TUBAGUS SOLEH AHMADI-FDK - UIN Repository

advertisement
1
\.\.'.~!:Q;!.~I.
~·v. ~:,!}
1d,/,i;tA-....
v~ /'Lt
:,}'<''r\i[
i .. ········-··
········· .
. ..
KONSEP KEADILAN JOHN RAWLS DAN RELEVANSINYA
TERHADAP PENGEMBANGAN MASYARAI<A T
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi
untuk Memenuhi Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)
Ill
Ill Ill !!!111!1!!!!!!!
111
Olell:
Tubagus Soleh Ahmadi
NIM:l03054028813
..• t D.~6\'l 7.A> I~
C:,llD: o'i], · C"{S;J.
JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAcT ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
VIN SYARIF HIDAYAHTULLAH
JAI<.ARTA
2009 H / 1430 M
KONSEP KEADILAN JOHN RAWLS DAN RELEV ANSINYA
TERHADAP PENGEMBANGAN MASYARAKAT
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi
untuk Memcnuhi Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh:
TUBAGUS SOLEH AHMADI
Nll\1: 103054028813
Dibawah Bimbingan:
mnr~
-
/!
Dra. Mahmudah 1triyah ZA, M.Pd.
NIP. 19640212 199703 2 001
JURUSAN PENGEl\1BANGAN MASYARAKA T ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SY ARIF HIDAYAHTULLAH
JAKARTA
2009H/1430 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul "KONSEP KEADILAN JOHN RAWLS DAN
RELEVANSINYA TERHADAP PENGEMBANGAN MASYARAKAT" telah
diujikan dalam Sidang Munaqosyah Fakultas Dakwah Dan Komunikasi
Universitas Islam Negri (UIN) Syarif I-Iidayatullah Jakarta pada hari Rabu,
tanggal 16 Desember 2009. Skripsi ini tel ah diterima sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh Gelar Sarjana Program Stratal (SI) pada Jurusan
Pengembangan Masyarakat Islam.
Jakarta, 17 Desember 2009
Sidang Munaqosyah
Ketua
Sekretaris Merangkap Anggota
(/
5'
rangkap Anggota
~~
-t-
Anggota
Penguji II
Penguji I
W 1 Nilamsari, M. Si
NIP. 1 710520 199903 2 002
Tantan Hermansah, M. Si
NIP. 19760617 200501 1 006
Pembimbing
Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M.Pd.
NIP. 19640212 199703 2 001
ABSTRAK
TUBAGUS SOLEH AHMADI
KONSEP PEMIKIRAN JOHN RAWLS DAN
TERHADAP PENGEMBANGAN MASYARAI<AT.
RELEVANSINYA
kemerdekaan Indonesia yang diproklamirkan pada tahun 1945 didasari
dengan rasa keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, akan tetapi, di era pasca
kemerdekaan hingga saat ini keadilan menjadi wacana dan praktik yang sangat
serius untuk ditanggapi pennasalahannya. Krisis yang melanda Indonesia
sebagian besar adalah adanya ketidak-adilan di berbagai sector, pemiskinan di
berbagai daerah, pengangguran, kaum miskin kota, !crisis ekologi yang berdampak
pada krisis sumber daya alam, krisis politik dan lemahnya payung hukum
merupakan beberapa kasus yang diakibatkan adanya ketidak-adilan yang
didapatkan oleh masyarakat luas.
Keadilan bukanlah hal yang baru dalam kehidupan manusia, keadilan
dalam sejarahnya mengalami perkembangan yang sangat luas dan pembahasan
yang mendalam di berbagai ranah wacana, teori maupun praktiknya. Di berbagai
ruang, keadilan mempunyai paradigma tersendiri dan disesuaikan dengan
kebutuhan teori tersebut dalam mentransformasikan bentuk keadilan, seperti
perbedaan keadilan dalam perspektif sosiologi dengan keadilan dalam perspektif
ekonomi. Wacana maupun praktik pengembangan masyarakat memposisikan
dirinya untuk dapat mengelaborasikan berbagai perspektif keadilan.
John Rawls merupakan tokoh dan pemikir keadilan yang sangat fenomenal,
kontribusinya begitu besar di berbagai cabang keilmuan. Melalui karyanya Theory
of Justice, JohnRawls mengkritik teori-teori keadilan sebelumnya yang banyak
dipengaruhi oleh aliran filsafat utilitarisme. Teori keadilan John Rawls
memusatkan perhatiannya pada persoalan bagaimana keadilan itu dapat
didistribusikan ke dalam masyarakat secara adil, melalui mekanisme yang
disepakati bersama tanpa memandang status sosial.
Hasil penelitian kepustakaan yang telah dilakukan membuahkan hasil
bahwa teori keadilan John Rawls memiliki garis relevan dan dapat digunakan
dalam konsep dan praktek pengembangan masyarakat dengan pendekatan yang
objektif. Melalui prinsip-prinsip se1ta pelaku keadilan yaitu struktur dasar
masyarakat itu sendiri, masyarakat dapat merumuskan bagaimana keadilan itu
dapat dijalankan.
Melalui pemilahan yang objektif teori keadilan John Rawls dapat menjadi
pedoman dalam proses pengembangan masyarakat di berbagai sektor, seperti
pesoalan kemiskinan, krisis ekologi, hukum, politik, ekonomi, budaya dan lain
sebagainya. Seorang pengembang masyarakat dalam paraktiknya berkewajiban
memegang teguh prinsip keadilan untuk kemaslahatan bersama demi te.rc.int:mv~
KATA PENGANTAR
<llismi[{afiirralimamzirraliim
Segala puja dan puji bagi Allah SWT sebagai pagar penjaga nikmatNya,
Zat Yang Maha menggenggam segala sesuatu yang ada dan tersembunyi di balik
jagad semesta alam, zat yang Maha Meliputi segala sesuatu yang terfikir maupun
yang tidak terfikir. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah atas sang
Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan bagi seluruh Umat Islam
yang terlena maupun terjaga atas sunnahnya.
Alhamdulillahirrabil 'alamin, penulis mengucapkan rasa syukur kepada
Allah SWT alas segala rahmat dan pertolonganNya, sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan. Karena tanpa rahmat pertolonganNya tidaklah mungkin penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini berjudul Konsep Keadilan John Rawls dan Relevansinya
Terhadap Pengembangan Masyarakat." Penulis gunakan untuk memenuhi
persyaratan kelulusan yang ditempuh Mahasiswa Pengembangan Masyarakat
Islam (PM!). Penulis tertarik mengangkat karya tulis ini karena melihat bahwa
keadilan merupakan cita-cita besar masyarakat luas, akan tetapi pada prakteknya
keadilan harus memiliki pembahasan yang sangat serius. Keadilan juga
merupakan landasan dasar rakyat lndosesia yang tertuang dalam sila ke-lima
(Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia), sehingga seluruh lapisan
masyarakat berkewajiban menciptakan keadilan dalam seluruh aspek kehidupan.
Dan mudah-mudahan skripsi ini dapat bennanfaat dan berguna, khususnya bagi
pribadi penulis dan umumnya untuk mahasiswa dan masyarakat luas sebagai
pengembangan keilmuan bahan referensi bagi mereka yang berkonsentrasi pada
bidang studi Pengembangan Masyarakat Islam.
Dengan penuh kesadaran dan kerendahan hati, penulisan skripsi ini tidak
akan terselesaikan bila tanpa bantuan serta dukungan dari berbagai pihak, baik
secara moril maupun materil. Sudah sepatutnya penulis mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan serta dukungannya,
sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan terima
I.
Bapak Dr. Arief Subhan, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakmia.
2.
!bu Ora. Mahmudah Fitriyah ZA. M.Pd, selaku Ketua Jurusan Pengembangan
Masyarakat Islam (PM!) Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3.
!bu Wati Nilamsari, M.Si, selaku sekretaris Jurusan Pengembangan
Masyarakat Islam (PM!).
4.
Bapak Prof. Dr. H. Syamsir Salam, MS, selaku Dosen Penasehat Akademik
Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (PM!) angkatan 2003. Serta
Bapak/lbu Dosen Fakultas dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
yang telah mengarahkan, mendidik, membimbing, dan memberikan ilmu
yang sangat bermanfaat untuk hidup penulis.
5.
!bu Ora. Mahmudah Fitriyah ZA. M.Pd, selaku Dosen Pembimbing skripsi,
yang tidak pemah menutup pintu keluasan waktunya untuk membimbing dan
memberikan semangat dan arahan dalam penulisan skripsi ini.
6.
Bapak Dr. Suparto, MA, dan Bapak Tantan Hermansah, M. Si, yang telah
menyediakan waktunya untuk berdiskusi dan banyak memberikan masukan
serta kritiknya kepada penulis.
7.
Para fasilitator· buku-buku tentang keadilan dan pengembangan masyarakat
(Bapak Tantan Hermansyah, Kang Kahfi, Pak Roy, Helendra, Apen Makese,
Tb. Bay Harkat dan Milastri Muzakar), Perpustakaan Freedom Institute,
Walhi Nasional, Walhi Jakmia, yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk melakukan observasi dan menyelami buku-buku tentang
keadilan sosial tanpa batas waktu.
8.
Umi dan Abi tercinta, yang telah memberikan kebebasan untuk memilih jalan
hidup, hampir setiap nafas yang terlewati ini penulis merasakan lantunan doa
yang begitu kuat, semoga pintu Rahman dan RahimNya Ilahi senantiasa
dibukakan bagi kesabaran dan pengorbanamu. Amin.
9.
Teman-temanku sesama dalam berjalanan, PM! angkatan 2003 (Afrin, Kahfi,
Royani, Ilham, Mozer, Datam, Lukman, Nasro, Makendro dan yang Iainnya),
Teman-teman PM! angkatan 2004, 2005, 2006, 2007, 2008, 2009. Teman-
seluruhnya Walhi Nasional, Walhi Jakarta, Sarekat Hijau Indonesia, LBH
Jakarta, LS-ADI, HIKMAT, HM!, PMII, KM UIN, KASTIL, 78 F dan
teman-teman yang lain tanpa mengurangi rasa hormat yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu. Hanya ucapan terima kasih yang bisa saya
sampaikan. Kepada Novi Prastian (Hening) yang telah memberikan ruh
dalam penyelesaian penulisan ini, terima kasih yang mendalam untuknya.
I 0. Staff Perpustakaan Dakwah dan Komunikasi dan Perpustakaan Utama UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, atas pelayanannya.
11. Dan kepada semua pihak yang telah membantu serta memberikan dukungan
kepada penulis baik secara moril maupun materil, penulis ucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya.
Ciputat, 09 Desember 2009
Tubagus Soleh Ahmadi
DAFTARISI
ABSTRAK ....................................................................................................... i
KAT A PEN GANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... V
BABI
PENDAHULUAN
A.
B.
C.
D.
E.
F.
BAB II
TINJAUAN TEORETIS
A.
B.
C.
D.
BAB III
Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
Pembatasan dan Perumusan Masalah ...................................... 6
Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 7
Tinjauan Pustaka ...................................................................... 7
Metode Penelitian .................................................................... 10
Sistematika Pembahasan .......................................................... 12
Konsep Keadilan ..................................................................... 14
Relevansi ................................................................................. 16
Konsep Keadilan dalam Pengembangan Masyarakat.. ........... 16
Dimensi Pengembangan Masyarakat dalam Konteks
Menegakkan Keadilan ................................................. 37
JOHN RAWLS DAN KON SEP KEADILAN
A. Biografi John Rawls .................................................................. 45
B. Konsep Keadilan John Rawls .................................................. 57
C. Proses Keadilan ........................................................................ 63
BAB IV
RELEVANSI
KONSEP
KEADILAN
JOHN
RAWLS
TERHADAPPROSESPENGEMBANGANMASYARAKAT
A. Keadilan Sosial dalam Wacana Pengembangan Masyarakat. .. 65
B. Keadilan Sosial dalam Proses Pengembangan Masyarakat. .... 72
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN ................................................................................................ 85
SARAN- SARAN ............................................................................................ 87
DAFT AR PUSTAKA
BABI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Wacana pengembangan masyarakat memiliki usia yang cukup panjang,
dimulai pada tahun 1925, dimana pemerintah kolonial lnggris menghadapi
masalah
yang terkait dengan pemantapan dan pemeliharaan tatanan hukum
mereka. Kantor Pemerintah Kolonia! mengeluarkan suatu memorandum dimana
salah satu tujuan yang dicanangkan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Memorandum ini membicarakan earn untuk meningkatkan kehidupan
masyarakat di daerah jajahan mereka (bangsa lnggris) yang akhirnya dikenal
dengan nama pengembangan masyarakat. 1
Wacana pengembangan masyarakat sendiri mengalami kemajuan yang
sangat pesat secara universal, ha! ini ditandai dengan banyaknya pemikir dan
teoritisi yang lahir, Paulo Freire (Pedagogi Pembebasan), Jim lfe (Communtiy
Development), Hannah Arendt (The Human Condition) dan lain sebagainya. Di
Indonesia, Pengembangan Masyarakat termasuk dan telah menjadi suatu
pembahasan tersendiri dalam menyikapi masalah kemiskinan, keadilan dan HAM,
hukum, !crisis ekologi dan pern1asalahan sosial lainnya yang menjadi cakupan
pengembangan masyarakat.
Hal ini ditandai dengan berdirinya berbagai lembaga, yayasan, forum dan
kumunitas, seperti Bina Desa yang bergerak di bidang pemberdayaan sumber daya
manusia pedesaan yang didirikan pada tanggal 20 Juni 1975, Aliansi Masyarakat
2
Adat (AMAN) yang beridiri di tahun 1999, merupakan wadah Pengembangan
Masyarakat Adat untuk menegakkan hak-hak dan kedaulatannya dalam kehidupan
sosial budaya, ekonomi, hukum, politik dan lingkungan di wilayah asal-usulnya,
dan lembaga pengembangan masyarakat lainnya. Bahkan pengembangan
masyarakat telah menjadi suatu program pemerintah daerah Jakarta.
Sungguh ironis jika kita melihat kenyataan yang ada di lapangan, wacana
dan aplikasi pengembangan masyarakat (pengembangan masyarakat di Indonesia
akan dijelaskan pada bah dua) maupun pembangunan yang sudah cukup berumur
(sejak rezim orde barn) justeru menyisakan berbagai krisis di Indonesia.
Wilayah pesisir Indonesia dengan garis pantai 81. 000 km. Dari 67.439
desa di Indonesia kurang lebih 9.621 desa dikategorikan sebagai desa pesisir,
lebih dari 50 persen penduduknya miskin.
2
Desa-desa. pesisir adalah kantong
kemiskinan struktural yang potensial, kemiskinan struktural dapat dipahami
sebagai kondisi kemikinan yang dialami oleh suatu masyarakat yang penyebab
utamanya bersumber pada struktur sosial yang berlaku dalam mayarakat itu
sendiri. Karena struk"tur sosial yang berlaku adalah sedemikian rupa keadaannya
sehingga menyebabkan mereka yang termasuk ke dalam golongan miskin tampak
tidak berdaya untuk mengubah nasibnya 3•
Sementara itu, pada kehidupan sosial lainnya masyarakat adat semakin
terpinggirkan kehidupannya. Salah satunya seperti yang terjadi pada Orang
Rimba, suku asli yang termarjinalkan di Provinsi Jambi, semakin terdesak karena
2
Kusnadi, Konflik Sosial Nelayan; Kemiskinan dan Perebutan Sumber Daya Perikanan,
(Yogyakarta: LKiS, 2002), cet. ke-1, h. 1
3
T\ _ _,_ __ .. ___ .J~-
'"'- _J••
>
f
3
hutan yang menjadi rumahnya, sumber penghidupan komunitas, terus berkurang. 4
Orang Rimba atau sering disebut Suku Anak Dalam atau Suku Kubu semakin
lama semakin sulit mengakses sumberdaya hutan dan fasilitas kesehatan. Kondisi
ini merupakan kelanjutan dari sejarah panjang diskriminasi dan marjinalisasi yang
sudah berlangsung sebelum masa kolonial sampai sekarang.
kemajuan zaman yang diekspresikan melalui ilmu pengetahuan, teknologi,
budaya, modernisasi dan maraknya pembangunan ini, disatu sisi hanyalah
memberikan kontribusi kesejahteraan pada sebagian kecil penduduk dunia.
Sementara itu, kejayaan sebagian kecil manusia dibelahan dunia ini seringkali
menelan dan mengorbankan sebagian besar manusia lainnya lee lembah
kemiskinan (terutama kalangan komunitas petani, buruh, nelayan dan usaha kecil
seperti Pedagang Kaki Lima). Sebagai contoh, berdirinya sebuah Mall atau Super
Market mengakibatkan termarjinalnya para Pedagang Kalki Lima, begitu juga
dengan dikeluarkannya kebijakan pemerintah tentang pengimporan beras
mengakibatkan turunnya harga beras dan merugikan para petani, yang mayoritas
menjadi usaha penduduk Indonesia.
Di sisi lain, komersialisasi pendidikan dan ketidakjelasan subsidi dari
Negara untuk pendidikan merupakan merupakan masalah sosial yang dialami
masyarakat khususnya bagi kaum miskin. Implikasi dari komersialisasi
pendidikan adalah mahalnya biaya pendidikan sehingga menyebabkan orangorang miskin tidak dapat menyekolahkan anaknya di sekolah yang bagus dan
bennutu. Kalau kita cermati lebih mendalam, permasalaha.n sosial yang terjadi
dalam kehidupan masyarakat bukanlah semata-mata disebabkan oleh adanya
4
penyimpangan perilaku atau masalah kepribadian (masalah personal/individual),
melainkan juga akibat masalah struktural, kebijakan yang keliru dan cenderung
tidak adil, tidak konsistennya implementasi kebijakan dan partisipasi serta
kesadaran masyarakat yang kurang.
Kondisi seperti ini, mendorong masyarakat berada dalam situasi struktural
yang tidak bebas untuk berkreasi dan mengekspresikan aspirasi dan pikiran/ide
dalam kehidupannya serta mengakibatkan masyarakat dalam kondisi tidak
berdaya (powerless). Seperti masalah kemiskinan dan komersialisasi pendidikan
di atas, yang lahir tidak hanya disebabkan oleh masalah individual, seperti orangorang miskin yang bodoh, malas, tidak punya etos kerja yang tinggi, tidak
memiliki global skill, atau pemahaman tentang kemiskinan sebagai nasib (culture
ofpoverty atau budaya kemiskinan ).
Namun pada aspek lain, kemiskinan dan komersialisasi pendidikan itu ada
karena kesalahan kebijakan struktural yang melanggengkan atau bahkan
kemiskinan dan
komersialisasi
pendidikan
itu memang diciptakan
dan
dilanggengkan oleh struktur yang memihak pada penguasa misalnya, karena
tujuan politik, ekonomi atau untuk melegitimasikan kekuasaannya agar mudah
untuk menindas orang yang berada di bawah kekuasaannya.
Dewasa ini wacana pengembangan masyarakat sangat erat kaitannya
dengan proses pembangunan di berbagai sektor yang bersinggungan dengan
masyarakat. Layanan-layanan bagi masyarakat seperti sektor pangan, kesehatan,
pendidikan, perumahan, perhubungan dan energi, baik dari pemerintah terlebih
lagi swasta, sungguh tidak mudah dijangkau masyarakat. Sebagian besar rakyat,
tP.r11tnmn """,,. ..,,,.1,..,..
., ......... ,.,.
' - - - - - 1 - - - - ___ '._1'
5
BPS) sampai JOO (standar intemasional versi Bank Dunia) juta orang, tidak dapat
memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup yang pokok. 5 Secara umum kebutuhan
pokok manusia untuk hidup layak hidup minimal mencakup kebutuhan makanan
dan non makanan (pakaian, pemmahan, kesehatan, pendidikan, dan air bersih). 6
Jika kita melihat hal ini dari perspektif keadilan, maka persoalan keadilan
hams dikontekstualisasikan dengan fenomena dan pembahan masyarakat secara
universal (alasan penulis mengambil dan mengkaji teori Keadilan John Rawls).
Berbeda dengan pemikir lainnya, titik konvensional untuk mengawali suatu
diskusi tentang keadilan sosial adalah teori keadilan yang dikembangkan oleh
John Rawls ( 1972, 1999). Dalam karya yang sangat berpengamh ini, John Rawls
bemsaha menempatkan prinsip-prinsip keadilan dengan mengedepankan prinsip
perbedaan dan posisi Asali. Maksudnya, kita seolah-olah keluar dari masyarakat
di mana kita hidup, kita seolah-olah hams kembali Ice keadaan pada awal mula
ketika sejarah belum dimulai. 7 Kita hams memasuki situasi khayalan di mana
masyarakat belum terbentuk. Dalam posisi Asali itu kita tiak tahu bagaimana
nasib kita masing-masing dalam masyarakat nanti.
Argumentasinya kompleks, tetapi ia menyimpulkan dengan tiga prinsip
keadilan yang ia yakini akan memenuhi !criteria yang disusunnya. Ketiga !criteria
itu adalah: kesetaraan dalam kebebasan dasar, keseteraan untuk mendapatkan
Jim Ife dan Frank Tesoriero, Community Developmelll: Altematif Pengembangan
'
Masyarakat di Era Globalisasi, (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2008), him. V.
6
p.,..,.,.t,,,,,.., .................
v ...,,.~~·-
T>~u.f. ___ J ________ ...... __ , . • ~·
• '
-
6
kesempatan untuk kemajuan, dan diskriminasi positif bagi mereka yang tidak
beruntung dalam rangka menjamin kesetaraan. 8
Hal penting yang perlu diketahui tentang prinsip John Rawls adalah bahwa
prinsip-prinsip tersebut secara normal akan dipahamai sebagai yang diterapkan
kepada individu-individu. Akan tetapi, analisis dari suatu perspektif individual
hanyalah salah satu cara untuk memahami isu-isu sosial dan keadilan sosial.
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
Penting bagi penulis untuk mengangkat teori keadilan John Rawls ke
dalam proses pengembangan masyarakat dalam penulisan skripsi ini, sehingga
pengembangan masyarakat dalam praktiknya dapat mengedepankan prinsip
keadilan.
Mengingat luasnya pembahasan yang akan di bahas, maka pembahasan ini
akan dibatasi pada: "Bagaimana Relevansi Konsep Kcadilan John Rawls
dengan Proses Pengembangan Masyarakat".
Selanjutnya untuk mempermudah pembahasan, maka di s1111 penulis
memberikan perumusan, antara lain:
I. Bagaimana Konsep Keadilan yang dibangun oleh John Rawls?
2. Bagaimana Konsep Keadilan Sosial Dalam Wacana Pengembangan
Masyarakat
3. peran teori keadilan John Rawls ditengah kehidupan sosial masyarakat
terutama dalam praktek pengembangan masyarakat?
7
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Dengan memahami latar belakang seperti di atas, maka dalam penelitian
karya ilmiah ini, terdapat beberapa tujuan yang mendasar clan manfaat/ke!,>unaan
dari penelitian tersebut. Adapun tujuannya, antara lain:
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui bagaimana relevansi konsep Keadilan John Rawls
terhadap proses pengembangan masyarakat secara umum.
b. Untuk mengetahui latar belakang teori Keadilan John Rawls sehingga
menemukan korelasinya denga.n konsep dan praktek pengembangan
masyarakat.
c. Dan terakhir, mendapatkan informasi tentang bagaimana konsep keadilan
John Rawls menjawab persoalan pengembangan masyarakat.
2. Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan Teoritis: Sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan
disiplin ilmu dalam Pengembangan Masyarakat.
b. Kegunaan Praktis: Sebagai bahan masukan bagi kalangan fasilitator dalam
melakukan pengembangan masyarakat demi terciptanya masyarakat madani.
D. Tinjauan Pustaka
Untuk mendukung penelaahan yang lebih mendetail, penulis berusaha
untuk melakukan kaj ian terhadap beberapa pustaka ataupun karya-karya yang
mempunyai relevansi terhadap topik kajian ini. Adapun beberapa buku dan
beberapa karya ilmiah lainnya yang berhasil penulis telusuri, serta dapat dijadikan
8
A theory of justice, teori keadilan "dasar-dasar politik untuk mewujudkan
kesejahteraan dalam negara". John Rawls membutuhkan waktu hampir dua puluh
tahun untuk merampungkannya (1950-an sampai pada tahun 1971 diterbitkan).
Dalam buku ini John Rawls mencoba untuk menganalisa kembali permasalahan
mendasar dari kajian filsafat politik dengan merekonsiliasikan antara prinsip
kebebasan dan prinsip persamaan. Rawls mengakui bahwa karyanya tersebut
sejalan dengan tradisi kontrak sosial (social contract) yang pada awalnya diusung
oleh pelbagai pemikir kenamaan, seperti John Locke, Jean Jacques Rousseau, dan
Immanuel Kant. Namun demikian, gagasan sosial kontrak yang dibawa oleh
Rawls sedikit berbeda dengan para pendahulunya, bahkan cendernng untuk
merevitalisasi kembali teori-teori kontrak klasik yang bersifat utilitarianistik dan
intuisionistik.
Secara spesifik, John Rawls mengembangkan gagasan mengenai prinsipprinsip keadilan dengan menggunakan sepenuhnya konsep ciptaannya yang
dikenal dengan "posisi asali" (original position) dan "selubung ketidaktahuan"
(veil of ignorance). 9 Sebagaimana pada w1rnmnya, setiap teori kontrak pastilah
memiliki suatu hipotesis dan tidak terkecuali pada konsep Rawls mengenai
kontrak keadilan.
John Rawls berusaha untuk memposisikan adanya s1ituasi yang sama dan
setara antara tiap-tiap orang di dalam masyarakat serta tidak ada pihak yang
memiliki posisi lebih tinggi antara satu dengan yang lainnya, seperti misalnya
kedudukan, status sosial, tingkat kecerdasan, kemampuan,, kekuatan, dan lain
sebagainya. Sehingga, orang-orang tersebut dapat melakukan kesepakatan dengan
9
pihak lainnya secara seimbang. Kemudian, "Political Liberalism" (John Rawls,
1993). Dalam buku ini John Rawls menjelaskan pertanyaan fundamental tentang
keadilan politik dalam sebuah masyarakat demokrasi, yaitu konsepsi keadilan
apakah yang paling tepat untuk merinci syarat-syarat kerja sama sosial yang saling
menguntungkan di antara warga-warga Negara yang dipandang bebas dan setara,
dan sebagai anggota-anggota masyarakat yang bekerja sama dari satu generasi Ice
generasu berikutnya. Buku yang diterbitkan oleh Columbia University Press ini
dikenal dengan sebutan popular "PL". Setelah dicetak kembali pada 1996, buku
tersebut kian syarat isinya dengan adanya penambahan tulisan yang berjudul
"Reply to Habermas"
"The Law of Peoples" (1999). Buku ini memperluas gagasan tentang
kontrak sosial dan menjabarkan prinsip-prinsip umum yang dapat dan harus
diterima oleh masyarakat liberal dan non-liberal, sebagai standar untuk mengatur
perilaku mereka terhadap satu sama lain. Secara khusus, John Rawls menarik
perbedaan penting antara hak asasi manusia dan hak-hak setiap warga negara
liberal demokrasi konstitusional. Ini menyelidiki syarat-syarat masyarakat
semacam itu dapat dengan tepat berperang melawan seorang "penjahat
masyarakat".
Keadilan sosial, Pa11da11ga11 Deofltologis Rawls dan Habermas, yang
ditulis Bur Rasuanto. Dalam buku ini dilampiri wacana Pasca-kajian sekitar
pemikiran keadilan sosial di Indonesia, khususnya dari Soekarno dan Hatta.
Dihadapkan pada pandangan kedua tokoh pemikir pejuang kemerdekaan itu, teori
Rawls dan Habermas seakan menerima dan menampung kritik-kritik Soekarno
10
dan demokrasi liberal Barat. Kritik-kritik itu itu yang telah ikut mendasari faham
keadilan sosial Soekarno maupun Hatta, bahkan para pemikir pejuang
kemerdekaan
lainnya.
Keadilan,
Pemberdayaan
drm
Penanggulangan
Kemiskinan, yang ditulis oleh Owin Jamasy. Berangkat dari refleksi terhadap
profesi yang digeluti (Owin Jamasy), buku yang sederhana ini mencoba
memberikan pengertian kembali kepada pendekatan pemberdayaan dalam proses
penanggulangan kemiskinan, dan mengkombinasikan dengan konsep keadilan
yang digagas Oleh John Rawls.
Kemudian, Keadilan dan Demokrasi, Telaah Filsafat Politik Jolm Rawls,
ditulis oleh Andrea Ata Ujan. Teori Rawls berangkat dari kritiknya terhadap
teori-teori keadilan sebelumnya yang dinilainya terlalu bersifat utilitaristis dan
intuisionis. Rawls melihat teori keadilannya sebagai sebuah konsep politik, maka
penataan struktur-struktur sosial dasar menjadi fokus utania teorinya. Buku ini
merupakan penulisan ulang tesis master yang aslinya berjudul "The Basic
Elements of John Rawls' The01y of Justice as Fairness". Revisi dilakukan pada
bagian tertentu dengan maksud agar pemikiran Rawls disajikan dalam suatu
skema dasar yang relatif utuh dan memadai. Isinya memperkena!kan teori
keadilan Rawls yang dipandang sebagai salah satu gagasan yang tidak sedikit
sumbangannya bagi kehidupan politik negara-negara modem.
11
E. Metode Penelitian
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Penelitian ini bila dilihat dari jenisnya adalah termasuk dalam kategori
Penelitian Kepustakaan (librmy research)
menggunakan
buku-buku
(karya-karya
yakni:
Ilmiah)
suatu
sebagai
penelitian yang
sumber datanya.
Sedangkan bila dilihat dari sifatnya, penelitian ini termasuk bersifat DeskriptifAnalitik, yakni: berusaha memaparkan data-data pemikiran John Rawls tentang
keadilan dan menganalisanya dengan tepat serta merelevansikannya dengan
proses pengembangan masyarakat.
2. Pengumpulan Data
Dalam melakukan pengumpulan data, karena kajian ini merupakan
penelitian pustaka, maka cara pengumpulan datanya adalah dengan menelusuri
dan menelaah literatur-literatur atau bahan-bahan pustaka, w seperti buku-buku,
majalah, jurnal dan lain-lain yang relevan dengan masalah studi ini.
3. Sumber data
Sumber data primer dalam penelitian ini adalah karya-karya John Rawls.
Sedangkan data-data baik berupa buku, majalah dan referensi lainnya yang
berkaitan dengan John Rawls merupakan data pendukung.
4. Teknik Analisis Data
Penelitian ini dilakukan dengan langkah melakukan analisa kepustakaan
(library research), pertama, merumuskan masalah yang dapat diselidiki melalui
metode ilmiah. kedua, meninjau kepustakaan. Suatu survei atas semua penelitian
yang telah dilakukan mengenai masalah yang tengah dibahas. ketiga, merumuskan
12
hipotesis dengan mengembangkan satu atau lebih masalah formal yang dapat
diuji. keempat, merencanakan disain penelitian, menguraikan apa yang perlu
ditelaah, data apa saja yang perlu dicari, di mana, bagaimana mengumpulkan,
mengolah dan menganalisis data. kelima, mengumpulkan data sesuai dengan
disain
penelitian.
keenam,
menganalisis
data,
membuat
klasifikasi
dan
memperbandingkan data, melaksanakan berbagai pengujian data dan perhitungan
yang diperlukan untuk membantu menemukan hasilnya. ketujuh, menarik
.
lan.
kes1mpu
11
5. Waktu Penelitian
Waktu yang dibutuhkan penulis untuk melakukan study pustaka ini adalah
delapan (8) bulan, di mulai pada tanggal 3 April 2009 s/d Desember 2009.
6. Pedoman Penulisan Laporan
Untuk penulisan dan penyusunan skripsi ini, penulis mengacu pada buku
Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan disertasi UIN Jakarta yang diterbitkan
oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Cetakan II Tahun 2007.
13
F. Sistematika Pembahasan
Agar pembahasan dan penulisan dalam studi (penelitian) ini menjadi
terarah, utuh dan sistematis. Maka penelitian ini dibagi dalam beberapa bab,
antara lain:
Bab I
Pendahuluan, meliputi:, Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah,
Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metode
Penelitian dan Sistematika Pembahasan.
Bab II
Dipaparkan Tinjauan Teoretis yang Meliputi Konsep Keadilan.
Konsep Dasar Pengembangan Masyarakat yang Meliputi Landasan
Normatif, Landasan Filosofis, Prinsip-prinsip dan Tahap-tahap
Pengembangan Masyarakat..
Bab JI!
Akan dipaparkan Biografi meliputi riwayat hidup, karya-karya dan
ide-ide yang membentuk pemikiran John Rawls serta pemikiran John
Rawls tentang Keadilan
Bab IV
Penulis akan memaparkan Relevansi Konsep Keadilan John Rawls
terhadap Proses Pengembangan Masyarakat.
Bab V
Penutup, meliputi: kesimpulan dan rekomendasi
BABil
TINJAUAN TEORETIS
A. KONSEP KEADILAN
Keadilan telah menjadi pokok pembicaraan serius sejak awal munculnya
filsafat Yunani. Pembicaraan keadilan memiliki cakupan yang luas, mulai dari
yang bersifat etik, filosofis, hukum, sampai pada keadilan sosial. Banyak orang
yang berpikir bahwa bertindak adil dan tidak adil tergantung pada kekuatan dan
kekuatan yang dimiliki, untuk menjadi adil cukup terlihat mudah, namun tentu
saja tidak begitu halnya penerapannya dalam kehidupan manusia.
Keadilan sosial adalah keadilan yang berhubungan dengan pembagian
nikmat dan beban dari suatu kerja sama sosial khususnya yang disebut Negara.
Karena itu, dalam literatur, keadilan sosial sering juga disebut sebagai keadilan
distributif. 1 Meski istilah tersebut tidak keliru, tapi perlu diberi catatan bahwa
keadilan sosial bukan hanya persoalan distribusi ekonomi saja, melainkan jauh
lebih luas, mencakup keseluruhan dimensi moral dalam penataan politik,
ekonomi, dan semua aspek kemasyarakatan yang lain.
1. Pengertian Konsep keadilan
Menurut Kamus Ilmiah Populer, kata konsep secara etimologi adalah ide
umum, pemikiran, rancangan atau rencana dasar. 2
Sedangkan keadilan berakar dari kata "adil" dalam bahasa Indonesia
berasal dari bahasa Arab "al 'adlu" yang artinya sesuatu yang baik, sikap yang
15
tidak memihak, pen1agaan hak-hak seseorang dan cara yang tepat dalam
mengambil keputusan. 3
Keadilan menurut Muthahari memiliki beberapa pengertian, yaitu:
a. Yang dimaksud dengan keadilan adalah keadaan sesuatu yang seimbang
b. Keadilan adalah peniadaan perbedaan apapun
c. Keadilan berarti juga memelihara hak-hak individu dan memberikan hak
kepada setiap orang yang berhak menerimanya, makna keadilan disini adalah
keadilan sosial. Yaitu keadilan yang dihormati di dalam hukum manusia dan
setiap individu benar-benar diperintahkan untuk menegakkannya. 4
2. Keadilan dalam PerspektifHukum
Keadilan merupakan salah satu tujuan hukum yang paling banyak
dibicarkan sepanjang perjalanan sejarah filsafat hukum. Tujuan hukum memang
tidak hanya keadilan, tetapi juga kepastian hukum dan kepastiannya. Idelanya,
hukum memang harus mengakomodasikan ketiganya. Akan tetapi keadilan
merupakan tujuan paling penting dalam hukum. 5
Keadilan dalam perspektif hukum adalah apa yang sesuai dengan hukum
dianggap adil, sedang yang melanggar hukum dianggap tidak adil. Jika ada
pelanggaran hukum, maka pengadilan bertindak untuk memulihkan keadilan.
pemikiran sosiologi hukum lebih berfokus pada keberlakuan empirik atau faktual
dari hukum. Hal ini memperlihatkan bahwa sosiologi hukum secara tidak
langsung diarahkan pada hukum sebagai sistem konseptual, melainkan pada
3
4
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia (Jakarta: Hidakarya Agung, 1989), h.257.
Murtadha Muthahari, Islam Agama Keadilan, (Jakarta: Pustaka Hidayah, 1998). Cet.
TJ"-1L"n
16
kenyataan sistem kemasyarkatan,
yang di dalamnya hukum hadir sebagai
pemeran utama. 6
3. Keadilan dalam Perspektif Sosiologi
Dalam
ranah
sosiologi
keadilan
merupakan
wacana
yang
terus
berkembang sesuai dengan zamannya, tidak sedikit perdebatan para sosiolog
dalam memandang dan mengkosepkan keadilan. 7 Dalam sosiologi, keadilan
secara umum juga digambarkan sebagai situasi social ketika nonna-norma tentang
hak dan kelayakan dipenuhi. Nilai dasar keadilan adalah martabat manusia,
sehingga prinsip dasar keadilan adalah penghargaan atas martabat dan hak-hak
yang melekat padanya. Keadilan dipandang dari sudut sosiologi, konsep keadilan
dapat selamanya diperebaiki dan dimodernisasi dengan usaha perbaikan sadar
yang dilakukan tanpa batas. 8
4. Keadilan dalam PerspektifEkonomi
Keadilan merupakan suatu topik penting dalam etika, dalam konteks
ekonomi keadilan memiliki tempat khusus. Keadilan dalarn perpektif ekonomi
memiliki hubungan yang sangan erat, ekonomi melihat bahwa keadilan juga
memiliki dasar yang sama, yaitu sesuatu yang langka (masalah kelangkaan). 9
Ekonomi timbul karena kelangkaan sumberdaya, begitu pula dengan persolan
keadilan terutama dalam keadilan distributif Apabila segala sumberdaya di muka
bumi ini melimpah dan tidak ada habisnya maka tidak ada permaslahan keadilan,
karena di dunia ini semua sumberdaya terbatas maka persoalan keadilan muncul.
6
Y esmil Anwar dan Adang, Pengantar Sosiologi Hu/cum, (Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia, 2008), h.110.
7
Scot Lash, Sosiologi Posmodemisme, (Yogyakarta: Kanisius, 2004), h.113.
8
Yesmil Anwnr tinn Arf!ln<T
Ponrrnntro• {',.,,.;,..,I,......; LJ•• 1- ..••
L
~
,..,.
17
5. Konsep Keadilan John Rawls
a. Keadilan
Rawls mengemukakan suatu ide dalam bukunya A Theory of Justice
bahwa teori keadilan merupakan suatu metode untuk mempelajari dan
menghasilkan keadilan. Ada cara kerja berfikir untuk menghasilkan keadilan.
Keadilan bagi Rawls merupakan nilai keutamaan yang mewujud dalam suatu
keseimbangan antara bagian-bagian di dalam kesatuan, antara tujuan-tujuan
pribadi dan tujuan bersama. keadilan dapat mengatur hubungan-hubungan antar
pribadi, kelompok dan penguasa. Dengan menerapkan dan melaksanakan
keadilan, maka stabilitas hidup akan terjamin.
b. Peran Keadilan
Rawls dalam bukunya A Teary qf Justice bahwa keadilan memiliki
kebajikan utama dalam institusi sosial, sebagaimana kebenaran dalam sistem
pemikiran.
"Suatu teori, betapapun elegan dan ekonomisnya, hams ditolak a/au direvisi jika ia tidak
benar; demikian juga hukum dan institusi, tidak ped11/i betapapun efisien dan rapinya, ltarus
direformasi a tau diltapuskan jika tidak adi!". 10
Keadilan adalah keluhuran pertama institusi-institusi sosial dan setiap
orang memiliki ketetapan yang didirikan pad a keadilan yang tidak dapat dilanggar
bahkan demi kesejahteraan masyarakat seutuhnya. 11 Karena itu, dalam masyarakat
yang adil kebebasan warganegara dianggap mapan apabila hak-hak yang dijamin
oleh keadilan tidak tunduk pada tawar-menawar politik atau kalkulasi kepentingan
10
John Rawls, Teori Keadilan: Dasar-dasar Fi/safat Politik untuk Mewujudkan
18
sosial, atau dengan kata lain keadilan bukan semata mengejar asas manfaat
dengan meninggalkan apa yang menjadi hak.
Setiap orang memiliki rasa keho1matan yang berdasar pada keadilan
sehingga seluruh masyarakat sekalipun tidak bisa membatalkannya. Atas dasar
inilah keadilan menolak jika lenyapnya kebebasan bagi sejumlah seorang dapat
dibenarkan oleh hal lebih besar yang didapatkan orang lain. Keadilan tidak
membiarkan pengorbanan yang dipaksakan pada segelintir orang diperberat oleh
sebagian besar yang didapatkan orang lain. 12 Dalam arti lain keadilan sosial
menuntut setiap orang berhak atas kebutuhan manusia yang mendasar tanpa
memandang perbedaan buatan manusia seperti ekonomi, kelas, ras, etnis, agama,
umur, dan sebagainya.
c. Prinsip Keadilan
Secara gans besar Rawls merumuskan dua pnns1p keadilan sebagai
berikut:
13
I. Setiap orang harus memiliki hak yang sama atas kebebasan dasar yang paling
luas, seluas kebebasan yang sama bagi semua orang. Prinsip ini mencakup:
a. Kebebasan untuk berperan serta dalam kehidupan politik (hak bersuara,
hak mencalonkan diri dalam pemilihan)
b. Kebebasan berbicara (termasuk kebasan pers)
c. Kebebasan berkeyakinan (termasuk keyakinan beragama)
d. Kebebasan menjadi diri sendiri (person)
e. Hak untuk mempertahankan milik pribadi
12
'lfV)O\
J.. C\C
Miriam Budiharjo, Dasar-Dasar !/mu Politik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
19
2. Ketidaksamaan sosial dan ekonomi harus diatur sedemikian rupa sehingga (I)
diharapkan memberi keuntungan bagi setiap orang, dan (2) semua posisi
jabatan terbuka bagi semua orang di bawah kondisi kesataraan kesempatan
yang/air.
14
Prinsip-prinsip ini digunakan dalam struktur dasar masyarakat, hal ini
dilakukan pelimpahan hale dan kewajiban serta untuk mengatur keuntungankeuntungan sosial dan ekonomi.
15
Suatu keadilan dapat dikatakan memadai apabila dibentuk dengan
pendekatan kontrak di mana prinsip-prinsip keadilan yang dipilih sebagai
pegangan bersama sungguh-sungguh merupakan hasil kesepakatan bersama dari
semua individu yang bebas, rasional, dan sederajat. Keadilan adalah fairness di
mana tidak hanya mereka yang memiliki talenta dan kemarnpuan yang lebih baik
saja yang berhak menikmati pelbagai manfaat sosial lebih banyak, tetapi keadilan
juga harus membuka peluang bagi mereka yang kurang bemntung. Tujuan untuk
rneningkatkan prospek hidup, berlaku bagi seluruh lapisan masyarakat. 16
Bagi Rawls, kekuatan dari keadilan dalam arti fairness justeru terletak
pada tuntutan bahwa ketidaksamaan dibenarkan sejauh juga memberikan
keuntungan bagi semua pihak dan sekaligus memberi prioritas kebebasan. lni
merupakan dua tuntutan dasar yang harus dipenuhi dan dengan demikian juga
membedakan secara tegas konsep keadilan sebagai fairness dari teori-teori yang
dirumuskan dalam nafas intuisionisme dan dalam cakrawala teleologis.
14
15
John Rawls, Teori Keadilan, h. 72.
Ian Shapiro, Evo/usi Hak Dalam Teori Liberal (Jakarta: Yayasan Obor Indonesi, 2006),
20
Dengan demikian, demi terjaminnya efektifitas dari kedua prinsip keadilan
itu, Rawls menegaskan bahwa keduanya harus diatur dalam suatu tatanan yang
disebutnya lexical order (prioritas utama), yang bernakna bahwa dalam prinsip
keadilan terdapat hal-hal yang diprioritaskan.
17
Rawls merinci dua aturan
prioritas untuk menjelaskan urutan arti penting berbagai elemen dalam kedua
prinsip tersebut, yaitu:
I. Urutan
prioritas pertama,
meneguhkan
prms1p
'prioritas
kebebasan'
memungkinkan kebebasan hanya dibatasi demi kebebasan itu sendiri. Prinsip
pertama
harus
dipenuhi
sebelum
yang
kedua
dibangkitkan.
Hanya
pertimbangan-pertimbangan kebebasan yang diperbolehkan mengualifikasikan
kebebasan; jadi, sebuah kebebasan yang kurang ekstensif harus memperkuat
sistem kebebasan total yang dibagi bersama oleh semua orang dan sebuah
kebebasan yang kurang setara harus dapat diterima oleh mereka yang memiliki
lebih sedikit kebebasan.
2. Aturan prioritas kedua, meneguhkan prioitas keadilan atas efisiensi dan
kesejahteraan. Hal ini bermakna, pertama-tama, prinsip kedua sebagai
keutuhan lebih diprioritaskan dari pada prinsip efisiensi, dan memaksimumkan
j umlah keuntungan dalam masyarakat. Kedua, di dalam prinsip kedua; prinsip
kesempatan yang
fair lebih diprioritaskan daripada prinsip keuntungan
terbesar bagi mereka yang paling tidak menguntungkan (dikenal sebagai
prinsip perbedaan). Ini berarti bahwa ketidaksetaraan kesempatan harus
memajukan kesempatan-kesempatan dari mereka yang memiliki lebih sedikit
kesempatan. 18
21
Dengan pengaturan seperti ini, Rawls menegaskan bahwa hak-hak serta
kebebasan dasar tidak bisa ditukar dengan keuntungan-keuntungan sosial dan
ekonomis. Itu berarti, prinsip keadilan yang kedua hanya bisa mendapat tempat
dan diterapkan apabila prinsip keadilan yang pertama telah dipenuhi. Dengan kata
lain, penerapan dan pelaksanaan prinsip keadilan yang kedua tidak boleh
bertentangan dengan prinsip keadilan yang pertama. Oleh karena itu, hak-hak dan
kebebasan dasar dalam konsep keadilan khusus ini memiliki prioritas utama atas
keuntungan sosial dan ekonomis.
Jika bidang utama keadilan adalah struktur dasar masyarakat, problem
utama keadilan adalah merumuskan dan memberikan aiasan pada sederet prinsipprinsip yang hams dipenuhi oleh sebuah stmktur dasar masyarakat yang adil.
Prinsip-prinsip keadilan sosial tersebut akan menetapkan bagaimana stmktur dasar
hams mendistribusikan prospek mendapatkan prioritas keinginan. Menurut Rawls
kebutuhan-kebutuhan pokok meliputi hak-hak dasar, kebebasan, kekuasaan,
kewibawaan, kesempatan dan kesejahteraan. 19
Jadi dalam kerangka dasar struktur masyarakat, kebutuhan-kebutuhan
pokok (primmy goods) temtama dipandang sebagai sarana mengejar tujuan dan
kondisi pemilihan yang kritis serta seksama atas tujuan rencana seseorang. Jika
diterapkan pada fakta struktur dasar masyarakat, prinsip-prinsip keadilan hams
mengerjakan dua hal:
1. Prinsip keadilan harus memberi penilaian kongkret tentang adil tidaknya
institusi-institusi dan praktek institusional.
22
2. Prinsip-prinsip keadilan harus membimbing kita dalam memperkembangkan
kebijakan-kebijakan dan hukum untuk mengkoreksi ketidakadilan dalam
struktur dasar masyarakat tertentu.
B. RELEVANSI
Dalam Kamus Bahasa lnggris, relevance mempunyai makna kaitan atau
hubungan. 20 Sementara yang dimaksud dengan relevansi dalam studi ini adalah
hubungan atau kaitan ide umum/ pemikiran John Rawls mengenai keadilan Sosial
terhadap proses pengembangan masyarakat.
C. KONSEP PENGEMBANGAN MASYARAKAT
Secara etimologi, pengembangan adalah membina dan meningkatkan
kualitas hidup. 21
Sedangkan secara etimologis masyarakat adalah kumpulan manusia dalam
arti seluas-luasnya yang terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap
sama. 22 Masyarakat adalah sekelompok manusia yang memiliki tatanan
kehidupan, norma-norma dan berinteraksi menurut system adat istiadat tertentu.
Menurut Mahmud Yunus, Masyarakat secara bahasa berasal dari bahasa
Arab yaitu dari kata musyaraka yang berarti saling bergaul. Di dalam bahasa arab
sendiri, masyarakat disebut dengan mujtama yang secara bahasa berarti tempat
20
John Echolis, dan Hasan Shadily, Kamus !nggris- Indonesia (Jakarta: Gramedia,
1982), h.475.
21
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:
llt>ln:
fl,,,..f~I-~"\
,-.. _ _.
J __
1
I_
A1 A
23
berkumpul. 23 Ditinjau dari segi istilah,. definisi masyarakat sangat beragam, antara
Iain:
a. Murtadha Muthahari, merumuskan bahwa dikatakan masyarakat jika terdiri
atas kelompok-kelompok manusia yang saling terkait oleh sistem, status, serta
hukum-hukum khas dan hidup bersama atau masyarakat terdiri atas dari
individu-individu yang hidup secara berkelompok. 24
b. Dr.Riswandi, Masyarakat adalah sekelompok manusia yang memiliki tatanan
kehidupan, norma-norma dan berinteraksi menurut sistem adat istiadat
tertentu. 25
c. Selo Soemarjan, yang dikutip oleh Soerjono Sukanto, menyatakan bahwa
masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama, yang menghasilkan
kebudayaan.
Secara garis besar dapat kita simpulkan bahwa masyarakat adalah
keseluruhan hubungan-hubungan dalam hidup bersama atau tidak dibatasi oleh
lingkungan, bangsa, dan sebagainya. Dalam pengertian sempit, masyarakat
merupakan sekelompok manusia yang dibatasi oleh aspek-aspek tertentu, seperti
agama, ras, bangsa dan lain sebagainya.
Sementara secara terminologi, istilah pengembangan masyarakat dalam
Kamus Bahasa Indonesia diartikan sebagai usaha bersama yang dilakukan oleh
penduduk atau masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya. Pengembangan
masyarkat juga dapat diartikan sebagai sebuah proses penyadaran dan penggalian
23
Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab Indonesia (Jakarta: Yayasan Penyelenggara
Penterjemah Penafsir Al-Quran, 1973), h. 91.
24 A,f,..-+.,,-lh,,
J,,r .... 1.~t.~-:
~I---·-"---'
-, •
24
potensi lokal masyarakat dengan tujuan untuk memecahkan permasalahan mereka
sehari-hari.
Menurut
Dr.
Zubaedi
pengembangan
masyarakat
adalah
upaya
mengembangkan sebuah kondisi masyarakat secara berkelanjutan dan aktif
berlandaskan
.
'
.
.
pnns1p-pnns1p
keadilan
sosial
dan
saling
menghargai. 26
Pembangunan dan pengembangan masyarakat secara umum ditujukan untuk
menimbulkan perubahan-perubahan yang bersifat positif, diinginkan dan
bermanfaat bagi
masyarakat.
Dengan demikian
community development
merupakan serangkaian usaha berencana yang ditujukan untuk menumbuhkan
perubahan-perubahan yang diinginkan pada diri manusia dan lingkungan
.
27
sek1tarnya.
Jadi yang dimaksud dengan istilah pengembangan masyarakat dalam studi
ini adalah: Proses penggalian potensi lokal masyarakat yang dilakukan oleh
seluruh komponen masyarakat secara bersama-sama melalui perspektif keadilan
sosial, dengan tujuan memenuhi kebutuhan serta mencari solusi atas permasalahan
yang dihadapi oleh mereka. Dari penegasan istilah-istilah di atas, maka maksud
dari keseluruhan judul studi ini (Konsep Keadilan John Rawls dan Relevansinya
Terhadap Pengembangan Masyarakat) adalah sebuah kajian atas pemikiran John
Rawls tentang Keadilan sosial akan keadaan (realitas) ma.syarakat, khususnya
ketertindasan struktural dan kemiskinan, serta relevansinya terhadap proses
pengembangan masyarakat dalam multi perspektif dan penggalian potensi yang
26
Zubaedi, Wacana Pembangunan Altematif (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Group, 2007),
25
dilakukan oleh seluruh komponen masyarakat secara bersama-sama dengan tujuan
memenuhi kebutuhan serta mencari solusi atas permasalahan yang dihadapinya.
1.
Konsep Dasar Pengembangan Masyarakat
Pengembangan Masyarakat secara konseptual memiliki sejarah yang
sangat panjang, jika ditelaah lebihjauh pengembangan masyarakat ada bersamaan
dengan manusia mulai berinteraksi, atau dengan kata lain pengembangan
masyarakat tumbuh ketika manusia menemukan konsep masyarakat. Isbandi
Rukminto (1963) mengemukakan bahwa konsep pengembangan masyarakat
diawali yaitu ketika pemerintah kolonial Inggris (1925) menghadapi permasalahan
pada pemantapan dan pemeliharaan tatanan hukum, sehingga pemerintah kolonial
mengeluarkan suatu peringatan (memorandum) di mana salah satu tujuan yang
dicanangkan adalah "untuk meningkatkan masyarakat secara utuh". 28
Memorandum
ini
berisikan earn
untuk
meningkatkan
kehidupan
masyarakat di wilayah jajahan mereka (bangsa lnggris), yang pada akhimya
dikenal dengan istilah pengembangan masyarakat. Setelah itu, pada tahun 1944
pemerintah kolonial lnggris mengeluarkan memorandum yang menggantikan
rancangan pendidikan massa yang sebelumnya sudah diterapkan. Pemerintah
kolonial membuat tiga tujuan jangka panjang dari kebijakan yang dikemukakan
pada tahun 1944 ini, yaitu:
a. Peningkatan kondisi kehidupan dan kesehatan masyarakat
b. Peningkatan taraf hidup ekonomi masyarakat
26
c. Pengembangan institusi politik dan kekuasaan politik pada daerah koloni
hingga tiba masanya mereka dapat menjalankan pemerintahannya sendiri
secara efektif.
Pada
tahun
1948,
istilah
'Pendidikan
Massa'
digantikan
oleh
Pengembangan Masyarakat setelah pemerintah kolonial mengadakan serangkaian
konferensi musim panas mengenai administrasi negara jajahan di Afrika. 29 Hasil
konferensi tersebut mendefinisikan pengembangan masyarakat sebagai berikut.
"pengembangan masyarakat adalah suatu gerakan yang dirancang untuk
meningkatkan taraf hidup keseluruhan komunitas me/alui partisipasi aktif dan
jika memungkinkan, berdasarkan inisiatif masyarakat. Hal ini me/iputi berbagai
kegiatan pembangunan di tingkat distrik, baik dilakukan oleh pemerintah
ataupun /embaga-lembaga non pemerintah. Pengembangan masyarakat harus
di/akukan me/akukan gerakan yang kooperatif dan harusberhubungan dengan
bentuk pemerintah !aka/ terdekat ". 30
Dalam perkembangannya pemerintah kolonial Inggris mengadopsi definisi
pengembangan masyarakat yang lebih singkat dari definisi yang dikembangkan
pada tahun 1948. Hal ini dilakukan ketika mereka memperkenalkan konsep
pengembangan masyarakat di Malaysia: "pengembangan masyarakat adalah suatu
gerakan yang dirancang guna meningkatkan taraf hidup keseluruhan masyarakat
melalui partsipasi aktif dan inisiatif dari masyarakat. "31
Pengembangan masyarakat mulai tumbuh sebagai gerakan sosial pada
tahun 1970-an menyusul bangkitnya kesadaran progresif dan sebagian komunitas
intemasional untuk memberi perhatian terhadap kebutuhan layanan kesejahteraan
29
Isbandi Ruminto Adi, fletwnsi Komunitas "Pengembangan Masyarakat Sebagai
27
bagi orang-orang lemah, menenma model kesejahteraan redistributif secara
radikal, memberlakukan model kewarganegaraan aktif dan memberi ruang bagi
partisipasi
warga
dalam
proses
pembangunan
(participatory
mode/). 32
Keberpihakkan terhadap nasib orang-orang lemah dilakukan dengan mengubah
model gerakan sosial dari kontrol sosial ke metode praktik yang mencoba
memberdayakan dan melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan dan
pelaksanaan kegiatan beserta program kemasyarakatan secara kolaboratifpartisipatorisn
Dalam ha! ini, aksi pengembangan masyarakat, perencanaan sosial, dan
advokasi sosial untuk pertama kalinya menjadi metode prak:tis social work yang
khusus dan menyempurnakan model kerja kemasyarakatan tradisional yang
pernah ada. Pengembangan masyarakat dalam konteks ini dilakukan dengan
tujuan untuk mengembangkan kemampuan masyarakat lapis bawah dalam
mengidentifikasi kebutuhan, mendapatkan sumber daya dalam memenuhi
kebutuhan, dan memberdayakan mereka secara bersama-sama.
Dengan gerakkan ini, masyarakat lapis bawah bisa memiliki kendali secara
kuat terhadap kehidupannya sendiri. Orang-orang ikut serta dalam kegiatan
pengembangan masyarakat sepanjang waktu, misalnya sebagai pekerja yang
dibayar, aktivis masyarakat, pekerja dalam layanan kemanusiaan, dan anggota
kepanitiaan masyarakat lokal yang tidak dibayar.
Terminologi pengembangan masyarakat dalam perjalanannya merujuk
pada sebuah pekerjaan professional, sebuah metode atau pendekatan dalam
32
Zubaedi, Wacana Pembangunan Alternatif: Ragam Perspekt/f Pengembangan dan
Pon1J.o,.An•,,,.,,..,,.A,f,,,.,.,,~ .. ~T,~J.tT--;_L-~-
•
""
~
..
••
-----
-
28
pengembangan sosial dan ekonomi, sebuah komponen dalam kerja pelayanan
kemanusiaan, sebuah pemikiran dan pendekatan intelektual terhadap dunia dan
sebuah aktivitas politik.
Pengembangan masyarakat menghadapi isu-isu ham, namun pendekatan
yang dipakai dalam organisasi kemanusiaan didasarkan pada ide untuk kembali
kepada zaman masa lalu. Ide ini menekankan bahwa manusia dapat dan harus
menyumbang secara kolektif agar sebuah masyarakat dapat bertahan, melalui
keikut-sertaan dalam mengambil keputusan, mengembangkan perasaan memiliki
terhadap kelompok, dan menghargai sesama manusia.
Di Indonesia, Pengembangan dan pemberdayaan masyarakat pada
mulanya dikenal dengan istilah "Pembangunan Masyarakat" di mana dalam
periode 1945-1950 penyelenggaraan pembangunan masyarakat masih belum
jelas. 34 Usaha ke arah itu dilaksanakan dalam bentuk pembangunan masyarakat
secara khusus ditujukan pada pendidikan masyarakat yang dikelola oleh Badan
Pendidikan Masyarakat (Penmas) di bawah Kementrian Pendidikan, Pengkajian
dan Kebudayaan (PP dan K).
Pada periode 1950-1955 pembangunan masyarakat desa mulai menjadi
perhatian pemerintah, akan tetapi pelaksanaannya belum mengarah pada
pembentukkan peraturan prundangan operasionalnnya walaupun sudah dibentuk
kementrian Pembangunan Masyarakat. Memasuki tahun 1956, pembangunan
masyarakat desa mendapat perhatian yang serius dari pemerintah pusat yang
ditandai dengan perencanaan program Pembangunan Masyarakat Desa (PMD).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1957 tentang Organisasi
29
Penyelenggaraan Pembangunan Masyarakat Desa dibentuk Dewan Koordinasi
PMD di tingkat pusat, dan Provinsi di bentuk Unit Pelaksana Teknis PMD.
Pada
tahun
1960
pelaksanaan
pembani,,>unan
masyarakat
dalam
kebijaksanaan dipertegas dengan adanya Peraturan Presiden Nomor 15 jo No. 11
Tahun 1960 yang juga mengatur pembentukkan Badan Koordinasi Pembangunan
Masayarakat Desa (BKPMD) di tingkat pusat dan daerah. Pada tahun berikutnya
dibentuk pula Departemen Pembangunan Masyarakat Desa. Memasuki tahun
1966 dibentuk Direktoral Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa yang bemaung
di bawah Departemen Dalam Negeri, dan Kantor PMD di daerah.
Berdasar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan di Daerah, tugas pembangunan desa menjadi tanggung jawab
Gubemur,
Bupati!Walikota,
Camat
dan
Kepala
Desa/Kelurahan
sesmu
kedudukannya sebagai kepala wilayah di mana Kantor PMD di Daerah
berlangsung di bawah Kepala Daerah yang melakukan fungsi staf dalam
pembangunan desa. Kemudian diadakan perubahan nama Direktorat PMD
menjadi Direk""torat Pembangunan Desa (Bangdesa) di samping perubahan nama
Lembaga Sosial Desa (LSD) menjadi Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa
(LKMD).
Dengan Keputusan Presiden Nomor 27 Tahun 1992, diadakan perubahan
nama Direktorat Pembangunan Desa (Bangdesa) menjadi Direktorat Masarakat
Desa (PMD), yang sekaligus mengintegrasikan berbagai kegiatan lembaga sejenis
seperti Lembaga Sosial Desa, Pendidikan Masyarakat, Pembangunan Masyarakat,
Bimbingan Masyarakat dal lain-lain.
30
Pada 1997 saat terjadi krisis di berbagai bidang seperti ekonomi, politik
dan sosial yang berkepanjangan menyebabkan runtuhnya kepercayaan masyarakat
terhadap pemerintah, yang disusul dengan era refonnasi yang menuntut perubahan
kondisisosial, politik, desentralisasi, transparansi dan otonomi yang menghendaki
"paradigma baru" dalam pembangunan nasional yang berorientasi pada
peningkatan peran serta masyarakat. Diperlukan reorientasi pemikiran bahwa
pembangunan desa harus menganut paradigma pembangunan yang berpusat pada
masyarakat desa sebagai kekuatan modal dasar pembangunan.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (tentang pemerintahan daerah)
yang mengoreksi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 (tentang pemerintahan
daerah), menegaskan Bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah
sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan,
pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya
saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan,
keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia. 35
Di Indonesia, pengembangan masyarakat tidak hanya diinisiasikan oleh
pemerintah, banyak organisasi non-pemerintah atau lebih dikenal dengan istilah
'Omop' seperti LSM, Yayasan, Komunitas maupun Forum dengan berbagai
31
bentuk melakukan aktifitas pengembangan masyarakat, dalam ha! ini mengacu
pada sebuah gerakan sosial. 36
2.
Landasan Normatif Pengembangan Masyarakat.
Kerja masyarakat, secara alamiah, tidak dapat menjadi sesuatu yang bebas
nilai, aktivitas teknis. 37 Aksi dari kerja masyarakat mengimplikasikan berbagai
nilai tertentu, seperti masyarakat itu sendiri, dan berbagai nilai demokrasi,
partisipasi, otonomi diri dan lain sebagainya. Secara lebih spesifik, sebuah model
pengembangan masyarakat mengimplikasikan sejumlah posisi nilai dari berbagai
perspektif.
Jika melihat akan beragamnya sejarah serta konsep pengembangan
masyarakat, tentunya kegiatan pengembangan masyarakat sangat dipengaruhi oleh
latar
belakang
kemunculan
serta visi
dan
misi
yang
dicapai
dalam
mensejahterakan masyarakat, begitu pula dengan landasan normatifnya sangat
ditentukan oleh paradigma para pelaku pengembangan masyarakat. Jim Ife
(2008) "Community Development" menjelaskan beberapa landasan nonnatif
dalarn praktik pengembangan masyarakat, yaitu:
a. Profesionalisme. Jim Ife (2008) berpandangan bahwa model profesionalisme
tidak cocok dengan aktivitas kerja masyarakat, ha! ini dikarenakan profesiprofesi cenderung memistifikasi, mengasingkan dan tidak memberdayakan
para pengguna layanan. Model professional melihat pengetahuan dan
keterampilan sebagai property eksklusif milik si professional, dan itu
36
'7 .. L--..1!
TlI-------
,..,_
1
32
menyulitkan pengetahuan dan keterampilan itu untuk diakses oleh orang lain,
baik secara fonnal maupun tidak fonnal.
Seorang professional dilihat sebagai orang yang ahli, dan ha! ini berarti
kurang menghargai keahlian para pengguna layanan (masyarakat ), yang
secara aman berdasar pada budaya local tetapi tidak akan dilegitimasi dengan
perangkap-perangkap
kualifikasi
fonnal,
jurnal-jurnal
professional,
sertifikasi, konferensi dan lain sebagainya. Sehingga akan mernunculkan
hubungan yang tidak setara antara professional dan pengguna layanan baik
dalam status maupun dengan kekuatannya.
Zubaedi (2007) "Wacana Pembangunan Altematif' juga berpendapat bahwa
aktivis pengembangan masyarakat tidak menginginkan bidang pekerjaannya
diatur secara sangat professional. Mereka cenderung berhati-hati terhadap
meningkatnya tuntutan profesionalisasi dalam industry pelayanan sosial dan
masyarakat. Mereka juga membantah anggapan bahwa pengembangan
masyarakat lebih banyak berfokus pada kegiatan pemberi pelayanan
masyarakat dan sosial. Pengembangan masyarakat menawarkan berbagai
jalan pemikran tentang bagaimana mengerjakan sesuatu, bagaimana proses
dan prinsip yang diterapkan dalam berbagai kegiatan.
Dari sudut pandang ini, pengembangan masyarakat menaruh perhatian
dengan cara-cara sederhana untuk pemberdayaan masyarakat melalui
pengembangan akses terhadap sumber daya dan pengembangan kekuatan
dalam struktur yang ada, kerja sama, kritis terhadap masalah yang dihadapi
dan menjadi mandiri. Lebih jelasnya, pengembangan masyarakat dapat
33
b. Me11gltargai Pe11getaltuat1 Lokal. menghargai pengetahuan lokal adalah
sebuah komponen paling penting dari setiap kerja pengembangan masyarakat,
dan ini dapat dirangkum dengan istilah 'Masyarakat yang paling tahu'. Di
atas segalanya, anggota masyarakat memiliki pengalaman dari dinamika
kehidupannya, tentang kebutuhan dan masalah-masalah yang dihadapi,
kekuatan dan kelebihannya serta ciri khasnya. Sebuah proses pengembangan
masyarakat harus dikerjakan di atas dsar pengetahuan local sepe1ii ini, dan
dalam ha! ini pekerja masyarakat tidak dapat mengklain sebagai 'ahli',
kecuali ia telah lama menjadi anggota masyarakat tersebut.
Masyarakat lokallah yang memiliki pengetahuan , kearifan dan keahlian, dan
perab pekerja masyarakat adalah untuk mendengar dan belajar dari
masyarakat, bukan untuk mengajari masyarakat tentang problem dan
kebutuhan mereka.
c. lnisiatif Lokal. Inisiatif lokal artinya bhwa segala proses pengembangan
masyarakat tidak didasarkan kepentingan pihak luar, tetapi benar-benar
dialandasi oleh prakarsa dan inisiatf masyarakat.
d. Komitme11 Jangka Plllifa11g. Jika proses pengembangan masyarakat benarbenar ingin membuat sebuah kontribusi yang berarti pada sebuah masyarakat,
sebuh komitmen dalam jangka panjang merupakan ha! penting. Tidak
mungkin menempatkan sebuah gambaran yang pasti mengenai komitmen
waktu
minimum
yang diharuskan dalam
kerja
masyarakat,
karena
kebanyakan akan bergantung pada berbagai faktor lokal. Selain itu,
pengembangan masyarakatjuga bukanlah sesuatu yang dicapai dengan cepat
34
3.
Landasan Filosofis Pen gem bangan Masyaralmt.
Secara garis besar hakekat manusia sebagai individu telah dipahami oleh
para ahh psikologi. pada saat ini sekurang-kurangnya ada tiga aliran besar yang
memberikan pemahaman mengenai keberadaan manusia clan unsur-unsur yang
menggerakkannya. Ketiga wawasan mengenai hakekat manusia antara lain dapat
dilihat dari pandangan kelompok psikoanalis; kelompok behavioris; dan
kelompok humanistik. 38 Pada perkembangannganya pengembangan masyarakat
menitikberatkan pada aliran filsafat humanis.
Filsafat humanis melihat manusia sebagai makhluk yang rasional yang
memiliki dorongan untuk mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif. Manusia
memiliki kemampuan mengontrol dirinya sendiri, dan bila situasi memungkinkan
dan ia diberikan kesempatan maka individu tersebut dapat dikembangkan menjadi
pribadi yang lebih positif, atau dengan kata lain perubahan dilakukan untuk
manusia, oleh manusia dan dari manusia itu sendiri. 39
Manusia digambarkan sebagai aliran air yang terus mengalir tanpa henti,
dan begitu pula perkembangan manusia sebagai pribadi tetap berjalan sebagai
suatu kesatuan yang dinamis dan mencoba mencari titik yang seimbang. Manusia
dalam pandanga kaum humanis manusia yang suatu kesatua.n potensi yang terus
berkembang menuju ke arah yang lebih 'sempuma', tetapi karena 'kesempumaan'
itu merupakan suatu yang sangat sangat ideal dan abstrak sehingga ticlak pernah
ditemui, maka mereka selalu berada dalam proses pencarian clan pembentukan
diri. Manusia dalam kehidupannya digerakkan oleh rasa tanggung jawab sosial
35
dan sebagian lagi oleh kebutuhan internal untuk mencapai sesuatu. Manusia selalu
berusaha agar dunianya dapat menjadi dunia yang lebih 'baik' untuk ditempati.
4.
Prinsip-Prinsip Pengembangan Masyarakat
Secara konseptual, sebenarnya pengembangan masyarakat memiliki dasar
pemikiran yang kritis dan radikal, seperti yang akan dijelaskan dalam sejumlah
prinsip dasarnya berikut ini. Setiap prinsip tidak berdiri sendiri, melainkan saling
berkaitan. Tidak ada prinsip yang lebih penting dari prinsip lainnya karena
masing-masing harus dipertimbangkan dalam pekerjaan di lapangan. Secara
keseluruhan, prinsip-prinsip itu menggambarkan pendekatan pengembangan
masyarakat secara lengkap. Zubaedi (2007) 'Wacana Pembangunan Sosial'
berpendapat bahwa secara garis besar ada empat prinsip pengembangan
masyarakat, yaitu:
I. Pengembangan masyarakat menolak pandangan yang tidak memihak pada
sebuah kepentingan (disinterest), ha! ini berbeda dengan pandangan yang
berkembang pada kebanyakan akademisi dan profesional yang bekerja
didasari pemikiran terhadap pentingnnya bersikap objektif dan jujur.
Pemikiran seperti ini melekat dalam argumen bahwa realitas dapat digenggam
hanya ketika interest, pendapat, dan nilai-nilai pribadi di.abaikan , at.au ketika
masyarakat menjernihkan pemikirannya dari berbagai ha! yang merintangi
"pengetahuan yang sebenarnya".
Argumen ini dipengaruhi oleh berbagai disiplin seperti psikologi, ekonomi,
dan objektivit.as ilmiah dalam memperoleh fakta yang sebenarnya. Selain itu,
36
dimensi (aspek) kehidupan masyarakat meskipun program tidak dapat
menangani semua. Aspek yang ditangani seharusnya disesuaikan dengan
persoalan yang ada, dan merupakan prioritas dari masyarakat itu sendiri
bukan dari pihak luar.
2. Prinsip pengembangan masyarakat yang kedua adalah mengubah dan terlibat
dalam konflik. Pengembangan masyarakat bertttjuan untuk mengubah
struktur yang diskriminatif, memaksa, dan menindas di masyarakat. Untnk
mencapai tujuan ini, pengembangan masyarakat membangkitkan dan
menghadirkan informasi yang tidak menyenangkan dan kadang-kadang
mengganggu. Di sini pengembangan masyarakat melengkapi kegiatannya
dengan gerakan sosial baru seperti hak asasi manusia dan gerakan
perdamaian.
Komitmen terhadap masyarakat tertindas dan miskin, memberdayakan dan
mengadakan perubahan sosial sering kali memunculkan kesulitan bagi
kehidupan para aktivis pengembangan masyarakat. Para aktivis yang
kesehariannya berada disisi orang lemah kadang-kadang difitnah sebagai
penghasut, diboikot, dan kadang-kadang diancam. Respons ini datang tidak
hanya dari kalangan yang berkuasa, tetapi juga dari wa.rga yang tidak puas.
Para aktivis pengembangan masyarakat tidak mundur dari konflik. Sering kali
melalui konflik, mereka bergerak menjadi bentuk struktur dan relasi sosial
yang berbeda-beda.
3. Prinsip pengembangan masyarakat yang ketiga adalah membebaskan dan
membuka
masyarakat
serta
menciptakan
demokrasi
partisipatoris.
37
kekuasaan,
perbudakan,
dan
penindasan.
Pernbebasan
menuntut
pemberdayaan dan otonomi. Pembebasan melibatkan perjuangan menentang
dan membebaskan dari orang-orang, ideologi, dan struktur yang sangat
berkuasa. Para aktivis pengembangan masyarakat adalah fasilitator, bukan
seorang
pem1mpm,
ahli
atau
penghasut dalam
proses
pembebasan
masyarakat.
Pembebasan secara individual atau secara berkelompok hanya bisa terjadi
dalam sebuah masyarakat yang terbuka dan bebas. Masyarakat terbuka adalah
masyarakat yang warga negaranya aktif. Ia menolak dogma, keanekaragaman
yang diasuh., dan ruang diskusi yang dibatasi. Sebaliknya, ia membuka ruang
debat pada segala level dan segala topik yang sejauh mungkin dapat diakses
segenap anggota masyarakat.
Sebuah masyarakat terbuka mempersyaratkan adanya keterbukaan politik.
Ketika terjadi debat secara sungguh-sungguh tentang apa yang merupakan
keterbukaan politik, di situ ada persetujuan yang luas bahwa masyarakat
harus menerapkan berbagai tipe demokrasi partisipatoris, yatiu sebuah bentuk
demokrasi yang didasarkan atas pandangan bahwa sernua anggota masyarakat
memiliki hak yang sama dalam menentukan bagaimaua masyarakat harus
berjalan dan apa yang menjadi tujuan utama serta tujuan yang akan
diwujudkan.
Demokrasi partisipatoris bisa berfungsi jika dalam lingkungan yang
informasinya mengalir bebas. Hal ini akan memungkinkan masyarakat sendiri
mengambil inisiatif dalam mengembangkan dan menangani program ataupun
38
berbagai usaha yang dampaknya bisa membentuk berbagai keterampilan,
sumber daya, dan kemampuan memecahkan masalah.
Penciptaan sebuah masyarakat terbuka melalui mekanisme demokrasi
partisipatoris menuntut sebuah kebebasan penuh dalam proses politik dan
penciptaan bentuk-bentuk demokrasi yang dapat diakses oleh semua pihak.
4. Prinsip keempat dalam pengembangan masyarakat adalah kemampuan
mengakses program-program pelayanan kemasyarnkatan. Pengembangan
masyarakat menempatkan program-programnya di lokasi yang dapat diakses
oleh masyarakat. Lingkungan fisik yang diciptakan melalui pengembangan
masyarakat mempunyai suasana yang bersahabat dan informal, bukan suasana
birokratis, formal, dan tertekan.
Organisasi masyarakat hendaknya dibangun di lokasi pinggiran kota atau
perkampungan, bukan di pusat kota. Pelayanan masyarakat bertempat di
gedung yang bisa diakses oleh warga masyarakat, dengan tujuan agar
program-programnya
bisa
diintegrasikan
dan
dikoordinasikan
secara
Jangsung bersama warga masyarakat. Organisasi kecil pada level akar rumput
biasanya bisa lebih mudah membangun partisipasi da.ri para anggota dan
pertanggungjawabannya lebih mudah daripada kantor pemerintahan yang
besar.
Berbagai uraian prinsip pengembangan di atas bisa dilacak sumber idenya
me Ial ui sejarah umat manusia sebagai inspirasi dalam mengarahkan umat
manusia. Para aktivis pengembangan masyarakat mengambil pemaknaan baru
untuk kelompok yang berbeda-beda dan wilayah yang berbeda-beda. Selama abad
39
ke-20, prinsip-prinsip itu memberikan tekanan yang kuat dalam politik pergerakan
wanita dan tindakan kelas pekerja.
pada bagian ini
peneliti menghadirkan pembahasan prinsi-prinsip
pengembangan masyarakat secara lebih detail dengan menggunakan perspektif
Jim Ife. Cara ini diharapkan dapat memberikan perbandingan perspektif, sekaligus
mempertajam kajian terhadap prinsip-prinsip pengembangan masyarakat.
5.
Tahap-Tahap Pengembangan Masyarakat
Kerja (program) pengembangan masyarakat secara umum ditujukan untuk
meningkatkan kulaitas hidup masyarakat lapis bawah, bukan dimaksudkan untuk
menggangu atau memperburuk kondisi masyarakat. Oleh karena itu, kegiatan
pengembangan masyarakat senantiasa dilakukan dengan pengorganisasian yang
matang.
Pengembangan masyarakat secara umum diaktualisasikan dalam
beberapa tahapan manajemen mulai, dari perencanaan , pengoordinasian, dan
pengembangan berbagai langkah suatu kegiatan kolektif Zubaedi (2007)
menjelaskan
setidaknnya
terdapat
tujuh
tahapan
proses
pengembangan
masyarakat, yaitu:
I) Tahap Pengembangan Kebutuhan Akan Perubahan
Sebelum proses berencana dimulai, kesulitan yang dihadapi oleh masyarakat
harus diterjemahkan sebagai 'kesadaran mengenai masalah yang ada'
(problem awareness). Hal ini merupakan inti dari keinginan untuk berubah
dan keinginan untuk mencari bantuan di luar sistern. Tetapi, pada kasuskasus tertentu, masyarakat tidak tahu bagaimana harus menggali kebutuhan
yang mereka rasakan (felt needs) dan kebutuhan riil (real needs) mereka,
40
serta tidak tahu apa yang menjadi kebutuhan yang dirasakan dan kebutuhan
riil mereka.
Dalam kasus seperti ini, mereka memerlukan hadimya agen perubahan
(change agent) dari luar sistem untuk membantu dan menstimulasi mereka
untuk memikirkan apa yang mereka butuhkan. Tahap ini juga biasa disebut
sebagai tahap exploratory, berisi kegiatan-kegiatan untuk memahami kondisi,
situasi dan potensi masyarakat. Dalam tahap ini juga pemerolehan informasi
yang dapat digunakan untuk berkomunikasi dengan masyarakat pada tahap
40
.
seIanJutnya.
2) Tahap Pemantapan Relasi Perubahan
Pengembangan relasi kerja dengan agen perubahan (community worker)
merupakan isu utama pada fase ini. Pengembangan relasi ini dibutuhkan
karena adanya keterbatasan dari community worker dan adanya keinginan
untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui masyarakat sendiri (self
determination).
Hal yang sangat penting pada fase kedua ini adalah ketika sistem masyarakat
mulai memikirkan tentang agen perubahan mereka yang potensial.
Pembentukan dan pembinaan relasi dengan warga masyarakat sangat
diperlukan untuk dapat bekerja sama dengan mereka kearah perubahan yang
direncanakan. Pembinaan relasi akan sangat membantu untuk dapat
memperoleh data yang akurat mengenai kebutuhan dan sumber daya sistem
41
klien, serta membentuk kepercayaan warga (dalam ha! ini local worker) yang
ikut aktifmelakukan perubahan dalam masyarakat. 41
3) Tahap Problem Analysis (analisi masalah)
Tahap ini dilakukan oleh pekerja sosial dengan mengumpulkan informasi
mulai dari jenis, ukuran dan ruang lingkup permasalahan-permasalahan yang
dihadapi masyarakat dan membuat informasi tersebut dapat diakses oleh
p1hak-pihak yang berkepentingan.
4) Tahap Pengkajian Alternatif Jalur dan Tujuan Perubahan, serta Penentuan
Tujuan Program dan Kehendak untuk Melakukan Tindakan.
Dari data yang telah dianalisis, kemudian ditentukan tujuan operasional dari
program ataupun kegiatan yang akan dilakukan, serta alternatif cara yang
akan ditempuh guna mencapai tujuan tersebut kemudian diputuskan altematif
mana yang akan diterapkan serta programlkegiatan apa yang akan
dilaksanakan.
Akan tetapi, dalam kaitan dengan upaya mengembangkan kegiatan untuk
bertindak, komunitas lokal kadangkala mempunyai kendala yang terkait
dengan aspek kognitif dan motivasionalnya. Kelompok yang sudah dibentuk
untuk mempelajari masalah yang dihadapi masyarakat mungkin sudah
mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang masalah mereka, tetapi ha!
ini tidak menjamin bahwa gagasan mengenai apa yang akan dikerjakan dan
bagaimana cara mengerjakannya akan otomatis muncul mengikuti proses
sebelumnya.
5) Tahap Transformasi Kehendak kedalam Upaya Perubahan yang Nyata.
42
Tahap ini merupakan tahapan yang memfokuskan pada upaya mentransfer
perencanaan program dalam betuk kegiatan-kegiatan yang nyata (action
program). Kunci keberhasilan dari fase ini sangat ditentukan kepada
kemampuan masyarakat dan community worker untuk melakukan kegiatan
secara efisien dan efektif. Untuk mengetahui ketidakefisienan kerja, agen
perubahan dan sistem klien harus melakukan pemantauan secara progressif,
guna mempertahankan atau mencapai kinerja yang mereka inginkan.
Keberhasilan dari program kerja diukur dari bagaimana suatu rencana dan
kehendak dapat ditransformasikan kedalam bentuk pencapaian yang aktual
(actual achievement).
6) Tahap Generalisasi dan Stabilisasi Perubahan.
Perubahan sebagai akibat dari berbagai kegiatan dalam pelaksanaan program
sebagaimana ditetapkan di atas akan stabil kalau dampak perubahan itu akan
diikuti kelompok-kelompok lain dalam masyarakat , atau meluas pada
desa/kelurahan lainnya. Tahap ini sering kali disebut sebagai proses
institusionalisasi, yaitu proses melembagakan perubahan. Prasyarat utama
dari tahap ini adalah adanya dukungan dari sistem secara keseluruhan
(general system), atau adanya gerakan progresif dari sistem yang mendukung
tindakan ini. Untuk mendapat dukungan sistem secara keseluruhan maka
diperlukan evaluasi dari pelaksanaan program.
7) Tahap Terminasi
Tahap terminasi merupakan akhir dari suatu relasi perubahan. Berakhimya
suatu relasi perubahan dapat terjadi karena waktu bertugas sudah berakhir,
43
keterampilan tehnis) untuk dapat terus mengembangkan kegiatan yang ada.
Dalam proses pengembangan masyarakat, terminasi yang diharapkan adalah
siapnya masyarakat untuk 'mndiri', sehingga tidak lagi diperlukan kehadiran
community worker di daerah tersebut.
Hal ini dapat terjadi kalau warga masyarakat diikutsertakan sejak tahap awal
upaya perubahan berencana. Akan tetapi dalam kenyataan yang ada, tdak
jarang terminasi terjadi karena adanya keterbatasan waktu dari community
worker, ataupun keterbatasan dana dari lembaga yang ingin memberikan
bantuan, dan bukan karena masyarakat sudah 'mandiri'.
Tahap-tahap tersebut di atas dalam pelaksanaan sebenamya bukanlah
merupakan perjenjangan yang ketat, dalam arti setiap tahap harus diselesaikan
dahulu sebelum memasuki tahap selanjutnya. Tetapi pelaksanaan tahap-tahap
tesebut berbentuk seperti spiral, misalnya saja pada tahap pertama ketika agen
perubahan mencoba membentuk relasi perubahan, mungkin ia sudah pula mencari
data guna melakukan prediksi program.
6.
Dimensi Pengembangan Masyarakat dalam Konteks Menegakkan
Keadilan.
Untuk memahami secara cermat mengenai dimensi pengembangan
masyarakat dalam Konsep Keadilan, pertama-tama perlu dijelaskan Konsep
Pengembangan Masyarakat, khususnya makna Pengembangan Masyarakat,
batasan-batasan dan tujuannya. Secara umum pengembangan masyarakat adalah
membina dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Sedangkan menurut
44
sebuah kondisi masyarakat secara berkelanjutan dan aktif berlandaskan prinsipprinsip keadilan sosial dan saling menghargai. 42Pengembangan masyarakat
merupakan adalah proses pemberdayaan (empowering society). 43 Proses ini
mencakup tiga aktivitas penting, yakni: Pertama, Membebaskan dan menyadarkan
masyarakat. Kegiatan ini subyektif dan memihak kepada masyarakat lemah atau
masyarakat tertindas dalam rangka memfasilitasi mereka dalam suatu proses
penyadaran sehingga memungkinkan lahirnya upaya untuk pembebasan diri dari
kemiskinan dan keterbelakangan. Kedua, berupaya agar masyarakat dapat
mengidentifikasi masalah yang dihadapinya. Ketiga, menggerakkan partisipasi
dari etos swadaya masyarakat agar mereka dapat menggunakan kemampuannya
untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapinya. 44
Dari beberapa pandangan di atas dapat dirumuskan bahwa pengembangan
masyarakat adalah upaya membantu masyarakat agar pembangunan (material
maupun non material) dapat dilakukan dengan prakarsa mereka sendiri serta
mengidentifikasi kebutuhannya, menggali dan memanfaatkan sumber daya yang
ada untuk kesejahteraannya sendiri. Batasan ini mengandung makna sebagai
berikut: Pertama, membantu masyarakat dalam proses pembangunan yaitu
memperlakukan masyarakat sebagai subyek bukan obyek (yang menerima apa
adanya) dalam
proses pembangunan.
Masyarakat hams ikut serta dan
berpartisipasi dalam proses pengembangan.
Seorang pengembang menganggap masyarakat sebagai orang yang
mempunyai SOM dan potensi yang mesti dikembangkan serta menyadarkan
42
Zubaedi, Wacana Pembangunan Afternatif, h.8.
43,..,.
~
-
45
masyarakat akan
potensi
yang dimilikinya.
Kedua,
Kemandirian
yaitu
pengembangan masyarakat harus mampu menciptakan masyarakat yang mandiri,
tidak selalu menunggu uluran tangan dari pihak lain untuk mengembangkan atau
membangun lingkungannya. Masyarakat harus di dorong untuk mencoba
memanfaatkan sumber dayanya sendiri baik yang bersifat sumber daya alam
ataupun
sumber daya
manusia untuk
membangun wilayahnya.
Ketiga,
kesejahteraan hidup merupakan tujuan akhir dari pengembangan masyarakat.
Membangun kehidupan sejahtera yang dapat dinikmati oleh semua orang
dan membangun kebaikan dalam kehidupan di antara sesama manusia, hanya
dapat dilakukan apabila ada kerjasama dan kesadaran di antara manusia dalam
masyarakat. Untuk mencapai kesejahteraan hidup maka masyarakat perlu
disadarkan dan dikembangkan dari masyarakat yang pasif me1tjadi masayarakat
yang dinamis dan aktif, dari masyarakat yang semula pasrah pada nasib dan
keadaan menjadi masyarakat yang ingin maju dan kritis, dari masyarakat yang
tergantung menjadi masyarakat yang mandiri dan seterusnya.
Menurut Suisyanto, dalam tulisannya yang berjudul "Arah dan Tujuan
Pengembangan Masyarakat", yang dikutip oleh Reddy Shri Ahimsa dalam
bukunya "Pengembangan Masyarakat" merumuskan tujuan pengembangan
masyarakat Islam adalah memiliki akidah yan kuat, akhlak mulia dan istiqomah
yang memiliki keahlian;pertama, merancang kegiatan pengembangan masyarakat
berdasarkan problem yang ada, berdasarkan skala prioritas. Kedua, mengelola dan
melaksanakan kegiatan pengembangan masyarakat berdasarkan rencana yang
disepakati. Ketiga, mengevaluasi seluruh proses pengembangan masyarakat. 45
46
atau dengan kata lain tujuan pengembangan masyarakat adalah peningkatan
kualitas hidup manusia atau peningkatan harkat dan martabat manusia, yakni:
pemberdayaan ruhaniah, intelektual dan ekonomi.
Melalui proses pendampingan, masyarakat dapat belajar mengenali
kelemahannya dan mengembangkan kemampuannya untuk mengatasi berbagai
persoalan yang dihadapi. Memahami realitas struktural yang menindas dan sadar
akan posisinya dalam realitas tersebut. Jika kesadaran dalam melihat keadilan
masyarakat tumbuh, maka akan tumbuh pula kehendak yang kuat untuk
melakukan perubahan dalam rangka untuk memperbaiki kualitas hidup mereka
melalui tindakan-tindakan bersama antar masyarakat tersebut.
Masyarakat yang berdaya dan sadar pada a.khirnya akan mampu
memperbaiki
kualitas
hidupnya.
Perbaikan
kualitas
hidup
harus
diusahakan/dilakukan oleh mereka sendiri, manusia/masyarakat tidak bisa
dibangun oleh orang lain. Sebagaimana manusia tidak bisa dibebaskan oleh
manusia lain, karena itu kesadaran yang akan menolong dan membangun
perbaikan hidupnya sendiri. Dalam Al-Qur'an (Q.S. Ar-Ra'd) disebutkan bahwa:
"Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum apabila kaum itu sendiri
tidak akan mengubah nasibnya" (Q.S. Ar-Ra 'd [13]: I I).
Ayat ini mengandung makna bahwa: perbaikan hidup harus muncul dari
inisiatif masyarakat sendiri dan dilaksanakan oleh masyarakat sendiri. Dalam
ajaran Islam tujuan pengembangan masyarakat tidak hanya sebatas untuk
47
kehidupan yang normatif, ini berarti bahwa kemajuan material untuk mencapai
kesejahteraan masyarakat tidak terpisahkan dengan kesadaran serta perilaku adil,
berbuat baik agar kemajuan clan kesejahteraan itu dapat memberi manfaat bagi
semua dan membawa pada keselamatan.
Dari pengertian, batasan-batasan dan tujuan pengembangan masyarakat,
sebagaimana dikemukakan di atas dapat dikatakan bahwa: pengembangan
masyarakat memiliki fokus kerja terhadap masyarakat yakni pemberdayaan dan
penyadaran masyarakat kearah transformasi sosial yang lebih transformatif,
terbuka, kritis dan emansipatoris. Kalau diperhatikan dengan cermat, makna,
batasan-batasan dan tujuan pengembangan masyarakat, mempunyai titik temu
dengan konsep keadilan. Seperti yang diungkapkan Dr. Zubaedi bahwa dalam
proses pengembangan masyarakat dalam upaya mengembangkan sebuah kondisi
masyarakat secara berkelanjutan dan aktif berlandaskan prinsip-prinsip keadilan
sosial dan saling menghargai. 46
Dilihat dari pemyataan di atas, pnns1p dan konsep keadilan sosial
mempunyai peran yang signifikan terhadap proses pemberdayaan, dengan proses
pengembangan masyarakat yang multi perspektif dan keadilan sosial sebagai
sebuah paradigma dan tolak ukur kesejahteraan, dengan kesadaran kritis akan
distribusi keadilan sosial. Masyarakat dapat mengenali kelemahannya dan
mengembangkan kemampuannya untuk mengatasi berbagai persoalan yang
mereka hadapi, memahami realitas struktural yang menindas mereka dan sadar
akan posisinya dalam realitas tersebut.
48
Bila kesadaran kritis itu tumbuh, maka akan tumbuh pula kehendak yang
kuat untuk melakukan transfonnasi sosial yang lebih partisipatif, terbuka dan
emansipatoris dalam rangka memperbaiki kualitas kehidupan mereka melalui aksi
bersama. Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa: konsep keadilan
mempunya1 relevansi yang cukup signifikan terhadap proses pengembangan
mas yarakat.
BAB ID
JOHN RAWLS DAN KONSEP KEADILAN
A. BIOGRAFI JOHN RAWLS
1.
Riwayat Hidup
Pemilik nama lengkap John Borden (Bordley) Rawls ini lahir di Baltimore,
Maryland, Amerika Serikat pada 21 Febrnari 1921 dari pasangan William Lee
Rawls dan Anna Abel Stump 1. Ayah John Rawls adalah seorang ahli hukum yang
sukses dan juga ahli dalam bidang konstitusi, sedangkan ibunya adalah seorang
pendukung gerakan feminis yang juga pernah menjabat sebagai League of Women
Voters di daerah kediamannya (Baltimore). 2
Pada usia remajanya, Rawls bersekolah keagamaan di Connecticut yang
bernama Kent School, sebuah pendidikan swasta yang terkenal dengan mutu dan
disiplinnya yang tinggi. Di sekolah ini pula John Rawls memasuki fase religius
pada pengalaman hidupnya, meskipun fase ini tidak berlangsung lama dan juga
tiak membuat John Rawls menjadi seorang religius dalam arti konvensional,
namun tetap membawa pengaruh yang besar pada kehidupnnya. Nilai-nilai
religius bahkan cukup kuat tertanam di dalam dirinya, sehingga John Rawls
memiliki kepekaan religius yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan rekanrekannya yang sama-sama berhaluan liberal. 3
Walaupun keluarganya hidup dalam keadaan yang mumpuni secara materi,
John Rawls mengalami dua peristiwa yang cukup menyedihkan di masa mudanya.
1
Thomas Pogge, John Rmvls: His Life And Theory of Justice, (New York: Oxford
Universitl ~re~s,20.07), -~:4.
50
Dalam dua tahun berturut-turut, dua adik laki-lakinya meninggal akibat penyakit
yang ditularkan darinya, yaitu diphtheria dan pneumonia ( depteri dan radang
paru-paru). Rawls amat merasa bersalah atas terjadinya peristiwa tersebut. Namun
demikian, kakak laki-lakinya William Stowe (19 I 5-2004) yang dikenal sebagai
seorang atlet ternama di Princeton University selalu memberikan semangat dan
dorongan moral kepada Rawls.
Setelah berhasil menyelesaikan sekolahnya, John Rawls menyusul jejak
kakaknya untuk berkuliah di Princeton University pada 1939, pada masa awal
kuliah kesarjanaannya Rawls masih belum memastikan jurusan yang akan
diambilnya, hingga akhirnya John Rawls berakhir pada jurusan filsafat dan fokus
pada kajian studi filsafat Etika. Semester pertama John Rawls di Princeton
bertepatan dengan serangan Jerman atas Polandia, dan Rawls ingat bahwa
kebanyakan siswa di kelasnya menganggap bahwa mereka harus berjuang di
medan perang. Sebagian besar dari kelas segera mendaftar untuk mengikuti
latihan tentara cadangan. Rawls sendiri tidak mendaftar, akan tetapi ia tergerak
untuk mempelajari Perang Dunia I di perpustakaan universitas. 4
Pada 1943, setelah berhasil lulus dengan gelar Bachelor of Arts (B.A.),
John Rawls langsung bergabung menjadi tentara. Liku perjalanan kehidupannya
dimulai pada saat terjadinya Perang Dunia II ketika dirinya diangkat sebagai
prajurit infantri dengan tugas penempatan di kawasan negara-negara Pasifik,
seperti Papua Nugini, Filipina, dan Jepang. Akibat pengalaman pahitnya sebagai
saksi hidup atas terjadinya tragedi penjatuhan born atom di kota Hiroshima.
51
John Rawls mengundurkan diri dari karir kemiliterannya pada 1946. Tidak
lama setelah itu, dirinya kembali ke Princeton University dan menulis disertasi
doktoralnya "A Study in the Grounds of Dhical Knowledge: Considered with
Reference to Judgment on the Moral Worth of Character'', yaitu sebuah kajian
tentang pengetahuan etika: dalam perspehif kekayaan karakter moral. Tiga tahun
kemudian, Rawls menikah dengan Margaret Warfield Fox, seorang wanita yang
kemudian membantunya melakukan penulisan indeks sebuah buku mengenai
Nietzsche yang ditulis oleh Walter Kaufman yang berjudul "Nietzsche:
philosopher, psychologist, antichrist ".
Setelah sukses mempertahankan disertasi doktoralnya, John Rawls
akhimya menyandang gelar Doctor of Philosophy (Ph.D.) dari Princeton
University pada 1950. John Rawls kemudian dipercaya untuk mengajar pada
almamatemya hingga 1952, sebelum akhimya melanjutkan studi di Oxford
University, Inggris, melalui program Fulbright Fellowship (program hibah untuk
pertukaran pendidikan
intemasional bagi
ilmuwan,
pendidik, mahasiswa
pascasarjana dan profesional, yang didirikan oleh Senator Amerika Serikat J.
William Fulbright). Di Universitas inilah dirinya sangat dipengaruhi oleh
pemikiran-pemikiran tentang teori kebebasan di bidang hukum dan filsafat politik.
Sekembalinya ke Amerika Serikat, John Rawls melaajutkan karir
akademiknya di Cornell University dan secara bertahap dirinya diangkat sebagai
Guru Besar Penuh pada 1962. Tidak lama kemudian, Rawls juga memperoleh
kesempatan untuk mengajar dan menjadi Guru Besar di Massachusetts Institute of
Technology (MIT). Dua tahun setelahnya (1964), John Rawls memilih pindah
52
untuk mengajar secara penuh di Harvard University, tempat dimana dirinya
mengabdi hingga akhir hayat.
Selama masa hidupnya, John Rawls sempat dipercaya untuk memegang
beberapa jabatan penting. Di antaranya, yaitu Presiden American Association of
Political and Legal Philisopher (1970-1972), Presiden the Eastern Division of the
American Philosophical Association (1974), dan Professor Emeritus di James
Bryant Conant University, Harvard (1979). Selain itu, dirinya juga terlibat aktif
dalam the American Philosophical Society, the British Academy, dan the
Norwergian Academy of Science. 5
Sejak 1995 Rawls terpaksa harus meninggalkan pekerjaannya secara
perlahan akibat penyakit stroke yang telah melemahkan daya jelajah berpikirnya.
Tepat pada 24 November 2002 di rumahnya (Lexington), John Rawls
menghembuskan nafas terakhirnya akibat gaga! jantung. Pada saat itu, dirinya
meninggalkan seorang istri, Margaret Fox, dan empat orang anak, yaitu Anne
Warfield, Robe1t Lee, Alexander Emory, dan Elizabeth Fox, serta empat orang
cucu yang masih belia.
2.
Karya-Karya John Rawls
John Rawls semasa kehidupannya telah memberikan kontribusi pemikiran
yang akan terns diperbincangkan di ranah filsafat. Pemikirannya tersebut memiliki
gagasan pemikiran lintas disipin ilmu yang memicu perhatian serius berbagai
kalangan, mulai dari para praktisi ekonomi, pakar hukum, ahli politik, pengamat
sosiologi,
hingga
penggiat
teologi.
Karena
keunikan
dan
kedalaman
53
pemikirannya, karya ilmiah Rawls terlihat berbeda, yaitu memiliki pemikiran
lintas disiplin ilmu secara mendalam apabila dibandingkan dengan para filsuf
kontemporer lainnya. Sehingga tidak jarang baik para ahli maupw1 hakim
pengadilan di berbagai negara mengambil gagasan Rawls sebagai rujukan
utamanya, tidak terkecuali di Indonesia sekalipun.
Karya besar Rawls mulai beredar di awal 1950-an yang tersebar di
berbagai jurnal ilmiah. Selain memberikan kontribusi pemikiran dalam bentuk
tulisan untuk bab-bab khusus pada beragam buku ilmiah, John Rawls juga telah
membuahkan setidaknya enam buku fenomenal yang dianggap oleh banyak
kalangan telah mampu membangkitkan kembali diskursus akademik di bidang
filsafat. Pertama, "A Theory of Justice" (1971). Dalam buku ini, John Rawls
mencoba untuk menganalisa kembali permasalahan mendasar dari kajian filsafat
politik dengan merekonsiliasikan antara prinsip kebebasan dan prinsip persamaan.
Rawls mengakui bahwa karyanya tersebut sejalan dengan tradisi kontrak
sosial (social contract) yang pada awalnya diusWJg oleh pelbagai pemikir
kenamaan, seperti John Locke, Jean Jacques Rousseau, dan Immanuel Kant. 6
NamWJ demikian, gagasan sosial kontrak yang dibawa oleh Rawls sedikit berbeda
dengan para pendahulunya, bahkan cenderw1g untuk merevitalisasi kembali teoriteori kontrak klasik yang bersifat utilitarianistik dan intuisionistik.
Buku yang diterbitkan oleh Belkap Press (Cambridge) ini, telah dicetak
kembali pada 1991 dengan beberapa penyempurnaan di dalamnya. Hingga kini,
buku yang yang dikenal dengan sebutan populer "TJ" tersebut telah diterjemahkan
setidaknya ke dalam 27 bahasa berbeda. Kedua, "Political Liberalism" (1993).
54
Dalam buku ini John Raws! menjelaskan pe1ianyaan fundamental tentang keadilan
politik dalam sebuah masyarakat demokrasi, yaitu konsepsi keadilan apakah yang
paling tepat untuk merinci syarat-syarat kerja sama sosial yang saling
menguntungkan di antara warga-warga Negara yang clipandang bebas dan setara,
clan sebagai anggota-anggota masyarakat yang bekerja sama dari satu generasi ke
generasu berikutnya.
Buku yang diterbitkan oleh Columbia University Press ini dikenal dengan
sebutan popular "PL". Setelah dicetak kembali pada 1996, buku tersebut kian
syarat isinya dengan adanya penambahan tulisan yang berjudul "Reply to
Habermas". Ketiga, "The Law of Peoples" (1999). Buku ini memperluas gagasan
tentang kontrak sosial clan menjabarkan prinsip-prinsip umum yang dapat clan
harus diterima oleh masyarakat liberal clan non-liberai, sebagai standar untuk
mengatur perilaku mereka terhadap satu sama lain. Secara khusus, ia menarik
perbedaan penting antara hak asasi manusia clan hak-hak setiap warga negara
liberal demokrasi konstitusional. Ini menyelidiki syarat-syarat masyarakat
semacam itu dapat dengan tepat berperang melawan seorang "penjahat
masyarakat".
Pandangan Rawls tentang bagaimana clan atas dasar apa masyarakat liberal
hendaknya berhubungan dengan masyarakat non-liberal dibahas secara panjang
lebar dalam buku ini, clan salah satu pandangan Rawls yang menarik didiskusikan
di sini adalah bagaimana masyarakat liberal harus berhubungan dengan
masyarakat yang ditimpa oleh berbagai kondisi yang tidak menguntungkan
(burdened societies). Buku yang diterbitkan oleh Harvard University Press ini
55
merupakan perpaduan dari dua karya Rawls yang cukup terkenal, yaitu "The Law
ofPeoples" dan "Public Reason Revisited".
Kemudian, Keempat, "Lectures on the History of Moral Philosophy".
Buku ini merupakan intisari dari perkuliahan yang diberikan oleh Rawls mengenai
filsafat moral modern pada masa 1600- I 800. Disunting oleh Barbara Herman,
buku ini juga menguraikan penjelasan Rawls tentang pemikiran dari Hume,
Leibniz, Kant, dan Hegel. Kelima, "Justice as Fairness: A Restatement" (2000).
Diterbitkan oleh Belknap Press, Cambridge, buku ini rnemuat ringkasan yang
lebih singkat mengenai gagasan utama Rawls mengenai filsafat politik. Terakhir,
keenam, "Lectures on the Hist01y of Political Philosophy" (2007). Inilah buku
pertama yang mengurai kembali perkuliahan John Rawls selepas meninggalnya
pada 2002. Buku ini memaparkan teropong perspektif Rawls terhadap gagasan
dan pemikiran dari Thomas Hobbes, John Locke, Jospeh Butler, J.J. Rousseau,
David Hume, J.S. Mill, dan Karl Marx.
Dari beragam pemikiran yang dituangkan dalam karya-karyanya tersebut
di atas, terdapat beberapa konsep Rawls yang memperoleh apresiasi dan perhatian
luas dari beragam kalangan, diantaranya yaitu: (!) Keadilan sebagai bentuk
kejujuran, yang bersumber dari prinsip kebebasan, kesetaraan, dan kesempatan
yang sama, serta prinsip perbedaan (two principle ofjustices), (2) Posisi asali dan
tabir ketidaktahuan (the original position and veil of ignorance); (3) Ekuilibrium
reflektif (reflective equilibrium), (4) Kesepakatan yang saling tumpang-tindih
(overlapping consensus), dan (5) Nalar publik (public reason). 7
7
n ___
'a
I
f
56
Berdasarkan sederet karya dan sejumlah gagasannya tersebut, John Rawls
dipercaya telah memberikan penyegaran terhadap dunia ilmu pengetahuan,
terutama di bidang hukum.
3.
Ide-Ide Yang Membentuk Pemikiran John Rawls
Secara garis besar, selama Rawls melakukan studinya di Oxford
University, Inggris, melalui program Fulbright Fellowship. Di Universitas inilah
dirinya sangat dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran tentang teori kebebasan di
bidang hukum dan filsafat politik, seperti yang dikemukakan oleh Herbert Lionel
Adolphus (H.L.A.) Hart dan Isaiah Berlin (tentang kebebasan positif dan
negatif)8. Salah satu dari ide ide besar yang menarik perhatiannya adalah ide atau
konsepsi kebebasan positif. Konsepsi ini berasal dari spektrum pemikiran yang
luas, mulai dari Plato, Rousseau, Hegel, de Maistre hingga Marx. Menurut
konsepsi ini, manusia bebas adalah manusia yang menjadi tuan bagi dirinya
sendiri, yang menjadi manusia sejati, yang mencapai hidup sepenuh penuhnya.
Manusia semacam ini bukanlah manusia yang senantiasa diperbudak oleh nafsu
nafsu dan kesadaran palsunya.
Kebebasan
hanya
mungkin
terjadi
jika
manusia
memang
bisa
merealisasikan potensinya yang sejati, yang "benar", yang "lebih tinggi".
Konsepsi ini, menurut Isaiah Berlin, berbau romantik (zaman Romantik). 9
Kebebasan tidak lagi dikaitkan dengan pembatasan tindakan sewenang wenang
8
Ibid
Filsuf-filsuf besar dari romantik lebih berasal dari jerman. Yaitu J. Fichte (1762-1814),
F. Schelling (1775-1854) dan G. Hegel (1770-1831). Aliran yang diwakili oleh ketiga filsuf ini
disebut "idealisme" (disebut aliran). Dengan "idealisme" di sini dimaksudkan bahwa mereka
memprioritaskan ide-ide, berlawanan dengan matrealisme yang memprioritaskan dunia material.
Harry Hamers ma, Pintu Masuk Ke Dunia Filsqfat, (Jakarta: Kanisius, 1981 ), h.41.
9
57
terhadap individu, tetapi dengan proses pemenuhan kesempumaan hidup manusia.
Jadi, dalam konsepsi ini, walaupun seseorang secara legal dan faktual tidak
dikekang oleh siapa pun, dia tetap bukan manusia yang bebas sejauh dia masih
diperbudak oleh kesadaran palsunya, oleh pikiran dan perasaannya yang "keliru".
Sedangkan kebebasan negatif merupakan Suatu wilayah yang didalamnya
seseorang dapat melakukan perbuatan yang hendak ia perbuat, dan orang lain
tidak dapat melarang atau mencegah perbuatannya itu. Misalnya, jika pada
sesuatu perkara seseorang jika tidak dapat melakukan pekerjaan yang
diinginkannya dikarenakan ada orang lain yang ikut campur dan mencegah, maka
sebatas itulah orang tersebut kehilangan kebebasan. Dan sekiranya campur tangan
orang lain begitu luas, dan menjadikan kebebasan orang tersebut lebih kecil dari
batas minimal, dapat dikatakan dari sisi individual, orang tersebut berada dibawah
tekanan dan bahkan menjadi budak orang lain.
Dengan demikian kebebasan dalam pengertian tersebut adalah: seseorang
harus terhindar dari campur tangan orang lain. Oleh karena itu, ketika semakin
luas lingkup tidak adanya campur tangan orang lain, maka kebebasan pun
semakin luas dan tidak terbatas. 10
Secara khusus, John Rawls melihat teorinya sebagai suatu kritik terhadap
para teori-teori keadilan sebelumnya seperti John Locke, Jean Jacques Rousseau,
dan Immanuel Kant yang menurutnya gaga! dalam memberikan suatu konsep
keadilan yang tepat bagi kita. Kegagalan-kegagalan teori terdahulu
itu,
disebabkan oleh substansinya yang sangat dipengaruhi oleh utilitarisme dan
58
intuisionisme. 11 Utilitarisme, sebagaimana dicatat pada kata pengantar teori
keadilan (Rawls/1921-2002), telah menjadi pandangan moral yang sangat
dominan pada seluruh periode filsafat moral modern. Secara umum uti!itarisme
mengajarkan bahwa benar salahnya peraturan atau tindakan manusia tergantung
pada konsekuensi langsung dari peraturan atau tindakan tertentu yang dilakukan.
Dengan demikian, baik buruknya tindakan manusia secara moral sangat
tergantung pada baik buruknya konsekuensi tindakan tersebut bagi manusia.
Lebih jelasnya, apa bila akibatnya baik , maka sebuah peraturan atau tindakan
dengan sendirinya akan menjadi baik. Demikian pula sebaliknya. Sebagai teori
yang oleh Ronald Darwin disebut berdasarkan tujuan teori, utilitarisme gaga!
untuk menjamin keadilan sosial karena lebih mendahulukan asas manfaat dari
pada asas hak. Karena kegagalan ini maka utilitarisme tidak tepat bila dijadikan
basis untuk membangun suatu konsep keadilan.
12
Rawls juga mengkritik intuisionisme karena tidak memberi tempat
memadai pada asas rasionalisme. Intuisionisme dalam proses pengambilan
keputusan (moral) lebih mangandalakan intuisi manusia. Oleh karena itu,
pandangan ini juga tidak memadai apabila dijadikan pegangan dalam pengambil
keputusan, terutama pada waktu terjadi konflik di antara norma-norma moral. Di
sini, prioritas nilai akan menjadi problem yang sulit ditemukan pemecahannya
apabila setiap orang cenderung menggunakan intuisi daripada aka! sehat dalam
melakukan pertimbangan dan mengambil keputusan. Dalam perspektif itu juga,
11
(Utilitarisme, secara terminologi adalah teori etik yang mengatakan, bahwa manfaat,
dalam arti kebahagiaan yang sebesar-besarnya untuk jumlah yang sebanyak-banyaknya, hams
menjadi tujuan segala tindakan dan ukuran untuk menilai tindakan-tindakan tersebut. Sedangkan
intuisionisme secara terminologi adalah, suatu anggapan bahwa ilmu pengetahuan dapat dicapai
dengan pemahaman langsung; berlawanan dengan proses pemikiran yang sadar atau persepsi yang
!.,,...,..,..,,_~·
~-------
L~'---
_ 1
.. ,
,
• •
••
59
pelbagai generalisasi etis dapat disebut benar meskipun tidak didukung oleh
argument yang sungguh-sungguh dapat dipertanggung jawabkan. Dengan
demikian, pertimbangan-pertimbangan dan keputusan moral akan menjadi
subyektif atau kehilangan objektifitasnya.
Rawls belajar dari teori-teori keadilan yang sebelumnya dinilainya gaga!
dan juga tertantang untuk membangun sebuah teori keadilan yang mampu
menegakkan keadilan sosial (dalam perspektif demokrasi) yang juga dapat
dipertanggungjawabkan secara objektif. Dalam pandangan Rawls teori keadilan
yang memadai harus dibentuk dengan pendekatan kontrak (patut diakui bahwa
pendekatan kontrak terhadap konsep keadilan yang dikembangkan Rawls
sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru.
Keadilan yang bersifat kontrak ini sudah lama dikembangkan pendahulu
Rawls, seperti John Locke (1632/1704), Rousseau (171211774), danjuga Imanuel
Kant ( 1724-1804 ). Rawls sendiripun mengakui sumbangan-sumbangan para
pendahulunya, akan tetapi ia berpendapat bahwa teori-teori tradisional ini tidak
memuaskan justeru karenanya cenderung bersifat utilitaiistis dan intuisionis
dimana prinsip-prinsip keadilan yang dipilih sebagai pegangan bersama dari
semua individu yang bebas, rasional dan sederajat.
Prinsip keadilan Rawls, khususnya prinsip diferen yang kemudian
direvisinya secara tegas dalam bukunya Political Liberalism, 1993, yang juga
mendapat pengaruh dari pandangan Aristoteles. Bagi Rawls, keadilan harus
dimengerti sebagai fairness, dalam arti bahwa tidak hanya mereka yang memiliki
talenta dan kemampuan yang lebih baik saja yang berhak menikmati berbagai
60
membuka peluang bagi mereka yang kurang beruntung untuk meningkatkan
kualitas hidupnya. 13
Gagasan Rawls mengenai konsep moral juga sangat dipengaruhi oleh
pandangan imanuel kant. Dalam A The01y of Justice pengaruh ini memang tidak
begitu jelas, meskipun di sana Rawls telah mencoba menarik suatu hubungan
pararel antara keadilan sebagai fairness dengan gagasan Kant mengenai
"ImperatifKategoris", Imperatifini memerintahan sesuatu bukan untuk mencapai
tujuan tertentu, melainkan karena perintah itu baik pada dirinya. lmperatif ini
bersifat a priori (asas kehendak sebelum mengetahui keadaan yang sebenamya).
Kant mencontohkan Imperatif kategoris itu sebagai berikut: "bertindaklah seolaholah maksim tindakan anda melalui keinginan anda sendiri dapat menjadi hukum
alam yang universal".
14
Misalnya, dalam kasus ingin berderma kepada seseoarang tetangga yang
tidak dipedulian orang lain, kita bertanya apakah kehendak (maksim) untuk
berderma itu bisa dijadikan hukum universal atau tidak. Kalau bisa, maksim kita
itu dibenarkan secara moral. Imperatif kategoris ini merupakan perintah rasio
praktis kita yang harus dilaksanakan tanpa syarat, maka bersifat apodiktis: harus
dilaksanakan secara mutlak perlu. Kehendak subjektif untuk melaksanakan
Imperatif kategoris inilah disebut maksim a priori.
Pengaruh Kant ini barn menjadi lebih jelas dalam esai Rawls "Kantian
Constructivism in Moral Theory".
13
Andre Ata Ujan, Keadilan dan Demokrasi, h. 25.
F. Budi hardiman, Sejarah Filsafat Modem: Diktat Sejarah Filsafat Modem (Jakarta:
STF Driyarkara, 1995), hal.56.
14
61
B. PROSES KEADILAN
1.
Ruang Lingkup Keadilan
Berbagai ha! dikatakan sebagai adil dan tidak adil, bukan hanya hukum-
hukum, institusi-institusi, dan sistem sosial; namun juga beragam tindakan
tertentu,
termasuk
keputusan-keputusan,
pertimbangan-pertimbangan,
dan
ketetapan-ketetapan. Dalam konteks keadilan sosial, bagi Rawls subjek utama
keadilan adalah struktur dasar masyarakat, yang merujuk pada institusi-institusi
!5
.
utama tertentu, ya1tu:
a. Pertama, keluarga terkait pengaturan prokreasi, hubungan individu dalam
masyarakat
serta
sosialisasi
generasi
baru.
Kesejahteraan
keluarga
menentukan kualitas institusi-institusi sosial Iain. Maka kebutuhan dasar
masyarakat-makanan, kesehatan, pemmahan dan pendidikan-tidak bisa
dibiarkan hanya ditentukan oleh pasar.
b. Kedua, pendidikan terkait dengan sosialisasi orang dewasa, transmisi budaya,
pembentukan kesadaran kritis, persiapan sumber daya manusia. Kekbawatiran
terhadap merajalelanya kapitalisme pendidikan cukup beralasan karena
mengancam penciptaan struktur dasar masyarakat yang adil.
c. Ketiga, ekonomi dalam arti pengaturan produksi, distribusi, konsumsi barangbarang dan jasa.
d. Keempat, politik dimengerti sebagai kontrol penggunaan kekuatan-kekuatan
dalam masyarakat, mobilisasi sumber-sumber, termasuk upaya menciptakan
perdamaian dan pewujudan berbagai tujuan kolektif. Masuk ke dalam
institusi ini yang mengatur distribusi jabatan dan akses ke pengambilan
62
keputusan. Undang-undang pemilihan umum merupakan contoh betapa
strategis institusi politik tertentu bagi penentuan partisipasi warga negara
dalam pengambilan keputusan.
e. Kelima,
modal
budaya
dan
pembagian
untuk
berbagai
kelompok
masyarakat. 16
Gagasan intuitifnya disini adalah bahwa struktur tersebut mengandung
berbagai posisi sosial yaitu: pertama, peran dan harapan masa depan yang
berbeda-beda yang sebagian ditentukan oleh sistem politik dan kondisi sosial
ekonomi, kedua, institusi-institusi sosial tertentu mendefinisikan hak-hak dan
kewajiban, serta mempengaruhi masa depan hidup setiap orang, cita-cita dan
kemungkinan tercapainya; ketiga. Institusi-institusi tersebut sudah merupakan
sumber kepincangan karena sudah merupakan titik awal keberuntungan yang satu
dan titik awal bagi kemalangan yang lain. 17
Konsepsi keadilan diarahkan untuk dapat menyediakan cara yang
memungkinkan institusi-nstitusi sosial utama (struktur dasar masyarakat)
mendistribusikan hak dan kewajiban fundamental serta menentukan pembagian
keuntungan dari kerja sama sosial. Perlindungan atas kebebasan berpikir, pasar
kompetitif kepemilikan privat atas alat-alat produksi, clan keluarga monogami
adalah contoh institusi sosial utama. Struktur dasar adalah subjek utama keadilan
sebab efek-efeknya begitu besar.
18
Menurut Rawls, untuk dapat menetukan prinsip-prinsip keadilan yang
tepat, maka individu hams kembali kepada posisi asali (original position) yaitu
16
Haryatmoko, Keprihatinan Etika Polilik; Membangun Jnstitusi Sosial yang Adil.
"artikel diakses pada 29 Oktober 2009 dari
t.~.__./f______
-'-
'
,
.• •
•
~·
63
keadaan di mana manus1a berhadapan dengan manusia lain sebagai manusia,
tanpa pembedaan. Manusia hams berada dalam posisi rasional sebagai manusia,
karena mau tidak mau pilihan dari prinsip-prinsip keadilan hams bersifat rasional.
2. Kondisi Keadilan
Kondisi keadilan dalam pandangan Rawls dapat dijelaskan sebagai kondisi
normal di mana kerja sama manusia bisa dimungkinkan dan diperlukan, kendati
masyarakat adalah suatu kerja kooperatif demi keuntungan bersama. Biasanya ia
ditandai dengan konflik dan juga identitas kepentingan, ada kepentingan kerja
sama sosial memungkinkan hidup yang lebih baik bagi semua orang dari pada
yang bisa didapati jika setiap orang bemsaha hidup sendiri dengan usahanya
sendiri. Ada juga konflik kepentingan karena orang tidak sependapat mengenai
bagaimana keuntungan yang dihasilkan akan didistribusikan, sebab demi
mencapai tujuannya mereka cendemng lebih memilih porsi yang banyak. Maka
prinsip-prinsip tersebut sangat dibutuhkan untuk memilih diantara berbagai
tatanan sosial yang menentukan pembagian keuntungan ini dan untuk mendorong
adanya kesepakatan tentang bagian distributif yang layak. Kehamsan seperti ini
menentukan peran keadilan. Syarat-syarat yang memunculkan kebutuhankebutuhan ini adalah kondisi keadilan, syarat tersebut dapat dipilah menjadi dua
jenis, yaitu:
a. Terdapat kondisi-kondisi yang objektif yang menjadikan kerja sama manusia
mungkin dan perlu. 19 Maka banyak manusia hidup bersama diwaktu yang
bersamaan dengan kondisi alam dan letak geofrafis yang pasti. Individuindividu ini sempa dengan kondisi fisik dan mental; atau, kapasitas-kapasitas
64
mereka bisa dibandingkan sehingga tidak ada satupun yang mendominasi
yang lain. Mereka rentan diserang, dan semuanya tunduk ketika rencanarencana mereka diblokade oleh kekuatan orang lain. Pada akhirnya, terdapat
kondisi kelangkaan moderat untuk menutup ranah situasi yang luas.
Sumberdaya natural tidak begitu banyak hingga skema kerja yang
bennanfaat. Sementara tatanan yang sama-sama menguntungkan bisa
dijalankan, manfaat yang mereka hadirkan gaga! memenuhi tuntutan orangorang.
b. Situasi subyektif yang merupakan aspek subyek kerja sama yang relevan,
yakni, aspek mengenai pribadi-pribadi yang bekerja bersama. Maka meskipun
berbagai pihak memiliki kebutuhan dan kepentingan yang sama, sehingga
kerja sama yang menguntungkan semua pihak bisa dimungkinkan,
bagaimanapun mereka punya rencana hidup mereka sendiri. Rencana-rencana
tersebut, atau konsep-konsep tentang manfaat, menjadikan mereka punya
tujuan dan sasaran yang berbeda, dan memunculkan klaim-klaim yang saling
bertentangan mengenai sumberdaya alam dan sosial.
BAB IV
RELEVANSI KONSEP KEADILAN JOHN RAWLS TERHADAP PROSES
PENGEMBANGAN MASYARAKAT
Banyak titik untuk memulai analisa mengenai relevansi teori keadilan
John Rawls dalam Proses Pengembangan Masyarakat, akan tetapi yang menjadi
terpenting dalam proses pengembangan masyarakat terletak pada prinsip itu
sendiri. Pada bab empat ini penulis akan membagi tema keadilan sosial meajadi
dua bagian, yaitu keadilan sosial dalam wacana pengembangan masyarakat (yang
dimaksudkan adalah bagaimana konsep pengembangan masyarakat menggunakan
perspektif keadilan sosial John Rawls). Yang kedua, keadila.n sosial dalam proses
pengembangan masyarakat.
A. KEADILAN
SOSIAL
DALAM
WACANA
PENGEMBANGAN
MASYARAKAT
Dewasa ini, wacana pengembangan masyarakat memusatkan perhatiannya
pada pentingnya
persoalan kea.dilan sosial, dan ekologi (dimana keduanya
mempunyai persoalan yang saling bergantungan ). 1Hal ini ditandai dengan adanya
berbagai krisis yang dialami masyarakat dunia yang juga ditentukan oleh faktor
lingkungan (ecology perspectif). Jim Ife memusatkan perhatiannya pada dua
2
perspektif di atas, yaitu keadilan sosial dan ekologi. akan tetapi bagaimana kedua
perspektif itu akan tumbuh dalam wacana pengembangan masyarakat yang sangat
menentukan praktiknya di lapanga.n. Jolm Rawls dala.m bukunya Theory of
Justice merangkum bagaimana keadilan itu dapat tumbuh dalam masyarakat.
I
-·
- -
66
Terna keadilan sosial sermg digunakan dalam berbagai makna. Jika
melihat wilayah cakupan teori keadilan John Rawls dan pengembangan
masyarakat pada bab sebelumnya, maka kerangka pengembangan masyarakat
dalam tema keadilan sosial dibangun di atas enam prinsip yang sifatnya aplikatif
yaitu:
1. Ketimpangan Struktural
Teori keadilan yang dikonsepsikan Jolm Rawls menjadi starting point
dalam wacana keadilan sosial. Dalam persoalan structural Jolm Rawls
menyimpulkan ada beberpa prinsip yang menjadi kriteria sebuah keadilan.
Pertama, persamaan dalam kebebasan-kebebasan dasar. Kedua, persamaan
kesempatan untuk maju, ketiga, diskriminasi poisitf bagi rakyat jelata untuk
memastikan persamaan.
Lebih dari itu, Taylor Gooby dan Dale (1991) menambahkan
perspektif dalam membahas isu-isu sosial yang meliputi perspektif struktural.
Persektif ini melihat problem sosial bersumber dari struktur sosial yang
timpang dan menindas. Pendekatan ini cenderung menyalahkan sistem yang
melanggengkan
budaya
patriarki,
kapitalisme,
ketidakadilan pembagian income, dan lain-lain.
rasisme
3
kelembagaan,
Sistem yang bercorak
demikian diidentifikasikan telah menyebabkan terjadinya penindasan dan
ketidak-adilan structural. Oleh karena itu, upaya mereka untuk memecahkan
masalah sosial dan membuat perubahan adalah melakukan penataan kembali
struktur masyarakat seperti kelas sosial, ras, maupun gender.
2. Pemberdayaan
67
Salah satu faktor yang menyebabkan ketidakberdayaan masyarakat
adalah faktor ketidak-adilan. Ketimpangan yang sering kali terjadi di
masyarakat adalah
persoalan ketimpangan struktural, kelompok dan
ketimpangan personal. Dalam ha! ini, John Rawls dalam teori keadilan
menekankan pada keadilan prosedural ( menghasilkan keadilan melalui
prosedur tertentu).
Dalam konteks m1, perlu diklarifikasi apakah akar penyebab
ketidakberdayaan
berkaitan dengan factor kelangkaan sumber daya atau
factor ketimpangan/ketidak-adilan, atau kombinasi dari keduanya. Dalam
konteks ini, upaya pemberdayaan masyarakat yang lemah dapat dilakukan
dengan tiga strategi. 4
a) Pertama,
pemberdayaan melalui perencanaan dan kebijakan yang
dilaksanakan dengan membangun atau mengubah struktur dan lembaga
yang bisa memberikan akses yang sama terhadap sumber daya, pelayanan,
dan kesempatan berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat.
b) Kedua, pemberdayaan melalui aksi-aksi sosial dan politik yang dilakukan
dengan perjungan politik dan gerakan dalam rangka membangun kekuatan
yang efektif.
c) Ketiga. Pemberdayaan melalui pendidikan dan pertumbuban kesadaran
yang dilakukan dengan proses pendidikan dalam berbagai aspek yang
cukup luas. Upaya ini dilakukan dalam hal membekali pengetahuan dan
keterampilan bagi masyarakat lapis bawah.
3. Kebutuhan
68
Terdapat dua cara yang sangat perlu dilihat sebagai dasar bagi keadilan
sosial dan pengembangan masyarakat. Pertama. Adanya sebuah keyakinan
bahwa orang atau masyarakat menginginkan agar kebutuhan-kebutuhannya
dapat tepenuhi. Kedua. Orang atau masyarakatnya sehamsnya bisa menentukan
sendiri kebutuhan-kebutuhannya.
4. Hak Asasi Manusia (HAM)
Hak Asasi Manusia (HAM) menjadi masalah mendasar dalam setiap
memahami keadilan sosial. Dalam memahami HAM, terdapat kontroversial
antara pandangan universalistik dan relativistik. Pandangan pertama, yang
dianut Negara oleh Negara-negara Barat dan organisasi non pemerintah (NGO)
seperti Badan Amnesti Internasional, menekankan bahwa HAM itu bersifat
universal dan absolut. Oleh karena itu, HAM dapat dan hams diterapkan di
selumh masyarakat dan lingkungan tanpa pandang bulu.
Pandangan yang kedua, yang dianut oleh sebagian Negara Asia,
menekankan bahwa HAM hams dipahami dalam konteks budaya yang
berbeda-beda. oleh karena itu, HAM bersifat relatif. Lebih dari itu, John Rawls
dalam analisanya menekankan masyarakat sebagai sebuah lembaga kerja sama
sosial hanya bisa tumbuh dan berkembang dengan baik apabila terpenuhinya
hak-hak dasar setiap masyarakat dijamin dan dilindwiggi pelaksanaanya oleh
Negara melalui aturan yang adil.
5. Perdamaian
Perdamaian dalam pengertian luas mencakup konotasi lebih positif
terhadap kesejahteraan masyarakat. Perpektif non-kekerasan menekankan
-
I
t
'
69
persaingan yang dominan dalam masyarakat modern. Struktur kompetisi dan
norma kompetisi berlaku dalam semua aspek masyarakat, baik ditempat kerja,
perekonomian perdagangan, kebudayaan, hiburan, dan lain-lain. Perspektif
non-kekerasan menolak pandangan bahwa persaingan dan daya saing keduaduanya adalah keinginan dari lahir dan melekat. Sebaliknya, ia berupaya
mengembangkan norma struktur kerja sama atau kooperasi.
6. Demokrasi Partisipatif
Dalam
demokrasi
Partisipatif,
secara
mendasar
masyarakat
berpartisipasi langsung dalam pengambilan keputusan. Bagian esensial dari
visi demokrasi partisipatif adalah gagasan tentang adanya kedaulatan rakyat
dan kesetaraan politik. 5
Dalam konsep ini, tanggung jawab pelaksanaan pemerintah tidak hanya
berada di tangan pemerintah, akan tetapi juga berada di tangan rakyat yang
berdaulat, bebas dan memiliki hak-hak yang sama. Visi demokratik ini
mengasumsikan bahwa kemauan untuk menerima keadaan tentang bagaimana
masyarakat seharusnya diatur dan bagaimana keputusan tentang prinsip-prinsip
kebijakan diambil; harusk dilakukan dengan melibatkan partisipasi masyarakat
secara seimbang.
Dalam ha! ini, sebuah langkah yang mengarah pada model demokrasi
partisipatoris adalah sebuah komponen penting dalam strategi keadilan sosial.
Ada empat ciri utama pendekatan demokrasi partisipatoris yang penting untuk
pengembangan masyarakat, yaitu:
70
a) Pertama, desentralisasi. Prinsip utama desentralisasi adalah tidak ada
keputusan atau fungsi pada level pusat kecuali sangat diperlukan.
Demokrasi
partisipatori
menuntut
adanya
struktur-struktur
yang
terdesentralisasikan. Desentralisasi menjadi unsure utama dalam suatu
pemikiran alternatif berdasarkan prinsip-prinsip keadilan sosial.
b) Kedua, pertanggungjawaban. Perspektif konvensional (dalam struktur
birokrasi
tradisional)
memandang
pertanggungjawaban
adalah
pertanggungjawaban ke atas atau pemerintah pusat. Dalam perspektif
demokrasi partisipatoris pertanggungjawaban adalah pertanggungjawaban
ke bawah atau berada ditangan rakyat. Pertanggungjawaban menjadi
gagasan utama dalam demokrasi partisipatoris. Demokrasi paitisipatoris
tidak hanya melibatkan masyarakat dalam mengambil keputusan, namun
juga menuntut mereka bertanggung jawab dalam menjamin keputusan ini
terlaksana.
c) Ketiga, pendidikan. Untuk menjamin bahwa masyarakat telah dibekali
kemampuan dalam keputusan berdasarkan infonnasi, maka ha! itu
menuntut sebuah level kesadaran dan pendidikan (mencakup turnbuhnya
kesadaran diri) secara lebih tinggi daripada sekedar pemahaman umum
yang selama ini diperlukan unutk berpartisipasi dalam sisitem demokrasi
perwakilan. Dapat disimpulkan bahwa jika demokrasi partisipatori tanpa
sebuah kesadaran dan pendidikan pastinya akan menuai kegagalan.
d) Keempat, kewajiban. Hale dan kewajiban memiliki hubungan yang sangat
mengikat, sebuah kewajiban adalah komponen kunci dalam demokrasi
....,.,...._,_;,.,;_,.... ........ _:_
Cl----------
t •• •
1
••
71
berpartisipasi, akan tetapi sebuah keadaan iklim dapat diciptakan dalam
masyarakat sehingga mereka merasakan adanya sebuah kewajiban atau
tugas moral secara kuat untuk berpartisipasi. 6
Dan yang lebih penting dalam era ini, keadilan sosial menjadi pnsns1p
penting dalam wacana pengembangan masyarakat, keadilan sosial bekerja saling
melengkapi dengan perspektif ekologi. 7 Keduanya tidak dapat saling dipisahkan,
keadilan sosial tidak lengkap tidak lengkap tanpa adanya perlindungan terhadap
kelestarian ekologi. Keduanya berperan sebagai fondasi bagi pengembangan
masyarakat.
Jika melihat pengembangan masyarakat secara luas, perspektif global
menempatkan pertimbangan implikasi global dalam aktualisasi keadilan sosial
(sosial justice). Perspektif global menjadi perhatian utama dari gerakan
"environmentalis", sebagai bagian dari upaya mereka dalam menyelamatkan
planet bumi dari kehancuran/kepunahan. 8Mereka menekankan bahwa para
penguasa dan pemimpin harus melihat dunia secara global, masalah-masalah
linkungan/pembangunan
akan
bisa
dipecahkan
secara
bersama-sama
(intemasional). Globalisasi seringkali dikaji dan dipahami hanya dari al'iivitas
ekonomi. Pemahaman yang dikenal hingga kini adalah melihat globalisasi hanya
dari kacamata ideologi tentang perdagangan bebas (Ji'ee trade) dan rasionalisas
ekonmomi.
Namun belakangan, ada pemahaman!kajian yang menunjukkan suatu
kemungkinan adanya globalisasi dari bawah. Hal ini mengupayakan suatu
6
7
Jim Ife dan Frank Tesoriero, Community Development, hal. Ti.
Radjimo Sastre Wijono, Wong-wong Cilik Menghadapi Globalisasi, (Jakarta:
~
.. -
72
integrasi antara gerakan hijau (green movement) dengan perpektif keadilan sosial
dalam pengembangan masyarakat, dengan mengembangkan paham-paham
internasional (perspektif global) yang diangkat dari bawah. Integrasi ini
berdampak positif dan signifikan dalam pengembangan masyarakat.
Akan tetapi hal ini harus dibarengi oleh kearifan lokal, artinya
pengembangan masyarakat bertindak lokal dengan berwawasan global. Rawls
dalam analisanya menekankan masyarakat sebagai sebuah lembaga kerja sama
sosial hanya bisa tumbuh dan berkembang dengan baik apabila terpenuhinya hakhak dasar setiap masyarakat dijamin dan dilindunggi pelaksanaanya oleh Negara
melalui aturan yang adil.
B. KEADILAN
SOSIAL
DALAM
PROSES
PENGEMBANGAN
MASYARAKAT
1.
Peran Institusi Sosial (dalam proses pengembangan masyaralrat)
Seperti yang telah dikemukakan pada bah sebelumnya (bah dua),
pengembangan masyarakat adalah proses menumbuhkankembangkan masyarakat
yang kurang berdaya menuju masyarakat yang berdaya dan kuat (kritis ).
Masyarakat adalah subjek sekaligus objek perubahan, sehingga dalam semua
tahapan program pengembangan masyarakat mereka berperan aktif , sebagaimana
layaknya peran yang harus dilakukan oleh subjek pembangunan.
Perspektif keadilan sosial menjadi peran kunci pengembangan masyarakat
(sebagai suatu program) dalam melibatkan partisipasi aktif masyarakat, artinya
bahwa penyelesaian problem masyarakat tidak hanya terletak pada persoalan
ekonomi saja, melainkan banyak faktor lain yang justeru sangat menentukan
73
lain sebagainya. Akan tetapi bagaimana persoalan multisektor tersebut dalam
praktiknya dapat berjalan dan tumbuh dengan adil, dengan tidak mengorbankan
faktor lainnya. Keadilan merupakan keutamaan terpenting dalam institusi sosial,
hukum, peraturan atau institusi sosial betapapun efisien, bila tidak adil harus
diperbaiki. Hak yang melekat pada prinsip keadilan tidak boleh dilanggar meski
atas nama kepentingan umum.
Pada bab dua sudah dijelaskan bahwa subjek utama keadilan adalah
struktur dasar masyarakat, atau lebih tepatnya bagaimana lembaga-lembaga sosial
utama mendistribusikan hak dan kewajiban mendasar serta menentukan
pembagian dari kerja sama sosial. Dari sini dapat ditekankan bahwa pelaku
pengembangan masyarakat dalam prosesnya dapat memberikan perlindungan
terhadap masyarakat akan pemenuhan kebutuhan dan hak-hak keadilan.
Dilihat dalam satu skema, institusi-isntitusi sosial memiliki peran utama
menentukan hak dan kewajiban manusia (masyarakat) serta mempengaruhi
prospek kehidupan mereka, apa yang mereka harapkan dan seberapa besar mereka
mengharapkan perubahan dalam proses pengembangan masyarakat, meskipun
disatu sisi institusi-institusi sosial tidak dianggap determinan akan tetapi efekefeknya begitu besar bagi perubahan sosial. Dengan demikian, institusi-nstitusi
masyarakat mendukung titik pijak tertentu dalam persoalan masyarakat.
Khususnya ketimpangan yang parah. Hal itu tidak hanya berdampak, namun juga
mempengaruhi peluang awal manusia dalam kehidupan, akan tetapi hal-hal
tersebut tidak dapat dijastifikasi dengan pandangan baik atau buruk.
Pada ketimpangan inilah, yang diasumsikan pasti terdapat dalam struktur
74
dalam proses pengembangan masyarakat. Prinsip-prinsip ini lebih lanjut mengatur
pilihan konstitusi politik dan elemen-elemen utama sistem sosial dan ekonomi. 9
Keadilan dalam skema sosial secara mendasar bergantung pada bagaimana hakhak dan kewajiban fundamental diterapkan pada peluang ekonomi sosial dalam
berbagai sektor masyarakat.
Rawls dalam analisanya menekankan masyarakat sebagai sebuah lembaga
kerja sama sosial hanya bisa tumbuh dan berkembang dengan baik apabila
terpenuhinya hak-hak dasar setiap masyarakat dijamin dan dilindunggi
pelaksanaanya oleh Negara melalui aturan yang adil. Dalam ha! ini keadilan
merupakan kunci utama untuk menumbuhkembangkan masyarakat dengan baik,
dan juga menjadi keutamaan lembaga-lembaga sosial. Seperti yang dijelaskan
oleh John Rawls "masyarakat adalah kwnpulan orang-orang yang berdiri sendiri
yang satu sama lain sating berhubungan, mengikuti garis kebijaksanaan dan
bagaimana menyesuaikan seluruh atau sebagian besar kegiatannya". 10
Ada beberapa basic assumption agar dalam masyarakat bekerja sama
dalam kondisi Fair, pertama, anggota masyarakat tidak memandang tatanan sosial
masyarakat tidak berubah. Masyarakat hams menuju keadilan, sehingga
masyarakat terbuka pada perubahan, terutama perubahan struktur sosial. Kedua,
kerjasama dibedakan dengan aktifitas yang terkoordinasi hal ini dapat dilihat dari
9
Franz Magnis Suseno, Pijar-Pijar Filsafal: Dari Gatholoco ke Filsqjal Perempuan, dari
75
a. Bentuk kerjasama selalu berpijak pada keadilan, sedangkan aktifitas yang
terkoordinasi berpijak pada efektifitas/ efisiensi, terdapat penyesuaian dalam
masyarakat.
b. Kerjasama (organizing principle) aturan dibuat w1tuk mengatur anggotaanggotanya
( mengikat,
mengatur
kepentingan-kepentingan
anggota)
sedangkan dalam coordinated activity aturan dibuat untuk kepentingan yang
membuat aturan.
c. Dalam kerjasama (organizing principle) harus sah secara publik (harus
disepakati oleh partisipan) sedangkan dalam coordinated activity tidak ada
organisasi, aturan tidak harus sah secara publik.
Ketiga, gagasan kerjasama yang fair mengandaikan kebaikan akan
keuntungan partisipan (partisipan punya gagasan sendiri dan bertemu dengan
gagasan
lainnya dengan earn rasionalitas) bukan masing-masing
pihak
melepaskan kepentingan tapi masing-masing ingin punya keuntWlgan yang
rasional (karena ingin mendapatkan untung maka ada kerjasama, kalau sating
mengalah tidak akan tercapai kerjasama). Resiprositas dalam kerjasama yang Fair
mempWlyai arti bukan meninggalkan kepentingan pribadi untuk kepentingan
bersama dan juga bukan merumuskan aturan berdasarkan kekinian dan
ekspektasinya.
Untuk mencapai Keadilan, mengukur keuntungan atau hasil pengukuran
keuntungan bukan bertolak dari orang per-orang (particular) tetapi bertolak dari
pure procedural of justice. Ide dari resiprositas adalah ada pada different
principles yang mempunya1 fungsi untuk mengijauantahkan ide resiprositas.
n __ '. ___ •_
I
1
76
beruntung harus sama dengan kekinian dan ekspektasi orang yang kurang
beruntung (resiprositas). 11 Resiprositas bukan merupakan imparsilaitas atau pun
win win solution, juga bukan marxisme yang menekankan pada sama rasa sama
rata, atau pun liberalisme yang dilihat sebagai ideology yang melihat tidak ada
kerjasama tapi interaksi (ada equilibrium). Resiprositas bukan doktrin melainkan
sebuah gagasan tentang prosedur w1tuk memperoleh keadilan yang resiprokal
(bersifat timbal balik). Manusia dapat menerima keadilan dengan menganut
sistem kerjasama atau keadilan yang fair.
Dalam suatu masyarakat tentunya tidak akan pernah lepas dari banyak
ukuran keadilan yang diturunkan dari doktrin komprehensif yang berbeda-beda
baik dari institusi agama, politik, pendidikan dan lain sebagainya. Bagi Rawls hal
ini mungkin terjadi karena ia percaya kepelbagaian komprehensif itu merupakan
corak dari rezim demokratis. Rezim demokrasi itu sangat dimungkinkan adanya
banyak doktrin-doktrin komprehensif yang saling berkompetisi dan berkontesasi
satu dengan yang lainnya. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa fakta umum, yaitu:
a. Fakta umum tentang kemajemukan doktrin kemprehensif yang merupakan
fakta adanya satu budaya rezim demokratis.
b. Fakta umum kedua yaitu kesetiaan pada satu atau singular doktrin
komprehensif hanya bisa dipertahankan oleh kekuasaan koersif Negara.
Ketinggalan doktrin hanya bias dipertahankan oleh kekuatan koersif Negara
yang nantinya dapat memancing munculnya kekuatan-kekuatan anti doktrin
tunggal.
77
c. F akta um um ketiga adalah rez1m demokratis yang relatif stab ii mesti
didukung secara sukarela dan bebas oleh warga Negara yang secara politik
aktif. Konsepsi publik tentang keadilan harus didukung dari dalam bangunan
dok"trik komprehensifyang berbeda-beda.
d. Fakta umum keempat, sebuah kultur masyarakat demokratis yang baik yang
secara lama dengan kultur yang semakin mengakar dan mengurat, bisa
dieksplisitkan gagasan yang fundamental seperti kesepakatan yang tidak
reasonable dimana semakin matang demokrasi suatu Negara makan semakin
reasonable ketidaksepakatan yang terjadi. Atau bisa terjadi resistensi terhadap
doktrin tunggal dan social cooperation muncul.
Karena itu Overlapping consensus dapat terjadi yang mengisyaratkan
adanya ketidaksepakatan pemikiran, sehingga tercapai kesepakatan secara
minimal tentang konsep publik tentang keadilan dan konsep publik tentang
keadilan dapat dicapai jika ada banyak doktrin keadilan yang sifatnya reasonable
(reasonable disagreement)
Menurut Rawls mengapa reasonable disagreement (ketidaksamaan
pemikiran )sampai terjadi atau tidak bisa dihindari, karena:
a. Antara dua klaim yang bertentangan, bukti empiris yang ilmiah bisa
bertentangan dan kompleks sehingga sulit untuk di evaluasi.
b. Meskipun ada kesepakatan tentang hal yang dipertimbangkan bisa ada
perbedaan tentang bobotnya sehingga bisa tidak dicapai kesepakatan.
c. Konsep-konsep yang dimiliki ambigu sehingga masih bersandar pada
keputusan terhadap intepretasi bukan pada fakta keras (hard facts). Fakta-
78
fakta keras belum bisa menunjang satu keputusan yang truly scientific (setiap
orang memiliki interpretasi masing-masing)
d. Cara orang menimbang dan evaluasi putusan dibentuk oleh sejarah,
pengalaman yang berbeda-beda.
e. Masing-masing kelompok punya ruang nilai yang berbeda-beda.
Sasaran utama keadilan sosial adalah struktur dasar masyarakat. Dalam
struktur dasar masyarakat, sudah terkandung berbagai posisi sosial, artinya:
pertama, posisi dan harapan masa depan warga negara amat ditentukan oleh
sistem politik dan kondisi sosial-ekonomi. Kedua, institusi-insiitusi sosial tertentu
mendefinisikan hak-hak dan kewajiban-kewajiban, serta mempengaruhi masa
depan hidup setiap orang, cita-cita dan kemungkinan tercapainya.
Salah satu institusi sosial yang amat berpengaruh adalah pendidikan.
Institusi-institusi sosial semacam itu sudah menjadi sumber kepincangan karena
sudah merupakan titik awal keberuntungan bagi yang satu dan penyebab
kemalangan bagi yang lain. Prinsip keadilan tidak dimaksudkan untuk menghapus
ketidaksamaan. Yang mau dijangkau ialah memastikan terjaminnya kesempatan
sama. Dengan demikian kehidupan seseorang tidak ditentukan oleh struktur yang
ada, tetapi oleh pilihannya. Prinsip keadilan John Rawls meski perlu beberapa
catatan bisa memberi dasar yang mengarahkan pembangunan institusi-institusi
yang adil.
2.
Keadilan Sosial Dalam Praktik Pengembangan Masyarakat
Menurut John Rawls, untuk dapat menetukan prinsip-prinsip keadilan
79
yaitu keadaan di mana manusia berhadapan dengan manusia lain sebagai manusia.
Manusia harus berada dalam posisi rasional sebagai manusia, karena mau tidak
mau pilihan dari prinsip-prinsip keadilan harus bersifa.t rasional, semua orang
diasumsikan bertindak secara adil. Posisi asali merupakan instrument of
representation yaiu suatu representasi dari pihak-pihak yang sepakat untuk
mencapai keadilan. Untuk menjamin kemurnian dari prosedur dan fair-nya
kesepakatan maka dalam prosedurnya harus tidak ada pengaruh individu atau
kelompok.
Posisi asali lebih pada posisi hipotetis dan non histories yang
menempatkan semua pihak pada the veil of ignorance (tabir ketidaktahuan). Posisi
asali disebut hipotetis karena apa yang akan disepakati bukan apa yang sudah
disepakati. 12 Tidak seperti Kaum utilitarian berpendapat yang adil adalah yang
memaksimalkan keuntungan sosial. Dalam posisi asali yang disepakati adalah
kesepakatan.
Posisi asali disebut non histories karena tidak pernah ditemukan dalam
periode sejarah tertentu, bukan kondisi riil dari sejarah. Tabir ketidaktahuan
adalah kondisi dimana semua pihak tidak punya pengetahuan tentang posisi sosial
dan doktrin tertentu (tidak tahu tentang ras, etnis, seks dan kekuatan alamiah
lainnya, termasuk talenta, intelegensia). Setiap orang dalan1 tabir ketidaktalrnan
manusia berusaha menciptakan suatu kondisi yang memungkinkan untuk
menciptakan atau melahirkan konsep keadilan publik sehingga ada jaminan untuk
mendapatkan hak dan melakukan kewajiban.
80
Dalam konteks ekonomi, John Rawls dalam bukunya A Theory of Justice
menjelaskan teori keadilan sosial sebagai the difference principle dan the
principle of fair equality of opportunity. Inti the difference principle, adalah
bahwa perbedaan sosial dan ekonomis harus diatur agar memberikan manfaat
yang paling besar bagi mereka yang paling kurang beruntlmg. 13 Istilah perbedaan
sosil-ekonomis dalam prinsip perbedaan menuju pada ketidaksamaan dalam
prospek seorang untuk mendapatkan unsur pokok kesejahteraan, pendapatan, dan
otoritas. Sementara itu, the principle affair equality of opportunity menunjukkan
pada mereka yang paling kurang mempunyai peluang 1mtuk mencapai prospek
kesejahteraan, pendapat dan otoritas. Mereka inilah yang harus diberi
perlindungan khusus.
Rawls mengerjakan teori mengena1 prinsip-prinsip keadilan terutama
sebagai alternatif bagi teori utilitarisme sebagaimana dikemukakan Hume,
Bentham dan Mill. Rawls berpendapat bahwa dalam masyarakat yang diatur
menurut prinsip-prinsip utilitarisme, orang-orang akan kehilangan harga diri, lagi
pula bahwa pelayanan demi perkembangan bersama akan lenyap. Rawls juga
berpendapat bahwa sebenamya teori ini lebih keras dari apa yang dianggap
normal oleh masyarakat. Memang boleh jadi diminta pengorbanan demi
kepentingan umum, tetapi tidak dapat dibenarkan bahwa pengorbanan ini
pertama-tama diminta dari orang-orang yang sudah kurang beruntung dalam
masyarakat.
Menurut Rawls, situasi ketidaksamaan harus diberikan aturan yang
sedemikian rupa sehingga paling menguntungkan golongan masyarakat yang
81
paling lemah. Hal ini terjadi kalau dua syarat dipenuhi. Pertama, situasi
ketidaksamaan menjamin maximum minimum bagi golongan orang yang paling
lemah. Artinya situasi masyarakat harus sedemikian rupa sehingga dihasilkan
untung yang paling tinggi yang mungkin dihasilkan bagi golongan orang-orang
kecil. Kedua, ketidaksamaan diikat pada jabatan-jabatan yang terbuka bagi semua
orang. Maksudnya supaya kepada semua orang diberikan peluang yang sama
besar dalam hidup. Berdasarkan pedoman ini semua perbedaan antara orang
berdasarkan ras, kulit, agama dan perbedaan lain yang bersifat primordial, harus
ditolak.
Lebih lanjut John Rawls menegaskan bahwa maka program penegakan
keadilan yang berdimensi kerakyatan haruslah memperhatikan dua prinsip
keadilan, yaitu, pertama, memberi hak dan kesempatan yang sama atas kebebasan
dasar yang paling luas seluas kebebasan yang sama bagi setiap orang. Kedua,
mampu mengatur kembali kesenjangan sosial ekonomi yang terjadi sehingga
dapat memberi keuntungan yang bersifat timbal balik (reciprocal benefits) bagi
setiap orang, baik mereka yang berasal dari kelompok beruntung maupun tidak
beruntung.
Dengan demikian, prinsip berbedaan menuntut diaturnya struktur dasar
masyarakat sedemikian rupa sehingga kesenjangan prospek mendapat hal-hal
utama kesejahteraan, pendapatan, otoritas diperuntukkan bagi keuntungan orangorang yang paling kurang beruntung. Ini berarti keadilan sosial harus
diperjuangkan untuk dua hal:
82
a. Pertama, melakukan koreksi dan perbaikan terhadap kondisi ketimpangan
yang dialami kaum lemah dengan menghadirkan institusi-institusi sosial,
ekonomi, dan politik yang memberdayakan.
b. Kedua, setiap aturan harus memposisikan diri sebagai pemandu untuk
mengembangkan kebijakan-kebijakan untuk mengoreksi ketidak-adilan yang
dialami kaum lemah
Selain itu, teori John Rawls juga dikenal dengan temi keadilan prosedural,
karena keadilan dipahami sebagai basil persetujuan prosedur tertentu. 14 Pada
tingkat ini, Rawls menempub prosedur memilib prinsip-prinsip keadilan
berdasarkan asas kesamaan dan yang sesuai dengan kesamaan intuitifnya. Cara ini
merupakan langkab strategis dalam proses pengembangan masyarakat, terutama
persoalan kemiskinan. Konsepsi keadilan diarabkan untuk bisa menyediakan cara
yang memungkinkan institusi-institusi sosial utama mendistribusikan bak-bak dan
kewajiban-kewajiban
mendasar
serta
menentukan
pembagian-pembagian
keuntungan basil kerja sama sosial. Maka keadilan ini bentuknya lebib prosedural.
Keadilan prosedural adalab basil persetujuan melalui prosedur tertentu dan
mempunyai sasaran utama peraturan-peraturan, bukum-hukwn, undang-undang.
Prosedur ini tidak bisa lepas dari upaya legitimasi tindakan. Misalnya, kue tar
barns dibagi adil untuk lima orang. Maka peraturan yang menetapkan "Yang
membagi barns mengambil pada giliran terakhir" adalah prosedur yang adil.
Dengan ketentuan itu, bila pembagi ingin mendapat bagian yang tidak lebib kecil
dari yang lain, tanpa barns dikontrol, dia akan membagi kue itu sedemikian rupa
sebingga sama besarnya. Meski ia mengambil pada giliran terakhir, tidak
83
dirugikan. Godaan membagi secara tidak adil dihindarkan karena dirinya yang
akan dirugikan.
keadilan prosedural yang dikonsepsikan John Rawls memiliki kaitan dalam
perpektif pengembangan mayarakat, keadilan prosedural dapat diketahui melalui
tiga macam keadilan prosedural: prosedural sempurna. Prosedural tidak sempurna,
dan prosedural murni. 15 Penjelasannya yaitu:
a. Keadilan prosedural sempurna menuntut perlunya standar independen untuk
menetukan hasil manakah yang bisa diterima sebgai adil. Lebih jelasnya,
prosedur diatur untuk menjamin cara yang adil. Hasil dari prosedur sudah
diketahui sebelumnya oleh semua orang yang terlibat dalam prosedur itu.
Misalnya adalah dalam prosedur pemabagian pakaian. Prosedur diatur
sebelumnya, misalnya siapa yang berhak mendapatkan pakaian, siapa yang
bertugas membagikan pakaian, bagimana cara membagikan pakaian,
bagaimana keterlibatan peserta yang akan mendapatkan pakaian, dan sampai
pada akhirnya disepakati secara bersama bahwa yang bertugas membagikan
pakaian adalah yang terakhir mengambil bagiannya. Prosedur disepakati
bersama sebagai bagian dari perlunya ada kesepakatan kolektif (kontark
sosial) di antara pihak yang akan terlibat dalam program tersebut.
b. Keadilan prosedural tidak sempuma (imperfect procedural justice) adalah
prosedur yang sebelumnya telah dirancang dengan baik, namun hasil akhir
bisa saja berbeda dari rancangan semula. Prosedur telah disepakati bahkan
tttelah dilengkapi denga berbagai alat pendukung, namun seringkali basil dari
proses ini berbeda.
84
c. Keadilan prosedural mumi (pure Procedural justice) adalah tidak adanya
criteria independen yang mendahului suatu prosedur, dan yang dibutuhkan
adalah perumusan konsep kadilan yang benar dan adil untuk menjamin hasil
akhir dan aclil. Menerapkan keadilan procedural mumi di masyarakat, artinya
memberikan
peluang
yang seluas-luasnya
kepada masyarakat untuk
merumuskan apa dan bagaimana proses program yang dikatakan adil oleh
mereka.
Dal am
proses
pengembangan
masyarakat,
memahami
dan
mengintegrsasikan keadilan prosedural ini diharapkan akan menjadi kunci
keberhasilan. Dalam proses pengembangan masyarakat harus ada prosedur di
mana seluruh elemen masyarakat berpartisipasi aktif dalam menentukan aturan
main, strategi dan mekanisme kerjanya sebuah program. Hasil kesepakatan ini
diperoses melalui cara yang adil dan baik bagi seluruh lapisan masyarakat, dan
dengan sendirinya akan menjadi alat !control bagi masing-masing lapisan. Kedilan
j uga dapat disebut sebagai salah satu alat untuk mempersatukan manusia. 16
BABY
KESIMPULAN
A.
KESIMPULAN
Dari uraian yang penulis paparkan tentang hasil studi penelitian di atas,
maka penulis dapat mengambil kesimpulan beserta saran-·saran yang dianggap
perlu:
1. Peran
Penting
Keadilan
Sosial
Dalam
Proses
Pengembangan
Masyarakat.
Teori keadilan sosial yang dikonsepsikan oleh John Rawls dalam A
Theo1y Qf Justice memiliki faktor detenninan yang sangat signifikan dalam
mencapai proses pengembangan masyarakat yang adil. Karena, sesuai dengan
apa yang hendak dicapai dengan tambahan kata "sosial" tersebut Tanpa kata
itupun "keadilan" dapat didefinisikan dengan jelas. Keadilan merupakan
suatu prinsip universal yang dapat dijadikan takaran bagi semua tindakan
dalam pembangunan masyarakat dan legitimitas moralnya dapat diuji. lni
mensyaratkan antara lain aturan yang sama bagi semua orang.
Jika melihat pembahasan pengembangan masyarakat pada bab
sebelumnya, baik mengenai sejarah pengembangan masyarakat, prinsip, dan
landasan filosfisnya, pengembangan masyarakat merupaka kunci utama
program pembangunan keberlanjutan dalam pembangunan nasional. 1 Hal
1
Pembangunan Nasional rnerupakan rangkaian upaya pernbangunan yang
berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara
untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional yang termaktub dalam
Pembukaan Undangundang Dasar 1945. Dalam melaksanakan pembangunan nasional
perlu memperhatikan tiga pilar pembangunan berkelanjutan secara seimbang, hal ini
86
tersebut tidak berjalan dan sampai pada visi, misinya tanpa ada konsep
keadilan di dalamnya. Keadilan sosial bermakna lebih luas dari pada keadilan
distributif yang berarti keadilan dalam pembagian harta masyarakat kepada
individu/kelompok. Keadilan sosial dalam arti luas adalah suatu keadaan
yang memungkinkan setiap individu/kelompok dalam masyarakat bisa
berkembang maksimal.
Keadilan secara leksikal berarti sama dan menyamakan. Dan menurut
pandangan umum, keadilan yaitu menjaga hak-hak orang lain. Keadilan
merupakan lawan kezaliman yang berarti merampas hak-hak orang lain. Atas
dasar ini, definisi keadilan ialah memberikan hak kepada yang berhak
menerimanya. Oleh karena itu, dalam proses pengembangan masyarakat,
pertama kita harus mempunyai gambaran adanya pihak yang mempunyai hak
sehingga dapat dikatakan bahwa menjaga haknya merupakan keadilan dan
merampas haknya adalah kezaliman.
Akan tetapi, pengertian adil ini lebih diperluas lagi dan digunakan
dengan makna: menempatkan sesuatu pada tempatnya atau mengerjakan
segala sesuatu dengan baik. 2 Berdasarkan definisi ini, keadilan sinonim
dengan bijakasana. Maka, perbuatan yang adil yaitu perbuatan yang bijak.
Adapun bagaimana hak orang yang berhak dan posisi semestinya setiap
sesuatu itu dapat ditentukan.
2. Kcadilan Sosial Scbagai Cita-Cita Pengcmbangan Masyarakat
pembangunan harus memperhatikan dimensi lingkungan dan manusia serta KTT
Pembangunan Berkelanjutan di Johannesburg Tahun 2002 yang membahas dan
87
Keadilan
sosial
merupakan
kunci
utama
dalam
mewujudkan
kesejahteraan sosial masyarkat, seluruh element masyarakat mempunyai
keharusan untuk menyelamatkan kunci tersebut walaupun tanggung jawab
utama ada di pundak pelaku utama pengembangan masyarakat. Aspek
keadilan sosial sebagai ujung proses pembangunan dengan demikian harus
menjadi pijakan utama dalam sebuah kebijakan publik dan bukan sematamata hanya soal kemakmuran ekonomi. Hal ini penting untuk melindungi
keberadaan
rakyat
kecii
yang
teramat
sering
tersisih
dari
proses
pembangunan. Mereka kerap dipaksa bertarung dengan sebuah sistem yang
tidak adil sejak awalnya.
B.
SARAN-SARAN
I. Hal yang penting tentang prinsip-prinsip keadilan John Rawls adalah bahwa
prinsip-prinsip tersebut secara n01mal akan dipahami sebagai yang diterapkan
kepada individu-individu. Akan tetapi, analisis dari suatu perspektif
individual hanyalah salah satu cara untuk memahami isu-isu sosial dan
keadilan sosial. Dalam istilah politik, perspektif individu pada hakikatnya
memiliki orientasi yang liberal.
2. Salah satu kekurangan John Rawls adalah bahwa. ia tidak menjelaskan
mengenai munculnya mengapa terdapat ketidaksetaraan. Dengan kata lain,
tida.k cukup perhatian yang diberikan oleh John Rawls kepada ekploitasi dan
penindasan sebagai penggerak ketidakadilan.
87
Daftar Pustaka
Abdullah, Haidar. Kebebasan Seksual Dalam Islam Jakarta: Pustaka Zahra, 2003,
Cet I
Adi, Isbandi Rukminto. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan
Intervensi Komunitas. Jakarta: LPFE UI, 2003.
---------Jtervensi Komunilas, Pengembangan Masyarakat Sebagai
Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Rajawali Pers, 2008.
Upaya
Ahimsa Putra, Heddy Shri. Pengembangan Masyarakat: Agama, Sosial, Ekonomi
dan Budaya (Jogjakarta: LKPM IAIN Sunan Kalijaga, 2003, Edisi III
Al-Barry, Dahlan. Kamus Jlmiah Populer. Surabaya: Arkola, 1994
Ata Ujan, Andre, Keadilan dan Demokrasi: Telaah Filsafat Politik John Rawls.
Yogyakarta: Kanisius, 2001.
Bertens, Kees. Pengantar Etika Bi.mis. Yogyakarta: Kanisius, 2000
Budiharjo, Miriam. Dasar-Dasar llmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2008.
Dannodiharjo, Darji dan Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum: Apa dan
Bagaimana Filsafat Hukum di Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama Jakarta, 1995.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka, Cet I.
Echolis , John dan Shadily, Hasan. Kamus lnggris- Indonesia Jakarta: Gramedia,
1982.
Enggener, Asghar Ali. Islam dan Pembebasan. Yogyakarta: Lkis, 1993, Cet I
Hamersma, Harry. Pintu Masuk Ke Dunia Filsafat. Jakarta: Kanisius, 1981.
Hardiman, F. Budi. Sejarah Filsafat Modern: Diktat Sejarah Filsafat Modern
Jakarta: STF Driyarkara, 1995.
Horton, Paul. B. dan Hunt, Chester .L. Sosiologi. Jilid I, Jakarta: Erlangga, 1984.
Huijbers, Theo. Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah. Yogyakarta: Kanisius,
1982.
88
Ife, Jim. Communtiy Development, Creating Community Alternatives Vision,
Analysis and Practice, Melbourne: Addison WesleyLongman, 1997.
_ _ _Tesoriero, Frank. Community Development: Alternatif Pengembangan
Masyarakat di Era Globalisasi. Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2008.
Irawan, Elly, dkk, Pengembangan
Terbuka,1995, Cet I
Masyarakat,
Jakarta:
Universitas
Jamasy, Owin. Keadilan, Pemberdayaan, dan Penanggulangan kemiskinan.
Jakarta: Belantika, 2004.
Juliantara, Dadang. Pembaruan Kabupaten: Arah Reali.mi Otonomi Daerah.
Yogyakarta: Pembaruan, 2004.
Kusnadi. Konjlik Sosial Nelayan; Kemiskinan dan Perebutan Sumber Daya
Perikanan. Yogyakarta: LKiS, 2002, Cet I
Losco, Joseph dan Williams, Leonard. Political Theo1r Kajian Klasik dan
Kontemporer. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.
Mangkunegara, A.A. Anwar, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan
Bandung: Rosda Karya, 2000.
Moleong, Lexy. J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya, 2001.
Muthahari, Murtadha. Islam Agama Keadilan. Jakarta: Pustaka Hidayah, 1998,
Cet I
----------, Masyarakat dan Sejarah. Bandung: Mizan, 1995, Cet V
Panduan umum Program Pemberdayaan Fakir Miskin, Jakaita: Departemen
Sosial RI, 2005.
Pogge, Thomas. John Rawls: His Life And Theory ofJustice. New York: Oxford
University Press,2007.
Rasuanto, Bur. Keadilan Sosial. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005.
Sadji,
Partoatmodjo.
Masalah
Kemiskinan
dan
Kompleksitas
Penanggulangannya, Jakarta: TKP3 KPK Kementrian Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat, 2004, Cet I
Sumadiningrat, Gunawan. Pengembangan Daerah dan
Masvarakat. Jaka.rt::i: Hini.t RP.no Pori,uorn 100'7 n-"
T
Pemberdayaan
89
Syibli, Aminullah. Keadilan Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008.
Rawls, John. Teori Keadilan: Dasar-dasar Filsafat Politik untuk Mewigudkan
Kesejahteraan Sosial dalam Negara. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006,
Cet I
_____A Theory Of Justice, Massachusetts: The Belknap Press Of Harvard
Iniversity Press, 1971.
-----Political Liberalism. New York: Columbia University Press, 1993
Riswandi, I/mu Sosial Dasar. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1992, Cet. I
Roesmidi & Risyanti, Riza. Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: Alqaprint
2006.
Shapiro, Ian. Evo!usi Hak Dalam Teori Liberal. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2006.
----~Asas
Moral Da!am Politik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006.
Simon Tormey, Anti Kapitalisme. Jakarta: Teraju, 2005.
Soetomo, Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat.
Pelajar, 2006.
Yogyakarta: Pustaka
Suseno, Franz Magnis. Pijar-Pijar Filsafat: Dari Gatholoco ke Filsafat
Perempuan, dari Adam Muler ke Postmodernisme. Yogyakarta: Kanisius,
2005.
---~Etika Abad
Kedua Puluh. Yogyakarta: Kanisius, 2006.
Suhelmi, Ahmad. Pemikiran Politik Barat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2001.
Syibli, Aminullah Keadi!an, Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008.
Tim Redaksi Driyarkara, Diskursus Kemasyarakatan dan Kemanusian. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama, 1993
Undang-Undang Republik Indonesia
Pemerintahan Daerah
Nomor
32
Tahun
2004
Tentang
Wijono, Radjimo Sastro, Wong-wong Cilik Menghadapi Globalisasi, Jakarta:
Indonesian Peoples' Forum, 2004.
90
_ _ _ _Kamus Bahasa Arab Indonesia. Jakarta: Yayasan Penyelenggara
Penterjemah Penafsir Al-Quran, 1973.
Zubaedi, Wacana Pembangunan Alternatif. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Group,
2007.
Sumber Dari Media Elektronik
Haryatmoko, Keprihatinan Erika Politik; Membangun Institusi Sosial yang Adil.
"artikel
diakses
pada
29
Oktober
2009
dari
http://www. unisosdem. org/article printfriendly. php?aid=773&coid= I &cai
d=34
Muhammad Faiz, Pan, Teori Keadilan John Rawls dan Relevansi Konstitusi
Indonesia, "artikel diakses pada 28 juni 2009 dari http//Profil Tokoh John
Rawls (1921-2002) «PAN MOHAMAD PAIZ.html
Wibowo, Arif. Teori Keadilan John Rawls. artikel diakses pada 08 November
2009 dari http:/!staff. blog. ui.ac. id/arif51/2008/l 2/0 l/teori-keadilan-johnrawls/
Download