GAMBARAN STATUS GIZI DAN PENYAKIT INFEKSI PADA ANAK BALITA (12-59 BULAN) DI POSKO PENGUNGSIAN ERUPSI GUNUNG SINABUNG KABUPATEN KARO TAHUN 2014 (DESCRIPTION OF NUTRITIONAL STATUS AND INFECTIOUS DISEASES OF CHILDREN UNDER FIVE (12-59 MONTHS) ON POST EVACUATION OF SINABUNG ERUPTION KARO DISTRICT 2014 Tasya Arida Wijaya1, Zulhaida Lubis2, Albiner Siagian,3 1 Alumni Mahasiswa Gizi Kesehatan Masyarakat, FKM USU 2,3 Staf Pengajar Gizi Kesehatan Masyarakat, FKM USU ABSTRACT The limited of food availability makes children under five group needs special attention while in the evacuation in order to avoid malnutrition and infectious diseases. Purpose of this research is to know the description nutritional status and infectious diseases to children under five (12-59 months) and to look description of adequacy energy and protein consumption to children under five (12-59 months) in the UKA post evacuation II eruption of Sinabung Mountain in 2014. This is a descriptive research with cross sectional design. Sampling using simple random sampling method and obtained sampel as many as 58 children under five. The results of this research showed nutritional status of children under five based on weight/age experiencing malnutrition as many as 9 children or 15.5%. Based on the lengt/age short children 's nutritional status showed as many as 18 children (31.0 %), and as many as 15 children (25.9 %) is very short. Meanwhile, according to weight-for-length there are 4 children or by 6.9 % underweight. Good Energy sufficient level of children under five is 31 children (53,4%), average sufficient level is 27children (46,6%). For good protein sufficient level is 33 children (56,9%). And for average Protein sufficient level is 25 children (43,1%). All of children under five in the evacuation exposed to infectious diseases, including 54 children (93.1 %), respiratory tract infection , 40 children (69 %) experienced diarrhea (41.4 %) or as many as 24 children and 48 children with measles (82.2 %) experience itching. From these results it is expected to Karo’s Government, Karo’s health department, and officer of UKA II that more attention to the provision of a variety of types of food that can meet energy and protein needs to be processed into the daily diet in the post evacuation especially those under five children, improvement of sanitary facilities, SPAL, and trash. Keywords : refugee, under five children, infectious disease, nutritional status PENDAHULUAN Posisi wilayah Indonesia, secara geografis dan demografis menjadikannya sebagai daerah yang rawan bencana. Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan 1 lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (BNPB, 2012). Bencana yang disebabkan faktor alam dapat berupa banjir, gunung meletus, longsor, tsunami, gempa bumi, kebakaran hutan dan angin puting beliung. Kondisi bencana menyebabkan masyarakat yang berada di sekitar wilayah bencana harus mengungsi, mencari tempat yang lebih aman. Perpindahan tersebut menjadikan masyarakat akan tinggal di tempat yang memiliki segala keterbatasan, baik dari segi sandang, pangan maupun papan. Ketersediaan pangan yang terbatas sangat berdampak kepada kondisi pertumbuhan dan perkembangan anak balita yang merupakan kelompok usia rentan. Kekurangan gizi terutama pada anak balita mempengaruhi resiko kematian, kesakitan, pertumbuhan fisik, perkembangan mental dan kecerdasan (Sianipar, 2001). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan dan UNICEF terhadap pengungsi Timor Timur di Nusa Tenggara Timur tahun 2002 menunjukkan bahwa 24% balita dikategorikan kurus, 8% diantaranya sangat kurus sedangkan hasil survei cepat yang dilakukan pada 13 kabupaten pasca tsunami di Propinsi NAD (Februari-Maret 2005) menunjukkan prevalensi anak gizi kurang 41,5%, anak kurus 11,2%, anak pendek 36,75% (Depkes RI, 2007). Dampak kerusuhan yang menyebabkan masyarakat mengungsi di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat sebesar 17,5% anak balita pengungsi mengalami gizi buruk (Tjuanda, 2001). Pada penelitian yang dilakukan oleh Sianipar (2001) di Kabupaten Belu Propinsi Nusa Tenggara Timur dari 258 anak balita yang menjadi sampel diperoleh proporsi KEP 26,4% menurut BB/TB dan 41,1% menurut BB/U. Tempat pengungsian juga memiliki lingkungan yang kotor serta keterbatasan air bersih dan pelayanan kesehatan yang menyebabkan tingginya angka penyakit infeksi pada balita. Data WHO 2001 menyebutkan bahwa 51% angka kematian balita disebabkan oleh pneumonia, diare, campak dan malaria serta lebih separuhnya yakni 54% erat hubungannya dengan masalah gizi (Depkes RI, 2007). Besar kemungkinan terjadinya masalah gizi pada balita dikarenakan mereka sudah berada sejak Oktober 2013 silam di kondisi pengungsian dan apabila tidak mendapatkan penanganan serius akan terjadi kelaparan tak kentara atau kelaparan tersembunyi (hidden hunger), tubuhnya tampak normal tetapi sebenarnya sedang mengalami kekurangan gizi mikro (vitamin dan mineral). Dampak bencana tersebut mengakibatkan terjadinya kedaruratan di segala bidang termasuk kedaruratan situasi masalah kesehatan dan gizi. Masalah gizi yang biasa terjadi adalah kurang gizi pada bayi dan balita, bantuan makanan sering terlambat, tidak berkesinambungan dan terbatasnya ketersediaan pangan lokal juga dapat memperburuk kondisi yang ada. Survei awal yang dilakukan pada April 2014 bertempat di posko pengungsian UKA (Universitas Karo) II, tempat ini merupakan bekas Universitas Karo yang sudah tidak dipakai karena tidak lagi menjalani proses belajar mengajar sedangkan angka II menunjukkan ada beberapa posko pengungsian yang bertempat di Universitas Karo tersebut dan ini adalah posko yang kedua di Universitas Karo. Alasan pemilihan tempat ini dikarenakan jumlah balita terbanyak berada di posko UKA II yakni berjumlah 136 orang balita dan juga apabila ditinjau dari segi lingkungan dan air bersih tempat ini hanya memiliki 3 kamar mandi dan 6 toilet yang masih layak digunakan 2 selebihnya sudah tidak dapat digunakan lagi, jumlah ini tidak sebanding dengan banyaknya pengungsi yang tinggal di sini yakni 1.225 jiwa. Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana status gizi dan penyakit infeksi pada anak balita (12-59 bulan) yang berada di posko pengungsian UKA II erupsi Gunung Sinabung Kabupaten Karo tahun 2014. Manfaat dari penelitian ini diharapkan menjadi masukan untuk perencanaan program perbaikan status gizi dan penyakit infeksi pada balita (12-59 bulan) pascapengungsian kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Karo. METODE Jenis penelitian adalah deskriptif dengan design cross sectional. Populasi penelitian ini adalah seluruh anak balita yang berada di posko pengungsian UKA II, yaitu sebanyak 136 balita. Sampel yaitu sebanyak 58 balita. Data yang dikumpulkan meliputi penyakit infeksi yang diderita balita, konsumsi energi dan protein, serta status gizi balita yang dianalisis secara univariat untuk melihat distribusi frekuensi. Pengumpulan data primer berupa status gizi seperti berat badan dan tinggi badan yang diperoleh melalui pengukuran langsung menggunakan metode antropometri dengan menggunakan dacin atau timbangan injak dan mikrotoise atau alat pengukur panjang badan. Data untuk mengetahui konsumsi makanan diperoleh dengan metode food recall 24 jam yang dilakukan sebanyak satu kali oleh peneliti. Penentuan recall yang hanya dilakukan satu kali disebabkan karena tidak banyak variasi menu makanan yang disajikan setiap harinya. Sedangkan untuk penyakit infeksi, dilakukan wawancara langsung dengan ibu balita mengenai gangguan kesehatan yang dialami balita sebulan terakhir untuk penyakit infeksi saluran pernafasan, diare, dan gatal-gatal serta selama tinggal di posko pengungsian UKA II erupsi Gunung Sinabung untuk penyakit campak melalui kuesioner. Pengmpulan data sekunder yaitu data geografis Kabupaten Karo, data yang diperoleh dari catatan posko pengungsian UKA II erupsi Gunung Sinabung yang berupa identitas balita. HASIL DAN PEMBAHASAN Kabupaten Karo berada di antara 2o50`3o19` Lintang Utara dan 97o551-98o38` Bujur Timur dengan luas 2127,25 Km2 atau 2,97 persen dari luas Propinsi Sumatera Utara. Kabupaten Karo terletak pada jajaran Bukit Barisan dan sebagian besar wilayahnya merupakan dataran tinggi (BPS Kabupaten Karo, 2012). Salah satu dari gunung berapi tersebut, yaitu Gunung Sinabung, beberapa bulan lalu mengalami erupsi dan mengakibatkan lebih dari 33.000 orang mengungsi. Masyarakat yang terpaksa meninggalkan desanya untuk mengungsi tersebar di berbagai kawasan di atas radius 7 KM dari kaki Gunung Sinabung dan terdapat 42 titik pengungsian (BNPB, 2014). Sampai penelitian ini dilakukan masih terdapat 18 titik pengungsian dengan jumlah 7.572 jiwa sedangkan selebihnya sudah dipulangkan ke desa semula ataupun direlokasi ke tempat lain (BNPB, 2014). Posko pengungsian yang memiliki balita terbanyak adalah Posko UKA II yakni sebanyak 136 balita. Desa yang menetap di posko ini berasal dari Desa Kuta Rayat, Kuta Gugung, Sigarang-Garang, Kuta Tengah yang terdiri dari berbagai suku 3 bangsa dan agama. Untuk suku bangsa mayoritas adalah suku Batak Karo sedangkan untuk agama yakni Agama Kristen. Pengolahan makanan di posko UKA II dilakukan di dapur umum yang terdapat di dalam posko, dapur umum ini hanya menggunakan tenda dan tidak memiliki pintu serta berlantaikan batako. Pelayanan kesehatan di posko ini sudah tidak ada lagi sejak Bulan Juli 2014 padahal sebelumnya pada survei pendahuluan yang dilakukan di Bulan April 2014 masih terdapat posko kesehatan. Sehingga banyak masyarakat yang tinggal di posko ini harus mencari pelayanan kesehatan di tempat lain misalnya ke rumah sakit, puskesmas setempat atau ke tenaga medis seperti bidan tetapi ada juga yang membeli obat sendiri di warung terdekat. Sanitasi dan higine lingkungan posko sangat tidak memadai hal ini dapat dilihat dari SPAL, WC, kamar mandi, dan tempat pembuangan sampah yang ada di posko. SPAL yang ada tidak memiliki tutup sehingga bersifat terbuka. WC yang tersedia sudah banyak yang tidak dapat dipakai lagi, dari 10 WC yang tersedia hanya 6 yang dapat digunakan hal ini dikarenakan WC tersebut tersumbat. Kamar mandi yang bisa digunakan hanya 4 buah, hal ini dikarenakan di dalam kamar mandi sudah banyak terdapat tumpukan sampah. Tempat pembuangan sampah di posko ini terdapat 1 buah tempat sampah besar yang susah dibesihkan dan dalam keadaan tidak tertutup selebihnya ada beberapa yang kecil berupa keranjang sampah, tetapi masih banyak sampah yang berserakan di halaman posko pengungsian. Penyediaan air bersih dipasok melalui Dinas Pekerjaan Umum (PU), setiap harinya dilakukan 4-6 kali menggunakan tangki air berkapasitas 4.000 L. Tabel 1. Distribusi Karekteristik Ibu Berdasarkan Variable Umur dan Pendidikan Karekteristik Ibu Umur (tahun) ≤ 20 20-29 30-39 40-49 Jumlah Pendidikan Tidak Ada SD SMP SMA/SMK Jumlah Frekuensi N % 3 27 25 3 58 5,2 46,6 43,1 5,2 100,0 22 7 14 15 58 37,9 12,1 24,1 25,9 100,0 Pada Tabel 1 di atas dapat dilihat bahwa disitribusi umur ibu yang terbanyak berada pada kelompok 20-29 yakni sebanyak 27 orang (46,6%), sedangkan untuk pendidikan ibu sebanyak 22 orang (37,9%) tidak berpendidikan hal ini dikarenakan mereka hidup di pegunungan yang memiliki akses yang sangat sulit untuk pendidikan dan pada umumnya bersuku bangsa Nias. Tabel No 2. Distribusi Karekteristik Balita Berdasarkan Variabel Jenis Kelamin dan Usia Variabel N 1 2 Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Jumlah Usia (Bulan) 12-24 24-59 Jumlah Frekuensi % 24 34 58 41,4 58,6 100,0 17 41 58 29,3 70,7 100,0 Tabel 2 di atas dapat dilihat jumlah sampel terbanyak menurut jenis kelamin yakni 34 orang (58,6%) adalah perempuan. Sedangkan jumlah sampel terbanyak menurut usia balita yakni 41 orang (70,7%) adalah pada usia 24-59 bulan. 4 Status Gizi Balita Berdasarkan kegiatan pengukuran berat badan dan tinggi badan balita, maka akan dilihat status gizi balita pada tabel dibawah ini. Tabel 3. Distribusi Status Gizi Balita Berdasarkan Berat Badan menurut Umur (BB/U) Berat Badan Menurut Umur Normal Kurang Sangat Kurang Jumlah Frekuensi N % 49 84,5 9 15,5 0 0 58 100,0 Berdasarkan Tabel 3 di atas dapat diketahui distribusi status gizi balita berdasarkan Berat Badan menurut Umur (BB/U) yaitu sebanyak 9 balita (15,5%) memiliki berat badan kurang, hal ini sudah jelas berkaitan dengan penyediaan makanan yang miskin zat gizi serta penyakit infeksi yang terjadi pada balita karena indikator penentuan status gizi berdasarkan BB/U merupakan indikator masalah gizi yang timbul masa kini (saat itu juga). Tabel 4. Distribusi Status Gizi Balita Berdasarkan Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) Tinggi Badan Menurut Umur Lebih dari Normal Normal Pendek Sangat Pendek Jumlah Frekuensi N % 0 0 25 43,1 18 31,0 15 25,9 58 100,0 Dari Tabel 4 di atas dapat diketahui distribusi status gizi balita berdasarkan Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yaitu balita pendek sebanyak 18 balita (31,0%), serta sebanyak 15 balita (25,9%) sangat pendek, indikator pengukuran TB/U menunjukkan dampak masalah gizi dimasa lalu, baik diakibatkan karena Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) atau diakibatkan status gizi kurang sebelum adanya pengungsian. Tabel 5. Distribusi Status Gizi Balita Berdasarkan Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) Berat Badan menurut Tinggi Badan Sangat Gemuk Gemuk Resiko Gemuk Normal Kurus Jumlah Frekuensi N % 3 5,2 5 8,6 5 8,6 41 70,7 4 6,9 58 100,0 Dari Tabel 5 di atas dapat diketahui distribusi status gizi balita berdasarkan Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) yakni balita sangat gemuk sebanyak 3 orang (5,2%), balita gemuk sebanyak 5 orang (8,6%), balita yang memiliki resiko gemuk sebanyak 5 orang (8,6%), sedangkan yang kurus 4 orang (6,9%). Dalam keadaan normal pertambahan berat badan dengan tinggi badan selalu berjalan secara linier. Kecukupan Energi dan Protein Berdasarkan hasil pengumpulan data dari 58 balita melalui wawancara kepada ibu balita dengan menggunakan formulir food recall 24 jam, diketahui jumlah konsumsi energi dan protein balita. Tabel 6. Distribusi Kecukupan Energi Balita Kecukupan Energi Baik Sedang Kurang Defisit Jumlah N 31 27 0 0 58 Frekuensi % 53,4 46,6 0 0 100,0 Dapat diketahui dari Tabel 6 di atas bahwa tingkat kecukupan energi pada balita yang terbanyak adalah baik yakni 31 balita (53,4%), dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan yakni anak balita 5 usia 1-3 tahun dianjurkan mengkonsumsi energi sebasar 1125 kkal sedangkan anak balita usia 4-6 tahun dianjurkan mengkonsumsi energi sebesar 1600 kkal perharinya. Asupan konsumsi energi terbanyak berasal dari susu formula, biskuit, serta jajanan yang berasal dari bantuan pemerintah maupun sukarelawan yang mencukupi kebutuhan energi yang dibutuhkan tubuh bukan dari pemberian makanan yang berasal dari dapur umum. Tabel 7. Distribusi Kecukupan Protein Balita Kecukupan Protein Baik Sedang Kurang Defisit Jumlah N 33 25 0 0 58 Frekuensi % 56,9 43,1 0 0 100,0 Pada Tabel 7, Kecukupan protein pada balita menunjukkan tingkat kecukupan baik sebanyak 33 balita (56,9%), sama halnya dengan kecukupan energi, kecukupan protein juga bersumberkan terbanyak dari susu formula, biskuit dan jajanan. Ketentuan konsumsi protein perharinya untuk anak balita usia 1-3 tahun dianjurkan mengkonsumsi protein sebesar 26 g sedangkan anak balita usia 4-6 tahun dianjurkan mengkonsumsi protein sebesar 35 g. Penyakit Infeksi Anak Balita Berdasarkan hasil pengumpulan data dari 58 balita melalui wawancara kepada ibu balita dengan menggunakan formulir penyakit infeksi, maka diketahui jenis dan rata-rata penyakit infeksi anak balita. Tabel 8. Distribusi Penyakit Infeksi pada Balita Penyakit Infeksi Infeksi Saluran Pernafasan Ya Tidak Jumlah Diare Ya Tidak Jumlah Gatal-Gatal Ya Tidak Jumlah Campak Ya Tidak Jumlah Frekuensi N % 54 4 58 93,1 6,9 100,0 40 18 58 69,0 31,0 100,0 48 10 58 82,2 17,2 100,0 24 34 58 41,1 58,6 100,0 Berdasarkan Tabel 8 di atas dapat diketahui bahwa semua balita mengalami penyakit infeksi tetapi hanya sebagian balita yang terkena penyakit infeksi secara keseluruhan karena pada pengukuran penyakit infeksi diberikan ketentuan apabila balita terkena satu saja penyakit infeksi, maka balita tersebut dikatakan sudah terkena penyakit infeksi. Penyakit infeksi kulit terbagi menjadi gatal-gatal dan campak. Penyakit infeksi yang terbanyak jumlah balitanya adalah infeksi saluran pernafasan yakni sebanyak 54 orang (93,1%), padatnya jumlah penduduk yang tinggal di dalam satu ruangan posko pengungsian menjadikan infeksi saluran pernafasan menular dengan cepat. Memang tidak menutup kemungkinan untuk penyakit infeksi yang lain, tetapi juga infeksi saluran pernafasan dipengaruhi dengan udara Kabupaten Karo yang bersuhu dingin. Keterkaitan Status Gizi dengan Penyakit Infeksi Dalam hal ini ternyata faktor-faktor pendukung terjadinya penyakit infeksi lebih berperan dibandingkan dengan status gizi balita pada saat dilakukannya penelitian ini. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan 6 status gizi yang tidak baik dapat memperparah penyakit infeksi yang dialami balita. Balita yang terkena penyakit infeksi sebagian besar memiliki status gizi normal, inilah yang perlu diperhatikan karena status gizi yang normal bisa berubah menjadi status gizi kurang atau sangat kurang apabila balita tersebut tidak mendapatkan pengobatan terhadap penyakit infeksinya terlebih dahulu. Penyakit infeksi termasuk didalamnya infeksi saluran pernafasan dan diare selalu dapat memperburuk keadaan gizi melalui ganguan masukan makanan dan akibat kehilangan zat-zat esensial didalam tubuh, dampak dari penyakit infeksi terhadap pertumbuhan seperti menurunnya berat badan, hal ini disebabkan karena penurunan nafsu makan penderita infeksi hingga intake zat gizi dan energi kurang dari kebutuhan. Pada infeksi kulit dibagi menjadi dua yakni gatal-gatal dan campak, untuk komplikasi yang terjadi pada campak salah satunya adalah diare. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Mustafa, 2013 di wilayah kerja Puskesmas Tilote yakni tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dan penyakit infeksi. Tabel 9. Distribusi Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan berdasarkan Status Gizi (BB/U) Status (BB/U) Gizi Normal Kurang Sangat Kurang Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Ya Tidak N % N % 46 93,9 3 6,1 8 88,9 1 11,1 0 0 0 0 Jumlah N 49 9 0 % 100,0 100,0 0 Berdasarkan Tabel 9 diatas, dapat diketahui bahwa balita yang mengalami penyakit infeksi saluran pernafasan yang terbanyak adalah balita yang memiliki status gizi normal bukan balita yang memiliki status gizi kurang, hal ini membuktikan kondisi lingkungan lebih berpengaruh Tabel 10. Distribusi Diare berdasarkan Status Gizi (BB/U) Status (BB/U) Gizi Diare Ya Normal Kurang Sangat Kurang N 32 8 0 % 65,3 88,9 0 Jumlah Tidak N % 17 34,7 1 11,1 0 0 N 49 9 0 % 100,0 100,0 0 Dari hasil Tabel 10 dapat dilihat bahwa balita yang terkena diare terbanyak terdapat pada balita yang berstatus gizi normal. Dengan kata lain, di posko ini ternyata status gizi tidak berperan secara keseluruhan pada balita yang mengalami penyakit infeksi saluran pencernaan karena masih ada faktor pendukung lain seperti dari keadaan lingkungan sekitar. Pada penelitian yang dilakukan oleh Rosari (2013) tentang penyakit infeksi mengatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kejadian diare di Kelurahan Lubuk Buaya. Padahal kejadian diare lebih banyak terdapat pada balita yang memiliki status gizi kurang yakni sebanyak 18,9% dibandingkan balita yang memiliki status gizi normal. Penelitian yang dilakukan oleh Indriyasti (2007) juga menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara status gizi dan kejadian terjadinya diare. Tabel 11. Distribusi Gatal-Gatal Status Gizi (BB/U) Status (BB/U) Gizi Normal Kurang Sangat Kurang Gatal-Gatal Tidak % N % 79,6 10 20,4 100,0 0 0 0 0 0 berdasarkan Jumlah Ya N 39 9 0 N 49 9 0 % 100,0 100,0 0 Pada Tabel 11. diatas dapat diketahui bahwa balita terbanyak yang terkena gatal-gatal yang disebabkan oleh gigitan serangga dan 7 memiliki status gizi normal yakni 39 balita (79,6%), hal ini disebabkan karena mereka beristirahat ditempat yang seadanya dengan beralaskan tikar ataupun kasur jika ada, serta ruangan yang penuh dengan barang-barang untuk tempat peristirahatan nyamuk. Tabel 12. Distribusi Campak berdasarkan Status Gizi (BB/U) Status (BB/U) Gizi Normal Kurang Sangat Kurang Campak Tidak % N % 36,7 31 63,3 66,7 3 33,3 0 0 0 Jumlah Ya N 18 6 0 N 49 9 0 % 100,0 100,0 0 Dari Tabel 12 ternyata hanya 18 balita (36,7%) yang mengalami campak selama berada di posko, balita tersebut juga memiliki status gizi baik. Pemberian Kapsul Vitamin A pada saat awal pengungsian menjadikan imunitas balita meningkat sehingga untuk penyebaran penyakit campak lebih banyak balita yang tidak terkena. Penanganan Gizi Balita saat Bencana di Posko UKA II Penanganan gizi pada balita saat bencana di Posko Pengungsian UKA II tergolong baik dan sesuai prosedur, karena untuk penangan awal saat terjadinya pengungsian, seluruh balita sudah diberikan kapsul Vitamin A oleh tenaga kesehatan yang berada di posko kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan sistem imun balita, pemberian ASI tetap dijalankan untuk anak yang masih dibawah usia 2 tahun, MP-ASI yang sudah difortifikasi dengan zat mikro juga diberikan seperti biskuit bayi. Akan tetapi, disamping balita tersebut diberikan ASI ternyata diberikan pula susu formula sebagai selingan dengan menggunakan dot susu, padahal dalam anjurannya sebaiknya menghindari pemberian susu dan makanan lain yang penyajiannya menggunakan air karena dapat dengan mudah membuat balita terkena diare akibat dari kontaminasi air dan penyimpanan yang tidak higienis terhadap dot susu. Kontaminasi air juga diakibatkan karena air yang digunakan untuk mencampur susu formula bukan air kemasan yang dianjurkan oleh Kemenkes RI, tetapi air masak yang diperoleh dari dapur umum yang terdapat di posko pengungsian. Penggunaan air tersebut disebabkan karena tidak tersediannya air dalam kemasan di posko ini, dapat diasumsikan bahwa ketidaktersediaan air kemasan dipengaruhi oleh lama tinggal masyarakat dan minimnya bantuan untuk pasokan air dalam kemasan. Penyajian menu makanan untuk anak balita bisa dikatakan minim, karena dapur umum tidak menyiapkan menu khusus untuk anak balita sehingga anak balita hanya mengkonsumsi makanan yang juga dikonsumsi orang dewasa. Padahal menu untuk orang dewasa didasari oleh ketersediaan bantuan yang diperoleh posko yang menyebabkan konsumsi makanan yang tidak beragam dan terbatas seperti kurangnya konsumsi ikan segar, buah, daging dan sebagainya yang merupakan sumber zat gizi guna pertumbuhan dan perkembangan balita. KESIMPULAN 1. Status gizi balita di posko UKA II secara umum normal walaupun masih ada beberapa balita yang berstatus gizi kurang yakni 9 balita (15,5%). 2. Semua balita terkena penyakit infeksi, diantaranya balita yang terkena infeksi saluran pernafasan 93,1%, balita yang terkena diare 69%, balita yang terkena infeksi kulit berupa gatal-gatal 82,2% sedangkan yang terkena campak 41,4%. 3. Penyakit infeksi yang menjangkit balita di posko pengungsian ini tidak hanya disebabkan oleh status gizi tetapi ada beberapa faktor pendukung lain yakni kondisi higine dan sanitasi lingkungan, keterbatasan penyedian air bersih, 8 fasilitas MCK serta tingginya jumlah penduduk. 4. Tingkat kecukupan energi pada balita adalah baik 31 (53,4%) dan tingkat kecukupan sedang 27 (46,6%) 5. Kecukupan protein pada balita menunjukkan tingkat kecukupan terbanyak adalah baik yakni 33 (56,9%) selebihnya sedang 25 (43,1%). SARAN 1. Perhatian terhadap penyediaan jenis pangan beragam yang dapat memenuhi kebutuhan energi dan protein yang akan diolah menjadi makanan seharihari di posko pengungsian terkhususnya untuk balita. 2. Perbaikan fasilitas MCK (Mandi, Cuci, Kakus), SPAL (Saluran Pembuangan Air Limbah) serta pembenahan tempattempat sampah. DAFTAR PUSTAKA Buaya Kecamatan Koto Tangah Kota Padang. Skripsi : FK UNAND. Padang. Sianipar, L. 2001. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kurang Energi dan Protein pada Balita Pengungsi di Kabupaten Belu Propinsi Nusa Tenggara Timur 1999 (Analisi Data Rapid Nutritional Assesment Tahun 1999). Tesis UI, Jakarta. Silalahi, EL. 2012. Analisis Koordinasi Lintas Sektor Satuan Tugas Penanggulangan Bencana Terhadap Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo 2010. Program Pasca Sarjana FKM USU, Medan. Tjuanda, D. 2001. Analisis Pelaksanaan Kegiatan Pemulihan Status Gizi Buruk Balita Pengungsi Sambas di Therapeutic Feeding Center Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soedarso Kota Pontianak Kalimantan Barat Tahun 2000. Tesis UI, Jakarta. BNPB, 2012. Kumpulan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Jakarta. Depkes RI. 2007. Pedoman Pemberian Makanan Bayi dan Anak dalam Situasi Darurat. Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Jakarta. Indriyasti, S. 2007. Hubungan Kejadian Penyakit Diare Terhadap Status Gizi Balita di Puskesmas Karawaci Baru Kota Tangerang. Skripsi : Universitas Indonusa Esa Unggul. Jakarta. Mustafa, Y. 2013. Analisis Faktor Determinan Kejadian Masalah Gizi pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tilote Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo Tahun 2013. UNHAS. Rosary, A. 2013. Hubungan Diare dengan Status Gizi Balita di Kelurahan Lubuk 9