stratigrafi daerah penelitian

advertisement
3.2.2.4 Mekanisme pengendapan
Berdasarkan pemilahan buruk, setempat dijumpai struktur reversed graded
bedding (Gambar 3-23 D), kemas terbuka, tidak ada orientasi, jenis fragmen yang
bervariasi, massadasar tuf kasar-lapili, maka satuan ini diendapkan dengan
mekanisme aliran / pyroclastic flow deposits (McPhie dkk., 1993).
3.2.3
Satuan lava basalt
Satuan ini menempati kurang lebih 5 % dari luas daerah penelitian, warna
satuan ini pada peta geologi adalah warna merah (Lampiran A3). Satuan ini
tersingkap dengan baik di sepanjang Sungai Cihideung Barat. Batuan yang
tersingkap terdiri dari lava basaltis.
A
C
B
D
Gambar 3-24. (A) Singkapan lava basalt di RCH-9, (B) Singkapan lava basalt di
Gambar 3-2 Singkapan Lava Basalt di RCH-9
RCH-10, (C) Struktur vesikuler di RCH-4, dan (D) Struktur kekar berlembar di
RCH-8.
33
3.2.3.1 Penyebaran dan ketebalan
Satuan ini memiliki penyebaran litologi dan geometri berupa aliran lava di
Sungai Cihideung Barat. Berdasarkan pada rekontruksi penampang satuan ini
diperkirakan memiliki ketebalan 50 m.
3.2.3.2 Ciri litologi
Satuan ini terdiri atas litologi lava basalt yang memiliki ciri-ciri megaskopis :
warna abu-abu gelap, masif, porfiritik, hipokristalin, masa dasar mineral mafik,
fenokris terdiri dari piroksen dan plagioklas, kondisi segar sampai sedang, terdapat
vesikuler (Gambar 3-24. C) akibat adanya pelepasan gas pada saat proses
pembekuan, selain itu terdapat pula struktur kekar berlembar yang mencirikan lava
yang baru membeku didesak oleh aliran lava baru yang mengalir di atasnya atau
adanya pembebanan sehingga membentuk struktur tersebut (Gambar 3-24. D).
Secara mikroskopis lava basalt (lihat Lampiran B5) mempunyai ciri-ciri:
hipokristalin, tekstur trakhitik, fenokris 20%, butiran terdiri dari plagioklas 10% jenis
labradorit, piroksen 5%, olivin 5%, subhedral-anhedral, berukuran 0,1-1mm, dan
massadasar 80% berupa plagioklas, piroksen dan opak.
3.2.3.3 Umur dan hubungan stratigrafi
Umur dari satuan batuan ini berdasarkan data literatur, yaitu memiliki umur
absolut 0,040±0,003 juta tahun yang lalu didapat dari analisis K-Ar pada endapan
lava yang dilakukan oleh Sunardi dan Kimura (1998; dalam Kartadinata, 2009)
dimana satuan ini merupakan produk dari letusan Gunung Tangkubanparahu yang
termasuk dalam anggota endapan Tangkubanparahu Muda. Berdasarkan kesamaan
ciri litologinya, satuan ini disetarakan dengan Formasi Cikidang (Koesoemadinata
dan Hartono, 1981) berumur Plistosen Atas - Holosen, sedangkan menurut Silitonga
(1973), satuan ini merupakan Hasil Gunungapi Muda. Hubungan stratigrafi antara
satuan lava basalt dengan satuan tuf skoria dibawahnya tidak dapat ditentukan karena
tidak dijumpai kontak antara keduanya. Untuk itu penulis mengacu pada
Koesomadinata dan Hartono (1981) dimana satuan lava basalt yang disetarakan
dengan Formasi Cikidang dieendapkan selaras diatas satuan tuf skoria yang
disetarakan dengan Formasi Cibeureum.
34
3.2.3.4 Mekanisme pengendapan
Berdasarkan ciri litologi terutama dengan adanya tekstur aliran pada
pengamatan mikroskopis menunjukkan bahwa lava diendapkan melalui mekanisme
aliran yang berasal dari letusan efusif gunungapi. Berdasarkan ciri diatas, maka
satuan ini diendapkan dengan mekanisme lava flows (McPhie dkk., 1993)
3.2.4
Satuan tuf lapili
Satuan Tuf Lapili merupakan satuan termuda di daerah penelitian, menempati
55 % daerah penelitian (Lampiran A3). Warna satuan ini pada peta geologi adalah
warna merah muda. Satuan ini tersingkap dengan baik di bagian utara Sesar
Lembang dan di daerah Gunung Sereh.
A
B
C
D
Gambar 3-25. (A) Singkapan Tuf Lapili di SU-3, (B) Singkapan SU-3 dilihat dari dekat, (C)
Singkapan Tuf lapili di SU-4, dan (D) Singkapan tuf lapili di CG-8
35
3.2.4.1 Penyebaran dan ketebalan
Satuan ini memiliki penyebaran litologi dan geometri berupa endapan jatuhan
yang melingkupi hampir seluruh daerah penelitian terutama di daerah utara dan di
daerah selatan. Sifat satuan ini yang relatif lunak maka tidak dijumpai satuan ini di
lembah sungai kecuali di lembah sungai Cipaganti bagian selatan yang memiliki
kemiringan lereng lebih landai, ketebalan satuan ini berdasarkan rekontruksi
penampang ini diperkirakan sekitar 40 m dengan singkapan yang memiliki ketebalan
paling besar di lapangan terdapat di daerah Gunung Sereh di stasiun SU-4 yaitu
sekitar 15 meter.
3.2.4.2 Ciri litologi
Satuan ini terdiri atas litologi tuf lapili yang memiliki ciri-ciri megaskopis:
warna cokelat - kuning terang dengan fragmen litik terdiri dari basalt berukuran lapili
(0,5 – 5 cm) dan butir debu vulkanik berukuran halus-lapili dengan dominan
berukuran lapili, terpilah sedang - baik, kemas tertutup.
Secara mikroskopis nama batuan tuf gelas (lihat Lampiran B6), memiliki
tekstur hipokristalin, klastik, terpilah sedang - buruk, kemas terbuka, butiran 40%
terdiri dari kristal kuarsa, plagioklas, gelas, dan opak, ukuran butir 0,25 - 1,5 mm,
bentuk butir subrounded - subangular, massadasar 60% berupa gelas.
3.2.4.3 Umur dan hubungan stratigrafi
Umur dari satuan batuan ini berdasarkan data literatur, yaitu memiliki umur
absolut 9.980 ± 50 tahun yang lalu didapat dari analisis K-Ar pada yang dilakukan
oleh
(Kartadinata,
Tangkubanparahu
2009)
Muda
dimana
yang
satuan
merupakan
ini
merupakan
produk
dari
endapan
letusan
tefra
Gunung
Tangkubanparahu. Berdasarkan kesamaan ciri litologinya, satuan ini disetarakan
dengan Formasi Cikidang (Koesoemadinata dan Hartono, 1981) berumur Holosen,
sedangkan menurut Silitonga (1973), satuan ini merupakan Hasil Gunungapi Muda.
Hubungan stratigrafi antara Satuan Tuf Lapili dengan Satuan Lava Basalt
dibawahnya tidak dapat ditentukan karena tidak dijumpai kontak antara keduanya,
dan penulis menyimpulkan bahwa Satuan Tuf Lapili berumur lebih muda
dibandingkan Satuan Lava Basalt berdasarkan intepretasi tanah pelapukan yang
36
berada di Sungai Cihideung Barat dimana tanah pelapukan tersebut memiliki ciri-ciri
berwarna kecoklatan, bersifat lepas-lepas, berukuran pasir sedang-kasar.
3.2.4.4 Mekanisme pengendapan
Berdasarkan pengamatan lapangan, mengacu pada ciri litologi berupa
pemilahan baik, kemas tertutup, maka penulis menyimpulkan satuan ini termasuk
endapan piroklastik jatuhan / pyroclastic fallout deposits (McPhie dkk., 1993).
3.2.5
Lingkungan pengendapan
Pengendapan batuan di daerah penelitian secara umum terdapat di lingkungan
gunung api darat. Menurut Bogie dan MacKenzie (1998), daerah penelitian terletak
pada bagian proksimal atau lereng atas suatu kerucut gunung api dengan indikasi
adanya litologi tuf skoria, lava, dan tuf lapili secara bersamaan (Gambar 3.26).
Gambar 3-26. Pembagian fasies gunung api (Bogie dan MacKenzie, 1998)
3.3 STRUKTUR GEOLOGI
Struktur geologi yang terdapat pada daerah penelitian berupa struktur primer
yang berupa kekar berlembar (lihat Gambar 3-24) , kekar kolom (lihat Gambar 3-22),
37
dan struktur sekunder berupa sesar yaitu Sesar Lembang. Terdapat satu sesar utama
pada daerah penelitian, yaitu Sesar Lembang. Struktur sesar diamati di lapangan
dengan gejala-gejala gawir sesar, serta adanya pembelokan sungai. Penafsiran dari
peta topografi dan foto udara memperlihatkan gawir terjal dengan pola kelurusan
barat-timur di sekitar daerah Gunung Sereh di bagian Barat sampai daerah
Sukanegara di bagian timur daerah penelitian, kemudian bukti lainnya menunjukkan
adanya pembelokan arah sungai, yaitu di bagian barat daerah penelitian, Sungai
Cibeureum dan Sungai Cihideung dari relatif berarah utara selatan menjadi barattimur, kemudian di bagian timur peta, Sungai Cisungapan yang semula relatif
berarah timur laut-barat daya menjadi barat laut-tenggara yang terletak di bagian
utara daerah penelitian (Gambar 3-27).
Gambar 3-27. Aliran sungai di daerah penelitian yang menunjukkan pembelokan
arah
Pengamatan morfologi di daerah observatorium Boscha menunjukkan adanya
gawir sesar dimana blok di utara gawir relatif lebih turun dibandingkan blok di
bagian selatan gawir sesar (Gambar 3-28).
38
Blok Naik
Blok Turun
Gambar 3-28. Gawir sesar di daerah Observatorium Boscha
Pengamatan di lapangan tidak ditemukan adanya bidang sesar, karena pada
umumnya kondisi singkapan yang telah lapuk dan proses erosi yang intensif serta
vegetasi yang lebat. Mekanisme pergerakan Sesar Lembang berupa sesar normal, dan
hal ini juga didukung oleh analisis sagpond yang dilakukan oleh Hidayat, dkk.,
(2008). Berdasarkan mekanisme ini maka diduga kehadiran Sesar Lembang akibat
proses volcano tectonic. Oleh karena itu, data struktur pada daerah penelitian ini
mengacu pada peta geologi lembar Bandung (Silitonga, 1973) yang menyatakan
bahwa sesar tersebut adalah sesar normal, dengan blok yang bergerak relatif turun
pada blok bagian utara sesar lembang. Sesar Lembang pertama kali terbentuk
diperkirakan pada Pleistosen Atas yang kemungkinan disebabkan runtuhnya Gunung
Sunda serta pembentukan kaldera Gunung Sunda (Koesoemadinata, 1981).
3.3.1 Pola kelurusan
Berdasarkan data kelurusan punggungan, lembah, dan sungai dari citra DEM
daerah penelitian, terdapat dua pola umum yang berarah timurlaut-baratdaya dan
baratlaut-tenggara. Pola umum tersebut diinterpretasikan sebagai sumber material
vulkanik, dan sesar (Gambar 3-29). Pola yang berarah timurlaut-baratdaya
diinterpretasikan sebagai arah dari sumber material vulkanik Gunung Sunda dan
Gunung Tangkubanparahu (Kartadinata, 2009), sedangkan pola yang berarah
baratlaut-tenggara diinterpretasikan sebagai arah sesar di daerah penelitian.
39
Gambar 3-29. Pola kelurusan di daerah penelitian (modifikasi peta topografi digital
Bakosurtanal, 2001)
3.4 SEJARAH GEOLOGI
Sejarah geologi daerah penelitian dimulai pada kala Plistosen Atas dengan
terjadinya aktivitas vulkanik dari Gunung Sunda. Letusan besar dari Gunung Sunda
yang terakhir ini menghasilkan satuan breksi piroklastik dengan mekanisme aliran
dengan penyebaran luas dan menutupi seluruh daerah penelitian (Gambar 3-30).
Keterangan :
: Sungai
: Satuan
Breksi
Piroklastik
Gambar 3-30. Satuan breksi piroklastik diendapkan dengan mekanisme aliran
hasil letusan pertama Gunung Sunda (Plistosen Atas)
40
Satuan breksi piroklastik ini memiliki kesamaan ciri litologi dengan Formasi
Cikapundung (Koesoemadinata dan Hartono, 1981). Umur absolut satuan breksi
piroklastik menurut Kartadinata, (2009) memiliki umur absolut 0,210 ± 0,310 juta
tahun yang lalu. Hal ini diikuti juga dengan runtuhnya Gunung Sunda, pembentukan
Sesar Lembang yang pertama kali dan lahirnya Gunung Tangkubanparahu (Gambar
3-31).
Keterangan
:
: Sungai
: Sesar
: Satuan Breksi
Piroklastik
Gambar 3-31. Proses penyesaran pertama Sesar Lembang (Plistosen Atas)
Letusan pada periode Gunung Tangkubanparahu Tua (Kartadinata, 2009)
menghasilkan satuan tuf skoria dengan mekanisme aliran (Gambar 3-32). Umur
absolut satuan ini menurut Kartadinata, (2009) memiliki umur absolut 0,040.750 ±
270 juta tahun tahun yang lalu.
Selanjutnya, masih pada periode Gunung Tangkubanparahu Tua, aktivitas
vulkanik kembali terjadi dan menghasilkan letusan kedua. Letusan kedua dari
gunung ini mengalirkan satuan lava basalt yang memiliki umur absolut 0,040±0,003
juta tahun yang lalu didapat dari analisis K-Ar pada endapan lava yang dilakukan
oleh Sunardi dan Kimura (1998; dalam Kartadinata, 2009) di bagian lembah daerah
penelitian (Gambar 3-33) yang masih termasuk pada fasies proksimal.
41
Keterangan
: Sungai
: Sesar
: Satuan Breksi
Piroklastik
: Satuan Tuf
Skoria
Gambar 3-32. Satuan Tuf Skoria diendapkan dengan mekanisme aliran hasil letusan
pertama Gunung Tangkubanparahu Tua (Plistosen Atas)
Setelah pengendapan satuan lava basalt, kemudian masuk pada periode
Gunung Tangkubanparahu Muda. Letusan pada periode ini berupa letusan eksplosif
yang mengendapkan Satuan Tuf Lapili. Satuan tersebut memiliki penyebaran luas
dan menutupi seluruh daerah penelitian (Gambar 3-34).
Sesar Lembang kembali mengalami pergerakan akibat letusan Gunung
Tangkubanparahu pada periode kedua ini, dan menghasilkan gawir sesar di bagian
timurlaut daerah penelitian. Sifat Satuan Tuf Lapili yang lunak menyebabkan hampir
seluruh satuan ini tererosi di bagian lembah. Sehingga memunculkan kembali satuansatuan yang sebelumnya telah terendapkan dimana pada bagian timur daerah
penelitian erosi berlangsung secara lebih sering diakibatkan kemiringan lereng yang
lebih besar dibandingkan di bagian timur daerah penelitian sehingga satuan Breksi
Piroklastik menjadi tersingkap (Gambar 3-35).
42
Keterangan :
: Sungai
: Sesar
: Satuan Breksi
Piroklastik
: Satuan Tuf
Skoria
: Satuan
Lava Basalt
Gambar 3-33. Satuan Lava Basalt diendapkan dengan mekanisme aliran hasil
letusan kedua Gunung Tangkubanparahu tua disertai dengan erosi di bagian timur
sehingga Satuan Breksi Piroklastik terendapkan (Plistosen Atas-Holosen)
Keterangan :
: Sungai
: Sesar
: Satuan Breksi
Piroklastik
: Satuan Tuf
Skoria
: Satuan
Lava Basalt
: Satuan Tuf
Lapili
Gambar 3-34. Satuan Tuf Lapili diendapkan dengan mekanisme jatuhan hasil letusan
Gunung Tangkubanparahu muda (Holosen)
43
Keterangan :
: Sungai
: Sesar
: Satuan Breksi
Piroklastik
: Satuan Tuf
Skoria
: Satuan
Lava Basalt
: Satuan Tuf
Lapili
Gambar 3-35. Satuan Tuf Lapili diendapkan dengan mekanisme jatuhan hasil letusan
Gunung Tangkubanparahu muda dan kemudian mengalami erosi sehingga tersingkap
seperti sekarang (Holosen)
44
Download