PENGGUNAAN DAUN KEMANGI (Ocimum basilicum) DAN GARAM DAPUR (NaCl) SEBAGAI BAHAN PENGAWET PADA IKAN SELAR (Selaroides spp) KUKUS Anita Treisya Aristawati1, Asriani Hasanuddin dan Jusri Nilawati2 1 [email protected] (Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu-Ilmu Pertanian Pascasarjana Universitas Tadulako) 2 (Dosen Program Studi Magister Ilmu-Ilmu Pertanian Pascasarjana Universitas Tadulako) Abstract Basil leaves and salt is a seasoning and spice native to Indonesia which has antibacterial compound. This study aims to determine the effect of the use of salt and basil leaves on the organoleptic quality, moisture content, pH and total number of microbes on the steamed fish. . The method used in this study is the experimental method by combining the concentration of salt and basil leaves. The treatment is done is G1K1 (1.5% saline + 2% basil), G1K2 (1.5 salt% + 4% basil), G1K3 (1.5% salt + 6% basil), G2K1 (3% salt + 2% basil ), G2K2 (3% salt + 4% basil), G2K3 (3% salt + 6% basil), G3K1 (4.5% saline + 2% basil), G3K2 (4.5% saline + 4% basil), G3K3 (4.5% salt + 6% basil). Analysis of data using completely randomized factorial design to test the pH and water content, and a randomized complete block design for organoleptic test. Research shows the effect of the use of natural preservatives basil leaves and salt to the organoleptic quality (texture and mucus), moisture content, pH and steamed fish are stored for several days at room temperature. Degradation of the organoleptic, microbiological quality, moisture content, and pH occurs with increasing steamed fish steamed fish shelf life. This is because the activities of microorganisms on foodstuffs is increasing due to long storage. In general, for treatment organoleptic testing is best seen in treatment G1K1 (1.5% salt + basil leaves 2%). Keywords: Steamed fish, salt, bacil leaves Salah satu jenis ikan yang memiliki protein yang cukup tinggi adalah ikan selar. Selain kandungan protein yang tinggi, kandungan lemak yang tersimpan pada tubuh ikan selar rendah sehingga apabila ikan ini diolah produknya dapat menjadi lebih awet dan tidak mudah tengik. Ikan selar juga memiliki rasa yang gurih dan khas. Secara sederhana, proses pengawetan ikan telah lama dilakukan oleh masyarakat misalnya dengan menyimpannya di dalam alat pendingin. Namun perlu diingat pula bahwa tidak semua masyarakat memiliki kemampuan ekonomi yang cukup, khususnya masyarakat di desa-desa terpencil; sehingga diperlukan usaha penambahan bahan-bahan tambahan pangan alami yang terdapat di sekitar rumah dan perlakuannya dikombinasikan dengan penggunaan suhu tinggi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rempah-rempah dan bumbu asli Indonesia ternyata banyak mengandung zat aktif anti mikroba yang berpotensi untuk dijadikan sebagai pengawet alami. Rempahrempah dan bumbu asli Indonesia tersebut mengandung minyak atsiri. Kemangi (Ocimum bacilicum) merupakan tanaman yang mudah dijumpai di halaman rumah, kebun atau ladang, bahkan di pinggiran jalan. Masyarakat umumnya mengetahui bahwa daun kemangi hanya digunakan untuk lalapan saja, ditambahkan pada masakan-masakan ikan, ayam atau digunakan pula sebagai obat tradisional. Daun kemangi mengandung betakaroten (provitamin A) dan vitamin C. Menurut Mishra dan Mishra (2011), daun kemangi efektif menghambat pertumbuhan bakteri yang biasa ditemui pada makanan. Minyak 7 8 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 5 Nomor 2, April 2016 hlm 7-15 atsiri dalam kemangi dapat menghambat bakteri penyebab diare sehingga proses pencernaan dan penyerapan zat-zat nutrisi menjadi lebih sempurna serta dapat memperbaiki saluran pencernaan. Maryati, dkk (2007) dalam penelitiannya menemukan aktivitas bakteri patogen S. aureus dan E. coli dapat dihentikan dengan menggunakan minyak atsiri daun kemangi dengan konsentrasi 0,5% v/v dan 0,25% v/v. Parhusip, dkk (2009) menambahkan ekstrak daun kemangi dapat menghambat aktivitas beberapa bakteri pathogen pada pangan. Salah satu bahan pengawet alami yang juga banyak digunakan untuk mengawetkan makanan adalah garam dapur. Pengawetan dengan penggaraman dapat menunda terjadinya proses autolisis dan dapat membunuh bakteri. Menurut Dwiari dkk. (2008), pengawetan ikan dengan metode penggaraman dilakukan dengan cara penambahan garam untuk mengurangi kadar air dalam badan ikan sampai titik tertentu sehingga bakteri tidak dapat hidup dan berkembang biak lagi. Peranan garam dalam proses ini tidak bersifat membunuh mikroorganisme,tetapi garam mengakibatkan terjadinya proses penarikan air dalam sel daging ikan sehingga terjadi plasmolisis (kadar air dalam sel mikroorganisme berkurang, lama kelamaan bakteri mati). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lama penyimpanan ikan yang dikukus bersama garam dapur dan daun kemangi, serta bagaimana mutu kimia dan organoleptik ikan kukus setelah penambahan garam dapur dan daun kemangi dengan lama penyimpanan pada suhu ruang. Melalui penelitian ini diharapkan dapat diperoleh formula pengawet alami yang dapat digunakan untuk mengawetkan ikan, dan menjadi acuan untuk penelitian sejenis sehingga dapat dikembangkan mengenai efek pengawetnya. Selain itu, diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang anti bakteri alami daun kemangi yang dikombinasikan dengan garam. ISSN: 2089-8630 METODE Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Teknologi Hasil Perikanan, Sekolah Tinggi Perikanan dan Kelautan (STPL) Palu; dan laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan dan Perikanan UNTAD. Waktu Penelitian bulan April sampai Oktober 2015. Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah ikan, daun kemangi, dan garam. Bahan lainnya yang akan digunakan untuk pengamatan mikrobiologi adalah larutan pengencer NaCl 0.85%, akuades, media plate count agar (PCA), alkohol 70%, spiritus, dan kapas steril. Peralatan digunakan adalah blender, pisau, plastik polyetilen, autoklaf, blender, penyaring, panci, kompor, kulkas, cawan petri, pipet, inkubator, hot plate, erlenmeyer (100 ml, 500 ml, 1000 ml), tabung reaksi, bunsen, oven, cawan petri, mortar. Peralatan lainnya adalah pH meter dan peralatan untuk pengamatan evaluasi mutu inderawi. Pengamatan organoleptik menggunakan piring dan kertas label. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial untuk pengujian pH dan kadar air dan rancangan acak kelompok (RAK) untuk pengujian organoleptik. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan digunakan analisis sidik ragam dengan uji Duncan sebagai uji lanjutan apabila terdapat pengaruh dari hasil uji tersebut. Perlakuan yang dilakukan adalah : G1K1 = 1.5 % garam dapur dan 2 % daun kemangi G1K2 = 1.5 % garam dapur dan 4 % daun kemangi G1K3 = 1.5 % garam dapur dan 6 % daun kemangi G2K1 = 3 % garam dapur dan 2 % daun kemangi G2K2 = 3 % garam dapur dan 4 % daun kemangi G2K3 = 3 % garam dapur dan 6 % daun kemangi Anita Treisya Aristawati, dkk. Penggunaan Daun Kemangi (Ocimum basilicum) dan Garam Dapur (Nacl) ………… 9 G3K1 = 4.5 % garam dapur dan 2 % daun kemangi G3K2 = 4.5 % garam dapur dan 4 % daun kemangi G3K3 = 4.5 % garam dapur dan 6 % daun kemangi Pembuatan Ikan Kukus Garam dapur dicampurkan dengan daun kemangi yang terlebih dahulu telah dihancurkan kemudian dibalurkan pada ikan selar segar lalu dikukus. Selanjutnya ikan dikemas dalam wadah tertutup dan disimpan pada suhu kamar. Analisis fisik, kimiawi, dan mikrobiologis dilakukan setiap 24 jam, yaitu pada jam 0, 24, 48, dan 72 jam atau hingga ikan rusak. Kemudian masing-masing ikan yang telah disimpan selama beberapa jam diamati secara organoleptik (warna, bau dan tekstur, penampakan, lendIr, dan rasa), total bakteri, kadar air serta pH daging ikan kukus. Analisis Mutu Mikrobiologi, pH, Kadar Air dan Organoleptik Uji mikrobiologi yang dilakukan pada ikan kukus yang disimpan adalah uji total mikroba (Total Plate Count) yang dilakukan pada selang waktu 24 jam masa penyimpanan. Koloni yang tumbuh dihitung sebagai total mikroba yang terdapat secara alamiah pada sampel (Fardiaz, 1992). Untuk pengujian pH, elektroda dicelupkan ke dalam larutan sampel dan nilai pH dapat diketahui setelah diperoleh pembacaan yang stabil dari pH meter. Analisis kadar air dilakukan menggunakan metode AOAC (1995). Sedangkan analisis organoleptik dilakukan dengan mengamati perubahan mutu inderawi ikan kukus selama penyimpanan secara deskriptif dan pengamatan visual kerusakan ikan. Penilaian secara deskriptif yang dilakukan meliputi karakteristik tekstur, aroma, warna, keberadaan lendir dan rasa khas ikan kukus, serta rasa asin dan asam pada ikan kukus. Skala penilaian deskriptif yang digunakan adalah 1 sampai 9. Pengamatan mutu inderawi dilakukan setiap selang waktu 24 jam masa penyimpanan dengan 30 orang panelis tidak terlatih. HASIL DAN PEMBAHASAN pH Hasil analisis nilai pH dalam penelitian ini untuk 0 jam berkisar antara 6.83 sampai 6.90 dimana nilai ini masih mendekati nilai pH netral. Nilai pH pada penyimpanan 24 jam adalah 6.73 sampai 6.82, nilai ini masih mendekati nilai pH netral namun untuk masa simpan 48 dan 72 jam nilai pH sudah mulai menurun mendekati nilai pH asam. Kisaran nilai untuk masa simpan 48 jam adalah 5.65 sampai 5.68, dan untuk masa simpan 72 jam adalah 4.35 sampai 4.41. Hasil analisis data statistik pada lama penyimpanan 0 jam menunjukkan terdapat interaksi perlakuan garam dapur dan daun kemangi terhadap nilai pH. Penggunaan garam dapur dan penggunaan daun kemangi sangat berpengaruh nyata terhadap nilai pH ikan kukus, dimana nilai F hitung > F tabel. Hasil uji lanjut BNT menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan G1K1, G1K2, G2K1, G2K2, G2K3, G3K1, G3K2, dan G3K3 adalah sama, namun perlakuan G1K3 berbeda dengan 8 (delapan) perlakuan lainnya untuk lama penyimpanan 0 jam. Hasil uji lanjut 24, 48 dan 72 jam dapat dilihat pada tabel 5 dimana huruf-huruf yang ada disebelah hasil nilai pH menunjukkan hasil uji lanjutnya. Hasil pengujian pH pada ikan kukus dengan kombinasi perlakuan garam dapur dan daun kemangi dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Hasil analisis pH ikan kukus Perlakuan G1K1 G1K2 G1K3 G2K1 G2K2 G2K3 G3K1 G3K2 G3K3 0 6,86 b 6,86 b 6,90 a 6,85 b 6,86 b 6,83 b 6,83 b 6,86 b 6,85 b Masa Simpan (jam) 24 48 6,82a 6,79b 6,77b 6,75c 6,76c 6,78b 6,73d 6,76c 6,75c 5,67a 5,66b 5,66b 5,65b 5,65b 5,66b 5,68a 5,68a 5,68a 72 4,41a 4,37c 4,36c 4,41a 4,38b 4,39b 4,39b 4,41a 4,37c Keterangan:huruf yang berbeda pada kolom menunjukkan taraf berbeda nyata pada P<0.05 10 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 5 Nomor 2, April 2016 hlm 7-15 Tabel 1 menunjukan perlakuan G1K3 berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, dimana terjadi peningkatan nilai pH pada perlakuan tersebut. Demikian pula untuk lama penyimpanannya dimana perlakuan G1K3 mengalami penurunan pH yang lebih rendah diantara kombinasi perlakuan lainnya. Hal ini diduga disebabkan oleh faktor lingkungan tempat penyimpanan ikan kukus. Suhu dan kelembaban ruangan penyimpanan bahan merupakan faktor lingkungan yang umumnya mempengaruhi kondisi bahan pangan yang disimpan. Kadar Air Hasil pengamatan kadar air dari ikan kukus dengan kombinasi perlakuan garam dapur dan kemangi yang disimpan selama 0 sampai 72 jam (dapat dilihat pada tabel 6) menunjukkan bahwa semakin lama ikan kukus tersebut disimpan, nilai kadar airnya semakin menurun. Hal ini diduga disebabkan oleh penggunaan garam dapur dalam perlakuan. Garam dapat menarik air dalam suatu bahan pangan. Widyasari (2006) menambahkan air bebas dalam daging ikan akan mudah menguap bila disimpan pada suhu ruang dan suhu tinggi. Selain itu pula diduga perubahan kadar air ini disebabkan oleh faktor lingkungan tempat penyimpanan, terutama perubahan kelembaban udara antara siang dan malam hari. Penyimpanan pada suhu kamar juga memungkinkan terjadinya penguapan air pada tubuh ikan yang berakibat menurunnya kadar air pada ikan kukus Tabel 2. Hasil analisis kadar air ikan kukus Perlakuan G1K1 G1K2 G1K3 G2K1 G2K2 G2K3 G3K1 G3K2 G3K3 0 68,41 b 66,11 c 68,78 b 73,55 a 71,2 a 70,2 a 64,99 c 66,72 b 69,92 b Masa Simpan (jam) 24 48 64,34 e 62,63 b 65,70 b 63,42 a 64,51 d 62,28 c 64,1 f 61,32 e c 64,89 59,13 g a 65,72 63,06 a i 62,90 62,14 c h 63,82 60,71 f g 63,93 61,41 d 72 60,59 b 61,44 b 60,23 c 57,46 d 50,95 e 65,09 a 60,34 c 58,60 d 58,04d Keterangan: huruf yang berbeda pada kolom menunjukkan taraf berbeda nyata pada P<0.05 ISSN: 2089-8630 Pada tabel terlihat bahwa semakin besar konsentrasi garam yang digunakan nilai kadar air ikan kukus semakin menurun, hal ini dapat dilihat pada kombinasi perlakuan G3K1 pada lama penyimpanan 0 jam. Namun adanya tambahan daun kemangi dalam perlakuan menyebabkan nilai kadar air tidak terlalu menurun walaupun kadar garam yang digunakan tinggi (G3K3). Hal ini diduga disebabkan oleh adanya air dalam daun kemangi. Analisis uji statistik kadar air ikan kukus menunjukkan terdapat interaksi perlakuan antara garam dan daun kemangi baik yang disimpan pada 0 jam maupun pada lama penyimpanan hingga 72 jam, terdapat pula pengaruh yang sangat signifikan terhadap penggunaan garam dan penggunaan daun kemangi pada ikan kukus yang disimpan selama 24, 48 dan 72 jam yang ditandai dengan nilai F hitung > F tabel. Pada lama penyimpanan 0 jam hasil analisis penggunaan daun kemangi tidak menunjukkan pengaruh yang ditandai dengan nilai F hitung < F Tabel. Uji BNT menunjukkan bahwa untuk pengamatan kadar air pada lama penyimpanan 0 jam untuk kombinasi perlakuan garam 1,5% dan daun kemangi 4% sama dengan kombinasi perlakuan konsentrasi garam 4,5% dan daun kemangi 2%; namun berbeda dengan perlakuan lainnya. Perbedaan tersebut ditunjukkan dengan huruf pada tabel yang berada disamping angka. Mikrobiologi Pada tabel 3, dapat dilihat bahwa perlakuan terbaik untuk total jumlah bakteri pada lama penyimpanan 0 jam adalah pada perlakuan konsentrasi garam dapur 4.5% dan daun kemangi 6%, dimana jumlah total bakteri adalah 3.7 x 104 cfu/gram. Garam mengandung ion Na+ dan Cl- yang dapat menarik air dari bahan pangan dan dalam sel mikroorganisme sehingga lama kelamaan mikroorganisme tersebut terhambat pertumbuhannya dan mati. Menurut Siswandono dalam Maryati, dkk. (2007) Anita Treisya Aristawati, dkk. Penggunaan Daun Kemangi (Ocimum basilicum) dan Garam Dapur (Nacl) ………11 minyak atsiri daun kemangi mengandung eugenol yang mempunyai efek antiseptik yang dapat merusak membran sel. Mekanisme antibakteri diduga disebabkan oleh pengikatan senyawa fenol dengan sel bakteri, kemudian akan mengganggu permeabilitas membran dan proses transportasi. Hal ini mengakibatkan hilangnya kation dan makromolekul dari sel sehingga pertumbuhan sel akan terganggu atau mati. Pada lama penyimpanan 24 jam telah terjadi peningkatan jumlah total bakteri, walaupun jumlahnya belum melebihi batas standar nasional Indonesia (SNI) untuk ikan pindang yaitu 5.0 x 105 cfu/gram namun karena bau/aroma ikan kukus tercium bau asam busuk maka sampel ikan kukus pada lama penyimpanan 24 dan 48 jam tersebut tidak dapat diterima oleh panelis. Sehingga dapat dikatakan bahwa untuk mutu mikrobiologi pada penyimpanan 24 dan 48 jam ikan kukus dengan berbagai kombinasi perlakuan garam dan kemangi tidak baik untuk dikonsumsi secara langsung. Analisis total bakteri pada lama penyimpanan 72 jam tidak dilakukan mengingat pada lama penyimpanan 48 jam sudah terlalu banyak bakteri yang tumbuh sehingga dapat dipastikan pada lama penyimpanan 72 jam jumlah total bakteri akan semakin meningkat. Tabel 3. Hasil analisis total bakteri ikan kukus Perlakuan G1K1 G1K2 G1K3 G2K1 G2K2 G2K3 G3K1 G3K2 G3K3 Masa Simpan (jam) 0 24 48 1,8 x 105 3,8 x 105 TBUD 1,1 x 105 3,3 x 105 4,1 x 105 5 5 2,1x 10 7,9 x 10 2,8 x 106 5 5 1,3 x 10 3,7 x 10 TBUD 5,5 x 104 1,2 x 105 4,0 x 105 1,1 x 105 2,4 x 105 TBUD 4 4,4 x 10 1,0 x 105 TBUD 6,6 x 104 1,0 x 105 TBUD 3,7 x 104 1,4 x 105 TBUD Pengujian Organoleptik Uji Kenampakan Pada tabel 4 dapat dilihat bahwa, kombinasi perlakuan yang lebih disukai adalah perlakuan G2K1 dimana panelis umumnya memberi nilai 7.4; walaupun dapat dikatakan bahwa secara keseluruhan kombinasi perlakuan diberi angka rata-rata 7 oleh panelis. Pada kombinasi perlakuan ini panelis menilai bahwa ikan kukus yang dihasilkan tampak bersih, dagingnya utuh, menarik walaupun kurang rapi bentuknya. Pada lama penyimpanan 24 jam umumnya panelis memberi nilai 5, dimana menurut panelis ikan yang dihasilkan pada lama penyimpanan ini masih terlihat utuh namun kurang bersih. Demikian pula pada lama penyimpanan 48 dan 72 jam, umumnya panelis menilai ikan kukus telah menurun mutunya seiring dengan bertambahnya waktu simpan. Penurunan mutu disebabkan oleh adanya aktivitas mikroorganisme dalam ikan kukus tersebut. Kerusakan ikan kukus ditandai dengan perubahan kenampakan ikan yang ditandai dengan memudarnya kenampakan ikan yang tidak serupa dengan awal pemasakan. Selain itu pula perubahan bau dan berkurangnya rasa menjadi salah satu faktor menurunnya mutu ikan kukus. Hasil uji statistik untuk analisis nilai rataan penampakan baik pada lama penyimpanan 0 jam, 24 jam, 48 jam, dan 72 jam menunjukkan interaksi perlakuan garam dapur dan daun kemangi terhadap ikan selar kukus tidak berbeda satu dengan lainnya, yang ditunjukkan dengan nilai F hitung < F tabel. Tabel 4.Hasil analisis kenampakan ikan kukus Perlakuan G1K1 G1K2 G1K3 G2K1 G2K2 G2K3 G3K1 G3K2 G3K3 0 7,2 7,0 6,8 7,4 7 6,9 6.8 7,2 7,6 Masa Simpan (jam) 24 48 5,1 4,1 5,1 3,4 4,6 4,6 4,6 4,2 5,4 4,1 5,6 4,1 5,1 4,2 5,3 4,3 4,9 3,6 72 3,3 3 3,1 3,1 3,2 3,1 3,4 3,5 3,1 12 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 5 Nomor 2, April 2016 hlm 7-15 Uji Warna Pada tabel 5 terlihat bahwa untuk nilai tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan garam dapur 1.5% dan daun kemangi 2%. Penilaian panelis untuk ikan kukus dengan perlakuan tersebut lebih tinggi dari nilai perlakuan lainnya dengan asumsi warna daging ikan kukus mendekati warna putih susu khas ikan kukus, namun terlihat pula warna daging ikan setelah dikukus berwarna sedikit hijau kekuning-kuningan. Hal ini diduga disebabkan oleh warna yang dihasilkan dari daun kemangi. Daun kemangi mengandung klorofil dan betakaroten sehingga memiliki warna hijau pada daunnya. Tabel 5. Hasil analisis warna ikan kukus Masa Simpan (jam) Perlakuan 0 24 48 72 G1K1 7,7 5,3 3,8 3,8 G1K2 7,5 5,5 3,7 3,5 G1K3 7,4 5,3 3,7 4,1 G2K1 7,5 5,3 3,5 3,3 G2K2 7,4 5,3 3,3 3,6 G2K3 7 5,4 3,7 3,7 G3K1 7,2 5,5 3,4 3,7 G3K2 7,1 5,3 3,4 3,3 G3K3 7,5 5,3 3,5 3,3 Umumnya, nilai yang diberikan panelis untuk perlakuan ini dengan lama penyimpanan 24 jam, 48 jam, dan 72 jam lebih besar dibandingkan perlakuan lainnya. Pengamatan yang dilakukan secara visual pada warna daging ikan kukus dengan berbagai kombinasi perlakuan garam dapur dan daun kemangi untuk lama penyimpanan 24 jam terlihat sudah mulai berwarna orange. Warna daging ikan kukus pada lama penyimpanan 48 jam dan 72 jam mulai berwarna agak kemerahan. Hal ini diduga karena aktivitas mikroba yang menyebabkan terjadinya penurunan mutu, ditandai dengan adanya perubahan warna daging ikan seiring dengan lama penyimpanan. Hasil uji statistik untuk analisis nilai rataan warna daging ikan kukus baik pada lama penyimpanan 0 jam, 24 ISSN: 2089-8630 jam, 48 jam, dan 72 jam menunjukkan interaksi perlakuan garam dapur dan daun kemangi terhadap ikan selar kukus tidak berbeda satu dengan lainnya, yang ditunjukkan dengan nilai F hitung < F tabel. Uji Bau Tabel 6. Hasil analisis bau ikan kukus Masa Simpan (jam) Perlakuan 0 24 48 72 G1K1 7,8 5,5 3,7 1,8 G1K2 7,8 5,7 3,6 1,6 G1K3 7,8 5,1 3,7 1,8 G2K1 6,8 5,7 3,5 1,5 G2K2 7,2 4,8 3,5 1,9 G2K3 7,4 5,2 3,8 1,8 G3K1 7,7 5,6 3,3 2 G3K2 7,3 5,7 3,4 1,7 G3K3 7,3 5 3,5 1,8 Dari hasil pengamatan pada tabel 6 terlihat bahwa nilai tertinggi yang diberikan oleh panelis untuk uji bau terdapat pada perlakuan G1K3 dengan lama penyimpanan 0 jam. Pada perlakuan tersebut, panelis berpendapat bahwa bau ikan kukus yang dihasilkan adalah bau khas ikan kukus tanpa bau kemangi. Hal ini diduga disebabkan oleh jumlah konsentrasi daun kemangi yang diberikan sangat kecil sehingga bau kemangi tidak tercium. Diduga pula, bau dari daun kemangi hilang akibat adanya pengukusan. Pada tabel rataan terlihat pula, semakin lama penyimpanan yang dilakukan nilai uji organoleptik bau (aroma) ikan kukus semakin menurun. Pada lama penyimpanan 48 jam dan 72 jam, bau dari ikan kukus telah mendekati bau asam busuk. Hal ini diduda disebabkan oleh terjadinya degradasi protein dan oksidasi lemak oleh aktivitas mikroorganisme. Menurut Ketaren (2005), selama penyimpanan terjadi peningkatan jumlah mikroorganisme sehingga enzim akan mempengaruhi pembentukan senyawa yang menghasilkan bau yang terdiri dari indol, skatol, hydrogen sulfide, metilamin, asam propionate, butirat, laktat, dan asam lemak Anita Treisya Aristawati, dkk. Penggunaan Daun Kemangi (Ocimum basilicum) dan Garam Dapur (Nacl) ………13 menguap lainnya. Winarno dalam Ayu, dkk. (2006) menambahkan bau dan ketengikan disebabkan oleh autooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Hasil analisis statistik pada nilai bau dalam penelitian ini tidak menunjukkan adanya perbedaan antara kombinasi perlakuan penggunaan garam dapur dan daun kemangi terhadap bau ikan kukus, baik pada lama penyimpanan 0 jam, 24 jam, 48 jam, dan 72 jam nilai F hitung < F tabel. Uji Tekstur Hasil pengamatan uji organoleptik untuk tekstur daging ikan kukus dengan kombinasi perlakuan garam dapur dan daun kemangi dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7. Hasil analisis tekstur ikan kukus Masa Simpan (jam) Perlakuan 0 24 48 72 a G1K1 7,8 6,1 3,2 2,7 G1K2 7,4 5,8a 3,5 2,3 G1K3 6,6 5,7b 3,5 2,4 G2K1 6,4 6,3a 3,3 2,4 G2K2 7 6a 3,3 2,7 G2K3 7,1 5c 3,8 2,5 b G3K1 7,1 5,7 3,2 2,9 G3K2 6,8 5,5b 3,2 2,5 G3K3 7,4 5c 3,2 2,7 Dari tabel nilai uji organoleptik untuk tekstur dapat dilihat bahwa tekstur daging ikan yang terbaik untuk lama penyimpanan 0 jam terdapat pada kombinasi perlakuan G1K1. Dimana panelis berpendapat bahwa pada perlakuan ini, tekstur daging ikan kukus padat namun kurang kompak. Pada tabel terlihat pula bahwa semakin lama penyimpanan ikan kukus, semakin menurun nilai rataan tekstur setiap perlakuan. Hal ini diduga disebabkan karena adanya pertumbuhan mikroorganisme yang semakin bertambah seiring bertambahnya masa simpan ikan. Tekstur daging ikan pada lama penyimpanan 72 jam sudah mulai lembek dan berair. Perubahan tekstur ikan kukus disebabkan oleh denaturasi protein yang mengakibatkan pembebasan sejumlah besar air sehingga tekstur ikan kukus menjadi lunak dan elastisitasnya menurun. Hasil analisis statistik pada uji testur daging ikan untuk lama penyimpanan 0 jam, 48 jam dan 72 jam tidak menunjukkan perbedaan perlakuan antara perlakuan satu dengan lainnya dimana nilai F hitung < F tabel, namun pada lama penyimpanan 24 jam hasil analisis statistik menunjukkan adanya perbedaan dimana nilai F hitung > F tabel. Uji lanjut BNT menunjukkan bahwa antara perlakuan G1K1 sama dengan G1K2, G2K1, G2K2, dan G3K3; namun berbeda dengan perlakuan lainnya. Perbedaan ini ditunjukkan dengan huruf yang berbeda pada nilai rataan pada kolom 24 jam dalam Tabel 7 Uji Lendir Tabel 8. Hasil analisis lendir daging ikan kukus Perlakuan G1K1 G1K2 G1K3 G2K1 G2K2 G2K3 G3K1 G3K2 G3K3 0 7,7 7,1 7,2 7,5 7,5 7,3 7,2 7,5 7,2 Masa Simpan (jam) 24 48 5,9 3,4b 5,8 3,2b 5,5 3,1b 5,7 3,1b 5,8 3,1b 5,7 3,2b 5,6 4a 5,6 4,1a 5,7 4,1a 72 2,3b 1,4b 1,4b 2,1b 2,8a 3a 2,9a 3,1a 2,9a Dari tabel nilai uji organoleptik untuk lendir dapat dilihat bahwa lendir daging ikan yang terbaik untuk lama penyimpanan 0 jam terdapat pada kombinasi perlakuan garam 1.5% dan daun kemangi 2%. Dimana panelis berpendapat bahwa pada perlakuan ini, lendir daging ikan kukus tipis agak netral. Pada tabel terlihat pula bahwa semakin lama penyimpanan ikan kukus, semakin menurun nilai rataan lendir setiap perlakuan berarti semakin lama penyimpanan semakin banyak lendir yang terdapat pada daging ikan kukus. Hal ini diduga disebabkan karena adanya pertumbuhan mikroorganisme yang semakin bertambah seiring bertambahnya masa 14 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 5 Nomor 2, April 2016 hlm 7-15 simpan ikan. Lendir pada daging ikan pada lama penyimpanan 72 jam sudah mulai kental dan asam. Atifah (2000) menyatakan ikan pindang dengan kadar garam rendah maupun kadar garam tinggi dapat segera mengalami pelendiran juga timbulnya kapang. Selama proses penurunan mutu pindang, terjadi peningkatan jumlah bakteri dan jumlah basa yang menguap. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pada lama penyimpanan 0 jam dan 24 jam, tidak terdapat perbedaan perlakuan penggunaan garam dan daun kemangi dimana F hitung < F tabel, namun pada lama penyimpanan 48 jam dan 72 jam hasil analisis statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan perlakuan dimana F hitung > F tabel. Hasil uji lanjut BNT lendir ikan kukus untuk lama penyimpanan 48 jam antara perlakuan G1K1 sama dengan perlakuan G1K2, G1K3, G2K1, G2K2, G2K3; namun berbeda dengan perlakuan G3K1, G3K2, G3K3. Hasil uji BNT pada lama penyimpanan 72 jam menunjukkan bahwa lendir ikan kukus untuk lama penyimpanan perlakuan G1K1, G1K2, G1K3, dan G2K1 adalah sama; namun berbeda dengan perlakuan G2K2, G2K3; G3K1, G3K2,G3K3. Perbedaan perlakuan ini ditunjukkan dengan huruf yang berada disamping angka yang tertera dalam kolom lama penyimpanan 48 dan 72 jam pada tabel 8. Uji Rasa Tabel 9. Hasil analisis rasa ikan kukus Perlakuan Masa Simpan (jam) 0 24 48 G1K1 7,1 5,5 3,9 G1K2 6,9 5,2 2,8 G1K3 7,2 5,4 3 G2K1 6,9 5,3 2,9 G2K2 7,1 5,4 2,9 G2K3 6,7 5,4 3,1 G3K1 7,3 5,3 2,7 G3K2 7,4 5,5 3,1 G3K3 7,4 5,1 2,9 ISSN: 2089-8630 Dari tabel nilai uji organoleptik untuk rasa dapat dilihat bahwa rasa daging ikan yang terbaik untuk lama penyimpanan 0 jam terdapat pada kombinasi perlakuan garam 1.5% dan daun kemangi 2%. Dimana panelis berpendapat bahwa pada perlakuan ini, rasa daging ikan enak walau agak kurang gurih. Pada tabel terlihat pula bahwa semakin lama penyimpanan ikan kukus, semakin menurun nilai rataan rasa setiap perlakuan berarti semakin lama penyimpanan semakin tidak disukai panelis. Penurunan rasa ikan kukus diduga disebabkan karena adanya aktivitas mikroorganisme sehingga rasa yang dihasilkan menjadi rasa asam dan agak basi. Untuk perlakuan 72 jam tidak dilakukan uji organoleptik untuk rasa, ini disebabkan pada lama penyimpanan tersebut ikan sudah sangat menurun mutunya sehingga apabila dilakukan uji tersebut memungkinkan terjadinya keracunan pada panelis. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh kombinasi perlakuan terhadap rasa ikan kukus baik pada 0 jam, 24 jam, dan 48 jam lama penyimpanan, dimana hasil analisis nilai F hitung < F tabel. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh penggunaan pengawet daun kemangi dan garam dapur terhadap mutu organoleptik, mutu mikrobiologi, kadar air, dan pH ikan kukus yang disimpan selama beberapa hari pada suhu kamar. Penurunan mutu organoleptik, mutu mikrobiologi, kadar air, dan pH ikan kukus terjadi seiring meningkatnya masa simpan ikan kukus. Hal ini disebabkan karena adanya aktivitas mikroorganisme pada bahan pangan yang semakin meningkat karena lama penyimpanan. Ikan yang dikukus menggunakan garam dan daun kemangi tidak dapat disimpan pada suhu kamar selama lebih dari 24 jam. Secara umum, untuk pengujian organoleptik Anita Treisya Aristawati, dkk. Penggunaan Daun Kemangi (Ocimum basilicum) dan Garam Dapur (Nacl) ………15 perlakuan yang terbaik terlihat pada perlakuan garam dapur 1.5% dan daun kemangi 2%. Rekomendasi Melalui penelitian ini disarankan pembuatan ikan kukus dapat dilakukan dengan penambahan garam dapur 1.5% dan daun kemangi 2%; dan dapat dilakukan penelitian tentang kombinasi perlakuan garam dapur dan daun kemangi pada ikan segar untuk mengetahui efektivitas antibakteri selama penyimpanan. UCAPAN TERIMA KASIH Selama penyusunan penulis banyak mendapat bimbingan, arahan dan motivasi, olehnya dengan hati yang tulus dan ikhlas penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Asriani Hasanudin, MS dan Ibu Dr. Ir. Jusri Nilawati, M.Sc sebagai DAFTAR RUJUKAN Atifah, N. 2000. Pengawetan Pindang Ikan Kembung (Rastrelliger sp)dengan Aplikasi Kombinasi Natrium Asetat, Natrium Klorida, Bakteri Asam Laktat dan Pengemasan Vakum. Skripsi tidak diterbitkan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Ayu, R., Manullang, M., Cornelia, M., 2006. Pengaruh Penambahan Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum basillicum L.) Terhadap Ketengikan Minyak Kelapa Sawit. Jurnal ilmu dan Teknologi Pangan. 4(2): 13-32 Dwiari S. R, Asadayanti D.D, Nurhayati, Sofyaningsih M, Yudhayanti S.F.A.R, Yoga I.B.K.W., 2008. Teknologi Pangan. Jilid 1. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta Fardiaz, S., 1992. Mikrobiologi Pangan II. Penerbit P.T. Gramedia. Jakarta Himawati E., 2010. Pengaruh Penambahan Asap Cair Tempurung Kelapa Destilasi dan Redestilasi Terhadap Sifat kimia, Mikrobiologi dan Sensoris Pindang Ikan Layang (Decapterus spp) Selama Penyimpanan. Skripsi tidak diterbitkan. Surakarta : Universitas Sebelas Maret. Ketaren. S. 2005, Pengantar Teknologi Minyak dan lemak Pangan, Universitas Indonesia Press, Jakarta Maryati, Fauzia R.S, Rahayu T., 2007. Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Daun Kemangi (Ocimum basilicum L.) Terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi 8 (1): 30-38. Mishra P, Mishra S., 2011. Study of Antibacterial Activity of Ocimum sanctum Extract Against Gram Positive and Gram Negative Bacteria. American Journal of Food Technology 6 (4): 336 – 341. Parhusip. A.J.N, Wijaya. J.R, Stenlie. J.,2009. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum bacilicum L.) Terhadap Mikroba Patogen Pangan. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan, 7 (2): 77-92 Widyasari R.A H.E., 2006. Pengaruh Pengawetan Menggunakan Biji Picung (Pangium edule Reinw) terhadap Kesegaran dan Keamanan Ikan Kembung Segar (Rastrelliger brachysoma). Tesis tidak diterbitkan. Bogor : Institut Pertanian Bogor.