EFEK EKSTRAK ETANOL DAUN PELAWAN

advertisement
EFEK EKSTRAK ETANOL DAUN PELAWAN
(Tristaniopsis obovata R.Br) TERHADAP STRUKTUR
LIMPA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)
YANG MENGALAMI UROLITHIASIS
Wardatul Jannah1, Yusfiati 2, Fitmawati3
1
Mahasiswa Program Studi S1 Biologi
2
Dosen Zoologi Jurusan Biologi
3
Dosen Botani Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau
Kampus Binawidya Pekanbaru, 28293, Indonesia
[email protected]
ABSTRACT
This study is aimed to ascertain the effect of the ethanol extract of Pelawan plant
(Tristanopsis obovata R.Br) toward Rattus norvegicus spleen tissue structure that had
suffered urolithiasis. The experiments was design as Post Test only Control Group
Design. Twelve males of R.norvegicus were divided into 4 groups, the first group was
treated with Inducer (solution mixture of ethylene glycol 0.75% and ammonium
chloride 2%), the second and the third group was treated with Inducer solution and
ethanol extract of Pelawan leaves with a dose of 100 mg/kg BW and 150 mg/kg BW.
The fourth group was considered as control and was not treated with inducer and
ethanol extract of pelawan. All treatment were conducted 14 days. Histological slides
were made using paraffin method and were stained using HE. The result was analyzed
with one way ANOVA, followed by Tukey test if there is significant difference.
Observation on spleen tissue indicated the damages on group treated with inducer,
such as the hemorrhagic, the arteries dilatation, cell swelling, cytoplasm
vacuolization, cell degeneration, necrosis pycnosis, and necrosis karyolysis. The
recovery of spleen tissues were showed in group treated with Inducer + extract 100
mg/kg BW and Inducer + extract 150 mg/kg BW. They were artery normalization,
cells degeneration, cytoplasm vacuolization, hemorrhagic area reduction, and
hemosiderin formation. The result indicated that ethanol extract of Pelawan leaves
have a positive effect on recovering the damages of spleen tissue caused by ethylene
glicol.
Keywords: Spleen, Tristaniopsis obovata, Ethylen glicol
Repository FMIPA
1
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh ekstrak etanol daun pelawan
(Tristaniopsis obovata R.Br) terhadap struktur jaringan limpa Rattus norvegicus yang
mengalami urolithiasis. Penelitian ini menggunakan rancangan Post Test only Control
Group Design. Dua belas R.novregicus jantan dibagi menjadi 4 kelompok, kelompok
pertama diberi inducer (campuran etilen glikol 0.75% dan ammonium klorida 2%),
kelompok kedua dan ketiga diberi inducer dan ekstrak etanol daun pelawan dengan
dosis 100 mg/kgBB dan 150 mg/kgBB. Kelompok keempat sebagai kontrol dan tidak
diberi inducer dan eksrak etanol daun pelawan. Semua perlakuan dilakukan selama 14
hari. Pembuatan preparat histologis dengan metode parafin dan pewarnaan HE. Hasil
penelitian dianalisis dengan One Way Anova dan dilanjutkakn dengan Uji Tukey
apabila ada perbedaan. Pengamatan pada jaringan limpa menunjukkan kerusakan pada
kelompok Inducer berupa hemoragi, pembuluh arteri melebar, pembengkakan sel,
perlemakan sel, degenerasi sel, nekrosis piknotif, dan nekrosis kariolisis. Perbaikan
jaringan ditunjukkan pada kelompok inducer + ekstrak 100 mg/kgBB dan kelompok
inducer + ekstrak 150 mg/kgBB. Perbaikan tersebut berupa pembuluh arteri yang
mulai normal, degenerasi sel, perlemakan sel, berkurangnya area hemoragi dan
terbentuknya hemosiderin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak
etanol daun pelawan memiliki efek positif yaitu dapat memperbaiki sel jaringan limpa
yang rusak akibat etilen glikol.
Kata kunci: Limpa, Tristaniopsis obovata, Etilen Glikol
PENDAHULUAN
Pola hidup yang tidak sehat dapat
dilihat dari konsumsi makanan yang
kurang sehat seperti makanan siap saji
(junk food), kurangnya olahraga, merokok,
minum air yang kurang mengandung
mineral serta masih banyak faktor yang
lainnya.
Salah satu dampak jangka
panjang dari pola hidup yang tidak sehat
tersebut adalah berlebihnya kadar protein
hewani dan kalsium di dalam darah
sehingga mengganggu sistem pertahanan
tubuh, dan kemudian membentuk kristal
di dalam ginjal atau disebut urolithiasis.
Hal ini dapat menyebabkan rusaknya
saluran kemih dan ditemukannya darah
bersama urin yang menimbulkan rasa sakit
hebat (Koesharyono 2008)
Pengobatan
urolithiasis
secara
modern dilakukan melalui operasi yang
Repository FMIPA
membutuhkan biaya yang sangat
besar, sehingga masyarakat lebih
memilih
pengobatan
secara
tradisional menggunakan tanaman
herbal.
Tanaman Pelawan dipercayai
dan dimanfaatkan oleh masyarakat
dalam membersihkan darah pasca
melahirkan (Komunikasi pribadi
2013). Pelawan merupakan tanaman
yang memiliki habitat di daerah
dataran rendah dan di sepanjang
aliran sungai bebatuan. Pelawan
disebut juga sebagai pohon yang
mengalami pertumbuhan cepat (fast
growing species).
Pemanfaatan
pelawan sebagai obat herbal untuk
penyakit lainnya tidak diketahui
masyarakat
secara
meluas.
Berdasarkan
penelitian
Sartika
2
(2013) didapatkan bukti ilmiah bahwa
tanaman pelawan (T. obovata R.Br)
ternyata
berpotensi
sebagai
antiurolithiasis dengan waktu tercepat
dalam meluruhkan batu ginjal.
Limpa merupakan jaringan limfoid
yang membentuk organ paling besar dalam
tubuh hewan (Hartono 1989).
Limpa
memiliki peran utama dalam menghasilkan
respon imun yang spesifik terhadap zat-zat
asing yang terdapat dalam sistem sirkulasi
darah, seperti bakteri, virus, toksin, serta
sel-sel abnormal yang dapat menghasilkan
antigen yang merangsang aktivitas limpa
(Anderson 1995).
Zat-zat asing yang
masuk ke dalam darah tentunya akan
merangsang aktivitas limpa yang memiliki
fungsi utama sebagai penghasil respon
imun. Peningkatan aktivitas limpa dapat
dilihat dari ukuran diameter pulpa putih
limpa. Hasil penelitian Zaidah (2007),
limpa yang terpapar zat karsinogenik
menyebabkan diameter pulpa putih limpa
lebih
besar
yang
menunjukkkan
peningkatan aktivitas sistem imun pada
limpa. Hal yang sama juga terjadi pada
limpa penelitian Makiyah (2014), dimana
organ limpa tersebut terpapar oleh sinar
UV.
Perangsangan aktivitas limpa juga
terlihat dengan terbentuknya kongesti
eritrosit akibat respon terhadap munculnya
benda asing (Kissane 1985) dan adanya
hemoragi pada daerah pulpa merah
sehingga terjadinya peningkatan jumlah
pigmen yang berasal dari zat besi
(hemosiderin) di dekat daerah terjadinya
pendarahan (Aziza 2010).
Penelitian
terdahulu tentang limpa oleh Vianny (2006)
tentang gambaran histopatologik limpa
tikus putih yang diinduksi 1,2 DMH
subkutan, diet tinggi lemak, dan tinggi
protein menunjukkan respon inflamasi
hiperplasia reaktif.
Repository FMIPA
Lina (2008) menyebutkan
bahwa seseorang yang mengalami
batu ginjal disebabkan karena
konsumsi protein yang berlebihan,
yang kemudian akan membentuk
kristal-kristal oksalat yang masuk ke
dalam darah. Kristal oksalat dikenal
sebagai zat asing oleh sistem
pertahanan tubuh, apabila semakin
banyak menumpuk maka akan
mengganggu
sistem
pertahanan
berupa sistem imun tubuh. Oleh
karena itu penting kiranya dilakukan
penelitian tentang
histopatologi
limpa tikus akibat pengaruh ekstrak
etanol daun pelawan.
METODE PENELITIAN
a.
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Desember 2014 – Maret 2015.
Penelitian dilakukan di Laboratorium
Zoologi dan Mikroteknik Jurusan
Biologi dan Laboratorium Kimia
Sintesis Bahan
Alam
Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Riau.
b.
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan
dalam
penelitian
ini
adalah
seperangkat alat bedah, mikroskop
Olympus CX21, alat pewarnaan,
rotary evaporator.
Bahan
yang digunakan
antara lain tikus putih jantan galur
Wistar (Rattus norvegicus), ekstrak
daun Tristaniopsis obovata R.Br,
etilen glikol 0,75%, ammonium
klorida 2%, larutan BNF, parafin,
larutan hematoksilin-eosin.
3
c.
Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian
lanjutan yang telah dilakukan oleh Sartika
(2013),
yang
dilaksanakan
secara
eksperimen menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL). Penelitian ini dilanjutkan
dengan pengujian ekstrak tanaman pelawan
terhadap histopatologi jaringan limpa tikus
dengan metode The post test control design
yang menggunakan 12 tikus wistar jantan
dengan 4 perlakuan dalam 3 ulangan.
d.
Prosedur Penelitian
1. Pembuatan Ekstrak Etanol
Daun Pelawan
Daun Pelawan dibersihkan dan
dikering-anginkan, dipanaskan di dalam
oven selama 24 jam, diblender hingga
menjadi serbuk dan diayak. Serbuk halus
(simplisia) ditambahkan dengan etanol
absolute 99,9 % dan direndam selama 5 x
24 jam dengan sesekali pengadukan dan
penggantian etanol absolute setiap hari
pada jam yang sama. Hasil maserasi
dievaporasi
menggunakan
rotary
evaporator (40º dan 50 rpm) untuk
menguapkan etanol hingga didapatkan
ekstrak kental daun pelawan.
2.
Uji In vivo
Penelitian ini menggunakan 12 ekor
tikus putih sehat berumur 3 bulan dengan
berat badan sekitar 200 gr – 250 gr yang
terbagi dalam 4 kelompok perlakuan
masing-masing kelompok 3 ekor tikus
sebagai berikut:
1. Kelompok kontrol normal (K) : tikus
diberi pakan dan air minum normal ad
libitum.
Repository FMIPA
2. Kelompok kontrol negatif (P1) :
tikus diberi inducer (campuran
etilen glikol 0.75% dan amonium
klorida 2%) selama 14 hari.
3. Kelompok Perlakuan 2 (P2) :
tikus diberi inducer lalu dicekok
dengan ekstrak tanaman hasil
skrining in vitro dengan dosis
100mg/kg BB selama 14 hari.
4. Kelompok Perlakuan 3 (P3) :
tikus diberi inducer lalu dicekok
dengan ekstrak tanaman hasil
skrining in vitro dengan dosis
150mg/kg BB selama 14 hari.
3.
Pembuatan Preparat Histologi
Limpa
Pembuatan preparat metode
parafin mengacu pada metode
pewarnaan Handari (2003). Sampel
limpa yang telah dipotong difiksasi
kedalam larutan BNF (Buffer Neutral
Formalin) selama 24 jam. Kemudian
didehidrasi
kedalam
alkohol
bertingkat masing-masing 1 jam,
dilanjutkan dengan clearing kedalam
xylol bertingkat masing-masing 1
jam, diinfiltrasi, dan embedding.
Selanjutnya sampel dalam blok
parafin dipotong dengan ketebalan 56 µm, dideparafinisasi masing-masing
1 menit, dan dilakukan pewarnaan
menggunakan
Hematoxylin-Eosin.
Kemudian
dilakukan
mounting
dengan pemberian entelan di atas
kaca objek sebagai perekat dan
ditutup dengan kaca penutup.
d.
Analisis data
Data mikroskopis dianalisis
secara deskriptif, dan data ukuran
diameter pulpa
putih di analisis
4
menggunakan one way ANOVA dan
dilanjutkan dengan uji Tukey untuk
mengetahui
letak
perbedaan
antar
kelompok (Dahlan 2007).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan
hasil
pengamatan
mikroskopis
terhadap
4
kelompok
perlakuan, yaitu kelompok kontrol,
perlakuan P1, perlakuan P2, dan perlakuan
P3 ditemukan adanya beberapa kerusakan
pada pulpa putih dan pulpa merah limpa.
Pengamatan terhadap pulpa putih dapat
dilihat dari ukuran diameter pada setiap
kelompok perlakuan pada Tabel 1.
Hasil
pengukuran
Tabel
1
menunjukkan diameter pulpa putih pada
kelompok
perlakuan
P1
(inducer)
mengalami
pelebaran
pulpa
putih
dibandingkan diameter pulpa putih kontrol,
kelompok perlakuan P3 memiliki rerata
diameter pulpa putih terkecil yaitu sebesar
78.42 ± 1.62 µm, diikuti dengan rerata
diameter kelompok kontrol (K) sebesar
78.75 ± 0.02 µm dan rerata diameter
kelompok P2 sebesar 88.57 ± 3.55 µm.
Rerata diameter pulpa putih semakin lebar
pada kelompok perlakuan P1 dengan rerata
diameter sebesar 112.93 ± 10.05 µm.
Hasil uji statistik menunjukkan tidak beda
nyata pada kelompok kontrol, perlakuan
P2, dan perlakuan P3, sedangkan pada
perlakuan P1 menunjukkan adanya beda
nyata pada p<0,05.
Penambahan ukuran diameter pulpa
putih limpa tikus putih jantan disebabkan
oleh jumlah sel-sel yang ada di pulpa putih
diduga semakin bertambah. Hal ini diduga
terjadinya peningkatan aktivitas sel-sel
pulpa putih. Peningkatan aktivitas limpa
sebagai stimulasi sistem pertahanan tubuh
terhadap zat-zat asing dapat dilihat dari
ukuran diameter pulpa putih pada limpa.
Repository FMIPA
Diameter pulpa putih yang semakin
lebar
menunjukkan
terjadinya
peningkatan sistem pertahanan pada
limpa, dan bbegitupun sebaliknya
(Makiyah 2014).
Hasil
pengamatan
mikroskopis
terhadap
struktur
jaringan limpa ditunjukkan pada
Tabel 2. Pengamatan tersebut
menunjukkan
bahwa
kelompok
kontrol tidak terdapat kerusakan.
Kelompok perlakuan P1 yang
diinduksi batu ginjal menunjukkan
beberapa kerusakan jaringan berupa
hemoragi
pada
pulpa
merah,
pembengkakan
sel,
vakuolisasi
sitoplasma, degenerasi sel, dan
nekrosis (piknotik dan kariolisis).
Sedangkan pada kelompok perlakuan
P2 dan P3 menunjukkan kerusakan
jaringan hanya berupa hemoragi,
vakuolisasi sitoplasma, degenerasi sel
dan hemosiderin.
Kerusakan yang terjadi pada
kelompok perlakuan P1 berupa
hemoragi merupakan
keluarnya
darah dari pembuluh darah ke dalam
organ interstitial jaringan, rongga
serosa atau pada alat tubuh
(Pringgoutomo 2006). Kerusakan
lainnya berupa pembengkakan sel
yang disebabkan karena adanya
peningkatan kebutuhan fungsional
yang tidak seimbang dengan beban
kerja fungsional sel itu sendiri,
sehingga memungkinkan peningkatan
beban
kerja
dengan
aktivitas
metabolik per unit volume yang tidak
berbeda
dengan
sel
normal.
Perubahan tersebut dapat bersifat
ganas, sehingga dapat menyebabkan
sel menjadi lisis (Robbins 2004).
Kerusakan
berupa
vakuolisasi
sitoplasma yang terbentuk pada
5
Tabel 1. Rerata Diameter Pulpa Putih Limpa Tikus (Rattus norvegicus L.) Pada
Setiap Kelompok Perlakuan
No
Kelompok
Jumlah
Sampel
Rerata Diameter
(µm)
1
Kontrol
3
78.75 ± 0.02a
2
Perlakuan P1
3
112.93 ± 10.05b
3
Perlakuan P2
3
88.57 ± 3.55a
4
Perlakuan P3
3
78.42 ± 1.62 a
Keterangan: angka diameter pulpa putih limpa yang diikuti huruf yang sama
berarti tidak berbeda nyata (p<0,05)
Tabel 2. Hasil Pengamatan Histologis Limpa Tikus Putih Pada Setiap Kelompok
Perlakuan
Kelompok Perlakuan
No
Jenis Kerusakan
Kontrol
Inducer
Inducer +
ekstrak 100
mg/kg BB
Inducer +
ekstrak 150
mg/kg BB
1
Hemoragi
-
√
√
√
2
Pembuluh arteri
melebar
-
√
-
-
3
Pembengkakan sel
-
√
-
-
4
Vakuolisasi
sitoplasma
-
√
√
√
5
Degenerasi sel
-
√
√
√
6
Hemosiderin
-
√
√
√
7
Nekrosis piknotif
-
√
-
-
8
Nekrosis kariolisis
-
√
-
-
Keterangan : (√) terdapat kerusakan
( - ) tidak terdapat kerusakan
Repository FMIPA
6
kelompok ini terlihat dengan adanya inti
sel yang terletak di tepi sitoplasma yang
membengkak.
Walaupun
perlemakan
merupakan indikator jejas yang reversible,
kadang-kadang perlemakan ditemukan
dalam sel yang berdekatan dengan sel yang
mengalami nekrosis (Robbins 2004).
Penelitian lain menyebutkan bahwa
elmiron
juga
dapat
menyebabkan
terjadinya vakuolisasi sitoplasma pada
limpa (Suttie 2006).
Induksi etilen glikol juga dapat
menyebabkan terjadinya degenerasi sel,
yaitu suatu keadaan terjadinya perubahan
biokimia intraselular yang disertai
perubahan morfologik, akibat jejas
nonfatal pada sel (Pringgoutomo 2006).
Kerusakan yang serius juga ditunjukkan
dengan terjadinya nekrosis piknotik dan
nekrosis kariolisis. Nekrosis merupakan
perubahan morfologik yang diikuti
kematian sel pada jaringan. Robbins
(2004) menjelaskan secara morfologi sel
yang mengalami nekrosis dapat dilihat
dari inti sel yang mengecil (nekrosis
piknotik) dan inti sel menghilang/lisis
(nekrosis Kariolisis). Berbagai kerusakan
yang telah dijelaskan sebelumnya
membuktikan bahwa induksi etilen glikol
dapat memberikan pengaruh yang jelas
terhadap struktur jaringan pada limpa.
Kelompok perlakuan P2 yang
diberi inducer dan ekstak etanol daun
pelawan 100 mg/kg BB menunjukkan
adanya pemulihan daerah yang mengalami
hemoragi. Namun masih menunjukkan
terjadinya perlemakan sel dan degenerasi
sel. Kelompok ini juga menunjukkan
adanya kandungan hemosiderin di dalam
sel. Hemosiderin dijelaskan oleh Robbins
(2004) sebagai pigmen granular yang
berasal dari hemoglobin yang berwarna
kuning-keemasan sampai cokelat dan
berakumulasi dalam jaringan saat terdapat
kelebihan zat besi lokal atau sistemik.
Hemosiderin juga terlihat pada gambaran
Repository FMIPA
histologis jaringan limpa tikus
kelompok diabetes dengan kadar gula
rendah
pada
penelitian
yang
dilakukan oleh Aziza (2010).
Hemosiderin juga ditunjukkan pada
kelompok perlakuan P3 yang diberi
ekstrak etanol daun pelawan dengan
dosis 150mg/kg BB. Namun pada
keadaan ini hemosiderin terlihat lebih
sedikit dan area yang mengalami
hemoragi
mengecil.
Perbaikan
lainnya juga berupa ukuran arteri
yang mulai normal. Sel-sel lain juga
menunjukkan berkurangnya jumlah
perlemakan sel atau vakuolisasi
sitoplasma. Perlemakan sel diduga
dapat disebabkan oleh ekstrak daun
pelawan atau akibat akumulasi sisa
etilen glikol yang masih belum pulih.
Pengamatan
mikroskopis
pada kelompok perlakuan P3 yang
diinduksi etilen glikol dan ekstrak
etanol daun pelawan dengan dosis
150 mg/kg BB
menunjukkan
keadaan sel yang hampir sama
dengan struktur jaringan histologis
pada kelompok perlakuan P2 yang
diinduksi etilen glikol dan ektrak
etanol daun pelawan dengan dosis
100 mg/kgBB. Gambaran histologis
tersebut menunjukkan bahwa ekstrak
etanol daun pelawan memberikan
pengaruh terhadap struktur jaringan
limpa tikus putih. Hal ini dapat
dikaitkan dengan pernyataan Dewi
(2013) bahwa ekstrak etanol daun
pelawan
mengandung
senyawa
flavonoid, tanin,alkaloid, fenol dan
streoid/terpenoid. Agestia (2009) dan
Pramono (2004)
menyebutkan
bahwa senyawa flavonoid memiliki
peran sebagai anti-inflamasi terhadap
serangan zat asing yang masuk ke
dalam tubuh. Hard et al. (2003) juga
sependapat bahwa selain memiliki
fungsi
anti-inflamasi,
flavonoid
7
memiliki fungsi sebagai antioksidan dan
melindungi jaringan tubuh termasuk limpa.
Tuminah (2000) juga menyatakan bahwa
flavonoid memiliki senyawa bioaktif yang
berfungsi sebagai antioksidan dan zat
warna alami berupa antosianin yang
mampu mencegah dan memperbaiki
berbagai jenis kerusakan yang dilakukan
pada penelitian Jawi (2007). Antioksidan
merupakan
senyawa
yang
mampu
melawan bahan yang bersifat toksik dan
menetralkannya kembali menjadi normal,
serta menghambat terjadinya oksidasi sel
sehingga dapat mengurangi kerusakan sel
(Simanjuntak et al. 2004).
Tanin yang terdapat dalam ekstrak
etanol daun pelawan juga memiliki peran
sebagai anti-inflamasi (Khanbabaee dan
Ree, 2001).
Selain itu, tanin juga
merupakan senyawa aktif metabolit
sekunder yang diketahui mempunyai
beberapa khasiat yaitu sebagai astringen,
anti diare, anti bakteri dan antioksidan
(Desmiaty et al., 2008). Sumono (2008)
menambahkan bahwa tanin mempunyai
efek farmakologis dan fisiologis yang
berasal dari senyawa kompleks dan
diketahui mampu menggugurkan toksin
(Poeloengan
2010).
Yulia
(2013)
menjelaskan bahwa tanin memiliki fungsi
dalam memperbaiki kerusakan jaringan
dengan memberikan atom hidrogen
sehingga radikal bebas yang aktif menjadi
kurang reaktif.
Selain Flavonoid dan Tanin,
Alkaloid juga memiliki fungi sebagai antiinflamasi dan anti radang (Chaturvedi, et
al, 1997). Bath 2006 menjelaskan bahwa
alkaloid merupakan senyawa heterogen
yang mengandung satu atau dua atom
nitrogen,
namun
juga
ada
yang
mengandung lebih dari dua atom nitrogen.
Alkaloid sejak dahulu sudah dipakai
sebagai obat-obatan seperti opium sebagai
obat analgesik (Sastrohamidjojo, 1996).
Repository FMIPA
Perbaikan kerusakan jaringan
yang telah dijelaskan sebelumnya
membuktikan bahwa pemberian
ekstrak etanol daun pelawan dengan
dosis 100 mg/kg BB dan 150 mg/kg
BB memberikan efek positif yaitu
dapat memperbaiki sel jaringan limpa
yang rusak.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian
yang telah dilakukan diperoleh
bahwa esktrak etanol daun pelawan
dengan dosis 100 mg/kgBB dan 150
mg/kgBB
dapat
memperbaiki
struktur jaringan limpa yang rusak
akibat etilen glikol.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima
kasih kepada LPPM Universitas
Riau
yang
telah
membantu
membiayai penelitian ini. Penulis
juga mengucapkan terima kasih
kepada
Laboratorium
Botani
Jurusan Biologi dan Laboratorium
Kimia
Bahan Alam FMIPA
Universitas Riau yang telah
memfasilitasi kegiatan penelitian
ini.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, P.S.1995. Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Alih bahasa: Peter
Anugerah. Jakarta: EGC.
Penerbit Buku Kedokteran
Agestia,
Resi. 2009. Flavonoid
(Quercetin). Makassar :
FMIPA
Universitas
Hasanuddin
8
Aziza, Rezi Z. 2010. Gambaran
Histofotometri Hati, Usus Halus,
Dan
Limpa
Pada
Tikus
Hiperglikemia Yang Diberi Ekstrak
Sambiloto [Skripsi]. Bogor : Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian
Bogor.
Hartono. 1989. Histologi Veteriner.
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi.
Pusat Antar Universitas Ilmu
Hayat. Bogor : Fakultas
Kedokteran Hewan IPB.
Bhat, S.V., Nagasampagi, B.A. dan
Sivakumar, M., 2006. Chemisry of
Natural Product. New Delhi: Narosa
Publishing House, hal 237
Jawi
Chaturvedi, M.M., Kumar, A., Darnay,
B.G., Chainy, G.B.N., Agarwal, S.
dan
Aggarwal,
B.B.,
1997,
Sangunarine (Pseudochelerythine) Is
A Potent Inhibitor Of Nf-Kb
Activator Ik-Ba Phosphorylation And
Degradation
(Abstract)
Journal
biochemistry vol.272 number 48
issue of November 28 1997, hal 1
Dahlan MS. Statistika Untuk Kedokteran
dan Kesehatan. Jakarta : Arkans;
2007; hal. 65-87
Desmiaty, Y.; Ratih H.; Dewi M.A.;
Agustin R. Penentuan Jumlah Tanin
Total pada Daun Jati Belanda
(Guazuma ulmifolia Lamk) dan
Daun Sambang Darah (Excoecaria
bicolor Hassk.) Secara Kolorimetri
dengan Pereaksi Biru Prusia.
Ortocarpus. 2008. 8,106-109
Handari SS. 2003. Metode Pewarnaan.
Jakarta: Bhatara Karya Aksara.
Hard GC. 2008. Some Aids to Histological
Recognation of Hyaline Droplet
Nephropathy in Ninety-Day Toxicity
Studies. Journal of Toxicology
Pathology.
36:
1014-1017.
http://tpx.sagepub.com
Repository FMIPA
I M, dkk, (2007), Efek
antioksidan ekstrak umbi ubi
jalar ungu (Ipomoiea batatas L)
terhadap hati setelah aktivitas
fisik maksimal dengan melihat
kadar AST dan ALT darah pada
mencit, Dexa Media
Khanbabaee, K. dan Ree, T. V. 2001.
Tannins: Classification and
Definition. Nat Prod Rep, 18:
641-649.
Kissane JM, Anderson WAD. 1985.
Anderson’s Pathology, volume
two. Missouri : The C.V.Mosby
Company.
Koesharyono, C. 2008. Penanganan
Kasus
Urolithiasis
(Batu
Ginjal)
pada
Anjing.
www.anjingkita.com/wmview/
php?ArtID=5532 [27 Agustus
2014].
Lina, N. 2008. Faktor-Faktor Resiko
Kejadian Batu Saluran Kemih
pada Laki-Laki (Studi Kasus di
RS Dr. Kariadi, RS. Roemani,
dan
RSI
Sultan
Gung
Semarang). [Tesis]. Program
Pasca
Sarjana.
UNDIP.
Semarang.
Makiyah SN. 2014. Paparan
Ultraviolet C Meningkatkan
Diameter Pulpa Alba Limpa
dan Indeks Mitotik Epidermis
9
Kulit Mencit. Yogyakarta : Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,
Universitas Muhammadiyah.
Poeloengan
M,
Pratiwi.
2010.
Antibacterial activity test of mangos
teen (Garcinia mangostana linn).
Media Litbang Kesehatan. XX(2) :
65-9
Pramono, Suwijoyo. 2004. Efek Anti
Inflamasi
Beberapa
Tumbuhan
Umbelliferae. Hayati. Vol. 12 (1) : 710
Pringgoutomo, sudarto. 2006. Buku Ajar
Patologi I (Umum). Jakarta : Sagung
Seto.
Robbins, Stanley. 2004. Buku Ajar
Patologi Robbins Edisi 7 Volume 1.
Awal
Prasetyo,
penerjemah:
Muhammad Asroruddin, editor.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Terjemahan dari : Robbins
Basic Pathology 7th Edition ed.
Sartika, D. 2013. Efektifitas Tanaman
Antiurolithiasis Terhadap Kadar
Ureum, Kreatinin, dan Kalsium Urin
Tikus Putih Secara In Vitro dan In
Vivo. [Skripsi]. Jurusan Biologi.
FMPA UR. Pekanbaru.
Sastrohamidjojo, H., 1996, Sintesis Bahan
Alam,Yogyakarta: Gajah Mada
University press, hal 201, 208-210,
212
Simanjuntak P, Parwati T, Lenny LE,
Tamat S, Murwani R. 2004. Isolasi
dan identifikasi senyawa antioksidan
dari ekstrak benalu teh, Scurrula
oortiana
(Korth)
danser
Repository FMIPA
(Lorantaceae). Jurnal Ilmu
Kefarmasian Indonesia. 2(1) :
6-9.
Sumono A & Wulan A. 2008. The
use of bay leaf (Eugenia
polyantha Wight) in Dentistry.
Dental Jurnal; 41(3)
Suttie,
Andrew
W.
2006.
Histopathology of the Spleen.
Toxicologic Pathology, 34:466503
Tuminah S. 2000. Radikal Bebas dan
Antiksidan : Kaitannya dengan
Nutrisi dan Penyakit. Cermin
Dunia Kedokteran 128 : 49-50.
Vianny,
Margaretha.
2006.
Gambaran
Histopatologik
Limpa Wistar Yang Diberi Diet
Lignin
Dan
Diinduksi
Karsinogenesis
Kolon.
Semarang : FakultasKedokteran
Universitas Dipenogoro.
Yulia, Alvira R. 2013. Pengaruh
Ekstrak Kulit Buah Manggis
(Garcinia mangostana L.)
Terhadap Jumlah Fibroblas
Pada Gingiva Tikus Wistar
Jantan
Pasca
Induksi
Porphyromonas
gingivalis.
Fakultas
Kedokteran
Gigi
Universitas Jember. Jember
Zaidah N. 2007. Gambaran Histologi
Limpa Mencit (Mus Musculus)
setelah
Pemaparan
Sinar
Ultraviolet secara Kronis.
[Skripsi].
Yogyakarta
:
Universitas Muhammadiyah
10
Download