1 \.\.'.~!:Q;!.~I. ~·v. ~:,!} 1d,/,i;tA-.... v~ /'Lt :,}'<''r\i[ i .. ········-·· ········· . . .. KONSEP KEADILAN JOHN RAWLS DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENGEMBANGAN MASYARAI<A T Skripsi Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I) Ill Ill Ill !!!111!1!!!!!!! 111 Olell: Tubagus Soleh Ahmadi NIM:l03054028813 ..• t D.~6\'l 7.A> I~ C:,llD: o'i], · C"{S;J. JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAcT ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI VIN SYARIF HIDAYAHTULLAH JAI<.ARTA 2009 H / 1430 M KONSEP KEADILAN JOHN RAWLS DAN RELEV ANSINYA TERHADAP PENGEMBANGAN MASYARAKAT Skripsi Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi untuk Memcnuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I) Oleh: TUBAGUS SOLEH AHMADI Nll\1: 103054028813 Dibawah Bimbingan: mnr~ - /! Dra. Mahmudah 1triyah ZA, M.Pd. NIP. 19640212 199703 2 001 JURUSAN PENGEl\1BANGAN MASYARAKA T ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN SY ARIF HIDAYAHTULLAH JAKARTA 2009H/1430 M PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul "KONSEP KEADILAN JOHN RAWLS DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENGEMBANGAN MASYARAKAT" telah diujikan dalam Sidang Munaqosyah Fakultas Dakwah Dan Komunikasi Universitas Islam Negri (UIN) Syarif I-Iidayatullah Jakarta pada hari Rabu, tanggal 16 Desember 2009. Skripsi ini tel ah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Program Stratal (SI) pada Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam. Jakarta, 17 Desember 2009 Sidang Munaqosyah Ketua Sekretaris Merangkap Anggota (/ 5' rangkap Anggota ~~ -t- Anggota Penguji II Penguji I W 1 Nilamsari, M. Si NIP. 1 710520 199903 2 002 Tantan Hermansah, M. Si NIP. 19760617 200501 1 006 Pembimbing Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M.Pd. NIP. 19640212 199703 2 001 ABSTRAK TUBAGUS SOLEH AHMADI KONSEP PEMIKIRAN JOHN RAWLS DAN TERHADAP PENGEMBANGAN MASYARAI<AT. RELEVANSINYA kemerdekaan Indonesia yang diproklamirkan pada tahun 1945 didasari dengan rasa keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, akan tetapi, di era pasca kemerdekaan hingga saat ini keadilan menjadi wacana dan praktik yang sangat serius untuk ditanggapi pennasalahannya. Krisis yang melanda Indonesia sebagian besar adalah adanya ketidak-adilan di berbagai sector, pemiskinan di berbagai daerah, pengangguran, kaum miskin kota, !crisis ekologi yang berdampak pada krisis sumber daya alam, krisis politik dan lemahnya payung hukum merupakan beberapa kasus yang diakibatkan adanya ketidak-adilan yang didapatkan oleh masyarakat luas. Keadilan bukanlah hal yang baru dalam kehidupan manusia, keadilan dalam sejarahnya mengalami perkembangan yang sangat luas dan pembahasan yang mendalam di berbagai ranah wacana, teori maupun praktiknya. Di berbagai ruang, keadilan mempunyai paradigma tersendiri dan disesuaikan dengan kebutuhan teori tersebut dalam mentransformasikan bentuk keadilan, seperti perbedaan keadilan dalam perspektif sosiologi dengan keadilan dalam perspektif ekonomi. Wacana maupun praktik pengembangan masyarakat memposisikan dirinya untuk dapat mengelaborasikan berbagai perspektif keadilan. John Rawls merupakan tokoh dan pemikir keadilan yang sangat fenomenal, kontribusinya begitu besar di berbagai cabang keilmuan. Melalui karyanya Theory of Justice, JohnRawls mengkritik teori-teori keadilan sebelumnya yang banyak dipengaruhi oleh aliran filsafat utilitarisme. Teori keadilan John Rawls memusatkan perhatiannya pada persoalan bagaimana keadilan itu dapat didistribusikan ke dalam masyarakat secara adil, melalui mekanisme yang disepakati bersama tanpa memandang status sosial. Hasil penelitian kepustakaan yang telah dilakukan membuahkan hasil bahwa teori keadilan John Rawls memiliki garis relevan dan dapat digunakan dalam konsep dan praktek pengembangan masyarakat dengan pendekatan yang objektif. Melalui prinsip-prinsip se1ta pelaku keadilan yaitu struktur dasar masyarakat itu sendiri, masyarakat dapat merumuskan bagaimana keadilan itu dapat dijalankan. Melalui pemilahan yang objektif teori keadilan John Rawls dapat menjadi pedoman dalam proses pengembangan masyarakat di berbagai sektor, seperti pesoalan kemiskinan, krisis ekologi, hukum, politik, ekonomi, budaya dan lain sebagainya. Seorang pengembang masyarakat dalam paraktiknya berkewajiban memegang teguh prinsip keadilan untuk kemaslahatan bersama demi te.rc.int:mv~ KATA PENGANTAR <llismi[{afiirralimamzirraliim Segala puja dan puji bagi Allah SWT sebagai pagar penjaga nikmatNya, Zat Yang Maha menggenggam segala sesuatu yang ada dan tersembunyi di balik jagad semesta alam, zat yang Maha Meliputi segala sesuatu yang terfikir maupun yang tidak terfikir. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah atas sang Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan bagi seluruh Umat Islam yang terlena maupun terjaga atas sunnahnya. Alhamdulillahirrabil 'alamin, penulis mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT alas segala rahmat dan pertolonganNya, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Karena tanpa rahmat pertolonganNya tidaklah mungkin penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul Konsep Keadilan John Rawls dan Relevansinya Terhadap Pengembangan Masyarakat." Penulis gunakan untuk memenuhi persyaratan kelulusan yang ditempuh Mahasiswa Pengembangan Masyarakat Islam (PM!). Penulis tertarik mengangkat karya tulis ini karena melihat bahwa keadilan merupakan cita-cita besar masyarakat luas, akan tetapi pada prakteknya keadilan harus memiliki pembahasan yang sangat serius. Keadilan juga merupakan landasan dasar rakyat lndosesia yang tertuang dalam sila ke-lima (Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia), sehingga seluruh lapisan masyarakat berkewajiban menciptakan keadilan dalam seluruh aspek kehidupan. Dan mudah-mudahan skripsi ini dapat bennanfaat dan berguna, khususnya bagi pribadi penulis dan umumnya untuk mahasiswa dan masyarakat luas sebagai pengembangan keilmuan bahan referensi bagi mereka yang berkonsentrasi pada bidang studi Pengembangan Masyarakat Islam. Dengan penuh kesadaran dan kerendahan hati, penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan bila tanpa bantuan serta dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Sudah sepatutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan serta dukungannya, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan terima I. Bapak Dr. Arief Subhan, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakmia. 2. !bu Ora. Mahmudah Fitriyah ZA. M.Pd, selaku Ketua Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (PM!) Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. !bu Wati Nilamsari, M.Si, selaku sekretaris Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (PM!). 4. Bapak Prof. Dr. H. Syamsir Salam, MS, selaku Dosen Penasehat Akademik Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (PM!) angkatan 2003. Serta Bapak/lbu Dosen Fakultas dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah yang telah mengarahkan, mendidik, membimbing, dan memberikan ilmu yang sangat bermanfaat untuk hidup penulis. 5. !bu Ora. Mahmudah Fitriyah ZA. M.Pd, selaku Dosen Pembimbing skripsi, yang tidak pemah menutup pintu keluasan waktunya untuk membimbing dan memberikan semangat dan arahan dalam penulisan skripsi ini. 6. Bapak Dr. Suparto, MA, dan Bapak Tantan Hermansah, M. Si, yang telah menyediakan waktunya untuk berdiskusi dan banyak memberikan masukan serta kritiknya kepada penulis. 7. Para fasilitator· buku-buku tentang keadilan dan pengembangan masyarakat (Bapak Tantan Hermansyah, Kang Kahfi, Pak Roy, Helendra, Apen Makese, Tb. Bay Harkat dan Milastri Muzakar), Perpustakaan Freedom Institute, Walhi Nasional, Walhi Jakmia, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan observasi dan menyelami buku-buku tentang keadilan sosial tanpa batas waktu. 8. Umi dan Abi tercinta, yang telah memberikan kebebasan untuk memilih jalan hidup, hampir setiap nafas yang terlewati ini penulis merasakan lantunan doa yang begitu kuat, semoga pintu Rahman dan RahimNya Ilahi senantiasa dibukakan bagi kesabaran dan pengorbanamu. Amin. 9. Teman-temanku sesama dalam berjalanan, PM! angkatan 2003 (Afrin, Kahfi, Royani, Ilham, Mozer, Datam, Lukman, Nasro, Makendro dan yang Iainnya), Teman-teman PM! angkatan 2004, 2005, 2006, 2007, 2008, 2009. Teman- seluruhnya Walhi Nasional, Walhi Jakarta, Sarekat Hijau Indonesia, LBH Jakarta, LS-ADI, HIKMAT, HM!, PMII, KM UIN, KASTIL, 78 F dan teman-teman yang lain tanpa mengurangi rasa hormat yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Hanya ucapan terima kasih yang bisa saya sampaikan. Kepada Novi Prastian (Hening) yang telah memberikan ruh dalam penyelesaian penulisan ini, terima kasih yang mendalam untuknya. I 0. Staff Perpustakaan Dakwah dan Komunikasi dan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, atas pelayanannya. 11. Dan kepada semua pihak yang telah membantu serta memberikan dukungan kepada penulis baik secara moril maupun materil, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Ciputat, 09 Desember 2009 Tubagus Soleh Ahmadi DAFTARISI ABSTRAK ....................................................................................................... i KAT A PEN GANTAR ..................................................................................... ii DAFTAR ISI ................................................................................................... V BABI PENDAHULUAN A. B. C. D. E. F. BAB II TINJAUAN TEORETIS A. B. C. D. BAB III Latar Belakang Masalah .......................................................... 1 Pembatasan dan Perumusan Masalah ...................................... 6 Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 7 Tinjauan Pustaka ...................................................................... 7 Metode Penelitian .................................................................... 10 Sistematika Pembahasan .......................................................... 12 Konsep Keadilan ..................................................................... 14 Relevansi ................................................................................. 16 Konsep Keadilan dalam Pengembangan Masyarakat.. ........... 16 Dimensi Pengembangan Masyarakat dalam Konteks Menegakkan Keadilan ................................................. 37 JOHN RAWLS DAN KON SEP KEADILAN A. Biografi John Rawls .................................................................. 45 B. Konsep Keadilan John Rawls .................................................. 57 C. Proses Keadilan ........................................................................ 63 BAB IV RELEVANSI KONSEP KEADILAN JOHN RAWLS TERHADAPPROSESPENGEMBANGANMASYARAKAT A. Keadilan Sosial dalam Wacana Pengembangan Masyarakat. .. 65 B. Keadilan Sosial dalam Proses Pengembangan Masyarakat. .... 72 BAB V PENUTUP KESIMPULAN ................................................................................................ 85 SARAN- SARAN ............................................................................................ 87 DAFT AR PUSTAKA BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wacana pengembangan masyarakat memiliki usia yang cukup panjang, dimulai pada tahun 1925, dimana pemerintah kolonial lnggris menghadapi masalah yang terkait dengan pemantapan dan pemeliharaan tatanan hukum mereka. Kantor Pemerintah Kolonia! mengeluarkan suatu memorandum dimana salah satu tujuan yang dicanangkan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Memorandum ini membicarakan earn untuk meningkatkan kehidupan masyarakat di daerah jajahan mereka (bangsa lnggris) yang akhirnya dikenal dengan nama pengembangan masyarakat. 1 Wacana pengembangan masyarakat sendiri mengalami kemajuan yang sangat pesat secara universal, ha! ini ditandai dengan banyaknya pemikir dan teoritisi yang lahir, Paulo Freire (Pedagogi Pembebasan), Jim lfe (Communtiy Development), Hannah Arendt (The Human Condition) dan lain sebagainya. Di Indonesia, Pengembangan Masyarakat termasuk dan telah menjadi suatu pembahasan tersendiri dalam menyikapi masalah kemiskinan, keadilan dan HAM, hukum, !crisis ekologi dan pern1asalahan sosial lainnya yang menjadi cakupan pengembangan masyarakat. Hal ini ditandai dengan berdirinya berbagai lembaga, yayasan, forum dan kumunitas, seperti Bina Desa yang bergerak di bidang pemberdayaan sumber daya manusia pedesaan yang didirikan pada tanggal 20 Juni 1975, Aliansi Masyarakat 2 Adat (AMAN) yang beridiri di tahun 1999, merupakan wadah Pengembangan Masyarakat Adat untuk menegakkan hak-hak dan kedaulatannya dalam kehidupan sosial budaya, ekonomi, hukum, politik dan lingkungan di wilayah asal-usulnya, dan lembaga pengembangan masyarakat lainnya. Bahkan pengembangan masyarakat telah menjadi suatu program pemerintah daerah Jakarta. Sungguh ironis jika kita melihat kenyataan yang ada di lapangan, wacana dan aplikasi pengembangan masyarakat (pengembangan masyarakat di Indonesia akan dijelaskan pada bah dua) maupun pembangunan yang sudah cukup berumur (sejak rezim orde barn) justeru menyisakan berbagai krisis di Indonesia. Wilayah pesisir Indonesia dengan garis pantai 81. 000 km. Dari 67.439 desa di Indonesia kurang lebih 9.621 desa dikategorikan sebagai desa pesisir, lebih dari 50 persen penduduknya miskin. 2 Desa-desa. pesisir adalah kantong kemiskinan struktural yang potensial, kemiskinan struktural dapat dipahami sebagai kondisi kemikinan yang dialami oleh suatu masyarakat yang penyebab utamanya bersumber pada struktur sosial yang berlaku dalam mayarakat itu sendiri. Karena struk"tur sosial yang berlaku adalah sedemikian rupa keadaannya sehingga menyebabkan mereka yang termasuk ke dalam golongan miskin tampak tidak berdaya untuk mengubah nasibnya 3• Sementara itu, pada kehidupan sosial lainnya masyarakat adat semakin terpinggirkan kehidupannya. Salah satunya seperti yang terjadi pada Orang Rimba, suku asli yang termarjinalkan di Provinsi Jambi, semakin terdesak karena 2 Kusnadi, Konflik Sosial Nelayan; Kemiskinan dan Perebutan Sumber Daya Perikanan, (Yogyakarta: LKiS, 2002), cet. ke-1, h. 1 3 T\ _ _,_ __ .. ___ .J~- '"'- _J•• > f 3 hutan yang menjadi rumahnya, sumber penghidupan komunitas, terus berkurang. 4 Orang Rimba atau sering disebut Suku Anak Dalam atau Suku Kubu semakin lama semakin sulit mengakses sumberdaya hutan dan fasilitas kesehatan. Kondisi ini merupakan kelanjutan dari sejarah panjang diskriminasi dan marjinalisasi yang sudah berlangsung sebelum masa kolonial sampai sekarang. kemajuan zaman yang diekspresikan melalui ilmu pengetahuan, teknologi, budaya, modernisasi dan maraknya pembangunan ini, disatu sisi hanyalah memberikan kontribusi kesejahteraan pada sebagian kecil penduduk dunia. Sementara itu, kejayaan sebagian kecil manusia dibelahan dunia ini seringkali menelan dan mengorbankan sebagian besar manusia lainnya lee lembah kemiskinan (terutama kalangan komunitas petani, buruh, nelayan dan usaha kecil seperti Pedagang Kaki Lima). Sebagai contoh, berdirinya sebuah Mall atau Super Market mengakibatkan termarjinalnya para Pedagang Kalki Lima, begitu juga dengan dikeluarkannya kebijakan pemerintah tentang pengimporan beras mengakibatkan turunnya harga beras dan merugikan para petani, yang mayoritas menjadi usaha penduduk Indonesia. Di sisi lain, komersialisasi pendidikan dan ketidakjelasan subsidi dari Negara untuk pendidikan merupakan merupakan masalah sosial yang dialami masyarakat khususnya bagi kaum miskin. Implikasi dari komersialisasi pendidikan adalah mahalnya biaya pendidikan sehingga menyebabkan orangorang miskin tidak dapat menyekolahkan anaknya di sekolah yang bagus dan bennutu. Kalau kita cermati lebih mendalam, permasalaha.n sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat bukanlah semata-mata disebabkan oleh adanya 4 penyimpangan perilaku atau masalah kepribadian (masalah personal/individual), melainkan juga akibat masalah struktural, kebijakan yang keliru dan cenderung tidak adil, tidak konsistennya implementasi kebijakan dan partisipasi serta kesadaran masyarakat yang kurang. Kondisi seperti ini, mendorong masyarakat berada dalam situasi struktural yang tidak bebas untuk berkreasi dan mengekspresikan aspirasi dan pikiran/ide dalam kehidupannya serta mengakibatkan masyarakat dalam kondisi tidak berdaya (powerless). Seperti masalah kemiskinan dan komersialisasi pendidikan di atas, yang lahir tidak hanya disebabkan oleh masalah individual, seperti orangorang miskin yang bodoh, malas, tidak punya etos kerja yang tinggi, tidak memiliki global skill, atau pemahaman tentang kemiskinan sebagai nasib (culture ofpoverty atau budaya kemiskinan ). Namun pada aspek lain, kemiskinan dan komersialisasi pendidikan itu ada karena kesalahan kebijakan struktural yang melanggengkan atau bahkan kemiskinan dan komersialisasi pendidikan itu memang diciptakan dan dilanggengkan oleh struktur yang memihak pada penguasa misalnya, karena tujuan politik, ekonomi atau untuk melegitimasikan kekuasaannya agar mudah untuk menindas orang yang berada di bawah kekuasaannya. Dewasa ini wacana pengembangan masyarakat sangat erat kaitannya dengan proses pembangunan di berbagai sektor yang bersinggungan dengan masyarakat. Layanan-layanan bagi masyarakat seperti sektor pangan, kesehatan, pendidikan, perumahan, perhubungan dan energi, baik dari pemerintah terlebih lagi swasta, sungguh tidak mudah dijangkau masyarakat. Sebagian besar rakyat, tP.r11tnmn """,,. ..,,,.1,..,.. ., ......... ,.,. ' - - - - - 1 - - - - ___ '._1' 5 BPS) sampai JOO (standar intemasional versi Bank Dunia) juta orang, tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup yang pokok. 5 Secara umum kebutuhan pokok manusia untuk hidup layak hidup minimal mencakup kebutuhan makanan dan non makanan (pakaian, pemmahan, kesehatan, pendidikan, dan air bersih). 6 Jika kita melihat hal ini dari perspektif keadilan, maka persoalan keadilan hams dikontekstualisasikan dengan fenomena dan pembahan masyarakat secara universal (alasan penulis mengambil dan mengkaji teori Keadilan John Rawls). Berbeda dengan pemikir lainnya, titik konvensional untuk mengawali suatu diskusi tentang keadilan sosial adalah teori keadilan yang dikembangkan oleh John Rawls ( 1972, 1999). Dalam karya yang sangat berpengamh ini, John Rawls bemsaha menempatkan prinsip-prinsip keadilan dengan mengedepankan prinsip perbedaan dan posisi Asali. Maksudnya, kita seolah-olah keluar dari masyarakat di mana kita hidup, kita seolah-olah hams kembali Ice keadaan pada awal mula ketika sejarah belum dimulai. 7 Kita hams memasuki situasi khayalan di mana masyarakat belum terbentuk. Dalam posisi Asali itu kita tiak tahu bagaimana nasib kita masing-masing dalam masyarakat nanti. Argumentasinya kompleks, tetapi ia menyimpulkan dengan tiga prinsip keadilan yang ia yakini akan memenuhi !criteria yang disusunnya. Ketiga !criteria itu adalah: kesetaraan dalam kebebasan dasar, keseteraan untuk mendapatkan Jim Ife dan Frank Tesoriero, Community Developmelll: Altematif Pengembangan ' Masyarakat di Era Globalisasi, (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2008), him. V. 6 p.,..,.,.t,,,,,.., ................. v ...,,.~~·- T>~u.f. ___ J ________ ...... __ , . • ~· • ' - 6 kesempatan untuk kemajuan, dan diskriminasi positif bagi mereka yang tidak beruntung dalam rangka menjamin kesetaraan. 8 Hal penting yang perlu diketahui tentang prinsip John Rawls adalah bahwa prinsip-prinsip tersebut secara normal akan dipahamai sebagai yang diterapkan kepada individu-individu. Akan tetapi, analisis dari suatu perspektif individual hanyalah salah satu cara untuk memahami isu-isu sosial dan keadilan sosial. B. Pembatasan dan Rumusan Masalah Penting bagi penulis untuk mengangkat teori keadilan John Rawls ke dalam proses pengembangan masyarakat dalam penulisan skripsi ini, sehingga pengembangan masyarakat dalam praktiknya dapat mengedepankan prinsip keadilan. Mengingat luasnya pembahasan yang akan di bahas, maka pembahasan ini akan dibatasi pada: "Bagaimana Relevansi Konsep Kcadilan John Rawls dengan Proses Pengembangan Masyarakat". Selanjutnya untuk mempermudah pembahasan, maka di s1111 penulis memberikan perumusan, antara lain: I. Bagaimana Konsep Keadilan yang dibangun oleh John Rawls? 2. Bagaimana Konsep Keadilan Sosial Dalam Wacana Pengembangan Masyarakat 3. peran teori keadilan John Rawls ditengah kehidupan sosial masyarakat terutama dalam praktek pengembangan masyarakat? 7 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Dengan memahami latar belakang seperti di atas, maka dalam penelitian karya ilmiah ini, terdapat beberapa tujuan yang mendasar clan manfaat/ke!,>unaan dari penelitian tersebut. Adapun tujuannya, antara lain: 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui bagaimana relevansi konsep Keadilan John Rawls terhadap proses pengembangan masyarakat secara umum. b. Untuk mengetahui latar belakang teori Keadilan John Rawls sehingga menemukan korelasinya denga.n konsep dan praktek pengembangan masyarakat. c. Dan terakhir, mendapatkan informasi tentang bagaimana konsep keadilan John Rawls menjawab persoalan pengembangan masyarakat. 2. Kegunaan Penelitian a. Kegunaan Teoritis: Sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan disiplin ilmu dalam Pengembangan Masyarakat. b. Kegunaan Praktis: Sebagai bahan masukan bagi kalangan fasilitator dalam melakukan pengembangan masyarakat demi terciptanya masyarakat madani. D. Tinjauan Pustaka Untuk mendukung penelaahan yang lebih mendetail, penulis berusaha untuk melakukan kaj ian terhadap beberapa pustaka ataupun karya-karya yang mempunyai relevansi terhadap topik kajian ini. Adapun beberapa buku dan beberapa karya ilmiah lainnya yang berhasil penulis telusuri, serta dapat dijadikan 8 A theory of justice, teori keadilan "dasar-dasar politik untuk mewujudkan kesejahteraan dalam negara". John Rawls membutuhkan waktu hampir dua puluh tahun untuk merampungkannya (1950-an sampai pada tahun 1971 diterbitkan). Dalam buku ini John Rawls mencoba untuk menganalisa kembali permasalahan mendasar dari kajian filsafat politik dengan merekonsiliasikan antara prinsip kebebasan dan prinsip persamaan. Rawls mengakui bahwa karyanya tersebut sejalan dengan tradisi kontrak sosial (social contract) yang pada awalnya diusung oleh pelbagai pemikir kenamaan, seperti John Locke, Jean Jacques Rousseau, dan Immanuel Kant. Namun demikian, gagasan sosial kontrak yang dibawa oleh Rawls sedikit berbeda dengan para pendahulunya, bahkan cendernng untuk merevitalisasi kembali teori-teori kontrak klasik yang bersifat utilitarianistik dan intuisionistik. Secara spesifik, John Rawls mengembangkan gagasan mengenai prinsipprinsip keadilan dengan menggunakan sepenuhnya konsep ciptaannya yang dikenal dengan "posisi asali" (original position) dan "selubung ketidaktahuan" (veil of ignorance). 9 Sebagaimana pada w1rnmnya, setiap teori kontrak pastilah memiliki suatu hipotesis dan tidak terkecuali pada konsep Rawls mengenai kontrak keadilan. John Rawls berusaha untuk memposisikan adanya s1ituasi yang sama dan setara antara tiap-tiap orang di dalam masyarakat serta tidak ada pihak yang memiliki posisi lebih tinggi antara satu dengan yang lainnya, seperti misalnya kedudukan, status sosial, tingkat kecerdasan, kemampuan,, kekuatan, dan lain sebagainya. Sehingga, orang-orang tersebut dapat melakukan kesepakatan dengan 9 pihak lainnya secara seimbang. Kemudian, "Political Liberalism" (John Rawls, 1993). Dalam buku ini John Rawls menjelaskan pertanyaan fundamental tentang keadilan politik dalam sebuah masyarakat demokrasi, yaitu konsepsi keadilan apakah yang paling tepat untuk merinci syarat-syarat kerja sama sosial yang saling menguntungkan di antara warga-warga Negara yang dipandang bebas dan setara, dan sebagai anggota-anggota masyarakat yang bekerja sama dari satu generasi Ice generasu berikutnya. Buku yang diterbitkan oleh Columbia University Press ini dikenal dengan sebutan popular "PL". Setelah dicetak kembali pada 1996, buku tersebut kian syarat isinya dengan adanya penambahan tulisan yang berjudul "Reply to Habermas" "The Law of Peoples" (1999). Buku ini memperluas gagasan tentang kontrak sosial dan menjabarkan prinsip-prinsip umum yang dapat dan harus diterima oleh masyarakat liberal dan non-liberal, sebagai standar untuk mengatur perilaku mereka terhadap satu sama lain. Secara khusus, John Rawls menarik perbedaan penting antara hak asasi manusia dan hak-hak setiap warga negara liberal demokrasi konstitusional. Ini menyelidiki syarat-syarat masyarakat semacam itu dapat dengan tepat berperang melawan seorang "penjahat masyarakat". Keadilan sosial, Pa11da11ga11 Deofltologis Rawls dan Habermas, yang ditulis Bur Rasuanto. Dalam buku ini dilampiri wacana Pasca-kajian sekitar pemikiran keadilan sosial di Indonesia, khususnya dari Soekarno dan Hatta. Dihadapkan pada pandangan kedua tokoh pemikir pejuang kemerdekaan itu, teori Rawls dan Habermas seakan menerima dan menampung kritik-kritik Soekarno 10 dan demokrasi liberal Barat. Kritik-kritik itu itu yang telah ikut mendasari faham keadilan sosial Soekarno maupun Hatta, bahkan para pemikir pejuang kemerdekaan lainnya. Keadilan, Pemberdayaan drm Penanggulangan Kemiskinan, yang ditulis oleh Owin Jamasy. Berangkat dari refleksi terhadap profesi yang digeluti (Owin Jamasy), buku yang sederhana ini mencoba memberikan pengertian kembali kepada pendekatan pemberdayaan dalam proses penanggulangan kemiskinan, dan mengkombinasikan dengan konsep keadilan yang digagas Oleh John Rawls. Kemudian, Keadilan dan Demokrasi, Telaah Filsafat Politik Jolm Rawls, ditulis oleh Andrea Ata Ujan. Teori Rawls berangkat dari kritiknya terhadap teori-teori keadilan sebelumnya yang dinilainya terlalu bersifat utilitaristis dan intuisionis. Rawls melihat teori keadilannya sebagai sebuah konsep politik, maka penataan struktur-struktur sosial dasar menjadi fokus utania teorinya. Buku ini merupakan penulisan ulang tesis master yang aslinya berjudul "The Basic Elements of John Rawls' The01y of Justice as Fairness". Revisi dilakukan pada bagian tertentu dengan maksud agar pemikiran Rawls disajikan dalam suatu skema dasar yang relatif utuh dan memadai. Isinya memperkena!kan teori keadilan Rawls yang dipandang sebagai salah satu gagasan yang tidak sedikit sumbangannya bagi kehidupan politik negara-negara modem. 11 E. Metode Penelitian 1. Jenis dan Sifat Penelitian Penelitian ini bila dilihat dari jenisnya adalah termasuk dalam kategori Penelitian Kepustakaan (librmy research) menggunakan buku-buku (karya-karya yakni: Ilmiah) suatu sebagai penelitian yang sumber datanya. Sedangkan bila dilihat dari sifatnya, penelitian ini termasuk bersifat DeskriptifAnalitik, yakni: berusaha memaparkan data-data pemikiran John Rawls tentang keadilan dan menganalisanya dengan tepat serta merelevansikannya dengan proses pengembangan masyarakat. 2. Pengumpulan Data Dalam melakukan pengumpulan data, karena kajian ini merupakan penelitian pustaka, maka cara pengumpulan datanya adalah dengan menelusuri dan menelaah literatur-literatur atau bahan-bahan pustaka, w seperti buku-buku, majalah, jurnal dan lain-lain yang relevan dengan masalah studi ini. 3. Sumber data Sumber data primer dalam penelitian ini adalah karya-karya John Rawls. Sedangkan data-data baik berupa buku, majalah dan referensi lainnya yang berkaitan dengan John Rawls merupakan data pendukung. 4. Teknik Analisis Data Penelitian ini dilakukan dengan langkah melakukan analisa kepustakaan (library research), pertama, merumuskan masalah yang dapat diselidiki melalui metode ilmiah. kedua, meninjau kepustakaan. Suatu survei atas semua penelitian yang telah dilakukan mengenai masalah yang tengah dibahas. ketiga, merumuskan 12 hipotesis dengan mengembangkan satu atau lebih masalah formal yang dapat diuji. keempat, merencanakan disain penelitian, menguraikan apa yang perlu ditelaah, data apa saja yang perlu dicari, di mana, bagaimana mengumpulkan, mengolah dan menganalisis data. kelima, mengumpulkan data sesuai dengan disain penelitian. keenam, menganalisis data, membuat klasifikasi dan memperbandingkan data, melaksanakan berbagai pengujian data dan perhitungan yang diperlukan untuk membantu menemukan hasilnya. ketujuh, menarik . lan. kes1mpu 11 5. Waktu Penelitian Waktu yang dibutuhkan penulis untuk melakukan study pustaka ini adalah delapan (8) bulan, di mulai pada tanggal 3 April 2009 s/d Desember 2009. 6. Pedoman Penulisan Laporan Untuk penulisan dan penyusunan skripsi ini, penulis mengacu pada buku Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan disertasi UIN Jakarta yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Cetakan II Tahun 2007. 13 F. Sistematika Pembahasan Agar pembahasan dan penulisan dalam studi (penelitian) ini menjadi terarah, utuh dan sistematis. Maka penelitian ini dibagi dalam beberapa bab, antara lain: Bab I Pendahuluan, meliputi:, Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian dan Sistematika Pembahasan. Bab II Dipaparkan Tinjauan Teoretis yang Meliputi Konsep Keadilan. Konsep Dasar Pengembangan Masyarakat yang Meliputi Landasan Normatif, Landasan Filosofis, Prinsip-prinsip dan Tahap-tahap Pengembangan Masyarakat.. Bab JI! Akan dipaparkan Biografi meliputi riwayat hidup, karya-karya dan ide-ide yang membentuk pemikiran John Rawls serta pemikiran John Rawls tentang Keadilan Bab IV Penulis akan memaparkan Relevansi Konsep Keadilan John Rawls terhadap Proses Pengembangan Masyarakat. Bab V Penutup, meliputi: kesimpulan dan rekomendasi BABil TINJAUAN TEORETIS A. KONSEP KEADILAN Keadilan telah menjadi pokok pembicaraan serius sejak awal munculnya filsafat Yunani. Pembicaraan keadilan memiliki cakupan yang luas, mulai dari yang bersifat etik, filosofis, hukum, sampai pada keadilan sosial. Banyak orang yang berpikir bahwa bertindak adil dan tidak adil tergantung pada kekuatan dan kekuatan yang dimiliki, untuk menjadi adil cukup terlihat mudah, namun tentu saja tidak begitu halnya penerapannya dalam kehidupan manusia. Keadilan sosial adalah keadilan yang berhubungan dengan pembagian nikmat dan beban dari suatu kerja sama sosial khususnya yang disebut Negara. Karena itu, dalam literatur, keadilan sosial sering juga disebut sebagai keadilan distributif. 1 Meski istilah tersebut tidak keliru, tapi perlu diberi catatan bahwa keadilan sosial bukan hanya persoalan distribusi ekonomi saja, melainkan jauh lebih luas, mencakup keseluruhan dimensi moral dalam penataan politik, ekonomi, dan semua aspek kemasyarakatan yang lain. 1. Pengertian Konsep keadilan Menurut Kamus Ilmiah Populer, kata konsep secara etimologi adalah ide umum, pemikiran, rancangan atau rencana dasar. 2 Sedangkan keadilan berakar dari kata "adil" dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab "al 'adlu" yang artinya sesuatu yang baik, sikap yang 15 tidak memihak, pen1agaan hak-hak seseorang dan cara yang tepat dalam mengambil keputusan. 3 Keadilan menurut Muthahari memiliki beberapa pengertian, yaitu: a. Yang dimaksud dengan keadilan adalah keadaan sesuatu yang seimbang b. Keadilan adalah peniadaan perbedaan apapun c. Keadilan berarti juga memelihara hak-hak individu dan memberikan hak kepada setiap orang yang berhak menerimanya, makna keadilan disini adalah keadilan sosial. Yaitu keadilan yang dihormati di dalam hukum manusia dan setiap individu benar-benar diperintahkan untuk menegakkannya. 4 2. Keadilan dalam PerspektifHukum Keadilan merupakan salah satu tujuan hukum yang paling banyak dibicarkan sepanjang perjalanan sejarah filsafat hukum. Tujuan hukum memang tidak hanya keadilan, tetapi juga kepastian hukum dan kepastiannya. Idelanya, hukum memang harus mengakomodasikan ketiganya. Akan tetapi keadilan merupakan tujuan paling penting dalam hukum. 5 Keadilan dalam perspektif hukum adalah apa yang sesuai dengan hukum dianggap adil, sedang yang melanggar hukum dianggap tidak adil. Jika ada pelanggaran hukum, maka pengadilan bertindak untuk memulihkan keadilan. pemikiran sosiologi hukum lebih berfokus pada keberlakuan empirik atau faktual dari hukum. Hal ini memperlihatkan bahwa sosiologi hukum secara tidak langsung diarahkan pada hukum sebagai sistem konseptual, melainkan pada 3 4 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia (Jakarta: Hidakarya Agung, 1989), h.257. Murtadha Muthahari, Islam Agama Keadilan, (Jakarta: Pustaka Hidayah, 1998). Cet. TJ"-1L"n 16 kenyataan sistem kemasyarkatan, yang di dalamnya hukum hadir sebagai pemeran utama. 6 3. Keadilan dalam Perspektif Sosiologi Dalam ranah sosiologi keadilan merupakan wacana yang terus berkembang sesuai dengan zamannya, tidak sedikit perdebatan para sosiolog dalam memandang dan mengkosepkan keadilan. 7 Dalam sosiologi, keadilan secara umum juga digambarkan sebagai situasi social ketika nonna-norma tentang hak dan kelayakan dipenuhi. Nilai dasar keadilan adalah martabat manusia, sehingga prinsip dasar keadilan adalah penghargaan atas martabat dan hak-hak yang melekat padanya. Keadilan dipandang dari sudut sosiologi, konsep keadilan dapat selamanya diperebaiki dan dimodernisasi dengan usaha perbaikan sadar yang dilakukan tanpa batas. 8 4. Keadilan dalam PerspektifEkonomi Keadilan merupakan suatu topik penting dalam etika, dalam konteks ekonomi keadilan memiliki tempat khusus. Keadilan dalarn perpektif ekonomi memiliki hubungan yang sangan erat, ekonomi melihat bahwa keadilan juga memiliki dasar yang sama, yaitu sesuatu yang langka (masalah kelangkaan). 9 Ekonomi timbul karena kelangkaan sumberdaya, begitu pula dengan persolan keadilan terutama dalam keadilan distributif Apabila segala sumberdaya di muka bumi ini melimpah dan tidak ada habisnya maka tidak ada permaslahan keadilan, karena di dunia ini semua sumberdaya terbatas maka persoalan keadilan muncul. 6 Y esmil Anwar dan Adang, Pengantar Sosiologi Hu/cum, (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2008), h.110. 7 Scot Lash, Sosiologi Posmodemisme, (Yogyakarta: Kanisius, 2004), h.113. 8 Yesmil Anwnr tinn Arf!ln<T Ponrrnntro• {',.,,.;,..,I,......; LJ•• 1- ..•• L ~ ,..,. 17 5. Konsep Keadilan John Rawls a. Keadilan Rawls mengemukakan suatu ide dalam bukunya A Theory of Justice bahwa teori keadilan merupakan suatu metode untuk mempelajari dan menghasilkan keadilan. Ada cara kerja berfikir untuk menghasilkan keadilan. Keadilan bagi Rawls merupakan nilai keutamaan yang mewujud dalam suatu keseimbangan antara bagian-bagian di dalam kesatuan, antara tujuan-tujuan pribadi dan tujuan bersama. keadilan dapat mengatur hubungan-hubungan antar pribadi, kelompok dan penguasa. Dengan menerapkan dan melaksanakan keadilan, maka stabilitas hidup akan terjamin. b. Peran Keadilan Rawls dalam bukunya A Teary qf Justice bahwa keadilan memiliki kebajikan utama dalam institusi sosial, sebagaimana kebenaran dalam sistem pemikiran. "Suatu teori, betapapun elegan dan ekonomisnya, hams ditolak a/au direvisi jika ia tidak benar; demikian juga hukum dan institusi, tidak ped11/i betapapun efisien dan rapinya, ltarus direformasi a tau diltapuskan jika tidak adi!". 10 Keadilan adalah keluhuran pertama institusi-institusi sosial dan setiap orang memiliki ketetapan yang didirikan pad a keadilan yang tidak dapat dilanggar bahkan demi kesejahteraan masyarakat seutuhnya. 11 Karena itu, dalam masyarakat yang adil kebebasan warganegara dianggap mapan apabila hak-hak yang dijamin oleh keadilan tidak tunduk pada tawar-menawar politik atau kalkulasi kepentingan 10 John Rawls, Teori Keadilan: Dasar-dasar Fi/safat Politik untuk Mewujudkan 18 sosial, atau dengan kata lain keadilan bukan semata mengejar asas manfaat dengan meninggalkan apa yang menjadi hak. Setiap orang memiliki rasa keho1matan yang berdasar pada keadilan sehingga seluruh masyarakat sekalipun tidak bisa membatalkannya. Atas dasar inilah keadilan menolak jika lenyapnya kebebasan bagi sejumlah seorang dapat dibenarkan oleh hal lebih besar yang didapatkan orang lain. Keadilan tidak membiarkan pengorbanan yang dipaksakan pada segelintir orang diperberat oleh sebagian besar yang didapatkan orang lain. 12 Dalam arti lain keadilan sosial menuntut setiap orang berhak atas kebutuhan manusia yang mendasar tanpa memandang perbedaan buatan manusia seperti ekonomi, kelas, ras, etnis, agama, umur, dan sebagainya. c. Prinsip Keadilan Secara gans besar Rawls merumuskan dua pnns1p keadilan sebagai berikut: 13 I. Setiap orang harus memiliki hak yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas, seluas kebebasan yang sama bagi semua orang. Prinsip ini mencakup: a. Kebebasan untuk berperan serta dalam kehidupan politik (hak bersuara, hak mencalonkan diri dalam pemilihan) b. Kebebasan berbicara (termasuk kebasan pers) c. Kebebasan berkeyakinan (termasuk keyakinan beragama) d. Kebebasan menjadi diri sendiri (person) e. Hak untuk mempertahankan milik pribadi 12 'lfV)O\ J.. C\C Miriam Budiharjo, Dasar-Dasar !/mu Politik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 19 2. Ketidaksamaan sosial dan ekonomi harus diatur sedemikian rupa sehingga (I) diharapkan memberi keuntungan bagi setiap orang, dan (2) semua posisi jabatan terbuka bagi semua orang di bawah kondisi kesataraan kesempatan yang/air. 14 Prinsip-prinsip ini digunakan dalam struktur dasar masyarakat, hal ini dilakukan pelimpahan hale dan kewajiban serta untuk mengatur keuntungankeuntungan sosial dan ekonomi. 15 Suatu keadilan dapat dikatakan memadai apabila dibentuk dengan pendekatan kontrak di mana prinsip-prinsip keadilan yang dipilih sebagai pegangan bersama sungguh-sungguh merupakan hasil kesepakatan bersama dari semua individu yang bebas, rasional, dan sederajat. Keadilan adalah fairness di mana tidak hanya mereka yang memiliki talenta dan kemarnpuan yang lebih baik saja yang berhak menikmati pelbagai manfaat sosial lebih banyak, tetapi keadilan juga harus membuka peluang bagi mereka yang kurang bemntung. Tujuan untuk rneningkatkan prospek hidup, berlaku bagi seluruh lapisan masyarakat. 16 Bagi Rawls, kekuatan dari keadilan dalam arti fairness justeru terletak pada tuntutan bahwa ketidaksamaan dibenarkan sejauh juga memberikan keuntungan bagi semua pihak dan sekaligus memberi prioritas kebebasan. lni merupakan dua tuntutan dasar yang harus dipenuhi dan dengan demikian juga membedakan secara tegas konsep keadilan sebagai fairness dari teori-teori yang dirumuskan dalam nafas intuisionisme dan dalam cakrawala teleologis. 14 15 John Rawls, Teori Keadilan, h. 72. Ian Shapiro, Evo/usi Hak Dalam Teori Liberal (Jakarta: Yayasan Obor Indonesi, 2006), 20 Dengan demikian, demi terjaminnya efektifitas dari kedua prinsip keadilan itu, Rawls menegaskan bahwa keduanya harus diatur dalam suatu tatanan yang disebutnya lexical order (prioritas utama), yang bernakna bahwa dalam prinsip keadilan terdapat hal-hal yang diprioritaskan. 17 Rawls merinci dua aturan prioritas untuk menjelaskan urutan arti penting berbagai elemen dalam kedua prinsip tersebut, yaitu: I. Urutan prioritas pertama, meneguhkan prms1p 'prioritas kebebasan' memungkinkan kebebasan hanya dibatasi demi kebebasan itu sendiri. Prinsip pertama harus dipenuhi sebelum yang kedua dibangkitkan. Hanya pertimbangan-pertimbangan kebebasan yang diperbolehkan mengualifikasikan kebebasan; jadi, sebuah kebebasan yang kurang ekstensif harus memperkuat sistem kebebasan total yang dibagi bersama oleh semua orang dan sebuah kebebasan yang kurang setara harus dapat diterima oleh mereka yang memiliki lebih sedikit kebebasan. 2. Aturan prioritas kedua, meneguhkan prioitas keadilan atas efisiensi dan kesejahteraan. Hal ini bermakna, pertama-tama, prinsip kedua sebagai keutuhan lebih diprioritaskan dari pada prinsip efisiensi, dan memaksimumkan j umlah keuntungan dalam masyarakat. Kedua, di dalam prinsip kedua; prinsip kesempatan yang fair lebih diprioritaskan daripada prinsip keuntungan terbesar bagi mereka yang paling tidak menguntungkan (dikenal sebagai prinsip perbedaan). Ini berarti bahwa ketidaksetaraan kesempatan harus memajukan kesempatan-kesempatan dari mereka yang memiliki lebih sedikit kesempatan. 18 21 Dengan pengaturan seperti ini, Rawls menegaskan bahwa hak-hak serta kebebasan dasar tidak bisa ditukar dengan keuntungan-keuntungan sosial dan ekonomis. Itu berarti, prinsip keadilan yang kedua hanya bisa mendapat tempat dan diterapkan apabila prinsip keadilan yang pertama telah dipenuhi. Dengan kata lain, penerapan dan pelaksanaan prinsip keadilan yang kedua tidak boleh bertentangan dengan prinsip keadilan yang pertama. Oleh karena itu, hak-hak dan kebebasan dasar dalam konsep keadilan khusus ini memiliki prioritas utama atas keuntungan sosial dan ekonomis. Jika bidang utama keadilan adalah struktur dasar masyarakat, problem utama keadilan adalah merumuskan dan memberikan aiasan pada sederet prinsipprinsip yang hams dipenuhi oleh sebuah stmktur dasar masyarakat yang adil. Prinsip-prinsip keadilan sosial tersebut akan menetapkan bagaimana stmktur dasar hams mendistribusikan prospek mendapatkan prioritas keinginan. Menurut Rawls kebutuhan-kebutuhan pokok meliputi hak-hak dasar, kebebasan, kekuasaan, kewibawaan, kesempatan dan kesejahteraan. 19 Jadi dalam kerangka dasar struktur masyarakat, kebutuhan-kebutuhan pokok (primmy goods) temtama dipandang sebagai sarana mengejar tujuan dan kondisi pemilihan yang kritis serta seksama atas tujuan rencana seseorang. Jika diterapkan pada fakta struktur dasar masyarakat, prinsip-prinsip keadilan hams mengerjakan dua hal: 1. Prinsip keadilan harus memberi penilaian kongkret tentang adil tidaknya institusi-institusi dan praktek institusional. 22 2. Prinsip-prinsip keadilan harus membimbing kita dalam memperkembangkan kebijakan-kebijakan dan hukum untuk mengkoreksi ketidakadilan dalam struktur dasar masyarakat tertentu. B. RELEVANSI Dalam Kamus Bahasa lnggris, relevance mempunyai makna kaitan atau hubungan. 20 Sementara yang dimaksud dengan relevansi dalam studi ini adalah hubungan atau kaitan ide umum/ pemikiran John Rawls mengenai keadilan Sosial terhadap proses pengembangan masyarakat. C. KONSEP PENGEMBANGAN MASYARAKAT Secara etimologi, pengembangan adalah membina dan meningkatkan kualitas hidup. 21 Sedangkan secara etimologis masyarakat adalah kumpulan manusia dalam arti seluas-luasnya yang terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama. 22 Masyarakat adalah sekelompok manusia yang memiliki tatanan kehidupan, norma-norma dan berinteraksi menurut system adat istiadat tertentu. Menurut Mahmud Yunus, Masyarakat secara bahasa berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata musyaraka yang berarti saling bergaul. Di dalam bahasa arab sendiri, masyarakat disebut dengan mujtama yang secara bahasa berarti tempat 20 John Echolis, dan Hasan Shadily, Kamus !nggris- Indonesia (Jakarta: Gramedia, 1982), h.475. 21 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: llt>ln: fl,,,..f~I-~"\ ,-.. _ _. J __ 1 I_ A1 A 23 berkumpul. 23 Ditinjau dari segi istilah,. definisi masyarakat sangat beragam, antara Iain: a. Murtadha Muthahari, merumuskan bahwa dikatakan masyarakat jika terdiri atas kelompok-kelompok manusia yang saling terkait oleh sistem, status, serta hukum-hukum khas dan hidup bersama atau masyarakat terdiri atas dari individu-individu yang hidup secara berkelompok. 24 b. Dr.Riswandi, Masyarakat adalah sekelompok manusia yang memiliki tatanan kehidupan, norma-norma dan berinteraksi menurut sistem adat istiadat tertentu. 25 c. Selo Soemarjan, yang dikutip oleh Soerjono Sukanto, menyatakan bahwa masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama, yang menghasilkan kebudayaan. Secara garis besar dapat kita simpulkan bahwa masyarakat adalah keseluruhan hubungan-hubungan dalam hidup bersama atau tidak dibatasi oleh lingkungan, bangsa, dan sebagainya. Dalam pengertian sempit, masyarakat merupakan sekelompok manusia yang dibatasi oleh aspek-aspek tertentu, seperti agama, ras, bangsa dan lain sebagainya. Sementara secara terminologi, istilah pengembangan masyarakat dalam Kamus Bahasa Indonesia diartikan sebagai usaha bersama yang dilakukan oleh penduduk atau masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya. Pengembangan masyarkat juga dapat diartikan sebagai sebuah proses penyadaran dan penggalian 23 Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab Indonesia (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah Penafsir Al-Quran, 1973), h. 91. 24 A,f,..-+.,,-lh,, J,,r .... 1.~t.~-: ~I---·-"---' -, • 24 potensi lokal masyarakat dengan tujuan untuk memecahkan permasalahan mereka sehari-hari. Menurut Dr. Zubaedi pengembangan masyarakat adalah upaya mengembangkan sebuah kondisi masyarakat secara berkelanjutan dan aktif berlandaskan . ' . . pnns1p-pnns1p keadilan sosial dan saling menghargai. 26 Pembangunan dan pengembangan masyarakat secara umum ditujukan untuk menimbulkan perubahan-perubahan yang bersifat positif, diinginkan dan bermanfaat bagi masyarakat. Dengan demikian community development merupakan serangkaian usaha berencana yang ditujukan untuk menumbuhkan perubahan-perubahan yang diinginkan pada diri manusia dan lingkungan . 27 sek1tarnya. Jadi yang dimaksud dengan istilah pengembangan masyarakat dalam studi ini adalah: Proses penggalian potensi lokal masyarakat yang dilakukan oleh seluruh komponen masyarakat secara bersama-sama melalui perspektif keadilan sosial, dengan tujuan memenuhi kebutuhan serta mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi oleh mereka. Dari penegasan istilah-istilah di atas, maka maksud dari keseluruhan judul studi ini (Konsep Keadilan John Rawls dan Relevansinya Terhadap Pengembangan Masyarakat) adalah sebuah kajian atas pemikiran John Rawls tentang Keadilan sosial akan keadaan (realitas) ma.syarakat, khususnya ketertindasan struktural dan kemiskinan, serta relevansinya terhadap proses pengembangan masyarakat dalam multi perspektif dan penggalian potensi yang 26 Zubaedi, Wacana Pembangunan Altematif (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Group, 2007), 25 dilakukan oleh seluruh komponen masyarakat secara bersama-sama dengan tujuan memenuhi kebutuhan serta mencari solusi atas permasalahan yang dihadapinya. 1. Konsep Dasar Pengembangan Masyarakat Pengembangan Masyarakat secara konseptual memiliki sejarah yang sangat panjang, jika ditelaah lebihjauh pengembangan masyarakat ada bersamaan dengan manusia mulai berinteraksi, atau dengan kata lain pengembangan masyarakat tumbuh ketika manusia menemukan konsep masyarakat. Isbandi Rukminto (1963) mengemukakan bahwa konsep pengembangan masyarakat diawali yaitu ketika pemerintah kolonial Inggris (1925) menghadapi permasalahan pada pemantapan dan pemeliharaan tatanan hukum, sehingga pemerintah kolonial mengeluarkan suatu peringatan (memorandum) di mana salah satu tujuan yang dicanangkan adalah "untuk meningkatkan masyarakat secara utuh". 28 Memorandum ini berisikan earn untuk meningkatkan kehidupan masyarakat di wilayah jajahan mereka (bangsa lnggris), yang pada akhimya dikenal dengan istilah pengembangan masyarakat. Setelah itu, pada tahun 1944 pemerintah kolonial lnggris mengeluarkan memorandum yang menggantikan rancangan pendidikan massa yang sebelumnya sudah diterapkan. Pemerintah kolonial membuat tiga tujuan jangka panjang dari kebijakan yang dikemukakan pada tahun 1944 ini, yaitu: a. Peningkatan kondisi kehidupan dan kesehatan masyarakat b. Peningkatan taraf hidup ekonomi masyarakat 26 c. Pengembangan institusi politik dan kekuasaan politik pada daerah koloni hingga tiba masanya mereka dapat menjalankan pemerintahannya sendiri secara efektif. Pada tahun 1948, istilah 'Pendidikan Massa' digantikan oleh Pengembangan Masyarakat setelah pemerintah kolonial mengadakan serangkaian konferensi musim panas mengenai administrasi negara jajahan di Afrika. 29 Hasil konferensi tersebut mendefinisikan pengembangan masyarakat sebagai berikut. "pengembangan masyarakat adalah suatu gerakan yang dirancang untuk meningkatkan taraf hidup keseluruhan komunitas me/alui partisipasi aktif dan jika memungkinkan, berdasarkan inisiatif masyarakat. Hal ini me/iputi berbagai kegiatan pembangunan di tingkat distrik, baik dilakukan oleh pemerintah ataupun /embaga-lembaga non pemerintah. Pengembangan masyarakat harus di/akukan me/akukan gerakan yang kooperatif dan harusberhubungan dengan bentuk pemerintah !aka/ terdekat ". 30 Dalam perkembangannya pemerintah kolonial Inggris mengadopsi definisi pengembangan masyarakat yang lebih singkat dari definisi yang dikembangkan pada tahun 1948. Hal ini dilakukan ketika mereka memperkenalkan konsep pengembangan masyarakat di Malaysia: "pengembangan masyarakat adalah suatu gerakan yang dirancang guna meningkatkan taraf hidup keseluruhan masyarakat melalui partsipasi aktif dan inisiatif dari masyarakat. "31 Pengembangan masyarakat mulai tumbuh sebagai gerakan sosial pada tahun 1970-an menyusul bangkitnya kesadaran progresif dan sebagian komunitas intemasional untuk memberi perhatian terhadap kebutuhan layanan kesejahteraan 29 Isbandi Ruminto Adi, fletwnsi Komunitas "Pengembangan Masyarakat Sebagai 27 bagi orang-orang lemah, menenma model kesejahteraan redistributif secara radikal, memberlakukan model kewarganegaraan aktif dan memberi ruang bagi partisipasi warga dalam proses pembangunan (participatory mode/). 32 Keberpihakkan terhadap nasib orang-orang lemah dilakukan dengan mengubah model gerakan sosial dari kontrol sosial ke metode praktik yang mencoba memberdayakan dan melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan dan pelaksanaan kegiatan beserta program kemasyarakatan secara kolaboratifpartisipatorisn Dalam ha! ini, aksi pengembangan masyarakat, perencanaan sosial, dan advokasi sosial untuk pertama kalinya menjadi metode prak:tis social work yang khusus dan menyempurnakan model kerja kemasyarakatan tradisional yang pernah ada. Pengembangan masyarakat dalam konteks ini dilakukan dengan tujuan untuk mengembangkan kemampuan masyarakat lapis bawah dalam mengidentifikasi kebutuhan, mendapatkan sumber daya dalam memenuhi kebutuhan, dan memberdayakan mereka secara bersama-sama. Dengan gerakkan ini, masyarakat lapis bawah bisa memiliki kendali secara kuat terhadap kehidupannya sendiri. Orang-orang ikut serta dalam kegiatan pengembangan masyarakat sepanjang waktu, misalnya sebagai pekerja yang dibayar, aktivis masyarakat, pekerja dalam layanan kemanusiaan, dan anggota kepanitiaan masyarakat lokal yang tidak dibayar. Terminologi pengembangan masyarakat dalam perjalanannya merujuk pada sebuah pekerjaan professional, sebuah metode atau pendekatan dalam 32 Zubaedi, Wacana Pembangunan Alternatif: Ragam Perspekt/f Pengembangan dan Pon1J.o,.An•,,,.,,..,,.A,f,,,.,.,,~ .. ~T,~J.tT--;_L-~- • "" ~ .. •• ----- - 28 pengembangan sosial dan ekonomi, sebuah komponen dalam kerja pelayanan kemanusiaan, sebuah pemikiran dan pendekatan intelektual terhadap dunia dan sebuah aktivitas politik. Pengembangan masyarakat menghadapi isu-isu ham, namun pendekatan yang dipakai dalam organisasi kemanusiaan didasarkan pada ide untuk kembali kepada zaman masa lalu. Ide ini menekankan bahwa manusia dapat dan harus menyumbang secara kolektif agar sebuah masyarakat dapat bertahan, melalui keikut-sertaan dalam mengambil keputusan, mengembangkan perasaan memiliki terhadap kelompok, dan menghargai sesama manusia. Di Indonesia, Pengembangan dan pemberdayaan masyarakat pada mulanya dikenal dengan istilah "Pembangunan Masyarakat" di mana dalam periode 1945-1950 penyelenggaraan pembangunan masyarakat masih belum jelas. 34 Usaha ke arah itu dilaksanakan dalam bentuk pembangunan masyarakat secara khusus ditujukan pada pendidikan masyarakat yang dikelola oleh Badan Pendidikan Masyarakat (Penmas) di bawah Kementrian Pendidikan, Pengkajian dan Kebudayaan (PP dan K). Pada periode 1950-1955 pembangunan masyarakat desa mulai menjadi perhatian pemerintah, akan tetapi pelaksanaannya belum mengarah pada pembentukkan peraturan prundangan operasionalnnya walaupun sudah dibentuk kementrian Pembangunan Masyarakat. Memasuki tahun 1956, pembangunan masyarakat desa mendapat perhatian yang serius dari pemerintah pusat yang ditandai dengan perencanaan program Pembangunan Masyarakat Desa (PMD). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1957 tentang Organisasi 29 Penyelenggaraan Pembangunan Masyarakat Desa dibentuk Dewan Koordinasi PMD di tingkat pusat, dan Provinsi di bentuk Unit Pelaksana Teknis PMD. Pada tahun 1960 pelaksanaan pembani,,>unan masyarakat dalam kebijaksanaan dipertegas dengan adanya Peraturan Presiden Nomor 15 jo No. 11 Tahun 1960 yang juga mengatur pembentukkan Badan Koordinasi Pembangunan Masayarakat Desa (BKPMD) di tingkat pusat dan daerah. Pada tahun berikutnya dibentuk pula Departemen Pembangunan Masyarakat Desa. Memasuki tahun 1966 dibentuk Direktoral Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa yang bemaung di bawah Departemen Dalam Negeri, dan Kantor PMD di daerah. Berdasar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, tugas pembangunan desa menjadi tanggung jawab Gubemur, Bupati!Walikota, Camat dan Kepala Desa/Kelurahan sesmu kedudukannya sebagai kepala wilayah di mana Kantor PMD di Daerah berlangsung di bawah Kepala Daerah yang melakukan fungsi staf dalam pembangunan desa. Kemudian diadakan perubahan nama Direktorat PMD menjadi Direk""torat Pembangunan Desa (Bangdesa) di samping perubahan nama Lembaga Sosial Desa (LSD) menjadi Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD). Dengan Keputusan Presiden Nomor 27 Tahun 1992, diadakan perubahan nama Direktorat Pembangunan Desa (Bangdesa) menjadi Direktorat Masarakat Desa (PMD), yang sekaligus mengintegrasikan berbagai kegiatan lembaga sejenis seperti Lembaga Sosial Desa, Pendidikan Masyarakat, Pembangunan Masyarakat, Bimbingan Masyarakat dal lain-lain. 30 Pada 1997 saat terjadi krisis di berbagai bidang seperti ekonomi, politik dan sosial yang berkepanjangan menyebabkan runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, yang disusul dengan era refonnasi yang menuntut perubahan kondisisosial, politik, desentralisasi, transparansi dan otonomi yang menghendaki "paradigma baru" dalam pembangunan nasional yang berorientasi pada peningkatan peran serta masyarakat. Diperlukan reorientasi pemikiran bahwa pembangunan desa harus menganut paradigma pembangunan yang berpusat pada masyarakat desa sebagai kekuatan modal dasar pembangunan. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (tentang pemerintahan daerah) yang mengoreksi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 (tentang pemerintahan daerah), menegaskan Bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 35 Di Indonesia, pengembangan masyarakat tidak hanya diinisiasikan oleh pemerintah, banyak organisasi non-pemerintah atau lebih dikenal dengan istilah 'Omop' seperti LSM, Yayasan, Komunitas maupun Forum dengan berbagai 31 bentuk melakukan aktifitas pengembangan masyarakat, dalam ha! ini mengacu pada sebuah gerakan sosial. 36 2. Landasan Normatif Pengembangan Masyarakat. Kerja masyarakat, secara alamiah, tidak dapat menjadi sesuatu yang bebas nilai, aktivitas teknis. 37 Aksi dari kerja masyarakat mengimplikasikan berbagai nilai tertentu, seperti masyarakat itu sendiri, dan berbagai nilai demokrasi, partisipasi, otonomi diri dan lain sebagainya. Secara lebih spesifik, sebuah model pengembangan masyarakat mengimplikasikan sejumlah posisi nilai dari berbagai perspektif. Jika melihat akan beragamnya sejarah serta konsep pengembangan masyarakat, tentunya kegiatan pengembangan masyarakat sangat dipengaruhi oleh latar belakang kemunculan serta visi dan misi yang dicapai dalam mensejahterakan masyarakat, begitu pula dengan landasan normatifnya sangat ditentukan oleh paradigma para pelaku pengembangan masyarakat. Jim Ife (2008) "Community Development" menjelaskan beberapa landasan nonnatif dalarn praktik pengembangan masyarakat, yaitu: a. Profesionalisme. Jim Ife (2008) berpandangan bahwa model profesionalisme tidak cocok dengan aktivitas kerja masyarakat, ha! ini dikarenakan profesiprofesi cenderung memistifikasi, mengasingkan dan tidak memberdayakan para pengguna layanan. Model professional melihat pengetahuan dan keterampilan sebagai property eksklusif milik si professional, dan itu 36 '7 .. L--..1! TlI------- ,..,_ 1 32 menyulitkan pengetahuan dan keterampilan itu untuk diakses oleh orang lain, baik secara fonnal maupun tidak fonnal. Seorang professional dilihat sebagai orang yang ahli, dan ha! ini berarti kurang menghargai keahlian para pengguna layanan (masyarakat ), yang secara aman berdasar pada budaya local tetapi tidak akan dilegitimasi dengan perangkap-perangkap kualifikasi fonnal, jurnal-jurnal professional, sertifikasi, konferensi dan lain sebagainya. Sehingga akan mernunculkan hubungan yang tidak setara antara professional dan pengguna layanan baik dalam status maupun dengan kekuatannya. Zubaedi (2007) "Wacana Pembangunan Altematif' juga berpendapat bahwa aktivis pengembangan masyarakat tidak menginginkan bidang pekerjaannya diatur secara sangat professional. Mereka cenderung berhati-hati terhadap meningkatnya tuntutan profesionalisasi dalam industry pelayanan sosial dan masyarakat. Mereka juga membantah anggapan bahwa pengembangan masyarakat lebih banyak berfokus pada kegiatan pemberi pelayanan masyarakat dan sosial. Pengembangan masyarakat menawarkan berbagai jalan pemikran tentang bagaimana mengerjakan sesuatu, bagaimana proses dan prinsip yang diterapkan dalam berbagai kegiatan. Dari sudut pandang ini, pengembangan masyarakat menaruh perhatian dengan cara-cara sederhana untuk pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan akses terhadap sumber daya dan pengembangan kekuatan dalam struktur yang ada, kerja sama, kritis terhadap masalah yang dihadapi dan menjadi mandiri. Lebih jelasnya, pengembangan masyarakat dapat 33 b. Me11gltargai Pe11getaltuat1 Lokal. menghargai pengetahuan lokal adalah sebuah komponen paling penting dari setiap kerja pengembangan masyarakat, dan ini dapat dirangkum dengan istilah 'Masyarakat yang paling tahu'. Di atas segalanya, anggota masyarakat memiliki pengalaman dari dinamika kehidupannya, tentang kebutuhan dan masalah-masalah yang dihadapi, kekuatan dan kelebihannya serta ciri khasnya. Sebuah proses pengembangan masyarakat harus dikerjakan di atas dsar pengetahuan local sepe1ii ini, dan dalam ha! ini pekerja masyarakat tidak dapat mengklain sebagai 'ahli', kecuali ia telah lama menjadi anggota masyarakat tersebut. Masyarakat lokallah yang memiliki pengetahuan , kearifan dan keahlian, dan perab pekerja masyarakat adalah untuk mendengar dan belajar dari masyarakat, bukan untuk mengajari masyarakat tentang problem dan kebutuhan mereka. c. lnisiatif Lokal. Inisiatif lokal artinya bhwa segala proses pengembangan masyarakat tidak didasarkan kepentingan pihak luar, tetapi benar-benar dialandasi oleh prakarsa dan inisiatf masyarakat. d. Komitme11 Jangka Plllifa11g. Jika proses pengembangan masyarakat benarbenar ingin membuat sebuah kontribusi yang berarti pada sebuah masyarakat, sebuh komitmen dalam jangka panjang merupakan ha! penting. Tidak mungkin menempatkan sebuah gambaran yang pasti mengenai komitmen waktu minimum yang diharuskan dalam kerja masyarakat, karena kebanyakan akan bergantung pada berbagai faktor lokal. Selain itu, pengembangan masyarakatjuga bukanlah sesuatu yang dicapai dengan cepat 34 3. Landasan Filosofis Pen gem bangan Masyaralmt. Secara garis besar hakekat manusia sebagai individu telah dipahami oleh para ahh psikologi. pada saat ini sekurang-kurangnya ada tiga aliran besar yang memberikan pemahaman mengenai keberadaan manusia clan unsur-unsur yang menggerakkannya. Ketiga wawasan mengenai hakekat manusia antara lain dapat dilihat dari pandangan kelompok psikoanalis; kelompok behavioris; dan kelompok humanistik. 38 Pada perkembangannganya pengembangan masyarakat menitikberatkan pada aliran filsafat humanis. Filsafat humanis melihat manusia sebagai makhluk yang rasional yang memiliki dorongan untuk mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif. Manusia memiliki kemampuan mengontrol dirinya sendiri, dan bila situasi memungkinkan dan ia diberikan kesempatan maka individu tersebut dapat dikembangkan menjadi pribadi yang lebih positif, atau dengan kata lain perubahan dilakukan untuk manusia, oleh manusia dan dari manusia itu sendiri. 39 Manusia digambarkan sebagai aliran air yang terus mengalir tanpa henti, dan begitu pula perkembangan manusia sebagai pribadi tetap berjalan sebagai suatu kesatuan yang dinamis dan mencoba mencari titik yang seimbang. Manusia dalam pandanga kaum humanis manusia yang suatu kesatua.n potensi yang terus berkembang menuju ke arah yang lebih 'sempuma', tetapi karena 'kesempumaan' itu merupakan suatu yang sangat sangat ideal dan abstrak sehingga ticlak pernah ditemui, maka mereka selalu berada dalam proses pencarian clan pembentukan diri. Manusia dalam kehidupannya digerakkan oleh rasa tanggung jawab sosial 35 dan sebagian lagi oleh kebutuhan internal untuk mencapai sesuatu. Manusia selalu berusaha agar dunianya dapat menjadi dunia yang lebih 'baik' untuk ditempati. 4. Prinsip-Prinsip Pengembangan Masyarakat Secara konseptual, sebenarnya pengembangan masyarakat memiliki dasar pemikiran yang kritis dan radikal, seperti yang akan dijelaskan dalam sejumlah prinsip dasarnya berikut ini. Setiap prinsip tidak berdiri sendiri, melainkan saling berkaitan. Tidak ada prinsip yang lebih penting dari prinsip lainnya karena masing-masing harus dipertimbangkan dalam pekerjaan di lapangan. Secara keseluruhan, prinsip-prinsip itu menggambarkan pendekatan pengembangan masyarakat secara lengkap. Zubaedi (2007) 'Wacana Pembangunan Sosial' berpendapat bahwa secara garis besar ada empat prinsip pengembangan masyarakat, yaitu: I. Pengembangan masyarakat menolak pandangan yang tidak memihak pada sebuah kepentingan (disinterest), ha! ini berbeda dengan pandangan yang berkembang pada kebanyakan akademisi dan profesional yang bekerja didasari pemikiran terhadap pentingnnya bersikap objektif dan jujur. Pemikiran seperti ini melekat dalam argumen bahwa realitas dapat digenggam hanya ketika interest, pendapat, dan nilai-nilai pribadi di.abaikan , at.au ketika masyarakat menjernihkan pemikirannya dari berbagai ha! yang merintangi "pengetahuan yang sebenarnya". Argumen ini dipengaruhi oleh berbagai disiplin seperti psikologi, ekonomi, dan objektivit.as ilmiah dalam memperoleh fakta yang sebenarnya. Selain itu, 36 dimensi (aspek) kehidupan masyarakat meskipun program tidak dapat menangani semua. Aspek yang ditangani seharusnya disesuaikan dengan persoalan yang ada, dan merupakan prioritas dari masyarakat itu sendiri bukan dari pihak luar. 2. Prinsip pengembangan masyarakat yang kedua adalah mengubah dan terlibat dalam konflik. Pengembangan masyarakat bertttjuan untuk mengubah struktur yang diskriminatif, memaksa, dan menindas di masyarakat. Untnk mencapai tujuan ini, pengembangan masyarakat membangkitkan dan menghadirkan informasi yang tidak menyenangkan dan kadang-kadang mengganggu. Di sini pengembangan masyarakat melengkapi kegiatannya dengan gerakan sosial baru seperti hak asasi manusia dan gerakan perdamaian. Komitmen terhadap masyarakat tertindas dan miskin, memberdayakan dan mengadakan perubahan sosial sering kali memunculkan kesulitan bagi kehidupan para aktivis pengembangan masyarakat. Para aktivis yang kesehariannya berada disisi orang lemah kadang-kadang difitnah sebagai penghasut, diboikot, dan kadang-kadang diancam. Respons ini datang tidak hanya dari kalangan yang berkuasa, tetapi juga dari wa.rga yang tidak puas. Para aktivis pengembangan masyarakat tidak mundur dari konflik. Sering kali melalui konflik, mereka bergerak menjadi bentuk struktur dan relasi sosial yang berbeda-beda. 3. Prinsip pengembangan masyarakat yang ketiga adalah membebaskan dan membuka masyarakat serta menciptakan demokrasi partisipatoris. 37 kekuasaan, perbudakan, dan penindasan. Pernbebasan menuntut pemberdayaan dan otonomi. Pembebasan melibatkan perjuangan menentang dan membebaskan dari orang-orang, ideologi, dan struktur yang sangat berkuasa. Para aktivis pengembangan masyarakat adalah fasilitator, bukan seorang pem1mpm, ahli atau penghasut dalam proses pembebasan masyarakat. Pembebasan secara individual atau secara berkelompok hanya bisa terjadi dalam sebuah masyarakat yang terbuka dan bebas. Masyarakat terbuka adalah masyarakat yang warga negaranya aktif. Ia menolak dogma, keanekaragaman yang diasuh., dan ruang diskusi yang dibatasi. Sebaliknya, ia membuka ruang debat pada segala level dan segala topik yang sejauh mungkin dapat diakses segenap anggota masyarakat. Sebuah masyarakat terbuka mempersyaratkan adanya keterbukaan politik. Ketika terjadi debat secara sungguh-sungguh tentang apa yang merupakan keterbukaan politik, di situ ada persetujuan yang luas bahwa masyarakat harus menerapkan berbagai tipe demokrasi partisipatoris, yatiu sebuah bentuk demokrasi yang didasarkan atas pandangan bahwa sernua anggota masyarakat memiliki hak yang sama dalam menentukan bagaimaua masyarakat harus berjalan dan apa yang menjadi tujuan utama serta tujuan yang akan diwujudkan. Demokrasi partisipatoris bisa berfungsi jika dalam lingkungan yang informasinya mengalir bebas. Hal ini akan memungkinkan masyarakat sendiri mengambil inisiatif dalam mengembangkan dan menangani program ataupun 38 berbagai usaha yang dampaknya bisa membentuk berbagai keterampilan, sumber daya, dan kemampuan memecahkan masalah. Penciptaan sebuah masyarakat terbuka melalui mekanisme demokrasi partisipatoris menuntut sebuah kebebasan penuh dalam proses politik dan penciptaan bentuk-bentuk demokrasi yang dapat diakses oleh semua pihak. 4. Prinsip keempat dalam pengembangan masyarakat adalah kemampuan mengakses program-program pelayanan kemasyarnkatan. Pengembangan masyarakat menempatkan program-programnya di lokasi yang dapat diakses oleh masyarakat. Lingkungan fisik yang diciptakan melalui pengembangan masyarakat mempunyai suasana yang bersahabat dan informal, bukan suasana birokratis, formal, dan tertekan. Organisasi masyarakat hendaknya dibangun di lokasi pinggiran kota atau perkampungan, bukan di pusat kota. Pelayanan masyarakat bertempat di gedung yang bisa diakses oleh warga masyarakat, dengan tujuan agar program-programnya bisa diintegrasikan dan dikoordinasikan secara Jangsung bersama warga masyarakat. Organisasi kecil pada level akar rumput biasanya bisa lebih mudah membangun partisipasi da.ri para anggota dan pertanggungjawabannya lebih mudah daripada kantor pemerintahan yang besar. Berbagai uraian prinsip pengembangan di atas bisa dilacak sumber idenya me Ial ui sejarah umat manusia sebagai inspirasi dalam mengarahkan umat manusia. Para aktivis pengembangan masyarakat mengambil pemaknaan baru untuk kelompok yang berbeda-beda dan wilayah yang berbeda-beda. Selama abad 39 ke-20, prinsip-prinsip itu memberikan tekanan yang kuat dalam politik pergerakan wanita dan tindakan kelas pekerja. pada bagian ini peneliti menghadirkan pembahasan prinsi-prinsip pengembangan masyarakat secara lebih detail dengan menggunakan perspektif Jim Ife. Cara ini diharapkan dapat memberikan perbandingan perspektif, sekaligus mempertajam kajian terhadap prinsip-prinsip pengembangan masyarakat. 5. Tahap-Tahap Pengembangan Masyarakat Kerja (program) pengembangan masyarakat secara umum ditujukan untuk meningkatkan kulaitas hidup masyarakat lapis bawah, bukan dimaksudkan untuk menggangu atau memperburuk kondisi masyarakat. Oleh karena itu, kegiatan pengembangan masyarakat senantiasa dilakukan dengan pengorganisasian yang matang. Pengembangan masyarakat secara umum diaktualisasikan dalam beberapa tahapan manajemen mulai, dari perencanaan , pengoordinasian, dan pengembangan berbagai langkah suatu kegiatan kolektif Zubaedi (2007) menjelaskan setidaknnya terdapat tujuh tahapan proses pengembangan masyarakat, yaitu: I) Tahap Pengembangan Kebutuhan Akan Perubahan Sebelum proses berencana dimulai, kesulitan yang dihadapi oleh masyarakat harus diterjemahkan sebagai 'kesadaran mengenai masalah yang ada' (problem awareness). Hal ini merupakan inti dari keinginan untuk berubah dan keinginan untuk mencari bantuan di luar sistern. Tetapi, pada kasuskasus tertentu, masyarakat tidak tahu bagaimana harus menggali kebutuhan yang mereka rasakan (felt needs) dan kebutuhan riil (real needs) mereka, 40 serta tidak tahu apa yang menjadi kebutuhan yang dirasakan dan kebutuhan riil mereka. Dalam kasus seperti ini, mereka memerlukan hadimya agen perubahan (change agent) dari luar sistem untuk membantu dan menstimulasi mereka untuk memikirkan apa yang mereka butuhkan. Tahap ini juga biasa disebut sebagai tahap exploratory, berisi kegiatan-kegiatan untuk memahami kondisi, situasi dan potensi masyarakat. Dalam tahap ini juga pemerolehan informasi yang dapat digunakan untuk berkomunikasi dengan masyarakat pada tahap 40 . seIanJutnya. 2) Tahap Pemantapan Relasi Perubahan Pengembangan relasi kerja dengan agen perubahan (community worker) merupakan isu utama pada fase ini. Pengembangan relasi ini dibutuhkan karena adanya keterbatasan dari community worker dan adanya keinginan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui masyarakat sendiri (self determination). Hal yang sangat penting pada fase kedua ini adalah ketika sistem masyarakat mulai memikirkan tentang agen perubahan mereka yang potensial. Pembentukan dan pembinaan relasi dengan warga masyarakat sangat diperlukan untuk dapat bekerja sama dengan mereka kearah perubahan yang direncanakan. Pembinaan relasi akan sangat membantu untuk dapat memperoleh data yang akurat mengenai kebutuhan dan sumber daya sistem 41 klien, serta membentuk kepercayaan warga (dalam ha! ini local worker) yang ikut aktifmelakukan perubahan dalam masyarakat. 41 3) Tahap Problem Analysis (analisi masalah) Tahap ini dilakukan oleh pekerja sosial dengan mengumpulkan informasi mulai dari jenis, ukuran dan ruang lingkup permasalahan-permasalahan yang dihadapi masyarakat dan membuat informasi tersebut dapat diakses oleh p1hak-pihak yang berkepentingan. 4) Tahap Pengkajian Alternatif Jalur dan Tujuan Perubahan, serta Penentuan Tujuan Program dan Kehendak untuk Melakukan Tindakan. Dari data yang telah dianalisis, kemudian ditentukan tujuan operasional dari program ataupun kegiatan yang akan dilakukan, serta alternatif cara yang akan ditempuh guna mencapai tujuan tersebut kemudian diputuskan altematif mana yang akan diterapkan serta programlkegiatan apa yang akan dilaksanakan. Akan tetapi, dalam kaitan dengan upaya mengembangkan kegiatan untuk bertindak, komunitas lokal kadangkala mempunyai kendala yang terkait dengan aspek kognitif dan motivasionalnya. Kelompok yang sudah dibentuk untuk mempelajari masalah yang dihadapi masyarakat mungkin sudah mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang masalah mereka, tetapi ha! ini tidak menjamin bahwa gagasan mengenai apa yang akan dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya akan otomatis muncul mengikuti proses sebelumnya. 5) Tahap Transformasi Kehendak kedalam Upaya Perubahan yang Nyata. 42 Tahap ini merupakan tahapan yang memfokuskan pada upaya mentransfer perencanaan program dalam betuk kegiatan-kegiatan yang nyata (action program). Kunci keberhasilan dari fase ini sangat ditentukan kepada kemampuan masyarakat dan community worker untuk melakukan kegiatan secara efisien dan efektif. Untuk mengetahui ketidakefisienan kerja, agen perubahan dan sistem klien harus melakukan pemantauan secara progressif, guna mempertahankan atau mencapai kinerja yang mereka inginkan. Keberhasilan dari program kerja diukur dari bagaimana suatu rencana dan kehendak dapat ditransformasikan kedalam bentuk pencapaian yang aktual (actual achievement). 6) Tahap Generalisasi dan Stabilisasi Perubahan. Perubahan sebagai akibat dari berbagai kegiatan dalam pelaksanaan program sebagaimana ditetapkan di atas akan stabil kalau dampak perubahan itu akan diikuti kelompok-kelompok lain dalam masyarakat , atau meluas pada desa/kelurahan lainnya. Tahap ini sering kali disebut sebagai proses institusionalisasi, yaitu proses melembagakan perubahan. Prasyarat utama dari tahap ini adalah adanya dukungan dari sistem secara keseluruhan (general system), atau adanya gerakan progresif dari sistem yang mendukung tindakan ini. Untuk mendapat dukungan sistem secara keseluruhan maka diperlukan evaluasi dari pelaksanaan program. 7) Tahap Terminasi Tahap terminasi merupakan akhir dari suatu relasi perubahan. Berakhimya suatu relasi perubahan dapat terjadi karena waktu bertugas sudah berakhir, 43 keterampilan tehnis) untuk dapat terus mengembangkan kegiatan yang ada. Dalam proses pengembangan masyarakat, terminasi yang diharapkan adalah siapnya masyarakat untuk 'mndiri', sehingga tidak lagi diperlukan kehadiran community worker di daerah tersebut. Hal ini dapat terjadi kalau warga masyarakat diikutsertakan sejak tahap awal upaya perubahan berencana. Akan tetapi dalam kenyataan yang ada, tdak jarang terminasi terjadi karena adanya keterbatasan waktu dari community worker, ataupun keterbatasan dana dari lembaga yang ingin memberikan bantuan, dan bukan karena masyarakat sudah 'mandiri'. Tahap-tahap tersebut di atas dalam pelaksanaan sebenamya bukanlah merupakan perjenjangan yang ketat, dalam arti setiap tahap harus diselesaikan dahulu sebelum memasuki tahap selanjutnya. Tetapi pelaksanaan tahap-tahap tesebut berbentuk seperti spiral, misalnya saja pada tahap pertama ketika agen perubahan mencoba membentuk relasi perubahan, mungkin ia sudah pula mencari data guna melakukan prediksi program. 6. Dimensi Pengembangan Masyarakat dalam Konteks Menegakkan Keadilan. Untuk memahami secara cermat mengenai dimensi pengembangan masyarakat dalam Konsep Keadilan, pertama-tama perlu dijelaskan Konsep Pengembangan Masyarakat, khususnya makna Pengembangan Masyarakat, batasan-batasan dan tujuannya. Secara umum pengembangan masyarakat adalah membina dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Sedangkan menurut 44 sebuah kondisi masyarakat secara berkelanjutan dan aktif berlandaskan prinsipprinsip keadilan sosial dan saling menghargai. 42Pengembangan masyarakat merupakan adalah proses pemberdayaan (empowering society). 43 Proses ini mencakup tiga aktivitas penting, yakni: Pertama, Membebaskan dan menyadarkan masyarakat. Kegiatan ini subyektif dan memihak kepada masyarakat lemah atau masyarakat tertindas dalam rangka memfasilitasi mereka dalam suatu proses penyadaran sehingga memungkinkan lahirnya upaya untuk pembebasan diri dari kemiskinan dan keterbelakangan. Kedua, berupaya agar masyarakat dapat mengidentifikasi masalah yang dihadapinya. Ketiga, menggerakkan partisipasi dari etos swadaya masyarakat agar mereka dapat menggunakan kemampuannya untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapinya. 44 Dari beberapa pandangan di atas dapat dirumuskan bahwa pengembangan masyarakat adalah upaya membantu masyarakat agar pembangunan (material maupun non material) dapat dilakukan dengan prakarsa mereka sendiri serta mengidentifikasi kebutuhannya, menggali dan memanfaatkan sumber daya yang ada untuk kesejahteraannya sendiri. Batasan ini mengandung makna sebagai berikut: Pertama, membantu masyarakat dalam proses pembangunan yaitu memperlakukan masyarakat sebagai subyek bukan obyek (yang menerima apa adanya) dalam proses pembangunan. Masyarakat hams ikut serta dan berpartisipasi dalam proses pengembangan. Seorang pengembang menganggap masyarakat sebagai orang yang mempunyai SOM dan potensi yang mesti dikembangkan serta menyadarkan 42 Zubaedi, Wacana Pembangunan Afternatif, h.8. 43,..,. ~ - 45 masyarakat akan potensi yang dimilikinya. Kedua, Kemandirian yaitu pengembangan masyarakat harus mampu menciptakan masyarakat yang mandiri, tidak selalu menunggu uluran tangan dari pihak lain untuk mengembangkan atau membangun lingkungannya. Masyarakat harus di dorong untuk mencoba memanfaatkan sumber dayanya sendiri baik yang bersifat sumber daya alam ataupun sumber daya manusia untuk membangun wilayahnya. Ketiga, kesejahteraan hidup merupakan tujuan akhir dari pengembangan masyarakat. Membangun kehidupan sejahtera yang dapat dinikmati oleh semua orang dan membangun kebaikan dalam kehidupan di antara sesama manusia, hanya dapat dilakukan apabila ada kerjasama dan kesadaran di antara manusia dalam masyarakat. Untuk mencapai kesejahteraan hidup maka masyarakat perlu disadarkan dan dikembangkan dari masyarakat yang pasif me1tjadi masayarakat yang dinamis dan aktif, dari masyarakat yang semula pasrah pada nasib dan keadaan menjadi masyarakat yang ingin maju dan kritis, dari masyarakat yang tergantung menjadi masyarakat yang mandiri dan seterusnya. Menurut Suisyanto, dalam tulisannya yang berjudul "Arah dan Tujuan Pengembangan Masyarakat", yang dikutip oleh Reddy Shri Ahimsa dalam bukunya "Pengembangan Masyarakat" merumuskan tujuan pengembangan masyarakat Islam adalah memiliki akidah yan kuat, akhlak mulia dan istiqomah yang memiliki keahlian;pertama, merancang kegiatan pengembangan masyarakat berdasarkan problem yang ada, berdasarkan skala prioritas. Kedua, mengelola dan melaksanakan kegiatan pengembangan masyarakat berdasarkan rencana yang disepakati. Ketiga, mengevaluasi seluruh proses pengembangan masyarakat. 45 46 atau dengan kata lain tujuan pengembangan masyarakat adalah peningkatan kualitas hidup manusia atau peningkatan harkat dan martabat manusia, yakni: pemberdayaan ruhaniah, intelektual dan ekonomi. Melalui proses pendampingan, masyarakat dapat belajar mengenali kelemahannya dan mengembangkan kemampuannya untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi. Memahami realitas struktural yang menindas dan sadar akan posisinya dalam realitas tersebut. Jika kesadaran dalam melihat keadilan masyarakat tumbuh, maka akan tumbuh pula kehendak yang kuat untuk melakukan perubahan dalam rangka untuk memperbaiki kualitas hidup mereka melalui tindakan-tindakan bersama antar masyarakat tersebut. Masyarakat yang berdaya dan sadar pada a.khirnya akan mampu memperbaiki kualitas hidupnya. Perbaikan kualitas hidup harus diusahakan/dilakukan oleh mereka sendiri, manusia/masyarakat tidak bisa dibangun oleh orang lain. Sebagaimana manusia tidak bisa dibebaskan oleh manusia lain, karena itu kesadaran yang akan menolong dan membangun perbaikan hidupnya sendiri. Dalam Al-Qur'an (Q.S. Ar-Ra'd) disebutkan bahwa: "Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum apabila kaum itu sendiri tidak akan mengubah nasibnya" (Q.S. Ar-Ra 'd [13]: I I). Ayat ini mengandung makna bahwa: perbaikan hidup harus muncul dari inisiatif masyarakat sendiri dan dilaksanakan oleh masyarakat sendiri. Dalam ajaran Islam tujuan pengembangan masyarakat tidak hanya sebatas untuk 47 kehidupan yang normatif, ini berarti bahwa kemajuan material untuk mencapai kesejahteraan masyarakat tidak terpisahkan dengan kesadaran serta perilaku adil, berbuat baik agar kemajuan clan kesejahteraan itu dapat memberi manfaat bagi semua dan membawa pada keselamatan. Dari pengertian, batasan-batasan dan tujuan pengembangan masyarakat, sebagaimana dikemukakan di atas dapat dikatakan bahwa: pengembangan masyarakat memiliki fokus kerja terhadap masyarakat yakni pemberdayaan dan penyadaran masyarakat kearah transformasi sosial yang lebih transformatif, terbuka, kritis dan emansipatoris. Kalau diperhatikan dengan cermat, makna, batasan-batasan dan tujuan pengembangan masyarakat, mempunyai titik temu dengan konsep keadilan. Seperti yang diungkapkan Dr. Zubaedi bahwa dalam proses pengembangan masyarakat dalam upaya mengembangkan sebuah kondisi masyarakat secara berkelanjutan dan aktif berlandaskan prinsip-prinsip keadilan sosial dan saling menghargai. 46 Dilihat dari pemyataan di atas, pnns1p dan konsep keadilan sosial mempunyai peran yang signifikan terhadap proses pemberdayaan, dengan proses pengembangan masyarakat yang multi perspektif dan keadilan sosial sebagai sebuah paradigma dan tolak ukur kesejahteraan, dengan kesadaran kritis akan distribusi keadilan sosial. Masyarakat dapat mengenali kelemahannya dan mengembangkan kemampuannya untuk mengatasi berbagai persoalan yang mereka hadapi, memahami realitas struktural yang menindas mereka dan sadar akan posisinya dalam realitas tersebut. 48 Bila kesadaran kritis itu tumbuh, maka akan tumbuh pula kehendak yang kuat untuk melakukan transfonnasi sosial yang lebih partisipatif, terbuka dan emansipatoris dalam rangka memperbaiki kualitas kehidupan mereka melalui aksi bersama. Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa: konsep keadilan mempunya1 relevansi yang cukup signifikan terhadap proses pengembangan mas yarakat. BAB ID JOHN RAWLS DAN KONSEP KEADILAN A. BIOGRAFI JOHN RAWLS 1. Riwayat Hidup Pemilik nama lengkap John Borden (Bordley) Rawls ini lahir di Baltimore, Maryland, Amerika Serikat pada 21 Febrnari 1921 dari pasangan William Lee Rawls dan Anna Abel Stump 1. Ayah John Rawls adalah seorang ahli hukum yang sukses dan juga ahli dalam bidang konstitusi, sedangkan ibunya adalah seorang pendukung gerakan feminis yang juga pernah menjabat sebagai League of Women Voters di daerah kediamannya (Baltimore). 2 Pada usia remajanya, Rawls bersekolah keagamaan di Connecticut yang bernama Kent School, sebuah pendidikan swasta yang terkenal dengan mutu dan disiplinnya yang tinggi. Di sekolah ini pula John Rawls memasuki fase religius pada pengalaman hidupnya, meskipun fase ini tidak berlangsung lama dan juga tiak membuat John Rawls menjadi seorang religius dalam arti konvensional, namun tetap membawa pengaruh yang besar pada kehidupnnya. Nilai-nilai religius bahkan cukup kuat tertanam di dalam dirinya, sehingga John Rawls memiliki kepekaan religius yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan rekanrekannya yang sama-sama berhaluan liberal. 3 Walaupun keluarganya hidup dalam keadaan yang mumpuni secara materi, John Rawls mengalami dua peristiwa yang cukup menyedihkan di masa mudanya. 1 Thomas Pogge, John Rmvls: His Life And Theory of Justice, (New York: Oxford Universitl ~re~s,20.07), -~:4. 50 Dalam dua tahun berturut-turut, dua adik laki-lakinya meninggal akibat penyakit yang ditularkan darinya, yaitu diphtheria dan pneumonia ( depteri dan radang paru-paru). Rawls amat merasa bersalah atas terjadinya peristiwa tersebut. Namun demikian, kakak laki-lakinya William Stowe (19 I 5-2004) yang dikenal sebagai seorang atlet ternama di Princeton University selalu memberikan semangat dan dorongan moral kepada Rawls. Setelah berhasil menyelesaikan sekolahnya, John Rawls menyusul jejak kakaknya untuk berkuliah di Princeton University pada 1939, pada masa awal kuliah kesarjanaannya Rawls masih belum memastikan jurusan yang akan diambilnya, hingga akhirnya John Rawls berakhir pada jurusan filsafat dan fokus pada kajian studi filsafat Etika. Semester pertama John Rawls di Princeton bertepatan dengan serangan Jerman atas Polandia, dan Rawls ingat bahwa kebanyakan siswa di kelasnya menganggap bahwa mereka harus berjuang di medan perang. Sebagian besar dari kelas segera mendaftar untuk mengikuti latihan tentara cadangan. Rawls sendiri tidak mendaftar, akan tetapi ia tergerak untuk mempelajari Perang Dunia I di perpustakaan universitas. 4 Pada 1943, setelah berhasil lulus dengan gelar Bachelor of Arts (B.A.), John Rawls langsung bergabung menjadi tentara. Liku perjalanan kehidupannya dimulai pada saat terjadinya Perang Dunia II ketika dirinya diangkat sebagai prajurit infantri dengan tugas penempatan di kawasan negara-negara Pasifik, seperti Papua Nugini, Filipina, dan Jepang. Akibat pengalaman pahitnya sebagai saksi hidup atas terjadinya tragedi penjatuhan born atom di kota Hiroshima. 51 John Rawls mengundurkan diri dari karir kemiliterannya pada 1946. Tidak lama setelah itu, dirinya kembali ke Princeton University dan menulis disertasi doktoralnya "A Study in the Grounds of Dhical Knowledge: Considered with Reference to Judgment on the Moral Worth of Character'', yaitu sebuah kajian tentang pengetahuan etika: dalam perspehif kekayaan karakter moral. Tiga tahun kemudian, Rawls menikah dengan Margaret Warfield Fox, seorang wanita yang kemudian membantunya melakukan penulisan indeks sebuah buku mengenai Nietzsche yang ditulis oleh Walter Kaufman yang berjudul "Nietzsche: philosopher, psychologist, antichrist ". Setelah sukses mempertahankan disertasi doktoralnya, John Rawls akhimya menyandang gelar Doctor of Philosophy (Ph.D.) dari Princeton University pada 1950. John Rawls kemudian dipercaya untuk mengajar pada almamatemya hingga 1952, sebelum akhimya melanjutkan studi di Oxford University, Inggris, melalui program Fulbright Fellowship (program hibah untuk pertukaran pendidikan intemasional bagi ilmuwan, pendidik, mahasiswa pascasarjana dan profesional, yang didirikan oleh Senator Amerika Serikat J. William Fulbright). Di Universitas inilah dirinya sangat dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran tentang teori kebebasan di bidang hukum dan filsafat politik. Sekembalinya ke Amerika Serikat, John Rawls melaajutkan karir akademiknya di Cornell University dan secara bertahap dirinya diangkat sebagai Guru Besar Penuh pada 1962. Tidak lama kemudian, Rawls juga memperoleh kesempatan untuk mengajar dan menjadi Guru Besar di Massachusetts Institute of Technology (MIT). Dua tahun setelahnya (1964), John Rawls memilih pindah 52 untuk mengajar secara penuh di Harvard University, tempat dimana dirinya mengabdi hingga akhir hayat. Selama masa hidupnya, John Rawls sempat dipercaya untuk memegang beberapa jabatan penting. Di antaranya, yaitu Presiden American Association of Political and Legal Philisopher (1970-1972), Presiden the Eastern Division of the American Philosophical Association (1974), dan Professor Emeritus di James Bryant Conant University, Harvard (1979). Selain itu, dirinya juga terlibat aktif dalam the American Philosophical Society, the British Academy, dan the Norwergian Academy of Science. 5 Sejak 1995 Rawls terpaksa harus meninggalkan pekerjaannya secara perlahan akibat penyakit stroke yang telah melemahkan daya jelajah berpikirnya. Tepat pada 24 November 2002 di rumahnya (Lexington), John Rawls menghembuskan nafas terakhirnya akibat gaga! jantung. Pada saat itu, dirinya meninggalkan seorang istri, Margaret Fox, dan empat orang anak, yaitu Anne Warfield, Robe1t Lee, Alexander Emory, dan Elizabeth Fox, serta empat orang cucu yang masih belia. 2. Karya-Karya John Rawls John Rawls semasa kehidupannya telah memberikan kontribusi pemikiran yang akan terns diperbincangkan di ranah filsafat. Pemikirannya tersebut memiliki gagasan pemikiran lintas disipin ilmu yang memicu perhatian serius berbagai kalangan, mulai dari para praktisi ekonomi, pakar hukum, ahli politik, pengamat sosiologi, hingga penggiat teologi. Karena keunikan dan kedalaman 53 pemikirannya, karya ilmiah Rawls terlihat berbeda, yaitu memiliki pemikiran lintas disiplin ilmu secara mendalam apabila dibandingkan dengan para filsuf kontemporer lainnya. Sehingga tidak jarang baik para ahli maupw1 hakim pengadilan di berbagai negara mengambil gagasan Rawls sebagai rujukan utamanya, tidak terkecuali di Indonesia sekalipun. Karya besar Rawls mulai beredar di awal 1950-an yang tersebar di berbagai jurnal ilmiah. Selain memberikan kontribusi pemikiran dalam bentuk tulisan untuk bab-bab khusus pada beragam buku ilmiah, John Rawls juga telah membuahkan setidaknya enam buku fenomenal yang dianggap oleh banyak kalangan telah mampu membangkitkan kembali diskursus akademik di bidang filsafat. Pertama, "A Theory of Justice" (1971). Dalam buku ini, John Rawls mencoba untuk menganalisa kembali permasalahan mendasar dari kajian filsafat politik dengan merekonsiliasikan antara prinsip kebebasan dan prinsip persamaan. Rawls mengakui bahwa karyanya tersebut sejalan dengan tradisi kontrak sosial (social contract) yang pada awalnya diusWJg oleh pelbagai pemikir kenamaan, seperti John Locke, Jean Jacques Rousseau, dan Immanuel Kant. 6 NamWJ demikian, gagasan sosial kontrak yang dibawa oleh Rawls sedikit berbeda dengan para pendahulunya, bahkan cenderw1g untuk merevitalisasi kembali teoriteori kontrak klasik yang bersifat utilitarianistik dan intuisionistik. Buku yang diterbitkan oleh Belkap Press (Cambridge) ini, telah dicetak kembali pada 1991 dengan beberapa penyempurnaan di dalamnya. Hingga kini, buku yang yang dikenal dengan sebutan populer "TJ" tersebut telah diterjemahkan setidaknya ke dalam 27 bahasa berbeda. Kedua, "Political Liberalism" (1993). 54 Dalam buku ini John Raws! menjelaskan pe1ianyaan fundamental tentang keadilan politik dalam sebuah masyarakat demokrasi, yaitu konsepsi keadilan apakah yang paling tepat untuk merinci syarat-syarat kerja sama sosial yang saling menguntungkan di antara warga-warga Negara yang clipandang bebas dan setara, clan sebagai anggota-anggota masyarakat yang bekerja sama dari satu generasi ke generasu berikutnya. Buku yang diterbitkan oleh Columbia University Press ini dikenal dengan sebutan popular "PL". Setelah dicetak kembali pada 1996, buku tersebut kian syarat isinya dengan adanya penambahan tulisan yang berjudul "Reply to Habermas". Ketiga, "The Law of Peoples" (1999). Buku ini memperluas gagasan tentang kontrak sosial clan menjabarkan prinsip-prinsip umum yang dapat clan harus diterima oleh masyarakat liberal clan non-liberai, sebagai standar untuk mengatur perilaku mereka terhadap satu sama lain. Secara khusus, ia menarik perbedaan penting antara hak asasi manusia clan hak-hak setiap warga negara liberal demokrasi konstitusional. Ini menyelidiki syarat-syarat masyarakat semacam itu dapat dengan tepat berperang melawan seorang "penjahat masyarakat". Pandangan Rawls tentang bagaimana clan atas dasar apa masyarakat liberal hendaknya berhubungan dengan masyarakat non-liberal dibahas secara panjang lebar dalam buku ini, clan salah satu pandangan Rawls yang menarik didiskusikan di sini adalah bagaimana masyarakat liberal harus berhubungan dengan masyarakat yang ditimpa oleh berbagai kondisi yang tidak menguntungkan (burdened societies). Buku yang diterbitkan oleh Harvard University Press ini 55 merupakan perpaduan dari dua karya Rawls yang cukup terkenal, yaitu "The Law ofPeoples" dan "Public Reason Revisited". Kemudian, Keempat, "Lectures on the History of Moral Philosophy". Buku ini merupakan intisari dari perkuliahan yang diberikan oleh Rawls mengenai filsafat moral modern pada masa 1600- I 800. Disunting oleh Barbara Herman, buku ini juga menguraikan penjelasan Rawls tentang pemikiran dari Hume, Leibniz, Kant, dan Hegel. Kelima, "Justice as Fairness: A Restatement" (2000). Diterbitkan oleh Belknap Press, Cambridge, buku ini rnemuat ringkasan yang lebih singkat mengenai gagasan utama Rawls mengenai filsafat politik. Terakhir, keenam, "Lectures on the Hist01y of Political Philosophy" (2007). Inilah buku pertama yang mengurai kembali perkuliahan John Rawls selepas meninggalnya pada 2002. Buku ini memaparkan teropong perspektif Rawls terhadap gagasan dan pemikiran dari Thomas Hobbes, John Locke, Jospeh Butler, J.J. Rousseau, David Hume, J.S. Mill, dan Karl Marx. Dari beragam pemikiran yang dituangkan dalam karya-karyanya tersebut di atas, terdapat beberapa konsep Rawls yang memperoleh apresiasi dan perhatian luas dari beragam kalangan, diantaranya yaitu: (!) Keadilan sebagai bentuk kejujuran, yang bersumber dari prinsip kebebasan, kesetaraan, dan kesempatan yang sama, serta prinsip perbedaan (two principle ofjustices), (2) Posisi asali dan tabir ketidaktahuan (the original position and veil of ignorance); (3) Ekuilibrium reflektif (reflective equilibrium), (4) Kesepakatan yang saling tumpang-tindih (overlapping consensus), dan (5) Nalar publik (public reason). 7 7 n ___ 'a I f 56 Berdasarkan sederet karya dan sejumlah gagasannya tersebut, John Rawls dipercaya telah memberikan penyegaran terhadap dunia ilmu pengetahuan, terutama di bidang hukum. 3. Ide-Ide Yang Membentuk Pemikiran John Rawls Secara garis besar, selama Rawls melakukan studinya di Oxford University, Inggris, melalui program Fulbright Fellowship. Di Universitas inilah dirinya sangat dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran tentang teori kebebasan di bidang hukum dan filsafat politik, seperti yang dikemukakan oleh Herbert Lionel Adolphus (H.L.A.) Hart dan Isaiah Berlin (tentang kebebasan positif dan negatif)8. Salah satu dari ide ide besar yang menarik perhatiannya adalah ide atau konsepsi kebebasan positif. Konsepsi ini berasal dari spektrum pemikiran yang luas, mulai dari Plato, Rousseau, Hegel, de Maistre hingga Marx. Menurut konsepsi ini, manusia bebas adalah manusia yang menjadi tuan bagi dirinya sendiri, yang menjadi manusia sejati, yang mencapai hidup sepenuh penuhnya. Manusia semacam ini bukanlah manusia yang senantiasa diperbudak oleh nafsu nafsu dan kesadaran palsunya. Kebebasan hanya mungkin terjadi jika manusia memang bisa merealisasikan potensinya yang sejati, yang "benar", yang "lebih tinggi". Konsepsi ini, menurut Isaiah Berlin, berbau romantik (zaman Romantik). 9 Kebebasan tidak lagi dikaitkan dengan pembatasan tindakan sewenang wenang 8 Ibid Filsuf-filsuf besar dari romantik lebih berasal dari jerman. Yaitu J. Fichte (1762-1814), F. Schelling (1775-1854) dan G. Hegel (1770-1831). Aliran yang diwakili oleh ketiga filsuf ini disebut "idealisme" (disebut aliran). Dengan "idealisme" di sini dimaksudkan bahwa mereka memprioritaskan ide-ide, berlawanan dengan matrealisme yang memprioritaskan dunia material. Harry Hamers ma, Pintu Masuk Ke Dunia Filsqfat, (Jakarta: Kanisius, 1981 ), h.41. 9 57 terhadap individu, tetapi dengan proses pemenuhan kesempumaan hidup manusia. Jadi, dalam konsepsi ini, walaupun seseorang secara legal dan faktual tidak dikekang oleh siapa pun, dia tetap bukan manusia yang bebas sejauh dia masih diperbudak oleh kesadaran palsunya, oleh pikiran dan perasaannya yang "keliru". Sedangkan kebebasan negatif merupakan Suatu wilayah yang didalamnya seseorang dapat melakukan perbuatan yang hendak ia perbuat, dan orang lain tidak dapat melarang atau mencegah perbuatannya itu. Misalnya, jika pada sesuatu perkara seseorang jika tidak dapat melakukan pekerjaan yang diinginkannya dikarenakan ada orang lain yang ikut campur dan mencegah, maka sebatas itulah orang tersebut kehilangan kebebasan. Dan sekiranya campur tangan orang lain begitu luas, dan menjadikan kebebasan orang tersebut lebih kecil dari batas minimal, dapat dikatakan dari sisi individual, orang tersebut berada dibawah tekanan dan bahkan menjadi budak orang lain. Dengan demikian kebebasan dalam pengertian tersebut adalah: seseorang harus terhindar dari campur tangan orang lain. Oleh karena itu, ketika semakin luas lingkup tidak adanya campur tangan orang lain, maka kebebasan pun semakin luas dan tidak terbatas. 10 Secara khusus, John Rawls melihat teorinya sebagai suatu kritik terhadap para teori-teori keadilan sebelumnya seperti John Locke, Jean Jacques Rousseau, dan Immanuel Kant yang menurutnya gaga! dalam memberikan suatu konsep keadilan yang tepat bagi kita. Kegagalan-kegagalan teori terdahulu itu, disebabkan oleh substansinya yang sangat dipengaruhi oleh utilitarisme dan 58 intuisionisme. 11 Utilitarisme, sebagaimana dicatat pada kata pengantar teori keadilan (Rawls/1921-2002), telah menjadi pandangan moral yang sangat dominan pada seluruh periode filsafat moral modern. Secara umum uti!itarisme mengajarkan bahwa benar salahnya peraturan atau tindakan manusia tergantung pada konsekuensi langsung dari peraturan atau tindakan tertentu yang dilakukan. Dengan demikian, baik buruknya tindakan manusia secara moral sangat tergantung pada baik buruknya konsekuensi tindakan tersebut bagi manusia. Lebih jelasnya, apa bila akibatnya baik , maka sebuah peraturan atau tindakan dengan sendirinya akan menjadi baik. Demikian pula sebaliknya. Sebagai teori yang oleh Ronald Darwin disebut berdasarkan tujuan teori, utilitarisme gaga! untuk menjamin keadilan sosial karena lebih mendahulukan asas manfaat dari pada asas hak. Karena kegagalan ini maka utilitarisme tidak tepat bila dijadikan basis untuk membangun suatu konsep keadilan. 12 Rawls juga mengkritik intuisionisme karena tidak memberi tempat memadai pada asas rasionalisme. Intuisionisme dalam proses pengambilan keputusan (moral) lebih mangandalakan intuisi manusia. Oleh karena itu, pandangan ini juga tidak memadai apabila dijadikan pegangan dalam pengambil keputusan, terutama pada waktu terjadi konflik di antara norma-norma moral. Di sini, prioritas nilai akan menjadi problem yang sulit ditemukan pemecahannya apabila setiap orang cenderung menggunakan intuisi daripada aka! sehat dalam melakukan pertimbangan dan mengambil keputusan. Dalam perspektif itu juga, 11 (Utilitarisme, secara terminologi adalah teori etik yang mengatakan, bahwa manfaat, dalam arti kebahagiaan yang sebesar-besarnya untuk jumlah yang sebanyak-banyaknya, hams menjadi tujuan segala tindakan dan ukuran untuk menilai tindakan-tindakan tersebut. Sedangkan intuisionisme secara terminologi adalah, suatu anggapan bahwa ilmu pengetahuan dapat dicapai dengan pemahaman langsung; berlawanan dengan proses pemikiran yang sadar atau persepsi yang !.,,...,..,..,,_~· ~------- L~'--- _ 1 .. , , • • •• 59 pelbagai generalisasi etis dapat disebut benar meskipun tidak didukung oleh argument yang sungguh-sungguh dapat dipertanggung jawabkan. Dengan demikian, pertimbangan-pertimbangan dan keputusan moral akan menjadi subyektif atau kehilangan objektifitasnya. Rawls belajar dari teori-teori keadilan yang sebelumnya dinilainya gaga! dan juga tertantang untuk membangun sebuah teori keadilan yang mampu menegakkan keadilan sosial (dalam perspektif demokrasi) yang juga dapat dipertanggungjawabkan secara objektif. Dalam pandangan Rawls teori keadilan yang memadai harus dibentuk dengan pendekatan kontrak (patut diakui bahwa pendekatan kontrak terhadap konsep keadilan yang dikembangkan Rawls sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru. Keadilan yang bersifat kontrak ini sudah lama dikembangkan pendahulu Rawls, seperti John Locke (1632/1704), Rousseau (171211774), danjuga Imanuel Kant ( 1724-1804 ). Rawls sendiripun mengakui sumbangan-sumbangan para pendahulunya, akan tetapi ia berpendapat bahwa teori-teori tradisional ini tidak memuaskan justeru karenanya cenderung bersifat utilitaiistis dan intuisionis dimana prinsip-prinsip keadilan yang dipilih sebagai pegangan bersama dari semua individu yang bebas, rasional dan sederajat. Prinsip keadilan Rawls, khususnya prinsip diferen yang kemudian direvisinya secara tegas dalam bukunya Political Liberalism, 1993, yang juga mendapat pengaruh dari pandangan Aristoteles. Bagi Rawls, keadilan harus dimengerti sebagai fairness, dalam arti bahwa tidak hanya mereka yang memiliki talenta dan kemampuan yang lebih baik saja yang berhak menikmati berbagai 60 membuka peluang bagi mereka yang kurang beruntung untuk meningkatkan kualitas hidupnya. 13 Gagasan Rawls mengenai konsep moral juga sangat dipengaruhi oleh pandangan imanuel kant. Dalam A The01y of Justice pengaruh ini memang tidak begitu jelas, meskipun di sana Rawls telah mencoba menarik suatu hubungan pararel antara keadilan sebagai fairness dengan gagasan Kant mengenai "ImperatifKategoris", Imperatifini memerintahan sesuatu bukan untuk mencapai tujuan tertentu, melainkan karena perintah itu baik pada dirinya. lmperatif ini bersifat a priori (asas kehendak sebelum mengetahui keadaan yang sebenamya). Kant mencontohkan Imperatif kategoris itu sebagai berikut: "bertindaklah seolaholah maksim tindakan anda melalui keinginan anda sendiri dapat menjadi hukum alam yang universal". 14 Misalnya, dalam kasus ingin berderma kepada seseoarang tetangga yang tidak dipedulian orang lain, kita bertanya apakah kehendak (maksim) untuk berderma itu bisa dijadikan hukum universal atau tidak. Kalau bisa, maksim kita itu dibenarkan secara moral. Imperatif kategoris ini merupakan perintah rasio praktis kita yang harus dilaksanakan tanpa syarat, maka bersifat apodiktis: harus dilaksanakan secara mutlak perlu. Kehendak subjektif untuk melaksanakan Imperatif kategoris inilah disebut maksim a priori. Pengaruh Kant ini barn menjadi lebih jelas dalam esai Rawls "Kantian Constructivism in Moral Theory". 13 Andre Ata Ujan, Keadilan dan Demokrasi, h. 25. F. Budi hardiman, Sejarah Filsafat Modem: Diktat Sejarah Filsafat Modem (Jakarta: STF Driyarkara, 1995), hal.56. 14 61 B. PROSES KEADILAN 1. Ruang Lingkup Keadilan Berbagai ha! dikatakan sebagai adil dan tidak adil, bukan hanya hukum- hukum, institusi-institusi, dan sistem sosial; namun juga beragam tindakan tertentu, termasuk keputusan-keputusan, pertimbangan-pertimbangan, dan ketetapan-ketetapan. Dalam konteks keadilan sosial, bagi Rawls subjek utama keadilan adalah struktur dasar masyarakat, yang merujuk pada institusi-institusi !5 . utama tertentu, ya1tu: a. Pertama, keluarga terkait pengaturan prokreasi, hubungan individu dalam masyarakat serta sosialisasi generasi baru. Kesejahteraan keluarga menentukan kualitas institusi-institusi sosial Iain. Maka kebutuhan dasar masyarakat-makanan, kesehatan, pemmahan dan pendidikan-tidak bisa dibiarkan hanya ditentukan oleh pasar. b. Kedua, pendidikan terkait dengan sosialisasi orang dewasa, transmisi budaya, pembentukan kesadaran kritis, persiapan sumber daya manusia. Kekbawatiran terhadap merajalelanya kapitalisme pendidikan cukup beralasan karena mengancam penciptaan struktur dasar masyarakat yang adil. c. Ketiga, ekonomi dalam arti pengaturan produksi, distribusi, konsumsi barangbarang dan jasa. d. Keempat, politik dimengerti sebagai kontrol penggunaan kekuatan-kekuatan dalam masyarakat, mobilisasi sumber-sumber, termasuk upaya menciptakan perdamaian dan pewujudan berbagai tujuan kolektif. Masuk ke dalam institusi ini yang mengatur distribusi jabatan dan akses ke pengambilan 62 keputusan. Undang-undang pemilihan umum merupakan contoh betapa strategis institusi politik tertentu bagi penentuan partisipasi warga negara dalam pengambilan keputusan. e. Kelima, modal budaya dan pembagian untuk berbagai kelompok masyarakat. 16 Gagasan intuitifnya disini adalah bahwa struktur tersebut mengandung berbagai posisi sosial yaitu: pertama, peran dan harapan masa depan yang berbeda-beda yang sebagian ditentukan oleh sistem politik dan kondisi sosial ekonomi, kedua, institusi-institusi sosial tertentu mendefinisikan hak-hak dan kewajiban, serta mempengaruhi masa depan hidup setiap orang, cita-cita dan kemungkinan tercapainya; ketiga. Institusi-institusi tersebut sudah merupakan sumber kepincangan karena sudah merupakan titik awal keberuntungan yang satu dan titik awal bagi kemalangan yang lain. 17 Konsepsi keadilan diarahkan untuk dapat menyediakan cara yang memungkinkan institusi-nstitusi sosial utama (struktur dasar masyarakat) mendistribusikan hak dan kewajiban fundamental serta menentukan pembagian keuntungan dari kerja sama sosial. Perlindungan atas kebebasan berpikir, pasar kompetitif kepemilikan privat atas alat-alat produksi, clan keluarga monogami adalah contoh institusi sosial utama. Struktur dasar adalah subjek utama keadilan sebab efek-efeknya begitu besar. 18 Menurut Rawls, untuk dapat menetukan prinsip-prinsip keadilan yang tepat, maka individu hams kembali kepada posisi asali (original position) yaitu 16 Haryatmoko, Keprihatinan Etika Polilik; Membangun Jnstitusi Sosial yang Adil. "artikel diakses pada 29 Oktober 2009 dari t.~.__./f______ -'- ' , .• • • ~· 63 keadaan di mana manus1a berhadapan dengan manusia lain sebagai manusia, tanpa pembedaan. Manusia hams berada dalam posisi rasional sebagai manusia, karena mau tidak mau pilihan dari prinsip-prinsip keadilan hams bersifat rasional. 2. Kondisi Keadilan Kondisi keadilan dalam pandangan Rawls dapat dijelaskan sebagai kondisi normal di mana kerja sama manusia bisa dimungkinkan dan diperlukan, kendati masyarakat adalah suatu kerja kooperatif demi keuntungan bersama. Biasanya ia ditandai dengan konflik dan juga identitas kepentingan, ada kepentingan kerja sama sosial memungkinkan hidup yang lebih baik bagi semua orang dari pada yang bisa didapati jika setiap orang bemsaha hidup sendiri dengan usahanya sendiri. Ada juga konflik kepentingan karena orang tidak sependapat mengenai bagaimana keuntungan yang dihasilkan akan didistribusikan, sebab demi mencapai tujuannya mereka cendemng lebih memilih porsi yang banyak. Maka prinsip-prinsip tersebut sangat dibutuhkan untuk memilih diantara berbagai tatanan sosial yang menentukan pembagian keuntungan ini dan untuk mendorong adanya kesepakatan tentang bagian distributif yang layak. Kehamsan seperti ini menentukan peran keadilan. Syarat-syarat yang memunculkan kebutuhankebutuhan ini adalah kondisi keadilan, syarat tersebut dapat dipilah menjadi dua jenis, yaitu: a. Terdapat kondisi-kondisi yang objektif yang menjadikan kerja sama manusia mungkin dan perlu. 19 Maka banyak manusia hidup bersama diwaktu yang bersamaan dengan kondisi alam dan letak geofrafis yang pasti. Individuindividu ini sempa dengan kondisi fisik dan mental; atau, kapasitas-kapasitas 64 mereka bisa dibandingkan sehingga tidak ada satupun yang mendominasi yang lain. Mereka rentan diserang, dan semuanya tunduk ketika rencanarencana mereka diblokade oleh kekuatan orang lain. Pada akhirnya, terdapat kondisi kelangkaan moderat untuk menutup ranah situasi yang luas. Sumberdaya natural tidak begitu banyak hingga skema kerja yang bennanfaat. Sementara tatanan yang sama-sama menguntungkan bisa dijalankan, manfaat yang mereka hadirkan gaga! memenuhi tuntutan orangorang. b. Situasi subyektif yang merupakan aspek subyek kerja sama yang relevan, yakni, aspek mengenai pribadi-pribadi yang bekerja bersama. Maka meskipun berbagai pihak memiliki kebutuhan dan kepentingan yang sama, sehingga kerja sama yang menguntungkan semua pihak bisa dimungkinkan, bagaimanapun mereka punya rencana hidup mereka sendiri. Rencana-rencana tersebut, atau konsep-konsep tentang manfaat, menjadikan mereka punya tujuan dan sasaran yang berbeda, dan memunculkan klaim-klaim yang saling bertentangan mengenai sumberdaya alam dan sosial. BAB IV RELEVANSI KONSEP KEADILAN JOHN RAWLS TERHADAP PROSES PENGEMBANGAN MASYARAKAT Banyak titik untuk memulai analisa mengenai relevansi teori keadilan John Rawls dalam Proses Pengembangan Masyarakat, akan tetapi yang menjadi terpenting dalam proses pengembangan masyarakat terletak pada prinsip itu sendiri. Pada bab empat ini penulis akan membagi tema keadilan sosial meajadi dua bagian, yaitu keadilan sosial dalam wacana pengembangan masyarakat (yang dimaksudkan adalah bagaimana konsep pengembangan masyarakat menggunakan perspektif keadilan sosial John Rawls). Yang kedua, keadila.n sosial dalam proses pengembangan masyarakat. A. KEADILAN SOSIAL DALAM WACANA PENGEMBANGAN MASYARAKAT Dewasa ini, wacana pengembangan masyarakat memusatkan perhatiannya pada pentingnya persoalan kea.dilan sosial, dan ekologi (dimana keduanya mempunyai persoalan yang saling bergantungan ). 1Hal ini ditandai dengan adanya berbagai krisis yang dialami masyarakat dunia yang juga ditentukan oleh faktor lingkungan (ecology perspectif). Jim Ife memusatkan perhatiannya pada dua 2 perspektif di atas, yaitu keadilan sosial dan ekologi. akan tetapi bagaimana kedua perspektif itu akan tumbuh dalam wacana pengembangan masyarakat yang sangat menentukan praktiknya di lapanga.n. Jolm Rawls dala.m bukunya Theory of Justice merangkum bagaimana keadilan itu dapat tumbuh dalam masyarakat. I -· - - 66 Terna keadilan sosial sermg digunakan dalam berbagai makna. Jika melihat wilayah cakupan teori keadilan John Rawls dan pengembangan masyarakat pada bab sebelumnya, maka kerangka pengembangan masyarakat dalam tema keadilan sosial dibangun di atas enam prinsip yang sifatnya aplikatif yaitu: 1. Ketimpangan Struktural Teori keadilan yang dikonsepsikan Jolm Rawls menjadi starting point dalam wacana keadilan sosial. Dalam persoalan structural Jolm Rawls menyimpulkan ada beberpa prinsip yang menjadi kriteria sebuah keadilan. Pertama, persamaan dalam kebebasan-kebebasan dasar. Kedua, persamaan kesempatan untuk maju, ketiga, diskriminasi poisitf bagi rakyat jelata untuk memastikan persamaan. Lebih dari itu, Taylor Gooby dan Dale (1991) menambahkan perspektif dalam membahas isu-isu sosial yang meliputi perspektif struktural. Persektif ini melihat problem sosial bersumber dari struktur sosial yang timpang dan menindas. Pendekatan ini cenderung menyalahkan sistem yang melanggengkan budaya patriarki, kapitalisme, ketidakadilan pembagian income, dan lain-lain. rasisme 3 kelembagaan, Sistem yang bercorak demikian diidentifikasikan telah menyebabkan terjadinya penindasan dan ketidak-adilan structural. Oleh karena itu, upaya mereka untuk memecahkan masalah sosial dan membuat perubahan adalah melakukan penataan kembali struktur masyarakat seperti kelas sosial, ras, maupun gender. 2. Pemberdayaan 67 Salah satu faktor yang menyebabkan ketidakberdayaan masyarakat adalah faktor ketidak-adilan. Ketimpangan yang sering kali terjadi di masyarakat adalah persoalan ketimpangan struktural, kelompok dan ketimpangan personal. Dalam ha! ini, John Rawls dalam teori keadilan menekankan pada keadilan prosedural ( menghasilkan keadilan melalui prosedur tertentu). Dalam konteks m1, perlu diklarifikasi apakah akar penyebab ketidakberdayaan berkaitan dengan factor kelangkaan sumber daya atau factor ketimpangan/ketidak-adilan, atau kombinasi dari keduanya. Dalam konteks ini, upaya pemberdayaan masyarakat yang lemah dapat dilakukan dengan tiga strategi. 4 a) Pertama, pemberdayaan melalui perencanaan dan kebijakan yang dilaksanakan dengan membangun atau mengubah struktur dan lembaga yang bisa memberikan akses yang sama terhadap sumber daya, pelayanan, dan kesempatan berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat. b) Kedua, pemberdayaan melalui aksi-aksi sosial dan politik yang dilakukan dengan perjungan politik dan gerakan dalam rangka membangun kekuatan yang efektif. c) Ketiga. Pemberdayaan melalui pendidikan dan pertumbuban kesadaran yang dilakukan dengan proses pendidikan dalam berbagai aspek yang cukup luas. Upaya ini dilakukan dalam hal membekali pengetahuan dan keterampilan bagi masyarakat lapis bawah. 3. Kebutuhan 68 Terdapat dua cara yang sangat perlu dilihat sebagai dasar bagi keadilan sosial dan pengembangan masyarakat. Pertama. Adanya sebuah keyakinan bahwa orang atau masyarakat menginginkan agar kebutuhan-kebutuhannya dapat tepenuhi. Kedua. Orang atau masyarakatnya sehamsnya bisa menentukan sendiri kebutuhan-kebutuhannya. 4. Hak Asasi Manusia (HAM) Hak Asasi Manusia (HAM) menjadi masalah mendasar dalam setiap memahami keadilan sosial. Dalam memahami HAM, terdapat kontroversial antara pandangan universalistik dan relativistik. Pandangan pertama, yang dianut Negara oleh Negara-negara Barat dan organisasi non pemerintah (NGO) seperti Badan Amnesti Internasional, menekankan bahwa HAM itu bersifat universal dan absolut. Oleh karena itu, HAM dapat dan hams diterapkan di selumh masyarakat dan lingkungan tanpa pandang bulu. Pandangan yang kedua, yang dianut oleh sebagian Negara Asia, menekankan bahwa HAM hams dipahami dalam konteks budaya yang berbeda-beda. oleh karena itu, HAM bersifat relatif. Lebih dari itu, John Rawls dalam analisanya menekankan masyarakat sebagai sebuah lembaga kerja sama sosial hanya bisa tumbuh dan berkembang dengan baik apabila terpenuhinya hak-hak dasar setiap masyarakat dijamin dan dilindwiggi pelaksanaanya oleh Negara melalui aturan yang adil. 5. Perdamaian Perdamaian dalam pengertian luas mencakup konotasi lebih positif terhadap kesejahteraan masyarakat. Perpektif non-kekerasan menekankan - I t ' 69 persaingan yang dominan dalam masyarakat modern. Struktur kompetisi dan norma kompetisi berlaku dalam semua aspek masyarakat, baik ditempat kerja, perekonomian perdagangan, kebudayaan, hiburan, dan lain-lain. Perspektif non-kekerasan menolak pandangan bahwa persaingan dan daya saing keduaduanya adalah keinginan dari lahir dan melekat. Sebaliknya, ia berupaya mengembangkan norma struktur kerja sama atau kooperasi. 6. Demokrasi Partisipatif Dalam demokrasi Partisipatif, secara mendasar masyarakat berpartisipasi langsung dalam pengambilan keputusan. Bagian esensial dari visi demokrasi partisipatif adalah gagasan tentang adanya kedaulatan rakyat dan kesetaraan politik. 5 Dalam konsep ini, tanggung jawab pelaksanaan pemerintah tidak hanya berada di tangan pemerintah, akan tetapi juga berada di tangan rakyat yang berdaulat, bebas dan memiliki hak-hak yang sama. Visi demokratik ini mengasumsikan bahwa kemauan untuk menerima keadaan tentang bagaimana masyarakat seharusnya diatur dan bagaimana keputusan tentang prinsip-prinsip kebijakan diambil; harusk dilakukan dengan melibatkan partisipasi masyarakat secara seimbang. Dalam ha! ini, sebuah langkah yang mengarah pada model demokrasi partisipatoris adalah sebuah komponen penting dalam strategi keadilan sosial. Ada empat ciri utama pendekatan demokrasi partisipatoris yang penting untuk pengembangan masyarakat, yaitu: 70 a) Pertama, desentralisasi. Prinsip utama desentralisasi adalah tidak ada keputusan atau fungsi pada level pusat kecuali sangat diperlukan. Demokrasi partisipatori menuntut adanya struktur-struktur yang terdesentralisasikan. Desentralisasi menjadi unsure utama dalam suatu pemikiran alternatif berdasarkan prinsip-prinsip keadilan sosial. b) Kedua, pertanggungjawaban. Perspektif konvensional (dalam struktur birokrasi tradisional) memandang pertanggungjawaban adalah pertanggungjawaban ke atas atau pemerintah pusat. Dalam perspektif demokrasi partisipatoris pertanggungjawaban adalah pertanggungjawaban ke bawah atau berada ditangan rakyat. Pertanggungjawaban menjadi gagasan utama dalam demokrasi partisipatoris. Demokrasi paitisipatoris tidak hanya melibatkan masyarakat dalam mengambil keputusan, namun juga menuntut mereka bertanggung jawab dalam menjamin keputusan ini terlaksana. c) Ketiga, pendidikan. Untuk menjamin bahwa masyarakat telah dibekali kemampuan dalam keputusan berdasarkan infonnasi, maka ha! itu menuntut sebuah level kesadaran dan pendidikan (mencakup turnbuhnya kesadaran diri) secara lebih tinggi daripada sekedar pemahaman umum yang selama ini diperlukan unutk berpartisipasi dalam sisitem demokrasi perwakilan. Dapat disimpulkan bahwa jika demokrasi partisipatori tanpa sebuah kesadaran dan pendidikan pastinya akan menuai kegagalan. d) Keempat, kewajiban. Hale dan kewajiban memiliki hubungan yang sangat mengikat, sebuah kewajiban adalah komponen kunci dalam demokrasi ....,.,...._,_;,.,;_,.... ........ _:_ Cl---------- t •• • 1 •• 71 berpartisipasi, akan tetapi sebuah keadaan iklim dapat diciptakan dalam masyarakat sehingga mereka merasakan adanya sebuah kewajiban atau tugas moral secara kuat untuk berpartisipasi. 6 Dan yang lebih penting dalam era ini, keadilan sosial menjadi pnsns1p penting dalam wacana pengembangan masyarakat, keadilan sosial bekerja saling melengkapi dengan perspektif ekologi. 7 Keduanya tidak dapat saling dipisahkan, keadilan sosial tidak lengkap tidak lengkap tanpa adanya perlindungan terhadap kelestarian ekologi. Keduanya berperan sebagai fondasi bagi pengembangan masyarakat. Jika melihat pengembangan masyarakat secara luas, perspektif global menempatkan pertimbangan implikasi global dalam aktualisasi keadilan sosial (sosial justice). Perspektif global menjadi perhatian utama dari gerakan "environmentalis", sebagai bagian dari upaya mereka dalam menyelamatkan planet bumi dari kehancuran/kepunahan. 8Mereka menekankan bahwa para penguasa dan pemimpin harus melihat dunia secara global, masalah-masalah linkungan/pembangunan akan bisa dipecahkan secara bersama-sama (intemasional). Globalisasi seringkali dikaji dan dipahami hanya dari al'iivitas ekonomi. Pemahaman yang dikenal hingga kini adalah melihat globalisasi hanya dari kacamata ideologi tentang perdagangan bebas (Ji'ee trade) dan rasionalisas ekonmomi. Namun belakangan, ada pemahaman!kajian yang menunjukkan suatu kemungkinan adanya globalisasi dari bawah. Hal ini mengupayakan suatu 6 7 Jim Ife dan Frank Tesoriero, Community Development, hal. Ti. Radjimo Sastre Wijono, Wong-wong Cilik Menghadapi Globalisasi, (Jakarta: ~ .. - 72 integrasi antara gerakan hijau (green movement) dengan perpektif keadilan sosial dalam pengembangan masyarakat, dengan mengembangkan paham-paham internasional (perspektif global) yang diangkat dari bawah. Integrasi ini berdampak positif dan signifikan dalam pengembangan masyarakat. Akan tetapi hal ini harus dibarengi oleh kearifan lokal, artinya pengembangan masyarakat bertindak lokal dengan berwawasan global. Rawls dalam analisanya menekankan masyarakat sebagai sebuah lembaga kerja sama sosial hanya bisa tumbuh dan berkembang dengan baik apabila terpenuhinya hakhak dasar setiap masyarakat dijamin dan dilindunggi pelaksanaanya oleh Negara melalui aturan yang adil. B. KEADILAN SOSIAL DALAM PROSES PENGEMBANGAN MASYARAKAT 1. Peran Institusi Sosial (dalam proses pengembangan masyaralrat) Seperti yang telah dikemukakan pada bah sebelumnya (bah dua), pengembangan masyarakat adalah proses menumbuhkankembangkan masyarakat yang kurang berdaya menuju masyarakat yang berdaya dan kuat (kritis ). Masyarakat adalah subjek sekaligus objek perubahan, sehingga dalam semua tahapan program pengembangan masyarakat mereka berperan aktif , sebagaimana layaknya peran yang harus dilakukan oleh subjek pembangunan. Perspektif keadilan sosial menjadi peran kunci pengembangan masyarakat (sebagai suatu program) dalam melibatkan partisipasi aktif masyarakat, artinya bahwa penyelesaian problem masyarakat tidak hanya terletak pada persoalan ekonomi saja, melainkan banyak faktor lain yang justeru sangat menentukan 73 lain sebagainya. Akan tetapi bagaimana persoalan multisektor tersebut dalam praktiknya dapat berjalan dan tumbuh dengan adil, dengan tidak mengorbankan faktor lainnya. Keadilan merupakan keutamaan terpenting dalam institusi sosial, hukum, peraturan atau institusi sosial betapapun efisien, bila tidak adil harus diperbaiki. Hak yang melekat pada prinsip keadilan tidak boleh dilanggar meski atas nama kepentingan umum. Pada bab dua sudah dijelaskan bahwa subjek utama keadilan adalah struktur dasar masyarakat, atau lebih tepatnya bagaimana lembaga-lembaga sosial utama mendistribusikan hak dan kewajiban mendasar serta menentukan pembagian dari kerja sama sosial. Dari sini dapat ditekankan bahwa pelaku pengembangan masyarakat dalam prosesnya dapat memberikan perlindungan terhadap masyarakat akan pemenuhan kebutuhan dan hak-hak keadilan. Dilihat dalam satu skema, institusi-isntitusi sosial memiliki peran utama menentukan hak dan kewajiban manusia (masyarakat) serta mempengaruhi prospek kehidupan mereka, apa yang mereka harapkan dan seberapa besar mereka mengharapkan perubahan dalam proses pengembangan masyarakat, meskipun disatu sisi institusi-institusi sosial tidak dianggap determinan akan tetapi efekefeknya begitu besar bagi perubahan sosial. Dengan demikian, institusi-nstitusi masyarakat mendukung titik pijak tertentu dalam persoalan masyarakat. Khususnya ketimpangan yang parah. Hal itu tidak hanya berdampak, namun juga mempengaruhi peluang awal manusia dalam kehidupan, akan tetapi hal-hal tersebut tidak dapat dijastifikasi dengan pandangan baik atau buruk. Pada ketimpangan inilah, yang diasumsikan pasti terdapat dalam struktur 74 dalam proses pengembangan masyarakat. Prinsip-prinsip ini lebih lanjut mengatur pilihan konstitusi politik dan elemen-elemen utama sistem sosial dan ekonomi. 9 Keadilan dalam skema sosial secara mendasar bergantung pada bagaimana hakhak dan kewajiban fundamental diterapkan pada peluang ekonomi sosial dalam berbagai sektor masyarakat. Rawls dalam analisanya menekankan masyarakat sebagai sebuah lembaga kerja sama sosial hanya bisa tumbuh dan berkembang dengan baik apabila terpenuhinya hak-hak dasar setiap masyarakat dijamin dan dilindunggi pelaksanaanya oleh Negara melalui aturan yang adil. Dalam ha! ini keadilan merupakan kunci utama untuk menumbuhkembangkan masyarakat dengan baik, dan juga menjadi keutamaan lembaga-lembaga sosial. Seperti yang dijelaskan oleh John Rawls "masyarakat adalah kwnpulan orang-orang yang berdiri sendiri yang satu sama lain sating berhubungan, mengikuti garis kebijaksanaan dan bagaimana menyesuaikan seluruh atau sebagian besar kegiatannya". 10 Ada beberapa basic assumption agar dalam masyarakat bekerja sama dalam kondisi Fair, pertama, anggota masyarakat tidak memandang tatanan sosial masyarakat tidak berubah. Masyarakat hams menuju keadilan, sehingga masyarakat terbuka pada perubahan, terutama perubahan struktur sosial. Kedua, kerjasama dibedakan dengan aktifitas yang terkoordinasi hal ini dapat dilihat dari 9 Franz Magnis Suseno, Pijar-Pijar Filsafal: Dari Gatholoco ke Filsqjal Perempuan, dari 75 a. Bentuk kerjasama selalu berpijak pada keadilan, sedangkan aktifitas yang terkoordinasi berpijak pada efektifitas/ efisiensi, terdapat penyesuaian dalam masyarakat. b. Kerjasama (organizing principle) aturan dibuat w1tuk mengatur anggotaanggotanya ( mengikat, mengatur kepentingan-kepentingan anggota) sedangkan dalam coordinated activity aturan dibuat untuk kepentingan yang membuat aturan. c. Dalam kerjasama (organizing principle) harus sah secara publik (harus disepakati oleh partisipan) sedangkan dalam coordinated activity tidak ada organisasi, aturan tidak harus sah secara publik. Ketiga, gagasan kerjasama yang fair mengandaikan kebaikan akan keuntungan partisipan (partisipan punya gagasan sendiri dan bertemu dengan gagasan lainnya dengan earn rasionalitas) bukan masing-masing pihak melepaskan kepentingan tapi masing-masing ingin punya keuntWlgan yang rasional (karena ingin mendapatkan untung maka ada kerjasama, kalau sating mengalah tidak akan tercapai kerjasama). Resiprositas dalam kerjasama yang Fair mempWlyai arti bukan meninggalkan kepentingan pribadi untuk kepentingan bersama dan juga bukan merumuskan aturan berdasarkan kekinian dan ekspektasinya. Untuk mencapai Keadilan, mengukur keuntungan atau hasil pengukuran keuntungan bukan bertolak dari orang per-orang (particular) tetapi bertolak dari pure procedural of justice. Ide dari resiprositas adalah ada pada different principles yang mempunya1 fungsi untuk mengijauantahkan ide resiprositas. n __ '. ___ •_ I 1 76 beruntung harus sama dengan kekinian dan ekspektasi orang yang kurang beruntung (resiprositas). 11 Resiprositas bukan merupakan imparsilaitas atau pun win win solution, juga bukan marxisme yang menekankan pada sama rasa sama rata, atau pun liberalisme yang dilihat sebagai ideology yang melihat tidak ada kerjasama tapi interaksi (ada equilibrium). Resiprositas bukan doktrin melainkan sebuah gagasan tentang prosedur w1tuk memperoleh keadilan yang resiprokal (bersifat timbal balik). Manusia dapat menerima keadilan dengan menganut sistem kerjasama atau keadilan yang fair. Dalam suatu masyarakat tentunya tidak akan pernah lepas dari banyak ukuran keadilan yang diturunkan dari doktrin komprehensif yang berbeda-beda baik dari institusi agama, politik, pendidikan dan lain sebagainya. Bagi Rawls hal ini mungkin terjadi karena ia percaya kepelbagaian komprehensif itu merupakan corak dari rezim demokratis. Rezim demokrasi itu sangat dimungkinkan adanya banyak doktrin-doktrin komprehensif yang saling berkompetisi dan berkontesasi satu dengan yang lainnya. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa fakta umum, yaitu: a. Fakta umum tentang kemajemukan doktrin kemprehensif yang merupakan fakta adanya satu budaya rezim demokratis. b. Fakta umum kedua yaitu kesetiaan pada satu atau singular doktrin komprehensif hanya bisa dipertahankan oleh kekuasaan koersif Negara. Ketinggalan doktrin hanya bias dipertahankan oleh kekuatan koersif Negara yang nantinya dapat memancing munculnya kekuatan-kekuatan anti doktrin tunggal. 77 c. F akta um um ketiga adalah rez1m demokratis yang relatif stab ii mesti didukung secara sukarela dan bebas oleh warga Negara yang secara politik aktif. Konsepsi publik tentang keadilan harus didukung dari dalam bangunan dok"trik komprehensifyang berbeda-beda. d. Fakta umum keempat, sebuah kultur masyarakat demokratis yang baik yang secara lama dengan kultur yang semakin mengakar dan mengurat, bisa dieksplisitkan gagasan yang fundamental seperti kesepakatan yang tidak reasonable dimana semakin matang demokrasi suatu Negara makan semakin reasonable ketidaksepakatan yang terjadi. Atau bisa terjadi resistensi terhadap doktrin tunggal dan social cooperation muncul. Karena itu Overlapping consensus dapat terjadi yang mengisyaratkan adanya ketidaksepakatan pemikiran, sehingga tercapai kesepakatan secara minimal tentang konsep publik tentang keadilan dan konsep publik tentang keadilan dapat dicapai jika ada banyak doktrin keadilan yang sifatnya reasonable (reasonable disagreement) Menurut Rawls mengapa reasonable disagreement (ketidaksamaan pemikiran )sampai terjadi atau tidak bisa dihindari, karena: a. Antara dua klaim yang bertentangan, bukti empiris yang ilmiah bisa bertentangan dan kompleks sehingga sulit untuk di evaluasi. b. Meskipun ada kesepakatan tentang hal yang dipertimbangkan bisa ada perbedaan tentang bobotnya sehingga bisa tidak dicapai kesepakatan. c. Konsep-konsep yang dimiliki ambigu sehingga masih bersandar pada keputusan terhadap intepretasi bukan pada fakta keras (hard facts). Fakta- 78 fakta keras belum bisa menunjang satu keputusan yang truly scientific (setiap orang memiliki interpretasi masing-masing) d. Cara orang menimbang dan evaluasi putusan dibentuk oleh sejarah, pengalaman yang berbeda-beda. e. Masing-masing kelompok punya ruang nilai yang berbeda-beda. Sasaran utama keadilan sosial adalah struktur dasar masyarakat. Dalam struktur dasar masyarakat, sudah terkandung berbagai posisi sosial, artinya: pertama, posisi dan harapan masa depan warga negara amat ditentukan oleh sistem politik dan kondisi sosial-ekonomi. Kedua, institusi-insiitusi sosial tertentu mendefinisikan hak-hak dan kewajiban-kewajiban, serta mempengaruhi masa depan hidup setiap orang, cita-cita dan kemungkinan tercapainya. Salah satu institusi sosial yang amat berpengaruh adalah pendidikan. Institusi-institusi sosial semacam itu sudah menjadi sumber kepincangan karena sudah merupakan titik awal keberuntungan bagi yang satu dan penyebab kemalangan bagi yang lain. Prinsip keadilan tidak dimaksudkan untuk menghapus ketidaksamaan. Yang mau dijangkau ialah memastikan terjaminnya kesempatan sama. Dengan demikian kehidupan seseorang tidak ditentukan oleh struktur yang ada, tetapi oleh pilihannya. Prinsip keadilan John Rawls meski perlu beberapa catatan bisa memberi dasar yang mengarahkan pembangunan institusi-institusi yang adil. 2. Keadilan Sosial Dalam Praktik Pengembangan Masyarakat Menurut John Rawls, untuk dapat menetukan prinsip-prinsip keadilan 79 yaitu keadaan di mana manusia berhadapan dengan manusia lain sebagai manusia. Manusia harus berada dalam posisi rasional sebagai manusia, karena mau tidak mau pilihan dari prinsip-prinsip keadilan harus bersifa.t rasional, semua orang diasumsikan bertindak secara adil. Posisi asali merupakan instrument of representation yaiu suatu representasi dari pihak-pihak yang sepakat untuk mencapai keadilan. Untuk menjamin kemurnian dari prosedur dan fair-nya kesepakatan maka dalam prosedurnya harus tidak ada pengaruh individu atau kelompok. Posisi asali lebih pada posisi hipotetis dan non histories yang menempatkan semua pihak pada the veil of ignorance (tabir ketidaktahuan). Posisi asali disebut hipotetis karena apa yang akan disepakati bukan apa yang sudah disepakati. 12 Tidak seperti Kaum utilitarian berpendapat yang adil adalah yang memaksimalkan keuntungan sosial. Dalam posisi asali yang disepakati adalah kesepakatan. Posisi asali disebut non histories karena tidak pernah ditemukan dalam periode sejarah tertentu, bukan kondisi riil dari sejarah. Tabir ketidaktahuan adalah kondisi dimana semua pihak tidak punya pengetahuan tentang posisi sosial dan doktrin tertentu (tidak tahu tentang ras, etnis, seks dan kekuatan alamiah lainnya, termasuk talenta, intelegensia). Setiap orang dalan1 tabir ketidaktalrnan manusia berusaha menciptakan suatu kondisi yang memungkinkan untuk menciptakan atau melahirkan konsep keadilan publik sehingga ada jaminan untuk mendapatkan hak dan melakukan kewajiban. 80 Dalam konteks ekonomi, John Rawls dalam bukunya A Theory of Justice menjelaskan teori keadilan sosial sebagai the difference principle dan the principle of fair equality of opportunity. Inti the difference principle, adalah bahwa perbedaan sosial dan ekonomis harus diatur agar memberikan manfaat yang paling besar bagi mereka yang paling kurang beruntlmg. 13 Istilah perbedaan sosil-ekonomis dalam prinsip perbedaan menuju pada ketidaksamaan dalam prospek seorang untuk mendapatkan unsur pokok kesejahteraan, pendapatan, dan otoritas. Sementara itu, the principle affair equality of opportunity menunjukkan pada mereka yang paling kurang mempunyai peluang 1mtuk mencapai prospek kesejahteraan, pendapat dan otoritas. Mereka inilah yang harus diberi perlindungan khusus. Rawls mengerjakan teori mengena1 prinsip-prinsip keadilan terutama sebagai alternatif bagi teori utilitarisme sebagaimana dikemukakan Hume, Bentham dan Mill. Rawls berpendapat bahwa dalam masyarakat yang diatur menurut prinsip-prinsip utilitarisme, orang-orang akan kehilangan harga diri, lagi pula bahwa pelayanan demi perkembangan bersama akan lenyap. Rawls juga berpendapat bahwa sebenamya teori ini lebih keras dari apa yang dianggap normal oleh masyarakat. Memang boleh jadi diminta pengorbanan demi kepentingan umum, tetapi tidak dapat dibenarkan bahwa pengorbanan ini pertama-tama diminta dari orang-orang yang sudah kurang beruntung dalam masyarakat. Menurut Rawls, situasi ketidaksamaan harus diberikan aturan yang sedemikian rupa sehingga paling menguntungkan golongan masyarakat yang 81 paling lemah. Hal ini terjadi kalau dua syarat dipenuhi. Pertama, situasi ketidaksamaan menjamin maximum minimum bagi golongan orang yang paling lemah. Artinya situasi masyarakat harus sedemikian rupa sehingga dihasilkan untung yang paling tinggi yang mungkin dihasilkan bagi golongan orang-orang kecil. Kedua, ketidaksamaan diikat pada jabatan-jabatan yang terbuka bagi semua orang. Maksudnya supaya kepada semua orang diberikan peluang yang sama besar dalam hidup. Berdasarkan pedoman ini semua perbedaan antara orang berdasarkan ras, kulit, agama dan perbedaan lain yang bersifat primordial, harus ditolak. Lebih lanjut John Rawls menegaskan bahwa maka program penegakan keadilan yang berdimensi kerakyatan haruslah memperhatikan dua prinsip keadilan, yaitu, pertama, memberi hak dan kesempatan yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas seluas kebebasan yang sama bagi setiap orang. Kedua, mampu mengatur kembali kesenjangan sosial ekonomi yang terjadi sehingga dapat memberi keuntungan yang bersifat timbal balik (reciprocal benefits) bagi setiap orang, baik mereka yang berasal dari kelompok beruntung maupun tidak beruntung. Dengan demikian, prinsip berbedaan menuntut diaturnya struktur dasar masyarakat sedemikian rupa sehingga kesenjangan prospek mendapat hal-hal utama kesejahteraan, pendapatan, otoritas diperuntukkan bagi keuntungan orangorang yang paling kurang beruntung. Ini berarti keadilan sosial harus diperjuangkan untuk dua hal: 82 a. Pertama, melakukan koreksi dan perbaikan terhadap kondisi ketimpangan yang dialami kaum lemah dengan menghadirkan institusi-institusi sosial, ekonomi, dan politik yang memberdayakan. b. Kedua, setiap aturan harus memposisikan diri sebagai pemandu untuk mengembangkan kebijakan-kebijakan untuk mengoreksi ketidak-adilan yang dialami kaum lemah Selain itu, teori John Rawls juga dikenal dengan temi keadilan prosedural, karena keadilan dipahami sebagai basil persetujuan prosedur tertentu. 14 Pada tingkat ini, Rawls menempub prosedur memilib prinsip-prinsip keadilan berdasarkan asas kesamaan dan yang sesuai dengan kesamaan intuitifnya. Cara ini merupakan langkab strategis dalam proses pengembangan masyarakat, terutama persoalan kemiskinan. Konsepsi keadilan diarabkan untuk bisa menyediakan cara yang memungkinkan institusi-institusi sosial utama mendistribusikan bak-bak dan kewajiban-kewajiban mendasar serta menentukan pembagian-pembagian keuntungan basil kerja sama sosial. Maka keadilan ini bentuknya lebib prosedural. Keadilan prosedural adalab basil persetujuan melalui prosedur tertentu dan mempunyai sasaran utama peraturan-peraturan, bukum-hukwn, undang-undang. Prosedur ini tidak bisa lepas dari upaya legitimasi tindakan. Misalnya, kue tar barns dibagi adil untuk lima orang. Maka peraturan yang menetapkan "Yang membagi barns mengambil pada giliran terakhir" adalah prosedur yang adil. Dengan ketentuan itu, bila pembagi ingin mendapat bagian yang tidak lebib kecil dari yang lain, tanpa barns dikontrol, dia akan membagi kue itu sedemikian rupa sebingga sama besarnya. Meski ia mengambil pada giliran terakhir, tidak 83 dirugikan. Godaan membagi secara tidak adil dihindarkan karena dirinya yang akan dirugikan. keadilan prosedural yang dikonsepsikan John Rawls memiliki kaitan dalam perpektif pengembangan mayarakat, keadilan prosedural dapat diketahui melalui tiga macam keadilan prosedural: prosedural sempurna. Prosedural tidak sempurna, dan prosedural murni. 15 Penjelasannya yaitu: a. Keadilan prosedural sempurna menuntut perlunya standar independen untuk menetukan hasil manakah yang bisa diterima sebgai adil. Lebih jelasnya, prosedur diatur untuk menjamin cara yang adil. Hasil dari prosedur sudah diketahui sebelumnya oleh semua orang yang terlibat dalam prosedur itu. Misalnya adalah dalam prosedur pemabagian pakaian. Prosedur diatur sebelumnya, misalnya siapa yang berhak mendapatkan pakaian, siapa yang bertugas membagikan pakaian, bagimana cara membagikan pakaian, bagaimana keterlibatan peserta yang akan mendapatkan pakaian, dan sampai pada akhirnya disepakati secara bersama bahwa yang bertugas membagikan pakaian adalah yang terakhir mengambil bagiannya. Prosedur disepakati bersama sebagai bagian dari perlunya ada kesepakatan kolektif (kontark sosial) di antara pihak yang akan terlibat dalam program tersebut. b. Keadilan prosedural tidak sempuma (imperfect procedural justice) adalah prosedur yang sebelumnya telah dirancang dengan baik, namun hasil akhir bisa saja berbeda dari rancangan semula. Prosedur telah disepakati bahkan tttelah dilengkapi denga berbagai alat pendukung, namun seringkali basil dari proses ini berbeda. 84 c. Keadilan prosedural mumi (pure Procedural justice) adalah tidak adanya criteria independen yang mendahului suatu prosedur, dan yang dibutuhkan adalah perumusan konsep kadilan yang benar dan adil untuk menjamin hasil akhir dan aclil. Menerapkan keadilan procedural mumi di masyarakat, artinya memberikan peluang yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk merumuskan apa dan bagaimana proses program yang dikatakan adil oleh mereka. Dal am proses pengembangan masyarakat, memahami dan mengintegrsasikan keadilan prosedural ini diharapkan akan menjadi kunci keberhasilan. Dalam proses pengembangan masyarakat harus ada prosedur di mana seluruh elemen masyarakat berpartisipasi aktif dalam menentukan aturan main, strategi dan mekanisme kerjanya sebuah program. Hasil kesepakatan ini diperoses melalui cara yang adil dan baik bagi seluruh lapisan masyarakat, dan dengan sendirinya akan menjadi alat !control bagi masing-masing lapisan. Kedilan j uga dapat disebut sebagai salah satu alat untuk mempersatukan manusia. 16 BABY KESIMPULAN A. KESIMPULAN Dari uraian yang penulis paparkan tentang hasil studi penelitian di atas, maka penulis dapat mengambil kesimpulan beserta saran-·saran yang dianggap perlu: 1. Peran Penting Keadilan Sosial Dalam Proses Pengembangan Masyarakat. Teori keadilan sosial yang dikonsepsikan oleh John Rawls dalam A Theo1y Qf Justice memiliki faktor detenninan yang sangat signifikan dalam mencapai proses pengembangan masyarakat yang adil. Karena, sesuai dengan apa yang hendak dicapai dengan tambahan kata "sosial" tersebut Tanpa kata itupun "keadilan" dapat didefinisikan dengan jelas. Keadilan merupakan suatu prinsip universal yang dapat dijadikan takaran bagi semua tindakan dalam pembangunan masyarakat dan legitimitas moralnya dapat diuji. lni mensyaratkan antara lain aturan yang sama bagi semua orang. Jika melihat pembahasan pengembangan masyarakat pada bab sebelumnya, baik mengenai sejarah pengembangan masyarakat, prinsip, dan landasan filosfisnya, pengembangan masyarakat merupaka kunci utama program pembangunan keberlanjutan dalam pembangunan nasional. 1 Hal 1 Pembangunan Nasional rnerupakan rangkaian upaya pernbangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional yang termaktub dalam Pembukaan Undangundang Dasar 1945. Dalam melaksanakan pembangunan nasional perlu memperhatikan tiga pilar pembangunan berkelanjutan secara seimbang, hal ini 86 tersebut tidak berjalan dan sampai pada visi, misinya tanpa ada konsep keadilan di dalamnya. Keadilan sosial bermakna lebih luas dari pada keadilan distributif yang berarti keadilan dalam pembagian harta masyarakat kepada individu/kelompok. Keadilan sosial dalam arti luas adalah suatu keadaan yang memungkinkan setiap individu/kelompok dalam masyarakat bisa berkembang maksimal. Keadilan secara leksikal berarti sama dan menyamakan. Dan menurut pandangan umum, keadilan yaitu menjaga hak-hak orang lain. Keadilan merupakan lawan kezaliman yang berarti merampas hak-hak orang lain. Atas dasar ini, definisi keadilan ialah memberikan hak kepada yang berhak menerimanya. Oleh karena itu, dalam proses pengembangan masyarakat, pertama kita harus mempunyai gambaran adanya pihak yang mempunyai hak sehingga dapat dikatakan bahwa menjaga haknya merupakan keadilan dan merampas haknya adalah kezaliman. Akan tetapi, pengertian adil ini lebih diperluas lagi dan digunakan dengan makna: menempatkan sesuatu pada tempatnya atau mengerjakan segala sesuatu dengan baik. 2 Berdasarkan definisi ini, keadilan sinonim dengan bijakasana. Maka, perbuatan yang adil yaitu perbuatan yang bijak. Adapun bagaimana hak orang yang berhak dan posisi semestinya setiap sesuatu itu dapat ditentukan. 2. Kcadilan Sosial Scbagai Cita-Cita Pengcmbangan Masyarakat pembangunan harus memperhatikan dimensi lingkungan dan manusia serta KTT Pembangunan Berkelanjutan di Johannesburg Tahun 2002 yang membahas dan 87 Keadilan sosial merupakan kunci utama dalam mewujudkan kesejahteraan sosial masyarkat, seluruh element masyarakat mempunyai keharusan untuk menyelamatkan kunci tersebut walaupun tanggung jawab utama ada di pundak pelaku utama pengembangan masyarakat. Aspek keadilan sosial sebagai ujung proses pembangunan dengan demikian harus menjadi pijakan utama dalam sebuah kebijakan publik dan bukan sematamata hanya soal kemakmuran ekonomi. Hal ini penting untuk melindungi keberadaan rakyat kecii yang teramat sering tersisih dari proses pembangunan. Mereka kerap dipaksa bertarung dengan sebuah sistem yang tidak adil sejak awalnya. B. SARAN-SARAN I. Hal yang penting tentang prinsip-prinsip keadilan John Rawls adalah bahwa prinsip-prinsip tersebut secara n01mal akan dipahami sebagai yang diterapkan kepada individu-individu. Akan tetapi, analisis dari suatu perspektif individual hanyalah salah satu cara untuk memahami isu-isu sosial dan keadilan sosial. Dalam istilah politik, perspektif individu pada hakikatnya memiliki orientasi yang liberal. 2. Salah satu kekurangan John Rawls adalah bahwa. ia tidak menjelaskan mengenai munculnya mengapa terdapat ketidaksetaraan. Dengan kata lain, tida.k cukup perhatian yang diberikan oleh John Rawls kepada ekploitasi dan penindasan sebagai penggerak ketidakadilan. 87 Daftar Pustaka Abdullah, Haidar. Kebebasan Seksual Dalam Islam Jakarta: Pustaka Zahra, 2003, Cet I Adi, Isbandi Rukminto. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas. Jakarta: LPFE UI, 2003. ---------Jtervensi Komunilas, Pengembangan Masyarakat Sebagai Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Rajawali Pers, 2008. Upaya Ahimsa Putra, Heddy Shri. Pengembangan Masyarakat: Agama, Sosial, Ekonomi dan Budaya (Jogjakarta: LKPM IAIN Sunan Kalijaga, 2003, Edisi III Al-Barry, Dahlan. Kamus Jlmiah Populer. Surabaya: Arkola, 1994 Ata Ujan, Andre, Keadilan dan Demokrasi: Telaah Filsafat Politik John Rawls. Yogyakarta: Kanisius, 2001. Bertens, Kees. Pengantar Etika Bi.mis. Yogyakarta: Kanisius, 2000 Budiharjo, Miriam. Dasar-Dasar llmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008. Dannodiharjo, Darji dan Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum: Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum di Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 1995. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, Cet I. Echolis , John dan Shadily, Hasan. Kamus lnggris- Indonesia Jakarta: Gramedia, 1982. Enggener, Asghar Ali. Islam dan Pembebasan. Yogyakarta: Lkis, 1993, Cet I Hamersma, Harry. Pintu Masuk Ke Dunia Filsafat. Jakarta: Kanisius, 1981. Hardiman, F. Budi. Sejarah Filsafat Modern: Diktat Sejarah Filsafat Modern Jakarta: STF Driyarkara, 1995. Horton, Paul. B. dan Hunt, Chester .L. Sosiologi. Jilid I, Jakarta: Erlangga, 1984. Huijbers, Theo. Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah. Yogyakarta: Kanisius, 1982. 88 Ife, Jim. Communtiy Development, Creating Community Alternatives Vision, Analysis and Practice, Melbourne: Addison WesleyLongman, 1997. _ _ _Tesoriero, Frank. Community Development: Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi. Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2008. Irawan, Elly, dkk, Pengembangan Terbuka,1995, Cet I Masyarakat, Jakarta: Universitas Jamasy, Owin. Keadilan, Pemberdayaan, dan Penanggulangan kemiskinan. Jakarta: Belantika, 2004. Juliantara, Dadang. Pembaruan Kabupaten: Arah Reali.mi Otonomi Daerah. Yogyakarta: Pembaruan, 2004. Kusnadi. Konjlik Sosial Nelayan; Kemiskinan dan Perebutan Sumber Daya Perikanan. Yogyakarta: LKiS, 2002, Cet I Losco, Joseph dan Williams, Leonard. Political Theo1r Kajian Klasik dan Kontemporer. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005. Mangkunegara, A.A. Anwar, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan Bandung: Rosda Karya, 2000. Moleong, Lexy. J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2001. Muthahari, Murtadha. Islam Agama Keadilan. Jakarta: Pustaka Hidayah, 1998, Cet I ----------, Masyarakat dan Sejarah. Bandung: Mizan, 1995, Cet V Panduan umum Program Pemberdayaan Fakir Miskin, Jakaita: Departemen Sosial RI, 2005. Pogge, Thomas. John Rawls: His Life And Theory ofJustice. New York: Oxford University Press,2007. Rasuanto, Bur. Keadilan Sosial. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005. Sadji, Partoatmodjo. Masalah Kemiskinan dan Kompleksitas Penanggulangannya, Jakarta: TKP3 KPK Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, 2004, Cet I Sumadiningrat, Gunawan. Pengembangan Daerah dan Masvarakat. Jaka.rt::i: Hini.t RP.no Pori,uorn 100'7 n-" T Pemberdayaan 89 Syibli, Aminullah. Keadilan Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008. Rawls, John. Teori Keadilan: Dasar-dasar Filsafat Politik untuk Mewigudkan Kesejahteraan Sosial dalam Negara. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006, Cet I _____A Theory Of Justice, Massachusetts: The Belknap Press Of Harvard Iniversity Press, 1971. -----Political Liberalism. New York: Columbia University Press, 1993 Riswandi, I/mu Sosial Dasar. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1992, Cet. I Roesmidi & Risyanti, Riza. Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: Alqaprint 2006. Shapiro, Ian. Evo!usi Hak Dalam Teori Liberal. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006. ----~Asas Moral Da!am Politik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006. Simon Tormey, Anti Kapitalisme. Jakarta: Teraju, 2005. Soetomo, Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat. Pelajar, 2006. Yogyakarta: Pustaka Suseno, Franz Magnis. Pijar-Pijar Filsafat: Dari Gatholoco ke Filsafat Perempuan, dari Adam Muler ke Postmodernisme. Yogyakarta: Kanisius, 2005. ---~Etika Abad Kedua Puluh. Yogyakarta: Kanisius, 2006. Suhelmi, Ahmad. Pemikiran Politik Barat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001. Syibli, Aminullah Keadi!an, Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008. Tim Redaksi Driyarkara, Diskursus Kemasyarakatan dan Kemanusian. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1993 Undang-Undang Republik Indonesia Pemerintahan Daerah Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Wijono, Radjimo Sastro, Wong-wong Cilik Menghadapi Globalisasi, Jakarta: Indonesian Peoples' Forum, 2004. 90 _ _ _ _Kamus Bahasa Arab Indonesia. Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah Penafsir Al-Quran, 1973. Zubaedi, Wacana Pembangunan Alternatif. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Group, 2007. Sumber Dari Media Elektronik Haryatmoko, Keprihatinan Erika Politik; Membangun Institusi Sosial yang Adil. "artikel diakses pada 29 Oktober 2009 dari http://www. unisosdem. org/article printfriendly. php?aid=773&coid= I &cai d=34 Muhammad Faiz, Pan, Teori Keadilan John Rawls dan Relevansi Konstitusi Indonesia, "artikel diakses pada 28 juni 2009 dari http//Profil Tokoh John Rawls (1921-2002) «PAN MOHAMAD PAIZ.html Wibowo, Arif. Teori Keadilan John Rawls. artikel diakses pada 08 November 2009 dari http:/!staff. blog. ui.ac. id/arif51/2008/l 2/0 l/teori-keadilan-johnrawls/