandainya Allah dan manusia dalam Kristus dapat dipisahkan
dengan mengatakan ayat ini berlaku kepada Yesus sebagai manusia
tetapi ayat itu berbicara tentang Yesus sebagai Allah, maka Yesus bukan
lagi satu pribadi melainkan dua, dan ini bertentangan dengan dogma
trinitaris bahwa Yesus adalah ―Allah sejati, manusia sejati‖, keduanya
dalam satu pribadi. Namun, teori itu satu hal, prakteknya lain lagi.
Diperhadapkan dengan masalah-masalah yang tak teratasi dalam terang
Alkitab monoteistik yang tak kenal kompromi, para Trinitarian terpaksa
bermain sulap interpretatif untuk menyangga dogma mereka.
Mari kita ambil satu butir penting yang dasariah sebagai contoh.
Satu hal yang teramat sering dinyatakan tentang Yesus adalah tentang
kematiannya yang menebus. Namun, seandainya Yesus adalah Allah,
maka ia tidak bisa mati; jika ia bisa mati, maka ia bukan Allah. Karena,
satu kebenaran dasariah tentang Allah dalam Alkitab ialah bahwa Dia itu
abadi, kekal dan senantiasa ada (Ul 33:27; Mzm 90:2, dst.); Sejauh
Alkitab, tidak ada keraguan sama sekali akan hal ini. Paulus berbicara
tentang Allah sebagai Dia yang ―satu-satunya yang tidak takluk kepada
maut‖ (1Tim 6:16). Segala sesuatu akan berlalu, namun Allah tetap
selamanya, ―tahun-tahun-Mu (-Nya) tidak berkesudahan‖ (Mzm 102:2527).
Jadi trinitarianisme diperhadapkan kepada pertanyaan: Bagaimana
mungkin Yesus bisa mati tetapi dia juga adalah Allah? Untuk itu tidak
ada jawaban lain selain mengatakan: Yesus mati sebagai manusia, bukan
sebagai Allah. Inilah gaya bicara bertentangan yang tak terelakkan. Lalu,
apa jadinya dengan syahadat trinitaris yang dinyatakan di Khalkedon:
―Satu Kristus dalam dua kodrat (perhatikan bagaimana Allah disebut
dengan istilah ―kodrat‖) dipersatukan dalam satu pribadi…tanpa
pembagian, tanpa pemisahan‖? Jelaslah, dogma ini benar-benar
mustahil untuk dipertahankan dalam terang wahyu Alkitabiah akan
Allah.
Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus
79
Lagipula, seandainya Yesus adalah Allah, maka istilah ―Allah
Tu[h]an kita Yesus Kristus‖ itu tanpa bisa dipungkiri berarti bahwa Allah
adalah Allah dari Allah! Aduh, trinitarianisme! Karena, mau tidak mau,
ini akan membangkitkan pertanyaan: ―Allah‖ macam apa Yesus
trinitarianisme ini? Allah memang dikenal sebagai ―Allah segala allah‖
(Ul 10:17; Yos 22:22; Mzm 136:2; Dan 2:47; 11:36), tetapi siapa ―segala
allah‖ ini harus kita biarkan untuk ditemukan jawabannya oleh para
Trinitarian.
Allah sebagai Allah dan Bapanya Yesus
—dan sebagai Allah dan Bapa kita; Yohanes 20:17
Istilah ―Allah dan Bapa‖ muncul 12 kali dalam PB; 6 darinya
berhubungan dengan Kristus, dan 6 selebihnya berhubungan dengan
orang-orang beriman. Semua 12 referensi tersebut dikutip lengkap di sini
untuk memudahkan dalam mereferensi:
Allah sebagai Allah Tu[h]an kita Yesus Kristus, atau ―Allahnya‖:
Roma 15:6, ―sehingga dengan satu hati dan satu suara kamu
memuliakan Allah dan Bapa Tu[h]an kita, Yesus Kristus.‖
2 Korintus 1:3, ―Terpujilah Allah, Bapa Tu[h]an kita Yesus
Kristus, Bapa yang penuh kemurahan dan Allah sumber segala
penghiburan‖.
2 Korintus 1:31, ―Allah, yaitu Bapa dari Yesus, Tu[h]an kita,
yang terpuji sampai selama-lamanya [bdk. Rm 9:5], tahu, bahwa
aku tidak berdusta.‖
Efesus 1:3, ―Terpujilah Allah dan Bapa Tu[h]an kita Yesus
Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita
segala berkat rohani di dalam surga‖.
1 Petrus 1:3, ―Terpujilah Allah dan Bapa Tu[h]an kita Yesus
Kristus, yang karena rahmat-Nya yang besar telah membuat kita
lahir kembali melalui kebangkitan Yesus Kristus dari antara
orang mati, kepada hidup yang penuh pengharapan‖.
80
The Only True God
Wahyu 1:6, ―dan yang telah membuat kita menjadi suatu
kerajaan, menjadi imam-imam bagi Allah, Bapa-Nya, bagi Dialah
kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya. Amin.‖
Allah sebagai Allah dan Bapa kita:
Galatia 1:4, ―yang telah menyerahkan diri-Nya karena dosadosa kita, untuk melepaskan kita dari dunia jahat yang sekarang
ini, menurut kehendak Allah dan Bapa kita‖.
Efesus 4:6, ―satu Allah dan Bapa dari semua, Allah yang di atas
semua dan melalui semua dan di dalam semua.‖
Filipi 4:20, ―Dimuliakanlah Allah dan Bapa kita selamalamanya! Amin.‖
1 Tesalonika 1:3, ―Sebab kami selalu mengingat pekerjaan
imanmu, usaha kasihmu dan ketekunan pengharapanmu kepada
Tu[h]an kita Yesus Kristus di hadapan Allah dan Bapa kita‖.
1 Tesalonika 3:11, ―Kiranya Dia, Allah dan Bapa kita, dan
Yesus, Tu[h]an kita, membukakan bagi kami jalan kepadamu‖.
1 Tesalonika 3:13, ―Kiranya Dia menguatkan hatimu, supaya
tak bercacat dan kudus, di hadapan Allah dan Bapa kita pada
waktu kedatangan Yesus, Tu[h]an kita, dengan semua orang
kudus-Nya.‖
Para pakar Muslim telah menuduh Paulus sebagai orang yang
menuhankan manusia Yesus dengan menjadikan dia Allah-Anak, dan
dengan demikian, Paulus menjadi pendiri sejati agama Kristen
sebagaimana yang ada sekarang. Namun, terlepas dari fakta bahwa
istilah ―Allah-Anak‖ tidak pernah dipakai oleh Paulus, apa yang kita lihat
dari daftar ayat-ayat di atas tentang ―Allah dan Bapa‖ akan segera
menjadi jelas bahwa kebanyakan dari rujukan kepada Allah sebagai
―Allah dari Yesus Kristus‖ itu ditemukan dalam surat-surat Paulus (4
dari 6 referensi), dan ia menulis dengan cara yang persis sama tentang
Allah sebagai Allah kita (seluruh 6 referensi).
Yesus berbicara tentang Allah sebagai ―Allahku‖ (Yoh 20:17; Mat
27:46 = Mrk 15:34). Dalam Yohanes 20:17, Yesus berkata kepada Maria
Magdalena, ―Janganlah engkau memegang Aku terus, sebab Aku belum
Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus
81
naik kepada Bapa, tetapi pergilah kepada saudara-saudara-Ku dan
katakanlah kepada mereka bahwa sekarang Aku akan pergi kepada BapaKu dan Bapamu, kepada Allah-Ku dan Allahmu.‖ Hal ini tercermin
dengan kuatnya dalam Wahyu 3:12 di mana Kristus yang telah bangkit
itu berbicara tentang ―Allahku‖ sebanyak empat kali dalam satu ayat ini:
―Siapa yang menang, ia akan Kujadikan tiang di dalam Bait Suci
Allah-Ku, dan ia tidak akan keluar lagi dari situ; dan padanya
akan Kutuliskan nama Allah-Ku, nama kota Allah-Ku, yaitu
Yerusalem baru, yang turun dari surga dari Allah-Ku, dan namaKu yang baru.‖ (Wahyu 3:12)
Arti ayat ini pada hakikatnya tidak akan terpengaruh jika alih-alih
―Allahku‖ cukup dibaca ―Allah‖ saja. Jadi, apa yang ditampilkan dengan
jelas sekali adalah penegasan dari Kristus bahwa Allah adalah Allahnya
yang dinyatakan dengan cara yang paling personal. Ini adalah hal
terpenting untuk memahami Kristologi kitab Wahyu (bdk. pula Why
3:2).
Sebagai orang Trinitarian kita menganjurkan bahwa ucapan
―Bapaku dan Bapamu‖, ―Allahku dan Allahmu‖, lebih membedakan
daripada menyatukan Yesus dengan kita karena ia tidak berkata ―Bapa
kita‖, ―Allah kita‖. Namun, kita mengabaikan kenyataan bahwa dalam
kalimat yang sama ia juga berkata ―pergilah kepada saudara-saudaraKu‖. Dengan demikian, apakah ia juga membedakan dirinya dari
saudara-saudaranya? Jika demikian, bagaimana? Bukankah ia juga
berkata bahwa semua orang yang melakukan kehendak Allah adalah
saudara-saudaranya (Mat 12:48,49; Mrk 3:33; Luk 8:21), yang berarti
bahwa semua orang yang melakukan kehendak Allah akan mengalami
Allah sebagai Bapa? Tidak bisa dipungkiri bila Yesus menggenapi
kehendak Bapa secara lebih penuh daripada saudara-saudaranya, tetapi
apakah itu membuat Allah menjadi Bapanya secara berbeda?
Namun, di sini sebagaimana di bagian lain, kita memasukkan
trinitarianisme kita ke dalam teks itu, dan dogma kita menuntut adanya
pembedaan antara kemanusiaan kita dengan kemanusiaan Kristus,
karena Kristus bukan manusia yang sama seperti kita. Ia adalah Allahmanusia, Allah dan manusia di dalam satu pribadi. Ini berarti ia bukan
sungguh-sungguh manusia seperti kita. Lebih lanjut, ini berarti dalam
mentalitas trinitaris Yesus itu cenderung lebih sebagai Allah daripada
sebagai manusia; kemanusiaannya ternaungi oleh keilahiannya. Ini
82
The Only True God
menimbulkan pertanyaan apakah Yesus trinitaris itu hanyalah sekadar
sebuah tubuh manusia yang kepribadiannya digerakkan oleh kodrat
ilahinya. Kristus yang trinitaris adalah Allah, tetapi dapatkah dikatakan
dengan jujur bahwa ia ―benar-benar manusia‖? Allah-manusia, dalam
kasus seperti ini, bukan manusia seperti kita. Jadi, trinitarianisme harus
mengubah definisi ―Allah‖ dan ―manusia‖ untuk memuat Yesus yang
mereka tuhankan! Jika kita memberi kebebasan kepada diri kita sendiri
untuk mendefinisikan istilah-istilah Alkitabiah dengan cara apa saja
sesuai dengan tuntutan dogma kita, maka kita telah memilih untuk
memperlakukan Alkitab semau kita. Namun, apa lagi yang bisa
diharapkan bila dasar batu karang monoteisme Alkitabiah itu, di mana
Yahweh adalah satu-satunya Allah, telah ditolak karena lebih menyukai
tiga pribadi yang berbagi dalam satu zat/hakikat atau kodrat ilahi?
Sebagai akibatnya, ―eksegesis‖ trinitaris atas Yohanes 20:17
menengarai bahwa ―Bapa‖ juga semestinya dimengerti dalam arti yang
berbeda-beda. Jadi, ketika Yesus berkata ―Bapaku‖, ia kononnya dengan
sengaja membedakan hubungannya dengan Bapa dari hubungan muridmuridnya dengan Bapa, dengan istilah ―Bapamu‖. Logika macam apa ini!
Namun, pembacaan teks secara gamblang (tanpa kacamata trinitaris)
mengindikasikan bahwa justru kebalikannyalah yang benar: apa yang
dimaksudkannya adalah bahwa mulai saat ini dan seterusnya, oleh kuasa
kebangkitan dan oleh Roh Kudus yang akan segera disalurkannya kepada
mereka (sebagaimana disebutkan dalam beberapa ayat kemudian, Yoh
20:22), murid-muridnya akan tahu bahwa ―Bapaku‖ adalah ―Bapamu‖.
Ini mengingatkan kita kepada kata-kata indah dalam Kitab Rut, di mana
Rut berkata kepada Naomi, ―Janganlah desak aku meninggalkan engkau
dan pulang dengan tidak mengikuti engkau; sebab ke mana engkau
pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ
jugalah aku bermalam: bangsamulah bangsaku dan Allahmulah
Allahku.‖ (Rut 1:16)
Ini membawa kita kepada inti dari pelayanan Yesus, tujuan yang
digambarkan oleh Rasul Petrus sebagai ―untuk membawa kita kepada
Allah‖ (1Ptr 3:18). Untuk mencapai hal ini, Yesus melakukan dua hal
yang menuntut sebuah respon: yang pertama, Yesus memanggil
pendengarnya untuk ―datanglah kepada-Ku‖ (Mat 11:28; Yoh 1:39; 5:40;
6:44,65: BIS) dan, yang kedua, ia memanggil kita dengan kata-kata,
―mengikut Aku‖ (Mat 10:38; Mrk 8:34; Yoh 10:27, dst.); atau
sederhananya, ―datanglah ke mari dan ikutlah Aku‖ (Mat 19:21; Luk
Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus
83
18:22). Kedua langkah tersebut menentukan sifat dasar pemuridan
dalam Perjanjian Baru. Ucapan Rut kepada Naomi secara benar
dipandang mengekspresikan hakikat dan karakter dari pemuridan.
Hasil dari dibawa kepada Allah melalui Yesus adalah bahwa kita
mengenal Allah sebagai Bapa kita dengan cara yang sama seperti Yesus
mengenal Allah sebagai Bapa. Setiap orang Kristen telah mempelajari
doa ―Bapa Kami‖ (Mat 6:9-13) sejak masa kanak-kanak. Doa ini sering
didaraskan dalam ibadah gereja. Namun, berapa banyak orang Kristen
yang mengenal Allah sebagai Bapa? Apa maksud Yesus ―membawa kita
kepada Allah‖ kalau bukan membawa kita untuk mengenal Allah, agar
kita memanggil-Nya ―Abba, Bapa‖ dari hati kita (Gal 4:6; Rm 8:15),
persis seperti Yesus yang juga memanggil-Nya ―Ya Abba, ya Bapa‖ (Mrk
14:36)? Ia datang untuk menyelamatkan kita, dan inilah arti
―diselamatkan‖. ―Inilah hidup yang kekal, yaitu bahwa mereka mengenal
Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus
yang telah Engkau utus.‖ (Yoh 17:3)
Persoalan trinitaris polemis akan “dua kodrat” dalam
Kristus, sang “Allah-manusia”
D
alam teologi Kristen, topik yang mengandung kepentingan
khusus adalah ―Kristologi‖, yang terutamanya mengenai
persoalan polemis bagaimana memahami Yesus Kristus dengan
dua ―kodrat‖, Allah dan manusia, di dalam satu pribadi. Masalah ini
tidak berasal dari Perjanjian Baru, melainkan sejak Yesus dituhankan
sebagai Allah oleh gereja non-Yahudi. Mulai saat itulah masalah ini baru
menjadi kritis bagi Kekristenan. Mau tidak mau, penuhanan Yesus
menjadi Allah telah membawa konsekuensi serius: yaitu menyangsikan
monoteisme melalui terciptanya suatu situasi di mana sekarang ada lebih
dari satu pribadi sebagai Allah. Gereja non-Yahudi menyadari
sepenuhnya fakta bahwa Alkitab itu monoteistik, jadi bagaimana gereja
masih dapat mempertahankan suatu bentuk monoteisme, dan di saat
yang sama ketuhanan Kristus sebagai Allah-Anak? Sebagian pemimpin
gereja memiliki kepedulian lebih besar terhadap monoteisme; sebagian
lainnya bersikeras pada kedudukan Kristus sebagai Allah. Sebagai
akibatnya, sejarah Kristologi, sebagaimana dapat diduga, ditandai oleh
konflik, perpecahan, dan pengucilan (bahkan uskup-uskup saling
mengucilkan satu sama lain!) Pada akhirnya, pandangan bahwa Yesus
84
The Only True God
adalah Allah keluar sebagai pemenangnya dalam gereja non-Yahudi. Hal
seperti ini tidak mungkin terjadi kepada gereja Yahudi awal.
Lantas, bagaimana dengan monoteisme? Yah, Allah dikurangkan
dari satu Pribadi ke satu ―hakikat‖. Ini muncul cepat sekali dalam gereja
non-Yahudi, tidak lama setelah gereja terputus pertaliannya dengan
gereja induk Yahudinya. ―Bapa‖ Latin terkemuka, Tertullianus (th. 155220 M), menaruh perkara itu sebagai berikut, ―Allah adalah nama dari
hakikat itu, yaitu, keilahian‖ (J.N.D. Kelly, Early Christian Doctrines).
Tanpa membahas lebih jauh akan kerumitan, liku-liku sejarah Kristologi,
cukup untuk diketahui bahwa posisi doktrinal gereja dewasa ini pada
hakikatnya tetap sama seperti pada masa Tertullianus, yaitu, ―tiga
pribadi Ke-Allahan yang saling berbagi hakikat yang sama‖ (W.A. Elwell,
Evangelical Dictionary of Theology, “Substance”.)
Mengapa para Trinitarian berbicara tentang Yesus sebagai ―Allahmanusia‖? Karena mereka mengklaim bahwa ia memiliki dua ―kodrat‖,
kodrat ilahi dan kodrat manusiawi: Bagaimanakah kedua kodrat tersebut
berhubungan satu sama lain di dalam dia? Jawaban yang diberikan pada
Konsili Khalkedon (th. 451 M) menyatakan bahwa kedua kodrat tersebut
eksis bersama ―tanpa kerancuan, tanpa perubahan, tanpa pembagian,
tanpa pemisahan‖ di dalam satu pribadi itu. Ini seakan-akan
menunjukkan adanya penggabungan (bukan kerancuan) dua kodrat yang
sama sekali berbeda dan terpisah di dalam pribadi Yesus. Bagaimana
―pribadi‖ seperti ini, yang pada dasarnya adalah dua pribadi, dapat
bertindak, sama sekali tidak diterangkan, dan tak pelak, tidak dapat
dijelaskan. Jadi, ini termasuk ke dalam alam ―rahasia-rahasia‖ teologis—
sesuatu yang mematahkan semangat orang untuk menyelidiki lebih
lanjut. Rupanya pribadi Yesus ini harus diterima sebagai suatu teka-teki
saja. Pribadi yang ada di tengah-tengah iman trinitaris itu harus tetap
dalam keadaan tidak dapat dipahami, setidaknya berkenaan dengan
bagaimana ia mampu bertindak sebagai yang disebut Allah dan manusia
sekaligus. Pernyataan Khalkedon tidak dapat dipahami jika pernyataan
tersebut dianggap memberi referensi yang berarti terhadap suatu pribadi
nyata. Pernyataan yang tertulis demikian itu tidak lebih daripada suatu
pernyataan dogmatis yang dibuat oleh sebuah majelis gereja di
Khalkedon pada abad ke-5. Penegasan ini tidak dapat memperlihatkan
adanya dasar-dasar kuat dari Kitab-kitab Suci, akan tetapi oleh gereja
Trinitarian dideklarasikan sebagai batu ujian Kristen yang ortodoks.
Namun, pertanyaan yang harus diajukan adalah, apakah ini pengajaran
Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus
85
Alkitabiah ataukah hasil kerancuan manusia yang berdampak pada
kegagalan dalam memahami pewahyuan Alkitabiah?
Dari abad ke abad, banyak orang Trinitarian yang berpikir merasa
tidak puas percaya pada ―suatu‖ Kristus yang pada dasarnya tidak
terpahami, suatu teka-teki. Banyak yang lebih menyukai gagasan Yesus
sebagai Allah yang berinkarnasi di dalam tubuh seorang manusia.
Setidaknya pandangan ini kelihatannya masuk di akal. Dalam pandangan
mereka tentang Kristus, Allah (Anak, bukan Bapa) telah mengambil-alih
kedudukan dalam konstitusi manusia yang biasanya ditempati oleh ―roh
manusia‖. Gagasan tersebut didukung oleh apa yang dalam teologi
dikenal sebagai ―Kristologi Aleksandrian‖. Menurut gagasan tersebut,
Yesus mempunyai tubuh sejati terbuat dari daging sama seperti kita,
akan tetapi pribadi yang bertindak di dalamnya adalah Allah-Anak (jika
tidak maka ada dua pribadi yang bertindak di dalam satu pribadi itu—
yang mirip dengan skizofrenia!). Di dalam Kristus, ―Allah-Anak‖ telah
mengambil alih (apapun artinya, atau, dari sudut pandang lain,
menggantikan) roh manusia. Dengan demikian, di tingkatan daging ia
sama seperti kita, akan tetapi ―Allah-Anak‖lah yang hidup di dalam
daging itu. Dengan cara ini ia bisa dianggap ―Allah sejati dan manusia
sejati‖. Di sini kita tidak akan membahas soal ―Allah sejati‖, tetapi
dapatkah orang yang konstitusinya seperti itu benar-benar seorang
―manusia sejati‖, sekalipun jika ia memiliki tubuh manusia yang nyata?
Tentunya tidak sulit untuk dilihat oleh siapapun (kecuali jika kita
sengaja bersikap buta) bahwa tidak ada manusia yang juga sekaligus
Allah dapat sungguh-sungguh disebut manusia tanpa mendefinisi ulang
istilah ―manusia‖ menjadi sesuatu yang berbeda dari arti sebenarnya.
Barangkali kita tidak tahu banyak, tetapi kita adalah manusia, jadi,
sekalipun jika kita tidak tahu apa-apa, setidaknya kita tahu betul
manusia itu seperti apa. Itulah sebabnya kita tahu bahwa tidak peduli
Allah-manusia itu apa, ia bukan manusia seperti kita, sama sekali bukan
salah satu dari kita.
Berbicara tentang Allah dan manusia dengan istilah ―kodrat‖ nyaris
bukan suatu cara yang baik untuk melanjutkan pemeriksaan kristologis.
Namun, tidak sulit untuk memahami mengapa para Trinitarian terpaksa
memakai istilah ini. Berbicara tentang Allah dan manusia hanya pantas
dalam pengertian ―pribadi‖. Berbicara tentang manusia dengan istilah
―kodrat‖ berarti berbicara tentang ciri-cirinya dan kualitasnya, bukan
tentang dirinya sebagai suatu ―pribadi‖. Namun, jelaslah dengan adanya
86
The Only True God
pemikiran trinitaris tentang Kristus sebagai ―Allah-manusia‖, tidaklah
mungkin berbicara tentang Allah dan manusia dalam pengertian
―pribadi‖, karena jika tidak, Kristus akan menjadi dua pribadi: Allah dan
manusia!
Namun, mengatakan bahwa Allah adalah ―zat/hakikat‖ atau
―kodrat‖ sesungguhnya merupakan penghinaan kepada Allah dalam
Alkitab, dan mereka yang berbuat demikian tanpa disadari sedang
bermain-main dengan ―api yang menghanguskan‖ (Ul 4:24; 9:3; Yes
33:14; Ibr 12:29). Di dalam Alkitab, Allah jelas bukan sekadar ―kodrat‖
atau ―zat‖. Lagipula, memiliki ―kodrat ilahi‖ tidak menjadikan Allah, jika
tidak, maka berdasarkan 2 Petrus 1:4 kita pun menjadi ilahi. Begitu juga,
hanya sekadar memiliki ―kodrat‖ atau ―hakikat/esensi‖ manusia tidaklah
menjadikan manusia; melainkan, oleh karena kita adalah manusia (atau
pribadi), itulah sebabnya kita memiliki kodrat manusia.
Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan ―kodrat‖? Agaknya ini
merujuk kepada hal-hal seperti sifat intrinsik, perangai, atau kualitas
esential. ―Kualitas-kualitas‖ seperti itu yang ada pada manusia berasal
dari kemanusiaannya, tetapi keadaannya sebagai manusia tidak berasal
dari kualitas-kualitas tersebut. Dengan demikian, mendahulukan
―kodrat‖ daripada manusianya sama saja dengan ―mendahulukan kereta
daripada kudanya‖. Seekor binatang bisa saja memperlihatkan ciri-ciri
atau perilaku manusia (―nyaris manusia‖), tetapi itu tidak
menjadikannya manusia. Apa yang dimaksud dengan ―kodrat ilahi‖
dalam 2 Petrus 1:4 sangat jelas dari konteksnya, yang menerangkan
bahwa kualitas-kualitas moral dan spiritual Allah tersedia bagi kita (bdk.
―buah Roh‖, Gal 5:22) sebagai akibat menjadi manusia baru dalam
Kristus (2Kor 5:17).
Dengan demikian, mengatakan bahwa Yesus memiliki kodrat ilahi
tidak sama dengan mengatakan bahwa ia adalah Allah. Jelas sekali, apa
yang disebut ―kodrat‖ oleh para Trinitarian adalah sesuatu yang lebih
menyerupai ―hakikat‖. Namun, sekali lagi, Allah bukanlah hakikat, dan
manusia juga bukan hakikat. Seseorang itu lebih daripada sekadar
―hakikat‖nya, tidak peduli apapun artinya. Bisa dikatakan bahwa
seseorang itu lebih daripada jumlah hakikat-hakikatnya, atau kodratkodratnya, atau ciri-cirinya.
Tidak heran bila dengan terminologi-terminologi yang kabur seperti
―kodrat‖ dan ―hakikat‖, doktrin dua-kodrat Kristus menjadi sebuah isu
polemis dalam gereja sejak periode Nikea dan seterusnya, yang berakibat
Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus
87
kepada kerancuan, perselisihan, konflik dan perpecahan. Adakah jalan
keluar untuk masalah yang diciptakan oleh gereja itu sendiri?
Kitab Suci berbicara tentang ―Roh Allah‖ dan juga ―roh manusia‖
(Ams 20:27; Pkh 3:21; Za 12:1, dst.). Dapatkah kita berbicara tentang
―roh‖ dengan istilah ―kodrat‖? Jika ya, maka ―roh manusia‖ akan sama
dengan ―kodrat‖ manusia, sebagai satu unsur dasariah pada konstitusi
manusia. Namun, sebagaimana diketahui setiap orang, dalam konstitusi
setiap manusia juga terdapat ―daging‖, dan ―daging‖ ini pun merupakan
unsur penting pada konstitusi manusia. Daging itu begitu
mendefinisikan manusia, dan begitu dasariah terhadap karakter dan
kodratnya, sehingga Alkitab berbicara tentang eksistensi manusia cukup
dengan ―daging‖ (mis. Yes 40:6; Yoh 1:14). Namun, jika ―daging‖
mendefinisikan kehidupan manusia, dan jika manusia juga memiliki
―roh‖ yang juga integral kepada ―kodrat‖nya sebagai manusia, maka
manusia memiliki dua ―kodrat‖: daging dan roh. Jika memang demikian
halnya, ini berarti bahwa untuk Yesus sebagai Allah-manusia, ia akan
memiliki tiga ―kodrat‖: daging manusia dan roh manusia ditambahkan
kepadanya sebagai Allah-Anak! Ini nyaris tidak bisa dianggap manusia
sejati tanpa mengubah definisi dari makna menjadi ―manusia‖.
Satu solusinya adalah dengan mengemukakan bahwa Allah-Anak,
sebagai Roh, telah menggantikan roh manusia di dalam Yesus. Namun,
ini tidak benar-benar menuntaskan masalah, karena sekarang manusia
itu minus ―roh‖ manusia, dan dengan demikian, tetap bukan manusia
sungguh-sungguh, bukan ―manusia sejati‖. Dari semuanya ini jelas
bahwa trinitarianisme, dengan menuhankan Kristus sebagai Allah, telah
menciptakan sebuah masalah yang jelas-jelas tidak ada jalan keluarnya.
Allah dan manusia tidak bisa sekadar dipersatukan atau digabungkan
seperti yang dibayangkan oleh trinitarianisme dengan gagasan ―Allahmanusia‖. Seandainya mereka tidak menciptakan masalah ini, tidak ada
perlunya mencari solusi. Ini bukan masalah Perjanjian Baru,
sebagaimana yang akan kita lihat, melainkan sebuah masalah yang
diciptakan oleh gereja non-Yahudi.
88
The Only True God
Jika Yesus adalah Allah, lalu bagaimana dengan
keselamatan manusia?
M
asalahnya bahkan lebih rumit daripada itu: Seandainya Yesus
adalah Allah, maka mustahil untuk dia berdosa, karena Allah
bahkan tidak bisa digoda untuk berdosa (Yak 1:13).
Bagaimana mungkin dia yang tidak mampu berdosa beridentik dengan
orang-orang berdosa dan menjadi perwakilan mereka? Hanya dia yang
mampu berdosa (seperti Adam) tetapi tidak melakukannya—yang tanpa
dosa bukan dalam arti tidak mampu berdosa, melainkan tidak berbuat
dosa, yang berhasil sedangkan Adam gagal—hanya pribadi seperti inilah
yang dapat mati bagi orang-orang berdosa. ―Melalui ketaatan satu orang
banyak orang menjadi orang benar‖ (Rm 5:19), tetapi jika ia taat karena
ia tidak mampu tergoda, atau berbuat dosa, maka percuma saja
berbicara tentang ―ketaatan‖nya.
Hal yang menakjubkan tentang Yesus sebagai Juruselamat kita
adalah ini: bahwa ia bisa saja berbuat dosa, tetapi ia tidak
melakukannya; ia bisa saja tidak menaati Bapa, tetapi ia tetap taat dalam
segala hal. Jika itu bukan hal paling menakjubkan, lantas apa? Siapa saja
yang pernah dengan serius menghadapi tantangan-tantangan dalam
menjalani kehidupan yang berkenan kepada Allah pasti akan dibuat
kagum dengan keajaiban kehidupan Yesus yang sempurna. Bahkan
seorang dengan tingkat kerohanian seperti Paulus mengakui, ―Bukan
seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna,
melainkan aku mengejarnya, kalau-kalau aku dapat juga menangkapnya‖
(Flp 3:12).
Apakah ada jawaban dalam Kitab Suci untuk masalah ini? Petunjuk
pertama dapat ditemukan dalam Yohanes 1:18 ―di pangkuan Bapa‖ yang
mengatakan keakraban yang amat sangat akan hubungan Kristus dengan
Yahweh; dibandingkan dengan keakraban itu, Yohanes yang ada ―di
pangkuan‖ Yesus (Yoh 13:23), hanyalah cerminan redup. Ada suatu
kedalaman dari kesatuan dengan Yahweh yang diungkapkan lewat
ucapan: ―Engkau di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau‖, yang
diinginkan Yesus agar juga menjadi realitas dalam murid-muridnya.
Sebagian orang beriman pernah mengecap sedikit dari kenyataan yang
diungkapkan lewat ucapan, ―Tetapi siapa yang mengikatkan dirinya pada
Tuhan, menjadi satu roh dengan Dia‖ (1Kor 6:17), karena hal ini bukan
sekadar status melainkan sebuah realitas yang dialami (sama seperti
menjadi ―satu daging‖ melalui pernikahan bukan sekadar status
Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus
89
melainkan sebuah realitas yang dialami). Namun, kita hanya mempunyai
ide yang dangkal akan kesatuan macam itu dalam kesempurnaannya.
Akan tetapi, dalam hal Yesus kesatuan rohaniah dengan Yahweh ini
berakibat pada kedinamisan konstan dalam kehidupan yang dijalaninya
dan yang dibuktikan oleh kehidupannya yang sempurna tanpa dosa.
Seandainya gereja non-Yahudi mengerti bahwa realitas dalam
Kristus itu bukan semacam kesatuan metafisik lewat penggabungan dua
―hakikat‖ atau ―kodrat‖ dalam Kristus (terminologi trinitarisnya:
―kesatuan hipostatik‖), seandainya mereka dapat dibebaskan dari
pemikiran dalam kategori politeistik (―tiga Pribadi‖) dan filosofis Yunani,
dan menangkap semacam kedalaman dan kuasa dari kesatuan rohaniah
(―satu roh‖, 1Kor 6:17), maka mereka pasti akan dapat memahami
kebenaran Kitab Suci tentang pribadi Kristus dan kesatuannya dengan
sang Bapa.
Kata-kata indah dari Ulangan 33:12 berlaku kepada Yesus pada
kedalaman yang tidak dapat berlaku kepada siapa pun, ―Kekasih TUHAN
(Yahweh)… diam di antara bahu-bahu-Nya.‖ (NAU) Sesungguhnya itulah
artinya berada ―di pangkuan Bapa‖! Hidup ―di dalam Dia‖ menurut
ajaran Yesus.
Kristologi trinitaris: masalah yang
jauh lebih serius untuk dipikirkan
N
amun, masih ada sebuah masalah yang jauh lebih serius yang
ditimbulkan oleh kristologi trinitaris: kesatuan antara Allah
dengan manusia yang sedemikian rupa di mana Allah benarbenar menjelma ke dalam sebuah tubuh manusia secara
permanen, dan dengan cara itu menjadi seorang manusia, sedemikian
rupa di mana Allah dapat disebut sebagai manusia—seorang manusia
istimewa bernama Yesus Kristus. Trinitarianisme disajikan sedemikian
rupa di mana Anselmus dapat berbicara tentang Allah yang menjadi
manusia (dalam bukunya yang terkenal Cur Deus Homo?). Ini jauh
melampaui antropomorfisme. Adalah satu hal untuk berkata bahwa
Allah tampil dalam bentuk manusia di Perjanjian Lama, akan tetapi
untuk berkata bahwa Allah menjadi seorang manusia sebagaimana yang
dipikirkan oleh trinitarianisme, adalah hal yang sama sekali berbeda.
Baik adanya untuk kita mempertimbangkan apakah kita telah
bersikap keterlaluan dengan dogma Kristiani kita, sampai-sampai
90
The Only True God
melanggar sifat Allah yang transenden; dan apakah imanensi-Nya telah
diseret ke tingkat di mana para teolog tidak ragu-ragu berbicara tentang
Allah yang abadi itu disalibkan dan mati di atas kayu salib (bdk. J.
Moltmann, The Crucified God). Sayangnya, trinitarianisme telah
memungkinkan cara bicara seperti ini tentang Allah. Batas yang
memisahkan keadaan sebagai Allah dan keadaan sebagai manusia bukan
saja telah dibuat kabur tetapi telah dibongkar. Ada beberapa hal yang
tidak bisa dibenarkan betapa pun besarnya rasa takzim kita. Siapa saja
yang sungguh-sungguh telah menangkap semangat pewahyuan Allah
dalam Perjanjian Lama pasti akan gemetar berbicara tentang Allah yang
disalibkan dan mati layaknya manusia fana. Namun, trinitarianisme
telah membuat kita begitu mati rasa sampai kita berani berbicara seperti
itu bahkan tentang Allah, yang menurut Kitab-kitab Suci dianggap
penghujatan. Kita berani menginjak tempat yang tidak berani didekati
oleh malaikat pun (Yudas 1:6).
Karena karya ini berciri eksegetis dan ekspositoris, serta tidak
dimaksudkan sebagai risalat teologis, pertanyaan di atas akan saya
tinggalkan sebagai bahan refleksi dengan akal sehat.
Kesatuan rohaniah—bentuk kesatuan tertinggi
K
arena tidak rohaniah, kita lamban menyadari bahwa kesatuan
rohaniah adalah bentuk kesatuan tertinggi; tidak ada kesatuan
lain yang lebih tinggi. Malah, sejak abad ke-5 (Konsili
Khalkedon, th. 451 M) dan seterusnya, gereja non-Yahudi secara resmi
meminta keyakinan dalam sebuah syahadat yang mendeklarasikan
―penyatuan dua kodrat, yakni kodrat ketuhanan dan kodrat
kemanusiaan, ke dalam satu hypostasis atau pribadi Yesus Kristus‖
(―Hypostatic Union”, Evangelical Dictionary of Theology, W.A. Elwell,
Ed.). Perhatikan bahwa apa yang ditegaskan secara eksplisit adalah
penyatuan Allah dengan manusia melalui penyatuan ―kodrat ketuhanan
dengan kodrat kemanusiaan‖.
Seandainya maksudnya adalah untuk menyatakan penyatuan Allah
(sekali pun jika yang dimaksud adalah ―Pribadi Kedua‖) dengan manusia
dalam Kristus, kenapa tidak dinyatakan saja dengan gamblang? Kenapa
harus dengan memakai istilah ―dua kodrat‖? Sebab, semestinya jelas
bahwa ―kodrat‖ seseorang bukanlah orang itu seutuhnya. Dan jika yang
dimaksud adalah orang itu seutuhnya, kenapa yang dibicarakan hanya
Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus
91
―kodrat‖nya saja? Dalam 2 Petrus 1:4 kita pun dinyatakan sebagai orangorang yang ―mengambil bagian dalam kodrat ilahi‖. Apakah memiliki
―kodrat ilahi‖ menjadikan kita Allah atau setara dengan Allah, atau
bagian dari ―Ke-Allahan‖? Tentu saja tidak. Lalu, kenapa memiliki
―kodrat‖ ilahi mengangkat Kristus menjadi Allah, atau menunjukkan
bahwa ia adalah salah satu anggota dari ―Ke-Allahan‖?
Dan oleh karena ―kodrat‖ itu tidak sama dengan pribadi itu
seutuhnya, maka bukankah akibat dari kesatuan ―dua kodrat‖ dalam satu
pribadi ini akan membuahkan satu pribadi yang sama sekali bukan Allah
dan juga sama sekali bukan manusia? Akan tetapi, dengan cara demikian
trinitarianisme ingin menandaskan bahwa ia itu ―sungguh-sungguh Allah
dan sungguh-sungguh manusia‖!
Bagaimana bisa gereja dibuat benar-benar bingung seperti itu? Ini
disebabkan kegagalan dalam mempersepsi kebenaran Kitab Suci bahwa
kesatuan rohaniah (―satu roh‖, 1Kor 6:17) adalah bentuk kesatuan yang
paling tinggi dan mendalam. Kegagalan tersebut menyebabkan mereka
mencari semacam bentuk kesatuan ―hakikat‖ atau ―kodrat‖ secara
metafisis dalam Kristus, sehingga terciptalah istilah ―kesatuan
hipostatik‖, yang dianggap semacam kesatuan yang lebih tinggi. Namun,
sebagaimana telah kita lihat, kesatuan dari ―dua kodrat‖, yaitu kodrat
Allah dan kodrat manusia, tidak bisa berarti lebih selain daripada suatu
pemilikan atribut-atribut yang diwakili oleh atau terkandung dalam
―kodrat-kodrat‖ tersebut.
Akan tetapi, apa yang ingin ditandaskan oleh syahadat Khalkedon
melalui doktrin ―kesatuan hipostatik‖ ini adalah Allah dan manusia
sungguh-sungguh dipersatukan di dalam Kristus sehingga ―kodrat
manusia secara tidak terpisahkan bersatu untuk selama-lamanya dengan
kodrat ilahi di dalam satu pribadi Yesus Kristus, tetapi masing-masing
kodrat itu tetap berdiri sendiri, seutuhnya dan tidak berubah, tanpa
campuran atau kerancuan sehingga pribadi yang satu itu, Yesus Kristus,
sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia‖ (―Hypostatic
Union”, Evangelical Dictionary of Theology, W.A. Elwell, Ed.).
Bagaimana mungkin seseorang memiliki kodrat yang ―seutuhnya‖ tanpa
memiliki pribadi yang seutuhnya?
Apa yang gagal dilihat oleh para Trinitarian ialah bahwa hanya
dalam hal kesatuan rohaniah sajalah Allah dan manusia bisa bersatu
sedemikian rupa dan tetap ―berdiri sendiri, seutuhnya dan tidak
berubah, tanpa campuran atau kerancuan‖ dalam pribadi yang satu itu: 1
92
The Only True God
Korintus 6:17 ―Tetapi siapa yang mengikatkan dirinya pada Tuhan,
menjadi satu roh dengan Dia.‖
Lagipula, gagasan akan semacam ―kesatuan kodrat‖ metafisis
(apapun itu artinya) mau tidak mau mengkompromikan kemanusiaan
Kristus, dan ini menimbulkan konsekuensi soteriologis yang paling
serius.
Akan tetapi, Gereja bersikeras akan dogmanya, dan mengabaikan
fakta bahwa dengan bersikap demikian doktrin Alkitabiah tentang
keselamatan telah dikompromikan, tetapi kebanyakan orang Kristen
tidak menyadari hal ini. Adalah penting untuk kita menyadari bahwa
seorang Kristus yang bukan sungguh-sungguh manusia tidak dapat
menyelamatkan mereka yang sungguh-sungguh manusia. Justru karena
dalam Perjanjian Baru, Kristus Yesus adalah sungguh-sungguh manusia
maka ia dapat sungguh-sungguh menyelamatkan kita. Tak satu pun yang
―sungguh-sungguh Allah‖ dapat menjadi ―sungguh-sungguh manusia‖.
Itu juga sebabnya setiap bahasan tentang makna Logos dalam Injil
Yohanes pasal 1 harus selalu dengan mengingat kebenaran ini, dan tidak
membiarkan dirinya terbawa oleh gagasan-gagasan dan opini-opini
metafisis.
Gagasan Allah-manusia itu dikenal baik oleh bangsa Yunani yang
mitologinya sarat dengan dewa-dewi yang pada suatu ketika adalah lakilaki atau perempuan. Tidak heran kalau bangsa Yunani, atau kaum
terpelajar bangsa Yunani, para pimpinan gereja non-Yahudi bisa
mencetuskan ide kesatuan kodrat ilahi dan manusiawi dalam satu
pribadi Yesus Kristus. Mereka hanya sekadar merumuskan ajaran
Alkitabiah dari segi ide-ide budaya Yunani, yang telah menjadi kebiasaan
mereka dalam berpikir dan mengungkapkan diri mereka. Tampaknya
kebanyakan dari mereka masih belum cukup mendalami ajaran
Alkitabiah untuk dapat menghayati semangat ajaran itu dan berpikir
sesuai dengan pola ajaran tersebut, bertolak-belakang dengan para orang
beriman Yahudi mula-mula.
Namun, dengan semakin dipenuhinya gereja oleh orang non-Yahudi
sebagai akibat dari penyebaran Injil yang efektif ke seluruh dunia, dunia
pun menyebar ke dalam gereja, dan pada saat Konsili Nikea pada th. 325
M, dunia (khususnya dalam bentuk Kaisar Konstantinus) mulai
mengambil kendali efektif atas gereja. Konstantinuslah yang menjadikan
agama Kristen agama utama dari Kekaisaran Romawi, dan dialah yang
mengundang Konsili Nikea.
Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus
93
“Rahasia Kristus”
A
pa maksud kita berbicara tentang Yesus sebagai ―Allah sejati dan
manusia sejati‖? Apa yang sebenarnya sedang kita bicarakan?
Kita tentu tidak bermaksud mengatakan bahwa ia adalah
sebagian Allah dan sebagian manusia. Akan tetapi, apa lagi artinya kalau
bukan itu? Bahwa ia adalah semuanya Allah dan semuanya manusia,
seutuhnya Allah dan seutuhnya manusia, 100% Allah dan 100% manusia
(sehingga jumlahnya 200%!)? Namun, ini bukan suatu kemungkinan
yang ontologis (malah tidak logis). Lantas, apa artinya ―Allah sejati dan
manusia sejati‖? Sebagaimana bisa diduga, cara yang mudah untuk
mengatasinya (dan satu-satunya cara) di sini adalah dengan bersurut ke
dalam ―rahasia/misteri‖. Akan tetapi, ini tentu bukan maksud Paulus
ketika ia berbicara tentang ―rahasia Kristus‖ (Ef 3:4; Kol 4:3), sebab
dengan istilah ini ia tidak merujuk kepada semacam teka-teki logis
ataupun ontologis, melainkan kepada rencana Allah yang indah akan
keselamatan yang tersembunyi berabad-abad yang lalu tetapi kini
diwahyukan dalam Kristus dan digenapi melalui kematiannya dan
kebangkitannya.
Namun, masalahnya bukan saja terletak pada pengangkatan Yesus
ke tingkatan ―Allah‖, tetapi juga pada konsekuensi dari menyembah
Yesus sebagai Allah, yang telah menurunkan ―Allah Bapa kita‖ ke
kedudukan sekunder di dalam hati dan pikiran kebanyakan umat
Kristen. ―Pribadi pertama‖ dari ―Ke-Allahan‖ dalam kenyataannya telah
menjadi ―pribadi kedua‖, sekalipun Ia masih dibiarkan memegang gelar
kehormatan ―Pribadi Pertama‖—yang ditulis dengan huruf kapital
supaya kelihatan lebih sedap dipandang. Sang Anak telah menggantikan
sang Bapa sebagai pusat pengabdian umat Kristen. Paulus, sebagaimana
juga seluruh pengarang PB lainnya, akan dibuat ngeri dengan kondisi
seperti ini. Saya sekarang mulai menginsafi bahwa Kristus sendiri
merasa jijik dengan hal ini. Ajarannya telah diselewengkan menjadi
sesuatu yang tidak diajarkan olehnya. Orang-orang terpilih pun malah
telah terkecoh (bdk. Mat 24:24). Sekarang kita bisa mengerti mengapa
penghakiman akan dimulai dari rumah Allah (1Ptr 4:17).
Begitu gereja mengambil posisi dogmatis bahwa Kristus adalah
Allah dan dengan demikian setara dengan Allah dalam segala hal, maka
kesimpulannya adalah bahwa menyembah Kristus artinya sama, sepadan
dengan menyembah Allah, Bapa kita. Dari menyembah Yesus beserta
Bapa, tanpa sepengetahuan kita tergelincir ke dalam penyembahan
94
The Only True God
kepada Yesus alih-alih sang Bapa. Lagipula, sekalipun ketika kata ―Bapa‖
dipakai dalam doa, sebenarnya Kristuslah yang dimaksud. Pembenaran
atas hal ini diklaim dari kitab Yesaya (Yes 9:5, ―Bapa Yang Kekal‖),
sedangkan perintah Yesus untuk tidak menyebut seorang pun selain
Allah sendiri sebagai ―Bapa‖ (Mat 23:9: ―karena hanya satu Bapamu,
yaitu Dia yang di surga‖), seperti biasanya, tidak diindahkan.
“Rahasia Kristus”, Berkat atau Kutuk—
bergantung pada sikap seseorang
Tidak diragukan ada berbagai aspek dari rahasia Kristus; suatu realitas
yang rumit ketimbang sederhana. Salah satu aspeknya melibatkan
prinsip bahwa realitas yang sama itu dapat menjadi berkat atau kutukan
bergantung pada sikap orang itu menghadapi kenyataan tersebut. Jadi, 2
Korintus 2:15, 16, ―Sebab bagi Allah kami adalah bau yang harum dari
Kristus di tengah-tengah mereka yang diselamatkan dan di antara
mereka yang binasa. Bagi yang terakhir kami adalah bau kematian yang
mematikan dan bagi yang pertama bau kehidupan yang
menghidupkan‖—aroma Kristus yang sama membawa hidup kepada
seseorang dan kematian kepada yang lainnya. Dalam Lukas 20:17 batu
penjuru dari bangunan ilahi bagi umat Allah (dalam ay.18) menjadi
sebab pembinasaan bagi mereka yang menolaknya dan yang jatuh di
bawah penghakiman. Dengan cara yang sama ―rahasia Kristus‖
mencakup kenyataan luar biasa yaitu dapat berarti keselamatan bagi
sebagian orang dan kebinasaan bagi sebagian lainnya. Oleh karena itu,
konsekuensi-konsekuensi dari menyalahtafsirkan ―rahasia‖ tersebut
amat sangat serius; ini adalah soal hidup dan mati.
Prinsip umum bahwa berkat dapat menjadi kutukan juga terlihat
dari prinsip, ―Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya
akan banyak dituntut‖ (Luk 12:48). Banyak diberi adalah suatu berkat,
tetapi menyalahgunakan berkat akan mendatangkan penghakiman. Dan
semakin besar berkatnya, semakin berat penghakimannya jika berkat itu
disalahgunakan. Berkat paling besar yang pernah diberikan kepada
manusia adalah ―karunia-Nya yang tak terkatakan itu‖ (2Kor 9:15)—
Kristus. Menyalahgunakan karunia ini juga akan membawa konsekuensikonsekuensi yang tak terkatakan.
Kitab Suci menerangkan bahwa Yesus adalah jalan kepada Allah,
bukan tempat tujuannya, yaitu Allah Sendiri. Yesus adalah sarananya,
Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus
95
bukan sasaran. Jika sekarang kita menjadikan dia sasaran ketimbang
sarana, maka kita telah menyimpangkan tujuan Allah, dan berkat dari
Kristus akan menjadi sebuah kutukan. Dengan menjadikan Kristus
setara dengan sang Bapa dalam pengertian trinitaris, dengan menjadikan
dia ―sekutu‖ Allah, berarti mendukung dwiteisme atau triteisme, dan
dengan demikian mendukung pemujaan berhala, yang mengakibatkan
terkena kutukan Allah. TUHAN telah memberi peringatan, ―Jangan ada
padamu allah lain di hadapan (atau di samping)-Ku‖ (Kel 20:3; Ul 5:7);
kita tidak menghiraukannya dan mengorbankan keselamatan kita
sendiri.
Yesus sendiri mengajar murid-muridnya untuk mengabdi
sepenuhnya kepada ―Allah yang Esa‖ (Yoh 5:44; Mrk 12:29,30), akan
tetapi kita (umat Kristen) memilih menyembah Yesus sebagai Allah!
Siapa saja yang mempelajari ajaran Yesus dengan cermat menyadari
bahwa hal itu akan membuatnya merasa sangat ngeri. Jika kita
berpegang pada monoteisme Alkitabiah dan menyembah hanya Allah
saja berarti kita sejalan dengan ajaran Yesus, dan kita pasti tidak akan
ada di jalan yang salah serta menuju ke arah yang salah, ke arah bencana
spiritual.
H
Sesuatu yang sangat menggelisahkan
al yang teramat menggelisahkan saya adalah bahwa yang telah
kita lakukan di dalam trinitarianisme adalah, kita telah
mengambil apa yang dengan sendirinya sangat baik, yakni,
pribadi dan karya Yesus Kristus, dan dengan itu menggeser sang
kebaikan mutlak, yakni, Tuhan Allah Yahweh Sendiri sebagai tumpuan
iman dan penyembahan kita. Tak pelak, hal ini dibuat karena kita telah
tertipu oleh si Jahat, dan bukan oleh niat yang disengaja untuk berbuat
jahat. Namun, bagaimanapun juga, mempergunakan kebaikan untuk
melawan sang Kebaikan tertinggi dengan mengganti yang terakhir
dengan yang terdahulu, adalah puncak kejahatan. Hal itu merupakan
kelicikan seperti iblis yang berfungsi sebagai metode penipuan paling
efektif yang diperhitungkan untuk memikat mereka yang menghasratkan
kebaikan, yakni, ―orang-orang kudus‖.
Tampaknya Yesus sendiri telah melihat hal ini sebelumnya secara
profetis ketika ia berkata, ―Mengapa kaukatakan Aku baik? Tak
seorangpun yang baik selain Allah saja‖ (Mrk 10:18; Luk 18:19). Tentu
96
The Only True God
saja ia tidak memungkiri dirinya seorang yang baik, tetapi ia tidak
bermaksud digunakan sebagai yang ‗baik‘ untuk menggantikan Dia yang
adalah satu-satunya Kebaikan absolut, ataupun mengklaim dirinya
sebagai Kebaikan yang absolut itu. Yesus dengan kentara
mendeklarasikan bahwa ―kebaikan‖ adalah suatu kualitas yang hanya
dimiliki oleh Allah Yahweh saja dan tidak dimiliki oleh seorang pun.
Semuanya yang sungguh-sungguh baik berasal dari-Nya.
Dalam keadaan gereja yang suram saat ini, niscaya sudah saatnya
untuk mengeluarkan seruan untuk menghimpun seperti yang dilakukan
Musa ketika orang Israel berpaling dari Yahweh dan membuat ilah
mereka sendiri: ‗maka berdirilah Musa di pintu gerbang perkemahan itu
serta berkata: ―Siapa yang memihak kepada TUHAN (Yahweh) datanglah
kepadaku!‖ Lalu berkumpullah kepadanya seluruh bani Lewi‘ (Kel
32:26). Kita tidak lagi hidup di zaman Musa, jadi, perintah dalam ayat
berikutnya untuk ―Baiklah kamu masing-masing mengikatkan
pedangnya pada pinggangnya dan berjalanlah kian ke mari melalui
perkemahan itu dari pintu gerbang ke pintu gerbang…‖ (Kel 32:27) kini
tentunya bukan berarti menggunakan pedang secara harfiah, melainkan
menggunakan pedang Roh, yakni Firman Allah (Ef 6:17; Ibr 4:12).
Bahaya yang serius dari penyembahan berhala
Surat Yohanes yang Pertama (1 Yohanes) diakhiri secara mengejutkan
dan mendadak dengan peringatan: ―Anak-anakku, waspadalah terhadap
segala berhala‖ (1Yoh 5:21). Akhir surat yang mendadak dan singkat ini
tampaknya dirancang untuk meletakkan peringatan serius ini dengan
tegas di dalam hati dan pikiran kita. Namun, kita pasti mengira kalau
orang-orang Kristen ―sejati‖ tidak mungkin jatuh ke dalam ―dosa yang
mendatangkan maut‖ (1Yoh 5:16,17), yakni, dosa penyembahan berhala,
dan kalau hal ini tidak mungkin terjadi, maka peringatan itu berlebihlebihan. Namun, Allah pasti lebih mengenal kita daripada diri kita
sendiri, itulah sebabnya Ia mengeluarkan peringatan keras ini melalui
hamba-Nya. Tidak mengacuhkan peringatan itu sama artinya dengan
binasa.
Persisnya karena penyembahan berhalalah Israel binasa sebagai
satu bangsa ketika mereka dikirim ke Pembuangan. Kisah bagaimana
Israel membiarkan dirinya tergoda oleh penyembahan berhala
membentuk sebagian besar dari Perjanjian Lama. Israel telah
Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus
97
―dipesonakan‖ (Gal 3:1) oleh ilah-ilah lain dan para penyembahnya
sampai-sampai mereka bukan saja menutup telinga mereka terhadap
himbauan-himbauan dan peringatan-peringatan Yahweh yang mendesak
melalui para nabi-Nya, tetapi juga membungkamkan suara mereka
dengan membunuh mereka (bdk. Mat 23:34,35; dst.).
Ciri penyembahan berhala, pertama-tamanya, adalah dibuat oleh
manusia, dan bertentangan dengan apa yang telah diwahyukan oleh
Allah. Akan tetapi, orang bisa mengambil sesuatu yang telah
diwahyukan, misalnya Alkitab, dan menjadikannya
sasaran
penyembahan. Ini disebut ―bibliolatri‖ (penyembahan Alkitab). Namun,
ini relatif jarang terjadi, karena biasanya unsur vital kedua dari
penyembahan berhala ada pada ciri yang menyerupai manusia, yaitu,
ilah yang dibuat manusia pada umumnya memiliki ciri-ciri manusiawi,
sehingga memudahkan manusia dalam beridentifikasi dengannya.
Dalam halnya dengan Yesus, sesuatu yang tidak kentara dan
berbahaya bisa terjadi (dan sudah terjadi). Jika ia adalah Allah sekaligus
manusia, maka ini berarti bahwa ia bukan saja manusia, tetapi ia lebih
daripada Allah, sebab Allah itu ―cuma‖ Allah, sedangkan Yesus itu Allah
dan manusia dua-duanya. Jelas akan lebih sulit untuk beridentifikasi
dengan Allah yang sepenuhnya transenden, tidak kelihatan, dan oleh
karenanya tidak terjangkau. Namun, jika Yesus adalah Allah yang
memiliki tubuh manusiawi yang nyata seperti yang kita miliki,
identifikasi kita dengannya akan jauh lebih mudah. Tidak heran kalau ia
dapat dengan mudahnya menggantikan Bapa dalam doa-doa dan
penyembahan kita.
Kita nyaris tidak memperhatikan bahwa dalam semuanya ini kita
telah melakukan sesuatu yang teramat serius, yakni, kini kita melihat
Allah sebagai Allah ―saja‖, tetapi Yesus adalah Allah tambah manusia.
Bagi kita, kesempurnaan Allah tidak lagi sempurna karena kekurangan
kualitas manusiawinya. Namun, kekurangan ini ditemukan dalam
kesempurnaan Kristus, yang adalah Allah sekaligus manusia dalam satu
pribadi. Trinitarianisme (tanpa disadari tentunya) telah membuahkan
seorang super-berhala, bahkan lebih hebat daripada Allah sendiri,
karena doktrin ini, nyaris hampir secara tidak kentara, menyiratkan
bahwa Allah ―disempurnakan‖ (dari sudut pandang manusiawi) oleh
penambahan kualitas manusiawi itu! Ini merupakan hasil yang pasti dari
sebuah doktrin yang bersikukuh akan Kristus yang 100% Allah (―Allah
sejati‖) dan 100% manusia (―manusia sejati‖) (200% (!), berlawanan
98
The Only True God
dengan Allah yang 100%, Allah ―saja‖—seberapa dekatnya semua ini
kepada penghujatan? Masih adakah rasa ―takut akan Allah‖ di dalam hati
manusia?). Dampaknya ialah Allah Bapa, yang semestinya menjadi
jantung dan pusat dari segalanya, telah dikesampingkan dalam
Kekristenan trinitaris.
Dengan menyatakan bahwa Yesus adalah Allah sejati dan manusia
sejati, trinitarianisme rupanya tidak mempertimbangkan sama sekali
apakah pernyataan yang tidak masuk akal seperti itu, mungkin atau
tidak. Apakah umat Kristen sungguh-sungguh merasa puas
memperlakukannya seperti ―rahasia/misteri‖ yang tak terselami oleh
nalar manusiawi? Adalah menyedihkan bagi kebenaran jika sesuatu yang
tidak masuk akal hanya dianggap sebagai ―rahasia/misteri‖. Ini jelasjelas bukan definisi kata ―rahasia‖ sebagaimana dipakai dalam Perjanjian
Baru.
Namun, bagi orang yang berhenti sejenak untuk memikirkan hal ini,
absurditas logis atas klaim bahwa suatu pribadi bisa menjadi ―100%‖
manusia dan juga ―100%‖ Allah, akan terlihat jelas dari fakta bahwa
―pribadi‖ semacam itu akan menjadi 200%, dan dengan demikian,
menjadi dua pribadi, bukan satu! 100% (padanan bahasa matematika
untuk ―sejati‖) tidak diartikan dengan makna yang murni kuantitatif,
tetapi dengan makna yang mencakup apa saja yang dibutuhkan oleh
kata ―sejati‖. Sebab, jika seseorang bukan 100% manusia, bagaimana
mungkin ia manusia sejati? Seekor simpanse dikatakan mempunyai kirakira 98% DNA manusia, apakah itu memenuhi syarat sebagai manusia?
Selain kekurangan 2% DNA manusia, tentu saja simpanse itu juga
kekurangan ―roh manusia‖. Siapa saja yang tidak memiliki roh bukanlah
manusia, dan ini jauh lebih penting daripada DNA.
Pada akhirnya, dogma trinitaris merepresentasikan kegagalan
dalam memahami baik Allah maupun manusia. Dalam diri-Nya Allah
mutlak sempurna dan tidak ada apa-apa yang dapat ditambahkan
kepada kesempurnaan-Nya. Sedangkan tentang Yesus sebagai Allahmanusia, ―Allah sejati dan manusia sejati‖, jika kita berbicara dengan
memakai metafora matematis dalam bentuk persentase, dan mengakui
fakta bahwa di dalam berbicara mengenai makna menjadi satu
―pribadi‖—bukan performanya—tak seorang pun bisa menjadi lebih dari
100%. Maka bukankah ini berarti bahwa jika Yesus adalah ―Allahmanusia‖ maka ia hanya bisa menjadi 50% Allah dan 50% manusia? Dan
itu juga berarti bahwa ia tidak bisa menjadi sungguh-sungguh Allah
Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus
99
ataupun manusia, bila Allah dan manusia dimengerti dalam terminologi
Alkitabiah. Namun, seperti yang telah kita lihat, gagasan Allah-manusia
adalah hal yang lazim dalam pemikiran Yunani yang mendominasi
budaya dunia orang Kafir. Kebanyakan dewa-dewi Yunani dan Romawi
adalah manusia yang didewakan dan dimuliakan; mereka telah menjadi
entitas mitologis, dan syarat-syarat atas kebenaran dan logika tidak
berlaku terhadap mitologi. Tak seorang pun dapat membaca sastra klasik
Yunani tanpa menjumpai nama-nama dari ―ilah-ilah‖ mereka yang
banyak, persis seperti yang digambarkan oleh Paulus (1Kor 8:5). Orangorang yang dibesarkan dalam budaya semacam ini tidak akan sulit
mempercayai Yesus sebagai Allah-manusia.
Disesatkan oleh ide-ide religius dan filosofis Yunani
Kita tidak menyadari bahwa kita sedang dikelirukan oleh ―hikmat‖ atau
sofistri teologis Yunani, dan sebagai akibatnya, kita dijauhkan dari
hikmat pewahyuan Alkitabiah (kedua hikmat yang berbeda dan saling
bertentangan ini dibahas dalam 1 Korintus 1:17-2:13). Dalam Alkitab,
misalnya, Allah (Yahweh) bukanlah suatu ―hakikat‖. Adakah orang yang
pernah menyodorkan sepotong bukti Alkitabiah untuk membenarkan
gagasan bahwa kita bisa berbicara tentang Allah dengan istilah ―hakikat‖
atau ―zat‖? Namun demikian, para pemimpin gereja Yunani tampaknya
tidak ragu menggunakan istilah ini. Setiap teolog semestinya menyadari
bahwa definisi Allah sebagai suatu ―hakikat‖ ini, di mana tiga pribadi
eksis bersama, adalah hasil dari sofistri teologis Yunani—sofistri yang
disahkan dengan memanfaatkan sekumpulan ayat-ayat dalam Kitab Suci,
dan yang telah berhasil menyesatkan kita semua. Spekulasi-spekulasi
filosofis Yunani telah menjauhkan kita dari firman Allah.
Namun, ada sesuatu yang lebih serius untuk dipertimbangkan:
Pernahkah terlintas dalam pikiran kita bahwa berbicara tentang Allah
sebagai ―hakikat‖ bisa jadi adalah perbuatan menghujat? Mungkinkah
pikiran dan roh kita telah menjadi begitu mati rasa oleh karena
―aklimatisasi‖ kultural sehingga kita telah menjadi terbiasa dengan
istilah tersebut sampai-sampai tidak lagi memperhitungkan
kemungkinan tersebut? Bukankah ini kurang lebih seperti orang yang
terbiasa mengumpat dan tidak menyadari betapa kasar perkataannya?
Akankah Allah menuntut pertanggungjawaban kita oleh karena
menggambarkan-Nya sebagai ―hakikat‖, atau ―zat‖ dari tiga pribadi ilahi?
100
The Only True God
Pencarian teks-teks bukti oleh para Trinitarian
Apa psikologi di balik tekad kita membuktikan ―Tu[h]an Yesus Kristus‖
itu mutlak setara dalam segala hal dengan ―Allah Bapa kita‖? Di dalam
mengejar tujuan ini dengan penuh semangat kita tidak berhenti untuk
mempertimbangkan fakta bahwa tidak satu kitab pun dalam PB yang
memiliki tujuan tersebut dalam pandangannya, sehingga kita mendapati
diri kita menyimpang dari PB. Sebenarnya, tidak dapat diperlihatkan
kalau kata ―Allah‖ (dalam pengertian trinitarisnya, yakni, tokoh yang
setara bersama dengan Bapa) pernah diterapkan kepada Kristus dalam
PB. Jadi, usaha pembuktian akan ketuhanan Kristus terutamanya harus
bergantung pada jenis gelar-gelar yang telah kita lihat di atas, seperti,
―anak Allah‖.
Untuk saya, saya mengakui lagi bahwa setidaknya dalam hal
Kristologi, saya telah membiarkan trinitarianisme menguasai eksposisi
saya di masa lalu. Saya menyelidiki Kitab-kitab Suci untuk menemukan
teks-teks bukti atas ketuhanan Kristus. Saya masih memiliki Alkitab tua
yang ditandai pada setiap tempat yang memuat teks semacam itu, sering
kali dengan disertai banyak catatan. Sekarang saya merasa agak geli atau
bahkan tercengang tatkala mendengar orang mengutip teks-teks yang
sama itu kepada saya untuk mendukung trinitarianisme mereka.
Konsekuensi-konsekuensi praktis dari Trinitarianisme
Apakah konsekuensi-konsekuensi dari Kristologi trinitaris? Dengan
menuhankan Kristus ke kesetaraaan dengan Allah, ―Kristus‖ dan ―Allah‖
secara esensil memiliki arti yang sama. Akibatnya, berdoa dan
menyembah Yesus adalah berdoa dan menyembah Allah. Allah Bapa
dikurangi menjadi sekadar salah satu dari tiga, dan itu pun bukan
sebagai yang utama. Begitu sang Bapa dikesampingkan, terbukalah pintu
untuk menjadikan pribadi-pribadi lain sebagai sasaran utama dari doa
dan pengabdian itu. Akibatnya, Yesus menjadi sentral dalam
Protestanisme ―aliran utama‖; dalam Pantekostalisme, Roh adalah yang
utama; sedangkan untuk sebagian besar Katolikisme Roma, Perawan
Maria, yang diangkat statusnya ke tingkatan yang serupa, menggantikan
‗pribadi-pribadi‘ ilahi tersebut.
Seandainya mereka diminta berhenti berdoa dan beribadah kepada
sosok-sosok yang telah mereka tuhankan itu, mereka akan merasa sangat
Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus
101
bingung hingga nyaris tidak tahu harus berbuat apa. Tampaknya jelas
bahwa, oleh karena disesatkan oleh trinitarianisme, mereka nyaris tidak
tahu lagi bagaimana berdoa dan beribadah seandainya mereka harus
berhenti menyembah allah pilihan mereka. Mereka telah begitu
disesatkan sehingga bisa jadi mereka akan merasa kesulitan berdoa
kepada sang Bapa, sebab itu akan terasa seperti berdoa kepada sosok tak
dikenal.
Ajaran Perjanjian Baru sama sekali berbeda. Dalam PB jelas
diajarkan bahwa Allah Bapa (bukan dalam arti trinitaris) selalu
merupakan sasaran utama dari doa-doa dan ibadah kita. Begitulah
persisnya cara Yesus berdoa, dan ia mengajar murid-muridnya untuk
berbuat hal serupa. Ia selalu mengajar kita untuk berdoa kepada Bapa,
yang semestinya jelas terlihat dari ―Doa Bapa Kami‖. Tujuan pokok
pelayanannya sebenarnya adalah untuk membawa kita kepada suatu
hubungan langsung dengan Bapa yang dikenal dan dikasihi olehnya. Ia
ingin kita berdoa kepada ―Abba, Bapa‖ sama seperti yang ia lakukan. Ini
terlihat dari ajarannya, dari kematiannya (untuk membuka jalan kepada
perdamaian dengan-Nya), dan dari pengutusan Roh guna menginspirasi
serta menguatkan kita untuk berdoa kepada Abba.
Tak diragukan kalau Kristus yang telah bangkit itu pasti merasa
ngeri melihat ajarannya telah dicampakkan oleh sebuah doktrin yang
menyampingkan sang Bapa atas namanya. Alih-alih mengikuti ajaran
dan teladannya, murid-muridnya telah menaruh dia di tengah-tengah,
dan dengan demikian telah menggantikan sang Bapa dari kedudukan
yang jelas dimiliki-Nya dalam PB—dan selain itu, semuanya ini
dilakukan tanpa mengindahkan ajaran Yesus sama sekali. ―Mengapa
kamu berseru kepada-Ku: Tu[h]an, Tu[h]an, padahal kamu tidak
melakukan apa yang Aku katakan?‖ (Luk 6:46; bdk. Mat 7:21-23)
Jadi, apakah menjadi soal jika kita terus berpegang pada doktrin
Tritunggal? Akankah hal itu mempengaruhi keselamatan kita? Tidak—
jika tidak menjadi soal apakah kita mendengarkan dan menaati ajaran
Yesus atau tidak. Barangkali kita tidak pernah sungguh-sungguh mengira
bila kata-kata Yesus dalam Matius 7:21-23 mungkin berlaku kepada kita.
Namun, alangkah baiknya kalau kita mencamkan nasihat Paulus untuk
―kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar‖, sesuatu yang
diyakinkan kepada kita oleh gereja Injili bahwa hal itu tidak perlu.
Menurut mereka, ―takut dan gentar‖ (2Kor 7:15; Flp 2:12) akan
mencerminkan kurangnya iman yang, mereka deklarasikan sebagai iman
102
The Only True God
yang berjalan dalam keberanian kudus! Paulus bisa mendapat sebuah
pelajaran iman dari para pengkhotbah yang berani ini!
Mungkinkah kita juga ―mendengar tetapi tidak mengerti‖? Apakah
hati kita pun agaknya telah dikeraskan karena kita telah berada di bawah
kuasa penipuan. Dapatkah kita melihat ajaran Kristus dalam keempat
Injil itu dan tidak menangkap maksudnya? ―Kerajaan Allah‖,
sebagaimana kita seharusnya sudah tahu sekarang, adalah unsur utama
dalam pengajaran Yesus. Yang paling pentingnya, kerajaan itu adalah
milik Allah, sang Allah yang disapa oleh Yesus dengan ―Bapa‖. Namun,
kita ditipu oleh trinitarianisme yang mengatakan bahwa itu adalah
kerajaan milik Yesus, karena ia adalah Allah.
Nah, adalah benar bahwa dalam sebuah arti penting itu adalah
kerajaan milik Yesus. Dalam arti apa? Dalam arti bahwa Allah telah
mengangkat dia sebagai raja dalam kerajaan-Nya, dalam arti yang sama
di mana Daud, diurapi menjadi raja Israel, yang sebagai kerajaan
teokrasi, adalah kerajaan milik Allah. Campuran kebenaran dan
kepalsuan macam inilah yang dipergunakan oleh trinitarianisme untuk
mencengkram orang-orang. Namun, setiap orang yang membaca Inijlinjil tanpa prasangka niscaya akan tahu bahwa ketika Yesus
mengumumkan Kerajaan itu, ia sedang mengumumkan kerajaan (milik)
Allah, bukan miliknya sendiri.
Unsur pokok lainnya dalam pelayanan Yesus, mengingat dekatnya
Kerajaan tersebut, adalah membawa orang-orang kepada suatu
hubungan yang menyelamatkan dengan Allah yang harus berpangkal
dari pertobatan. Begitu ada pertobatan, Yesus memanggil mereka ke
tahap selanjutnya: Sebuah hubungan yang penuh kepercayaan dan akrab
dengan Bapa sebagai ―Abba‖. Dalam Injil Yohanes, Yesus mengajarkan
murid-muridnya bahwa keakraban ini didasari oleh keberdiaman
(indwelling) yang timbal balik, dengan meminjam istilah teologis
―coinherence‖ untuk menggambarkan (―Aku di dalam mereka dan
Engkau di dalam Aku‖, Yoh 17:23, dst.). Dalam semuanya ini seharusnya
mutlak jelas, terutamanya dari pengajaran Yesus dalam Injil Yohanes,
bahwa Bapa adalah yang sentral dalam pelayanan Yesus.
Sentralitas sang Bapa dalam karangan Yohanes (dan sesungguhnya
juga dalam karangan Paulus dan yang lainnya di PB) membuat kita
berhenti sejenak dan merenungkan doktrin umum akan Allah (―theology
proper‖) dalam teologi Kristiani dewasa ini, dan semenjak abad ke-4.
Allah diajarkan sebagai, suatu Sosok transenden, di mana transendensi
Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus
103
berarti ―eksistensi di atas dan terpisah dari dunia materiil‖ (Encarta).
Allah Bapa, dalam doktrin trinitaris, sudah tentu adalah transenden;
sedangkan Anak Allah sepertinya adalah imanen, setidaknya berkaitan
dengan pelayanan bumiahnya. Dalam doktrin ini Bapa dan Anak benarbenar bertindak dalam ruang-lingkup yang berbeda.
Hal yang perlu dipahami adalah bahwa doktrin transendensi ilahiah
ini berasal dari filsafat Yunani (Plato dan Aristoteles) dan bukan dari
Alkitab Ibrani. Ide Yunani tentang transendensi ilahiah ini dihancurkan
dalam pengajaran Yesus dalam Injil Yohanes, di mana ia menjelaskan
bahwa sang Bapa terlibat secara intim dalam setiap aspek kehidupan dan
pekerjaannya, dan dalam seluruh karya keselamatan umat manusia.
Ini juga muncul dalam ketiga Injil Sinoptik, di mana Kerajaan Allah
bukan sesuatu yang semata-mata ada di Surga atau hanya di masa
depan, tetapi sesuatu yang sudah berlangsung di dunia sekarang ini dan,
pada akhirnya, akan menang atas segala kuasa yang menentang di bumi.
Ini juga yang diajarkan oleh Paulus; dan perspektifnya hampir sama
dengan perspektif Yohanes. Kitab Wahyu menaruhnya demikian,
―Pemerintahan atas dunia dipegang oleh Tuhan kita dan Dia yang
diurapi-Nya, dan Ia akan memerintah sebagai raja sampai selamalamanya‖ (Why 11:15). Namun, gagasan Yunani akan Allah yang
tertinggi, sang Bapa, sebagai yang sepenuhnya transenden dan tidak
peduli dengan urusan-urusan dunia, oleh karenanya, tidak sesuai dengan
Kitab-kitab Suci, dan secara efektif mengasingkan Dia dari kita sebagai
Sosok yang jauh dan cukup sulit dicapai.
Tidak heran, kita tidak benar-benar beridentifikasi dengan 1
Yohanes 1:3, ―Dan persekutuan kami adalah persekutuan dengan Bapa
dan dengan Anak-Nya, Yesus Kristus‖. Dengan adanya (dugaan) Bapa
yang begitu jauh yang disiratkan dalam ajaran Kristiani yang telah kita
terima, bagaimana kita dapat bersekutu dengan sang Bapa? Oleh
karenanya, hampir seluruh umat Kristen Injili sekarang ini bersekutu
dengan sang Anak sambil sesekali berbasa-basi (lip service) kepada Bapa
sebagai sikap sopan terhadap Dia. Semuanya ini lahir dari kegagalan kita
dalam mempersepsi ajaran Kitab Suci tentang imanensi Bapa dan
keterlibatan-Nya yang mendalam di dalam keselamatan kita. Akibatnya,
kehidupan rohaniah kita tidak lagi seimbang dan malah menyimpang
bila dilihat dalam terang firman Allah. Jika suatu hari nanti kita, berkat
kasih-karunia, dianugrahi kehormatan diizinkan masuk Surga,
barangkali kita akan langsung menuju kepada Yesus, dan menyembah
104
The Only True God
dia dengan rasa syukur dan pujian, dan tidak akan (seperti seluruh
kumpulan orang banyak surgawi yang berulang-kali dilukiskan dalam
Kitab Wahyu) menyembah yang terpenting, Bapa yang duduk di atas
takhta. Betapa tidak sesuainya kita dengan seluruh kumpulan orang
banyak itu di Surga—termasuk Tu[h]an Yesus Kristus kita!
Dan apa tujuan dari salib, yaitu, kematian Yesus? Apakah menjadi
tujuan utama Yesus untuk mendamaikan dunia dengan dirinya? Apakah
pengorbanan ―Anak Domba Allah‖ itu adalah untuk mendamaikan umat
manusia dengan Anak Domba alih-alih dengan Allah? Menanyakan
pertanyaan-pertanyaan seperti itu juga sudah menjawabnya, setidaknya
untuk siapa saja yang memiliki sedikit pemahaman akan Kitab-kitab
Suci. Lantas, apa yang begitu membutakan kita sehingga apa yang
seharusnya jelas tidak lagi jelas? Semoga Tuhan mengaruniakan belaskasih-Nya.
Yesus sebagai Tu[h]an
S
ituasi dengan trinitarianisme bukan soal sederhana yang bisa
diterima atau ditolak begitu saja, yaitu, tidak jadi soal apakah
Anda ingin berpegang kepadanya atau menolaknya. Sekarang
semestinya jelas nyata bahwa dogma ini merupakan sebuah pelanggaran
firman Allah. Secara harfiah dogma itu telah ―jauh melampaui‖
(―melanggar‖) firman-Nya. Tidak di mana pun dalam kotbah rasuli
dalam Kisah Para Rasul, dan dalam ajaran PB, kepercayaan pada Yesus
sebagai Allah menjadi syarat untuk keselamatan. Demikianlah sang rasul
merangkum iman yang dibutuhkan untuk keselamatan, ―Sebab jika
engkau mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tu[h]an, dan
percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari
antara orang mati, maka engkau akan diselamatkan‖ (Rm 10:9). Petrus
sudah menjelaskan arti kata ―Tu[h]an‖ dalam pesannya yang pertama
(pesan pertama yang diproklamirkan sesudah Pantekosta) dalam Kisah
Para Rasul 2:
―Sebab bukan Daud yang naik ke surga, malahan Daud sendiri
berkata: Tuhan telah berfirman kepada Tuanku:
35 ‗Duduklah di sebelah kanan-Ku, sampai Kubuat musuhmusuh-Mu menjadi tumpuan kaki-Mu.‘ [Mzm 110:1]
34
Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus
36
105
Jadi seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti bahwa Allah
telah membuat (poieō) Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi
Tu[h]an dan Kristus.‖ (Kis 2:34-36)
Peninggian Yesus sebagai ―Tu[h]an dan Kristus‖ berkaitan secara
langsung dengan dirinya yang telah ―dibangkitkan‖ pada kebangkitannya
oleh Allah (Kis 2:31-32).
Makna kata ―Tu[h]an‖ diuraikan dengan jelas dalam nas-nas ini.
Kata itu tidak dimaksudkan untuk dibaca sebagai ―pribadi kedua dari KeAllahan‖. Berbuat demikian artinya tidak menghiraukan, dan dengan
demikian melanggar, firman Allah. Petrus menerangkan bahwa ―Tu[h]an
dan Kristus‖ hendaknya dipahami menurut latar Mazmur 110:1 yang
merujuk kepada raja Mesianik Davidik yang dijanjikan, yang sekarang
telah datang dalam Kristus. Akan tetapi, trinitarianisme menyatakan
dengan tegas bahwa jika Anda tidak percaya bahwa Yesus adalah Allah
menurut definisi mereka, maka Anda adalah seorang bidat, dan orangorang bidat tidak akan diselamatkan.
Akan tetapi anehnya, para penginjil yang memanggil orang-orang
untuk bertobat dan datang kepada keselamatan dalam Kristus biasanya
tidak menyebutkan bahwa Anda harus percaya kepada Yesus sebagai
Allah sebelum Anda dapat diselamatkan. Sebagian dari mereka hanya
mengatakan kalau ia harus diterima sebagai Juruselamat, dan sebagian
lagi memaksa kalau ia harus diterima juga sebagai Tu[h]an. Apakah
mereka berasumsi bahwa orang-orang non-Kristen (mis. di Asia) sudah
seharusnya tahu bahwa mereka diharapkan untuk percaya bahwa Yesus
adalah Allah? Lalu, mengapa keallahan Kristus tidak selalu dinyatakan
secara eksplisit dalam penginjilan? Apakah tujuannya adalah untuk
pertama-tama membuat orang-orang itu membuat suatu ―keputusan
untuk Kristus‖ dan sesudahnya baru memberitahu mereka bahwa
mereka harus percaya bahwa Yesus adalah Allah-Anak? Apakah ini
jujur? Atau, apakah para penginjil itu tidak sepenuhnya yakin bila
doktrin ini dibutuhkan untuk keselamatan?
Pemugaran terhadap Monoteisme Alkitabiah akan tercapai bila sang
Bapa dipuja sebagai pusat yang tak terbantahkan dari kehidupan Jemaat
sesuai dengan ajaran Yesus, yang oleh orang Kristen diakui sebagai
―Tu[h]an‖. Yaitu, bila semua orang yang mengaku sebagai murid-murid
dari Tu[h]an Yesus Kristus meneladani Tu[h]an mereka dengan mengikuti
contoh dalam berdoa kepada Bapa dan melakukan kehendak-Nya.
Kristus menguatkan murid-muridnya melalui Roh Allah untuk
106
The Only True God
melakukan apa yang tidak mampu mereka lakukan secara alamiah. Jika
pemuridan berarti mengikuti Yesus, maka pengikutan itu harus merujuk
kepada ajarannya dan teladan hidupnya yang mutlak mengabdi kepada
Allah Yahweh, sang Bapa, yang ia sapa dengan penuh kasih ―Abba‖. Ini
pasti yang sedang dilakukan oleh Yesus bahkan sekarang pun, menurut
Kitab Suci, menjadi pengantara atas nama semua orang yang beriman
dan mengikuti dia; sebab bukankah tertulis bahwa, ―Karena itu, Ia
sanggup juga menyelamatkan dengan sempurna semua orang yang
melalui Dia datang kepada Allah. Sebab Ia hidup senantiasa untuk
menjadi Pengantara mereka‖ (Ibr 7:25)? Ini memperlihatkan betapa
vital pelayanannya sebagai Pengantara untuk kita saat ini di hadapan
Bapa, Allah Yahweh, demi keselamatan kita.
U
Alkitab adalah Allah-sentris (God-centered)
ntuk memahami apa saja dengan benar dalam Kitab Suci, kita
harus mulai dengan memahami bahwa Kitab Suci itu Allahsentris, yang terungkap jelas dalam Efesus 4:6, ―satu Allah dan
Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan melalui semua dan di
dalam semua‖; perhatikan keempat ―semua‖. Ia adalah segalanya atau
semuanya dalam setiap hal yang dapat dibayangkan—Ia mutlak
segalanya.
Kesegalaan ini diungkapkan dengan cara lain dalam Roma 11:36,
―Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia:
Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!‖ ―Dari‖, ―oleh‖, dan
―kepada‖—yang melingkupi segalanya.
Maksud dari semuanya ini adalah bahwa mutlak tidak ada apapun
dan siapapun yang berdiri di luar kesegalaan Allah. Apa saja yang ada,
eksis bagi Dia (―yang bagi-Nya dan oleh-Nya segala sesuatu dijadikan‖,
Ibr 2:10), oleh karena Dia, dan bergantung kepada hadirat-Nya yang
menopang. Itu berarti, semuanya dan setiap makhluk, besar atau kecil,
eksis dalam hubungannya dengan Dia, berkenaan dengan Dia yang satusatunya yang absolut. Tidak ada dua (apa lagi tiga) absolut. Semuanya ini
berarti bahwa, sejauh penyataan Kitab Suci, Kristus haruslah dipahami
dalam hubungannya dengan ―satu Allah dan Bapa dari semua” (Ef 4:6),
sekalipun jika hubungannya dengan Dia ada pada tingkatan yang jauh
lebih tinggi dibandingkan dengan hubungan siapapun. Berbicara tentang
Kitab Suci sebagai ―Kristus-sentris‖ adalah keliru jika ini berarti bahwa
Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus
107
Kristus merupakan yang absolut dalam dirinya sendiri, yaitu Allah. Tidak
bisa ada dua yang absolut, kalau tidak, dua-duanya tidak absolut. Untuk
alasan yang sama, keabsolutan (absoluteness) tidak dapat dibagi antara
dua makhluk atau lebih. Dalam Kitab Suci, tidak ada contoh yang
memperlihatkan di mana ada satu ―Allah‖ (entah ia disebut ―Anak‖ atau
―Roh‖) yang eksis secara independen dari ―Allah dan Bapa yang satu itu‖
dan setara dengan-Nya. Segala makhluk eksis hanya dalam hubungannya
dengan Dia, dan secara mutlak tidak mempunyai eksistensi atau fungsi
terlepas dari-Nya.
Mengingat fakta-fakta ini, pembahasan tentang siapa Yesus dalam
dirinya sendiri adalah percuma karena jawabannya hanya bisa
ditemukan sehubungan dengan ―satu Allah dan Bapa dari semua‖ (Ef
4:6). Maksudnya, Kristologi itu hal mustahil terlepas dari doktrin umum
akan Allah (theology proper), dan tidak ada artinya terlepas darinya. Ini
terlihat jelas dari gelar-gelar yang dipakai untuk Kristus dalam PB. Gelar
Yesus yang tertinggi, ‗Tu[h]an‘ dan ‗Kristus‘, dua-duanya dianugrahkan
kepadanya oleh Allah, sebagaimana dibuat jelas dalam pesan pertama
yang dikotbahkan sesudah Pantekosta dan pencurahan Roh (Kis 2:36).
Gelar lainnya pun tidak ada yang terkecuali. Ini merupakan sebuah
kenyataan yang bukan saja diakui oleh Yesus sendiri tetapi juga
dirangkulnya dengan senang hati dan sukacita. Ia selalu menegaskan
ketergantungannya yang total, penundukannya, dan komitmennya
kepada sang Bapa (sebagaimana terlihat jelas dalam Injil Yohanes),
sambil terus-menerus mengajar murid-muridnya untuk mengikuti dia
dalam melakukan hal serupa.
Pernyataan dari kebenaran-kebenaran Alkitabiah ini tidak
bermaksud mencemarkan nama Yesus, tetapi untuk mengoreksi
perspektif-perspektif yang telah disimpangkan oleh trinitarianisme.
Allah telah memilih untuk meninggikan Yesus di atas segalanya,
memuliakan dia oleh karena penyangkalan-dirinya yang total di atas
salib (khususnya, Flp 2:6-11), dan kita tidak boleh (ataupun ingin)
mengurangi satu iota pun kemuliaan yang diberikan Allah. Di sisi lain,
kita tidak boleh memberikan kepada Kristus kemuliaan yang hanya
menjadi milik Allah dan Bapa yang esa itu sendiri.
Besarnya kemuliaan yang dikaruniakan Allah dengan senang hati ke
atas Yesus terungkap dengan hebatnya dalam Efesus 1:19-23:
dan betapa hebat kuasa-Nya bagi kita yang percaya, sesuai
dengan kekuatan kuasa-Nya yang besar,
19
108
The Only True God
yang dikerjakan-Nya di dalam Kristus dengan membangkitkan
Dia dari antara orang mati dan mendudukkan Dia di sebelah
kanan-Nya di surga,
21 jauh lebih tinggi dari segala pemerintah dan penguasa dan
kekuasaan dan kerajaan dan tiap-tiap nama yang dapat disebut,
bukan hanya di dunia ini saja, melainkan juga di dunia yang
akan datang.
22 Segala sesuatu telah diletakkan-Nya di bawah kaki Kristus dan
Dia telah diberikan-Nya kepada jemaat sebagai Kepala dari
segala yang ada.
23 Jemaat yang adalah tubuh-Nya, yaitu kepenuhan Dia yang
memenuhi semua dan segala sesuatu (bdk. 4:10).‖
20
Tujuan abadinya dinyatakan dalam 1 Korintus 15,
Karena ―segala perkara sudah ditaklukkan oleh Allah di bawah
kaki-Nya.‖ Tetapi walaupun sudah disebutkan bahwa segala
perkara sudah ditaklukkan kepada Al Masih (Kristus), jelas
bahwa Allah yang telah menaklukkan semuanya itu tidak
termasuk di dalamnya. Jadi, apabila segala perkara sudah
ditaklukkan kepada Al Masih (Kristus), maka Ia, yaitu Sang
Anak yang datang daripada-Nya, akan menaklukkan diri-Nya
juga kepada Allah, yang menaklukkan segala perkara di bawah
kaki-Nya, supaya Allah menjadi segala-galanya dalam semua
perkara.‖ (1Kor 15:27, 28, LAI-TL)
Monoteisme teguh dari Yesus berakar pada
Monoteisme yang tidak kenal kompromi dari PL
M
onoteisme dari PL dinyatakan dengan begitu jelas dan tanpa
keraguan hingga sama sekali tidak memberi ruang untuk
berargumen atau bersengketa tentangnya. Teks-teks
Alkitabiah dengan jelas sekali mengatakannya sendiri:
“Tidak ada allah lain”
Ulangan 4:35, Kamu melihat ini supaya kamu bisa mengetahui
bahwa Yahweh adalah Allah dan bahwa tiada Allah lain selain
Dia. (KSKK)
Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus
109
Ulangan 4:39, Oleh karena itu, yakinlah bahwa Yahweh adalah
Allah satu-satunya di langit dan di bumi, dan tiada Allah selain
Dia. (KSKK)
Keluaran 34:14, Sebab janganlah engkau sujud menyembah
kepada allah lain, karena TUHAN (Yahweh), yang nama-Nya
Cemburuan, adalah Allah yang cemburu.
1 Raja-Raja 8:60, supaya segala bangsa di bumi tahu, bahwa
TUHANlah (Yahweh) Allah, dan tidak ada yang lain,
Yesaya 45:5, Akulah Yahweh dan tidak ada yang lain; tidak ada
Allah selain Aku. (KSKK)
Yesaya 45:18, Sungguh, inilah yang dikatakan Yahweh, Dia
yang menciptakan langit, Dialah Allah yang membentuk bumi,
yang
menjadikan
dan
menetapkannya,
yang
tidak
menciptakannya dalam kekacauan tetapi membentuknya untuk
didiami; Akulah Yahweh, dan tidak ada yang lain. (KSKK)
Yesaya 45:21b,22, Bukankah Aku Yahweh? Tidak ada Allah
selain dari Aku, Penyelamat, Allah yang adil - tidak ada yang
lain kecuali Aku. Berpalinglah kepada-Ku maka kamu akan
diselamatkan, kamu semua dari ujung-ujung bumi, sebab Akulah
Allah, dan tidak ada yang lain. (KSKK)
Mari kita perhatikan baik-baik bahwa dalam seluruh ayat tersebut yang
dinyatakan di atas bukan saja bahwa hanya ada satu Allah, tetapi bahwa
Allah yang satu ini adalah Yahweh, dan bahwa ―tidak ada yang lain selain
Dia‖. Ini membuat mustahil untuk berbicara tentang Allah sebagai suatu
―hakikat‖ atau ―zat‖ di mana tiga pribadi saling berbagi. Tak seorang pun
yang berakal sehat akan memperdebatkan bila Yahweh adalah suatu
hakikat, atau ada tiga pribadi yang disebut Yahweh. Konsekuensi
daripada menyembah dan mempersembahkan kurban kepada allah
manapun selain Yahweh dinyatakan dengan mutlak jelas:
Keluaran 22:20, ―Siapa yang mempersembahkan korban
kepada allah kecuali kepada TUHAN (Yahweh) sendiri, haruslah
ia ditumpas.‖
110
The Only True God
Sekali lagi, tidak ada ruang untuk memperdebatkan makna dari ―sendiri‖
(Ibrani: bd; Yunani: monos). Di mana terdapat dua atau tiga pribadi,
maka tidak ada individu dalam jumlah itu bisa dikatakan sendiri. Kata
yang sama, ―sendiri‖, sebagaimana dipakai dalam Keluaran 22:20 kerap
kali dipakai untuk Allah:
Ulangan 32:12, demikianlah TUHAN (Yahweh)
menuntun dia, dan tidak ada allah asing menyertai dia.
sendiri
2 Raja-Raja 19:15, Hizkia berdoa di hadapan TUHAN
(Yahweh) dengan berkata: ―Ya TUHAN (Yahweh) Allah Israel,
yang bertakhta di atas kerubim! Hanya Engkau sendirilah Allah
segala kerajaan di bumi; Engkaulah yang menjadikan langit dan
bumi (juga Yes 37:16).
2 Raja-Raja 19:19, ―Maka sekarang, ya TUHAN (Yahweh),
Allah kami, selamatkanlah kiranya kami dari tangannya, supaya
segala kerajaan di bumi mengetahui, bahwa hanya Engkau
sendirilah Allah, ya TUHAN (Yahweh).‖ (juga Yes 37:20)
Nehemia 9:6, Engkau sendirilah, ya Yahweh, hanya Engkau!
Engkau yang telah menjadikan langit, langit segala langit dengan
segala bala tentaranya, bumi dengan segala yang ada di atasnya,
dan laut dengan segala yang ada di dalamnya, dan Engkau
memelihara kehidupan mereka semua. Dan bala tentara langit
sujud menyembah-Mu. (ILT)
Mazmur 4:9, Dalam damai aku akan berbaring dan tidur
bersama-sama, karena Engkau sendiri, ya Yahweh, yang
membuat aku berdiam dengan aman. (ILT)
Mazmur 72:18, Terpujilah TUHAN (Yahweh), Allah Israel,
yang melakukan perbuatan yang ajaib seorang diri!
Mazmur 83:19, Dan biarlah mereka mengetahui, bahwa
Nama-Mu adalah Yahweh; bahwa Engkau sendirilah Yang
Mahatinggi atas seluruh bumi. (ILT)
Mazmur 148:13, Biarlah mereka memuji Nama Yahweh,
karena hanya Nama-Nya yang layak ditinggikan, keagungan-Nya
ada atas bumi dan langit. (ILT)
Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus
111
Yesaya 2:11, Mata manusia yang angkuh akan direndahkan,
dan kesombongan manusia akan ditundukkan, dan hanya
Yahweh sendiri yang akan ditinggikan pada hari itu. (ILT) (juga
Yes 2:17).
Yesaya 44:24, Beginilah Yahweh yang menebusmu dan
membentukmu sejak dari kandungan, berfirman, ―Akulah
Yahweh yang menjadikan segala sesuatu, yang membentangkan
langit, Aku sendiri yang menghamparkan bumi, siapakah
bersama dengan-Ku?‖ (ILT)
Bahwa Yesus sepenuhnya mengesahkan monoteisme yang dinyatakan
dengan kuat dan didefinisikan dengan jelas ini bisa dilihat langsung
sejak awal pelayanannya:
Matius 4:10, Lalu berkatalah Yesus kepadanya: ―Enyahlah,
Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan,
Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah (monos) engkau
berbakti!‖ {Ul 6:13} (juga Luk 4:8)
Hal mencolok mengenai Yesus yang mengutip dari Ulangan 6:13 menjadi
jelas ketika kita membandingkannya dengan ayat tersebut:
Ulangan 6:13, Engkau harus takut akan TUHAN, Allahmu;
kepada Dia haruslah engkau beribadah dan demi nama-Nya
haruslah engkau bersumpah.
Kata ―hanya/saja‖ tidak muncul baik dalam teks Ibrani maupun teks
Yunani dari ayat ini kendati, mengingat ayat-ayat PL sebelumnya dan
konteks PL secara keseluruhan, kata itu memang tersirat. Apa yang
dilakukan Yesus ialah menyatakan secara eksplisit dan otoritatif apa
yang disiratkan dengan menyisipkan kata kritis ―hanya/saja‖ (monos) ke
dalam ayat ini. Dengan demikian, monoteisme Yesus dibuat sangat jelas.
Sama juga halnya dengan Lukas 4:8, sehingga tidak bisa
berargumentasi bahwa kata ―hanya/saja‖ (monos) ditambahkan oleh
Matius karena Injilnya lebih berciri ―Yahudi‖ ketimbang Injil-injil
lainnya.
Lukas 4:8, Tetapi Yesus berkata kepadanya: ―Ada tertulis:
Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada
Dia sajalah (monos) engkau berbakti!‖
112
The Only True God
Harus diperhatikan juga bahwa ―Tuhan, Allahmu‖ baik dalam Injil
Matius maupun Injil Lukas adalah ―TUHAN (Yahweh) Allahmu‖ dalam
Kitab Ulangan. Yesus memilih sebuah ayat yang tidak sekadar berbicara
tentang melayani Allah saja, tetapi ayat yang secara khusus berbicara
tentang melayani hanya Yahweh saja. Fakta ini, diambil bersama dengan
penegasan monoteistik kuat dari Yesus dalam Yohanes 5:44 di mana ia
berbicara tentang Allah sebagai ―Allah yang Esa‖, dan sapaannya kepada
Bapa sebagai ―satu-satunya Allah yang benar‖ dalam Yohanes 17:3, tanpa
diragukan berarti bahwa Yesus tidak sekadar menganut ide umum
monoteisme yang mampu berpikir tentang Allah hanya sebagai
―hakikat‖, tetapi ia berkomitmen teguh kepada monoteisme akan
Yahweh, sebuah monoteisme di mana Yahweh sendiri adalah Allah ―dan
hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti‖ (Luk 4:8). Ini, sebenarnya,
adalah monoteisme Alkitabiah sejati; monoteisme Alkitabiah adalah
monoteisme akan Yahweh.
Butir penting lain yang perlu diperhatikan ialah bahwa pernyataanpernyataan monoteistik dari Yesus ini semuanya berciri “situasional”,
yang artinya bahwa semuanya itu tidak diucapkan sebagai bagian dari
pengajarannya di depan umum melainkan diucapkan dalam situasi
tertentu, merujuk pada peristiwa khusus. Orang Yahudi adalah monoteis
yang berapi-api; Yesus tidak perlu mengkotbahkan monoteisme kepada
mereka. Jadi, pernyataan-pernyataan situasional dari Yesus ini
mengatakan kepada kita tentang monoteismenya sendiri, ketimbang
monoteisme orang Yahudi pada umumnya. Untuk alasan inilah
pernyataan-pernyataan itu penting pada khususnya. Yang pertama dari
pernyataan tersebut, di mana ia mengutip Ulangan 6:13, adalah ketika ia
diperhadapkan pada godaan, dan kita telah melihat bahwa Yesus
memilih untuk menambahkan kata ―sendiri‖ (monos), yang sering
muncul dalam teks-teks PL yang lain dengan rujukan kepada Yahweh,
tetapi tidak dalam teks yang ini.
Yohanes 5:44 berada dalam konteks sebuah dialog dengan
pendengar yang tidak reseptif: ―Bagaimanakah kamu dapat percaya,
kamu yang menerima hormat seorang dari yang lain dan yang tidak
mencari hormat yang datang dari Allah yang Esa?‖ Dua ayat sebelumnya
ia berkata, ―Tetapi tentang kamu, memang Aku tahu bahwa di dalam
hatimu kamu tidak mempunyai kasih akan Allah‖ (Yoh 5:42), bukti dari
tuduhan ini adalah bahwa mereka mencari pujian dari manusia, bukan
dari Allah. Dengan kata lain, manusia, bukan Allah, adalah fokus
Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Yesus Kristus
113
kehidupan mereka; mereka berorientasi kepada manusia, bukan kepada
Allah. Ini mengatakan sesuatu yang sangat penting kepada kita tentang
monoteismenya Yesus. Untuk dia, monoteisme bukan sekadar suatu
dogma keagamaan yang didukung seseorang, tetapi yang melibatkan
suatu gaya hidup yang sepenuhnya berorientasi kepada Allah, bukan
kepada manusia. Ini melibatkan komitmen untuk melakukan kehendakNya, senantiasa berusaha untuk hidup berkenan kepada-Nya. Untuk
Yesus, mengakui monoteisme Yahweh akan tetapi hidup dengan
berpusatkan kepada diri sendiri adalah hal yang tak terpikirkan dan tak
dapat ditolerir; itu adalah kemunafikan belaka. Celaannya yang keras
dalam Matius 23 ditujukan kepada para pemuka agama yang pengakuan
monoteismenya tidak diragukan, tetapi kehidupan dan tingkah-laku
mereka bukan saja meragukan, tetapi lebih buruk dari itu. Monoteisme
sejati harus terungkapkan dalam suatu kehidupan yang menghormati
Yahweh, yang digerakkan oleh kasih untuk-Nya.
Hal ini muncul dengan kuat dalam situasi lain, yang disinggung
dalam ketiga Injil Sinoptik, di mana Yesus ditanyai tentang hukum mana
yang paling penting dari sekian banyak hukum.
Jawab Yesus: ―Perintah yang terutama ialah: Dengarlah, hai
orang Israel, Tuhanlah Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah
Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap
jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap
kekuatanmu. Perintah yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu
manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada perintah lain yang
lebih utama daripada kedua perintah ini‖ (Mrk 12:29-31).
Yesus menekankan fakta bahwa pengakuan monoteistik itu (―Tuhan
itu esa‖) terikat secara tak terpisahkan dengan kasih yang sepenuhnya
berkomitmen kepada Allah, yaitu, kasih yang melibatkan keseluruhan
diri orang itu, dan yang juga melibatkan kasih terhadap sesama. Ini
berarti bahwa monoteisme bukan sekadar sebuah pengakuan yang keluar
dari mulut saja, tetapi sebuah pengakuan yang dibuat dengan hati dan
yang menguasai seluruh pribadi dan gaya hidup orang itu. Ini
dicontohkan dengan sempurna dalam kehidupan Yesus sendiri.
Bab 2
Hanya Manusia
Sempurna yang dapat
menjadi Juruselamat
Dunia
B
Ajaran Alkitabiah tentang Satu Allah Sejati
dan Satu Manusia Sempurna
eberapa tahun yang lalu, ketika saya dan istri saya sedang
menjelajahi India, kami terkesan dengan begitu banyaknya
patung dewa-dewi yang ada di sana; meski hanya beberapa saja di
antara mereka yang tampak sebagai sasaran penyembahan yang lebih
menonjol. Kuil-kuil besar dan kecil terlihat di mana-mana, dan sering
kali dikerumuni para pemujanya. Mau tidak mau, sebuah pertanyaan
memasuki benak kami: Apakah perlunya keanekaragaman dewa-dewi
tersebut? Seandainya ada satu Allah Maha-mencukupi yang dapat
memenuhi kebutuhan semua orang, bukankah itu akan membuat semua
dewa-dewi lain mubasir? Apakah ini karena manusia masih belum
menemukan satu Allah yang Maha-mencukupi itu sehingga mereka
harus berpaling kepada pelbagai dewa atau ilah yang beranekaragam itu
demi memenuhi pelbagai kebutuhan mereka?
Memang, jika ada satu Allah personal yang Maha-mencukupi
seperti itu, maka pribadi ilahi kedua atau ketiga tidak lagi dibutuhkan.
Namun, tampaknya Allah itu tidak dikenal manusia, sehingga timbullah
kebutuhan untuk mencari yang lainnya. Hal ini mengingatkan kita pada
kata-kata Paulus di Atena tentang ―Allah yang tidak dikenal‖ (Kis 17:23).
Untuk seseorang seperti Paulus yang mengenal Allah Israel, Yahweh,
yang mengagumkan, kebutuhan akan ilah-ilah lain tersebut tidak masuk
116
The Only True God
akal. Apa yang akan dipikirkannya tentang trinitarianisme yang sampai
mengatributkan ajaran tentang pribadi ilahi yang kedua dan malah yang
ketiga selain Yahweh itu kepada dirinya (Paulus)? Semakin orang
memahami PL dengan 6828 rujukannya kepada Yahweh tanpa rujukan
apapun kepada pribadi ilahi lain yang diafiliasikan dengan-Nya, dan
semakin orang memahami pengajaran Paulus tentang keselamatan,
semakin mereka akan menyadari bahwa sugesti di mana ia telah
mengajar tentang Kristus sebagai pribadi ilahi kedua yang setara dengan
Yahweh akan menyulut murka besar darinya. Lebih parahnya, ini akan
menyulut murka besar dari Yahweh sendiri (Kel 32:10 dyb.). Namun,
oleh karena pengajaran trinitaris secara dasariah bertolak belakang
dengan pengajaran Yesus sendiri, hal yang paling tidak diduga oleh
mereka adalah bahwa pada Hari yang besar dan terakhir itu bukan
―Yesus yang lemah lembut‖ (yang dilukiskan dengan syahdunya dalam
sebuah lagu Kristiani terkenal) yang akan mereka temukan, tetapi
―murka Anak Domba‖ yang mengerikan (Why 6:16; bdk. Why 14:10).
Kekristenan non-Yahudi dewasa ini tidak lagi mengetahui kalau
―Kekristenan Yahudi selalu tetap bertahan pada fakta historis bahwa
Mesias dan Tu[h]an Yesus dari Nazaret itu bukanlah wujud ilahi, Allah
kedua, melainkan seorang manusia di antara umat manusia‖ (Hans
Küng, Christianity).
Tidak membutuhkan lebih banyak Allah, tetapi amat
sangat membutuhkan satu manusia sempurna
A
pakah intisari dari ajaran PB tentang keselamatan pada
umumnya, serta ajaran Paulus khususnya, yang begitu penting
bagi kesejahteraan abadi umat manusia? Seluruh ajaran
Perjanjian Baru tentang keselamatan bertalian dengan konsep esensial
akan manusia sempurna, yang tanpanya tidak akan ada keselamatan.
Apakah manusia sempurna itu? Ia adalah seorang manusia yang tak
bercela dan tak bersalah, tidak seperti Adam (―anak domba yang tak
bernoda dan tak bercacat‖ 1Ptr 1:19), dan untuk alasan yang satu itulah ia
dapat menjadi juruselamat dunia. Manusia tidak membutuhkan
tambahan Allah (Yahweh sudah lebih dari mencukupi). Jadi, manusia
tidak membutuhkan Yesus sebagai Allah, tetapi yang amat sangat
dibutuhkan olehnya, kalau benar-benar berharap untuk diselamatkan,
adalah seorang manusia sempurna.
Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat
117
Yesus dalam wujud Allah tidak menjadikan dia orang yang
sempurna; sebaliknya, Yesus dalam wujud Allah sama sekali tidak akan
menjadikan dia manusia sejati terlepas dari memiliki tubuh manusiawi.
Bukankah ini seharusnya betul-betul jelas? Atau, apakah trinitarianisme
telah mengaburkan pikiran kita sampai-sampai kita tidak lagi mampu
melihat hal yang nyata sekalipun? Yang dipertaruhkan di sini adalah:
Jika Yesus bukan seorang manusia seperti Adam—atau seperti kita—
maka seluruh harapan untuk keselamatan kita ini akan lenyap begitu
saja. Kita tidak memahami hal ini karena kita masih belum memahami
prinsip dasariah dari keselamatan menurut pewahyuan Alkitabiah.
Singkat kata, agar kita bisa diselamatkan, Allah harus menyediakan
seorang manusia sempurna yang dapat membatalkan dampak
mematikan dari dosa Adam (dan dosa manusia). Bagaimanakah caranya
Allah menyelamatkan kita melalui manusia sempurna ini? Paulus
mengatakannya dengan ringkas seperti berikut:
―Jadi, sama seperti melalui ketidaktaatan satu orang banyak
orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula melalui
ketaatan satu orang banyak orang menjadi orang benar.‖ (Rm
5:19)
Ayat yang satu ini merangkum doktrin keselamatan Perjanjian Baru
secara singkat. Memahami ayat tersebut secara menyeluruh artinya
memahami jalan keselamatan itu dengan sepenuhnya. Sejumlah besar
materi rohaniah telah dikemas dan dipadatkan ke dalam ayat tersebut.
―Ketaatan satu orang‖ ini, yang olehnya ―banyak orang menjadi
orang benar‖ adalah sesuatu yang dibangun ―melalui penderitaan‖:
Ibrani 2:10, Sebab memang sepantasnya Allah [yaitu Bapa]
yang bagi-Nya dan oleh-Nya segala sesuatu dijadikan, yaitu Allah
yang membawa banyak orang kepada kemuliaan -- juga
menyempurnakan Perintis [Kristus, sang Anak] yang memimpin
mereka kepada keselamatan melalui penderitaan.
Ibrani 5:8-9, Sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar taat
dari apa yang telah diderita-Nya dan sesudah Ia disempurnakan,
Ia menjadi sumber keselamatan yang abadi bagi semua orang
yang taat kepada-Nya…
118
The Only True God
Ibrani 7:28, …Anak, yang telah dijadikan sempurna sampai
selama-lamanya.
Ayat-ayat penting di atas adalah masalah serius bagi trinitarianisme
karena orang Trinitarian telah terindoktrinasi memasukkan ―AllahAnak‖ ke dalam setiap rujukan kepada ―Anak‖. Dengan demikian,
gagasan bahwa sang Anak itu tidak sempurna, dan bahwa sang Bapa
harus menyempurnakan dia—dan menyempurnakan dia khususnya
melalui penderitaan—adalah hal yang tidak tercernakan secara teologis
oleh si Trinitarian. Setiap argumen yang kurang lebih mengatakan hal ini
mengacu kepada Anak sebagai manusia mengalami permasalahan
Kristologis yang serius dalam pemisahan atas ―kedua kodrat‖ untuk
membuat mereka bertindak secara mandiri, yang dengan demikian
meragukan kesatuan dari kedua kodrat itu. Dan jika kedua kodrat itu
tidak bisa dipisahkan cukup jauh sehingga lolos dari ketajaman
pernyataan-pernyataan dalam Kitab Ibrani ini, hal itu membangkitkan
pertanyaan tajam tentang Anak ilahi: Anak macam apa ini yang masih
belum belajar untuk taat kepada bapanya? Bahwa seorang anak manusia,
anak yang baik sekalipun, butuh belajar untuk taat kepada ayahnya
dapat dimengerti sepenuhnya; dan kebaikan anak itu terlihat justru dari
ketaatannya. Namun, bagaimana kita menerangkan perkara Anak yang
pra-eksisten dan kekal yang masih belum belajar untuk taat kepada sang
Bapa, dan baru mempelajarinya ketika ia datang ke bumi?!
Hal yang perlu juga diamati tentang ayat-ayat dalam Surat Ibrani ini
ialah bahwa secara konsisten dinyatakan bahwa Allah Bapalah, Yahweh,
yang menyempurnakan Anak; bukan Anak yang menyempurnakan
dirinya sendiri. Jadi, rujukan kepada yang ditengarai sebagai ―dua
kodrat‖ itu tidak relevan. Jadi, dalam Ibrani 2:10, kata
―menyempurnakan‖ dalam bahasa Yunaninya berbentuk aktif, karena
Allah Yahwehlah yang aktif dalam menyempurnakan sang Anak. Dalam
dua ayat lainnya, ―dijadikan sempurna‖ berbentuk pasif karena sang
Anak, bukan sang Bapa, adalah subyeknya. Penyempurnaan Kristus
adalah kehendak Bapa, dan diprakarsai oleh Dia demi keselamatan umat
manusia.
Pentingnya ketiga nas dalam Kitab Ibrani yang dikutip di atas,
ditemukan dalam kenyataan bahwa ketiga nas itu menerangi kebenaran
bahwa Allah menjadikan sang Anak, Mesias Yesus, sempurna melalui
proses penderitaan agar ia dapat menjadi ―Perintis yang memimpin
mereka kepada keselamatan‖ (Ibr 2:10). Ini berarti bahwa
Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat
119
penyempurnaan ―manusia Kristus Yesus‖ mutlak esensial untuk
keselamatan manusia. Hanya Mesias sebagai manusia sempurnalah
yang dapat menjadi ―juruselamat dunia‖ (Yoh 4:42; 1Yoh 4:14).
Dengan memakai gambaran persembahan kurban, hanya jika
hewan yang dipersembahkan di atas mezbah itu ―tidak bercela‖, yaitu,
sempurna, maka kurban tersebut berkenan kepada Allah. Tidak ada
hewan yang tidak sempurna, dengan cacat sekecil apapun, yang dapat
dipersembahkan. Butir ini berulang-kali ditekankan dalam Taurat
Perjanjian Lama. Bahkan orang yang tidak berbahasa Ibrani pun dapat
melihat sendiri bahwa frase ―tidak bercela‖ muncul dalam 18 ayat di
Kitab Imamat dan dalam 17 ayat di Kitab Bilangan yang berkenaan
dengan hewan-hewan yang dipersembahkan sebagai kurban. Dalam
beberapa ayat frase itu muncul lebih dari sekali: mis. Bilangan 6:14, ―dan
ia harus mempersembahkan sebagai persembahannya kepada TUHAN
(Yahweh) seekor domba jantan berumur setahun yang tidak bercela
untuk korban bakaran dan seekor domba betina berumur setahun yang
tidak bercela untuk korban penghapus dosa dan seekor domba jantan
yang tidak bercela untuk korban keselamatan‖.
Sesuai dengan itu, Tu[h]an Yesus Kristus, Manusia Sempurna itu,
mampu mempersembahkan dirinya untuk keselamatan dunia. Dalam
kata-kata Ibrani 9:14, ―terlebih lagi (daripada kurban-kurban hewan,
ay.13) darah Kristus, yang melalui Roh yang kekal telah
mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Allah sebagai persembahan
yang tidak bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari perbuatanperbuatan yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang
hidup‖, dan 1 Petrus 1:18,19, ―Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah
ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek
moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak
atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus
yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak
bercacat.‖
Keunikan sang Manusia Sempurna, Yesus Kristus
Manusia sempurna adalah seorang manusia yang sempurna dalam
ketaatannya kepada Allah. Manusia seperti itu belum pernah ada
dalam sejarah dunia. Inilah yang ditekankan oleh Rasul Paulus dalam
Roma 3:10, ―seperti ada tertulis: ‗Tidak ada yang benar, seorang pun
120
The Only True God
tidak‘‖, ayat yang sering kali disalahgunakan untuk memperdebatkan
―kebejatan total‖ manusia, tanpa mengindahkan fakta bahwa Paulus
mengakui adanya orang-orang yang saleh dan baik di dunia ini,
sebagaimana terlihat dari pernyataan berikut, ―Sebab tidak mudah
seorang mau mati untuk orang yang benar tetapi mungkin untuk orang
yang baik ada orang yang berani mati.‖ (Rm 5:7)
Walaupun barangkali ada ―orang-orang baik‖ di dunia ini, tetapi
belum pernah ada seorang manusia sempurna yang diukur berdasarkan
persyaratan Allah Yahweh. Akan tetapi, seorang manusia sempurna
seperti itu setidaknya diperlukan untuk keselamatan manusia. Hanya
jika Yesus adalah manusia yang demikian maka barulah ia dapat
menyelamatkan kita. Seandainya para teolog Trinitarian memahami
soteriologi Alkitabiah (doktrin keselamatan) dengan lebih baik lagi,
tentunya mereka akan terhindar dari kekeliruan terus-terusan berbicara
tentang Yesus sebagai Allah. Perjanjian Baru sama sekali tidak
menyatakan bila kepercayaan pada Yesus sebagai Allah diperlukan
untuk keselamatan. Namun, adalah esensial untuk percaya bahwa
―manusia Kristus Yesus‖ adalah satu-satunya perantara yang ditunjuk
oleh Allah untuk keselamatan kita (1Tim 2:5,6). Ia adalah satu-satunya
manusia sempurna yang pernah tampil di atas muka bumi ini; Allah
telah melakukan sesuatu yang baru demi keselamatan umat manusia.
Kesempurnaan Yesus persisnya terkandung dalam ketundukannya
yang sama sekali rela dan ketaatannya yang total kepada Allah Bapa,
Yahweh. Oleh sebab inilah subordinasinya kepada kehendak Bapa itu
dengan begitu konstan, nyaris berulang-ulang, ditekankan oleh Yesus
sendiri sebagaimana dilukiskan secara ekstensif dalam Injil Yohanes, hal
yang akan kita kaji nanti dalam karya ini.
Namun, hal ini menyebabkan kita mempertimbangkan pertanyaan:
Apakah yang tersirat dalam istilah ―manusia sempurna‖? Yang perlu
dipahami dalam kaitan ini adalah bahwa kesempurnaan dalam arti
mutlak merupakan sebuah atribut dari Allah Yahweh, bukan atribut dari
manusia (―Bapamu yang di surga sempurna‖ Mat 5:48). Dengan
demikian, dijadikan sempurna artinya menjadi seperti Dia; memperoleh
karakter-Nya. Namun, apakah penderitaan itu sendiri, sekalipun
diperlukan dalam proses penyempurnaan, dapat menjadikan seseorang
sempurna? Penderitaan, bagaimanapun juga, adalah suatu hal yang
dialami oleh sebagian besar umat manusia, dan banyak di antara mereka
yang memikulnya dengan dignitas dan bahkan dengan heroisme yang
Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat
121
luar biasa, tetapi apakah itu akan menjadikan mereka orang-orang yang
sempurna sesuai dengan pengertian pengarang Kitab Ibrani? Sebagian
orang yang pernah menderita barangkali bisa mencapai tingkatan
keunggulan moral yang tinggi; tetapi mencapai kesempurnaan Kristus
itu tidak ada dalam alam jangkauan manusia.
Kesempurnaan Kristus bersandar pada fakta akan keterlibatan
ilahiah yang unik dalam pribadinya sebagai dia di mana Firman
berinkarnasi atau ―menjadi manusia (‗daging‘)‖ (Yoh 1:14); ―Karena
seluruh kepenuhan Allah berkenan tinggal di dalam Dia‖ (Kol 1:19);
―Sebab dalam Dialah berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan
keilahian‖ (Kol 2:9). Ini berarti bahwa kesempurnaan Kristus tercapai
melalui hadirat dan kuasa Allah yang secara unik berdiam di
dalamnya. Allah Yahweh membangun satu kesatuan dengan Kristus
pada bagian terdalam dari dirinya (―Aku dan Bapa adalah satu‖, Yoh
10:30); dalam kesatuan ini Kristus diberdayakan untuk mencapai apa
yang tidak tercapai oleh manusia dengan dirinya sendiri. Oleh karena
itulah ia disebut ―anak tunggal‖, atau ―anak tunggal yang diperanakkan‖
(Yoh 1:14; 3:16,18; 1Yoh 4:9); inilah yang membedakan dia dari Adam,
manusia ―dari debu tanah‖, sebagai ―manusia berasal dari surga (yaitu
dari Allah)‖ (1Kor 15:47). Tanpa hadirat Allah Yahweh yang berdiam
secara unik di dalam Kristus, kesempurnaan yang diperlukan itu tidak
mungkin akan tercapai. Manusia sempurna ialah manusia yang didiami
oleh kepenuhan Yahweh secara jasmani di bumi ini, di antara manusia,
untuk menyelesaikan keselamatan umat manusia.
Namun, perlu ditekankan bahwa kesempurnaan Kristus sebagai
manusia tidak menjadikan Kristus sekadar peserta pasif. Karena Ibrani
5:8 berkata, ―Sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar taat dari apa
yang telah diderita-Nya.‖ Kata ―belajar‖ berbentuk aktif dalam bahasa
Yunani. Ini bukan sekadar sikap tunduk yang pasif, melainkan ketaatan
yang sepenuh hati kepada Bapa; Yesus mengungkapkannya seperti ini,
―Aku senantiasa berbuat apa yang berkenan kepada-Nya‖ (Yoh 8:29). Ia
dapat sepenuhnya menggemakan emosi sang Pemazmur, ―aku suka
melakukan kehendak-Mu, ya Allahku; Taurat-Mu ada dalam dadaku‖
(Mzm 40:8); ia dapat berbicara tentang kehendak Allah sebagai
makanannya (Yoh 4:34), yang memperlihatkan bahwa ia tentunya tahu
arti ―nikmatkanlah dirimu pada Yahweh‖ (Mzm 37:4; Yes 58:14, ILT).
122
The Only True God
Manusia sempurna sebagai guru sempurna
Sering kali kita berbicara tentang ―ajaran Yesus‖ tanpa mencatat fakta
bahwa ajarannya berasal dari Bapa, bukan dari dirinya sendiri. Apa yang
diajarkan oleh Yesus adalah ajaran sang Bapa, di mana ia menjadi
sarana dari ajaran itu sebagaimana ditegaskannya dalam Yohanes 7:16,
―Ajaran-Ku tidak berasal dari diri-Ku sendiri, tetapi dari Dia yang
telah mengutus Aku.‖ Bapalah yang berbicara kepada kita dalam seluruh
ajaran Yesus. Yesus mengulangi butir ini berkali-kali. Selain Yohanes
7:16, ada lagi yang berikut:
3:34, Sebab siapa yang diutus Allah, Dialah yang
menyampaikan firman Allah, karena Allah mengaruniakan
Roh-Nya dengan tidak terbatas.
12:49, Sebab Aku berkata-kata bukan dari diri-Ku sendiri,
tetapi Bapa, yang mengutus Aku, Dialah yang memerintahkan
Aku untuk mengatakan apa yang harus Aku katakan dan Aku
sampaikan.
14:10, Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan
dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang tinggal di dalam Aku,
Dialah yang melakukan pekerjaan-pekerjaan-Nya.
14:24, Siapa saja yang tidak mengasihi Aku, ia tidak menuruti
firman-Ku; dan firman yang kamu dengar itu bukanlah dari
Aku, melainkan dari Bapa yang mengutus Aku.
17:8, Sebab segala firman yang Engkau sampaikan kepada-Ku
telah Kusampaikan kepada mereka.
Yesus adalah manusia sempurna juga oleh karena alasan ini, yakni, ia
selalu ―menyampaikan firman Allah‖ (Yoh 3:34), dan, oleh karena itu,
sempurna dalam perkataannya. Sebagaimana tertulis dalam Yakobus
3:2, ―Sebab kita semua bersalah dalam banyak hal; siapa tidak bersalah
dalam perkataannya, ia orang yang sempurna, yang dapat juga
mengendalikan seluruh tubuhnya.‖
Tanpa Yesus kita tidak akan memiliki ajaran Bapa; oleh karena itu
kita bersyukur kepada Bapa dari lubuk hati kita atas Yesus. Namun, kita
tidak boleh lupa bahwa pesan Yesus adalah Firman Allah, Allah yang
berulang-kali dirujuk oleh Yesus sebagai ―Bapa‖.
Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat
123
Firman yang dikabarkan Yesus dan terwujud di dalam dia adalah
kebenaran dan hidup tepatnya karena itu adalah Firman Allah, sang
Bapa. Firman Allah adalah pewahyuan-diri Allah, yang menjadi sarana
untuk menarik semua orang kepada-Nya. Sang Bapa menarik kita
melalui firman-Nya. Hal ini sesuai dengan apa yang telah kita lihat
sebelumnya, yakni, Yesus sebagai perwujudan firman Allah itu adalah
Jalan kepada sang Bapa. Dengan memakai gambar lain, ia adalah Roti
yang diturunkan oleh Bapa agar orang dapat memperoleh hidup melalui
proses ―memakan‖nya. Semua metafora lainnya dengan cara yang sama
melukiskan Yesus sebagai alat atas karya Bapa yang mewahyukan dan
menyelamatkan. Hal ini khususnya muncul dengan kuat dalam Injil
Yohanes, di mana kebenaran bahwa Yesus adalah yang satu itu yang
diutus oleh sang Bapa, dan bertindak dengan subordinasi total serta
bergantung kepada Bapa, ditekankan lebih kuat di sini daripada di
bagian lain dalam PB. Sekarang kita akan mempertimbangkan bukti atas
pernyataan tadi.
Penegasan Yesus bahwa ia telah diutus oleh Bapa dan
oleh karena itu ia bertindak di bawah wewenang Bapa
dalam setiap perbuatannya
T
entang Bapa yang mengutus Yesus, sekilas pandang kepada
statistik akan segera menyatakan pentingnya hal ini dalam Injil
Yohanes. Dua kata Yunani diterjemahkan sebagai ―mengutus‖:
apostellō
Injil Matius: 3
Injil Markus: 2
Injil Lukas: 4
Injil Yohanes: 17
pempō
Injil-injil Sinoptik: 0
Injil Yohanes: 24
Apostellō dan pempō, berkenaan dengan Bapa yang mengutus Anak,
semuanya dijumlahkan menjadi 41 kali dalam Injil Yohanes.
Penegasan ini mencolok. Hal yang mencolok juga adalah bahwa
kedua kata itu bukan saja muncul dalam Injil Yohanes, tetapi seluruh
124
The Only True God
referensinya ada dalam ajaran Yesus sendiri di dalam Injil tersebut. Dan
seolah-olah ingin memastikan bahwa kita tidak melewatkan butir ini,
Yesus berkata dalam Yohanes 13:16, ―Sesungguhnya Aku berkata
kepadamu: seorang hamba tidaklah lebih tinggi daripada tuannya,
ataupun seorang utusan daripada orang yang mengutusnya‖; dengan
demikian, ―Bapa lebih besar daripada Aku‖ (Yoh 14:28).
Jumlah 41 rujukan yang sangat besar dari ucapan-ucapan Tu[h]an
dalam Injil Yohanes ini menunjukkan bahwa butir tersebut mendasari
pokok dan intisari dari ajarannya.
Ketergantungan Yesus yang sepenuhnya kepada
Bapa sebagaimana terlihat dalam ajarannya
O
rang yang mengutus jelas lebih besar daripada orang yang
diutus olehnya. Oleh sebab itu, hal diutus dengan sendirinya
mengungkapkan subordinasi orang yang diutus terhadap orang
yang mengutusnya (Yoh 13:16). Namun, Yesus menegaskan lebih
daripada itu: Ia mengungkapkan dirinya sebagai orang yang bergantung
sepenuhnya kepada sang Bapa. Yohanes 6:57 ―Sama seperti Bapa yang
hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga siapa saja
yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku.‖ Hubungan kita dengan
Yesus, ketergantungan kita kepada Yesus untuk hidup, mencerminkan
ketergantungan Yesus kepada sang Bapa untuk hidup.
Menurut pengajaran Yesus sendiri dalam Yohanes 6:57, sama
seperti kita tidak dapat hidup tanpa Yesus, demikian pula Yesus tidak
dapat hidup tanpa sang Bapa. C.K. Barrett (The Gospel According to St.
John, Commentary and Notes on the Greek Text, SPCK) mengatakannya
demikian, ―Hidup sang Anak sepenuhnya bergantung pada sang Bapa, ia
tidak memiliki hidup ataupun wewenang yang mandiri, dan oleh karena
ia tinggal di dalam Bapa, dengan demikian manusia dapat hidup dengan
tinggal di dalam dia‖. M. Dods berkata, ―Bapa adalah sumber hidup yang
absolut; Anak adalah pembawa hidup itu kepada dunia; bdk. 5:26, yang
mengungkapkan ketergantungan yang sama dari Anak pada Bapa untuk
hidup‖ (Expositor’s Greek Testament).
Yohanes 5:26: ―Sebab sama seperti Bapa mempunyai hidup dalam
diri-Nya sendiri, demikian juga diberikan-Nya Anak mempunyai hidup
dalam diri-Nya sendiri.‖ Sang Anak memiliki hidup dalam dirinya
sendiri, tetapi hanya karena sang Bapa telah memberikan hidup itu
Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat
125
kepada Anak. Dan oleh karena Bapa telah memberikan hidup kepada
Anak, maka Anak pun dapat memberikannya kepada yang lainnya:
―Sebab sama seperti Bapa membangkitkan orang-orang mati dan
menghidupkannya, demikian juga Anak menghidupkan siapa saja yang
dikehendaki-Nya‖ (Yoh 5:21). Sang Anak telah dianugrahi wewenang
penuh untuk menyalurkan hidup yang telah diberikan oleh Sang Bapa
kepadanya.
Didōmi dalam Injil Yohanes
Secara statistik kata didōmi (memberi) merupakan kata signifikan yang
lain dalam Injil Yohanes; kata ini lebih kerap muncul dalam Injil
Yohanes daripada dalam kitab-kitab lain di PB.
Bagi kebanyakan orang Kristen, barangkali contoh yang paling
dikenal tentang ―memberi‖ dalam Injil Yohanes ditemukan dalam 3:16,
―Karena Allah begitu mengasihi dunia ini, sehingga Ia telah
mengaruniakan (didōmi) Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang
yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang
kekal.‖ Inilah yang digambarkan oleh Paulus sebagai ―karunia-Nya yang
tak terkatakan itu‖ (2Kor 9:15) untuk kita. Allahlah yang memberikan
Yesus kepada kita, tidak lain dan tidak bukan karena Ia mengasihi kita.
Untuk orang-orang yang pada dasarnya egois seperti kita ini, adalah
cukup sulit dipahami apabila seseorang mengasihi kita dengan sangat
mendalam dan tulus, tetapi kenyataan bahwa Allah mempunyai alasan
untuk mengasihi kita adalah hal yang hampir tidak dapat dimengerti.
Namun, maksud ayat ini adalah bahwa bukan saja Allah mengasihi kita,
tetapi Ia mengasihi kita sampai-sampai memberikan Anak-Nya.
Ungkapan terima kasih apa yang bisa kita balaskan kepada sang Bapa?
Kita mengasihi sang Anak (sudah semestinya), tetapi kita
menyampingkan sang Bapa seolah-olah Ia kurang terlibat di dalam
menyelamatkan kita.
Yesus menegaskan ketaatannya kepada sang Bapa
“K
ata Yesus kepada mereka: ‗Jikalau Allah adalah Bapamu,
kamu akan mengasihi Aku, sebab Aku datang dari Allah
dan sekarang Aku ada di sini. Lagi pula Aku datang bukan
126
The Only True God
atas kehendak-Ku sendiri, melainkan Dialah yang mengutus Aku‘‖ (Yoh
8:42). Seperti telah kita lihat, Yesus bukan saja menekankan
subordinasinya kepada Bapa sebagai orang yang diutus oleh-Nya, tetapi
juga ketergantungannya yang sepenuhnya kepada Bapa untuk hidup.
Dalam ayat ini (Yoh 8:42) ia menggarisbawahi ketaatannya pada Bapa:
bahwa kedatangannya ke dunia ini terutamanya bukan karena
pilihannya atau atas inisiatifnya sendiri, melainkan karena ketaatan pada
kehendak Bapa. Tentang ayat tadi C.K. Barrett (The Gospel According to
St. John) mengulas, ―Sekali lagi misi Yesus dikosongkan dari segala
sugesti akan kehendak-diri atau kepentingan-diri. Ini adalah tekanan
Yohanei yang sangat umum dan esensial; lih. terutamanya 5:19-30.
Yesus tidak datang ke dunia atas kemauannya sendiri; ia datang karena
diutus. Pelayanan Yesus bersignifikansi bukan dalam hikmat atau
kebajikan dari dirinya sendiri, tetapi dalam fakta bahwa ia adalah duta
dari Allah sendiri.‖
Jelas bahwa melalui kata-kata ―Aku datang bukan atas kehendak-Ku
sendiri, melainkan Dialah yang mengutus Aku‖ (Yoh 8:42), Yesus tegastegas mengasaskan bahwa kedatangannya merupakan sebuah tindakan
ketaatan pada Bapa, bukan tindakan atas kehendaknya sendiri. Agaknya,
ia bisa saja tidak menaati, dan dalam tindakan ketidaktaatan itu (seperti
Adam) mencengkeram kesetaraan dengan Allah. Akan tetapi, bukankah
kita membaca Filipi 2:6 dsb. seakan-akan kedatangannya itu atas
inisiatifnya sendiri, suatu tindakan dari kemauannya sendiri?
Pemahaman yang demikian itu ternyata salah, dan mendistorsikan
pengertian kita dari nas yang penting itu.
Ketaatan harus melibatkan pilihan. Yesus berulang-kali
menegaskan bahwa ia telah membuat keputusan untuk menaati Bapa:
Yohanes 5:30, ―Aku tidak menuruti kehendak-Ku sendiri, melainkan
kehendak Dia yang mengutus Aku.‖ Yohanes 6:39, ―Dan Inilah kehendak
Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah
diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya
Kubangkitkan pada akhir zaman.‖
Subordinasinya serta ketergantungannya
Yohanes 14:10, ―Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku
katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang tinggal di dalam
Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-pekerjaan-Nya.‖
Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat
127
Yohanes 5:19, Lalu Yesus menjawab mereka, kata-Nya:
―Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, Anak tidak dapat
mengerjakan sesuatu dari diri-Nya sendiri, jikalau Ia tidak
melihat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa,
itu juga yang dikerjakan Anak.‘‖
Yohanes 12:49, ―Sebab Aku tidak berbicara dari diri-Ku
sendiri, melainkan Dia yang telah mengutus Aku; Bapa sendiri
telah memberikan (didōmi) perintah (entolē) kepada-Ku, apa
yang harus Kuucapkan, dan apa yang harus Kukatakan.‖ (ILT)
Dalam ayat terakhir di atas Yesus menerangkan bahwa ia selalu hidup
menurut perintah-perintah (entolē) yang telah diberikan (didōmi) oleh
Bapa kepadanya. Kini kita seharusnya dapat menduga bahwa, kata
―perintah‖ (entolē) lebih sering muncul dalam Injil Yohanes dibanding
Injil-injil Sinoptik (Yoh: 10 kali; Mat: 6; Mrk: 6; Luk: 4). Yesus berulangkali merujuk pada perintah-perintah Bapa:
Yohanes 10:18, ―Tidak seorang pun mengambilnya dari Aku,
melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri.
Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya
kembali. Inilah perintah yang Kuterima dari Bapa-Ku.‖
Yohanes 15:10, ―Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu
akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah
Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya.‖
Bandingkan ini dengan ayat berikut:
Yohanes 14:31, ―tetapi dunia harus tahu bahwa Aku mengasihi
Bapa dan bahwa Aku melakukan segala sesuatu seperti yang
diperintahkan (entellomai) Bapa kepada-Ku.‖
Yesus selalu melakukan kehendak Bapa
Kehendak (thelēma) sang Bapa adalah kata kunci lain dalam Injil
Yohanes, lagi-lagi lebih sering muncul dalam Injil ini daripada dalam
Injil-injil lain (Yoh: 11 kali; Mat: 6; Mrk: 1; Luk: 4). Terlepas dari
Yohanes 4:34 yang dikutip terdahulu, ada ayat-ayat berikut:
128
The Only True God
Yohanes 5:30, ―Aku tidak dapat berbuat apa pun dari diri-Ku
sendiri; Aku menghakimi sesuai dengan apa yang Aku dengar,
dan penghakiman-Ku adil, sebab Aku tidak menuruti kehendakKu sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku.‖
Yohanes 6:38, ―Sebab Aku telah turun dari surga bukan untuk
melakukan kehendak-Ku, melainkan kehendak Dia yang telah
mengutus Aku.‖
Yohanes 7:17, ―Siapa saja yang mau melakukan kehendak-Nya,
ia akan tahu entah ajaran-Ku ini berasal dari Allah, entah Aku
berkata-kata dari diri-Ku sendiri.‖ Hanya orang-orang yang
hidup menurut kehendak Allah akan dianugerahi untuk
mengenal Yesus—yang mengajar dan hidup menurut kehendak
Allah. Firman Allah dan kehendak Allah tidak bisa dipisah.
Injil Yohanes ditulis dengan gaya yang jelas dan tidak rumit. Jika
kita tetap tidak bisa memahami pesan yang terkandung di dalamnya,
maka kita harus memeriksa kondisi rohani kita (―hendaklah tiap-tiap
orang menguji dirinya sendiri‖, 1Kor 11:28). Mereka yang mencari teksteks bukti dari Injil ini, yang mereka pindahkan dari konteks asli untuk
menyangga gagasan dan doktrin mereka yang tidak Alkitabiah, harus
mempertimbangkan konsekuensinya yang serius: ―Inilah hukuman itu:
Terang telah datang ke dalam dunia, tetapi manusia lebih menyukai
kegelapan daripada terang, sebab perbuatan-perbuatan mereka jahat‖
(Yoh 3:19). ―Perbuatan-perbuatan mereka jahat‖ tidak semestinya berarti
mereka itu perampok atau pezinah, tetapi mereka hidup menurut
kehendak mereka itu sendiri, ketimbang hidup sepenuhnya dalam
ketaatan kepada kehendak Allah. Dalam pengajaran Yesus, melakukan
atau tidak melakukan kehendak Bapalah yang mendefinisikan kebaikan
atau kejahatan; bagaimana setiap orang hidup dalam hubungan dengan
kehendak Allah itulah yang menentukan apakah akan dinilai baik atau
buruk, apakah cara hidup orang itu akan membawa kepada kehidupan
atau kematian.
Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat
A
129
Kemanusiaan Kristus yang sejati dan lengkap
adalah esensial bagi keselamatan manusia
da pengamatan penting lain yang perlu kita camkan mengingat
butir-butir terdahulu: Jika kemanusiaan Kristus bagaimanapun
juga
disangsikan
atau
dikompromikan,
kita
pun
mengkompromikan keselamatan kita, sebab, jika Kristus bukan
sungguh-sungguh manusia maka ia tidak bisa menjadi juruselamat kita.
Namun, justru itulah yang telah dilakukan oleh trinitarianisme;
mengkompromikan kemanusiaan Kristus dengan menandaskan secara
dogmatis bahwa Kristus itu ―sungguh-sungguh manusia dan sungguhsungguh Allah‖ kedua-duanya. Jika kita belum dibutakan oleh logika
trinitarianisme yang berbelit-belit, kita tidak perlu waktu lebih dari
sekejap untuk melihat bahwa ini adalah logika omong kosong. Fakta
gamblangnya adalah tak satu pun yang dapat menjadi sungguhsungguh manusia yang adalah sungguh-sungguh Allah. Tak satu pun
yang dapat menjadi 100% manusia dan juga 100% Allah, karena jumlah
keduanya akan menjadi 200%—dua pribadi.
Adakah sesuatu yang mustahil bagi Allah? Jawabannya ‗Ya‘, jika
yang terlibat adalah pertentangan logis atau omong kosong. Ini sama
seperti menanyakan: apakah Allah bisa membuat sesuatu menjadi 100%
hitam dan 100% putih semuanya sekaligus? Dapatkah 100% garam juga
menjadi 100% gula? Intinya adalah omong kosong yang bertentangandiri tidak pernah bisa diatributkan kepada Allah; Ia adalah Allah
kebenaran, bukan Allah irasional dan palsu.
Akan tetapi, Kristologi yang bertentangan-diri macam inilah
tepatnya yang mengakibatkan orang-orang Kristen berkata ―Yesus
adalah Allah‖; pada umumnya orang-orang Kristen itu memiliki konsep
yang lemah tentang kemanusiaan Yesus. Faktanya adalah kita tidak bisa
memegang dengan seimbang dua pemikiran tentang Yesus yang saling
bertolak-belakang tanpa yang satu mendominasi yang lainnya, dan
karena Allah harus menjadi yang Satu itu yang mendominasi, maka
kemanusiaan Kristus dipudarkan oleh dominasi tersebut.
Juga, gagasan Allah-manusia yang dogmatis tentang Yesus ini
mengakibatkan orang Kristen harus terlibat dalam seni gaya bicara
bertentangan (double-speak): di satu saat kita berbicara tentang dia
sebagai Allah, di lain saat kita berbicara tentang dia sebagai manusia,
sama sekali tanpa memperhatikan pertentangan yang terlibat. Kita
nyaris tidak menyadari pengayunan kesana kesini ini, karena sudah
130
The Only True God
kebal dengan pertentangan-diri di dalam suatu alam pikiran di mana
kebenaran dan kepalsuan, nalar dan irasionalitas, dipaksakan ke dalam
eksistensi bersama.
―Prestasi‖ mental ini harus dibayar dengan harga yang amat
mengerikan: kita hanya perlu memandang ke sekeliling dunia dan
melihat bahwa, jauh dari menjadi ―terang dunia‖ (Mat 5:14) yang
semestinya, jemaat telah menjadi tidak relevan, karena jemaat sendiri
telah jatuh ke dalam kegelapan kepalsuan. Bagaimanakah jemaat dapat
berfungsi sebagai terang kecuali jika ia dilepaskan dari belenggu
kepalsuan? Mengingat jahatnya kepalsuan, relevansi kata-kata yang
diajarkan Yesus kepada murid-muridnya untuk berdoa, ―lepaskanlah
kami dari pada yang jahat‖, mulai menjadi jelas secara mencolok.
Mari kita ambil sebuah contoh: penggodaan Kristus dalam Matius 4
dan Lukas 4. Bagaimanakah trinitarianisme menjelaskan nas ini dalam
cahaya prinsip yang tercantum dalam Yakobus 1:13, ―Allah tidak dapat
digoda oleh yang jahat‖? Ini berarti bahwa jika Yesus betul-betul tidak
bisa digoda, maka ia bukan seorang manusia; dan jika ia bisa digoda,
ia bukan Allah. Untuk memperdebatkan bahwa ia dapat digoda sebagai
manusia, tetapi tidak sebagai Allah, dengan memakai gaya bicara
bertentangan (double-talk) yang lazim dilakukan oleh para Trinitarian
tanpa rasa malu, artinya mengubah apa yang masuk akal menjadi tidak
masuk akal, dan kebenaran menjadi kepalsuan, sebab ketika berkenaan
dengan godaan, ia bukan Allah—tetapi jika ia adalah Allah, maka ia tidak
dapat tergoda dan godaan Kristus akan menjadi suatu latihan yang tidak
berarti. Bagaimana dengan klaim bahwa ia adalah 100% Allah (Allah
sejati) dan 100% manusia sekaligus? Bagaimanakah kita dapat
menafsirkan Kitab-kitab Suci dengan benar dan secara bertanggungjawab kalau pengajarannya seperti itu?
Trinitarianisme ingin bersikeras bahwa Yesus memiliki identitas
ganda, sang Allah-manusia, adalah satu pribadi, akan tetapi secara
fungsional, ia benar-benar adalah dua pribadi sekaligus, yaitu Allah dan
manusia. Jadi, berkenaan dengan hal menghadapi godaan, Yesus yang
adalah Allah, sekejap mata beralih menjadi manusia. Peralihan yang
bolak-balik terus-menerus sesuai dengan tuntutan situasi ini adalah cara
yang tak terelakkan di mana Kristus trinitaris bekerja, tetapi dengan
segera menunjukkan kenyataan bahwa ia tidak dapat menjadi Allah dan
manusia dua-duanya sekaligus. Sebab, tak seorang pun bisa tergoda dan
sekaligus tidak tergoda, karena itu mustahil secara logis dan faktual, dan
Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat
131
untuk tetap berpendapat bahwa itu hal yang mungkin hanyalah
bersikeras untuk berbicara omong kosong. Apakah sungguh-sungguh
begitu sulit untuk melihat bahwa pernyataan apa pun yang kurang lebih
mengatakan bahwa Yesus bisa tergoda tetapi pada saat yang sama tidak
bisa tergoda adalah hal yang tidak masuk akal? Akan tetapi, gaya bicara
bertentangan (double talk) seperti inilah yang harus dipakai para
Trinitarian dalam memperdebatkan doktrin Allah-manusia. ―Ya‖ mereka
adalah ―tidak‖, dan ―tidak‖ mereka adalah ―ya‖ (bdk. Mat 5:37; 2Kor
1:17,19; Yak 5:12)—apa saja yang cocok dengan tujuan mereka guna
mempertahankan sebuah dogma yang pada akhirnya terbukti tidak bisa
dipertahankan baik oleh Kitab Suci maupun oleh logika.
D
Asal-usul Trinitarianisme
alam terang Kitab Suci, asal-usul dan perkembangan kekeliruan
trinitaris dapat dianalisa dalam tiga langkah:
(1) Salah penafsiran tentang ―Firman itu‖ dengan merujuk
kepada ―Allah-Anak‖, yang tidak ditemukan dalam Kitab-kitab Suci (atau
di manapun), akan tetapi diciptakan oleh trinitarianisme sebagai hasil
dari salah penafsiran, khususnya mengenai Yohanes 1:1. Oleh karena
pentingnya hal ini serta konsekuensi-konsekuensinya yang serius
terhadap jemaat, perhatian yang seksama akan diberikan dalam
memeriksa hal ini dalam bab-bab berikut10.
(2) ―Inkarnasi‖ ditafsirkan sebagai dua pribadi yang berbeda dan
terpisah, yang satu disebut ―Allah‖—yakni, ―Allah-Anak‖—dan manusia
yang bernama Yesus, yang secara harfiah dimampatkan atau dipadatkan
menjadi satu pribadi, satu individu. Dua pribadi dijadikan satu pribadi!
Penyatuan seperti itu tidak sama dengan penyatuan metaforis seperti
penyatuan suami dan istri yang menjadi ―satu daging‖ (Kej 2:24; Mat
19:5, dst.), tetapi sungguh-sungguh menjadi satu pribadi! Melalui
doktrin ini dua pribadi terpadu menjadi satu—tanpa mempedulikan
sama sekali apakah hal ini mungkin secara logis atau faktual. Namun, ini
menimbulkan masalah di mana ―pribadi‖ seperti itu akhirnya menjadi
sesuatu yang bukan manusiawi ataupun ilahi, yaitu, menjadi semacam
kombinasi dari keduanya. Namun celakanya, dalam Kitab Suci sama
10
Bab 7-9 di Versi Lengkap
132
The Only True God
sekali tidak terdapat dasar apapun atas hal ini. Ini tidak lebih dan tidak
kurang hanyalah sebuah pembuatan trinitaris yang tersesat. Akan tetapi,
doktrin macam inilah yang diharapkan untuk dipercayai oleh umat
Kristen!
(3) Gereja Barat telah gagal melihat bahwa yang ada ―di dalam Kristus
ketika mendamaikan dunia dengan diri-Nya‖ (2Kor 5:19, ILT) adalah
Allah Yahweh, sebagaimana Yesus sendiri telah menyatakannya dengan
jelas, sang Bapa, Yahweh, adalah ―satu-satunya Allah yang benar‖ (Yoh
17:3), ―Allah yang Esa‖ (Yoh 5:44); siapa lagi yang ada ―di dalam Kristus
ketika mendamaikan dunia‖ kalau bukan Dia? Akan tetapi, teologi Barat
telah menutup pilihan ini, karena di bawah pengaruh filosofi Helenistik
(Yunani) yang berpendapat bahwa Allah itu transenden, mereka telah
membuatnya mustahil untuk berpikiran bahwa Yahweh bisa datang ke
dunia di dalam Kristus.
P
Pengajaran Yesus sendiri
ernyataan ―Allah ada di dalam Kristus ketika mendamaikan dunia
dengan diri-Nya‖ (2Kor 5:19 NAU) bukanlah ciptaan Paulus
(Paulus sering salah dituduh sebagai pencetus doktrin-doktrin
Kristen yang kemudian); tak pelak, itu adalah ajaran Yesus sendiri.
Secara konsisten Yesus menegaskan bahwa Bapalah, yang merupakan
kuasa dinamis yang bekerja di dalam dia, yang memampukan dia
menggenapi misinya untuk menyelesaikan keselamatan umat manusia.
Ini bisa dilihat dengan jelas dalam kata-kata berikut: ―Bapa, yang tinggal
di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-pekerjaan-Nya‖ (Yoh
14:10).
Dalam pengajaran Yesus tidak terdapat ide kalau transendensi
Yahweh menghalangi-Nya datang ke dunia di dalam Yesus; Yesus
bahkan dapat berbicara secara metaforis tentang bumi sebagai
―tumpuan‖ kaki Yahweh (Mat 5:35)—kaki-Nya berdiri kokoh di bumi
yang Ia ciptakan! Tidak filosofi manapun, Yunani atau lainnya, akan
diizinkan melarang Dia datang ke dunia-Nya, di mana Ia memerintah
atasnya. ―Kerajaan Allah‖ adalah salah satu unsur sentral dalam
pengajaran Yesus.
Dengan demikian, dalam cahaya pengajaran Yesus dengan mudah
dapat dilihat bahwa ketiga butir yang menjadi dasar dogma trinitaris
tersebut tidak mendapat dukungan di dalam pengajarannya. Berkenaan
Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat
133
dengan butir pertama, ―Firman itu‖ sebagai sebuah metonim untuk
―Yahweh‖ adalah sesuatu yang akrab untuk Yesus dan orang-orang
Yahudi pada zamannya karena itu berakar dalam PL dan Alkitab Aram
(Targum-targum) yang umum dipakai di sinagoga di Israel. Ini akan
dibahas dengan lebih rinci dalam bab-bab berikut11.
Berkenaan dengan butir kedua, di mana di dalam Yesus, Allah dan
manusia ―dipadatkan‖ menjadi satu (bagaimana lagi kita
menggambarkan dua pribadi yang berkurang menjadi satu pribadi?!),
gagasan macam itu sama sekali asing dalam ajaran Yesus, dan
bertentangan dengan ajarannya. Pada saat kita memahami sedikit dari
inti-inti dasariah ajaran Yesus kita mulai merasakan kemuakkan yang
tidak enak dengan gagasan trinitaris tentang pengurangan Allah dan
manusia menjadi satu pribadi; ini tampaknya nyaris mendekati
penghujatan. Namun, bagaimana lagi kita dapat mengatasi kepalsuan ini
tanpa menyebutkannya? Anehnya, sebagai orang Trinitarian, kita tidak
merasa keberatan dengan dogma yang menggabungkan Allah dan
manusia menjadi satu pribadi ini. Barangkali ini dikarenakan sedikit dari
kita yang betul-betul menyadari apa sesungguhnya arti dan dampak dari
penggabungan seperti itu; konsep tersebut amat sangat kabur bagi kita,
sehingga implikasi-implikasi yang sebenarnya tidak memukul kita.
Namun, alasan lainnya adalah karena kebanyakan orang mempunyai
konsep Allah yang teramat dangkal; keagungan yang membangkitkan
rasa hormat akan Allah yang hidup itu teramat sangat jauh dari
pemikiran kebanyakan orang tentang Dia. Jadi, benar-benar tidak
pernah terpikirkan oleh kita bahwa boleh jadi kita tengah mengatakan
sesuatu yang sangat tidak menyenangkan Dia. Lagipula, jika orang-orang
mempercayai apa saja tentang Allah, sering kalinya adalah gagasan
bahwa tidak ada yang mustahil bagi Allah, dan ini menjadikannya
mungkin untuk berbicara bahkan tentang absurditas-absurditas seolaholah hal-hal ini bisa juga menjadi mungkin bagi Allah.
Yesus memperingatkan kita tentang cara kita merujuk kepada
Allah. Berikut ini, misalnya, adalah alasan di balik peringatannya untuk
tidak bersumpah:
―Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah sekali-kali
bersumpah, baik demi langit, karena langit adalah takhta Allah,
maupun demi bumi, karena bumi adalah tumpuan kaki-Nya,
11
Bab 7-9 di versi Lengkap
134
The Only True God
ataupun demi Yerusalem, karena Yerusalem adalah kota Raja
Besar; janganlah juga engkau bersumpah demi kepalamu, karena
engkau tidak berkuasa memutihkan atau menghitamkan sehelai
rambutpun. Jika ya, hendaklah kamu katakan: Ya, jika tidak,
hendaklah kamu katakan: Tidak. Apa yang lebih daripada itu
berasal dari si jahat‖ (Mat 5:34-37).
Apa yang mencolok dari perkataan Yesus di sini adalah peringatannya
bahwa meskipun rujukan langsung kepada Allah dihindari ketika
bersumpah ―demi langit‖, atau ―demi bumi‖, dll, sumpah Anda tanpa
terelakkan tetap bereferensi kepada Allah, maka, Anda tetap harus
mempertanggung-jawabkannya di hadapan Dia, dan Anda boleh jadi
―dihukum‖ atau bahkan dibuang ke ―neraka yang menyala-nyala‖ (Mat
5:22) karena itu ―berasal dari si jahat‖ (Mat 5:37). Ini adalah derajat
penghormatan kepada Allah dalam kehidupan dan percakapan seharihari yang jauh di luar jangkauan konsep orang Kristen rata-rata, dan
yang nyaris tak terpikirkan olehnya. Oleh karena itu, sulit untuk
menggambarkan apa yang terpikir oleh Yesus tentang penggabungan
Allah dengan manusia ke dalam satu pribadi sebagaimana didefinisikan
secara dogmatis oleh trinitarianisme!
Pengurangan trinitaris dari dua pribadi menjadi satu ini sama sekali
tidak mewakili apa yang dimaksud oleh Yesus dengan menjadi ―satu‖
dengan sang Bapa, serta kita yang menjadi ―satu‖ dengan dia dan Bapa
melalui penyatuan yang serupa. Penyatuan ini selalu dibicarakan dalam
arti ―tinggal‖ atau ―diam‖ di dalam satu sama lain, bukan semacam
penyerapan yang kabur di tingkatan jasmaniah satu sama lain. Identitas
diri masing-masing pribadi sepenuhnya dipastikan dalam penyatuan ini,
dan sesungguhnya diperkaya dan ditingkatkan olehnya.
Yesus tidak pernah ikutserta dalam ‗gaya bicara bertentangan
(double-talk)‘, yaitu, kadang berbicara sebagai manusia dan kadang
sebagai Allah. Siapapun yang berbuat demikian sudah sebenarnya bisa
dianggap menderita schizofrenia, kalau bukan lebih parah dari itu.
Namun, di sepanjang Injil Yohanes, dengan konsisten ia berbicara
sebagai ―anak‖ yang hidup dalam kasih dan ketaatan total kepada
Bapanya.
Namun,
trinitarianisme,
dalam
tekadnya
untuk
mempertahankan gagasan yang tidak dapat dipertahankan secara
Alkitabiah (dan secara logis) tentang Yesus sebagai ‗Allah sejati dan
manusia sejati‘, mendapati bahwa mereka tidak dapat berbuat demikian
tanpa menengarai bahwa dalam satu situasi Yesus berbicara sebagai
Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat
135
Allah namun dalam situasi lain sebagai manusia (mis. ―Aku haus‖, Yoh
19:28). Dengan demikian, mereka mengakui bahwa ia berfungsi secara
schizofrenis, dengan tak terelakkan, oleh karena kodrat rangkapnya.
Dalam Injil-injil sama sekali tidak terdapat dasar untuk ide macam itu.
Hendaknya diingat baik-baik bahwa, dari sudut pandang
keselamatan umat manusia, ketuhanan Kristus tidak menjadi masalah,
tetapi realitas dari kemanusiaan Kristus adalah hal yang paling
penting. Jika kita tidak ingin disesatkan, kita harus mengingat hal ini:
Tidak di manapun juga dalam PB iman pada ketuhanan Kristus
diwajibkan untuk keselamatan. Fakta-fakta ini akan menjadi lebih jelas
bagi pembaca tatkala kita melanjutkan dengan kajian ini.
Manusia Sempurna sebagai Pengantara
―Karena Allah itu esa dan esa pula pengantara antara Allah dan
manusia, yaitu manusia Kristus Yesus‖ (1Tim 2:5).
M
usa melayani secara efektif sebagai seorang pengantara antara
Israel dan Yahweh. Dalam beberapa kesempatan Israel yang
memberontak diselamatkan dari murka Allah melalui doa
syafaat Musa. Namun, siapakah yang berdiri di antara umat manusia dan
Allah? ―Semua orang telah berbuat dosa‖ (Rm 3:23), semua orang tidak
menaati Allah, semua orang ada dalam cengkeraman maut dan
hukuman; siapakah yang akan berbicara atas nama umat manusia sama
seperti yang dilakukan Musa untuk bangsa Israel? Perlunya pelayanan
Kristus sebagai ―satu pengantara‖ itu menjadi nyata di sini. Maka, tidak
heran kalau Kristus dibandingkan dengan Musa sebagai pengantara (Gal
3:19-22). Bahkan dalam Prolog Injil Yohanes terdapat rujukan kepada
Musa (Yoh 1:17), sebab melalui dia, Firman (logos) Allah datang kepada
Israel dalam bentuk Hukum Taurat.
Surat kepada Orang Ibrani membahas dengan rinci peranan
perantaraan Yesus sebagai imam agung yang besar. Fungsi imam agung
itu dijelaskan dalam Ibrani 5:1, ―Karena setiap Imam Besar yang dipilih
dari antara manusia, ditetapkan untuk mewakili manusia dalam
hubungan mereka dengan Allah (yaitu bertindak sebagai pengantara). Ia
bertugas untuk mempersembahkan berbagai persembahan dan kurban
oleh karena dosa.‖ ―Dan tidak seorangpun yang mengambil kehormatan
itu bagi dirinya sendiri, melainkan dipanggil oleh Allah untuk itu‖ (ay.4).
136
The Only True God
―Demikian pula Kristus tidak memuliakan diri-Nya sendiri dengan
menjadi Imam Besar, tetapi dimuliakan oleh Dia yang berfirman kepadaNya, ―Engkaulah Anak-Ku! Engkau telah menjadi Anak-Ku pada hari ini‖
[Mzm 2:7]‖ (ay.5). ―Sebab Kristus tidak masuk ke Ruang Suci buatan
manusia, yang hanya melambangkan Ruang Suci yang sebenarnya.
Kristus masuk ke surga sendiri; di sana Ia sekarang menghadap Allah
untuk kepentingan kita (huper hēmōn)‖ (Ibr 9:24, BIS).
―Untuk kepentingan kita‖ merealisasikan karakter dari peranan
sang pengantara, dan terutamanya peranan imam besar itu sebagai
pengantara. Namun, ―untuk kepentingan kita‖ hanyalah salah satu
terjemahan dari huper hēmōn, yang secara harfiah berarti: ―untuk kita‖.
Kata-kata ini muncul berkali-kali dengan merujuk kepada pekerjaan
Kristus sebagai imam besar dan juruselamat; ada terlalu banyak
referensi untuk dikaji di sini, tetapi berikut ini adalah ayat-ayat yang
muncul dalam Kitab Roma:
―Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita
orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah.‖
(Rm 5:6)
―Akan tetapi, Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita dalam
hal ini: Ketika kita masih berdosa, Kristus telah mati untuk kita.‖
(Rm 5:8)
―Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang
menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia
tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama
dengan Dia?‖ (Rm 8:32)
―Kristus Yesus, yang telah mati? Bahkan lebih lagi: Yang telah
bangkit, yang juga duduk di sebelah kanan Allah, yang malah
menjadi Pembela bagi kita?‖ (Rm 8:34)
Dari referensi-referensi di atas penting untuk diperhatikan bahwa Allah
Yahweh-lah yang menyediakan pengantara itu dengan menetapkan
Yesus sebagai imam besar (Ibr 5:5), dan Ia jugalah yang menyediakan
kurban dosa dengan menyerahkan Anak-Nya sendiri (Rm 8:32),
sehingga ―Kristus telah mati untuk kita‖ (Rm 5:8). Itulah alasannya
mengapa Yahweh disebut ―Allah Juruselamat kita‖ (1Tim 1:1; 2:3; dst.).
Penyediaan untuk keselamatan manusia ini mengingatkan kita pada
Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat
137
kejadian pengurbanan Ishak oleh Abraham. Ketika Ishak menanyakan
ayahnya di mana hewan untuk kurban itu, Abraham, ―bapa semua orang
percaya‖ (Rm 4:11), menjawab, ―Allah yang akan menyediakan anak
domba untuk korban bakaran bagi-Nya, anakku.‖ (Kej 22:8). Ini
menandakan terlebih dahulu iman yang percaya pada Yahweh yang akan
menyediakan ―Anak Domba Allah‖ (Yoh 1:29,36; dan, dalam kitab
Wahyu); frase tersebut artinya: seekor Anak Domba yang disediakan
oleh Allah Sendiri—untuk memungkinkan keselamatan umat manusia.
S
“Yeshua”, nama pemberian Allah kepada Yesus
ebagaimana diketahui pada umumnya, nama Ibrani Yesus adalah
Yeshua. Dalam bahasa Inggris ia disebut ―Jesus‖, mengikuti
bentuk nama Yunaninya, bukan Ibraninya. ―Yeshua‖ berarti
―Yahweh menyelamatkan‖ atau ―Yahweh adalah Juruselamat‖. Akan
sangat aneh jika orang yang nama-dirinya memberitakan Yahweh
sebagai Juruselamat menggantikan Dia sebagai juruselamat! Memang,
bukan saja aneh tetapi salah, dan malah jahat.
Nama ―Yeshua‖ jelas berarti Yahweh akan menyelamatkan kita di
dalam dan melalui orang yang diberi nama tersebut. Pada berbagai
kesempatan dalam sejarah Israel Yahweh menyelamatkan umat-Nya
melalui para penebus atau penyelamat yang dibangkitkan oleh-Nya.
Contohnya:
Nehemia 9:27, ―Lalu Engkau menyerahkan mereka ke tangan
lawan-lawan mereka, yang menyesakkan mereka. Dan pada
waktu kesusahan mereka berteriak kepada-Mu, lalu Engkau
mendengar dari langit dan karena kasih sayang-Mu yang besar
Kauberikan kepada mereka orang-orang yang menyelamatkan
mereka dari tangan lawan mereka.‖
Obaja 1:21, ―Penyelamat-penyelamat akan naik ke atas gunung
Sion untuk menghukumkan pegunungan Esau; maka Tuhanlah
yang akan empunya kerajaan itu.‖
Yesus pun adalah seorang Penyelamat yang diutus oleh Allah, seperti
tertulis dalam 1 Yohanes 4:14, ―Dan kami telah melihat dan bersaksi,
bahwa Bapa telah mengutus Anak-Nya menjadi Juruselamat dunia.‖
Lagipula, Yesus terus-menerus menegaskan bahwa Bapalah yang bekerja
138
The Only True God
melalui dia: ―Bapa, yang tinggal di dalam Aku, Dialah yang melakukan
pekerjaan-pekerjaan-Nya‖ (Yoh 14:10; bdk. Yoh 5:19); ―Pekerjaanpekerjaan-Nya‖ di sini adalah apa yang perlu dilakukan demi
keselamatan umat manusia.
―Allah Juruselamatku‖ kerap muncul dalam PL. Kata ―Allah‖
(elohim) dan ―selamat‖ (Yasha, akar kata Ibrani yang membentuk nama
―Yeshua‖) muncul bersama-sama tidak kurang dari 70 kali dalam PL;
dan kata ―Yahweh‖ muncul bersama dengan ―selamat‖ sebanyak 131 kali.
Pada akhirnya, terlepas dari Yahweh tidak ada penyelamat lain: ―Tidak
ada Allah selain dari pada-Ku! Allah yang adil dan Juruselamat, tidak
ada yang lain kecuali Aku!‖ (Yes 45:21)
K
Kemuliaan Kristus—sebagai manusia
emuliaan Kristus tidak terkandung dalam dia yang kononnya
adalah ―Allah‖, melainkan dalam dia sebagai ―Adam yang akhir‖
(1Kor 15:45), puncak dari ciptaan Allah: manusia baru. Manusia
baru Yesus ini adalah ―buah sulung‖ (1Kor 15:23) yang juga adalah buah
terakhir, puncaknya, sang ―manusia sempurna‖ (Ef 4:13), yang
―perawakan‖nya mesti kita capai. Itulah sebabnya ia adalah ―Yang Awal
dan Yang Akhir‖ (Why 1:17; 2:8), yang permulaan dan puncak dari
ciptaan baru.
Referensi kepada Efesus 4:13 memerlukan penguraian lebih
lengkap. Demikian bunyi ayat ini: ―sampai kita semua telah mencapai
kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah,
kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan
kepenuhan Kristus‖. Frase ―kedewasaan penuh‖ diterjemahkan sebagai
―manusia sempurna‖ oleh New King James Bible. Sekilas pandang
kepada terjemahan-terjemaham lain akan menunjukkan bahwa
kebanyakan darinya menerjemahkan ―manusia sempurna‖ sebagai
―manusia dewasa‖ atau ―kedewasaan penuh‖. Kata yang terdapat dalam
teks bahasa Yunaninya adalah dua kata ―anēr‖ dan ―teleios‖. Makna
dasar dari anēr adalah ―seorang pria dewasa, laki-laki, suami” (BDAG);
jadi, kata tersebut bukan anthrōpos, kata yang berarti manusia. Lantas,
mengapa dalam Kitab Efesus di sini memakai kata khusus untuk pria
dewasa, dan bukannya kata untuk manusia dalam arti umum?
Jawabannya semestinya nyata: ―manusia sempurna‖ di sini mempunyai
referensi khusus kepada Kristus, yang ditegaskan oleh kalimat yang
Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat
139
segera mengikutinya: ―tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan
kepenuhan Kristus‖. Sedangkan untuk ―teleios‖, makna utamanya adalah
―1. tentang mencapai standar tertinggi, sempurna‖, namun dapat juga
berarti ―2. tentang hal menjadi dewasa, tumbuh menjadi besar, matang,
dewasa” (kedua kutipan tersebut diambil dari BDAG). Inti dari Efesus
4:13 tentu saja bukannya kita mesti bertumbuh kepada kedewasaan
dalam arti umum, tetapi khususnya untuk bertumbuh kepada
kedewasaan penuh Kristus sebagai ―manusia sempurna‖.
Butir lain yang mencolok untuk diamati dari ayat ini dalam surat
Efesus adalah cara pemahaman ―Anak Allah‖. ―Anak Allah‖ itu tidak lain
dan tidak bukan adalah sang ―manusia sempurna‖! Kedua frase tersebut
jelas berkaitan satu sama lain dalam teksnya, dan tidak dapat dipahami
dengan benar secara terpisah.
Manusia sempurna itu bukan sekadar boneka manusia, melainkan
seorang yang dalam ketaatan dan pengabdian penuh kepada Yahweh
melaksanakan tujuan-tujuan-Nya yang menyelamatkan dalam sukacita
ketundukan (―yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib
ganti sukacita yang disediakan bagi Dia‖, Ibr 12:2). Kita dapat bersyukur
dari dalam hati, ―Sungguh seorang penyelamat!‖ Terlebih lagi ketika kita
memahami bahwa adalah tidak mustahil bagi dia untuk tergoda dan
jatuh sama seperti cara Adam tergoda dan jatuh (yang adalah mustahil
seandainya ia adalah Allah), tetapi ia ―menang atas mereka‖ (Kol 2:15;
bdk. Why 5:5) dalam ketabahan ketaatannya kepada sang Bapa yang
tinggal di dalam dia, yang memelihara dia, yang terus-menerus
memberdayakannya di dalam setiap yang ia katakan dan lakukan,
dengan demikian memastikan sukses kemenangannya.
P
Pandangan negatif Kekristenan akan manusia
emerosotan manusia oleh Augustinus dan Kalvinus sehingga ia
tidak lebih daripada seorang berdosa yang hina, ―bejat‖, membuat
Yesus tampak tidak layak sebagai manusia ―semata-mata‖. (Ia
tidak bisa sebagai malaikat atau penghulu malaikat, atau akan dikatakan
bahwa manusia diselamatkan oleh seorang malaikat!) Dan jika Kristus—
begitulah logikanya—harus lebih daripada manusia dan lebih daripada
malaikat, bagaimana bisa ia kurang daripada Allah? Pengajaran Paulus
tentang manusia sebagai ―gambaran dan kemuliaan Allah‖ (1Kor 11:7)
tersisihkan oleh dogmatisme non-Yahudi Kristen ini yang dengan selektif
140
The Only True God
mengutip ayat-ayat seperti yang ditemukan dalam Roma 3:10-18, yang
merupakan sekumpulan ayat-ayat PL yang melukiskan tingkat kekejian
di mana orang-orang yang memilih menjadi jahat bisa, dan memang,
merosot. Namun, dengan mengemukakan bahwa limbah dari
kemanusiaan adalah representatif dari seluruh umat manusia itu tidak
sesuai dengan kenyataan (sebagaimana banyak contoh orang-orang
seperti para petugas pemadam kebakaran, yang sekalipun bukan orang
Kristen, mempertaruhkan nyawa mereka, dan bahkan tewas, demi
menyelamatkan orang lain di saat bencana alam dan malapetaka
lainnya), dan juga tidak sesuai dengan pernyataan Paulus tentang
manusia sebagai ―kemuliaan Allah‖ (1Kor 11:7)—sebuah pernyataan yang
agak kuat, bukan? Lantas, mengapa berbicara tentang Kristus sebagai
manusia itu sesuatu yang merendahkannya?
“Kemuliaan” dalam Injil Yohanes: Yesus tidak
menerima kemuliaan dari manusia—menampik
dijadikan raja dengan paksa
Orang yang menjadikan kehendak Allah sebagai keprihatinan satusatunya yang maha-meliputi, sama sekali tidak peduli dengan
penerimaan kemuliaan dari manusia. Yesus memulai pelayanan
pengajarannya dengan Ucapan Bahagia (Matius 5); ini adalah cara-cara
utama yang melukiskan cara fungsi orang yang hidup menurut kehendak
Allah dalam kehidupannya sehari-hari. Orang seperti inilah yang
menjadi sasaran berkat-berkat Allah. Dalam bagian terakhir Ucapan
Bahagia Yesus berkata:
―10 Berbahagialah orang yang dianiaya karena melakukan
kehendak Allah, karena merekalah yang punya Kerajaan Surga.
11 Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan
dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat.
12 Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di
surga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang
sebelum kamu.‖ (Mat 5:10-12)
Orang-orang yang mencari pahala atau kemuliaan yang datang dari Allah
sendiri tidak peduli dengan permusuhan dari manusia, sebab hasrat
mereka satu-satunya adalah hidup untuk Allah dan menyenangkan Dia.
Dicaci dan dianiaya menjadi sebab untuk ―bersorak-sorak dan
Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat
141
bersukacita‖. Pada bagian akhir Injil pembaca melihat bahwa bukan saja
para nabi yang dianiaya, tetapi di atas segalanya, Yesus sendiri; dan
demikian juga dengan semua orang yang melakukan kehendak Bapa dan
mencari kemuliaan-Nya semata.
Sekilas pandang pada tempat kata ―kemuliaan‖ (doxa) dalam
pengajaran Yesus membeberkan suatu hal yang amat penting tentang
pikiran Kristus yang teramati oleh sedikit orang:
Yohanes 5:41, Aku tidak menerima kemuliaan dari manusia.
(ILT)
Yohanes 5:44, Bagaimana kamu dapat percaya jika kamu
mencari kehormatan satu dari yang lain, dan tidak mencari
kemuliaan dari Allah satu-satunya? (KSKK)
Yohanes 7:18, Orang yang berbicara atas namanya sendiri
mencari kemuliaan bagi dirinya sendiri. Tetapi orang yang
mencari kemuliaan bagi Dia yang mengutusnya adalah orang
yang jujur, dan dalam dirinya tidak ada ketidakbenaran.
Yohanes 8:50, Aku tidak mencari kemuliaan untuk diri
sendiri. Ada Satu yang mengusahakannya, yaitu Dia yang akan
menghakimi. (LAI-TL)
Yohanes 8:54, Jawab Yesus: ―Jikalau Aku memuliakan diri-Ku
sendiri, maka kemuliaan-Ku itu sedikitpun tidak ada artinya.
Bapa-Kulah yang memuliakan Aku, tentang siapa kamu berkata:
‗Dia adalah Allah kami‘‖.
Yohanes 12:43: Sebab mereka lebih menyukai kehormatan
manusia daripada kehormatan Allah.
Semuanya ini dirangkum dalam tindakan Yesus dalam Yohanes 6:15,
―Karena Yesus tahu bahwa mereka hendak datang dan hendak membawa
Dia dengan paksa untuk menjadikan Dia raja, Ia menyingkir lagi ke
gunung, seorang diri.‖
Barangkali kita pernah membaca Injil Yohanes berulang-kali, tetapi
sudahkah kita sungguh-sungguh memahami pesan dari Injil tersebut
dan, khususnya, signifikansi dari kata-kata itu serta tindakan-tindakan
Yesus? Apakah kita mengira bahwa kita menyenangkan Yesus dengan
memahkotai dia secara paksa sebagai raja kita, sama seperti yang
142
The Only True God
dilakukan orang-orang dalam Yohanes 6 karena mereka mengenali dia
sebagai ―nabi yang akan datang ke dalam dunia‖ (Yoh 6:14), sang Mesias
agung yang mereka nanti-nantikan? Mereka mungkin ingin
memakotainya karena melihat bahwa ia bisa memenuhi kebutuhan
jasmaniah mereka; namun, apakah kita lebih baik daripada mereka
karena kita tidak mempunyai kebutuhan material yang mendesak (‗roti‘
atau makanan) seperti mereka, tetapi menginginkan roti yang memberi
hidup kekal itu untuk kita sendiri? Apakah hasrat-hasrat rohaniah mesti
tidak seegois hasrat-hasrat material? Apakah hasrat memperoleh
kebahagiaan, misalnya, mesti tidak seegois hasrat memperoleh
makanan?
Namun, intisarinya di sini adalah bahwa Yesus menolak untuk
dimahkotai sebagai raja oleh siapapun—kecuali oleh Allah sendiri. Kita
menyanyikan himne-himne seperti ―Mahkotai Dia, Mahkotai Dia‖
dengan penuh antusiasme seolah-olah ini sesuatu yang memuliakan dan
menyenangkan dia. Namun, apakah mungkin ia tidak akan menerimanya
dari kita sama seperti ia tidak menerimanya dari mereka dalam Yohanes
6:15? Hal ini tak pernah terlintas dalam benak kita karena kita masih
belum memahami pikirannya—―pikiran Kristus‖ (1Kor 2:16). Hasratnya
yang terutama sekali adalah agar Allah Bapa dimuliakan, dan bahwa ia
tidak pernah boleh dimuliakan terlepas dari sang Bapa. Ini juga suatu hal
yang terungkapkan dengan jelas dalam Kitab Wahyu. Yesus menerima
kemuliaan kekuasaan sebagai raja hanya dari Sang Bapa, dan mutlak
tidak dari siapapun juga. Sungguh sedikit kita mengerti dia.
Kekeliruan Kristiani malah lebih serius daripada itu
D
alam Yohanes 6:15 orang-orang ingin menjadikan Yesus
sebagai raja ―dengan paksa‖. Apakah seorang raja Israel dapat
diangkat dengan sambutan populer, atau apakah ia diangkat
oleh Allah saja? Apakah umat Allah dapat merebut wewenang untuk
memilih raja mereka sendiri dalam kerajaan Allah? Dalam sejarah
bangsa Israel mereka pernah berbuat ini sebelumnya ketika memilih
Saul sebagai raja mereka—dengan konsekuensi-konsekuensi yang
mencelakakan. Beranikah kita berbuat hal yang sama seperti mereka?
Apakah kita mengira Kerajaan Allah itu pemerintahan demokrasi
ketimbang teokrasi? Jika demikian, maka kita bahkan masih belum
menangkap makna hakikat keselamatan yang tak terpisahkan dari
Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat
143
kekuasaan Allah sebagai raja. Kita pun masih belum betul-betul
menangkap fakta bahwa Yesus mengumumkan Kerajaan Allah, yaitu
kekuasaan-Nya sebagai raja, sebagai pesan sentral dalam ajarannya,
sebagaimana dapat dilihat dari Injil-injil Sinoptik. Menurut rencana
Allah yang kekal, Yesus diangkat oleh Allah sebagai raja di dalam
kerajaan-Nya dan dengan demikian, seperti dengan semua raja Israel, ia
akan menjadi (dan sekarang adalah) wakil penguasa Allah.
Patut dicatat bahwa dalam Kitab Wahyu, yang teragung di antara
makhluk-makhluk rohaniah melemparkan mahkota mereka di bawah
kaki TUHAN (Yahweh). Tidak seperti kita, mereka tidak begitu congkak
sampai membayangkan kalau mereka memiliki hak (oleh karena status
rohaniah mereka) untuk memahkotai siapa saja, paling tidak Tu[h]an
Yesus Kristus. Jika Yesus adalah raja, atau bahkan raja dari segala raja,
itu adalah semata-mata karena Yahweh yang meninggikan dia ke
kedudukan itu, bukan karena ia merampas kedudukan itu untuk dirinya
sendiri, terlebih lagi bukan karena kita yang memberikan martabat itu
kepadanya.
Namun, Kekristenan trinitaris telah melakukan jauh lebih banyak
daripada yang pernah dilakukan orang Yahudi dalam Yohanes 6. Kita
telah menuhankan Yesus sampai ke tingkat kesetaraan dengan Allah
sang Bapa, Yahweh Sendiri—dan penegasan Yesus sendiri tentang Bapa
sebagai ―satu-satunya Allah yang benar‖ diabaikan. Sebagai akibatnya,
kita telah membuat Yesus menjadi sasaran penyembahan dan doa-doa
kita. Alhasil, sang Bapa telah agak dikesampingkan baik dalam
penyembahan maupun doa. Memang, untuk kebanyakan orang Kristen
kata ―Bapa‖ malah merupakan sebuah bentuk sapaan untuk Yesus
(Yesaya 9:5 dipergunakan untuk membenarkan perbuatan tersebut).
Jika Israel yang merebut hak untuk memilih raja mereka sendiri,
sebagaimana dilakukan oleh bangsa-bangsa tetangganya, dianggap suatu
tindakan penolakan akan Yahweh (―tetapi Akulah yang mereka tolak,
supaya jangan Aku menjadi raja atas mereka‖, 1Sam 8:7), lantas, katakata apa lagi yang bisa digunakan untuk melukiskan apa yang telah
diperbuat oleh jemaat non-Yahudi atas Yahweh?!
Yesus sebagai “Tu[h]an” sekaligus “hamba”
Adalah prinsip Yesus untuk tidak pernah mencari ataupun menerima
kemuliaan dari manusia. Ia tidak pernah mengajar murid-muridnya
144
The Only True God
untuk menghormati dirinya lebih dari sekadar guru mereka karena ia
bertujuan mengajarkan kata-kata hidup kekal kepada mereka dan
menjadi seorang teladan untuk mereka, sebuah perwujudan yang hidup,
dari segalanya yang ia ajarkan. Ini nyaris tidak mengherankan tatkala
kita menyadari bahwa ia datang bukan untuk dilayani melainkan untuk
melayani (Mrk 10:45); ia mengambil ―rupa seorang hamba‖ (Flp 2:7) dan
menunjukkannya dengan mencuci kaki murid-muridnya (Yoh 13:1 dyb.).
Akan terlihat sangat tidak sesuai untuk seseorang yang datang untuk
menjadi hamba menuntut kehormatan bagi dirinya sendiri. Ia pun
mengajarkan bahwa yang terbesar dalam kerajaan Allah harus menjadi
hamba dari semua (Mrk 10:42-44; Mat 20:25 dyb.; Luk 22:25 dst.). Ini
semua mengungkapkan prinsip pokok kehidupannya dan pikirannya.
“Raja di atas segala raja” sebagai teks-bukti untuk
ketuhanan Kristus
S
alah satu dari ―teks-teks bukti‖ kesayangan kita sebagai orang
Trinitarian adalah gelar ―raja di atas segala raja, dan tuan di atas
segala tuan‖. Dalam Wahyu 17:14 gelar ini disandangkan kepada
Anak Domba, dan dalam Wahyu 19:16 kepada Firman Allah; tetapi
dalam 1 Timotius 6:15 gelar itu dipakai dengan rujukan kepada Allah.
Jadi, dengan mudah dapat ditarik kesimpulan bahwa Anak Domba itu
adalah Allah dalam arti ia sederajat dengan Allah, sesuatu yang tidak
disokong oleh Kitab Wahyu.
Ketika saya mengecek Alkitab tua saya, saya menemukan bahwa 1
Timotius 6:15 memang adalah rujukan silang yang saya tuliskan di
bagian samping Wahyu 17:14. Namun, sesuai dengan ciri khas
penggunaan Kitab Suci secara trinitaris, saya lalai untuk menyertakan
rujukan-rujukan lain kepada gelar ―raja di atas segala raja‖ dalam Alkitab
secara keseluruhan. Faktanya, dalam Kitab Suci, gelar ini juga dipakai
untuk para penguasa manusia. Dalam Ezra 7:12, gelar tersebut dipakai
untuk Artahsasta; dan dalam Yehezkiel 26:7, Allah Sendiri berbicara
tentang Nebukadnezar sebagai ―raja di atas segala raja‖; demikian juga
dalam Daniel 2:37. Jadi, argumen untuk ketuhanan Kristus di sini
tercapai melalui penggunaan teks-teks secara selektif, dengan
mengabaikan teks-teks yang bertentangan dengan argumen tersebut.
Bukankah ini menandakan kurangnya kejujuran yang spiritual dan
intelektual, kurangnya keterbukaan terhadap kebenaran?
Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat
145
Dalam Matius 28:18, Kristus yang telah bangkit itu mengumumkan
kepada para murid bahwa ―kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di
surga dan di bumi‖. Kalau begitu, maka seyogyanyalah ia disebut ―Raja di
atas segala raja dan Tuan di atas segala tuan‖. Namun, yang perlu
diperhatikan adalah: hal ini tidak dapat dipergunakan sebagai argumen
untuk kesetaraan Kristus dengan Allah Bapa karena kedaulatan itu
diberikan kepadanya oleh Allah sebagai yang satu-satunya yang berhak
mengaruniakannya, karena kedaulatan itu adalah milik-Nya berdasarkan
hak-Nya sebagai Allah. Namun, entah kenapa kita tidak merasa puas
dengan fakta bahwa Yesus telah ―dimahkotai dengan kemuliaan dan
hormat‖ oleh Allah (Ibr 2:9), kita tidak bersedia menerima apa saja yang
kurang dari kemuliaan ilahi atau ketuhanan yang adalah pembawaannya
(berlawanan dengan dikaruniakan), yakni, bahwa ia setara secara kekal
dengan Allah Bapa dalam segala pengertian, meskipun tidak ada
pembenaran Alkitabiah apapun untuk hal tersebut. Gelar ―Raja di atas
segala raja‖ yang dipakai oleh Paulus sekali saja itu ada dalam 1 Timotius
6:15, dan dengan gelar itu pastilah ia merujuk kepada Allah Bapa kita,
sebagaimana diterangkan dengan sempurna oleh ayat itu sendiri.
Kristus sebagai kurban maha-mencukupi yang
disediakan bagi kita oleh Allah (Yahweh)—
dipergunakan sebagai argumen untuk
ketuhanan Kristus
D
ulu saya pernah memperdebatkan ketuhanan Kristus dengan
alasan bahwa satu orang bisa mati hanya untuk satu orang lain
saja; jika Kristus cuma manusia, bagaimana mungkin
kematiannya menguntungkan seluruh umat manusia? Argumen ini
kedengarannya meyakinkan oleh karena buktinya sendiri yang nyata:
bagaimanakah kematian satu individu manusia dapat menebus dosa
semua orang? Namun, hikmat Allah tidak ditetapkan oleh kebijaksanaan
atau nalar manusia. Kekeliruan dari pemikiran macam ini menjadi nyata
ketika saya melihat kebenaran dalam Yohanes 3:14,15, ―sama seperti
Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia
harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh
hidup yang kekal.‖
Ayat di atas merujuk kepada peristiwa yang tercatat dalam Bilangan
21:7-9, di mana orang-orang tewas karena pagutan ular-ular berbisa.
146
The Only True God
Musa diperintahkan oleh Allah untuk membuat seekor ular tedung dan
menaruhnya di atas tiang agar terlihat oleh semua orang; mereka yang
percaya ketika memandangnya akan selamat dari racun ular itu. Yesus
membandingkan peristiwa ini dengan hal percaya kepada dia: ―Dan
sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga
Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya
kepada-Nya beroleh hidup yang kekal‖ (Yoh 3:14,15). Intinya di sini
semestinya amat sangat jelas: penyelamatan ribuan orang yang
memandang kepada ular tedung itu tidak ada hubungannya sama sekali
dengan apapun yang terkandung di dalam ular itu—mereka
diselamatkan oleh Allah melalui iman kepada janji-Nya bahwa siapa
saja yang memandang akan diselamatkan: ―Maka berfirmanlah TUHAN
(Yahweh) kepada Musa: ‗Buatlah ular tedung dan taruhlah itu pada
sebuah tiang; maka setiap orang yang terpagut, jika ia melihatnya, akan
tetap hidup.‘‖ (Bil 21:8) Ayat berikutnya menegaskan bahwa orang-orang
yang mempunyai iman untuk memandang akan hidup. Hal yang sama
juga benar bagi mereka yang memandang kepada Yesus untuk
memperoleh keselamatan melalui iman (Ibr 12:1,2); kuasa penyelamatan
Allah dalam Kristuslah yang menyelamatkan mereka dari dosa dan
maut. Dengan demikian, bukan sesuatu yang terkandung di dalam
konstitusi Kristus yang menyelamatkan, melainkan Allah Bapa kitalah
(Yahweh) yang menyelamatkan kita melalui Kristus. Karena keselamatan
adalah karya Allah sepenuhnya; keselamatan tercapai oleh iman dan
melalui anugerah-Nya semata-mata.
Seluruh mukjizat Yesus dilakukan oleh Allah (Yahweh)
melalui dia
M
ukjizat-mukjizat Yesus terus-menerus dipergunakan oleh para
Trinitarian untuk memperdebatkan ketuhanan Kristus.
Namun mukjizat-mukjizat itu tidak ―membuktikan‖ bahwa
Yesus adalah Allah, tetapi jika mukjizat-mukjizat itu membuktikan
sesuatu, itu semua akan membuktikan salah satu dari dua pilihan
berikut, yaitu bahwa Yesus adalah Yahweh, atau bahwa Yahweh tinggal
di dalam Yesus secara jasmaniah (Yoh 1:14) dan melakukan pekerjaanNya melalui Yesus. Pilihan mana yang benar dijelaskan dengan
sempurna oleh Yesus sendiri dan dalam PB. Bahwa Allah Israel, Yahweh,
yang melakukan pekerjaan-Nya di dalam Kristus dinyatakan secara
Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat
147
gamblang dalam Kisah Para Rasul 2:22, ―Hai orang-orang Israel,
dengarlah perkataan ini: Yesus dari Nazaret adalah orang yang telah
ditentukan Allah dan dinyatakan kepadamu dengan kekuatan-kekuatan
dan mujizat-mujizat dan tanda-tanda yang dilakukan oleh Allah
dengan perantaraan Dia di tengah-tengah kamu, seperti yang kamu
ketahui.‖
Yesus sendiri menegaskan hal ini: ―Apa yang Aku katakan
kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang
tinggal di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaanpekerjaan-Nya.‖ (Yoh 14:10) Kata ―pekerjaan‖ dapat mencakup
rujukan tertentu kepada mukjizat, yaitu pekerjaan-pekerjaan adikodrati.
Yohanes 5:36, ―segala pekerjaan yang diserahkan Bapa kepada-Ku,
supaya Aku melaksanakannya. Pekerjaan itu juga yang Kukerjakan
sekarang, dan itulah yang memberi kesaksian tentang Aku bahwa Bapa
telah mengutus Aku‖‖; Yohanes 10:25, ―pekerjaan-pekerjaan yang
Kulakukan dalam nama Bapa-Ku, itulah yang memberi kesaksian
tentang Aku [yaitu bahwa akulah sang Mesias, ay.24]‖; Yohanes 10:32,
―Kata Yesus kepada mereka: Banyak pekerjaan baik yang berasal dari
Bapa-Ku‖. Kepada ini dapat ditambahkan Yohanes 5:19, ―Lalu Yesus
menjawab mereka, ―Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, Anak tidak
dapat mengerjakan sesuatu dari diri-Nya sendiri‖‖. ―Kekuatan-kekuatan
dan mujizat-mujizat dan tanda-tanda‖ (Kis 2:22) itu semua merupakan
sebagian dari pekerjaan Allah untuk menyelamatkan umat manusia,
karena ―Allah ada di dalam Kristus mendamaikan dunia dengan diriNya sendiri‖ (2Kor 5:19, NAU).
Ini berarti bahwa menggunakan mukjizat-mukjizat sebagai bukti
atas ketuhanan Kristus adalah keliru sama sekali. Sebab, entah itu
memberi makan ribuan orang, berjalan di atas air, atau membangkitkan
orang mati, semuanya itu adalah karena, seperti kata Yesus, ―Bapa, yang
tinggal di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-pekerjaan-Nya‖
(Yoh 14:10). Kenapa kita tidak mendengarkan dia ketika ia berkata, ―Aku
tidak dapat berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri‖ (Yoh 5:30), alih-alih
mengarang-ngarang doktrin-doktrin kita sendiri?
148
B
The Only True God
Allah ada di dalam Kristus
ahwa Yesus adalah manusia, atau ―anak manusia‖, sama sekali
jelas dalam Alkitab. Signifikansinya yang tertinggi bagi kita ada
pada fakta bahwa ―Allah (yaitu Yahweh) ada di dalam Kristus
mendamaikan dunia dengan diri-Nya sendiri‖ (2Kor 5:19 NAU). Namun,
sejauh trinitarianisme, ayat itu bisa sama saja dibaca Allah adalah
Kristus (atau, Kristus adalah Allah). Apakah perubahan tersebut berarti?
Apa yang telah mereka ubah? Yang diubah adalah, kalau dalam 2
Korintus 5:19 ALLAH-lah yang mendamaikan, sekarang KRISTUS-lah
selaku Allah yang melakukan tindakan pendamaian itu. Yahweh telah
dikesampingkan oleh Kristus yang diwartakan sebagai Allah. Dengan
demikian, monoteisme Yahweh telah ditumbangkan—sungguh suatu hal
yang teramat serius, sejauh firman Allah.
Semestinya sangat jelas bahwa ―Allah ada di dalam Kristus‖ dan
―Allah adalah Kristus/Kristus adalah Allah‖ merupakan dua proposisi
yang berbeda secara dasariah. ―Allah ada di dalam Kristus‖ juga berarti
bahwa meskipun Allah dan Kristus keduanya dapat sepantasnya disebut
―juruselamat kita‖, peranan mereka dalam proses keselamatan kita pada
dasarnya berbeda: Kristus adalah wakil utusan yang mutlak dibutuhkan,
yang di dalam dia dan melalui dia Allah melaksanakan tujuan-tujuan
penyelamatannya bagi kita; tetapi, Allah Sendirilah yang menjadi
Penggerak Utama dari proses keselamatan itu. Apa jadinya dengan
keselamatan kita jika Allah tidak mengutus Kristus ke dunia? Dan apa
jadinya dengan keselamatan jika Ia tidak membangkitkan Yesus dari
antara orang mati? Belum lagi Bapa yang terus-menerus
memberdayakan Kristus selama masa pelayanannya: pengajarannya
serta tanda-tanda dan keajaiban-keajaiban yang bekerja melalui dia
memastikan
kesudahan
yang
berkemenangan
atas
karya
penyelamatannya.
Di sisi lain, peranan Kristus tentunya bukan sekadar pasif, tetapi
dilakukan dengan ketaatan yang bertekad, setia dan rela kepada Bapa
selama masa pelayanannya. Dalam tujuan-tujuan Allah, Ia adalah ―Adam
akhir‖ yang unik, yang baru, yang mutlak diperlukan bagi penebusan
umat manusia. Namun, haruslah dipahami dengan baik bahwa, dalam
pesan PB, peranan Kristus dalam penyelamatan umat manusia, selalu
dan mutlak, adalah sebagai manusia, dan ALLAH yang ada di dalam
MANUSIA Kristus Yesus itulah yang mendamaikan dunia dengan diriNya Sendiri. Penyimpangan dari hal ini adalah penyimpangan dari
Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat
149
firman Allah sebagaimana diwartakan dalam PB, dan yang berakibat
kepada konsekuensi serius di mana Allah Bapa, Yahweh, telah
dikesampingkan dari kedudukan sebagai Pusat absolut dari pesan Injil.
Seterusnya, mau tidak mau ini pasti membawa konsekuensi-konsekuensi
mengerikan.
Psikologi apa yang bekerja dalam pemikiran trinitaris?
A
pakah Yesus hanya berharga bagi kita jika ia adalah Allah?
Sebagai manusia, apakah ia kurang berharga bagi kita? Dengan
demikian, apakah kasih kita kepadanya akan berkurang jika ia
―cuma‖ manusia? Apakah keberhargaan dirinya terletak pada ―kodrat
ilahi‖nya, sehingga hanya jika ia adalah Allah maka barulah ia dihargai?
Atau, apakah ia berharga karena ia ―telah mengasihi aku dan
menyerahkan diri-Nya untuk aku‖ (Gal 2:20) tanpa menghiraukan apa
―kodrat hakiki‖-nya? Apakah status menentukan nilai kasih? Apakah
kasih seorang raja lebih berharga daripada kasih ibu saya hanya karena
ia seorang raja? Akan berbeda soalnya seandainya mungkin bila kasih
raja itu lebih murni jenisnya (mis. kurang egois) daripada kasih ibu saya,
tetapi itu tidak ada kaitannya sama sekali dengan statusnya.
Yesus, oleh karena keadaannya yang tanpa dosa, dapat (dan
memang) mengasihi dengan kemurnian yang melampaui seluruh kasih
manusiawi sejauh yang pernah kita alami, sebab itu kualitas kasihnya tak
tertandingi oleh seorang manusia pun, bahkan seorang ibu pun tidak.
Apakah kasih dari dia yang ―menyerahkan diri-Nya untuk aku‖ (yaitu,
bagi keselamatan dan hidup kekal saya) kurang berharga karena kasih
itu adalah kasih ―manusia Kristus Yesus‖ alih-alih ―Allah Kristus Yesus‖?
Dan, bicara soal keadaan tanpa dosa, apakah Yesus tanpa dosa
karena ia adalah Allah? Jika demikian adanya, maka ia tanpa dosa secara
hakiki (sebab Allah tidak dapat berbuat dosa), dan bukan karena
kemenangan atas dosa dan daging. Dengan demikian, ajaran Kitab Suci
dinyatakan salah, sebab akan bertentangan dengan fakta yang
diikhtisarkan dalam pernyataan di Roma 5:19, ―Jadi, sama seperti
melalui ketidaktaatan satu orang banyak orang telah menjadi orang
berdosa, demikian pula melalui ketaatan satu orang [Yesus] banyak
orang menjadi orang benar.‖ Ini adalah prinsip dasariah soteriologi PB,
dasar yang pokok dari keselamatan kita: ketaatan dari ―satu orang‖ itu.
150
The Only True God
Segalanya bertumpu pada ketaatan Kristus sebagai manusia. Ini
bukan soal ketaatan Allah kepada Allah yang dibutuhkan untuk
keselamatan manusia. Ini adalah perkara ketaatan manusia kepada
Allah yang digenapi oleh Kristus dengan ―taat sampai mati, bahkan
sampai mati di kayu salib‖ (Flp 2:8). Jadi, hendaknya dipahami dengan
baik bahwa kasih dari dia ―yang telah mengasihi aku dan menyerahkan
diri-Nya untuk aku‖ adalah kasih dari manusia Kristus Yesus. Kembali
kita menanyakan: Apakah kasih ini berkurang nilainya karena itu adalah
kasih dari manusia Kristus Yesus? Bagi saya tentu saja tidak berkurang
nilainya; Yesus tidak menjadi kurang berharga bagi saya jika ia ―cuma‖
seorang manusia. Kasihnya untuk kita mutlak amat dibutuhkan demi
keselamatan kita.
Yesus dapat tetap tanpa dosa tentunya bukan semata-mata karena
upayanya sendiri tanpa bantuan siapa pun, tetapi karena kepenuhan
Yahweh yang tinggal atau ―bertabernakel (berkemah, Yoh 1:14: ESV)‖ di
dalam dirinya secara jasmaniah (Kol 2:9). Kita pun, dengan cara yang
kurang lebih sama, dapat menang atas dosa melalui hadirat Allah yang
tinggal di dalam kita yang menjadi bait-Nya (1Kor 3:16; 6:19). Dalam 1
Yohanes 3:9 kita membaca, ―Setiap orang yang lahir dari Allah, tidak
terus menerus berbuat dosa; sebab benih ilahi tetap ada di dalam dia dan
ia tidak dapat terus menerus berbuat dosa, karena ia lahir dari Allah.‖
Jika ayat ini beraplikasi kepada kita, betapa terlebih lagi ayat itu berlaku
kepada Kristus, sang ―Anak tunggal‖?
Trinitarianisme telah membutakan mata kita terhadap apa yang
bisa kita gambarkan sebagai ―fenomena mengagumkan akan Kristus‖,
yakni, bahwa seorang manusia sejati telah berhasil menjadi tanpa dosa
walaupun ia ―sudah dicobai dalam segala hal, sama seperti kita sendiri;
hanya Ia tidak berbuat dosa‖ (Ibr 4:15, BIS). Realitas yang
mencengangkan dari kemenangan yang ajaib atas dosa ini terhilang
dalam trinitarianisme karena, sebagai Allah, Kristus tidak mungkin bisa
berdosa—sebab jika ia bisa berdosa, ia tidak akan menjadi Allah. Jika ia
tidak bisa berdosa oleh karena menjadi Allah, maka ini membuat Ibrani
4:15 tidak berarti—demikian pula dengan godaan di padang gurun (Mat
4; Luk 4). Keadaan tanpa dosa yang hakiki (oleh karena keadaannya
sebagai Allah) akan mendiskualifikasikan Yesus sebagai Kurban tebusan
untuk dosa (yang mengharuskan ketaatan dari ―satu orang‖, Rm 5:19);
itu pun akan membuat dia tidak sanggup tergoda ―sama seperti kita‖,
sehingga dengan demikian, ia tidak dapat bertindak sebagai Imam Besar
Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat
151
yang berbelas-kasih atas nama kita (lagi-lagi bertentangan dengan Ibr
4:15).
Namun, mari kita kembali ke pertanyaan tentang psikologi
pemikiran trinitaris yang menyiratkan bahwa nilai Kristus terutamanya
ada pada ketuhanannya, dan dengan mengemukakan bahwa ia ―cuma‖
manusia berarti nilainya telah berkurang. Sebab, ―apakah manusia itu?‖
yang, bila dianggap sebuah pertanyaan retorik, jawabannya pasti, ―Tidak
lebih dari sekadar debu‖. Hal ini mungkin berlaku di tingkatan
jasmaniah, tetapi tidak berlaku padanya di tingkatan rohaniah.
Pemikiran kita dikuasai oleh konsep manusia yang tidak Alkitabiah,
maka tidak heran bila pandangan yang mengatakan bahwa Yesus itu
manusia, bukan Allah, akan ditentang keras sebagai suatu penurunan
nilai pribadinya.
Namun, mari kita tanyakan lagi: apakah nilai Yesus untuk kita ada
pada ketuhanannya? Ataukah ada pada apa yang telah ia selesaikan
untuk kita sebagai Juruselamat dan Tu[h]an kita? Untuk mencapai
pengertian yang lebih jelas akan perkara ini, kita dapat menanyakannya
seperti ini: Dalam ajaran Kitab Suci, keselamatan kita persisnya
bergantung pada apa? Apakah pada ―hakikat‖-nya (entah ia itu Allah atau
manusia), ataukah pada ―karya‖nya (fungsinya)? Yesus menunjuk kepada
―karya‖nya sebagai bukti dari ketulenannya (Yoh 10:25,37,38).
Kita bisa menanyakannya secara kurang abstrak dengan memakai
sebuah gambaran: Pada apakah terletak kepentingan sebuah kunci?
Apakah pada bahannya (―hakikat‖nya), yaitu, apakah terbuat dari
semacam logam mulia seperti emas atau platinum, ketimbang besi atau
baja? Atau, apakah pada fungsinya, yakni, untuk membuka pintu rumah?
Apakah penting kunci itu terbuat dari apa selama kunci itu dapat
memberi kita akses masuk ke dalam rumah? Bukankah nilainya terletak
pada apa yang dihasilkannya untuk kita, ketimbang pada jenis
logamnya?
Adalah hal yang menarik dan juga signifikan bahwa Yesus berbicara
tentang ―mutiara yang sangat berharga‖ (Mat 13:46). Pada apa tepatnya
nilai sebutir mutiara itu? Apakah pada bahan yang membentuknya
(―hakikat‖nya)? Jika mutiara itu ditumbuk hingga menjadi bubuk,
apakah masih cukup bernilai? Jika bubuknya dibuat menjadi pasta
kosmetik, ia akan sedikit bernilai, tetapi tidak banyak dibandingkan
dengan mutiara yang berharga ini. Jadi, apa pun alasannya mengapa
152
The Only True God
sebutir mutiara bernilai, nilainya jelas tidak terletak pada ―hakikat‖nya
atau komposisi kimianya.
Bukankah sungguh berbeda halnya dengan emas? Apakah satu ons
bubuk emas berkurang nilainya daripada satu ons emas batangan? Tentu
saja sama nilainya. Namun, akan lain halnya jika seorang seniman yang
mahir menciptakan sesuatu yang sangat indah dengan emas itu, karena
ciptaannya itu sekarang memiliki nilai yang berbeda sekali; kini,
ciptaannya itu telah menjadi (atau, kita bisa katakan ―berfungsi‖ sebagai)
sebuah karya seni. Seorang pelukis besar bahkan dapat menggunakan
bahan-bahan yang tidak bernilai tinggi (cat kanvas, minyak atau air), dan
dengan bahan-bahan tersebut ia menciptakan sebuah adikarya yang
nilainya jutaan dolar.
Bahan-bahan pembentuk bukanlah soal penting dalam perkara ini,
yang maha-penting adalah apa yang diperbuat (atau dihasilkan, atau
dicapai) dengan bahan-bahan itu. Demikian juga, Kitab Suci
terutamanya tidak mempedulikan ―kodrat hakiki‖ Kristus, seolah-olah ia
haruslah sesuatu yang lebih daripada ―sekadar manusia‖; tema
sentralnya adalah tentang apa yang telah diselesaikan oleh Allah Yahweh
dalam anugerah-Nya melalui Kristus Yesus untuk keselamatan kita.
Apakah keselamatan yang disediakan Allah bagi kita itu berkurang
nilainya jika Kristus tidak dapat diperlihatkan dari Kitab Suci sama-sama
setara dengan Allah Yahweh dalam setiap aspek? Apakah karya
penyelamatan Kristus melalui pemberdayaan Allah berkurang nilainya
jika ketuhanannya tidak dapat diperlihatkan dari Kitab Suci? Tentu saja
tidak. Sebab, sebagaimana telah kita lihat, hal yang penting bagi kita
adalah apa yang telah diselesaikan untuk kita oleh Allah dalam Kristus;
sedangkan untuk hal-hal lainnya kita akan ―mengenal dengan sempurna‖
(1Kor 13:12) pada Hari itu.
Dari semuanya ini jelas bahwa mentalitas trinitaris tidak sesuai
dengan pewahyuan PB. Namun, bagaimanapun juga, dengan gigihnya
mereka bersikeras bahwa Yesus adalah Allah, malahan sampai
―menerjemahkan‖ Kitab Suci sesuai dengan tafsiran mereka sendiri,
dengan begitu mereka menyediakan sendiri ayat-ayat yang mereka
gunakan untuk menyangga doktrin mereka! 12 Semoga Allah berbelaskasihan kepada mereka—dan kepada kita yang melakukan hal serupa.
Contohnya: Titus 2:13, 2 Petrus 1:1, Yudas 4. Untuk penjelasan, silakan
merujuk kepada versi lengkap hlm. 200-206
12
Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat
153
Soal penting: Apakah sesungguhnya pewahyuan
Alkitabiah tentang pribadi dan karya Yesus Kristus?
B
ahkan sebelum mulai menjawab pertanyaan ini, kita diharuskan
untuk pertama-tama meluruskan argumen-argumen trinitaris
tentang ketuhanan Kristus, klaim bahwa ia adalah ―Allah-Anak‖.
Sejauh Alkitab, Yesus Kristus tegas-tegas ada dalam alam manusia,
seorang manusia tulen. Adalah mustahil, baik dalam terang Kitab Suci
maupun nalar, untuk Yesus menjadi seorang manusia sebenarnya seperti
kita jika ia juga ―sungguh-sungguh Allah‖. Tentu kita menjadi orangorang bodoh dan berbicara omong kosong tatkala kita menyimpang dari
Kitab-kitab Suci.
Kita dapat yakin bahwa kita berada di atas dasar Kitab Suci yang
teguh tatkala menegaskan bahwa Yesus itu sungguh-sungguh dan pasti
adalah seorang manusia. Apakah ini sama dengan mengatakan bahwa ia
―cuma‖ seorang manusia sama seperti kita? Sama sekali tidak. Tidak?
Namun, bukankah kita baru saja berkata bahwa ia sungguh-sungguh
seorang manusia? Tentu saja, tetapi siapa di antara kita yang bisa
dilukiskan sebagai seorang ―manusia sempurna‖ atau ―manusia tanpa
dosa‖? Tak seorangpun dari kita. Jadi, jelaslah bahwa dalam arti paling
penting ini ia tidak sama seperti kita. Oleh karena dia sajalah seorang
manusia yang sempurna, bukankah itu kemudian berarti bahwa hanya
dialah manusia secara sempurna? Bukankah itu juga kemudian berarti
bahwa dalam pengertian kesempurnaan Yesus yang unik, seluruh umat
manusia harus mengakui bahwa mereka bukan manusia secara
sempurna? Dengan demikian, manusia itu bukan sungguh-sungguh
manusia sebagaimana yang dimaksudkan sampai pada akhirnya mereka
juga ―dijadikan sempurna‖ (bdk. Ibr 5:9; 7:28; 11:40; 12:23). Sang Rasul
jelas tidak menganggap hal ini suatu kemungkinan dalam hidup ini
ketika ia berkata, ―Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau
telah sempurna, melainkan aku mengejarnya, kalau-kalau aku dapat juga
menangkapnya, karena akupun telah ditangkap oleh Kristus‖ (Flp 3:12).
Ini berarti bahwa Yesus adalah satu-satunya manusia sejati yang
pernah ada di atas bumi ini, karena ia adalah satu-satunya pribadi
yang sempurna dan tanpa dosa yang pernah hidup.
Dengan demikian, sejauh Kitab Suci, tidak ada keraguan sama sekali
tentang Yesus sebagai manusia dan, memang, sebagai satu-satunya
pribadi manusia sungguh-sungguh. Disinilah letak keunikan mutlaknya;
ia tak terbandingkan. Inilah persisnya mengapa hanya dia saja yang bisa
154
The Only True God
menjadi juruselamat dunia. Sebab, masalah dengan manusia adalah
keegoisan dan dosanya yang kerap kali membuat mereka berkelakuan
kurang dari manusia, kurang dari apa yang diniatkan Allah untuknya.
Sayangnya, ini adalah hal yang dialami dengan amat menyakitkan oleh
banyak orang di tingkatan personal dan sosial, demikian juga di
tingkatan internasional—di mana setiap harinya kita diingatkan kepada
hal ini melalui tayangan berita dunia serta mendengar tentang konflik
dan peperangan tak berkesudahan yang sedang berkecamuk di dunia.
Namun, dalam Kristus ada harapan, karena di dalam dia Allah Yahweh
akan mendamaikan segala sesuatu dengan Diri-Nya (Kol 1:20).
Pewahyuan Alkitabiah membawa kita kepada kesadaran bahwa
hanya ada satu Allah sejati dan juga hanya ada satu manusia sejati.
Lagipula, sebagaimana dapat diduga, di antara mereka terdapat suatu
hubungan kesatuan yang unik, yang berulang-kali dibicarakan oleh
Yesus. Kesatuan atau persatuan ini dilukiskannya dengan gambaran
―tinggal‖ atau berdiam secara timbal balik: ―Aku di dalam Bapa dan Bapa
di dalam Aku‖ (Yoh 14:11). Karena hanya Yesus saja yang tanpa dosa,
hanya dia sajalah ―tempat‖ (Yoh 2:19) di mana Allah yang kudus bisa
tinggal dalam kepenuhan-Nya. Kepenuhan ilahi ini diwakili oleh Firman
Allah (Yoh 1:1) yang, sebagaimana kata-kata, bisa digambarkan sebagai
sesuatu yang melimpah keluar dari kedalaman yang paling dalam dari
diri-Nya dan tampil kemuka untuk berdiam di dalam satu manusia sejati
itu, dan di dalam Kristus untuk berdiam di antara kita (Yoh 1:14).
Dalam jemaat awal ada sebuah deskripsi tentang kesatuan Allah
dalam Kristus ini dalam bentuk gambaran sepotong besi yang
dimasukkan ke dalam api hingga besinya berpijar di dalam api itu;
dengan begitu, besinya ada di dalam api, dan apinya ada di dalam besi,
akan tetapi, apinya tetap api dan besinya tetap besi, yang satu tidak
berubah menjadi yang lain, dan ini melukiskan perkataan Yesus dengan
indah dan efektif, ―Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku‖ (Yoh
14:11). Persatuan itu sedemikian rupa di mana Yahweh bisa berbicara
dan bekerja dengan bebas melalui Kristus untuk menyelesaikan tujuantujuan kekal-Nya di dunia, dan Kristus bisa berbicara dan bertindak
untuk Yahweh sebagai wakil penguasa-Nya yang diberdayakan dengan
penuh (plenipotentiary). Itu sebabnya ada beberapa nas dalam Kitab
Suci yang tidak selalu tampak jelas apakah rujukannya itu bertalian
dengan Yahweh atau dengan Kristus. Akan tetapi, hendaknya diingat
bahwa persatuan dari besi dengan api itu bukan berarti besinya menjadi
Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat
155
api, atau apinya menjadi besi; keduanya bersatu tetapi tetap berbeda dan
terpisah. Begitu juga, persatuan Yahweh dengan Kristus bukan berarti
Kristus adalah Yahweh atau Yahweh adalah Kristus.
Jadi, pewahyuan Alkitabiah bukan saja menyatakan bahwa Yesus
adalah satu-satunya manusia sejati, yang dengan sendirinya sudah cukup
mengagumkan, tetapi, sama-sama menakjubkannya, bahwa Allah
Yahweh datang ke dunia dalam Kristus untuk mendamaikan dunia
dengan Dirinya, yaitu, untuk menyelamatkannya. Jadi, yang datang ke
dunia untuk menyelamatkan kita itu bukan suatu sosok ilahi tak dikenal
yang disebut ―Allah-Anak‖; tetapi tak lain dan tak bukan adalah Yahweh
Sendiri yang datang ke dunia demi keselamatan kita. Kebenaran yang
indah dan dasariah dari pewahyuan Alkitabiah inilah yang disimpangkan
dan dihilangkan oleh trinitarianisme yang menggantikan Yahweh dengan
―Allah-Anak‖ sebagai sosok yang datang ke dunia. Sungguh besar
kerugian itu!
Dengan demikian, Yesus adalah ―bait‖-nya Yahweh secara unik (Yoh
2:19) di dunia di mana penebusan untuk dosa dibuat melalui darahnya
yang sungguh-sungguh darah manusiawi dan yang tanpa dosa, dan
darinya kebenaran Allah Yahweh diwartakan hingga ke ujung bumi. Dan
oleh karena ia adalah satu-satunya manusia sejati, ia menjadi satusatunya pengantara yang bertindak atas nama manusia (1Tim 2:5), sama
seperti Musa yang mengantarai atas nama bangsa Israel. Nama Yesus
pun menjadi satu-satunya nama yang efektif untuk keselamatan umat
manusia; sebab ―tidak ada keselamatan di dalam siapa pun juga selain di
dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang
diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan‖ (Kis
4:12). ―Diberikan‖ oleh siapa? Oleh siapa lagi kalau bukan oleh Allah
Yahweh Sendiri?
Dari kajian kita akan Kitab-kitab Suci terlihat bahwa, sementara di
satu sisi trinitarianisme sudah keliru, akan tetapi, di sisi lain ajaran dari
berbagai macam kelompok Kristen, baik yang purba maupun modern
(mis. golongan Arian, Unitarian, dll), yang mengajarkan bahwa Yesus
hanyalah seorang yang luar biasa, seorang nabi besar, dan ―anak‖ angkat
Allah, sama sekali tidak memadai, sama sekali kehilangan unsur
terpenting dari kemanusiaan Kristus, yaitu kesempurnaannya yang unik,
dan dengan tepat ditolak oleh jemaat awal.
Karena Allah Yahweh, sang Bapa, berkenan meninggikan Yesus di
atas segala makhluk lain, sedemikian rupa sehingga setiap lidah harus
156
The Only True God
mengakui dia sebagai ―Tu[h]an‖, maka begitulah semestinya ia
diperlakukan dan dihormati ―bagi kemuliaan Allah, Bapa‖ (Flp 2:10,11).
Namun, kesulitannya bagi kita sekarang adalah bahwa sebagai orang
Trinitarian, kita adalah orang-orang yang Kristus-sentris, kita melakukan
segalanya demi kehormatan dan kemuliaan Kristus, dan karena kita
berpikiran Yesus adalah Allah, kita mengira bahwa dengan memuliakan
dia kita sedang memuliakan Allah. Jadi, gagasan menghormati Kristus
―bagi kemuliaan Allah, Bapa (Yahweh)‖ sebenarnya adalah konsep asing
bagi kita. Dalam benak kita, Yahweh nyaris tidak diperhitungkan sama
sekali, dan bahkan ―Allah-Bapa‖ trinitaris sekalipun memiliki sedikit, jika
ada, signifikansi nyata dalam cara berpikir kita yang Kristus-sentris.
Disinilah perlunya suatu perubahan radikal, pembaharuan budi (Rm
12:2), jika kita ingin kembali kepada monoteisme Alkitabiah.
Namun, masa lalu kita yang trinitaris tidak akan membuat hal ini
mudah; adalah sulit untuk melepaskan sesuatu yang telah begitu lama
ada pada pusat kehidupan dan pikiran kita. Sulit untuk kita menyadari
bahwa dengan menuhankan dan mengidolakan Yesus (bagaimana lagi
kita harus menyebutnya?), kita tidak menaati baik Allah Yahweh
maupun Kristus-Nya. Kita telah gagal dalam melihat bahwa Yesus adalah
jalan, bukan tempat tujuan; ia adalah seorang perantara, imam agung
yang mempersembahkan kurban kepada Yahweh atas nama kita, tetapi
ia bukan Allah Yahweh yang dengan-Nya kita perlu berdamai. Untuk
selamanya kita bersyukur bahwa ia adalah manusia sempurna yang
―telah mengasihi kita dan menyerahkan diri-Nya untuk kita‖ untuk
―membawa kita kepada Allah‖ (1Ptr 3:18). Dan sekarang, kita
dipersatukan dengan Allah dan Kristus secara kekal di dalam ―tubuh
Kristus‖, yaitu jemaat Allah, di mana Kristus adalah kepalanya dan kita
anggota tubuhnya. Dalam hidup baru ini sekarang kita belajar untuk
menjalin hubungan dengan Allah Yahweh sebagai pusat dari kehidupan
kita, dan di saat yang sama selalu mengingat dan menghormati Kristus
dengan rasa syukur, sang kurban sempurna (seperti dalam Perjamuan
Kudus, atau Ekaristi) yang disediakan oleh Yahweh bagi kita. Kristus
Yesus, satu-satunya manusia sempurna, yang membuat penyelamatan
umat manusia menjadi sesuatu yang mungkin.
Bab 3
Perlunya Menilai
Kembali Pengertian
Kristen akan Manusia
Pandangan rendah akan manusia dalam
trinitarianisme versus ajaran Alkitabiah tentang
manusia sebagai “gambaran dan kemuliaan Allah”
(1Kor 11:7)
S
ebuah rintangan serius untuk kita menerima Yesus sebagai
manusia sejati dan manusia sempurna adalah teramat rendahnya
pandangan akan manusia dalam pemikiran Kristen, terutamanya
semenjak masa Augustinus, sekitar empat abad setelah masa Kristus.
Pendapat mengenai kerusakan total manusia itu, yang mulai
mendominasi pengajaran Kristen sejak saat itu dan seterusnya,
menurunkan manusia ke keadaan kemerosotan moral yang total.
Semuanya ini dilakukan atas nama meninggikan anugerah Allah sebagai
satu-satunya harapan keselamatan manusia.
Belum cukup untuk para dogmatis ini menunjukkan bahwa
kebenaran atau kesalehan manusia, entah setinggi apa tingkat kebenaran
yang bisa ia capai, tidak pernah bisa memadai untuk patut mendapat
keselamatan, karena tak seorang pun dapat dengan sendirinya mencapai
standar yang dituntut Allah. Itu sebabnya keselamatan tersedia hanya
karena anugerah oleh iman. Tidak, berdasarkan beberapa ayat yang
dikutip di luar konteks, mereka merasa perlu bersikeras bahwa semua
orang itu benar-benar dan sepenuhnya rusak, sama sekali busuk,
kebenaran mereka itu tidak lebih daripada ―kain kotor‖.
158
The Only True God
Apakah para dogmatis tersebut sungguh-sungguh ingin
menegaskan, misalnya, bahwa perbuatan orang-orang yang
mengorbankan nyawa mereka dengan beraninya demi menyelamatkan
orang lain (yang banyak terjadi hampir setiap harinya, seperti contoh
baru-baru itu dengan para anggota pemadam kebakaran yang tewas
dalam usaha menyelamatkan orang dari kobaran api di Menara Kembar
pada 9/11) bukanlah perbuatan saleh, bahkan di mata Allah sekalipun,
dan adakah orang yang berani mengatakan kebenaran seperti itu ibarat
―kain kotor‖? Pernyataan-pernyataan Alkitabiah tentang kebenaran yang
bersifat munafik atau yang ―dipamerkan‖, yang dicela oleh Yesus,
disalahterapkan oleh para dogmatis menjadi kebenaran manusia secara
umum. ―Berilah hormat kepada orang yang berhak menerima hormat.‖
Namun, jika semua orang itu rusak, lantas untuk apa memberi hormat
kepada siapa pun? Paulus berbicara tentang ―orang yang baik‖; akankah
kita bersikeras bahwa maksud Paulus dengan ―baik‖ itu hanya di mata
manusia saja? Dan apakah ―orang yang suka damai‖ (Lukas 10:6 BIS) itu
seorang yang saleh atau bukan?
Lagipula, jika pencabutan frase ―kain kotor‖ di luar konteks Yesaya
64:6 dengan tujuan untuk menajiskan seluruh kebenaran manusia ini
berfungsi sebagai contoh ―eksegesis‖ Kristiani atas Kitab Suci, maka
penyalahtanganan Kitab Suci dalam ―eksegesis‖ trinitaris tidaklah
mengherankan. Melihat sepintas nas dalam Kitab Yesaya dengan cepat
akan memperlihatkan bahwa para dogmatis itu sama sekali tidak peduli
dengan inti perkataan dalam kitab itu. Ucapan ―segala kesalehan kami
seperti kain kotor‖ adalah sebuah pengakuan dosa dari hati yang remuk
di hadapan Allah atas nama bangsa Israel, sebuah pengakuan akan
kosongnya ibadat keagamaan mereka, karena kenyataannya adalah
―tidak ada yang memanggil nama-Mu atau yang bangkit untuk
berpegang kepada-Mu‖ (ay.7); dan oleh sebab itu, ―Engkau
menyembunyikan wajah-Mu terhadap kami, dan menyerahkan kami ke
dalam kekuasaan dosa kami‖ (ay.7). Namun, ayat-ayat yang
mendahuluinya menerangkan dengan sangat jelas bahwa tak satu pun
darinya dimaksudkan untuk menyangkali bahwa ada orang-orang di
Israel yang ―menanti-nantikan‖ Tuhan dan yang ―melakukan yang benar
dengan sukacita‖: ―Tidak ada telinga yang mendengar, dan tidak ada
mata yang melihat seorang allah yang bertindak bagi orang yang
menanti-nantikan dia; hanya Engkau yang berbuat demikian. Engkau
Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman
159
menyongsong mereka yang melakukan yang benar dan yang
mengingat jalan yang Kautunjukkan…sejak dahulu kala‖ (Yes 64:4,5).
Cara para dogmatis itu memperlakukan Kitab Suci secara
serampangan dalam dalam rangka menggenapi sasaran dogmatis mereka
dengan melukiskan seluruh umat manusia dalam warna-warni
kerusakan yang mengerikan demi membangun doktrin anugerah mereka
pastilah mencengangkan setiap ekseget Alkitab yang bertanggung-jawab.
Dengan demikian, manusia yang dilukiskan sebagai ―hampir sama
seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat‖
(Mzm 8:6) kini nyaris dilukiskan tidak lebih baik daripada si Iblis!
Seorang penulis Kristen mengutip penulis Austria, Karl Kraus (18741936), dengan sedikit nada persetujuan tatkala Kraus menulis, ―Si Iblis
sangat optimis jika mengira ia dapat membuat manusia lebih buruk
daripada keadaan sebenarnya.‖
Kita enggan berbicara tentang
Kristus sebagai manusia
Begitu banyak ajaran Kristiani yang didasari oleh suposisi bahwa Allah
dimuliakan dan keselamatan-Nya dibesarkan dengan merendahkan
manusia sebagai makhluk yang merosot atau rusak. Biasanya, dalam
buku teologi Kristiani, misalnya, penulis menyusun daftar ayat yang
berbicara tentang kefasikan dan kerusakan manusia, sedangkan tujuan
Allah yang mulia untuk manusia nyaris tidak disinggung. Kata-kata
dalam Mazmur 8, ―apakah manusia…?‖ dalam tulisan-tulisan dan lagulagu diperlakukan seolah-olah menyampaikan pertanyaan retoris yang
mengharapkan jawaban negatif, ―Ia bukan apa-apa‖. Jelas, tak seorang
pun mau repot-repot melihat seluruh ayatnya: ―apakah manusia,
sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga
Engkau mengindahkannya?‖ (Mzm 8:5; 144:3) Jauh dari pertanyaan
retoris, sebenarnya ayat itu merupakan ungkapan rasa heran, pujian, dan
syukur, yang digerakkan oleh keprihatinan dan kepedulian Allah kepada
manusia!
Ayub, bahkan dalam rasa ketidakpuasannya pun mengakui hal ini:
―Apakah gerangan manusia, sehingga dia Kauanggap agung, dan
Kauperhatikan, dan Kaudatangi setiap pagi, dan Kauuji setiap saat?‖
(Ayb 7:17,18) Allah telah menjatuhkan pilihan-Nya kepada manusia! Ia
mencurahkan begitu banyak perhatian dan kepedulian kepadanya!
160
The Only True God
Pertanyaan Ayub ―Apakah gerangan manusia?‖ tidak menyodorkan
jawaban seperti ―bukan apa-apa‖, atau ―hanya seorang berdosa yang
rusak‖, melainkan ―seorang yang berharga bagi Allah‖, ―seorang yang
kepadanya Allah telah menjatuhkan pilihan-Nya‖.
Alkitab tentu saja tidak melabur dosa-dosa manusia, tetapi Alkitab
tidak pernah mengemukakan bahwa umat manusia telah rusak dan tidak
bernilai oleh sebab dosa. Keberhargaan manusia bagi Allah, malah
sebagai orang berdosa sekalipun, harus selalu diingat sekalipun
keseriusan dosanya tidak diabaikan; ini adalah sudut pandang
Alkitabiah. Anak yang hilang itu masih tetap anak, setidaknya dalam
pengertian sebagai Adam (yang secara harfiah berarti manusia) (Luk
3:38), sekalipun masih belum dalam pengertian seorang anak Allah di
dalam Kristus.
Tanpa diragukan, dosa telah menurunkan umat manusia kepada
kemiskinan rohaniah, dan lebih buruk lagi, kepada konsekuensikonsekuensi mengerikan dari perbudakan di bawah kuasa dosa dan
maut. Namun, bukti bahwa Allah sama sekali tidak pernah meninggalkan
rencana kekal yang telah ditentukan-Nya dari semula untuk manusia
dinyatakan dengan jelas oleh rencana penebusan manusia yang telah
ditetapkan-Nya ―sebelum fondasi dunia‖ melalui ―manusia Kristus
Yesus‖.
Namun, pandangan rendah akan manusia yang begitu tersebar luas
di dalam jemaat Kristen membuat orang-orang Kristen enggan berbicara
tentang Kristus sebagai manusia, kecuali sebagai konsesi bahwa hanya
jika Kristus itu manusia ia tidak bisa menjadi juruselamat manusia. Ia
dilukiskan sebagai seorang yang merendahkan dirinya dengan murah
hati sampai pada kedudukan yang rendah ini sebagai manusia demi
keselamatan kita, walaupun dalam kenyataannya ia adalah Allah, bukan
manusia, sebab dalam jati-dirinya ia adalah ―Allah-Anak‖. Ini adalah
jenis pemikiran yang menguasai pikiran orang Kristen dan, sayangnya,
tidak lagi berhubungan dengan antropologi Alkitabiah serta rencanarencana kekal yang mulia dari Allah untuk manusia yang diwahyukan di
dalamnya.
Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman
161
Pandangan luhur akan manusia dalam Kitab Suci
R
encana-rencana dan tujuan-tujuan mulia Allah untuk manusia
diwahyukan dengan terang dalam Kitab Suci, tidak
disembunyikan, sehingga tidak ada alasan untuk tidak
melihatnya. Kita sudah mencatat kenyataan bahwa dalam Kejadian 2:7,
Yahweh menghembuskan nafas ke dalam hidung manusia sehingga ia
menjadi makhluk hidup. Apakah yang dilimpahkan Allah kepada
manusia dengan menghembuskan nafas ke dalam hidungnya? Udara
atau oksigen? Tentu saja bukan! Banyak makhluk ciptaan lain yang Ia
bentuk juga menghirup udara dan oksigen, tetapi Ia tidak
menghembuskan nafas-Nya ke dalam mereka. Yang dihembuskan ke
dalam manusia adalah nafas-Nya, atau roh-Nya sendiri. Baik dalam
bahasa Ibrani maupun Yunani, ―nafas‖ dan ―roh‖ adalah kata yang sama,
yaitu, kata Ibrani ruach dan kata Yunani pneuma dapat diterjemahkan
sebagai ―nafas‖ atau ―roh‖. Pada saat seseorang mati, ―roh(nya) kembali
kepada Allah yang mengaruniakannya‖ (Pkh 12:7).
Justru karena manusia memiliki roh yang diberikan kepadanya oleh
Allah, maka dalam arti ini, ia adalah makhluk ilahi. Mungkin saja Yesus
pun tengah menarik perhatian kita kepada fakta tersebut dalam Yohanes
10:34-36. Nas ini adalah kutipan dari Kitab Mazmur: ―Aku sendiri telah
berfirman: ‗Kamu adalah allah, dan anak-anak Yang Mahatinggi kamu
sekalian. Namun seperti manusia kamu akan mati dan seperti salah
seorang pembesar kamu akan tewas‘‖ (Mzm 82:6,7). Di luar
kemungkinan rujukan kepada orang-orang yang berkuasa dan
berwenang yang disebut ―para allah‖, mungkinkah Yesus bermaksud
lebih dalam lagi dengan menunjukkan bahwa manusia itu ilahi dalam
arti ia telah menerima rohnya dari Allah? Jika demikian, betapa terlebih
lagi Yesus itu ilahi sebagai orang yang didiami Allah dalam kepenuhanNya sebagai Logos (firman) yang berinkarnasi? Sebenarnya, kita tidak
dapat mengucapkan sepatah kata pun tanpa nafas atau roh.
Sedemikianlah dekatnya hubungan antara nafas atau roh itu dengan kata
(yaitu firman).
Jika Mazmur 8:6 dapat berbicara tentang manusia bahkan dalam
keadaannya sekarang ini sebagai telah dimahkotai ―dengan kemuliaan
dan hormat‖, maka akan terlebih besar lagi hormat dan kemuliaannya
tatkala Yahweh telah menyelesaikan penebusan-Nya atas manusia! Dan
kemuliaan serta hormat manusia itu persisnya mencakup apa? ―Engkau
membuat dia berkuasa atas buatan tangan-Mu; segala-galanya telah
162
The Only True God
Kauletakkan di bawah kakinya‖ (ay.6). Dan sejauh apa persisnya
jangkauan kekuasaan yang telah diberikan Allah kepada manusia dengan
menaruh ―segala-segalanya…di bawah kakinya‖? Jawaban yang
mengejutkan adalah bahwa ―segala-segalanya‖ itu mencakup segala
sesuatu secara mutlak kecuali Allah saja!
―Sebab segala sesuatu telah ditaklukkan-Nya di bawah kaki-Nya.
Tetapi kalau dikatakan, bahwa ‗segala sesuatu telah ditaklukkan‘,
maka teranglah, bahwa Ia sendiri yang telah menaklukkan segala
sesuatu di bawah kaki Kristus itu tidak termasuk di dalamnya‖
(1Kor 15:27).
Ini berarti bahwa tujuan Allah di dalam Kristus adalah untuk
menjadikan manusia wakil penguasa-Nya atas seluruh penciptaan,
penguasa kedua setelah Allah di seluruh alam semesta ini! Semuanya ini
akan dilaksanakan oleh Allah melalui Kristus—sebagai manusia, sebab
kata-kata dalam Mazmur 8 menyangkut manusia dan tujuan luhur
Yahweh baginya.
Hal ini diilustrasikan dengan baik dalam kisah Yusuf yang terkenal
itu, di mana ia diangkat menjadi penguasa atas segala-galanya di Mesir
oleh Firaun—segala-galanya, kecuali Firaun sendiri (Kej 45:26), sehingga
dirinya menjadi orang kedua setelah Firaun di seluruh negeri itu.
Demikianlah rencana mulia yang telah ditentukan Allah untuk manusia
di dalam Kristus. Peninggian Kristus dalam Filipi 2:9-11 dapat
diilustrasikan dengan peninggian Yusuf sebagai penguasa Mesir seperti
berikut, ―Sesudah itu Firaun menanggalkan cincin meterainya dari
jarinya dan mengenakannya pada jari Yusuf; dipakaikannyalah kepada
Yusuf pakaian dari pada kain halus dan digantungkannya kalung emas
pada lehernya‖ (Kej 41:42). Perlakuan itu bukan sekadar tata upacara,
karena dengan ini Firaun menganugerahkan otoritasnya serta
kemuliaannya sendiri kepada Yusuf, yang paling khususnya adalah
dengan memberikan kepada Yusuf cincin meterainya yang memuat
stempel pribadi Firaun, yang digunakan untuk menyegel surat-surat
perintah resmi dari raja. Itu berarti bahwa Firaun telah mempercayakan
seluruh otoritas pribadinya kepada Yusuf, dengan demikian
memberdayakan dia untuk bertindak atas nama Firaun. Dengan cara
yang sama, dalam Filipi 2:9-11, Yahweh menganugerahkan kemuliaan
dan otoritas ilahi-Nya Sendiri kepada Yesus. Sama seperti cincin meterai
yang memuat nama Firaun (nama di atas segala nama di Mesir),
Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman
163
demikian pula, Yahweh menganugerahkan nama di atas segala nama
kepada Yesus, dan dengan demikian sepenuhnya memberdayakan Yesus
untuk bertindak atas nama-Nya.
Namun demikian, kenyataan bahwa dari semua ciptaan, manusia
Kristus Yesus itu (dan kita di dalam Kristus) akan menjadi penguasa
kedua setelah Allah Yahweh sepertinya masih belum cukup untuk para
Trinitarian. Berangkat dari semangat yang menyesatkan untuk
―sungguh-sungguh giat untuk Allah, tetapi tanpa pengertian yang benar‖
(Rm 10:2; yang juga pernah saya lakukan) mereka bersikeras bahwa
Kristus harus mutlak setara dengan Allah dalam segala-galanya—sesuatu
yang ditolak oleh Kristus sendiri (Flp 2:6). Untuk alasan tertentu yang
aneh (mungkin juga sesat?) mereka tidak mau menerima kalau Yahweh
sajalah yang ―semua di dalam semua‖ (1Kor 15:28), sekalipun hal ini
ditegaskan oleh sang Anak sendiri dengan ketaklukkannya kepada Allah,
yang telah menaklukkan segala sesuatu di bawahnya (ay.28). Baik
adanya untuk kita berhati-hati kalau-kalau kita membiarkan semangat
kita yang menyesatkan membawa kita kepada penghukuman.
Nilai manusia dalam Cerita Kitab Kejadian
Cerita dalam Kitab Kejadian memberikan penandasan tersendiri yang
kuat akan nilai manusia bagi Allah. Melihat kisah penciptaan dengan
seksama, tepat sekali untuk kita mengatakan bahwa sebuah label bisa
dipasangkan kepada manusia dengan tulisan, ―Buatan tangan Allah‖. Ini
dikarenakan secara jasmaniah manusia dilukiskan telah ―dibentuk‖ satu
per satu oleh Allah secara personal (tidak melalui tangan ketiga); dan
secara rohaniah, manusia adalah ―hembusan nafas Allah‖: ―TUHAN
(Yahweh) Allah… menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya‖
(Kej 2:7). Apakah terlalu sulit untuk melihat di sini sebuah gambaran
yang sedikit banyak mirip dengan ―resusitasi mulut ke mulut‖? Atau,
apakah itu yang memang dimaksud oleh deskripsi yang gamblang ini?
Apapun keadaannya, manusia diciptakan sebagai gambaran atau citra
Allah yang personal (Kej 1:26,27), yang dirancang agar kemuliaan-Nya
dikenal oleh seluruh ciptaan.
Dasar apa yang digunakan untuk berbicara tentang Adam sebagai
―buatan tangan‖-nya Allah? Dasar yang digunakan adalah kata
―membentuk‖ dalam Kejadian 2:7, ―TUHAN (Yahweh) Allah membentuk
manusia itu dari debu tanah‖. Kata tersebut digunakan untuk
164
The Only True God
menggambarkan seorang tukang periuk, yang dengan tangannya,
membentuk bejana dari tanah liat di atas jentera pembuat periuk.
Dalam Kejadian 2:19 disebutkan bahwa Allah juga membentuk
makhluk-makhluk ciptaan lain, tetapi bukan untuk menjunjung
gambaran atau citra-Nya, sebagaimana halnya manusia. Juga, tidak
disebutkan tentang Allah yang menghembuskan nafas ke dalam mereka
seperti yang Ia lakukan kepada Adam. Ini tampaknya menunjukkan
bahwa Yahweh bisa menghidupkan Adam tanpa harus menghembuskan
nafas ke dalam lubang hidungnya, tetapi Ia khusus memilih untuk
berbuat demikian demi alasan-alasan ilahi-Nya sendiri .
Si perempuan pun secara khusus adalah ―buatan tangan‖ Allah
sebagaimana dinyatakan dalam Kejadian 2:21,22: ―Dan dari rusuk yang
diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang
perempuan‖. Oleh karena Hawa dibuat dari rusuk dan daging Adam yang
hidup, Yahweh tidak perlu menghembuskan nafas ke dalam hidungnya
secara terpisah, seperti yang Ia lakukan dengan debu tak bernyawa dari
mana Adam terbentuk. Dan, sama seperti Adam, ia pun seorang
penjunjung citra Allah (Kej 1:27).
A
Citra Allah
yat-ayat yang berbicara tentang Yesus sebagai ―gambaran Allah‖
seringkali dikutip seolah-olah ayat-ayat itu membuktikan
ketuhanannya. Namun, manusia demikian juga disebut
―gambaran Allah‖, tetapi tak seorang Trinitarian pun akan mengutipnya
sebagai bukti ketuhanan manusia. Lagipula, berbicara soal gambaran
atau citra yang dipuja atau disembah menimbulkan pertanyaan berikut:
Apakah arti pemberhalaan? Bukankah artinya penyembahan kepada
citra? Jika Yesus adalah citra Allah, sebagaimana dinyatakan berulangkali dalam PB, bukankah penyembahan kepadanya berarti
pemberhalaan? Jika diperdebatkan bahwa dalam halnya dengan Yesus
itu tidak apa-apa karena ia adalah Allah, maka yang terjadi adalah Yesus
sebagai Allah tengah disembah sebagai gambaran Allah. Dapatkah Allah
disamakan dengan citra-Nya sendiri?
Kalau tidak, apakah tengah dikemukakan bahwa pribadi ke-2 dari
Trinitas ini adalah citra dari pribadi pertama, yaitu, Anak adalah
gambaran dari Bapa? Namun, dalam Kitab Suci, gambaran, menurut
definisinya, adalah suatu turunan atau citra dari yang aslinya, misalnya
Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman
165
foto atau patung; dan jika Anak adalah turunan dari Bapa sehingga
menjadi gambaran-Nya, maka jelas ia lebih rendah tingkatannya
ketimbang Bapa. Lantas, atas dasar apa para Trinitarian menolak
subordinasi sang Anak? Begitu pula, sepatah kata diturunkan dari
pembicaranya, jadi, bagaimana mungkin Firman (yang secara harfiah
berarti kata) Allah bisa setara dengan Allah Sendiri?
Penting untuk diperhatikan bahwa tulisan-tulisan Yohanei, yang
menjadi sumber favorit teks-teks bukti trinitaris, menutup surat
pertamanya dengan sebuah peringatan tentang penyembahan berhala
dalam ayat penutupnya: ―Anak-anakku, waspadalah terhadap segala
berhala‖ (1Yoh 5:21). Dengan sukacita dan rasa syukur kita harus
menghormati dan mencintai, memuji dan memuja Tu[h]an kita Yesus
Kristus, tetapi ada garis pembatas yang bila kita lampaui akan
menjatuhkan kita ke dalam dosa pemberhalaan yang menjijikkan.
Kita telah melampaui garis pembatas itu tatkala kita mewartakan
Kristus sebagai Allah, setara dalam setiap aspek dengan sang Bapa, dan
yang harus disembah seyogyanya Allah. Dalam Kitab Wahyu, kitab yang
memuat tentang Allah yang disembah sebagai Wujud yang tertinggi,
Allah (Yahweh) secara mutlak menjadi Pusat dan satu-satunya Sasaran
penyembahan, sedangkan Yesus diberi pemujaan dan pujian di beberapa
tempat, dan selalu sebagai ―Anak Domba‖.
D
Yesus sebagai Citra Allah
alam Kejadian 1:26,27; 9:6, kita melihat bahwa manusia
diciptakan dalam ―gambar‖ Allah. Gambar atau citra adalah
gambaran, rupa, atau perwakilan dari seseorang atau sesuatu.
Dalam Kejadian 5:3 dikatakan bahwa Set ada dalam ―rupa‖ dan ―gambar‖
ayahnya, Adam, yaitu, ia mempunyai kemiripan secara jasmaniah, dan
barangkali juga dalam karakternya, dengan sang ayah. Bukankah ini
berarti bahwa sudah sepantasnya Set bisa berkata, ―Barangsiapa telah
melihat aku, ia telah melihat bapaku‖? Ini mengingatkan kita kepada
ucapan Yesus dalam Yohanes 14:9, ―Siapa saja yang telah melihat Aku, ia
telah melihat Bapa.‖ Yesus jelas tengah berbicara tentang dirinya sebagai
citra Allah. Ini bukan klaim bahwa ia adalah Allah, melainkan
sebaliknya, klaim bahwa ia adalah manusia sejati itu, ―Adam yang akhir‖
(1Kor 15:45), dia yang betul-betul mewakili umat manusia sebagaimana
166
The Only True God
manusia sesungguhnya dimaksudkan oleh Allah, yakni, sebagai
gambaran atau citra yang melaluinya Allah mewahyukan Dirinya.
Kedua kata ini, ―rupa‖ dan ―gambar‖, diterapkan kepada manusia
dalam Kejadian 1:26; dan seperti yang telah kita lihat, keduanya bisa
merujuk kepada kemiripan antara anak dengan ayahnya, sebagaimana
halnya Set. Bukankah ini menerangkan mengapa Adam, karena ia
diciptakan dalam gambaran Allah, disebut ―anak Allah‖ (Luk 3:38)?
Manusia sekurang-kurangnya adalah perwakilan Allah akan Dirinya
untuk dilihat oleh seluruh penciptaan, di surga dan di bumi. Betapa
luhurnya tujuan Allah bagi manusia!
Dalam Bilangan 33:52 kata Ibrani yang sama untuk ―gambar‖
(seperti dalam Kej 1:26,27) dipakai untuk berhala-berhala yang terbuat
dari logam yang mewakili ilah yang disembah oleh penduduk setempat.
Kata tersebut kerap dipakai untuk ―gambaran-gambaran‖ berupa
patung-patung ilah (2Raj 11:18; 2Taw 23:17; Yeh 7:20; Am 5:26), dan
untuk ―gambaran-gambaran manusia‖ atau ―berhala-berhala laki-laki‖
(Yeh 16:17; 23:14). Dari sini kentara bahwa ―gambaran-gambaran‖ itu
sering berada dalam bentuk manusiawi. Yesaya 44:13 melukiskan
seorang pengrajin yang sedang membuat berhala semacam itu, ―Tukang
kayu merentangkan tali pengukur dan membuat bagan sebuah patung
dengan kapur merah; ia mengerjakannya dengan pahat dan
menggarisinya dengan jangka, lalu ia memberi bentuk seorang laki-laki
kepadanya, seperti seorang manusia yang tampan, dan selanjutnya
ditempatkan dalam kuil‖. Kata-kata ―bentuk seorang laki-laki‖ dalam
bahasa Yunani adalah morphē dan anēr, yang berarti ―rupa seorang lakilaki‖ sama seperti dalam Yehezkiel 16:17.
Semua ini memperlihatkan bahwa ―gambar‖ dan ―rupa‖ pada
dasarnya bermakna sama. Namun, apa yang signifikan untuk
penyelidikan kita di sini adalah bahwa kata morphē (―rupa/bentuk‖)
adalah kata yang dipakai dalam Filipi 2:6, ―rupa Allah‖, yang
menunjukkan bahwa ―gambaran Allah‖ dan ―rupa Allah‖ jelas-jelas
bersinonim. Ini berarti bahwa frase ―rupa Allah‖ harus dipahami sesuai
dengan gagasan gambar Allah seperti dalam Kejadian 1:26,27; 9:6.
Manusia sebagaimana diciptakan dalam gambaran dan rupa Allah dapat
dengan pantas digambarkan berada dalam ―rupa Allah‖. Namun, sebagai
orang-orang Trinitarian kita tidak ragu memasukkan penafsiran kita
sendiri ke dalam frase ini, padahal kenyataannya kita tidak mampu
Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman
167
menyodorkan sepotong bukti Alkitabiah apa pun yang mendukung
penafsiran kita atas frase tersebut yang mengartikan Yesus sebagai Allah.
Sekarang kita harus mengajukan pertanyaannya: apakah kita
sebenarnya melihat citra dan kemuliaan Allah dalam manusia
sebagaimana manusia itu saat ini? Barangkali hampir semua orang akan
menjawab tidak. Mengapa? Bukankah ini jelas-jelas karena
ketidaksempurnaan manusia saat ini? Hanya manusia sempurnalah
yang dapat benar-benar mencerminkan kemuliaan Allah. Sekarang kita
mulai memahami signifikansi Yesus sebagai satu-satunya manusia yang
sempurna.
Bahwa Yesus adalah citra Allah yang sejati ditandaskan tanpa
ambiguitas dalam PB:
2 Korintus 4:4, ―yaitu orang-orang yang tidak percaya, yang
pikirannya telah dibutakan oleh ilah zaman ini, sehingga mereka
tidak melihat cahaya Injil tentang kemuliaan Kristus yang
adalah gambaran Allah.‖
Kolose 1:15, ―Dialah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang
sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan.‖
Sebuah gambaran atau citra merupakan representasi dari yang aslinya.
Gambaran tersebut harus menjunjung rupa atau bentuknya. Dengan
demikian, kecuali jika Kristus ada dalam ―rupa 13 ‖ Allah (Flp 2:6,), ia
tidak bisa menjadi citra Allah.
Akan tetapi, Paulus pun melihat manusia pada umumnya sebagai
citra Allah. Berlawanan dengan ajaran Kristiani, Alkitab tidak
menganggap manusia telah kehilangan citra Allah oleh karena dosa
Adam, ataupun mengemukakan bahwa citra tersebut telah dihancurkan
atau dirusak oleh dosa Adam. Ini bukan murni masalah doktrin,
melainkan sesuatu yang secara serius berkonsekuensi praktis terhadap
manusia. Sebab, jika manusia dalam arti apa pun tidak lagi berada dalam
citra Allah, maka prinsip yang diucapkan dalam Kejadian 9:6 tidak lagi
akan sah, ―Siapa yang menumpahkan darah manusia, darahnya akan
tertumpah oleh manusia, sebab Allah membuat manusia itu menurut
gambar-Nya sendiri.‖ Kesakralan hidup manusia berakar dalam
keberadaannya dalam citra Allah. Karena itu, membunuh seseorang
13
morfh,, morphē,
―rupa, penampilan luar, bentuk‖, BDAG
168
The Only True God
membawa konsekuensi serius. Namun, jika manusia tidak lagi berada
dalam citra Allah, maka membunuh manusia tidak akan jauh berbeda
dengan membunuh binatang. Pengesahan Yesus atas Kejadian 9:6
tercermin dalam perkataannya kepada Petrus, ―Masukkan pedang itu
kembali ke dalam sarungnya, sebab semua orang menggunakan
pedang, akan binasa oleh pedang.‖ (Mat 26:52). Hal ini menunjukkan
bahwa Yesus tidak sependapat dengan doktrin Kristen saat ini yang
disetujui secara umum. Ini juga menunjukkan bahwa ketika Paulus
berbicara mengenai manusia sebagai ―gambaran dan kemuliaan Allah‖
(1Kor 11:7), perkataannya itu sesuai sepenuhnya dengan PL dan dengan
ajaran tuannya.
Namun begitu, citra Allah dalam manusia tetap harus
disempurnakan tatkala Kristus tampil, sebab hanya ketika itulah kita
akan menjadi serupa dengan dia yang adalah citra Allah yang sempurna,
sebagaimana dinyatakan dalam ayat berikut ini:
1 Yohanes 3:2, ―Saudara-saudaraku yang terkasih, sekarang
kita adalah anak-anak Allah, tetapi belum nyata apa keadaan kita
kelak; akan tetapi, kita tahu bahwa apabila Kristus dinyatakan,
kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia
dalam keadaan-Nya yang sebenarnya.
Citra Allah di dalam Kristus itu jelas jauh lebih unggul ketimbang citra
Allah dalam manusia pada umumnya; tetapi, oleh karena Kristus dan
manusia keduanya adalah penjunjung citra Allah, dan karena itu,
memiliki ―rupa‖-Nya (sekalipun dalam derajat keunggulan yang
berbeda), Filipi 2:6 tidak bisa dipergunakan untuk mendukung
ketuhanan Kristus dalam arti trinitaris menjadi setara dengan Allah
secara mendasar atau hakiki.
“Baiklah Kita menjadikan manusia”
Beberapa dari kaum Trinitarian yang lebih terpelajar menyadari bahwa
kurangnya bukti PL untuk doktrin ini menimbulkan masalah serius atas
keabsahannya; mereka menyadari fakta bahwa nyaris tidak ditemukan
sepotong bukti pun di situ. Jadi, sebagian orang Trinitarian
mencengkram apa saja yang dirasa mampu memberi sedikit dukungan.
Yang menyedihkannya, mereka bahkan menunjuk pada tiga kali kata
Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman
169
kudus dalam Yesaya 6:3, seolah-olah mereka tidak tahu bila pemberitaan
kata ―Kudus‖ rangkap-tiga itu dimaksudkan untuk mengungkapkan
kekudusan pada tingkatan tertinggi, sebagaimana kita berbicara tentang
tiga tingkatan dari agung, lebih agung, paling agung; atau tinggi, lebih
tinggi, paling tinggi; begitu juga dengan kudus, lebih kudus, paling
kudus. Ini kurang lebih mirip dengan cara Yesus memakai frase
―Sesungguhnya, sesungguhnya‖ (―Truly, truly‖) guna penekanan lebih
besar.
Bahwa Kitab Kejadian memakai bentuk persona pertama jamak
dalam Kejadian 1:26 (―Baiklah Kita menjadikan manusia menurut
gambar dan rupa Kita‖), terus-menerus digunakan untuk mengusulkan
Trinitas. Masalah dengan argumen itu adalah, pertama, kata ―Kita‖ tidak
menyatakan apa-apa tentang jumlah dari pribadi-pribadi yang
dimaksud, karena jumlahnya bisa berapa saja. Kedua, kata itu tidak
membuktikan apa pun tentang kesetaraan dari pribadi-pribadi yang
dipahami dalam bentuk persona pertama pluralis. Misalnya, seorang
panglima angkatan bersenjata sebuah negara bisa berkata, ―Bersamasama kita akan memenangkan peperangan ini‖; kata persona pertama
jamak ―kita‖ dalam pernyataan di atas tidak memberikan petunjuk apa
pun mengenai jumlah prajurit yang akan bertempur di bawah
perintahnya, apalagi mengemukakan bila setiap orang di antara mereka
itu setara dengannya.
Jadi, apa lagi yang dapat dicapai dengan memakai ―Kita‖ dalam
Kejadian 1:26 selain berusaha membangun sebuah perkara untuk
politeisme, di mana jumlah maupun kedudukan para allah itu tidak
penting? Namun, dalam konteks monoteisme Alkitab, perkara seperti itu
tidak dapat dibangun karena Alkitab hanya mengakui ―satu-satunya
Allah‖ (Yoh 5:44). Lagipula, di dalam konteks PL, dari Amsal 8:20 kita
melihat bahwa Hikmat digambarkan secara metaforis sebagai satu
pribadi, yang bekerja-sama dengan Allah dalam penciptaan. Jadi, cara
paling gamblang untuk memahami Kejadian 1:26 adalah bahwa ―Kita‖
merujuk kepada Allah dan Hikmat-Nya. Kata ini pun bisa merujuk
kepada Firman-Nya jika ―firman TUHAN (Yahweh)‖ dalam Mazmur 33:6
ini dipersonifikasikan.
Mengenai bentuk jamak dalam ―baiklah Kita menjadikan manusia
menurut gambar dan rupa Kita‖ (Kej 1:26), hal yang tidak diketahui oleh
kebanyakan orang Kristen adalah bahwa, ketika sampai pada penciptaan
manusia dalam ayat berikutnya, kata kerja untuk ―cipta‖ semuanya
170
The Only True God
berbentuk tunggal dalam bahasa Ibrani, yang berarti hanya Allah
Sendirilah yang terlibat dalam penciptaan manusia ini. Demikian bunyi
ay.27: ―Maka Allah menciptakan [bentuk tunggal t.] manusia itu menurut
gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan[t.]-Nya dia; laki-laki dan
perempuan diciptakan[t.]-Nya mereka‖. Kata kerja ―cipta‖ muncul 3 kali
dalam bentuk tunggal—seolah-olah untuk menekankan! Hal yang sama
juga benar dalam teks Yunaninya. Namun, dari berbagai terjemahan
Inggris dan terjemahan Indonesia orang tidak akan tahu karena ―mereka
menciptakan‖ atau ―ia menciptakan‖ tidak ada bedanya dalam kedua
bahasa itu untuk bentuk kata kerja ―cipta‖. Dalam Kejadian 9:6, ―Allah
membuat [t.] manusia itu menurut gambar-Nya sendiri‖, ―membuat‖ di
sini sama dengan kata kerja yang ada dalam Kejadian 1:26 dan berbentuk
tunggal. Juga, dalam seluruh referensi berikutnya tentang tindakan
Allah yang menciptakan manusia, Kitab-kitab Suci selalu menyatakannya
dalam bentuk tunggal baik dalam Kitab Kejadian (5:1; 9:6) maupun
dalam bagian Kitab Suci selebihnya (Ayb 35:10; Mzm 100:3; 149:2; Yes
64:8; Kis 17:24; dst.).
Menariknya, kata kerja yang sama ―menjadikan‖ yang dipakai
dalam Kejadian 1:26 dalam bentuk jamak ini dipakai dalam Kejadian 9:6
dalam bentuk tunggal. Jadi, barangkali kata ―Kita‖ dalam Kejadian 1:26
itu yang memungkinkan Amsal 8:30 berbicara tentang Hikmat yang
terlibat dalam pembuatan serta pembentukan segala sesuatu yang
diciptakan.
Yesaya 9:5
―Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah
diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas
bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah
yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai.‖
B
egitu sedikit teks dalam PL yang berguna bagi trinitarianisme
sehingga kita terpaksa membuat loncatan besar dari Kitab
Kejadian ke Kitab Yesaya! Yesaya 9:5 adalah salah satu dari
begitu sedikit teks-teks PL yang dapat ditemukan oleh para Trinitarian
untuk dipergunakan sebagai ―bukti‖ atas ketuhanan Kristus, tetapi
seperti biasanya, dengan tidak mempedulikan konteksnya. Sekilas
Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman
171
pandang kepada ayat berikutnya serta-merta menunjukkan bahwa katakata itu menyatakan raja Davidik yang dijanjikan, sang Mesias:
―Besar kekuasaannya, dan damai sejahtera tidak akan
berkesudahan di atas takhta Daud dan di dalam kerajaannya,
karena ia mendasarkan dan mengokohkannya dengan keadilan
dan kebenaran dari sekarang sampai selama-lamanya.
Kecemburuan TUHAN semesta alam akan melakukan hal ini.‖
(Yes 9:6)
Jadi, ―anak‖ atau ―putera‖ dalam 9:5 ini adalah pewaris takhta Daud
sebagaimana dijelaskan oleh ay.6. Kepada pewaris yang dijanjikan inilah
kata-kata dalam Mazmur 2:7 ditujukan, ―Anak-Ku engkau! Engkau telah
Kuperanakkan pada hari ini.‖
―Allah yang Perkasa‖: Bahwa sang raja bisa disapa dengan ―Allah
(elohim)‖ terlihat dalam Mazmur 45:7 (ILT). Dalam ayat yang tepat
selanjutnya, Mazmur 45:8, Yahweh dinyatakan sebagai ―Allahmu‖:
―Engkau mencintai keadilan dan membenci kefasikan; sebab itu Allah,
Allahmu, telah mengurapi engkau dengan minyak sebagai tanda
kesukaan, melebihi teman-teman sekutumu‖. Pembukaan dari Mazmur
ini pun dengan gamblang menyatakan, ―aku hendak menyampaikan
sajakku kepada raja‖ (Mzm 45:2). Lihat pula dalam Mazmur 82:6,7, ―Aku
sendiri telah berfirman: ‗Kamu adalah allah, dan anak-anak Yang
Mahatinggi kamu sekalian. Namun seperti manusia kamu akan mati dan
seperti salah seorang pembesar kamu akan tewas.‘‖ Yesus mengutip ayat
ini dalam Yohanes 10:34. Intinya adalah bahwa kata ―allah‖ kadang
dipakai dalam PL dengan rujukan kepada seseorang yang memiliki
kekuasaan, seperti seorang pembesar atau raja, tetapi tidak menyiratkan
kalau orang tersebut ilahi. Namun, ―Allah yang Perkasa‖ juga dapat
dimengerti dalam gambaran peninggian yang dianugerahkan kepada
Yesus sebagaimana dilukiskan dalam Filipi 2:9.
―Bapa yang Kekal‖: Seorang raja yang baik dianggap sebagai bapa
oleh rakyatnya; dan oleh karena kerajaannya tidak akan pernah berakhir
(―dari sekarang sampai selama-lamanya‖, 9:6), ia bisa sepantasnya
disebut ―bapa yang kekal‖. Dalam Daniel 7 Allah memberikan kerajaan
yang kekal kepada ―anak manusia‖: ―Lalu diberikan kepadanya (―anak
manusia‖, ay.13) kekuasaan dan kemuliaan dan kekuasaan sebagai raja,
maka orang-orang dari segala bangsa, suku bangsa dan bahasa mengabdi
kepadanya. Kekuasaannya ialah kekuasaan yang kekal, yang tidak akan
172
The Only True God
lenyap, dan kerajaannya ialah kerajaan yang tidak akan musnah.‖ (Dan
7:14)
―Penasihat Ajaib‖ dan ―Allah yang Perkasa‖ menerangkan alasan
atas ―besar kekuasaannya‖. Besar kekuasaannya dan damai sejahtera,
sebagai ―yang kekal‖ dan ―yang tidak akan lenyap‖, pada gilirannya
menerangkan mengapa ia akan disebut ―bapa yang kekal‖ dan juga
―Raja Damai‖.
Pemberian huruf kapital pada keempat julukan itu dalam
terjemahan Inggris berdampak pada pengangkatan mereka ke status
ilahi; demikianlah dampaknya pada pembaca atas pemberian huruf
kapital pada kata-kata tersebut! Tentu saja, huruf kapital tersebut ada
dalam teks Inggris, bukan dalam teks Ibrani.
Mengingat PB, tak diragukan sama sekali bila nubuatan-nubuatan
ini mencapai penggenapannya di dalam Kristus. Nubuatan-nubuatan itu
juga tergenapi dalam fakta bahwa pencapaiannya dilaksanakan oleh
Allah Sendiri, yang ada di dalam Kristus melaksanakan semuanya. Hal
ini diungkapkan dalam bagian terakhir dari nubuatan tersebut,
―Kecemburuan TUHAN semesta alam akan melakukan hal ini.‖ Yahweh
Sendirilah yang akan memastikan kesuksesannya.
Namun, masih ada kemungkinan lain yang tidak ditiadakan oleh
uraian yang mendahuluinya: Yesaya 9:5 bisa jadi merupakan sebuah
nubuatan mengenai Yahweh Sendiri yang datang di dalam pribadi
Mesias Yesus dalam arti yang dinyatakan dalam Kolose 2:9. Barangkali
ini adalah cara paling sederhana dan gamblang dalam memahami
nubuatan tersebut, sekalipun tanpa mengesampingkan uraian
sebelumnya sebagaimana berlaku pada sang Mesias, anak Daud, sebagai
manusia.
Penerapan Yesaya 9:5 kepada Yahweh bisa ditegaskan dalam gelar
―Ajaib‖ atau ―Penasihat Ajaib‖, sebab dalam Yesaya 28:29 Yahweh
dilukiskan sebagai ―ajaib dalam keputusan‖. Dalam Hakim-Hakim 13:18
―malaikat TUHAN‖ memberitahu Manoah dan isterinya (orang-tua
Samson) bahwa namanya adalah ―Ajaib‖, dan kemudian pasangan
tersebut menyadari bahwa mereka telah ―melihat Allah‖ (Hak 13:22).
Gelar ―Allah yang Perkasa‖ mempunyai kesejajaran dengan Mazmur
50:1, dan ―Raja Damai‖ diilustrasikan dengan lukisan indah dalam
Yesaya 11:6-9.
Kesimpulan: Sementara keempat gelar dalam Yesaya 9:5 dapat dan
memang berlaku kepada Mesias yang dijanjikan itu, adalah benar juga
Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman
173
bahwa gelar-gelar itu bahkan lebih baik diterapkan kepada Yahweh
Sendiri. Dengan mendiami Mesias selama masa pelayanannya, kualitaskualitas ilahi itu terungkapkan dalam kehidupan Mesias Yesus
sedemikian rupa sehingga kemuliaan ilahi itu diwahyukan melalui dia
sebagai ―gambar Allah yang tidak kelihatan‖ (Kol 1:15).
K
Apakah Allah berkenan jika kita
menyembah citra-Nya?
ita harus kembali kepada bahasan tentang manusia yang telah
diciptakan sebagai ―gambaran Allah‖. Kita pun telah melihat
bahwa Kristus adalah citra Allah par excellence karena hanya
dia sajalah manusia yang sempurna itu. Namun, kini kita harus
menanyakan pertanyaan yang berbobot: Apakah firman Allah
memperbolehkan penyembahan kepada ―gambaran Allah‖ atau ―citra
Allah‖? Dalam kaitannya dengan trinitarianisme, jelas bukanlah
pertanyaan yang murni akademis untuk menanyakan apakah kita boleh
menyembah citra Allah alih-alih Allah Sendiri, atau bahkan
berdampingan dengan Allah Sendiri.
Deskripsi Kristus sebagai ―gambaran Allah‖ (eivkw.n tou/ qeou/, eikōn
tou theou), ditemukan dalam 2 Korintus 4:4; Kolose 1:15; Ibrani 1:3; dan
sementara istilahnya tidak dipakai dalam Injil Yohanes, gagasannya
terungkapkan dalam banyak pernyataan penting, khususnya dalam
Yohanes 14:9, dan dalam Yohanes 1:14,18; 12:45; 14:10; 15:24. Gambar
kepala kaisar pada sekeping mata uang disebut eikōn (gambaran/citra),
yaitu rupa atau potret (Mat 22:20 dan ayat sejajar lain). Citra kaisar jelas
bukan kaisar, jadi, bukankah jelas bahwa Kristus sebagai citra Allah itu
bukan Allah? Apa susahnya memahami fakta ini? Akan tetapi, sebagai
umat Trinitarian tampaknya kita tidak mampu membedakan citra
dengan yang diwakili olehnya karena penalaran dogma trinitaris yang
telah diputarbalikkan.
Namun, pertanyaan yang ingin kita jawab adalah: Apakah Allah
berkenan bila kita menyembah citra-Nya? Jika jawabannya ―Ya‖, maka
tidak ada alasan untuk kita tidak dapat menyembah manusia, sebab ia
diciptakan dalam citra Allah. Akan tetapi, Kitab Suci bukan saja
melarang menyembah manusia, siapapun dia, tetapi juga citra manusia,
patung lelaki atau patung orang (Yeh 16:17). Oleh karena itu, Rasul
Paulus mencela orang-orang yang berpaling dari Allah dan ―berbuat
174
The Only True God
seolah-olah mereka penuh hikmat, tetapi mereka telah menjadi bodoh.
Mereka menggantikan kemuliaan Allah yang tidak fana dengan
gambaran (eikōn) yang mirip dengan manusia yang fana‖ (Rm 1:22,23).
Perhatikan bahwa kata ―gambaran‖ adalah kata yang sama dengan kata
yang dipakai oleh sang Rasul untuk Kristus dan manusia pada umumnya
sebagai citra Allah. Setiap orang itu fana, dan Kristus pun tidak
terkecuali, jika tidak maka ia tidak bisa mati untuk dosa-dosa umat
manusia. Ia telah dibangkitkan dari antara orang mati, dan demikian
juga akan terjadi dengan semua umat beriman; apakah itu berarti bahwa
orang yang sudah dibangkitkan dari kematian diizinkan untuk
disembah? Dan malahan dalam halnya dengan seorang Allah-manusia,
atau manusia ilahi, dapatkah orang menyembah dia tanpa menyembah
yang lainnya?
Larangan menyembah citra dari apa saja diabadikan dalam Ulangan
4:15-19. Kita hanya perlu melihat dua ayat pertamanya,
―Hati-hatilah sekali sebab kamu tidak melihat sesuatu rupa
pada hari TUHAN (Yahweh) berfirman kepadamu di Horeb dari
tengah-tengah api 16 supaya jangan kamu berlaku busuk dengan
membuat bagimu patung yang menyerupai berhala apapun: yang
berbentuk laki-laki atau perempuan.‖
15
Ada dua hal yang serta-merta menonjol: (1) Yahweh tidak memiliki
―rupa‖ yang dapat dilihat (2) Empat kata dipakai dalam ayat selanjutnya
untuk mencakup seluruh pilihan: ―patung‖, ―berhala‖, ―menyerupai‖, dan
―berbentuk‖. Tidak ada bentuk atau bayangan yang luput dari larangan
menciptakan sasaran penyembahan apapun selain Allah yang hidup,
Yahweh.
Yang perlu disadari adalah bahwa di sini kita sedang membahas
Perintah pertama dari Sepuluh Perintah; hal ini dijabarkan dalam
Ulangan 5:
―Akulah TUHAN (Yahweh), Allahmu, yang membawa engkau
keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan.
7 Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku.
8 Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun
yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau
yang ada di dalam air di bawah bumi.
9
Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah
kepadanya, sebab Aku, TUHAN (Yahweh) Allahmu, adalah Allah
6
Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman
175
yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anakanaknya dan kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari
orang-orang yang membenci Aku,
10 tetapi Aku menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu orang,
yaitu mereka yang mengasihi Aku dan yang berpegang pada
perintah-perintah-Ku.‖
Hendaknya diamati bahwa ―kesalahan‖ yang dibicarakan di sini (ay.9)
bukanlah dosa pada umumnya, tetapi merujuk kepada hal yang baru saja
disebut, yakni, ―sujud menyembah‖ kepada ―gambaran‖ atau ―rupa‖ apa
pun. Yahweh adalah satu-satunya sasaran penyembahan sejati karena
hanya Dialah sang Pencipta dan Penyelamat (ay.6).
Gagasan yang mengemukakan adanya ―allah‖ lain (ay.7) yang dapat
disembah alih-alih, atau berdampingan dengan Yahweh, adalah
penghinaan bagi-Nya: ―Jadi dengan siapa hendak kamu samakan Allah,
dan apa yang dapat kamu anggap serupa dengan Dia?‖ (Yes 40:18).
Kaum Trinitarian tampaknya tidak mampu menangkap sifat monoteisme
Alkitabiah, oleh karena itu timbul kesan adanya pribadi-pribadi lain
selain Yahweh sebagai sasaran penyembahan. ―Dengan siapa hendak
kamu samakan Aku, seakan-akan Aku seperti dia? firman Yang
Mahakudus‖ (Yes 40:25). Untuk pertanyaan tersebut para Trinitarian
dengan berani menjawab, ―Yesus, Allah-Anak‖. Mereka sebaiknya
mempertimbangkan Perintah Pertama dengan seksama, dan mengingat
bahwa Yesus sendiri dengan tegas mengesahkan pewartaannya dalam
Ulangan 6:4: ―Dengarlah, hai orang Israel, TUHAN (Yahweh) Allah kita,
Tuhan itu esa!‖
Larangan atas penyembahan kepada citra apa saja
akan dilawan
Tidak mengherankan bila ada satu individu yang dengan sengaja akan
melawan larangan atas penyembahan kepada citra: Antikristus.
Kata ―eikōn‖ (yang umumnya diterjemahkan menjadi ―gambar(an)‖,
misalnya Roma 1:23) dipakai 10 kali dalam Kitab Wahyu; semuanya
merujuk kepada patung binatang (Why 13:14,15 (x3); 14:9,11; 15:2; 16:2;
19:20; 20:4). ―Patung‖ atau ―gambaran/citra‖ (eikōn) adalah kata kunci
dalam Kitab Wahyu, yang jauh lebih sering muncul daripada dalam kitab
PB lain—3 kali lebih banyak daripada kitab-kitab lain dalam PB.
176
The Only True God
Dalam Wahyu 13:15 citra binatang itu diberi nafas hidup, artinya,
citra itu dibuat hidup dan tampil sebagai gambaran hidup dari binatang
itu; ini jelas suatu tiruan yang disengaja dari kenyataan bahwa manusia
(dan Kristus ―manusia terakhir‖) adalah gambaran Allah yang hidup (Kej
1:26,27; 1Kor 11:7; bdk. 2Kor 3:18 dan 1Kor 15:49). Penyembahan kepada
binatang dan/atau citranya adalah pemberhalaan yang dipaksakan
kepada umat manusia oleh si binatang sebagai suatu ekspresi
pemberontakan terbesar melawan Allah sang Pencipta dan Penebus.
Wahyu 14 ayat 9 dan 11 berbicara tentang penyembahan binatang
dan citranya. Wahyu 16:2 dan 19:20 berbicara tentang citra itu sendiri
sebagai sasaran penyembahannya; menerima tanda dari si binatang dan
menyembah citranya itu tak terpisahkan. Menolak menyembah citra
binatang itu akan diganjar dengan hukuman mati, 13:15. Wahyu 20:4
menunjukkan bahwa penyembahan kepada binatang ataupun citranya
sebenarnya adalah sama. Dari semuanya ini jelas bahwa memaksa orang
ke dalam pemberhalaan merupakan tujuan pokok pengenaan ―tanda dari
si binatang‖, dan hal itu meringkaskan tujuan kampanye anti-Allahnya si
binatang. Mereka yang belum disesatkan ke dalam pemberhalaan akan
dipaksa masuk ke dalam pemberhalaan tersebut, atau dibunuh.
Dalam Kitab Wahyu orang-orang yang menyembah binatang
ataupun citranya sama-sama layak dihukum di depan Allah, dan akan
menerima murka-Nya. Menyembah citra si binatang atau menyembah
binatang itu sendiri pada hakikatnya adalah hal yang sama. Apakah itu
juga benar dalam prinsip penyembahan kepada Allah ataupun
penyembahan kepada citra-Nya (sekalipun sasaran penyembahannya
berbeda)? Maksudnya: Apakah menyembah Allah dan menyembah citraNya itu pada hakikatnya adalah hal yang sama, setidaknya kalau citra itu
adalah Kristus dan bukan manusia lain?
Bolehkah Yesus disembah karena ia adalah citra Allah?
K
ita sudah mencatat bahwa Kristus adalah citra Allah (demikian
pula manusia pada umumnya). Apakah ini berarti bahwa
melakukan penyembahan kepada citra Allah dan juga kepada
Allah itu Sendiri secara Alkitabiah bisa diterima, karena betapa pun juga,
citra itu adalah citra Allah, bukan citra si binatang? Dan oleh karena
manusia juga adalah citra Allah, lantas apakah kita boleh menyembah
manusia sebagai citra Allah? Jika jawabannya adalah tidak, lantas
Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman
177
mengapa kita boleh menyembah ―manusia Kristus Yesus‖ (1Tim 2:5)?
Bukankah penyembahan kepada citra apa pun merupakan
pemberhalaan? Bukankah Yesus sendiri dengan tanpa kompromi
memberitakan, ―Sebab ada tertulis: ‗Engkau harus menyembah Tuhan,
Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah (atau, sendiri, monos) engkau
berbakti!‘‖; ―menyembah‖ (proskuneō) dan ―berbakti‖ (latreuō) adalah
kata sinonim (Mat 4:10; Luk 4:8). Apakah kita menyebut diri kita muridmuridnya akan tetapi tidak mengindahkan ajarannya? Jika kita telah
memutuskan bahwa kita boleh menyembah Yesus yang merupakan citra
Allah, maka bukankah ini berarti kita telah jatuh ke dalam pemberhalaan
sebelum dipaksa jatuh ke dalam bentuk pemberhalaan lain? Apakah
barangkali ada bentuk pemberhalaan lain yang lebih bisa diterima? Jika
orang-orang terpilih sudah disesatkan ke dalam satu bentuk
pemberhalaan (Mat 24:24), apakah keadaan mereka akan jauh lebih
buruk jika dipaksa masuk ke dalam bentuk pemberhalaan lain?
Bisakah Yesus menjadi berhala?
Pertanyaannya bisa diajukan dengan cara lain: Apakah mungkin
menjadikan Yesus Kristus berhala? Dan apakah hal itu suatu
pengecualian terhadap larangan penyembahan berhala? Atau apakah
menyembah Yesus itu bukan pemberhalaan? Tentu saja, kaum
Trinitarian akan bersikeras bahwa Yesus adalah Allah-Anak, tetapi
dapatkah mereka menyangkali kemanusiaannya? Jika tidak, maka
bukankah ini berarti bahwa menyembah Yesus artinya menyembah
manusia, sekalipun kita bersikeras bahwa ia adalah manusia ilahi? Jadi,
apakah menyembah manusia tertentu ini dapat diterima? Dapat diterima
di mata siapa? Di mata kaum Trinitarian atau Allah? Mengapa sulit
untuk menemukan bukti dalam PB akan adanya penyembahan kepada
Yesus (yang berbeda dari memberikan penghormatan tertinggi
kepadanya yang layak ia terima)? Doksologi-doksologi dalam PB
ditujukan kepada satu-satunya Allah, tanpa menyebut Yesus. Misalnya, 1
Timotius 1:17 ―Hormat dan kemuliaan sampai selama-lamanya bagi Raja
segala zaman, Allah yang kekal, yang tidak nampak dan yang esa!‖
Demikian pula, dalam Kitab Wahyu kata ―sembah‖ (proskuneō) tidak
pernah dipakai untuk merujuk kepada Yesus, ―sang Anak Domba‖, tetapi
hanya dan selalu kepada Allah Yahweh.
178
The Only True God
Dan jika menyembah ―manusia Kristus Yesus‖ itu diperbolehkan,
mengapa salah untuk menyembah ibunya, Maria? Kenapa tidak sekalian
saja menyembah semua santo lainnya, sebagaimana dilakukan umat
Katolik? Jika manusia adalah ―gambaran dan kemuliaan Allah‖, maka
sekali kita memperbolehkan menyembah satu manusia, lantas
berdasarkan prinsip apa kita mengecualikan manusia lain, dan siapakah
yang memutuskan prinsip pengecualian tersebut? Di manakah kita akan
menarik garis pembatas terhadap pemberhalaan tatkala pintu airnya
terbuka? Demi kesejahteraan kita yang kekal, sebaiknya kita memegang
kata-kata terakhir Surat 1 Yohanes di dalam hati dan pikiran kita, ―Anakanakku, waspadalah terhadap segala berhala‖ (5:21).
Jadi, kita perlu terus melanjutkan pertanyaan penting ini: Dalam
Kitab Suci, apakah pernah ada pembenaran untuk menyembah citra itu?
Citra Allah itu bukan Allah. Jika citra itu adalah Allah maka kita hanya
perlu menyembah citra tersebut; mengapa kita masih perlu menyembah
Allah? Citra Bapa bukanlah sang Bapa, melainkan sang Anak. Sekalipun
saya mempunyai saudara kembar yang sama persis dengan saya sehingga
orang lain yang melihat saudara kembar saya mengira bahwa dia adalah
saya, saudara kembar itu tetap bukan saya. Namun demikian, bukankah
itu yang justru dilakukan oleh trinitarianisme dengan menyembah citra
Allah selaku Allah ?
Apakah Filipi 2:10 membenarkan kita
menyembah Kristus?
Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan
mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama,
10 supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di
langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi,
11 dan segala lidah mengaku: ―Yesus Kristus adalah Tuan,‖ bagi
kemuliaan Allah, Bapa!
9
Y
esus tidak meninggikan dirinya; Allah-lah yang sangat
meninggikan dia dan mengaruniakan kepadanya nama di atas
segala nama. Para pakar tidak yakin apakah ini artinya bahwa
nama ―Yesus‖ untuk selanjutnya ditinggikan sebagai nama di atas segala
nama, seperti tampak ditunjukkan oleh ayat berikutnya; tetapi
kemungkinan yang lebih besar adalah bahwa nama atau gelar yang
diberikan kepadanya adalah ―Tuhan‖, karena segala lidah akan
Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman
179
mengakuinya sebagai Tu[h]an (ay.11). ―Tu[h]an‖ di sini bukan ―TUHAN‖
(Yahweh), melainkan yang diberitakan oleh Rasul Petrus dalam Kisah
Para Rasul 2:36, ―Jadi, seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti
bahwa Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi
Tu[h]an dan Kristus.‖ ―Allah telah membuat Yesus…menjadi Tu[h]an‖
sama persis mencerminkan apa yang dikatakan dalam Filipi 2:11.
Bagaimanapun juga, nyaris tidak mungkin kalau Yahweh akan
berbagi nama-Nya sendiri dengan Yesus, sebab jika demikian maka akan
ada dua pribadi dengan nama yang sama, yang membuat mereka praktis
tidak dapat dibedakan! Lagipula, perkataan Yahweh dalam Yesaya 48:11
membuang kemungkinan itu, ―Aku akan melakukannya oleh karena Aku,
ya oleh karena Aku sendiri, sebab masakan nama-Ku akan dinajiskan?
Aku tidak akan memberikan kemuliaan-Ku kepada yang lain.‖ Dalam
Kitab Suci, ―kemuliaan‖ dan ―nama‖ seringkali bersinonim. Yang perlu
diingat di sini adalah bahwa Allahlah yang meninggikan Yesus dan
bahwa ini dilakukan bagi kemuliaan Allah Bapa (ay.11). Maksudnya,
Allah adalah pemrakarsa (yang awal) dan sasaran (yang akhir) dari
peninggian Yesus. Kegagalan dalam memahami hal ini berakibat pada
penyalahtafsiran bagian teks ini dari himne tersebut.
Filipi 2:10-11 dikenal berasal dari Yesaya 45:23, ―dan semua orang
akan bertekuk lutut di hadapan-Ku, dan akan bersumpah setia dalam
segala bahasa.‖ Untuk memahami hal ini dengan tepat kita perlu melihat
konteksnya dalam Yesaya 45,
21 ―Bukankah
Aku, TUHAN (Yahweh)? Tidak ada yang lain, tidak
ada Allah selain dari pada-Ku! Allah yang adil dan Juruselamat,
tidak ada yang lain kecuali Aku!
22 Berpalinglah kepada-Ku dan biarkanlah dirimu diselamatkan,
hai ujung-ujung bumi! Sebab Akulah Allah dan tidak ada yang
lain.
23 Demi Aku sendiri Aku telah bersumpah, dari mulut-Ku telah
keluar kebenaran, suatu firman yang tidak dapat ditarik kembali:
dan semua orang akan bertekuk lutut di hadapan-Ku, dan akan
bersumpah setia dalam segala bahasa,
24 sambil berkata: Keadilan dan kekuatan hanya ada di dalam
TUHAN (Yahweh).‖
Nas ini dimulai dan diakhiri dengan Yahweh, ―TUHAN‖, dan tidak ada
yang lain yang disebut dalam keempat ayat ini. Perhatikan juga bahwa
180
The Only True God
persisnya kata-kata, ―semua akan bertekuk lutut…semua lidah
mengakui‖ muncul dalam Surat Filipi. Namun, kata-kata ini adalah isi
dari sumpah yang diucapkan oleh Yahweh Sendiri, yang tidak dapat
berlaku kepada siapa pun juga selain Yahweh. Lalu, bagaimana ayat-ayat
ini bisa bersangkutan dengan Yesus dalam Surat Filipi? Jawabannya
tidak sulit ditemukan jika kita tidak membiarkan dogma kita
mengaburkan persepsi kita. Perbandingan yang cermat antara nas dalam
Surat Filipi dengan nas dalam Kitab Yesaya memberikan jawabannya.
Ada sebuah perbedaan yang penting sekali antara kedua nas tersebut:
Dalam Kitab Yesaya tertulis ―dihadapan-Ku (yaitu Yahweh)‖ semua
orang akan bertekuk lutut, tetapi dalam Filipi 2:10 tertulis ―pada nama
Yesus‖, di mana dalam bahasa Yunaninya tertulis secara harfiah ―dalam
nama Yesus (en tō onomati Iēsou)‖. Kini, maknanya menjadi jelas:
Dalam, oleh, atau pada saat menyebutkan nama Yesuslah segala lutut
akan bertekuk kepada Yahweh, ―dihadapan-Ku‖. Demikian pula, ―segala
lidah mengaku: ―Yesus Kristus adalah ‗Tu[h]an‘,‖ bagi kemuliaan Allah,
Bapa (yaitu, Yahweh)‖ (Flp 2:11).
Bukan kepada Yesus segala lutut akan bertekuk, melainkan kepada
Yahweh segala lutut akan bertekuk ―dalam nama Yesus‖, atau pada saat
nama Yesus disebut. Demikianlah BDAG Leksikon Yunani-Inggris
(onoma) menerjemahkan kalimat ini, ―bahwa ketika nama Yesus
disebut, segala lutut harus bertekuk”. BDAG memberikan banyak contoh
tentang ini; salah satunya adalah, ―Bersyukur kepada Allah evn ovn. VIhsou/
Cr. sewaktu menyebut nama Yesus Kristus, Efesus 5:20‖, yang pada
hakikatnya berarti bersyukur kepada Allah oleh karena Yesus. BDAG
juga memberi komentar menarik tentang ―melalui‖ atau ―oleh nama‖:
―dampak yang ditimbulkan oleh nama itu disebabkan oleh
pengucapannya‖. Maka, dampak yang ditimbulkan dengan mengucapkan
nama Yesus adalah segala lutut akan bertekuk di hadapan Yahweh, sama
seperti yang disumpahkan Yahweh akan terjadi.
Sekarang semestinya mulai terlihat jelas dari Filipi 2:6-11 dan PB
secara keseluruhan bahwa nilai yang tak terbandingkan dari nama Yesus
tidak bersandar pada dirinya yang kononnya ―Allah-Anak‖, tetapi lebih
pada dirinya sebagai manusia sempurna di mana hanya dia saja yang
mampu berkata, ―Aku senantiasa melakukan apa yang berkenan kepadaNya‖ (Yoh 8:29), dan yang tentangnya Yahweh berfirman, ―Inilah AnakKu yang terkasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan‖ (Mat 3:17; 17:5). Tidak
heran Yesus dapat berkata, ―Sesungguhnya Aku berkata kepadamu:
Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman
181
Segala sesuatu yang kamu minta kepada Bapa, akan diberikan-Nya
kepadamu dalam nama-Ku‖ (Yoh 16:23; 15:16). Apa pun yang dilakukan
oleh Yesus, tujuannya selalu dan semata-mata untuk memuliakan Bapa,
―Dan apa pun yang kamu minta dalam nama-Ku, Aku akan
melakukannya, supaya Bapa dimuliakan di dalam Anak‖ (Yoh 14:13).
“Rupa Allah” dan “gambaran Allah”; Filipi 2:6
―(Yesus) yang, meskipun dalam rupa Allah, tidak menganggap
kesetaraan dengan Allah itu sebagai sesuatu yang harus
dirampas‖ (Flp 2:6 ESV)
Yesus merupakan citra Allah sebagai manusia, karena ―Dialah
gambar Allah yang tidak kelihatan‖ (Kol 1:15), yakni, sifat Allah yang
tidak kelihatan dibuat kelihatan di dalam Yesus. Kenyataan bahwa ia
adalah citra Allah pada masa kehidupannya di bumi itu (―Siapa saja yang
telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa‖, Yoh 14:9) menunjukkan bahwa
ia telah memiliki kedudukan di hadapan Allah yang mungkin
menyebabkan dia berpikiran untuk merampas kesetaraan dengan Allah.
Mungkinkah ini unsur pokok dalam kisah pencobaan di Matius 4 dan
Lukas 4? Bukankah dalam hal ini Adam gagal, ―kamu akan menjadi
seperti Allah‖ (Kej 3:5)?
Maka, persisnya dalam hal Adam gagal oleh karena ketidaktaatan,
Kristus harus berhasil agar menjadi Juruselamat kita (Rm 5:19, ―Jadi
sama seperti melalui ketidaktaatan satu orang banyak orang telah
menjadi orang berdosa, demikian pula melalui ketaatan satu orang
banyak orang menjadi orang benar‖). Namun, jika ketaatan ini (menolak
merampas kesetaraan dengan Allah) ada dalam keadaan pra-eksisten,
maka itu bukan sebagai manusia, bukan sebagai ―Adam yang akhir‖, dan
dengan demikian tidak dapat membatalkan ketidaktaatan Adam, karena
sebagaimana tertulis dalam Roma 5:19: ―melalui ketaatan satu orang‖.
Ini berarti Filipi 2:6 tidak dapat dipikirkan sehubungan dengan keadaan
pra-eksistensi tanpa meniadakan keselamatan umat manusia. Untuk
alasan tersebut pandangan James Dunn bahwa nas dalam Filipi 2 ini
harus dipahami sehubungan dengan ―Kristologi Adam‖ dapat dihargai
(The Theology of Paul the Apostle). 14 Adam gagal justru karena
14
Kristologi Adam mewakili usaha mempelajari Kristus sebagai manusia,
182
The Only True God
ketidaktaatannya, dan ketidaktaatan itu pada hakekatnya adalah suatu
tindakan pemberontakan, dan pemberontakan sebagai penolakan
otoritas adalah klaim implisit terhadap kesetaraan dengan otoritas itu.
Dalam hal inilah Adam menyatakan klaim terhadap kesetaraan dengan
Allah. Namun, Kristus, ―Adam yang akhir‖ (1Kor 15:45) menolak
merampas kesetaraan dengan Allah. Ia puas dengan peranan yang
diberikan Allah kepadanya selaku ―Adam yang akhir‖, yang
mengakibatkan Allah dapat menjadikan dia ‗juruselamat dunia‖ (Yoh
4:42; 1Yoh 4:14).
Dan berbicara tentang peranan yang diberikan Allah, kata ―rupa‖
muncul lagi dalam ayat berikutnya (Flp 2:7) yang biasanya
diterjemahkan menjadi ―mengambil rupa seorang hamba‖, di mana
―mengambil‖ adalah terjemahan untuk kata lambanō. Namun, lambanō
dapat berarti ―mengambil‖ atau ―menerima‖. Jadi, frase itu bisa juga
diterjemahkan menjadi ―menerima rupa seorang hamba‖, peranan yang
diberikan kepadanya oleh Allah.
Penafsiran trinitaris atas Filipi 2:6dyb. tidak meyakinkan sama
sekali. Satu alasan utamanya adalah karena istilah ―rupa Allah‖
merupakan batu sandungan besar bagi mereka. Perkaranya akan tuntas
bagi mereka seandainya ayat itu hanya mengatakan, ―Walaupun ia
adalah Allah…‖ Namun, kasihan untuk trinitarianisme, bukan itu yang
dikatakan. Dengan menolak makna kata ―rupa‖ yang cukup berdasar
kuat sebagai sebuah representasi atau citra, mereka gagal memberikan
penafsiran yang semestinya mengungkapkan apa yang dikatakan oleh
teksnya, maka, dengan beraninya mereka memasukkan penafsiran
mereka sendiri kedalamnya.
Secara dogmatis BDAG menyatakan bahwa ―rupa‖ adalah
―ungkapan ilahi dalam Kristus yang pra-eksisten‖, tetapi tidak
memberikan penjelasan apa pun tentang bagaimana kata tersebut secara
leksikal dapat berarti demikian. Karenanya, leksikon trinitaris itu
tampak terlibat dalam penyebarluasan trinitarianisme ketimbang setia
―Adam‖, yang adalah kata Ibrani untuk ―manusia‖. Namun, pandangan
rendah akan manusia yang pada umumnya dianut oleh umat Kristen berarti
bahwa Kristologi macam ini tidak disambut oleh kebanyakan dari mereka.
Dalam percakapan saya dengan seorang profesor teologi beberapa waktu
yang lalu, ia mendeskripsikan Kristologi Prof. Dunn sebagai ―rendah‖. Ini
dikarenakan manusia dalam teologi Kristiani itu ―rendah‖.
Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman
183
kepada ilmu leksikografinya. Oleh karena itu, kita sering kali perlu
meminta tolong kepada leksikon Yunani-Inggris sekuler dan otoritatif
seperti yang dikarang oleh Liddell and Scott guna mencari pandangan
yang tidak memihak. Dengan sia-sia saya memeriksa Greek-English
Lexicon saya yang sangat besar dan lengkap (2042 halaman dalam
cetakan kecil, tanpa menghitung Lampiran yang terdiri dari 153
halaman) karangan Liddell, Scott, dan Jones (Oxford, 1973), guna
menemukan semacam petunjuk adanya kaitan antara morphē dengan
gagasan pra-eksistensi dalam bentuk atau rupa apa pun (mohon maaf
atas permainan katanya!). Oleh karena alasan ini pula, tidak terdapat
kaitan yang hakiki antara morphē dengan kata ―Allah‖. Ditambah dengan
fakta bahwa morphē berarti ―penampilan luar, bentuk, bentuk badani‖
(atas definisi BDAG sendiri), dan jelas bahwa tak satu pun dari semua itu
berlaku untuk Allah karena ―Allah itu Roh‖ (Yoh 4:24). Itulah sebabnya
mengapa kita sama sekali tidak terdapat mengaitkan ―rupa‖ dengan
―Allah‖ kecuali melalui pengajaran Alkitabiah tentang manusia sebagai
―gambaran Allah‖. Dalam bahasa Alkitabiah, “rupa Allah” berarti
“gambar Allah”, yang tak pelak merujuk kepada manusia sebagai citra
Allah (Kej 1:26,27, dll).
Analisa Filipi 2:6-7
―(Yesus) yang, walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap
kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus
dipertahankan‖ (Flp 2:6)
Bandingkan dengan:
―(Yesus) yang, meskipun dalam rupa Allah, tidak menganggap
kesetaraan dengan Allah itu sebagai sesuatu yang harus
dirampas‖ (Flp 2:6 ESV)
S
ekali kita terbebaskan dari indoktrinasi trinitaris yang bersikeras
bahwa ―dalam rupa Allah‖ sama dengan ―sebagai Allah‖, dan sekali
kita memperoleh kembali kejernihan pikiran, kita semestinya
dapat melihat kekeliruan dari penggunaan kata ―dipertahankan‖ dalam
ayat di atas. Jelas sekali kita hanya mempertahankan apa yang sudah
menjadi kepunyaan kita. ILT edisi-2 patut dipuji untuk terjemahannya
yang memang jauh lebih akurat tetapi dengan pembacaan yang agak
184
The Only True God
berbeda, ―Dia, yang meskipun ada dalam rupa Elohim (Allah), tidak
menganggap bahwa menjadi setara dengan Elohim (Allah) adalah
sesuatu yang harus dirampas.‖ (Flp 2:6; ILT ed. 2) Dalam terjemahan
ILT ini semestinya dengan mudah kita dapat melihat bahwa seandainya
Yesus adalah Allah, maka sama sekali tidak ada alasan atau perlunya
untuk kesetaraan dengan Allah itu “dirampas” (harpagmos) olehnya,
karena ia sudah memilikinya. Hanya orang yang tidak memiliki
kesetaraan dengan Allah (seperti halnya Adam) yang bisa berkeinginan
merampasnya (bdk. Kej 3:5,6). Oleh karena itu, untuk membuat ayat ini
mengatakan bahwa ―sebagai Allah ia (Yesus) tidak merampas kesetaraan
dengan Allah‖ artinya membuat Kitab Suci itu tidak berarti,
sesungguhnya, nyaris tidak masuk akal. Ini tentunya suatu pelanggaran
serius terhadap Tuhan dan firman-Nya.
Para Trinitarian menolak kenyataan bahwa ayat ini jelas-jelas
menyatakan bahwa Yesus bukan Allah dan, tidak seperti Adam dan
Hawa, ia tidak berusaha merampas kesetaraan dengan Dia. Tak
mengherankan, beberapa orang Trinitarian, tidak segan untuk sampai
mencoba mengartikan kata yang diterjemahkan dengan ―grasp‖ dalam
sejumlah terjemahan Inggris menjadi kurang lebih seperti berikut: ia
tidak ―berpegang pada‖ atau ―mempertahankan‖-nya. Namun, kata
Yunani harpagmos tidak menerima pemutarbalikan seperti itu. Berikut
ini adalah maknanya dalam BDAG Greek-English Lexicon, ―1. suatu
perampasan harta milik dengan kekerasan, perampokan 2.
sesuatu
yang
mana
orang
dapat
mengklaim
atau
mempertahankan
gelar
dengan
mencengkeram
atau
merampas‖. Namun, mengenai definisi kedua ini Lexicon mengakui
bahwa ―Makna tersebut tidak dapat dikutip dari kesusastraan nonKristen, tetapi secara gramatikal dapat dibenarkan‖. Makna kedua
tersebut tidak diberikan dalam leksikon Yunani-Inggris lainnya seperti
yang dikarang oleh Liddell dan Scott, atau Thayer. Makna utama kata
harpagmos, ―perampokan‖, adalah merampas apa yang bukan milik
kita. Makna kedua yang diberikan BDAG bertujuan untuk meniadakan
sifat kekerasan dari tindakan ―perampokan‖, dan membuatnya merujuk
semata-mata kepada pengklaiman sesuatu dengan mencengkeram atau
merampasnya. Namun, makna yang telah diperlunak ini bahkan tidak
membuang fakta bahwa yang dimaksud adalah merampas sesuatu yang
bukan milik orang yang merampasnya.
Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman
185
Semuanya ini memperlihatkan bahwa makna Filipi 2:6 sangat jelas:
ayat ini menyatakan kebalikan persis dari apa yang coba diperdebatkan
oleh trinitarianisme dari ayat ini. Apa yang memang dikatakan oleh ayat
ini adalah bahwa Yesus, sekalipun sebagai citra Allah yang tertinggi,
sebagai ―rupa Allah‖, tidak berusaha merampas atau mengklaim
kesetaraan dengan Allah. Ia sama sekali bertolak-belakang dengan
Adam. Ia tidak berdosa seperti halnya Adam. Sebagai manusia sempurna
ia bisa menggenapi peran luhur sebagai Juruselamat dunia.
Jauh dari keinginan mengklaim kesetaraan dengan Allah, ia
―mengosongkan‖ (kenoō) dirinya. Mengingat pembahasan terdahulu,
kita tidak perlu membuang waktu membahas spekulasi-spekulasi
trinitaris tentang Yesus yang kononnya di dalam pra-eksistensinya,
mengosongkan dirinya dari hak-hak prerogatif ilahinya. Jika mereka
lebih memperhatikan apa yang sebenarnya dikatakan oleh nas ini, alihalih berupaya sekuat tenaga membacakan penafsiran mereka sendiri ke
dalam teksnya, mereka akan melihat bahwa makna ―mengosongkan
dirinya‖ dijelaskan dalam himne ini melalui paralelisme puitis yang
ditemukan tepat dalam baris kalimat berikutnya: ―ia merendahkan
dirinya‖ (Flp 2:7), yang merupakan padanan puitis dari ―mengosongkan
dirinya‖.
Dengan menolak merebut, atau bahkan mengklaim, kesetaraan
dengan Allah (sama sekali berkebalikan dari Adam dan Hawa), maka,
tanpa disangsikan ditetapkanlah bahwa Yesus adalah citra Allah yang
unggul. Namun, ia berbuat lebih daripada tidak mengklaim kesetaraan
itu—―Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan
sampai mati di kayu salib‖ (Flp 2:8).
Maksud tujuan Filipi 2:6-8 yang spiritual
akan tetapi praktis
Di dalam menafsirkan ―himne Kristus‖ ini (Flp 2:6-11), para Trinitarian
tidak lagi dapat melihat alasan mengapa Rasul Paulus menempatkan
himne itu dalam surat kepada jemaat di Filipi ini. Namun, tujuannya
dinyatakan secara eksplisit dalam kalimat sebelum himne itu:
―Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan
perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus‖ (ay.5). Himne ini tidak
ditempatkan di tengah-tengah wacana teologis. Tujuan utamanya adalah
untuk mengarahkan kepada Yesus sebagai teladan untuk ditiru oleh
186
The Only True God
setiap orang beriman. Oleh karena itu, tujuan Paulus sangatlah praktis.
Di sini ia tidak berniat mengajarkan apa yang oleh teologi kemudian hari
disebut ―Kristologi‖. Dengan demikian, jika pendapat umum para pakar
itu benar (yaitu bahwa Paulus di sini tengah mengutip himne yang
digunakan dalam gereja awal), maka ia bukan pengarang himne itu
melainkan mengutipnya, karena sangat cocok dengan tujuan praktis
yang ada dalam benaknya.
Kita telah menyimpang dari tujuan semula seluruh nas ini tatkala
kita hanyut ke dalam spekulasi-spekulasi teologis, sementara tidak lagi
dapat melihat panggilan untuk menjalani kehidupan seperti Kristus. Jika
Kristus itu Allah, sebagaimana ingin ditegaskan oleh para Trinitarian
dengan nas itu, bagaimanakah persisnya ia dapat berfungsi sebagai
teladan untuk manusia? Kita tidak memiliki ―hak-hak prerogatif ilahi‖
untuk kita tanggalkan, dan sesungguhnya kebanyakan orang tidak
memiliki hak prerogatif yang nyata atau bahkan hak istimewa untuk
dilepaskan, sekalipun mereka ingin melepaskannya. Sebagian dari
mereka yang termasuk ke dalam kelas terpandang boleh jadi berpikiran
untuk melepaskan sebagian dari hak istimewa mereka, tetapi bagaimana
dengan mayoritas rakyat? Penerapan praktis apa yang ada dalam benak
Paulus, melihat terutamanya kebanyakan orang beriman pada masanya
bisa digolongkan ke dalam kelas ―rakyat biasa‖?
Kaitan penting antara Flp 2:17 (―dicurahkan‖) dan 2:7 inilah yang
biasanya luput dari perhatian, meskipun kaitan semantis antara
―dikosongkan‖ (kenoō) dan ―dicurahkan‖ (spendomai) semestinya cukup
jelas, karena sebuah bejana yang telah dicurahkan akan menjadi kosong.
Paulus selalu memastikan ia mengajar sebagai teladan untuk orang lain;
apa yang dikatakannya tentang Kristus dalam 2:7 ia terapkan kepada
dirinya sendiri dalam jangkauan 10 ayat tersebut!
Namun, sama juga pentingnya, Filipi 2:17 menerangkan makna
ay.7, karena dalam arti ―dicurahkan‖ inilah makna ―mengosongkan
dirinya‖ menjadi jelas, terlebih lagi karena, maknanya diterangkan
dalam ay.8, ―ia telah merendahkan dirinya dan taat sampai mati‖.
Ketaatan sampai mati inilah, pencurahan diri inilah yang persisnya ditiru
oleh Paulus dalam kesiapannya untuk membiarkan darahnya dicurahkan
demi Allah dan jemaat-Nya. Dalam 2 Timotius 4:6, ia ―sudah mulai
dicurahkan (spendomai, kata yang sama dalam Flp 2:17)…saat
kematianku sudah dekat‖. Tujuan praktis yang hendak ditekankan oleh
Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman
187
Paulus dalam Filipi 2 dapat diringkas dalam perkataannya, ―Ikutilah
teladanku, sama seperti aku juga mengikuti teladan Kristus‖ (1Kor 11:1).
Sekarang semestinya jelas bagi kita bahwa spekulasi trinitaris
tentang Yesus yang ―mengosongkan‖ diri dari keilahiannya, atau dari
hak-hak prerogatifnya, adalah gagasan yang dibacakan ke dalam teks itu.
Dengan demikian, hal itu benar-benar tidak mungkin untuk kita samai
atau kita tiru—―Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh
pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus‖ (Flp 2:5).
Lagipula, sekalipun kata ―mengosongkan‖ di sini tidak merujuk kepada
hak-hak istimewa ilahi, melainkan kepada hak-hak istimewa manusia
saja, nyaris tidak ada apa-apa untuk ditiru oleh jemaat di Filipi, karena
mereka termasuk ke dalam kelas sosial yang lebih rendah (seperti halnya
kebanyakan orang beriman pada masa itu, 1Kor 1:26), yang pada
umumnya sangat miskin (2Kor 8:2). Hak-hak apa yang mereka miliki
yang bisa mereka kosongkan? Akan tetapi, mereka bisa setia dan taat
sampai mati (Why 2:10). Mereka dapat siap ―dicurahkan‖ seperti halnya
Paulus sendiri (2Tim 4:6; Kis 20:24). Paulus menulis surat ini dari dalam
penjara, dan ia selalu hidup dengan prospek maut di ambang pintu demi
kepentingan Injil. Kaum beriman pun, terus-menerus hidup di bawah
ancaman ataupun realitas penganiayaan. Oleh karena itu, Paulus berseru
kepada orang-orang beriman terutamanya untuk mengenang teladan
Kristus, yang sekarang diteladankan untuk mereka dalam kehidupannya
sendiri.
P
Filipi 2:6-11
enafsiran trinitaris nas ini didasari oleh penafsiran trinitaris atas
Yohanes 1:1dyb. Dengan demikian, Filipi 2:6dyb. dianggap
merujuk kepada Logos pra-eksisten yang ditafsirkan sebagai
Allah-Anak. Buang anggapan tersebut, dan penafsiran Filipi 2:6
berkenaan dengan Yesus Kristus yang pra-eksisten itu tidak akan dapat
bertahan karena itu bergantung pada persamaan Logos = Yesus Kristus
yang keliru, yang sebagaimana telah kita lihat, tidak berdasar dalam Injil
Yohanes.
Lagipula, Surat Filipi ditulis sebelum Injil Yohanes (menurut
pendapat kebanyakan pakar, sekitar 30 tahun sebelum Injil itu). Jadi,
apakah ada alasan untuk berpikir bahwa jemaat di Filipi memahami
surat Paulus kepada mereka dalam istilah Yohanes 1:1, belum lagi
188
The Only True God
penafsiran trinitaris atasnya? Mereka telah diajar oleh Rasul Paulus
secara personal; di manakah dalam ajarannya ia berbicara tentang
Kristus yang pra-eksisten? Dan dalam nas Surat Filipi ini tidak terdapat
apa-apa yang membuatnya mesti dipahami dalam pengertian praeksistensi. Pra-eksistensi dibacakan ke dalam teksnya, bukan
dikeluarkan dari teksnya (eisegesis, bukan eksegesis). Dan ini termasuk
istilah ―rupa Allah‖.
Sekalipun kita berusaha menafsirkan Filipi 2 dengan Hikmat yang
pra-eksisten, kita akan terbentur dengan pertanyaan: Kapankah Hikmat
pernah berusaha merampas kesetaraan dengan Allah? Tak satu pun
―entitas‖ metaforis lain seperti Taurat atau Logos berbuat hal itu. Ini
berarti bahwa sekalipun Kristus dianggap Logos yang pra-eksisten dalam
Filipi 2:6, merampas kesetaraan dengan Allah itu tidak bereferensi.
Fakta gamblangnya adalah bahwa hanya Adam saja yang melalui
ketidaktaatannya berbuat hal semacam itu, dan hanya Adam saja yang
relevan berkenaan dengan kristologi Paulin di mana Kristus adalah
―manusia kedua‖ (1Kor 15:47), ―Adam yang akhir‖ (1Kor 15:45).
Filipi 2:6-8
Sebagai orang-orang Trinitarian yang dibesarkan dalam doktrin dosa
asali dan kerusakan total manusia, kita sangat bingung dengan cara
memahami pernyataan Paulus bahwa ―manusia menyinarkan gambaran
dan kemuliaan Allah‖ (1Kor 11:7). Kata ―menyinarkan‖ dalam teks
Yunani ada dalam kala masa kini, bukan kala masa lalu (yaitu sebelum
―Kejatuhan Manusia‖)! Tentu saja, kita tidak beralasan mengatakan
Paulus telah berbuat kesalahan, ataupun adanya bukti kekeliruan dalam
tradisi tekstualnya.
Seandainya Paulus hanya berkata ―manusia menyinarkan gambaran
Allah‖, itu sudah cukup bermasalah, karena menurut doktrin dosa asali
citra itu paling sedikitnya telah ternoda, atau malah hancur sama sekali,
sebagai dampak dari dosa Adam. Namun, Kitab Suci mengatakan lebih
jauh dengan pernyataan ―berlaras dua‖ bahwa, bahkan pada saat ini pun
manusia itu adalah ―gambaran dan kemuliaan Allah‖. Hal itu semestinya
membuat doktrin kita runtuh sama sekali. Akan tetapi, tanpa rasa takut
kita mengabaikan Kitab-kitab Suci (seperti biasanya) tatkala Kitab-kitab
Suci tersebut bertentangan dengan doktrin-doktrin kita.
Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman
189
Seandainya kita tidak mengabaikan Kitab-kitab Suci kita tidak akan
mengalami kesulitan dalam memahami istilah ―rupa Allah‖ dalam apa
yang disebut ―himne pra-Paulin‖ dalam Filipi 2:6-11; sebab ―rupa Allah‖
adalah istilah yang tidak muncul di tempat lain dalam Alkitab, akan
tetapi, istilah ini adalah cara yang sangat pantas untuk berbicara tentang
―gambaran dan kemuliaan Allah‖ dalam bahasa puitis, seperti cara yang
digunakan dalam lagu atau himne. Hal ini akan dibahas lebih lengkap di
bawah ini.
Allah itu Roh (Yoh 4:24), dan oleh karenanya, Ia tidak memiliki
bentuk yang terlihat oleh mata lahiriah. Namun demikian, Ia membuat
Dirinya ―kelihatan‖ dengan menyatakan kemuliaan-Nya. Kitab Suci
berulang-kali berbicara tentang kemuliaan-Nya yang kelihatan: Kel
16:10; Im 9:23; Bil 14:10; 16:19,42; 20:6; Mzm 102:16; Yeh 1:28; 3:23;
8:4; Kis 7:2,55. Jadi, kemuliaan-Nya adalah ―bentuk, penampilan luar‖Nya yang kelihatan, yang adalah arti kata morphē. Karenanya, Kristus
sebagai manusia dan, oleh sebab itu, sebagai ―gambaran dan kemuliaan
Allah‖ (1Kor 11:7) ada ―dalam rupa Allah‖ yang menyatakan Allah kepada
dunia—Ia adalah ―terang dunia‖ (Yoh 8:12; 9:5; akan umat beriman, Mat
5:14).
Mempertimbangkan lebih jauh pertanyaan tentang ―keadaan tak
nampak‖ dan ―rupa‖ dalam berbicara tentang Allah, kita mungkin
menanyakan: Mengapa Allah dikatakan ―tak nampak‖ (1Tim 1:17)?
Bukankah karena Allah sebagai Roh (Yoh 4:24) tidak memiliki ―rupa‖?
Lantas, bagaimanakah orang dapat berbicara tentang ―rupa Allah‖?
Pilihan kita hanya dua: ―rupa‖ dimengerti sebagai ―gambaran‖, atau,
istilah ―rupa Allah‖ adalah suatu kontradiksi-diri. Oleh karena itu, secara
eksegetis, kita hanya mempunyai pilihan pertama. Sebagaimana telah
kita catat sebelumnya, istilah ―rupa Allah‖ tidak muncul di mana pun
dalam Kitab Suci selain dalam frase puitis di Filipi 2:6 ini.
Filipi 2:
6 (Kristus) yang, meskipun dalam rupa Allah, tidak menganggap
kesetaraan dengan Allah itu sebagai sesuatu yang harus
dirampas (ESV)
7
melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan
mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan
manusia.
8 Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan
diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.
190
The Only True God
Seluruh nas itu adalah puisi: sebuah kidung tentang Kristus/Mesias
Yesus sebagai ―Manusia Kedua‖ (1Kor 15:47).
Prof. James D.G. Dunn, dalam The Theology of Paul the Apostle
menulis, ―Debat panas masih berlanjut seputar himne ini. Namun
demikian, usulan bahwa himne itu telah dikarang dengan kiasan kuat
kepada Adam atau bahkan meniru pola kristologi Adam masih
meyakinkan.‖ (Paul, hlm.282.)
―Di dalam menilai Filipi 2:6-11 tidaklah terlalu sulit untuk
mengidentifikasi empat atau lima titik kontak dengan tradisi dan
kristologi Adam, yang sekarang kita sudah akrab dengannya.
―2:6a—dalam rupa Allah;
(Bdk. Kej 1:27—―menurut gambar-Nya.‖)
―2:6bc—dicobai untuk merampas kesetaraan dengan Allah;
(Bdk. Kej 3:5—―kamu akan menjadi seperti Allah.‖)
―2:7— mengambil rupa seorang hamba [kepada kebinasaan dan
dosa];
(Bdk. Hik 2:23; Rm 8:3,18-21; 1Kor 15:42,47-49; Gal 4:3-4; Ibr
2:7a,9a,15.)
―2:8— taat sampai mati;
(Bdk. Kej 2:17; 3:22-24; Hik 2:24; Rm 5:12-21; 7:7-11; 1Kor
15:21-22.)
―2:9-11—ditinggikan dan dimuliakan.
(Bdk. Mzm 8:5b-6; 1Kor 15:27,45; Ibr 2:7b-8,9b.)‖
(Paul, hlm.283-4 dan catatan kaki 78-82 dalam kurung)
Mengenai Filipi 2:6a Dunn menulis,
‗Himne tersebut memakai istilah ―rupa (morphē)‖ alih-alih
istilah yang dipakai dalam Kejadian 1:27, ―gambaran (ikōn).‖
Namun demikian, dalam sebuah pembahasan tentang kiasan,
argumen [keberatan] itu tidak berbobot. Istilah-istilah tersebut
dipakai sebagai sinonim berdekatan, dan tampaknya si penulis
lebih menyukai ―rupa Allah‖ karena istilah itu bersejajaran dan
berkontras sesuai dengan ―rupa seorang hamba.‖ Fungsi ganda
yang demikian dari sebuah istilah itulah persisnya yang bisa
Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman
191
diharapkan orang dalam gaya puitis.‘ (The Theology of Paul the
Apostle, 284-285)
Kesalahtafsiran yang diakibatkan oleh dogma trinitaris
N
amun, doktrin kerusakan total manusia telah membutakan kita
dari melihat bahwa ―rupa Allah‖ merupakan suatu cara puitis
yang ekspresif berbicara tentang manusia sebagai ―gambaran
dan kemuliaan Allah‖ (1Kor 11:7). Akibatnya, kita, sebagai orang
Trinitarian, berjerih untuk ―membuktikan‖ ketuhanan Kristus dari katakata ―rupa Allah‖. Seringkali kita mendapati lebih mudah untuk tidak
berjerih dalam mengejar suatu usaha yang sia-sia, dan cukup
mengasumsikan ―rupa Allah‖ itu sama dengan ―Allah‖, sekalipun kita
tidak dapat memperlihatkan hal itu benar adanya. Toh kebanyakan
orang Kristen adalah orang Trinitarian, jadi apa perlunya bukti?
Bagaimanapun juga, kita hanya ―berkotbah kepada orang-orang yang
sudah percaya‖.
Untuk alasan ini juga, nyaris tidak ada artinya mengomentari
beberapa tafsiran atas ayat ini karena sulit dipercaya bila apa yang
tertulis di situ dapat dianggap karya kesarjanaan serius. Dengan
demikian penilaian apa pun atas tafsiran-tafsiran tersebut akan tampak
kasar. Untuk mengilustrasikan butir di atas, sebuah tafsiran terpelajar
(The Expositor’s Greek Testament), tidak mampu menetapkan makna
morphē (rupa) selain daripada sesuatu yang diakuinya sebagai
―kemungkinan‖ semata, yang meskipun demikian menyimpulkan tanpa
bukti dalam kalimat berikutnya bahwa ―Maksud dia (Paulus), tentu saja
[!], dalam arti paling tegas [!] adalah bahwa Kristus yang pra-eksisten itu
Ilahi‖ (tanda seru dari saya). Frase ―tentu saja‖, meskipun tidak
berhubungan, digunakan untuk mendukung pendapat mereka karena
kurangnya bukti. Dengan kata lain, frase ―tentu saja‖ itu digunakan
sekadar menggantikan bukti yang dibutuhkan! Dalam bidang studi
akademis lain, cara penyajian seperti ini akan dibuang dengan cibiran.
192
The Only True God
Kristus, “manusia kedua”, ada dalam
rupa dan citra Allah
G
agasan rupa dan gambaran tersebut saling berkaitan dengan
begitu jelasnya bahkan dalam definisi kata morphē itu sendiri,
hingga nyaris tidak perlu ditunjukkan sekali lagi bila Rasul
Paulus berulang-kali berbicara tentang Yesus sebagai ―gambaran Allah‖
(2Kor 4:4; Kol 1:15). Alasan mengapa trinitarianisme sulit sekali
menerima makna ini dalam Filipi 2:6 adalah sebagai berikut:
Trinitarianisme tidak mempunyai banyak pegangan dalam PB, sehingga
harus mencoba membuat ―rupa Allah‖ berarti sesuatu yang dapat
digunakan untuk menyangga dogmanya.
Meringkas pembahasan terdahulu, yang dimaksud dalam Filipi 2:611 adalah bahwa Kristus, ―manusia kedua‖ itu (1Kor 15:47), sama seperti
Adam pertama, ada dalam ―rupa‖ atau ―gambaran‖ Allah, tetapi tidak
seperti yang pertama, ia tidak merampas kesetaraan dengan Allah atau
memegang kuat keadaan menjadi ―seperti Allah‖ (Kej 3:5). Sebaliknya,
―ia taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib‖ (Flp 2:8), dan
inilah persisnya cara ia ―dijadikan sempurna‖ (Ibr 5:9; 7:28), menjadikan
dia manusia sempurna yang perlu demi keselamatan umat manusia.
Ketaatan Kristus
Penafsiran trinitaris untuk Filipi 2:6 adalah bahwa pada suatu ketika
dalam kekekalan Kristus yang pra-eksisten menolak ―mempertahankan‖
kesetaraan dengan Allah, melainkan mengosongkan, atau merendahkan,
dirinya sehingga menjadi manusia. Pengosongan-diri atau merendahkan
diri ini merupakan inti dari ketaatan, ketaatan yang tunduk bahkan
sampai mati di atas salib kayu. Nah, jika Yesus sudah sempurna dalam
ketaatannya di surga, ketaatan yang berakhir dan mencapai puncaknya
di atas salib kayu, lalu mengapa Kitab Ibrani berbicara tentang dia yang
―telah belajar taat dari apa yang telah diderita-Nya‖ (Ibr 5:8), dan
―menyempurnakan Yesus…melalui penderitaan‖ (Ibr 2:10)? Ini jelas
menunjukkan bahwa Kitab Ibrani sangat berbeda dalam pemahamannya
akan hal ini dibanding pemahaman para Trinitarian. Kitab Ibrani
menunjukkan bahwa Yesus belajar ketaatan di bumi. Hal ini bukan
sesuatu yang sudah dimiliki di surga oleh Kristus yang kononnya praeksisten. Cerita-cerita Injil menegaskan hal ini tatkala melukiskan
Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman
193
ketundukan Yesus kepada Allah di taman Getsemani dengan kata-kata,
―Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau berkenan, ambillah cawan ini dari
hadapan-Ku; tetapi jangan kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah
yang jadi‖ (Luk 22:42).
Lagipula, pengamatan yang seksama atas seluruh nas Surat Filipi
(2:6-11) memperlihatkan bahwa satu-satunya unsur yang mencirikan
kehidupan dan kematian Yesus adalah ketaatannya. Dan sejauh
pelayanan penyelamatannya, tidak ada apa-apa lagi yang dibutuhkan:
―Jadi, sama seperti melalui ketidaktaatan satu orang banyak orang telah
menjadi orang berdosa, demikian pula melalui ketaatan satu orang
banyak orang menjadi orang benar.‖ (Rm 5:19). ―Ketaatan satu orang‖
inilah, bukan ketaatan satu wujud ilahi, yang mutlak penting untuk
keselamatan umat manusia. Dengan demikian, ketaatan inilah
merupakan unsur kunci dari kehidupan dan kematian Yesus di bumi. Ini
berarti bahwa penolakannya untuk merampas kesetaraan dengan Allah
(Flp 2:6) berhubungan dengan kehidupannya di bumi, dan bukan
dengan pra-eksistensinya yang ditengarai. Kini, semestinya juga jelas
bahwa menyatakan Yesus benar-benar mengklaim kesetaraan dengan
Allah dalam Injil Yohanes merupakan penyalahtafsiran serius akan Injil
tersebut.
Filipi 2:9-11
9
Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan
mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama,
10 supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di
langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi,
11 dan segala lidah mengaku: ―Yesus Kristus adalah Tu[h]an‖,
bagi kemuliaan Allah, Bapa!
Pertama-tama, nama yang ditinggikan itu diberikan kepada Yesus oleh
Allah Bapa. Charizomai artinya ―memberi secara cuma-cuma oleh
anugerah‖ (BDAG). Jika kemuliaan ilahi itu telah menjadi milik Yesus
dalam pra-eksistensinya sebagai haknya, kemuliaan tersebut tidak bisa
dianugerahkan kepadanya sebagai suatu tindakan berdasarkan kasih
karunia atau anugerah. Sebab, untuk sekadar mengembalikan apa yang
sebelumnya sudah menjadi miliknya tidak dapat dilukiskan dengan tepat
sebagai memberikan sesuatu kepadanya ―secara cuma-cuma oleh
anugerah‖.
194
The Only True God
Yang kedua, oleh karena penganugerahan nama yang ditinggikan
itu, setiap lutut bertekuk dan setiap lidah mengaku ―Yesus adalah
Tu[h]an‖ (ay.10,11a; bdk. Yes 45:23). Dari sini jelas bahwa gelar ―Tu[h]an‖
(kurios) juga ―diberikan secara cuma-cuma oleh anugerah‖ (BDAG)
kepadanya oleh ―Allah Bapa‖ (ay.11). Di sini lagi-lagi bukan miliknya
berdasarkan hak. Ia disebut ―Tu[h]an Yesus Kristus‖ tepatnya karena
gelar itu diberikan kepadanya oleh Allah. Itu sebabnya Petrus
mewartakan bahwa ―Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu,
menjadi Tu[h]an dan Kristus.‖ (Kis 2:36).
Perhatikan lagi bahwa Allahlah yang telah menjadikan dia Tu[h]an.
Kedudukan sebagai Tu[h]an ini dianugerahkan kepadanya oleh Allah,
dan hal yang sama berlaku juga kepada kedudukannya sebagai Mesias
(Kristus). Hal yang luar biasa tentang Yesus adalah bahwa segalanya yang
ia miliki diberikan kepadanya oleh sang Bapa, termasuk nama ―Yesus‖
(Mat 1:21). Yesus bahkan rela berbuat lebih jauh dengan mengatakan
―Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diri-Nya sendiri‖ (Yoh
5:19,30). Apa yang biasanya gagal untuk kita lihat adalah bahwa disinilah
persisnya letak rahasia kebesaran Yesus—yang bertolak belakang dengan
merampas kesetaraan dengan Allah. Dan untuk alasan inilah tepatnya
Yahweh, sang Bapa, menganugerahkan hormat yang setinggi-tingginya
kepadanya.
Yang ketiga, peninggian atas Yesus ini adalah ―bagi kemuliaan
Allah, Bapa‖ (Flp 2:11). Tindakan yang mengherankan ini, yang
menyatakan kebaikan dan kemurahan Allah yang tak terucapkan itu,
menyebabkan setiap orang memuji dan memuliakan Dia. Sebab ―Allah
Bapa kita‖, dengan melimpahkan ―nama itu‖ kepada Yesus, secara
signifikan melimpahkan kepadanya kedudukan terhormat yang praktis
menempatkan dia sederajat dengan diri-Nya.
Di sini ditetapkan prinsip penting: Yesus barulah ditinggikan
dengan selayaknya bila peninggiannya membawa kemuliaan kepada
Bapa; ini merupakan tujuan segenap pelayanannya yang juga adalah
tujuan pengajaran PB. Namun, meninggikan Yesus dengan
mengorbankan kemuliaan Bapa, khususnya meninggikan Yesus alih-alih
meninggikan Bapa—menjadikan Yesus sebagai pusat, sebagai Allah
Kekristenan—sudah tentu palsu dan oleh karena itu, ―berciri bidah‖
sejauh Kitab Suci secara keseluruhan. Prinsip Alkitabiah ini—bahwa
segala sesuatunya adalah ―bagi kemuliaan Allah, Bapa‖—sudah pasti
tidak dapat diperdebatkan.
Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman
195
Sebagai citra Allah, Yesus adalah perwujudan kemuliaan Allah
sebagaimana dinyatakan dengan hebatnya dalam Ibrani 1:3: ―Dialah
cahaya kemuliaan Allah dan gambar keberadaan Allah yang
sesungguhnya.‖ Oleh karena itu, adalah tidak mungkin untuk
memuliakan Yesus tanpa memuliakan Allah Bapa yang kemuliaan-Nya
diwakili oleh Yesus—kecuali Yesus lain dan Injil lain yang diwartakan.
Jika kita ingin terhindar dari ajaran yang keliru maka kita mutlak perlu
menuruti prinsip yang diucapkan dengan jelas di sini: seluruh ajaran
yang benar adalah ―bagi kemuliaan Allah, Bapa‖, ―Bapa‖ yang tidak lain
adalah Allah Yahweh, TUHAN Allah.15
1 Korintus 15:45-47, 49,
“rupa dari yang surgawi”
Seperti ada tertulis: ―Manusia pertama, Adam menjadi
makhluk yang hidup‖ [Kej 2:7], tetapi Adam yang terakhir
menjadi roh yang menghidupkan.
46 Tetapi yang mula-mula datang bukanlah yang rohaniah, tetapi
yang alamiah; kemudian barulah datang yang rohaniah.
47 Manusia pertama berasal dari debu tanah dan bersifat
alamiah, manusia kedua berasal dari surga.
45
Frase ―manusia kedua berasal dari surga‖ ini telah menyebabkan
sebagian orang beranggapan bahwa Yesus, ―manusia kedua‖ itu, di sini
disebut pra-eksisten. Namun, Prof. Dunn telah menunjukkan makna
tersebut diingkari oleh pernyataan dalam ayat sebelumnya bahwa
manusia alamiah ―adalah yang pertama‖, yaitu, ia eksis sebelum manusia
rohaniah (The Theology of Paul the Apostle). Bahkan, terlepas dari
Bagaimanakah
trinitarianisme
memuliakan
Allah
dengan
mempertahankan bahwa Yesus sebagai sang Anak setara dalam segala hal
dengan sang Bapa sepanjang kekekalan, dan sekadar menyerahkan
kemuliaannya untuk sementara waktu pada saat inkarnasinya? Sebab, jika
demikian halnya, sang Bapa cuma mengembalikan kepada sang Anak apa
yang memang sudah menjadi miliknya sejak kekekalan. Bagaimana hal ini
dapat memuliakan Bapa? Namun, bagaimanapun juga, si Trinitarian tidak
terlalu peduli dengan kemuliaan Bapa karena ia sudah menggantikan Bapa
dengan Anak sebagai pusat sejati Kekristenan, yang mereka deklarasikan
sebagai Kristosentris.
15
196
The Only True God
pengamatan yang benar ini, ―dari surga‖ tidak memberikan bukti praeksistensi sebagaimana terlihat dari cara pemakaian istilah itu dalam PB.
Misalnya, Matius 21:25, ―Dari manakah baptisan Yohanes? Dari surga
atau dari manusia?‖ Jelas, pertanyaannya di sini adalah apakah baptisan
Yohanes berasal dari Allah atau manusia. Makna ini sesuai dengan ―dari
surga‖ dalam Yohanes 6:31, ―Nenek moyang kami telah makan manna di
padang gurun, seperti ada tertulis: Mereka diberi-Nya makan roti dari
surga.‖ Di sini tidak terdapat tanda-tanda manna sebagai sesuatu yang
pra-eksisten melainkan yang diturunkan dari Allah. Demikian pula,
Yesus adalah ―roti yang benar dari surga‖ (ay.32,33, dll).
Frase ―dari surga‖ juga dapat berarti ―rohaniah‖ yang berbeda dari
―duniawi‖ atau ―alamiah‖. Oleh karena itu, 2 Korintus 5:2, ―Selama kita
di dalam kemah [tubuh duniawi] ini, kita mengeluh, karena kita rindu
mengenakan tempat kediaman surgawi‖, yaitu tubuh rohaniah kita,
tubuh yang akan dibangkitkan. Jadi, ―dari surga‖ di sini berarti, pada
hakikatnya, ―rohaniah‖. Makna ini juga sesuai sekali dengan 1 Korintus
15:47: Manusia pertama bersifat alamiah, manusia kedua bersifat
rohaniah. Ini persis bergema dengan ay.46 and 48.
Semua yang berhubungan dengan kita di sini teringkas dalam ay.49,
―Sama seperti kita telah memakai rupa dari yang alamiah, demikian pula
kita akan memakai rupa dari yang surgawi‖; karena kita akan menjadi
seperti dia secara sempurna, sebagaimana dikatakan dalam 1 Yohanes
3:2. Namun, kita telah mengambil langkah pertama ke arah ini: ―kamu
telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya, dan telah
mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk
memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Penciptanya‖
(Kol 3:9,10). Maka, menjadi serupa dengan rupa-Nya adalah suatu
proses yang telah dimulai melalui pembaharuan budi kita (Rm 12:2).
Jika kita berada di dalam Kristus, kita semestinya ―mengenakan manusia
baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran
dan kekudusan yang sesungguhnya‖ (Ef 4:24). Kita adalah ―manusia
baru‖ yang dirujuk dalam Efesus 2:10, ―Karena kita ini buatan Allah,
diciptakan dalam Kristus Yesus‖. Jadi, saat ini kita sudah mulai
―memakai rupa dari yang surgawi‖. Dan, sebagaimana dikatakan sang
Rasul, ―Mengenai hal ini aku yakin sepenuhnya, yaitu Ia, yang memulai
pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada
akhirnya pada hari Kristus Yesus‖ (Flp 1:6).
Bab 4
Penuhanan Trinitaris
akan Kristus
P
enilaian rendah akan manusia dalam pemikiran umat Kristen
non-Yahudi memperkuatkan tekad untuk mengangkat Yesus ke
tingkat Allah, bahkan sampai pada kesetaraan dengan Yahweh!
Yesus, sasaran iman Kristen itu, tidak mungkin hanya seorang manusia
biasa atau bahkan manusia luar biasa sekalipun, ia harus lebih daripada
manusia, ia haruslah Allah! Jadi, gereja menetapkan hal tersebut melalui
sebuah keputusan yang dibuat di Nikea. Entah Kitab-kitab Suci
memberikan pembenaran atas hal ini atau tidak, jelas-jelas adalah
pertanyaan sekunder bagi mereka. Tidak ada Kitab Suci yang dikutip
untuk mendukung keputusan mereka di Nikea. Mereka menganggap
berhak menentukan keyakinan gereja, tanpa mempedulikan Kitab-kitab
Suci.
Namun demikian, beberapa upaya telah dibuat untuk membacakan
keyakinan trinitaris ke dalam beberapa nas PB melalui penafsiran dan
bahkan, di sejumlah tempat, jelas-jelas dengan mengutak-atik teks PB.
Salah satu nas kunci yang digunakan oleh trinitarianisme, Filipi 2:6-11,
telah kita pertimbangkan dengan cukup rinci. Kita telah mengkajinya
dalam konteks yang wajar tentang Kristus sebagai citra Allah. Kini kita
akan melanjutkan pemeriksaan beberapa teks PB penting lainnya yang
digunakan sebagai teks bukti oleh para Trinitarian. Gagasan Kristus
sebagai citra Allah itu begitu pokok dalam pemahaman PB tentang
Kristus sehingga lagi-lagi menjadi kunci untuk nas penting lain yang
digunakan dalam trinitarianisme, yaitu, Kolose 1, di mana Kristus
sebagai citra Allah muncul lagi dalam Kolose 1:15. Agar dapat melihat
konteksnya, kami mengutip nas relevan itu:
198
The Only True God
Kolose 1
12 dan mengucap syukur dengan sukacita kepada Bapa, yang
melayakkan kamu untuk mendapat bagian dalam apa yang
ditentukan untuk orang-orang kudus di dalam terang.
13 Ia (Bapa, ay.12) telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan
dan memindahkan kita ke dalam Kerajaan Anak-Nya yang
kekasih;
14 di dalam Dia (Anak) kita memiliki penebusan kita, yaitu
pengampunan dosa.
15 Dialah (Anak) gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung,
lebih utama dari segala yang diciptakan,
16 karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang
ada di surga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak
kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah,
maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk
Dia.
17 Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu
menyatu di dalam Dia.
18 Dialah kepala tubuh, yaitu jemaat. Dialah yang sulung, yang
pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga Dialah yang
lebih utama dalam segala sesuatu.
19 Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan tinggal di dalam
Dia,
20 dan melalui Dialah Allah memperdamaikan segala sesuatu
dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi, maupun yang ada di
surga, sesudah Ia mengadakan pendamaian dengan darah salib
Kristus.
Masalah besar dalam memahami teks ini adalah kenyataan bahwa
setelah disebutkan kata ―Bapa‖ dalam ay.12 dan kata ―Anak‖ dalam ay.13,
kemudian disusul oleh banyaknya kata ganti ―dia‖ dan ―-nya‖ yang tidak
menetapkan apakah referensi itu kepada Bapa atau Kristus. Hal tersebut
harus ditentukan oleh konteksnya, yang dalam banyak kasus
menjelaskan siapa yang tengah dirujuk di situ—yaitu, jika pembacanya
seorang monoteis yang dibesarkan dalam Kitab-kitab Suci Ibrani.
Namun, berbeda situasinya dengan seorang yang dibesarkan dalam
trinitarianisme. Khususnya inilah halnya dengan ay.16 di mana ―di dalam
(atau, oleh) dia‖ itu oleh para Trinitarian dianggap merujuk kepada
Kristus sebagai pencipta segalanya. Perhatikan terjemahan trinitaris
berikut:
Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus
199
sebab oleh Dia segala sesuatu telah diciptakan, yang ada di
dalam surga dan yang ada di atas bumi, yang kelihatan dan yang
tidak kelihatan, baik takhta-takhta atau para pemegang
kekuasaan, atau penguasa-penguasa atau otoritas-otoritas;
segala sesuatu diciptakan melalui Dia dan bagi Dia. (ILT)
16
Namun, itu berarti mengabaikan fakta-fakta berikut:
(1) Penafsiran ini berlawanan dengan PL di mana, Allah, sang Bapa,
tanpa diragukan adalah sang pencipta;
(2) Ayat sebelumnya (ay.15) berbicara tentang Kristus sebagai ―gambar
Allah‖, dan tidak di manapun dalam Kitab Suci diperlihatkan bila
gambaran Allah menciptakan segala sesuatu;
(3) Hal yang sama juga benar dengan ―yang sulung, lebih utama dari
segala yang diciptakan‖: tidak di manapun dinyatakan bahwa yang
sulung membawa alam semesta ke dalam keberadaan;
(4) Rasul Paulus kurang lebih memakai istilah atau ekspresi yang sama
dalam Roma 11:36 dengan yang ada dalam Kolose 1:16, dan sama sekali
tidak disangsikan bila ia sedang merujuk kepada Allah Yahweh
sebagaimana terlihat jelas dari ayat-ayat sebelumnya (Rm 11:34dyb.).
Roma 11:36: ―Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan
kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! Amin.‖
(5) Demikian pula Ibrani 2:10, ―Sebab memang sepantasnya Allah—yang
bagi-Nya dan oleh-Nya segala sesuatu dijadikan, yaitu Allah yang
membawa banyak orang kepada kemuliaan—juga menyempurnakan
Perintis yang memimpin mereka kepada keselamatan (Kristus) melalui
penderitaan.‖
(6) Bahwa Allah Yahweh, sang Bapa, adalah pencipta segala sesuatu
bukan saja merupakan ajaran dalam PL tetapi juga dalam PB: Wahyu
10:6 ―dan ia bersumpah demi Dia yang hidup selama-lamanya, yang
telah menciptakan langit dan segala isinya, dan bumi dan segala isinya,
dan laut dan segala isinya, katanya, ‗Tidak akan ada penundaan lagi!‘‖.
Allah Yahweh adalah tokoh sentral dalam Kitab Wahyu; secara konsisten
Yesus dirujuk sebagai ―Anak Domba‖.
(7) Usaha menafsirkan Kolose 1:16 sebagai ―oleh dia‖ sehubungan
dengan Yohanes 1:3 didasari oleh asumsi trinitaris bahwa Firman itu
adalah individu yang terpisah dari Yahweh, serta asumsi selanjutnya
bahwa individu ini adalah Kristus yang pra-eksisten. Itu artinya
200
The Only True God
membuat banyak asumsi yang, seperti telah kita lihat dalam karya ini
sebelumnya, tidak berdasar.
Akan tetapi, jika kita membuang penafsiran trinitaris atas Kristus
sebagai dia yang olehnya segala sesuatu telah diciptakan, serta
memahami bahasa Yunaninya sebagai ―di dalam dia‖ segala sesuatu telah
diciptakan, maka gambaran itu berubah sama sekali, dan keberatankeberatan tadi tidak berlaku untuk pemahaman itu. Hal ini dikarenakan
―di dalam dia‖ adalah konsep yang begitu sentral dalam ajaran Paulus
tentang keselamatan, dan juga kepada efek kosmis (―segala sesuatu‖)
keselamatan Allah ―di dalam Kristus‖. Pertimbangkanlah, misalnya, ayat
berikutnya:
Efesus 2:10, ―Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam
Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang
dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di
dalamnya.‖
Apakah makna dari ―yang dipersiapkan Allah sebelumnya‖? Ini
hendaknya dipahami dalam hubungan dengan ayat-ayat pembuka di
Surat Efesus, dan khususnya dengan 1:4: ―Sebab di dalam Dia (Kristus)
Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan
tak bercacat di hadapan-Nya (-Allah).‖
Lingkup kosmis dari keselamatan di dalam Kristus dilukiskan
dengan kuat dalam Kolose 1:19,20 : ―Karena seluruh kepenuhan Allah
berkenan tinggal di dalam Dia (Kristus), dan melalui Dialah Allah
memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya (Allah), baik yang ada
di bumi, maupun yang ada di surga, sesudah Ia mengadakan
pendamaian dengan darah salib Kristus.‖ (Lih. juga Ef 1:10). Di sini kita
melihat lagi istilah ―melalui dia‖, di dalam konteks keselamatan
sebagaimana dalam ay.16.
Penebusan dan pendamaian dengan Allah adalah fokus Kolose 1:1322: ―13 Ia (sang Bapa) telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan
memindahkan kita ke dalam Kerajaan Anak-Nya yang terkasih; 14 di
dalam Dia (sang Anak) kita memiliki penebusan kita, yaitu
pengampunan dosa... 20 dan melalui Dialah Allah memperdamaikan
segala sesuatu dengan diri-Nya... 22 sekarang diperdamaikan-Nya, di
dalam tubuh jasmani Kristus oleh kematian-Nya.‖
Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus
P
201
Penciptaan dan Penebusan
enciptaan dan penebusan, tidak dapat dipertimbangkan secara
terpisah dalam Kolose 1:12-22, seperti yang sering dilakukan.
Penebusan, di pihak Allah, bukan hanya suatu pemikiran yang
muncul kemudian seolah-olah dosa manusia di Taman itu mengejutkan
Dia sehingga dengan tergesa-gesa Ia harus membuat suatu rencana
penebusan. Rencana Allah untuk keselamatan manusia sudah ditetapkan
―sebelum dunia dijadikan‖. Hal ini dinyatakan dengan terang-benderang
dalam Efesus 1:4, ―Sebab di dalam Dia (Kristus) Allah telah memilih kita
sebelum dunia dijadikan‖.
Begitu halnya, penciptaan terlaksana melalui keenam hari dalam
Kejadian 1 dengan mengingat penebusan dari semula. Ini berarti bahwa
―Anak Domba yang disembelih sejak permulaan dunia ini‖ (Why 13:8
ILT) adalah sentral untuk rencana Allah bagi penciptaan sama seperti ia
itu sentral untuk rencana keselamatan Allah. Jika, dalam rencana Allah
yang kekal, tidak ada penebusan tanpa Kristus, maka tanpa dia tidak
akan ada penciptaan juga. ―Di dalam dia (Kristus)‖ (Kol 1:16),
sehubungan dengannya, segala sesuatu telah diciptakan. Ini berarti
bahwa semua pernyataan yang ada dalam nas di Surat Kolose ini harus
dipahami sehubungan dengan konsep penebusan.
“Sejak permulaan (atau fondasi) dunia ini”
Frase ―sejak permulaan dunia ini‖ muncul 7 kali dalam PB, dan ―sebelum
permulaan dunia ini‖ 3 kali. Yang menjadi keprihatin kita di sini adalah
frase ―Anak Domba yang disembelih sejak permulaan dunia ini‖ (Why
13:8 ILT): apakah ini harus diartikan bahwa Kristus benar-benar
disalibkan di surga sebelum penciptaan? Saya rasa tak ada seorangpun
yang cukup bodoh untuk mengira begitulah frase itu semestinya
dipahami.16
BIS dan beberapa terjemahan Inggris lain menerjemahkan Wahyu 13:8
seperti ini, ―kecuali orang-orang yang namanya sudah terdaftar sebelum
dunia diciptakan, di dalam buku orang hidup milik Anak Domba yang
sudah disembelih.‖ Ini berarti bahwa nama-nama orang beriman telah
tertulis dalam kitab kehidupan sebelum mereka ada di dunia ini. Ini berarti
mengatakan sesuatu yang mirip dengan Efesus 1:4. Namun, bagaimanakah
versi-versi itu sampai pada terjemahan ini? Caranya adalah dengan
16
202
The Only True God
Lantas, apa arti frase itu? Tentu saja, satu-satunya kemungkinan
artinya adalah bahwa Anak Domba itu disembelih dalam rencana abadi
Allah sebelum Ia menjadikan alam semesta ke dalam keberadaan.
Namun, jika kita bersikeras memahaminya secara harfiah, maka dapat
ditunjukkan sebagaimana frase itu adanya, memang dikatakan bila
Anak Domba itu sebenarnya disembelih sebelum dunia diciptakan! Jika
satu-satunya cara yang benar untuk memahami pernyataan penebusan
yang begitu penting tentang: ―Anak Domba yang disembelih sejak
permulaan dunia ini‖ bukanlah secara harfiah melainkan dalam terang
rencana kosmik penebusan Allah, bukankah hal yang sama juga benar
dalam memahami nas penebusan seperti yang ada dalam Kolose 1:15-17?
Sebuah kejadian historis yang menentukan—penyaliban Kristus
(Kol 1:20, 22)—disebut seolah-olah telah terjadi dalam keabadian.
Apakah pernyataan ini satu-satunya pernyataan sejenis dalam PB?
Tidak, seperti yang telah kita lihat, ―Allah telah memilih kita sebelum
dunia dijadikan‖ (Ef 1:4) jauh sebelum kita ada secara jasmaniah sebagai
manusia, sebelum kita mendengar pewartaan Injil, dan sebelum kita
berpaling dari dosa dan membuat komitmen iman! Jemaat, yang
kepalanya adalah Kristus, sudah ada dalam rencana kekal Allah jauh
sebelum jemaat itu menjadi nyata, dan karenanya bisa disebut ―dipilih‖
tatkala ia masih belum ada di bumi.17
Pengamatan-pengamatan lebih lanjut
atas Kolose 1:12-20
Jika kita mengamati dengan cermat Kolose 1:12-20 maka kita akan
melihat sesuatu yang signifikan: Semua kata kerja aktif digunakan
sehubungan dengan sang Bapa (Yahweh), sedangkan peran sang Anak
secara konsisten bersifat pasif, mis. ―di dalam dia‖ yang diulangi.
(Bahasa Yunaninya memperlihatkan hal ini secara lebih tajam lagi
menyisipkan padanan sejenis koma ke dalam teks Yunani sesudah kata
―disembelih‖; pembacaan seperti ini tampaknya serampangan.
Apakah kita dapat membangun pra-eksistensi Anak Domba berdasarkan
Wahyu 13:8? Jika ya, maka kita pun dapat menetapkan pra-eksistensi kita
sendiri berdasarkan Efesus 1:4 (dan Wahyu 13:8, jika kita menerima
terjemahan BIS).
17
Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus
203
daripada bahasa Inggrisnya.) Peran aktif Bapa dalam penebusan kita ini,
dan peran Anak yang relatif pasif vis-à-vis dengan peran Bapa, adalah
sesuatu yang diajarkan oleh Yesus sendiri dalam Injil Yohanes.
Kenyataan penting ini menonjol dengan begitu jelas dalam nas Surat
Kolose sehingga nyaris tidak perlu dijabarkan secara rinci di sini.
Butir yang muncul paling jelas dari kenyataan ini adalah bahwa
Allah Bapalah (Yahweh) Penebus/Juruselamat kita di dalam dan melalui
Kristus. Dialah yang ―dalam Kristus mendamaikan dunia dengan
Dirinya‖ (2Kor 5:19 dan Kol 1:22). Kristus adalah Juruselamat kita dalam
arti seluruh karya penyelamatan Allah terjadi di dalam dia dan melalui
dia. Untuk berbicara tentang Kristus seolah-olah ia adalah Juruselamat
kita yang terutama (kalau bukan satu-satunya) berarti kita telah gagal
total dalam memahami pewahyuan PB, termasuk ajaran Yesus sendiri.
Itulah sebabnya mengapa Rasul Paulus memulai nas dalam Surat Kolose
ini dengan kata-kata, ―mengucap syukur dengan sukacita kepada
Bapa…‖ (ay.12)—malah dengan tidak menyebut sang Anak sebagai
sasaran dari ucapan syukur itu (yang mengejutkan kita). Hal ini
disebabkan oleh karena, sebagaimana diuraikan lebih lanjut oleh nas itu,
prime mover (penggerak yang terutama) dalam karya keselamatan
kita adalah Bapa, yang bekerja ―di dalam Kristus‖—salah satu istilah
favorit Paulus.
TUHAN (Yahweh) sebagai Penebus atau Penyelamat umat-Nya
seringkali muncul dalam Perjanjian Lama. Yahweh sebagai Penebus
Israel disebut 16 kali dalam Kitab Yesaya, dan merupakan konsep sentral
dalam kitab itu. Satu ayat yang sejajar secara menyolok dengan Kolose 1,
yang juga menggabungkan penebusan dengan penciptaan, adalah Yesaya
44:24, ―Beginilah firman TUHAN, Penebusmu, yang membentuk engkau
sejak dari kandungan; ‗Akulah TUHAN, yang menjadikan segala sesuatu,
yang seorang diri membentangkan langit, yang menghamparkan bumi
siapakah yang mendampingi Aku?‘‖.
Mari kita perhatikan pula dengan saksama kalimat terakhir yang
memberitakan bahwa di dalam karya penciptaan itu Yahweh Sendiri
yang membentangkan langit, dan menghamparkan bumi ―seorang diri‖.
Pernyataan tersebut tanpa ragu memberitahukan bahwa Yahweh tidak
mempunyai ―sekutu‖ tatkala Ia menciptakan alam semesta. Akan tetapi,
dalam eksegesis kita atas beberapa ayat Perjanjian Baru, tanpa ragu-ragu
kita mengabaikan pemberitaan ini demi mendukung penafsiran
trinitaris.
204
N
The Only True God
Hikmat dan Logos
amun, tidakkah akan ditanyakan lagi: Bukankah Amsal 8
berkata bahwa hikmat bekerja-sama dengan Yahweh dalam
karya penciptaan? Apakah Kitab Amsal bertentangan dengan
Kitab Yesaya, sehingga Kitab Suci itu bertentangan dengan dirinya
sendiri? Di sini kita melihat bahayanya mengabaikan kenyataan bahwa
Kitab Amsal berbicara tentang hikmat secara metaforis sebagai
seseorang (jenis kelamin feminin). Kitab Amsal, kitab yang berbicara
tentang pentingnya hikmat, menekankan pentingnya hikmat dengan
menunjukkan bahwa Allah Sendiri menggunakan hikmat ketika Ia
menciptakan alam semesta.
Namun, para Trinitarian begitu ingin ―membuktikan‖ doktrin
mereka dari Kitab Suci sampai-sampai mereka tidak ragu mengabaikan
kenyataan yang jelas (atau semestinya jelas) bahwa ini adalah
hypostatisasi hikmat secara metaforis, dan juga fakta bahwa hikmat itu
adalah kata yang bersifat feminin, walaupun tidak tampak jelas dari kata
bahasa Inggris ―wisdom‖, sekalipun masih terlihat dalam pronomina
femininnya (Ing.: ―she‖) yang digunakan dalam terjemahan-terjemahan
guna merujuk kepadanya. Begitu kita memahami bahwa apa yang ada
dalam Kitab Amsal adalah metafora, maka tidak lagi ada kontradiksi
dengan Kitab Yesaya.
Di sini kita tidak bisa memilih dua-duanya: Kita harus mengakui
hikmat dalam Kitab Amsal itu sebagai apa adanya, yaitu, ―personifikasi‖,
atau, memungkiri kebenaran pernyataan dalam Kitab Yesaya bahwa
Yahweh menciptakan langit dan bumi tanpa bantuan siapapun.
Pernyataan yang saling bertentangan tidak bisa dua-duanya benar.
Namun, jika hikmat bukan pribadi, maka sudah pasti tidak ada
masalah apa-apa dengan mengatakan Yahweh mempergunakan hikmat
untuk menghasilkan karya ciptaan-Nya, tidak berbeda dengan
mengatakan bila seseorang yang membangun rumah mempergunakan
pengetahuannya dalam membangun rumah itu. Jika orang itu berkata
bahwa ia mempergunakan pengetahuannya untuk memandu dia
selangkah demi selangkah di dalam proses pembangunan itu, tak
seorangpun yang berakal sehat akan beranggapan bila ia tengah
berbicara secara harfiah tentang seseorang yang disebut Pengetahuan
yang memandu dia di dalam pekerjaannya, sekalipun dari cara
penyampaiannya memang kedengarannya seolah-olah pengetahuan itu
dipersonifikasikan.
Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus
205
Metafora semacam ini lazim dipakai dalam pembicaraan seharihari, dan tampaknya sering tak terelakkan. Jika seseorang berkata, ―Sakit
di punggungku ini sedang membunuh aku‖, tak seorangpun akan
beranggapan kalau yang dimaksud adalah sesuatu atau seseorang yang
disebut Sakit yang tinggal di punggungnya dan tengah mencoba
membunuhnya!
Akan tetapi, tampaknya di dalam usaha mendukung satu dogma
tertentu nyaris segala macam penafsiran berlaku—sekalipun dengan
bersikeras bahwa yang metaforis itu mesti diartikan secara harfiah,
seperti halnya Hikmat dalam Kitab Amsal yang ditafsirkan sebagai nama
lain untuk ―pribadi‖ dari Firman/Logos. Dulu saya tidak pernah
mempertimbangkan bagaimana interpretasi kata Firman yang
dipersonifikasikan dalam Yohanes 1 dapat didamaikan dengan
monoteisme PL, atau dengan pernyataan dalam Yesaya 44:24 bahwa, di
tingkat personal, Yahweh menciptakan segala sesuatu ―oleh-Nya‖, Dia
―Sendiri‖—perhatikan penandasan rangkap dua ini.
Sebab, tak seorangpun yang telah mempelajari PL secara serius
dapat mengklaim kalau PL mengajarkan bahwa Yahweh adalah suatu
―zat‖ atau ―hakikat‖ (memakai istilah atau bahasa trinitaris)
multipersonal ilahi, apalagi untuk membuktikan klaim seperti itu.
Demikian halnya, semestinya jelas bahwa wahyu PL tentang Yahweh
tidak mungkin didamaikan dengan pandangan trinitaris bahwa Firman
adalah pribadi ilahi yang setara dengan Bapa (Yahweh) di dalam ―zat‖
ilahi yang disebut ―Allah‖—seolah-olah ada sesuatu yang disebut ―Allah‖
selain Yahweh akan tetapi termasuk Yahweh!
Tampaknya trinitarianisme telah mengajarkan kita seni memelintir
batin, sampai-sampai kita mengira (sebagai ekseget) telah berhasil
memelintir kontradiksi menjadi paradoks, dan kemudian merasa puas
bahwa ―paradoks‖ ini mewakili kebenaran. Bahkan lebih sederhananya
lagi, kita mengabaikan kontradiksi yang ada, biasanya dengan cara
melewatkan konteks langsungnya dan/atau konteks umumnya.
Namun, hendaknya dinyatakan dengan jelas bahwa semuanya ini
tidak dilakukan dengan niat yang disengaja untuk menyesatkan,
melainkan karena kita telah disesatkan. Dengan demikian, kita berusaha
sekuat tenaga untuk melihat trinitarianisme di dalam teks-teks di depan
kita, bahkan ketika terkadang sulit mendamaikan apa yang kita kira
benar-benar trinitarianisme di dalam teks itu dengan teks-teks lain yang
tampaknya mengatakan sesuatu yang berbeda. Betapa sulit meloloskan
206
The Only True God
diri dari jerat-jerat kekeliruan! Namun, kalau bukan karena anugerah
Allah hal itu pasti mustahil.
Keselamatan adalah pesan sentral dari Kolose 1:12-20
Perhatikan bagaimana semua kata dan konsep kunci PB yang
berhubungan dengan keselamatan muncul bersama-sama dalam nas ini:
melepaskan, penebusan, pengampunan (ay.13,14), memperdamaikan
(ay.20,22), mengadakan pendamaian melalui darahnya yang tercurah di
atas salib (ay.20), dan ―menempatkan kamu kudus dan tak bercela dan
tak bercacat di hadapan-Nya‖ (ay.22).
Sekarang, mari kita perhatikan pula bahwa ada lima ayat (ay.15-19),
semuanya berhubungan dengan penciptaan, yang ―tersisip‖ di antara
ayat-ayat yang berhubungan dengan keselamatan. Dengan kata lain,
bagian teks itu dimulai dengan karya keselamatan Allah, berlanjut
dengan karya penciptaannya, dan diteruskan dengan karya-Nya yang
menyelamatkan. Dengan demikian, hal ini menunjukkan dengan jelas
bahwa semuanya itu terhubungkan secara tak terpisahkan; yaitu,
semuanya itu merupakan bagian dari ―paket‖ yang satu itu. Dalam
rencana dan tujuan Allah yang kekal, Kristus itu sentral untuk kedua
bagian yang saling berkaitan secara tidak terpisahkan sama sekali.
Namun, kita tidak boleh pernah mengabaikan kenyataan bahwa Allah
(Yahweh) adalah Penggerak yang Terutama dalam kedua bagian itu, yang
melaksanakan tujuan-tujuan-Nya di dalam dan melalui Kristus: ―Karena
seluruh kepenuhan Allah berkenan tinggal di dalam Dia‖ (ay.19). Hal ini
ditandaskan kembali dalam 2:9.
Kegagalan dalam melihat dengan jelas kenyataan (baik dalam
Kolose 1 maupun dalam keseluruhan PB) bahwa Allah adalah Penggerak
yang Terutama akan menimbulkan kesan bahwa PB bersifat
―Kristosentris‖, dan selanjutnya akan membawa kita kepada kekeliruan
trinitarianisme. Sebagai seorang Trinitarian, dulu saya selalu
menekankan Kristosentrisitas ini, senantiasa mengira bila ini adalah
penekanan dalam PB. Seperti yang dapat kita lihat sekarang, penekanan
ini tidak sesuai dengan PB.
Oleh karena kelima ayat yang berhubungan dengan penciptaan ini
―tersisip‖ di antara ayat-ayat tentang keselamatan, tentu saja pantas
ditanyakan apakah ayat-ayat itu semestinya dipahami sehubungan
dengan karya penebusan Allah di dalam Kristus.
Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus
A
207
“Gambar Allah yang tidak kelihatan”
yat pertama dari kelima ayat itu (ay.15) berbunyi, ―Dialah
gambar Allah yang tidak kelihatan‖. 2 Korintus 4:4 juga
menandaskan bahwa Kristus adalah gambaran Allah.
Pernyataan-pernyataan tersebut identik dengan 1 Korintus 11:7 di mana
dikatakan bahwa manusia adalah ―gambaran dan kemuliaan Allah‖.
Allah itu tidak kelihatan untuk mata manusia, tetapi manusia adalah
gambaran-Nya. Jadi, Kristus, seperti setiap orang, adalah gambar Allah.
Karena itu, di dalam menandaskan Kristus adalah gambar Allah, di situ
ditandaskan bahwa ia adalah manusia. Ini dikarenakan kecuali jika ia
adalah manusia, ia tidak dapat menjadi juruselamat umat manusia.
Namun, bagaimanakah orang dapat berargumen untuk pra-eksistensinya
berdasarkan dirinya sebagai gambar Allah? Jika sebagai gambar Allah
melibatkan pra-eksistensi, maka manusia itu pun pra-eksisten!
Masalah Kristologi trinitaris terkait dengan masalah antropologi
dari Kristologi itu. Signifikansi pernyataan tegas dalam 1 Korintus 11:7
bahwa manusia adalah ―kemuliaan Allah‖ belum pernah dimengerti.
Menjadi ―kemuliaan Allah‖ artinya adalah bahwa dengan melihat
manusia berarti melihat Allah, sebab dalam Kitab Suci, melihat
kemuliaan-Nya berarti melihat Dia (khususnya Yes 6; Yeh 1, dan juga
dengan Manoah, dst.).
Namun ketika kita melihat manusia sekarang ini, kita biasanya sulit
(dengan beberapa pengecualian) melihat kemuliaan Allah. Mengapa?
Karena, seperti diuraikan dalam Surat Roma, umat manusia ada di
bawah perbudakan dosa, dan hingga proses penebusan itu selesai,
kemuliaan Allah tidak akan terlihat jelas di dalam mereka. Namun, pada
hari itu ketika kita akan menjadi ―kudus dan tak bercela dan tak bercacat
di hadapan-Nya‖ (Kol 1:22) maka, sesungguhnya, kita akan benar-benar
menjadi ―kemuliaan Allah‖. Dengan demikian, ketika Paulus berbicara
tentang manusia sebagai kemuliaan Allah (1Kor 11:7), tampaknya ia
tengah berbicara tentang manusia dalam rencana dan tujuan Allah
sebagaimana manusia itu dimaksudkan Allah, bukan sebagaimana ia
pada saat ini.
Namun, ini sama sekali berbeda dengan Kristus, karena ―sama
dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa‖. Dengan
keadaannya yang tanpa dosa ia benar-benar ―kudus dan tak bercela dan
tak bercacat di hadapan-Nya (Allah)‖. Itu sebabnya ia adalah kemuliaan
Allah, dan itu sebabnya dengan melihat dia kita melihat Allah dalam
208
The Only True God
kemuliaan-Nya. Justru dalam kenyataan inilah trinitarianisme telah
merancukan kristologinya dengan anthropologi PB. Kini kita dapat
melihat bahwa inilah alasan mengapa trinitarianisme telah gagal
memahami kebenaran PB yang vital bahwa manusia adalah kemuliaan
Allah.
Pewahyuan Kitab Suci juga memperlihatkan bahwa manusia tidak
pernah dapat menjadi kemuliaan Allah terlepas dari Dia. Justru ketika
manusia memaksakan kebebasannya dan berusaha menjadi ―seperti
Allah‖, dengan cara demikian memperoleh semacam kebebasan dariNya, ia tidak lagi mengejawantahkan kemuliaan-Nya. Manusia adalah
kemuliaan Allah dan menikmati kemuliaan itu hanya melalui kesatuan
atau penyatuan dengan Dia, dan ini hanya dapat terealisasi melalui
kepenuhan hadirat-Nya yang mendiami, sebagaimana didemonstrasikan
secara sempurna dalam kasus Kristus: ―Karena seluruh kepenuhan Allah
berkenan tinggal di dalam Dia‖ (Kol 1:19). Dan ini menjadi suatu realitas
dalam Kristus hanya karena ia tunduk secara total dan dengan sukacita
kepada Bapa (Yahweh).
Hal ini juga berdampak pada pemahaman kita akan soteriologi PB,
yaitu doktrin keselamatan. Sebab, jika Kristus bukan sepenuhnya dan
benar-benar manusia, maka kita tidak akan selamat. Sebab, oleh karena
dosa satu manusia maut masuk ke dalam dunia, dan oleh karena
ketaatan satu manusia kita dibenarkan (Rm 5:15-19). Oleh karena
harapan keselamatan untuk kita itu ada hanya jika Kristus itu manusia,
mengapa trinitarianisme selalu mendukung ketuhanan Kristus bila hal
itu tidak ada keterkaitan sama sekali dengan keselamatan umat
manusia? Tidak di manapun dalam Perjanjian Baru dinyatakan bila
keyakinan pada ketuhanan Kristus diperlukan demi keselamatan. Akan
tetapi, jemaat trinitaris, dengan sikap menentang Firman Allah, berani
menjuluki bidat kepada siapa saja yang menolak kristologi mereka.
Anda masih ingat bahwa sebagai seorang Trinitarian saya
merasionalkan kaitan soteriologis antara kemanusiaan dan ketuhanan
dengan memperdebatkan bahwa jika Yesus hanyalah seorang manusia,
kematiannya tidak bisa menguntungkan seluruh umat manusia, tetapi
sebagai Allah ia tak terbatas, dan ketakterbatasan dapat mencakup
jumlah apa saja, tidak peduli seberapa besar jumlahnya. Argumen ini
bukannya tidak logis; setidaknya berlandasan matematika. Namun,
masalahnya hanyalah argumen yang tidak Alkitabiah, sebab dalam Kitab
Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus
209
Suci, logika soteriologis itu bukan logika matematis, tetapi logika yang
bekerja dengan prinsip yang sama sekali berbeda.
Misalnya, ketika umat Israel berdosa besar di padang gurun dan
tengah dibinasakan oleh karena gigitan ular berbisa, Allah
menginstruksikan Musa untuk menaruh seekor ular tembaga di atas
tiang. Dengan demikian, siapa saja yang memandang ular tembaga yang
tergantung di atas tiang itu akan hidup (Bil 21:7-9). Hanya ada satu ular
tembaga, akan tetapi tidak peduli berapa banyak orang yang
memandangnya, mereka diselamatkan dari maut. Jelas sekali,
matematika bukanlah faktor. Ketaatan pada panggilan untuk
memandang ular itu, di satu sisi, serta anugerah pengampunan Allah, di
sisi lain, adalah satu-satunya prinsip yang beroperasi di sini. Dengan
insiden
genting
inilah
Kristus
membandingkan
pelayanan
keselamatannya, dan khususnya kepada dirinya yang ―ditinggikan‖ di
atas salib: ―Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun,
demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang
yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal‖ (Yoh 3:14,15).
Demikian juga, ketaatan Kristus telah menghapus ketidaktaatan
Adam untuk semua orang yang ada di dalam Kristus. Memang, ketaatan
tersebut berbuat lebih daripada itu, sebenarnya, ―jauh lebih banyak‖
sebagaimana dinyatakan lagi dalam Roma 5:9,10,15,17. Di sini ―lagi-lagi‖
itu tidak ada kaitannya sama sekali dengan logika matematika, tetapi
berkaitan segalanya dengan anugerah dan hikmat Allah.
Gambaran lain dari keselamatan yang diperoleh dari perjalanan
orang Israel di padang gurun adalah manna, yang disediakan Yahweh
untuk mereka setiap hari dari langit. Yesus merujuk kepada penyediaan
surgawi yang luar biasa ini dalam Yohanes 6 di mana ia menyatakan
bahwa ia adalah roti yang benar dari surga. Yesus adalah roti surgawi
yang disediakan Yahweh untuk keselamatan umat manusia yang, ketika
mereka memakannya, tidak akan binasa. Jika Yahweh bisa menyediakan
untuk khalayak Israel di padang gurun yang jumlahnya sekitar 2 juta
orang, apakah sang Pencipta akan lebih sulit menyediakan untuk 2
milyar atau 2 trilyun orang? Jumlah demikian mungkin sangat
mengejutkan untuk kita, tetapi sama sekali tidak untuk Dia yang
menciptakan Adam dan Hawa (dan juga kita semua) dengan trilyunan
210
The Only True God
sel dalam masing-masing tubuh mereka! Yahweh dapat memberi hidup
kepada orang berapa pun jumlahnya melalui Yesus, sang ―roti hidup‖.18
Dalam 1 Korintus 10:3,4, dengan gaya midrash (―midrash‖ adalah
teknik yang digunakan para Rabi dalam menafsirkan Kitab Suci) Paulus
menulis, ―mereka semua (yang ada di padang gurun) makan makanan
rohani yang sama dan mereka semua minum minuman rohani yang
sama, sebab mereka minum dari batu karang rohani yang mengikuti
mereka, dan batu karang itu ialah Kristus.‖ Manna tersebut dilukiskan
sebagai ―makanan rohani‖ karena bukan berasal dari sumber duniawi,
melainkan disediakan secara khusus oleh Yahweh. Sama juga halnya
dengan air; air itu disebut ―minuman rohani‖ karena bukan berasal dari
mata air di padang gurun bebatuan melainkan disediakan secara khusus
oleh Yahweh. Paulus, yang di sini menulis dalam gaya midrash
(sebagaimana para pakar pada umumnya sependapat), menunjukkan
bahwa batu itu adalah sebuah penggambaran atau ―tipe (lambang)‖
Kristus, yang kemudian akan menjadi mata air hidup untuk dunia (Bdk.
Yoh 4:13,14). Dan sama seperti air yang mencukupi orang banyak di
padang gurun, air itu mencukupi jumlah orang berapa pun karena
Yahweh, yang tak terbatas itu, adalah sumbernya.
Kini kita memahami bahwa Kristus tidak perlu menjadi tak terbatas
untuk dapat menyelamatkan dunia, sebab keselamatan memuat
sumbernya yang tak terbatas di dalam Yahweh Sendiri. Air
melambangkan hidup, dan Yesus adalah ―batu karang‖ itu atau mata air
yang melaluinya air itu mengalir. Pemberi air yang utama itu, dan
pemberi dari ―setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang
sempurna‖, adalah Yahweh Sendiri (Yak 1:17).
Yesus dilukiskan sebagai kurban untuk dosa, sebagai ―Anak Domba
Allah‖, atau sederhananya, ―Anak Domba‖ dalam Kitab Wahyu. Tapi
janganlah dilupakan bahwa ia adalah ―Anak Domba Allah‖ justru karena
dialah Anak Domba yang disediakan Yahweh untuk dosa manusia: ―Ia,
yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkanNya bagi kita semua‖ (Rm 8:32). Apakah penyediaan Yahweh untuk dosa
bisa tidak mencukupi?
Wikipedia, di bawah ―Cell (biology) {Sel [biologi]})‖, mengatakan bahwa
tubuh manusia diperkirakan memiliki 100 trilyun sel.
18
Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus
211
“Yang sulung dari segala yang diciptakan” (Kol 1:15)
B
aik dalam Kolose 1:18 maupun Wahyu 1:5 Kristus disebut sebagai
―yang sulung…dari antara orang mati‖, sebagai yang pertama
bangkit dari antara orang mati oleh kuasa sang Bapa; dan karena
sang Bapa akan membangkitkan lebih banyak lagi setelah dia dan
melalui dia, ―Dialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang
mati‖ (Kol 1:18). Dalam jemaat, Kristus adalah ―yang sulung di antara
banyak saudara‖ (Rm 8:29).
Beginilah bunyi keseluruhan Kolose 1:18, ―Dialah kepala tubuh,
yaitu jemaat. Dialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara
orang mati, sehingga Dialah yang lebih utama dalam segala sesuatu.‖
Satu hal akan menjadi lebih terang bagi kita tatkala memahami dengan
lebih baik tujuan-tujuan mulia Allah bagi manusia sebagaimana
diajarkan dalam PB, dan juga di sini dalam Kolose 1, yaitu, bahwa Kristus
yang adalah kepala jemaat adalah pula kepala atas semua penciptaan,
atau dengan memakai gambaran dari 1:15, ―yang sulung dari segala yang
diciptakan‖.
Tujuan-tujuan Allah yang kekal untuk manusia, dengan Kristus
sebagai kepala dari umat manusia yang ditebus, tidak dilukiskan secara
rinci, tetapi menimbulkan rasa heran bahkan dari sedikit berkas cahaya
yang dinyatakan dalam Kitab Suci. Misalnya, ―Hari Sabat diadakan
untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat‖ (Mrk 2:27).
Apakah implikasi dari pernyataan ini? Jika hari Sabat yang suci pun
diperuntukkan bagi manusia, lantas apa yang tidak dibuat bagi manusia?
―Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang
menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimana mungkin Ia tidak
mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?‖
(Rm 8:32) Pertanyaan retorik ini bukan saja menandakan kesediaan
Allah tetapi juga niat-Nya untuk memberikan segala sesuatu kepada kita!
Demikianlah Ibrani 1:2 berbicara tentang Kristus sebagai orang yang
telah Allah ―tetapkan sebagai ahli waris segala sesuatu‖, dan inilah yang
dikatakan dalam Roma 8:17, ―Jika kita adalah anak, maka kita juga
adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janjijanji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus‖. Ini
berarti bahwa kita adalah sesama ahli waris dengan dia yang adalah ahli
waris dari segala sesuatu! Paulus memakai frase ―tuan dari segala
sesuatu‖ dalam Galatia 4:1 di dalam konteks tentang kita sebagai ahli
waris (lih. seluruh bagian teks dari 3:29-4:7).
212
The Only True God
Dalam kaitan ini, pertimbangkan pernyataan berikut yang
mengejutkan: ―Karena itu janganlah ada orang yang memegahkan
dirinya atas manusia, sebab segala sesuatu adalah milikmu: baik Paulus,
Apolos, maupun Kefas, baik dunia, hidup, maupun mati, baik waktu
sekarang, maupun waktu yang akan datang. Semuanya milikmu. Tetapi
kamu adalah milik Kristus dan Kristus adalah milik Allah‖ (1Kor 3:2123).
Pertimbangkan baik-baik apa yang termasuk ke dalam ―segala
sesuatu‖ yang adalah milik Anda: Itu termasuk bahkan para Rasul
(Kefas, tentunya adalah Rasul Petrus); ―dunia‖ menerjemahkan kosmos,
yang dalam konteks ayat ini mencakup segala sesuatu dari kehidupan ke
kematian, dari masa kini ke masa depan, yang mempunyai arti, ―jumlah
total dari segala sesuatu di sini dan saat ini, dunia, alam semesta (yang
teratur)‖ (BDAG). Kata ―segala‖ yang komprehensif ini tidak menyisakan
apa-apa, kecuali Kristus dan Allah, yang meskipun begitu adalah milik
kita, sekalipun dalam arti berbeda, sebab masing-masing mereka adalah
Tu[h]an kita (Kristus) dan Allah kita (Yahweh). Namun, perhatikan juga
bahwa ―Kristus adalah milik Allah‖ secara hampir sama dengan ―kamu
adalah milik Kristus‖ (1Kor 3:23). Pertanyaan tentang kesetaraan Kristus
dengan Allah tidak pernah ditemukan dalam PB: Kristus adalah milik
Allah—seperti kita adalah milik Kristus, dan segala sesuatu adalah milik
kita.
Dapatkah kita memaklumi implikasi dari semuanya ini? Dapatkah
kita mulai memahami maksud dari apa yang tengah diwahyukan?
Bukankah itu teringkas dalam kalimat terakhir di Kolose 1:16? ―segala
sesuatu diciptakan…untuk Dia‖—untuk Dia, bukan sebagai satu pribadi
―individu‖, tetapi sebagai kepala dan wakil dari umat manusia yang
ditebus. Artinya, Allah telah menciptakan segala sesuatu untuk manusia
dengan Kristus sebagai kepalanya. Itu sebabnya Paulus dapat berkata,
―segala sesuatu adalah milikmu‖ (1Kor 3:21)! Dapatkah kita benar-benar
memaklumi pewahyuan yang mengejutkan dan mengagumkan ini:
Yahweh tidak menciptakan segala-galanya untuk Dirinya Sendiri belaka,
tetapi untuk kita?! Kita, makhluk-makhluk egois ini, dapatkah kita mulai
memahami satu Allah yang menjadikan segala sesuatu bukan untuk
Dirinya Sendiri, tetapi untuk para ciptaan-Nya, khususnya, kita! Yang
diwahyukan adalah satu Allah yang sama sekali tanpa pamrih dalam
perbuatan-Nya, dan ini memberi suatu makna yang sama sekali baru dan
mendalam atas pernyataan ―Allah adalah kasih‖ (1Yoh 4:8,16).
Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus
213
Dalam kaitan ini, pertimbangkan juga 1 Timotius 6:17, ―Allah yang
dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk
dinikmati.‖ Apakah kita mengira bila Allah menciptakan pelbagai jenis
bunga yang menghiasi bumi, semuanya cemerlang dalam berbagai
macam warna-warni, bentuk, dan aroma, untuk dinikmati sendiri olehNya? Sedemikian megahnya mereka sampai-sampai Yesus berkomentar
bahwa Salomo dalam segala kemegahannya pun tidak berpakaian
seindah salah satu dari bunga itu (Mat 6:28,29). Pernahkah kita
merenungkan pelbagai jenis pepohonan yang menghasilkan buah lezat,
bunga-bunga yang sedap dipandang, kayu untuk segala macam kegunaan
dan, tak kalah pentingnya, oksigen yang esensial untuk manusia?
Semestinya jelas bahwa Allah tidak menciptakan pepohonan hanya
untuk kesenangan-Nya Sendiri atau untuk Kristus semata.
Dan mestikah kita melanjutkan berbicara tentang aneka ragam
sayur-mayur yang menyediakan gizi esensial bagi umat manusia?
Apakah kita mengira bila ini semua diciptakan untuk nutrisi-Nya
sendiri? Atau tentang sungai, danau, dan lautan yang diisi dengan
berbagai jenis ikan oleh Allah? Kita tidak perlu melanjutkan, intinya
semestinya sudah cukup jelas: Allah ―dalam kekayaan-Nya memberikan
kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati‖ (1Tim 6:17). Ini pun cukup
membuktikan apa yang kita lihat dalam pewahyuan PB, yaitu, bahwa
Allah menciptakan segala sesuatu untuk manusia, bukan hanya untuk
―manusia Kristus Yesus‖ saja, yang dijadikan kepala jemaat oleh Allah—
tetapi apa artinya kepala tanpa tubuh? Dan dalam hal ini pun, ―tidak
baik, kalau manusia itu (Kristus) seorang diri saja‖ (Kej 2:18)! Tidakkah
Paulus menandaskan bahwa cerita dalam Kitab Kejadian ini berbicara
secara proleptis atau secara tipologis mengenai Kristus dan jemaat (Ef
5:32)?
Meskipun secara periodik beberapa wilayah dunia menderita
kelaparan terutamanya karena peperangan, salah kelola, korupsi, dst.,
bumi ini sekarang menyediakan makanan untuk 6 milyar orang! 19 Allah
dengan kasih sayang menyediakan segala sesuatu untuk umat manusia
walaupun manusia itu pada umumnya tak berterimakasih. Terlebih lagi,
Allah adalah Allah yang realitasnya dapat dialami dalam hidup ini bila
6,6 milyar pada awal 2007, Wikipedia, ―World Population (Populasi
Dunia)‖.
19
214
The Only True God
kita mencari Dia dengan hati terbuka dan rendah hati, Allah yang telah
datang kepada kita di dalam Kristus.
Bertolak-belakang sama sekali dengan pewahyuan yang luar biasa
ini bahwa Allah di dalam kasih-Nya menciptakan segalanya yang baik
untuk umat manusia, gambaran Kristus macam apa yang muncul dari
terjemahan yang menerjemahan kalimat di Kolose 1:16 itu sebagai,
―segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia‖. Apa lagi artinya
ini kalau bukan Kristus menciptakan segala sesuatu untuk dirinya
sendiri? Sungguh suatu gambaran yang sama sekali berbeda dari
gambaran Allah yang tanpa pamrih yang terlihat dalam paragrafparagraf sebelumnya!
R
Rencana kekal Allah untuk manusia
encana-rencana Allah untuk manusia bahkan jauh lebih besar
daripada yang dapat kita bayangkan, ―Tetapi seperti ada tertulis:
‗Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah
didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati
manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi
Dia‘‖ (1Kor 2:9). Salah satunya disampaikan Paulus dalam bentuk
sebuah pertanyaan, ―Tidak tahukah kamu, bahwa kita akan menghakimi
malaikat-malaikat?‖ (1Kor 6:3). Malaikat adalah makhluk rohani,
―pahlawan-pahlawan perkasa yang melaksanakan firman-Nya‖ (Mzm
103:20). Bagaimana mungkin seseorang menghakimi malaikat kecuali
jika ia diberi otoritas atas mereka? Lantas apa artinya ini kalau bukan
manusia yang ditebus itu akan dianugerahi otoritas atas makhlukmakhluk tertinggi dalam penciptaan! Dan oleh karena malaikat tidak
berdiam di bumi melainkan di surga, apa artinya ini kalau bukan
manusia yang ditebus itu akan dianugerahi otoritas baik di surga
maupun di bumi! Otoritas tersebut sudah dianugerahkan kepada Yesus
dalam rangka menyempurnakan karya keselamatan Allah (Mat
28:18dyb.).
Jika ada masalah yang muncul dalam memahami Kolose 1 di dalam
terang Kristus yang sungguh-sungguh manusia, masalah ini timbul
karena kegagalan dalam melihat peranan luhur mengagumkan yang
telah dibayangkan dan direncanakan Allah untuk manusia ―sebelum
dunia dijadikan‖ (Ef 1:4; dst.). Dalam hubungan dengan manusialah—
dengan Kristus sebagai kepala dan wakilnya dan dengan demikian,
Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus
215
―dalam dia‖ (yaitu, dalam hubungan dengan Kristus)—Allah menjadikan
seluruh penciptaan. Begitu kita terlepas dari pandangan negatif atas
manusia yang sepenuhnya rusak (yang mendominasi teologi Kristiani)
dan, begitu kita terpulihkan dari rasa heran kita terhadap kemegahan
mengagumkan atas apa yang dikehendaki Allah untuk manusia (dan
yang tengah dalam proses penggenapan oleh-Nya), sama sekali tidak
akan sulit untuk kita memahami apa yang diwahyukan di dalam nas
menakjubkan dari Kitab Suci ini.
“Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu” (Kol 1:17)
S
ebagai ―yang sulung...dari segala yang diciptakan‖ (Kol 1:15), dan
juga ―yang sulung...dari antara orang mati‖ (Kol 1:18), benar-benar
dapat dikatakan bahwa ―Ia ada terlebih dahulu dari segala
sesuatu‖ (Kol 1:17). Dengan demikian, ia adalah tujuan Allah baginya
―sehingga Ia yang lebih utama dalam segala sesuatu‖ (ay.18). ―Terlebih
dahulu dari segala sesuatu‖ digunakan untuk mendukung pra-eksistensi
Kristus dalam trinitarianisme, tetapi ini tidak banyak menolong dogma
trinitaris sebab pra-eksistensi tidak membuktikan ketuhanan,
membuktikan pra-eminensi pun tidak. Misalnya, tidak banyak orang
yang akan memungkiri bila Iblis (―si ular‖, Kej 3:1dyb.; Why 12:9) sudah
ada sebelum penciptaan dalam Kejadian 1, ketika segala sesuatu
diciptakan ―sungguh amat baik‖. Namun, ia sudah tampil dalam
Kejadian 3 untuk menggoda Adam dan Hawa agar berbuat dosa.
Demikian pula, tak seorang pun peduli untuk mengusulkan bila Iblis
menikmati preeminence (keunggulan) karena pra-eksistensinya.
Keunggulan yang diberikan kepada Kristus adalah sesuatu yang
diberikan kepadanya oleh Bapa. Dalam Kitab Suci, keunggulan biasanya,
tetapi tidak mesti, adalah konsequensi dari senioritas. Misalnya,
walaupun Yusuf adalah anak ke-11 dari 12 anak laki-laki Yakub, dan
dengan demikian menjadi anak termuda kedua di antara saudarasaudaranya, Allah meninggikan dia ke tingkat keunggulan bukan saja
atas mereka tetapi juga atas tanah Mesir yang jaya (Kej 30-50). Yesus
berkata bahwa ―banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang
terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu‖ (Mat 19:30).
Demikianlah ―yang sulung dari segala yang diciptakan‖ berbicara
tentang Kristus sebagai yang pertama, yang unggul, dalam umat
manusia Allah yang baru, ciptaan baru itu (2Kor 5:17).
216
The Only True God
Di sisi lain, ―yang sulung dari antara orang mati‖ mengingatkan kita
bahwa ―Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan
sampai mati di kayu salib‖ (Flp 2:8). Tanpa itu tidak ada kemungkinan
menjadi ―yang sulung dari antara orang mati‖. Dengan kata lain, hanya
dengan menjadi yang akhir, merendahkan diri sendiri sampai kepada
bentuk kematian terendah—kematian di kayu salib—ia dibangkitkan oleh
Allah Yahweh untuk menjadi yang pertama, bukan saja atas orang mati
tetapi juga atas seluruh alam semesta (Flp 2:9-11). Mungkin juga untuk
alasan ini Yesus adalah ―Yang Awal dan Yang Akhir‖ (Why 1:17; 2:8).
“Segala sesuatu menyatu di dalam Dia” (Kol 1:17) atau
“karena Dialah juga maka segala sesuatu berada
pada tempatnya masing-masing” (Kol 1:17 BIS)
A
pa arti pernyataan itu? Oleh karena ―manusia Kristus Yesus‖
adalah pusat, hub (pusat kegiatan), dari tujuan Allah baik untuk
penciptaan maupun penebusan, maka bukankah itu berarti
bahwa ia memberikan koherensi kepada segala sesuatu, atau segala
sesuatu itu menemukan koherensinya ―di dalam dia‖? Yaitu, segala
sesuatu mempunyai tujuan dan makna mereka oleh karena dia dan
dalam hubungan dengan dia; mereka ―saling bercocokan untuk
membentuk suatu keseluruhan yang harmonis dan kredibel‖
(sebagaimana Encarta Dictionary mendefinisikan ―koherensi‖ dengan
baik)—tetapi, senantiasa dan hanya dalam hubungan dengan dia saja.
Maka kita bisa berkata bahwa Allah menghimpun segala sesuatu,
atau ‗mempersatukan segala sesuatu‘, di dalam Kristus, yang memang
adalah pokok untuk tujuan-tujuan penebusan-Nya bagi seluruh ciptaanNya. Pertimbangkan nas yang luar biasa dalam Efesus 1 berikut ini:
Sebab di dalam Dia kita beroleh penebusan oleh darah-Nya,
yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan anugerah-Nya,
8 yang dilimpahkan-Nya kepada kita dalam segala hikmat dan
pengertian.
9 Sebab Ia telah menyatakan rahasia kehendak-Nya kepada kita,
sesuai dengan rencana kerelaan-Nya, yaitu rencana kerelaan
yang dari semula telah ditetapkan-Nya di dalam Kristus
10 sebagai persiapan kegenapan waktu untuk mempersatukan di
dalam Kristus sebagai Kepala segala sesuatu, baik yang di surga
maupun yang di bumi.
7
Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus
217
Mari kita amati bahwa (1) di sini, penciptaan dan penebusan pun
berhubungan secara tak terpisahkan, dan (2) semua ini ada ―di dalam
dia‖ atau ―di dalam Kristus‖ (muncul 3 kali dalam 4 ayat ini).
Oleh karena itu, di dalam Kristus, segala sesuatu dalam penciptaan
dipersatukan ke dalam suatu keseluruhan yang koheren. Seperti itulah
kuasa, kodrat serta lingkup, dari kesatuan di ―dalam Kristus‖!
2 Korintus 8:9
―Karena kamu telah mengenal anugerah Tu[h]an kita Yesus
Kristus bahwa sekalipun Ia kaya, oleh karena kamu Ia menjadi
miskin, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinanNya.‖
P
enafsiran trinitaris atas ayat ini tergantung pada penafsiran atas
Filipi 2:6dyb.: Yesus kaya di surga tetapi memilih kemiskinan
duniawi sehingga kita bisa menjadi kaya. Namun, jika penafsiran
nas di Surat Filipi itu salah, maka ayat itu tidak bisa digunakan di
sini. Lagipula, dalam Surat-surat Korintus tidak terdapat apa-apa yang
membenarkan pemahaman itu atas ayat ini.
Pertama-tama, kita perlu menanyakan kekayaan dan kemiskinan
macam apa yang tengah dipertimbangkan di sini. ―Supaya kamu menjadi
kaya‖ pasti bukan rujukan kepada kekayaan materiil sebagaimana sudah
jelas dari kedua ayat pertama pasal ini:
―Saudara-saudara, kami hendak memberitahukan kepada kamu
tentang anugerah yang diberikan kepada jemaat-jemaat di
Makedonia. Selagi dicobai dengan berat dalam pelbagai
penderitaan, sukacita mereka meluap dan meskipun mereka
sangat miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan‖ (2Kor
8:1,2).
Jemaat-jemaat di Makedonia adalah penerima anugerah Allah, dan bukti
dari anugerah ini adalah kedermawanan mereka alih-alih penderitaan
yang tengah mereka alami dan ―sangat miskin‖. Anugerah Allah tidak
membuat mereka kaya secara materiil tetapi telah membuat mereka
bersukacita dan dermawan di tengah-tengah pencobaan dan kemiskinan
mereka—di situlah letak kebesaran anugerah Allah. Demikian juga,
kekayaan yang akan diterima jemaat di Korintus jelas adalah kekayaan
218
The Only True God
rohani dari anugerah Allah dalam Kristus yang sama seperti yang
diterima oleh jemaat di Makedonia. Hal ini merupakan sesuatu yang
jauh lebih bernilai (yaitu, kekal) untuk Paulus daripada kekayaan
materiil. Nyaris tak terpikirkan oleh Paulus bila Kristus menjadi miskin
untuk membuat kita kaya secara materiil.
Ketika Paulus mengatakan Kristus ―kaya‖ apakah maksudnya kaya
secara materiil? Bahkan kekayaan surgawi pun sudah tentu bukan
kekayaan materiil. Arti kekayaan ini telah didefinisikan dengan baik
dalam 2 Korintus 8:2: ―sukacita yang meluap‖ dan ―kaya dalam
kemurahan‖ di mana entah ―dicobai berat dalam pelbagai penderitaan‖
maupun ―sangat miskin‖ bisa mempengaruhi dalam cara apapun.
Sesungguhnya inilah kekayaan sejati, terutamanya ketika beberapa di
antara kita secara pribadi telah menyaksikan kesengsaraan para
milyuner, di sisi lain, sukacita orang tidak beruang yang berjalan dengan
Allah dan setiap hari mengalami pemeliharaan-Nya, kasih-Nya dan
perawatan-Nya.
Lantas, apa artinya ―oleh karena kamu menjadi miskin‖? Paulus,
sebagai seorang yang ―mengikuti teladan‖ Kristus (1Kor 11:1),
mengilustrasikan hal ini dalam kehidupannya sendiri: ―Karena Dialah
aku telah melepaskan semuanya itu‖ (Flp 3:8). Kini, tanpa apa-apa lagi,
ia masih mempunyai satu pemilikan terakhir untuk ditawarkan:
hidupnya—―Tetapi sekalipun darahku dicurahkan pada kurban dan
ibadah imanmu, aku bersukacita dan aku bersukacita dengan kamu
sekalian‖ (Flp 2:17). Ia menggunakan ilustrasi ―dicurahkan sebagai
persembahan‖ ini sekali lagi ketika saatnya tiba untuk dia menyerahkan
nyawanya: ―Mengenai diriku, darahku sudah mulai dicurahkan sebagai
persembahan dan saat kematianku sudah dekat‖ (2Tim 4:6).
―Dicurahkan‖ artinya benar-benar ―dikosongkan‖ (bdk. kenoō, Flp 2:7),
dan di sini kita melihatnya dalam dua tahap: pertama adalah niat, suatu
ungkapan hati dan kehendak, seperti diungkapkan dalam Filipi 2:17
(juga Kis 20:24), dan kemudian pada aktualisasinya di saat ia ―akan
meninggalkan dunia‖ seperti dalam 2 Timotius 4:6. Tampaknya
demikian juga ―pengosongan‖ dalam halnya Kristus di Filipi 2:7 paling
baik dipahami karena hidup Paulus berpolakan kepada hidup Kristus; ia
memiliki ―pikiran‖ Kristus (Flp 2:5).
Semuanya ini menerangkan bahwa Kristus yang menjadi ―miskin‖
bereferensi terutamanya kepada kematiannya di kayu salib (Flp 2:8). Di
kayu salib ia menanggung derita ―oleh karena kamu‖ (2Kor 8:9), suatu
Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus
219
kemiskinan yang tidak bisa ditanggung oleh siapa pun karena, seperti
yang dikatakan Paulus sebelumnya, ―Dia yang tidak mengenal dosa telah
dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan
oleh Allah‖ (2Kor 5:21). Menjadi ―kebenaran Allah‖ untuk kita artinya
memang menjadi kaya untuk seterusnya, sebab itu berarti pendamaian
dengan Allah dan hidup kekal sebagai akibatnya (2Kor 5:17-20). Namun,
untuk memperoleh ―kekayaan‖ seperti itu bagi kita, Kristus rupanya
mengalami tingkat kemiskinan terendah bukan saja dalam penderitaan
jasmaniah dan kematian tetapi juga dalam pengalaman batiniah akan
perampasan hadirat Bapa sebagaimana terungkapkan dalam kata-kata
pedih dari Mazmur 22:1, ‗―Eli, Eli, lama sabakhtani?‖ Artinya: Allah-Ku,
Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?‖‘ (Mat 27:46; Mrk
15:34). Ia, yang menikmati kekayaan rohaniah dari keakraban dengan
Bapa, sebagaimana dilukiskan dalam Injil Yohanes, kini ―karena kamu‖
menanggung rasa sakit tak terkatakan dari perpisahan itu sebagai
penanggung-dosa, dosa yang berdampak kepada pemisahan dari Allah:
―tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala
kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap
kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu‖ (Yes 59:2).
Prospek mengerikan dari perpisahan dengan Allah inilah yang
dengan kentara menjelaskan keringat dan air matanya di Taman
Getsemani. Namun, oleh karena ―kesalehan-Nya‖ doanya didengar:
―Dalam hidupnya sebagai manusia, Ia mempersembahkan doa dan
permohonan dengan ratap tangis dan air mata kepada Dia, yang sanggup
menyelamatkannya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah
didengarkan‖ (Ibr 5:7). Untuk Yesus yang telah mengenal hidup yang
―kaya‖ akan persekutuan dengan Bapa—yang bisa dilukiskan dengan
menjadi ―satu‖ dengan Dia—tidak ada deprivasi kemiskinan yang bisa
dibandingkan dengan keadaan deprivasi akan hadirat-Nya bahkan untuk
sekejap, dan saat sekejap seperti itu pasti terasa seperti kekekalan.
Sebagian orang pernah menanggung untuk sesaat lamanya deprivasi
macam itu yang dilukiskan oleh Yohanes Salib dengan ―Malam Kelam
Bagi Jiwa‖, tetapi tentu saja tak seorang pun bisa mengalaminya sedalam
Yesus, dan semuanya itu adalah ―demi kamu‖.
220
The Only True God
1Yohanes 5:7,8
―Sebab ada tiga yang memberi kesaksian: Rohk dan air dan darah
dan ketiganya adalah satu‖. (1Yoh 5:7,8)
Di sini diberikan versi NIV karena versi ini memperlihatkan sisipan
trinitaris yang kemudian, seperti dijelaskan dalam catatan kaki NIV
berikut ini: ―7,8 Naskah-naskah Vulgate yang belakangan di dalam
surga: Bapa, Firman dan Roh Kudus, dan ketiganya adalah satu. 8Dan
ada tiga yang memberi kesaksian di bumi: (tidak dijumpai dalam
naskah Yunani mana pun sebelum abad ke-16)‖.
Tentang nas ini komentar-komentar Prof. Küng sudah mencukupi,
―Dalam Surat 1 Yohanes konon ada sebuah kalimat (comma johanneum)
yang terkait dengan ucapan tentang Roh, air dan darah, yang selanjutnya
berbicara tentang Bapa, Firman, dan Roh, yang, dikatakannya, adalah
‗satu‘. Namun, riset historis-kritikal telah membuka kedok kalimat ini
sebagai pemalsuan yang terjadi di Afrika Utara atau Spanyol pada abad
ke-3 atau 4.‖ (H. Küng, Christianity, hlm.95)
Dalam catatan kaki tentang nas itu, Küng menjelaskan maksud ayat
tersebut: ―Teks asli 1 Yohanes 5:7dyb. itu berbicara tentang roh, air
(=baptisan) dan darah (=ekaristi) yang ‗setuju‘ atau ‗adalah satu‘ (kedua
sakramen memberi kesaksian untuk kuasa dari satu roh).‖
1 Yohanes 5:20
1 Yohanes 5:20, ―Akan tetapi, kita tahu bahwa Anak Allah
telah datang dan telah mengaruniakan pengertian kepada kita,
supaya kita mengenal Yang Benar; dan kita ada di dalam Yang
Benar, di dalam Anak-Nya Yesus Kristus. Dialah Allah yang
benar dan hidup yang kekal.‖
Yesus datang untuk mengaruniakan pengertian kepada kita. Pengertian
apakah ini? Yaitu mengenal ―(Allah) Yang Benar‖ dan berada ―di dalam
(Allah) Yang Benar‖. Bagaimanakah kita bisa berada ―di dalam‖ Dia?
Melalui ―di dalam Anak-Nya Yesus Kristus‖ (juga 1Yoh 2:24). Dalam
kata-kata yang segera mengikutinya, ―Dialah Allah yang benar‖ sudah
pasti merujuk pada kata ―Dia‖ yang disebut dua kali dan juga pada kata
―-Nya‖ dalam kata ―Anak-Nya‖ yang disebut dalam kalimat terdahulu.
Bahwa ―Allah yang benar‖ merujuk kepada Allah Yahweh dan bukan
Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus
221
kepada Kristus sama sekali tidak dapat disangsikan dengan adanya fakta
di mana Allah dilukiskan sebagai ―Yang Benar‖ dalam kalimat terdahulu
dari ayat yang sama.
Biasanya, tanpa mengindahkan sintaksis ayat tersebut, banyak
orang Trinitarian yang tetap bersikeras bila ―Allah yang benar‖ merujuk
kepada Yesus Kristus. Dengan berbuat demikian mereka juga tidak
mengindahkan apa yang dikatakan oleh Yesus sendiri: ―Inilah hidup
yang kekal, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah
yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus‖ (Yoh
17:3). Perhatikan bagaimana kata-kata itu persis bersesuaian dengan 1
Yohanes 5:20 di mana keduanya berbicara tentang ―Allah yang benar‖
dan ―hidup yang kekal.‖
Ucapan-ucapan tentang Yahweh dalam PL yang
diterapkan kepada Yesus dalam PB
K
ita sudah melihat sebuah contoh ucapan-ucapan tentang
Yahweh dalam PL yang diterapkan kepada Yesus dalam PB di
Filipi 2:10-11, di mana terdapat referensi yang jelas kepada
Yesaya 45:22,23. Bagaimanakah ayat-ayat itu semestinya dimengerti?
Jawaban atas pertanyaan ini relatif mudah karena sangat terbatasnya
pilihan-pilihan logis yang tersedia: (a) ―Manusia Kristus Yesus‖ (1Tim
2:5; Rm 5:15,17; Kis 4:10) adalah Yahweh—identifikasi yang mustahil
sebab Yahweh adalah ―Allah, bukan manusia‖ (Hos 11:9; 1Sam 15:29; Ayb
9:32; dst.), atau (b) Yesus adalah penjelmaan kemuliaan Allah (Ibr 1:3;
Yoh 1:14, dst.), kepenuhan Allah (Kol 2:9; 1:19; Yoh 2:21, dst.). Dengan
demikian, ia adalah seorang di mana sang Bapa tinggal dan bekerja (Yoh
14:10). Jelaslah, (b) merupakan satu-satunya pilihan yang tepat.
Namun, jika Yesus bukan (a) ataupun (b) maka penerapan ayat-ayat
mengenai Yahweh dalam PL kepada Yesus akan berarti bahwa ia adalah
Yahweh kedua yang, menurut Alkitab, betul-betul mustahil; malah lebih
buruknya, sudah pada tempatnya jika dianggap penghujatan. Lagipula,
mengidentifikasi Yesus sebagai Yahweh tidak menolong trinitarianisme
sedikit pun karena Yahweh adalah sang Bapa, bukan sang Anak. Jadi,
bagaimana pun juga, ayat-ayat yang terkait dengan Yahweh itu tidak bisa
membuktikan eksistensi ―pribadi ilahi kedua‖.
Penerapan ayat-ayat yang terkait dengan Yahweh kepada Yesus
lebih jauh memberikan penegasan kuat bahwa ―kepenuhan‖ Allah datang
222
The Only True God
ke dunia secara jasmaniah, dan ―Allah ada di dalam Kristus ketika
mendamaikan dunia dengan diri-Nya sendiri‖ (2Kor 5:19 ESV).
“Aku telah melihat sang Bapa”:
bukti pra-eksistensi?
Dalam Yohanes 12:41, ―Yesaya… telah melihat kemuliaan-Nya 20
(Yahweh)‖; ―melihat‖ adalah kata horaō. Inilah kata yang sama yang
digunakan dalam penglihatan Yesus akan Bapa:
Yohanes 3:32, ―Ia bersaksi tentang apa yang dilihat-Nya dan
yang didengar-Nya, tetapi tidak seorangpun yang menerima
kesaksian-Nya itu.‖
Yohanes 6:46, ―Hal itu tidak berarti bahwa ada orang yang
telah melihat Bapa. Hanya Dia yang datang dari Allah, Dialah
yang telah melihat Bapa.‖
Yohanes 8:38, ―Apa yang Kulihat pada Bapa, itulah yang
Kukatakan, dan demikian juga kamu perbuat tentang apa yang
kamu dengar dari bapakmu.‖
Namun, apakah kita perlu berasumsi bahwa referensi-referensi ini
merujuk kepada ―penglihatan‖ dalam keadaan pra-eksistensi? Atau,
apakah hal itu terjadi setelah ia lahir? Perhatikan kala kini dalam katakata Yesus di Yohanes 5:19, ―Lalu Yesus menjawab mereka,
‗Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, Anak tidak dapat mengerjakan
sesuatu dari diri-Nya sendiri, jikalau Ia tidak melihat Bapa
mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang
dikerjakan Anak.‘‖ Ini menunjukkan bahwa ―penglihatan‖ Yesus akan
Bapa adalah sesuatu yang dialaminya di bumi, dan tentunya bukan
hanya ketika Yesus mengucapkan Yohanes 5:19, tetapi selama bertahuntahun kehidupannya di bumi. Jadi, ini murni perkara membacakan
dogma trinitaris kita sendiri ke dalam teks itu untuk berargumentasi
bahwa kala perfect dalam ―Apa yang Kulihat pada Bapa‖ (Yoh 8:38)
mesti terjadi dalam keadaan pra-eksistensi Yesus. Berdasarkan logika
Ayat ini sering dipakai untuk membuktikan ketuhanan dan pra-eksistensi
Kristus. Namun, kemuliaan yang dilihat Yesaya itu kemuliaan Allah atau
kemuliaan Kristus? Jawaban dan penjelasannya ada di Versi Lengkap.
20
Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus
223
argumen ini kita pun terpaksa harus menerima pra-eksistensi Yesaya,
sebab ia berkata ―Aku melihat Tuhan‖, ―namun mataku telah melihat
Sang Raja, yakni TUHAN (Yahweh) semesta alam‖ (Yes 6:1,5)!21
I
Yohanes 16:15, “Segala sesuatu yang Bapa miliki
adalah milik-Ku”—bukti keilahian?
ni sesuai dengan Yohanes 17:10, ―dan segala milik-Ku adalah milikMu dan milik-Mu adalah milik-Ku.‖ Ini jelas merupakan sebagian
dari maksud menyatu dengan Bapa, suatu kesatuan di mana umat
beriman dipanggil untuk berpartisipasi, ―supaya mereka menjadi satu,
sama seperti Kita adalah satu‖ (17:22b). Sedangkan untuk bagian kedua
dari 17:10 (―dan milik-Mu adalah milik-Ku‖), kita menjumpai gema yang
mencolok dalam kata-kata Paulus, ―Karena itu janganlah ada orang yang
memegahkan dirinya atas manusia, sebab segala sesuatu adalah
milikmu: baik Paulus, Apolos, maupun Kefas, baik dunia, hidup, maupun
mati, baik waktu sekarang, maupun waktu yang akan datang. Semuanya
milikmu, tetapi kamu adalah milik Kristus dan Kristus adalah milik
Allah‖ (1Kor 3:21-23).
Namun, ―segala sesuatu‖ tentu saja adalah milik Allah, sebab tidak
ada satu pun yang bukan milik-Nya. Akan tetapi, sebagai akibat dari
penyatuan kita dengan diri-Nya melalui Kristus sekarang, segala
sesuatu—termasuk para Rasul, dunia, kehidupan, kematian, masa kini
dan masa yang akan datang (daftar yang sungguh mencengangkan!)—
semuanya itu menjadi milik kita, dan hal itu diulangi lagi: ―Semuanya
milikmu‖, untuk memastikan hal luar biasa itu tidak terlewatkan oleh
kita!
Butir ini dengan tegas ditandaskan dalam ayat lain yang menonjol:
Roma 8:17, ―Jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris,
maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang
akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita
menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan
bersama-sama dengan Dia.‖
Di sisi lain, ucapan-ucapan tentang ―melihat‖ itu bisa juga dianggap
contoh-contoh peristiwa Logos (seperti Hikmat, Mat 11:19; Luk 7:35 bdk.
11:49) yang berbicara melalui Kristus.
21
224
The Only True God
Segala sesuatu adalah milik Allah, karenanya, menjadi ―ahli waris
Allah‖ artinya menjadi ahli waris segala sesuatu dan ―ahli waris bersamasama dengan Kristus‖. Kini kita mengerti mengapa Yesus dapat berkata,
―Segala sesuatu yang Bapa miliki adalah milik-Ku‖—sebab ia adalah ahli
waris Allah oleh karena menjadi Anak-Nya. Nah, karena kasih sayang
Allah, kita dapat berkata dengan Kristus, ―Segala sesuatu yang Bapa
miliki adalah milikku‖ karena Ia telah menjadikan kita ahli waris
bersama-sama dengan Kristus. Melalui dia kita menjadi ahli waris Allah!
Seluruh kebenaran yang menakjubkan dan penting ini
memampukan kita untuk lebih memahami signifikansi perkataan Yesus
dalam Yohanes 16:15, yang jelas memperlihatkan bahwa ayat tersebut
tidak membuktikan kesetaraan Kristus yang hakiki dengan Bapa. Yang
dibuktikan adalah kasih Bapa kepadanya, sama seperti 1 Korintus 3:21
yang sudah tentu membuktikan kasih Bapa yang luar biasa untuk kita.
Hal yang biasanya juga terlewatkan adalah bahwa untuk
mengatakan Kristus merupakan ahli waris yang ditetapkan Allah adalah
sama dengan mengatakan bahwa segala sesuatu yang dimiliki Kristus
diberikan kepadanya oleh Bapa, dan bahwa ia tidak memiliki apa-apa
selain dari apa yang diberikan Bapa. Justru hal inilah persisnya yang
ditandaskan oleh Yesus sendiri dalam pengajarannya kepada muridmuridnya: Yohanes 17:7 ―Sekarang mereka tahu bahwa semua yang
Engkau berikan kepada-Ku itu berasal dari Engkau.‖ Barrett menulis
bahwa hal itu bisa diungkapkan dengan ―‗Semua yang kumiliki berasal
dari-Mu‘… Yohanes begitu teguh menekankan ketergantungan Yesus,
dalam misinya yang inkarnat, kepada Bapa‖ (tentang Yoh 17:7).
Demikian pula, mengatakan bahwa kita adalah ahli waris bersama-sama
dengan Kristus, sama juga dengan mengatakan bahwa apa pun yang kita
miliki, kita terima dari Bapa oleh karena kasih-Nya yang tidak terduga
untuk kita. Kita, dengan sendirinya, tidak memiliki apa-apa sama sekali.
Yohanes 17:5
―Dan sekarang, ya Bapa, muliakanlah Aku di hadirat-Mu sendiri
dengan kemuliaan yang Kumiliki di hadirat-Mu sebelum dunia
ada.‖
Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus
I
225
ni merupakan salah satu ayat yang dengan cepat ditunjuk oleh kaum
Trinitarian untuk menyiratkan ketuhanan Yesus. Ada dua unsur
dalam ayat ini yang mereka kira mendukung pandangan mereka: (1)
―kemuliaan‖: ―kemuliaan yang Kumiliki di hadirat-Mu‖ dan (2) praeksistensi: ―sebelum dunia ada‖. Kekeliruan argumen trinitaris ini
bersandar pada kenyataan bahwa gagasan-gagasan mereka sendiri telah
dibacakan ke dalam makna kedua unsur itu, karena mereka gagal
memahami maksud unsur-unsur dalam Injil Yohanes dan PB. Dengan
kata lain, ini merupakan satu lagi dari sekian banyak contoh eisegesis
trinitaris: membacakan ke dalam teks apa yang tidak ada di dalam teks
dan yang tidak dimaksud oleh teks itu.
Mengenai (1), ―kemuliaan‖, kaum Trinitarian sekadar berasumsi
bahwa kemuliaan yang tengah dirujuk di sini adalah kemuliaan ilahi,
meskipun tidak ada bukti untuk itu dalam teksnya sendiri. Jadi, gagasan
kemuliaan ilahi itu sekadar dibacakan ke dalamnya. Paulus berbicara
tentang adanya berbagai jenis kemuliaan (1Kor 15:40-43).
Namun, kenyataannya adalah bahwa dalam Injil Yohanes,
―kemuliaan‖ memiliki makna yang tidak lazim dan, karena itu, tidak
terduga. Adalah ciri khas injil ―spiritual‖ ini di mana nilai-nilai manusia
dibalikkan, sehingga apa yang tidak mulia di mata manusia adalah mulia
di mata Allah. Sama seperti tertulis dalam Kitab Yesaya, ―Sebab
rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku,
demikianlah firman TUHAN‖ (Yes 55:8). Demikian pula, dalam Ucapan
Bahagia Yesus memberitahu murid-muridnya bahwa penganiayaan
merupakan sumber sukacita besar (Mat 5:10-12). Namun, sukacita nyaris
bukan reaksi biasa umat Kristen dalam menghadapi penganiayaan. Tidak
banyak orang menganggap pengalaman penganiayaan sebagai
pengalaman mulia. Akan tetapi, dalam Injil Yohanes, Yesus berbicara
tentang penyalibannya justru sebagai peninggiannya, keadaannya yang
dimuliakan.
Sifat khusus kemuliaan dalam Yohanes—―ditinggikan‖:
Yohanes 3:14,15, ―Dan sama seperti Musa meninggikan ular
di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus
ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya
beroleh hidup yang kekal.‖
226
The Only True God
Yohanes 8:28, ―Maka kata Yesus: ‗Apabila kamu telah
meninggikan Anak Manusia, barulah kamu tahu bahwa Akulah
Dia, dan bahwa Aku tidak berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri,
tetapi Aku berbicara tentang hal-hal, sebagaimana diajarkan
Bapa kepada-Ku.‘‖
Yohanes 12:32-33, ―‗dan Aku, apabila Aku ditinggikan dari
bumi, Aku akan menarik semua orang datang kepada-Ku.‘Ini
dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana caranya Ia akan
mati.‖
Yohanes 13:31, ―Sesudah Yudas pergi, berkatalah Yesus:
‗Sekarang Anak Manusia dimuliakan dan Allah dimuliakan di
dalam Dia.‘‖
Yohanes 7:39, ―Yesus belum dimuliakan‖—pada saat itu ia
masih belum ―ditinggikan‖.
Yohanes 12:23,24, ―Kata Yesus kepada mereka, ‗Telah tiba
saatnya Anak Manusia dimuliakan. Sesungguhnya Aku berkata
kepadamu: Jika biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan
mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan
menghasilkan banyak buah.‘‖
Kaitan antara Yesus yang ―dimuliakan‖ dengan biji gandum yang
―menghasilkan banyak buah‖ diterangkan secara eksplisit. Kematian
merupakan ―kemuliaan‖ biji gandum justru karena melalui kematian itu
biji tadi menghasilkan banyak buah, dan hanya oleh sarana itu saja
untuk sebuah biji berbuah banyak dan berlipatganda. Pepatah kuno
―darah para martir merupakan benih jemaat‖ mewartakan kebenaran
yang sama.
Gagasan kematian sebagai sesuatu yang memuliakan Allah terlihat
pula dalam Yohanes 21:19, ―Dan hal ini dikatakan-Nya (Yesus) untuk
menyatakan bagaimana Petrus akan mati dan memuliakan Allah.‖
Namun, bagaimana mungkin penderitaan dan penyaliban dipahami
sebagai ―kemuliaan‖ yang dimiliki Yesus dengan Bapa sebelum dunia
ada? Ini membawa kita kepada unsur kedua: ―pra-eksistensi‖.
(2) ―Sebelum dunia ada‖ (Yoh 17:5)
Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus
227
Kaum Trinitarian beranggapan bahwa kata-kata ini berbicara tentang
pra-eksistensi Yesus, tetapi secara ekesegetis hal ini problematis karena
(a) berdasarkan prinsip bahwa Kitab Suci merupakan penafsirnya sendiri
yang terbaik, maka tidak ada kesejajaran langsung dengan kata-kata
dalam Yohanes 17:5 ini di tempat lain dalam Kitab Suci (untuk saat ini
tidak termasuk penafsiran trinitaris atas Yohanes 1 dan Filipi 2). Jadi,
tidak ada bukti Alkitabiah yang dapat dikemukakan untuk mendukung
gagasan pra-eksistensi Kristus di sini. (b) Namun sekalipun diasumsikan
bahwa ayat ini berbicara tentang kemuliaan Kristus yang pra-eksisten,
hal itu tidak membuktikan ketuhanannya sama sekali. Pra-eksistensi
bukanlah bukti ketuhanan. Malaikat-malaikat dan makhluk rohaniah
lain pun pra-eksisten dalam arti mereka eksis sebelum dunia diciptakan,
sebagaimana terlihat dari fakta bahwa mereka tidak disebut tercipta
sebagai bagian dari ciptaan yang materiil pada saat itu dalam Kejadian 1.
Dalam rangka menghindari pembacaan gagasan-gagasan kita
sendiri ke dalam teks itu, kita perlu memeriksa dengan hati-hati konsep
pra-eksistensi sebagaimana muncul dalam PB. Rasul Paulus
menyatakannya dengan jelas dan ringkas seperti berikut dalam Roma 8
(ILT):
29 Sebab,
mereka yang telah Dia kenal sebelumnya, juga telah Dia
pratetapkan serupa dengan gambar Putra-Nya, sehingga Dia
menjadi yang sulung di antara banyak saudara. 30Dan mereka
yang telah Dia tetapkan sebelumnya, mereka juga telah Dia
panggil, dan mereka yang telah Dia panggil, mereka juga telah
Dia benarkan, dan mereka yang telah Dia benarkan, mereka juga
telah Dia muliakan.
Serangkaian peristiwa dipaparkan di sini sebagai berikut: kenal
sebelumnya  pratetapkan (menjadi serupa dengan gambaran AnakNya)  panggil  benarkan  muliakan. Perhatikan bahwa Allah
Yahweh adalah pengarang dari kelima kejadian itu, yang semuanya
dimulai dengan pra-pengetahuan-Nya sebagai Pribadi Yang mahatahu.
Apa yang harus diingat adalah adanya selang waktu yang lama, atau
kesenjangan waktu, antara Yahweh yang mengetahui segala sesuatu
―sebelum dunia ada‖ dan saat si orang beriman dipanggil serta
dibenarkan. Dan masih ada selang atau kesenjangan waktu lain (yang
mungkin lama) dari saat panggilan serta pembenaran si orang beriman
sampai kepada saat ketika ia akan dimuliakan pada hari kebangkitan dari
228
The Only True God
antara orang mati dan masuk ke dalam kepenuhan hidup kekal. Artinya,
dari ―kenal sebelumnya‖ sampai pada ―dimuliakan‖ dalam Roma 8:29,30
meliputi pra-eksistensi dalam keabadian yang meluas ke masa lalu
hingga kepada keabadian yang meluas ke masa depan: seperti ada
tertulis ―dari selama-lamanya sampai selama-lamanya Engkaulah Allah‖
(Mzm 90:2).
Konsep Alkitabiah akan pra-eksistensi adalah bahwa Allah Yahweh
telah mengenal si orang beriman itu sebelumnya jauh sebelum ia ada,
sesungguhnya, ―sebelum dunia ada‖. Dengan demikian, si orang beriman
telah ada dalam pengetahuan Allah yang mahatahu terlebih dahulu jauh
sebelum kehadirannya yang nyata ke dunia. Hal ini, tentu saja, persis
sama dengan ―manusia Kristus Yesus‖. Orang-orang dan kejadiankejadian sudah ada dalam pengetahuan Allah terlebih dahulu, dan
dengan demikian, Ia mampu bertindak berdasarkan pra-pengetahuan
itu, sehingga setiap orang yang Ia panggil akan menjadi serupa dengan
citra Anak-Nya menurut rencana keselamatan-Nya bagi umat manusia
yang telah ditentukan sebelumnya.
Hal ini ditegaskan dengan mempertimbangkan referensi Yohanei
yang lain, yang ada dalam Kitab Wahyu:
Wahyu 13:8, ―Dan semua orang yang diam di atas bumi akan
menyembah si binatang—setiap orang yang namanya tidak
tertulis di dalam kitab kehidupan milik Anak Domba yang telah
disembelih sejak dunia dijadikan. {Atau, tidak tertulis sejak
dunia dijadikan di dalam kitab kehidupan milik Anak Domba
yang telah disembelih}‖ (NIV).
Sintaksis atau susunan kalimat dari teks Yunaninya lebih mendukung
terjemahan NIV daripada pilihan lain yang ada dalam tanda kurung.
Dalam pembacaan ini, Anak Domba, Yesus, telah disembelih pada saat
penciptaan dunia, yaitu, di dalam benak dan tujuan penyelamatan Allah,
jauh sebelum ia dilahirkan di Israel. Kini kita dapat melihat bagaimana
kemuliaan ―peninggian‖ Yesus di atas kayu salib terkait dengan ―sebelum
dunia ada‖ dalam kata-kata Yesus di Yohanes 17:5—suatu pernyataan
dengan kedalaman rohaniah yang mencengangkan.
Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus
229
Pra-eksistensi rencana Allah untuk keselamatan umat
manusia di dalam Kristus
K
eselamatan merupakan sesuatu yang sudah ada dalam
perencanaan Allah sebelum dunia ada. Dalam ayat-ayat berikut
kita akan melihat lebih jauh contoh-contoh penerapan ―sebelum
dunia ada‖ kepada seluruh orang beriman:
Matius 25:34, ―Lalu Raja itu akan berkata kepada mereka yang
di sebelah kanan-Nya: Mari, hai kamu yang diberkati oleh BapaKu, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak
dunia dijadikan.‖ Kerajaan itu disediakan bagi ―kamu‖ jauh
sebelum ―kamu‖ ada, sesungguhnya, sudah ―sejak dunia
dijadikan‖!
Wahyu 13:8, ―Semua orang yang tinggal di atas bumi akan
menyembahnya (si binatang), yaitu setiap orang yang namanya
tidak tertulis sejak dunia dijadikan di dalam kitab kehidupan
dari Anak Domba, yang telah disembelih.‖ Ini adalah
kemungkinan cara lain dalam menerjemahkan teks Yunani ayat
ini. Jadi, ―sejak dunia dijadikan‖ merujuk baik kepada orangorang beriman maupun kepada sang Anak Domba, tetapi yang
mana pun dari keduanya itu ada dalam rencana Allah Yahweh
sebelum mereka memasuki dunia ini. Jika terjemahan ini
diterima, maka itu berarti bahwa mereka yang tidak menyembah
binatang itu adalah mereka yang nama-namanya tertulis dalam
kitab kehidupan dari Anak Domba sejak dunia dijadikan.
2 Timotius 1:9, ―Dialah (Allah) yang menyelamatkan kita dan
memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan
perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan anugerahNya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus
Yesus sebelum permulaan zaman‖.
Tentang Kristus itu sendiri dikatakan bahwa ia, ―yang memang telah
diketahui terlebih dahulu sebelum permulaan dunia, tetapi baru
dinyatakan pada masa yang terakhir bagi kamu‖ (1Ptr 1:20, ILT; bdk.
2Tim 1:9,10). Ia telah ―diketahui terlebih dahulu‖ oleh Allah, tetapi tidak
disebut tentang pra-eksistensi. Ayat berikutnya berkata, ―Melalui Dialah
kamu percaya kepada Allah yang telah membangkitkan Dia dari antara
orang mati dan telah memuliakan-Nya, sehingga imanmu dan
230
The Only True God
pengharapanmu tertuju kepada Allah‖. Di sini, kemuliaan yang diberikan
kepada Kristus oleh Allah bukanlah kemuliaan yang pra-eksisten
melainkan diberikan kepadanya setelah Allah membangkitkan dia dari
antara orang mati.
Roma 4:17—Allah “memanggil hal-hal yang tidak ada
seolah-olah ada” (NIV)
“A
llah yang…memanggil hal-hal yang tidak ada seolah-olah
ada‖ (Roma 4:17, NIV). James Dunn (Word Biblical
Commentary, Roma) sependapat bila terjemahan ini
benar, tetapi menganggapnya terlalu ―lemah‖, dan lebih menyukai ―yang
memanggil hal-hal yang tidak ada menjadi ada‖. Tentu saja kedua
terjemahan itu mungkin, dan tidak eksklusif secara mutual. Namun
demikian, terjemahan yang disukai Dunn terutamanya berfungsi untuk
menggaris-bawahi pernyataan yang mendahuluinya (―Allah yang
menghidupkan orang mati‖). Meskipun demikian, terjemahan NIV
mengungkapkan suatu kebenaran yang mendalam: Menurut Allah, halhal yang belum ada, bagi Dia, ―seolah-olah sudah ada‖, yaitu sudah
bereksistensi.
Misalnya, bagaimana mungkin Ia telah bertindak demi
keselamatan kita sebelum dunia dijadikan ketika kita masih belum
ada? Jawabannya ditemukan dalam Roma 4:17: Dalam benak dan prapengetahuan-Nya, kita telah ada, dan Ia bertindak sesuai dengan prapengetahuan itu melalui langkah-langkah konkrit sehubungan dengan
kita, bahkan sebelum dunia diciptakan! Bukankah ini tepatnya yang
dikatakan Paulus, ―Mereka yang telah Dia kenal sebelumnya…juga telah
Dia panggil‖ (Rm 8:29,30, ILT)? Ayat-ayat yang kita pertimbangkan
dalam paragraf terdahulu, seperti Matius 25:34; 2 Timotius 1:9; dan
Wahyu 13:8, semuanya menunjukkan kebenaran yang sama ini tentang
Allah, yang memberikan kita anugerah keselamatan-Nya di dalam
Kristus ―sebelum permulaan zaman‖ (2Tim 1:9).
Ini berarti bahwa sebuah tujuan yang terbentuk dalam benak Allah
itu sama artinya seolah-olah tujuan itu telah tergenapi atau telah ada.
Dalam arti ini, kita telah ada ―sebelum dunia dijadikan‖, dan ―mereka
yang telah Dia kenal sebelumnya…Dia muliakan‖ (Rm 8:29,30, ILT)—
Allah telah memuliakan kita sebelum alam semesta dijadikan!
Demikianlah kepastian tak tergoyahkan dari penggenapan tujuan-tujuan
Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus
231
Yahweh, tanpa menghiraukan betapa dekat atau jauh di masa depan,
kata-kata (dipanggil, dibenarkan, dimuliakan) itu semuanya ada dalam
kala lalu (kala Yunani: aorist)! Paulus dikaruniai pemahaman mendalam
akan Allah. Atas dasar inilah ia dapat membuat pernyataan-pernyataan
luar biasa seperti itu. Tatkala diterapkan kepada dirinya, ia memahami
bahwa Allah dalam kasih dan anugerah-Nya telah memilih dia dan
memuliakan dia sejak kekekalan.
Jika Paulus memahami hal ini, tidakkah Yesus juga tahu tentang hal
itu? Tentu saja. Ini terlihat dalam Yohanes 17:5, ―Dan sekarang, ya Bapa,
muliakanlah Aku di hadirat-Mu sendiri dengan kemuliaan yang Kumiliki
di hadirat-Mu sebelum dunia ada‖, jika kata-kata itu dipahami dengan
benar. Mengingat pembahasan terdahulu, sekarang kita sampai kepada
kesimpulan kajian atas ucapan Yesus yang signifikan ini:
(1) ―Dan sekarang, ya Bapa, muliakanlah Aku di hadirat-Mu sendiri‖,
yang mengawali kalimat itu, jelas menunjukkan bahwa Yesus sedang
bersiap-siap memasuki hadirat Bapa melalui kematiannya dan
kebangkitannya: Bdk. ―Aku pergi kepada Bapa‖ (Yoh 16:10), ―Aku pergi
ke situ untuk menyediakan tempat bagimu‖ (Yoh 14:2,3), ―Aku belum
naik kepada Bapa‖ (Yoh 20:17), tetapi ia akan segera naik.
(2) ―Muliakanlah Aku‖; kita telah melihat makna khusus dari
―kemuliaan‖ dan ―mempermuliakan‖ dalam Injil Yohanes. Hal yang
perlu diamati di sini adalah, ―muliakanlah‖ berbentuk aktif,
menunjukkan bahwa pemuliaan ini merupakan tindakan Bapa: Yesus
yang ―ditinggikan‖, kematiannya di kayu salib untuk dosa adalah, pada
akhirnya, hasil usaha Allah, bukan manusia. Kematian Kristus demi
keselamatan kita adalah rencana Allah, bukan rencana manusia. Yesus
adalah ―Anak Domba Allah”. Imam di bait suci yang menyembelih anak
domba itu sekadar bertindak atas nama orang yang mempersembahkan
anak domba itu. Anak domba itu bukan milik imam. ―Anak Domba
Allah‖ disebut demikian karena dipersembahkan oleh Allah untuk
keselamatan kita: ―Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi
Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan mengutus Anak-Nya
sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita‖ (1Yoh 4:10). Oleh karena itu,
kematian Kristus sebagai kurban pendamaian bagi kita terutamanya
adalah perbuatan Allah. Bila kita gagal melihat ini kita telah keliru dalam
menyalahkan orang-orang Romawi atau Yahudi atas kematiannya yang
hanya berfungsi sebagai alat dalam rencana Allah demi keselamatan
umat manusia.
232
The Only True God
(3) Rencana-rencana keselamatan ini bukan semacam hasil pemikiran
yang timbul kemudian di pihak Allah, tetapi telah dipersiapkan dalam
kekekalan ―sebelum dunia ada‖ dan sekarang tengah diterapkan melalui
kasih, kuasa, dan hikmat Allah. Mempertimbangkan hal-hal tersebut,
sang Rasul berseru, ―O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan
pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya
dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya!‖ (Rm 11:33)
Akhirnya, kebenaran bahwa Allah ―memanggil hal-hal yang tidak ada
seolah-olah ada‖ (Rm 4:17, NIV) bukan sekadar soal teologi untuk
menumbuhkan rasa ingin tahu intelektual kita. Kebenaran itu tertulis
demi suatu tujuan sangat praktis, yakni, memperlihatkan bahwa iman
bukanlah suatu bentuk impian khayal melainkan bersandar pada dasar
batu karang karakter Allah Sendiri, dan yang rencana serta tujuan-Nya
tidak mungkin gagal. Iman, bahkan di hadapan rintangan-rintangan
yang tampaknya tak tertanggulangi sekalipun, pasti akan menang, bukan
karena apa-apa yang hakiki di dalam iman itu sendiri, tetapi karena Dia
yang kepada-Nya iman itu bergantung. Inilah sebabnya mengapa
konteks Roma 4 terutamanya prihatin dengan aplikasi praktis iman
dalam kehidupan kita bahkan dalam berbagai keadaan yang tampak
berlawanan, dan Abraham diangkat sebagai teladan dari hal ini:
Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui bahwa
tubuhnya sudah sangat lemah, karena usianya telah kira-kira
seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup.
20 Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena
ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia
memuliakan Allah,
21 serta berkeyakinan penuh bahwa Allah berkuasa untuk
melaksanakan apa yang telah Ia janjikan.
22 Karena itu hal ini diperhitungkan kepadanya sebagai
kebenaran.‖
19
Bahkan terlebih luar biasanya adalah keyakinan Yesus yang tak
tergoyahkan atas rencana Bapa akan keselamatan yang sedang
dilaksanakan melalui dia saat itu, terlebih-lebih kini di mana dirinya
yang akan segera ―ditinggikan‖ merupakan peristiwa yang langsung
membayangi di depannya. Dari sudut pandang inilah kita mulai
memahami kedalaman dan kuasa kata-katanya dalam Yohanes 17:5.
Dengan tekad yang tabah Yesus memohon kepada Bapa untuk
Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus
233
―memuliakan Aku‖ sekarang, dan kemuliaan apa lagi yang bisa diberikan
kepadanya di saat krusial dalam ―sejarah keselamatan‖ itu selain
―peninggian‖ dia melalui kematiannya di kayu salib, yang selanjutnya
akan dibuktikan tidak bersalah melalui dirinya yang ―dibangkitkan dari
antara orang mati‖ (Rm 6:4)? Di sini kita melihat kelayakkan Kristus
untuk menerima hormat dari khalayak di surga yang memberitakan,
―Anak Domba yang disembelih itu layak untuk menerima kuasa, dan
kekayaan, dan hikmat, dan kekuatan, dan hormat, dan kemuliaan, dan
puji-pujian!‖ (Why 5:12)
Yohanes 17:22—kesatuan Yesus dengan Bapa
Yohanes 17:22, ―Dan Aku telah memberikan kepada mereka
kemuliaan yang Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka
menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu‖.
Kesatuan Yesus dengan Bapa merupakan argumen lain yang digunakan
oleh trinitarianisme, yang beranggapan bahwa kesatuan membuktikan
kesetaraan. Padahal, sebenarnya sama sekali tidak membuktikan hal itu.
Ini semestinya jelas terlihat dalam terang 1 Korintus 6:16,17, tetapi kita
tidak mengindahkannya:
1 Korintus 6:17, ―Tetapi siapa yang mengikatkan dirinya pada
Tuhan, menjadi satu roh dengan Dia.‖
Ikatan kesatuan antara orang beriman dengan Tuhan pada hakikatnya
sama artinya dengan yang ada dalam Yohanes 17:22, akan tetapi tak
seorang pun akan begitu congkak sampai mengira bila ikatan kesatuan
dengan Tuhan ini menyiratkan kesetaraan orang beriman dengan Dia.
Yohanes 17:23—Yesus berkata bahwa Bapa mengasihi
kita sama seperti Ia mengasihi dia
M
ari
kita
pertimbangkan
pernyataan
Yesus
yang
mencengangkan dalam Yohanes 17:23 bahwa Bapa mengasihi
kita sama seperti Ia telah mengasihi Yesus sebagai Anak-Nya,
dan bahwa ini adalah sesuatu yang harus dinyatakan kepada dunia.
Setiap orang beriman sangat mengenal Yohanes 3:16, ―Karena Allah
234
The Only True God
begitu mengasihi dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya
yang tunggal‖, tetapi berapa banyak orang yang mengetahui 17:23,
―Engkau mengasihi mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku‖? Bapa
mengasihi dunia sampai-sampai mengorbankan apa yang paling
dikasihi-Nya Sendiri, Anak-Nya. Dan terlebih lagi, betapa Ia mengasihi
mereka yang telah berpaling dari dunia sekarang ini dan disatukan
dengan Dia dalam Kristus? Jawaban yang kita temukan adalah bahwa Ia
mengasihi mereka sama seperti Ia mengasihi Kristus!
Bahwa Allah mengasihi mereka yang ada di dalam Kristus, sama
seperti Ia mengasihi Kristus, sudah tentu menjadi penyebab untuk
bersukacita—bersukacita di dalam Tuhan yang mengasihi kita itu. KasihNya yang tak terkatakan inilah yang menjadi penyebab untuk kita
bersukacita di dalam Dia dalam segala kondisi hidup yang harus kita
alami di dunia. Hal ini pasti merupakan alasan nasihat Paulus untuk
―Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan:
Bersukacitalah!‖ (Flp 4:4). Paulus sudah menasihati jemaat di Filipi
―bersukacitalah dalam Tuhan‖ dalam Filipi 3:1. Namun, frase ini tidak
muncul di manapun dalam PB. Akan tetapi, frase itu muncul 9 kali (4
kali dalam Kitab Mazmur) dalam PL, yang cukup pasti merupakan
sumber dari mana Paulus memperoleh kata-kata ini. Hendaknya
diperhatikan pula bahwa dalam setiap pemunculan PL, ―Tuhan‖ adalah
―TUHAN‖, yaitu Yahweh. Surat Filipi ditulis dalam kerasnya kondisi
penjara Romawi, maka sangat mungkin bila Paulus teringat akan Kitab
Habakuk 3 khususnya:
Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak
berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladangladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba
terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam
kandang, 18 namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN,
beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku.
17
Bahkan ketika tidak ada apa-apa untuk disoraki dalam situasi kehidupan
kita, Yahweh Sendiri senantiasa menjadi penyebab dari sukacita kita,
karena Ia telah mengasihi kita sama seperti Ia mengasihi Anak-Nya yang
terkasih, dan kita adalah yang terkasih di dalam Kristus Yesus, yang
adalah ―pujian kemuliaan anugerah-Nya, yang dengannya Dia telah
merahmati kita di dalam Yang Terkasih‖ (Ef 1:6, ILT)—kita adalah yang
terkasih di dalam Yang Terkasih!
Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus
235
Yang Terkasih merupakan kepala komunitas orang-orang terkasih,
yaitu jemaat. Akibatnya, kita menganggap pasti istilah ―jemaat Kristus‖.
Saya sungguh terkejut ketika mendapati istilah ini tidak ada dalam PB!
Alih-alih, istilah ―jemaat Allah‖ dijumpai 7 kali dalam PB. Konsep bahwa
jemaat merupakan kepunyaan Allah sebagai milik-Nya yang unik telah
menjadi tidak akrab untuk kebanyakan dari kita, sebab kita pun agaknya
telah lupa bahwa Kristus sendiri adalah milik Allah (1Kor 3:23). Di sini
kita bisa melihat contoh lain bagaimana trinitarianisme mempengaruhi
pemahaman kita akan penyataan Alkitabiah, dalam contoh ini konsep
kita tentang sesuatu yang begitu dasariah seperti jemaat. Kita terusmenerus berbicara tentang ―jemaat Kristus‖ sedangkan dalam PB tidak
terdapat satu pun contoh pemunculan dari istilah ini!
Pelayanan Kristus dan jemaat mencapai puncaknya
dalam peninggian Allah Yahweh sebagai “semua di
dalam semua”
S
alah satu tempat di mana Paulus membuat referensi kepada
―Jemaat Allah‖ adalah dalam pasal penting ke-15 dari Surat 1
Korintus (ay.9). Banyak kebenaran yang sangat penting dinyatakan
secara unik dalam pasal ini. Di sini, kebenaran bahwa Allah (Yahweh)
sendiri adalah yang tertinggi di atas segalanya, termasuk sang Anak,
dinyatakan dengan terang-benderang. Beralih dari satu butir penting ke
butir penting lainnya kita tiba pada ay.28: ―Tetapi kalau segala sesuatu
telah ditaklukkan di bawah Kristus, maka Ia sendiri sebagai Anak akan
menaklukkan diri-Nya di bawah Dia (Allah, sang Bapa, ay.24), yang telah
menaklukkan segala sesuatu di bawah-Nya, supaya Allah menjadi semua
di dalam semua.‖ Ayat ini sangat problematis untuk saya selaku seorang
Trinitarian, demikian juga untuk semua orang Trinitarian, karena di situ
dinyatakan dengan gamblang bahwa otoritas yang diterapkan oleh Anak
hingga saat itu akan dikembalikan kepada Bapa, Allah Yahweh, dan ―Ia
sendiri sebagai Anak akan menaklukkan diri-Nya di bawah Dia‖.
Tentu saja, cara yang lazim digunakan untuk keluar dari kesulitan
adalah dengan memakai ―gaya bicara bertentangan‖ yang dikenal baik
oleh kita semua, yakni, dengan berargumentasi bila hal itu tidak berlaku
kepada Yesus sebagai Allah, tetapi hanya sebagai manusia saja. Namun,
argumen ini setidaknya mengabaikan dua permasalahan serius: (1)
meskipun istilah ―Anak‖ tidak muncul di tempat lain dalam pasal ini,
236
The Only True God
istilah itu justru muncul dalam ayat krusial ini! Hal ini terjadi seolaholah Allah dapat meramalkan gaya bicara bertentangan ini! ―Anak‖
persisnya merupakan gelar yang digunakan oleh para Trinitarian untuk
merujuk kepada ―Allah-Anak‖; (2) ayat ini berbicara tentang masa
depan, bukan masa lalu, sewaktu ―Anak‖ (dalam arti trinitaris)
menaklukkan dirinya sendiri kepada Allah sang Bapa sebagai manusia
Kristus Yesus itu (Flp 2:6-8). Lagipula, hal yang menariknya adalah
bahwa sekalipun Kristus ditinggikan oleh Allah Bapa setelah kematian
dan kebangkitannya (Flp 2:9-11), akan tetapi dalam tatanan hal-hal yang
kekal ―Ia sendiri sebagai Anak akan menaklukkan diri-Nya di bawah
Dia‖; sebab pada hakikatnya Allah sajalah yang ―semua di dalam semua‖
(1Kor 15:28). Allah Yahweh yang dari-Nya segala sesuatu berasal, dan
yang kepada-Nya segala sesuatu akan kembali, pada akhirnya akan
diakui dan dimuliakan sebagai yang mutlak segalanya bagi setiap orang
dalam setiap aspek—―semua di dalam semua‖.
Dalam PB, sasaran tunggal dari pelayanan Kristus adalah
peninggian Allah Yahweh sendiri sebagai yang tertinggi di atas segalanya.
Ketika tujuan ini berhasil dicapai, selesai pulalah pelayanannya. Ini
berarti bahwa pelayanannya yang mulia dan berjaya itu terbatas oleh
waktu. Pelayanannya tidak terus-menerus berlanjut tanpa mencapai
suatu akhir: ada satu sasaran khusus yang hendak dicapainya dan,
tatkala telah tercapai, karya Kristus akan berakhir dengan jaya pada saat
itu. Karya yang terus-menerus berlanjut adalah karya yang tidak pernah
mencapai suatu akhir. Namun, tidak demikian halnya dengan Kristus.
Sekali umat manusia berhasil ditebus, maka jelaslah, karya penebusan
dan keselamatan telah berakhir. Sekali dosa telah ditebus untuk
selamanya, karya imam besar kita Yesus Kristus telah selesai, dan
pelayanan pengorbanannya di Bait Allah tidak lagi diperlukan. Imam
besar tidak lagi mempunyai tugas lebih lanjut. Namun, oleh karena kita
belum mencapai kesempurnaan (Flp 3:12) dan oleh karena itu, bisa
bersalah karena melakukan dosa yang tidak disengaja, imam besar kita
terus-menerus bersyafaat untuk kita (Ibr 7:25; 1Yoh 2:1), dan ia akan
terus berbuat demikian hingga kita disempurnakan pada hari di mana
―kita akan menjadi sama seperti Dia‖ (1Yoh 3:2).
Demikian pula, sekali pendamaian itu tercapai maka tidak lagi ada
perlunya seorang pengantara (1Tim 2:5). Lagipula, keselamatan dalam
PB itu melampaui pendamaian kepada anugerah yang menjadikan kita
―anak-anak Allah‖ (Rm 8:16). Tentu saja tidak ada anak yang
Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus
237
membutuhkan pengantara untuk datang kepada ayahnya. Jadi, seorang
pengantara yang baik (seperti dokter yang baik) berhasil ―membuat
dirinya kehilangan pekerjaan‖ dengan mengakibatkan perdamaian.
Inilah kemuliaan dan keindahan Kristus sebagai pengantara yang sukses,
yang kepadanya semua orang yang telah didamaikan akan tetap
bersyukur selamanya, memuji Allah yang menyediakan seorang
pengantara ajaib seperti itu bagi umat manusia.
―Anak‖ dalam 1 Korintus 15:28 itu tentunya digunakan secara biasa
sebagai gelar sang Mesias, atau ―Kristus‖, dan dalam arti ini tidak
menimbulkan masalah apa-apa. Sebaliknya, gelar demikian menekankan
kejayaan penggenapan pelayanan Mesianik Kristus Yesus, sama seperti
yang dinyatakan dalam ay.24, ―Kemudian tiba kesudahannya, yaitu
bilamana Ia menyerahkan Kerajaan kepada Allah Bapa, sesudah Ia
membinasakan segala pemerintahan, kekuasaan dan kekuatan‖, yaitu,
seluruh kuasa yang telah menolak untuk takluk kepadanya. Semuanya ini
mempunyai sasaran terakhir agar ―supaya Allah (Bapa) menjadi semua
di dalam semua‖. Monoteisme Perjanjian Baru yang mutlak ini nyaris
tidak dapat dibuat lebih jelas daripada ini.
K
Yohanes 20:28
aum Trinitarian terus-menerus menunjuk kepada Tomas yang
menyembah Yesus dengan ucapan, ―Tuhanku dan Allahku‖.
Barangkali mereka menyangka Tomas tidak mengetahui atau
mempedulikan apa yang telah dikatakan Yesus kepada si iblis ketika ia
dicobai: ―Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah
Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti‘‖,
Matius 4:10; Lukas 4:8? Atau mungkin Tomas tidak tahu ajaran Yesus,
atau doanya yang dipanjatkan kepada ―satu-satunya Allah yang benar‖
(Yoh 17:3)? Mungkinkah umat Trinitarian beranggapan Tomas bukan
seorang Yahudi atau monoteis? Apakah Yesus sudah melupakan
ajarannya sendiri dan, karena itu, tidak menegur Tomas? Pemikiran
seperti ini tidak sesuai dengan fakta-fakta Alkitabiah. Masalah dasariah
dengan penafsiran trinitaris adalah pengabaian secara terus-menerus
kepada konteks dari ayat yang digunakan, atau lebih tepat,
disalahgunakan. Adalah fakta mendasar di dalam ilmu penafsiran bahwa
―teks yang diartikan di luar konteksnya merupakan dalih.‖ Perkataan
Tomas hanya dapat dipahami secara tepat di dalam keseluruhan konteks
238
The Only True God
Injil Yohanes. Di sini kita hanya bisa mempertimbangkan beberapa butir
yang secara langsung relevan:
Percakapan mengesankan antara Yesus dengan murid-muridnya
tidak lama sebelum penyalibannya tak pelak telah terpatri dalam ingatan
Tomas, yaitu tentang melihat Bapa, yang tak lain dan tak bukan adalah
Yahweh:
Yohanes 14: 8 Kata Filipus kepada-Nya: ―Tu[h]an,
tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami.‖
9 Kata Yesus kepadanya: ―Telah sekian lama Aku bersama-sama
kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku? Siapa saja
yang telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa; bagaimana
engkau berkata: Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami.
10 Tidak percayakah engkau bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa
di dalam Aku? Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku
katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang tinggal di dalam
Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-pekerjaan-Nya.
11 Percayalah kepada-Ku bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di
dalam Aku; atau setidak-tidaknya, percayalah karena pekerjaanpekerjaan itu sendiri.‖
Mengingat wacana di atas, ketika Tomas melihat Kristus yang tersalib—
yang kini ―telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan
Bapa‖ (Rm 6:4)—berdiri di hadapannya, kata-kata Yesus ―siapa saja yang
telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa‖ secara harfiah kini ―menjadi
hidup‖ di hadapan matanya. Kini ia melihat sang Bapa di dalam Kristus
dan berseru ―Tuhanku dan Allahku!‖, sebuah ucapan yang siap keluar
dari mulut seorang Yahudi ketika melihat penglihatan seperti itu. Ini
menggemakan kata-kata Yesaya, ―Namun mataku telah melihat Sang
Raja, yakni TUHAN (Yahweh) semesta alam! (Yes 6:5). Tidak diragukan
bila ucapan Tomas itu mewakili semua rasul lain di dalam ruangan itu.
Hendaknya juga diperhatikan bahwa alasan yang diberikan Yesus
atas ucapan bahwa siapa saja yang telah melihat dia telah melihat Bapa
terungkap dalam kata-kata, ―Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku‖
yang dinyatakan dua kali (Yoh 14:10,11), dengan demikian menekankan
pentingnya ayat-ayat itu. Pernyataan yang diulangi ini tidak dimaksud
untuk menandaskan keakraban hubungannya dengan Bapa dalam
bahasa metaforis tetapi untuk menyatakan suatu kenyataan rohaniah
sejati, yaitu, bahwa sang Bapa hidup di dalamnya dan bahwa ―Bapa, yang
tinggal di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-pekerjaan-Nya‖
Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus
239
(ay.10). Dengan kata lain, kediaman Bapa di dalamnya merupakan
realitas rohaniah yang dinamis dari hidup dan pelayanan Yesus. Dari
pihak Yesus, ia hidup sepenuhnya di dalam sang Bapa yang dalam
pelaksanaannya berarti hidup sepenuhnya di bahwa otoritas-Nya: ―Apa
yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri‖
(ay.10).
Berdiamnya Bapa di dalam Yesus ini merupakan sesuatu yang
disebut Yesus bukan saja pada akhir pelayanannya di bumi tetapi sudah
sejak permulaan. Tomas pasti teringat bahwa Yesus sudah berbicara
tentang tubuhnya sebagai bait Yahweh (Yoh 2:19), terlebih lagi karena
apa yang dikatakan oleh Yesus itu dikutip di sidang pengadilan untuk
mencelakakan dia (Mat 26:61; Mrk 14:58). Dan oleh karena tubuh Yesus
adalah bait suci Yahweh, jelaslah Yahweh tinggal di dalam dia secara
jasmaniah (Kol 2:9). Berkenaan dengan kebangkitan, dalam Yohanes
2:22 dinyatakan secara rinci bahwa ―Karena itu, sesudah Ia bangkit dari
antara orang mati, murid-murid-Nya teringatlah bahwa hal itu telah
dikatakan-Nya, dan mereka pun percaya kepada Kitab Suci dan kepada
perkataaan yang telah diucapkan Yesus.‖ Bukankah Tomas salah satu
murid yang teringat dengan hal itu? Dan bukankah pengalaman
mengejutkan akan Kristus yang berdiri di depan dia karena telah
dibangkitkan oleh kuasa Yahweh—seperti yang dikatakan Yesus akan
terjadi—akan menyebabkan Tomas melontarkan pujian dan pujaan
kepada Yahweh dengan kata-kata yang kerap ditujukan kepada-Nya oleh
umat-Nya, ―Tuhanku dan Allahku‖? Mengingat fakta-fakta tersebut,
mana yang lebih mungkin: bahwa Tomas menyembah Yesus, ataukah
Allah yang telah membangkitkan Yesus menurut firman-Nya?
Sebagai seorang monoteis, Tomas hanya sepatutnyalah menujukan
kata-kata ―Tuhanku dan Allahku‖ itu kepada Yahweh. Namun,
signifikansi pengakuan itu terletak pada kenyataan berikut: Tomas kini
menyadari bahwa Yahweh memang telah datang ke dunia secara
jasmaniah di dalam manusia Yesus sang Mesias, dan ―tinggal di antara
kita‖ (Yoh 1:14, BIS). Frase ―Yahweh (TUHAN) Allahku‖ dijumpai tidak
kurang dari 36 kali dalam PL. Oleh karena itu, frase tersebut merupakan
suatu bentuk sapaan kepada Yahweh yang kerap digunakan, dan dengan
demikian, gampang sekali keluar dari mulut seorang Yahudi.
Pertimbangkan pula fakta bahwa orang-orang Yahudi berdoa
menghadap bait suci (ketika masih berdiri di Yerusalem) dan ―tempat
maha kudus‖nya. Fakta ini sesuai dengan Kitab-kitab Suci, seperti
240
The Only True God
terlihat dalam doa Solomo pada saat pentahbisan bait suci itu seperti
tercatat dalam 2 Tawarikh 6 (BIS):
―Semoga dari tempat kediaman-Mu di surga Engkau
mendengar dan mengampuni aku serta umat Israel, umat-Mu
itu, apabila kami menghadap rumah ini dan berdoa kepadaMu.‖
20
―Apabila umat-Mu berdosa kepada-Mu dan Engkau
menghukum mereka dengan tidak menurunkan hujan, lalu
mereka bertobat dari dosa mereka dan menghormati Engkau
sebagai TUHAN, kemudian menghadap ke Rumah-Mu ini serta
berdoa kepada-Mu, 27 ya TUHAN di surga, dengarkanlah
mereka. Dan ampunilah dosa hamba-hamba-Mu umat Israel.‖
26
―semoga Engkau mendengarkan doa mereka. Kalau dari
antara umat-Mu Israel ada yang dengan bersedih hati berdoa
kepada-Mu sambil menengadahkan tangannya ke arah
Rumah-Mu ini, 30 kiranya Engkau di dalam kediaman-Mu di
surga mendengar serta mengampuni mereka. Hanya Engkaulah
yang mengenal isi hati manusia. Sebab itu perlakukanlah setiap
orang setimpal perbuatan-perbuatannya‖.
29
Ketika umat Yahudi memanjatkan doa-doa mereka dengan menghadap
bait suci, apakah mereka sedang berdoa kepada bait suci itu atau kepada
Dia yang Hadirat-Nya ada di dalam bait suci (2Taw 6:2)? Tomas
akhirnya memahami kebenaran yang dikatakan oleh Yesus dalam
Yohanes 2:19 tentang dirinya sebagai bait Allah, dan pengajarannya
tentang Bapa sebagai yang berbicara dan bertindak di dalam dirinya.
Kini, setelah melihat dengan mata kepalanya sendiri penggenapan bait
suci (Yesus) setelah dibangkitkan oleh kuasa Allah Yahweh dan sekarang
berdiri di hadapannya, apakah aneh bagi dia untuk berseru ―Tuhanku
dan Allahku‖? Lantas, mengapa umat Trinitarian harus beranggapan
bahwa kata-kata Tomas itu tidak dialamatkan kepada Yahweh, yang kini
telah menjadi Tuhan dan Allahnya melalui Yesus secara teramat
eksperiensial?
Hal lain yang tampaknya tidak sanggup dimengerti oleh pikiran
trinitaris yang telah terindoktrinasi, sekalipun terlihat dengan gamblang
di sepanjang PL, adalah bahwa gelar ―Tuhan Allah‖ merupakan cara
lazim untuk menyebut Yahweh. Tanpa mesti merujuk kepada teks
Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus
241
Ibrani, siapa pun bisa melihat bahwa ―TUHAN Allah‖ atau ―Tuhan
ALLAH‖ (di mana kata yang tertulis dalam huruf kapital mewakili nama
―Yahweh‖) muncul dalam 383 ayat di ESV (210 kali dalam Kitab
Yehezkiel saja!).
Semua ini berarti bahwa seruan Tomas merupakan sesuatu yang
datang langsung dari Alkitab Ibrani, dan yang secara spontan akan
keluar dari mulut siapa saja yang menekuni PL. Hal yang juga jelas
adalah bahwa ―Tuhan‖ dan ―Allah‖ merupakan gelar yang dikenakan
kepada Yahweh, terutamanya ketika dipakai secara tergabung. Oleh
karena itu, menerapkan gabungan gelar tersebut kepada Yesus tidak
membuktikan Yesus itu Allah (sebagaimana dengan sia-sia dikira oleh
banyak orang Trinitarian oleh karena ketidaktahuan), tetapi hanya akan
membuktikan bahwa Yesus adalah Yahweh. Akan tetapi, ini bukan
―bukti‖ yang ingin dicapai oleh kaum Trinitarian karena akan
merancukan ―Allah-Bapa‖ dengan ―Allah-Anak‖.
Singkatnya, Yohanes 20:28 sama sekali tidak bernilai untuk
trinitarianisme. Namun, apa yang memang diberitakan adalah bahwa
Tomas telah menyadari realitas Yahweh di dalam dan melalui Kristus. Ia
melihat ―kemuliaan TUHAN, semarak Allah kita” (Yes 35:2). Kata-kata
yang diucapkan Tomas mengingatkan kita pada kata-kata dalam Kitab
Mazmur seperti, ―Terjagalah dan bangunlah membela hakku, membela
perkaraku, ya Allahku dan Tuhanku! Hakimilah aku sesuai dengan
keadilan-Mu, ya TUHAN Allahku‖ (Mzm 35:23,24).
Mengingat bukti Alkitabiah, apakah kita masih bersikeras bahwa
ucapan dalam Yohanes 20:21 ini merujuk kepada Yesus? Atau, apakah
kata-kata itu dialamatkan kepada Allah sebagai respon atas penampilan
Yesus kepada Tomas, yang merupakan suatu pengalaman teramat luar
biasa? Dalam dunia sekular dewasa ini, adalah hal biasa untuk orang
berteriak ―My God (Allahku)‖ ketika terkejut. Kita merasa muak dengan
teriakan macam ini yang keluar dari mulut orang tidak beriman. Namun,
tidakkah ada situasi-situasi di mana seorang beriman boleh membuat
seruan seperti itu kepada Allah, terutamanya ketika—dalam perkataan
C.S. Lewis—―dikejutkan oleh kegembiraan‖?
Yohanes 21:17, “Engkau tahu segala sesuatu”
‗Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: ―Simon, anak
Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?‖ Petrus pun merasa
242
The Only True God
sedih karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: ―Apakah
engkau mengasihi Aku?‖ Dan ia berkata kepada-Nya: ―Tu[h]an,
Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu bahwa aku mengasihi
Engkau.‖ Kata Yesus kepadanya: ―Peliharalah domba-dombaKu.‖‘
Kata-kata ―Tu[h]an, Engkau tahu segala sesuatu‖ telah digunakan oleh
sejumlah Trinitarian untuk mendukung kemaha-tahuan Yesus. Hal ini
bisa dianggap sebuah contoh trinitarianisme yang berusaha membuat
―sekepal menjadi gunung‖, karena dalam konteks ini arti kata-kata itu
tidak lebih dari sekadar ―Tu[h]an, Engkau mengetahui aku luar dalam;
Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau‖. Mengubah sebuah
pernyataan yang berkepentingan dengan Petrus menjadi sebuah
pernyataan akan pengetahuan absolut adalah ciri khas argumentasi
trinitaris. Itu juga berlawanan dengan pernyataan Yesus sendiri bahwa
memang ada sesuatu yang penting yang tidak diketahuinya, yakni, saat
akhir zaman dan kedatangan anak manusia. Hal tersebut hanya diketahui
oleh Bapa, Dia sajalah yang memiliki pengetahuan absolut akan segala
sesuatu:
Matius 24:36-37, ―Tetapi tentang hari dan saat itu tidak
seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di surga tidak, dan
Anakpun tidak, hanya Bapa sendiri. Sebab sebagaimana halnya
pada zaman Nuh, demikian pula halnya kelak pada kedatangan
Anak Manusia [yaitu kedatangannya tidak akan terduga, ay.38].‖
Elisa dihormati karena mengetahui segala sesuatu yang dibicarakan oleh
raja Siria berkenaan dengan rencananya melawan Israel. Akibatnya,
Israel terus-menerus diperingati sebelumnya oleh nabi itu dan mereka
siap menghadapi serangan-serangan Siria kapan pun juga. Dibingungkan
oleh kenyataan tidak pernah bisa mendapatkan Israel dalam situasi
lengah, raja itu berusaha mencari tahu apakah ada orang dalam yang
tengah mengkhianati rencananya melawan Israel. Kemudian ia
diberitahu apa yang menjadi sumber masalah sebenarnya, ―Elisa, nabi
yang di Israel, dialah yang memberitahukan kepada raja Israel tentang
perkataan yang diucapkan oleh tuanku di kamar tidurmu.‖ (2Raj 6:12)
Sungguh indah bahwa Allah dapat berbuat apa saja melalui manusia
yang sepenuhnya tunduk kepada Dia, dan Alkitab memberikan banyak
contoh akan apa yang telah digenapi Allah melalui orang-orang yang
setia. Tak pelak, Yesus dikaruniai pengetahuan akan segalanya yang
Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus
243
diperlukan untuk menunaikan misinya demi mendamaikan umat
manusia dengan Allah. Jadi, tidak diragukan bila apa yang diwahyukan
kepadanya itu jauh lebih banyak daripada yang diwahyukan kepada
Elisa. Yesus, sebagai satu-satunya manusia sempurna tentu saja unik di
antara manusia, dan melalui dia Allah sanggup menggenapi karya tak
tertandingi untuk ―mendamaikan dunia dengan diri-Nya‖ (2Kor 5:19),
―sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib Kristus‖ (Kol
1:20).
P
Pentingnya Pengajaran tentang Kristus
dalam Kitab Kisah Para Rasul
esan-pesan dalam Kitab Kisah Para Rasul diberikan segera setelah
pencurahan Roh pada hari Pantekosta, dan karena itu
disampaikan sebagai akibat langsung pemenuhan Roh Kudus—
jadi, pesan-pesan itu haruslah determinatif guna memahami pribadi
Kristus. Akan tetapi, sulit menemukan isyarat sedikit pun atas ketuhanan
Kristus dalam Kitab Kisah Para Rasul, sementara kemanusiaannya
terlihat jelas. Oleh karena ketuhanan Kristus yang ditengarai itu bukan
faktor dalam khotbah apostolik paling awal dalam Kitab Kisah Para
Rasul, dan sesungguhnya, tidak di manapun dalam Kitab Kisah Para
Rasul, maka secara khusus tidak ada apa-apa yang relevan terhadap
trinitarianisme untuk dibahas dalam kitab penting ini.
Namun, ada suatu pengamatan terkait yang penting yang
hendaknya dipertimbangkan baik-baik: Jemaat diperlengkapi dengan
kuasa dari atas pada hari Pantekosta, dan keluar memberitakan Injil
dalam kuasa itu hingga ke ujung bumi. Kuasa itu tidak lagi tampak dalam
jemaat-jemaat dewasa ini, dan ini jelas berkaitan dengan kenyataan
bahwa sekarang ini jemaat memberitakan pesan yang dilandasi oleh
teologi dan Kristologi yang berbeda dengan yang diwartakan dalam Kitab
Kisah Para Rasul.
K
Roma 9:5
arena tidak adanya pembubuhan tanda baca dalam teks Yunani,
maka makna yang berasal dari teks itu bergantung pada cara si
penerjemah memilih tempat untuk membubuhkan tanda
244
The Only True God
bacanya. Cara-cara yang mungkin dalam penerjemahan Roma 9:5 dibuat
amat jelas dalam NIV:
―Theirs (i.e. of the Jews) are the patriarchs, and from them is
traced the human ancestry of Christ, who is God over all, forever
praised! {Or Christ, who is over all. God be forever praised! Or
Christ. God who is over all be forever praised!} Amen.‖
Merekalah (yakni, orang Yahudi) yang empunya bapa-bapa
leluhur, dan dari mereka ditelusuri jalur keturunan Kristus, yang
adalah Allah di atas segalanya, terpujilah selama-lamanya!
{Atau, Kristus yang di atas segalanya. Terpujilah Allah selamalamanya! Atau, Kristus. Allah yang di atas segalanya terpujilah
selama-lamanya} Amin.‖
Kedua terjemahan alternatif itu, yang pada hakikatnya tidak berbeda
karena keduanya mengatributkan pujian kepada Allah, bukan Kristus,
tertulis dalam tanda-kurung untuk Roma 9:5. Sebagai terjemahan
trinitaris, NIV menempatkan terjemahan yang mereka sukai pada teks
pokok. Versi Alkitab trinitaris lainnya jelas-jelas mengikuti pilihan sama
ini, dengan pengecualian yang patut dicatat untuk RSV: ―to them belong
the patriarchs, and of their race, according to the flesh, is the Christ.
God who is over all be blessed for ever. Amen (Merekalah yang empunya
bapa-bapa leluhur, dan dari ras mereka, yang menurut daging, adalah
Kristus. Allah yang di atas segala sesuatu terpujilah selama-lamanya.
Amin).‖
Terjemahan RSV (dan terjemahan-terjemahan dalam tanda-kurung
NIV) sudah pasti merupakan terjemahan yang tepat karena tiga alasan
yang amat kuat:
(1) Paulus jelas-jelas telah mendeklarasikan monoteismenya di beberapa
tempat, dan dalam 1 Korintus 8:6 ia menyatakan dengan gamblang
bahwa ―namun bagi kita hanya ada satu Allah saja, yaitu Bapa, yang dari
Dia berasal segala sesuatu dan yang untuk Dia kita hidup, dan satu
Tu[h]an saja, yaitu Yesus Kristus, yang melalui Dia segala sesuatu
telah dijadikan dan yang karena Dia kita hidup‖. Karena itu, Paulus tidak
akan pernah mendeskripsikan Yesus sebagai ―Allah‖. Yesus adalah
―Tu[h]an‖ secara konsisten dalam tulisan-tulisan Paulin. Berikut ini
adalah contoh-contoh lain dari monoteisme Paulus:
Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus
245
1 Timotius 1:17, ―Hormat dan kemuliaan sampai selamalamanya bagi Raja segala zaman, Allah yang kekal, yang tidak
tampak dan yang esa (monos)! Amin.‖
1 Timotius 6: ―15 yaitu saat (kedatangan Kristus yang kedua,
ay.14) yang akan ditentukan oleh Penguasa yang satu-satunya
(monos) dan penuh berkat, Raja di atas segala raja dan Tuan di
atas segala tuan. 16 Dialah satu-satunya (monos) yang tidak
takluk kepada maut, bersemayam dalam terang yang tak
terhampiri. Tidak seorangpun pun pernah melihat Dia dan
memang manusia tidak dapat melihat Dia. Bagi-Nyalah hormat
dan kuasa yang kekal!‖
(2) Kata-kata pujian yang persis sama seperti dalam Roma 9:5, ―yang
harus dipuji sampai selama-lamanya‖, merujuk kepada Allah Yahweh
dalam teks Yunani dari 2 Korintus 11:31 (ESV), ―Allah dan Bapa Tu[h]an
Yesus, yang terpuji sampai selama-lamanya‖. Oleh karena itu, kata-kata
tersebut tidak ditujukan kepada Yesus dalam Roma 9:5; Yesus adalah
penyebab pujian itu, bukan sasaran. Agar mudah membandingkan,
kedua teks tersebut dicantumkan berdampingan:
Roma 9:5, ho ōn (epi pantōn theos) eulogētos eis tous aiōnas
2 Korintus 11:31, ho ōn eulogētos eis tous aiōnas
Terlepas dari kata-kata yang ditempatkan dalam tanda-kurung guna
memudahkan perbandingan, frase ―yang terpuji sampai selamalamanya‖ itu persis sama dalam kedua ayat tersebut. Dalam 2 Korintus
11:31 (ESV) rujukan kepada Allah sebagai ―Allah dan Bapa Tu[h]an Yesus‖
dibuat sebelum frase ini, sedangkan dalam Roma 9:5 rujukan kepada
Allah ditempatkan di dalam frase itu sebagai Dia yang ―di atas segala
sesuatu…Allah‖ (epi tantōn theos). Oleh karena sang Rasul menggunakan
frase ini khususnya untuk ―Allah dan Bapa Tu[h]an Yesus‖ dalam 2
Korintus 11:31 (ESV), tidak ada alasan untuk mengira ia merujuk kepada
Yesus sebagai ―Allah di atas segala sesuatu‖ dalam Roma 9:5, frase yang
bisa dipastikan tidak akan diterapkan kepada siapa pun juga oleh orang
Yahudi mana saja, termasuk Paulus, selain kepada Yahweh.
(3) Memeriksa soal tersebut di dalam Surat Roma itu sendiri, hal yang
membuatnya tidak terbantahkan adalah (a) bahwa frase yang sama yang
246
The Only True God
diterjemahkan di sini sebagai ―dipuji selama-lamanya‖ (eulogētos eis
tous aiōnas) juga diterapkan kepada Allah Yahweh sebagai sang Pencipta
―yang harus dipuji selama-lamanya. Amin‖ (Rm 1:25). Dan (b) kata
penutup ―Amin‖ merupakan fitur istimewa dari pujian kepada Allah
Yahweh dalam Surat Roma yang muncul lima kali. Terlepas dari Roma
1:25 dan 9:5, ada pula berikut ini:
Roma 11:36, ―Sebab segala sesuatu adalah dari Dia (Allah
Yahweh, bdk. ay.33dyb.), dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi
Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! Amin.‖
Roma 15:33, ―Allah, sumber damai sejahtera, menyertai kamu
sekalian! Amin.‖
Roma 16:27, ―bagi Dia, satu-satunya Allah yang penuh hikmat,
melalui Yesus Kristus: Segala kemuliaan sampai selamalamanya! Amin.‖
Dalam semua ayat di Surat Roma ini, Allah Yahweh adalah sasaran
pujian, dan tidak ada alasan apa pun untuk menduga bila Roma 9:5
merupakan pengecualian.
U
Surat kepada Orang Ibrani
mat Israel juga dikenal sebagai ―umat Ibrani‖ atau ―umat
Yahudi‖, jadi, Surat kepada orang Ibrani ini ditulis untuk orang
Yahudi. Surat itu ditulis oleh orang Yahudi untuk orang Yahudi.
Apa yang tampak nyaris tidak mampu dipahami oleh kaum Trinitarian
adalah bahwa orang Yahudi, terutamanya pada abad ke-1, adalah orangorang monoteis sejati. Jadi, baik para penulisnya maupun pembacanya
tidak punya urusan apa-apa dengan trinitarianisme, yang tidak bisa
didamaikan dengan monoteisme Alkitabiah. Oleh karena itu, sia-sialah
untuk mencoba menggali keluar teks bukti trinitaris dari Kitab Ibrani.
Hal ini jugalah yang saya coba pada waktu dulu, dan dengan demikian
mengetahui secara langsung akan hal tersebut. Ini hanya dapat tercapai
melalui penyalahtafsiran yang bebal atau dengan eisegesis, yang
merupakan praktik lazim trinitaris yaitu dengan membacakan dogma
mereka sendiri ke dalam teksnya.
Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus
247
Pasal pertama Surat Ibrani—tempat para Trinitarian berusaha
menghimpun teks-teks bukti—terutamanya merupakan koleksi nas-nas
Mesianik dari PL yang digunakan oleh orang-orang beriman Yahudi
untuk meyakinkan sesama orang Yahudi bahwa Yesus adalah sang
Mesias. Tentu saja nas-nas PL ini umumnya dikenal baik oleh orang
Yahudi dan, oleh karena itu, sangat berguna sebagai sarana dalam
membahas kemesiasan Yesus. Jadi, Surat kepada Orang Ibrani ini jelas
mempunyai sasaran yang sama dengan Injil Yohanes, yakni untuk
meyakinkan orang Yahudi (dan orang lain) bahwa ―Yesuslah Kristus,
Anak Allah‖ (Yoh 20:31). ―Anak‖ sudah tampil di awal Surat Ibrani (1:2).
Namun, surat ini memiliki tema-tema penting lain yang sama dengan
Injil Yohanes, khususnya tema Kristus sebagai ―anak domba Allah, yang
menghapus dosa dunia‖ (Yoh 1:29,36). Kristus sebagai kurban
penghapus dosa yang abadi merupakan tema utama Surat Ibrani. Tema
sentral lainnya, yang berkaitan erat dengan tema terdahulu, adalah
kenyataan unik bahwa Kristus merupakan kurban sekaligus imam besar!
Yohanes 17 kerapkali disebut sebagai ―doa keimaman Yesus.‖
Titik temu lainnya yang kuat antara Surat Ibrani dengan Injil
Yohanes adalah penekanan kepada kepercayaan atau iman. ―Percaya‖
adalah kata kunci dalam Injil Yohanes (pisteuō, 98 kali, jauh lebih sering
daripada kitab PB mana pun), sedangkan ―iman‖ merupakan kata kunci
dalam Surat Ibrani (pistis, 32 kali), khususnya berfokus pada pasal 11, di
mana setiap pemunculan adalah tentang iman pada Yahweh. Tidak
diragukan bahwa Surat Ibrani dan Injil Yohanes bukan saja memiliki
persamaan dalam tema-tema utamanya, tetapi juga bersatu dalam
komitmennya kepada monoteisme.
Istilah ―Anak‖ dalam bahasa Ibrani merujuk kepada sang Mesias
tetapi, tiada gunanya dikatakan, kaum Trinitarian ingin mengartikannya
―Allah-Anak‖, yang tak pernah terbersit dalam benak orang Yahudi, dan
tentunya bukan itu maknanya dalam Surat Ibrani ataupun surat-surat
lainnya dalam Alkitab. Namun, sebagai orang Trinitarian kita mengira
bahwa Ibrani 1:8 menyediakan teks bukti yang bagus sekali atas
ketuhanan Yesus. Kita tidak mempedulikan fakta bahwa itu adalah
kutipan dari Mazmur 45:7, dan kita pun tidak terlalu peduli dengan
makna kata-kata itu dalam konteks mazmur tersebut:
―Tetapi tentang Anak Ia berkata: ‗Takhta-Mu, ya Allah, tetap
untuk seterusnya dan selamanya, dan tongkat kerajaan-Mu
adalah tongkat kebenaran.
8
248
The Only True God
Engkau mencintai keadilan dan membenci kefasikan; sebab itu
Allah, Allah-Mu telah mengurapi Engkau dengan minyak sebagai
tanda kesukaan, melebihi teman-teman sekutu-Mu.‘‖ (Ibr 1:8,9;
Mzm 45:7,8)
9
Jika kita simak Ibrani 1:9 kita melihat bahwa di situ dikatakan—tentang
Anak—―Allah, Allah-Mu telah mengurapi Engkau‖. Kata ―mengurapi‖
adalah makna kata ―Mesias‖ dalam bahasa Ibrani, dan makna kata
―Kristus‖ dalam bahasa Yunani. Jadi, ciri Mesianik nas ini (dan Mazmur
45 secara keseluruhan) dinyatakan secara eksplisit. Mazmur 45
merupakan sebuah kidung tentang penobatan raja Israel, yang sesudah
diurapi oleh Yahweh, bertindak sebagai hamba dan wakil-penguasa
Yahweh. Jadi, jika kata-kata dalam Ibrani 1:8, ―Takhta-Mu, ya Allah‖,
diterapkan kepada raja Mesianik itu, maka kata ―Allah‖ semestinya dieja
dengan ―allah‖ dan dipahami dalam arti penggunaannya oleh Yesus
dalam Yohanes 10:34,35 (mengutip Mzm 82:1,6,7) di mana kata tersebut
merujuk kepada para hamba dan perwakilan Allah. Para pakar PL sangat
menyadari kenyataan bahwa dalam terang monoteisme PL, ―ya Allah‖
dalam Mazmur 45:7 hanya bisa diterapkan dalam arti itu, yang tercermin
dalam sebagian dari terjemahan:
Takhtamu kepunyaan Allah, tetap untuk seterusnya dan
selamanya, dan tongkat kerajaanmu adalah tongkat kebenaran.‖
Robert Alter (Professor of Hebrew and Comparative Literature pada
University of California, Berkeley) menerjemahkan baris pertama
menjadi ―Takhtamu dari Allah ada selama-lamanya‖ dan berkomentar,
―Sebagian orang mengartikan bahasa Ibrani di sini sebagai ―Takhta-Mu,
ya Allah,‖ tetapi akan ganjil tampaknya untuk menyapa Allah di tengahtengah puisi karena seluruh mazmur itu ditujukan kepada raja atau
mempelainya‖ (The Book of Psalms, A Translation with Commentary,
Norton, 2007, tentang Mzm 45:7).
Di sisi lain, kemanusiaan Kristus lebih ditekankan dalam Surat
Ibrani ketimbang dalam surat-surat PB lain. Ibrani 1:3 juga berbicara
tentang Yesus yang ―mengadakan penyucian dosa‖. Terdapat penekanan
kuat kepada darah pengorbanan dalam Surat Ibrani: ―darah‖ dalam arti
ini adalah salah satu kata kunci dalam surat itu, dan jauh lebih sering
muncul di sini daripada dalam kitab-kitab PB lainnya: muncul 21 kali.
(―Darah‖ muncul 19 kali dalam Kitab Wahyu, tetapi sebagian besar
Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus
249
darinya merujuk kepada darah sebagai konsekuensi dari penghakiman
ilahi atas dunia ini.) ―Darah dan daging‖ merupakan cara yang lazim
digunakan oleh Kitab Suci untuk merujuk kepada manusia (Ibr 2:14; Mat
16:17; 1Kor 15:50; Ef 6:12). Dari sini terlihat jelas bahwa kemanusiaan
Kristus secara mutlak esensial untuk ―mengadakan penyucian dosa‖
demi keselamatan umat manusia. Bertolak-belakang dengan ini, tidak
pernah dikatakan di manapun dalam Surat Ibrani, ataupun dalam PB,
bahwa Yesus harus menjadi Allah dalam rangka mengadakan penyucian
dosa atau ―memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang‖
(Mat 20:28; Mrk 10:45).
K
Monoteisme Kitab Wahyu
itab Wahyu Yohanei dianggap memiliki ―Kristologi tinggi‖,
terutamanya karena apa yang tampak seperti gelar-gelar ilahi
yang diberikan kepada Kristus dalam kitab itu. Sebagai tulisan
PB terkini, kitab itu diperkirakan mengandung Kristologi PB yang paling
maju. Kita akan melihat ciri-ciri kuncinya dengan cermat. Hal pertama
yang mencolok bagi pembaca Kitab Wahyu adalah kenyataan bahwa
gelar yang diberikan kepada Yesus melebihi semua gelar lain adalah
―Anak Domba‖ (arnion). Kata tersebut muncul 29 kali dalam Kitab
Wahyu, tetapi ada satu rujukan kepada antikristus yang juga muncul
sebagai anak domba (Why 13:11), atau bisa disebut ―anti anak-domba‖.
Ini berarti bahwa terdapat 28 (= 4x7) rujukan kepada Anak Domba, dan
jumlah ini cocok sekali dengan pola angka 7 yang terpasang tetap dalam
Kitab Wahyu. Dengan demikian, Anak Domba adalah deskripsi Yesus
yang paling sentral dalam kitab itu. Dalam kitab itu juga diberikan
penjelasan secara eksplisit, sebab Anak Domba dilukiskan sebagai dia
yang ―disembelih‖ dan, oleh darahnya, telah menebus orang-orang kudus
(Why 1:5).
Hal yang diketahui oleh setiap orang beriman Yahudi adalah bahwa
kurban anak domba itu haruslah ―tidak bercacat atau bercela‖ jika ingin
dipersembahkan di dalam Bait Allah. Artinya, kurban itu haruslah
sempurna agar memenuhi syarat sebagai kurban. Apa arti semuanya ini
semestinya terang-benderang: Yesus adalah kurban sempurna itu untuk
umat manusia. Dengan kata lain, pokok utama Kitab Wahyu adalah
Kristus sebagai manusia sempurna. Anak Domba adalah lambang
sempurna dari manusia sempurna itu!
250
The Only True God
Karenanya, ketuhanan Kristus bukanlah sesuatu yang muncul
dalam Kitab Wahyu. Hal ini terlihat sangat jelas dari fakta bahwa ―Anak
Domba‖ itu tidak pernah menjadi satu-satunya sasaran pemujaan atau
pujian; ia selalu dan hanya dipuja bersama-sama dengan Allah, dan
sekalipun demikian, hal itu hanya muncul dalam 2 atau 3 peristiwa.
Dalam satu peristiwa kelihatannya seolah-olah Anak Domba itu adalah
satu-satunya sasaran pemujaan meskipun kata ―menyembah‖ tidak
dipakai (5:8dyb.). Namun, dalam ay.13 Allah dipuja bersama dengan
Anak Domba itu, dan pada akhir bagian teks itu kata ―menyembah‖
kemungkinan besar digunakan dalam hubungannya dengan Allah
bersama dengan Anak Domba (ay.14, tetapi bdk. paragraf berikutnya).
Adalah signifikan bahwa kata ―menyembah‖ (proskuneō) dipakai 8
kali dalam Kitab Wahyu berkenaan dengan Allah saja, dan tidak pernah
dengan Anak Domba saja. Hanya dalam satu peristiwa kata tersebut
bisa, dan memang mungkin, merujuk kepada Allah dan Anak Domba
bersama-sama (5:14). Ketidakpastian yang diungkapkan dengan kata
―bisa‖ itu dalam kalimat terdahulu didasari oleh cara penggunaan kata
―menyembah‖ dalam Kitab Wahyu secara keseluruhan: Pertimbangkan
saja misalnya, pemandangan penyembahan dalam Wahyu 7:9-12 di
mana khalayak yang tidak terhitung jumlahnya itu mempersembahkan
pemujaan dan pujian ―bagi Allah kami yang duduk di atas takhta dan
bagi Anak Domba‖ (ay.10). Kemudian, tepat dalam ayat berikutnya
(ay.11)—sebuah kejutan besar untuk saya—semua makhluk rohaniah dari
tingkatan tertinggi di surga ―tersungkur di hadapan takhta itu dan
menyembah Allah” (tanpa rujukan kepada Anak Domba yang baru saja
disebut dalam ayat sebelumnya), dan mempersembahkan sebuah
doksologi rangkap-tujuh kepada Dia saja (―Allah kita sampai selamalamanya‖, ay.12).
Hebatnya, meskipun Anak Domba itu dikatakan mempunyai
semacam posisi sentral berkenaan dengan takhta Allah (7:17), hal ini
kemungkinan besar dimengerti sebagai implementasi pemerintahan dan
otoritas Allah atas segala sesuatu sebagai perwakilan-Nya yang diberikan
kuasa sepenuhnya, seperti juga disinggung di tempat lain dalam PB (Mat
28:18; 1Kor 15:25-28). Meskipun demikian, ia tidak pernah menjadi
satu-satunya sasaran penyembahan. Bahkan tepat dalam nas di mana
ayat ini (Why 7:17) muncul, kita membaca (ay.15), ―mereka (umat kudus)
berdiri di hadapan takhta Allah dan melayani (latreuō) Dia siang malam
di Bait Suci-Nya. Ia yang duduk di atas takhta itu akan membentangkan
Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus
251
kemah-Nya di atas mereka‖. Dalam bagian pertama ay.17 disinggung
tentang Anak Domba, tetapi bagian teks itu diakhiri dengan referensi
yang kembali kepada Allah semata.
Sesuatu yang sangat mirip dengan contoh-contoh sebelumnya
dijumpai dalam Wahyu 22:3, ―Tidak akan ada lagi yang terkutuk. Takhta
Allah dan takhta Anak Domba akan ada di dalamnya dan hamba-hambaNya akan beribadah (latreuō) kepada-Nya.‖ Ini adalah satu-satunya
tempat lain dalam Kitab Wahyu di mana kata latreuō (berbakti dalam
arti religius dan karenanya dapat berarti ‗menyembah‘, mis. Rm 12:1)
muncul. Tempat lainnya ada dalam 7:15 yang dikutip dalam paragraf
sebelumnya. Dalam kedua ayat itu kita membaca kata-kata ―beribadah
(latreuō: tunggal) kepada-Nya‖ Berkenaan dengan 7:15 tidak terdapat
masalah karena hanya Allah yang disebut di situ. Namun, perhatikan
bahwa dalam 22:3 terdapat rujukan kepada Allah dan Anak Domba,
maka perhatikan kata tunggal ganda: ―hamba-hamba-Nya (t.) akan
beribadah kepada-Nya (t.)‖ Karena hal ini nyata sekali adalah gema dari
7:15, maka tidak diragukan bahwa rujukan itu adalah kepada Allah. Jadi,
meskipun Anak Domba itu dikaruniai tempat di atas takhta Allah (Why
3:21), Allah masih tetap Satu-satunya yang disembah. Pola ini dalam
Kitab Wahyu memperlihatkan betapa Allah-sentrisnya kitab itu.
Di seluruh Wahyu 4, Tuhan Allah Mahakuasa (ay.8) adalah satusatunya sasaran penyembahan. Pasal 5 adalah kelanjutan atau perluasan
dari pemandangan surgawi dalam pasal 4. Hal ini berarti bahwa
pemujaan Anak Domba terjadi di dalam konteks penyembahan kepada
Dia yang duduk di atas takhta yang disebut dalam 4:2 dan 5:13, dan
bukan kejadian terpisah.
Jika seluruh bukti kuat akan teosentrisitas dalam Kitab Wahyu ini
masih belum cukup mengejutkan saya—oleh karena latar belakang dan
penekanan trinitaris saya yang kuat kepada Kristosentrisitas—dalam
proses penyelidikan saya menemukan lebih banyak kejutan lagi.
Misalnya, melihat pemandangan penyembahan dalam Wahyu 15:1dyb.,
―Tuhan, Allah, Yang Mahakuasa… Raja segala bangsa‖ sekali lagi adalah
satu-satunya sasaran penyembahan, tetapi hal yang mengagetkan saya
adalah bahwa nyanyian penyembahan ini adalah ―nyanyian Anak
Domba‖, yang dibandingkan dengan ―nyanyian Musa‖ (ay.3)—nyanyian
yang diajarkan Musa kepada umat Israel untuk memuji dan menyembah
Yahweh (Kel 15:1-18). Dengan kata lain, Anak Dombalah yang mengajar
252
The Only True God
umat kudus untuk menyembah (proskuneō muncul dalam ay.4) “Tuhan,
Allah, Yang Mahakuasa”!
Ini bukan satu-satunya contoh. Pada akhir Kitab Wahyu, kita
mendapati bahwa Yohanes merasa begitu meluap dengan segala-galanya
yang telah diwahyukan kepadanya melalui malaikat istimewa itu (yang
telah ditugasi untuk melayani dia sebagai pemandu surgawi) hingga ia
―sujud di depan kaki malaikat, yang telah menunjukkan semuanya itu
kepadaku, untuk menyembahnya. Tetapi ia berkata kepadaku: ‗Jangan
berbuat demikian... Sembahlah Allah!‘‖ (22:8,9). Tidak ada apa-apa yang
luar biasa khususnya tentang kata-kata malaikat itu sampai kita
membaca ―Aku, Yesus, telah mengutus malaikat-Ku untuk bersaksi
tentang semuanya ini kepadamu bagi jemaat-jemaat‖ (22:16). Apakah
artinya ini? Ini berarti bahwa malaikat ini bukan hanya salah satu dari
banyak malaikat di surga melainkan malaikat Yesus, yang diutus secara
khusus olehnya. Secara signifikan, malaikat Yesus inilah yang
memerintahkan Yohanes untuk menyembah Allah semata. Instruksi
tersebut konsisten dengan penggunaan kata ―menyembah‖ (proskuneō)
dalam Kitab Wahyu secara keseluruhan, di mana Tuhan Allah
Mahakuasa selalu menjadi sasaran sentral dari penyembahan (4:10; 7:11;
11:16; 14:7; 15:4; 19:4,10; 22:9). Monoteisme Kitab Wahyu yang
konsisten itu kini semestinya terlihat sangat jelas untuk kita. Dan kita
tidak seharusnya terkejut ketika menjumpai hal yang sama juga benar
dengan semua tulisan Yohanei.22
Catatan atas Wahyu 22:8: Kita sudah melihat bahwa dalam Kitab Wahyu
kata ―menyembah‖ tidak pernah digunakan kecuali sehubungan dengan
Allah semata. Namun, anehnya Yohanes berkata: ―aku sujud di depan kaki
malaikat, yang telah menunjukkan semuanya itu kepadaku, untuk
menyembahnya‖ (Why 22:8). Hal ini tampaknya nyaris tidak terpahami,
terutamanya mengingat fakta bahwa penyembahan malaikat adalah salah
satu dari hal-hal yang dikutuk dalam Kolose 2:18,19; tetapi itu pun sama
sekali tidak cocok dengan monoteisme Kitab Wahyu sendiri. Tampaknya
satu-satunya cara hal itu bisa dipahami dalam konteks ini adalah dalam
cahaya yang dikatakan segera sebelum ini, ―Tuhan, Allah yang memberi roh
kepada para nabi, telah mengutus malaikat-Nya untuk menunjukkan kepada
hamba-hamba-Nya apa yang harus segera terjadi‖ (Why 22:6). Tampaknya
Yohanes mungkin mengira bahwa apa yang ditunjukkan oleh kata-kata itu
adalah bahwa malaikat yang berdiri di depan dia itu tidak lain dan tidak
bukan adalah ―malaikat Yahweh‖, yang sering disebut dalam PL, yang
merupakan pengejawantahan dari Yahweh Sendiri. Sekitar 8 ayat
kemudian barulah diwahyukan kepada Yohanes bahwa malaikat itu
22
Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus
253
“Aku mengangkat engkau sebagai Allah” (Keluaran
7:1)—seorang manusia yang dilantik untuk berfungsi
sebagai wakil Allah untuk melaksanakan tujuan-Nya
D
alam suasana surgawi Kitab Wahyu terdapat sesuatu yang
tampak ilahi tentang Yesus sang Anak Domba. Barangkali
inilah yang memberikan kesan bahwa kita bisa dengan
mudahnya menemukan materi untuk memperlihatkan doktrin trinitaris
akan ketuhanannya. Kita sekadar beranggapan bahwa gelar-gelar yang
disandangkan kepadanya adalah gelar-gelar ilahi, seperti ―Aku adalah
Yang Awal dan Yang Akhir‖ (Why 1:17, yang sudah kita bahas di tempat
lain dalam kajian ini), dan terkejut ketika setelah dianalisa ternyata
gelar-gelar itu tidak mesti ilahi. Hal ini menimbulkan pertanyaan berikut:
―Apakah pengaruniaan gelar-gelar ilahi kepada Yesus, seperti ‗Tu[h]an‘,
berarti bahwa ia harus disembah setingkat dengan Allah Yahweh?‖ Kita
mengira jawabannya harus ―ya‖, tetapi dengan mengejutkan kita
mendapati bahwa jawaban yang diberikan Kitab Wahyu tidak sesuai
dengan dugaan kita.
Nyata sekali, ada sesuatu mengenai pewahyuan tentang Yesus yang
telah gagal kita lihat, dan oleh karena itu, memahaminya secara salah.
Berkenaan dengan soal rupa Allah, ada persamaan yang menyolok
dengan perihal Musa di mana Allah berkata, ―Aku akan menjadikan
engkau seperti Allah di hadapan raja‖ (Kel 7:1; BIS) atau, ―Aku
mengangkat engkau sebagai Allah bagi Firaun‖. Status ilahi Allah sendiri
dan otoritas-Nya dianugerahkan kepada Musa, sehingga interaksi antara
Musa dan Firaun kini menjadi interaksi antara Allah dan Firaun, yang
adalah raja dunia sejauh umat Israel yang hidup di Mesir. Kini Musa
datang kepada Firaun bukan hanya sebagai seorang hamba atau nabi
Allah (seperti seseorang yang memiliki kuasa dan otoritas untuk
bertindak dalam Nama Allah), tetapi ia adalah Allah sejauh Firaun.
Namun, hal yang sama juga benar dengan hubungan antara Musa dan
Harun di Keluaran 4:16, ―Ia harus berbicara bagimu kepada bangsa itu,
dengan demikian ia akan menjadi penyambung lidahmu dan engkau
akan menjadi seperti Allah baginya.‖ Dengan demikian,
penganugerahan status ilahi kepada seseorang sama sekali bukanlah
sebenarnya adalah malaikat yang diutus oleh Yesus (Why 22:16). Jadi
malaikat ini tentu saja adalah salah satu dari malaikat Allah tetapi bukan
―malaikat Yahweh‖ itu yang terkenal dalam PL.
254
The Only True God
gagasan baru dalam Kitab Suci. Yesus justru menegaskan fakta ini dalam
Yohanes 10:34,35 dengan mengutip Mazmur 82:6.
Kita sudah mempertimbangkan Mazmur 45 di mana sang raja (ay.2)
disebut sebagai ―Allah‖ dalam ay.7. Namun, ayat yang tepat sesudahnya
menerangkan bahwa ―Allah‖ atau ―allah‖ ini bukan Allah tertinggi, sebab
―Allah Yang Mahatinggi‖ itu adalah ―Allahmu‖ yang telah
menganugerahkan kedudukan yang ―melebihi teman-teman sekutumu‖
(Mzm 45:8) kepada ―allah‖ ini. Deskripsi atau gelar ―Mahatinggi‖
dikenakan kepada Yahweh 53 kali dalam PL, 22 kalinya terdapat dalam
Kitab Mazmur. Tidak pernah terdapat kemungkinan akan penyembahan
kepada raja Israel yang duniawi, juga tidak kepada yang terbesar dari
umat Israel sekalipun, Musa. Hal ini dikarenakan pada akhirnya,
Yahweh sendiri adalah Raja yang sebenarnya dari umat Israel dan,
sebagai Yang Mahatinggi, Ia sajalah sasaran dari penyembahan itu. Lihat
saja, misalnya, deklarasi agung ini: ―Beginilah firman TUHAN (Yahweh),
Raja dan Penebus Israel, TUHAN (Yahweh) semesta alam: ‗Akulah yang
terdahulu dan Akulah yang terkemudian; tidak ada Allah selain dari
pada-Ku.‘‖ (Yes 44:6); dan lagi-lagi: ―TUHAN (Yahweh) telah
menyingkirkan hukuman yang jatuh atasmu, telah menebas binasa
musuhmu. Raja Israel, yakni TUHAN (Yahweh), ada di antaramu;
engkau tidak akan takut kepada malapetaka lagi.‖ (Zef 3:15) Mungkin
semua ini akan membantu kita untuk lebih memahami fakta bahwa
dalam monoteisme Alkitabiah, tak seorangpun, tidak peduli betapa
tingginya ia diagungkan oleh Allah—dan Yesus pasti lebih ditinggikan
daripada siapa pun juga—bisa pernah menjadi sasaran penyembahan
alih-alih Yahweh.
Semua contoh ini memperlihatkan bahwa Allah yang transenden
menjalankan karya penyelamatan-Nya secara imanen melalui bejana
kudus yang telah Ia pilih. Yesus adalah yang dipilih-Nya (―Yang Kupilih‖,
Luk 9:35; bdk. Luk 23:35) dari semua orang. Dalam PB kita melihat
bahwa Allah melakukan segala sesuatu di dalam dan melalui Tu[h]an
Yesus Kristus, oleh karena itu muncul istilah lazim ―di dalam Kristus‖
dan ―melalui Kristus‖ yang kerapkali dijumpai dalam surat-surat Paulus.
Akan tetapi, kita cenderung lupa bahwa Kristus adalah bejana pilihan
Allah untuk menjalankan tujuan-tujuan kekal Allah (bukan Kristus).
Persoalannya bagi kita adalah kita telah begitu terindoktrinasi oleh
trinitarianisme sehingga kita merasa lebih mudah untuk menerima
diteisme atau triteisme, berkenaan dengan Kristus, daripada menerima
Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus
255
monoteisme. Pikiran kita telah begitu terbelenggu oleh bentuk politeisme
trinitaris itu sehingga, ketika telah terbebaskan, kita malah tidak tahu
apa yang harus kita pikirkan. Sama seperti para narapidana yang
menghabiskan sebagian besar hidup mereka di dalam penjara sehingga,
ketika dibebaskan, mereka tidak tahu harus ke mana dan, oleh karena
itu, memilih untuk kembali ke penjara sebagai satu-satunya tempat
tinggal yang mereka kenal. Untuk menghindari kekeliruan yang sama,
melalui anugerah dan kekuatan Allah, kita perlu mengasihi kebenaranNya berapa pun harganya, karena jalan yang sempit dan sulit itulah yang
membawa kita kepada hidup.
Apa yang dapat kita perbuat dalam situasi saat ini
dengan jemaat?
A
pakah ada sesuatu yang dapat kita lakukan untuk mencegah
agar kita tidak tergelincir kembali ke dalam kekeliruan? Oleh
anugerah Allah, ada. Sebagai murid Yesus, kita bisa belajar
menjadi seperti dia dalam pengabdiannya yang tulus iklas kepada
Bapanya. Seluruh PB tanpa ragu-ragu menyaksikan akan kenyataan
bahwa ia mengasihi Bapanya dengan segenap hati, jiwa, akal budi, dan
kekuatannya (Mat 22:37; Mrk 12:30; Luk 10:27). Apa yang diajarkannya
untuk kita lakukan, ia lakukan sendiri terlebih dahulu. Tatkala kita
mengasihi Allah, Bapa kita, dengan cara ini kita akan mendapati hati kita
sepenuhnya dipersatukan dengan Kristus, karena dialah yang
mengajarkan dan mempraktekannya. Lagipula, mengasihi sang Bapa
semestinya tidak sulit bila kita menyadari bahwa Dialah yang terlebih
dahulu mengasihi kita (1Yoh 4:19) dan mengasihi kita hingga ―Ia, yang
tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya
bagi kita semua‖ (Rm 8:32; bdk. Yoh 3:16). ―Lihatlah, betapa besarnya
kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anakanak Allah!‖ (1Yoh 3:1)—―Kita telah mengenal dan telah percaya akan
kasih Allah kepada kita‖ (1Yoh 4:16).
Sedangkan untuk doa, kita bisa belajar untuk berseru kepada Allah,
Bapa kita, dengan mengucapkan ―Abba, Bapa‖ sama seperti Yesus sendiri
berdoa (Mrk 14:36), dan sebagaimana Roh Allah, ―Roh yang menjadikan
kamu anak Allah‖, memampukan kita untuk berdoa (Rm 8:14,15).
Galatia 4:6 berbunyi, ―Karena kamu adalah anak, maka Allah telah
menyuruh Roh Anak-Nya ke dalam hati kita, yang berseru (kata yang
256
The Only True God
kuat, mengungkap intensitas): ‗ya Abba, ya Bapa!‘‖ Kata-kata ini
menerangkan bahwa jika Roh Kristus ada di dalam kita, kita akan
memanggil atau berseru dari hati kita, ―ya Abba, ya Bapa‖. Barangkali
juga ada signifikansinya bahwa ayat ini menyatakan bahwa bukan Anak
yang mengutus Roh-Nya ke dalam hati kita, tetapi Allah Bapa kita
Sendirilah yang melakukan hal ini.
Lebih lanjut, kita bisa belajar merenungkan hal-hal surgawi dengan
merenungkan, misalnya, peristiwa surgawi yang dilukiskan dalam
Wahyu 4 dan 5, dengan memperhatikan bagaimana khalayak di surga
menyembah ―Dia yang duduk atas takhta‖ (Allah Yahweh, sang Bapa,
dilukiskan dalam cara ini, atau padanannya, 12 kali dalam Kitab Wahyu).
―Takhta‖ adalah salah satu kata kunci dalam Kitab Wahyu, yang muncul
47 kali (dari semuanya itu, 14 kali dalam Wahyu 4, dan 5 kali dalam
Wahyu 5). Sebagaimana disebutkan di atas, Anak Domba dikaruniakan
untuk duduk dengan Allah Bapa kita di atas takhta-Nya, sama seperti
para pemenang akan dikaruniakan untuk berbagi takhta Kristus dengan
dia (Why 3:21). Sesudah pembukaan meterai dalam Wahyu 5, Anak
Domba dipuji dan dipuja bersama-sama dengan Allah. Dengan
membayangkan peristiwa penyembahan yang indah itu, dan dengan
mempelajari makna doksologi dalam peristiwa itu, kita bisa belajar
untuk menyembah dengan cara surgawi itu, sebab bukankah hal-hal ini
tertulis untuk instruksi kita? Paulus menasihati kita untuk memikirkan
perkara yang di atas (Kol 3:2). Wahyu 4 dan 5 tentu saja bisa menbantu
kita melakukan hal ini secara lebih mendalam.
Mungkin penglihatan surgawi tentang penyembahan seperti itulah
yang mengihami Paulus untuk bersorak-sorai di dalam intensitas
doksologinya yang indah, ―Hormat dan kemuliaan sampai selamalamanya bagi Raja segala zaman, Allah yang kekal, yang tidak tampak
dan yang esa! Amin‖ (1Tim 1:17). Kita mungkin bertanya-tanya apa yang
menyebabkan dia tiba-tiba melontarkan doksologi ini di tengah-tengah
penulisan suratnya. Apakah barangkali karena rujukan kepada hidup
kekal dalam ayat sebelumnya? Akankah hati kita juga melonjak memuji
Allah Bapa kita begitu teringat akan hidup kekal? Janganlah kita juga
mengabaikan penandasan monoteistisnya yang kuat tentang ―satusatunya Allah‖ pada pokok doksologi itu.
Bab 5
Yahweh dalam Alkitab
Ibrani
N
“Yahweh” dalam Alkitab Ibrani
(“Perjanjian Lama”)
hwhy
ama Yahweh (
, YHWH) muncul 6828 kali dalam PL.
Jumlah ini tidak termasuk 49 kemunculan ―Yah‖, seperti dalam
Keluaran 15:2, Mazmur 68:5, dan juga banyaknya ungkapan
―Haleluya‖ atau Halelu-Ya (―memuji-muji Yahweh‖) dalam Kitab
Mazmur. (Jika kita mencakupkan sufiks–ya (=Jah atau Yah) dalam
nama-nama seperti Yesaya dan Yeremia, serta prefiks Ye- atau Yo- (mis.
Yehu, dan Yosafat ―Yahweh menghakimi‖), jumlahnya akan jauh
meningkat.) Oleh karena itu, seluruh rujukan kepada Yahweh dalam PL
itu berjumlah kira-kira 7000.
Kata ―Allah‖, Elohim (
), ditemukan 2600 kali. Namun,
sebagian besar dari jumlah itu merujuk kepada banyak ilah lain yang
disebut dalam PL. Jadi, rujukan kepada ―Allah‖ dalam PL itu
(terutamanya jika tidak mencakup rujukan kepada ilah lain) semuanya
berjumlah sedikit di atas 1/3 dari rujukan kepada ―Yahweh‖. Keunggulan
jumlah dari nama ―Yahweh‖ itu terlihat nyata sama sekali. Kombinasi
―Yahweh (‗TUHAN‘) Allah (Elohim)‖ (
) muncul 891 kali
dalam 817 ayat.
Dari angka-angka ini jelaslah Yahweh merupakan Nama utama
dalam PL. Lagipula, tidak di manapun juga terdapat tanda adanya
pribadi lain yang setara dengan Yahweh, atau lebih dari satu pribadi di
dalam Yahweh Sendiri.
~yhla
~yhla hwhy
258
The Only True God
Apa yang akan dilakukan oleh kaum Trinitarian
dengan Yahweh?
H
al yang sungguh menakjubkan adalah: Sekalipun dengan
jumlah rujukan yang sangat besar kepada Yahweh dalam
Alkitab Ibrani itu, Nama-Nya tidak muncul dalam versi-versi
utama Alkitab Inggris. Alhasil, nama itu justru telah tersisihkan dari
seluruh versi tersebut! (Versi New Jerusalem Bible (NJB) merupakan
satu pengecualian khusus.) Situasi ini sangat mendukung tujuan
trinitaris karena dengan demikian, ia dapat menghindari pertanyaan
krusial berikut ini: Bagaimana persisnya trinitarianisme dapat selaras
dengan Yahweh? Hal yang sebenarnya adalah: trinitarianisme tidak
memiliki jawaban atas pertanyaan tadi! Ini dikarenakan Yahweh—yang
secara konsisten dinyatakan sebagai satu-satunya Allah yang benar, yang
berarti bahwa selain Dia tidak ada yang lain—tidak dapat dipaksakan
agar cocok dengan rencana-rencana dan tujuan-tujuan trinitaris. Usaha
untuk mengidentifikasikan Yahweh sebagai ―Bapa‖ dalam Allah
Tritunggal, yang selain Dia masih ada dua pribadi lain yang setara
dengan-Nya merupakan suatu tipuan belaka—suatu kekejian untuk
Yahweh, sebagaimana semestinya diketahui oleh setiap orang yang
pernah membaca PL tetapi, karena dibutakan oleh dogma trinitaris,
gagal untuk melihatnya atau mempedulikannya.
Seorang Trinitarian harus menghadapi kenyataan bahwa ia
diperhadapkan kepada sebuah pilihan sukar: Yahweh, atau Allah
Tritunggal, tidak bisa dua-duanya. Allah itu esa, atau tiga.
Trinitarianisme berusaha memiliki kedua-duanya, monoteisme dan
trinitarianisme, dengan mengurangkan ―Allah‖ menjadi ―kodrat ilahi‖ di
mana ketiga pribadi yang sama-sama setara itu saling berpartisipasi.
Hasil akhir dari usaha menunggangi dua kuda sekaligus itu tidak sulit
dibayangkan; dan dampak rohaniah untuk mereka yang mengira dapat
memperoleh yang terbaik dari dua dunia yang sama sekali bertentangan
itu (monoteisme lawan politeisme trinitaris) juga semestinya tidak sulit
diramal. Dari sudut pandang Kitab Suci, adalah bodoh sama sekali jika
mengira dapat terhindar dari pilihan itu, karena hasil akhirnya akan
berdampak celaka. Elia meletakkan pilihan itu di hadapan umat Israel di
atas gunung Karmel: ―Berapa lama lagi kamu berlaku timpang dan
bercabang hati? Kalau TUHAN (Yahweh) itu Allah, ikutilah Dia, dan
kalau Baal, ikutilah dia.‖ (1Raj 18:21) Namun, jauh sebelum kejadian luar
Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani
259
biasa di atas gunung Karmel itu, Yosua sudah memanggil umat Israel
untuk berhadapan dengan pilihan yang sama, ―pilihlah pada hari ini
kepada siapa kamu akan beribadah‖ (Yos 24:15). Ia membuat
pendiriannya sendiri terang-benderang di hadapan semua orang, ―Tetapi
aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN (Yahweh)!‖
Semoga Tuhan mengaruniakan keberanian kepada kita untuk membuat
pendirian yang sama hari ini.
P
Nama “Yahweh”
ada masa PB, kaum Yahudi (termasuk anggota jemaat Yahudi)
kebanyakannya sudah mengenal Alkitab Ibrani karena dibaca
secara teratur di sinagoga (Luk 4:16dyb.). Namun, kaum Yahudi
Helenistik (orang Yahudi yang dididik dalam masyarakat dan budaya
Yunani) kurang fasih berbahasa Ibrani, sehingga harus bergantung pada
Septuaginta (LXX) di mana YHWH (Yahweh) diterjemahkan sebagai
―Tuhan‖ (kurios). Hal ini sesuai dengan praktik Pembuangan dan pascaPembuangan untuk tidak mengucapkan atau melafalkan Nama Allah
karena rasa takut Nama-Nya diperlakukan ―dengan sembarangan‖ (Kel
20:7). Alkitab-alkitab Inggris (kecuali New Jerusalem Bible) mengikuti
Septuaginta dalam menerjemahkan YHWH dengan ―TUHAN‖, tetapi
dengan perbedaan kata itu ditulis dalam huruf kapital (yang menjadi
tidak relevan bila diucapkan). The Theological Wordbook of the Old
Testament (TWOT) menyatakan, ―Hanya dalam masa pra-PB nama Allah
yang personal [Yahweh] itu digantikan dengan gelar yang kurang akrab
ădōnāy (Yun.: kurios) ‗Tuhan‘.‖
Dampak dari rasa takut bangsa Yahudi untuk melafalkan Nama
Allah adalah bahwa pelafalan Nama-Nya tidak lagi dikenal seiring
dengan waktu, atau, setidaknya, menjadi tidak pasti. Kini, Nama Allah
itu umumnya tidak dikenal oleh kebanyakan orang Yahudi dan umat
Kristen. Bagi mereka, kini Allah tidak bernama! Namun, Kitab Suci
berkata, ―Dan barangsiapa yang berseru kepada nama TUHAN (Yahweh)
akan diselamatkan‖ (Yl 2:32; Kis 2:21; Rm 10:13). Maka, tidakkah
semestinya kita menanyakan: Bagaimanakah mereka akan berseru
kepada Nama-Nya bila mereka tidak tahu nama itu? Sebab, ayat tersebut
tidak hanya berkata, ―Berseru kepada Allah‖, melainkan berseru kepada
―Nama-Nya‖. Frase ―Nama Yahweh‖ (shem YHWH) muncul 97 kali
260
The Only True God
dalam Alkitab Ibrani. Jika berseru kepada nama-Nya adalah soal yang
berkenaan dengan keselamatan manusia, maka menghilangkan namaNya dari pemakaian sehari-hari adalah nyaris suatu kegilaan. Lagipula,
siapakah yang mula-mula mengizinkan untuk tidak melafalkan Nama
Ilahi itu? Siapakah yang berotoritas untuk melarang penggunaan NamaNya? Tampaknya mustahil untuk melacak asal-usul larangan
penggunaan Nama Yahweh. Perkembangannya terjadi seperti cara
menyebarnya kabar angin, asal-usulnya tidak lagi diketahui—meskipun
salah, tetap dipercaya!
Namun, penyebaran ―desas-desus‖ atau, lebih tepatnya,
kebohongan ini (karena bukan saja tidak mendapat pengesahan di dalam
firman Allah, tetapi bertentangan dengannya), membawa konsekuensikonsekuensi rohaniah yang mencelakakan, khususnya bagi jemaat.
Untuk sekarang ini, satu-satunya Allah yang benar itu telah dihilangkan
Nama-Nya, sesungguhnya, dirampok! Paling tidak orang Yahudi masih
menyapa Dia dengan gelar ―Adonai‖ (―Tuhan‖). Namun, bagi orang
Kristen, ―Tu[h]an‖ terutamanya adalah bentuk sapaan untuk Yesus
Kristus, sehingga Yahweh betul-betul dibiarkan tanpa satu gelar tertentu!
Sebagian orang Kristen barangkali merujuk kepada-Nya sebagai ―Bapa‖
tetapi, tentu saja, dalam arti trinitaris di mana ―Bapa‖ adalah salah satu
dari tiga pribadi, dan dengan demikian, membentuk sepertiga dari Allah
Tritunggal. Namun, bahkan penggunaan ―Bapa‖ ini pun tidak perlu
diterapkan secara konsisten karena sebagian orang Kristen juga
menggunakan istilah itu untuk Yesus, menurut penafsiran mereka atas
―Bapa yang kekal‖ dalam Yesaya 9:5. Jadi, Yahweh dibiarkan tanpa
Nama atau gelar tertentu di dalam jemaat! Sungguh suatu situasi yang
mengejutkan! Akan tetapi, tampaknya hanya beberapa orang, jika ada, di
dalam jemaat yang telah mengamati parahnya kondisi rohaniah jemaat
sebagaimana dinyatakan dengan situasi yang mengerikan ini.
Tampaknya ini mengindikasikan adanya semacam kekebasan rohaniah,
kebutaan rohaniah, atau bahkan kelumpuhan rohaniah yang telah
menguasai jemaat. Kita barangkali bertanya-tanya: Di manakah orangorang milik Yahweh, yang peduli dengan Nama-Nya dan kemuliaanNya?
Umat Kristen dapat menyanyikan himne, ―How sweet the name of
Jesus sounds in a believer’s ear (Betapa manisnya nama Yesus terdengar
di telinga seorang beriman)‖ tanpa pernah merasa terganggu bila Nama
Yahweh yang mulia dan indah itu telah diasingkan ke tempat terlupakan.
Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani
261
Adalah juga suatu misteri mengapa terjemahan-terjemahan Inggris
(kecuali Jerusalem Bible) memilih untuk mengikuti Septuaginta
sedangkan yang tengah mereka terjemahkan itu bukan Septuagina
melainkan Alkitab Ibrani?! Lagipula, saya tidak menyadari adanya orang
Kristen yang pernah menganggap diri mereka terikat dengan penolakan
orang Yahudi dalam melafalkan Nama itu. Septuaginta adalah
terjemahan Yunani dari Perjanjian Lama yang ditulis oleh para
penerjemah Yahudi di Aleksandria (Mesir) selama abad ke-2 sM guna
memenuhi kebutuhan orang Yahudi berbahasa Yunani yang tidak lagi
dapat berbicara dalam bahasa Ibrani. Juga terdapat tujuan lebih jauh
untuk memperkenalkan Kitab-kitab Suci mereka kepada dunia nonYahudi. Para penerjemah ini, terikat dengan tabu pasca-Pembuangan di
antara orang Yahudi yang melarang pelafalan Nama ―Yahweh‖ itu,
menggantikannya dengan ―Adonai‖ (Tuhan). Apa alasan atau dalih
penerjemah Kristen mengikuti tabu ini? Apakah karena kebetulan lebih
sesuai dengan trinitarianisme?
Sedangkan untuk nama Yesus yang ―indah‖ itu, sebenarnya
Yahwehlah yang membuat nama itu indah, karena ―Yesus‖ dalam bahasa
Ibrani berarti ―Yahweh menyelamatkan‖ atau ―Yahweh adalah
keselamatan‖, atau ―keselamatan‖ yang disediakan Yahweh. Jadi, secara
tidak langsung, berseru kepada nama Yesus artinya berseru kepada
Nama Yahweh. Namun, umat Kristen tidak memikirkan Yahweh ketika
berdoa kepada Yesus, jadi itu tidak akan sama dengan berseru kepada
Nama Yahweh. Akan tetapi, umat Kristen memang mengira bahwa ketika
mereka berdoa kepada Yesus mereka tengah berdoa kepada Allah, yaitu,
kepada ―Allah-Anak‖ dalam istilah trinitaris. Dan karena bagi mereka
Yesus adalah Allah, apa perlunya mereka mempunyai Yahweh?
Sedangkan untuk kata ―Yehovah‖, BDB (Hebrew and English
Lexicon of the Old Testament) menerangkan asal-usul kata itu di gereja
Barat: ―Pelafalan Yehovah tidak dikenal hingga th. 1520, ketika
diperkenalkan oleh Galatinus. Namun kata itu disanggah oleh Le
Mercier, J. Drusius, dan L. Capellus, sebagai bertentangan dengan
kelayakan gramatikal dan historikal.‖ Walaupun demikian, terjemahan
Darby, yang dibuat pada akhir abad ke-19, memakai kata ini untuk
menggantikan ―Yahweh‖, demikian juga dengan terjemahan bahasa Cina
(Union).
262
K
The Only True God
“Antropomorfisme” Alkitabiah lawan
Kristologi Trinitaris
ita sering melihat bahwa Alkitab Ibrani dapat berbicara tentang
―tangan‖ Allah, atau ―kaki‖-Nya, dan bahkan ―wajah‖-Nya dalam
melukiskan Allah dengan apa yang disebut bentuk
―antropomorfis‖. Sesungguhnya, Yahweh Semesta Alam itu bahkan
digambarkan sebagai ―pahlawan perang‖ (Kel 15:3). Dia tampak kepada
Abraham dalam rupa manusia. Mungkin Dia juga tampak sebagai
―malaikat Yahweh‖, yang umumnya dikenal sebagai teofani, yang terlihat
dalam rupa manusia. Penampakan Yahweh dalam rupa manusia berkalikali tercatat dalam Kitab Suci, terutamanya dalam Pentateukh. Dengan
demikian, imanensi Yahweh secara kuat ditekankan dalam kitab-kitab
Perjanjian Lama yang lebih terdahulu. Akan tetapi, transendensi-Nya
tidak terhilang. Tatkala umat manusia, umat Israel khususnya, semakin
tenggelam dalam ketidaktaatan dan dosa, jarak antara manusia dengan
Allah menjadi semakin lebar; dan kita melihat dalam Perjanjian Lama
bahwa Allah tampak menjadi semakin jauh, dan hadirat-Nya secara
bersamaan menjadi lebih sulit ditemukan: ―Sungguh, Engkau Allah yang
menyembunyikan diri, Allah Israel, Juruselamat‖ (Yes 45:15).
Namun, hal ini berubah dengan kedatangan Yesus Kristus. Allah
datang untuk menyelamatkan umat-Nya seperti yang dikatakan-Nya
melalui hamba-hamba-Nya para nabi. Pesan yang mengejutkan dari
Injil-injil dan PB itu adalah bahwa Allah telah melakukan apa yang telah
Ia janjikan: Yahweh Sendiri datang di dalam Kristus ―supaya dunia
diselamatkan melalui Dia (Yesus)‖ (Yoh 3:17). Namun, Ia datang ke
dunia incognito, yaitu tanpa menyatakan identitas-Nya, maka ―dunia
tidak mengenal-Nya‖ (Yoh 1:10).
Yohanes, khususnya dalam Prolognya (1:1-18), menyatakan hal ini
dengan sejelas mungkin dan sesederhana mungkin. Pesannya adalah
bahwa Allah, di dalam penyataan diri-Nya yang dinamis yang disebut
Firman itu, datang ke dunia dalam wujud manusia Yesus sang Mesias.
―Daging‖ atau tubuh Yesus itu adalah Bait di mana Allah berdiam, itulah
sebabnya Yesus bisa berbicara tentang tubuhnya sebagai bait Allah,
Yohanes 2:19. Allah, datang ke dunia di dalam Kristus agar
mendamaikan dunia dengan Dirinya melalui Kristus (2Kor 5:19). Dan
manusia sejati Kristus Yesus itu, hidup dan mati untuk membawa kita
kepada Allah.
Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani
263
Untuk menajamkan seluruh hal ini sejelas mungkin, kita bisa
mengatakannya seperti ini: Sebagai orang Trinitarian kita percaya bahwa
―Allah-Anak‖ menjadi seorang manusia yang disebut ―Yesus Kristus‖
dalam rangka menyelamatkan kita. Ajaran Alkitabiah, yang sama sekali
bertolak-belakang, mengatakan bahwa Allah Bapa kita (Yahweh) datang
ke dunia dengan mendiami ―manusia Kristus Yesus‖ sebagai bait-Nya
yang hidup. Hal ini Ia lakukan dalam rangka menyelamatkan kita dengan
menyatukan kita dengan Kristus melalui iman supaya kita sendiri
menjadi bait-bait yang hidup melalui penyatuan itu dengan Kristus (1Kor
3:16,17; 6:19). Pendek kata, trinitarianisme mengajarkan inkarnasi
Pribadi Kedua dari Allah Tritunggal. Tujuan kajian ini adalah untuk
memperlihatkan bahwa PB memberitakan kedatangan Pribadi ―Pertama‖
dan Yang Satu-satunya, Allah yang satu-satunya, Yahweh, ke dalam
Tubuh Kristus.
K
Transendensi-imanensi
ini mari kita mempelajari beberapa contoh di mana Allah
mendekat kepada manusia. Dalam bagian berikut ini saya
mengutip sebagian petikan dari transkrip sebuah pesan yang
saya berikan sekitar setahun yang lalu kepada sekelompok pemimpin
jemaat. Petikan dari pesan tersebut berikut ini disunting dan diringkas
untuk dimasukkan ke dalam kajian ini, namun gaya bahasa
percakapannya tetap dipertahankan.
— Awal Petikan Transkrip —
Sekarang mari kita berusaha memahami Allah Yahweh sebagai yang
imanen dan juga transenden menurut pemahaman Alkitabiah, bukan
transenden menurut pengertian orang Yunani: Allah yang ―unsur-unsur
kemanusiaannya dihilangkan‖. Cobalah memahami Dia sebagai yang
imanen dalam arti ―Allah sangat dekat‖, atau dengan perkataan Yakub
dalam pengalamannya yang mempesonakan dalam Kitab Kejadian 28:16
(ILT), ―Sesungguhnya, Yahweh ada di tempat ini, tetapi aku tidak
mengetahuinya.‖ Cobalah membaca kembali Alkitab sekali lagi, tanpa
konsep lama Anda akan Allah transenden yang tinggi dan jauh di surga.
264
The Only True God
Bacalah kembali dan lihatlah apa yang sedang Anda baca. Ketika saya
membacanya kembali, saya terkejut dengan apa yang saya baca. Mari
kita coba membaca sedikit dari Kitab Kejadian. Mari kita kembali ke
Kitab Kejadian dan melihat apakah Anda sungguh-sungguh mengenal
Alkitab Anda sebaik yang Anda kira. Bagaimana pun juga, Anda sudah
melayani selama ini. Anda pasti mengenal Alkitab Anda, bukan?
Kembalilah ke Kejadian 1 untuk melihat apakah Allah itu sedemikian
terpencilnya, sedemikian transendennya, sedemikian jauhnya. Nah,
dalam ay.27 dikatakan:
Kejadian 1:27, ―Maka Allah menciptakan manusia itu menurut
gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; lakilaki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.‖
“Allah menciptakan manusia menurut gambar-Nya”. Mengapa Anda
menciptakan seseorang menurut citra Anda? Agaknya, agar Anda dapat
berkomunikasi dengan orang itu, bukan? Dapatkah Anda memikirkan
sebab-sebab lain mengapa Allah menciptakan kita menurut citra-Nya?
Untuk apa lagi kalau bukan untuk bersekutu dengan kita?
Dan demikian seterusnya. Hal berikutnya yang sangat menyentuh
dan tidak pernah teramati sebelumnya oleh saya adalah ini: Setelah Allah
menciptakan manusia, apa yang pertama-tama Ia lakukan? Ia
memberkati mereka. Hal ini tidak pernah saya perhatikan sebelumnya;
seolah-olah saya belum pernah melihat ayat ini sebelumnya. Ia
memberkati mereka! Itulah hal pertama yang dilakukan Allah untuk
manusia. Ia memberkati kita. Lihat ay.28:
Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka:
―Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan
taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burungburung di udara dan atas segala binatang yang merayap di
bumi.‖ (Kej 1:28)
Apakah Allah sangat terpencil? Apakah Allah jauh? Menurut gagasan
Yunani tentang Allah, Ia tidak terlalu peduli dengan perkara-perkara
duniawi. Sama sekali tidak! Setelah menciptakan mereka, hal pertama
yang Ia lakukan adalah memberkati mereka. Sesudah itu, Ia terusmenerus berbicara kepada mereka. Pernahkan Anda perhatikan itu?
Nah, apakah Allah yang terpencil ingin bersusah-payah berbicara dengan
Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani
265
makhluk-makhluk yang telah Ia buat? Dalam ayat berikutnya kita
membaca:
Berfirmanlah Allah: ―Lihatlah, Aku memberikan kepadamu
segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di seluruh bumi dan
segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji; itulah akan
menjadi makananmu.‖ (Kej 1:29)
―Berfirmanlah Allah…‖ dan tahukah Anda? Saya menandai setiap
tempat dalam Kitab Kejadian di mana dikatakan, ―berfirmanlah Allah”,
dan saya tercengang. Kitab itu mulai berubah warna menjadi merah
dengan penandaan yang saya buat atas frase ―berfirmanlah Allah.‖ Allah
banyak berbicara kepada manusia! Apakah ada yang mendengarkan Dia?
Allah masih berbicara kepada kita hari ini. Jadi, sejak permulaan Ia
memberkati kita dan berbicara kepada kita. Dalam ay.7 pasal berikutnya,
diberikan lebih banyak detil:
Ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu
tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya;
demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup. (Kej 2:7)
Perhatikan kata-kata ―itulah TUHAN (YHWH) Allah‖—itulah TUHAN
Allah. Pemunculan Yahweh yang pertama terlihat dalam ay.4,
―…TUHAN Allah menjadikan bumi dan langit‖— Yahweh Allah. Nah,
kini Anda bisa belajar untuk berhenti mengatakan Tuhan saja, karena
dengan mengatakan ―Tuhan‖ Anda tidak tahu siapa yang dimaksud,
apakah sang Bapa atau sang Anak atau yang lainnya. Ingat bahwa setiap
pemunculan kata TUHAN dalam huruf kapital adalah Yahweh. ―Ketika
TUHAN (Yahweh) Allah menjadikan...”. Jadi, Allah yang mana yang kita
maksud? Allah yang tengah dirujuk di sini adalah Yahweh. Mengapa
menggunakan dua kata ―Yahweh, Allah‖ sekaligus? Karena Kitab Suci
ingin menetapkan secara khusus Allah yang mana yang kita maksud:
bukan allah orang-orang Babel, atau allah orang-orang Asyur, akan
tetapi Allah Yahweh.
Pasal 2 ay.7, ―Ketika itulah TUHAN (Yahweh) Allah membentuk
manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam
hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.‖
Perhatikan kata ―membentuk‖. Apa arti kata itu? Untuk memberi bentuk
kepada sesuatu. Ini merupakan kata yang digunakan dalam Perjanjian
266
The Only True God
Lama Ibrani untuk seorang tukang periuk yang sedang membentuk
sesuatu dari tanah liat. Pikirkan ini: Allah tidak sekadar mengucapkan
kata-kata, ―Manusia, jadilah!‖, yang membawa dia kepada keberadaan
oleh sebuah kata perintah (sebagaimana dilakukan oleh-Nya dengan halhal lain dalam Kejadian 1) sehingga manusia itu segera menjadi seorang
manusia yang berjalan-jalan dengan dua mata, hidung dan mulut, dan
rambut yang tegak berdiri karena ia belum sempat menyisirnya. Tidak,
Allah mengambil tanah liat ini, lumpur ini, dan membentuknya dengan
tangan-Nya sendiri. Bagaimanakah seorang tukang periuk membentuk
sesuatu dari tanah liat? Dengan tangannya sendiri! Di sini kata
―membentuk‖ dipilih secara khusus dan dengan suatu tujuan. Ia
membentuk manusia itu. Bentuk atau rupa manusia itu dibentuk oleh
jari-jemari Allah dan jika kita masih belum memahaminya, hal ini
diulangi lagi pada akhir ay.8:
Selanjutnya TUHAN Allah membuat taman di Eden, di sebelah
timur; disitulah ditempatkan-Nya manusia yang dibentuk-Nya
itu. (Kej 2:8)
―…disitulah ditempatkan-Nya manusia yang dibentuk-Nya itu.” Kata
itu muncul lagi di situ. Pasal 1 memberikan pernyataan umum bahwa
Allah menjadikan manusia. Namun, sekarang pernyataan itu
mengatakan kepada kita apa yang terlibat dalam penciptaan manusia:
Yahweh mengambil lumpur itu, dan layaknya seorang seniman, dengan
hati-hati membentuk hidungnya, matanya, telinganya. Setiap bagian
tubuhnya dibuat dengan jari-jemari Allah. Dan Adam pun terbentuk. Di
dalam Adam, kita pun dibentuk oleh jari-jari Allah. Pikirkanlah hal ini.
Tidak ada satu kata pun dalam Alkitab yang sia-sia. Tidak ada sepatah
kata yang ditaruh di situ tanpa alasan. Dan jika kita tidak mau susahsusah mencari arti katanya; kita tidak akan memperoleh maksudnya.
Rambut kita tidak mendadak muncul di kepala kita. Anda ingat apa yang
dikatakan Tu[h]an Yesus? “Namun tidak sehelaipun dari pada rambut
kepalamu akan jatuh ke bumi di luar kehendak Bapamu”. Ia
menciptakan setiap helai rambut yang ada di kepala kita. Dan ada berapa
helai rambut yang rontok setiap harinya sewaktu kita menyisirnya?
Seberapa besar kepedulian Allah? Seberapa besar kepedulian Yahweh?
Barangkali kita tidak terlalu mempedulikan hal-hal kecil seperti burung
pipit (Mat 10:29), atau helai rambut yang rontok, tetapi Allah peduli.
Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani
267
Apakah Allah itu transenden dalam arti Ia jauh? Tidak menurut
Alkitab. Yahweh peduli dengan kita karena Dialah yang membentuk kita.
Itulah keindahannya. Apakah manusia sangat berharga? Yah, Allah
mengambil waktu untuk membentuk manusia. Berapa lama waktu yang
dibutuhkan seorang tukang periuk untuk membuat sebuah bejana? Tidak
terlalu lama sebenarnya, karena bejana itu cukup mudah dibuat. Namun,
pernahkah Anda melihat sebuah pahatan rumit di mana sang seniman
membutuhkan waktu beberapa minggu atau beberapa bulan untuk
memahatnya?
Ketika berada di Cina saya menonton sebuah program tentang
keahlian yang dibutuhkan dalam memahat gading gajah (yang diperoleh
secara legal, kalau tidak barangkali program itu tidak akan ditayangkan
di TV pemerintah). Karya seni yang begitu indah dan elok ini hampir bisa
disebut ‗fantastis‘. Satu karya seperti itu bisa memakan waktu mingguan
atau bulanan, tergantung seberapa mendetilnya dan berapa banyak bolabola yang harus dipahat, satu bola di dalam bola selanjutnya. Semuanya
itu terbentuk dari sepotong gading. Saya tidak tahu bila di dalam satu
bola bisa terdapat 34 bola. Dapatkah Anda bayangkan keahlian dan
pekerjaan pemahatan bola ini—34 lapisan—satu lapisan di dalam lapisan
berikutnya, masing-masing dapat berputar di dalam yang berikutnya?
Saya diberitahu bahwa 34 adalah jumlah maksimum yang sudah pernah
tercapai. Karya yang kurang bagus mungkin hanya mempunyai 4 atau 5
bola yang lepas mengapung di dalamnya. Sehebat-hebatnya hal ini,
pikirkan betapa kompleksnya tubuh manusia yang dibuat Allah Yahweh.
Pembuatannya bisa jadi memakan waktu yang cukup lama. Detil-detil
yang rumit! Keahlian yang ajaib!
Dengan merenungkan hal-hal ini, sang Pemazmur berseru, ―Aku
bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib
apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya.‖ (Mzm
139:14) Kita bisa membacanya sebagai sebuah ungkapan pujian dan
pujaan yang menggirangkan hati untuk karya Yahweh, atau, pada
tingkatan lebih tinggi, bisa mengungkapkan ketinggian tingkatan roh
seseorang yang dibawa ke dalam persekutuan yang akrab dengan
Yahweh melalui pengaruniaan suatu persepsi yang mendalam akan
keajaiban Pribadi-Nya sebagaimana dinyatakan dalam karya-karya-Nya.
Saya berkata demikian karena saya pernah diberi pengalaman
seperti itu—secara tak terduga—akan hadirat Yahweh, di mana pada
suatu ketika, saya sedang merenungkan manusia ciptaan-Nya dan
268
The Only True God
beberapa perbuatan-Nya yang lain yang ajaib. Saya rasa inilah yang ingin
dicapai oleh Firman-Nya untuk setiap dari kita, yaitu, memimpin kita ke
dalam satu pengalaman akan Dia sebagai Allah yang hidup, yang
mengasihi dan kreatif.
Jika Allah tidak peduli dengan manusia, lantas mengapa Ia
menghabiskan waktu-Nya untuk kita? Mengapa Ia tidak mengucapkan
perkataan-Nya yang mahakuasa saja, dan sim salabim, jadilah seorang
manusia? Akan tetapi, itu bukan arti kata ―membentuk‖. Agaknya, Ia bisa
saja berbuat demikian, tetapi Ia memilih untuk tidak melakukannya.
Cerita dalam Kitab Kejadian itu jelas memperlihatkan betapa pedulinya
Allah dengan umat manusia.
Untuk alasan ini, pula, Allah tidak putus-putusnya berbicara kepada
manusia, dan perhatikan di sini, “TUHAN Allah”—Yahweh Allah—
―memberi perintah”:
Lalu TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia:
―Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya
dengan bebas‖ (Kej 2:16).
Yahweh menyediakan makanan yang dibutuhkan manusia. Ia peduli
akan apa yang baik bagi manusia, maka Ia menyediakan seorang
pendamping baginya:
TUHAN Allah berfirman: ―Tidak baik, kalau manusia itu seorang
diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan
dengan dia.‖ (Kej 2:18)
Lebih dari itu, Yahweh Sendiri datang mengunjungi mereka, berada
bersama mereka.
Ketika mereka mendengar bunyi langkah TUHAN Allah, yang
berjalan-jalan dalam taman itu pada waktu hari sejuk,
bersembunyilah manusia dan isterinya itu terhadap TUHAN
Allah di antara pohon-pohonan dalam taman. (Kej 3:8)
Allah berjalan-jalan dalam taman itu. Sungguh sebuah pernyataan yang
menakjubkan! Untuk apa Ia berjalan-jalan dalam taman itu? Maksud
saya, Dia mempunyai seluruh surga di mana Ia tinggal tetapi Ia memilih
untuk berjalan-jalan dalam taman itu. Mengapa? Yah, kalau bukan untuk
bersekutu dengan manusia, Ia tidak akan mempunyai apa-apa untuk
Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani
269
dikerjakan di taman itu. Dia, Allah yang mahakuasa itu, memang
transenden tetapi bukan transenden semata. Dalam Perjanjian Lama,
transendensi Allah dibicarakan jauh kemudian, sebagaimana akan kita
lihat nanti. Akan tetapi, hal ini dimulai dengan imanensi-Nya. Ia
berjalan-jalan dalam taman itu—kita membacanya dan tidak
memahaminya. Dikatakan bahwa Adam dan Hawa telah berdosa, dan
tiba-tiba menyadari bahwa mereka telanjang. Mereka mencoba
menyemat daun-daun pohon ara, bukan suatu karya seni saya rasa,
tetapi cara berpakaian yang cukup menarik. Dan kemudian, “Ketika
mereka mendengar… Allah, yang berjalan-jalan dalam taman itu”.
Perhatikan teks ini dengan cermat: “Ketika mereka mendengar bunyi
langkah TUHAN (Yahweh) Allah”.
Mari kita berhenti sejenak dan memikirkannya. Pernahkah kita
membaca
Alkitab
kita
dengan
seksama?
Dapatkah
Anda
membayangkannya? Dewasa ini kita memakai sepatu yang nyaris tidak
mengeluarkan bunyi. Dengan sepatu yang saya pakai sekarang ini, saya
bisa mendatangi seseorang dan orang itu tidak akan mendengar
kedatangan saya. Namun, mereka mendengar Yahweh—―bunyi langkah
TUHAN (Yahweh) Allah‖—berjalan-jalan dalam taman itu. Bagaimana
mereka bisa mendengar Dia? Sudah pasti Yahweh tidak berjalan
perlahan-lahan, perlahan-perlahan, lalu tiba-tiba muncul di depan
mereka sambil berkata ―Dor!‖ dan mereka terlompat! Anda dapat benarbenar mendengar-Nya datang. Mungkin itu bunyi dedaunan. Mungkin
itu bunyi rumput yang terinjak oleh-Nya. Saya rasa di Taman Eden tidak
ada jalanan beraspal, di mana Anda bisa berjalan-jalan dengan sepatu
karet tanpa mengeluarkan bunyi sedikitpun. Ia berjalan-jalan, dan
mereka mendengar kedatangan-Nya.
Nah, Allah yang transenden dan yang ―ringan seperti bulu ayam‖ itu
pasti tidak akan mengeluarkan bunyi sedikitpun tatkala berjalan di atas
permukaan tanah, bukan? Dapatkah Anda membayangkan hantu yang
berjalan-jalan dan mengeluarkan bunyi bum-bum? Hantu istimewa
macam apa itu? Anda mungkin mengira Allah melayang-layang di udara,
tidak, Ia berjalan di atas permukaan tanah sedemikian rupa sehingga
menyentuh tanah. Dan ini menciptakan bunyi sesuatu yang bergerak,
entah itu semak-semak, atau mungkin daun-daun pada pohon. Mereka
mendengar-Nya datang lalu mereka bersembunyi. Seandainya Allah
diam-diam menyelinap di belakang mereka, maka mereka tidak akan
mempunyai kesempatan untuk bersembunyi. Ini sama dengan
270
The Only True God
memperlakukan mereka seperti anak kecil—amat menggemaskan dan
manis. Apakah Anda mengira Allah tidak tahu di mana Anda berada, dan
Anda bisa bermain petak umpet dengan-Nya? Ia datang dan, ibarat
seorang ayah, Ia berkata, ―Adam! Hawa! Di manakah kalian?‖ Allah yang
mahatahu itu tidak mengetahui keberadaan mereka? Ini pasti lelucon.
Namun, Ia berhubungan dengan kita pada tingkatan kita, seolah-olah
memainkan permainan kita, seolah-olah berkata, ―Kalian mau ngumpet?
Oke, saya akan menjadi pencarinya.‖ Sungguh luar biasa. Dan, janganjangan kita melewatkan pernyataan tentang “mendengar bunyi langkah
TUHAN Allah ”, pernyataan itu ditekankan lagi dalam ay.10:
Dan dia menjawab, ―Aku mendengar suara-Mu di taman, aku
merasa takut karena aku telanjang, maka aku bersembunyi.‖ (Kej
3:10, ILT)
Mereka bisa mendengar Allah berjalan-jalan di taman itu? Pernahkah
kita memikirkan hal ini? Tidak, kita diajari bahwa Allah itu transenden
dan kita tidak semestinya membacanya secara harfiah. Semuanya adalah
metafora dan bahasa simbolis. Namun, simbol dari apa? Dapatkah Anda
mengatakan kepada saya simbol dari apa ini? Jika ini sebuah simbol,
maka ini pastilah melambangkan sesuatu. Mengapa kita tidak bisa hanya
membaca saja apa yang tertulis di situ?
Kembali ke pasal 2 ay.8, kita mungkin tidak memperhatikan hal
yang lain di situ. Dikatakan di situ, “TUHAN (Yahweh) Allah membuat
taman”. Pikirkanlah itu. Ia mengerjakan tugas seorang tukang kebun
atau petani! Allah Yahweh membuat sebuah taman. Taman itu tidak
terjadi hanya dengan ―firman yang diucapkan‖-Nya. Ia menjadikan
terang, Ia menjadikan alam semesta, dengan sepatah kata, tetapi kini Ia
tengah bekerja di taman itu. Sungguh menakjubkan! Jika ini
melambangkan sesuatu, tolong katakan melambangkan apa? Dan untuk
siapa Ia membuat taman itu? Untuk manusia! Ia menjadikan manusia,
lalu membuat taman yang indah baginya. Namun, kita diberitahu bahwa
semua yang kita baca tentang Allah dan perbuatan-Nya tidak boleh
diartikan secara harfiah. Allah itu maha-transenden dan oleh sebab itu Ia
ada di tempat lain. Transenden? Apa yang sedang kita perbuat? Apakah
kita membuangkan Allah dari ciptaan-Nya? Itulah sebenarnya yang telah
kita lakukan selama ini oleh karena ajaran sesat yang telah kita terima.
Allah membuat sebuah taman (atau dibantu oleh para malaikat,
Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani
271
sebagaimana
dikatakan
sebagian
orang)—dapatkah
Anda
membayangkannya? Ini artinya Ia harus membuat perencanaan dan pola
untuk taman itu. Ia membuat sebuah taman dan menaruh manusia di
situ agar manusia bisa menikmatinya:
Selanjutnya TUHAN Allah membuat taman di Eden, di sebelah
timur; disitulah ditempatkan-Nya manusia yang dibentuk-Nya
itu. (Kej 2:8)
Kemudian kita sampai pada bagian tentang Allah yang berjalan-jalan
dalam taman itu serta usaha mereka untuk menyembunyikan diri dariNya, sebagaimana terlihat dalam pasal 3 ay.8:
Ketika mereka mendengar bunyi langkah TUHAN Allah, yang
berjalan-jalan dalam taman itu pada waktu hari sejuk,
bersembunyilah manusia dan istrinya itu terhadap TUHAN
Allah, di antara pohon-pohonan dalam taman. (Kej 3:8)
Bagaimanakah Anda bersembunyi dari Allah yang mahahadir? Akan
tetapi, mereka tetap berusaha menyembunyikan diri dari-Nya. Apakah
mereka mengira Allah itu transenden, jauh di atas langit, dan tidak
menyadari apa yang telah mereka lakukan di bumi, jadi, mereka masih
bisa berusaha bersembunyi dari-Nya? Mereka belum membaca Mazmur
139!
Ke mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu, ke mana aku dapat
lari dari hadapan-Mu? Jika aku mendaki ke langit, Engkau di
sana; jika aku menaruh tempat tidurku di dunia orang mati, di
situpun Engkau. (Mzm 139:7-8)
Orang-orang berdosa, meski mereka percaya kepada Allah sekalipun, tak
pelak akan lebih memilih untuk mempercayai bahwa Ia transenden, jauh
sekali dari urusan-urusan manusia, dan tidak mempedulikan Dirinya
dengan dosa-doa mereka. Gagasan transendensi seperti itu merupakan
cara yang baik untuk bersembunyi dari Allah, paling tidak dalam benak
orang-orang berdosa. Namun, bahkan setelah Adam dan Hawa berdosa,
kita terus melihat kata-kata ―Yahweh berfirman‖. Ia terus berbicara
kepada pasangan itu. Allah masih berbicara kepada manusia setelah
mereka berdosa. Dalam belas-kasihan-Nya Ia tidak sepenuhnya menutup
pintu komunikasi dengan manusia.
272
The Only True God
Dan kemudian, apakah yang terjadi dalam pasal 4? Kain membunuh
Habel oleh karena rasa cemburu sebab kurban Habel diterima sedangkan
kurbannya tidak. Ketika saya memikirkan kembali seluruh nas ini,
dengan melepaskan konsep-konsep teologis yang telah diajarkan kepada
saya sejak semula, saya mulai melihat hal-hal yang tidak saya lihat
sebelumnya. Misalnya, kita membaca,
Firman TUHAN kepada Kain: ―Mengapa hatimu panas dan
mukamu muram?‖ (Kej 4:6)
Di sini tidak dikatakan ―TUHAN Allah‖ tetapi ―TUHAN‖ (Yahweh).
Firman Yahweh kepada Kain, ―Mengapa hatimu panas dan mukamu
muram?‖ Kemudian Ia melanjutkan dengan memperingatkan Kain
bahwa jika ia berbuat baik, ia akan diterima. Akan tetapi, jika tidak,
maka hasratnya akan menguasai dia. Lalu Kain memberitahu Habel apa
yang telah dikatakan Allah kepadanya. Ceritanya berlanjut dengan Kain,
yang berada di tengah padang di mana ia mengira tak seorang pun
memperhatikan, membunuh Habel. Orang jahat! Si pembunuh pertama.
Namun, tunggu dulu, ada sesuatu yang lain. Selanjutnya diceritakan
bahwa bahkan setelah Kain membunuh saudaranya, Yahweh terus
berbicara kepada dia. Apakah Anda memperhatikan hal ini? Jika Kain
seorang yang begitu jahat, mengapa Yahweh berbicara kepadanya?
Dalam nas berikut kita melihat bahwa Yahweh (lagi-lagi kata ―Allah‖
tidak muncul) berbicara kepada Kain:
Firman TUHAN (Yahweh) kepada Kain: ―Di mana Habel,
adikmu itu?‖ Jawabnya: ―Aku tidak tahu! Apakah aku penjaga
adikku?‖ Firman-Nya: ―Apakah yang telah kauperbuat ini?
Darah adikmu itu berteriak kepada-Ku dari tanah.‖ (Kej 4:9-10)
Itu percakapan yang cukup luar biasa dengan Kain. Dan yang
menakjubkan adalah Yahweh melindungi Kain sehingga ia tidak
terbunuh. Mengapa Yahweh berbuat demikian? Tidakkah Hukum Taurat
berkata bahwa jika Anda membunuh seseorang, Anda harus
membayarnya dengan nyawa Anda sendiri? Itulah Hukum Taurat
Yahweh. Namun, Yahweh melindungi Kain dari kematian, dengan
menaruh tanda padanya sehingga tak seorang pun akan membunuhnya:
Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani
273
Firman TUHAN kepadanya: ―Sekali-kali tidak! Barangsiapa yang
membunuh Kain akan dibalaskan kepadanya tujuh kali lipat.‖
Kemudian TUHAN menaruh tanda pada Kain, supaya ia jangan
dibunuh oleh barangsiapapun yang bertemu dengan dia. (Kej
4:15)
Yahweh berbicara kepada Kain. Lagi-lagi perhatikan bahwa kata ―Allah‖
tidak muncul, sehingga fokusnya adalah kepada nama ―Yahweh‖ semata.
Firman Yahweh kepada Cain: ―Barangsiapa yang membunuh Kain akan
dibalaskan kepadanya tujuh kali lipat‖. Sungguh suatu perlindungan
hebat yang Ia berikan kepada Kain! Namun, Kain adalah seorang
pembunuh. Mengapa di Sekolah Minggu tidak ada yang menerangkan
kepada kita mengapa Kain dilindungi? Namun, ini mengingatkan kita
akan seorang yang, dalam Perjanjian Baru, disebut sahabat orang
berdosa, agaknya termasuk para pembunuh. Yesus memang disebut
sahabat orang berdosa (Mat 11:19; Luk 7:34). Sungguh menakjubkan!
Yahweh menanyakan kepada Cain, ―Mengapa hatimu panas dan
mukamu muram?‖ Allah telah menolak persembahannya dan hal itu
begitu menggelisahkan dia. Ia tidak bisa menerima penolakan Yahweh.
Kain menganggap penolakan persembahannya itu sebagai indikasi
bahwa Yahweh sama sekali telah menolak dia. Ia tidak bisa menerima
penolakan Yahweh. Ia begitu putus-asa sampai membuatnya hampir gila,
sehingga ia membunuh Habel. Apakah Anda mengerti maksud saya? Jika
Allah menolak Anda, apakah itu mencemaskan Anda? Mungkin ya,
mungkin tidak. Kebanyakan orang di luar sana nyaris tidak cemas bila
ditolak oleh Allah. Namun, Kain begitu gelisah dengan penolakan
Yahweh hingga ia tidak bisa menerimanya.
Mengapa ia harus digelisahkan dengan Yahweh yang tidak
menerima dia? Adakah alasan lain kecuali bahwa ia mengasihi Yahweh?
Dapatkah Anda memikirkan alasan lain? Anda tidak akan tahan ditolak
oleh orang yang Anda cintai, bukan? Jika Anda ditolak oleh orang yang
membenci Anda, Anda tidak akan peduli; Anda akan berbalik menolak
dia. Namun, jika Anda ditolak oleh orang yang mencintai Anda atau yang
Anda cintai, Anda tidak dapat menerima penolakan itu. Sebagian orang
bunuh diri oleh karena ditolak. Kain tidak membunuh diri, tetapi ia
membunuh adiknya. Ia cemburu karena Habel diterima. Namun,
kecemburuan berasal dari cinta, bukankah begitu?
274
The Only True God
Dengan kata lain, Kain membunuh oleh karena cinta, hal yang
masih dilakukan orang hingga hari ini. Jika seseorang mencintai gadis
yang Anda cintai, Anda mungkin ingin membunuh orang itu agar Anda
dapat memiliki gadis itu sepenuhnya untuk diri sendiri. Kain
menginginkan kasih dan penerimaan Yahweh, tetapi Yahweh tidak
menerima dia. Ia justru menerima Habel! Itu tidak bisa ditolerir. Jadi,
singkirkan Habel! Saya tidak dapat memikirkan penjelasan lain akan
kenyataan Allah membiarkan Kain hidup. Allah mengetahui isi hatinya.
Ia tahu bahwa Kain mencintai Dia, tetapi Kain mencintai Dia dengan
cara yang salah. Jika tidak, Allah barangkali sudah menjatuhkan
hukuman mati kepadanya karena telah membunuh adiknya. Namun,
Allah melindungi dia sedemikian rupa hingga siapa saja yang berani
menyentuh Kain akan dibalaskan tujuh kali lipat. Itu mengerikan. Untuk
apa Kain dibiarkan hidup kalau bukan untuk memberinya kesempatan
bertobat atas apa yang telah diperbuatnya, dan dengan demikian,
diselamatkan? Yahweh peduli bahkan dengan orang paling berdosa
sekalipun.
Mari kita mundur sedikit. Adam dan Hawa pun telah berdosa besar.
Dan apa yang dilakukan Yahweh? Mengapa Ia tidak segera menjatuhkan
hukuman mati? Bagaimana pun juga, Ia telah memperingatkan mereka,
―pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati‖. Namun
demikian, Ia tidak membuat mereka mati. Bahkan sebaliknya, apa yang
dilakukan-Nya? Ia melakukan sesuatu yang luar biasa. Saya tidak tahu
mengapa saya tidak bisa melihat itu semua dahulu.
Dan TUHAN Allah membuat pakaian dari kulit binatang untuk
manusia dan untuk isterinya itu, lalu mengenakannya kepada
mereka. (Kej 3:21)
Bacalah sekali lagi: Yahweh sendiri membuat pakaian! Pertama, Ia
seorang tukang kebun, sekarang Ia seorang penjahit! Namun, Ia lebih
daripada seorang penjahit. Dengan cara apa Anda mendapatkan kulit
binatang? Anda harus membunuh binatang itu untuk memperoleh
kulitnya. Anda harus mengucurkan darahnya. Apakah Anda mendapat
gambarannya? Yahweh Sendirilah imam itu! Binatang yang telah Ia
ciptakan, Ia sembelih untuk diambil kulitnya. Sebagai penjahit dan imam
Ia membuat pakaian dari binatang itu, dan menutupi Adam dan Hawa.
Menutupi! Tahukah Anda apa arti kata pendamaian dalam Perjanjian
Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani
275
Lama? Artinya adalah ―menutupi‖. Kata Ibrani untuk ―menutupi‖ adalah
kata yang kita terjemahkan dengan ―pendamaian, untuk mengadakan
pendamaian‖. Ia menutupi dosa-dosa mereka dengan darah binatang itu,
mengambil kulitnya dan menutupi mereka.
Yahweh itu mencengangkan. Namun, apakah hal itu terlalu sulit
untuk ditelan? Terlalu praktis dan grafik? Kita diberitahu bahwa Ia itu
transenden, bahwa Ia tidak akan melakukan hal-hal seperti membunuh
binatang. Namun, jika Anda tidak membunuh binatang, bagaimana Anda
dapat memperoleh kulit untuk dijadikan pakaian? Darah binatang harus
tercurah guna memperoleh kulitnya. Tentu saja tak seorang pun merasa
senang membunuh binatang tak bersalah. Namun, itulah yang dilakukan
para imam di dalam bait suci. Mereka menyembelih binatang-binatang
itu dan mempersembahkan pendamaian (penutup) untuk dosa umat
dengan darah binatang-binatang tersebut.
Semua ini sudah terlihat dalam cerita mula-mula Alkitab ini.
Hukum Taurat dan sistim kurban dalam Perjanjian Lama itu tidak
seolah-olah muncul begitu saja, tetapi sudah ada dalam Kitab Kejadian
dalam bentuk bibit. Bahkan lebih mencengangkan lagi, sekarang kita
menyadari bahwa semua ini mempertandakan rencana keselamatan
Allah yang telah dicapai oleh-Nya untuk umat manusia ketika Ia
―menyerahkan-Nya (Yesus) bagi kita semua‖ (Rm 8:32), dengan
membebaskan kita oleh ―darah Kristus yang sama seperti darah anak
domba yang tak bernoda dan tak bercacat‖ (1Ptr 1:19).
Apakah air mata kita mengalir memikirkan Adam dan Hawa—yang
dibentuk Yahweh dengan jari-jari-Nya sendiri, dan demi mereka Ia
membuat taman dan memberikan kehidupan indah di taman itu—
mereka bisa berbuat dosa? Seandainya Yahweh itu seperti kebanyakan
orang (jadi mungkin Ia transenden dalam arti bukan seperti sifat
kebanyakan orang), Ia sudah meledak dalam kemarahan: ―Baiklah, Aku
sudah tidak tahan dengan kalian berdua!‖ Tidak! Sebaliknya, Ia
mengambil seekor binatang, menyembelihnya, dan mengambil kulitnya
untuk menutupi Adam dan Hawa. Menakjubkan! Namun, bukankah kita
membacanya dengan terlalu harfiah? Dapatkah kita membacanya secara
non-harfiah atau simbolis dan tetap mengeluarkan makna kaya dari
dalam nas itu? Saya belum menemukan cara lain, bagaimana dengan
Anda?
Apa yang dilakukan Yahweh untuk menutupi serta melindungi Kain
dari maut bukanlah suatu hal baru. Ia sudah melakukan hal semacam ini
276
The Only True God
untuk orang-tua Kain. Ia telah menyediakan sebuah penutup, sebuah
pendamaian, untuk Adam dan Hawa. Tentu saja Ia tidak bisa
membiarkan mereka tetap tinggal di taman itu. Mereka harus
menanggung konsekuensi serius dari dosa mereka. Mereka harus
meninggalkan taman itu, tetapi mereka meninggalkan taman itu dengan
mengenakan penutup yang telah diberikan Yahweh. Selama sisa hidup
mereka pakaian itu akan mengingatkan mereka, ―Yahweh mengasihani
kami. Kami tidak mati pada hari kami berbuat dosa; melainkan Yahweh
mengenakan pakaian kepada kami dan menutupi kami dalam belas
kasih-Nya.‖
Apakah Anda mengira Yahweh itu sangat jauh, terpencil di suatu
tempat di surga? Atau, hanya Yesus saja yang sangat dekat? Apa yang
telah kita pelajari tentang Allah? Apa yang telah kita pelajari tentang
Yahweh? Tidak banyak? Dapat seberapa dekatkah Yahweh? Kasih-Nya
untuk orang-orang berdosa bukanlah suatu hal baru. Kasih itu tidak
pertama-tama datang dengan Yesus. Kasih itu datang jauh, jauh
sebelumnya, sejak dari Taman Eden. Itulah keindahan Yahweh. Mengapa
semuanya ini tersembunyi dari kita? Apakah karena kita mengira Yesus
sajalah sahabat orang-orang berdosa yang menyelamatkan kita dari
Allah yang pemurka? Jika begitu, apakah istilah ―Allah Juruselamat kita‖
itu (1Tim 1:1; Tit 1:3, dst.) ada artinya bagi kita? Kita mulai melihat
betapa berbedanya konsep kita dari konsep Yahweh dalam Perjanjian
Lama, Allah yang sangat dekat dan sangat peduli, yang menjaga kita.
Dan ketika kita berbuat dosa, Ia tidak selalu menghukum kita, bukan? Ia
sendiri mempersiapkan sebuah jalan dengan mana Ia menutup dosadosa kita.
Ketika kita sampai ke pasal 6 Kitab Kejadian, kita melihat bahwa
umat manusia tengah sepenuhnya dirusakkan oleh dosa-dosa mereka.
Namun, masih ada satu orang di mana Yahweh masih dapat
berkomunikasi dengannya, yaitu Nuh. Dengan semakin jatuhnya umat
manusia ke dalam perbudakan dosa, Yahweh masih mencoba
berkomunikasi dengan manusia, tetapi Ia hanya bisa melakukannya
dengan individu-individu tertentu yang terbuka kepada-Nya, yang
mendengarkan Dia, yang hatinya disebut sempurna sehubungan dengan
Dia—sempurna dalam keterbukaan penuh kepada-Nya. Ay.8 pasal 8
berbunyi: ―Namun, Nuh mendapat kasih karunia di mata Yahweh‖ (ILT).
Dan selanjutnya dikatakan bahwa Yahweh berbicara kepada Nuh.
Dan oh, Ia banyak berbicara dengan Nuh. Saya menghitung ada 30 ayat
Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani
277
lebih di mana Yahweh berbicara dengan Nuh. Yahweh terus-menerus
berkomunikasi dengan Nuh. Bukankah ini mengatakan kepada kita
betapa dekatnya Dia dengan Nuh, dan Nuh dengan Dia?
Kemudian air bah itu datang menyapu kerusakan parah yang telah
mencemarkan bumi. Ya, Yahweh itu kudus. Ia akan mengampuni dosa
tetapi ada suatu ukuran dosa di mana, sekali Anda telah mengisinya
sampai penuh, Ia tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Tidak bisa
diselamatkan lagi. Dan bila orang sudah tidak bisa diselamatkan lagi,
tidak ada apa-apa yang bisa diperbuat oleh Yahweh kecuali
menghukumnya. Namun, bahkan dalam penghukuman pun Ia
memperlihatkan belas kasihan: masih ada Nuh dan keluarganya. Anda
ingat Nuh yang membangun bahtera besar itu yang kelihatan seperti
kotak besar, yang mengambang di atas air dengan berbagai macam
binatang di dalamnya. Cerita yang menarik, bukan? Namun, apakah
Anda melihat apa yang dilakukan Yahweh ketika Nuh dan semua
binatang itu telah memasuki bahtera dan siap berhadapan dengan air
bah?
Dan yang masuk itu adalah jantan dan betina dari segala yang
hidup, seperti yang diperintahkan Allah kepada Nuh; lalu
TUHAN menutup pintu bahtera itu di belakang Nuh. (Kej 7:16)
Yahweh menutup pintu bahtera di belakang Nuh itu. Pernahkah Anda
memperhatikan kata-kata ini? Menakjubkan! Ia membuat taman, Ia
membuat pakaian. Seperti seorang imam Ia mengadakan pendamaian
untuk dosa-dosa Adam dan Hawa. Seperti seorang ahli bangunan Ia
merancang bahtera untuk dibangun oleh Nuh, dalam rangka
menyelamatkan Nuh, keluarganya, dan sekumpulan besar binatang.
Namun, siapakah yang menutup pintu bahtera? Mengapa tidak
membiarkan Nuh saja yang menutup pintu? Apakah pintu itu terlalu
besar dan berat bagi Nuh? Apa pun alasannya, Yahweh memberi
sentuhan terakhir dalam operasi penyelamatan besar-besaran ini: Ia
sendiri yang menutup pintu bahtera itu. Atau apakah kita berpikir bahwa
akan lebih pantas seandainya Ia menunjuk seorang malaikat untuk
melakukan hal semacam ini, ketimbang melakukannya Sendiri?
Pemikiran macam itu menunjukkan bahwa kita belum benar-benar
mengenal Yahweh yang dinyatakan dalam Alkitab. Para raja dan
presiden di dunia ini tidak membuka atau menutup pintu untuk
278
The Only True God
bawahan mereka, tetapi justru itulah intinya: Yahweh tidak sama dengan
mereka. Karakter-Nya dicontohkan di dalam Yesus secara sempurna
(―gambaran Allah itu‖, 2Kor 4:4), yang tidak saja membasuh kaki muridmuridnya dan membuat sarapan untuk mereka di tepi Danau Galilea
setelah kebangkitannya (Yoh 21:9,12,13), tetapi juga mempersembahkan
dirinya di atas kayu salib demi keselamatan mereka. Sedangkan dengan
menutup pintu bahtera, itu ibarat seorang ayah yang berdiri di pintu
mengucapkan selamat jalan kepada anak-anaknya yang berangkat ke
sekolah di pagi hari.
Detil-detil kecil ini memperlihatkan sesuatu yang indah tentang
Yahweh. Tidak ada apa-apa yang terlewatkan oleh-Nya. Ia peduli.
Mengapa ayat ini menyebutkan Yahweh menutup bahtera itu? Karena
itulah yang Dia lakukan! Dan mengapa Ia melakukannya? Karena Ia
peduli! Apakah ada alasan lain untuk perbuatan-Nya? Mungkin Ia ingin
memastikan airnya tidak memasuki bahtera dan menenggelamkan
mereka, jadi Ia harus memastikan pintunya tertutup rapat. Seperti ketika
Anda membawa anak-anak Anda ke dalam mobil, Anda memastikan
pintunya tertutup rapat demi keamanan mereka. Jika kita boleh berkata
dengan sopan, semuanya ini menyatakan sesuatu yang manis sekali
tentang Yahweh. Cara Dia mengerjakan berbagai hal sungguh
menakjubkan. Seandainya Alkitab itu murni berasal dari manusia, sulit
membayangkan ada orang yang berani melukiskan Allah dengan cara ini.
Selanjutnya dalam Kitab Kejadian, siapakah orang berikutnya yang
diajak berbicara oleh Allah? Ada orang-orang lain yang berjalan dengan
Allah. Kita tidak akan membahas dengan rinci tentang Henokh, yang
berjalan dengan Allah selama 300 tahun dan diangkat oleh-Nya. Bagi
Henokh, apa artinya berjalan dengan Allah? Berjalan selama 300 tahun!
Bukan hanya beberapa hari saja. Selama 300 tahun ia berjalan dengan
Yahweh. Sungguh suatu pengalaman, sungguh suatu petualangan! Tidak
heran bila ia diangkat!
Kemudian Abraham tampil, dan ia dikenal sebagai sahabat Yahweh.
Apakah Allah membutuhkan seorang sahabat? Apakah Ia membutuhkan
Anda dan saya? Tidak, Ia tidak membutuhkan kita, tetapi Ia ingin kita
menjadi sahabat-Nya; bukan karena Ia membutuhkan kita. Allah
menemukan seorang sahabat di dalam diri Abraham. Seluruh kisah ini
betul-betul indah: Abraham tengah duduk di pintu kemahnya waktu hari
panas terik (Kej 18). Ia mungkin sedang berusaha menyejukkan dirinya
dengan tiupan angin sepoi-sepoi di depan pintu kemah itu. Dan ia
Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani
279
melihat tiga lelaki berjalan ke arahnya. Sebagai seorang yang ramah, ia
keluar dari kemahnya dan sujud dengan mukanya sampai ke tanah,
kurang lebih sama seperti kaum Muslim dewasa ini tatkala mereka
berdoa. Abraham bersujud dengan mukanya sampai ke tanah tatkala ia
menyambut ketiga lelaki tadi. Dan salah satu dari mereka ternyata
adalah Yahweh, sebagaimana dinyatakan oleh kisah itu.
Kemudian diceritakan kisah menakjubkan di mana Abraham tawarmenawar dengan Yahweh mengenai kota Sodom yang akan segera
dihancurkan. ―Jika ada 50 orang saleh, akankah Engkau mengampuni
Sodom?‖ ―Maaf, jangan marah denganku, Yahweh, tetapi bagaimana
kalau 40?‖ Ia tawar-menawar dengan Yahweh seperti di pasar
tradisional. Dan dengan sabar Yahweh menuruti dia. ―Yahweh,
kumohon, jangan marah denganku. Akankah Engkau mengampuni
Sodom dengan 30?‖ Yahweh berkata, ―Ya, 30, akan Kuampuni.‖ Satu kali
lagi: ―20?‖ ―Oke.‖ ―Kumohon, tolonglah, bersabarlah denganku, tapi
bagaimana kalau 10?‖ Ia berkata, ―Ya, 10.‖ Kasihan, Abraham tidak
berani menawar lebih sedikit daripada sepuluh. Bahkan ketika Anda
tawar-menawar di pasar pun, Anda harus pantas. Maksud saya, jika ia
meminta satu juta rupiah, apakah Anda memberinya 20,000 rupiah?
Ayolah, jangan konyol. Anda dapat menawar dari 50 menjadi 30 dan 20
dan akhirnya 10. Ayolah, ini adalah seluruh kota—Anda tidak bisa
menawar lebih rendah daripada 10, bukan? Namun, Yahweh berkata,
―Ya, bahkan 10‖. Abraham berpikir, ―Baiklah, aku puas. Setidaknya pasti
ada sepuluh orang baik di kota Sodom.‖
Namun, sepuluh pun tidak ada. Dan sekalipun Abraham menawar
lebih rendah, hal itu tidak akan menolong karena yang ada hanya satu
orang saja: Lot. Itu tidak berkata hal baik tentang istri Lot. Ia berubah
menjadi tiang garam. Tidak ada seorang pun yang baik tersisa di seluruh
Sodom kecuali satu. Dapatkah Anda membayangkan hal itu? Kisah yang
indah tentang Abraham yang tawar-menawar dengan Yahweh ini
menunjukkan kesabaran-Nya yang luar biasa! Apa yang membuat kita
mengira Ia hakim yang pemarah, Allah yang pemurka di surga di atas,
yang siap menghancurkan semua orang berdosa? Lagipula, apakah orang
berdosa justru bertobat karena ditakut-takuti oleh kotbah kita tentang
murka Allah? Atau, apakah Allah tidak menarik kita dengan kasih-Nya,
sebagaimana terlihat dalam Injil-injil? Ia sama sekali tidak berusaha
menakut-nakuti kita dengan kuasa-Nya. Apakah orang berdosa benarbenar merasa takut, atau lebih tertarik oleh kasih?
280
The Only True God
Tatkala kita melihat gambaran Yahweh yang sepenuhnya dalam
hubungan-Nya dengan manusia sebagaimana terlihat dalam Alkitab, kita
mulai mendapati bahwa, seperti halnya kota Sodom, hanya terdapat
begitu sedikit orang benar hingga nyaris tak ada yang bisa diajak
berbicara oleh Yahweh. Tidak ada sama sekali! Kemudian tampillah
Musa, dan dikatakan bahwa Allah berbicara dengannya ―muka dengan
muka‖ (Kel 33:11; Ul 34:10 ILT). Bukankah itu hal yang indah? Dan di
situ Anda melihat cerita bagaimana Allah Yahweh membawa umat-Nya—
umat Israel—keluar dari Mesir. Lagi-lagi yang Anda lihat bukanlah Allah
yang transenden dalam arti terpencil, melainkan Allah yang terusmenerus berhubungan dengan umat Israel. Di mana? Dalam tiang awan,
dalam tiang api, Ia berjalan dengan mereka di padang gurun. Sementara
mereka berjalan, Ia berjalan dengan mereka di padang gurun, seperti
seorang gembala dengan domba-dombanya sebagaimana dilukiskan
dalam Mazmur ke-23, ―TUHAN adalah gembalaku‖. Ia membawa
mereka melalui padang gurun seperti seorang gembala membimbing
domba-dombanya. Jika Anda pergi ke padang gurun di Timur Tengah
dewasa ini, Anda masih dapat melihat para gembala menuntun kawanan
domba mereka.
Kemudian Ia bertemu dengan umat Israel untuk bersekutu dengan
mereka. Ingatkah Anda bagaimana Yahweh turun ke atas Gunung Sinai?
Seluruh gunung itu menyala dengan api! Ia menyatakan kebesaran
keagungan-Nya dan kuasa-Nya kepada khalayak—sekitar dua juta orang
Israel di padang gurun—sehingga para tunawisma yang mengembara di
padang gurun itu tidak perlu merasa takut akan masa depan mereka di
saat mereka bergerak maju di bawah pimpinan Yahweh dan di bawah
pemeliharaan-Nya dan penyediaan-Nya yang terus-menerus dalam
mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari (―berikanlah kami pada hari
ini makanan kami yang secukupnya‖). Bagaimanakah Anda memberi
makan dua juta orang di padang gurun? Yahweh menyediakan roti,
manna, setiap hari. Bagaimana lagi caranya dua juta orang bisa diberi
makan di padang gurun? Dari sudut pandang manusia, logistik untuk
memenuhi kebutuhan orang banyak seperti itu mengejutkan pikiran.
Bagaimana dengan air? Hal yang paling dibutuhkan di padang gurun
adalah air, kalau mereka tidak mau mati kehausan di bawah terik panas
matahari. Dan Yahweh juga memenuhi kebutuhan itu. Ia melakukan hal
ini dalam kurun waktu 40 tahun! Cobalah memimpin dua juta orang
melewati padang gurun sekarang ini dan lihat sejauh mana Anda
Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani
281
berhasil. Anda akan segera menyadari bahwa Yahweh melakukan
mukjizat yang menakjubkan, bukan hanya selama beberapa hari tetapi
selama 40 tahun. Apalagi, Ia melakukan semua ini untuk umat yang
keras kepala dan durhaka yang tak henti-hentinya mencobai kesabaranNya. Nabi Mikha mengatakannya dengan indah: ―Siapakah Allah seperti
Engkau yang mengampuni dosa, dan yang memaafkan pelanggaran dari
sisa-sisa milik-Nya sendiri; yang tidak bertahan dalam murka-Nya untuk
seterusnya, melainkan berkenan kepada kasih setia?‖ (Mi 7:18)
Hal ini jelas digemakan dalam Perjanjian Baru. Ketika Yesus
memberi makan 5,000 orang—mengingatkan kita kepada apa? Ini
mengingatkan kita kepada apa yang dilakukan Yahweh untuk umat-Nya
di padang gurun. Dan Yesus melakukan hal yang persis sama dengan apa
yang telah dilakukan Yahweh dalam Perjanjian Lama. Atau lebih
tepatnya, Yahweh melakukan apa yang telah Ia lakukan dalam Perjanjian
Lama melalui Yesus. Ajaib! Hal yang sama tentang air juga benar, tetapi
pada tingkatan rohaniah. Yesus berkata kepada perempuan Samaria,
―Seandainya engkau meminta minum dari-Ku, Aku akan memberikan
kepadamu air untuk diminum, yang akan menjadi mata air di dalam
dirimu, yang terus-menerus memancar sampai kepada kehidupan kekal‖
(bdk. Yoh 4:10,14). Air tersebut akan terus mengalir seperti sungai. Luar
biasa! Yohanes 6 merujuk kepada kejadian-kejadian di padang gurun,
―Akulah roti (manna) yang turun dari surga. Jika kamu memakan roti
ini, kamu tidak akan mati. Namun, orang-orang di padang gurun itu
mati. Jika kamu memakan roti rohaniah yang diberikan Yahweh
kepadamu itu—Aku inilah roti itu—kamu akan hidup selama-lamanya.‖
(bdk. Yoh 6:51,58) Ia tetap menyediakan manna kehidupan bagi orangorang yang, pada saat ini, mengharapkan penyediaan makanan itu dari
Dia.
Di padang gurun, mukjizat terjadi setiap hari di mana umat Israel
bisa melihatnya. Jadi, cerita-cerita mukjizat dalam injil-injil bukanlah
suatu hal baru walaupun pada umumnya mukjizat-mukjizat itu terjadi
dalam skala yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan apa yang terjadi
di padang gurun (mis. memberi makan 5000 orang dibandingkan
dengan dua juta orang). Ini tidak dimaksudkan untuk menandingi skala
kejadian di padang gurun, tetapi untuk mengingatkan orang tentang hal
yang telah dilakukan Yahweh untuk umat-Nya di masa lalu. Dengan
demikian, hal ini menunjukkan bahwa secara signifikan Yahweh lagi-lagi
datang kepada umat-Nya di dalam diri Yesus Kristus, dan lagi-lagi
282
The Only True God
melakukan hal-hal yang pernah mereka dengar dilakukan oleh Dia
sebelumnya.
Tatkala kita menelusuri Kitab Kejadian hingga kitab terakhir
Perjanjian Lama, kita melihat bahwa semakin lama semakin sedikit
orang yang bersekutu dengan Yahweh. Itu bukan dikarenakan Yahweh
cenderung semakin kurang berkomunikasi dengan orang-orang, tetapi
karena orang-orang kelihatannya semakin tidak peka terhadap Dia.
Setelah Musa terdapat selang waktu yang lama sebelum muncul seorang
nabi dengan sosok rohaniah cukup besar, tetapi tak seorang pun
bersekutu dengan Yahweh dalam keakraban (―muka dengan muka‖) yang
menjadi ciri hubungan Musa dengan Dia—yaitu, sampai kedatangan
Yesus.
Mengenai Musa, saya ingin memperlihatkan sentuhan kecil lain
yang cukup mencengangkan. Anda tahu bahwa Taurat, kelima kitab
Hukum Taurat, berakhir dengan Kitab Ulangan. Cerita meninggalnya
Musa ditambahkan pada bagian akhir Kitab Ulangan. Usianya 120 tahun,
tetapi ia masih sehat dan kuat, dan tidak sakit. Agaknya, umat Allah
tidak selalu mesti jatuh sakit untuk bisa mati. Bila saatnya tiba, mereka
sekadar ―tertidur‖, sebagaimana dikatakan seorang pengkhotbah tentang
ayahnya, seorang hamba Tuhan yang setia. Ia tidak diketahui menderita
penyakit apa pun, tetapi ketika saatnya tiba, ia hanya terduduk di
kursinya. Kepalanya tertunduk dan ia pergi untuk bersama dengan
Tuhan. Itu hal yang indah.
Maka demikian pula, ―Musa berumur seratus dua puluh tahun,
ketika ia mati; matanya belum kabur dan kekuatannya belum hilang‖ (Ul
34:7). Tugasnya sudah selesai. Waktunya telah tiba, maka, Musa
meninggal atau ―tertidur‖. Namun, perhatikan bahwa ada sentuhan
istimewa tentang Yahweh yang cenderung kita lewatkan. Apakah
sentuhan kecil itu? Ia mengambil Musa, tetapi tentu saja tubuhnya tetap
ada di bumi. Jadi, apa yang terjadi dengan tubuh itu? Anda ingat bahwa
Musa meninggal sendirian, di atas Gunung Pisga di mana dari sana ia
melihat Tanah Perjanjian tetapi tidak diizinkan masuk oleh karena satu
saja kegagalan serius dalam hidupnya. Akan tetapi, Musa tidak sendirian,
sebab Yahweh menyertai hamba-Nya yang setia sampai pada akhirnya.
Dikatakan dalam Ulangan 34:6,
Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani
283
Dan dikuburkan-Nyalah dia di suatu lembah di tanah Moab, di
tentangan Bet-Peor, dan tidak ada orang yang tahu kuburnya
sampai hari ini.
Pernahkah Anda memperhatikan keempat kata kecil ini: ―Dan
dikuburkan-Nyalah dia.‖ Siapakah ―Nya‖ itu? Siapa lagi kalau bukan
Yahweh? Ini luar biasa. Pikirkan lagi hal ini: Ia membentuk Adam dan
Hawa ibarat seorang tukang periuk; Ia membuat taman ibarat seorang
tukang kebun; Ia menyembelih binatang ibarat seorang imam; Ia
membuat pakaian ibarat seorang penjahit dan menutupi Adam dan
Hawa, dan seterusnya. Pada akhirnya secara personal Ia mengubur
sahabat-Nya di atas gunung—sebuah tindakan kasih dan penghormatan
terakhir atas pelayanan Musa di bumi.
Tentu saja kita dapat membaca seluruh cerita ini secara simbolis
atau metaforis, seperti yang biasa dilakukan, dengan bersikeras bahwa
Yahweh itu transenden dan tak satu cerita pun dari semuanya itu
semestinya dipahami secara harfiah. Namun, apa arti cerita itu secara
non-harfiah? Hal apa persisnya yang tengah dicapai dengan bersikeras
pada dogma teologis kita tetapi dengan menghilangkan keindahan yang
menyentuh dari karakter Yahweh sebagaimana dinyatakan dalam ceritacerita ini? Saya membaca kata-kata itu dan merasa sangat tersentuh.
Musa diberi penguburan tersendiri. Ini jelas dimaksudkan untuk
mencegah dia dijadikan berhala oleh orang-orang yang telah dipimpin
olehnya untuk waktu yang lama, karena jika hal itu terjadi, Musa akan
berakhir sebagai batu sandungan ketimbang berkat bagi umatnya.
Namun, Yahweh juga telah menyatakan Dirinya secara terbuka dan di
depan umum kepada bangsa Israel seperti, misalnya, ketika Ia turun ke
atas Gunung Sinai dan orang banyak di situ melihatnya. Sebenarnya para
tua-tua melihat kemuliaan Tuhan dengan mata kepala mereka sendiri.
Anda lihat misalnya dalam Keluaran 24:10-11 di mana dikatakan bahwa
para tua-tua Israel ―melihat Allah Israel; kaki-Nya berjejak pada sesuatu
yang buatannya seperti lantai dari batu nilam dan yang terangnya seperti
langit yang cerah. Tetapi kepada pemuka-pemuka orang Israel itu
tidaklah diulurkan-Nya tangan-Nya; mereka memandang Allah, lalu
makan dan minum.‖
Mereka melihat Allah dan hidup. Ay.16 berkata, ―Kemuliaan
TUHAN diam di atas gunung Sinai, dan awan itu menutupinya enam
hari lamanya; pada hari ketujuh dipanggil-Nyalah Musa dari tengah-
284
The Only True God
tengah awan itu.‖ Dan ay.17: ―tampaknya kemuliaan TUHAN (Yahweh)
sebagai api yang menghanguskan di puncak gunung itu pada
pemandangan orang Israel.‖ Di situ, kita mendapati frase ―api yang
menghanguskan‖ (Ibr 12:29). Di satu sisi Ia api yang menghanguskan.
Di sisi lain, dengan lemah-lembut Ia mengambil Musa sahabatnya dan
menguburkan dia, seperti menanamkan benih. Dan Musa akan bangkit
kembali! Yahweh akan memanggil dia untuk bangkit dari antara orang
mati; tetapi untuk saat ini, ia harus beristirahat.
Apa yang kita temukan dalam perkembangan narasi Alkitabiah
adalah bahwa, meskipun Tuhan masih berbicara kepada orang-orang,
jarak antara Allah dan manusia berangsur-angsur menjadi semakin
melebar. Namun, jarak antara Allah dan manusia itu bertambah bukan
karena Allah ingin menjauh, tetapi karena manusia tidak lagi peduli
untuk mencari Dia. Akhirnya, mereka malah tidak lagi menyebut NamaNya. Namun, Yahweh masih bersekutu dengan beberapa orang seperti
sang nabi Samuel, yang hatinya terbuka kepada-Nya dan yang masih
berbicara untuk Allah. Kemudian ada Yesaya yang, ketika sedang berada
di dalam bait suci, dikaruniai penglihatan kemuliaan Allah. Yehezkiel,
juga melihat penglihatan kemuliaan Allah. Apa yang dilihatnya adalah
seseorang yang berpenampilan manusia. Penting untuk mencatat fakta
ini: Yahweh menyatakan Dirinya kepada Yehezkiel dalam rupa manusia
(Yeh 1:26,28).
Para teolog telah memperdebatkan bahwa Allah disampaikan
dengan istilah-istilah antropomorfis dalam Perjanjian Lama, yaitu, Allah
disampaikan seolah-olah Ia adalah seorang manusia, atau dengan katakata yang digunakan untuk melukiskan manusia. Tampaknya,
kemungkinan besar kita telah memutarbalikkan kenyataan. Menurut
Kitab Suci, manusia itu teomorfis; hal itu demikian karena manusia
diciptakan dalam citra Allah. ―Teomorfis‖, secara harfiah, berarti ada
dalam bentuk (morphē) atau citra Allah (theos). Ini adalah ajaran
Alkitabiah. Alasannya manusia diciptakan secara teomorfis—dalam citra
Allah—adalah agar ia dapat bersekutu dengan Allah. Itulah sebabnya
Allah menciptakan dia. Seorang besar terakhir yang secara akrab
bersekutu dengan Allah adalah Musa. Allah berbicara dengannya
―berhadapan muka‖ (Ul 34:10). Berhadapan muka! Betapa dekatnya
persekutuan mereka!
Selanjutnya, sang nabi besar Yesaya masih mengucapkan firman
Allah dan masih melihat kemuliaan Tuhan. Masih ada rasa kagum tetapi
Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani
285
tidak dengan keakraban sebagaimana dinikmati Musa. Setelah Musa,
semuanya ini berangsur-angsur menghilang. Semakin Anda meneruskan
ke dalam PL, jarak itu semakin melebar. Setelah Yehezkiel, kita
mendengar adanya penglihatan-penglihatan; kita masih mendengar
tentang firman Tuhan yang diucapkan melalui orang-orang, tetapi
keakraban antara sang nabi dengan Yahweh sudah tidak ada lagi. Setelah
nabi terakhir, Maleakhi, yang ada hanya kesunyian—400 tahun
kesunyian. Firman Tuhan tidak lagi berbicara. Agaknya, tidak ada siapa
pun sama sekali yang bisa diajak berkomunikasi oleh Yahweh. Adakah
seseorang dalam generasi ini yang bisa diajak berkomunikasi oleh
Yahweh? Namun, janji-janji itu tetap ada:
Ada suara yang berseru: ―Sediakanlah di hutan belantara satu
jalan untuk Yahweh. Luruskanlah jalan raya di padang gurun
untuk Allah kita.‖ (Yes 40:3, KSKK)
Mengapa Anda mau mempersiapkan jalan raya di padang gurun? Jalan
raya ini dinyatakan khusus ―untuk Yahweh‖, ―untuk Allah kita‖.
Mengapa? Karena Ia akan datang. ―Kemuliaan Yahweh akan dinyatakan,
dan semua manusia akan melihatnya, demikianlah sabda dari mulut
Yahweh‖ (Yes 40:5 KSKK). Yahweh akan datang!
Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu
suatu pertanda: Sesungguhnya, seorang perempuan muda
mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia
akan menamakan Dia Imanuel. (Yes 7:14)
Seorang anak akan lahir tetapi, secara signifikan, anak itu menjunjung
nama-nama ilahi:
Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah
diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas
bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah
yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai. (Yes 9:5)
Nama-nama Ilahi menunjuk pada pribadi ilahi. Tentu saja, tidak semua
nama dalam ayat ini mesti ilahi, tetapi ada beberapa yang lebih sulit
diterangkan dengan istilah non-ilahi, terutamanya ―Bapa yang Kekal‖.
Sebagai kaum Trinitarian kita menerapkan ayat ini kepada Yesus.
Namun, berbuat ini artinya merancukan Bapa dengan Anak, dan juga
286
The Only True God
menentang ajaran Yesus di mana ia sudah berkata, ―Janganlah kamu
menyebut siapapun ‗bapak‘ di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, yaitu
Dia yang di surga.‖ (Mat 23:9) Kita dapat yakin bahwa Yesus tidak
pernah menyuruh siapapun memanggilnya ―Bapa‖. Namun, jika ―Bapa
yang Kekal‖ merujuk kepada Yahweh sebagaimana semestinya, maka
kita diperhadapkan dengan pemikiran yang mengejutkan bahwa Yahweh
akan datang ke dunia ini di dalam pribadi Yesus, dan Ia sudah datang
pada saat kelahiran Yesus. Bagaimana lagi ayat ini bisa dipahami
sebagaimana adanya?
Dalam Kitab Maleakhi, kitab terakhir dalam Perjanjian Lama, Allah
berkata:
―Lihatlah Aku menyuruh utusan-Ku dan dia akan
mempersiapkan jalan di hadapan-Ku. Dan dengan tiba-tiba
Tuhan yang sedang kamu cari, akan datang ke dalam bait-Nya,
yaitu Utusan Perjanjian yang kamu rindukan. Lihatlah Dia sudah
datang,‖ Yahweh Tsebaot berfirman. (Mal 3:1 ILT)
Lagi-lagi, sebuah janji: ―Dengan tiba-tiba (mendadak) Tuhan yang
sedang kamu cari, akan datang ke dalam bait-Nya‖ di Yerusalem.
Siapakah ―Tuhan‖ itu kalau bukan Yahweh, mengingat bait yang dirujuk
itu adalah ―bait-Nya‖.
Namun, kapan hal ini terjadi? Sebagaimana telah saya katakan,
terdapat 400 ratus tahun kesunyian. Kapankah kesunyian itu akan
berakhir dan Allah berfirman lagi? Nubuatan dalam Kitab Maleakhi
berkata bahwa, pertama, Yahweh akan mengutus seorang utusan ke
―hadapan-Ku‖. Yesus menunjuk kepada Yohanes Pembaptis sebagai
utusan itu (mis. Mat 11:9-11; Luk 7:26-28). Kesunyian yang panjang itu
tiba-tiba berakhir, dengan tak diduga-duga, dan Yahweh datang ke baitNya seperti yang dijanjikan. Kita akan melihat hal ini dengan lebih
menyeluruh berikut ini.
— Akhir dari Kutipan yang ditranskrip —
Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani
I
287
Pengamatan lanjutan atas
imanensi-transendensi Allah
manensi Yahweh terlihat jelas bukan saja dalam Taurat dan PL
secara keseluruhan, tetapi khususnya dalam PB, misalnya:
Kisah Para Rasul 17:28, ―Sebab di dalam Dia kita hidup, kita
bergerak, kita ada‖.
Matius 10, ―29 Bukankah burung pipit dijual dua ekor seharga
satu receh terkecil? Namun seekor pun tidak akan jatuh ke bumi
di luar kehendak Bapamu.
30 Dan kamu, rambut kepalamu pun terhitung semuanya.
31 Karena itu, janganlah kamu takut, karena kamu lebih berharga
daripada banyak burung pipit.‖ (Mat 10:29-31)
Lukas 12:7, bahkan rambut kepalamu pun terhitung semuanya
[oleh Allah]. Karena itu, jangan takut, karena kamu lebih
berharga [pada Allah] daripada banyak burung pipit.
Namun, inkarnasi Firman itu di dalam Mesias Yesus, di mana Yahweh
hidup di dalam dia secara jasmaniah, adalah contoh unggul dari pilihanNya untuk menjadi imanen, walaupun ini sama sekali tidak meniadakan
transendensi-Nya. Justru, apa yang telah gagal kita pahami adalah
bahwa di dalam Kitab Suci, transendensi Allah itu melibatkan, atau
bahkan memerlukan, imanensi-Nya:
1 Raja-Raja 8:27, ―Tetapi benarkah Allah hendak diam di atas
bumi? Sesungguhnya langit, bahkan langit yang mengatasi
segala langitpun tidak dapat memuat Engkau, terlebih lagi
rumah yang kudirikan ini.‖
Transendensi Yahweh merupakan semacam hal yang mustahil untuk
kategorisasi teologis, sebab transendensi-Nya itu sedemikian rupa hingga
―langit yang mengatasi segala langit‖ sekali pun tidak dapat memuat
Dia—dengan demikian, transendensi-Nya bisa dikatakan ―berlimpahlimpah‖, keluar dari cakrawala melingkupi bumi. Dalam Kitab Suci Allah
tidak pernah dapat dianggap terbatas pada langit. Menurut Kitab Suci,
adalah keliru untuk mengira bahwa ―langit‖ merujuk kepada
transendensi-Nya, sementara bumi menyatakan ―imanensi‖-Nya seperti
288
The Only True God
yang biasanya kita kira. Pemikiran ini juga diruntuhkan oleh ayat seperti
berikut:
Beginilah firman TUHAN: Langit adalah takhta-Ku dan bumi
adalah tumpuan kaki-Ku. (Yes 66:1, dikutip dalam Kis 7:49)
Kata-kata itu menghadirkan gambar Yahweh yang duduk di atas takhtaNya di surga dengan kaki-Nya bertumpu di bumi. Gambar tentang
transendensi-imanensi Yahweh ini disatukan ke dalam kata-kata Yesus
di Khotbah di Bukit: ―Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah sekalikali bersumpah, baik demi langit, karena langit adalah takhta Allah,
maupun demi bumi, karena bumi adalah tumpuan kaki-Nya, ataupun
demi Yerusalem, karena Yerusalem adalah kota Raja Besar.‖ (Mat
5:34,35)
Oleh karena kaki-Nya bertumpu di bumi, frase ―Bapa di surga‖ tidak
semestinya diartikan sebagai Ia jauh dari bumi; melainkan berfungsi
untuk membedakan Dia dari bapa-bapa duniawi. ―Bapa di surga‖ muncul
14 kali dalam Injil Matius, sekali dalam Injil Markus, dan sekali dalam
Injil Lukas, menandakan pentingnya frase itu dalam pengajaran Jesus
dalam Injil Matius. Misalnya, Doa Bapa Kami (Mat 6:9-13) dimulai
dengan ―Bapa kami yang di surga‖, akan tetapi Ia cukup dekat untuk
mendengar bisikan doa-doa kita dan bahkan permohonan-permohonan
yang tidak terucapkan dari hati kita. Kata ―Bapa‖ dalam pemikiran Yesus
berbicara tentang Dia yang mendengar dan peduli: ―Adakah seorang dari
antara kamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti,
atau memberi ular, jika ia meminta ikan?‖ (Mat 7:9,10)
Lagipula, gagasan Allah sebagai Bapa itu bukan sesuatu yang
pertama-tama muncul dalam PB. Dalam PL setidaknya ada 6 lelaki dan 2
perempuan yang bernama Abia (Ing.: Abijah). ―Abi‖ artinya ―bapaku‖
dan ―Jah‖ adalah bentuk pendek dari ―Yahweh‖. Berikut ini adalah
definisi yang diberikan dalam International Standard Bible
Encyclopedia: ―Abia, Ibr.: ’abhiyah atau Ibr.: ’abhiyahu (2Taw 13:20,21),
‗bapaku adalah Yahweh,‘ atau ‗Yahweh adalah bapa‘‖.
Gagasan tentang surga sebagai suatu tempat transenden jauh di atas
bintang-bintang adalah gagasan lain yang keliru. Dalam Kitab Suci, yang
surgawi adalah yang rohaniah, berlawanan dengan yang duniawi atau
yang jasmaniah dan materiil. Yang jasmaniah mempunyai lokasi
geografis, sedangkan yang rohaniah tidak. ―Allah adalah Roh‖ seperti
Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani
289
dikatakan Yesus, dan roh tidak dibatasi oleh lokasi duniawi ataupun
kosmik. Memahami hal ini berarti memahami bahwa lokasi geografis itu
tidak penting, yang penting adalah ―Allah itu Roh dan siapa saja yang
menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran‖
(Yoh 4:24). Transendensi-imanensi Allah menghapus kesan Dia yang
jauh dan tak terjangkau di tempat surgawi yang jauh.
Namun, trinitarianisme telah memperhadapkan kita dengan kesan
bahwa Bapa itu jauh di surga sementara ―Yesus sangat dekat‖ (dalam
lirik sebuah lagu yang pernah populer). Tidak heran bila umat Kristen
lebih suka berdoa kepada Yesus, walaupun tidak ada pembenaran
Alkitabiah untuk berbuat demikian. Bagi umat Kristen, Yesus yang
―dekat‖ menjadikan dia lebih dapat diakses. Meskipun Bapa mungkin
mampu mendengar kita, jika Ia bersedia melakukannya, akan tetapi,
bukankah Yesus yang memberi kita jaminan bahwa ―Aku tidak akan
menolak siapa pun yang datang kepada-Ku‖ (Yoh 6:37, BIS)? Kata-kata
itu ditafsirkan sedemikian rupa sehingga menyiratkan bahwa kita dapat
lebih meyakini penerimaan oleh Yesus daripada oleh Bapa; hal ini
dikarenakan Bapa (Yahweh) adalah Allah yang transenden, sedangkan
Yesus adalah Allah yang imanen, yang oleh sebab itu lebih mudah
didatangi. Ini adalah penggambaran Allah yang keliru yang kita pelajari
dari trinitarianisme. Semuanya ini sangat jauh dari kebenaran tentang
Allah yang diwahyukan dalam Kitab-kitab Suci, sebagaimana telah kita
lihat dalam paragraf-paragraf terdahulu.
A
Kasih Yahweh
pa yang dinyatakan oleh Kitab Kejadian (dan kitab-kitab
selebihnya dalam Kitab Suci) tentang sikap Yahweh terhadap
manusia? Sebuah jawaban dapat ditemukan dari perkataan
Yesus dalam Yohanes 17:23: ―Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam
Aku supaya mereka menjadi satu dengan sempurna, agar dunia tahu,
bahwa Engkau yang telah mengutus Aku dan bahwa Engkau mengasihi
mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku‖. Pikirkan implikasi
mengejutkan dari pernyataan terakhir dalam ayat ini, ―Engkau (Bapa)
mengasihi mereka sama seperti Engkau mengasihi Aku‖! Apakah
mungkin Bapa (Yahweh) mengasihi kita sama seperti Ia mengasihi orang
290
The Only True God
yang disebut-Nya, ―Inilah Anak-Ku yang Kukasihi‖, yang adalah ―satusatunya yang diperanakkan oleh Bapa‖?
Kasih Yahweh terlihat dalam kedatangan-Nya untuk berada dengan
kita, sebagaimana diungkapkan dalam nama ―Imanuel‖: Yesaya 7:14,
―Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu
pertanda: Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan
akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia
Imanuel. {Imanuel artinya Allah menyertai kita.}‖.
Kedatangan Yahweh yang dinubuatkan serta hadirat-Nya yang
diakibatkan oleh kedatangan-Nya sehubungan dengan pengandungan
dan kelahiran Yesus terlihat dalam Matius 1:
‗Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan
menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan
umat-Nya dari dosa-dosa mereka.‘
22 Hal itu terjadi supaya digenapi yang difirmankan Tuhan
melalui nabi:
23 ―Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan
melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan
menamakan Dia Imanuel‖ (Yang berarti: Allah menyertai kita.)
[Yes 7:14]
21
Mengingat rujukan eksplisit kepada Yahweh dalam Yesaya 40:3-5, dan
mengingat ―Allah menyertai kita (Imanuel)‖ melalui kelahiran Kristus,
sepantasnya dapat disimpulkan dari ayat-ayat tersebut bahwa
Yahwehlah yang dinubuatkan datang ke dunia di dalam Kristus. Jika
kesimpulan ini ditolak maka satu-satunya pilihan yang tersisa adalah
menghilangkan makna subtantif ―Imanuel‖ dengan membuatnya
terdengar sebagaimana sering digunakan dalam sapaan-sapaan yang
artinya kurang lebih ―Semoga Allah menyertai kita‖. Dalam arti itu
―Imanuel‖ tidak lebih berarti daripada ―Allah akan menyertai Yesus
secara sedikit khusus‖. Namun, kata itu bukan berarti bahwa Allah akan
beserta dengan Yesus melainkan, di dalam Yesus, Allah akan beserta
“dengan kita”. Dengan kata lain, Allah akan hadir di dalam Yesus
sedemikian rupa sehingga Ia menjadi Allah yang hadir dengan kita.
Kaum Trinitarian, tentu saja, menerima pemahaman ―Imanuel‖ ini,
tetapi mereka mengartikan ―Allah‖ sebagai ―Allah-Anak‖, bukan ―satusatunya Allah yang benar‖, Yahweh. Namun, pilihan itu tidak tersedia
Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani
291
bagi mereka dengan alasan yang sekarang semestinya terang-benderang:
dalam Kitab-kitab Suci tidak ada pribadi yang disebut ―Allah-Anak‖.
K
Malaikat Tuhan
asih Yahweh untuk umat-Nya, kepedulian serta keprihatinanNya yang praktis untuk mereka, terlihat melalui hadirat-Nya
yang menyertai mereka di setiap krisis dalam kehidupan
mereka. Sang Pemazmur mengungkapkannya seperti ini, ―Allah itu bagi
kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam
kesesakan sangat terbukti‖ (Mzm 46:1). Kata-kata ini merupakan sebuah
pernyataan berdasarkan pengalaman, bukan sekadar pernyataan
berdasarkan keyakinan religius. Salah satu cara Yahweh berinteraksi
dengan umat-Nya adalah melalui sosok atau bentuk (atau rupa) seorang
―malaikat Yahweh‖. Dalam bagian teks berikut kita akan sering merujuk
kepada ―malaikat Yahweh‖ hanya dengan kata ―Malaikat‖.
―Malaikat TUHAN (Yahweh)‖ (
, malach Yahweh)
merupakan sebuah istilah yang muncul 52 kali dalam PL 23. Namun, tidak
semuanya merujuk kepada apa yang dilukiskan oleh International
Standard Bible Encyclopedia sebagai ―Malaikat Teofani‖. Beberapa
darinya merupakan malaikat ―biasa‖ yang diutus oleh Allah untuk
menggenapi tugas khusus (mis. Zakharia 1:12). Di sisi lain, terdapat
sejumlah besar pemunculan ―malaikat Yahweh‖ di mana permunculanpermunculan itu, tak pelak, adalah teofani, yaitu, Allah yang muncul
dalam bentuk yang kelihatan. Malaikat biasanya muncul dalam rupa
manusia (lih. di bawah). Jadi, ―malaikat Yahweh‖ memberi contoh lain
yang amat signifikan dari teofani ―antropomorfis‖. Dengan demikian,
―Malaikat‖ ini bisa dilukiskan sebagai ―rupa‖ Allah yang kelihatan.
Penyataan-diri Yahweh dalam Keluaran 3:14 itu sangat penting, di
mana telah kita bahas terdahulu. Persisnya dalam kaitan inilah terdapat
pemunculan ―malaikat TUHAN‖. Di sini kita perlu mengamati
bagaimana seluruh kejadian itu dilukiskan dalam Keluaran 3:
hwhy %a;l.m;
Terdapat 54 pemunculan; tetapi rujukan dalam Hagai 1:13 terkait kepada
nabi sebagai utusan Yahweh, dan dalam Maleakhi 2:7 terkait kepada imam
yang adalah utusan-Nya.
23
292
The Only True God
1 Adapun
Musa, ia biasa menggembalakan kambing domba Yitro,
mertuanya, imam di Midian. Sekali, ketika ia menggiring
kambing domba itu ke seberang padang gurun, sampailah ia ke
gunung Allah, yakni gunung Horeb.
2 Lalu Malaikat TUHAN (Yahweh) menampakkan diri
kepadanya di dalam nyala api yang keluar dari semak duri. Lalu
ia melihat, dan tampaklah: semak duri itu menyala, tetapi tidak
dimakan api.
3 Musa berkata: ―Baiklah aku menyimpang ke sana untuk
memeriksa penglihatan yang hebat itu. Mengapakah tidak
terbakar semak duri itu?‖
4
Ketika dilihat TUHAN (Yahweh), bahwa Musa
menyimpang untuk memeriksanya, berserulah Allah dari
tengah-tengah semak duri itu kepadanya: ―Musa, Musa!‖ dan ia
menjawab: ―Ya, Allah.‖
5
Lalu Ia berfirman: ―Janganlah datang dekat-dekat:
tanggalkanlah kasutmu dari kakimu, sebab tempat, di mana
engkau berdiri itu, adalah tanah yang kudus.‖
6 Lagi Ia berfirman: ―Akulah Allah ayahmu, Allah Abraham,
Allah Ishak dan Allah Yakub.‖ Lalu Musa menutupi mukanya,
sebab ia takut memandang Allah.
Dari nas tersebut sama sekali tidak diragukan bila pemunculan ―malaikat
Yahweh‖ itu tidak lain dan tidak bukan adalah pemunculan Yahweh
Sendiri, jadi, istilah ―Malaikat Teofani‖ itu di sini betul-betul pantas.
Percakapan yang panjang dan penting antara Yahweh dan Musa tentang
menyelamatkan bangsa Israel dari belenggu perbudakan di Mesir
terpapar dari Keluaran 3:7 sampai ke pasal berikutnya. Dalam konteks
inilah diberikan pewahyuan-diri Allah sebagai ―Aku adalah Aku‖ (Kel
3:14). Akan terlihat pula bahwa pemunculan-Nya dalam rupa ―malaikat
TUHAN‖ secara konsisten terjadi pada saat-saat krusial dalam sejarah
Israel. Lagi-lagi ini secara kuat menyatakan karakter Yahweh sebagai Dia
yang sangat peduli dengan keadaan dan kebutuhan dari umat-Nya.
Sebagai tambahan kepada ke 52 referensi ―malaikat Yahweh‖ ada 9
referensi lain yang merujuk kepada ―malaikat Allah‖ yang, setidaknya
dalam beberapa peristiwa, tidak lain dan tidak bukan adalah ―malaikat
Yahweh‖. Hakim-Hakim 6:20 berbicara tentang ―malaikat Allah‖,
sedangkan dalam dua ayat berikutnya ia dirujuk sebagai ―malaikat
Yahweh‖. Hal ini juga terlihat jelas dalam Hakim-Hakim 13 di mana ay.6
dan 9 berbicara tentang ―malaikat Allah‖ yang dalam ay.13-22
Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani
293
merupakan ―malaikat Yahweh‖. Lebih dari itu, dari ay.8-11 kita melihat
bahwa Manoah dan isterinya, mengira bahwa apa yang mereka lihat
adalah seorang ―manusia ilahi‖ (ILT), jadi, ia dengan jelas terlihat
dalam rupa manusia. Hal ini juga benar setelah rujukan itu diubah
menjadi ―malaikat Yahweh‖ (dari ay.13 dan seterusnya). ―Manoah tidak
mengetahui, bahwa Dia (―manusia ilahi‖) itu Malaikat TUHAN
(Yahweh)‖ (ay.16), tetapi ia dan isterinya kemudian menyadari bahwa
mereka telah melihat Allah dalam rupa manusia dan merasa sangat takut
dengan konsekuensinya: ―Berkatalah Manoah kepada isterinya: ‗Kita
pasti mati, sebab kita telah melihat Allah‘‖ (ay.22).
―Malaikat‖ itu muncul pada saat-saat penting dalam ―sejarah
keselamatan‖ PL. Pemunculan-Nya yang pertama kali tercatat adalah
pada masa Abraham ketika ia menyatakan diri kepada Hagar, ibu dari
orang Arab, dan menetapkan sebuah perjanjian yang amat mirip dengan
janji Yahweh kepada Abraham (Kej 16:7-11; bdk. Kej 13:16). Keadilan
Yahweh dinyatakan dengan jelas di sini.
―Malaikat‖ itu muncul kepada Abraham pada saat penting ketika
Abraham nyaris mengurbankan anaknya Ishak dalam pengabdian dan
ketaatannya yang mutlak kepada Yahweh (Kej 22:11dyb.). Namun,
Yahweh dengan penuh belas-kasihan menghentikan Abraham yang
benar-benar hendak mengorbankan anaknya. Akan tetapi, demi
keselamatan umat manusia, Yahweh Sendiri ―tidak menyayangkan AnakNya sendiri, tetapi menyerahkan-Nya bagi kita semua‖ (Rm 8:32).
Pilihan kata-kata Paulus yang mengherankan dalam Roma 8:32
tampaknya menunjukkan bahwa ia tengah memikirkan tentang kurban
yang dipersembahkan oleh Abraham, yang merupakan tindakan sangat
signifikan dalam Yudaisme.
Bagaimana bangsa Israel menerima namanya diceritakan dengan
menarik dalam Kejadian 32:24-30, di mana Yakub, bapak bangsa itu,
bergumul dengan seorang ―manusia‖ semalaman dan menjadi timpang
karena sendi pinggul yang terkilir; namun, ―manusia‖ ini dengan ramah
berkata bahwa Yakub telah ―menang‖ (ay.28) dan memberikannya nama
baru ―Israel‖: ―Lalu kata orang itu: ‗Namamu tidak akan disebutkan lagi
Yakub, tetapi Israel, {Israel artinya ia bergumul melawan Allah } sebab
engkau telah bergumul melawan Allah dan manusia, dan engkau
menang.‘‖ (ay.28). Maka Yakub menyadari bahwa ia telah ―berhadapan
muka‖ dengan Allah: ―Yakub menamai tempat itu Pniel {Peniel artinya
muka Allah }, sebab katanya: ‗Aku telah melihat Allah berhadapan muka,
294
The Only True God
tetapi nyawaku tertolong!‘‖ (ay.30). Dalam nas tersebut tidak disebut
tentang ―malaikat Tuhan‖, tetapi ―manusia‖ yang ―bergumul‖ dengan
Yakub itu jelas-jelas berbentuk manusia, bentuk yang dipilih Allah untuk
menyatakan dirinya kepada Yakub.
Ini menyadarkan kita bahwa terlepas dari sejumlah besar rujukan
kepada ―Malaikat‖ terdapat kejadian-kejadian penting lain di mana
―Malaikat‖ boleh jadi telah tampil tetapi tidak dinamai. Salah satu
contohnya bisa dijumpai dalam kisah luar bisa yang tercatat dalam Yosua
5:13-15 di mana, pada malam sebelum penyerangan kota Yerikho pada
awal penaklukan Tanah Perjanjian, Yosua melihat seorang ―manusia‖
dengan pedang terhunus di tangannya. Ketika Yosua, yang telah diangkat
oleh Musa sebagai penggantinya untuk memimpin tentara Israel,
menanyakan ―manusia‖ itu ia ada di pihak siapa, ia diberitahu bahwa
―manusia‖ itu, bukan Yosua, adalah ―Panglima balatentara Yahweh‖;
Yosua langsung bersujud di hadapan-Nya. Ini pasti disebabkan karena
sekarang Yosua menyadari siapa ―manusia‖ itu sesungguhnya.
―Balatentara Yahweh‖ tidak diketahui memiliki panglima lain selain
Yahweh Sendiri. Di sini istilah ―balatentara Yahweh‖ boleh jadi
dimaksudkan untuk mencakup balatentara Israel yang akan memasuki
Kanaan.
Penegasan lain bahwa sebenarnya Yahwehlah yang menyatakan diri
kepada Yosua terlihat dalam kenyataan bahwa Yosua diperintahkan
untuk ―tanggalkanlah kasutmu dari kakimu, sebab tempat engkau berdiri
itu kudus‖ (5:15)—yang sama persis dengan apa yang diperintahkan
kepada Musa oleh malaikat Tuhan dari semak duri, ―tanggalkanlah
kasutmu dari kakimu, sebab tempat, di mana engkau berdiri itu, adalah
tanah yang kudus‖ (Kel 3:5).
Malaikat Tuhan itu muncul dengan pedang terhunus dalam
Bilangan 22. Ada 10 rujukan kepada ―Malaikat‖ dalam pasal ini, dan kita
barangkali bertanya-tanya mengapa mesti ada begitu banyak rujukan
kepada kejadian yang kelihatannya relatif sepele tentang Balaam.
Namun, tatkala kita memahami bahwa apa yang dipermasalahkan di sini
adalah pengutukan Israel oleh Balaam (ay.17), maka kita melihat bahwa
hal tersebut sama sekali bukan perkara sepele di mata Allah. Seluruh
kejadian itu terpapar dari ay.22-35. Dalam ay.23 kita menjumpai frase
yang persis sama dengan frase yang ditemukan dalam Kitab Yosua,
Malaikat itu berdiri dengan ―pedang terhunus di tangan-Nya‖, dan lagi-
Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani
295
lagi dalam ay.31 (contoh lainnya adalah kejadian mengerikan yang
tercatat dalam 1Taw 21:16).
2 Raja-Raja 19:35 menyebutkan tentang penjatuhan hukuman
mengerikan lainnya, kali ini kepada tentara Asyur yang datang untuk
menghancurkan
Yerusalem
dan
menaklukan
Israel.
Untuk
menyelamatkan Israel, malaikat Yahweh membunuh 185,000 orang
Asyur dalam satu malam, yang mengakibatkan mundurnya tentara
Asyur. Walaupun kata ―pedang‖ tidak muncul dalam nas ini, tak pelak,
yang dimaksudkan adalah pedang penghukuman (dan keselamatan bagi
bangsa Israel).
―Malaikat‖ tersebut terlibat dalam kejadian-kejadian sangat penting
dalam sejarah PL. Oleh karena ―Malaikat‖ itu adalah suatu teofani,
apakah makna kegiatannya kalau bukan kepedulian dan keprihatinan
Yahweh yang intens untuk umat-Nya, yaitu, ―bagi mereka yang
terpanggil sesuai dengan rencana Allah‖ (Rm 8:28)?
Mengingat apa telah kita pelajari, pada umumnya kita dapat
menyetujui pengamatan-pengamatan yang dibuat oleh International
Standard Bible Encyclopedia:
―Diyakini bahwa sejak semula Allah memakai malaikat dalam
rupa manusia, dengan suara manusia, dalam rangka
berkomunikasi dengan manusia. Penampakan-penampakan
malaikat Tuhan, khususnya dalam hubungan yang bersifat
menebus dengan umat Allah, menunjukkan kegiatan dari cara
Ilahi akan penyataan-diri yang berpuncak pada kedatangan sang
Juruselamat, dan dengan demikian menjadi sebuah bayangan,
dan persiapan, dari pewahyuan Allah sepenuhnya di dalam
Yesus Kristus.‖ (ISBE ―Malaikat‖, di bawah bagian ―Malaikat
Teofani‖)
Prof. E.R. Wolfson, dengan merujuk kepada banyak nas dalam Alkitab
Ibrani yang berbicara tentang Malaikat Tuhan, berkata bahwa ―Allah
menampakkan diri dengan berkedokkan malaikat‖ dalam nas-nas itu.
Selanjutnya ia berkata, ―Satu ayat menurut kitab suci yang teramat
signifikan dalam memahami konsepsi kuno umat Israel adalah
pernyataan Allah bahwa umat Israel harus mendengarkan malaikat yang
telah ia utus dan jangan mendurhaka kepadanya, karena nama-Nya ada
di dalam dia (Kel 23:21). Pembatas yang memisahkan malaikat dengan
Allah itu secara substansil menjadi kabur, sebab dengan menjunjung
296
The Only True God
nama itu, yang menandakan kuasa dari kodrat ilahi itu, malaikat tersebut
menjadi penjelmaan kepribadian Allah. Memiliki nama bukan sekadar
dianugerahi dengan otoritas ilahi, tetapi itu berarti bahwa secara
ontologis malaikat tersebut adalah hadirat inkarnasional dari yang Ilahi
dalam pemeliharaan Allah atas umat Israel.
―Kepercayaan purba mengatakan bahwa Allah bisa menyatakan
diri sebagai hadirat malaikat kepada manusia, dan bentuk
hadirat ini adalah bentuk seorang antropos [manusia]. Dengan
demikian, rupa malaikat ini adalah pakaian (sebagaimana
diekspresikan oleh para kabalis yang kemudian) yang dikenakan
oleh yang ilahi ketika ia menjelma ke dunia dalam bentuk
seorang antropos.‖ (Wolfson, bab tentang ―Yudaisme dan
Inkarnasi‖, Christianity in Jewish Terms, hlm.244)
Sesaat sebelum naskah buku ini tiba di tangan penerbit, saya beruntung
sekali menemukan buku yang berwawasan serta merangsang pikiran
yang ditulis oleh Profesor James Kugel berjudul ―The God of Old”. Di sini
saya memasukkan sebagian dari pengamatan penutupnya setelah
kajiannya atas teks-teks Alkitabiah tentang malaikat Tuhan:
―Dengan demikian, di sini terdapat butir terpenting tentang
malaikat itu dalam seluruh teks ini. Ia bukan semacam duta,
atau utusan, dari Allah melainkan Allah Sendiri dalam rupa
manusia‖.
―Dengan kata lain, malaikat itu bukan makhluk ilahi yang
berkedudukan lebih rendah; malaikat itu adalah Allah Sendiri,
tetapi Allah yang tidak dikenali, Allah yang mencampuri urusan
sehari-hari‖
―Malaikat itu kelihatan seperti manusia biasa untuk sementara,
hanya sementara saja, lalu disusul dengan saat pengenalan, di
mana ternyata, oh ya, itulah Allah dan bukan manusia biasa.‖
(The God of Old, 2003; James L. Kugel adalah Starr Professor of
Hebrew Literature pada Harvard University.)
Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani
D
297
Belas-kasih Yahweh
engan demikian, ini berarti bahwa gagasan Yahweh yang datang
ke dunia dalam rupa manusia itu bukan suatu hal yang aneh
atau asing dalam Alkitab. Malahan, gagasan akan campur
tangan personal Allah, yang sering muncul dalam rupa manusia pada
saat-saat krusial dalam sejarah umat-Nya, adalah sesuatu yang sering
disebut dalam Kitab-kitab Suci. Dapat sepantasnya dikatakan bahwa,
karena sifat dan karakter-Nya sebagaimana dinyatakan dalam Kitabkitab Suci, Yahweh tidak akan, dan tidak bisa, bersikap acuh tak acuh
atau tak ambil pusing dengan umat manusia serta kebutuhan mereka,
dan terutamanya dengan penderitaan mereka, sekalipun penderitaan itu
ditimbulkan oleh dosa-dosa manusia itu sendiri.
Salah satu kata yang paling sering dipakai dalam Alkitab Ibrani
sehubungan dengan karakter Yahweh adalah hesed. Kata itu muncul 251
kali, yang sebagian besar darinya bertalian dengan Yahweh. Sulitnya
menerjemahkan kata ini terlihat dari pelbagai cara yang diberikan dalam
berbagai terjemahan: ―lovingkindness‖ (NASB), ―mercy‖ (KJV),
―steadfast love‖ (ESV), ―unfailing love‖ (NIV), ―faithful love‖ (NJB),
―loyal love‖ (NET). Semua variasi ini dijumpai dalam terjemahanterjemahan untuk Keluaran 15:13. Terjemahan untuk kata itu bahkan
berubah-ubah dalam versi yang sama. Namun, dari pelbagai kata-kata
yang dipakai itu jelaslah ada satu hal: kasih merupakan unsur yang sama
yang ada dalam semua kata itu. Demikianlah Theological Wordbook of
the Old Testament meringkas bahasan akademis panjang tentang hesed:
―...kata itu merujuk kepada sikap serta tindakan. Sikap ini sejajar
dengan kasih, rahûm, kebaikan, tôb, dst. Ia adalah semacam
kasih, termasuk belas kasihan, hannûn, bila objeknya ada dalam
kondisi menyedihkan. Acapkali menggunakan kata-kata kerja,
‗berbuat,‘ ‗memelihara,‘ dengan demikian merujuk kepada
tindakan-tindakan kasih serta atributnya. Kata ‗lovingkindness‘
dalam KJV adalah kata yang arkais, tetapi tidak jauh dari
kepenuhan makna kata tersebut.‖
Karakter Yahweh diungkapkan secara indah dalam kata-kata yang
lemah-lembut ini, ―Aku mengasihi engkau dengan kasih yang kekal,
sebab itu Aku melanjutkan kasih setia-Ku (hesed) kepadamu.‖ (Yer 31:3).
Indeks Ayat
Kej 1:26 ..................... 166, 169, 170
Kej 1:26,27 ... ....163, 165, 166, 176,
183
Kej 1:27 ............................. 164, 264
Kej 1:28 ..................................... 264
Kej 1:29 ..................................... 265
Kej 2:7 ....................... 161, 163, 265
Kej 2:8 ......................... 25, 266, 271
Kej 2:16 ..................................... 268
Kej 2:18 ............................. 213, 268
Kej 2:19 ..................................... 164
Kej 2:21,22 ................................ 164
Kej 2:24 ..................................... 131
Kej 3:5 ............................... 181, 192
Kej 3:5,6 .................................... 184
Kej 3:7,21 .................................... 25
Kej 3:8 ......................... 25, 268, 271
Kej 3:10 ..................................... 270
Kej 3:21 ..................................... 274
Kej 4:6 ....................................... 272
Kej 4:9-10 .................................. 272
Kej 4:15 ..................................... 273
Kej 5:3 ....................................... 165
Kej 7:16 ..................................... 277
Kej 9:6 ............... 165, 166, 167, 170
Kej 13:16 ................................... 293
Kej 16:7-11 ................................ 293
Kej 18 ........................................ 278
Kej 22:8 ..................................... 137
Kej 22:11 ................................... 293
Kej 28:16 ................................... 263
Kej 32:24-30 .............................. 293
Kej 41:42 ................................... 162
Kej 45:26 ................................... 162
Kel 3:1-6.................................... 291
Kel 3:5 ....................................... 294
Kel 4:16 ..................................... 253
Kel 4:2,23 .................................... 57
Kel 4:22 ....................................... 64
Kel 4:22,23 .................................. 55
Kel 7:1 ....................................... 253
Kel 8:10 ....................................... 48
Kel 9:14 ....................................... 48
Kel 10:19 ..................................... 44
Kel 15:1-18 ............................... 251
Kel 15:2 ..................................... 257
Kel 15:3 ..................................... 262
Kel 15:13 ................................... 297
Kel 16:10 ................................... 189
Kel 20:1 ....................................... 50
Kel 20:3 ................................. 50, 95
Kel 20:7 ..................................... 259
Kel 22:20 ................................... 109
Kel 23:21 ................................... 295
Kel 24:10-11 ............................. 283
Kel 25:36 ..................................... 44
Kel 32:10 ................................... 116
Kel 32:26-27 ............................... 96
Kel 33:11 ................................... 280
Kel 34:14 ................................... 109
Kel 3:14 ............. 14, 33, 65, 73, 291
Ul 4:15-19 ................................. 174
Im 9:23...................................... 189
Bil 6:14 ...................................... 119
Bil 14:10 .................................... 189
Bil 21:7-9 .......................... 145, 209
Bil 21:8 ...................................... 146
Bil 33:52 .................................... 166
300
Ul 4:24 ......................................... 86
Ul 4:35 ........................... 30, 47, 108
Ul 4:39 ....................................... 109
Ul 5:6-10 ................................... 174
Ul 5:7 ........................................... 95
Ul 5:9 ........................................... 39
Ul 6:4 ... .....2, 29, 30, 39, 40, 41, 42,
45, 49, 175
Ul 6:4,5 .......................................... 3
Ul 6:5 ................................. 3, 39, 46
Ul 6:13 ............................... 111, 112
Ul 10:17 ....................................... 79
Ul 14:1 ......................................... 55
Ul 19:15 ....................................... 44
Ul 32:12 ..................................... 110
Ul 33:12 ....................................... 89
Ul 33:27 ....................................... 78
Ul 34:6-7 ................................... 282
Ul 34:10 ............................. 280, 284
2Raj 6:12 ................................... 242
2Raj 11:18 ................................. 166
2Raj 19:15 ................................. 110
2Raj 19:19 ................................. 110
2Raj 19:35 ................................. 295
Yos 5:13-15 ............................... 294
Yos 22:22..................................... 79
Yos 24:15................................... 259
Mzm 2:7..... 61, 63, 64, 71, 136, 171
Mzm 2:7,12................................... 7
Mzm 4:9.................................... 110
Mzm 8:5-6 ........................ 159, 161
Mzm 22:1.................................. 219
Mzm 33:6.................................. 169
Mzm 35:23,24........................... 241
Mzm 37:4.................................. 121
Mzm 40:8.................................. 121
Mzm 45:2.................................. 171
Mzm 45:7.......................... 171, 247
Mzm 45:7,8............................... 248
Mzm 45:8.................................. 171
Mzm 46:1.................................. 291
Mzm 50:1.................................. 172
Mzm 68:5.................................. 257
Mzm 72:18................................ 110
Mzm 82:1,6,7............................ 248
Mzm 82:6.................................. 254
Mzm 82:6,7....................... 161, 171
Mzm 83:19................................ 110
Mzm 90:2............................ 78, 228
Mzm 102:16.............................. 189
Hak 6:20 .................................... 292
Hak 13:6,9 ................................. 292
Hak 13:18 .................................. 172
Hak 13:22 .................................. 172
Rut 1:16....................................... 82
1Sam 2:2 ..................................... 48
1Sam 8:7 ................................... 143
1Sam 15:29 ............................... 221
1Sam 26:20 ................................. 44
2Sam 7:14 ................................... 64
1Raj 8:27 ................................... 287
1Raj 8:60 ................................... 109
1Raj 17:17 ................................... 71
1Raj 18:21 ................................. 258
2Taw 6:2 ................................... 240
2Taw 6:20,26,29 ....................... 240
2Taw 13:20,21 .......................... 288
2Taw 23:17 ............................... 166
Ezr 7:12 ..................................... 144
Neh 9:6 ..................................... 110
Neh 9:27 ................................... 137
Ayb 2:1........................................ 63
Ayb 7:17,18 .............................. 159
Ayb 9:32 ................................... 221
301
Mzm 102:25-27 ........................... 78
Mzm 103:20 .............................. 214
Mzm 136:2 .................................. 79
Mzm 139:7-8 ............................. 271
Mzm 139:14 .............................. 267
Mzm 144:3 ................................ 159
Mzm 148:13 .............................. 110
Ams 8:20 ................................... 169
Ams 8:30 ................................... 170
Ams 20:27 ............................. 31, 87
Pkh 3:21 ................................ 31, 87
Pkh 12:7 .................................... 161
Yes 1:2 ......................................... 57
Yes 2:11 ..................................... 111
Yes 6:1,5 .................................... 223
Yes 6:3 ....................................... 169
Yes 6:5 ....................................... 238
Yes 7:14 ............................. 285, 290
Yes 9:5 ... 10, 94, 170, 172, 260, 285
Yes 9:6 ....................................... 171
Yes 11:6-9 ................................. 172
Yes 28:29 ................................... 172
Yes 33:14 ..................................... 86
Yes 35:2 ..................................... 241
Yes 40:1-5 ................................... 10
Yes 40:3 ..................................... 285
Yes 40:3-5 ................................. 290
Yes 40:6 ....................................... 87
Yes 40:11 ..................................... 74
Yes 40:18 ................................... 175
Yes 40:25 ............................. 48, 175
Yes 43:10,11 ................................ 73
Yes 44:6 ..................................... 254
Yes 44:13 ................................... 166
Yes 44:24 ................... 111, 203, 205
Yes 45:5 ............................... 47, 109
Yes 45:14 ..................................... 47
Yes 45:15 ................................... 262
Yes 45:18 ............................. 47, 109
Yes 45:21 ................................... 138
Yes 45:21,22 ....................... 30, 109
Yes 45:21-24 ............................. 179
Yes 45:21b,22 ............................. 47
Yes 45:22,23 ............................. 221
Yes 45:23 .................................. 194
Yes 46:5 ...................................... 48
Yes 46:9 ...................................... 48
Yes 55:8 .................................... 225
Yes 58:14 .................................. 121
Yes 59:2 .................................... 219
Yes 64:4,5 ................................. 159
Yes 64:6 .................................... 158
Yes 64:8 ...................................... 55
Yes 65:16 .................................... 24
Yes 66:1 .................................... 288
Yer 10:6 ...................................... 48
Yer 31:3 .................................... 297
Yer 31:9 ................................ 55, 57
Rat 3:40 ...................................... 32
Yeh 1:26,28 ............................... 284
Yeh 1:28 .................................... 189
Yeh 7:20 .................................... 166
Yeh 16:17 .................................. 173
Yeh 23:14 .................................. 166
Yeh 26:7 .................................... 144
Dan 2:37 ................................... 144
Dan 2:47 ..................................... 79
Dan 7:13 ..................................... 59
Dan 7:14 ................................... 172
Hos 11:1...................................... 57
Hos 11:9.................................... 221
Yl 2:32 ....................................... 259
Am 5:26 .................................... 166
Ob 1:21 ..................................... 137
302
Mi 7:18 ...................................... 281
Hab 3:17-18 .............................. 234
Zef 3:15......................................254
Za 12:1 .................................. 31, 87
Mal 1:6 ........................................ 55
Mal 3:1 ...................................... 286
Mat 1:21 ......................... 6, 10, 194
Mat 1:21-23 .............................. 290
Mat 2:15 ..................................... 57
Mat 4:10 ................... 111, 177, 237
Mat 5:10-12 ...................... 140, 225
Mat 5:14 ........................... 130, 189
Mat 5:22 ................................... 134
Mat 5:34,35 .............................. 288
Mat 5:34-37 .............................. 134
Mat 5:35 ................................... 132
Mat 5:37 ........................... 131, 134
Mat 5:48 ................................... 120
Mat 6:9-13 .......................... 83, 288
Mat 6:28,29 .............................. 213
Mat 7:9,10 ................................ 288
Mat 7:21,22 .................................. 2
Mat 7:21-23 .............................. 101
Mat 7:23 ..................................... 30
Mat 10:29 ................................. 266
Mat 10:29-31 ............................ 287
Mat 10:38 ................................... 82
Mat 11:9-11 .............................. 286
Mat 11:19 ................................. 273
Mat 11:28 ................................... 82
Mat 12:48,49 .............................. 81
Mat 13:46 ................................. 151
Mat 16:16 ................................... 63
Mat 16:17 ................................. 249
Mat 17:5 ................................... 180
Mat 19:5 ................................... 131
Mat 19:21 ................................... 82
Mat 19:30 ................................. 215
Mat 20:25 ................................. 144
Mat 20:28 ................................. 249
Mat 21:25 ................................. 196
Mat 22:20 ................................. 173
Mat 22:37 ................................. 255
Mat 23:34,35 .............................. 97
Mat 23:9 ............................. 94, 286
Mat 24:24 ........................... 93, 177
Mat 24:36-37 ............................ 242
Mat 25:34 ......................... 229, 230
Mat 26:52 ................................. 168
Mat 26:59,60a ............................ 58
Mat 26:61 ................................. 239
Mat 26:62-66 .............................. 59
Mat 26:63 ................................... 63
Mat 26:65,66 .............................. 58
Mat 27:41-43 .............................. 62
Mat 27:46 ................................. 219
Mat 28:18 ................. 145, 214, 250
Mrk 1:1 ....................................... 63
Mrk 2:27 ................................... 211
Mrk 3:33 ..................................... 81
Mrk 8:34 ..................................... 82
Mrk 10:18 ................................... 95
Mrk 10:42-44 ............................ 144
Mrk 10:45 ......................... 144, 249
Mrk 12:28-30 .............................. 30
Mrk 12:29 .............. 2, 29, 36, 39, 49
Mrk 12:29,30 .............................. 95
Mrk 12:29,31 ................................ 3
Mrk 12:29-31 ............................ 113
Mrk 12:30 ............................. 3, 255
Mrk 12:32 ................................... 47
Mrk 14:36 ........................... 83, 255
Mrk 14:58 ................................. 239
Mrk 14:64 ................................... 58
Mrk 15:32 ................................... 63
Mrk 15:34 ................................. 219
Luk 1:31 ...................................... 10
Luk 3:38 ...................... 63, 160, 166
Luk 4:8 ...............111, 112, 177, 237
303
Luk 4:41....................................... 63
Luk 6: 46 ...................................... 47
Luk 6:46........................... 2, 30, 101
Luk 7:11-17 ................................. 71
Luk 7:15....................................... 71
Luk 7:26-28 ............................... 286
Luk 7:34..................................... 273
Luk 8:21....................................... 81
Luk 9:35..................................... 254
Luk 10:6..................................... 158
Luk 10:27................................... 255
Luk 12:7..................................... 287
Luk 12:48..................................... 94
Luk 18:19..................................... 95
Luk 18:22..................................... 83
Luk 20:17..................................... 94
Luk 22:25................................... 144
Luk 22:42................................... 193
Luk 23:35................................... 254
Yoh 1:1 ...... 5, 33, 36, 131, 154, 187
Yoh 1:1,14 ..................................... 6
Yoh 1:1-18 ............................. 5, 262
Yoh 1:3 ...................................... 199
Yoh 1:10 .................................... 262
Yoh 1:12 ...................................... 64
Yoh 1:14 ..... ..6, 11, 13, 59, 87, 121,
146, 150, 154, 221, 239
Yoh 1:14,18 ............................... 173
Yoh 1:15 ...................................... 75
Yoh 1:17 .................................... 135
Yoh 1:18 ................................ 61, 88
Yoh 1:29,36 ....................... 137, 247
Yoh 1:34 ...................................... 62
Yoh 1:39 ...................................... 82
Yoh 1:49 ...................................... 62
Yoh 2:19 .... 154, 155, 239, 240, 262
Yoh 2:21 .................................... 221
Yoh 2:22 .................................... 239
Yoh 3:14,15 ....... 145, 146, 209, 225
Yoh 3:16 .............. 61, 125, 233, 255
Yoh 3:16,18 ................................. 11
Yoh 3:17 .................................... 262
Yoh 3:19.................................... 128
Yoh 3:32.................................... 222
Yoh 3:34.................................... 122
Yoh 4:13,14............................... 210
Yoh 4:14........................................ 7
Yoh 4:24...............31, 183, 189, 289
Yoh 4:34.................................... 121
Yoh 4:42...................7, 61, 119, 182
Yoh 5:15-19 ................................ 54
Yoh 5:19...............72, 127, 147, 222
Yoh 5:19-30 ...................... 126, 194
Yoh 5:21.................................... 125
Yoh 5:26.................................... 124
Yoh 5:30...............72, 126, 128, 147
Yoh 5:36.................................... 147
Yoh 5:41.................................... 141
Yoh 5:42.................................... 112
Yoh 5:44...... ......3, 49, 95, 112, 132,
141, 169
Yoh 6:14.................................... 142
Yoh 6:15...................... 31, 141, 142
Yoh 6:31.................................... 196
Yoh 6:37.................................... 289
Yoh 6:38.................................... 128
Yoh 6:39.................................... 126
Yoh 6:46.................................... 222
Yoh 6:57.................................... 124
Yoh 7:16.................................... 122
Yoh 7:17.................................... 128
Yoh 7:18.................................... 141
Yoh 7:39.................................... 226
Yoh 8:12.................................... 189
Yoh 8:24...................................... 67
Yoh 8:24,28................................. 70
Yoh 8:24-28 ................................ 68
Yoh 8:28...................68, 69, 72, 226
Yoh 8:29............................ 121, 180
Yoh 8:38.................................... 222
Yoh 8:42.................................... 126
Yoh 8:50.................................... 141
Yoh 8:54.................................... 141
Yoh 8:58................................ 73, 74
Yoh 9:5...................................... 189
304
Yoh 9:9 .................................. 66, 70
Yoh 10:7,9 ................................... 70
Yoh 10:11,14 ............................... 74
Yoh 10:18 .................................. 127
Yoh 10:24 .................................... 67
Yoh 10:25 .................................. 147
Yoh 10:25,37,38 ........................ 151
Yoh 10:27 .................................... 82
Yoh 10:27-38 ............................... 56
Yoh 10:30 .................................. 121
Yoh 10:32 .................................. 147
Yoh 10:34 .................................. 171
Yoh 10:34,35 ..................... 248, 254
Yoh 10:34-36 ............................. 161
Yoh 11:25-27 ............................... 71
Yoh 11:27 .................................... 63
Yoh 12:23,24 ............................. 226
Yoh 12:32-33 ............................. 226
Yoh 12:43 .................................. 141
Yoh 12:45 .................................. 173
Yoh 12:49 .................... 73, 122, 127
Yoh 13:1 .................................... 144
Yoh 13:16 .................................. 124
Yoh 13:23 .................................... 88
Yoh 13:31 .................................. 226
Yoh 14:2,3 ................................. 231
Yoh 14:6 ................................ 69, 70
Yoh 14:8-11 ............................... 238
Yoh 14:9 .................... 165, 173, 181
Yoh 14:10 ..... 11, 73, 122, 126, 132,
138, 147, 173, 221
Yoh 14:10,11 ............................. 238
Yoh 14:11 .................................. 154
Yoh 14:13 .................................. 181
Yoh 14:24 ............................ 73, 122
Yoh 14:28 ...................... 56, 74, 124
Yoh 14:31 .................................. 127
Yoh 15:1 ...................................... 57
Yoh 15:10 .................................. 127
Yoh 15:16 .................................. 181
Yoh 15:24 .................................. 173
Yoh 16:10 .................................. 231
Yoh 16:15 .......................... 223, 224
Yoh 16:23.................................. 181
Yoh 17:3...... ..1, 2, 9, 10, 49, 67, 83,
112, 132, 221, 237
Yoh 17:5.................... 224, 226, 231
Yoh 17:7.................................... 224
Yoh 17:8.................................... 122
Yoh 17:10.................................. 223
Yoh 17:11,22............................... 52
Yoh 17:22.......................... 223, 233
Yoh 17:22,23............................... 60
Yoh 17:23.................. 102, 233, 289
Yoh 19:7...................................... 57
Yoh 19:28.................................. 135
Yoh 20:17.................79, 80, 82, 231
Yoh 20:22.................................... 82
Yoh 20:28.................................... 36
Yoh 20:31...... ..7, 47, 63, 66, 67, 69,
247
Yoh 21:9,12,13.......................... 278
Yoh 21:17.................................. 241
Yoh 21:19.................................. 226
Kis 2:21 ..................................... 259
Kis 2:22 ..................................... 147
Kis 2:31-32 ................................ 105
Kis 2:34-36 ................................ 105
Kis 2:36 ..........50, 77, 107, 179, 194
Kis 4:10 ..................................... 221
Kis 4:12 ..................................... 155
Kis 7:2,55 .................................. 189
Kis 7:49 ..................................... 288
Kis 13:33 ..................................... 61
Kis 17:23 ................................... 115
Kis 17:28 ................................... 287
Kis 20:24 ........................... 187, 218
Rm 1:4 ........................................ 63
Rm 1:21 ...................................... 10
Rm 1:22,23 ............................... 174
Rm 1:23 .................................... 175
Rm 1:25 .................................... 246
Rm 2:28,29 ................................. 50
Rm 3:10 .................................... 119
305
Rm 3:10-18................................ 140
Rm 3:23 ..................................... 135
Rm 3:28; 5:1 ................................ 35
Rm 3:30 ....................................... 41
Rm 4:11 ..................................... 137
Rm 4:17 ............................. 230, 232
Rm 4:19-22................................ 232
Rm 5:6 ....................................... 136
Rm 5:7 ....................................... 120
Rm 5:8 ....................................... 136
Rm 5:9,10,15,17 ........................ 209
Rm 5:15,17 ................................ 221
Rm 5:15-19................................ 208
Rm 5:19... ..... 11, 88, 117, 149, 150,
181, 193
Rm 6:4 ............................... 233, 238
Rm 8:14,15 ................................ 255
Rm 8:15 ....................................... 83
Rm 8:16 ..................................... 236
Rm 8:17 ............................. 211, 223
Rm 8:28 ..................................... 295
Rm 8:29 ..................................... 211
Rm 8:29,30 ................................ 230
Rm 8:29-30................................ 227
Rm 8:32 .... 136, 210, 211, 255, 275,
293
Rm 8:34 ..................................... 136
Rm 9:5 ........................... 36, 56, 244
Rm 10:2 ..................................... 163
Rm 10:9 ..................................... 104
Rm 10:13 ................................... 259
Rm 11:25 ..................................... 31
Rm 11:33 ................................... 232
Rm 11:36 ................... 106, 199, 246
Rm 12:1,2 .................................... 37
Rm 12:2 ..................................... 156
Rm 15:6 ........................... 12, 76, 79
Rm 15:33 ................................... 246
Rm 16:27 ............................... 3, 246
1Kor 1:9....................................... 63
1Kor 1:17-2:13 ............................ 99
1Kor 1:26................................... 187
1Kor 2:9 .................................... 214
1Kor 2:11 .................................... 31
1Kor 2:16 .................................. 142
1Kor 3:16 .................................. 150
1Kor 3:16,17 ............................. 263
1Kor 3:21 .......................... 212, 224
1Kor 3:21-23 ..................... 212, 223
1Kor 3:23 .......................... 212, 235
1Kor 6:3 .................................... 214
1Kor 6:16,17 ............................. 233
1Kor 6:17 ...................88, 89, 91, 92
1Kor 6:19 .......................... 150, 263
1Kor 8:5 ................................ 28, 99
1Kor 8:5-6 ........................ 15,39, 40
1Kor 8:6 .............................. 41, 244
1Kor 10:3,4 ............................... 210
1Kor 11:1 .......................... 187, 218
1Kor 11:7 ..........139, 140, 168, 176,
188, 189, 191, 207
1Kor 11:28 ................................ 128
1Kor 13:12 ................................ 152
1Kor 15:23 ................................ 138
1Kor 15:25-28 ........................... 250
1Kor 15:27 ........................ 108, 162
1Kor 15:28 .................. 25, 163, 236
1Kor 15:40-43 ........................... 225
1Kor 15:45 .........138, 165, 182, 188
1Kor 15:45-47, 49 ..................... 195
1Kor 15:47 ........121, 188, 190, 192,
196
1Kor 15:49 ........................ 176, 196
1Kor 15:50 ................................ 249
2Kor 1:3 .......................... 12, 76, 79
2Kor 1:17,19 ............................. 131
2Kor 1:19 .................................... 63
2Kor 1:31 .................................... 79
2Kor 2:15, 16 .............................. 94
2Kor 3:18 .................................. 176
2Kor 4:4 .............167, 173, 192, 207
2Kor 5:2 .................................... 196
2Kor 5:17 ............................ 86, 215
2Kor 5:17-20 ............................. 219
306
2Kor 5:19...... 10, 13, 132, 147, 148,
203, 222, 243, 262
2Kor 5:21................................... 219
2Kor 7:15................................... 101
2Kor 8:1,2.................................. 217
2Kor 8:2..................................... 187
2Kor 8:9............................. 217, 218
2Kor 9:15............................. 94, 125
2Kor 11:31........................... 76, 245
Gal 1:4 ......................................... 80
Gal 2:16; 3:24 .............................. 35
Gal 2:20 ............................... 63, 149
Gal 3:1 ......................................... 97
Gal 3:19-22................................ 135
Gal 3:20 ....................................... 41
Gal 3:29 ....................................... 49
Gal 4:1 ....................................... 211
Gal 4:6 ................................. 83, 255
Gal 5:22 ....................................... 86
Gal 6:16 ....................................... 49
Ef 1:19-23 .................................. 107
Ef 1:3 ..................................... 76, 79
Ef 1:4 ......................... 200- 202, 214
Ef 1:6 ......................................... 234
Ef 1:7-10 .................................... 216
Ef 2:10 ............................... 196, 200
Ef 3:4 ........................................... 93
Ef 3:5 ........................................... 68
Ef 3:14 ......................................... 77
Ef 4:6 ................................... 80, 106
Ef 4:13 ......................... 63, 138, 139
Ef 4:18 ......................................... 31
Ef 4:24 ....................................... 196
Ef 5:20 ....................................... 180
Ef 5:32 ....................................... 213
Ef 6:12 ....................................... 249
Ef 6:17 ......................................... 96
Flp 1:6 ....................................... 196
Flp 2:5 ............................... 187, 218
Flp 2:6 ..... 4, 31, 126, 163, 166, 167,
168, 181, 192, 193
Flp 2:6-11 .... 23, 107, 180, 187, 189,
192, 193, 197
Flp 2:6-7 .................................... 183
Flp 2:6-8 .................... 185, 189, 236
Flp 2:7 ............................... 182, 218
Flp 2:8 ..........11, 150, 192, 216, 218
Flp 2:9 ....................................... 171
Flp 2:9-11 .... 11, 162, 178, 193, 216,
236
Flp 2:10-11 ................ 156, 179, 221
Flp 2:11 ......................... 13, 23, 194
Flp 2:12 ..................................... 101
Flp 2:17 ............................. 186, 218
Flp 3:8 ....................................... 218
Flp 3:12 ....................... 88, 153, 236
Flp 4:4 ....................................... 234
Flp 4:20 ....................................... 80
Kol 1:12-20 ............................... 198
Kol 1:15 ..... 167, 173, 181, 192, 197,
211
Kol 1:15-17 ............................... 202
Kol 1:16 ..............199, 201, 212, 214
Kol 1:17 ............................. 215, 216
Kol 1:18 ..................................... 211
Kol 1:19 ............................. 121, 208
Kol 1:19,20................................ 200
Kol 1:19; 2:9........................ 25, 221
Kol 1:20 ............................. 154, 243
Kol 1:22 ............................. 203, 207
Kol 2:15 ..................................... 139
Kol 2:9 ................121, 150, 172, 239
Kol 3:2 ....................................... 256
Kol 3:9,10 .................................. 196
Kol 4:3 ......................................... 93
1Tes 1:3 ...................................... 80
1Tes 3:11 .................................... 80
1Tes 3:13 .................................... 80
307
2Tes 2:3,4 ............................... 52-53
2Tes 2:9 ....................................... 53
1Tim 1:1 .................................... 136
1Tim 1:17 ...... 3, 177, 189, 245, 256
1Tim 2:3 .................................... 136
1Tim 2:5.. ..... 13, 41, 135, 155, 177,
221, 236
1Tim 2:5,6 ................................. 120
1Tim 3:16 .................................... 13
1Tim 6:15 .......................... 144, 145
1Tim 6:15-17 ............................. 245
1Tim 6:16 .................................... 78
1Tim 6:17 .................................. 213
2Tim 1:9 ................ 10, 13, 229, 230
2Tim 1:9,10 ............................... 229
2Tim 4:6 .................... 186, 187, 218
Tit 2:13 ........................................ 36
Ibr 1:2 ................................ 211, 247
Ibr 1:3 ........................ 173, 195, 221
Ibr 1:8 .................................. 36, 247
Ibr 1:8,9 ..................................... 248
Ibr 2:9 ........................................ 145
Ibr 2:10 ...... 106, 117, 118, 192, 199
Ibr 2:14 ...................................... 249
Ibr 4:12 ........................................ 96
Ibr 4:15 .............................. 150, 151
Ibr 5:1 ........................................ 135
Ibr 5:5 .................................. 61, 136
Ibr 5:7 ........................................ 219
Ibr 5:8 ................................ 121, 192
Ibr 5:8-9 .................................... 117
Ibr 5:9 ................................ 153, 192
Ibr 7:1 .......................................... 61
Ibr 7:25 .............................. 106, 236
Ibr 7:28 ...................... 118, 153, 192
Ibr 9:14 ...................................... 119
Ibr 9:24 ...................................... 136
Ibr 11:40 .................................... 153
Ibr 12:1,2 ................................... 146
Ibr 12:2 ..................................... 139
Ibr 12:23 ................................... 153
Ibr 12:29 ............................. 86, 284
Yak 1:13 .............................. 88, 130
Yak 1:17 .................................... 210
Yak 2:19 .......................... 39, 40, 41
Yak 3:2 ...................................... 122
Yak 5:12 .................................... 131
1Ptr 1:3 ................................. 76, 79
1Ptr 1:18,19 .............................. 119
1Ptr 1:19 ........................... 116, 275
1Ptr 1:20 ................................... 229
1Ptr 3:18 ....................... 70, 82, 156
1Ptr 4:17 ..................................... 93
2Ptr 1:4 ................................. 86, 91
1Yoh 1:3.................................... 103
1Yoh 2:1.................................... 236
1Yoh 2:24.................................. 220
1Yoh 3:1.................................... 255
1Yoh 3:2.................... 168, 196, 236
1Yoh 3:9.................................... 150
1Yoh 4:8,16............................... 212
1Yoh 4:9.................................... 121
1Yoh 4:10.................................. 231
1Yoh 4:14.............61, 119, 137, 182
1Yoh 4:16.................................. 255
1Yoh 4:19.................................. 255
1Yoh 5:7,8................................. 220
1Yoh 5:16,17............................... 96
1Yoh 5:20...................... 36, 63, 220
1Yoh 5:21.................... 96, 165, 178
2Yoh 1:3,9................................... 63
Yud 1:25........................................ 4
Why 1:5 ............................ 211, 249
Why 1:6 ...................................... 80
Why 1:17 .......................... 216, 253
308
Why 1:17; 2:8 ............................ 138
Why 2:8 ..................................... 216
Why 2:10 ................................... 187
Why 3:12 ..................................... 81
Why 3:21 ................................... 256
Why 5:5 ..................................... 139
Why 5:12 ................................... 233
Why 5:14 ................................... 250
Why 6:16 ................................... 116
Why 7:9-12 ............................... 250
Why 7:17 ................................... 250
Why 10:6 ................................... 199
Why 11:15 ................................. 103
Why 13:8 ........... 201, 228, 229, 230
Why 13:11 ................................. 249
Why 13:14,15 ............................ 175
Why 13:15 ................................ 176
Why 14:9,11 ............................. 175
Why 14:10 ................................ 116
Why 15:1 .................................. 251
Why 15:2 .................................. 175
Why 16:2 .................................. 175
Why 17:14 ................................ 144
Why 19:16 ................................ 144
Why 19:20 ................................ 175
Why 20:4 .................................. 175
Why 22:3 .................................. 251
Download