Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014) PENGARUH KARAKTERISTIK GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP PENGUNGKAPAN TANGGUNGJAWAB SOSIAL : STUDI EMPIRIS Novy Ayu Anggraini [email protected] Kurnia Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya ABSTRACT The purpose of this research is to test the characteristic influence of Good Corporate Governance to the range of social responsibility disclosure which has been published in the companies’ annual reports which are listed in Indonesia Stock Exchange (IDX). This research uses 6 GCG’s characteristics which are the presence of expatriate Board of Directors, Board of Directors size, Audit Committee size, the proportion of i ndependent audit committee, concentrated ownership, and government ownership, and company’s characteristic in the form of company size and profitability level. Quantitative approach which uses multiple regression analysis models with the assistance of SPSS version 20 is used in this research. The object of the research is the annual report of 2011 from 110 companies which are listed in Indonesia Stock Exchange (IDX). Based on the result of regression analysis it has been found that partially company size and government ownership has significant influence to the disclosure of corporate social responsibility while the existence of expatriate Board of Directors, Board of Directors size, Audit Committee size, the proportion of independent audit committee, concentrated ownership, and government ownership, and company’s characteristic in the form of profitability level have no significant influence to the range of corporate social responsibility disclosure. Keywords : corporate governance, corporate social responsibility, company size and profitability level. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh karakteristik Good Corporate Governance (GCG) terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial yang dipublikasikan dalam laporan tahunan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Penelitian ini men ggunakan enam karaktersitik GCG, yaitu keberadaan dewan direksi warga negara asing, ukuran dewan komisaris, ukuran komite audit, proporsi komite audit independen, kepemilikan terkonsentrasi, dan kepemilikan pemerintah, serta karakteristik perusahaan berupa ukuran perusahaan dan tingkat profitabilitas. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang mengggunakan model analisis regresi berganda dengan bantuan program SPSS versi 20. Obyek yang diteliti adalah laporan tahunan tahun 2011 dari 110 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Berdasarkan hasil analisis regresi, penelitian ini men emukan bahwa kepemilikan pemerintah dan ukuran perusahaan berpen garuh signifikan secara parsial terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, sedangakan keberadaan dewan direksi warga negara asing, ukuran dewan komisaris, ukuran komite audit, proporsi komite audit independen, kepemilikan terkonsentrasi, serta karakteristik perusahaan berupa tingkat profitabilitas tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Kata –kata kunci : corporate governance, corporate social responsibility, ukuran perusahaan dan tingkat profitabilitas. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014) 2 PENDAHULUAN Perhatian terhadap praktek Good Corporate Governance (GCG) pada perusahaan meningkat dalam hampir dua dekade belakangan ini, terlebih setelah pemerintah Indonesia dan International Monetary Fund (IMF) memperkenalkannya sebagai tata cara kelola perusahaan yang sehat dalam rangka pemulihan sektor ekonomi. Hal itu diwujudkan dalam sebuah keyakinan bahwa GCG merupakan salah satu kunci sukses perusahaan untuk tumbuh dan menguntungkan dalam jangka panjang demi kelangsungan hidup perusahaan. Di Indonesia, isu mengenai corporate governance muncul setelah terjadinya krisis multidimensi pada pertengahan 1997. Krisis ini dimulai dengan merosotnya nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang kemudian menghancurkan sendi-sendi ekonomi, salah satunya adalah pada sektor perbankan. Menurut hasil penelitian dan laporan dari Bank Dunia dan ADB (Asia Development Bank), krisis yang menimpa Indonesia dan mengakibatkan runtuhnya perusahaan-perusahaan besar baik di Indonesia maupun di dunia adalah disebabkan oleh lemahnya pelaksanaan GCG. Pada dasarnya terdapat lima prinsip dalam GCG, yaitu Transparency, Accountability, Responsibility, Independency, dan Fairness. Semua prinsip penting dalam GCG sangat erat kaitannya dengan tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal dengan Corporate Social Responsibility (CSR). Melalui CSR diharapkan perusahaan juga memperhatikan kepentingan dan nilai tambah bagi stakeholders-nya ini sejalan dengan salah satu prinsip GCG yaitu responsibility, sedangkan pengungkapan pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan sejalan dengan prinsip transparency dan accountability. Penerapan konsep GCG diharapkan dapat meningkatkan pelaksanaan dan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, termasuk dalam laporan tahunan sebagai salah satu cara perusahaan untuk membangun, mempertahankan, dan melegitimasi kontribusi perusahaan dari sisi ekonomi dan politis. Perubahan pada tingkat kesadaran masyarakat tersebut memunculkan kesadararan baru tentang pentingnya melaksanakan Corporate Social Responsibility, apalagi setelah ditetapkannya Undang-Undang No. 40 tahun 2007 pada tanggal 20 Juli 2007 tentang Perseroan Terbatas yang mewajibkan semua perseroan untuk melaporkan pelaksanaan tanggung jawab tersebut di laporan tahunan. Adanya pelaporan tersebut adalah merupakan pencerminan dari perlunya akuntabilitas perseroan atas pelaksanaan kegiatan CSR, sehingga para stakeholders dapat menilai pelaksanaan kegiatan tersebut. Dengan adanya transparansi dan akuntabilitas, tujuan akhir yang diharapkan adalah bahwa perseroan dengan kesadaran sendiri akan melaksanakan kegiatan CSR. Dengan demikian prinsip independency dan fairness dari GCG dapat terwujud dengan dikelolanya perusahaan secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manajemen yang tidak sesuai dengan peraturan dan perundanganundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Dari uraian latar belakang permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah karakteristik Good Corporate Governance (GCG), yang terdiri dari keberadaan dewan direksi warga negara asing, ukuran dewan komisaris, ukuran komite audit, proporsi komite audit independen, kepemilikan terkonsentrasi, dan kepemilikan pemerintah berpengaruh terhadap luas pengungkapan informasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR). TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS Menurut Anthony dan Govindarajan (2005), teori agensi adalah hubungan atau kontrak antara principal dan agent. Teori agensi memiliki asumsi bahwa tiap-tiap individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent. Konflik tersebut timbul sebagai akibat keinginan agent (manajemen) untuk melakukan tindakan yang sesuai dengan kepentingannya dengan mengorbankan kepentingan principal untuk memperoleh keuntungan dan nilai jangka Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014) 3 panjang perusahaan. Hal ini sangat mungkin terjadi karena pada kenyataannya manajemen lebih banyak mengetahui prospek usaha yang sebenarnya dibanding dengan pihak stakeholders (principal), dengan kata lain telah terjadi penguasaan informasi yang berbeda (asymmetric information). Informasi yang dimiliki stakeholders terbatas pada informasi publik atau informasi yang disampaikan ke mereka, sedangkan manajemen perusaha an memiliki informasi yang lengkap mengenai perusahaan. Terjadinya konflik kepentingan antara principal dan agent akan menimbulkan biaya keagenan (agency cost). dan biaya kerugian residual (residual loss). Corporate Governance dapat membantu menekan atau mengurangi biaya agensi yang mungkin terjadi. Biaya agensi yang muncul karena konflik kepentingan antara agent dan principal dapat dikurangi dengan mekanisme pengawasan agar pihak manajemen bertindak sejalan dengan kepentingan pemilik perusahaan. Mekanisme pengawasan yang dimaksud adalah mekanisme Good Corporate Governance (GCG). GCG dianggap mampu mengurangi masalah keagenan karena dengan adanya pengawasan maka perilaku oportunis manajer dan kecenderungan untuk menyembunyikan informasi demi keuntungan pribadi dapat diantisipasi dan dapat mengarah pada peningkatan pengungkapan perusahaan. Teori legitimasi mengatakan bahwa organisasi secara terus menerus mencoba untuk meyakinkan bahwa mereka melakukan kegiatan sesuai dengan batasan dan norma -norma masyarakat dimana mereka berada. Legitimasi dapat dianggap sebagai menyamakan persepsi atau asumsi bahwa tindakan yang dilakukan oleh suatu entitas adalah merupakan tindakan yang diinginkan, pantas ataupun sesuai dengan sistem norma, nilai, kepercayaan dan definisi yang dikembangkan secara sosial. Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dianggap sebagai implementasi dari strategi legitimasi yang harus melibatkan komunikasi (pengungkapan) dari organisasi untuk meyakinkan bahwa mereka melakukan kegiatan sesuai dengan batasan dan norma-norma masyarakat dimana mereka berada. Karenanya pengungkapan informasi perusahaan dapat dipandang sebagai suatu strategi yang dapat dipergunakan oleh organisasi untuk mempertahankan legitimasinya. Teori stakeholders berpandangan bahwa keberadaan perusahaan tidak hanya untuk memaksimumkan kekayaan pemilik (shareholders), namun juga untuk melayani kepentingan stakeholders perusahaan, seperti para pembeli (konsumen), komunitas investor, karyawan, kontraktor, pemasok, pemerintah, masyarakat lokal, dan beberapa institusi atau lembaga riset. Manajer dalam mengambil keputusan akan melihat dampaknya ke stakeholders dan berusaha memaksimumkan manfaat dan meminimumkan kerugian dari masing-masing stakeholders sehingga tercapai keseimbangan antara kepentingan berbagai pihak. Ullmann (dalam Van Der Laan, 2004), juga menyimpulkan bahwa pengungkapan sosial merupakan strategi yang digunakan untuk mengelola hubungan dengan stakeholders dengan mempengaruhi level permintaan yang berasal dari stakeholders yang berbeda. Semakin penting stakeholders itu bagi kesuksesan organisasi, semakin besar kemungkinan organisasi akan memenuhi permintaannya. Implikasi dari teori stakeholder adalah bahwa perusahaan secara sukarela akan melaksanakan CSR, karena pelaksanaan CSR adalah merupakan bagian dari peran perusahaan ke stakeholders. GOOD CORPORATE GOVERNANCE Good Corporate Governance atau yang biasa disingkat GCG berasal dari istilah “Corporate Governance” yang berarti tata kelola perusahaan, merupakan suatu bentuk analogi antara pemerintahan suatu negara dengan pemerintahan dalam suatu perusahaan. Sebagaimana dalam pemerintahan suatu negara, dalam perusahaan juga terdapat berbagai kelompok dengan berbagai kepentingan untuk mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu muncul sebuah konsep Corporate Governance dalam mengatasi konflik kepentingan tersebut agar perusahaan dapat dikelola dengan baik. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014) 4 Definisi diatas menjelaskan bahwa Corporate Governance adalah sistem yang bisa digunakan untuk mengatur dan mengendalikan perusahaan. Good Governance timbul dari kebutuhan usaha akan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance), yang menegakkan prinsip-prinsip transparan, dapat dipercaya, bertanggung jawab dan berkeadilan. PRINSIP DASAR GOOD CORPORATE GOVERNANCE Terdapat beberapa prinsip dalam implementasi good corporate governance (GCG). Menurut pedoman umum good corporate governance Indonesia, terdapat lima prinsip utama yang terkandung dalam good corporate governance yaitu transparency, accountability, responsibility, independency serta fairness yang akan dijabarkan sebagai berikut: Pertama Transparansi (keterbukaan informasi) yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan. Kedua, Accountability (akuntabilitas) yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Ketiga, Responsibility (pertanggung jawaban) yaitu adalah kesesuaian (patuh) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku. Peraturan yang berlaku di sini termasuk yang berkaitan dengan masalah pajak, hubungan industrial, perlindungan lingkungan hidup, kesehatan/keselamatan kerja, standar penggajian, dan persaingan yang sehat. Keempat, Independency (kemandirian) yaitu suatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manajemen yang tidak sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Kelima, Fairness (kesetaraan dan kewajaran) yaitu perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku. Karakteristik Good Corporate Governance Ada enam karakteristik Good Corporate Governance yang dipakai dalam penelitian ini yang bertujuan untuk pengungkapan luas tanggung jawab sosial perusahaan, yaitu keberadaan dewan direksi warga negara asing, ukuran dewan komisaris, ukuran komite audit, proporsi komite audit independen, kepemilikan terkonsentrasi dan kepemilikan pemerintah. Dewan Direksi Warga Negara Asing. Dewan direksi warga negara asing merupakan anggota direksi perusahaan yang memiliki kewarganegaraan asing atau ekspatriat, dan bukan warga asing yang sudah menjadi warga negara indonesia. Ukuran Dewan Komisaris. Ukuran dewan komisaris merupakan jumlah seluruh anggota dewan komisaris dalam perusahaan. Dewan Komisaris merupakan suatu mekanisme untuk mengawasi dan untuk memberikan petunjuk dan arahan pada pengelola perusahaan atau pihak manajemen. Ukuran Komite Audit. Ukuran komite audit merupakan jumlah seluruh anggota komite audit yang dimiliki perusahaan. Dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance), Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) mewajibkan perusahaan publik untuk memiliki komite audit. Komite audit bertugas untuk untuk memastikan bahwa struktur pengendalian internal perusahaan dilakukan dengan baik. Proporsi Komite Audit Independen. Komite audit independen merupakan jumlah anggota komite audit yang berasal dari luar emiten atau perusahaan publik yang tidak Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014) 5 memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham ataupun hubungan keluarga dengan anggota komite audit lainnya, direksi ataupun pemegang saham pengendali atau hubungan lain yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen. Kepemilikan Terkonsentrasi. Kepemilikan terkonsentrasi merupakan kepemilikan saham yang besarnya lebih dari 50% hak suara pada suatu perusahaan. Kepemilikan saham dikatakan terkonsentrasi jika sebagian besar saham dimiliki oleh sebagian kecil individu atau kelompok, sehingga pemegang saham tersebut memiliki jumlah saham yang relatif dominan dibandingkan dengan lainnya. Kepemilikan Pemerintah. Kepemilikan pemerintah merupakan kepemilikan saham perusahaan yang dikuasai oleh pihak pemerintah, baik pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah. Di Indonesia, CSR Indonesia mendefinisikan konsep CSR sebagai upaya manajemen yang dijalankan entitas bisnis untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan berdasar keseimbangan ekonomi, sosial, dan lingkungan, dengan meminimumkan dampak negatif dan memaksimumkan dampak positif tiap pilar. CSR merupakan konsep yang cukup kompleks sehingga sulit untuk didefinisikan dengan pasti. Dalam suatu pandangan umum CSR dapat disebut sebagai interaksi antara bisnis dan lingkungan sosialnya. Sedangakan bertanggung jawab secara sosial menurut konsep CSR berarti bahwa perusahaan beroperasi dan bertindak sesuai dengan yang dapat diterima oleh masyarakat dan dengan cara -cara yang bertanggung jawab. Menurut Wibisono (2007:8), kendatipun tidak memiliki definisi Ukuran dewan komisaris merupakan jumlah seluruh anggota dewan komisaris dalam perusahaan. tunggal konsep CSR menawarkan sebuah kesamaan, yaitu keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomis dan perhatian terhadap aspek sosial serta lingkungan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perusahaan dalam kegiatannya juga harus memperhatikan tiga hal yaitu profit, masyarakat dan lingkungan. Ketiganya harus berjalan secara sinergis dan berkesinambungan agar tercipta iklim perusahaan yang baik sehingga eksistensi perusahaan juga terjamin dengan citra atau reputasi positif yang didapatnya dari konsumen dan masyarakat. Implementasi Pelaporan dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) Seperti halnya definisi CSR yang tak tunggal serta kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan itu sendiri, yang bagi sejumlah kalangan masih dianggap sebagai sesuatu yang bersifat sukarela, laporan tersebut juga sangat beragam formatnya, gayanya, luasnya dan metodologi evaluasi yang digunakan walaupun dalam suatu industri yang sejenis. Bagaimanapun, laporan CSR atau laporan keberlanjutan merupakan upaya untuk meningkatkan akuntabilitas perusahaan di mata para stakeholders-nya. Gray, Owen dan Adams dalam Meutia (2008), mendefinisikan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility Disclosure - CSRD) sebagai proses mengkomunikasikan pengaruh sosial dan lingkungan dari suatu organisasi, tindakan ekonomi untuk kelompok yang mempunyai kepentingan dalam suatu masyarakat dan untuk masyarakat secara luas. Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan merupakan suatu cara bagi perusahaan untuk mengkomunikasikan kepada para stakeholders-nya bahwa perusahaan memberikan perhatian pada pengaruh sosial dan lingkungan yang ditimbulkan oleh perusahaan. Pengungkapan ini juga bertujuan untuk memperlihatkan kepada masyarakat aktivitas sosial yang dilakukan oleh perusahaan dan pengaruhnya terhadap masyarakat. Pengaruh disini antara lain adalah seberapa jauh lingkungan, pegawai, konsumen, masyarakat lokal dan yang lainnya dipengaruhi oleh kegiatan dan operasi bisnis perusahaan. Umumnya mencakup seluruh aspek triple bottom line yang meliputi aspek ekonomi, aspek lingkungan dan aspek sosial. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014) 6 Jenis pengungkapan dalam laporan tahunan merupakan bentuk pelaporan tanggung jawab sosial perusahaan yang cenderung paling banyak dipraktekkan di Indonesia, walaupun beberapa perusahaan sudah melaporkan pengungkapan tersebut pada laporan khusus tentang CSR mereka, seperti PT Unilever Indonesia Tbk yang memiliki Laporan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dan PT Astra Internasional Tbk yang memiliki Astra’s Corporate Social Responsibility. Kewajiban pengungkapan CSR di Indonesia telah diatur dalam beberapa regulasi, antara lain adalah pernyataan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang menyarankan perusahaan untuk mengungkapkan tanggung jawab mengenai sosial dan lingkungan sebagaimana dituangkan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 (Revisi 1998) Paragraf kesembilan : “Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (added value statement), khusunya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting.” Secara yuridis formal, pemerintah telah mendukung praktik dan pengungkapan tanggung jawab sosial melalui Undang-undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Bab IV Pasal 66 ayat 2(c) dan Bab V Pasal 74. Pada Pasal 66 ayat 2 bagian c disebutkan bahwa selain menyampaikan laporan keuangan, perusahaan juga diwajibkan melaporkan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Sedangkan Pasal 74 menjelaskan kewajiban untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan bagi perusahaan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan sumber daya alam. Selain itu kewajiban pelaksanaan CSR juga diatur dalam Undang-Undang Penanaman Modal No.25 Tahun 2007 pasal 15 bagian b, pasal 17, dan pasal 34 yang mengatur setiap penanaman modal diwajibkan untuk ikut serta dalam tanggung jawab sosial perusahaan. Selain itu, pengungkapan tanggung jawab sosial juga terdapat dalam Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) No. kep- 38/PM/1996 peraturan No.VIII.G.2 tentang Laporan Tahunan yang berisi mengenai kebebasan bagi perusahaan untuk memberikan penjelasan umum mengenai perusahaan, selama hal tersebut tidak menyesatkan dan bertentangan dengan informasi yang disajikan dalam bagian lainnya. Penjelasan umum tersebut berisi uraian mengenai keterlibatan perusahaan dalam kegiatan pelayanan masyarakat, program kemasyarakatan, amal, atau bakti sosial lainnya, serta uraian mengenai program perusahaan dalam rangka pengembangan SDM. Bagi perusahaan terbuka, Bapepam LK mengeluarkan keputusan No. 134/BL/2006 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Tahunan bagi Emiten dan Perusahaan Publik. Dibanding aturan sebelumnya (No.38/PM/1996) jumlah informasi yang wajib diungkapkan, khususnya yang terkait dengan praktek Corporate Governance, jauh lebih banyak. Aturan tersebut mewajibkan perusahaan untuk menguraikan aktivitas dan biaya yang dikeluarkan berkaitan dengan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan. Sama halnya dengan Undang - Undang Perseroan, isi dan format uraian sepenuhnya diserahkan ke perusahaan, yang berarti dapat menyulitkan publik dalam mengevaluasi dan membandingkan pelaksanaan CSR antar perusahaan. Standar pengungkapan CSR yang berkembang di Indonesia adalah merujuk standar yang dikembangkan oleh GRI (Global Reporting Initiatives). Ikatan Akuntan Indonesia, Kompartemen Akuntan Manajemen (IAIKAM) atau sekarang dikenal Ikatan Akuntan Manajemen Indonesia (IAMI) merujuk standar yang dikembangkan oleh GRI dalam pemberian penghargaan Indonesia Sustainability Report Award (ISRA) kepada perusahaan-perusahaan yang ikut serta dalam membuat laporan keberlanjutan atau sustainability report. Standar GRI dipilih karena memfokuskan pada standar pengungkapan berbagai kinerja ekonomi, sosial dan lingkungan perusahaan. Pengembangan Hipotesis Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014) 7 Pengaruh Keberadaan Dewan Direksi Warga Negara Asing terhadap Pengungkapan CSR. Keberadaan warga negara asing dalam komposisi dewan direksi menurut Branco dan Rodrigues (dalam Sudana, 2011) dapat mengangkat isu kausalitas pengungkapan. Hal ini karena warga negara asing yang pada umumnya berasal dari negara yang telah maju dan biasanya memiliki kesadaran dan kepedulian yang tinggi terhadap kondisi lingkungan yang bersih, pendidikan, kesehatan dan sebagainya.Dengan demikian diharapkan dengan adanya Dewan Direksi yang merupakan ekspatriat (warga negara asing) maka perusahaan akan lebih peduli terhadap praktik dan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan sehingga pengungkapan informasi tanggung jawab sosial perusahaan akan semakin berkualitas dan luas. Hipotesis dalam penelitian ini adalah: H1 : Keberadaan Dewan Direksi Warga Negara Asing berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan CSR. Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris terhadap Pengungkapan CSR Dewan Komisaris merupakan suatu mekanisme untuk mengawasi dan untuk memberikan petunjuk dan arahan pada pengelola perusahaan atau pihak manajemen. Berdasarkan teori agensi, dewan komisaris dianggap sebagai mekanisme pengendalian intern tertinggi, yang bertanggung jawab untuk memonitor tindakan manajemen sehingga dapat mengurangi agency cost dan meningkatkan citra dan reputasi perusahaan ke publik (Akhtaruddin, et. al., 2009). Berkaitan dengan pengungkapan informasi oleh perusahaan, semakin besar ukuran dewan komisaris maka intensitas kegiatan monitoring semakin meningkat dan proses monitoring akan menjadi lebih baik dengan didukung pengalaman dan keahlian yang dimiliki oleh masing - masing dewan komisaris. Dengan demikian diharapkan mampu meningkatkan pengungkapan informasi terkait perusahaan ya ng dimiliki oleh manajemen, termasuk informasi terkait tanggung jawab sosial perusahaan. Hasil penelitian Sembiring (2005) menemukan adanya hubungan positif yang signifikan antara ukuran Dewan Komisaris denganpengungkapan CSR di Indonesia. Hal ini berarti bahwa semakin banyak jumlah anggota Dewan Komisaris dalam suatu perusahaan, maka monitoring akan berjalan dengan baik dan pengungkapan informasi tanggung jawab sosial perusahaan akan semakin luas. Hipotesis dalam penelitian ini adalah: H2 : Ukuran Dewan Komisaris berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan CSR. Pengaruh Ukuran Komite Audit terhadap Pengungkapan CSR Komite Audit merupakan komite yang bertugas membantu dewan komisaris dalam melakukan mekanisme pengawasan terhadap manajemen. Menurut Forker (dalam Said et. al., 2009) komite audit dianggap sebagai salah satu alat yang efektif untuk melakukan mekanisme pengawasan, sehingga dapat mengurangi biaya agensi dan meningkatkan kualitas pengungkapan informasi perusahaan, termasuk informasi terkait tanggung jawab sosial perusahaan.Dengan demikian, semakin besar ukuran komite audit, maka mekanisme pengawasan yang dilakukan akan semakin baik dan pengungkapan informasi tanggung jawab sosial perusahaan akan semakin luas. H3 : Ukuran Komite Audit berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan CSR. Pengaruh Proporsi Komite Audit Independen terhadap Pengungkapan CSR Keberadaan komite audit dapat dirasakan sebagai indikasi monitoring berkualitas tinggi dan berpengaruh signifikan dalam menyediakan informasi yang lebih baik kepada para pemakai laporan keuangan Mujiyono (2010). Keberadaan anggota independen dalam jajaran komite audit diharapkan dapat menjaga independensi komite audit dari pihak Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014) 8 manajemen, sehingga dapat secara objektif membantu dewan komisaris melaksanakan tugas pengawasan terhadap manajemen. Dengan tercapainya pengawasan yang efektif, maka dapat dipastikan pengendalian internal dilakukan dengan baik. Sehingga akan mengurangi konflik dan biaya agensi yang pada akhirnya dapat mendorong manajemen untuk mengungkapkan seluruh informasi perusahaan. Hipotesis dalam penelitian ini adalah: H4 : Proporsi Komite Audit Independen berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan CSR. Pengaruh Kepemilikan Terkonsentrasi terhadap Pengungkapan CSR Kepemilikan saham dikatakan terkonsentrasi jika sebagian besar saham dimiliki oleh sebagian kecil individu atau kelompok, sehingga pemegang saham tersebut memiliki jumlah saham yang relatif dominan dibandingkan dengan lainnya. Kepemilikan saham dikatakan menyebar, jika kepemilikan saham menyebar secara relatif merata ke publik, tidak ada yang memiliki saham dalam jumlah sangat besar dibandingkan dengan lainnya Dallas (dalam Shinta dan Ahmar, 2011) konsentrasi kepemilikan dapat menjadi mekanisme internal pendisiplinan manajemen, sebagai salah satu mekanisme yang dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas monitoring, karena dengan kepemilikan yang besar menjadikan pemegang saham memiliki akses informasi yang cukup signifikan untuk mengimbangi keuntungan informasional yang dimiliki manajemen. Jika ini dapat diwujudkan maka tindakan moral hazard manajemen seperti tindakan oportunis manajemen untuk menyembunyikan informasi dapat dikurangi. Dengan demikian dapat mendorong pengungkapan CSR untuk dilakukan dengan lebih luas. H5 : Kepemilikan Terkonsentrasi berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan CSR Pengaruh Kepemilikan Pemerintah terhadap Pengungkapan CSR Kepemilikan pemerintah adalah jumlah saham perusahaan yang dimiliki oleh pemerintah. Melalui kepemilikan saham ini pemerintah berhak menetapkan direktur perusahaan. Selain itu pemerintah dapat mengendalikan kebijakan yang diambil oleh manajemen agar sesuai dengan kepentingan/aspirasi pemerintah. Di Indonesia perusahaan ini disebut dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Mayoritas sahamnya dimiliki oleh pemerintah sehingga stakeholder utama perusahaan ini adalah pemerintah. Dalam menjalankan operasional perusahaannya, BUMN berpedoman kepada perudang-undangan dan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Pemerintah yang menanamkan uang negara dalam perusahaan lazimnya sesuai dengan tujuan/kebijakan bidang politik, sosial, ekonomi, maupun lainnya (La Porta et al, 1999). Kepemilikan pemerintah pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) sangat terbatas, tetapi relatif merupakan perusahaan yang besar (kapitalisasi pasar besar) dan pada bidang industri yang dianggap strategis, misalnya pada bidang telekomunikasi, perbankan, dan konstruksi (bekas Badan Usaha Milik Negara). Menurut hasil penelitian Sefrilia dan Saftiana (2012), faktor kepemilikan saham pemerintah berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Artinya bahwa semakin besar tingkat persentase kepemilikan saham pemerintah, maka semakin luas pula pengungkapan aktivitas/tanggung jawab sosial perusahaan pada laporan tahunan perusahaan. Hasil ini memberikan arti bahwa pemerintah mengawasi dan memperhatikan kinerja perusahaan. Kinerja ini tercermin dalam laporan tahunan perusahaan, termasuk didalamnya pelaporan aktivitas/tanggung jawab sosial perusahaan. Pemerintah menekan perusahaan untuk mengungkapkan CSR dalam laporan tahunan perusahaan sebagai bentuk pelaksanaan Good Corporate Governance. Hipotesis dalam penelitian ini adalah: Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014) 9 H6 : Kepemilikan Pemerintah berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan CSR. Pengaruh Size (Ukuran Perusahaan) terhadap Pengungkapan CSR. Ukuran perusahaan menunjukkan besar kecilnya harta yang dimiliki oleh perusahaan. Ukuran perusahaan dapat mempengaruhi kegiatan operasionalnya. Secara umum, perusahaan besar akan mengungkapkan informasi lebih banyak daripada perusahaan kecil. Terdapat beberapa penjelasan mengenai hal tersebut. Teori agensi menyatakan bahwa perusahaan besar memiliki biaya keagenan yang lebih besar daripada perusahaan kecil. Perusahaan besar mungkin akan mengungkapkan informasi yang lebih banyak sebagai upaya untuk mengurangi biaya keagenan tersebut. Penjelasan lain yang mungkin adalah perusahaan besar menghadapi biaya politis yang lebih besar daripada perusahaan yang lebih kecil. Perusahaan besar merupakan entitas yang paling banyak disorot oleh pasar maupun publik secara umum. Mengungkapkan lebih banyak informasi merupakan bagian dari upaya perusahaan untuk mewujudkan akuntabilitas publik. Penjelasan lain yang juga sering diajukan adalah karena perusahaan besar memiliki sumber daya yang besar. Dengan sumber daya yang besar tersebut perusahaan perlu menyediakan informasi untuk keperluan internal dimana informasi tersebut sekaligus menjadi bahan untuk keperluan pengungkapan informasi kepada pihak eksternal, sehingga tidak perlu ada tambahan biaya yang besar untuk dapat melakukan pengungkapan dengan lebih lengkap. Sebagai tambahan, perusahaan yang lebih besar melakukan lebih banyak aktivitas, membuat suatu dampak yang lebih besar pada lingkungan sosialnya, memiliki lebih banyak shareholders yang mungkin peduli dengan aktivitas-aktivitas sosial yang dilakukan perusahaan, dan laporan tahunan menyediakan suatu efisiensi sebagai alat komunikasi untuk informasi tersebut. Hipotesis dalam penelitian ini adalah: H7 : Size (Ukuran Perusahaan) berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan CSR. Pengaruh Profitabilitas terhadap Pengungkapan CSR Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Rasio profitabilitas akan memberikan gambaran tentang efektivitas manajemen perusahaan dalam memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya untuk menghasilkan laba dari kegiatan utama perusahaan. Donovan dan Gibson( dalam Sembiring, 2005) menyatakan bahwa berdasarkan teori legitimasi, salah satu argumen dalam hubungan antara profitabilitas dan tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial adalah bahwa ketika perusahaan memiliki tingkat laba yang tinggi, perusahaan (manajemen) menganggap tidak perlu melaporkan hal-hal yang dapat mengganggu informasi tentang sukses perusahaan. Sebaliknya, pada saat tingkat profitabilitas rendah, manajemen berharap para pengguna laporan akan membaca informasi positif mengenai kinerja perusahaan, misalnya dalam lingkup sosial, dan dengan demikian investor akan tetap berinvestasi di perusahaan tersebut. Hubungan antara pengungkapan tanggung jawab sosial dengan profitabilitas perusahaan mencerminkan bahwa perhatian terhadap lingkungan sosial dipandang sama seperti perhatian manajemen untuk menciptakan laba bagi perusahaan Bowman dan Haire (dalam Hackston dan Milne, 1996) Hipotesis dalam penelitian ini adalah: H8 : Profitabilitas berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan CSR. METODE PENELITIAN Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014) 10 Populasi dan Sampel Penelitian Penelitian dalam skripsi ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan melakukan pengujian hipotesis. Populasi dalam penelitian ini adalah semua perusahaan yang tercatat (go-public) di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2013. Dari 440 perusahaan yang mempublikasikan annual report tahun 2011 mereka dalam website BEI sampai dengan tanggal 22 Mei 2013, sebanyak 110 perusahaan dipilih menjadi sampel dengan menggunakan metode judgement sampling, yaitu salah satu bentuk purposive sampling dengan mengambil sampel yang telah ditentukan sebelumnya berdasarkan maksud dan tujuan penelitian dengan kriteria sebagai berikut: (1) Perusahaan menerbitkan dan mempublikasikan laporan tahunan (annual report) periode 2011 secara lengkap, (2) Laporan tahunan (annual report) yang diterbitkan perusahaan memenuhi ketentuan Bapepam-LK, (3)Memiliki data yang lengkap terkait dengan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian. Model analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda yang dirumuskan sebagai berikut: CSRI = α + β1DDWNA + β2 KOM + β3 UDIT + β4 KMAIND + β5 KONST + β6 PEM + β7 SIZE + β8 PROF + e Dimana : CSRI DDWNA KOM UDIT KMAIND KONST PEM SIZE PROF α β1 , ..., β 13 e : Corporate Social Responsibility Indeks (CSRI) : Dewan Direksi Warga Negara Asing : Ukuran Dewan Komisaris : Ukuran Komite Audit : Komite Audit Independen : Kepemilikan Terkonsentrasi : Kepemilikan Pemerintah : Size atau Ukuran Perusahaan : Profitabilitas : Konstanta : Koefisien regresi linier : Error Definisi Operasional dan Pengukuran variabel 1. Pengungkapan corporate social responsibility (CSRD), merupakan pengungkapan informasi terkait dengan aktivitas tanggung jawab sosial perusahaan. Variabel CSRI diukur dengan persamaan : ΣXij CSRIj = nj Keterangan: CSRIj : Corporate Social Responsibility Disclosure Index perusahaan j nj : jumlah item untuk perusahaan j, n j ≤ 78 Xij : dummy variable: 1 = jika item i diungkapkan; 0 = jika item i tidak diungkapkan 2. Variabel dewan direksi warga negara asing (DDWNA) diukur dari ada tidaknya anggota dewan direksi warga negara asing dalam susunan dewan direksi perusahaan yang dicantumkan dalam laporan tahunan perusahaan, dengan menggunakan variabel dummy dimana 0 (nol) menyatakan tidak ada warga negara asing dalam susunan keanggotaan dewan direksi perusahaan dan 1 (satu) Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014) 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 11 menyatakan ada warga negara asing dalam susunan keanggotaan dewan direksi perusahaan. Ukuran dewan komisaris merupakan jumlah seluruh anggota dewan komisaris dalam perusahaan yang diukur dengan menghitung jumlah anggota dewan komisaris dalam perusahaan sebagaimana yang tercantum dalam laporan tahunan perusahaan. Ukuran komite audit merupakan jumlah seluruh anggota komite audit yang dimiliki perusahaan yang diukur dengan menghitung jumlah anggota komite audit dalam perusahaan sebagaimana yang tercantum dalam laporan tahunan. Komite audit independen merupakan jumlah anggota komite audit yang berasal dari luar emiten atau perusahaan publik yang tidak terafiliasi dengan perusahaan yang diukur dengan rumus: KMAIND = Jumlah Anggota Komite Audit Independen Total Anggota Komite Audit Kepemilikan terkonsentrasi merupakan kepemilikan saham yang besarnya lebih dari 50% hak suara pada suatu perusahaan. Variabel kepemilikan terkonsentrasi (KONST) diukur dengan memberikan variabel dummy dimana 0 (nol) menyatakan bahwa kempemilikan saham perusahaan cenderung menyebar atau tidak terdapat kepemilikan terkonsentrasi dan 1 (satu) menyatakan dalam perusahaan terdapat kepemilikan terkonsentrasi. Kepemilikan pemerintah merupakan kepemilikan saham perusahaan yang dikuasai oleh pihak pemerintah, baik pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah. Variabel kepemilikan pemerintah (PEM) diukur dengan menghitung prosentase jumlah kepemilikan saham perusahaan oleh pihak pemerintah. Ukuran perusahaan yang diwakili oleh total aktiva yang dimiliki perusahaan dihitung dengan rumus: SIZE = Log natural total aktiva Profitabilitas perusahaan yang diwakili oleh nilai net profit margin dihitung dengan menggunakan rasio laba bersih terhadap pendapatan. Net profit margin = Laba Bersih X 100 % Total Pendapatan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Statistik Deskriptif Tabel 1 menunjukkan statistik deskriptif masing-masing variabel penelitian yaitu keberadaan dewan direksi warga negara asing, ukuran dewan komisaris, ukuran komite audit, proporsi komite audit independen, kepemilikan terkonsentrasi, kepemilikan pemerintah, ukuran perusahaan dan profitabilitas. Tabel 1 Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014) N KOM 110 UDIT 110 KMAIND 110 PEM 110 SIZE 110 PROF 110 CSRI 110 Valid N (listwise) 110 Sumber : Hasil Olahan SPSS Statistik Deskriptif Minimum Maximum Mean 2 11 5,15 0 7 3,37 ,0000 1,0000 ,601104 ,0000 ,9003 ,093758 25,4937 33,9446 29,507952 ,0081 ,8771 ,185126 ,0769 ,7969 ,267339 12 Std. Deviation 1,886 ,907 ,1829608 ,2311790 1,7383380 ,1425811 ,1322414 Melalui hasil statistik deskriptif tersebut dapat diketahui bahwa jumlah dewan komisaris (KOM) terbanyak dimiliki oleh Astra Internasional Tbk dengan jumlah dewan komisaris sebanyak 11 orang. Untuk ukuran komite audit (UDIT), Aneka Tambang (Persero) Tbk merupakan perusahaan yang memiliki jumlah anggota komite audit terbanyak yaitu sebanyak 7 orang. Sedangkan untuk proporsi komite audit independen (KMAIND) prosentase terbesar adalah 100%, prosentase ini dimiliki oleh beberapa perusahaan antara lain Astra Graphia Tbk dan PT. Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk. Untuk prosentase kepemilikan pemerintah (PEM), perusahaan Kimia Farma Tbk merupakan perusahaan yang paling banyak dimiliki sahamnya oleh pemerintah dengan prosentase kepemilikan sebesar 90,03%. Dari hasil analisis statistik deskriptif pada tabel 2 juga dapat diketahui bahwa sampel yang memiliki ukuran perusahaan (SIZE) terbesar adalah Bank Mandiri (Persero) Tbk, dengan nilai total aktiva sebesar Rp 551.992.000.000.000,- yang diproksikan dengan log (asset) sebesar 33,9446. Sedangkan sampel yang memiliki ukuran perusahaan paling kecil adalah Mitra Investindo Tbk dengan nilai total aktiva sebesar Rp 117.966.795.513,- yang diproksikan dengan log (asset) sebesar 25,4937. Untuk tingkat profitabilitas (PROF) rata-rata perusahaan sampel memiliki tingkat profitabilitas sebesar 18,51%. Sedangkan untuk tingkat pengungkapan CSR (CSRI), pengungkapan yang dilakukan oleh perusahaan sampel berkisar pada nilai rata-rata sebesar 26,38%. Hasil Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas. Distribusi normal dalam penelitian ini dideteksi dengan menggunakan analisis grafik histogram dan normal probability plot, dan analisis statistik nonparametrik Kolmogorov-Smirnov Z (K-S). Berdasarkan hasil dari uji normalitas pada penelitian ini tampilan grafik histogram menunjukkan pola distribusi normal, dimana grafik berbentuk simetris tidak melenceng ke kanan atau ke kiri. Hal ini didukung dengan grafik normal yang menunjukkan titik-titik menyebar disekitar garis diagonal dan penyebarannya berhimpit disekitar garis diagonal. Dengan demikian dapat dinya takan bahwa penyebaran data mendekati normal atau memenuhi asumsi normalitas. hasil uji statistik non-parametrik Kolmogorov - Smirnov (K-S) dapat dilihat bahwa nilai Kolmogorov Smirnov sebesar 0.991 dan tidak signifikan pada 0,05 (karena probabilitas = 0,279 > 0,05), maka dapat dinyatakan bahwa residual berdistribusi normal. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa semua variabel memiliki distribusi normal. b. Uji Multikolonieritas. semua variabel independen mempunyai nilai tolerance > 0,10 dan nilai VIF < 10, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada kolerasi antara variabelvariabel independen. Ini berarti persamaan model regresi diatas bebas dari multikolinieritas atau dapat dipercaya dan obyektif. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014) 13 c. Uji Autokorelasi. Hasil output SPSS menunjukkan bahwa nilai test adalah -0,01668 dengan dan tidak signifikan pada 0,05 (karena probabilitas = 0,055 > 0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa pada model regresi tidak terjadi gejala autokolerasi. d. Uji Heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan melihat pola grafik scatterplot. Hasil dari grafik scatterplot menunjukkan bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi. Sehingga model regresi layak digunakan untuk untuk memprediksi CSRI berdasarkan masukan variabel independen keberadaan dewan direksi warga negara asing, ukuran dewan komisaris, ukuran komite audit, proporsi komite audit independen, kepemilikan terkonsentrasi, dan kepemilikan pemerintah serta variabel kontrol berupa ukuran perusahaan (SIZE) dan profitabilitas. Hasil Uji Hipotesis Tabel 2 Hasil Pengujian Regresi Variabel DDWNA, KOM, UDIT, KMAIND, KONST, PEM, SIZE, dan PROF terhadap CSRI Coefficientsa Model Unstandardized Standardized t Sig. Coefficients Coefficients B Std. Error Beta 1 (Constant) -0,434 0,221 -1,967 0,052 DDWNA -0,033 0,024 -0,123 -1,363 0,176 KOM 0,005 0,007 0,068 0,717 0,475 UDIT 0,011 0,014 0,074 0,741 0,461 KMAIND -0,034 0,059 -0,047 -0,570 0,570 KONST 0,011 0,024 0,043 0,481 0,632 PEM 0,168 0,056 0,293 2,968 0,004 SIZE 0,022 0,008 0,286 2,654 0,009 PROF 0,057 0,077 0,061 0,739 0,461 R Square 0,358 Adj R Square 0,308 F hitung 7,052 Sig F 0,000 b a. Dependent Variable : CSRI b. Predictors : (Constant), PROF, KOM, KMAIND, PEM, DDWNA, KONST, UDIT, SIZE Sumber : Hasil Olahan SPSS Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat besar nilai adjusted R2 sebesar 0,308 yang berarti variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen sebesar 30,8 %. Hal ini berarti 30,8 % pengungkapan informasi tanggung jawab sosial perusahaan dipengaruhi variabel keberadaan dewan direksi warga negara asing, ukuran dewan komisaris, ukuran komite audit, proporsi komite audit independen, kepemilikan terkonsentrasi, kepemilikan pemerintah, ukuran perusahaan (SIZE) dan profitabilitas. Sedangkan sisanya 69,2 % dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014) 14 Standar Error of the Estimate (SEE) menunjukkan nilai 0,1100415 hal ini menunjukkan nilai yang kecil sehingga dapat disimpulkan model regresi layak digunakan untuk memprediksi variabel independen. Sementara itu, nilai R sebesar 0,599 menunjukkan hubungan antara variabel dependen yaitu keberadaan dewan direksi warga negara asing, ukuran dewan komisaris, ukuran komite audit, proporsi komite audit independen, kepemilikan terkonsentrasi, kepemilikan pemerintah, ukuran perusahaan (SIZE) dan profitabilitas cukup kuat. Uji F dilakukan untuk mengetahui signifikansi pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara bersama-sama. Berdasarkan hasil uji F di atas, dapat dilihat bahwa tingkat signifikansi adalah sebesar 0,000 dan nilai ini jauh lebih kecil dibandingkan 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel independen yang terdiri dari keberadaan dewan direksi warga negara asing, ukuran dewan komisaris, ukuran komite audit, proporsi komite audit independen, kepemilikan terkonsentrasi, kepemilikan pemerintah, dan variabel kontrol berupa ukuran perusahaan (SIZE) dan profitabilitas secara serempak (simultan) memiliki pengaruh signifikan terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR Indeks) yang terdaftar di BEI. Berdasarkan hasil uji t dapat dianalisis variabel independen mana yang memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Hasil pengujian SPSS menunjukkan angka signifikansi variabel dewan direksi warga negara asing sebesar 0,176. Angka tersebut lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukkan Dewan direksi warga negara asing tidak berpengaruh signifikan terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan hal ini dapat dikarenakan anggota dewan direksi yang merupakan warga negara asing pada perusahaan di Indonesia secara umum belum mempedulikan masalah lingkungan dan sosial sebagai isu kritis yang secara ekstensif untuk diungkapkan dalam laporan tahunan. Hasil ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Sudana dan Arlindania W (2011) yang menyatakan bahwa keberadaan dewan direksi warga negara asing berpengaruh secara signifikan terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Dari hasil statistik deskriptif dapat diketahui bahwa rata-rata jumlah dewan komisaris yang dimiliki oleh perusahaan sampel adalah sebanyak 5 orang. Hasil pengujian menunjukkan tingkat signifikansi sebesar 0,475, dimana nilai ini lebih besar dari tingkat signifikansi penelitian sebesar 5%, hal ini menunjukkan bahwa sedikit banyaknya Dewan komisaris tidak berpengaruh signifikan terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan hal ini dapat dikarenakan dilapangan bahwa dalam melakukan fungsi pengawasan, efektifitas mekanisme pengawasan dewan komisaris tidak tergantung pada besar kecilnya ukuran dewan komisaris. Ukuran dewan komisaris yang terlalu besar akan dapat menimbulkan masalah dalam hal koordinasi , membuat proses mencari kesepakatan dan membuat keputusan menjadi sulit, panjang, dan bertele-tele, sehingga dewan komisaris tidak dapat menjalankan fungsinya secara efektif. Hasil pengujian menunjukkan komite audit tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dengan tingkat signifikansi sebesar 0,461, dimana nilai ini lebih besar dari tingkat signifikansi penelitian sebesar 5%, dan nilai koefisien variabel sebesar 0,011 Hal ini dapat dijelaskan berdasarkan tabel statistik deskriptif pada tabel 1 bahwa rata-rata ukuran komite audit perusahaan adalah 3 orang, yang artinya bahwa sebagian besar perusahaan memiliki jumlah komite audit yang sama yaitu 3 orang, walaupun jumlah terbanyak komite audit yang dimiliki oleh perusahaan sampel adalah sebanyak 7 orang. Dapat dikatakan bahwa ukuran komite audit tidak berpengaruh hal ini dapat dikarenakan bahwa ukuran komite audit tidak berpengaruh terhadap mekanisme pengawasan dan pengungkapan CSR karena keberadaan anggota komite audit tersebut hanya sebagai formalitas untuk memenuhi peraturan Bapepeam Nomor IX.I.5 tentang pembentukan dan pedoman pelaksanaan kerja komite audit, tanpa mempertimbangkan efektifitas dan kompleksititas perusahaan. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014) 15 Hasil pengujian SPSS menunjukkan proporsi komite audit independen juga tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dengan tingkat signifikansi sebesar 0,570, dimana nilai ini lebih besar dari tingkat signifikansi penelitian sebesar 5% hal ini dapat dikarenakan pemegang saham mayoritas memegang kendali sehingga dewan komisaris independen tidak dapat meningkatkan kinerjanya atau dapat dikatakan komisaris independen dalam perusahaan hanyalah sebagai formalitas untuk mengikuti peraturan yang berlaku. Kepemilikan terkonsentrasi memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,632, dimana nilai ini lebih besar dari tingkat signifikansi penelitian sebesar 5%, dan nilai koefisien variabel sebesar 0,011 menunjukkan bahwa kepemilikan terkonsentrasi tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan hal ini dapat dikarenakan tingkat pengendalian dan pengawasan terhadap pemilik perusahaan menjadi tidak efektif karena tidak banyak pihak – pihak yang terkait dalam artian 50% saham dimiliki oleh suatu pihak tertentu, sehingga tekanan terhadap manajemen juga akan semakin kecil untuk mengungkapkan tanggung jawab sosial suatu perusahaan. Kepemilikan pemerintah berpengaruh signifikan terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, hasil pengujian SPSS menunjukkan angka signifikansi proporsi kepemilikan pemerintah sebesar 0,004, dimana angka tersebut lebih kecil dari tingkat signifikansi penelitian sebesar 5%, dan nilai koefisien variabel sebesar 0,168 hal ini berarti Intervensi pemerintah dalam kepemilikan di perusahaan, mungkin dapat memberikan tekanan kepada perusahaan untuk mengungkapkan lebih banyak informasi, karena pemerintah merupakan badan yang dipercaya oleh rakyat. Pemerintah juga mengawasi dan memperhatikan kinerja perusahaan serta bertindak sebagai regulator, apabila memiliki proporsi saham pada sebuah perusahaan, maka pemerintah memiliki kekuatan untuk menekan perusahaan dalam mematuhi peraturan pemerintah terkait CSR. Ukuran perusahaan dalam penelitian ini diwakili oleh nilai log total aktiva dari perusahaan. Dari hasil analisis statistik deskriptif dapat diketahui bahwa rata -rata perusahaan sampel yang memiliki ukuran perusahaan (SIZE) dengan nilai log total asset sebesar 29,507952. Hasil pengujian menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dengan tingkat signifikansi sebesar 0,009, dimana nilai ini lebih kecil dari tingkat signifikansi penelitian sebesar 5%, dan nilai koefisien variabel sebesar 0,022. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa semakin tinggi nilai log total aktiva perusahaan (ukuran perusahaan semakin besar), maka semakin luas pengungkapan tanggung jawab sosial yang dibuat oleh perusahaan. Hal ini berarti ini sejalan dengan teori agensi, yang menyatakan bahwa semakin besar suatu perusahaan maka biaya keagenan yang muncul juga semakin besar. Untuk mengurangi biaya keagenan tersebut perusahaan akan cenderung mengungkapkan informasi yang lebih luas. Profitabilitas dari hasil statistik deskriptif dapat diketahui bahwa tingkat rata-rata perusahaan sampel memiliki tingkat profitabilitas sebesar 18,51%. Hasil pengujian menunjukkan tingkat signifikansi untuk variabel profitabilitas sebesar 0,461, dimana nilai ini lebih besar dari tingkat signifikansi penelitian sebesar 5%, hal ini menunjukkan bahwa besar kecilnya profitabilitas tidak akan mempengaruhi luas pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Hasil penelitian ini mendukung pendapat Donovan dan Gibson (dalam Sembiring, 2005) yang menyatakan bahwa berdasarkan teori legitimasi, salah satu argumen dalam hubungan antara profitabilitas dan tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial, ketika perusahaan memiliki tingkat laba yang tinggi, perusahaan (manajemen) menganggap tidak perlu melaporkan hal-hal yang dapat mengganggu informasi tentang sukses keuangan perusahaan. Sebaliknya, pada saat tingkat profitabilitas rendah, mereka berharap para pengguna laporan akan membaca “good news” kinerja perusahaan, misalnya dalam lingkup sosial, dan dengan demikian investor akan tetap berinvestasi di perusahaan tersebut. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014) 16 SIMPULAN DAN KETERBATASAN Simpulan Simpulan hasil penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut: (1) Dewan direksi warga negara asing, ukuran dewan komisaris, ukuran komite audit, komite audit independen, kepemilikan terkonsentrasi dan profitabilitas tidak berpengaruh terhadap luas pengungkapan tanggung jawab social perusahaan; (2) kepemilikan pemerintah dan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap luas pengungkapan tanggung jawab social perusahaan. Keterbatasan Keterbatasan yang terdapat dalam penelitian ini terletak pada periode penelitian yang hanya menggunakan satu tahun pengamatan. Oleh karena itu, untuk mengembangkan dan menyempurnakan penelitian tentang pengaruh karakteristik perusahaan terhadap praktek pengungkapan informasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) dalam laporan tahunan (annual report) perusahaan. Untuk penelitian selanjutnya, juga dapat memperbanyak jumlah sampel perusahaan yang digunakan dalam penelitian maupun menambah periode jangka waktu penelitian, Peneliti selanjutnya juga dapat menguji pengaruh kebijakan pelaporan pertanggungjawaban sosial perusahaan terhadap kinerja pasar, misalnya terhadap harga saham atau volume perdagangan. DAFTAR PUSTAKA Akhtarudin, M. dan L. Yao. 2009. Corporate Governance and Voluntary Disclosure in Corporate Annual Reports of Malaysian Listed Firms. JAMAR, Volume 7. Amalia, F. dan H. Laksito. 2013. Pengaruh Mekanisme Tata Kelola Perusahaan Terhadap Luas Pengungkapan Informasi Strategis Pada Website Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010). Diponegoro Journal Of Accounting, 2(1): 1-11. Amran, A. dan S. Susela. 2008. The Impact Of Government And Foreign Affiliate Influence On Corporate Sosial Reporting (The Case Of Malaysia). Accounting, Auditing and Accountability Journal, 23(4): 386-404. Anggraini, Fr. R. R. 2006. Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan Keuangan Tahunan (Studi Empiris pada Perusahaan-Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta). Simposium Nasional Akuntansi IX, Padang. Anthony, Robert N. dan V. Govindarajan. 2005. Management Control Systems. Salemba Empat: Jakarta. Daniri, M. 2008. Standarisasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. Diakses dari www.madaniri.com. Effendi, M. 2007. Implementasi GCG Melalui CSR. Diakses dari www.muhariefeffendi.wordpress.com. Forum for Corporate Governance in Indonesia. 2001. Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance Tata Kelola Perusahaan, volume 2. Jakarta. Ghozali, I. 2005. Aplikasi Analiasis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Ghozali, I dan A. Chariri. 2007. Teori Akuntansi. Edisi 3, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Gray, R., Kouhy, R, and Lavers, S. 1995. Corporate Social And Environmental Reporting: A Review Of The Literature And A Longitudinal Study Of Uk Disclosure. Accounting, Auditing & Accountability Journal, 8(2): 47-77. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014) 17 Guthrie, J., R. Petty, dan F. Ricceri. 2006. The voluntary reporting of intellectual capital; comparing evidence from Hong Kong and Australia. Journal of Intellectual Capital, 7(2): 254-271. Hackston, D. dan J. Milne. 1996. Some determinants of social and environmental disclosures in New Zealand companies. Accounting, Auditing & Accountability Journal, 9(1): 77. Hastuti, T. 2005. Hubungan Antara Good Corporate Governance dan Struktur Kepemilikan dengan Kinerja Keuangan (Studi Kasus pada Perusahaan yang listing di Bursa Efek Jakarta). Simposium Nasional Akuntansi VIII, Solo: 379-395. Hidayat, H. 2009. CSR : Sekilas Sejarah dan Konsep. Diakses dari http://ngenyiz.blogspot.com/2009/02/csr-sekilas-sejarah-dan-konsep. Ishak, A. 2006. Konsep Kedermawanan Korporasi Bisnis. Diakses dari www.genetekonline.com. Jensen, M. dan W. Meckling. 1976. Theory of the firm: Managerial behavior, agency costs and ownership structure. Journal of Financial Economics 3: 305-360. Kamal, M. 2011. Konsep Corporate Governance di Indonesia: Kajian atas Kode Corporate Governance. Jurnal Manajemen Teknologi, 10(2): 145 - 161. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) LK No. 134/BL/200 6 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Tahunan bagi Emiten dan Perusahaan Publik. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) No. kep- 38/PM/1996 peraturan No.VIII.G.2 tentang Laporan Tahunan. Komite Nasional Kebijakan Governance. 2006. Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia. Jakarta: Komite Nasional Kebijakan Governance. Kurniawan, D. dan N. Indriantoro. 2000. Corporate Governance in Indonesia. The Second Asian Roundtable on Corporate Governance. Porta, R., F. Lopez, dan A. Shleifer. 1999. Corporate Ownership Around the World. The Journal of Finance, 3(2): 471 – 517. Mathews, M. 1995. Social and Environmental Accounting: A practical Demonstration of Ethical Concern. Journal of Business Ethics, 14(8): 663. Meutia. 2008. Menyibak Kepentingan di Balik CSRD. Diakses dari www.thoughts.com. Mujiyono dan M. Nany. 2010. Pengaruh Leverage, Saham Publik, Size dan Komite Audit Terhadap Luas Pengungkapan Sukarela. Jurnal Dinamika Akuntansi (JDA), 2(2): 129-134. Nugroho, Y. 2007. Commodum Totti Topulo : The Benefit is for the Whole Society. Diakses dari www.audentis.wordpress.com. Said, R., Y. Zainuddin., dan H. Haron. 2009. The Relationship between Corporate Social Responsibility and Corporate Governance Characteristics in Malaysian Public Listed Companies. Social Responsibility Journal, 5(2): 212-226. Sefrilia, M. dan Y. Saftiana. 2012. Pengaruh Kepemilikan Saham Pemerintah dan Profitabilitas Terhadap Pengungkapan Corporate Sosial Responsibility (CSR). Jurnal Ekonomi dan Informasi Akuntansi (JENIUS), 2(2): 132 – 139. Sembiring, E.R. 2005. Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial: Study Empiris pada Perusahaan yang Tercatat Di Bursa Efek Jakarta. Simposium Nasional Akuntansi VIII, Solo, 15-16 September. Shinta, N. P. dan N. Ahmar. 2011. Eksplorasi Struktur Kepemilikan Saham Publik di Indonesia Tahun 2004 - 2008. The Indonesian Accounting Review, 1(2): 145 – 154. Sudana, I. dan P. Ayu. 2011. Corporate Governance dan Pengungkapan Corporate Social Responsibility pada Perusahaan Go-Public di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Manajemen Teori dan Terapan, 4(10): 37-49. Undang-undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Undang-Undang Penanaman Modal No. 25 Tahun 2007. Utama, S. 2007. Evaluasi Infrastruktur Pendukung Pelaporan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan di Indonesia. Pidato Pengukuhan Guru Besar FE-UI. 14 November 2007. Diakses dari www.csrindonesia.com. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014) 18 Van Der Laan, Sandra L. 2004. The Role Of Theory In Explaining Motivation For Corporate Social Disclosure VS „Solicited‟ Disclosures. Presentation at the Fourth Asia Pacific Interdisciplinary Research in Accounting Conference. Singapore, 4-6 July. Wibisono, Y. 2007. Membedah Konsep & Aplikasi CSR: Corporate Social Responsibility. Gresik.