GAMBARAN PENYEBAB KEKOSONGAN STOK OBAT PATEN DAN UPAYA PENGENDALIANNYA DI GUDANG MEDIS INSTALASI FARMASI RSUD KOTA BEKASI PADA TRIWULAN I TAHUN 2015 SKRIPSI Diajukan Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Oleh : AJRINA WINASARI NIM. 1111101000046 PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H / 2015 M i UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN SKRIPSI, DESEMBER 2015 Ajrina Winasari, NIM: 1111101000046 “Gambaran Penyebab Kekosongan Stok Obat Paten Dan Upaya Pengendaliannya Di Gudang Medis Instalasi Farmasi RSUD Kota Bekasi Pada Triwulan I Tahun 2015” xii + (163) halaman, (10) tabel, (7) bagan, (12) lampiran ABSTRAK Latar Belakang : Instalasi farmasi bertanggung jawab untuk menjamin dan memastikan kualitas, manfaat, keamanan serta ketersediaan obat-obatan dapat tepat jenis, tepat jumlah, dan tepat waktu pada saat dibutuhkan. Gudang farmasi RSUD Kota Bekasi belum optimal dalam melakukan pengelolaan obat, hal ini karena belum adanya keseimbangan antara permintaan dan ketersediaan obat sehingga terjadi stock out dan pembelian cito. Untuk itu perlu dilakukan analisis mengenai sistem pengelolaan obat dan diketahuinya faktor penyebab kekosongan obat di gudang farmasi. Metode : Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari wawancara mendalam, observasi, dan telaah dokumen. Informan penelitian ini terdiri dari Kepala Instalasi Farmasi, Wakil Kepala Instalasi Farmasi, Kepala Gudang Farmasi, Kepala UPBJ, dan Distributor. Hasil Penelitian : Pengelolaan obat yang dilakukan di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi masih belum cukup efektif. Hal ini dikarenakan masih ada beberapa komponen input (SDM, Dana, Kebijakan, Prosedur, dan Distributor), proses (Perencanaan, Pengadaan, Pengawasan dan Pengendalian), serta output (Stock Out, Obat Kadaluarsa, dan Stock Opname) yang belum sesuai dengan Permenkes No.58 tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Faktor yang mempengaruhi terjadinya kekosongan obat yaitu faktor dana dan faktor distributor. Pengendalian persediaan obat paten di gudang farmasi dilakukan melalui stock opname dan belum menggunakan metode pengendalian yang khusus. Upaya pengendalian persediaan obat paten melalui analisis ABC terdapat 28 jenis obat yang tergolong kelompok A, terdapat 30 jenis obat paten yang tergolong kelompok B, dan 70 jenis obat paten yang tergolong kelompok C. Berdasarkan metode EOQ didapatkan jumlah pemesanan optimum obat paten yang tergolong kelompok A berjumlah mulai dari 5-375 item. Berdasarkan metode Reorder Point (ROP) dengan mempertimbangkan buffer stock diperoleh titik pemesanan kembali untuk kelompok A mulai dari 34-2257 item. Saran : Diharapkan manajemen RS lebih memperhatikan kegiatan pengendalian obat di gudang farmasi dan menjaga ketersediaan jumlah obat agar terhindar dari kekosongan obat yang akan mempengaruhi pelayanan dan memberikan kerugian bagi rumah sakit. Kata Kunci : Manajemen Persediaan, Kekosongan Obat, Analisis ABC, EOQ, ROP Daftar Bacaan : 57 (1999-2014) ii STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF JAKARTA FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE PUBLIC HEALTH PROGRAM STUDY HEALTH CARE MANAGEMENT SKRIPSI, DECEMBER 2015 Ajrina Winasari, NIM: 1111101000046 “Causes of Emptiness Stock Drug Patents and Effort control in Warehouse Pharmacy Medical City Hospital Bekasi 2015” xix + 165 pages, 10 table, 7 frame, 12 appendix ABSTRACT Background : Pharmacy is responsible for guarantee and ensuring the quality, benefits, safety and availability of drugs can be the exact kind, quantity, and timely in times of need. Hospital pharmacy warehouse of Bekasi City not optimal in managing medication, it is because there is no balance between demand and availability of drugs resulting in stock out and purchase cito. It is necessary for the analysis of the medication management system and know the factors causing stock out drug in pharmaceutical warehouse. Methods : This research is descriptive qualitative research. Data used in this research is primary data collected from in-depth interviews, observation, and document analysis. The informants consisted of Head of Pharmacy, the Deputy Head of Pharmacy, Head of Warehouse, Head of the procurement unit, and distributors. Results : Medication management is done in the pharmaceutical warehouse Bekasi City Hospital is still not be effective. This is because there are still some components such as inputs (human resources, budget, policies, procedures, and distributors), processes (planning, procurement, monitoring and control), and output (stock outs, expired drugs, and stock opname) were not in accordance with standard pharmacy services in hospitals in 2014. Factors that cause drug empty are budget factors and distributor factors. Inventory control in warehouses pharmaceutical patent medicine is done through stock opname and not using that specific control methods. Patent drug supply control efforts through ABC analysis there are 28 types of drugs that are categorized as group A, there are 30 kinds of patented drugs classified as group B, and 70 types of patent medicines that belong to a group C. Based on EOQ method, optimum ordering quantity for 28 types of drugs that are categorized as group A was ranged from 5-375 items. Based on reorder point (ROP) method, reorder point/reorder time for 28 types of drugs that are categorized as group A was ranged from 34-2257 items. Suggestion : Hospital management is expected to pay more attention to control drugs in a pharmaceutical warehouse for avoid stock out drugs that would affect service and disadvantages hospital. Key Word : Inventory Control, Stock Out, ABC Analysis, EOQ, ROP Bibliography : 57 (1999-2014) iii iv RIWAYAT HIDUP PENULIS Nama : Ajrina Winasari JenisKelamin : Perempuan Tempat / TanggalLahir : Jakarta, 14 Mei 1993 Alamat : Jl. Lumbu Tengah 1E No. 113, Rawalumbu, Bekasi Agama : Islam No. Telp : 089604449808 E-mail : [email protected] RIWAYAT PENDIDIKAN 2011 – sekarang : Manajemen Pelayanan Kesehatan (MPK), Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatulah Jakarta 2008 – 2011 : MAN 02 Kota Bekasi 2005 – 2008 : SMP Bani Saleh 2 Kota Bekasi 1999 – 2005 : SDN BJRL IX 1998 – 1999 : TK An – Nisa RIWAYAT ORGANISASI 2006 – 2007 : PMR SMP Bani Saleh 2 2009 – 2010 : Sekretaris Pramuka MAN O2 Kota Bekasi 2013 – 2014 : Sekretaris II HACAMSA UIN Jakarta PENGALAMAN KERJA Januari 2014 – Maret 2014 : Pengalaman Belajar Lapangan di Kelurahan Buaran RW 03 Januari 2015 – Maret 2015 : Praktek Kerja (Magang) di RSUD Kota Bekasi vi KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr. Wb Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gambaran Penyebab Kekosongan Stok Obat Paten dan Upaya Pengendaliannya di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi tahun 2015”. Shalawat serta salam tidak lupa penulis sampaikan pada baginda Rasullulah Muhammad SAW yang membawa umatnya ke jalan yang diridhoi oleh Allah SWT. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan program Strata Satu (S1) pada program studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Allah SWT yang telah memberikan nikmat sehat dan kelancaran sehingga penulis dapat menjalankan skripsi ini dengan lancar. 2. Kedua orang tua tercinta, yaitu Bapak Arno Sugiyarno dan Ibu Dewi Panawiningsih, saudaraku tercinta, dan adik-adik penulis yang selalu mendoakan, memberi dukungan, semangat, serta selalu memberikan kasih sayangnya yang tiada henti kepada penulis. 3. Bapak Arif Sumantri selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Fajar Ariyanti, selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Bapak dr. Yuli Prapancha Satar, MARS dan Ibu Catur Rosidati, MKM selaku Pembimbing Fakultas yang telah memberikan arahan serta bimbingannya dengan sangat baik. 6. Ibu Dwi Agus Sumarni, S.Si. Apt selaku Kepala Instalasi Farmasi RSUD Kota Bekasi yang telah memberikan bimbingan, arahan dan perizinan dalam memberikan informasi yang dibutuhkan selama penelitian. 7. Ibu Fadliah Bayu Adlina, S.Farm, selaku Kepala Gudang Farmasi yang telah banyak membantu dalam memberikan informasi terkait kegiatan manajerial di instalasi famasi. Bagian Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bekasi yang telah vii banyak memberikan bantuan, berbagi ilmu dan pengalaman kerjanya dirumah sakit yaitu Pak Andy, Pak Ferdy, Pak Afi, Ibu Resty, Ibu Fia, Mas Ozan dan Mas Rian. 8. Pak Tono selaku staf di instalasi Diklat yang sudah banyak membantu dalam memberikan kemudahan perizinan dan administrasi surat di RSUD Kota Bekasi. 9. Agus Setiawan, terima kasih banyak atas seluruh dukungan, semangat, dan doanya selama ini. Selalu mendampingi disaat kesusahan, kebosanan, dan perjuangan selama disusunnya skripsi ini. 10. Teman-teman seperjuangan Program Studi Kesehatan Masyarakat yaitu Eka Lestari Sitepu, Putri Anggraeni, Putri Dwi Karina khususnya Peminatan Manajemen Pelayanan Kesehatan yaitu Anis Saputri, Nurul Ismi, Safira Hilwa, Sri Henny dan yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas semangat, doa, motivasi dan kebersamaan kita selama ini. Senang menjadi bagian dari kalian MPK 2011. Dan pihak-pihak lain yang secara tidak langsung juga membantu saya dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih. Dengan mengirimkan doa kepada Allah SWT, penulis berharap semua kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Amin. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi materi maupun teknik penulisan. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun penulis harapkan. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca pada umumnya serta dapat menjadi referensi penulisan skripsi bagi mahasiswa lain. Wassalamualaikum Wr. Wb Bekasi, Desember 2015 Penulis viii DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL .................................................................................................................. LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................................................... i ABSTRAK ................................................................................................................................ ii ABSTRACT ............................................................................................................................. iii PERNYATAAN PERSETUJUAN ........................................................................................ iv LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................................... v RIWAYAT HIDUP PENULIS .............................................................................................. vi KATA PENGANTAR ............................................................................................................ vii DAFTAR ISI ........................................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ................................................................................................................. xiii DAFTAR BAGAN ................................................................................................................ xiv DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................................... xv DAFTAR SINGKATAN .......................................................................................................... xvi DAFTAR ISTILAH ................................................................................................................ xvii BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ........................................................................................................ 1 1.2. Rumusan Masalah ................................................................................................. 10 1.3. Pertanyaan Penelitian ............................................................................................ 12 1.4. Tujuan Penelitian .................................................................................................. 12 1.4.1. Tujuan Umum .............................................................................................. 12 1.4.2. Tujuan Khusus ............................................................................................. 13 1.5. Manfaat Penelitian ................................................................................................ 14 1.5.1. Bagi Peneliti ......................................................................................... 14 1.5.2. Bagi Rumah Sakit ................................................................................ 14 1.5.3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat ........................................ 14 1.6. Ruang Lingkup Penelitian ..................................................................................... 15 ix BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................... 16 2.1. Manajemen Logistik ...................................................................................... 16 2.1.1. Tujuan Manajemen Logistik ................................................................... 17 2.1.2. Fungsi Manajemen Logistik ................................................................... 17 2.2. Manajemen Persediaan ....................................................................................... 22 2.2.1. Perencanaan Persediaan .......................................................................... 26 2.2.2. Pengadaan Persediaan ............................................................................. 27 2.2.3. Pengawasan Persediaan .......................................................................... 28 2.2.4. Pengendalian Persediaan......................................................................... 29 2.2.4.1. Pengendalian Persediaan dengan Analisis ABC Investasi ............ 30 2.2.4.2. Pengendalian Persediaan dengan Metode EOQ ............................ 33 2.2.4.3. Pengendalian Persediaan dengan Safety Stock .............................. 35 2.2.4.4. Pengendalian Persediaan dengan Metode ROP............................. 37 2.3. Stock Out ............................................................................................................ 39 2.4. Obat .................................................................................................................... 40 2.5. Pengertian Sistem ............................................................................................... 40 2.6. SDM ................................................................................................................... 41 2.7. Prosedur .............................................................................................................. 43 2.8. Dana .................................................................................................................... 43 2.9. Kebijakan ............................................................................................................ 44 2.10. Distributor ....................................................................................................... 44 2.11. Rumah Sakit.................................................................................................... 45 2.12. Instalasi Farmasi ............................................................................................. 47 2.13. Kerangka Teori ............................................................................................... 51 BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH............................................ 52 3.1. Kerangka Konsep ....................................................................................................... 52 3.2. Definisi Istilah ............................................................................................................ 56 x BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................ 61 4.1. Desain Penelitian ........................................................................................................ 61 4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................................... 61 4.3. Informan Penelitian .................................................................................................... 61 4.4. Instrumen Penelitian .................................................................................................. 62 4.5. Pengumpulan Data ..................................................................................................... 62 4.6. Validitas Data ............................................................................................................ 63 4.7. Penyajian Data ........................................................................................................... 66 4.8. Pengolahan Data ........................................................................................................ 66 4.9. Analisis Data .............................................................................................................. 68 BAB V HASIL PENELITIAN .............................................................................................. 73 5.1. Gambaran Umum RSUD Kota Bekasi ....................................................................... 73 5.1.1. Visi dan Misi RSUD Kota Bekasi .................................................................. 70 5.2. Gambaran Umum Instalasi Farmasi RSUD Kota Bekasi ........................................... 74 5.3. Input Manajemen Persediaan ...................................................................................... 75 5.3.1. Sumber Daya Manusia ..................................................................................... 76 5.3.2. Dana ............................................................................................................... 82 5.3.3. Prosedur .......................................................................................................... 84 5.3.4. Kebijakan ....................................................................................................... 88 5.3.5. Distributor ...................................................................................................... 88 5.4. Proses ......................................................................................................................... 92 5.4.1. Perencanaan Persediaan .................................................................................. 93 5.4.2. Pengadaan Persediaan ..................................................................................... 96 5.4.3. Pengawasan Persediaan ................................................................................... 99 5.4.4. Pengendalian Persediaan ............................................................................... 100 5.5. Output ...................................................................................................................... 103 5.5.1. Stock Out ....................................................................................................... 105 5.5.2. Obat Kadaluarsa ............................................................................................ 108 5.5.3. Stock Opname ................................................................................................ 109 5.6. Upaya Pengendalian Persediaan .............................................................................. 111 5.6.1. Klasifikasi ABC Investasi ............................................................................. 111 5.6.2. Pengendalian Persediaan dengan Metode EOQ ............................................ 114 5.6.3. Pengendalian Persediaan dengan Metode ROP ........................................... 118 xi BAB VI PEMBAHASAN .................................................................................................... 121 6.1. Keterbatasan Penelitian ............................................................................................ 121 6.2. Gambaran Kekosongan Stok Obat............................................................................ 122 6.3. Gambaran Faktor Penyebab Kekosongan Stok Obat................................................ 125 6.4. Input ........................................................................................................................ 131 6.4.1. Sumber Daya Manusia ................................................................................. 131 6.4.2. Dana ............................................................................................................. 135 6.4.3. Prosedur ........................................................................................................ 137 6.4.4. Kebijakan ..................................................................................................... 140 6.4.5. Distributor .................................................................................................... 141 6.5. Proses ....................................................................................................................... 142 6.5.1. Perencanaan Persediaan ................................................................................ 142 6.5.2. Pengadaan Persediaan ................................................................................... 144 6.5.3. Pengawasan Persediaan ................................................................................. 146 6.5.4. Pengendalian Persediaan ............................................................................... 147 6.6. Output ...................................................................................................................... 149 6.6.1. Stock Out ...................................................................................................... 149 6.6.2. Obat Kadaluarsa ............................................................................................ 150 6.6.3. Stock Opname Obat ........................................................................................ 152 6.7. Upaya Pengendalian Persediaan .............................................................................. 153 6.7.1. Klasifikasi ABC Investasi ............................................................................ 154 6.7.2. Pengendalian Persediaan dengan Metode EOQ ........................................... 156 6.7.3. Pengendalian Persediaan dengan Metode ROP ........................................... 158 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 161 7.1. Kesimpulan ........................................................................................................................161 7.2. Saran ....................................................................................................................................163 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... xviii LAMPIRAN ......................................................................................................................... xxii xii DAFTAR TABEL Nomor Judul Tabel Halaman Tabel Tabel 4.1 Triangulasi Sumber Dilihat dari Pedoman Wawancara 64 Tabel 4.2 Triangulasi Metode Dilihat dari Pedoman Wawancara 65 Tabel 5.1 Jumlah Ketenagaan Farmasi RSUD Kota Bekasi tahun 2015 Karakteristik Informan di RSUD Kota Bekasi 76 Data Pemesanan Cito di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi pada Triwulan I Tahun 2015 Data Pemesanan Cito di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi pada Tahun 2014 dan tahun 2015 Kelompok ABC berdasarkan Nilai Investasi Obat Paten Periode Januari-Maret tahun 2015 105 Biaya ATK dalam setiap pemesanan obat di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi Biaya Pemesanan dalam sekali pemesanan obat di Gudang 116 Tabel 5.2 Tabel 5.3 Tabel 5.4 Tabel 5.5 Tabel 5.6 Tabel 5.7 Farmasi RSUD Kota Bekasi xiii 79 105 113 117 DAFTAR BAGAN Nomor Bagan Judul Bagan Halaman Bagan 2.1 Siklus Manajemen Logistik 18 Bagan 2.2 Kerangka Teori 51 Bagan 3.1 Kerangka Konsep 54 Bagan 5.1 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUD Kota Bekasi 74 Bagan 5.2 Input Manajemen Persediaan 75 Bagan 5.3 Proses Manajemen Persediaan 92 Bagan 5.4 Output Manajemen Persediaan 104 xiv DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Pedoman Telaah Dokumen Lampiran 2 Lembar Observasi Lampiran 3 Matriks Wawancara Lampiran 4 Matriks Triangulasi Sumber Lampiran 5 Daftar Obat Kadaluarsa pada bulan Januari – Maret tahun 2015 Lampiran 6 Tabel Kelompok Obat Paten Berdasarkan Analisis ABC tahun 2015 Lampiran 7 Tabel Perhitungan EOQ Obat Paten Kelompok A tahun 2015 Lampiran 8 Tabel Perhitungan ROP dan Buffer Stock Obat Paten Kelompok A tahun 2015 xv DAFTAR SINGKATAN BPJS = Badan Penyelenggara Jaminan Sosial BPOM = Badan Perusahaan Obat dan Makanan Depkes = Departemen Kesehatan EOQ = Economic Order Quantity IFRS = Instalasi Farmasi Rumah Sakit JKN = Jaminan Kesehatan Nasional NPWP = Nomor Pokok Wajib Pajak PBF = Perusahaan Besar Farmasi Permenkes/PMK = Peraturan Menteri Kesehatan ROP = Reorder Point RS = Rumah Sakit RSUD = Rumah Sakit Umum Daerah SIUP = Surat Izin Usaha Perdagangan SIPA = Surat Izin Praktek Apoteker SDM = Sumber Daya Manusia SOP = Standar Operasional Prosedur UU = Undang - Undang xvi DAFTAR ISTILAH Buffer Stock/Safety Stock = Stok pengaman untuk menghindari kemungkinan terjadinya kekurangan persediaan Cito = Pemesanan dilakukan insidental dan harus dikirim saat itu juga Defekta = Pendokumentasian/pencatatan mengenai permintaan dan pengiriman obat dari gudang farmasi ke apotek Expired Date = Tanggal Kadaluarsa E- catalogue = Daftar Katalog obat secara online E-purchasing = Pembelian obat secara online Formularium = Dokumen yang berisi daftar obat yang digunakan oleh tenaga kesehatan dirumah sakit Life – saving = Obat yang harus ada dirumah sakit sebagai obat penyelamat hidup pasien Lead Time = Waktu tunggu pemesanan obat atau waktu yang diperlukan dari mulai pemesanan sampai obat diterima Obat yang Fast Moving = Obat yang perputarannya cepat Obat yang Slow Moving = Obat yang perputarannya lambat Stock Out = Kekosongan Stok Stock Opname = Kegiatan mencocokan jumlah fisik barang gudang dengan kartu stok User = Pengguna Obat (dokter) xvii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan UU no.44 tahun 2009, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Salah satu kewajiban rumah sakit, yaitu membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan dirumah sakit sebagai acuan dalam melayani pasien. Kewajiban ini menuntut rumah sakit untuk terus melakukan upaya dalam memperbaiki kualitas pelayanan jasa yang diberikan. Pelayanan kesehatan dirumah sakit memiliki 5 revenue center, diantaranya pelayanan rawat jalan dan rawat inap, pelayanan gawat darurat, instalasi laboratorium, instalasi radiologi dan instalasi farmasi (Suciati, 2006). Salah satu tugas utama instalasi farmasi adalah pengelolaan, pelayanan, sampai dengan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang digunakan dirumah sakit (Siregar, 2004). Apabila tugas ini tidak dikelola dengan baik dan penuh tanggung jawab maka dapat diprediksi bahwa kualitas pelayanan rumah sakit dan pemasokan RS akan menurun. Berdasarkan PMK no.58 tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian dirumah sakit bahwa pelayanan kefarmasian dirumah sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit. Tuntutan pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu pelayanan 1 kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang berorientasi pada pasien (patient oriented). Pelayanan yang berorientasi pada pasien mengharuskan pelayanan kefarmasian yang dapat meningkatkan mutu dalam pengelolaan dan kefarmasian klinis dirumah sakit. Dalam menjamin mutu pelayanan kefarmasian harus dilakukan pengendalian perbekalan farmasi yang bertanggung jawab. Menurut Permenkes no.58 tahun 2014 bahwa pengendalian mutu kefarmasian meliputi kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap pelayanan yang diberikan. Kegiatan ini bertujuan menjamin kegiatan sesuai dengan rencana, salah satunya untuk mencegah terjadi kekosongan stok perbekalan farmasi saat dibutuhkan. Apabila ditemukan stok obat yang kosong maka penyebabnya akan dipastikan dan diatasi sehingga masalah tersebut dapat segera dikendalikan dan meminimalkan kerugian. Kekosongan stok obat dirumah sakit dapat mempengaruhi mutu pelayanan yang diberikan. Menurut penelitian Academy of Managed Care Pharmacy (AMCP) tentang The Reality of Drug shortages (2010) yang mayoritas respondennya sebagian besar adalah kepala farmasi/apoteker, diperoleh hasil bahwa kekosongan obat dapat mengakibatkan 55,5% kelalaian, 54,8% kesalahan dosis, 34,8% kesalahan obat, 70,8% perawatan tertunda dan 38% mengakibatkan keluhan pasien. Hasil penelitian ini menunjukkan persentase terbesar terhadap kekosongan obat yaitu dapat menghambat dan mengakibatkan perawatan terhadap pasien tertunda. Dari penelitian tersebut juga diketahui rumah sakit yang 2 mengalami kekurangan obat melaporkan bahwa kenaikan biaya yang dikeluarkan rumah sakit dapat terjadi akibat adanya kekurangan obat. Kekosongan obat juga dapat mempengaruhi perawatan pada pasien. Berdasarkan penelitian oleh Milena, dkk (2013) di Inggris diperoleh hasil bahwa kekurangan obat dapat memiliki efek dalam perawatan pasien karena mereka membatasi pilihan pengobatan yang tersedia untuk resep pasien. Menanggapi kekurangan obat, sistem kesehatan harus bertindak cepat untuk mengidentifikasi dan mendapatkan obat/produk alternatif. Hal ini dilakukan untuk menghindari gangguan dalam perawatan pasien dan memberikan terapi obat yang aman. Dalam penelitian ini juga dijelaskan bahwa kekurangan obat juga dapat mempengaruhi prosedur dan pengambilan keputusan mengenai pengadaan obat. Akibat lain dari adanya stok yang kosong yaitu rumah sakit akan mengalami nilai kerugian. Hasil penelitian Renie & Widodo (2013) tentang Faktor Penyebab dan kerugian akibat Stockout dan Stagnant Obat di Unit Logistik RSU Haji Surabaya bahwa pada bulan Januari-April 2012 terdapat 166 jenis obat yang mengalami stock out. Dari stock out obat ini mengakibatkan RSU Haji Surabaya memiliki total kerugian yang diperhitungkan dengan hilangnya biaya kesempatan (peluang untuk mendapatkan keuntungan yang hilang) mencapai Rp 10.836.405. Hasil pada penelitian tersebut juga menjelaskan bahwa faktor penyebab dari adanya stockout obat di RSU Haji Surabaya yaitu adanya floor stock, kurangnya tenaga kerja untuk kegiatan inventory dan perencanaan pengadaan yang tidak akurat. Untuk itu diperlukannya manajemen pengelolaan yang baik 3 terhadap logistik obat dan perbekalan farmasi dirumah sakit agar tidak terjadi stockout yang dapat merugikan rumah sakit. Dari penelitian Dumbi (2012) bahwa faktor yang mempengaruhi kekosongan obat di Instalasi Farmasi RSUD Pohuwato yaitu dana yang tersedia tidak mencukupi untuk melakukan perencanaan pengadaan obat dan keterlambatan dalam pembayaran tagihan dimana pemesanan barang sudah melebihi dana yang tersedia dirumah sakit. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Amiati Pratiwi (2009), Stock out Obat di Gudang Perbekalan Kesehatan Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih pada Triwulan I tahun 2009 terdapat sebesar 5,70% jumlah permintaan obat yang tidak terlayani dari gudang logistik ke depo farmasi dirumah sakit. Dimana permintaan yang tidak terlayani ini disebabkan karena tidak tersedianya obat di gudang atau terjadi kekosongan obat di gudang logistik. Barang yang diminta tersedia namun secara kuantitas tidak dapat memenuhi permintaan atau barang tidak tersedia sama sekali. Berdasarkan penelitian oleh Anindita tentang Cara Pengendalian Persediaan Obat Paten di RS Zahirah (2014), kekosongan obat juga terjadi dimana terdapat 164 jenis obat yang pernah dibeli ke apotek luar pada triwulan I (Januari-Maret) tahun 2014. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat 164 jenis obat yang belum dapat disediakan dalam jumlah yang diminta pada waktu dibutuhkan sehingga harus dibeli secara cito ke apotek luar. Hal ini tentu saja dapat merugikan karena pembelian obat di luar rumah sakit akan lebih mahal dibandingkan membeli ke distributor. 4 Hal serupa juga terjadi di RSUD Kota Bekasi. Berdasarkan wawancara dan observasi, kekosongan obat yang terjadi di RSUD Kota Bekasi mengakibatkan seringnya rumah sakit melakukan pembelian obat di apotik luar RSUD. Pembelian ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pasien walau harga pembelian obat lebih mahal dibanding ke distributor. Banyak pasien yang mengeluh akibat keterlambatan pengiriman dari apotik luar RSUD sehingga dapat mempengaruhi kepuasan pasien terhadap pelayanan dan kesembuhan pasien yang berkunjung ke rumah sakit. Berdasarkan data perhitungan terhadap obat yang dilakukan pemesanan di apotik luar RSUD Kota Bekasi pada tahun 2014 mencapai 208 jenis obat dari 1970 jenis obat atau mencapai 10,5% dari jumlah seluruh obat, yang terdiri dari 84 jenis obat paten, 83 obat JKN, dan 76 obat generik. Sedangkan pada triwulan I (Januari-Maret) tahun 2015 terdapat 35 jenis obat dari 1320 jenis obat atau mencapai 2,7% dari seluruh jumlah obat dirumah sakit, yang terdiri dari 16 obat paten, 11 obat JKN, dan 8 obat generik. Obat paten merupakan obat yang paling banyak dilakukan pemesanan secara cito pada tahun 2014 dan tahun 2015. Penggunaan obat generik meningkat dengan adanya pelayanan yang menggunakan JKN(Jaminan Kesehatan Nasional), dimana obat-obatan didalam Formularium Nasional sebagian besar obat generik. Kementerian Kesehatan mewajibkan seluruh fasilitas kesehatan milik pemerintah menggunakan obat generik dalam kegiatan pelayanan kepada masyarakat. Dalam Permenkes No.68 tahun 2010 tentang kewajiban menggunakan obat generik di faskes pemerintah menyatakan bahwa dokter wajib menulis resep obat generik bagi semua pasien. 5 Untuk itu, obat generik sangat dibutuhkan dibanyak rumah sakit pemerintah. Penggunaan obat generik terus meningkat hingga mengakibatkan kekosongan stok. Untuk menyiasati kekosongan itu, maka rumah sakit mengganti obat generik dengan obat paten yang sama komponennya. Dalam Permenkes No.68 tahun 2010 tersebut juga dijelaskan bahwa dokter ataupun apoteker dapat mengganti obat generik dengan obat paten yang sama komponennya. Oleh karena itu, penggunaan terhadap obat paten juga kian meningkat hingga melakukan pembelian cito diluar rumah sakit. Hal ini dikarenakan persediaan obat paten yang tidak mencukupi di gudang farmasi. Tingginya penggunaan terhadap obat paten dirumah sakit belum dapat memenuhi persediaan yang dibutuhkan pasien sehingga sering terjadi kekosongan obat dan melakukan pemesanan cito di apotek luar rumah sakit. Besarnya nilai investasi dan pemakaian akan obat paten cenderung meningkat setiap bulannya di RSUD Kota Bekasi. Pemakaian obat paten pada bulan Januari sebesar 39,3%, pada bulan Februari sebesar 41,2% dan bulan Maret mencapai 42,4% dari seluruh persediaan obat gudang farmasi RSUD Kota Bekasi tahun 2015. Berdasarkan data penggunaan obat paten diketahui bahwa obat paten memiliki pemakaian yang lebih tinggi dibandingkan obat generik dan askes (JKN), untuk itu diperlukan pengendalian terhadap persediaan obat paten dirumah sakit. Berdasarkan data diatas adanya peningkatan terhadap penggunaan obat paten pada bulan Januari-Maret 2015, hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan obat paten perlu mendapat perhatian. Jika stok obat paten mengalami kekosongan maka akan dilakukan pemesanan cito di luar apotek rumah sakit. Biaya 6 pemesanan cito memerlukan biaya yang lebih mahal dibandingkan melakukan pemesanan ke distributor. Instalasi farmasi di RSUD Kota Bekasi yang telah terstandar ISO 9001:2008 tentunya akan berupaya memberikan pelayanan kefarmasian yang bermutu kepada masyarakat. Pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan perbekalan farmasi pasien sehingga meningkatkan kepuasan pasien dirumah sakit dan efisiensi terhadap anggaran rumah sakit. Pelayanan kefarmasian di RSUD Kota Bekasi dilakukan di depo/cabang farmasi di masing-masing unit pelayanan dirumah sakit. Obat ataupun sediaan farmasi di depo farmasi didistribusikan dari gudang medis RSUD Kota Bekasi. Gudang medis merupakan pusat dari kegiatan perencanaan, penerimaan, pendistribusian, penyimpanan, dan pengendalian sediaan farmasi dirumah sakit. Dalam mencegah kekosongan obat, petugas gudang perlu lebih memperhatikan pengendalian terhadap obat maupun sediaan farmasi digudang medis. Untuk itu, peran petugas di gudang medis penting dalam bertanggung jawab terhadap pengendalian sediaan farmasi dirumah sakit. Perusahaan barang atau jasa dalam menjalankan usahanya membutuhkan persediaan mulai dari keperluan bahan mentah sampai pada barang jadi. Menurut Rangkuti (2002) bahwa pendekatan manajemen persediaan dapat diterapkan pada usaha yang membutuhkan persediaan barang-barang untuk dijual. Tujuannya yaitu untuk membantu perusahaan dalam meningkatkan atau memberikan pelayanan maksimal kepada konsumen. Dalam hal ini tentu saja rumah sakit sebagai perusahaan yang menyediakan persediaan obat untuk menunjang kegiatan 7 jasa tentu memiliki visi dan misi dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan keinginan dan harapan pelanggan. Salah satu fungsi manajemen persediaan yang sangat penting adalah pengendalian persediaan. Apabila perusahaan terlalu menggunakan banyak dana dalam persediaan, hal ini akan menyebabkan biaya penyimpanan yang berlebihan. Perusahaan yang tidak mempunyai persediaan yang mencukupi dapat mengakibatkan biaya yang timbul dari adanya kekurangan persediaan (Rangkuti, 2002). Oleh karena itu, pendekatan ini sesuai dengan kebutuhan persediaan obat dirumah sakit yang membutuhkan pengendalian terhadap jumlah pemasukan maupun pengeluaran barang perbekalan farmasi. Waters (2003) mengemukakan bahwa terdapat tiga pertanyaan penting dalam pengendalian persediaan yaitu item apa yang seharusnya disimpan, kapankah seharusnya melakukan pemesanan, dan berapa banyak yang harus dipesan (Nadia, 2012). Dalam menjawab tiga pertanyaan tersebut maka digunakan metode klasifikasi ABC untuk menjawab item apa saja yang harus tersedia, metode ROP untuk menjawab kapan seharusnya dilakukan pemesanan, dan metode EOQ untuk menjawab berapa banyak yang harus dipesan. Metode dalam pengendalian persediaan bertujuan menciptakan keseimbangan antara persediaan dan permintaan (Anief, 2008). Oleh karena itu, metode pengendalian persediaan dapat membantu dalam mencegah persediaan mengalami kekurangan atau kelebihan. Metode EOQ (Economic Order Point) adalah jumlah atau besarnya pesanan yang diadakan dengan meminimalkan biaya-biaya yang timbul dalam operasional 8 persediaan. Untuk menentukan jumlah pemesanan yang ekonomis, harus berusaha memperkecil biaya pemesanan (ordering costs) dan biaya penyimpanan (carrying costs) (Assauri, 2008). Buffer stock adalah persediaan pengaman yang berfungsi untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan barang (stockout) karena penggunaan barang yang lebih besar dari perkiraan semula atau keterlambatan dalam penerimaan barang yang dipesan. ROP (Reorder Point) adalah titik pemesanan ulang yang menandakan bahwa pembelian harus segera dilakukan untuk menggantikan persediaan yang telah digunakan (Herjanto, 2008). Dari penelitian Amiati (2009), Dumbi (2012) dan Renie (2013) menunjukkan beberapa penyebab kekosongan obat di gudang farmasi rumah sakit diantaranya yaitu ketidaktelitian petugas gudang dalam pemesanan, dana yang tersedia tidak mencukupi, kekosongan obat di distributor, perencanaan pengadaan yang tidak akurat, dan terlambatnya petugas dalam melakukan pemesanan. Halhal ini berkaitan dengan kurangnya pengelolaan terhadap SDM, Dana, perencanaan, pengadaan dan pengendalian persediaan obat dirumah sakit. Diketahuinya penyebab-penyebab dari kekosongan obat ini diharapkan menjadi bahan evaluasi bagi manajemen dalam melakukan perencanaan dan analisis kebutuhan persediaan logistik obat. Dengan mengetahui penyebab terjadinya stock out dapat memberikan informasi bagi rumah sakit dalam mengendalikan kejadian stock out di gudang medis instalasi farmasi. Diharapkan dari adanya informasi tersebut dilakukan penerapan terhadap metode dalam pengendalian persediaan. Metode pengendalian persediaan EOQ dan ROP dapat menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan 9 ketersediaan obat dan menghindari pemesanan obat secara cito ke apotek di luar rumah sakit. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, persediaan obat merupakan unit penting dalam pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Kewajiban bagi rumah sakit pemerintah untuk menggunakan obat generik mengakibatkan tingginya pemakaian hingga terjadi kekosongan. Oleh karena itu, rumah sakit dapat menggantinya dengan obat paten yang sama komponennya. Permintaan akan obat paten di RSUD Kota Bekasi tahun 2014 dan 2015 kian meningkat namun kurangnya persediaan yang mencukupi menyebabkan kekosongan obat sehingga harus melakukan pemesanan secara cito di apotik luar rumah sakit. Hal ini dapat merugikan rumah sakit karena pemesanan di apotek luar membutuhkan waktu dan biaya yang lebih dibandingkan memesan langsung kepada distributor. Terjadinya stock out di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi menjadi salah satu kendala dalam memenuhi permintaan obat pasien. Hal ini menunjukkan bahwa obat belum dapat disediakan dalam jumlah yang tepat saat dibutuhkan. Sehingga tujuan dari pengendalian menurut Kemenkes (2014) yaitu memastikan agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan sedian farmasi dirumah sakit tidak dapat tercapai. Masalah tersebut dapat dihindari jika diketahui penyebabnya dan mengendalikan ketersediaan obat dengan baik. 10 Oleh karena itu, diperlukan metode pengendalian yang dapat mencegah kekosongan obat dirumah sakit. Waters (2003) mengemukakan bahwa terdapat tiga pertanyaan penting dalam pengendalian persediaan yaitu item apa yang seharusnya disimpan, kapankah seharusnya melakukan pemesanan, dan berapa banyak yang harus dipesan (Nadia, 2012). Dalam menjawab tiga pertanyaan tersebut maka digunakan metode klasifikasi ABC untuk menjawab item apa saja yang harus tersedia, metode ROP untuk menjawab kapan seharusnya dilakukan pemesanan, dan metode EOQ untuk menjawab berapa banyak yang harus dipesan. Metode dalam pengendalian persediaan bertujuan menciptakan keseimbangan antara persediaan dan permintaan (Anief, 2008). Oleh karena itu, metode pengendalian persediaan dapat membantu dalam mencegah persediaan mengalami kekurangan atau kelebihan. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran terhadap penyebab terjadinya stock out dan melakukan perhitungan EOQ dan ROP sebagai salah satu upaya dalam mengendalikan kekosongan obat di RSUD Kota Bekasi. Penelitian ini berjudul “Gambaran Penyebab Kekosongan Stok Obat Paten dan Upaya Pengendaliannya di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi”, penelitian ini difokuskan pada periode triwulan I tahun 2015 untuk mengetahui gambaran faktor penyebab terjadinya kekosongan obat paten di rumah sakit dengan menggunakan pendekatan sistem berupa input, proses dan output. 11 1.3. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran input dari kegiatan manajemen persediaan obat yang terdiri dari SDM, Dana, Prosedur, Distributor dan Kebijakan di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi ? 2. Bagaimana gambaran proses kegiatan manajemen persediaan obat yang terdiri dari perencanaan persediaan, pengadaan persediaan, pengawasan persediaan dan pengendalian persediaan di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi ? 3. Bagaimana gambaran output dari kegiatan manajemen persediaan obat yang berupa terkendalinya obat paten di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi ? 4. Bagaimana gambaran terjadinya stock out (kekosongan stok) obat di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi ? 5. Faktor apa yang dapat menyebabkan terjadinya kekosongan stok di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi ? 6. Bagaimana upaya pengendalian terhadap obat paten agar tidak terjadi stock out (kekosongan obat) ? 1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran faktor yang menjadi penyebab terjadinya stock out obat dan melakukan perhitungan pengendalian persediaan obat di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi. 12 1.4.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui gambaran input dari kegiatan manajemen persediaan obat yang terdiri dari SDM, Dana, Prosedur, Distributor, dan Kebijakan di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi. 2. Untuk mengetahui gambaran proses dari kegiatan manajemen persediaan obat yang terdiri dari perencanaan persediaan, pengadaan persediaan, pengawasan persediaan dan pengendalian persediaan di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi. 3. Untuk mengetahui gambaran output dari kegiatan manajemen persediaan obat yang berupa terkendalinya obat paten di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi. 4. Untuk mengetahui gambaran terjadinya kekosongan stok (stock out) obat di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi. 5. Untuk mengetahui faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kekosongan stok (stock out) di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi. 6. Untuk mengetahui jumlah pemesanan yang optimal obat dengan menggunakan metode EOQ di RSUD Kota Bekasi. 7. Untuk mengetahui waktu dalam melakukan pemesanan kembali (ROP) agar tidak terjadi kekosongan obat. 13 1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Bagi Peneliti 1. Dapat menerapkan keilmuan manajemen logistik yang diperoleh di bangku kuliah. 2. Meningkatkan pengetahuan dan pengalaman tentang pengadaan obat di Rumah Sakit. 1.5.2. Bagi Rumah Sakit 1. Dengan diketahui gambaran penyebab stock out obat diharapkan petugas logistik di Gudang farmasi di RSUD Kota Bekasi dapat melakukan pengendalian terhadap kekosongan obat. 2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai alternatif dan masukan dalam masalah kekosongan obat di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi. 1.5.3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi mahasiswa lain mengenai penyebab kekosongan obat di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi. 14 1.6. RUANG LINGKUP PENELITIAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran faktor-faktor penyebab terjadinya stock out obat di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi periode triwulan I pada bulan Januari - Maret tahun 2015. Penelitian dilakukan selama bulan Agustus - September 2015 dengan metode penelitian kualitatif untuk mengetahui gambaran penyebab dari terjadinya kekosongan obat di rumah sakit dan melakukan perhitungan untuk mengetahui jumlah pemesanan yang optimal serta waktu pemesanan kembali persediaan obat. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari wawancara mendalam, observasi, dan telaah dokumen. 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. MANAJEMEN LOGISTIK Istilah manajemen logistik rumah sakit didefinisikan oleh Aditama (2007) yaitu suatu ilmu pengetahuan atau seni serta proses mengenai perencanaan dan penentuan kebutuhan pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan pemeliharaan serta penghapusan material/alat-alat. Sedangkan menurut Romzi (2010) dalam Ariyanti (2012), manajemen logistik dapat didefinisikan sebagai Planning, Organizing, Staffing, Leading, dan Controlling dalam kegiatan yang berkaitan dengan pengadaan, pendistribusian, penggunaan, pemeliharaan, dan penghapusan barang dan jasa untuk mendukung kegiatan fungsi-fungsi utama dalam pencapaian organisasi. Manajemen logistik modern juga didefinisikan oleh Bowersox (2000) sebagai proses pengelolaan yang strategis terhadap pemindahan dan penyimpanan barang, suku cadang dan barang jadi dari para suplier, diantara fasilitas-fasilitas perusahaan dan kepada para pelanggan. Dengan tujuan menyampaikan barang jadi dan bermacam-macam material dalam jumlah yang tepat pada waktu yang dibutuhkan, dalam keadaan yang dapat dipakai, ke lokasi dimana ia dibutuhkan, dan dengan total biaya yang terendah (Maimun, 2008). 16 2.1.1. TUJUAN MANAJEMEN LOGISTIK Tujuan manajemen logistik menurut Aditama (2007) adalah tersedianya bahan logistik setiap saat dibutuhkan, baik mengenai jenis, jumlah, maupun kualitas yang dibutuhkan secara efisien. Lebih spesifik kegiatan logistik mempunyai tiga tujuan, yaitu (Henny, 2013) : 1. Tujuan Operasional, agar tersedianya barang serta bahan dalam jumlah yang tepat dan mutu yang memadai. 2. Tujuan Keuangan, upaya operasional dapat terlaksana dengan biaya yang serendah-rendahnya. Nilai persediaan yang sesungguhnya dapat tercermin didalam sistem akuntansi. 3. Tujuan Pengamanan, agar persediaan tidak terganggu oleh kerusakan, pemborosan, penggunaan tanpa hak, pencurian, dan penyusutan yang tidak wajar lainnya. 2.1.2. FUNGSI MANAJEMEN LOGISTIK Dalam mengelola logistik terdapat beberapa fungsi-fungsi manajemen yang membentuk suatu siklus kegiatan logistik. Keberhasilan dalam mengelola logistik ditentukan oleh kegiatan dalam fungsi manajemen logistik. Fungsi manajemen logistik menurut Aditama (2007) diantaranya perencanaan penyimpanan, dan penentuan penyaluran, kebutuhan, dan pengendalian. 17 penganggaran, pemeliharaan, pengadaan, penghapusan serta Fungsi-fungsi manajemen logistik yang membentuk suatu siklus kegiatan harus dijaga agar selaras, serasi dan seimbang (Seto, 2004). Siklus logistik adalah proses dari sebelum terjadinya kegiatan logistik sampai kegiatan itu dapat di evaluasi (Henny, 2013). Apabila salah satu fungsi manajemen tidak diimplementasikan dengan baik maka akan mempengaruhi suatu siklus manajemen logistik. Berikut siklus manajemen logistik, yaitu : Bagan 2.1 Siklus Manajemen Logistik (Seto, 2004) 1. Perencanaan dan Penentuan kebutuhan 2.Penganggaran 7. Penghapusan Pengawasan 3. Pengadaan 6. Pemeliharaan 4. Penerimaan dan Penyimpanan 5. Penyaluran Siklus logistik ini didalamnya terdapat beberapa fungsi manajemen logistik yang menunjang kegiatan pengadaan logistik di rumah sakit. Fungsi-fungsi logistik tersebut diantaranya perencanaan dan penentuan kebutuhan, penganggaran, pengadaan, penerimaan dan penyimpanan, penyaluran, pemeliharaan, penghapusan, serta pengendalian dan pengawasan (Seto, 2004). Berikut uraian lebih jelas mengenai fungsi-fungsi kegiatan dalam manajemen logistik, diantaranya : 18 1. Fungsi Perencanaan dan Penentuan Kebutuhan Menurut PMK no.58 tahun 2014, perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien. Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi serta disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. 2. Fungsi Penganggaran Fungsi penganggaran merupakan usaha untuk merumuskan perincian penentuan kebutuhan dalam suatu skala standar, yakni skala mata uang serta jumlah biaya dengan memperhatikan pengarahan dan pembatasan yang berlaku terhadapnya (Aditama, 2007). Menurut Seto (2004) anggaran umumnya dipakai dalam periode satu tahun dan merupakan operasional dari institusi yang berisi ramalan pendapatan yang akan diterima dan pengeluaran yang terjadi pada tahun mendatang. 3. Fungsi Pengadaan Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau 19 dan sesuai standar mutu. Tujuan dari pengadaan yaitu mendapatkan perbekalan farmasi dengan harga yang layak, dengan mutu yang baik, pengiriman barang terjamin dan tepat waktu, proses berjalan lancar dan tidak memerlukan tenaga serta waktu berlebihan. Proses pengadaan terdapat 3 elemen penting yang harus diperhatikan diantaranya (Depkes,2008) : a. Pengadaan yang dipilih, bila tidak teliti dapat menjadikan “biaya tinggi” b. Penyusunan dan persyaratan kontrak kerja sangat penting untuk menjaga agar pelaksanaan pengadaan terjamin mutu c. Order pemesanan agar barang dapat sesuai jenis, waktu dan tempat. 4. Fungsi Penyimpanan dan Distribusi Menurut Depkes (2008) bahwa kegiatan penyimpanan merupakan kegiatan menyimpan dan memelihara perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat. Tujuan dari penyimpanan obat adalah untuk melindungi obat-obat yang disimpan dari kehilangan, kerusakan, kecurian, terbuang sia-sia dan untuk mengatur aliran barang dari tempat penyimpanan ke pengguna melalui suatu sistem yang terjangkau (Febriwati, 2013). Sedangkan kegiatan distribusi adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Tujuan dari pendistribusian yaitu tersedianya perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan secara tepat waktu, tepat jenis dan jumlah (Depkes,2008). Faktor yang mempengaruhi pendistribusian barang antara 20 lain proses administrasi, proses penyampaian data/informasi, proses pengeluaran fisik barang, proses angkutan, proses pembongkaran dan pemuatan (Dina,2012). 5. Fungsi Pemeliharaan Pemeliharaan diartikan sebagai kegiatan menjaga fasilitas dan peralatan penunjang kegiatan logistik dirumah sakit agar seluruh kegiatan dapat berjalan dengan optimal sesuai perencanaan. Fungsi pemeliharaan menurut Seto (2004) yaitu upaya melindungi kualitas dan kuantitas obat dari faktor panas, kelembaban, kerusakan fisik, kadaluarsa, kebersihan dari serangga dan hama, pencuri dan bahaya api. 6. Fungsi Penghapusan Menurut PMK no.58 tahun 2014 bahwa fungsi penghapusan/pemusnahan dilakukan untuk sediaan farmasi, alkes dan BHP bila produk tidak memenuhi pesyaratan mutu, telah kadaluarsa, tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan dan dicabut izin edarnya. Sedangkan menurut Aditama (2007), fungsi penghapusan yaitu usaha pembebasan barang pertanggungjawaban yang berlaku karena kerusakan yang tidak dapat diperbaiki lagi, dinyatakan sudah tua, kelebihan, dan hal lain menurut peraturan perundangan yang berlaku (Herni, 2012). 7. Fungsi Pengawasan/Pengendalian Pengawasan adalah segenap kegiatan untuk menyakinkan dan menjamin bahwa tugas/pekerjaan telah dilakukan sesuai dengan rencana yang telah 21 ditetapkan, kebijaksanaan yang telah digariskan dan perintah (aturan) yang diberikan. Pengawasan merupakan bagian dari fungsi manajemen, disamping fungsi perencanaan, pengorganisasian dan pelaksanaan. Fungsi Pengendalian menurut Subagya (1998) merupakan fungsi inti dari pengelolaan perlengkapan yang meliputi usaha untuk memonitor dan mengamankan keseluruhan pengelolaan logistik dimana terdapat kegiatan pengendalian inventaris. 2.2. Manajemen Persediaan Menurut Rangkuti (2002), persediaan merupakan sejumlah bahan-bahan yang disediakan dan bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses produksi serta barang-barang jadi/produk yang disediakan untuk memenuhi permintaan dari konsumen atau langganan setiap waktu. Persediaan dapat diminumkan dengan mengadakan perencanaan produksi yang lebih baik serta organisasi bagian produksi yang lebih efisien. Persediaan (inventory) ditujukan untuk mengantisipasi kebutuhan permintaan. Menurut Priyambodo (2007) tujuan diadakannya persediaan antara lain untuk memberikan layanan terbaik pada pelanggan, untuk memperlancar proses produksi, untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kekurangan persediaan (stockout) dan untuk menghadapi fluktuasi harga. Sistem dalam persediaan diartikan sebagai serangkaian kebijakan dan pengendalian yang memonitor tingkat persediaan dan menentukan tingkat persediaan yang harus dijaga, kapan persediaan harus disediakan dan berapa besar 22 pesanan yang harus dilakukan. Sistem ini bertujuan menetapkan dan menjamin tersedianya sumber daya yang tepat, dalam kuantitas yang tepat dan pada waktu yang tepat serta meminimumkan biaya total melalui penentuan apa, berapa, dan kapan pesanan dilakukan secara optimal (Rangkuti, 2002). Biaya – biaya yang timbul dari adanya persediaan, yaitu : 1. Biaya penyimpanan (holding costs atau carrying costs), yaitu terdiri atas biayabiaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan. Biaya penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas bahan yang dipesan semakin banyak atau rata-rata persediaan semakin tinggi. Biaya-biaya yang termasuk sebagai biaya penyimpanan diantaranya biaya fasilitas-fasilitas penyimpanan (termasuk penerangan, pendingin ruangan, dan sebagainya), biaya modal (opportunity costs of capital), yaitu alternatif pendapatan atas dana yang diinvestasikan dalam persediaan, biaya keusangan, biaya penghitungan fisik, biaya asuransi persediaan, biaya pajak persediaan, biaya pencurian/pengrusakan, dan biaya penanganan persediaan. Biaya penyimpanan persediaan berkisar antara 12 sampai 40 persen dari biaya atau harga barang. Untuk perusahaaan manufacturing biasanya, biaya penyimpanan rata-rata secara konsisten sekitar 25 persen (Rangkuti, 2002). 2. Biaya pemesanan atau pembelian (ordering costs atau procurement costs) yaitu biaya yang dkeluarkan berkaitan dengan pemesanan barang-barang dari penjual, sejak dari pesanan dibuat dan dikirim ke penjual sampai barang tersebut dikirim dan diserahkan serta diinspeksi di gudang (Assauri, 2004). Biaya-biaya ini meliputi diantaranya pemrosesan pesanan dan biaya ekspedisi, 23 upah, biaya telepon, pengeluaran surat menyurat, biaya pengepakan dan penimbangan, biaya pemeriksaan (inspeksi) penerimaan, biaya pengiriman ke gudang, dan biaya utang lancar. Pada umumnya, biaya pemesanan (di luar biaya bahan dan potongan kuantitas) tidak naik apabila kuantitas pemesanan bertambah besar. Tetapi, apabila semakin banyak komponen yang dipesan setiap kali pesan, jumlah pesanan per periode turun, maka biaya pemesanan total akan turun. Ini berarti, biaya pemesanan total per periode (tahunan) sama dengan jumlah pesanan yang dilakukan setiap periode dikalikan biaya yang harus dikeluarkan setiap kali pesan (Rangkuti, 2002). 1. Biaya penyiapan (manufacturing) atau set-up cost. Hal ini terjadi apabila bahan-bahan tidak dibeli, tetapi diproduksi sendiri “dalam pabrik” perusahaan, perusahaan menghadapi biaya penyiapan (set up cost) untuk memproduksi komponen tertentu. Biaya-biaya ini terdiri dari biaya mesin-mesin, biaya persiapan tenaga kerja langsung, biaya penjadwalan, dan biaya eksepedisi (Rangkuti, 2002). 2. Biaya kehabisan atau kekurangan bahan (shortage costs) adalah biaya yang timbul apabila persiapan tidak mencukupi adanya permintaan bahan. Biaya kekurangan bahan sulit diukur dalam praktik, terutama karena kenyataannya biaya ini sering merupakan opportunity costs yang sulit diperkirakan secara objektif (Rangkuti, 2002). Menurut Assauri (2004), biaya ini timbul dari persediaan yang lebih kecil daripada jumlah yang diperlukan seperti kerugian 24 akibat biaya tambahan karena seorang pelanggan meminta suatu barang sedangkan barang yang dibutuhkan tidak tersedia. Kategori jenis-jenis persediaan dibedakan dalam 5 jenis, diantaranya (Assauri, 2008): a. Persediaan bahan baku (raw materials stock) yaitu persediaan barangbarang berwujud yang digunakan dalam proses produksi. b. Persediaan komponen rakitan (purchased parts), yaitu persediaan barangbarang yang terdiri atas bagian yang diterima dari perusahaan lain. c. Persediaan bahan pembantu atau perlengkapan (supplies stock) yaitu persediaan barang/bahan yang diperlukan dalam proses produksi untuk membantu berhasilnya produksi. d. Persediaan barang setengah jadi atau barang dalam proses (work in process) yaitu persediaan barang-barang yang keluar dari tiap bagian dalam satu pabrik tetapi perlu diproses kembali untuk kemudian menjadi barang jadi. e. Persediaan barang jadi (finished good stock) yaitu persediaan barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual kepada pelanggan. Barang jadi ini merupakan produk selesai dan telah siap untuk dijual. Berdasarkan penjelasan jenis persediaan diatas, persediaan farmasi termasuk dalam persediaan barang jadi. Menurut PMK no.58 th 2014 bahwa sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika. 25 2.2.1. Perencanaan Persediaan Perencanaan yang baik menuntut adanya sistem monitoring, evaluasi dan pencatatan/pelaporan yang memadai dan berfungsi sebagai umpan balik untuk tindakan pengendalian terhadap devisi yang ada. Suatu rencana harus didukung oleh semua pihak, rencana yang dipaksakan akan sulit mendapatkan dukungan bahkan sebaliknya akan berakibat tidak lancar dalam pelaksanaannya. Menurut Imron (2010), bahwa kebutuhan logistik rumah sakit dihitung berdasarkan dari suatu analisa tentang persediaan logistik yang ada, yang masih dapat digunakan yang masih memerlukan perbaikan atau memang harus diganti dengan yang baru. Sifat dari kebutuhan logistik rumah sakit diantaranya rutin, mendesak, dan periodik (Aini, 2012). Menurut Pedoman Depkes (2008), tujuan perencanaan perbekalan farmasi adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah perbekalan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan dirumah sakit. Adapun pendekatan perencanaan kebutuhan dapat dilakukan melalui beberapa metode : a. Metode konsumsi, metode ini didasarkan pada data riil konsumsi perbekalan farmasi periode yang lalu, dengan berbagai penyesuaian dan koreksi. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perhitungan jumlah perbekalan farmasi diantaranya pengumpulan data, analisa data, perhitungan perkiraan kebutuhan dan penyesuaian jumlah kebutuhan. 26 b. Metode morbiditas, dasar perhitungan pada metode ini yaitu jumlah kebutuhan perbekalan perbekalan farmasi yang digunakan untuk beban kesakitan yang harus dilayani. Metode ini berdasar pola penyakit, kenaikan kunjungan, dan waktu tunggu. c. Kombinasi metode konsumsi dan metode morbiditas disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Acuan yang digunakan yaitu formularium RS, rekam medik, anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, pola penyakit, sisa persediaan, data penggunaaan periode yang lalu, dan rencana pengembangan. Menurut hasil penelitian Suciati dan Adisasmito (2006) bahwa aspek yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan obat di RS yaitu standarisasi obat atau formularium, anggaran, pemakaian periode sebelumnya, stok akhir dan kapasitas gudang, lead time dan stok pengaman, jumlah kunjungan dan pola penyakit, standar terapi, serta penetapan kebutuhan obat dengan menggunakan ABC Indeks Kritis. 2.2.2. Pengadaan Persediaan Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah ditetapkan dan disetujui anggarannya (Febriawati, 2013). Terdapat empat tujuan strategis dalam pengadaan farmasi menurut WHO (2001) diantaranya, yaitu pengadaan obat dengan biaya yang efektif dan dalam jumlah yang tepat, pilih pemasok yang memiliki produk dapat diandalkan 27 dan berkualitas tinggi, pastikan pengiriman tepat waktu, serta mencapai total biaya serendah mungkin. Dalam kegiatan pengadaan terdapat kegiatan pembelian, terdapat 4 kegiatan utama dalam pembelian, yaitu pemilihan supplier (pemasok), melakukan pemantauan pengiriman, menjembatani antara supplier dengan bagian terkait pembelian di perusahaan, dan mencari produk yang dapat memberikan kontribusi dan keuntungan pada perusahaan. Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pengadaan antara lain stok bahan yang ada baik bahan baku, bahan pengemas, dan produk jadi, dan lead time (waktu yang dibutuhkan untuk pengadaan barang mulai pemesanan sampai tiba di gudang). 2.2.3. Pengawasan Persediaan Pengawasan adalah segenap kegiatan untuk menyakinkan dan menjamin bahwa tugas/pekerjaan telah dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, kebijaksanaan yang telah digariskan dan perintah (aturan) yang diberikan. Pengawasan merupakan bagian dari fungsi manajemen, disamping fungsi perencanaan, pengorganisasian dan pelaksanaan. Tujuan pengawasan sediaan farmasi adalah (Daris, 2010) melindungi masyarakat dari sediaan farmasi yang tidak memenuhi syarat, melindungi masyarakat dari penyalahgunaan dan salah penggunaan sediaan farmasi dan 28 alat kesehatan, dan mencegah persaingan tidak sehat antar perusahaan farmasi. Menurut Seto (2004), semua kegiatan dalam siklus logistik harus selalu dilakukan pengawasan mulai dari Perencanaan, Penganggaran, Pengadaan, Penyimpanan dan Penyaluran, Pemeliharaan dan Penghapusan. Pengawasan/pengendalian dari siklus pengelolaan logistik mencakup pengawasan terhadap harga barang, biaya-biaya yang dikeluarkan dalam siklus logistik, menyangkut prosedur dalam siklus logistik, kesesuaian barang, perhatian terhadap kualitas barang, kadaluarsa barang, serta tertib pencatatan dan pelaporan. Menurut Rangkuti (2002), pengawasan persediaan pada intinya adalah menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan, menjaga supaya pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar sehingga biaya yang timbul tidak terlalu besar dan menjaga agar pembelian secara kecilkecilan dapat dihindari karena ini akan berakibat biaya pemesanan menjadi besar. 2.2.4. Pengendalian Persediaan Menurut Priyambodo (2007) bahwa pengendalian persediaan adalah menghasilkan keputusan tingkat persediaan yang menyeimbangkan tujuan diadakannya persediaan dengan biaya yang dikeluarkan. Dengan kata lain, sasaran akhir dari pengendalian persediaan adalah meminimalkan total biaya dengan perubahan tingkat persediaan. 29 Untuk mempertahankan tingkat persediaan yang optimum, diperlukan jawaban atas dua pertanyaan mendasar yaitu kapan dilakukan pemesanan dan berapa jumlah yang harus dipesan dan kapan harus dilakukan pemesanan kembali. Keputusan mengenai kapan dan berapa jumlah yang harus dipesan sangat tergantung kepada waktu dan tingkat persediaan. Salah satu fungsi manajerial dalam manajemen persediaan yang sangat penting adalah pengendalian persediaan. Apabila perusahaan menanamkan terlalu banyak dananya dalam persediaan, hal ini akan menyebabkan biaya penyimpanan yang berlebihan, dan mungkin mempunyai oppurtinity cost. Demikian pula apabila perusahaan tidak mempunyai persediaan yang mencukupi, dapat mengakibatkan biaya-biaya dari terjadinya kekurangan bahan (stock out) (Rangkuti, 2002). Sedangkan menurut Seto (2004), pengendalian persediaan (inventory control) adalah fungsi manajerial yang sangat penting karena persediaan/stok obat akan memakan biaya yang melibatkan investasi yang besar karena itu perlu dilakukan dengan efektif dan efisien. Pengendalian persediaan yang efektif adalah mengoptimalkan dua tujuan yaitu memperkecil total investasi pada persediaan obat dan menjual berbagai produk yang benar untuk memenuhi permintaan konsumen. 2.2.4.1. Pengendalian Persediaan Dengan Analisis ABC Investasi Jenis barang perbekalan farmasi dirumah sakit sangat banyak jumlahnya yang tidak seluruhnya memiliki prioritas yang sama. Untuk mengetahui jenis perbekalan farmasi yang harus mendapat prioritas maka 30 digunakan analisis ABC. Analisis ABC ini dapat memudahkan pengendalian persediaan perbekalan farmasi dengan mengklasifikasikan item barang. Analisis ABC merupakan metode pembuatan grup atau penggolongan berdasarkan peringkat nilai dari nilai tertinggi hingga terendah, dan dibagi menjadi 3 kelompok besar yang disebut kelompok A,B dan C (Maimun, 2008): Menurut Assauri (2004), klasifikasi dalam analisis ABC dibagi menjadi 3, diantaranya : 1. Kelompok A adalah inventory dengan nilai investasinya tinggi dengan jumlah sekitar 80% dan mempunyai jumlah penggunaan tidak melebihi 10% dari total nilai inventory. 2. Kelompok B adalah inventory dengan nilai investasinya mencapai 15% dan mempunyai jumlah penggunaan hingga 20% dari total nilai inventory. 3. Kelompok C adalah inventory dengan nilai investasinya tidak lebih dari 15% dan mempunyai jumlah penggunaan mencapai 70% dari total nilai inventory. Menurut Dirjen Binakefarmasian dan Alat Kesehatan (2008) klasifikasi persediaan berdasarkan kumulasi persennya dibagi atas 3 bagian, yaitu : 1) Persediaan dengan persen kumulatifnya 0-70% masuk dalam kategori kelompok A. 31 2) Persediaan dengan persen kumulatifnya 71-90% masuk dalam kategori kelompok B. 3) Persediaan dengan persen kumulatifnya 90-100% masuk dalam kategori kelompok C. Menurut Priyambodo (2009), beberapa persediaan memiliki proporsi yang relatif lebih kecil dari volume persediaan secara keseluruhan, namun memiliki nilai (rupiah) yang relatif lebih besar. Besarnya persentase ini adalah kisaran yang bisa berubah-ubah dan berbeda antara perusahaan satu dengan yang lainnya. Analisis ABC adalah analisis konsumsi obat tahunan dan biaya untuk menentukan item yang menjelaskan proporsi terbesar dari anggaran. Analisis ABC dapat (WHO, 2003) : a. Mengklasifikasikan item yang memiliki tingkat penggunaan yang tinggi dan item yang memiliki biaya yang rendah. b. Mengukur sejauh mana konsumsi obat yang sebenarnya mencerminkan kebutuhan kesehatan masyarakat dan membandingkan konsumsi obat pola morbiditas. c. Mengidentifikasi pembelian untuk item di rumah sakit yang tidak masuk dalam daftar obat esensial yaitu penggunaan obat-obatan nonformularium. Manfaat pengendalian persediaan dengan klasifikasi ABC, yaitu (Rangkuti, 2002) : 32 1) Membantu manajemen dalam menentukan tingkat persediaan yang efisien. 2) Memberikan perhatian pada jenis persediaan utama yang dapat memberikan cost benefit yang besar bai perusahaan 3) Dapat memanfaatkan modal kerja sebaik-baiknya sehingga dapat memacu pertumbuhan perusahaan 4) Sumber-sumber daya produksi dapat dimanfaatkan secara efisien. 2.2.4.2. Pengendalian Persediaan Dengan Metode EOQ (Economic Order Quantity) Berawal di tahun 1913, F.W. Harris mengembangkan suatu model dimana menjaga persediaan dalam keadaan siap digunakan, terlebih dahulu mendefinisikan seberapa banyak suatu persediaan atau produk dipesan. Kemudian Wilson pada tahun 1934 mengembangkan teori F.W.Harris membuat perumusan EOQ. Metode ini tidak hanya mengetahui dan menentukan jumlah pemesanan namun dengan metode ini diharapkan dapat meminimalisasi total biaya operasional. Hal ini dikarenakan pada perumusan EOQ, jumlah pemesanan diperoleh dengan mempertimbangkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan sebagai variabel yang dihitung (Nadia, 2012). Menurut Bunawan (1996), rumus ini kemudian mencapai pemakaian yang sangat luas dalam industri melalui upaya seorang konsultan bernama Wilson. Maka rumus ini sering pula dinamakan EOQ Wilson yang 33 sebenarnya dikembangkan oleh Harris. Metode ini merumuskan jumlah barang yang harus dipesan dengan meminimalkan biaya pengoperasian persediaan. Menurut Anief (2008), metode EOQ merupakan volume atau jumlah pembelian yang paling ekonomis untuk dilaksanakan pada setiap kali pembelian. Sehingga diharapkan metode ini dapat mencegah kekosongan obat dengan mengadakan jumlah pemesanan barang. Berikut adalah rumus untuk menentukan jumlah pemesanan optimum menurut Heizer dan Render (2010), yaitu : Rumus : Q=√ Keterangan : Q : Jumlah pesanan D : Jumlah kebutuhan barang S : Biaya pemesanan untuk setiap pesanan H : Biaya penyimpanan per unit per tahun Menurut Schroeder (2003), dalam menggunakan EOQ ada beberapa asumsi yang digunakan : 1) Permintaan terhadap obat konstan, berulang, dan diketahui. 2) Waktu tunggu (lead time) konstan dan diketahui. 3) Tidak diperbolehkan terjadi kehabisan stok untuk menentukan dengan pasti kapan harus memesan bahan untuk mencegah kekurangan stok. 4) Barang yang dipesan ditempatkan dalam persediaan dalam satu waktu. 34 5) Harga per unit konstan dan tidak ada diskon yang diberikan jika pesanan dalam jumlah banyak. 6) Barang merupakan produk tunggal ,tidak ada interaksi dengan produk lain. 2.2.4.3. Pengendalian Persediaan Dengan Safety Stock Apabila penggunaan persediaan melebihi dari perkiraan maka terdapat persediaan pengamanan untuk menghindari kekosongan obat inilah yang dinamakan safety stock. Rumah sakit sering menghadapi ketidakpastian jangka waktu pengiriman dan permintaan akan barang logistik selama periode tertentu. Dalam hal ini rumah sakit memerlukan persediaan ekstra yang disebut persediaan pengamanan. Safety stock bertujuan untuk menentukan berapa besar stok yang dibutuhkan selama masa tenggang untuk memenuhi besarnya permintaan. (Rangkuti, 2002) Safety stock adalah persediaan tambahan yang diadakan untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan persediaan yang disebabkan karena adanya permintaan yang lebih besar dari perkiraan semula atau karena keterlambatan barang yang dipesan sampai digudang penyimpanan (lead time yang lebih lama dari perkiraan semula) dengan menentukan besarnya persediaan pengaman yang kemudian diikuti dengan jumlah pesanan tetap atau EOQ (Seto dkk, 2004). Faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya safety stock, adalah sebagai berikut (Ristono, 2009): 35 a. Resiko kehabisan persediaan, yang biasanya ditentukan oleh : 1. Kebiasaan pihak supplier dalam pengiriman barang yang dipesan, apakah tepat waktu atau sering kali terlambat dari waktu yang telah ditetapkan dalam kontrak pembelian. 2. Dapat diduga atau tidaknya kebutuhan bahan baku/penolong untuk produksi. Apabila kebutuhan bahan penolong setiap kali proses produksi dapat diduga atau diperhitungkan secara tepat, maka perusahaan tidak perlu memiliki persediaan yang besar. b. Biaya simpan digudang dan biaya ekstra bila kehabisan persediaan. Apabila dibandingkan, biaya penyimpanan digudang lebih besar dari biaya yang dikeluarkan seandainya melakukan pesanan ekstra bila persediaan habis,maka perusahaan tidak perlu memiliki persediaan besar. c. Sifat persaingan. Persaingan yang terjadi antara perusahaan dapat ditentukan dari kecepatan pelayanan pemenuhan permintaan konsumen, maka perusahaan perlu memiliki persediaan yang besar. Namun bila yang menjadi sifat persaingan adalah hal lain (kualitas dan harga), maka tidak mendesak untuk memiliki persediaan yang besar. Oleh karena itu, mengapa diperlukan perhitungan terhadap safety stock untuk menentukan jumlah persediaan pengamanan dalam menjaga kendali persediaan obat dirumah sakit. Persediaan pengaman (safety stock) adalah persediaan tambahan yang diadakan untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan (stockout) (Bowersox, 2002). Berikut perhitungan dalam 36 menentukan persediaan pengaman obat dirumah sakit dengan lead time yang diketahui, permintaan bersifat konstan sehingga service level sebesar 98% (Z = 2,05) (Rangkuti, 2002) : SS = Z x d x L Rumus : Keterangan : SS : Safety stock Z : Service level d : Rata- rata pemakaian L : Lead time Tingkat pelayanan (Service level) dapat didefinisikan sebagai probabilitas permintaan tidak akan melebihi persediaan selama waktu tenggang. Tingkat pelayanan 98% menunjukkan bahwa besarnya kemungkinan permintaan tidak akan melebihi persediaan selama waktu tenggang ialah 98%. Dengan kata lain, risiko terjadinya kekosongan stok (stockout risk) hanya 2% (Herjanto, 2008). 2.2.4.4. Pengendalian Persediaan Dengan Metode ROP (Reorder Point) Pemesanan terhadap persediaan obat dirumah sakit dilakukan berulang-ulang setiap bulannya untuk memenuhi kebutuhan maka perlu dipertimbangkan persediaan pengaman (safety stock) dan kapan waktu pemesanan kembali (ROP) untuk menghindari kekosongan obat. 37 ROP adalah batas/titik jumlah pemesanan kembali termasuk permintaan yang diinginkan atau dibutuhkan selama masa tenggang (Rangkuti, 2002). Dimana dengan metode ini dapat diketahui kapan sebaiknya waktu bagi petugas kefarmasian dalam melakukan pemesanan kembali barang yang hampir habis ke distributor. Pendekatan ROP menghendaki jumlah persediaan yang tetap setiap kali melakukan pemesanan. Apabila pemesanan mencapai jumlah tertentu maka harus dilakukan pemesanan kembali dengan segera untuk menghindari kekosongan obat. Pendekatan ROP ini mempunyai resiko terjadi stock out jika jumlah permintaan selama waktu lead time melebihi jumlah persediaan pengaman (buffer stock). Pendekatan ini mengharuskan dilakukannya pengecekan kartu stok secara teratur untuk menentukan apakah pemesanan kembali harus dilakukan (Priyambodo, 2007). Berikut adalah rumus untuk menentukan titik pemesanan kembali menurut Heizer dan Render (2010) dan Rangkuti (2002), yaitu : Rumus : ROP = ( d x L) + SS Keterangan : ROP : Reorder Point d : permintaan harian L : Lead Time (waktu tunggu) SS : Persediaan Pengaman (safety stock) ROP model terjadi apabila jumlah persediaan yang terdapat dalam stok berkurang terus sehingga kita harus menentukan berapa banyak batas 38 minimal tingkat persediaan yang harus dipertimbangkan sehingga tidak terjadi kekosongan obat (stock out) (Rangkuti, 2002). 2.3. Stock Out Menurut Waluyo (2006), sisa obat akhir kurang dari jumlah pemakaian ratarata tiap bulan selama satu bulan disebut stockout. Sedangkan menurut Gazali (2002) dalam Pratiwi (2009) mendefinisikan stock out adalah keadaan persediaan obat kosong yang dibutuhkan. Stok kosong adalah jumlah akhir obat sama dengan nol. Stok obat digudang mengalami kekosongan dalam persediaannya sehingga bila ada permintaan tidak bisa terpenuhi. Apabila jumlah permintaan atau kebutuhan lebih besar dari tingkat persediaan yang ada, maka akan terjadi kekurangan persediaan atau disebut Stock Out. Pada situasi terjadinya kekurangan persediaan, seorang pengusaha akan menghadapi dua kemungkinan diantaranya permintaan akan dibatalkan sama sekali dan barang yang masih kurang akan dipenuhi kemudian (Rangkuti, 2004). Stock out disebabkan beberapa faktor antara lain demand yang fluktuasi, peramalan yang tidak akurat, dan lead time yang bervariasi (lead time supplier maupun lead time manufacturing). (Nova, 2013) Menurut Prawirosentono (2000), Stock out berakibat pada kerugian berupa tidak efisien dan terputusnya hubungan dengan konsumen. Upaya-upaya untuk menghindari terjadinya kehabisan bahan, yaitu bisa dilakukan sebagai berikut : a. Pembelian secara darurat, pembelian mendadak ini harus dilakukan hanya dalam keadaan dimana persediaan bahan yang ada dalam keadaan kritis. 39 b. Mengadakan cadangan persediaan (safety stock), salah satu upaya selain pembelian darurat yaitu mengadakan safety stock. 2.4. OBAT Obat adalah semua bahan tunggal atau campuran yang dipergunakan oleh semua mahluk untuk bagian dalam dan luar tubuh guna mencegah, meringankan dan menyembuhkan penyakit. Obat paten yaitu obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama pembuat yang diberi kuasa dan dijual dalam bungkus asli dari pabrik yang memproduksinya. Sedangkan obat generik yaitu obat dengan nama resmi yang ditetapkan dalam formularium untuk zat berkhasiat yang dikandungnya. Obat menurut bentuk sediaan obat dikelompokkan menjadi bentuk padat (serbuk, tablet, pil, dan kapsul), bentuk setengah padat (salep, krim, gel dan salep mata), bentuk cair (injeksi, infus, obat tetes dan sirup) serta bentuk gas (inhalasi, spray/aerosol) (Syamsuni, 2006). 2.5. PENGERTIAN SISTEM Sistem adalah suatu kesatuan yang utuh dan terpadu dari berbagai elemen yang berhubungan serta saling mempengaruhi yang dengan sadar dipersiapkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sistem mempunyai tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, pada dasarnya tercapainya tujuan atau sasaran ini adalah sebagai kerjasama dari berbagai subsistem yang terdapat dalam sistem (Azwar, 1996). Sedangkan sistem menurut Indrajit (2001) yaitu kumpulan dari komponen-komponen yang dimiliki unsur dan memiliki keterkaitan antara satu 40 dengan lainnya. Sistem terbentuk dari bagian atau elemen yang saling berhubungan dan mempengaruhi, diantaranya (Azwar, 1996) : 1. Masukan (input) yaitu kumpulan berbagai elemen yang terdapat dalam sistem dan yang diperlukan untuk berfungsinya sistem tersebut. 2. Proses adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem dan yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan. 3. Keluaran (output) adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan dari berlangsungnya proses dalam sistem. 4. Dampak yaitu akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu sistem. 5. Umpan Balik yaitu kumpulan bagian atau elemen yang merupakan keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukan bagi sistem tersebut. 6. Lingkungan yaitu dunia diluar sistem yang tidak dikelola oleh sistem tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap sistem. 2.6. SDM Sumber daya manusia menurut Sihotang (2007) adalah yang mampu bekerja untuk menghasilkan barang dan jasa yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat umum. Sumber daya manusia di instalasi farmasi sesuai dengan PMK no.58 tahun 2014 yaitu apoteker, tenaga teknis kefarmasian dan petugas penunjang lain agar tercapai sasaran dan tujuan instalasi farmasi rumah sakit. Dalam permenkes ini juga dijelaskan bahwa pelayanan kefarmasian dirawat jalan idealnya dibutuhkan tenaga apoteker dengan rasio 1 apoteker untuk 50 pasien. 41 Uraian tugas tertulis dari masing-masing staf instalasi farmasi harus ada dan sebaiknya dilakukan peninjauan kembali paling sedikit setiap tiga tahun sesuai kebijakan dan prosedur di Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Berdasarkan pekerjaan yang dilakukan, kualifikasi SDM instalasi farmasi diklasifikasikan sebagai berikut : a) Untuk pekerjaan kefarmasian terdiri dari : 1. Apoteker Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. 2. Tenaga Teknis Kefarmasian Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker. b) Untuk pekerjaan penunjang terdiri dari: 1. Operator Komputer/Teknisi yang memahami kefarmasian 2. Tenaga Administrasi 3. Pekarya/Pembantu pelaksana Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus dikepalai oleh seorang apoteker yang merupakan apoteker penanggung jawab seluruh pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit diutamakan telah memiliki pengalaman bekerja di Instalasi Farmasi Rumah Sakit minimal 3 (tiga) tahun. 42 2.7. PROSEDUR SOP (Standard Operating Procedure) adalah suatu perangkat lunak pengatur, yang mengatur tahapan suatu proses kerja atau prosedur kerja tertentu. Oleh karena prosedur kerja yang dimaksud bersifat tetap, rutin, dan tidak berubahubah, prosedur kerja tersebut dibakukan menjadi dokumen tertulis yang disebut sebagai SOP (Budiharjo, 2014). Menurut PMK No.58 tahun 2014 bahwa penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di rumah sakit harus didukung oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian, pengorganisasian yang berorientasi kepada keselamatan pasien, dan standar prosedur operasional. 2.8. DANA Salah satu komponen penunjang yang sangat vital dalam pengelolaan obat adalah ketersediaan anggaran yang memadai dan sesuai dengan kebutuhan untuk penyediaan perbekalan farmasi dirumah sakit. Dana/Anggaran dalam pengelolaan perbekalan farmasi dirumah sakit bertujuan agar dapat memenuhi kebutuhan obat dirumah sakit. Kendala yang umum dijumpai dalam pengelolaan obat meliputi beberapa aspek antara lain sumber daya manusia (SDM), sumber anggaran yang terbatas, sarana dan prasarana (Depkes, 2008). Sumber anggaran dapat bersumber dari pemerintah maupun pihak swasta, diantaranya (Depkes, 2008): 3. Sumber anggaran yang berasal dari pemerintah antara lain dari APBN, APBD dan Revolving funds (Walikota/Gubernur). 43 4. Sumber anggaran yang berasal dari swasta antara lain CSR (BUMN), donasi, dan asuransi. 2.9. KEBIJAKAN Kebijakan menurut Carl Friedrich (2002) adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan. Sedangkan kebijakan menurut PBB (2002) adalah suatu deklarasi mengenai dasar pedoman untuk (bertindak) atau suatu program mengenai aktivitas-aktivitas tertentu (Makinuddin dan Sasongko, 2006). 2.10. DISTRIBUTOR Distributor Obat atau Pedagang Besar Farmasi yang selanjutnya disingkat PBF adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk 3 pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan PBF Cabang adalah cabang PBF yang telah memiliki pengakuan untuk melakukan pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Depkes, 2011). Dalam Permenkes no.34 tahun 2014 tentang perizinan bagi PBF dijelaskan bahwa persyaratan administrasi dan kesesuaian dokumen yang harus dipenuhi 44 oleh distributor/PBF yaitu berupa adanya NPWP, TDP, SIUP, akta notaris dan SIPA (surat izin praktek apoteker). 2.11. RUMAH SAKIT Rumah sakit merupakan institusi yang memberikan pelayanan jasa kepada pasien dalam rangka meningkatkan kesehatan pasien maupun meringankan sakit dengan pelayanan pengobatan individu. Menurut WHO : “hospital are health care institutions that have an organized medical and other professional staff, and inpatient facilities, and deliver medical, nursing and related services 24 hours per day, 7 days per week” Berdasarkan definisi diatas bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang mengelola jasa kedokteran dan perawatan dengan memberikan pelayanan selama 24 jam per hari dan 7 hari dalam satu minggu. Menurut PMK no.340 tentang Klasifikasi Rumah Sakit, berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanannya, rumah sakit diklasifikasikan menjadi : a. Rumah Sakit Umum Kelas A Rumah Sakit Umum Kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 5 (lima) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 12 (dua belas) Pelayanan Medik Spesialis Lain dan 13 (tiga belas) Pelayanan Medik Sub Spesialis serta memiliki jumlah tempat tidur minimal 400 (empat ratus) buah. 45 b. Rumah Sakit Umum Kelas B Rumah Sakit Umum Kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 4 (empat) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 8 (delapan) Pelayanan Medik Spesialis Lainnya dan 2 (dua) Pelayanan Medik Subspesialis Dasar. Rumah Sakit Umum Kelas B juga harus memiliki jumlah tempat tidur minimal 200 (dua ratus) buah. c. Rumah Sakit Umum Kelas C Rumah Sakit Umum Kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar dan 4 (empat) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik. Rumah Sakit Umum Kelas C memiliki jumlah tempat tidur minimal 100 (seratus) buah. d. Rumah Sakit Umum Kelas D Rumah Sakit Umum Kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) Pelayanan Medik Spesialis Dasar. Pelayanan Medik Spesialis Dasar sekurang-kurangnya 2 (dua) dari 4 (empat) jenis pelayanan spesialis dasar meliputi Pelayanan Penyakit Dalam, Kesehatan Anak, Bedah, Obstetri dan Ginekologi serta memiliki jumlah tempat tidur minimal 50 (lima puluh) buah. 46 2.12. INSTALASI FARMASI Unit ini merupakan unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Instalasi farmasi dipimpin oleh seorang apoteker sebagai penanggung jawab. Instalasi Farmasi harus melakukan pengembangan pelayanan kefarmasian sesuai dengan situasi perkembangan kefarmasian terkini. Berikut tugas dan fungsi instalasi kefarmasian di rumah sakit berdasarkan PMK no.58 tahun 2014 : a) Tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit, meliputi: 1. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan Pelayanan Kefarmasian yang optimal dan profesional serta sesuai prosedur dan etik profesi; 2. Melaksanakan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien; 3. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai guna memaksimalkan efek terapi dan keamanan serta meminimalkan risiko; 4. Melaksanakan Komunikasi, Edukasi dan Informasi (KIE) serta memberikan rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien; 5. Berperan aktif dalam Tim Farmasi dan Terapi; 6. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan Pelayanan Kefarmasian; 7. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium Rumah Sakit. 47 b) Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit, meliputi: 1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai a. Memilih Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai kebutuhan pelayanan Rumah Sakit; b. Merencanakan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai secara efektif, efisien dan optimal; c. Mengadakan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku; d. Memproduksi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit; e. Menerima Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku; f. Menyimpan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian; g. Mendistribusikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai ke unit-unit pelayanan di Rumah Sakit; h. Melaksanakan pelayanan farmasi satu pintu; i. Melaksanakan pelayanan Obat “unit dose”/dosis sehari; j. Melaksanakan komputerisasi pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis memungkinkan); 48 Habis Pakai (apabila sudah k. Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai; l. Melakukan pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang sudah tidak dapat digunakan; m. Mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai; n. Melakukan administrasi pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai. 2. Pelayanan farmasi klinik a. Mengkaji dan melaksanakan pelayanan Resep atau permintaan Obat; b. Melaksanakan penelusuran riwayat penggunaan Obat; c. Melaksanakan rekonsiliasi Obat; d. Memberikan informasi dan edukasi penggunaan Obat baik berdasarkan Resep maupun Obat non Resep kepada pasien/keluarga pasien; e. Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai; f. Melaksanakan visite mandiri maupun bersama tenaga kesehatan lain; g. Memberikan konseling pada pasien dan/atau keluarganya; h. Melaksanakan Pemantauan Terapi Obat (PTO) : Pemantauan efek terapi Obat, Pemantauan efek samping Obat, dan Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD). i. Melaksanakan Evaluasi Penggunaan Obat (EPO); 49 j. Melaksanakan dispensing sediaan steril : Melakukan pencampuran Obat suntik dan Melaksanakan pengemasan ulang sediaan steril yang tidak stabil. k. Melaksanakan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada tenaga kesehatan lain, pasien/keluarga, masyarakat dan institusi di luar Rumah Sakit. l. Melaksanakan Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS). Pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait obat. Tuntutan pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu pelayanan kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang berorientasi pada pasien (patient oriented). Untuk itu kompetensi apoteker perlu ditingkatkan secara terus menerus agar perubahan paradigma tersebut dapat diimplementasikan. Pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dan kegiatan pelayanan farmasi klinik. Kegiatan manajerial yaitu melakukan serangkaian pengelolaan terhadap pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan, pengendalian dan administrasi (pencatatan dan pelaporan). Sedangkan pada kegiatan pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena obat. 50 2.15. Kerangka Teori Menurut George R. Terry dalam bukunya Principle of Management mengatakan ada enam sumber daya pokok dari manajemen, yaitu Man, Materials, Machines, Methods, Money, dan Markets. Input ialah segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan pelayanan kesehatan seperti SDM, Dana, Prosedur dan Distributor. Manajemen Logistik menurut Aditama (2007) yaitu suatu ilmu pengetahuan atau seni serta proses mengenai perencanaan dan penentuan kebutuhan pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan pemeliharaan serta penghapusan material/alat-alat. Tujuan operasional dalam manajemen logistik yaitu agar tersedianya barang serta bahan dalam jumlah yang tepat dan mutu yang memadai. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan manajemen logistik dapat membantu dalam menyediakan barang dalam jumlah yang tepat sehingga mencegah terjadinya kekosongan obat dirumah sakit. Bagan 2.2 Kerangka Teori Input SDM Dana Kebijakan Prosedur Distributor Proses Perencanaan Penganggaran Pengadaan Penyimpanan Penyaluran Pengawasan BAB III Pengendalian Sumber : GR. Terry, Aditama (2007) dan Seto (2004) 51 Output Pelayanan Obat yang tepat waktu dan sesuai kebutuhan BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH 3.1. Kerangka Konsep Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi/patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, dan peningkatan kesehatan untuk manusia. Banyaknya jenis dan jumlah obat dirumah sakit maka diperlukan pengendalian persediaan obat dengan efektif dan efisien. Kekosongan obat yang sering terjadi dirumah sakit menjadi salah satu yang menunjukkan belum optimal dan efektifnya pengendalian persediaan dirumah sakit. Dari beberapa penelitian yang dilakukan sebelumnya menunjukkan beberapa faktor penyebab terjadinya kekosongan obat di gudang farmasi rumah sakit diantaranya yaitu tenaga SDM yang belum mencukupi, dana yang tersedia tidak mencukupi, kekosongan obat pada distributor, perencanaan pengadaan yang tidak akurat, ketidaktelitian petugas dalam pemesanan, terlambatnya petugas dalam melakukan pemesanan dan keterlambatan distributor dalam mengirimkan barang. Hal-hal ini berkaitan dengan kurangnya pengelolaan terhadap SDM, dana, distributor, perencanaan, pengadaan dan pengendalian persediaan obat dirumah sakit. Dari beberapa faktor diatas menunjukkan bahwa faktor penyebab stock out dapat diklasifikasikan berdasarkan pendekatan sistem yaitu dari input, proses dan 52 output. Variabel input terjadinya stock out adalah ketidaktelitian petugas dalam pemesanan dan tenaga SDM yang belum mencukupi. Variabel input mencakup sumber daya dalam kegiatan manajemen logistik dan pengendaliannya. Menurut Kusuma (1999), sumber daya dalam pengendalian produksi yaitu tenaga kerja, bahan baku dan fasilitas produksi. Variabel proses yang menjadi penyebab stock out yaitu perencanaan pengadaan yang tidak akurat dan keterlambatan distributor dalam mengirim. Faktor dalam proses ini termasuk dalam fungsi perencanaan, pengadaan dan kurangnya kontrol dalam pengendalian persediaan. Metode analisis ABC digunakan untuk memberikan penekanan perhatian pada golongan atau jenis-jenis bahan yang terdapat dalam persediaan yang mempunyai nilai penggunaan yang relatif tinggi/mahal. Metode EOQ (Economic Order Point) adalah jumlah atau besarnya pesanan yang diadakan dengan meminimalkan biaya-biaya yang timbul dalam operasional persediaan. Untuk menentukan jumlah pemesanan yang ekonomis, harus berusaha memperkecil biaya pemesanan (ordering costs) dan biaya penyimpanan (carrying costs) (Assauri, 2008). Buffer stock adalah persediaan pengaman yang berfungsi untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan barang karena penggunaan barang yang lebih besar dari perkiraan semula atau keterlambatan dalam penerimaan barang yang dipesan. ROP (Reorder Point) adalah titik pemesanan ulang yang menandakan bahwa pembelian harus segera dilakukan untuk menggantikan persediaan yang telah digunakan (Herjanto, 2008). 53 Bagan 3.1 Kerangka Konsep INPUT PROSES SDM Perencanaan Persediaan Dana OUTPUT Pengadaan Persediaan Prosedur Terkendalinya Persediaan Obat Paten yang Efektif dan Efisien Pengawasan Persediaan Kebijakan Pengendalian Persediaan Analisis ABC Distributor Kelompok A Kelompok B Kelompok C ï€ Metode EOQ ï€ Metode ROP Sumber : Heizer dan Render(2010), Kusuma (1999), Rangkuti (2002), Herjanto (2008) 54 Pada bagan kerangka konsep yang digambarkan diatas, dapat dilihat bahwa secara sistem terdapat tujuh variabel yang mempunyai hubungan terhadap terjadinya stock out. Variabel input antara lain SDM, Dana, Prosedur, Kebijakan dan Distributor. Sedangkan pada variabel proses, terdapat empat variabel antara lain perencanaan persediaan, pengadaan persediaan, pengawasan persediaan dan pengendalian persediaan. Dari variabel input dan proses maka dapat diketahui output berupa terkendalinya persediaan obat paten yang efektif dan efisien di gudang farmasi. Upaya pengendalian persediaan obat paten dengan menggunakan metode EOQ dan metode ROP dilakukan terhadap obat paten yang tergolong kelompok A. Hal ini dikarenakan obat yang tergolong kelompok A merupakan prioritas obat yang harus dilakukan pengawasan dan pengendalian secara ketat. 55 3.2. Definisi Istilah No. Tema Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil ukur INPUT Informasi terkait kesesuaian kuantitas SDM dan kualitas SDM di RSUD Kota Bekasi 1. SDM Pedoman dengan ketetapan menurut Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 2008-2014, Petugas rumah sakit yang bertugas Wawancara mendalam, Wawancara, dalam pengelolaan obat di Instalasi Observasi dan telaah Pedoman Observasi Farmasi RSUD Kota Bekasi. dokumen dan Alat Perekam yang meliputi : a. Kesesuaian jumlah petugas b. Kesesuaian pengetahuan dan ketrampilan petugas c. Kedisplinan petugas Informasi tentang kesesuaian penyediaan Dana yang disediakan oleh pihak 2. Dana rumah sakit untuk menunjang kegiatan pengelolaan obat di gudang Wawancara mendalam Pedoman Wawancara dana dan sumber dana untuk pengelolaan dan Alat Perekam obat di RSUD Kota Bekasi dengan ketetapan menurut Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat farmasi. Kesehatan tahun 2008-2014. 56 3. Prosedur Pedoman Informasi terkait kesesuaian prosedur Pedoman teknis dalam menjalankan Wawancara mendalam, Wawancara, kegiatan pengelolaan obat di RSUD Kota kegiatan pengelolaan obat di rumah observasi dan telaah pedoman observasi Bekasi dengan ketetapan menurut Dirjen sakit. dokumen dan Alat Perekam Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 20082014. Informasi daftar rekanan dan kesesuaian Organisasi eksternal dirumah sakit 4. Distributor yang bertugas mengirimkan barang Wawancara mendalam dan Pedoman Wawancara kegiatan proses dari rekanan di RSUD Kota logistik obat sesuai perencanaan dan telaah dokumen dan Alat Perekam Bekasi dengan ketetapan menurut Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 2008- pemesanan 2014. Informasi kesesuaian kebijakan/peraturan Suatu arah aturan yang mengikat 5. Kebijakan dalam bertindak untuk mencapai tujuan. Wawancara mendalam dan Pedoman Wawancara dalam pengelolaan persediaan obat di RSUD telaah dokumen dan Alat Perekam Kota Bekasi dengan ketetapan menurut Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 2008-2014. PROSES 6. Perencanaan Kegiatan dalam menentukan jumlah obat yang dibutuhkan rumah sakit Pedoman Informasi kesesuaian kegiatan proses Wawancara mendalam, Wawancara, Perencanaan persediaan yang dilakukan di Observasi dan telaah pedoman observasi gudang farmasi RSUD Kota Bekasi dengan dokumen dan Alat Perekam ketetapan menurut Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 2008-2014. 57 Informasi kesesuaian kegiatan proses Kegiatan melakukan pemesanan 7. Pengadaan dalam rangka merealisasikan kebutuhan sesuai perencanaan Wawancara mendalam dan Pedoman Wawancara Pengadaan yang dilakukan di telaah dokumen dan Alat Perekam bag.pengadaan RSUD Kota Bekasi dengan ketetapan menurut Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 2008-2014. Kegiatan dalam menjamin 8. Pengawasan pelaksanaan teknis sesuai dengan standar dan peraturan yang ditetapkan Kegiatan dalam menjaga 9. Pengendalian ketersediaan logistik obat di gudang dan memastikan proses logistik dapat berjalan sesuai tujuan Pedoman Informasi kesesuaian kegiatan proses Wawancara mendalam, Wawancara, Pengawasan yang dilakukan di gudang Observasi dan telaah Pedoman Observasi farmasi RSUD Kota Bekasi dengan dokumen dan Alat Perekam ketetapan menurut Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 2008-2014. Pedoman Informasi kesesuaian kegiatan proses Wawancara mendalam, Wawancara, Pengendalian persediaan yang dilakukan di Observasi dan telaah Pedoman Observasi gudang farmasi RSUD Kota Bekasi dengan dokumen dan Alat Perekam ketetapan menurut Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 2008-2014. Penggolongan obat paten sesuai 10. Metode Analisis dengan tingkat investasinya untuk ABC memberikan perhatian terhadap obat Golongan obat paten yang termasuk Rumus ABC : 1) Kelompok Microsoft Excel paten yang memiliki nilai investasi B kumulatifnya 71-90%. 58 dengan persen dengan persen kumulatifnya 0-70%. 2) Kelompok yang tinggi. A 3) Kelompok C dengan persen kumulatifnya 91-100%. (Depkes, 2008). Kelompok obat dengan persentase 11. Kelompok A Obat Paten yang tergolong kelompok A Metode Analisis ABC nilai kumulatif > 80%. Microsoft Excel memiliki persentasi kumulatif mencapai 070% (Depkes, 2008) Kelompok obat dengan persentase Obat Paten yang tergolong kelompok B 12. Kelompok B nilai penggunaan kumulatif 20 - Metode Analisis ABC Microsoft Excel 80%. 90% (Depkes, 2008) Kelompok obat dengan persentase 13. Kelompok C memiliki persentasi kumulatif mencapai 71- nilai penggunaan kumulatif < 20%. Obat Paten yang tergolong kelompok C Metode Analisis ABC Microsoft Excel memiliki persentasi kumulatif mencapai 91100% (Depkes, 2008) Metode pengendalian persediaan 14. Metode EOQ Rumus EOQ : dengan menentukan jumlah obat paten yang akan dipesan dengan Microsoft Excel Q=√ Jumlah obat paten kelompok A yang harus dipesan dengan biaya yang minimal. biaya yang minimal. 15. Metode ROP Titik dalam melakukan pemesanan Rumus ROP : kembali obat paten. ROP = (d x L) + SS 59 Waktu yang tepat dalam melakukan Microsoft Excel pemesanan ulang obat paten yang tergolong kelompok A. OUTPUT Hasil pengendalian obat paten sesuai dengan Kondisi dimana 16. Terkendalinya persediaan tersedianya obat di gudang obat paten yang efektif dan farmasi RSUD Kota Bekasi efisien di gudang farmasi. sesuai dengan kebutuhan tujuan pengendalian obat yang ditetapkan Kemenkes (2014), terdiri dari : Wawancara mendalam dan Pedoman Wawancara telaah dokumen dan Alat Perekam meliputi tepat jumlah, tepat 1) Tidak terjadi kekosongan obat (stock out) di gudang farmasi, obat tersedia dengan tepat jumlah, tepat jenis dan tepat waktu. jenis dan tepat waktu. 2) Obat Kadaluarsa 3) Stock Opname 60 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif dan menggunakan pendekatan sistem. Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui faktor penyebab terjadinya stock out (kekosongan stok) di gudang medis instalasi farmasi RSUD Kota Bekasi dan melakukan perhitungan pengendalian persediaan terhadap obat paten. 4.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian Penelitian tentang “Gambaran Penyebab Kekosongan Stok Obat Paten dan Upaya Pengendaliaannya di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi Tahun 2015” ini dilakukan di RSUD Kota Bekasi yang beralamat di Jalan Pramuka No.55, Bekasi pada bulan Agustus – September tahun 2015. 4.3. Informan Penelitian Informan/sampel dalam penelitian ini diambil secara purposive sampling. Teknik penentuan sampel secara purposive sampling didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat sendiri oleh peneliti, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Sugiyono, 2012). Kekosongan obat paten terkait dengan beberapa bagian yakni unit pengadaan, gudang obat dan instalasi farmasi. Jika terjadi keterlambatan atau 61 masalah yang dapat menghambat salah satu unit, maka akan berdampak pada semua bagian. Informan dalam penelitian Penyebab Stock Out di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi, diantaranya terdiri dari : a. Kepala Instalasi Farmasi b. Wakil Kepala Instalasi Farmasi c. Kepala Gudang Farmasi d. Ka.Bag UPBJ/Pengadaan e. Distributor/Rekanan Informan diatas dipilih berdasarkan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki terkait seluruh kegiatan pengelolaan logistik obat di gudang farmasi. Informan yang dipilih juga telah bekerja selama ±3 tahun di rumah sakit. 4.4. Instrumen Penelitian Dalam penelitian kualitatif, instrumen utama penelitian adalah penulis itu sendiri. Namun, penelitian ini juga menggunakan instrumen bantu berupa pedoman wawancara dan alat perekam yang akan digunakan untuk mencari data primer. Peneliti menggunakan pedoman wawancara yang disusun berdasarkan pendekatan sistem seperti yang digambarkan dalam kerangka konsep. 4.5. Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian kualitatif ini yaitu : 62 a. Data primer yang diperoleh dari wawancara mendalam untuk mendapatkan informasi dari responden. Dalam penelitian ini, teknik wawancara mendalam digunakan untuk mencari informasi terkait stock out (kekosongan stok) obat paten di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi. Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara mendalam, pedoman telaah dokumen, pedoman cheklist observasi dan dengan alat pendukung yaitu alat tulis dan perekam. Pedoman indepth interview merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengumpulkan data secara formal kepada responden untuk menjawab pertanyaan secara lisan. b. Data sekunder diperoleh dari telaah dokumen rumah sakit, seperti SOP, daftar nama obat, jumlah pemakaian obat, harga obat, daftar distributor obat, dan kebijakan strategis kefarmasian periode triwulan I tahun 2015. 4.6. Validitas Data Penelitian kualitatif ini dilakukan pemeriksaan keabsahan datanya dengan menggunakan metode triangulasi. Adapun triangulasi yang dilakukan, yaitu : a. Triangulasi Sumber Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber (Sugiyono, 2012). Triangulasi sumber dilakukan peneliti dengan membandingkan dan melakukan pemeriksaan terhadap hasil wawancara dengan menanyakan pertanyaan yang sama kepada beberapa informan yang berbeda. 63 Triangulasi sumber didapat dari informan yang berbeda jabatannya namun masih dalam serangkaian tupoksi dalam instalasi farmasi. Gambaran triangulasi sumber pada pertanyaan dapat dilihat pada tabel checklist berikut ini : Tabel 4.1 Triangulasi Sumber Dilihat dari Pedoman Wawancara R1 R2 R3 R4 SDM     Prosedur     Dana     Kebijakan     Distributor     R5 INPUT  PROSES Perencanaan Persediaan     Pengadaan Persediaan     Pengawasan Persediaan    Pengendalian Persediaan     OUTPUT Stock Out     Obat Kadaluarsa     Stock Opname     Keterangan: R R1-2 R3-4 farmasi) R5 = Responden = Tingkat Manajemen (Ka.Inst.Farmasi dan Ka.Bag.UPBJ) =Tingkat Staff (Wa.Ka Inst. Farmasi dan Ka.gudang = Distributor 64 b. Triangulasi Metode. Triangulasi metode berarti peneliti menggunakan metode pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama (Sugiyono, 2012). Triangulasi metode dilakukan dengan wawancara dan telaah dokumen. Tabel 4.2 Triangulasi Metode Dilihat dari Pedoman Wawancara Observasi Telaah Dokumen   -            Stock Out Wawancara Mendalam INPUT      PROSES     OUTPUT  -  Obat Kadaluarsa  -  Stock Opname   - SDM Prosedur Kebijakan Dana Distributor Perencanaan Persediaan Pengadaan Persediaan Pengawasan Persediaan Pengendalian Persediaan Tujuan validasi data dengan menggunakan sumber informan, data dan metode yang beragam diharapkan mendapatkan analisis yang tepat, akurat dan terpercaya. 65 4.7. Penyajian Data Penyajian data dari hasil wawancara mendalam, observasi dan telaah dokumen dilakukan dengan menggunakan bentuk narasi. Data hasil telaah dokumen dan hasil perhitungan metode ABC, EOQ, dan ROP disajikan dalam bentuk tabel. Penyajian data dalam narasi maupun tabel dapat memudahkan peneliti dalam menggambarkan faktor penyebab terjadinya stock out (kekosongan stok) obat paten di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi. 4.8. Pengolahan Data Teknik pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian kualitatif ini yaitu: a. Data primer yang telah dikumpulkan melalui wawancara mendalam dengan beberapa informan dicatat dan dibuat transkrip wawancara. Data yang dianggap kurang penting dan tidak berhubungan dengan penelitian direduksi. Kemudian hasil wawancara yang telah direduksi ditranskrip ke dalam matriks berdasarkan pertanyaan penelitian. b. Data sekunder yang diperoleh dari telaah dokumen rumah sakit, seperti SOP, daftar nama obat, jumlah pemakaian obat, harga obat, daftar distributor obat, dan kebijakan strategis kefarmasian periode triwulan I tahun 2015. Data sekunder diolah dengan perhitungan matematis menggunakan metode pengendalian persediaan dengan mengklasifikasikan obat dengan analisis ABC Pemakaian, perhitungan dengan metode EOQ (pemesanan optimal) dan ROP (titik pemesanan kembali) terhadap obat paten. Berikut pengolahan terhadap data sekunder, yaitu : 66 1) Data mengenai daftar jenis obat paten, jumlah pemakaian obat dan harga obat paten selama bulan Januari – Maret 2015 dikumpulkan dan diinput menggunakan program komputer Microsoft Excel. Kemudian data obat paten yang telah diinput diklasifikasikan berdasarkan nilai investasinya dengan metode Klasifikasi ABC. Berikut klasifikasi ABC menurut Dirjen Binakefarmasian dan Alat Kesehatan (2008) klasifikasi persediaan berdasarkan persen kumulasinya dibagi atas 3 bagian, yaitu : a. Persediaan dengan persen kumulatifnya 0-70% masuk masuk dalam kategori kelompok A. b. Persediaan dengan persen kumulatifnya 71-90% masuk masuk dalam kategori kelompok B. c. Persediaan dengan persen kumulatifnya 91-100% masuk masuk dalam kategori kelompok C. 2) Lalu dilakukan perhitungan dengan Metode EOQ ,berikut adalah rumus untuk menentukan jumlah pemesanan optimum menurut Herjanto (2008), yaitu : Rumus : Q=√ Keterangan : Q : Jumlah pesanan D : Jumlah kebutuhan barang S : Biaya pemesanan untuk setiap pesanan H : Biaya penyimpanan per unit per tahun 67 3) Kemudian waktu pemesanan dihitung dengan metode ROP, berikut rumus metode ROP, berikut adalah rumus untuk menentukan titik pemesanan kembali menurut Herjanto (2008), yaitu : Rumus : ROP = ( d x L) + SS Keterangan : 4.9. ROP : Reorder Point d : permintaan harian L : Lead Time (waktu tunggu) SS : Persediaan Pengaman (safety stock) Analisis Data Tahapan analisis data kualitatif pada penelitian ini, yaitu : 1. Reduksi adalah proses pemilihan data secara kasar, memilah data yang berkaitan dengan penelitian dan membuat transkrip data hasil wawancara seperti apa adanya, adapun tujuan dari tahap ini adalah memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk mengumpulkan pengumpulan data selanjutnya. a. Wawancara Mendalam Setelah melakukan wawancara, peneliti langsung merekap hasil tersebut dalam bentuk laporan narasi untuk memudahkan analisis. Selanjutnya hasil tersebut dirangkum (menghilangkan data yang tidak diperlukan agar memberi kemudahan dalam penampilan, penyajian, serta untuk menarik kesimpulan sementara) untuk mendapatkan pernyataan inti mengenai 68 faktor penyebab kekosongan obat. Setelah itu rangkuman tersebut dipilih kesesuaiannya (melakukan proses penyuntingan, pemberian kode dan pentabelan) dari pertanyaan penelitian untuk mendapatkan faktor penyebab kekosongan obat di gudang farmasi. Hal ini dilakukan terusmenerus selama proses pengambilan data berlangsung. b. Observasi Saat melakukan observasi, peneliti melakukan reduksi dengan melakukan pembatasan observasi yaitu pada kegiatan yang dilakukan SDM, pada kegiatan perencanaan, kegiatan pengawasan dan kegiatan pengendalian serta melakukan penyesuaian antara pedoman observasi dengan proses pengelolaan persediaan obat yang dilakukan RSUD Kota Bekasi. c. Telaah Dokumen Saat melakukan telaah dokumen, peneliti akan mengambil data dokumen mengenai prosedur maupun kebijakan dalam melakukan proses pengelolaan persediaan obat di Gudang farmasi yang terdapat dalam kurun waktu 2 tahun terakhir. Hal tersebut bertujuan untuk memudahkan peneliti menganalisis gambaran penyebab kekosongan obat paten dan mengetahui proses pengelolaan persediaan obat paten. Dengan mereduksi data dari 3 metode yang berbeda penulis mengumpulkan informasi inti untuk selanjutnya dianalisis dan disajikan. Mereduksi data bertujuan untuk memfokuskan penelitian pada proses 69 pengelolaan persediaan obat paten, agar data yang akan disajikan tidak keluar dari topik penelitian. 2. Display data adalah teknik rancangan penyajian data dalam bentuk uraian singkat dan tabel ini di dapatkan setelah peneliti melakukan penyusunan data dalam bentuk transkrip data yang selanjutnya dilakukan kategorisasi data menurut variabel yang sesuai. a. Wawancara Mendalam Penyajian data hasil wawancara mendalam mengenai penyebab stock out dan pengelolaan persediaan obat paten akan dilampirkan dalam bentuk tabel. Sedangkan hasil analisisnya akan dituangkan kedalam bentuk narasi pada laporan penelitian. b. Observasi Penyajian data hasil observasi mengenai penyebab stock out dan pengelolaan persediaan obat paten akan dilampirkan dalam bentuk narasi dan tabel. Sedangkan hasil analisisnya akan dituangkan kedalam bentuk pernyataan pada laporan penelitian. c. Telaah Dokumen Penyajian data kelengkapan dokumen mengenai penyebab stock out dan proses persediaan obat akan dilampirkan dalam bentuk tabel cheklist. Sedangkan hasil analisisnya akan dituangkan kedalam bentuk pernyataan pada laporan penelitian. Penyajian data dari 3 metode yang berbeda akan disajikan dalam berbagai bentuk seperti narasi, pernyataan ataupun tabel. Kesesuaian 70 penyajian data akan dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan penelitian. Data yang disajikan akan dikaitkan satu sama lain guna mendukung suatu pernyataan dalam proses analisis. 3. Analisis data pada penelitian ini menggunakan domain analysis dimana analisis ini pada umumnya dilakukan untuk memperoleh gambaran umum dan menyeluruh tentang situasi sosial yang diteliti atau obyek penelitian. Hasilnya berupa gambaran umum yang diteliti, yang sebelumnya belum pernah diketahui. Dalam analisis ini informasi diperoleh belum mendalam, masih dipermukaan namun sudah ditemukan domain-domain atau kategori dari situasi sosial yang diteliti (Sugiyono, 2012). Diawali melakukan analisis taksonomi dengan menjabarkan secara rinci tema-tema yang terdapat dalam domain input, proses dan output. Tematema dalam domain digambarkan secara umum kemudian memaknai hasil penelitian yang didapat. Setelahnya dilakukan analisis domain dengan menggambarkan domain-domain input, proses dan output. Analisis domain pada hakikatnya adalah upaya peneliti untuk memperoleh gambaran umum tentang data untuk menjawab fokus penelitian. Hasil analisis ini berupa informasi mengenai gambaran penyebab kekosongan obat di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi. Data yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam, observasi dan telaah dokumen dideskripsikan untuk mengetahui gambaran umum penyebab stock out di gudang medis RSUD Kota Bekasi. Dengan analisis domain peneliti mendeskripsikan unsur pada domain kegiatan pengelolaan obat mulai dari 71 input, proses dan output kemudian memaknai hasil penelitian yang didapat. Pemaknaan hasil penelitian didasari pada kesesuaiannya dengan pedoman maupun teori terkait pengelolaan obat di Instalasi Farmasi. 4. Verifikasi data adalah proses menyimpulkan semua hasil wawancara mendalam dengan informan. Dengan demikian hasil dalam penelitian dapatlah terlihat. Seluruh proses pembahasan, dilakukan dengan menganalisis, membandingkan data dan teori, melihat kekurangan dan kelebihan serta masalah yang ada. Hal tersebut bertujuan untuk saling melengkapi data satu sama lain agar suatu informasi menjadi valid kebenarannya dan dapat mengidentifikasi suatu masalah. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan merangkum hasil analisis proses pengelolaan persediaan obat paten yang berlangsung dan pemberian saran pada masalah yang ada mengenai proses pengelolaan hingga pengendalian persediaan obat paten di RSUD Kota Bekasi. 72 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum RSUD Kota Bekasi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bekasi terletak di pusat wilayah kota Bekasi dan berada di jalan Pramuka No.55 Bekasi. a. Visi RSUD Kota Bekasi Dalam upaya mewujudkan pembangunan kesehatan di Kota Bekasi dan meningkatkan kinerja pelayanan RSUD Kota Bekasi dalam kurun waktu 5 tahun, maka RSUD Kota Bekasi memiliki visi yang harus sejalan dengan visi Kota Bekasi. Visi Kota Bekasi tahun 2013-2018 adalah “Bekasi Maju, Sejahtera, dan Ihsan”. RSUD Kota Bekasi berperan dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat kota Bekasi, sebagaimana visi “Sejahtera” yang diinginkan kota Bekasi maka visi RSUD Kota Bekasi yaitu : “Menjadi Rumah Sakit Yang Unggul dengan Pelayanan Bermartabat” Rumah sakit yang Unggul dimaksudkan menggambarkan RSUD Kota Bekasi yang akan memberikan pelayanan terbaik dibandingkan rumah sakit lain. Sedangkan Pelayanan Yang Bermartabat yaitu menggambarkan perilaku pelayanan yang manusiawi, tingkat kepatuhan yang tinggi serta dilaksanakan dengan penuh ketulusan. 73 b. Misi RSUD Kota Bekasi Misi dalam mewujudkan visi yang diemban RSUD Kota Bekasi, yaitu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pelayanan kesehatan rujukan dan terjangkau oleh masyarakat, melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya pelayanan bermutu, dan menciptakan tata kelola rumah sakit yang baik. 5.2. Gambaran Umum Instalasi Farmasi RSUD Kota Bekasi Instalasi farmasi merupakan salah satu unit penunjang yang terdapat di RSUD Kota Bekasi. Instalasi farmasi dalam melakukan pelayanan kefarmasian memiliki 2 unit pelayanan yang terdiri dari unit gudang farmasi dan unit depo/cabang farmasi rumah sakit. Adapun struktur organisasi di unit instalasi farmasi di RSUD Kota Bekasi, yaitu : Bagan 5.1 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUD Kota Bekasi Ka. Instalasi Farmasi Ketua Litbang Diklat Kesekretariatan Wa.Ka. Instalasi Farmasi Ka. Depo Farmasi Rajal Ka. Depo Farmasi Ranap Ka. Depo Farmasi BPJS Ka. Depo Farmasi UGD Ka. Depo OK PJ Farmasi Klinik Sumber : Instalasi Farmasi RSUD Kota Bekasi tahun 2014 74 Ka. Gudang Farmasi 5.3. Input Manajemen Persediaan Input dalam suatu sistem merupakan sumber daya yang mendukung dalam berjalannya suatu proses kegiatan. Input dari sistem manajemen persediaan obat di gudang farmasi terdiri dari SDM, Dana, Kebijakan, Prosedur, dan Distributor. Berikut gambaran input dalam manajemen persediaan obat : Bagan 5.2 Input Manajemen Persediaan INPUT SDM Belum mencukupinya tenaga SDM Kefarmasian. Latar belakang pendidikan SDM Kefarmasian sudah sesuai dengan kualifikasi SDM menurut PMK no.58 th 2014 Kurangnya Koordinasi dan Komunikasi terhadap ketidakhadiran petugas dalam pelayanan kefarmasian dirumah sakit. Kurangnya ketelitian petugas dalam pemesanan obat yang tidak ada konsumsi di bulan sebelumnya. Dana Sumber Dana yang diperoleh sudah sesuai dengan pedoman pengelolaan perbekalan farmasi Depkes (2008). Kurangnya dana dalam pembayaran ke distributor. Prosedur Telah terdapat SOP yang mudah dalam pelaksanaannya dan telah disesuaikan dengan kegiatan rutin kefarmasian dirumah sakit. Kegiatan pengelolaan obat sudah mengacu dan sesuai dengan SOP yang ada. SOP sudah disosialisasikan kepada seluruh SDM di instalasi farmasi. Belum75 optimalnya penerapan formularium obat oleh user. Kebijakan Terdapatnya kebijakan strategis pengelolaan obat yang diatur dalam Peraturan Direktur no.74 /RSUD/PDMN.12.2/I. 2014 tentang Pedoman Pelayanan Farmasi di Lingkungan RSUD Kota Bekasi. Adanya peraturan BPJS dan BPOM yang membatasi pemesanan jumlah obat narkotika tertentu. Distributor Perizinan maupun persyaratan administrasi sudah sesuai dengan Permenkes no.34 th 2014 tentang PBF. Adanya kekosongan pada distributor, terlambatnya pengiriman dari distributor ke gudang farmasi. 5.3.1. Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia merupakan salah satu sumber utama dalam berlangsungnya suatu kegiatan. Kelancaran dalam proses kegiatan manajemen persediaan obat akan berjalan baik dan optimal apabila dilakukan oleh SDM yang berkualitas dan kuantitas yang memadai. Instalasi farmasi di RSUD Kota Bekasi dikepalai oleh Apoteker dan adapun penanggung jawab gudang farmasi dipegang oleh kepala gudang yang berpendidikan S1 Farmasi. a. Kesesuaian Jumlah Petugas Jumlah tenaga kefarmasian dan non farmasi di unit instalasi farmasi RSUD Kota Bekasi, diantaranya : Tabel 5.1 Jumlah Ketenagaan Farmasi RSUD Kota Bekasi tahun 2015 Jenis Tenaga menurut SK Menkes 2014 2015 Pendidikan 1 Apoteker 8 6 Apoteker, S2 2 3 Asisten Apoteker Administrasi 25 5 21 5 S1, D3, SMF SMA, D1, S1 4 Pembantu Pelaksana 3 3 SMP,SMA TOTAL 41 35 No Sumber : Bag.Kepegawaian RSUD Kota Bekasi tahun 2015 Berdasarkan tabel 5.2 bahwa jumlah tenaga teknis kefarmasian di instalasi farmasi RSUD Kota Bekasi pada tahun 2015 berjumlah 35 orang dengan tenaga apoteker berjumlah 6 orang. Jumlah tenaga ini mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yang berjumlah 41 orang. 76 Berdasarkan observasi dan telaah dokumen terhadap kualifikasi SDM rumah sakit sudah sesuai dengan ketentuan Permenkes no.58 tahun 2014 bahwa rumah sakit harus memiliki petugas kefarmasian yang terdiri dari apoteker dan tenaga teknis kefarmasian serta petugas penunjang kefarmasian yang terdiri dari operator komputer, tenaga admin dan pekarya/pembantu pelaksana. Berdasarkan telaah dokumen pada bulan Agustus 2015 terdapat 27 orang jumlah tenaga kefarmasian di RSUD Kota Bekasi. Dimana tenaga apoteker di instalasi farmasi berjumlah 6 orang dan tenaga asisten apoteker berjumlah 21 orang. Menurut Permenkes no.58 th 2014 bahwa idealnya rasio apoteker di rawat jalan yaitu 1 : 50 pasien. Sedangkan rasio tenaga apoteker di RSUD Kota Bekasi yaitu 6 apoteker : 400 pasien setiap harinya dengan estimasi rasio kefarmasian menjadi 1 apoteker : 67 pasien. Hal ini menunjukkan bahwa rumah sakit belum memiliki tenaga apoteker yang cukup dalam melakukan pelayanan kefarmasiannya dirumah sakit. Berdasarkan perhitungan diatas diketahui bahwa tenaga apoteker di RSUD Kota Bekasi masih kurang dan belum mencukupi dengan standar ideal yang ditetapkan Kemenkes. Sedangkan berdasarkan PMK no.56 tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan RS bahwa di RS tipe B harus memiliki tenaga kefarmasian berjumlah 13 apoteker. Hal ini belum sesuai dengan data telaah dokumen pada bulan Agustus 2015 bahwa jumlah apoteker di RSUD Kota Bekasi berjumlah 6 orang apoteker. 77 Hal ini juga didukung berdasarkan hasil observasi oleh peneliti yang menunjukkan bahwa jumlah SDM kefarmasian di Instalasi Farmasi RSUD Kota Bekasi yang ada saat ini belum mencukupi untuk kegiatan pelayanan kefarmasian. Ini terlihat dari waktu pulang petugas yang melebihi jam yang telah ditentukan dan adanya double job bagi petugas kefarmasian. Kurangnya tenaga SDM Kefarmasian dirumah sakit membuat waktu kerja overtime pada petugas dan terkadang petugas sekretariat dan wakil instalasi farmasi diminta membantu dalam pelayanan kefarmasian di depo Rawat Inap atau depo BPJS. Hal ini mengakibatkan tugas - tugas kesekretariatan dan wakil instalasi farmasi yang harusnya bisa diselesaikan dengan segera menjadi tertunda dan menumpuk dikemudian harinya. b. Kesesuaian Antara Pengetahuan dan Keterampilan Kesesuaian antara pengetahuan dan keterampilan petugas kefarmasian yang dimiliki sudah sesuai dengan kapasitas dalam melakukan tugasnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan berikut : “sudah sesuai, sudah terampil dalam bekerjanya, sudah sesuai dengan kualifikasi dan skill yang dimiliki”(Inf-2) “secara standar sudah cukup sesuai, yang backgroundnya S1 sudah sesuai dengan cara dia bekerja” (Inf-3) Latar belakang dari petugas kefarmasian sudah sesuai dengan jabatan yang dipegang oleh masing-masing SDM kefarmasian. Menurut Permenkes no.58 th 2014 bahwa kualifikasi SDM pekerjaan kefarmasian dirumah sakit terdiri dari apoteker dan tenaga teknis kefarmasian (S1 Farmasi, D3 78 Farmasi, atau SMF). Berikut adalah latar belakang pendidikan dari informan dalam penelitian ini : Tabel 5.2 Karakteristik Informan di RSUD Kota Bekasi NO. Jabatan Umur Pendidikan 1. Kepala Instalasi Farmasi 48 th S1 Apoteker 2. Wakil Kepala Instalasi 48 th S1 Farmasi Farmasi 3. Kepala Gudang Farmasi 33 th S1 Farmasi 4. Ka.UPBJ 39 th S1 Farmasi Sumber : Hasil Pengolahan Data Sekunder c. Kedisplinan petugas Kedisplinan kerja pegawai juga sudah baik dan sesuai karena datang sudah tepat waktu. Berdasarkan jadwal kerja petugas gudang farmasi terdapat 1 shift yang bekerja pada hari Senin hingga Sabtu mulai pukul 07.30 hingga pukul 14.00. Namun jadwal kerja tersebut tidak sesuai berdasarkan wawancara dan observasi kepada petugas bahwa petugas gudang terkadang overtime atau melebihi jam kerja yang sudah ditetapkan. Hal ini dikarenakan banyaknya jumlah pasien di rawat jalan BPJS yang harus dilayani hingga pasien habis. Hal ini berdasarkan pernyataan oleh informan: “kalau displin kerja SDM sudah bagus, datangnya sudah tepat waktu, walaupun pulangnya overtime karena pasien di pelayanan apotik bpjs pasiennya banyak, kita selesai kerjanya jam 14.00, sampai jam 14.00 pasiennya belum habis jadi overtime sampai 17.00, baru habis pasiennya”(Inf-3) 79 “kalau datang memang tidak tepat waktu tapi kalau pulang terkadang overtime karena faktor pekerjaannya, kalau pekerjaannya masih banyak harus diselesaikan dahulu tidak mungkin ditinggalkan, kalau yang dirawat jalan kalau pasien masih ada jadi diselesaikan dulu”(Inf-4) Kendala dalam faktor SDM farmasi yang dapat menghambat kegiatan pengelolaan obat dirumah sakit yaitu kurangnya koordinasi, komunikasi, pengetahuan dan inisiatif pegawai. Hal ini sesuai dengan penyataan informan melalui kutipan wawancara berikut ini : “kurangnya komunikasi, tapi yang pasti harus koordinasi misalkan ada pegawai yang ingin cuti berarti harus ada yang gantiin, supaya pelayanan juga tetap jalan ke pasien, kalau lagi kejadian tiba-tiba kosong orang jadi orang gudang kadang-kadang diambil, di bagian penagihan stafnya diambil, jadi proses penagihan diundur 1 hari, karena ada staf yang tidak masuk”(Inf-1) “Pengetahuan dan inisiatif ,kalau orang yang tidak inisiatif,begitu tahu obat kosong pasti dia diam saja, kenapa pengetahuan karena kalau ada obat yang harus diganti dia harus tahu substitusinya apa, intinya inisiatif, kalau pengetahuan berhubungan, kalau inisiatif dia akan mencari kalau dia mencari pasti bertambah pengetahuannya , inisiatif intinya menurut saya” (Inf-2) Dari hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan data sekunder dan observasi maka dapat disimpulkan kuantitas SDM yang tersedia di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi saat ini memang dirasa kurang, terlebih dengan adanya proses pengurangan jumlah SDM dari tahun sebelumnya. Hal ini menyebabkan beban kerja SDM yang ada saat ini menjadi bertambah karena penambahan tenaga SDM sampai saat ini belum dilakukan. Faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya stock out pada SDM dapat terjadi karena kurangnya ketelitian petugas dalam pemesanan barang 80 yang sebelumnya tidak ada mutasi atau konsumsi di bulan sebelumnya. Barang perbekalan farmasi maupun obat yang sangat dibutuhkan tertinggal untuk direncanakan atau dipesan karena tidak ada pemasukan maupun penggunaannya dirumah sakit. Akibatnya, barang yang dibutuhkan tersebut kosong dan biasanya baru terdeteksi di 2 minggu setelah perencanaan. Untuk mengatasi hal tersebut, petugas gudang dengan perizinan kepala instalasi farmasi segera melakukan pemesanan secara cito untuk memenuhi kebutuhan obat tersebut saat itu dan segera membuat pemesanan terhadap obat tersebut untuk persediaan digudang farmasi. Sebagaimana pernyataan informan berikut : “apabila petugas kurang teliti dalam memesannya, misalnya di DUPADA tidak ada tapi untungnya dengan orang gudang sering langsung ketahuan dan akhirnya langsung bilang ke rekanan dan bisa untuk langsung dipesan” (Inf-1) “karena datanya banyak, jadi dianggap bulan ini tidak ada pemasukan jadi tidak ada penggunaan, berarti bulan depan saya tidak merencanakan karena sebelumnya obat tersebut kosong atau tidak ada pemakaian sebelumnya” (Inf-2) “karena dirumah sakit memakai sistem komputer, jadi kita lihat dahulu riwayat pengeluaran obat sebelumnya berapa, kalau obat itu bulan kemaren tidak datang, jadi nol mutasinya padahal kita membutuhkan, tapi karena bulan kemarin tidak datang jadinya tidak ada riwayat,jadi kelewat tidak dipesan,baru terlihatnya di 10 hari pertama, lalu langsung disusulin untuk dipesan, tidak begitu sering hanya untuk obat-obat yang kosong stok nasionalnya saja”(Inf-3) Kurangnya jumlah apoteker yang sesuai dengan ketetapan Kemenkes dapat menghambat kegiatan pengelolaan obat digudang farmasi. Hal ini mengakibatkan adanya double job pada petugas gudang dan petugas di 81 instalasi farmasi, adanya overtime, beban kerja bertambah hingga kurangnya ketelitian serta kordinasi petugas. 5.3.2. Dana Dana merupakan salah satu input penunjang kegiatan persediaan obat di rumah sakit. Berdasarkan wawancara, dana yang disediakan untuk kegiatan kefarmasian di rumah sakit, sebagaimana pernyataan informan sebagai berikut : “untuk anggaran obat kurang lebih sekitar ± 24 M untuk obat .Obat itu hampir 1/3 dari seluruh anggaran rumah sakit” (Inf-4) Adapun sumber dana yang diperoleh rumah sakit untuk kegiatan persediaan obat berasal dari anggaran BLUD RS, APBD, dan donasi/hibah. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan : “ada yang dari BLUD, APBD dan APBN, serta bantuan berasal dari program pemerintah..” (Inf-2) “berasal dari dana BLUD, APBD dan donasi.. “ (Inf-3) “sumber dana dari BLUD, khusus obat PTRM, VCT itu dari APBN, ada juga yang hibah/bantuan seperti vaksin, obat HIV ..”(Inf-4) Hal ini telah sesuai dengan pedoman pengelolaan perbekalan farmasi Depkes tahun 2008 bahwa sumber anggaran dapat berasal dari pemerintah dan swasta. Sumber anggaran dari pemerintah berupa APBN dan APBD serta sumber anggaran dari swasta berupa donasi/hibah. Adapun faktor dana yang dapat menyebabkan stock out dan menghambat kegiatan pengelolaan obat yaitu adanya ketidaklancaran dalam pembayaran atau hutang. Namun ketidaklancaran ini menyebabkan 82 kekosongan pada obat yang memiliki distributor tunggal, karena obat tersebut tidak bisa di subtitusikan dengan obat lain. Diketahui bahwa pada bulan ini terdapat 2 distributor yang menolak untuk melakukan pengiriman obat karena ketidaklancaran pembayaran RSUD ke distributor. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara berikut : “dari pembayaran, penyedia itu bisnis,kalau pembayarannya tidak lancar pasti menghambatlah..pembayaran dari rumah sakit tidak lancar, artinya kita punya hutang, distributornya tidak mau mengirim karena pembayarannya tidak terselesaikan” (Inf-2) “Kalau anggaran habis, ada anggaran tambahan tapi belum diacc oleh pemda, jadi tidak bisa dibayar.Distributor jadi tidak bisa mengirim apabila rumah sakit belum bayar karena batas hutang rsud ke distributor tsb sudah tercapai dari nominalnya atau waktunya. Kalau di faktur itu jatuh tempo misalnya 21 hari, selama 21 hari ini rsud tidak bisa bayar, langsung distributor tidak bisa mengirim. Kalau nominal misal apabila sudah mencapai 100jt hutangnya maka distributor ke lock untuk mengirim barang”(Inf-3) “masalah pengadaan biasanya karena pembayaran, jadi jatuh tempo pembayarannya itu melebihi batas waktu tanggal jatuh temponya ,mereka otomatis me-lock, apalagi kalau diswasta mereka langsung melock, faktur tidak dikeluarkan akhirnya barang tidak bisa dikirim..itu faktor utamanya dari anggarannya dan dananya..hampir rata-rata semua distributor akan melock kalau tidak dibayar, karena itu cash flownya mereka, karena mereka juga harus membayar ke principle (perusahaan2 farmasi), kalau distributornya tidak dibayar mungkin 1 bulan masih bisa toleransi tapi kalau sudah terlalu lama mereka sudah tidak bisa toleransi” (Inf-4) Adapun menurut salah satu distributor yang diwawancarai yaitu distributor APL bahwa seluruh rumah sakit yang menjadi pelanggan APL diberikan limit credit dan TOP (Time of Payment) dalam melakukan pembayaran. Distributor APL memberikan batas jumlah pembayaran dalam melakukan kredit yaitu mencapai ±650 jt, sedangkan batas TOP (Masa 83 Berlaku Pembayaran) sampai 60 hari. Apabila pembayaran rumah sakit melebihi batas jumlah dan waktu yang telah ditentukan maka distributor tidak akan menyuplai barang ke rumah sakit. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh informan sebagai berikut : “yang pertama semua pelanggannya APL, kita berikan yang namanya limit credit dan ada TOP, kalau pelanggan sudah melampaui limit kredit itu sudah tidak bisa memberikan lagi kredit..apabila pelanggan sudah melebihi dari TOP (Time of Payment)/Masa Berlaku Pembayaran, kalau untuk RSUD ini kita memberikan waktu 60 hari, kalau diatas 60 hari RSUD belum melakukan pembayaran ke APL, otomatis kita tidak bisa suplai obat” (Inf-5) Faktor dana yang menjadi salah satu penyebab kekosongan obat yaitu ketidaklancaran rumah sakit dalam melakukan pembayaran. Kendala ini menghambat pelayanan dan mempengaruhi kepuasan pasien apabila obat yang dibutuhkan tidak dikirim. 5.3.3. Prosedur Prosedur merupakan dasar bagi petugas kefarmasian dalam melaksanakan seluruh kegiatan operasional di rumah sakit. Prosedur disebut juga Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku di Instalasi Farmasi RSUD Kota Bekasi terkait kegiatan pengelolaan obat, terdiri dari : a. b. c. d. e. f. g. Instruksi kerja perencanaan perbekalan farmasi Instruksi kerja pengadaan perbekalan farmasi Instruksi kerja penerimaan perbekalan farmasi Instruksi kerja penyimpanan perbekalan farmasi Instruksi kerja distribusi perbekalan farmasi Instruksi kerja stock opname perbekalan farmasi Instruksi kerja penarikan/penghapusan perbekalan farmasi. 84 SOP kegiatan pengelolaan obat di instalasi farmasi yang digunakan dibuat oleh Kepala Instalasi Farmasi dan ditetapkan serta di tandatangani oleh Direktur RSUD Kota Bekasi. SOP yang berlaku pada tahun ini pada dasarnya masih menggunakan SOP pada tahun-tahun sebelumnya yang ditetapkan pada akreditasi ISO 9001:2008 yang diperoleh rumah sakit pada tahun 2014. Setiap SOP yang ada terdiri dari beberapa konten seperti pengertian, tujuan, kebijakan, penanggung jawab, persiapan, pelaksanaan dan unit terkait. Jika dilihat pada masing-masing SOP, dapat dikatakan bahwa SOP yang ada cukup singkat dan jelas. Setiap konten hanya berisi uraian singkat saja dan hanya berjumlah 2-4 halaman. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah para SDM yang ada dalam mengaplikasikan setiap SOP yang ada. SOP yang ada sudah lengkap, mudah dalam pelaksanaannya dan telah disesuaikan dengan kegiatan rutin kefarmasian dirumah sakit. Tidak ada kendala ataupun hambatan dalam implementasi SOP dirumah sakit karena prosedur telah dibuat lebih mudah dalam pengaplikasiannya. Hal ini seperti yang dikatakan oleh informan dalam kutipan di bawah ini : “Tidak pernah menghambat prosedur disini, karena prosedur itu ada untuk melindungi kita dalam bekerja, itu makanya kita tidak pernah bikin sop yang muluk-muluk dan yang ribet. “ (Inf-2) Berdasarkan hasil observasi dan telaah dokumen dirumah sakit bahwa proses pelaksanaan kegiatan yang meliputi kegiatan perencanaan, pengadaan, pengawasan dan pengendalian obat di gudang farmasi sudah 85 sesuai dengan SOP terkait pengelolaan obat di Instalasi Farmasi RSUD Kota Bekasi. SOP terkait proses perencanaan, pengadaan, pengawasan dan pengendalian yang dibuat oleh rumah sakit ini juga telah mengacu kepada kebijakan Kemenkes (2014) tentang standar pengelolaan sediaan farmasi dirumah sakit. Standar prosedur operasional tersebut juga sudah disosialisasikan kepada seluruh SDM di instalasi farmasi. Sebagaimana pernyataan informan sebagai berikut : “jadi, semua prosedur dicopy dan disebar kepada SDM farmasi untuk dipelajari dan diterapkan” (Inf-1) “Disosialisasikan lewat rapat pasti, lalu dicopykan sesuai jumlah sdm, nanti dibagikan dan dipelajari masing-masing, nanti kalau ada tambahan dan dirasa perlu nanti ditambahin ke lampiran. Tapi kalau sudah disetujui direktur sudah tidak ada tambahan lagi”(Inf-3) Berdasarkan wawancara dan telaah dokumen juga terdapat prosedur pemesanan cito untuk perbekalan farmasi yang mengalami kekosongan obat di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan berikut : “Ada, pelaksanaannya ketika ada kebutuhan yang cito dibikin PO nya tapi terkadang PO itu nanti, cito itu by phone minta untuk kirim barang dulu PO nya nanti,pas barang datang baru kita kasih POnya atau terkadang saat mereka minta tagihan baru dia minta POnya. Hal yang penting kesepakatan dengan kitanya dan pertanggungjawabannya artinya ketika kita pesan sesuai dengan POnya” (Inf-2) “Ada, di bagian farmasi..pemesanannya dari instalasi farmasi langsung ke apotik yang sudah kerjasama dengan RSUD, lalu barang nya dikirim, barangnya langsung dibayar,lalu dibuat tagihannya, dikerjakan oleh pelaksana administrasi di UPBJ untuk mengganti membayarkan penagihan yang cito..bisa dibayar langsung bisa juga lewat kredit” (Inf-4) 86 Dari hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan wawancara dan observasi maka dapat disimpulkan bahwa SOP yang ada terkait dengan proses pengelolaan logistik perbekalan farmasi sudah lengkap dan baik. Setiap SOP sudah dibuat secara singkat dan jelas agar mudah dimengerti oleh para petugas. Selain itu pengaplikasian SOP juga sudah dapat dikatakan baik, karena semua proses yang ada sudah sesuai dengan SOP yang ada. Namun masih terdapat kekurangan yang berkaitan dengan formularium rumah sakit, seperti belum optimalnya penerapan formularium RSUD Kota Bekasi oleh user. Formularium rumah sakit merupakan daftar kategori obat yang beredar dirumah sakit. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan berikut : “kalau dirumah sakit formularium rumah sakitnya tidak terlalu jalan jadi kalau ada obat baru, dokter akan memberikan memo kepada Ka. Instalasi untuk menyediakan obat-obatan tsb, karena obat-obat tsb ada pasiennya gitu“(Inf-3) “Formularium RS belum pernah jalan, jadi kita mengacu di Fornas saja,obat-obat yang di luar Fornas yang beredar di RS dasarnya harus masuk Formulairum RS, tidak boleh perbekalan farmasi di RS itu kalau tidak ada dasar pengadaannya, semua perbekalan RS itu harus ada semua di formularium RS”(Inf-4) Berdasarkan wawancara dan observasi, prosedur telah disosialisasikan keseluruh tenaga kefarmasian dan non kefarmasian dirumah sakit serta kegiatan pengelolaan obat telah sesuai dengan prosedur yang ditetapkan rumah sakit. 87 5.3.4. Kebijakan Kebijakan pengelolaan obat di RSUD Kota Bekasi diatur dalam Peraturan Direktur RSUD Kota Bekasi no.74/RSUD/PDMN.12.2/I.2014 tentang Pedoman Pelayanan Farmasi di Lingkungan RSUD Kota Bekasi. Berdasarkan wawancara bahwa salah satu faktor dari kebijakan yang dapat menyebabkan kekosongan obat yaitu adanya peraturan BPOM yang membatasi jumlah obat keras tertentu yang apabila obatnya telah mengalami kekosongan, rumah sakit tidak bisa memesan kembali untuk memenuhi kebutuhan pasien di bulan yang sama. Sebagaimana pernyataan informan berikut : “tidak ada kebijakan rs yang menghambat, kalau untuk kebijakan nasional, ada peraturan bpom yang membatasi pembelian obat-obat keras tertentu dari apotik walaupun untuk rs pemerintah seperti misalnya ada obat untuk poli jiwa yang narkotika itu dibatasi pengirimannya karena ada suatu kasus waktu itu obatnya tersebar luas, jadi kita belum terima lagi obatnya padahal udah kosong dan banyak dibutuhin sekarang”(Inf-3) Kebijakan strategis terhadap pengelolaan obat dirumah sakit diatur dalam Peraturan Direktur no.74 tahun 2014 meskipun kebijakan dalam mengatasi kekosongan obat tidak secara langsung diatur dalam kebijakan strategis dirumah sakit. 5.3.5. Distributor Distributor atau rekanan merupakan pihak luar rumah sakit yang berperan dalam pengadaan barang-barang logistik dirumah sakit. Distributor obat di RSUD Kota Bekasi dipilih melalui penunjukkan langsung. 88 Berdasarkan telaah dokumen terdapat 50 distributor obat yang masih bekerja sama untuk menyuplai kebutuhan obat di RSUD Kota Bekasi. Distributor yang terpilih harus memenuhi kriteria persyaratan dari rumah sakit diantaranya yaitu memiliki harga yang murah, kualitas barang yang baik dan service yang mudah serta cepat. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dalam kutipan wawancara dengan informan, sebagai berikut : “pemilihannya yang pertama harga, yang kedua kualitas barang, yang ketiga service artinya barang cepat datang, pada saat komplain kita cepat penanganannya” (Inf-2) “Setelah kita compare harga mana yang lebih murah kemudian yang kita lihat juga kemudahan pengiriman..lalu pelayanan purna jual, artinya misalkan ada barang yang expired, ada barang yang rusak bisa lakukan retu ke distributornya, mudah gitu”(Inf-3) “harga, kualitas dalam speksifikasi, walau barangnya sama bisa saja spesifikasinya berbeda, kualitasnya berbeda nanti harganya juga berbeda dalam pengadaan” (Inf-4) Selain itu, berdasarkan wawancara bahwa perizinan maupun persyaratan administrasi yang harus dimiliki oleh PBF dirumah sakit yaitu adanya NPWP (nomor pokok wajib pajak), SIUP (surat izin usaha perdagangan), SIPA (surat izin praktek apoteker), akta notaris dan perjanjian kerjasama. Sebagaimana pernyataan informan berikut : “ada SIUP, ada surat izin RS, ada surat izin dari RS, trus ada NPWP..ada NPWP, surat izin operasional RS, SIPA(Surat Izin Praktek Apoteker), dan SIUP tapi kalau RSUD tidak ada SIUP nya”(Inf-5) Hal ini sesuai dengan ketetapan Kemenkes dalam Permenkes no.34 tahun 2014 tentang perizinan bagi pedagang besar farmasi (PBF) bahwa harus memenuhi persyaratan administrasi dan kesesuaian dokumen berupa 89 adanya NPWP, TDP, SIUP, akta notaris dan SIPA (surat izin praktek apoteker). Berdasarkan wawancara faktor dari distributor yang dapat menyebabkan kekosongan obat diantaranya kekosongan pada distributor, keterlambatan pengiriman dari distributor ke gudang farmasi, ketidaksesuaian barang dengan yang diminta dan adanya perubahan harga. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan sebagai berikut : “dari servicenya, keterlambatan pengiriman barang, kekosongan stok, ketidaksesuaian barang dengan yang diminta, kadang kita pesen merk A yang dikirimnya bukannya merk A atau merk A kemasannya rusak, ada yang berdalih kalau murah pak yang seperti itu ada nya,yang penting ada barang nya pak, nah yang seperti itu ada. Jadi kalau tidak teliti jadi seperti itu,,atau saat dibutuhkan obatnya kosong karena terlambat datang” (Inf-2) “karena kosong gudang distributor, barangnya ada tapi masih dipusat belum bisa dikirim, misalnya pusatnya jakarta, tapi belum dikirim ke cabang-cabangnya, trus yang kedua itu kenaikan harga misalnya ketika melakukan pemesanan, kita masih mengikuti harga kemarin, ternyata distributor ada perubahan harga, distributor akan akan menunda pengiriman dulu sampai deal harganya pas sama rumah sakit perubahan harganya” (Inf-3) Keterlambatan ini seringkali menghambat dan menganggu aktifitas petugas kefarmasian di gudang farmasi. Masalah yang timbul dari keterlambatan misalnya dapat merusak pola konsumsi di gudang farmasi dan menganggu ketenangan dalam bekerja. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara informan ,sebagai berikut : “keterlambatan, hal itu dapat merusak pola konsumsi dirumah sakit, sudah bikin pemesanan pada tanggal 30, harapannya tanggal 1-2 sudah datang karena pasien sudah membutuhkan, begitu terlambat kirim tanpa pemberitahuan lagi, apalagi sudah tidak kirim dan tidak memberi tahu 90 lagi, memberi tahunya telat, bahwa sudah kosong pak, sedangkan pasien sudah butuh..ada 1-2 lah distributor yang seperti itu..tapi 1 saja sudah membuat sulit karena merusak yang lain, merusak ketenangan bekerja juga ,kita sudah berharap dapat memenuhi permintaan pasien” (Inf-2) Sedangkan menurut distributor keterlambatan ini biasanya disebabkan karena kekosongan pada principle, bahan baku yang sulit, dan kesalahan pemilihan distributor. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara informan, sebagai berikut : “terkadang principle itu ada produk yang bahan bakunya sulit, biasanya itu memang dibutuhkan waktu lama, kalau kekosongan yang biasa masa transisi seperti itu, misalnya APL sendiri stok produknya melalui purchase, melalui rencana, kalau di APL ada istilahnya pesta (pesanan tambahan), kita melakukan pesanan tambahan diluar purchase tsb..biasanya kalau melebihi purchase dan ada kekosongan, biasanya itu masalah dari bahan baku yang lama.. Apabila keterlambatan, selain kekosongan kemungkinan mengenai approval, soal persetujuannya..contohnya saat ini produknya sanabi ansetik, tapi didatabasenya bpjs itu masih produknya combiphar, otomatis pada saat rumah sakit melakukan pemesanan obat itu,sudah pasti emailnya ke combiphar,begitu combiphar melihat dan ternyata dia tidak mempunyai produknya,otomatis diabaikan, otomatis rumah sakit menunggu, biasanya konfirmasi dari gudang kenapa belum dikirim, ternyata emailnya masuk ke distributor lain. Kemungkinan karena bpjsnya belum update jadi akhirnya kita confirmasikan ke sanabe ,untuk memastikan produk ini, jadi combiphar segera mengirimkan approve ke APL by email, supaya APL bisa mengirimkan ke rumah sakit”(Inf-5) 91 5.4. Proses Proses dari manajemen persediaan obat di gudang farmasi yang dapat mempengaruhi terjadinya stock out diantaranya Perencanaan, Pengadaan, Pengawasan, dan Pengendalian. Berikut gambaran hasil dari proses dalam manajemen persediaan, diantaranya : Bagan 5.3 Proses Manajemen Persediaan PROSES 1. PERENCANAAN a. Kegiatan perencanaan dan penentuan kebutuhan obat di instalasi farmasi sudah sesuai dengan Permenkes no.58 th 2014. b. Pertimbangan dalam perencanaan sudah sesuai dengan Permenkes no.58 th 2014. c. Adanya data stok obat yang tertera dalam sistem informasi gudang yang tidak terbaca apabila stok obat kosong atau tidak datang pada periode sebelumnya. d. Ketidaksesuaian realisasi dengan perencanaan dan pola konsumsi yang berubah. 2. PENGADAAN a. Pengadaan obat sudah menggunakan sistem e-purchasing secara online melalui web LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) sesuai dengan Surat Edaran Menkes/167/III/2014 tentang Pengadaan Obat berdasarkan Katalog Elektronik (E-catalogue). b. Adanya keterlambatan dalam pembuatan surat pemesanan (SP), kekosongan pada distributor dan kesalahan dalam pemesanan. 3. PENGAWASAN 4. PENGENDALIAN a. Kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh petugas gudang yaitu dengan melakukan pencatatan secara teratur terhadap obat yang keluar dan masuk pada kartu stok dan pencatatan terhadap tanggal kadaluarsa obat. Pencatatan ini telah rutin dilakukan petugas gudang. Hal ini sesuai dengan pedoman pengelolaan perbekalan farmasi menurut Depkes (2008). Kegiatan pengendalian obat yang dilakukan oleh Instalasi farmasi RSUD Kota Bekasi yaitu berupa pencatatan dan pelaporan dari kegiatan stock opname. Hal ini sesuai dengan standar Permenkes 58 th.2014 bahwa salah satu cara dalam mengendalikan persediaan yaitu dengan kegiatan stock opname. b. Penyimpanan obat yang kurang 92 beraturan sehingga sulit untuk melakukan pemeriksaan terhadap ED obat. 5.4.1. Perencanaan Persediaan Kegiatan perencanaan digudang farmasi RSUD Kota Bekasi mengacu kepada prosedur yang telah ditetapkan. Kegiatan perencanaan dan penentuan kebutuhan obat di instalasi farmasi menggunakan metode konsumsi atau histori dan just in time. Metode ini digunakan karena lebih mudah dalam penerapannya. Kegiatan perencanaan diawali dengan melihat dan merekap stok bulan sebelumnya serta stok akhir bulan gudang. Kemudian memprediksikan jumlah obat untuk kebutuhan dalam sebulan dan menambahkannya dengan buffer stock sebesar 30%. Penentuan kebutuhan ini dibuat dalam dokumen perencanaan DUPADA(Daftar Usulan Pengadaan Barang). Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara dengan informan,sebagai berikut : "metode perencanaan dengan mengambil histori data,berdasarkan data pemakaian bulan berjalan kemudian saya prediksikan sampai akhir bulan,ambil data tanggal 20 tapi kalau ambil sebulan hingga tanggal 30 berarti 3/2 nya ,angka mutasi dikalikan 3/2 lalu ditambahkan buffer 30% ,itu untuk mengantisipasi adanya lonjakan perubahan” (Inf-2) “metode perencanaan dengan melihat stok akhir bulan gudang, kita lihat mutasi sebulan untuk obat itu berapa, nah nanti ditambah sama buffer stock, contoh Paracetamol tablet stok akhirnya 1000, lalu mutasi keluar 3000, berarti 3000-1000 = 2000, 2000 + buffer stock sebesar 2030% dari mutasi akhir..kalau untuk obat-obat life saving atau obat yang wajib kadang konsumsi sedikit,tapi misalkan untuk obat life saving walaupun ada dan tidak ada kasus kita harus tetap mempunyai buffer stock untuk itu, harus selalu tersedia. Karena itu merupakan obat wajib dirumah sakit, tapi kalau buffer stock nya masih mencukupi berarti kita tidak memesan”(Inf-3) 93 “metode yang digunakan dengan pola konsumsi dari bulan sebelumnya, lalu ditambahkan 30% dari jumlah yang dipesan..stok yang digunakan dengan melihat data komputer”(Inf-4) Hal ini telah sesuai dengan ketentuan pedoman pengelolaan perbekalan farmasi milik Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2008 bahwa metode konsumsi merupakan metode yang dapat dilakukan dalam penentuan kebutuhan dengan didasarkan pada data real konsumsi periode sebelumnya. Berdasarkan wawancara dengan informan bahwa dalam kegiatan perencanaan dan penentuan kebutuhan ini terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan diantaranya dana/anggaran, stok akhir, pertimbangan kemampuan penyedia, dan kapasitas dalam penyimpanan. Ini sesuai dengan pernyataan yang dijelaskan oleh informan, berikut : “Pertimbangan dalam perencanaan yaitu kemampuan penyedia untuk menyediakan, yang kedua spesifikasi barang yang jadi pertimbangan, yang ketiga ketepatan barang datangnya“(Inf-2) “Pertimbangannya dengan melihat saldo yang tersisa, anggaran, dan ketersediaan tempat penyimpanan, apabila memesannya terlalu banyak tempatnya harus di perhatikan ,mencukupi atau tidak. Riwayat konsumsi obat juga menjadi pertimbangan, kalau riwayat kemaren konsumsinya sedikit, pasti tidak akan memesan banyak..”(Inf-3) “Pertimbangan perencanaan yaitu dengan melihat dari lama pengiriman, ketersediaan barang, dan pengiriman dari distributornya.. kalau kita sudah membuat perencanaan tapi distributornya tidak bisa mengirim, ini akan percuma saja”(Inf-4) Pertimbangan dalam perencanaan ini sesuai dengan ketentuan PMK No.58 tahun 2014 bahwa perencanaan harus memperhatikan anggaran yang tersedia, sisa persediaan, kapasitas gudang, data pemakaian periode lalu, waktu tunggu dan penetapan prioritas. 94 Selama ini proses perencanaan obat sudah sesuai dengan prosedur yang ada. Namun, tetap saja ada hal-hal yang dapat menghambat suatu proses penentuan kebutuhan obat. Kendala atau hambatan dalam kegiatan perencanaan yaitu data stok komputer yang tidak terbaca apabila stok obat kosong atau tidak datang dan perencanaan yang tidak sesuai dengan realisasi. Sebagaimana pernyataan informan berikut : “Ketika petugas membuat perencanaan dengan mengambil sumber datanya cuman bulan Juli, item tersebut bisa tidak terbawa,tidak terpesan lagi, karena kosong di bulan Juli, nah kendalanya jadi petugas harus mengambil data paling lama 6 bulan, supaya yang sudah tidak datang lama itu bisa tetap terbawa datanya, pake rata-rata data penggunaan 6 bulan konsumsi, dan dengan ditanyakan ke usernya apakah obat tersebut masih update atau tidak itemnya, masih dibutuhkan atau tidak” (Inf-1) “kekhawatiran perencanaan tidak sesuai dengan realisasi, direncanakan tapi tidak dikirim..”(Inf-2) “kendala yang dialami yaitu apabila dalam menggunakan data dalam sistem komputer, jadi petugas melihat riwayat pengeluaran obat pada bulan sebelumnya, kalau obat itu bulan kemaren tidak datang, berarti nol mutasinya padahal rumah sakit butuh, tapi karena bulan kemarin tidak datang jadinya tidak ada riwayat, jadi kelewat untuk tidak dipesan” (Inf-3) Masalah yang dapat menyebabkan terjadinya stock out dalam proses perencanaan diantaranya ketidaksesuaian realisasi dengan perencanaan, meningkatnya jumlah pasien dan pola konsumsi yang berubah. Sebagaimana pernyataan informan berikut : “Masalah yang dapat terjadi yaitu adanya ketidaksesuaian dengan perencanaan, ketika perencanaan kita A, akhirnya pasiennya membludak stok kita akhirnya kosong dan habis..”(Inf-2) “Kalau fast moving kita biasanya memang pesan banyak, biasanya obat generik, kalau yang slow moving paling kita pesennya tidak terlalu banyak, masalah pada perencanaan juga misalnya bulan kemaren tidak 95 ada kasus, akhirnya kita tidak memesan, tapi bulan ini ada kasus biasanya suka terjadi seperti itu biasanya untuk penyakit yang polanya tidak menentu, akhirnya petugas pesan cito sesuai kebutuhannya”(Inf-3) Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa perencanaan di RSUD Kota Bekasi sudah sesuai dengan prosedur dan ketetapan Depkes. Namun dalam pelaksanaannya terkadang terdapat masalah yang berkaitan dengan data stok dalam sistem komputer yang tidak terbaca apabila stok obat kosong atau tidak datang dan perencanaan yang tidak sesuai dengan realisasi. Data stok yang tidak terbaca ini akan mengakibatkan tidak dipesannya obat yang sebenarnya dibutuhkan dirumah sakit. 5.4.2. Pengadaan Persediaan Pengadaan merupakan salah satu kegiatan merealisasikan perencanaan dan penentuan kebutuhan obat dirumah sakit. Kegiatan pengadaan di RSUD Kota Bekasi dilakukan oleh unit khusus yaitu Unit Pengadaan Barang dan Jasa (UPBJ). Dalam pelaksanaannya, pengadaan obat dilakukan berdasarkan ketentuan umum yang berlaku. Ketentuan yang digunakan oleh rumah sakit untuk melakukan pengadaan barang/jasa adalah PP no. 70 tahun 2012, PP RI no.4 tahun 2015 dan peraturan walikota bekasi Nomor 50 tahun 2011 tentang unit pelaksana teknis layanan pengadaan barang/jasa pemerintah kota bekasi. Pengadaan obat di RSUD Kota Bekasi sudah menggunakan sistem e-purchasing secara online melalui web LKPP (Lembaga Kebijakan 96 Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah). Sebagaimana pernyataan informan berikut : “Sekarang kegiatan pengadaan sudah melalui e-catalog, yang kedua ada yang lelang, yang ketiga dengan penunjukkan langsung/pembelian langsung, karena sekarang lebih mudah dengan e-catalog lewat online, harga juga sudah sesuai, tidak perlu sulit negoisasi” (Inf-2) “Kegiatan pengadaan dengan pembelian langsung, tender/lelang dan e-catalogue/e-purchasing lewat online dan website lkpp, untuk obat, alkes, bhp dan vaksin. Sekarang sudah ada amanah dari UU/permenkes itu kita sudah wajib purchasing kalau ada barangnya di e-catalogue wajib lewat itu, paling sering obat yang dipesan lewat e-catalog” (Inf-3) Pengadaan obat melalui e-purchasing ini dikeluarkan pemerintah melalui Surat Edaran Menkes/167/III/2014 tentang Pengadaan Obat berdasarkan Katalog Elektronik (E-catalogue). Pengadaan obat dilaksanakan berdasarkan e-Catalogue obat dengan menggunakan metode pembelian secara elektronik (e-Purchasing) sebagaimana tercantum dalam e-Catalogue obat yang ditetapkan oleh Kepala LKPP. Dalam Katalog Elektronik (e-Catalogue) telah berisi daftar harga obat, spesifikasi obat dan penyedia obat. Salah satu kelebihan dari sistem online ini menurut informan adalah : “karena sekarang lebih mudah dengan e-catalog lewat online, harga juga sudah sesuai, tidak perlu sulit negoisasi” (Inf-2) Selain itu, untuk kekurangan yang dirasakan selama proses pengadaan dengan menggunakan sistem online e-catalogue menurut informan terkait adalah : “Ketika dari pelayanan kefarmasian terdapat keluhan terhadap BHP yang tumpul..karena melalui e-catalog berbagai distributor dapat 97 mengirimkan barangnya. Jadi e-catalog mungkin karena sudah MEA ,jadi sudah impor semua barangnya. Apabila produknya jelek terkadang dokternya tidak bersedia memakai, seharusnya dengan harganya yang murah tapi kualitasnya juga harus bagus” (Inf-1) “kalau kita melakukan pemesanan dengan e-catalogue pada pagi/siang hari servernya tuh pasti sering error dan sibuk banget, jadi biasanya kita melakukan pemesanan di malam hari” (Inf-2) Berdasarkan wawancara dapat disimpulkan bahwa kelebihan dari sistem online yaitu sistem ini lebih memudahkan bagi petugas teknis kefarmasian dalam melakukan pemesanan obat untuk memenuhi kebutuhan dirumah sakit. Sedangkan kekurangan dari sistem ini yaitu obat yang dipesan karena harganya relatif murah banyak barang yang tidak terjamin kualitasnya dan sering dikeluhkan oleh user dirumah sakit serta server ecatalogue seringkali error dalam pengoperasiannya. Kendala yang sering ditemui dalam kegiatan pengadaan yaitu ketersediaan anggaran yang kurang, kecepatan pengiriman dan prosedur administrasi yang panjang. Sebagaimana pernyataan informan berikut : “Kendala kalau dari internal yaitu ketersediaan anggaran, kalau dari eksternal yaitu kecepatan pengiriman” (Inf-2) “Kendala yang ditemui yaitu adanya habis anggaran, jadi mengakibatkan kosong stok, apabila jadi masalah di perencanaan, jadi masalah juga di pengadaan” (Inf-3) “kendalanya lebih banyak dalam masalah dana dan prosedur administrasinya yang panjang” (Inf-4) Faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya stock out pada kegiatan pengadaan diantaranya keterlambatan dalam pembuatan surat pemesanan (SP), kekosongan pada distributor dan kesalahan dalam pemesanan. Sebagaimana pernyataan informan berikut : 98 “Terkadang ada keterlambatan pembuatan SP dari UPBJ, terus barang dipesan tidak dapat diantar oleh distributor. Apabila salah split, misalnya obat A yang harusnya dipesan ke distributor B, dibuat SPnya ke distributor C, nah dis.C tidak melakukan konfirmasi bahwa obat tsb tidak ada, ini salah pesan distributor, pernah kejadian seperti itu akhirnya stok out..RS menunggu padahal obatnya tidak akan dikirim, jadi kita menunggu barangnya, gudang juga menunggu, user lebih nungguin lagi, ternyata tidak datang, lalu ditanyakan ke UPBJ, ternyata salah distributor, jadi akhirnya diperbaiki atau kalau tidak barangnya tidak datang sama sekali” (Inf-3) “distributor yang ditunjuk tidak sanggup memenuhi, karena barang nya kosong, distributor yang kita tunjuk tidak bisa melayani,barangnya kebutuhannya indent (ada yang harus nunggu dulu),jadi stoknya kosong”(Inf-4) Dari hasil wawancara dan telaah dokumen diketahui kegiatan pengadaan dilakukan dengan penunjukkan langsung dan saat ini pemesanannya wajib melalui e-purchasing. Kelebihan dari sistem ini yaitu dapat memberikan kemudahan bagi petugas untuk melakukan pemesanan, sedangkan kekurangannya terletak pada tidak terjaminnya kualitas obat karena banyak produk yang murah dan server e-catalogue seringkali error dalam pengoperasiannya. Sedangkan faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya stock out pada kegiatan pengadaan diantaranya keterlambatan dalam pembuatan surat pemesanan (SP), kekosongan pada distributor dan kesalahan dalam pemesanan. 5.4.3. Pengawasan Persediaan Pengawasan persediaan obat di gudang farmasi menjadi tanggung jawab semua petugas gudang. Berdasarkan wawancara dan observasi kegiatan pengawasan oleh petugas gudang dilakukan dengan cara mencatat 99 secara teratur obat yang keluar dan masuk pada kartu stok dan mencatat tanggal kadaluarsa obat. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara berikut : “Pengawasan digudang tiap bulan pemeriksaan melihat expired datenya, barang expired date dilokalisir, lalu kalau sudah mendekati tanggal expired datenya akan diberitahukan kepada usernya” (Inf-1) “Pengawasan dengan pencatatan yang teratur di kartu stok, setiap ambil atau menyimpan barang selalu harus ditulis dikartu stok untuk menghindari barang hilang. Kalau kehilangan tidak pernah kejadian, kalau obat yang akan mendekati expired, tiap awal tahun akan diinventaris seluruh obat di gudang farmasi,nanti dipisahkan,nanti diberi tanda untuk didahulukan pemberiannya ke depo, kalau bulan kadaluarsanya sudah masuk langsung ditarik semua dari depo, lalu dilaporkan barang expired ke beberapa distributor yang bisa retur tapi kalau sistem distributor yang pembelian putus, langsung dimusnahkan semua, karena tidak bisa diretur” (Inf-3) Dalam kegiatan pengawasan di gudang farmasi, kepala gudang yang berwenang dalam pelaksanaannya dengan bertanggung jawab langsung pada kepala instalasi farmasi. Kendala yang dapat menghambat kegiatan pengawasan digudang yaitu penyimpanan obat yang kurang beraturan sehingga sulit untuk melakukan pemeriksaan terhadap ED (expiry date) obat. Oleh karena itu, setiap awal tahun petugas gudang akan melakukan inventaris dan pencatatan terhadap tanggal kadaluarsa obat di tahun berjalan. 5.4.4. Pengendalian Persediaan Kegiatan pengendalian obat yang dilakukan oleh gudang farmasi RSUD Kota Bekasi yaitu dengan kegiatan stock opname. Kegiatan stock opname di RSUD Kota Bekasi dilakukan setiap sebulan sekali pada akhir 100 bulan di gudang farmasi untuk memeriksa kesesuaian jumlah fisik barang di gudang dengan data jumlah barang yang ada dalam sistem komputer. Hal ini sesuai dengan standar Permenkes 58 th.2014 bahwa salah satu cara dalam mengendalikan persediaan yaitu dengan kegiatan stock opname. Kendala dalam kegiatan stock opname yang biasa ditemui oleh petugas diantaranya metode stock opname yang masih manual dan belum didukung oleh teknologi yang modern, terdapatnya ketidaksesuaian antara fisik barang dan data komputer serta banyaknya jenis dan jumlah barang perbekalan farmasi. Metode dalam stock opname yang masih manual dan banyaknya jumlah obat menyulitkan dan membutuhkan waktu yang lebih lama bagi petugas untuk menyelesaikannya. Hal ini sebagaimana pernyataan informan dalam kutipan wawancara berikut : “Metode dalam stok opname masih manual..kalau ditempat swasta yang saya tahu itu dengan sistem teknologi, jadi kita cukup masukan nomor barcode ,kalau teknologi modern dengan nomor barcode nya di scan, hal itu cukup dilakukan dengan 2 jam..kalau disini masih manual jadi bisa seharian sampai 2 hari selesai stock opname” (Inf-2) “Faktor yang menghambat itu jumlah obat yang banyak dalam jumlah besar, sehingga sulit dan lama menghitungnya dan terpencar tempatnya, jadi susah dan sulit dihitungnya” (Inf-3) Kejadian seperti ini dapat mengakibatkan tidak terkontrolnya persediaan obat dan sulit untuk menentukan waktu pemesanan karena tidak mengetahui jumlah stok yang tersedia dan terkadang tidak terdeteksinya tanggal ED dari suatu barang, sehingga nantinya akan dapat terjadi kekosongan obat. Salah satu kegiatan pengendalian yang dapat menyebabkan stock out yaitu adanya barang kadaluarsa yang tidak 101 terdeteksi saat kegiatan stock opname sehingga barang sudah tidak dapat digunakan kembali. Sebagaimana pernyataan informan berikut : “Masalah pengendalian misalnya barangnya ED tapi dia slow moving malah relatif death moving, jadi mati berbulan-bulan, secara stok dia banyak tapi kita cek juga ED nya waktu stock opname ternyata dia udah ED, stok yang di komputerna banyak jadi langsung nol, pernah kejadian obat ciprofloxacin” (Inf-3) Dalam kegiatan pengendalian persediaan obat di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi tidak menggunakan metode khusus. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara berikut : “kalau metode khusus tidak ada, pengendalian hanya melalui stock opname saja” (Inf-2) “Tidak ada metode khusus dalam pengendalian obat digudang” (Inf-3) Dari hasil penelitian yang dilakukan melalui wawancara dan observasi maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan pengendalian persediaan yang ada di gudang RSUD Kota Bekasi sifatnya masih sederhana yaitu meliputi kegiatan pencatatan dan pelaporan melalui kegiatan stock opname. Kegiatan ini sudah sesuai dengan standar prosedur yang berlaku. Namun, permasalahan yang berkaitan dengan kegiatan tersebut masih terjadi, seperti masalah kesalahan dan ketidaktelitian petugas dalam pencatatan ataupun saat memasukan data dalam sistem informasi gudang. Jika masalah tersebut terjadi petugas akan langsung mencari dan mengkonfirmasi ketidaksesuaian lalu memperbaikinya kemudian dilaporkan dalam laporan stock opname. 102 5.5. OUTPUT Koordinasi dari unsur – unsur yang terkait pada input dan proses yang terdapat pada manajemen persediaan obat dirumah sakit akan menghasilkan suatu output. Output dari manajemen persediaan obat yaitu ketersediaan obat di gudang farmasi yang ditandai dari pengendalian obat yang baik. Pengendalian obat yang baik jika jumlah dari tiap jenis barang yang ada digudang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan permintaan yang ada di rumah sakit. Ketersediaan jumlah obat dirumah sakit selalu diusahakan dalam keadaan cukup, tidak hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan user tapi juga cukup sebagai stok cadangan yang digunakan untuk keperluan diluar perkiraan dari kebutuhan biasanya. Namun, dalam pengendalian obat di gudang farmasi terkadang masih terjadi masalah seperti kekosongan stok obat. Output dalam pengendalian obat sesuai dengan ketetapan Depkes tahun 2014 bahwa tidak terjadi kekosongan obat, tidak ada obat yang kadaluarsa/rusak, dan stock opname secara berkala. Berikut gambaran hasil pada output manajemen persediaan : 103 Bagan 5.4 Output Manajemen Persediaan OUTPUT Stock out Obat Kadaluarsa Stock Opname a. Berdasarkan telaah dokumen kekosongan obat yang terjadi di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi pada triwulan I tahun 2015 terdapat 35 jenis obat paten yang dilakukan pemesanan cito karena tidak tersedianya obat yang dibutuhkan. Dengan total nilai mencapai Rp. 77.933.107 a. Dari hasil telaah dokumen diketahui bahwa terdapat 6 jenis obat yang kadaluarsa pada periode Januari – Maret 2015 di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi. Kerugian yang diterima RSUD Kota Bekasi akibat obat-obatan yang kadaluarsa tersebut hingga bulan Maret mencapai Rp. 2.578.296. a. Kegiatan stock opname digudang dilakukan sebagai bagian dari kegiatan pengawasan dan pengendalian obat di gudang farmasi. Kegiatan stock opname sudah rutin dilakukan oleh petugas gudang farmasi setiap 1 bulan sekali di minggu ketiga. Hal ini telah sesuai dengan Permenkes no.58 tahun 2014 bahwa cara untuk mengendalikan persediaan yaitu dengan stock opname yang dilakukan secara periodik dan berkala. b. Menurut informan bahwa faktor yang sangat mempengaruhi terjadinya kekosongan obat di gudang farmasi yaitu faktor dana dan faktor distributor. b. Jumlah ini belum sesuai dengan standar yang ditetapkan dalam pedoman pengelolaan obat oleh Depkes tahun 2008 bahwa jumlah obat kadaluarsa di gudang haruslah berjumlah 0% atau tidak ada sama sekali. b. Namun 104 pada pelaksanaannya harusnya didampingi oleh pengawas dari instalasi/bagian lain yang dapat mengawasi jalannya stock opname tidak hanya dilakukan oleh petugas gudang. Hal ini tidak sesuai dengan Permenkes no.58 tahun 2014 yang menyatakan bahwa kegiatan pengendalian harus dilakukan bersama dengan Tim Farmasi dan Terapi (TFT) di RS. 5.5.1. Stock Out (Kekosongan Stok) Berdasarkan telaah dokumen kekosongan obat yang terjadi di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi pada triwulan I tahun 2015 terdapat 35 jenis obat paten yang dilakukan pemesanan cito karena tidak tersedianya obat yang dibutuhkan. Tabel 5.3 Data Pemesanan Cito di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi pada Triwulan I Tahun 2015 Obat Obat Obat No. Bulan Nilai Investasi Paten JKN Generik 1. Januari 12 11 7 Rp. 73.506.107 2. Februari - - - - 3. Maret 4 - 1 Rp. 4.427.000 Total Nilai Rp. 77.933.107 Sumber : Data Primer RSUD Kota Bekasi tahun 2015 Berdasarkan tabel 5.4 menunjukkan bahwa pada bulan Januari – Maret tahun 2015 terdapat 16 obat paten, 11 obat JKN, dan 8 obat generik yang dilakukan pemesanan cito ke apotik luar dirumah sakit. Sedangkan kekosongan obat yang terjadi pada tahun 2014 dan tahun 2015 mencapai 243 jenis obat dengan nilai investasi mencapai Rp. 327.604.004. Tabel 5.4 Data Pemesanan Cito di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi pada Tahun 2014 dan tahun 2015 2014 Paten JKN 72 2015 Jumlah Tahun Paten Generik Total Total Nilai 68 68 208 11 16 8 35 Rp. 249.670.897 Rp. 77.933.107 83 84 76 243 Rp. 327.604.004 Sumber : Data Primer Bag.UPBJ RSUD Kota Bekasi tahun 2014 dan 2015 105 Berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan bahwa tingginya penggunaan obat paten di RSUD Kota Bekasi. Obat paten dirumah sakit digunakan sebagai pengganti obat generik yang kosong saat dibutuhkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan berikut : “Obat paten digunakan sebagai pengganti generik, soalnya generik sangat dibutuhkan oleh banyak rumah sakit dalam pelayanan BPJS, makanya diganti dan disubstitusi dengan obat paten” (Inf-1) “Pasien BPJS yang diutamakan pasti obat generik, kalau pasien umum yang diutamakan permintaan yang bersangkutan, kalau generik tidak ada baru kita memakai obat paten..kalau pasien umum tentu bisa memilih” (Inf-2) “kalau obat generik tidak ada, kita menggantinya dengan obat paten, terus obat paten juga untuk pasien umum di RS” (Inf-3) “kalau produk obat generiknya kosong atau kalau dokternya merekomendasikan untuk obat paten, tapi untuk pemakaian yang diutamakan obat generik dulu..kalau memang obat generiknya tidak ada baru kita pesannya obat paten” (Inf-4) Ketersediaan obat di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi sudah baik dari segi kualitas tapi belum cukup baik dari segi kuantitasnya. Dilihat dari kuantitasnya, kekurangan maupun kelebihan obat masih terjadi di gudang farmasi. Sebagaimana pernyataan informan berikut : “kalau dari kualitas sudah bagus, tapi kalau dari kuantitas belum karena pasien terus meningkat jadi selalu melebihi perencanaan yang ada..kalau kelebihan pernah, biasanya diawal tahun kalau diakhir tahun sangat dihindari untuk terjadinya kelebihan” (Inf-3) Masalah kekosongan obat di rumah sakit dapat menurunkan kepuasan pasien dalam pelayanan yang diberikan. Seperti yang dinyatakan informan dalam kutipan wawancara berikut : “Kekosongan obat itu karena distributor utamanya tidak bisa kirim karena ada kendala suatu lain hal, jadi kita mencari ke sub-dis, intinya 106 bagaimana caranya pelayanan tetap berjalan..kalau misalnya ada pembengkakan anggaran itu menjadi warning belakangan, karena kalau di rsud yang penting pelayanannya dulu, bagaimana cara memenuhi kebutuhannya..apabila memang obatnya kosong dimana-mana,petugas akan menyarankan pasien untuk membeli obat diluar karena harganya relatif murah tapi kalau memang obatnya mahal saya sarankan untuk menunggu nanti kita berusaha mengadakan, supaya untuk menjaga pola konsumsi obatnya tidak terganggu” (Inf-2) “Kekosongan stok itu dapat menurunkan kepuasan pasien, jadi biasanya kita evaluasi konsisten di SP atau DUPADA dalam seminggu pertama di awal bulan obat mana saja yang belum datang..di follow up dan langsung ditanyakan apa bisa datang atau tidak” (Inf-3) Menurut informan bahwa faktor yang sangat mempengaruhi terjadinya kekosongan obat di gudang farmasi yaitu faktor dana dan faktor distributor. Pernyataan ini berdasarkan wawancara dengan informan sebagai berikut : “Dana yang paling berpengaruh, yang kedua distributor yang paling berpengaruh, tapi distributor tidak terlalu saklek,dia tau kondisinya..tapi kalau distributor yang terlalu saklek, itu yang menjadi hal yang menyulitkan, kita punya hutang tapi belum dibayarkan, dari distributornya tidak bisa mengirim, hal itu yang menyulitkan bagi petugas, obatnya tidak datang..distributor besar juga banyak yang tidak mengirim, tapi mereka punya batasan/standarnya sendiri” (Inf-2) “Faktor yang pertama yaitu Dana, kemudian distributor, SDM lalu prosedur kalau prosedur kalau lebih lama dan lebih panjang jadi bisa menyebabkan stock out” (Inf-3) Kekosongan persediaan obat dirumah sakit ini dapat mempengaruhi kepuasan pasien terhadap pelayanan dirumah sakit dan menghambat perawatan kepada pasien. 107 5.5.2. Obat Kadaluarsa Obat-obatan yang kadaluarsa akan didata pada saat stock opname sedangkan untuk perbekalan farmasi yang akan mendekati waktu kadaluarsa oleh Kepala Gudang akan didata dan ditempel sebagai pengingat bagi petugas. Obat yang kadaluarsa di gudang farmasi dikarenakan obat yang slow moving, pola penyakit berubah, pola penyimpanannya dan obat yang ED (Expired Date) nya kurang dari 2 tahun. Sebagaimana pernyataan informan berikut : “Ada obat yang kadaluarsa, tapi kita pastikan obat kadaluarsa itu tidak pernah jatuh ke tangan pasien, jadi,obat yang kadaluarsa akan ditarik dari depo farmasi dirumah sakit,lalu diletakkan di gudang sampai dimusnahkan, kenapa sampai expired, hal ini dikarenakan perubahan pola konsumsi dan kebutuhan..karena perubahan pola konsumsi dan pemeriksaan kurang teliti..tapi yang paling sering karena perubahan pola konsumsi” (Inf-2) “obat ED itu biasanya karena slow moving, karena pola penyakitnya sudah berubah dan pengadaan yang berlebihan” (Inf-3) “Ada obat yang kadaluarsa, hal itu biasanya dikarenakan pola penyimpanan obatnya,harusnya obatnya duluan diserahkan ini belakangan diserahkan, bisa juga obatnya pola penyerahan obat/pemberian obatnya,bisa juga karena obatnya sudah jarang diresepkan sedangkan kita waktu memesan stoknya banyakkan”(Inf-4) Dari hasil telaah dokumen diketahui bahwa terdapat 6 jenis obat pada periode Januari – Maret 2015 di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi. Persentase obat kadaluarsa yang ada digudang farmasi rumah sakit adalah sebesar 0,8%. Dengan persentase sebesar itu, diperkirakan nilai kerugian yang diterima RSUD Kota Bekasi akibat obat-obatan yang kadaluarsa tersebut hingga bulan ini mencapai Rp. 2.578.296. 108 Jumlah ini belum sesuai dengan standar yang ditetapkan dalam pedoman pengelolaan obat oleh Depkes tahun 2008 bahwa jumlah obat kadaluarsa di gudang haruslah berjumlah 0% atau tidak ada sama sekali. Hal ini dapat mengindikasikan dari adanya permasalahan penyimpanan obat dan kerugian akibat penyimpanan obat yang salah. Seharusnya hal ini dapat dihindari dengan memperbaiki dan mengevaluasi proses pengelolaan obat yang dilakukan, sehingga output yang efisien dapat tercapai. 5.5.3. Stock Opname Kegiatan stock opname merupakan kegiatan yang dilakukan dalam memeriksa kesesuaian antara jumlah fisik barang di gudang dengan data jumlah barang yang ada dalam sistem komputer. Stock opname yang digudang farmasi RSUD Kota Bekasi dilakukan setiap 1 bulan sekali di akhir bulan. Kegiatan yang dilakukan pada saat stock opname berdasarkan hasil wawancara sebagai berikut : “Stok opname dengan memeriksa kartu stok manual, memeriksa stok dikomputer lalu menyesuaikannya dengan stok fisiknya..penyebabnya biasanya human error, kelalaian petugas..laporannya dibuat dalam bentuk laporan stock opname setiap bulan”(Inf-3) Hal ini sesuai dengan ik-rsud-13-07 tentang stock opname perbekalan farmasi bahwa TA/TT kefarmasian melakukan stok opname perbekalan farmasi di gudang/depo tiap minggu ke-3 tiap bulan, kegiatannya diantaranya : 109 1. Petugas akan terlebih dahulu mengumpulkan seluruh kartu stok perbekalan farmasi di gudang 2. Setelahnya, petugas akan melakukan penyesuaian data stok komputer dengan data pada kartu stok 3. Setelah sesuai, lalu petugas akan menghitung jumlah fisik sediaan yang ada di rak penyimpanan 4. Setelah itu petugas akan menyesuaikan (adjustment) jumlah fisik sediaan dengan jumlah sediaan dalam kartu stok yang telah disesuaikan dengan data stok komputer 5. Apabila jumlahnya sesuai maka akan diberikan tanda ceklis (√) pada kartu stok dan nama orang yang menulis kartu stok. Apabila jumlahnya tidak sesuai maka petugas gudang akan menganalisis selisihnya. 6. Petugas akan mencari selisih yang terjadi ke depo-depo farmasi dirumah sakit dan mengingat apabila terdapat data yang tertinggal untuk diinput. 7. Jika sudah diketahui penyebab selisihnya petugas gudang akan membuat laporan stock opname tersebut dan menyerahkan kepada Direktur dan Kepala Instalasi farmasi untuk diperiksa dan ditanda tangani. Kegiatan stock opname digudang dilakukan sebagai bagian dari kegiatan pengawasan dan pengendalian obat di gudang farmasi. Kegiatan stock opname sudah rutin dilakukan oleh petugas gudang farmasi setiap 1 bulan sekali di minggu ketiga. Hal ini telah sesuai dengan Permenkes no.58 tahun 2014 bahwa cara untuk mengendalikan persediaan yaitu dengan stock opname yang dilakukan secara periodik dan berkala. 110 Berdasarkan hasil wawancara dan observasi bahwa dalam kegiatan stock opname yang terlibat hanya petugas gudang dan stafnya saja, yang kemudian laporan stock opname nya diberikan kepada bagian keuangan. Pada pelaksanaannya seharusnya didampingi oleh pengawas dari instalasi/bagian lain yang dapat mengawasi jalannya stock opname tidak hanya dilakukan oleh petugas gudang. Hal ini untuk menghindari adanya kecurangan dan manipulasi data yang ada. 5.6. Upaya Pengendalian Persediaan Pengendalian persediaan di gudang farmasi dilakukan melalui kegiatan stock opname setiap satu bulan sekali diakhir bulan, kartu stok sebagai pendataan terhadap keluar dan masuknya obat digudang serta buku defekta sebagai pencatatan permintaan perbekalan farmasi dari unit lain di rumah sakit. Seluruh permintaan sediaan farmasi dari unit lain ke gudang farmasi dilakukan melalui sistem komputer sehingga dapat terlihat berapa jumlah sisa stok yang tersedia. Dalam persediaan obat di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi, pengendalian persediaan tidak menggunakan metode khusus. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara berikut: “kalau metode khusus tidak ada, pengendalian hanya melalui stock opname saja” (Inf-2) “Tidak ada metode khusus dalam pengendalian obat digudang”(Inf-3) 5.6.1. Klasifikasi Obat Paten dengan ABC Investasi Dari hasil penelitian bahwa penentuan kebutuhan obat digudang farmasi menggunakan metode konsumsi dan metode epidemiologi. Metode 111 konsumsi didasarkan pola penggunaan obat pada periode sebelumnya. Obat yang tergolong fast moving dengan pergerakan jumlah penggunaan yang cepat harus disediakan lebih banyak dan obat slow moving akan disediakan lebih sedikit untuk menghindari pemborosan. Obat yang tergolong life-saving harus tersedia digudang farmasi walaupun tidak memiliki kasus atau riwayat penggunaannya. Jenis obat yang disediakan digudang farmasi ditentukan berdasarkan jenis sediaan dan bentuk sediaannya. Hal ini sebagaimana pernyataan informan berikut : “Masih sesuai seperti yang dulu, jadi mengelompokkan sediaan farmasi berdasarkan reagen, berdasarkan penggunaannya,atau berdasarkan jenis sediaan” (Inf-1) “Pengelompokkannya berdasarkan tablet, sirup, dan injeksi.” (Inf2) “Pengelompokkan obat berdasarkan suhu penyimpanan, berdasarkan kelompok obat seperti oral, liqiud, tablet obat luar dan berdasarkan bentuk sediaan serta alfabetis tapi alfabetis masih kurang berjalan optimal” (Inf-3) Namun selama ini RSUD Kota Bekasi belum pernah melakukan pengelompokkan obat dengan menggunakan data real obat baik berdasarkan pemakaian maupun nilai investasinya. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan informan : “Tidak pernah,berdasarkan jenis sediaan dan penggunaannya saja” (Inf-1) “Analisis ABC, tidak pernah melakukan, kita semua obat yang akan dikonsumsi, baik yang sedikit konsumsinya kita himpun tapi tidak kita kelompokkan , lalu kita alfabetis saja” (Inf-3) 112 Oleh karena itu, untuk menentukan kelompok obat, peneliti melakukan studi analisis ABC dengan mengelompokkan obat paten berdasarkan nilai investasinya. Berikut adalah hasil analisis ABC obat paten berdasarkan nilai investasinya tahun 2015 : Tabel 5.5 Kelompok ABC berdasarkan Nilai Investasi Obat Paten Periode Januari-Maret tahun 2015 Kelompok Jumlah Persentase Nilai Investasi Persentase Obat Jenis Obat Jumlah Jenis (RP) Nilai Obat Investasi Kelompok A 28 21,87 % Rp. 756.726.230 69,89% Kelompok B 30 23,43 % Rp. 216.708.576 20,01% Kelompok C 70 54,68 % Rp. 109.259.820 10,09% Total 128 100% Rp 1.082.694.626 100% Sumber : Hasil Pengolahan Data Sekunder Tabel 5.6 menunjukkan kelompok obat paten berdasarkan nilai investasi. Berdasarkan tabel kelompok ABC dapat diketahui bahwa terdapat sebanyak 28 jenis obat paten atau 21,87% dari seluruh obat paten yang tergolong kelompok A. Nilai investasi terhadap kelompok A sebesar Rp. 756.726.230 atau 69,89% dari total investasi obat paten di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi. Obat paten kelompok B terdapat 30 jenis obat paten atau 23,43% dari seluruh obat paten. Nilai investasi terhadap kelompok B sebesar Rp. 216.708.576 atau 20,01% dari total investasi obat paten. Sedangkan obat paten kelompok C adalah sebanyak 70 jenis obat atau 54,68% dari seluruh obat paten. Nilai investasi terhadap kelompok C sebesar Rp. 109.259.820 113 atau 10,09% dari total investasi obat paten di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi. 5.6.2. Pengendalian Persediaan dengan Metode EOQ (Economic Order Quantity) Dalam menentukan jumlah pemesanan obat di RSUD Kota Bekasi, petugas tidak pernah menggunakan perhitungan khusus mengenai jumlah pemesanan. Jumlah pesanan tergantung pada data pemakaian pada bulan sebelumnya. Obat yang sering digunakan pada bulan sebelumnya akan dipesan lebih banyak daripada obat yang jarang digunakan. Berikut hasil wawancara dengan informan sebagai berikut : “Tidak pernah ada metode khusus dalam pengendalian,apalagi dengan metode EOQ, tidak pernah menggunakannya” (Inf-1) “tidak pernah menggunakan metode EOQ sebelumnya..hanya menggunakan metode konsumsi dengan perhitungan pada bulan sebelumnya” (Inf-3) Untuk mengetahui jumlah pemesanan yang optimum dalam setiap kali melakukan pemesanan obat paten di RSUD Kota Bekasi, dapat diterapkan metode EOQ. Rumus untuk menentukan jumlah pemesanan optimum menurut Heizer dan Render (2010) adalah sebagai berikut : Rumus : Keterangan : Q=√ Q : Jumlah optimum unit per pesanan D : Jumlah permintaan suatu periode S : Biaya pemesanan untuk setiap pesanan H : Biaya penyimpanan per unit per tahun 114 Perhitungan EOQ merupakan perhitungan untuk menentukan jumlah pemesanan dimana biaya pemesanan dan biaya penyimpanan barang dipertimbangkan. Dalam perhitungan EOQ, diperlukan jumlah permintaan pada suatu periode, biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Perhitungan jumlah permintaan telah dihitung pada analisis ABC, biaya penyimpanan dihitung sebesar 26% dari harga per item menurut Heizer dan Render (2010), dan biaya pemesanan dilakukan dengan menghitung komponen dalam biaya pemesanan dari Rangkuti (2007) antara lain biaya telepon dan biaya ATK. Berikut hasil perhitungan komponen biaya pemesanan : 1) Biaya Telepon Biaya telepon diperoleh dari hasil perkalian waktu yang diperlukan untuk menghubungi distributor. Dari hasil wawancara dengan petugas pemesanan bahwa waktu yang diperlukan dalam setiap kali melakukan pemesanan adalah 3 menit, sebagaimana pernyataan informan berikut : “kira-kira sampai 3menit an saja, tidak lama, kalau ada pesanan saja” (Inf-4) Tarif telepon lokal yang berlaku adalah Rp.250,00 per 2 menit. Sehingga tarif telepon per menit adalah Rp. 125,00. Maka perhitungannya adalah : Biaya telepon = lama pemesanan (menit) x biaya telepon/menit Biaya telepon = 3 menit x Rp. 125,00/menit = Rp. 375, 00 115 Jadi, biaya telepon dalam setiap melakukan pemesanan adalah Rp. 375,00. 2) Biaya ATK ATK yang digunakan oleh bagian gudang medis adalah 1 lembar untuk Surat Pemesanan (SP), dan 1 tinta printer untuk 2 bulan pemakaian. Jumlah surat pesanan yang dibuat per bulan rata-rata yaitu 50 lembar surat pesanan untuk ±600 jenis obat. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan berikut : “kalau di gudang farmasi untuk memesan obat hanya menggunakan telepon, kertas dan tinta printer saja..kira-kira 3menitan, tidak lama, kalau ada pesanan saja, kalau kertas untuk SP kira-kira ada 2 lembar dengan Dupada..Kalau tinta printer sebulan belum habis, bisa 2 bulanan baru habis” (Inf-4) Berikut adalah perhitungan biaya ATK dalam setiap bulan pemesanan obat di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi : Tabel 5.6 Biaya ATK dalam setiap bulan pemesanan obat di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi No. Barang ATK Banyak Harga @ Jumlah 1 Kertas SP (Surat 50 lembar 150 750 1/2 tinta 35.000 17.500 Total Biaya 18.250 Pemesanan) 2 Tinta Printer Sumber : Hasil Pengolahan Data Sekunder Berdasarkan perhitungan tersebut, biaya ATK yang dibutuhkan dalam sebulan diasumsikan adalah Rp. 18.250, sehingga biaya pemesanan dalam 3 bulan (Januari-Maret) adalah Rp. 54.750. Berdasarkan data yang diperoleh dari bagian pengadaan RS bahwa 116 pemesanan dilakukan sebanyak 150 kali dalam 3 bulan, maka biaya ATK perpemesanan yaitu Rp. 365,00. Berdasarkan data rincian biaya pemesanan yang dikeluarkan untuk sekali pesan, adalah sebagai berikut : Tabel 5.7 Biaya Pemesanan dalam sekali pemesanan obat di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi No. Barang ATK Biaya Pemesanan (Rp) 1 Biaya Telepon 375, 00 2 Biaya ATK 365, 00 Total Biaya Pemesanan 740, 00 Sumber : Hasil Pengolahan Data Sekunder Jadi, biaya dalam setiap kali pemesanan adalah sebesar Rp. 740. Setelah diketahui jumlah pemakaian obat, biaya pemesanan dan biaya penyimpanan, kemudian dilakukan perhitungan mengenai jumlah pemesanan optimal dalam setiap kali pemesanan. Berikut ini adalah perhitungan EOQ untuk obat yang tergolong kelompok A, Meiact 200mg Tab : Jumlah Pemakaian periode Januari – Maret 2015(d) = 760 tablet Biaya Pemesanan = Rp. 740,00 Biaya Penyimpanan = Rp. 5.005,00 Maka Economic Order Quantity (EOQ) adalah : Q=√ 117 Q2 =√ Q= √ ( )( ) tablet = 15 tablet Jadi, jumlah pemesanan yang optimal dalam setiap kali memesan obat Meiact Tab adalah 15 tablet. Berdasarkan perhitungan diatas, dapat diketahui bahwa jumlah pemesanan optimum obat Meiact Tab adalah 15 tablet. Dimana artinya dengan biaya pemesanan sejumlah Rp. 740, 00 dan biaya penyimpanan sejumlah Rp. 5.005, jumlah pemesanan obat Meiact Tab yaitu 15 tablet. 5.6.3. Pengendalian Persediaan dengan Metode ROP (Reorder Point) Waktu dalam melakukan pemesanan di RSUD Kota Bekasi yaitu setiap 1 bulan sekali di akhir bulan, namun apabila ada kebutuhan permintaan obat diluar waktu tersebut, pemesanan tetap dilakukan. Dalam menentukan waktu pemesanan kembali obat tidak ada perhitungan khusus. Untuk menentukan waktu pemesanan yang ideal untuk setiap jenis obat dapat digunakan perhitungan Reorder Point (ROP). “tidak pernah menggunakan metode ROP sebelumnya“ (Inf-2) “oh, tidak, tidak pernah memakai metode ROP kalau di RSUD” (Inf-3) Berikut adalah rumus untuk menentukan titik pemesanan kembali menurut Heizer dan Render (2010) dan Rangkuti (2002), yaitu : Rumus : ROP = ( d x L) + SS 118 Keterangan : ROP : Reorder Point d : permintaan harian L : Lead Time (waktu tunggu) SS : Persediaan Pengaman (safety stock) Dalam perhitungan ROP perlu dilakukan perhitungan mengenai buffer stock/safety stock terlebih dahulu. Selama ini penentuan buffer stock di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi hanya berdasarkan perkiraan saja, tidak ada perhitungan khusus. Berikut rumus untuk menentukan safety stock, yaitu : Rumus : SS = Z x d x L Keterangan : SS : Safety stock Z : Service level d : Rata- rata pemakaian L : Lead time Menurut Rangkuti (2002) dan Assauri (2004), untuk buffer stock dengan service level 98% nilai Z adalah 2,05. Sedangkan lead time (waktu tunggu) obat paling lama menurut informan adalah 3 hari. Berikut merupakan hasil wawancara dengan informan : “kalau waktu tunggu bisa sampai 2-3 hari paling” (Inf-2) “kalau sampai obat datang 3 hari paling lama ..”(Inf-3) Berikut ini adalah perhitungan safety stock untuk obat Meiact 200mg Tab : Jumlah Pemakaian rata-rata (d) = Total Pemakaian/90 hari = 760/90 = 8, 45 = 8 tablet 119 Service level (Z) = 98% = 2, 05 Lead time = 3 hari Buffer Stock =Z d L = 2,05 8 3 = 51, 96 = 52 tablet Setelah menghitung Buffer Stock, maka dilakukan perhitungan ROP (Reorder Point). Berikut adalah perhitungan ROP untuk obat Meiact 200mg Tab : Jumlah Pemakaian rata-rata (d) = 8, 45 Lead Time = 3 hari SS = 52 tablet ROP = (d = (8,45 L) + SS 3) + 52 = 77, 35 = 77 tablet Jadi, Reorder Point (ROP) untuk obat Meiact 200mg Tab adalah 77 tablet. Berdasarkan perhitungan tersebut, dapat diketahui bahwa jumlah safety/buffer stock yaitu sebesar 52 tablet. Dimana artinya pada lead time/waktu tunggu selama 3 hari dengan pemakaian rata-rata 8 tablet, obat Meiact 200mg Tab dapat dilakukan pemesanan kembali ketika stok obat sudah mencapai 77 tablet. Jumlah tersebut merupakan titik dimana harus dilakukannya pemesanan ulang agar terhindar dari adanya kekurangan stok. 120 BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Keterbatasan Penelitian Penelitian dilakukan di RSUD Kota Bekasi pada bulan Januari 2015 hingga Maret 2015 di Gudang Medis Instalasi Farmasi RSUD Kota Bekasi. Penelitian ini dilakukan dengan memberikan gambaran penyebab kekosongan obat di gudang farmasi rumah sakit dan melakukan upaya pengendalian persediaan obat paten menggunakan data terkait obat paten. Pada saat melakukan penelitian, peneliti menemukan beberapa hal yang menjadi keterbatasan. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah : 1. Komponen biaya penyimpanan yang terdiri dari biaya gedung, biaya pemeliharaan, biaya pencegahan kerusakan, biaya pekerja, dan biaya investasi. Komponen ini tidak dihitung secara rinci karena data yang tidak tersedia sehingga perhitungan biaya penyimpanan menggunakan teori Heizer dan Render (2010) yaitu 26% dari harga barang. 2. Peneliti melakukan wawancara kepada beberapa informan di waktu pulang kerja. Hal ini mengakibatkan selama proses wawancara terdapat beberapa informan yang terkadang telah lelah setelah bekerja. Oleh karena itu, hal ini sedikit banyak dapat berpengaruh terhadap proses wawancara karena dapat mempengaruhi konsentrasi informan dalam menjawab pertanyaan. 3. Untuk proses pengadaan, peneliti tidak dapat melakukan observasi untuk kegiatan tersebut. Hal ini dikarenakan, rumah sakit telah menggunakan 121 sistem e-purchasing dimana proses pengadaan hampir seluruhnya melalui sistem komputer. Jadi, peneliti mengetahui proses pengadaan yang ada di rumah sakit berdasarkan hasil wawancara mendalam dan data sekunder. 6.2. Gambaran Kekosongan Stok Obat Kekosongan stok (stock out) atau stok kosong merupakan jumlah akhir obat sama dengan nol. Stok obat digudang mengalami kekosongan dalam persediaannya sehingga bila ada permintaan tidak bisa terpenuhi. Apabila jumlah permintaan atau kebutuhan lebih besar dari tingkat persediaan yang ada, maka akan terjadi kekurangan persediaan atau disebut Stock Out. Kekosongan stok menjadi salah satu kendala yang dapat menurunkan kepuasan pasien terhadap pelayanan kefarmasian dirumah sakit. Kekosongan stok yang terjadi di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi pada triwulan I tahun 2015 terdapat 35 jenis obat dari 1326 jenis obat atau 2,6% dari seluruh jumlah obat yang dilakukan pemesanan cito karena tidak tersedianya obat yang dibutuhkan. Pada bulan Januari – Maret tahun 2015 terdapat 16 obat paten, 11 obat JKN, dan 8 obat generik yang dilakukan pemesanan cito ke apotik luar dirumah sakit dengan nilai investasi mencapai Rp. 77.933.107. Dalam pelayanan JKN, rumah sakit pemerintah diwajibkan menyediakan dan memberikan obat generik kepada pasien (Kemenkes, 2014). Oleh karena itu, penggunaan obat generik terus meningkat hingga mengakibatkan kekosongan stok. Dalam menyiasati kekosongan itu, maka rumah sakit diberi 122 kewenangan untuk mengganti obat generik dengan obat paten yang sama komponennya. Obat paten merupakan obat pengganti dari adanya kekosongan obat generik dirumah sakit. Oleh karena itu, penggunaan tehadap obat paten juga kian meningkat hingga petugas melakukan pembelian cito diluar rumah sakit. Hal ini dikarenakan persediaan obat paten yang tidak mencukupi digudang farmasi. Proses awal terjadi stock out terhadap obat paten yaitu dimana terdapat permintaan obat dari pasien ke petugas farmasi yang tidak dapat dipenuhi oleh gudang farmasi rumah sakit. Hal ini dikarenakan, persediaan obat yang diminta tidak tersedia secara kuantitas untuk memenuhi permintaan atau barang tidak tersedia sama sekali. Kekosongan obat yang terjadi tidak hanya dikarenakan persediaan obat yang tidak mencukupi, namun juga terhadap permintaan obat baru yang sebelumnya tidak ada riwayat penggunaannya digudang farmasi. Dalam mengatasi kekosongan, petugas terlebih dahulu menanyakan kepada user (dokter) terhadap permintaan obat yang tidak tersedia digudang farmasi untuk dapat mengganti obat tersebut dengan obat yang jenisnya sama namun dengan merk dagang yang berbeda. Apabila tidak terdapat substitusi (pengganti) obat tersebut maka petugas gudang farmasi dan bagian pengadaan akan melakukan pembelian cito ke apotik luar rumah sakit. Kekosongan obat yang terjadi dirumah sakit menurut penelitian Academy of Managed Care Pharmacy (AMCP) tentang The Reality of Drug Shortages (2010) dapat mengakibatkan 55,5% kelalaian, 54,8% kesalahan dosis, 34,8% 123 kesalahan obat, 70,8% perawatan tertunda dan 38% mengakibatkan keluhan pasien. Hasil penelitian ini menunjukkan persentase terbesar terhadap kekosongan obat yaitu dapat menghambat dan mengakibatkan perawatan terhadap pasien tertunda. Dari penelitian tersebut juga diketahui rumah sakit yang mengalami kekurangan obat melaporkan bahwa kenaikan biaya yang dikeluarkan rumah sakit dapat terjadi akibat adanya kekurangan obat. Menurut penelitian Renie dan Widodo (2013) bahwa kekosongan stok obat juga dapat menimbulkan kerugian bagi rumah sakit. Kerugian yang ditanggung sebagai akibat stock out obat diperhitungkan dengan hilangnya biaya kesempatan yang harusnya diperoleh rumah sakit. Keadaan kehabisan stok harus dihindari karena dapat mengakibatkan biaya yang tinggi, baik biaya eksternal maupun biaya internal. Biaya eksternal misalnya pelanggan yang tidak puas sehingga dapat mengakibatkan penurunan penjualan. Biaya internal misalnya pekerja yang menganggur, sedangkan gajinya harus tetap dibayar. Kehabisan stok bisa terjadi karena kenaikan dalam pemakaian barang atau keterlambatan kedatangan barang atau keduanya sekaligus (Indrajit, 2005). Menurut Fien Zulfikarijah (2005) bahwa dimana adanya stock out akan berakibat terganggunya pelayanan sedangkan adanya over stock akan membengkakkan biaya persediaan (Maimun, 2008). Pentingnya sebuah rumah sakit memiliki suatu pengendalian obat yang baik sehingga perbekalan farmasi tidak berlebihan atau kekurangan. Kelebihan persediaan mengakibatkan banyaknya modal yang tertanam dan tingginya biaya yang ditimbulkan oleh persediaan. Sebaliknya jika terjadi kekurangan 124 persediaan akan mengakibatkan arus pelayanan rumah sakit terganggu antara lain bila stok kurang sehingga membuat pasien menunggu lebih lama (Agustina, 2011). Persediaan yang tidak mencukupi dapat menyebabkan biaya kekurangan bahan, tertundanya keuntungan atau bahkan dapat mengakibatkan hilangnya pelanggan (Rangkuti, 2002). 6.3. Gambaran Faktor Penyebab Kekosongan Stok Obat Kekosongan stok menjadi salah satu kendala yang dapat menurunkan kepuasan pasien terhadap pelayanan kefarmasian dirumah sakit. Oleh karena itu, perlu diketahui faktor yang menjadi penyebab kekosongan obat untuk memberikan informasi bagi rumah sakit dalam mengendalikan stock out di gudang medis instalasi farmasi. Untuk mengetahui gambaran faktor penyebab terjadinya kekosongan obat paten di rumah sakit digunakan pendekatan sistem berupa input, proses dan output. Komponen input dalam manajemen persediaan obat merupakan sumbersumber daya yang diperlukan dalam kegiatan pengelolaan obat dirumah sakit, diantaranya SDM, dana, prosedur, kebijakan, dan distributor. Hasil penelitian pada input pengelolaan obat di gudang medis Instalasi Farmasi RSUD Kota Bekasi tahun 2015, secara keseluruhan diketahui masih belum mencukupi dengan standar kefarmasian di rumah sakit menurut Permenkes no.58 th 2014. Hal ini dikarenakan terdapat kurangnya dana dalam pengadaan obat dirumah sakit, adanya kebijakan BPJS dan BPOM yang membatasi obat poli jiwa, 125 adanya kekosongan pada distributor, dan adanya keterlambatan pengiriman dari distributor ke gudang farmasi. Berdasarkan hasil penelitian menyatakan bahwa faktor input yang belum mencukupi dapat mempengaruhi berjalannya proses kegiatan yang akan menghasilkan kurangnya pencapaian pada output. Berdasarkan faktor input diketahui bahwa faktor penyebab kekosongan obat yaitu faktor dana, kebijakan, dan distributor. Ketiga faktor tersebut merupakan penyebab dari kekosongan stok yang dapat merugikan dan menurunkan kepuasan pasien dirumah sakit. 6.3.1. Faktor Dana Faktor dana yaitu dimana adanya ketidaklancaran dalam pembayaran ke distributor yang akan mengirimkan barang. Diketahui bahwa terdapat 2 distributor yang menolak untuk mengirimkan obat karena ketidaklancaran pembayaran RSUD ke distributor. Hal ini juga terjadi dalam penelitian Rahmi (2009) di RS As-shobirrin bahwa kekosongan obat dapat terjadi karena keterlambatan dalam pembayaran ke distributor. Berdasarkan penelitian Dumbi (2012) bahwa faktor yang mempengaruhi kekosongan obat di Instalasi Farmasi RSUD Pohuwato yaitu dana yang tersedia tidak mencukupi untuk melakukan perencanaan pengadaan obat dan keterlambatan dalam pembayaran tagihan dimana pemesanan barang sudah melebihi dana yang tersedia dirumah sakit. Hal ini juga didukung dengan penelitian oleh Mustika dan Sulanto (2004) mereka 126 menyebutkan bahwa kekurangsesuaian dana pengadaan obat secara tidak langsung mengakibatkan berkurangnya kesesuaian ketersediaan obat hingga kekosongan obat. Ketidaklancaran pembayaran ini menyebabkan tidak tersedianya obat yang dibutuhkan bagi pasien. Rumah sakit mengatasi hal ini dengan mencari pengganti obat tersebut dari distributor lain yang mau menerima ketidaklancaran pembayaran dirumah sakit, melakukan pemesanan cito di luar rumah sakit, dan apabila obat masih tidak tersedia maka petugas kefarmasian akan meracik obat lain sesuai dengan dosis yang dibutuhkan. Distributor memiliki batas nominal yang diberikan untuk rumah sakit yaitu berupa limit credit dan TOP (Time of Payment) dalam melakukan pembayaran. Distributor memberikan batas jumlah pembayaran dalam melakukan kredit yaitu mencapai ±650 jt, sedangkan batas TOP (Masa Berlaku Pembayaran) sampai 60 hari. Apabila pembayaran rumah sakit melebihi batas jumlah dan waktu yang telah ditentukan maka distributor tidak akan menyuplai barang ke rumah sakit. Komponen input berupa kurangnya dana dalam pembayaran ke distributor dapat mengakibatkan terhambatnya proses kegiatan perencanaan dan pengadaan sediaan farmasi dirumah sakit. Hal ini dikarenakan beberapa distributor tidak akan mengirim barang apabila pembayaran dari rumah sakit masih belum diselesaikan. Perencanaan dan pengadaan terhadap obat tersebut menjadi terhambat, akibatnya obat akan mengalami kekosongan 127 dirumah sakit sehingga rumah sakit akan melakukan pembelian cito ke apotik diluar rumah sakit. 6.3.2. Faktor Kebijakan Diketahui bahwa terdapat kebijakan BPJS dan BPOM yang membatasi jumlah obat keras tertentu dapat menyebabkan kekosongan obat dirumah sakit. Apabila obat tersebut telah mengalami kekosongan, rumah sakit tidak bisa memesan kembali untuk memenuhi kebutuhan pasien di bulan yang sama. Kebijakan ini terkait penggunaan obat untuk pasien di poli jiwa. Pada Januari 2015, jatah obat untuk pasien di poli jiwa dikurangi untuk dosis 2 minggu sisanya diminta untuk dibeli. Dampaknya apabila penderita jika tidak mengkonsumsi obat tersebut akan menimbulkan halusinasi bunuh diri dan penderita perlu direlaps dan diikat (Jamaludin, 2015). Apabila dalam setiap bulan dilakukan pemesanan obat tersebut dan dibulan yang sama obat telah habis dan mengalami kekosongan, maka rumah sakit tidak bisa melakukan pemesanan kembali obat tersebut di bulan yang sama. Adanya kebijakan ini dapat menghambat kegiatan perencanaan dan pengadaan terhadap obat tersebut dirumah sakit sehingga obat mengalami kekosongan. Akibatnya obat mengalami kekosongan padahal obat tersebut sangat dibutuhkan bagi pasien. Sehingga pasien harus membeli sendiri obat tersebut diluar jaminan kesehatan nasional (JKN). 128 6.3.3. Faktor Distributor Faktor dari distributor yang dapat menyebabkan kekosongan obat di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi diantaranya kekosongan pada distributor obat dan keterlambatan pengiriman dari distributor obat ke gudang farmasi. Kekosongan pada distributor disebabkan adanya kekosongan pada produsen (principle) karena adanya bahan baku yang sulit didapat. Kekosongan pada produsen ini juga dapat menghambatnya pengiriman ke distributor. Hal ini juga terjadi dalam penelitian Utari (2010) yang menjelaskan bahwa penyebab stock out di RS Zahirah dikarenakan kosongnya obat di distributor dan tidak sesuainya permintaan obat yang biasa digunakan. Dalam penelitian Pratiwi (2009) juga dijelaskan bahwa ketidaktepatan dalam melakukan pengiriman dikarenakan kosongnya obat di distributor dan ketidaktepatan kualitas barang yang diterima menjadi penyebab kekosongan obat dirumah sakit. Sedangkan komponen input dari faktor distributor yaitu adanya kekosongan pada principle dan keterlambatan dalam pengiriman yang dapat mempengaruhi proses kegiatan dalam perencanaan dan pengadaan obat digudang farmasi. Hal ini dapat mengakibatkan obat yang dibutuhkan mengalami kekosongan sehingga petugas harus mencari subtitusi dari obat tersebut dan apabila tidak ada subtitusi lain dari obat tersebut maka obat akan mengalami kekosongan dirumah sakit sehingga rumah sakit akan melakukan pembelian cito ke apotik diluar rumah sakit. Selain itu, 129 kekosongan obat ini juga dapat mempengaruhi kegiatan perencanaan karena dapat merusak pola konsumsi dan data stok obat pada sistem komputer. Keterlambatan yang terjadi ini seringkali menghambat dan menganggu aktifitas petugas kefarmasian di gudang farmasi. Masalah yang timbul dari keterlambatan misalnya dapat merusak pola konsumsi di gudang farmasi dan menganggu ketenangan petugas dalam bekerja. Dilihat dari komponen input yang dapat mempengaruhi berjalannya proses pada masing-masing kegiatan terdapat beberapa input/sumber daya yang perlu ditingkatkan oleh petugas kefarmasian. Berdasarkan hasil dari input dan proses manajemen persediaan obat yang masih belum mencukupi dan terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaannya maka didapatkan hasil penelitian pada output manajemen persediaan obat yang masih belum sesuai dengan standar Kemenkes. Hal tersebut ditunjukkan dengan rendahnya pencapaian pada komponen output, diantaranya adanya kekosongan obat dan obat yang kadaluarsa di gudang medis RSUD Kota Bekasi. Rendahnya pencapaian tersebut, berkaitan dengan belum mencukupinya input yang tersedia sehingga mengakibatkan kendala dalam kegiatan pengelolaan obat digudang medis. Ini membuktikan bahwa kekosongan obat dan obat yang kadaluarsa disebabkan dari input dan proses yang belum mencukupi. Berdasarkan hasil penelitian dari ketiga komponen manajemen persediaan obat yaitu input, proses dan output, maka diketahuilah secara keseluruhan pengelolaan obat di gudang medis RSUD Kota Bekasi masih belum berjalan dengan baik. Hal tersebut disebabkan oleh rendahnya pencapaian output yang 130 berupa terjadinya kekosongan obat (stock out) dan adanya obat kadaluarsa dirumah sakit. Dari hasil penelitian diatas, dapat diketahui bahwa untuk meningkatkan pengelolaan obat menjadi lebih baik maka perlu ditingkatkan pencapaiannya terhadap output. Sedangkan komponen output berhubungan dengan kegiatan pengelolaan obat (komponen proses) dirumah sakit, untuk itu perlu diadakan pengendalian dan evaluasi secara berkala. 6.4. Input Input dalam suatu sistem merupakan sumber daya yang mendukung dalam berjalannya suatu proses kegiatan. Dalam mencapai suatu tujuan, input memegang peranan penting dalam suatu sistem. Apabila input tidak berjalan dengan baik maka dapat dipastikan proses juga tidak berjalan dengan lancar. Dalam kegiatan pengendalian obat di suatu rumah sakit apabila input tidak tersedia dengan baik maka akan mengakibatkan masalah terkait ketersediaan obat yaitu adanya kekosongan maupun kelebihan obat dirumah sakit. Menurut Permenkes No.58 tahun 2014 bahwa tujuan dari kegiatan pengendalian adalah untuk memastikan persediaan tidak terjadi kelebihan, kekosongan, kerusakan dan kadaluarsa Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai. 6.4.1. SDM Sumber daya manusia merupakan salah satu sumber utama dalam berlangsungnya suatu kegiatan. Kelancaran dalam proses kegiatan 131 manajemen persediaan obat akan berjalan baik dan optimal apabila dilakukan oleh SDM yang berkualitas dan kuantitas yang memadai. Peran SDM sangat penting untuk kelancaran suatu proses hingga tercapainya tujuan organisasi. Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai serta dapat melakukan pelayanan farmasi klinik di rumah sakit. Apoteker bertugas menjamin seluruh rangkaian kegiatan pengelolaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta memastikan kualitas, manfaat, dan keamanannya. Dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena obat, apoteker juga wajib dalam melakukan pelayanan farmasi klinik yaitu pelayanan langsung yang diberikan kepada pasien (PMK no.58 th 2014). Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian dirumah sakit dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker. Berdasarkan hasil observasi, wawancara dan telaah dokumen diketahui bahwa instalasi farmasi di RSUD Kota Bekasi dikepalai oleh seorang Apoteker dan adapun penanggung jawab gudang farmasi dipegang oleh kepala gudang yang berpendidikan S1 Farmasi. Menurut Permenkes no.58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit 132 bahwa instalasi farmasi rumah sakit harus dikepalai oleh seorang apoteker yang merupakan apoteker penanggung jawab seluruh pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Kepala IFRS diutamakan telah memiliki pengalaman bekerja di instalasi farmasi rumah sakit minimal 3 (tiga) tahun. Berdasarkan kuantitas jumlah tenaga kefarmasian di RSUD Kota Bekasi masih belum mencukupi dengan standar kefarmasian dirumah sakit, hal ini dilihat dari kurangnya tenaga apoteker dirumah sakit. Kurang mencukupinya SDM yang ada menyebabkan petugas kefarmasian di gudang maupun di instalasi farmasi sering dipindahtugaskan untuk membantu pelayanan kefarmasian di depo apotek rumah sakit. Hal ini membuat tugas yang diemban menjadi lebih banyak dan waktu kerja menjadi kurang ideal. Sedangkan berdasarkan PMK no.56 tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan RS bahwa di RS tipe B harus memiliki tenaga kefarmasian berjumlah 13 apoteker. Hal ini belum sesuai dengan data telaah dokumen pada bulan Agustus 2015 bahwa jumlah apoteker di RSUD Kota Bekasi berjumlah 6 orang apoteker. Menurut PMK No.56 tahun 2014 tenaga kefarmasian di rumah sakit paling sedikit terdiri dari 4 apoteker dirawat jalan, 4 apoteker dirawat inap, 1 orang apoteker di IGD, 1 orang apoteker diruang ICU, 1 orang apoteker dipenerimaan yang dapat merangkap pada pelayanan farmasi klinik, dan 1 133 orang apoteker diproduksi yang dapat merangkap pada pelayanan farmasi klinik. Petugas kefarmasian sering merasa kelelahan dan menunda pekerjaannya sehingga dapat menumpuk dikemudian harinya. Walaupun sudah tertulis dalam SOP namun seringkali petugas gudang dan instalasi mendapatkan tugas tambahan di luar deskripsi tugas yang tertera dalam SOP Instalasi Farmasi RSUD Kota Bekasi. Menurut Griffin (2004), deskripsi kerja (job description) adalah menyebutkan tugas dari suatu pekerjaan, kondisi kerja pekerjaan, alat, bahan dan peralatan yang digunakan untuk melaksanakan pekerjaan. Kesesuaian pengetahuan dengan ketrampilan yang dimiliki petugas gudang farmasi dengan pelaksanaan kegiatan pengelolaan obat dinilai sudah sesuai. Dalam pelaksanaannya petugas gudang tidak merasa kesulitan untuk melaksanakan tugasnya karena sudah disesuaikan dengan kegiatan rutin kefarmasian dirumah sakit. Latar belakang pendidikan SDM Kefarmasian juga telah sesuai dengan standar kefarmasian dirumah sakit. Sebagaimana tertera dalam Permenkes no.58 tahun 2014 bahwa kualifikasi SDM pekerjaan kefarmasian dirumah sakit terdiri dari Apoteker dan Tenaga teknis kefarmasian (S1 Farmasi, D3 Farmasi, atau SMF). Salah satu yang masih menjadi kendala dalam SDM melakukan pengelolaan obat yaitu kurangnya koordinasi/komunikasi terhadap ketidakhadiran petugas dipelayanan kefarmasian. Menurut Handoko (2003) ,koordinasi adalah proses pengintegrasian tujuan dan kegiatan pada 134 satuan-satuan yang terpisah pada suatu organisasi untuk mencapai tujuan secara efisien dan efektif. Koordinasi antar pegawai yang baik sangat dibutuhkan dalam melakukan tugasnya sehingga dapat memperkokoh kerjasama dan mengurangi kesalahan dalam bekerja. Faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya stock out pada SDM dapat terjadi karena kurangnya ketelitian petugas dalam menentukan jumlah pemesanan barang yang sebelumnya tidak ada mutasi atau konsumsi di bulan sebelumnya dan kurangnya tenaga dalam melakukan pengelolaan obat dirumah sakit. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Mellen dan Widodo (2013) di RSU Haji Surabaya bahwa penyebab stockout obat karena kurangnya tenaga kerja untuk kegiatan inventory dan perencanaan pengadaan yang tidak akurat. Dalam penelitian Jayani (2013) di RSUD Bhakti Dharma diketahui bahwa penyebab stockout juga dikarenakan kondisi SDM yang kurang mencukupi. 6.4.2. Dana Dana atau anggaran merupakan penunjang dalam pengelolaan obat dirumah sakit. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa terdapat dana dalam pemesanan cito yang disediakan oleh rumah sakit yang berkaitan dengan kekosongan obat. Dana ini disediakan rumah sakit untuk membayar tagihan pembelian barang secara cito terhadap obat yang mengalami kekosongan di gudang farmasi. Tidak tersedia obat yang 135 dibutuhkan dirumah sakit dapat menghambat kegiatan pelayanan kefarmasian dan mempengaruhi kepuasan pasien terhadap pelayanan dirumah sakit. Oleh karena itu, dana dalam pemesanan cito disediakan agar pelayanan tetap dapat berjalan lancar dan optimal. Dana yang disediakan rumah sakit dalam kegiatan pengelolaan obat berasal dari dana BLUD rumah sakit, APBD Kota Bekasi, dan donasi/hibah. Hal ini telah sesuai dengan pedoman pengelolaan perbekalan farmasi Depkes (2008) bahwa sumber anggaran dapat berasal dari pemerintah dan swasta. Sumber anggaran dari pemerintah berupa APBN dan APBD serta sumber anggaran dari swasta berupa donasi/hibah. Adapun faktor dana yang dapat menyebabkan stock out dan menghambat kegiatan pengelolaan obat yaitu adanya ketidaklancaran dalam pembayaran ke distributor yang akan mengirimkan barang. Diketahui bahwa pada bulan ini terdapat 2 distributor yang menolak untuk mengirimkan obat karena ketidaklancaran pembayaran RSUD ke distributor. Hal ini juga terjadi dalam penelitian Rahmi (2009) di RS Asshobirrin bahwa kekosongan obat terjadi karena keterlambatan dalam pembayaran ke distributor, meningkatnya jumlah permintaan, dan tidak tersedianya produk tersebut di distributor. Berdasarkan penelitian Dumbi (2012) bahwa faktor yang mempengaruhi kekosongan obat di Instalasi Farmasi RSUD Pohuwato yaitu dana yang tersedia tidak mencukupi untuk melakukan perencanaan pengadaan obat dan keterlambatan dalam pembayaran tagihan dimana 136 pemesanan barang sudah melebihi dana yang tersedia dirumah sakit. Hal ini juga didukung dengan penelitian oleh Mustika dan Sulanto (2004) mereka menyebutkan bahwa kekurangsesuaian dana pengadaan obat secara tidak langsung mengakibatkan berkurangnya kesesuaian ketersediaan obat hingga kekosongan obat. Ketidaklancaran pembayaran ini menyebabkan tidak tersedianya obat yang dibutuhkan bagi pasien. Rumah sakit mengatasi hal ini dengan mencari pengganti obat tersebut dari distributor lain yang mau menerima ketidaklancaran pembayaran dirumah sakit, melakukan pemesanan cito di luar rumah sakit, dan apabila obat masih tidak tersedia maka petugas kefarmasian akan meracik obat lain sesuai dengan dosis yang dibutuhkan. Menurut Henni (2009), fungsi atau peran dari anggaran yang pokok adalah sebagai pedoman kerja, sebagai alat perencanaan kerja dan pengawasan kerja. Bila dikaitkan dengan arti dan fungsi manajemen, nampaklah bahwa anggaran berhubungan erat dengan manajemen, terutama yang berhubungan dengan perencanaan, pengkoordinasian dan pengawasan kerja. Dengan demikian anggaran adalah alat bagi manajemen untuk melaksanakan fungsi-fungsinya. 6.4.3. Prosedur Menurut UU no.44 tentang Rumah Sakit, standar prosedur operasional adalah suatu perangkat interaksi/langkah-langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan proses kerja rutin tertentu. Sudah terdapat 137 prosedur dalam pelaksanaan pengelolaan obat dirumah sakit dan sudah disosialisasikan kepada petugas di instalasi farmasi RSUD Kota Bekasi. Instalasi farmasi juga telah memiliki prosedur dalam melakukan pemesanan cito untuk perbekalan farmasi yang mengalami kekosongan obat di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi. Prosedur tersebut disusun dalam dokumen akreditasi ISO 9001:2008 yang berlaku pada tahun 2014 hingga sekarang. Prosedur yang ada hanya berisi uraian singkat terkait pelaksanaan dan penanggung jawab kegiatan pengelolaan obat dirumah sakit. Prosedur telah dibuat untuk memudahkan SDM karena telah disesuaikan dengan kegiatan rutin kefarmasian dirumah sakit. Pada dasarnya SOP adalah suatu perangkat lunak pengatur, yang mengatur tahapan suatu proses kerja atau prosedur kerja tertentu. Apabila semua unit kerja dalam suatu organisasi sepakat untuk displin dan konsisten dalam menerapkan SOP sesuai kebutuhan unit masing-masing dapat dipastikan bahwa efisiensi akan dapat tercapai secara menyeluruh dalam perusahaan tersebut (Budiharjo, 2014). Standar operasional prosedur juga telah disosialisasikan kepada seluruh petugas teknis kefarmasian di instalasi farmasi. Seluruh kegiatan rutin kefarmasian telah dilakukan dengan baik oleh petugas namun terkadang masih terdapat kendala yang ditemukan dalam kegiatan perencanaan maupun pengendalian obat. 138 Selain itu, belum optimalnya penerapan formularium RSUD Kota Bekasi oleh user menjadi salah satu kekurangan dalam pelaksanaan prosedur dirumah sakit. Formularium rumah sakit merupakan daftar obat yang disepakati staf medis, disusun oleh Tim Farmasi dan Terapi (TFT) yang ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit. Evaluasi terhadap formularium rumah sakit harus secara rutin dan dilakukan revisi sesuai kebijakan dan kebutuhan rumah sakit Menurut Permenkes no.58 tahun 2014, dalam rangka meningkatkan kepatuhan terhadap formularium rumah sakit, maka rumah sakit harus mempunyai kebijakan terkait dengan penambahan atau pengurangan obat dalam formularium rumah sakit dengan mempertimbangkan indikasi penggunaaan, efektivitas, risiko, dan biaya. Menurut Dirjen Binfar dan Alkes (2013) bahwa manfaat formularium yaitu sebagai acuan penetapan penggunaan obat dalam JKN, serta meningkatkan penggunaan obat yang rasional, dapat juga mengendalikan mutu dan biaya pengobatan, serta mengoptimalkan pelayanan kepada pasien. Selain itu, formularium juga dapat memudahkan perencanaan dan penyediaan obat, serta meningkatkan efisiensi anggaran pelayanan kesehatan. Apabila RS tidak memiliki formularium dan dokter tidak memiliki panduan terapi obat-obat yang tersedia di rumah sakit. Instalasi farmasi akan sulit menentukan obat apa yang akan disediakan. Apalagi bila kemudian dokter menulis obat yang berbeda-beda dan mendapat 139 penawaran dari perusahaan farmasi yang begitu gencar. Risikonya adalah akan terjadi banyak obat yang kadaluarsa, dan rumah sakit akan rugi secara material, pelayanan pasien akan jatuh pada titik terendah karena pengelolaan obat yang tidak bagus (Yudi, 2015). 6.4.4. Kebijakan Berdasarkan hasil wawancara bahwa sudah terdapat kebijakan strategis mengenai pengelolaan sediaan farmasi di RSUD Kota Bekasi. Kebijakan tersebut diatur dalam Peraturan Direktur RSUD Kota Bekasi no.74/RSUD/PDMN.12.2/I.2014 tentang Pedoman Pelayanan Farmasi di Lingkungan RSUD Kota Bekasi. Kebijakan strategis ini hanya mengatur terkait serangkaian kegiatan pengelolaan sediaan farmasi dan kegiatan farmasi klinis di rumah sakit. Kebijakan dalam mengatasi kekosongan obat tidak secara langsung diatur dalam kebijakan strategis di rumah sakit. Kebijakan strategis mengenai pengendalian sediaan farmasi hanya melalui kegiatan stock opname saja, tidak ada metode khusus yang dilakukan dalam pengendalian jumlah obat. Berdasarkan wawancara yaitu adanya kebijakan BPJS dan BPOM yang membatasi jumlah obat keras tertentu dapat menyebabkan kekosongan obat dirumah sakit. Apabila obat tersebut telah mengalami kekosongan, rumah sakit tidak bisa memesan kembali untuk memenuhi kebutuhan pasien di bulan yang sama. Kebijakan ini terkait penggunaan 140 obat untuk pasien di poli jiwa. Pada Januari 2015, jatah obat untuk pasien di poli jiwa dikurangi untuk dosis 2 minggu sisanya diminta untuk dibeli, dampaknya penderita di poli jiwa tidak mengkonsumsi obat tersebut. Penderita jika tidak mengkonsumsi obat tersebut akan menimbulkan halusinasi bunuh diri dan penderita perlu direlaps dan diikat (Jamaludin, 2015). 6.4.5. Distributor Berdasarkan wawancara dengan informan bahwa kriteria persyaratan menjadi distributor rumah sakit diantaranya memiliki harga yang murah, kualitas barang yang baik dan pelayanan (service) yang mudah serta cepat. Selain itu, perizinan maupun persyaratan administrasi yang harus dimiliki oleh PBF dirumah sakit yaitu adanya NPWP, SIUP, SIPA, dan surat izin operasional. Hal ini sesuai dengan ketetapan Depkes dalam Permenkes no.34 tahun 2014 tentang perizinan bagi PBF bahwa harus memenuhi persyaratan administrasi dan kesesuaian dokumen berupa adanya NPWP, TDP, SIUP, akta notaris dan SIPA (surat izin praktek apoteker). Faktor dari distributor yang dapat menyebabkan \ di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi diantaranya kekosongan pada distributor obat, keterlambatan pengiriman dari distributor obat ke gudang farmasi, ketidaksesuaian barang dengan yang diminta dan adanya perubahan harga. 141 Kekosongan pada distributor disebabkan adanya kekosongan pada produsen (principle) karena adanya bahan baku yang sulit didapat. Kekosongan pada produsen ini juga dapat menghambatnya pengiriman ke distributor. Hal ini juga terjadi dalam penelitian Utari (2010) yang menjelaskan bahwa penyebab stock out di RS Zahirah dikarenakan kosongnya obat di distributor dan tidak sesuainya permintaan obat yang biasa digunakan. Dalam penelitian Pratiwi (2009) juga dijelaskan bahwa ketidaktepatan dalam melakukan pengiriman dikarenakan kosongnya obat di distributor dan ketidaktepatan kualitas barang yang diterima menjadi penyebab kekosongan obat dirumah sakit. Keterlambatan yang terjadi ini seringkali menghambat dan menganggu aktifitas petugas kefarmasian di gudang farmasi. Masalah yang timbul dari keterlambatan misalnya dapat merusak pola konsumsi di gudang farmasi dan menganggu ketenangan petugas dalam bekerja. 6.5. Proses 6.5.1. Perencanaan Persediaan Metode dalam melakukan proses perencanaan dan penentuan kebutuhan obat di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi menggunakan metode konsumsi. Dimana menurut Permenkes tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di rumah sakit no.58 tahun 2014, kegiatan perencanaan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode pengadaan Sediaan Farmasi, alkes serta BHP sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan 142 untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien. Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, dan kombinasi serta disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Berdasarkan wawancara dengan informan diketahui metode ini sesuai dengan ketetapan Kemenkes dan mudah untuk digunakan, namun masih terdapat beberapa kekurangan dalam menerapkan metode ini. Kekurangan metode konsumsi diantaranya data konsumsi, data obat dan data jumlah kontak pasien kemungkinan sulit didapat, tidak dapat dijadikan dasar dalam mengkaji penggunaan obat dan tidak dapat diandalkan jika terjadi kekurangan stok obat (Febriwati, 2013). Menurut Pedoman Pengelolaan Depkes (2008), metode konsumsi merupakan metode yang kurang tepat dalam penentuan jenis dan jumlah serta mendukung ketidakrasionalan dalam penggunaan. Untuk itu, SDM kefarmasian dirumah sakit mengatasi hal ini dengan melakukan evaluasi terhadap obat yang datang dan tidak datang ke gudang farmasi sebelum melakukan perencanaan serta melakukan pemeriksaan berjenjang dalam menentukan jenis dan jumlah obat yang akan dipesan. Pertimbangan dalam perencanaan menurut Permenkes No.58 tahun 2014 bahwa perencanaan harus memperhatikan anggaran yang tersedia, sisa persediaan, kapasitas gudang, data pemakaian periode lalu, waktu 143 tunggu dan penetapan prioritas. Menurut Imron, M (2010) bahwa aspekaspek yang menjadi pertimbangan dalam menentukan skala prioritas dalam perencanaan dan penetapan kebutuhan logistik dirumah sakit diantaranya adalah dilihat dari aspek manfaat, biaya, efisien, efektif dan urutan kepentingan (Aini, 2012). Faktor dari perencanaan yang dapat mempengaruhi terjadinya stock out dalam proses perencanaan diantaranya ketidaksesuaian realisasi dengan perencanaan, meningkatnya jumlah pasien dan pola konsumsi yang berubah. Hal ini juga terjadi dalam penelitian Jayani (2013) di RSUD Bhakti Dharma bahwa penyebab stockout adalah, naiknya kunjungan pasien, kondisi gudang yang terbatas, serta kondisi SDM yang kurang mencukupi. 6.5.2. Pengadaan Persediaan Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan jumlah, waktu yang tepat, harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu (Kemenkes, 2014). Kegiatan pengadaan barang/jasa di RSUD Kota Bekasi berpedoman pada PP no.70 tahun 2012, PP RI no.4 tahun 2015 dan Peraturan Walikota Bekasi No.50 tahun 2011 tentang Unit Pelaksana Teknis Layanan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Kota Bekasi. 144 Pengadaan obat di RSUD Kota Bekasi sudah menggunakan sistem e-purchasing secara online melalui web LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan purchasing Barang/Jasa Pemerintah). Pengadaan obat ini dikeluarkan pemerintah melalui melalui Surat e- Edaran Menkes/167/III/2014 tentang Pengadaan Obat berdasarkan Katalog Elektronik (E-catalogue). Surat edaran ini dimaksudkan untuk menjamin ketersediaan dan pemerataan obat yang aman, bermutu, dan berkhasiat untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan. Hal ini diperlukan untuk melaksanakan pengadaan obat secara transparan, efektif, efisien serta hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Kelebihan dari sistem online yaitu sistem ini lebih memudahkan bagi petugas teknis kefarmasian dalam melakukan pemesanan obat untuk memenuhi kebutuhan dirumah sakit. Sedangkan kekurangan dari sistem ini yaitu obat yang dipesan karena harganya relatif murah banyak barang yang tidak terjamin kualitasnya dan sering dikeluhkan oleh user dirumah sakit serta server e-catalogue seringkali error dalam pengoperasiannya. Faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya stock out pada kegiatan pengadaan diantaranya keterlambatan dalam pembuatan surat pemesanan (SP), kekosongan pada distributor dan kesalahan dalam pemesanan. Kesalahan dalam pemesanan ini diketahui apabila terdapat obat atau barang yang stoknya masih kosong dan tidak kunjung datang. 145 Bagian pengadaan salah dalam menentukan distributor mana yang akan mengirimkan obat kerumah sakit. 6.5.3. Pengawasan Persediaan Kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh petugas gudang yaitu dengan melakukan pencatatan secara teratur terhadap obat yang keluar dan masuk pada kartu stok, penyimpanan sesuai dengan ketentuan obat dan pencatatan terhadap tanggal kadaluarsa obat. Pencatatan dilakukan untuk persyaratan Kemenkes/BPOM, dasar akreditasi RS, dasar audit RS dan dokumentasi farmasi (Kemenkes, 2014). Menurut pedoman pengelolaan obat Depkes (2008) bahwa pencatatan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk memonitor transaksi perbekalan farmasi yang keluar masuk di gudang farmasi. Pencatatan sebagai alat bantu kontrol bagi kepala instalasi farmasi, sebagai bahan menyusun laporan dan perencanaan serta untuk pertanggungjawaban bagi petugas. Pencatatan dapat dilakukan dengan mengunakan kartu stok. Beberapa hal-hal yang harus diperhatikan dalam pencatatan, diantaranya pencatatan dilakukan secara rutin dari hari ke hari, setiap terjadi mutasi perbekalan farmasi langsung dicatat didalam kartu stok, dan kartu stok diletakkan berdekatan dengan sediaan farmasi bersangkutan. Kartu stok berfungsi untuk (Depkes, 2008) : 146 a. Kartu stok digunakan untuk mencatat mutasi perbekkes. b. Tiap lembar kartu stok hanya diperuntukkan mencatat data mutasi 1 perbekkes yang berasal dari 1 sumber anggaran. c. Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan, perencanaan, pengadaan, dan sebagai pembanding terhadap keadaan fisik perbekkes dalam tempat penyimpanannya. Menurut Rangkuti (2002), pengawasan persediaan pada intinya adalah menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan, menjaga supaya pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar sehingga biaya yang timbul tidak terlalu besar dan menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari karena ini akan berakibat biaya pemesanan menjadi besar. 6.5.4. Pengendalian Persediaan Kegiatan pengendalian di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi yaitu dengan kegiatan stock opname yang dilakukan di akhir bulan setiap 1 bulan sekali. Kegiatan stock opname ini dilakukan dengan memeriksa kesesuaian jumlah fisik barang di gudang dengan data jumlah barang yang ada dalam sistem komputer. Berdasarkan Permenkes 58 tahun 2014 bahwa salah satu cara dalam mengendalikan persediaan yaitu dengan kegiatan stock opname secara periodik dan berkala. Tujuan dari pengendalian sediaan farmasi, 147 alkes dan BHP adalah untuk memastikan persediaan efektif dan efisien, tidak terjadi kekosongan/kelebihan, kadaluarsa dan kehilangan. Menurut Water (2003) mengemukakan bahwa pengendalian persediaan merupakan kegiatan yang menentukan kebijakan secara keseluruhan yang meliputi saham, bahan yang digunakan, nilai investasi, layanan pelanggan, tingkat stok, ukuran pemesanan, dan waktu pemesanan. Berdasarkan wawancara, telaah dokumen dan observasi bahwa pengendalian digudang farmasi hanya dilakukan melalui kegiatan stock opname. Sementara itu, pengendalian yang lebih khusus yang biasanya dilakukan untuk mengendalikan persediaan obat-obatan melalui analisis ABC, metode EOQ (Economic Order Quantity), dan ROP (Reorder Point) belum pernah dilakukan digudang farmasi RSUD Kota Bekasi. Selama ini, teori pengendalian persediaan tidak pernah digunakan di gudang farmasi, yang digunakan adalah cara pengendalian yang sifatnya umum yaitu hanya berbentuk pencatatan dan pelaporan melalui kegiatan stock opname. Salah satu faktor dalam pengendalian yang dapat menyebabkan stock out yaitu adanya barang kadaluarsa yang tidak terdeteksi saat kegiatan stock opname sehingga barang menjadi kosong dan sudah tidak dapat digunakan kembali. 148 6.6. Output Output dari manajemen logistik yaitu ketersediaan obat di gudang farmasi yang ditandai dari pengendalian obat yang baik. Ketersediaan jumlah obat dirumah sakit selalu diusahakan dalam keadaan cukup, tidak hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan user tapi juga cukup sebagai stok cadangan yang digunakan untuk keperluan diluar perkiraan dari kebutuhan biasanya. 6.6.1. Stock Out Obat Menurut Rangkuti (2004) bahwa apabila jumlah permintaan atau kebutuhan lebih besar dari tingkat persediaan yang ada, maka akan terjadi kekurangan persediaan atau disebut Stock Out. Pada situasi terjadinya kekurangan persediaan, seorang pemimpin akan menghadapi dua kemungkinan diantaranya permintaan akan dibatalkan sama sekali dan barang yang masih kurang akan dipenuhi kemudian. Berdasarkan telaah dokumen kekosongan obat yang terjadi di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi pada triwulan I tahun 2015 terdapat 35 jenis obat paten, hal ini dikarenakan tidak tersedianya obat yang dibutuhkan. Terdapat beberapa jenis obat yang hampir setiap bulannya dilakukan pembelian cito ke luar apotik karena stok obat yang dibutuhkan tidak tersedia. Dengan pembelian melalui cito ke apotik luar, obat dibeli dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan membeli ke distributor sehingga dapat mempengaruhi keuangan rumah sakit. Pembelian cito 149 tersebut tentunya menggunakan anggaran yang lebih tinggi karena harga obat di apotek lain merupakan harga jual di apotek tersebut. Dari pembelian cito tersebut, hal ini menandakan obat belum disediakan dengan tepat jumlah dan tepat waktu di gudang farmasi. Menurut Depkes (2008), koordinasi dan proses perencanaan untuk pengadaan perbekalan farmasi secara terpadu diharapkan perbekalan farmasi yang direncanakan dapat tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan tersedia pada saat dibutuhkan. Berdasarkan observasi, masalah dalam kekosongan obat di rumah sakit dapat menurunkan kepuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan rumah sakit. Kekosongan obat mengakibatkan pasien membutuhkan waktu yang lebih lama dalam mendapatkan obat yang dibutuhkan, menganggu waktu kerja petugas kefarmasian dan banyak pasien dari yang menggunakan pelayanan JKN yang mengeluhkan apabila obat kosong. Menurut informan bahwa faktor yang sangat mempengaruhi terjadinya kekosongan obat di gudang farmasi yaitu faktor dana dan faktor distributor. Kedua faktor ini yang banyak memberikan pengaruh terhadap terjadinya kekosongan obat di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi. 6.6.2. Obat Kadaluarsa Jumlah obat yang kadaluarsa merupakan salah satu indikator dalam memastikan bahwa pengendalian persediaan efektif dan efisien. Jumlah 150 obat yang kadaluarsa dalam gudang farmasi rumah sakit menunjukkan pula besarnya kerugian yang dialami oleh suatu rumah sakit (Depkes, 2008). Berdasarkan wawancara bahwa obat yang kadaluarsa di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi dikarenakan obat yang slow moving, pola penyakit berubah, pola penyimpanannya dan obat yang ED (Expired Date) nya kurang dari 2 tahun. Dari hasil telaah dokumen diketahui bahwa terdapat 6 jenis obat pada periode Januari – Maret 2015 di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi. Persentase obat kadaluarsa yang ada digudang farmasi rumah sakit adalah sebesar 0,8%. Kerugian yang diterima RSUD Kota Bekasi akibat obatobatan yang kadaluarsa tersebut hingga bulan ini mencapai Rp. 2.578.296. Jumlah ini belum sesuai dengan standar yang ditetapkan dalam pedoman pengelolaan perbekalan farmasi oleh Depkes tahun 2008 bahwa idealnya persentase nilai obat rusak dan kadaluarsa di gudang haruslah berjumlah 0% atau tidak ada sama sekali. Dari hasil penelitian diketahui bahwa obat kadaluarsa terjadi akibat belum adanya pemeriksaan dan pendataan obat yang mendekati kadaluarsa secara rutin yang dilakukan oleh petugas gudang farmasi. Selain itu, obat kadaluarsa yang terjadi juga akibat obat tidak lagi digunakan oleh dokter dan pola konsumsi yang berubah sehingga obat menumpuk dan kadaluarsa. Padahal jika hal ini dibiarkan terus menerus tanpa ada evaluasi dari pihak manajemen, rumah sakit akan terus mengalami kerugian. Menurut Pudjaningsih (1996) bahwa semakin banyak obat yang 151 mengalami kadaluarsa di suatu rumah sakit, maka akan semakin besar pula kerugian yang diterimanya dan dapat mengurangi pendapatan rumah sakit (Retno, 2014). Menurut Rohayati (2008), untuk mengatasi agar stok tidak terjadi kadaluarsa maka dilakukan beberapa cara, yaitu 1) mengganti sistem komputerisasi yang ada dengan yang lebih baik, 2) kebijakan tentang reward and punishment sebagai langkah meningkatkan kesadaran dan komitmen dalam melakukan tugas dan pekerjaan, 3) membuat evaluasi yang berkesinambungan, 4) pembinaan, pelatihan, pendidikan untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilan SDM (Pratiwi, 2013). 6.6.3. Stock Opname Obat Stock opname kegunaannya adalah untuk menghitung fisik yang ada, memeriksa barang yang sudah rusak atau expired, memisahkan barang-barang yang hampir kadaluarsa untuk langsung digunakan terlebih dahulu/diutamakan untuk di operasionalkan (Febriwati, 2013). Gudang farmasi RSUD Kota Bekasi melakukan kegiatan stock opname dengan rutin setiap 1 bulan sekali di akhir bulan. Hal ini untuk menghindari stok obat yang hilang/tertinggal maupun stok obat yang akan kadaluarsa. Pelaksanaan stok obat digudang farmasi sudah baik dilakukan oleh petugas kefarmasian walaupun terkadang ada beberapa perbekalan kesehatan yang jumlahnya tidak sesuai dengan stok komputer ataupun stok fisik yang ada. Apabila hal ini terjadi, petugas kefarmasian akan mendata 152 ulang data penerimaan maupun pengeluaran perbekalan kesehatan tersebut, mengingat-ingat jumlah perbekalan kesehatan yang sudah didistribusikan dan segera memeriksa history data perbekalan kesehatan tersebut. Namun pada pelaksanaan stock opname, petugas kefarmasian tidak didampingi oleh pengawas dari instalasi/bagian lain maupun dari bagian keuangan yang dapat mengawasi jalannya stock opname. Bagian keuangan hanya menerima laporan stock opname setiap bulannya. Hal ini dapat terjadi kecurangan maupun manipulasi data yang ada di gudang farmasi. Menurut Permenkes no.58 tahun 2014 bahwa pengendalian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dapat dilakukan oleh Instalasi Farmasi harus bersama dengan Tim Farmasi dan Terapi (TFT) di Rumah Sakit. Stock Opname merupakan salah satu cara dalam mengendalikan persediaan di gudang farmasi. Oleh karena itu, hasil stock opname harus seimbang antara data pencatatan dengan jumlah stok fisik yang ada. Jika terdapat ketidaksesuaian harus segera dilakukan analisis untuk mengetahui penyebab dan kerugiannya (Febriwati, 2013). Hal ini dilakukan agar tercapai pengendalian persediaan yang efektif dan efisien. 6.5. Upaya Pengendalian Persediaan Teknik pengendalian persediaan merupakan tindakan yang sangat penting dalam menghitung berapa jumlah optimal tingkat persediaan yang diharuskan 153 (EOQ) serta kapan saatnya mulai mengadakan pemesanan kembali (ROP) (Rangkuti, 2002). 6.5.1. Klasifikasi Obat Paten dengan ABC Investasi Menurut Rangkuti (2002), analisis ABC ini sangat berguna didalam memfokuskan perhatian manajemen terhadap penentuan jenis barang yang paling penting dalam sistem inventori. Sehingga untuk mengetahui jenis-jenis barang mana saja yang perlu mendapat prioritas, dapat menggunakan analisis ABC. Analisis ABC ini dapat mengklasifikasikan seluruh jenis barang berdasarkan tingkat kepentingannya. Dari analisis ABC terhadap kelompok obat paten di gudang farmasi dapat diketahui bahwa nilai investasi terhadap kelompok A sebesar Rp. 756.726.230 atau 69,89% dari total investasi obat paten di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi. Nilai investasi terhadap kelompok B sebesar Rp. 216.708.576 atau 20,01% dari total investasi obat paten. Sedangkan nilai investasi obat paten kelompok C sebesar Rp. 109.259.820 atau 10,09% dari total investasi obat paten di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi. Penggunaan analisis ABC ini memungkinkan teridentifikasinya barang yang benar-benar berpengaruh pada kinerja sediaan, sehingga manajemen yang efektif dapat berkonsentrasi pada barang yang itemnya sedikit tanpa mengabaikan yang lain (Johns dan Harding, 2001). Oleh karena itu pengendalian yang dapat dilakukan untuk masing-masing kelompok adalah : 154 a) Kelompok A Persediaan obat paten di RSUD Kota Bekasi pada kelompok A terdapat 28 jenis obat paten dan pemakaian anggaran hingga sebesar 69,89%. Menurut Heizer dan Render (2010), kelompok A merupakan barang dengan jumlah fisik kecil dengan nilai investasi yang besar sehingga obat yang tergolong kelompok ini harus memiliki kontrol persediaan yang lebih ketat dan secara periodik setiap bulan serta akurasi pencatatan yang lebih sering diverifikasi. b) Kelompok B Persediaan obat paten di RSUD Kota Bekasi yang tergolong dalam kelompok B berjumlah 30 jenis obat paten dan menyerap anggaran hingga sebesar 20,01%. Kelompok B ini merupakan barang dengan jumlah fisik dan nilai investasi yang sedang, sehingga obat paten kelompok ini memerlukan perhatian yang cukup penting setelah kelompok A. c) Kelompok C Persediaan obat paten di RSUD Kota Bekasi yang tergolong dalam kelompok C berjumlah 70 jenis obat paten dan menyerap anggaran hingga sebesar 10,09%. Hal ini menunjukkan sebesar 54,68% obat yang beredar di RSUD Kota Bekasi memiliki nilai investasi yang kecil, sehingga rumah sakit harus mengetahui item obat mana yang tidak banyak dikonsumsi. Obat-obat yang memiliki kandungan ataupun jenisnya sama dapat dipertimbangkan untuk dihilangkan, untuk mengurangi variasi obat sehingga dapat menghemat biaya pemesanan maupun biaya penyimpanan obat dirumah sakit. Sehingga obat yang tergolong kelompok C cukup 155 sederhana dan tidak memerlukan pengendalian ketat seperti pada kelompok A dan B (Heizer dan Render, 2010). Untuk tujuan manajemen, jenis barang A harus menerima analisis yang maksimum, dievaluasi dan dicek kembali, karena jenis barang dalam kelompok A merupakan jenis barang yang sangat tinggi nilai penjualannya. Jenis barang kelompok B merupakan perhatian setelahnya dan jenis barang kelompok C harus diperhatikan satu demi satu kecenderungannya, misalnya yang cenderung meningkat penjualannya atau memiliki tingkat persediaan yang paling banyak. Namun secara keseluruhan jenis barang yang termasuk dalam kelompok A harus menjadi fokus perhatian utama (Rangkuti, 2002). 6.5.2. Pengendalian Persediaan dengan Metode EOQ (Economic Order Quantity) Dalam melakukan pemesanan obat di RSUD Kota Bekasi menggunakan metode konsumsi ,tidak ada perhitungan khusus mengenai jumlah pemesanan. Jumlah pemesanan ditentukan berdasarkan data history konsumsi obat pada bulan sebelumnya. Hal ini dapat saja meningkatkan biaya pemesanan jika pemesanan dilakukan dalam jumlah yang sedikit atau meningkatkan biaya penyimpanan jika jumlah pemesanan terlalu banyak. Oleh sebab itu, diperlukan perhitungan yang tepat untuk mengetahui jumlah pemesanan optimum yaitu dengan metode EOQ. Diketahui dari hasil penelitian Sofia (2003) tentang Analisis Pengendalian Persediaan Obat Antibiotik di RS As-Shobirin bahwa metode 156 EOQ dapat menurunkan biaya persediaan hingga 3kali dari biaya persediaan model rumah sakit. Dengan menerapkan metode ini diharapkan dapat membantu manajemen untuk mengambil keputusan jumlah pemesanan agar tidak terjadi investasi berlebihan yang tertanam dalam persediaan dan tidak mengalami kekurangan persediaan. Metode EOQ merupakan volume atau jumlah pembelian yang paling ekonomis untuk dilaksanakan pada setiap kali pembelian (Sabarguna, 2004). Sedangkan menurut Seto (2004), dalam menentukan jumlah pemesanan yang ekonomis harus diusahakan untuk memperkecil biaya-biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Berdasarkan perhitungan EOQ terhadap obat Meiact Tab, diketahui bahwa jumlah pemesanan yang ekonomis untuk obat ini adalah sebanyak 15 tablet setiap kali pemesanan. Jumlah ini menggunakan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan yang paling sedikit sehingga merupakan jumlah pemesanan yang paling ekonomis. Semakin banyak barang yang disimpan akan mengakibatkan semakin besar biaya penyimpanan barang dan risiko kerusakan barang yang lebih besar. Sebaliknya, semakin sedikit barang yang disimpan dapat menurunkan biaya penyimpanan, tetapi menyebabkan frekuensi pembelian barang semakin besar, yang berarti biaya total pemesanan semakin besar dan juga dapat mengakibatkan risiko terjadinya kekurangan persediaan (stock out) (Herjanto, 2008). 157 Hal ini sejalan dengan Heizer dan Render (2010) yang menyatakan bahwa seiring dengan meningkatnya kuantitas barang yang dipesan, maka jumlah pemesanan pertahunnya akan menurun namun biaya penyimpanan akan meningkat karena jumlah persediaan yang harus diurus lebih banyak. Untuk itu, jumlah pemesanan harus dapat meminimalkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Sehingga menurut Seto (2004), untuk menentukan jumlah pemesanan yang ekonomis, harus diusahakan untuk memperkecil biaya-biaya pemesanan dan biaya-biaya penyimpanan. 6.5.3. Pengendalian Persediaan dengan Metode ROP (Reorder Point) Waktu pemesanan kembali obat di RSUD Kota Bekasi tidak menggunakan metode khusus. Pemesanan obat dilakukan setiap 1 bulan sekali di akhir bulan. Obat harus selalu tersedia setiap saat dibutuhkan agar pelayanan kepada pasien tetap berjalan dengan lancar. Oleh karena itu, sebelum persediaan habis maka pemesanan haruslah dilakukan. ROP model terjadi apabila jumlah persediaan yang terdapat didalam stok berkurang terus sehingga kita harus menentukan berapa banyak batas minimal tingkat persediaan yang harus dipertimbangkan sehingga tidak terjadi kekurangan persediaan. Jumlah yang diharapkan dihitung selama masa tenggang, dapat juga ditambahkan dengan safety stock yang biasanya mengacu kepada probabilitas atau kemungkinan terjadinya kekurangan stok selama masa tenggang (Rangkuti, 2002). 158 Persediaan pengaman (safety stock) adalah persediaan tambahan yang di adakan untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan (stockout) (Bowersox, 2002). Dengan adanya safety stock, dapat menjaga persediaan selama masa tunggu (lead time). Menurut Kemenkes (2010), lead time adalah waktu tunggu yang diperlukan mulai pemesanan sampai obat diterima. Berdasarkan wawancara, diketahui bahwa waktu tunggu dalam pemesanan sampai barang datang di RSUD Kota Bekasi adalah 3 hari. Safety stock/buffer stock yang ditetapkan di RSUD Kota Bekasi hanya berdasarkan perkiraan, tidak ada perhitungan khusus. Dari hasil wawancara, buffer stock yang ditetapkan rumah sakit adalah 30% dari jumlah pemesanan barang. Penentuan ini tidak mempertimbangkan adanya lead time yang dibutuhkan, oleh karena itu banyak dari stok obat pengaman yang telah habis sebelum obat baru datang. Dari perhitungan buffer stock terhadap obat Meiact Tab didapatkan hasil 52 tablet untuk persediaan pengaman. Persediaan pengaman berfungsi untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan barang, misalnya karena penggunaan barang yang lebih besar dari perkiraan semula atau keterlambatan dalam penerimaan barang yang dipesan. Persediaan pengaman juga dimaksudkan untuk menjamin pelayanan kepada pelanggan terhadap ketidakpastian dalam pengadaan barang (Herjanto, 2008). Sedangkan dari perhitungan ROP terhadap obat Meiact Tab didapatkan hasil 77 tablet untuk titik dilakukannya pemesanan kembali. Dimana artinya pada lead time selama 3 hari, obat Meiact Tab dapat dipesan kembali ketika 159 stok obat sudah mencapai 77 tablet. Jumlah tersebut merupakan titik dimana harus dilakukannya pemesanan ulang agar terhindar dari adanya kekurangan stok. Titik pemesanan ulang ini menandakan bahwa pembelian harus segera dilakukan untuk menggantikan persediaan yang telah digunakan. Jika ROP ditetapkan terlalu rendah, persediaan akan habis sebelum persediaan pengganti diterima sehingga permintaan pelanggan tidak dapat dipenuhi. Namun, jika titik pemesanan ulang ditetapkan terlalu tinggi maka persediaan baru sudah datang sementara persediaan digudang masih banyak. Keadaan ini mengakibatkan pemborosan biaya dan investasi yang berlebihan (Herjanto, 2008). 160 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan 1. Kekosongan obat (stock out) yang terjadi di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi pada triwulan I tahun 2015 mencapai 35 jenis obat paten yang dilakukan pemesanan cito. 2. Ketiga faktor dalam komponen input yang dapat menyebabkan kekosongan stok digudang farmasi diantaranya faktor dana yaitu dimana adanya ketidaklancaran dalam pembayaran ke distributor yang akan mengirimkan barang. Sedangkan pada faktor kebijakan, diketahui bahwa terdapat kebijakan BPJS dan BPOM yang membatasi jumlah obat keras tertentu dapat menyebabkan kekosongan obat dirumah sakit. Faktor dari distributor yang dapat menyebabkan kekosongan obat di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi diantaranya kekosongan pada distributor obat dan keterlambatan pengiriman dari distributor obat ke gudang farmasi. 3. Dari komponen input berupa adanya ketidaklancaran dalam pembayaran ke distributor dapat mengakibatkan terhambatnya proses kegiatan perencanaan dan pengadaan sediaan farmasi dirumah sakit. Selain itu komponen input dari adanya kebijakan BPOM dan BPJS yang membatasi obat bagi pasien poli jiwa. Hal ini dapat menghambat kegiatan perencanaan dan pengadaan obat tersebut dirumah sakit. Sedangkan komponen input dari faktor distributor yaitu adanya kekosongan pada principle dan keterlambatan dalam pengiriman yang dapat 161 mempengaruhi proses kegiatan dalam perencanaan dan pengadaan obat digudang farmasi. Akibatnya obat akan mengalami kekosongan dirumah sakit sehingga rumah sakit akan melakukan pembelian cito ke apotik diluar rumah sakit. 4. Upaya Pengendalian Persediaan Obat Paten di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi a) Berdasarkan analisis ABC investasi, terdapat sebanyak 28 jenis (21,87%) obat yang tergolong kelompok A, yaitu dengan penggunaan anggaran sebesar 69,89% dari total investasi obat paten. Obat paten kelompok B terdapat 30 jenis (23,43%) obat paten dengan penggunaan anggaran sebesar 20,01% dari total investasi obat paten. Sedangkan obat paten kelompok C adalah sebanyak 70 (54,68%) jenis obat paten dengan penggunaan anggaran sebesar 10,09% dari total investasi obat paten. b) Berdasarkan metode Economic Order Quantity (EOQ), jumlah pemesanan optimum untuk 28 obat paten yang tergolong kelompok A berjumlah mulai dari 5-375 item. Sedangkan berdasarkan metode Reorder Point (ROP) dengan mempertimbangkan buffer stock diperoleh titik pemesanan kembali untuk 28 obat paten yang tergolong kelompok A mulai dari 34-2257 item. 162 7.2. Saran 1. Petugas gudang farmasi diharapkan melihat data real konsumsi obat untuk mengetahui obat yang dibutuhkan pasien. Sehingga dapat mengurangi kesalahan dalam penentuan kebutuhan obat dan meminimalisir tertinggalnya obat untuk dipesan. 2. Dalam menentukan jumlah kebutuhan obat dan persediaan pengaman (buffer stock) diharapkan petugas memperhitungkan lead time obat agar persediaan pengaman tidak berlebih ataupun kurang. 3. Diharapkan petugas gudang farmasi dalam melakukan kegiatan pengendalian didampingi oleh Komite Farmasi Terapi (KFT) untuk membantu melakukan pengawasan agar menghindari terjadinya kecurangan maupun manipulasi data yang ada digudang farmasi. 4. Perlu diterapkan metode analisis ABC terhadap seluruh jenis obat yang ada digudang farmasi, sehingga bisa menentukan obat mana yang perlu diprioritaskan. Serta diterapkan metode EOQ dan ROP untuk menghindari terjadinya kekosongan obat dan pembelian cito. 5. Diharapkan manajemen RS dapat melakukan pelatihan bagi petugas gudang mengenai sistem pengendalian obat dan pelatihan untuk meningkatkan koordinasi antar petugas. 163 DAFTAR PUSTAKA Aditama ,Tjandra Yoga. 2007. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. UI : Depok Ainy, Qurrotu. 2013. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ketersediaan Barang di Gudang Sentral RSAB Harapan Kita Jakarta tahun 2012. FKM UI. Diakses pada 20 Januari 2015. Sumber : http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20320638-SQurrotu%20Ainy.pdf Anief, Moch. 2008. Manajemen Farmasi. UGM : Yogyakarta Assauri, Sofyan. 2008. Manajemen Produksi. FKM UI : Depok Azwar, DR. Dr. Azrul. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Binarupa Aksara : Jakarta Azwar, Daris 2010. Pengawasan. Diakses pada 17 Maret 2015. Sumber : http://www.ikatanapotekerindonesia.net/articles/pharma-update/nationalpharmacy/298-p-e-n-g-a-w-a-s-a-n.html A.Sihotang. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Paramita : Jakarta. Badawi, Musfika Rahman. 2014. Kinerja Posyandu dalam Pelaksanaan Pembinaan Gizi Masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kembangan Jakarta Barat tahun 2014. UIN : Jakarta BPOM. 2015. Agomelatine dan Risiko Hepatotoksisitas. Sumber : http://pionas.pom.go.id/info-bpom/agomelatine-dan-risiko-hepatotoksisitas Budiyanti, Herni. 2012. Penetapan Safety Stock di Gudang Farmasi RS Risa Sentra Medika Tahun 2012. FKM UI. Diakses pada 20 Januari 2015. Sumber : http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314392-T31291-Penetapan%20safety.pdf Bunawan. 1996. Manajemen Operasi. UGM : Yogyakarta CSR. 2015. Jatah Obat Penderita Skizofrenia Dikurangi. Sumber http://kukarsatu.com/2015/03/12/per-januari-2015-jatah-obat-penderita-skizofreniadikurangi/ : Depkes. 2011. Pedoman Pembinaan Pedagang Besar Farmasi Dwi Ariyanti, Benedicta. 2012. Analisis Pengendalian Persediaan Obat dengan Analisis ABC, EOQ, dan ROP pada Instalasi Farmasi RS X Periode Jan – Des 2011. FKM UI : Depok xviii Dirjen Binakefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI. 2008. Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit. Ditjen Binfar dan Alkes. 2013. Formularium Kendalikan mutu dan biaya Pengobatan. Sumber : http://binfar.kemkes.go.id/2013/06/formularium-nasional-kendalikan-mutudan-biaya-pengobatan/ Febriawati, Henny. 2013. Manajemen Logistik Farmasi Rumah Sakit. Gosyen Publishing : Yogyakarta Fadhila, Rahmi. 2013. Study Pengendalian Persediaan Obat Generik Melalui Metode ABC, EOQ, dan ROP di Gudang Farmasi RSI Asshobirin tahun 2013. UIN : Jakarta Griffin. Manajemen. 2004. Erlangga : Jakarta Handoko, T.Hani. 2003. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Yogyakarta:UGM Heizer, Jay dan Render, Barry. 2010. Manajemen Operasi. Second edition. Salemba Empat : Jakarta Herjanto, Eddy. 2008. Manajemen Operasi. Edisi Ketiga. Grasindo : Jakarta. Hendra, Kusuma. 1999. Manajemen Produksi : Perencanaan dan Pengendalian produksi. Andi : Yogyakarta. Henni. 2009. Penganggaran Rumah Sakit. Sumber : http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/09/sistem_penganggaran_rs.pdf Indriyo Gitosudarmo. Manajemen Bisnis Logistik Ed. Pertama (1998) Indrajit. Ricardo Eko. 2001. Sistem Informasi dan Teknologi Informasi. Jakarta Gramedia : Ir. M. Budiharjo. 2014. Panduan Menyusun SOP. Swadaya Grup : Jakarta Jensen, V & Rappaport, BA. 2010. The Reality of Drug shortages. New England Journal of Medicine. Sumber : http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMp1005849 Jayani, Siti Nur dan Pudjirahardjo, Widodo J. 2013. Faktor Penyebab Stagnant dan Stock out Bahan Makanan Kering di Instalasi Gizi RSUD Bhakti Dharma Husada Surabaya. FKM UNAIR : Surabaya Maimun, Ali. 2008. Perencanaan Obat Antibiotik Berdasarkan Kombinasi Metode Konsumsi dengan Analisis ABC dan Reorder Point Terhadap Nilai Persediaan dan xix Turn Over Ratio di Instalasi Farmasi RS Darul Istiqomah Kendal. Undip : Semarang. Sumber : http://core.ac.uk/download/pdf/11716263.pdf Makinuddin dan Sasongko. 2006. Analisis Sosial. Akatiga : Bandung. Sumber : https://books.google.co.id/books?id=xRrOr9BPwOEC&pg=PA18&dq=kebijakan+adal ah+menurut+frederich&hl=id&sa=X&ei=gqFeVcbqMtOQuATOv4PYBw&ved=0CBs Q6AEwAA#v=onepage&q=kebijakan%20adalah%20menurut%20frederich&f=false Mellen, Renie Cuyno dan J.Pudjirahardjo, Widodo. 2013. Faktor Penyebab dan Kerugian Akibat Stockout dan Stagnant Obat di Unit Logistik RSU Haji Surabaya. Univ.Airlangga : Surabaya. Sumber : http://journal.unair.ac.id/filerPDF/10.%20Renie%20Cuyno_JAKIv1n1.pdf Milena, dkk. 2013. Effects on Patient Care Caused by Drug Shortages: A Survey. Sumber : http://www.amcp.org/JMCP/2013/Nov-Dec/17317/1033.html Nadia, Frita. 2012. Analisis Pengendalian Persediaan Obat Antibiotik di Gudang Medik RS Puri Cinere tahun 2011. FKM UI : Depok Nova, Iwan, MBA, CPIM, CSCP. 2013. Memahami Safety Stock dan Menguasai Rumusnya. Sumber :http://supplychainindonesia.com/new/memahami-safety-stockdan-menguasai-rumusnya/ Palupiningtyas, Retno. 2014. Analisis Sistem Penyimpanan Obat di Gudang Farmasi RS Mulya Tangerang Tahun 2014. UIN : Jakarta Pratiwi, Amiati. 2009. Stock out Obat di Gudang Perbekalan Kesehatan Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih. FKM UI : Depok. Prihatiningsih, Dina. 2012. Gambaran Sistem Penyimpanan Obat di Gudang Farmasi RS Asri tahun 2011. FKM UI : Depok Prof. Dr. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta : Bandung PMK No.340 tentang Klasifikasi Rumah Sakit PMK No.58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit PMK No. 34 tahun 2014 tentang Pedagang Besar Farmasi PP RI No.4 Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah PP RI No.51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian xx Priyambodo, Bambang.2007. Manajemen Farmasi Industri. Global Pustaka Utama : Yogyakarta Pudjitami, Sri Wahyuni dan Suryawati, Sri. 1998. Dampak Penerapan Metode Economic Order Quantity (EOQ) Terhadap Nilai Persediaan Obat di Instalasi Farmasi RSUD Dr. Moewardi Surakarta. FK UGM : Yogyakarta Suciati, Suci dan Adisasmito, Wiku B.B. 2006. Analisis Perencanaan Obat Berdasarkan ABC Indeks Kritis di Instalasi Farmasi. Jurnal Managemen Pelayanan Kesehatan. IX. Sumber: https://staff.blog.ui.ac.id%2Fwiku-a%2Ffiles%2F2009%2F10%2Fanalisisperencanaan-obat-berdasarkan.pdf Rangkuti, Freddy. 2002. Manajemen Persediaan : Aplikasi di Bidang Bisnis. Rajagrafindo : Jakarta Schroeder. Operations management : contemporary concepts and cases. Second edition. 2003. Mcgraw Hill companies. Seto, S., Nita. Yunita., Triana, Lily. 2004. Manajemen Farmasi. Surabaya: Airlangga University Press. Sulastri. 2012. Pengendalian Persediaan Obat Antibiotik dengan Metode Analisis Pemakaian, Buffer stock dan Reorder Point di Unit Gudang Farmasi RS Haji Jakarta tahun 2011. FKM UI : Depok Syamsuni. 2006. Farmasetika Dasar & Hitungan Farmasi. EGC : Jakarta Sofia, Ananda Ayu. 2003. Analisis Pengendalian Persediaan Obat di Instalasi Farmasi RS Islam Asshobirin Tangerang tahun 2002. Tesis. FKM UI : Depok Utari, Anindita. 2014. Cara Pengendalian Persediaan Obat Paten dengan Metode EOQ, ROP, dan Buffer Stock di RS Zahirah. UIN : Jakarta UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit WHO.2001. Operational Principles For Good Pharmaceutical Procurement. Essential Drugs and Medicines Policy Interagency Pharmaceutical Coordination Group. Geneva. Sumber : www.who.int/3by5/en/who-edm-par-99-5.pdf Yudihardis. 2014. Masih Perlukah Formularium RS. http://www.kompasiana.com/yudihardis/masih-perlukah-formulariumrs_552b0b5f6ea8342c1b552cf7 xxi Sumber : "Gambaran Penyebab Kekosongan Obat Paten dan Upaya Pengendaliannya di Gudang Medis Instalasi Farmasi RSUD Bekasi Pada Triwulan I Tahun 2015" Oleh : AJRINA WINASARI NIM. 1111101000046 PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H / 2015 M xxii LAMPIRAN 1 PEDOMAN TELAAH DOKUMEN (check list) No 5. Jenis Dokumen Profil dan Struktur Organisasi RSUD Kota Bekasi Struktur organisasi Instalasi Farmasi RSUD Kota Bekasi Uraian tugas SDM Kefarmasian dan Bagian Pengadaan SOP terkait kegiatan Pengelolaan Obat dan Pemesanan Cito SK Kegiatan Pengelolaan Obat 6. Daftar Distributor √ 7. DUPADA √ √ 9. Laporan Pemakaian/ Laporan mutasi Obat Paten pada Triwulan 1 Surat Pesanan 10. Data Obat Kadaluarsa √ 11. Laporan Stock Out Obat 12. Data Pemesanan Cito 1. 2. 3. 4. 8. Ada Tidak √ √ √ √ √ √ √ √ xxiii LAMPIRAN 2 Lembar Observasi Bagian I Komponen Input Pengelolaan Obat 1. SDM Hasil No Variabel Observasi 1 Terdapat Kepala Gudang Terdapat Staf Gudang Terdapat Tenaga Teknis kefarmasian SDM Kefarmasian berpendidikan Apoteker/S1/D3/SMF Petugas gudang memulai kegiatan tepat waktu sesuai dengan jam yang telah ditentukan. 2 3 4 5 6 Ya √ √ √ Tidak √ √ Petugas gudang pulang tepat waktu sesuai dengan jam yang telah ditentukan Petugas tidak menunda pekerjaan Petugas melaksanakan kegiatan pengelolaan obat sesuai dengan SOP yang berlaku :  Perencanaan Obat  Pengadaan Obat  Pengawasan Obat  Pengendalian Obat Keterangan √ terkadang mengalami overtime dan mengalami double job √ √ √ √ √ 2. Prosedur / SOP No 1 2 3 4 5 6 7 Hasil Variabel Observasi Ya Deskripsi Kerja SDM Kefarmasian Prosedur Perencanaan Obat Prosedur Pengadaan Obat Prosedur Pengawasan Obat Prosedur Pengendalian Obat Prosedur Stock Opname Prosedur Pemesanan Cito xxiv √ √ √ √ √ √ √ Tidak Keterangan Bagian II Komponen Proses Pengelolaan Obat 1. Perencanaan kebutuhan Obat No 1 2 3 4 5 Variabel Observasi Petugas mengevaluasi obat yang datang dan tidak datang di gudang farmasi Petugas merekap dan menghitung jumlah obat yang dikonsumsi selama 1 bulan Petugas menentukan jumlah kebutuhan obat yang akan dipesan Petugas menentukan distributor yang akan mengirimkan obat Petugas membuat Surat Pemesanan Obat ke distributor Hasil Ya √ Tidak Keterangan √ √ √ √ 2. Pengawasan No 1 2 3 4 Variabel Observasi Petugas melakukan pencatatan secara teratur terhadap obat yang masuk pada kartu stok Petugas melakukan pencatatan secara teratur terhadap obat yang keluar pada kartu stok Petugas melakukan pengaturan suhu udara di gudang Petugas mencatat dan memeriksa tanggal kadaluarsa obat Hasil Ya √ Tidak Keterangan √ √ √ 3. Pengendalian No 1 2 3 Variabel Observasi Petugas melakukan stock opname secara periodik dan berkala Petugas melakukan evaluasi persediaan yang tidak di gunakan (death stock) Petugas melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow moving) xxv Hasil Ya Tidak √ √ √ Keterangan LAMPIRAN 3 Matriks Wawancara NO. Pertanyaan Informan 1 (Ka.Inst.Farmasi) 1. Bagaimana menurut pendapat bapak/ibu mengenai kecukupan jumlah SDM farmasi di rumah sakit? cukup si,kalau dengan jumlahnya ..hanya saja harus disesuaikan juga dengan BOR RS apabila BOR nya meningkat tentu jumlah tenaga juga harus ditambah harusnya..disesuaikan juga dengan jumlah kunjungan pasien.. 2. Bagaimana kesesuaian antara pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki SDM Farmasi dgn pekerjaannya ? sudah sesuai si, sudah terampil dalam bekerjanya, sudah sesuai dengan kualifikasi dan skill yang dimiliki.. Jawaban Informan 2 (Wa.Ka Inst.farmasi) SDM kalau dari standar menurut Permenkes si menurut saya, cukup..tidak,dibilang kekurangan si gak,jadi di lapangan si saling memanfaatkan ya, ada lah yang bilang kurang SDM nya, tapi kalo kenyataan di lapangan mereka menunjukkan sendiri kalo ternyata bukan kurang SDM nya tapi kekompakan timnya yang kurang terjaga, gitu ..tapi memang keliatan nya beban nya agak berat, tapi masih bisa disiasati lah..karena company culture di PNS sama di swasta kan beda yah,kalo menurut saya si ya kemampuan adaptasinya yang cenderung lambat si ya, kalo masalah pengetahuan bisa dikejar.. kalo secara standar si sudah cukup sesuai si ya, yang background nya S1 sudah sesuai dengan cara dia bekerja, ya itu tadi pengaruh ke inisiatif ,ya yang dibutuhin tuh yang inisiatif gak yang teoritis, ada juga yang berpikir dengan uang, kalo ga ada uang ga mau bekerja, bukannya tidak ada uang, tapi uang yang ada tidak sesuai dengan standar yang dibayangkan.. iv Informan 3 (Ka.Gudang) Informan 4 (Ka.UPBJ) Sudah cukup ya, jumlahnya ada 11 Apoteker, 21 TTK, dan 4 Admin melayani 300 bed rawat inap dan poli-poli. Menurut saya, sudah cukup kecuali kalau kita ingin melakukan pengembangan pelayanan seperti mau buka farmasi per ruangan atau buka depo farmasi per gedung/lantai itu kurang.. Menurut saya si kurang ya, kalau dari jumlah si menurut saya kurang sekali..jadi kalau untuk pekerjaan kefarmasian itu kan ada standar pelayanan farmasi dari Kemenkes, yang untuk melakukan standar pelayanan minimal aja itu kita kurang..dari analisa tenaga kita untuk standar dasar aja menurut saya masih kurang untuk tenaga di depo2.. Sudah cukup memadai, soalnya kita sudah melakukan pelatihan dalam 1 tahun sekali. Kalau disini latar belakangnya disini S2 ada 3 orang itu udah farmasi klinis menurut saya sudah sesuai tuh,terus kalau apoteker kan farmasi tuh ada 8 orang, S1 farmasi ada 6 orang dan D3 sama SMF, nah kalo tenaga kesehatan itu kan sekarang ga boleh SMF, yang SMF itu lagi mau di upgrade sesuai peraturan yang berlaku jadi harus kuliah lagi minimal D3. Kalau saat bekerja si kita tiap hari udah begini, kita learning by doing si biasanya. Biasanya kalau ada obat baru, baru kita searching dan pelajari. sesuai si, karena tenaga farmasi kan tenaga fungsional ,nah persyaratan untuk tenaga ini kan ada pendidikan tertentunya ,menurut saya si sudah sesuai hanya jumlah tenaga nya aja yang kurang..karena pekerjaan seorang apoteker nya menjadi merangkap,yang harusnya dilakukan oleh tenaga teknis kefarmasian/asisten apoteker jadi apoteker yang melakukan, kan ada grade/tingkatannya kan..mereka merangkap apoteker dan asisten apoteker juga karena 3. Bagaimana displin kerja SDM dalam melaksanakan tugasnya ? 4. Bagaimana apabila anda melakukan kesalahan dalam pengelolaan obat dirumah sakit? kalau masalah displin si,ya tidak terlalu tepat waktu si kalo untuk petugas farmasi, dateng pas apel si dateng ya tapi biasanya apoteker langsung operan langsung pada rapih2 in deponya, gitu si, saya juga masih memperbaiki kalau untuk ketepatan waktu si ya, ya 50% si pada apel, 50% nya lagi pada beresin depo,ada punya kerjaan laporan langsung kerjain laporan.. yang pasti si pengelolaan obat itukan mulai dari seleksi ya, jadi prosesnya kan banyak tuh ya mulai dari seleksi di KFT, lalu perencanaan,pengadaan, pemeriksaan barang, penerimaan, penyimpanan di gudang sampai distribusi ke depo hingga pelayanan yang bersifat klinis maupun non klinis , nah kesalahannya kita harus tau ada di siklus mana yang salah, nah pernah itu dalam perencanaan ,kan ada data komputerisasi nah dari situ kita lihat stok mutasinya lalu kita bikin DUPADA kan,nah itu terkadang saya ttd tanpa melihat wah itu mah relatif ya, saya sendiri juga gak tepat waktu si kalo dateng, tapi ya ada beberapa yang tepat waktu datang dan tepat waktu juga pulang, tapi ada juga yang terlambat datang tapi pulangnya pas juga ada, tapi ada juga yang modelnya terlambat tapi dia tau diri ,ah saya pulang nya sore ah tanpa menuntut lemburan, ada juga yang ngulur2 waktu biar diitung lemburan, tapi kerjanya gak bener.. salah dalam perencanaan, misalkan salah apabila ada item yang tidak ikut perencanaan bia kita susulkan, atau salah apabila bilangannya terlalu banyak ya tinggal kita revisi, kalo ada penyedia yang tidak bisa direvisi yasudah oh ternyata ini penyedia yang begini ya sudah berarti tidak ada tenggang rasanya,ya jadi distributor itu ya kayak model bisnis lah, ya pada akhirnya kita saling membutuhkan,ya kita pernah mengalami salah perencanaan, karena satu hal item ini kelewat, saya tinggal telpon ke distributor untuk ditambahkan nanti kita revisi SP nya..kalo dibilang sering si ga, tapi pasti aja ada karena itu kan berhubungan dengan metode yang kita gunakan ,yang pernah saya bilang metode kita kan historical(pola konsumsi) jadi berdasarkan v kalau displin kerja SDM si udah bagus, datengnya udah tepat waktu, pulangnya malah suka overtime karena pasien di pelayanan apotik BPJS kan pasiennya banyak banget, nah kan kita selesai kerjanya jam 14.00, nah itu sampai 14.00 pasiennya belum abis masih suka overtime sampai 17.00, sampai habis pasien, karena kalau kita suruh pulang pasien, pasti mereka akan pakai ongkos lagi, pakai tenaga lagi, kalau ada yang nganter, kalau ga ada kan kasihan lagi. Misalnya ada kelebihan jam kerja nanti diajukan ke keuangan untuk dibayarkan. kalau melakukan kesalahan misalnya kesalahan dalam perencanaan maupun penentuan jumlah pesanan biasanya kita bisa memperbaiki dengan cara retur,misalnya salah pesan itu tetap komunikasi dengan distributor daripada tetap kita terima trus nanti ga jalan dengan baik mending kita retur aja gitu. tenaganya kurang,,di farmasi itu kan ada 2 ,tenaga farmasi dan non farmasi ,jadi tenaga non farmasi itu bisa juru racik, juru resep jadi cuman bantu kerjaan tenaga farmasi ,tapi kalau tenaga farmasi nya memang harus sesuai pendidikannya .. karena berdasarkan shift kerja ya ..kalau datang si memang tidak tepat waktu tapi kalau pulang suka lebih soalnya kan faktor pekerjaannya , kalau pekerjaannya masih banyak ya harus diselesaikan dahulu tidak mungkin ditinggalin, kalau yang dirawat jalan kalo pasien masih ada ya di selesain dulu.. jarang ada kesalahan si, soalnya kalau perencanaan itu berdasar kebutuhan dari user RS..biasanya kalo kurang perencanaannya si ya kalo barang nya tidak dikirim ,jadi barang kosong..jadi barang yang dikirimkan/dibutuhkan itu tidak sesuai dengan perencanaan.. dengan lebih teliti obat apa saja yang akan dipesan, nah udah kayak gitu tiba2 di SP ada,padahal kalau dilihat track recordnya ada beberapa obat yang ternyata tidak pernah dipake, ya tapi saya si sebelum menyalahkan ke orang, instropeksi diri dulu, human error.. biasanya juga dilihat cepezet di SP ada tapi ko di Dupada nya tidak ada, yaudah akhirnya mau gak mau diretur aja. Karena alhamdullilah petugas gudang nya itu update info, mba ko pesen ini, oiya ini kan barang nya gak ini ni bisa expired,,gitu contohnya jadi biasanya langsung disambungkan rekanan nya langsung diretur. 5. Faktor apa saja dari faktor SDM yang dapat menghambat kegiatan operasional pengelolaan logistik obat di rumah sakit? Mungkin kurangnya komunikasi kali, tapi yang pasti si harus koordinasi si misalkan ada pegawai yang ingin cuti berarti harus ada yang gantiin, supaya pelayanan juga tetap jalan ke pasien, ya kalau lagi kejadian tiba2 kosong orang gitu jadi orang gudang kadang2 diambil, di bag.penagihan staf nya diambil, jadi kan proses penagihan diundur 1 hari, karena ada staf yang gak masuk. histori data, jadi data itu pemakaian bulan kemarin kita prediksikan sampai pemakaian bulan berjalan dijumlahkan sampai akhir bulan, lalu kita tambahkan buffer 10-30% biasanya itu untuk menjaga keterlambatan pengiriman,itu kan teorinya tuh,tapi kenyataan apa kenapa meleset, 1)misalkan ada perubahan pola konsumsi obat ,2) ada keterlambatan pengiriman, 3)ada kekosongan barang ,artinya merusak polanya,nah kalo itu terjadi biasanya obat itu yang kita biasanya gunakan tapi ada salah satu terjadi misalkan kekosongan obat, akhirnya kan data kita gak punya histori,nah ketika saya ambil data historinya bulan kemarin yang ada kekosongan dia gak ikut datanya, kita kan item nya banyak jadi saya kan gak bisa liat satu2 ,jadi saya kan pake metode excel aja itungnya, saya filter data yang saya butuhkan tapi untuk memperkecil kesalahan tuh saya pasti koordinasikan dengan gudang, nah kadang kan ka.gudang suka nambahin/kurangin,nah nanti terakhir ke ka.instalasi, jadi ada filtrasi berjenjang,saling melengkapi,nah dari ka.instalasi baru UPBJ untuk dijadikan SP Pengetahuan dan inisiatif ,kalo orang yang tidak inisiatif,begitu tau obat kosong pasti dia diem aja, kenapa pengetahuan yaitu dukungan kalo ada obat yang harus diganti dia harus tau substitusinya apa, intinya si inisiatif ya, kalo pengetahuan ya berhubungan,kalo inisiatif ya dia kan mencari kalo dia mencari kan pasti nambah pengetahuan kan gitu, inisiatif si intinya menurut saya begitu.. vi Paling salah pemberian obat paling ya,kelalaian dalam pemberian obat seperti obat LASA, jadi rupa nya mirip tapi dosisnya beda atau ada obat yang tercampur itu kadang salah pemberian,makanya suka dipisahin, kalau mencegah salah pemberian pada obat high alert tuh bakal fatal apabila salah, tuh kita pisahkan penempatannya. Kelalaian juga bisa disebabkan kalau banyak personil yang ga masuk, beban kerja kan jadi nambah jadi ketelitian seseorang berkurang jadi lalai. . ya biasanya pegawai baru yang kurang pengetahuannya gitu si ..tapi lama kelamaan dia belajar dari atasannya.. 6. Masalah apa pada faktor SDM yang sering terjadi dalam kegiatan pengelolaan obat yang dapat menyebabkan terjadinya stock out ? Kapan masalah terjadi ? Mengapa masalah itu terjadi ? Bagaimana masalah itu terjadi? Apa yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah tsb? ya, itu tadi yaa kalau kita kurang teliti dalam memesan nya ,misalnya di DUPADA tidak ada tapi untungnya sama orang gudang sering langsung ketauan, dan akhirnya langsung bilang ke rekanan dan bisa untuk langsug dipesan.. tidak si ya..kalo dari kita relatif gak ya, ya kalo stok obatnya kosong kalo dari sisi data itu selama ada mutasi pasti ikut ,kecuali data nya udah saya masukin ke perencanaan ni misalnya 3000 dengan buffer menjadi 5000,ini tidak datang jadi kan 0 tuh, nah waktu ambil histori data nya ini jadi gak ikut,karena data nya kan banyak tuh, dianggap bulan ini tidak ada pemasukan jadi tidak ada penggunaan, berarti bulan depan saya tidak merencanakan dong,nah itu lebih kesitu, jadi kalo sdm menurut saya si tidak ada.. 1. Berapa jumlah anggaran yang disediakan untuk kegiatan pengelolaan obat dirumah sakit ? atau berapa persen anggaran obat dalam perincian anggaran? kalau itu kan,sebelumnya ada usulan dari perencanaan, jadi kita terima jadi si, paling saya tinggal koordinasi si ke keuangan minta tolong bu ini obat ini pasiennya udah sering dateng tapi distributor ini udah ke lock gak bisa kirim barang, kan sering ya pasien dijanjiin obat,pasiennya udah banyak bgt,minta tolong yang ini diberi kebijakan untuk dibayar terlebih dahulu supaya pasien gak teriak2, kan kebanyakan pasien BPJS.. kalo jumlah anggaran si tidak akan pernah cukup ya, kita memaksimalkan anggaran yang ada saja, jangan sampai anggaran besar dibuat untuk anggaran yang tidak perlu, kalau anggaran nya sedikit ya kita cukup2kan, tapi udah cukup si tapi ya seiring waktu ya pasti berkurang karena pengembangan, konsumsi meningkat, pasien bertambah pasti berkurang, jadi anggaran dicukupkan kalau bicara kurang,ya kurang, bisa jadi tidak efisien disitu hanya menghabiskan anggaran..Kalau nominalnya si saya tidak tahu ya. Biasanya keuangan yang lebih tau, dan bag.perencanaan. tidak ada si, biasanya dari faktor eksternal kalau stock out si .. ya memang pengaruh juga si dari SDM nya, misalnya dalam pemesanan obat yang branded ,trus ga ada obatnya,kalau gak tau pengganti obatnya jadi tar dikira obatnya kosong padahal ada merk lain..bisa aja di ganti kan asal komposisi nya sama, tapi merk nya aja yang ga ada.. ketidaktelitian si juga pernah, salah pengetikan misalnya kita tidak tau jumlah perkemasan nya berapa,pernah si kita kelebihan dan kekurangan pemesanan, soalnya kita kan per satuan kalo pemesanan..karena perencanan kita pake histori,lalu di komputernya tidak pernah ada pemakaian/pegeluaran akhirnya tidak kita pesen padahal sebenernya obat itu masih dibutuhkan,gitu.. Dana vii ooh, kalau anggaran saya tidak tau... ± 24 M untuk obat Obat paling besar ya, itu hampir 1/3 dari seluruh anggaran RS .. 2. 3. 4. Berasal darimana sumber anggaran untuk kegiatan pengelolaan obat dirumah sakit? Apakah terdapat anggaran khusus untuk pemesanan obat secara cito atau obat yang mengalami stock out ? anggaran BLUD dari rumah sakit si ya.. ada yang dari BLUD, APBD dan APBN, bantuan bisa dari program pemerintah, sebenernya ada nilainya, tapi saya tahunya nol. berasal dari dana BLUD, APBD dan donasi. sumber dana dari BLUD , khusus obat PTRM, VCT itu dari APBN, ada juga yang hibah/bantuan seperti vaksin, obat HIV .. ada, anggaran nya jadi obat yang sudah dipesan cito di buat SPJ nya dulu baru ditagihkan ke keuangan.. ada, anggaran dan peraturan untuk pemesanan cito. Iya, jadi obat yang cito diberikan kuintansinya ke keuangan, baru dibayarkan. tidak ada deh, jadi kita pesen aja nanti baru diganti oleh keuangan ..dulu pernah mengajukan dana darurat gitu tapi tidak disetujuin ,jadi tidak ada si .. Faktor apa dari faktor dana yang dapat menghambat kegiatan operasional pengelolaan logistik obat di rumah sakit? ketersediaan anggaran si ,kalau anggaran nya kurang ya pasti perencanaan obat juga pasti otomatis terhambat.. setau saya ada, itu order by phone ,kalo anggarannya tidak terlalu dimasalahkan yang penting ada barangnya dulu..untuk menekan anggaran juga jadi gak sembarangan apotik,pasti klo apotik lebih mahal,tapi kalo diluar apotik yang belum kerjasama lebih liar lagi harganya.Kalo di apotik tidak ada juga ,kita hanya bisa meminta tolong pasien meninggalkan nomor telp. Jadi bpom membatasi pembeliannya, jadi kita kosong sekarang,kalo pasien kan kadang kita nyaranin kalo gak keberatan si ya silakan beli diluar,dari sisi value kan murah, cuman kalo mereka ga mau ya gak salah mereka kan punya hak, kita yang punya kewajiban,tapi kita kan tetep berusaha ,ada yang marah2 ya ada.. ya ada lah ya, ya dari pembayaran ,penyedia itu kan bisnis ,ya kalo pembayarannya ga lancar ya pasti menghambatlah.. misalnya kalau ada hutang, apabila ada distributor A sudah kirim barang namun belum dibayar oleh RS, belum dibayar ini bisa dikarenakan kurang lengkap berkas atau anggaran habis. Kalau kurang lengkap bisa dikarenakan distributor A belum melengkapi administrasi yang harus dilengkapi dari sebuah distributor untuk mendapatkan pembayaran dari RS seperti faktur pajak, npwp, dll. Jadi distributor tsb ke-lock(tidak bisa mengirim) untuk mengirim barang ke RSUD. Kalau anggaran habis, ada anggaran tambahan tapi belum di-acc oleh pemda, jadi gak bisa dibayar. Distributor jdi tidak bisa mengirim apabila rs belum bayar karena ambang hutang rsud ke distributor tsb sudah tercapai entah nominalnya atau waktunya. ya anggarannya habis, makanya pembayarannya yang bikin pengadaan nya terhambat kan ,karena anggarannya belum cair, awal tahun/akhir tahun anggaran udah abis.. viii 5. Masalah apa pada faktor dana yang menyebabkan terjadinya stock out ? kapan masalah terjadi ? mengapa masalah itu terjadi ? Bagaimana masalah itu terjadi? Apa yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah tsb? ya itu tadi si, kurangnya dana dalam pembayaran ke RSUD, distributor jadi tidak mengirim barang kalau tidak ada pembayaran.. ya cashflownya RS ada atau tidak ,misalkan ada tapi kalau belum disahkan ,RS punya dana darimana. Artinya kan pembayaran kita tidak lancar, artinya kita punya hutang, ya distributornya tidak mau mengirim ya karena pembayaran nya tidak terselesaikan, ya gitu si setau saya. 1. Apakah selama pelaksanaan kegiatan pengelolaan obat yang dilakukan sudah mengacu dan sesuai standar SOP yang ada? Jika iya sudah sesuai sih ya, kita kan pake yang prosedur dari ISO itu ya, jadi udah dilakuin semua.. sudah sesuai si menurut saya. . Kalau di faktur itu jatuh tempo misalnya 21 hari, selama 21 hari ini rsud tidak bisa bayar, langsung distributor tidak bisa mengirim. Kalau nominal misal apabila sudah mencapai 100jt hutangnya maka distributor ke lock untuk mengirim barang.Sampai sekarang ni ada 2 distributor yang ke-lock yaitu ada Enseval dan Tiara Kencana karena belum ada pembayaran. ya hutang itu si ya, menurut saya .. Anggarannya terbatas, jatohnya hutang, jadi dibayar anggaran tahun berikutnya, , ada beberapa distributor yang fleksibel ya, kayak merk BUMN dan pemerintah soalnya mereka kan lebih fleksibel,kalau swasta atau RS kecil biasanya langsung di lock tidak bisa ngirim barangnya..sering, masalah pengadaan ya biasanya karena pembayaran, jadi jatuh tempo pembayarannya itu melebihi batas waktu tanggal jatuh temponya ,mereka otomatis me-lock,itu faktor utamanya si anggaran nya dan dananya.. hampir rata2 semua distributor bakal ngelock kalau tidak dibayar, soalnya kan itu cash flownya mereka. Prosedur Sudah sesuai dengan sop semua kita. . ix kalau SOP Pengadaan si menurut saya sudah, soalnya kalau RS Pemerintah kan mengacu pada Peraturan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Perpres no.4 th 2015 yang terbaru, tapi karena RSUD Bekasi ini BLUD ya jadi ada fleksibilitasnya, jadi dasarnya itu kita tidak, Mengapa dan bagaimana hal itu dapat terjadi? 2. Apakah terdapat kendala atau hambatan dalam pelaksanaan prosedur persediaan obat ? tidak ada si , semua lancar alhamdullilah.. kalau prosedur si ya enggak seperti itu2 aja, tapi ya mungkin itu realisasi nya si, tapi gak pernah menghambat si prosedur disini. karena prosedur itu ada kan untuk melindungi kita dalam bekerja ya,itu makanya kita tidak pernah bikin sop yang muluk2, dan yang ribet. Istilahnya SP kan tulis apa yang kamu kerjakan, kerjakan apa yang kamu tulis, kamu yang tulis ,kamu juga yang menjalankan ,jangan ampe dibikin repot gitu kan,karena kan kamu yang mengerjakan juga. tidak ada, selama ini koordinasi baik dan lancar. . 3. Siapa sajakah yang menetapkan prosedur kerja tsb ? kemaren si Ka.instalasi dan Wa.Ka instalasi, baru disetujui Direktur.. Ka. Instalasi farmasi disetujui/disahkan oleh Direktur.. 4. Bagaimana sosialisasi prosedur pengelolaan obat kepada SDM ? jadi, semua prosedur dicopy dan sebar kepada SDM farmasi untuk dipelajari dan diterapkan.. kalo untuk farmasi ya Ka.instalasi farmasi, kalo prosedur yang berhubungan dengan UPBJ, ya Ka.UPBJ, dengan berkoordinasi juga dengan bagian terkait,artinya dalam kita membuat prosedur seperti ini, ka.instalasi memberitahu ke unit terkait ,biar unit lain tahu bahwa prosedur kita kayak gini, artinya biar sinkron kan tidak saling tolak-menolak.. SOP dibagikan dan dipelajari masingmasing, sebenernya prosedur itu kan apa yang kita kerjakan sehari2 bukan apa yang ada di awang2..ya walau kegiatan sehari2 terkadang masih ada kesalahan2 kecil yang dilakukan makanya dilindungi oleh prosedur ya tujuannya itu, bahwa yang kita kerjakan itu ya sesuai SOP.. 5. Apakah ada prosedur tentang kekosongan obat dan pemesanan cito Ada, ada SOP nya ko, ada di gudang farmasi.. langkah-langkahnya : jadi pas kita memesan di jalur online Ada ko, pelaksanaanya ya ketika ada kebutuhan yang cito ya kita bikinkan PO nya tapi terkadang PO itu nanti, cito itu kan by phone minta untuk kirim barang dulu PO x dan disosialiasasikan lewat rapat pastinya, lalu dicopy kan ke sesuai jumlah SDM, nanti dibagikan dan dipelajari masing2, nanti kalau ada tambahan dan dirasa perlu nanti ditambahin ke lampiran. Tapi kalau sudah disetujui direktur si sudah tidak ada tambahan, tapi pernah juga prosedur di rapat in dulu bersama baru disetujui Direktur. Ada, dan sudah berjalan sesuai dengan prosedurnya. . mengacu pada Kepwal dasarnya Pengadaannya, ini yang terakhir Kepwal 445/th 2015 tentang Pengadaan Barang dan Jasa.. kalau untuk pengadaan obat si prosedurnya sudah mudah dan fleksibilitas jadi tidak ada hambatan berarti, kalau kendala si paling di pembayaran dan distributor yang tidak mengirim aja..Formularium RS belum pernah jalan si, jadi kita mengacu di Fornas saja, obat2 yang yang di luar Fornas yang beredar di RS harusnya dasarnya kan masuk Formulairum RS, tidak boleh perbekalan farmasi di RS itu kalau tidak ada dasar pengadaannya.. Kalau prosedur pengadaan yang bikin UPBJ, kalo prosedur perencanaan nya sesuai masing2 kebutuhan unitnya,kalo kebutuhan farmasi yang bikin farmasi.. di UPBJ itu status pegawainya ada 2, 1) statusnya sebagai pejabat pengadaan, pejabat pengadaan harus mengetahui aturan2 terkait pengadaan, sedangkan 2)pelaksana administrasi hanya mengerjakan prosedur yang harus mereka ketahui itu tentang pelaksanan administrasinya.. Ada, di bag.farmasi ..pemesanannya dari instalasi farmasi langsung ke apotik yang sudah kerjasama dengan RSUD, lalu barang nya dikirim, 6. di gudang farmasi ? bagaimana pelaksanaan terhadap prosedur tersebut di gudang farmasi ? Faktor apa saja dari faktor prosedur yang dapat menghambat kegiatan operasional pengelolaan logistik obat di rumah sakit? tidak datang, jalur offline juga tdk datang , reguler juga tidak datang, jadi akhirnya kita cito ke apotek.. tidak ada si, prosedur disini sudah sesuai dengan standar jadi penerapannya juga memudahkan petugas.. nya nanti,pas barang dateng baru kita kasih POnya atau terkadang saat mereka minta tagihan baru dia minta PO nya. Yang penting kan kesepakatan dengan kitanya dan pertanggung jawabannya artinya ketika kita pesen sesuai dengan PO. tidak ada si .. Kosong stok dari rekanan si biasanya .. kalau dari prosedur si , tidak ada ya. .prosedur disini sudah memudahkan sih 7. Masalah apa pada faktor prosedur yang menyebabkan terjadinya stock out ? tidak ada si kayaknya ya.. tidak ada si , prosedur kita ringkas ko, gak aneh2 ... 8. 1. Apakah ada kebijakan strategis tertentu yang mengatur pengelolaan persediaan obat di gudang farmasi ? jika ada, kebijakan yang pasti si BPJS nya aja suruh tepat waktu dalam melakukan pembayaran, dari tagihan bulan September loh 7bulan, padahal tagihannya udah dibuat untuk obat kronis,jadi tinggal dibayarkan, tapi sampai sekarang tidak dibayarkan, nah setau saya SK itu ada si ya, tapi Ka.instalasi yang tau. . barangnya langsung dibayar, lalu kita buatkan tagihannya, dikerjakan oleh pelaksanan administrasi di UPBJ untuk mengganti membayarkan penagihan yang cito.. kalau prosedur pengadaan si di administrasinya, kalau di swasta itu kalau pengadaan kan gak mau ribet ya, kalau RS.pemerintah itu kan harus ada proses administrasinya yang panjang.. kalau swasta kita tinggal milih barang nya lalu nego harga ,kemudian dibayarkan..biasanya penyedia juga gak mau ribet dan agak males untuk kerjasama dgn RSUD dengan masalah administrasi di RS.pemerintah yang panjang..untuk pembayarannya jadi lama, dengan administrasi yang lama, pembayarannya juga belum tentu tepat waktu .. ya itu si prosedur administrasi nya yang panjang.. Kebijakan xi Ada kebijakan rumah sakit terkait pengelolaan sediaan farmasi, trus ada juga SOP. SK Pengelolaan farmasi tahun 2013. tidak ada si .. apa saja ? bagaimana kebijakan tersebut diterapkan? untuk distributor yang online dan besar masih mau untuk mengirim barang walau belum dibayar,kalo yg offline juga walau kehalang omset dia masih tetap buka aja,jadi kita manfaatkan sebaik2nya.. tidak ada si yaa.. 9. 2. Faktor apa saja dari kebijakan yang dapat menghambat kegiatan operasional logistik obat ? 10.3. Masalah apa pada kebijakan yang menyebabkan terjadinya stock out ? tidak ada si yaa.. ya ada, ya contohnya masalah ketersediaan barang, pasien meningkat tapi ketersediaan barang nya kurang, contohnya BPJS di ecatalog obat ini belinya di ini kan, yang harganya murah tapi nyatanya kan tidak sanggup menyediakan barang yang ada, artinya ada ketidaksesuaian dengan rencana dengan realisasinya ada yang kayak gitu atau pengirimannya lambat. 11.1. Ada berapa jumlah distributor di RSUD Bekasi ? apakah ada datanya ? Bagaimana pertimbangan dalam pemilihan distributor? kalau jumlahnya saya kurang update ya mba..data nya ada ko digudang.. kurang lebih 20an penyedia lah.. pemilihannya yang pertama ya Harga, yang kedua kualitas barang, yang ketiga service artinya barang cepat datang , pada saat komplain kita cepat penanganan .. kayaknya gak ada si, kebijakan itu kan untuk mempermudah pelayanan kan ,kebijakan sering kali kan bisa mencakup prosedur tidak ada, kalau untuk kebijakan nasional , ada peraturan bpom yang membatasi pembelian obat-obat keras ttt dari apotik walaupun untuk rs pemerintah seperti misalnya ada obat untuk poli jiwa yang narkotik itu dibatasi pengirimannya karena ada suatu kasus waktu itu obatnya tersebar luas, jadi kita belum terima lagi obatnya padahal udah kosong dan banyak dibutuhin sekarang.. ya, itu si ya dari kebijakan nasional aja.. tidak ada si .. ada sekitar 10 distributor utama.. ada beberapa obat yang harus distributor tunggal,, yg kedua apabila ada produk obat yang sama biasanya generik kita pilih yang harga nya lebih murah. Setelah kita compare harga mana yang lebih murah kemudian yang ketiga kita lihat kemudahan pengiriman, terus pelayanan purna jual, artinya misalkan ada barang kita yang expired ada barang kita yang rusak kita bisa lakukan retur, distributor obat dan BHP itu kurang lebih 53 sudah termasuk subdis dan lab dan radiologi .. apotik yang kerjasama ada 2 si .. itu mereka pertama harus distributor utama, kedua masalah harga, harga barang, dan izin itu harus memenuhi izin.. itu saya ambil distributor utama dulu, kalau tidak ada ke dis. lain ,kalau tidak ada baru ke sub-dis.. kalo harga itu bisa di negoisasi lah,, tidak ada si yaa.. Distributor pemilihan dstributor semenjak ada e-catalogue jadi kacau , maksudnya kacau dalam arti kata entah itu obat punya distributor siapa itu bisa dateng, ,bukan kacau juga si jadi lebih banyak distributor yang kesini xii 12.2. Bagaimana proses distributor/PBF dalam mendapatkan izin dirumah sakit ? 13.3. Faktor apa saja dari distributor yang dapat menghambat kegiatan operasional logistik obat ? karena ada e-catalogue itu jadi otomatis distributor telah memenuhi standar di inginkan oleh user yaitu pihak N-user (yang langsung bersentuhan dengan barang yang digunakan)misalnya contohnya disposible ada yang kurang tajam tapi kalau dia udah masuk e-catalogue kan mau gak mau kan walaupun kita gak kenal dia ya..akhirnya semua lewat epurchasing kadang N-user nya kalau gak bersedia pakai dan produknya jelek kasihan nusernya kan ,memang si harganya murah tapi kualitas nya juga gak begitu bagus kalo distributor persyaratannya saya ga tau ya, yang pasti dari pengalaman si yang baik dan bisa terus mengirim tnpa ada hambatan,kalo yang lain si legowo aja, kalo ada yg bisa kirim ya langsung kirim .. aku gak tau , yang pasti itu bisa jadi yang kata mas andy bilang menentukan akhir SP itu seminggu katanya si dari distributornya , ya kalo cuman 7hari tujuan si baik si kalo dis tidak bisa kirim kita langsung bisa cari dis lain, lebih awal. mudah gitu. Karena ada beberapa distributor yang sistem pembelian nya putus gitu, artinya kalau udah dibeli mau rusak kek, mau kurang kek, dia gak mau peduli, itu sistem beli putus namanya. Yang kita harapkan adalah distributor yang bisa memberikan purna jual.. ya cukup ini aja company profile, dan kartu penawaran. ke UPBJ itu mah nanyanya ... jadi mereka daftar ,menyiapkan dokumen kelengkapan perusahaan, dan harus sesuai dengan standar persyaratan penyedia .. ya service tadi ,keterlambatan pengiriman barang kekosongan stok, ketidaksesuaian barang dengan yang diminta, kadang kan orang gitu ,kadang kita pesen merk A nya yang dikirimnya bukannya merk A, atau merk A kemasannya rusak,ada yang berdalih kan murah pak yang kayak gitu ada,yang penting kan ada barang nya pak yang gitu ada. Jadi kalo gak jeli ya kayak gitu,,jadi saat dibutuhkan obatnya kosong karena terlambat datang kosong gudang distributor , barang nya ada tapi masih dipusat belum bisa dikirim, misalnya pusatnya jakarta, nah disini kan ada cabang2 nya tuh, trus yang kedua itu kenaikan harga misalnya kita pesen ni,kita masih ikutin harga kemarin, ternyata dia ada perubahan harga, dia akan menunda pengiriman dulu sampai deal harga nya pas sama kita perubahan harganya , gitu... bisa 3-4x itu kenaikan harga dalam 1tahun. . yaa itu sih tadi yaa, dia harus dapat operan dari cabang lain, nah itu kan butuh waktu , trus harga baru, udah itu aja .. paling kalau distributor itu , paling barang kosong..selain tidak dikirim karena di lock ya.. jadi kita alihkan ke distributor lain akhirnya .. xiii 14.4. Masalah apa pada distributor yang menyebabkan terjadinya stock out ? mengapa masalah itu terjadi ? Bagaimana masalah itu terjadi? Apa yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah tsb? obat ditarik dari peredaran, distributornya di audit BPOM, perpanjangan kredit misalnya selama 6bulan kan distributor tidak dibayar.. 15. Bagaimana apabila distributor terlambat dalam mendistribusikan obat ? Apakah ada denda/pemutusan kontrak bagi distributor? Apakah ada biaya tambahan yang dikeluarkan apabila ada keterlambatan? seharusnya ada tuh, kan di perpres no. 4 th 2015 ttg pengadaan barang dan jasa ,kalau tidak mengirim barang harusnya bisa tuh ada denda 500% dari nilai omset, banyak yang kayak gitu,bilangnya dateng,pesen di e-catalogue udah, harganya memang murah ,tapi ga dateng ,pesan offline ga ada juga stok nya,akhirnya cito, kan bisa berapa kali lipat mahalnya kan..ya biaya tambahan misalnya pasien jadi bolak balik mengecek obat, ada beberapa operasi yang tertunda kalau tidak koordinasi sebelumnya loh ketika kita pesen kassa di e-catalog gak dateng2, ketika mau pesen yang manual dia udah gak nyiapin kassa lagi karena tidak ada orderan kan dari RS,jadi akhirnya cito juga ke apotik.. 1. ya keterlambatan , keterlambatan gitu kan merusak pola konsumsi saya,saya sudah bikin pemesanann tgal 30, harapannya tgal 1-2 udah dateng karena pasien udah butuh, begitu terlambat kirim tanpa pemberitahuan lagi ,aplg udah gak kirim ga ngasih tau lagi, ngasih tau telat, sudah kosong pak, wah itu gimana coba sedangkan pasien udah butuh.. ada 1-2 lah distributor yang kayak gitu..tapi 1 aja kan bikin nyelekit gitu karena merusak yang lain, merusak ketenangan bekerja juga ,ya pemecahannya pada akhirnya kita mencari penyedia lain, dan kita beri catetan ke penyedia yang tadi, jadi warninglah ternyata pelayanan dia kurang baik lah. kalo denda bukan kewenangan saya si yaa, ya sejauh ini saya cuman cukup tau, jadi milih2 lagi, dan berpikir ulang kalo ke penyedia yang begitu. Tidak ada perjanjian si, ya itu sebelumnya memang harus diketahui kedua belah pihak, apabila dia mau kerja lama dengan kita ya pasti dia tidak ingin hit and run gitu kan, mereka tidak berusaha menjaga hubungan untuk kerjasama yang baik, saling membutuhkan saja sebenernya .. xiv ga ada sih yaa, ya itu tadi karena kosong di gudang distributor jadi mereka terlambat dalam pengiriman ke rs, karena kita butuh, yaa tetap kita harus nunggu,ya itu kan artinya keterlambatan,tapi dia ga dapet denda atau apa, jadi kita yang harus nunggu. Tidak ada biaya yang keluar selama distributor terlambat melakukan pengiriman. kekosongan dari stok distributornya si .. tidak si ya kayaknya, kurang tau juga saya kalo itu .. tidak ada si .. tapi biasanya produk2 dari e-catalog ada ketentuannya , tapi gak kita jalankan si, biasanya produk2 dari e-catalog ada yang memberlakukan itu, kalau tidak bisa memenuhi kebutuhan barang itu bakal di black list.. tidak ada biaya tambahan si .. Perencanaan Persediaan 16.1. Bagaimana proses perencanaan persediaan dan penentuan kebutuhan obat di instalasi farmasi ? metode apa yang digunakan dalam perencanaan ? apakah ada metode khusus dlm menentukan jumlah pemesanan ? Siapa saja yang terlibat dalam penentuan kebutuhan? Bikin Dupada dulu kan lewat gudang farmasi ,pake metodenya metode perencanaan yang ada, metode konsumsi ,metode just in time untuk obatobat yang sangat mahal ketika ada kebutuhan baru dipesen, sama pola penyakit paling.. tidak ada metode khusus si, paling kalau misalnya ada perubahan jenis obat misalnya mau make obat ttt kita rapatin aja dengan instalasi terkait supaya pas perencanaan bisa diajukan.. dengan metode mengambil histori data ,berdasarkan data pemakaian bulan berjalan kemudian saya prediksikan sampai akhir bulan, kita ambil data tgal 20 tapi kalo ambil sebulan hingga tgal 30 kan berarti 3/2 nya,angka mutasi dikalikan 3/2 lalu ditambahkan buffer 30%,itu untuk mengantisipasi ada nya lonjakan perubahan, harapannya kan barang dateng persis tgal 12 kan, ternyata dia dateng tidak tanggal 1 misalkan ,misalkan dateng tgal 10, barang sudah habis tgal 3, nah sampe tgal 20 itu kan ada konsumsi kan, otomatis konsumsi kurang kan, itu kenapa merusak pola perencanaan ..metode khusus, paling untuk obat baru ada rekomendasi khusus dari (user) dokter.. yaa dari depo-depo yang mengusulkan pemesanan ke gudang dengan melihat record konsumsi obat sebelumnya, merekomendasi ni dokter ini suka pake obat ini tolong dipesankan ya mba,gitu.. xv jadi, kita lihat stok akhir bulan gudang, kita lihat mutasi sebulan untuk obat itu berapa, nah nanti ditambah sama buffer stock, contoh Paracetamol tablet stok akhir nya 1000 , lalu mutasi keluar 3000, berarti 3000-1000 = 2000, 2000 + buffer stock , kalau kita biasa pake 20-30% dari mutasi akhir. Metodenya pake metode konsumsi,, Kalau metode khusus, paling untuk obatobat yang donasi itu kan kita gak pakai konsumsi, jadi kita lihat kalau stok habis baru kita minta ke dinas,kalau untuk obat-obat life saving obat2 yang wajib ada itu,kadang konsumsi sedikit, tapi kita untuk mencapai buffer stock itu kita penuhin aja sesuai buffer stock itu. Jadi misalkan untuk obat life saving walaupun ada dan tidak ada kasus kita harus tetap punya buffer stock untuk itu, harus tersedia. Karena obat wajib dirumah sakit itu, tapi kalau buffer stock nya masih mencukupi berarti kita gak pesan. .Dan ada juga memo dari dokter, jadi gini misalkan ada obat baru, kan harusnya masuk KFT dahulu untuk masuk formularium rumah sakit baru dipesan, nah kalau dikita kan formularium RS nya gak terlalu jalan jadi kalau ada obat baru si dokter ini memberikan memo kepada Ka. Instalasi untuk menyediakan obat-obatan tsb, karena obat2 tsb ada pasiennya gitu, nah nanti ka.instalasi nya akan menambahkan obat tsb dalam daftar pengadaan, walaupun belum ada konsumsi pada bulan sebelumnya.. biasanya si dari pola konsumsi dari bulan sebelumnya aja,lalu ditambahin 30% dari jumlah yang dipesan..dari komputernya aja si lihat stoknya..yang terlibat itu biasanya usernya dan dari unit pelayanannya misalnya dari depo farmasi ada permintaan, dari ruangan juga mengajukan mereka butuhnya berapa baru diajukan ke bag.perencanaan di instalasi farmasi..itu datanya udah real, sementara kalau petugas perencana hanya melihat stok data komputer sementara data di komputer itu tidak mencerminkan kebutuhan sebenarnya untuk membuat perencanaan.. 17.2. Apa saja hal-hal yang harus dipertimbangkan ketika membuat perencanaan kebutuhan obat di gudang farmasi ? Berapa lead time dari waktu pemesanan obat sampai obat datang di gudang farmasi ? kondisi penyimpanan si, kapasitasnya dalam penyimpanan gitu, dan sisa stock paling.. pertimbangan ya itu kemampuan penyedia untuk menyediakan, yang kedua spesifikasi barang yang jadi pertimbangan, yang ketiga ketepatan barang datang,seperti itu. . biasanya si SP berlaku 7-10 hari, kalo sampai barang datang si 3-7 hari lah, kalo lebih dari 710 hari kan baru SP nya diganti lagi.. kalo dari pemesanan hingga obat datang itu biasanya , 2-3 hari si paling .. 19.4. Berapa biaya yang harus dikeluarkan dalam melakukan pemesanan ? Kapan jadwal pembelian atau pemesanan obat dilakukan di gudang farmasi ? kalau yang online iya di telefon, ngprint juga , sekarang 50%50% si .. kalau itu si gak dihitung, kalo telepon si jarang ya, kebanyakan rekanan yang kesini untuk ambil SP nya, kalo mereka yang ambil sendiri kan mereka yang aktif kalo minta tambah ini, atau kurang ini..jadwal si biasanya saya pesan di akhir bulan, setiap sebulan sekali..kalo ada cito ya dipesan by phone.. 20.5. kendala apa saja yang dapat menghambat proses Yang pasti ketika bulan Juli misalkan ada obat yang tidak datang ,pas mau bikin perencanaan itu kalau kita ambil kekhawatiran perencanaan tidak sesuai dengan realisasi, direncanakan tidak dikirim, pasien udah teriak-teriak, lalu ada negoisasi , lalu distribusi tidak konfirmasi mau kirim 18.3. xvi saldo yang tersisa, anggaran, dan ketersediaan tempat penyimpanan, kalau pesannya banyak2 banget kan tempatnya harus di perhatikan ,muat atau gak..Sama riwayat konsumsi obat ,kalau riwayat kemaren konsumsinya sedikit,masa iya kita pesen nya banyak. biasanya kita kasih SP itu diakhir bulan nanti dia biasanya kita kasih waktu 2 minggu pertama, nanti 2 minggu dia gak dateng2 nanti kita alih in, kalau distributor besar otomatis dia kirim 2-3 hari. Biasanya kalau 2minggu itu waktu terakhir ya, masih ada yang 2minggu karena biasanya disananya kosong.. biaya pemesanan = oooh, ga ada diitung , biasanya rekanan yang dateng untuk ambil SP , tapi biasanya juga kita telepon atau sms, pak nih ada SP, bpak ambil ya, gitu.. pemesanan obat sebulan sekali setiap akhir bulan, kecuali cito yaa.. kendala, kan gini kita pakai sistem komputer, jadi kita lihat tuh riwayat pengeluaran obat kemaren2 kan berapa, kalau obat itu bulan kemaren tidak lama pengiriman, ketersediaan barang, dan pengiriman dari distributornya..kalau kita udah bikin perencanaan tapi distributornya tidak bisa mengirim ya percuma.. kalau sampai obat dateng si 3 hari lah paling lama .. tidak ada si..biasanya si mereka langsung dateng si distributornya.. kalau gudang untuk memesan obat si cuman pake telepon, kertas dan tinta printer doang paling.. kira2 3menit an aja si, gak lama, kalo ada pesanan saja, kalau kertas si untuk SP kira2 ada 2 lembar dengan Dupada.. Kalau tinta printer sebulan belum abis, bisa 2 bulanan baru abis ..” setiap akhir bulan atau sesuai kebutuhannya ,jadi kalau ada kebutuhannya tapi barang habis, bisa langsung dipesan,, gak perlu nunggu akhir bulan, karena obatnya sering disubtitusi kan..itu secara sistem ga terdeteksi kan kalau mau liat realnya kan kita harus liat lembar resepnya kan, apa si yang dibutuhkan oleh pasien..karena secara sistem tu tidak terdeteksi kan masalah stok yang tidak terbaca aja si, jadi obat yang sebenarnya dibutuhin tapi tidak ikut dipesan karena obat tersebut tidak ada perencanaan obat di gudang? 21. Masalah apa pada fungsi perencanaan yang menyebabkan terjadinya stock out ? kapan masalah itu terjadi ? mengapa masalah itu terjadi ? Bagaimana mengatasinya? 22. Bagaimana proses pengadaan dilakukan ? metode apa yang digunakan dalam pengadaan? sumber datanya cuman bulan Juli bisa tidak terbawa item itu ,tidak terpesan lagi, karena kosong di bulan Juli, nah kendalanya itu jadi kita harus ambil data paling lama 6 bulan lah, supaya yang udah tidak datang lama itu bisa tetap kebawa datanya ,pake rata-rata data penggunaan 6 bulan konsumsi, sambil ditanyain ke user nya apa masih update atau tidak itemnya tidak ada si .. yang pasti si sekarang kan udah dibuka pintu ,Dupada itu gak harus sebulan, kalo ada obat yang kosong dan butuh yaudah pesen, iya sekrang sudah tidak sebulan sekali, yah sudah dari 2 bulan yang lalu lah.. Sejak susah banget ecatalog gak ada yang dateng. atau tidak.. datang, kan nol mutasinya padahal kita butuh, tapi karena bulan kemarin tidak datang jadinya gak ada riwayat, nah jadi kelewat tidak dipesan..jadi kelewat tidak dipesan, jadi sadar2 nya, di 10 hari pertama , nah nanti disusulin itu bisa, gak begitu sering hanya untuk obat2 yang kosong stok nasional aja.. konsumsi di bulan sebelumnya.. ketidaksesuaian dengan perencanaan ,ketika perencanaan kita A, akhirnya pasiennya membludak ya stok kita kan akhirnya kosong, habis.. Kalau fast moving kita biasanya memang pesan banyak,biasanya obat generik, kalau yang slow moving paling kita pesennya gak terlalu banyak,masalah pada perencanaan juga misalnya bulan kemaren tidak ada kasus, kita ga pesen akhirnya, nah tapi bulan ini ada kasus, biasanya suka terjadi seperti itu biasanya untuk penyakit yang polanya tidak menentu, akhirnya kita pesen saat cito ke distributor sesuai kebutuhannya aja..kita gak pernah dapet ini malah barang kita sempat expired nih, karena jarang ada kasus , eh tiba2 ada kasus akhirnya kan stok kita kosong kan, nah akhirnya kita cito jumlahnya, kemudian item barang tidak teridentifikasi , kemudian karena pengirimannya , Yaa metodenya sesuai dengan Perpres no.4 dan perpres no.70 th 2012 tentang Pengadaan Barang dan Jasa. sekarang si kita karena ada e-catalog ,kita pake e-catalog yang jelas, yang kedua juga ada yang lelang, yang ketiga juga ada dengan penunjukkan langsung/pembelian langsung,, karena sekarang si lebih enak dengan e-catalog lewat online, harga juga udah sesuai, ga perlu repot2 negoisasi Pengadaan Persediaan xvii pembelian langsung, tender/lelang dan ecatalogue /e-purchasing lewat online dan website lkpp, untuk obat, alkes, bhp dan vaksin. Sekarang sudah ada amanah dari UU/permenkes itu kita sudah wajib purchasing kalau ada barang nya di ecatalogue wajib lewat itu, paling sering obat si yang dipesan. kalo di bagian farmasi si pake metode penunjukkan langsung, jadi gini metode pengadaan itu kan ada penunjukkan langsung, ada pengadaan langsung dan ada lelang ya..kalo obat tidak pakai pengadaan langsung pakainya penunjukkan langsung ... 23. Apa saja yang halhal yang harus diperhatikan dalam kegiatan pengadaan obat? kepastian kapan dia mau kirim barangnya, ketika kita buat SP itu jadi ada kepastian, kapan kebutuhan yang akan kita butuhkan itu akan dikirim. . kesesuaian spekifikasi ya, yang diinginkan, jadi pada saat mengadakan barang itu yang harus diperhatikan adalah kejelasan spek.yang diinginkan,dari bag.pengadaan harus mencantumkan dengan jelas yang diinginkan..pernah kejadian sudah dicantumkan spek nya yang jelas tapi ada juga yg lolos dari pemeriksa, jadi harus dikasih tau juga pemeriksanya,kalau harus sesuai dengan isi dokumennya,baru boleh terima kalo dari internal si ketersediaan anggaran , kalo dari eksternal si ya itu kecepatan pengiriman.. 24. Kendala apa yang ditemui dalam kegiatan pengadaan ? saya tidak tahu si yaa, bag.upbj si itu yang tau.. 25. Faktor apa saja yang dapat menghambat proses pengadaan obat di gudang? oh, kalau itu tanya saja ke UPBJ .. yang lebih tau bagian UPBJ si yaa, paling pas pengadaan tuh sistem online nya yang kadang error si .. 26. Masalah apa pada fungsi pengadaan yang menyebabkan terjadinya stock out ? kapan masalah itu terjadi ? mengapa masalah itu terjadi tidak si ya kayaknya.. udah lama ga ngecek pengadaan si ya.. kalau apabila SP telat si gak masalah ya, mereka masih bisa ngirim lalu SP nya menyusul.. kalau kita melakukan pemesanan dengan ecatalogue pada pagi/siang hari servernya tuh pasti sering error dan sibuk banget, jadi biasanya kita melakukan pemesanan di malam hari.. xviii Pemilihan distributor , harga , dan kualitas. ya harga, kualitas dalam speksifikasi, walau barangnya sama bisa aja spek.nya berbeda kan, kualitas nya berbeda nanti harganya juga berbeda kan dalam pengadaan.. kendala yang ditemui yaitu habis anggaran si, jadi balik lagi si kosong stok lagi, rantai gitu kan ya, kalau jadi masalah di perencanaan, jadi masalah juga di pengadaan terkadang si ada keterlambatan pembuatan SP dari UPBJ, terus barang dipesan tidak dapat diantar oleh distributor. lebih banyak si dalam masalah dana dan prosedur administrasinya yang panjang aja si.. salah split, misalnya obat A yang harusnya dipesan ke distributor B, dibuat SP nya ke distributor C, nah dis.C tidak melakukan konfirmasi bahwa obat tsb tidak ada, ini salah pesan distributor, pernah itu kejadian kayak gitu akhirnya stok out..jadi RS itu nunggu2 padahal obatnya gak bakal dikirim,itu terakhir beberapa bulan yang lalu lah kejadian distributor yang ditunjuk tidak sanggup memenuhi karena barang nya kosong, barang nya kebutuhan nya indent (ada yang harus nunggu dulu), jadi stoknya kosong, kalau kosong semua ya kita alternatif ke obat merk lain, biasanya dari dokternya obat apa yang bisa jadi pengganti, kalau memang kosong.. kan ada stok kosong nasional ,biasanya yang banyak kosong itu generik tapi karena stok paten nya juga sedikit ,kan terbatas, paten juga tidak sebanyak produksi generik kan.. kesalahan distributor si pernah, jadi salah pemesanan yang harusnya dipesan ke dis.A ternyata dia udah lama gak ada barangnya,kosong, tapi dia gak konfirmasi, jadi gak ketauan sama kita, akhirnya karena gak dateng2 baru ketauan ,baru ganti distrbutor .. ? Bagaimana mengatasinya? kayak gitu,jadi kita nungguin barangnya,gudang nungguin,user lebih nungguin lagi kan, ternyata gak dateng2, lalu kita tanya ke UPBJ, ini pesan kemana ya, kesini, ooh salah distributor ini mah gak punya barang, jadi akhirnya diperbaiki sih atau kalau gak barang nya gak dateng sama sekali..UPBJ nya langsung lebih proaktif lagi, untuk meminta,kan klo distributornya gak ngasih kabar kan kita yang nanya akhirnya, lebih proaktif gitu..Kalau sama sekali tidak dikirim kita harus cari distributor lain, biasanya di pertengahan bulan. Pengawasan Persediaan 27.1. Bagaimana proses pengawasan obat dilakukan digudang? 2. 28. Siapa yang berwenang dalam melaksanakan kegiatan pengawasan ? Berapa kali kalau kita si di gudang tiap bulan pemeriksaan ngelihat ED nya, stok stagnasi nya berapa banyak, stagnasi di atas 1 bulan, 3 bulan, dan 6 bulan. Barang2 ED di lokalisir ,ntar kalo udah mau ED kan tinggal kasih tau usernya.. Pengawasan yang saya tau si, disimpan di tempat tertutup ya, ada kuncinya, trus ada pemilahan mana obat yang mahal masuk brankas, ditata sesuai alfabetis, ada kartu stoknya, itu sii.. Kepala Gudang si .. Kepala Gudang si, kalo di Depo si Kepala Depo.. tapi semua tetap bertanggung jawab ke Ka.Instalasi .. Setiap hari si,ya yang dilakukan si apabila tidak ada orang ya harus terkunci.. sebulan opname sekali untuk stock xix ya paling dengan pencatatan yang teratur di kartu stok, setiap ambil atau menyimpan barang selalu harus ditulis dikartu stok untuk menghindari barang hilang. .Kalau kehilangan si gak pernah kejadian, kalau expired kita si selalu tiap awal tahun itu kita inventaris seluruh obat di gudang farmasi yang expirednya tahun berjalan, nanti dipisahkan, nanti diberi tanda untuk didahulukan pemberian nya ke depo, nah kalau bulan ed nya udah masuk kita tarik semua dari depo nanti kita laporkan barang expired nah ada beberapa dis. yang bisa retur tapi kalau sistem distributor yang pembelian putus, langsung kita musnahkan semua. Biasanya kita info dulu ke dis nya kalau pelayanan purna jualnya aktif kita gak banyak rugi tapi kalau sistem beli putus contoh ke sub-dis, apotik itu sistem beli putus semua., gak bisa diretur..Kalau distributor2 besar si kebanyakan purna jual , nah kalo sub-dis kebanyakan sistem beli putus.. Yang berwenang itu ka.instalasi, nanti ka.gudang melaporkan stoknya dan bertanggung jawab ke ka.instalasi.. ï€ ï€ kegiatan pengawasan dilakukan di gudang farmasi ? 29.3. Faktor apa saja dapat menghambat kegiatan pengawasan logistik obat ? 30.4. Masalah apa pada fungsi pengawasan yang menyebabkan terjadinya stock out ? kapan masalah itu terjadi ? mengapa masalah itu terjadi ? 1. Bagaimana saja 31. cara pengendalian obat yang dilakukan untuk menjaga ketersediaan obat di gudang farmasi? ya itu kalo SDM , kalo SDM nya ada yang begitu kan, ga tanggung jawab/amanah , ya itu kan repot.. gudang nanti akan rekonsiliasi ya ma pelayanan,, kalo digudang si ga pernah hilang, paling penyebab cuman salah kirim biasanya, yang minta depo A dikirimnya ke depo B, gitu, nanti tinggal dilurusin yaudah diambil dari B dikirim ke depo A. pada saat stock opname, pernah barang nya ada yang murah eh ga taunya ED nya dibawah 1 tahun, jdi udah kadaluarsa semua, padahal barang ecatalog itu, langsung yang ED langsung minta diretur ke distributornya.. selisih barang si, kalo ilang si tidak pernah ya, soalnya kalo barang datang kan selalu diperiksa sebelum masuk gudang.. kalo selisih tuh gini, karena ada kemasan yang tidak benar ,kita biasa kemasan itu kan genap, seperti 50,100,jadi pas pengeluaran ketika ada permintaan 200 kita keluarkan per kemasan 200, yang jadi permasalahan apabila kemasannya ganjil, ya paling salah di input aja si,kalo biasanya 200,ga tau nya 240 isi tabletnya,nah pas stock opname baru ketauan, oh ini jadi kurang input 40, jadi selisih, nah kalo kayak gitu,ya dikejar datanya,jadi kesalahannya bisa karena kurang data atau kurang ngasih barang,gitu..tinggal disinkronkan aja,itu dilakukan pas stock opname .. biasanya karena ilangnya ketuker, atau tertinggal atau terbawa dalam proses kegiatan.. bukan hilang karena maling yaa.. paling stock opname, nanyain ke depo2, paling di hemodialisa si ,itu kan jauh, tapi kata UPBJ si item hemodialisa si bukan tanggung jawab dan kapasitas farmasi lagi kan, ya jadi gak kekontrol, tapi ya karena identik dengan farmasi jadi dikira tanggung Pengawasan itu lewat stock opname yaah, yaa paling sebulan sekali lah evaluasi paling cek stock yang ED, bersamaan dengan stock opname.. Menghambat yaitu penyimpanan nya kurang beraturan misalnya kayak BHP2 yang volumenya kecil itu kadang keselip2 , nah itu kita agak susah.. ï€ Ketidak sesuaian stok komputer dengan stok fisik , misal kan stok komputernya lebih banyak, ternyata komputernya error misalkan fisik nya udah ga ada pas dicari2 ga nemu barangnya ga taunya udah barangnya stock out. ï€ Pengendalian Persediaan yang paling penting si harus menjaga kesesuaian antara data di stok komputer dengan data fisik, bagaimana menjaganya ya pada saat barang datang dan barang keluar itu harus sesuai jadi stok tuh update yang di komputer, jadi pada saat obat kosong bisa kita koreksi, intinya si xx Kalau udah kosong digudang berarti di depo masih ada, kalau udah kosong digudang kita langsung melakukan usulan perencanaan, selama nunggu dateng nah kita bisa memanfaatkan stock yang didepo2, gitu. Tidak ada metode khusus si dalam ï€ Apakah ada metode khusus dalam pengendalian obat ? 2. Siapa bertanggung 32. jawab dlm stock opname ? Kapan saja pelaksanaan ? Bagaimana proses ? 3. Bagaimana dengan 33. pelayanan kepada pasien apabila terdapat kekosongan obat? 4. kendala apa saja 34. yang dapat menghambat proses pengendalian obat di gudang? 5. Masalah apa pada 35. pengendalian yang menyebabkan terjadinya stock out ? jawab farmasi. Nah ketika ada barang hemodialisa berlebih ampe berantakan ke luar gudang jadi ya kalo ada apa2 org diluar sanah kan tau nya itu dibawah farmasi, ini lalai ni,gitu kan..Kalo dia bilg karena SP, ya kita perbaiki SP nya dibuat jgn sekaligus memesannya disesuaikan dengan kondisi penyimpanan. Ka. Gudang si ya.. seperti itu si..kalau metode khusus yaa tidak ada si, pengendalian lewat stock opname saja pengendalian obat digudang... Ka. Gudang dan ka.depo masing2.. di setiap akhir bulan .. Ka.gudang yang bertanggung jawab dalam stock opname, proses stock opname yaitu dengan menyesuaikan stok fisik dengan stok komp. dan kartu stok manual. ï€ Kita janjiin si ya, kapan dikasih obat nya, melalui pembelian cito tadi, dicoba manualnya, lewat sub-distributor – distributor lain, ya kalo tidk ada melalui cito itu.. jadi ya kalo gak ada sama sekali walau lewat cito jadi pasien si biasanya beli sendiri di luar,di sms in kalo barang nya gak ada, kalo pasien nya sabar si, ya dia nunggu,, tidak ada si.. kita informasikan dan kita janjikan, kalo teknisnya si ya kita jelaskan kondisinya ,lalu kita minta nomr teleponnya, kalau ada dengan cito ya langsung kita pesankan ,kalau tidak ada ya tetap kita infokan.. Nanti kita meminta dia meninggalkan no.tlp, nanti kalau udah dateng obatnya nanti kita hubungi, kalau sama sekali kosong paling tar dijanjiin aja , ya sekitar 2-3 obat lah yang kosong banget jadi kita tidak bisa memberikan pelayanan kepada pasien. ï€ metodenya, metode kita dalam stok opname masih manual.. kalo di tempat swasta yang saya tau itu dengan sistem teknologi, jadi kita cukup masukan nomor barcode ,kalo teknologi modern ya, saya pernah ,dengan nomor barcode nya di scan,dan itu cukup dilakukan dengan 2 jam..kalau disini masih manual si, bisa seharian sampai 2 hari selesai stock opname ..biasanya si karena human error aja salah memasukan data.. Adanya selisih pencatatan, kartu stok kurang update, Faktor yang menghambat itu jumlah obat yang banyak dalam jumlah besar , sehingga sulit dan lama menghitungnya dan terpencar2 tempatnya gitu.. susah dan sulit dihitung tapi bisa .. ï€ tidak ada si.. ya ketidak sesuaian itu si, kita hanya dikasih toleransi untuk kehilangan 1% dari omset/aset.. tapi tetap jadi warning bagi RS ,kalo kehilangan makin berkurang berarti jadi prestasi bagi rs ni bahwa pengendaliannya dilakukan dengan baik.. Masalah pengendalian misalnya barang nya ED tapi dia slow moving malah relatif death moving, jadi mati berbulan2 gitu, secara stok kan dia banyak tapi kita kan cek juga ED nya waktu stock opname ternyata dia udah ED, stok yang di komp. Itu banyak langsung nol, pernah itu kejadian ciprofloxacin ï€ xxi Pengelompokkan obat = berdasarkan suhu penyimpanan, berdasarkan kelompok obat seperti oral, liqiud, tablet obat luar,, dan berdasarkan bentuk sediaan , sama alfabetis tapi alfabetis mah kurang berjalan optimal, Analisis ABC, tidak pernah melakukan, kita semua obat mau banyak konsumsinya mau yg dikit konsumsinya kita himpun tapi gak kita kelompokkan , kita alfabetis aja..Kendala = dalam pengelompokkan , tidak ada sih mba , semua kan sudah tertera untuk suhu , jumlah dosis itu kan semua ada di kemasan.. ï€ ooh, tidak si tidak pernah .. tidak pernah menggunakan metode EOQ sebelumnya.. ï€ tidak si, kita hanya sebulan sekali dalam memesan, dan apabila ada obat yang sudah kosong di pertengahan bulan terkadang juga langsung dipesan. tidak si tidak pernah .. Tidak pernah dengan metode ROP si .. ï€ buffer stock untuk 3-10 hari ya, 30% dari jumlah yang akan dipesan, tidak ada rumus khusus si ya.. kalau buffer stock yang saya pelajari ya 30% si yaa.. itu si tidak jadi kendala si ya, misalnya kita ada kekhawatiran overload ,ya gak masalah Buffer stock selalu ditambahkan dengan 2030% yang dikalikan dengan mutasi keluar,, ï€ 6. Bagaimana 36. pengelompokkan obat di RS? masih sesuai kayak yang dulu si, jadi mengelompokkan berdasarkan reagen, atau berdasarkan penggunaannya, berdasarkan jenis sediaan.. berdasarkan tablet, sirup, injeksi ,berdasarkan itu pengelompokkannya si .. 7. Apakah melakukan 37. analisis ABC dalam pengelompokkan obat ? jika ya, bagaimana prosesnya ? Bagaimana kendala dalam menentukan jenis persediaan di gudang farmasi ? apakah pernah menggunakan metode ABC? 8. Apakah pernah 38. dilakukan perhitungan jumlah pemesanan persediaan obat dengan metode EOQ ? Jika iya, bagaimana prosesnya ? 9. Apakah pernah 39. dilakukan perhitungan ROP dalam menentukan waktu pemesanan ? jika iya, bagaimana proses pelaksanaannya ? 10. Apakah dalam 40. menentukan jumlah persediaan , Tidak si , berdasarkan jenis sediaan dan penggunaannya aja.. ya paling kalau obat mahal di taro di lemari atau brangkas, kalo obat yang agak murah ya ditempatkan sesuai suhunya.. kalo di perencanaan si saya gak pake ABC si ya, kalau pake analisis ABC kan kalau obat yang harganya mahal direncanakan dulu, gitu..kalau saya enggak apapun itu kalo menunjang pelayanan ya tetap kita perhatikan...tidak ada kendala si Tidak pernah ada metode khusus si .. apalagi dengan metode EOQ, tidak pernah menggunakannya xxii ï€ menentukan buffer stock ? bagaimana cara menentukan nya ? 41. 42. 43. misalnya kita overload bulan ini ,ya berarti akhir bulan nya tidak saya pesan,tapi kalau ada terjadi penurunan atau perubahan pola konsumsi ya gapapa artinya kita tidak usah pesan lagi ,artinya kita mempersepsikan bulan ini sama dengan bulan kemarin jadi bulan sebelumnya lah yang menentukan apabila bulan kemarin konsumsinya kecil otomatis kita pemesanan nya juga kecil dong karena stoknya masih banyak Output kalau kualitas dan kuantitas si sudah sesuai sih ya obat paten.. untk sekarang si karena sudah ada e-catalog jadi kebanyakan obat generik yang biasa kosong,.. kosong pernah , lebih juga pernah, ya selama expirednya masih jauh ya gak masalah, kecuali kalau ada pola konsumsi yang menjadikan obat itu tidak dipakai berturut2 hingga expired nah itu yang jadi masalah ,jadi nambah kerjaan, untuk meminta penyedia untuk diretur kalau tidak bisa mau tidak mau ya dimusnahkan Bagaimana gambaran ketersediaan obat paten di gudang farmasi rumah sakit sudah sesuai dengan kebutuhan pelayanan baik dari kualitas maupun kuantitasnya? apakah terjadi kekosongan ataupun kelebihan obat di gudang ? Masalah apa saja yang berkaitan dengan ketersediaan obat di gudang farmasi ? Kapan waktu dalam penggunaan obat paten di rumah sakit ? jadi, obat yang ada di e-catalog itu kebanyakan obat paten ,kita kan gak bisa nolak, kan beli nya online gitu .. ya akhirnya paten2 yang masuk.. tidak ada kelebihan dan kekurangan si ya, masih sesuai lah, kan kalo masih banyak gak diorder untuk bulan berikutnya, yang pasti ya itu e-catalog itu obat2 paten semua.. kalo dia masuk e-catalog yasudah, kalo BPJS bilang bisa ditagih ya kita kasih, rata2 obat paten buat penyakit kronis, , Ada juga yang pengganti generik, soalnya generik itu ditekan banget sampai BPJS nya ngos-ngosan kali , makanya diganti paten.. ya sesuai pemakaiannya aja, tergantung permintaan usernya saja, kalo pasien BPJS ya kita utamakan generik, kalo pasien umum ya kita utamakan permintaan yang bersangkutan, kalau generik tidak ada baru kita pakai obat paten..kalau pasien umum tentu bisa memilih ,tapi harga kita masih jauh lebih murah dari harga swasta.. kalau obat generik tidak ada, kita menggantinya dengan obat paten, terus obat paten juga untuk pasien umum di RS.. Bagaimana masalah stock out obat di gudang farmasi rumah sakit ? Alternatif penanganan masalah apa yang sudah dilakukan untk mengatasi kekosongan? ya paling pemesanan cito ya, ama itu pemesanannya tidak dibuka sebulan sekali, jadi pasien menunggu kan sampai datang, jadi misal metformin di e-catalog ga dateng, reguler juga terhambat kita lihat dulu kekosongan nya karena apa, kalau stok out nya karena sudah lama tidak kita gunakan ya gak masalah, tapi kalau obat kosong yang kita butuhkan karena obat nya kosong pengiriman, ya itu kita ada alternatif pengadaan..tapi karena kekosongan obat nya itu kekosongan stok itu dapat menurunkan kepuasan pasien ya, jadi biasanya kita evaluasi konsisten di SP atau DUPADA dalam seminggu pertama di awal bulan obat xxiii kalau dari kualitas si sudah yaa, tapi kalau dari kuantitas belum karena pasien terus meningkat jadi selalu melebihi perencanaan yang ada.. kalau kelebihan pernah ,biasanya di awal tahun kalau di akhir tahun malah sangat dihindari untuk terjadinya kelebihan. kalau sekarang obat paten yang lebih banyak kita punya, dibanding generik, harusnya kan generik yang lebih banyak, karena itu kan dalam pengadaan distributor banyak obat paten karena kebijakannya BPJS kan harus obat generik atau obat yang sudah masuk dalam ecatalog, karena distirbutor nya tidak bisa mengirim dan di lock ,akhirnya kita cari distributor yang bisa kirim. yaa kalau produk obat generiknya kosong, atau kalau dokternya merekomendasikan untuk obat paten, tapi untuk pemakaian yang diutamakan obat generik dulu..kalau memang obat generiknya tidak ada baru kita pesennya obat branded-paten .. sebenernya kalau masalah stock out itu, memang ya sistemnya harus tim gitu.. dari bagian tim pemilihan, perencanaan obat, sampai pengadaan obat, sampai ke keuangannya bagian pembayaran ,ya kalo akhir bulan kan dia kan butuh omset, kita butuh obatnya, ya kalo dua ini ketemu ya lancar aja pasti karena distributor utamanya itu tidak bisa kirim karena ada kendala suatu lain hal, ya kita mencari ke sub-dis, intinya gimana caranya pelayanan itu jalan deh..kalau misalnya ada pembengkakan anggaran itu menjadi warning belakangan, karena kalau di RSUD kan yang penting pelayanan dulu, gimana cara memenuhi kebutuhan..maka saya sarankan beli diluar untuk menjaga pola konsumsi obat dia tidak terganggu,tapi kalau harganya mahal,saya minta ke dokternya lagi untuk minta alternatif pengganti obatnya siapa tau kita punya, artinya kita berusahalah demi kebaikan pasien. mana saja yang belum datang..di follow up dan langsung ditanyakan apa bisa datang atau tidak.. sekarang dengan adanya e-catalogue mereka juga kesulitan untuk menjual obat paten, karena era BPJS kan ada e-catalog ada fornas, kalo ecatalog itu kan daftar e-catalog yang memasok obat2 an plus harganya, ada obat paten tapi dia beda harganya dengan yang diluar maksudnya diluar itu yang reguler yang tidak masuk ecatalog, seiring waktu ternyata obat paten juga kesulitan karena bpjs sekarang kan sudah mulai berkembang ,pangsa pasar di rsud itu kan meningkat di swasta menurun artinya konsumsi obat2 paten yang mungkin dulu di swasta bebas sekarang berkurang artinya mereka menawarkan dengan harga e-catalog jadi obat paten dengan harga generik, nah dari sisi pengadaan itu sebenernya menguntungkan.. Ada pencatatan nya, pelaporannya itu setiap bulan dilaporkan ..namanya itu laporan stock opname setiap akhir bulan .. Kendali obat paten , biasanya si kita minta ke distributor gimana ni obat paten biar bisa dipake untuk pasien BPJS, kita biasanya minta diskon atau harga nya disamain dengan harga e-catalogue gitu ..Masalah kendali obat paten = jumlah item obat paten lebih banyak dari generik. 44. Bagaimana kendali obat paten di gudang farmasi ? Masalah apa saja yang berkaitan dengan kendali obat paten di gudang farmasi ? ya lebih mahal dikit lagi, ya harga nya bersaing si, ya rata2 obat patennya kan dari e-catalog, ya masih 50% lebih murah lah si setau saya gitu.. 45. Bagaimana proses kegiatan stock opname , kegiatan apa saja yang dilakukan? Apa penyebab apabila ada ketidaksesuian antara stok fisik dengan komputer ? bagaimana pelaporan/pencatatan hasil Kepala Gudang si yang lebih tau ya .. xxiv ya stok opname itu dengan mengecek kartu stok manual, mengecek stok dikomputer lalu menyesuaikannya dengan stok fisiknya.. penyebabnya biasanya human error ya, kelalaian petugas.. laporan dibuat dalam bentuk laporan pembayarannya, harusnya itu pelaksananannya dalam bentuk tim, jadi ada koordinasinya..paling kita menginfokan dari distributor kalau obatnya kosong, nanti bisa kita alihkan ke distributor lain..jadi waktu kita order, kita tanya dulu stok nya ada atau tidak, stoknya bisa dikirim apa ga..jadi kita menghindari jangan sampai terjadi kekosongan kita pesen ke distributor lain yang mungkin punya produk yang sama.. pengendaliannya si,obat paten itu kan tergantung perencanaannya ,kalau memang mau lebih banyak obat generiknya ya patennya hanya untuk kondisi ttt aja, kalau memang generiknya kosong aja,atau distributor obat generiknya tidak bisa melayani baru ,atau memang obat patennya sudah direkomendasiin dokternya kalau memang harus pake yang paten,, kalau stock opname juga dilakukan oleh unit masing2.. kalau di gudang, ya orang gudang.. tapi sebenernya prosedur sebenarnya bukan mereka sendiri yang melakukan stock opname, mereka hanya mengawasi, harusnya unit lain, stock opname yang dilakukan di gudang? stock opname setiap bulan.. 46. Apakah ada obat yang kadaluarsa? mengapa ditemukan obat kadaluarsa di gudang ? yang pertama ,obat dateng ternyata ED nya gak sampai 1 tahun ,itu 2 item saya temuin, baru dipesen bulan Oktober tahun kemaren masa bulan Agustus sudah Expired,, terus yang kedua itu metode FIFO nya gimana, gudang belum pakai sistem FIFO/FEFO juga si ya.. tanya Ka.gudang si itu ya.. ya walau obat yang ED bisa diretur si ya , tapi kan ada biaya2 lagi gitu kan.. sedapat mungkin kita zero fault, tapi ya namanya sebuah sistem kan tidak mungkin zero fault ,pasti ada lah..yang penting bagaimana cara mengatasinya ..ada obat yang kadaluarsa, tapi kita pastikan obat kadaluarsa itu tidak pernah jatuh ke tangan pasien, kadaluarsa nya karena ditarik dari depo, ada yang kita taro di gudang sampai expired, kenapa sampai expired karena perubahan pola konsumsi dan kebutuhan,karena pemeriksaan kurang teliti, bisa jadi ada ..tapi yang paling sering si karena perubahan pola konsumsi..bisa dari historynya,bisa si dikejar, bisa jadi human error. obat ED itu biasanya karena slow moving , karena pola penyakit nya udah berubah, dan pengadaaan yang berlebihan.. 47. Diantara faktor-faktor diatas, baik input, proses, menurut anda mana yang paling berpengaruh terhadap kekosongan obat di gudang farmasi ? Urutkan berdasarkan prioritas ? yang pasti apabila salah memesan si bisa dikembaliin ya , ya mungkin Dana ya, ya kan perusahaan gimana caranya untung ya kan .. ya selama pembayaran nya masih kayak gini ya, kita ikutin aja BPJS, Bayarannya melonjak tapi BPJS nya begitu, yang pasti dia bisa komitmen kan kalo ada epurchasing dia pasti akan kirim barang, Dana lah yang paling berpengaruh, yang kedua distributor lah yang paling berpengaruh, tapi distributor tidak terlalu saklek lah ,dia tau kondisinya..adakalanya distributor tuh memandang rsud tuh sebagai aset ,artinya kita punya omset tuh bagus gak masalah ,pasti dibayar cuman maslaah waktu ,kejelian dia dalam menghitung membuat mereka tidak mempermaslahakan masalah dana, dibayar kapan ya gapapa, toh nanti itung2 an secara bisnis dia masih menguntungkan, tapi kalo distributor yang terlalu saklek, itu yang repot ,kita punya utang tapi belum dibayar ,dari distributornya gak bisa kirim, nah itu yang repot yang pertama si Dana, kemudian distributor, SDM lalu prosedur kalau prosedur kalau lebih lama aja lebih panjang jadi bisa menyebabkan stock out .. xxv kalau mereka sendiri kan takutnya bisa aja dimanipulasiin datanya kan ..kalau ketidaksesuaian bisa dari data komputernya data nya error, bisa juga kehilangan, atau selisih waktu pengiriman atau salah penyerahan jumlahnya waktu penginputan data obatnya kan, bisa juga waktu entry datanya salah ,gitu si.. ada,,pola penyimpanan obatnya ,harusnya obat nya duluan diserahkan ini belakangan diserahkan, bisa juga obatnya pola penyerahan obat/pemberian obatnya,bisa juga karena obatnya sudh jarang diresepkan sedangkan kita waktu memesan stoknya banyak kan,seharusnya waktu stok opname itu ada laporannya, jadi barang tuh diliat barang expirednya atau waktu penyerahan obat itu diliat .. yaa faktor Dana si, setelah itu Distributor ya mungkin perencanaannya.. No. 1. 2. Pertanyaan Bagaimana proses distributor/PBF dalam mendapatkan izin dirumah sakit ? Faktor apa saja dari distributor yang dapat menghambat kegiatan operasional logistik obat ? Informan 5 ada NPWP, surat izin operasional RS, SIPA(Surat Izin Praktek Apoteker), dan SIUP tapi kalau RSUD si ga ada SIUP ya, , yang pertama semua pelanggannya APL, kita berikan yang namanya limit credit dan ada TOP, kalau pelanggan sudah melampaui limit kredit itu kita tidak bisa memberikan lagi kredit..apabila pelanggan sudah melebihi dari TOP (Time of Payment)/Masa Berlaku Pembayaran, kalau untuk RSUD ini kita memberikan waktu 60 hari, kalau diatas 60 hari RSUD belum melakukan pembayaran ke APL, otomatis kita tidak bisa suplai ..sebenarnya itu kebijakannya ya, tapi kenyataannya sampai 65-70 hari pun masih kita suplai .. selain itu karena kita melayaninya produk BPJS yang melalui online/e-purchasing ..kendala lainnya adalah approval dari principle, karena itu dari principle dlu, kalo APL kan distribusi, nah kan ada pabrikan2 nya..nah RSUD kan minta approval dlu ke pabrikan tsb apa mereka sudah setuju ,tapi rata2 mereka sudah setuju kan, cuman masalahnya kalau kita gak suplai karena obat kosong itu biasanya cuman karena keterlambatan biasanya cuman beberapa hari/minggu lagi setelah produk masuk ke APL, pasti langsung dikirim,,kalau dari limit credit seperti RSUD Ini biasanya ±650jt .. 3. Masalah apa pada distributor yang menyebabkan terjadinya stock out ? mengapa masalah itu terjadi ? Bagaimana masalah itu terjadi? Apa yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah tsb? ya masalahnya juga karena stok kita dari principle/pabrikan obat yang tidak dikirim.. kalau APL sendiri kan sudah komitmen kalau kita hanya melayani yang BPJS, kalau diluar BPJS kita gak bisa melayani, itiu udah kesepakatannya, jadi udah pasti kalau produk BPJS udah pasti kita kirim, kecuali produk kosong..walaupun produk BPJS pembayaran nya masih tersendat RSUD ,sepertinya kita masih belum nge-lock ,masih bisa kita suplai.. untuk reguler/paten kita gak suplai..karena kendalanya macam2, kalo yang reguler itu kendalanya macem2, karena kalo yang obat paten/reguler itu sistem TOP nya itu COD, jadi barang dateng langsung bayar, jadi terkendala sekali disini, di RSUD tidak bisa COD.. kalau di sini kita belum ada kontrak dengan pihak RS, artinya keterlambatan produk kan karena ordernya melalui elektronik.epurchasing..kalo di e-purchasing itu si tidak ada pembicaraan mengenai denda.. tidak ada biaya tambahan.. kosong yang dikatakan kan bermacam2 juga,mba ..kadang principle itu ada produk yang bahan bakunya sulit, biasanya itu memanga agak makan waktu lama, kalau kekosongan yang biasa masa transisi gitu ya,misalnya APL sendiri kan stok produknya kan melalui purchase,melalui rencana, kalau penjualannya melebihi dari purchase kan kita keteter gitu kan..kalau di APL ada istilahnya pesta(pesta tambahan), kita melakukan pesanan tambahan di luar purchase tsb..biasanya di akhir bulan itu kita melakukan estimasi, itu si tugasnya supervisor si ya..saya kurang tau, biasanya kalau melebihi purchase kan ada kekosongan, ada delay gitu ,tapi gak lama .. biasanya yang lama itu si masalah bahan baku gak pernah, SP kan tidak di jadwal juga..itu tergantung pengadaan kapan mau belanja nya si, karena pesan nya lewat online ituprosesnya kalau di akhir bulan bisa proses cepat, karena biasanya yang approve-nya itu stand by di tempat yang bagian menyetujui order tsb, karena tanpa approval itu kita gak bisa proses.. 4. Bagaimana apabila distributor terlambat dalam mendistribusikan obat ? Apakah ada denda/pemutusan kontrak bagi distributor? Apakah ada biaya tambahan yang dikeluarkan apabila ada keterlambatan? 5. Kendala apa yang ditemui dalam kalau dari BPJS si hampir tidak ada, semua udah on sistem si mba, jadi kita tinggal aprrove dan konfirmasi ..mungkin dalam xxvi kegiatan pengadaan ? pembayaran dari rumah sakit aja si mba yang bisa menghambat pengadaan obatnya . Lampiran 4 MATRIKS TRIANGULASI SUMBER NO. Data Observasi 1. 2. Telaah Dokumen a. Jumlah SDM Terdapat Kepala gudang, terdapat staf gudang dan terdapat tenaga teknis kefarmasian 1 orang Kepala gudang yang berwenang, 2 orang staf gudang, 6 orang tenaga apoteker dan terdapat tenaga teknis kefarmasian dalam membantu kegiatan pelayanan kefarmasian. Berdasarkan data jumlah tenaga farmasi terdiri dari 6 apoteker dan 29 tenaga teknis kefarmasian di depo farmasi. b. Kesesuaian Pengetahuan dan Ketrampilan Petugas tidak mengalami kesulitan dalam melakukan tugasnya. Pendidikan terakhir petugas gudang adalah S1 Farmasi dan ketrampilan petugas sudah sesuai dengan latar belakang pendidikannya sehingga tidak merasa kesulitan terhadap tugasnya. c. Kedisplinan SDM Petugas datang 15menit sebelum jam kerjanya. Petugas langsung bekerja secara aktif tanpa menunda pekerjaannya. Apabila pasien meningkat, petugas gudang diminta untuk membantu tenaga kefarmasian lain dipelayanan. Petugas gudang sering tidak mengikuti kegiatan upacara karena harus langsung menyiapkan pelayanan untuk konsumen. Petugas sering tidak pulang melebihi batas jam kerja. Berdasarkan data latar belakang pendidikan bahwa terdapat 2 petugas gudang yang merupakan S1 farmasi non apoteker. Kepala farmasi berlatar belakang S2 Apoteker dan Wakil farmasi S1 farmasi non apoteker. Berdasarkan SOP Instalasi Farmasi bahwa : Petugas gudang farmasi harus bekerja mulai dari pukul 07.30 – 14.00. Dana - 3. Sumber Data Wawancara Sumber Daya Manusia Prosedur Telah terdapat uraian kerja bagi SDM. Kegiatan pengelolaan obat sudah sesuai dengan prosedur - Tersedia anggaran dalam pemesanan cito. - Kurangnya ketersediaan anggaran dapat menyebabkan kekosongan obat digudang. - Sumber dana berasal dari pemerintah, swasta dan BLUD. Kegiatan rutin yang dilakukan sudah sesuai dengan prosedur. Prosedur sudah disosialisasikan kepada seluruh petugas xxvii - terdapat seluruh prosedur yang mengatur kegiatan pengelolaan obat dan pengadaan secara cito. Hasil Jumlah tenaga apoteker dirasa masih kurang mencukupi untuk melaksanakan kegiatan pengelolaan dan pelayanan kefarmasian. Dikarenakan adanya double job pada petugas dan jam kerja yang overtime. SDM Kefarmasian sudah memiliki ketrampilan dan pengetahuan yang cukup berkaitan dengan kegiatan pengelolaan obat, meskipun masih membutuhkan pelatihan terkait pengendalian obat. Dilihat dari jam kedatangan petugas, petugas selalu datang tepat waktu. Adanya double job membuat jam pulang overtime dan terkadang menunda pekerjaannya untuk melakukan pelayanan. Terdapat anggaran dalam pengadaan obat secara cito untuk menghindari kekosongan obat. Sumber dana berasal dari pemerintah, swasta dan BLUD. Prosedur sudah sesuai dan disosialisasikan kepada seluruh SDM. 4. 5. rumah sakit. rumah sakit. - Terdapat kebijakan strategis yang menjadi pedoman dalam melakukan kegiatan kefarmasian. Kebijakan Distributor - 6. Perencanaan 7. Pengadaan kegiatan perencanaan sudah sesuai dengan prosedur rumah sakit tentang perencanaan kebutuhan obat dirumah sakit. Kegiatan perencanaan diawali dengan: 1. mengevaluasi data obat pada bulan sebelumnya 2. lalu menghitung jumlah kebutuhan dengan ditambahkan buffer stock sebanyak 30%. 3. Petugas menentukan distributor yang akan mengirim obat 4. Petugas membuat SP ke distributor - 8. Pengawasan Kegiatan pengawasan dilakukan dengan pencatatan secara teratur di kartu stok pada masing-masing perbekalan farmasi. - Distributor harus memenuhi persyaratan apabila ingin kerjasama dengan rumah sakit - Kekosongan pada produsen dan keterlambatan dalam pengiriman menyebabkan kosongnya stok obat yang dibutuhkan. Kebijakan strategis terhadap pengelolaan obat dirumah sakit diatur dalam Peraturan Direktur no.74 tahun 2014 terdapat 50 distributor dirumah sakit dan persyaratan administrasi harus sesuai dengan ketetapan rumah sakit Terdapat peraturan direktur dalam pengelolaan obat dirumah sakit. Distributor harus memenuhi persyaratan administrasi dan kesesuaian dokumen perizinan sesuai dengan ketetapan rumah sakit dan Permenkes no.34 tahun 2014 tentang perizinan bagi PBF. Kekosongan pada distributor menyebabkan seringnya gudang farmasi mengalami kekosongan obat. Kegiatan perencanaan obat dan penentuan kebutuhan obat yang dilakukan menggunakan metode konsumsi yang telah sesuai dengan ketentuan pedoman pengelolaan perbekalan farmasi tahun 2008 kegiatan perencanaan dilakukan dengan menggunakan metode konsumsi. Kegiatan perencanaan obat dan penentuan kebutuhan obat yang dilakukan menggunakan metode konsumsi,dengan data kebutuhan pada bulan lalu yang telah dievaluasi kegiatan pengadaan dilakukan apabila DUPADA dalam menentukan kebutuhan obat sudah dibuat, lalu bag.pengadaan akan membuat dokumen SP, dan melakukan pemesanan ke distributor obat melalui sistem online. Kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh petugas gudang yaitu dengan melakukan pencatatan secara teratur terhadap obat yang keluar dan masuk Kegiatan pengadaan dilakukan dengan membuat Surat Pemesanan (SP) dan melakukan pemesanan ke distributor dengan e-purchasing. Pengadaan obat sudah menggunakan sistem e-purchasing secara online melalui web LKPP. kegiatan pengawasan dilakukan melalui pencatatan rutin yang dapat dilihat di kartu stok, buku defekta dan sistem komputer Kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh petugas gudang yaitu dengan melakukan pencatatan rutin setiap obat yang akan keluar dan masuk pada kartu xxviii 9. Pengendalian 10. Stock Out kegiatan pengendalian dilakukan melalui kegiatan menyesuaikan stok fisik barang dengan stok dalam sistem komputer. Namun kegiatan ini tidak didampingi oleh komite farmasi terapi untuk menghindari manipulasi data. - 11. Obat Kadaluarsa - 12. Stock Opname kegiatan stock opname merupakan kegiatan pemeriksaan dengan menyesuaikan jumlah fisik obat dengan pencatatan yang ada. Dilakukan oleh kepala gudang. pada kartu stok dan pencatatan terhadap tanggal kadaluarsa obat Kegiatan pengendalian obat yang dilakukan petugas gudang farmasi yaitu berupa pencatatan dan pelaporan dari kegiatan stock opname. faktor yang sangat mempengaruhi kekosongan obat digudang farmasi yaitu faktor dana dan faktor distributor. masih terdapatnya obat kadaluarsa di gudang farmasi, menurut informan hal ini dikarenakan pola konsumsi yang berubah dirumah sakit. kegiatan dalam memeriksa kesesuaian jumlah dan jenis barang yang ada dengan jumlah barang dalam pencatatan sistem komputer maupun dalam kartu stok. xxix stok. kegiatan stock opname dilakukan dengan menyesuaikan stok fisik barang dengan stok dalam sistem komputer. kgiatan stock opname sudah sesuai dengan SOP, namun pelaksanaannya belum didampingi oleh KFT rumah sakit. Kekosongan obat (stock out) yang terjadi di gudang farmasi pada triwulan I tahun 2015 mencapai 35 jenis obat paten yang dilakukan pemesanan cito karena tidak tersedianya obat yang dibutuhkan obat kadaluarsa digudang farmasi pada bulan Januari – Maret 2015 yaitu terdapat 6 jenis obat dengan jumlah mencapai 1071 obat di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi. kekosongan obat sering terjadi dirumah sakit yang mengakibatkan obat yang dibutuhkan tidak tersedia sehingga harus dilakukan pemesanan cito ke apotik diluar rumah sakit. - Persentase obat kadaluarsa yang ada digudang farmasi rumah sakit adalah sebesar 0,8%. pelaksanaan stock opname sudah sesuai dengan SOP yang ditetapkan dan sudah rutin dilakukan setiap 1 bulan sekali. Namun pelaksanannya belum didampingi oleh KFT rumah sakit untuk menghindari manipulasi data. Lampiran 5 Daftar Obat Kadaluarsa pada bulan Januari – Maret 2015 No. Bulan Januari Nama Obat T. Scrub KF Glycerin Liquid Dextrose 5% Kalxetin 10 mg Tab Jumlah 35 1000 11 10 Harga Rp.11.000 Rp. 61 Rp. 9.546 Rp. 4.069 Total Rp. 385.000 Rp. 61.000 Rp. 105.006 Rp. 40.690 1. 2 Maret Cefpirome Inj 1 gr 10 Rp. 143.000 Rp. 1.430.000 Kalbamin 500ml 5 Rp. 111.320 Rp. 556.600 1071 TOTAL Perhitungan Persentase Obat Kadaluarsa Rp. 2.578.296 = x 100% iv = x 100% = 0,8 % Lampiran 6 Tabel Kelompok Obat Paten berdasarkan Analisis ABC Investasi pada Triwulan 1 Tahun 2015 NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. Nama Obat Anbacim 500 mg Tab Rifamtibi 450mg Ikalep Cap Prostam 0,4mg SR Nitral Tab Gliabetes Nitrokaf Retard Tab Vostem Plus Merimac 600mg Fepiram 3 GR Rifamtibi 600mg Nitrokaf Retard Forte Calporosis Megabal 500 Prolic 300mg HP Pro Ursolic 250mg Liproqy Caps Sporetik 100mg Meiact 200mg Evothyl 300mg Bamgetol Tab Mefinal 500mg Mestinon Tab Jumlah Pemakaian 7560 12700 10590 6030 21960 7230 20000 332 6900 490 4300 10000 22200 11000 2500 3120 1920 2400 810 760 1440 8900 10600 1950 Harga Obat Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Nilai Investasi 20.416 4.175 4.744 6.600 1.500 4.525 1.493 81.180 3.872 50.408 5.407 2.171 894 1.606 6.980 5.489 8.910 6.683 19.168 19.250 9.900 1.584 1.287 6.952 Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp iv 154.344.960 53.022.500 50.238.960 39.798.000 32.940.000 32.715.750 29.860.000 26.951.760 26.716.800 24.699.920 23.250.100 21.710.000 19.846.800 17.666.000 17.450.000 17.125.680 17.107.200 16.039.200 15.526.080 14.630.000 14.256.000 14.097.600 13.642.200 13.556.400 Persentase 14,26% 4,90% 4,64% 3,68% 3,04% 3,02% 2,76% 2,49% 2,47% 2,28% 2,15% 2,01% 1,83% 1,63% 1,61% 1,58% 1,58% 1,48% 1,43% 1,35% 1,32% 1,30% 1,26% 1,25% Persentase Kumulatif 14,26% 19,16% 23,80% 27,47% 30,52% 33,54% 36,30% 38,78% 41,25% 43,53% 45,68% 47,69% 49,52% 51,15% 52,76% 54,34% 55,92% 57,41% 58,84% 60,19% 61,51% 62,81% 64,07% 65,32% Klasifikasi Obat A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. Neulin PS Tab Zibramax 500 Baquinor Forte Tab Gabexal 100mg Lapifed Glauseta Pehadoxin Tab Neurosanbe 5000 Sanfuliq Nolipo 500 Pectocil Tab Myonep Tab Rinvox Tab Plasminex Tab Herbesser 100 Santibi 500mg Yalon Tab Anadium Tab Miniaspi 80mg Ostelox 7,5mg Stelosi 5mg Trichodazol 500 Cerini Cap Amoxan 500 mg Cap Sanmol Tab Clopine 25mg Zac Kap Urispas Tab Provelyn 75mg Cardura 2mg 1140 378 900 2970 6400 2700 31500 4700 2280 2300 3900 2400 400 3257 2100 8200 3800 960 20900 1140 13700 3600 1680 1700 20000 1000 990 1170 602 950 Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp 11.261 33.000 13.536 4.054 1.870 4.367 371 2.299 4.736 4.604 2.695 3.740 22.000 2.624 3.667 935 1.980 7.260 322 5.484 440 1.579 3.328 3.240 275 5.500 5.500 4.620 8.769 5.499 Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp v 12.837.540 12.474.000 12.182.400 12.040.380 11.968.000 11.790.900 11.686.500 10.805.300 10.798.080 10.589.200 10.510.500 8.976.000 8.800.000 8.546.368 7.700.700 7.667.000 7.524.000 6.969.600 6.729.800 6.251.760 6.028.000 5.684.400 5.591.040 5.508.000 5.500.000 5.500.000 5.445.000 5.405.400 5.278.938 5.224.050 1,19% 1,15% 1,13% 1,11% 1,11% 1,09% 1,08% 1,00% 1,00% 0,98% 0,97% 0,83% 0,81% 0,79% 0,71% 0,71% 0,69% 0,64% 0,62% 0,58% 0,56% 0,53% 0,52% 0,51% 0,51% 0,51% 0,50% 0,50% 0,49% 0,48% 66,51% 67,66% 68,79% 69,90% 71,00% 72,09% 73,17% 74,17% 75,17% 76,14% 77,12% 77,94% 78,76% 79,55% 80,26% 80,97% 81,66% 82,30% 82,93% 83,50% 84,06% 84,59% 85,10% 85,61% 86,12% 86,63% 87,13% 87,63% 88,12% 88,60% A A A A B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80. 81. 82. 83. 84. Acran Tab 150 Hemafort Tab Procur plus Cap Rimstar 4-FDC Flamicort 10mg Neurosanbe Tab Erysanbe 500mg Epexol 30mg Pehadoxin Forte Lapibal 500mg Fepiram 1200mg Biosanbe Cobazym 1000 Thyrozol 10mg Simarc 2 Renoguard Concor 2,5mg Bio ATP Tab Sanexon Tradosik Cap Ketese 25 tab Euthyrox Trovensis 4mg Flamicort 40mg Crome 10mg Mersikol 300mg Cester Cepezet Tab Revolan 800mg Sporetik 50mg 1020 6500 800 690 42 3900 1400 4300 5000 1500 630 3100 1300 2500 1600 400 3500 1100 1200 800 300 2800 200 26 1100 2700 840 4257 550 210 Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp 4.752 726 5.830 6.179 98.753 1.062 2.585 803 660 2.035 4.719 957 2.237 1.135 1.771 6.600 746 2.356 2.123 3.069 8.140 850 11.853 88.825 1.902 766 2.420 472 3.641 9.158 Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp vi 4.847.040 4.719.000 4.664.000 4.263.510 4.147.626 4.141.800 3.619.000 3.452.900 3.300.000 3.052.500 2.972.970 2.966.700 2.908.100 2.837.500 2.833.600 2.640.000 2.611.000 2.591.600 2.547.600 2.455.200 2.442.000 2.380.000 2.370.600 2.309.450 2.092.200 2.068.200 2.032.800 2.009.304 2.002.550 1.923.180 0,45% 0,44% 0,43% 0,39% 0,38% 0,38% 0,33% 0,32% 0,30% 0,28% 0,27% 0,27% 0,27% 0,26% 0,26% 0,24% 0,24% 0,24% 0,24% 0,23% 0,23% 0,22% 0,22% 0,21% 0,19% 0,19% 0,19% 0,19% 0,18% 0,18% 89,05% 89,48% 89,91% 90,31% 90,69% 91,07% 91,41% 91,73% 92,03% 92,31% 92,59% 92,86% 93,13% 93,39% 93,65% 93,90% 94,14% 94,38% 94,61% 94,84% 95,07% 95,29% 95,50% 95,72% 95,91% 96,10% 96,29% 96,47% 96,66% 96,84% B B B C C C C C C C C C C C C C C C C C C C C C C C C C C C 85. 86. 87. 88. 89. 90. 91. 92. 93. 94. 95. 96. 97. 98. 99. 100. 101. 102. 103. 104. 105. 106. 107. 108. 109. 110. 111. 112. 113. 114. Tebokan Tab Interdoxin 50mg Erysanbe 200mg Merimac 450mg Becom C Tab Tebokan forte Bufect Somerol 4mg Losartan K 50mg Govazol 150mg Elkana Tab Retivit Santa E 400mg Rimcur PAED Tebokan special Folavit 1000mcg Tab Neurosanbe Plus Astharol 4mg Tab Premaston 5mg Sanazet Tab Cafergot Biothicol 500 mg F.G.Troches Heplav 100mg Tab Cardisan 5mg Prenamia Cardisan 10mg Santesar Tab Ethimox 500mg cap Rifastar Tab 300 460 1100 600 1200 90 2400 500 270 18 1600 300 300 240 90 600 1000 800 240 700 100 200 640 300 100 500 50 60 200 90 Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp 5.841 3.713 1.540 2.772 1.287 17.123 616 2.860 4.620 68.750 715 3.680 3.586 4.400 11.715 1.694 1.001 1.100 3.630 1.221 7.879 3.520 941 2.000 5.467 1.051 9.713 8.067 2.420 4.510 Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp vii 1.752.300 1.707.980 1.694.000 1.663.200 1.544.400 1.541.070 1.478.400 1.430.000 1.247.400 1.237.500 1.144.000 1.104.000 1.075.800 1.056.000 1.054.350 1.016.400 1.001.000 880.000 871.200 854.700 787.900 704.000 602.240 600.000 546.700 525.500 485.650 484.020 484.000 405.900 0,16% 0,16% 0,16% 0,15% 0,14% 0,14% 0,14% 0,13% 0,12% 0,11% 0,11% 0,10% 0,10% 0,10% 0,10% 0,09% 0,09% 0,08% 0,08% 0,08% 0,07% 0,07% 0,06% 0,06% 0,05% 0,05% 0,04% 0,04% 0,04% 0,04% 97,00% 97,16% 97,31% 97,47% 97,61% 97,75% 97,89% 98,02% 98,14% 98,25% 98,36% 98,46% 98,56% 98,65% 98,75% 98,85% 98,94% 99,02% 99,10% 99,18% 99,25% 99,32% 99,37% 99,43% 99,48% 99,53% 99,57% 99,62% 99,66% 99,70% C C C C C C C C C C C C C C C C C C C C C C C C C C C C C C 115. 116. 117. 118. 119. 120. 121. 122. 123. 124. 125. 126. 127. 128. Sanprima forte Interhistin Apazol 1 Tab Cardura 1mg Anemolat Tab Stoblet Cap Neuralgin Tab Cortidex Tab B-beta Tab Alganax 0,25 Tab Sanprima Tab Ocuson Tab Lasmalin 2,5 mg Vit A 20.000 200 600 500 100 1500 32 500 900 30 120 200 100 100 200 Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp 1.876 620 700 3.480 204 8.250 462 242 6.364 1.540 836 1.254 1.100 330 Jumlah Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp 375.200 372.000 350.000 348.000 306.000 264.000 231.000 217.800 190.920 184.800 167.200 125.400 110.000 66.000 0,03% 0,03% 0,03% 0,03% 0,03% 0,02% 0,02% 0,02% 0,02% 0,02% 0,02% 0,01% 0,01% 0,01% 99,73% 99,77% 99,80% 99,83% 99,86% 99,88% 99,91% 99,93% 99,94% 99,96% 99,98% 99,99% 100,00% 100,00% C C C C C C C C C C C C C C Rp 1.082.694.626 Hasil Analisis ABC Berdasarkan Nilai Investasi Obat Paten Periode Triwulan I Tahun 2015 Kelompok Obat Jumlah Jenis Obat Kelompok A Kelompok B Kelompok C Total 28 30 70 128 Persentase Jumlah Jenis Obat 21,87 % 23,43 % 54,68 % 100% viii Nilai Investasi (RP) Rp. 756.726.230 Rp. 216.708.576 Rp. 109.259.820 Rp 1.082.694.626 Persentase Nilai Investasi 69,89% 20,01% 10,09% 100% Lampiran 7 Tabel Perhitungan EOQ Obat Paten Kelompok A Periode Januari-Maret Tahun 2015 NO. Nama Obat 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 Anbacim 500 mg Tab Rifamtibi 450mg Ikalep Cap Prostam 0,4mg SR Nitral Tab Gliabetes Nitrokaf Retard Tab Vostem Plus Merimac 600mg Fepiram 3 GR Rifamtibi 600mg Nitrokaf Retard Forte Calporosis Megabal 500 Prolic 300mg HP Pro Ursolic 250mg Liproqy Caps Sporetik 100mg Meiact 200mg Evothyl 300mg Bamgetol Tab Mefinal 500mg Mestinon Tab Neulin PS Tab Zibramax 500 Baquinor Forte Tab Gabexal 100mg Harga Obat Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp 20.416 4.175 4.744 6.600 1.500 4.525 1.493 81.180 3.872 50.408 5.407 2.171 894 1.606 6.980 5.489 8.910 6.683 19.168 19.250 9.900 1.584 1.287 6.952 11.261 33.000 13.536 4.054 Total Pemakaian 7560 12700 10590 6030 21960 7230 20000 332 6900 490 4300 10000 22200 11000 2500 3120 1920 2400 810 760 1440 8900 10600 1950 1140 378 900 2970 ix Biaya Penyimpanan Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp 5.308 1.086 1.233 1.716 390 1.177 388 21.107 1.007 13.106 1.406 564 232 418 1.815 1.427 2.317 1.738 4.984 5.005 2.574 412 335 1.808 2.928 8.580 3.519 1.054 Biaya Pemesanan 740 740 740 740 740 740 740 740 740 740 740 740 740 740 740 740 740 740 740 740 740 740 740 740 740 740 740 740 EOQ 46 132 113 72 289 95 276 5 101 7 67 162 376 197 45 57 35 45 16 15 29 179 217 40 24 8 19 65 Lampiran 8 Tabel Perhitungan ROP dan Buffer Stock Obat Paten Kelompok A Periode Januari-Maret Tahun 2015 NO. Nama Obat Total Pemakaian 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 Anbacim 500 mg Tab Rifamtibi 450mg Ikalep Cap Prostam 0,4mg SR Nitral Tab Gliabetes Nitrokaf Retard Tab Vostem Plus Merimac 600mg Fepiram 3 GR Rifamtibi 600mg Nitrokaf Retard Forte Calporosis Megabal 500 Prolic 300mg HP Pro Ursolic 250mg Liproqy Caps Sporetik 100mg Meiact 200mg Evothyl 300mg Bamgetol Tab Mefinal 500mg Mestinon Tab Neulin PS Tab Zibramax 500 Baquinor Forte Tab Gabexal 100mg 7560 12700 10590 6030 21960 7230 20000 332 6900 490 4300 10000 22200 11000 2500 3120 1920 2400 810 760 1440 8900 10600 1950 1140 378 900 2970 Total Pemakaian/90 Hari (d) 84 141 118 67 244 80 222 4 77 5 48 111 247 122 28 35 21 27 9 8 16 99 118 22 13 4 10 33 x Lead Time (L) 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 Service Level (Z) 2,05 2,05 2,05 2,05 2,05 2,05 2,05 2,05 2,05 2,05 2,05 2,05 2,05 2,05 2,05 2,05 2,05 2,05 2,05 2,05 2,05 2,05 2,05 2,05 2,05 2,05 2,05 2,05 Buffer Stock 517 868 724 412 1501 494 1367 23 472 33 294 683 1517 752 171 213 131 164 55 52 98 608 724 133 78 26 62 203 ROP 769 1291 1077 613 2233 735 2033 34 702 50 437 1017 2257 1118 254 317 195 244 82 77 146 905 1078 198 116 38 92 302 iv