Republik Indonesia Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) DIREKTORAT OTONOMI DAERAH DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN REGIONAL DAN OTONOMI DAERAH 2012 BAPPENAS LAPORAN AKHIR KAJIAN KAPASITAS DAERAH DALAM PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) DIREKTORAT OTONOMI DAERAH, DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN REGIONAL DAN OTONOMI DAERAH 2012 Pengarah: Wariki Sutikno Tim Penyusun: Antonius Tarigan Daryll Ichwan Akmal Asep Saepudin Sudira Taufiq Hidayat Putra Mohammad Roudo Ervan Arumansyah Jayadi Alen Ermanita Alfia Oktivalerina Sukarso Perdana Nusawan Rufita Sri Hasanah Tim Pendukung : Mira Berlian Bakat Supradono Suharyono Diterbitkan Oleh : Direktorat Otonomi Daerah, Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah, Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) Jl. Taman Suropati No. 2 Jakarta 10310 Telp/Fax : 021 – 31935289 Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 i Sebagai bagian dari pelaksanaan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) utama Kementerian PPN/Bappenas, Direktorat Otonomi Daerah, Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah-Bappenas, melaksanakan kegiatan pengkajian (studi) yang pada tahun anggaran 2012 mengambil tema “Kajian Kapasitas Daerah dalam Pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal (SPM)”. Kegiatan ini sebagaimana berdasarkan Peraturan Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas Nomor: PER:05/M.PPN/10/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, khususnya yang menjadi tugas pokok dan fungsi Direktorat Otonomi Daerah. Buku Laporan kegiatan Kajian Kapasitas Daerah dalam Pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal (SPM) ini disusun dengan dilatar belakangi disparitas kapasitas daerah dalam melaksanakan pelayanan dasar di era otonomi daerah menunjukkan tingkat kesenjangan yang cukup tinggi. Namun, di sisi lain, daerah harus tetap melaksanakan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang sama. Hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi perumusan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan desentralisasi dan otonomi daerah ke depannya, berdasarkan hasil analisis terhadap isu-isu, permasalahan, dan tantangan yang sedang dan akan dihadapi, khususnya dalam rangka peningkatan standar pelayanan minimal di daerah. Buku Laporan Akhir kegiatan Kajian Kualitas Belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (ABPD) ini terdiri dari 5 (lima) bab yang meliputi Pendahuluan, Tinjauan Teoretis dan Regulasi, Metode Penelitian, Hasil Pembahasan, serta bab Kesimpulan dan Rekomendasi. Kami berharap studi ini dapat menjadi bahan masukan bagi perumusan kebijakan strategis di bidang desentralisasi dan otonomi daerah, khusus terkait dengan peningkatan standar pelayanan minimal di daerah. Selain itu, kajian ini dilakukan dengan mengelaborasi isu dan permasalahan di tingkat pusat serta dengan memperhatikan perkembangan dan aspirasi di daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah. Hal ini karena stakeholders proses desentralisasi dan Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 ii otonomi daerah tidak hanya pemerintah pusat. Diharapkan hasil dari kegiatan kajian ini dapat memberikan masukan yang bermanfaat, terutama yang berkaitan dengan analisis dan gambaran ringkas mengenai kapasitas daerah dalam pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal (SPM) di daerah-daerah lokasi kajian pada khususnya dan pengembangan SPM daerah-daerah lain pada umumnya. Kami menyadari masih terdapat beberapa kekurangan dan keterbatasan dalam hal format/tampilan, maupun kelengkapan datanya (daerah dan waktu-time series). Namun demikian, diharapkan laporan akhir kajian ini dapat memberikan manfaat dalam mendukung kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah ke depan. Selanjutnya kami mengharapkan saran dan masukan dari semua pihak untuk perbaikan laporan ini di masa yang akan datang. Saran dan masukan tersebut dapat disampaikan kepada Sekretariat Direktorat Otonomi Daerah Bappenas, Jln. Taman Suropati No. 2 Jakarta 10310; tel./fax : (021) 31935289. Jakarta, Desember 2012 Direktur Otonomi Daerah, Bappenas Wariki Sutikno Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 iii Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) di daerah masih dalam tahap sosialisasi, sementara dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010 – 2014, pada tahun 2014 implementasi SPM sudah harus memasuki tahap monitoring dan evaluasi. Dengan latar belakang seperti itu, kajian ini menganalisis sejauhmana beberapa bidang SPM yang telah ditetapkan oleh Kementerian/Lembaga yang bersifat workable serta seberapa besar disparitas kemampuan daerah dalam melaksanakan SPM yang telah ditetapkan oleh Kementerian/Lembaga dengan mengambil sampel 3 Provinsi serta 3 Kabupaten/Kota. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan aspekaspek yang dikaji belum menunjukkan kapasitas yang sesuai dengan proses implementasi SPM. Dari empat aspek yang dikaji dimulai dari tahap persiapan, pengintegrasian, persiapan pembelanjaan, dan penyampaian informasi, ternyata belum ada satupun yang sudah dilaksanakan secara eksplisit dalam dokumen perencanaan dan pembiayaan. Meskipun demikian, pelayanan dasar yang sudah direncanakan dan dilaksanakan sebenarnya di ketiga lokasi kajian sudah ada yang berjalan dengan baik pada pendidikan dasar, kesehatan, maupun lingkungan hidup. Dalam hal ini, pada Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011, KUAPPA 2011 dan RPJMD 2009 – 2014 di masing-masing lokasi kajian sudah mencantumkan ketiga pelayanan dasar tersebut, namun tidak secara eksplisit merupakan pelaksanaan SPM masing-masing bidang tersebut. Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 iv TIM PENYUSUN .... ..................................................................................................... KATA PENGANTAR ..................................................................................................... ABSTRAK ................................................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................................. DAFTAR TABEL ........................................................................................................... DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... i ii iv v vii vii BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1.1. Latar Belakang ............................................................................... 1.2. Tujuan dan Sasaran ........................................................................ 1.3. Hasil yang Diharapkan . .................................................................. 1.4. Ruang Lingkup Kegiatan ................................................................. 1.5. Sistematika Penulisan ..................................................................... I–1 I–1 I–2 I–2 I–2 I–3 BAB II TINJAUAN TEORETIS DAN REGULASI ................................................. II – 1 2.1. Konsep dan Latar Belakang Penerapan SPM ................................. II – 1 2.2. Kerangka Kebijakan dan Regulasi SPM di Indonesia. ..................... II – 3 BAB III METODE PENELITIAN ....................................................................... 3.1. Lokasi Kajian .................................................................................. 3.2. Sasaran dan Sampel Kajian ............................................................. 3.3. Fokus Kajian .................................................................................... 3.4. Instrumen Kajian/Metode Pengambilan Data................................ 3.5. Metode/Pendekatan Kajian............................................................ III – 1 III – 1 III – 3 III – 3 III – 4 III – 4 BAB IV HASIL PEMBAHASAN ........................................................................ 4.1. Deskripsi Ringkas Lokasi Kajian ...................................................... 4.2. Kapasitas Daerah dalam Pelaksanaan SPM .................................... 4.2.1. Kapasitas daerah dalam tahap persiapan rencana pencapaian SPM ................................................................ 4.2.2. Kapasitas daerah dalam pengintegrasian rencana dan dokumen perencanaan ..................................................... 4.2.3. Kapasitas daerah dalam pembelanjaan penerapan SPM.. 4.2.4. Kapasitas daerah dalam tahap penyampaian informasi ... 4.3. Pembahasan ................................................................................... IV – 1 IV – 1 IV – 2 Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 IV – 2 IV – 8 IV – 9 IV – 9 IV – 9 v BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI .................................................... V – 1 5.1. Kesimpulan .................................................................................... V – 1 5.2. Rekomendasi ................................................................................ V – 2 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. LAMPIRAN ...................................................................................................... Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 vi Halaman Tabel 2.1. Target Pencapaian SPM dalam RPJMN 2010-2014 .............................. II – 3 Tabel 3.1. Lokasi Kajian ......................................................................................... III – 1 Tabel 3.2. Sasaran dan Informen Kajian ................................................................ III – 3 Tabel 4.1. Deskripsi Lokasi Kajian .......................................................................... IV – 1 Tabel 4.2. Hasil FGD dan Wawancara di Kabupaten Pontianak ............................ IV – 2 Tabel 4.3. Hasil FGD dan Wawancara di Kota Padang .......................................... IV – 3 Tabel 4.4. Hasil FGD dan Wawancara di Kota Salatiga.......................................... IV – 4 Halaman Gambar 2.1. Mekanisme Pengintegrasian SPM ke dalam Dokumen Perencanaan Daerah ............................................................................................. II – 5 Gambar 2.2. Mekanisme Pengintegrasian SPM ke dalam RAPBD .......................... II – 6 Gambar 2.3. Mekanisme Sistem Pengelolaan Data dan Informasi SPM ................ II – 7 Gambar 2.4. Skema Pelaksanaan SPM di daerah ................................................... II – 8 Gambar 3.1. Profil Keuangan Daerah Sampel Kajian.............................................. III – 2 Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 vii BAB PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang Pelaksanaan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, sebagaimana UndangUndang No. 22 Tahun 1000 tentang Pemerintahan Daerah, yang kemudian disempurnakan dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah memunculkan berbagai permasalahan dan tantangan baru. Praktik otonomi daerah yang sudah berjkalan tidak menjamin pemerintah daerah mampu memberikan pelayanan publik yang berkualitas kepada masyarakat. Kesiapan daerah untuk melaksanakan tugas pelayanan ini yang telah dilimpahkan relatif terbatas. Naik dari segi sumberdaya aparatur, kelembagaan, maupun keuangannya. Koordinasi dengan pusat untuk melaksanakan urusan yang bersifat concurrent pun masih belum diimplementasikan secara optimal. Menyikapi kondisi obyektif tersebut dirasa perlu adanya upaya untuk membuat sebuah standard untuk penyampaian pelayanan ini. Pemerintah saat ini sedang mencoba memfokuskan pada penyusunan Standar Pelayanan Minimal (SPM) di masing-masing Kementerian/Lembaga yang dikategorikan menangani urusan wajib berdasarkan PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan. Dalam PP tersebut jelas diatur bahwa 26 urusan wajib pemerintah harus dijabarkan melalui SPM. Penetapan dan penerapan SPM ini sudah ditargetkan secara khusus pencapaiannya dalam prioritas nasional 1 RPJMN 2010 – 2014 tentang Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola. Dalam prioritas nasional ini, ditargetkan 5 SPM harus diterapkan didaerah pada tahun 2010 dan penerapan 10 SPM pada tahun 2011. Berdasarkan gambaran kondisi di atas, untuk melihat sejauh mana SPM ini dapat diimplementasikan oleh daerah maka pada tahun 2012 Direktorat Otonomi Daerah memunculkan inisiasi untuk melakukan kajian terkait dengan kapasitas daerah dalam melaksanakan Standar Pelayanan Minimal yang sudah ditetapkan oleh beberapa Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 I-1 Kementerian/Lembaga. Kajian ini penting untuk dilaksanakan mengingat disparitas kapasitas daerah dalam melaksanakan pelayanan dasar di era otonomi daerah menunjukkan kesenjangan yang cukup tinggi. Di sisi lain, daerah harus tetap melaksanakan SPM yang sama. Oleh karena itu, kajian ini mencoba untuk menganalisis bagaimana kapasitas daerah dalam pelaksanaan SPM. 1.2. Tujuan Dan Sasaran TUJUAN dari Kajian tentang kapasitas daerah dalam melaksanakan Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah : 1. Mengkaji sampai sejauhmana beberapa SPM yang telah ditetapkan oleh K/L yang bersifat workable. 2. Melihat disparitas kemampuan daerah dalam melaksanakan Standar Pelayanan Minimal yang telah ditetapkan oleh K/L Ada pun SASARAN yang hendak dicapai, yaitu: 1. Teridentifikasinya kekuatan dan kelemahan dari SPM yang telah ditetapkan oleh masing-masing K/L 2. Teridentifikasinya disparitas kemampuan daerah dalam melaksanakan SPM 3. Teridentifikasinya faktor pendukung dan penghambat dalam implementasi SPM di daerah 1.3. Hasil Yang Diharapkan Dari hasil kajian ini diharapkan dapat diperoleh hasil analisis dari kapasitas daerah dalam melaksanakan SPM selama ini. 1.4. Ruang Lingkup Kajian Kajian ini meliputi beberapa kegiatan, yaitu: a. inventarisasi data di tingkat pusat; b. diskusi intern tim kajian; c. pengambilan data di daerah sample kajian dengan daftar pertanyaan yang didukung wawancara, FGD dan analisis dokumen; Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 I-2 d. FGD di tingkat pusat; e. Seminar hasil kajian; Ruang lingkup bidang SPM dan lokasi yang menjadi sampel Kajian ini adalah : a. SPM Pendidikan b. SPM Kesehatan c. SPM PU Adapun lokasi kajian yang dipilih secara acak ini adalah: 1) Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat 2) Kota salatiga, Provinsi Jawa Tengah 3) Kabupaten Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat 1.5. Sistematika Penulisan Laporan kajian ini ditulis dengan sistematika sebagai berikut. Pada bab pertama, dijelaskan mengenai latar belakang dan tujuan, dan ruang lingkup dari kajian ini. Pada bab selanjutnya, bab kedua, diuraikan tinjauan pustaka yang menjadi dasar konseptual bagi kajian ini. Pada bab tiga dijelaskan metodologi yang dipakai dalam melakukan kajian ini. Sedangkan pada bab keempat diuraikan hasil kajian lapangan, yang terdiri dari deskripsi lokasi, deskripsi SPM dan deskripsi focus kajian, yaitu pelaksanaan SPM di daerah sample penelitian. Akhirnya pada bab lima diuraikan kesimpulan kajian dan rekomendasi bagi kebijakan tentang SPM selanjutnya. Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 I-3 BAB TINJAUAN TEORITIS DAN REGULASI 2 2.1 Konsep Dan Latar Belakang Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Sejak dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah terjadi perubahan besar pada sistem pemerintahan di Indonesia. Sistem pemerintahan yang sebelumnya terpusat (sentralistis) bergeser menjadi desentralistis dimana seluruh urusan diserahkan kepada pemerintah daerah kecuali 6 kewenangan mutlak pemerintah pusat yaitu dalam bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional dan agama. Tujuan utama dari kerangka desentralisasi yang termuat juga dalam UU No. 22 Tahun 1999 diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prinsip desentralisasi ini mempertimbangkan fakta bahwa efisiensi dan diselenggarakan efektivitas secara penyelenggaraan sentralistis pemerintahan mengingat kondisi daerah geografis, tidak dapat kompleksitas perkembangan masyarakat dan keanekaragaman daerah, kemajemukan struktur sosial dan budaya lokal, peluang dan tantangan persaingan global serta adanya tuntutan demokratisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan. UU No. 22 Tahun 1999 kemudian direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004 karena dianggap terlalu cepat untuk memberikan kewenangan yang seluas-luasnya pada Kabupaten/Kota. Dalam UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dibagi pembagian urusan yang terdiri dari urusan mutlak dan urusan bersama (concurrent) antara Pemerintah, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Urusan bersama tersebut dibagi lagi menjadi urusan wajib dan pilihan. Dalam upaya meningkatkan pelayanan publik yang dapat dijangkau oleh masyarakat, semua aspek/sektor dalam urusan wajib yang dikategorikan sebagai pelayanan dasar harus disusun Standar Pelayanan Minimal (SPM) Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 II - 1 sebagai acuan standar kuantitas dan kualitas pelayanan yang harus diberikan kepada masyarakat. Standar Pelayanan Minimal diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 yang memuat ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Rencana pencapaian SPM di daerah mengacu pada batas waktu pencapaian SPM secara Nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah. SPM dalam pelaksanaannnya ditujukkan untuk meningkatkan pelayanan publik di era desentralisasi sangat memegang peranan penting dan juga sebagai salah satu indikator kesejahteraan masyarakat. Oentarto, dkk (2007) menyatakan bahwa SPM memiliki nilai yang sangat strategis baik bagi pemerintah maupun masyarakat.1 Munculnya SPM memungkinkan bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan kegiatannya secara “lebih terukur”. SPM dapat dijadikan tolak ukur (benchmark) dalam penetuan biaya yang diperlukan untuk membiayai penyediaan pelayanan. Adapun yang dimaksud dengan tolak ukur penyedia layanan ialah kondisi optimal yang dapat dicapai oleh penyedia layanan (dalam hal ini adalah pemerintah daerah) yang ditentukan oleh sumber daya yang dimiliki, seperti sumber daya manusia, pembiayaan serta sumber daya pendukung lainnya. Selain itu, dengan adanya SPM yang disertai tolok ukur pencapaian kinerja yang logis dan riil akan memudahkan bagi masyarakat untuk memantau kinerja aparatnya, sebagai salah satu unsur terciptanya penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Konsep penerapan Standar Pelayanan Minimal ini sangat berkaitan erat dengan konsep manajemen kinerja dimana hal tersebut terkait dengan sebuah sistem yang terintegrasi dan mendukung dalam pengambilan keputusan, peningkatan kualitas pelayanan dan pelaporan. Sejalan dengan hal itu, Rogers (1990:17) menyatakan bahwa manajemen kinerja merupakan sebuah kesatuan perencanaan dan prosedur yang menydiakan hubungan antara masing-masing individu dan strategi dalam organisasi tersebut untuk mencpai tujuan yang diinginkan.2 Terkait dengan konsep manajemen kinerja tersebut, maka dalam pencapaian standar pelayanan minimal untuk jangka waktu tertentu ditentukan berdasarkan batas awal pelayanan (baseline) dan target pelayanan yang akan dicapai. 1 2 Oentarto, dkk. 2004. Menggagas Format Otonomi Daerah Masa Depan. Jakarta: Samitra Media Utama. Rogers, Steve. 1990. Performance Management in Local Government. Great Britania: Longman Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 II - 2 2.2 Kerangka Kebijakan Dan Regulasi Standar Pelayanan Minimal di Indonesia Target pencapaian SPM tertuang dalam Rencana Panjang Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010 – 2014. SPM dalam RPJMN 2010 - 2014 merupakan salah satu bagian dari prioritas pertama dari 11 prioritas nasional, yaitu reformasi birokrasi dan tata kelola. Prioritas reformasi birokrasi dan tata kelola menginginkan terjadinya pemantapan tata kelola pemerintahan yang lebih baik melalui terobosan kinerja secara terpadu, penuh integritas, akuntabel, taat kepada hukum yang berwibawa, dan transparan. Hal itu kemudian didukung dengan peningkatan kualitas pelayanan publik yang ditopang oleh efisiensi struktur pemerintah di pusat dan di daerah, kapasitas pegawai pemerintah yang memadai dan data kependudukan yang baik. Tabel 2.1. Target Pencapaian Standar Pelayanan Minimal dalam RPJMN 2010 - 2014 Sasaran Tersusunnya SPM bidang lain yang belum diterbitkan sampai akhir 2009 Penetapan jumlah SPM Jumlah Penerapan SPM Meningkatnya implementasi Urusan Pemerintahan Daerah dan Standar Pelayanan Minimal (SPM) di daerah Target Capaian Indikator 2010 2011 13 SPM 15 SPM 5 SPM 10 SPM jumlah bidang SPM yang dimonitor penerapannya jumlah bidang SPM yang telah dievaluasi penerapannya 2012 2013 2014 15 SPM 15 Bidang SPM 15 Bidang SPM Sumber: Matriks Buku 1 RPJMN 2010 – 2014 Pada tahun 2012, sebanyak 15 SPM telah tersusun diantaranya adalah SPM bidang kesehatan, lingkungan hidup, pemerintahan dalam negeri, sosial, perumahan, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, keluarga berencana dan keluarga sejahtera, pendidikan, ketahanan pangan, ketenagakerjaan, pekerjaan umum, kesenian, komunikasi dan informatika, perhubungan dan penanaman modal. Peraturan terkait dengan indikator dan target pencapaian SPM dituangkan dalam Paraturan Menteri masing-masing bidang SPM. Besaran dan batas waktu pencapaian SPM ditetapkan oleh Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 II - 3 masing-masing Kementerian/Lembaga yang menjadi salah satu acuan bagi pemerintah daerah untuk menyusun perencanaan dan penganggaran penyelenggaraan daerah. Dalam PP 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) menyatakan bahwa Pemerintah Daerah dalam menentukan rencana pencapaian dan penerapan SPM mempertimbangkan kondisi awal tingkat pencapaian pelayanan dasar, target pelayanan dasar yang akan dicapai, dan kemampuan, potensi, kondisi, karakteristik, prioritas daerah dan komitmen nasional. Rencana pencapaian SPM di daerah mengacu pada batas waktu pencapaian SPM dengan memperhatikan analisis kemampuan dan potensi daerah, dan dilaksanakan secara bertahap berdasarkan kebutuhan daerah. Kemampuan dan potensi daerah meliputi kepegawaian, kelembagaan, kebijakan, sarana dan prasarana, keuangan, sumber daya alam dan partisipasi swasta/masyarakat. Faktor kemampuan dan potensi daerah sebagaimana dimaksud di atas digunakan untuk menganalisis penentuan status awal terkini dari pencapaian pelayanan dasar di daerah, perbandingan antara status awal dengan target pencapaian dan batas waktu pencapaian SPM yang ditetapkan oleh pemerintah, perhitungan pembiayaan atas target pencapaian SPM, analisis standar belanja kegiatan terkait SPM, satuan harga kegiatan, perkiraan kemampuan keuangan dan pendekatan penyediaan pelayanan dasar yang memaksimalkan sumber daya daerah. Permendagri No 79/2007 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pencapaian Standar Pelayanan Minimal telah mengatur penerapan standar pelayanan minimal di daerah dimana harus melalui 4 tahapan, yaitu: 1. Persiapan rencana pencapaian SPM. Dalam tahap ini, pemerintah daerah menentukan rencana pencapaian dan penerapan SPM dengan mempertimbangkan kondisi awal tingkat pencapaian pelayanan dasar; target pelayanan dasar yang akan dicapai; dan kemampuan, potensi, kondisi, karakteristik, prioritas daerah dan komitmen nasional. Untuk menentukan gambaran kondisi awal rencana pencapaian dan penerapan SPM, Pemerintah Daerah wajib menyusun, mengkaji dan menganalisis database profil pelayanan dasar. Selanjutnya, rencana pencapaian SPM dan target tahunan menjadi dasar untuk dimasukkan ke dalam dokumen perencanaan (RPJMD, Renstra SKPD, RKPD, Renja SKPD). Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 II - 4 2. Pengintegrasian rencana SPM dalam dokumen perencanaan. Pemerintah daerah dalam menyusun rencana pencapaian SPM dituangkan dalam RPJMD dan dijabarkan dalam target tahunan pencapaian SPM. Kemudian, rencana pencapaian SPM menjadi salah satu faktor dalam menyusun Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas Plafond Anggaran (PPA). Gambar 2.1. Mekanisme Pengintegrasian Standar Pelayanan Minimal ke dalam Dokumen Perencanaan Daerah SPM Kondisi Umum Daerah Analisis keuangan & kondisi umum daerah Menjadi acuan dalam penyusunan Renja - SKPD RKA - SKPD RKPD Rancangan RPJMD Renja – SKPD 1. Visi, misi & tujuan 2. Strategi & kebijakan 3. Program indikasi kegiatan, prestasi kerja berbasis SPM Penetapan Perda tentang RPJMD 1. Urusan pemerintahan kewenangan daerah 2. Faktor geografis 3. Perekonomian daerah 4. Kondisi sosial dan budaya 5. Prasarana dan sarana 6. Pemerintahan umum 7. Prestasi kerja pelayanan publik berbasis SPM 1. Strategi pembangunan daerah 2. Arah kebijakan keuangan daerah 3. Program prioritas daerah 3. Mempersiapkan mekanisme pembelanjaan penerapan SPM dan perencanaan pembiayaan SPM. Nota kesepakatan tentang KUA dan PPA yang disepakati bersama antara kepala daerah dengan pimpinan DPRD wajib memuat target pencapaian dan penerapan SPM. Nota kesepakatan tersebut menjadi dasar dalam penyusunan RKS-SKPD dengan menggunakan pendektan kerangka pengeluaran jangka menengah daerah, penganggaran terpadu dan penganggaran tahunan berdasarkan tingkat prestasi kerja yang mengacu pada rencana pencapaian dan penerapan SPM. Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 II - 5 Gambar 2.2. Mekanisme Pengintegrasian SPM ke dalam RAPBD 4. Penyampaian informasi rencana dan realisasi pencapaian target tahunan SPM. Rencana pencapaian target tahunan SPM dan realisasinya merupakan bagian dari Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD). Rencana pencapaian target tahunan SPM dan realisasinya sebaiknya dipublikasikan kepada masyarakat. Gambar 2.3. Mekanisme Sistem Pengelolaan Data dan Informasi SPM Kementerian terkait bidang SPM Badan/dinas terkait bidang SPM Propinsi Badan/dinas terkait bidang SPM Kab/Kota Pemda Kabupaten/Kota (Bupati/Walikota) Tingkat Kabupaten/kota Unit pelayanan Unit pelayanan Unit pelayanan Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 Unit pelayanan Unit pelayanan II - 6 Berdasarkan uraian tersebut di muka, maka proses implementasi penerapan SPM meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut. Tahap pertama yaitu tahap persiapan rencana pencapaian SPM. Tahap ini pemerintah daerah menentukan rencana pencapaian pelayanan dasar, target pelayanan dasar yang akan dicapai, kemampuan dan potensi serta karakteristik daerah. Tahap berikutnya adalah pengintergrasian rencana SPM dalam dokumen perencanaan. Dalam tahap ini pemerintah daerah menyusun rencana pencapaian SPM dan dituangkan dalam RPJMD serta dijabarkan target pencapaian SPM tahunan. Tahap ketiga adalah mempersiapkan mekanisme pembelanjaan penerapan SPM dan rencana pembiayaan SPM. Target pencapaian dan penerapan SPM dimuat dalam nota kesepakatan tentang KUA-PPA antara kepala daerah dan pimpinan DPRD. Tahap selanjutnya, terakhir, adalah penyampaian informasi rencana dan realisasi target tahunan SPM dalam Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD) dan dipublikasikan kepada masyarakat. Dengan demikian, kapasitas dearah dalam penerapan SPM adalah kemampuan daerah dalam melaksanakan tahapan-tahapan dalam penerapan SPM tersebut. Bagaimana pemerintah daerah dalam mempersiapkan rencana pencapaian SMP yang meliputi penentuan rencana pencapaian pelayanan dasar, target pelayanan dassar, dan identifikasi kemampuan, potensi, dan karakteristik daerah. Selanjutnya bagaimana pemerintah daerah mengintegrasikan rencana pencapaian target SMP ke dalam dokumen perencanaan, dala hal ini, APBD dan RPJMD. Kemudian pada tahap berikutnya, bagaimana pemerintah daerah mempersiapkan mekanisme pendanaannya, dan terakhir, bagaimana pemerintah daerah menyampaikan informasi rencana target dan pencapaiannya kepada pihak lain, terutama masyarakat. Dalam hal ini rangkaian proses penerapan SPM di daerah sebagai kerangka pemikiran dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut. Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 II - 7 Gambar 2.4. Skema Pelaksanaan SPM di Daerah Tahap Persiapan Rencana Pencapaian SPM a. Penentuan rencana pencapaian pelayanan dasar, b. Penentuan target pelayanan dasar yang akan dicapai serta c. idendifikasi kemampuan, potensi, dan karakteristik daerah Tahap Pengintegrasian Rencana SPM dalam Dokumen Perencanaan Tahap Persiapan Mekanisme Pembelanjaan Penerapan SPM Tahap Penyampaian Informasi Rencana dan Realisasi Target Tahunan SPM Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 II - 8 BAB METODE PENELITIAN 3 3.1. Lokasi Kajian Lokasi kajian ditentukan dengan pertimbangan proporsi besaran APBD dan representasi (secara random) tiga wilayah dari enam wilayah (Sumatera, Jawa dan Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku dan NTT, serta Papua), maka didapat tiga wilayah, yaitu Wilayah Sumatera, Wilayah Jawa, dan Wilayah Kalimantan. Dari masingmasing wilayah tersebut diambil sampel lokasi provinsi secara random didapat Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Jawa Tengah, dan Provinsi Kalimantan Barat. Dari masingmasing provinsi diambil secara purposif masing-masing satu darah kabupaten/kota dengan pertimbangan nilai APBD terbesar atau terkecil. Masing-masing lokasi yang terpilih adalah Kota Padang untuk Provinsi Sumatera Barat, Kota Salatiga untuk Provinsi Jawa Tengah, dan Kabupaten Pontianak untuk provinsi Kalimantan Barat. Lokasi kajian terpilih ini dapat diperiksa pada tabel berikut ini Tabel 3.1. Lokasi Kajian No. Provinsi Kabupaten/Kota Keterangan 1. Sumatera Barat Kota Padang APBD besar 2. Jawa Tengah Kota Salatiga APBD kecil 3. Kalimantan Barat Kabupaten Pontianak APBD kecil Dengan pertimbangan besarnya APBD dan atau PAD serta karakteristik wilayah, maka lokasi kajian ini secara random dipilih tiga Kabupaten/Kota pada tiga provinsi yang berbeda. Provinsi Jawa Tengah, dipilih Kota Salatiga, Provinsi Kalimantan Barat, dipilih Kabupaten Pontianak, dan Provinsi Sumatera Barat dipilih Kota Padang. Kota Salatiga mewakili wilayah kota yang kecil dengan APBD relatif kecil, Kabupaten Pontianak Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 III - 1 mewakili wilayah kabupaten yang luas dengan katerbatasan APBD, dan Kota Padang mewakili wilayah perkotaan yang relatif besar dengan APBD yang relatif cukup tinggi. Gambar 3.1. Profil Keuangan Daerah Sampel Kajian Profil Keuangan Daerah Provinsi Jawa Tengah KEMENTERIAN PPN/ BAPPENAS PAD, Dana Perimbangan, DBH, DAU, DAK dan Total Pendapatan Tahun 2011 Seluruh Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah 1,800,000 1,600,000 1,400,000 1,200,000 1,000,000 PAD 800,000 Dana Perimbangan 600,000 Dana bagi hasil pajak/bagi hasil bukan pajak Dana alokasi umum 400,000 Dana alokasi khusus 200,000 Kab. Banjarnegara Kab. Banyumas Kab. Batang Kab. Blora Kab. Boyolali Kab. Brebes Kab. Cilacap Kab. Demak Kab. Grobogan Kab. Jepara Kab. Karanganyar Kab. Kebumen Kab. Kendal Kab. Klaten Kab. Kudus Kab. Magelang Kab. Pati Kab. Pekalongan Kab. Pemalang Kab. Purbalingga Kab. Purworejo Kab. Rembang Kab. Semarang Kab. Sragen Kab. Sukoharjo Kab. Tegal Kab. Temanggung Kab. Wonogiri Kab. Wonosobo Kota Magelang Kota Pekalongan Kota Salatiga Kota Semarang Kota Surakarta Kota Tegal - KEMENTERIAN PPN/ BAPPENAS 1,000,000 15 Profil Keuangan Daerah Provinsi Kalimantan Barat PAD, Dana Perimbangan, DBH, DAU, DAK dan Total Pendapatan Tahun 2011 Seluruh Kabupaten di Provinsi Kalimantan Barat 900,000 800,000 700,000 600,000 PAD 500,000 Dana Perimbangan Dana bagi hasil pajak/bagi hasil bukan pajak 400,000 Dana alokasi umum 300,000 Dana alokasi khusus Total Pendapatan 200,000 100,000 - 17 Profil Keuangan Daerah Provinsi Sumatera Barat KEMENTERIAN PPN/ BAPPENAS PAD, Dana Perimbangan, DBH, DAU, DAK dan Total Pendapatan Tahun 2011 Seluruh Kabupaten di Provinsi Padang 1,200,000 1,000,000 800,000 PAD 600,000 Dana Perimbangan 400,000 Dana bagi hasil pajak/bagi hasil bukan pajak 200,000 Dana alokasi umum Dana alokasi khusus Kab. Solok Selatan Kab. Dharmasraya Kota Solok Kota Pariaman Kab. Pasaman Barat Kota Sawahlunto Kota Padang Kota Payakumbuh Kota Bukit Tinggi Kota Padang Panjang Kab. Solok Kab. Sijunjung Kab. Tanah Datar Kab. Pasaman Kab. Pesisir Selatan Kab. Padang Pariaman Kab. Agam Kab. Kepulauan Mentawai Kab. Limapuluh Kota - Total Pendapatan 13 Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 III - 2 3.2. Sasaran dan Sampel Kajian Sasaran kajian ini adalah semua stakeholders dalam proses pelaksanaan SPM di masing-masing lokasi kajian. Sasaran ini meliputi Bappeda dan Sekda masing-masing lokasi kajian. Sedangkan Sampel dalam kajian ini ditentukan secara purposif, yaitu bagian atau orang yang paling mengetahui proses pelaksanaan SPM di masing-masing lokasi sasaran kajian. Dengan metode purposif, sampel dalam kajian ini adalah sebagai berikut. Tabel 3.2. Sasaran dan Informen Kajian No. 1. Sasaran Sekretariat Daerah Informen Sekda/Assekda Kepala Bagian Organisasi 2. Bappeda Ketua/Sekretaris/Kabid 3. SKPD Dinas Pendidikan Dinas Kesehatan Dinas Pekerjaan Umum Kantor/Biro Statistik Dinas Lingkungan Hidup Dinas lainnya terkait. 3.3. Fokus Kajian Sebagaimana telah diuraikan di Tinjauan Pustaka tentang penerapan SPM di daerah di muka, maka fokus dalam kajian ini adalah sebagai berikut. 1) Tahap Persiapan Rencana Pencapaian SPM, dengan aspek-aspek: a. Penentuan rencana pencapaian rencana pelayanan dasar, b. Penentuan target pelayanan dasar yang akan dicapai serta c. Idendifikasi kemampuan, potensi, dan karakteristik daerah 2) Tahap Pengintegrasian Rencana SPM dalam Dokumen Perencanaan (RPJMD) 3) Tahap Persiapan Mekanisme Pembelanjaan Penerapan SPM (KUA-PPA) 4) Tahap Penyampaian Informasi Rencana dan Realisasi Target Tahunan SPM Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 III - 3 3.4. Instrumen Kajian/Metode Pengambilan Data Metode pengambilan data dalam kajian ini adalah: 1) Wawancara mendalam dengan informan di masing-masing lokasi kajian; 2) Pengisian Daftar Pertanyaan berkaitan dengan pelaksanaan SPM; 3) Analisis dokumen yang relevan dengan focus kajian, meliputi laporan-laporan yang berkaitan dengan pelaksanaan SPM, APBD, RPJMD, dan dokumen lainnya yang relevan. 3.5. Metode/Pendekatan Kajian Sedangkan metode atau pendekatan kajian ini adalah : 1) Pendekatan Kajian Kajian ini menggunakan pendekatan studi kasus, yaitu bahwa hasil kajian ini terutama mewakili lokasi kajian dan jika kondisi dianggap sama maka hasil kajian ini dapat digeneralisasikan bagi daerah-daerah lainnya yang dianggap sama tersebut. 2) Tekhnik Analisis Data yang digunakan dalam kajian ini adalah deskriptif, baik kuantitatif maupun kualitatif. Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 III - 4 BAB HASIL PEMBAHASAN 4 4.1. Deskripsi Ringkas Lokasi Kajian Tabel 4.1. Deskripsi Lokasi Kajian Kabupaten Pontianak No. Kota Padang Kota salatiga Kondisi 1. Luas Wilayah 1.276,90 km2 694,96 km2 56,78 km2 2. Jumlah Penduduk (2010) 217.908 jiwa 833.362 jiwa 174.234 jiwa 4. APBD (2011, rupiah) 500-an Milyard 1,03 Trilyun 500-an Milyard a. PAD 15.199,01 120.926,26 61.746,85 b. DAU 313.155 632.117,46 262.810,28 c. DAK 38.748 43.515,50 23.541,40 234.021 833.562 174.234 5.662 1.593 4.054 SMA SMA/Sarjana SMA/Sarjana a. Jumlah Dinas 13 18 10 b. Jumlah Badan, Kantor, dll. lemtekda 12 14 11 5. Sumberdaya Manusia a. Jumlah PNS b. Rata-rata Pendidikan (mode) 6. Struktur (Pola) Dari deskripsi ringkas lokasi kajian tersebut di atas, nampak bahwa Kota Padang merupakan representasi dari kota yang nilai APBD-nya relatif tinggi dengan penduduk yang relatif padat dan luas wilayah yang relatif terbatas. Sedangkan Kota Salatiga merupakan representasi daerah perkotaan yang relatif kecil wilayahnya dengan APBD dan penduduk yang relatif kecil juga. Adapun Kabupaten Pontianak, tipikal untuk daerah di Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 IV - 1 Indonesia Bagian Timur, merupakan representasi daerah yang luas dengan penduduk yang jarang dan APBD yang relatif kecil sekali. Karakteristik ini dapat digunakan untuk upaya generalisasi hasil kajian ini. 4.2. Kapasitas Daerah Dalam Pelaksanaan SPM 4.2.1. Kapasitas daerah dalam tahap persiapan rencana pencapaian SPM a. Pemahaman tentang SPM Dalam sub-aspek ini, dari hasil wawancara dan FGD ternyata ketiga daerah sampel kajian ini menunjukkan bahwa pada umumnya informan di daerah sebagian besar masih belum memahami benar tentang apa itu SPM. Sosialisasi yang diterima daerah dari provinsi dan kementerian terkait masih sangat terbatas. Oleh karena itu, masing-masing instansi di daerah sampel kajian juga belum intens melakukan sosialisasi kepada segenap staf pemerintah daerah yang relevan dengan pelaksanaan pelayanan dasar. Tebel-tabel berikut ini dapat diperiksa hasil FGD dan wawancara dengan informan di masing-masing lokasi kajian. Tabel 4.2. Hasil FGD dan Wawancara di Kabupaten Potianak No. 1. a b c 2. Indikator Kesehatan Pendidikan dasar Lingkungan hidup Proses Pelaksanaan SPM pada bidangbidang terpilih: Pada umumnya SPM baru dilaksanakan secara signifikan pada bidang kesehatan dan sebagian pendidikan dasar, sedangkan yang lainnya masih belum jelas sosialisasi dan pelaksanan SPM-nya. Persiapan dan sosialisasi internal Pemda Sudah, oleh dinas kesehatan (langsung) Sudah, oleh dinas pendidikan Belum Pelaksanaan SPM Sudah Sebagian besar belum Belum Monitoring dan evaluasi Sudah Sebagian besar belum Belum Persepsi daerah tentang kemampuan organisasinya dalam pelaksanaan SPM Pada umumnya daerah mempunyai persepsi tentang kemampuan organisasinya masih kurang atau lemah dalam melaksanakan SPM, kecuali untuk dinas kesehatan yang selama ini sudah cukup mempu melaksanakan SPM karena adanya intensitas komunikasi dengan Kemenkes di pusat. Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 IV - 2 No. Indikator Kesehatan Pendidikan dasar Lingkungan hidup a Tentang kemampuan SDM Cukup baik Kurang Kurang b Tentang kemampuan Organisasional (SOTK) Cukup baik Kurang Kurang c Tentang kewenangan dan tupoksi Cukup baik Kurang Kurang 3. Persepsi daerah tentang kemampuan finansialnya dalam pelaksanaan SPM Pada umumnya, Pemda mempunyai persepsi bahwa kemampuan financial masih kurang atau lemah dalam melaksanakan SSPM a Tentang PAD Kurang Kurang Kurang b Tentang APBD Kurang Kurang Kurang c Tentang otonomi keuangan unit Pemda Kurang Kurang Kurang Tabel 4.3. Hasil FGD dan Wawancara di Kabupaten Kota Padang No. Indikator Kesehatan 1. Proses Pelaksanaan SPM pada bidangbidang terpilih: Pada umumnya SPM baru dilaksanakan secara signifikan pada bidang kesehatan dan sebagian pendidikan dasar, sedangkan yang lainnya masih belum jelas sosialisasi dan pelaksanan SPM-nya. a Persiapan dan sosialisasi internal Pemda Sudah, oleh dinas kesehatan (langsung) Sudah, oleh dinas pendidikan Belum b Pelaksanaan SPM Sudah Sebagian besar belum Belum c Monitoring dan evaluasi Sudah Sebagian besar belum Belum 2. Persepsi daerah tentang kemampuan organisasinya dalam pelaksanaan SPM Pada umumnya daerah mempunyai persepsi tentang kemampuan organisasinya masih kurang atau lemah dalam melaksanakan SPM, kecuali untuk dinas kesehatan yang selama ini sudah cukup mempu melaksanakan SPM karena adanya intensitas komunikasi dengan Kemenkes di pusat. Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 Pendidikan dasar Lingkungan hidup IV - 3 No. Indikator Kesehatan Pendidikan dasar Lingkungan hidup a Tentang kemampuan SDM Cukup baik Kurang Kurang b Tentang kemampuan Organisasional (SOTK) Cukup baik Kurang Kurang c Tentang kewenangan dan tupoksi Cukup baik Kurang Kurang 3. Persepsi daerah tentang kemampuan finansialnya dalam pelaksanaan SPM Pada umumnya, Pemda mempunyai persepsi bahwa kemampuan financial masih kurang atau lemah dalam melaksanakan SSPM a Tentang PAD Kurang Kurang Kurang b Tentang APBD Kurang Kurang Kurang c Tentang otonomi keuangan unit Pemda Kurang Kurang Kurang Tabel 4.4. Hasil FGD dan Wawancara di Kota Salatiga No. Indikator Kesehatan Pendidikan dasar Lingkungan hidup 1. Proses Pelaksanaan SPM pada bidangbidang terpilih: Pada umumnya SPM baru dilaksanakan secara signifikan pada bidang kesehatan dan sebagian pendidikan dasar, sedangkan yang lainnya masih belum jelas sosialisasi dan pelaksanan SPM-nya. a Persiapan dan sosialisasi internal Pemda Sudah, oleh dinas kesehatan (langsung) Sudah, oleh dinas pendidikan Belum b Pelaksanaan SPM Sudah Sebagian besar belum Belum c Monitoring dan evaluasi Sudah Sebagian besar belum Belum 2. Persepsi daerah tentang kemampuan organisasinya dalam pelaksanaan SPM Pada umumnya daerah mempunyai persepsi tentang kemampuan organisasinya masih kurang atau lemah dalam melaksanakan SPM, kecuali untuk dinas kesehatan yang selama ini sudah cukup mempu melaksanakan SPM karena adanya intensitas komunikasi dengan Kemenkes di pusat. Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 IV - 4 No. Indikator Kesehatan Pendidikan dasar Lingkungan hidup a Tentang kemampuan SDM Cukup baik Kurang Kurang b Tentang kemampuan Organisasional (SOTK) Cukup baik Kurang Kurang c Tentang kewenangan dan tupoksi Cukup baik Kurang Kurang 3. Persepsi daerah tentang kemampuan finansialnya dalam pelaksanaan SPM Pada umumnya, Pemda mempunyai persepsi bahwa kemampuan financial masih kurang atau lemah dalam melaksanakan SSPM a Tentang PAD Kurang Kurang Kurang b Tentang APBD Kurang Kurang Kurang c Tentang otonomi keuangan unit Pemda Kurang Kurang Kurang b. Rencana pencapaian pelayanan dasar Pada sub-aspek rencana pelayanan dasar ini dapat diketahui dari APBD, terutama KUA-PPA, Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah di masing-masing lokasi kajian. (a) Kabupaten Pontianak Di Kabupaten Pontianak, rencana pencapaian pelayanan dasar sudah ada di dalam KUA-PPA dan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 untuk pelayanan pendidikan, kesehatan dan lingkungan hidup. Meskipun demikian, format dan rincian target masing-masing bidang layanan belum secara eksplisit ditetapkan dengan format SPM. (b) Kota Padang Seperti di Kabupaten Pontianak, di Kota Padang juga terdapat rencana pencapaian pelayanan dasar pada KUA-PPA dan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 untuk pelayanan pendidikan, kesehatan dan lingkungan hidup. Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 IV - 5 Namun juga, format dan rincian target masing-masing bidang layanan belum secara eksplisit ditetapkan dengan format SPM. (c) Kota Salatiga Seperti di Kabupaten Pontianak dan Kota Padang, Kota Salatiga juga mempunyai rencana pencapaian pelayanan dasar pada KUA-PPA dan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 untuk pelayanan pendidikan, kesehatan dan lingkungan hidup. Namun juga, format dan rincian target masing-masing bidang layanan belum secara eksplisit ditetapkan dengan format SPM. c. Penentuan target pelayanan dasar (a) Kabupaten Pontianak Sama dengan rencana pencapaian pelayanan dasar tersebut di muka, penentuan target pelayanan dasar di Kabupaten Pontianak juga sudah dicantumkan di dalam KUA-PPA dan Lakip 2011. Namun perinciannya belum secara eksplisit mengacu pada keputusan kementerian tentang SPM pada bidang pendidikan, kesehatan, dan lingkungan hidup. (b) Kota Padang Seperti penentuan target di Kabupaten Pontianak tersebut, di Kota Padang penentuan target pelayanan dasar juga sudah dicantumkan di dalam KUA-PPA dan Lakip 2011. Namun juga perinciannya belum secara eksplisit mengacu pada keputusan kementerian tentang SPM pada bidang pendidikan, kesehatan, dan lingkungan hidup. (c) Kota Salatiga Seperti penentuan target di Kabupaten Pontianak dan Kota Padang seperti tersebut di atas, di Kota Salatiga penentuan target pelayanan dasar juga sudah dicantumkan di dalam KUA-PPA dan Lakip 2011. Namun juga perinciannya belum secara eksplisit mengacu pada keputusan kementerian tentang SPM pada bidang pendidikan, kesehatan, dan lingkungan hidup. Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 IV - 6 d. Identifikasi kemampuan, potensi dan karakteristik daerah (a) Kabupaten Pontianak Di Kabupaten ini, identifikasi kemampuan sumberdaya manusia dan keuangan ternyata masih sangat rendah. Mereka mengidentifikasi bahwa SDM yang ada masih kurang banyak dan belum menguasahi pelyanan dasar dengan baik. Sedangkan identifikasi potensi, informan melihat bahwa potensi alam yang ada di Kabupaten Pontianak ini sebenarnya sangat besar namun belum dapat digali dengan baik. Sedangkan mengenai karakteristik daerah, infoman pada umumnya menyatakan bahwa faktor alam di Kabupaten Pontianak yang luas dan transport yang masih sulit atau tidak baik membuat akses dan mobilitas masyarakat di berbagai desa dan kecamatan relatif sulit sehingga akan menjadi kendala bagi penyempaian atau penerimaan berbagai pelayanan dasar bagi masyarakat, khususnya pendidikan, kesehatan, dan lingkungan hidup. (b) Kota Padang Informan di Kota ini menyampaikan bahwa sumberdaya manusia dan keuangan masih terbatas untuk mengembangkan pelayanan dasar yang ssesuai dengan SPM, meskipun sebenarnya secara obyektif SPBD Kota Padang relatif besar untuk membiayai pelayanan dassar yang sesuai dengan SPM. Potensi Kota Padang juga cukup besar untuk dapat memberikan pelayanan dasar bagi masyarakatnya, Sedangkan karakteristik daerah diidentifikasi oleh para informan sebagai daerah yang rawan bencana alam, terutama gempa bumi yang sudah beberapa kali terjadi dalam lima tahun terakhir ini, sehingga penyampaian pelayanan dasar bagi penduduknya juga harus memperhatikan resiko bencana ini. (c) Kota salatiga Di Kota Salatiga, identifikasi kemampuan sumberdaya manusia dan pembiayaan masih rendah. Para informan mengidentifikasi bahwa sumberdaya manusia dan alamnya masih sangat terbatas untuk mengembangkan pelayanan dasar bagi penduduknya sesuai dengan SPM yang ada, terutama pendidikan, kesehatan, dan lingkungan hidup. Meskipun demikian, Kota Salatiga justru menghadapi masalah tata-ruang bagi penduduknya yang sudah semakin padat dalam sepuluh tahun Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 IV - 7 terakhir ini. Identifikasi terhadap potensi alam dan kemampuan pembiayaannya relatif rendah. Para informan melihat bahwa Kota Salatiga mempunyai potensi wisata dan tempat pendidikan yang prospektif, namun APBD yang ada dari waktu kewaktu meskipun meningkat namun jumlahnya masih relatif terbatas. 4.2.2. Kapasitas daerah dalam pengintegrasian rencana dan dokumen perencanaan a. Kabupaten Pontianak Di Kabupaten ini perencanaan pelayanan dasar sudah masuk dalam dokumen perencanaan, baik KUA-PPA, Lakip 2011, maupun RPJMD 2009-2014. Meskipun demikian, perincian target pencapaian pelayanan dasar masih mengikuti format lama dan belum mengacu pada format sebagaimana ditentukan oleh masing-masing kementerian tentang SPM. Perencanaan pelayanan yang ada belum secara eksplisit mengikuti masing-masing keputusan kementerian tentang SPM, khususnya bidang pendidikan dasar, kesehatan, dan lingkungan hidup. b. Kota Padang Seperti yang ada di Kabupaten Pontianak, Kota Padang dalam hal perumusan perencanaan pelayanan dasar sudah masuk dalam dokumen perencanaan, baik KUAPPA, Lakip 2011, maupun RPJMD 2009-2014. Meskipun demikian, perincian target pencapaian pelayanan dasar juga masih mengikuti format lama dan belum mengacu pada format sebagaimana ditentukan oleh masing-masing kementerian tentang SPM. Perencanaan pelayanan yang ada belum secara eksplisit mengikuti masing-masing keputusan kementerian tentang SPM, khususnya bidang pendidikan dasar, kesehatan, dan lingkungan hidup. c. Kota Salatiga Seperti yang ada di Kabupaten Pontianak dan Kota Padang, Kota Salatiga merumuskan perencanaan pelayanan dasar juga sudah masuk dalam dokumen perencanaan, baik KUA-PPA, Lakip 2011, maupun RPJMD 2009-2014. Meskipun demikian, perincian target pencapaian pelayanan dasar juga masih mengikuti format lama dan belum mengacu pada format sebagaimana ditentukan oleh masing-masing kementerian tentang SPM. Perencanaan pelayanan yang ada belum secara eksplisit Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 IV - 8 mengikuti masing-masing keputusan kementerian tentang SPM, khususnya bidang pendidikan dasar, kesehatan, dan lingkungan hidup. 4.2.3. Kapasitas daerah dalam pembelanjaan penerapan SPM Seperti telah diuraikan di muka, bahwa kapasitas daerah berkaitan dengan kapasitas sumberdaya manusia dan kapasitas pendanaan atau pembiayaan APBD masingmasing daerah. Karena APBD Kabupaten Pontianak dan Kota Salatiga masih relatif kecil maka wajar jika informan dua daerah ini menyebutkan bahwa kapasitas pembiayaan untuk melaksanakan SPM masih sangat terbatas, namun persepsi tentang lemahnya kapasitas pembiayaan ini juga disampaikan oleh informan yang ada di Kota Padang, bahwa kapasitas APBD mereka untuk pembiayaan SPM masih terbatas, meskipun sebenarnya APBD mereka relatif besar. Oleh karena itu, informasi di Kota Padang relatif bias karena subyektif terhadap harapan adanya bantuan dari pemerintah pusat untuk pelaksanaan SPM padahal sangat mungkin mengalokasikan pembiayaan SPM dari APBD yang ada. 4.2.4. Kapasitas daerah dalam tahap penyampaian informasi Di ketiga lokasi kajian, kapasitas penyampaian informasi perencanaan dan pencapaian target pelaksanaan pelayanan dasar masih sangat terbatas, bahkan di lingkungan pemerintah sendiri. Akses masyarakat terhadap informasi ini masih sangat terbatas karena belum secara lengkap dipublish lewat website masing-masing lokasi kajian, padahal ketiga lokasi kajian masing-masing memiliki website. Dari informasi yang diperoleh, publikasi rencana dan target di ketiga lokasi kajian belum ada yang secara sistematis rutin dalam terbitan media, baik local maupun nasional, baik paper-based maupun paperless-based. 4.3. Pembahasan Berdasarkan hasil uraian pada fokus kajian kapasitas daerah dalam pelaksanaan SPM ternyata secara keseluruhan aspek-aspek yang dikaji belum menunjukkan kapasitas Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 IV - 9 yang sesuai dengan proses pelaksanaan SPM sebagaimana yang seharusnya. Ketiga daerah ternyata belum melaksanakan SPM secara eksplisit sebagaimana dimaksudkan masing-masing bidang SPM, khususnya pendidikan dasar, kesehatan, dan lingkungan hidup. Dengan kata lain, dari empat aspek yang dikaji, dari tahap persiapan, pengintegrasian, persiapan pembelanjaan, dan penyampaian informasi, ternyata belum ada satupun yang sudah dilaksanakan secara eksplisit dalam dokumen perencanaan dan pembiayaan. Meskipun demikian, pelayanan dasar yang sudah direncanakan dan dilaksanakan sebenarnya di ketiga lokasi kajian sudah ada baik pada pendidikan dasar, kesehatan, maupun lingkungan hidup. Dalam hal ini, pada Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011, KUA-PPA 2011 dan RPJMD 2009 – 2014 di masing-masing lokasi kajian sudah mencantumkan ketiga pelayanan dasar tersebut, namun tidak secara eksplisit merupakan pelaksanaan SPM masing-masing bidang tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa Keputusan Menteri masing-masing bidang SPM, khususnya pendidikan dasar, kesehatan, dan lingkungan hidup belum sepenuhnya dimengerti dan dilaksanakan. Pada bidang pendidikan dasar, ketiga daerah lokasi kajian masih beragam dalam memahami butir-butir SPM yang ada. Di Kota Padang dan Kota Salatiga butir-butir SPM bidang pendidikan dasar sudah dipahami dan dinilai dapat dilaksanakan, namun sampai kajian ini dilaksanakan ternyata belum dapat membuat rencana penerapan SPM dan pembiayaannya secara eksplisit sesuai dengan regulasi yang dimaksud tersebut, namun dua kota ini optimis dapat melaksanakan. Sedangkan di Kabupaten Pontianak, butir-butir SPM bidang pendidikan dasar ini masih samar pemahamannya, terutama adanya persepsi bahwa SPM tersebut tidak cocok bagi kondisi geografis Kabupaten Pontianak yang sangat luas serta akses antar wilayah yang sulit. Dalam hal ini, di Kota Padang dan Kota Salatiga persepsi tentang kemungkinan pelaksanaan SPM bidang pendidikan dasar cukup tinggi namun mereka merasa perlu dukungan pembiayaan dari pemerintah karena SPBD yang ada sudah habis untuk pembiayaan yang lain yang selama ini direncanakana dan dilaksanakan. Sedangkan di Kabupaten Pontianak persepsi tentang kemungkinan pelaksanaan SPM bidang pendidikan dasar masih rendah atau sulit dilaksanakan karena geografis yang sulit. Kalaupun SPM ini harus dilaksanakan maka perlu pembiayaan yang besar dari pemerintah pusat. Dengan kata lain, penerapan SPM di tiga lokasi ini dianggap memerlukan pembiayaan yang ekstra Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 IV - 10 dan seharusnya ditanggung oleh pemerintah pusat, termasuk Kota Padang yang sebenarnya APBD-nya termasuk tinggi. Pada SPM bidang kesehatan, di ketiga lokasi kajian relatif sama, bahwa masingmasing daerah sudah merencanakan dan melaksanakan SPM kesehatan sesuai dengan regulasi yang ada. Dalam hal ini, di ketiga lokasi kajian ternyata masing-masing lokasi kajian mempunyai akses komunikasi yang baik dengan Kementerian Kesehatan sehingga penerapan SPM relatif lebih maju disbanding bidang-bidang yang lain, Meskipun butirbutir SPM di bidang kesehatan terus berubah-ubah (semakin sedikit) namun daerah cepat menerima informasi dan berusaha menyeseuaikan dengan perubahan tersebut. Salah satu akses yang selama ini dipakai dalam SPM bidang kesehatan adalah pemanfaatan website kementerian yang sudah sampai pada tahapan interaksi, sementara website bidang yang lain cenderung masih bersifat publish saja. Pada SPM bidang kesehatan ini sudah terbiasa dengan laporan-laporan rutin dari daerah ke kementerian dengan akses internet sehingga data dari daerah sampai ke kementerian relatif paling cepat dibanding dengan bidang-bidang yang lainnya. Selain itu, pemahaman para petugas lapangan di bidang kesehatan mengenai SPM bidang kesehatan juga relatif paling maju dibanding bidang-bidang yang lain sehingga penerapannya juga sudah melekat pada pekerjaan keseharian. Para petugas lapangan sampai lembaga teknis yang menangani, dinas kesehatan, sudah cukup paman mengenai apa dan bagaimana SPM bidang kesehatan. Mereka sudah memahami rencana target dan pencapaiannya sehingga SPM pada bidang ini, di ketiga lokasi kajian, sudah relatif dapat dilaksanakan dan tidak ada keluhan tentang pembiayaan yang ada. Pada SPM bidang lingkungan hidup, di ketiga lokasi kajian ternyata belum dapat dipahami dengan baik sehingga belum secara eksplisit direncanakan target dan pembiayaannya. Bahkan sebagian belum tahu apa dan bagaimana SPM lingkungan hidup tersebut. Pemahaman yang masih rendah ini dibarengi dengan persepsi bahwa untuk melaksanakan SPM lingkungan hidup pasti akan membutuhkan pembiayaan yang besar sehingga daerah menunggu pemerintah pusat untuk membantu pembiayaan tersebut. Pembiayaan tersebut meliputi pembiayaan untuk mempersiapkan sumberdaya manusia juga melalui pelatihan dan kalau perlu rekruitmen. Pemahaman yang keliru tersebut Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 IV - 11 ternyata ada di ketiga lokasi kajian, tidak hanya di lokasi yang jauh dari pusat pemerintahan provinsi saja. Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 IV - 12 BAB 5 5.1. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Berdasarkan uraian hasil dan pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa perencanaan target dan penerapan SPM bidang pendidikan dasar, kesehatan, dan lingkungan hidup cukup beragam. SPM bidang kesehatan merupakan SPM yang relatif paling maju dalam perencaan dan pelaksanaannya, SPM pendidikan dasar cukup baik dipahami oleh daerah namun belum secara eksplisit direncanakan dan dilaksanakan, sedangkan SPM bidang lingkungan hidup merupakan SPM yang belum dipahami dengan baik oleh ketiga daerah lokasi kajian ini. SPM Bidang kesehatan dapat secara merata dipahami dengan baik oleh pemerintah daerah terutama karena SPM bidang kesehatan ini cepat sekali sampai ke daerah dan pemahaman yang relatif baik terutama dengan penggunaan website kementerian secara efektif. Sementara SPM bidang pendidikan dasar dan lingkungan hidup masih beragam pemahamannya terutama karena akses daerah pada dokumen regulasi SPM ini yang kurang baik dengan belum memanfaatkan internet dari kementerian secara efektif. Di samping itu, SPM bidang kesehatan dianggap oleh para pelaksana di daerah merupakan SPM yang mudah dilaksanakan karena sama dengan pekerjaan mereka sehari-hari, sedangkan SPM bidang lainnya dianggap merupakan sesuatu yang baru dan perlu dipelajari lebih dulu. Dengan demikian, faktor sosialisasi pada SPM ketiga bidang tersebut menentukan pemahaman masing-masing daerah tentang SPM tersebut. Dengan kata lain, sosialisasi penerapan SPM secara nasional masih sangat kurang dalam sosialisasi sehingga pemehaman daerah juga masih beragam tentang SPM. Dalam pelaksanaan SPM sebagaimana disebutkan di atas, baru bidang kesehatan yang dianggap paling maju sementara bidang yang lain masih belum secara eksplisit direncanakan dan dianggarkan. Hal ini ternyata berlaku di ketiga lokasi kajian. Meskipun demikian, optimisme penerapan SPM di waktu yang akan datang cenderung ada di Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 V-1 daerah perkotaan, seperti Kota Padang dan Kota salatiga dibanding daerah kabupaten, khususnya Kabupaten Pontianak. Optimisme ini berkaitan dengan identifikasi kemampuan daerah yang positif baik dan sebaliknya pesimisme yang ada di Kabupaten Pontianak sebagai representasi daerah kabupaten berkaitan dengan identifikasi kemampuan daerah yang cenderung kurang positif, baik dari sisi kapasitas sumberdaya manusia maupun dari kapasitas APBD. Dari kajian penerapan SPM di tiga lokasi juga teridentifikasi bahwa faktor kondisi geografis sangat menentukan kemungkinan penerapan SPM pelayanan dasar. Kondisi geografis yang serba sulit akses antar wilayahnya sebagaimana direpresentasikan lokasi Kabupaten Pontianak ternyata menjadi faktor penghambat yang signifikan dalam kemungkinan penerapan SPM di daerah. Sementara itu, optimism yang ada di Kota Padang dan Kota Salatiga dalam penerapan SPM juga berkaitan dengan kondisi geeografis yang relatif serba mudah akses antar wilayahnya. Oleh karen aitu dapat dikatakan bahwa kondisi geografis merupakan salah satu faktor penghambat dalam penerapan SPM di daerah. Sedangkan faktor pendukung yang paling signifikan yang didapat dari kajian ini adalah faktor penggunaan website dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari. Interaksi melalui wensite terbukti efektif untuk penerapan SPM, khusunya SPM bidang kesehatan. 5.2. Rekomendasi Sebagai konsekuensi logis dari kesimpulan tersebut di atas, maka dapat dirumuskan rekomendasi sebagai berikut. 1) Untuk meningkatkan pemahaman yang baik tentang SPM, khususnya bidang pendidikan dasar dan lingkungan hidup, masih diperlukan sosialisasi yang intensif. Media sosialisasi ini perlu dipertimbangkan untuk dikembangkan tidak hanya metode tradisional dimana instansi pusat mendatangi daerah untuk menyampaikan materi SPM, namun dapat menggunakan berbagai media yang mungkin, khususnya internet. Dengan adanya pemahaman yang baik tentang berbagai program dan regulasi akan sangat menentukan penerapan selanjutnya dari program atau regulasi tersebut, khususnya dalam hal ini penerapan SPM. Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 V-2 2) Paket sosialisasi dengan menggunakan internet sebaiknya inheren dengan pelaksanaan kerja sehari-hari, sebagaimana sudah dibuktikan oleh bidang kesehatan, sehingga informasi tentang SPM akan dengan cepat dipahami daerah dan kemudian dapat dilaksanakan secara terstandar. Interaksi Kementerian Kesehatan dengan daerah dalam pekerjaan sehari-hari bidang kesehatan dapat menjadi inspirasi bahwa penggunaan internet untuk pekerjaan sehari-hari akan sangat membantu keberhasilan penerapan SPM masing-masing bidang yang ada. Dalam hal ini, refleksi diri daerah tentang kapasitas sumberdaya manusia dan sumber pembiayaan sangat ditentukan oleh pemahaman mereka tentang SPM itu sendiri. 3) Perlu dikaji ulang untuk penerapan SPM berkaitan dengan kondisi geografis masingmasing daerah yang sangat beragam dari mulai akses yang sangat baik dan mudah di daerah perkotaan dengan daerah yang akses yang buruk dan sulit di daerah kabupaten, pada umumnya di luar Pulau Jawa. Dalam hal ini perlu perlakuan khusus bagi wilayah kabupaten di luar Pulau Jawa tersebut dalam perencanaan dan penerapan SPM. Pengembangan infrastruktur penggunaan internet bagi wilayahwilayah tersebut sebaiknya menjadi prioritas bagi pemerintah pusat dalam memfasilitasi daerah dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat oleh pemerintah daerah. Infrastruktur ini meliputi perangkat keras dan lunak, terutama persiapan sumberdaya manusianya, dan digunakan untuk pekerjaan sehari-hari, baik interaksi pemerintah daerah dengan masyarakatnya maupun dengan Pemerintah Pusat melalui kementerian yang terkait. Secara riil upaya pengembangan infrastruktur ini sebenarnya lebih merupakan revitalisasi program e-government yang sudah ada di semua lokasi kajian. Masing-masing lokasi kajian sudah memiliki website namun sebatas publish dan tidak rutin diupdate karena belum menjadikan egovernment sebagai bagian dari pekerjaan sehari-hari. Revitalisasi ini lebih pada kelengkapan data-entry dan update serta meningkatkan kemampuan website menjadi interaksi atau bahkan transaksi bukan hanya sekedar publish saja. 4) Karena adanya disparitas kondisi geografis yang berkaitan dengan akses terhadap pelayanan kepada masyarakat, maka standar pelayanan juga masih perlu dikaji ulang sesuai dengan kondisi geografis masing-masing daerah karena meskipun sudah ada klasifikasi daerah dalam SPM namun bagi daerah masih belum mencukupi, khususnya Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 V-3 SPM bidang pendidikan dasar dan lingkungan hidup. Ketiga daerah masih merasa kesulitan dalam melaksanakan SPM bidang pendidikan dasar dan lingkungan hidup karena merasa kondisi geografisnya tidak sama dengan daerah lainnya, dalam arti mereka merasa pelaksanaan SPM mungkin lebih sulit dibanding daerah lain. Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 V-4 DAFTAR PUSTAKA 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 Tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal. 3. Impres Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010. 4. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal. 5. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 741/MENKES/Per/VII/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota. 6. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota. 7. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar Di Kabupaten/Kota. 8. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 100/1023/SJ Tanggal 23 Maret Perihal Percepatan Penerapan Standar Pelayanan Minimal. 9. Rogers, Steve. 1990. Performance Management in Local Government. Great Britania: Longman. 10. Oentarto, dkk. 2004. Menggagas Format Otonomi Daerah Masa Depan. Jakarta: Samitra Media Utama. Lampiran: A. Daftar Pertanyaan 1. Menurut pemahaman Saudara, apakah yang dimaksud dengan penerapan standar pelayanan minimal di Kabupaten/kota? 2. Dari mana instansi Saudara mendapatkan informasi tentang kebijakan penerapan SPM? : Website Kemendagri : Sosialisasi oleh Kemendagri : Website K/L terkait dengan SPM : Sosialisasi oleh K/L terkait SPM : Lain-lain, Sebutkan…… 3. Dari 15 SPM yang telah ditetapkan Kementerian/Lembaga, SPM apa saja yang sudah tersosialisasi di daerah saudara? : SPM Bidang Kesehatan : SPM Bidang Pekerjaan Umum dan PR : SPM Bidang Sosial : SPM Bidang Ketenagakerjaan : SPM Bidang Lingkungan Hidup : SPM Bidang Kominfo : SPM Bidang Pemdagri : SPM Bidang Ketahanan Pangan : SPM Bidang Perumahan : SPM Bidang Kesenian : SPM Bidang PP dan PA : SPM Bidang Perhubungan : SPM Bidang KB dan KS : SPM Bidang Penanaman Modal : SPM Bidang Pendidikan Dasar 4. Apa peran instansi Saudara terhadap pelaksanaan penerapan SPM di daerah? Jelaskan juga dasar pertimbangan pemberian peran tersebut oleh Kepala Daerah 5. Bagaimana pelaksanaan sosialisasi dan pembinaan oleh Provinsi kepada Kabupaten/Kota selama ini? 6. Bagaimana pelaksanaan sosialisasi dan pembinaan oleh Pemerintah Pusat (Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian teknis lainnya) kepada Kabupaten/Kota selama ini? Sebutkan kegiatan yang telah dilakukan selama ini? 7. Kegiatan Sosialisasi yang pernah instansi saudara ikuti tentang fasilitasi penerapan SPM di daerah: : Oleh Kemendagri Berapa kali:.......................................... : Oleh K/L Berapa kali:.......................................... : Oleh Provinsi Berapa kali:......................................... : Oleh Pihak lain, sebutkan................... Berapa kali:......................................... 8. Dalam kegiatan sosialisasi yang pernah diikuti oleh instansi Saudara, materi apa saja yang disosialisasikan? : Pedoman penerapan SPM di daerah : Pedoman teknis oleh masing-masin K/L terkait pencapaian pada indikator-indikator SPM : Pedoman pengintegrasian SPM ke dalam dokumen perencanaan daerah : Pedoman penyusunan rencana pembiayaan pencapaian SPM : Tidak pernah mengikuti sosialisasi SPM 9. Adakah kebijakan yang mendukung percepatan penerapan SPM di daerah Saudara, seperti tim teknis penerapan SPM atau peraturan daerah (Perda) yang terkait dengan SPM? 1. Jika Ya, jelaskan kebijakannya: 2. Jika Tidak, Jelaskan mengapa tidak ada: 10. Apakah instansi Saudara sudah pernah melakukan sosialisasi SPM kepada jajaran DPRD dan SKPD serta stakeholder lainnya? : Pernah, Jelaskan : Tidak pernah, Mengapa : Tidak tahu 11. Sesuai dengan arahan pada Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 100/1023/SJ tanggal 26 Maret 2012 tentang “Percepatan Pelaksanaan Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal di Daerah” apakah sudah dilakukan pembentukan tim teknis Percepatan Penerapan dan Pencapaian SPM di daerah Saudara : Sudah, Jelaskan : Belum, Mengapa : Tidak tahu 12. Apakah daerah Saudara sudah melakukan penyusunan profil pelayanan dasar dan analisis potensi serta kemampuan daerah guna menghitung pembiayaan pencapaian SPM? : Sudah, Jelaskan : Belum, Mengapa : Tidak tahu 13. Apakah daerah Saudara telah memiliki rencana kegiatan pencapaian SPM? : Sudah, Jelaskan : Belum, Mengapa : Tidak tahu 14. Apakah daerah Saudara telah memiliki rencana pembiayaan pencapaian SPM? : Sudah, Jelaskan : Belum, Mengapa : Tidak tahu 15. Apakah instansi Saudara pernah dimintai dan/atau menyampaikan data-data teknis terkait pencapaian dan penerapan SPM ke Pusat (Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian teknis lainnya) : Pernah, Jelaskan : Belum, Jelaskan : Tidak Pernah 16. Menurut Saudara, apakah kriteria SPM (indikator, target maupun batas pencapaian) yang termuat dalam pedoman teknis SPM pada Peraturan Menteri masing-masing bidang SPM sudah sesuai dengan kondisi di daerah Anda? Jelaskan 17. Apakah daerah Saudara sudah menyusun rencana pencapaian SPM yang dituangkan dalam RPJMD? Sebutkan bidang SPM : Sudah, Jelaskan : Belum, Mengapa : Tidak Tahu 18. Apakah daerah Saudara sudah menyusun nota kesepakatan tentang Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas Plafond Anggaran (PPA) yang memuat target pencapaian SPM : Sudah, Jelaskan : Belum, Mengapa : Tidak Tahu 19. Berapa alokasi anggaran untuk pembinaan terhadap pelaksanaan penerapan SPM di daerah? 20. Apakah dana-dana di bawah ini, menurut pemahaman Saudara dapat digunakan dalam pencapaian penerapan SPM? (beri tanda, jika sesuai) : Dana dekonsentrasi/Tugas Pembantuan, Jelaskan : Dana perimbangan (DAK/DAU), jelaskan : BOS, Jamkesmas, jelaskan : PNPM, Jelaskan : APBD, Jelaskan 21. Usulan/masukan/saran Anda terhadap percepatan penerapan SPM di daerah? B. Beberapa Foto Pelaksanan FGD di Lokasi Kajian Lampiran FGD Dengan Kabupaten Pontianak 2012 FGD Dengan Kota Padang 2012 FGD Dengan Kota Salatiga 2012 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11 ayat (4) dan Pasal 14 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); MEMUTUSKAN : . . . - -2- - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 3. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluasluasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 4. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 5. Urusan Wajib adalah urusan pemerintahan yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar warga negara yang penyelenggaraannya diwajibkan oleh peraturan perundangundangan kepada Daerah untuk perlindungan hak konstitusional, kepentingan nasional, kesejahteraan masyarakat, serta ketenteraman dan ketertiban umum dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta pemenuhan komitmen nasional yang berhubungan dengan perjanjian dan konvensi internasional. 6. Standar . . . - -3- - 6. Standar Pelayanan Minimal yang selanjutnya disingkat SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. 7. Indikator SPM adalah tolok ukur prestasi kuantitatif dan kualitatif yang digunakan untuk menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuhi dalam pencapaian suatu SPM tertentu, berupa masukan, proses, hasil dan/atau manfaat pelayanan. 8. Pelayanan Dasar adalah jenis pelayanan publik yang mendasar dan mutlak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam kehidupan sosial, ekonomi dan pemerintahan. 9. Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah selanjutnya disingkat DPOD adalah dewan yang bertugas memberikan saran dan pertimbangan kepada Presiden terhadap kebijakan otonomi daerah. BAB II RUANG LINGKUP Pasal 2 (1) Pedoman Penyusunan dan Penerapan SPM menjadi acuan dalam penyusunan SPM oleh Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah NonDepartemen dan dalam penerapannya oleh Pemerintahan Provinsi dan Pemerintahan Kabupaten/Kota. (2) SPM disusun dan diterapkan dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota yang berkaitan dengan pelayanan dasar sesuai dengan peraturan perundang-undangan. BAB III . . . - -4- - BAB III PRINSIP-PRINSIP STANDAR PELAYANAN MINIMAL Pasal 3 (1) SPM disusun sebagai alat Pemerintah dan Pemerintahan Daerah untuk menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada masyarakat secara merata dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib. (2) SPM ditetapkan oleh Pemerintah dan diberlakukan untuk seluruh Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. (3) Penerapan SPM oleh Pemerintahan Daerah merupakan bagian dari penyelenggaraan pelayanan dasar nasional. (4) SPM bersifat sederhana, konkrit, mudah diukur, terbuka, terjangkau dan dapat dipertanggungjawabkan serta mempunyai batas waktu pencapaian. (5) SPM disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan, prioritas dan kemampuan keuangan nasional dan daerah serta kemampuan kelembagaan dan personil daerah dalam bidang yang bersangkutan. BAB IV PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL Pasal 4 (1) Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen menyusun SPM sesuai dengan urusan wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2). (2) Penyusunan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada peraturan perundang-undangan yang mengatur urusan wajib. (3) Dalam penyusunan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan jenis pelayanan dasar, indikator SPM dan batas waktu pencapaian SPM. Pasal 5 . . . - -5- - Pasal 5 (1) Penyusunan SPM oleh masing-masing Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen dilakukan melalui konsultasi yang dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri. (2) Konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh masing-masing Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah NonDepartemen dengan tim konsultasi yang terdiri dari unsur-unsur Departemen Dalam Negeri, Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen Keuangan, Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, dengan melibatkan Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen terkait sesuai kebutuhan. (3) Tim konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibentuk dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri. Pasal 6 (1) Hasil konsultasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri, dalam hal ini Direktur Jenderal Otonomi Daerah, kepada DPOD melalui Sekretariat DPOD untuk mendapatkan rekomendasi bagi Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen yang bersangkutan dalam rangka penyusunan SPM. (2) SPM yang disusun oleh masing-masing Menteri setelah memperoleh dan mengakomodasi rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Menteri yang bersangkutan. (3) SPM yang disusun oleh masing-masing Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen setelah memperoleh dan mengakomodasi rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Menteri terkait. Pasal 7 (1) Dalam penyusunan SPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6, Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah NonDepartemen mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: a. keberadaan sistem informasi, pelaporan dan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah yang menjamin pencapaian SPM dapat dipantau dan dievaluasi oleh pemerintah secara berkelanjutan; b. standar . . . - -6- - b. standar pelayanan tertinggi yang telah dicapai dalam bidang yang bersangkutan di daerah; c. keterkaitan antar SPM dalam suatu bidang dan antara SPM dalam suatu bidang dengan SPM dalam bidang lainnya; d. kemampuan keuangan nasional dan daerah serta kemampuan kelembagaan dan personil daerah dalam bidang yang bersangkutan; dan e. pengalaman empiris tentang cara penyediaan pelayanan dasar tertentu yang telah terbukti dapat menghasilkan mutu pelayanan yang ingin dicapai. (2) Pertimbangan-pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan petunjuk teknis yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri. Pasal 8 (1) Untuk mendukung penerapan SPM, Menteri yang bersangkutan menyusun petunjuk teknis yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri. (2) Untuk mendukung penerapan SPM, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen menyusun petunjuk teknis yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri terkait. BAB V PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL Pasal 9 (1) Pemerintahan Daerah menerapkan SPM sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri. (2) SPM yang telah ditetapkan Pemerintah menjadi salah satu acuan bagi Pemerintahan Daerah untuk menyusun perencanaan dan penganggaran penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. (3) Pemerintahan Daerah menyusun rencana pencapaian SPM yang memuat target tahunan pencapaian SPM dengan mengacu pada batas waktu pencapaian SPM sesuai dengan Peraturan Menteri. (4) Rencana . . . - -7- - (4) Rencana pencapaian SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Strategi Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD). (5) Target tahunan pencapaian SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan ke dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD), Kebijakan Umum Anggaran (KUA), Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD) sesuai klasifikasi belanja daerah dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah. Pasal 10 Penyusunan rencana pencapaian SPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) dan ayat (4) dan anggaran kegiatan yang terkait dengan pencapaian SPM dilakukan berdasarkan analisis kemampuan dan potensi daerah dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri. Pasal 11 Rencana pencapaian target tahunan SPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) serta realisasinya diinformasikan kepada masyarakat sesuai peraturan perundang-undangan. Pasal 12 Pemerintah Daerah mengakomodasikan pengelolaan data dan informasi penerapan SPM ke dalam sistem informasi daerah yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 13 (1) Dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang mengakibatkan dampak lintas daerah dan/atau untuk menciptakan efisiensi, daerah wajib mengelola pelayanan publik secara bersama dengan daerah sekitarnya sesuai peraturan perundang-undangan. (2) Dalam . . . - -8- - (2) Dalam pengelolaan pelayanan dasar secara bersama sebagai bagian dari pelayanan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), rencana pencapaian SPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) perlu disepakati bersama dan dijadikan sebagai dasar dalam merencanakan dan menganggarkan kontribusi masingmasing daerah. (3) Dalam upaya pencapaian SPM, Pemerintahan Daerah dapat bekerjasama dengan pihak swasta. BAB VI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 14 (1) Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen melakukan pembinaan kepada Pemerintahan Daerah dalam penerapan SPM. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa fasilitasi, pemberian orientasi umum, petunjuk teknis, bimbingan teknis, pendidikan dan pelatihan atau bantuan teknis lainnya yang mencakup: a. perhitungan sumber daya dan dana yang dibutuhkan untuk mencapai SPM, termasuk kesenjangan pembiayaannya; b. penyusunan rencana pencapaian SPM dan penetapan target tahunan pencapaian SPM; c. penilaian prestasi kerja pencapaian SPM; dan d. pelaporan prestasi kerja pencapaian SPM. (3) Pembinaan penerapan SPM terhadap Pemerintahan Daerah Provinsi dilakukan oleh Pemerintah, dan pembinaan penerapan SPM terhadap Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota dilakukan oleh Gubernur sebagai wakil Pemerintah di Daerah. Pasal 15 (1) Pemerintah melaksanakan monitoring dan evaluasi atas penerapan SPM oleh Pemerintahan Daerah dalam rangka menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada masyarakat. (2) Monitoring . . . - -9- - (2) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (3) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan: a. Pemerintah untuk Pemerintahan Daerah Provinsi; dan b. Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di Daerah untuk Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Pasal 16 (1) Pemerintah wajib mendukung pengembangan kapasitas Pemerintahan Daerah yang belum mampu mencapai SPM. (2) Pemerintah dapat melimpahkan tanggungjawab pengembangan kapasitas Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota yang belum mampu mencapai SPM kepada Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di Daerah. (3) Ketidakmampuan Pemerintahan Daerah dalam mencapai SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan Pemerintah berdasarkan pelaporan dan hasil evaluasi penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan. (4) Dukungan pengembangan kapasitas Pemerintahan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa fasilitasi, pemberian orientasi umum, petunjuk teknis, bimbingan teknis, pendidikan dan pelatihan atau bantuan teknis lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (5) Fasilitasi, pemberian orientasi umum, petunjuk teknis, bimbingan teknis, pendidikan dan pelatihan atau bantuan teknis lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mempertimbangkan kemampuan kelembagaan, personil dan keuangan negara serta keuangan daerah. Pasal 17 (1) Menteri Dalam Negeri bertanggungjawab atas pengawasan umum penerapan SPM oleh Pemerintahan Daerah. (2) Menteri . . . - - 10 - - (2) Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen bertanggungjawab atas pengawasan teknis penerapan SPM oleh Pemerintahan Daerah. (3) Menteri Dalam Negeri dapat melimpahkan tanggungjawab pengawasan umum penerapan SPM oleh Pemerintahan Kabupaten/Kota kepada Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di Daerah. (4) Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen dapat melimpahkan tanggungjawab pengawasan teknis penerapan SPM yang dilakukan oleh Pemerintahan Kabupaten/Kota kepada Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di Daerah. Pasal 18 Pemerintah dapat memberikan penghargaan kepada Pemerintahan Daerah yang berhasil mencapai SPM dengan baik dalam batas waktu yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan oleh Pemerintah. Pasal 19 (1) Pemerintah dapat memberikan sanksi kepada Pemerintahan Daerah yang tidak berhasil mencapai SPM dengan baik dalam batas waktu yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dengan mempertimbangkan kondisi khusus Daerah yang bersangkutan. (2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada peraturan perundang-undangan. BAB VII .... - - 11 - - BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 20 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan SPM dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 21 (1) Semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan SPM dan tidak sesuai lagi dengan Peraturan Pemerintah ini wajib diadakan penyesuaian paling lambat dalam waktu 2 (dua) tahun sejak ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini. (2) Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen menyusun SPM paling lambat dalam waktu 3 (tiga) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri yang bersangkutan. Pasal 22 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar . . . - - 12 - - Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 28 Desember 2005 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 28 Desember 2005 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA AD INTERIM, ttd YUSRIL IHZA MAHENDRA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 150 Salinan sesuai dengan aslinya DEPUTI MENTERI SEKRETARIS NEGARA BIDANG PERUNDANG-UNDANGAN, ABDUL WAHID PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL I. UMUM Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, desentralisasi diselenggarakan dengan pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada daerah untuk mengurus sendiri urusan pemerintahannya menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi yang luas-seluasnya kepada daerah antara lain dimaksudkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peranserta masyarakat. Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggungjawab, dengan pengertian bahwa penanganan urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah dalam rangka memberdayakan daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Agar otonomi daerah dapat dilaksanakan sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai, Pemerintah wajib melakukan pembinaan dan pengawasan berupa pemberian pedoman, standar, arahan, bimbingan, pelatihan, supervisi, pengendalian, koordinasi, monitoring dan evaluasi. Hal ini dimaksudkan agar kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah tetap sejalan dengan tujuan nasional dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. SPM adalah ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Sesuai dengan amanat Pasal 11 ayat (4) dan Pasal 14 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang . . . - -2- - tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang, SPM diterapkan pada urusan wajib Daerah terutama yang berkaitan dengan pelayanan dasar, baik Daerah Provinsi maupun Daerah Kabupaten/Kota. Untuk urusan pemerintahan lainnya, Daerah dapat mengembangkan dan menerapkan standar/indikator kinerja. Dalam penerapannya, SPM harus menjamin akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan dasar dari Pemerintahan Daerah sesuai dengan ukuran-ukuran yang ditetapkan oleh Pemerintah. Oleh karena itu, baik dalam perencanaan maupun penganggaran, wajib diperhatikan prinsipprinsip SPM yaitu sederhana, konkrit, mudah diukur, terbuka, terjangkau dan dapat dipertanggungjawabkan serta mempunyai batas waktu pencapaian. Disamping itu, perlu dipahami bahwa SPM berbeda dengan Standar Teknis., karena Standar Teknis merupakan faktor pendukung pencapaian SPM. Pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini dimaksudkan untuk: 1. terjaminnya hak masyarakat untuk menerima suatu pelayanan dasar dari Pemerintahan Daerah dengan mutu tertentu. 2. menjadi alat untuk menentukan jumlah anggaran yang dibutuhkan untuk menyediakan suatu pelayanan dasar, sehingga SPM dapat menjadi dasar penentuan kebutuhan pembiayaan daerah. 3. menjadi landasan dalam menentukan perimbangan keuangan dan/atau bantuan lain yang lebih adil dan transparan. 4. menjadi dasar dalam menentukan anggaran kinerja berbasis manajemen kinerja. SPM dapat dijadikan dasar dalam alokasi anggaran daerah dengan tujuan yang lebih terukur. SPM dapat menjadi alat untuk meningkatkan akuntabilitas Pemerintahan Daerah terhadap masyarakat. Sebaliknya, masyarakat dapat mengukur sejauhmana Pemerintahan Daerah dapat memenuhi kewajibannya dalam menyediakan pelayanan publik. 5. memperjelas tugas pokok Pemerintahan Daerah terwujudnya checks and balances yang efektif. dan mendorong 6. mendorong transparansi dan partisipasi masyarakat dalam proses penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Pemerintah . . . - -3- - Pemerintah membina dan mengawasi penerapan SPM oleh Pemerintahan Daerah. Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di Daerah membina dan mengawasi penerapan SPM oleh Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota yang ada di wilayah kerjanya. Sementara itu, masyarakat dapat melakukan pengawasan atas penerapan SPM oleh Pemerintahan Daerah. Pembinaan dan pengawasan atas penerapan SPM oleh Pemerintahan Daerah dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “urusan wajib yang disusun dan diterapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan” adalah urusan wajib sebagaimana diatur dalam Pasal 13 dan Pasal 14 UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang, dan yang diatur dalam peraturan perundanganundangan lainnya yang mengatur penyelenggaraan pelayanan dasar, seperti peraturan perundang-undangan bidang pendidikan, kesehatan, perhubungan, lingkungan hidup, kependudukan, yang memuat ketentuan tentang urusan, tugas, wewenang dan tanggung jawab daerah. Pasal 3 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) . . . - -4- - Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Yang dimaksud dengan “perkembangan kebutuhan dan kemampuan”adalah perubahan-perubahan yang terjadi dalam kurun waktu tertentu terhadap kebutuhan pelayanan dasar serta keberhasilan pencapaian SPM, dengan mempertimbangkan kemampuan nasional dan daerah, yang dikaji secara terus menerus, dalam rangka peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan dasar. Pasal 4 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Batas waktu pencapaian SPM adalah periode yang ditentukan dalam Peraturan Menteri untuk mencapai indikator-indikator SPM. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Ayat (1) Pembahasan SPM memperhatikan: dalam forum DPOD dianggap perlu a. prioritas penyusunan SPM, baik pada masing-masing bidang pemerintahan maupun antar bidang pemerintahan; b. kriteria penentuan urusan wajib; dan c. ketersediaan keuangan negara dan daerah. Untuk mempertimbangkan hal-hal tersebut dan menghindari tumpang-tindih dalam penyusunan SPM yang terkait dengan lebih dari satu Departemen/Lembaga Pemerintah Non-Departemen, DPOD sebagai dewan yang bertugas memberikan pertimbangan dalam . . . - -5- - dalam pelaksanaan kebijakan otonomi daerah merupakan wadah yang representatif untuk dapat menjadi penengah atau mediator agar terjadi sinergi. Rekomendasi dapat berupa saran perbaikan/penyempurnaan, persetujuan untuk diteruskan dengan beberapa catatan, peninjauan ulang atas rancangan SPM yang disusun, atau pertimbanganpertimbangan lain yang perlu diperhatikan dan diperhitungkan. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Klasifikasi belanja daerah disusun berdasarkan organisasi, fungsi, program dan kegiatan serta jenis belanja. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Informasi kepada masyarakat disampaikan melalui papan pengumuman yang tersedia, media cetak (surat kabar lokal dan nasional), media elektronik (website), dan forum diskusi publik, dan/atau media lainnya yang memungkinkan masyarakat mendapatkan akses pada informasi dimaksud. Pasal 12 . . . - -6- - Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “pelaksanaan urusan pemerintahan yang mengakibatkan dampak lintas daerah” antara lain adalah pelayanan sekolah, rumah sakit, pengelolaan sampah. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4585