DGMI Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial Ringkasan Eksekutif DGMI (Dedicated Grant Mechanism Indonesia) bertujuan mendukung penguatan kapasitas teknis, kelembagaan dan komunikasi Masyarakat Adat (MA) dan Masyarakat Lokal (ML) untuk mendapatkan kepastian hak tenurial, meningkatkan mata pencaharian, berpartisipasi secara efektif dalam dialog kebijakan REDD+ dan meningkatkan pengelolaan lahan dan hutan mereka. Sukses dalam mencapai tujuan DGMI diukur dengan 3 indikator: a. MA/ML didukung pemerintah daerah untuk mendapat pengakuan atas peta tanah adat mereka. b. Praktik-praktik penggunaan lahan berkelanjutan diadopsi. c. Jumlah penerima manfaat, minimun 30% adalah perempuan. Komponen DGMI Komponen 1: Hibah untuk meningkatkan kapasitas MA/ML memperkuat kepastian hak tenurial dan meningkatkan penghidupan Sub-komponen 1.1: Penjangkauan masyarakat dan mobilisasi. • Dukungan bagi organisasi non-pemerintah (LSM) dan organisasi masyarakat yang telah terpilih setelah undangan terbuka pengajuan proposal, untuk bekerja dengan ML/ML penerima manfaat yang ditargetkan dan pemangku kepentingan terkait lainnya (misalnya, pemerintah daerah) tentang ruang lingkup dan pengaturan pelaksanaan proyek, dan untuk memperbaiki proposal proyek Sub-komponen 1.2: Memperkuat kapasitas MA/ML untuk meningkatkan kepastian hak tenurial atas lahan. • Mendukung MA/LA dalam upaya klaim hak-hak tenurial, terutama melalui skema (a) pengukuhan hutak hak (hutan adat); (b) hak ulayat (berlaku untuk MA dan ML); dan (c) perhutanan sosial. Sub-komponen 1.3: Membangun kapasitas MA/ML untuk meningkatkan mata pencaharian. • Membantu MAM/L dengan dua dimensi peningkatan mata pencaharian: (i) menentukan dan menyepakati kegiatan prioritas mata pencaharian yang mereka inginkan untuk menerima dukungan dari proyek ini dan (ii) pembiayaan untuk kegiatan mata pencaharian prioritas mereka untuk berkontribusi dalam pengelolaan hutan dan lahan berkelanjutan. Komponen 2: Menginformasikan proses kebijakan dan dialog • Fokus pada penguatan perwakilan MA/ML untuk terlibat dalam proses pengambilan kebijakan nasional dan subnasional dan keputusan yang akan menginformasikan isu-isu terkait REDD+, mengatasi penyebab deforestasi, pengelolaan lansekap dan penghidupan MA/ML. Penerima manfaat DGMI adalah MA/ML. NSC (National Steering Committee) melakukan pengawasan, memastikan fungsi NEA (National Executing Agency) berjalan, memeriksa dan membuat keputusan tentang proposal proyek yang memenuhi syarat. NEA bertanggung jawab atas pelaksanaan DGMI, termasuk pencairan dana, pengawasan, pelaporan, fiducial dan perlindungan lingkungan dan sosial. LSM, organisasi masyarakat dan MA/ML mengembangkan rencana dan melaksanakan proyek DGMI. Tujuan Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial adalah untuk memastikan bahwa dampak lingkungan dan sosial merugikan secara seksama dihindari atau dikurangi. Dalam kategori Bank Dunia DGMI termasuk kategori B, yang tidak diharapkan memiliki dampak lingkungan dan sosial yang signifikan, tapi masih memerlukan kerangka pengaman untuk memastikan kegiatan tidak akan merugikan MA/ML, terutama kelompok yang paling rentan. UU dan peraturan Indonesia menjadi panduan pengelolaan dampak lingkungan kegiatan proyek, diantaranya: - UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan - PP No. 27/2012 tentang Izin Lingkungan - Permen LH No. 5/ 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki AMDAL Kebijakan pengaman lingkungan dan sosial (environmental and social safeguard policy) World Bank mempersyaratkan identifikasi dan penilaian risiko dan dampak lingkungan dan sosial yang terkait dengan aktivitas proyek yang didukung. Memperhatikan sifat, ruang lingkup dan skala proyek, DGMI diharapkan untuk menerapkan 6 kebijakan safeguard, yakni; - OP 4:01 Environmental assessment - OP 4:04 Natural habitats - OP 4:36 Forests - OP 4:11 Physical cultural resources - OP 4:10 Indigenous peoples, dan - OP 4:09 Integrated pest management. Potensi dampak dan upaya mitigasinya Komponen Aktivitas Potentsi dampak negatif Upaya mitigasi 1.1 Diseminnasi informasi dan mobilisasi para pihak Konflik laten akibat perbedaan persepsi dan harapan, termasuk interpretasi legal Gunakan protokol konsultasi publik DKN (FPIC) sebagai acuan. Sebelum mengirim undangan, verifikasi para pihak di calon lokasi proyek. 1.2 Pemetaan wilayah adat Gunakan standar proses pemetaan partisipatif (panduan BRWA, JKPP, Chapin) Gunakan Permen LHK No. 84/2015 tentang penanganan konflik tenurial kawasan hutan 1.2 Proses pengakuan legal wilayah adat Konflik dengan pemerintah Konflik dengan swasta pemegang izin Konflik internak MA/ML Konflik dengan swasta pemegang izin Gunakan proses IP4T (inventarisasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah) sesuai SKB No. 79/2014. Gunakan informasi tentang prosedur penyusunan Perda untuk mendorong pengesahan masyarakat adat sebagai entitas legal Komponen Aktivitas 1.2 Perhutanan sosial bagi masyarakat lokal 1.3 Peningkatan kapasitas untuk perbaikan mata pencaharian, seperti energi berkelanjutan, infrastuktur air Pengembangan penghidupan pedesaan, seperti pertanaian, ketahanan pangan, pemanfaatan hasil hutan non/kayu 1.3 2 Penguatan kapasitas pengembangan dan dialog kebijakan Potentsi dampak negatif Upaya mitigasi Konflik internal antar anggota masyarakat akibat perbedaan persepsi dan harapan. Pembatasan akses dan penggunaan lahan. Tekanan terhadap lahan meningkat, memicu konversi hutan Proses partisipatif pada tahap perencanaan. Dalam proses pengajuan, periksa PIAPS (peta indikatif perhutanan sosial). Konflik internal antar anggota masyarakat Kerusakan habitat alam Kerusakan keanekaragaman hayati Pencemaran akibat penggunaaan pestisida/ bahan kimia lain Konflik akibat respon lambat pemerintah Gunakan Daftar Negatif dalam tahap penyaringan proposal Perencanaan partisipatif dalam penyusunan proposal Rencana pengelolaan lingkungan dan sosial (RPLS) Siapakan ijin lingkungan, UKL/UPL, SPPL Penguatan kapasitas alternatif sumber mata pencaharian yang berkelanjutan. Rencana pengelolaan lingkungan dan sosial (RPLS). Pelatihan pengembangan kebijakan bagi pelaku lokal dan pengambil kebijakan. Gunakan kerangka kebijakan naasional, seperti satuan tugas (perhutanan sosial, reforma agraria) untuk menfasilitasi “debottle-necking” Perangkat pengaman lingkungan dan sosial untuk aktivitas proyek yang didukung DGMI mencakup: - Daftar negatif kegiatan yang tidak dapat didukung - FPIC (free, prior, informed consultation/consent) - Kerangka Partisipasi Masyarakat - Kerangka pengelolaan lingkungan dan sosial; o Rencana pengelolaan lingkungan dan sosial (RPLS) dan o Jika diperlukan SPPL (surat pernyataan kesanggupan melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan), UKL/ UPL (upaya pengelolaan/pemantauan lingkungan), atau izin lingkungan. o Perjanjian hibah/pinjaman lahan (konstruksi infrastuktur fisik) - Keterbukaan informasi (information disclosure) - Mekanisme penanganan aduan (grievance redress mechanisms)