PERILAKU SEKSUAL MONYET EKOR PANJANG

advertisement
PERILAKU SEKSUAL MONYET EKOR PANJANG
(Macaca fascicularis) DI TELAGA WARNA BOGOR
KANIA DEWI RAHAYU
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perilaku Seksual
Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Telaga Warna Bogor adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Kania Dewi Rahayu
NIM G34090052
ABSTRAK
KANIA DEWI RAHAYU Perilaku Seksual Monyet Ekor Panjang (Macaca
fascicularis) di Telaga Warna Bogor. Dibimbing oleh KANTHI ARUM
WIDAYATI dan ISLAMUL HADI.
Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) hidup di dalam kelompok
sosial banyak jantan dan banyak betina. Monyet jenis ini melakukan interaksi
sosial yang meliputi grooming (menelisik), seksual, bermain, afiliasi dan agresi di
dalam kelompoknya. Perilaku seksual merupakan interaksi antara jantan dewasa
dengan betina dewasa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku seksual
di Taman Wisata Alam Telaga Warna, Bogor. Pengamatan dilakukan dengan
metode ad libitum sampling dan scan sampling. Perilaku seksual paling banyak
terjadi pada pagi hari antara pukul 07.00-11.00. Perilaku inspeksi merupakan
perilaku seksual yang paling sering dilakukan oleh M. fascicularis di Telaga
Warna. Hirarki sosial tidak berbanding lurus dengan frekuensi perilaku
seksual,kecuali pada perilaku courtship.
Kata kunci : Macaca fasicularis, perilaku seksual, Telaga Warna
ABSTRACT
KANIA DEWI RAHAYU Sexual Behaviour of Long Tailed Macaques (Macaca
fascicularis) in Telaga Warna Bogor. Supervised by KANTHI ARUM
WIDAYATI and ISLAMUL HADI
Long tailed macaques Macaca fascicularis lives in the multi-male multifemale group. The macaques did social interactions such as groomning, playing,
sex and agretion. Sexual behavior is interaction between adult male with adult
female. This research aim to know about sexual behaviour of long tailed
macaques in Natural Recreation Park Telaga Warna, Bogor. The observation is
done with ad libitum and scan sampling method. Sexual behaviour mostly occured
in the morning between 07.00 until 11.00 am. Inspection was the most frequence
sexual behaviour. Social hierarchy was not related with the frequency of sexual
behaviour, except for courtship.
Keywords : Macaca fascicularis, sexual behaviour, Telaga Warna
PERILAKU SEKSUAL MONYET EKOR PANJANG
(Macaca fascicularis) DI TELAGA WARNA BOGOR
KANIA DEWI RAHAYU
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biologi
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Perilaku Seksual Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di
Telaga Warna Bogor.
Nama
: Kania Dewi Rahayu
NIM
: G34090052
Disetujui oleh
Dr Kanthi Arum Widayati MSi
Pembimbing I
Dr Islamul Hadi MSi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Iman Rusmana MSi
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah Perilaku Seksual
Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Telaga Warna Bogor. Terima
kasih penulis ucapkan kepada Dr Kanthi Arum Widayati MSi dan Dr Islamul
Hadi MSi selaku pembimbing serta terima kasih kepada Dr Nunik Sri Ariyanti
MSi selaku penguji. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada staf Taman
Wisata Alam Telaga Warna, Bogor yang telah memberikan banyak bantuan
selama pengambilan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah,
ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan dukungannya. Ucapan terima
kasih juga disampaikan kepada Muhammad Rizki Faisal atas dukungan dan
do’anya. Selain itu, terima kasih juga disampaikan kepada Kak Sarah, Heca, Kak
Nunuz, Ary, Ziah, adimas, eca, Mario, Pak Berry dan Mbak Puji dan seluruh
warga zoo corner atas bantuan dan masukannya selama penelitian ini berlangsung.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2013
Kania Dewi Rahayu
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1 Latar Belakang
1 Tujuan Penelitian
1 METODE
1 HASIL
4 PEMBAHASAN
8 SIMPULAN
10 DAFTAR PUSTAKA
10 LAMPIRAN
12
RIWAYAT HIDUP
15
DAFTAR TABEL
1 Struktur sosial individu dewasa di kelompok M. fascicularis di Telaga
Warna
2 Matriks courtship M. fascicularis di TWA Telaga Warna
3 Matriks presenting M. fascicularis di TWA Telaga Warna
4 Matriks inspeksi M. fascicularis di Telaga Warna
5 Matriks mounting M. fascicularis di TWA Telaga Warna
6 Frekuensi perilaku yang dilakukan oleh beberapa individu betina
dewasa saat birahi di TWA Telaga Warna
4 7 7 7 8 8 DAFTAR GAMBAR
1 Presentase waktu terjadinya perilaku seksual
2 Frekuensi perilaku seksual M. fascicularis
6 6 DAFTAR LAMPIRAN
1 Peta kawasan Puncak, Kabupaten Bogor
2 Matriks replacement individu jantan M. fascicularis di TWA Telaga
Warna, Bogor
3 Matriks replacement individu betina M. fascicularis di TWA Telaga
Warna, Bogor
12 12 13 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Macaca fascicularis merupakan primata yang memiliki sebaran geografis
yang luas. Persebaran geografis M. fascicularis terbentang dari bagian paling
selatan Bangladesh, bagian paling selatan Myanmar sampai bagian selatan dari
Semenanjung Indocina, Kamboja, Semenanjung Malaya, Filipina, Pulau Sumatra,
Pulau Kalimantan dan Pulau Jawa. Habitat M. fascicularis dapat ditemukan pada
sepanjang garis pantai, tepi sungai, hutan rawa, dan hutan yang berada di daerah
pegunungan. Ketinggian dari habitat M. fascicularis pada hutan pegunangan
bervariasi dari 1200 - 2000 mdpl. Kelompok M. fascicularis lebih menyukai
habitat yang berada di dekat perairan (Fooden 1995). Monyet jenis ini hidup di
dalam kelompok sosial yang terdiri atas banyak jantan dan banyak betina yang
berinteraksi satu sama lain. Monyet M. fascicularis melakukan interaksi sosial
yang meliputi grooming (menelisik), seksual, bermain, afiliasi dan agresi di dalam
kelompoknya.
Perilaku seksual merupakan interaksi antara jantan dewasa dengan betina
dewasa. Perilaku seksual dapat terjadi sepanjang tahun dan tidak memiliki musim
tertentu. Frekuensi perilaku seksual akan meningkat saat musim buah ataupun
berbunga hal ini dikarenakan adanya kaitan dengan ketersediaan makanan
(Fooden 1995). Perilaku seksual pada umumnya dominan terjadi pada pejantan
alfa dan beta, namun betina juga dapat melakukan perkawinan dengan beberapa
jantan selain alfa dan beta. Hal ini menunjukkan bahwa tidak hanya jantan yang
memonopoli sistem perkawinan tapi betina juga berperan dalam penentuan
pasangan kawin (Karimullah dan Annuar 2011).
Taman Wisata Alam Telaga Warna, Bogor merupakan salah satu taman
wisata alam yang masih memiliki bentang alam dengan hutan alami yang cukup
luas. Terdapat kelompok M. fascicularis yang hidup secara liar di taman wisata
alam ini. Studi mengenai kelompok M. fascicularis yang berada di Taman Wisata
Alam Telaga Warna, Bogor belum banyak dilakukan sehingga pola perilaku dari
kelompok tersebut belum banyak diketahui.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku seksual M. fascicularis
di Taman Wisata Alam Telaga Warna, Bogor.
METODE
Waktu dan Tempat
Pengamat melakukan penelitian dari bulan Februari hingga April 2013.
Pengamat melakukan penelitian ini di kawasan Telaga Warna, Bogor (Lampiran
1). Kawasan Telaga Warna memiliki ketinggian 1097-1400 m dpl (Nila 2013).
2
Telaga Warna berbatasan dengan Perkebunan Teh Ciseureuh di sebelah timur dan
dengan Perkebunan Teh Gunung Mas di sebelah barat. Kawasan Telaga Warna
terbagi menjadi cagar alam dan taman wisata alam yang terletak di daerah Puncak,
Desa Tugu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (6.702°LS
106.996°BT). Keputusan Menteri Pertanian nomor 481/kpts/Um/6/1981 tanggal 9
Juni 1956 menetapkan bahwa luas kawasan Telaga Warna sebesar 368.25 ha.
Pada tahun 1981, seluas 5 ha wilayah cagar alam berubah fungsi menjadi taman
wisata alam. Kawasan tersebut meliputi sebuah telaga.
Tumbuhan yang ada di Taman Wisata Alam Telaga Warna, Bogor
meliputi saninten (Castanea argentea), beleketebe (Solanea sigun), pasang
(Lithocarpus sp.), ganitri (Elaeocarpus ganitrus), sarai (Caryota rumphiana),
nangsi (Villebrunea rubescens) dan ki bangkong (Uncaria acida). Fauna yang
terdapat di Taman Wisata Alam Telaga Warna, Bogor meliputi M. fascicularis,
lutung (Trachypithecus auratus), surili (Presbytis comata), owa jawa (Hylobathes
moloch) dan elang jawa (Spizaetus bartelsi). Fokus penelitian ini adalah di Taman
Wisata Alam Telaga Warna.
Subjek Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap satu kelompok M. fascicularis yang
berada di Taman Wisata Alam Telaga Warna, Bogor. Kelompok tersebut terdiri
atas 44 individu, dengan komposisi 10 individu jantan dewasa, 12 individu betina
dewasa, 21 individu juvenile dan 1 individu infant.
Metode Pengamatan
Habituasi dilakukan pada bulan Februari hingga Maret 2013. Habituasi
dilakukan untuk membiasakan subjek amatan terhadap kehadiran pengamat.
Kelompok M. fascicularis diikuti selama masa habituasi. Setelah itu, individu M.
fascicularis diidentifikasi. Identifikasi dilakukan berdasarkan ciri morfologi yang
meliputi bentuk tubuh, rambut muka, bentuk wajah, bentuk kepala, alat kelamin
dan cacat fisik. Hasil yang diperoleh dari identifikasi adalah jenis kelamin dan
kelas umur. Tingkatan sosial diperoleh dari matriks replacement. Respon individu
terhadap kehadiran individu lain diamati. Jika individu tersebut berpindah saat
individu lain mendekatinya, maka individu tersebut memiliki tingkatan sosial
yang lebih rendah dibandingkan dengan individu yang datang. Matriks
replacement diperoleh dari pengamatan antara individu dengan
melihat
pergantian kehadiran individu.
Pengamatan Perilaku Seksual. Perilaku seksual diamati pola perilaku
harian diketahui.
a. Waktu Terjadinya Perilaku Seksual
Pengamatan perilaku seksual dilakukan pada pukul 07.00-17.00 dan membagi
waktu berdasarkan pukul 07.00- 11.00 untuk pagi hari, pukul 12.00-14.00 untuk
siang hari dan pukul 15.00-17.00 untuk sore hari. Selama berlangsungnya jam
pengamatan, perilaku seksual dicatat.
3
b. Frekuensi Perilaku Courtship
Perilaku courtship dapat ditunjukkan dengan menghabiskan waktu bersama
seperti berjalan bersama, makan bersama dan tidur bersama. Perilaku courtship
terjadi pada saat sebelum mounting, interval antar mounting dan berfungsi untuk
merangsang terjadinya mounting (Vasey et al. 2008). Courtship dapat
berlangsung selama 1 jam hingga 3 minggu (Fooden 1995).
c. Frekuensi Perilaku Presenting
Terdapat dua pengertian presenting yaitu pengangkatan ekor yang dilakukan
baik individu jantan maupun betina kepada individu lain karena waspada dan
penaikan ekor yang dilakukan oleh individu betina terhadap individu jantan untuk
tujuan reproduksi. Presenting dapat menginisiasi pemeriksaan kelamin individu
betina dan betina menginisisasi kopulasi dengan melakukan presenting (Fooden
1995).
d. Frekuensi Perilaku Inspeksi
Inspeksi adalah perilaku pemeriksaan kelamin yang dilakukan oleh jantan
terhadap individu betina. Jantan melakukan inspeksi dengan cara menyentuh,
mencium dan melihat bagian alat kelamin individu betina (Glick 1980). Jantan
menginisiasi kopulasi dengan melakukan inspeksi (Fooden 1995).
e. Frekuensi Penaikan (Mounting)
Tahapan mounting yang diamati meliputi: jantan mendekati betina, jantan
melakukan penaikan terhadap betina, jantan memegang pinggul betina dan
tungkai jantan bertumpu pada pinggang betina setelah itu jantan melakukan
penurunan (dismount).
f. Frekuensi Perilaku Seksual Betina pada Saat Estrus
Estrus adalah masa birahi dari betina. Perilaku seksual betina saat estrus
meningkat dibandingkan saat tidak etrus. Individu betina yang sedang estrus
biasanya didekati oleh jantan untuk mencegah betina dari gangguan individu
jantan lain (Zhao 1993). Pengamat mengamati individu betina mana saja yang
sedang etrus dengan memperhatikan ciri-ciri morfologi yaitu bagian di sekitar
ekor yang membengkak dan berwarna kemerahan. Perilaku seksual yang
dilakukan oleh individu betina selama estrus dicatat.
Metode yang digunakan selama pengamatan perilaku seksual adalah scan
sampling dan ad libitum sampling (Martin dan Bateson 1993). Prinsip dari
penggunaan metode scan sampling adalah dengan mencatat perilaku dari satu
individu atau beberapa individu yang pertama kali terlihat dalam interval waktu
tertentu. Interval waktu yang digunakan per satu menit. Pada saat menggunakan
ad libitum sampling semua perilaku yang dilakukan satu atau beberapa individu
dicatat. Metode ini mencatat perilaku yang terjadi di luar scan (Martin dan
Bateson 1993). Individu yang diamati untuk perilaku seksual adalah individu
jantan dewasa dan individu betina.
4
Prosedur Analisis Data
Program R 2.11.0 digunakan untuk melihat dan mencatat frekuensi
perilaku seksual. Hubungan antara perilaku dengan individu dianalisis dengan
program R. (R development core team 2012).
HASIL
Struktur Sosial
Berdasarkan matriks replacement, pengamat menentukan peringkat masingmasing individu dewasa dalam satu kelompok tersebut. Al sebagai jantan pertama,
An menempati posisi jantan kedua, Mx menempati posisi jantan ketiga, Ip
menempati posisi sebagai jantan keempat dan Ap menempati posisi sebagai jantan
kelima dan individu yang termasuk perifer adalah Pe dan Pt (Lampiran 2).
Individu perifer adalah individu yang berada di tepian kelompok. Pada sistem
hierarki betina, Sr menempati posisi sebagai betina pertama, Ar sebagai betina
kedua dan Tr sebaga betina ketiga, Rbc sebagai betina keempat, Eyw sebagai
betina kelima dan Fi sebagai betina keenam (Lampiran 3). Hirarki sosial dari
individu-individu dewasa dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Struktur sosial individu dewasa di kelompok M. fascicularis di Telaga
Warna
Peringkat
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Jantan
Al
An
Mx
Ip
Ap
Jk
Ra
Rb
Pe
Pt
-
Betina
Sr
Arm
Try
Rbc
Eyw
Fi
Jjn
Okt
Jac
Nay
Nnk
Kcm
Perilaku Seksual
Waktu Terjadinya Perilaku Seksual dan Frekuensi Perilaku Seksual
Monyet ekor panjang di Telaga Warna banyak melakukan perilaku seksual
pada pagi hari yaitu antara pukul 07.00-11.00 yakni sebesar 48 % dari waktu
keseluruhan sedangkan frekuensi perilaku seksual yang terendah terjadi pada sore
hari antara pukul 15.00-17.00 (13 %) (Gambar 1).
Berdasarkan keempat perilaku seksual yang diamati, perilaku inspeksi
merupakan perilaku seksual yang paling sering dilakukan oleh M. fascicularis di
5
Telaga Warna sebesar 42 % sedangkan perilaku courtship merupakan perilaku
dengan frekuensi terendah dengan persentase sebesar 6 %. Perilaku presenting
merupakan perilaku terendah kedua sebesar 20 %. Perilaku mounting memiliki
frekuensi sebesar 32 %. Perilaku mounting tidak selalu didahului oleh inspeksi
dan presenting. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2, frekuensi inspeksi
melebihi frekuensi mounting
dan frekuensi presenting jauh lebih kecil
dibandingkan mounting.
Frekuensi Perilaku Courtship
Jantan dengan peringkat atas sering melakukan courtship. Hal ini dapat
terlihat dari hasil yang diperoleh. Individu yang paling sering melakukan
courtship adalah individu Al sebanyak 22 kali, lalu individu Mx, Pe dan Ip yang
melakukan courtship masing-masing sebanyak 9 kali, 5 kali dan 3 kali (Tabel 2).
Individu An yang merupakan individu peringkat kedua, tidak pernah melakukan
courtship terhadap individu betina.
Individu Kcm, Try dan Eyw merupakan betina yang paling sering
menerima courtship. Individu Kcm dan Eyw menerima courtship hanya dari
individu Al sedangkan individu Try paling banyak menerima courtship dari Ip
dan Pe sebanyak 3 kali dan 5 kali.
Frekuensi Perilaku Presenting
Frekuensi presenting tertinggi ditunjukkan oleh individu Jjn kemudian
diikuti oleh individu Nay dan Eyw masing-masing sebanyak 25 kali, 21 kali dan
19 kali (Tabel 3). Individu Eyw sebagai individu betina peringkat kelima memiliki
frekuensi presenting yang lebih rendah dibandingkan dengan Jjn sebagai individu
peringkat ketujuh.
Individu jantan yang paling sering dikenai presenting adalah Al sebanyak
28 kali, Pe 15 kali, dan Ip 19 kali. Al paling sering dikenai presenting oleh Eyw,
Pe sering dikenai presenting oleh Jjn dan Nay dan Ip sering dikenai presenting
oleh Jjn.
Frekuensi Perilaku Inspeksi
Frekuensi inspeksi sering ditunjukkan oleh individu jantan Al, Pe, Ap, Mx
dan An dengan frekuensi masing-masing 70 kali, 32, 26, 27 kali dan 23 kali
(Tabel 4). Pada data ini, individu Pe sebagai jantan perifer memiliki frekuensi
inspeksi yang lebih besar dibandingkan dengan individu An sebagai jantan
peringkat kedua.
Individu Nay, Jjn, Arm, Rbc, dan Try merupakan individu yang paling
sering dikenai perilaku inspeksi dengan frekuensi sebesar 34, 29, 27, 25 dan 22
kali. Individu Nay dan Jjn paling banyak diinspeksi oleh Pe dan Arm, Rbc serta
Try paling banyak dikenai inspeksi oleh Al.
Frekuensi Perilaku Mounting
Berdasarkan matriks yang terdapat pada Tabel 3, individu jantan dewasa
yang sering melakukan penaikan adalah Al, Ip, Pe dan Mx (62 kali, 33 kali, 21
kali dan 16 kali). Individu An sebagai individu peringkat kedua memiliki
frekuensi penaikan yang lebih rendah dibandingkan individu Ip, Mx dan Pe yang
memiliki peringkat di bawah individu An.
6
Betina dewasa yang sering dikenakan penaikan oleh jantan dewasa adalah
Arm,Try, Jac dan Nay (32 kali, 29 kali, 23 kali dan 22 kali). Matriks mounting
jantan dewasa terhadap betina dewasa dapat dilihat pada Tabel 5. Individu Arm,
Try dan Nay paling sering dikenai mounting oleh Al.
Frekuensi Perilaku Seksual Individu Betina Pada Saat Estrus
Frekuensi seksual juga dipengaruhi oleh fase birahi pada betina. Pada saat
sedang birahi individu betina lebih sering melakukan perilaku seksual
dibandingkan saat sedang tidak birahi. Individu Try melakukan perilaku seksual
sebanyak 24 kali saat birahi sedangkan pada saat tidak birahi, Try melakukan
perilaku seksual sebanyak 18 kali. Pada individu Rbc, Kcm, Jjn dan Nay pada saat
birahi melakukan perilaku seksual masing-masing sebanyak 23 kali, 16 kali, 28
kali dan 25 kali sedangkan pada sat tidak birahi, keempat individu betina tersebut
melakukan perilaku seksual masing-masing sebanyak 2 kali, 6 kali, 23 kali dan 5
kali. Total perilaku seksual yang dilakukan oleh kelima individu betina dewasa
tersebut adalah sebanyak 116 kali saat estrus sedangkan saat tidak estrus sebanyak
54 kali (Tabel 6).
Gambar 1 Presentase waktu terjadinya perilaku seksual
Gambar 2 Frekuensi perilaku seksual M. fascicularis
7
Tabel 2 Matriks courtship M. fascicularis di TWA Telaga Warna
Betina
Jantan
Al
An
Mx
Ip
Ap
Jk
Rb
Ra
Pe
Pt
Total
Arm
Eyw
Fi
Jac
Jjn
Kcm
Nay
Nnk
Okt
Rbc
Sr
Try
Total
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
7
0
0
0
0
0
0
0
0
0
7
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
11
0
0
0
0
0
0
0
0
0
11
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4
0
0
8
0
0
0
0
0
0
0
8
0
0
0
3
0
0
0
0
5
0
8
22
0
9
3
0
0
0
0
5
0
39
Tabel 3 Matriks presenting M. fascicularis di TWA Telaga Warna
Jantan
Al
An
Mx
Ip
Ap
Jk
Rb
Ra
Pe
Pt
Total
2
8
3
1
4
1
1
0
2
2
3
1
28
1
0
0
1
2
0
2
0
0
0
0
0
6
0
4
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
7
0
0
4
0
8
1
3
0
2
2
0
0
19
0
1
3
1
2
0
2
0
0
0
0
0
10
0
3
1
2
2
0
3
0
0
0
0
0
12
0
1
2
2
0
0
2
0
1
1
1
0
9
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
2
0
0
1
3
5
0
5
1
0
0
0
0
15
1
3
1
1
1
0
2
0
0
0
0
0
9
4
19
17
12
25
2
21
1
5
5
4
1
116
Betina
Arm
Eyw
Fi
Jac
Jjn
Kcm
Nay
Nnk
Okt
Rbc
Sr
Try
Total
Tabel 4 Matriks inspeksi M. fascicularis di Telaga Warna
Betina
Jantan
Al
An
Mx
Ip
Ap
Jk
Rb
Ra
Pe
Pt
Total
Arm
Eyw
Fi
Jac
Jjn
Kcm
Nay
Nnk
Okt
Rbc
Sr
Try
Total
14
1
2
3
10
1
0
3
3
0
27
6
2
3
2
2
0
0
0
1
3
19
3
3
6
0
1
0
1
1
3
0
18
2
1
0
1
1
2
1
4
3
1
16
2
3
2
3
4
4
0
3
6
2
29
6
1
0
3
2
2
1
1
2
1
19
7
1
1
3
4
2
3
2
10
1
34
3
1
0
0
1
5
0
2
1
2
15
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
14
1
5
1
0
2
0
0
1
1
25
5
5
6
0
0
0
0
0
0
0
16
7
4
1
3
2
0
1
2
2
0
22
70
23
26
19
27
18
7
18
32
11
251
8
Tabel 5 Matriks mounting M. fascicularis di TWA Telaga Warna
Betina
Jantan
Al
An
Mx
Ip
Ap
Jk
Rb
Ra
Pe
Pt
Total
Arm
Eyw
Fi
Jac
Jjn
Kcm
Nay
Nnk
Okt
Rbc
Sr
Try
Total
13
4
4
3
5
0
0
1
0
2
32
7
0
0
4
0
0
0
1
0
2
13
3
1
1
0
0
1
0
0
1
0
7
2
1
0
4
1
4
1
6
4
0
23
1
0
1
7
0
2
0
2
4
1
18
9
1
0
1
0
1
0
0
1
0
13
5
2
0
2
4
1
1
1
5
1
22
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5
0
1
0
1
0
0
0
0
0
7
3
0
8
0
0
0
0
0
0
0
11
15
0
1
11
0
0
0
0
6
2
29
62
9
16
33
11
9
2
11
21
8
182
Tabel 6 Frekuensi perilaku yang dilakukan oleh beberapa individu betina dewasa
saat birahi di TWA Telaga Warna
Individu
Betina
Try
Rbc
Jjn
Nay
Kcm
Total
Aktivitas Seksual
Estrus
Tidak Estrus
24
23
28
25
16
116
18
2
23
5
6
54
PEMBAHASAN
Perilaku Seksual
Perilaku seksual monyet di TWA Telaga Warna sering terjadi di pagi hari.
Pada pagi hari, monyet banyak melakukan aktivitas, sehingga kemungkinan
terjadinya perilaku seksual semakin tinggi (Mulyati 2008). Penelitian ini juga
menunjukkan bahwa perilaku inspeksi tidak selalu diikuti dengan perilaku
mounting. Terkadang, setelah individu jantan melakukan inspeksi, jantan
meninggalkan betina atau betina juga dapat meninggalkan jantan. Perilaku
mounting juga tidak selalu didahului oleh presenting. Hal ini mungkin disebabkan
oleh terjadinya force mounting. Perilaku force mounting dapat dilakukan jantan
dengan menangkap, mengejar dan menggigit betina (Englehardt et al. 2006).
Pada saat hendak melakukan mounting beberapa individu M. fasciularis
melakukan pendekatan (courtship). Pada penelitian ini, yang menjadi parameter
terjadinya courtship adalah makan bersama, melakukan lokomosi, saling
melakukan telisik dan istirahat bersama. Perilaku ini dilakukan oleh jantan
terhadap betina. Individu jantan yang sering melakukan courtship di Telaga
9
Warna adalah Al selaku jantan pertama. Jantan yang melakukan courtship
memiliki tingkat dominansi yang lebih tinggi dibandingkan dengan partner
seksualnya (Vasey et al. 2008).
Peringkat sosial M. fascicularis di TWA Telaga Warna tidak berpengaruh
terhadap frekuensi perilaku seksual, kecuali pada perilaku courtship. Al, jantan
dengan peringkat satu, merupakan individu yang paling banyak melakukan
perilaku seksual dibandingkan dengan jantan lainnya. Jantan dengan hirarki sosial
tinggi memiliki akses yang lebih banyak terhadap sumber daya, termasuk akses
untuk melakukan perilaku seksual (Berard et al. 1993). Betina juga memiliki
kecenderungan untuk memilih jantan dengan hirarki sosial lebih tinggi agar
mendapatkan perlindungan dan akses terhadap makanan (Karimullah dan Annuar
2011). Namun, hal ini tidak berarti bahwa jantan dengan peringkat lebih rendah
tidak dapat melakukan perilaku seksual. Ip dan Pe, jantan dengan peringkat sosial
yang lebih rendah, juga melakukan lebih banyak aktivitas seksual dibandingkan
jantan dengan peringkat yang lebih tinggi. Hal ini mungkin disebabkan Ip sering
menjaga jarak dari jantan nomor 1 dan 2 sehingga memiliki kesempatan lebih
banyak untuk mendekati betina lain dalam kelompok. Hal ini menunjukkan
bahwa jantan dengan peringkat sosial yang rendah juga aktif secara seksual. Hal
ini juga terjadi pada spesies Macaca lain yaitu Macaca radiata. Monyet bonnet
(M. radiata) dengan peringkat rendah memiliki frekuensi perkawinan yang tinggi
(Shively et al. 1982). Selain itu, tingginya perilaku seksual pada jantan peringkat
rendah juga disebabkan pemilihan pasangan kawin oleh betina. Betina juga dapat
menolak jantan dengan peringkat tinggi dan memilih jantan dengan peringkat
yang lebih rendah (Hemelrijk et al. 2008).
Rasio antara jantan dan betina dewasa di TWA Telaga Warna yang hampir
mencapai 1:1 juga mempengaruhi frekuensi perilaku seksual. Semakin banyak
jumlah betina dewasa, maka kompetisi antara jantan untuk mengakses betina juga
semakin rendah. Selain itu, semakin banyak jantan dewasa dalam satu kelompok
mengakibatkan jantan peringkat satu tidak dapat menjaga semua betina yang ada
di dalam satu kelompok. Hal ini mengakibatkan jantan-jantan dewasa dengan
peringkat lebih rendah memiliki kesempatan lebih tinggi untuk mengawini betina.
(Berard et al. 1993).
Frekuensi perilaku seksual yang dilakukan oleh betina juga tidak
dipengaruhi oleh tingkatan sosial. Hal ini terlihat dari banyaknya individu betina
berperingkat rendah yang melakukan presenting. Hal ini dapat disebabkan oleh
kondisi betina yang sedang estrus. Pada saat estrus frekuensi perilaku seksual
mengalami kenaikan dibandingkan saat tidak sedang estrus. Selama estrus, betina
mendekati jantan untuk melakukan perkawinan (Wolfe 1978). Cara betina
mendekati jantan adalah dengan melakukan presenting atau menaikkan ekor ke
arah jantan. Individu betina yang sering melakukan presenting di TWA Telaga
Warna adalah individu Jjn, Nay dan Eyw. Hal ini pun juga terjadi pada Macaca
fuscata yang berada di Arashiyama (Vasey et al. 2008). Kondisi estrus ini juga
mempengaruhi frekuensi mounting terhadap betina tersebut. Selama pengamatan
di Telaga Warna, ada empat betina yang sering dikawin oleh jantan dewasa, yaitu
Arm, Try, Jac dan Nay. Mereka memiliki peringkat lebih rendah dari Sr, betina
peringkat satu. Namun Sr jarang dikawin oleh monyet jantan karena sedang
bunting. Betina bunting cenderung tidak mau didekati oleh jantan (Nurhasanah
2007). Pada saat pengamatan, Try, Jac dan Nay beberapa kali mengalami estrus.
10
Selain itu, ketiga betina ini tidak dalam keadaan hamil atau pun menyusui
sehingga didekati oleh jantan. Hal ini menunjukkan bahwa saat estrus,
kemungkinan betina untuk dikawin lebih besar jika dibandingkan saat mereka
tidak estrus.
SIMPULAN
Frekuensi perilaku seksual paling banyak terjadi pada pagi hari antara pukul
07.00-11.00. Jantan yang sering melakukan mounting yaitu Al, Ip, Pe, dan Mx .
Betina yang memiliki frekuensi tinggi dalam menerima mounting yaitu Arm, Try,
Jac, dan Nay. Perilaku inspeksi merupakan perilaku seksual yang paling sering
dilakukan oleh M. fascicularis di Telaga Warna. Courtship paling sering
dilakukan oleh Al jantan peringkat pertama di Telaga Warna. Perilaku seksual
lebih tinggi pada saat estrus dibandingkan saat tidak etrus. Hirarki sosial tidak
berbanding lurus dengan perilaku seksual, kecuali pada perilaku courtship.
DAFTAR PUSTAKA
Berard J, Nurnberg P, Epplen JT, Schmidtke J. 1993. Male rank, reproductive
behavior and reproductive success in free-ranging rhesus macaques.
Primates. 34:481-489.
Englehardt A, Heistermann M, Hodges JK, Nurnberg P, Carsten N. 2006.
Determinants of male reproductive success in wild long tailed macaques
(Macaca fascicularis)-male monopolization, female mate choice or
postcopulatory mechanisms. Behav Ecol Sociobol. 59:704-752.
Fooden. 1995. Systematic Review of Southeast Asia Long Tail Macaques: Macaca
fascicularis (Raffles[1821]). Illnois (US): Field Museum of Natural
History.
Glick B. 1980. Ontogenetic and Psycobiological Aspect of Mating Activities of
Male Macaca radiate. New York (US): Van Nostrand Reinhold Company .
Hemelrijk CK, Wantia J, Isler K. 2008. Female dominance over males in
primates: self organisation and sexual dimorphism. PLos ONE [Internet].
[diunduh tahun 2013 bulan Juli tanggal 6]; 3(7):e2678:
10.371/journal.pone.0002678.
Karimullah, Annuar S. 2011. Social organization and mating system of Macaca
fascicularis (long tailed macaques). Int J. Biol. 3(2):23-31.
Martin P, Bateson PPG. 1993. Measuring Behaviour: An Introductory Guide.
United Kingdom (UK): Cambridge University Press.
Mulyati L. 2008. Perilaku seksual monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di
Bumi Perkemahan Cibubur, Jakarta [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Nila S. 2013. Dietary variation of long tailed macaques (Macaca fascicularis) in
Telaga Warna, Bogor, Jawa Barat [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
11
Nurhasanah. 2007. Perilaku seksual monyet ekor panjang (Macaca fascicularis)
di Cagar Budaya Ciung Wanara Ciamis Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
R Development Core Team. 2012. R: A Language and Environment for Statistical
Computing. R Fondation for Statistical Computing, Vienna, Austria. ISBN
3-900051-07-0. http://www.rproject.org/. [27 Oktober 2012].
Shively C, Clarke S, King N, Schapiro S, Mitchell G. 1982. Patterns of sexual
behaviour in male macaques. Am J Primatol. 2:373-384.
Vasey PL, Rains D, VanderLaan DP, Duckworth N, Kovacovsky SD. 2008.
Courtship behavior in Japanese macaques during heterosexual and
homosexual consortships. Behav Proccess. 78:401-407.
Wolfe L. 1978. Age and sexual behaviour of japanese macaques (Macaca fuscata).
Arch Sex Behav. 7(1):55-67.
Zhao Qi-Kun. 1993. Sexual behavior of Tibetan macaques at Mt. Emei, China.
Primates. 34(4):431-444.
12
Lampiran 1 Peta kawasan Puncak, Kabupaten Bogor
Lampiran 2Matriks replacement individu jantan M.fascicularis di TWA Telaga
Warna, Bogor
Penerima
Al
An
Mx
Ip
Ap
Jk
Rb
Ra
Pe
Pt
Total
Peringkat
Pelaku
Al
An
Mx
Ip
Ap
Jk
Rb
Ra
Pe
Pt
**
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5
**
1
0
0
0
0
0
0
0
3
3
**
0
0
0
0
0
0
0
2
3
2
**
0
0
0
0
0
0
3
2
1
1
**
0
0
0
0
0
1
1
1
3
1
**
0
0
0
1
1
2
2
1
1
1
**
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
**
1
0
1
3
1
1
2
1
1
1
**
0
2
3
1
1
2
1
1
2
1
**
19
18
10
8
7
4
3
4
3
1
Total
0
6
6
7
8
6
9
8
11
15
77
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
13
Lampiran 3 Matriks replacement individu betina M.fascicularis di TWA Telaga
Warna, Bogor
Penerima
Sr
Arm
Try
Rbc
Eyw
Kcm
Nnk
Fi
Jac
Jjn
Okt
Nay
Total
**
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4
**
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
6
6
3
**
0
1
0
0
0
0
0
0
0
10
4
2
2
**
1
0
0
0
0
0
1
0
10
3
2
1
1
**
0
0
0
0
0
0
0
7
3
2
2
1
1
**
1
1
1
1
2
1
16
3
2
3
2
2
1
**
1
1
1
1
0
17
4
1
1
0
1
0
0
**
1
1
0
0
9
5
2
2
2
1
0
1
1
**
1
0
0
15
2
1
2
1
1
0
0
1
0
**
0
0
8
3
1
1
3
1
0
1
1
1
1
**
1
14
3
1
1
1
1
0
1
0
0
0
1
**
9
40
17
16
11
10
1
4
5
4
5
5
2
120
Peringkat
Pelaku
Sr
Arm
Try
Rbc
Eyw
Kcm
Nnk
Fi
Jac
Jjn
Okt
Nay
Total
1
2
3
4
5
12
11
6
9
7
8
10
14
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 6 Juni 1991 dari ayah Ahmad
Kona’i dan ibu Een Rukaenah. Penulis adalah puteri ketiga dari tiga bersaudara.
Pada tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 8 Bogor dan pada tahun yang
sama penulis diterima masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan
diterima di Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam.
Selama mengikuti perkulihan penulis pernah melakukan Studi Lapangan
pada tahun 2011 dengan judul Ekosistem Gua di Hutan Pendidikan Gunung Walat
lalu penulis juga pernah melakukan Praktik Lapangan pada tahun 2012 di
BBalitvet dengan judul Nekropsi dan Histopatologi Organ Ayam. Penulis aktif
mengikuti organisasi Uni Konservasi Fauna (UKF) pada tahun 2009 hingga 2012.
Selama mengikuti organisasi penulis menjadi bendahara Divisi Konservasi Eksitu
pada tahun 2010-2011, menjadi bendahara acara UKF Join with Children pada
tahun 2011 dan menjadi anggota tim Slow Loris Social Awareness kerjasama
UKF IPB dengan IAR (International Animal Rescue) Indonesia.
Download