Efektivitas Hand Washing dan Hand Rubbing Menurunkan Populasi

advertisement
BAB 2
Tinjauan Teori
2.1 Infeksi Silang
Menurut Brooker (2008) infeksi silang terjadi jika mikroorganisme
yang menyebabkan infeksi didapat dari orang lain (pasien, tenaga
kesehatan, orang yang merawat pasien) atau dari lingkungan (yaitu
sumber eksogen). Contohnya, infeksi luka yang disebabkan oleh anggota
staf perawatan yang membawa Staphylococcus, atau yang memiliki lapuh
atau lesi sepsis atau yang lebih sering staf perawatan yang tidak
melakukan teknik mencuci tangan yang tepat.
Infeksi nosokomial timbul bukan pada saat pasien masuk rumah
sakit tetapi ketika pasien dirawat di rumah sakit (Soedarmo, Garna,
Hadinegoro, Satari, 2008). Infeksi nosokomial atau infeksi yang didapat
dari rumah sakit terjadi pada pasien yang dirawat di rumah sakit paling
tidak selama 72 jam dan pasien tersebut tidak menunjukkan tanda serta
gejala infeksi saat masuk rumah sakit (Sabiston 1992). Mata rantai infeksi
9
yang paling mudah untuk diputus adalah cara penularan. Dalam
lingkungan perawatan kesehatan, tangan merupakan salah satu cara
penularan yang paling efisien untuk infeksi nosokomial. Oleh karena itu,
mencuci tangan menjadi metode pencegahan dan pengendalian yang
paling penting.
2.2 Cuci Tangan
Menurut Johnson, Ruth (2004) mencuci tangan adalah proses
menggosok kedua permukaan tangan dengan kuat secara bersamaan
menggunakan zat pembersih yang sesuai dan dibilas dengan air mengalir
dengan tujuan menghilangkan mikroorganisme sebanyak mungkin.
Higiene tangan dapat dicapai dengan mencuci tangan menggunakan
sabun cair atau sabun detergen antiseptik dan air, atau dengan
menggunakan pembasuh tangan berbahan dasar alkohol (Brooker, 2008).
Mencuci tangan merupakan hal penting pada setiap lingkungan tempat
klien dirawat, termasuk rumah sakit. Tenaga perawatan kesehatan yang
mencuci tangan kurang adekuat memindahkan organisme-organisme
seperti Staphylococcus, Escherisia coli, Pseudomonas, dan Klebsiella
secara langsung kepada hospes yang rentan menyebabkan infeksi
10
nosokomial dan epidemik di semua jenis lingkungan pasien (Schaffer,
Garzon, Heroux, Korniewicz, 2000). Menurut Widmer (2000), terdapat dua
konsep dasar penegakan higiene tangan yang berbeda yaitu hand
washing dan hand rubbing. Tujuan mencuci tangan adalah untuk
menghilangkan mikroorganisme sementara yang mungkin ditularkan ke
perawat, klien, pengunjung, atau tenaga kesehatan lain (Berman et al.
2009).
Indikasi mencuci tangan :
a.
Sebelum dan setelah kontak dengan pasien atau melakukan
prosedur,
seperti
mengganti
balutan,
menggunakan
tempat
sputum, sekresi, ekskresi, drainase, atau darah
b.
Sebelum dan sesudah memegang peralatan yang digunakan
pasien, contohnya, kateter IV, kateter urine, kantung drainase
urine, dan peralatan pernapasan
c.
Setelah menggunakan ruang istirahat dan setelah membersihkan
atau mengelap hidung
d.
Sebelum dan setelah makan
e.
Sebelum dan setelah mengambil specimen
f.
Bila tangan kotor
11
g.
Bila akan bertugas dan bila selesai bertugas (Schaffer, Garzon,
Heroux, Korniewicz, 2000)
Menurut World Health Organization (2005) teknik mencuci tangan dengan
menggunakan air dan sabun adalah :
a.
Basuh tangan dengan air
b.
Tuangkan sabun secukupnya pada tangan agar bisa merata
seluruh tangan
c.
Gosok antara kedua telapak tangan
d.
Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan
kanan (telapak tangan kanan diatas punggung tangan kiri dengan
jari kedua tangan saling bertautan) dan sebaliknya
e.
Gosok kedua telapak dan sela-sela jari, jari-jari kedua tangan
saling bertautan
f.
Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci
g.
Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan
lakukan sebaliknya
h.
Gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan di telapak
tangan kiri dan sebaliknya
i.
Bilas kedua tangan dengan air
12
j.
Keringkan tangan dengan benar menggunakan handuk/tissue
sekali pakai
k.
Gunakan handuk/tissue untuk menutup keran
Menurut New South Wales Health Indonesia (2006), cara membersihkan
tangan menggunakan bahan dasar alkohol (hand rubbing):
a.
Taruh pembersih tangan di atas telapak tangan dan gosokgosokkanlah kedua tangan, kenai seluruh permukaan tangan dan
jari, sampai tangan menjadi kering
b.
Kuku jari yang panjang mengakibatkan kebersihan tangan sukar
dicapai. Gosoklah bagian bawah kuku untuk menghilangkan
kotoran dan kuman- kuman
Telaah yang telah dilakukan oleh Girou et al (2002) dan Parienti et
al (2002) membuktikan bahwa menggosok tangan dengan alkohol lebih
efektif dibandingkan mencuci tangan dengan air dan sabun. Efektif sendiri
memiliki arti yaitu ada efeknya (akibat, pengaruhnya, kesannya); manjur
atau mujarab (tentang obat); dapat membawa hasil; berhasil guna (tentang
usaha, tindakan), sedangkan keefektifan: keadaan berpengaruh; hal
13
berkesan; kemanjuran, kemujaraban (tentang obat); keberhasilan (Kamus
Besar Bahasa Indonesia, 2005). Efektivitas adalah tingkat keberhasilan
dalam mencapai tujuan atau sasaran (Etzioni, 1964). Efektivitas ini
sesungguhnya
merupakan
suatu
konsep
yang
lebih
luas
yang
mencangkup berbagai faktor di dalam maupun di luar seseorang.
Sedangkan menurut Simamora (2009) efektivitas adalah tolok ukur yang
memberikan gambaran seberapa jauh target dapat dicapai.
2.3 Mikroflora pada Kulit
Flora normal adalah mikroorganisme yang menempati suatu
daerah tanpa menimbulkan penyakit pada inang yang ditempati. Tempat
paling umum dijumpai flora normal adalah tempat yang terpapar dengan
dunia luar yaitu kulit, mata, mulut, saluran pernafasan atas, saluran
pencernaan dan saluran urogenital. Jumlah flora normal ini dapat
mencapai 102 sampai 106 CFU/cm2 (Trampuz & Widmer, 2004). Pada
aktivitas sesehari di layanan kesehatan, jumlah ini dapat meningkat
melalui kontak dengan pasien ataupun peralatan yang tercemar (Trampuz
& Widmer, 2004). Flora normal yang menempati kulit terdiri dari dua jenis
14
yaitu
mikroorganisme
sementara
(transient
microorganism)
dan
mikroorganisme tetap (resident microorganism).
Kuman
patogen
yang
mungkin
dijumpai
di
kulit
sebagai
mikroorganisme transien adalah Escherichia coli, Salmonella sp, Shigella
sp, Clostridium perfringens, Giardia lamblia, virus Norwalk dan virus
hepatitis A (Synder,1988). Flora tetap yang paling sering dijumpai adalah
Staphylococcus epidermidis dan stafilokokus koagulase negatif lainnya,
Corynebaterium dengan densitas populasi antara 102-103 CFU/cm2
(Trampuz & Widmer, 2004). Flora tetap tidak bersifat patogen, kecuali
Staphylococcus aureus. Bakteri ini dapat menyebabkan penyakit jika telah
mencapai jumlah 106 sel/gram, suatu jumlah yang cukup untuk
memproduksi toksin (Snyder, 2001).
2.4 Peran Perawat Dalam Mencegah Infeksi Nosokomial
Perawat adalah profesi yang sifat pekerjaannya selalu berada
dalam situasi yang menyangkut hubungan antarmanusia, terjadi proses
interaksi serta saling mempengaruhi dan dapat memberikan dampak
15
terhadap tiap-tiap individu yang bersangkutan (Suhaemi, 2003). Fungsi
utama perawat adalah membantu klien (dari level individu hingga
masyarakat), baik dalam kondisi sakit maupun sehat, guna mencapai
derajat kesehatan yang optimal melalui layanan keperawatan (Asmadi,
2008).
Menurut Simamora (2009) proses keperawatan merupakan suatu
upaya pemecahan masalah yang tujuan utamanya adalah membantu
perawat menangani klien secara komprehensif dengan dilandasi alasan
ilmiah, keterampilan teknis, dan keterampilan interpersonal. Tujuan
penerapan proses keperawatan bagi klien, antara lain:
a.
Mempertahankan kesehatan klien
b.
Mencegah sakit yang lebih parah/penyebaran penyakit/komplikasi
akibat penyakit
c.
Membantu pemulihan kondisi klien setelah sakit
d.
Mengembalikan fungsi maksimal tubuh
e.
Membantu klien terminal untuk meninggal dengan tenang
Tujuan penerapan proses keperawatan bagi profesionalitas keperawatan,
antara lain:
16
a.
Mempraktikkan
metode
pemecahan
masalah
dalam
praktik
keperawatan
b.
Menggunakan standar praktik keperawatan
c.
Memperoleh metode yang baku, rasional, dan sistematis
d.
Memperoleh hasil asuhan keperawatan dengan efektivitas yang
tinggi
Salah satu tujuan penerapan proses keperawatan bagi klien adalah
mencegah sakit yang lebih parah/penyebaran penyakit/komplikasi akibat
penyakit,
sedangkan
bagi
profesionalitas
keperawatan
adalah
menggunakan standar praktik keperawatan. Perawat sebagai petugas
kesehatan yang tidak melakukan kebiasaan mencuci tangan sebelum dan
sesudah melakukan tindakan keperawatan yang merupakan salah satu
standar praktik keperawatan akan menyebarkan bakteri dan kuman yang
ada di tapak tangan kepada pasien. Hal ini yang menyebabkan terjadinya
infeksi noskomial sehingga dapat memperparah penyakit yang diderita
oleh pasien, karena pasien yang sedang menderita suatu penyakit
memiliki imunitas (daya tahan tubuh) yang rendah sehingga mudah
terinfeksi oleh kuman atau bakteri, sebab menurut Farida (1999) salah
17
satu penyebab infeksi nosokomial dapat terjadi yaitu karena pasien
memiliki daya tahan tubuh yang rendah.
Infeksi silang terjadi jika mikroorganisme yang menyebabkan
infeksi didapat dari orang lain atau dari lingkungan. Mata rantai yang paling
mudah untuk diputus adalah cara penularan. Tangan merupakan suatu
alat penularan yang paling efisien untuk infeksi nosokomial. Oleh karena
itu, mencuci tangan menjadi metode pencegahan dan pengendalian yang
paling penting. Staphylococcus aureus adalah mikroflora normal pada kulit
dan merupakan salah satu flora tetap. Staphylococcus aureus merupakan
flora tetap yang bersifat pathogen jika mencapai 106/gram. Jumlah yang
cukup untuk memproduksi toksin (Snyder, 2001). Perawat adalah petugas
kesehatan yang memiliki waktu yang cenderung lebih lama berinteraksi
dengan pasien dibandingkan dengan petugas kesehatan lain. Perawat
memiliki peran penting dalam penyebaran mikroorganisme. Hal ini yang
akan menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial.
18
Download