Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” 2016 PESAN DHARMA DALAM FILM ANIMASI (STUDI KOMUNIKASI MASSA TENTANG FILM ANIMASI UNTUK MENYAMPAIKAN PESAN NILAI NILAI LUHUR AGAMA BUDDHA) Sutrisno1, Andrik Purwasito2, Mahendra Wijaya3 Universitas Sebelas Maret Surakarta [email protected] ABSTRAK Media merupakan sarana untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada komunikan yang menrima pesan atau informasi baik secara verbal maupun nonverbal. Perkembangan teknologi membuat media mengalami peningkatan baik media elektronik maupun media cetak. Perkembangan ini juga ikut andil dalam mempengaruhi penyebaran pesan moral serta agama. Salah satunya adalah media film animasi yang dijadikan media untuk menyampaikan nilai- nilai moral agama. Pesan Dharma merupakan pesan yang berisikan ajakan dan himbaun tentang bagaimana menjalani kehidupan dengan bijak dan baik, sehingga kehidupan spiritual dan kehidupan bermasyarakat menjadi berkah dan membawa dampak meningkatnya keyakinan dalam menjalani kehidupan beragama. Perkembangan dan kemajuan teknologi menuntut pemuka agama untuk dapat memanfaatkan media sebagai sarana untuk menyampaikan pesan Dharma. Film animasi menjadi sarana dalam proses penyampaian pesan yang diharapkan mampu diterima dikalangan umat Buddha secara luas dan mampu memberikan nuansa baru dalam proses penyampaian pesan Dharma itu sendiri. Rekayasa pesan dalam film animasi berperan penting untuk mencapai tujuan dari pembuatan dan penyampaian Dharma dalam film animasi. Kisah Ikrar Agung Ksitigrabha Bodhisattva merupakan salah satu film animasi yang mengemas pesan Dharma yang terkandung didalamnya. Bhikhu sebagai pemuka agama dalam kehidupan keagamaan Buddha merupakan panutan dalam memberikan pengertian dan pengajaran tentang Dharma sehingga respon dan tanggapan serta pemahaman menyangkut kesesuaian isi pesan Dharma dalam film animasi dengan isi pesan yang terdapat dalam Kitab suci. Tanggapan dari umat Buddha Vihara lalitavistara Jakarta juga menjadi acuan bagaimana pesan Dharma dalam film animasi mampu diterima dengan baik atau perlu adanya perbaikan dalam pengemasan pesan Dharma di dalam film animasi Kisah Ikrar Agung Ksitigarbha Bodhisattva. Sehingga media film animasi dapat menjadi alternative baru dalam proses penyampaian pesan Dharma yang sesuai dengan kaedah yang terdapat dalam Kitab suci. Kata Kunci : Komunikasi massa, Rekayasa Pesan, Film Animasi, Dharma . LATAR BELAKANG MASALAH Dewasa ini perkembangan teknologi dan kemajuan peradaban manusia telah memberikan banyak perubahan dalam tatanan kehidupan manusia. Perkembangan teknologi komunikasi yang pesat ditandai dengan ditemukannya media cetak, seperti radio, televisi, dan internet. Media tersebut telah menjadi kebutuhan dalam kehidupan masyarakat untuk mendapatkan informasi yang cepat. Globalisasi juga memberikan pengaruh dalam perubahan pola kehidupan masyarakat. Menurut Purwasito (2015), globalisasi telah memperkenalkan gaya hidup baru, menyebarkan gagasan dan budaya baru di seluruh dunia, yang pengaruhnya mendominasi pikiran masyarakat. Pengaruh tersebut dapat berupa developmentisme, gender, dan budaya konsumerisme. Hal ini merupakan proses westerinisasi yang muncul sejak terjadinya era imperealisme dan kolonialisme pada awal abad ke–19. Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” Perkembangan informasi dan komunikasi telah menciptakan peradaban baru di dalam kehidupan masyarakat yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Salah satu trend dalam masyarakat modern sekarang adalah bagaimana membangun dunia secara universal, sehingga memunculkan komunikasi massa yang mampu melipatgandakan pesan–pesan komunikasi. Karena itu, komunikasi massa dapat dipahami sebagai komunikasi yang menggunakan media massa untuk menyampaikan pesan. Media massa merupakan jenis media yang digunakan untuk mencapai komunikasi kepada masyarakat luas. Dalam kehidupan masyarakat tradisional, media massa yang sering digunakan adalah surat kabar, majalah, radio, televisi, dan film. Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang sangat pesat telah menciptakan perkembangan media-media lain yang kemudian dikelompokan ke dalam new media, seperti internet dan telepon seluler. Perkembangan media massa telah menjadi perintis dalam penyebaran informasi yang membawa pengaruh besar dalam bidang ekonomi, politik, agama, sosial budaya, dan kemasyarakatan. Perkembangan tersebut sulit dibendung dan membuat media massa semakin popular di kalangan masyarakat. Media massa juga memiliki pengaruh terhadap pikiran, perasan, dan perilaku masyarakat. Hal tersebut terjadi karena media massa membentuk pandangan masyarakat yang mengkonsumsi media terhadap apa yang dilihat dan dikonsumsi, baik di bidang kehidupan pribadi maupun religiusitas. Purwasito (2015) menyatakan bahwa media massa diakui sebagai kemajuan yang membawa berkah dibanding membawa bencana. Individu merasakan bahwa media massa telah membantu masyarakat dalam memperoleh informasi. Informasi tersebut merupakan barang berharga dan berguna dalam meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. Selain itu, informasi juga membawa pencerahan kepada masyarakat ketimbang kehancuran. Salah satu media massa yang sering dikonsumsi oleh masyarakat dan cukup efektif dalam penyampaian pesan adalah film. Kata film berasal dari kata cinemathographic yang terdiri atas kata cinema, tho (dari kata phytos yang artinya cahaya), dan graphic (gambar, tulisan, dan citra). Film ditemukan dari prinsip–prinsip fotografi dan proyektor. Film sebagai alat komunikasi massa baru dimulai pada tahun 1901, ketika Perdinand Zecca membuat film berjudul The Story of A Crime dan Edward S. Pater yang membuat film berjudul The Life of An America Fire Man. Film dimasukan ke dalam kelompok komunikasi massa karena mengandung aspek hiburan, memuat pesan edukatif, dan pesan religi. Namun, aspek sosial kontrolnya tidak sekuat pada surat kabar atau majalah yang menyiarkan berita berdasarkan fakta. Fakta dalam film ditampilkan secara abstrak, dengan tema dan cerita yang bertitik tolak dari fenomena yang terjadi di tengah masyarakat. Pembentukan opini dan sikap yang dibentuk film dapat dikatakan sebagai bentuk pengertian komunikasi. Hovland mengatakan bahwa komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain. Sedangkan Laswell mengatakan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan melalui media yang memiliki pengaruh tertentu. Film tidak dapat dianggap sebagai hiburan semata tetapi sebagai salah satu media komunikasi massa yang menarasikan kehidupan di dunia secara umum. Karena itu, penonton menjadikan film sebagai teladan moral dalam berperilaku dan berucap. Film sebagai kontruksi teks dimaknai secara beragam dan tergantung oleh frame of reference dan field of experience masing-masing penonton. Narasi film merupakan suatu bentuk pesan produsen yang dapat menjadi objek yang tepat untuk melihat makna suatu film. Sebagai salah satu bentuk dari kritisme, maka dekonstruksi dibangun dari konsep bahwa realitas dikonstruksikan sehingga untuk memahaminya masyarakat kemudian mengurai representasi, mempertimbangkan cerita yang ada didunia potret dari beberapa realitas (Bordwell, 1985). Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” Dalam perkembangan kehidupan beragama yang didukung dengan kemajuan teknologi yang begitu pesat, penyampain pesan agama atau dalam agama Buddha yang disebut dengan Dharmadesana mengalami perubahan yang begitu pesat, tidak hanya secara monoton dengan cara yang lama atau tradisional yang berpatokan pada tatacara ceramah tatap muka langsung dengan umat. Dharmadesana telah mengalami sebuah inovasi dengan mengikuti perkembangan teknologi dan perubahan yang terjadi. Munandar mengatakan bahwa inovasi adalah proses penciptaan dan pengimplementasian ide baru. Berbeda kontras dengan kreativitas, inovasi adalah sesuatu yang sepenuhnya dapat diukur. Fokus inovasi adalah bagaimana mewujudkan perubahan atau ide-ide baru ke dalam sistem yang relatif stabil. Inovasi bukan sekadar memiliki ide baru, tetapi juga memperhitungkan kerja dan sumber daya yang dibutuhkan. Hal tersebut dimaksudkan agar ide baru itu tidak hanya berupa angan-angan, tetapi dianggap layak, dapat diwujudkan, dan menguntungkan secara komersial. Perubahan dan inovasi sangat erat kaitannya. Perubahan dalam kadar tertentu sering melibatkan ide-ide baru. Ide baru tersebut dapat berupa penciptaan produk baru, proses baru, atau mungkin dapat berupa gagasan tentang bagaimana cara menyampaikan pesan atau Dharmadesana. Teknologi yang mendukung dengan munculnya film sebagai media untuk menyampaikan pesan dharma yang bersumber pada kitab suci dianggap efektif dan dapat diterima di kalangan masyarakat. masyarakat dapat dengan mudah untuk melihat dan mengkonsumsi film-film yang bernuansa Dharma. Film yang menceritakan atau menggambarkan kisah-kisah agaung dari para Buddha, Bodhisattva atau murid-murid utama pada masa kehidupan sang Buddha yang pada masa sebelumnya hanya dapat dibaca melalui kitab-kitab atau buku-buku agama Buddha yang pada perkembangannya sekarang ini diubah menjadi sebuah film religi dan mengalami perubahan yang begitu pesat sesuai dengan perkembangan masyarakat agar dapat diterima oleh setiap lapisan masyarakat. Banyak film yang bernuansa Dharma yang telah diciptakan untuk mengembangkan dan menyampaikan pesan Dharma dalam kehidupan dan perkembangan agama Buddha terutama di negara-negara yang mayoritas masyarakat atau warganya menganut agama Buddha, seperti di Taiwan, Thailand, Srilanka, Myanmar, Cina, Tibet dan beberapa negara lainnya. Banyak filmfilm yang dihasilkan dari negara-negara Buddhis tersebut yang telah masuk ke Indonesia dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Film-film tersebut seperti story of Buddha, Kisah Ikrar Agung Ksitigrabha Bodhisattva, Kisah Bodhisattva Avalokitesvara, dan masih banyak yang lainnya. Melihat begitu banyak film yang bernuansa Dharma dengan tujuan untuk menyampaikan pesan Dharma atau Dharmadesana, baik yang dicetak dengan cd atau dvd dan bahkan telah muncul di new media atau internet yang dapat dengan mudah diakses oleh umat Buddha, maka penulis tertarik untuk meneliti bagaimana sebuah film mengemas pesan Dharma dan menyampaikannya kepada masyarakat yang menganut agama Buddha dan bagaimana tanggapan Bhikhu dan umat Buddha terhadap isi pesan Dharma dalam film tersebut. Film yang akan menjadi objek dalam penelitian ini menyangkut dengan riwayat kehidupan lampau dari Bodhisattva Ksitigrabha yang telah ditulis dalam kitab suci yang pada masa perkembangan teknologi pada saat ini telah dibuat filmnya sesuai dengan isi kitab dan kisah yang diceritakan. Film dengan Judul Kisah Ikrar Agung Ksitigarbha Bodhisattva akan menjadi objek penelitian penulis. Film animasi Kisah Ikrar Agung Ksitigarbha Bodhisattva diproduksi oleh Master Hai Tao yang merupakan Bhikhu yang berasal dari Taiwan.Dalam film tersebut, hal yang menarik dan menjadi sesuatu yang layak untuk diteliti adalah bagaimana film tersebut mengemas pesan dharma di dalamnya yang dapat diterima setiap lapisan masyarakat dengan tampilan gambar dan penyajian sosok Bodhisattva di dalamnya. Pada film kisah agung tersebut, tampilan gambar yang dimunculkan adalah animasi atau kartun yang disesuaikan dengan perkembangan zaman sekarang. Tentu menjadi sebuah kajian yang menarik untuk diteliti bagaimana pengemasan pesan Dharma dan sosok yang dimunculkan melalui animasi atau kartun dari film tersebut. Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” Bhikhu merupakan pemuka agama Buddha yang bertugas untuk menjaga Dharma ajaran Buddha agar tetap pada jalan yang telah ditunjukan oleh Buddha dan bertugas memberikan bimbingan kepada umat berdasarkan kitab suci (Tripitaka). Karena itu, tanggapan Bhikhu dapat menjadi tolak ukur untuk melihat bagaimana pengemasan pesan Dharma dalam film animasi agar tidak keluar dari jalur kitab suci (Tripitaka). Bhikhu yang akan menjadi narasumber dalam penelitian ini adalah Bhikhu Sangha yang berada dan tinggal di Vihara Lalitavistara, dimana di dalam Kompleks Vihara tersebut terdapat persamuan Sangha yang telah berkontribusi dan patut untuk dijadikan narasumber dan responden dalam penelitian ini. Bhikhu Sangha tersebut merupakan Bhikhu Sangha yang tergabung dalam Organisasi Sangha Mahayana Indonesia (SMI). Dengan kata lain, peneliti menjadikan Bhikhu sebagai informan dalam penelitian ini karena mereka telah membaca dan mempelajari pesan dharma dari kitab suci yang dikemas di dalam film animasi. Selain Bhikhu Sangha yang menjadi informan, peneliti juga memilih umat Buddha Vihara Lalitavistara kelurahan Cilincing Jakarta Utara sebagai informan. Umat Buddha yang menjadi informan merupakan umat Buddha yang beribadah dan melaksanakan kegiatan keagamaaan di Vihara Lalitavistara. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan atas kebutuhan informan yang semua terdapat di Vihara tersebut. Yang pertama adalah Bhikhu yang telah lama mengabdikan diri untuk memberikan pelajaran tentang agama Buddha dan mendalami tentang ajaran Dharma serta telah mempraktikan dalam kehidupannya. Yang kedua adalah umat Buddha yang aktif di Vihara Lalitavistara yang melaksanakan kegiatan keagamaan di Vihara Lalitavistara. Film animasi kartun berjudul Kisah Ikrar Agung Ksitigarbha Bodhisattva tersebut dirasa sangat tepat untuk kalangan mahasiswa yang masih tertarik dengan tampilan yang baru dan menarik. Film tersebut menceritakan kelahiran dan riwayat terdahulu kehidupan Bodhisattva Ksitigarbha yang terlahir dalam banyak kehidupan dengan wujud yang berbeda dan kehidupan yang berbeda pula. Peneliti mengangkat kisah untuk episode pertama dan kedua dimana Ksitigarbha Bodhisattva terlahir sebagai Putri Brahmana yang sangat berbakti kepada Ibunya. Ibunya memiliki tabiat dan prilaku yang tidak baik dengan melakukan fitnah dan mencaci maki anggota Sangha dan murid-murid Buddha, sehingga setelah kematiannya ibunya terlahir di alam neraka. Sang putri yang berbakti rela mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan ibunya dari alam neraka. Dengan usaha dan bakti seorang anak yang luar biasa, akhirnya putri brahmana menemukan jalan dan cara untuk menyelamatkan ibunya dari alam neraka. Hal dasar yang dijadikan dalam penelitian ini adalah bagaimana tanggapan Bhikhu dan umat Buddha tentang isi pesan Dharma yang disampaikan dalam film animasi tersebut. Penulis juga ingin melihat bagaimana pesan Dharma dalam film animasi tersebut tidak keluar dari alur kitab suci dan tanggapan umat Buddha terhadap media film animasi dalam proses penyampaian pesan Dharma. Karena itu, peneliti mencoba mengadakan penelitian tentang Pesan Dharma dalam Film Animasi. TINJAUAN PUSTAKA Film Sebagai Media Komunikasi massa Saat ini film tidak hanya dimaknai dengan karya seni saja tetapi lebih kepada komunikasi massa yang mampu mengubah dan memberikan dampak besar dalam kehidupan masyarakat walupun dampak yang diberikan tidak secepat media cetak atau elektornik seperti televisi. Film tidak hanya sekedar karya seni saja pada saat ini film dilihat sebagai komunikasi massa dan praktik sosial. Kedua aspek tersebut dapat dilihat dari kompleksitas aspek film sebagai medium komunikasi massa yang beroprasi di masyarakat (Irawanto, 1991). Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” Jenis Film Untuk sekedar meperlihatkan variasi film yang diproduksi, Mudjiono (2011) menyebutkan jenis-jenis film dapat digolongkan sebagai berikut: a. Film Teaterikal. Film teaterikal atau film cerita merupakan ungkapan cerita yang dimainkan oleh manusia dengan unsur dramatis dan memiliki unsur yang kuat terhadap emosi penonton. Pada dasarnya film dengan unsur dramatis bertolak dari eksplorasi konflik dalam suatu kisah. b. Film Non Teaterikal. Film jenis ini merupakan film yang diproduksi dengan memanfaatkan realitas asli, dan tidak bersifat fiktif. Selain itu juga tidak dimaksudkan sebagai alat hiburan. Film-film jenis ini lebih cenderung untuk menjadi alat komunikasi untuk menyampaikan informasi atau penerangan maupun pendidikan, misalnya film animasi. Film Animasi Film animasi merupakan serangkaian gambar gerak cepat yang countine atau terus-menerus yang memiliki hubungan satu dengan lainnya. Film animasi yang awalnya hanya beruapa rangkaian dari potongan-potongan gambar yang digerakkan sehingga terlihat hidup (Adinda & Adjie, 2011). Animasi berawal dari 2D yang telah berkembang menjadi 3D. Inovasi Media Perkembangan inovasi media pada masa sekarang ini dapat menunjang dan memberikan efek yang baik dalam proses penyampaian pesan Dharma kepada pemeluk agama Buddha yang dapat menerima inovasi yang baru dalam proses penyampaian Dharma. sehingga pesan yang akan disampaikan mampu diterima dengan baik sehingga kualitas keyakinan serta pengertian tetang Dharma dapat diterima dan dipraktikkan dalam kehidupan umat Buddha. Suatu inovasi media selalu memerlukan tahap-tahap yang tidak selalu sederhana untuk dapat diketahui dampak atau akibat keberadaanya secara nyata dan signifikan. Dalam proses komunikasi, rekayasa pesan menjadi peranan penting dalam seluruh area komunikasi, sebut saja mulai dari komunikasi interpersonal, kelompok, komunikasi massa dan lain sebagainya. Message Engeneering Rekayasa pesan (message engineering) merupakan proses penciptaan pesan melalui kontruksi simbolik yang melibatkan pengolahan cipta (gagasan yang ingin disampaikan), dengan rasa (intuisi yang membimbing), dan karsa (kehendak yang mewujudkan). Rekayasa pesan sebagai suatu upaya untuk menciptakan hasil komunikasi yang optimal, sehingga komunikator membutuhkan apa yang disebut dengan kemasan pesan (message packaging). Message Packaging Kemasan pesan adalah presentasi atau adanya ide yang telah dituangkan dari gagasan komunikator dalam suatu tindak komunikasi. Ada lima hal penting dalam rekayasa pesan, yaitu mengetahui siapa yang menjadi komunikator, saluran apa yang dipilih oleh komunikator, manifest atau wujud apa yang dipilih oleh komunikator, pertimbangan komunikator terhadap unsur ruang dan waktu, serta makna yang dikehendaki oleh komunikator untuk mencapai hasil komunikasi yang diharapkan. Tanggapan Tanggapan merupakan proses yang menyangkut masuknya pesan dan informasi ke dalam otak manusia. Tanggapan ditentukan oleh karakteristik orang yang memberikan respon pada stimulus dan bukan ditentukan oleh jenis atau bentuk stimulus. Brunner dan Goodman (dalam Rahmad) menjelaskan melalui suatu penelitian membuktikan bahwa nilai sosial suatu objek tergantung pada konsep sosial orang yang memberi penilaian. Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” Dharmadesana Dalam agama Buddha, kegiatan Dharmadesana merupakan kegiatan wajib dalam setiap ritual yang dilakukan dalam peribadahan agama Buddha. Dharmadesana artinya menyebarkan atau membabarkan Dharma. Tujuan utama dari Dharmadesana adalah memberikan pengertian benar, baik untuk diri sendiri maupun orang lain yang mendengarkan Dharmadesana. Model Dharmadesana Dalam kegiatan penyampaian dharma atau yang sering disebut dengan Dharmadesana ada beberapa model atau cara penyampaian, yaitu Model Dharmadesana dengan Syair Pada masa kehidupan Buddha, proses penyampain pesan Dharma langsung disampaikan oleh Buddha sendiri melalui syair. Model Dharmadesana dengan syair merupakan model yang sering digunakan. Syair-syair yang sering kali didengar dan menjadi kitab dalam agama Buddha adalah Dhammapada. Dhammapada merupakan kitab suci Buddha yang terdiri dari 423 syair dan dibagi ke dalam 26 Vagga. Model Dharmadesana dengan Cerita atau Jataka Dalam proses penyampaian pesan Dharma ini Buddha seringkali menggunakan kisah jataka atau cerita dari kehidupan Buddha di kehidupan terdahulu dari seorang Bodhisattva (calon Buddha) sebelum mencapai penerangan sempurna dan menjadi Buddha. Kisah tersebut terdapat di relief yang dipahat pada dinding Candi Borobudur. Model Dharmadesana dengan Musik dan Lagu Musik dan lagu yang digunakan dalam proses penyampaian Dharma merupakan proses mengagungkan atau memberikan penghormatan kepada Buddha. Hal ini terdapat dalam kitab Tripitaka tentang sabda Buddha atau yang disebut dengan Sutta Pitaka. Pada masa kehidupan Buddha sebelum mencapai penerangan sempurna dan ketika pangeran Siddharta melakukan pelatihan diri yang ekstrim dan pada masa itu pangeran Siddharta hampir kehilangan nyawanya datang sekelompok pemain musik dan menyanyikan syair lagu yang berbunyi “Ketika senar kecapi di stel terlalu longgar, maka hasil suara yang dihasilkan tidaklah merdu, dan ketika senar kecapi ditarik sangat kencang maka senar talinya akan putus”. Model Dharmadesana dengan Diskusi. Diskusi merupakan cara yang sering dilakukan oleh Buddha pada masa kehidupannya dalam proses penyampaian pesan Dharma. Diskusi dilakukan oleh Buddha pada masa itu dengan melihat kondisi dan tempat yang sesuai untuk melakukan diskusi tentang Dharma. Diskusi sering kali dilakukan dengan murid-murid Buddha pada masa itu atau dengan raja yang berkuasa yang secara khusus mengundang Buddha untuk hadir di kerajaannya atau raja tersebut mengunjungi Buddha di tempat pelatihan Buddha bersama murid-muridnya. Dharma Dharma merupakan ajaran yang dibabarkan oleh Buddha setelah Ia mencapai penerangan sempurna (http://chingtu.net/, 2015). Beberapa istilah dan penjelasan Dharma yang berhubungan dengan film animasi berjudul Kisah Ikrar Agung Ksigarbha Bodhisattva adalah Buddha. Buddha merupakan seseorang yang telah sadar, mampu menyadarkan orang lain yang berjodoh dengan-Nya, dan yang telah memperoleh pencerahan sempurna. Brahmana. Brahmana merupakan golongan cendekiawan yang mampu menguasai ajaran, pengetahuan, adat, adab hingga keagamaan. Koti. Koti merupakan satuan ukuran yang artinya adalah sama dengan juta. Karena itu, satu koti artinya adalah senilai dengan satu juta. Bodhisattva. Bodhisattva merupakan makhluk yang mendedikasikan dirinya demi kebahagiaan semua makhluk di alam semesta. Bodhisattva dapat juga diartikan sebagai calon Buddha. Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” Ksitigarbha Bodhisattva. Ksitigarbha Bodhisattva merupakan salah satu Bodhisattva yang memiliki tekad untuk tidak mencapai pencerahan sempurna sebelum seluruh penghuni alam neraka menjadi kosong. Karena itu, Ia akan memberikan kemudahan-kemudahan agar semua makhluk terbebas dari alam neraka. Asankhyeya. Asankhyeya merupakan suatu rentang waktu yang tak terbayangkan, yang begitu panjang dan lama, sehingga dapat juga disebut masa-masa dunia yang tidak terhitung. Mudra. Mudra merupakan gestur atau sikap tubuh yang bersifat simbolis atau ritual dalam ajaran Buddha. Meditasi. Meditasi merupakan praktik relaksasi yang melibatkan pelepasan pikiran dari semua hal yang menarik, membebani, maupun mencemaskan dalam hidup sehari-hari. Sutra. Sutra merupakan salinan akan pengajaran lisan dari Buddha. Bhikhu. Bhikhu merupakan seseorang yang melepaskan kehidupan berumah tangga untuk berusaha sepenuhnya mencapai pencerahan batin serta mengabdikan diri demi ketenteraman dan kebahagiaan masyarakat. Pindhapatta. Pindhapatta merupakan persembahan bongkahan makanan yang dijatuhkan oleh umat ke dalam mangkuk (patta) para bhikhu. Sangha. Sangha merupakan persamuan atau persaudaraan para bhikhu. Namo. Namo merupakan kata dari bahasa sansekerta yang artinya adalah terpujilah. Samadhi. Samadhi merupakan sebuah ritual konsentrasi tingkat tinggi dan melampaui kesadaran alam jasmani. Neraka. Neraka merupakan suatu alam kehidupan yang penuh derita, penuh iksaan, tanpa adanya kesempatan untuk berbuat kebajikan, tanpa kebahagiaan, tanpa perkembangan, dan bersifat tidak kekal. KERANGKA BERPIKIR Dharmadesana merupakan ritual keagamaan yang rutin ada dalam kegiatan peribadatan agama Buddha baik secara kelompok kecil dalam sebuah vihara ataupun pada skala nasional dalam acara nasional, seperti waisak yang sering diadakan di pelataran Candi Borobudur. Pada masa kehidupan Buddha, kegiatan pembabaran Dharma biasa dilakukan oleh Buddha sebagai penyampai pesan (komunikator) dihadapan murid–muridnya. Pada masa perkembangannya Dharmadesana tidak hanya monoton dengan kegiatan berdakwah secara tradisional namun mengalami perubahan dan pergeseran cara menyampaikannya. Hal ini disebabkan karena adanya proses adopsi dan inovasi serta difusi dengan mengikuti perkembangan teknologi yang terjadi serta arus global dalam kehidupan masyarakat dunia. Para pemuka agama Buddha dituntut untuk lebih jeli dalam mengemas pesan dharma agar dapat diterima oleh setiap lapisan masyarakat dan bagaimana memproduksi pesan Dharma dalam sebuah media yang digunakan mampu memberikan wawasan serta gagasan baru dalam kegiatan Dharmadesana. Perkembangan teknologi dalam kehidupan masyarakat global juga memunculkan berbagai alternatif dalam kehidupan masyarakat dan kehidupan beragamapun ikut terkena imbas dari arus global dan perkembangan teknologi saat ini, sehingga muncul alternatif baru dalam kegiatan pembabaran Dharma dengan media film animasi yang masih sangat jarang digunakan dikalangan agama Buddha. Ini merupakan terobosan baru dalam kegiatan penyampaian pesan Dharma dimana film animasi digunakan sebagai media untuk menyampaikan apa yang terdapat dalam kitab suci. Bagaimana proses pesan mampu diterima oleh kalangan agama Buddha dan bagaimana respon serta tanggapan dari umat setelah menyaksikan film animasi yang bersumber pada kitab suci. Dari pemaparan di atas yang menjadi dasar dalam penelitian ini yang akan melihat bagaimana isi pesan Dharma dalam film animasi yang digunakan dalam proses Dharmadesana. Selain itu, melihat bagaimana tanggapan mahasiswa terhadap media film animasi yang digunakan Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” dalam proses Dharmadesana, pesan Ddharma yang bersumber pada kitab suci, sehingga tidak keluar dari jalur serta norma dan aturan-aturan dalam agama. METODE PENELITIAN Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di vihara Lalitavistara yang berada di kelurahan Cilincing, Jakarta Utara dan merupakan salah satu pusat kegiatan keagamaan Buddha di daerah Jakarta Utara. Vihara ini juga merupakan vihara yang masuk dalam cagar budaya dan keberadaanya dilindungi oleh dinas kebudayaan dan pariwisata daerah Jakarta. Vihara Lalitavistara juga merupakan tempat tinggal Bhikhu atau pemuka agama dalam agama Buddha. Informan Sampel penelitian yang akan dijadikan subjek (informan) dalam penelitian ini yang tertuang di dalan tabel berikut. No. Nama Bhikhu Usia (Tahun) 1 Andhanavira Mahastavira Matra Maitri Mahastavira Duta Smirti 58 Jabatan dalam Sangha Pembina 46 Ketua 33 Anggota 2 3 Tabel 1. Daftar Informan Bhikhu (Anggota Sangha) Usia No. Nama Umat (Tahun) 1 Dedi Sujatmiko 22 2 Agus Parino 24 Wayan Candra 3 Ruktitama 21 Saddhiviharika 4 Arya. S 22 Ghana Yoga 5 Mahardika 19 6 Masiyah 23 7 Yunita Sari 22 8 Adhika Yuvati 20 9 Grace Olivia 22 10 Emi Kurniawati 21 11 Ana Metta Sari 24 12 Suharni 23 Bondan Ade 13 Prasetya 21 14 Dedi/ Setiawan 21 15 Satya Nanda Budi. S 22 Tabel 2. Daftar Informan Umat Buddha Vihara Lalitavistara Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” Waktu Penelitian Waktu penelitian dimulai dari bulan Juni 2015 hingga bulan Juli 2015. Sedangkan rentang waktu yang digunakan adalah perencanaan pada bulan Maret 2015. Kemudian dilanjutkan dengan melakukan observasi dan melihat ke lokasi penelitian pada bulan berikutnya. Langkah selanjutnya adalah pengambilan data-data sampel yang akan dijadikan sebagai objek penelitian yang dilanjutkan dengan pengolahan data dan menulis hasil yang diperoleh dari pengumpulan datadata. Dengan memberikan kuisioner dan melakukan wawancara mendalam mengenai pengertian bakti dan sosok Ksitigarbha yang terdapat dalam film animasi yang akan digunakan sebagai media dalam penelitian. Dengan memberikan instrument pertanyaan kuisioner yang menyangkut isi Dharma dalam film animasi dan melakukan wawancara mendalam. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan dalam tesis adalah deskriptif kualitatif. Menurut Bagman dan Taylor (dalam Sudarto, 1995), metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Secara umum penelitian kualitatif bertujuan untuk memahami perilaku dan perpektif masyarakat. Penelitian kualitatif merupakan salah satu metode untuk mendapatkan kebenaran dan tergolong sebagai penelitian ilmiah yang dibangun atas dasar teori-teori yang berkembang dari penelitian dan terkontrol atas dasar empirik. Dalam penelitian kulitatif tidak hanya menyajikan data apa adanya melainkan juga berusaha menginterpretasikan korelasi sebagai sebagai faktor yang ada yang berlaku meliputi sudut pandang atau proses yang sedang berlangsung. Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah segala informasi yang digunakan di dalam penelitian. 1. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung oleh peneliti melalui informan maupun pengamatan yang dilakukan. Data primer dalam penelitian ini, antara lain terdiri atas observasi atau pengamatan, melakukan FGD (Focus Group Discussion), dan wawancara mendalam (indepth interview). 2. Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung dalam penelitian. Data ini diperoleh peneliti melalui sejumlah literature dan film animasi yang digunakan ataupun sumber pendukung, seperti: dokumen, buku, jurnal atau artikel ilmiah, proceeding, berita, maupun sumber dari internet. Teknik Pengumpulan Data 1. FGD (Focus Group Discussion) Focus Group Discussion (FGD) dilakukan terhadap Bhikhu dan umat Buddha yang ada di Vihara Lalitavitara Cilincing Jakarta Utara. Informan merupakan Bhikhu yang aktif memberikan ceramah Dharma dan bimbingan agama Buddha di Vihara Lalitavistara dan umat Buddha yang ada di Indonesia. Bhikhu yang akan menjadi informan dalam penelitian ini berjumlah lima orang Bhikhu. Selain informan yang berasal dari anggota Sangha (bhikhu), penelitian ini juga melibatkan informan yang berasal dari umat Buddha yang berada di Vihara Lalitavistara berjumlah 15 orang. FGD dilakukan untuk mengetahui sejauh mana proses pemahaman serta tanggapan dan penerimaan dari Bhikhu dan umat Buddha yang ada di Vihara Lalitatavistara dalam menerima pesan Dharma dalam film animasi yang digunakan sebagai media dalam menyampaikan pesan serta melihat bagaimana tanggapan-tanggapan yang muncul dengan penggunaan media baru dalam Dharmadesanna yang menggunakan media film animasi dalam penyampaian Dharmadesana. Hal ini tentunya akan menambah Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” data-data yang dapat memberikan masukan untuk penulis dalam menganalisa proses penerimaan pesan Dharma dalam film animasi. 2. Interview (Wawancara) Dalam melakukan wawancara, peneliti menggunakan interview guide sebagai arahan pertanyaan guna memperoleh kedalaman informasi atas pertanyaan yang diajukan kepada informan. Peneliti menggunakan wawancara tidak terstruktur yang bersifat bebas dan tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. Berdasarkan analisis terhadap setiap jawaban dari responden tersebut, maka peneliti dapat mengajukan berbagai pertanyaan berikutnya yang lebih terarah pada suatu tujuan. Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Teknik purposive sampling pada dasarnya digunakan oleh peneliti dengan alasan karena peneliti berupaya mencari dan memilih informan yang dianggap mengetahui informasi dan permasalahan secara mendalam. Peneliti memilih Bhikhu dan umat Buddha Vihara Lalitavistara yang aktif dalam kegiatan, kerap berinteraksi satu sama lain, sekaligus menguasai berbagai informasi mengenai kitab suci dan pengetahuan tentang agama Buddha dan seluk beluknya. Hal ini dimaksudkan agar hasil penelitian yang diperoleh akan mempermudah analisis terhadap film animasi dalam proses penyampaian pesan harma melalui media film animasi. Teknik Analisis Data Untuk teknik analisis data, peneliti melakukannya bersamaan dengan proses pengumpulan data. Mengingat sifat penelitian ini adalah kualitatif, maka data yang diperoleh dimungkinkan akan berubah-ubah sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan sehingga analisis data dapat mulai dilakukan sejak awal bersamaan dengan pengumpulan data. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis interaktif dari pemikiran Miles dan Huberman, yang terdiri dari tiga komponen utama, yaitu: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Pawito, 2007). Validitas Data Terkait dengan validitas data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik trianggulasi data (sumber). Trianggulasi yang dilakukan peneliti bertujuan untuk menguji data yang diperoleh dari satu sumber, kemudian dibandingkan dan dianalisis dengan sumber yang lainnya. Asumsinya adalah apakah data yang berhasil ditemukan oleh peneliti dapat bersifat konsisten, tidak konsisten, atau justru berlawanan terhadap data yang lainnya. Selain itu, melalui trianggulasi ini, peneliti mampu mengidentifikasikan gambaran yang jelas mengenai gejala yang diteliti. SAJIAN DATA Film Animasi Kisah Ikrar Agung Ksitigarbha Bodhisattva Film animasi berjudul Kisah Ikrar Agung Ksitigarbha Bodhisattva mengisahkan salah satu kelahiran pada masa lampau dari Bodhisattva Ksitigarbha di dalam keluarga brahmana. Film animasi ini berdurasi kurang lebih 15 menit dengan putri brahmana sebagai tokoh utama yang memberikan pesan dan ajaran Dharma. 1. Babak Pertama Masa Kecil Putri Brahmana Bagian awal film animasi berjudul Kisah Ikrar Agung Ksitigarbha Bodhisattva episode Putri Brahmana menceritakan masa kehidupan Buddha Padmasamadhisvararaja yang memiliki usia panjang. Judul film dimunculkan sebagai pembuka dalam film animasi tersebut dengan back sound yang menarik dan terdengar sangat jelas. Suara narator dalam bahasa Mandarin memberikan gambaran tentang alur cerita dan sumber cerita yang terdapat di dalam kitab suci. Judul film menggunakan dua bahasa, yaitu bahasa Mandarin dan bahasa Indonesia. Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” Gambar 1. Judul Awal Film Animasi Episode I Tampilan pertama dalam episode menunjukkan judul episode yang menceritakan tentang putri brahmana. Pada kehidupan lampau, Bodhisattva Ksitigarbha pernah dilahirkan di sebuah keluarga brahmana. Karena itu, ia mendapat julukan sebagai putri brahmana. Brahmana merupakan kasta tertinggi dan sangat dihormati di dalam kehidupan masyarakat. Putri brahmana lahir pada masa Dharma Buddha Padmasamadhisvararaja yang memiliki usia yang panjang. Pada bagian ini, gambar Buddha Padmasamadhisvaraja muncul dengan menunjukkan beberapa mudra. Mudra merupakan bentuk jari-jari tangan yang melambangkan ketenangan dan cinta kasih. Posisi duduk meditasi dari Buddha tersebut adalah posisi duduk meditasi teratai sempurna yang menyilangkan kedua kaki dengan posisi telapak kaki menghadap ke atas. Warna keemasan merupakan simbol dari keagungan dan kebijaksanaan dalam pencapaian tingkat kesucian. Gambar 5. Putri Brahmana Memberikan Hormat Bagian awal dari film animasi berjudul Kisah Ikrar Agung Ksitigarbha Bodhisattva menampilkan kelahiran putri di dalam keluarga brahmana. Masa kecil kehidupan putri brahma dipenuhi dengan kebahagiaan dan kasih sayang yang penuh dari ibunya. Sejak usia anak-anak, putri Brahmana telah memiliki keyakinan terhadap Buddha. Hal tersebut dimunculkan di dalam film dimana putri brahmana memberi penghormatan di hadapan altar Buddha dengan khidmat. 2. Babak Ke 2 Masa Remaja Putri Brahmana Gambar 6. Putri Brahmana Menerima Buku Sutra Setelah Mempersembahkan Buah Kepada Bhikhu Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” Memasuki usia remaja, putri brahmana tumbuh menjadi sosok remaja yang memiliki paras yang cantik dan memiliki budi perkerti yang luhur. Hal ini dapat terlihat dalam kemunculan putri Brahmana yang berjalan mengikuti ibunya dengan membawa buah apel di dalam mangkuk besar ditangannya. Melihat dua orang Bhikhu yang sedang meminta sedekah (pindhapatta), putri brahmana yang memiliki sifat dermawan terlihat sangat antusias dan penuh keyakinan dalam memberikan buah apel yang dibawanya sebagai persembahan kepada kedua bhikhu tersebut. Pindhapatta merupakan tradisi para Bhikhu dalam meminta sedekah makanan pada waktu yang telah ditentukan sesuai dengan aturan yang dijalankan oleh para Bhikhu yang hidup dan tinggal di vihara. Hal tersebut dapat dilihat ketika putri brahmana berjalan cepat menghampiri kedua Bhikhu yang sedang berpindhapatta. Sebagai ucapan terima kasih, Bhikhu tersebut memberikan buku sutra kepada putri brahmana. Putri brahmana sangat gembira menerima buku sutra (buku yang berisikan tentang ajaran Dharma). Adegan selanjutnya adalah putri brahmana membuka buku sutra. Saat putri brahmana membuka buku sutra, ibunda putri brahmana melihat dan memarahi putrinya serta memaki para Bhikhu dengan kata-kata kasar. Kemudian ibunda putri Brahmana mengambil buku sutra secara kasar dan memberikan penjelasan kepada putri brahmana agar tidak mempercayai para Bhikhu. Saat masa remaja ini, putri brahmana menyadari akan pentingnya berbuat kebajikan dengan melakukan pemujaan atau penghormatan kepada Buddha dan anggota Sangha serta mempercayai hukum kebenaran atau hukum kesunyataan yang berlaku di alam semesta. 3.Babak ketiga Masa Dewasa Putri Brahmana Gambar 8. Putri Brahmana Memasuki Usia Dewasa Memasuki usia dewasa, putri brahmana tampil sebagai sosok wanita yang cantik, dengan kepribadian yang penuh welas asih dan memiliki etika serta tata cara bahasa yang santun. Karena itu, masyarakat yang tinggal di sekitar tempat tinggalnya sangat menghormati dan menyanjungnya. Ketika putri brahmana berjalan menuju tempat ibadah, ia menyapa masyarakat dengan tutur kata yang sopan. Putri Brahmana memiliki sifat yang agung. Keyakinannya terhadap Buddha tidak pernah pudar. Ia terus memberikan penghormatan di altar Buddha dengan penuh keyakinan dan ketulusan. Ia memuja, menyebut dan melafalkan nama Buddha dengan penuh konsentrasi. Namun, hal tersebut menyebabkan terjadinya perdebatan antara putri brahmana dengan ibunya. Ibunda dari putri brahmana tidak memiliki keyakinan terhadap Buddha, sehingga ia lebih mempercayai paranormal. Paranormal tersebut telah meramalkan bahwa ibunda dari putri brahmana akan memiliki usia yang panjang. Ketika ibunda melihat bahwa putrinya dengan khidmat dan penuh konsentrasi sedang melafal nama Buddha di depan altar, ibunda dari putri brahmana merasa tidak senang, sehingga menimbulkan perdebatan diantara mereka. Putri brahmana tetap memberikan penjelasan kepada ibunya tentang tentang kebenaran dan tujuan dari tindakan yang ia lakukan. Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” Putri brahmana menjelaskan kepada ibunya tentang betapa pentingnya melakukan kebajikan. Putri brahmana mengatakan bahwa dengan mempelajari ajaran Buddha, maka seseorang akan menjadi bijak. Ia juga mengatakan bahwa seseorang akan menjadi kaya karena mereka suka berdana. Selain itu, berdana kepada Bhikhu atau fakir miskin akan menjauhkan diri dari keserakahan dan justru akan menambah berkah bagi mereka yang berdana. Meskipun putri brahmana telah menjelaskan Dharma kepada ibunya, ibunya tetap tidak bersedia melaksanakan. Ibu putri brahmana justru memilih untuk percaya kepada paranormal yang telah meramalnya. Paranormal tersebut meramalkan bahwa ibu putri brahmana akan memiliki usia yang panjang. Kenyataannya, ibu putri brahmana menderita sakit, terbaring di kasur, dan akhirnya meninggal dunia. Putri Brahmana bersedih karena ia mengetahui bahwa ibunya semasa hidupnya tidak mempercayai Dharma, maka niscaya jatuh ke alam sengsara. Demi meyelamatkan ibunya, putri brahmana menjual barang berharga. Hasil penjualannya ia tukar dengan dupa, bermacam-macam bunga segar dan berbagai alat pujan lain. Kemudian sajian tersebut dipersembahkan kepada Rupang Buddha Padmasamadhisvararaja di vihara, sambil mengadakan puji bhakti secara khidmat. Ketika putri brahmana sedang mengadakan puja bakti, bersedih dan sangat lama menghadap rupang Buddha Padmasamadhisvararaja, tiba-tiba terdengar suara dari langit. Suara tersebut adalah suara dari Buddha Padmasamadhisvararaja. Buddha tersebut melihat putri brahmana merindukan ibunya melebihi kesedihan umat-umat lain. Karena itu, Buddha datang untuk menunjukkan tempat ibunya berada. Buddha Padmasamadhisvararaja memberi petunjuk agar setelah putri brahmana menyelesaikan puja bakti, ia segera kembali ke rumah, duduk bersila di dalam kamar yang bersih, dan memusatkan pikiran sambil merenungkan nama Buddha Padmasamadhisvararaja terus menerus, sehingga ia mengetahui di alam mana ibunya berada. Mendengar hal tersebut, putri brahmana gembira dan memberi hormat. Setiba di rumah, putri brahmana duduk bersila dan merenungkan nama Buddha Padmasamadhisvararaja dengan sepenuh hati selama satu hari satu malam. Ketika mengitu petunjuk Buddha Padmasamadhisvararaja, putri brahmana memasuki samadhi. Di dalam samadhinya, putri brahmana berada di dalam alam neraka. Di sana, ia bertemu dengan raja setan Amagadha. Namun, putri brahmana tidak merasa takut karena ia telah memuliakan nama Buddha Padmasamadhisvararaja. Putri brahmana bertanya kepada raja setan Amagadha tentang alam neraka dan kondisi ibunya yang berada di alam neraka. Kemudian raja setan Amagadha menjelaskan kepada putri brahmana tentang alam neraka dan kondisi ibunya. Ia menjelaskan bahwa terhukum di neraka akan mendapatkan hukuman sesuai perbuatan, pikiran, dan ucapan buruk yang pernah mereka lakukan semasa hidupnya. Misalnya, terhukum akan ditusuk perutnya berulang kali. Ia kemudian melanjutkan bahwa ibu putri brahmana yang seharusnya menderita lama di neraka telah dilahirkan di surga. Hal tersebut terjadi karena ibu putri brahmana telah mendapat berkah oleh putrinya yang pernah mengadakan puja bakti terhadap rupang Buddha Padmasamadhisvararaja di vihara. Karena putri brahma telah mengetahui asal usul dan sebab musabab tersebut, ia merasa gembira, berpamitan kepada raja setan Amagadha dan mengakhiri samadhinya. Kemudian ia kembali ke vihara dan berikrar di depan rupang Buddha Padmasamadhisvararaja. Ia berikrar bahwa pada masa yang akan datang ia akan memberikan kemudahan-kemudahan untuk menyelamatkan semua makhluk berdosa agar semuanya dapat membebaskan diri dari belenggu kesengsaraan. Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” PEMBAHASAN Rekayasa pesan Dharma dalam film animasi berjudul Kisah Ikrar Agung Ksitigarbha Bodhisattva. Berdasarkan wawancara dengan para Bhikhu, proses penyampaian Dharma dapat menggunakan media cetak maupun elektronik. Film animasi merupakan salah satu media elektronik yang dapat digunakan untuk mempermudah penyampaian pesan Dharma. Melalui film animasi, penyampaian Dharma dapat menjadi lebih fleksibel, tidak kaku serta lebih dapat diterima dan dimengerti oleh umat Buddha. Di dalam peraturan keBhikhuan terdapat larangan dalam penggunaan media film untuk menyampaikan pesan Dharma. Namun, di dalam aliran Buddha Mahayana terdapat istilah yang disebut dengan upaya kausalya. Upaya kausalya merupakan metode atau cara atau jalan yang lebih fleksibel dalam menyampaikan pesan Dharma yang dapat dilakukan melalui seni maupun budaya yang menyesuaikan dengan budaya setempat dan yang dapat diterima oleh umat Buddha. Karena itu, penyampaian pesan Dharma melalui film animasi merupakan sebuah upaya kausalya. Menurut para Bhikhu, rekayasa pesan Dharma di dalam film animasi Kisah Ikrar Agung Ksitigarbha Bodhisattva sudah sangat sesuai dengan ajaran di dalam kitab suci. Pesan Dharma di dalam film animasi tersebut sangat dibutuhkan untuk menuntun dan mengajak umat Buddha untuk bertobat, menghormati orang tua, dan berbuat baik. Penggunaan film animasi tersebut sangat baik dan layak digunakan untuk media pembabaran Dharma di Indonesia, sehingga Dharma dapat diterima, diterapkan dan berkembang baik di dalam kehidupan. Karena film animasi tersebut merupakan salah satu cara dari upaya kaulsalya dalam memberikan pembelajaran tentang Dharma, maka mereka yang menonton juga perlu membaca teks asli di dalam kitab suci. hal ini dimaksudkan agar pemahaman mereka tentang Dharma dapat menjadi lebih luas. Umat Vihara Lalitavistara berpendapat bahwa film animasi telah mengalami perkembangan yang pesat. Selain sebagai hiburan, film animasi dapat menjadi media penyampaian pendidikan moral atau menyampaikan pesan Dharma. Menurut mereka, para pengajar maupun penceramah Dharma dapat menyampaikan pesan Dharma melalui film animasi. Pesan Dharma di dalam film animasi Ikrar Agung Ksitigarbha Bodhisattva sangat mudah diterima dan diingat oleh penonton. Karena itu, pesan Dharma dalam film tersebut dapat mendorong seseorang yang menontonnya untuk tidak melakukan kejahatan, menimbulkan rasa takut untuk berbuat jahat, menimbulkan rasa malu untuk berbuat jahat, dan membangkitkan perilaku untuk berbuat kebajikan, misalnya beramal dan membantu orang tua. Tanggapan Bhikhu terhadap pesan Dharma dalam film animasi Kisah Ikrar Agung Ksitigarbha Bodhisattva. Menurut para Bhikhu, penggambaran sosok Bodhisattva Ksitigarbha sudah sesuai dengan apa yang diajarkan di dalam kitab suci. Sosok Bodhisattva Ksitigarbha yang mengajarkan tentang pentingnya berbakti kepada orang tua dapat dilihat di dalam film animasi tersebut. Penggambaran sosok putri brahmana di dalam film animasi tersebut juga sudah sesuai dengan apa yang diajarkan di dalam kitab suci. Mereka berpendapat bahwa pada masa sekarang banyak orang yang telah lupa diri untuk berbakti terhadap orang tua, guru, dosen maupun mereka yang lebih tua, sehingga film animasi tersebut sangat tepat untuk mengajarkan rasa bakti. Selain itu, penggambaran ajaran kebaikan dan dampak dari perbuatan buruk di dalam film animasi tersebut telah sesuai dengan apa yang diajarkan di dalam kitab suci. Para Bhikhu setuju bahwa melafalkan nama Buddha dan meditasi yang dilakukan oleh putri brahmana merupakan cara yang tepat untuk menciptakan ketenangan pikiran, sehingga seseorang akan mampu berpikir Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” secara jernih. Sedangkan perilaku buruk yang dilakukan oleh ibunda putri brahmana memang benar adanya akan menyebabkan seseorang terlahir di alam neraka. Hal tersebut terjadi karena kebodohan batin yang dilakukan oleh ibunda putri brahmana. Kebodohan batin yang dimaksud adalah kebodohan seseorang yang tidak mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, sehingga menyebabkan seseorang terjerumus ke dalam alam neraka. Para Bhikhu juga telah sepakat bahwa penggambaran alam neraka telah sesuai dengan ajaran yang terdapat di dalam kitab suci. Di dalam agama Buddha terdapat 31 alam kehidupan yang semuanya tidak kekal. Alam neraka merupakan salah satu dari alam tersebut. Alam neraka memiliki bagian dan lapisannya sendiri. Sedangkan neraka avici dimana ibunda putri brahmana dilahirkan merupakan neraka yang letaknya paling bawah dan penderitaannya sangat lama. Penggambaran sosok Bodhisattva juga telah sesuai dengan literatur yang diajarkan di dalam kitab suci. Sedangkan perbuatan baik untuk menyelamatkan para mahluk di alam neraka juga telah sesuai dengan ajaran di dalam kitab suci. Ketika terdapat anggota keluarga yang terlahir di alam neraka, maka anggota keluarga yang terdekat dapat melakukan perbuatan baik, misalnya dengan berdana. Buah dari perbuatan baik tersebut dapat di atas namakan untuk keluarga yang meninggal, sehingga akan membantu mereka untuk terlahir di alam yang lebih baik lagi. Di dalam agama Buddha, hal tersebut dinamakan dengan pelimpahan jasa kebajikan, yang tentunya dapat membantu para mahluk yang terlahir di alam penderitaan agar terbebas dari alam penderitaan dan terlahir di alam yang lebih baik. Tanggapan umat Vihara Lalitavistara terhadap film animasi yang digunakan sebagai media untuk menyampaikan pesan Dharma. Umat Vihara Lalitavistara berpendapat bahwa film animasi Kisah Ikrar Agung Ksitigarbha Bodhisattva telah dibuat sesuai dengan apa yang terdapat di dalam kitab suci. Pesan Dharma yang terdapat di dalam film tersebut adalah pentingnya berbakti kepada orang tua, pentingnya berdana atau beramal dengan tulus ikhlas, pentingnya melakukan pelimpahan jasa kepada para leluhur, menyakini hukum karma, meyakini hukum tumimbal lahir, serta meyakini ajaran Buddha dengan sepenuh hati dan mempraktikkan ajaran Buddha di dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya, mereka berpendapat bahwa film animasi dapat menjadi salah satu media untuk mengajar dan berceramah bagi para guru dan penceramah. Hal tersebut dikarenakan film animasi mampu mengemas dan menyampaikan ajaran maupun pesan Dharma melalui penggambaran tokoh yang disertai tulisan, sehingga menjadikan film animasi menjadi lebih menarik. Karena itu, pengajaran dan pembabaran Dharma menjadi tidak monoton atau tidak hanya melalui metode ceramah dan lisan saja. Melalui menariknya film animasi, maka diharapkan pesan dharma dapat mudah dipahami, dihayati dan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari oleh mereka yang menyaksikannya. Umat Vihara Lalitavistara juga menyatakan bahwa jika mungkin terdapat sedikit kesalahan di dalam film animasi tersebut, maka hal tersebut merupakan masalah kecil. Menurut mereka, kekurangan di dalam film animasi tersebut adalah kurangnya adegan puja bakti yang dilakukan oleh putri brahmana di dalam tempat ibadah. Selain itu, penceramah juga perlu melihat siapa saja yang menjadi penonton untuk film animasi tersebut. Menurut mereka, film animasi tersebut sedikit mengandung unsur kesadisan terutama di bagian adegan penjelasan tentang alam neraka oleh raja setan Amagadha. Di dalam adegan tersebut digambarkan adanya tangan para terhukum di neraka yang terpotong dan organ dalam para terhukum di neraka yang terburai keluar. Mereka menyarankan jika para penontonnya adalah anak-anak kecil, maka alangkah baiknya jika penceramah mencari film animasi lain yang tidak mengandung unsur kesadisan tersebut. Hal tersebut diutarakan karena adegan-adegan tersebut kemungkinan dapat mengganggu perkembangan psikologis anak-anak kecil. Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” Mereka menyimpulkan bahwa secara keseluruhan film animasi tersebut sangat bagus untuk dijadikan teladan Dharma tentang bakti seorang anak kepada orang tua, dapat memotivasi penontonnya untuk selalu berbuat kebajikan, membantu menyerap ajaran Buddha dengan mudah, membantu menyadari dalam membedakan mana perilaku yang patut dilakukan dan mana perilaku yang tidak patut untuk dilakukan, menyadari bahwa perbuatan buruk akan berakibat buruk dan perbuatan baik akan berakibat baik, serta mampu menimbulkan rasa menyesal dan bertobat pada diri masing-masing atas segala kejahatan yang telah dilakukan baik melalui ucapan, pikiran, dan perbuatan, sehingga mendorong diri masing-masing untuk bertekad memperbaiki diri ke arah yang lebih baik dengan mempraktikkan Dharma. PENUTUP Kesimpulan Film Animasi Kisah Agung Ksitigarbha Bodhisattva dapat diartikan sebagai media komunikasi dalam proses penyampaian pesan Dharma atau kebaikan. Dalam film animasi tersebut bagaimana isi pesan dharma dapat diterima dengan baik oleh penonton. Komunikator sebagai pembuat film animasi ini tentunya memiliki tujuan dalam pembuatan film yang bersumber pada kitab suci. Bagaimana pesan dikemas dalam sebuah film animasi, sehingga penonton yang melihat dapat memahami dan mengerti makna pesan kebaikan di dalam film animasi tersebut. Dalam hal ini, ada dua hal yang dapat dipetik, yaitu bagaimana film animasi dalam penggambarannya tidak melenceng dari kitab suci dan bagaimana rekayasa pesan berperan dalam penyampaian dan pengemasan pesan Dharma yang dapat diterima dengan baik oleh umat Buddha. Dalam proses kreatif, penggunaan film animasi sebagai media untuk menyampaikan pesan Dharma tidak terlepas dari perkembangan teknologi yang mendukung. Hal ini terjadi karena film animasi dapat memberikan gambaran baru dalam proses Dharmadesana. Media yang berperan dalam proses penyampaian pesan Dharma dapat memberikan kemasan baru, sehingga umat akan menjadi lebih antusias dalam mempelajari dan meningkatkan keyakinan. Tanggapan dan pendapat dari para Bhikhu dan umat sebagai komunikator dan penonton adalah dapat menerima dengan baik isi pesan dalam film animasi tersebut, sehingga tujuan dari pembuatan film animasi tersebut dapat dikatakan telah tepat sasaran. Rekayasa pesan Dharma yang dikemas di dalam film animasi memerlukan detail gambar dan penggambaran tokoh animasi yang sesuai dengan kitab suci. Hal ini terjadi karena film animasi bersumber dari kitab suci dan pengajaran tentang agama Buddha yang menjadi dasar dari pembuatan film animasi itu sendiri. Dalam rekayasa pesan Dharma, pembuat film animasi memunculkan sosok Bodhisattva pada masa kelahirannya yang terdahulu sebagai putri brahmana. Pesan Dharma tersebut berisi tentang bhakti anak terhadap orang tua dimana seorang anak dapat memberikan penyelamatan untuk orang tua mereka yang telah meninggal dan terlahir di alam penderitaan. Kekuatan dari rasa bhakti dan tekad tersebut merupakan fokus dalam film animasi. Karena cinta kasih, ketulusan hati, dan pengorbanan diri dari putri brahmana, maka putri brahmana disebut sebagai Bodhisattva. Pesan Dharma dalam film animasi berjudul Kisah Ikrar Agung Bodhisattva Ksitigarbha merupakan cerminan tekad untuk membalas budi orang tua dengan melaksanakan bhakti sebagai anak yang tidak hanya selesai ketika masa kehidupan orang tua telah habis. Namun, berlanjut hingga waktu yang tak terbatas. Cinta kasih seorang anak terhadap orang tua yang memiliki padangan keliru dapat membebaskan orang tua dari alam penderitaan. Penggambaran dan siksaan di alam neraka terlihat sangat mengerikan, sehingga membuat para pembuat kejahatan akan tersadarkan begitu mengerikannya alam neraka. Manusia saat ini telah banyak melupakan akan pentingnya rasa bhakti terhadap orang tua dan bahkan tidak sedikit anak-anak yang sanggup untuk bertindak kejam terhadap orang tua mereka. Makna terdalam dalam film animasi tersebut dapat mewujudkan rasa bhakti para penonton kepada orang tua mereka. Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” Implikasi 1. Teoritis Film animasi sangat berhubungan erat dengan ilmu komunikasi, karena film animasi merupakan media dalam upaya menyampaikan pesan. Pesan Dharma dalam film animasi Kisah Ikrar Agung Ksitigarbha Bodhisattva dapat sampai kepada penonton, yaitu umat Buddha yang menjadi sasaran dalam proses penyampaian pesan Dharma. Bhikhu sebagai penyampai pesan Dharma atau komunikator memiliki peranan yang penting dalam melihat kemampuan film animasi mengemas pesan Dharma tanpa menghilangkan makna yang sebenarnya yang sesuai dengan kitab suci. Selain melihat bagaimana film animasi dijadikan sebagai media dalam proses penyampaian pesan, film animasi juga sangat erat kaitannya dengan studi pesan. Studi pesan tersebut adalah bagaimana pesan Dharma dikemas secara menarik dan tanpa menghilangkan makna yang sesungguhnya dari kitab suci. Selain itu, studi pesan juga melihat bagaimana dan apa yang ada dalam penggambaran sosok Bodhisattva yang terdapat di dalam film animasi, sehingga apa yang ingin disampaikan di dalam film animasi dapat dipahami dan dimengerti oleh penerima pesan. Media film animasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan dan tanggapan dari penonton setelah menerima pesan Dharma dalam film animasi tersebut dapat menjadi suatu kajian yang lengkap. Dengan kata lain, peneliti menjadi lebih mampu memahami maksud, isi pesan, dan respon dari penonton yang menerima pesan Dharma melalui media di dalam proses penyampaian pesan Dharma. Pesan Dharma tersebut dapat lebih efektif dan dapat diterima atau menjadi tidak efektif dan ditolak. 2. Praktis Jika dilihat secara praktis, maka pengetahuan yang dapat diambil dalam penelitain ini adalah metode apa yang tepat digunakan dalam proses penyampaian pesan Dharma dan bagaimana cara metode tersebut dijalankan agar tepat sasaran dan sesuai dengan tujuan. Selain itu, pengetahuan tentang implementasi ide-ide kreatif dalam merekayasa pesan Dharma yang digunakan oleh pembuat film animasi juga dapat dipelajari. Hal yang menarik lainnya adalah bagaimana film animasi tersebut dengan baik mampu menyampaikan pesan Dharma. Proses penyampaian pesan Dharma melalui media harus dapat diterima baik bagi komunikator, yaitu para Bhikhu yang bertugas untuk memberikan bimbingan dan pengarahan kepada umat dan bagi umat atau penonton yang mampu memahami dengan baik pesan Dharma yang disampaikan melalui media film animasi. Saran Walaupun film animasi ini dapat dikatakan mendekati sempurna, baik dari segi penggambaran, tampilan, suara, dan tujuan tetapi film animasi tersebut perlu mempertimbangkan beberapa hal yang menjadi kekurangan. Hal ini dimaksudkan agar dapat menjadi perbaikan ke depannya. Beberapa hal yang perlu menjadi acuan perbaikan, yaitu 1. Kendala bahasa. Film animasi ini masih menggunakan Bahasa Mandarin, sehingga penonton yang tidak mengerti Bahasa Mandarin akan terkendala dalam memaknai pesan Dharma di dalam film animasi tersebut. Adanya terjemahan Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris menjadikan nilai film animasi menjadi kurang sempurna dalam pemaknaan pesan Dharma yang sebenarnya. 2. Beberapa adegan gambar film animasi ini dinilai kurang tepat sasaran jika ditontonkan untuk anak-anak. Karena itu, film animasi ini harus memberikan kejelasan tentang standar usia bagi penontonnya. Misalnya, dapat diberikan pedoman “Menonton dengan Bimbingan Orang Tua”. 3. Film animasi ini memerlukan kajian isi dengan sumber kitab suci. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi penyimpangan dalam pembuatan film animasi. Dengan demikian, pesan yang akan disampaikan tidak melenceng dengan apa yang terdapat di dalam kitab suci. Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” 4. Film animasi ini perlu memperhatikan detail gambar dan penggambaran sosok mahluk suci atau Bodhisattva, sehingga umat yang menerima tidak salah mempersepsikan gambaran dari seorang Bodhisattva. Film animasi ini dapat menjadi sebuah acuan dalam memberikan alternatif baru dalam proses pembabaran Dharma di Indonesia. Film animasi ini mengembangkan metode pembabaran Dharma yang lebih kreatif, tanpa menghilangkan makna, dan memasukkan unsur budaya Indonesia, sehingga akan mudah diterima oleh umat Buddha di Indonesia. Penggunaan bahasa di dalam film animasi ini adalah sangat penting dalam proses penyampaian pesan Dharma karena hal tersebut menunjang tersampaikannya atau tidak sebuah pesan Dharma kepada penonton. Faktor usia dari penonton yang akan menjadi sasaran dari sebuah karya film animasi juga perlu diperhatikan. Hal ini terjadi karena faktor usia dari penonton sangat mempengaruhi apakah film animasi tersebut efektif atau tidak dalam proses penyampaian pesan Dharma. DAFTAR PUSTAKA Arifin, Anwar. 1984 . Strategi Komunikasi: Sebuah Pengantar Ringkas. Bandung: Armico. Basit, Abdul. 2013. Dakwah Cerdas di Era Modern. Jurnal Komunikasi Islam Vol. 03 IAIN Sunan Ampel. Bordwell, D. 1985. Naration in Fiction Film. Wisconsin: University Of Wisconsin press. Convelo G. Cevilla dkk. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: Universitas Indonesia. Dabphet, Siripen. Scott, Noel and Ruhanen, Lisa. 2012. Applying diffusion theory to destination stakeholder understanding of sustainable tourism development : a case from Thailand. Jurnal of Sustainable Tourism Vol. 20, No. 8. Effendi, Onong Uchyana. 1998 . Ilmu, Filsafat, dan Teori komunikasi. Bandung: Citra Aditya Bhakti. Irawanto, B. 1999. Film, Ideologi, dan hegemoni militer dalam sinema Indonesia. Yogyakarta: Media Persindo. Mardalis. 1999. Metode Penelitian Suatu Pendekatan proposal. Jakarta: Bumi Aksara. McQuail, D. 1987. Teori komunikasi Massa. Jakarta: Erlangga. Niwano, Munehiro. 2013. Founder Nikkyo Niwano and Sutra Recitattion ( Awakening To one’s and Others’ Buddha- Nature ). Claritas: Journal Of Diaologue and Culture, Vol 2, No. 1. Patminingsih, Astuti. 2014. Strategi Dakwah’Aisyiyah’ dalam Pembinaan Keluarga Sakinah. Jurnal Ilmu Dakwah dan Pengembangan Komunitas Vol. 9 No. 2. Pawito. 2007. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: LKis. Purwasito, Andrik. 2015. Komunikasi Multi Kultural. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Purwasito, Andrik. 2003. Message Studies. Surakarta : Ndalem Poerwahadiningratan Press. Puewasito, Andrik. 2010. Semiology on Communication Studies. http:/andrikpurwasito.blog.com. Resmadi, Idhar dan Yuliar, Sonny. 2014. Kajian Difusi Inovasi Konvergensi Media diharian Pikiran Rakyat. Jurnal sosioteknologi Vol. 13 No. 2. ITB. Rogers. E. M. and Gwin P.H., 1997. Communicatio Of innovation a cross cultural Approach. Free press New York. ‘ 1981. Communicatin of innovation A cross Cultural approach; free Press. New York. Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” Rogers, E. M.., 1983. Diffusion Of Innovations Third Edition. The free Press. New York. Rogers, E. M. 2003, Diffusion Of Innovations: Fifth Edition. The Free Press. New York. Sudarto. Metodologi Penelitian Filsafat. Jakarta :Raja Grafindo Persada. Sutopo, H. B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Taufik, M. Tata. 2013. Dakwah Era Digital. Kuningan: Pustaka Al-Ikhlas. Liliweri, Alo. 2003. Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: LkiS. Turner, G, 1999. Film as social practice. New York: Routledge.