i SKRIPSI MUSIK ANGKLUNG SEBAGAI MEDIA EKSPRESI BAGI PENDERITA TUNARUNGU DI SLB NEGERI SRAGEN Skripsi dijadikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Prodi Pendidikan Seni Musik oleh YOHA PRISMANATAN 2501409059 JURUSAN PENDIDIKAN SENI DRAMA TARI DAN MUSIK FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2015 i ii ii iii PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Denganinisaya : Nama : Yoha Prismanatan NIM : 2501409059 Program Studi : PendidikanSeniMusik (S1) Jurusan : PendidikanSeni Drama Tari dan Musik Judul Skripsi : Musik Angklung Sebagai Media Ekspresi Bagi Penderita Tunarungu di SLB N Sragen Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya serahkan ini benar-benar hasil karya saya sendiri, kecuali kutipan dan ringkasan yang semua sumbernya telah saya jelaskan. Apabila dikemudian hari terbukti atau dibuktikan bahwa skripsi ini hasil jiplakan, maka gelar atau ijazah yang diberikan oleh Universitas batal saya terima. Semarang, 20 Februari 2015 Yang membuat pernyataan, Yoha Prismanatan NIM. 2501409059 iii iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN “Aku adalah Alfa dan Omega, firman Tuhan Allah, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, Yang Maha-kuasa”. (Wahyu 1 : 8) Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu. (2 Tesalonika 5 : 18) Skripsiinikupersembahkanuntuk: 1. Bapak dan Ibu terkasih, Tri Pramono dan Retno Susanti atas cinta kasih, dukungan, motivasi, dan doanya yang tidak pernah putus selalu menyertai saya. 2. Kakak saya terkasih, Trafebi Yismaya yang memberikan doa motivasi dan menyayangi saya. 3. Teman-teman yang mendukung dalam kelancaran pembuatan skripsi saya. 4. Teman-teman Sendratasik angkatan 2009. iv v KATA PENGANTAR Segala puji syukur saya saya panjatkan kehadirat Tuhan YME atas kasih dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Musik Angklung Sebagai Media Ekspresi Bagi Penderita Tunarungu di SLB N Sragen”. Penulisan skripsi ini penulis mengalami kesulitan, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkenan memberikan dorongan serta bimbingan. Dalam penulisan skripsi ini penulis ingin mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada: 1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum, Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan untuk menempuh kuliah di Universitas Negeri Semarang. 2. Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum, Dekan Fakultas Bahasa dan Seni yang telah memberikan ijin untuk pelaksanaan penelitian. 3. Joko Wiyoso, S.Kar, M.Hum, Ketua Jurusan Pendidikan Seni Drama Tari dan Musikyang telah menyetujui tersusunya skripsi ini. 4. Dr. Udi Utomo, M.Si, Dosen Pembimbingyang memberikan motivasi dan sabar dalam memberikan bimbingan sejak awal sampai selesainya penulisan skripsi. 5. Segenap Dosen Jurusan Pendidikan Seni Drama Tari dan Musik yang telah banyak memberi bekal ilmu, pengetahuan dan keterampilan selama masa studi S1. v vi 6. Bapak Djoko Sambodo, M.Pd selaku kepala sekolah SLB N Sragen, yang telah memberikan kesempatan dan waktu untuk memberikan informasi dalam pengambilan data. 7. BapakNunung Haryono, Amd dan Bapak Budi Rahmat Jati, S.Pd, pengajar kelompok angklung siswa tunarungu di SLB N Sragen yang telah banyak membantu dalam proses pengambilan data. 8. Kelompok musik angklung siswa tunarungu di SLB N Sragen yang sudah membantu. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu-persatu yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. 10. Teman-teman Sendratasik 2009 yang telah memberi semangat dan dukungan dalam mengerjakan skripsi ini. Skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan. Besar harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya dan dunia ilmu pengetahuan pada umumnya. Semarang, 20 Februari 2015 Penulis vi vii SARI Prismanatan Yoha. 2015. “Musik Angklung Sebagai Media Ekspresi Bagi Penderita Tuanrungu di Sekolah Luar Biasa Negeri Sragen”. Skripsi Jurusan Pendidikan Seni Drama Tari dan Musik, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Dosen Pembimbing:Drs. Udi Utomo, M. Si. Latar belakang dari skripsi ini yaitu pembelajaran musik juga bisa diberikan kepada penderita tunarungu, dan musik dapat digunakan sebagai media ekspresi bagi penderita tunarungu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendiskripsikan pembelajaran musik angklung bagi penderita tunarungu, dan untuk mengetahui dan mendiskripsikan pembelajaran musik angklung digunakan sebagai media ekspresi di SLB N Sragen. Bertolak dari tujuan penelitian ini ada dua manfaat yang diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Penelitianinimenggunakanmetodekualitatif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan paedagogis, musikologi, dan psikologi. Lokasi penelitian ini adalah Sekolah Luar Biasa Negeri Sragen. Teknikpengumpulan data melaluiobservasi, wawancara, dandokumentasi.Keabsahan data diperiksamelalui trianggulasisumber data, kecukupanreferensi,danperpanjangankeikutsertaan.Analisis data dilakukanmenggunakan model analisis data interaktif yang ditempuhmelalui proses reduksi data, penyajian data, danmenarikkesimpulan/verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pembelajaran angklung bagi penderita tunarungu di SLB N Sragen dilaksanakan melalui tiga tahapan, yaitu: (1) tahap persiapan; (2) tahap pelaksanaan; dan (3) pementasan. Tahap persiapan pengajar mempersiapkan materi pembelajaran, angklung yang digunakan, media yang digunakan, mengelompokkan siswa dan memastikan kesiapan siswa. Tahap pelaksanaan terdiri dari dua kegiatan, yaitu: (1) mengajarkan cara memegang angklung; dan (2) mengajarkan cara memainkan angklung yang meliputi teknik krulung, dan mengajarkan nilai nada. Dalam pelaksanaan didukung media lampu nada yang diciptakan sendiri oleh pengajar. Pada tahap pementasan pengajar melatih mental siswa untuk tampil dihadapan banyak orang, dan mengatur posisi siswa diatas panggung pementasan. Pembelajaran sebagai media ekspresi dilakukan melalui pengalaman dengan pementasan yang meliputi dalam aspekaspek seni pertunjukan, yaitu aspek gerak, aspek suara, aspek rupa, dan aspek pelaku. Ada dua faktor lain yang mempengaruhi ekspresi dalam pementasan kelompok angklung siswa tunarungu, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Berdasarkan hasil tersebut disarankan: (1) bagi pengajar lebih diseimbangkan kemampuan siswa kelas 3 dan 4 dengan siswa yang lain, siswa juga bisa diajarkan tentang dinamika; (2) bagi guru dan pihak sekolah, tata rias ketika pementasan lebih ditonjolkan lagi; (3) bagi pihak sekolah, pembelajaran alat musik angklung lebih diberi waktu untuk kegiatan pembelajaran ketika akan pementasan; (4) bagi pihak sekolah, guru, dan orang tua siswa, selalu memberi vii viii dorongan kepada siswa tunarungu kelompok pertunjukan musik angklung untuk mengikuti pembelajaran dan pementasan. viii ix DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL .................................................................. HALAMAN PENGESAHAN ........................................................ i ii PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI....................................... iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................. iv ..................................................................... v ............................................................................................... vii KATA PENGANTAR SARI DAFTAR ISI ............................................................................... DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB 1 viii ..................................................................... xii ................................................................ xiii PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................... 5 1.3 Tujuan penelitian ..................................................................... 6 1.4 Manfaat Penelitian ................................................................... 6 1.4.1 ManfaatTeoritis ........................................................................ 6 1.4.2 ManfaatPraktis ......................................................................... 6 1.5 7 SistematikaSkripsi .................................................................... BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pembelajaran ........................................................................... 8 2.2 Pembelajaran Seni Musik di Sekolah Luar Biasa ................... 19 2.3 Musik ....................................................................................... 21 2.3.1 Pengertian Musik ..................................................................... 21 2.3.2 Unsur-unsur Musik .................................................................. 22 ix x 2.4 Angklung ................................................................................. 24 2.4.1 Tehnik Memainkan Angklung ................................................ 25 2.4.2 Penomoran Angklung .............................................................. 26 2.5 Ekspresi Musikal ..................................................................... 27 2.6 Seni Pertunjukan ..................................................................... 30 2.7 Tunarungu ............................................................................... 31 2.7.1 Pengertian Tunarungu ............................................................. 31 2.7.2 Karakteristik Anak Tunarungu ................................................ 32 2.7.3 Jenis Ketunarunguan ............................................................... 32 2.7.4 Penyebab Ketunarunguan ........................................................ 33 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian ............................................................. 35 3.2 Lokasi,danSasaran Penelitian ................................................... 36 3.3 Teknik PengumpulanData ....................................................... 36 3.3.1 Teknik Observasi ..................................................................... 37 3.3.2 Wawancara .......................................................................... 38 3.3.3 Dokumentasi .......................................................................... 39 3.4 Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ...................................... 40 3.5 TeknikAnalisis Data ................................................................. 42 3.5.1 Reduksi Data ............................................................................ 42 3.5.2 Penyajian Data.......................................................................... 43 3.5.3 PenarikanKesimpulanatauVerifikasi ........................................ 43 x xi BAB 4 4.1 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN GambaranUmumLokasiPenelitian ........................................... 44 4.1.1 Sejarah Sekolah Luar Biasa Negeri Sragen ............................. 44 4.1.2 Visi, Misi, dan Tujuan SLB N Sragen .................................... 45 4.1.3 Letak Geografis SLB N Sragen ............................................... 47 4.1.4 Struktur Organisasi SLB N Sragen ......................................... 49 4.1.5 Sarana dan Prasarana ............................................................... 51 4.1.6 Pengajar Kesenian dan Siswa Tunarungu ............................... 57 4.2 Proses Pembelajaran Alat Musik angklung Untuk Penderita Tunarungu di SLB N Sragen ................................................... 61 4.2.1 Tahap Persiapan ...................................................................... 62 4.2.2 Tahap Pelaksanaan .................................................................. 63 4.2.3 Pementasan .............................................................................. 70 4.3 Pembelajaran Angklung Sebagai Media Ekspresi Bagi Penderita Tunarungu di SLB N Sragen ................................... 4.3.1 Aspek-aspek Seni Pertunjukan Dalam Pembelajaran Angklung Bagi Penderita Tunarungu di SLB NSragen ............................ 4.3.2 72 73 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran Angklung Sebagai Media Ekspresi Bagi Penderita Tuanrungu di SLB N Sragen ........................................................................... BAB 5 77 PENUTUP 5.1 Kesimpulan .............................................................................. 81 5.2 Saran ........................................................................................ 81 xi xii DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 83 LAMPIRAN ....................................................................................... 85 xii xiii DAFTAR GAMBAR Gambar. 3.1 Komponen Analisis Data : Model Interaktif .................. 42 Gambar. 4.1 SLB N Sragen Tampak dari Depan ................................ 49 Gambar. 4.2 Struktur Organisasi ......................................................... 50 Gambar. 4.3 Alat-Alat Musik Elektrik di Ruang Kesenian ................ 52 Gambar. 4.4 Drum Set di Ruang Kesenian ......................................... 53 Gambar. 4.5 Prasarana Pembelajaran di Ruang Kesenian .................. 54 Gambar. 4.6 Angklung yang Digunakan Anak Tunarungu ................ 55 Gambar. 4.7 Lampu Nada yang Digunakan Anak Tunarungu ............ 55 Gambar. 4.8 Pengajar Seni Musik, Nunung Haryono, Amd ............... 57 Gambar. 4.9 Pengajar Seni Musik, Budi Rahmat Jati, S.Pd ............... 58 Gambar. 4.10 Siswa Tunarungu SLB N Sragen ................................. 60 Gambar. 4.11 Siswa Tunarungu Saat Pementasan .............................. 71 Gambar. 4.12 Lampu Nada Ketika Pementasan ................................. 72 Gambar. 4.13 Ekspresi Gerak Siswa Melihat Lampu Nada ................ 74 Gambar. 4.14 Busana Pementasan Siswa Tunarungu ......................... 76 xiii xiv DAFTAR LAMPIRAN 1. Instrumen Penelitian .................................................................. 86 2. Struktur Organisasi ..................................................................... 91 3. Daftar Pendidik SLB N Sragen ................................................. 92 4. Daftar Inventaris Ruang Kesenian SLB N Sragen .................... 95 5. Data Siswa Pertunjukan Kesenian Angklung ............................ 97 6. Daftar Responden ...................................................................... 98 7. Transkip Wawancara ................................................................. 100 8. SK Dosen Pembimbing ............................................................. 119 9. Surat Ijin Penelitian ................................................................... 120 10. Surat Ijin Penelitian dari Dinas Pendidikan Kab. Sragen .......... 121 11. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dari SLB N Sragen 122 12. Foto-foto .................................................................................... 123 xiv BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seni musik atau seni suara adalah seni yang diterima melalui indera pendengaran. Rangkaian bunyi yang didengar dapat memberikan rasa indah manusia dalam bentuk konsep pemikiran yang bulat, dalam wujud nada-nada atau bunyi lainnya yang mengandung ritme dan harmoni, serta mempunyai bentuk dalam ruang waktu yang dikenal oleh diri sendiri dan manusia lain dalam lingkungan hidupnya, sehingga dapat dimengerti dan dinikmati. Selain itu, musik juga dapat memberi rasa puas bagi yang mendengarnya karena adanya keserasian susunan dari rangkaian tangga nada bunyi-bunyi tersebut (Bahari,2008:55). Menurut Jamalus (1988:1), musik adalah suatu hasil karya seni bunyi dalam bentuk lagu atau komposisi musik, yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penciptanya melalui unsur-unsur musik, yaitu irama, melodi, harmoni, bentuk/struktur lagu, dan ekspresi sebagai satu kesatuan. Lagu atau komposisi musik itu merupakan hasil karya seni jika diperdengarkan dengan menggunakan suara (nyanyian) atau dengan alat-alat musik. Ada bermacam-macam jenis anak dengan kebutuhan khusus, tetapi khusus untuk keperluan pendidikan inklusi anak berkebutuhan khusus akan dikelompokkan menjadi 9 jenis. Berdasarkan berbagai studi, ke 9 jenis ini paling sering dijumpai di sekolah-sekolah pada umumnya. Masing-masing jenis kelainan pada anak berkebutuhan khusus antara lain : tunanetra (anak yang mengalami gangguan penglihatan), tunarungu (anak 1 yang mempunyai gangguan 2 pendengaran), tunadaksa (mengalami kelainan anggota tubuh), berbakat (memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa), tunagrahita, lamban belajar, anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik, anak yang mempunyai gangguan komunikasi,dantunalaras (https://jakartahomeschoolingmyblog.wordpress.com). Sekolah memiliki fungsi untuk membantu perkembangan peserta didik dan memecahkan masalah yang dihadapi peserta didik perlu ditingkatkan peranannya.Fungsi ini sejalan dengan fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional sebagai mana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 menyatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab.Khusus untuk pendidikan luar biasa, pada BAB VI Pasal 32 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa pendidikan khusus atau pendidikan luar biasa adalah salah satu bentuk satuan pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,emosional,mental,sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa (http://id.wikipedia.org/wiki/Anak_berkebutuhan_khusus). Salah satu sekolah yang menangani pembelajaran kepada anak-anak berkebutuhan khusus adalah Sekolah Luar Biasa Negeri Sragen. SLB N Sragen 3 adalah sekolah yang khusus menangani anak-anak berkebutuhan khusus dengan golongan A (Tunanetra), B (Tunarunguwicara), C dan C1 (tunagrahita ringan dan sedang), D dan D1 (tunadaksa ringan dan sedang).Pendidikan bagi anak tunarungu harus disesuaikan dengan potensi dan karakteristiknya. Program pembelajaran bagi anak tunarungu harus disesuaikan dengan kondisi anak bersangkutan. Padanya kenyataannya, pemberian pendidikan bagi anak tunarungu tidak mudah. Lingkungan fisik yang kurang memenuhi persyaratan, seperti bangunan sekolah dan fasilitas yang tidak memadai, ukuran kelas yang kecil dan sanitasi yang buruk.Kondisi tersebut akan sering menjadikan anak merasa bosan dan tidak betah berada di sekolah. Disiplin sekolah yang kaku dan tidak konsisten, seperti peraturan sekolah yang memberi hukuman tanpa memperhatikan berat dan ringannya pelanggaran siswa. Keadaan ini akan membuat anak merasa tidak puas terhadap sekolah(http://id.wikipedia.org/wiki/Anak_berkebutuhan_khusus). Jenis-jenis anak yang berkebutuhan khusus ada berbagai macam, salah satu nya adalah anak tunarungu. Tunarungu adalah salah satu sebutan bagi orang yang memiliki keterbatasan dalam mendengar. Secara fisik anaktunarungu tidak berbeda dengan anak pada umumnya, sebab orang akan mengetahui bahwa anak menyandang ketunarunguan pada saat berbicara. Mereka berbicara tanpa suara atau dengan suara yang kurang atau tidak jelas artikulasinya atau bahkan tidak berbicara sama sekali. Anak tunarungu lebih banyak menggunakan bahasa isyarat dalam berkomunikasi dengan lingkungannya, sedangkan lingkungan pada umumnya merupakan masyarakat yang lebih banyak memahami bahasa lisan dari pada bahasa isyarat. Hal tersebut menyebabkan anak tunarungu kesulitan 4 memahami ungkapan lisan dari lingkungannya dan lingkungannya juga kesulitan memahami bahasa isyarat yang digunakan oleh anak tunarungu. Akibat dari tidak saling memahami ini anak tunarungu menjadi tidak diakui oleh lingkungannya, padahal jika anak tunarungu diberi kesempatan untuk memperoleh pengembangan kemampuan komunikasinya secara verbal maka mereka akan hidup inklusif ditengah-tengah masyarakat. Umumnya bagi masyarakat pada umumnya musik yang memliki salah satu unsur yaitu bunyi tidak akan bermanfaat bagi mereka anak-anak tunarungu yang memiliki keterbatasan dalam mendengar. Hal tersebut diartikan positif bagi pengajar di SLB N Sragen sebagai motifasi supaya musik bisa dimanfaatkan oleh anak-anak tunarungu. Pengajar di SLB N Sragen memberikan pembelajaran cara bermain alat musik angklung bagi anak-anak penderita tunarungu, dengan medote pembelajaran yang mudah dipahami serta menarik, anak-anak tunarungu cukup antusias mengikuti pembelajaran alat musik angklung. Tujuan dari pembelajan alat musik angklung pada anak-anak penderita tunarungu di SLB N Sragen salah satunya adalah untuk menghibur masyarakat luas dalam bentuk pertunjukan. Penelitian tentang penggunaan musik bagi penderita tunarungu bukan satusatunya yang dilakukan oleh penulis. Ada beberapa referensi yang menginspirasi penulis untuk melakukan penelitian ini. Sumber pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Priska Nur Asriani (ITB, 2008) yang berjudul Metode Pembelajaran Musik Untuk Anak Tunarungu Melalui Buku Pop-Up”Ada Bunyi?”. Berdasarkan penelitian oleh Priska Nur Asriani diperoleh hasil dan temuan dengan menggunakan media (buku pop-up dan CD) “Ada Bunyi” sangat 5 menunjang bagi pembelajaran tingkat dasar metode Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama atau BKPBI. Hal tersebut sangat bermanfaat bagi anak tunarungu bagi pengoptimalan sisa pendengaran serta motorik mereka pada tahap deteksi bunyi. Media ini mampu memberikan sajian alternatif serta pengenalan lebih lanjut mengenai latihan BKPBI yang interaktif serta menyenangkan, yang dikemudian hari dapat berpengaruh besar terhadap perkembangan anak di tengah masyarakat mendengar atau dunia dengan suara. Sumber ke dua adalah penelitian yang dilakukan oleh Kadarsih (UNS, 2009). Berdasarkan penelitian Kadarsih tentang Latihan Bina Persepsi Bunyi dan Irama Meningkatkan Kemampuan Berbicara Anak Tunarunguwicara Kelas III SLB Negeri Sragen Tahun Ajaran 2008/2009, diperoleh temuan bahwa dengan latihan bina persepsi bunyi dan irama yang dilakukan pada anak tuna rungu dapat meningkatkan kemampuan berbicara anak tunarunguwicara kelas III SLB N Sragen tahun ajaran 2008/2009. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap pembelajaran alat musik angklung bagi penderita tunarungu sebagai media ekspresi di SLB Negeri Sragen. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut. 1.2.1 Bagaimanakah musik angklung digunakan sebagai media ekspresi bagi penderita tunarungu di SLB N Sragen? 6 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini sebagai berikut. 1.3.1 Untuk mengetahui dan mendiskripsikan proses pembelajaran musik angklung bagi penderita tunarungu di SLB N Sragen. 1.3.2 Untuk mengetahui dan mendiskripsikan fungi musik angklung sebagai media ekspresi bagi penderita tunarungu di SLB N Sragen. 1.4 Manfaat Penelitian Bertolak dari tujuan penelitian, diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1.4.1 Manfaat Teoritis 1. Untuk menambah wawasan bagi para pembaca bahwa musik juga bisa difungsikan sebagai media ekspresi bagi penderita tunarungu. 2. Untuk menambah referensi berkaitan dengan anak luar biasa khususnya penderita tunarungu. 3. Untuk membantu dan mempermudah dalam mengajarkan pembelajaran musik yang tepat bagi penderita tunarungu. 1.4.2 Manfaat Praktis 1. Bagi peneliti, penelitian dapat memberikan gambaran obyektif tentang proses pembelajaran alat musik angklung kepada penderita tunarungu yang berlangsung di SLB N Sragen. 7 2. Bagi pengajar musik di SLB N Sragen dapat digunakan dalam pengembangan kegiatan pembelajaran musik sehingga dapat lebih memudahkan dalam mengembangkan potensi anak. 3. Sebagai motivasi kepada khalayak umum bahwa musik juga bisa dimanfaatkan bagi penderita tunarungu. 1.5 Sistematika Skripsi Sistematika bertujuan untuk memberikan gambaran danmempermudah dalam memahami secara keseluruhan isi dari skripsi.Penelitian skripsi ini terbagi dalam tiga bagian diantaranya adalah sebagai berikut: Bagian awal berisi halaman judul, halaman pengesahan, halaman motto dan persembahan, kata pengantar, sari, daftar isi, dan daftar lampiran. Bagian isi terbagi atas lima bab yaitu:Bab 1 Pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika skripsi; Bab 2 Landasan Teori yang berisi tentang pembelajaran musik angklung untuk penderita tunarungu di SLB N Sragen, dan digunakan untuk media ekspresi; Bab 3 Metode Penelitian berisi tentang desain penelitian, lokasi,sasaran dan waktu penelitian, teknik pengumpulan data, pemeriksaan keabsahan data, dan teknik analisis data; Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan mencakup tentang gambaran umum lokasi penelitian, proses dan teknik pembelajaran alat musik angklung terhadap penderita tunarungu di SLB N Sragen; Bab 5 Penutup yang merupakan bab terakhir yang memuat tentang kesimpulan, dan saran. Bagian akhir skripsi terdiridari daftar pustaka, lampiran dan gambar. BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pembelajaran 2.1.1 Deskripsi Pembelajaran Menurut Achmad Sugandi, dkk (2004: 8) teori pembelajaran merupakan implementasi prinsip-prinsip teori belajar, dan fungsi memecahkan masalah praktis dalam pembelajaran. Teori pembelajaran menjelaskan bagaimana menimbulkan pengalaman belajar dan bagaimana pula menilai dan memperbaiki metode serta teknik yang tepat. Beberapa teori belajar mendiskripsikan belajar sebagai berikut: (1) Usaha guru untuk membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan, agar terjadi hubungan stimulus (lingkungan) dengan tingkah laku si belajar (behaviorensik); (2) Cara guru memberikan kesempatan kepada si belajar untuk berfikir agar memahami apa yang dipelajari (kognitif); dan (3) memberikan kebebasan kepada si belajar untuk memilih bahan pelajaran dan cara mempelajarinya sesuai dengan minat dan kemampuannya (humanistik). Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar dan sengaja. Tujuan pembelajaran (Sugandi 2004: 25) adalah membantu siswa pada siswa agar memperoleh berbagai pengalaman dan dengan pengalaman itu tingkah laku yang dimaksud meliputi pengetahuan, ketrampilan, dan nilai atau norma yang berfungsi sebagai pengendali sikap dan prilaku siswa.Tujuan pembelajaran adalah perubahan prilaku dan tingkah laku yang positif dari peserta didik setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar, seperti: perubahan yang secara 8 9 psikologis akan tampil dalam tingkah laku (over behaviour) yang dapat diamati melalui alat indera oleh orang lain baik tutur katanya, motorik dan gaya hidupnya(Sugandi 2004: 25). 2.1.1.1 Elemen-elemen Pembelajaran Pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapan pun. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Secara umum dalam konteks pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai pelajaran hingga mencapai sesuatu objek yang ditentukan. Kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan yang melibatkan beberapa elemen, yaitu : (1) siswa; (2) Guru; (3) tujuan; (4) isi pembelajaran; (5) metode; (6) media; dan (7) evaluasi. 1. Siswa Siswa adalah seorang yang bertindak sebagai pencari, penerima, dan penyimpan isi pelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Siwa merupakan istilah bagi peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Siswa ini merupakan komponen yang tidak terpisahkan dalam sistem pendidikan, yang selanjutnya diproses dalam proses pendidikan, sehingga menjadi manusia yang berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Sebagai suatu komponen pendidikan, siswa dapat ditinjau dari berbagai pendekatan, antara lain: pendekatan social, pendekatan psikologis, dan pendekatan edukatif/pedagogis. 10 2. Guru Guru adalah seseorang yang bertindak sebagai pengelola, dan peran lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar. Guru juga bisa disebut sebagai seorang pendidik yang profesional. Maksud dari pengertian guru tersebut dikarenakan guru juga memikul serta juga menerima tanggung jawab dan beban dari orang tua peserta didik atau siswa untuk mendidik dan mengajarkan anak-anaknya. Guru mempunyai peran penting untuk mendidik setiap siswanya. Selain pendidikan yang diajarkan oleh orang tuanya di lingkungan rumah. Siswa dididik untuk menguasai pelajaran formal di sekolah, termasuk juga pembentukan sikap sopan santun dan tata krama. 3. Tujuan Tujuan merupakan pernyataan tentang perubahan perilaku yang terjadi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Menentukan tujuan adalah tindakan awal dari pembuatan rencana agar ketika dilaksanakan bisa mengarah sejalan dengan tujuan serta target yang telah dicanangkan sebelumnya. Kebanyakan guru melakukan kesalahan dalam menetapkan tujuan.Kesalahan tersebut berupa merencanakan lebih dari satu tujuan untuk satu buah rencana. Hal tersebut tidak bisa dihindari lagi akan membuat kebingungan dan mengakibatkan berkurangnya potensi tujuan akan dapat tercapai. Tujuan merupakan cita-cita dan impian yang ingin diraih oleh seseorang guru untuk muridnya. Tugas untuk mencapai tujuan sekolah tersebut dibebankan kepada seorang guru.Mengingat pentingnya penetapan tujuan sebagai bagian dari fungsi perencanaan, dibutuhkan guru yang mempunyai visi, pengalaman dan 11 wawasan yang luas.Sebelum menjalankan dan mengarahkan kegiatan di sekolah, sebaiknya seorang guru sebagai pendidik harus secara jelas menetapkan tujuan. 4. Isi Pelajaran Isi merupakan segala informasi berupa fakta, prinsip, dan konsep yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Isi dari pelajaran ini mencakup bahan ajar atau materi ajar untuk siswa di sekolah. Banyak sekali materi yang dapat diajarkan seorang guru kepada siswa nya. Semua itu diatur dalam kurikulum yang dibuat oleh pemerintah untuk mencerdaskan anak bangsa. Tugas guru disini memberikan dan mengajari isi dari pelajaran tersebut, sehingga tercapai tujuan dari proses pembelajaran. 5. Metode Metode adalah cara yang teratur untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendapat informasi yang dibutuhkan mereka untuk mencapai tujuan. Ada banyak sekali metode dan jenis-jenis pembelajaran, diantara nya adalah: (1) Metode Ceramah Metode pembelajaran ceramah adalah penerangan secara lisan atas bahan pembelajaran kepada sekelompok pendengar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dalam jumlah yang relatif besar. Melalui ceramah, dapat dicapai beberapa tujuan. Melalui metode ceramah, guru dapat mendorong timbulnya inspirasi bagi pendengarnya. Metode ceramah cocok untuk digunakan dalam pembelajaran dengan ciri-ciri tertentu. Ceramah cocok untuk penyampaian bahan belajar yang berupa informasi dan jika bahan belajar tersebut sukar didapatkan. Kelebihan dari metode ini adalah seorang penceramah dalam hal ini adalah guru tidak perlu 12 menyediakanperlatan yang sangat rumit. Kekurangan metode ini adalah apabila seorang guru tidak pandai mengolah kata-kata, maka siswa akan cepat bosan dalam menerima materi. Syarat dari metode pembelajaran ceramah adalah guru harus benar-benar menguasai materi yang disampaikan agar siswa tidak bosan mendengarkan nya, dan juga jumlah siswa dalam metode ini tidak boleh terlalu banayak supaya materi yang disampaikan dapat dipahami dengan baik. (2) Metode Diskusi Metode pembelajaran diskusiadalah proses pelibatan dua orang peserta atau lebih untuk berinteraksisaling bertukar pendapat, dan atau saling mempertahankan pendapat dalam pemecahan masalah sehingga didapatkan kesepakatan diantara mereka. Pembelajaran yang menggunakan metode diskusi merupakan pembelajaran yang bersifat interaktif (Gagne & Briggs. 1979: 251). Dibanding metode ceramah, metode diskusi dapat meningkatkan anak dalam pemahaman konsep dan keterampilan memecahkan masalah. Adanya transformasi pengetahuan, penggunaan metode diskusi hasilnya lambat dibanding penggunaan ceramah. Metode ceramah lebih efektif untuk meningkatkan kuantitas pengetahuan anak dari pada metode diskusi. Syarat penggunaan metode diskusi adalah melibatkan kelompok, yang anggotanya berkisar antara 3-9 orang, berlangsung dalam situasi tatap muka yang informal, artinya semua anggota berkesempatan saling melihat, mendengar, serta berkomunikasi secara bebas dan langsung. 13 (3) Metode Eksperimental Metode pembelajaran eksperimentaladalah suatu cara pengelolaan pembelajaran di mana siswa melakukan aktivitas percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri suatu yang dipelajarinya. Metode ini siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri dengan mengikuti suatu proses, mengamati suatu obyek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri tentang obyek yang dipelajarinya. Kelebihan metode ini dapat membuat anak didik lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri daripada hanya menerima kata guru atau buku, dan kelemahan metode ini adalah jika eksperimen memerlukan jangka waktu yang lama, anak didik harus menanti untuk melanjutkan pelajaran. Syarat dari metode ekperimen adalah harus ada subjek yang digunakan atau diteliti sebagai sebuah eksperimen. (4) Metode Latihan Keterampilan Metode latihan keterampilan (drill method)adalah suatu metode mengajar dengan memberikan pelatihan keterampilan secara berulang kepada peserta didik, dan mengajaknya langsung ketempat latihan keterampilan untuk melihat proses tujuan, fungsi, kegunaan dan manfaat sesuatu. Metode latihan keterampilan ini bertujuan membentuk kebiasaan atau pola yang otomatis pada peserta didik. Kelebihan metode ini adalah peserta didik dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam waktu yang relatif tidak lama, dan kekurangannya yaitu menghambat bakat dan inisiatif siswa dan siswa akan 14 belajar secara statis dan kaku. Syarat metode ini adalah harus dapat memberikan kesempatan bagi ekspresi yang kreatif dari kepribadian murid. (5) Metode Pengajaran Beregu Metode pembelajaran beregu adalah suatu metode mengajar dimana pendidiknya lebih dari satu orang yang masing-masing mempunyai tugas. Biasanya salah seorang pendidik ditunjuk sebagai kordinator. Cara pengujiannya, setiap pendidik membuat soal, kemudian digabung, jika ujian lisan maka setiap siswa yang diuji harus langsung berhadapan dengan team pendidik tersebut. Kelebihan metode ini adalah membina kerjasama yang harmonis di antara para siswa dalam bentuk bertukar pendapat, pengalaman dan kesediaan untuk membantu semua usaha kegiatan belajar mengajar yang dihadapi sesama siswa. Kekurangan metode pengajaran beregu adalah pelaksanaan metode dapat menimbulkan perbedaan kemajuan akademis siswa yang sangat jauh, mengingat bahwa yang memang berbakat, berkemauan, tekun, rajin, dan cerdas, akan cepat maju dan ditunjang dengan adanya fasilitas belajar yang memadai. Syarat dari metode ini adalah siswa harus berkelompok, karena metode menggunakan sistem regu, bukan individu. (6) Peer Teaching Methode Metode Peer Teaching sama juga dengan mengajar sesama teman, yaitu suatu metode mengajar yang dibantu oleh temannya sendiri. Kelebihan metode peer teaching adalah meningkatkan motivasi belajar siswa meningkatkan kualitas dan proses pembelajaran, meningkatkan interaktif sosial siswa dalam pembelajaran dan mendorong siswa ke arah berpikir tingkat tinggi. Kekuarangan 15 dari metode ini adalah memerlukan waktu yang relatif lama, jika siswa tidak memiliki dasar pengetahuan yang relevan maka metode ini menjadi tidak efektif kemungkinan didominasi oleh siswa yang suka berbicara, pintar, atau yang ingin menonjolkan diri. Syarat metode peer teaching adalah guru menjelaskan secara detil materi yang akan dibahas pada waktu itu meliputi indikator yang harus dicapai oleh siswa pada waktu itu. Selanjutnya siswa diberikan lembaran berisi tugas berupa pertanyaan untuk didiskusikan menurut pengetahuan yang mereka kuasai. Ada berbagai macam metode yang dapat diterapkan oleh guru kepada siswanya. Metode ini harus dipakai sesuai dengan sasaran nya, kita tidak bisa memakai metode pembelajaran yang sama kita pakai untuk mengajar anak-anak biasa kepada anank-anak yang mempunyai kebutuhan khusus atau sering di sebut anak keterbelakangan mental. Metode yang dipakai jelas sangat berbeda satu sama lain. 6. Media Media adalah bahan pengajaran dengan atau tanpa peralatan yang digunakan untuk menyajikan informasi kepada siswa. Tujuan media pembelajaran sebagai alat bantu pembelajaran, adalah mempermudah proses pembelajaran di kelas, meningkatkan efisiensi proses pembelajaran, menjaga relevansi antara materi pelajaran dengan tujuan belajar, membantu konsentrasi pembelajar dalam proses pembelajaran. Banyak juga manfaat penggunaan media pembelajaran yaitu media pengajaran lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar. Selain itu bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya, sehingga 16 dapat lebih di pahami oleh siswa, serta memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran dengan baik. Metode pembelajaran bervariasi, tidak semata-semata hanya komunikasi melalui penuturan kata-kata lisan guru, siswa jadi tidak bosan, dan guru juga tidak kehabisan tenaga. Proses pembelajaran angklung untuk anak-anak penderita tunarungu di SLB N Sragen, pengajar menggunakan media lampu yang dihubungkan dengan keyboard. Pengajar menekan tut pada keyboard maka akan menyala lampu dengan berbeda-beda warna disetiap nadanya. Alat musik angkung dalam pembelajaran juga berfungsi sebagai alat untuk anak-anak penderita tunarungu sebagai alat berekspresi. 7. Evaluasi Ada cara tertentu yang digunakan untuk menilai suatu proses dan hasilnya. Melalui evaluasi, kita menilai suatu proses pembelajaran yang terjadi. Tujuan nya adalah mememberikan nilai kepada siswa dari seorang guru dan memberikan pertimbangan-pertimbangan mengenai siswa tanpa menghubungkannya dengan sesuatu yang bersifat dari luar. Proses evaluasi harus ada pemberian pertimbanganyang merupakan konsep dasar dari evaluasi. Melalui pertimbangan iniakan ditentukan nilai dan arti dari sesuatu yang dievaluasi. Pengajar kesenian di SLB N Sragen menyadari bahwa penderita tunarungu mempunyai keterbatasan dalam pendengaran dan bukan dimotorik serta penglihatan mereka. Berdasarkan hal tersebut maka pengajar memanfaatkan motorik serta penglihatan mereka untuk bermain alat musik angklung yang cara bermainnya hanya dengan digetarkan. Pengajar membuat suatu alat yang jika 17 ingin membunyikan nada maka akan ada lampu yang menyala dan itu berfungi sebagai isyarat bagi penderita tunarungu untuk menggetarkan angklung yang mereka pegang dan penderita tunarungu itu sudah dikelompokkan terlebih dahulu. 2.1.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran Menurut Witherington (dalam Mustaqim 2001: 69) menyatakan bahwa faktor-faktor serta kondisi-kondisi yang mendorong perbuatan belajar adalah: (1) Situasi belajar (kesehatan jasmani, keadaan psikis, pengalaman dasar) Situasi belajar adalah suatu keadaan yang mana terjadi aktifitas pengetahuan dan pengalaman melalui berbagai proses pengolahan mental. Kondisi belajar juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang harus dialami siswa dalam melaksanakan kegiatan belajar.Kesimpulannya bahwa kondisi belajar adalah suatu situasi belajar yang dapat menghasilkan perubahan perilaku pada seseorang setelah siswa ditempakan pada situasi tersebut.Kondisi atau situasi yang memungkinkan terjadinya proses belajar harus dirancang dan dipertimbangkan terlebih dahulu oleh seorang guru. (2) Penguasaan alat-alat intelektual Penguasaan alat-alat intelektual ini meliputi penguasaan bahasa bilangan, membaca, menulis, pengertian-pengertian kuantitatif tinggi, mengarang, bahasa dan logika. (3) Latihan-latihan yang terpencar Pembelajaran dengan waktu lima hari sebayak dua jam lebih baik daripada belajar sebanyak 2 hari selama lima jam. Belajar tidak harus terlalu lama akan 18 tetapi efektif, dari pada kita belajar secara terus menerus di hari yang sama akan tetapi hasilnya tidak maksimal. (4) Penggunaan unit-unit yang berarti Setiap materi disusun unit-unit kecil yang memiliki makna secara komprehensip dan utuh. Efek dengan adanya tahapan-tahapan dalam belajar maka akan mempermudah proses belajar. (5) Latihan yang aktif Maksud dari latihan yang aktif ini adalah jenis belajar seperti berenang, menulis, berbicara bahasa asing, menari, bermain musik dan sejenisnya perlu adanya latihan aktif secara terus menerus. (6)Kebaikan bentuk dan system Buku pelajaran yang disusun secara sistematis, yang dimaksud disini adalah buku, atau bahan ajar yang diberikan disusun secara porsi nya yang berkelanjutan. (7) Efek penghargaan (reward) dan hukuman (punishment) Peran seorang pengajar, guru harus memberikan penghargaan bagi siswa yang benar-benar berprestasi dengan memberikan hadiah atau penghargaan bagi siswa tersebut dengan tujuan agar siswa lebih bersemangat dalam belajar, sebalik nya guru harus memberikan hukuman kepada siswa yang mempunyai prestasi yang buruk di sekolah. (8) Tindakan-tindakan pedagogis Tindakan guru dan siswa dalam konteks organisasi sekolah dimana interaksi ini dilakukan berdasarkan teori pegagogis tertentu , berorientasi pada 19 tujuan institusional, dan dikembangkan dalam interaksi yang dekat dengan keluarga dan masyarakat untuk mencapai pembentukan siswa secara sehat. (9) Kapasitas dasar Peran seorang pengajar, guru harus mengetahui kapasitas dari siswa masing-masing. Karena setiap manusia mempunyai kapasitas sendiri-sendiri dan tidak sama ukurannya. Ada siswa yang sekali diterangkan langsung dapat memahami materi dengan baik, dan ada juga yang tidak bisa memahami dengan cepat. 2.2 Pembelajaran Seni Musik di Sekolah Luar Biasa Sesuai dengan tujuan kurikulum pendidikan luar biasa, pada dasarnya kurikulum yang digunakan di SLB Negeri Sragen sama dengan sekolah-sekolah pada umumnya. Tujuan muatan kurikulum dalam pengembangan diri seni musik yaitu : (1) Sebagai wahana peserta didik untuk melatih dan mengembangkan bakat bermain musik; (2) Melatih peserta didik untuk ketrampilan berolah vokal; (3) Melatih peserta didik untuk ketrampilan menggunakan alat musik sederhana, dan (4) Melatih sikap kerjasama dalam suatu kelompok musikal (journal.unnes.ac.id/nju/index.php/harmonia/article/view/2519). Mendidik anak berkebutuhan khusus, tidak sama seperti mendidik anak normal, sebab selain memerlukan pendekatan yang khusus juga memerlukan strategi yang khusus. Melalui pendekatan dan strategi yang khusus dalam mendidik anak berkebutuhan khusus, diharapkan anak berkebutuhan khusus mengerti : (1) dapat mengerti kondisinya, (2) dapat melakukan sosialisasi dengan baik, (3) mampu berjuang sesuai kemampuannya, (4) memiliki ketrampilan yang 20 sangat dibutuhkan, (5) menyadari sebagai warga negara dan anggota masyarakat (Efendi, 2009:24). Pendidik juga harus menyadari prinsip-prinsip secara khusus yang dijadikan dasar dalam mendidik anak berkebutuhan khusus, yakni kasih sayang, layanan individual, kesiapan, keperagaan, motivasi dan bekerja kelompok, ketrampilan, penanaman, dan penyempurnaan sikap (Efendi, 2009: 2426). Proses pembelajaran musik secara umum, Gordon menyarankan teknik audiation yaitu teknik yang memotivasi siswa untuk belajar dengan cara mendengar sekaligus mamahami materi pengajaran yang disampaikan. Teknik ini dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan dan pemahaman serta sensitivitas siswa terhadap melodi, interval, ritme dan birama, tonalitas dan „rasa‟ harmoni yang merupakan dasar pengetahuan mereka untuk dapat berimprovisasi dan berkreasi secara kreatif. Teknik audition yang Gordon sarankan tidak dapat diterapkan dengan baik dalam pembelajaran musik bagi penderita tuanrungu (Gordon 2008 :12). Peranan guru dalam pembelajaran musik sebaiknya tidak mendominasi proses pembelajaran di kelas. Guru diharapkan untuk menjadi fasilitator yang dapat memotivasi pengembangan musikalitas siswa, misalnya dengan memberikan kesempatan pada siswa untuk melakukan kegiatan-kegiatan bermain musik sebanyak-banyaknya, membiarkan siswa bekerja dalam kelompok kecil, membiarkan siswa bekerja dengan ide-ide mereka dan mengalami yang telah mereka miliki, memberikan batas-batas materi pembelajaran yang jelas, 21 meningkatkan rasa ingin tahu dan pemahaman mereka tentang pelajaran musik dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan (Efendi, 2008: 9). Selain aktivitas yang dilakukan dalam proses pembelajaran di kelas, guru juga dapat memotivasi siswa untuk melakukan kegiatan di luar kelas, seperti mengadakan kerjasama dengan seniman-seniman tradisional untuk melakukan pertunjukan seni atau diskusi. Melalui kegiatan ini, siswa dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan mereka tentang kesenian tradisional yang diharapkan dapat menambah perbendaharaan pemahaman mereka dalam melakukan aktivitasaktivitas dalam pembelajaran musik secara menyeluruh. 2.3 Musik 2.3.1 Pengertian Musik Istilah musik dikenal dari bahasa Yunani yaitu Musike (Hardjana, 1983: 67). Musike berasal dari perkataan muse-muse, yaitu sembilan dewa-dewa Yunani di bawah dewa Apollo yang melindungi seni dan ilmu pengetahuan. Musik dalam metodologi Yunani kuno mempunyai arti suatu keindahan yang terjadinya berasal dari kemurahan hati para dewa-dewa yang diwujudkan sebagai bakat. Pengertian itu pun ditegaskan oleh Pythagoras, bahwa musik bukanlah sekedar hadiah (bakat) dari para dewa-dewi, akan tetapi musik juga terjadi karena akal budi manusia dalam membentuk teori-teori dan ide konseptual. Musik adalah pengungkapan isi hati manusia dalam bentuk bunyi yang teratur dengan melodi dan ritmis, serta mempunyai unsur harmoni atau keselarasan yang indah (Purwadi, 2003:11). Pengertian yang lain diungkapkan oleh Jamalus (1988: 1), bahwa musik adalah suatu hasil karya seni bunyi dalam 22 bentuk lagu atau komposisi-komposisi musik yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penciptanya melalui unsur-unsur musik yaitu irama, melodi, harmoni, bentuk atau struktur dan ekspresi sebagai satu kesatuan. Musik yang baik adalah yang memenuhi unsur-unsur musik sebagai berikut : 2.3.2 Unsur- Unsur Musik Menurut Jamalus (1988: 7), pada dasarnya unsur-unsur musik dapat dikelompokan atas: (1) Unsur-unsur pokok yaitu irama, melodi, harmoni, dan bentuk/struktur lagu; (2) Unsur-unsur ekspresi yaitu tempo, dinamik, dan warna nada. 2.3.2.1 Irama Jamalus (1988: 7) mengartikan irama sebagai rangkaian gerak yang menjadi unsur dasar dalam musik. Irama dalam musik terbentuk dari sekelompok bunyi dan diam dengan bermacam-macam lama waktu atau panjang-pendeknya, membentuk pola irama bergerak menurut pulsa dalam ayunan birama.Irama merupakan gerak musik yang teratur serta tidak tampak dalam lagu melainkan dapat dirasakan setelah lagu tersebut dialunkan. Menurut Wagiman (2005: 52) Irama merupakan gerak musik yang teratur serta tidak tampak dalam lagu melainkan dapat dirasakan setelah lagu tersebut dialunkan. Irama mempunyai keterkaitan erat dengan panjang pendeknya not dan berat ringannya aksen pada not.Irama membuat musik terasa mempunyai gerak. Irama biasa juga disebut dengan ritme. Kita ketahui setiap daerah atau negara mempunyai keunikan irama atau memiliki pola irama yang berbeda antara daerah satu dengan yang lain yang dapat menunjukkan ciri khas musik tempat 23 tersebut, seperti contoh di daerah Melayu mempunyai irama Melayu, di Timur Tengah ada irama Arab, irama Spanyol. Perbedaan irama juga mempengaruhi feel atau rasa musik yang disajikan misal menyajikan musik dengan irama keroncong akan terasa seperti keroncong, dengan irama mars akan merasa bersemangat dan sebagainya. 2.3.2.2 Melodi Melodi sangat berpengaruh dalam penyajian musik, tanpa melodi musik terasa kosong dan hambar. Melodi adalah susunan rangkaian nada (bunyi dengan getaran teratur) yang terdengar berurutan serta bersama dengan mengungkapkan suatu gagasan (Jamalus, 1988: 16). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, melodi yaitu susunan rangkaian tiga nada atau lebih dalam musik yang terdengar berurutan secara logis serta berirama dan mengungkapkan suatu gagasan. 2.3.2.3 Harmoni Harmoni adalah keselarasan dua nada atau lebih yang berbeda tinggi rendahnya yang dimainkan secara bersamaan dan terdengar selaras. Rochaeni (1989: 34) mengartikan harmoni sebagai gabungan beberapa nada yang dibunyikan secara serempak atau arpegic(berurutan), walau tinggi rendah nada tersebut tidak sama tetapi selaras kedengarannya dan mempunyai kesatuan yang bulat. 2.3.2.4 Bentuk/Struktur Lagu Bentuk lagu atau struktur lagu adalah susunan serta hubungan antara unsur-unsur musik dalam suatu lagu, sehingga menghasilkan komposisi atau lagu yang bermakna (Jamalus 1988: 35). 24 2.3.2.5 Tempo Tempo adalah kecepatan dalam memainkan suatu lagu dan perubahanperubahan dalam kecepatan lagu tersebut (Jamalus 1988: 38). Penulisanya di notasi musik, tempo menggunakan tanda atau istilah tempo. Istilah-istilah tempo tersebut menggunakan bahasa Italia, yang dimana sekarang sudah digunakan menjadi istilah musik dan dipakai secara umum. 2.3.2.6 Dinamika Penggunaan tanda dinamika sangat penting dalam sebuah sajian musik, agar tidak terkesan monoton. Menurut Jamalus (1988: 38) kuat lemahnya suara dalam suatu lagu atau musik disebut dinamik yang dilambangkan dengan berbagai macam lambang antara lainforte, mezzo forte, piano dan sebagainya. (1) Forte suara yang dibunyikan dengan keras, (2) mezzo forte suara yang dibunyikan agak keras, (3) cressendo suara yang dibunyikan makin keras, (4) piano suara yang dibunyikan lembut; dan (5) conbrio suara yang dibunyikan dengan bersemangat. 2.3.2.7 Warna Nada Warna nada menurut Jamalus (1988: 40), didefinisikan sebagai ciri khas bunyi yang terdengar bermacam-macam yang dihasilkan oleh bahan sumber bunyi yang berbeda-beda dan yang dihasilkan oleh cara memproduksi nada yang bermacam-macam pula. 2.4 Angklung Menurut Budi Supardiman Awi (http://angklung-webinstitute.com), angklung merupakan alat tradisonal yang terbuat dari bambu, terdiri dari dua tabung atau lebih yang dihubungkan dengan badan pipa bambu. Bambu yang 25 berada di depan bambu yang kecil, sedangkan bambu yang berada di belakang bambu yang besar. 2.4.1 Teknik Memainkan Angklung Angklung dapat dimainkan dengan bermacam cara, tidak hanya sekedar digetarkan. Terdapat teknik-teknik untuk memainkan alat musik angklung dengan baik, antara lain yaitu (http://angklung-webinstitute.com) : 1. Menggetarkan angklung, atau dikrulung. Dikrulung yaitu angklung dibunyikan dengan digetarkan (angklung) secara panjang sesuai nilai nada yang dimainkan. 2. Membunyikan putus-putus, dipukul, atau dicentok. Dicentonk yaitu angklung tidak dibunyuikan dengan cara digetarkan, tetapi dengan cara dipukul ujung tabung dasar horizontalnya dengan telapak tangan kanan untuk menghasilkan centonk (seperti suara pukulan). 3. Menengkep, angklung dibunyikan dengan getaran secara panjang sesuai nilai nada yang dimainkan, namun tidak seperti biasanya, tabung yang kecil ditutup oleh salah satu jari atau kengkepan (semacam penahan tabung kecil) sehingga tabung kecil tersebut tidak berbunyi dan hanya tabung yang besar saja yang berbunyi. Seperti yang disampaikan oleh Bapak Daeng Soetigna, dianjurkan oleh beliau untuk membunyikan nada angklung secara bersambung, khususnya saat angklung harus dimainkan dengan cara digetarkan atau dikrulung. Maksud dari membunyikan nada angklung secara bersambung adalah bila ada dua nada yang dimainkan secara berurutan, maka agar terdengar bersambung nada yang 26 dibunyikan pertama dibunyikan sedikit lebih panjang dari nilai nadanya, sehingga saat nada kedua dimainkan nada pertama masih berbunyi sedikit sehingga alunan nadanya terdengar bersambungan dan tidak putus. Cara tersebut bagus digunakan ketika pementasan angklung diselenggarakan (http://angklung-webinstitute.com). Pasangan angklung yang dipegang oleh seorang pemain sebaiknya telah meminimalkan jumlah bentrok angklung-angklung tersebut saat digunakan untuk memainkan sebuah lagu. Pasangan angklung yang dipegang tersebut harus dapat dimainkan secara bergantian dengan enak oleh pemain. Pemain tidak boleh memaksakan untuk memainkan angklung yang bentrok setelah memainkan suatu nada angklung sehingga alunan nada pada lagu tidak akan terdengar putus (http://angklung-webinstitute.com). 2.4.2 Penomoran Angklung Angklung merupakan alat musik kolektif dan tidak dapat dimainkan sendiri. Setiap angklung memiliki ukuran yang berbeda-beda dan akan merepresentasikan satu nada. Hal tersebut memudahkan dalam melatih, Bapak Daeng Soetigna menamai angklung-angklung tersebut dengan nomor. Nada yang sangat rendah, Bapak Daeng Soetigna menamainya sesuai nama mutlaknya dengan pertimbangan sulit dan tidak enak jika menggunakan nomor negatif, kecuali untuk nada Fis dinamai dengan nol. Kenaikan satu nomor pada angklung berarti interval nilai nada yang direpresentasikan angklung tersebut naik setengah, dan sebaliknya jika turun satu nomor, maka turun setengah (http://angklungwebinstitute.com/contetnt/view/22/25/lang,en). 27 Pada perkembangannya saat ini, untuk memperluas jangkauan nada yang dapat dipakai, dibuat juga angklung dengan nomor rendah. Angklung ini disebut dengan angklung gajah, seperti C gajah, yang merepresentasikan nada C sangat rendah dengan oktaf 2 (satu oktaf dibawah nada angklung nomor C). Dewasa ini angklung bermula dari nomor C gajah sampai dengan nomor 31. 2.5 Ekspresi Musikal Ekspresi dalam musik adalah suatu ungkapan pikiran dan perasaan yang mencakup tempo, dinamika dan warna nada dari unsur-unsur pokok musik yang diwujudkan oleh seniman, musik atau penyanyi yang disampaikan pada pendengarnya (Jamalus, 1988: 38). Pendapat Jamalus dengan kata lain unsur ekspresi merupakan unsur perasaan yang terkandung di dalam kalimat bahasa maupun kalimat musik yang melalui kalimat musik inilah pencipta lagu atau penyanyi mengungkapkan rasa yang dikandung dalam suatu lagu. Ekspresi juga dapat diartikan sebagai penjiwaan, dimana melalui sikap seluruh pribadi, seorang seniman, penyanyi atau pemain musik membuat suatu lagu menjadi “kelihatan”. Sikap badan, sikap tangan, serta ungkapan wajah seorang atau beberapa penampil dalam sebuah penyajian musik melengkapi secara visual apa yang mereka sampaikan dengan suara. Menurut Karl-Edmund (2000: 52-55), tiga faktor yang mempengaruhi penampilan sebuah pementasan musik yaitu: 1. Dinamika Membawakan sebuah karya musik dengan keras dan lembut, memperkeras dan memperlembut, merupakan bagian penjiwaan di samping perhatian terhadap 28 tempo dan gaya lagu. Semakin baik seorang atau sekelompok orang penyaji musik memprsiapkan diri dan mempunyai suatu bayangan mengenai bunyi musik yang akan disajikan, maka akan semakin mudah untuk berhasil menciptakan dinamika. 2. Tempo Memilih tempo yang tepat termasuk dalam penjiwaan.Perubahan tempo seperti mempercepat (accelerando) dan memperlambat (ritardando) merupakan teknik dalam pengeluaran wujud ekspresi atau penjiwaan dalam pementasan musik. Pengelompokan tempo dalam musik terdiri dari tempo lambat, tempo sedang, dan tempo cepat. Tempo lambat dalam metronum menunjukkan angka 40 – 69. Beberapa istilah tanda tempo lambat yaitu grave, larghinssimo, largho, lento, adagio, larghetto, adagietto. Tempo sedang dalam metronum menunjukkan angka 70 – 100. Beberapa istilah tanda tempo sedang yaitu andante, andantino, maestoso, moderato. Tempo cepat dalam metronum menunjukkan angka 108 – 208. Beberapa istilah tanda tempo cepat yaitu allegretto, animato, marcia, allegro, assai, vivace, presto, prestissimo. 3. Gaya Dalam pementasan musik, gaya penyaji musik adalah hal yang paling mudah ditangkap audien, karena melalui pementasan dapat dengan jelas dilihat gaya yang diungkapkan penyaji musik dalam membawakan sajian musik. Proses pembelajaran dan penyajian pertunjukan musik angklung bagi penderita tunarungu di SLB N Sragen para siswa menggunakan kostum sebagai media 29 ekspersi dan gaya. Hal tersebut harus dimaksimalkan karena di dalam gaya tidak membutuhkan kemampuan pendengaran. Menurut Sumardjono (2000: 73), ekspresi adalah “sesuatu yang dikeluarkan”. Sama seperti tindakan mengamuk yang dikeluarkan manusia saat ia ditekan perasaan marah, seperti derasnya arus perasaan cinta yang dikeluarkan orang saat ia memeluk dan membelai seseorang yang dicintainya. Ekspresi dalam seni adalah mencurahkan perasaan tertentu dalam suasana perasaan gembira, perasaan marah atau sedih dalam ekspresi seni juga harus dilakukan pada waktu senimannya sedang “tidak marah atau sedih” (Sumardjono, 2000: 74).Berdasarkan hal tersebut jelaslah bahwa kualitas perasaan yang diekspresikan dalam karya seni bukan lagi perasan individual, melainkan perasan yang universal. Perasaan yang dapat dihayati oleh orang lain, sekalipun jenis perasaan itu belum pernah dialami oleh orang lain tersebut. Adanya seleksi dan penajaman perasaan terhadap suatu stimulus akan melahirkan intensitas perasaan yang diekspresikan. Perasaan tertentu dalam seni dapat begitu tajam dan menggores karena senimannya berhasil mengekspresikan pengalaman perasaannya itu dengan pilihan yang tepat dan sasaran yang tegas.Perasaan humor pahit dalam karya seni dapat muncul begitu mengesankan karena seniman berupaya mewujudkan pengalaman perasaannya tadi secara efektif dan efisien. Karl-Edmund (2000: 3) berpendapat bahwa setiap gerakan badan dan sikap dari penyaji pertunjukan musik baik itu solo maupun grup, harus mengabdi kepada ekspresi musik.Hal yang dilakukansupaya musik dapat diekspresikan 30 dalam tubuh, maka syaratnya adalah tubuh harus bersikap relaks dan tenang, agar penampilannya tidak kaku, sehingga penampilan dari penyaji pertunjukan musik akan nampak hidup dan tidak membosankan serta dapat dinikmati dengan sempurna. Mengekspresikan sebuah karya musik, kita harus dapat menjiwai dan meresapi isi dari karya musik tersebut. Kesimpulan dari bentuk ekspresi musikal adalah ungkapan fikiran dan perasaan seseorang/grup melalui sikap seluruh pribadi seorang seniman, penyanyi atau pemain musik sehingga membuat suatu lagu menjadi “kelihatan”.Sikap badan, sikap tangan, serta ungkapan wajah seseorang atau beberapa penampil dalam sebuah penyajian musik akan melengkapi secara visual apa yang mereka sampaikan dalam formasi nada-nada baik dari tempo, dinamik, dan warna nada dari unsur-unsur pokok musik. 2.6 Seni Pertunjukan Kusmayati (2000: 75) berpendapat bahwa seni pertunjukan adalah aspekaspek yang divisualisasikan dan diperdengarkan.Aspek-aspek tersebut menyatu menjadi satu keutuhan di dalam penyajiannya yang menunjukkan suatu intensitas atau kesungguhan ketika diketengahkan sebagai bagian dari penopang perwujudan keindahan, yang juga merupakan bagian dari ekspresi. Para penyaji pertunjukan haruslah menyadari hal ini, supaya pertunjukan yang dilakukan akan semakin optimal dan penonton mengerti apa yang ingin disampaikan oleh penyaji. Aspek-aspek seni pertunjukan terdiri atas:(1) Gerak, gerak adalah media ungkap seni pertunjukan yang merupakan salah satu pilar penyangga wujud seni pertunjukan yang dapat terlihat sedemikian kuat terangkat. Gerak berdampingan, 31 suara atau bunyi-bunyian merupakan cara-cara yang dipergunakan untuk mengutarakan berbagai perasaan dan pikiran yang kemudian ditransformasikan melalui abstraksi dan distorsi gerak (Kusmayati, 2000: 76);(2)Suara, suara juga merupakan unsur penting dalam sebuah pementasan, dimana seorang seniman, penyanyi atau pemain musik akan menyampaikan isi hatinya atau maksudnya melalui media audio yang kental;(3) Rupa, rupa pada sebuah peristiwa divisualisasikan melalui beberapa aspek yang menunjang perwujudannya. Warna turut mengambil bagian dalam sebuah pertunjukan serta dalam tata rias dan busana yang dikenakan (Kusmayati, 2000: 91-96).Fungsi tata rias adalah untuk mengubah karakter pribadi menjadi karakter tokoh yang diperankan, untuk memperkuat ekspresi dan menambah daya tarik pada penampilannya; dan(4) Pelaku, pelaku dalam sebuah pertunjukan seni merupakan aspek terpenting. Tanpa adanya pelaku sebuah tontonan seni tidak akan berjalan, karena yang dapat memvisualisasikan ekspresi yang ingin disampaikan seniman pencipta sebuah karya musik kepada audien adalah pelaku pertunjukan musik. 2.7 Tunarungu 2.7.1 Pengertian Tunarungu Istilah tunarungu diambil dari kata tuna dan rungu. Tuna artinya kurang dan rungu artinya pendengaran. Orang dikatakan tunarungu apabila ia tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar. Pernyataan tersebut dapat diartikan, tunarungu adalah istilah yang umum yang menunjukan kesulitan mendengar baik ringan maupun berat (Permanarian, 1996: 26). 32 2.7.2 Karakteristik Anak Tunarungu Sebagai dampak dari gangguan pendengaran, anak tunarungu mempunyai karakteristik yang khas. Berikut ini diuraikan karakteristik anak tunarungu dilihat dari segi intelegensi, bahasa dan bicara, emosi dan sosial. 1. Karakteristik Segi Intelegensi Pada umumnya anak tunarungu mempunyai intelegensi normal atau rata- rata. Hal yang mempengaruhi perkembangan intelegensinya adalah perkembangan bahasa, maka akan menampakkan intelegensi yang rendah disebabkan kesulitan memahami bahasa. 2. Karakteristik Segi Bahasa dan Bicara Anak tunarungu tidak dapat mendengar bahasa dan kemampuan berbahasanya tidak akan berkembang bila ia tidak dididik dan dilatih secara khusus. Perkembangan selanjutnya, bahasanya akan jauh tertinggal dibanding dengan anak normal. 3. Karakteristik Segi Emosi dan Sosial Ketunarunguan dapat menyebabkan keterasingan dari pergaulan sehari- hari yang akibatnya dapat menimbulkan efek negatif. Sesuatu yang muncul seperti egosentrisme yang melebihi anak normal dan ketergantungan terhadap orang lain akan membentuk karakteristik anak tersebut. Perhatian mereka susah dialihkan mereka lebih mudah marah dan tersinggung (Permanarian, 1996:35-38). 2.7.3 Jenis Ketunarunguan Klasifikasi anak tunarungu antara lain: (1) 0 dB yang menunjukkan pendengaran yang optimal; (2) 0 dB – 26 dB yang menunjukan sesorang masih 33 mempunyai pendengaran normal; (3) 27 dB – 40 dB yang mempunyai kesulitan pendengaran bunyi-bunyi yang jauh, membutuhkan tempat duduk yang strategis letaknya dan memerlukan terapi berbicara (tunarungu); (4) 41 dB – 55 dB yang mengerti bahasa percakapan, membutuhkan alat bantu dengar, dan tyerapi bicara (tunarungu ringan); (5) 56 dB – 70 dB yang hanya bisa mendengar suara dari jarah dekat, masih mempunyai sisa pendengaran untuk belajar bahasa dan bisa menggunakan alat bantu dengar dan latihan bicara secara khusus (tunarungu agak berat); (6) 71dB – 90 dB yang hanya bisa mendengar bunyi yang sangat dekat, kadang diangap tuli, membutuhkan pendidikan luar biasa yang intensif (tunarungu berat); dan (7) Lebih dari 91 dB yang mungkin sadar adanya bunyi dan getaran, banyak bergantung pada penglihatan dari pada pendengaran untuk proses penerimaan informasi dan yang bersangkutan dianggap tuli (tunarungu berat sekali) (Permanarian, 1996:27). 2.7.4 Penyebab Ketunarunguan Faktor-faktor penyebab ketunarunguan dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1. Faktor dari dalam anak, misalnya faktor keturunan atau genetik, atau ibu yang sedang mengandung menderita penyakit Rubella atau menderita keracunan darah, yang hal tersebut mempengaruhi alat pendengaran janin dan anak tersebut akan terlahir dalam keadaan tunarungu. 2. Faktor dari luar anak, seperti anak mengalami infeksi saat dilahirkan, radang selaput otak, radang telinga bagian tengah atau penyakit lain yang dapat 34 menyebabkan kerusakan alat pendengaran bagian tengah dan dalam, bisa juga disebabkan karena kecelakaan (Permanarian, 1996:33-34). BAB 3 METODE PENELITIAN Penelitian adalah proses, prinsip-prinsip prosedur mendekati masalah yang ditelitinya serta mencoba memecahkan masalah tersebut. Seorang peneliti ntuk dapat melakukan penelitian yang baik dan benar perlu memperhatikan metode penelitian yang sesuai. 3.1 Pendekatan Penelitian Metode penelitian yang dipilih dalam penelitian adalah deskriptif kualitatif,yaitu suatu metode yang meneliti status kelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi atau sistem pemikiran atau suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuannya yaitu membuat deskripsi gambaran atau lukisan secara sistematis dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir, 1988:63). Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2000:3) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.Deskriptif adalah data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka (Moleong, 2000:6). Jenis pendekatan dalam topik penelitian “Musik Angklung Sebagai MediaEkspresi Bagi Penderita Tunarungu Di SLB N Sragen” dikategorikan sebagai penelitian deskriptif kualitatif karena peneliti akanmelakukan proses mengamati, mengidentifikasi obyek penelitian, pengambilan data dan analisis 35 36 data, menginterprestasikan menurut bagian-bagiannya dan kemudian mendeskripsikan, sehingga diharapkan permasalahan penelitian ini dapat terpecahkan. Tanpa metode seorang peneliti tidak mungkin mampu menemukan, merumuskan, danmenganalisis suatu masalah dalam mengungkapkan kebenaran. Penelitian ini, peneliti berusaha mencari data-data yang bersifat kualitatif mengenai “Pembelajaran Musik Angklung Sebagai Media Ekspresi Bagi Penderita Tunarungu di SLB N Sragen” untuk diuraikan secara deskriptif. 3.2 Lokasi, dan Sasaran Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SLB N Sragen yang berlokasi di Jln. Kalibening, Kroyo, Karangmalang, Sragen. SLB N Sragen merupakan salah satu sekolah yang bergerak di bidang sosial dan pendidikan luar biasa.Sasaran penelitian ini adalah “proses pembelajaran musik angklung bagi penderita tunarungu di SLB N Sragen” dan “pembelajaran musik angklung bagi penderita tunarungu difungsikan sebagai media ekspresi”. 3.3 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data adalah suatu proses pengadaan data primer dan data sekunder untuk keperluan penelitian. Teknik pengumpulan data dilaksanakan untuk memperoleh data atau bahan yang relevan, akurat, dan terandalkan yang bertujuan menciptakan hasil-hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian. Diperlukan teknik, prosedur, alat-alat serta kegiatan yang dapat diandalkan (Rachman,1993: 57). Penelitian ini data dikumpulkan dengan teknik: 37 3.3.1 Teknik Observasi Pengumpulan data dengan metode observasi adalah kegiatan pengamatan meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek yang menggunakan seluruh alat indera yang dapat dilakukan melalui indera penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba dan pengecap (Arikunto, 1998:146). Teknik observasi digunakan untuk memperoleh catatan mengenai data yang diperlukan. Klasifikasi observasi atau pengamatan dibagi menjadi dua pengamatan melalui cara berperan serta dan tidak berperan serta, pengamatan terbuka dan pengamatan tertutup (Moleong, 2000:126-127). 3.3.1.1 Observasi terbuka dan tertutup Observasi terbuka peneliti diketahui secara terbuka oleh subjek, para subjek dengan sukarela memberikan kesempatan kepada pengamat untuk mengamati peristiwa yang terjadi dan mereka menyadari bahwa ada orang yang mengamati hal yang dilakukan oleh mereka. Sebaliknya pada observasi tertutup pengamatnya beroperasi dan mengadakan pengamatan tanpa diketahui oleh para subjeknya. Penelitian ini peneliti menggunakan observasi terbuka kepada siswa tunarungu dan pengajar, karena dengan menggunakan observasi terbuka subyek memberikan informasi data dengan sukarela serta subyek juga memberikan kesempatan kepada peneliti unutuk mengamati pristiwa yang terjadi. Peneliti dapat terjun langsung untuk menjadi pengamat. Cara pengamatan peneliti tidak terlibat langsung dalam proses pembelajaran di kelas. Peneliti mengamati ketika para siswa tunarungu melakukan pementasan. Peneliti melakukan pengamatan 38 dari persiapan pementasan sampai tiba di lokasi pementasan, proses penjelasan ketika para siswa akan melakukan pementasan, dan pementasan dilakukan. 3.3.2 Wawancara Teknik wawancara adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh informasi secara langsung dengan cara mengajukan pertanyaan kepada informan (Subagyo, 1991:39). Ada pendapat lain lagi menurut Soeratno (1999:92)wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara bertanya langsung (berkomunikasi langsung) dengan responden. Prosesnya dapat dilakukan secara langsung dengan bertatap muka langsung dengan narasumber, namun dapat juga dilakukan dengan tidak langsung seperti melalui telepon, internet atau surat (wawancara tertulis). Pada saat penelitian, peneliti mewawancarai kepala sekolah, guru, dan siswa penderita tunarunguwicara untuk mendapatkan data bagaimana proses pembelajaran berlangsung. Data yang ingin didapat wawancara kepada kepala sekolah untuk mengetahui gambaran umum tentang SLB N Sragen. Wawancara data yang ingin didapat meliputi kegiatan pembelajaran, materi, metode, media, dan pelaksanaan evaluasi pembelajaran. Proses dalam melakukan wawancara selain harus membawa instrumen sebagai pedoman untuk wawancara, pengumpulan data juga dilaksanakan dengan menggunakan alat bantu seperti tape recorder, gambar, brosur dan material lain yang dapat membantu pelaksanaan wawancara menjadi lancar sehingga mempengaruhi validitas data (Sugiyono, 2010:73). Peneliti juga mewawancari langsung anak-anak penderita tunarungu 39 dengan meminta bantuan dari guru yang mengerti bahasa komunikasi para siswa tunarungu. 3.3.3 Dokumentasi Menurut Moleong (2000:161) dokumen adalah bahan tertulis atau film lain dari record yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik. Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2009:221) teknik dokumentasi adalah teknik menghimpun dan menganalisis dokumen, baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik. Dokumen berupa tulisan yaitu catatan harian, struktur organisasi, sejarah SLB, profil SLB, data anak tunarungu, biografi, peraturan atau kebijakan dan denah tempat/peta. Dokumen yang berbentuk gambar contoh adalah foto alat musik angklung yang dipakai anak-anak penderita tunarungu, foto anak-anak penderita tunarungu saat bermain angklung, video, sketsa dan lainlain.Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni yang dapat berupa gambar, patung, film dan lain-lain (Sugiyono, 2010:82).Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Dokumentasi ketika proses pembelajaran angklung bagi penderita tunarungu di SLB N Sragen peneliti tidak mendapatkan foto saat proses pembelajaran. Ijin penelitian dari pihak sekolah diberikan saat proses pembelajaran melainkan pada saat pementasan. Penelitian juga dilakukan disaat jam sekolah, sedangkan kegiatan pembelajaran angklung bagi penderita tunarungu dilakukan setelah pulang sekolah setiap hari senin dan kamis. Dokumentasi yang 40 didapatkan peneliti yaitu ketika siswa tunarungu melakukan pementasan berupa foto dan video pementasan. 3.4 Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data Data atau dokumen yang diperoleh dalam penelitian kualitatif perlu diperiksa keabsahannya. William (dalam Sumaryanto, 2010:112) menyarankan empat macam standar atau kriteria keabsahan data kualitatif, yaitu: (1) derajat kepercayaan (credibility); (2)keteralihan (transferability); (3) kebergantungan (dependability); dan (4) kepastian (confirmability). Teknik yang dipakai dalam penelitian ini memakai kriterium derajat kepercayaan (credibility), yaitu pelaksanaan inkuiri dengan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang sedang diteliti sehingga tingkat kepercayaan penemuan dalam kriterium ini dapat dipakai. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara observasi, dokumentasi, dan wawancara dengan kepala sekolah, guru, serta siswa tunarungu yang kemudian dirangkum dalam bentuk naratif. Peneliti dalam mendapatkan data yang valid dan ada kecocokan satu sama lain, peneliti mengadakan triangulasi sumber data melalui pemeriksaan terhadap sumber lainnya yaitu membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu dalam keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Triangulasi berarti verifikasi penemuan melalui informasi dari berbagai sumber, menggunakan multi-metode dalam pengumpulan data dan sering juga digunakan 41 oleh beberapa peneliti. Triangulasi dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu triangulasi sumber, triangulasi metode dan triangulasi data. Penelitian ini dari tiga sumber tersebut, peneliti hanya menggunakan teknik pemeriksaan dengan memanfaatkan sumber. Tringulasi sumber adalah membandingkan dan mengecek kembali derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Hasil yang dapat dicapai menggunakan triangulasi adalah: (1) Membandingkan data hasil observasi dengan data hasil wawancara siswa tunarungu dan guru; (2) Membandingkan data hasil wawancara guru dengan data hasil wawancara siswa tunarungu; (3) Membandingkan hasil pengamatan guru dengan hasil pengamatan peneliti; (4) Membandingkan dokumentasi sekolah dengan keadaan ketika pementasan berlangsung; dan (5) Membandingkan data hasil wawancara dengan data dokumentasi hasil penelitian. Kriteria derajat kepercayaan menuntut suatu penelitian kualitatif agar dipercaya oleh pembaca yang kritis dan dapat dibuktikan oleh orang-orang yang menyediakan informasi yang dikumpulkan selama penelitian berlangsung. Maksud dari keabsahan data adalah bahwa setiap keadaan harus memenuhi: (1) mendemonstrasikan nilai yang benar; (2) menyediakan dasar agar hal itu dapat diterapkan; dan (3) memperbolehkan keputusan luar yang dapat dibuat tentang konsistensi dari prosedurnya dan kenetralan dari temuan dan keputusankeputusannya. 42 3.5 Teknik Analisis Data Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2010:89). Sugiyono (2010:89) menjelaskan bahwa analisis data kualitatif adalah bersifat induktif yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan menjadi hipotesis.Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2010:91) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.Aktivitas dalam analisis data, yaitu datareduction, datadisplay dan conclusion drawing/verivication Pengumpulan Penyajian Data Reduksi Data Verivikasi/Simpulan Gambar 3.1Komponen Analisis Data: Model interaktif Sumber: Model Interaktif Miles dan Huberman (Sugiyono 2010:92) 3.5.1Data Reduction (Reduksi Data) Mereduksi data berarti merangkum memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari tema dan polanya dan 43 membuang yang tidak perlu (Sugiyono,2010:338), dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan. 3.5.2Data Display (Penyajian Data) Penelitian kualitatif penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya (Sugiyono, 2010:95), dalam hal ini Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2010:95) menyatakan bahwa yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. 3.5.3Conclusion Drawing/Verification (Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi) Kesimpulan dalam penelitian kualitatif yang diharapkan adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada.Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori (Sugiyono, 2010:99). Ketiga aktivitas dalam analisis data tersebut memperkuat dalam penelitian kualitatif yang dilakukan oleh peneliti. Sehingga sifat data dikumpulkan dalam bentuk laporan, uraian dan proses untuk mencari makna sehingga mudah dipahami keadaannya baik oleh peneliti maupun orang lain. BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1Gambaran Umum Lokasi Penelitian Gambaran umum lokasi penelitian berdasarkan judul Musik Angklung Sebagai Media Ekspresi Bagi Penderita Tunarungu di SLB Negeri Sragen meliputi: 4.1.1 Sejarah Sekolah Luar Biasa Negeri Sragen SLB N Sragen tahun 2007-2014 ini merupakan bagian dari upaya mewujudkan perkembangan SLB N Sragen dalam jangka panjang 2007-2027. Rencana program serta sumber daya pada periode ini difokuskan kepada : (1) Pemerataandan perluasan akses pendidikan kepada seluruh anak berkebutuhan khusus kabupaten Sragen dan sekitarnya; (2) Peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing melalui peningkatan sumber daya manusia tenaga pendidik dan tenaga kependidikan; (3) Penguatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik pelayanan pendidikan di tengah-tengah masyarakat. Mengingat pandangan masyarakat tentang pendidikan layanan khusus sampai saat ini belum mendapat tempat yang selayaknya, SLB N Sragen berupaya untuk mengubah pandangan masyarakat tersebut. Diperlukan tekad yang kuat disertai dengan tindakan yang sungguh-sungguh dari semua warga sekolah terutama tenaga pendidik dan tenaga kependidikan SLB N Sragen. Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan masyarakat dan untuk itu setiap warga negara Indonesia 44 45 berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya tanpa memandang status sosial, ras, etnis, agama, dan gender. Hal ini dikuatkan dengan UU no 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional yaitu Pasal 5 Ayat (1)Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, ayat (2)Warga negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Pemerataan dan mutu pendidikan akan membuat warga negara Indonesia memiliki keterampilan hidup sehingga memiliki kemampuan untuk mengenal dan mengatasi masalah diri dan lingkungannya, mendorong tegaknya masyarakat madani dan modern yang dijiwai nilai-nilai Pancasila, dan mampu mandiri di tengah-tengah masyarakat pada umumnya. Disertai keinginan yang kuat di SLB N Sragen yang ingin memajukan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, maka SLB N Sragen membuat rencana strategis dalam jangka panjang dari tahun 2007-2027. Rencana strategis SLB N Sragen menjadi pedoman bagi semua tenaga pendidik, kependidikan dan warga sekolah lainnya dalam merencanakan dan melaksanakan program SLB N Sragen serta mengevaluasi hasilnya. 4.1.2 Visi, Misi, dan Tujuan SLB Negeri Sragen Setiap lembaga pasti mempunyai visi, misi dan tujuan sebagai patokan, landasan atau tolak ukur keberhasilan atas apa yang akan dicapai. SLB N Sragen yang juga mempunyai visi, misi dan tujuan yaitu sebagai berikut : 46 4.1.2.1 Visi SLB N Sragen Visi merupakan sesuatu atau apa yang ingin dicapai dari sebuah perusahaan atau lembaga.SLB Negeri Sragen menetapkan visi “Membentuk Peserta Didik menjadi pribadi yang unggul berakhlak mulia, trampil, mandiri, cerdas secara menyeluruh, sehingga anak dapatberperan serta dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara”. 4.1.2.2 Misi SLB N Sragen Misi merupakan cara atau upaya yang dilakukan agar visi tercapai dengan maksimal. Misi SLB N Sragen adalah sebagai berikut : 1. Berusaha meningkatkan pendidikan keagamaan untuk membentuk pribadi peserta didik yang berakhlak mulia dan sikap mental yang tangguh. 2. Berusaha meningkatkan mutu pembelajaran yang berpusat pada potensi dan kebutuhan anak, yang sesuai dengan lingkungan peserta didik. 3. Berusaha meningkatkan layanan pendidikan peserta didik melalui Program Pengembangan Pendidikan yang berorientasi kecakapan hidup (Life Skill) agar peserta didik kelak dapat hidup mandiri di tengah-tengah masyarakat. 4.1.2.3 Tujuan SLB N Sragen Seperti lembaga-lembaga pada umumnya yang mempunyai tujuan, SLB N Sragen juga mempunyai tujuan, yaitu : 1. Meningkatkan iman, takwa, akhlak mulia kepada peserta didik. 2. Meningkatkan pemerataan kesempatan belajar bagi semua masyarakat dalam pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus (PK dan PLK) secara adil, tidak diskriminatif, dan demokratis tanpa membedakan tempat tinggal, status 47 sosial-ekonomi, jenis kelamin, agama, kelompok etnis, dan kelainan fisik, emosi, mental serta intelektual. 3. Ikut menuntaskan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun dan 12 tahun secara efisien, bermutu, dan relevan. 4. Memperluas akses pendidikan nonformal melalui pendidikan layanan khusus (PLK) bagi penduduk laki-laki maupun perempuan yang belum sekolah, tidak pernah sekolah, buta aksara, putus sekolah dalam dan antar jenjang serta penduduk lainnya yang ingin meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan. 5. Meningkatkan daya saing dengan menghasilkan lulusan yang mandiri, bermutu, terampil, ahli dan profesional, mampu belajar sepanjang hayat, serta memiliki kecakapan hidup yang dapat membantu dirinya dalam menghadapi berbagai tantangan dan perubahan. 6. Meningkatkan kualitas pendidikan SLB Negeri Sragen dan standar pelayanan minimal (SPM), serta meningkatkan kualifikasi minimun dan sertifikasi bagi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan lainnya. 7. Meningkatnya efisiensi dan efektifitas manajemen pelayanan pendidikan melalui peningkatan pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, peran serta masyarakatdalam pembangunan pendidikan. 4.1.3 Letak Geografis SLB N Sragen Kabupaten Sragen merupakan salah satu kabupaten di propinsi jawa tengah, secara geografis kabupaten Sragen berada diperbatasan Jawa tengah dan Jawa Timur. Batas-batas kabupaten Sragen diantaranya adalah disebelah timur 48 berbatasan dengan Kabupaten Ngawi (Propinsi Jawa Timur), disebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Boyolali, disebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar, dan disebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Grobogan. Di Kabupaten Sragen terdapat banyak kecamatan, diantaranya kecamatan Karangmalang. Di kecamatan Karangmalang ada beberapa lembaga pendidikan dan SLB N Sragen berada diwilayah kecamatan Karangmalang. Tepatnya SLB N Sragen beralamat di Jl. Kalibening, Desa Kroyo, Kec. Karangmalang, Kabupaten Sragen propinsi Jawa Tengah. Berada ditengah-tengah desa Kroyo dan masih dalam wilayah persawahan, SLB N Sragen mempunyai suasana belajar yang kondusif. Suasana yang cukup tenang serta masyarakat desa Kroyo yang menghormati kegiatan belajar mengajar disana adalah keuntungan tersendiri untuk kelangsungan kegiatan pembelajaran. Keadaan lingkungan di sekitarSLB N Sragen juga terlihat asri dan tidak panas karena pohon-pohon yang cukup tertata rapi, sehingga membuat siswa merasa nyaman dan betah dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Di bawah ini adalah foto tampak depan SLB N Sragen. 49 Gambar 4.1 SLB N Sragen tampak dari depan (Foto Yoha Prismanatan, Agustus 2014) 4.1.4 Struktur OrganisasiSLB N Sragen SLB N Sragen mempunyai struktur organisasi yang cukup tersusun dengan rapi serta disesuaikan dengan rencana strategis yang sedang dijalankan. Struktur organisasi SLB N Sragen terdiri dari yang paling atas yaitu kepala sekolah disertai tim ahli dan komite. Setelah itu dibagi lagi menjadi beberapa kelompok seperti waka kesiswaan, waka sarana prasana, waka humas, waka kurikulum, manager sentra, kepala tat usaha. Berikut adalah bagan struktur organisasi SLB N Sragen : 50 Gambar 4.2Struktur Organisasi (Sumber : Tata Usaha, Agustus 2014) 51 4.1.5 Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana adalah aspek pendukung yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan suatu proses pembelajaran musik, karena apabila keduanya tidak saling mendukung maka semua kegiatan yang dilaksanakan tidak akan mencapai hasil yang diinginkan. Sarana dan prasarana di SLB N Sragen digunakan sepenuhnya untuk mendukung dan mensukseskan kegiatan belajar mengajar. Berlangsungnya proses pelaksanaan pembelajaran alat musik angklung bagi anak penderita tunarungu di SLB N Sragen juga terdapat sarana dan prasarana yang mendukung terlaksananya kegiatan tersebut. Sarana dan prasarana yang terdapat di SLB N Sragen sudah tergolong lengkap dan dianggap mampu untuk memenuhi kebutuhan pembelajaran musik untuk anak penderita tunarungu. Sarana dan prasarana itu antara lain: 4.1.5.1Ruang Kesenian Ruang kesenian SLB N Sragen terletak bersebelahan dengan perpustakaan sekolah serta berhadapan dengan pendopo sekolah. Ruang kesenian terdapat cukup lengkap prasarana untuk proses kegiatan belajar mengajar, seperti misalnya angklung, gitar, keyboard, kuda lumping, kaos reong, yang ditata dengan rapi. Penataan ruangan yang rapi dan teratur membuat suasana ruangan cukup nyaman untuk murid-murid menerima pelajaran. 52 Gambar 4.3Alat-alat Musik elektrik di Ruang Kesenian (Foto Yoha Prismanatan, Agustus 2014) Gambar diatas adalah beberapa perlengkapan alat musik yang ada di ruang kesenian. Semua alat musik yang ada di ruang kesenian masih berfungsi dengan baik. Perawatan yang baik dilakukan dari pihak sekolah supaya para murid bisa belajar dengan nyaman dan tidak mengurangi niat mereka untuk belajar karena ada alat musik yang rusak. Alat musik elektrik juga diperkenalkan kepada siswa untuk pembelajaran tentang alat musik modern. Siswa juga diperbolehkan memakai alat musik elektrik dengan ijin dari guru serta harus diawasi oleh guru. Guru juga mendemonstrasikan bagaimana cara bermain alat musik elektrik yang ada di ruang kesenian. 53 Gambar 4.4Drum Set di Ruang Kesenian (Foto Yoha Prismanatan, Agustus 2014) Gambar diatas masih beberapa perlengkapan alat musik yang ada di ruang kesenian. Ada 1 drum set yang terletak dipojok ruangan yang masih berfungsi dengan baik juga. Alat musik drum ini biasanya digunakan oleh anak-anak penderita tunanetra dan tunagrahita. Ada banyak lagi alat-alat musik yang berada di ruang kesenian di SLB N Sragen dan semua warga sekolah berhak untuk menikmati prasarana yang tersedia. Selain 1 set drum dipojok ruangan, ada juga kendang jawa. Di ruang kesenian siswa tidak hanya diberi pembelajaran tentang alat musik modern, tetapi juga diberi pembelajaran tentang alat musik tradisional. Adanya alat musik yang ada di ruang kesenian siswa bisa langsung mengetahui berbagai macam alat musik. 54 Gambar 4.5Prasarana Pembelajaran di Ruang Kesenian (Foto Yoha Prismanatan, Agustus 2014) Gambar diatas adalah prasarana yang ada di ruang kesenian. Ada papan tulis untuk para pengajar menerangkan materi yang akan diajaran kepada siswa. Adanya papan tulis para pengajar merasa sangat terbantu untuk menjelaskan materi yang akan diberikan. 4.1.5.2 Alat Pembelajaran Angklung Penderita Tunarungu Pembelajaran alat musik angklung untuk penderita tunarungu di SLB N Sragen merupakan salah satu kegiatan yang dibanggakan. Adapun alat yang digunakan adalah angklung dan lampu nada. 55 Gambar 4.6Angklung yang digunakan Anak Tunarungu (Foto Yoha Prismanatan, Agustus 2014) Gambar diatas adalah angklung yang digunakan penderita tunarungu untuk pembelajaran dan pementasan. SLB N Sragen mempunyai 5 set angklung dengan tangga nada natural tanpa dengan nada berkres dan bermol. Diantara 5 set angklung tersebut 3 set adalah nada C1-C2 dan 2 set lagi nada C2-C3. Gambar 4.7 Lampu Nada yang digunakan Anak Tunarungu (Foto Yoha Prismanatan, Agustus 2014) 56 Gambar diatas adalah media yang digunakan pengajar untuk melatih anakanak tunarungu belajar alat musik angklung. Media tersebut dirancang dan dibuat dengan pemikiran sendiri oleh pengajar kesenian SLB N Sragen yaitu bapak Budi Rahmat Jati, S.Pd dan diberi nama lampu nada. 4.1.5.3 Kelengkapan Ruang Kesenian Salah satu hal untuk menunjang kegiatan dan proses pembelajaran musik diperlukan sarana dan prasarana yang memadai yang mampu digunakan dengan baik agar dapat mencapai hasil yang maksimal. Di ruang kesenian SLB N Sragen mempunyai cukup lengkap alat-alat musik dan juga perlengkapan tari untuk pembelajaran siswa. Fasilitas untuk menunjang proses pembelajaran di ruang kesenian SLB N Sragen juga cukup lengkap, diantaranya seperti papan tulis, almari penyimpanan perlengkapan untuk seni tari, dan juga kipas angin ada di ruang kesenian. Dibidang seni musik ruang kesenian di SLB N Sragen juga sudah cukup lengkap dan peralatannya pun juga terawat dengan baik. Alat musik tradisional sampai alat musik modern ada di ruang kesenian, untuk alat musik tradisonal ada 1 set gamelan jawa dan angklung. Alat musik modern ada 1 set drum, gitar akustik, gitar akustik elektrik, sound control, microphone, keyboard, bass elektrik, gitar elektrik, ampli untuk alat instrumen, effect gitar, mixer 16 chanel, dan piano. Alat dan juga perlengkapan musik di ruang kesenian dirawat bersama demi kepentingan bersama. 57 4.1.6 Pengajar Kesenian dan Siswa Tunarungu di SLB N Sragen (1) Data Pengajar Tenaga pengajar kesenian di SLB N Sragen berjumlah 3 orang pengajar, dan 2 diantaranya adalah pengajar yang mengajar pembelajaran angklung bagi anak tunarungu. Keduanya merupakan tenaga kerja tetap di SLB N Sragen. Kedua pengajar seni musik yang ada di SLB N Sragen adalah : Gambar 4.8 Pengajar Seni Musik, Nunung Haryono, Amd (Foto Yoha Prismanatan, Agustus 2014) Nunung Haryono, Amd 45 tahun, lahir di Sragen tanggal 5 Mei 1969. Beliau bertempat tinggal di Jetis Kecamatan Sambirejo, Sragen. Berbekal hobi serta kemampuannya dalam bidang musik, bapak Nunung Haryono mulai menjadi pengajar di SLB N Sragen sejak tanggal 2 Januari 2011. 58 Gambar 4.9 Pengajar Seni Musik, Budi Rahmat Jati, S.Pd (Foto Yoha Prismanatan, Agustus 2014) Budi Rahmat Jati, S.Pd 41 tahun, lahir di Sragen tanggal 16 September 1973. Beliau bertempat tinggal di Jalan Trowong kecamatan Gondang, Sragen. Berbekal pendidikan terakhir sarjana pendidikan seni musik dari Universitas Negeri Yogyakarta, bapak Nunung Haryono mulai menjadi pengajar di SLB N Sragen sejak tanggal 1 Juni 2011. Meskipun mereka berdua bukanlah guru yang berstatus PNS tetapi mereka berdua mengajar, mendidik, melatih siswa SLB N Sragen sehingga para siswa bisa trampil memainkan alat musik. Pengabdian mereka sungguh luar biasa, mereka melatih siswa dengan tulus iklas dan sabar sehingga para siswa sebagai 59 sebuah tim mampu menampilkan karya seni yang indah, yang bisa dinikmati semua orang pada umumnya. Adanya kelompok musik angklung yang berjumalah 28 siswa tunarungu dan 2 siswa tunanetra ini bagi orang yang bukan ahlinya tentu kesulitan untuk membimbing dan melatih siswa dalam bermain angklung. Ditangan mereka berdua para siswa yang mempunyai kebutuhan khusus ini mampu memahami serta mengerti cara bermain alat musik angklung dengan baik. Mereka berdua selalu semangat melayani para siswa dengan rasa kasih sayang serta mampu memotivasi para siswa sehingga menimbulkan minat para siswa untuk belajar cara bermain alat musik angklung. Usaha dan upaya mereka pada akhirnya bisa mempertunjukan suatu pertunjukan alat musik angklung yang layak dipertunjukan untuk orang pada umumnya. (2) Data Siswa Siswa yang mengikuti pembelajaran alat musik angklung di SLB N Sragen merupakan siswa yang dipilih oleh guru kelas serta guru seni musik. Kelompok angklung ini tidak hanya terdiri dari satu kelas saja, melainkan dari berbagai kelas. Maksud dari kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran angklung dari berbagai kelas adalah sebagai perwakilan dari kelas-kelas tunarungu yang ada di SLB N Sragen. 60 Gambar 4.10 Siswa Tunarungu SLB N Sragen (Foto Yoha Prismanatan, Agustus 2014) Kelompok pembelajaran angklung di SLB N Sragen berjumlah 30 siswa, 28 siswa tunarungu dan 2 siswa tunanetra. Adanya 2 siswa tunanetra, kelompok pertunjukan angklung semakin bagus serta menarik minat para penonton. Kelompok pembelajaran angklung ini diikuti tidak hanya satu kelas saja, tetapi ada dari kelas 3 sampai kelas 8. Kelompok pembelajaran angklung untuk siswa tunarungu yang berjumlah 30 siswa, diantaranya ada 15 siswa berjenis kelamin perempuan dan 15 siswa berjenis kelamin laki-laki. Jumlah siswa yang mengikuti perkelas yaitu untuk kelas 3 ada 6 siswa, kelas 4 ada 3 siswa, kelas 5 ada 6 siswa, kelas 6 ada 4 siswa, kelas 7 ada 7 siswa, dan untuk kelas 8 ada 4 siswa yang mengikuti pembelajaran angklung. 61 4.2 Proses Pembelajaran Alat Musik Angklung Pada Penderita Tunarungu di SLB N Sragen Kegiatan pembelajaran angklung pada penderita tunarungu yang ada di SLB N Sragen merupakan kegiatan ekstrakulikuler dibidang musik. Pihak sekolah sangat mendukung kegiatan ini, dengan bukti kegiatan pembelajaran angklung ini sudah berjalan cukup lama dari tahun 2011 sampai sekarang. Pembelajaran angklung untuk anak tunarungu ini dilakukan rutin setiap hari senin dan hari kamis mulai jam 11.00 sampai jam 12.30. Kegiatan pembelajaran juga terkadang ditambah apabila akan ada pementasan, bukan disaat waktu ekstrakulikuler saja tetapi juga disaat kegiataan pembelajaran dikelas sedang berlangsung. Siswa yang mengikuti ekstrakulikuler angklung ini diberikan ijin dari guru kelas untuk mengikuti kegiatan pembelajaran angklung. Kegiatan pembelajaran angklung ini adalah kegiatan yang sangat postif, yang bertujuan supaya penderita tunarungu di SLB N Sragen bisa menikmati alat musik yang ada disekolah. Kegiatan pembelajaran angklung ini bertujuan untuk memperkenalkan alat musik tradisional kepada anak tunarungu. Tujuan yang terakhir dari kegiatan ini adalah supaya anak penderita tunarungu bisa memainkan alat musik tradisional yaitu alat musik angklung. Kegiatan pembelajaran angklung untuk penderita tunarungu ini cukup banyak mendapat perhatian dari masyarakat. Banyak juga pementasan yang sudah dijalani, salah satunya dalam rangka hari anak nasional yang di selenggarakan bulan agustus 2014 kemarin di pendopo bupati kab. Sragen. Kegiatan pementasan ini cukup bagus dampaknya untuk para penderita tunarungu. Adanya pementasan 62 bisa juga digunakan sebagai media ekspresi bagi penderita tunarungu. Selain sebagai media ekspresi, pementasan juga bagus untuk melatih mental para penderita tunarungu. 4.2.1 Tahap Persiapan Peneliti melakukan penelitian ketika jam aktif sekolah dan ketika ada pementasan kelompok musik angklung. Jumlah siswa tunarungu yang mengikuti pembelajaran alat musik angklung ada 30 siswa. Jumlah siswa yang mengikuti kegiatan musik angklung cukup untuk kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan oleh pihak sekolah. Diantara 30 siswa tersebut ada 2 siswa dari siswa tunanetra. Sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai, pertama-tama pengajar menyiapkan materi pembelajaran yang akan disampaikan. Setelah itu pengajar menyiapkan alat pembelajaran yang akan digunkan yaitu angklung yang bisa berfungsi dengan baik. Pengajar juga menyiapkan dan memastikan media pembelajaran yaitu lampu nada dapat berfungsi dengan baik. Setelah alat pembelajaran dan media pembelajaran sudah siap, pengajar mengelompokan siswa. Pengelompokan sesuai dengan nada yang dimainkan, satu kelompok ada 3 siswa yang artinya satu kelompok memainkan nada yang sama tetapi untuk kelompok nada C1, E1, G1, dan C2 ada 4 siswa. Siswa juga tidak diperbolehkan memilih angklung sendiri. Setelah pengelompokan selesai pengajar memastikan siswa siap untuk menerima pembelajaran. Sebelum proses pembelajaran dimulai pengajar memberikan motivasi kepada para siswa untuk menimbulkan rasa kepercayaan diri mereka, misalnya 63 dengan melakukan berdoa kepada Tuhan YME bersama-sama. Pengajar juga harus mengkondisikan suasana kelas yang ramah dan nyaman serta konsentrasi siswa yang fokus menerima materi pembelajaran. Setelah semua perencanaan sudah siap barulah kegiatan pembelajaran dimulai. 4.2.2 Tahap Pelaksanaan Pelaksanaan pembelajaran alat musik angklung bagi penderita tunarungu di SLB N Sragen memerlukan latihan secara berulang-ulang dan membutuhkan kesabaran dalam mengajar. Hal ini dikarenakan anak tunarungu adalah anak yang mengalami gangguan dalam pendengaran dan yang mereka pelajarai adalah cara bermain angklung secara berkelompok. Setiap dalam mengajar anak tunarungu bermain angklung, bapak Nunung dan bapak Rahmat tidak pernah marah kepada siswa didiknya. Bapak Nunung dan bapak Rahmat mengetahui untuk memberikan materi pembelajaran tidak di perlukan kekerasan, cukup dengan ketegasan yang pada waktu-waktu tertentu memang perlu dilakukan. Langkah awal sebelum dimulai pembelajaran adalah dengan berdoa menurut agama dan kepercayaan masing-masing, kemudian baru materi dengan materi pembelajaran diberikan kepada peserta didik. Berlangsungnya tahap pelaksanaan dalam proses pembelajaran musik angklung untuk penderita tunarungu di SLB N Sragen ada 2 tahap kegiatan pembelajaran. Tahap petama dalam pembelajaran yaitu pengajar memberi pembelajaran cara memegang angklung. Tahap kedua pengajar memberikan pembelajaran cara memanikan angklung. Pembelajaran cara memainkan angklung 64 pengajar memberi pembelajaran dengan teknik digetarkan saja dari beberapa teknik memainkan angklung. 4.2.2.1 Cara Memegang Angklung Pertama-tama kegiatan pembelajaran yang diberikan guru kepada siswa tunarungu adalah mengajarkan cara memegang angklung dengan benar. Setelah siswa sudah dikelompokan, guru mencontohkan bagaimana cara memegang angklung dengan benar. Selain dengan memberi contoh, guru juga memberikan penjelasan kepada siswa secara lisan bagaimana cara memegang angklung dengan benar. Sikap jari yang kuat ketika memegang angklung yaitu dengan jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri menyangga palang panjang, sekaligus menggapit tiang tengah angklung. Cara ini memang baik untuk anak-anak kecil atau pemula, karena mudah mengontrol tegak angklung, dengan membiarkan angklung tergantung pada kaitan kedua jari tersebut. Posisi tangan kanan, telunjuk bersama ibu jari memegang pangkal bawah tiang belakang angklung, dan jari tengah masuk kedalam lubang potongan sepatu angklung bagian belakang. Cara ini tidak berlaku untuk pemain angklung yang memainkan angklung lebih dari satu. Proses pembelajaran tahap ini siswa mudah menerima materi pembelajaran yang diberikan oleh guru, dengan hanya beberapa kali latihan siswa sudah bisa memegang angklung dengan benar. Guru juga tidak kesulitan mengatur siswa yang pembelajarannya dikelompokan sesuai angklung dimainkannya. Guru juga memastikan keberhasilan pembelajaran dengan melihat satu persatu siswa ketika memegang angklung untuk memastikan materi pembelajaran tersampaikan. 65 4.2.2.2 Cara Memainkan Angklung Setelah siswa dapat memegang angklung dengan benar tahap berikutnya siswa diberikan materi cara memainkan angklung. Materi yang ada dalam cara memainkan angklung ini ada dua tahapan yang siswa harus pelajari. Pertama siswa diberi pembelajaran bagaimana cara membunyikan angklung, dan yang kedua siswa diberi pembelajaran tentang nilai nada. Kegiatan pertama siswa berikan pembelajaran bagaimana cara membunyikan angklung. Ada beberapa teknik cara membunyikan angklung, yaitu: 1. Menggetarkan angklung, atau dikrulung. Dikrulung yaitu angklung dibunyikan dengan digetarkan (angklung) secara panjang sesuai nilai nada yang dimainkan. 2. Membunyikan putus-putus, dipukul, atau dicentok. Dicentonk yaitu angklung tidak dibunyuikan dengan cara digetarkan, tetapi dengan cara dipukul ujung tabung dasar horizontalnya dengan telapak tangan kanan untuk menghasilkan centonk (seperti suara pukulan). 3. Menengkep, angklung dibunyikan dengan getaran secara panjang sesuai nilai nada yang dimainkan, namun tidak seperti biasanya, tabung yang kecil ditutup oleh salah satu jari atau kengkepan (semacam penahan tabung kecil) sehingga tabung kecil tersebut tidak berbunyi dan hanya tabung yang besar saja yang berbunyi. Guru mengajarkan dari ketiga teknik diatas siswa hanya diberi pembelajaran untuk membunyikan angklung dengan teknik dikrulung atau 66 digetarkan. Guru memberikan contoh bagaimana menggertarkan angklung yang benar, serta memberi contoh secara berulang-ulang kepada siswa. Berlangsungnya pembelajaran guru tidak saja mengamati siswa dari depan kelas, guru juga menghampiri siswa satu persatu untuk memastikan siswa dapat menerima materi pembelajaran dengan baik. Guru juga memberikan penjelasan satu persatu siswa seberapa kencang getaran angklung yang mereka mainkan, karena siswa tunarungu tidak dapat mendengar suara angklung yang mereka mainkan. Hal ini berfungsi ketika mereka membunyikan angklung secara bersama-sama, kerasnya bunyi angklung yang timbul akan sama untuk setiap siswa yang mainkannya. Kegiatan kedua dalam materi cara memainkan angklung adalah siswa diberi pembelajaran tentang nilai nada. Siswa harus mengerti apa itu nilai nada, karena ini berpengaruh dengan lama dan tidaknya angklung akan digetarkan ketika dimainkan. Media khusus pun digunakan oleh guru untuk memberikan materi ini, dengan guru mencipatakan alat yang diberi nama lampu nada. Media lampu nada ini adalah kunci penting dalam suksesnya pembelajaran angklung untuk penderita tunarungu di SLB N Sragen. Siswa dikelompokkan dengan angklung yang mereka mainkan, siswa yang memainkan angklung do dijadikan satu dengan siswa yang memegang angklung do, siswa yang memegang angklung re dijadikan satu dengan siswa yang memegang angklung re, begitu seterusnya dengan 3 siswa pernada kecuali nada C1, E1, G1, dan C2 ada 4 siswa. Setelah siswa sudah dikelompokkan siswa diberi penjelasan tentang lampu nada dan siswa harus selalu fokus dengan lampu nada. Lampu nada akan menyala sesuai dengan nada angklung yang mereka mainkan siswa harus membunyikan angklung yang 67 mereka pegang. Lama dan tidaknya lampu menyala itulah nilai nada angklung yang siswa tunarungu mainkan. Pembelajaran ini adalah pembelajaran yang paling sulit, karena ketika guru menyalakan lampu pasti ada selang waktu siswa membunyikan angklung mereka. Pembelajaran ini dilakukan berulang-ulang supaya selang waktu dalam lampu menyala dan siswa membunyikan angklung sedikit demi sedikit akan berkurang. Guru juga selalu memberi penjelasan agar siswa tetap fokus dengan media lampu nada yang menjadi kunci sukses dalam pembelajaran ini. 4.2.2.3 Metode Pembelajaran Metode adalah cara yang teratur untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendapat informasi yang dibutuhkan mereka untuk mencapai tujuan. Metode Pembelajaran untuk siswa tunarungu di SLB N Sragen sedikit banyak sama dengan anak-anak normal pada umumnya. Ada banyak metode dan jenisjenis pembelajaran, metode yang digunakan guru untuk pembelajaran angklung bagi siswa tunarungu di SLB N Sragen antara lain: 1) Metode Ceramah Metode pembelajaran ceramah adalah penerangan secara lisan atas bahan pembelajaran kepada sekelompok pendengar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dalam jumlah yang relatif besar. Pemberian pembelajaran siswa tunarungu dengan metode ceramah, guru menggunakan bahasa isyarat yang siswa tunarungu pahami. Penggunaan metode ceramah guru dituntut untuk bisa menguasai kelas serta menjaga fokus siswa tunarungu karena siswa tunarungu mempunyai gangguan pendengaran. 68 Hal pertama yang dilakukan guru adalah memberi penjelasan tentang alat musik angklung sebagai salah satu wawasan alat musik tradisional Indonesia. Selanjutnya guru memberikan pembelajaran bagaimana cara memegang angklung, cara memainkannya, dan pementasan alat musik angklung. Setiap memberi pembelajaran guru memberi contoh kepada siswa supaya siswa benar-benar mengerti materi yang telah diajarkan. Karena kelompok ketrampilan angklung ini diikuti siswa kelas III sampai dengan kelas VIII, maka tidak cukup hanya memberikan pembelajaran dengan metode ceramah didepan kelas saja. Guru juga menghampiri siswa satu persatu untuk memberi penjelasan dalam pemberian materi setelah guru menjelaskan secara berkelompok. Semua siswa akan memahamimateri yang telah diberikan oleh guru, dengan guru menghampiri satu persatu siswa untuk memberi pembelajaran. 2) Metode Beregu Metode pembelajaran beregu adalah suatu metode mengajar dimana pendidiknya lebih dari satu orang yang masing-masing mempunyai tugas.Kelebihan metode ini adalah membina kerjasama yang harmonis di antara para siswa dalam bentuk bertukar pendapat, pengalaman dan kesediaan untuk membantu semua usaha kegiatan belajar mengajar yang dihadapi sesama siswa.Syarat dari metode ini adalah siswa harus berkelompok, karena metode menggunakan sistem regu, bukan individu. Siswa tunarungu dikelompokkan menjadi 8 kelompok, dari kelompok angklung bernada C1-C2 dan hanya tangga nada natural. Kelompok C1 ada 4 siswa, D1 ada 3 siswa, E1 ada 4 siswa, F1 ada 3 siswa, G1 ada 4 siswa, A1 ada 3 69 siswa, B1 ada 3 siswa, dan C2 ada 4 siswa. Cara pemilihan anggota kelompok yang dilakukan guru juga tidak serta merta memilih siswa dijadikan satu kelompok. Pengelompokan dipilih sesuai kelas siswa dan jika masih ada sisa siswa dalam satu kelas maka dikelompokan dengan sisa siswa dari kelas lain. Metode beregu ini sangat efektif untuk pembelajaran alat musik angklung bagi siswa tunarungu. Siswa tidak merasa takut untuk mengikut pembelajaran karena siswa memainkan angklung dengan bersama-sama, tidak memainkan nada angklung sendirian. Metode ini juga membantu guru untuk mencapai tujuan dari materi yang disampaikan, karena siswa yang sudah paham dengan materi yang diberikan siswa membantu teman mereka yang belum paham. 3) Metode Latihan Ketrampilan Metode latihan keterampilan (drill method)adalah suatu metode mengajar dengan memberikan pelatihan keterampilan secara berulang kepada peserta didik, dan mengajaknya langsung ketempat latihan keterampilan untuk melihat proses tujuan, fungsi, kegunaan dan manfaat sesuatu. Kelebihan metode ini adalah peserta didik dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam waktu yang relatif tidak lama, dan kekurangannya yaitu menghambat bakat dan inisiatif siswa dan siswa akan belajar secara statis dan kaku. Syarat metode ini adalah harus dapat memberikan kesempatan bagi ekspresi yang kreatif dari kepribadian murid. Metode latihan ketrampilan ini siswa diberi pembelajaran alat musik angklung. Wawasan tentang alat musik angklung serta cara memainkan dan pementasan kelompok alat musik angklung. Beberapa teknik memainkan juga 70 diperkenalkan oleh guru kepada siswa tunarungu akan tetapi siswa tuunarungu hanya diajarkan dengan satu teknik saja yaitu teknik memainkan angklung secara dikrulung atau digetarkan. 4) Metode Demonstrasi Metode Demonstrasi adalah metode mengajar yang menggunakan peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk memperlihatkan pada seluruh kelas tentang suatu proses atau suatu petunjuk untuk melakukan sesuatu. Metode demonstrasi, guru memperlihatkan dan mempraktikan teori yang sudah dijelaskan kepada siswa. Contohnya siswa mempelajari alat musik angklung. Guru menjelaskan bagaimana cara memegang angklung dengan benar serta menjelaskan cara memainkan angklung. Setelah guru selesai menjelaskan guru memberi contoh dihadapan siswa bagaimana cara memegang angklung dengan benar serta memperagakan bagaimana cara memainkan angklung. Metode ini sangat efektif dalam proses pembelajaran alat musik angklung bagi siswa tunarungu di SLB N Sragen. Siswa jadi lebih jelas ketika melihat langsung dari pada hanya dengan diberi penjelasan saja. 4.2.3 Pementasan Langkah awal untuk persiapan pementasan adalah melatih mental siswa agar siap dan berani tampil di hadapan orang banyak. Guru mempersiapkan rencana pementasan kecil di lingkup sekolah terlebih dahulu. Guru menjelaskan tentang bagaimana arti dari pementasan, memberikan tujuan dari diadakanya pementasan. 71 Pementasan dimaksudkan agar melatih mental siswa untuk tampil dihadapan banyak orang dan sebagai media ekspresi bagi siswa tunarungu. Pemilihan lagu yang relatif mudah oleh guru berpengaruh juga dalam siswa melakukan pementasan. Guru membuat aransemen yang akan dipentaskan kemudian mengajarkan kepada siswa tunarungu. Latihan ini dilakukan secara berulang-ulang, karena tidak semua anak tunarungu dapat menangkap dengan cepat apa yang diperintahkan oleh guru nya. Selain membuat aransemen, guru juga melatih posisi siswa saat berada di atas panggung serta mempersiapkan semua alat yang akan digunakan di dalam pementasan. 4.11 Siswa Tunarungu Saat Pementasan (Foto Yoha Prismanatan, Agustus 2014) Foto diatas merupakan foto ketika kelompok angklung siswa tunarungu sedang pementasan dalam rangka memperingati hari anak nasional. Guru mengatur posisi pementasan angklung siswa tunarungu di SLB N Sragen, guru 72 membuat barisan untuk para siswa sesuai dengan nada angklung yang dimainkan. Siswa memainkan angklung do maka dalam satu baris kebelakang itu do semua, berlaku sama dengan siswa yang memainkan nada angklung yang lain. Sebelum mereka sikap duduk mereka berdiri terlebuh dahulu dan membungkukkan badan dengan maksud memberi hormat kepada penonton. Guru menyadari dengan keterbatasan yang mereka miliki, disaat pementasan harus ada guru dari depan yang memberi pengarahan dalam penataan posisi ini. 4.12 Lampu Nada Ketika Pementasan (Foto Yoha Prismanatan, Agustus 2014) 4.3 Pembelajaran Angklung Sebagai Media Ekspresi Bagi Penderita Tunarungu di SLB N Sragen Pembelajaran angklung untuk penderita tunarungu di SLB N Sragen juga bisa untuk wadah siswa berekspresi dalam bidang musik. Meskipun para siswa tidak bisa mendengarkan angklung yang mereka mainkan tetapi siswa bisa 73 berekpresi sesuai dengan apa yang dirasakan ketika bermain angklung. Ekspresi yang ditimbulkan para siswa tunarungu dalam bermain angklung tidak timbul seperti manusia pada umunya. Keterbatasan yang mereka miliki mengharuskan mereka harus selalu dibimbing ketika bermain angklung. Pembelajaran yang telah diberikan guru, dukungan dari orang-orang terdekat, serta orang yang menyaksikan pementasan sangat berpengaruh dalam ekspresi yang mereka timbulkan. Ekspresi yang sangat terlihat dalam pembelajaran angklung bagi penderita tunarungu dapat dijumpai ketika pementasan. 4.3.1 Aspek-Aspek Seni Pertunjukan Dalam Pembelajaran Angklung Bagi Penderita Tunarungu di SLB N Sragen Sepertidikemukakan oleh Kusmayati (2000:75) bahwa dalam dunia pertunjukan, dalam hal ini pementasan musik, terdapat aspek-aspek yang divisualisasikan dan diperdengarkan, yaitu aspek gerak, aspek suara, aspek rupa, dan aspek pelaku.Aspek-aspek tersebut menyatu menjadi satu keutuhan di dalam penyajiannya yang menunjukan suatu intensitas atau kesungguhan ketika diketengahkan sebagai bagian dari penopang perwujudan keindahan, yang juga merupakan bagian dari ekspresi. 4.3.1.1Aspek Gerak Gerak adalah media ungkapan seni pertunjukan yang merupakan pilar penyangga wujud seni pertunjukan yang dapat terlihat sedemikian kuat terangkat. Setiap pementasan angklung siswa tunarungu ada berbagai gerakan yang bertujuan untuk mengutarakan sesuatu. Setiap siswa tunarungu sudah diatas panggung pementasan sebelum memulai memainkan angklung, mereka berdiri 74 sesuai dengan posisi yang sudah diatur oleh guru. Ada juga seorang pemimpin kelompok yang berdiri didepan barisian untuk memberi komando. Para siswa tunarungu dengan sikap berdiri dan membawa angklungnya masing-masing, siswa tunarungu membungkukan badan mereka untuk mengungkapkan rasa hormat kepada penonton. Setelah itu pemimpin kelompok ikut dalam barisan pementasan angklung yang berposisi dipojok kiri barisan, ketika sudah siap untuk memainkan angklung para siswa tunarungu duduk tetapi tetap pada barisan. Setelah para siswa tunarungu duduk mereka menunjukkan cara memegang angklung yang benar, hal ini mengungkapkan bawa mereka siap untuk sebuah pertunjukan angklung. 4.13 Ekspresi Gerak Siswa Melihat Lampu Nada (Foto Yoha Prismanatan, Agustus 2014) Gambar diatas menunjukan ekpresi gerak siswa ketika melihat media lampu nada yang berada dipojok kanan depan dalam pementasan. Hal 75 tersebutmerupakakan gerak yang kas sekali dalam pementasan angklung siswa tunarungu. Hal ini menggambarkan bahwa mereka fokus dan serius dalam melakukan sebuah pertunjukan seni. 4.3.1.2Aspek Suara Suara merupakan unsur penting dalam sebuah pertunjukan, dimana seorang seniman, penyanyi atau pemain musik akam menyampaikan isi hatinya atau maksudnya melalui media audio. Para siswa tunarungu dalam sebuah pemantasan juga memproduksi suara dari angklung yang mereka mainkan. Penonton juga bisa mengapresiasi suara angklung yang dimainkan para siswa tunarungu meskipun para siswa tunarungu sendiri tidak bisa mendengarkan angklung yang dimainkan. Secara naluri meskipun siswa tunarungu tidak bisa mendengarkan bunyi angklung yang dimainkan tetapi mereka bisa merasakan angklung yang mereka mainkan berfungsi dengan adanya tabrakan dari tabungtabung angklung yang mereka getarkan. Keras dan tidaknya angklung yang mereka getarkan juga mempengaruhi ekspresi yang timbul. Siswa tunarungu juga berekspresi dengan nada-nada yang ada dalam lagu sesuai dengan apa yang pengajar telah sampaikan tentang lagu yang dimainkan. 4.3.1.3Aspek Rupa Rupa pada sebuah peristiwa divisualisasikan melalui beberapa aspek yang menunjang perwujudannya. Warna turut mengambil bagian dalam sebuah pertunjukan serta dalam tata rias dan busana yang dikenakan. Setiap pementasan siswa tunarungu juga memakai busana yang khusus untuk mereka kenakan. 76 Busana yang dikenakan menyesuaikan dengan lagu yang akan mereka pertontonkan atau sesuai dengan konsep tema pementasan yang mereka ikuti. 4.14 Busana Pementasan Siswa Tunarungu (Sumber : Dokumentasi Sekolah, Maret 2012) Gambar diatas adalah para siswa tunarungu pada tanggal 12 Maret 2012, yang berkesempatan melakukan pementasan dihadapan mentri sosial Dr. Salim Segaf Al-Jufri, MA ketika ada kunjungan kerja di Kabupaten Sragen. Busana yang dikenakan para siswa tunarungu merupakan perwujudan ekspresi dari lagu yang akan mereka mainkan. Memakai busana yang seragam serta menyesuaikan dengan tema terlihat perwujudan ekspresi dalam sebuah pementasan angklung siswa tunarungu ingin ditimbulkan. 4.3.1.4 Aspek Pelaku Pelaku dalam sebuah pementasan merupakan aspek yang penting. Pelaku memvisualisasikan ekspresi yang ingin disampaikan seniman pencipta 77 karyamusik kepada penonton. Setiap pementasan kelompok angklung siswa tunarungu semua siswa tunarungu adalah pelaku dalam sebuah karya yang dimainkan. Sesuai dengan penjelasan dari guru terlebih dahulu ketika siswa tunarungu membawakan lagu dengan nada-nada gembira ataupun sedih mereka akan berekspresi sesuai yang guru ajarkan. Misalnya ketika membawakan lagu dengan nada-nada gembira maka dalam pementasan mereka akan tersenyum. Perwujudan ekspresi yang sederhana dari para siswa tunarungu para penonton sudah memahami apa yang mereka ekspresikan. 4.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran Angklung Sebagai Media Ekspresi Bagi Penderita Tunarungu di SLB N Sragen Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspresi dalam kelompok angklung siswa tunarungu SLB N Sragen dalam pementasan dibagi menjadi 2, yaitu : 4.3.2.1 Faktor Internal Faktor internal adalah faktor yang datangnya dari setiap individu yang di dalamnya meliputi minat dan motivasi.Faktor ini bisa berupa faktor yang sifatnya mendukung dan bisa juga faktor yang sifatnya menghambat. Pembelajaran angklung sebagai media ekspresi bagi penderita tunarungu di SLB N Sragen ini faktor-faktor internal yang mempengaruhi perwujudan ekspresi antara lain mental dan fisik individu, dukungan orang-orang terdekat, dan penjelasan lagu yang akan dimainkan oleh guru. Mental dan fisik pribadi masing-masing siswa tunarungu cukup mempengaruhi terwujudnya ekspresi yang timbul. Pengalaman panggung yang sudah dialami oleh siswa tunarungu mempengaruhi mental mereka ketika 78 melakukan pementasan. Ketenangan diatas panggung pementasan juga terlihat dengan seberapa sering siswa tunarungu pernah mengikuti pementasan. Fisik juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi ekspresi siswa tunarungu dalam bermain alat musik angklung. Berkaitan dengan keadan fisik mereka jika kesehatan fisik mereka sedang kurang itu akan mempengaruhi permainan mereka dan juga membuat mereka kurang fokus. Hal itu bisa mempengaruhi ekspresi yang timbul dalam sebuah pementasan. Butuh kontrol dari orang tua dan juga guru supaya ketika akan ada pementasan ikut menjaga kesehatan fisik para siswa tunarungu yang akan mengikuti pementasan, Dukungan dari orang-orang terdekat juga mempengaruhi perwujudan ekspresi yang timbul. Adanya dorongan semangat, akan menimbulkan motivasi bagi mereka, dengan dorongan semangat tersebut siswa tunarungu akan rajin dan mempunyai keinginan mengikuti pembelajaran alat musik angklung. Secara otomatis mereka bisa menguasai materi yang diberikan oleh guru dalam pembelajaran, itu membuat mereka percaya diri ketika pementasan dan itu mempengaruhi ekspresi yang akan muncul. Hal sebaliknya juga bisa terjadi, jika memberi dukungan yang negatif juga akan berpengaruh terwujudnya ekspresi. Satu lagi faktor internal yang mempengaruhi terwujudnya ekspresi adalah penjelasan dari guru untuk lagu yang akan dimainkan. Keterbatasan pendengaran yang mereka punya, mereka tidak bisa berekspresi dengan nada-nada dari yang akan dimainkan. Penjelasan guru sangat penting untuk siswa mengetahui suasana dari lagu yang mereka mainkan apakah lagu gembira atau lagu sedih atau lagu yang membakar semangat. Guru juga memberi penjelasan tentang ekspresi yang 79 akan mereka lakukan, misalnya akan membawakan lagu gembira siswa diberi penjelasan bahwa mereka harus tersenyum saat pementasan karena lagu yang akan kita bawakan lagu bernuansa gembira. Terkadang masih ada juga siswa yang belum mengerti dengan penjelasan yang diberikan guru secara lisan, jadi guru juga harus memberi contoh kepada mereka. 4.3.2.2 Faktor Eksternal Faktor eksternal adalah faktor yang datangnya dari luar, faktor ini bisa berupa faktor yang sifatnya mendukung dan bisa juga berupa faktor yang sifatnya menghambat. Pembelajaran alat musik angklung bagi penderita tunarungu di SLB N Sragen ini ada juga faktor eksternal, yaitu audien atau penonton dan panggung pementasan. Faktor penonton dan panggung sangat mempengaruhi terwujudnya ekspresi dalam pementasan. Audien atau penonton sangat mempunyai pengaruh untuk terwujudnya ekspresi para siswa tunarungu ketika pementasan dilakukan. Perwujudan ekspresi yang berbeda bisa timbul dengan adanya penonton, penonton yang banyak atau pun penonton yang sedikit berpengaruh dalam timbulnya ekspresi para siswa. Perwujudan ekspresi yang berbeda juga terdapat ketika penonton yang menyaksikan pertunjukan antusias dan bisa menikmati pertunjukan ataupun penonton malah merasa bosan. Emosi penonton ketika melihat mereka pementasan juga cukup memperngaruhi ekspresi para siswa tunarungu yang bermain angklung. Apresiasi dari penonton ketika menyaksikan pementasan juga sangat mempengaruhi ekspresi bahkan motivasi tersendiri bagi para siswa tunarungu. Tepuk tangan yang meriah dari penonton ketika pementasan selesai 80 dilakukan akan berdampak dengan ekspresi mereka di pementasan selanjutnya. Serta juga hal itu bisa mempengaruhi motivasi belajar siswa dan ekspresi yang akan ditimbulkan. Adanya panggung ketika pementasan sangatlah menunjang penampilan dan ekspresi yang terwujud bagi siswa tunarungu yang akan melakukan pementasan. Siswa tunarungu adalah siswa yang mempunyai keterbatasan dalam pendengaran tetapi tidak dalam penglihatan, mereka bisa melihat keadaan panggung pementasan yang mereka pertunjukan. Hal ini juga mempengaruhi ekspresi yang akan ditimbulkan ketika melakukan sebuah pementasan. BAB 5 PENUTUP 5.1Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat dikemukakan bahwa pembelajaran angklung sebagai media ekspresi bagi penderita tunarungu di SLB N Sragen ini dibagi ke dalam tiga tahapan, yaitu : (1) Tahap persiapan; (2) Tahap pelaksanaan; dan (3) Pementasan. Tahap persiapan, pengajar menyiapkan materi pembelajaran, instrumen angklung yang akan digunakan dalam pembelajaran, media lampu nada, dan menyiapkan mental siswa untuk mengikuti pembelajaran. Tahap pelaksanan, terdapat dua materi pembelajaran yaitu cara memegang angklung dan cara memainkan angklung. Proses pembelajaran dalam cara memainkan angklung ada dua kegiatan pembelajaran, yaitu teknik membunyikan angklung dengan di krulung dan pembelajaran tentang nilai nada.Pementasan, pengajar menyiapkan mental siswa untuk tampil dihadapan banyak orang dengan memberi motivasi-motivasi dan melakukan pementasan kecil di sekolah, pengajar juga mengatur sikap dan posisi siswa diatas panggung. Metode pembelajaran yang digunakan antara lain ada metode ceramah, metode beregu, metode latihan ketrampilan, dan metode demonstrasi. Pengajar juga menciptakan media pembelajaran sendiri yang diberi nama lampu nada. Pembelajaran angklung sebagai media ekspresi dilakukan melalui pengalaman dengan pementasan yang meliputi dalam aspek-aspek seni pertunjukan. Aspek-aspek seni pertunjukan yaitu: (1) aspek gerak; (2) aspek suara; (3) aspek rupa; (4) aspek pelaku.Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi 81 82 ekspresi kelompok angklung penderita tunarungu dalam pementasan dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi mental dan fisik, dukungan orang-orang terdekat, penjelasan pengajar. Faktor eksternal meliputi audien atau penonton dan panggung. 5.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pembelajaran musik angklung sebagai media ekspresi bagi penderita tunarungu di SLB N Sragen, saran yang dapat dikemukakan khususnya bagipengajar, ditambah lagi waktu dalam pembelajaran. Diseimbangkan lagi kemampuan antara siswa kelas 3 dan 4 dengan siswa yang lain. Diajarkan juga tentang dinamika, ketika dalam memainkan sebuah lagu ada nada yang dibunyikan lebih dari satu nada siswa diarahkan untuk menggetarkan angklungnya lebih keras. Kedua, bagi guru dan pihak sekolah dalam tata rias lebih ditonjolkan lagi guna untuk perwujudan ekspresi siswa ketika pementasan. Pemberian pemahaman tentang makna lagu yang akan dimainkan siswa tunarungu juga perlu dimaksimalkan lagi. Ketiga, bagi pihak sekolah lebih memberi waktu untuk pembelajaran alat musik angklung ketika akan ada pementasan. Keempat bagi pihak sekolah, guru, dan orang tua siswa, selalu memberi dorongan dan motivasi kepada siswa untuk mengikuti pembelajaran dan juga pementasan karena itu dapat mempengaruhi faktor internal siswa, dapat mempengaruhi ekspresi yang timbul ketika memainkan angklung. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Bahari, Nooryan. 2008. Kritik Seni, Wacana Apresiasi dan Kreasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Edmund Prier, Karl. 2000. Ilmu Bentuk Musik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Efendi, Mohammad. 2009. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta : PT. BumiAksara. Gagne.R,M, Briggs,L.J. (1979). Principles ot instructional Design. Second Edition, New York: United States of America. Gordon. 2008. Pembelajaran Kompetensi. Jakarta : Rineka Cipta. Hardjana, S. 1983. Estetika Musik. Jakarta : Depdikbud. Jamalus, 1988. Musik dan Praktik Perkembangan Buku Sekolah Pendidikan Guru. Jakarta: CV Titik Terang. Jamalus, 1988. Pengajaran Musik Melalui Pengalaman Musik. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. Kusmayati, Hermin. 2000. Arak-Arakan Seni Pertunjukan dalam Upacara Tradisional di Madura. Moleong, Lexy J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Mustaqim, 2001. Psikologi Pendidikan, Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang. Nana, Syaodih. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Nazir, Moh. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Permanarian Somad & Tati Herawati. (1996). Ortopedagogik Anak Tunarungu. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Jakarta: Proyek Pendidikan Tenaga Guru. 83 84 Purwadi. 2003. Sejarah Sunan Kalijaga: Sintesis Ajaran Walisanga Vs. Seh Siti Jenar. Yogyakarta: Persada. Rachman, Maman. 1993. Strategi dan Langkah-langkah penelitian pendidikan. Semarang : IKIP Press. Rochaeni. 1989. Seni Musik III. Bandung: Ganesa Exact. Soeratno, M.Ec dan Lincolin Arsyad, M.Sc. 1988. Metodologi Penelitian Untuk Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan (UPP). Subagyo. 1991. Sumber Belajar Media, danPemanfaatannya dalam Perencanaan Pengajaran. Semarang: Unit Pelayanan Media dan Sumber Mengajar IKIP Semarang. Sugandi, Achmad, dkk. 2004. Teori Pembelajaran. Semarang: UPT MKK UNNES. SUMBER INTERNET Awi Supardiman, Budi. 2004. Panduan Memainkan Angklung.(On Line). Tersedia: http://angklung-webinstitute.com/content/view/22/25/lang,en/ (30 Maret 2014). http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/harmonia/article/view/2519 (diakses 30 Maret 2014). https://jakartahomeschoolingmyblog.wordpress.com/perihal/anak-dengankebutuhan-khusus-dan-identifikasinya/ (diakses 3 Maret 2015) http://id.wikipedia.org/wiki/Anak_berkebutuhan_khusus (diakses 3 Maret 2015) 85 LAMPIRAN 86 INSTRUMEN PENELITIAN MUSIK ANGKLUNG SEBAGAI MEDIAEKSPRESI BAGI PENDERITA TUNARUNGU DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI SRAGEN 1. Pedoman Observasi Kegiatan : 1. Pra Pembelajaran 1.1 Aspek yang diamati : a. Kesiapan ruang, alat, dan media pembelajaran b. Memeriksa kesiapan siswa c. Persiapan kompetensi atau tujuan yang akan dicapai 1.2 Pelaksanaan Pembelajaran a. Materi yang diberikan guru kepada siswa b. Kegiatan pembelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan siswa c. Urutan pembelajaran sudah disampaikan secara runtut d. Penguasaan kelas e. Pemanfaatan media pembelajaran 1.3 Pasca Pembelajaran a. Kegiatan guru dalam memanatau kemajuan siswa setelah menerima pembelajaran b. Penilaian akhir yang dilakukan oleh guru 2. Pedoman Wawancara Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu (Mulyana, 2008: 180). Sebelum diadakan wawancara peneliti terlebih dahulu menyiapkan beberapa pertanyaan-pertanyaan agar pelaksanaannya dapat terarah sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Metode wawancara digunakan karena jika hanya 87 melalui observasi saja, dirasa belum memadai untuk memperoleh data yang dibutuhkan sehingga perlu adanya teknik lain untuk melengkapi. Melalui wawancara akan diperoleh data yang lebih spesifik dan akurat atau khusus sesuai dengan tujuan penelitian. Wawancara dalam penelitian ini dilaksanakan kepada kepala sekolah, guru, dan penderita tunarungu. Peneliti mengajukan pertanyaan kepada informan berdasarkan pembatasan pedoman wawancara, antara lain : 2.1. Kepala SLB N Sragen 2.1.1 Wawancara tertutup : a. Sejak kapan bapak menjabat sebagai kepala sekolah di SLB N Sragen? b. Berapa jumlah guru yang mengajar di SLB N Sragen? c. Berapa jumlah karyawan SLB N Sragen? d. Sarana dan prasarana apa saja yang ada di SLB N Sragen? 2.1.2 Wawancara terbuka : e. Apakah bapak/ibu mendukung kegiatan pembelajaran angklung untuk penderita tunarungu? i. Apakah tujuan didirikannya SLB N Sragen? j. Apakah kondisi lingkungan sekolah sudah mendukung pelaksanaan kegiatan pembelajaran angklung untuk penderita tunarungu di SLB N Sragen? k. Apakah sarana dan prasarana sudah mendukung dalam kegiatan pembelajaran di SLB N Sragen? 2.2. Guru Kesenian Penderita Tunarungu 2.2.1 Wawancara tertutup : a. Sejak kapan bapak/ibu menjadi pengajar disini? b. Apakah latar belakang pendidikan anda adalah dalam bidang seni musik? c. Apakah fasilitas sekolah dalam menunjang kegiatan pembelajaran musik sudah memadai? d. Apakah lingkungan sekolah sudah mendukung pelaksanaan pembelajaran musik? 88 2.2.2 Wawancara terbuka : a. Apa tujuan dari pembelajaran alat musik angklung bagi penderita tunarungu di SLB N Sragen? b. Mengapa memilih alat musik angklung untuk pembelajaran musik bagi penderita tunarungu di SLB N Sragen? c. Nada angklung apa saja yang digunakan siswa tunarungu? d. Bagaimanakah proses pembelajaran alat musik angklung bagi penderita tunarungu di SLB N Sragen? e. Metode pembelajaran apa yang digunakan untuk pembelajaran alat musik angklung bagi penderita tunarungu di SLB N Sragen? f. Apa sajakah kesulitan dalam memberikan pembelajaran alat musik angklung bagi penderita tunarungu di SLB N Sragen? g. Faktor-faktor apa sajakah yang menghambat kegiatan pembelajaran alat musik angklung bagi penderita tunarungu di SLB N Sragen? h. Faktor-faktor apa sajakah yang mendukung kegiatan pembelajaran alat musik angklung bagi penderita tunarungu di SLB N Sragen? i. Media apa yang digunakan dalam proses pembelajaran alat musik angklung bagi penderita tunarungu di SLB N Sragen? j. Berapakah jumlah anak yang mengikuti pembelajaran alat musik angklung bagi penderita tunarungu di SLN N Sragen? k. Bagaimana cara mengelompokan siswa jadi satu kelompok? l. Digunakan untuk apa pembelajaran alat musik angklung bagi penderita tunarungu di SLB N Sragen? m. Apakah upaya yang dilakukan guru untuk mengatasi kebosanan anak pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung? n. Bagaimanakah cara anda mengevaluasi hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran? 2.3.Siswa 2.3.1 Wawancara terbuka : a. Disuruh apa kemauan sendiri mengikuti kegiatan pembelajaran angklung? b. Apakah kamu bisa mendengarkan suara angklung yang kamu bunyikan? 89 c. Apakah kamu menyukai kegiatan pembelajaran alat musik angklung? d. Susah apa tidak pembelajaran angklung yang diberikan guru? e. Susah apa tidak pembelajaran dengan media lampu nada yang dibuat guru? f. Apakah kamu bisa memainkan sebuah lagu tanpa lampu nada? g. Apakah diberi penjelasan terlebih dahulu oleh guru tentang lagu yang akan kamu mainkan? h. Apakah kamu bisa merasakan tempo? i. Apakah kamu menghafalkan kapan kamu akan membunyikan angklung yang kamu pegang? j. Dalam sebuah lagu yang kamu mainkan apakah kamu menggetarkan angklung dengan getarannya sama setiap kali kamu menggetarkan? k. Kamu senang atau tidak ketika pementasan? l. Kamu senang atau tidak dengan penonton yang melihat pementasan mu? m. Kamu senang atau tidak ketika orang tua mu melihat pementasan? n. Kamu lebih senang penonton yang banyak atau penonton yang sedikit? o. Kamu lebih senang penonton yang kamu kenal atau penonton yang tidak kamu kenal? p. Kamu senang atau tidak dengan penataan yang sudah diatur oleh guru ketika pementasan? q. Kamu senang atau tidak dengan suasana panggung ketika pementasan? r. Kamu senang apa tidak setelah melakukan pementasan? 3. 3.1 Pedoman Dokumentasi Tujuan Dokumentasi Dokumentasi bertujuan untuk memperoleh uraian dan wujudnya mengenai tempat pelaksanaan penelitian, kegiatan apa saja yang diteliti maupun pelaku penelitian. Dokumentasi penelitian ini berupa foto-foto, arsip-arsip, bukubuku, video, autobiografi dan surat-surat, karena dokumentasi menggunakan digital kamera. 90 3.2 Pokok-pokok Dokumentasi 3.2.1 Place (tempat), antara lain: gedung SLB N Sragen, laboratorium, perpustakaan, ruang kelas pembelajaran musik, sarana dan prasarana yang dimiliki SLB N Sragen yang berkenaan dengan pembelajaran musik. 3.2.2 Activity (kegiatan), meliputi proses pembelajaran alat musik angklung bagi penderita tunarungu di SLB N Sragen. 3.2.3 Actor (pelaku), guru musik yang memberikan pembelajaran musik angklung dan siswa (anak tunarungu) di SLB N Sragen. Arsip-arsip, buku-buku, yang berkenaan dengan pembelajaran alat musik angklung maupun kondisi fisik di SLB N Sragen seperti: data struktur organisasi di SLB N Sragen, denah di SLB N Sragen, data pengajar dan staf TU di SLB N Sragen, data anak-anak tunarungudi SLB N Sragen. 91 92 93 94 95 Daftar Inventaris Ruang Kesenian di SLB N Sragen No Nama Barang 1 Gamelan Bonang Kendang Demung Saron Slentem Gender Kenong Gong & Kempul Gambang Rebab Sinter Kethuk & Kempyang Depok Wayang Kulit Keyboard EXPs 5 Gitar Akustik Klasik Gitar Akustik Elektrik Sound Control Microphone Perlengkapan Reong Kaos Jarang Kepang Celana Merak Camblik Clompret Pakaian Warok Topeng Pentul Kendang Ketipung Dangdut Jam Steker Keyboard VA/76 Karpet & Spon Stand Keyboard Instalasi Listrik 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Merk/Model Jumlah Barang 1 Set 4 4 2 8 2 6 10 12 2 1 1 1 Keterangan Roland Yamaha 2 1 Set (150) 1 1 Baik Baik Baik Baik Irvita 1 Baik Morley Roxland 1 2 1 Set Baik Baik 15 6 15 1 1 1 1 3 1 1 1 1 1 Set 1 1 Set Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Roland Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik 96 No Nama Barang 15 16 17 18 19 Jack Midi Kipas Anging GMC Jam Dinding Papan Tulis Gambar Lambang Negara Almari Bass Elektrik Cort Gitar Elektrik Yamaha Gitar Elektrik Squier Ampli Gitar Line 6 Ampli Bass Heaven Drum Set Pearl Cimbal Set Stagg Keyboard E.O9 Ampli Keyboard Smarvo Stand Keyboard Kabel Instrument KS60 Stand Gitar Microphone Vokal Kabel Micriphone 7M Strap Gitar Effect Gitar G1X/200M Stand Microphone Mixer 16 Chanel Xenyx 1222FX Speaker Aktif Audio Seven Stand Speaker Recto UPS 600Va ERYS ZIP Piano Angklung 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 Merk/Model Jumlah Barang 1 1 1 2 1 Set Keterangan 1 1 1 1 2 1 1 Set 1 Set 1 1 2 5 3 1 3 3 1 1 Pasang 1 1 2 2 1 2 5 Set Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik 97 98 DAFTAR RESPONDEN 1. Nama : Djoko Sambodo, M.Pd Tempat / Tgl Lahir : Sragen / 2 Februari 1970 Pendidikan : S2 Jabatan : Kepala Sekolah Unit Kerja : SLB N Sragen Alamat Rumah : JL. KH. Agus Salim RT 02 / RW XI, Mojomulyo, Sragen Kulon, Sragen. 2. Nama : Nunung haryono, Amd Tempat / Tgl Lahir : Sragen / 5 Mei 1969 Pendidikan : D3 Jabatan : Guru Kesenian Unit Kerja : SLB N Sragen Alamat Rumah : Jetis Kecamatan Sambirejo, Sragen 3. Nama :Budi Rahmat Jati, S.Pd Tempat / Tgl Lahir : Sragen / 16 September 1973 Pendidikan : S1 Jabatan : Guru Kesenian Unit Kerja : SLB N Sragen Alamat Rumah : JL. Trowong kecamatan Gondang, Sragen 99 DAFTAR RESPONDEN 4. Nama : Ismi Anna Hayati Tempat / Tgl Lahir : Sragen / 16 Juni 2005 Jenis Kelamin : Perempuan Kelas :3 Alamat Rumah : Kroyo kecamatan Karangmalang, Sragen 5. Nama : Anung Indo Prakoso Tempat / Tgl Lahir : Sragen / 9 Agustus 1998 Jenis Kelamin : Laki-laki Kelas :7 Alamat Rumah : Taman Sari kecamanatan Karangmalang, Sragen 100 TRANSKIP WAWANCARA a) Wawancara kepada Kepala Sekolah SLB Negeri Sragen Topik : Gambaran umum SLB N Sragen Responden : Djoko Sambodo, M.Pd Hari/tanggal : Senin / 18 Agustus 2014 Waktu : 09.00 WIB Tempat : Ruang Kepala Sekolah SLB N Sragen Peneliti : “Selamat siang pak, maaf mengganggu.” Kepala Sekolah : “Oh iya mas dari universitas mana? Bagaimana ada perlu apa?” Peneliti : “Perkenalkan saya Yoha Prismanatan dari UNNES pak, mau melakukan penelitian untuk skripsi saya. Maka saya akan mewawancarai bapak untuk gambaran secara umum pembelajaran angklung bagi penderita tunarungu di SLB N sragen ini.” Kepala sekolah : “Iya mas, silahkan. Mau menanyakan apa?” Peneliti : “Apakah bapak mendukung kegiatan pembelajaran angklung untuk penderita tunarungu?” Kepala Sekolah : “ooh ya jelas saya mendukung sekali mas, kegiatan tersebut merupakan salah satu kegiatan ekstrakulikuler yang ada di SLB N Sragen.” Peneliti : “Apakah Tujuan didirikannya SLB N Sragen?” 101 Kepala Sekolah : “Tujuan didirikannya SLB N Sragen ini merupakan langkah untuk memberi pembelajaran bagi anak=anak berkebutuhan khusus. Di SLB N Sragen juga sedang berjalan rencana strategis dari tahun 2007-2027 yang merupakan upaya untuk mengembangkan SLB negeri dalam jangka panjang.” Peneliti : “Apakah Kondisi lingkungan sekolah sudah mendukung pelaksanaan kegiatan pembelajaran angklung untuk penderita tunarungu di SLB N Sragen?” Kepala Sekolah : “Menurut saya sudah mas, kita mempunyai lingkungan yang bagus, cukup tenang dan nyaman, warga disekitar juga mendukung dengan kegiatan pembelajaran yang ada disini, juga kerja sama dari semua pihak cukup bagus.” Peneliti : “Apakah sarana dan prasarana sudah mendukung dalam kegiatan pembelajaran angklung bagi pendeita tunarungu di SLB N Sragen?” Kepala Sekolah : “Saya rasa sudah sangat mendukung sekali mas, kegiatan itu cukup mendapat perhatian khusus bagi kami, ruang kesenian serta peralatan yang dibutuhan juga semua sudah ada. Kami juga mempunyai pendopo yang bisa digunakan untuk pembelajaran bila para siswa bosan belajar di ruang kesenian. Kebutuhan yang diperlukan guru untuk memberi pembelajaran juga sudah kami penuhi. Ya sya rasa cukup 102 mas. Kami mendukung sekali kegiatan ekstrakulikuler ini.” Peneliti ; “Ya pak, trimakasih atas kesediaan bapak untuk diwawancarai serta ijin untuk melakukan penelitian di SLB N Sragen ini.” Kepala Sekolah : “Iya mas, tidak apa-apa. Selama kegian yang mas lakukan positif saya siap membantu. Bisa ada yang saya bantu lagi mas?” Peneliti : “Saya juga perlu mewawancari pengajar yang memberi pembelajaran angklung bagi penderita tunarungu pak, bisa dibantu untuk mempertemukan pak?” Kepala Sekolah : “Iya mas, saya panggil kesini dan setelah itu mas langsung berhubungan saja dengan beliau. Ada 2 pengajar mas, bapak rahmat dan bapak nunung. Tunggu sebentar ya mas saya panggilkan.” Peneliti : “Baik pak, saya akan tunggu. Terima kasih banyak ya bapak.” Kepala Sekolah : “Iya mas, semoga skripsinya cepet selesai mas dan diberi kelancaran setelah lulus kuliahnya.” Peneliti : “Amin pak!!! Sekali lagi saya ucapkan terima kasih bapak.” 103 b) Wawancara kepada pengajar 1 Topik : Proses pembelajaran angklung bagi penderita tunarungu Responden : Nunung Haryono, Amd Hari/tanggal : Selasa / 19 Agustus 2014 Waktu : 08.00 WIB Tempat : Ruang kesenian Peneliti : “ Selamat pagi pak, maaf mengganggu.” Pengajar : “ Iya mas mari silahkan, dari UNNES ya? Bagaimana mas, ada yang bisa saya bantu?” Peneliti : “Iya pak, perkenalkan saya Yoha Prismanatan, saya akan melakukan penelitan skripsi saya yang berjudul “Pembelajaran Musik Angklung Sebagai Media Ekspresi Bagi Penderita Tunarungu di SLB N Sragen”. Untuk keperluan penelitian saya akan mohon kesedian bapak untuk saya wawancarai?.” Pengajar : “Iya mas silahkan saja, saya siap membantu.” Peneliti : “Jadi begini pak, untuk motif pertanyaan yang saya akan wawancarakan untuk bapak akan lebih condong dengan pembelajaran yang ada untuk para penderita tunarungu, dan nanti saya juga akan butuh wawancara pada 2 siswa tunarungu yang mengikuti kegiatan pembelajaran ini untuk mengetahui ekspresi mereka.” Pengajar : “Iya mas, siap. Pokoknya saya siap membantu mas.” 104 Peneliti : “Langsung saja ya pak untuk pertanyaan pertama, Apa tujuan dari pembelajaran alat musik angklung bagi penderita tunarungu di SLB N Sragen?” Pengajar : “Jadi tujuannya yang paling dasar adalah supaya siswa tunarungu di SLB N Sragen ini bisa ikut menikmati alat musik yang ada di SLB N Sragen, salah satunya ya alat musik angklung ini mas.” Peneliti : “Mengapa memilih alat musik angklung untuk pembelajaran musik bagi penderita tunarungu?” Pengajar : “Karena alat musik angklung merupakan alat yang paling mudah untuk diajarkan dari pada alat musik lain yang ada di sekolah.” Peneliti : “Nada angklung apa saja yang dipakai para siswa tunarungu?” Pengajar : “Angklung yang dipakai hanya menggunakan tangga nada natural mas, Do=C. Dari nada C1-C2, jadi angklung yang digunakan ada 8 nada. Peneliti : “Persiapan apa yang dilakukan sebelum pembelajaran dilaksanakan?” Pengajar : “Hal yang harus disiapkan sebelum mengajar yaitu harus memaskikan angklung yang akan dipakai sudah siap, lalu mempersiapkan media pembelajaran (lampu nada) dan juga materi pembelajaran, lalu memastikan kesiapan siswa untuk mengikuti pembelajaran, dan setelah itu membagi siswa sesuai dengan kelompok masing-masing.” 105 Peneliti : “Bagaimana proses pembelajaran alat musik angklung bagi penderita tunarungu?” Pengajar : “Pertama-tama dikenalkan dulu apa itu alat musik angklung, lalu siswa dikelompokan. Setelah itu diberi pembelajaran bagaimana cara memegang angklung yang benar. Setelah mereka sudah bisa memegang angklung dengan benar baru diberi pembelajaran bagaimana cara memainkan alat musik angklung, dan di dalam pembelajaran memaikan alat musik angklung disitu ada pembelajaran tentang nilai nada dengan bantuan media lampu nada. Siswa juga diarahkan dalam keras dan tidaknya mereka menggetarkan angklung. Setelah itu siswa diberi penjelasan tentang lagu yang akan dibawakan, apakah lagu itu senang, sedih, atau bergembira.” Peneliti : “Metode Pembelajaran apa yang digunakan untuk pembelajaran alat musik angklung bagi penderita tunarungu?” Pengajar : “Metode pembelajaran yang digunakan adalah metode ceramah, metode beregu, metode latihan ketrampilan, dan metode demonstrasi.” Peneliti : “Apa saja kesulitan dalam pembelajaran alat musik angklung bagi penderita tunarungu?” Pengajar : “Menjaga fokus anak untuk selalu fokus melihat lampu nada.” Peneliti : “Faktor apa saja yang menghambat kegiatan pembelajaran alat musik angklung bagi penderita tunarungu?” 106 Pengajar : “Faktor yang menghambat tentunya dengan masalah pendengaran ya mas, lalu dengan konsentrasi anak untuk selalu fokus dengan lampu nada.” Peneliti : “Faktor apa saja yang mendukung kegiatan pembelajaran alat musik angklung bagi penderita tunarungu?” Pengajar : “Faktor yang pertama karena akan ada pementasan unutk kelompok pembelajaran angklung ini, dan ada dukungan dari orang tua siswa juga dari guru.” Peneliti : “Media apa yang digunakan dalam proses pembelajaran alat musik angklung bagi penderita tunarungu?” Pengajar : Lampu nada, keyboard, serta papan tulis.” Peneliti : “Berapakah jumlah anak yang mengikut pembelajaran alat musik angklung bagi penderita tunarungu?” Pengajar : “Ada 30 siswa yang mengikuti pembelajaran ini mas, dan biasanya ada 2 siswa tuna netra yang ikut berkolaborasi mereka memainkan keyboard dan juga menyanyi.” Peneliti : “Bagaimana cara mengelompokan siswa menjadi satu kelompok?” Pengajar : “Siswa dikelompokan sesuai kelas mereka mas, dan jika ada siswa dalam satu kelas ada yang belum punya kelompok akan dijadikan satu kelompok dengan siswa dari kelas lain yang belum dapat kelompok. Pengelompokan dibagi sesuai nada angklung yang akan dimainkan, angklung yang dimainkan dari C1-C2. 107 Untuk satu kelompok ada 3 siswa, kecuali nada C1, E1, G1, dan C2 ada 4 siswa. Peneliti : “Digunakan untuk apa pembelajaran alat musik angklung bagi penderita tunarungu?” Pengajar : “Digunakan untuk ekstrakulikuler sekolah dan juga untuk pementasan mas.” Peneliti : “Apakah upaya bapak untuk mengatasi kebosanan anak pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung?” Pengajar : “Diberi waktu istirahat sebentar mas, sambil diberi motifasimotifasi bahwa bermain alat musik itu menyenangkan dan juga bisa melakukan pementasan itu suatu kebanggan untuk diri sendiri dan orang tua.” Peneliti : “Bagaimana cara bapak untuk mengevaluasi hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran?” Pengajar : “Dengan memberikan nilai kepada siswa.” Peneliti : “Saya rasa cukup wawancara kepada bapak, dan saya rasa cukup juga untuk data skripsi saya.” Pengajar : “Oh sudah mas, ya ya ya. Pokoknya kalau ada yang bisa saya bantu jangan sungkan-sungkan, langsung ngomong saja.” Peneliti : “Iya pak, terimakasih sekali atas bantuan bapak. Ini saya juga langsung mau mewawancarai bapak Rahmat. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih ya pak.” 108 c) Wawancara kepada pengajar 2 Topik : Proses pembelajaran angklung bagi penderita tunarungu Responden : Budi Rahmat Jati, S.Pd Hari/tanggal : Selasa / 19 Agustus 2014 Waktu : 11.00 WIB Tempat : Ruang kesenian Peneliti : “ Selamat pagi pak, maaf mengganggu.” Pengajar : “ Iya mas mari silahkan, bagaimana mas, ada yang bisa saya bantu?” Peneliti : “Iya pak, perkenalkan saya Yoha Prismanatan, saya akan melakukan penelitan skripsi saya yang berjudul “Pembelajaran Musik Angklung Sebagai Media Ekspresi Bagi Penderita Tunarungu di SLB N Sragen”. Untuk keperluan penelitian saya akan mohon kesedian bapak untuk saya wawancarai?.” Pengajar : “Iya mas.” Peneliti : “Jadi begini pak, untuk motif pertanyaan yang saya akan wawancarakan untuk bapak akan lebih condong dengan pembelajaran yang ada untuk para penderita tunarungu, dan nanti saya juga akan butuh wawancara pada 2 siswa tunarungu yang mengikuti kegiatan pembelajaran ini untuk mengetahui ekspresi mereka.” Pengajar : “Iya mas.” 109 Peneliti : “Saya tadi juga sudah mewawancarai bapak Nunung pak, dan saya juga ingin mewawancarai bapak rahmat.” Pengajar : “Iya mas, apa saja pertanyannya mas?” Peneliti : “Langsung saja untuk pertanyaan pertama ya pak, apa tujuan dari pembelajaran alat musik angklung bagi penderita tunarungu di SLB N Sragen?” Pengajar : “Yang pertama untuk melatih kepekaan pendengaran, lalu untuk mengapresiasikan musik daerah, dan supaya siswa dapat memainkan angklung.” Peneliti : “Mengapa memilih alat musik angklung untuk pembelajaran musik bagi penderita tunarungu?” Pengajar : “Karena lebih mudah dimainkan dan juga alat musik angklung digunakan untuk memperkenalkan salah satu alat musik daerah.” Peneliti : “Nada angklung apa saja yang dipakai para siswa tunarungu?” Pengajar : “Kita memakai angklung dengan tangga nada Do=C. Berjumlah 8 nada angklung yang digunakan, dari C1 sampai C2.” Peneliti : “Persiapan apa yang dilakukan sebelum pembelajaran dilaksanakan?” Pengajar : “Persiapannya yang pertama adalah menyiapkan angklung yang akan dipakai untuk pembelajaran, setelah itu menyiapan materi pembelajaran dan memastikan media pembelajaran dapat berfungsi dengan baik, lalu memberikan motifasi-motifasi kepada siswa agar siap untuk menerima pembelajaran, dan membagi 110 siswa sesuai dengan angklung yang mereka mainkan. Sebelum siswa dikelompokkan siswa tidak boleh memegang angklung atau memilih angklung sendiri. Peneliti : “Bagaimana proses pembelajaran alat musik angklung bagi penderita tunarungu?” Pengajar : “Pertama-tama dikenalkan dulu apa itu alat musik angklung, lalu siswa dikelompokan. Setelah itu bagaimana cara memegang angklung dengan benar. Sesudah itu diberi pembelajaran cara memainkan angklung dengan digetarkan dan juga panjang pendeknya angklung yang digetarkan (nilai nada). Dan juga membunyikan angklung secara bersamaan dengan angklung yang lain. Misalnya dibunyikan angklung do bersama dengan angklung mi. Hal itu bisa dilakukan karena banyak sedikitnya lampu nada yang menyala. Setelah itu siswa diajarkan untuk fokus melihat lampu nada, hal ini sangat penting karena inilah kunci sukesnya dalam pembelajaran angklung bagi anak tunarungu. Setelah itu diberi pembelajaran tentang penataan diatas panggung dan juga diberi penjelasan tentang tema lagu yang dibawakan. Peneliti : “Metode Pembelajaran apa yang digunakan untuk pembelajaran alat musik angklung bagi penderita tunarungu?” Pengajar : “Metode pembelajaran yang digunakan adalah metode ceramah, metode beregu, metode latihan ketrampilan, dan metode demonstrasi.” 111 Peneliti : “Apa saja kesulitan dalam pembelajaran alat musik angklung bagi penderita tunarungu?” Pengajar : “Menjaga anak untuk selalu fokus dengan lampu nada, menyeimbangkan kemampuan antara siswa yang kecil dengan siswa yang besar.” Peneliti : “Faktor apa saja yang menghambat kegiatan pembelajaran alat musik angklung bagi penderita tunarungu?” Pengajar : “Faktor yang menghambat yaitu koordinasi antara guru kelas dengan kegiatan pembelajaran ini, karena ketika akan ada pementasan waktu latihan harus ditambah lagi. Tidak cukup bila menggunakan pada saat waktu ekstrakulikuler saja.” Peneliti : “Faktor apa saja yang mendukung kegiatan pembelajaran alat musik angklung bagi penderita tunarungu?” Pengajar : “Peralatan yang cukup lengkap, dukungan dari pihak sekolah dan orang tua siswa, dan juga ruang pembelajaran yang cukup nyaman.” Peneliti : “Media apa yang digunakan dalam proses pembelajaran alat musik angklung bagi penderita tunarungu?” Pengajar : Lampu nada dan keyboard.” Peneliti : “Berapakah jumlah anak yang mengikut pembelajaran alat musik angklung bagi penderita tunarungu?” Pengajar : “Ada 30 siswa yang mengikuti pembelajaran dan ada 2 siswa tunanetra, jadi ada 28 siswa tunarungu dan 2 siswa tunanetra.” 112 Peneliti : “Bagaimana cara mengelompokan siswa menjadi satu kelompok?” Pengajar : “Pengelompokan dibagi sesuai dengan nada yang akan dimainkan. Nada C1 ada 4 siswa, D1 ada 3 siswa, E1 ada 4 siswa, F1 ada 3 siswa, G1 ada 4 siswa, A1 ada 3 siswa, B1 ada 3 siswa, C2 ada 4 siswa. Siswa dikelompokan sesuai dengan kelas masingmasing, jika ada sisa siswa dari kelas yang satu akan dijadikan satu dengan siswa siswa yang lain. Peneliti : “Digunakan untuk apa pembelajaran alat musik angklung bagi penderita tunarungu?” Pengajar : “Digunakan untuk ekstrakulikuler sekolah dan juga untuk pementasan.” Peneliti : “Apakah upaya bapak untuk mengatasi kebosanan anak pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung?” Pengajar : “Memberikan waktu istirahat.” Peneliti : “Bagaimana cara bapak untuk mengevaluasi hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran?” Pengajar : “Siswa dapat melatih selang antara lampu nada menyala dengan angklung yang mereka getarkan dengan maksimal, diberi penilaian juga.” Peneliti : “Saya rasa cukup untuk wawancaranya. Saya juga perlu mewawancarai 2 siswa yang mengikuti pembelajaran pak. Bapak bisa membantu saya berkomunikasi dengan mereka?” 113 Pengajar : “Iya mas, semoga bisa membantu skripsinya mas. Iya mas, besok datang lagi pagi ya mas. Soalnya ini anak-anak sudah ada yang pulang.” Peneliti : “Iya pak. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih banyak.” Pengajar : “Iya mas, semoga sukses selalu.” d) Wawancara kepada siswa tunarungu 1 Topik : Pembelajaran angklung sebagai media ekspresi Responden : Ismi Anna Haryati Kelas :3 Hari/tanggal : Rabu / 20 Agustus 2014 Waktu : 08.00 WIB Tempat : Ruang Kesenian (Dibantu oleh guru untuk berkomunikasi saat wawancara) Peneliti : “Selamat pagi, saya Yoha Prismanatan dari UNNES. Mau tanyatanya ya?” Siswa : “Iya mas” Peneliti : “Disuruh apa kemauan sendiri mengikuti kegiatan pembelajaran angklung?” Siswa : “Disuruh” Peneliti : “Apakah kamu bisa mendengarkan suara angklung yang kamu bunyikan?” Siswa : “Tidak bisa” 114 Peneliti : “Apakah kamu menyukai kegiatan pembelajaran alat musik angklung?” Siswa : “Senang” Peneliti : “Susah apa tidak pembelajaran angklung yang diberikan guru?” Siswa : “Susah” Peneliti : “Susah apa tidak pembelajaran dengan media lampu nada yang dibuat guru?” Siswa : “Susah” Peneliti : “Apakah kamu bisa memainkan sebuah lagu tanpa lampu nada?” Siswa : “Tidak” Peneliti : “Apakah diberi penjelasan terlebih dahulu oleh guru tentang lagu yang akan kamu mainkan?” Siswa : “Iya” Peneliti : “Apakah kamu bisa merasakan tempo?” Siswa : “Tidak” Peneliti : “Apakah kamu menghafalkan kapan kamu akan membunyikan angklung yang kamu pegang?” Siswa : “Tidak” Peneliti : “Dalam sebuah lagu yang kamu mainkan apakah kamu menggetarkan angklung dengan getaran yang sama setiap kali kamu menggetarkan?” Siswa : “Sama” Peneliti : “Kamu senang atau tidak ketika pementasan?” 115 Siswa : “Senang” Peneliti : “Kamu senang atau tidak dengan penonton yang melihat pementasan mu?” Siswa : “Senang” Peneliti : “Kamu senang atau tidak ketika orang tua mu melihat pementasan?” Siswa : “Senang” Peneliti : “Kamu lebih senang penonton yang banyak atau penonton yang sedikit?” Siswa : “Penonton yang banyak” Peneliti : “Kamu lebih senang penonton yang kamu kenal atau penonton yang tidak kamu kenal?” Siswa : “Senang semua” Peneliti : “Kamu senang atau tidak dengan penataan yang sudah diatur oleh guru ketika pementasan?” Siswa : “Senang” Peneliti : “Kamu senang atau tidak dengan suasana panggung ketika pementasan?” Siswa : “Senang. Banyak bunga-bunga” Peneliti : “Kamu senang apa tidak setelah melakukan pementasan?” Siswa : “Senang. Semuanya bertepuk tangan” Peneliti : “Saya rasa cukup dek, terima kasih banyak ya. Semangat belajar angklungnya.” 116 e) Wawancara kepada siswa tunarungu 2 Topik : Pembelajaran angklung sebagai media ekspresi Responden : Anung Indo Prakoso Kelas :7 Hari/tanggal : Rabu / 20 Agustus 2014 Waktu : 08.00 WIB Tempat : Ruang Kesenian (Dibantu oleh guru untuk berkomunikasi saat wawancara) Peneliti : “Selamat pagi, saya Yoha Prismanatan dari UNNES. Mau tanyatanya ya?” Siswa : “Iya mas” Peneliti : “Disuruh apa kemauan sendiri mengikuti kegiatan pembelajaran angklung?” Siswa : “Disuruh pak guru” Peneliti : “Apakah kamu bisa mendengarkan suara angklung yang kamu bunyikan?” Siswa : “Tidak bisa” Peneliti : “Apakah kamu menyukai kegiatan pembelajaran alat musik angklung?” Siswa : “Senang” Peneliti : “Susah apa tidak pembelajaran angklung yang diberikan guru?” Siswa : “Tidak” 117 Peneliti : “Susah apa tidak pembelajaran dengan media lampu nada yang dibuat guru?” Siswa : “Susah” Peneliti : “Apakah kamu bisa memainkan sebuah lagu tanpa lampu nada?” Siswa : “Tidak” Peneliti : “Apakah diberi penjelasan terlebih dahulu oleh guru tentang lagu yang akan kamu mainkan?” Siswa : “Iya” Peneliti : “Apakah kamu bisa merasakan tempo?” Siswa : “Tidak” Peneliti : “Apakah kamu menghafalkan kapan kamu akan membunyikan angklung yang kamu pegang?” Siswa : “Tidak” Peneliti : “Dalam sebuah lagu yang kamu mainkan apakah kamu menggetarkan angklung dengan getaran yang sama setiap kali kamu menggetarkan?” Siswa : “Sama” Peneliti : “Kamu senang atau tidak ketika pementasan?” Siswa : “Senang” Peneliti : “Kamu senang atau tidak dengan penonton yang melihat pementasan mu?” Siswa : “Senang” 118 Peneliti : “Kamu senang atau tidak ketika orang tua mu melihat pementasan?” Siswa : “Senang” Peneliti : “Kamu lebih senang penonton yang banyak atau penonton yang sedikit?” Siswa : “Penonton yang banyak” Peneliti : “Kamu lebih senang penonton yang kamu kenal atau penonton yang tidak kamu kenal?” Siswa : “Senang penonton yang kenal” Peneliti : “Kamu senang atau tidak dengan penataan yang sudah diatur oleh guru ketika pementasan?” Siswa : “Senang” Peneliti : “Kamu senang atau tidak dengan suasana panggung ketika pementasan?” Siswa : “Senang. Ramai” Peneliti : “Kamu senang apa tidak setelah melakukan pementasan?” Siswa : “Senang. Banyak yang bertepuk tangan” Peneliti : “Saya rasa cukup dek, terima kasih banyak ya. Semangat belajar angklungnya.” Siswa : “Iya mas” 119 120 121 122 123 SLB N Sragen tampak dari depan (Foto Yoha Prismanatan, Agustus 2014) Alat-alat Musik di Ruang Kesenian (Foto Yoha Prismanatan, Agustus 2014) 124 Alat-alat Musik di Ruang Kesenian (Foto Yoha Prismanatan, Agustus 2014) Prasarana Pembelajaran di Ruang Kesenian (Foto Yoha Prismanatan, Agustus 2014) 125 Angklung yang digunakan Anak Tunarungu (Foto Yoha Prismanatan, Agustus 2014) Lampu Nada yang digunakan Anak Tunarungu (Foto Yoha Prismanatan, Agustus 2014) 126 Pengajar Seni Musik, Nunung Haryono, Amd (Foto Yoha Prismanatan, Agustus 2014) Pengajar Seni Musik, Budi Rahmat Jati, S.Pd (Foto Yoha Prismanatan, Agustus 2014) 127 Persiapan Saat Akan Pementasan (Foto Yoha Prismanatan, Agustus 2014) Siswa Tunarungu Saat Pementasan (Foto Yoha Prismanatan, Agustus 2014) 128 Kolaborasi Dengan Siswa Tuna Netra (Foto Yoha Prismanatan, Agustus 2014) Lampu Nada Ketika Digunakan (Foto Yoha Prismanatan, Agustus 2014) 129 Busana Pementasan Siswa Tunarungu (Sumber : Dokumentasi Sekolah, Maret 2012)