251 PERILAKU PEMILIH PEMULA DALAM

advertisement
PERILAKU PEMILIH PEMULA DALAM PEMILIHAN KEPALA
DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
Oleh: Samiruddin, Sulsalman Moita, dan Megawati A. Tawulo
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) Tipe pemilih pemula dalam
pemilihan Kepala Daerah Kelurahan Ngapaaha Kecamatan Tinanggea
2015. 2) Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilih pemula dalam
memberikan hak suaranya dalam pemilihan Kepala Daerah di Kelurahan
Ngapaaha Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan 2015.
Penelitian ini menggunakan teknik snowball sampling yaitu teknik
penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian membesar.
Dalam penentuan sampel, pertama-tama dipilih satu atau dua orang
sampel, tetapi karena dengan dua orang sampel ini belum merasa lengkap
terhadap data yang diberikan, maka peneliti mencari orang lain yang
dipandang lebih tahu dan dapat melengkapi data yang diberikan oleh dua
orang sampel sebelumnya. Hasil penelitian menunjukan bahwa tipe
perilaku pemilih pemula dalam memberikan hak suaranya pada pemilihan
Kepala Daerah di Kelurahan Ngapaaha Kecamatan Tinanggea
Kabupaten Konawe Selatan yaitu pemilih rasional kalkulatif, primodial,
pragmatis dan pemilih emosional, adapun tipe pemilih yang cenderung
dominan adalah tipe pragmatis dan Faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku politik pemilih pemula dalam memberikan suaranya pada
pemilihan Kepala Daerah di Kelurahan Ngapaaha Kecamatan Tinanggea
Kabupaten Konawe Selatan yaitu faktor media massa, orang tua dan
teman pergaulan, dan faktor struktur kepribadian, adapun faktor yang
cenderung mempengaruhi perilaku politik pemilih pemula dalam
pemilihan Kepala Daerah di Kelurahan Ngapaaha adalah faktor orang
tua dan teman pergaulan.
Kata Kunci: Perilaku Politik, Pemilukada, Pemilih Pemula.
PENDAHULUAN
Proses demokratisasi di Indonesia ditandai lahirnya sistem multpartai.
Sistem multipartai adalah sistem kepartaian yang memiliki banyak partai.
Dalam proses demokratisasi, rakyat dipandang sebagai pemegang kedaulatan
tertinggi. Hal itu terlihat dimanifestasikan melalui pemilihan umum dimana
rakyat memilih langsung orang yang akan duduk memimpin pemerintahan
sesuai dengan periode yang berlaku.
Pemilihan umum mulai dari pemilihan legislatif sampai pada dua kali
pemilihan Presiden boleh terlaksana dengan aman, jujur dan adil. Pemilu yang
dilaksanakan secara langsung dengan memilih kandidat-kandidat baik dari
calon legislatif maupun calon eksekutif, memberikan kebebasan kepada rakyat
untuk memilih sendiri kandidatnya.
251
Para pemilih merupakan rational voters yang mempunyai tanggung jawab,
kesadaran, kalkulasi, rasionalitas dan kemampuan kontrol yang kritis terhadap
kandidat pilihannya, yang meninggalkan ciri-ciri traditional voters yang fanatik,
primordial dan irasional, serta berbeda dari swinger voters yang selalu ragu-ragu
dan berpindah-pindah pilihan politiknya. Pemilih yang di dalamnya pemilih
pemula merupakan pemilih yang potensial. Karena pemilih pemula adalah
subjek partipasi dan bukan objek mobilisasi.
Menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan
Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, pemilih adalah Warga Negara Indonesia
yang telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah pernah
menikah.Bertolak dari norma hukum ini, pemilih pemula dapat didefenisikan
sebagai para pemilih yang baru pertama kali terdaftar dalam Daftar Pemilih
Tetap pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disingkat pemilu
legislatif atau pileg).
Perilaku pemilih pemula memiliki karakteristik yang biasanya masih labil
dan apatis, pengetahuan politiknya kurang, cenderung mengikuti kelompok
sepermainan dan mereka baru belajar politik khususnya dalam pemilihan
umum. Pengetahuan politik pemilih pemula sebenarnya tidak jauh berbeda
dengan kelompok pemilih lainnya.Perilaku pemilih masih erat dengan faktor
sosiologis dan psikologis dalam menjatuhkan pilihan politiknya jika ditinjau
dari studi voting behaviors.
Implementasi demokrasi langsung itu juga terwujud dalam pemilihan
kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung di Kabupaten Konawe
Selatan. Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Konawe Selatan
Sulawesi Tenggara dilaksanakan pada 9 Desember 2015 dilaksanakan secara
serentak dengan tujuh kabupaten lainnya. Dalam pemilukada di kabupaten
Konawe Selatan calon dan pasangan yang diusung partai politik terdiri dari
empat pasang calon yaitu Surunuddin Dangga-Arsalim, Asnawi SyukurRustam Tamburaka, Endang SA-Nurfa Thalib dan pasangan Rusmin Abdul
Gani-Muhlis.
Pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak dimenangkan oleh
pasangan nomor urut 3 yaitu (SUARA) Surunuddin Dangga dan Dr. H.
Arsalim, SE, M.Si dengan suara terbayak yaitu 57.099 suara atau 38,01 persen.
Kemenangan Surunuddin dan Arsalim pada pemilukada tahun 2015 di
Kabupaten Konawe Selatan, khususnya di Kelurahan Ngapaaha ini dapat
diduga karena pasangan Surunuddin dan Arsalim yang sudah dikenal oleh
masyarakat serta calon ini juga didukung oleh beberapa Partai besar, yaitu
partai Golkar, PBB, dan Hanura.
252
Jumlah pemilih di Kelurahan Ngapaaha adalah 1.267 orang dan jumlah
pemilih pemula yang ada di Kelurahan Ngapaaha adalah 129 orang. Perilaku
pemilih pemula menjadi indikator kualitas demokrasi secara substansial pada
saat ini danmasa akan datang. Karena kondisinya masih labil dan mudah
diberikan wawasan politik dan demokrasi secara benar baik dari suprastruktur
politik maupun infrastruktur politik. Maka pemilih pemula masih terbuka
menjadi pemilih yang cerdas dan kritis dalam menentukan pemimpin di
Indonesia. Untuk melihat perilaku pemilih pemula ada beberapa pendekatan
yang dilihat menurut Dennis Kavanagh dalam Mukti melalui bukunya yang
berjudul Political Science and Political Behavior, (London: Allen and Unwin 1983)
menyatakan terdapat tiga model untuk menganalisis perilaku pemilih, yakni
pendekatan sosiologis, psikologi sosial, dan pilihan rasional.
Ketiga pendekatan tersebut merupakan suatu hal yang fenomenal dan
menjadi perilaku memilih masyarakat dalam pemilukada, khususnya dikalangan
pemilih pemula yang menjadi dasardalam menentukan tindakan politiknya.
Sehinggapendekatan ini dapat menjelaskan sebab dan arah perilaku pemilih
pemula yang akan dibuktikan melalui penelitian ini. Dari fakta-fakta empirik
tersebut yang juga didukung oleh aspek teoritik maka sangat menarik untuk
mencermati kecenderungan perilaku politik pemilih pemula dalam
menjatuhkan pilihannya kepada seorang calon atau kandidat tertentu di
Kabupaten Konawe Selatan. Berdasarkan realitas diatas maka penulis merasa
tertarik untuk menganalisis fenomena politik di kabupaten Konawe Selatan
melalui penelitian yang berjudul perilaku pemilih pemula dalam pemilihan
calon dan wakil bupati (studi di Kelurahan Ngapaaha Kecamatan Tinanggea
Kabupaten Konawe Selatan).
METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif melalui
wawancara langsung kepada pemilih pemula yang ada di Kelurahan Ngapaaha.
Informan pada penelitian ditentukan dengan menggunakan teknik snowball
sampling dengan pertimbangan bahwa informan penelitian bersedia dimintai
keterangan guna menjawab permasalahan dalam penelitian. Adapun informan
dalam penelitian berjumlah 15 orang. Penelitian dilaksanakan di Kelurahan
Ngapaaha Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan. Analisis data
yang digunakan, baik data primer maupun data sekunder yang dikumpulkan
dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif
kualitatif yaitu, untuk menjelaskan variabel-variabel yang berhubungan dengan
penelitian.
253
PEMBAHASAN
Tipe Perilaku Pemilih Pemula
Menurut Surbakti (1999: 75) mendefinisikan perilaku pemilih sebagai
aktivitas pemberian suara oleh individu yang berkaitan erat dengan
pengambilan keputusan untuk memilih atau tidak memilih didalam suatu
pemilihan umum, bila voters memutuskan untuk memilih (to vote), maka voters
akan memutuskan memilih atau mendukung kandidat tertentu.
Dari
penjelasan diatas, dapat dipahami perilaku pemilih merupakan tingkah laku
pemilih atau tindakan individu yang memiliki hak pilih dalam proses
pemberian suara dalam penyelenggaraan pemilihan umum serta latar belakang
seseorang melakukan tindakan tersebut.
Menurut Eep Saifullah Fatah dalam buku Political Explorer (Efriza, 2012:
487), secara umum tipe perilaku pemilih dikategorikan kedalam empat
kelompok utama, yaitu:
a. Pemilih rasional kalkulatif, pemilih tipe ini adalah pemilih yang
memutuskan pilihan politiknya berdasarkan perhitungan Rasional dan
logika. biasanya pemilih ini berasal dari golongan masyarakat yang terdidik
atau relatif tercerahkan dengan informasi yang cukup sebelum
menjatuhkan pilihannya.
b. Pemilih primordial, pemilih yang menjatuhkan pilihannya lebih
dikarenakan alasan primordialisme. Seperti alasan agama, suku, ataupun
keturunan. Pemilih yang termasuk kedalam tipe ini biasanya sangat
menganggungkan simbol- simbol yang mereka anggap luhur. Pemilih tipe
ini lebih banyak berdomisili diperkampungan.
c. Pemilih pragmatis, pemilih tipe ini biasanya lebih banyak dipengaruhi oleh
pertimbangan untung dan rugi. Suara mereka akan diberikan kepada
kandidat yang bisa mendatangkan keuntungan sesaat secara pribadi kepada
mereka.Biasanya mereka juga tidak begitu peduli dan sma sekali tidak kritis
dengan integritas dan visi misi yang dibawa kandidat.
d. Pemilih emosional, kelompok pemilih ini cenderung memutuskan pilihan
politiknya karena alasan perasaan. Pilihan politik yang didasari rasa iba,
misalnya adalah pilihan yang emosional. Atau pilihan dengan alasan
romantisme, seperti kagum dengan ketampanan atau kecantikan kandidat,
misalnya juga termasuk kategori pilihan emosional. Kebanyakan mereka
biasanya berasal dari kalangan hawa atau atau pemilih pemula.
Menurut Rudini (1994: 109), pemilih pemula adalah baru pertama atau
pernah satu kalimenggunakan hak pilihnya maka kurang memiliki pengalaman
dalam melakukan pemungutan suara. Minimnya pengalaman ini karena
wawasan politik yang terbatas. Pengetahuan politik yang rendah tersebut
disebabkan pemilih pemula termasuk masa mengambang yaitu pemilih yang
254
rentan dengan umur 17-21 tahun. Masa mengambang dicirikan belum memiliki
ideologi politik yang jelas sehingga implementasinya tidak berafiliasi pada satu
kelompok partai politik manapun. Selainitu massa mengambang juga dicirikan
kurang tertarik kepada kehidupan politik.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut maka penulis menganalisa
bahwa pemilih pemula merupakan Warga Negara Indonesia (WNI) yang
memiliki hak pilih, memenuhi persyaratan sebagai pemilih, berusia tujuh belas
tahun, dan belum berusia tujuh belas tahun bisa memiliki hak pilih asal sudah
atau pernah kawin. Pemilih pemula pada dasarnya memiliki ciri khas yaitu baru
pertama memilih, kurang pengalaman, masih dikategorikan mengambang,
kurang tertarik kehidupan politik serta mudah terpengaruh lingkungannya dan
pemilih pemula sangat relatif besar.
Pemilih pemula adalah baru pertama atau pernah satu kali menggunakan
hak pilihnya maka kurang memiliki pengalaman dalam melakukan pemungutan
suara. Minimnya pengalaman ini karena wawasan politik yang terbatas.
Pengetahuan politik yang rendah kurang tertarik kehidupan politik serta
mudah terpengaruh lingkungannya. Pemilih pemula mudah dipengaruhi
kepentingan-kepentingan tertentu. Dengan demikian, dalam melihat tipe
pemilih pemula perlu menggunakan tipe pemilih pemula yaitu pemilih rasional
kalkulatif, pemilih primodial, pemilih pragmatis, pemilih emosional.
1. Pemilih rasional kalkulatif
Pemilih rasional kalkulatif, pemilih tipe ini adalah pemilih yang
memutuskan pilihan politiknya berdasarkan perhitungan rasional dan logika.
biasanyapemilih ini berasal dari golongan masyarakat yang terdidik atau relatif
tercerahkan dengan informasi yang cukup sebelum menjatuhkan pilihannya.
Pemberian suara secara rasional kalkulatif yang dilakukan oleh pemilih pemula
di Kelurahan Ngapaaha sangat mempertimbangkan integritas calon kandidat
dengan visi misinya.
2. Pemilih primordial
Pemilih primordial, pemilih yang menjatuhkan pilihannya lebih
dikarenakan alasan primordialisme. Seperti alasan agama, suku, ataupun
keturunan. Pemilih yang termasuk kedalam tipe ini biasanya sangat
menganggungkan simbol-simbol yang mereka anggap luhur. Pemilih tipe ini
lebih banyak berdomisili diperkampungan.
3. Pemilih pragmatis
Pemilih pragmatis, pemilih tipe ini biasanya lebih banyak dipengaruhi
oleh pertimbangan untung dan rugi. Suara mereka akan diberikan kepada
kandidat yang bisa mendatangkan keuntungan sesaat secara pribadi kepada
mereka. Biasanya mereka juga tidak begitu peduli dan sama sekali tidak kritis
dengan integritas dan visi misi yang dibawa kandidat.
255
4. Pemilih emosional
Pemilih emosional, kelompok pemilih ini cenderung memutuskan pilihan
politiknya karena alasan perasaan. Pilihan politik yang didasari rasa iba,
misalnya adalah pilihan yang emosional. Atau pilihan dengan alasan
romantisme, seperti kagum dengan ketampanan atau kecantikan kandidat,
misalnya juga termasuk kategori pilihan emosional. Kebanyakan mereka
biasanya berasal dari kalangan hawa atau atau pemilih pemula.
Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Perilaku Politik Pemilih Pemula
Menurut Sastroatmodjo (1995: 14-15) faktor-faktor yang memengaruhi
perilaku politik seseoranng pemilih adalah sebagai berikut:
a. Faktor lingkungan sosial politik yang tak langsung seperti sistem politik,
sistem ekonomi, sistem budaya dan sistem media masa.
b. Faktor lingkungan sosial politik yang langsung memengaruhi dan
membentuk kepribadian aktor politik seperti keluarga, agama, sekolah, dan
kelompok pergaulan. Lingkungan sosial politik langsung ini memberikan
bentuk-bentuk sosialisasi dan internalisasi nilai dan norma masyarakat pada
aktor politik serta memberikan pengalaman-pengalaman hidup
c. Faktor struktur kepribadian yang tercermin dalam sikap individu. Pada
faktor ini ada tiga basis fungsional sikap umum memahaminya. Basis
pertama adalah yang didasarkan pada kepentingan yaitu penilaian seseorang
terhadap objek didasarkan pada minat dan kebutuhan seseorang terhadap
objek tersebut. Basis yang kedua atas dasar penyesuaian diri yaitu penilaian
yang dipengaruhi oleh keinginan untuk menjaga keharmonisan dengan
subjek itu. Basis yang ketiga adalah sikap yang didasarkan pada
eksternalisasi diri dan pertahanan. Faktor sosial politik langsung yang
berupa situasi yaitu, keadaan yang memengaruhi aktor secara langsung
ketika akan melaksanakan sesuatu kegiatan.
Pada pelaksanaan pemilihan kepala daerah memberikan peluang dan
kesempatan pada warga negara terkhusus pada pemilih pemula untuk turut
berpartisipasi. Keputusan yang diambil oleh setiap orang untuk memberikan
dukungannya kepada salah satu calon kepala daerah secara langsung dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu Media massa, orangtua atau teman
pergaulan dan struktur kepribadian.
1. Faktor media massa
Peran media massa sangatlah diperlukan dalam dunia politik, karena
media merupakan salah satu alat yang sangat penting, terutama untuk hal-hal
yang menyangkut politik. Hubungan antara media massa dengan politik dapat
dikatakan sebagai satu kesatuan yang mungkin tidak bisa dipisahkan, dalam
artian dunia politik dan media massa akan selalu ada hubungan satu sama lain
yang saling membutuhkan dan saling memengaruhi.
256
Media juga mempunyai peran penting terhadap kehidupan masyarakat
mengingat media yang salah satu tujuannya menyampaikan berbagai informasi
apapun kepada masyarakat. Peran media inilah yang akan dapat menentukan
atau memberikan pemahaman lebih akan suatu hal atau fenomena sosial
tertentu yang berkembang dalam masyarakat terutama pemilihan kepala daerah
di Kelurahan Ngapaaha yang dilaksanakan 9 desember 2015.
2. Faktor orangtua dan teman pergaulan
Wadah penanaman atau sosialisasi nilai-nilai politik yang paling efisien
adalah di dalam keluarga. Dimulai dari keluarga inilah antara anak dan orang
tua sering terjadi obrolan politik ringan, sehingga tidak disadari terjadi transfer
nilai-nilai politik dan pengetahuan tertentu yang diserap oleh anak. Selain
lingkungan keluarga lingkungan sosial lainnya seperti, sekolah dan kelompokm
pergaulan juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perilaku
politik, disebabkan interaksi dalam lingkungan pergaulan ini individu dalam hal
ini pemilih pemula memperoleh pengetahuan politik berupa nilai-nilai, ide
ataupun pengalaman yang membentuk orientasinya dalam memandang partai
politik dan kandidat. Individu dalam lingkungan ini akan saling berbagi nilai,
pengalaman ide, orientasi perilaku pemilih dalam hal ini penentuan pilahan
dalam pemilihan kepala daerah.
3. Struktur kepribadian
Faktor struktur kepribadian yang tercermin dalam sikap individu.Pada
faktor ini ada tiga basis fungsional sikap umum memahaminya.Basis pertama
adalah yang didasarkan pada kepentingan yaitu penilaian seseorang terhadap
objek didasarkan pada minat dan kebutuhan seseorang terhadap objek
tersebut. Basis yang kedua atas dasar penyesuaian diri yaitu penilaian yang
dipengaruhi oleh keinginan untuk menjaga keharmonisan dengan subjek itu.
Basis yang ketiga adalah sikap yang didasarkan pada eksternalisasi diri dan
pertahanan. Faktor sosial poliik langsung yang berupa situasi yaitu, keadaan
yang memengaruhi aktor secara langsung ketika akan melaksanakan sesuatu
kegiatan.
Sebagai pemilih pemula seorang individu yang berkepribadian yang
diperoleh dari pendidikan dan pengajaran, untuk menentukan pilihan dan sikap
politiknya pemilih pemula tentu mengiterpretasikan pengalaman sera ilmu
pengetahuannya dalam memberikan pandangan tentang aktivitas politiknya
berdasarkan informasi politik yang dimiliki individu tersebut. Dalam hal ini,
struktur kepribadian merujuk pada pandangan pemilih pemula terhadap calon
atau kandidat.
257
PENUTUP
Kesimpulan
1. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan berupa hasil dari pembahasan
data dan informasi yang telah diperoleh di lokasi penelitian, maka dapat
disimpulkan bahwa pemilih pemula dalam memberikan suaranya pada
pemilihan kepala daerah tahun 2015. Berdasarkan informasi yang
diberiakan oleh informan dan informan kunci dari keempat kategori
pemilih pemula yaitu pemilih rasional kalkulatif, pemilih primodial, pemilih
pragmatis, pemilih emosinal menunjukkan kecenderungan pemilih yang
ada di Kelurahan Ngapaaha Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe
Selatan dapat disimpulkan bahwa kebanyakan dari informan adalah pemilih
dengan kategori pemilih pragmatis, dimana pemilih pragmatis memilih
berdasarkan pertimbangan untung dan rugi, pemilih memilih suatu
kandidat berdasarkan keuntungan pribadi yang diperoleh oleh calon.
2. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan berupa hasil dari pembahasan
data dan informasi yang telah diperoleh di lokasi penelitian, maka dapat
disimpulkanbahwa faktor-faktor yang memengaruhi pemilih pemula dalam
memberikan suaranya pada pemilihan kepala daerah tahun 2015.
Berdasarkan informasi yang diberiakan oleh informan yaitu faktor media
massa, orangtua dan teman pergaulan, dan struktur kepribadian dimana
faktor yang dominan yang memengaruhi pemilih pemula dalam
memberikan suaranya dalam pemilihan kepala daerah di Kelurahan
Ngapaaha Kecamatan Tiananggea Kabupaten Konawe Selatan adalah
faktor orangtua dan teman pergaulan. Dimana wadah penanaman atau
sosialisasi nilai-nilai politik yang paling efisien adalah di dalam keluarga.
Dimulai dari keluarga inilah antara anak dan orang tua sering terjadi
obrolan politik ringan, sehingga tidak disadari terjadi transfer nilai-nilai
politik dan pengetahuan tertentu yang diserap oleh anak. Selain lingkungan
keluarga lingkungan sosial lainnya seperti, sekolah dan kelompokm
pergaulan juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
perilaku politik, disebabkan interaksi dalam lingkungan pergaulan ini
individu dalam hal ini pemilih pemula memperoleh pengetahuan politik
berupa nilai-nilai, ide ataupun pengalaman yang membentuk orientasinya
dalam memandang partai politik dan kandidat. Individu dalam lingkungan
ini akan saling berbagi nilai, pengalaman ide, orientasi perilaku pemilih
dalam hal ini penentuan pilahan dalam pemilihan kepala daerah.
258
Saran
Dalam rangka meningkatkan kualitas pemilih, terutama pemilih pemula
khususnya yang berada di Kelurahan Ngapaaha, pemilih pemula seharusnya
diberi sosialisasi atau pendidikan politik terhadap pemilih pemula yang
bertujuan memberi pengetahuan politik yang lebih matang kepada pemilih
pemula.
Matangnya pengetahuan politik yang dimiliki pemilih pemula akan
membantu mereka dalam proses pemilihan dan percaturan politik di Daerah
mereka sendiri, sehingga apa yang telah diberiakan kepada pemilih pemula
diharapkan nantinya dapat menjadi pemilih yang kritis dan cerdas dalam
memberikan hak suaranya baik dalam pemilihan kepala daerah maupun
pemilihan presiden.
DAFTAR PUSTAKA
Almond, Gabriel A dan Sydney Verba. 1965. Budaya politik. Jakarta
Almond,Gabriel A dan Verba. 1990. Budaya politik tingkah laku dan demokrasi
and Unwin.
Asfar, Muhammad. 2016. Pemilu dan perilaku memilih 1955-2014. Surabaya:
Pustaka Eureka.
Budiarjo, Mariam.1981. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia.
Budiarjo, Mariam.2001. Demokrasi di Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Denis Kavanagh, Political Science and Political Behaviour (London: Allen
Efriza. 2012. Political Explorer.
Gaffar, Afan. 1993. Beberapa Aspek Pembangunan Politik Sebuah Negara Rampai.
Jakarta: Rajawali.
Juliantara, Dadang.1998. Meretas Jalan Demokrasi. Yogyakarta: Kanisius.
Kansil.C.S.T. 1986. Memahami Pemilihan Umum dan Referedum. Jakarta:
Gramedia.
Karim, Rusli. 1991. Pemilu Demokrasi Kompotitip. Yogyakarta: Tiara wacana.
Mubarok, M, Mufti. 2005. Suksesi Pilkada. Surabaya: Java Pustaka Media
Utama.
Muhammad Asfar, “Beberapa Pendekatan Dalam Memahami Perilaku politik”,
Jurnal Ilmu Politik, Volume 16, tahun 1996. Hal 47.
Plano, Jack C., Robert E.Riggs dan Helenen, S. Robbin. 1985. Kamus Analisa
Politik, Tahun1985 hal 280
Ramlan Subakti. 1997. Partai, Pemilih & Demokrasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ramlan, Subakti. 1999. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Grasindo.
Rudini1994. Atas Nama Demokrasi. Jakarta: Bigraf Publishing.
Sastroatmodjo, Sudijono. 1995. Perilaku Politik. Semarang: IKIP Semarang
Perss.
259
Download