HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI PENTAVALEN DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS GILINGAN SURAKARTA SKRIPSI Untuk memenuhi persyaratan mencapai Sarjana Keperaatan Oleh : PUSPITANINGRUM NIM ST13059 PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015 i 2 3 SURAT PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Puspitaningrum NIM : ST13059 Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1) Skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (sarjana), baik di STIKes Kusuma Husada Surakarta maupun perguruan tinggi lain. 2) Skripsi ini murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan tim pembimbing dan masukan dari tim penguji. 3) Dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka. 4) Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila di kumudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini. Surakarta, 15 Agustus 2015 Yang membuat pernyataan, Puspitaningrum NIM ST13059 4 KATA PENGANTAR Puji syukur dan sujud syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala keagungan dan kemahabesaranNya. Hanya dengan petunjuk, rahmat dan karuniaNya hingga skripsi yang berjudul “HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI PENTAVALEN DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS GILINGAN SURAKARTA” ini dapat terselesaikan. Proses penyusunan skripsi ini tidak sedikit halangan dan rintangan yang penulis hadapi. Penulis sangat menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi perbaikan penelitian ini. Atas bantuan, arahan dan motivasi yang senantiasa diberikan selama penyusunan penelitian ini, dengan segala kerendahan hati penulis menghaturkan ucapan terimakasih kepada : 1. Dra. Agnes Sri Harti, M.Si, selaku Ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta. 2. Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Ketua Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta. 3. S. Dwi Sulisetyawati, S.Kep, Ns, M.Kep, selaku Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan arahan, motivasi serta bimbingan dalam penyusunan skripsi ini. 5 4. Aria Nur Rahman hendra kusuma, S.Kep, Ns., M.Kep selaku pembimbing II yang telah memberikan masukan dan saran dalam penyusunan skripsi ini. 5. Seluruh Dosen, Staf pengajar dan karyawan STIKes Kusuma Husada yang v telah banyak memberikan wawasan dan segala bentuk bantuan kepada penulis. 6. Segenap ibu-ibu UPTD Puskesmas Gilingan Surakarta yang telah berkenan menjadi responden dalam penelitian ini. 7. Suami dan anakku tercinta, yang telah memberikan dorongan, motivasi dan semangat hingga terselesaikannya skripsi ini. 8. Teman-teman S-1 Keperawatan yang sama-sama berjuang dalam penyelesaian skripsi ini. 9. Segenap pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini. Surakarta, 15 Agustus 2015 Penulis 6 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i LEMBAR PERSETUJUAN........................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii SURAT PERNYATAAN............................................................................... iv KATA PENGANTAR .................................................................................. v DAFTAR ISI.................................................................................................. vii DAFTAR TABEL ......................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xii ABSTRAK ..................................................................................................... xiii BAB I BAB II PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang ................................................................... 1 1.2. Rumusan masalah .............................................................. 5 1.3. Tujuan penelitian ............................................................... 5 1.4. Manfaat penelitian ............................................................ 6 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan teori..................................................................... 7 2.1.1. Pengetahuan ........................................................ 7 2.1.2. Kepatuhan ............................................................ 12 2.1.3. Imunisasi Pentavalen ........................................... 19 2.2. Keaslian penelitian............................................................. 27 2.3. Kerangka teori ................................................................... 28 vii 7 2.4. Kerangka konsep ............................................................... 28 2.5. Hipotesis ............................................................................ 29 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan rancangan penelitian ............................................ 30 3.2 Populasi, sampel dan teknik sampling................................... 30 3.3 Tempat dan waktu penelitian................................................. 33 3.4 Variabel penelitian, definisi operasional dan skala pengukuran ............................................................................. 32 3.5 Alat penelitian dan cara pengumpulan data ......................... 35 3.6 Teknik pengolahan data dan analisa data ............................ 39 3.7 Etika penelitian..................................................................... 43 BAB IV HASIL PENELITIAN BAB V 4.1. Analisis Univariat................................................................. 45 4.2. Analisis Bivariat................................................................... 47 PEMBAHASAN 5.1. Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi Pentavalen...... 51 5.2. Kepatuhan Ibu dalam Pemberian Imunisasi Pentavalen ...... 53 5.3. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan dengan Kepatuhan Ibu dalam Pemberian Imunisasi Pentavalen............................... 54 BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan .......................................................................... 57 6.2. Saran .................................................................................... 57 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii 8 DAFTAR TABEL Nomor tabel Judul tabel Halaman 2.1 Keaslian Penelitian 27 3.1 Variabel, definisi operasional dan skala pengukuran 35 3.2 Kisi-Kisi Kuesioner Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi Pentavalen 35 4.1. Umur Ibu yang Melakukan Imunisasi Pentavalen di Puskesmas Gilingan Surakarta 45 4.2. Tingkat Pendidikan Ibu yang Melakukan Imunisasi Pentavalen di Puskesmas Gilingan Surakarta 45 4.3 Pekerjaan Ibu yang Melakukan Imunisasi Pentavalen di Puskesmas Gilingan Surakarta 46 4.4 Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Pentavalen 46 4.5 Kepatuhan Ibu dalam Pemberian Imunisasi Pentavalen pada Balita Usia 2 – 6 bulan di Puskesmas Gilingan Surakarta 47 4.6 Tabulasi Silang Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi Pentavalen dengan Kepatuhan Ibu Memberikan Imuniasi Pentavalen 47 ix 9 DAFTAR GAMBAR Nomor gambar Judul Gambar Halaman 2.1 Kerangka Teori 28 2.2 Kerangka Konsep 28 x 10 DAFTAR LAMPIRAN Normor Lampiran Keterangan 1 F01 Usulan Topik Penelitian 2 F02 Pengajuan Judul Skripsi 3 F04 Pengajuan Ijin Studi Pendahuluan 4 F07 Pengajuan Ijin Penelitian 5 Jadwal Penelitian 6 Surat Studi Pendahuluan 7 Surat Ijin Penelitian 8 Surat Keterangan Balasan Penelitian 9 Lembar Permohonan Menjadi Responden 10 Lembar Persetujuan Menjadi Responden 11 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas 12 Kuesioner 13 Tabulasi Hasil Penelitian 14 Hasil Penelitian SPSS 15 Lembar Konsultasi 16 Dokumentasi xi 11 PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015 Puspitaningrum Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Kepatuhan Ibu Dalam Pemberian Imunisasi Pentavalen Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Gilingan Surakarta Abstrak Imunisasi pentavalen telah dilakukan serentak di Indonesia pada bulan Februari 2014, termasuk di wilayah Surakarta. Dari cakupan imunisasi di Kota Surakarta adalah 65,3% sehingga belum memenuhi UCI (Universal Coverage Imunization) yaitu cakupan imunisasi lengkap minimal 80% sehingga peran ibu penting dalam mempengaruhi praktik imunisasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan ibu dalam pemberian imunisasi pentavalen di wilayah kerja UPTD Puskesmas Gilingan Surakarta. Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Teknik sampling menggunakan insidental sampling pada 86 ibu yang mempunyai balita usia 2 – 6 bulan yang melakukan imunisasi pentavalen di Puskesmas Gilingan Surakarta. Penelitian dilakukan di UPTD Puskesmas Gilingan Surakarta. Cara pengumpulan data menggunakan kuesioner. Teknik analisis menggunakan chi square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ibu memiliki pengetahuan tentang imunisasi pentavalen pada kategori cukup yaitu sebanyak 47 orang (54,7%). Sebagian besar ibu patuh dalam memberikan imunisasi pentavalen yaitu sebanyak 50 orang (58,1%). Ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan ibu dengan kepatuhan ibu memberikan imunisasi pentavalen dengan p value (0,020 < 0,05). Kesimpulan dari penelitian ini bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan ibu dengan kepatuhan ibu memberikan imunisasi pentavalen. Kata Kunci Daftar Pusatka : pengetahuan, kepatuhan, imunisasi pentavalen : 28 (2006-2014) xii 12 BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA 2015 Puspitaningrum Correlation between Stress and Gastritis Incidence at Dhanang Husada Clinic of Sukoharjo ABSTRACT Gastritis or known as peptic ulcer is an inflammation of the gastric mucosa caused by irritation and infection factors. The symptoms of gastritis are heartburn, discomfort, pain in the gastrointestinal tract, nausea, vomiting, abdominal bloating, gastritis fullness feeling and headache. One of the causes of gastritis or the symptoms recurrence is psychological factor or stress. The result of preliminary research at Dhanang Husada Clinic located in the middle of densely populated settlement and surrounded by convection factories, which was done in July to August 2014 shows that there were 214 patients with gastritis. Moreover, the interview with the patients shows that patients with upper abdominal pain due to neglecting or forgetting the mealtime because of busy work and excessive work pressure were admitted to the aforementioned clinic. The objective of this research is to analyze the correlation between the stress and the gastritis incidence. This research used the descriptive analytic observational method with the cross-sectional design. The samples of research consisted of 70 productive age women gastritis who were admitted to Dhanang Husada Clinic of Sukoharjo. The data of research were collected through questionnaire and analyzed with the Chisquare test. The result of the research shows that 28 respondents (40.0%) had the moderate level of stress, and 39 respondents (44.3%) had gastritis. Thus, there was a correlation between the stress and the gastritis incidence as indicated by the value of 2 = 20.93 and the p-value = 0.000 which was less than 0.05, meaning that the higher the stress level was, the more vulnerable to gastritis the respondent was. Therefore, the patients shall suppress the stress incidence since it can cause gastritis. Ways to reduce the stress are reducing working hours and adding more breaks. Keywords : stress, gastritis, productive age women References : 26 (2005-2014) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan UNICEF menyebutkan bahwa 27 juta anak balita dan 40 juta ibu hamil di seluruh dunia masih belum mendapatkan layanan imunisasi rutin, sehingga menyebabkan lebih dari dua juta kematian tiap tahun. Angka ini mencakup 1,4 juta anak balita yang terenggut jiwanya (Kadir, dkk, 2014). Berdasarkan data yang diperoleh, Indonesia merupakan salah satu dari 10 negara yang termasuk angka tinggi pada kasus anak tidak diimunisasi, yakni sekitar 1,3 juta anak (Ismet, 2013). Pemerintah berupaya menurunkan angka kesakitan, kematian, dan kecacatan akibat Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I), sangat ditentukan oleh cakupan imunisasi yang tinggi dan merata di semua desa/kelurahan. Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar membuat antibodi untuk mencegah penyakit tertentu. Vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan kedalam tubuh melalui suntikan seperti vaksin BCG, DPT, Hepatitis B, Campak dan melalui mulut seperti polio (Momomuat, dkk, 2013). Imunisasi diperkirakan dapat mencegah 2,5 juta kasus kematian anak per tahun di seluruh dunia dapat dicegah dengan imunisasi. Penyakit yang dapat dicegah dengan Imunisasi (PD3I), seperti Tuberkulosis (TB), dipteri, pertusis (penyakit pernapasan), campak, tetanus, polio dan hepatitis B. 1 2 Program imunisasi sangat penting agar tercapai kekebalan masyarakat (population immunity) (Probandari, dkk, 2013). Kajian dari Regional Review Meeting on Imunization (WHO/SEARO) di New Delhi dan Komite Ahli Penasehat Imunisasi Nasional Indonesia Technical Advisory Group on Imunization (ITAGI) pada tahun 2010, merekomendasikan agar vaksin Hib diintegrasikan ke dalam program imunisasi nasional untuk menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan bayi dan balita akibat pneumonia dan meningitis. Hal ini selaras dengan rencana introduksi vaksin baru yang terdapat dalam Comprehensive Multi Years Plan (CMYP) 2010-2014 dalam rangka mempercepat pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) (Dinkes Prov Jateng, 2013). Pneumonia menyebabkan kematian terbesar pada anak, dimana kurang lebih 23% pneumonia yang serius pada anak disebabkan oleh Haemophilus Influenzae tipe b (Hib). Penyebab lain dari pneuoonia pada anak adalah Pneumococcus, Staphilococcus, Strepthococcus, virus dan jamur. Hib dan Strepthococcus Pneumonia juga menyebabkan meningitis yang dapat menimbulkan kematian dan kecacatan pada anak. Meningitis adalah radang pada selaput otak dan korda spinalis (bagian dari sistem saraf pusat) dengan gejala : Demam, kaku kuduk, penurunan kesadaran dan kejang. Meningitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri dan jamur. Meningitis akibat bakteri umumnya sangat parah dan dapat menyebapkan kerusakan otak dan kematian. Laporan CDC tahun 2000 menyatakan bahwa Hib dapat menyebabkan antara lain meningitis (50%), epiglotitis (17%), pneumonia (15%), arthritis (8%), selulitis (6%), osteomyelitis (2%), bakteriemia (2%) (Dinkes Prov Jateng, 2013). 3 Pemerintah melalui Kementrian Kesehatan telah memperkuat program imunisasi dengan penggunaan vaksin pentavalen (DPT-HB-Hib). Vaksin ini adalah pengembangan vaksin dari tetravalen yang dulu hanya 4 antigen yaitu DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus ) dan Hepatitis B, sekarang ditambah dengan antigen HiB (Haemophilus Influenzae Type B), dan dengan digunakan vaksin pentavalen (DPT-HB-Hib) bersama vaksin campak, polio dan BCG (Kementrian Kesehatan RI, 2013). Imunisasi pentavalen telah dilakukan serentak di Indonesia pada bulan Februari 2014, termasuk di wilayah Surakarta. Jumlah penduduk kota Surakarta yang berjumlah 507.815 jiwa dengan sasaran bayi usia 0-12 bulan sejumlah 9.731 orang. UPTD Puskesmas Gilingan mempunyai wilayah kerja yang membawahi jumlah penduduk 23.894 orang dengan jumlah sasaran bayi yang memperoleh imunisasi 613 orang. Data capaian imunisasi Pentavalen di Kota Surakarta tahun 2014 adalah DPT Hb1 sebanyak 2.425 (25,1%), DPT Hb2 2.674 (27,7%), DPT Hb3 2.881 (29,8%) dan untuk cakupan imunisasi pentavalen1 tahun 2014 dari bulan Februari – Desember 2014 sebanyak 7.329 (75,8%), Pentavalen2 sebanyak 7.003 (72,5%) dan Pentavalen3 sebanyak 9.656 (99,9%) sedangkan angka kejadian difteri 0, Pertusis 0, Tetanus 0, Meningitis 0 dan Pneumonia 21, Hepatitis B 0. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Gilingan pada tanggal 2 Desember 2014 diketahui bahwa data kepatuhan ibu terhadap imunisasi pentavalen diketahui dari capaian imunisasi pentavalen di UPTD Puskesmas bulan Februari – Desember 2014 antara lain adalah DPT-Hb-Hib1 : 72,3%, DPT-HB-Hib2 : 65,6% dan DPT-HB-Hib3 : 58,1%. Angka kejadian 4 pada tahun 2014 Difteri 0, Pertusis 0, Tetanus 0, Meningitis 0, Hepatitis 0 dan Pneumonia 0. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kepatuhan ibu untuk melakukan imunisasi pentavalen belum memenuhi UCI (Universal Coverage Imunization) yaitu cakupan imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi di 100% desa/kelurahan pada tahun 2010 (Proverawati & Andhini, 2010), sehingga perlu upaya usaha yang harus dilakukan Dinas Kesehatan dalam rangka meningkatkan kepatuhan orang tua untuk mengimunisasikan bayinya (Azizah, dkk, 2011). Penyebab masih rendahnya cakupan imunisasi antara lain adalah lain orang tua yang sibuk bekerja, kurang memiliki waktu, bahkan kurang pengetahuan tentang imunisasi dan perhatian terhadap kesehatan anakpun berkurang, kurang informasi yang diperoleh oleh masyarakat baik melalui media massa, media elektronik maupun penyuluhan-penyuluhan serta budaya yang masih mengandalkan dukun sebagai penolong persalinan, sehingga tidak ada anjuran kepada ibu bersalin untuk mengimunisasikan bayinya. Hal ini menjadikan masyarakat tidak mengenal tentang imunisasi (Arifin, 2011). Pengetahuan ibu tentang imunisasi mempengaruhi praktik imunisasi (Lestari dan Masruroh, 2012). Hasil studi pendahuluan di Puskesmas Gilingan Surakarta pada tanggal 5 Januari 2015 diketahui bahwa dari 10 orang responden yang melakukan imunisasi data bahwa 7 bayi (70,0%) diimunisasi tidak tepat sesuai jadwal sedangkan sebanyak 3 bayi (30,0%) sesuai jadwal imunisasi. Hasil wawancara dengan 10 ibu yang mempunyai balita tersebut mayoritas menyatakan bahwa sebanyak 8 Ibu (80,0%) kurang mengerti tentang 5 imunisasi pentavalen karena ibu mampu tidak menjawab dengan benar mengenai pengertian dan manfaat imunisasi pentavalen sedangkan 2 ibu (20,0%) sudah mengetahui tentang pengertian dan manfaat imunisasi pentavalen. Program imunisasi pentavalen merupakan program yang baru dilakukan pada bulan Februari 2014 (Dinkes Prov Jateng, 2014), sehingga banyak ibu bayi dan balita belum tahu tentang imunisasi pentavalen, berdasarkan hal tersebut peneliti berupaya mengangkat permasalahan tersebut tentang hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang kepatuhan imunisasi pentavalen pada bayi umur 6 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Gilingan Surakarta. 1.2 Rumusan Masalah Salah satu faktor penyebab rendahnya cakupan imunisasi adalah rendahnya pengetahuan tentang imunisasi yang disebabkan karena kurang informasi yang diperoleh baik melalui media massa, media elektronik maupun penyuluhan, hal ini menyebabkan ibu kurang mengetahui manfaat imunisasi dan menyebabkan tidak patuh dalam pemberian imunisasi bagi bayinya. Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan apakah ada hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan ibu dalam pemberian imunisasi pentavalen di wilayah kerja UPTD Puskesmas Gilingan Surakarta ? 6 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan ibu dalam pemberian imunisasi pentavalen di wilayah kerja UPTD Puskesmas Gilingan Surakarta. 1.3.2 Tujuan khusus Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk : a. Mengetahui karakteristik ibu yang melakukan imunisasi pentavalen pada anaknya di wilayah kerja UPTD Puskesmas Gilingan Surakarta. b. Mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi pentavalen. c. Mengetahui kepatuhan ibu dalam melakukan imunisasi pentavalen pada anaknya. d. Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan kepatuhan ibu memberikan imunisasi pentavalen. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi masyarakat Memberikan gambaran yang lebih konkrit dan dapat dijadikan sumber pijakan atau input dalam memberikan alternatif dalam memecahkan masalah pada kepatuhan ibu dalam pemberian imunisasi pentavalen. 7 1.4.2. Bagi profesi keperawatan Sebagai bahan masukan bagi perawat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dalam rangka khususnya asuhan keperawatan dalam pemberian imunisasi pentavalen. 1.4.3. Bagi Puskesmas Sebagai sumbangan informasi bagi Puskesmas sebagai usaha untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dalam memberikan asuhan keperawatan tentang kepatuhan ibu dalam memberi imunisasi pentavalen. 1.4.4 Bagi peneliti selanjutnya Mengembangkan konsep dan kajian yang lebih mendalam tentang asuhan keperawatan ibu dalam pemberian imunisasi pentavalen sehingga diharapkan dapat menjadi dasar dan pendorong dilakukannya penelitian yang lebih mendalam tentang masalah tersebut. 1.4.5 Bagi peneliti Menambah wawasan, khasanah, ilmu pengetahuan, informasi dan wacana tentang hubungan tingkat pendidikan dengan kepatuhan ibu dalam pemberian imunisasi pentavalen. 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Pengetahuan 2.1.1.1 Pengertian Pengetahuan (knowledge) adalah hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) (Notoadmodjo, 2011). Pengetahuan adalah pembentukan pemikiran assosiatif yang menghubungkan atau menjalin sebuah pikiran dengan kenyataan atau pikiran lain berdasarkan pengalaman yang berulang-ulang tanpa pemahaman mengenai kausalitas (sebab akibat) yang universal (Astinah, dkk, 2013). 2.1.1.2 Tingkatan pengetahuan Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkat yakni : 1. Tahu (Know) Tahu dapat diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk kedalam 8 9 pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima, sehingga tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. 2. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat mengintepretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. 3. Aplikasi (Aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain, misalnya dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan. 4. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan 10 masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. 5. Sintetis (Synthetis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah formulasi baru suatu dari kemampuan untuk formulasi-formulasi menyusun yang ada, misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada. 6. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteriakriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2011). 2.1.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah sebagai berikut : 1. Faktor internal 11 a. Pendidikan Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya dalam hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. b. Pekerjaan Pekerjaan adalah kegiatan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan. Bekerja pada merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga. c. Umur Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun, semakin cukup umur maka tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. 2. Faktor eksternal 12 a. Lingkungan Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada di sekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok. b. Sosial Budaya Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi sikap dalam menerima informasi (Wawan dan Dewi, 2010). 3 Tingkat Pengukuran Pengetahuan Pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterprestasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu sebagai berikut : a. Baik : 76 - 100% b. Cukup : 56 - 75% c. Kurang : < 56 % (Lestari dan Masruroh, 2012). 2.1.2 Kepatuhan 2.1.2.1 Pengertian Kepatuhan mempunyai arti suatu perilaku seseorang untuk mengikuti saran medis ataupun kesehatan sesuai dengan ketentuan yang diberikan. Pemahaman yang baik dan mendalam tentang faktor tersebut sangat bermanfaat bagi para orang tua dan tenaga kesehatan untuk meningkatkan kepatuhan dalam 13 melakukan imunisasi dasar sehingga efektifitas terapi dapat terpantau (Febriastuti, dkk, 2013). Kepatuhan adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketepatan yang diberikan oleh profesional kesehatan (Niven, 2012). Tingkat kepatuhan adalah pelaksanaan kegiatan, yang sesuai dengan pengukuran langkah-langkah yang telah ditetapkan. Perhitungan tingkat kepatuhan dapat dikontrol bila pelaksanaan program telah sesuai standar (Notoatmodjo, 2007). Kepatuhan pasien adalah hal yang sangat penting dalam tercapainya keberhasilan pengelolan penyakit, namun sayangnya hampir seperempat pasien gagal untuk menaati rekomendasi dokter atau tim medis yang merawat (Di Matteo, et al, 2007). 2.1.2.2 Faktor yang mempengaruhi kepatuhan Beberapa faktor yang mempengaruhi kepatuhan antara lain adalah sebagai berikut : 1. Pendidikan Pendidikan baik formal maupun non formal dapat mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan dan berperilaku, meningkatkan dengan pendidikan kematangan intelektual seseorang sehingga dapat dapat membuat keputusan dalam bertindak. Semakin tinggi pendidikan seseorang akan semakin mudah baginya untuk 14 menerima serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi (Mulyana, 2006). 2. Sikap Gibson mengatakan, bahwa sikap merupakan faktor penentu perilaku karena ikap berhubungan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi. demikian sikap merupakan faktor predisposisi yang memungkinkan terjadinya perubahan perilaku (Mulyana, 2006). Health belief model mengenai imunisasi yang menyatakan bahwa sikap seseorang dalammengikuti program imunisasi percaya bahwa:kemungkinan terkena penyakit tinggi (ketidakkebalan), jika terjangkit penyakit tersebut membawa akibat serius, imunisasi adalah carayang paling efektif untuk pencegahan penyakit, dan tidak ada hambatan serius untuk imunisasi.Ketidakcocokan perilaku seseorang dengan masalah sikapnya akan menimbulkan berbagai psikologis bagi individu yang bersangkutan sehingga individu akan berusaha mengubah sikapnya atau perilakunya (Astinah, dkk, 2013). 3. Tingkat pengetahuan Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan semakin baik tingkat pendidikan maka semakin baik pula tingkat pengetahuan, selain pendidikan faktor- 15 faktor yang mempengaruhi pada peningkatan pengetahuan seseorang adalah keikutsertaan dalam pelatihan atau penyuluhan, pengetahuan seseorang dapat bertambah pula dengan cara memperkaya khasanah pengetahuan melalui membaca baik melalui media massa dan media elektrik (internet), sehingga walaupun tanpa melalui pendidikan formal. Pengetahuan seseorang dapat meningkat dengan demikian harapan tentang keberhasilan program imunisasi dapat dicapai melalui kesadaran masyarakat akan dampak imunisasi dapat imunisasi bagi kesejahteraan masyarakat secara umum dan kesejahteraan anak secara khususnya. (Astinah, dkk, 2013). Semakin imunisasi, tinggi pengetahuan memungkinkan orang seseorang tentang tersebut untuk mengaplikasikan pengetahuannya yakni dalam hal ini mengimunisasikan balitanya secara lengkap. Informasi adalah salah satu organ pembentuk pengetahuan. Semakin banyak seseorang memperoleh informasi, maka semakin baik pula pengetahuannya, sebaliknya semakin kurang informasi yang pengetahuannya, diperoleh, maka semakin semakin baik pengetahuan seseorang, makin mudah menerima informasi (Ismet, 2013). 4. Tindakan ibu kurang 16 Menurut Notoatmodjo (2007), perilaku manusia dalam hal kesehatan dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu faktor perilaku (behavioral factors) dan faktor non-perilaku (non behavioral factors). Green menganalisis bahwa faktor perilaku sendiri ditentukan oleh tiga faktor utama, yaitu: faktor Predisposisi (predisposing factors), yaitu faktor-faktor yang mempermudah perilaku seseorang, atau antara mempredisposisi lain terjadinya pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi dan sebagainya, kemudian faktor-faktor pemungkin (enabling factors), yaitu faktor-faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Interaksi yang baik dengan lingkungan, dan seringnya seorang ibu mendapatkan informasi tentang manfaat dari pemberian imunisasi yang lengkap pada bayi, akan menyebabkan seorang ibu memiliki sikap yang positif, yang dengan dukungan orang sekitarnya serta ketersediaan dan terjangkaunya fasilitas kesehatan untuk memperoleh imunisasi, akan mendorong ibu untuk bertindak yang positif juga dengan membawa bayi secara rutin sesuai jadwal untuk mendapatkan imunisasi (Astinah, dkk, 2013). 5. Pelayanan petugas kesehatan 17 Pelayanan petugas kesehatan yang baik terhadap pasien dipengaruhi oleh kesadaran petugas kesehatan akan profesionalisme kerja sangat mempengaruhi kepuasan pasien. Pelayanan petugas kesehatan dapat mempengaruhi imunisasi dasar lengkap pada balita, karena ibu balita merasa puas dengan pelayanan yang diberikan oleh petugas kesehatan (Ismet, 2013). 6. Dukungan keluarga Respon positif keluarga responden terhadap pelaksanaan kegiatan imunisasi dipengaruhi oleh faktor pengetahuan yang baik yang dimiliki oleh keluarga responden tentang pentingnya imunisasi dasar pada balita yang tidak lain pengetahuan tersebut diperoleh dari informasi atau penyuluhan-penyuluhan yang diberikan oleh petugas kesehatan. Petugas kesehatan menyadari bahwa dukungan keluarga sangat berperan penting terhadap keaktifan ibu dalam program imunisasi, sehingga sasaran penyuluhan tentang imunisasi pun selain ibu-ibu yang mempunyai balita juga keluarga bahkan ditujukan kepada seluruh masyarakat. Pengaruh keluarga terhadap pembentukan sikap sangat besar karena keluarga merupakan orang yang paling dekat dengan anggota keluarga yang lain. Apabila sikap 18 keluarga terhadap imunisasi kurang begitu merespon dan bersikap tidak menghiraukan pelaksanaan kegiatan imunisasi maka pelaksanaan imunisasi tidak akan dilakukan oleh ibu bayi karena tidak ada dukungan oleh keluarga (Ismet, 2013). 2.1.2.3 Pengukuran Kepatuhan Pengukuran kepatuhan tentang pemberian imunisasi pentavalen disesuaikan dengan umur bayi, yaitu sebagai berikut : 1. Umur bayi < 7 hari, jenis imunisasi : Hepatitits B (HB) O 2. Umur bayi 1 bulan, jenis imunisasi : BCG, Polio 1 3. Umur bayi 2 bulan, jenis imunisasi : DPT-HB-Hib 1 dan Polio 2 4. Umur bayi 3 bulan, jenis imunisasi : DPT-HB-Hib 2 dan Polio 3 5. Umur bayi 4 bulan, jenis imunisasi : DPT-HB-Hib 3 dan Polio 4 6. Umur bayi 9 bulan, jenis imunisasi : campak Kriteria kepatuhan imunisasi pentavalen adalah patuh apabila sudah melakukan imuniasi sesuai umur bayi dan tidak patuh apabila belum lengkap melakukan imunisasi pentavalen sesuai umur bayi) (Dinkes Prov Jateng, 2013). 19 2.1.3 Imunisasi Pentavalen 2.1.3.1 Pengertian Imunisasi merupakan salah satu jenis usaha memberikan kekebalan kepada anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh guna membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu (Fida dan Maya, 2012). Imunisasi adalah cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang terhadap suatu penyakit sehingga bila kelak terpajan pada penyakit tersebut ia tidak menjadi sakit. Kekebalan yang diperoleh dari imunisasi dapat berupa kekebalan pasif dan kekebalan aktif (Ranuh, dkk, 2011). Program pemerintah terbaru terkait pemberian imunisai adalah penggunaan vaksin kombinasi yang dikenal sebagai Vaksin Pentavalen. Vaksin ini merupakan gabungan vaksin DPT-HB ditambah Hib. Sebelumnya kombinasi ini hanya terdiri dari DPT dan HB (kita kenal sebagai DPT Combo). Sesuai dengan kandungan vaksinnya, vaksin Pentavalen mencegah berberapa jenis penyakit, antara lain Difteri, batuk rejan atau batuk 100 hari, tetanus, hepatitis B, serta radang otak (meningitis) dan radang paru (pneumonia) yang disebabkan oleh kuman Hib (Haemophylus influenzae tipe b) (Kinanti, 2013). Vaksin Pentavalen (DPT-HB-HiB) adalah vaksin DPT-HB ditambah HiB. Penyakit yang dapat dicegah pentavalen adalah 20 difteri, tetanus, hepatitis, radang otak (meningitis) dan batuk rejan/batuk 100 hari (Dinkes Prov Jateng, 2013). 2.1.3.2 Jenis Imunisasi Pentavalen Imunisasi pentavalen merupakan kombinasi dari 3 jenis vaksin, yaitu vaksin DPT, HB, dan Hib. Vaksin pentavalen adalah kombinasi dari lima vaksin dalam satu: difteri, tetanus, batuk rejan, hepatitis B dan Haemophilus influenza tipe b/Hib (bakteri yang menyebabkan meningitis, pneumonia dan otitis). Lima antigen tersebut diberikan dalam satu suntikan, sehingga memberikan kenyamanan bagi bayi yang mendapat imunisasi beserta ibunya. Beberapa jenis imunisasi pentavalen yaitu sebagai berikut : 1. Vaksin DPT a. Pengertian Imunisasi DPT terdiri dari toxoid difteri dan tetanus yang dimurnikan dan bakteri pertusis yang telah dimatikan. Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh orynebacterium diphtheria. Dapat menyebar melalui kontak fisik dan pernafasan dengan gejala radang tenggorokan, hilang nafsu makan, demam ringan, dalam 23 hari timbul selaput putih kebiruan pada tenggorokan dan tonsil. Pertusis (batuk rejan / batuk seratus hari) adalah penyakit yang disebabkan oleh bordetella pertussis. Penyebarannya dapat melalui batuk/bersin, dengan gejala 21 pilek, mata merah, bersin, demam, batuk ringan sampai batuk parah. Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh Clostridium tetani. Penyebarannya dapat melalui kotoran yang masuk ke luka yang dalam, dengan gejala kaku otot pada rahang, leher, perut, sulit menelan, berkeringat dan demam, bayi jadi berhenti menetek, kejang, tubuh kaku. Pemberian imunisasi DPT pada bayi umur 2 – 11 bulan, pemberian imunisasi 3 kali (DPT 1, 2, 3) selang waktu pemberiannya 4 minggu. b. Manfaat Imunisasi DPT bermanfaat untuk mencegah penularan penyakit difteri yang dapat menyumbat saluran pernafasan, mencegah penularan penyakit batuk rejan (Batuk 100 hari) serta penyakit tetanus. Untuk pemberian kekebalan terhadap difteri, pertusis dan tetanus. c. Efek samping Gejala–gejala yang bersifat sementara seperti : lemas, demam, kemerahan pada tempat suntikan. Kadang–kadang terjadi gejala berat seperti demam tinggi iritasi dan mengigau imunisasi. yang biasanya terjadi 24 jam setelah 22 2. Vaksin HB a. Pengertian Imunisasi hepatitis B adalah berasal dari virus yang telah dimatikan dan tidak menginfeksi. Hepatitis B sendiri adalah penyakit yang disebabkan oleh virus hepatitis B yang merusak hati Penularan penyakit ini hepatitis B umumnya terjadi melalui alat-alat kedokteran, darah, ataupun jaringan, hubungan seksual, dari ibu kepada bayinya, pada umumnya terjadi sekitar proses persalinan, ataupun melalui ASI dan pernularan antar anak walaupun jarang terjadi dengan gejala, merasa lemah, gangguan perut, flu, mata/kulit/urine kuning, kotoran pucat. b. Jadwal pemberian 1) Imunisasi awal diberikan sebanyak 3 kali. Jarak antara suntikan 1 dan 2 adalah 1-2 bulan, sedangkan untuk suntikan 3 diberikan dengan jarak 6 bulan dari suntikan 1. 2) Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan antiHbsAg pasca imunisasi setelah 3 bulan imunisasi terakhir 3) Pemberian pada usia 0 – 11 bulan dengan 2 kali pemberian (hepatitis B 1, 2, 3) selang waktu 4 minggu untuk bayi yang lahir di RS atau 23 puskesmas/RB diberikan dalam 24 jam pertama kelahiran c. Manfaat Manfaat vaksin HB adalah untuk pemberian perlindungan terhadap infeksi yang disebabkan oleh virus hepatitis B. d. Efek samping Rasa sakit kemerahan dan pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari. 3. Vaksin Hib a. Pengertian Imunisasi Hib adalah berasal dari Haemophilus Influenza type B (Hib). Hib biasa menyerang anak di bawah 5 tahun.Anak-anak dapat tertular bakteri Hib dari anak lain yang sakit atau orang dewasa yang membawa bakteri Hib, namun tidak sakit. Kuman tertular melalui kontak dengan penderita Hib. Jika bakteri Hib berada di rongga hidung atau tenggorokan, mungkin tidak menyebabkan sakit. Namun bakteri Hib dapat masuk ke paru-paru dan peredaran darah dan menyebabkan penyakit serius. Sebelum ditemukannya vaksin Hib, penyakit Hib merupakan penyebab utama radang selaput otak 24 (meningitis) pada anak di bawah 5 tahun. Meningitis menyebabkan kerusakan otak dan medullaspinalis. Hib juga menyebabkan pneumonia, infeksi berat di tenggorokan, infeksi pada persendian, tulang dan selaput jantung, bahkan kematian. Anak di atas 5 tahun tidak perlu mendapatkan vaksin Hib. Namun dalam kondisi tertentu, vaksinasi Hib perlu diberikan, seperti penderita sickle cell, HIV, pengangkatan limpa, transplantasi sumsum tulang atau penderita kanker yang sedang menjalani kemoterapi. b. Efek Samping Vaksin Hib beresiko menimbulkan efek samping ringan. Berikut efek samping vaksinasi Hib yang pernah dilaporkan: merah dan bengkak di tempat penyuntikan dan demam tinggi. Keluhan tersebut biasanya hilang sendiri dalam 2-3 hari (Marfiah, 2014). 2.1.3.3 Jadwal pemberian imunisasi pentavalen Pemberian imunisasi pentavalen disesuaikan dengan umur bayi, yaitu sebagai berikut : 1. Umur bayi < 7 hari, jenis imunisasi : Hepatitits B (HB)O 2. Umur bayi 1 bulan, jenis imunisasi : BCG, Polio 1 3. Umur bayi 2 bulan, jenis imunisasi : DPT-HB-Hib 1 dan Polio 2 25 4. Umur bayi 3 bulan, jenis imunisasi : DPT-HB-Hib 2 dan Polio 3 5. Umur bayi 4 bulan, jenis imunisasi : DPT-HB-Hib 3 dan Polio 4 6. Umur bayi 9 bulan, jenis imunisasi : campak (Dinkes Prov Jateng, 2013). 2.1.3.4 Keunggulan vaksin pentavalen Ada beberapa keunggulan vaksin Pentavalen (DPT-HBHib) jika dibandingkan dengan program imunisasi yang lama, antara lain: 1. Mengurangi ‘kesakitan’ pada anak Imunisasi yang diberikan dengan cara disuntik ini tidak dipungkiri memberikan rasa sakit dan trauma pada anak. DPT, HB, dan Hib masing-masing diberikan 3 kali tiap anak. Bisa dihitung berarti anak disuntik 9 kali. Sedangkan jika diberikan imunisasi pentavalen, anak berarti hanya akan disuntik 3 kali. Karena setiap kali disuntik sudah ‘kombinasi’ dari ketiga jenis vaksin tersebut. 2. Mengurangi kunjungan ke posyandu Kunjungan ke posyandu atau puskesmas membutuhkan biaya, khususnya jika keluarga tersebut berada di daerah yang memang puskesmasnya masih sedikit, Selain itu, jika memang ibu dari anak merupakan ibu yang bekerja maka 26 pemberian imunisasi pentavalen ini dinilai akan membantu ibu mengatur waktu lebih efisien, karena berarti kunjungan ibu ke posyandu juga akan berkurang frekuensinya. 3. Mengurangi risiko 6 penyakit sekaligus Imunisasi pentavalen (DPT-HB-Hib) diketahui merupakan kombinasi dari vaksin DPT, HB, dan Hib. DPT diketahui merupakan vaksin yang digunakan untuk mengurangi risiko penyakit difteri, pertusis (batuk 100 hari), dan tetanus. Sementara HB merupakan vaksin untuk mengurangi risiko penyakit hepatitis B. Hib sendiri diketahui bisa mengurangi risiko penyakit seperti meningitis dan arthritis. 2.1.3.5 Cara pemberian Cara pemberian vaksin pentavalen adalah sebagai berikut : 1. Disuntikkan secara intramuskuler di anterolateral paha atas pada bayi dan lengan kanan pada anak usia 1,5 tahun 2. Tidak dianjurkan pada : a. Bagian bokong anak karena dapat menyebabkan luka saraf siatik. b. Pemberian intrakutan dapat meningkatkan reaksi lokal. 3. Satu dosis adalah 0,5 ml (Dinkes Prov Jateng, 2013). 27 2.2 Keaslian Penelitian Tabel 2.1. Keaslian Penelitian Nama Peneliti Hindriyawati, dkk (2012) Mulyani (2009) Isnaini, dkk, (2012) Judul Penelitian Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Kepatuhan Ibu dalam Pemberian Imunisasi Dasar Pada Bayi di Puskesmas Cawas Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi dengan Kepatuhan Ibu dalam Pemberian Imunisasi Campak Bagi Anaknya di Desa Gumelar Kidul Kecamatan Tambak Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Ibu Terhadap Kepatuhan Pemberian Imunisasi Dasar Pada Bayi di Desa Mororejo Kaliwungu Kabupaten Kendal Metode Metode : deskriptif korelatif Analisis data Chi square Hasil Penelitian ada hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan ibu dalan pemberian imunisasi dasar pada bayi di Puskesmas Cawas. Metode : deskriptif analitik Analisis data Chi square Ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi dengan kepatuhan ibu dalam pemberian imunisasi campak bagi anaknya Metode : deskriptif korelasi Analisis data : chi square Ada hubungan tingkat pengetahuan dan sikap Ibu terhadap kepatuhan pemberian imunisasi Dasar pada bayi 28 2.3 Kerangka Teori Tingkat Pengetahuan Kepatuhan Imunisasi Pentavalen Faktor yang mempengaruhi pengetahuan - Pendidikan - Pekerjaan - Umur - Lingkungan - Sosial budaya Faktor yang mempengaruhi kepatuhan - Pendidikan - Sikap - Tindakan ibu - Pelayanan petugas kesehatan - Dukungan keluarga Keterangan : Diteliti Tidak diteliti Gambar 2.1. Kerangka Teori Sumber : Wawan dan Dewi (2010), Mulyana (2006), Astinah, dkk (2013), Ismet (2013) 2.4 Kerangka Konsep Variabel bebas Variabel terikat Kepatuhan imunisasi pentavalen Tingkat Pengetahuan Gambar 2.2. Kerangka Konsep 29 2.5 Hipotesis Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul” (Arikunto, 2006). Hipotesis dalam penelitian ini adalah : H0 : tidak ada hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan ibu dalam pemberian imunisasi pentavalen H1 : ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan ibu dalam pemberian imunisasi pentavalen 30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik deskriptif dengan pendekatan cross sectional, di mana peneliti melakukan observasi atau pengukuran variabel independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat. Pada jenis ini, variabel independen dan dependen dinilai secara simultan pada suatu saat, jadi tidak ada tindak lanjut. Tentunya tidak semua obyek penelitian harus diobservasi pada hari atau pada waktu yang sama, akan tetapi baik variabel independen maupun variabel dependen dinilai hanya satu kali saja (Notoatmodjo, 2010). 3.2 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling 3.2.1 Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang melakukan imunisasi pentavalen yang menjadi sasaran di Puskesmas Gilingan Surakarta yaitu sebanyak 613 orang (UPTD Puskesmas Gilingan Surakarta). 3.2.2. Sampel Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 30 31 2007). Sampel dalam penelitian ini sebanyak 56 ibu yang mempunyai balita usia 4-6 bulan yang telah melakukan 3 kali imunisasi pentavalen di Puskesmas Gilingan Surakarta 3.2.3 Teknik sampling Teknik pengambilan sampling dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel dengan berdasarkan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2010). Kriteria inklusi yang akan digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Ibu yang melakukan imunisasi pada bayinya yang berumur 4 – 6 bulan di Puskesmas Gilingan Surakarta. 2. Ibu yang telah melakukan 3 kali imunisasi pentavalen pada bayinya yang berumur 4 – 6 bulan. 3. Ibu yang bersedia menjadi responden Kriteria eksklusi yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Ibu yang tidak bersedia menjadi responden 2. Ibu yang mempunyai bayi usia 4 – 6 bulan yang melakukan imunisasi pentavalen kurang dari 3 kali. 3.3 Tempat dan Waktu Penelitian 3.3.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian merupakan tempat atau lokasi pengambilan penelitian (Notoatmodjo, 2011). Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Gilingan Surakarta. 32 3.3.2 Waktu Penelitian Waktu penelitian adalah rentang waktu yang digunakan untuk pelaksanaan penelitian (Notoatmodjo, 2011). Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2015 sampai Maret 2015. 3.4 Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran. 3.4.1 Variabel 1. Variabel independen (Variabel Bebas) Variabel independen atau bebas adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen atau terikat (Sugiyono, 2010). Variabel independen dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan ibu. 2. Variabel Dependen (Variabel Terikat) Variabel dependen atau terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2010). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kepatuhan ibu dalam pemberian imunisasi pentavalen. 33 3.5 Definisi Operasional Tabel 3.1 Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Tingkat pengetahuan Hasil tahu ibu tentang pemberian imunisasi pentavalen pada bayi yang berumur 2 – 6 bulan Kuesioner Kepatuhan ibu dalam pemberian imunisasi pentavalen Kepatuhan adalah sejauh mana ibu dalam memberikan imunisasi pentavalen sesuai dengan waktu dan jenis imunisasi yang telah ditetapkan. Cheklist 3.6 Indikator penilaian Skala ukur 1. 76-100% Ordinal (15-19 soal benar) dinyatakan (baik) 2. 56 – 75% (11-14 soal benar) dinyatakan (cukup) 3. < 56% (< 11 soal b enar) dinyatakan (kurang) 1. Patuh (jika Nominal sudah melakukan tiga kali imunisasi sesuai umur bayi 2. Tidak patuh (jika belum lengkap melakukan tiga kali imunisasi pentavalen sesuai umur bayi) Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data 3.6.1 Alat Penelitian Instrumen dalam penelitian ini berupa lembar kuesioner untuk pengukuran tingkat pengetahuan tentang imunisasi pentavalen. Instrumen penelitian ini adalah kuesioner tertutup yang diisi oleh responden. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang hal-hal yang diketahui dan sudah disediakan 34 jawabannya (Arikunto, 2010). Jenis kuesioner dalam penelitian ini adalah kuesioner tertutup, dimana responden tinggal memilih jawaban yang sudah disediakan oleh peneliti yaitu untuk pengetahuan benar dan salah. Skala pengukuran data yang digunakan dalam kuesioner ini adalah skala Guttman yaitu skala yang bersifat tegas dan konsisten dengan memberikan jawaban yang tegas seperti jawaban dari pertanyaan atau pernyataan : ya dan tidak, positif dan negatif, setuju dan tidak setuju, benar dan salah (Hidayat, 2007). Jenis pernyataan kuesioner berupa favourable yaitu pernyataan positif dimana jika benar nilai 1 (satu) jika salah nilai 0 (nol) sedangkan pernyataan unfavourable yaitu pertanyaan negatif jika benar nilai 0 (nol) jika salah nilainya 1 (satu). Kuesioner dalam penelitian ini berjumlah 25 butir soal. Kuesioner dibuat sendiri oleh peneliti dengan berdasarkan pada teori yang digunakan. Pengisian kuesioner tersebut dengan memberi tanda centang (√) pada jawaban yang dianggap benar. Sebelumnya kuesioner tersebut diuji validitas dan reliabilitas. Uji coba instrumen dilakukan pada Puskesmas Nusukan Surakarta. Menurut Sugiyono (2010), bahwa beberapa ahli menggunakan 30 orang sebagai sampel dalam uji coba instrumen. Kisi-kisi kuesioner tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi pentavalen setelah dilakukan uji validitas adalah sebagai berikut : 35 Tabel 3.2. Kisi Kisi Kuesioner Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi Pentavalen Setelah Uji Validitas Sub Variabel 1. 2. 3. 4. 5. Pengertian Jenis Jadwal Keunggulan Cara pemberian Jumlah No. item Favourable No. item unfavourable 1,2 4,5,6,7,8 13 15,16 18 11 3 9,10,11,12 14 17 19 8 Jumlah Total Item 3 9 2 3 2 19 1. Uji Validitas Validitas adalah suatu ukuran yang dapat menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang seharusnya hendak diukur. Untuk mengetahui validitas item dalam penelitian ini menggunakan uji validitas dengan rumus korelasi product moment. Rumus korelasi product moment adalah: rxy n.(xy) - (x . y) {n x 2 x }{n y 2 - y } 2 2 Keterangan: rxy : Koefisien korelasi product moment n : Jumlah responden x : Skor pertanyaan y : Skor total xy : Skor pertanyaan dikalikan skor total (Σx)2 = kuadrat jumlah skor item 36 Σx2 = jumlah kuadrat skor item (Σy)2 = kuadrat jumlah skor total Σy2 = jumlah kuadrat skor total Sebuah instrumen dikatakan valid apabila nilai r hitung lebih besar dari r tabel dan bernilai positif pada taraf signifikan 5% (Arikunto, 2010). Nilai r tabel untuk sampel 30 adalah (0,361). Hasil uji validitas pada sampel uji coba di Puskesmas Nusukan diketahui bahwa dari 25 item kuesioner pengetahuan tentang imunisasi pentavalen diketahui bahwa sebanyak 19 item kuesioner dinyatakan valid karena nilai r hitung (> 0,361), sedangkan sebanyak 6 item kuesioner yaitu kuesioner nomor 4, 11, 14,16,18 dan 23 dinyatakan tidak valid karena nilai r hitung (< 0,361), sehingga item yang tidak valid tersebut tidak digunakan dalam penelitian. Hasil uji validitas untuk variabel pengetahuan terlampir. Berikut disajikan kuesioner setelah dilakukan uji validitas dan reliabilitas yaitu sebagai berikut : 2. Uji Reliabilitas Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang baik tidak akan bersifat tendensius, mengarahkan responden memilih jawaban-jawaban tertentu. Apabila datanya memang benar 37 sesuai dengan kenyataannya, maka berapa kalipun diambil tetap akan sama hasilnya (Arikunto, 2010). Untuk menguji reliabilitas instrumen, peneliti menggunakan Alpha Chronbach dengan bantuan program komputer. Rumus Alpha Chronbach adalah sebagai berikut: 2 k b r11 1 2t k 1 Keterangan: r11 = Reliabilitas Instrument k = Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal ∑σb2 = Jumlah varian butir σ2 t = Varians total Dinyatakan reliabel bila nilai alpha cronbach’s > rkriteria (0,70) (Riwidikdo, 2013). Hasil uji reliabilitas pengetahuan ibu tentang imunisasi pentavalen diperoleh nilai alpha cronbach’s sebesar 0,820 > 0,70, sehingga dinyatakan reliabel. Hasil uji reliabilitas untuk variabel pengetahuan terlampir. Checklist digunakan untuk mengetahui tingkat kepatuhan ibu dalam pemberian imunisasi pentavalen dimana tingkat kepatuhan diukur melalui ketepatan umur bayi dan jenis imunisasi yang diberikan. Patuh apabila sesuai umur dan jenis imunisasi yang diberikan sedangkan tidak patuh jika belum lengkap melakukan imunisasi pentavalen sesuai umur bayi (Dinkes Prov Jateng, 2013). Hal 38 ini diperkuat dari penelitian terdahulu mengenai kepatuhan ibu dalam melakukan imunisasi dasar bayi dimana kriteria patuh jika sesuai jadwal dan tidak patuh jika tidak sesuai jadwal (Azizah, dkk, 2011). 3.6.2 Cara pengumpulan data 1. Data primer Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung diambil dari obyek atau subyek penelitian oleh peneliti (Riwidikdo, 2013). Data primer dalam penelitian ini adalah kuesioner tingkat pengetahuan dan cheklist untuk mengetahui tingkat kepatuhan ibu dalam pemberian imuniasi pentavalen. 2. Data sekunder Data sekunder merupakan data yang didapatkan tidak secara langsung dari subyek penelitian (Riwidikdo, 2013). Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui literatur yang relevan dan sumber lain yang mendukung penelitian ini. 3.6.3 Langkah – langkah pengumpulan data. 1. Peneliti meminta surat keterangan dari kampus STIKES Kusuma Husada Surakarta untuk melakukan studi pendahuluan di Puskesmas Gilingan Surakarta. 2. Setelah mendapat ijin dari Puskesmas Gilingan Surakarta, peneliti melakukan studi pendahuluan. 39 3. Langkah selanjutnya adalah pembuatan proposal hingga seminar penelitian dan melakukan revisi setelah seminar 4. Peneliti meminta surat ijin penelitian dari kampus STIKES Kusuma Husada Surakarta untuk diserahkan ke Kesbangpol Kota Surakarta dengan tembusan ke Badan Perencanaan Daerah Kota Surakarta dan ke Dinas Kesehatan Kota Surakarta dan akhirnya diserahkan ke Puskesmas Gilingan Surakarta. 5. Peneliti bekerja sama dengan bidan Puskesmas Gilingan Surakarta dalam pelaksanaan penelitian dan pengumpulan data tentang pengetahuan ibu serta kepatuhan imunisasi pentavalen. 6. Peneliti menemui calon responden dan menjelaskan tentang tujuan, manfaat penelitian kemudian memberikan informed consent. 7. Jika calon responden menyetujui dijadikan responden dalam penelitian, peneliti meminta responden untuk menandatangi lembar informed consent. 8. Peneliti memberikan kuesioner bagi responden yang bisa mengisi sendiri sedangkan bagi responden yang ingin dibantu maka data diisi oleh peneliti. 9. Setelah dirasa lengkap peneliti melakukan analisis pembahasan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan 40 3.6. Tehnik Pengolahan Data dan Analisa Data 3.6.1. Teknik pengolahan data Menurut Notoatmodjo (2011), setelah data terkumpul, maka langkah yang dilakukan berikutnya adalah pengolahan data. Sebelum melaksanakan analisa data beberapa tahapan harus dilakukan terlebih dahulu guna mendapatkan data yang valid sehingga saat menganalisa data tidak mendapat kendala. Langkah-langkah pengolahan yaitu: 1. Pengecekan data (editing) Pada tahap ini peneliti melakukan pemeriksaan kelengkapan, kejelasan dan kesesuaian data yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dalam penelitian ini adalah melakukan pemeriksaan kembali setelah data terkumpul mulai dari karakteristik responden, pengetahuan ibu dan kepatuhan imunisasi pentavalen, apabila ada data yang belum terisi maka peneliti mempersilahkan responden untuk mengisi terlebih dahulu 2. Pemberian kode data (coding) Tahap ini merupakan suatu proses penyusunan secara sistematis data mentah ke dalam bentuk yang sudah dibaca untuk pengolahan data. Peneliti membuat kode untuk hasil penelitian yang didapat. Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pada variabel independen yaitu tingkat pengetahuan menggunakan kode 1 untuk kurang, 2 cukup dan 3 baik sedangkan untuk kepatuhan kode 1 untuk patuh dan 0 untuk tidak patuh. 41 3. Pemrosesan data (data entry) Pada tahap ini dilakukan data yang telah diubah menjadi kode kedalam mesin pengolahan data. Pemrosesan data dilakukan dengan memasukan data ke paket program komputer yang sesuai dengan paket program data ke program komputer yang sesuai dengan varibel masing-masing. 4. Pembersihan data(cleaning) Peneliti memastikan bahwa seluruh data yang telah dimasukan kedalam mesin pengolahan data sudah sesuai dengan sebenarnya. Proses akhir dari pengolahan data adalah dengan melakukan pemeriksaan kembali kode yang sudah di entery data untuk melihat ada tidaknya kesalahan dalam entery data. Selanjutnya melakukan tabulasi data yaitu mengelompokkan data ke dalam tabel menurut kategorinya sehingga data siap dilakukan analisis secara univariat maupun bivariat. 5. Tabulating Kegiatan memasukkan data hasil penelitian kedalam tabel kemudian diolah dengan bantuan komputer. 3.6.2. Analisa data Analisa data merupakan pengumpulan data dari seluruh responden yang dikumpulkan. Teknik analisis data dalam penelitian kuantitatif mengunakan statistik (Sugiyono 2010). 42 1. Analisis univariat Data numerik yang berupa umur dideskripsikan dalam parameter mean dan standar deviasi, sedangkan data kategorikal yang berupa pendidikan pekerjaan, pengetahuan dan kepatuhan dideskripsikan bentuk distribusi frekuensi dalam persen. Rumus yang digunakan : P nf 100% Keterangan : P : Prosentase n : Jumlah sampel f : Frekuensi kejadian 2. Analisis bivariat Analisis bivariat dalam penelitian ini menggunakan uji Chi Square. Uji ini digunakan untuk mengetahui hubungan variabel bebas dengan variabel terikat dengan skala data kategorik (Dahlan, 2011). Rumus yang digunakan yaitu : k fo fh2 i 1 fh x 2 Keterangan : x2 = chi square fo = frekuensi yang diobservasi fh = frekuensi yang diharapkan (Sugiyono, 2010). 43 Taraf signifikansi yang digunakan adalah 95 % dengan nilai α 0,05. a. Apabila X2 hitung < X2 tabel (5,991) atau p value > 0,05, maka tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan ibu dalam pemberian imunisasi pentavalen. b. Apabila X2 hitung > X2 tabel (5,991) atau p value < 0,05, maka ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan ibu dalam pemberian imunisasi pentavalen. 3.7. Etika Penelitian Etika penelitian menurut Hidayat (2007), terdiri dari 3 macam yaitu: 3.7.1 Informed consent Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan responden, dengan bentuk lembar persetujuan. Lembar persetujuan diberikan sebelum penelitian kepada responden yang akan diteliti. Lembar ini dilengkapi dengan judul penelitian dan manfaat penelitian, sehingga subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian. Bila subjek menolak, maka peneliti tidak boleh memaksa dan harus tetap menghormati hak-hak subjek. 3.7.2 Anonimity Anonimity digunakan untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan nama responden, tetapi pada lembar tersebut diberikan kode pengganti nama responden. 44 3.7.3 Confidentiality Informasi yang telah dikumpulkan dari responden akan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, dan hanya akan digunakan untuk pengembangan ilmu. 45 BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Analisis Univariat 4.1.1 Umur Responden Hasil statistik deskriptif responden data numerik yang berupa umur responden dapat dilihat pada tabel 4.2. Tabel 4.1. Distribusi Umur Ibu yang Melakukan Imunisasi Pentavalen di Puskesmas Gilingan Surakarta Variabel Umur N 56 Min 21,00 Max 41,00 Mean 29,76 SD 4,78 Hasil penelitian menunjukkan minimal umur responden adalah (21,00), maksimal (41,00), rata-rata (29,76) dengan standar deviasi (4,78). Hal tersebut menunjukkan bahwa rata-rata umur responden adalah 29,8 tahun, sehingga masih berada pada rentang usia produktif bagi wanita. 4.1.2 Tingkat Pendidikan Responden Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel 4.2 sebagai berikut : Tabel 4.2. Distribusi Tingkat Pendidikan Ibu yang Melakukan Imunisasi Pentavalen di Puskesmas Gilingan Surakarta Jumlah Responden Tingkat Pendidikan N 3 18 25 10 56 SD SMP SMA PT Total 45 % 5.4 32.1 44.6 17.9 100.0 46 Tabel 4.2. menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki tingkat pendidikan SMA yaitu sebanyak 25 orang (44,6%). 4.1.3 Pekerjaan Responden Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan dapat dilihat pada tabel 4.3 sebagai berikut : Tabel 4.3. Distibusi Pekerjaan Ibu yang Melakukan Imunisasi Pentavalen di Puskesmas Gilingan Surakarta Pekerjaan IRT Swasta Wiraswasta PNS Total Jumlah Responden N 31 14 8 3 56 % 55.4 25.0 14.3 5.4 100.0 Tabel 4.3. menunjukkan bahwa mayoritas responden adalah Ibu Rumah Tangga (IRT) yaitu sebanyak 31 orang (55,4%). 4.1.4. Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Pentavalen Hasil analisis univariat variabel pengetahuan ibu tentang imunisasi pentavalen dapat dilihat pada tabel 4.4 sebagai berikut : Tabel 4.4. Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Pentavalen Pengetahuan Kurang Cukup Baik Total Jumlah Responden N 12 33 11 56 % 21.4 58.9 19.7 100.0 Tabel 4.4. menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki pengetahuan tentang imunisasi pentavalen pada kategori cukup yaitu sebanyak 33 orang (58,9%). 47 4.1.5. Kepatuhan Ibu Memberikan Imunisasi Pentavalen Hasil analisis univariat variabel kepatuhan ibu memberikan imunisasi pentavalen dapat dilihat pada tabel 4.5 sebagai berikut : Tabel 4.5. Kepatuhan Ibu dalam Pemberian Imunisasi Pentavalen pada Balita Usia 2 – 6 bulan di Puskesmas Gilingan Surakarta Kepatuhan tidak patuh patuh Total Jumlah Responden N 22 34 56 % 39.3 60.7 100.0 Tabel 4.5. menunjukkan bahwa mayoritas ibu patuh dalam memberikan imunisasi pentavalen yaitu sebanyak 34 orang (60,7%). 4.2. Analisis Bivariat Hasil analisis bivariat menggunakan uji Chi Square untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi pentavalen dengan kepatuhan ibu memberikan imunisasi pentavalen dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : Tabel 4.6. Tabulasi Silang Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi Pentavalen dengan Kepatuhan Ibu Memberikan Imuniasi Pentavalen Stres Kurang Cukup Baik Total Kepatuhan Tidak patuh Patuh F % F % 9 16,1 3 5,4 10 17,8 23 41,1 3 5,4 8 14,3 22 39,3 34 60,7 Total F 12 33 11 56 % 21,4 58,9 19,7 100 2 p value 8,199 0,017 48 Tabel 4.6. hasil uji Chi-Square menunjukkan nilai 2hitung (8,199) > 2tabel (5,991) atau p value (0,017 < 0,05), berarti ada hubungan yang bermakna tingkat pengetahuan ibu dengan kepatuhan ibu memberikan imunisasi pentavalen di wilayah kerja UPTD Puskesmas Gilingan Surakarta. 49 BAB V PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Responden 5.1.1. Umur Responden Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata umur responden adalah 29,8 tahun, sehingga masih berada pada rentang usia produktif bagi wanita. Usia merupakan salah satu sifat karakteristik orang yang sangat utama, umur juga mempunyai hubungan erat dengan berbagai sifat orang lainnya, dan juga dengan tempat dan waktu. Rizqiawan (2008) menyatakan bahwa usia ibu yang mengalami peningkatan dalam batas tertentu maka dapat meningkatkan pengalaman ibu dalam mengasuh anak, sehingga akan berpengaruh dalam upaya pencegahan dan penanggulangan timbulnya penyakit. Wawan dan Dewi (2010) menyatakan bahwa usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. 5.1.2. Pendidikan Responden Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden memiliki tingkat pendidikan SMA yaitu sebanyak 25 orang (44,6%). Pendidikan seseorang merupakan salah satu proses perubahan tingkah laku, semakin tinggi pendidikan seseorang maka dalam memilih tempattempat pelayanan kesehatan semakin diperhitungkan. Peran seorang 49 50 ibu pada program imunisasi sangatlah penting, karenanya suatu pemahaman tentang program ini amat diperlukan untuk kalangan tersebut. Pemahaman ibu atau pengetahuan ibu terhadap imunisasi sangat dipengaruhi oeleh tingkat pendidikan ibu (Astinah, dkk, 2013). Albertina (2009) yang menyimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seorang ibu maka makin besar peluang untuk mengimunisasikan bayinya yaitu 2,215 kali untuk pendidikan tamat SLTA/ke atas dan 0,961 kali untuk pendidikan tamat SLTP/sederajat. Ibu yang berpendidikan mempunyai pengertian lebih baik tentang pencegahan penyakit dan kesadaran lebih tinggi terhadap masalahmasalah kesehatan yang sedikit banyak telah diajarkan di sekolah. 5.1.3. Pekerjaan Responden Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden adalah Ibu Rumah Tangga (IRT) yaitu sebanyak 31 orang (55,4%). Ismet (2013) menyatakan bahwa ibu yang bekerja maupun ibu yang tidak bekerja mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh informasi tentang pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kesehatan imunisasi dasar pada anak. Hasil penelitian ini didukung penelitian dari Kurniati (2008) bahwa ibu rumah tangga lebih banyak mempunyai waktu dirumah sehingga lebih dapat memperhatikan pemberian imunisasi pada balitanya. Status perkerjaan seorang ibu dapat berpengaruh terhadap kesempatan dan waktu yang digunakan untuk meningkatkan pengetahuan dengancara menambah pengetahuan tentang 51 imunisasi dan perhatian terhadap kesehatan anak-anaknya. Ibu yang mempunyai pekerjaan sebagai ibu rumah tangga mempunyai banyak waktu yang luang, ini berarti ibu-ibu tersebut bisa mendapatkan banyak informasi dari berbagai media, antara lain: televisi, radio, surat kabar. 5.1. Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi Pentavalen Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki pengetahuan tentang imunisasi pentavalen pada kategori cukup yaitu sebanyak 33 orang (58,9%). Pengetahuan cukup tersebut berarti responden mampu menjawab 11 – 14 pertanyaan dengan benar. Notoatmodjo (2011) menyatakan bahwa pengetahuan (knowledge) adalah hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Astinah, dkk (2013) menyatakan bahwa pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan semakin baik tingkat pendidikan maka semakin baik pula tingkat pengetahuan, selain pendidikan faktor-faktor yang mempengaruhi pada peningkatan pengetahuan seseorang adalah keikutsertaan dalam pelatihan atau penyuluhan, pengetahuan seseorang dapat bertambah pula dengan cara memperkaya khasanah pengetahuan melalui membaca baik melalui media massa dan media elektrik (internet), sehingga walaupun tanpa 52 melalui pendidikan formal. Pengetahuan seseorang dapat meningkat dengan demikian harapan tentang keberhasilan program imunisasi dapat dicapai melalui kesadaran masyarakat akan dampak imunisasi dapat imunisasi bagi kesejahteraan masyarakat secara umum dan kesejahteraan anak secara khususnya. Kadir, dkk (2014) menyatakan bahwa pengetahuan yang tinggi akan berpengaruh pada penerimaan hal-hal baru dan dapat menyesuaikan diri dengan hal yang baru. Pengetahuan juga dipengaruhi oleh faktor pengalaman yang berkaitan dengan usia individu, Semakin matang usia seseorang akan semakin banyak pengalaman hidup yang dimiliki, dan mudah untuk menerima perubahan perilaku, karena usia ini merupakan usia paling produktif dan umur paling ideal dalam berperan khususnya dalam pembentukan kegiatan kesehatan. Semakin cukup umur seseorang, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Pengalaman pribadi umumnya digunakan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu, selain itu bertambahnya usia seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperoleh. Notoatmodjo (2007), menyatakan bahwa pengetahuan dapat dikatakan sebagai pengalaman yang mengarah pada kecerdasan serta akan meningkatkan minat dan perhatian. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang karena dari 53 pengalaman dan penelitian ternyata prilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Semakin baik pengetahuan individu tentang masalah kesehatan akan sangat membantu dalam pencegahan terjadinya masalah kesehatan tersebut. Pengetahuan akan membentuk sikap ibu, dan akhirnya akan patuh dalam memberikan imunisasi pada bayi. 5.2. Kepatuhan ibu dalam pemberian imunisasi pentavalen Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden patuh dalam memberikan imunisasi pentavalen yaitu sebanyak 34 orang (60,7%). Febriastuti, dkk (2013) menyatakan bahwa kepatuhan mempunyai arti suatu perilaku seseorang untuk mengikuti saran medis ataupun kesehatan sesuai dengan ketentuan yang diberikan. Pemahaman yang baik dan mendalam tentang faktor tersebut sangat bermanfaat bagi para orang tua dan tenaga kesehatan untuk meningkatkan kepatuhan dalam melakukan imunisasi dasar sehingga efektifitas terapi dapat terpantau. Kepatuhan ibu dalam pemberian imunisasi pentavalen dipengaruhi oleh tingkat pendidikan responden, hal ini dengan adanya pendidikan baik formal dapat mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan dan berperilaku, dengan pendidikan seseorang dapat meningkatkan kematangan intelektual sehingga dapat membuat keputusan dalam bertindak. Semakin tinggi pendidikan seseorang akan semakin mudah baginya untuk menerima serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi (Mulyana, 2006). 54 Kadir, dkk (2014) menyatakan bahwa tingkat pendidikan responden merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi pola pikir dalam menentukan kepatuhan pemberian imunisasi, karena semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang diharapkan dapat berpikir lebih baik yang berkaitan dengan kesehatan balitanya. Responden yang berpendidikan tinggi relatif lebih cepat dalam melaksanakan anjuran tentang pemberian imunisasi pada balitanya. Begitu pula sebaliknya mereka yang berpendidikan rendah, agak sulit dan memakan waktu yang relatif lama untuk mengadakan perubahan. Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa kepatuhan berpengaruh terhadap kesadaran responden untuk membawa bayinya imunisasi. ibu yang tidak bersedia mengimunisasikan bayinya dapat disebabkan karena belum memahami secara benar dan mendalam mengenai imunisasi dasar. Selain itu kurang memperhatikan dalam membawa bayinya imunisasi sesuai jadwal. Kesadaran yang kurang akan mempengaruhi ibu dalam memperoleh informasi mengenai pemberian imunisasi. Setelah menyadari tentang pentingnya manfaat imunisasi, ibu dapat membawa bayinya untuk diberikan imunisasi dasar sesuai dengan jadwal. 5.3. Hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan ibu dalam pemberian imunisasi pentavalen Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan ibu dengan kepatuhan ibu memberikan imunisasi pentavalen dengan p value (0,017 < 0,05). Hasil penelitian ini mendukung 55 penelitian terdahulu dari Hindriyawati, dkk (2012) bahwa ada hubungan tingkat pengetahuan ibu dalam pemberian imunisasi dasar, sehingga semakin baik tingkat pengetahuan ibu maka dapat meningkatkan kesadaran ibu dalam pemberian imunisasi dasar. Mulyani (2009) dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi dengan kepatuhan ibu dalam pemberian imunisasi campak. Mardiansyah (2009) bahwa ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar terhadap kepatuhan pemberian imunisasi pada bayi. Kepatuhan ibu dalam pemberian imunisasi pentavalen ini berarti bahwa responden sudah mengetahui manfaat dari imunisasi pentavalen. Menurut Hayana, dkk (2013) bahwa pemberian imunisasi pada anak mempunyai tujuan agar tubuh kebal pada penyakit tertentu. Kekebalan tubuh juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya terdapat kadar antibodi yang tinggi pada saat dilakukan imunisasi, potensi antigen yang disuntikan, dan waktu antara pemberian imnunisasi. Keefektifan imunisasi tergantung dari faktor yang mempengaruhinya sehingga kekebalan tubuh dapat diharapkan pada diri anak. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan dari Ismet (2013) bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan adalah tingkat pengetahuan, semakin tinggi pengetahuan seseorang tentang imunisasi, memungkinkan orang tersebut untuk mengaplikasikan pengetahuannya yakni dalam hal ini mengimunisasikan balitanya secara lengkap. Informasi adalah salah satu organ pembentuk pengetahuan. Semakin banyak seseorang memperoleh 56 informasi, maka semakin baik pula pengetahuannya, sebaliknya semakin kurang informasi yang diperoleh, maka semakin kurang pengetahuannya, semakin baik pengetahuan seseorang, makin mudah menerima informasi. Hal ini sesuai Notoatmodjo (2007), bahwa apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut bersifat langgeng. Sebaliknya, apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama. Arifin (2011) dalam penelitiannya menyatakan bahwa ibu yang berpengetahuan baik akan lebih mudah untuk mengerti tentang apa saja yang berkaitan dengan imunisasi jadi ibu akan patuh dalam membawa anak untuk di imunisasi. 57 BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan 6.1.1. Rata-rata umur responden adalah 29,7 tahun dengan tingkat pendidikan SMA sebanyak 25 orang (44,6%) dan sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT) yaitu sebanyak 31 orang (55,4%). 6.1.2. Sebagian besar ibu memiliki pengetahuan tentang imunisasi pentavalen pada kategori cukup yaitu sebanyak 33 orang (58,9%). 6.1.3. Sebagian besar ibu patuh dalam memberikan imunisasi pentavalen yaitu sebanyak 34 orang (60,7%). 6.1.4. Ada hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan ibu dalam pemberian imunisasi pentavalen di wilayah kerja UPTD Puskesmas Gilingan Surakarta dengan p value (0,020 < 0,05). 6.2. Saran 6.2.1. Bagi Masyarakat (Ibu yang mempunyai balita) Ibu hendaknya berupaya meningkatkan pengetahuannya tentang imunisasi pentavalen, melalui konseling pada tenaga kesehatan sehingga dapat meningkatkan pemahaman ibu tentang pentingnya imunisasi pentavalen pada bayinya sehingga ibu dapat lebih patuh dalam melakukan imunisasi sesuai umur bayi. 57 58 6.2.2. Bagi profesi keperawatan Perawat hendaknya memberikan konseling kepada ibu dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya asuhan keperawatan dalam pemberian imunisasi pentavalen. 6.2.3. Bagi Puskesmas Puskesmas hendaknya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dalam memberikan pendidikan kesehatan kepada ibu dengan bekerjasama dengan posyandu balita untuk meningkatkan kepatuhan ibu dalam memberi imunisasi pentavalen. 6.2.4. Bagi peneliti selanjutnya Peneliti selanjutnya hendaknya melakukan penelitian tentang faktor lain yang mempengaruhi kepatuhan ibu, misalnya adalah dukungan keluarga. 59 DAFTAR PUSTAKA Albertina, dkk. (2009), ‘Kelengkapan Imunisasi Dasar Anak Balita dan FaktorFaktor yang Berhubungan di Poliklinik Anak Beberapa Rumah Sakit di Jakarta dan Sekitarnya Bulan Maret 2008’, Sari Pediatri, Vol. 11, No.1, pp. 1-7. Arifin. (2011). Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Pentingnya Imunisasi Dasar dengan Kepatuhan Melaksanakan Imunisasi di BPS Hj. Umi Salamah di desa Kauman, Peterongan, Jombang, tahun 2011. Prosiding Sminas Competitive Advantage, Vol 1, No. 2 Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Prakik. Jakarta : Rineka Cipta. Astinah; Hasbullah, S; Muzakir. H. (2013). Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Ibu Pada Pemberian Imunisasi Dasar di Posyandu Teratai 11b di Wilayah Kerja Puskesmas Tamamaung Makassar. E-library STIKES Nani Hasanuddin Makassar. Vol 2 No. 6. Azizah, N; Suyati, Rahmawati, VE. (2011). Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Pentingnya Imunisasi Dasar Dengan Kepatuhan Melaksanakan Imunisasi di BPS Hj. Umi Salamah di Desa Kauman, Peterongan, Jombang. Jombang : Prodi D-III Kebidanan FIK UNIPDU Dahlan S. (2011). Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan: Deskriptif, Bivariat, dan Multivariat. Jakarta : Salemba Empat. Dimatteo, MR., Haskard, KB., Williams, SL. (2007). Health Beliefs, Disease Severity and Patient Adherence. A Meta Analysis. Journal of Medical Care. 45 (6) : pp 521-528 Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. (2013). Petunjuk Teknis Introduksi Imunisasi DTP-HB-Hib (Pentavalen) Pada Bayi dan Pelaksanaan Imunisasi Lanjutan Pada Anak Balita. Semarang : Dinkes Jateng. Febriastuti, N; Arif, YS; Kusumaningrum, T. (2013). Kepatuhan Orang Tua Dalam Pemberian Kelengkapan Imunisasi Dasar Pada Bayi 4—11 Bulan. Surabaya : Program Studi S1 Pendidikan Ners Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Fida dan Maya. (2012). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Yogyakarta : D-Medika. 60 Hayana, Wahyuni, S, Kadir, S. (2013). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kecemasan Ibu Sebelum Pemberian Imunisasi DPT Pada Bayi Di Wilayah Kerja Puskesmas Samataring Kabupaten Sinjai. Jurnal STIKES Hasanudin Makasar. Vol 2 No. 6. Hidayat. AA. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika Hindriyawati, W; Rosalina; Wahyuni. (2012). Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Dengan Kepatuhan Ibu Dalam Pemberian Imunisasi Dasar Pada Bayi Di Puskesmas Cawas. Jurnal Kebidanan Arimbi, Vol V No. 4. Kadir, L; Fatimah dan Hadia. 2014. (2014). Pengetahuan Dan Kepatuhan Ibu Pada Pemberian Imunisasi Dasar Bagi Bayi. Journal of Pediatric Nursing Vol. 1(1), pp. 009-013 Kementrian Kesehatan RI. (2013). Menkes Luncurkan Vaksin Pentavalen dan Program Imunisasi Lanjutan Bagi Batita, diakses melalui depkes.go.id tanggal 20 Januari 2015. Kinanti, AN. (2013). Imunisasi Pentavalen, Vaksin 'Kombinasi' Terbaru untuk Anak Indonesia. Diakses melalui http://health.detik.com, tanggal 20 Januari 2015. __________. (2013). 3 Keunggulan Pentavalen dibandingkan Program Imunisasi Lama. Diakses melalui http://health.detik.com, tanggal 20 Januari 2015. Ismet, F. (2013). Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Imunisasi Dasar Lengkap Pada Balita di Desa Botubarani Kecamatan Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango. Jurnal Keperawatan UNG. Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo Isnaini E; Yosafianti, V; Shobirun. (2012). Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Ibu Terhadap Kepatuhan Pemberian Imunisasi Dasar Pada Bayi di Desa Mororejo Kaliwungu Kabupaten Kendal. Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan. Vol 1 No. 2. Lestari, RI dan Masruroh. (2012). Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Dasar Lengkap Dengan Praktik Imunisasi Dasar Lengkap Bayinya Di Wilayah Kerja Puskesmas Pegandon Kec. Pegandon kab. Kendal. Jurnal Ilmiah Kesehatan Akbid Uniska Kendal. Edisi Ke-2 Tahun 2012. 61 Mardiansyah, DA. 2009. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Dasar Dengan Kepatuhan Pemberian Imunisasi Pada Bayi di Posyandu Desa Tonjong Brebes Jawa Tengah. Gombong : STIKES PKU Muhammadiyah Gombong. Marfiah, S. (2014). Imunisasi Dasar dengan Vaksin Pentavalen, diakses dari http://sitimarsifah.com, tanggal 20 Januari 2015. Momomuat, S; Ismanto, AY; Kundre, R. 2014. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Pentingnya Imunisasi Campak Dengan Kepatuhan Melaksanakan Imunisasi Di Puskesmas Kawangkoan. Manado : Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado Mulyana, A; Nugraha, P; Adi, MS. (2006). Faktor-Faktor Ibu Balita Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Follow Up Penderita Pnemonia Balita Di Puskesmas Cisaga, Ciamis, Jawa Barat. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 1, No. 2. Mulyani, S. (2009). Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi dengan Kepatuhan Ibu dalam Pemberian Imunisasi Campak Bagi Anaknya di Desa Gumelar Kidul Kecamatan Tambak. e-journal stikesmuh.ac.id. STIKES Muhammadiyah Gombong. Niven. (2012). Psikologi Kesehatan : Pengantar Untuk Perawat Dan Profesional Kesehatan Lain. Jakarta : EGC. Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ikmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. (2011). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Probandari, AN; Handayani, S; Laksono, NJD. (2013). Ketrampilan Komunikasi. Modul Field Lab. Surakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Ranuh, dkk. (2011). Pedoman Imunisasi di Indonesia. Jakarta : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. Risqiawan, A. 2008. Faktor Yang Mempengaruri Ibu Dalam Ketidak Ikut Sertaan Balitanya Ke Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio Di Wilayah Kerja Puskesmas Mulyorejo Surabaya. Surabaya : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya Riwidikdo, H. (2013). Statistik Kesehatan. Yokyakarta : Mitra Cendekia Press. 62 Sugiyono. (2010). Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta. Wawan, A dan Dewi, M. (2010). Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia. Yogyakarta : Nuha Medika. Widowati, R. (2014). Begini Efek Samping Imunisasi Pentavalen DPT-HB-Hib, diakses melalui http://www.kabar6.com, tanggal 20 Januari 2015.