Karakteristik dan Strategi Pengelolaan Lahan Bekas Tambang

advertisement
Karakteristik dan Strategi Pengelolaan Lahan Bekas Tambang Timah
di Kepulauan Bangka Belitung
Asmarhansyah
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung
Jalan Mentok Km. 4 Pangkalpinang
Email: [email protected]
Abstrak
Kepulauan Bangka Belitung merupakan provinsi penghasil utama timah di Indonesia dengan total
luas kuasa penambangan timah mencapai 532.344 ha, dengan rincian 385.150 ha tambang darat
dan 147.194 ha tambang laut. Tulisan ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik dan strategi
pengelolaan lahan bekas tambang timah di Kepulauan Bangka Belitung. Lahan bekas tambang
timah sebenarnya dapat dijadikan sebagai areal pertanian yang produktif bila dikelola secara baik
sesuai dengan karakteristik lahannya. Pengembangan lahan bekas tambang timah sebagai lahan
pertanian menghadapi berbagai masalah dan kendala, antara lain lahan didominasi oleh tailing
dengan lanskap yang tidak beraturan; kelas tekstur didominasi pasir; tingkat kesuburan tanah
tergolong sangat rendah, dengan pH tanah sangat masam, kadar C-organik, hara N, P, K, Kapasitas
Tukar Kation dan Kejenuhan Basa sangat rendah. Untuk dapat dikembangkan sebagai lahan
pertanian produktif dan berkelanjutan, perlu terlebih dahulu diketahui karakteristik dan masalahkendala pengembangannya, sehingga strategi pengelolaannya lebih tepat. Berdasarkan hasil
berbagai penelitian dan kajian, pengelolalaan lahan bekas tambang timah sebagai lahan pertanian
dapat dilakukan melalui: (1) dilineasi lahan, (2) penataan lahan, (3) pemilihan komoditas, (4)
penataan tanaman, (5) penggunaan amelioran dan pemupukan, dan (6) perbaikan kualitas air
kolong. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jika lahan bekas tambang timah dikelola secara
tepat, maka komoditas pertanian berupa tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan dapat
berkembang dan memberikan hasil yang baik. Untuk menuju kelestarian pemanfaatan lahan bekas
tambang timah, maka sistem integrasi tanaman-ternak perlu untuk diterapkan.
Kata kunci: Bangka Belitung, karakteristik, lahan bekas tambang, pertanian, timah
Pendahuluan
Kepulauan Bangka Belitung merupakan provinsi penghasil utama timah di Indonesia. Hal
tersebut dapat dipahami mengingat provinsi ini terbentang di South East Asia Tin Belt dan
Indonesia Tin Belt. Pada umumnya, area-area yang berada pada sabuk timah (tin belt)
mengandung deposit mineral timah yang cukup tinggi. Menurut Sujitno (2007) Sabuk timah ini
membentang mulai dari Burma Tengah hingga Tenasserim dan berlanjut ke selatan meliputi
Thailand Barat dan Selatan, Semenanjung Malaya Barat, ke gugusan pulau Karimum Kundur,
Singkep, Bangka, Belitung, Pulau Karimata, dan berakhir di Kalimantan Barat.
Kegiatan Penambangan Timah di Kepulauan Bangka Belitung dilakukan oleh dua
perusahan besar, yaitu PT Timah dan PT Kobatin, serta beberapa perusahaan kecil lainnya. Pasca
era reformasi pada Tahun 1998, kegiatan pelaku penambangan timah semakin semarak dengan
kehadiran tambang inkonvensional (TI). Menurut PT Timah (2013) total luas kuasa penambangan
timah mencapai 532.344 ha, dengan rincian 385.150 ha tambang darat dan 147.194 ha tambang
laut. Luas tersebut akan terus bertambang seiring kemajuan teknologi dan membaiknya harga
timah di pasaran dunia.
Secara umum lahan bekas tambang timah terdiri atas dua bagian, yaitu (1) bagian kering
(tailing) dan (2) bagian basah, berupa kolong (kolam) (Sujitno, 2007) Tailing yang merupakan sisa
dari pencucian deposit timah terbagi atas dua fraksi, yaitu tailing pasir yang memiliki tekstur kasar
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
Banjarbaru, 20 Juli 2016
1423
dan tailing slime yang didominasi oleh partikel halus (debu dan klei) dan memiliki struktur yang
kompak (PT Timah, 2009; Ashraf, Maah, dan Yusoff, 2013; Asmarhansyah, 2015).
Lahan bekas tambang timah sebenarnya dapat dijadikan sebagai areal pertanian yang
produktif bila dikelola secara baik sesuai dengan karakteristik lahannya. Pengembangan lahan
bekas tambang timah sebagai lahan pertanian menghadapi berbagai masalah dan kendala, antara
lain lahan didominasi oleh tailing dengan landskap yang tidak beraturan; kelas tekstur didominasi
pasir; tingkat kesuburan tanah tergolong sangat rendah; dengan pH tanah sangat masam, kadar Corganik, hara N, P, K, Kapasitas Tukar Kation dan Kejenuhan Basa sangat rendah.
Untuk dapat dikembangkan sebagai lahan pertanian produktif dan berkelanjutan, perlu
terlebih dahulu diketahui karakteristik dan masalah-kendala pengembangannya, sehingga
pengelolaannya lebih tepat. Makalah ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik dan strategi
pengelolaan lahan bekas tambang timah di Kepulauan Bangka Belitung.
Karakteristik Lahan Bekas Tambang Timah
Lanskap
Setelah kegiatan penambangan timah berakhir, lahan yang ditinggalkan umumnya berupa
lahan dengan lanskap yang tidak beraturan dan didominasi oleh tailing pasir yang memiliki sifat
fisik, kimia, dan biologi tanah yang buruk. Kondisi tersebut tentu tidak akan mampu mendukung
lahan bekas tambang timah sebagai media ideal bagi pertumbuhan dan produksi tanaman,
khususnya untuk produksi tanaman pertanian.
Menurut Mokhtaruddin dan Sulaiman (1990) dan Sujitno (2007) lahan bekas tambang
timah dengan lanskap yang tidak beraturan tersebut berupa tumpukan tailing pasir, tailing slime,
overburden, dan kolong (kolam kecil) (Gambar 1).
Gambar 1. Lanskap lahan bekas tambang timah di Belinyu, Pulau Bangka
1424
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
Banjarbaru, 20 Juli 2016
Sifat Fisik dan Kimia Tanah
Kegiatan tambang timah secara nyata menurunkan kualitas lahan baik sifat fisik maupun
kimia tanah karena lahan yang ditinggalkan berupa hamparan tailing pasir. Sifat fisik dan kimia
tanah bekas tambang timah di Kepulauan Bangka Belitung disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Sifat fisik dan kimia lahan bekas tambang timah di Kepulauan Bangka Belitung
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Parameter
pH H2O
C - Organik (%)
N Total (%)
P-Bray I (μg g-1)
K-dd (cmol(+)/kg)
Na-dd (cmol(+)/kg)
Ca-dd (cmol(+)/kg)
Mg-dd (cmol(+)/kg)
Kapasitas Tukar Kation (cmol(+)/kg)
Tekstur
Pasir (%)
Debu (%)
Liat (%)
Bangka1)
4.75
0.27
0.03
8.25
0.32
0.44
0.25
0.06
4.35
Bangka Tengah2)
4.64
0.29
0.03
0.75
0.06
0.65
0.20
0.15
6.61
90.94
2.00
7.06
(Pasir)
92.00
2.00
6.00
(Pasir)
Sumber: 1) Santi (2005), 2) Inonu (2011)
Berdasarkan Tabel 1 di atas, lahan bekas tambang timah umumnya didominasi oleh tekstur
pasir. Implikasi lahan dengan tekstur pasir adalah rendahnya kapasitas menahan air karena laju
infiltrasi dan perkolasi tergolong tinggi. Clemensson-Lindell et al., (1992) melaporkan bahwa
rendahnya bahan organik dan tekstur yang relatif kasar pada tailing menyebabkan kapasitas
menahan air dan hara tergolong rendah. Di samping itu, Tabel 1 juga menunjukkan bahwa lahan
bekas tambang timah memiliki tingkat kesuburan tanah yang rendah sampai sangat rendah. Hal
tersebut tercermin dari nilai pH tanah sangat masam, kadar C-organik, hara N, P, K, Kapasitas
Tukar Kation dan Kejenuhan Basa sangat rendah
Karakteristik fisik dan kimia tanah bekas tambang timah yang demikian bukanlah
merupakan media ideal bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Oleh karena itu, aplikasi
external input sangat dibutuhkan lahan bekas tambang timah dalam rangka menyediakan unsur
hara bagi tanaman.
Masalah dan Kendala Pengembangan Lahan
Upaya pemanfaatan lahan bekas tambang timah untuk kegiatan pertanian secara luas akan
menemui masalah dan kendala yang cukup berarti. Pemahaman terhadap masalah dan kendala
tersebut akan memudahkan dalam pengelolaan lahan bekas tambang timah untuk pertanian.
Masalah dan kendala yang ditemui diuraikan sebagai berikut:
Biaya. Lahan bekas tambang timah dengan lanskap yang tidak beraturan harus diratakan
dengan menggunakan alat berat (heavy machinery). Kegiatan perataan tersebut dilakukan sebelum
dilakukan penanaman. Namun demikian, biaya yang diperlukan untuk perataan tesebut tergolong
mahal. Oleh karena itu, kegiatan perataan tersebut harus dilakukan oleh pihak perusahan timah
atau pemerintah daerah, dan tidak dibebankan kepada masyarakat, utamanya petani.
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
Banjarbaru, 20 Juli 2016
1425
Status Kesuburan Tanah. Karakteristik lahan bekas tambang timah menunjukkan
bahwa lahan bekas tambang timah memiliki tekstur pasir dan tingkat kesuburaran tanah yang
tergolong rendah. Hal ini merupakan indikasi bahwa lahan bekas tambang timah bukan media
ideal bagi pertumbuhan dan produksi tanaman.
Ditambang Ulang. Lahan bekas tambang timah yang telah diratakan, bahkan yang sudah
ditanami oleh perusahaan tambang timah terkadang ditambang ulang oleh penambang TI.
Kehadiran penambang TI tersebut menyebabkan lanskap lahan bekas tambang timah kembali
menjadi tidak beraturan dan diikuti oleh turunnya kualitas air kolong.
Sumber Pupuk Organik. Ketersediaan sumber pupuk organik di lahan bekas tambang
sangat terbatas. Rendahnya sumber pupuk organik tersebut menyebabkan suksesi alami umumnya
terjadi sangat lambat. Lahan-lahan yang didominasi tailing sangat memerlukan input berupa pupuk
organik mengingat pupuk organik sangat penting dalam mengikat air dan mensuplai hara bagi
tanaman.
Kualitas Air Kolong. Lahan bekas tambang timah umumnya memiliki ketersediaan air
yang cukup karena terdapat kolong (kolam kecil) yang terbentuk akibat kegiatan tambang timah.
Kolong tersebut mampu menyiadakan keperluan air bagi tanaman. Namun demikian,terkadang
terjadi penurunan kualitas air kolong akibat kehadiran TI yang kembali memanfaatkan air kolong
untuk kegiatan penambangan.
Strategi Pengelolaan
Berdasarkan hasil penelitian dan kajian, pengelolaan lahan bekas tambang timah sebagai
lahan pertanian dapat dilakukan melalui: (1) dilineasi lahan, (2) penataan lahan, (3) pemilihan
komoditas, (4) penataan tanaman, (5) penggunaan amelioran dan pemupukan, dan (6) perbaikan
kualitas air kolong.
(1) Dilineasi Lahan
Pengelolaan lahan bekas tambang timah untuk kegiatan pertanian patut diawali dengan dilineasi
terhadap status peruntukan lahan apakah lahan tersebut termasuk kawasan hutan lindung
konservasi atau area peruntukan lain. Selain itu juga perlu dilakukan dilineasi terhadap lahan bekas
tambang timah yang dapat berupa tailing pasir, tailing slime, atau kolong bekas tambang timah.
Kegiatan dilineasi ini diperlukan untuk menjamin kelestarian pemanfaatan lahan bekas tambang
timah untuk pertanian, utamanya dari aspek logal dan sosial.
(2) Penataan Lahan
Pemanfaatan lahan bekas tambang timah untuk pertanian akan berhasil baik bila ditunjang dengan
penataan lahan. Kegiatan penataan lahan meliputi upaya perataan lahan bekas tambang timah
berupa lanskap yang tidak beraturan, penutupan kolong berukuran kecil, dan pembuatan saluran
drainase.
(3) Pemilihan Komoditas
Melalui penataan lahan, maka lahan bekas tambang timah dapat dikembangkan untuk budidaya
komoditas pertanian seperti padi, palawija, hortikultura (sayuran dan buah-buahan), dan
perkebunan. Pemilihan komoditas tidak hanya terbatas pada tanaman, tetapi juga menyangkut
1426
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
Banjarbaru, 20 Juli 2016
ternak. Pengembangan tanaman padi (sawah) di lahan bekas tambang timah harus
mempertimbangkan adanya lapisan kedap.
(4)
Penataan Tanaman
Penataan tanaman dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan lahan. Penataan tanaman
menyangkut komoditas yang ditanam sebagai tanaman utama dan tanaman sela. Pada saat
tanaman perkebunan belum menghasilkan, maka tanaman hortikultura (sayuran dan buah-buahan)
dapat dijadikan sebagai tanaman sela di antara tanaman utama. Selain itu, penanaman cover crop
dapat juga ditanam di antara tanaman pokok yang diusahakan.
(5)
Penggunaan Amelioran dan Pemupukan
Ameliorasi dan pemupukan dapat digunakan sebagai inovasi teknologi dalam pengelolaan lahan
bekas tambang timah. Hasil-hasil penelitian dan kajian menunjukkan inovasi teknologi berupa
aplikasi amelioran dan pemupukan mampu memperbaiki kualitas lahan bekas tambang timah dan
meningkatkan pertumbuhan dan memberikan hasil pada beberapa komoditas pertanian.
a. Sifat Fisik dan Kimia Tanah.
Penggunaan amelioran dan pemupukan mampu memperbaiki atau meningkatkan sifat
fisik dan kimia tanah bekas tambang timah. Hasil kajian Subardja et al. (2009) dan Asmarhansyah
dan Subardja (2012) menunjukkan bahwa aplikasi amelioran (tanah mineral, pupuk organik, dan
kapur) dan pemupukan NPK pada lahan bekas tambang timah yang disawahkan mampu
memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah. Karekteristik fisik dan kimia tanah bekas tambang timah
Desa Perlang, Kecamatan Lubuk Besar, Bangka Tengah sebelum pencetakan sawah dan setelah
ditanami padi disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata sifat fisik dan kimia tanah dari lahan bekas tambang timah sebelum
reklamasi dan setelah reklamasi yang ditanam padi varietas banyuasin serta varietas
cibogo di Desa Perlang, Kecamatan Lubuk Besar, Bangka Tengah
No.
Parameter
Sebelum Reklamasi
Setelah Reklamasi
1. pH H2O
4,6
6,6
2. C-organik (%)
0,23
0,62
3. N Total (%)
0,02
0,05
4. P2O5 (mg/100g)
2
11
5. K2O (mg/100g)
3
10
6. Ca-dd (cmol(+)/kg)
0,19
2,21
7. Mg-dd (cmol(+)/kg)
0,05
1,39
8. K-dd (cmol(+)/kg)
0,06
0,19
9. Na-dd (cmol(+)/kg)
0,07
0,10
10. KTK (cmol(+)/kg)
1,77
3,24
11. Tekstur
Pasir (%)
86
58
Debu (%)
4
9
Liat (%)
10
33
(Pasir berlempung)
(Lempung liat berpasir)
Sumber: Subardja et al. (2009) dan Asmarhansyah dan Subardja (2012)
b. Aplikasi Amelioran dan Pemupukan
Hasil beberapa kajian teknologi pengelolaan lahan bekas tambang timah menggunakan
amelioran dan pemupukan menunjukkan bahwa aplikasi amelioran dan pupuk mampu
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
Banjarbaru, 20 Juli 2016
1427
meningkatkan pertumbuhan dan memberikan hasil beberapa komoditas pertanian, seperti jagung,
kedelai, selada daun, karet, dan hijauan pakan ternak.
Jagung. Hasil kajian Asmarhansyah et al. (2012) di lahan bekas tambang timah Perlang,
Bangka Tengah menunjukkan bahwa aplikasi pupuk urea, SP-36, dan KCl dengan dosis 300-200150 kg/ha mampu meningkatkan hasil tanaman jagung lebih tinggi daripada aplikasi dosis 200150-100 kg/ha, masing-masing sebesar 4,43 t/ha dan 3,98 t/ha.
Kedelai. Hasil kajian Muzammil et al. (2012) di lahan bekas tambang timah Perlang,
Bangka Tengah menunjukkan bahwa aplikasi pupuk urea dengan dosis 100 kg urea/ha mampu
meningkatkan hasil tanaman kedelai (0.95 t/ha) lebih tinggi daripada aplikasi dosis urea 50 kg
urea/ha, masing-masing sebesar 0,95 t/ha dan 0,81 t/ha.
Selada Daun. Hasil kajian Gafur (2014) di lahan bekas tambang timah Pemali, Bangka
menunjukna bahwa aplikasi pupuk majemuk NPK dengan dosis 300 kg/ha menghasilkan 77.26 g
bobot basah tajuk, 3.31 g bobot kering tajuk, dan 82,39 g bobot basah berangkasan selada daun
lebih tinggi daripada aplikasi pupuk NPK dosis 200 kg/ha yang menghasilkan 60.34 g bobot basah
tajuk, 2.22 g bobot kering tajuk, dan 65.22 bobot basah berangkasan selada daun.
Tanaman Karet. Hasil kajian Inonu et al. (2011) menunjukkan bahwa pertumbuhan bibit
karet pada media tailing pasir pasca tambang timah yang diameliroasi dengan top soil dan tiga
jenis bahan organik masih lebih rendah dibandingkan dengan media tanah non tambang.
Amelioran kompos tandan kosong kelapa sawit lebih baik dibandingkan kompos sampah kota dan
pupuk kotoran ayam dalam mempengaruhi pertumbuhan bibit karet pada media tailing pasir pasca
penambangan.
Hijauan Pakan Ternak (HPT). Hasil kajian Hidayat et al. (2013) penanaman HPT, berupa
rumput gajah,setaria, dan BD di lahan bekas tambang timah Merawang, Bangka menunjukkan
bahwa aplikasi pupuk organik sebanyak 40 t/ha menghasilkan 43.40 t/ha produksi segar, 6,02 t/ha
produksi bahan kering, dan 0.59 t/ha kadar protein kasar lebih tinggi daripada pupuk organik dosis
20 t/ha yang menghasilkan 33.58 t/ha produksi segar, 5,00 t/ha produksi bahan kering, dan 0.54
t/ha kadar protein kasar.
(6) Perbaikan Kualitas Air Kolong
Selain curah hujan, sumber air lainnya di lahan bekas tambang timah adalah air kolong.
Pemanfaatan air kolong untuk aktivitas pertanian dapat dilakukan dengan sistem pompanisasi.
Untuk menjaga kualitas air kolong, maka pengelolaan area sekitar kolong harus dilakukan,
utamanya dari kegiatan penambangan kembali oleh penambang TI.
Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
Karakteristik sifat fisik dan kimia lahan bekas tambang timah menunjukkan bahwa lahan
bekas tambang timah memiliki kemampuan yang rendah dalam hal menahan air dan suplai
kandungan unsur hara untuk pertumbuhan dan produksi tanaman. Oleh karena itu, penggunaan
pupuk organik merupakan salah satu kunci utama dalam perbaikan kualitas lahan bekas tambang
timah. Tanaman penutup tanah (cover crop) yang sudah cukup beradaptasi dan hijauan pakan
ternak, dan limbah biomass tanamanutama dapat dijadikan sebagai sumber pupuk organik melalui
Sistem Integrasi Tanaman-Ternak (SITT). Implementasi SITT diyakini mampu membantu dalam
penyediaan pupuk organik karena melalui pola ini,limbah biomass tanaman utama, tanaman
penutup tanah dan HPT dapat dijadikan sebagai pakan ternak dan kotoran ternak dimanfaatkan
1428
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
Banjarbaru, 20 Juli 2016
sebagai pupuk organik, dan SITT diharapkan mampu menjamin kelestarian pemanfaatan lahan
bekas tambang timah untuk kegiatan pertanian.
1.
Kesimpulan
Lahan bekas tambang timah umumnya didominasi oleh tailing pasir dan memiliki status
2.
kesuburan tanah yang tergolong rendah sampai sangat rendah
Masalah dan kendala yang ditemui dalam upaya pengembangan lahan bekas tambang timah
untuk kegiatan pertanian adalah tingginya biaya perataan lahan, rendahnya status kesuburan
tanah, terjadinya penambagan ulang oleh tambang inkonvensional, rendahnya sumber pupuk
3.
organik, dan menurunnya kualitas air kolong akibat penambangan ulang oleh TI.
Strategi pengelolaan lahan bekas tambang timah dapat dilakukan melalui dilineasi lahan
bekas tambang timah; penataan lahan; pemilihan komoditas; penataan tanaman; penggunaan
amelioran dan pemupukan; dan perbaikan kualitas air kolong.
Daftar Pustaka
Ashraf, M.A., M. J. Maah, dan I. Yusoff. 2013. Evaluation of natural phytoremediation process
occurring at ex-tin mining catchment. Chiang Mai J. Sci. 40(2): 198-213
Asmarhansyah dan D. Subardja. 2011. Strategi pemanfaatan lahan bekas tambang timah untuk
kegiatan pertanian produktif di Kepulauan Bangka Belitung. Prosiding: Seminar Nasional
Sumber Daya Lahan Pertanian. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya
Lahan. Bogor.
Asmarhansyah, D. Rusmawan, and Muzammil. 2012. Soil chemistry and yield of maize as
influenced by different levels of fertilizer in ex-tin land Central Bangka, Kepulauan
Bangka Belitung Proceeding: International Maize Conference: Agribusiness of MaizeLivestock Integration”. Ministry of Agriculture in collaboration with Provincial
Government of Gorontalo.
Asmarhansyah. 2015. Characteristics of physical and chemical properties of former-tin mining
areas for crop production in Bangka Island. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional
Sistem Informasi dan Pemetaan Sumberdaya Lahan Mendukung Swasembada Pangan di
Bogor pada 29 Juli 2015. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Clemensson-Lindell, A., Borgegård, S-O. & Persson, H. 1992. Reclamation of Mine Waste and Its
Effects on Plant Growth and Root development – a Literature Review. Department of
Ecology and Environmental Research. Swedish University of Agricultural Sciences,
Uppsala
Gafur, Abdul. 2014. Pertumbuhan dan produksi selada daun (lactuca sativa l.) dengan pemberian
dosis dan frekuensi penyiraman larutan pupuk NPK di lahan pasca penambangan timah.
Skripsi. Fakultas Pertanian, Perikanan, dan Biologi. Universitas Bangka Belitung.
Pangkalpinang
Hidayat, Z., Asmarhansyah, dan Suyatno. 2013. Produksi dan kualitas tanaman pakan ternak
pada lahan bekas tambang timah di Kepulauan Bangka Belitung. Prosiding: Inovasi
Teknologi Pertanian Ramah Lingkungan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Bengkulu. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
Banjarbaru, 20 Juli 2016
1429
Ismed, I., D.Budianta, M. U. Harun, Yakup, dan A.Y.A. Wiralaga. 2010. Penggunaan Bahan
Organik Lokal Untuk Memperbaiki Sifat Fisik Dan Kimia Tailing Pasir Pascatambang
Timah Di Pulau Bangka. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Masyarakat
Konservasi Tanah dan Air Indonesia di Jambi tanggal 24-25 November 2010.
Ismed Inonu, D. Budianta, M. U. Harun, Yakup, dan A.Y.A. Wiralaga. 2011. Ameliorasi Bahan
Organik Pada Media Tailing Pasir Pascatambang Timah Untuk Pertumbuhan Bibit Karet.
Jurnal Agrotropika 16(1): 45 - 51
Mokhtaruddin, A.M. and W.H. Wan Sulaiman. 1990. Ex-mining land: characteristics, contrains
and methods of improvement. Paper presented during The National Seminar on ExMining Land and Bris Soil: Prospects And Profit. Kuala Lumpur.
Muzammil, D. Rusmawan, dan Asmarhansyah. 2012. Pengaruh dosis nitrogen terhadap
pertumbuhan dan produksi kedelai dilahan bekas tambang timah Bangka Tengah,
Kepulauan Bangka Belitung. Prosiding: Inovasi Hasil Penelitian dan Pengkajian
Teknologi Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung. Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian.Kementerian Pertanian.
PT Timah. 2009. Laporan tahunan PT Timah. Pangkalpinang.
PT Timah. 2013.Laporan tahunan PT Timah. Pangkalpinang
Santi, R. 2005. Santi R. 2005. Pertumbuhan Nilam (Pogostemon cablin Benth) pada sandy tailing
asal lahan pasca penambangan timah yang diberi kompos dan tanah kupasan
(overburden). Tesis. Program Studi Ilmu Tanaman Program Pascasarjana Universitas
Sriwijaya. Palembang.
Sujitno, S. 2007. Sejarah penambangan timah di Indonesia Abad ke 18 – Abad ke 20. PT Timah.
Pangkalpinang.
1430
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
Banjarbaru, 20 Juli 2016
Download