hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan ibu dalam

advertisement
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN
IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI PENTAVALEN DI
WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS GILINGAN
SURAKARTA
SKRIPSI
Untuk memenuhi persyaratan mencapai Sarjana Keperaatan
Oleh :
PUSPITANINGRUM
NIM ST13059
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
i
2
3
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Puspitaningrum
NIM
: ST13059
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1) Skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar
akademik (sarjana), baik di STIKes Kusuma Husada Surakarta maupun
perguruan tinggi lain.
2) Skripsi ini murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan
pihak lain, kecuali arahan tim pembimbing dan masukan dari tim penguji.
3) Dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan
sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan
dicantumkan dalam daftar pustaka.
4) Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila di kumudian hari terdapat
penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh
karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di
perguruan tinggi ini.
Surakarta, 15 Agustus 2015
Yang membuat pernyataan,
Puspitaningrum
NIM ST13059
4
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan sujud syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah
SWT, atas segala keagungan dan kemahabesaranNya. Hanya dengan petunjuk,
rahmat dan karuniaNya hingga skripsi yang berjudul “HUBUNGAN TINGKAT
PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN IBU DALAM PEMBERIAN
IMUNISASI PENTAVALEN DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS
GILINGAN SURAKARTA” ini dapat terselesaikan.
Proses penyusunan skripsi ini tidak sedikit halangan dan rintangan yang
penulis hadapi. Penulis sangat menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun dari berbagai pihak demi perbaikan penelitian ini. Atas
bantuan, arahan dan motivasi yang senantiasa diberikan selama penyusunan
penelitian ini, dengan segala kerendahan hati penulis menghaturkan ucapan
terimakasih kepada :
1. Dra. Agnes Sri Harti, M.Si, selaku Ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta.
2. Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Ketua Program Studi S-1
Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3. S. Dwi Sulisetyawati, S.Kep, Ns, M.Kep, selaku Pembimbing I yang telah
banyak meluangkan waktu dalam memberikan arahan, motivasi serta
bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
5
4. Aria Nur Rahman hendra kusuma, S.Kep, Ns., M.Kep selaku pembimbing II
yang telah memberikan masukan dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
5. Seluruh Dosen, Staf pengajar dan karyawan STIKes Kusuma Husada yang
v
telah banyak memberikan wawasan dan segala bentuk bantuan kepada penulis.
6. Segenap ibu-ibu UPTD Puskesmas Gilingan Surakarta yang telah berkenan
menjadi responden dalam penelitian ini.
7. Suami dan anakku tercinta, yang telah memberikan dorongan, motivasi dan
semangat hingga terselesaikannya skripsi ini.
8. Teman-teman S-1 Keperawatan yang sama-sama berjuang dalam penyelesaian
skripsi ini.
9. Segenap pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam penyelesaian penelitian ini.
Surakarta, 15 Agustus 2015
Penulis
6
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .....................................................................................
i
LEMBAR PERSETUJUAN...........................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................
iii
SURAT PERNYATAAN...............................................................................
iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................
v
DAFTAR ISI..................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL .........................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
xii
ABSTRAK .....................................................................................................
xiii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang ...................................................................
1
1.2. Rumusan masalah ..............................................................
5
1.3. Tujuan penelitian ...............................................................
5
1.4. Manfaat penelitian ............................................................
6
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan teori.....................................................................
7
2.1.1. Pengetahuan ........................................................
7
2.1.2. Kepatuhan ............................................................
12
2.1.3. Imunisasi Pentavalen ...........................................
19
2.2. Keaslian penelitian.............................................................
27
2.3. Kerangka teori ...................................................................
28
vii
7
2.4. Kerangka konsep ...............................................................
28
2.5. Hipotesis ............................................................................
29
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan rancangan penelitian ............................................
30
3.2 Populasi, sampel dan teknik sampling...................................
30
3.3 Tempat dan waktu penelitian.................................................
33
3.4 Variabel penelitian, definisi operasional dan skala
pengukuran .............................................................................
32
3.5 Alat penelitian dan cara pengumpulan data .........................
35
3.6 Teknik pengolahan data dan analisa data ............................
39
3.7 Etika penelitian.....................................................................
43
BAB IV HASIL PENELITIAN
BAB V
4.1. Analisis Univariat.................................................................
45
4.2. Analisis Bivariat...................................................................
47
PEMBAHASAN
5.1. Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi Pentavalen......
51
5.2. Kepatuhan Ibu dalam Pemberian Imunisasi Pentavalen ......
53
5.3. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan dengan Kepatuhan Ibu
dalam Pemberian Imunisasi Pentavalen...............................
54
BAB VI PENUTUP
6.1. Kesimpulan ..........................................................................
57
6.2. Saran ....................................................................................
57
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
8
DAFTAR TABEL
Nomor tabel
Judul tabel
Halaman
2.1
Keaslian Penelitian
27
3.1
Variabel, definisi operasional dan skala
pengukuran
35
3.2
Kisi-Kisi Kuesioner Pengetahuan Ibu
tentang Imunisasi Pentavalen
35
4.1.
Umur Ibu yang Melakukan Imunisasi
Pentavalen di Puskesmas Gilingan Surakarta
45
4.2.
Tingkat Pendidikan Ibu yang Melakukan
Imunisasi Pentavalen di Puskesmas Gilingan
Surakarta
45
4.3
Pekerjaan Ibu yang Melakukan Imunisasi
Pentavalen di Puskesmas Gilingan Surakarta
46
4.4
Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi
Pentavalen
46
4.5
Kepatuhan Ibu dalam Pemberian Imunisasi
Pentavalen pada Balita Usia 2 – 6 bulan di
Puskesmas Gilingan Surakarta
47
4.6
Tabulasi Silang Tingkat Pengetahuan Ibu
tentang Imunisasi Pentavalen dengan
Kepatuhan Ibu Memberikan Imuniasi
Pentavalen
47
ix
9
DAFTAR GAMBAR
Nomor gambar
Judul Gambar
Halaman
2.1
Kerangka Teori
28
2.2
Kerangka Konsep
28
x
10
DAFTAR LAMPIRAN
Normor Lampiran
Keterangan
1
F01 Usulan Topik Penelitian
2
F02 Pengajuan Judul Skripsi
3
F04 Pengajuan Ijin Studi Pendahuluan
4
F07 Pengajuan Ijin Penelitian
5
Jadwal Penelitian
6
Surat Studi Pendahuluan
7
Surat Ijin Penelitian
8
Surat Keterangan Balasan Penelitian
9
Lembar Permohonan Menjadi Responden
10
Lembar Persetujuan Menjadi Responden
11
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
12
Kuesioner
13
Tabulasi Hasil Penelitian
14
Hasil Penelitian SPSS
15
Lembar Konsultasi
16
Dokumentasi
xi
11
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2015
Puspitaningrum
Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Kepatuhan Ibu Dalam Pemberian
Imunisasi Pentavalen Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Gilingan
Surakarta
Abstrak
Imunisasi pentavalen telah dilakukan serentak di Indonesia pada bulan
Februari 2014, termasuk di wilayah Surakarta. Dari cakupan imunisasi di Kota
Surakarta adalah 65,3% sehingga belum memenuhi UCI (Universal Coverage
Imunization) yaitu cakupan imunisasi lengkap minimal 80% sehingga peran ibu
penting dalam mempengaruhi praktik imunisasi. Tujuan penelitian ini adalah
untuk hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan ibu dalam pemberian
imunisasi pentavalen di wilayah kerja UPTD Puskesmas Gilingan Surakarta.
Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik deskriptif dengan
pendekatan cross sectional. Teknik sampling menggunakan insidental sampling
pada 86 ibu yang mempunyai balita usia 2 – 6 bulan yang melakukan imunisasi
pentavalen di Puskesmas Gilingan Surakarta. Penelitian dilakukan di UPTD
Puskesmas Gilingan Surakarta. Cara pengumpulan data menggunakan kuesioner.
Teknik analisis menggunakan chi square.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ibu memiliki
pengetahuan tentang imunisasi pentavalen pada kategori cukup yaitu sebanyak 47
orang (54,7%). Sebagian besar ibu patuh dalam memberikan imunisasi pentavalen
yaitu sebanyak 50 orang (58,1%). Ada hubungan yang bermakna antara tingkat
pengetahuan ibu dengan kepatuhan ibu memberikan imunisasi pentavalen dengan
p value (0,020 < 0,05).
Kesimpulan dari penelitian ini bahwa ada hubungan yang bermakna antara
tingkat pengetahuan ibu dengan kepatuhan ibu memberikan imunisasi pentavalen.
Kata Kunci
Daftar Pusatka
: pengetahuan, kepatuhan, imunisasi pentavalen
: 28 (2006-2014)
xii
12
BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE
KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA
2015
Puspitaningrum
Correlation between Stress and Gastritis Incidence at
Dhanang Husada Clinic of Sukoharjo
ABSTRACT
Gastritis or known as peptic ulcer is an inflammation of the gastric mucosa
caused by irritation and infection factors. The symptoms of gastritis are heartburn,
discomfort, pain in the gastrointestinal tract, nausea, vomiting, abdominal
bloating, gastritis fullness feeling and headache. One of the causes of gastritis or
the symptoms recurrence is psychological factor or stress. The result of
preliminary research at Dhanang Husada Clinic located in the middle of densely
populated settlement and surrounded by convection factories, which was done in
July to August 2014 shows that there were 214 patients with gastritis. Moreover,
the interview with the patients shows that patients with upper abdominal pain due
to neglecting or forgetting the mealtime because of busy work and excessive work
pressure were admitted to the aforementioned clinic. The objective of this
research is to analyze the correlation between the stress and the gastritis incidence.
This research used the descriptive analytic observational method with the
cross-sectional design. The samples of research consisted of 70 productive age
women gastritis who were admitted to Dhanang Husada Clinic of Sukoharjo. The
data of research were collected through questionnaire and analyzed with the Chisquare test.
The result of the research shows that 28 respondents (40.0%) had the
moderate level of stress, and 39 respondents (44.3%) had gastritis. Thus, there
was a correlation between the stress and the gastritis incidence as indicated by the
value of 2 = 20.93 and the p-value = 0.000 which was less than 0.05, meaning
that the higher the stress level was, the more vulnerable to gastritis the respondent
was.
Therefore, the patients shall suppress the stress incidence since it can cause
gastritis. Ways to reduce the stress are reducing working hours and adding more
breaks.
Keywords : stress, gastritis, productive age women
References : 26 (2005-2014)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Laporan UNICEF menyebutkan bahwa 27 juta anak balita dan 40 juta
ibu hamil di seluruh dunia masih belum mendapatkan layanan imunisasi rutin,
sehingga menyebabkan lebih dari dua juta kematian tiap tahun. Angka ini
mencakup 1,4 juta anak balita yang terenggut jiwanya (Kadir, dkk, 2014).
Berdasarkan data yang diperoleh, Indonesia merupakan salah satu dari 10
negara yang termasuk angka tinggi pada kasus anak tidak diimunisasi, yakni
sekitar 1,3 juta anak (Ismet, 2013).
Pemerintah berupaya menurunkan angka kesakitan, kematian, dan
kecacatan akibat Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I),
sangat ditentukan oleh cakupan imunisasi yang tinggi dan merata di semua
desa/kelurahan. Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi
dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar membuat antibodi
untuk mencegah penyakit tertentu. Vaksin adalah bahan yang dipakai untuk
merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan kedalam tubuh melalui
suntikan seperti vaksin BCG, DPT, Hepatitis B, Campak dan melalui mulut
seperti polio (Momomuat, dkk, 2013).
Imunisasi diperkirakan dapat mencegah 2,5 juta kasus kematian anak
per tahun di seluruh dunia dapat dicegah dengan imunisasi. Penyakit yang
dapat dicegah dengan Imunisasi (PD3I), seperti Tuberkulosis (TB), dipteri,
pertusis (penyakit pernapasan), campak, tetanus, polio dan hepatitis B.
1
2
Program imunisasi sangat penting agar tercapai kekebalan masyarakat
(population immunity) (Probandari, dkk, 2013).
Kajian dari Regional Review Meeting on Imunization (WHO/SEARO)
di New Delhi dan Komite Ahli Penasehat Imunisasi Nasional Indonesia
Technical Advisory Group on Imunization (ITAGI) pada tahun 2010,
merekomendasikan agar vaksin Hib diintegrasikan ke dalam program
imunisasi nasional untuk menurunkan angka kesakitan, kematian dan
kecacatan bayi dan balita akibat pneumonia dan meningitis. Hal ini selaras
dengan rencana introduksi vaksin baru yang terdapat dalam Comprehensive
Multi Years Plan (CMYP) 2010-2014 dalam rangka mempercepat pencapaian
Millenium Development Goals (MDGs) (Dinkes Prov Jateng, 2013).
Pneumonia menyebabkan kematian terbesar pada anak, dimana kurang
lebih 23% pneumonia yang serius pada anak disebabkan oleh Haemophilus
Influenzae tipe b (Hib). Penyebab lain dari pneuoonia pada anak adalah
Pneumococcus, Staphilococcus, Strepthococcus, virus dan jamur. Hib dan
Strepthococcus Pneumonia juga menyebabkan meningitis yang dapat
menimbulkan kematian dan kecacatan pada anak. Meningitis adalah radang
pada selaput otak dan korda spinalis (bagian dari sistem saraf pusat) dengan
gejala : Demam, kaku kuduk, penurunan kesadaran dan kejang. Meningitis
dapat disebabkan oleh virus, bakteri dan jamur. Meningitis akibat bakteri
umumnya sangat parah dan dapat menyebapkan kerusakan otak dan kematian.
Laporan CDC tahun 2000 menyatakan bahwa Hib dapat menyebabkan antara
lain meningitis (50%), epiglotitis (17%), pneumonia (15%), arthritis (8%),
selulitis (6%), osteomyelitis (2%), bakteriemia (2%) (Dinkes Prov Jateng,
2013).
3
Pemerintah melalui Kementrian Kesehatan telah memperkuat program
imunisasi dengan penggunaan vaksin pentavalen (DPT-HB-Hib). Vaksin ini
adalah pengembangan vaksin dari tetravalen yang dulu hanya 4 antigen yaitu
DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus ) dan Hepatitis B, sekarang ditambah dengan
antigen HiB (Haemophilus Influenzae Type B), dan dengan digunakan vaksin
pentavalen (DPT-HB-Hib) bersama vaksin campak, polio dan BCG
(Kementrian Kesehatan RI, 2013).
Imunisasi pentavalen telah dilakukan serentak di Indonesia pada bulan
Februari 2014, termasuk di wilayah Surakarta. Jumlah penduduk kota
Surakarta yang berjumlah 507.815 jiwa dengan sasaran bayi usia 0-12 bulan
sejumlah 9.731 orang. UPTD Puskesmas Gilingan mempunyai wilayah kerja
yang membawahi jumlah penduduk 23.894 orang dengan jumlah sasaran bayi
yang memperoleh imunisasi 613 orang.
Data capaian imunisasi Pentavalen di Kota Surakarta tahun 2014 adalah
DPT Hb1 sebanyak 2.425 (25,1%), DPT Hb2 2.674 (27,7%), DPT Hb3 2.881
(29,8%) dan untuk cakupan imunisasi pentavalen1 tahun 2014 dari bulan
Februari – Desember 2014 sebanyak 7.329 (75,8%), Pentavalen2 sebanyak
7.003 (72,5%) dan Pentavalen3 sebanyak 9.656 (99,9%) sedangkan angka
kejadian difteri 0, Pertusis 0, Tetanus 0, Meningitis 0 dan Pneumonia 21,
Hepatitis B 0.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Gilingan pada
tanggal 2 Desember 2014 diketahui bahwa data kepatuhan ibu terhadap
imunisasi pentavalen diketahui dari capaian imunisasi pentavalen di UPTD
Puskesmas bulan Februari – Desember 2014 antara lain adalah DPT-Hb-Hib1
: 72,3%, DPT-HB-Hib2 : 65,6% dan DPT-HB-Hib3 : 58,1%. Angka kejadian
4
pada tahun 2014 Difteri 0, Pertusis 0, Tetanus 0, Meningitis 0, Hepatitis 0 dan
Pneumonia 0. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kepatuhan ibu untuk
melakukan imunisasi pentavalen belum memenuhi UCI (Universal Coverage
Imunization) yaitu cakupan imunisasi lengkap minimal 80% secara merata
pada bayi di 100% desa/kelurahan pada tahun 2010 (Proverawati & Andhini,
2010), sehingga perlu upaya usaha yang harus dilakukan Dinas Kesehatan
dalam rangka meningkatkan kepatuhan orang tua untuk mengimunisasikan
bayinya (Azizah, dkk, 2011).
Penyebab masih rendahnya cakupan imunisasi antara lain adalah lain
orang tua yang sibuk bekerja, kurang memiliki waktu, bahkan kurang
pengetahuan tentang imunisasi dan perhatian terhadap kesehatan anakpun
berkurang, kurang informasi yang diperoleh oleh masyarakat baik melalui
media massa, media elektronik maupun penyuluhan-penyuluhan serta budaya
yang masih mengandalkan dukun sebagai penolong persalinan, sehingga tidak
ada anjuran kepada ibu bersalin untuk mengimunisasikan bayinya. Hal ini
menjadikan masyarakat tidak mengenal tentang imunisasi (Arifin, 2011).
Pengetahuan ibu tentang imunisasi mempengaruhi praktik imunisasi (Lestari
dan Masruroh, 2012).
Hasil studi pendahuluan di Puskesmas Gilingan Surakarta pada tanggal
5 Januari 2015 diketahui bahwa dari 10 orang responden yang melakukan
imunisasi data bahwa 7 bayi (70,0%) diimunisasi tidak tepat sesuai jadwal
sedangkan sebanyak 3 bayi (30,0%)
sesuai jadwal imunisasi. Hasil
wawancara dengan 10 ibu yang mempunyai balita tersebut mayoritas
menyatakan bahwa sebanyak 8 Ibu (80,0%) kurang mengerti tentang
5
imunisasi pentavalen karena ibu mampu tidak menjawab dengan benar
mengenai pengertian dan manfaat imunisasi pentavalen sedangkan 2 ibu
(20,0%) sudah mengetahui tentang pengertian dan manfaat imunisasi
pentavalen.
Program imunisasi pentavalen merupakan program yang baru dilakukan
pada bulan Februari 2014 (Dinkes Prov Jateng, 2014), sehingga banyak ibu
bayi dan balita belum tahu tentang imunisasi pentavalen, berdasarkan hal
tersebut peneliti berupaya mengangkat permasalahan tersebut tentang
hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang kepatuhan imunisasi pentavalen
pada bayi umur 6 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Gilingan Surakarta.
1.2 Rumusan Masalah
Salah satu faktor penyebab rendahnya cakupan imunisasi adalah
rendahnya pengetahuan tentang imunisasi yang disebabkan karena kurang
informasi yang diperoleh baik melalui media massa, media elektronik maupun
penyuluhan, hal ini menyebabkan ibu kurang mengetahui manfaat imunisasi
dan menyebabkan tidak patuh dalam pemberian imunisasi bagi bayinya.
Berdasarkan
latar
belakang
tersebut
maka
dapat
dirumuskan
permasalahan apakah ada hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan
ibu dalam pemberian imunisasi pentavalen di wilayah kerja UPTD Puskesmas
Gilingan Surakarta ?
6
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan ibu
dalam pemberian imunisasi pentavalen di wilayah kerja UPTD
Puskesmas Gilingan Surakarta.
1.3.2 Tujuan khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk :
a. Mengetahui karakteristik ibu yang melakukan imunisasi pentavalen
pada anaknya di wilayah kerja UPTD Puskesmas Gilingan Surakarta.
b. Mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi pentavalen.
c. Mengetahui kepatuhan ibu dalam melakukan imunisasi pentavalen
pada anaknya.
d. Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan
kepatuhan ibu memberikan imunisasi pentavalen.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi masyarakat
Memberikan gambaran yang lebih konkrit dan dapat dijadikan
sumber pijakan atau input dalam memberikan alternatif dalam
memecahkan masalah pada kepatuhan ibu dalam pemberian imunisasi
pentavalen.
7
1.4.2. Bagi profesi keperawatan
Sebagai
bahan
masukan
bagi
perawat
meningkatkan
mutu
pelayanan
kesehatan
dalam
rangka
khususnya
asuhan
keperawatan dalam pemberian imunisasi pentavalen.
1.4.3. Bagi Puskesmas
Sebagai sumbangan informasi bagi Puskesmas sebagai usaha
untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dalam memberikan
asuhan keperawatan tentang kepatuhan ibu dalam memberi imunisasi
pentavalen.
1.4.4 Bagi peneliti selanjutnya
Mengembangkan konsep dan kajian yang lebih mendalam
tentang asuhan keperawatan ibu dalam pemberian imunisasi
pentavalen sehingga diharapkan dapat menjadi dasar dan pendorong
dilakukannya penelitian yang lebih mendalam tentang masalah
tersebut.
1.4.5 Bagi peneliti
Menambah wawasan, khasanah, ilmu pengetahuan, informasi
dan wacana tentang hubungan tingkat pendidikan dengan kepatuhan
ibu dalam pemberian imunisasi pentavalen.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori
2.1.1 Pengetahuan
2.1.1.1 Pengertian
Pengetahuan (knowledge) adalah hasil “tahu”, dan ini
terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu
objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra
manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa, dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain
yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang
(overt behavior) (Notoadmodjo, 2011).
Pengetahuan adalah pembentukan pemikiran assosiatif
yang menghubungkan atau menjalin sebuah pikiran dengan
kenyataan atau pikiran lain berdasarkan pengalaman yang
berulang-ulang tanpa pemahaman mengenai kausalitas (sebab
akibat) yang universal (Astinah, dkk, 2013).
2.1.1.2 Tingkatan pengetahuan
Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif
mempunyai enam tingkat yakni :
1. Tahu (Know)
Tahu dapat diartikan sebagai mengingat suatu materi
yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk kedalam
8
9
pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
terhadap suatu spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari
atau rangsangan yang telah diterima, sehingga tahu ini
merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
2. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan
dapat mengintepretasikan materi tersebut secara benar.
Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus
dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi
diartikan
sebagai
kemampuan
untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau
kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan
sebagai aplikasi atau penggunaaan hukum-hukum, rumus,
metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi
yang lain, misalnya dapat menggunakan prinsip-prinsip
siklus pemecahan masalah di dalam pemecahan masalah
kesehatan dari kasus yang diberikan.
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan
materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen,
tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan
10
masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis
ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat
menggambarkan
(membuat
bagan),
membedakan,
memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
5. Sintetis (Synthetis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam
suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain
sintesis
adalah
formulasi
baru
suatu
dari
kemampuan
untuk
formulasi-formulasi
menyusun
yang
ada,
misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat
meringkaskan,
dapat
menyesuaikan,
dan
sebagainya
terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi
atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu
kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteriakriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2011).
2.1.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah
sebagai berikut :
1. Faktor internal
11
a. Pendidikan
Pendidikan
berarti
bimbingan
yang
diberikan
seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju ke
arah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk
berbuat
dan
mengisi
kehidupan
untuk
mencapai
keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan
untuk mendapat informasi misalnya dalam hal yang
menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan
kualitas hidup.
b. Pekerjaan
Pekerjaan adalah kegiatan yang harus dilakukan
terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan
keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan. Bekerja
pada merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja
bagi
ibu-ibu
akan
mempunyai
pengaruh
terhadap
kehidupan keluarga.
c. Umur
Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat
dilahirkan sampai berulang tahun, semakin cukup umur
maka tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan
lebih matang dalam berfikir dan bekerja.
2. Faktor eksternal
12
a. Lingkungan
Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada di
sekitar
manusia
dan
pengaruhnya
yang
dapat
mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau
kelompok.
b. Sosial Budaya
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat
mempengaruhi sikap dalam menerima informasi (Wawan
dan Dewi, 2010).
3 Tingkat Pengukuran Pengetahuan
Pengetahuan
seseorang
dapat
diketahui
dan
diinterprestasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu
sebagai berikut :
a. Baik
: 76 - 100%
b. Cukup
: 56 - 75%
c. Kurang
: < 56 % (Lestari dan Masruroh, 2012).
2.1.2 Kepatuhan
2.1.2.1 Pengertian
Kepatuhan mempunyai arti suatu perilaku seseorang untuk
mengikuti saran medis ataupun kesehatan sesuai dengan
ketentuan yang diberikan. Pemahaman yang baik dan mendalam
tentang faktor tersebut sangat bermanfaat bagi para orang tua
dan tenaga kesehatan untuk meningkatkan kepatuhan dalam
13
melakukan imunisasi dasar sehingga efektifitas terapi dapat
terpantau (Febriastuti, dkk, 2013).
Kepatuhan adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai
dengan ketepatan yang diberikan oleh profesional kesehatan
(Niven,
2012).
Tingkat
kepatuhan
adalah
pelaksanaan kegiatan, yang sesuai dengan
pengukuran
langkah-langkah
yang telah ditetapkan. Perhitungan tingkat kepatuhan dapat
dikontrol bila pelaksanaan program telah sesuai standar
(Notoatmodjo, 2007). Kepatuhan pasien adalah hal yang sangat
penting dalam tercapainya keberhasilan pengelolan penyakit,
namun sayangnya hampir seperempat pasien gagal untuk
menaati rekomendasi dokter atau tim medis yang merawat (Di
Matteo, et al, 2007).
2.1.2.2 Faktor yang mempengaruhi kepatuhan
Beberapa faktor yang mempengaruhi kepatuhan antara lain
adalah sebagai berikut :
1. Pendidikan
Pendidikan baik formal maupun non formal dapat
mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan dan
berperilaku,
meningkatkan
dengan
pendidikan
kematangan
intelektual
seseorang
sehingga
dapat
dapat
membuat keputusan dalam bertindak. Semakin tinggi
pendidikan seseorang akan semakin mudah baginya untuk
14
menerima serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi
(Mulyana, 2006).
2. Sikap
Gibson mengatakan, bahwa sikap merupakan faktor
penentu perilaku karena ikap berhubungan dengan persepsi,
kepribadian dan motivasi. demikian sikap merupakan faktor
predisposisi yang memungkinkan terjadinya perubahan
perilaku (Mulyana, 2006).
Health
belief
model
mengenai
imunisasi
yang
menyatakan
bahwa
sikap
seseorang
dalammengikuti
program imunisasi percaya bahwa:kemungkinan terkena
penyakit tinggi (ketidakkebalan), jika terjangkit penyakit
tersebut membawa akibat serius, imunisasi adalah carayang
paling efektif untuk pencegahan penyakit, dan tidak ada
hambatan serius untuk imunisasi.Ketidakcocokan perilaku
seseorang dengan
masalah
sikapnya akan menimbulkan berbagai
psikologis bagi individu yang bersangkutan
sehingga individu akan berusaha mengubah sikapnya atau
perilakunya (Astinah, dkk, 2013).
3. Tingkat pengetahuan
Pengetahuan
seseorang
dipengaruhi
oleh
tingkat
pendidikan semakin baik tingkat pendidikan maka semakin
baik pula tingkat pengetahuan, selain pendidikan faktor-
15
faktor yang mempengaruhi pada peningkatan pengetahuan
seseorang adalah keikutsertaan dalam pelatihan atau
penyuluhan, pengetahuan seseorang dapat bertambah pula
dengan cara memperkaya khasanah pengetahuan melalui
membaca baik melalui media massa dan media elektrik
(internet), sehingga walaupun tanpa melalui pendidikan
formal. Pengetahuan seseorang dapat meningkat dengan
demikian harapan tentang keberhasilan program imunisasi
dapat dicapai melalui kesadaran masyarakat akan dampak
imunisasi dapat imunisasi bagi kesejahteraan masyarakat
secara umum dan kesejahteraan anak secara khususnya.
(Astinah, dkk, 2013).
Semakin
imunisasi,
tinggi
pengetahuan
memungkinkan
orang
seseorang
tentang
tersebut
untuk
mengaplikasikan pengetahuannya yakni dalam hal ini
mengimunisasikan balitanya secara lengkap.
Informasi
adalah salah satu organ pembentuk pengetahuan. Semakin
banyak seseorang memperoleh informasi, maka semakin
baik pula pengetahuannya, sebaliknya semakin kurang
informasi
yang
pengetahuannya,
diperoleh,
maka
semakin
semakin baik pengetahuan seseorang,
makin mudah menerima informasi (Ismet, 2013).
4. Tindakan ibu
kurang
16
Menurut Notoatmodjo (2007), perilaku manusia
dalam hal kesehatan dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu
faktor perilaku (behavioral factors) dan faktor non-perilaku
(non behavioral factors). Green menganalisis bahwa faktor
perilaku sendiri ditentukan oleh tiga faktor utama, yaitu:
faktor Predisposisi (predisposing factors), yaitu faktor-faktor
yang
mempermudah
perilaku
seseorang,
atau
antara
mempredisposisi
lain
terjadinya
pengetahuan,
sikap,
keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi dan sebagainya,
kemudian faktor-faktor pemungkin (enabling factors), yaitu
faktor-faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi
perilaku atau tindakan.
Interaksi yang baik dengan lingkungan, dan seringnya
seorang ibu mendapatkan informasi tentang manfaat dari
pemberian imunisasi yang lengkap pada bayi, akan
menyebabkan seorang ibu memiliki sikap yang positif, yang
dengan dukungan orang sekitarnya serta ketersediaan dan
terjangkaunya
fasilitas
kesehatan
untuk
memperoleh
imunisasi, akan mendorong ibu untuk bertindak yang positif
juga dengan membawa bayi secara rutin sesuai jadwal untuk
mendapatkan imunisasi (Astinah, dkk, 2013).
5. Pelayanan petugas kesehatan
17
Pelayanan petugas kesehatan yang baik terhadap
pasien dipengaruhi oleh kesadaran petugas kesehatan akan
profesionalisme kerja sangat mempengaruhi kepuasan
pasien. Pelayanan petugas kesehatan dapat mempengaruhi
imunisasi dasar lengkap pada balita, karena ibu balita merasa
puas dengan pelayanan yang diberikan oleh petugas
kesehatan (Ismet, 2013).
6. Dukungan keluarga
Respon
positif
keluarga
responden
terhadap
pelaksanaan kegiatan imunisasi dipengaruhi oleh faktor
pengetahuan yang baik yang dimiliki oleh keluarga
responden tentang pentingnya imunisasi dasar pada balita
yang tidak lain pengetahuan tersebut diperoleh dari
informasi atau penyuluhan-penyuluhan yang diberikan oleh
petugas kesehatan.
Petugas
kesehatan
menyadari
bahwa
dukungan
keluarga sangat berperan penting terhadap keaktifan ibu
dalam program imunisasi, sehingga sasaran penyuluhan
tentang imunisasi pun selain ibu-ibu yang mempunyai balita
juga keluarga bahkan ditujukan kepada seluruh masyarakat.
Pengaruh keluarga terhadap pembentukan sikap
sangat besar karena keluarga merupakan orang yang paling
dekat dengan anggota keluarga yang lain. Apabila sikap
18
keluarga terhadap imunisasi kurang begitu merespon dan
bersikap tidak menghiraukan pelaksanaan kegiatan imunisasi
maka pelaksanaan imunisasi tidak akan dilakukan oleh ibu
bayi karena tidak ada dukungan oleh keluarga (Ismet, 2013).
2.1.2.3 Pengukuran Kepatuhan
Pengukuran
kepatuhan
tentang
pemberian
imunisasi
pentavalen disesuaikan dengan umur bayi, yaitu sebagai berikut :
1. Umur bayi < 7 hari, jenis imunisasi : Hepatitits B (HB) O
2. Umur bayi 1 bulan, jenis imunisasi : BCG, Polio 1
3. Umur bayi 2 bulan, jenis imunisasi : DPT-HB-Hib 1 dan
Polio 2
4. Umur bayi 3 bulan, jenis imunisasi : DPT-HB-Hib 2 dan
Polio 3
5. Umur bayi 4 bulan, jenis imunisasi : DPT-HB-Hib 3 dan
Polio 4
6. Umur bayi 9 bulan, jenis imunisasi : campak
Kriteria kepatuhan imunisasi pentavalen adalah patuh
apabila sudah melakukan imuniasi sesuai umur bayi dan tidak
patuh apabila belum lengkap melakukan imunisasi pentavalen
sesuai umur bayi) (Dinkes Prov Jateng, 2013).
19
2.1.3 Imunisasi Pentavalen
2.1.3.1 Pengertian
Imunisasi merupakan salah satu jenis usaha memberikan
kekebalan kepada anak dengan memasukkan vaksin ke dalam
tubuh guna membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit
tertentu (Fida dan Maya, 2012). Imunisasi adalah cara untuk
meningkatkan kekebalan seseorang terhadap suatu penyakit
sehingga bila kelak terpajan pada penyakit tersebut ia tidak
menjadi sakit. Kekebalan yang diperoleh dari imunisasi dapat
berupa kekebalan pasif dan kekebalan aktif (Ranuh, dkk, 2011).
Program pemerintah terbaru terkait pemberian imunisai
adalah penggunaan vaksin kombinasi yang dikenal sebagai
Vaksin Pentavalen. Vaksin ini merupakan gabungan vaksin
DPT-HB ditambah Hib. Sebelumnya kombinasi ini hanya terdiri
dari DPT dan HB (kita kenal sebagai DPT Combo). Sesuai
dengan kandungan vaksinnya, vaksin Pentavalen mencegah
berberapa jenis penyakit, antara lain Difteri, batuk rejan atau
batuk 100 hari, tetanus, hepatitis B, serta radang otak
(meningitis) dan radang paru (pneumonia) yang disebabkan oleh
kuman Hib (Haemophylus influenzae tipe b) (Kinanti, 2013).
Vaksin Pentavalen (DPT-HB-HiB) adalah vaksin DPT-HB
ditambah HiB. Penyakit yang dapat dicegah pentavalen adalah
20
difteri, tetanus, hepatitis, radang otak (meningitis) dan batuk
rejan/batuk 100 hari (Dinkes Prov Jateng, 2013).
2.1.3.2 Jenis Imunisasi Pentavalen
Imunisasi pentavalen merupakan kombinasi dari 3 jenis
vaksin, yaitu vaksin DPT, HB, dan Hib. Vaksin pentavalen
adalah kombinasi dari lima vaksin dalam satu: difteri, tetanus,
batuk rejan, hepatitis B dan Haemophilus influenza tipe b/Hib
(bakteri
yang menyebabkan meningitis, pneumonia dan
otitis). Lima antigen tersebut diberikan dalam satu suntikan,
sehingga memberikan kenyamanan bagi bayi yang mendapat
imunisasi beserta ibunya. Beberapa jenis imunisasi pentavalen
yaitu sebagai berikut :
1. Vaksin DPT
a. Pengertian
Imunisasi DPT terdiri dari toxoid difteri dan tetanus
yang dimurnikan dan bakteri pertusis yang telah
dimatikan. Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh
orynebacterium diphtheria. Dapat menyebar melalui
kontak fisik dan pernafasan dengan gejala radang
tenggorokan, hilang nafsu makan, demam ringan, dalam 23 hari timbul selaput putih kebiruan pada tenggorokan dan
tonsil.
Pertusis (batuk rejan / batuk seratus hari) adalah
penyakit yang disebabkan oleh bordetella pertussis.
Penyebarannya dapat melalui batuk/bersin, dengan gejala
21
pilek, mata merah, bersin, demam, batuk ringan sampai
batuk parah.
Tetanus adalah
penyakit yang disebabkan oleh
Clostridium tetani. Penyebarannya dapat melalui kotoran
yang masuk ke luka yang dalam, dengan gejala kaku otot
pada rahang, leher, perut, sulit menelan, berkeringat dan
demam, bayi jadi berhenti menetek, kejang, tubuh kaku.
Pemberian imunisasi DPT pada bayi umur 2 – 11 bulan,
pemberian imunisasi 3 kali (DPT 1, 2, 3) selang waktu
pemberiannya 4 minggu.
b. Manfaat
Imunisasi
DPT
bermanfaat
untuk
mencegah
penularan penyakit difteri yang dapat menyumbat saluran
pernafasan, mencegah penularan penyakit batuk rejan
(Batuk 100 hari) serta penyakit tetanus. Untuk pemberian
kekebalan terhadap difteri, pertusis dan tetanus.
c. Efek samping
Gejala–gejala yang bersifat sementara seperti : lemas,
demam, kemerahan pada tempat suntikan. Kadang–kadang
terjadi gejala berat seperti demam tinggi iritasi dan
mengigau
imunisasi.
yang
biasanya
terjadi
24
jam
setelah
22
2. Vaksin HB
a. Pengertian
Imunisasi hepatitis B adalah berasal dari virus yang
telah dimatikan dan tidak menginfeksi. Hepatitis B
sendiri adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
hepatitis B yang merusak hati Penularan penyakit ini
hepatitis B umumnya terjadi melalui alat-alat kedokteran,
darah, ataupun jaringan, hubungan seksual, dari ibu
kepada bayinya, pada umumnya terjadi sekitar proses
persalinan, ataupun melalui ASI dan pernularan antar
anak walaupun jarang terjadi dengan gejala, merasa
lemah, gangguan perut, flu, mata/kulit/urine kuning,
kotoran pucat.
b. Jadwal pemberian
1) Imunisasi awal diberikan sebanyak 3 kali. Jarak
antara suntikan 1 dan 2 adalah 1-2 bulan, sedangkan
untuk suntikan 3 diberikan dengan jarak 6 bulan dari
suntikan 1.
2) Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan antiHbsAg pasca imunisasi setelah 3 bulan imunisasi
terakhir
3) Pemberian pada usia 0 – 11 bulan dengan 2 kali
pemberian (hepatitis B 1, 2, 3) selang waktu 4
minggu
untuk
bayi
yang lahir
di
RS
atau
23
puskesmas/RB diberikan dalam 24 jam pertama
kelahiran
c. Manfaat
Manfaat vaksin HB adalah untuk pemberian
perlindungan terhadap infeksi yang disebabkan oleh
virus hepatitis B.
d. Efek samping
Rasa sakit kemerahan dan pembengkakan di sekitar
tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan
dan biasanya hilang setelah 2 hari.
3. Vaksin Hib
a. Pengertian
Imunisasi Hib adalah berasal dari Haemophilus
Influenza type B (Hib). Hib biasa menyerang anak di
bawah 5 tahun.Anak-anak dapat tertular bakteri Hib dari
anak lain yang sakit atau orang dewasa yang membawa
bakteri Hib, namun tidak sakit. Kuman tertular melalui
kontak dengan penderita Hib. Jika bakteri Hib berada di
rongga
hidung
atau
tenggorokan, mungkin
tidak
menyebabkan sakit. Namun bakteri Hib dapat masuk ke
paru-paru dan peredaran darah dan menyebabkan
penyakit serius.
Sebelum ditemukannya vaksin Hib, penyakit Hib
merupakan
penyebab
utama
radang selaput
otak
24
(meningitis) pada anak di bawah 5 tahun. Meningitis
menyebabkan kerusakan otak dan medullaspinalis. Hib
juga
menyebabkan
pneumonia,
infeksi
berat
di
tenggorokan, infeksi pada persendian, tulang dan selaput
jantung, bahkan kematian.
Anak di atas 5 tahun tidak perlu mendapatkan vaksin
Hib. Namun dalam kondisi tertentu, vaksinasi Hib perlu
diberikan,
seperti
penderita sickle
cell,
HIV,
pengangkatan limpa, transplantasi sumsum tulang atau
penderita kanker yang sedang menjalani kemoterapi.
b. Efek Samping
Vaksin Hib beresiko menimbulkan efek samping
ringan. Berikut efek samping vaksinasi Hib yang pernah
dilaporkan: merah dan bengkak di tempat penyuntikan
dan demam tinggi. Keluhan tersebut biasanya hilang
sendiri dalam 2-3 hari (Marfiah, 2014).
2.1.3.3 Jadwal pemberian imunisasi pentavalen
Pemberian imunisasi pentavalen disesuaikan dengan umur
bayi, yaitu sebagai berikut :
1. Umur bayi < 7 hari, jenis imunisasi : Hepatitits B (HB)O
2. Umur bayi 1 bulan, jenis imunisasi : BCG, Polio 1
3. Umur bayi 2 bulan, jenis imunisasi : DPT-HB-Hib 1 dan
Polio 2
25
4. Umur bayi 3 bulan, jenis imunisasi : DPT-HB-Hib 2 dan
Polio 3
5. Umur bayi 4 bulan, jenis imunisasi : DPT-HB-Hib 3 dan
Polio 4
6. Umur bayi 9 bulan, jenis imunisasi : campak
(Dinkes Prov Jateng, 2013).
2.1.3.4 Keunggulan vaksin pentavalen
Ada beberapa keunggulan vaksin Pentavalen (DPT-HBHib) jika dibandingkan dengan program imunisasi yang lama,
antara lain:
1. Mengurangi ‘kesakitan’ pada anak
Imunisasi yang diberikan dengan cara disuntik ini tidak
dipungkiri memberikan rasa sakit dan trauma pada anak.
DPT, HB, dan Hib masing-masing diberikan 3 kali tiap anak.
Bisa dihitung berarti anak disuntik 9 kali. Sedangkan jika
diberikan imunisasi pentavalen, anak berarti hanya akan
disuntik 3 kali. Karena setiap kali disuntik sudah ‘kombinasi’
dari ketiga jenis vaksin tersebut.
2. Mengurangi kunjungan ke posyandu
Kunjungan ke posyandu atau puskesmas membutuhkan
biaya, khususnya jika keluarga tersebut berada di daerah yang
memang puskesmasnya masih sedikit, Selain itu, jika
memang ibu dari anak merupakan ibu yang bekerja maka
26
pemberian imunisasi pentavalen ini dinilai akan membantu
ibu mengatur waktu lebih efisien, karena berarti kunjungan
ibu ke posyandu juga akan berkurang frekuensinya.
3. Mengurangi risiko 6 penyakit sekaligus
Imunisasi
pentavalen
(DPT-HB-Hib)
diketahui
merupakan kombinasi dari vaksin DPT, HB, dan Hib. DPT
diketahui
merupakan
vaksin
yang
digunakan
untuk
mengurangi risiko penyakit difteri, pertusis (batuk 100 hari),
dan tetanus. Sementara HB merupakan vaksin untuk
mengurangi risiko penyakit hepatitis B. Hib sendiri diketahui
bisa mengurangi risiko penyakit seperti meningitis dan
arthritis.
2.1.3.5 Cara pemberian
Cara pemberian vaksin pentavalen adalah sebagai berikut :
1. Disuntikkan secara intramuskuler di anterolateral paha atas
pada bayi dan lengan kanan pada anak usia 1,5 tahun
2. Tidak dianjurkan pada :
a. Bagian bokong anak karena dapat menyebabkan luka
saraf siatik.
b. Pemberian intrakutan dapat meningkatkan reaksi lokal.
3. Satu dosis adalah 0,5 ml (Dinkes Prov Jateng, 2013).
27
2.2 Keaslian Penelitian
Tabel 2.1. Keaslian Penelitian
Nama Peneliti
Hindriyawati,
dkk (2012)
Mulyani
(2009)
Isnaini, dkk,
(2012)
Judul Penelitian
Hubungan Tingkat
Pengetahuan Ibu
dengan Kepatuhan
Ibu dalam Pemberian
Imunisasi Dasar Pada
Bayi di Puskesmas
Cawas
Hubungan Antara
Tingkat Pengetahuan
Ibu tentang Imunisasi
dengan Kepatuhan
Ibu dalam Pemberian
Imunisasi Campak
Bagi Anaknya di
Desa Gumelar Kidul
Kecamatan Tambak
Hubungan Tingkat
Pengetahuan dan
Sikap Ibu Terhadap
Kepatuhan
Pemberian Imunisasi
Dasar Pada Bayi di
Desa Mororejo
Kaliwungu
Kabupaten Kendal
Metode
Metode : deskriptif
korelatif
Analisis data
Chi square
Hasil Penelitian
ada hubungan tingkat
pengetahuan dengan
kepatuhan ibu dalan
pemberian imunisasi dasar
pada bayi di Puskesmas
Cawas.
Metode : deskriptif
analitik
Analisis data
Chi square
Ada hubungan antara
tingkat pengetahuan ibu
tentang imunisasi dengan
kepatuhan ibu dalam
pemberian imunisasi
campak bagi anaknya
Metode :
deskriptif korelasi
Analisis data : chi
square
Ada hubungan tingkat
pengetahuan dan sikap Ibu
terhadap kepatuhan
pemberian imunisasi Dasar
pada bayi
28
2.3 Kerangka Teori
Tingkat
Pengetahuan
Kepatuhan Imunisasi
Pentavalen
Faktor yang mempengaruhi
pengetahuan
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Umur
- Lingkungan
- Sosial budaya
Faktor yang mempengaruhi
kepatuhan
- Pendidikan
- Sikap
- Tindakan ibu
- Pelayanan petugas kesehatan
- Dukungan keluarga
Keterangan :
Diteliti
Tidak diteliti
Gambar 2.1. Kerangka Teori
Sumber : Wawan dan Dewi (2010), Mulyana (2006), Astinah, dkk (2013),
Ismet (2013)
2.4 Kerangka Konsep
Variabel bebas
Variabel terikat
Kepatuhan imunisasi
pentavalen
Tingkat
Pengetahuan
Gambar 2.2. Kerangka Konsep
29
2.5 Hipotesis
Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul”
(Arikunto, 2006). Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
H0
: tidak ada hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan ibu
dalam pemberian imunisasi pentavalen
H1
: ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan ibu
dalam pemberian imunisasi pentavalen
30
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik deskriptif
dengan pendekatan cross sectional, di mana peneliti melakukan observasi atau
pengukuran variabel independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat.
Pada jenis ini, variabel independen dan dependen dinilai secara simultan pada
suatu saat, jadi tidak ada tindak lanjut. Tentunya tidak semua obyek penelitian
harus diobservasi pada hari atau pada waktu yang sama, akan tetapi baik
variabel independen maupun variabel dependen dinilai hanya satu kali saja
(Notoatmodjo, 2010).
3.2 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling
3.2.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau
subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiyono, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah
ibu yang melakukan imunisasi pentavalen yang menjadi sasaran di
Puskesmas Gilingan Surakarta yaitu sebanyak 613 orang (UPTD
Puskesmas Gilingan Surakarta).
3.2.2. Sampel
Sampel
merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau
sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat,
30
31
2007). Sampel dalam penelitian ini sebanyak 56 ibu yang mempunyai
balita usia 4-6 bulan yang telah melakukan 3 kali imunisasi pentavalen
di Puskesmas Gilingan Surakarta
3.2.3 Teknik sampling
Teknik pengambilan sampling dalam penelitian ini menggunakan
purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik pengambilan
sampel dengan berdasarkan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2010).
Kriteria inklusi yang akan digunakan dalam penelitian ini sebagai
berikut:
1. Ibu yang melakukan imunisasi pada bayinya yang berumur 4 – 6
bulan di Puskesmas Gilingan Surakarta.
2. Ibu yang telah melakukan 3 kali imunisasi pentavalen pada bayinya
yang berumur 4 – 6 bulan.
3. Ibu yang bersedia menjadi responden
Kriteria eksklusi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Ibu yang tidak bersedia menjadi responden
2. Ibu yang mempunyai bayi usia
4 – 6 bulan yang
melakukan
imunisasi pentavalen kurang dari 3 kali.
3.3
Tempat dan Waktu Penelitian
3.3.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian merupakan tempat atau lokasi pengambilan
penelitian (Notoatmodjo, 2011). Penelitian ini dilakukan di Puskesmas
Gilingan Surakarta.
32
3.3.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian adalah rentang waktu yang digunakan untuk
pelaksanaan penelitian (Notoatmodjo, 2011). Penelitian dilaksanakan
pada bulan Februari 2015 sampai Maret 2015.
3.4 Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran.
3.4.1 Variabel
1. Variabel independen (Variabel Bebas)
Variabel independen atau bebas adalah merupakan variabel
yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau
timbulnya variabel dependen atau terikat (Sugiyono, 2010). Variabel
independen dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan ibu.
2. Variabel Dependen (Variabel Terikat)
Variabel dependen atau terikat adalah variabel
yang
dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel bebas
(Sugiyono, 2010). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah
kepatuhan ibu dalam pemberian imunisasi pentavalen.
33
3.5 Definisi Operasional
Tabel 3.1 Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran
Variabel
Definisi Operasional
Alat Ukur
Tingkat
pengetahuan
Hasil
tahu
ibu
tentang pemberian
imunisasi pentavalen
pada bayi
yang
berumur 2 – 6 bulan
Kuesioner
Kepatuhan
ibu
dalam
pemberian
imunisasi
pentavalen
Kepatuhan
adalah
sejauh mana ibu
dalam memberikan
imunisasi pentavalen
sesuai dengan waktu
dan jenis imunisasi
yang
telah
ditetapkan.
Cheklist
3.6
Indikator penilaian
Skala
ukur
1. 76-100%
Ordinal
(15-19 soal
benar) dinyatakan
(baik)
2. 56 – 75%
(11-14 soal
benar) dinyatakan
(cukup)
3. < 56%
(< 11 soal
b enar)
dinyatakan
(kurang)
1. Patuh (jika
Nominal
sudah
melakukan tiga
kali imunisasi
sesuai umur bayi
2. Tidak patuh (jika
belum lengkap
melakukan tiga
kali imunisasi
pentavalen
sesuai umur
bayi)
Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data
3.6.1 Alat Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini berupa lembar kuesioner untuk
pengukuran tingkat pengetahuan tentang imunisasi pentavalen.
Instrumen penelitian ini adalah kuesioner tertutup yang diisi oleh
responden. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang
digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti
laporan tentang hal-hal yang diketahui dan sudah disediakan
34
jawabannya (Arikunto, 2010). Jenis kuesioner dalam penelitian ini
adalah kuesioner tertutup, dimana responden tinggal memilih jawaban
yang sudah disediakan oleh peneliti yaitu untuk pengetahuan benar
dan salah.
Skala pengukuran data yang digunakan dalam kuesioner ini
adalah skala Guttman yaitu skala yang bersifat tegas dan konsisten
dengan memberikan jawaban yang tegas seperti jawaban dari
pertanyaan atau pernyataan : ya dan tidak, positif dan negatif, setuju
dan tidak setuju, benar dan salah (Hidayat, 2007). Jenis pernyataan
kuesioner berupa favourable yaitu pernyataan positif dimana jika benar
nilai 1 (satu) jika salah nilai 0 (nol) sedangkan pernyataan unfavourable
yaitu pertanyaan negatif jika benar nilai 0 (nol) jika salah nilainya 1
(satu).
Kuesioner dalam penelitian ini berjumlah 25 butir soal.
Kuesioner dibuat sendiri oleh peneliti dengan berdasarkan pada teori
yang digunakan. Pengisian kuesioner tersebut dengan memberi tanda
centang (√) pada jawaban yang dianggap benar.
Sebelumnya kuesioner tersebut diuji validitas dan reliabilitas. Uji
coba instrumen dilakukan pada Puskesmas Nusukan Surakarta.
Menurut Sugiyono (2010), bahwa beberapa ahli menggunakan 30 orang
sebagai sampel dalam uji coba instrumen. Kisi-kisi kuesioner tingkat
pengetahuan ibu tentang imunisasi pentavalen setelah dilakukan uji
validitas adalah sebagai berikut :
35
Tabel 3.2. Kisi Kisi Kuesioner Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi
Pentavalen Setelah Uji Validitas
Sub Variabel
1.
2.
3.
4.
5.
Pengertian
Jenis
Jadwal
Keunggulan
Cara pemberian
Jumlah
No. item
Favourable
No. item
unfavourable
1,2
4,5,6,7,8
13
15,16
18
11
3
9,10,11,12
14
17
19
8
Jumlah
Total
Item
3
9
2
3
2
19
1. Uji Validitas
Validitas
adalah suatu ukuran yang
dapat menunjukkan
tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen
dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang seharusnya
hendak diukur. Untuk mengetahui validitas item dalam penelitian ini
menggunakan uji validitas dengan rumus korelasi product moment.
Rumus korelasi product moment adalah:
rxy 
n.(xy) - (x . y)
{n x 2  x  }{n y 2 - y  }
2
2
Keterangan:
rxy
: Koefisien korelasi product moment
n
: Jumlah responden
x
: Skor pertanyaan
y
: Skor total
xy
: Skor pertanyaan dikalikan skor total
(Σx)2
= kuadrat jumlah skor item
36
Σx2
= jumlah kuadrat skor item
(Σy)2
= kuadrat jumlah skor total
Σy2
= jumlah kuadrat skor total
Sebuah instrumen dikatakan valid apabila nilai r hitung lebih besar
dari r tabel dan bernilai positif pada taraf signifikan 5% (Arikunto,
2010). Nilai r tabel untuk sampel 30 adalah (0,361).
Hasil uji validitas pada sampel uji coba di Puskesmas Nusukan
diketahui bahwa dari 25 item kuesioner pengetahuan tentang
imunisasi pentavalen diketahui bahwa sebanyak 19 item kuesioner
dinyatakan valid karena nilai r hitung (> 0,361), sedangkan sebanyak
6 item kuesioner yaitu kuesioner nomor 4, 11, 14,16,18 dan 23
dinyatakan tidak valid karena nilai r hitung (< 0,361), sehingga item
yang tidak valid tersebut tidak digunakan dalam penelitian. Hasil uji
validitas untuk variabel pengetahuan terlampir. Berikut disajikan
kuesioner setelah dilakukan uji validitas dan reliabilitas yaitu
sebagai berikut :
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa
instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat
pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen
yang baik tidak akan bersifat tendensius, mengarahkan responden
memilih jawaban-jawaban tertentu. Apabila datanya memang benar
37
sesuai dengan kenyataannya, maka berapa kalipun diambil tetap
akan sama hasilnya (Arikunto, 2010).
Untuk menguji reliabilitas instrumen, peneliti menggunakan
Alpha Chronbach dengan bantuan program komputer. Rumus Alpha
Chronbach adalah sebagai berikut:
2
 k   b 
r11  
1



 2t 
 k  1  
Keterangan:
r11
= Reliabilitas Instrument
k
= Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
∑σb2
= Jumlah varian butir
σ2 t
= Varians total
Dinyatakan reliabel bila nilai alpha cronbach’s > rkriteria (0,70)
(Riwidikdo, 2013).
Hasil uji reliabilitas pengetahuan ibu tentang imunisasi
pentavalen diperoleh nilai alpha cronbach’s sebesar 0,820 > 0,70,
sehingga dinyatakan reliabel. Hasil uji reliabilitas untuk variabel
pengetahuan terlampir.
Checklist digunakan untuk mengetahui tingkat kepatuhan ibu
dalam pemberian imunisasi pentavalen dimana tingkat kepatuhan
diukur melalui ketepatan umur bayi dan jenis imunisasi yang
diberikan. Patuh apabila sesuai umur dan jenis imunisasi yang
diberikan sedangkan tidak patuh jika belum lengkap melakukan
imunisasi pentavalen sesuai umur bayi (Dinkes Prov Jateng, 2013). Hal
38
ini diperkuat dari penelitian terdahulu mengenai kepatuhan ibu
dalam melakukan imunisasi dasar bayi dimana kriteria patuh jika
sesuai jadwal dan tidak patuh jika tidak sesuai jadwal (Azizah, dkk,
2011).
3.6.2 Cara pengumpulan data
1.
Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung
diambil dari obyek atau subyek penelitian oleh peneliti
(Riwidikdo, 2013). Data primer dalam penelitian ini adalah
kuesioner tingkat pengetahuan dan cheklist untuk mengetahui
tingkat kepatuhan ibu dalam pemberian imuniasi pentavalen.
2. Data sekunder
Data sekunder merupakan data yang didapatkan tidak
secara langsung dari subyek penelitian (Riwidikdo, 2013). Data
sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui literatur yang
relevan dan sumber lain yang mendukung penelitian ini.
3.6.3 Langkah – langkah pengumpulan data.
1. Peneliti meminta surat keterangan dari kampus STIKES Kusuma
Husada Surakarta untuk melakukan studi pendahuluan di
Puskesmas Gilingan Surakarta.
2. Setelah mendapat ijin dari Puskesmas Gilingan Surakarta, peneliti
melakukan studi pendahuluan.
39
3. Langkah selanjutnya adalah pembuatan proposal hingga seminar
penelitian dan melakukan revisi setelah seminar
4. Peneliti meminta surat ijin penelitian dari kampus STIKES
Kusuma Husada Surakarta untuk diserahkan ke Kesbangpol Kota
Surakarta dengan tembusan ke Badan Perencanaan Daerah Kota
Surakarta dan ke Dinas Kesehatan Kota Surakarta dan akhirnya
diserahkan ke Puskesmas Gilingan Surakarta.
5. Peneliti bekerja sama dengan bidan Puskesmas Gilingan
Surakarta dalam pelaksanaan penelitian dan pengumpulan data
tentang pengetahuan ibu serta kepatuhan imunisasi pentavalen.
6. Peneliti menemui calon responden dan menjelaskan tentang
tujuan, manfaat penelitian kemudian memberikan informed
consent.
7. Jika calon responden menyetujui dijadikan responden dalam
penelitian, peneliti meminta responden untuk menandatangi
lembar informed consent.
8. Peneliti memberikan kuesioner bagi responden yang bisa mengisi
sendiri sedangkan bagi responden yang ingin dibantu maka data
diisi oleh peneliti.
9. Setelah
dirasa
lengkap
peneliti
melakukan
analisis
pembahasan dari hasil penelitian yang telah dilakukan
dan
40
3.6. Tehnik Pengolahan Data dan Analisa Data
3.6.1. Teknik pengolahan data
Menurut Notoatmodjo (2011), setelah data terkumpul, maka
langkah yang dilakukan berikutnya adalah pengolahan data. Sebelum
melaksanakan analisa data beberapa tahapan harus dilakukan terlebih
dahulu guna mendapatkan data yang valid sehingga saat menganalisa
data tidak mendapat kendala. Langkah-langkah pengolahan yaitu:
1. Pengecekan data (editing)
Pada
tahap
ini
peneliti
melakukan
pemeriksaan
kelengkapan, kejelasan dan kesesuaian data yang diperoleh atau
dikumpulkan. Editing dalam penelitian ini adalah melakukan
pemeriksaan kembali setelah data terkumpul mulai dari
karakteristik
responden,
pengetahuan
ibu
dan
kepatuhan
imunisasi pentavalen, apabila ada data yang belum terisi maka
peneliti mempersilahkan responden untuk mengisi terlebih dahulu
2. Pemberian kode data (coding)
Tahap ini merupakan suatu proses penyusunan secara
sistematis data mentah ke dalam bentuk yang sudah dibaca untuk
pengolahan data. Peneliti membuat kode untuk hasil penelitian
yang didapat. Coding merupakan kegiatan pemberian kode
numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori.
Pada
variabel
independen
yaitu
tingkat
pengetahuan
menggunakan kode 1 untuk kurang, 2 cukup dan 3 baik
sedangkan untuk kepatuhan kode 1 untuk patuh dan 0 untuk tidak
patuh.
41
3.
Pemrosesan data (data entry)
Pada tahap ini dilakukan data yang telah diubah menjadi kode
kedalam mesin pengolahan data. Pemrosesan data dilakukan
dengan memasukan data ke paket program komputer yang sesuai
dengan paket program data ke program komputer yang sesuai
dengan varibel masing-masing.
4. Pembersihan data(cleaning)
Peneliti memastikan bahwa seluruh data yang telah
dimasukan kedalam mesin pengolahan data sudah sesuai dengan
sebenarnya. Proses akhir dari pengolahan data adalah dengan
melakukan pemeriksaan kembali kode yang sudah di entery data
untuk melihat ada tidaknya kesalahan dalam entery data.
Selanjutnya melakukan tabulasi data yaitu mengelompokkan data
ke dalam tabel menurut kategorinya sehingga data siap dilakukan
analisis secara univariat maupun bivariat.
5. Tabulating
Kegiatan memasukkan data hasil penelitian kedalam tabel
kemudian diolah dengan bantuan komputer.
3.6.2.
Analisa data
Analisa data merupakan pengumpulan data dari seluruh
responden yang dikumpulkan. Teknik analisis data dalam
penelitian kuantitatif mengunakan statistik (Sugiyono 2010).
42
1. Analisis univariat
Data numerik yang berupa umur dideskripsikan dalam
parameter mean dan standar deviasi, sedangkan data kategorikal
yang berupa pendidikan pekerjaan, pengetahuan dan kepatuhan
dideskripsikan bentuk distribusi frekuensi dalam persen. Rumus
yang digunakan :
P nf 100%
Keterangan :
P
: Prosentase
n
: Jumlah sampel
f
: Frekuensi kejadian
2. Analisis bivariat
Analisis bivariat dalam penelitian ini menggunakan uji
Chi Square. Uji ini digunakan untuk mengetahui hubungan
variabel bebas dengan variabel terikat dengan skala data
kategorik (Dahlan, 2011). Rumus yang digunakan yaitu :
k
 fo  fh2
i 1
fh
x 
2
Keterangan :
x2 = chi square
fo = frekuensi yang diobservasi
fh = frekuensi yang diharapkan (Sugiyono, 2010).
43
Taraf signifikansi yang digunakan adalah 95 % dengan nilai α
0,05.
a. Apabila X2 hitung < X2 tabel (5,991) atau p value > 0,05,
maka tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan
dengan
kepatuhan
ibu
dalam
pemberian
imunisasi
pentavalen.
b. Apabila X2 hitung > X2 tabel (5,991) atau p value < 0,05,
maka ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan
kepatuhan ibu dalam pemberian imunisasi pentavalen.
3.7. Etika Penelitian
Etika penelitian menurut Hidayat (2007), terdiri dari 3 macam yaitu:
3.7.1 Informed consent
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara
peneliti dan responden, dengan bentuk lembar persetujuan. Lembar
persetujuan diberikan sebelum penelitian kepada responden yang
akan diteliti. Lembar ini dilengkapi dengan judul penelitian dan
manfaat penelitian, sehingga subjek mengerti maksud dan tujuan
penelitian. Bila subjek menolak, maka peneliti tidak boleh memaksa
dan harus tetap menghormati hak-hak subjek.
3.7.2 Anonimity
Anonimity digunakan untuk menjaga kerahasiaan, peneliti
tidak akan mencantumkan nama responden, tetapi pada lembar
tersebut diberikan kode pengganti nama responden.
44
3.7.3 Confidentiality
Informasi yang telah dikumpulkan dari responden akan
dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, dan hanya akan digunakan
untuk pengembangan ilmu.
45
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Analisis Univariat
4.1.1 Umur Responden
Hasil statistik deskriptif responden data numerik yang berupa
umur responden dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.1. Distribusi Umur Ibu yang Melakukan Imunisasi Pentavalen
di Puskesmas Gilingan Surakarta
Variabel
Umur
N
56
Min
21,00
Max
41,00
Mean
29,76
SD
4,78
Hasil penelitian menunjukkan minimal umur responden adalah
(21,00), maksimal (41,00), rata-rata (29,76) dengan standar deviasi (4,78).
Hal tersebut menunjukkan bahwa rata-rata umur responden adalah 29,8
tahun, sehingga masih berada pada rentang usia produktif bagi wanita.
4.1.2 Tingkat Pendidikan Responden
Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat
dilihat pada tabel 4.2 sebagai berikut :
Tabel 4.2. Distribusi Tingkat Pendidikan Ibu yang Melakukan
Imunisasi Pentavalen di Puskesmas Gilingan Surakarta
Jumlah Responden
Tingkat Pendidikan
N
3
18
25
10
56
SD
SMP
SMA
PT
Total
45
%
5.4
32.1
44.6
17.9
100.0
46
Tabel 4.2. menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki
tingkat pendidikan SMA yaitu sebanyak 25 orang (44,6%).
4.1.3 Pekerjaan Responden
Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan dapat dilihat pada
tabel 4.3 sebagai berikut :
Tabel 4.3. Distibusi Pekerjaan Ibu yang Melakukan Imunisasi
Pentavalen di Puskesmas Gilingan Surakarta
Pekerjaan
IRT
Swasta
Wiraswasta
PNS
Total
Jumlah Responden
N
31
14
8
3
56
%
55.4
25.0
14.3
5.4
100.0
Tabel 4.3. menunjukkan bahwa mayoritas responden adalah Ibu
Rumah Tangga (IRT) yaitu sebanyak 31 orang (55,4%).
4.1.4. Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Pentavalen
Hasil analisis univariat variabel pengetahuan ibu tentang
imunisasi pentavalen dapat dilihat pada tabel 4.4 sebagai berikut :
Tabel 4.4. Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Pentavalen
Pengetahuan
Kurang
Cukup
Baik
Total
Jumlah Responden
N
12
33
11
56
%
21.4
58.9
19.7
100.0
Tabel 4.4. menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki
pengetahuan tentang imunisasi pentavalen pada kategori cukup yaitu
sebanyak 33 orang (58,9%).
47
4.1.5. Kepatuhan Ibu Memberikan Imunisasi Pentavalen
Hasil analisis univariat variabel kepatuhan ibu memberikan
imunisasi pentavalen dapat dilihat pada tabel 4.5 sebagai berikut :
Tabel 4.5. Kepatuhan Ibu dalam Pemberian Imunisasi Pentavalen pada
Balita Usia 2 – 6 bulan di Puskesmas Gilingan Surakarta
Kepatuhan
tidak patuh
patuh
Total
Jumlah Responden
N
22
34
56
%
39.3
60.7
100.0
Tabel 4.5. menunjukkan bahwa mayoritas ibu patuh dalam
memberikan imunisasi pentavalen yaitu sebanyak 34 orang (60,7%).
4.2. Analisis Bivariat
Hasil analisis bivariat menggunakan uji Chi Square untuk mengetahui
hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi pentavalen dengan
kepatuhan ibu memberikan imunisasi pentavalen dapat dilihat pada tabel
sebagai berikut :
Tabel 4.6. Tabulasi Silang Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi
Pentavalen dengan Kepatuhan Ibu Memberikan Imuniasi
Pentavalen
Stres
Kurang
Cukup
Baik
Total
Kepatuhan
Tidak patuh
Patuh
F
%
F
%
9
16,1
3
5,4
10
17,8
23
41,1
3
5,4
8
14,3
22
39,3
34
60,7
Total
F
12
33
11
56
%
21,4
58,9
19,7
100
2
p
value
8,199
0,017
48
Tabel 4.6. hasil uji Chi-Square menunjukkan nilai 2hitung (8,199) >
2tabel (5,991) atau p value (0,017 < 0,05), berarti ada hubungan yang
bermakna tingkat pengetahuan ibu dengan kepatuhan ibu memberikan
imunisasi pentavalen di wilayah kerja UPTD Puskesmas Gilingan Surakarta.
49
BAB V
PEMBAHASAN
5.1. Karakteristik Responden
5.1.1. Umur Responden
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata umur responden
adalah 29,8 tahun, sehingga masih berada pada rentang usia produktif
bagi wanita. Usia merupakan salah satu sifat karakteristik orang yang
sangat utama, umur juga mempunyai hubungan erat dengan berbagai
sifat orang lainnya, dan juga dengan tempat dan waktu. Rizqiawan
(2008) menyatakan bahwa usia ibu yang mengalami peningkatan dalam
batas tertentu maka dapat meningkatkan pengalaman ibu dalam
mengasuh anak, sehingga akan berpengaruh dalam upaya pencegahan
dan penanggulangan timbulnya penyakit. Wawan dan Dewi (2010)
menyatakan bahwa usia adalah umur individu yang terhitung mulai
saat dilahirkan sampai berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat
kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir
dan bekerja.
5.1.2. Pendidikan Responden
Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden memiliki
tingkat pendidikan SMA yaitu sebanyak 25 orang (44,6%). Pendidikan
seseorang merupakan salah satu proses perubahan tingkah laku,
semakin tinggi pendidikan seseorang maka dalam memilih tempattempat pelayanan kesehatan semakin diperhitungkan. Peran seorang
49
50
ibu pada program imunisasi sangatlah penting, karenanya
suatu
pemahaman tentang program ini amat diperlukan untuk kalangan
tersebut.
Pemahaman ibu atau pengetahuan ibu terhadap imunisasi
sangat dipengaruhi oeleh tingkat pendidikan ibu (Astinah, dkk, 2013).
Albertina (2009) yang menyimpulkan bahwa semakin tinggi
tingkat pendidikan seorang ibu maka makin besar peluang untuk
mengimunisasikan bayinya yaitu 2,215 kali untuk pendidikan tamat
SLTA/ke atas dan 0,961 kali untuk pendidikan tamat SLTP/sederajat.
Ibu yang berpendidikan mempunyai pengertian lebih baik tentang
pencegahan penyakit dan kesadaran lebih tinggi terhadap masalahmasalah kesehatan yang sedikit banyak telah diajarkan di sekolah.
5.1.3. Pekerjaan Responden
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden adalah
Ibu Rumah Tangga (IRT) yaitu sebanyak 31 orang (55,4%). Ismet
(2013) menyatakan bahwa ibu yang bekerja maupun ibu yang tidak
bekerja mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh
informasi tentang pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kesehatan
imunisasi dasar pada anak. Hasil penelitian ini didukung penelitian dari
Kurniati (2008) bahwa ibu rumah tangga lebih banyak mempunyai
waktu dirumah sehingga lebih dapat memperhatikan pemberian
imunisasi pada balitanya. Status perkerjaan seorang ibu dapat
berpengaruh terhadap kesempatan dan waktu yang digunakan untuk
meningkatkan pengetahuan dengancara menambah pengetahuan tentang
51
imunisasi dan perhatian terhadap kesehatan anak-anaknya. Ibu yang
mempunyai pekerjaan sebagai ibu rumah tangga mempunyai banyak
waktu yang luang, ini berarti ibu-ibu tersebut bisa mendapatkan banyak
informasi dari berbagai media, antara lain: televisi, radio, surat kabar.
5.1. Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi Pentavalen
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki
pengetahuan tentang imunisasi pentavalen pada kategori cukup yaitu
sebanyak 33 orang (58,9%). Pengetahuan cukup tersebut berarti responden
mampu menjawab 11 – 14 pertanyaan dengan benar.
Notoatmodjo (2011) menyatakan bahwa pengetahuan (knowledge)
adalah hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan
terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra
manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang.
Astinah, dkk (2013) menyatakan bahwa pengetahuan seseorang
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan semakin baik tingkat pendidikan maka
semakin baik pula tingkat pengetahuan, selain pendidikan faktor-faktor yang
mempengaruhi pada peningkatan pengetahuan seseorang adalah keikutsertaan
dalam pelatihan atau penyuluhan, pengetahuan seseorang dapat bertambah
pula dengan cara memperkaya khasanah pengetahuan melalui membaca baik
melalui media massa dan media elektrik (internet), sehingga walaupun tanpa
52
melalui pendidikan formal. Pengetahuan seseorang dapat meningkat dengan
demikian harapan tentang keberhasilan program imunisasi dapat dicapai
melalui kesadaran masyarakat akan dampak imunisasi dapat imunisasi bagi
kesejahteraan masyarakat secara umum dan kesejahteraan anak secara
khususnya.
Kadir, dkk (2014) menyatakan bahwa pengetahuan yang tinggi akan
berpengaruh pada penerimaan hal-hal baru dan dapat menyesuaikan diri
dengan hal yang baru. Pengetahuan juga dipengaruhi oleh faktor pengalaman
yang berkaitan dengan usia individu, Semakin matang usia seseorang akan
semakin banyak pengalaman hidup yang dimiliki, dan mudah untuk
menerima perubahan perilaku, karena usia ini merupakan usia paling
produktif dan umur paling ideal dalam berperan khususnya dalam
pembentukan kegiatan kesehatan. Semakin cukup umur seseorang, tingkat
kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan
bekerja. Pengalaman pribadi umumnya digunakan sebagai upaya untuk
memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang
diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu,
selain itu bertambahnya usia seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan
pengetahuan yang diperoleh.
Notoatmodjo (2007), menyatakan bahwa pengetahuan dapat dikatakan
sebagai
pengalaman
yang
mengarah
pada
kecerdasan
serta
akan
meningkatkan minat dan perhatian. Pengetahuan merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang karena dari
53
pengalaman dan penelitian ternyata prilaku yang didasari oleh pengetahuan
akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
Semakin baik pengetahuan individu tentang masalah kesehatan akan sangat
membantu dalam pencegahan terjadinya masalah kesehatan tersebut.
Pengetahuan akan membentuk sikap ibu, dan akhirnya akan patuh dalam
memberikan imunisasi pada bayi.
5.2. Kepatuhan ibu dalam pemberian imunisasi pentavalen
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden patuh
dalam memberikan imunisasi pentavalen yaitu sebanyak 34 orang (60,7%).
Febriastuti, dkk (2013) menyatakan bahwa kepatuhan mempunyai arti suatu
perilaku seseorang untuk mengikuti saran medis ataupun kesehatan sesuai
dengan ketentuan yang diberikan. Pemahaman yang baik dan mendalam
tentang faktor tersebut sangat bermanfaat bagi para orang tua dan tenaga
kesehatan untuk meningkatkan kepatuhan dalam melakukan imunisasi dasar
sehingga efektifitas terapi dapat terpantau.
Kepatuhan ibu dalam pemberian imunisasi pentavalen dipengaruhi
oleh tingkat pendidikan responden, hal ini dengan adanya pendidikan baik
formal dapat mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan dan
berperilaku, dengan pendidikan seseorang dapat meningkatkan kematangan
intelektual sehingga dapat membuat keputusan dalam bertindak. Semakin
tinggi pendidikan seseorang akan semakin mudah baginya untuk menerima
serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi (Mulyana, 2006).
54
Kadir, dkk (2014) menyatakan bahwa tingkat pendidikan responden
merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi pola pikir dalam
menentukan kepatuhan pemberian imunisasi, karena semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang diharapkan dapat berpikir lebih baik yang berkaitan
dengan kesehatan balitanya.
Responden yang berpendidikan tinggi relatif
lebih cepat dalam melaksanakan anjuran tentang pemberian imunisasi pada
balitanya. Begitu pula sebaliknya mereka yang berpendidikan rendah, agak
sulit dan memakan waktu yang relatif lama untuk mengadakan perubahan.
Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa kepatuhan
berpengaruh
terhadap kesadaran responden untuk membawa bayinya imunisasi. ibu yang
tidak bersedia mengimunisasikan bayinya dapat disebabkan karena belum
memahami secara benar dan mendalam mengenai imunisasi dasar. Selain itu
kurang memperhatikan dalam membawa bayinya imunisasi sesuai jadwal.
Kesadaran yang kurang akan mempengaruhi ibu dalam memperoleh
informasi mengenai pemberian imunisasi. Setelah menyadari tentang
pentingnya manfaat imunisasi, ibu dapat membawa bayinya untuk diberikan
imunisasi dasar sesuai dengan jadwal.
5.3. Hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan ibu dalam pemberian
imunisasi pentavalen
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara tingkat pengetahuan ibu dengan kepatuhan ibu memberikan imunisasi
pentavalen dengan p value (0,017 < 0,05). Hasil penelitian ini mendukung
55
penelitian terdahulu dari Hindriyawati, dkk (2012) bahwa ada hubungan
tingkat pengetahuan ibu dalam pemberian imunisasi dasar, sehingga semakin
baik tingkat pengetahuan ibu maka dapat meningkatkan kesadaran ibu dalam
pemberian imunisasi dasar. Mulyani (2009) dalam penelitiannya juga
menyatakan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang
imunisasi dengan kepatuhan ibu dalam pemberian imunisasi campak.
Mardiansyah (2009) bahwa ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang
imunisasi dasar terhadap kepatuhan pemberian imunisasi pada bayi.
Kepatuhan ibu dalam pemberian imunisasi pentavalen ini berarti
bahwa responden sudah mengetahui manfaat dari imunisasi pentavalen.
Menurut Hayana, dkk (2013) bahwa pemberian imunisasi pada anak
mempunyai tujuan agar tubuh kebal pada penyakit tertentu. Kekebalan tubuh
juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya terdapat kadar
antibodi yang tinggi pada saat dilakukan imunisasi, potensi antigen yang
disuntikan, dan waktu antara pemberian imnunisasi. Keefektifan imunisasi
tergantung dari faktor yang mempengaruhinya sehingga kekebalan tubuh
dapat diharapkan pada diri anak.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan dari Ismet (2013) bahwa salah
satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan adalah tingkat pengetahuan,
semakin tinggi pengetahuan seseorang tentang imunisasi, memungkinkan
orang tersebut untuk mengaplikasikan pengetahuannya yakni dalam hal ini
mengimunisasikan balitanya secara lengkap.
Informasi adalah salah satu
organ pembentuk pengetahuan. Semakin banyak seseorang memperoleh
56
informasi, maka semakin baik pula pengetahuannya, sebaliknya semakin
kurang informasi yang diperoleh, maka semakin kurang pengetahuannya,
semakin baik pengetahuan seseorang, makin mudah menerima informasi.
Hal ini sesuai Notoatmodjo (2007), bahwa apabila penerimaan
perilaku baru atau adopsi perilaku didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan
sikap yang positif maka perilaku tersebut bersifat langgeng. Sebaliknya,
apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak
berlangsung lama. Arifin (2011) dalam penelitiannya menyatakan bahwa ibu
yang berpengetahuan baik akan lebih mudah untuk mengerti tentang apa saja
yang berkaitan dengan imunisasi jadi ibu akan patuh dalam membawa anak
untuk di imunisasi.
57
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
6.1.1. Rata-rata umur responden adalah 29,7 tahun dengan tingkat pendidikan
SMA sebanyak 25 orang (44,6%) dan sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT)
yaitu sebanyak 31 orang (55,4%).
6.1.2. Sebagian besar ibu memiliki pengetahuan tentang imunisasi pentavalen
pada kategori cukup yaitu sebanyak 33 orang (58,9%).
6.1.3. Sebagian besar ibu patuh dalam memberikan imunisasi pentavalen
yaitu sebanyak 34 orang (60,7%).
6.1.4. Ada hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan ibu dalam
pemberian imunisasi pentavalen di wilayah kerja UPTD Puskesmas
Gilingan Surakarta dengan p value (0,020 < 0,05).
6.2. Saran
6.2.1. Bagi Masyarakat (Ibu yang mempunyai balita)
Ibu hendaknya berupaya meningkatkan pengetahuannya tentang
imunisasi pentavalen, melalui konseling pada tenaga kesehatan
sehingga dapat meningkatkan pemahaman ibu tentang pentingnya
imunisasi pentavalen pada bayinya sehingga ibu dapat lebih patuh
dalam melakukan imunisasi sesuai umur bayi.
57
58
6.2.2. Bagi profesi keperawatan
Perawat hendaknya memberikan konseling kepada ibu dalam
rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya asuhan
keperawatan dalam pemberian imunisasi pentavalen.
6.2.3. Bagi Puskesmas
Puskesmas hendaknya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
dalam
memberikan
pendidikan
kesehatan
kepada
ibu
dengan
bekerjasama dengan posyandu balita untuk meningkatkan kepatuhan
ibu dalam memberi imunisasi pentavalen.
6.2.4. Bagi peneliti selanjutnya
Peneliti selanjutnya hendaknya melakukan penelitian tentang
faktor lain yang mempengaruhi kepatuhan ibu, misalnya adalah
dukungan keluarga.
59
DAFTAR PUSTAKA
Albertina, dkk. (2009), ‘Kelengkapan Imunisasi Dasar Anak Balita dan FaktorFaktor yang Berhubungan di Poliklinik Anak Beberapa Rumah Sakit di
Jakarta dan Sekitarnya Bulan Maret 2008’, Sari Pediatri, Vol. 11, No.1,
pp. 1-7.
Arifin. (2011). Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Pentingnya Imunisasi
Dasar
dengan Kepatuhan Melaksanakan Imunisasi di BPS Hj. Umi
Salamah di desa Kauman, Peterongan, Jombang, tahun 2011. Prosiding
Sminas Competitive Advantage, Vol 1, No. 2
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Prakik. Jakarta :
Rineka Cipta.
Astinah; Hasbullah, S; Muzakir. H. (2013). Faktor–Faktor yang Mempengaruhi
Kepatuhan Ibu Pada Pemberian Imunisasi Dasar di Posyandu Teratai 11b di
Wilayah Kerja Puskesmas Tamamaung Makassar. E-library STIKES Nani
Hasanuddin Makassar. Vol 2 No. 6.
Azizah, N; Suyati, Rahmawati, VE. (2011). Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu
Tentang Pentingnya Imunisasi Dasar Dengan Kepatuhan Melaksanakan
Imunisasi di BPS Hj. Umi Salamah di Desa Kauman, Peterongan, Jombang.
Jombang : Prodi D-III Kebidanan FIK UNIPDU
Dahlan S. (2011). Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan: Deskriptif, Bivariat,
dan Multivariat. Jakarta : Salemba Empat.
Dimatteo, MR., Haskard, KB., Williams, SL. (2007). Health Beliefs, Disease
Severity and Patient Adherence. A Meta Analysis. Journal of Medical Care.
45 (6) : pp 521-528
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. (2013). Petunjuk Teknis Introduksi
Imunisasi DTP-HB-Hib (Pentavalen) Pada Bayi dan Pelaksanaan Imunisasi
Lanjutan Pada Anak Balita. Semarang : Dinkes Jateng.
Febriastuti, N; Arif, YS; Kusumaningrum, T. (2013). Kepatuhan Orang Tua
Dalam Pemberian Kelengkapan Imunisasi Dasar Pada Bayi 4—11 Bulan.
Surabaya : Program Studi S1 Pendidikan Ners Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga
Fida dan Maya. (2012). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Yogyakarta : D-Medika.
60
Hayana, Wahyuni, S, Kadir, S. (2013). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Tingkat Kecemasan Ibu Sebelum Pemberian Imunisasi DPT Pada Bayi Di
Wilayah Kerja Puskesmas Samataring Kabupaten Sinjai. Jurnal STIKES
Hasanudin Makasar. Vol 2 No. 6.
Hidayat. AA. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data.
Jakarta: Salemba Medika
Hindriyawati, W; Rosalina; Wahyuni. (2012). Hubungan Tingkat Pengetahuan
Ibu Tentang Imunisasi Dengan Kepatuhan Ibu Dalam Pemberian Imunisasi
Dasar Pada Bayi Di Puskesmas Cawas. Jurnal Kebidanan Arimbi, Vol V
No. 4.
Kadir, L; Fatimah dan Hadia. 2014. (2014). Pengetahuan Dan Kepatuhan Ibu Pada
Pemberian Imunisasi Dasar Bagi Bayi. Journal of Pediatric Nursing Vol.
1(1), pp. 009-013
Kementrian Kesehatan RI. (2013). Menkes Luncurkan Vaksin Pentavalen dan
Program Imunisasi Lanjutan Bagi Batita, diakses melalui depkes.go.id
tanggal 20 Januari 2015.
Kinanti, AN. (2013). Imunisasi Pentavalen, Vaksin 'Kombinasi' Terbaru untuk
Anak Indonesia. Diakses melalui http://health.detik.com, tanggal 20
Januari 2015.
__________. (2013). 3 Keunggulan Pentavalen dibandingkan Program Imunisasi
Lama. Diakses melalui http://health.detik.com, tanggal 20 Januari 2015.
Ismet, F. (2013). Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Imunisasi
Dasar Lengkap Pada Balita di Desa Botubarani Kecamatan Kabila Bone
Kabupaten Bone Bolango. Jurnal Keperawatan UNG. Fakultas Ilmu-Ilmu
Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo
Isnaini E; Yosafianti, V; Shobirun. (2012). Hubungan Tingkat Pengetahuan dan
Sikap Ibu Terhadap Kepatuhan Pemberian Imunisasi Dasar Pada Bayi di
Desa Mororejo Kaliwungu Kabupaten Kendal. Jurnal Ilmu Keperawatan
dan Kebidanan. Vol 1 No. 2.
Lestari, RI dan Masruroh. (2012). Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi
Dasar Lengkap Dengan Praktik Imunisasi Dasar Lengkap Bayinya Di
Wilayah Kerja Puskesmas Pegandon Kec. Pegandon kab. Kendal. Jurnal
Ilmiah Kesehatan Akbid Uniska Kendal. Edisi Ke-2 Tahun 2012.
61
Mardiansyah, DA. 2009. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi
Dasar Dengan Kepatuhan Pemberian Imunisasi Pada Bayi di Posyandu
Desa Tonjong Brebes Jawa Tengah. Gombong : STIKES PKU
Muhammadiyah Gombong.
Marfiah, S. (2014). Imunisasi Dasar dengan Vaksin Pentavalen, diakses dari
http://sitimarsifah.com, tanggal 20 Januari 2015.
Momomuat, S; Ismanto, AY; Kundre, R. 2014. Hubungan Tingkat Pengetahuan
Ibu Tentang Pentingnya Imunisasi Campak Dengan Kepatuhan
Melaksanakan Imunisasi Di Puskesmas Kawangkoan. Manado : Program
Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi
Manado
Mulyana, A; Nugraha, P; Adi, MS. (2006). Faktor-Faktor Ibu Balita Yang
Berhubungan Dengan Kepatuhan Follow Up Penderita Pnemonia Balita Di
Puskesmas Cisaga, Ciamis, Jawa Barat. Jurnal Promosi Kesehatan
Indonesia Vol. 1, No. 2.
Mulyani, S. (2009). Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi
dengan Kepatuhan Ibu dalam Pemberian Imunisasi Campak Bagi Anaknya
di Desa Gumelar Kidul Kecamatan Tambak. e-journal stikesmuh.ac.id.
STIKES Muhammadiyah Gombong.
Niven. (2012). Psikologi Kesehatan : Pengantar Untuk Perawat Dan Profesional
Kesehatan Lain. Jakarta : EGC.
Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ikmu Perilaku. Jakarta: Rineka
Cipta.
Notoatmodjo, S. (2011). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Probandari, AN; Handayani, S; Laksono, NJD. (2013). Ketrampilan Komunikasi.
Modul Field Lab. Surakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
Ranuh, dkk. (2011). Pedoman Imunisasi di Indonesia. Jakarta : Badan Penerbit
Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Risqiawan, A. 2008. Faktor Yang Mempengaruri Ibu Dalam Ketidak Ikut Sertaan
Balitanya Ke Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio Di Wilayah Kerja
Puskesmas Mulyorejo Surabaya. Surabaya : Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga Surabaya
Riwidikdo, H. (2013). Statistik Kesehatan. Yokyakarta : Mitra Cendekia Press.
62
Sugiyono. (2010). Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.
Wawan, A dan Dewi, M. (2010). Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan
Perilaku Manusia. Yogyakarta : Nuha Medika.
Widowati, R. (2014). Begini Efek Samping Imunisasi Pentavalen DPT-HB-Hib,
diakses melalui http://www.kabar6.com, tanggal 20 Januari 2015.
Download