BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anemia pada

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anemia pada remaja putri merupakan salah satu dampak masalah
kekurangan gizi remaja putri. Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi
yang berperan dalam pembentukan hemoglobin, akibat kekurangan konsumsi atau
gangguan absorpsi. Anemia merupakan masalah gizi yang paling lazim di dunia
dan diderita lebih dari 600 juta orang. Anemia lebih banyak terjadi di negara
sedang berkembang dibandingkan negara yang sudah maju. Dari perkiraan
populasi 3.800 juta orang (36% ) di negara sedang berkembang menderita anemia
(Arisman, 2010).
Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terjadi pada remaja
khususnya remaja putri. Anemia merupakan kelanjutan dampak dari kekurangan
zat gizi makro (karbohidrat, protein, lemak) dan zat gizi mikro (vitamin, mineral)
(Badriah, 2011). Pada remaja putri, kebutuhan besi meningkat karena mengalami
menstruasi/haid berkala yang mengeluarkan sejumlah zat besi setiap bulan.
Peningkatan kebutuhan jumlah total volume darah ini seringkali tidak diikuti
dengan konsumsi zat besi yang adekuat, apalagi saat menginjak usia remaja putri
cenderung ingin memiliki tubuh yang lebih langsing, sehingga sering melakukan
berbagai usaha, di antaranya adalah melakukan diet ketat (Almatsier, 2010).
Penyebab anemia antara lain : defisiensi asupan gizi dari makanan ( zat
besi, asam folat, protein, vitamin C, vitamin A, seng, dan vitamin B12), adanya
zat penghambat penyerapan besi yang berasal dari makanan, penyakit infeksi,
malabsorbsi, dan pendarahan juga dipengaruhi oleh faktor biologis seperti
menstruasi, tiap bulan, kehamilan, melahirkan dan masa nifas (Prayitno dan
Fadhilah, 2012).
Remaja merupakan siklus kedua dalam kehidupan setiap individu.
Pertumbuhan dan perkembangan pada masa ini ditandai oleh perubahan fisik dan
psikologis (WHO, 2011b). Perubahan fisik dari anak-anak menuju remaja ditandai
dengan bertambahnya masa otot, bertambahnya jaringan lemak dalam tubuh dan
terjadinya perubahan hormonal (Andriani dan Wirjatmadi, 2012). Secara
psikologis remaja mengalami perubahan emosi, pikiran, perasaan, lingkungan
1
2
pergaulan, dan tanggung jawab yang dihadapinya (Istiany dan Rusilanti, 2013),
ini berarti masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak menuju ke masa
dewasa. Dari segi kesehatan, remaja sering dianggap kelompok usia yang
dianggap sehat-sehat saja, padahal kenyataannya tidak demikian. Adanya
pertumbuhan sosial dan pola kehidupan di masyarakat mempengaruhi jenis
penyakit pada remaja (Soekatri et al.,2011).
Kekurangan zat besi (Fe) dalam makanan sehari-hari dapat menimbulkan
kekurangan darah yang dikenal sebagai anemia gizi besi (AGB). Remaja putri
lebih rawan terhadap anemia dibandingkan dengan laki-laki. Terdapat kesulitan
dalam memenuhi kebutuhan Fe (zat besi) yaitu rendahnya tingkat penyerapan Fe
dalam tubuh, terutama sumber Fe nabati yang hanya diserap 1-2%. Sumber Fe
hewani mencapai 10-20%. Bentuk besi di dalam makanan berpengaruh terhadap
penyerapannya. Besi hem yang merupakan bagian dari hemoglobin dan mioglobin
yang terdapat di dalam daging hewan dapat diserap dua kali lipat daripada besinonhem. Makanan yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi terutama Fe
non-heme adalah vitamin C serta sumber protein hewani tertentu (Adriani dan
Wirjatmadi, 2012).
Mikronutrien termasuk vitamin dan mineral yang membantu tubuh dalam
produksi hormon, enzim, dan zat-zat lain yang sangat penting untuk pertumbuhan
normal, perkembangan, dan fungsi tubuh. World Health Organitation (WHO)
berpendapat bahwa mikronutrien besi, iodium, zink, asam folat, dan vitamin A
adalah yang paling penting untuk kesehatan ibu dan anak. Namun, kekurangan
dari nutrisi yang sama adalah yang paling umum di kalangan remaja putri dan
berkaitan dengan peningkatan risiko konsekuensi yang merugikan seperti anemia
selama kehamilan dan kematian ibu, kelahiran prematur dan/atau bayi berat lahir
rendah, cacat lahir, peningkatan mortalitas dan kesehatan optimal dan
perkembangan kognitif (Nguyen et al., 2014).
Data
Survei
Kesehatan
Rumah
Tangga
(SKRT)
tahun
2008
mengungkapkan prevalensi anemia defisiensi besi pada remaja putri (15-19 tahun)
sebesar 26,5% dan wanita usia subur sebesar 26,9%. Menurut Riset Kesehatan
Dasar tahun 2013 prevalensi anemia di Indonesia sebesar 21,7%. Prevalensi
anemia pada wanita di Indonesia sebesar 23,9%, sedangkan prevalensi anemia
3
umur 5 –14 tahun sebesar 26,4% dan remaja putri umur 15 - 25 tahun sebesar
18,4%.
Berdasarkan hasil penjaringan kadar Hemoglobin (Hb) pada remaja tingkat
SMA/MA yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, prevalensi
anemia remaja di Kota Tasikmalaya tahun 2012 sebesar 12,8% (Profil Dinkes
Kota Tasikmalaya, 2012). Hasil survei yang dilakukan tanggal 30 Oktober 2015
di Poltekkes Tasikmalaya dengan pemeriksaan kadar hemoglobin yang dilakukan
pada 56 mahasiswa Poltekkes Tasikmalaya terdapat 22 orang (39,2%) menderita
anemia.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ani et al., (2010) tentang pemberian
suplementasi tablet besi setiap hari selama 30 hari dan vitamin C pada remaja
putri dengan anemia di Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya didapat 44,2%
menderita anemia.
Menurut penelitian yang dilakukan
Tadete et al., (2012) rendahnya
tingkat penyerapan zat besi di dalam tubuh merupakan kesulitan utama untuk
memenuhi kebutuhan zat besi terutama sumber zat besi dari nabati yang hanya
diserap 1-2%. Kebiasaan mengkonsumsi makanan yang dapat mengganggu
penyerapan zat besi (seperti kopi dan teh) secara bersamaan pada waktu makan
menyebabkan penyerapan zat besi semakin rendah (Muchtadi, 2009).
Anemia besi akan disertai dengan perkembangan jiwa, motorik, serta
perilaku yang lebih buruk pada anak kecil, dan keletihan serta fungsi kognitif
yang lebih buruk pada remaja. Defisiensi besi non-anemia harus ditangani, karena
defisiensi ini meningkatkan risiko terjadinya anemia defisiensi besi pada laju
pertumbuhan yang cepat dan awal haid. Kebutuhan zat besi meningkat selama
masa remaja untuk memenuhi pertumbuhan dan kehilangan zat besi yang tidak
dapat dihindari. Zat besi akan hilang dalam saluran pencernaan, kulit, dan urine
serta dari darah menstruasi pada perempuan. Kebutuhan zat besi yang diabsorpsi
pada remaja perempuan diperkirakan sekitar 1,15 mg/hari. Remaja perempuan
mengkonsumsi besi sekitar 11 mg/hari sehingga beresiko mengalami defisiensi
zat besi (Sharlin dan Edelstein, 2014).
Salah satu cara untuk menanggulangi anemia zat besi tersebut adalah
dengan pemberian tablet besi karena asupan makanan besi heme masih kurang
4
(Casey et al., 2013). Namun menurut beberapa penelitian suplementasi Fe saja
tidak dapat meningkatkan kadar hemoglobin, untuk itu suplementasi Fe perlu
ditambah dengan mikronutrient lain. Oleh karena itu diperlukannya suplementasi
besi ditambah dengan mikronutrient lain seperti vitamin A, asam folat, vitamin C,
riboflavin, seng dan vitamin B12. Hasil penelitian Khan et al., (2012) di
Bangladesh suplementasi Fe dan asam folat dapat meningkatkan kadar
hemoglobin pada anemia remaja putri. Pada penelitian yang dilakukan Casey et al
(2011) dengan pemberian suplemen besi dan asam folat per minggu pada anemia
remaja putri akan mengurangi prevalensi anemia.
Penelitian di India, kira-kira 70% dari remaja putri mengalami anemia.
Penelitian dilakukan di kalangan remaja putri (11-18 tahun) untuk menilai dan
membandingkan dampak dari suplementasi besi dan asam folat mingguan pada
penurunan prevalensi anemia dan pada tingkat serum hemoglobin, feritin serum,
asam folat dan vitamin B12 (Bansal et al., 2015). Strategi untuk pencegahan
anemia remaja di India yaitu dengan pemberian suplemen vitamin B12 bersama
dengan besi dan folat untuk pencegahan dan pengendalian anemia remaja (Kapil
dan Bhadoria, 2014). Suplementasi besi dan folat dua kali per minggu pada
anemia remaja, sangat baik yang bermanfaat untuk mengurangi efek samping dan
kepatuhan pengobatan yang lebih baik (Joshi dan Gumasta, 2013). Menurut
penelitian Aryani dan Purwaningsih (2006) menyimpulkan bahwa ada efek
pemberian suplementasi tablet besi satu minggu sekali selama 8 minggu terhadap
kenaikan hemoglobin.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2008) menyatakan bahwa
dosis pemberian suplemen tablet besi adalah 65 mg satu kali per hari selama satu
bulan sedangkan menurut penelitian Khan et al., (2012) menyatakan bahwa dosis
suplementasi tablet besi diberikan satu kali per minggu dan dua kali per minggu
selama 2-3 bulan. Pemberian suplementasi tablet besi diteruskan selama 2-3 bulan
untuk mengisi cadangan besi di dalam tubuh. Oleh karena itu pemberian
suplementasi tablet besi dan asam folat dapat digunakan untuk memperbaiki status
hemoglobin dalam waktu yang relatif singkat (Gupta et al., 2014).
Cara pemberian suplemen tablet besi dan asam folat mingguan digunakan
untuk meningkatkan kepatuhan konsumsi besi harian yang dianggap kurang
5
efektif karena eritrosit dapat bertahan selama 4-5 hari yang mengakibatkan
berkurangnya efek samping dari tablet besi yang tidak enak dan kebutuhan besi
pada subjek meningkat sedangkan pemberian suplementasi tablet besi dua kali per
minggu karena setiap hari sekitar 25 ml eritrosit harus di ganti sehingga
membutuhkan 25 mg besi tetapi hanya 1 mg/hari yang dapat diabsorpsi dari
makanan sedangkan 24 mg diambil dari daur ulang besi dan cadangan besi
(Zulaicha, 2008). Laju perubahan hemoglobin dari awal sampai akhir intervensi
ditemukan hasil pemberian suplemen tablet besi dan asam folat dua kali per
minggu relatif lebih meningkat dibandingkan dengan satu kali per minggu (Gupta
et al., 2014).
Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh suplementasi tablet besi dan asam folat terhadap kadar
hemoglobin pada remaja putri dengan anemia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang ada dapat dirumuskan masalah
yaitu apakah ada pengaruh suplementasi tablet besi dan asam folat dua kali
per minggu selama 8 minggu terhadap kadar hemoglobin pada remaja putri
dengan anemia?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Tujuan Umum
Menganalisis pengaruh suplementasi tablet besi dan asam folat terhadap
kadar hemoglobin dengan anemia pada remaja putri?
2. Tujuan Khusus
a.
Mendeskripsikan angka kejadian anemia pada remaja putri di
Politeknik Kesehatan Tasikmalaya
b.
Menganalisis pengaruh suplementasi tablet besi dan asam folat
terhadap kadar hemoglobin pada remaja putri yang menderita anemia
c.
Menganalisis pengaruh suplementasi tablet besi terhadap kadar
hemoglobin pada remaja putri yang menderita anemia
6
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari kegiatan penelitian adalah :
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah pengaruh
suplementasi tablet besi dan asam folat terhadap kadar hemoglobin
pada remaja putri
dengan anemia di
Politeknik Kesehatan
Tasikmalaya.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu
pengetahuan mengenai perbedaan suplementasi tablet besi dan asam
folat terhadap kadar hemoglobin pada remaja putri dengan anemia
serta dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian lebih lanjut
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi
Stakeholder Politeknik Kesehatan Tasikmalaya mengenai pentingnya
suplementasi tablet besi dan asam folat terhadap kadar hemoglobin
pada remaja putri dengan anemia.
Download