Sistem Denominal Bahasa Menui

advertisement
Jurnal Bastra
[Sistem Denominal Bahasa Menui]
SISTEM DENOMINAL BAHASA MENUI
FIRMAN JIRAMI
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh afiksasi yang melekat pada kata dasar kata nomina dalam
bahasa Menui akan menjadi kelas kata yang lain sehingga akan memiliki bentuk dan makna yang
berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan sistem perubahan denominal dan afiks-afiks
denominal dalam bahasa Menui. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
pemerintah, masyarakat Menui, dan peneliti lain yang ingin mengambil judul yang relevan dengan
penelitian ini.
Penelitian ini termasuk dalam penelitian lapangan dan menggunakan metode deskriptif
kualitatif yang menggunakan data lisan yang bersumber dari tiga orang informan yang berdomisili di
Kelurahan Ulunambo, Kecamatan Menui Kepulauan, Kabupaten Morowali. Data dalam penelitian ini
dikumpulkan melalui metode simak dan cakap, dengan teknik observasi, teknik rekam, teknik catat,
dan teknik intropeksi kemudian dianalisis melalui metode kajian distribusional dengan teknik top
down.
Berdasarkan data yang ditemukan di lapangan yang disertai dengan analisis, diperoleh
gambaran bahhwa dalam bahasa Menui terdapat beberapa afiks yaitu; 1) prefiks yaitu me-, mo-, te-,
pe; 2) konfiks yaitu te-o, ala-o; 3) sufiks yaitu –o.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang memiliki berbagai suku yang mempunyai
keanekaragaman budaya serta latar belakang sosio-kultural yang beragam, salah satu keanekaragaman
yang di maksud adalah bahasa daerah yang memiliki konstruksi yang berbeda-beda antara satu
dengan yang lainnya.
Dalam hubungannya dalam bahasa Indonesia, bahasa daerah berfungsi sebagai: (1) pendukung
bahasa nasional, (2) bahasa pengantar di SekolahDasar pada daerah tertentu untuk memperlancar
pelajaran bahasa Indonesia dan mata pelajaran lainnya, (3) alat pengembangan dan pendukung
kebudayaan. Selain itu, bahasa daerah dipergunakan oleh masyarakat pendukungnya sebagai alat
komunikasi untuk berbagai keperluan, baik pribadi maupun sosial yang berlangsung sejak nenek
moyang hingga sekarang. Dalam berbagai aktivitas kehidupan peranan bahasa daerah sangat penting
pada masyarakat tradisional alat komunikasi antar sesamanya sehingga memungkinkan timbulnya
saling pengertian, saling sepakat, dan saling membutuhkan dalam kehidupan. Keberadaan bahasa
bukan hanya alat komunikasi semata-mata, tetapi juga merupakan pengungkapan budaya atau pikiranpikiran leluhur yang amat penting diwarisi generasi sekarang.
Bahasa merupakan suatu lembaga yang memiliki pola-pola atau aturan-aturan yang dipatuhi
dan digunakan (kadang-kadang tanpa sadar) oleh pembicara dalam komunitas saling memahami.
Kemudian Bloomfield, (dalam Sibarani, 1992: 88) juga mengatakan bahwa bahasa memainkan peran
penting di dalam kehidupan kita. Pengaruh bahasa sangat luar biasa dan termasuk yang membedakan
manusia dan hewan, namun bahasa itu belum mendapatkan tempat yang layak dalam program
pendidikan kita atau dalam pemikiran para ahli pemikiran kita.Sementara menurut Appel, (dalam
Pateda 1987: 15-16) faktor situasi turut mempengaruhi pembicara terutama dalam memilih kata-kata
dan bagaimana cara menggunakannya. Sedangkan faktor sosial juga turut mempengaruhi pembicara
dalam menentukan bahasa yang dipergunakannya, dengan memperhatikan faktor-faktor
kemasyarakatan seperti umur, jenis kelamin, status jabatan, dan lain-lain. Bertalian dengan aktivitas
berbicara ini, maka lahirlah ungkapan bahasa yang sopan dan bahasa tidak sopan, bahasa halus dan
bahasa kasar.
Bahasa Menui merupakan salah satu bahasa daerah yang terdapat di wilayah Propinsi Sulawesi
Tengah, khususnya di daerah Kecamatan Menui Kepulauan yang bertempat di Kabupaten Morowali.
Bahasa Menui tetap digunakan oleh masyarakat Menui sebagai alat komunikasi dalam kehidupan
sehari-hari dan sebagai pengantar dalam pengembangan kebudayaan, selain digunakan sebagai alat
komunikasi utama dalam kehidupan sehari-hari, bahasa Menui juga digunakan dalam berbagai
Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 1
Jurnal Bastra
[Sistem Denominal Bahasa Menui]
kegiatan kemasyarakatan lainnya seperti upacara adat, kegiatan kebudayaan dan keagamaan, bahkan
digunakan sebagai bahasa pengantar di kelas-kelas tingkat permulaan Sekolah Dasar.
Dalam kenyataannya, bahasa Menui memiliki berbagai gejala bahasa, yaitu gejala fonologi,
morfologi, sintaksis, dan semantik. Dari keempat gejala tersebut yang menarik perhatian bagi peneliti
untuk dikaji adalah gejala morfologi yang berupa Sistem Denominal Bahasa Menui. Hal ini
disebabkan karena gejala morfologi membicarakan seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh
perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata.
Berdasarkan uraian-uraian tesebut, penelitian mengenai Sistem Denominal Bahasa Menui perlu
dilakukan. Karena sepengetahuan penulis belum ada yang mengkaji Bahasa Menui dari segi sistem
denominal. Sistem denominal bahasa Menui menarik untuk diteliti karena proses pembentukan kelas
kata melalui afiksasi. Setiap afiksasi yang melekat pada kata dasar nomina akan menjadi kelas kata
yang lain sehingga akan memiliki bentuk dan makna yang berbeda, seperti contoh kelas kata Verba
Denominal berikut ini:
Contoh:
1. Tufaingku motauomo mebatik panta.
’Adikku sudah bisa memakai baju batik sendiri’.
[batik] ’batik ’ +/me-/ →
[mebatik] ’memakai baju batik’
2. Pesandali tai teuhu karumu
3. ’ kamu menembaklah bagian ekornya.
[sandali] ’sendal ’ +/pe-/ →
[pesandali] ’pakailah sendal’
Berdasarkan data (1) diatas,batik (N) ’batik’bisa berderivasi kategori setelah mengelami proses
morfologis, yakni afiksasi menjadi mebatik (V) ’memakai batik’ sementara data (2) sendal (N)
’sandali’ menjadi pesandali (V) ’pakailah sendal’ dengan demikian, afiks (me-) pada data (1) menjadi
penanda dalam proses formasi verba denominal dalam bahasa Menui. Sementara itu, afiks (pe-) pada
data (2) juga menjadi penanda dalam proses verba denominal Bahasa Menui.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah SistemDenominal dalam Bahasa Menui?
2. Afiks-Afiks Apa Sajakah yang Terdapat dalam Bahasa Menui?
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan sistem perubahan Denominal dalam bahasa Menui.
2. Untuk mendeskripsikan afiks-afiks Denominal dalam bahasa Menui.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Sebagai sumber dan bahan informasi bagi pengguna bahasa Menui terutama yang berhubungan
tentang Sistem Denominal.
2. Sebagai bahan masukan dalam upaya pembinaan dan pengembangan bahasa daerah yang terusmenerus digalakkan hingga sekarang.
3. Sebagai salah satu rujukan bagi peneliti selanjutnya yang terkait dengan judul penelitian ini.
KAJIAN PUSTAKA
Morfologi
Morfologi dapat dipandang sebagai suatu subsistem yang berupa proses yang mengolah leksem
menjadi kata. Dengan perkataan lain, yang berperan sebagai input dalam proses itu ialah leksem
sebagai satuan leksikal, sedangkan kata sebagai satuan gramatikal berperan sebagai output. Dalam
proses ini, kecuali dalam derivasi zero yang akan jelas dibawah ini, leksem bukan hanya berupa
bentuknya melainkan juga memperoleh makna baru, yang disini disebut makna gramatikal, sedangkan
makna semula, yakni makna leksikal sedikit banyak tidak berubah. Jadi, output proses ini yaitu kata,
merupakan suatu kesatuan yang dapat dianalisis atau komponen-komponen yang disebut morfem.
Jadi, satuan yang disebut morfem yang dalam hirearki gramatikal merupakan satuan terkecil baru
Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 2
Jurnal Bastra
[Sistem Denominal Bahasa Menui]
dapat di tandai setelah kata terbentuk melalui proses morfologi itu, sebagaimana dikatakan oleh
Aronoff dalam (Kridalaksana, 2007:10).
Morfologi adalah bagian ilmu bahasa yang mempelajari seluk-beluk struktur kata serta
pengaruh perubahan-perubahan struktur kata itu terhadap golongan dan arti kata Ramlan(dalam
Darmansyah,dkk., 1994: 8). Nida (dalam Darmansyah,dkk., 1994: 8) berpendapat bahwa morfologi
adalah studi tentang morfem-morfem dan penyusunannya dalam rangka pembentukan kata.
Proses Morfologi
Menurut Chaer (2008: 25), proses morfologi pada dasarnya adalah proses pembentukan kata dari
sebuah bentuk dasar melalui pengimbuhan afiks (dalam proses afiksasi), pengulangan ( dalam proses
reduplikasi), penggabungan (dalam proses komposisi), pendekatan (dalam proses akronimisasi), dan
pengubahan status (dalam proses konversi).
Muslich (2008:33) mengungkapkan bahwa proses morfologis suatu kata dapat digolongkan atas
dua macam, yaitu kata yang bermorfem tunggal atau monomorfemis, dan kata yang bermorfem lebih
dari satu atau polimorfemis. Suatu kata yang monomorfemis tidak akan mengalami peristiwa
pembentukan sebelumnya sebab morfem itu merupakan satu-satunya unsur atau anggota kata. Bentuk
pergi pada kalimat dia akan pergi ke sekolah adalah kata. Dan kata itu terdiri atas satu morfem, yaitu
morfem (pergi). Dari morfem (pergi) menjadi kata pergi sama sekali tidak mengalami
peristiwapembentukan. Akan tetapi, ini berbeda dengan suatu kata yang polimofemis. Morfemmorfem yang menjadi anggota kata ini mengelami peristiwa pembentukan sebelumnya.
Morfologi membicarakan berbagai seluk-beluk perubahan bentuk yang terjadi karena
pengimbuhan, pengulangan, dan pemajemukan. Dengan pengimbuhan, pengulangan, dan
pemajemukan bentuk dasar atau kata dasar, maka terjadilah proses morfologi. Berdasarkan
kejadiannya, prroses morfologi ini dapat dibedakan atas (1) proses afiksasi (pengimbuhan), (2) proses
reduplikasi (pengulangan), dan (3) proses komposisi (pemajemukan). Sebagai akibat ketiga proses
morfologi di atas terjadilah perubahan bentuk dari bentuk dasar menjadi bentuk baru yang lain.
Perubahan bentuk ini sekaligus mengakibatkan pula perubahan fungsi dan arti. (Adul,dkk., 1990:9).
Afiksasi
Dalam bahasa Indonesia dikenal jenis-jenis afiks yang secara tradisional diklasifikasikan atas:
prefiks, infiks, sufiks, simulfiks, konfiks, superfiks atau Suprafiks, kombinasi afiks.
Menurut Kridalaksana (2007: 28) mengatakan afiksasi adalah proses yang mengubah leksem
menjadi kata kompleks. Dalam proses ini, leksem (1) berubah bentuknya, (2) menjadi kategori
tertentu, sehingga berstatus kata (atau bila telah berstatus kata berganti kategori), (3) sedikit banyak
berubah maknanya.
Chaer (2010:8) menjelaskan bahwa proses afiksasi adalahproses pembubuhan afiks pada bentuk
dasar, baik dalam membentuk verba turunan, nomina turunan, maupun kategori turunan lainya.
Afiks adalah morfem terikat yang harus dilekatkan pada morfem yang lain untuk membentuk
kata sehingga dapat difungsikan untuk berkomunikasi (Pateda, 1987: 42). Sedangkan menurut Chaer
(2008: 23) afiks adalah morfem yang tidak dapat menjadi dasar dalam pembentukan kata, tetapi hanya
menjadi unsur pembentuk dalam proses afiksasi.
Selanjutnya Badudu (1982: 66) membagi morfem menjadi dua macam yaitu morfem bebas dan
morfem terikat. Morfem yang dapat berdiri sendiri disebut morfem bebas, sedangkan morfem seperti
me- dan -kan disebut morfem terikat. Semua imbuhan dalam bahasa Indonesia (awalan, sisipan,
akhiran) adalah morfem terikat. Dari definisi di atas, maka dapat dikatakan bahwa afiks merupakan
morfem terikat yang tidak dapat berdiri sendiri. Imbuhan atau afiks tidak dapat berdiri sendiri, dan
agar afiks tersebut dapat difungsikan maka harus dilekatkan pada kata dasar, karena afiks tidak dapat
menjadi dasar dalam pembentukan kata. Yasin (dalam Sukmawati, dkk., 1988: 52) mengemukakan
bahwa afiks adalah bentuk linguistik yang keberadaannya hanya untuk melekatkan diri pada bentukbentuk lain sehingga mampu menimbulkan makna (baru) terhadap bentuk-bentuk yang dilekatinya
tadi.
Makna Afiks
Chaer (2008:106-143) menjelaskan secara terperinci mengenai pembetukan kata dalam bahasa
Indonesia mulai dari afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Dijelaskan makna afiks pembentuk verba
sebagai berikut.
a. Prefiks ber-
Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 3
Jurnal Bastra
[Sistem Denominal Bahasa Menui]
Makna gramatikan verba berprefiks ber- adalah: mempunyai (dasar) atau ada (dasar)nya,
memakai atau menggunakan (dasar), mengendarai atau menumpang/naik (dasar), berisi atau
mengandung (dasar), mengeluarkan atau menghasilkan (dasar), mengusahakan atau mengerjakan
(dasar), melakukan (dasar), mengalami atau berada dalam keadaan (dasar), menyebut atau menyapa
(dasar), kumpul atau kelompok (dasar), dan memberi.
b. Kombinasi afiks ber-an
Ber-an sebagai konfiks memiliki satu makna, sedangkan ber-an sebagai konfiks memiliki makna
tersendiri. Contohnya ber-an sebagai konfiks pada kata bermunculan memiliki satu makna yakni
‘banyak yang bermunculan dengan tidak teratur’. Sedangkan ber-an sebagai konfiks memiliki makna
tersendiri seperti pada prefiks ber- yang telah dijelaskan di atas. Makna gramatikal verba berkonfiks
ber-an adalah: banyak serta tidak teratur, saling atau berbalasan, dan saling berada.
c. Konfiks ber-kan
Verba berkonfiks ber-kan dibentuk dengan proses diimbuhkan prefiks ber- terlebih dahulu, lalu
diimbu hkan pula sufiks -kan. Prefiks ber- dan sufiks -kan pada verba ber-kan memiliki maknanya
masing -masing, dimana prefiks ber- memiliki maknanya masing- masing seperti yang sudah peneliti
jelaskan di awal tadi. Sedangkan sufiks –kan memiliki maknagramatikal ‘akan’.
d. Sufiks –kan
Verba bersufiks –kan digunakan dalam kalimat imperative, pasif, dan keterangan tambahan pada
subjek. Cotohnya dalam bahasa Indonesia dalam kata tenangkan, putuskan, hutankan , dll.
e. Sufiks –i
Makna gramatikal verba bersufiks –i diantaranya: pukuli, duduki, takuti, hormati, lengkapi,
tanggapi, dan lainnya.
f. Prefiks perVerba berprefiks per- memiliki makna gramatikal: jadikan lebih; anggap sebagai; bagi.
Contohnya pada kata pertinggi, perbudak, perdelapan , dan lain -lain.
g. Konfiks per-kan
Verba berkonfiks per-kan adalah verba yang bisa menjadi pangkal dalam pemebentukan verba
inflektif (berprefiks me -, berprefiks di - atau berprefik ter- ). Verba berkonfiks per-kan memiliki
makna gramatikal: jadikan bahan (per -an); lakukan supaya; jadikan me-; jadikan ber-. Contoh dalam
Bahasa Indonesia dalam kata perdebatan, perbedaan, pergunakan, dan lain-lain.
h. Konfiks per-i
Verba berkonfiks per-i adalah verba yang dapat menjadi pangkal dalam pembentukan verba
inflektif (berprefiks me- inflektif, di- inflektif atau ter- inflektif). Makna gramatikal verba berkonfiks
per -i adalah lakukan supaya jadi dan lakukan (dasar) pada objeknya.
i. Prefiks mePrefiks me- dapat berbentuk me-, mem-, meng-, dan menge-. Bentuk -bentuk alomorf ini
melekat pada bentuk dasar tertentu. Verba berprefiks me- inflektif memiliki makna gramatikal
sebagai berikut: kalau bentuk dasar atau pangkalnya berupa morfem dasar: melakukan; melakukan
kerja dengan alat; melakukan kerja dengan bahan; membuat (dasar). Verba berprefiks me- derivatid
memiliki makna gramatikal: makan, minum, menghisap; mengeluarkan; menjadi; menjadi seperti;
menuju; memperingati.
j. Prefiks diVerba berprefiks di- terdiri dari verba berfrefiks di- inflektif dan verba berprefiks di- derivatif.
Makna prefiks di- inflektif adalah kebalikan dari bentuk aktif verba berprefiks me- inflektif.
Sedangkan bentuk verba berprefiks di- derivative tidak banyak ditemukan data, hanya pada kata
dimaksud.
k. Prefiks terVerba berprefiks ter- ada dua jenis, yaitu verba berprefiks ter- inflektif dan derivatif. Makna
gramtikal prefiks ter- inflektif adalah ‘tidak sengaja’ dan ‘sudah terjadi’. Contohnya terangkat ,
artinya ‘tidak sengaja diangkat,terbakar, artinya ‘sudah terjadi (bakar)’. P refiks ter- derivatif memiliki
makna gramatikal: paling; dalam keadaan; terjadi dengan tiba-tiba. Contohnya pada kata terbaik
‘paling baik’, tergeletak ‘dalam keadaan geletak’, teringat ‘tiba -tiba ingat’.
l. Prefiks ke-
Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 4
Jurnal Bastra
[Sistem Denominal Bahasa Menui]
Verba berprefiks ke- digunakan dalam bahasa ragam tidak baku. Fungsi dan makna
gramatikalnya sepadan dengan verba berprefiks ter-, bentuknya dapat berupa kebaca sepadan dengan
terbaca. Makna gramatikal yang dimiliki prefiks ke- adalah tidak sengaja; dapat di; kena (dasar).
m. Konfiks ke-an
Verba berkonfiks ke-an termasuk verba pasif, yang tidak dapat dikembalikan ke dalam verba
aktif, seperti verba pasif do - dan verba pasif ter-. Makna gramatikal yang dimilikinya adalah: terkena;
menderita atau mengalami; dan agak bersifat. Contohnya kata kebanjiran ‘terkena banjir’, kedinginan
‘menderita dingin’, kecopetan ‘terkena copet’, kehijauan ‘agak hijau’, dan lainnya.
Morfofonemik
Morfofonemik adalah kajian mengenai terjadinya perubahan bunyi atau perubahan fonem
sebagai akibat dari adanya proses morfologi, baik proses afiksasi, reduplikasi, maupun proses
komposisi (Chaer, 2008: 43).
Chaer (2008: 43) menambahkan, perubahan fonem pada proses morfofonemik dapat berwujud:
pemunculan fonem, pelepasan fonem, peluluhan fonem, perubahan fonem, pergeseran fonem.
Morfofonemik atau morfofonologi adalah perubahan-perubahan yang terjadi sebaigai akibat
pelekatan imbuhan tertentu terhadap bentuk dasar. Peleketan imbuhan tertentu terhadap bentuk dasar
yang menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan bentuk dasar menjadi bentuk baru disebut proses
morfofonemik. Perubahan bentuk ini mengakibatkan pula perubahan fungsi dan arti. (Adul,dkk.,
1990:9).
Derivasi
Derivasi merupakan proses morfemik yang mengubah kata dasar dari unsur leksikal tertentu ke
unsur leksikal yang lain. Derivasional merupakan konstruksi yang berbeda distribusinya dari dasarnya
Samsuri (dalam Putrayasa, 2010: 42) . Pakar lain mengatakan bahwa derivasional adalah proses
morfologis karena afiksasi yang menyebabkan terbentuknya berbagai macam bentukan dengan
ketentuan bahwa bentukan tersebut berubah kelas katanya dari kata dasarnya Suparman, Clark,
(dalam Putrayasa, 2010: 42) mengatakan derivasi mendaftarkan berbagai proses pembentukan katakata baru dari kata-kata yang sudah ada (akaratau asal), adjektiva dari nomina, nomina dari verba,
ajektiva dari verba, dan sebagainya. Afiks-afiks yang dapat membentuk derivasional antara lain: ke-an
dalam kebaikan, per-an dalam pertunjukan, pe-an dalam penurunan. Kemudian Parera (2002: 15)
mengatakan bahwa derivasi adalah konstruksi paradigmatis yang berbeda distribusinya dengan
dasarnya atau adanya morfem terikat terhadap bentuk dasarnya yang menyebabkan perubahan kelas
kata.
Verhar (1986: 100) menjelaskan bahwa tidak ada kata (sebagai unsur leksikal) yang termasuk
lebih daripada satu kategori, jadi jika dalam proses derivasi kita pindah kategori, pasti pindah identitas
pula. Sebaliknya, tidak semua perpindahan identitas kata mengakibatkan perpindahan kategori.
Pikiran Verhar mengenai derivasi di atas mempunyai orientasi yang sama dengan pikiran
(Ba’dulu, dkk. 1985: 52) bahwa derivasi adalah proses morfemis yang merubah identitas leksikal
sebuah kata yang mengalami proses tersebut. Proses morfemis yang mengubah identitas leksikal
sebuah kata ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu (1) derivasi berupa proses morfemis yang
mengubah identitas di sertai perubahan status kategorial, (2) derivasi berupa proses morfemis yang
merubah identitas leksikal tanpa di sertai perubahan status kategorial.
Nomina
Kridalaksana (2005:68) mengemukakan bahwa nomina adalah kategori yang secara sintaksis (1)
tidak mempunyai potensi untuk bergabung dengan partikel tidak, (2) mempunyai potensi untuk
didahului oleh partikel dari. Berdasarkan bentuknya, nomina dibedakan atas: (a) nomina dasar, (b)
nomina turunan [berafiks, bereduplikasi, gabungan proses, dari kelas lain], (c) nomina paduan leksem,
(d) nomina paduan leksem gabungan. Lalu, nomina dibedakan lagi berdasarkan subkategorinya dan
pemakaiannya.
Bentuk-Bentuk Nomina
Dalam morfologi dan pembentukan kata Kridalaksana (2005:68) menyatakan dilihat dari
pembentukan morfologis, nomina dibedakan menjadi:
1. Nomina dasar. misalnya batu, kertas, radio, udara, ketela, sirop, barat, dan kemarin.
2. Nomina turunan, yaitu bentuk yang mengandung morfem: (1) nomina berafiks, seperti keuangan,
gerigi, perpaduan. (2) nomina reduplikasi, seperti tetamu, rumah-rumah, pepatah. (3) nomina hasil
Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 5
Jurnal Bastra
[Sistem Denominal Bahasa Menui]
gabungan proses, seperti batu-batuan, kesinambugan. (4) nomina yang berasal dari berbagai kelas
karena proses, seperti permandian, pengembangan, kebersamaan, penganggur.
3. Nomina paduan leksem, seperti daya juang, loncat indah, cetak lepas, tertib acara, jejak langkah.
4. Nomina paduan leksem gabungan, seperti pengambilalihan, pendayagunaan, kejaksaan tinggi,
ketatabahasaan.
Subkategorisasi Nomina
Dilihat dari subkateorisasinya nomina terdiri dari beberapa bagian. Kridalaksana (2008:69) membagi
subkategorisasi nomina sebagai berikut:
1. Nomina bernyawa dan tak bernyawa
Nomina bernyawa dapat disubtitusikan dengan ia atau mereka, sedangkan yang tak bernyawa
tidak dapat.
Nomina bernyawa dapat dibagi atas nomina pesona (insan) dan flora dan fauna. Ciri
sintaksis nomina pesona (1) dapat disubtitusikan dengan ia, dia, atau mereka. (2) dapat
didahului partikel si. Sedangkan nomina tak bernyawa dibagi atas (1) nama lembaga, seperti
DPR, MPR, UUD. (2) konsep geografis, seperti Bali, Jawa, utara, selatan, hilir, mudik, hulu.
(3) waktu, seperti Senin, Selasa, Januari, Oktober, 1983, pukul 8, sekarang, dlu, besok. (4)
nama bahasa, seperti Bahasa Indonesia, Bahasa Sunda, Bahasa Jawa. (5) ukuran dan takaran,
seperti karung, guni, pikul, kilometer, gram, kali. (6) tiruan bunyi, seperti aum, sengung,
kokok.
2. Nomina terbilang dan nomina tak terbilang
Yang dimaksud dengan nomina terbilang ialah nomina yang dapat dihitung (dan dapat
didampingi oleh numeralia) seperti kantor, kampung, kandang, buku, wakil, sepeda, meja,
kursi, pensil, orang. Nomina tak terbilang adalah nomina yang tidak dapat didampingi oleh
numeralia seperti udara, kebersihan, kesucian, kemanusiaan; termasuk pula nama diri dan
nama geografis.
3. Nomina kolektif dan bukan kolektif
Nomina kolektif mempunyai ciri dapat disubtitusikan dengam mereka atau dapat diperinci
atas anggota atau atas bagin-bagian. Nomina kolektif terdiri atas nomina dasar seperti:tentara,
puak, keluarga, dan nomina turunan seperti: wangi-wangian, tepung-tepungan, minuman.
Nomina yang tidak dapat diperinci atas bagian-bagiannya termasuk nomina yang bukan
kolektif.
Derivasi Denominal
Derivasi denominal merupakan perubahan identitas leksikal disertai perubahan kategori kata
dari kata kelas nomina menjadi kelas kata lain yang menjadi dasar perubahan itu. Dalam bahasa
Menui derivasi denominal dapat berubah menjadi kata kelas verba. Kata kelas verba tersebut adalah
hasil proses derivasi yang berdasarkan pengujian kategori dan identitas kategori dan identitas leksikal
berbeda dari kata kelas nomina yang menjadi dasar perubahan itu.
Proses yang disebut derivasi denominal adalah suatu proses mengubah sebuah kata benda ke
kelas kata yang lain, baik ke kata kerja (verba denominal) maupun ke kata sifat (adjektiva denominal),
atau ke kata bilangan (numeralia denominal).
Verba Denominal
Menurut Kridalaksana (2005: 57) bahwa verba denominal adalah verba yang berasal dari
nomina. Contohnya berbudaya, berduri, berguna, berkata, bertelur, memahat, membatu, mencambuk,
mengail, menggambar, menyemir, dan merotan.
Chaer (2007: 82) dalam kepustakaan linguistik ada digunakan nama atau istilah untuk bentukbentuk derivasi yang diturunkan dari kelas berbeda. Misalnya, nomina gergaji diturunkan verba
menggergaji. Asal nomina disebut denominal, lalu karena hasil proses afiksasi itu adalah sebuah
verba, maka verba menggergaji disebut verba denominal.
Sebagaimana telah dijelaskan pengertian verba di atas bahwa verba berarti kata yg
menggambarkan proses, perbuatan, atau keadaan; kata kerja.(KBBI). Sedangkan denominal berarti
kata yang berasal atau dibentuk dari nomina, misalnya kata menggembala adalah bentuk denominal
dari gembala. Jadi, yang dimaksud dengan bentuk verba denomina tersebut adalah bentuk verba
yang berasal dari bentuk nomina.
Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 6
Jurnal Bastra
[Sistem Denominal Bahasa Menui]
Untuk menentukan apakah sebuah kata bahasa Indonesia termasuk kata kerja atau tidak,
dapat ditinjau dari sudut:
1. Morfologis (Bentuk Kata)
kata-kata bahasa Indonesia yang mengandung afiks atau imbuhan me-, ber-, di-, ter-, -kan, i, termasuk kelas kata kerja. Contoh: menyanyi, menyapu, bermain, berdendeng, ditulis,
diambil, terinjak, tersenggol, naikkan, doakan, tulisi, lempari, dll.
2. Fraseologis (Kelompok Kata)
a. kata-kata bahasa Indonesia yang dapat berfrase dengan kata dengan + kata sifat, termasuk
kelas kata kerja. Contoh: berjalan dengan cepat, baca dengan cemat, pukul dengan keras,dll.
b. kata-kata bahasa Indonesia yang dapat berfrase dengan kata akan, hendak, ingin, tidak,
boleh, telah, sedang, sambil, termasuk kelas kata kerja. Contoh: akan makan, akan pergi,
hendak bermain, hendak menari, ingin bertemu, ingin menengok, tidak masuk, tidak
minum, boleh pergi, boleh berbicara, sedang belajar, sedang menulis, telah mandi, sambil
minum, dll.
Dapat dikenali melalui (1) bentuk morfologis, (2) perilaku sintaksis, dan (3) perilaku
semantis dari keseluruhan kalimat. Selain itu, verba dapat didampingi dengan kata tidak. Ia tidak
belajar di kampus. Ia tidak makan di rumah. Mereka tidak menulis makalah. Berdasarkan bentuk
kata (morfologis), verba dapat dibedakan menjadi: (1) verba dasar (tanpa afiks), misalnya: makan,
pergi, minum, duduk, dan tidur, (2) verba turunan a) verba dasar + afiks (wajib) menduduki,
mempelajari, menyanyi, me-manggil-manggil, menanyakan; b) verba dasar + afiks (tidak wajib)
(mem)baca, (men)dengar, (men)cuci; c) verba dasar (terikat afiks) + afiks (wajib) bertemu,
bersua, mengungsi; d) reduplikasi atau bentuk ulang berjalan-jalan, minum-minum, mengaisngais; e) majemuk cuci mata, naik haji, belai kasih. Berdasarkan banyaknya pembuktian
(argumentasi), verba dapat dibedakan menjadi (1) verba transitif disertai objek (a) monotransitif,
misalnya: menyanyikan lagu, membacakan buku, melukiskan pemandangan, dan memperhatikan
temannya; (b) verba bitransitif, misalnya: menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Maju Tak
Gentar, membaca majalah, dan surat kabar, (c) verba ditransitif, misalnya: mengembangkan
agrobisnis, lembaga pendididkan internasional, dan pendidikan berteknologi tinggi. (2) verba
intransitif tidak menghendaki adanya objek. Ia berdagang.
Adjektiva Denominal
Derivasi adjektiva denominal merupakan perubahan identitas leksikal di sertai perubahan
kategori kata dari kata kelas nomina menjadi kelas kata adjektiva yang merupakan perubahan kata itu.
Dalam bahasa Menui derivasi adjektiva denominal dapat berubah menjadi kelas kata adjektiva dan
kelas kata nomina. Kata kelas verba dan kata kelas kata adjektiva tersebut adalah hasil proses derivasi
yang berdasarkan pengujian kategori dan identitas leksikal berbeda dari kelas kata nomina yang
menjadi dasar perubahan itu.
Beberapa derivasi denominal dapat menghasilkan adjektiva, walaupun dalam jumlah terbatas.
Numeralia Denominal
Numeralia yang dihasilkan oleh bentukan derivatif yang terjadi akibat proses morfemis pada
bentuk dasar nomina sehingga membentuk numeralia denominal.
METODE DAN TEKNIK PENELITIAN
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini termasuk penelitian lapangan ( field research) dalam hal ini peneliti
langsung ke lokasi penelitian untuk mendapatkan data secara objektif sesuai dengan masalah yang
diteliti.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Metode ini
merupakan penggambaran atau menyajian data berdasarkan kenyataan-kenyataan secara objektif,
sistematis, dan akurat mengenai data, sifat-sifat serta hubungannya dengan masalah penelitian.
Metode ini bertujuan membuat deskriptif sesuai dengan kenyataan atau keadaan data secara
alamiah, sehingga data yang ada berdasarkan fenomena dan fakta yang memang sesuai dengan
kenyataan pada penuturnya
Data dan Sumber Data
Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 7
Jurnal Bastra
[Sistem Denominal Bahasa Menui]
Data
Dalam penelitian ini adalah data lisan yang berupa tuturan-tuturan yang bersumberdari penutur
asli bahasa Menui di Kelurahan Ulunambo KecamatanMenui Kepulauan Kabupaten Morowali.
Data yang digunakan adalah data yang sesuai dengan objek penelitian. Upaya penyediaan data
ini dilakukan semata-mata untuk kepentingan analisis.
Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah informan yang merupakan penutur asli bahasa Menui
yang mendiami Kelurahan Ulunambo Kecamatan Menui Kepulauan Kabupaten Morowali. Adapun
informan dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan kriteria sebagai berikut: (1) penutur
asli yang berdomisili di lokasi penelitian, (2) jarang meninggalkan daerah/lokasi penelitian dalam
waktu yang terlalu lama, (3) sadar dan memahami apa yang diajukan peneliti, (4) memiliki alat-alat
artikulasi yang baik.
Metode Pengumpulan Data
penelitian ini tergolong metode penelitian lapangan, sehingga dalam pengumpulan data peneliti
langsung ke lokasi penelitian. Untuk mengumpulkan data dari penelitian ini, peneliti menggunakan
metode cakap dan simak yaitu metode yang digunakan peneliti untuk memperoleh data dengan cara
menyimak setiap penutur sumber informasi dalam hal ini masyarakat asli Kelurahan Ulunambo
Kecamatan Menui Kepulauan Kabupaten Morowali.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Teknik observasi partisipan, yaitu peneliti memungkinkan dapat berkomunikasi secara akrab dan
leluasa dengan informan, sehingga memungkinkan untuk bertanya secara lebih rinci terhadap
hal-hal yang akan diteliti.
2. Teknik rekam yaitu teknik yang digunakan dengan jalan merekam kegiatan berbicara
masyarakat. Oleh karena itu, dilakukan secara spontanitas, maka peneliti perlu menyediakan alat
rekam.
3. Catat dan pengarsipan data, yaitu data yang terkumpul diseleksi dan data yang ada hubungannya
dengan analisis dicatat dan ditata secara teratur dan sistematis.
4. Intropeksi, yaitu teknik yang digunakan oleh peneliti. Apabila ditemukan data yang meragukan,
data itu dapat diperiksa dengan pengetahuan bahasa Menui yang telah dimiiki oleh peneliti.
Dengan perkataan lain peneliti dapat melakukan intropeksi terhadap data yang meragukan, baik
untuk menguji, mempertimbangkan, maupun menginterpretasikannya.
Teknik Analisis Data
Untuk memperoleh kaidah-kaidah kebahasaan, maka data dalam penelitian ini dianalisis
dengan menggunakan teknik top down sebagai teknik analisis data dari metode kajian distribusional,
yaitu teknik analisis menurun, dari operand (kata jadian) turun pada stem (kata dasar) (Djajasudarma,
1993: 61). Dengan penerapan teknik ini dapat ditemukan pembentukan denominal melalui afiks dalam
bahasa Menui. Berikut adalah contoh penerapan teknik top down dalam penelitian ini.
Mekurusi
Me-
kurusi “kursi” (N)
Berdasarkan analisis data tersebut, sehingga dapat dinyatakan bahwa terlihat adanya
pembentukan dari kata nomina (N) kurusi menjadi mekurusi (V ). Terjadinya derivasi dalam
pembentukan verba mekurusi (V) yaitu berasalal dari bentuk dasar nomina kurusi (N), mengandung
makna sesuatu yang dilakukan.
Pemeriksaan Keabsahan Data
keabsahan data sangat mendukung dalam menentukan hasil akhir suatu penelitian olehh
karena itu diperlukan suatu teknik pemeriksaan data. Untuk memperoleh validasi tetap, peneliti
menggunakan teknik triangulasi yaitu teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan semua sesuatu di
luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.
Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 8
Jurnal Bastra
[Sistem Denominal Bahasa Menui]
Pengecekan keabsahan data dimaksudkan untuk mencari pertemuan pada satu titik tengah
informasi dari data yang terkumpul guna pengecekan dan pembanding terhadap data yang telah ada.
Sehingga langkah yang dilakukan adalah dengan triangulasi yaitu:
1. Triangulasi sumber, menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah
diperoleh melalui beberapa sumber. Data yang diperoleh kemudian dideskripsikan dan
dikategorisasikan sesuai dengan apa yang diperoleh dari berbagai sumber tersebut. Peneliti akan
melakukan pemilihan data yang sama dan data yang berbeda untuk dianalisis lebih lanjut.
2. Triangulasi teknik, pengujian ini dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang
sama dengan teknik yang berbeda, misalnya dengan melakukan observasi, wawancara, atau
dokumentasi. Apabila terdapat hasil yang berbeda maka peneliti melakukan konfirmasi kepada
sumbe data guna memperoleh data yang dianggap benar.
3. Triangulasi waktu, narasumber yang ditemui pada pertemuan awal dapat memberikan informasi
yang berbeda pada pertemuan selanjutnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengecekan
berulang-ulang agar ditemukan kepastian data yang lebih kredibel. (Sugiono. 2014)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Derivasi Bahasa Menui
Derivasi Bahasa Menui adalah sebuah proses perpaduan morfem yang satu dan yang
lainnyayang dapat menyebabkan perubahan kelas kata atau kategori kata.
Jenis-Jenis Derivasi Denominal
Uraian mengenai jenis-jenis derivasi denominal yang dibahas dalam bab ini meliputi: (1)
derivasi dari sebuah nomina menjadi verba (verba denominal), (2) derivasi dari sebuah nomina
menjadi adjektiva (adjektiva denominal), dan (3) derivasi dari sebuah nomina menjadi numeralia
(numeralia denominal). Untuk hal tersebut, prosedur yang digunakan pertama-tama pengujian
kategori dan identitas leksikal. Selanjutnya, jika diperlukan digunakan pula pengujian berurutan atau
pengujian struktur sintaksis.
Derivasi denominal dalam Bahasa Menui dapat terjadi melalui proses morfemis sebagai
berikut: (1) derivasi dengan afiks/me-/, /mo-/,/te-/, /pe-/,/te-o/, /ala-o/, /-o/, /ko-/, /asa-/dari proses ini
akan terbentuk kelas kata lain dari nominal yang merupakan dasar perubahan morfemis tersebut.
Dalam pembahasan ini derivasi denominal dibatasi dalam tiga kategori kelas kata, yaitu (1)
verba denominal, (2) deadjektiva denominal, dan (3) numeralia denominal.
Verba Denominal
Verba denominal dalam BM adalah verba hasil proses derivasi yang berdasarkan pengujian
kategori dan identitas leksikal berbeda dengan nomina yang merupakan perubahan itu, proses ini
dibentuk melalui beberapa cara, yaitu dengan menggunakan (1) prefix /me-/, /mo-/,/te-/, /pe-/, dan (2)
konfiks/te-o/, /ala-o/, serta (3) sufiks/-o/.
Verba Denominal dengan prefiks /me-/
Pembentukan verba dalam bahasa menui dapat terjadi melalui prefiks me-. Verba prefiks metersebut diturunkan melalui kata dasar nomina. Pembentukan verba prefiks me- dapat bermakna
‘sesutau yang dilakukan’. Dapat dilihat pada kalimat sebagai berikut:
(1) Maama mebose lako mekokabi. (KD 1)
bapak pref-dayung pergi memancing.
bapak mendayung pergi memancing.
(2) Koea ana mesupeda lako mesikola. (KD 2)
Anak itu pref-sepeda pergi ke sekolah
Anak itu memakai sepeda pergi ke sekolah
(3) Masrin metabako sambil mecarita.(KD 3)
Masrin pref.rokok sambil cerita
Masrin merokok sambil bercerita.
(4) Koea ana meoniu bali irapo.(KD 4)
Anak itu pref.ludah di sembarang tempat.
Anak itu meludah di sembarang tempat.
(5) Maama mebangka lako moingkele ika.(KD 5)
Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 9
Jurnal Bastra
[Sistem Denominal Bahasa Menui]
Bapak pref.kapal pergi mencari ikan.
Bapak naik kapal pergi mencari ikan.
(6) Niina memotoro lako i pasar.(KD 6)
Ibu pref.motor pergi ke pasar.
Ibu memakai motor pergi ke pasar.
Verba Denominal dengan prefiks /mo-/
Salah satu cara yang dilakukan untuk mengubah identitas leksikal yang disertai dengan
perubahan kategorial dalam bahasa muna adalah prefiks mo-. Prefiks mo- dalam bahasa Menui dapat
mengubah status kategorial dari kata kelas nomina menjadi kata kelas verba. Perubahan kelas kata
dengan prefiks mo- tersebut dalam bahasa Menui sangat produktif. Perhatikan data berikut ini.
1. Hajirin mokati ika ginara’i. (KD 7)
Hajirin pref.timbangan ikan asin.
Hajirin menimbang ikan asin.
2. Inade mokambu fuuno tufaino. (KD 8)
Dia pref. Sisir rambut adiknya.
Dia menyisir rambut adiknya.
3. Niina mosiru kinaa anu motaha.(KD 9)
Ibu pref.sendok nasi yang sudah masak.
Ibu menyendok sayur yang sudah masak.
4. Niina mosafu pano anano.(KD 10)
Ibu pref.sarung kepada anaknya.
Ibu memakaikan sarung kepada anaknya.
5. Tufaingku mota’uo mogambara kapala dumapa. (KD 11)
adikku pintar pref. gambar pesawat.
adikku pintarmenggambarpesawat.
Pembentukan verba melalui prefiks mo- dalam BM pada data tersebut yang tercetak miring
dapat dianalisis sebagai berikut.
1. /mo/ + kati ‘timbangan (N)
mokati ‘menimbang’ (V)
2. /mo/ +kambu ‘sisir (N)
mokambu ‘menyisir’ (V)
3. /mo/ + siru ‘sendok (N)
mosiru ‘menyendok’ (V)
4. /mo/ +safu ‘sarung (N)
mosafu ‘memakaikan sarung (V)
5. /mo/ +gambara ‘gambar (N)
mogambara‘menggambar (V)
Data di atas menunjukan bahwa prefiks mo- dalam BM merupakan morfem pembentuk kata
kelas verba dari dasar nomina. Atau dengan perkataan lain, prefiks mo- dalam BM berfungsi
membentuk kata kelas verba secara derivatif.
Verba Denominal dengan Prefiks /te’-/
Penggunaan verba denominal dengan prefiks /te’-/ dapat ditemukan dalam kontruksi kalimatkalimat berikut.
1. Umarihomo Tebose koea bangka. (KD 12)
Sudah pref.dayung itu sampan.
Sudah terdayung itu sampan.
2. Umarihomo tesitriks lambuno maama bintai indifa. (KD 13)
Sudah pref.setrika bajunya bapak dari kemarin.
Sudah tersetrika bajunya bapak dari kemarin.
3. Umarihomo tepaku koea dopi.(KD 14)
Sudah pref.paku itu papan.
Sudah terpaku itru papan.
4. Umarihomo tecok koea TV.(KD 15)
Sudah pref.cuk itu TV.
Sudah tercuk itu TV.
Verba denominal dengan prefiks /te’-/ pada kontruksi kalimat 1-4 akan tampak jelas
derivasinya dalam analisis distribusi afiks berikut ini.
Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 10
Jurnal Bastra
[Sistem Denominal Bahasa Menui]
1. /te/ + bose‘dayung’ (N)
tebose ‘terdayung’ (V)
2. /te/ +sitrika ‘setrika’ (N)
tesitrika’ ‘tersetrika’ (V)
3. /te/ + paku ‘paku’ (N)
tepaku ‘terpaku’ (V)
4. /te/ +cok ‘cuk’ (N)
tecok‘ tercuk’ (V)
Berdasarkan analisis di atas, terlihat adanya pembuktian bahwaprefiks /te-/merubah kelas kata
dari kelas kata nomina (N) ke kelas kata verba (V).
Verba Denominal dengan Prefiks /pe-/
Prefiks lain dalam BM yang dapat mengubah identitas leksikal disertai perubahan kategori kata adalah
prefiks pe-. Perhatikan data berikut ini.
1. Perante ki lakoi pesta.(KD 16)
Pref.kalung prgi di pesta.
Pakailah kalung pergi di pesta.
2. Pekameja kai moikosi inonto. (KD 17)
Pref.kemeja supaya terlihat gagah.
Pakailah kemeja supaya terlihat gagah.
3. Pesau ki ko usa. (KD 18)
Pref.payung kalau hujan.
Pakailah payung kalau hujan.
4. Pesandali tai teuhu karumu (KD 19)
Pref.sendal jagnan tertusuk kakimu.
Pakailah sendal jangan tertusuk kakimu.
Verba denominal dengan prefiks /pe-/ pada kontruksi kalimat 1-4 akan tampak jelas derivasinya
dalam analisis distribusi afiks berikut ini.
1. /pe/ + rante ‘kalung (N)
perante ‘pakailah kalung’ (V)
2. /pe/ +kameja ‘kemeja (N)
petandu ‘saling menanduk (V)
3. /pe/ + sau ‘payung (N)
pesau ‘pakailah payung’ (V)
4. /pe/ +sandali ‘sendal (N)
pesandali ‘pakailah sendal’ (V)
Berdasarkanilustrasi diatas maka prefiks pe- dalam BM berfungsi membentuk kata kelas verba
secara derivatif karena kata dasarnya berasal dari kata kelas nomina. Selain itu, prefiks pe- dapat
mengubah identitas leksikal disertai dengan perubahan kategorial.
Verba Denominal dengan Konfiks/te-o/
Penggunaan verba denominal dengan konfiks/te-o/ dapat ditemukan dalam konstruksi kalimatkalimat berikut.
1. Pasaja iko tekai’o fafono keu.(KD 20)
Layang-layang itu pref.pengait di atas pohon.
Layang-layang itu terkait di atas pohon.
2. Tesau’o koea meo okidi. (KD 21)
Sudah pref.payung kucinhg kecil itu
Sudah terpayungi kucing kecil itu
3. Tekambu’o maka fuuno tufaimu? (KD 22)
sudah pref.sisir rambutnya adikmu?
Apakah sudahtersisir rambutnyaadikmu?
4. Tekunsi’o maka bonso tae’?(KD 23)
konf. kunci kah pintu nak?
Nak, apakah pintu sudah terkunci?
Verba denominal dengan konfiks/te-o/ pada konstruksi kalimat 1-5 akan tampak jelas
derivasinya dalam analisis distribusi afiks berikut ini.
1. /te/ + kai ‘pengait’ (N) /-o/
tekai’o ‘terkait’ (V)
2. /te/ + sau ‘payung’ (N) /-o/
tesau’o ‘terpayungi’ (V)
3. /te/ + kambu ‘sisir’ (N) /-o/
tekambu’o ’tersisir’ (V)
4. /te/ + kunsi: ‘kunci’ (N) /-o/
tekunsi’o: ‘terkunci’ (V)
Berdasarkan analisis di atas, terlihat adanya pembuktian perubahan kelas kata dari kelas kata
nomina (N) ke kelas kata verba (V).
Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 11
Jurnal Bastra
[Sistem Denominal Bahasa Menui]
Verba Denominal dengan Konfiks /ala-o/
Konfika/ala-o/ dapat membentuk verba denominal bila dilekatkan dengan pada bentuk dasar
nomina, data:
1. Alajiket’o koea ana tai mokoseo(KD 24)
Konf.jaket anak itu supaya tidak kedinginan
Pakaikanlah jaket anak itu supaya tidak kedinginan
2. Alaamplop’o doino niina!(KD 25)
konf.amplop uangnya mama!
Masukkan di amplop uangnya mama!
3. Alatemba’o koea manu-manu! (KD 26)
konf.burung itu!
Tembaklah burung itu!
4. Alakuas’o kiuda moncet koe bonso! (KD 27)
konf.kuas untuk mencat pintu itu!
Pakailah kuas untuk mencat pintu itu!
Untuk lebih jelasnya pembentuk derivasi verba denominal dengan konfiks /ala-o/ pada
konstruksi kalimat 1-6, dapat dilihat dari analisis distribusi afiks berikut ini.
1. /ala-/ jiket ‘jaket’ (N) + /-o/
alajiket’o ‘pakaikan jaket’ (V)
2.
/ala-/ amplop‘amplop’ (N) + /-o/
alaamplop’o ‘masukan di amplop’ (V)
3. /ala-/ temba ‘senjata’ (N) + /-o/
alatemba’o ‘tembaklah’ (V)
4. /ala-/ kuas ‘kuas’ (N) + /-o/
alakuas’o‘kuaslah’ (V)
Berdasarkan analisis di atas, terlihat adanya pembuktian perubahan kelas kata dari kelas kata
nomina (N) ke kelas kata verba (V)
Verba Denomina dengan Sufiks / -o/
Konfiks / -o/ dalam BM dapat membentuk denominal apabila diletakan pada bentuk dasar
nomina, data:
1. Dasi’o tufaimu da lako upacara! (KD28)
Suf.dasi adikmu mau pergi upacara!
Pakaikanlah dasi adikmu mau pergi upacara!
2. Pekaresi’o sari mia ifoi raha!KD 29)
Suf.sapu yang ada di depan rumah!
Sapulah kotoran yang ada di depan rumah!
3. Lambu’o tufaimu da lako mesikola!(KD 30)
Suf.baju adikmu mau pergi sekolah!.
Pakaikanlah baju adikmu mau pergi sekolah!
4. Koea ana kabia’o nika ano sahinano (KD 31)
Suf.lagu di pestanya sepupunya.
Anak itu menyanyikan lagu di pesta sepupunya.
5. Songko’o tufaimu da lakoi masigi! (KD 32)
Suf.topi adikmu mau pergi ke masjid!
Pakaikanlah topi adikmu mau pergi ke masjid!
Verba denomina dengan konfiks /-o/ pada konstruksi kalimat 1-5, akan tampak jelas
derivasinya dalam analisis distribusi afiks berikut ini.
1. /-o/ + dasi ‘dasi’ (N)
dasi’o ‘pakaikan dasi’ (V)
2. /-o/ + pekaresi ‘sapu’ (N)
pekaresi’o ‘sapulah’ (V)
3. /-o/ + lambu ‘baju, (N)
lambu’o ‘pakaikan baju’(V)
4. /-o/ + kabia ‘lagu’ (N)
kabia’o ‘menyanyilah’ (V)
5. /-o/ + songko ‘topi’ (N)
songko’o ‘pakaikan topi’
Berdasarkan analisis di atas, terlihat adanya pembuktian perubahan kelas kata dari kelas kata
nomina (N) ke kelas kata verba (V).
Adjektiva Denominal
Adjektiva denominal adalah adjektiva yang dihasilkan oleh pembentukan derivatif yang terjadi
akibat proses morfemis pada bentuk dasar nomina sehingga membentuk adjektiva denominal.
Sehubungan dengan itu, adjektiva denominal dalam BM hanya dapat dibentuk dengan
menggabungkan afiks /-ko/ pada bentuk dasar nomina, data:
Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 12
Jurnal Bastra
[Sistem Denominal Bahasa Menui]
1.
Lalonsarao kogara koea ika.(KD 33)
Pref.garam sekali itu ikan.
Bergaram sekali itu ikan.
2. Koea ana inonto kocahaya foino(KD 34)
Anak itu kelihatan pref.cahaya mukanya.
Anak itu kelihatan bercaya mukanya.
3. Koea dai dahopo kopulu.(KD 35)
Nangka itu masih pref.getah.
Nangka itu masih bergetah.
4. Koea bunga koriu laano (KD 36)
Tumbuhan bunga itu pref.duri batangnya.
Tumbuhan bunga itu berduri batangnya.
Adjektiva denominal dengan prefiks /-ko/ pada konstruksi kalimat 1-4, akan tampak jelas
derivasinya dalam analisis distribusi afiks berikut ini.
1. /ko/ + gara‘garam’ (N)
kogara ‘bergaram’(adj)
2. /ko/ + cahaya ‘cahaya’ (N)
kocahaya ‘bercahaya’ (adj)
3. /ko/ +pulu ‘getah’ (N)
kopulu ‘bergetah’ (adj)
4. /ko/ + riu ‘duri’ (N)
koriu’ ‘berduri’ (adj)
Numeralia Denominal
Numeralia denominal adalah kata bilangan yang dihasilkan oleh bentukan derivatif yang terjadi
akibat proses morfemis pada bentuk dasar nomina sehingga membetuk numeralia denominal.
Numeralia denominal dalam BM hanya dapat dibentuk dengan menggabungkan prefiks /asa-/ pada
bentuk dasar nomina.
Data:
1. Niina mo’oli lambu asatasi.(KD 37)
Ibu membeli baju num.tas.
Ibu membeli baju satu tas.
2. Kude ronga tufaingku mongka sup asamangko.(KD 38)
Saya dan adik makan sup num.mangkuk.
Saya dan adik makan sup satu mangkuk.
3. Koe ana pokompuraho kinaa asapingka. KD 39)
Anak itu menghabiskan nasi num.piring
Anak itu menghabiskan nasi satu piring.
4. Petutufaino koe mia motua mekompulu ira asaraha.(KD 40)
Keluarganya bapak itu berkumpul dalam num.rumah.
Keluarganya bapak itu berkumpul dalam satu rumah.
Numeralia denominal dengan prefiks /asa-/ pada kontruksi kalimat 1-5, akan tampak jelas
derivasinya dalam analisis distribusi afiks berikut ini.
1. /asa/ + tasi ‘tas’ (N)
asatasi ‘satu tas’ (Num)
2. /asa/ + mangko ‘mangkuk’ (N)
asamangko’ ‘satu mangkuk’ (Num)
3. /asa/ + pingka ‘piring’ (N)
asapingka’ ‘satu piring’ (Num)
4. /asa/ +raha ‘rumah’ (N)
asaraha‘satu rumah’ (Num)
Pola Kontruksi Nomina Derivatif
Nomina derivatif pada hakikatnya merupakan sebuah nomina yang dianalisis dari bentuk
dasar kelas kata lain dengan prefiks pembentuk nomina. Dalam penelitian ini, nomina derivatif dalam
BM dapat diturunkan dari kelas kata verba, adjektiva, dan numeralia dengan menggunakan afiks
sebagai berikut.
1. Prefiks /me-/
2. Prefiks /mo-/
3. Prefiks /te-/
4. prefiks /pe-/
5. konfiks /te-o/
6. konfiks /ala-o/
7. sufiiks /-o/
Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 13
Jurnal Bastra
[Sistem Denominal Bahasa Menui]
Jika diformulasikan pola kontruksi nomina derivatif BM ini adalah sebagai berikut.
/me-/
/mo-/
/te-/
/pe-/
+ Verba
Nomina Derivatif /te-o/
/ala-o/
/-o/
/-i/
/ko-/
/asa-/
+ Adjektiva
+ Numeralia
Dari pola kontruksi tersebut, dapat dilihat bahwa afiks /me-/, /mo-/. /te-/, /pe-/, /te-o/, /ala-o/, /o/ hanya dapat bergabung dengan bentuk dasar verba dan khusus afiks /ko-/ dapat pula bergabung
dengan bentuk dasar adjektiva. Sedangkan afiks /asa-/ hanya dapat bergabung atau melekat pada
bentuk dasar numeralia. Realisasi penggunaan keseluruhan afiks pembentuk nomina derivatif di atas,
dapat dilihat pada table berikut ini:
Table 1. Kontruksi Nomina Derivatif dengan Afiks /me-/
Jenis Derivasi
Bentuk Dasar
Afiks
Bentuk Komplek
Morfem
Variasi
/bose/
/mebose/
‘dayung’
‘mendayung
Verba
Denominal
/me-/
/supeda/
‘sepeda’
/tabako/
‘rokok’
/kapala/ ‘kapal’
/mesupeda/
‘memakai sepeda’
/metabako/
‘merokok
/mekapala/
‘naik kapal’
/motoro/
/memotoro/
‘motor’
‘memakai motor
/lefengkeu/
/melefengkeu/
‘layar’
‘memakai layar’
/hoi/
/mehoi/
‘siul’
‘bersiul’
Pembentukan verba melalui prefiks me- dalam BM pada data tersebut yang tercetak miring
dapat dianalisis menggunakan teknik top down sebagai berikut:
(1)
Mebose ‘mendayung’ (V)
Mebose ‘dayung’ (N)
Pref.
KD
Analisis data di atas, menunjukan bahwa terjadi pembentukan verba (V) mebose ‘mendayung’ melalui
prefiks me- dan kata dasar bose ‘dayung’ sehingga menjadi mebose.
(2)
Mesupeda ‘bersepeda’ (V)
Mesupeda ‘sepeda’ (N)
pref.
KD
Analisis data di astas, menunjukan bahwa terjadi pembentukan verba mesupeda ‘bersepeda’ melalui
prefiks me- dan kata dasar supeda ‘sepeda’ sehingga menjadi mesupeda.
(3)
Metabako ’merokok’ (V)
Me-
tabako ‘rokok’ (N)
Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 14
Jurnal Bastra
[Sistem Denominal Bahasa Menui]
Pref.
KD
Analisis data di atas, menunjukan bahwa terjadi pembentukan verba metabako ‘merokok’ melalui
prefiks me- dan kata dasar tabako ‘rokok’ sehingga menjadi mesupeda ‘bersepeda’.
(4)
Meoniu ‘meludah’ (V)
Meoniu ‘ludah’ (N)
Pref.
KD
Analisis data di atas, menunjukan bahwa terjadi pembentukan verba meoniu ‘meludah’ melalui
prefiks me- dan kata dasar oniu ‘ludah’ (N) sehingga menjadi meoniu ‘meludah’.
(5)
Mebangka ‘naik kapal’ (V)
Mebangka ‘kapal’ (N)
Pref.
KD
Analisis data di atas, menunjukan bahwa terjadi pembentukan verba mebangka ‘naik kapal’ melalui
prefiks me- dan kata dasar bangka ‘kapal’ sehingga menjadi mebangka ‘naik kapal’.
(6)
Memotoro ‘memakai motor’ (V)
Memotoro ’motor’ (N)
Pref.
KD
Analisis data di atas, menunjukan bahwa terjadi pembentukan verba memotoro‘memakai motor
melalui prefiks me- dan kata dasar motoro ‘motor’ sehingga menjadi memotoro ‘memakai motor’.
(7)
Melefengkeu ‘memakai layar’ (V)
Melefengkeu ‘layar’ (N)
Pref.
KD
Analisis data di atas, menunjukan bahwa terjadi pembentukan verba melefengkeu‘memakai layar’
melalui prefiks me- dan kata dasar lefengkeu ‘layar’ sehingga menjadi melefengkeu ‘memakai layar’.
(8)
mehoi ‘bersiul (V)
Mehoi ‘siulan’ (N)
Pref.
KD
Analisis data di atas, menunjukan bahwa pembentukan verba mehoi ‘bersiul’ melalui prefiks
me- dari kata dasar hoi ‘siulan’ sehingga menjadi mehoi ‘bersiul’.
Berdasarkan analisis dengan teknik top down tersebut, maka pola kontruksinya adalah sebagai
berikut.
kalimat tersebut dapat dilihat dalam data sebagai sebagai berikut:
Me-+ bose ‘dayung’
mebose ‘mendayung’
Me-+ supeda ‘sepeda’
mesupeda ‘memakai sepeda’
Me-+ tabako ‘rokok’
metabako ‘merokok’
Me-+ oniu ‘ludah’
meoniu ‘meludah’
Me-+ bangka ‘perahu’
mebangka ‘naik kapal’
me-+ motoro ‘motor’
memotoro ‘memakai motor’
Berdasarkan analisis di atas, terlihat adanya pembuktian perubahan kelas kata nomina (N) ke
kelas kata verba (V),
Table 2. Kontruksi Nomina Derivatif dengan Afiks /mo-/
Jenis Derivasi
Bentuk Dasar
Afiks
Bentuk Komplek
Morfem
Variasi
/kati/
/mokati/
‘timbangan’
‘menimbang’
Verba
Denominal
/kambu/
/mo-/
/mokambu/
Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 15
Jurnal Bastra
[Sistem Denominal Bahasa Menui]
‘sisir’
/siru/
‘sendok’
/safu/
‘sarung’
/gambara/
‘gambar’
‘menyisir’
/mosiru/
‘menyendok’
/mosafu/
‘memakaikan sarung/
/mogambara/
‘menggambar’
Berdasarkan kontruksi sebelumnya, jika sebagian data dianalisis dengan menggunakan teknik
menurut atau top down maka akan tampak seperti berikut.
(1)
Mokati ‘menimbang’ (V)
Mokati ‘timbang’ (N)
Pref.
KD
Analisis data di atas, menunjukan bahwa terjadi pembentukan verba mokati ‘menimbang’ dari kata
dasar nomina kati ‘timbangan’ melalui prefiks mo- sehingga menjadi mokati ‘menimbang’.
(2)
Mokambu ‘menyisir’ (V)
Mokambu ‘sisir’ (N)
Pref.
KD
Analisis data di atas, menunjukan bahwa pula pembentukan verba mokambu ‘menyisir’ melalui
prefiks mo- dan kata dasar kambu ‘sisir’ (N) sehingga menjadi mokambu ‘menyisir’.
(3)
Mosiru ‘menyendok’ (V)
Mosiru ‘sendok’ (N)
Pref.
KD
Analisis data di atas, menunjukan bahwa pula pembentukan verba mosiru ‘menyendok’ melalui
prefiks mo- dan kata dasar siru ‘sendok’ (N) sehingga menjadi mosiru ‘menyendok’.
(4)
Mosafu ‘memakaikan sarung’ (V)
Mosafu ‘sarung’ (N)
Pref.
KD
Analisis data di atas, menunjukan bahwa pula pembentukan verba mosafu ‘memakaikan sarung’
melalui prefiks mo- dan kata dasar safu ‘sarung’ (N) sehingga menjadi mosafu ‘memakaikan sarung’.
Berdasarkan analisis dengan teknik top down tersebut, maka pola kontruksinya adalah sebagai
berikut.
Nomina derivatif = /mo-/ + nomina
Dari kajian tersebut, dapat diklasifikasikan menurut kategori atau kelas katanya.
1. Menurut kategorinya
a. kati ‘N’
mokati ‘V’
b. kambu ‘N’
mokambu ‘V’
c. siru ‘N’
mosiru ‘V’
d. safu ‘N’
mosafu ‘V’
e. gambara ‘N’
mogambara ‘V
Table 3. Kontruksi Nomina Derivatif dengan Afiks /te-/
Jenis Derivasi
Bentuk Dasar
Afiks
Bentuk Kompleks
Morfem
Variasi
Verba
/bose/
Dayung
/tebose/
‘terdayung’
Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 16
Jurnal Bastra
Denominal
[Sistem Denominal Bahasa Menui]
/sitrika/
‘setrika’
/paku/
‘paku’
/cok/
‘cuk’
Te-
/tesitrika/
‘tersetrika’
/tepaku/
‘terpaku’
/tecok/
‘tercuk’
Berdasarkan kntruksi sebelumnya, jika dianalisis dengan menggunakan teknik menurut atau top
dwon maka akan tampak seperti berikut.
(1)
tebose ‘terdayung’ (V)
/te-/
/bose/”dayung” (N)
Pref.
KD
Analisis data di atas, menunjukan bahwa terjadi pembentukan verba tebose ‘terdayung’ melalui
prefiks te- dari kata dasar bose ‘dayung’ (N) sehingga menjadi tebose ‘terdayung’.
(2)
Tesitrika ‘tersetrika’ (V)
/te-/
/sitrika/ ”setrika” (N)
Pref.
KD
Analisis data di atas, menunjukan bahwa terjadi pembentukan verba tesitrika ‘tersetrika’ melalui
prefiks te- dari kata dasar sitrika ‘setrika’ (N) sehingga menjadi tesitrika ‘tersetrika’.
(3)
Tepaku ’terpaku’ (V)
/te-/
/paku/ ”paku” (N)
Pref.
KD
Analisis data di atas, menunjukan bahwa terjadi pembentukan verbatepaku ‘terpaku’melalui prefiks
te- dari kata dasar paku ‘paku’ (N) sehingga menjadi tepaku ‘terpaku’.
(4)
Tecok ’tercuk’ (V)
/te-/
/cok/ ”cuk” (N)
Pref.
KD
Analisis data di atas, menunjukan bahwa terjadi pembentukan verbatecok ‘tercuk’melalui prefiks tedari kata dasar cok ‘cuk’ (N) sehingga menjadi tecok ‘tercuk’.
Berdasarkan analisis dengan teknik top down tersebut, maka pada kontruksinya adalah sebagai
berikut.
Nomina Derivatif dengan Prefiks /te-/ + nomina
Dari kajian tersebut, dapat diklasifikasikan menurut kategorial atau kelas katanya dan menurut
derivasinya.
1. Menurut Kategorialnya
a. bose ‘N’
tebose ‘V’
b. sitrika‘N’
tesitrika’ ‘V’
c. paku ‘N’
tetepaku ‘V’
d. gambara
tegambara
Table 4. Kontruksi Nomina Derivatif dengan Afiks /pe-/
Jenis Derivasi Bentuk Dasar Afiks
Bentuk Komplek
Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 17
Jurnal Bastra
[Sistem Denominal Bahasa Menui]
Morfem
Variasi
/rante/
‘kalung’
Verba
Denominal
/perante/
‘pakailah kalung.
/pe-/
/kameja/
/pekameja/
‘kemeja’
‘pakailah kemeja’
/sau/
/pesau/
‘payung’
‘pakailah payung’
/sandali/
/pesandali/
‘sendal’
‘pakailah sendal’
Berdasarkan kontruksi sebelumnya, jika sebagian data dianalisis dengan menggunakan teknik
menurut atau top down maka akan tampak seperti berikut.
(1)
perante ‘pakailah kalung’ (V) ‘
/pe-/
/rante/ “kalung” (N)
Pref.
KD
Analisis data di atas, menunjukan bahwa terjadi pembentukan verbatecok ‘tercuk’melalui prefiks tedari kata dasar cok ‘cuk’ (N) sehingga menjadi tecok ‘tercuk’.
(2)
pekameja ‘pakailah kemeja’ (V)
/pe-/
/kameja/ “kemeja” (N)
Pref.
KD
Analisis data di atas, menunjukan bahwa terjadi pembentukan verbapekameja ‘pakailah
kemeja’melalui prefiks te- dari kata dasar kameja ‘kemeja’ (N) sehingga menjadi pekameja ‘pakailah
kemeja’.
(3)
pekacamata ‘pakailah kacamata’ (V)
/pa-/
/kacamata/”kacamata”(N)
Analisis data di atas, menunjukan bahwa terjadi pembentukan verbapekacamata ‘pakailah kacamata’
melalui prefiks te- dari kata dasar kacamata ‘kacamata’ (N) sehingga menjadi pekacamata ‘pakailah
kacamata’.
(4)
pesandali ‘pakailah sendal’ (V)
/pe-/
/sandali/ “ sendal” (N)
Pref.
KD
Analisis data di atas, menunjukan bahwa terjadi pembentukan verbapesandali ‘pakailah sendal’
melalui prefiks te- dari kata dasar sandali ‘sendal’ (N) sehingga menjadi pesandali ‘pakailah sendal’.
Berdasarkan analisis dengan teknik top down tersebut, maka pola kontruksinya adalah sebagai
berikut.
Nomina derivatif = /pe-/ + nomina
Dari kajian tersebut, dapat diklasifikasikan menurut kategori atau kelas katanya dan menurut
derivasinya.
2. Menurut kategorinya
a. rante ‘N’
b. kameja ‘N’
c. sau ‘N’
d. sandali ‘N’
perante ‘V’
pekameja ‘V’
pesau ‘V’
pesandali ‘V’
Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 18
Jurnal Bastra
[Sistem Denominal Bahasa Menui]
Table 5. kontruksi nomina derivasi dengan afiks /te-o/
Jenis Derivasi
Bentuk Derivasi
Afiks
Morfem
/kai/
‘kait’
/sau’/
Verba Denominal ‘payung’
/te-o/
/kipas’/
‘kipas’
/kambu’/
‘sisir’
/kunsi/
‘kunci’
Variasi
Bentuk
kompleks
/tekai’o/
‘terkait’
/tesau’o’/
‘terpayung’
/tekipas’o/
‘terkipas’
/tekambu’o/
‘tersisir’
/tekunsi’o/
‘terkunci’
Berdasarkan kontruksi sebelumnya, jika sebagian data dianalisis dengan menggunakan teknik
menurut atau top down maka akan tampak seperti berikut.
(1)
Tekai’o ‘terkait’ (V)
/te-o/
/kai/ “pengait’ (N)
Konf.
KD
Analisis data di atas, menunjukan bahwa terjadi pembentukan verba tekai’o ‘terkait’ melalui konfiks
te-o dari kata dasar kai ‘pengait’ (N) sehingga menjadi tekai’o ‘terkait’.
(2)
tesau’o ‘terpayung’ (V)
/te-o/
/sau’/ “payung” (N)
Konf.
KD
Analisis data di atas, menunjukan bahwa terjadi pembentukan verba tesau’o ‘terpayung’ melalui
konfiks te-o dari kata dasar sau ‘payung’ (N) sehingga menjadi tesau’o ‘terpayung’.
(3)
tekipas’o ‘terkipas’ (V)
/te-o/
/kipas’/ “kipas” (N)
Konf.
KD
Analisis data di atas, menunjukan bahwa terjadi pembentukan verba tekipas’o ‘terkipas’ melalui
konfiks te-o dari kata dasar kipas ‘kipas’ (N) sehingga menjadi tekipas’o ‘terkipas’.
(4)
tekambu’o‘tersisir’ (V)
/te-o/
/kambu/”sisir”(N)
Konf.
KD
Analisis data di atas, menunjukan bahwa terjadi pembentukan verba tekambu’o‘tersisir’ melalui
konfiks te-o dari kata dasar kambu ‘sisir’ (N) sehingga menjadi tekambu’o‘tersisir’.
(5)
tekunsi’o ‘terkunci’ (V)
/te-o/
/kunsi/ “kunci” (N)
Konf.
KD
Analisis data di atas, menunjukan bahwa terjadi pembentukan verba tekunsi’o ‘terkunci’ melalui
konfiks te-o dari kata dasar kunsi ‘kunci’ (N) sehingga menjadi tekunsi’o ‘terkunci’.
Berdasarkan analisis dengan teknik top dwon tersebut, maka poda kontruksinya adalah
sebagai berikut.
Nomina derivative = prefiks /te-o/ + nomina
Dari kajian tersebut, dapat diklasifikasikan menurut kategorial atau kelas katanya dan
menurut derivasinya.
1. Menurut kategorinya
a.kai ‘N’
tekai’o ‘V’
Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 19
Jurnal Bastra
a. sau’ ‘N’
b. kambu’ ‘N’
c. kunsi’ ‘N’
[Sistem Denominal Bahasa Menui]
tesau’o ‘V’
tekambu’o ‘V’
tekunsi’o ‘V’
Table 6. Kontruksi Nomina derivatif dengan Afiks /ala-o/
Jenis Derivasi
Afiks
Bentuk Dasar
Morfem
Variasi
/jiket/
‘jaket’
/amplop’/
‘amplop’
Verba
Denominal
/ala-o/
/temba/
‘senjata’
/kuas/
‘kuas’
Bentuk
Kompleks
/alajiket’o/
‘pakaikanlah
jaket’
/alaamplop’o/
‘masukanlah di
amplop’
/alatemba’o/
‘tembaklah’
/alakuas’o/
‘kuaslah’
Berdasrakan kontruksi sebelumnya, jika dianalisis dengan menggunakan teknik menurut atau
top dwon maka akan tampak seperti berikut.
(1)
alajiket’o ‘pakaikanlah jaket (V)
/jiket/”jaket”(N)
/ala-o/
KD
suf.
Analisis data di atas, menunjukan bahwa terjadi pembentukan verbaalajiket’o ‘pakaikanlah jaket’
melalui konfiks ala-o dari kata dasar jiket ‘jaket’ (N) sehingga menjadi alajiket’o ‘pakaikanlah jaket’.
(2)
alaamplop’o ‘masukan di amplop (V)
/amplop/”amplop”(N)
/ala-o/
KD
suf.
Analisis data di atas, menunjukan bahwa terjadi pembentukan verbaalaamplop’o‘masukan di amplop’
melalui konfiks ala-o dari kata dasar amplop ‘amplop’ (N) sehingga menjadi alaamplop’o‘masukan di
amplop’.
(3)
alatemba’o ‘tembaklah (V)
/temba/”senjata”(N)
/ala-o/
KD
suf.
Analisis data di atas, menunjukan bahwa terjadi pembentukan verbaalatemba’o‘tembaklah’ melalui
konfiks ala-o dari kata dasar temba ‘senjata’ (N) sehingga menjadi alatemba’o‘tembaklah’.
(4)
alakuas’o ‘kuaslah’ (V)
/kuas/”kuas”(N)
/ala-o/
KD
suf.
Analisis data di atas, menunjukan bahwa terjadi pembentukan verbaalakuas’o‘kuaslah’ melalui
konfiks ala-o dari kata dasar kuas ‘kuas’ (N) sehingga menjadi alakuas’o‘kuaslah’.
Berdasarkan analisis dengan teknik top dwon tersebut, makapola kontruksinya adalah sebagai
berikut.
Nomina derivatif = nomina + sufiks /ala-o/
Dari kajian tersebut, dapat diklasifikasikan menurut kategorial atau atau kelas katanya dan menurut
derivasinya.
1. Menurut kategorinya
a. jiket ‘N’
alajiket’o‘V’
Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 20
Jurnal Bastra
[Sistem Denominal Bahasa Menui]
b. amplop’ ‘N’
alaamplop’o ‘V’
c. temba ‘N’
alatemba’o ‘V’
d. kuas ‘N’
alakuas’o ‘V’
Table 7. Kontruksi Nomina Derivasif dengan Afiks /-o/
Jenis Derivasi
Bentuk Dasar
Afiks
Morfem
Variasi
/dasi/
‘dasi’
/pekaresi/
‘sapu’
/lambu/
Verba
/-o/
‘baju’
Denominal
/kabia/
‘lagu’
/songko/
‘topi’
Bentuk
Kompleks
/dasi’o/
‘pakaikan dasi’
/karesi’o/
‘sapulah’
/lambu’o/
‘pakaikan baju’
/kabia’o/
‘menyanyilah’
/songko’o/
‘pakaikan topi’
Berdasarkan kontruksi sebelumnya, jika dianalisis dengan menggunakan teknik menurut top
dwon maka akan tampak seperti berikut.
(1)
dasi’o ‘pakaikan dasi (V)
/dasi”dasi”(N /
/-o/
KD
suf.
Analisis data di atas, menunjukan bahwa terjadi pembentukan verbadasi’o ‘pakaikan dasi’ melalui
sufiks-o dari kata dasar dasi ‘dasi’ (N) sehingga menjadi dasi’o ‘pakaikan dasi’.
(2)
pekaresi’o ‘sapulah’ (V)
/pekaresi/”sapu”(N)
/-o/
KD
suf.
Analisis data di atas, menunjukan bahwa terjadi pembentukan verbapekaresi’o‘sapulah’ melalui
sufiks -o dari kata dasar pekaresi ‘sapu’ (N) sehingga menjadi pekaresi’o‘sapulah’.
(3)
lambu’o ‘pakaikan baju’ (V)
/lambu/”baju”(N)
/-o/
KD
suf.
Analisis data di atas, menunjukan bahwa terjadi pembentukan verbalambu’o ‘pakaikan baju’ melalui
sufiks -o dari kata dasar lambu ‘baju’ (N) sehingga menjadi lambu’o ‘pakaikan baju’.
(4)
kabia’o ‘menyanyilah’ (V)
/kabia/”lagu”(N)
/-o/
KD
suf.
Analisis data di atas, menunjukan bahwa terjadi pembentukan verbakabia’o ‘menyanyilah’ melalui
sufiks -o dari kata dasar kabia ‘lagu’ (N) sehingga menjadi kabia’o ‘menyanyilah’.
Berdasarkan analisis dengan teknik top dwon tersebut, maka pola kontruksinya adalah sebagai
berikut.
Nomina derivatif = konfiks /-o/ + nomina
Dari kajian tersebut, dapat diklasifikasikan menurut kategori atau kelas katanya dan menurut
derivasinya.
1. Menurut kategorialnya
a. dasi ‘N’
dasi’o ‘V’
b. pekaresi ‘N’
pekaresi’o ‘V’
c. lambu ‘N’
lambu’o ‘V’
d. kabia ‘N’
kabia’o ‘V’
e. songko ‘N’
songko’o ‘V’
Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 21
Jurnal Bastra
[Sistem Denominal Bahasa Menui]
Table 8. Kontruksi Nomina derivatif dengan Afiks /ko-/
Jenis Derivasi
Bentuk Dasar
Afiks
Bentuk
Konpleks
Morfem
Variasi
/gara/
/kogara/
‘garam’
‘bergaram’
/cahaya/
/kocahaya/
Adjektiva
/ko-/
‘cahaya’
‘bercahaya’
Denominal
/pulu/
/kopulu/
‘getah’
‘bergetah’
/riu/
/koriu/
‘duri’
‘berduri’
Berdasarkan kontruksi sebelumnya, jika dianalisis dengan menggunakan teknik menurut top
dwon maka akan tampak seperti berikut.
(1)
kogara ‘bergaram’ (V)
/ko-/
/gara/ ”garam”(N)
Pref.
KD
Analisis data di atas, menunjukan bahwa terjadi pembentukan adjektiva (adj) kogara ‘bergaram’
melalui prefiks ko- dari kata dasar gara ‘garam’ sehingga menjadi kogara ‘bergaram’.
(2)
kocahaya ‘bercahaya’ (V)
/ko-/
/cahaya/”cahaya”(N)
Pref.
KD
Analisis data di atas, menunjukan bahwa terjadi pembentukan adjektiva (adj) kocahaya ‘bercahaya’
melalui prefiks ko- dari kata dasar cahaya ‘cahaya’ sehingga menjadi kocahaya ‘bercahaya’.
(3)
kopulu ‘bergetah’ (V)
/ko-/
/pulu/”getah”(N)
Pref.
KD
Analisis data di atas, menunjukan bahwa terjadi pembentukan adjektiva (adj) kopulu ‘bergetah’
melalui prefiks ko- dari kata dasar pulu ‘getah’ sehingga menjadi kopulu ‘bergetah’.
(4)
koriu ‘berduri’ (V)
/ko-/
/riu/”duri”(N)
Pref.
KD
Analisis data di atas, menunjukan bahwa terjadi pembentukan adjektiva (adj) koriu ‘berduri’ melalui
prefiks ko- dari kata dasar riu ‘duri’ sehingga menjadi koriua ‘berduri’.
Berdasarkan analisis dengan teknik top dwon tersebut, maka pola kontruksinya adalh sebagai
berikut.
Nomina derivatif = prefiks /ko-/ + nomina
Dari kajian tersebut, dapat diklasifikasikan menurut kategorial atau kelas katanya dan menurut
derivasinya.
1. Menurut kategorialnya
a. gara ‘N’
kogara ‘Adj’
b. cahaya ‘N’
kocahaya ‘Adj’
c. pulu ‘N’
kopulu ‘Adj’
d. riu ‘N’
koriu ‘Adj’
Table 9. Kontruksi Nomina Derivatif dengan Afiks /asa-/
Jenis Derivasi
Bentuk Dasar
Afiks
Bentuk
Kompleks
Morfem
Variasi
/tasi/
/asatasi/
‘tas’
‘satu tas’
/mangko/
/asamangko’/
Numeralia
‘mangkuk’
‘satu mangkuk’
Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 22
Jurnal Bastra
Denominal
[Sistem Denominal Bahasa Menui]
/pingka/
‘piring’
/asa-/
/asapingka/
‘satu piring’
/raha/
/asaraha/
‘rumah’
‘satu rumah’
Berdasarkan kontruksi sebelumnya, jika dianalisis dengan menggunakan teknik menurut atau
top dwon maka akan tampak seperti berikut.
(1)
asatasi ‘satu tasi’ (num)
/asa-/
/tasi/ ‘tas’ (N)
Num.
KD
Analisis data di atas, menunjukan bahwa terjadi pembentukan numeralia (num) asatasi ‘satu tas’
melalui prefiks asa- dari kata dasar tasi ‘tas’ sehingga menjadi asatasi ‘satu tas’.
(2)
asamangko ‘satu mangkuk’ (num)
/asa-/
/mangko/ ‘mangkuk’ (N)
Num.
KD
Analisis data di atas, menunjukan bahwa terjadi pembentukan numeralia (num) asamangko ‘satu
mangkuk’ melalui prefiks asa- dari kata dasar mangko ‘mangkuk’ sehingga menjadi asamangko ‘satu
mangkuk’.
(3)
asapingka ‘satu piring’ (num)
/asa-/
/pingka/ ‘piring’ (N)
Num.
KD
Analisis data di atas, menunjukan bahwa terjadi pembentukan numeralia (num) asapingka ‘satu
piring’ melalui prefiks asa- dari kata dasar pingka ‘piring’ sehingga menjadi asapingka ‘satu piring’.
(4)
asaraha ‘satu rumah’ (num)
/asa-/
/raha/ ‘rumah’ (N)
Num.
KD
Analisis data di atas, menunjukan bahwa terjadi pembentukan numeralia (num) asaraha ‘satu rumah’
melalui prefiks asa- dari kata dasar raha ‘rumah’ sehingga menjadi asaraha ‘satu rumah’.
Berdasarkan nalisis dengan teknik top dwon tersebut, maka pola kontruksinya adalah sebagai
berikut.
Nomina derivativ = prefiks /asa-/ + nomina
Dari kajian tersebut, dapat diklsifikasikan menurut kategori atau kelas katanya dan menurut
derivasinya.
1. Menurut kategorinya
a.tasi ‘N’
asatasi ‘Num’
b. mangko ‘N’
asamangko ‘Num’
c. pingka’ ‘N’
asapingka’ ‘Num’
d. raha ‘N’
asaraha ‘Num’
KESIMPULAN
Kesimpulan
Dalam BM, proses penggabungan terjadi melalui proses derivasi. Derivasi yang dimaksud
adalah perubahan identitas leksikal sebuah kata akibat proses morfemis, atau dengan kata lain
perubahan itu akibat afiksasi. Derivasi denominal dalam BM ditemukan yang menurunkan tiga kelas
kata yaitu verba denominal, adjektiva denominal, dan numeralia denominal. Verba denominal adalah
verba hasil proses derivasi yang berdasarkan pengujian kategorial dan identitas leksikal berbeda
dengan nomina yang merupakan perubahan itu. Adjektival denominal adalah adjektiva yang
dihasilkan oleh bentukan derivatif yang terjadi akibat proses morfemis pada bentuk dasar nomina
Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 23
Jurnal Bastra
[Sistem Denominal Bahasa Menui]
sehingga membentuk adjektiva denominal, sedangkan numeralia denominal adalah kata bilangan yang
dihasilkan oleh bentukan derivatif yang terjadi akibat proses morfemis pada bentuk dasar nomina
sehingga membentuk kata denominal. Verba denominal diturunkan oleh afiks/me-/ /mo-/, /te-/, /pe-/,
/te-o/, /ala-o/, /-o/, /ko-/ /asa/. contohnya: bose (N) menjadi mebose’ (V), kambu (N) menjadi
mokambu’ (V), dasi (N) menjadi dasi’o (V), rante (N) menjadi perante (V). sedangkan adjektiva
denominal diturunkan hanya melalui afiks /ko-/. Contohnya gara (N) menjadi kogara (Adj). serta
Numeralia denominal hanya diturunkan melalui afiks /asa-/. Contohnya tasi (N) menjadi asatasi
(Num).
Saran
Harapan saya sebagai penulis sekaligus peneliti, semoga penelitian ini dapat memperkaya
teori li guistik, khususnya dalam BM dan dapat dijadikan sebagai acuan pada peneliti selanjutnya.
Namun demikian, peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan dan banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi
kesempurnaan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Asfandi dkk. 1990. Morfologi dan Sintaksis Bahasa Bulungan. Yogyakarta: Balai Bahasa bulungan.
Badulu dkk. 1985. Sistem Morfologi Kata Kerja Bahasa Bandar. Jakarta: Rineka Cipta
Badudu. 1982. Morfologi Bahasa Gorontalo. Jakarta: Pustaka Prima
Chaer, Abdul. 2007. Sosiolinguistik. Jakarta: Rineka Cipta
Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2010. Seputar Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Darmansyah Dkk. 1994. Morfologi Dan Sintaksis Bahasa Bedayuh. Jakarta: Aditia Bakti.
Kridalaksana. 2005. Kelas Kata Dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kridalaksana. 2007. Pembentukan Kata Dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kridalaksana. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Muhammad.2011. Metode Penelitian Bahasa. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Muslich Masnur. 2008. Tata Bentuk Bahasa Indonesia. Jakarta: bumi aksara.
Parera. 2007.Bahasa Morfologi. Jakarta: PT Gramedia Pusat Utama
Pateda, Mansoer. 1987. Sosiolinguistik. Bandung: Angkasa.
Putrayasa. 2010. Kajian Morfologi (Bentuk Derivasional dan Infleksional. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Sibarani, Robert. 1992. Hakikat Bahasa. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Sukmawati Dkk. 2008. Bunga Rampai. Kendari: Kantor Bahasa
Verhaar. 1986. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 24
Jurnal Bastra
[Sistem Denominal Bahasa Menui]
Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 25
Download