skripsi musik angklung sebagai media ekspresi bagi

advertisement
i
SKRIPSI
MUSIK ANGKLUNG SEBAGAI MEDIA EKSPRESI
BAGI PENDERITA TUNARUNGU DI SLB NEGERI SRAGEN
Skripsi dijadikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan Prodi Pendidikan Seni Musik
oleh
YOHA PRISMANATAN
2501409059
JURUSAN PENDIDIKAN SENI DRAMA TARI DAN MUSIK
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015
i
ii
ii
iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Denganinisaya :
Nama
: Yoha Prismanatan
NIM
: 2501409059
Program Studi
: PendidikanSeniMusik (S1)
Jurusan
: PendidikanSeni Drama Tari dan Musik
Judul Skripsi
: Musik Angklung Sebagai Media Ekspresi Bagi Penderita
Tunarungu di SLB N Sragen
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya serahkan ini benar-benar
hasil karya saya sendiri, kecuali kutipan dan ringkasan yang semua sumbernya
telah saya jelaskan. Apabila dikemudian hari terbukti atau dibuktikan bahwa
skripsi ini hasil jiplakan, maka gelar atau ijazah yang diberikan oleh Universitas
batal saya terima.
Semarang, 20 Februari 2015
Yang membuat pernyataan,
Yoha Prismanatan
NIM. 2501409059
iii
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“Aku adalah Alfa dan Omega, firman Tuhan Allah, yang ada dan yang
sudah ada dan yang akan datang, Yang Maha-kuasa”.
(Wahyu 1 : 8)
Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki
Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.
(2 Tesalonika 5 : 18)
Skripsiinikupersembahkanuntuk:
1. Bapak dan Ibu terkasih, Tri Pramono dan
Retno Susanti atas cinta kasih, dukungan,
motivasi, dan doanya yang tidak pernah
putus selalu menyertai saya.
2. Kakak saya terkasih, Trafebi Yismaya yang
memberikan doa motivasi dan menyayangi
saya.
3. Teman-teman
yang
mendukung
dalam
kelancaran pembuatan skripsi saya.
4. Teman-teman Sendratasik angkatan 2009.
iv
v
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur saya saya panjatkan kehadirat Tuhan YME atas kasih
dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul
“Musik Angklung Sebagai Media Ekspresi Bagi Penderita Tunarungu di
SLB N Sragen”.
Penulisan skripsi ini penulis mengalami kesulitan, oleh karena itu penulis
ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkenan
memberikan dorongan serta bimbingan. Dalam penulisan skripsi ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum, Rektor Universitas Negeri Semarang
yang telah memberikan kesempatan untuk menempuh kuliah di Universitas
Negeri Semarang.
2. Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum, Dekan Fakultas Bahasa dan Seni yang telah
memberikan ijin untuk pelaksanaan penelitian.
3. Joko Wiyoso, S.Kar, M.Hum, Ketua Jurusan Pendidikan Seni Drama Tari dan
Musikyang telah menyetujui tersusunya skripsi ini.
4. Dr. Udi Utomo, M.Si, Dosen Pembimbingyang memberikan motivasi dan
sabar dalam memberikan bimbingan sejak awal sampai selesainya penulisan
skripsi.
5. Segenap Dosen Jurusan Pendidikan Seni Drama Tari dan Musik yang telah
banyak memberi bekal ilmu, pengetahuan dan keterampilan selama masa studi
S1.
v
vi
6. Bapak Djoko Sambodo, M.Pd selaku kepala sekolah SLB N Sragen, yang telah
memberikan kesempatan dan waktu untuk memberikan informasi dalam
pengambilan data.
7. BapakNunung Haryono, Amd dan Bapak Budi Rahmat Jati, S.Pd, pengajar
kelompok angklung siswa tunarungu di SLB N Sragen yang telah banyak
membantu dalam proses pengambilan data.
8. Kelompok musik angklung siswa tunarungu di SLB N Sragen yang sudah
membantu.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu-persatu yang telah membantu
dalam penyusunan skripsi ini.
10. Teman-teman Sendratasik 2009 yang telah memberi semangat dan dukungan
dalam mengerjakan skripsi ini.
Skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran sangat
penulis harapkan. Besar harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pembaca khususnya dan dunia ilmu pengetahuan pada umumnya.
Semarang, 20 Februari 2015
Penulis
vi
vii
SARI
Prismanatan Yoha. 2015. “Musik Angklung Sebagai Media Ekspresi Bagi
Penderita Tuanrungu di Sekolah Luar Biasa Negeri Sragen”. Skripsi
Jurusan Pendidikan Seni Drama Tari dan Musik, Fakultas Bahasa dan Seni,
Universitas Negeri Semarang. Dosen Pembimbing:Drs. Udi Utomo, M. Si.
Latar belakang dari skripsi ini yaitu pembelajaran musik juga bisa diberikan
kepada penderita tunarungu, dan musik dapat digunakan sebagai media ekspresi
bagi penderita tunarungu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
mendiskripsikan pembelajaran musik angklung bagi penderita tunarungu, dan
untuk mengetahui dan mendiskripsikan pembelajaran musik angklung digunakan
sebagai media ekspresi di SLB N Sragen. Bertolak dari tujuan penelitian ini ada
dua manfaat yang diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu manfaat teoritis
dan manfaat praktis.
Penelitianinimenggunakanmetodekualitatif. Pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pendekatan paedagogis, musikologi, dan psikologi.
Lokasi penelitian ini adalah Sekolah Luar Biasa Negeri Sragen.
Teknikpengumpulan
data
melaluiobservasi,
wawancara,
dandokumentasi.Keabsahan data diperiksamelalui trianggulasisumber data,
kecukupanreferensi,danperpanjangankeikutsertaan.Analisis
data
dilakukanmenggunakan model analisis data interaktif yang ditempuhmelalui
proses reduksi data, penyajian data, danmenarikkesimpulan/verifikasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pembelajaran angklung bagi
penderita tunarungu di SLB N Sragen dilaksanakan melalui tiga tahapan, yaitu:
(1) tahap persiapan; (2) tahap pelaksanaan; dan (3) pementasan. Tahap persiapan
pengajar mempersiapkan materi pembelajaran, angklung yang digunakan, media
yang digunakan, mengelompokkan siswa dan memastikan kesiapan siswa. Tahap
pelaksanaan terdiri dari dua kegiatan, yaitu: (1) mengajarkan cara memegang
angklung; dan (2) mengajarkan cara memainkan angklung yang meliputi teknik
krulung, dan mengajarkan nilai nada. Dalam pelaksanaan didukung media lampu
nada yang diciptakan sendiri oleh pengajar. Pada tahap pementasan pengajar
melatih mental siswa untuk tampil dihadapan banyak orang, dan mengatur posisi
siswa diatas panggung pementasan. Pembelajaran sebagai media ekspresi
dilakukan melalui pengalaman dengan pementasan yang meliputi dalam aspekaspek seni pertunjukan, yaitu aspek gerak, aspek suara, aspek rupa, dan aspek
pelaku. Ada dua faktor lain yang mempengaruhi ekspresi dalam pementasan
kelompok angklung siswa tunarungu, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Berdasarkan hasil tersebut disarankan: (1) bagi pengajar lebih
diseimbangkan kemampuan siswa kelas 3 dan 4 dengan siswa yang lain, siswa
juga bisa diajarkan tentang dinamika; (2) bagi guru dan pihak sekolah, tata rias
ketika pementasan lebih ditonjolkan lagi; (3) bagi pihak sekolah, pembelajaran
alat musik angklung lebih diberi waktu untuk kegiatan pembelajaran ketika akan
pementasan; (4) bagi pihak sekolah, guru, dan orang tua siswa, selalu memberi
vii
viii
dorongan kepada siswa tunarungu kelompok pertunjukan musik angklung untuk
mengikuti pembelajaran dan pementasan.
viii
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
..................................................................
HALAMAN PENGESAHAN
........................................................
i
ii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI.......................................
iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
.................................................
iv
.....................................................................
v
...............................................................................................
vii
KATA PENGANTAR
SARI
DAFTAR ISI
...............................................................................
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB 1
viii
.....................................................................
xii
................................................................
xiii
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang .........................................................................
1
1.2
Rumusan Masalah ...................................................................
5
1.3
Tujuan penelitian .....................................................................
6
1.4
Manfaat Penelitian ...................................................................
6
1.4.1 ManfaatTeoritis ........................................................................
6
1.4.2 ManfaatPraktis .........................................................................
6
1.5
7
SistematikaSkripsi ....................................................................
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Pembelajaran ...........................................................................
8
2.2
Pembelajaran Seni Musik di Sekolah Luar Biasa ...................
19
2.3
Musik .......................................................................................
21
2.3.1 Pengertian Musik .....................................................................
21
2.3.2 Unsur-unsur Musik ..................................................................
22
ix
x
2.4
Angklung .................................................................................
24
2.4.1 Tehnik Memainkan Angklung ................................................
25
2.4.2 Penomoran Angklung ..............................................................
26
2.5
Ekspresi Musikal .....................................................................
27
2.6
Seni Pertunjukan .....................................................................
30
2.7
Tunarungu ...............................................................................
31
2.7.1 Pengertian Tunarungu .............................................................
31
2.7.2 Karakteristik Anak Tunarungu ................................................
32
2.7.3 Jenis Ketunarunguan ...............................................................
32
2.7.4 Penyebab Ketunarunguan ........................................................
33
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1
Pendekatan Penelitian .............................................................
35
3.2
Lokasi,danSasaran Penelitian ...................................................
36
3.3
Teknik PengumpulanData .......................................................
36
3.3.1 Teknik Observasi .....................................................................
37
3.3.2 Wawancara
..........................................................................
38
3.3.3 Dokumentasi ..........................................................................
39
3.4
Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ......................................
40
3.5
TeknikAnalisis Data .................................................................
42
3.5.1 Reduksi Data ............................................................................
42
3.5.2 Penyajian Data..........................................................................
43
3.5.3 PenarikanKesimpulanatauVerifikasi ........................................
43
x
xi
BAB 4
4.1
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
GambaranUmumLokasiPenelitian ...........................................
44
4.1.1 Sejarah Sekolah Luar Biasa Negeri Sragen .............................
44
4.1.2 Visi, Misi, dan Tujuan SLB N Sragen ....................................
45
4.1.3 Letak Geografis SLB N Sragen ...............................................
47
4.1.4 Struktur Organisasi SLB N Sragen .........................................
49
4.1.5 Sarana dan Prasarana ...............................................................
51
4.1.6 Pengajar Kesenian dan Siswa Tunarungu ...............................
57
4.2
Proses Pembelajaran Alat Musik angklung Untuk Penderita
Tunarungu di SLB N Sragen ...................................................
61
4.2.1 Tahap Persiapan ......................................................................
62
4.2.2 Tahap Pelaksanaan ..................................................................
63
4.2.3 Pementasan ..............................................................................
70
4.3
Pembelajaran Angklung Sebagai Media Ekspresi Bagi
Penderita Tunarungu di SLB N Sragen ...................................
4.3.1
Aspek-aspek Seni Pertunjukan Dalam Pembelajaran Angklung
Bagi Penderita Tunarungu di SLB NSragen ............................
4.3.2
72
73
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran Angklung
Sebagai Media Ekspresi Bagi Penderita Tuanrungu di
SLB N Sragen ...........................................................................
BAB 5
77
PENUTUP
5.1
Kesimpulan ..............................................................................
81
5.2
Saran ........................................................................................
81
xi
xii
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................
83
LAMPIRAN .......................................................................................
85
xii
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar. 3.1 Komponen Analisis Data : Model Interaktif ..................
42
Gambar. 4.1 SLB N Sragen Tampak dari Depan ................................
49
Gambar. 4.2 Struktur Organisasi .........................................................
50
Gambar. 4.3 Alat-Alat Musik Elektrik di Ruang Kesenian ................
52
Gambar. 4.4 Drum Set di Ruang Kesenian .........................................
53
Gambar. 4.5 Prasarana Pembelajaran di Ruang Kesenian ..................
54
Gambar. 4.6 Angklung yang Digunakan Anak Tunarungu ................
55
Gambar. 4.7 Lampu Nada yang Digunakan Anak Tunarungu ............
55
Gambar. 4.8 Pengajar Seni Musik, Nunung Haryono, Amd ...............
57
Gambar. 4.9 Pengajar Seni Musik, Budi Rahmat Jati, S.Pd ...............
58
Gambar. 4.10 Siswa Tunarungu SLB N Sragen .................................
60
Gambar. 4.11 Siswa Tunarungu Saat Pementasan ..............................
71
Gambar. 4.12 Lampu Nada Ketika Pementasan .................................
72
Gambar. 4.13 Ekspresi Gerak Siswa Melihat Lampu Nada ................
74
Gambar. 4.14 Busana Pementasan Siswa Tunarungu .........................
76
xiii
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
1.
Instrumen Penelitian ..................................................................
86
2.
Struktur Organisasi .....................................................................
91
3.
Daftar Pendidik SLB N Sragen .................................................
92
4.
Daftar Inventaris Ruang Kesenian SLB N Sragen ....................
95
5.
Data Siswa Pertunjukan Kesenian Angklung ............................
97
6.
Daftar Responden ......................................................................
98
7.
Transkip Wawancara .................................................................
100
8.
SK Dosen Pembimbing .............................................................
119
9.
Surat Ijin Penelitian ...................................................................
120
10.
Surat Ijin Penelitian dari Dinas Pendidikan Kab. Sragen ..........
121
11.
Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dari SLB N Sragen
122
12.
Foto-foto ....................................................................................
123
xiv
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Seni musik atau seni suara adalah seni yang diterima melalui indera
pendengaran. Rangkaian bunyi yang didengar dapat memberikan rasa indah
manusia dalam bentuk konsep pemikiran yang bulat, dalam wujud nada-nada atau
bunyi lainnya yang mengandung ritme dan harmoni, serta mempunyai bentuk
dalam ruang waktu yang dikenal oleh diri sendiri dan manusia lain dalam
lingkungan hidupnya, sehingga dapat dimengerti dan dinikmati. Selain itu, musik
juga dapat memberi rasa puas bagi yang mendengarnya karena adanya keserasian
susunan dari rangkaian tangga nada bunyi-bunyi tersebut (Bahari,2008:55).
Menurut Jamalus (1988:1), musik adalah suatu hasil karya seni bunyi
dalam bentuk lagu atau komposisi musik, yang mengungkapkan pikiran dan
perasaan penciptanya melalui unsur-unsur musik, yaitu irama, melodi, harmoni,
bentuk/struktur lagu, dan ekspresi sebagai satu kesatuan. Lagu atau komposisi
musik itu merupakan hasil karya seni jika diperdengarkan dengan menggunakan
suara (nyanyian) atau dengan alat-alat musik.
Ada bermacam-macam jenis anak dengan kebutuhan khusus, tetapi khusus
untuk
keperluan
pendidikan
inklusi
anak
berkebutuhan
khusus
akan
dikelompokkan menjadi 9 jenis. Berdasarkan berbagai studi, ke 9 jenis ini paling
sering dijumpai di sekolah-sekolah pada umumnya. Masing-masing jenis kelainan
pada anak berkebutuhan khusus antara lain : tunanetra (anak yang mengalami
gangguan
penglihatan),
tunarungu
(anak
1
yang
mempunyai
gangguan
2
pendengaran), tunadaksa (mengalami kelainan anggota tubuh), berbakat (memiliki
kemampuan dan kecerdasan luar biasa), tunagrahita, lamban belajar, anak yang
mengalami kesulitan belajar spesifik, anak yang mempunyai gangguan
komunikasi,dantunalaras (https://jakartahomeschoolingmyblog.wordpress.com).
Sekolah memiliki fungsi untuk membantu perkembangan peserta didik dan
memecahkan
masalah
yang
dihadapi
peserta
didik
perlu
ditingkatkan
peranannya.Fungsi ini sejalan dengan fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional
sebagai mana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 menyatakan bahwa Pendidikan Nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta
bertanggungjawab.Khusus untuk pendidikan luar biasa, pada BAB VI Pasal 32
ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa pendidikan
khusus atau pendidikan luar biasa adalah salah satu bentuk satuan pendidikan
yang menyelenggarakan program pendidikan bagi peserta didik yang memiliki
tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan
fisik,emosional,mental,sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa (http://id.wikipedia.org/wiki/Anak_berkebutuhan_khusus).
Salah satu sekolah yang menangani pembelajaran kepada anak-anak
berkebutuhan khusus adalah Sekolah Luar Biasa Negeri Sragen. SLB N Sragen
3
adalah sekolah yang khusus menangani anak-anak berkebutuhan khusus dengan
golongan A (Tunanetra), B (Tunarunguwicara), C dan C1 (tunagrahita ringan dan
sedang), D dan D1 (tunadaksa ringan dan sedang).Pendidikan bagi anak
tunarungu harus disesuaikan dengan potensi dan karakteristiknya. Program
pembelajaran bagi anak tunarungu harus disesuaikan dengan kondisi anak
bersangkutan. Padanya kenyataannya, pemberian pendidikan bagi anak tunarungu
tidak mudah. Lingkungan fisik yang kurang memenuhi persyaratan, seperti
bangunan sekolah dan fasilitas yang tidak memadai, ukuran kelas yang kecil dan
sanitasi yang buruk.Kondisi tersebut akan sering menjadikan anak merasa bosan
dan tidak betah berada di sekolah. Disiplin sekolah yang kaku dan tidak konsisten,
seperti peraturan sekolah yang memberi hukuman tanpa memperhatikan berat dan
ringannya pelanggaran siswa. Keadaan ini akan membuat anak merasa tidak puas
terhadap sekolah(http://id.wikipedia.org/wiki/Anak_berkebutuhan_khusus).
Jenis-jenis anak yang berkebutuhan khusus ada berbagai macam, salah
satu nya adalah anak tunarungu. Tunarungu adalah salah satu sebutan bagi orang
yang memiliki keterbatasan dalam mendengar. Secara fisik anaktunarungu tidak
berbeda dengan anak pada umumnya, sebab orang akan mengetahui bahwa anak
menyandang ketunarunguan pada saat berbicara. Mereka berbicara tanpa suara
atau dengan suara yang kurang atau tidak jelas artikulasinya atau bahkan tidak
berbicara sama sekali. Anak tunarungu lebih banyak menggunakan bahasa isyarat
dalam berkomunikasi dengan lingkungannya, sedangkan lingkungan pada
umumnya merupakan masyarakat yang lebih banyak memahami bahasa lisan dari
pada bahasa isyarat. Hal tersebut menyebabkan anak tunarungu kesulitan
4
memahami ungkapan lisan dari lingkungannya dan lingkungannya juga kesulitan
memahami bahasa isyarat yang digunakan oleh anak tunarungu. Akibat dari tidak
saling memahami ini anak tunarungu menjadi tidak diakui oleh lingkungannya,
padahal jika anak tunarungu diberi kesempatan untuk memperoleh pengembangan
kemampuan komunikasinya secara verbal maka mereka akan hidup inklusif
ditengah-tengah masyarakat.
Umumnya bagi masyarakat pada umumnya musik yang memliki salah satu
unsur yaitu bunyi tidak akan bermanfaat bagi mereka anak-anak tunarungu yang
memiliki keterbatasan dalam mendengar. Hal tersebut diartikan positif bagi
pengajar di SLB N Sragen sebagai motifasi supaya musik bisa dimanfaatkan oleh
anak-anak tunarungu. Pengajar di SLB N Sragen memberikan pembelajaran cara
bermain alat musik angklung bagi anak-anak penderita tunarungu, dengan medote
pembelajaran yang mudah dipahami serta menarik, anak-anak tunarungu cukup
antusias mengikuti pembelajaran alat musik angklung. Tujuan dari pembelajan
alat musik angklung pada anak-anak penderita tunarungu di SLB N Sragen salah
satunya adalah untuk menghibur masyarakat luas dalam bentuk pertunjukan.
Penelitian tentang penggunaan musik bagi penderita tunarungu bukan satusatunya yang dilakukan oleh penulis. Ada beberapa referensi yang menginspirasi
penulis untuk melakukan penelitian ini. Sumber pertama adalah penelitian yang
dilakukan oleh Priska Nur Asriani (ITB, 2008) yang berjudul Metode
Pembelajaran Musik Untuk Anak Tunarungu Melalui Buku Pop-Up”Ada
Bunyi?”. Berdasarkan penelitian oleh Priska Nur Asriani diperoleh hasil dan
temuan dengan menggunakan media (buku pop-up dan CD) “Ada Bunyi” sangat
5
menunjang bagi pembelajaran tingkat dasar metode Bina Komunikasi Persepsi
Bunyi dan Irama atau BKPBI. Hal tersebut sangat bermanfaat bagi anak
tunarungu bagi pengoptimalan sisa pendengaran serta motorik mereka pada tahap
deteksi bunyi. Media ini mampu memberikan sajian alternatif serta pengenalan
lebih lanjut mengenai latihan BKPBI yang interaktif serta menyenangkan, yang
dikemudian hari dapat berpengaruh besar terhadap perkembangan anak di tengah
masyarakat mendengar atau dunia dengan suara.
Sumber ke dua adalah penelitian yang dilakukan oleh Kadarsih (UNS,
2009). Berdasarkan penelitian Kadarsih tentang Latihan Bina Persepsi Bunyi dan
Irama Meningkatkan Kemampuan Berbicara Anak Tunarunguwicara Kelas III
SLB Negeri Sragen Tahun Ajaran 2008/2009, diperoleh temuan bahwa dengan
latihan bina persepsi bunyi dan irama yang dilakukan pada anak tuna rungu dapat
meningkatkan kemampuan berbicara anak tunarunguwicara kelas III SLB N
Sragen tahun ajaran 2008/2009.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas penulis
tertarik untuk melakukan penelitian terhadap pembelajaran alat musik angklung
bagi penderita tunarungu sebagai media ekspresi di SLB Negeri Sragen.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan dalam penelitian ini
sebagai berikut.
1.2.1
Bagaimanakah musik angklung digunakan sebagai media ekspresi bagi
penderita tunarungu di SLB N Sragen?
6
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan yang ingin dicapai dari
penelitian ini sebagai berikut.
1.3.1
Untuk mengetahui dan mendiskripsikan proses pembelajaran musik
angklung bagi penderita tunarungu di SLB N Sragen.
1.3.2
Untuk mengetahui dan mendiskripsikan fungi musik angklung sebagai
media ekspresi bagi penderita tunarungu di SLB N Sragen.
1.4 Manfaat Penelitian
Bertolak dari tujuan penelitian, diharapkan dari hasil penelitian ini dapat
memberikan manfaat sebagai berikut.
1.4.1
Manfaat Teoritis
1. Untuk menambah wawasan bagi para pembaca bahwa musik juga bisa
difungsikan sebagai media ekspresi bagi penderita tunarungu.
2. Untuk menambah referensi berkaitan dengan anak luar biasa khususnya
penderita tunarungu.
3. Untuk membantu dan mempermudah dalam mengajarkan pembelajaran
musik yang tepat bagi penderita tunarungu.
1.4.2
Manfaat Praktis
1. Bagi peneliti, penelitian dapat memberikan gambaran obyektif tentang proses
pembelajaran alat musik angklung kepada penderita tunarungu yang
berlangsung di SLB N Sragen.
7
2. Bagi pengajar musik di SLB N Sragen dapat digunakan dalam pengembangan
kegiatan pembelajaran musik sehingga dapat lebih memudahkan dalam
mengembangkan potensi anak.
3. Sebagai motivasi kepada khalayak umum bahwa musik juga bisa
dimanfaatkan bagi penderita tunarungu.
1.5 Sistematika Skripsi
Sistematika bertujuan untuk memberikan gambaran danmempermudah
dalam memahami secara keseluruhan isi dari skripsi.Penelitian skripsi ini terbagi
dalam tiga bagian diantaranya adalah sebagai berikut: Bagian awal berisi halaman
judul, halaman pengesahan, halaman motto dan persembahan, kata pengantar,
sari, daftar isi, dan daftar lampiran.
Bagian isi terbagi atas lima bab yaitu:Bab 1 Pendahuluan yang berisi latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan
sistematika skripsi; Bab 2 Landasan Teori yang berisi tentang pembelajaran musik
angklung untuk penderita tunarungu di SLB N Sragen, dan digunakan untuk
media ekspresi; Bab 3 Metode Penelitian berisi tentang desain penelitian,
lokasi,sasaran dan waktu penelitian, teknik pengumpulan data, pemeriksaan
keabsahan data, dan teknik analisis data; Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan
mencakup tentang gambaran umum lokasi penelitian, proses dan teknik
pembelajaran alat musik angklung terhadap penderita tunarungu di SLB N
Sragen; Bab 5 Penutup yang merupakan bab terakhir yang memuat tentang
kesimpulan, dan saran. Bagian akhir skripsi terdiridari daftar pustaka, lampiran
dan gambar.
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pembelajaran
2.1.1 Deskripsi Pembelajaran
Menurut Achmad Sugandi, dkk (2004: 8) teori pembelajaran merupakan
implementasi prinsip-prinsip teori belajar, dan fungsi memecahkan masalah
praktis dalam pembelajaran. Teori pembelajaran menjelaskan bagaimana
menimbulkan pengalaman belajar dan bagaimana pula menilai dan memperbaiki
metode serta teknik yang tepat. Beberapa teori belajar mendiskripsikan belajar
sebagai berikut: (1) Usaha guru untuk membentuk tingkah laku yang diinginkan
dengan menyediakan lingkungan, agar terjadi hubungan stimulus (lingkungan)
dengan tingkah laku si belajar (behaviorensik); (2) Cara guru memberikan
kesempatan kepada si belajar untuk berfikir agar memahami apa yang dipelajari
(kognitif); dan (3) memberikan kebebasan kepada si belajar untuk memilih bahan
pelajaran dan cara mempelajarinya sesuai dengan minat dan kemampuannya
(humanistik).
Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar dan
sengaja. Tujuan pembelajaran (Sugandi 2004: 25) adalah membantu siswa pada
siswa agar memperoleh berbagai pengalaman dan dengan pengalaman itu tingkah
laku yang dimaksud meliputi pengetahuan, ketrampilan, dan nilai atau norma
yang
berfungsi
sebagai
pengendali
sikap
dan
prilaku
siswa.Tujuan
pembelajaran adalah perubahan prilaku dan tingkah laku yang positif dari peserta
didik setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar, seperti: perubahan yang secara
8
9
psikologis akan tampil dalam tingkah laku (over behaviour) yang dapat
diamati melalui alat indera oleh orang lain baik tutur katanya, motorik dan gaya
hidupnya(Sugandi 2004: 25).
2.1.1.1 Elemen-elemen Pembelajaran
Pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku
di manapun dan kapan pun. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip
dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Secara umum
dalam konteks pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan
menguasai pelajaran hingga mencapai sesuatu objek yang ditentukan.
Kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan yang melibatkan beberapa
elemen, yaitu : (1) siswa; (2) Guru; (3) tujuan; (4) isi pembelajaran; (5) metode;
(6) media; dan (7) evaluasi.
1.
Siswa
Siswa adalah seorang yang bertindak sebagai pencari, penerima, dan
penyimpan isi pelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Siwa merupakan
istilah bagi peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Siswa ini
merupakan komponen yang tidak terpisahkan dalam sistem pendidikan, yang
selanjutnya diproses dalam proses pendidikan, sehingga menjadi manusia yang
berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Sebagai suatu komponen
pendidikan, siswa dapat ditinjau dari berbagai pendekatan, antara lain: pendekatan
social, pendekatan psikologis, dan pendekatan edukatif/pedagogis.
10
2.
Guru
Guru adalah seseorang yang bertindak sebagai pengelola, dan peran
lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar. Guru
juga bisa disebut sebagai seorang pendidik yang profesional. Maksud dari
pengertian guru tersebut dikarenakan guru juga memikul serta juga menerima
tanggung jawab dan beban dari orang tua peserta didik atau siswa untuk mendidik
dan mengajarkan anak-anaknya. Guru mempunyai peran penting untuk mendidik
setiap siswanya. Selain pendidikan yang diajarkan oleh orang tuanya di
lingkungan rumah. Siswa dididik untuk menguasai pelajaran formal di sekolah,
termasuk juga pembentukan sikap sopan santun dan tata krama.
3.
Tujuan
Tujuan merupakan pernyataan tentang perubahan perilaku yang terjadi
pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Menentukan tujuan adalah
tindakan awal dari pembuatan rencana agar ketika dilaksanakan bisa mengarah
sejalan dengan tujuan serta target yang telah dicanangkan sebelumnya.
Kebanyakan guru melakukan kesalahan dalam menetapkan tujuan.Kesalahan
tersebut berupa merencanakan lebih dari satu tujuan untuk satu buah rencana. Hal
tersebut tidak bisa dihindari lagi akan membuat kebingungan dan mengakibatkan
berkurangnya potensi tujuan akan dapat tercapai.
Tujuan merupakan cita-cita dan impian yang ingin diraih oleh seseorang
guru untuk muridnya. Tugas untuk mencapai tujuan sekolah tersebut dibebankan
kepada seorang guru.Mengingat pentingnya penetapan tujuan sebagai bagian dari
fungsi perencanaan, dibutuhkan guru yang mempunyai visi, pengalaman dan
11
wawasan yang luas.Sebelum menjalankan dan mengarahkan kegiatan di sekolah,
sebaiknya seorang guru sebagai pendidik harus secara jelas menetapkan tujuan.
4.
Isi Pelajaran
Isi merupakan segala informasi berupa fakta, prinsip, dan konsep yang
diperlukan untuk mencapai tujuan. Isi dari pelajaran ini mencakup bahan ajar atau
materi ajar untuk siswa di sekolah. Banyak sekali materi yang dapat diajarkan
seorang guru kepada siswa nya. Semua itu diatur dalam kurikulum yang dibuat
oleh pemerintah untuk mencerdaskan anak bangsa. Tugas guru disini memberikan
dan mengajari isi dari pelajaran tersebut, sehingga tercapai tujuan dari proses
pembelajaran.
5.
Metode
Metode adalah cara yang teratur untuk memberikan kesempatan kepada
siswa untuk mendapat informasi yang dibutuhkan mereka untuk mencapai tujuan.
Ada banyak sekali metode dan jenis-jenis pembelajaran, diantara nya adalah:
(1) Metode Ceramah
Metode pembelajaran ceramah adalah penerangan secara lisan atas bahan
pembelajaran kepada sekelompok pendengar untuk mencapai tujuan pembelajaran
tertentu dalam jumlah yang relatif besar. Melalui ceramah, dapat dicapai beberapa
tujuan. Melalui metode ceramah, guru dapat mendorong timbulnya inspirasi bagi
pendengarnya. Metode ceramah cocok untuk digunakan dalam pembelajaran
dengan ciri-ciri tertentu. Ceramah cocok untuk penyampaian bahan belajar yang
berupa informasi dan jika bahan belajar tersebut sukar didapatkan. Kelebihan dari
metode ini adalah seorang penceramah dalam hal ini adalah guru tidak perlu
12
menyediakanperlatan yang sangat rumit. Kekurangan metode ini adalah apabila
seorang guru tidak pandai mengolah kata-kata, maka siswa akan cepat bosan
dalam menerima materi. Syarat dari metode pembelajaran ceramah adalah guru
harus benar-benar menguasai materi yang disampaikan agar siswa tidak bosan
mendengarkan nya, dan juga jumlah siswa dalam metode ini tidak boleh terlalu
banayak supaya materi yang disampaikan dapat dipahami dengan baik.
(2) Metode Diskusi
Metode pembelajaran diskusiadalah proses pelibatan dua orang peserta
atau lebih untuk berinteraksisaling bertukar pendapat, dan atau saling
mempertahankan pendapat dalam pemecahan masalah sehingga didapatkan
kesepakatan diantara mereka. Pembelajaran yang menggunakan metode diskusi
merupakan pembelajaran yang bersifat interaktif (Gagne & Briggs. 1979: 251).
Dibanding metode ceramah, metode diskusi dapat meningkatkan anak dalam
pemahaman konsep dan keterampilan memecahkan masalah. Adanya transformasi
pengetahuan, penggunaan metode diskusi hasilnya lambat dibanding penggunaan
ceramah. Metode ceramah lebih efektif untuk meningkatkan kuantitas
pengetahuan anak dari pada metode diskusi. Syarat penggunaan metode diskusi
adalah melibatkan kelompok, yang anggotanya berkisar antara 3-9 orang,
berlangsung dalam situasi tatap muka yang informal, artinya semua anggota
berkesempatan saling melihat, mendengar, serta berkomunikasi secara bebas dan
langsung.
13
(3) Metode Eksperimental
Metode pembelajaran eksperimentaladalah suatu cara pengelolaan
pembelajaran di mana siswa melakukan aktivitas percobaan dengan mengalami
dan membuktikan sendiri suatu yang dipelajarinya. Metode ini siswa diberi
kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri dengan mengikuti
suatu proses, mengamati suatu obyek, menganalisis, membuktikan dan menarik
kesimpulan sendiri tentang obyek yang dipelajarinya. Kelebihan metode ini dapat
membuat anak didik lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan
percobaannya sendiri daripada hanya menerima kata guru atau buku, dan
kelemahan metode ini adalah jika eksperimen memerlukan jangka waktu yang
lama, anak didik harus menanti untuk melanjutkan pelajaran. Syarat dari metode
ekperimen adalah harus ada subjek yang digunakan atau diteliti sebagai sebuah
eksperimen.
(4) Metode Latihan Keterampilan
Metode latihan keterampilan (drill method)adalah suatu metode mengajar
dengan memberikan pelatihan keterampilan secara berulang kepada peserta didik,
dan mengajaknya langsung ketempat latihan keterampilan untuk melihat proses
tujuan, fungsi, kegunaan dan manfaat sesuatu. Metode latihan keterampilan ini
bertujuan membentuk kebiasaan atau pola yang otomatis pada peserta didik.
Kelebihan metode ini adalah peserta didik dapat memperoleh pengetahuan dan
keterampilan yang dibutuhkan dalam waktu yang relatif tidak lama, dan
kekurangannya yaitu menghambat bakat dan inisiatif siswa dan siswa akan
14
belajar secara statis dan kaku. Syarat metode ini adalah harus dapat memberikan
kesempatan bagi ekspresi yang kreatif dari kepribadian murid.
(5) Metode Pengajaran Beregu
Metode pembelajaran beregu adalah suatu metode mengajar dimana
pendidiknya lebih dari satu orang yang masing-masing mempunyai tugas.
Biasanya salah seorang pendidik ditunjuk sebagai kordinator. Cara pengujiannya,
setiap pendidik membuat soal, kemudian digabung, jika ujian lisan maka setiap
siswa yang diuji harus langsung berhadapan dengan team pendidik tersebut.
Kelebihan metode ini adalah membina kerjasama yang harmonis di antara para
siswa dalam bentuk bertukar pendapat, pengalaman dan kesediaan untuk
membantu semua usaha kegiatan belajar mengajar yang dihadapi sesama siswa.
Kekurangan metode pengajaran beregu adalah pelaksanaan metode
dapat
menimbulkan perbedaan kemajuan akademis siswa yang sangat jauh, mengingat
bahwa yang memang berbakat, berkemauan, tekun, rajin, dan cerdas, akan cepat
maju dan ditunjang dengan adanya fasilitas belajar yang memadai. Syarat dari
metode ini adalah siswa harus berkelompok, karena metode menggunakan sistem
regu, bukan individu.
(6) Peer Teaching Methode
Metode Peer Teaching sama juga dengan mengajar sesama teman, yaitu
suatu metode mengajar yang dibantu oleh temannya sendiri. Kelebihan metode
peer teaching adalah meningkatkan motivasi belajar siswa meningkatkan kualitas
dan
proses
pembelajaran,
meningkatkan
interaktif
sosial
siswa
dalam
pembelajaran dan mendorong siswa ke arah berpikir tingkat tinggi. Kekuarangan
15
dari metode ini adalah memerlukan waktu yang relatif lama, jika siswa tidak
memiliki dasar pengetahuan yang relevan maka metode ini menjadi tidak efektif
kemungkinan didominasi oleh siswa yang suka berbicara, pintar, atau yang ingin
menonjolkan diri. Syarat metode peer teaching adalah guru menjelaskan secara
detil materi yang akan dibahas pada waktu itu meliputi indikator yang harus
dicapai oleh siswa pada waktu itu. Selanjutnya siswa diberikan lembaran berisi
tugas berupa pertanyaan untuk didiskusikan menurut pengetahuan yang mereka
kuasai.
Ada berbagai macam metode yang dapat diterapkan oleh guru kepada
siswanya. Metode ini harus dipakai sesuai dengan sasaran nya, kita tidak bisa
memakai metode pembelajaran yang sama kita pakai untuk mengajar anak-anak
biasa kepada anank-anak yang mempunyai kebutuhan khusus atau sering di sebut
anak keterbelakangan mental. Metode yang dipakai jelas sangat berbeda satu sama
lain.
6.
Media
Media adalah bahan pengajaran dengan atau tanpa peralatan yang
digunakan untuk menyajikan informasi kepada siswa. Tujuan media pembelajaran
sebagai alat bantu pembelajaran, adalah mempermudah proses pembelajaran di
kelas, meningkatkan efisiensi proses pembelajaran, menjaga relevansi antara
materi pelajaran dengan tujuan belajar, membantu konsentrasi pembelajar dalam
proses pembelajaran. Banyak juga manfaat penggunaan media pembelajaran yaitu
media pengajaran lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan
motivasi belajar. Selain itu bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya, sehingga
16
dapat lebih di pahami oleh siswa, serta memungkinkan siswa menguasai tujuan
pengajaran dengan baik. Metode pembelajaran bervariasi, tidak semata-semata
hanya komunikasi melalui penuturan kata-kata lisan guru, siswa jadi tidak bosan,
dan guru juga tidak kehabisan tenaga.
Proses pembelajaran angklung untuk anak-anak penderita tunarungu di
SLB N Sragen, pengajar menggunakan media lampu yang dihubungkan dengan
keyboard. Pengajar menekan tut pada keyboard maka akan menyala lampu dengan
berbeda-beda warna disetiap nadanya. Alat musik angkung dalam pembelajaran
juga berfungsi sebagai alat untuk anak-anak penderita tunarungu sebagai alat
berekspresi.
7.
Evaluasi
Ada cara tertentu yang digunakan untuk menilai suatu proses dan hasilnya.
Melalui evaluasi, kita menilai suatu proses pembelajaran yang terjadi. Tujuan nya
adalah mememberikan nilai kepada siswa dari seorang guru dan memberikan
pertimbangan-pertimbangan mengenai siswa tanpa menghubungkannya dengan
sesuatu yang bersifat dari luar. Proses evaluasi harus ada pemberian
pertimbanganyang merupakan konsep dasar dari evaluasi. Melalui pertimbangan
iniakan ditentukan nilai dan arti dari sesuatu yang dievaluasi.
Pengajar kesenian di SLB N Sragen menyadari bahwa penderita tunarungu
mempunyai keterbatasan dalam pendengaran dan bukan dimotorik serta
penglihatan mereka. Berdasarkan hal tersebut maka pengajar memanfaatkan
motorik serta penglihatan mereka untuk bermain alat musik angklung yang cara
bermainnya hanya dengan digetarkan. Pengajar membuat suatu alat yang jika
17
ingin membunyikan nada maka akan ada lampu yang menyala dan itu berfungi
sebagai isyarat bagi penderita tunarungu untuk menggetarkan angklung yang
mereka pegang dan penderita tunarungu itu sudah dikelompokkan terlebih dahulu.
2.1.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran
Menurut Witherington (dalam Mustaqim 2001: 69) menyatakan bahwa
faktor-faktor serta kondisi-kondisi yang mendorong perbuatan belajar adalah:
(1) Situasi belajar (kesehatan jasmani, keadaan psikis, pengalaman dasar)
Situasi belajar adalah suatu keadaan yang mana terjadi aktifitas
pengetahuan dan pengalaman melalui berbagai proses pengolahan mental.
Kondisi belajar juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang harus dialami
siswa dalam melaksanakan kegiatan belajar.Kesimpulannya bahwa kondisi belajar
adalah suatu situasi belajar yang dapat menghasilkan perubahan perilaku pada
seseorang setelah siswa ditempakan pada situasi tersebut.Kondisi atau situasi yang
memungkinkan terjadinya proses belajar harus dirancang dan dipertimbangkan
terlebih dahulu oleh seorang guru.
(2) Penguasaan alat-alat intelektual
Penguasaan alat-alat intelektual ini meliputi penguasaan bahasa bilangan,
membaca, menulis, pengertian-pengertian kuantitatif tinggi, mengarang, bahasa
dan logika.
(3) Latihan-latihan yang terpencar
Pembelajaran dengan waktu lima hari sebayak dua jam lebih baik daripada
belajar sebanyak 2 hari selama lima jam. Belajar tidak harus terlalu lama akan
18
tetapi efektif, dari pada kita belajar secara terus menerus di hari yang sama akan
tetapi hasilnya tidak maksimal.
(4) Penggunaan unit-unit yang berarti
Setiap materi disusun unit-unit kecil yang memiliki makna secara
komprehensip dan utuh. Efek dengan adanya tahapan-tahapan dalam belajar maka
akan mempermudah proses belajar.
(5) Latihan yang aktif
Maksud dari latihan yang aktif ini adalah jenis belajar seperti berenang,
menulis, berbicara bahasa asing, menari, bermain musik dan sejenisnya perlu
adanya latihan aktif secara terus menerus.
(6)Kebaikan bentuk dan system
Buku pelajaran yang disusun secara sistematis, yang dimaksud disini
adalah buku, atau bahan ajar yang diberikan disusun secara porsi nya yang
berkelanjutan.
(7) Efek penghargaan (reward) dan hukuman (punishment)
Peran seorang pengajar, guru harus memberikan penghargaan bagi siswa
yang benar-benar berprestasi dengan memberikan hadiah atau penghargaan bagi
siswa tersebut dengan tujuan agar siswa lebih bersemangat dalam belajar, sebalik
nya guru harus memberikan hukuman kepada siswa yang mempunyai prestasi
yang buruk di sekolah.
(8) Tindakan-tindakan pedagogis
Tindakan guru dan siswa dalam konteks organisasi sekolah dimana
interaksi ini dilakukan berdasarkan teori pegagogis tertentu , berorientasi pada
19
tujuan institusional, dan dikembangkan dalam interaksi yang dekat dengan
keluarga dan masyarakat untuk mencapai pembentukan siswa secara sehat.
(9) Kapasitas dasar
Peran seorang pengajar, guru harus mengetahui kapasitas dari siswa
masing-masing. Karena setiap manusia mempunyai kapasitas sendiri-sendiri dan
tidak sama ukurannya. Ada siswa yang sekali diterangkan langsung dapat
memahami materi dengan baik, dan ada juga yang tidak bisa memahami dengan
cepat.
2.2 Pembelajaran Seni Musik di Sekolah Luar Biasa
Sesuai dengan tujuan kurikulum pendidikan luar biasa, pada dasarnya
kurikulum yang digunakan di SLB Negeri Sragen sama dengan sekolah-sekolah
pada umumnya. Tujuan muatan kurikulum dalam pengembangan diri seni musik
yaitu : (1) Sebagai wahana peserta didik untuk melatih dan mengembangkan bakat
bermain musik; (2) Melatih peserta didik untuk ketrampilan berolah vokal; (3)
Melatih peserta didik untuk ketrampilan menggunakan alat musik sederhana, dan
(4)
Melatih
sikap
kerjasama
dalam
suatu
kelompok
musikal
(journal.unnes.ac.id/nju/index.php/harmonia/article/view/2519).
Mendidik anak berkebutuhan khusus, tidak sama seperti mendidik anak
normal, sebab selain memerlukan pendekatan yang khusus juga memerlukan
strategi yang khusus. Melalui pendekatan dan strategi yang khusus dalam
mendidik anak berkebutuhan khusus, diharapkan anak berkebutuhan khusus
mengerti : (1) dapat mengerti kondisinya, (2) dapat melakukan sosialisasi dengan
baik, (3) mampu berjuang sesuai kemampuannya, (4) memiliki ketrampilan yang
20
sangat dibutuhkan, (5) menyadari sebagai warga negara dan anggota masyarakat
(Efendi, 2009:24). Pendidik juga harus menyadari prinsip-prinsip secara khusus
yang dijadikan dasar dalam mendidik anak berkebutuhan khusus, yakni kasih
sayang, layanan individual, kesiapan, keperagaan, motivasi dan bekerja
kelompok, ketrampilan, penanaman, dan penyempurnaan sikap (Efendi, 2009: 2426).
Proses pembelajaran musik secara umum, Gordon menyarankan teknik
audiation yaitu teknik yang memotivasi siswa untuk belajar dengan cara
mendengar sekaligus mamahami materi pengajaran yang disampaikan. Teknik ini
dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan dan pemahaman serta
sensitivitas siswa terhadap melodi, interval, ritme dan birama, tonalitas dan „rasa‟
harmoni yang merupakan dasar pengetahuan mereka untuk dapat berimprovisasi
dan berkreasi secara kreatif. Teknik audition yang Gordon sarankan tidak dapat
diterapkan dengan baik dalam pembelajaran musik bagi penderita tuanrungu
(Gordon 2008 :12).
Peranan guru dalam pembelajaran musik sebaiknya tidak mendominasi
proses pembelajaran di kelas. Guru diharapkan untuk menjadi fasilitator yang
dapat
memotivasi
pengembangan
musikalitas
siswa,
misalnya
dengan
memberikan kesempatan pada siswa untuk melakukan kegiatan-kegiatan bermain
musik sebanyak-banyaknya, membiarkan siswa bekerja dalam kelompok kecil,
membiarkan siswa bekerja dengan ide-ide mereka dan mengalami yang telah
mereka miliki, memberikan batas-batas materi pembelajaran yang jelas,
21
meningkatkan rasa ingin tahu dan pemahaman mereka tentang pelajaran musik
dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan (Efendi, 2008: 9).
Selain aktivitas yang dilakukan dalam proses pembelajaran di kelas, guru
juga dapat memotivasi siswa untuk melakukan kegiatan di luar kelas, seperti
mengadakan kerjasama dengan seniman-seniman tradisional untuk melakukan
pertunjukan seni atau diskusi. Melalui kegiatan ini, siswa dapat meningkatkan
pengetahuan dan wawasan mereka tentang kesenian tradisional yang diharapkan
dapat menambah perbendaharaan pemahaman mereka dalam melakukan aktivitasaktivitas dalam pembelajaran musik secara menyeluruh.
2.3 Musik
2.3.1 Pengertian Musik
Istilah musik dikenal dari bahasa Yunani yaitu Musike (Hardjana, 1983: 67). Musike berasal dari perkataan muse-muse, yaitu sembilan dewa-dewa Yunani
di bawah dewa Apollo yang melindungi seni dan ilmu pengetahuan. Musik dalam
metodologi Yunani kuno mempunyai arti suatu keindahan yang terjadinya berasal
dari kemurahan hati para dewa-dewa yang diwujudkan sebagai bakat. Pengertian
itu pun ditegaskan oleh Pythagoras, bahwa musik bukanlah sekedar hadiah (bakat)
dari para dewa-dewi, akan tetapi musik juga terjadi karena akal budi manusia
dalam membentuk teori-teori dan ide konseptual.
Musik adalah pengungkapan isi hati manusia dalam bentuk bunyi yang
teratur dengan melodi dan ritmis, serta mempunyai unsur harmoni atau
keselarasan yang indah (Purwadi, 2003:11). Pengertian yang lain diungkapkan
oleh Jamalus (1988: 1), bahwa musik adalah suatu hasil karya seni bunyi dalam
22
bentuk lagu atau komposisi-komposisi musik yang mengungkapkan pikiran dan
perasaan penciptanya melalui unsur-unsur musik yaitu irama, melodi, harmoni,
bentuk atau struktur dan ekspresi sebagai satu kesatuan. Musik yang baik adalah
yang memenuhi unsur-unsur musik sebagai berikut :
2.3.2 Unsur- Unsur Musik
Menurut Jamalus (1988: 7), pada dasarnya unsur-unsur musik dapat
dikelompokan atas: (1) Unsur-unsur pokok yaitu irama, melodi, harmoni, dan
bentuk/struktur lagu; (2) Unsur-unsur ekspresi yaitu tempo, dinamik, dan warna
nada.
2.3.2.1 Irama
Jamalus (1988: 7) mengartikan irama sebagai rangkaian gerak yang
menjadi unsur dasar dalam musik. Irama dalam musik terbentuk dari sekelompok
bunyi dan diam dengan bermacam-macam lama waktu atau panjang-pendeknya,
membentuk pola irama bergerak menurut pulsa dalam ayunan birama.Irama
merupakan gerak musik yang teratur serta tidak tampak dalam lagu melainkan
dapat dirasakan setelah lagu tersebut dialunkan. Menurut Wagiman (2005: 52)
Irama merupakan gerak musik yang teratur serta tidak tampak dalam lagu
melainkan dapat dirasakan setelah lagu tersebut dialunkan. Irama mempunyai
keterkaitan erat dengan panjang pendeknya not dan berat ringannya aksen pada
not.Irama membuat musik terasa mempunyai gerak.
Irama biasa juga disebut dengan ritme. Kita ketahui setiap daerah atau
negara mempunyai keunikan irama atau memiliki pola irama yang berbeda antara
daerah satu dengan yang lain yang dapat menunjukkan ciri khas musik tempat
23
tersebut, seperti contoh di daerah Melayu mempunyai irama Melayu, di Timur
Tengah ada irama Arab, irama Spanyol. Perbedaan irama juga mempengaruhi feel
atau rasa musik yang disajikan misal menyajikan musik dengan irama keroncong
akan terasa seperti keroncong, dengan irama mars akan merasa bersemangat dan
sebagainya.
2.3.2.2 Melodi
Melodi sangat berpengaruh dalam penyajian musik, tanpa melodi musik
terasa kosong dan hambar. Melodi adalah susunan rangkaian nada (bunyi dengan
getaran teratur) yang terdengar berurutan serta bersama dengan mengungkapkan
suatu gagasan (Jamalus, 1988: 16). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
melodi yaitu susunan rangkaian tiga nada atau lebih dalam musik yang terdengar
berurutan secara logis serta berirama dan mengungkapkan suatu gagasan.
2.3.2.3 Harmoni
Harmoni adalah keselarasan dua nada atau lebih yang berbeda tinggi
rendahnya yang dimainkan secara bersamaan dan terdengar selaras. Rochaeni
(1989: 34) mengartikan harmoni sebagai gabungan beberapa nada yang
dibunyikan secara serempak atau arpegic(berurutan), walau tinggi rendah nada
tersebut tidak sama tetapi selaras kedengarannya dan mempunyai kesatuan yang
bulat.
2.3.2.4 Bentuk/Struktur Lagu
Bentuk lagu atau struktur lagu adalah susunan serta hubungan antara
unsur-unsur musik dalam suatu lagu, sehingga menghasilkan komposisi atau lagu
yang bermakna (Jamalus 1988: 35).
24
2.3.2.5 Tempo
Tempo adalah kecepatan dalam memainkan suatu lagu dan perubahanperubahan dalam kecepatan lagu tersebut (Jamalus 1988: 38). Penulisanya di
notasi musik, tempo menggunakan tanda atau istilah tempo. Istilah-istilah tempo
tersebut menggunakan bahasa Italia, yang dimana sekarang sudah digunakan
menjadi istilah musik dan dipakai secara umum.
2.3.2.6 Dinamika
Penggunaan tanda dinamika sangat penting dalam sebuah sajian musik,
agar tidak terkesan monoton. Menurut Jamalus (1988: 38) kuat lemahnya suara
dalam suatu lagu atau musik disebut dinamik yang dilambangkan dengan berbagai
macam lambang antara lainforte, mezzo forte, piano dan sebagainya. (1) Forte
suara yang dibunyikan dengan keras, (2) mezzo forte suara yang dibunyikan agak
keras, (3) cressendo suara yang dibunyikan makin keras, (4) piano suara yang
dibunyikan lembut; dan (5) conbrio suara yang dibunyikan dengan bersemangat.
2.3.2.7 Warna Nada
Warna nada menurut Jamalus (1988: 40), didefinisikan sebagai ciri khas
bunyi yang terdengar bermacam-macam yang dihasilkan oleh bahan sumber bunyi
yang berbeda-beda dan yang dihasilkan oleh cara memproduksi nada yang
bermacam-macam pula.
2.4 Angklung
Menurut Budi Supardiman Awi
(http://angklung-webinstitute.com),
angklung merupakan alat tradisonal yang terbuat dari bambu, terdiri dari dua
tabung atau lebih yang dihubungkan dengan badan pipa bambu. Bambu yang
25
berada di depan bambu yang kecil, sedangkan bambu yang berada di belakang
bambu yang besar.
2.4.1 Teknik Memainkan Angklung
Angklung dapat dimainkan dengan bermacam cara, tidak hanya sekedar
digetarkan. Terdapat teknik-teknik untuk memainkan alat musik angklung dengan
baik, antara lain yaitu (http://angklung-webinstitute.com) :
1. Menggetarkan angklung, atau dikrulung. Dikrulung yaitu angklung
dibunyikan dengan digetarkan (angklung) secara panjang sesuai nilai nada
yang dimainkan.
2. Membunyikan putus-putus, dipukul, atau dicentok. Dicentonk yaitu angklung
tidak dibunyuikan dengan cara digetarkan, tetapi dengan cara dipukul ujung
tabung dasar horizontalnya dengan telapak tangan kanan untuk menghasilkan
centonk (seperti suara pukulan).
3. Menengkep, angklung dibunyikan dengan getaran secara panjang sesuai nilai
nada yang dimainkan, namun tidak seperti biasanya, tabung yang kecil
ditutup oleh salah satu jari atau kengkepan (semacam penahan tabung kecil)
sehingga tabung kecil tersebut tidak berbunyi dan hanya tabung yang besar
saja yang berbunyi.
Seperti yang disampaikan oleh Bapak Daeng Soetigna, dianjurkan oleh
beliau untuk membunyikan nada angklung secara bersambung, khususnya saat
angklung harus dimainkan dengan cara digetarkan atau dikrulung. Maksud dari
membunyikan nada angklung secara bersambung adalah bila ada dua nada yang
dimainkan secara berurutan, maka agar terdengar bersambung nada yang
26
dibunyikan pertama dibunyikan sedikit lebih panjang dari nilai nadanya, sehingga
saat nada kedua dimainkan nada pertama masih berbunyi sedikit sehingga alunan
nadanya terdengar bersambungan dan tidak putus. Cara tersebut bagus digunakan
ketika pementasan angklung diselenggarakan (http://angklung-webinstitute.com).
Pasangan angklung yang dipegang oleh seorang pemain sebaiknya telah
meminimalkan jumlah bentrok angklung-angklung tersebut saat digunakan untuk
memainkan sebuah lagu. Pasangan angklung yang dipegang tersebut harus dapat
dimainkan secara bergantian dengan enak oleh pemain. Pemain tidak boleh
memaksakan untuk memainkan angklung yang bentrok setelah memainkan suatu
nada angklung sehingga alunan nada pada lagu tidak akan terdengar putus
(http://angklung-webinstitute.com).
2.4.2 Penomoran Angklung
Angklung merupakan alat musik kolektif dan tidak dapat dimainkan
sendiri. Setiap angklung memiliki ukuran yang berbeda-beda dan akan
merepresentasikan satu nada. Hal tersebut memudahkan dalam melatih, Bapak
Daeng Soetigna menamai angklung-angklung tersebut dengan nomor. Nada yang
sangat rendah, Bapak Daeng Soetigna menamainya sesuai nama mutlaknya
dengan pertimbangan sulit dan tidak enak jika menggunakan nomor negatif,
kecuali untuk nada Fis dinamai dengan nol. Kenaikan satu nomor pada angklung
berarti interval nilai nada yang direpresentasikan angklung tersebut naik setengah,
dan sebaliknya jika turun satu nomor, maka turun setengah (http://angklungwebinstitute.com/contetnt/view/22/25/lang,en).
27
Pada perkembangannya saat ini, untuk memperluas jangkauan nada yang
dapat dipakai, dibuat juga angklung dengan nomor rendah. Angklung ini disebut
dengan angklung gajah, seperti C gajah, yang merepresentasikan nada C sangat
rendah dengan oktaf 2 (satu oktaf dibawah nada angklung nomor C). Dewasa ini
angklung bermula dari nomor C gajah sampai dengan nomor 31.
2.5 Ekspresi Musikal
Ekspresi dalam musik adalah suatu ungkapan pikiran dan perasaan yang
mencakup tempo, dinamika dan warna nada dari unsur-unsur pokok musik yang
diwujudkan oleh seniman, musik atau penyanyi yang disampaikan pada
pendengarnya (Jamalus, 1988: 38). Pendapat Jamalus dengan kata lain unsur
ekspresi merupakan unsur perasaan yang terkandung di dalam kalimat bahasa
maupun kalimat musik yang melalui kalimat musik inilah pencipta lagu atau
penyanyi mengungkapkan rasa yang dikandung dalam suatu lagu. Ekspresi juga
dapat diartikan sebagai penjiwaan, dimana melalui sikap seluruh pribadi, seorang
seniman, penyanyi atau pemain musik membuat suatu lagu menjadi “kelihatan”.
Sikap badan, sikap tangan, serta ungkapan wajah seorang atau beberapa penampil
dalam sebuah penyajian musik melengkapi secara visual apa yang mereka
sampaikan dengan suara.
Menurut Karl-Edmund (2000: 52-55), tiga faktor yang mempengaruhi
penampilan sebuah pementasan musik yaitu:
1.
Dinamika
Membawakan sebuah karya musik dengan keras dan lembut, memperkeras
dan memperlembut, merupakan bagian penjiwaan di samping perhatian terhadap
28
tempo dan gaya lagu. Semakin baik seorang atau sekelompok orang penyaji musik
memprsiapkan diri dan mempunyai suatu bayangan mengenai bunyi musik yang
akan disajikan, maka akan semakin mudah untuk berhasil menciptakan dinamika.
2.
Tempo
Memilih tempo yang tepat termasuk dalam penjiwaan.Perubahan tempo
seperti mempercepat (accelerando) dan memperlambat (ritardando) merupakan
teknik dalam pengeluaran wujud ekspresi atau penjiwaan dalam pementasan
musik.
Pengelompokan tempo dalam musik terdiri dari tempo lambat, tempo
sedang, dan tempo cepat. Tempo lambat dalam metronum menunjukkan angka 40
– 69. Beberapa istilah tanda tempo lambat yaitu grave, larghinssimo, largho, lento,
adagio, larghetto, adagietto. Tempo sedang dalam metronum menunjukkan angka
70 – 100. Beberapa istilah tanda tempo sedang yaitu andante, andantino,
maestoso, moderato. Tempo cepat dalam metronum menunjukkan angka 108 –
208. Beberapa istilah tanda tempo cepat yaitu allegretto, animato, marcia, allegro,
assai, vivace, presto, prestissimo.
3.
Gaya
Dalam pementasan musik, gaya penyaji musik adalah hal yang paling
mudah ditangkap audien, karena melalui pementasan dapat dengan jelas dilihat
gaya yang diungkapkan penyaji musik dalam membawakan sajian musik. Proses
pembelajaran dan penyajian pertunjukan musik angklung bagi penderita
tunarungu di SLB N Sragen para siswa menggunakan kostum sebagai media
29
ekspersi dan gaya. Hal tersebut harus dimaksimalkan karena di dalam gaya tidak
membutuhkan kemampuan pendengaran.
Menurut Sumardjono (2000: 73), ekspresi adalah “sesuatu yang
dikeluarkan”. Sama seperti tindakan mengamuk yang dikeluarkan manusia saat ia
ditekan perasaan marah, seperti derasnya arus perasaan cinta yang dikeluarkan
orang saat ia memeluk dan membelai seseorang yang dicintainya.
Ekspresi dalam seni adalah mencurahkan perasaan tertentu dalam
suasana perasaan gembira, perasaan marah atau sedih dalam ekspresi seni juga
harus dilakukan pada waktu senimannya sedang “tidak marah atau sedih”
(Sumardjono, 2000: 74).Berdasarkan hal tersebut jelaslah bahwa kualitas perasaan
yang diekspresikan dalam karya seni bukan lagi perasan individual, melainkan
perasan yang universal. Perasaan yang dapat dihayati oleh orang lain, sekalipun
jenis perasaan itu belum pernah dialami oleh orang lain tersebut.
Adanya seleksi dan penajaman perasaan terhadap suatu stimulus akan
melahirkan intensitas perasaan yang diekspresikan. Perasaan tertentu dalam seni
dapat begitu tajam dan menggores karena senimannya berhasil mengekspresikan
pengalaman perasaannya itu dengan pilihan yang tepat dan sasaran yang
tegas.Perasaan humor pahit dalam karya seni dapat muncul begitu mengesankan
karena seniman berupaya mewujudkan pengalaman perasaannya tadi secara
efektif dan efisien.
Karl-Edmund (2000: 3) berpendapat bahwa setiap gerakan badan dan
sikap dari penyaji pertunjukan musik baik itu solo maupun grup, harus mengabdi
kepada ekspresi musik.Hal yang dilakukansupaya musik dapat diekspresikan
30
dalam tubuh, maka syaratnya adalah tubuh harus bersikap relaks dan tenang, agar
penampilannya tidak kaku, sehingga penampilan dari penyaji pertunjukan musik
akan nampak hidup dan tidak membosankan serta dapat dinikmati dengan
sempurna. Mengekspresikan sebuah karya musik, kita harus dapat menjiwai dan
meresapi isi dari karya musik tersebut.
Kesimpulan dari bentuk ekspresi musikal adalah ungkapan fikiran dan
perasaan seseorang/grup melalui sikap seluruh pribadi seorang seniman, penyanyi
atau pemain musik sehingga membuat suatu lagu menjadi “kelihatan”.Sikap
badan, sikap tangan, serta ungkapan wajah seseorang atau beberapa penampil
dalam sebuah penyajian musik akan melengkapi secara visual apa yang mereka
sampaikan dalam formasi nada-nada baik dari tempo, dinamik, dan warna nada
dari unsur-unsur pokok musik.
2.6 Seni Pertunjukan
Kusmayati (2000: 75) berpendapat bahwa seni pertunjukan adalah aspekaspek yang divisualisasikan dan diperdengarkan.Aspek-aspek tersebut menyatu
menjadi satu keutuhan di dalam penyajiannya yang menunjukkan suatu intensitas
atau kesungguhan ketika diketengahkan sebagai bagian dari penopang perwujudan
keindahan, yang juga merupakan bagian dari ekspresi. Para penyaji pertunjukan
haruslah menyadari hal ini, supaya pertunjukan yang dilakukan akan semakin
optimal dan penonton mengerti apa yang ingin disampaikan oleh penyaji.
Aspek-aspek seni pertunjukan terdiri atas:(1) Gerak, gerak adalah media
ungkap seni pertunjukan yang merupakan salah satu pilar penyangga wujud seni
pertunjukan yang dapat terlihat sedemikian kuat terangkat. Gerak berdampingan,
31
suara atau bunyi-bunyian merupakan cara-cara yang dipergunakan untuk
mengutarakan berbagai perasaan dan pikiran yang kemudian ditransformasikan
melalui abstraksi dan distorsi gerak (Kusmayati, 2000: 76);(2)Suara, suara juga
merupakan unsur penting dalam sebuah pementasan, dimana seorang seniman,
penyanyi atau pemain musik akan menyampaikan isi hatinya atau maksudnya
melalui media audio yang kental;(3) Rupa, rupa pada sebuah peristiwa
divisualisasikan melalui beberapa aspek yang menunjang perwujudannya. Warna
turut mengambil bagian dalam sebuah pertunjukan serta dalam tata rias dan
busana yang dikenakan (Kusmayati, 2000: 91-96).Fungsi tata rias adalah untuk
mengubah karakter pribadi menjadi karakter tokoh yang diperankan, untuk
memperkuat ekspresi dan menambah daya tarik pada penampilannya; dan(4)
Pelaku, pelaku dalam sebuah pertunjukan seni merupakan aspek terpenting. Tanpa
adanya pelaku sebuah tontonan seni tidak akan berjalan, karena yang dapat
memvisualisasikan ekspresi yang ingin disampaikan seniman pencipta sebuah
karya musik kepada audien adalah pelaku pertunjukan musik.
2.7 Tunarungu
2.7.1 Pengertian Tunarungu
Istilah tunarungu diambil dari kata tuna dan rungu. Tuna artinya kurang
dan rungu artinya pendengaran. Orang dikatakan tunarungu apabila ia tidak
mampu mendengar atau kurang mampu mendengar. Pernyataan tersebut dapat
diartikan, tunarungu adalah istilah yang umum yang menunjukan kesulitan
mendengar baik ringan maupun berat (Permanarian, 1996: 26).
32
2.7.2 Karakteristik Anak Tunarungu
Sebagai dampak dari gangguan pendengaran, anak tunarungu mempunyai
karakteristik yang khas. Berikut ini diuraikan karakteristik anak tunarungu dilihat
dari segi intelegensi, bahasa dan bicara, emosi dan sosial.
1.
Karakteristik Segi Intelegensi
Pada umumnya anak tunarungu mempunyai intelegensi normal atau rata-
rata. Hal yang mempengaruhi perkembangan intelegensinya adalah perkembangan
bahasa, maka akan menampakkan intelegensi yang rendah disebabkan kesulitan
memahami bahasa.
2.
Karakteristik Segi Bahasa dan Bicara
Anak tunarungu tidak dapat mendengar bahasa dan kemampuan
berbahasanya tidak akan berkembang bila ia tidak dididik dan dilatih secara
khusus. Perkembangan selanjutnya, bahasanya akan jauh tertinggal dibanding
dengan anak normal.
3.
Karakteristik Segi Emosi dan Sosial
Ketunarunguan dapat menyebabkan keterasingan dari pergaulan sehari-
hari yang akibatnya dapat menimbulkan efek negatif. Sesuatu yang muncul seperti
egosentrisme yang melebihi anak normal dan ketergantungan terhadap orang lain
akan membentuk karakteristik anak tersebut. Perhatian mereka susah dialihkan
mereka lebih mudah marah dan tersinggung (Permanarian, 1996:35-38).
2.7.3 Jenis Ketunarunguan
Klasifikasi anak tunarungu antara lain: (1) 0 dB yang menunjukkan
pendengaran yang optimal; (2) 0 dB – 26 dB yang menunjukan sesorang masih
33
mempunyai pendengaran normal; (3) 27 dB – 40 dB yang mempunyai kesulitan
pendengaran bunyi-bunyi yang jauh, membutuhkan tempat duduk yang strategis
letaknya dan memerlukan terapi berbicara (tunarungu); (4) 41 dB – 55 dB yang
mengerti bahasa percakapan, membutuhkan alat bantu dengar, dan tyerapi bicara
(tunarungu ringan); (5) 56 dB – 70 dB yang hanya bisa mendengar suara dari
jarah dekat, masih mempunyai sisa pendengaran untuk belajar bahasa dan bisa
menggunakan alat bantu dengar dan latihan bicara secara khusus (tunarungu agak
berat); (6) 71dB – 90 dB yang hanya bisa mendengar bunyi yang sangat dekat,
kadang diangap tuli, membutuhkan pendidikan luar biasa yang intensif (tunarungu
berat); dan (7) Lebih dari 91 dB yang mungkin sadar adanya bunyi dan getaran,
banyak bergantung pada penglihatan dari pada pendengaran untuk proses
penerimaan informasi dan yang bersangkutan dianggap tuli (tunarungu berat
sekali) (Permanarian, 1996:27).
2.7.4 Penyebab Ketunarunguan
Faktor-faktor penyebab ketunarunguan dapat dikelompokkan sebagai
berikut :
1.
Faktor dari dalam anak, misalnya faktor keturunan atau genetik, atau ibu yang
sedang mengandung menderita penyakit Rubella atau menderita keracunan
darah, yang hal tersebut mempengaruhi alat pendengaran janin dan anak
tersebut akan terlahir dalam keadaan tunarungu.
2.
Faktor dari luar anak, seperti anak mengalami infeksi saat dilahirkan, radang
selaput otak, radang telinga bagian tengah atau penyakit lain yang dapat
34
menyebabkan kerusakan alat pendengaran bagian tengah dan dalam, bisa juga
disebabkan karena kecelakaan (Permanarian, 1996:33-34).
BAB 3
METODE PENELITIAN
Penelitian adalah proses, prinsip-prinsip prosedur mendekati masalah
yang ditelitinya serta mencoba memecahkan masalah tersebut. Seorang peneliti
ntuk dapat melakukan penelitian yang baik dan benar perlu memperhatikan
metode penelitian yang sesuai.
3.1 Pendekatan Penelitian
Metode penelitian yang dipilih dalam penelitian adalah deskriptif
kualitatif,yaitu suatu metode yang meneliti status kelompok manusia, suatu obyek,
suatu set kondisi atau sistem pemikiran atau suatu kelas peristiwa pada masa
sekarang. Tujuannya yaitu membuat deskripsi gambaran atau lukisan secara
sistematis dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar
fenomena yang diselidiki (Nazir, 1988:63).
Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2000:3) mendefinisikan metodologi
kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati.Deskriptif adalah data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan
bukan angka-angka (Moleong, 2000:6).
Jenis pendekatan dalam topik penelitian “Musik Angklung Sebagai
MediaEkspresi Bagi Penderita Tunarungu Di SLB N Sragen” dikategorikan
sebagai penelitian deskriptif kualitatif karena peneliti akanmelakukan proses
mengamati, mengidentifikasi obyek penelitian, pengambilan data dan analisis
35
36
data,
menginterprestasikan
menurut
bagian-bagiannya
dan
kemudian
mendeskripsikan, sehingga diharapkan permasalahan penelitian ini dapat
terpecahkan. Tanpa metode seorang peneliti tidak mungkin mampu menemukan,
merumuskan, danmenganalisis suatu masalah dalam mengungkapkan kebenaran.
Penelitian ini, peneliti berusaha mencari data-data yang bersifat kualitatif
mengenai “Pembelajaran Musik Angklung Sebagai Media Ekspresi Bagi
Penderita Tunarungu di SLB N Sragen” untuk diuraikan secara deskriptif.
3.2 Lokasi, dan Sasaran Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SLB N Sragen yang berlokasi di Jln.
Kalibening, Kroyo, Karangmalang, Sragen. SLB N Sragen merupakan salah satu
sekolah yang bergerak di bidang sosial dan pendidikan luar biasa.Sasaran
penelitian ini adalah “proses pembelajaran musik angklung bagi penderita
tunarungu di SLB N Sragen” dan “pembelajaran musik angklung bagi penderita
tunarungu difungsikan sebagai media ekspresi”.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah suatu proses pengadaan data primer dan
data sekunder untuk keperluan penelitian. Teknik pengumpulan data dilaksanakan
untuk memperoleh data atau bahan yang relevan, akurat, dan terandalkan yang
bertujuan menciptakan hasil-hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian.
Diperlukan teknik, prosedur, alat-alat serta kegiatan yang dapat diandalkan
(Rachman,1993: 57). Penelitian ini data dikumpulkan dengan teknik:
37
3.3.1 Teknik Observasi
Pengumpulan data dengan metode observasi adalah kegiatan pengamatan
meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek yang menggunakan
seluruh alat indera yang dapat dilakukan melalui indera penglihatan, penciuman,
pendengaran, peraba dan pengecap (Arikunto, 1998:146). Teknik observasi
digunakan untuk memperoleh catatan mengenai data yang diperlukan.
Klasifikasi observasi atau pengamatan dibagi menjadi dua pengamatan
melalui cara berperan serta dan tidak berperan serta, pengamatan terbuka dan
pengamatan tertutup (Moleong, 2000:126-127).
3.3.1.1 Observasi terbuka dan tertutup
Observasi terbuka peneliti diketahui secara terbuka oleh subjek, para
subjek dengan sukarela memberikan kesempatan kepada pengamat untuk
mengamati peristiwa yang terjadi dan mereka menyadari bahwa ada orang yang
mengamati hal yang dilakukan oleh mereka. Sebaliknya pada observasi tertutup
pengamatnya beroperasi dan mengadakan pengamatan tanpa diketahui oleh para
subjeknya.
Penelitian ini peneliti menggunakan observasi terbuka kepada siswa
tunarungu dan pengajar, karena dengan menggunakan observasi terbuka subyek
memberikan informasi data dengan sukarela serta subyek juga memberikan
kesempatan kepada peneliti unutuk mengamati pristiwa yang terjadi. Peneliti
dapat terjun langsung untuk menjadi pengamat. Cara pengamatan peneliti tidak
terlibat langsung dalam proses pembelajaran di kelas. Peneliti mengamati ketika
para siswa tunarungu melakukan pementasan. Peneliti melakukan pengamatan
38
dari persiapan pementasan sampai tiba di lokasi pementasan, proses penjelasan
ketika para siswa akan melakukan pementasan, dan pementasan dilakukan.
3.3.2 Wawancara
Teknik wawancara adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk
memperoleh informasi secara langsung dengan cara mengajukan pertanyaan
kepada informan (Subagyo, 1991:39). Ada pendapat lain lagi menurut Soeratno
(1999:92)wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara bertanya
langsung (berkomunikasi langsung) dengan responden. Prosesnya dapat dilakukan
secara langsung dengan bertatap muka langsung dengan narasumber, namun
dapat juga dilakukan dengan tidak langsung seperti melalui telepon, internet atau
surat (wawancara tertulis).
Pada saat penelitian, peneliti mewawancarai kepala sekolah, guru, dan
siswa penderita tunarunguwicara untuk mendapatkan data bagaimana proses
pembelajaran berlangsung. Data yang ingin didapat wawancara kepada kepala
sekolah untuk mengetahui gambaran umum tentang SLB N Sragen. Wawancara
data yang ingin didapat meliputi kegiatan pembelajaran, materi, metode, media,
dan pelaksanaan evaluasi pembelajaran. Proses dalam melakukan wawancara
selain harus membawa instrumen sebagai pedoman untuk wawancara,
pengumpulan data juga dilaksanakan dengan menggunakan alat bantu seperti tape
recorder, gambar, brosur dan material lain yang dapat membantu pelaksanaan
wawancara menjadi lancar sehingga mempengaruhi validitas data (Sugiyono,
2010:73). Peneliti juga mewawancari langsung anak-anak penderita tunarungu
39
dengan meminta bantuan dari guru yang mengerti bahasa komunikasi para siswa
tunarungu.
3.3.3 Dokumentasi
Menurut Moleong (2000:161) dokumen adalah bahan tertulis atau film lain
dari record yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik.
Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2009:221) teknik dokumentasi adalah
teknik menghimpun dan menganalisis dokumen, baik dokumen tertulis, gambar
maupun elektronik. Dokumen berupa tulisan yaitu catatan harian, struktur
organisasi, sejarah SLB, profil SLB, data anak tunarungu, biografi, peraturan atau
kebijakan dan denah tempat/peta. Dokumen yang berbentuk gambar contoh
adalah foto alat musik angklung yang dipakai anak-anak penderita tunarungu, foto
anak-anak penderita tunarungu saat bermain angklung, video, sketsa dan lainlain.Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni yang dapat berupa
gambar, patung, film dan lain-lain (Sugiyono, 2010:82).Studi dokumen
merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam
penelitian kualitatif.
Dokumentasi ketika proses pembelajaran angklung bagi penderita
tunarungu di SLB N Sragen peneliti tidak mendapatkan foto saat proses
pembelajaran. Ijin penelitian dari pihak sekolah diberikan saat proses
pembelajaran melainkan pada saat pementasan. Penelitian juga dilakukan disaat
jam sekolah, sedangkan kegiatan pembelajaran angklung bagi penderita tunarungu
dilakukan setelah pulang sekolah setiap hari senin dan kamis. Dokumentasi yang
40
didapatkan peneliti yaitu ketika siswa tunarungu melakukan pementasan berupa
foto dan video pementasan.
3.4 Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Data atau dokumen yang diperoleh dalam penelitian kualitatif perlu
diperiksa keabsahannya. William (dalam Sumaryanto, 2010:112) menyarankan
empat macam standar atau kriteria keabsahan data kualitatif, yaitu: (1) derajat
kepercayaan (credibility); (2)keteralihan (transferability); (3) kebergantungan
(dependability); dan (4) kepastian (confirmability). Teknik yang dipakai dalam
penelitian ini memakai kriterium derajat kepercayaan (credibility), yaitu
pelaksanaan inkuiri dengan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang
sedang diteliti sehingga tingkat kepercayaan penemuan dalam kriterium ini dapat
dipakai.
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara observasi,
dokumentasi, dan wawancara dengan kepala sekolah, guru, serta siswa tunarungu
yang kemudian dirangkum dalam bentuk naratif. Peneliti dalam mendapatkan data
yang valid dan ada kecocokan satu sama lain, peneliti mengadakan triangulasi
sumber data melalui pemeriksaan terhadap sumber lainnya yaitu membandingkan
data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara. Triangulasi adalah teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu
dalam keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.
Triangulasi berarti verifikasi penemuan melalui informasi dari berbagai sumber,
menggunakan multi-metode dalam pengumpulan data dan sering juga digunakan
41
oleh beberapa peneliti. Triangulasi dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu
triangulasi sumber, triangulasi metode dan triangulasi data.
Penelitian ini dari tiga sumber tersebut, peneliti hanya menggunakan
teknik pemeriksaan dengan memanfaatkan sumber. Tringulasi sumber adalah
membandingkan dan mengecek kembali derajat kepercayaan suatu informasi yang
diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Hasil
yang dapat dicapai menggunakan triangulasi adalah: (1) Membandingkan data
hasil observasi dengan data hasil wawancara siswa tunarungu dan guru; (2)
Membandingkan data hasil wawancara guru dengan data hasil wawancara siswa
tunarungu; (3) Membandingkan hasil pengamatan guru dengan hasil pengamatan
peneliti; (4) Membandingkan dokumentasi sekolah dengan keadaan ketika
pementasan berlangsung; dan (5) Membandingkan data hasil wawancara dengan
data dokumentasi hasil penelitian.
Kriteria derajat kepercayaan menuntut suatu penelitian kualitatif agar
dipercaya oleh pembaca yang kritis dan dapat dibuktikan oleh orang-orang yang
menyediakan informasi yang dikumpulkan selama penelitian berlangsung.
Maksud dari keabsahan data adalah bahwa setiap keadaan harus memenuhi: (1)
mendemonstrasikan nilai yang benar; (2) menyediakan dasar agar hal itu dapat
diterapkan; dan (3) memperbolehkan keputusan luar yang dapat dibuat tentang
konsistensi dari prosedurnya dan kenetralan dari temuan dan keputusankeputusannya.
42
3.5 Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi, dengan
cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit,
melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan
yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh
diri sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2010:89).
Sugiyono (2010:89) menjelaskan bahwa analisis data kualitatif adalah
bersifat induktif yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya
dikembangkan menjadi hipotesis.Miles dan Huberman (dalam Sugiyono,
2010:91) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan
secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga
datanya sudah jenuh.Aktivitas dalam analisis data, yaitu datareduction,
datadisplay dan conclusion drawing/verivication
Pengumpulan
Penyajian Data
Reduksi Data
Verivikasi/Simpulan
Gambar 3.1Komponen Analisis Data: Model interaktif
Sumber: Model Interaktif Miles dan Huberman (Sugiyono 2010:92)
3.5.1Data Reduction (Reduksi Data)
Mereduksi data berarti merangkum memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari tema dan polanya dan
43
membuang yang tidak perlu (Sugiyono,2010:338), dengan demikian data yang
telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas mempermudah
peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila
diperlukan.
3.5.2Data Display (Penyajian Data)
Penelitian kualitatif penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian
singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya (Sugiyono,
2010:95), dalam hal ini Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2010:95)
menyatakan bahwa yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam
penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.
3.5.3Conclusion Drawing/Verification (Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi)
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif yang diharapkan adalah merupakan
temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada.Temuan dapat berupa deskripsi
atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap
sehingga setelah diteliti menjadi jelas dapat berupa hubungan kausal atau
interaktif, hipotesis atau teori (Sugiyono, 2010:99).
Ketiga aktivitas dalam analisis data tersebut memperkuat dalam penelitian
kualitatif yang dilakukan oleh peneliti. Sehingga sifat data dikumpulkan dalam
bentuk laporan, uraian dan proses untuk mencari makna sehingga mudah
dipahami keadaannya baik oleh peneliti maupun orang lain.
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Gambaran umum lokasi penelitian berdasarkan judul Musik Angklung
Sebagai Media Ekspresi Bagi Penderita Tunarungu di SLB Negeri Sragen
meliputi:
4.1.1 Sejarah Sekolah Luar Biasa Negeri Sragen
SLB N Sragen tahun 2007-2014 ini merupakan bagian dari upaya
mewujudkan perkembangan SLB N Sragen dalam jangka panjang 2007-2027.
Rencana program serta sumber daya pada periode ini difokuskan kepada : (1)
Pemerataandan perluasan akses pendidikan kepada seluruh anak berkebutuhan
khusus kabupaten Sragen dan sekitarnya; (2) Peningkatan mutu, relevansi, dan
daya saing melalui peningkatan sumber daya manusia tenaga pendidik dan tenaga
kependidikan; (3) Penguatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik pelayanan
pendidikan di tengah-tengah masyarakat.
Mengingat pandangan masyarakat tentang pendidikan layanan khusus
sampai saat ini belum mendapat
tempat yang selayaknya, SLB N Sragen
berupaya untuk mengubah pandangan masyarakat tersebut. Diperlukan tekad yang
kuat disertai dengan tindakan yang sungguh-sungguh dari semua warga sekolah
terutama tenaga pendidik dan tenaga kependidikan SLB N Sragen. Pembukaan
Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dinyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah
mencerdaskan kehidupan masyarakat dan untuk itu setiap warga negara Indonesia
44
45
berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat
yang dimilikinya tanpa memandang status sosial, ras, etnis, agama, dan gender.
Hal ini dikuatkan dengan UU no 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan
Nasional yaitu Pasal 5 Ayat (1)Setiap warga negara mempunyai hak yang sama
untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, ayat (2)Warga negara yang
mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak
memperoleh pendidikan khusus. Pemerataan dan mutu pendidikan akan membuat
warga negara Indonesia memiliki keterampilan hidup sehingga memiliki
kemampuan untuk mengenal dan mengatasi masalah diri dan lingkungannya,
mendorong tegaknya masyarakat madani dan modern yang dijiwai nilai-nilai
Pancasila, dan mampu mandiri di tengah-tengah masyarakat pada umumnya.
Disertai keinginan yang kuat di SLB N Sragen yang ingin memajukan
pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, maka SLB N Sragen membuat
rencana strategis dalam jangka panjang dari tahun 2007-2027. Rencana strategis
SLB N Sragen menjadi pedoman bagi semua tenaga pendidik, kependidikan dan
warga sekolah lainnya dalam merencanakan dan melaksanakan program SLB N
Sragen serta mengevaluasi hasilnya.
4.1.2 Visi, Misi, dan Tujuan SLB Negeri Sragen
Setiap lembaga pasti mempunyai visi, misi dan tujuan sebagai patokan,
landasan atau tolak ukur keberhasilan atas apa yang akan dicapai. SLB N Sragen
yang juga mempunyai visi, misi dan tujuan yaitu sebagai berikut :
46
4.1.2.1 Visi SLB N Sragen
Visi merupakan sesuatu atau apa yang ingin dicapai dari sebuah
perusahaan atau lembaga.SLB Negeri Sragen menetapkan visi “Membentuk
Peserta Didik menjadi pribadi yang unggul berakhlak mulia, trampil, mandiri,
cerdas secara menyeluruh, sehingga anak dapatberperan serta dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara”.
4.1.2.2 Misi SLB N Sragen
Misi merupakan cara atau upaya yang dilakukan agar visi tercapai dengan
maksimal. Misi SLB N Sragen adalah sebagai berikut :
1.
Berusaha meningkatkan pendidikan keagamaan untuk membentuk pribadi
peserta didik yang berakhlak mulia dan sikap mental yang tangguh.
2.
Berusaha meningkatkan mutu pembelajaran yang berpusat pada potensi dan
kebutuhan anak, yang sesuai dengan lingkungan peserta didik.
3.
Berusaha meningkatkan layanan pendidikan peserta didik melalui Program
Pengembangan Pendidikan yang berorientasi kecakapan hidup (Life Skill)
agar peserta didik kelak dapat hidup mandiri di tengah-tengah masyarakat.
4.1.2.3 Tujuan SLB N Sragen
Seperti lembaga-lembaga pada umumnya yang mempunyai tujuan, SLB N
Sragen juga mempunyai tujuan, yaitu :
1.
Meningkatkan iman, takwa, akhlak mulia kepada peserta didik.
2.
Meningkatkan pemerataan kesempatan belajar bagi semua masyarakat dalam
pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus (PK dan PLK) secara adil,
tidak diskriminatif, dan demokratis tanpa membedakan tempat tinggal, status
47
sosial-ekonomi, jenis kelamin, agama, kelompok etnis, dan kelainan fisik,
emosi, mental serta intelektual.
3.
Ikut menuntaskan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun dan 12
tahun secara efisien, bermutu, dan relevan.
4.
Memperluas akses pendidikan nonformal melalui pendidikan layanan khusus
(PLK) bagi penduduk laki-laki maupun perempuan yang belum sekolah, tidak
pernah sekolah, buta aksara, putus sekolah dalam dan antar jenjang serta
penduduk lainnya yang ingin meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan
keterampilan.
5.
Meningkatkan daya saing dengan menghasilkan lulusan yang mandiri,
bermutu, terampil, ahli dan profesional, mampu belajar sepanjang hayat, serta
memiliki kecakapan hidup yang dapat membantu dirinya dalam menghadapi
berbagai tantangan dan perubahan.
6.
Meningkatkan kualitas pendidikan SLB Negeri Sragen dan standar pelayanan
minimal (SPM), serta meningkatkan kualifikasi minimun dan sertifikasi bagi
tenaga pendidik dan tenaga kependidikan lainnya.
7.
Meningkatnya efisiensi dan efektifitas manajemen pelayanan pendidikan
melalui peningkatan pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, peran serta
masyarakatdalam pembangunan pendidikan.
4.1.3 Letak Geografis SLB N Sragen
Kabupaten Sragen merupakan salah satu kabupaten di propinsi jawa
tengah, secara geografis kabupaten Sragen berada diperbatasan Jawa tengah dan
Jawa Timur. Batas-batas kabupaten Sragen diantaranya adalah disebelah timur
48
berbatasan dengan Kabupaten Ngawi (Propinsi Jawa Timur), disebelah barat
berbatasan dengan Kabupaten Boyolali, disebelah selatan berbatasan dengan
Kabupaten Karanganyar, dan disebelah utara berbatasan dengan Kabupaten
Grobogan. Di Kabupaten Sragen terdapat banyak kecamatan, diantaranya
kecamatan Karangmalang. Di kecamatan Karangmalang ada beberapa lembaga
pendidikan dan SLB N Sragen berada diwilayah kecamatan Karangmalang.
Tepatnya SLB N Sragen beralamat di Jl. Kalibening, Desa Kroyo, Kec.
Karangmalang, Kabupaten Sragen propinsi Jawa Tengah.
Berada ditengah-tengah desa Kroyo dan masih dalam wilayah persawahan,
SLB N Sragen mempunyai suasana belajar yang kondusif. Suasana yang cukup
tenang serta masyarakat desa Kroyo yang menghormati kegiatan belajar mengajar
disana adalah keuntungan tersendiri untuk kelangsungan kegiatan pembelajaran.
Keadaan lingkungan di sekitarSLB N Sragen juga terlihat asri dan tidak panas
karena pohon-pohon yang cukup tertata rapi, sehingga membuat siswa merasa
nyaman dan betah dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Di bawah ini adalah
foto tampak depan SLB N Sragen.
49
Gambar 4.1 SLB N Sragen tampak dari depan
(Foto Yoha Prismanatan, Agustus 2014)
4.1.4 Struktur OrganisasiSLB N Sragen
SLB N Sragen mempunyai struktur organisasi yang cukup tersusun dengan
rapi serta disesuaikan dengan rencana strategis yang sedang dijalankan. Struktur
organisasi SLB N Sragen terdiri dari yang paling atas yaitu kepala sekolah disertai
tim ahli dan komite. Setelah itu dibagi lagi menjadi beberapa kelompok seperti
waka kesiswaan, waka sarana prasana, waka humas, waka kurikulum, manager
sentra, kepala tat usaha. Berikut adalah bagan struktur organisasi SLB N Sragen :
50
Gambar 4.2Struktur Organisasi
(Sumber : Tata Usaha, Agustus 2014)
51
4.1.5 Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana adalah aspek pendukung yang sangat penting dalam
menentukan keberhasilan suatu proses pembelajaran musik, karena apabila
keduanya tidak saling mendukung maka semua kegiatan yang dilaksanakan tidak
akan mencapai hasil yang diinginkan. Sarana dan prasarana di SLB N Sragen
digunakan sepenuhnya untuk mendukung dan mensukseskan kegiatan belajar
mengajar.
Berlangsungnya proses pelaksanaan pembelajaran alat musik angklung
bagi anak penderita tunarungu di SLB N Sragen juga terdapat sarana dan
prasarana yang mendukung terlaksananya kegiatan tersebut. Sarana dan prasarana
yang terdapat di SLB N Sragen sudah tergolong lengkap dan dianggap mampu
untuk memenuhi kebutuhan pembelajaran musik untuk anak penderita tunarungu.
Sarana dan prasarana itu antara lain:
4.1.5.1Ruang Kesenian
Ruang kesenian SLB N Sragen terletak bersebelahan dengan perpustakaan
sekolah serta berhadapan dengan pendopo sekolah. Ruang kesenian terdapat
cukup lengkap prasarana untuk proses kegiatan belajar mengajar, seperti misalnya
angklung, gitar, keyboard, kuda lumping, kaos reong, yang ditata dengan rapi.
Penataan ruangan yang rapi dan teratur membuat suasana ruangan cukup nyaman
untuk murid-murid menerima pelajaran.
52
Gambar 4.3Alat-alat Musik elektrik di Ruang Kesenian
(Foto Yoha Prismanatan, Agustus 2014)
Gambar diatas adalah beberapa perlengkapan alat musik yang ada di ruang
kesenian. Semua alat musik yang ada di ruang kesenian masih berfungsi dengan
baik. Perawatan yang baik dilakukan dari pihak sekolah supaya para murid bisa
belajar dengan nyaman dan tidak mengurangi niat mereka untuk belajar karena
ada alat musik yang rusak.
Alat musik elektrik juga diperkenalkan kepada siswa untuk pembelajaran
tentang alat musik modern. Siswa juga diperbolehkan memakai alat musik
elektrik dengan ijin dari guru serta harus diawasi oleh guru. Guru juga
mendemonstrasikan bagaimana cara bermain alat musik elektrik yang ada di
ruang kesenian.
53
Gambar 4.4Drum Set di Ruang Kesenian
(Foto Yoha Prismanatan, Agustus 2014)
Gambar diatas masih beberapa perlengkapan alat musik yang ada di ruang
kesenian. Ada 1 drum set yang terletak dipojok ruangan yang masih berfungsi
dengan baik juga. Alat musik drum ini biasanya digunakan oleh anak-anak
penderita tunanetra dan tunagrahita. Ada banyak lagi alat-alat musik yang berada
di ruang kesenian di SLB N Sragen dan semua warga sekolah berhak untuk
menikmati prasarana yang tersedia.
Selain 1 set drum dipojok ruangan, ada juga kendang jawa. Di ruang
kesenian siswa tidak hanya diberi pembelajaran tentang alat musik modern, tetapi
juga diberi pembelajaran tentang alat musik tradisional. Adanya alat musik yang
ada di ruang kesenian siswa bisa langsung mengetahui berbagai macam alat
musik.
54
Gambar 4.5Prasarana Pembelajaran di Ruang Kesenian
(Foto Yoha Prismanatan, Agustus 2014)
Gambar diatas adalah prasarana yang ada di ruang kesenian. Ada papan
tulis untuk para pengajar menerangkan materi yang akan diajaran kepada siswa.
Adanya papan tulis para pengajar merasa sangat terbantu untuk menjelaskan
materi yang akan diberikan.
4.1.5.2 Alat Pembelajaran Angklung Penderita Tunarungu
Pembelajaran alat musik angklung untuk penderita tunarungu di SLB N
Sragen merupakan salah satu kegiatan yang dibanggakan. Adapun alat yang
digunakan adalah angklung dan lampu nada.
55
Gambar 4.6Angklung yang digunakan Anak Tunarungu
(Foto Yoha Prismanatan, Agustus 2014)
Gambar diatas adalah angklung yang digunakan penderita tunarungu untuk
pembelajaran dan pementasan. SLB N Sragen mempunyai 5 set angklung dengan
tangga nada natural tanpa dengan nada berkres dan bermol. Diantara 5 set
angklung tersebut 3 set adalah nada C1-C2 dan 2 set lagi nada C2-C3.
Gambar 4.7 Lampu Nada yang digunakan Anak Tunarungu
(Foto Yoha Prismanatan, Agustus 2014)
56
Gambar diatas adalah media yang digunakan pengajar untuk melatih anakanak tunarungu belajar alat musik angklung. Media tersebut dirancang dan dibuat
dengan pemikiran sendiri oleh pengajar kesenian SLB N Sragen yaitu bapak Budi
Rahmat Jati, S.Pd dan diberi nama lampu nada.
4.1.5.3 Kelengkapan Ruang Kesenian
Salah satu hal untuk menunjang kegiatan dan proses pembelajaran musik
diperlukan sarana dan prasarana yang memadai yang mampu digunakan dengan
baik agar dapat mencapai hasil yang maksimal. Di ruang kesenian SLB N Sragen
mempunyai cukup lengkap alat-alat musik dan juga perlengkapan tari untuk
pembelajaran siswa. Fasilitas untuk menunjang proses pembelajaran di ruang
kesenian SLB N Sragen juga cukup lengkap, diantaranya seperti papan tulis,
almari penyimpanan perlengkapan untuk seni tari, dan juga kipas angin ada di
ruang kesenian.
Dibidang seni musik ruang kesenian di SLB N Sragen juga sudah cukup
lengkap dan peralatannya pun juga terawat dengan baik. Alat musik tradisional
sampai alat musik modern ada di ruang kesenian, untuk alat musik tradisonal ada
1 set gamelan jawa dan angklung. Alat musik modern ada 1 set drum, gitar
akustik, gitar akustik elektrik, sound control, microphone, keyboard, bass elektrik,
gitar elektrik, ampli untuk alat instrumen, effect gitar, mixer 16 chanel, dan piano.
Alat dan juga perlengkapan musik di ruang kesenian dirawat bersama demi
kepentingan bersama.
57
4.1.6 Pengajar Kesenian dan Siswa Tunarungu di SLB N Sragen
(1) Data Pengajar
Tenaga pengajar kesenian di SLB N Sragen berjumlah 3 orang pengajar,
dan 2 diantaranya adalah pengajar yang mengajar pembelajaran angklung bagi
anak tunarungu. Keduanya merupakan tenaga kerja tetap di SLB N Sragen. Kedua
pengajar seni musik yang ada di SLB N Sragen adalah :
Gambar 4.8 Pengajar Seni Musik, Nunung Haryono, Amd
(Foto Yoha Prismanatan, Agustus 2014)
Nunung Haryono, Amd 45 tahun, lahir di Sragen tanggal 5 Mei 1969.
Beliau bertempat tinggal di Jetis Kecamatan Sambirejo, Sragen. Berbekal hobi
serta kemampuannya dalam bidang musik, bapak Nunung Haryono mulai menjadi
pengajar di SLB N Sragen sejak tanggal 2 Januari 2011.
58
Gambar 4.9 Pengajar Seni Musik, Budi Rahmat Jati, S.Pd
(Foto Yoha Prismanatan, Agustus 2014)
Budi Rahmat Jati, S.Pd 41 tahun, lahir di Sragen tanggal 16 September
1973. Beliau bertempat tinggal di Jalan Trowong kecamatan Gondang, Sragen.
Berbekal pendidikan terakhir sarjana pendidikan seni
musik dari Universitas
Negeri Yogyakarta, bapak Nunung Haryono mulai menjadi pengajar di SLB N
Sragen sejak tanggal 1 Juni 2011.
Meskipun mereka berdua bukanlah guru yang berstatus PNS tetapi mereka
berdua mengajar, mendidik, melatih siswa SLB N Sragen sehingga para siswa
bisa trampil memainkan alat musik. Pengabdian mereka sungguh luar biasa,
mereka melatih siswa dengan tulus iklas dan sabar sehingga para siswa sebagai
59
sebuah tim mampu menampilkan karya seni yang indah, yang bisa dinikmati
semua orang pada umumnya.
Adanya kelompok musik angklung yang berjumalah 28 siswa tunarungu
dan 2 siswa tunanetra ini bagi orang yang bukan ahlinya tentu kesulitan untuk
membimbing dan melatih siswa dalam bermain angklung. Ditangan mereka
berdua para siswa yang mempunyai kebutuhan khusus ini mampu memahami
serta mengerti cara bermain alat musik angklung dengan baik. Mereka berdua
selalu semangat melayani para siswa dengan rasa kasih sayang serta mampu
memotivasi para siswa sehingga menimbulkan minat para siswa untuk belajar cara
bermain alat musik angklung. Usaha dan upaya mereka pada akhirnya bisa
mempertunjukan suatu pertunjukan alat musik angklung yang layak dipertunjukan
untuk orang pada umumnya.
(2) Data Siswa
Siswa yang mengikuti pembelajaran alat musik angklung di SLB N Sragen
merupakan siswa yang dipilih oleh guru kelas serta guru seni musik. Kelompok
angklung ini tidak hanya terdiri dari satu kelas saja, melainkan dari berbagai
kelas. Maksud dari kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran angklung dari
berbagai kelas adalah sebagai perwakilan dari kelas-kelas tunarungu yang ada di
SLB N Sragen.
60
Gambar 4.10 Siswa Tunarungu SLB N Sragen
(Foto Yoha Prismanatan, Agustus 2014)
Kelompok pembelajaran angklung di SLB N Sragen berjumlah 30 siswa,
28 siswa tunarungu dan 2 siswa tunanetra. Adanya 2 siswa tunanetra, kelompok
pertunjukan angklung semakin bagus serta menarik minat para penonton.
Kelompok pembelajaran angklung ini diikuti tidak hanya satu kelas saja, tetapi
ada dari kelas 3 sampai kelas 8. Kelompok pembelajaran angklung untuk siswa
tunarungu yang berjumlah 30 siswa, diantaranya ada 15 siswa berjenis kelamin
perempuan dan 15 siswa berjenis kelamin laki-laki. Jumlah siswa yang mengikuti
perkelas yaitu untuk kelas 3 ada 6 siswa, kelas 4 ada 3 siswa, kelas 5 ada 6 siswa,
kelas 6 ada 4 siswa, kelas 7 ada 7 siswa, dan untuk kelas 8 ada 4 siswa yang
mengikuti pembelajaran angklung.
61
4.2 Proses Pembelajaran Alat Musik Angklung Pada Penderita Tunarungu
di SLB N Sragen
Kegiatan pembelajaran angklung pada penderita tunarungu yang ada di
SLB N Sragen merupakan kegiatan ekstrakulikuler dibidang musik. Pihak sekolah
sangat mendukung kegiatan ini, dengan bukti kegiatan pembelajaran angklung ini
sudah berjalan cukup lama dari tahun 2011 sampai sekarang. Pembelajaran
angklung untuk anak tunarungu ini dilakukan rutin setiap hari senin dan hari
kamis mulai jam 11.00 sampai jam 12.30. Kegiatan pembelajaran juga terkadang
ditambah apabila akan ada pementasan, bukan disaat waktu ekstrakulikuler saja
tetapi juga disaat kegiataan pembelajaran dikelas sedang berlangsung. Siswa yang
mengikuti ekstrakulikuler angklung ini diberikan ijin dari guru kelas untuk
mengikuti kegiatan pembelajaran angklung.
Kegiatan pembelajaran angklung ini adalah kegiatan yang sangat postif,
yang bertujuan supaya penderita tunarungu di SLB N Sragen bisa menikmati alat
musik yang ada disekolah. Kegiatan pembelajaran angklung ini bertujuan untuk
memperkenalkan alat musik tradisional kepada anak tunarungu. Tujuan yang
terakhir dari kegiatan ini adalah supaya anak penderita tunarungu bisa memainkan
alat musik tradisional yaitu alat musik angklung.
Kegiatan pembelajaran angklung untuk penderita tunarungu ini cukup
banyak mendapat perhatian dari masyarakat. Banyak juga pementasan yang sudah
dijalani, salah satunya dalam rangka hari anak nasional yang di selenggarakan
bulan agustus 2014 kemarin di pendopo bupati kab. Sragen. Kegiatan pementasan
ini cukup bagus dampaknya untuk para penderita tunarungu. Adanya pementasan
62
bisa juga digunakan sebagai media ekspresi bagi penderita tunarungu. Selain
sebagai media ekspresi, pementasan juga bagus untuk melatih mental para
penderita tunarungu.
4.2.1 Tahap Persiapan
Peneliti melakukan penelitian ketika jam aktif sekolah dan ketika ada
pementasan kelompok musik angklung. Jumlah siswa tunarungu yang mengikuti
pembelajaran alat musik angklung ada 30 siswa. Jumlah siswa yang mengikuti
kegiatan
musik
angklung
cukup
untuk
kegiatan
pembelajaran
yang
diselenggarakan oleh pihak sekolah. Diantara 30 siswa tersebut ada 2 siswa dari
siswa tunanetra.
Sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai, pertama-tama pengajar
menyiapkan materi pembelajaran yang akan disampaikan. Setelah itu pengajar
menyiapkan alat pembelajaran yang akan digunkan yaitu angklung yang bisa
berfungsi dengan baik. Pengajar juga menyiapkan dan memastikan media
pembelajaran yaitu lampu nada dapat berfungsi dengan baik. Setelah alat
pembelajaran dan media pembelajaran sudah siap, pengajar mengelompokan
siswa. Pengelompokan sesuai dengan nada yang dimainkan, satu kelompok ada 3
siswa yang artinya satu kelompok memainkan nada yang sama tetapi untuk
kelompok nada C1, E1, G1, dan C2 ada 4 siswa. Siswa juga tidak diperbolehkan
memilih angklung sendiri. Setelah pengelompokan selesai pengajar memastikan
siswa siap untuk menerima pembelajaran.
Sebelum proses pembelajaran dimulai pengajar memberikan motivasi
kepada para siswa untuk menimbulkan rasa kepercayaan diri mereka, misalnya
63
dengan melakukan berdoa kepada Tuhan YME bersama-sama. Pengajar juga
harus mengkondisikan suasana kelas yang ramah dan nyaman serta konsentrasi
siswa yang fokus menerima materi pembelajaran. Setelah semua perencanaan
sudah siap barulah kegiatan pembelajaran dimulai.
4.2.2 Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan pembelajaran alat musik angklung bagi penderita tunarungu
di SLB N Sragen memerlukan latihan secara berulang-ulang dan membutuhkan
kesabaran dalam mengajar. Hal ini dikarenakan anak tunarungu adalah anak yang
mengalami gangguan dalam pendengaran dan yang mereka pelajarai adalah cara
bermain angklung secara berkelompok. Setiap dalam mengajar anak tunarungu
bermain angklung, bapak Nunung dan bapak Rahmat tidak pernah marah kepada
siswa didiknya. Bapak Nunung dan bapak Rahmat mengetahui untuk memberikan
materi pembelajaran tidak di perlukan kekerasan, cukup dengan ketegasan yang
pada waktu-waktu tertentu memang perlu dilakukan. Langkah awal sebelum
dimulai pembelajaran adalah dengan berdoa menurut agama dan kepercayaan
masing-masing, kemudian baru materi dengan materi pembelajaran diberikan
kepada peserta didik.
Berlangsungnya tahap pelaksanaan dalam proses pembelajaran musik
angklung untuk penderita tunarungu di SLB N Sragen ada 2 tahap kegiatan
pembelajaran. Tahap petama dalam pembelajaran yaitu pengajar memberi
pembelajaran cara memegang angklung. Tahap kedua pengajar memberikan
pembelajaran cara memanikan angklung. Pembelajaran cara memainkan angklung
64
pengajar memberi pembelajaran dengan teknik digetarkan saja dari beberapa
teknik memainkan angklung.
4.2.2.1 Cara Memegang Angklung
Pertama-tama kegiatan pembelajaran yang diberikan guru kepada siswa
tunarungu adalah mengajarkan cara memegang angklung dengan benar. Setelah
siswa sudah dikelompokan, guru mencontohkan bagaimana cara memegang
angklung dengan benar. Selain dengan memberi contoh, guru juga memberikan
penjelasan kepada siswa secara lisan bagaimana cara memegang angklung dengan
benar.
Sikap jari yang kuat ketika memegang angklung yaitu dengan jari telunjuk
dan jari tengah tangan kiri menyangga palang panjang, sekaligus menggapit tiang
tengah angklung. Cara ini memang baik untuk anak-anak kecil atau pemula,
karena mudah mengontrol tegak angklung, dengan membiarkan angklung
tergantung pada kaitan kedua jari tersebut. Posisi tangan kanan, telunjuk bersama
ibu jari memegang pangkal bawah tiang belakang angklung, dan jari tengah
masuk kedalam lubang potongan sepatu angklung bagian belakang. Cara ini tidak
berlaku untuk pemain angklung yang memainkan angklung lebih dari satu.
Proses pembelajaran tahap ini siswa mudah menerima materi pembelajaran
yang diberikan oleh guru, dengan hanya beberapa kali latihan siswa sudah bisa
memegang angklung dengan benar. Guru juga tidak kesulitan mengatur siswa
yang pembelajarannya dikelompokan sesuai angklung dimainkannya. Guru juga
memastikan keberhasilan pembelajaran dengan melihat satu persatu siswa ketika
memegang angklung untuk memastikan materi pembelajaran tersampaikan.
65
4.2.2.2 Cara Memainkan Angklung
Setelah siswa dapat memegang angklung dengan benar tahap berikutnya
siswa diberikan materi cara memainkan angklung. Materi yang ada dalam cara
memainkan angklung ini ada dua tahapan yang siswa harus pelajari. Pertama
siswa diberi pembelajaran bagaimana cara membunyikan angklung, dan yang
kedua siswa diberi pembelajaran tentang nilai nada.
Kegiatan
pertama
siswa
berikan
pembelajaran
bagaimana
cara
membunyikan angklung. Ada beberapa teknik cara membunyikan angklung,
yaitu:
1. Menggetarkan angklung, atau dikrulung. Dikrulung yaitu angklung
dibunyikan dengan digetarkan (angklung) secara panjang sesuai nilai nada
yang dimainkan.
2. Membunyikan putus-putus, dipukul, atau dicentok. Dicentonk yaitu angklung
tidak dibunyuikan dengan cara digetarkan, tetapi dengan cara dipukul ujung
tabung dasar horizontalnya dengan telapak tangan kanan untuk menghasilkan
centonk (seperti suara pukulan).
3. Menengkep, angklung dibunyikan dengan getaran secara panjang sesuai nilai
nada yang dimainkan, namun tidak seperti biasanya, tabung yang kecil
ditutup oleh salah satu jari atau kengkepan (semacam penahan tabung kecil)
sehingga tabung kecil tersebut tidak berbunyi dan hanya tabung yang besar
saja yang berbunyi.
Guru mengajarkan dari ketiga teknik diatas siswa hanya diberi
pembelajaran untuk membunyikan angklung dengan teknik dikrulung atau
66
digetarkan. Guru memberikan contoh bagaimana menggertarkan angklung yang
benar, serta memberi contoh secara berulang-ulang kepada siswa. Berlangsungnya
pembelajaran guru tidak saja mengamati siswa dari depan kelas, guru juga
menghampiri siswa satu persatu untuk memastikan siswa dapat menerima materi
pembelajaran dengan baik. Guru juga memberikan penjelasan satu persatu siswa
seberapa kencang getaran angklung yang mereka mainkan, karena siswa
tunarungu tidak dapat mendengar suara angklung yang mereka mainkan. Hal ini
berfungsi ketika mereka membunyikan angklung secara bersama-sama, kerasnya
bunyi angklung yang timbul akan sama untuk setiap siswa yang mainkannya.
Kegiatan kedua dalam materi cara memainkan angklung adalah siswa
diberi pembelajaran tentang nilai nada. Siswa harus mengerti apa itu nilai nada,
karena ini berpengaruh dengan lama dan tidaknya angklung akan digetarkan
ketika dimainkan. Media khusus pun digunakan oleh guru untuk memberikan
materi ini, dengan guru mencipatakan alat yang diberi nama lampu nada. Media
lampu nada ini adalah kunci penting dalam suksesnya pembelajaran angklung
untuk penderita tunarungu di SLB N Sragen. Siswa dikelompokkan dengan
angklung yang mereka mainkan, siswa yang memainkan angklung do dijadikan
satu dengan siswa yang memegang angklung do, siswa yang memegang angklung
re dijadikan satu dengan siswa yang memegang angklung re, begitu seterusnya
dengan 3 siswa pernada kecuali nada C1, E1, G1, dan C2 ada 4 siswa. Setelah
siswa sudah dikelompokkan siswa diberi penjelasan tentang lampu nada dan siswa
harus selalu fokus dengan lampu nada. Lampu nada akan menyala sesuai dengan
nada angklung yang mereka mainkan siswa harus membunyikan angklung yang
67
mereka pegang. Lama dan tidaknya lampu menyala itulah nilai nada angklung
yang siswa tunarungu mainkan. Pembelajaran ini adalah pembelajaran yang
paling sulit, karena ketika guru menyalakan lampu pasti ada selang waktu siswa
membunyikan angklung mereka. Pembelajaran ini dilakukan berulang-ulang
supaya selang waktu dalam lampu menyala dan siswa membunyikan angklung
sedikit demi sedikit akan berkurang. Guru juga selalu memberi penjelasan agar
siswa tetap fokus dengan media lampu nada yang menjadi kunci sukses dalam
pembelajaran ini.
4.2.2.3 Metode Pembelajaran
Metode adalah cara yang teratur untuk memberikan kesempatan kepada
siswa untuk mendapat informasi yang dibutuhkan mereka untuk mencapai tujuan.
Metode Pembelajaran untuk siswa tunarungu di SLB N Sragen sedikit banyak
sama dengan anak-anak normal pada umumnya. Ada banyak metode dan jenisjenis pembelajaran, metode yang digunakan guru untuk pembelajaran angklung
bagi siswa tunarungu di SLB N Sragen antara lain:
1) Metode Ceramah
Metode pembelajaran ceramah adalah penerangan secara lisan atas bahan
pembelajaran kepada sekelompok pendengar untuk mencapai tujuan pembelajaran
tertentu dalam jumlah yang relatif besar. Pemberian pembelajaran siswa
tunarungu dengan metode ceramah, guru menggunakan bahasa isyarat yang siswa
tunarungu pahami. Penggunaan metode ceramah guru dituntut untuk bisa
menguasai kelas serta menjaga fokus siswa tunarungu karena siswa tunarungu
mempunyai gangguan pendengaran.
68
Hal pertama yang dilakukan guru adalah memberi penjelasan tentang alat
musik angklung sebagai salah satu wawasan alat musik tradisional Indonesia.
Selanjutnya guru memberikan pembelajaran bagaimana cara memegang angklung,
cara memainkannya, dan pementasan alat musik angklung. Setiap memberi
pembelajaran guru memberi contoh kepada siswa supaya siswa benar-benar
mengerti materi yang telah diajarkan. Karena kelompok ketrampilan angklung ini
diikuti siswa kelas III sampai dengan kelas VIII, maka tidak cukup hanya
memberikan pembelajaran dengan metode ceramah didepan kelas saja. Guru juga
menghampiri siswa satu persatu untuk memberi penjelasan dalam pemberian
materi setelah guru menjelaskan secara berkelompok. Semua siswa akan
memahamimateri yang telah diberikan oleh guru, dengan guru menghampiri satu
persatu siswa untuk memberi pembelajaran.
2) Metode Beregu
Metode pembelajaran beregu adalah suatu metode mengajar dimana
pendidiknya
lebih
dari
satu
orang
yang
masing-masing
mempunyai
tugas.Kelebihan metode ini adalah membina kerjasama yang harmonis di antara
para siswa dalam bentuk bertukar pendapat, pengalaman dan kesediaan untuk
membantu semua usaha kegiatan belajar mengajar yang dihadapi sesama
siswa.Syarat dari metode ini adalah siswa harus berkelompok, karena metode
menggunakan sistem regu, bukan individu.
Siswa tunarungu dikelompokkan menjadi 8 kelompok, dari kelompok
angklung bernada C1-C2 dan hanya tangga nada natural. Kelompok C1 ada 4
siswa, D1 ada 3 siswa, E1 ada 4 siswa, F1 ada 3 siswa, G1 ada 4 siswa, A1 ada 3
69
siswa, B1 ada 3 siswa, dan C2 ada 4 siswa. Cara pemilihan anggota kelompok
yang dilakukan guru juga tidak serta merta memilih siswa dijadikan satu
kelompok. Pengelompokan dipilih sesuai kelas siswa dan jika masih ada sisa
siswa dalam satu kelas maka dikelompokan dengan sisa siswa dari kelas lain.
Metode beregu ini sangat efektif untuk pembelajaran alat musik angklung bagi
siswa tunarungu. Siswa tidak merasa takut untuk mengikut pembelajaran karena
siswa memainkan angklung dengan bersama-sama, tidak memainkan nada
angklung sendirian. Metode ini juga membantu guru untuk mencapai tujuan dari
materi yang disampaikan, karena siswa yang sudah paham dengan materi yang
diberikan siswa membantu teman mereka yang belum paham.
3) Metode Latihan Ketrampilan
Metode latihan keterampilan (drill method)adalah suatu metode mengajar
dengan memberikan pelatihan keterampilan secara berulang kepada peserta didik,
dan mengajaknya langsung ketempat latihan keterampilan untuk melihat proses
tujuan, fungsi, kegunaan dan manfaat sesuatu. Kelebihan metode ini adalah
peserta didik dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan
dalam waktu yang relatif tidak lama, dan kekurangannya yaitu menghambat bakat
dan inisiatif siswa dan siswa akan belajar secara statis dan kaku. Syarat metode
ini adalah harus dapat memberikan kesempatan bagi ekspresi yang kreatif dari
kepribadian murid.
Metode latihan ketrampilan ini siswa diberi pembelajaran alat musik
angklung. Wawasan tentang alat musik angklung serta cara memainkan dan
pementasan kelompok alat musik angklung. Beberapa teknik memainkan juga
70
diperkenalkan oleh guru kepada siswa tunarungu akan tetapi siswa tuunarungu
hanya diajarkan dengan satu teknik saja yaitu teknik memainkan angklung secara
dikrulung atau digetarkan.
4) Metode Demonstrasi
Metode Demonstrasi adalah metode mengajar yang menggunakan
peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk memperlihatkan pada
seluruh kelas tentang suatu proses atau suatu petunjuk untuk melakukan sesuatu.
Metode demonstrasi, guru memperlihatkan dan mempraktikan teori yang sudah
dijelaskan kepada siswa. Contohnya siswa mempelajari alat musik angklung.
Guru menjelaskan bagaimana cara memegang angklung dengan benar serta
menjelaskan cara memainkan angklung. Setelah guru selesai menjelaskan guru
memberi contoh dihadapan siswa bagaimana cara memegang angklung dengan
benar serta memperagakan bagaimana cara memainkan angklung. Metode ini
sangat efektif dalam proses pembelajaran alat musik angklung bagi siswa
tunarungu di SLB N Sragen. Siswa jadi lebih jelas ketika melihat langsung dari
pada hanya dengan diberi penjelasan saja.
4.2.3 Pementasan
Langkah awal untuk persiapan pementasan adalah melatih mental siswa
agar siap dan berani tampil di hadapan orang banyak. Guru mempersiapkan
rencana pementasan kecil di lingkup sekolah terlebih dahulu. Guru menjelaskan
tentang bagaimana arti dari pementasan, memberikan tujuan dari diadakanya
pementasan.
71
Pementasan dimaksudkan agar melatih mental siswa untuk tampil
dihadapan banyak orang dan sebagai media ekspresi bagi siswa tunarungu.
Pemilihan lagu yang relatif mudah oleh guru berpengaruh juga dalam siswa
melakukan pementasan. Guru membuat aransemen yang akan dipentaskan
kemudian mengajarkan kepada siswa tunarungu. Latihan ini dilakukan secara
berulang-ulang, karena tidak semua anak tunarungu dapat menangkap dengan
cepat apa yang diperintahkan oleh guru nya. Selain membuat aransemen, guru
juga melatih posisi siswa saat berada di atas panggung serta mempersiapkan
semua alat yang akan digunakan di dalam pementasan.
4.11 Siswa Tunarungu Saat Pementasan
(Foto Yoha Prismanatan, Agustus 2014)
Foto diatas merupakan foto ketika kelompok angklung siswa tunarungu
sedang pementasan dalam rangka memperingati hari anak nasional. Guru
mengatur posisi pementasan angklung siswa tunarungu di SLB N Sragen, guru
72
membuat barisan untuk para siswa sesuai dengan nada angklung yang dimainkan.
Siswa memainkan angklung do maka dalam satu baris kebelakang itu do semua,
berlaku sama dengan siswa yang memainkan nada angklung yang lain. Sebelum
mereka sikap duduk mereka berdiri terlebuh dahulu dan membungkukkan badan
dengan maksud memberi hormat kepada penonton. Guru menyadari dengan
keterbatasan yang mereka miliki, disaat pementasan harus ada guru dari depan
yang memberi pengarahan dalam penataan posisi ini.
4.12 Lampu Nada Ketika Pementasan
(Foto Yoha Prismanatan, Agustus 2014)
4.3 Pembelajaran Angklung Sebagai Media Ekspresi Bagi Penderita
Tunarungu di SLB N Sragen
Pembelajaran angklung untuk penderita tunarungu di SLB N Sragen juga
bisa untuk wadah siswa berekspresi dalam bidang musik. Meskipun para siswa
tidak bisa mendengarkan angklung yang mereka mainkan tetapi siswa bisa
73
berekpresi sesuai dengan apa yang dirasakan ketika bermain angklung. Ekspresi
yang ditimbulkan para siswa tunarungu dalam bermain angklung tidak timbul
seperti manusia pada umunya. Keterbatasan yang mereka miliki mengharuskan
mereka harus selalu dibimbing ketika bermain angklung. Pembelajaran yang telah
diberikan guru, dukungan dari orang-orang terdekat, serta orang yang
menyaksikan pementasan sangat berpengaruh dalam ekspresi yang mereka
timbulkan. Ekspresi yang sangat terlihat dalam pembelajaran angklung bagi
penderita tunarungu dapat dijumpai ketika pementasan.
4.3.1 Aspek-Aspek Seni Pertunjukan Dalam Pembelajaran Angklung Bagi
Penderita Tunarungu di SLB N Sragen
Sepertidikemukakan oleh Kusmayati (2000:75) bahwa dalam dunia
pertunjukan, dalam hal ini pementasan musik, terdapat aspek-aspek yang
divisualisasikan dan diperdengarkan, yaitu aspek gerak, aspek suara, aspek rupa,
dan aspek pelaku.Aspek-aspek tersebut menyatu menjadi satu keutuhan di dalam
penyajiannya yang menunjukan suatu intensitas atau kesungguhan ketika
diketengahkan sebagai bagian dari penopang perwujudan keindahan, yang juga
merupakan bagian dari ekspresi.
4.3.1.1Aspek Gerak
Gerak adalah media ungkapan seni pertunjukan yang merupakan pilar
penyangga wujud seni pertunjukan yang dapat terlihat sedemikian kuat terangkat.
Setiap pementasan angklung siswa tunarungu ada berbagai gerakan yang
bertujuan untuk mengutarakan sesuatu. Setiap siswa tunarungu sudah diatas
panggung pementasan sebelum memulai memainkan angklung, mereka berdiri
74
sesuai dengan posisi yang sudah diatur oleh guru. Ada juga seorang pemimpin
kelompok yang berdiri didepan barisian untuk memberi komando. Para siswa
tunarungu dengan sikap berdiri dan membawa angklungnya masing-masing, siswa
tunarungu membungkukan badan mereka untuk mengungkapkan rasa hormat
kepada penonton. Setelah itu pemimpin kelompok ikut dalam barisan pementasan
angklung yang berposisi dipojok kiri barisan, ketika sudah siap untuk memainkan
angklung para siswa tunarungu duduk tetapi tetap pada barisan. Setelah para siswa
tunarungu duduk mereka menunjukkan cara memegang angklung yang benar, hal
ini mengungkapkan bawa mereka siap untuk sebuah pertunjukan angklung.
4.13 Ekspresi Gerak Siswa Melihat Lampu Nada
(Foto Yoha Prismanatan, Agustus 2014)
Gambar diatas menunjukan ekpresi gerak siswa ketika melihat media
lampu nada yang berada dipojok kanan depan dalam pementasan. Hal
75
tersebutmerupakakan gerak yang kas sekali dalam pementasan angklung siswa
tunarungu. Hal ini menggambarkan bahwa mereka fokus dan serius dalam
melakukan sebuah pertunjukan seni.
4.3.1.2Aspek Suara
Suara merupakan unsur penting dalam sebuah pertunjukan, dimana
seorang seniman, penyanyi atau pemain musik akam menyampaikan isi hatinya
atau maksudnya melalui media audio. Para siswa tunarungu dalam sebuah
pemantasan juga memproduksi suara dari angklung yang mereka mainkan.
Penonton juga bisa mengapresiasi suara angklung yang dimainkan para siswa
tunarungu meskipun para siswa tunarungu sendiri tidak bisa mendengarkan
angklung yang dimainkan. Secara naluri meskipun siswa tunarungu tidak bisa
mendengarkan bunyi angklung yang dimainkan tetapi mereka bisa merasakan
angklung yang mereka mainkan berfungsi dengan adanya tabrakan dari tabungtabung angklung yang mereka getarkan. Keras dan tidaknya angklung yang
mereka getarkan juga mempengaruhi ekspresi yang timbul. Siswa tunarungu juga
berekspresi dengan nada-nada yang ada dalam lagu sesuai dengan apa yang
pengajar telah sampaikan tentang lagu yang dimainkan.
4.3.1.3Aspek Rupa
Rupa pada sebuah peristiwa divisualisasikan melalui beberapa aspek yang
menunjang perwujudannya. Warna turut mengambil bagian dalam sebuah
pertunjukan serta dalam tata rias dan busana yang dikenakan. Setiap pementasan
siswa tunarungu juga memakai busana yang khusus untuk mereka kenakan.
76
Busana yang dikenakan menyesuaikan dengan lagu yang akan mereka
pertontonkan atau sesuai dengan konsep tema pementasan yang mereka ikuti.
4.14 Busana Pementasan Siswa Tunarungu
(Sumber : Dokumentasi Sekolah, Maret 2012)
Gambar diatas adalah para siswa tunarungu pada tanggal 12 Maret 2012,
yang berkesempatan melakukan pementasan dihadapan mentri sosial Dr. Salim
Segaf Al-Jufri, MA ketika ada kunjungan kerja di Kabupaten Sragen. Busana
yang dikenakan para siswa tunarungu merupakan perwujudan ekspresi dari lagu
yang akan mereka mainkan. Memakai busana yang seragam serta menyesuaikan
dengan tema terlihat perwujudan ekspresi dalam sebuah pementasan angklung
siswa tunarungu ingin ditimbulkan.
4.3.1.4 Aspek Pelaku
Pelaku dalam sebuah pementasan merupakan aspek yang penting. Pelaku
memvisualisasikan
ekspresi
yang
ingin
disampaikan
seniman
pencipta
77
karyamusik kepada penonton. Setiap pementasan kelompok angklung siswa
tunarungu semua siswa tunarungu adalah pelaku dalam sebuah karya yang
dimainkan. Sesuai dengan penjelasan dari guru terlebih dahulu ketika siswa
tunarungu membawakan lagu dengan nada-nada gembira ataupun sedih mereka
akan berekspresi sesuai yang guru ajarkan. Misalnya ketika membawakan lagu
dengan nada-nada gembira maka dalam pementasan mereka akan tersenyum.
Perwujudan ekspresi yang sederhana dari para siswa tunarungu para penonton
sudah memahami apa yang mereka ekspresikan.
4.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran Angklung Sebagai Media
Ekspresi Bagi Penderita Tunarungu di SLB N Sragen
Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspresi dalam kelompok angklung
siswa tunarungu SLB N Sragen dalam pementasan dibagi menjadi 2, yaitu :
4.3.2.1 Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang datangnya dari setiap individu yang di
dalamnya meliputi minat dan motivasi.Faktor ini bisa berupa faktor yang sifatnya
mendukung dan bisa juga faktor yang sifatnya menghambat. Pembelajaran
angklung sebagai media ekspresi bagi penderita tunarungu di SLB N Sragen ini
faktor-faktor internal yang mempengaruhi perwujudan ekspresi antara lain mental
dan fisik individu, dukungan orang-orang terdekat, dan penjelasan lagu yang akan
dimainkan oleh guru.
Mental dan fisik pribadi masing-masing siswa tunarungu cukup
mempengaruhi terwujudnya ekspresi yang timbul. Pengalaman panggung yang
sudah dialami oleh siswa tunarungu mempengaruhi mental mereka ketika
78
melakukan pementasan. Ketenangan diatas panggung pementasan juga terlihat
dengan seberapa sering siswa tunarungu pernah mengikuti pementasan. Fisik juga
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi ekspresi siswa tunarungu dalam
bermain alat musik angklung. Berkaitan dengan keadan fisik mereka jika
kesehatan fisik mereka sedang kurang itu akan mempengaruhi permainan mereka
dan juga membuat mereka kurang fokus. Hal itu bisa mempengaruhi ekspresi
yang timbul dalam sebuah pementasan. Butuh kontrol dari orang tua dan juga
guru supaya ketika akan ada pementasan ikut menjaga kesehatan fisik para siswa
tunarungu yang akan mengikuti pementasan,
Dukungan dari orang-orang terdekat juga mempengaruhi perwujudan
ekspresi yang timbul. Adanya dorongan semangat, akan menimbulkan motivasi
bagi mereka, dengan dorongan semangat tersebut siswa tunarungu akan rajin dan
mempunyai keinginan mengikuti pembelajaran alat musik angklung. Secara
otomatis mereka bisa menguasai materi yang diberikan oleh guru dalam
pembelajaran, itu membuat mereka percaya diri ketika pementasan dan itu
mempengaruhi ekspresi yang akan muncul. Hal sebaliknya juga bisa terjadi, jika
memberi dukungan yang negatif juga akan berpengaruh terwujudnya ekspresi.
Satu lagi faktor internal yang mempengaruhi terwujudnya ekspresi adalah
penjelasan dari guru untuk lagu yang akan dimainkan. Keterbatasan pendengaran
yang mereka punya, mereka tidak bisa berekspresi dengan nada-nada dari yang
akan dimainkan. Penjelasan guru sangat penting untuk siswa mengetahui suasana
dari lagu yang mereka mainkan apakah lagu gembira atau lagu sedih atau lagu
yang membakar semangat. Guru juga memberi penjelasan tentang ekspresi yang
79
akan mereka lakukan, misalnya akan membawakan lagu gembira siswa diberi
penjelasan bahwa mereka harus tersenyum saat pementasan karena lagu yang
akan kita bawakan lagu bernuansa gembira. Terkadang masih ada juga siswa yang
belum mengerti dengan penjelasan yang diberikan guru secara lisan, jadi guru
juga harus memberi contoh kepada mereka.
4.3.2.2 Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang datangnya dari luar, faktor ini bisa
berupa faktor yang sifatnya mendukung dan bisa juga berupa faktor yang sifatnya
menghambat. Pembelajaran alat musik angklung bagi penderita tunarungu di SLB
N Sragen ini ada juga faktor eksternal, yaitu audien atau penonton dan panggung
pementasan. Faktor penonton dan panggung sangat mempengaruhi terwujudnya
ekspresi dalam pementasan.
Audien atau penonton sangat mempunyai pengaruh untuk terwujudnya
ekspresi para siswa tunarungu ketika pementasan dilakukan. Perwujudan ekspresi
yang berbeda bisa timbul dengan adanya penonton, penonton yang banyak atau
pun penonton yang sedikit berpengaruh dalam timbulnya ekspresi para siswa.
Perwujudan ekspresi yang berbeda juga terdapat ketika penonton yang
menyaksikan pertunjukan antusias dan bisa menikmati pertunjukan ataupun
penonton malah merasa bosan. Emosi penonton ketika melihat mereka
pementasan juga cukup memperngaruhi ekspresi para siswa tunarungu yang
bermain angklung. Apresiasi dari penonton ketika menyaksikan pementasan juga
sangat mempengaruhi ekspresi bahkan motivasi tersendiri bagi para siswa
tunarungu. Tepuk tangan yang meriah dari penonton ketika pementasan selesai
80
dilakukan akan berdampak dengan ekspresi mereka di pementasan selanjutnya.
Serta juga hal itu bisa mempengaruhi motivasi belajar siswa dan ekspresi yang
akan ditimbulkan.
Adanya panggung ketika pementasan sangatlah menunjang penampilan
dan ekspresi yang terwujud bagi siswa tunarungu yang akan melakukan
pementasan. Siswa tunarungu adalah siswa yang mempunyai keterbatasan dalam
pendengaran tetapi tidak dalam penglihatan, mereka bisa melihat keadaan
panggung pementasan yang mereka pertunjukan. Hal ini juga mempengaruhi
ekspresi yang akan ditimbulkan ketika melakukan sebuah pementasan.
BAB 5
PENUTUP
5.1Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat dikemukakan bahwa
pembelajaran angklung sebagai media ekspresi bagi penderita tunarungu di SLB
N Sragen ini dibagi ke dalam tiga tahapan, yaitu : (1) Tahap persiapan; (2) Tahap
pelaksanaan; dan (3) Pementasan. Tahap persiapan, pengajar menyiapkan materi
pembelajaran, instrumen angklung yang akan digunakan dalam pembelajaran,
media lampu nada, dan menyiapkan mental siswa untuk mengikuti pembelajaran.
Tahap pelaksanan, terdapat dua materi pembelajaran yaitu cara memegang
angklung dan cara memainkan angklung. Proses pembelajaran dalam cara
memainkan angklung ada dua kegiatan pembelajaran, yaitu teknik membunyikan
angklung dengan di krulung dan pembelajaran tentang nilai nada.Pementasan,
pengajar menyiapkan mental siswa untuk tampil dihadapan banyak orang dengan
memberi motivasi-motivasi dan melakukan pementasan kecil di sekolah, pengajar
juga mengatur sikap dan posisi siswa diatas panggung. Metode pembelajaran yang
digunakan antara lain ada metode ceramah, metode beregu, metode latihan
ketrampilan, dan metode demonstrasi. Pengajar juga menciptakan media
pembelajaran sendiri yang diberi nama lampu nada.
Pembelajaran angklung sebagai media ekspresi dilakukan melalui
pengalaman dengan pementasan yang meliputi dalam aspek-aspek seni
pertunjukan. Aspek-aspek seni pertunjukan yaitu: (1) aspek gerak; (2) aspek
suara; (3) aspek rupa; (4) aspek pelaku.Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
81
82
ekspresi kelompok angklung penderita tunarungu dalam pementasan dibagi
menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi
mental dan fisik, dukungan orang-orang terdekat, penjelasan pengajar. Faktor
eksternal meliputi audien atau penonton dan panggung.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pembelajaran
musik angklung sebagai media ekspresi bagi penderita tunarungu di SLB N
Sragen, saran yang dapat dikemukakan khususnya bagipengajar, ditambah lagi
waktu dalam pembelajaran. Diseimbangkan lagi kemampuan antara siswa kelas 3
dan 4 dengan siswa yang lain. Diajarkan juga tentang dinamika, ketika dalam
memainkan sebuah lagu ada nada yang dibunyikan lebih dari satu nada siswa
diarahkan untuk menggetarkan angklungnya lebih keras.
Kedua, bagi guru dan pihak sekolah dalam tata rias lebih ditonjolkan lagi
guna untuk perwujudan ekspresi siswa ketika pementasan. Pemberian pemahaman
tentang makna lagu yang akan dimainkan siswa tunarungu juga perlu
dimaksimalkan lagi.
Ketiga, bagi pihak sekolah lebih memberi waktu untuk pembelajaran alat
musik angklung ketika akan ada pementasan.
Keempat bagi pihak sekolah, guru, dan orang tua siswa, selalu memberi
dorongan dan motivasi kepada siswa untuk mengikuti pembelajaran dan juga
pementasan karena itu dapat mempengaruhi faktor internal siswa, dapat
mempengaruhi ekspresi yang timbul ketika memainkan angklung.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Bahari, Nooryan. 2008. Kritik Seni, Wacana Apresiasi dan Kreasi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Edmund Prier, Karl. 2000. Ilmu Bentuk Musik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Efendi, Mohammad. 2009. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta
: PT. BumiAksara.
Gagne.R,M, Briggs,L.J. (1979). Principles ot instructional Design. Second
Edition, New York: United States of America.
Gordon. 2008. Pembelajaran Kompetensi. Jakarta : Rineka Cipta.
Hardjana, S. 1983. Estetika Musik. Jakarta : Depdikbud.
Jamalus, 1988. Musik dan Praktik Perkembangan Buku Sekolah Pendidikan Guru.
Jakarta: CV Titik Terang.
Jamalus, 1988. Pengajaran Musik Melalui Pengalaman Musik. Departemen
Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan.
Kusmayati, Hermin. 2000. Arak-Arakan Seni Pertunjukan dalam Upacara
Tradisional di Madura.
Moleong, Lexy J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Mustaqim, 2001. Psikologi Pendidikan, Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo Semarang.
Nana, Syaodih. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Nazir, Moh. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Permanarian Somad & Tati Herawati. (1996). Ortopedagogik Anak Tunarungu.
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi Jakarta: Proyek Pendidikan Tenaga Guru.
83
84
Purwadi. 2003. Sejarah Sunan Kalijaga: Sintesis Ajaran Walisanga Vs. Seh Siti
Jenar. Yogyakarta: Persada.
Rachman, Maman. 1993. Strategi dan Langkah-langkah penelitian pendidikan.
Semarang : IKIP Press.
Rochaeni. 1989. Seni Musik III. Bandung: Ganesa Exact.
Soeratno, M.Ec dan Lincolin Arsyad, M.Sc. 1988. Metodologi Penelitian Untuk
Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan (UPP).
Subagyo. 1991. Sumber Belajar Media, danPemanfaatannya dalam Perencanaan
Pengajaran. Semarang: Unit Pelayanan Media dan Sumber Mengajar IKIP
Semarang.
Sugandi, Achmad, dkk. 2004. Teori Pembelajaran. Semarang: UPT MKK
UNNES.
SUMBER INTERNET
Awi Supardiman, Budi. 2004. Panduan Memainkan Angklung.(On Line).
Tersedia:
http://angklung-webinstitute.com/content/view/22/25/lang,en/
(30 Maret 2014).
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/harmonia/article/view/2519 (diakses 30
Maret 2014).
https://jakartahomeschoolingmyblog.wordpress.com/perihal/anak-dengankebutuhan-khusus-dan-identifikasinya/ (diakses 3 Maret 2015)
http://id.wikipedia.org/wiki/Anak_berkebutuhan_khusus (diakses 3 Maret 2015)
85
LAMPIRAN
86
INSTRUMEN PENELITIAN
MUSIK ANGKLUNG SEBAGAI MEDIAEKSPRESI BAGI
PENDERITA TUNARUNGU DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI
SRAGEN
1.
Pedoman Observasi
Kegiatan :
1. Pra Pembelajaran
1.1 Aspek yang diamati :
a. Kesiapan ruang, alat, dan media pembelajaran
b. Memeriksa kesiapan siswa
c. Persiapan kompetensi atau tujuan yang akan dicapai
1.2 Pelaksanaan Pembelajaran
a. Materi yang diberikan guru kepada siswa
b. Kegiatan pembelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan dan
kebutuhan siswa
c. Urutan pembelajaran sudah disampaikan secara runtut
d. Penguasaan kelas
e. Pemanfaatan media pembelajaran
1.3 Pasca Pembelajaran
a. Kegiatan guru dalam memanatau kemajuan siswa setelah menerima
pembelajaran
b. Penilaian akhir yang dilakukan oleh guru
2. Pedoman Wawancara
Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan
seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang lainnya dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu (Mulyana, 2008:
180).
Sebelum diadakan wawancara peneliti terlebih dahulu menyiapkan
beberapa pertanyaan-pertanyaan agar pelaksanaannya dapat terarah sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai. Metode wawancara digunakan karena jika hanya
87
melalui observasi saja, dirasa belum memadai untuk memperoleh data yang
dibutuhkan sehingga perlu adanya teknik lain untuk melengkapi. Melalui
wawancara akan diperoleh data yang lebih spesifik dan akurat atau khusus sesuai
dengan tujuan penelitian.
Wawancara dalam penelitian ini dilaksanakan kepada kepala sekolah,
guru, dan penderita tunarungu. Peneliti mengajukan pertanyaan kepada informan
berdasarkan pembatasan pedoman wawancara, antara lain :
2.1. Kepala SLB N Sragen
2.1.1 Wawancara tertutup
:
a. Sejak kapan bapak menjabat sebagai kepala sekolah di SLB N Sragen?
b. Berapa jumlah guru yang mengajar di SLB N Sragen?
c. Berapa jumlah karyawan SLB N Sragen?
d. Sarana dan prasarana apa saja yang ada di SLB N Sragen?
2.1.2 Wawancara terbuka
:
e. Apakah bapak/ibu mendukung kegiatan pembelajaran angklung untuk
penderita tunarungu?
i. Apakah tujuan didirikannya SLB N Sragen?
j. Apakah kondisi lingkungan sekolah sudah mendukung pelaksanaan
kegiatan pembelajaran angklung untuk penderita tunarungu di SLB N
Sragen?
k. Apakah sarana dan prasarana sudah mendukung dalam kegiatan
pembelajaran di SLB N Sragen?
2.2. Guru Kesenian Penderita Tunarungu
2.2.1 Wawancara tertutup
:
a. Sejak kapan bapak/ibu menjadi pengajar disini?
b. Apakah latar belakang pendidikan anda adalah dalam bidang seni musik?
c. Apakah fasilitas sekolah dalam menunjang kegiatan pembelajaran musik
sudah memadai?
d. Apakah lingkungan sekolah sudah mendukung pelaksanaan pembelajaran
musik?
88
2.2.2 Wawancara terbuka :
a. Apa tujuan dari pembelajaran alat musik angklung bagi penderita
tunarungu di SLB N Sragen?
b. Mengapa memilih alat musik angklung untuk pembelajaran musik bagi
penderita tunarungu di SLB N Sragen?
c. Nada angklung apa saja yang digunakan siswa tunarungu?
d. Bagaimanakah proses pembelajaran alat musik angklung bagi penderita
tunarungu di SLB N Sragen?
e. Metode pembelajaran apa yang digunakan untuk pembelajaran alat musik
angklung bagi penderita tunarungu di SLB N Sragen?
f. Apa sajakah kesulitan dalam memberikan pembelajaran alat musik
angklung bagi penderita tunarungu di SLB N Sragen?
g. Faktor-faktor apa sajakah yang menghambat kegiatan pembelajaran alat
musik angklung bagi penderita tunarungu di SLB N Sragen?
h. Faktor-faktor apa sajakah yang mendukung kegiatan pembelajaran alat
musik angklung bagi penderita tunarungu di SLB N Sragen?
i. Media apa yang digunakan dalam proses pembelajaran alat musik
angklung bagi penderita tunarungu di SLB N Sragen?
j. Berapakah jumlah anak yang mengikuti pembelajaran alat musik angklung
bagi penderita tunarungu di SLN N Sragen?
k. Bagaimana cara mengelompokan siswa jadi satu kelompok?
l. Digunakan untuk apa pembelajaran alat musik angklung bagi penderita
tunarungu di SLB N Sragen?
m. Apakah upaya yang dilakukan guru untuk mengatasi kebosanan anak pada
saat kegiatan pembelajaran berlangsung?
n. Bagaimanakah cara anda mengevaluasi hasil belajar siswa setelah
mengikuti pembelajaran?
2.3.Siswa
2.3.1 Wawancara terbuka
:
a. Disuruh apa kemauan sendiri mengikuti kegiatan pembelajaran angklung?
b. Apakah kamu bisa mendengarkan suara angklung yang kamu bunyikan?
89
c. Apakah kamu menyukai kegiatan pembelajaran alat musik angklung?
d. Susah apa tidak pembelajaran angklung yang diberikan guru?
e. Susah apa tidak pembelajaran dengan media lampu nada yang dibuat
guru?
f. Apakah kamu bisa memainkan sebuah lagu tanpa lampu nada?
g. Apakah diberi penjelasan terlebih dahulu oleh guru tentang lagu yang akan
kamu mainkan?
h. Apakah kamu bisa merasakan tempo?
i. Apakah kamu menghafalkan kapan kamu akan membunyikan angklung
yang kamu pegang?
j. Dalam sebuah lagu yang kamu mainkan apakah kamu menggetarkan
angklung dengan getarannya sama setiap kali kamu menggetarkan?
k. Kamu senang atau tidak ketika pementasan?
l. Kamu senang atau tidak dengan penonton yang melihat pementasan mu?
m. Kamu senang atau tidak ketika orang tua mu melihat pementasan?
n. Kamu lebih senang penonton yang banyak atau penonton yang sedikit?
o. Kamu lebih senang penonton yang kamu kenal atau penonton yang tidak
kamu kenal?
p. Kamu senang atau tidak dengan penataan yang sudah diatur oleh guru
ketika pementasan?
q. Kamu senang atau tidak dengan suasana panggung ketika pementasan?
r. Kamu senang apa tidak setelah melakukan pementasan?
3.
3.1
Pedoman Dokumentasi
Tujuan Dokumentasi
Dokumentasi bertujuan untuk memperoleh uraian dan wujudnya
mengenai tempat pelaksanaan penelitian, kegiatan apa saja yang diteliti maupun
pelaku penelitian. Dokumentasi penelitian ini berupa foto-foto, arsip-arsip, bukubuku, video, autobiografi dan surat-surat, karena dokumentasi menggunakan
digital kamera.
90
3.2
Pokok-pokok Dokumentasi
3.2.1 Place (tempat), antara lain: gedung SLB N Sragen, laboratorium,
perpustakaan, ruang kelas pembelajaran musik, sarana dan prasarana yang
dimiliki SLB N Sragen yang berkenaan dengan pembelajaran musik.
3.2.2 Activity (kegiatan), meliputi proses pembelajaran alat musik angklung bagi
penderita tunarungu di SLB N Sragen.
3.2.3 Actor (pelaku), guru musik yang memberikan pembelajaran musik angklung
dan siswa (anak tunarungu) di SLB N Sragen.
Arsip-arsip, buku-buku, yang berkenaan dengan pembelajaran alat musik
angklung maupun kondisi fisik di SLB N Sragen seperti: data struktur organisasi
di SLB N Sragen, denah di SLB N Sragen, data pengajar dan staf TU di SLB N
Sragen, data anak-anak tunarungudi SLB N Sragen.
91
92
93
94
95
Daftar Inventaris
Ruang Kesenian di SLB N Sragen
No
Nama Barang
1
Gamelan
Bonang
Kendang
Demung
Saron
Slentem
Gender
Kenong
Gong & Kempul
Gambang
Rebab
Sinter
Kethuk &
Kempyang
Depok
Wayang Kulit
Keyboard EXPs 5
Gitar Akustik
Klasik
Gitar Akustik
Elektrik
Sound Control
Microphone
Perlengkapan
Reong
Kaos
Jarang Kepang
Celana
Merak
Camblik
Clompret
Pakaian Warok
Topeng Pentul
Kendang Ketipung
Dangdut
Jam Steker
Keyboard VA/76
Karpet & Spon
Stand Keyboard
Instalasi Listrik
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Merk/Model
Jumlah
Barang
1 Set
4
4
2
8
2
6
10
12
2
1
1
1
Keterangan
Roland
Yamaha
2
1 Set (150)
1
1
Baik
Baik
Baik
Baik
Irvita
1
Baik
Morley
Roxland
1
2
1 Set
Baik
Baik
15
6
15
1
1
1
1
3
1
1
1
1
1 Set
1
1 Set
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Roland
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
96
No
Nama Barang
15
16
17
18
19
Jack Midi
Kipas Anging
GMC
Jam Dinding
Papan Tulis
Gambar Lambang
Negara
Almari
Bass Elektrik
Cort
Gitar Elektrik
Yamaha
Gitar Elektrik
Squier
Ampli Gitar
Line 6
Ampli Bass
Heaven
Drum Set
Pearl
Cimbal Set
Stagg
Keyboard E.O9
Ampli Keyboard
Smarvo
Stand Keyboard
Kabel Instrument
KS60
Stand Gitar
Microphone Vokal
Kabel Micriphone
7M
Strap Gitar
Effect Gitar
G1X/200M
Stand Microphone
Mixer 16 Chanel
Xenyx 1222FX
Speaker Aktif
Audio Seven
Stand Speaker
Recto
UPS 600Va
ERYS
ZIP
Piano
Angklung
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
Merk/Model
Jumlah
Barang
1
1
1
2
1 Set
Keterangan
1
1
1
1
2
1
1 Set
1 Set
1
1
2
5
3
1
3
3
1
1 Pasang
1
1
2
2
1
2
5 Set
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
97
98
DAFTAR RESPONDEN
1. Nama
: Djoko Sambodo, M.Pd
Tempat / Tgl Lahir
: Sragen / 2 Februari 1970
Pendidikan
: S2
Jabatan
: Kepala Sekolah
Unit Kerja
: SLB N Sragen
Alamat Rumah
: JL. KH. Agus Salim RT 02 / RW XI, Mojomulyo,
Sragen Kulon, Sragen.
2. Nama
: Nunung haryono, Amd
Tempat / Tgl Lahir
: Sragen / 5 Mei 1969
Pendidikan
: D3
Jabatan
: Guru Kesenian
Unit Kerja
: SLB N Sragen
Alamat Rumah
: Jetis Kecamatan Sambirejo, Sragen
3. Nama
:Budi Rahmat Jati, S.Pd
Tempat / Tgl Lahir
: Sragen / 16 September 1973
Pendidikan
: S1
Jabatan
: Guru Kesenian
Unit Kerja
: SLB N Sragen
Alamat Rumah
: JL. Trowong kecamatan Gondang, Sragen
99
DAFTAR RESPONDEN
4. Nama
: Ismi Anna Hayati
Tempat / Tgl Lahir
: Sragen / 16 Juni 2005
Jenis Kelamin
: Perempuan
Kelas
:3
Alamat Rumah
: Kroyo kecamatan Karangmalang, Sragen
5. Nama
: Anung Indo Prakoso
Tempat / Tgl Lahir
: Sragen / 9 Agustus 1998
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Kelas
:7
Alamat Rumah
: Taman Sari kecamanatan Karangmalang, Sragen
100
TRANSKIP WAWANCARA
a) Wawancara kepada Kepala Sekolah SLB Negeri Sragen
Topik
: Gambaran umum SLB N Sragen
Responden
: Djoko Sambodo, M.Pd
Hari/tanggal
: Senin / 18 Agustus 2014
Waktu
: 09.00 WIB
Tempat
: Ruang Kepala Sekolah SLB N Sragen
Peneliti
: “Selamat siang pak, maaf mengganggu.”
Kepala Sekolah
: “Oh iya mas dari universitas mana? Bagaimana ada perlu
apa?”
Peneliti
: “Perkenalkan saya Yoha Prismanatan dari UNNES pak,
mau melakukan penelitian untuk skripsi saya. Maka saya
akan mewawancarai bapak untuk gambaran secara umum
pembelajaran angklung bagi penderita tunarungu di SLB
N sragen ini.”
Kepala sekolah
: “Iya mas, silahkan. Mau menanyakan apa?”
Peneliti
: “Apakah bapak mendukung kegiatan pembelajaran
angklung untuk penderita tunarungu?”
Kepala Sekolah
: “ooh ya jelas saya mendukung sekali mas, kegiatan
tersebut merupakan salah satu kegiatan ekstrakulikuler
yang ada di SLB N Sragen.”
Peneliti
: “Apakah Tujuan didirikannya SLB N Sragen?”
101
Kepala Sekolah
: “Tujuan didirikannya SLB N Sragen ini merupakan
langkah untuk memberi pembelajaran bagi anak=anak
berkebutuhan khusus. Di SLB N Sragen juga sedang
berjalan rencana strategis dari tahun 2007-2027 yang
merupakan upaya untuk mengembangkan SLB negeri
dalam jangka panjang.”
Peneliti
: “Apakah Kondisi lingkungan sekolah sudah mendukung
pelaksanaan kegiatan pembelajaran
angklung untuk
penderita tunarungu di SLB N Sragen?”
Kepala Sekolah
: “Menurut saya sudah mas, kita mempunyai lingkungan
yang bagus, cukup tenang dan nyaman, warga disekitar
juga mendukung dengan kegiatan pembelajaran yang ada
disini, juga kerja sama dari semua pihak cukup bagus.”
Peneliti
: “Apakah sarana dan prasarana sudah mendukung dalam
kegiatan pembelajaran angklung bagi pendeita tunarungu
di SLB N Sragen?”
Kepala Sekolah
: “Saya rasa sudah sangat mendukung sekali mas, kegiatan
itu cukup mendapat perhatian khusus bagi kami, ruang
kesenian serta peralatan yang dibutuhan juga semua sudah
ada. Kami juga mempunyai pendopo yang bisa digunakan
untuk pembelajaran bila para siswa bosan belajar di ruang
kesenian. Kebutuhan yang diperlukan guru untuk memberi
pembelajaran juga sudah kami penuhi. Ya sya rasa cukup
102
mas. Kami mendukung sekali kegiatan ekstrakulikuler
ini.”
Peneliti
; “Ya pak, trimakasih atas kesediaan bapak untuk
diwawancarai serta ijin untuk melakukan penelitian di
SLB N Sragen ini.”
Kepala Sekolah
: “Iya mas, tidak apa-apa. Selama kegian yang mas
lakukan positif saya siap membantu. Bisa ada yang saya
bantu lagi mas?”
Peneliti
: “Saya juga perlu mewawancari pengajar yang memberi
pembelajaran angklung bagi penderita tunarungu pak, bisa
dibantu untuk mempertemukan pak?”
Kepala Sekolah
: “Iya mas, saya panggil kesini dan setelah itu mas
langsung berhubungan saja dengan beliau. Ada 2 pengajar
mas, bapak rahmat dan bapak nunung. Tunggu sebentar ya
mas saya panggilkan.”
Peneliti
: “Baik pak, saya akan tunggu. Terima kasih banyak ya
bapak.”
Kepala Sekolah
: “Iya mas, semoga skripsinya cepet selesai mas dan diberi
kelancaran setelah lulus kuliahnya.”
Peneliti
: “Amin pak!!! Sekali lagi saya ucapkan terima kasih
bapak.”
103
b) Wawancara kepada pengajar 1
Topik
: Proses pembelajaran angklung bagi penderita tunarungu
Responden
: Nunung Haryono, Amd
Hari/tanggal
: Selasa / 19 Agustus 2014
Waktu
: 08.00 WIB
Tempat
: Ruang kesenian
Peneliti
: “ Selamat pagi pak, maaf mengganggu.”
Pengajar
: “ Iya mas mari silahkan, dari UNNES ya? Bagaimana mas, ada
yang bisa saya bantu?”
Peneliti
: “Iya pak, perkenalkan saya Yoha Prismanatan, saya akan
melakukan penelitan skripsi saya yang berjudul “Pembelajaran
Musik Angklung Sebagai Media Ekspresi Bagi Penderita
Tunarungu di SLB N Sragen”. Untuk keperluan penelitian saya
akan mohon kesedian bapak untuk saya wawancarai?.”
Pengajar
: “Iya mas silahkan saja, saya siap membantu.”
Peneliti
: “Jadi begini pak, untuk motif pertanyaan yang saya akan
wawancarakan untuk bapak akan lebih
condong dengan
pembelajaran yang ada untuk para penderita tunarungu, dan nanti
saya juga akan butuh wawancara pada 2 siswa tunarungu yang
mengikuti kegiatan pembelajaran ini untuk mengetahui ekspresi
mereka.”
Pengajar
: “Iya mas, siap. Pokoknya saya siap membantu mas.”
104
Peneliti
: “Langsung saja ya pak untuk pertanyaan pertama, Apa tujuan
dari pembelajaran alat musik angklung bagi penderita tunarungu
di SLB N Sragen?”
Pengajar
: “Jadi tujuannya yang paling dasar adalah supaya siswa
tunarungu di SLB N Sragen ini bisa ikut menikmati alat musik
yang ada di SLB N Sragen, salah satunya ya alat musik angklung
ini mas.”
Peneliti
: “Mengapa memilih alat musik angklung untuk pembelajaran
musik bagi penderita tunarungu?”
Pengajar
: “Karena alat musik angklung merupakan alat yang paling mudah
untuk diajarkan dari pada alat musik lain yang ada di sekolah.”
Peneliti
: “Nada angklung apa saja yang dipakai para siswa tunarungu?”
Pengajar
: “Angklung yang dipakai hanya menggunakan tangga nada
natural mas, Do=C. Dari nada C1-C2, jadi angklung yang
digunakan ada 8 nada.
Peneliti
:
“Persiapan
apa
yang dilakukan
sebelum
pembelajaran
dilaksanakan?”
Pengajar
: “Hal yang harus disiapkan sebelum mengajar yaitu harus
memaskikan angklung yang akan dipakai sudah siap, lalu
mempersiapkan media pembelajaran (lampu nada) dan juga materi
pembelajaran, lalu memastikan kesiapan siswa untuk mengikuti
pembelajaran, dan setelah itu membagi siswa sesuai dengan
kelompok masing-masing.”
105
Peneliti
: “Bagaimana proses pembelajaran alat musik angklung bagi
penderita tunarungu?”
Pengajar
: “Pertama-tama dikenalkan dulu apa itu alat musik angklung, lalu
siswa dikelompokan. Setelah itu diberi pembelajaran bagaimana
cara memegang angklung yang benar. Setelah mereka sudah bisa
memegang angklung dengan benar baru diberi pembelajaran
bagaimana cara memainkan alat musik angklung, dan di dalam
pembelajaran memaikan alat musik angklung disitu ada
pembelajaran tentang nilai nada dengan bantuan media lampu
nada. Siswa juga diarahkan dalam keras dan tidaknya mereka
menggetarkan angklung. Setelah itu siswa diberi penjelasan
tentang lagu yang akan dibawakan, apakah lagu itu senang, sedih,
atau bergembira.”
Peneliti
: “Metode Pembelajaran apa yang digunakan untuk pembelajaran
alat musik angklung bagi penderita tunarungu?”
Pengajar
: “Metode pembelajaran yang digunakan adalah metode ceramah,
metode beregu, metode latihan ketrampilan, dan metode
demonstrasi.”
Peneliti
: “Apa saja kesulitan dalam pembelajaran alat musik angklung
bagi penderita tunarungu?”
Pengajar
: “Menjaga fokus anak untuk selalu fokus melihat lampu nada.”
Peneliti
: “Faktor apa saja yang menghambat kegiatan pembelajaran alat
musik angklung bagi penderita tunarungu?”
106
Pengajar
:
“Faktor
yang
menghambat
tentunya
dengan
masalah
pendengaran ya mas, lalu dengan konsentrasi anak untuk selalu
fokus dengan lampu nada.”
Peneliti
: “Faktor apa saja yang mendukung kegiatan pembelajaran alat
musik angklung bagi penderita tunarungu?”
Pengajar
: “Faktor yang pertama karena akan ada pementasan unutk
kelompok pembelajaran angklung ini, dan ada dukungan dari
orang tua siswa juga dari guru.”
Peneliti
: “Media apa yang digunakan dalam proses pembelajaran alat
musik angklung bagi penderita tunarungu?”
Pengajar
: Lampu nada, keyboard, serta papan tulis.”
Peneliti
: “Berapakah jumlah anak yang mengikut pembelajaran alat musik
angklung bagi penderita tunarungu?”
Pengajar
: “Ada 30 siswa yang mengikuti pembelajaran ini mas, dan
biasanya ada 2 siswa tuna netra yang ikut berkolaborasi mereka
memainkan keyboard dan juga menyanyi.”
Peneliti
:
“Bagaimana
cara
mengelompokan siswa
menjadi
satu
kelompok?”
Pengajar
: “Siswa dikelompokan sesuai kelas mereka mas, dan jika ada
siswa dalam satu kelas ada yang belum punya kelompok akan
dijadikan satu kelompok dengan siswa dari kelas lain yang belum
dapat kelompok. Pengelompokan dibagi sesuai nada angklung
yang akan dimainkan, angklung yang dimainkan dari C1-C2.
107
Untuk satu kelompok ada 3 siswa, kecuali nada C1, E1, G1, dan
C2 ada 4 siswa.
Peneliti
: “Digunakan untuk apa pembelajaran alat musik angklung bagi
penderita tunarungu?”
Pengajar
: “Digunakan untuk ekstrakulikuler sekolah dan juga untuk
pementasan mas.”
Peneliti
: “Apakah upaya bapak untuk mengatasi kebosanan anak pada
saat kegiatan pembelajaran berlangsung?”
Pengajar
: “Diberi waktu istirahat sebentar mas, sambil diberi motifasimotifasi bahwa bermain alat musik itu menyenangkan dan juga
bisa melakukan pementasan itu suatu kebanggan untuk diri sendiri
dan orang tua.”
Peneliti
: “Bagaimana cara bapak untuk mengevaluasi hasil belajar siswa
setelah mengikuti pembelajaran?”
Pengajar
: “Dengan memberikan nilai kepada siswa.”
Peneliti
: “Saya rasa cukup wawancara kepada bapak, dan saya rasa cukup
juga untuk data skripsi saya.”
Pengajar
: “Oh sudah mas, ya ya ya. Pokoknya kalau ada yang bisa saya
bantu jangan sungkan-sungkan, langsung ngomong saja.”
Peneliti
: “Iya pak, terimakasih sekali atas bantuan bapak. Ini saya juga
langsung mau mewawancarai bapak Rahmat. Sekali lagi saya
ucapkan terima kasih ya pak.”
108
c) Wawancara kepada pengajar 2
Topik
: Proses pembelajaran angklung bagi penderita tunarungu
Responden
: Budi Rahmat Jati, S.Pd
Hari/tanggal
: Selasa / 19 Agustus 2014
Waktu
: 11.00 WIB
Tempat
: Ruang kesenian
Peneliti
: “ Selamat pagi pak, maaf mengganggu.”
Pengajar
: “ Iya mas mari silahkan, bagaimana mas, ada yang bisa saya
bantu?”
Peneliti
: “Iya pak, perkenalkan saya Yoha Prismanatan, saya akan
melakukan penelitan skripsi saya yang berjudul “Pembelajaran
Musik Angklung Sebagai Media Ekspresi Bagi Penderita
Tunarungu di SLB N Sragen”. Untuk keperluan penelitian saya
akan mohon kesedian bapak untuk saya wawancarai?.”
Pengajar
: “Iya mas.”
Peneliti
: “Jadi begini pak, untuk motif pertanyaan yang saya akan
wawancarakan untuk bapak akan lebih condong dengan
pembelajaran yang ada untuk para penderita tunarungu, dan nanti
saya juga akan butuh wawancara pada 2 siswa tunarungu yang
mengikuti kegiatan pembelajaran ini untuk mengetahui ekspresi
mereka.”
Pengajar
: “Iya mas.”
109
Peneliti
: “Saya tadi juga sudah mewawancarai bapak Nunung pak, dan
saya juga ingin mewawancarai bapak rahmat.”
Pengajar
: “Iya mas, apa saja pertanyannya mas?”
Peneliti
: “Langsung saja untuk pertanyaan pertama ya pak, apa tujuan dari
pembelajaran alat musik angklung bagi penderita tunarungu di
SLB N Sragen?”
Pengajar
: “Yang pertama untuk melatih kepekaan pendengaran, lalu untuk
mengapresiasikan musik daerah, dan supaya siswa dapat
memainkan angklung.”
Peneliti
: “Mengapa memilih alat musik angklung untuk pembelajaran
musik bagi penderita tunarungu?”
Pengajar
: “Karena lebih mudah dimainkan dan juga alat musik angklung
digunakan untuk memperkenalkan salah satu alat musik daerah.”
Peneliti
: “Nada angklung apa saja yang dipakai para siswa tunarungu?”
Pengajar
: “Kita memakai angklung dengan tangga nada Do=C. Berjumlah
8 nada angklung yang digunakan, dari C1 sampai C2.”
Peneliti
:
“Persiapan
apa
yang dilakukan
sebelum
pembelajaran
dilaksanakan?”
Pengajar
: “Persiapannya yang pertama adalah menyiapkan angklung yang
akan dipakai untuk pembelajaran, setelah itu menyiapan materi
pembelajaran dan memastikan media
pembelajaran dapat
berfungsi dengan baik, lalu memberikan motifasi-motifasi kepada
siswa agar siap untuk menerima pembelajaran, dan membagi
110
siswa sesuai dengan angklung yang mereka mainkan. Sebelum
siswa dikelompokkan siswa tidak boleh memegang angklung atau
memilih angklung sendiri.
Peneliti
: “Bagaimana proses pembelajaran alat musik angklung bagi
penderita tunarungu?”
Pengajar
: “Pertama-tama dikenalkan dulu apa itu alat musik angklung, lalu
siswa dikelompokan. Setelah itu bagaimana cara memegang
angklung dengan benar. Sesudah itu diberi pembelajaran cara
memainkan angklung dengan digetarkan dan juga panjang
pendeknya angklung yang digetarkan (nilai nada). Dan juga
membunyikan angklung secara bersamaan dengan angklung yang
lain. Misalnya dibunyikan angklung do bersama dengan angklung
mi. Hal itu bisa dilakukan karena banyak sedikitnya lampu nada
yang menyala. Setelah itu siswa diajarkan untuk fokus melihat
lampu nada, hal ini sangat penting karena inilah kunci sukesnya
dalam pembelajaran angklung bagi anak tunarungu. Setelah itu
diberi pembelajaran tentang penataan diatas panggung dan juga
diberi penjelasan tentang tema lagu yang dibawakan.
Peneliti
: “Metode Pembelajaran apa yang digunakan untuk pembelajaran
alat musik angklung bagi penderita tunarungu?”
Pengajar
: “Metode pembelajaran yang digunakan adalah metode ceramah,
metode beregu, metode latihan ketrampilan, dan metode
demonstrasi.”
111
Peneliti
: “Apa saja kesulitan dalam pembelajaran alat musik angklung
bagi penderita tunarungu?”
Pengajar
: “Menjaga anak untuk selalu fokus dengan lampu nada,
menyeimbangkan kemampuan antara siswa yang kecil dengan
siswa yang besar.”
Peneliti
: “Faktor apa saja yang menghambat kegiatan pembelajaran alat
musik angklung bagi penderita tunarungu?”
Pengajar
: “Faktor yang menghambat yaitu koordinasi antara guru kelas
dengan kegiatan pembelajaran ini, karena ketika akan ada
pementasan waktu latihan harus ditambah lagi. Tidak cukup bila
menggunakan pada saat waktu ekstrakulikuler saja.”
Peneliti
: “Faktor apa saja yang mendukung kegiatan pembelajaran alat
musik angklung bagi penderita tunarungu?”
Pengajar
: “Peralatan yang cukup lengkap, dukungan dari pihak sekolah
dan orang tua siswa, dan juga ruang pembelajaran yang cukup
nyaman.”
Peneliti
: “Media apa yang digunakan dalam proses pembelajaran alat
musik angklung bagi penderita tunarungu?”
Pengajar
: Lampu nada dan keyboard.”
Peneliti
: “Berapakah jumlah anak yang mengikut pembelajaran alat musik
angklung bagi penderita tunarungu?”
Pengajar
: “Ada 30 siswa yang mengikuti pembelajaran dan ada 2 siswa
tunanetra, jadi ada 28 siswa tunarungu dan 2 siswa tunanetra.”
112
Peneliti
:
“Bagaimana
cara
mengelompokan siswa
menjadi
satu
kelompok?”
Pengajar
: “Pengelompokan dibagi sesuai dengan nada yang akan
dimainkan. Nada C1 ada 4 siswa, D1 ada 3 siswa, E1 ada 4 siswa,
F1 ada 3 siswa, G1 ada 4 siswa, A1 ada 3 siswa, B1 ada 3 siswa,
C2 ada 4 siswa. Siswa dikelompokan sesuai dengan kelas masingmasing, jika ada sisa siswa dari kelas yang satu akan dijadikan
satu dengan siswa siswa yang lain.
Peneliti
: “Digunakan untuk apa pembelajaran alat musik angklung bagi
penderita tunarungu?”
Pengajar
: “Digunakan untuk ekstrakulikuler sekolah dan juga untuk
pementasan.”
Peneliti
: “Apakah upaya bapak untuk mengatasi kebosanan anak pada
saat kegiatan pembelajaran berlangsung?”
Pengajar
: “Memberikan waktu istirahat.”
Peneliti
: “Bagaimana cara bapak untuk mengevaluasi hasil belajar siswa
setelah mengikuti pembelajaran?”
Pengajar
: “Siswa dapat melatih selang antara lampu nada menyala dengan
angklung yang mereka getarkan dengan maksimal, diberi
penilaian juga.”
Peneliti
: “Saya rasa cukup untuk wawancaranya. Saya juga perlu
mewawancarai 2 siswa yang mengikuti pembelajaran pak. Bapak
bisa membantu saya berkomunikasi dengan mereka?”
113
Pengajar
: “Iya mas, semoga bisa membantu skripsinya mas. Iya mas, besok
datang lagi pagi ya mas. Soalnya ini anak-anak sudah ada yang
pulang.”
Peneliti
: “Iya pak. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih banyak.”
Pengajar
: “Iya mas, semoga sukses selalu.”
d) Wawancara kepada siswa tunarungu 1
Topik
: Pembelajaran angklung sebagai media ekspresi
Responden
: Ismi Anna Haryati
Kelas
:3
Hari/tanggal
: Rabu / 20 Agustus 2014
Waktu
: 08.00 WIB
Tempat
: Ruang Kesenian
(Dibantu oleh guru untuk berkomunikasi saat wawancara)
Peneliti
: “Selamat pagi, saya Yoha Prismanatan dari UNNES. Mau tanyatanya ya?”
Siswa
: “Iya mas”
Peneliti
: “Disuruh apa kemauan sendiri mengikuti kegiatan pembelajaran
angklung?”
Siswa
: “Disuruh”
Peneliti
: “Apakah kamu bisa mendengarkan suara angklung yang kamu
bunyikan?”
Siswa
: “Tidak bisa”
114
Peneliti
: “Apakah kamu menyukai kegiatan pembelajaran alat musik
angklung?”
Siswa
: “Senang”
Peneliti
: “Susah apa tidak pembelajaran angklung yang diberikan guru?”
Siswa
: “Susah”
Peneliti
: “Susah apa tidak pembelajaran dengan media lampu nada yang
dibuat guru?”
Siswa
: “Susah”
Peneliti
: “Apakah kamu bisa memainkan sebuah lagu tanpa lampu nada?”
Siswa
: “Tidak”
Peneliti
: “Apakah diberi penjelasan terlebih dahulu oleh guru tentang lagu
yang akan kamu mainkan?”
Siswa
: “Iya”
Peneliti
: “Apakah kamu bisa merasakan tempo?”
Siswa
: “Tidak”
Peneliti
: “Apakah kamu menghafalkan kapan kamu akan membunyikan
angklung yang kamu pegang?”
Siswa
: “Tidak”
Peneliti
: “Dalam sebuah lagu yang kamu mainkan apakah kamu
menggetarkan angklung dengan getaran yang sama setiap kali
kamu menggetarkan?”
Siswa
: “Sama”
Peneliti
: “Kamu senang atau tidak ketika pementasan?”
115
Siswa
: “Senang”
Peneliti
: “Kamu senang atau tidak dengan penonton yang melihat
pementasan mu?”
Siswa
: “Senang”
Peneliti
: “Kamu senang atau tidak ketika orang tua mu melihat
pementasan?”
Siswa
: “Senang”
Peneliti
: “Kamu lebih senang penonton yang banyak atau penonton yang
sedikit?”
Siswa
: “Penonton yang banyak”
Peneliti
: “Kamu lebih senang penonton yang kamu kenal atau penonton
yang tidak kamu kenal?”
Siswa
: “Senang semua”
Peneliti
: “Kamu senang atau tidak dengan penataan yang sudah diatur oleh
guru ketika pementasan?”
Siswa
: “Senang”
Peneliti
: “Kamu senang atau tidak dengan suasana panggung ketika
pementasan?”
Siswa
: “Senang. Banyak bunga-bunga”
Peneliti
: “Kamu senang apa tidak setelah melakukan pementasan?”
Siswa
: “Senang. Semuanya bertepuk tangan”
Peneliti
: “Saya rasa cukup dek, terima kasih banyak ya. Semangat belajar
angklungnya.”
116
e) Wawancara kepada siswa tunarungu 2
Topik
: Pembelajaran angklung sebagai media ekspresi
Responden
: Anung Indo Prakoso
Kelas
:7
Hari/tanggal
: Rabu / 20 Agustus 2014
Waktu
: 08.00 WIB
Tempat
: Ruang Kesenian
(Dibantu oleh guru untuk berkomunikasi saat wawancara)
Peneliti
: “Selamat pagi, saya Yoha Prismanatan dari UNNES. Mau tanyatanya ya?”
Siswa
: “Iya mas”
Peneliti
: “Disuruh apa kemauan sendiri mengikuti kegiatan pembelajaran
angklung?”
Siswa
: “Disuruh pak guru”
Peneliti
: “Apakah kamu bisa mendengarkan suara angklung yang kamu
bunyikan?”
Siswa
: “Tidak bisa”
Peneliti
: “Apakah kamu menyukai kegiatan pembelajaran alat musik
angklung?”
Siswa
: “Senang”
Peneliti
: “Susah apa tidak pembelajaran angklung yang diberikan guru?”
Siswa
: “Tidak”
117
Peneliti
: “Susah apa tidak pembelajaran dengan media lampu nada yang
dibuat guru?”
Siswa
: “Susah”
Peneliti
: “Apakah kamu bisa memainkan sebuah lagu tanpa lampu nada?”
Siswa
: “Tidak”
Peneliti
: “Apakah diberi penjelasan terlebih dahulu oleh guru tentang lagu
yang akan kamu mainkan?”
Siswa
: “Iya”
Peneliti
: “Apakah kamu bisa merasakan tempo?”
Siswa
: “Tidak”
Peneliti
: “Apakah kamu menghafalkan kapan kamu akan membunyikan
angklung yang kamu pegang?”
Siswa
: “Tidak”
Peneliti
: “Dalam sebuah lagu yang kamu mainkan apakah kamu
menggetarkan angklung dengan getaran yang sama setiap kali
kamu menggetarkan?”
Siswa
: “Sama”
Peneliti
: “Kamu senang atau tidak ketika pementasan?”
Siswa
: “Senang”
Peneliti
: “Kamu senang atau tidak dengan penonton yang melihat
pementasan mu?”
Siswa
: “Senang”
118
Peneliti
: “Kamu senang atau tidak ketika orang tua mu melihat
pementasan?”
Siswa
: “Senang”
Peneliti
: “Kamu lebih senang penonton yang banyak atau penonton yang
sedikit?”
Siswa
: “Penonton yang banyak”
Peneliti
: “Kamu lebih senang penonton yang kamu kenal atau penonton
yang tidak kamu kenal?”
Siswa
: “Senang penonton yang kenal”
Peneliti
: “Kamu senang atau tidak dengan penataan yang sudah diatur oleh
guru ketika pementasan?”
Siswa
: “Senang”
Peneliti
: “Kamu senang atau tidak dengan suasana panggung ketika
pementasan?”
Siswa
: “Senang. Ramai”
Peneliti
: “Kamu senang apa tidak setelah melakukan pementasan?”
Siswa
: “Senang. Banyak yang bertepuk tangan”
Peneliti
: “Saya rasa cukup dek, terima kasih banyak ya. Semangat belajar
angklungnya.”
Siswa
: “Iya mas”
119
120
121
122
123
SLB N Sragen tampak dari depan
(Foto Yoha Prismanatan, Agustus 2014)
Alat-alat Musik di Ruang Kesenian
(Foto Yoha Prismanatan, Agustus 2014)
124
Alat-alat Musik di Ruang Kesenian
(Foto Yoha Prismanatan, Agustus 2014)
Prasarana Pembelajaran di Ruang Kesenian
(Foto Yoha Prismanatan, Agustus 2014)
125
Angklung yang digunakan Anak Tunarungu
(Foto Yoha Prismanatan, Agustus 2014)
Lampu Nada yang digunakan Anak Tunarungu
(Foto Yoha Prismanatan, Agustus 2014)
126
Pengajar Seni Musik, Nunung Haryono, Amd
(Foto Yoha Prismanatan, Agustus 2014)
Pengajar Seni Musik, Budi Rahmat Jati, S.Pd
(Foto Yoha Prismanatan, Agustus 2014)
127
Persiapan Saat Akan Pementasan
(Foto Yoha Prismanatan, Agustus 2014)
Siswa Tunarungu Saat Pementasan
(Foto Yoha Prismanatan, Agustus 2014)
128
Kolaborasi Dengan Siswa Tuna Netra
(Foto Yoha Prismanatan, Agustus 2014)
Lampu Nada Ketika Digunakan
(Foto Yoha Prismanatan, Agustus 2014)
129
Busana Pementasan Siswa Tunarungu
(Sumber : Dokumentasi Sekolah, Maret 2012)
Download