HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN IBU DENGAN STATUS KELENGKAPAN IMUNISASI PADA BALITA UMUR 1 – 5 TAHUN DI DESA GATAK SUKOHARJO SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan Oleh : Muhammad Wahyu Hariyanto NIM. ST14 041 PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016 1 LEMBAR PENGESAHAN Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul : HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN IBU DENGAN STATUS KELENGKAPAN IMUNISASI PADA BALITA UMUR 1 – 5 TAHUN DI DESA GATAK SUKOHARJO Oleh : Muhammad Wahyu Hariyanto NIM. ST14 041 Telah dipertahankan di depan penguji pada tanggal 09 Februari 2016 dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Keperawatan Pembimbing Utama, bc. Yeti Nurhayati., M.Kes. NIK. 201378115 Pembimbing Pendamping, Sunardi, SKM., M.Kes. NIP. 19730128199503 1 001 Penguji, Ns. Atiek Murharyati., M.Kep. NIK. 200680021 Surakarta, 25 Februari 2016 Ketua Program Studi S-1 Keperawatan, Ns. Atiek Murharyati., M.Kep. NIK. 200680021 ii iii KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan Judul “Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Dengan Status Kelengkapan Imunisasi Pada Balita Umur 1 – 5 Tahun di Desa Gatak Sukoharjo”. Dalam penyusunan Skipsi ini penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat : 1. Ns. Wahyu Rima Agustin M.Kep, selaku Ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta. 2. Ns. Atiek Murhayati, M.kep, selaku Ketua Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta. 3. bc. Yeti Nurhayati, M.Kes, selaku pembimbing I yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan - masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta menfasilitasi demi sempurnanya skripsi ini. 4. Sunardi, SKM, M.Kes, selaku pembimbing II yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan - masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta menfasilitasi demi sempurnanya skripsi ini 5. Kedua orang tua saya, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat baik moral, material dan spiritual untuk menyelesaikan pendidikan. 6. Teman-teman mahasiswa Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta, khususnya kelompok 6 dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah memberikan dukungan moril, materiil dan spiritual. 7. Responden penelitian yang sudah bersedia membantu dan meluangkan waktunya. iv Semoga skripsi ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan, Amin. Surakarta, 09 Januari 2016 Penulis v DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................ i LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................... ii LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................... iii SURAT PERNYATAAN ......................................................................... iv KATA PENGANTAR .............................................................................. v DAFTAR ISI ............................................................................................ vi DAFTAR TABEL .................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR ................................................................................ ix DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ x BAB I BAB II PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................... 1 1.2 Rumusam Masalah ......................................................... 3 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................ 3 1.4 Manfaat Penelitian .......................................................... 4 LANDASAN TEORI 2.1 Balita .............................................................................. 6 2.1 Ibu .................................................................................. 9 2.2 Imunisasi ........................................................................ 12 2.3 Keaslian penelitian ......................................................... 35 2.5 Kerangka Teori ............................................................... 37 2.6 Kerangka Konsep ........................................................... 38 2.7 Hipotesis Penelitian ........................................................ 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ....................................... 39 3.2 Populasi dan Sampel........................................................ 39 3.3 Tempat dan Waktu Penelitian .......................................... 41 3.4 Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran ..... 41 3.5 Alat Penelitian dan Prosedur Pengumpulan Data ............. 43 3.6 Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data ...................... 45 vi 3.7 Etika Penelitian ............................................................... 49 BAB 1V HASIL PENELITIAN 4.1 Analisa Univariat ............................................................. 51 4.2 Analisa Bivariat ............................................................... 54 BAB V PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden .................................................. 56 5.2 Tingkat Pendidikan Ibu Balita di Desa Gatak Sukoharjo .. 58 5.3 Tingkat Kelengkapan Imunisasi Balita di Desa Gatak Sukoharjo ........................................................................ 5.4 61 Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Dengan Kelengkapan Imunisasi .................................................... 62 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan ........................................................................ 65 6.2 Saran ............................................................................... 66 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vii DAFTAR TABEL Nomor Tabel Judul Tabel Halaman 2.1 Program Imunisasi 20 2.2 Keaslian Penelitian 35 3.1 Variabel Definisi dan Skala Penelitian 42 3.2 Tingkat Pendidikan 45 3.3 Interpretasi Hasil Uji Hipotesis 48 4.1 Distribusi Frekuensi Usia Responden 52 4.2 Distribusi Frekuensi Pekerjaan Responden 52 4.3 Gambaran Tingkat Pendidikan Responden 53 4.4 Kelengkapan Imunisasi Pada Balita 54 4.5 Hasil Uji Lamdha 55 viii DAFTAR GAMBAR Nomor Gambar Judul Gambar ix Halaman DAFTAR LAMPIRAN Nomor Lampiran Keterangan Lampiran 1 F.01 Usulan topik penelitian Lampiran 2 F.02 Pernyataan Pengajuan Judul Skripsi Lampiran 3 F.04 Pengajuan Ijin Studi Pendahuluan Lampiran 4 F.05 Lembar Oponent Lampiran 5 F.06 Lembar Audience Lampiran 6 F.07 Lembar Pengajuan Ijin Penelitian Lampiran 7 Surat Ijin Pra Penelitian Lampiran 8 Balasan Ijin Penelitian Lampiran 9 Tabel Lamdha Lampiran 10 Lembar Konsultasi Lampiran 11 Dokumentasi x PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016 Muhammad Wahyu Hariyanto Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Dengan Status Kelengkapan Imunisasi Pada Balita Umur 1 – 5 Tahun di Desa Gatak Sukoharjo Abstrak Imunisasi merupakan suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap suatu penyakit dengan cara memasukan kuman atau produk kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan kedalam tubuh dan diharapkan tubuh dapat menghasilkan zat anti yang pada saatnya digunakan tubuh untuk melawan kuman atau bibit penyakit yang menyerang tubuh. Penetitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan dengan status kelengkapan imunisasi pada balita umur 1 – 5 tahun di Puskesmas Gatak Sukoharjo. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional. Sampel penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita umur 1 – 5 tahun sebanyak 126 orang dan data yang diperoleh menggunakan lembar obsevasi. Analisa yang digunakan menggunakan analisa univariat dan bivariat. Hasil analisa univariat menunjukkan dari 126 responden terdapat 16 (12,7%) responden tidak memberikan imunisasi dasar lengkap, 110 (87,3%) responden memberikan imunisasi dasar lengkap 69 (54,8%) memiliki tingkat pendidikan dasar, 48 (38,1) memiliki tingkat pendidikan menengah, 9 (7,1%) memiliki tingkat pendidikan tinggi. Hasil analisa bivariat dengan uji stastistik lamdha, menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan ibu (P value = 0.000 (0.000<0.05) dengan kelengkapan imunisasi. Diharapkan agar dapat meningkatkan tingkat pengetahuan ibu mengenai kelengkapan imunisasi dengan cara meningkatkan penyuluhan di setiap Desa / Posyandu. Kata Kunci : Imunisasi, pendidikan, balita umur 5 tahun. xi BACHELOR OF NURSING PROGRAM SCHOOL OF HEALTH SCIENCES OF KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016 Muhammad Wahyu Hariyanto The Relationship between Mothers’ Levels of Education and Immunization Completion Status in Children Aged 1 to 5 in Gatak Village, Sukoharjo Regency Abstract Immunization is an attempt to develop immune system against diseases by entering germs or germ products which have been attenuated or killed into human bodies and the body is expected to obtain antibody which can be used to fight against germs or disease-causing pathogens. This study aims at investigating the relationship between mothers’ levels of education and immunization completion status in children aged 1 to 5 years in Public Health Center of Gatak, Sukoharjo. This is a quantitative research with cross-sectional design. The samples included a total of 126 mothers having children aged 1 to 5 years. The data were obtained using observation sheets. Univariate and bivariate analyses were applied in this research for analyzing the data. The results of univariate analysis reveal that out of 126 respondents, 16 (12.7%) respondents do not fulfill complete basic immunization, 110 (87.3%) respondents fulfill complete basic immunization, 69 (54.8%) respondents are elementary school graduates, 48 (38.1%) respondents are middle school graduates, and 9 (7.1%) respondents are university graduates. The results of bivariate analysis with Lamda statistical test indicate that there is a significant relationship between mothers’ levels of education (p-value = 0.000 (0.000<0.05) and the completion of immunization. It is expected that healthcare workers and caretakers make an effort to improve mothers’ knowledge on the completion of immunization by providing counseling in all villages and Integrated Service Post (Posyandu). Keywords: immunization, education, children under 5 years old. xii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan masa depan bangsa yang berhak atas pelayanan kesehatan secara individu. Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan lingkungannya. Selama dalam proses tumbuh kembang, anak memerlukan asupan gizi yang baik, kasih sayang, penanaman nilai agama dan budaya serta upaya pencegahan penyakit. Imunisasi merupakan suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap suatu penyakit dengan cara memasukan kuman atau produk kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan ke dalam tubuh dan diharapkan tubuh dapat menghasilkan zat anti yang pada saatnya digunakan tubuh untuk melawan kuman atau bibit penyakit yang menyerang tubuh (Rochmah K.M, 2011). Selain itu tujuan dari pemberian imunisasi pada bayi dan balita diharapkan dapat menjadikan anak kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (Aziz Alimul, 2011). Menurut WHO Imunisasi telah terbukti sebagai salah satu upaya kesehatan masyarakat yang sangat penting. Program imunisasi telah menunjukkan keberhasilan yang sangat luar biasa dan merupakan usaha yang sangat hemat biaya dalam mencegah penyakit menular. The 1 2 Expended Progaram oleh WHO, cakupan imunisasi dasar anak dari 50% mendekati 80% diseluruh dunia. WHO telah mencanangkan program ini (Global Programme For Vaccines and Immunication) organisasi pemerintah di seluruh dunia bersama UNICEF, WHO dan World Bank. Menurut perhitungan Kementrian PPN / Bapenas 2015 mempunyai target di 2019 yaitu meningkatkan persentase Kab / Kota yang mencapai 80% imunisasi dasar lengkap pada bayi dari 71,2% menjadi 95%, target tersebut untuk menjawab ketimpangan imunisasi dasar antara daerah yang terendah yaitu papua 29,2% dan tertinggi di jogjakarta 83,2% dan sedangkan di Jawa Tengah sendiri yaitu 76,9%. menjelaskan cakupan imunisasi BCG, Hepatitis, DPT/Hb3 dan Campak pada anak umur 12-59 bulan lebih tinggi di perkotaan dibandingkan perdesaan. Untuk imunisasi Polio 3, DPT/Hb 3 dan campak, perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki. Cakupan imunisasi tertinggi (BCG 98,3%) pada Kepala Keluarga dengan pendidikan tamat PT, pekerjaan lainnya dan pada tingkat pengeluaran per kapiita 5. Cakupan imunisasi terendah pada KK dengan pendidikan tamat SMP, pekerjaan lainnya dan tingkat pengeluaran per kapita (Depkes, 2007). Persentase cakupan imunisasi lengkap di Provinsi Jawa Tengah sebesar 59,1%. Persentase cakupan imunisasi lengkap anak balita tertinggi di kabupaten Wonogiri (86,8%) dan terendah di kabupaten Brebes dan Purworejo masing-masing (40,6%) (DinKes, 2007). 3 Sukoharjo menduduki peringkat pertama dengan presentasi pelaksanaan imunisasi tertinggi yaitu mencapai 70,1% (Dinkes Provinsi Jawa Tengah 2014). Presentase pelaksanaan imunisasi di Kecamatan Gatak telah mencapai 80% (Dinkes Kabupaten Sukoharjo 2014). Presentase yang 80% peneliti ingin mengetahui apakah tingkat pendidikan mempengaruhi prosentase tersebut. Berdasarkan fenomena diatas maka penulis tertarik untuk meneliti mengenai hubungan pendidikan ibu dengan status kelengkapan imunisasi pada balita umur 1 – 5 tahun di Desa Gatak Sukoharjo. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan cakupan imunisasi lengkap, Sukoharjo menduduki peringkat pertama dengan presentasi pelaksanaan imunisasi tertinggi yaitu mencapai 70,1% (Dinkes Provinsi Jawa Tengah 2014). Presentase pelaksanaan imunisasi di Kecamatan Gatak telah mencapai 80% (Dinkes Kabupaten Sukoharjo 2014). Berdasarkan latar belakang, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut yaitu “Adakah Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Dengan Status Kelengkapan Imunisasi Pada Balita Umur 1 – 5 Tahun di Desa Gatak Sukoharjo?” 4 1.3 Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan tingkat pendidikan ibu dengan status kelengkapan imunisasi pada balita di Desa Gatak Sukoharjo. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui karakteristik responden. b. Mengetahui tingkat pendidikan ibu di Desa Gatak Sukoharjo. c. Mengetahui status kelengkapan imunisasi pada balita di Desa Gatak Sukoharjo. d. Mengetahui hubungan tingkat pendidikan ibu dengan kelengkapan imunisasi pada balita di Desa Gatak Sukoharjo. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Bagi instansi puskesmas dan profesi Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Puskesmas Gatak Sukoharjo dalam membuat kebijakan selanjutnya untuk meningkatkan presentase kelengkapan imunisasi dasar dengan mengetahui hubungan tingkat pendidikan ibu dengan status kelengkapan imunisasi pada balita umur 1 – 5 tahun di Desa Gatak Sukoharjo. Sehingga menjadi acuan buat Puskesmas melalui intervensi lebih lanjut. 5 2. Bagi instansi pendidikan Menjadi wacana dan bahan masukan dalam proses belajar mengajar terhadap kelengkapan imunisasi berdasarkan tingkat pendidikan ibu. 3. Bagi peneliti selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan serta dapat digunakan sebagai landasan untuk peneliti yang akan datang mengenai aspek lain yang dapat dikembangkan dalam penelitian imunisasi dasar lengkap. 4. Bagi peneliti Sebagai aplikasi metode penelitian berhubungan dengan tingkat pendidikan ibu terhadap imunisasi pada balita. BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Balita 2.1.1 Pengertian Balita Balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau lebih populer dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun (depkes 2015). 2.1.2 Tumbuh Kembang Balita Cara mengukur pertumbuhan balita a. Mengukur BB b. Mengukur panjang bayi a) Cara mengukur dengan posisi berbaring: b) Sebaiknya dilakukan oleh 2 orang. c) Bayi dibaringkan telentang pada alas yang datar. d) Kepala bayi menempel pada pembatas angka 0. e) Petugas 1 : kedua tangan memegang kepala bayi agar tetap menempel pada pembatas angka 0 (pembatas kepala). f) Petugas 2 : tangan kiri menekan lutut bayi agar lurus, tangan kanan menekan batas kaki ke telapak kaki. g) Petugas 2 membaca angka di tepi di luar pengukur. 6 7 2.1.3 Perkembangan Bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih komplek dalam kemampuan : a. Gerakan kasar / motorik kasar Adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan otot – otot besar seperti duduk, berdiri dan sebagainya. b. Gerakan halus atau motorik halus Adalah kemampuan anak melakukan gerakan yang melibatkan dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat seperti mengamati sesuatu, menjimpit, menulis, dan sebagainya. c. Kemampuan bicara dan bahasa adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara, berbicara, berkomunikasi, mengikuti perintah dan sebagainya. d. Sosialisasi dan kemandirian adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri anak (makan sendiri, membereskan mainan selesai bermain), berpisah dengan dengan ibu/pengasuh anak, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya, dan sebagainya. 8 2.1.4 Faktor – faktor yang mempengaruhi kualitas tumbuh kembang balita a. Faktor dalam a) Ras etnik / suku bangsa b) Keluarga / genetik / keturunan c) Umur d) Jenis Kelamin b. Faktor luar a) Gizi (pada saat dalam kandungan) dan gizi pada masa pertumbuhan b) Racun / zat kimia dan radiasi c) Kekurangan hormon tertentu Beberapa hormon yang bisa mengganggu pertumbuhan misalnya kekurangan hormon insulin yang menyebabkan ibu pada saat hamil menderita diabetes, dan pada saat pertumbuhan kekurangan hormon tiroid pada kelenjar gondok menyebabkan pertumbuhan anak menjadi pendek. d) Penyakit infeksi e) Sosial ekonomi f) Lingkungan pengasuhan g) Stimulus atau rangsangan (Kemenkes RI, 2010) yang 9 2.2 Ibu 2.2.1 Pengertian Ibu Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebut bahwa Ibu adalah seorang perempuan yang telah mengandung selama sembilan bulan dan telah melahirkan seorang anak serta merawat dengan penuh kasih sayang. Menurut Wikipedia Bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas (Wikipedia, 2007: 1), Ibu adalah orang tua perempuan dari seorang anak, baik lakilaki maupun perempuan, baik melalui hubungan biologis maupun sosial. Ibu memiliki peranan yang sangat penting dalam membesarkan anak, mendidik dan panggilan ibu dapat diberikan untuk perempuan yang bukan orang tua kandung (biologis) dari seseorang yang mengisi peranan ini, contoh ibu angkat atau ibu asuh. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan ibu adalah orang tua dan tempat pertama dimana anak mendapatkan pendidikan. Apabila ibu memamahami dan ingin melaksanakan tugas serta tanggung jawab dalam mendidik dan menjaga anak dengan baik, maka lahir generasi yang baik, generasi yang unggul dan tumbuh menjadi seorang yang berbudi luhur, bertanggung jawab, dan berbakti kapada orang tua. Ibu orang tua yang paling memiliki ikatan batin yang erat dengan anak, karena sejak dalam kandungan hingga menjadi seorang anak yang dewasa ibu yang merawat dan membesarkan anak, ibu yang sering bertemu dengan anak, perilaku anak dapat ditentukan oleh sikap dan pola asuh ibu dalam lingkungan keluarga. 10 2.2.2 7 peran seorang ibu untuk keluarga adalah : 1. Ibu sebagai manager Sebagai seorang manager, seorang ibu rumah tangga mampu mengintegrasikan berbagai macam karakter, berbagai macam keadaan/kondisi anggota keluarganya ke dalam satu tujuan rumah tangga. 2. Ibu sebagai teacher Sebagai seorang teacher (guru), seorang ibu mampu mendidik putra-putrinya, mengerjakan sesuatu yang baru, melatih, membimbing mengarahkan serta memberikan penilaian baik berupa reward maupun punisment serta yang mendidik. Menurut (Baqir Sharif al – Qarashi, 2003) bahwa ibu merupakan sekolah yang paling utama dalam pembentukan kepribadian anak, serta sarana untuk memenuhi mereka dangan berbagai sifat mulia. 3. Ibu sebagai chef/cook Sebagai seorang chef tentunya seorang ibu harus pandai memutar otak untuk berkreasi menghasilkan menu-menu yang dapat diterima semua anggota keluarga, baik menu sarapan, makan siang, maupun makan malam. 4. Ibu sebagai nurse Sebagai seorang nurse (perawat) seorang ibu bagaimana dengan telatennya merawat putra-putrinya, dari mulai mengganti popok ketika bayi, memandikan, menyuapi makan, sampai segala sesuatu 11 yang dibutuhkan oleh putra-putrinya sekecil apapun beliau perhatikan, dan tidak bosan-bosannya mencurahkan kasih sayang dan perhatiannya yang begitu tulus. 5. Ibu sebagai accountant Sebagai seorang akuntan, seorang ibu mampu mengelola APBK (Anggaran Pendapatan dan Belanja Keluarga) dengan sebaikbaiknya, bagaimana mengatur pengeluaran belanja bulanan dari mulai membayar listrik, telepon, PAM, kebutuhan anak sekolah, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya yang tak terduga. Dan bahkan bagaimana seorang ibu rumah tangga mampu membantu perekonomian keluarganya dengan tidak melupakan kodratnya sebagai ibu. 6. Ibu sebagai design interior Ibu sebagai seorang design interior seorang ibu harus mampu menciptakan / menata berbagai furnitur yang ada di rumahnya untuk menciptakan suasana baru, tidak membosankan anggota keluarganya 7. Ibu sebagai doctor Ibu sebagai seorang doctor bagaimana seorang ibu harus mampu mengupayakan kesembuhan dan menjaga putra-putrinya dari berbagai hal yang mengancam kesehatan. Berbagai cara dilakukan untuk menjaga anggota keluarganya tetap dalam keadaan sehat (Diaf, 2013). 12 2.3 Imunisasi Imunisasi sebagai upaya pencegahan yang utama dalam mencapai kesejahteraan anak, senantiasa berubah sesuai dengan perubahan epidemiologi dan pengadaan vaksin yang semakin lengkap. Untuk itu diperlukan pedoman pelaksanaan imunisasi di Indonesia agar dicapai keseragaman dalam rangka Universal Children Immunization (UCI). Beberapa tahun ini Program Imunisasi Nasional di Indonesia telah berhasil memenuhi kebutuhan anak – anak kita, yaitu pemberian vaksin kombinasi DPT / Hepatitis B, Hib, Td untuk anak sekolah, dan pemberian vaksin campak kedua. Puncaknya, WHO-SEARO (regional Asia Tenggara) pada tanggal 27 Maret 2014 telah mendeklarasikan eradikasi polio di Asia Tenggara, termasuk Indonesia (Ranuh, 2014). Imunisasi merupakan suatu teknologi yang sangat berhasil dan merupakan sumbangan ilmu pengetahuan yang terbaik yang diberikan oleh para ilmuan di dunia ini. Satu upaya kesehatan yang paling efektif dan efisien dibandingkan dengan upaya kesehatan lainnya, setiap tahun lahir 130 juta anak di dunia, 91 juta diantaranya lahir di negara yang sedang berkembang. Pada tahun 1974 cakupan vaksinasi baru mencapai 50%, sehingga dilaksanakan imunisasi global yang disebut extendend program immunization dan saat ini cakupan meningkat hampir setiap tahun, minimal tiga juta anak terhindar dari kematian dan sekitar 750000 terhindar dari cacat, namun demikian satu dari empat orang anak masih belum mendapatkan vaksinasi dan dua juta meninggal setiap tahunnya karena penyakit yang dapat dicegah dengan 13 imunisasi (Ranuh, 2005). Sejarah sendiri imunisasi telah dimulai lebih dari 200 tahun yang lalu, sejak Edward Yenner tahun 1798 pertama kali menunjukkan bahwa dengan cara vaksinasi dapat mencegah penyakit Cacar. Sejarah imunisasi di Indonesia dimulai pada tahun 1956. Saat itu digelar imunisasi Cacar sekitar 17 tahun berselang, pemerintah mulai melakukan imunisasi BCG untuk Tuberkulosis, disusul imunisasi TT pada ibu hamil setahun kemudian. Pada tahun 1976, diadakan imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) pada bayi. Pada tahun 1977, WHO mulai menetapkan program imunisasi sebagai upaya global dengan Expanded Program on Immunization. Sejak tahun 1981, mulai dilakukan imunisasi Polio, Campak, dan Hepatitis (Ranuh, 2008). 2.3.1 Pengertian Imunisasi Pengertian imunisasi itu sendiri adalah suatu pemindahan atau transfer secara pasif atau imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit (Marimbi, 2010). Sedangkan menurut Tawi (2008), Imunisasi adalah suatu tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara memasukkan vaksin ke dalam tubuh manusia. mendapatkan kekebalan terhadap suatu penyakit dengan cara memasukan kuman atau produk kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan kedalam tubuh dan diharapkan tubuh dapat menghasilkan zat anti yang pada saatnya 14 digunakan tubuh untuk melawan kuman atau bibit penyakit yang menyerang tubuh (Rochmah K.M, 2011). 2.3.2 Imunisasi sebagai upaya pencegahan 1. Pencegahan primer Upaya menghindari pencegahan terjadinya primer sakit adalah atau semua upaya untuk kejadian yang dapat mengakibatkan seseorang sakit atau menderita cedera dan cacat. Memperhatikan gizi dengan sanitasi lingkungan yang baik, pengamanan terhadap segala macam cedara dan keracunan serta vaksinasi atau imunisasi terhadap penyakit. 2. Pencegahan sekunder Pencegahan sekunder adalah deteksi dini, bila diketahui adanya penyimpangan kesehatan seorang bayi atau anak maka intervesi atau pengobatan perlu segera diberikan untuk koreksi secepatnya. Memberi pengobatan yang sesuai diagnosis yang tepat adalah suatu upaya pencegahan sekunder agar tidak terjadi komplikasi yang tidak diinginkan, yaitu meninggal atau meninggalkan gejala sisa, cacat maupun cacat lainnya. 3. Pencegahan tersier Sedangkan pencegahan tersier adalah membetasi berlanjutnya gejala sisa tersebut dengan upaya pemulihan seorang anak agar dapat hidup mandiri tanpa bantuan orang lain. Contoh pada terapi 15 rehabilitasi medik pada seorang anak dengan kelumpuhan maupun cacat lainnya (Ranuh, 2014). 2.3.3 Jenis Imunisasi Ada dua jenis imunisasi, yaitu: a) Imunisasi aktif, tubuh sendiri secara aktif akan menghasilkan zat anti setelah adanya rangsangan vaksin dari luar tubuh. b) Imunisasi pasif, kadar zat anti yang meningkat dalam tubuh bukan sebagai hasil produksi tubuh sendiri, tetapi secara pasif diperoleh karena suntikan atau pemberian dari luar tubuh (Wahab, 2004). 2.3.4 Tujuan Imunisasi Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok mayarakat (populasi). Untuk memberikan kekebalan kepada bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit (Marimbi, 2010). 2.3.5 Manfaat Imunisasi 1. Untuk Anak : mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian. 2. Untuk Keluarga : menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak – kanak yang nyaman. 16 3. Untuk Negara: memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan bangsa (Marimbi, 2010). Sedangkan menurut Yusrianto (2010), imunisasi bertujuan agar zat kekebalan tubuh balita terbentuk sehingga resiko untuk mengalami penyakit yang bersangkutan lebih kecil. Tujuan diberikan imunisasi adalah diharapkan untuk menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas dan mengurangi kecacatan akibat penyakit tertentu (Hidayat, 2008). 2.3.6 Macam – macam Imunisasi Macam – macam Imunisasi itu ada dua macam, diantaranya adalah : 1. Imunisasi aktif : Merupakan imunisasi yang dilakukan dengan cara menyuntikan antigen kedalam tubuh sehingga tubuh anak sendiri yang akan membuat zat antibodi yang akan bertahan bertahun – tahun lamanya. Imunisasi ini akan lebih bertahan lama dari pada imunisasi pasif (Riyadi & Sukarmin, 2009). Menurut Marimbi (2010), imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri. Contohnya imunisasi campak atau polio. Imunisasi aktif merupakan pemberian zat sebagai antigen yang diharapkan akan terjadi suatu proses infeksi buatan 17 sehingga tubuh mengalami reaksi imunologi spesifik yang akan menghasilkan respon seluler dan humoral serta dihasilkannya sel memori, sehingga apabila benar – benar terjadi infeksi maka tubuh secara cepat dapat merespon (Hidayat, 2008). Dalam imunisasi aktif terdapat empat macam kandungan dalam setiap vaksin antara lain : a) Antigen merupakan bagian dari vaksin yang berfungsi sebagai zat antara mikroba guna terjadinya semacam infeksi buatan dapat berupa poli sakarida, toksoid atau virus dilemahkan atau bakteri dimatikan. b) Pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultur jaringan. c) Preservative, stabilizer, dan antibiotika yang berguna untuk menghindari tumbuhnya mikroba dan sekaligus agar vaksin dalam keadaan lemah atau stabilisasi antigen. d) Adjuvant yang terdiri dari gram alumunium yang berfungsi untuk meningkatkan imunisasi antigen (Proverawati, 2010). 2. Imunisasi pasif : Pada imunisasi pasif tubuh tidak membuat sendiri zat anti akan tetapi tubuh mendapatkannya dari luar dengan cara penyuntikan bahan atau serum yang telah mengandung zat anti. 18 Atau anak tersebut mendapatkannya dari ibu saat dalam kandungan (Riyadi & Sukarminm, 2009). Menurut Ranuh (2014), imunisasi pasif adalah pemberian antibodi kepada resipien, dimaksudkan untuk memberikan imunitas secara langsung tanpa harus memproduksi sendiri zat aktif tersebut untuk kekebalan tubuhnya. Anti bodi yang diberikan ditujukan untuk upaya pencegahan atau pengobatan terhadap infeksi, baik untuk infeksi bakteri maupun virus. Sedangkan menurut Marimbi (2010), imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi sehingga kadar antibodi dalam tubuh meningkat. Contohnya dalam penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang mengalami kecelakaan. Contoh lain adalah yang terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah plasenta selama masa kehamilan, misalnya antibodi terhadap campak. Menurut Hidayat (2008), imunisasi pasif merupakan pemberian zat (imunoglobin) yaitu suatu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia atau binatang yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang diduga sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi. Jenis 19 imunisasi pasif tergantung cara pemberian dan jenis antibodi yang diinginkan,yaitu : a) Imunolobulin b) Imunolobulin yang yang diberikan diberikan secara intramuskuler. secara intravena. c) Imunolobulin spesifik (hyperimmune) d) Plasma manusia. e) Antiserum (anti bodi dari binatang). 2.3.7 Imunisasi dasar Imunisasi adalah sarana untuk mencegah penyakit berbahaya, yang dapat menimbulkan kematian pada bayi. Imunisasi bisa melindungi anak – anak dari penyakit melalui vaksinasi yang bisa berupa suntikan atau melalui mulut. Keberhasilan pemberian imunisasi pada anak dipengaruhi oleh beberapa faktor, antaranya terdapat tingginya kadar antibodi pada saat dilakukan imunisasi, potensi antigen yang disuntikan, waktu antara pemberian imunisasi, dan status nutrisi terutama kecukupan protein karena protein diperlukan untuk menyintesis antibodi (Hidayat, 2009). 20 2.3.8 Program Imunisasi Tahun 2010. Tabel 2.1 Program Imunisasi Jenis Imunisasi Umur pemberian Imunisasi Bulan Tahun Lah 1 2 3 4 5 6 9 12 15 18 2 3 5 6 10 12 ir BCG 0 Polio 0 Hepatitis B 1 DPT 1 2 3 4 5 3 4 5 3 1 Campak 2 2 1 6 2 Sumber : (Proverawati, 2010). Berikut beberapa imunisasi dasar yang diwajibkan pemerintah : 1. BCG Imunisasi BCG merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit TBC yang berat sebab terjadinya penyakit TBC yang primer atau yang ringan dapat terjadi walaupun sudah dilakukan imunisasi BCG. TBC yang berat contohnya adalah TBC pada selaput otak, TBC milier pada seluruh lapangan paru, atau TBC tulang. Vaksin BCG merupakan vaksin yang mengandung kuman TBC yang telah dilemahkan. Menurut Hidayat (2008), Imunisasi BCG merupakan imunisasi yang digunakan untuk 21 mencegah terjadinya penyakit TBC primer atau yang ringan dapat terjadi walau sudah dilakukan imunisasi BCG, pencegahan imunisasi BCG untuk TBC yang berat seperti TBC pada selaput otak, TBC Milier (pada seluruh lapang paru) atau TBC tulang. Efek samping pemberian imunisasi BCG adalah terjadinya ulkus pada daerah suntikan, limfadenitis regionalis, dan reaksi panas (Hidayat, 2009). Efeksamping lainnya adalah terjadinya ulkus lokal yang superfisial pada 3 minggu setelah penyuntikan. Ulkus tertutup krusta, akan sembuh dalam 2 – 3 bulan, dan meninggalkan parut bulat dengan diameter 4 – 8 mm. Frekuensi pemberian imunisasi BCG adalah 1 dosis sejak lahir sebelum umur kurang dari 3 bulan atau pada anak dengan uji Mantoux (tuberkulin) negatif (Ranuh, 2014). 2. Hepatitis B Vaksin hepatitis B diberikan untuk melindungi bayi dengan memberikan kekebalan terhadap penyakit hepetitits B. Yaitu penyakit infeksi lever yang dapat menyebabkan sirosis hati, kanker, dan kematian (Surirah, 2009). Sedangkan menurut Ranuh (2014), sebenarnya imunisasi hepatitits B sangat fleksibel sehingga tersedia beberapa pilihan untuk menyatukannya kedalam program imunisasi terpadu. Imunisasi diberikan 3 kali, imunisasi pertama diberikan segera setelah lahir. Jadwal imunisasi yang paling di anjurkan adalah 0,1,6 bulan karena respons antibodi paling optimal. 22 Efek samping pemberian imunisasi hepatitis B yang terjadi pada umumnya berupa reaksi lokal yang ringan dan bersifat sementara. Kadang – kadang dapat menimbulkan demam ringan untuk 1-2 hari (Ranuh, 2014). 3. Polio Imunisasi polio yaitu proses pembentukan kekebalan tubuh terhadap penyakit polio dengan mempergunakan vaksin polio oral (OPV) maupun bisa juga dengan suntikan (IPV) (Ranuh, 2014). Imunisasi polio diberikan untuk mencegah penyakit poliomylitis. Polio adalah penyakit yang dapat menyebabkan kelumpuhan pada anak (Hidayat, 2008). 4. DPT Difteri adalah suatu penyakit akut yang bersifat toxin-mediated disease dan disebabkan oleh kuman corynebacterium diphatare. Pertusis atau batuk rejan adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh bakteri Bordetella pertusis. Sedangkan Tetanus itu sendiri adalah penyakit akut, bersifat fatal, gejala klinis disebabkan oleh eksotoksin yang di produksi bakteri Clostridium tetani (Ranuh, 2014). Pemberian imunisasi DPT untuk melindungi tubuh terhadap penyakit difteri, pertusis, dan tetanus yang berakibat fatal pada bayi dan anak. Adapun efek samping vaksin DPT ini adalah reaksi lokal adalah kemerahan, bengkak, dan nyeri pada lokasi injeksi. Demam ringan, anak gelisah, menangis, yang biasanya dapat diatasi dengan 23 obat penurun panas. Bila setelah imunisasi DPT terjadi demam 400 C, demam lebih dari tiga hari, atau reaksi kejang, segera beritahukan dokter anda (Ranuh, 2014). Menurut Hidayat (2009), imunisasi DPT merupakan imunisasi untuk mencegah terjadinya penyakit difteri, pertusis, dan tetanus. Pemberian DPT dapat berefek samping ringan atau berat. Efek ringan misalnya terjadi pembengkakannyeri pada tempat penyuntikan, dan demam. Efek samping berat misalnya terjadi menangis berat, kesakitan kurang lebih empat jam, kesadaran menurun, terjadi kejang, ensefalopati, dam syok. Upaya pencegahan penyakit difteri, pertusis, dan tetanus perlu dilakukan sejak dini melalui imunisasi karena penyakit tersebut sangat cepat serta dapat meningkatkan kematian bayi dan balita Frekuensi pemberian imuisasi DPT adalah 3 dosis. Pemberian pertama zat anti terbentuk masih sangat sedikit (tahap pengenalan) terhadap vaksin dan mengaktifkan organ-organ tubuh membuat zat anti. Pada pemberian kedua dan ketiga terbentuk zat anti yang cukup. Imunisasi DPT diberikan melalui intramuscular. 5. Campak Imunisasi campak merupakan imunisasi yang di gunakan untuk mencegah terjadinya penyakit campak pada anak karena penyakit ini sangat menular. Imunisasi campak di berikan melalui subkutan. Imunisasi ini memiliki efek samping seperti terjadinya ruam pada 24 tempat suntikan dan panas (Hidayat, 2008). Menurut Ranuh (2014), telah di keluarkan Permenkes no 24 tahun 2013 mengenai pemberian imunisasi untuk campak di berikan 2 kali, yaitu pada umur 9 bulan sebagai imunisasi dasar dan pada umur 2 tahun sebagai imunisai lanjutan. Kemudian pada anak sekolah diberikan imunisasi campak yang ke tiga pada bulan imunisasi anak sekolah (BIAS). Imunisasi tidak di lanjutkan pada ibu hamil, anak dengan imunodefisiensi primer, pasien TB yang tidak di obati, pasien keganasan atau transplantasi organ, mereka yang mendapatkan pengobatan imunosupresif jangka panjang atau anak imunokompromais yang terinfeksi HIV (Ranuh, 2014). 2.3.9 Faktor – faktor yang mempengaruhi kelengkapan imunisasi Seorang bayi dikatakan telah menerima imunisasi lengkap apabila sebelum berumur 1 tahun bayi sudah mendapatkan imunisasi dasar lengkap seperti satu kali imunisasi BCG diberikan ketika bayi berumur kurang dari 3 bulan, imunisasi DPT – HB diberikan ketika bayi berumur 2,3,4 bulan dengan interval minimal 4 minggu, imunisasi polio diberikan pada bayi baru lahir dan tigakali berikutnya di berikan dengan jarak paling cepat 4 minggu. Dan untuk imunisasi campak diberikan pada bayi berumur 9 bulan. Idealnya seorang anak mendapatkan seluruh imunisasi dasar sesuai umurnya sehingga kekebalan tubuh terhadap penyakit – penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi dapat optimal (Depkes, 2010). 25 Faktor penentu yang mempengaruhi pemberian imunisasi pada masyarakat adalah perilaku masyarakat itu tersebut. Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003 : 96) terdapat teori yang mengungkapkan determinan perilaku berdasarkan analisis dari faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku khususnya perilaku kesehatan. Diantara teori tersebut adalah teori Lawrence Green (1980), yang menyatakan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh tiga faktor : 1. Faktor Pemudah (Presdiposing Factors) Faktor – faktor ini mencangkup tingkat pendidikan ibu, pengetahuan ibu, pekerjaan ibu, pendapatan keluarga, jumlah anak, dan dukungan dari pihak keluarga. a. Tingkat Pendidikan Menurut UU No. 20 Tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan adalah pimpinan yang di berikan dengan sengaja oleh orang dewasa kepada anak – anak dalam pertumbuhan (jasmani dan rohani) agar berguna bagi diri sendiri maupun masyarakat (Notoatmojo, 2003). Pendidikan merupakan pengalaman 26 seseorang mengikuti pendidikan formal yang dinilai berdasarkan ijazah tertinggi yang di miliki, sehingga pendidikan terbagi menjadi tiga yaitu pendidikan dasar (tingkat SD dan SLTP), menengah (SMU / Sederajat) dan pendidikan tinggi (Perguruan Tinggi / Sederajat) (UU NO 20 tahun 2003). Tingkat pendidikan ibu sangat menentukan kemudahan dalam menerima setiap pembaharuan. Makin tinggi pendidikan ibu, maka akan semakin cepat tanggap dengan perubahan kondisi lingkungan, dengan demikian lebih cepat menyesuaikan diri dan selanjutnya akan mengikuti perubahan itu (Notoatmojo, 2007). Disamping itu, semakin tinggi pendidikan akan semakin luas pengetahuan sehingga akan termotivasi menerima perubahan baru. Adanya perbedaan tingkat pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan dan ini menyebabkan perbedaan dalam tanggapan terhadap suatu masalah. Selain itu akan berbeda pula tingkat pemahaman terhadap penerimaan pesan yang di sampaikan dalam hal imunisasi. Demikian pula halnya makin tinggi tingkat pendidikan ibu maka akan semakin mudah pula menerima inovasi – inovasi baru yang dihadapannya termasuk imunisasi (Notoatmojo, 2007). Pendidikan terjadi melalui kegiatan atau proses belajar yang dapat terjadi dimana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja. Kegiatan belajar mempunyai ciri – ciri : belajar adalah kegiatan 27 yang sedang belajar baik aktual maupun potensial. Ciri kedua dari hasil belajar bahwa perubahan tersebut di dapatkan karena kemampuan baru yang berlaku untuk waktu yang relatif lama. Ciri yang ketiga bahwa perubahan itu terjadi karena usaha, dan didasari bukan karena kebetulan (Notoatmojo, 2007). Pendidikan adalah proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk-bentuk tingkah laku manusia di dalam masyarakat tempat ia hidup, proses sosial, yakni orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga dia dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial, dan kemampuan individu yang optimal (Achmad Munib, dkk, 2006 : 32). Wanita sangat berperan dalam pendidikan di dalam rumah tangga. Mereka menanamkan kebiasaan dan menjadi panutan bagi generasi yang akan datang tentang perlakuan terhadap lingkungannya. Dengan demikian, wanita ikut menentukan kualitas lingkungan hidup ini. Untuk dapat melaksanakan pendidikan ini dengan baik, para wanita juga perlu berpendidikan baik formal maupun tidak formal. Akan tetapi pada kenyataan taraf, pendidikan wanita masih jauh lebih rendah daripada kaum pria. Seseorang ibu dapat memelihara dan mendidik 28 anaknya dengan baik apabila ia sendiri berpendidikan (Juli Soemirat Slamet, 2000 : 208). b. Tingkat Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan itu terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior). Sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni : awareness (kesadaran), interest (tertarik), evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Trial (orang telah mulai mencoba prilaku baru), adoption (subyek telah berperilaku pengetahuan, kesadaran, dan baru sesuai dengan sikapnya terhadap stimulus) (Soekidjo Notoatmodjo, 2003 : 127 -128). Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Seseorang ibu akan mengimunisasikan anaknya setelah melihat anak tetangganya kena penyakit polio sehingga cacat karena anak tersebut belum pernah memperoleh imunisasi polio. 29 c. Status Pekerjaan Ibu Pekerjaan menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah mata pencaharian, apa yang dijadikan pokok kehidupan, sesuatu yang dilakukan untuk mendapatkan nafkah (Pandji Anoraga, 2005 : 11). Ibu yang bekerja mempunyai waktu kerja sama seperti dengan pekerja lainnya. Adapun waktu kerja bagi pekerja yang dikerjakan yaitu waktu siang 7 jam satu hari dan 40 jam satu minggu untuk 6 hari kerja dalam satu minggu, atau dengan 8 jam satu hari dan 40 jam satu minggu untuk 5 hari kerja dalam satu minggu. Sedangkan waktu malam hari yaitu 6 jam satu hari dan 35 jam satu minggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu (Pandji Anoraga, 2005 : 60). Bertambah luasnya lapangan kerja, semakin mendorong banyaknya kaum wanita yang bekerja, terutama di sektor swasta. Di satu sisi berdampak positif bagi pertambahan pendapatan, namun di sisi lain berdampak negatif terhadap pembinaan dan pemeliharaan anak (Panji Anoraga, 2005 : 120). Hubungan antara pekerjaan ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar bayi adalah jika ibu bekerja untuk mencari nafkah maka akan berkurang kesempatan waktu dan perhatian untuk membawa bayinya ke tempat pelayanan imunisasi, 30 sehingga akan mengakibatkan bayinya tidak mendapatkan pelayanan imunisasi. d. Pendapatan Keluarga Pendapatan adalah hasil pencarian atau perolehan usaha (Depertemen Pendidikan Nasional, 2002:236). Menurut Mulyanto Sumardi dan Hans Dieter Evers (1982:20), pendapatan yaitu keseluruhan penerimaan baik berupa uang maupun barang baik dari pihak lain maupun dari hasil sendiri. Jadi yang dimaksud pendapatan dalam penelitian ini adalah suatu tingkat penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan pokok dan pekerjaan sampingan dari orang tua dan anggota keluarga lainya. Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak, karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik yang primer maupun yang sekunder (Soetjiningsih, 1995 : 10). 2. Faktor Pendukung (Enabling Factors) Faktor pemungkin atau pendukung (enabling) perilaku adalah fasilitas, sarana dan prasarana atau sumber daya atau fasilitas kesehatan yang memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat, termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti pukesmas, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan swasta, dan sebagainya, serta kelengkapan alat imunisasi, uang, waktu, tenaga, dan sebagainya (Soekidjo Notoatmodjo, 2005: 27). 31 a. Ketersediaan sarana dan prasarana Ketersedian sarana dan prasarana atau fasilitas bagi masyarakat, termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti pukesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter, atau bidan praktek desa. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung atau faktor pemungkinan. b. Keterjangkauan Tempat Pelayanan Imunisasi Salah satu faktor yang mempengaruhi pencapaian derajat kesehatan, termasuk status kelengkapan imunisasi dasar adalah adanya keterjangkauan tempat pelayanan kesehatan oleh masyarakat. Kemudahan untuk mencapai pelayanan kesehatan ini antara lain ditentukan oleh adanya transportasi yang tersedia sehingga dapat memperkecil jarak tempuh, hal ini akan menimbulkan motivasi ibu untuk datang ketempat pelayanan imunisasi. Menurut Lawrence W. Green (1980), Ketersediaan dan keterjangkauan sumber daya kesehatan termasuk tenaga kesehatan yang ada dan mudah dijangkau merupakan salah satu faktor yang member kontribusi terhadap perilaku dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. 32 Faktor pendukung lain menurut Djoko Wiyono (1997 : 236) adalah akses terhadap pelayanan kesehatan yang berarti bahwa pelayanan kesehatan tidak terhalang oleh keadaan geografis, keadaan geografis ini dapat diukur dengan jenis transportasi, jarak, waktu perjalanan dan hambatan fisik lain yang dapat menghalangi seseorang mendapat pelayanan kesehatan. Semakin kecil jarak jangkauan masyarakat terhadap suatu tempat pelayanan kesehatan, maka akan semakin sedikit pula waktu yang diperlukan sehingga tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan meningkat. 3. Faktor Penguat (Reinforcing Factors) Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan (Soekidjo Notoatmodjo, 2003 : 13). Menurut Lawrence W. Green, ketersediaan dan keterjangkauan sumber daya kesehatan termasuk tenaga kesehatan yang ada dan mudah dijangkau merupakan salah satu faktor yang member kontribusi terhadap perilaku sehat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. a. Petugas Imunisasi Petugas kesehatan untuk program imunisasi biasanya dikirim dari pihak puskesmas, biasanya dokter atau bidan, lebih khususnya bidan desa. 33 Menurut Djoko Wiyono (2000:33) pasien atau masyarakat menilai mutu pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan kesehatan yang empati, respek dan tanggap terhadap kebutuhannya, pelayanan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat, diberikan dengan cara yang ramah pada waktu berkunjung. Dalam melaksanakan tugasnya petugas kesehatan harus sesuai dengan mutu pelayanan. Pengertian mutu pelayanan untuk petugas kesehatan berarti bebas melakukan segala sesuatu secara professional untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien dan masyarakat sesuai dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang maju, mutu peralatan yang baik dan memenuhi standar yang baik, komitmen dan motivasi petugas tergantung dari kemampuan mereka untuk melaksanakan tugas mereka dengan cara yang optimal (Djoko Wiyono, 2000 : 34). Perilaku seseorang atau masyarakat tentaang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu, ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku (Soekidjo Notoatmodjo, 2003 : 165). 34 b. Kader Kesehatan Kader kesehatan masyarakat adalah laki-laki atau wanita yang dipilih oleh masyarakat untuk menangani masalah masalah kesehatan perseorangan maupun masyarakat serta untuk bekerja dalam hubungan yang amat dekat dengan tempattempat pemberian pelayanan kesehatan (The Community Health Worker, 1995 : 1). Secara umum peran kader kesehatan adalah melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan terpadu bersama masyarakat dalam rangka pengembangan PKMD. 35 2.3 Keaslian penelitian Tabel 2.2 Keaslian Penelitian Nama Peneliti Endah (2008) Prasetya Judul Penelitian Ningrum Faktor – faktor yang mempengaruhi kelengkapan imunisasi dasar pada bayi. Tati S. Ponidjan (2012) Hubungan tingkat pendidikan ibu dengan status imunisasi bayi. Metode yang digunakan Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode observasi analitik dengan pendekatan studi potong lintang atau Cross Sectional. Penelitian ini untuk mengetahui faktor- faktor yang dapat mempengaruhi kelengkapan imunisasi dasar. Jenis penelitian yang dipakai adalah penelitian observasional analitik. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah CrossSectional, yakni rancangan yang mengkaji dinamika hubungan variabel tingkat Pendidikan ibu dengan status imunisasi bayi Hasil penelitian Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan ibu adakecenderungan semakin lengkap imunisasinya. Pendidikan ibu yang tinggi akan membuat akses ke pelayanan kesehatan anak semakin baik. Hasil penelitian Status imunisasi bayi menurut umur di wilayah kerja puskesmas Bahu masih kurang, karena berdasarkan hasil penelitian mencakup 57,9% dari bayi yang lengkap status imunisasinya. Tingkat pendidikan ibu di wilayah kerja puskesmas Bahu sudah cukup baik, sebagian besar responden 36 sudah memiliki tingkat pendidikan menengah. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan status imunisasi bayi di wilayah kerja puskesmas Bahu. Tingkat pendidikan ibu yang sudah cukup baik tetapi status imunisasi masih kurang. 37 2.2.2 Kerangka teori Tingkat Pendidikan Pengetahuan Faktor Pemudah (Presdiposing factor) Status pekerjaan Pendapatan Keluarga Faktor Pemungkin Sarana Kesehatan (Enabling factors) Keterjangkauan Tempat Kelengkapan Imunisasi pada balita Petugas Kesehatan Faktor Penguat (Reinforcing factors) Kader Kesehatan : Yang diteliti : Yang tidak diteliti Sumber : Modifikasi Lawrence W. Green (1980), Soekidjo Notoatmodjo (2003:13). 38 2.2.3 Kerangka Konsep Variabel Bebas Variabel Terikat Tingkat pendidikan ibu Kelengkapan imunisasi pada balita 1-5 tahun 2.2.4 Hipotesis Ha : Ada hubungan tingkat pendidikan ibu dengan status kelengkapan imunisasi pada balita di Desa Gatak Sukoharjo. Ho : Tidak ada hubungan tingkat pendidikan ibu dengan status kelengkapan imunisasi pada balita di Desa Gatak Sukoharjo. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian 3.1.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif korelasional dengan rancangan cross sectional. Penelitian cross sectional adalah penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan (sekali waktu) (Hidayat AA, 2009). Tentunya tidak semua subjek penelitian harus di observasi pada hari itu atau waktu yang sama, akan tetapi baik variabel independen maupun variabel dependen dinilai hanya satu kali saja. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi adanya hubungan tingkat pendidikan ibu dengan kelengkapan imunisasi pada anak. Dalam penelitian ini kerangka konsep terdiri dari Variabel Idependen (tingkat pendidikan ibu) variabel dependen (kelengkapan imunisasi pada balita). 3.2 Populasi dan Sampel Penelitian 3.2.1 Populasi Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian yang dapat terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, peristiwa, sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu dalam penelitian (Siswanto A, 2012). Menurut Sugiyono 2010 populasi adalah wilayah generalisasi yang 39 40 terdiri atas : obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu – ibu yang memiliki anak sampai usia 5 tahun atau balita yang berjumlah 126 di Desa Gatak Sukoharjo. 3.2.2 Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi maka peneliti dapat menggunakan sampel yang di ambil dari populasi itu tetapi harus bisa representatif atau mewakili dari populasi tersebut (Sugiyono, 2010). Sebagian populasi yang diteliti, dinamakan penelitian sampel apabila kita bermaksud untuk menggeneralisasikan hasil penelitian sampel. Yang di maksud dengan menggeneralisasikan adalah mengangkat kesimpulan penelitian sebagai suatu yang berlaku bagi populasi (Arikunto S, 2010). Menurut Hidayat sampel adalah bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi. 3.2.3 Tehnik Sampling Sampel yang digunakan dalam penelitian ini diambil dengan teknik total sampling. Total sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi (Sugiyono, 2007). Cara 41 ini dipakai apabila pengambilan sampel di lakukan dengan cara mengambil seluruh sampel yang ada. 3.3 Tempat dan Waktu Penelitian 3.3.1 Tempat penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Gatak Sukoharjo. 3.3.2 Waktu penelitian Waktu penelitian dibagi menjadi 3 tahap yang meliputi penyusunan proposal, pengumpulan data bulan September sampai Oktober tahun 2015. 3.4 Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran 3.4.1 Variabel Variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk di pelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulan. Secara teoritis dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang, atau obyek, yang mempunyai variasi antara satu orang dengan orang yang lain atau satu obyek dengan obyek yang lain (Sugiyono, 2010). 1. Jenis variabel penelitian a. Variabel bebas (independen) adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). 42 b. Variabel terikat (dependen) adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Tabel 3.1 Variabel, definisi dan skala penelitian Variabel Kelengkapan Imunisasi Tingkat Pendidikan Devinisi Suatu kegiatan yang dilakukan ibu untuk memenuni semua jenis imunisasi yang didapatkan oleh balita. Pendidikan yang ditempuh oleh responden yang memiliki balita sampai penelitian ini dilakukan Alat Ukur KMS / buku KIA Lembar observasi Indikator Skala Data Penelitian 1. Tidak Nominal. lengkap 2. Lengkap 1. Pendidikan Ordinal. dasar. Apabila tamat SD, SMP / sederajat 2. Pendidikan Menengah. Apabila tamat SMA / sederajat 3. Pendidikan Tinggi. Apabila tamat perguruan tinggi / sederajat (UU no 20 Tahun 2003). 43 3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data 3.5.1 Alat Penelitian 1. Lembar Observasi Observasi merupakan cara pengumpulan data dengan melakukan pengamatan secara langsung kepada responden penelitian untuk mencari perubahan atau hal – hal yang akan diteliti. Dalam metode observasi ini, instrumen yang dapat digunakan adalah lembar observasi atau lembar checlist. 3.5.2 Prosedur Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data adalah menjelaskan bagaimana peneliti melakukan pengamatan, partisipasi, wawancara terbuka melalui alat penyalin atau tulisan lainnya, observasi, dokumentasi berupa surat. Pengumpulan data menggunakan data primer dan data sekunder (Siswanto A, 2012). Prosedur pengumpulan data dilakukan melalui beberapa tahap yaitu : a. Peneliti datang ketempat penelitian dan memperkenalkan diri. b. Peneliti mengidentifikasi responden yang memenuhi kriteria penelitian. c. Meminta calon yang terpilih agar bersedia menjadi responden setelah melakuakan pendekatan dan menjelaskan kepada calon responden tentang tujuan, manfaat, prosedur penelitian serta hak dan kewajiban selama menjadi responden. 44 d. Memasukkan data berat badan dan tinggi badan balita kedalam buku KMS responden. e. Memberikan penjelasan kepada responden untuk apa peneliti meminjam buku KMS responden. f. Memasukkan data kelengkapan imunisasi responden ke dalam lember observasi peneliti. g. Peneliti menyerahkan kembali buku KMS yang tadi di pinjam peneliti untuk memasukkan data dan peneliti mengucapkan terimakasih kepada responden. 3.5.3 Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa lembar observasi. Lembar observasi diberikan langsung kepada responden untuk diisi tanpa melalui proses wawancara. Lembar observasi yang telah dibuat mencangkup variabel independen yaitu tingkat pendidikan dan variabel dependennya kelengkapan imunisasi balita. Pertanyaan terdiri dari tiga bagian yaitu, bagian A berisi tentang karakteristik responden yang meliputi inisial ibu, tingkat pendidikan ibu. Bagian B berkaitan dengan tingkat pendidikan ibu terhadap kelengkapan imunisasi dalam bentuk pertanyaan tertutup tentang imunisasi. Skala pengukuran tentang imunisasi pada anak mengenai skala Guttman, skala yang bersifat tegasdan konsisten dengan memberikan jawaban yang tegas. Skor penilaiannya jika jawaban pertanyaan benar maka nilainya 1, sedangkan jika pertanyaannya salah maka nilainya 0. 45 Penilaian untuk pertanyaan positif tentang tingkat pendidikan yaitu: Kuliah / Perguruan tinggi :3 SMA / Sederajat :2 SD, SMP / Sederajat :1 Tidak sekolah :0 Sedangkan penilaian pertanyaan negatif tentang kelengkapan imunisasi pada anak yaitu : Lengkap :2 Tidak lengkap :1 Tabel 3.2 Tingkat pendidikan Tingkat Pendidikan Pendidikan Dasar Pendidikan Menengah Pendidikan Tinggi Pendidikan SD / Sederajat, SMP / Sederajat SMA / Sederajat Perguruan Tinggi / Sederajat 3.6 Pengolahan Data dan Analisa Data 3.6.1 Pengolahan Data Ada 3 kegiatan yang dilakukan dalam pengolahan data menurut siswanto 2012. 46 1. Penyuntingan (editing) Kegiatan dilakukan dengan maksud untuk memeriksa semua jawaban responden yang telah kembali, karena kadang terjadi kecacatan dalam kuesioner misalnya : responden sengaja salah menjawab. 2. Pengkodean (Coding) Pengkodean ini di lakukan untuk menyederhanakan jawaban responden, juga untuk memudahkan mengolah data melalui sofware pengolahan data statistik. 3. Tabulasi (Tabulating) Tabulasi dilakukan dengan menyusun dan menghiting data hasil pengkodean, kemudian dibuat tabel agar mudah terbaca. 4. Entri data Entri data adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam master tabel atau database komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau bisa juga dengan membuat tabel kontigensi (Hidayat A, 2009). 5. Melakukan teknik analisis Yaitu menggunakan ilmu stastistik terapan yang disesuaikan dengan tujuan yang hendak dianalisis (Hidayat A, 2009). 47 3.6.2 Analisa Data Analisa data merupakan kegiatan setelah data seluruh responden atau sumber data lain terkumpul. Kegiatan dalam analisa data adalah mengelompokan data berdasarkan variabel dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah dilakukan (Sugiyono, 2010). 1. Analisa Univariat Analisa univariat adalah analisa tiap variabel yang dinyatakan dengan menggambarkan dan meringkas data dengan cara ilmiah dalam bentuk tabel atau grafik (Setiadi, 2007). Analisa univariat ini digunakan untuk memperjelas bagaimana distribusi dan presentase serta untuk mengetahui proporsi masing – masing variabel independen dan dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah tingkat pendidikan ibu. Sedangkan variabel dependen yaitu kelengkapan imunisasi balita. 2. Analisa Bivariat Analisa bivariat yaitu analisa yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkolerasi (Notoatmojo, 2005). Dengan tujuan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan dependen, yaitu tingkat pendidikan ibu dan kelengkapan imunisasi di Desa Gatak Sukoharjo. 48 Penelitian ini analisis bivariat di lakukan untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan ibu dengan status kelengkapan imunisasi pada balita di Desa Gatak Sukoharjo. Karena data berskala nominal dan ordinal, maka uji stastitik yang digunakan adalah Lambda. Langkah – langkah dalam uji Lambda yaitu : Menentukan variabel yang di hubungkan a. Menentukan b. Jenis hipotesis c. Menentukan masalah skala variabel Keputusan uji lambda adalah : Ho : Ada hubungan X dan Y, bila diperoleh nilai 5% (0,05). Tabel 3.3 Interpretasi hasil uji hipotesis berdasarkan kekuatan korelasi, nilai p dan arah korelasi. Parameter Nilai Kekuatan Korelasi 0,00 – 0,199 (r) Interpretasi Sangat Lemah 0,20 – 0,399 Lemah 0,40 – 0,599 Sedang 0,60 – 0,799 Kuat 0,80 – 1,000 Sangat Kuat Sumber : Sopiyudin (2009) 49 3.7 Etika Penelitian Dalam melaksanakan penelitian khususnya jika yang menjadi subjek peneliti adalah manusia, maka peneliti harus memahami hak dasar manusia. Manusia memiliki kebebasan dalam menentukan dirinya, sehingga penelitian yang akan dilaksanakan benar – benar menjunjung tinggi kebebasan manusia (Hidayat A, 2009). Masalah etika yang harus di perhatikan antara lain adalah sebagai berikut : 1. Informed Consent Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan Informed consent adalah agar subjek mengerti maksut dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak pasien. 2. Anonimiti (tanpa nama) Masalah etika keperawatan adalah masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan. 50 3. Kerahasiaan (confidentiality) Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, hak informasi maupun masalah – masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti. BAB IV HASIL PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Desa Gatak Kabupaten Sukoharjo pada tanggal 9 September – 9 Desember 2015. Data yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan data primer, yaitu menggunakan lembar observasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan ibu dengan kelengkapan imunisasi pada balita umur 1 – 5 tahun yang berjumlah 126 ibu dan balita di Desa Gatak Sukoharjo tahun 2015. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut : 4.1 Analisis Univariat Analisis univariat adalah suatu kegiatan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan suatu karakteristik masing – masing variabel yang diteliti dengan menggunakan angka ataupun nilai jumlah dan presentase masing – masing kategorik ditiap variabel dengan mengeluarkan distribusi frekuensi, sehingga dapat menjadi informasi yang berguna. Dari hasil univariat penelitian ini dapat dilihat data mengenai hubungan tingkat pendidikan ibu dengan kelengkapan imunisasi di Desa Gatak Sukoharjo, yaitu : 4.1.1 Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah ibu balita 1 – 5 tahun di Desa Gatak Sukoharjo, dengan uraian sebagai berikut: 4.1.1.1 Usia Responden Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Usia Responden Ibu Balita 1 – 5 tahun di Desa Gatak Sukoharjo ( n=126 ) 51 52 Usia Responden Frekuensi Presentase (%) 20-25 tahun 53 42.1 26-30 tahun 65 51.6 31-35 tahun 8 6.3 Total 126 100 Pada tabel 4.1 dapat diketahui bahwa responden yang berusia antara 20-25 tahun adalah sebanyak 53 orang atau 42.1%, sementara untuk responden yang berusia antara 26-30 tahun sebanyak 65 orang atau memiliki prosentase sebesar 51.6% dan responden yang berusia 31-35 tahun sebanyak 8 orang atau 6,3%. Dari data yang diperoleh maka dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berusia 26-30 tahun atau memiliki prosentase sebesar 51.6%. 4.1.1.2 Pekerjaan Responden Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pekerjaan Responden Ibu Balita 1 – 5 tahun di Desa Gatak Sukoharjo ( n=126 ) Pekerjaan Responden Frekuensi Presentase (%) Swasta 68 54 Wiraswasta 53 42 PNS 5 4 Total 126 100 Pada tabel 4.2 dapat diketahui bahwa responden sebagai karyawan swasta adalah sebesar 68 orang atau 54%, untuk responden yang berprofesi sebagai Wiraswasta sebanyak 53 atau 53 42% dan responden yang berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil sebesar 5 orang atau 4%. Berdasarkan data yang diperoleh maka sebagian besar responden memiliki pekerjaan swasta atau memiliki jumlah terbesar yaitu 68 atau prosentase sebesar 54%. 4.1.2 Tingkat Pendidikan Ibu Tabel 4.3 Gambaran Tingkat Pendidikan Ibu Balita 1 – 5 tahun di Desa Gatak Sukoharjo ( n=126 ) Tingkat pendidikan Frekuensi Presentase (%) Pendidikan Dasar 69 54.8 Pendidikan Menengah 48 38.1 Pendidikan Tinggi 9 7.1 Total 126 100% Berdasarkan Tabel 4.3 dapat dijelaskan bahwa (54.8%) atau 69 ibu yang memiliki Balita usia 1 – 5 tahun di Desa Gatak Sukoharjo memiliki tingkat pendidikan dasar, (38.1%) atau 48 ibu memiliki balita 1-5 tahun berpendidikan menengah, (7.1%) atau 9 ibu memiliki balita 1-5 tahun berpendidikan tinggi. Dari data di atas diketahui bahwa ibu yang memiliki pendidikan dasar adalah responden terbanyak yaitu berjumlah 69 atau 54.8%. 54 4.1.3 Kelengkapan Imunisasi Pada Balita Usia 1-5 Tahun Tabel 4.4 Kelengkapan Imunisasi Pada Balita Usia 1-5 Tahun di Desa Gatak Sukoharjo ( n=126 ) Presentase Kelengkapan Imunisasi Frekuensi Tidak Lengkap 16 12.7 lengkap 110 87.3 Total 126 100% (%) Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dijelaskan bahwa status kelengkapan imunisasi tidak lengkap sebesar 16 balita atau 12,7%, untuk status lengkap sebesar 110 balita atau 87,3% atau dapat diketahui bahwa sebagian besar (87.3%) atau 110 ibu memberikan imunisasi dasar lengkap. 4.2 Hasil Analisa Bivariat Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Dengan Kelengkapan Imunisasi Pada Balita di Desa Gatak Sukoharjo Analisa bivariat digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan antara dua variabel atau bisa juga digunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan antara dua atau lebih kelompok (sampel). Hasil analisis bivariat pada penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut : 55 Tabel 4.5 Hasil Uji Lambda tentang hubungan tingkat pendidikan ibu dengan status kelengkapan imunisasi pada balita umur 1 – 5 tahun di desa gatak sukoharjo Kelengkapan Imunisasi Wilks' Lambda .428 F df1 df2 Sig. 82.173 2 123 .000 Diketahui bahwa nilai Wilks' Lambda sebesar 0,428. didukung nilai signifikansi sebesar 0.000 (0.000<0.05) hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara hubungan tingkat pendidikan ibu dengan status kelengkapan imunisasi pada balita umur 1 – 5 tahun di Desa Gatak Sukoharjo. Kekuatan hubungan tingkat pendidikan ibu dengan status kelengkapan imunisasi termasuk dalam kategori sedang, yang mempunyai arah korelasi positif yaitu nilai korelasi berada di antara 0,40 – 0,599 (Sopiyudin, 2009). Mayoritas responden memiliki pendidikan SD dan telah mengimunisasikan balitanya dengan lengkap, menurut peneliti hal tersebut di karenakan waktu ibu yang cukup untuk mendampingi balitanya imunisasi secara lengkap dan rutin, jadi mayoritas balita sudah mendapatkan imunisasi dengan lengkap. BAB V PEMBAHASAN Pada bab ini akan membahas hasil penelitian yang telah dilaksanakan pada ibu-ibu yang memeiliki balita 1 - 5 tahun di Desa Gatak Sukoharjo. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kelengkapan imunisasi. Penelitian ini seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya yaitu untuk menganalisis hubungan antara tingkat pendidikan ibu dan tingkat kelengkapan imunisasi di Desa Gatak Sukoharjo. Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 9 September – 9 Desember 2015. Data yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan data primer, yaitu menggunakan lembar observasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan ibu dengan kelengkapan imunisasi pada balita umur 1 – 5 tahun yang berjumlah 126 ibu dan balita di Desa Gatak Sukoharjo tahun 2015. Hasil penelitian ini menguraikan tingkat karakteristik responden yaitu tingkat pendidikan ibu, tingkat kelengkapan imunisasi dan hubungan antara tingkat pendidikan ibu dan tingkat kelengkapan imunisasi pada balita umur 1 – 5 tahun di Desa Gatak Sukoharjo. Pembahasan hasil penelitian dapat kita lihat dibawah ini : 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Hasil penelitian diketahui bahwa responden yang berusia antara 20-25 tahun adalah sebanyak 53 orang atau 42.1%, sementara untuk 56 57 responden yang berusia antara 26-30 tahun sebanyak 65 orang atau memiliki prosentase sebesar 51.6% dan responden yang berusia 31-35 tahun sebanyak 8 orang atau 6,3%. Dari data yang diperoleh maka dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berusia 26-30 tahun atau memiliki prosentase sebesar 51.6%. Menurut Mubarak (2011), semakin dewasa usia seseorang, maka tingkat berpikirnya akan semakin matang. Semakin matang seseorang, maka semakin banyak pula pengalaman tentang imunisasi untuk anaknya. Penelitian ini sejalan dengan penelitian tentang hubungan tingkat pengetahuan, usia dan pekerjaan ibu dengan status imunisasi dasar bayi yang di lakukan oleh Pratamadhita (2012), dengan hasil yang di dapatkan bahwa karakteristik usia responden paling banyak berusia muda yaitu usia di bawah 30 tahun sebanyak 50 responden (59,5%). 5.1.2 Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan Hasil penelitian diketahui bahwa responden yang bekerja sebagai karyawan swasta adalah sebesar 68 orang atau 54%, untuk responden yang berprofesi sebagai Wiraswasta sebanyak 53 atau 42% dan responden yang berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil sebesar 5 orang atau 4%. Berdasarkan data yang diperoleh maka sebagian besar responden memiliki pekerjaan swasta atau memiliki jumlah terbesar yaitu 68 atau prosentase sebesar 54%. Penelitian ini sejalan dengan penelitian tentang faktor – faktor yang berhubungan dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi yang 58 di lakukan oleh Elly Istriyati (2011), dengan hasil p value = 0,000 (p value < 0,05). Perhitungan risk estimate, di peroleh nilai odd ratio (OR) = 7,667, kesimpulan dari penelitian tersebut ibu yang tidak bekerja cenderung memberikan imunisasi dasar lengkap kepada anaknya, sebaliknya ibu yang bekerja memiliki ratio 7,667 tidak memberikan imunisasi tidak lengkap. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang di kemukakan oleh Pandji Anoraga (2005) yang menyatakan bahwa bertambah luasnya lapangan kerja, semakin mendorong banyaknya kaum wanita yang bekerja, terutama di sektor swasta. Di satu sisi berdampak positif dengan bertambahnya pendapatan, namun di sisi lain berdampak negatif terhadap pembinaan dan pemeliharaan anak. 5.2 Tingkat Pendidikan Ibu Balita di Desa Gatak Sukoharjo Tingkat pendidikan ibu balita di Puskesmas Gatak Sukoharjo dijelaskan sebesar (54.8%) atau 69 ibu yang memiliki Balita usia 1 – 5 tahun di Puskesmas Gatak Sukoharjo memiliki tingkat pendidikan dasar, (38.1%) atau 48 ibu memiliki balita 1-5 tahun berpendidikan menengah, (7.1%) atau 9 ibu memiliki balita 1-5 tahun berpendidikan tinggi. Responden yang memiliki tingkat pendidikan dasar merupakan responden terbanyak dalam penelitian ini. Sementara tingkat pendidikan menengah dan tinggi memiliki prosentase dibawah responden yang berpendidikan rendah. Hal tersebut disebabkan 59 karena kesadaran akan pentingnya menempuh pendidikan yang lebih tinggi belum sepenuhnya disadari oleh para responden. Penelitian ini sejalan dengan penelitian tentang hubungan pengetahuan dan pendidikan ibu dengan status kelengkapan imunisasi pada anak balita yang di lakukan oleh Alifiah (2013), dengan hasil 17 (56,7%) responden memiliki pendidikan tinggi terhadap status imunisasi, sedangkan 3 (10,0%) responden memiliki status imunisasi yang tidak lengkap. Menurut Notoatmodjo (2010), pendidikan seseorang merupakan salah satu proses perubahan tingkah laku, semakin tinggi pendidikan seseorang maka dalam memilih tempat-tempat pelayanan kesehatan semakin diperhitungkan. Selain itu juga konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti perubahan ke arah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu, keluarga dan masyarakat. Pendidikan menjadi hal yang sangat penting dalam mempengaruhi pengetahuan ibu yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi cenderung lebih mudah menerima informasi tentang imunisasi yang diberikan oleh petugas kesehatan, sebaliknya ibu yang tingkat pendidikannya rendah akan mendapat kesulitan untuk menerima informasi yang ada sehingga mereka kurang memahami tentang kelengkapan imunisasi. Hasil penelitian ini sependapat dengan penelitian Yustifa (2008) di Surakarta, yang menyatakan bahwa pendidikan seseorang berbeda-beda akan mempengaruhi seseorang dalam pengambilan keputusan, pada ibu yang berpendidikan tinggi lebih mudah menerima suatu ide baru dibandingkan ibu 60 yang berpendidikan rendah sehingga informasi lebih mudah dapat diterima dan dilaksanakan. Tingkat pendidikan yang diperoleh seseorang dari bangku sekolah formal dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang. Makin tinggi pendidikan seseorang, makin tinggi pengetahuannya tentang kesehatan. Pendidikan kesehatan dapat membantu ibu atau kelompok masyarakat disamping dapat meningkatkan pengetahuan juga untuk meningkatkan kemampuan (perilakunya) untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu sangat mempengaruhi terlaksananya kegiatan pelaksanaan imunisasi balita, baik itu pendidikan formal maupun non formal. Kegiatan pendidikan formal maupun informal berfokus pada proses belajar mengajar, dengan tujuan agar terjadi perubahan perilaku, yaitu dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti dan dari tidak dapat menjadi dapat. Tingkat pendidikan yang diperoleh seseorang dari bangku sekolah formal dapat mempengaruhi pengetahuannya, juga memiliki pemahaman yang baik tentang pentingnya imunisasi dan status imunisasi lengkap pada balita. Sedangkan yang melalui informal yaitu media massa seperti TV dan radio juga dapat meningkatkan pengetahuan ibu tentang pentingnya imunisasi. Responden harus memiliki kesadaran untuk pengembangan diri harus berorientasi pada kesuksesan, baik kesuksesan di lingkungan kerja, maupun kesuksesan di luar lingkungan kerja, seperti di dalam rumah tangga, atau lingkungan sebaya (Notoatmodjo,2007:240). 61 5.3 Tingkat Kelengkapan Imunisasi Balita di Puskesmas Gatak Sukoharjo Tingkat kelengkapan imuniasasi pada balita sebagian besar (12.7%) atau 16 ibu yang memiliki Balita usia 1 – 5 tahun di Desa Gatak Sukoharjo memberikan imunisasi dasar dengan tidak lengkap, (87.3%) atau 110 ibu memberikan imunisasi dasar lengkap. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Alfiah (2013) yang berjudul hubungan pengetahuan dan pendidikan ibu dengan status imunisasi pada anak balita, dalam penelitian ini di temukan hasil bahwa sebagian besar balita sudah memiliki status imunisasi lengkap yaitu 18 responden (60,0%) dan 12 responden (40%) yang memiliki status imunisasi tidak lengkap. Penelitian ini serupa juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Yusnidar (2012) yang berjudul hubungan pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar dengan kelengkapan imunisasi dasar bayi umur 0 – 12 bulan, hasil yang didapatkan adalah bahwa mayoritas responden sudah mengimunisasikan anaknya dengan lengkap, yaitu 30 orang (76,9%) hal tersebut menunjukan bahwa sudah banyak responden yang mengerti tentang pentingnya imunisasi. Imunisasi adalah suatu pemindahan atau transfer secara pasif atau imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit (Marimbi, 2010). Mendapatkan kekebalan terhadap suatu penyakit dengan cara memasukan kuman atau produk kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan kedalam tubuh dan diharapkan tubuh dapat menghasilkan zat anti yang pada saatnya digunakan tubuh untuk 62 melawan kuman atau bibit penyakit yang menyerang tubuh (Rochmah K.M, 2011). Jenis – jenis imunisasi dasar yang di wajibkan pemerintah yaitu BCG, Hepatitis B, Polio, DPT dan Campak. Faktor pendukung kelengkapan imunisasi antara lain fasilitas, sarana dan prasarana, sumber daya atau fasilitas kesehatan yang memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat, termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti pukesmas, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan swasta, dan sebagainya, serta kelengkapan alat imunisasi, uang, waktu, tenaga, dan sebagainya (Soekidjo Notoatmodjo, 2005: 27). 5.4 Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Balita dengan Kelengkapan Imunisasi di Puskesmas Gatak Sukoharjo Analisa bivariat pada penelitian ini, yaitu menghubungkan tingkat pendidikan ibu dengan kelengkapan imunisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan anatara tingkat pendidikan ibu terhadap kelengkapan imunisasi balita umur 1-5 tahun di Desa Gatak Sukoharjo. Adanya hubungan antara dua variabel ditunjukkan dari perhitungan dengan menggunakan bantuan program SPSS v.19 diketahui nilai Wilks' Lambda sebesar 0,428. didukung nilai signifikansi sebesar 0.000 (0.000<0.05) hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan status kelengkapan imunisasi pada balita umur 1 – 5 tahun di Desa Gatak Sukoharjo. 63 Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah penyelenggaraan upaya kesehatan bagi setiap penduduk agar dapat terwujudkan kesehatan masyarakat yang optimal. Salah satu upaya untuk mencapai keadaan tersebut adalah dengan menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi dan balita (Depkes RI. Sistem Kesehatan Nasional Jakarta: Depkes RI : 2002). Kesehatan atau hidup sehat adalah hak setiap orang. Oleh sebab itu kesehatan, baik individu, kelompok, maupun masyarakat, merupakan aset yang harus dijaga, dilindungi, bahkan harus ditingkatkan. Semua orang baik secara individu, kelompok maupun masyarakat dimana saja dan kapan saja, mempunyai hak untuk hidup sehat atau memperoleh perlindungan kesehatan. Sebaliknya, setiap orang baik individu, kelompok, maupun masyarakat, mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk melindungi kesehatan dan menjaga kesehatan dirinya sendiri dari segala ancaman penyakit dan masalah kesehatan yang lain (Notoatmodjo, 2007). Penelitian sejenis dilakukan oleh Deni Adinegoro Mardiansyah (2009) dengan judul Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Dasar Dengan Kepatuhan Pemberian Imunisasi Pada Bayi Di Posyandu Desa Tonjong Brebes Jawa Tengah. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar terhadap kepatuhan pemberian imunisasi pada bayi dengan nilai koefisien kontingensi 0,556 dengan taraf signifikan p=0,01 (p<0,05). Dengan demikian sangat diperlukan pendidikan kesehatan dalam perawatan kesehatan anak khususnya tentang 64 imunisasi sehingga ibu mengetahui kapan bayi harus diimunisasi dengan tepat. Penelitian Selanjutnya Dilakukan Oleh Delan Astrianzah (2011) Dengan mengambil judul Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu, Tingkat Sosial Ekonomi Dengan Status Imunisasi Dasar Lengkap Pada Balita. Dalam penelitian ini ditemukan hasil analisis bivariat tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan status imunisasi dasar lengkap pada balita (p = 1.000) dan tidak ada hubungan antara tingkat sosial ekonomi dengan status imunisasi dasar lengkap pada balita (p = 1,368). Hasil dalam penelitian ini mendukung pandangan Notoatmodjo mengenai hidup sehat adalah hak setiap orang. Oleh sebab itu kesehatan, baik individu, kelompok, maupun masyarakat, merupakan aset yang harus dijaga, dilindungi, bahkan harus ditingkatkan khusnya melalui kelengkapan imunisasi bagi balita. Dengan imunisasi yang lengkap maka memperkuat daya tahan (imun) pada balita dalam menghindari panyakit antara lain polio, campak, BCG pada balita. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Deni Adinegoro Mardiansyah yang hasil penelitiannya menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar terhadap kepatuhan pemberian imunisasi pada bayi. Disisi lain penelitian ini tidak mendukung penelitian yang telah dilakukan oleh Delan Astrianzah yang menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu, tingkat sosial ekonomi dengan status imunisasi dasar lengkap pada balita. BAB VI PENUTUP Hasil penelitian dan pembahasan tentang hubungan tingkat pendidikan ibu dengan status kelengkapan imunisasi pada balita umur 1 – 5 tahun di Desa Gatak Sukoharjo, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 6.1 Simpulan 1. Usia responden dalam penelitian ini mayoritas berusia 26 – 30 tahun, yaitu sebanyak 65 responden (51,6%). 2. Sebagian besar responden memiliki pekerjaan sebagai karyawan swasta / bekerja di bidang swasta, yaitu sebanyak 68 orang (54%). 3. Tingkat pendidikan ibu dalam pemberian imunisasi untuk balita usia 1 – 5 tahun diketahui bahwa mayoritas responden mempunyai tingkat pendidikan dasar, yaitu sebanyak 48 responden (38,1%). 4. Tingkat kelengkapan imunisasi balita usia 1 – 5 tahun di Desa Gatak Sukoharjo mayoritas responden sudah mengimunisasikan balitanya dengan lengkap, yaitu sebanyak 110 ibu memberikan imunisasi dasar lengkap (87,3%). 5. Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan status kelengkapan imunisasi pada balita umur 1 – 5 tahun di Desa Gatak Sukoharjo, dengan nilai Wilks’ Lambda yaitu sebesar 0,428 yang berarti 65 6. terdapat hubungan yang sedang, dan nilai signifikansi sebesar 0,000 < 0,05. 6.2 Saran Berdasarkan simpulan di atas, maka peneliti dapat memberikan beberapa saran, yaitu sebagai berikut : 1. Bagi Instansi Puskesmas dan Profesi Diharapkan agar dapat meningkatkan tingkat pengetahuan ibu mengenai kelengkapan imunisasi dengan cara meningkatkan penyuluhan di setiap desa dan memberikan pendidikan kesehatan kepada para kader posyandu agar dapat membantu petugas kesehatan dalam peningkatan pengetahuan masyarakat mengenai imunisasi. 2. Bagi Institusi Pendidikan Dengan adanya hasil penelitian ini dapat berguna sebagai bahan bacaan dan acuan belajar tentang pentingnya kelengkapan imunisasi untuk balita. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Peneliti selanjutnya hendaknya dapat mengembangkan penelitian ini, misalnya dengan melakukan penelitian tentang faktor – faktor lain yang berpengaruh terhadap kelengkapan imunisasi. 4. Bagi Peneliti Diharapkan dapat menambah pengalaman, pengetahuan tentang hubungan tingkat pendidikan ibu dengan status kelengkapan imunisasi pada balita umur 1 – 5 tahun di Desa Gatak Sukoharjo dengan metode kuantitatif. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta : Jakarta. Dahlan, Sopiyudin M. 2008. Stastistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Diskriptif, Bivariat dan Multifariat Dilengkapi Aplikasi dengan Menggunakan SPSS, Edisi 4. Salemba Medika. Jakarta. Diaf, 2013. http://www.diaf.web.id/2013/06/7-peran-penting-ibu-dalamkeluarga.html. Tanggal akses 18 November 2015. Depkes. 2010. Kemenkes Target tahun 2014 Seluruh Desa / kelurahan 100% UCI. http : // depkes. Go. Id / index. Php / component/ content/ article / 43 – uci. Html. Tanggal akses 27 November 2015. Dinkes Kabupaten Sukoharjo. 2014. Profil kesehatan Kabupaten Sukoharjo. 2014 : Sukoharjo Jawa Tengah. Dinkes Jawa Tengah. 2014. Buku Saku Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. http://www.dinkesjatengprov.go.id/v2010/dokumen/2014/SDK/Mi bangkes/BUKU_SAKU_TH2014.pdf. Diakses pada 15 Juni 2015. Elly. S., 2011. Faktor – Faktor Berhubungan Dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar Pada Bayi di Desa Kumpulrejo Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga. UNNES, 27 : 198 – 2010. Hidayat A. Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Salemba Medika : Jakarta. Hidayat A. Aziz Alimul. 2009. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Salemba Medika : Jakarta. Hidayat A. Aziz Alimul. 2011. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Salemba Medika : Jakarta. Kementrian Kesehatan RI. 2010. Pedoman Kader Seri Kesehatan Anak : Jakarta. Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No 482 / Menkes / SK / IV / 2010. Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Marimbi, H., 2010. Tumbuh Kembang Status Gizi dan Imunisasi Dasar Pada Balita. Nuha Medika : Yogyakarta. Notoatmojo, S., 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta : Jakarta. Notoatmojo, S., 2005. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta : Jakarta. Notoatmojo, S., 2007. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta : Jakarta. Pratamadhita, J.N., 2012. Hubungan Tingkat Pengetahuan, Usia dan Pekerjaan Ibu Dengan Status Imunisasi Dasar Bayi di Desa Japanan Kecamatan Cawas Kabupaten Klaten Tahun 2012. UMS. Proverawati, A., 2010. Imunisasi dan Vaksin. Nuha Medika : Yogyakarta. Ranuh, G. Hadinegoro S. R. S., Suyitno H,. Kartasasmita C. B., Ismoedijanto, Soedjatmiko. 2005. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. Ranuh, G. Hadinegoro S. R. S., Suyitno H,. Kartasasmita C. B., Ismoedijanto, Soedjatmiko. 2008. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. Ranuh, G. Hadinegoro S. R. S., Suyitno H,. Kartasasmita C. B., Ismoedijanto, Soedjatmiko. 2014. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. Riskesdas. 2007. Riset Kesehatan Dasar. 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan : Jakarta. Riyadi, Sujono dan Sukarmin., 2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Graha Ilmu : Yogyakarta. Rochmah, K.M., Varsah, E., Dahliana dan Sumastri, H., 2011. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. EGC : Jakarta. Setiadi., 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu. Siswanto, S.A., 2012. Strategi dan Langkah – Langkah Penelitian. Graha Ilmu : Yogyakarta. Sugiyono., 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Cv Alvabeta : Bandung. Sumarni, W.O. dan Alfiah., 2013. Hubungan Pengetahuan dan Pendidikan Ibu Dengan Status Imunisasi Pada Anak Balita di Puskesmas UN Kota Tual. Makasar, 2302 - 1721. Suririnah., 2009. Buku Pintar Merawat Bayi 0-12 Bulan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor Pendidikan Nasional. 20 Tahun 2003. Sistem Wahab, A.Samik dan Madarina., 2002. Sistem Imun,Imunisasi dan Penyakit Imun. Jakarta: Widya Medika. WHO., 2012. http://www.who.int/gho/immunization/en/index.html. Tanggal akses 27 November 2015. Yusrianto., 2010. 100 Tanya Jawab Kesehatan Harian Untuk Balita. Jogjakarta : Power Books.