Model Diagnostik Kesulitan Belajar Siswa Berbasis Ujian Nasional

advertisement
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
JANUARI 2014
Model Diagnostik Kesulitan Belajar Siswa Berbasis Ujian Nasional
Diagnostic Model Student Learning Disfficulties Exam-Based National
Zamsir1 & Hasnawati2
(1&2 Dosen Matematika pada Jurusan PMIPA FKIP UHO email: [email protected])
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menemukan model diagnostik kesulitan belajar siswa berbasis
ujian nasional. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan. Sampel uji coba produk terbatas
terdiri dari 3 SMP Negeri dengan melibatkan 12 orang guru untuk pelaksanaan tindakan perbaikan di
kelas. Berdasarkan hasil analisis data pada uji coba terbatas, disimpulkan bahwa: (1) model diagnostik
kesulitan belajar siswa berbasis ujian nasional dinyatakan layak untuk diterapkan berdasarkan penilaian
para ahli dan praktisi, (2) kompetensi dan indikator yang belum dikuasai oleh siswa pada ujian nasional
bulan April 2013 tersebar merata pada semua mata pelajaran yang diujikan, dan (3) hasil analisis soal,
menunjukkan bahwa soal-soal yang sukar paling banyak ditemukan pada mata pelajaran Bahasa
Indonesia dan IPA, diikuti Bahasa Inggris dan Matematika.
Kata kunci: model, diagnostik, tes.
Abstrak: This study aims to find a model-based diagnostic test students' learning difficulties nationwide. This research is
a development. Limited sample test consists of 3 products SMP involving 12 teachers for remedial action implementation
in the classroom . Based on the analysis of data on limited testing, it was concluded that (1) a model-based diagnostic
trouble learning the national exam students declared eligible to apply based on the assessment of experts and practitioners,
(2) competence and indicators that have not been mastered by students in national examinations month April 2013
spread evenly in all subjects tested, and (3) the results of item analysis, showed that the difficult problems most commonly
found in Indonesian subjects and IPA, followed by English and mathematics.
Keywords: model, diagnostics, tests.
PENDAHULUAN
Ujian nasional yang dilaksanakan pada
bulan April 2013, hasilnya sudah diumumkan.
Kegiatan rutin tersebut senantiasa menuntut
pada semua pihak baik siswa, guru, sekolah,
orang tua dan pejabat terkait pun turut
mempersiapkan segala sesuatunya agar siswa
dapat meraih nilai ujian yang tinggi serta
memperoleh persentase kelulusan yang tinggi.
Ujian nasional yang dilakukan dalam rangka
pengendalian mutu pendidikan secara nasional,
merupakan salah satu amanat Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2003 tentang Sisdiknas
(Anonim, 2003: 12), khususnya Bab XVI
tentang evaluasi, dimana pemerintah pusat dan
pemerintah daerah memiliki kewajiban dalam
melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan,
jalur, jenjang dan jenis pendidikan. Diharapkan,
evaluasi tersebut dapat mengendalikan mutu
pendidikan secara nasional dan juga merupakan
bentuk akuntabilitas pelaksanaan pendidikan
kepada orang tua, masyarakat dan stake holder.
Urgensi ujian nasional disamping untuk
pengendalian mutu pendidikan, juga digunakan
untuk pemetaan kualitas pendidikan disetiap
daerah, sehingga hasil ujian nasional merupakan
salah satu barometer keberhasilan pelaksanaan
pendidikan di daerah. Semakin baik hasil ujian
nasional disetiap daerah menunjukkan bahwa
pendidikan di daerah sudah berjalan dengan baik
dan berkualitas.
Ujian nasional adalah sistem evaluasi
terstandar, khususnya pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah secara nasional dan
persamaan mutu tingkat pendidikan antar
daerah yang dilakukan oleh BSNP berdasarkan
amanat Undang-Undang Republik Indonesia
99
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
Nomor 20 Tahun 2003. Dalam undang-undang
tersebut dinyatakan bahwa dalam rangka
pengendalian mutu pendidikan secara nasional
dilakukan evaluasi sebagai bentuk akuntabilitas
penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak
yang berkepentingan. Lebih lanjut dinyatakan
bahwa evaluasi dilakukan oleh lembaga yang
mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan,
dan sistematik untuk menilai pencapaian standar
nasional pendidikan dan proses pemantauan,
sehingga evaluasi tersebut harus dilakukan secara
berkesinambungan. Proses pemantauan evaluasi
ini dilakukan secara terus menerus dan
berkesinambungan yang pada akhirnya akan
dapat membenahi mutu pendidikan.
Upaya pembenahan mutu pendidikan
dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya
dimulai dengan cara penentuan standar.
Penentuan standar yang terus meningkat
diharapkan akan mendorong peningkatan mutu
pendidikan baik secara nasional maupun di
setiap daerah. Penentuan satndar pendidikan
yang dimaksud adalah penentuan nilai batas (cut
off score) kelulusan hasil ujian. Seseorang
dikatakan sudah lulus/kompeten bila telah
melewati nilai batas tersebut berupa nilai batas
antara siswa yang sudah menguasai kompetensi
tertentu dengan siswa yang belum menguasai
kompetensi tertentu. Bila hal itu terjadi pada
ujian nasional atau sekolah maka nilai batas
berfungsi untuk memisahkan antara siswa yang
lulus dan tidak lulus yang disebut batas
kelulusan. Salah satu bentuk kegiatan penentuan
batas kelulusan biasa dikenal standard setting.
Manfaat pengaturan dan penetapan
standar ujian adalah diperolehnya batas
kelulusan setiap mata pelajaran sesuai dengan
tuntutan kompetensi minimum. Dengan adanya
standar yang sama untuk setiap mata pelajaran
sebagai
standar
minimum
pencapaian
kompetensi, maka pemantauan pencapaian mutu
pendidikan secara masional menjadi mudah
untuk dilakukan.
Berbagai
upaya
dilakukan
untuk
memperbaiki hasil ujian nasional. Mulai dari
penyediaan sarana dan prasarana pelaksanaan
proses belajar mengajar yang baik dan siswa aktif
JANUARI 2014
untu belajar. Melakukan pendeteksian atau
diagnostik kesulitan belajar kemudian dicari
alternatif
tindakan
yang
tepat
untuk
melaksanakan perbaikan.
Diagnosis merupakan istilah yang diadopsi
dari bidang medis. Menurut Thorndike dan
Hagen (Muhibbin, 2002: 307), diagnosis dapat
diartikan sebagai: (a) Upaya atau proses
menemukan kelemahan atau penyakit (weakness,
disease) apa yang dialami seseorang dengan
melalui pengujian dan studi yang seksama
mengenai gejala-gejalanya (symtoms); (b) Studi
yang seksama terhadap fakta tentang suatu hal
untuk menemukan karakteristik atau kesalahankesalahan dan sebagainya yang esensial; dan (c)
Keputusan yang dicapai setelah dilakukan suatu
studi yang saksama atas gejala-gejala atau faktafakta tentang suatu hal.
Berdasarkan ketiga pengertian diagnosis di
atas, dapat disimpulkan bahwa di dalam konsep
diagnosis, secara implisit telah tercakup pula
konsep prognosisnya. Dengan demikian dalam
proses diagnosis bukan hanya sekadar
mengidentifikasi jenis dan karakteristiknya serta
latar belakang dari suatu kelemahan atau
penyakit
tertentu,
melainkan
juga
mengimplikasikan
suatu
upaya
untuk
meramalkan kemungkinan dan menyarankan
tindakan pemecahannya.
Apabila kegiatan diagnosis diarahkan pada
masalah yang terjadi pada belajar, maka disebut
sebagai diagnosis kesulitan belajar. Melalui
diagnosis kesulitan belajar gejala-gejala yang
menunjukkan adanya kesulitan dalam belajar
diidentifikasi,
dicari
faktor-faktor
yang
menyebabkannya, dan diupayakan jalan keluar
untuk memecahkan masalah tersebut.
Diagnosis kesulitan belajar merupakan
suatu prosedur dalam memecahkan kesulitan
belajar. Sebagai prosedur maka diagnosis
kesulitan belajar terdiri dari langkah-langkah
yang tersusun secara sistematis. Menurut Satterly
(2006: 145), tahapan-tahapan diagnosis kesulitan
belajar siswa adalah jawaban terhadap
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: (1) Who
are the pupils having trouble ?; (2) Where are the errors
located ?; (3) Why are the errors occur ? (4) What are
100
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
remedies are suggested?, dan (5) How can errors be
prevented ?
Pendapat
Satterly
tersebut
dapat
dioperasionalisasikan
dalam
memecahkan
masalah atau kesulitan belajar siswa dengan
tahapan kegiatan, yaitu: (1) Mengidentifikasi
siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar;
(2) Mengenali kesulitan belajar siswa melalui
analisis perilaku; (3) Mengenali kesulitan belajar
siswa melalui analisis prestasi belajar; (4)
Melokalisasi letak kesulitan belajar; dan (5)
Mengidentifikasi
faktor-faktor
penyebab
kesulitan belajar.
Indentifikasi siswa yang mengalami
kesulitan belajar dilakukan dengan cara: pertama,
menganalisis prestasi belajarnya. Dari segi
prestasi belajar, siswa dinyatakan mengalami
kesulitan apabila: (1) Nilai hasil belajarnya
(Ulangan harian, Semester, Rapor, UN) yang
bersangkutan lebih rendah dibanding nilai ratarata kelasnya; (2) Prestasi yang dicapai sekarang
lebih rendah dari sebelumnya; dan (3) Prestasi
yang dicapai berada di bawah kemampuan yang
sebenarnya. Kedua, menganalisis perilaku yang
berhubungan dengan proses belajar. Analisis
perilaku terhadap siswa yang diduga mengalami
kesulitan belajar dilakukan dengan cara: Pertama,
membandingkan perilaku yang bersangkutan
dengan perilaku siswa lainnya yang berasal dari
tingkat atau kelas yang sama; Kedua,
membandingkan perilaku yang bersangkutan
dengan perilaku yang diharapkan oleh lembaga
pendidikan. Ketiga, menganalisis hubungan
sosial. Intensitas interaksi sosial siswa dengan
kelompoknya
dapat
diketahui
dengan
sosiometri. Dengan sosiometri dapat diketahui
siswa yang terisolasi dari kelompoknya. Gejala
tersebut merupakan salah satu indikator
kesulitan belajar.
Seorang guru sudah tentu seringkali
menghadapi siswa yang mengalami kesulitan
belajar. Kesulitan belajar ini termanifestasikan
dalam berbagai bentuk gejala tingkah laku.
Gejala kesulitan belajar yang termanifestasikan
dalam tingkah laku siswa itu merupakan akibat
dari beberapa faktor yang melatarbelakanginya.
Untuk dapat memberikan bimbingan yang
JANUARI 2014
efektif terhadap siswa yang mengalami kesulitan
belajar tersebut sudah tentu setiap pendidik
(guru) memahami lebih dahulu faktor yang
menyebabkan timbulnya kesulitan belajar.
Kesulitan belajar siswa yang dapat diamati
melalui analisis perilaku diantaranya adalah cepat
lambatnya menyelesaikan tugas, ketekunan dan
kehadiran dalam mengikuti pelajaran, partisipasi
dalam mengerjakan tugas kelompok, dan
kemampuan kerjasama dan penyesuaian sosial.
Guru dalam memberikan tugas atau tes
selalu disertai batas waktu yang dapat membantu
guru dalam menemukan kasus kesulitan belajar.
Pelaksanaannya dengan mencatat waktu yang
diperlukan siswa dalam menyelesaikan tugas,
dari catatan ini diketahui siswa mana yang selalu
cepat menyelesaikan, siswa yang tepat waktu dan
siswa yang terlambat. Selanjutnya kita
bandingkan lama keterlambatan dan frekuensi
keterlambatan tersebut secara kelompok.
Berkaitan
dengan
ketekunan
dan
kehadiran dalam mengikuti pelajaran, siswa yang
tidak tekun atau selalu gelisah dalam mengikuti
pelajaran, sering absen atau membolos dapat
diduga bahwa siswa tersebut mengalami
kesulitan belajar. Pada mata pelajaran tertentu
siswa dituntut kemampuan berkomunikasi dan
berinteraksi sosial serta kemampuan mengajukan
pendapat,
penyanggahan
dan
segala
kualifikasinya, kita akan memperoleh gambaran
partisipasi siswa dalam kelompoknya dan
menemukan siswa yang diduga mengalami
kesulitan belajar.
Kemampuan kerja sama dan penyesuaian
sosial pada waktu mengikuti proses belajar
mengajar merupakan hal yang penting. Oleh
karena ada suatu mata pelajaran yang menuntut
siswa untuk mampu bekerjasama dengan
kelompok. Siswa yang tidak mampu kerjasama,
tidak menerima dan tidak percaya pada
temannya
atau
sekelompoknya
diduga
mengalami kesulitan belajar.
Syamsuddin (2003: 65) memberikan
ilustrasi tentang siswa yang mengalami kesulitan
belajar dengan cara
menghimpun
dan
menganalisis catatan-catatan hasil belajar serta
menafsirkannya dengan cara tertentu. Dalam
101
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
menafsirkan
data
hasil
belajar
dapat
menggunakan criterion reference yang biasa kita
kenal dengan acuan patokan dan norm reference
atau acuan norma. Apabila kita menggunakan
criterion reference maka langkah-langkah yang harus
ditempuh adalah: (1) Menetapkan angka minimal
sebagai batas lulus (standar kelulusan); (2)
Membandingkan nilai setiap siswa dengan nilai
batas lulus yang telah ditetapkan; (3) Mencatat
atau mengidentifikasi siswa yang memperoleh
nilai di bawah nilai batas lulus sebagai siswa yang
mengalami
kesulitan
belajar;
dan
(4)
Menentukan prioritas bantuan. Prioritas bantuan
didasarkan pada besarnya selisih nilai yang
diperoleh siswa dengan nilai batas lulus. Siswa
yang paling besar selisihnya harus memperoleh
prioritas bantuan.
Selanjutnya jika kita menggunakan norm
reference, maka nilai prestasi rata-rata dijadikan
ukuran pembanding bagi setiap nilai prestasi
siswa secara individual. Adapun cara dan
langkah yang ditempuh adalah: (1) Mencari atau
menghitung nilai rata-rata atau kelompok; (2)
Manandai siswa yang nilai prestasinya di bawah
rata-rata prestasi kelas; dan (3) Menentukan
prioritas bantuan.
Khusus untuk mendeteksi kesulitan belajar
pada bidang studi tertentu untuk menemukan
dalam bidang studi apa siswa mengalami
kesultan belajar dapat dilakukan dengan cara
membandingkan nilai prestasi siswa dengan nilai
rata-rata dari masing-masing bidang studi. Jika
angka nilai prestasi siswa berada di bawah nilai
rata-rata bidang studi maka siswa tersebut
diduga mengalami kesulitan pada bidang studi
tersebut.
Setelah siswa yang mengalami kesulitan
belajar diidentifikasi, langkah berikutnya adalah
menelaah atau melokalisasi letak kesulitan
belajar dengan cara: (1) pada mata pelajaran apa
yang bersangkutan mengalami kesulitan; (2) pada
aspek tujuan pembelajaran yang mana kesulitan
terjadi, (3) pada bagian (ruang lingkup) materi
apa kesulitan terjadi, dan (4) pada segi-segi
proses pembelajaran yang mana kesulitan terjadi.
Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab
kesulitan belajar, pada tahap ini semua faktor
JANUARI 2014
yang diduga sebagai penyebab kesulitan belajar
diusahakan untuk dapat diungkap. Tahap ini
oleh para ahli dipandang sebagai tahap yang
paling sulit, mengingat penyebab kesulitan
belajar itu sangat kompleks, sehingga hal itu
tidak dapat dipahami secara sempurna
melainkan hanya dapat diperkirakan penyebab
kesulitan belajar itu yang lebih dominan dari
faktor-faktor lainnya (Hellen, 2002: 86).
Teknik pengungkapan faktor penyebab
kesulitan belajar dapat dilakukan dengan
berbagai cara, diantaranya: 1) observasi; 2)
wawancara; 3) kuesioner; 4) skala sikap, 5) tes;
dan 6) pemeriksaan secara medis apabila
kesulitan itu berkaitan dengan salah satu unsur
penyakit atau kelainan fisik dan psikologi.
Berdasarkan
uraian
yang
telah
dikemukakan di atas dapat dipahami adanya
beberapa manifestasi dari gejala kesulitan belajar
yang dialami oleh siswa. Oleh karena itu,
diharapkan para guru dapat memahami dan
mengidentifikasi mana siswa yang mengalami
kesulitan belajar dan mana pula yang tidak.
Terdapat sejumlah langkah-langkah yang
dapat dilakukan oleh para guru sebagai upaya
diagnosis terhadap kesulitan belajar yang dialami
oleh siswa. Langkah-langkah tersebut antara lain:
(1) melakukan observasi kelas untuk melihat
perilaku menyimpang siswa ketika mereka
mengikuti pelajaran, (2) memeriksa pendengaran
dan penglihatan siswa khususnya yang diduga
mengalami kesulitan belajar, (3) mewawancarai
orang tua atau wali siswa untuk mengetahui hal
ikhwal keluarga yang mungkin menimbulkan
kesulitan belajar.
Penelitian yang dilakukan ini mencoba
untuk mengembangkan model diagnostik
kesulitan belajar siswa berbasis ujian nasional
sebagai informasi diagnosis untuk perbaikan
proses
pembelajaran
di
kelas,
guna
meningkatkan prestasi siswa ketika mengikuti
ujian nasional tahun berikutnya. Model
diagnostik yang dikembangkan ini, dapat
mendeteksi dimana letak kesulitan siswa ketika
menjawab soal-soal ujian nasonal, pada materimateri apa yang sulit dijawab serta pada materimateri apa yang belum atau sudah berhasil
102
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
dikuasai oleh siswa. Dengan penerapan model
ini, maka data hasil ujian nasional dapat
dipergunakan oleh guru untuk melakukan
tindakan perbaikan proses pembelajaran di
JANUARI 2014
sekolah. Apabila hal ini dilakukan, diharapkan
dapat meningkatkan prestasi atau nilai ujian
siswa ketika mengikuti ujian nasional.
METODE
Penelitian ini menggunakan model
penelitian dan pengembangan (Reserach and
Develompment). Prosedur pengembangan yang
digunakan dalam penelitian ini mengacu pada
prosedur penelitian dan pengembangan yang
dikemukakan oleh Brog & Gall (1989: 142) dan
Plomp (1997: 98) namun tahapannya
disesuaikan dengan tujuan dan kepentingan
penelitian ini. Adapun tahapan penelitian
pengembangan yang dilakukan, meliputi: (1)
analisis kebutuhan dan pengumpulan informasi
awal, (2) penyusunan model, (3) uji coba model,
(4) evaluasi, (5) implementasi. dan (6)
diseminasi.
Sesuai dengan tahap pengembangan model
yang dilakukan, maka uji coba dilaksanakan
sebanyak dua kali yaitu, ujicoba terbatas, dan
ujicoba diperluas. Sampel untuk uji coba terbatas
adalah hasil ujian nasional yang dilaksanakan
pada bulan April 2013 khususnya pada jenjang
SLTP. Sampel yang diambil berupa lembar
jawaban siswa dan paket soal yang diujikan.
Jumlah sampel lembar jawaban yang diambil
sebanyak 1.200 lembar, sedangkan jumlah paket
soal sebanyak 4 paket, yakni: Matematika, IPA,
Bahasa Indosnesia, dan Bahasa Inggris.
Selanjutnya, pengambilan sampel ujicoba
untuk
pelaksanaan
tindakan
perbaikan
berdasarkan hasil diagnosis kesulitan belajar
sebanyak 3 (tiga) sekolah, yaitu: SMP Negeri 5,
SMP Negeri 9, dan SMP Negeri 10. Setiap
sekolah dipilih satu kelas, yakni kelas 3 (Kelas
IX).
Data yang terkumpul dalam penelitian ini
ada 2 (dua) macam, yaitu data kualitatif dan data
kuantitatif. Data kualitatif berupa respons penilai
(validator) terhadap perangkat model yang
dikembangkan dan hasil angket tentang
penyebab kesulitan siswa dalam ujian nasional
berdasarkan pendapat guru. Data kuantitatif
berupa lembar jawaban siswa yang mengikuti
ujian nasional pada bulan April 2013.
Pengumpulan data dalam penelitian ini
dilakukan
dengan
menggunakan
teknik
dokumentasi, lembar penilaian, dan angket.
Data yang diperoleh melalui hasil validasi
model yang diperoleh melalui lembar penilaian,
kuesioner (angket), dianalisis dalam format
deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Hasilnya,
disamping dipaparkan secara naratif juga
disajikan dalam bentuk nilai rerata, persentase,
dan tabel/grafik. Sebelum dilakukan validasi
dengan menggunakan lembar penilaian terlebih
dahulu dilakukan uji kesepakatan antar penilai
(rater). Data kuantitatif berupa rekaman hasil
jawaban siswa dianalisis dengan menggunakan
software program BIGSTEPS.
HASIL
Hasil Validasi Model: Model diagnostik
kesulitan belajar siswa berbasis ujian nasional
yang dikembangkan sebelum diujicobakan,
terlebih dahulu dilakukan validasi terhadap
prosedur dan langkah-langkah yang ditempuh
untuk melakukan diagnosis kesulitan belajar
siswa. Validasi dilakukan oleh para ahli dan
praktisi sesuai dengan kompetensi/keahliannya,
yang terdiri dari 2 orang ahli pengukuran, 1
orang ahli kurikulum, 1 orang perwakilan
pengambil kebijakan timgkat diknas provinsi,
dan 2 orang praktisi (kepala sekolah dan guru).
Berdasarkan hasil penilaian yang dilakukan
oleh para ahli dan praktisi menunjukkan bahwa
83% penilai menyatakan prosedur dan langkahlangkah diagnostik kesulitan belajar siswa sangat
layak digunakan untuk mendeteksi dimana letak
kesulitan siswa ketika menjawab soal-soal ujian
nasional. Kesulitan yang dimaksud adalah pada
komptensi dan indikator mana yang soal-soalnya
103
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
sebagian besar siswa mengalami kesulitan/tidak
memberikan jawaban yang benar.
Prosedur dan langkah-langkah diagnostik
kesulitan belajar siswa serta tindakan perbaikan
yang dilakukan adalah sebagai berikut: (1)
Menganalisis soal-soal ujian nasional dengan
cara menentukan SK dan indikator mana yang
diangkat jadi soal berdasarkan kisi-kisi UN, (2)
Melakukan analisis butir soal untuk mengetahui
parameter tingkat kesukaran soal, (3)
Mengidentifikasi butir soal mana yang dianggap
sulit berdasarkan langkah 2, kemudian
memetakannya berdasarkan kisi-kisi UN, (4)
Menyusun tindakan perbaikan terhadap KD dan
indikator sesuai soal yang dianggap sulit dalam
UN, (5) Melakukan pengetesan kepada siswa
yang soal-soalnya dianggap sulit berdasarkan
langkah 2, (6) Melakukan pembahasan terhadap
materi soal yang dianggap sulit, (7) Menyusun
soal yang sama dengan soal yang di UN untuk
JANUARI 2014
soal yang sulit dari indikator dan KD yang sama
kemudian di teskan kepada siswa, (8) Menysun
soal yang setara dengan soal yang di UN dari
KD yang sama, tetapi pada indikator yang
berbeda kemudian di teskan dan (9) Melakukan
pengelompokan tingkat penguasaan siswa ke
dalam level-level tertentu, mulai dari Level
paling rendah (Level 1) hingga Level Tinggi
(Level 4).
Kompetensi dan Indikator yang belum
Dikuasi Siswa: Berdasarkan hasil analisis butir
soal tes ujian nasional ditemukan sejumlah
kompetensi dan indikator yang diujikan belum
dikuasai oleh siswa. Kompetensi yang belum
dikuasi oleh siswa tersebar merata pada semua
mata pelajaran yang diujikan, yaitu Matematika,
IPA, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris.
Adapun rincian kompetensi dan indikator yang
belum dikuasai oleh siswa diuraikan berikut ini.
Tabel 1. Kompetensi dan Indikator yang Belum Dikuasai pada Mata Pelajaran Matematika
No
1
2
3
Kompetensi
Menggunakan konsep operasi hitung dan sifatsifat bilangan, perbandingan, bilangan
berpangkat, bilangan akar, aritmetika sosial,
barisan bilangan, serta penggunaannya dalam
pemecahan masalah
Memahami operasi bentuk aljabar, konsep
persamaan dan pertidak samaan linier,
persamaan garis, himpunan, relasi, fungsi,
sistem persamaan linier, serta penggunaannya
dalam pemecahan masalah
Memahami sifat dan unsur bangun ruang, dan
menggunakannya dalam pemecahan masalah
Mata
Pelajaran
Matematika:
Kompetensi dan indikator yang diujikan dan
belum dikuasai oleh siswa pada mata pelajaran
matematika dirangkum pada Tabel 1. Dari 3
(tiga) kompetensi yang diujikan, terdapat 6
(enam) indikator yang belum dikuasi oleh siswa.
Soal-soal yang diujikan pada indikator tersebut
dikategorikan termasuk sukar/sulit dan pada
umumnya mengukur tingkat kemampuan
pemahaman dan aplikasi. Materi soal ini
104
Indikator
 Menyelesaikan masalah yang berkaitan
dengan perbandingan
 Menyelesaikan masalah yang berkaitan
dengan barisan bilangan dan deret
 Menyelesaikan masalah yang berkaitan
dengan persamaan linier
 Menentukan gradien, persamaan garis,
atau grafiknya
 Menyelesaikan masalah yang berkaitan
dengan volume bangun ruang
 Menyelesaikan masalah yang berkaitan
dengan luas permukaan bangun ruang
diajarkan pada pembelajaran di kelas VIII dan
kelas IX.
Mata Pelajaran IPA: Kompetensi dan
indikator yang diujikan dan belum dikuasai oleh
siswa pada mata pelajaran IPA dirangkum pada
Tabel 2. Dari tiga kompetensi yang diujikan,
terdapat 5 (lima) indikator yang belum dikuasi
oleh siswa. Soal-soal yang diujikan pada
indikator tersebut dikategorikan termasuk
sukar/sulit dan pada umumnya mengukur
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
tingkat kemampuan pemahaman dan aplikasi.
Materi soal ini diajarkan pada pembelajaran di
JANUARI 2014
kelas VIII dan kelas IX.
Tabel 2. Kompetensi dan Indikator yang Belum Dikuasai pada Mata Pelajaran IPA
No
1
Kompetensi
Menerapkan konsep zat dan kalor serta
kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari
2
Memahami konsep kelistrikan dan
kemagnetan serta penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari
3
Menjelaskan sistem organ pada manusia
Indikator
 Menentukan besaran kalori dalam proses
perubahan suhu atau penerapan perubahan
wujud zat dalam kehidupan sehari-hari.
 Menentukan besaran-besaran listrik dinamis
dalam suatu rangkaian (seri/paralel, Hukum
Ohm atau Hukum Kirchoff) serta
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari
 Menjelaskan peristiwa induksi elektromagnetik
atau penerapnnya pada transformator
 Menjelaskan sistem pencernaan dan enzimenzim yang berperan pada proses pencernaan
 Menjelaskan sistem ekskresi dan reproduksi
pada manusia dan penyakit yang berhubungan
dengannya
Mata Pelajaran IPA: Kompetensi dan
indikator yang diujikan dan belum dikuasai oleh
siswa pada mata pelajaran IPA dirangkum pada
Tabel 2. Dari tiga kompetensi yang diujikan,
terdapat 5 (lima) indikator yang belum dikuasi
oleh siswa. Soal-soal yang diujikan pada
indikator tersebut dikategorikan termasuk
sukar/sulit dan pada umumnya mengukur
tingkat kemampuan pemahaman dan aplikasi.
Materi soal ini diajarkan pada pembelajaran di
kelas VIII dan kelas IX.
Mata Pelajaran Bahasa Indonesia:
Kompetensi dan indikator yang diujikan dan
belum dikuasai oleh siswa pada mata pelajaran
Bahasa Indonesia dirangkum pada Tabel 3. Dari
dua kelompok kompetensi yang diujikan,
terdapat 10 indikator yang belum dikuasi oleh
siswa. Soal-soal yang diujikan pada indikator
tersebut dikategorikan termasuk sukar/sulit dan
pada umumnya mengukur tingkat kemampuan
pemahaman dan aplikasi. Materi soal ini
diajarkan pada pembelajaran di kelas VII, kelas
VIII dan kelas IX.
Tabel 3. Kompetensi dan Indikator yang Belum Dikuasai Siswa pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
No
1
Kompetensi
Membaca dan memahami berbagai teks
nonsastra (biografi, artikel, berita, iklan,
tabel/diagram, bagan, grafij, peta, denah),
berbagai karta sastra (puisi, antologi puisi,
cerpen, buku kumpulan cerpen, cerita anak,
buku cerita anak, novel remaja, novel angkatan
20-30-an, dan drama)
Bersambung:
105




Indikator
Menentukan persamaan isi cerita
Menyimpulkan isi pragraf
Mengidentifikasi unsur intrinsik puisi
Mengidentifikasi unsur intrinsik cerita
pendek/ cerita anak
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
Sambungan Tabel 3.
2 Menulis dan menyunting teks nonsastra dengan
menggunakan kosa kata yang bervariasi dan
efektif dalam bentuk buku harian, surat pribadi,
surat dinas, narasi dan pesan singkat, laporan,
pengumuman, petunjuk, rangkuman, teks
berita, slogan/poster, iklan, resensi dan
karangan, surat pembaca, teks pidato, dan karya
ilmiah; menulis teks sastra dalam bentuk puisi,
pantun, dongeng, cerpen, dan drama.
JANUARI 2014
 Menulislaporan/
pengumuman/resensi
 Menulis rangkuman
 Menulsi slogan sesuai konteks
 Menulis menyunting kalimat, ejaan/tanda
baca, pilihan kata
 Melengkapi puisi
 Melelengkapi naskah drama
Mata Pelajaran Bahasa Inggris: Kompetensi dan indikator yang diujikan dan belum dikuasai
oleh siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dirangkum pada Tabel 4. Dari dua kelompok
kompetensi yang diujikan, terdapat lima indikator yang belum dikuasi oleh siswa. Soal-soal yang
diujikan pada indikator tersebut dikategorikan termasuk sukar/sulit dan pada umumnya mengukur
tingkat kemampuan pemahaman dan aplikasi. Materi soal ini diajarkan pada pembelajaran di kelas VII,
kelas VIII dan kelas IX.
Tabel 4. Kompetensi dan Indikator yang Belum Dikuasai pada Mata Pelajaran Bahasa Inggris
No
1
Kompetensi
Reading (membaca)
Memahami makna dalam
wacana tertulis pendek baik
teks fungsional maupun esai
sederhana berbentuk deskriptif
(descriptive, prosedure, maupun
report) dan naratif (narrative
dan recount) dalam konteks
kehidupan sehari-hari.
2
Writting (menulsi)
Menungkapkan makna secara
tertulis teks fungsional pendek
dan esai sederhana berbentuk
deskriptif (descriptive, procedure,
maupun report dan naratif
(narrative dan recount) dalam
konteks kehidupan sehari-hari.
Indikator
 Menentukan gambaran umum/pikiran utama pragraf atau
informasi tertentu/informasi rinci/informasi tersirat atau
rujukan kata atau makna kata/frase atau tujuan
komunikatif dalam teks fungsional pendek berbentuk
coution/notice/warning, greeting card, letter/e-mail, short message,
advertisement, announcement, invitation, schedule.
 Menentukan gambaran umum/pikiran utama pragraf atau
informasi tertentu/informasi rinci/informasi tersirat atau
rujukan kata atau makna kata/frase atau tujuan
komunikatif dalam teks berbentuk descriptive
 Menentukan gambaran umum/pikiran utama pragraf atau
informasi tertentu/informasi rinci/informasi tersirat atau
rujukan kata atau makna kata/frase atau tujuan
komunikatif dalam teks berbentuk narrative
 Menentukan kata yang tepat untuk melengkapi teks
rumpang bentuk descriptive/prosedure sederhana
 Menentukan susunan kalimat yang tepat untuk membuat
pragraf yang padu dan bermakna
Mata Pelajaran Bahasa Inggris:
Kompetensi dan indikator yang diujikan dan
belum dikuasai oleh siswa pada mata pelajaran
Bahasa Indonesia dirangkum pada Tabel 4. Dari
dua kelompok kompetensi yang diujikan,
terdapat lima indikator yang belum dikuasi oleh
siswa. Soal-soal yang diujikan pada indikator
tersebut dikategorikan termasuk sukar/sulit dan
pada umumnya mengukur tingkat kemampuan
pemahaman dan aplikasi. Materi soal ini
diajarkan pada pembelajaran di kelas VII, kelas
VIII dan kelas IX.
Hasil Pelaksanaan
Tindakan Perbaikan: Berdasarkan hasil
analisis soal yang dilakukan ditemukan sejumlah
butir soal yang memiliki parameter tingkat
kesukaran butir termasuk soal-soal sukar. Soal106
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
soal yang sukar tersebar pada semua mata
pelajaran yang diujikan. Hasil indentifikasi yang
dilakukan ditemukan soal-soal yang termasuk
kategori mudah, sedang dan sukar untuk semua
mata pelajaran diujikan pada jenjang pendidikan
SLTP dirangkum pada Tabel 5. Sampel varian
soal diambil masing-masing satu naskah tes
untuk keempat mata pelajaran yang diujikan,
yaitu satu naskah tes untuk Matematika, satu
naskah tes untuk IPA, satu naskah tes untuk
Bahasa Indonesia, dan satu naskah tes untuk
Bahasa Inggris.
Tabel 5 memperlihatkan bahwa soal-soal
yang sukar paling banyak ditemukan pada mata
pelajaran Bahasa Indonesia (34%) dan IPA
(30%), diikuti
Bahasa Inggris (16%) dan
Matematika (10%). Proporsi soal-soal yang
termsuk dalam kategori mudah, sedang, dan
sukar untuk keempat mata pelajaran tersebut
masing-masing adalah 0,2: 0,4: 0,4 untuk Bahasa
JANUARI 2014
Indonesia. Untuk Bahasa Inggris adalah :0,5: 0,4:
0,1. Untuk Matematika adalah: 0,4: 0,5: 0,1.
Untuk IPA adalah: 0,2: 0,5: 0,3. Terlihat bahwa
dari keempat mata pelajaran yang diujikan
menunjukkan bahwa mata pelajaran Bahasa
Indonsesia memiliki proporsi soal-soal yang
sukar menempati urutan yang paling banyak.
Berdasarkan hasil tindakan perbaikan yang
dilakukan terhadap semua mata pelajaran yang
diujikan, penguasaan siswa terhadap hasil tes
yang dilakukan kemudian dikelompokkan dalam
tiga kategori level penguasaan siswa, yaitu
penguasaan pada Level 1, Level 2, Level 3, da
Level 4. Level 1 menunjukkan bahwa materi tes
yang diberikan belum sepenuhnya dikuasai oleh
siswa (penguasaannya kurang dari 65%), Level 2
menunjukkan penguasaannya baru mencapai 65
– 75 %, Level 3 menunjukkan penguasaannya
hanya 75 – 85 %, dan Level 4 menunjukkan
penguasaan sudah mencapai di atas 85 %.
Tabel 5. Hasil Identifikasi Soal Menurut Kategori Tingkat Kesukaran Soal
Mudah, Sedang dan Sukar pada Mata Pelajaran yang Diujikan
No
1
2
3
4
Mata Pelajaran
Bahasa Indonesia
Bahasa Inggris
Matematika
IPA
Kategori Tingkat Kesukaran Soal
Mudah
11
23
16
10
Sedang
22
19
20
18
Sukar
17
8
4
12
Jumlah
50
50
40
40
Pendapat Guru tentang Penyebab Kesulitan
Siswa
Guna melengkapi informasi tentang
penyebab kesulitan siswa dalam menjawab soalsoal ujian nasional, kepada guru diberikan daftar
pertanyaan yang berisi kemungkinan penyebab
itu berasal dari perilaku pembelajaran yang
berlangsung di sekolah. Guru yang dimintai
pendapatnya berjumlah 24 orang, terdiri dari 6
orang guru Matematika, 6 orang guru IPA, 6
orang guru Bahasa Indonesia, dan 6 orang guru
Bahasa Inggris. Hasil analisis angket untuk guru
disajikan pada Tabel 6.
Berdasarfkan hasil angket ditemukan
bahwa pada umumnya guru berpendapat
Hasil pelaksanaan tindakan perbaikan
diperoleh penguasaan siswa yang dicapai pada
mata pelajaran Matematika mayoritas pada Level
3. Mata pelajaran IPA mayoritas pada Level 3,
Bahasa Indonesia pada Level 2, dan Bahasa
Inggris pada Level 2. Hal ini menunjukkan
bahwa siswa masih perlu diberi pembelajaran
yang lebih instensif agar mampu menguasai
dengan baik materi-materi yang diujikan dalam
ujian nasional (UN 2013), baik pada kompetensi
atau indikator yang sama dengan yang diujikan,
maupun pada kompetensi yang sama tetapi
untuk indikator yang berbeda serta pada
kompetensi dan indikator yang berbeda.
107
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
penyebab kesulitan siswa menjawab benar soalsoal ujian nasional adalah: (1) varian soal yang
terlalu banyak, yaitu ada sekitar 20 varian untuk
setiap mata pelajaran yang diujikan; (2) masih
JANUARI 2014
terdapat sejumlah KD/ indikator/materi yang
belum selesai sepenuhnya diajarkan, dan (3)
siswa belum terbiasa menjawab model soal yang
diujikan pada ujian nasional.
Tabel 6. Hasil Angket Pendapat Guru tentang Penyebab Kesulitan Siswa Menjawab Soal-soal
Ujian Nasional Tahun 2013 Tingkat SLTP
No
Aspek penyebab kesulitan
Jumlah
1
2
3
4
5
6
Materi belum selesai seluruhnya/tuntas diajarkan
Ketersediaan sarana pendukung KBM
Materi sulit dipahami siswa
Varian soal yang lebih banyak
Siswa belum terbiasa menjawab model soal yang diujikan
Siswa dalam tray out lebih banyak berlatih trik menjawab soal
daripada berusaha belajar/menguasai konsep materi
Soal diphoto copy (kurang jelas)
20
8
13
22
18
12
Persentase
(%)
83,33
33,33
54,17
91,67
79,17
50,00
10
41,67
7
PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini berupa model
diagnostik kesulitan belajar siswa berbasis ujian
nasional. Model ini sudah dinyatakan layak
untuk digunakansebagai salah satu model
diagnostik untuk melakukan perbaikan dan
peningkatan pencapaian ujian nasional di
sekolah. Hal ini ditunjukkan oleh hasil validasi
ahli dan praktisi serta hasil pencapaian ujicoba
model secara terbatas di tiga sekolah, yakin di
SMP Negeri 5 Kendari, SMP Negeri 9 Kendari
dan SMP Negeri 10 Kendari. Dalam
pelaksanaan ujicoba terbatas, meliputi ujicoba
pendeteksian materi-materi yang sulit yang
tercermin dalam setiap butir soal pada setiap
mata pelajaran yang diujikan menunjukkan
bahwa masih ditemukan sejumlah soal-soal yang
termasuk sukar bagi siswa. Hal ini ditnjukkan
oleh soal-soal yang sukar tersebut sebagian besar
siswa belum mampu memberikan jawaban yang
benar. Kesulitan ini disebabkan oleh materi soal
yang sulit, model soal yang belum terbiasa
ditemui/dilatihkan
kepada
siswa,
dan
terdapatnya materi yang diujikan ternyata belum
sepenuhnya selesai diajarkan.
Disamping itu, adanya varian soal yang
banyak memungkinkan siswa memperoleh
perlakuan yang tidak sama dalam menerima
materi pertanyaan dalam soal. Meskipun diakui
bahwa prinsip kesetaraan telah dipenuhi oleh
soal-soal yang diujikan itu. Upaya tindakan
perbaikan yang dilakukan ternyata belum juga
maksimal, hal ini ditunjukkan oleh pencapaian
kemampuan siswa untuk ke empat mata
pelajaran yang diujikan dalam ujian nasional baru
mencapai pada Level 1 hingga Level 3. Temuan
ini memberi inidikasi bahwa perbaikan
pembelajaran masih harus dilakukan oleh
guru/sekolah secara lebih intensif dan
berkelanjutan. Kegiatan perbaikan yang akan
dilakukan bukan hanya pada latihan penyelesaian
soal, tetapi yang lebih diutamakan adalah
pemahaman konsep-konsep yang prinsip dalam
setiap materi/pokok/sub pokok bahasan.
108
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data hasil ujicoba
terbatas yang diperoleh dari hasil kegiatan
penelitian ini, diperoleh simpulan sebagai
berikut.
1. Hasil validasi model menunjukkan bahwa
model diagnostik kesulitan belajar siswa
berbasis ujian nasional layak digunakan.
2. Kompetensi dan indikator yang belum
dikuasai oleh siswa pada ujian nasional pada
bulan April 2013 tersebar merata pada semua
mata pelajaran yang diujikan.
3. Hasil analisis soal, menunjukkan bahwa soalsoal yang sukar paling banyak ditemukan
pada mata pelajaran Bahasa Indonesia (34%)
dan IPA (30%), diikuti Bahasa Inggris (16%)
dan Matematika (10%).
4. Hasil pelaksanaan tindakan perbaikan
diperoleh penguasaan yang dicapai siswa
pada mata pelajaran Matematika mayoritas
JANUARI 2014
pada Level 3. Mata pelajaran IPA mayoritas
pada Level 2. Mata pelajaran Bahasa
Indonesia pada Level 2, dan Bahasa Inggris
pada Level 2. Hal ini menunjukkan bahwa
siswa masih perlu pembelajaran yang lebih
instensif agar mampu menguasai dengan baik
maatari-matari yang diujikan dalam UN, baik
pada kompetensi atau indikator yang sama
dengan yang diujikan pada UN, maupun pada
kompetensi yang sama tetapi untuk indikator
yang berbeda serta pada kompetensi dan
indikator yang berbeda.
5. Mayoritas guru berpendapat bahwa penyebab
kesulitan belajar siswa pada waktu mengikuti
ujian terutama pada tiga aspek, yaitu: (1)
materi belum tuntas diajarkan, (2) materi sulit
dipahami oleh siswa, dan (3) siswa belum
terbiasa menjawab model soal yang diujikan.
Saran
Ujicoba terbatas baru dilaksanakan pada 3
SMP Negeri, sehingga hasil yang diperoleh
belum maksimal, khususnya pada pelaksanaan
tindakan perbaikan. Oleh karena itu, disarankan
untuk penyempurnaan hasil penerapan model
dapat dilaksanakan sekurang-kurang sebanyak 10
SMP dan sampel yang diambil bukan hanya
SMP Negeri tetapi juga SMP Swasta.
DAFTAR RUJUKAN
Asmawi Zainul. 2004. Alternative assessment:
Applied approach mengajar di perguruan tinggi.
(Jakarta: PAU-PPAI Universitas Terbuka).
Borg, W.R. & Gall, M.D. 1989. Educational
research: An introduction. (New York:
Longman).
Delvi Nurbawanti, P. 2010. Upaya sekolah untuk
meningkatkan hasil ujian nasional sebagai salah
satu penentu kelulusan siswa di SMA Negeri 1
Kota Mojokerto. Diambil pada tanggal 9
Maret 2013 dari: http://library.um.ac.id
Anonim. 2003. Undang-Undang RI Nomor 20,
Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan
Nasional. (Jakarta: Depdiknas).
Hellen, A. 2002. Bimbingan dan Konseling.
(Jakarta: Ciputat Press)
Kusairi. 2012. Menggunakan model DINA
dalam pengembangan tes diagnostik untuk
mendeteksi salah konsepsi. Jurnal Penelitian
dan Evaluasi Pendidikan, 1, 281-306
Muhibbin, S. 2002. Psikologi Pendidikan.
(Bandung: Remaja Rosdakarya)
O’Malley, M.J., & Pierce, L.V.1996. Authentic
assessment for english language learners. Practical
approach for teachers. (New York: AddisonWesley Publishing Company).
Padmadewi.
2005.
Asesmen
berbasis
kompetensi:
Aplikasinya
dalam
pembelajaran keterampilan berbicara.
109
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, 38(3), 455472.
Popham, J.W. 1995. Classroom assessment what
teachers need to know. (Boston: Allyn and
Bacon).
Satterly, D. 2006. Assessment in school.
(Oxford, England: Basil Balckwell
Publisher).
Syamsuddin, A. 2003. Psikologi Pendidikan,
(Bandung: Remaja Rosda Karya)
Padmadewi.
(2005).
Asesmen
berbasis
kompetensi:
Aplikasinya
dalam
JANUARI 2014
pembelajaran keterampilan berbicara.
Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, 38(3), 455472.
Popham, J.W. 1995. Classroom assessment what
teachers need to know. (Boston: Allyn and
Bacon).
Zamsir. 2012. Model tes dan analisis
prestasi belajar matematika siswa
sekolah dasar. Jurnal Penelitian dan
Evaluasi Pendidikan, 2, 593-612
110
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
JANUARI 2014
INDEKS
JULI 2013
Anwar Bey & Asriani
Penerapan Pembelajaran Problem Solving untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika
pada Materi SPLDV halaman (223 – 236)
Azhar
Pengembangan Instrumen Penilaian Komptetensi Pedagogik Guru Mata Pelajaran Fisika pada
SMA/MA. halaman (127 – 138)
H. Faad Maonde
Kesenjangan Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Model Pembelajaran Kooperatif, Penguasaan
Bahasa, dan IPA. halaman (101 – 126)
Kadir Tiya
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar
Matematika Siswa SMPN halaman (177 – 190)
La Ode Ahmad Jazuli & Fitrah Helviana
Perbedaan Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Model Pembelajaran Kooperatif dan Kemampuan
bahasa Indonesia. halaman (191 – 210)
Latief Sahidin & Dini Jamil
Pengaruh Motivasi Berprestasi dan Persepsi Siswa Tentang Cara Mengajar Guru Terhadap Hasil Belajar
Matematika halaman (211 – 222)
Suhar & Muh. Syarwa Sangilai
Perbedaan Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Model Pembelajaran Kooperatif dan
Penguasaan Bahasa Indonesia halaman (139 – 158)
Utu Rahim & Musfira Anwar
Kualitas Tes UN Paket 27 2010/2011 dan C38 2011/2012 Matenatika SLTP Se Kota Kendari. halaman
(159 – 176)
111
Download