Karakteristik dan Strategi Pengelolaan Lahan Bekas Tambang Timah di Kepulauan Bangka Belitung Asmarhansyah Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung Jalan Mentok Km. 4 Pangkalpinang Email: [email protected] Abstrak Kepulauan Bangka Belitung merupakan provinsi penghasil utama timah di Indonesia dengan total luas kuasa penambangan timah mencapai 532.344 ha, dengan rincian 385.150 ha tambang darat dan 147.194 ha tambang laut. Tulisan ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik dan strategi pengelolaan lahan bekas tambang timah di Kepulauan Bangka Belitung. Lahan bekas tambang timah sebenarnya dapat dijadikan sebagai areal pertanian yang produktif bila dikelola secara baik sesuai dengan karakteristik lahannya. Pengembangan lahan bekas tambang timah sebagai lahan pertanian menghadapi berbagai masalah dan kendala, antara lain lahan didominasi oleh tailing dengan lanskap yang tidak beraturan; kelas tekstur didominasi pasir; tingkat kesuburan tanah tergolong sangat rendah, dengan pH tanah sangat masam, kadar C-organik, hara N, P, K, Kapasitas Tukar Kation dan Kejenuhan Basa sangat rendah. Untuk dapat dikembangkan sebagai lahan pertanian produktif dan berkelanjutan, perlu terlebih dahulu diketahui karakteristik dan masalahkendala pengembangannya, sehingga strategi pengelolaannya lebih tepat. Berdasarkan hasil berbagai penelitian dan kajian, pengelolalaan lahan bekas tambang timah sebagai lahan pertanian dapat dilakukan melalui: (1) dilineasi lahan, (2) penataan lahan, (3) pemilihan komoditas, (4) penataan tanaman, (5) penggunaan amelioran dan pemupukan, dan (6) perbaikan kualitas air kolong. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jika lahan bekas tambang timah dikelola secara tepat, maka komoditas pertanian berupa tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan dapat berkembang dan memberikan hasil yang baik. Untuk menuju kelestarian pemanfaatan lahan bekas tambang timah, maka sistem integrasi tanaman-ternak perlu untuk diterapkan. Kata kunci: Bangka Belitung, karakteristik, lahan bekas tambang, pertanian, timah Pendahuluan Kepulauan Bangka Belitung merupakan provinsi penghasil utama timah di Indonesia. Hal tersebut dapat dipahami mengingat provinsi ini terbentang di South East Asia Tin Belt dan Indonesia Tin Belt. Pada umumnya, area-area yang berada pada sabuk timah (tin belt) mengandung deposit mineral timah yang cukup tinggi. Menurut Sujitno (2007) Sabuk timah ini membentang mulai dari Burma Tengah hingga Tenasserim dan berlanjut ke selatan meliputi Thailand Barat dan Selatan, Semenanjung Malaya Barat, ke gugusan pulau Karimum Kundur, Singkep, Bangka, Belitung, Pulau Karimata, dan berakhir di Kalimantan Barat. Kegiatan Penambangan Timah di Kepulauan Bangka Belitung dilakukan oleh dua perusahan besar, yaitu PT Timah dan PT Kobatin, serta beberapa perusahaan kecil lainnya. Pasca era reformasi pada Tahun 1998, kegiatan pelaku penambangan timah semakin semarak dengan kehadiran tambang inkonvensional (TI). Menurut PT Timah (2013) total luas kuasa penambangan timah mencapai 532.344 ha, dengan rincian 385.150 ha tambang darat dan 147.194 ha tambang laut. Luas tersebut akan terus bertambang seiring kemajuan teknologi dan membaiknya harga timah di pasaran dunia. Secara umum lahan bekas tambang timah terdiri atas dua bagian, yaitu (1) bagian kering (tailing) dan (2) bagian basah, berupa kolong (kolam) (Sujitno, 2007) Tailing yang merupakan sisa dari pencucian deposit timah terbagi atas dua fraksi, yaitu tailing pasir yang memiliki tekstur kasar Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016 1423 dan tailing slime yang didominasi oleh partikel halus (debu dan klei) dan memiliki struktur yang kompak (PT Timah, 2009; Ashraf, Maah, dan Yusoff, 2013; Asmarhansyah, 2015). Lahan bekas tambang timah sebenarnya dapat dijadikan sebagai areal pertanian yang produktif bila dikelola secara baik sesuai dengan karakteristik lahannya. Pengembangan lahan bekas tambang timah sebagai lahan pertanian menghadapi berbagai masalah dan kendala, antara lain lahan didominasi oleh tailing dengan landskap yang tidak beraturan; kelas tekstur didominasi pasir; tingkat kesuburan tanah tergolong sangat rendah; dengan pH tanah sangat masam, kadar Corganik, hara N, P, K, Kapasitas Tukar Kation dan Kejenuhan Basa sangat rendah. Untuk dapat dikembangkan sebagai lahan pertanian produktif dan berkelanjutan, perlu terlebih dahulu diketahui karakteristik dan masalah-kendala pengembangannya, sehingga pengelolaannya lebih tepat. Makalah ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik dan strategi pengelolaan lahan bekas tambang timah di Kepulauan Bangka Belitung. Karakteristik Lahan Bekas Tambang Timah Lanskap Setelah kegiatan penambangan timah berakhir, lahan yang ditinggalkan umumnya berupa lahan dengan lanskap yang tidak beraturan dan didominasi oleh tailing pasir yang memiliki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah yang buruk. Kondisi tersebut tentu tidak akan mampu mendukung lahan bekas tambang timah sebagai media ideal bagi pertumbuhan dan produksi tanaman, khususnya untuk produksi tanaman pertanian. Menurut Mokhtaruddin dan Sulaiman (1990) dan Sujitno (2007) lahan bekas tambang timah dengan lanskap yang tidak beraturan tersebut berupa tumpukan tailing pasir, tailing slime, overburden, dan kolong (kolam kecil) (Gambar 1). Gambar 1. Lanskap lahan bekas tambang timah di Belinyu, Pulau Bangka 1424 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016 Sifat Fisik dan Kimia Tanah Kegiatan tambang timah secara nyata menurunkan kualitas lahan baik sifat fisik maupun kimia tanah karena lahan yang ditinggalkan berupa hamparan tailing pasir. Sifat fisik dan kimia tanah bekas tambang timah di Kepulauan Bangka Belitung disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Sifat fisik dan kimia lahan bekas tambang timah di Kepulauan Bangka Belitung No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Parameter pH H2O C - Organik (%) N Total (%) P-Bray I (μg g-1) K-dd (cmol(+)/kg) Na-dd (cmol(+)/kg) Ca-dd (cmol(+)/kg) Mg-dd (cmol(+)/kg) Kapasitas Tukar Kation (cmol(+)/kg) Tekstur Pasir (%) Debu (%) Liat (%) Bangka1) 4.75 0.27 0.03 8.25 0.32 0.44 0.25 0.06 4.35 Bangka Tengah2) 4.64 0.29 0.03 0.75 0.06 0.65 0.20 0.15 6.61 90.94 2.00 7.06 (Pasir) 92.00 2.00 6.00 (Pasir) Sumber: 1) Santi (2005), 2) Inonu (2011) Berdasarkan Tabel 1 di atas, lahan bekas tambang timah umumnya didominasi oleh tekstur pasir. Implikasi lahan dengan tekstur pasir adalah rendahnya kapasitas menahan air karena laju infiltrasi dan perkolasi tergolong tinggi. Clemensson-Lindell et al., (1992) melaporkan bahwa rendahnya bahan organik dan tekstur yang relatif kasar pada tailing menyebabkan kapasitas menahan air dan hara tergolong rendah. Di samping itu, Tabel 1 juga menunjukkan bahwa lahan bekas tambang timah memiliki tingkat kesuburan tanah yang rendah sampai sangat rendah. Hal tersebut tercermin dari nilai pH tanah sangat masam, kadar C-organik, hara N, P, K, Kapasitas Tukar Kation dan Kejenuhan Basa sangat rendah Karakteristik fisik dan kimia tanah bekas tambang timah yang demikian bukanlah merupakan media ideal bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Oleh karena itu, aplikasi external input sangat dibutuhkan lahan bekas tambang timah dalam rangka menyediakan unsur hara bagi tanaman. Masalah dan Kendala Pengembangan Lahan Upaya pemanfaatan lahan bekas tambang timah untuk kegiatan pertanian secara luas akan menemui masalah dan kendala yang cukup berarti. Pemahaman terhadap masalah dan kendala tersebut akan memudahkan dalam pengelolaan lahan bekas tambang timah untuk pertanian. Masalah dan kendala yang ditemui diuraikan sebagai berikut: Biaya. Lahan bekas tambang timah dengan lanskap yang tidak beraturan harus diratakan dengan menggunakan alat berat (heavy machinery). Kegiatan perataan tersebut dilakukan sebelum dilakukan penanaman. Namun demikian, biaya yang diperlukan untuk perataan tesebut tergolong mahal. Oleh karena itu, kegiatan perataan tersebut harus dilakukan oleh pihak perusahan timah atau pemerintah daerah, dan tidak dibebankan kepada masyarakat, utamanya petani. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016 1425 Status Kesuburan Tanah. Karakteristik lahan bekas tambang timah menunjukkan bahwa lahan bekas tambang timah memiliki tekstur pasir dan tingkat kesuburaran tanah yang tergolong rendah. Hal ini merupakan indikasi bahwa lahan bekas tambang timah bukan media ideal bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Ditambang Ulang. Lahan bekas tambang timah yang telah diratakan, bahkan yang sudah ditanami oleh perusahaan tambang timah terkadang ditambang ulang oleh penambang TI. Kehadiran penambang TI tersebut menyebabkan lanskap lahan bekas tambang timah kembali menjadi tidak beraturan dan diikuti oleh turunnya kualitas air kolong. Sumber Pupuk Organik. Ketersediaan sumber pupuk organik di lahan bekas tambang sangat terbatas. Rendahnya sumber pupuk organik tersebut menyebabkan suksesi alami umumnya terjadi sangat lambat. Lahan-lahan yang didominasi tailing sangat memerlukan input berupa pupuk organik mengingat pupuk organik sangat penting dalam mengikat air dan mensuplai hara bagi tanaman. Kualitas Air Kolong. Lahan bekas tambang timah umumnya memiliki ketersediaan air yang cukup karena terdapat kolong (kolam kecil) yang terbentuk akibat kegiatan tambang timah. Kolong tersebut mampu menyiadakan keperluan air bagi tanaman. Namun demikian,terkadang terjadi penurunan kualitas air kolong akibat kehadiran TI yang kembali memanfaatkan air kolong untuk kegiatan penambangan. Strategi Pengelolaan Berdasarkan hasil penelitian dan kajian, pengelolaan lahan bekas tambang timah sebagai lahan pertanian dapat dilakukan melalui: (1) dilineasi lahan, (2) penataan lahan, (3) pemilihan komoditas, (4) penataan tanaman, (5) penggunaan amelioran dan pemupukan, dan (6) perbaikan kualitas air kolong. (1) Dilineasi Lahan Pengelolaan lahan bekas tambang timah untuk kegiatan pertanian patut diawali dengan dilineasi terhadap status peruntukan lahan apakah lahan tersebut termasuk kawasan hutan lindung konservasi atau area peruntukan lain. Selain itu juga perlu dilakukan dilineasi terhadap lahan bekas tambang timah yang dapat berupa tailing pasir, tailing slime, atau kolong bekas tambang timah. Kegiatan dilineasi ini diperlukan untuk menjamin kelestarian pemanfaatan lahan bekas tambang timah untuk pertanian, utamanya dari aspek logal dan sosial. (2) Penataan Lahan Pemanfaatan lahan bekas tambang timah untuk pertanian akan berhasil baik bila ditunjang dengan penataan lahan. Kegiatan penataan lahan meliputi upaya perataan lahan bekas tambang timah berupa lanskap yang tidak beraturan, penutupan kolong berukuran kecil, dan pembuatan saluran drainase. (3) Pemilihan Komoditas Melalui penataan lahan, maka lahan bekas tambang timah dapat dikembangkan untuk budidaya komoditas pertanian seperti padi, palawija, hortikultura (sayuran dan buah-buahan), dan perkebunan. Pemilihan komoditas tidak hanya terbatas pada tanaman, tetapi juga menyangkut 1426 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016 ternak. Pengembangan tanaman padi (sawah) di lahan bekas tambang timah harus mempertimbangkan adanya lapisan kedap. (4) Penataan Tanaman Penataan tanaman dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan lahan. Penataan tanaman menyangkut komoditas yang ditanam sebagai tanaman utama dan tanaman sela. Pada saat tanaman perkebunan belum menghasilkan, maka tanaman hortikultura (sayuran dan buah-buahan) dapat dijadikan sebagai tanaman sela di antara tanaman utama. Selain itu, penanaman cover crop dapat juga ditanam di antara tanaman pokok yang diusahakan. (5) Penggunaan Amelioran dan Pemupukan Ameliorasi dan pemupukan dapat digunakan sebagai inovasi teknologi dalam pengelolaan lahan bekas tambang timah. Hasil-hasil penelitian dan kajian menunjukkan inovasi teknologi berupa aplikasi amelioran dan pemupukan mampu memperbaiki kualitas lahan bekas tambang timah dan meningkatkan pertumbuhan dan memberikan hasil pada beberapa komoditas pertanian. a. Sifat Fisik dan Kimia Tanah. Penggunaan amelioran dan pemupukan mampu memperbaiki atau meningkatkan sifat fisik dan kimia tanah bekas tambang timah. Hasil kajian Subardja et al. (2009) dan Asmarhansyah dan Subardja (2012) menunjukkan bahwa aplikasi amelioran (tanah mineral, pupuk organik, dan kapur) dan pemupukan NPK pada lahan bekas tambang timah yang disawahkan mampu memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah. Karekteristik fisik dan kimia tanah bekas tambang timah Desa Perlang, Kecamatan Lubuk Besar, Bangka Tengah sebelum pencetakan sawah dan setelah ditanami padi disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Rata-rata sifat fisik dan kimia tanah dari lahan bekas tambang timah sebelum reklamasi dan setelah reklamasi yang ditanam padi varietas banyuasin serta varietas cibogo di Desa Perlang, Kecamatan Lubuk Besar, Bangka Tengah No. Parameter Sebelum Reklamasi Setelah Reklamasi 1. pH H2O 4,6 6,6 2. C-organik (%) 0,23 0,62 3. N Total (%) 0,02 0,05 4. P2O5 (mg/100g) 2 11 5. K2O (mg/100g) 3 10 6. Ca-dd (cmol(+)/kg) 0,19 2,21 7. Mg-dd (cmol(+)/kg) 0,05 1,39 8. K-dd (cmol(+)/kg) 0,06 0,19 9. Na-dd (cmol(+)/kg) 0,07 0,10 10. KTK (cmol(+)/kg) 1,77 3,24 11. Tekstur Pasir (%) 86 58 Debu (%) 4 9 Liat (%) 10 33 (Pasir berlempung) (Lempung liat berpasir) Sumber: Subardja et al. (2009) dan Asmarhansyah dan Subardja (2012) b. Aplikasi Amelioran dan Pemupukan Hasil beberapa kajian teknologi pengelolaan lahan bekas tambang timah menggunakan amelioran dan pemupukan menunjukkan bahwa aplikasi amelioran dan pupuk mampu Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016 1427 meningkatkan pertumbuhan dan memberikan hasil beberapa komoditas pertanian, seperti jagung, kedelai, selada daun, karet, dan hijauan pakan ternak. Jagung. Hasil kajian Asmarhansyah et al. (2012) di lahan bekas tambang timah Perlang, Bangka Tengah menunjukkan bahwa aplikasi pupuk urea, SP-36, dan KCl dengan dosis 300-200150 kg/ha mampu meningkatkan hasil tanaman jagung lebih tinggi daripada aplikasi dosis 200150-100 kg/ha, masing-masing sebesar 4,43 t/ha dan 3,98 t/ha. Kedelai. Hasil kajian Muzammil et al. (2012) di lahan bekas tambang timah Perlang, Bangka Tengah menunjukkan bahwa aplikasi pupuk urea dengan dosis 100 kg urea/ha mampu meningkatkan hasil tanaman kedelai (0.95 t/ha) lebih tinggi daripada aplikasi dosis urea 50 kg urea/ha, masing-masing sebesar 0,95 t/ha dan 0,81 t/ha. Selada Daun. Hasil kajian Gafur (2014) di lahan bekas tambang timah Pemali, Bangka menunjukna bahwa aplikasi pupuk majemuk NPK dengan dosis 300 kg/ha menghasilkan 77.26 g bobot basah tajuk, 3.31 g bobot kering tajuk, dan 82,39 g bobot basah berangkasan selada daun lebih tinggi daripada aplikasi pupuk NPK dosis 200 kg/ha yang menghasilkan 60.34 g bobot basah tajuk, 2.22 g bobot kering tajuk, dan 65.22 bobot basah berangkasan selada daun. Tanaman Karet. Hasil kajian Inonu et al. (2011) menunjukkan bahwa pertumbuhan bibit karet pada media tailing pasir pasca tambang timah yang diameliroasi dengan top soil dan tiga jenis bahan organik masih lebih rendah dibandingkan dengan media tanah non tambang. Amelioran kompos tandan kosong kelapa sawit lebih baik dibandingkan kompos sampah kota dan pupuk kotoran ayam dalam mempengaruhi pertumbuhan bibit karet pada media tailing pasir pasca penambangan. Hijauan Pakan Ternak (HPT). Hasil kajian Hidayat et al. (2013) penanaman HPT, berupa rumput gajah,setaria, dan BD di lahan bekas tambang timah Merawang, Bangka menunjukkan bahwa aplikasi pupuk organik sebanyak 40 t/ha menghasilkan 43.40 t/ha produksi segar, 6,02 t/ha produksi bahan kering, dan 0.59 t/ha kadar protein kasar lebih tinggi daripada pupuk organik dosis 20 t/ha yang menghasilkan 33.58 t/ha produksi segar, 5,00 t/ha produksi bahan kering, dan 0.54 t/ha kadar protein kasar. (6) Perbaikan Kualitas Air Kolong Selain curah hujan, sumber air lainnya di lahan bekas tambang timah adalah air kolong. Pemanfaatan air kolong untuk aktivitas pertanian dapat dilakukan dengan sistem pompanisasi. Untuk menjaga kualitas air kolong, maka pengelolaan area sekitar kolong harus dilakukan, utamanya dari kegiatan penambangan kembali oleh penambang TI. Sistem Integrasi Tanaman-Ternak Karakteristik sifat fisik dan kimia lahan bekas tambang timah menunjukkan bahwa lahan bekas tambang timah memiliki kemampuan yang rendah dalam hal menahan air dan suplai kandungan unsur hara untuk pertumbuhan dan produksi tanaman. Oleh karena itu, penggunaan pupuk organik merupakan salah satu kunci utama dalam perbaikan kualitas lahan bekas tambang timah. Tanaman penutup tanah (cover crop) yang sudah cukup beradaptasi dan hijauan pakan ternak, dan limbah biomass tanamanutama dapat dijadikan sebagai sumber pupuk organik melalui Sistem Integrasi Tanaman-Ternak (SITT). Implementasi SITT diyakini mampu membantu dalam penyediaan pupuk organik karena melalui pola ini,limbah biomass tanaman utama, tanaman penutup tanah dan HPT dapat dijadikan sebagai pakan ternak dan kotoran ternak dimanfaatkan 1428 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016 sebagai pupuk organik, dan SITT diharapkan mampu menjamin kelestarian pemanfaatan lahan bekas tambang timah untuk kegiatan pertanian. 1. Kesimpulan Lahan bekas tambang timah umumnya didominasi oleh tailing pasir dan memiliki status 2. kesuburan tanah yang tergolong rendah sampai sangat rendah Masalah dan kendala yang ditemui dalam upaya pengembangan lahan bekas tambang timah untuk kegiatan pertanian adalah tingginya biaya perataan lahan, rendahnya status kesuburan tanah, terjadinya penambagan ulang oleh tambang inkonvensional, rendahnya sumber pupuk 3. organik, dan menurunnya kualitas air kolong akibat penambangan ulang oleh TI. Strategi pengelolaan lahan bekas tambang timah dapat dilakukan melalui dilineasi lahan bekas tambang timah; penataan lahan; pemilihan komoditas; penataan tanaman; penggunaan amelioran dan pemupukan; dan perbaikan kualitas air kolong. Daftar Pustaka Ashraf, M.A., M. J. Maah, dan I. Yusoff. 2013. Evaluation of natural phytoremediation process occurring at ex-tin mining catchment. Chiang Mai J. Sci. 40(2): 198-213 Asmarhansyah dan D. Subardja. 2011. Strategi pemanfaatan lahan bekas tambang timah untuk kegiatan pertanian produktif di Kepulauan Bangka Belitung. Prosiding: Seminar Nasional Sumber Daya Lahan Pertanian. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan. Bogor. Asmarhansyah, D. Rusmawan, and Muzammil. 2012. Soil chemistry and yield of maize as influenced by different levels of fertilizer in ex-tin land Central Bangka, Kepulauan Bangka Belitung Proceeding: International Maize Conference: Agribusiness of MaizeLivestock Integration”. Ministry of Agriculture in collaboration with Provincial Government of Gorontalo. Asmarhansyah. 2015. Characteristics of physical and chemical properties of former-tin mining areas for crop production in Bangka Island. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Sistem Informasi dan Pemetaan Sumberdaya Lahan Mendukung Swasembada Pangan di Bogor pada 29 Juli 2015. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Clemensson-Lindell, A., Borgegård, S-O. & Persson, H. 1992. Reclamation of Mine Waste and Its Effects on Plant Growth and Root development – a Literature Review. Department of Ecology and Environmental Research. Swedish University of Agricultural Sciences, Uppsala Gafur, Abdul. 2014. Pertumbuhan dan produksi selada daun (lactuca sativa l.) dengan pemberian dosis dan frekuensi penyiraman larutan pupuk NPK di lahan pasca penambangan timah. Skripsi. Fakultas Pertanian, Perikanan, dan Biologi. Universitas Bangka Belitung. Pangkalpinang Hidayat, Z., Asmarhansyah, dan Suyatno. 2013. Produksi dan kualitas tanaman pakan ternak pada lahan bekas tambang timah di Kepulauan Bangka Belitung. Prosiding: Inovasi Teknologi Pertanian Ramah Lingkungan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016 1429 Ismed, I., D.Budianta, M. U. Harun, Yakup, dan A.Y.A. Wiralaga. 2010. Penggunaan Bahan Organik Lokal Untuk Memperbaiki Sifat Fisik Dan Kimia Tailing Pasir Pascatambang Timah Di Pulau Bangka. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Masyarakat Konservasi Tanah dan Air Indonesia di Jambi tanggal 24-25 November 2010. Ismed Inonu, D. Budianta, M. U. Harun, Yakup, dan A.Y.A. Wiralaga. 2011. Ameliorasi Bahan Organik Pada Media Tailing Pasir Pascatambang Timah Untuk Pertumbuhan Bibit Karet. Jurnal Agrotropika 16(1): 45 - 51 Mokhtaruddin, A.M. and W.H. Wan Sulaiman. 1990. Ex-mining land: characteristics, contrains and methods of improvement. Paper presented during The National Seminar on ExMining Land and Bris Soil: Prospects And Profit. Kuala Lumpur. Muzammil, D. Rusmawan, dan Asmarhansyah. 2012. Pengaruh dosis nitrogen terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai dilahan bekas tambang timah Bangka Tengah, Kepulauan Bangka Belitung. Prosiding: Inovasi Hasil Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.Kementerian Pertanian. PT Timah. 2009. Laporan tahunan PT Timah. Pangkalpinang. PT Timah. 2013.Laporan tahunan PT Timah. Pangkalpinang Santi, R. 2005. Santi R. 2005. Pertumbuhan Nilam (Pogostemon cablin Benth) pada sandy tailing asal lahan pasca penambangan timah yang diberi kompos dan tanah kupasan (overburden). Tesis. Program Studi Ilmu Tanaman Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya. Palembang. Sujitno, S. 2007. Sejarah penambangan timah di Indonesia Abad ke 18 – Abad ke 20. PT Timah. Pangkalpinang. 1430 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016