KAJIAN HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS

advertisement
KAJIAN HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA
SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN
MELAWAN HUKUM
(Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta Nomor: 91/Pdt.G/2009/PN.Ska)
Oleh :
Dyah Kristiani
(12100038)
Universitas Slamet Riyadi Surakarta
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji pertimbangan Hakim dalam memutus
perkara sengketa tanah akibat perbuatan melawan hukum dan mengkaji akibat hukum dari
Putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor: 91/Pdt.G/2009/PN.Ska.
Latar belakang, penempatan tanah tanpa alas hak yang sah, dimana seseorang bisa
menempati, menggunakan dan menikmati hasil dari tanah yang dikuasai oleh orang lain
dengan melanggar hukum. Pihak yang merasa dirugikan atas penempatan tanah tanpa hak
dapat meminta bantuan kepada Hakim untuk membantu dalam penyelesaian sengketanya
melalui proses sengketa di Pengadilan dengan didasarkan pada bukti-bukti kepemilikan tanah
yang sah, baik itu berupa akta otentik maupun bukti lainnya.
Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Sifat penelitian ini deskriptif
yaitu penelitian yang menggambarkan tentang Putusan Pengadilan Negeri Surakarta dalam
perkara perdata Nomor : 91/Pdt.G/2009/PN. Ska. dikaitkan dengan teori-teori hukum positif
yang mengatur tentang penguasaan tanah, penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan.
Sumber data yang digunakan berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan
hukum tersier. Pengumpulan data ditempuh dengan melakukan penelitian kepustakaan dan
studi dokumen pada Putusan Pengadilan Negeri Surakarta dalam perkara Nomor :
91/Pdt.G/2009/PN. Ska. Metode analisis data menggunakan deskriptif analitis.
Hasil penelitian, Pertimbangan Hakim dalam memutuskan perkara No.
91/Pdt.G/2009/PN.Ska., telah sesuai dengan unsur keadilan, karena Majelis Hakim dalam
menjatukan putusan berdasarkan bukti-bukti yang diajukan Penggugat. Tergugat I, II dan III
telah menempati tanah dan bangunan tersebut tanpa hak, karena tanpa ada proses jual beli
atau sewa menyewa. Pertimbangan Hakim dalam putusan Banding No. 78/Pdt/2010/PT.Smg
menguatkan putusan Pengadilan Negeri, karena alasan Pemohon Kasasi merupakan alasan
yang tidak tunduk pada pemeriksaan Kasasi, sehingga Hakim menolak permohonan Kasasi
Tergugat. Pertimbangan Hakim dalam putusan Peninjauan Kembali No.156 PK/Pdt/2013
telah sesuai dengan Undang-Undang Mahkamah Agung, Hakim menolak permohonan
Peninjauan Kembali karena permohonan Peninjauan Kembali oleh Tergugat tidak beralasan.
Akibat hukum yang timbul atas putusan perkara No. 91/Pdt.G/2009/PN.Ska. bagi Tergugat
yang tidak terima dengan putusan Pengadilan tingkat pertama dapat mengajukan upaya
hukum Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali. Upaya hukum tersebut sudah diajukan oleh
Tergugat yang hasilnya Tergugat di pihak yang kalah dan harus melaksanakan isi putusan
yang telah berkekuatan hukum tetap berupa mengosongkan tanah dan bangunan objek
sengketa serta menyerahkan tanah dan objek sengketa kepada Penggugat.
1
A. PENDAHULUAN
Tanah sebagai barang tidak bergerak merupakan kebutuhan mendasar dalam
kehidupan masyarakat dimana tanah memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam
kehidupan masyarakat sehari-hari. Keberadaan tanah sendiri dari hari kehari dirasa semakin
sempit mengingat kebutuhan masyarakat dan pemerintah terhadap tanah semakin meningkat
baik tanah sebagai tempat tinggal maupun untuk tempat usaha bagi masyarakat. Bagi
pemerintah, tanah juga diperlukan guna pembangunan sarana yang akan bermanfaat bagi
kehidupan masyarakat.
Tidak dipungkiri bahwa setiap orang membutuhkan tanah, sehingga masyarakat akan
melakukan upaya untuk memperoleh tanah. Banyak cara yang dilakukan oleh masyarakat baik
dengan melalui peraturan yang sah atau bahkan melanggar peraturan yang berlaku. Dalam
memperoleh tanah dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti permohonan hak atau
pemindahan hak. Istilah hak selalu tidak dapat dipisahkan dengan istilah hukum. Sebagaimana
diketahui bahwa hak itu adalah sebagai kepentingan yang diakui dan dilindungi oleh hukum.
Dapat dikatakan bahwa peralihan hak sebagai suatu perbuatan hukum yang bertujuan
memindahkan hak atau barang atau benda bergerak. Dalam hal ini yang termasuk peralihan
hak atas tanah tidak hanya meliputi jual beli tetapi juga dapat terjadi karena hibah, tukar
menukar, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang bermaksud
memindahkan hak pemilikan tanah.1
Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan sangat penting. Putusan Hakim
diyakini mengandung keadilan dan mengandung kepastian hukum, di samping itu juga harus
mengandung manfaat bagi para pihak yang bersangkutan. Pengambilan keputusan sangat
diperlukan oleh hakim atas sengketa yang diperiksa dan diadilinya. Hakim harus dapat
mengolah dan memproses data-data yang diperoleh selama proses persidangan, baik dari
bukti surat, saksi, persangkaan, pengakuan maupun sumpah yang terungkap dalam
persidangan. Sehingga keputusan yang akan dijatuhkan dapat didasari oleh rasa tanggung
jawab, keadilan, kebijaksanaan, profesionalisme dan bersifat obyektif.
Hakim memegang peranan penting dari awal sampai akhir pemeriksaan di Pengadilan.
Berdasarkan Pasal 119 HIR atau 143 RBg Hakim berwenang untuk memberikan petunjuk
kepada pihak yang mengajukan gugatannya ke Pengadilan dengan maksud agar sengketa
tersebut menjadi jelas duduk sengketanya dan memudahkan Hakim memeriksa sengketa itu.
1
Ali Ahmad Chomzah. 2002. Hukum Pertanahan I, Pemberian Hak atas Tanah Negara. Jakarta :
Prestasi Pustaka. Hal 15
2
Dalam pemeriksaan sengketa, Hakim betul-betul harus bersikap bebas dan tidak memihak
siapapun. Di dalam persidangan, Hakim juga harus mendengar keterangan kedua belah pihak
dengan pembuktian masing-masing sehingga Hakim dapat menemukan kebenaran yang
sesungguhnya.
Pertimbangan Hakim sangat dibutuhkan dalam menjatuhkan sebuah putusan
diharapkan dapat menjadi solusi atas sebuah sengketa antara para pihak yang bersangkutan.
Putusan Hakim diyakini mengandung keadilan (ex aequo et bono) dan mengandung kepastian
hukum, di samping itu juga harus mengandung manfaat bagi para pihak yang bersangkutan.
Hal ini yang menarik bagi penulis untuk mengkaji masalah perbuatan melawan hukum
dengan mengambil judul “KAJIAN HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM
MEMUTUS PERKARA SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN
HUKUM (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta Nomor: 91/Pdt.G/2009/PN.Ska)”
Berdasarkan pada latar belakang yang telah diuraikan, peneliti merumuskan masalah:
1. Bagaimana pertimbangan Hakim dalam memutus perkara sengketa tanah akibat perbuatan
melawan hukum Nomor: 91/Pdt.G/2009/PN.Ska?
2. Bagaimana akibat
hukum dari Putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor:
91/Pdt.G/2009/PN.Ska?
B. LANDASAN TEORI
Tinjauan Umum tentang Perkara Perdata
Terjadinya perkara perdata dikarenakan adanya pelanggaran terhadap hak seseorang,
seperti diatur dalam hukum perdata. Pelanggaran hak seseorang itu dapat terjadi karena
perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) yang menimbulkan kerugian bagi orang
lain, seperti diatur dalam Undang-Undang atau karena wanprestasi, yaitu tidak memenuhi
kewajiban dalam pelaksanaan kontrak yang menimbulkan kerugian bagi orang lain. Kerugian
yang timbul itu dapat berupa kerugian materil, misalnya kerusakan atas barang atau berupa
kerugian imaterial, misalnya kehilangan hak menikmati barang atau pencemaran nama baik.
Pelanggaran hak seseorang itu dapat terjadi karena kesengajaan atau karena kelalaian. Pada
perkara perdata, inisiatif berperkara datang dari pihak yang dirugikan. Karena itu, pihak yang
yang dirugikan mengajukan perkaranya ke Pengadilan untuk memperoleh penyelesaian
berupa pemulihan, penggantian kerugian, dan menghentikan perbuatan yang merugikan itu.2
2
Abdulkadir Muhammad, 2008, Hukum Pengangkutan Niaga, Bandung: PT Cipta Aditya Bakti, hal. 19-
20.
3
Tinjauan Umum tentang Proses Pemeriksaan Sengketa Perdata
Menurut Sudikno Mertokusumo, pemeriksaan sengketa perdata dapat terjadi apabila
muncul suatu permasalahan yang menjadi dasar persengketaan tersebut. Pemeriksaan perdata
di Pengadilan Negeri berawal dari adanya sebuah gugatan yang diajukan oleh salah satu pihak
yang terkait dalam sengketa perdata. Suatu sengketa agar dapat diperiksa dan diputus melalui
persidangan di muka Pengadilan terlebih dulu harus mengajukan gugatan tersebut. Gugatan
disebut sebagai tuntutan hak sebagai tindakan yang bertujuan untuk memperoleh
perlindungan hukum yang diberikan oleh Pengadilan untuk mencegah “eigenrichting” atau
tindakan menghakimi sendiri. Tindakan menghakimi sendiri merupakan tindakan untuk
melaksanakan hak menurut kehendaknya sendiri yang bersifat sewenang-wenang dan
menimbulkan kerugian bagi pihak lain. 3
Gugatan merupakan bentuk tuntutan hak dari salah satu pihak yang bertujuan untuk
memulihkan hak seseorang tersebut yang telah dirugikan oleh pihak lain. Gugatan atau
tuntutan hak akan dikabulkan apabila telah menjalani suatu proses persidangan, oleh karena
itu suatu gugatan yang diajukan harus berdasar atas hukum yang kuat dan dapat
dipertanggung jawabkan oleh pihak yang menuntut haknya tersebut.4
Proses pemeriksaan sengketa perdata sejak diajukannya gugatan sampai dengan
pelaksanaan putusan di Pengadilan Negeri tidak lepas dari peran hakim. Menurut sistem HIR
(Herziene Inlandsch Reglement) dan RBg (Rechtsreglement voor de Buitengewesten) hakim
adalah aktif, tidak hanya aktif mencari kebenaran yang sesungguhnya atas sengketa yang
ditanganinya, tetapi juga harus aktif menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum
yang hidup dalam masyarakat. Hakim memeriksa dan memutus sengketa perdata secara adil
guna kembalinya hak pihak yang telah dirugikan oleh pihak lain.5
Tinjauan Umum tentang Putusan Hakim
Riduan Syahrani, merumuskan bahwa Putusan Pengadilan adalah pernyataan Hakim
yang diucapkan pada sidang Pengadilan terbuka untuk umum untuk menyelesaikan atau
mengakhiri perkara perdata.6 Eksistensi putusan hakim atau lazim disebut dengan terminologi
Putusan Pengadilan sangat diperlukan untuk menyelesaikan sengketa perdata. Bertolak pada
ketentuan Pasal 184 HIR, Pasal 195 RBg, Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun
3
Sudikno Mertokusumo, 2013, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka,
hal. 2.
4
Abdulkadir Muhammad, 2000, Op.Cit, hal.15.
Ibid, hal. 21.
6
Riduan Syahrani, 2004, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, hal. 126.
5
4
2009 jo. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman tidak
ditemukan pengertian atau batasan terhadap Putusan Hakim. Ketentuan-ketentuan tersebut di
atas pada asasnya hanya menentukan hal-hal yang harus ada dan dimuat oleh Putusan Hakim.
Dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 jo. Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, disebutkan bahwa semua Putusan Pengadilan
hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk
umum. Sementara menurut Lilik Mulyadi, menyebutkan bahwa:
Putusan yang diucapkan oleh hakim karena jabatannya dalam persidangan sengketa
perdata yang terbuka untuk umum setelah melalui proses dan prosedural hukum acara
perdata pada umumnya dibuat dalam bentuk tertulis dengan tujuan menyelesaikan atau
mengakhiri suatu sengketa.7
Setiap putusan hakim yang berupa putusan akhir didahului dengan kepala putusan atau
irah-irah yang berbunyi: ”DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG
MAHA ESA”. Ini berarti bahwa setiap Hakim yang mengadili dan memutus suatu sengketa
harus berlaku adil dengan mengingat tanggung jawab diri sendiri dan tanggung jawab kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Putusan Hakim yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap
mempunyai kekuatan pasti. Dengan demikian mempunyai kekuatan untuk dilaksanakan. Bagi
pihak yang telah dinyatakan kalah dalam suatu sengketa, berkewajiban untuk melaksanakan
putusan dengan kemauannya sendiri atau secara suka rela. Apabila pihak yang kalah itu tidak
bersedia melaksanakan putusan secara suka rela, maka pelaksanaannya dapat dilaksanakan
secara paksa dengan bantuan alat negara.
Tinjauan tentang Hak Atas Tanah
Hak atas tanah sendiri diartikan sebagai hak yang memberi wewenang kepada
pemegang haknya (baik perorangan secara sendiri-sendiri, kelompok orang secara bersamasama maupun badan hukum) untuk memakai dalam arti menguasai, menggunakan dan atau
mengambil manfaat dari bidang tanah tertentu.8
Berdasarkan Pasal 33 ayat (1) UUD 1945, dikatakan bahwa “bumi air dan ruang
angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan
tertinggi dikuasai oleh Negara”. Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Hak
menguasai dari Negara termaksud dalam UUPA (Pasal 1 ayat 2) memberi wewenang
kepada negara untuk :
7
Lilik Mulyadi, 2009, Kapita Selekta Hukum Pidana Kriminologi dan Victimologi, Jakarta: Djambatan,
hal. 149.
8
Urip Santoso, 2005, Hukum Agraria dan Hak-hak atas Tanah, Jakarta: Prenada Media Group, hal. 82.
5
a. Mengatur dan
menyelenggarakan
peruntukan,
penggunaan,
persediaan
dan
memeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;
b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan
bumi, air dan ruang angkasa;
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan
perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
C. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Yuridis
normatif yaitu dengan mengkaji atau menganalisis data sekunder yang berupa Putusan
Pengadilan Negeri Surakarta dengan Nomor : 91/Pdt.G/2009/PN. Ska. Karena termasuk
penelitian yuridis normatif, maka hanya mengedepankan data sekunder.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu penelitian yang menggambarkan
tentang
Putusan
Pengadilan
Negeri
Surakarta
dalam
perkara
perdata
Nomor:
91/Pdt.G/2009/PN. Ska. dikaitkan dengan teori-teori hukum positif yang mengatur tentang
penguasaan tanah, penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang yang
diperoleh dari bahan pustaka, yang meliputi:
1. Bahan Hukum Primer yang terdiri dari :
a. Putusan Pengadilan Negeri Surakarta dalam perkara Nomor : 91/Pdt.G/2009/PN. Ska.;
b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
c. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;
d. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
e. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
f. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha,
Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah.
2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan
hukum primer, yang berupa buku-buku ilmu pengetahuan hukum yang berhubungan
dengan permasalahan atau bahasan pokok
3. Bahan Hukum Tersier yang memberikan penjelasan lebih mendalam mengenai bahan
hukum primer maupun bahan hukum sekunder yang terdiri dari :
a. Kamus Umum Bahasa Indonesia
b. Kamus Bahasa Inggris-Indonesia
c. Kamus Hukum
6
Teknik pengumpulan data dalam penelitian hukum normatif dilakukan dengan studi
pustaka terhadap bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder,
maupun bahan hukum tersier dan atau bahan non hukum.9 Mengingat penelitian ini
memusatkan perhatian pada data sekunder, maka pengumpulan data ditempuh dengan
melakukan penelitian kepustakaan dan studi dokumen pada Putusan Pengadilan Negeri
Surakarta dalam perkara Nomor : 91/Pdt.G/2009/PN. Ska.
Metode analisis data dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis, peneliti dalam
menganalisis berkeinginan untuk memberikan gambaran atau pemaparan atas subjek dan
objek penelitian,10 dengan menggunakan pendekatan analitis dengan tujuan melihat suatu
fenomena kasus yang telah diputus oleh pengadilan dengan cara melihat analisis yang
dilakukan oleh ahli hukum yang dapat digunakan oleh hakim dalam pertimbangan
putusannya.11
D. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
Pertimbangan Hakim dalam Memutus Perkara Sengketa Tanah Akibat Perbuatan
Melawan Hukum Nomor: 91/Pdt.G/2009/PN.Ska
Pengambilan keputusan sangat diperlukan oleh Hakim atas sengketa tanah akibat
perbuatan melawan hukum yang diperiksa dan diadilinya. Hakim dalam memutus perkara
sengketa tanah Nomor: 91/Pdt.G/2009/PN.Ska terlebih dahulu mengolah dan memproses
data-data yang diperoleh selama proses persidangan, baik dari bukti surat, saksi, persangkaan,
pengakuan maupun sumpah yang terungkap dalam persidangan, sehingga keputusan Hakim
yang ditetapkan dapat didasari oleh rasa tanggung jawab, keadilan, kebijaksanaan,
profesionalisme dan bersifat obyektif.
Setelah pemeriksaan selesai, Majalis Hakim melakukan musyawarah untuk
mengambil putusan yang akan ditetapkan. Pemeriksaan atas perkara sengketa tanah oleh
Majalis Hakim dianggap telah selesai karena telah melalui tahap jawaban dari Tergugat,
replik dari Penggugat, duplik dari Tergugat, pembuktian dan kesimpulan yang diajukan oleh
para pihak, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 178 HIR/189 RBG.
Dalam pertimbangannya inti dari putusan Hakim adalah:
1. Mengabulkan gugatan Pennggugat untuk sebagian.
9
Mukti Fajar ND. dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm. 160.
10
Ibid.
11
Ibid,. hlm. 187.
7
2. Menyatakan secara hukum tanah dan bangunan objek sengketa adalah sah milik
Penggugat.
3. Menyatakan secara hukum bahwa penghunian yang dilakukan oleh Tergugat I, Tergugat II,
dan Tergugat III adalah perbuatan melawan hukum.
4. Menghukum Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III maupun siapa saja yang mendapat
hak darinya untuk mengosongkan tanah dan bangunan objek sengketa tersebut.
Pertimbangan Majelis Hakim bahwa objek sengketa berupa sebidang tanah dan
bangunan adalah milik Penggugat yang berasal dari hasil warisan dari orang tua Penggugat,
sebagaimana pembagian hak bersama yang dibuat dihadapan Notaris. Menurut pendapat
penulis jika bandingkan dengan KUH-Perdata, Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan peraturan pelaksanaannya Peraturan Pemerintah
No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, sudah sesuai karena Majelis Hakim dalam
memberikan pertimbangan berdasarkan alat bukti dan fakta yang terungkap dalam
persidangan. Penggugat berhasil membuktikan dalil gugatannya yaitu dengan mencantumkan
bukti sertifikat Hak Milik No. 767 seluas ± 212 m², atas nama Penggugat yang berasal dari
warisan orang tuanya sebagaimana pemberian hak bersama yang dibuat dihadapan Notaris
PPAT.
Pertimbangan Hakim yang memutuskan bahwa Tergugat dalam menghuni tanah dan
bangunan obyek sengketa tidak dilandasi dengan hak yang sah yakni tidak ijin dari pemilik,
maka perbuatan para Tergugat dalam menghuni tanah dan bangunan objek sengketa tersebut
merupakan perbuatan melawan hukum. Menurut pendapat penulis telah sesuai Pasal 1365
KUH-Perdata yang karena perbuatan para Tergugat telah merugikan penggugat baik secara
materiil maupun immateriil. Tergugat menghuni tanah dan bangunan objek sengketa tidak
dilandasi dengan hak yang sah. Para Tergugat tidak dapat membuktikan dirinya bahwa dirinya
mempunyai hak yang sah untuk menghuni tanah dan bangunan objek sengketa. Perbuatan
para Tergugat telah bertentangan dengan hak dan kewajiban orang lain. Maka dari itu
perbuatan para Tergugat merupakan perbuatan melawan hukum.
Tindakan Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III, dalam menghuni tanah dan
bangunan tanpa seijin dari pemilik, merupakan perbuatan yang dapat merugikan orang lain,
sehingga sudah sepantasnya tindakan Tergugat I, II dan III ini dinyatakan sebagai perbuatan
yang melawan hukum, hal ini sebagaimana pendapat Abdulkadir Muhammad (2008),
pelanggaran hak seseorang itu dapat terjadi karena perbuatan melawan hukum (onrechtmatige
daad) yang menimbulkan kerugian bagi orang lain, seperti diatur dalam Undang-Undang atau
8
karena wanprestasi, yaitu tidak memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan kontrak yang
menimbulkan kerugian bagi orang lain. Kerugian yang timbul itu dapat berupa kerugian
materil, misalnya kerusakan atas barang atau berupa kerugian imaterial, misalnya kehilangan
hak menikmati barang atau pencemaran nama baik. Pelanggaran hak seseorang itu dapat
terjadi karena kesengajaan atau karena kelalaian.
Pertimbangan Hakim yang menyatakan bahwa Penggugat telah berhasil membuktikan
dalil gugatannya, sebaliknya para Tergugat tidak berhasil membuktikan dalil bantahannya.
Menurut pendapat penulis jika dibandingkan dengan Pasal 164 HIR, Pasal 1866 KUH-Perdata
dan pembuktian Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta telah sesuai, karena Penggugat dapat
membuktikan dalil-dalil gugatanya dengan mengajukan bukti tertulis dan saksi.
Putusan Hakim No. 91/Pdt.G/2009/PN.Ska. tersebut diperkuat dalam putusan Banding
No. 78/Pdt/2010/PT Smg. dan putusan Kasasi No. 2141 K/Pdt/2010. serta diperkuat dengan
putusan Peninjauan Kembali No. 156 PK/Pdt/2013. yang diuraikan sebagai berikut:
1. Pertimbangan Putusan Banding No.78/Pdt/2010/PT Smg
Berdasarkan putusan perkara No. 78/Pdt/2010/PT Smg. di atas Hakim Pengadilan
Tinggi dalam pertimbangan hukumnya berdasarkan berkas bukti-bukti dari kedua belah pihak
yang berhubungan dengan perkara ini. Setelah dipelajari dengan seksama oleh Majelis Hakim
Pengadilan Tinggi ternyata Majelis
tidak
menemukan
hal-hal
baru
yang perlu
dipertimbangkan / dapat membatalkan putusan Pengadilan Tingkat Pertama sehingga putusan
Pengadilan Negeri Surakarta tanggal 22 Oktober 2009 No. 91/Pdt.G/PN.Ska. yang
dimohonkan banding tersebut dapat dikuatkan.
Pertimbangan Hakim Pengadilan Tinggi dalam putusan No. 78/Pdt/2010/PT Smg. jika
dibandingkan dengan Pasal 164 HIR, dan Pasal 1866 KUH-Perdata sudah sesuai, karena
Hakim Pengadilan Tinggi dalam pertimbangan hukumnya berdasarkan berkas bukti-bukti dari
kedua belah pihak yang berperkara, dan bukti tersebut berdasarkan Pasal 164 HIR dan Pasal
1866 KUH-Perdata yang mengatur tentang alat-alat bukti.
2. Pertimbangan Putusan Kasasi No.2141 K/Pdt/2010
Keberatan Pemohon Kasasi tidak dapat dibenarkan, karena Judex Facti atau Majalis
Hakim di tingkat pertama dalam hal ini Pengadilan Negeri Surakarta yang memeriksa buktibukti perkara, tidak salah menerapkan hukum, mengenai penilaian hasil pembuktian yang
bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan tidak dapat dipertimbangkan dalam
pemeriksaan pada tingkat Kasasi, karena pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya berkenaan
dengan (1) adanya kesalahan penerapan hukum, (2) adanya pelanggaran hukum yang berlaku,
9
(3) adanya kelalaian dalam memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan
perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang
bersangkutan atau bila Pengadilan tidak berwenang atau melampaui batas wewenangnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 Undang-Undang No.14 Tahun 1985 sebagaimana
yang telah diubah dengan Undang-Undang No.5 tahun 2004 dan perubahan kedua dengan
Undang-Undang No.3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung.
Berdasarkan pertimbangan di atas, ternyata putusan Judex Facti dalam perkara ini
tidak bertentangan dengan hukum dan Undang-Undang, maka permohonan kasasi yang
diajukan oleh para Pemohon Kasasi tersebut harus ditolak.
Pertimbangan Mahkamah Agung di atas jika dibandingkan dengan Undang-Undang
No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung Jo. Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 tentang
Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung Jo. UndangUndang No. 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 14 Tahun
1985 tentang Mahkamah Agung Pasal 30 ayat (1) telah sesuai, karena pemeriksaan dalam
tingkat kasasi hanya berkenaan dengan adanya kesalahan penerapan hukum, adanya
pelanggaran hukum yang berlaku, adanya kelalaian dalam memenuhi syarat-syarat yang
diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan
batalnya putusan yang bersangkutan atau bila Pengadilan tidak berwenang atau melampaui
batas wewenangnya.
Keberatan Pemohon Kasasi tersebut diatas merupakan penilaian hasil pembuktian
yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan. Alasan tersebut diatas merupakan alasan
kasasi yang dianggap tidak tunduk pada pemeriksaan Kasasi.
3. Pertimbangan Putusan Peninjauan Kembali No.156 PK/Pdt/2013
Pertimbangan Mahkamah Agung yang menyatakan menolak permohonan Peninjauan
Kembali berdasarkan berkas-berkas perkara dari kedua belah pihak yang faktanya terbukti
tidak ada kekhilafan atau kekeliruan yang nyata dalam menerapkan hukum.
Pertimbangan Mahkamah Agung di atas jika dibandingkan dengan Pasal 74 ayat (2)
Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung Jo. Undang-Undang No. 5
Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung Jo. Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung telah sesuai, karena permohonan
Peninjauan Kembali oleh pemohon tidak beralasan, maka harus ditolak. Permohonan
Peninjauan Kembali tersebut berarti tidak sesuai dengan syarat alasan Peninjauan Kembali
10
yang diatur oleh Pasal 67 Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung Jo.
Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 14 Tahun
1985 tentang Mahkamah Agung Jo. Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
Akibat
Hukum
dari
Putusan
Pengadilan
Negeri
Surakarta
Nomor:
91/Pdt.G/2009/PN.Ska
Akibat hukum yang muncul setelah Putusan No.91/Pdt.G/2009/PN.Ska dibacakan,
maka putusan tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap dan mempunyai akibat terhadap
para pihak yang bersengketa. Akibat dari putusan tersebut adalah pihak yang kalah harus mau
melaksanakan isi putusan dengan sukarela. Dalam hal ini pihak yang kalah adalah Tergugat,
apabila pihak Tergugat tidak puas dengan putusan Pengadilan Negeri dapat melakukan upaya
hukum.
Akibat hukum terhadap putusan kepada para pihak yang berperkara adalah
pelaksanaan putusan. Semua orang bila mana sudah ada suatu putusan berkekuatan hukum
tetap, wajib melaksanakan putusan tersebut, kalau tidak ada lagi upaya hukum lain. Apabila
pihak yang kalah (Tergugat) tidak mau melaksanakan isi putusan, maka pihak yang menang
(Penggugat) dapat meminta kepada Pengadilan Negeri untuk melaksanakan pelaksanaan
putusan secara paksa (eksekusi). Suatu isi putusan harus dilaksanakan karena mahkota
Pengadilan adalah pelaksanaan isi putusan.
Berdasarkan
pertimbangan
Hakim
dalam
memutuskan
Perkara
No.91/Pdt.G/2009/PN.Ska. adalah:
1. Menghukum Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III maupun siapa saja yang mendapat
hak darinya untuk mengosongkan tanah dan bangunan obyek sengketa tersebut.
2. Menghukum Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III untuk membayar denda
keterlambatan penyerahan tanah dan bangunan objek sengketa tersebut kepada Penggugat
sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) tiap hari terhitung sejak putusan ini
memperoleh kekuatan hukum tetap sampai dengan penyerahan tanah dan bangunan objek
sengketa tersebut kepada Penggugat.
3. Menghukum Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III secara tanggung renteng membayar
biaya perkara yang hingga kini sebesar Rp. 606.000,- (enam ratus enam ribu rupiah).
Berdasarkan isi putusan tersebut, maka Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III harus
melaksanakan isi putusan yaitu mengosongkan tanah dan bangunan objek sengketa, apabila
terlambat menyerahkan tanah dan bangunan obyek sengketa, maka Tergugat I, II dan III harus
11
membayar denda kepada Penggugat sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) tiap harinya.
Jika Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III tidak mau melaksanakan isi putusan tersebut,
maka pihak Penggugat dapat meminta Kepada Pengadilan Negeri untuk melaksanakan
eksekusi, dengan cara memanggil Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III untuk
melaksanakan isi putusan dalam waktu 8 hari. Apabila tidak dilaksanakan, maka Ketua
Pengadilan Negeri memberikan surat perintah dan penetapan untuk menyita barang-barak
bergerak milik Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III yang diatur dalam pasal 196 dan 197
ayat (1) HIR.
E. PENUTUP
Kesimpulan
1. Pertimbangan Hakim dalam memutus perkara sengketa tanah akibat perbuatan melawan
hukum nomor: 91/Pdt.G/2009/PN.Ska
Pertimbangan Hakim dalam memutuskan putusan No. 91/Pdt.G/2009/PN.Ska., telah
sesuai dengan unsur keadilan, karena Majelis Hakim dalam menjatukan putusan berdasarkan
bukti-bukti yang diajukan Penggugat. Hakim berkesimpulan bahwa Tergugat I, II dan III telah
menempati tanah dan bangunan tersebut tanpa hak, karena tanpa ada proses jual beli atau
sewa menyewa. Pertimbangan Hakim dalam putusan Banding No. 78/Pdt/2010/PT.Smg. telah
sesuai dengan Undang-Undang, karena tidak ada hal-hal baru yang perlu dipertimbangkan.
Sehingga hakim menguatkan putusan Pengadilan Negeri. Pertimbangan Hakim dalam putusan
Kasasi No.2141 K/Pdt/2010. telah sesuai dengan Undang-Undang Mahkamah Agung yang
mengatur syarat pemeriksaan Kasasi, karena alasan Pemohon Kasasi merupakan alasan yang
tidak tunduk pada pemeriksaan Kasasi. Sehingga Hakim menolak permohonan Kasasi
Tergugat. Pertimbangan Hakim dalam putusan Peninjauan Kembali No.156 PK/Pdt/2013
telah sesuai dengan Undang-Undang Mahkamah Agung, Hakim menolak permohonan
Peninjauan Kembali karena permohonan Peninjauan Kembali oleh Tergugat tidak beralasan.
2. Akibat Hukum dari Putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor: 91/Pdt.G/2009/PN.Ska
Akibat hukum yang timbul atas putusan perkara No. 91/Pdt.G/2009/PN.Ska. terhadap
para pihak yang bersengketa menurut pendapat penulis adalah dalam pelaksanaan putusan,
yaitu bagi Tergugat yang tidak terima dengan putusan Pengadilan tingkat pertama dapat
mengajukan upaya hukum Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali. Upaya hukum tersebut
sudah diajukan oleh Tergugat yang hasilnya Tergugat di pihak yang kalah dan harus
melaksanakan isi putusan yang telah berkekuatan hukum tetap berupa mengosongkan tanah
dan bangunan objek sengketa serta menyerahkan tanah dan objek sengketa kepada Penggugat.
12
Apabila para Tergugat tidak mau melaksanakan isi putusan dengan sukarela maka upaya huk
um yang dapat ditempuh oleh Penggugat adalah dapat meminta kepada Pengadilan Negeri
untuk melaksanakan eksekusi seperti yang diatur di dalam Pasal 196 dan 197 ayat (1) HIR.
Saran
1. Mengingat pihak Tergugat tidak bisa membuktikan dalil bantahannya dan terbukti telah
melakukan perbuatan melawan hukum, hendaknya secara legowo mematuhi dan
melaksanakan isi putusan secara sukarela untuk mengosongkan dan menyerahkan tanah
dan bangunan yang menjadi objek sengketa, serta membayar kerugian materiil selama
menempati tanah dan bangunan yang bukan miliknya, dalam hal ini adalah milik sah
Penggugat atas tanah dan bangunan yang menjadi objek sengketa berdasarkan Sertifikat
Hak Milik yang diperoleh dari warisan orang tua Penggugat.
2. Hendaknya jangan sekali-kali menempati tanah dan bangunan yang bukan miliknya tanpa
seijin dari pemilik yang sah, karena hal ini merupakan perbuatan melanggar hukum yang
bisa dikenakan sanksi hukum.
13
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Kadir Muhammad, 2000, Hukum Perdata Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti.=
________, 2008, Hukum Pengangkutan Niaga, Bandung: PT Cipta Aditya Bakti.
Ali Ahmad Chomzah. 2002. Hukum Pertanahan I, Pemberian Hak atas Tanah Negara.
Jakarta : Prestasi Pustaka.
Lilik Mulyadi, 2009, Kapita Selekta Hukum Pidana Kriminologi dan Victimologi, Jakarta:
Djambatan.
Mukti Fajar ND. dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan
Empiris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Riduan Syahrani, 2004, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti.
Sudikno Mertokusumo, 2013, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: Cahaya Atma
Pustaka.
Urip Santoso, 2005, Hukum Agraria dan Hak-hak atas Tanah, Jakarta: Prenada Media Group.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 jo. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak
Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah.
Putusan Pengadilan Negeri Surakarta dengan Nomor : 91/Pdt.G/2009/PN. Ska.
Putusan Banding No.78/Pdt/2010/PT Smg.
Putusan Kasasi No.2141 K/Pdt/2010.
Putusan Peninjauan Kembali No.156 PK/Pdt/2013
14
15
Download