1 ANALISIS WACANA LISAN INTERAKSI GURU DAN SISWA DI

advertisement
ANALISIS WACANA LISAN INTERAKSI GURU DAN SISWA DI KELAS
(Studi Kasus Pemakaian Bahasa di SMA Negeri 3 Sragen dalam
Mata Pelajaran Bahasa Indonesia, Biologi, dan Sosiologi)
TESIS
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Magister
Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
Oleh:
Raharjo Dwi Untoro
S840209113
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
1
ANALISIS WACANA LISAN INTERAKSI GURU DAN SISWA DI KELAS
(Studi Kasus Pemakaian Bahasa di SMA Negeri 3 Sragen dalam
Mata Pelajaran Bahasa Indonesia, Biologi, dan Sosiologi)
Disusun oleh:
Raharjo Dwi Untoro
S840209113
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing
Pada tanggal, 22 Juni 2010
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Budhi Setiawan, M.Pd.
NIP. 196105241989011001
Prof. Dr. H. Kunardi Hardjoprawiro, M.Pd.
NIP. 130 189 637
Mengetahui
Ketua Program Studi Bahasa Indonesia
Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd.
NIP. 194403151978041001
2
ANALISIS WACANA LISAN INTERAKSI GURU DAN SISWA DI KELAS
(Studi Kasus Pemakaian Bahasa di SMA Negeri 3 Sragen dalam Mata
Pelajaran Bahasa Indonesia, Biologi, dan Sosiologi)
Oleh :
Raharjo Dwi Untoro
S840209113
Telah disetujui oleh Tim Penguji
Pada tanggal, 27 Juli 2010
Jabatan
Nama
Tanda tangan
Ketua
Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd
…………….
Sekretaris
Prof. Dr. St. Y. Slamet, M.Pd.
.....................
1. Dr. Budhi Setiawan, M.Pd.
....................
Anggota Penguji:
2. Prof. Dr. H. Kunardi Hardjoprawiro, M.Pd. ...................
Surakarta, .........Juli 2010
Mengetahui
Direktur Program Pascasarjana UNS
Ketua Program PBI
Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D.
NIP. 195708201985031004
Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd.
NIP. 19440315197841001
3
MOTTO
Mencari ilmu itu wajib bagi laki-laki dan perempuan muslim.
( H. R. Muslim)
Agama tanpa ilmu pengetahuan lumpuh, ilmu pengetahuan tanpa agama buta.
(Albert Einstein)
Ngelmu iku
Ilmu adalah
Kalakone kanthi laku
dijalankan
Lekase lawan kas
Dimulai dengan kemauan yang keras
Tegese kas nyantosani
kemauan yang keras adalah penguat
dengan
bermati
raga
tekad
Setya budya pangekese dur angkara
Selalu setia akan tujuan dapat
menghancurkan godaan
( KGPAA. Mangkunegoro IV)
Sekali layar terkembang pantang biduk ke tepian.
Punna lebba kuka’rangno sombalakku kualleangngangngi talanggana
towaliayya.
( dari Makassar)
4
PERSEMBAHAN
Teriring salam dan do’a serta puji syukur Kehadirat
Allah SWT, kupersembahkan karya ini untuk:
1. Ayahanda Sarmin Sastro Widodo (Alm.) dan
Ibunda Martini Diniyati
2. Ayahanda H. Mujiyo Noto Miharjo (Alm) dan
Ibunda Hj. Suyatmi
3. Istriku
tercinta
Mulyanti,
Bsc.
yang
telah
memberikan dukungan dan dorongan untuk
menyelesaikan tesis ini.
4. Anakku tercinta Thoriq Azis Wirahadinata yang
telah memberikan kebahagian dalam hidup.
5. Adik-adiku dan sahabat-sahabatku yang telah
memberikan do’a restu dengan tulus .
v
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya
Nama
: Raharjo Dwi Untoro
NIM
: S. 840209113
menyatakan dengan sesungguhnya , bahwa tesis berjudul ” Analisis Wacana
Lisan Interaksi Guru dan Siswa di Kelas: Studi Kasus Pemakaian Bahasa di SMA
Negeri 3 Sragen dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia, Biologi, dan Sosiologi”
adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis
tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya
peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta, 14 Juli 2010
Yang membuat pernyataan
Raharjo Dwi Untoro
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah yang Mahakuasa yang telah memberikan Rahmat
dan Hidayah-Nya, sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan dengan judul
” Analisis Wacana Lisan Interaksi Guru dan Siswa di Kelas :Studi Kasus
Pemakaian Bahasa di SMA Negeri 3 Sragen dalam Mata Pelajaran Bahasa
Indonesia, Biologi, dan Sosiologi”.
Tesis ini dapat diselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang
terhormat: 1) Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D., Direktur PPs UNS yang telah
memberikan izin penyusunan tesis ini; 2) Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd.,
Ketua Program Studi Bahasa Indonesia Program Passcasarjana UNS, yang telah
memberikan arahan dan masukan sehingga tesis ini dapat disusun dengan lancar;
3) Dr. Budi Setiawan, M.Pd., sebagai pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan dengan penuh kesabaran, ketulusan, dan ketelitian sehingga tesis ini
dapat disusun dengan lancar; 4) Prof. Dr. H. Kunardi Hardjoprawiro, M.Pd.,
sebagai pembimbing II yang telah memberikan kekuatan, bimbingan, masukan
yang berharga, dan motivasi sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan;
5) Drs. Gatot Supadi, M.B.A., M.M., sebagai Kepala Dinas Pendidikan
Kabupaten Sragen yang telah memberikan izin penelitian di wilayahnya; 6) Drs.
Sumarsono, M.Pd., sebagai Kepala SMA Negeri 3 Sragen yang telah memberikan
izin penelitian;
7) Tidak lupa ucapan terima kasih kepada semua guru, karyawan
SMA Negeri 3 Sragen, khususnya Bp. Arif Purwadi, S.Pd., Ibu Febtilita Yulianti,
vii
S.Pd., Ibu Sri Iswati, S.Pd., dan Dra. Dyah Retno Sejati, yang telah berkenan
menjadi subjek penelitian; 8) Kedua orang tua penulis yang telah memberikan
restu dan doanya; 9) Istriku tercinta, anakku yang tersayang yang dengan tulus
hati memberikan doa, dukungan, dorongan, pengorbanan, kesabaran, kesetiaan,
dan cinta kasihnya selama penyelesaian tesis ini.
Peneliti
menyadari
sepenuhnya
bahwa
tesis
ini
masih
jauh
dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, berbagai saran dan kritik yang membangun demi
kesempurnaan tesis ini agar lebih baik dan bermanfaat sangat diharapkan. Semoga
Allah yang Mahakuasa selalu memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya dalam
segala langkah, sekarang dan selamanya. Amin.
Surakarta, 14 Juli 2010
Peneliti,
R. D. U.
viii
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL .................................................................................................
i
PENGESAHAN PEMBIMBING .......................................................
ii
PENGESAHAN PENGUJI TESIS ....................................................
iii
MOTTO................................................................................................
iv
PERSEMBAHAN.................................................................................
v
PERNYATAAN....................................................................................
vi
KATA PENGANTAR..........................................................................
vii
DAFTAR ISI.........................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................
xiii
DAFTAR SINGKATAN .....................................................................
xiv
ABSTRAK ...........................................................................................
xv
ABSTRACT .........................................................................................
xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.......................................................
1
B. Rumusan Masalah .................................................................
6
C. Tujuan Penelitian...................................................................
7
A.
Manfaat Penelitian ...............................................................
8
a.
Manfaat Teoritis ............................................................
8
b. Manfaat Praktis ............................................................
8
ix
BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN,
KERANGKA BERPIKIR
A. Kajian Teori
1. Interaksi Belajar Mengajar di Kelas...............................
10
a. Hakikat Interaksi Belajar Mengajar di Kelas..........
10
b. Penataan Pola Komunikasi dalam Interaksi
Belajar Mengajardi Kelas...........................................
15
2. Wacana Lisan Guru dan Siswa di Kelas .........................
23
a. Hakikat Wacana...........................................................
23
b. Analisis Wacana Lisan ................................................
24
c. Fungsi Bahasa ..............................................................
27
d. Pragmatik ....................................................................
30
e. Konteks Situasi Tutur .................................................
33
f. Tindak Tutur ...............................................................
33
g. Struktur Wacana Lisan Interaksi di Kelas ..............
38
h. Partikel dalam Wacana Lisan ....................................
48
i. Praanggapan, Implikatur, dan Entailmen ................
52
j. Alih Kode dan Campur Kode.....................................
56
B. Penelitian yang Relevan ........................................................
61
C. Kerangka Berpikir
62
.............................................................
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian .......................................................................
x
64
B. Data dan Sumber Penelitian .................................................
65
C. Lokasi Penelitian ....................................................................
67
D. Teknik Cuplikan ....................................................................
67
E. Metode Penelitian ...................................................................
69
F. Teknik Pengumpulan Data ...................................................
69
G. Teknik Validitas Data Penelitian ..........................................
71
H. Teknik Analisis Data Penelitian ............................................
71
BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Struktur Wacana Lisan dalam Interaksi Guru dan Siswa
di Kelas ...... ..............................................................................
74
B. Fungsi Bahasa Wacana Lisan dalam Interaksi Guru dan
Siswa di Kelas ..........................................................................
118
C. Partikel Wacana Lisan dalam Interaksi Guru dan Siswa
di Kelas....................................................................................
128
D. Alih Kode dan Campur Kode Wacana Lisan dalam
Interaksi Guru dan Siswa di Kelas ........................................
135
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan ..................................................................................
140
B. Implikasi ..................................................................................
143
C. Saran ........................................................................................
144
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................
145
LAMPIRAN .........................................................................................
150
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1.
Hubungan aktif dua arah antar pendidik dan anak didik ..
2.
Hubungan interaktif antara pendidik dan anak didik yang
diikat oleh tujuan ...............................................................
3.
13
13
Hubungan dua arah antara pendidik dan anak didik yang
diikat oleh tujuan, dan materi pelajaran yang sesuai
dengan tujuan ....................................................................
4.
14
Hubungan interaktif antara pendidik dan anak didik
yang diikat oleh tujuan, bahan pelajaran, metode, sarana,
dan evaluasi........................................................................
14
5.
Pola komunikasi satu arah..................................................
15
6.
Pola komunikasi dua arah .................................................
16
7.
Pola komunikasi tiga arah .................................................
17
8.
Diagram kerangka berpikir ...............................................
63
9.
Dokumentasi interaksi guru dan siswa di kelas XI IPA-3
bersama Bp. Arif Purwadi, S.Pd. .....................................
10.
Dokumentasi interaksi guru dan siswa di kelas X-E
bersama Ibu Sri Iswati, S.Pd.. ...........................................
11.
86
89
Dokumentasi Interaksi Guru dan Siswa di kelas X-I
bersama Ibu Febtilita Yulianti, S.Pd.. ...............................
xii
91
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1.
Interaksi Guru dan Siswa di Kelas XI IPA-3 .................
150
2.
Interaksi Guru dan Siswa di Kelas X-E .........................
205
3.
Interaksi Guru dan Siswa di Kelas X-I ...........................
268
4.
Analisis Partikel Wacana Lisan Interaksi Guru dan
Siswa di Kelas ................................................................
5.
304
Transkripsi Alih Kode dan Campur Kode Interaksi
Guru dan Siswa di Kelas ................................................
309
6.
Transkripsi Wawancara I................................................
327
7.
Transkripsi Wawancara II ..............................................
329
8.
Transkripsi Wawancara III .............................................
331
9.
Surat Permohonan Ijin Penelitian ..................................
333
10.
Surat Ijin Penelitian ........................................................
334
11.
Surat Keterangan Melaksanakan Penelitian ...................
335
xiii
DAFTAR SINGKATAN
CL. I/204
:
Catatan Lapangan romawi I nomor 204
CL. II/105
:
Catatan Lapangan romawi II nomor 105
CL. III/216
:
Catatan Lapangan romawi III nomor 216
G
:
Guru
G. BI
:
Guru Bahasa Indonesia
G. Bio.
:
Guru Biologi
G. Sos.
:
Guru Sosiologi
Pn
: Peneliti
S
:
Siswa
xiv
ABSTRAK
Raharjo Dwi Untoro, S840290113. 2010. Analisis Wacana Lisan Interaksi Guru
dan Siswa di Kelas: Studi Kasus Pemakaian Bahasa SMA Negeri 3 Sragen dalam
Mata Pelajaran Bahasa Indonesia, Biologi, dan Sosiologi. Tesis: Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mendeskripsikan dan menjelaskan struktur
wacana lisan guru dan siswa dalam kelas di SMA Negeri 3 Sragen pada waktu
proses belajar mengajar, (2) mendeskripsikan dan menjelaskan fungsi bahasa
dalam tindak tutur interaksi guru dan siswa dalam kelas di SMA Negeri 3 Sragen
pada waktu proses belajar mengajar, (3) mendeskripsikan dan menjelaskan
partikel wacana lisan dalam tindak tutur interaksi guru dan siswa dalam kelas di
SMA Negeri 3 Sragen pada waktu proses belajar mengajar, dan (4)
mendeskripsikan dan menjelaskan alih kode dan campur kode wacana lisan
interaksi guru dan siswa SMA Negeri 3 Sragen.
Penelitian ini termasuk studi kajian wacana yang mengambil lokasi di
SMA Negeri 3 Sragen. Data dalam penelitian ini berupa wacana lisan interaksi
guru dan siswa dalam peristiwa komunikasi belajar mengajar di kelas. Karena itu,
datanya berwujud rekaman percakapan di kelas antara guru dengan siswa yang
ditranskripsikan. Untuk pemilihan dan jumlah serta jenis sumber data dilakukan
dengan teknik cuplikan. Pengambilan datanya dengan teknik rekam, teknik catat,
dan teknik wawancara. Teknik analisis datanya menggunakan analisis kontektual.
Proses analisis dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data, dengan
mendasarkan : (1) teori tindak tutur di kelas yang dikemukakan Sinclair dan
Coultrad, (2) Teori fungsi bahasa yang dikemukakan MAK Haliday, dan (3)
Partikel wacana lisan yang dikemukakan Stubs, Linke, Nussbaumer, dan Portman.
Berdasarkan analisis dan pembahasan hasil penelitian, disimpulkan
bahwa interaksi guru dan siswa di kelas menunjukkan pola pertukaran yang
teratur. Percakapan di kelas tersebut mengarah pada satu tujuan untuk mencapai
tujuan pembelajaran. Percakapan di kelas peran guru dominan, siswa berbicara
bilamana ada kesempatan yang diberikan guru. Selain itu, juga ditandai dengan
bahasa yang komunikatif sehingga tersampaikan informasi dengan mudah dan
jelas. Karakteristik wacana lisan dalam kelas ini ditandai oleh adanya konteks di
luar ujaran guru yang cukup berpengaruh terhadap makna ujarannya seperti :
tempat, waktu, suasana, subyek, topik, tujuan, dan nada.
Bentuk wacana lisan guru dan siswa di kelas ditentukan juga oleh fungsi
bahasa yang digunakan baik guru ataupun siswa. Secara umum fungsi bahasa
sebagai alat komunikasi. Hasil penelitian ini menunjukkan fungsi bahasa sebagai
berikut : (1) fungsi instrumental, (2) fungsi regulasi, (3) fungsi representasi, (4)
fungsi interaksi, (5) fungsi perorangan, (6) fungsi heuristik, dan (7) fungsi
imajinatif. Fungsi imajinatif tidak ditemukan selama penelitian ini, karena fungsi
bahasa ini sering digunakan dalam karya sastra.
Partikel sangat penting dalam percakapan atau wacana lisan, khususnya
saat pergantian pembicara. Dalam analisis wacana lisan interaksi guru dan siswa
di kelas ini ditemukan beberapa partikel yang digunakan baik guru ataupun siswa
saat berbicara. Adapun partikel-partikel tersebut adalah : bentuk tegun, bentuk
xv
pengurangan kecepatan pertukaran, pembukaan pembicaraan, isyarat pembicara,
isyarat mitra bicara, ucapan salam, sapaan, panggilan, penerimaan, dan penolakan.
Peristiwa alih kode dan campur kode terjadi pada wacana lisan interaksi
guru dan siswa di kelas, khususnya bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa,
bahasa Arab, dan bahasa Inggris.
xvi
ABSTRACT
Raharjo Dwi Untoro, S840290113. 2010. Spoken Discourse Analysis of Teacher
and Student Interaction in the Class : Case study the using language of Sragen 3
Senior State High School in Indonesia language subject, biology, and sosiology.
Thesis: The Graduate Programme, Sebelas Maret University of Surakarta.
This goals of this research are : (1) to describe and explain the structure of
spoken discourse between teacher and student in the class of Sragen 3 Senior
State High School in teaching and learning process, (2) to describe and explain the
function of language in interaction communication between teacher and student in
class of Sragen 3 Senior State High School in teaching learning process, (3)
describe and explain particle of spoken discourse in interaction communication
between teacher and student in class of Sragen 3 Senior State High School in
teaching learning process, and (4) describe and explain code mixing and code
switching of spoken discourse in interaction communication between teacher and
student in class of Sragen 3 Senior State High School in teaching learning process.
The research is designed as discourse analysis which takes place in
Sragen 3 Senior State High School. The data of the research is spoken discourse
between teacher and student in their interaction and communication in class. The
data is in the speech recorder form which transcript onto text.
Purposive
sampling technique is used to collect and select the source of data. The data is
taken by recording, writing, and interviewing the respondents. The data is
analyzed by contextual method. The analysis process is design together with the
data sampling collection which based on: (1) the spoken act theory in the class as
proposed by Sinclair and Coultrad, (2) The function of language’s theory which
explained by MAK Haliday, and (3) The particle os spoken discourse which
designed by Stubs, Linke, Nussbaumer, and Portman.
The result shows that the interaction between teacher and student in the
class demonstrates a regular pattern of exchange. The speech in the class is
designed to reach the teaching purposes. The teacher is dominant; on the other
hand, the student will speak as the chance has been given by teacher. The
communicative language is conducted in order to deliver the information ease and
clear. The spoken discourse characteristic in class is marked by the contact which
out of speech of: place, time, mood, subject, topic, aim, and intonation that affect
the mean of speech.
The form of spoken discourse between teacher and student in the class is
formulated by the language function which used by booth of teacher and student.
In general, the function of language is as a tool of communication. The research
shows that the language function as follows: (1) the instrumental function, (2) the
regulatory function, (3) the representational function, (4) the interaction function,
(5) the personal function, (6) the heuristic function, and (7) the imaginative
function. The imaginative function can not be identified in this research, as it is
frequently used in the fiction.
The particle is very important in the speech or spoken discourse, especially
in the exchange of the subject of speech. The result confirms some particles are
identified in the class. These particles can be described as follows: the pause of
xvii
speech, the decrease of exchange acceleration, the prolog of speech, the sign of
speaker, the sign of peers, the greeting form, names, words of acception and
objection.
Event of code switching and code mixing happened at spoken discourse of
interaction of teacher and student in class, especially Indonesian to Java language,
Arabic language, and English language.
xviii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Proses belajar mengajar yang berlangsung di SMA merupakan proses
komunikasi yang melibatkan guru dan siswa. Proses ini bertujuan untuk
mengadakan perubahan tingkah laku anak didik menuju kemandirian dan
kedewasaan diri. Dalam melakukan perubahan ini guru SMA memiliki dua peran
,yaitu sebagai pengajar dan pendidik. Zamzani (2002: 129) menyatakan bahwa
sebagai pengajar, guru berkewajiban memberikan pengetahuan dan keterampilan
kepada anak didik sehingga anak didik menjadi manusia yang cerdas dan
terampil. Sebagai pendidik, guru berkewajiban memberikan nilai-nilai dan
membina anak didik agar menjadi manusia yang memiliki moral dan budi pekerti
yang baik. Apabila dicermati proses interaksi siswa dapat dibina dan merupakan
bagian dari proses pembelajaran, seperti yang dikemukan oleh Corey (Admin,
2007: 21 dalam http:// miftahul ulum, dikti. net / index. php ? option = com. )
dikatakan bahwa :" Pembelajaran adalah suatu proses di mana lingkungan
seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam
tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons
terhadap situasi tertentu.”
Dari uraian di atas, proses pembelajaran yang baik dapat dilakukan oleh
siswa baik di dalam maupun di luar kelas, dan dengan karakteristik yang dimiliki
oleh siswa diharapkan mereka mampu berinteraksi dan bersosialisasi dengan
teman-temannya secara baik dan bijak.
1
xix
Proses pendidikan dan pengajaran di sekolah berlangsung interaksi guru
dan siswa dalam proses belajar mengajar yang merupakan kegiatan paling pokok.
Jadi proses belajar mengajar merupakan proses kegiatan interaksi antara dua unsur
manusiawi yakni siswa sebagai pihak yang belajar dan guru sebagai pihak yang
mengajar.
Titin (2003:10 dalam Anwar Holil http:// anwarholil blog spot. Com )
Dalam proses interaksi tersebut dibutuhkan komponen pendukung (ciri-ciri
interaksi edukatif) yaitu (1) Interaksi belajar mengajar memiliki tujuan (2) Ada
suatu prosedur (jalannya interaksi) yang direncanakan, didesain untuk mencapai
tujuan yang telah dilaksanakan (3) Interaksi belajar mengajar ditandai dengan
satu penggarapan materi yang khusus (4) Ditandai dengan adanya aktivitas siswa
(5) Dalam interaksi belajar mengajar guru berperan sebagai pembimbing (6)
dalam interaksi belajar mengajar membutuhkan disiplin (7) Ada batas waktu (8)
Unsur penilaian.
Admin (2007: 63 dalam http:// miftahul ulum, dikti. net / index. php ?
option = com.) pembelajaran mempunyai dua karakteristik, yaitu :" Pertama,
dalam proses pembelajaran melibatkan proses berfikir. Kedua , dalam proses
pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses Tanya jawab terus
menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan
berfikir siswa , yang pada gilirannya kemampuan berfikir itu dapat membantu
siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri. "
Jadi, dapat disimpulkan bahwa dalam mengelola interaksi belajar
mengajar guru harus memiliki kemampuan mendesain program, kemampuan
xx
menguasai materi pelajaran, kemampuan menciptakan kondisi kelas yang
kondusif, kemampuan memanfaatkan media dan memilih sumber, kemampuan
memahami cara atau metode yang digunakan, kemampuan mengkomunikasikan
program serta memahami landasan-landasan pendidikan sebagai dasar bertindak.
Di samping itu proses belajar mengajar membutuhkan dorongan atau
motivasi untuk membentuk semangat belajar siswa. Motivasi merupakan
dorongan yang menunjukkan lemah dan kuatnya dorongan yang bersumber dari
faktor yang dapat terbentuk melalui proses penggunaan insentif. Salah satu bentuk
insentif dalam proses belajar mengajar adalah pemberian penguatan guru kepada
siswa terhadap hasil belajar siswa.
Ketika sedang mengajar di depan kelas, terjadi dua proses yang
terpadu yaitu antara proses belajar dan proses mengajar. Seorang pengajar dapat
mengartikan belajar sebagai kegiatan pengumpulan fakta atau juga dapat
dikatakan bahwa belajar merupakan suatu proses penerapan prinsip.
Belajar menurut pendapat Thorndike dalam (Sri Esti Wuryani
Djiwandono, 2008: 126-127) adalah suatu proses ”stamping in” (diingat),
forming, hubungan antara stimulus dan respons. Selanjutnya Thorndike
berpendapat belajar merupakan pembentukan hubungan atau koneksi antara
stimulus dan respons dan penyelesaian masalah yang dapat dilakukan dengan
cara coba-coba. Faktor penting yang mempengaruhi semua belajar adalah
pernyataan kepuasan dari suatu kejadian
Pendapat
lain
tentang
belajar
dikemukakan oleh Watson, menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses dari
conditioning reflect (respons) melalui pergantian dari stimulus kepada yang
xxi
lain,pada akhirnya ada perubahan tingkah laku pada anak (Sri Esti Wuryani
Djiwandono,2008: 129)
Berdasarkan
beberapa
pendapat
tentang
belajar
tersebut
dapat
disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan
individu secara sadar untuk memperoleh perubahan tingkah laku tertentu baik
yang dapat diamati secara langsung maupun yang tidak dapat diamati secara
langsung sebagai pengalaman (latihan) dalam interaksinya dengan lingkungan.
Atau dapat dikatakan bahwa belajar sebagai suatu aktivitas mental atau psikis
yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan dan menghasilkan
perubahan dalam pengetahuan dan pemahaman, keterampilan serta nilai-nilai dan
sikap.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa belajar mengajar merupakan proses
kegiatan komunikasi dua arah. Proses belajar mengajar merupakan kegiatan yang
integral (terpadu) antara siswa sebagai pelajar yang sedang belajar dengan guru
sebagai pengajar yang sedang mengajar. Selanjutnya proses belajar mengajar
merupakan aspek dari proses pendidikan.
Dalam berinteraksi dalam kelas baik guru dan siswa harus mampu
merespon apa yang terjadi dalam kelas. Guru tanggap tentang perilaku siswa baik
dalam bertutur ,siswa kadang kala diikuti gerakan atau tindakan untuk membantu
proses berkomunikasi.
Interaksi dalam kelas antara guru dan siswa jelas konteksnya yaitu
guru menyampaikan pelajaran. Dalam menyampaikan pelajaran tidak lepas dari
komunikasi antara guru dan siswa. Proses komunikasi ini menggunakan media
xxii
bahasa. Hal ini sesuai dengan fungsi utama bahasa yaitu sebagai alat komunikasi.
Sebagai alat komunikasi, penggunaan bahasa dapat bersifat transaksional dan
bersifat interaksional. Menurut Brown dan Yule (1985: 1-2), fungsi bahasa yang
digunakan untuk mengungkapkan isi informasi faktual atau proposional, disebut
fungsi bahasa transaksional;sedang fungsi bahasa dalam pengungkapan hubungan
sosial dan sikap-sikap pribadi disebut fungsi bahasa interaksional.
Proses komunikasi atau pemakaian bahasa dalam interaksi antara guru
dan siswa di kelas banyak kejadian yang menarik untuk diteliti. Peristiwa tutur
yang terjadi pada interaksi guru dan siswa di dalam kelas adalah pemakaian
bahasa baik yang bersifat interaksional ataupun bersifat transaksional. Hal ini
berkaitan dengan pemakaian bahasa guru dalam menyampaikan materi pelajaran
kepada siswa. Sebaliknya pemakaian bahasa siswa saat merespons guru dalam
menyampaikan pelajaran. Disamping itu pemakaian bahasa interaksi siswa satu
dengan siswa yang lain di dalam kelas.
Berdasarkan hasil observasi yang terjadi pada interaksi guru dan siswa di
kelas SMA Negeri 3 Sragen, pertama guru dalam membuka pelajaran diawali
dengan mengucapkan salam dan dibalas salam dari siswa. Setelah salam, guru
biasanya mengabsen siswa. Siswa merespons dengan menyebut nama siswa yang
tidak masuk sekolah atau menjawab nihil bilamana semua siswa masuk sekolah.
Selanjutnya guru menanyakan tugas. Bilamana ada tugas, bilamana tidak ada
tugas dilanjutkan kegiatan inti pelajaran, di awali dengan menyampaikan indikator
dan materi pelajaran . Di dalam kegiatan inti ini guru biasanya berceramah,
diselingi dengan tanya jawab. Setelah selesai menerangkan guru memberikan
xxiii
tugas baik secara individual ataupun secara klasikal. Dalam kegiatan ini kelas
tenang atau diskusi kelompok. Beberapa saat kemudian guru menanyakan
jawaban kepada siswa. Siswa menjawab pertanyaan guru bilamana dapat
menemukan jawabanya, akan tetapi bilamana tidak menemukan jawaban siswa
akan diam. Sebelum pelajaran berakhir biasanya dibuat simpulan dan dilanjutkan
pemberian tugas untuk dikerjakan di rumah. Pelajaran diakhiri dengan menutup
salam dan dijawab oleh siswa secara serentak.
Dari uraian mengenai latar belakang masalah tersebut, penelitian akan
mengkaji masalah struktur percakapan interaksi antara guru dan siswa dalam
kelas, fungsi bahasa dalam interaksi guru dan siswa dalam kelas, dan partikel
dalam wacana lisan interaksi guru dan siswa dalam kelas.
Dalam penelitian ini dibahas struktur wacana lisan interaksi guru dan
siswa dalam kelas, fungsi bahasa dalam interaksi guru dan siswa dalam kelas serta
partikel dalam wacana lisan interaksi guru dan siswa dalam kelas. Adapun
pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan pragmatik
B. Rumusan Masalah
Masalah utama yang menjadi perhatian penelitian adalah kasus
pemakaian bahasa guru dan siswa dalam kelas di SMA Negeri 3 Sragen. Lingkup
masalahnya adalah wacana lisan interaksi guru dan siswa dalam kelas pada waktu
yang sudah ditentukan. Agar jelas arah penelitian ini maka dirumuskan masalah
penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
xxiv
1. Bagaimanakah struktur wacana lisan interaksi guru dan siswa dalam
kelas di SMA Negeri 3 Sragen pada waktu proses belajar mengajar?
2. Bagaimanakah fungsi bahasa dalam wacana lisan interaksi guru dan siswa
dalam kelas di SMA Negeri 3 Sragen
pada waktu proses belajar
mengajar?
3. Bagaimanakah partikel dalam
wacana lisan dalam interaksi guru dan
siswa dalam kelas di SMA Negeri 3 Sragen pada waktu proses belajar
mengajar?
4. Bagaimanakah alih kode dan campur kode dalam wacana lisan dalam
interaksi guru dan siswa dalam kelas di SMA Negeri 3 Sragen pada waktu
proses belajar mengajar?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan rumusan sasaran penelitian yang hendak
dicapai sebagai jawaban dari masalah penelitian. Berdasarakan rumusan
masalah penelitian tersebut diatas,maka tujuan penelitian yang ingin dicapai
dengan dilaksanakan penelitian ini adalah :
1. Mendeskripsikan dan menjelaskan struktur wacana lisan guru dan siswa
dalam kelas di SMA Negeri 3 Sragen pada waktu proses belajar mengajar .
2. Mendeskripsikan dan menjelaskan fungsi bahasa dalam wacana lisan
interaksi guru dan siswa dalam kelas di SMA Negeri 3 Sragen pada waktu
proses belajar mengajar .
xxv
3. Mendeskripsikan dan menjelaskan partikel dalam wacana lisan dalam
interaksi guru dan siswa dalam kelas di SMA Negeri 3 Sragen pada waktu
proses belajar mengajar.
4. Mendeskripsikan dan menjelaskan alih kode dan campur kode dalam
wacana lisan dalam interaksi guru dan siswa dalam kelas di SMA Negeri 3
Sragen pada waktu proses belajar mengajar.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah kekayaan pustaka di bidang
linguistik dan pengajarannya, khususnya kajian
pragmatik di Indonesia.
Diharapkan penelitian ini dapat mengungkap struktur wacana lisan dalam
interaksi guru dan siswa di kelas, fungsi bahasa, partikel, alih kode, dan
campur kode dalam wacana lisan interaksi guru dan siswa dalam kelas..
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Kepala Sekolah
Kepala sekolah akan mengetahui pemakaian bahasa guru, sehingga
bilamana ditemukan tindak tutur yang tidak sesuai dengan situasi kondisi
siswa, kepala sekolah dapat mengadakan pembinaan terhadap guru yang
bersangkutan.
b. Bagi Guru
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan salah satu bentuk
alternatif bertutur dengan siswa dalam proses belajar mengajar. Dengan
xxvi
bertutur yang sesuai dengan situasi kondisi siswa akan memotivasi siswa
untuk aktif dalam belajar sehingga tujuan pembelajaran akan tercapai
dengan maksimal.
c . Bagi Siswa
Siswa akan mengetahui struktur wacana lisan dalam interaksi belajar
mengajar,dan
siswa
akan
bertutur
dengan
menggunakan
prinsip
kerjasama,serta santun dalam berbahasa. Hal ini bila terkondisikan proses
belajar mengajar di kelas akan baik.
xxvii
BAB II
KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN,
DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Kajian Teori
1. Interaksi Belajar Mengajar di Kelas
a. Hakikat Interaksi Belajar Mengajar di Kelas
Interaksi (interaction) di sini mengandung pengertian hubungan
komunikasi timbal balik. Dalam komunikasi dikenal istilah komunikan
dan komunikator. Hubungan antara kominikan dan komunikator adalah
berhubungan dengan pesan (message) yang hendak disampaikan. Di dalam
menyampaikan pesan diperlukan media atau sarana yang sering
diistilahkan (channel). Saluran pesan ini dapat berupa tulis dan lisan.
Dengan demikian dalam komunikasi agar dapat berlangsung harus ada :
komunikator, komunikan, pesan, dan saluran atau media. (Sumiati, dan
Asra, 2007: 67)
Sementara itu Thibaut dan Kelly (1979) di dalam Mohammad
Asrori (2007: 107) mendeinisikan interaksi sebagai peristiwa saling
mempengaruhi satu sama lain, ketika dua orang atau lebih hadir bersama,
mereka menciptakan suatu hasil satu sama lain,atau berkomunikasi satu
sama lain. Pendapat lain dikemukakan oleh Chaplin (1979) juga terdapat
dalam Mohammad Asrori (2007: 107) mendefinisikan bahwa interaksi
merupakan hubungan sosial antara beberapa individu yang bersifat alami
xxviii
10
di mana individu-individu itu saling mempengaruhi satu sama lain secara
serentak.
Berhubungan dengan interaksi dalam kelas, Apakah
interaksi
kelas oleh kelompok-kelompok kecil atau diskusi kelas secara utuh,
kebanyakan para guru dapat melakukan atau menciptakan satu kelas yang
interaktif. Chet Meyers di dalam Philipus E. Bishop (2000) menyarankan
beberapa ketentuan dasar dalam interaksi
untuk secara konsisten
memberikan harapan kepada siswa: Mulai masing-masing kelas dengan
suatu
kontroversi
atau
masalah.
Sebagai
ganti
"Kita
akan
menutup(meliput hal ini...," mulai dengan "Di sini kita ingin menjawab
pertanyaan ."
Suasana tenang digunakan untuk memberikan motivasi siswa.
Saat berhenti berceramah anda memberikan motivasi kepada siswa bahwa
"Aku sedang berpikir tentang hal ini, dan demikian juga seharusnya anda."
Berhenti setelah guru memulai pertanyaan-pertanyaan mendorong
tanggung jawab siswa; seorang guru perlu menahan pencobaan itu untuk
mengisi kesunyian atau menjawab pertanyaan bagi mereka.
Susun dan gunakan ruang kelas untuk mendorong interaksi.
Mengawali gerakan, para siswa saling berhadapan satu dengan yang lain,
membentuk setengah lingkaran atau lingkaran penuh. Selama ceramah
perkuliahan, bergerak dari bagian-bagian ruang yang berbeda , buatlah
suatu lingkungan yang ramah. Para guru perlu menginvestasikan waktu
untuk belajar siswa di dalam kelas . Di samping itu guru harus saling
xxix
berbagi informasi.. Ini interaksi-interaksi yang informal menanggapi
penggunaan fasilitas (lihat sumber daya yang terkait "Pembicaraan Guru
dan Student Success"). Mungkin kelihatannya seperti schmoozing, tetapi
studi-studi menunjukkan bahwa keramahtamahan seperti ini akan terbayar
dengan prestasi siswa yang lebih tinggi. (http://faculty .valenciace.edu/pbi
shop/lcib/classroom interact.pdf.)
Dari
beberapa pendapat di atas,dapat disimpulkan bahwa
interaksi mengandung pengertian hubungan timbal balik antara dua orang
atau lebih, dan masing-masing orang yang terlibat memainkan peran yang
aktif dalam interaksi tersebut. Demikian halnya interaksi yang terjadi di
dalam
kelas
dituntut
adanya
komunikasi
yang
baik
antara
guru,siswa,ataupun juga dengan pihak-pihak yang terkait,sehingga
interaksi belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dan efisien
Interaksi belajar-mengajar
di dalam kelas mempunyai ciri-ciri
khusus yang membedakan dengan interaksi sosial pada umumnya. Di
bawah ini adalah ciri-ciri khusus interaksi belajar-mengajar yang
disampaikan Edi Sumardi (1980: 16-17) sebagai berikut :
1. Memiliki tujuan yang jelas,yakni untuk membantu siswa anak dalam
suatu perkembangan tertentu dengan memusatkan siswa sebagai pusat
perhatian.
2. Ada suatu prosedur (jalannya interaksi ) yang direncanakan didesain
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan itu.
3. Ditandai dengan satu penggarapan materi khusus (ada topik/pokok
bahasannya)
4. Ditandai dengan adanya aktivitas siswa.
xxx
5. Dalam interaksi belajar -mengajar guru berperan sebagai pembimbing.
6. Dalam interaksi belajar- mengajar dibutuhkan disiplin yang diartikan
sebagai pola tingkah laku yang diatur sedemikian rupa menurut
ketentuan yang harus ditaati oleh semua pihak,baik guru maupun siswa
secara sadar.
7. Ada batas waktu untuk mencapai tujuan
Winarno Surachmad (1994: 26-17) memberikan ikhtisar tentang
interaksi belajar mengajar di kelas sebagai berikut :
1. Proses belajar mengajar ditekankan pada konsep yang menggambarkan
hubungan aktif dua arah antara pendidik dan anak didik. Hal ini dapat
diskemakan demikian:
Pendidik
Anak didik
Hubungan interaksi dua arah
Gambar 1. Hubungan aktif dua arah antara pendidik dan anak didik
2. Proses belajar mengajar tidak hanya berbentuk hubungan aktif tanpa
tujuan,yang berarti hubungannya diikat oleh tujuan, maka gambaran
hubungan interaktif antara pendidik dan anak didik itu menjadi
demikian:
Pendidik
Tujuan
Anak didik
Gambar 2. Hubungan interaktif antara pendidik dan anak didik yang
diikat oleh tujuan
3. Dalam usaha mencapai tujuan,pendidik memilih bahan atau materi
pelajaran yang sesuai dengan tujuan, sehingga dapat digambarkan
hubungan interaktif itu menjadi demikian:
xxxi
Pendidik
Tujuan
Bahan/Materi
Pelajaran
Anak didik
Gambar 3. Hubungan dua arah antara pendidik dan anak didik yang diikat
oleh tujuan dan materi pelajaran yang sesuai dengan tujuan.
4. Tentu tidak sampai di situ saja usaha pendidik dalam mencapai tujuan,
pendidik harus melengkapi dengan komponen-komponen yang lain
seperti metode yang paling dianggap sesuai, sarana yang diperlukan,
dan evaluasi yang tepat. Hubungan antara komponen-komponen
tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Pendidik
Tujuan
Bahan
Metode
Sarana
Evaluasi
Anak didik
Gambar 4. Hubungan interaktif antara pendidik dan anak
didik yang diikat oleh tujuan, bahan pelajaran, metode,
sarana, dan evaluasi.
xxxii
b.
Penataan Pola Komunikasi dalam Interaksi Belajar Mengajar di
Kelas
1) Pola Komunikasi
Guru di dalam kelas seharusnya mampu mengenali siswanya
dengan baik melalui interaksi dan komunikasi sehingga siswa mampu
mengembangkan dirinya sendiri.
Pola komunikasi dalam interaksi belajar mengajar menurut Nana
Sudjana (dalam Gunawan: 2009 http://pak-gunawan. blogspot. com/
2009/03/tiga-pola-komunikasi-dalam-proses.html )
di bedakan menjadi tiga sebagai berikut :
(a) Komunikasi sebagai Aksi atau Komunikasi Satu Arah
Dalam komunikasi ini guru berperan sebagai pemberi aksi dan
siswa sebagai penerima aksi. Guru aktif dan siswa pasif. Ceramah
pada dasarnya adalah komunikasi satu arah, atau komunikasi
sebagai aksi. Komunikasi jenis ini kurang banyak menghidupkan
kegiatan siswa belajar.
Gambar 5. Pola komunikasi satu arah
xxxiii
(b) Komunikasi sebagai Interaksi atau Komunikasi Dua Arah
Pada komunikasi ini guru dan siswa dapat berperan sama yaitu
pemberi aksi dan penerima aksi. Di sini, sudah terlihat hubungan
dua arah, tetapi terbats antara guru dan pelajar secara
indivudual.Antara pelajar dan pelajar tidak ada hubungan.Pelajar
tidak dapat berdiskusi dangan teman atau bertanya sesama
temannya.Keduanya
dapat
saling
memberi
dan
menerima.
Komunikasi ini lebih baik dari pada yang pertama,sebab kegiatan
guru dan kegiatan siswa relatif sama
Keterangan : G = Guru
S = Siswa
Gambar 6. Pola Komunikasi Dua Arah
(c) Komunikasi Banyak Arah atau Komunikasi sebagai Transaksi
Komunikasi ini tidak hanya melibatkan interaksi yang dinamis
antara guru dengan siswa tetapi juga melibatkan interaksi yang
dinamis antara siswa yang satu dengan yang lainnya.Proses belajar
mengajar dengan pola komunikasi ini mengarah kepada proses
pengajaran
yang
mengembangkan
xxxiv
kegiatan
siswa
yang
optimal,sehingga menumbuhkan siswa belajar aktif.Diskusi dan
simulasi
merupakan
strategi
yang
dapat
mengembangkan
komunikasi ini
Keterangan : G = Guru
S = Siswa
Gambar 7 Pola Komunikasi Banyak Arah
2) Fungsi Guru dalam Komunikasi
Fungsi guru dalam interaksi belajar mengajar tidak hanya
berfungsi sebagai komunikator akan tetapi berfungsi sebagai
fasilitator, dan motivator yang memberi dorongan dan semangat dalam
belajar siswa.
Ciri-ciri guru agar dalam melaksanakan fungsinya berjalan
dengan baik menurut Sumiati dan Asra (2007: 66) sebagai berikut :
(a). menguasai ilmu yang harus diajarkan.
(b). memiliki kemampuan mengajar.
(c). minat mengajarkan ilmunya kepada siswa.
xxxv
3) Komunikasi Manusiawi antara Guru dan Siswa
Komunikasi dan hubungan manusiawi guru-siswa merupakan
faktor
yang
sangat
penting
dalam
menunjang
keberhasilan
pembelajaran Hal ini disebabkan bantuan guru kepada siswa di dalam
maupun di luar pembelajaran formal dapat memberi pengaruh,terutama
dorongan yang bersifat psikis untuk menyelesaikan tugas-tugas dan
penyelesaian pendidikan.
Komunikasi sebagai proses mengenal pembagian proses primer
dan proses sekunder. Proses primer adalah komunikasi langsung tanpa
media atau alat (media massa),sedangk- an proses sekunder adalah
komunikasi
yang
menggunakan
media
disebut
mediated
communication.
Ada tiga komponen dalam proses komunikasi menurut Sumiati
dan Asra (2007: 66) yaitu :
(a) Komunikator
(
pemberi
informasi/pesan)
dan
komunikan
(penerima informasi/pesan)
(b) Informasi atau pesan (message)
(c) Cara,alat,atau media yang digunakan.
4) Sikap Guru-Siswa dalam Berkomunikasi
Agar tercipta hubungan antara guru-siswa secara lebih akrab dan
menguntungkan , terutama dalam situasi akademik ,menurut Sumiati
dan Asra (2007 : 69) guru dan siswa harus mempunyai sikap sebagai
berikut:
xxxvi
(a) Keduanya harus saling mengenali.
(b) Bersikap terbuka, sehingga akan menumbuhkan mental keduanya
untuk menerima saran atau kritik.
(c) Saling percaya dan menghargai.
(d) Guru berkesungguhan hati untuk membimbing siswa dan
sebaliknya siswapun harus berkesungguhan hati dibimbing guru.
5) Upaya Meningkatkan Hubungan Guru-Siswa
Upaya meningkatkan hubungan guru–siswa dalam situasi
akademik terutama diarahkan untuk menunjang belajar siswa. Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain mental set
dan
metode pendekatan.
(a) Mental Set
Siswa harus dekat dengan gurunya. Siswa harus yakin gurunya
adalah seorang guru yang baik, guru akan selalu memberikan
dukungan kepada siswa untuk dapat mencapai prestasi belajar yang
memuaskan. Sikap seperti tersebut penting,dengan memiliki sikap
tersebut memungkinkan guru simpatik pada siswa.
Guru juga manusia memiliki berbagai kebutuhan . Kebutuhankebutuhan tersebut se cara garis besar sebagai berikut:
1) Kebutuhan psikologis seperti pengakuan atau harapan
2) Kebutuhan keamanan
3) Kebutuhan akan penghargaan
4) Kebutuhan afeksi seperti kesenangan atau kesukaan
xxxvii
5) Kebutuhan aktualisasi diri seperti mengembangkan dan
menggunakan kemampuannya.
(b) Metode Pendekatan
Siswa dalam berhubungan dengan guru tidak boleh melanggar
norma.
Hubungan
guru-siswa
dapat
dimanfaatkan
untuk
kepentingan akademik maka seyogyanya siswa pandai membawa
diri dalam membina hubungan tersebut. ( Sumiati, dan Asra ,2007
:70)
6) Komunikasi Nonverbal
Proses pembelajaran di kelas sebagai proses komunikasi dilakukan
guru melalui bentuk bahasa sebagai proses penyampaian pikiran dan
perasaan. Bentuk bahasa yang digunakan guru dapat berupa bahasa
(komunikasi verbal) dan juga dapat melalui gerak isyarat, sikap tubuh,
langkah, dan gaya yang dilakukan atau disebut komunikasi nonverbal
atau bahasa tubuh guru.
Berhubungan dengan komunikasi non verbal ZHANG Jing-pin
(2008)
membantu
mengolah
kemampuan
berkomunikasi
mahasiswa/mahasiswi secara non-verbal. Komunikasi non-verbal
menjadi penting, yang mana mencakup ekspresi muka seperti, senyum,
isyarat gerak tangan, kontak mata, sikap, dan penampilan.
Senada dengan uraian tersebut Lutfatul Syayidah Fitriyah ( 2006 :
dalam http://openpdf.com/ebook/lutfatul-pdf.html) adalah
xxxviii
hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam IBM guru bahasa
Indonesia menggunakan penguatan verbal,
penguatan gesture,
penguatan dengan cara mendekati, penguatan dengan sentuhan,
penguatan dengan kegiatan menyenangkan, dan menggunakan
penguatan berupa simbol atau benda. penguatan verbal, penguatan
gestur, penguatan dengan cara mendekati menduduki urutan tertinggi
sebagai penguatan yang paling sering digunakan guru dalam IBM.
Penguatan
dengan
sentuhan,
penguatan
dengan
kegiatan
menyenangkan, dan penguatan berupa simbol atau benda sangat jarang
digunakan dalam IBM. Jenis kegiatan siswa yang diberi penguatan
oleh guru BI adalah ketika siswa mengerjakan tugas di papan tulis,
ketika siswa perhatian terhadap materi yang guru terangkan,
kedisiplinan siswa mengumpulkan tugas kelas (PR), ketika kelompok
siswa dapat menyelesaikan tugas paling cepat dibandingkan kelompok
lain. Secara klasikal jenis kegiatan yang diberi penguatan adalah ketika
siswa sekelas menunjukkan antusias tinggi terhadap pelajaran BI dan
ketika siswa ujian mendapat nilai memuaskan .
Komunikasi nonverbal dalam interaksi belajar mengajar menurut
Sumiati dan Asra (2007: 71-74) antara lain :
(a) Menganggukkan kepala
Menganggukkan kepala merupakan komunikasi nonverbal
menyatakan ”ya” atau persetujuan.
xxxix
(b) Wajah Cerah dan Ceria
Wajah
ceria
merupakan
komunikasi
nonverbal
yang
menunjukkan persetujuannya atas pendapat atau perilaku siswa
yang sudah benar.
(c) Wajah Mendung
Wajah mendung, masam merupakan wujud ketidaksetujuan
atas pendapat atau perilaku siswa tidak benar atau tidak baik.
(d) Bibir Tersenyum
Bibir tersenyum atau senyum adalah semacam tertawa yang
tidak bersuara hanya gerakan bibir dan mulut sebagai ekspresi
menunjukkan
rasa
senang.
Bibir
tersenyum
menunjukkan
persetujuan guru atas pendapat atau perilaku siswa.
(e) Tertawa
Tertawa merupakan komunakasi nonverbal yang menunjukkan
rasa suka cita, senang, gembira atau lapang dada. Hal ini biasa
dilakukan guru karena siswa berprestasi.
(f) Mengacungkan Ibu Jari Tangan atau Jempol Tangan
Hal ini dilakukan guru untuk menyatakan persetujuan atau
penghargaan kepada siswa.
(g) Tepuk Tangan
Tepuk tangan merupakan komunikasi
memebrikan
penghargaan,penghormatan
keberhasilan yang diraih siswa.
xl
nonverbal untuk
,atau
pujian
atas
Dari uraian di atas interaksi belajar mengajar di dalam kelas
antara guru dan siswa sangat tergantung kemampuan guru
mengelola kelas berkaitan dengan penelitian ini adalah salah
satunya kemampuan guru dan siswa menjaga komunikasi.
Komunikasi dalam kelas dapat berupa komunikasi verbal dan non
verbal.
2. Wacana Lisan Guru dan Siswa di Kelas
a. Hakikat Wacana
Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam
hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar
(Abdul Chaer,1994: 27). Wacana dikatakan lengkap karena didalamnya
terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang dapat dipahami
oleh pembaca (dalam wacana tulis) sedangkan oleh pendengar (dalam
wacana lisan) tanpa keraguan apapun.
Definisi wacana dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia
(Hasan Alwi, 2008: 419), dijelaskan wacana adalah rentetan kalimat yang
berkaitan yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang
lain itu membentuk kesatuan yang utuh
Pendapat lain Crystal dalam Dede Utomo (1993: 4) menyatakan
wacana adalah rangkaian sinambung yang lebih luas daripada kalimat.
Definisi umum itu dapat diterapkan secara berbeda dari berbagai sudut
pandang. Misalnya, dari sudut pandang psikolinguistik, wacana dapat
xli
dipandang sebagai proses dinamik pengungkapan dan pemahaman yang
mengatur penampilan seseorang dalam interaksi kebahasaan . Edmonson
di dalam salah satu karyanya yang berjudul Spoken Discourse: a Model
for Analysis ,dikatakan bahwa ”a discourse is structured event manifest to
linguistic (and other) behaviour”(1981: 4). Wacana adalah suatu peristiwa
yang terstruk- tur yang diwujudkan dalam perilaku bahasa atau yang
lainnya.
Senada dengan pendapat tersebut Henry Guntur Tarigan (2009: 26)
memberikan definisi sebagai berikut, ”Wacana adalah satuan bahasa
terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan
koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai
awal dan akhir nyata disampaikan secara lisan atau tertulis” .
Dari uraian singkat tersebut dapat dipahami bahwa hakikat wacana
adalah satu kesatuan bahasa yang utuh yang dipakai untuk berkomunikasi
baik secara tertulis (transaksi komunikasi) dan secara lisan (interaksional
komunikasi). Jadi, analisis wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas
termasuk studi tentang wacana lisan .
b. Analisis Wacana Lisan
Analisis wacana (discourse analysis) dapat didefinisikan sebagai
ilmu yang mengkaji organisasi bahasa secara utuh di atas tingkat kalimat
atau klausa. Karena itu, ia mengkaji satuan-satuan kebahasaan yang lebih
besar seperti percakapan atau teks tertulis. Di samping itu, ia juga
xlii
mengkaji pemakaian bahasa dalam konteks sosial, termasuk interaksi di
antara penutur bahasa (Stubs, 1983: 1)
George Yule (1996: 1) berpendapat analisis wacana adalah
analisis atas bahasa yang digunakan. Maka analisis tidak dapat dibatasi
pada deskripsi bentuk bahasa yang tidak terikat tujuan atau fungsi yang
dirancang untuk menggunakan bentuk tersebut dalam urusan–urusan
manusia. Kalau ada ahli linguistik yang memusatkan perhatian pada
penentuan
sifat-sifat
formal
suatu
bahasa,
penganalisis
wacana
berkewajiban menyelidiki untuk apa bahasa itu dipakai.
Analisis wacana berusaha mengkaji makna bahasa yang dipakai
penutur secara benar paling tidak mendekati makna yang dimaksud oleh
pembicara dalam interaksi sosial. Karena itu, ia memanfaatkan pola-pola
kajian sosiolinguistik, suatu cabang ilmu bahasa yang menelaah ragam
pemakaian bahasa dalam lingkungan masyarakat (Suseno Kartomihardjo,
1992: 1)
Analisis wacana menurut Brown (1980) di dalam Henry Guntur
Tarigan (2009: 23) adalah telaah mengenai aneka fungsi (pragmatik)
bahasa. Kita menggunakan bahasa dalam kesinambungan atau untaian
wacana. Tanpa konteks,tanpa hubungan wacana yang bersifat antarkalimat
dan suprakalimat maka kita sulit berkomunikasi dengan tepat satu sama
lain.
Melalui wacana kita dapat saling : a) menyapa/menegur, b)
meminta/memohon, c) menyetujui/menyepakati, d) bertanya/meminta
xliii
keterangan, e) meyakinkan, f) menyuruh/memerintah, g) mengeritik/
mengomentari, h) memaafkan/mengampuni, dan lain-lain.
Perbedaan disiplin ilmu untuk menganalisis wacana dapat
digambarkan oleh Imrulan Sati T (2007) sebagai berikut.
Dalam lapangan sosiologi, wacana menunjuk terutama pada hubungan
antara konteks sosial dari pemakaian bahasa. Dalam pengertian linguistik
wacana adalah unit bahasa yang lebih besar dari kalimat. Analisis wacana
dalam studi linguistik ini merupakan reaksi dari bentuk linguistik formal
yang lebih memperhatikan pada unit kata, frase atau kalimat semata tanpa
melihat keterkaitan diantara unsur tersebut. Analis wacana, kebalikan dari
linguistik formal, justru memusatkan perhatian pada level diatas kalimat
seperti hubungan gramatikal yang terbentuk pada level yang lebih besar
dari kalimat. Analisis wacana dalam lapangan psikologi sosial, diartikan
sebagai pembicaraan. Wacana yang dimaksud disini agak mirip dengan
struktur dan bentuk wawancara dan praktik dari pemakaiannya. Sementara
dalam lapangan politik, analisis wacana adalah praktik pemakaian bahasa,
terutama politik bahasa. Karena bahasa adalah aspek sentral dari
penggambaran status subjek, dan lewat bahasa ideologi terserap di
dalamnya, maka aspek inilah yang dipelajari dalam analisis wacana.
(http://74.125.153.132/search?q=cache:EdTJVuBuoQsJ:pksm.mercubuana
.ac)
Fassold di dalam Schiffrin, Deborah (2007: 40) mengemukakan
tentang studi wacana adalah studi tentang semua aspek penggunaan
bahasa.
Analisis wacana yang akan digunakan untuk mendeskripsikan
karakteristik wacana lisan interaksi guru dan siswa dalam kelas yaitu
pemakaian bahasa dalam interaksi dalam kelas,akan mencakup konteks
xliv
wacana serta temuan-temuan dalam kelas berkaitan dengan fungsi bahasa
dan partikel dalam wacana lisan.
c. Fungsi Bahasa
Dalam praktik bertutur, bahasa yang digunakan oleh peserta tutur
memiliki fungsi yang dominant. Setiap bahasa memiliki fungsi yang berbeda–
beda bagi masyarakat penuturnya . Buhler di dalam Riyadi Santosa (2003: 19)
berpendapat bahwa bahasa memiliki tiga fungsi yaitu fungsi ekspresif, fungsi
konatif, dan fungsi representasional. Fungsi ekspresif berorientasi pada diri
sendiri, pembicara, fungsi konatif berorientasi pada adresi, pendengar, dan
fungsi representasional berorientasi pada rtealitas selain adresor dan adresi .
Halliday di dalam Sumarlam, dkk. (2009: 1-3) bahasa memiliki
tujuh fungsi yaitu fungsi instrumental, fungsi regulasi, fungsi representasi,
fungsi interaksi, fungsi perorangan, fungsi heuristik, serta fungsi imajinatif
Berikut ini diuraikan mengenai ketujuh fungsi tersebut :
1. Fungsi Instrumental (the instrumental function). Dalam hal ini bahasa
menghasilkan kondisi-kondisi tertentu dan menyebabkan terjadinya
peristiwa tertentu, artinya bahasa berfungsi menghasilkan bentuk perintah
atau imperatif. Contoh :”Silakan buku kalian dibuka sekarang!”
2. Fungsi Regulasi (the regulatory function), artinya bahasa berfungsi untuk
mengendalikan serta mengatur orang lain.Contoh: ”Kalau kalian tekun
belajar maka kalian akan lulus dengan baik.”
xlv
3. Fungsi Representasi (the representational function), artinya bahasa
berfungsi membuat pernyataan, menyampaikan fakta. Contoh :”Indonesia
terdiri dari lima pulau besar dan ribuan pulau kecil.”
4. Fungsi Interaksi (the interactional function), artinya bahasa berfungsi
menjamin dan memantapkan ketahanan dan keberlangsungan komunikasi
serta menjalin interaksi sosial. Contoh : Penyapa hendaknya menyapa
dengan sapaan yang tepat dan hormat. Misalnya : ”Selamat pagi, Bu.”
(Bu, sapaan untuk menghormati ibu guru).
5. Fungsi Perorangan (the personal function), artinya bahasa berfungsi
sebagai sarana komunikasi yang dapat menunjukan kepribadian seseorang,
apakah ia senang,sedih, marah, jengkel, kecewa, dan gembira, dan
sebagainya. Contoh : ” Silakan keluar ruangan,bila kalian ingin
ngobrol!” Jika dituturkan dengan nada tinggi berarti penutur sedang
jengkel, marah, atau kecewa.
6. Fungsi Heuristik (the heuristic function), artinya bahasa berfungsi sebagai
bentuk pertanyaan yang menuntut jawaban. Contoh : ” Mengapa jika
matahari tenggelam hari menjadi gelap?”
7. Fungsi Imajinatif, artinya bahasa sebagai pencipta sistem, gagasan, atau
kisah yang imajinatif. Fungsi ini biasanya ditemukan dalam roman,
dongeng, dan lain sebagainya.
Selanjutnya Buhler di dalam
Kinayati Djoyosuroto (2007: 91)
membedakan fungsi bahasa ke dalam bahasa ekspresif, bahasa konatif, dan
bahasa representasional. Bahasa ekspresif, yaitu bahasa yang terarah pada diri
xlvi
sendiri yakni si pembicara; bahasa konatif, yaitu bahasa yang terarah pada
lawan bicara; dan bahasa representasional, yaitu bahasa yang terarah pada
kenyataan lainnya, yaitu apa saja selain pembicara atau lawan bicara.
Sementara itu Jakobson (1960) di dalam Henry Guntur Tarigan
(2009: 11-12) menyarankan bahwa fungsi-fungsi ujaran dapat difokuskan
pada salah satu komponen dasar peristiwa komunikasi sebagai berikut :
(a) Fungsi referensial : memusatkan perhatian kepada isi acuan suatu pesan.
(b) Fungsi emotif
: memusatkan perhatian kepada keadaan para pembicara.
(c) Fungsi konati
: memusatkan perhatian kepada keinginan –keninginan
para pembicara yang dipikirkan oleh penyimak.
(d) Fungsi Metalinguistik : memusatkan perhatian kepada sandi atau kode
yang dipergunakan.
(e) Fungsi fatik: memusatkan perhatian kepada saluran (pembukaan,
pembentukan, dan pemeliharaan hubungan atau kontak antara pembicara
dan penyimak.
(f) Fungsi puitik :
memusatkan perhatian kepada bagaimana caranya suatu
pesan disandikan atau ditulis dalam sandi.
Fungsi bahasa menurut Popper di dalam Leech (1993: 75) ialah
mengemukakan adanya suatu perkembangan fungsi-ungsi dalam evolusi
bahasa manusia dari fungsi-fungsi yang rendah ke lebih yang tinggi. Ia
berpendapat bahwa daalam sistem komunikasi yang lebih primitif fungsi
informatif (signalling function), dan fungsi ekspresif (fungsi-fungsi bahasa
yang bersifat interpersonal) merupakan fungsi yang paling menonjol,
sedangkan yang paling menonjol dalam komunikasi modern adalah fungsi
deskriftif dan fungsi argumentatif.
Pendapat yang lain dikemukakan oleh Leech di dalam Fatimah
Djayasudarma (2006: !4-15) fungsi bahasa sebagai berikut :
(a) Fungsi ekspresif yang menghasilkan jenis wacana berdasarkan pemaparan
secara ekspositoris.
xlvii
(b) Fungsi fatik (pembuka konverssasi) yang menghasilkan dialog pembuka,
misalnya : Assalamu’alaikum, selamat pagi, yang diucapkan pada pembuka
jenis wacana lisan transaksional.
(c) Fungsi informasional menyangkut pokok masalah dalam unsur komunikasi.
(d) Fungsi estetik lebih menyangkut unsur pesan sebagai unsur komunikasi
(setiap karya sastra mengandung pesan).
(e) Fungsi direktif berhubungan dengan pembaca/pendengar sebagai penerima isi
wacana secara langsung dari sumber.
Dari pendapat para ahli tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa
bahasa adalah sebagai alat komunikasi antar pemakai bahasa, untuk
membangun sebuah komunitas bahasa, budaya, dan ilmu pengetahuan. Dalam
hal ini berkenaan dengan wacana lisan interaksi guru dan siswa dalam kelas
merupakan bentuk penyampaian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan
budaya. Berkaitan dengan prinsip kerjasama dan kesantunan berbahasa
merupakan bentuk budaya.
d. Pragmatik
Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh
penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca). Sebagai
akibatnya studi ini banyak berhubungan dengan analisis tentang yang
dimaksudkan orang dengan tuturan-tuturanya daripada dengan makna terpisah
dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri. 1) Pragmatik
adalah studi tentang maksud penutur, 2) Pragmatik adalah studi tentang makna
kontekstual, 3) Pragmatik adalah studi tentang bagaimana agar lebih banyak
yang disampaikan daripada yang dituturkan, dan 4) Pragmatik adalah studi
tentang ungkapan dari jarak hubungan ( George Yule, 2006: 3-4)
xlviii
Sementara itu, menurut Thomas (1995: 2) menyebut dua
kecenderungan dalam pragmatik terbagi menjadi dua bagian, pertama, dengan
menggunakan sudut pandang sosial, menghubungkan pragmatik dengan
makna pembicara (speaker meaning); dan kedua, dengan menggunakan sudut
pandang kognitif, menghubungkan pragmatik dengan interpretasi ujaran
(utterance
interpretation).
Selanjutnya
Thomas
(1995:
22),
dengan
mengandaikan bahwa pemaknaan merupakan proses dinamis yang melibatkan
negosiasi antara pembicara dan pendengar serta antara konteks ujaran (fisik,
sosial, dan linguistik) dan makna potensial yang mungkin dari sebuah ujaran
ujaran, mendefinisikan pragmatik sebagai bidang yang mengkaji makna dalam
interaksi (meaning in interaction ) Levinson (1983: 9-24) dalam bukunya
Pragmatic memaparkan beberapa definisi tentang pragmatik, yaitu sebagai
berikut :
1) Pragmatics is study of those relation between language and context that
are grammarticalized or encoded in the structure of language.
‘Pragmatik adalah penelitian atau kajian tentang hubungan antara bahasa
dan konteks yang ditatabahasakan atau dikodekan dalam struktur bahasa .’
2) Pragmatics is the study of all those aspects of meaning not captured in a
semantic theory.
Pragmatik adalah penelitian atau kajian bidang kemaknaan yang tidak
dimasukkan atau belum tercakup dalam teori semantik.
3) Pragmatics is the study of the relations between language and context
that are basic to an account of language understanding.
Pragmatik adalah penelitian atau kajian tentang hubungan antara bahasa
dan konteks yang mendasari penjelasan pengertian bahasa
4) Pragmatics is the study of the ability of language users to pair sentences
with the context in which they would be appropriate.
xlix
Pragmatik adalah penelitian atau kajian tentang kemampuan pemakai
bahasa mengaitkan atau menyesuaikan kalimat-kalimat yang dipakainya
dengan konteks.
Pendapat yang lain adalah Morris (1938) dalam Henry Guntur
Tarigan (2009: 30), pragmatik adalah telaah mengenai, ”hubungan tandatanda dengan para penafsir.” Sementara itu, Dowty (et al) di dalam Henry
Guntur Tarigan (2009: 31) meyatakan bahwa prakmatik adalah telaah
mengenai kegiatan ujaran langsung dan tak langsung , presuposisi,
implikatur konvensional dan konvensional, dan sejenisnya”
Dari batasan-batasan di atas dapat disimpulkan bahwa pragmatik
yaitu ilmu bahasa yang mempelajari kondisi penggunaan bahasa manusia
pada dasarnya sangat ditentukan oleh konteks yang mewadahi dan
melatarbelakangi bahasa itu. Konteks yang dimaksud yaitu bersifat sosial
dan konteks sosieatal . Yang dimaksud konteks sosial adalah konteks yang
timbul sebagai akibat interaksi antar anggota masyarakat dalam suatu
masyarakat sosial dan budaya tertentu. Adapun yang dimaksud dengan
konteks sosietal (societal context) adalah konteks yang faktor penentunya
adalah kedudukan(rank) anggota masyarakat dalam institusi-institusi
saosial yang ada di dalam masyarakat social dan budaya tertentu. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa menurut pakar ini dasar munculnya
konteks sosietal adalah adanya kekuasaan (power), sedangkan dasar dari
konteks sosial adalah adanya solidaritas (solidarity).
l
e. Konteks Situasi Tutur
Prakmatik adalah studi bahasa yang mendasarkan pijakan analisisnya
pada konteks. Konteks yang dimaksud adalah segala latar belakang
pengetahuan yang dimiliki bersama penutur dan mitra tutur serta yang
menyertai dan mewadahi sebuah penuturan. Berdasarkan gagasan Leech
(1983: 13-14), I Dewa PutuWijana (1996: 10-11) menyatakan bahwa konteks
yang semacam itu dapat disebut konteks situasi tutur (speech situational
contecxts) Konteks situasi tutur menurutnya mencakup aspek-aspek berikut :
1) Penutur dan lawan tutur, 2) konteks tuturan, 3) tujuan tuturan, 4) tuturan
sebagai bentuk tindakan atau aktivitas, dan 5) tuturan sebagai produk tindak
verbal.
f. Tindak Tutur
Dalam berkomunikasi sesungguhnya , penggunaan bahasa itu
berwujud tindak tutur (speech act ) Tindak tutur itu tidak akan dipahami
dengan baik apabila mitra tutur tidak memahami situasi tutur. Situasi tutur (
speech event ) adalah terjadinya interaksi linguistic dalam satu bentuk ujaran
atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan mitra tutur dengan
satu pokok tuturan di dalam waktu, tempat dan situasi tertentu ( Abdul Chaer,
1994 : 61-62) Dengan kata lain , peristiwa tutur pada dasarnya menerangkan
tindak tutur yang jenisnya bermacam-macam. Fenomena tindak tutur inilah
yang menurut Levinson merupakan fenomena faktual dalam situasi tutur.
li
Sementara itu, menurut Nababan di dalam Sarwiji Suwandi (2007:
126) berpendapat pemilihan bentuk dan ragam bahasa ditentukan sejumlah
faktor yaitu siapa berbicara dengan siapa, tentang apa (topic), dalam situasi
(setting) yang bagaimana, dengan tujuan apa, dengan jalur apa ( tulisan, lisan,
telegram, dan sebagainya ) .
ZHANG Jing Pin (2008) menyatakan bahwa isi dari pembicaraan
dapat berupa sesuatu yang berbobot. Lebih lanjut, pembicaraan yang baik
tidak hanya didasarkan pada apa yang anda ucapkan tetapi juga bagaimana
anda mengucapkannya . Anda mencoba meyakinkan orang lain! Agar
berhasil, Anda harus menghadirkan perasaan dan logika mereka sebaik
mungkin. Kemudian, gunakan bahasa tubuh dan ucapan anda dengan pantas.
Lady Appleyard berkata, ”Bagaimana yang anda ucapkan,
kemampuan anda didengar, tatabahasa anda dan isi percakapan yang anda
sampaikan, bertanggung jawab atas segalanya.
Pendapat lain dikemukakan oleh Dell Hymes (1972) di dalam
Sarwiji Suwandi (2007: 126-127) mengemukan adanya faktor-faktor yang
menandai terjadinya peristiwa tutur dengan akronim SPEAKING, yang
masing-masing bunyi merupakan fonem awal dari faktor-faktor yang
dimaksudkan,yaitu :
S : Setting and scene (tempat dan suasana bicara)
P : Participants (pembicara,mitra bicara,dan pendengar)
E : Ends( purpose and goal ) ( tujuan pembicaraan)
lii
A : Act Sequences ( suatu peristiwa seorang pembicara sedang menggunakan
kesempatan bicaranya )
K : Key (tone or spirit of act) (nada suara dan cara berbicara )
I : Instrumentalities (alat atau jalur yang digunakan )
N : Norms of interaction and interpretation (aturan permainan), dan
G : Genres (bentuk dan ragam bahasa)
Peristiwa tutur merupakan merupakan peristiwa sosial yang
terdapat pada interaksi antara penutur dan mitra tutur
dalam situasi dan
tempat tertentu dan lebih menekankan pada tujuan dari peristiwa tutur
tersebut. Tindak tutur dipengaruhi oleh gejala individual, bersifat psikologis
ditentukan kemampuan berbahasa penutur dan mitra tutur serta situasi dan
kondisi peristiwa tutur terjadi.
Austin di dalam bukunya How to Do Things with Words (1962:
108-110) menyajikan pembagian tindak tutur menjadi tiga jenis tindak tutur,
yaitu tindak Lokusi (melakukan tindakan mengatakan sesuatu), tindak Ilokusi
(melakukan tindakan dalam mengatakan sesuatu), dan tindak Perlokusi
(melakukan tindakan dengan mengatakan sesuatu) . Misalnya :
Lokusi : penutur mengatakan kepada mitra tutur bahwa X ( X adalah katakata tertentu yang dituturkan dengan perasaan,makna,dan acuan
tertentu). Contoh : ” Saya haus ,tolong ambilkan air minum !”
Ilokusi
: Penutur ingin mengatakan X kepada mitra tutur, akan tetapi
penutur menyatakan dengan P. Contoh : ” Hari ini panas
liii
sekali,ya.” ( Maksud dari penutur mungkin mitra tutur untuk
menyalakan AC).
Perlokusi: Penutur dengan mengatakan X, penutur meyakinkan mitra tutur
bahwa P. Contoih : ” Tanganku gatal.” ( Maksudnya bilamana
penutur yang kebiasaannya suka memukul orang, karena melihat
sesuatu rasanya penutur akan segera memukul orang lain mungkin
melihat peristiwa yang kurang pantas).
Pendapat yang lain dikemukakan oleh Searle (1983) dalam
bukunya Speech Acts: An Essay in The Philosopy of Language di dalam
(Kunjana Rahardi, 2005: 35-36) menyatakan bahwa dalam praktik
penggunaan bahasa terdapat setidaknya tiga macam tindak tutur. Ketiga
macam tindak tutur itu berturut-turut dapat disebutkan sebagai berikut: (1)
tindak lokusioner (licotionary acts), (2) tindak ilokusioner (illocutionary
acts), dan (3) tindak perlokusi (perlocutionary acts)
Tindak lokusiener adalah tindak bertutur dengan kata, frasa, dan
kalimat sesuai dengan makna yang dikandung oleh kata, frasa, dan kalimat
itu. Contoh : tanganku gatal berarti penutur memberitahu mitra tutur bahwa
tangan penutur dalam keaadaan gatal.
Tindak ilokusioner adalah tindak melakukan sesuatu dengan
maksud dan fungsi tertentu . Contoh : aku lapar berarti yang diucapkan
penutur tidak semata-mata memberi tahu kepada mitra tutur bahwa penutur
dalam keadaan lapar,akan tetapi penutur menghendaki mitra tutur
melakukan tindakan tertentu dengan rasa lapar itu.
liv
Tindak perlokusi adalah tindak menumbuhkan pengaruh kepada
mitra tutur. Contoh : tanganku gatal berarti karena yang mengucapkan
seorang preman maka akan menimbulkan pengaruh lawan tutur ketakutan.
Leech (1983) di dalam Henry Guntur Tarigan (2009 : 107-108)
menyampaikan ciri-ciri sintaktik verba ini :
(a)
Verba Asertif biasanya muncul dalam konstruksi ‘S verba (…) bahwa X’
( S = subjek ( yang mengacu kepada pembicara) dan ‘bahwa X’ mengacu
pada suatu proposisi);contoh : menegaskan mengiakan, memperkokoh,
memperkuat, mensahkan) mengatakan
( menduga keras, menyatakan
tanpa bukti), menegaskan , meramalkan, mengumumkan, menuntut (
menagih).
(b)
Verba direkti biasanya muncul dalam konstruksi ’S verba (0) bahwa X’
atau ’S verba O kepada Y’ (S dan O mengacu pada subjek dan objek (
yang masing-masing mengacu pada pembicara,dan penyimak), bahwa X’=
klausa bahwa nonindikatif; dan ’kepada Y’= klausa infinitif); contoh :
meminta, mengemis , menawar, memerintahkan, memerlukan, melarang,
menasihati,
menasihatkan,
menganjurkan,
memuji
kebaikan
,
memohonkan.
(c)
Verba Komisif biasanya muncul dalam konstruksi ’S verba bahwa X (di
mana klausa bahwa adalah nonindikati), atau ’S verba kepada Y’ ( di mana
kepada Y’ adalah konstruksi infinitif); contoh : menawarkan, menjanjikan,
bersumpah, bersukarela, bernazar.
(d)
Verba Ekspresif biasanya muncul dalam konstruksi ’S verba (prep) (O)
(prep) Xn (di mana ’(prep) adalah preposisi akultati; dan Xn adalah frase
nomina abstrak atau frase gerundif), contoh : meminta maaf, menaruh
simpati, mengucapkan selamat, memaafkan, mengampuni, mengucapkan
terima kasih.
(e)
Verba Rogatif adalah verba yang tidak dapat dimasukkan ke dalam salah
satu dari keempat kategori di atas; contoh : menamai , mengklasifikasikan,
lv
memerikan,
membatasi,
mendeinisikan,
mengidentifikasikan,
mempertalikan, menghubungkan.
g. Struktur Wacana Lisan Interaksi di Kelas
1. Tindak Tutur di Kelas Menurut Ramirez
Dalam
penelitian
tentang
tindak
tutur,
Ramirez
(1988)
menyatakan bahwa dalam interaksi kelas terdapat tiga lapisan pertukaran,
yaitu tindak, gerak, dan pertukaran. Dijelaskannya bahwa pertukaran itu
merupakan suatu interaksi yang terkecil yang melibatkan dua peserta atau
lebih . Biasanya, pertukaran terbentuk dalam rangkaian alih tutur (turntaking) yang terdiri atas pemicu dari guru, tanggapan dari siswa, dan
balikan dari guru. Secara umum, pola pertukaran itu dirumuskan sebagai
pembuka, jawaban, dan tindak lanjut. Ketiga unsur struktur itu disebut
gerak. Gerak-gerak itu terdiri atas sejumlah tindak, sedangkan tindak
dapat dibatasi berdasarkan fungsi ujaran dalam sebuah wacana, seperti
pertanyaan, perintah, memberi keterangan, dan sebagainya (Abdul Rani,
Bustanul Arifin, dan Martutik, 2008 : 62-63 ).
Di bawah ini pendiskripsian tindak tutur tiap-tiap gerak menurut
Ramirez .
a. Pembukaan (Opening)
Tindak tutur yang terdapat dalam pembuka seperti di bawah ini:
(1) Pertanyaan sungguhan yaitu menanyakan sebuah informasi,
penjelasan, alasan, dan ketrangan yang tidak diketahui oleh
penutur.
lvi
(2) Pertanyaan pura-pura (pseudo question) yaitu pertanyaan yang
diajukan untuk mengetahui informasi, penjelasan, alasan, dan
sebagainya yang sebenarnya telah diketahui penutur.
(3) Permintaan (keras) secara langsung (direct request) yaitu ujaran
yang berisi permintaan yang berupa perintah yang memerlukan
jawaban atau tindakan para pendengar. Bentuk ujaran yang
digunakan biasanya berupa kalimat suruhan.
(4) Permintaan (lunak) tidak langsung (indirect request) yaitu ujaran
yang berisi permintaan yang berupa perintah lunak yang
memerlukan
jawaban
verbal
atau
tindakan
dan
cara
penyampaianya secara tidak langsung. Biasanya ujaran yang
digunakan berupa kalimat pertanyaan.
(5) Informatif yaitu ujaran yang berupa pernyataan yang berisi
pendapat, ide, contoh-contoh alasan, dan sebagainya. Bentuk
ujaran yang digunakan berupa kalimat berita dan kalimat tanya.
(6) Metastatemen yaitu suatu pernyataan yang berisi informasi yang
sedang terjadi atau akan terjadi selama proses belajar mengajar.
(7) Ekspresif yaitu suatu ujaran yang bersifat pribadi yang dapat berisi
komentar, penghargaan, atau pelahiran emosi yang lain.
b. Penjawaban (Answering)
Ramirez mendeskripsikan sebagai berikut :
lvii
(8) Menjawab yaitu suatu tanggapan terhadap sebuah pertanyaan yang
ditujukan pada dirinya. Tindak tutur ini dibedakan menjadi
menjawab dengan berperan serta dan tidak berperan serta.
(9) Timbal tindak (react) yaitu tanggapan yang berupa tindak verbal
ataupun tindak nonverbal sebagai jawaban dari permintaan atau
perintah.
(10) Ucapan terima kasih yaitu tanggapan untuk mengucapkan terima
kasih atas sebuah informasi yang diberikan .
(11) Pengulangan yaitu pengulangan terhadap ujaran dalam pembuka.
(12) Pemicu ulang (reinitiate) yaitu suatu ujaran yang ditujukan pada
siswa untuk mengulang atau memulai sesuatu.
c. Pelanjutan (Follow-Up)
Gerak lanjutan sering juga disebut feedback karena tindak tutur yang
digunakan dalam gerak ini pada umumnya merupakan balikan dari
gerak jawaban.
Dalam wacana di kelas, tindak tutur yang ada dalam gerak lanjutan
dideskripsikan seperti berikut :
(1) Penerimaan yaitu ujaran yang berisi penerimaan terhadap jawaban
siswa.
(2) Penghargaan yaitu ujaran yang berisi penilaian terhadap jawaban
atau pertimbangan kualitas seperti ujaran.
(3) Komentar yaitu ujaran yang berupa pernyataan. Komentar tersebut
biasanya mengikuti penerimaan,penghargaan,dan pembetulan.
lviii
(4) Pembetulan yaitu ujaran yang dimaksudkan untuk membetulkan
jawaban siswa.
(5) Pengulangan yaitu ujaran yang berupa pengulangan jawaban siswa.
(6) Parafrase yaitu ujaran yang berupa pengubahan bentuk jawaban
siswa.
Dalam interaksi kelas, guru mempunyai pengaruh dalam
menentukan struktur pertukaran. Ellis (1990: 76-77 ) menyatakan
bahwa guru dalam interaksi di kelas mem-punyai kedudukan sebagai
(1) peserta dalam seluruh pertukaran, (2) pemicu dalam pertukaran, (3)
penutup pertukaran, (4) penentu ikut tidaknya peserta lain dalam sebuah pertukaran, (5) penerima untuk beberapa pemicu (initiated) , (6)
penentu pembicara selanjutnya, dan (7) penentu jumlah ujaran setiap
pembicara. ( Abdul Rani, Bustanul Arifin, dan Martutik., 2008 : 6266).
2. Tindak Tutur di Kelas menurut Flanders
Disini ditampilkan sepuluh Kategori Analisis Interaksi menurut
Flanders (FLAC). Mereka belajar untuk dapat melihat apa yang mereka
dapat katakan saat mengamati komunikasi yang terjadi saat komunikasi
berlangsung di dalam kelas. Dengan menggunakan istilah who, why, what,
dan how diuraikan di atas. Juga, untuk mengungkapkan aspek kegagalan
mereka dalam komunikasi di kelas?
lix
a. Guru berbicara
(1) Mengakui adanya perasaan (Accepts feeling). Menerima atau
mengakui dan menjelaskan satu sikap atau nada perasaan dari
murid dengan tidak mengancam. Perasaan bisa hal positif atau hal
negatif. Meramalkan dan memanggil kemudian dimasukkan
kembali perasaan
(2) Memuji dan memberi dorongan (Praises or encourages): Memuji
atau mendorong tindakan murid atau perilaku murid. Buatlah
lelucon
bahwa
pelepasan;
pembebasan
untuk
melepaskan
ketegangan, tetapi bukan atas biaya individu yang lain.
Mengangguk kepala atau sambil berkata 'Um hm?' atau 'Teruskan
!’.
(3) Mengakui atau menggunakan gagasan-gagasan murid (accepts or
uses ideas of pupils): menjelaskan/ menjernihkan, menumbuhkan,
atau mengembangkan gagasan-gagasan yang diusulkan oleh murid.
Perluasan-perluasan dari guru dimasukkan gagasan-gagasan murid,
tetapi sebagai guru lebih banyak gagasan-gasannya ini atau
gagasan-gagasannya sendiri ke dalam permainan, pergeseran
kepada kategori lima.
(4) Memberi pertanyaan (Asks questions): [meminta;bertanyakan]
suatu pertanyaan tentang isi atau prosedur berdasar pada gagasangagasan guru, dengan tujuan bahwa seorang murid akan
memberikan jawaban.
lx
(5) Memberi kuliah /memberikan ceramah (Lecturing): Memberi
fakta-fakta atau pendapat-pendapat tentang isi atau prosedur;
menyampaikan gagasan;mencoba untuk mencari sendiri; atau
mengutip dari pendapat sendiri selain dari seorang murid.
(6) Memberi arah (Giving directions): Guru dapat memberikan
bimbingan, perintah dan pesan dimana diharapkan seorang siswa
dapat mematuhinya.
(7) Kekuasaan untuk mengkritik atau membenarkan (Criticizing or
justifying authority): pernyataan-pernyataan yang diharapkan untuk
mengubah perilaku murid dari tidak dapat menerima bagian ini;
Guru berteriak, “ Keluar!”; dalam keadaan apa guru melakukan
seperti itu atau apa yang sedang ia lakukan? ;
guru sebagai
panutan diri sendiri berbuat ekstrim
b. Murid berbicara (Pupil talk)
(1) Murid berbicara (talk:response) : Murid berbicara untuk menjawab
pertanyaan guru. Guru memulai hubungan dengan murid
(interaksi), atau memohon pernyataan murid, atau struktur-struktur
situasi-situasi. Dibatasinya kebebasan untuk menyatakan gagasangagasannya.
(2) Murid berbicara: inisiasi: Para murid memulai berbicara, mereka
mengeluarkan
(mengekspresikan
)
gagasan-gagasan
yang
dimilikinya; memulai suatu topik yang baru; kebebasan untuk
lxi
mengembangkan pendapat-pendapat dan merupakan rangkaian dari
pemikiran (gagasan), sebagian ada yang suka atau sering bertanya;
kesempatan penuh pengertian di luar struktur yang ada.
c. Berdiam diri
(1) Kesunyian atau kebingungan: istirahat, saat periode-periode
kesunyian dan periode-periode kebingungan di mana komunikasi
tidak bisa dipahami oleh peneliti.
3. Pengamatan Percakapan di Kelas Menurut Michael Stubbs
Guru di dalam kelas dalam melaksanakan tugas yaitu melakukan
proses belajar mengajar dalam berinteraksi dengan siswa menggunakan
sarana bahasa. Stubbs (1983: 50-53) mengumakakan hasil pengamatan
percakapan guru dan siswa di dalam kelas sebagai berikut .
(a) Menarik atau mempertunjukkan perhatian siswa (attracting or showing
attention). Contoh ujaran yang dipakai guru untuk menarik perhatian
siswa adalah sebagai berikut .
a. Sekarang, jangan menilis dulu, dengarkan saja!
b. Ya, baiklah, kita mulai sekarang.
c. Eh, unggu sebentar, kita lihat dulu kenyataannya!
(b) Mengendalikan pembicaraan atau respon siswa (controlling the
amount of speech) Guru sering kali mengendalikan suasana kelas,
apakah siswa berbicara atau tidak. Upaya yang dapat dilakukan guru
dapat berupa perintah atau juga dapat berupa permintaan kepada siswa
untuk tidak berbicara. Contoh ujarannya sebagai berikut.
lxii
a. Kau ingin berpendapat tentang hal itu?
b. Brenda?...(jeda panjang). Morag?
c. Ada pendapat lain?
(c) Memeriksa atau menetapkan pemahaman (checking or confirming
understanding) Guru di saat mengajar kadang-kadang memeriksa
kembali apakah penyampaian materi pelajaran kepada siswa sudah
dipahami siswa atau belum. Contoh ujaran yang digunakan guru
sebagai berikut.
a. Apakah kalian sudah jelas?
b. Coba berikan penjelasan mengenai apa yang baru saja kita bicarakan
tadi, Stevie.
(d) Meringkas (summarizing). Guru sering kali meringkas semua yang
telah diuraikan di depan untuk menekankan konsep. Contoh ujaran
yang digunakan guru sebagai berikut.
a. Yang ingin saya katakan adalah ...
b. Kesimpulan dari uraian tersebut ialah…
c. Jadi yang dimaksud dengan ...adalah ...
(e) Mendefinisikan (defining) Guru sering membuat definisi atau
penjelasan tentang sesuatu yang telah disampaikan atau seorang guru
menanyakan definisi kepada siswa.. Sebagai contoh ujaran sebagai
berikut.
a. Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota.
b. David apakah arti dari transmigrasi?
lxiii
(f) Menyunting
(editing).
Guru
kadang-kadang
juga
memberikan
komentar tentang apa yang dikatakan oleh seorang siswa yang
menunjukkan penilaian atau kritik. Contoh ujaran yang disampaikan
guru sebagai berikut.
a. Ya, itu pertanyaan yang bagus.
b. Hampir benar jawabanmu, dapat disempurnakan, ayo!
(g) Mengoreksi atau membetulkan (correcting). Guru juga berusaha
membetulkan apa yang dikatakan atau ditulis oleh siswa. Misalnya
sebagai berikut.
a. Guru : David, apakah arti ‘paramount’?
b. Siswa : Penting.
c. Guru : Ya, artinya ‘sangat penting.’
(h) Menspesifikasikan topik ( specifying topic). Guru juga sering
menspesifikasikan
topik
atau
mengkhususkan
sebuah
topik
pembahasan atau menentukan batas-batas pembicaraan yang relevan.
Contoh ujaran yang digunakan guru sebagai berikut.
a. Sekarang kita membahas wacana.
b. Kita akan segera membahas hal itu.
c. Topik itu akan kita bahas minggu yang akan datang.
Percakapan guru dan siswa di atas menunjukkan bahwa peran guru
dalam
kelas
mengemukakan
sangat
dominan
pendapat.
Hal
dan
siswa
ini
terjadi
hanya
sesekali
bilamana
guru
memberikan kesempatan berbicara. Dari uraian di atas juga dapat
lxiv
disimpulkan guru memiliki ujaran yang khas di dalam kelas saat
interaksi belajar mengajar.
4.Tindak Tutur di dalam Kelas menurut Sinclair dan Coulthard.
Sinclair dan Coulthard dalam (Thomas Ann Malamah ,1987: 45-47)
membagi tindak (acts) menjadi 21 (dua puluh satu ) , disini diberikan dengan
contohnya.
a. Marker
Pemarkah
b. Stater
: ‘wel’, ‘right’. ‘OK’, ‘now’
: ‘Nah’, ‘Bagus’, ‘OK’, ‘sekarang’
: directing attention to a specific area
Memulai
: mengarahkan perhatian pada suatu topik
c. Elicitation
: question demanding linguistic response
Elisitasi
d. Check
: pertanyaan yang menuntut jawaban
: ‘Finished?’, ‘Ready?’, ‘Any problems?’
Pengecekan : ‘Selesai?’, ‘Sudah?’, ’Ada masalah?’
e. Directive
: requesting a non-linguistic response
Pengarahan : pengarahan yang menuntut respons non-linguistik atau non
verbal
f. Informative
Informatif
g. Prompt
: providing information
: pemberian informasi
:’Have a guess’, ’Come on’quickly’
Memberi dorongan : ‘Memiliki jawaban’,’Ayo…’. ‘Cepat’
h. Clue
: additional information to help student respond
Memberi petunjuk-petunjuk : memberikan informasi untuk membantu
siswa memberikan respons ( Proses ini disebut re….)
i. Cue
: ‘Hands up’, ‘Don’t call out’
Isyarat/aba-aba: ‘Angkat tangan’, ‘Yang tidak menjawab keluar’
j. Bid
: ‘Sir!’, ‘Miss!’
Minta perhatian : ‘Bapak!’, ‘Nona!’
k. Nomination
: names of pupils, ‘Who hasn’t answered yet?’
lxv
Penunjukan
: nama-nama murid, ’Siapa yang dapat menjawab ya?’
l. Acknowledge : ‘Yes’, ‘Mmm’, ‘OK’
Persetujuan
m. Reply
Jawaban
n. React
: ‘Ya’, ‘hmm’, ‘OK’
: linguistic response to elicitation
: respons jawaban guru ataupun siswa
: non-linguistic response to directive
Memberi reaksi : Respons yang bersifat non linguistik terhadap
pengarahan guru (mengangguk,menggeleng,dsb.)
o. Comment
Komentar
: additional information, expanding, exemplifying
: tambahan informasi, memperluas, memberikan contoh
(memberi komentar)
p. Accept : ‘Yes’, ‘No’, ‘Good’, ‘Fine’
Penerimaan
q. Evaluate
Evaluasi
: ‘Ya’, ‘Tidak/bukan’, ‘Bagus’, ‘Benar’
: ‘Good’, ‘Interesting’, ‘Fine’
: ‘Baik’, ‘Tepat’, ‘Benar’
r. Metastatement : helping pupils see the purpose and structure of the lesson
Metabahasa
: Berbicara mengenai tujuan atau struktur pelajaran (Apa
sudah mengerti?)
s. Conclusion
Simpulan
: summarizing what the preceded
: Membuat apa yang menjadi simpulan ( Jadi…., Kita tadi
berbicara masalah….)
t. Loop
Mengulang
u. Aside
: ‘Pardon’, ‘Again’, ‘What did you say?’
: ‘Maaf’, ‘Sekali lagi’, ‘Apa yang telah kamu katakan?’
: ‘Where’s the chalk?’, ‘It’s freezing in here’
Di luar komunikasi dengan siswa : ‘Di mana kapur?’, ’Wah,dingin sekali
di sini?
h. Partikel dalam Wacana Lisan
Dalam percakapan sehari-hari baik secara langsung berhadapan antara
penutur dan lawan tutur sering terjadi dengan menggunakan ungkapan-
lxvi
ungkapan yang tidak dapat diartikan secara semantik ataupun secara sintaksis,
akan tetapi baik penutur dan lawan tutur sudah memahami artinya karena
diasumsikan dengan hal-hal yang sudah ada sebelumnya. Kategori seperti ini
dapat dikategorikan sebagai partikel.
Fraser Gupta (2002: 31-57) dalam abstraknya berpendapat bahwa :
Eleven pragmatic particles, loans from Southern varieties of Chinese, are
used in Singapore Colloquial English. They express varying degrees of
commitment to an utterance, and can be arranged on a single scale of
assertiveness. They fall into three main groups: contradictory, assertive, and
tentative. This paper uses data from natural conversation in the home, from,
between, and with children acquiring Singapore Colloquial English as a
native language. The pragmatic particles are acquired early and without
error.
Previous analyses of the Singapore Colloquial English particles suggest that
analysts disagree on the functions of the particles. Each particle appears to
have a wide range of multiple functions. These apparently disparate
functions can be reconciled if the pragmatic particles are examined in terms
of a system of marking degree of assertion, which result in different functions
when the same particle is used in sentences of different types. No pragmatic
particle in Singapore Colloquial English is associated with only one sentence
type.
Dari abstrak tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dari hasil penelitian
tentang partikel, ada sebelas partikel pragmatic, variasi kata pinjaman dari China
bagian selatan, digunakan dalam bahasa Inggris percakapan sehari-hari
(colloquial) di Singapura. Mereka mengungkapkan berbagai tingkat komitmen
terhadap suatu ungkapan dan dapat disusun dalam sekala tunggal yang tegas.
Mereka terbagi menjadi tiga kelompok utama: kontradiksi (lawan kata),
lxvii
penegasan, dan bersifat sementara. Kertas kerja (paper) ini mengunakan data
percakapan alamiah dalam rumah, dari, diantara, dan dengan anak-anak
memperoleh (belajar) dari bahasa Inggris percakapan sehari-hari (colloquial) di
Singapura sebagai bahasa ibu (bahasa asli). Partikel pragmatik diperoleh sejak
awal tanpa kesalahan.
Analisis awal dari partikel Bahasa Inggris percakapan sehari-hari (colloquial)
di Singapura menyarankan bahwa penganalisis (peneliti) tidak setuju dengan
fungsi-fungsi dari partikel tersebut. Setiap partikel muncul mempunyai cakupan
luas terhadap multi fungsi. Fungsi yang agaknya berbeda ini, dapat disatukan
(disepakati) jika partikel pragmatik ini diuji dalam istilah sistem tingkat
penandaan penegasan yang menghasilkan fungsi yang berbeda, ketika partikel
yamg sama digunakan dalam kalimat pola (tipe) yang berbeda. Tidak ada partikel
pragmatik Bahasa Inggris percakapan sehari-hari (colloquial) Singapura yang
berhubungan dengan hanya satu tipe.
Stubbs (1983: 68-69) di dalam bukunya Discourse Analysis: The
Sosiolinguistic Analysis of Natural Language . menurut hasil penelitianya dalam
bahasa Inggris percakapa lisan ditemukan ungkapan well, yang tidak dapat
dibicarakan secara sintaksis dan semantic. Ungkapan-ungkapan yang lain selain
well adalah now, right, ok, any way, you know, I see, hello, bye,bye. Ungkapanungkapan ini sedikit dibicarakan dalam sintaksis dan tidak dibicarakan secara
semantik. Hal ini karena ungkapan-ungkapan tersebut tidak memiliki makna
literal (harafiah),dan juga tidak memiliki sifat tesis sehingga tidak memiliki isi
lxviii
permasalahan. Ungkapan ini pada umumnya digunakan untuk menutup
percakapan. Ungkapan ini dapat digunakan tanpa mengenalkan topik baru.
Fungsi ungkapan ini manajemen transaksi menghubungkan ungkapan dengan
panggilan seperti hey atau John. Pada umumnya memberi salam dan ungkapan
perpisahan.
Ungkapan-ungkapan
ini
tidak
memiliki
makna
sebenarnya.
Ungkapan–ungkapan ini terbatas pada bahasa lisan.
Dengan kata lain, well dapat mengindikasikan suatu pemutusan dalam
wacana, perubahan dalam topik, baik sebagai pendahuluan untuk memodifikasi
beberapa asumsi tentang apa yang telah hilang sebelumnya, atau sebagai
pendahuluan untuk menutup topik dan seluruh percakapan.
Beberapa penelitian tentang well dan ungkapan-ungkapan yang serupa
mengindikasikan beberapa poin penting . Ungkapan-ungkapan tersebut tidak
dinilai sebagai kategori linguistik tradisional. Akan tetapi sebagian besar dibatasi
bahasa lisan,karena dari fungsi interaksionalnya. Salah satu fungsinya bertindak
sebagai penanda batasan . Ungkapan –ungkapan tersebut pembatas unit-unit
wacana yang lebih besar daripada klausa dan kalimat. Bagian ini dan yang lainnya
dapat dikembangkan secara detail dengan melihat pada berbagai kata keterangan.
Contoh. Q. What time is it?
A: Well,two o’clock.
Dengan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa partikel merupakan ungkapan
atau ujaran yang disampaikan saat bertutur secara lisan dan dapat dimaknai sesuai
dengan konteks pembicaraan. Hal ini diasumsikan hal-hal yang mendahului
ataupun yang menyertai berikutnya.
lxix
Partikel sangat bermakna dalam rangka organisasi percakapan (wacana lisan)
khususnya pada saat pergantian pembicara . Dalam analisis wacana lisan, partikel
tidak dapat diabaikan karena partikel itu menenyukan kebermaknaan percakapan.
Dikatakan Linke, Nussbaumer dan Portmann (1991: 272 ) bahwa fungsi utama
partikel dalam wacana lisan dapat dibedakan menjadi :
(1)
bentuk tegun,yakni partikel yang merfleksikan bahwa si pembicara dalam
waktu singkat sedang mengkoordinasi kata, misalnya ”Beberapa hari yang lalu
telah diadakan ...ehm...’,”mobilku rusak ...apanya itu ... kalbulator,dan
seterusnya”; (2) bentuk pengurangan kecepatan pertukaran seperti ”Ya, jadi...;
jadi ...; Ah ..itu yang .. dan seterusnya; (3) pembukaan pembicaraan/percakapan
untuk meyakinkan, misalnya ”Karena itu,ku jelaskan ...”’ ”Sebentar,bukan ...”. ”
Yang kumaksudkan, yakni ....atau yaitu ... atau antara lain ...”,dan seterusnya; (4)
Isyarat pembicara yang mencakupi partikel-partikel yang memerlukan dan
menuntut perhatian mitra bicara,misalnya”....,bukan?”,”...,atau?”,”....,begitu?”;
dan (5) Isyarat mitra bicara yang mencakupi partikel yang mengekspresikan
kekaguman,keheranan, dan keharuan ( Wah...,Oh....,Aduhai ....dan seterusnya),
dan gerakan sepontan mitra bicara saat pembicara bertutur, misalnya kontak
pandangan (isyarat mata), gerak tubuh, mimik, gerakan kepala (mengangguk
atau menggeleng), senyum dan atau tertawa”.
i. Praanggapan, Implikatur, dan Entailmen
Makna pragmatik tuturan dalam penuturan sesungguhnya tidak selalu
didapatkan dari tuturan yang sunguh-sungguh disampaikan penutur. Makna
tersurat belum tentu makna tersirat, maka perlu mencermati konteks yang
menyertai munculnya tuturan itu .
lxx
1) Praanggapan (Presupposition)
Dalam praktek bertutur, seorang penutur akan selalu merangkai pesan–
pesan verbalnya berdasarkan anggapan tentang sesuatu yang sudah
diketahui oleh mitra tuturnya. Anggapan-anggapan yang trebentuk itu
dapat merupakan sebuah kebenaran atau justeru sebaliknya.” Kalimat
dikatakan mempreposisikan kalimat yang lain jika ketidak benaran kalimat
yang kedua (yang dipreposisikan) mengakibatkan kalimat yang pertama
(yang mempreposisikan) tidak dikatakan benar atau salah” (I Dewa Putu
Wijana, 1996: 37)
2) Implikatur (Implicature)
Dalam bertutur ,peserta tutur dapat lancar berkomunikasi apabila
diantara mereka telah terjadi satu pemahaman mengenai latarbelakang
pengetahuan mengenai sesuatu hal yang sedang dipertuturkan. Di antara
penutur dan mitra tutur terdapat semacam kontrak percakapan tidak
tertulis bahwa yang sedang dipertuturkan itu dapat saling dimengerti.
Implikatur menurut Grice di dalam artikelnya menyatakan bahwa
sebuah tuturan dapat mengimplikasikan proposisi yang bukan merupakan
bagian dari tuturan yang bersangkutan. Proposisi yang diimplikasikan
itulah yang disebut implikatur percakapan. Implikatur bukan merupakan
bagian tuturan yang implikasikannya, maka hubungan kedua proposisi itu
bukan
merupakan
konsekuensi
yang
mutlak
(http://www.teorier.dk/tekster/h-paul-grice-implikatur. php)
lxxi
dalam
Tuturan yang berbunyi Bapak Raharjo datang! Tidak semata-mata
dimaksudkan untuk memberitahukan bahwa bapak Raharjo sudah datang
menuju kelas. Si Penutur bermaksud memperingatkan mitra tutur bahwa
bilamana kelas masih kotor atau dalam keadaan ramai akan mendapatkan
sanksi. Si Penutur memperingatkan kepada mitra tutur untuk segera
mengambil kotoran yang berada disekitar tempat duduknya dan bersiap
diri untuk menerima pelajaran. Di dalam implikatur ,hubungan antara
tuturan yang sesungguhnya dengan maksud yang tidak dituturkan bersifat
tidak mutlak. Maksud tuturan harus didasarkan pada konteks situasi tutur
yang mewadahi mulnya tuturan tersebut.
Jadi, implikatur merupakan proposisi yang diimplikasikan dalam
tuturan yang dituturkan oleh peserta tutur, implikatur muncul apabila
peserta tutur yang terlibat dalam penuturan itu memiliki kesamaan latar
belakang pengetahuan tentang sesuatu yang sedang mereka tuturkan.
Menurut Grice (dalam Leech, 1993 : 17) implikatur meliputi dua
macam,
yaitu
(1)
implikatur
konvensional,
dan
(2)
implikatur
nonkonvensional. Implikatur konvensional adalah implikatur pragmatik
yang diperoleh langsung dari makna kata, sedangkan implikatur
nonkonvensional muncul ditentukan oleh konteks.
(a) Bahkan Bapak Menteri Agama menghadiri sunatan anak saya.
(b) Saya kebetulan ke Inggris untuk studi selama dua tahun dan berangkat
besok
lxxii
Contoh (a) di atas merupakan implikatur konvensional yang berarti
Bapak Menteri Agama biasanya tidak menghadiri acara sunatan,
sedangkan contoh (b) merupakan implikatur nonkonvensional yang
bermakna ‘tidak’ dan merupakan jawaban atas pertanyaan maukah Anda
menghadiri selamatan sunatan anak saya?
Berbeda dengan Grice, menurut Gazdar, dengan menggunakan prinsip
kerja sama Grice, implikatur dapat dibedakan menjadi implikatur khusus
dan implikatur umum. Yang pertama ada karena konteks ujaran, misalnya
contoh (b) Saya kebetulan ke Inggris untuk studi selama dua tahun dan
berangkat besok, sedangkan yang kedua tidak, misalnya contoh (a)
Bahkan Bapak Menteri Agama menghadiri sunatan anak saya di atas,
dalam
(http://tulisanmakyun.
blogspot.
com/2007/07/linguistikpragmatik.html)
3) Entailmen (Entailment)
Entailmen adalah kebalikan dari implikatur. Implikatur memiliki
makna yang tidak pasti karena tergantung konteksnya, penaffsirannya
harus didasarkan pada latar belakang pengetahuan yang sama (the same
background knowledge) antara penutur dan mitra tutur tentang sesuatu
yang dipertuturkan itu.sedangkan entailmen adalah bersifat pasti atau
mutlak (Kunjana Rahardi, 2005: 43)
Contoh tuturan yang berupa entailmen di dalam situasi tutur di kelas
berbunyi, Mukti Udin belum paham cara resensi novel mengindikasikan
bahwa siswa yang bernama Mukti Udin setelah dijelaskan masalah cara
lxxiii
meresensi novel ketika diberi tugas oleh guru tidak dapat menyelesaikan
tugas karena Mukti Udin belum paham.
j. Alih Kode dan Campur Kode
Interaksi belajar mengajar di kelas di SMA Negeri 3 Sragen ,
pemakaian Bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa kedua, karena
sebelum guru dan siswa menguasai Bahasa Indonesia pada umumnya
guru dan siswa menguasai Bahasa Jawa sebagai bahasa ibu. Dengan
demikian guru dan siswa di SMA Negeri 3 Sragen pada umumnya
dwibahasawan (bilungaal), bahkan ada yang menguasai lebih dari dua
bahasa (multilingual). Oleh sebab itu, dalam komunikasi akan sering
terjadi pemakaian bahasa satu dengan lainnya secara bergantian. Hal ini
sulit dihindari dalam masyarakat bilingual, juga guru dan siswa di SMA
Negeri 3 Sragen.
Menurut Nina (2009,http:// Slideshare.net/ninazski/ papersosling-nina.) penguasaan beberapa bahasa mendorong orang-orang
menggunakan berbagai bahasa tersebut dalam situasi dan tujuan berbeda.
Karena inilah fenomena alih kode (code switching ) dan campur kode
(code mixing) tidak dapat dihindari.
Nababan (1991: 31) menyatakan dalam keadaan kedwibahasaan
akan sering terdapat orang mengganti bahasa atau ragam bahasa. Hal ini
bergantung pada keadaan dan keperluan berbahasa tersebut. Perilaku
seperti tersebut akan memnyebabkan alih kode dan campur kode.
lxxiv
Peristiwa alih kode dan campur kode sering terjadi dalam
berkomunikasi pada masyarakat bilingual dan multilingual. Yang
dimaksud dengan alih kode menurut Sri Utari Subyakto Nababan (1992:
105) yaitu mengganti bahasa yang digunakan oleh seseorang yang
bilingual; dari bahasa daerah ke bahasa Indonesia; dari Bahasa Indonesia
ke bahasa Asing, dan sebagainya.
Appel dalam ( Lilis Siti Sulistyaningsih, http://file. Upi. Edu/
Direktori/C-FPBS/Jur. PEND. BHS. DAN SASTRA INDONESIA/)
alih kode itu sebagai gejala peralihan
pemakaian
bahasa karena
berubahnya situasi .
Pendapat yang lain dikemukakan Scotton dalam (Adiel, 2009
http://aidiel87.blogspot.com/2009/11/alih-kode-campur-kode-daninterferensi html.) bahwa alih kode merupakan penggunaan dua varian
atau varietas linguistik atau lebih dalam percakapan atau interaksi yang
sama.
Richard berpendapat, alih kode adalah suatu peralihan pemakaian
suatu bahasa ke bahasa lain atau dari satu variasi bahasa ke variasi
bahasa lain. (1985: 43)
Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Umar dan
Napitupulu (1994: 13 dalam
ninazski/paper-sosling-nina)
Nina, http://www. Slidershare. net/
bahwa
alih
kode
merupakan
ketergantungan bahasa dalam suatu masyarakat dwibahasa.
lxxv
aspek
Jadi, dalam alih kode, pemakaian dua bahasa atau lebih ditandai
oleh kenyataan bahwa masing-masing bahasa masih mendukung fungsifungsi tersendiri sesuai dengan konteksnya, dan fungsi masing-masing
bahasa itu disesuaikan dengan relevan dengan perubahan konteksnya.
Tuturan di bawah ini contoh kadang-kadang penutur dengan sadar
beralih kode dengan mitra tuturnya dengan maksud tertentu.
Raharjo : Panjenengan, tadi sudah jadi dhahar belum?
Arief
: Belum, ini pekerjaan belum kelar, sebentar lagi.
Raharjo : OK-lah , kalau gitu nanti sama-sama ke kantin.
Arief
: Inggih, ini tinggal dua siswa lagi kelar.
Pada masyarakat bilingual ataupun multilingual cenderung juga
ada kecenderungan peristiwa tutur yaitu campur kode. Yang dimaksud
dengan campur kode menurut Sri Utari Subyakto Nababan (1992: 106)
adalah penggunaan dua atau lebih bahasa atau ragam bahasa secara
santai antara orang-orang yang kita kenal dengan akrab.
Menurut Fasold dalam ((Adiel, 2009
http:// aidiel87. blogspot
.com/2009/11/alih-kode-campur-kode-dan-interferensi.html)
campur
kode adalah fenomena yang lembut dari fenomena alih kode. Dalam
campur kode terdapat serpihan-serpihan suatu bahasa yang digunakan
oleh seorang penutur, tetapi pada dasarnya dia menggunakan suatu
bahasa tertentu.
Harimurti Kridalaksana dalam Sarwiji Suwandi (2007: 113)
menjelaskan bahwa campur kode antara lain berarti penggunaan satuan
lxxvi
bahasa dari satu bahasa ke bahasa lain untuk memperluas gaya dan
ragam bahasa, termasuk di dalamnya pemakaian kata, klausa, idiom,
sapaan, dan sebagainya.
Sejalan dengan tersebut, Nababan (1991: 32) menjelaskan bahwa
campur kode mengacu pada suatu peristiwa penutur mencampur dua
atau lebih bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak bahasa (speech
act atau discourse ) tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa itu yang
menuntut percampuran bahasa itu.
Jadi, campur kode adalah penggunaan dua bahasa atau lebih oleh
penutur dalam situasi informal, santai, atau akrab tanpa ada sesuatu yang
menuntut pencampuran bahasa itu. Pencampuran dua bahasa atau lebih
ini dapat berupa kata, idiom, sapaan, frasa, klausa, dan sebagainya.
Peristiwa campur kode, seperti contoh-contoh berikut ini.
Raharjo : Ujiane tesis Pak Manto jadine kapan?
Manto : Tanggal songolas Senin. Piye Pak Ujiane kemarin?
Raharjo : Alhamdulillah sudah dinyatakan lulus. Ini ada yang
harus direvisi. Prof. Herman ngasih masukan nambah
alih kode dan campur kode.
Manto : Alhamdulillah nderek seneng. Ini aku baru ngaturake tesis
no mejanya Prof. Herman. Senin rawuh ya kasih suport.
Raharjo : Insyaallah, saya datang waktu ujian Pak Manto.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya peristiwa alih kode
menurut Sarwiji Suwandi (2007: 118-120) sebagai berikut :
lxxvii
(1)
Penutur, maksudnya seorang penutur kadang-kadang dengan sadar
berusaha beralih kode terhadap mitra tuturnya karena sesuatu
maksud.
(2)
Mitra tutur, setiap penutur pada umumnya ingin mengimbangi
bahasa yang dipergunakan mitra tuturnya.
(3)
Topik, topik merupakan faktor yang cukup dominan dalam
menentukan terjadinya alih kode.
(4)
Gengsi, sebagian penutur ada yang beralih kode sekedar untuk
bergengsi.
Pendapat lain dikemukakan oleh Irmayani, Musfeptial, dan Hari
Purwiati
php? )
dalam (2005, http://pusatbahasa. Diknas.go.Id/laman/index.
alih kode dan campur kode terjadi karena tiga faktor yaitu
berdasarkan penutur, lawan tutur, dan topik pembicaraan.
Menurut Appel dalam ( Lilis Siti Sulistyaningsih, http://file. Upi.
Edu/
Direktori/C-FPBS/Jur.
PEND.
BHS.
DAN
SASTRA
INDONESIA/) alih kode adalah peristiwa kebahasaan yang disebabkan
oleh faktor-faktor yang bersifat sosiosituasional. Beberapa faktor yang
biasanya merupakan penyebab terjadinya alih kode antara lain,ialah : (1)
Pembicara/ penutur; (2) Pendengar/ lawan tutur; (3) Hadirnya penutur
ketiga; dan (4) Pokok pembicaraan.
Dari beberpa pendapat di atas dapat disimpulkan faktor penyebab
terjadinya alih kode yaitu penutur/pembicara, mitra tutur/pendengar,
pokok pembicaraan, hadirnya orang ketiga, dan gengsi.
lxxviii
B. Penelitian yang Relevan
Marfuah (2006) dalam penelitiannya yang berjudul “ Pengungkapan
Makna Pragmatik Imperatif Bahasa Indonesia dalam Proses Belajar Mengajar di
Kelas ( Kajian Pragmatik : Studi Kasus di Taman Kanak-kanak ), kesimpulan dari
penelitian ini guru lebih dominan menggunakan tuturan imperatif untuk
mengungkapkan makna pragmatik imperatif,karena mengingat tingkat kognitif
anak usia TK tentang pemahaman bahasa masih rendah.
Sugeng Lestari (2005) dalam penelitiannya,” Analisis Wacana Lisan Pada
Interaksi Belajar Mengajar di Kelas 5 SDIT Nur Hidayah Surakarta, kesimpulan
dari penelitian tersebut sebagai berikut:
Pembelajaran yang terjadi antara guru dan siswa di kelas 5 SDIT Nur Hidayah
Surakarta dapat dikatakan berhasil karena siswa dapat menjawab sebagian besar
pertanyaan yang diberikan oleh guru. 2) Fungsi bahasa meliputi tiga hal, yaitu
menyatakan sesuatu atau memberikan informasi yang direalisasikan dengan
kalimat
deklaratif,
meminta
informasi
atau
menanyakan
sesuatu
yang
direalisasikan dengan kalimat interogatif, dan memberikan perintah atau
melakukan sesuatu yang direalisasikan dengan kalimat imperatif. Walaupun
fungsi bahasa telah memiliki bentuk sendiri-sendiri, namun dalam aplikasinya
antara bentuk dan fungsi bahasa tersebut tidak selalu sama. Dengan kata lain
bahwa antara bentuk dan fungsi bahasa bersifat fleksibel. 3) Partikel merupakan
bentuk bahasa yang tidak dapat dimaknai secara semantik maupun sintaksis.
Penggunaan partikel dalam interaksi belajar mengajar berfungsi sebagai respon
lxxix
atau tindak lanjut guru atas tindakan yang dilakukan siswa dan penanda batas
dalam wacana.
Sedangkan penelitian ini dengan subyek penelitiannya adalah guru dan
siswa di kelas di fokuskan pada struktur wacana lisan dalam interaksi belajar
mengajar, fungsi bahasa dalam interaksi guru dan siswa dalam kelas, dan partikel
dalam wacana lisan tindak tutur di dalam kelas.
C.Kerangka Berpikir
Berdasarkan deskripsi teori yang telah dipaparkan diatas ,maka dapat disusun
kerangka berpikir sebagai berikut :
Dalam proses belajar mengajar terdapat interaksi antara guru dan siswa. Dalam
interaksi ini terjadi tindak tutur antara guru dan siswa. Guru lebih dominan
sebagai pemicu terjadinya tindak tutur di dalam kelas. Juga tindak tutur ini dapat
berhasil bilamana antara penutur dan mitra tutur ada kerja sama. Akan lebih baik
lagi bilamana dalam tindak tutur menjaga kesantunan dalam tindak tutur.
Setelah data-data terkumpul langkah pertama adalah memparafrasekan Tindak
Tutur Langsung dan Tindak Tutur Literal. Kemudian data dianalisis dengan
konteksnya.
Berdasarkan analisis data itu ditemukan : (1) Ciri-ciri struktur wacana
lisan interaksi guru dan siswa di kelas, (2) fungsi bahasa dalam wacana lisan
interaksi guru dan siswa di kelas, (3) Partikel dalam wacana lisan interaksi guru
dan siswa di kelas, dan (4) Alih kode dan campur kode wacana lisan interaksi
guru dan siswa di kelas.
lxxx
Pendeskripsian Tindak Tutur dalam Kelas
Interaksi Guru dan Siswa, fungsi bahasa,
partikel, alih kode dan campur kode
wacana lisan interaksi di kelas
Struktur Tindak Tutur dalam Kelas
Interaksi guru dan siswa, fungsi bahasa,
partikel, alih kode dan campur kode
wacana lisan interaksi di kelas
Parafrase tindak
tutur langsung
dan tindak tutur
literal
Pengamatan/
Observasi
Perekaman
data
Pencatatan
data
Semua data
dikaitkan dengan
konteks tuturan
Data dianalisis
Ciri-ciri
Sturuktur
interaksi di
kelas
Fungsi
bahasa
dalam
interaksi
di kelas
Partikel
dalam
wacana
lisan
Alih kode
dan
campur
kode
Simpulan
Gambar 8. Diagram kerangka berpikir
lxxxi
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini membicarakan enam hal , yaitu (1) jenis penelitian, (2) data
dan sumber data penelitian, (3) lokasi penilitian, (4) teknik cuplikan penelitian, (5)
metode penelitian, (6) teknik pengumpulan data penelitian, (7) teknik validitas
data penelitian, dan (8) teknik analisis data penelitian..
A. Jenis Penelitian
Penelitian tentang Analisis Wacana Lisan antara Interaksi Guru dan
Siswa ini dapat dikelompokkan ke dalam kategori penelitian kualitatif. Penelitian
kualitatif menurut Moleong (2010: 8-13) sebagai berikut: melakukan penelitian
pada latar alamiah atau pada konteks dari suatu keutuhan (entity); peneliti sendiri
atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama; penelitian
menggunakan metode kualitatif .
Penelitian ini kualitatif yang bersifat deskriptiff, karena data yang
dikumpulkan terutama berupa tuturan–tuturan lisan yang terjadi saat interaksi
belajar mengajar, bukan data yang berupa angka-angka. Peneliti menekankan
catatan dengan deskripsi kalimat yang rinci, lengkap, dan mendalam, yang
menggambarkan situasi sebenarnya guna mendukung penyajian data.
Sifat
penelitian seperti itu senada pendapat dengan Lincoln dan Guba (1985) di dalam
Sutopo (2006: 40) Sifat semacam ini lebih peka dan dapat disesuaikan dengan
pengkajian bentuk pengaruh dan pola nilai-nilai yang mungkin dihadapi peneliti.
64
lxxxii
Analisis Wacana Lisan antara Guru dan Siswa ini, sasaran penelitian
tetap pada berada pada kondisi aslinya secara alami. Penelitian ini meneliti secara
langsung peristiwa tutur dalam interaksi belajar mengajar di dalam kelas, peneliti
tidak terlibat dalam peristiwa tutur. Peneliti di lingkungan sekitar kelas hanya
sebagai pengamat, jadi dalam interaksi belajar
mengajar di kelas, terjadi
percakapan antara guru (penutur) dengan siswa (petutur) atau sebaliknya secara
alamiah.
Penelitian ini juga merupakan analisis isi (content analysis) menurut
Barelson (1952) di dalam Stefan Titscher (et al) (2009: 97) menyatakan analisis
isi merupakan suatu teknik penelitian untuk menguaraikan isi komunikasi yang
jelas secara objektif, sistematis, dan kuantitatif. Harold D. Lasswell di dalam
Pakde Sofa
( 2008) yang memelopori teknik symbol coding menyatakan
analisis yaitu mencatat lambang atau pesan secara sistematis, kemudian diberi
interpretasi, dalam
(http://massofa.wordpress.com/2008/01/28/metode-analisi-isi-reliabilitas-dan
validitas -dalam-metode-penelitian-komunikasi)
Interaksi antara guru dan siswa di kelas, tidak lepas dari pesan secara
sistematis. Guru masuk ke dalam kelas untuk menyampaikan materi pelajaran,
pada hakekatnya sudah ada tujuan yang pasti yaitu untuk menyampaikan pesan
sesuai dengan tujuan pembelajaran (indikator).
B. Data dan Sumber Data Penelitian
Data merupakan bahan jadi penelitian yang ada karena proses pemilihan
dan pemilahan dari berbagai macam tuturan. Data tidak hanya sekedar sebagai
lxxxiii
sesuatu yang telah disediakan oleh alam, namun sebenarnya data ada karena
adanya proses
interaksi antara peneliti dengan sumber data penelitian
(Sudaryanto, 1990: 3) Data penelitian ini berbentuk semua tuturan lisan dalam
interaksi belajar mengajar di SMA N 3 Sragen yang diobservasi, dicatat, direkam,
dan dideskripsikan dalam bentuk teks. Semua data yang ditemukan saat interaksi
belajar mengajar di kelas semua dipakai dalam analisis. Data yang dipakai adalah
data tuturan lisan guru dan siswa di kelas tanpa direduksi. Hal ini sesuai dengan
tujuan penelitian yaitu mendeskripsikan dan menjelaskan struktur wacana lisan
guru dan siswa dalam kelas di SMA Negeri 3 Sragen pada waktu proses belajar
mengajar ; mendeskripsikan dan menjelaskan fungsi bahasa dalam tindak tutur
interaksi guru dan siswa dalam kelas di SMA Negeri 3 Sragen pada waktu proses
belajar mengajar;. mendeskripsikan dan menjelaskan partikel wacana dalam
tindak tutur interaksi guru dan siswa dalam kelas di SMA Negeri 3 Sragen pada
waktu proses belajar mengajar; mendeskripsikan dan menjelaskan alih kode dan
campur kode wacana lisan interaksi guru dan siswa dalam kelas di SMA Negeri 3
Sragen.
Adapun yang menjadi sumber datanya adalah tiga orang guru yang
mengajar di kelas, masing-masing guru mata pelajaran Bahasa Indonesia, mata
pelajaran Biologi, mata pelajaran Sosiologi dan siswa yang mengalami proses
belajar mengajar di SMA N 3 Sragen bersama itu dilakukan observasi dan
perekaman data.
lxxxiv
C. Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlokasi di SMA Negeri 3 Sragen Jl. Dr. Sutomo no. 2
Sragen. Di pilihnya lokasi ini karena SMA Negeri 3 Sragen tergolong SMA yang
cukup besar, dan siswanya bervariasi dari berbagai kalangan. Pertimbangan yang
lain adalah SMA Negeri 3 Sragen dikategorikan sebagai sekolah yang menempati
strata menengah di antara sekolah-sekolah negeri di tingkat SMA di Kab. Sragen.
Selain itu guru-guru yang ada di sekolah ini sudah memenuhi kualifikasi
pendidikan minimal yaitu sarjana, bahkan ada beberapa guru yang sudah
menyelesaikan pascasarjana. Saat ini guru di SMA Negeri 3 Sragen sebagian
besar sudah lulus sertifikasi guru. Pertimbangan selanjutnya, saat mengadakan
observasi pendahuluan ditemukan cara mengajar guru pada saat memberikan
pelajaran di kelas cenderung berceramah dan pola komunikasi pada umumnya
searah didominasi guru, hanya saat-saat tertentu guru memberikan pertanyaan
kepada siswa, dan siswa menjawab. Pada proses interaksi belajar mengajar jarang
siswa mengajukan pertanyaan kepada guru. Guru juga sering memberikan
selingan–selingan berupa humor untuk melepas kepenatan siswa saat mengikuti
pelajaran. Dengan demikian, SMA Negeri 3 Sragen layak dipakai sebagai lokasi
penenelitian tentang analisis wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas.
D. Teknik Cuplikan
Cuplikan berkaitan dengan pemilihan dan pembatasan jumlah serta jenis
dari sumber data yang digunakan dalam penelitian ( Sutopo, 2006: 62) Hal ini
dilakukan mengingat keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya.
lxxxv
Penelitian ini
menggunakan teknik cuplikan yaitu cuplikan diambil
untuk mewakili informasinya, yang diutamakan sebagai pertimbangan adalah
kelengkapan informasi atau datanya . Dengan pertimbangan tersebut maka
penelitian ini menetapkan cuplikan. Mengingat variabel guru dan siswa cukup
banyak, maka dipilih beberapa guru yaitu mata pelajaran Bahasa indonesia, mata
pelajaran Biologi, dan mata pelajaran Sosiologi, serta beberapa kelas sebagai
sumber datanya. Pengambilan data dari guru mata pelajaran yang berbeda dan
kelas-kelas yang berbeda dimaksudkan untuk memperoleh validitas data
penelitian.
Penetapan sumber data pada ketiga guru mata pelajaran dan beberapa
kelas tersebut dilakukan dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu berdasarkan
tujuan penelitian. Karena pengambilan cuplikannya didasarkan atas
berbagai
pertimbangan tertentu, maka pengertiaannya sejajar dengan jenis teknik cuplikan
yang dikenal sebagai purposive sampling (Sutopo, 2006: 64)
Pertimbangan-pertimbangan dalam teknik cuplikan ini , terbatasnya waktu
dan biaya, maka peneliti menentukan tiga guru bidang studi, kelas yang berbeda,
dan waktu interaksi belajar mengajar yang berbeda. Subjek penelitian tersebut
dapat mewakili informasi dan data penelitian. Hal ini dilakukan sebab, di SMA
Negeri 3 Sragen jumlah guru 84 guru dengan berbagai bidang studi dan terdiri
dari 27 kelas. Dalam teknik cuplikan dimungkin seorang peneliti mengambil
beberapa subjek, yang penting subjek tersebut dapat memberikan informasi dan
data yang cukup.
lxxxvi
E. Metode Penelitian
Istilah metode dalam penelitian linguistik dapat ditafsirkan sebagai
strategi kerja berdasarkan ancangan tertentu. Dengan demikian, ancangan lebih
berkaitan dengan metode. Ancangan merupakan kerangka berpikir untuk
menentukan metode (Edi Subroto, 2007: 36) Ancangan yang digunakan penelitian
ini adalah ancangan pragmatik. Alasan digunakan ancangan ini karena keberadaan
data-data penelitian merupakan tindak tutur, yang segalanya didasarkan konteks.
Konteks merupakan semua latar belakang pengetahuan (back ground knowledge)
yang dipahami bersama antar penutur dan mitra tutur (I Dewa Putu Wijana, 1996:
11)
Analisis wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas , tentang struktur
wacana di kelas ini akan dianalisis dengan berdasar teori yang dikemukakan oleh
Sinclair dan Coultrad, dengan 21 (dua puluh satu) tindak. Untuk fungsi bahasa
dalam interaksi wacana lisan dilandaskan teori MAK Haliday , sementara itu
untuk partikel wacana lisan dilandaskan teori yang dikemukakan oleh Stubs dan
teori yang dikemukakan oleh Linke, Nussbaumer dan Portmann .
F. Teknik Pengumpulan Data Penelitian
Data ini diperoleh dengan menggunakan dua macam metode ,yaitu metode
simak dan metode cakap. Metode simak merupakan metode pengumpulan data
yang dilakukan dengan menyimak tindak tutur dalam kelas. Metode simak ini
disamakan dengan metode observasi yang dikenal dalam disiplin ilmu sosial.
Dalam pelaksanaan metode simak ,digunakan teknik sadap sebagai teknik dasar
,teknik rekam,dan teknik catat sebagai teknik lanjutan.
lxxxvii
Teknik observasi atau teknik simak adalah mengadakan penyimakan
terhadap pemakaian bahasa lisan yang bersifat spontan dan mengadakan
pencatatan
terbhadap data relevan yang sesuai dengan sasaran dan tujuan
penelitian (Edi Subroto, 2007: 47) . Teknik ini digunakan untuk menggali data
dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi dan rekaman peristiwa
tutur atau interaksi guru dan siswa
di kelas. Teknik yang digunakan dalam
observasi berperan pasif. Artinya, dalam mengobservasi kehadiran peneliti sama
sekali tidak mempengaruhi aktivitas interaksi guru dan siswa di kelas. Hal yang
dilakukan peneliti hanya mengamati dan mencatat ha-hal yang berlangsung di
dalam peristiwa tutur.
Teknik rekam adalah pemerolehan data dengan cara merekam pemakaian
bahasa lisan yang bersiffat spontan (Edi Subroto, 2007: 40). Teknik ini digunakan
untuk merekam pemakaian bahasa guru dan siswa pada saat interaksi belajar
mengajar di kelas. Agar hasil rekaman yang diperoleh dapat menyajikan data yang
alamiah,perekaman dilakukan secara tertutup tanpa sepengetahuan siswa sehingga
interaksi di kelas berjalan wajar. Selanjutnya data rekaman itu ditranskripsikan
untuk memudahkan analisis data.
Teknik pencatatan dilakukan untuk menangkap hal-hal khusus yang
menandai karakteristik wacana pemakaian bahasa yang dilakukan secra spontan
untuk melengkapi data-data yang telah diperoleh secara terencana Teknik
wawancara mendalam
(indepth
interviewing) ,hal
ini
dilakukan
untuk
memperoleh informasi yang mendalam dari informan (Edi Subroto, 2007: 42).
Dan dengan teknik ini dalam upaya memperoleh validitas data.
lxxxviii
G.Teknik Validitas Data Penelitian
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik rekam dan
teknik catat. Teknik rekam merupakan pemerolehan data dengan cara merekan
tindak tutur yang bersifat spontan,sedangkan teknik catat merupakan pemerolehan
data dalam kartu data sesuai sasaran dan tujuan penelitian.
Penggunaan kedua teknik pengumpulan data tersebut dilakukan agar
data valid. Agar data valid Patton (1984) di dalam Sutopo (2006: 92) menyatakan
bahwa ada empat macam teknik trianggulasi ,yaitu (1) trianggulasi data (data
triangulation),
(2)
trianggulasi
peneliti
trianggulasi metodologis (methodological
(investigator
triangulation),
(3)
triangulation), dan (4) trianggulasi
teoretis (theoretical triangulation).
Kedua
teknik
ini
digunakan
secara
bersamaan
untuk
saling
mengecek,mengisi,melengkapi,serta mendukung pengumpulan data. Hal ini
diharapkan data semakin valid.
Data yang terkumpul dari teknik rekam dan catat pada interaksi belajar
mengajar di kelas akan dianalisis, bilamana kurang jelas maksudnya dilakukan
wawancara dengan guru bersangkutan. Apabila data yang terkumpul belum
mencukupi keabsahan analisis, maka peneliti kembali ke lapangan untuk
memperoleh data sampai tercukupinya kebutuhan analisis.
H. Teknik Analisis Data Penelitian
Setelah data disediakan dengan baik dalam arti sudah diklasifikasikan
,tahapan berikutnya menganalisis data. Analisis data pada penelitian ini dengan
metode kontekstual. Yang dimaksud analisis kontekstual adalah cara analisis yang
lxxxix
diterapkan pada data dengan mendasarkan ,memperhitungkan ,dan mengaitkan
konteks. Konteks itu sendiri telah didefinisikan oleh Brown & Yule (1985)
sebagai lingkungan (environment:circumstances) dimana bahasa itu digunakan.
Lingkungan disini mencakup lingkungan fisik,nonfisik,dan sosial.
Pemahaman konteks yang demikian sejalan dengan pendapat Harimurti
Kridalaksana (1993) di dalam I Dewa Putu Wijana (1996: 11) bahwa konteks
adalah aspek-aspek lingkungan fisik atau lingkungan sosial yang berkaitan dengan
tuturan . Perlu dicatat bahwa lingkungan fisik tuturan dapat disebut koteks (cotex)
sedangkan lingkungan sosial tuturan disebut konteks (context). Dalam pragmatik
konteks adalah segala latar belakang pengetahuan yang dipahami secara bersama
oleh penutur dan mitra tutur.
Dalam penelitian ini latar belakang pengetahuan yang dimaksud adalah
guru datang ke kelas dengan tujuan menyampaikan pelajaran,dan siswa sebagai
mitra tutur datang ke kelas untuk memperoleh informasi sesuai dengan materi
pelajaran. Dengan demikian data yang dikumpulkan adalah data tentang wacana
lisan interaksi guru dan siswa di kelas.
Setiap data yang dianalisis akan disajikan dalam urutan dengan
menggunakan angka arab yang diapit dua kurung,mulai (1), (2), (3), dan
seterusnya. Selain itu, setiap data juga dilengkapi nomor data pada setiap akhir
penulisan data. Pencatuman nomor data dimaksudkan untuk mempermudah
pengecekan sumber data.
Tuturan berikut dapat memperjelas pernyataan di atas.
Guru
: ”Siapa yang di pojok?”
xc
Siswa
: ”Ayub!” (dijawab serentak siswa satu kelas)
Guru
: ”Tahu maksud saya?”
Konteks tuturan: Dituturkan oleh guru ditujukan kepada siswa yang bernama
Ayub, waktu itu Ayub kurang konsentrasi dalam mengikuti
pelajaran
tentang
proses
generatif.
Guru
bertanya
itu
dimaksudkan siswa agar tertuju pada penjelasan guru tentang
proses generatif.
Secara linguistik tuturan tersebut hanya memerlukan jawaban tentang
hal yang baru dijelaskan guru. Akan tetapi, bila tuturan itu dilihat secara
pragmatik mengandung maksud guru menghendaki perhatian semua siswa dalam
kegiatan belajar mengajar.
xci
BAB IV
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Pada bagian ini disajikan deskripsi hasil penelitian yang berupa hasil
analisis dan pembahasan tentang: (1) struktur wacana lisan interaksi guru dan
siswa di kelas, (2) fungsi bahasa dalam wacana lisan interaksi guru dan siswa
dalam kelas, (3) partikel wacana dalam wacana lisan interaksi guru dan siswa
dalam kelas, dan (4) alih kode dan campur kode dalam wacana lisan interaksi guru
dan siswa dalam kelas
A. Struktur Wacana Lisan Guru dan Siswa di Kelas
Pendeskripsian hasil analisis dan pembahasan struktur wacana lisan guru
dan siswa ini diharapkan dapat memperkaya pengidentifikasian tipe, pola atau
style wacana lisan guru dan siswa, sehingga struktur wacana lisan di kelas dapat
dibedakan dengan wacana lisan yang lainnya dengan mudah berdasarkan karakter
yang dimiliki.
Dalam interaksi belajar mengajar di kelas ditemukan karakteristik wacana
lisan guru dan siswa yang khas yang berbeda dengan wacana lisan lain, seperti :
wacana lisan seorang sahabat bertemu di kantin kampus, wacana seorang
pedagang dengan seorang pembeli yang sedang tawar-menawar di sebuah kios
buah, wacana seorang ibu sedang bercakap-cakap menggunakan handpone ,
wacana lisan percakapan seorang penyiar televisi, dan sebagainya.
Ada fenomena yang mengindikasikan bahwa kekhasan itu dilatarbelakangi
oleh sifat interaksinya yang terkait dengan pekerjaan guru sebagai pendidik, dan
74
xcii
seorang siswa sebagai pelajar yang sedang melakukan kegiatan belajar mengajar
di kelas. Misalnya, seorang guru berusaha mendorong siswanya untuk dapat
menjawab pertanyaan, seorang guru memantau atau mengecek pemahaman
tentang materi pelajaran yang telah dikuasai siswa, seorang guru menjelaskan
materi pelajaran , atau siswa menjawab pertanyaan yang disampaikan seorang
guru, dan sebagainya.
Hasil analisis dan pembahasan struktur wacana lisan guru dan siswa ini
dapat dijelaskan ke dalam subjek peserta tutur, saluran tuturan, jenis tuturan,
bentuk dan isi pesan, latar belakang dan suasana, dan struktur wacana lisan guru
dan siswa di kelas.
1. Subjek Peserta Tutur
Dalam interaksi belajar mengajar, subjek peserta tutur atau partisipan yang
terlibat adalah guru dan siswa. Berikut ini data yang menunjukan keterlibatan
dalam peristiwa tutur yang terjadi di dalam kelas antara guru dan siswa.
Guru
Siswa
Guru
Siswa
Guru
...........
Guru
:
:
:
:
:
..
.
:
..
.
...........
Guru
:
Pimpin do’a! (CL.I/1)
Duduk siap grak berdo’a mulai! (CL.I/2)....Selesai. (CL. I/3)
Assalamu’alaikum Warahmatullahi wabarakatuh.” (CL. I/4)
Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh.”(CL. I/5)
Mari…,mana absennya?” (CL. I/6) Siapa kemarin yang
terlambat?(7) Mana? (8) Kemarin siapa yang terlambat? (Cl.
I/9) Siapa yang terlambat? (CL. I/10) Mana pernyataannya?
(CL.I/11)
.....................................................................................................
........... Ya....(CL. I/39) Mari kita lanjutkan ke reproduksi pada
manusia! (CL.I/40)
Reproduksi. (CL. I/41)Ya...(CL. I/42) Yah,hari ini kita
membahas tentang reproduksi pada
manusia, tapi pesan
saya.... (CL. I/43) Hallo...! (CL. I/44) Hallo,pesan saya tidak
ada pasir di kelas ,ya ! (CL. I/45)
.....................................................................................................
.
Ndak ada, orang mati diobati makin mati. (CL. I/682) Untuk
xciii
Siswa
Guru
:
:
Siswa
:
perkembangan embrio nanti dipelajari di rumah, embrio
menjadi individu baru untuk yang punya rahim, pertumbuhan
embrio dalam rahim, yang bertelur pertumbuhan embrio dalam
telur, ada tahapannya. (CL. I/683) Rahim dalam manusia
bersifat sinplex artinya ada satu ruangan, sehingga
mengandung biasanya satu anak itu artinya sinplex. (CL.
I/684) Kalau troplex ada dua ruangan, ada dua ruangan tetapi
memanjang, itu seperti tanduk. (CL. I/685) Jadi troplex
memiliki dua anak hal yang biasa, kalau sinplex punya anak
lebih dari satu dikatakan kembar. (CL. I/686) Kembar itu
sekali mengandung lebih dari satu, itu dinamakan kembar
untuk yang berrahim sinplex, ruang atu kok isinya dua kembar,
ruang dua isinya dua pas. (CL. I/687) Ruang tujuh anaknya
tujuh...,tapi biasanya berpasangan, tapi pada petai cina, kadang
ada yang genap , kadang ada yang ganjil, sehingga ada yang
menonjol. (CL. I/688)
Itu ada gambar kandungan, tugasnya nanti, ya buat
spermatogenesis, bagan oogenesis, gambar alat kelamin dalam
pada wanita, ya satu tingkat , ya kemudian pelajari
pertumbuhan embrio, dan pertumbuhan zigot sampai lahir.
(CL. I/689) Untuk tugasnya dikerjakan di buku apa?
(CL.I/690)
Buku tugas. (CL. I/691)
Buku tugas,OK. (CL. I/692) Untuk hari ini sekian dulu,
Assalamu’alaikum Wr. Wb. (CL. I/693)
Wa’alaikum Salam Wr. Wb. (CL. I/694)
Dalam interaksi belajar mengajar di kelas, terjadi percakapan antara guru
(penutur) dengan siswa (petutur). Dalam percakapan itu, penutur dan petutur
bertemu dalam interaksi sosial. Pesan yang disampaikan oleh penutur dan petutur
cukup berpengaruh terhadap interaksi percakapan mereka. Pada pertemuan awal
percakapan masing-masing peserta tutur akan saling mengamati tugas dan peran
mereka dalam tindak tutur tersebut. Dari cuplikan peristiwa tutur tersebut di atas
partisipan sudah mengetahui peran dan tugas masing-masing dalam percakapan
tersebut.
xciv
Dari hasil observasi terfokus pada kedua subjek tersebut, dalam interaksi
belajar mengajar di kelas guru lebih dominan dalam tindak tutur tersebut, dan
siswa cenderung berbicara bilamana diberikan waktu oleh guru berbicara. Siswa
akan berbiara bilamana ada pertanyaan yang perlu dijawab dari guru, memberikan
komentar, bertanya hal-hal yang belum jelas. Oleh karena itu, dapat disimpulkan
bahwa guru memiliki posisi yang dominan dalam tindak tutur ini, maka dapat
dikatakan berposisi sebagai subjek penutur, sedangkan siswa berposisi sebagai
subjek petuturnya, karena siswa akan berpartisipasi bilamana diberi kesempatan
berbicara oleh guru.
Hal ini terjadi karena pada umumnya guru sebagai penutur lebih
menguasai materi pelajaran, sehingga guru berperan menyampaikan informasi
kepada siswa. Sementara itu siswa sebagai petutur karena siswa sebagai penerima
informasi dari guru. Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa yang perlu
dijawab bukannya guru tidak tahu akan jawabannya akan tetapi untuk mengecek
sejauhmana siswa menguasai materi pelajaran yang ia sampaikan pada siswa.
Hal yang menarik dalam tindak tutur ini adalah proses pertukaran giliran
bicara antara guru dan siswa dalam interaksi belajar mengajar di kelas, terdapat
penanda-penanda yang jelas dan teratur yang merupakan suatu sistem yang
diamati dan dideskripsikan. Sistem pertukaran berbicara antara guru dan siswa di
kelas ini akan dijelaskan dan dideskripsikan pada bagian tersendiri, yaitu pada
struktur wacana lisan guru dan siswa di kelas.
xcv
2. Saluran (chanel)
Saluran atau sarana media tuturan yang dipilih para subjek tuturan untuk
berkomunikasi dalam interaksi belajar mengajar di kelas adalah saluran tuturan
lisan. Pemilihan saluran tuturan lisan ini didasarkan pada sifat komunikasinya
yaitu interaksi belajar mengajar di kelas adalah komunikasi bertatap muka, maka
yang dipilih adalah tuturan lisan (oral speech) Saluran–saluran yang lain ada
dalam interaksi belajar mengajar seperti tuturan tulisan (writing speech), dan
gerak tubuh (gesture) berfungsi untuk memperjelas komunikasi dalam interaksi
belajar mengajar di kelas. Hal ini dilakukan pesan yang hendak disampaikan bisa
diterima dengan baik antara subjek penutur dan subjek petutur.
Data yang menunjukan pemakaian saluran tuturan lisan yang dipadukan
dengan tuturan tulisan, dan gerak tubuh sebagai berikut.
.............................................................................................................
Siswa
: (tidak bereaksi) (CL. I/135)
Guru
: Bukunya mana? (CL. I/136) Ndak belajar? (CL.
I/137) Takut dimarahi orangtua karena ada gambargambarnya itu...(CL. I/138) Kita belajar ilmunya,
tapi bukan belajar sarunya, ini bagian dari belajar
biologi. (CL. I/139) OK...ini bagan jenis kelamin
pada pria ,ini wanita (guru sambil menggambar di
papan tulis) (CL. I/140) Sudah ya...ehm alat kelamin
pria...itu namanya testis menghasilkan sperma sel
kelamin pria. (CL. I/141)Itu ada hormon yang
mengendalikan , hormon yang mengalikan siapa itu?
(CL. I/142) Testoteron. (CL. I/143) Testoteron itu
horman yang mengenalikan pembentukan sel
kelamin jantan. (CL. I/144) Terus yang
menghasilkan sel kelamin jantan namanya apa, ya?
(CL. I/145) Apa ya? (CL. I/146) Astri mana, ya?
(CL. I/147)
Siswa
: (menunjukkan jari) Tidak tahu, Pak. (CL. I/148)
.............................................................................................................
..............................................................................................................
Guru
: Bahkan orang menikmati nikmat kelulusan tidak harus
xcvi
cara seperi itu, diorek – orek, yo ora? (CL. II/515) Ya
sekedarnya saja lah, karena ning sing mikir berikutnya
golek sekolahan opo nyambut gawe, golek sekolahan
kuwi sih bingung, sing ketompo limo yo bingung leh
milih, aku sing ndi…sing durung entuk sekolahan blas
yo bingung, sing nganggur sedino rong dino ora pati
kroso, lha nek nganggur kok genep sesasi rong sasi,
setahun rong tahun…ra stress, yo ra? (CL. II/516) Apa
berpikir. (CL. II/517) Boleh silakan seneng ya lulus
bersyukur, caranya bukan begitu, yang di jalan jalan itu
sampai yang sik sak Si Topan anak jalanan sret – sret sret…kudune lewat kiri dadi lewat… (diperagakan
dengan gerakan tangan) (CL. II/518)
Siswa : Ngepot. (CL. II/519)
..............................................................................................................
..............................................................................................................
Guru : Sehingga menjadi satu rangkaian saling berhubungan
satu dengan yang lainnya, sehingga membentuk sebuah
alur, alur peristiwa. (CL. III/41) Intinya narasi itu ada
sebuah peristiwa sesuai dengan kronologi waktu atau
peristiwa. (CL. III/42) Misalnya: Peristiwa pertama
terjadi jam 06. 30 WIB, dilanjutkan peristiwa ke dua jam
07. 30 WIB dihubungkan dengan peristiwa ke tiga jam
08. 30 WIB. (CL. III/43) Kejadian sejak awal waktu
yang pertama sampai selesai dengan urut disebut naratif
atau narasi. (CL. III/44) Kemudian yang terkadang
membuat kalian , siswa biasanya menemukan bacaan
yang kalian baca itu sebuah narasi , misalnya ada soal tes
bacaan, di atas tergolong paragraf, a. narasi, b. deskripsi,
c. persuasi, d. eksposisi atau e. argumentasi. (CL. III/45)
Kalau tes itu intinya cerita, itu narasi. (CL. III/46) Ke
dua selain itu berupa karya lisan, isi cerita itu bisa
diambilkan dari karya lisan maupun tulisan. (CL. III/47)
Tulisan itu bisa nyata atau tidak nyata, to. (CL. III/48)
Intinya narasi itu peristiwa, cerita berkaitan dengan
waktu, peristiwa kejadian itu, ya.(sambil menulis di
papan tulis) (CL. III/49) Peristiwa nyata itu peristiwa
sehari-hari yang tertulis. (CL. III/50) Kemudia di dalam
narasi nanti ...selain berisi peristiwa, terus ada bagian
yang lain bisa ada tokoh cerita, ya....ada permasalahan,
dan ada di dalam kisah narasi itu ada kisah biasanya di
dalam bentuk karya cerita pendek, termasuk dalam karya
novel, dalam drama. (CL. III/51) Ini bisa peristiwa nyata
, masalah dalam koran. (CL. III/52) Kalau membaca di
koran, baik ada perampokan....ada perampokan di toko
mas ini...ini...ini atau ada aksi bakti sosial, itu
xcvii
Siswa
Guru
:
:
Siswa
Guru
:
:
Siswa
:
sebenarnya juga narasi. (CL. III/53) Tetapi itu kejadian,
isinya, bahannya dari peristiwa nyata, ya. (CL. III/54)
Kalau kalian membaca narasi dari satu paragraf peristiwa
potongan cerpen itu sebetulnya bukan kejadian yang
nyata, itu kan hasil rekaan. (CL. III/55) Narasi itu
diambil dari peristiwa nyata maupun tidak nyata. (CL.
III/56) Sudah dipahami, ya? (CL. III/57)
Ya, Buuuu! (CL. III/58)
Juga di dalam buku BSE ini halaman 8 ini ’kan ada
judul....(CL. III/59) (sambil menunjukkan buku BSE)
Susur Sungai Cikapundung. (CL. III/60)
Perhatikan ini ada judul,” Susur Sungai Cikapundung
Bersama KMTA Rekreasi Sekaligus Pembelajaran” ,
tolong lihat bukunya! (CL. III/61) Kalau dilihat sepintas
seperti itu tidak narasi, sebenarnya narasi, diambilkan
dari aktivitas kegiatan, perhatikan....! (CL. III/62) Ada
kalimat,” waktu Minggu 23 April, pukul 08. 00
pagi....,ini kaitanya dengan informasi. (CL. III/63) Untuk
satu paragraf di baca dulu, Bima! (CL. III/64)Dibaca
yang baik! (CL. III/65) Yang lain nanti memberi
tanggapan! (CL. III/66) Ya, Bima baca dulu! (CL. III/67)
(tangannya bergerak mempersilakan)
(mulai membaca dengan nada santai) (CL. III/68)
Dari beberapa data di atas dapat disimpulkan bahwa dalam interaksi
belajar mengajar di kelas saat bertatap muka, saluran komunikasi yang dominan
digunakan subjek penutur ataupun subjek petutur adalah saluran tuturan lisan.
Sementara itu tuturan yang lain seperti tuturan tulisan dan gerak tubuh berfungsi
untuk mempermudah, memperlancar, dan memperjelas komunikasi. Dengan hal
tersebut bermaksud untuk memudahkan pemahaman pesan yang hendak
disampaikan yaitu tercapainya tujuan pembelajaran.
3. Jenis Tuturan (Genres)
Jenis tuturan menunjukkan berbagai jenis gaya atau tipe tuturan yang
memberikan ciri kelompok tertentu, misalnya: dalam berinteraksi ada gurauan,
xcviii
salam, ceramah, percakapan, pertanyaan, komentar, dan sebagainya. Wacana lisan
interaksi guru dan siswa di kelas saat proses belajar mengajar memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
a. Dalam percakapan terdapat subyek tuturan yang berinteraksi , yaitu guru
dan siswa di kelas.
b. Peranan guru sebagai penutur berbeda dengan siswa sebagai petutur , hal
ini disebabkan memiliki peran dan status komunikasi yang berbeda. Guru
sebagai penutur memiliki peran utama dalam interaksi ini yaitu
menyampaikan materi pelajaran sesuai dengan tujuan yang hendak
dicapai, sedangkan siswa sebagai petutur menerima pesan dari guru.
Sekali-sekali siswa berbicara bilamana ada kesempatan.
c. Guru memiliki peran lebih tinggi dibandingkan dengan siswa saat interaksi
belajar mengajar berlangsung.
d. Saat interaksi belajar mengajar guru juga sering menyampaikan gurauan
hal ini dilakukan untuk mencairkan suasana yang mungkin menegangkan,
atau bercerita hal-hal diluar materi pelajaran hal ini dilakukan kadangkala
untuk memperkaya wacana percakapan.
Data yang menunjukkan peran guru saat guru di kelas sangat dominan atau
menguasai tindak tutur di kelas, dan siswa hanya berbiara saat diberi kesempatan
oleh guru. Dan juga saat tertentu menyampaikan gurauan dan cerita untuk
mencairkan suasana .
..............................................................................................................
Guru
: Kalau kita lewat Jenar itu bertemu saudara sekandung,
saudara sepersusuan, ya? (CL. I/241) Tahu saudara
sepersusuan? (CL. I/242)
xcix
Siswa
Guru
:
:
Sapi. (CL. I/243)
Kenapa sapi? (CL. I/244) Karena kebanyakan susu ,
susu sapi, maka kalau ketemu pedhet berarti saudara
sepersusuan. (CL. I/245)
Siswa : (tertawa bersama) (CL. I/246)
..............................................................................................................
..............................................................................................................
Guru
: ....Tapi ada pengendali, ada teguran, ada sangsi
yang tegas, anak pikir pikir, lha ngapa ora
terlambat? (CL. II/549) Mboten wantun, Bu (CL.
II/550) Sebabe yen terlambat ngaten ngaten, Bu.
(CL. II/551) Kemudian bisa juga lembaga
pemasyarakatan, lembaga resmi harapannya apa
agar ada efek jera. (CL. II/552) Orang yang
dipenjara mbuh gedhungnya itu buaik, tapi kan
hati, rasane ‘kan ara kepenak, jeneng wong
dipenjoro ora bebas, ora merdeka, segala
sesuatunya diatur, diawasi, ngko yen nglanggar
luwih abot ukumane, sak penak penakae wong no
penjoro ora koyo wong sing bebas, seperti orang
nek guyon guyon, orang di rumah sakit. (CL.
II/553)Rumah sakit umum kan baik, ya. (CL.
II/554)Fasilitas lengkap opo- opo dilayani, ning
jik penak no omahe dhewe, yo. (CL. II/555) Neng
omahe dhewe kuwi luwih, walau kringete sak
grontol-grontol, koyo olah raga sing kotos-kotos,
ngono kae karo neng rumah sakit fasilitas wis
enek, dilayani, nek nunggu wong loro utowo loro
dhewe. Wis karek njethetke...ning jik penak no
omahe dhewe, arep butuh makan, arep butuh opo
sik penak no omahe dhewe kuwi we ra di penjara
, kuwi ditambani ben mari, apalagi orang
dipenjara…gak enek dipenjara nasibe penak, gak
enek.(CL. II/556)
Siswa
: Tekanan batin (CL. II/557)
..............................................................................................................
Dari data di atas menunjukkan bahwa interaksi belajar mengajar di kelas
guru
sangat
dominan
dalam
percakapan.
Disamping
itu
guru
dalam
menyampaikan informasi tidak hanya sebatas tujuan pembelajaran, akan tetapi
diselingi dengan cerita atau gurauan di luar materi pelajaran. Walaupun cerita atau
c
gurauan tersebut masih ada sangkut pautnya dengan materi pelajaran , akan tetapi
sebenarnya sudah di luar konteks pembicaraan. Hal ini dilakukan guru bisa untuk
mencairkan suasana, juga dapat untuk menambah wawasan siswa.
4. Bentuk dan Isi Pesan
Bentuk dan isi pesan dalam tindak tutur guru dan siswa di kelas hadir
bersama-sama. Kedua hal ini saling bergantung tidak bisa saling melepaskan .
kehadiran yang satu sangat bergantung dengan kehadiran yang lainnya. Walaupun
demikian dalam analisis ini akan dianalisis sendiri-sendiri.
Pertama, bentuk pesan. Bentuk pesan mengacu pada wujud perilaku atau
tindak tutur. Bentuk pesan guru kepada siswa sebagian besar ditandai oleh
perwujudan dalam bentuk bahasa lisan dan yang lain bisa berupa bentuk isyarat
seperti : gerak tubuh, ekspresi wajah, tersenyum , tertawa, diam, dan juga bisa
berupa ketukan di atas meja atau papan tulis.
Kedua, isi pesan. Isi pesan berkaitan dengan makna apa yang sedang
disampaikan . Jadi, isi pesan berkaitan tindak tutur yang sedang disampaikan. Hal
ini tidak pernah lepas dari bentuk pesannya.
Data tindak tutur yang menunjukkan hal itu, sebagai berikut :
.............................................................................................................................
Guru
: Berapa sel kelamin jantan pada manusia? (CL. I/149) Siapa yang
dapat tunjukkan jari! Cepat! Cepat! (CL. I/150) Baca sekalian,
ada gambarnya, ada tandanya, saya minta namanya apa,
tunjukkan jari!(151) Mana sperma?(152)Mana testis? (CL.
I/153) Dijelaskan, ayo! (CL. I/154)..OK,yang menghasilkan
sperma jamak,spermatozoid tunggal. (CL. I/155) Berapa jumlah
kromosomnya? (CL. I/156)Berapa? (CL. I/157) Berapa? (CL.
I/158) Akan membelah menjadi dua secara miosis. (CL. I/159)
Miosis tahap satu menghasilkan 2N. (CL. I/160) Karena tahap
ci
pertama dari miosis, hasilnya apa ini? (CL. I/161) ...Disebut
apa? (CL. I/162)
Siswa : Spermatosid primer. (CL. I/163)
Guru
: Spermatosid primer....(CL. I/164) Kemudian untuk menjadi
spermatosid primer. (CL. I/165) OK....(guru menggambar di
papan tulis) kemudian menjadi spermatosid sekunder...kemudian
spermatosid tahap ke dua ...menghasilkan spermatosid. (CL.
I/166) Berapa jumlah kromosomnya? (CL. I/167)
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
Guru
: Perhatikan ini ada judul,” Susur Sungai Cikapundung Bersama
KMTA Rekreasi Sekaligus Pembelajaran” , tolong lihat
bukunya! (CL. III/61) Kalau dilihat sepintas seperti itu tidak
narasi, sebenarnya narasi, diambilkan dari aktivitas kegiatan,
perhatikan....! (CL. III/ 62) Ada kalimat,” waktu Minggu 23
April, pukul 08. 00 pagi....,ini kaitanya dengan informasi. (CL.
III/63) Untuk satu paragraf di baca dulu, Bima! (CL. III/64)
Dibaca yang baik! (CL. III/65) Yang lain nanti memberi
tanggapan! (CL. III/66) Ya, Bima baca dulu! (CL. III/67)
(sambil menggerakkan tangannya mempersilakan)
Siswa : (mulai membaca dengan nada santai) (CL. III/68)
Guru
: Membacanya bagaimana? (CL. III/69)
........
. ...................................................................................................
Salah satu isi pesan dari data di atas adalah instruksi pada data lampiran I
nomor (151), kemudian dari data lampiran tiga terdapat pada nomor (61 sampai
dengan 67). Sementara itu pada tuturan guru ,” Ya, Bima baca dulu!” disertai
gerak tubuh yaitu mempersilakan. Kemudia pada tuturan guru,” Membacanya
bagaimana?” (69) kalau tidak tahu konteks sebelumnya, maka akan berakibat
kesalahan dalam menafsirkan pesan. Padahal kalimat tuturan yang berupa
pertanyaan tersebut mengandung makna atau pesan , guru menghendaki siswa
yang membaca memperbaiki cara bacanya. Jadi jelaslah bahwa bentuk dan isi
pesan kehadiraannya harus bersamaan.
cii
2. Latar Belakang dan Suasana
Latar belakang (setting) berkaitan dengan tempat, waktu, keadaan seara
fisik berlangsungnya proses tindak tutur; sedangkan suasana (scene) berkaitan
dengan kondisi psikis pelaku komunikasi, dalam hal ini kondisi psikis guru dan
siswa saat berlangsungnya interaksi belajar mengajar di kelas. Suasana ditandai
dengan kondisi tenang, santai, serius, tegang, humor, riang, ramai, dan
sebagainya.
Pada penelitian dan perekaman yang pertama, dilakukan perekaman tindak
tutur di kelas XI- IPA 3 . Penelitian terjadi pada hari Rabu, 5 Mei 2010 , pada
jam 1dan 2 yaitu antara pukul 07. 00 – 08. 30 WIB. Jadi saat seperti ini situasi dan
kondisi baik guru dan siswa masih segar. Kebetulan di kelas IPA siswa cukup
cerdas dan topik yang dibicarakan menarik untuk usia remaja. Keingintahuan
siswa tinggi yaitu dengan topik pembicaraan reoroduksi pada manusia. Sub topik
pada pelajaran biologi ini adalah alat kelamin pada pria; alat kelamin pada wanita;
spermatogenesis; oogenesis; dan menstruasi.
Pada pelajaran biologi ini subjek penutur seorang guru biologi yang masih
muda tetapi berpengalaman, dan diikuti 40 siswa sebagai petutur. Metode
mengajar yang digunakan adalah ceramah dengan divariasikan tanya jawab. Pada
saat interaksi belajar mengajar diselingi dengan humor dan teguran pada siswa
yang kurang memperhatikan. Humor digunakan guru untuk mencairkan suasana
kelas yang pasif atau juga saat-saat menegangkan. Topik pembicaraan ini
menyangkut masalah tanda-tanda pubertas pada remaja kalau menyangkut
masalah kewanitaan yaitu menstruasi dan organ wanita, ada sebagian siswa
ciii
wanita yang salah tingkah atau malu, dan siswa pria akan tertawa, jadi suasana
agak ramai tetapi terkendali.
Interaksi belajar mengajar guru dan siswa ini, peran guru sangat dominan
dan menunjukkan pola komunikasi satu arah yang lebih dominan. Siswa berbicara
bilamana diberi waktu guru misalnya, saat guru menyampaikan pertanyaan, guru
meminta komentar siswa, dan saat siswa diberi kesempatan bertanya oleh guru.
Jadi komunikasi dua arah akan terjadi bilamana siswa diberi kesempatan oleh
guru. Di bawah ini disajikan gambar saat interaksi belajar mengajar berlangsung.
Gambar 9. Dokumentasi Interaksi Guru dan Siswa di Kelas XI IPA-3
Bersama Bp. Arif Purwadi, S.Pd.
civ
Adegan Interaksi Guru dan Siswa di Kelas.
Guru
Siswa
Guru
Siswa
Guru
Siswa
Guru
Siswa
Guru
Siswa
Guru
…….
Siswa
Guru
Siswa
:
Pimpin do’a! (CL. I/1)
Semuanya, duduk siap grak. Berdoa mulai!” (CL.
: I/2).......Selesai. (CL. I/3)
Assalamu’alaikum Warahmatullahi wabarakatuh.” (CL. I/4)
: Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh.” (CL. I/5)
Mari…,mana absennya?” (CL. I/6) Siapa kemarin yang
terlambat? (CL. I/7) Mana? (CL. I/8) Kemarin siapa yang
.. terlambat? (CL. I/9) Siapa yang terlambat? (CL. I/10) Mana
pernyataannya? (CL. I/11)
........................................................................................................
Tujuh belas. (CL. I/216)
Sejak usia pubertas. (CL. I/217) Jangan usia tujuh belas, ya! (CL.
I/218) Ya...pubertasnya manusia tidak sama, ada yang tujuh
belas, dua belas, tiga belas, ya macam- macam, ya. (CL. I/219)
Kita sepakat saja pada usia pubertas. (CL. I/220) Pada usia
pubertas
hormon
kelamin
mulai
berfungsi.
Fungsi
primernya....(CL. I/221) Fungsi primer dan fungsi sekunder .(CL.
I/222) Fungsi primer membentuk sel kelamin, dan fungsi
sekundernya apa? (CL. I/223) Ya, memberikan tanda-tanda
kelamin sekunder. (CL. I/224) Seperti apa? (CL. I/225)
Cambang, jenggot. (CL. I/226)
Ya, timbulnya cambang, jenggot, suara jadi besar, kumis, jakun,
dada jadi bidang. (CL. I/227) Yang terjadi pada wanita? (CL.
I/228)
Payudara. (malu-malu) (CL. I/229)
O...ya. (CL. I/230) Kok malu- malu. (CL. I/231) Jangan ngeres
ya, tadi perjanjiannya tidak ada pasir, ya? (CL. I/232)
.. .........................................................................................................
: Buku tugas. (CL. I/691)
: Buku tugas,OK. (CL. I/692) Untuk hari ini sekian dulu,
Assalamu’alaikum Wr. Wb. (CL. I/693)
: Wa’alaikum Salam Wr. Wb. (CL. I/694)
Pada hari Sabtu, 15 Mei 2010 jam ke 5 dan 6, tergolong jam terakhir untuk
hari ini tepatnya pukul 10. 15 – 11. 45, keadaan kelas terkendali. Di kelas X – E
ini pelajaran diampu oleh Ibu Sri Iswati, S.Pd., dengan materi pelajaran Sosiologi
dengan topik fungsi pengendalian sosial. Pada tindak tutur interaksi guru dan
siswa di kelas ini diikuti subjek tutur seorang guru dan 37 siswa .
cv
Pelajaran sosiologi ini disampaikan dengan menggunakan Bahasa
Indonesia dengan divariasikan Bahasa Jawa, hal ini dilakukan guru untuk
mendekatkan diri dengan situasi dan kondisi siswa yang kesehariannya
menggunakan Bahasa Jawa. Dengan demikian komunikasi diharapkan lancar, dan
hubungan guru dan siswa akrab.
Pola komunikasi dalam interaksi guru dan siswa di kelas ini cenderung
searah, hal ini karena metode mengajar yang digunakan ceramah yang
divariasikan dengan tanya jawab. Komunikasi dua arah terjadi bilamana guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya, menjawab, dan
memberikan komentar terhadap apa yang disampaikan guru.
Contoh-contoh pelaksanaan fungsi pengendalian sosial ini, diberikan
dengan contoh konkret yang ada di sekitar kehidupan siswa atau hal-hal yang
sering dilihat dan didengar siswa di TV ataupun radio. Gambar di bawah ini
menunjukan interaksi guru dan siswa di kelas X-E berlangsung pada jam terakhir
yaitu jam ke 5 dan 6
cvi
Gambar 10. Dokumentasi Interaksi Guru dan Siswa di X-E
Bersama Ibu Sri Iswati, S.Pd.
Di bawah ini adalah transkripsi wacana lisan interaksi guru dan siswa di
kelas X-E.
Guru
Siswa
Guru
:
:
:
Siswa
Guru
:
:
Assalamu’alaikum Wr. Wb. (CL. II/1)
Walaikum Salam Wr. Wb. (bersama-sama)
Ya, mari kita lanjutkan materinya sampai pada Fungsi
Pengendalian Sosial. (CL. II/2) Kita semuanya, kalian
semuanya kan sudah melaksanakan diantaranya Fungsi
Pengendalian Sosial juga bisa lewat mengembangkan rasa
malu. (CL. II/3) Sekarang ibu berikan contoh ! (CL. II/4)
Rasa malu bisa untuk pengendalian sosial contone apa, ya?
(CL. II/5)
Saya Bu! (CL. II/6)
Anda, biasanya kan perkewoh. Kadose mboten ngenten kan,
pengendalian sosial kan? (CL. II/7)
cvii
...........................................................................................................................
Siswa
:
Wayang (CL. II/347)
Guru
:
Wayang, wayange ngopo? (CL. II/348)
Siswa
:
Ruwatan .(CL. II/349)
Guru
:
Ya adat itu memiliki beberapa tingkatan. (CL. II/350)Ya tadi
sudah mode, tradisi kemudian upacara. (CL. II/351) Upacara
berarti adat istiadat yang dipakai dalam hal merayakan halhal yang resmi. (CL. II/352) Contoh upacara…(CL. II/353)
Guru
:
Manten. (CL. II/354)
…………………………………………………………………………………
Siswa
:
Nggih (CL. II/721)
Guru
:
Elok klerune kancane tanggane, tanggane kuwi yo cah…
dowo buanget dikandani kesatu pihak saja memorinya tidak
sama. (CL. II/722)Tak kandhani semene iki, eneng sing
penompone bedho ki. (CL. II/723) Sudah kita cukup kan
sekian dulu....hee..hee ojo rame dhewe, banyak bermanfaat
bagi kita semua. (CL. II/724) Cukup sekian dulu Wabilahi
taufik wal hidayah, Wassalamu’alikum Wr. Wb. (CL. II/725)
Siswa
:
Wa’alaikum salam Wr. Wb. (CL. II/726)
Pelajaran Bahasa Indonesia saat itu dibuka dengan ucapan salam, ”
Asssalamu’alaikum Wr. Wb.”, dan dijawab dengan riuh oleh siswa ”
Wa’alaikumssalamu’alakum Wr. Wb.” Pelajaran Bahasa Indonesia saat ini jam ke
7 dan 8 berarti jam terakhir yaitu pukul 12. 00 – 13. 30 WIB. Kondisi baik guru
dan siswa sudah tidak segar lagi. Artinya suasana kelas siswa dan guru sudah
kelelaha. Pada pelajaran ini diikuti subjek tutur seorang guru dan 37 siswa.
Lingkungan dan situasi X-I saat berlangsungnya pengambilan data kurang
kondusif karena banyak kelas yang kosong. Ada tiga kelas yang kosong, dan
siswa yang lain hanya mengerjakan tugas. Sementara itu kelas X-i memang kelas
yang cukup ramai bilamana guru tidak mencurahkan perhatian khusus. Pada
interaksi belajar saat penelitian ini guru mapel mengulang lagi materi yang belum
dikuasai anak yaitu materi menulis paragraf. Topik yang dibahas paragraf narasi,
deskripsi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi. Siswa kurang perhatian mungkin
cviii
disebabkan siswa sudah kelelahan, dan suasana yang panas, serta kelas lain ramai.
Sehingga berkali-kali guru menyampaikan peringatan untuk siswa. Saat interaksi
guru dan siswa dalam proses belajar mengajar terjadi dua kali berhenti, karena ada
guru lain yang menyampaikan informasi yaitu guru ekonomi dan guru seni rupa.
Pola komunikasi dalam tindak tutur kali ini cenderung satu arah, karena
guru menerapkan metode ceramah, tanya jawab, dan pemberian tugas. Saat-saat
tertentu terjadi pola komunikasi dua arah. Untuk memperjelas deskripsi tersebut
disajikan foto dan transkrip rekaman.
Gambar 11. Dokumentasi Interaksi Guru dan Siswa di X-I
bersama Ibu Febtilita Yulianti S.Pd.
................................................................................................
Guru
:
Assalamu’alaikum Wr. Wb. (CL. III/1)
cix
Siswa
Guru
:
:
Wa’alaikum salam Wr. Wb. (CL. III/2)
Ibu akan menerangkan macam-macam beberapa jenis
paragraf: paragraf narasi, deskripsi, persuasi, eksposisi, dan
argumrntasi.(sambil menulis di papan tulis) (CL. III/3) ....Ayo,
mohon perhatian semuanya ya! (CL. III/4) Dimana ke lima
macam paragraf ini ’kan sudah, karena melihat hasil kerja
kalian kurang maksimal, maka kita ulang lagi. (CL. III/5)
Dilihat lagi materinya dari narasi, deskripsi, eksposisi,
persuasi, dan argumentasi! (sambil memperlihatkan buku
pegangan) (CL. III/6)....Sudah? (CL. III/7)
..........................................................................................................................
Guru
:
Sudah ketemu belum? (CL. III/192) Saya tunjuk ya? (CL.
III/193) Koko Ari Himawan, kamu sebutkan paragraf berapa,
kalau sudah ketemu kamu baca! (CL. III/193)
Siswa
:
Paragraf ke lima. (CL. III/194)
Guru
:
Paragraf...paragraf ke lima. (CL. III/195) Semuanya
menyimak, satu, dua, tiga, empat, lima, dibaca! (CL. III/196)
Siswa
:
(membaca) (CL. III/197)
Guru
:
Ya. (CL. III/198) Bagaimana yang lain sependapat paragraf ke
lima ini merupakan jenis paragraff deskripsi? (CL. III/199) ”
Ruang itu memang sudah lama tidak punya kursi tamu lagi”,
jadi obyeknya apa? (CL. III/200) Obyeknya apa? (CL. III/201)
Ru....(CL. III/202)
Siswa
:
Ruang. (CL. III/203)
...........................................................................................................................
Guru
Siswa
Guru
Siswa
Guru
:
:
:
:
:
Siswa
:
Ada kesulitan? (CL. III/358)
Tidak, Bu. (CL. III/359)
Sudah selesai? (CL. III/360)
Belum...belum(bersahutan) (CL. III/361)
Ya sudah, kalau begitu dikerjakan di rumah dan pelajari
eksposisi dan argumentasi! (CL. III/362) Cukup sekian,
Assalamu’alaikum Wr. Wb. (CL. III/363)
Wa’alaikumusalam Wr. Wb. (CL. III/364)
Interaksi guru dan siswa di kelas berlangsung sangat dipengaruhi dengan
waktu, situasi, suasana, tempat, topik pembicaraan, dan lingkungan. Latar
belakang (setting) sangat berpengaruh dalam interaksi guru dan siswa di kelas .
Guru dan siswa sebagai subjek penutur dan subjek petutur.
cx
6. Struktur Wacana Lisan Guru dan Siswa di kelas
Analisis wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas ini mendasarkan
pada teori yang dikemukakan Sinclair dan Coulthrad. Teori yang dikemukan dua
tokoh linguistik ini berdasarkan 21 (duapuluh satu) tindak tutur yang terjadi pada
tindak tutur di kelas. Teori tindak tersebut sebagai berikut:
a. Pemarkah (marker)
Batas- batas pemarkah dalam tindak tutur di kelas adalah ungkapan
yang letaknya di awal klausa tetapi ungkapan ini bukan merupakan subjek dari
klausa. Pemarkah berfungsi menekankan pertukaran terhadap klausa
berikutnya.
Keberadaan pemarkah dalam struktur wacana lisan interaksi guru dan
siswa di kelas dapat dilihat dalam transaksi percakapan berikut ini.
Guru :
Nah, kemarin yang terlambat siapa…? (CL. I/20) Yah sini!
(CL. I/21) Satu, satu, dua, tiga.............tiga berapa kali? (CL.
I/21) (sambil menghitung siswa yang menunjukkan jari)
OK...ini bagan jenis kelamin pada pria ,ini wanita (guru
sambil menggambar di papan tulis) (CL. I/140) Sudah
ya...ehm alat kelamin pria...itu namanya testis menghasilkan
sperma sel kelamin pria. (CL. I/141)
: Kalau terjadi jangan takut, jangan takut! (CL. I/515) OK,
kenapa tidak boleh takut ? (CL. I/516) Sekarang dunia medis
sudah sangat berkembang, dokter di mana-mana ada ya?
(CL. I/517)
: Ya, mari kita lanjutkan materinya sampai pada Fungsi
Pengendalian
Sosial. (CL. II/2) Kita semuanya, kalian semuanya kan
sudah melaksanakan diantaranya Fungsi Pengendalian Sosial
juga bisa lewat mengembangkan rasa malu. (CL. II/3)
Sekarang ibu berikan contoh ! (CL. I/4) Rasa malu bisa
untuk pengendalian sosial contone apa, ya? (CL. II/5)
: Terus adat upacara perkawinan. (CL. II/359)
: Nah, baru maksud, contohnya? (CL. II/466)
: Sekarang mulai urut , ya. (CL. III/30)
Guru :
Guru
Guru
Guru
guru
Guru
cxi
Guru
Guru
Guru
Guru
: Sekarang kita lanjutkan menulis deskriptif , sekarang
deskriptif, deskriptif atau deskripsi....itu diartikannya
menguraikan, memerikan , melukiskan . (CL. III/139)
: Ya. (CL. III/198)
: Sudah, kita lanjutkan dengan persuasi, siapa yang masih
ingat? (CL. III/304 )
: Ya, sudah ya , sekarang kalian latihan, ya membuat
karangan narasi, deskripsi, dan satu persuasi. (CL. III/348)
Data-data tersebut pemarkah sering digunakan oleh penutur saat terjadi
pertukaran dalam interaksi tindak tutur. Pemarkah digunakan di awal
pertukaran berfungsi menekankan pembicaraan. Pemarkah terletak di depan
klausa akan tetapi tidak berfungsi sebagai subyek kalimat. Yang tergolong
dalam pemarkah misalnya, nah, yah, ya, OK, sekarang.
b. Membuka (stater)
Membuka atau stater yang dimaksud di dalam interaksi guru dan siswa
di kelas adalah guru sebagai penutur mengarahkan pembicaraan pada topik
yang akan dibahas sesuai dengan tujuan pembelajara. Hal ini dilakukan
penutur untuk mempersiapkan siswa sebagai mitra tutur atau petutur untuk
menerima informasi yang berkaitan dengan topik pembelajara.
Di bawah ini disajikan data yang berkaitan dengan membuka atau
memulai topik yang dilakukan guru sebagai penutur di kelas.
Guru
:
OK...ini bagan jenis kelamin pada pria ,ini wanita (guru
sambil menggambar di papan tulis) (CL. I/140) Sudah
ya...ehm alat kelamin pria...itu namanya testis
menghasilkan sperma sel kelamin pria. (CL. I/141) Itu
ada hormon yang mengendalikan , hormon yang
mengendalikan siapa itu? (CL. I/142) Testoteron. (CL.
I/143) Testoteron itu hormon yang mengendalikan
pembentukan sel kelamin jantan. (CL. I/144) Terus yang
cxii
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
menghasilkan sel kelamin jantan namanya apa, ya? (CL.
I/145)
Ya, mari kita lanjutkan materinya sampai pada Fungsi
Pengendalian
Sosial. (CL. II/2) Kita semuanya, kalian semuanya kan
sudah melaksanakan diantaranya Fungsi Pengendalian Sosial
juga bisa lewat mengembangkan rasa malu. (CL. II/3)
Kemudian yang berikutnya fungsi pengendalian sosial juga
dengan cara mengembangkan rasa takut ---(CL. II/66)
……… Kemudian yang berikutnya. (CL. II/155)Pendekatan
sistem hukum juga merupakan fungsi pengendalian sosial.
(CL. II/156)
Ibu akan menerangkan macam-macam beberapa jenis
paragraf: paragraf narasi, deskripsi, persuasi, eksposisi, dan
argumrntasi. (sambil menulis di papan tulis) (CL. III/3)
Ini saya sengaja serentak ya, maksudnya agar kalian
membedakan satu dengan yang lainnya narasi, deskripsi,
eksposisi,
persuasi,
argumentasi
tidak
kesulitan
membedakan topik-topik antara deskripsi, narasi,
argumentasi ... agak campur baur, ya. (CL. III/28) Antara
eksposisi dan argumentasi sering keliru, hampir mirip, mirip
itu beda-beda. (CL. III/29)
Dalam interaksi guru dan siswa di kelas, guru sebagai subjek penutur, saat
memulai interaksi belajar mengajar akan menyampaikan topik yang akan
dibicarakan saat itu. Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan diri siswa
sebagai subjek petutur untuk menerima informasi . Dengan disampaikan topik
pembelajaran komunikasi atau interaksi guru dan siswa akan tercapai. Tujuan
utama interaksi guru dan siswa di kelas adalah untuk mencapai tujuan yang
telah diprogramkan.
C. Elisitasi (elicitation)
Guru dalam interaksi belajar mengajar di kelas sering kali melontarkan
pertanyaan yang disampaikan kepada siswa saat interaksi belajar mengajar
berlangsung. Pertanyaan-pertanyaan ini harus dijawab oleh siswa. Pertanyaan
cxiii
ini dilontarkan guru sebagai subjek penutur bukan berarti guru tidak tahu
jawaban dari pertanyaan tersebut. Pertanyaan ini dilontarkan untuk menguji
siswa sudah menguasai topik pembelajaran sesuai dengan tujuan dari
komunikasi yang dilaksanakan saat itu atau yang sudah berlalu.
Pada penelitian ini ditemukan banyak sekali pertanyaan-pertanyaan
yang harus dijawab siswa sebagai mitra tutur dalam interaksi belajar mengajar
di kelas. Di bawah ini disajikan beberapa contoh pertanyaan yang
disampaikan guru sebagai subjek penutur kepada siswa sebagai subjek petutur.
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
Empat...(CL. I/171) Lihat ini!(guru mengambar di papan
tulis)(172) Satu ....pembelahan secara mei-osis. (CL. I/173)
Di sana terjadi pengurangan jumlah kromoson 2n menjadi N
...2n menjadi N...kalau dua tetep menjadi dua...namanya
mitosis ya...ya..terjadi pada pembelahan sel-sel tubuh. (CL.
I/174) Mengapa pada pembelahan sel kelamin terjadi
pengurangan jumlah kromosom? (CL. I/175) Hallo...! (CL.
I/176) Mengapa pada pembelahan sel kelamin terjadi
pengurangan jumlah kromosom? (CL. I/177) Apa
tujuannya? (CL. I/178) Mengapa kok jadinya N? (CL. I/179)
Ya , mengapa N tidak 2n Eko? (CL. I/180) Bandingkan
dengan partonogenersis! (CL. I/181) Sekian dulu. (CL.
I/182) Sel (sambil menunjukkan gambar ovum) namanya
apa? (CL. I/183)
Berapa jumlah kromosomnya? (CL. I/186)
Rasa malu bisa untuk pengendalian sosial contone apa, ya?
(CL. II/5)
Contone opo? (CL. II/9) Contone disekolahan! (CL. II/10)
Kadang tidak melihat. (CL. II/34) Walau tidak semua, ada
yang tidak melihat mbuh patut, mbuh ora, mengikuti. (CL.
II/35) Tapi kalau punya rasa malu piye cah leh menyikapi?
(CL. II/36)
Contoh sastra apa, ya? (CL. III/93) Apa ya? (CL. III/94) Dan
sastra contohnya apa ya? (CL. III/95)
Puisi ada naratifnya? (CL. III/97)
Kalo gitu apa, ya? (CL. III/100)
Ini ada paragraf yang narasi atau naratif? (CL. III/112)
cxiv
Pertanyaan-pertanyaan di atas adalah beberapa contoh pertanyaan yang
ditemukan dalam pertanyaan. Pertanyaan yang perlu dijawab sebenarnya
dapat dari guru dan siswa, akan tetapi jarang sekali siswa bertanya pada guru.
Hal ini mungkin budaya bertanya di kalangan siswa masih rendah. Budaya
bertanya pada yang lebih senior belum berkembang sehingga terbawa sampai
di sekolahpun demikian.
d. Pengecekan (check)
Dalam interaksi guru dan siswa di kelas, guru sebagai subjek penutur
sering melakukan pengecekan atau kontrol
kepada siswa sebagai subjek
petutur. Hal ini dilakukan guru biasanya berkaitan dengan masalah kehadiran
siswa, penguasaan materi pelajaran atau topik pelajaran, dan juga saat ada
ulangan harian ataupun tugas-tugas.
Temuan-temuan yang terdapat dalam wacana lisan interaksi guru dan
siswa di kelas, disajikan beberapa contoh sebagai berikut.
Guru :
Guru
Guru
Guru
Guru
Guru
Guru
Guru
:
:
:
:
:
:
:
Guru :
Guru :
Guru :
Mari…,mana absennya?” (CL. I/6) Siapa kemarin yang
terlambat? (CL. I/7) Mana? (CL. I/8) Kemarin siapa yang
terlambat? (CL. I/9) Siapa yang terlambat? (CL. I/10) Mana
pernyataannya? (CL. I/11)
Siapa semalam tidak belajar? (CL. I/133)
Bukunya mana? (CL. I/136) Ndak belajar? (CL. I/137)
OK ada masalah....(CL. I/260)
Ning kelas kene ya eneng? (CL. II/105)
Kerep langgar tata tertib pora? (CL. II/135)
Sering nggak melanggar tata tertib? (CL. II/137)
Tahu maksudnya satu persatu? (CL. II/291)Lupa ?(CL.
II/292) Padahal ya enek kabeh ya? (CL. II/293)
Di halaman berapa? (LC. III/328)
Sebentar! (LC. III/335) Yang kamu baca halaman berapa?
(LC. III/336)
Ada kesulitan? (LC. III/358)
cxv
Sudah selesai? (LC. III/360)
Guru :
Dari beberapa contoh tersebut membuktikan bahwa guru dalam
interaksi belajar mengajar tidak hanya sekedar menyampaikan informasi
kepada siswa, tetapi juga mengontrol keberadaan siswa, baik secara individual
ataupun klasikal. Bentuk kontrol guru terhadap siswanya disampaikan dengan
pertanyaan-pertanyaan seperti contoh di atas.
e.
Pengarahan (directive)
Pengarahan di sini demaksudkan bahwa setiap guru di kelas sering
memberikan pengarahan-pengarahan kepada siswa sebagai mitra tutur.
Pengarahan ini tidak menuntut siswa merespons atau menanggapi dengan
komunikasi verbal atau dengan bahasa. Pengarahan ini guru cenderung
menghendaki siswa melakukan tindakan tertentu terhadap pengarahan yang
disampaikan guru. Pengarahan seperti tidak semua guru melakukan.
Guru
Guru
Guru
Guru
Guru
Guru
:
:
:
:
:
:
Guru :
Guru ;
Guru :
Guru :
Guru :
Kalau tiga kali...? (LC. I/16)
Lihat ini!(guru mengambar di papan tulis) (LC. I/172)
Bisa dilihat di sini. (LC. I/280)
Ditulis! (LC. I/299)
Testosteron seperti itu. (LC. I/359)
Tepase selehke... koyo wong jagong ae.. karek ngenteni
sop- sopan. (LC. II/679)
Wis rasah menimbulkan gosip. (LC. II/718)
Narasi di halaman 7. (LC. III/15) Kalau di BSE deskriftif
halaman 119...yang deskriftif. (LC. III/16)
Ya, dibaca aja! (LC. III/247)
Di buku BSE .... semuanya cari teks non sastra , artikel!
(LC. III/325)
Dikerjakan dibukunya masing-masing! (LC. III/349)
cxvi
Data-data
tersebut
menunjukkan
bahwa
pengarahan
yang
disampaikan guru saat interaksi belajar mengajar di kelas tidak menuntut
jawaban siswa sebagai mitra tutur untuk menjawab dengan bahasa lisan,
akan tetapi tindakkan siswa yang diperluka.
Contoh: “ Wis rasah
meenimbulkan gossip.”(CL. II/718) itu menghendaki siswa melakukan
tindakan tidak berbicara dengan teman-temannya.
f. Informatif (informative)
Inti dari interaksi belajar mengajar di kelas antara guru dan siswa
adalah penyampaian informasi. Informasi ini dapat dikatakan dikuasai penuh
oleh guru sebagai subjek penutur dan siswa betul-betul berperan sebagai
subjek petutur. Dalam tindak tutur ini guru dalam interaksi belajar mengajar
berceramah untuk menyampaikan materi pelajaran sesuai dengan topik. Topik
pembelajaran dapat tersampaikan dengan komunikasi yang tepat. Jadi guru
sebagai subjek penutur dituntut untuk mampu menguasai kelas.
Berikut disajikan contoh tindak tutur bagian informatif, guru
berceramah sesuai dengan topik pembelajaran.
Guru :
Guru :
OK...ini bagan jenis kelamin pada pria ,ini wanita (guru
sambil menggambar di papan tulis) (LC. I/140)Sudah
ya...ehm alat kelamin pria...itu namanya testis menghasilkan
sperma sel kelamin pria. (LC. I/141) Itu ada hormon yang
mengendalikan , hormon yang mengalikan siapa itu? (LC.
I/142) Testoteron. (LC. I/143) Testoteron itu hormon yang
mengendalikan pembentukan sel kelamin jantan. (LC. I/144)
Pendekatan sistem hukum juga merupakan fungsi
pengendalian sosial.Sistem hukum itu sebagai aturan yang
disususn secara resmi dan disertai aturan tentang ganjaran
atau sangsi yang tegas harus diterima oleh seseorang.Maka
ada namanya sistem hukum negara, harapannya apa dengan
cxvii
Guru :
adanya sistem hukum yang berupa ganjaran atupun sangsi.
(LC. II/156)
Cara melukiskan bermacam-macam sehingga pembaca yang
membaca tulisan deskripsi itu seakan-akan bisa merasakan
apa yang dirasakan penulis, melihat apa yang diketahui
penulis, mendengar apa yang didengar penulis. (LC. III/141)
Supaya mengetahui apa yang didengar penulis, supaya
mengetahui apa yang diketahui penulis, mendengar apa yang
didengar penulis, merasakan apa yang dirasakan penulis,
penulis deskripsi itu menggunakan bantuan pancaindera.
(LC. III/142)........... Penulis deskripsi harus menggunakan
panaindera, misalnya: mengambarkan keindahan panorama
pegunungan yang dominan adalah paaindera mata ya ’kan;
menggambarkan lezatnya masakan ibu yang dominan indera
kecapan lidah; ......(LC. III/146)
Pada tindak tutur informatif ini jelas, bahwa seorang guru hanya
berceramah untuk menyampaikan materi pelajaran. Siswa sebagai mitra tutur
hanya menanggapi dengan memperhatikan ceramah guru sebagai penutur. Hal ini
terjadi akan sangat dominan bilamana guru hanya menggunakan metode mengajar
ceramah. Dan pola komunikasi akan berpola komunikasi satu arah, akan terjadi
komunikasi dua arah bilamana dibuka dengan tanya jawab.
g. Memberi dorongan (prompt)
Interaksi belajar mengajar di kelas agar suasana kelas aktif dalam
proses belajar mengajar guru diharuskan menguasai kelas. Kelas-kelas di
Indonesia pada umumnya kelas yang besar maka diperlukan kemampuan guru
untuk mengelola kelas. Salah satu cara yaitu guru harus mampu mendorong
siswanya untuk aktif dalam proses belajar mengajar. Guru harus mampu
memotivasi siswa untuk aktif berinteraksi.
cxviii
Bentuk-bentuk dorongan yang diberikan guru kepada siswa di kelas
sebagai berikut.
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
Berapa sel kelamin jantan pada manusia? (LC. I/149) Siapa
yang dapat tunjukkan jari! Cepat! Cepat! (LC. I/150) Mana
sperma? (LC. I/152) Mana testis? (LC. I/153) Dijelaskan,
ayo! (LC. I/154)
Cari-cari dalam buku! (LC. I/442)
Dicari semua di halaman 225! (LC. I/447)
Ayo dicari...adakah siklus menstruasi pada sapi, kambing,
kerbau, mamalia selain manusia...sinpanse! (LC. I/578)
Coba sekarang berikan contoh rasa malu yang ada di tempat
tinggal atau lingkungan kalian masing – masing. (LC. II/23)
Di TV ...TV yang banyak masalah itu apa itu
namanya…kadang yang bermasalah, kemudian ada yang
orangnya itu jenenge opo? (LC. II/496)
Deskripsinya seperti itu ya. (LC. III/238) Coba dicari lagi
dari cerpen ”Penyesalan Marni” selain deskripsi yang sudah
disebutkan Si Koko tadi! (LC. III/239)
Ayo dijawab! (LC. III/262)
Siapa yang bisa, ayo coba! (LC. III/276)
Coba dicari di sini, carilah paragraf persuasi, dan nanti
tunjukkan kalimat persuasinya! (LC. III/324)
Guru sangat berpengaruh dalam berkomunikasi dengan siswa di
kelas. Teknik untuk mendorong siswa untuk berperan dalam interaksi belajar
mengajar di kelas bervariasi . Setiap guru memilki gaya sendiri-sendiri. Pada
bagian ini gurulah yang berperan aktif.
h. Memberi tanda-tanda atau petunjuk-petunjuk (clue)
Pada tindak tutur memberi tanda-tanda atau petunjuk-petunjuk dengan
tidak melanjutkan kata atau memancing dengan huruf pertama suatu jawaban
sebetulnya salah satu wujud mendorong siswa sebagai mitra tutur untuk
cxix
mengingat jawaban. Hal ini dilakukan guru dalam rangka mendorong siswa
untuk aktif dalam interaksi belajar mengajar.
Tindak tutur ini sering dilakukan guru sebagai penutur saat
menerangkan atau berceramah. Di bawah ini disajikan beberapa contoh bentuk
tuturan yang memberikan tanda-tanda.
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
Sel yang menghasilkan sperma, sel.....(LC. I/443)
Biasanya yang selalu disalahkan....(LC. I/673)
Jadi harapannya biar ada efek jera. Engko yen mung di tokke
wae…? (LC. II/238)
Dianggap kualitas, standar, prinsip selain ini ada norma
…(LC. II/269)
Prinsip selain ini ada norma, adat istiadat diisi dengan…(LC.
II/273)
Kemudian adat mempunyai tingkatan diantaranya
satu…(LC. II/286)
Kemudian yang kedua…(LC. II/323)
.....melukiskan ramainya sebuah ruang kelas yang dominan
adalah ....yang dominan adalah pancaindera ....(LC. III/145)
Di sudut-sudutnya terdapat taman kecil, taman kecil terdiri
setengah meter kali 100 cm dan 120 cm, ditambah bunga
yang berbau harum, ini yang dominan adalah indera
pen....(LC. III/160)
Obyeknya apa? (LC. III/201) Ru....(LC. III/202)
Berarti rumah kosong, tanpa pe....(LC. III/210)
Contoh-contoh bentuk tuturan di atas adalah wujud dari tuturan guru
saat berinteraksi antara guru dan siswa di kelas. Tuturan-tuturan tersebut
sengaja guru ciptakan untuk membantu siswa mengingat kembali jawaban
yang sesuai dengan kehendak guru.
i. Aba-aba /isyarat (cue)
Aba-aba atau isyarat adalah bentuk tindak tutur yang berupa abaaba yang disampaikan guru saat interaksi belajar mengajar. Ini biasanya guru
cxx
meminta siswa untuk melakukan tindakan dengan mengerakkan salah satu
bagian dari anggota tubuh. Ini sering ditemukan di kelas-kelas rendah .
Tingkatan sekolah seperti TK dan SD yang sering melakukan. Untuk SMA
tidak terlalu sering.
Pada penelitian ini ditemukan beberapa bentuk tindak tutur yang
menggunakan aba-aba. Bentuk tindak tutur tersebut tersaji di bawah ini.
Guru
Guru
Guru
Guru
Guru
Guru
Guru
Baca sekalian, ada gambarnya, ada tandanya, saya minta
namanya apa, tunjukkan jari! (LC. I/151)
: Dibuka ! (LC. I/597) Ada nggak? (LC. I/598 )
: Buka dulu! (LC. I/626)
: Kalian nanti saya minta aktif, ya! Kalau ditanya ya
menjawab. (LC. III/10) Ini di daftar buku ...sudah ada
beberapa materi, ya. (LC. III/11) Untuk ...naratif itu di
halaman 7. (LC. III/12)
: Buku bahasanya dibuka! (LC. III/13)
: Ya, berhenti sebentar, Andi! (LC. III/77)
: Ya, berhenti sebentar! (LC. III/117) (ada guru lain masuk
mencari seorang siswa) Ya, dilanjutkan! (LC. III/118)
:
Bentuk tindak tutur yang mengarah pada aba-aba terdapat pada ,”
Baca sekalian, ada gambarnya, ada tandanya, saya minta namanya apa,
tunjukkan jari!” (CL. I/151). Dengan demikian aba-aba yang berkaitan dengan
tunjukkan jari, letakkan pena, dan angkat tangan jarang di temukan di kelas
untuk SMA.
j. Minta perhatian (bid)
Pada tindak tutur ini dapat dilakukan baik guru dan siswa. Tindak tutur
ini, sebagai subjek penutur menghendaki subjek petutur memperhatikan pesan
apa yang hendak disampaikan. Kadangkala bilamana guru yang sedang
cxxi
berkomunikasi di kelas itu agak keras disertai dengan ketukan penghapus atau
penggaris di papan tulis. Hal ini dilakukan agar mitra tutur memperhatikan.
Data yang ditemukan dalam tindak tutur ini tersaji di bawah ini.
Guru
:
Guru
Guru
Siswa
Guru
:
:
:
:
Guru
Guru
:
:
Guru
:
Perhatikan! (LC. I/196) Perhatikan ini terjadi perbedaan
jumlah sitoplasma , terjadi perbedaan jumlah sitoplasma
ketika membagi tidak jadi sama persis.(sambil mengambar di
papan tulis) (LC. I/197)
Hallo, punya nggak....? (LC. I/205)
Hallo... (LC. I/253)
Saya Bu! (sambil menunjukkan jari) (LC. II/6)
Sudah kita cukup kan sekian dulu....hee..hee ojo rame dhewe,
banyak bermanfaat bagi kita semua. (LC. II/724) Cukup
sekian dulu Wabilahi taufik wal hidayah, Wassalamu’alikum
Wr. Wb. (LC. II/725)
....Ayo, mohon perhatian semuanya ya! (LC. III/4)
Ayo Aji, Da...nang kita belajar malah berakap-cakap,
halaman 7 dibuka BSE-mu, dibuka tentang naratif atau
narasi! (LC. III/32)
Perhatikan ini ada judul,” Susur Sungai Cikapundung
Bersama KMTA Rekreasi Sekaligus Pembelajaran” , tolong
lihat bukunya! (LC. III/61) Kalau dilihat sepintas seperti itu
tidak narasi, sebenarnya narasi, diambilkan dari aktivitas
kegiatan, perhatikan....! (LC. III/62)
Beberapa contoh subyek penutur dalam menyampaikan tuturan agar mitra
tutur memperhatikan apa yang hendak disampaikan. Hal ini dilakukan agar
komunikasi lancar. Dengan komunikasi lancar pesan yang akan disampaikan
tersampaikan dengan baik. Berkaitan dengan interaksi belajar mengajar tentu
tujuan pembelajaran yang telah terprogram dapat tercapai.
k. Penunjukan (nomination)
Penunjukan adalah salah tindak tutur yang sering terjadi dalam
peristiwa tutur di kelas ketika interaksi belajar mengajar berlangsung. Tindak
cxxii
tutur ini berkaitan dengan guru menunjuk salah satu dari siswa untuk
menjawab pertanyaan, menanggapi pernyataan, atau juga dapat berupa teguran
terhadap siswa.
Penelitian ini menemukan beberapa tuturan yang berupa penunjukan
yang dilakukan guru saat interaksi belajar mengajar di kelas berlangsung.
Beberapa contoh bentuk tuturan penunjukan tersaji sebagai berikut.
Guru
Siswa
Guru
Guru
:
:
:
:
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
Siapa yang di pojok?” (LC. I/60)
Ayub! (dijawab secara serentak) (LC. I/61)
OK, saya alihkan Eny! (LC. I/68)
Ismawati, siapa yang menghasilkan sel gamet jantan? (LC.
I/69) Ada Ismawati? (LC. I/70) Sory...sory, ini IPA 2 ,
Mukti! (LC. I/71)
Hee Ridwan piye? (LC. II/405)
Seperti: radio... nggon radio nggosip rak enek to? (LC.
II/697) Ono to cah? (LC. II/698)
Untuk satu paragraf di baca dulu, Bima! (LC. III/64) Dibaca
yang baik! (LC. III/65) Yang lain nanti memberi tanggapan!
(LC. III/66) Ya, Bima baca dulu! (LC. III/67) (sambil
menggerakkan tangannya mempersilakan)
Sebutkan rangkaian peristiwa yang ada dalam karangan ini,
Andi! (LC. III/75)
Coba dibaca paragraf yang ke tiga, Ajeng! (LC. III/114)
Ajeng yang membaca, Ajeng....paragraf yang ke tiga! (LC.
III/115)
Saat interaksi belajar mengajar berlangsung di kelas guru dan siswa
terlibat dalam tindak tutur. Salah satunya adalah tindak tutur dalam bentuk
penunjukan. Penunjukan seperti contoh di atas baik langsung menyebut nama
siswa juga dapat disampaikan secara umum. Bentuk penunjukan dapat
digunakan untuk teguran, menyampaikan pertanyaan, dan juga dapat
digunakan untuk menanggapi sebuah pernyataan.
cxxiii
l. Persetujuan (acknowledge)
Persetujuan ini tindak tutur yang biasa digunakan oleh guru saat
interaksi belajar mengajar di kelas berlangsung. Bentuk ini digunakan saat
guru menanggapi jawaban atau pernyataan siswa yang benar dan disetujui .
Pada interaksi belajar mengajar guru dan siswa berlangsung, saat
penelitian dilakukan ditemukan bentuk ini, di bawah ini disajikan contoh
bentuk tuturan yang berupa tuturan persetujuan.
Guru
Guru
Guru
Guru
Guru
:
:
:
:
:
Guru
Guru
Guru
Guru
Guru
:
:
:
:
:
OK.(dijawab bersama) (LC. I/53)
OK, ya…! (LC. I/54) Hmmm ..(LC. I/55)
Ya. (LC. I/109)
Empat...(LC. I/171)
Ehmmmm……..(LC.
II/39)
Tidak
(serentakguru dan siswa) (LC. II/40)
Setuju ....(LC. II/181)
Ehm… melindungi masyarakat. (LC. II/204)
Hmm....44. (LC. III/24)
Yo…wis, yo. (LC. III/84)
Ya. (LC. III/323)
mengikutinya
Tuturan di atas terjadi dan dapat dipahami dalam komunikasi lisan.
Tuturan ini dalam konteks komunikasi lisan saat interaksi guru dan siswa
melakukan perccakapan di kelas. Tuturan guru, ” OK, ya..(CL. I/54) Hmmm
...(CL. I/55), diawali dengan adanya tuturan, ” Ngeres...ngeres.(CL. I/48) Kita
mengapa? (CL. I/50) Kenapa pasirnya di luar, di dalamnya tidak ada pasir?
(CL. I/51) Tidak belajar sarunya, tetapi belajar ilmunya.” (CL. I/52) dan
dijawab siswa, ”OK” (CL. I/53) (dijawab bersama). Jadi persetujuan dapat
dilakukan baik guru dan siswa saat interaksi belajar mengajar berlangsung.
cxxiv
m. Jawaban (reply; response)
Interaksi guru dan siswa di kelas dalam rangka proses belajar mengajar
guru sebelum memulai interaksi belajar mengajar sudah menyusun program.
Dalam program sudah ditentukan tujuan yang hendak dicapai dalam interaksi
belajar mengajar. Saat interaksi guru dan siswa ini guru juga sudah
menyiapkan pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa, juga tidak menutup
kemungkinan siswa bertanya dan juga harus dijawab oleh guru.
Saat interaksi seperti ini terjadilah tuturan yang berupa jawaban yang
diberikan oleh siswa. Setelah siswa menjawab, guru sering juga mengulang
jawaban siswa. Hal ini dilakukan agar jawaban siswa tersebut lebih jelas untuk
siswa yang lain. Dibawah ini disajikan data yang berkaitan dengan jawaban
siswa, atau bentuk pengulangan jawaban yang dituturkan guru.
Siswa
Guru
Siswa
Siswa
Siswa
siswa
Siswa
Siswa
Siswa
Siswa
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Ovum. (LC. I/184)
Ovum. (LC. I/185)
N. (LC. I/187)
Ya (bersama-sama) (LC. II/8)
Di suruh maju nggak bisa. (LC. II/11)
Tidak mengikutinya. (LC. II/38)
Puisi. (LC. III/96)
Tidak ada. (LC. III/98)
Dongeng. (LC. III/101)
Ada. (LC. III/113)
Tuturan di atas merupakan bentuk jawaban yang diberikan siswa
saat interaksi belajar mengajar berlangsung . Tuturan siswa,” Ovum. (CL.
I/184), dan dilanjutkan lagi tuturan guru,”Ovum.”(CL. I/185) diawali dengan
pertanyaan guru kepada siswa ...”Sel (sambil menunjukkan gambar ovum)
namanya apa? (CL. I/183) Dengan demikian jelaslah saat interaksi belajar
cxxv
mengajar berlangsung dapat dilakukan tanya jawab antara guru dan siswa.
Saat interaksi seperti ini pola komunikasi cenderung berpola komunikasi dua
arah.
n. Memberi Reaksi (react)
Bentuk tuturan yang menghendaki respon siswa yang berupa
tindakan ini dapat berupa anggukkan, geleng kepala, ataupun juga juga
perilaku tertentu, dan bukan bentuk komunikasi verbal.
Pada penelitian ini tidak sering dilakukan guru yang memberi
pengarahan bentuk ini, karena pada umumnya ditanggapi siswa dengan
komentar dan sebagainya. Disajikan beberapa bentuk pengarahan guru yang
menimbulkan respons seperti perubahan tindakan siswa.
.... Kerjakan di buku tugas nanti me....buat bagan
spermatogenesis, bagan oogenesis, dan gambar alat
kelamin dalam wanita diberi keterangan, ya! (LC. I/602)
Guru : Kenapa duduknya tidak nyaman? (LC. I/655) Pindah sini,
depan ’kan ada yang kosong! (LC. I/656)
Siswa : Ya …. Aku isin (salah satu siswa laki-laki menyahut) (LC.
II/108)
Guru : Heee. (LC. II/175)
Siswa : Ne...kene.( beberapa siswa di bangku depan berbicara)
(LC. III/14)
Ayo Aji, Da...nang kita belajar malah berakap-cakap,
Guru
halaman 7 dibuka BSE-mu, dibuka tentang naratif atau
narasi! (LC. III/32)
Guru :
Tuturan guru,” Ayo Aji, Da...nang kita belajar malah berakapcakap, halaman 7 dibuka BSE-mu, dibuka tentang naratif atau narasi! (CL.
III/32)” , ini yang diharapkan guru adalah siswa berhenti bercakap-cakap,
dan melakukan tindakan membuka buku.
cxxvi
Dan tuturan guru,” Kenapa
duduknya tidak nyaman? (CL. I/655) Pindah sini, depan ’kan ada yang
kosong! (CL. I/656)” tuturan ini menghendaki siswa pindah tempat duduk ke
depan, atau duduk yang tenang.
o. Komentar (comment)
Komentar salah satu bentuk tindak tutur yang sering muncul dalam
interaksi guru dan siswa di kelas. Komentar dapat dilakukan oleh guru sebagai
penutur atau sebaliknya siswa. Guru dalam memberikan komentar cenderung
lebih dominan dibandingkan siswa.
Pada penelitian ini ditemukan beberapa tuturan yang berupa komentar
baik yang dilakukan guru ataupun siswa. Di bawah ini disajikan beberapa
contoh tuturan yang berupa bentuk tuturan komentar.
Guru
:
Siswa :
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
Guru
:
Siswa :
Guru :
Kok malu- malu. (LC. I/231) Jangan ngeres ya, tadi
perjanjiannya tidak ada pasir, ya? (LC. I/232)
Susu to, Pak. (LC. I/239)
Alamnya, lingkungannya yang menentukan. (LC. I/321)
Karena masih bisa hamil. (LC. I/422) Nenek karena posisi,
dan nenek-nenek yang dianggap sudah tua. (LC. I/423)
Dimarahi, akhirnya tidak merokok. (LC. II/92) Jadi sematamata karena dari luar , apa karena dari luar bukan dari diri
sendiri? (LC. II/93)Seandainya tidak ada rasa takut pada
orang tua, takut digebuk jarene mau … jadi bukan kerana
kesadaran ya? (LC. II/94)
Yo … mudheng kabeh ya …(LC. II/99) Ada tulisan
peringatan ya ….. (100)Ada tulisane bener? (LC. II/101)
Tapi sing nekad….? (LC. II/102)
Ora ngrokoke neng sekolahan, jadi takutnya disekolahan.
(LC. II/109)
Kamu tadi disuruh menyebutkan rangkaian peristiwa, ya
kamu menyebutkan, kamu kok membaca. (LC. III/78)
.......... Jadi kamu tadi saya minta menyebutkan, tinggal
menyebutkan saja, baik sudah, ya. (LC. III/82)
Dibaca bukune yo!(siswa yang lain berteriak) (LC. III/83)
Sopo sing nyuruh membaca, hanya disuruh menyebutkan
cxxvii
satu rangkaian peristiwa ? (LC. III/123)
Tuturan yang disampaikan guru,” Dimarahi, akhirnya tidak
merokok.(CL. II/92) Jadi semata-mata karena dari luar , apa karena dari luar
bukan dari diri sendiri? (CL. II/93) Seandainya tidak ada rasa takut pada
orang tua, takut digebuk jarene mau … jadi bukan kerana kesadaran ya? (CL.
II/94)”, ini adalah mengomentari siswa yang masih melnghisap rokok.
Padahal di sekolah sudah ada aturan tidak boleh merokok. Aturan itu hanya
ditakuti siswa di lingkungan sekolah, di luar sekolah siswa tidak takut akan
aturan itu.
p. Penerimaan (accept)
Tuturan penerimaan dalam interaksi guru dan siswa di kelas adalah
dimana guru ataupun siswa menerima atau tidak menerima pernyataan yang
disampaikan oleh subyek penutur. Tuturan yang biasa disampaikan oleh
subyek petutur adalah ya; tidak; baik; dan benar.
Pada penelitian ini ditemukan tuturan yang berupa penerimaan dari
subyek penutur dan subyek petutur. Data-data tersebut sebagian tersaji berikut
ini.
Guru
Guru
Siswa
Siswa
Siswa
Siswa
Siswa
Siswa
Siswa
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Ya, tidak ada batasannya. (LC. I/409)
Ya, ada. (LC. I/419)
Ya. (LC. I/584)
Ya. (LC. I/586)
Ya (LC. II/127)
Ya (LC. II/136)
Ya (LC. II/142)
Ya. (LC. II/170)
Ya. (LC. III/135)
cxxviii
Guru :
Siswa :
Ya, rabaan kulit. (LC. III/152)
Ya. (LC. III/260)
Tuturan penerimaan yang disampaikan siswa,” Ya.(CL. II/142 ) adalah
untuk menanggapi tuturan yang disampaikan guru,”Sudah melanggar berarti
’kan tidak takut, kalau memang takut ’kan tidak mungkin melanggar.”(CL.
II/141, bentuk komentar) Jadi bentuk tuturan penerimaan biasanya untuk
menanggapi komentar atau menolak atau mengiyakan jawaban.
q. Evaluasi (evaluate)
Evaluasi merupakan tuturan yang disampaikan guru saat interaksi
belajar mengajar di kelas, guru memberikan pernyataan terhadap jawaban
siswa tentang soal atau pertanyaan yang disampaikan guru.
Ada beberapa data yang ditemukan dalam penelitian interaksi guru dan
siswa di kelas ini, diantaranya sebagai berikut.
Guru
Guru
Guru
:
:
:
Guru
Guru
:
:
Guru
:
Ya...? (CL. I/188)
2n, ya.(sambil menulis di papan tulis) (CL. I/190)
Ya..ya, betul- betul karena kadang- kadang ada yang
produknya sedikit. (CL. I/240)
Kuwi lak contone. (CL. II/463)
Pembaca akan membayangkan perabot rumah yang seperti
itu. (218) Jadi ini adalah betul des-krip-si. (CL. III/219)
Paragraf ke sepuluh, Mery. Hmm...(CL. III/244)
Tuturan guru, ”Ya..ya, betul-betul karena kadang-kadang ada yang
produknya sedikit .(CL. I/240), menanggapi pernyataan siswa,”Susu to, Pak
(CL. I/239) Dengan demikian tuturan evaluasi digunakan guru untuk menilai
cxxix
jawaban atau pernyataan siswa dalam interaksi antara guru dan siswa saat di
kelas.
r. Metabahasa (metastatement)
Metabahasa, tuturan guru yang disampaikan kepada siswa saat interaksi
belajar mengajar di kelas. Ini disampaikan guru biasanya berkaitan dengan
penguasaan materi pelajaran yang disampaikan saat interaksi belajar mengajar.
Dapat dikatakan metabahasa cenderung mengecek penguasaan materi pelajaran
kepada siswa. Guru berbicara mengenai tujuan dan struktur pelajaran.
Data-data yang ditemukan dalam penelitian ini sebagai berikut.
Guru
:
Guru
Guru
Guru
Guru
Guru
Guru
:
:
:
:
:
:
Ini oogenesis dan spermatogenisis, ada masalah? (CL. I/360)
Ada yang mau ditanyakan, ya? (CL. I/361)
Zigotnya belum nyampai, sekarang pada pria. (CL. I/402)
Wis bingung? (CL. II/220)
Wis bingung? (CL. II/222)
Sudah dipahami, ya? (CL. III/57)
Fiksi atau fiktif, kita sampai jenis apa? (CL. III/91)
Bisa membedakannya, ya? (CL. III/134)
Pertanyaan guru kepada siswa pada contoh di atas,” Ini oogenesis
dan spermatogenisis, ada masalah? (CL. I/360) Ada yang mau ditanyakan, ya?
(CL. I/361)
Pada interaksi belajar mengajar saat penelitian ini topik yang
dibahas adalah masalah reproduksi pada manusia, salah satu sub topiknya
adalah oogenesis dan spermatogenisis, jadi pertanyaan ini berbicara masalah
tujuan dan struktur pelajaran. Guru berbicara pada siswa tentu berkaitan dengan
penguasaan materi pelajaran yang harus dikuasai siswa sesuai dengan tujuan
yang telah direncanakan guru.
cxxx
s. Kesimpulan (conclusion)
Kesimpulan, tindak tutur dalam interaksi guru dan siswa di kelas saat
interaksi belajar mengajar. Kesimpulan biasanya diambil saat satu topik
pelajaran selesai, atau juga dapat dilakukan menjelang jam pelajaran selesai
dilaksanakan. Pengambilan kesimpulan dapat dilakukan oleh guru dan siswa,
atau guru dan siswa bersama-sama membuat kesimpulan.
Pada penelitian ini pada umumnya kesimpulan disusun guru. Di bawah
ini disajikan beberapa contoh tuturan yang berupa kesimpulan.
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
Ya...alat kelamin jantan. (CL. I/102) Alat kelamin jantan
namanya testis. (CL. I/103) Sel kelamin jantan namanya
sperma....jamak. (CL. I/104) Jamak lebih dari satu sperma,
spermatozoid tunggal. (CL. I/105) Ovum itu telur ya, sel
kelamin betina. (CL. I/106)
Jadi jenisnya berubah, agar dari generasi ke generasi itu
sama, agar manusia beranak manusia bukan beranak
kambing, maka harus ada reduksi hormon, agar kromosom
dari generasi ke generasi tetap. (CL. I/287)
Agar jumlah kromosom dari ke generasi tetap. (CL. I/294)
Jumlah kromosom dari generasi ke generasi tetap. (CL.
I/295) Jumlah kromosom ini identik dengan spesies. (CL.
I/297) Jumlah kromosom menentukan spesies makhluk
hidup. (CL. I/298) Jumlah kromosom menentukan spesies
makhluk hidup. (CL. I/300)
Berarti tidak punya rasa takut. (CL. II/107)
Dengan demikian orang akan berkelakuan baik dan taat
kepada atau adat istiadat sebab sadar, bahwa perbuatan yang
menyimpang dari norma itu akan berakibat yang tidak baik.
(CL. II/120) Jadi dirinya sendiri berakibat bagi orang lain.
(CL. II/121)
Jadi isi adat istiadat diantaranya nilai (CL. II/281)
Intinya narasi itu ada sebuah peristiwa sesuai dengan
kronologi waktu atau peristiwa. (CL. III/42)
Jadi pengertian deskriptif itu menguraikan, merinci,
menggambarkan, melukiskan juga bisa, ya . (CL. III/140)
Jadi dalam penerapannya, menulis deskripsi tidak mungkin
digunakan semua pancaindera, biasanya ada yang
mendominasi melihat obyek yang dideskripsikan. (CL.
III/148) Maksudnya itu, bila menulis disesuaikan dengan
cxxxi
obyek yang dideskripsikan dan indera mana yang dominan
pendengaran, penciuman. (CL. III/149)
Setelah guru memberikan informasi kepada siswa dan pertanyaanpertanyaan kepada siswa biasanya disusun kesimpulan. Tuturan dari berikut
ini, ”Jadi dalam penerapannya, menulis deskripsi tidak mungkin digunakan
semua pancaindera, biasanya ada yang mendominasi melihat obyek yang
dideskripsikan. (CL. III/148) Maksudnya itu, bila menulis disesuaikan dengan
obyek yang dideskripsikan dan indera mana yang dominan pendengaran,
penciuman. (CL. III/149)”, setelah guru memberi ceramah tentang deskripsi,
dan siswa membacakan contoh deskripsi dari buku kemudian guru menyusun
kesimpulan.
t. Mengulang (loop)
Tuturan yang bersifat mengulang sering terjadi dalam interaksi guru
dan siswa di kelas. Hal ini dilakukan berkaitan dengan tugas, pertanyaan, atau
ingin dijelaskan sekali lagi.
Dalam penelitian ini ditemukan beberapa tuturan yang bersifat ingin
diulang apa yang disampaikan subyek penutur. Berikut ini disajikan tuturan
yang berbentuk mengulang.
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
Siswa :
Pertanyaan tadi apa? (CL. I/289)
Ada apa, Tanjung? (CL. I/356) Ada apa? (CL. I/357)
Ada apa, Nang? (CL. I/628) Apa? (CL. I/629) Aji bisa
didengar pertanyaan Nanang, apa tadi? (CL. I/630) Apa
yang ditanyakan? (CL. I/631)
Ya, disampaikan yang jelas! (CL. II/26)
Sing banter! (CL. II/263)
Bagaimana, Bu? (CL. III/350)
cxxxii
Siswa :
Berapa, Bu? (CL. III/352)
Subjek penutur ataupun subjek petutur dapat meminta penutur
berbicara langsung atau juga petutur untuk mengulang. Pada contoh di atas
misalnya,” Ada apa, Nang? (LC. I/628) Apa? (LC. I/629) Aji bisa didengar
pertanyaan Nanang, apa tadi? (LC. I/630) Apa yang ditanyakan? (LC. I/631)
Contoh ini interaksi guru dan siswa di kelas dapat terjadi kadang penutur
berubah menjadi petutur, dan petutur berkedudukan sebagai penutur. Hal ini
dapat terjadi saat tanya jawab.
u. Di luar komunikasi dengan siswa (aside)
Bentuk tuturan yang digolongkan di luar komunikasi dengan siswa,
peneliti memasukkan juga pembicaraan yang tidak menyangkut topik utama
interaksi belajar mengajar. Hal ini sering dilakukan guru biasanya untuk
menambah wawasan siswa. Dan pembicaraan itu tidak terumuskan dalam
perencanaan pembelajaran, akan tetapi saat interaksi belajar mengajar antara
guru dan siswa muncul secara spontan. Timbulnya pembicaraan ini biasanya
terpancing suasana, atau memang diciptakan guru untuk mencairkan suasana
yang mungkin tegang.
Di bawah ini ada beberapa contoh pembicaraan guru dan siswa yang
diluar topik yang tidak terencana dalam pencapaian tujuan pembelajaran.
Guru :
Pelajaran demo, lemparan-lemparan, sering melihat diskusi
di TV? (CL. I/605) Nanti kalau waktu berdebat sangat kritis
sekali, kemudian di sisi lain ada berita mahasiswa yang
melempari gedung-gedung sendiri, kaca-kacanya pecah.
cxxxiii
Guru :
Guru
:
Siswa :
Guru
:
Guru
:
Siswa :
Guru :
(CL. I/606) Mahasiswa itu yang mana to, kuliah atau yang
melempar-melempar batu? (CL. I/607) Mahasiswa itu yang
kritis, yang cerdas, anak SMA itu yang cerdas, ya...(CL.
I/608)
Anak cerdas kok pakai tenaga, kecuali kamu punya mobil
masuk got, pasti tenaga yang digunakan, tapi cara
mengangkatnya pakai akal, ya! (CL. I/610) Hallo, hanya
pakai tenaga, tanpa akal tenaganya lebih banyak atau
sedikit? (CL. I/611)
Genah gak ngantuk to yo, yen no syarate manggone ngarep
nek ra, ben ra ngantuk ya. (CL. II/409) Mending yo
timbang dek ben telat-telat gak popo wis saiki wis lumayan
XE. (CL. II/410)
Tepuk tangan. (CL. II/411)
XE wis baik, aku ya seneng , ya penak, biasane santai, kaya
dek mben kowe koyo wegah kon santai. (CL. II/412) Kowe
sakarepmu dhewe kok aku kon santai. (CL. II/413)Jadi nanti
mudah-mudahan kalau kenaikan kelas, naik semuanya (CL.
II/414)
Ini kok ada guratan-guratan tangan yang jail, ngopo to? (CL.
III/225) Iki sopo? (CL. III/226) Polahe sopo? (CL. III/227)
....Orang yang tidak baik, ya. (CL. III/228) Ini kan kayu,
untung tidak kena saya, kok bisa di sini jane ngopo? (CL.
III/229) Ini kira-kira siapa? (CL. III/230) Terus terang saja,
terus terang saja, ayo ngaku jujur! (CL. III/231)
Dedy. (CL. III/232)
Kowe ngopo? (CL. III/233) Kowe dolonan ngene iki,
nikmate opo to? (CL. III/234) Mencari kepuasan? (CL.
III/235)
Data-data di atas tergolong pembicaraan di luar topik percakapan,
akan tetapi diselipkan dalam interaksi belajar mengajar. Seandainya guru
mengajar di kelas lain kemungkinnan tidak disampaikan. Maka dalam bentuk
di luar komunikasi dengan siswa, peneliti sampaikan percakapan yang tidak
terencana dalam pembelajaran.
Dari data-data
yang berkaitan dengan struktur wacana lisan
interaksi guru dan siswa di kelas, dapat disimpulkan bahwa guru dalam kelas
cxxxiv
sangat berperan atau dominan dibandingkan dengan siswa. Siswa akan
berperan bilamana diberi kesempatan guru untuk berbicara. Terutama dalam
bentuk tuturan menjawab pertanyaan yang harus dijawab siswa. Guru di
dalam interaksi dengan siswa di kelas lebih banyak menggunakan bentuk
tuturan informatif, dan mengajukan pertanyaan kepada siswa, serta menyusun
kesimpulan sendiri. Jadi siswa cenderung pasif, artinya siswa berbicara saat
diberi kesempatan oleh guru. Hal ini biasanya pada saat bentuk tuturan
penerimaan (accept) dan jawaban ( reply; response)
Dengan demikian pola komunikasi di dalam interaksi guru dan siswa
di kelas cenderung berpola searah, pola dua arah saat-saat tertentu. Hal ini
terjadi karena metode yang digunakan dalam interaksi belajar mengajar di
kelas ceramah yang divariasikan dengan tanya jawab.
Struktur wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas pola
pertukarannya teratur. Dengan kata lain, pola pertukaran teratur dan ragam
bahasa yang dipakai cenderung formal. Alur percakapan di dalam wacana
interaksi guru dan siswa di kelas mengarah pada satu tujuan yaitu terapainya
tujuan pembelajaran yang sudah direncanakan guru sebelum interaksi belajar
mengajar di kelas dilaksanakan. Percakapan-percakapan di luar tujuan
pembelajaran hanyalah sebagai tambahan dalam komunikasi, dan hal ini tidak
terencanakan atau di luar tujuan pembelajaran. Percakapan itu timbul karena
situasi dan suasana pembelajaran saat itu terjadi.
cxxxv
B. Analisis Fungsi Bahasa dalam Wacana Lisan Interaksi Guru dan Siswa
di Kelas
Bahasa secara umum memiliki fungsi sebagai alat komunikasi
antaraManusia satu dengan yang lainnya dalam menjalin hubungan baik
secara lisan maupun tulisan. Kegiatan interaksi guru dan siswa di kelaspun
tidak lepas menggunakan bahasa sebagai sarana komunikasi. Hal ini dilakukan
guru dan siswa dalam berinteraksi secara lisan tentu menggunakan bahasa
lisan.
Pada penelitian ini fungsi bahasa dianalisis dengan mendasarkan teori
yang dikemukakan Halliday. Halliday mengemukakan tujuh fungsi bahasa
sebagai berikut.
1. Fungsi Instrumental (the instrumental function)
Fungsi bahasa dalam interaksi guru dan siswa di kelas ini
disamping sebagai alat komunikasi, memiliki fungsi yang lebih khusus
yaitu fungsi instrumental. Guru di dalam kelas ketika interaksi belajar
mengajar berlangsung, tidak jarang atau guru sering memerintah siswanya
untuk melakukan sesuatu.
Pada penelitian ini ditemukan beberapa kalimat yang menunjukan
fungsi instrumental dalam interaksi guru dan siswa di kelas saat proses
belajar mengajar, sebagai berikut.
Guru :
Guru :
Yah buka bukunya, manusia reproduksi vegetatif atau
generatif. (CL. I/56)
Perhatikan! (CL. I/196) Perhatikan ini terjadi perbedaan
jumlah sitoplasma , terjadi perbedaan jumlah sitoplasma
cxxxvi
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
ketika membagi tidak jadi sama persis.(sambil
mengambar di papan tulis) (CL. I/197)
Baca sekalian, ada gambarnya, ada tandanya, saya minta
namanya apa, tunjukkan jari! (CL. I/151)
Coba sekarang berikan contoh rasa malu yang ada di
tempat tinggal atau lingkungan kalian masing – masing!
(CL. II/23)
Tepase selehke... koyo wong jagong ae.. karek ngenteni
sop- sopan. (CL. II/679)
Wis rasah menimbulkan gossip! (CL. II/718)
Dilihat lagi materinya dari narasi, deskripsi, eksposisi,
persuasi, dan argumentasi! (sambil memperlihatkan buku
pegangan) (CL. III/6).
Ayo Aji, Da...nang kita belajar malah berakap-cakap,
halaman 7 dibuka BSE-mu, dibuka tentang naratif atau
narasi! (CL. III/32)
Ya, berhenti sebentar, Andi! (CL. III/77)
Coba dicari di sini, carilah paragraf persuasi, dan nanti
tunjukkan kalimat persuasinya! (CL. III/324) Di buku
BSE .... semuanya cari teks non sastra , artikel! (CL.
III/325)
Kalimat-kalimat yang dituturkan guru tersebut akan mampu mengubah
kondisi-kondisi tertentu pada perubahan sikap siswa. Siswa dengan adanya
perintah yang disampaikan guru akan melakukan tindakan sesuai perintah
tersebut. Sebagai contoh tuturan guru pada, ”Ayo Aji, Da...nang kita belajar
malah berakap-cakap, halaman 7 dibuka BSE-mu, dibuka tentang naratif atau
narasi!”(CL. III/32), dengan adanya teguran guru seperti itu siswa yang
bernama Aji dan Danang akan berhenti bercakap-cakap, dan akan membuka
buku BSE tentang naratif.
2. Fungsi Regulasi (the regulatory function)
Guru di dalam kelas sangat dominan perannya dalam berbicara.
Guru mampu mengatur jalannya interaksi belajar mengajar di kelas. Guru
cxxxvii
mampu menggunakan fungsi bahasa yaitu regulasi karena guru mampu
mengatur dan mengendalikan siswa di kelas.
Guru :
Hallo...! (CL. I/44) Hallo,pesan saya tidak ada pasir di
kelas ,ya ! (CL. I/45)
Guru :
Ya, ini dalam ujian nasional selalu keluar nama-namanya,
jumlah kromosomnya, terus jumlah diploit, kapan masuk
diploit, kapan masuk haploit, kapan mati diploit, kapan
mati haploit, bentuk spermatozid, ini diingat-ingat, ya!
(CL. I/603) Buktinya nanti kelas XII akan mengerjakan
UAN, ya ,kecuali jurusan SMK. (CL. I/604)
Guru :
Bahkan orang menikmati nikmat kelulusan tidak harus
cara seperi itu, diorek – orek, yo ora? (CL. II/515)Ya
sekedarnya saja lah, karena ning sing mikir berikutnya
golek sekolahan opo nyambut gawe, golek sekolahan kuwi
sih bingung, sing ketompo limo yo bingung leh milih, aku
sing ndi…sing durung entuk sekolahan blas yo bingung,
sing nganggur sedino rong dino ora pati kroso, lha nek
nganggur kok genep sesasi rong sasi, setahun rong
tahun…ra stress, yo ra? (CL. II/516) Apa berpikir. (CL.
II/517) Boleh silakan seneng ya lulus bersyukur, caranya
bukan begitu, yang di jalan jalan itu sampai yang sik sak Si
Topan anak jalanan sret – sret -sret…kudune lewat kiri
dadi lewat… (diperagakan dengan gerakan tangan) (CL.
II/518)
Kalian bisa menceritakan pengalaman , menuliskan
biografi atau auto biografi.(CL. III/297)
Guru :
3. Fungsi Pemerian atau Fungsi Representasi (the representational
function)
Guru saat interaksi dengan siswa di kelas, tujuan interaksi yang
utama adalah menyampaikan materi pelajaran. Materi pelajaran disampaikan
guru kepada siswa sesuai dengan topik dan tujuan pembelajran. Pada waktu
guru menyampaikan materi pembelajaran menggunakan media bahasa lisan.
cxxxviii
Bahasa yang digunakan guru untuk menjelaskan, menyampaikan
pernyataan, menyampaikan pengetahuan, dan fakta-fakta ini merupakan
bagian dari fungsi bahasa representasi.
Fungsi bahasa ini sering digunakan guru saat guru dan siswa
interaksi di kelas. Di bawah ini disajikan data-data yang berhubungan dengan
fungsi bahasa representasi.
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
Progresteron bersama estrogen akan mengendalikan
penebalan endometrium. (CL. I/493) Endometrium, lapisan
dari rahim. (CL. I/494) (sambil menggambar di papan tulis)
Ini namanya endometrium ditebalkan karena...hallo...ovum
sudah siap dibuahi akan implant. (CL. I/495) Implant itu
menempel di dinding rahim, ini akan terbentuk zigot,
berbentuk embrio nanti, di sini akan turun menjadi embrio
sehingga perlu ada makanan. (CL. I/496) Makanan
dihasilkan dari dinding yang tebal, ini akan memberi
makanan, jika terjadi pembuahan, jika terbentuk embrio.
(CL. I/497) Tapi kalau tidak terjadi pembuahan,
progresteron dan estrogen lenyap...hilang. (CL. I/498) Kalau
hilang ini tidak ada yang merawat lagi akhirnya ovumnya
luruh, larut dengan dinding endometrium. (CL. I/499)
Cara cara pengendalian sosial caranya yang pertama bisa
lewat pengendalian sosial secara formal. (CL. II/504)
Mboten enten bentene, mboten salah, mboten enten bentene,
berarti bener (CL. II/505) Pengendalian sosial secara formal
pertama dengan hukuman fisik. (CL. II/506) Caranya bisa
dilakukan secara resmi maupun tidak resmi, kalau yang
secara resmi dalam arti formal secara tidak resmi berarti
informal. (CL. II/507) Yang secara formal berarti dilakukan
lembaga resmi atau diakui keberadaannya misalkan, bagi
yang melakukan pelanggaran kaidah atau aturan atau
ketentuan bisa lewat lembaga kepolisian, yang
menindaklanjuti...(CL. II/508)
Jadi lembagane jenenge kepolisian. (CL. II/510) Contoh
sekarang ini kan sering kita lihat tidak jauh jauh didekatpun
ada orang yang demo, ada lembaganya khan? (CL. II/511)
Cara melukiskan bermacam-macam sehingga pembaca yang
membaca tulisan deskripsi itu seakan-akan bisa merasakan
apa yang dirasakan penulis, melihat apa yang diketahui
penulis, mendengar apa yang didengar penulis. (CL. III/141)
Supaya mengetahui apa yang didengar penulis, supaya
cxxxix
mengetahui apa yang diketahui penulis, mendengar apa yang
didengar penulis, merasakan apa yang dirasakan penulis,
penulis deskripsi itu menggunakan bantuan pancaindera.
(CL. III/142)........... Penulis deskripsi harus menggunakan
panaindera, misalnya: mengambarkan keindahan panorama
pegunungan yang dominan adalah paaindera mata ya ’kan;
menggambarkan lezatnya masakan ibu yang dominan indera
kecapan lidah; ......(CL. III/146)
Beberapa data di atas menggambarkan seorang guru di depan
kelas, saat interaksi dengan siswa menjelaskan materi pelajaran kepada siswa.
Materi pelajaran itu sesuai dengan tujuan pembelajaran yang sudah
direncanakan. Pada data I guru menjelaskan salah satu fungsi hormon
progresteron dan hormon estrogen; pada data II guru menjelaskan fungsi
pengendalian sosial; pada data III guru menjelaskan cara melukiskan sesuatu
pada paragraf deskripsi. Dengan demikian fungsi representasi selalu
digunakan guru saat interaksi guru dan siswa di kelas, terutama saat
menjelaskan materi baru dalam pembelajaran.
4. Fungsi Interaksi (the interactional function)
Dalam fungsi ini, bahasa mampu menjalin hubungan yang baik antara
penutur dan mitra tutur dalam interaksi. Komunikasi akan berlangsung baik
bilamana
penutur dan mitra tutur saling memahami latar budaya, logat,
kebiasaan, lelucon yang diciptakan saat interaksi terjadi, dan sebagainya.
Termasuk di dalamnya penutur atau mitra tutur cara menyapa yang tepat saat
berbicara, tentu hal ini disesuaikan dengan statusnya.
cxl
Pada interaksi guru dan siswa di kelas jelas hal ini sangat diperhatikan
baik guru dan siswa. Dalam hal ini sapaan langsung ataupun tidak langsung .
Pada penelitian ini ditemukan sapaan-sapaan yang digunakan guru dan siswa
saat berbicara di kelas.
: Ada ya, tapi siapa? (CL. I/560) Ya nanti tanya sama Pak
Huda, di Islam ’kan ada yang empat tahun baru lahir. (CL.
I/561)
Siswa : Nabi. (CL. I/562)
Guru : Bukan Nabi, tanya Pak Huda. (CL. I/563) Begitu lahir
disuruh belajar kepada seorang guru, seorang ustad,
kemudian belajar di Bagdad, dua hari pulang, sampai di
rumah dimarahi orang tua, ternyata dia sudah pintar dan
menguasai dengan baik. (CL. I/564) ya, nanti bertanya pada
yang ROHIS ya, itu ada ceritanya. (CL. I/565)
OK, ada pertanyaan, hallo...(CL. I/566) Pada setiap mamalia
terjadi siklus menstruasi...pada dasarnya juga mengalami
siklus menstruasi...(CL. I/567)
Siswa : Ya takut mestihine … ning pripun gadhah niat mboten noponopo, ora wedhi mlebu neroko. (CL. II/132)
Guru : Hee Ridwan piye? (CL. II/405)
Guru : Seperti: radio... nggon radio nggosip rak enek to? (CL.
II/697) Ono to cah? (CL. II/698)
Guru : Untuk satu paragraf di baca dulu, Bima! (CL. II/64)Dibaca
yang baik!(65) Yang lain nanti memberi tanggapan! (CL.
II/66) Ya, Bima baca dulu! (CL. II/67) (sambil
menggerakkan tangannya mempersilakan)
Siswa : Saya, Bu!(sambil menunjukkan jari) (CL. II/240)
Guru : Ya, Mery! (CL. II/241) Paragraf ke berapa, Mery? (CL.
II/242)
Guru
Percakapan antara guru dan siswa di atas membuktikan baik guru
sebagai penutur atau siswa sebagai petutur, atau sebaliknya, kedua subyek
memperhatikan atau menjaga hubungan agar tercipta dengan baik. Tampak
sekali pada data II, ketika siswa berbicara dengan guru yang memiliki
kedudukan yang lebih tinggi menggunakan bahasa krama saat memberikan
komentar tentang orang yang bunuh diri kepada gurunya; sedangkan guru saat
cxli
menegur atau menyapa siswa dengan ”hee” ini tidak tepat bila diterapkan
untuk mitra tutur yang memiliki status yang lebih tinggi, termasuk kata ”piye”
ini adalah bahasa ngoko yang digunakan untuk status petutur yang sederajat
atau lebih rendah. Hal ini dilakukan bukannya untuk menjaga jarak, akan
tetapi aturan yang harus diikuti, agar komunikasi dapat berlangsung dengan
baik, sehingga tujuan dari komunikasi itu tercapai.
5. Fungsi Perorangan (the personal function)
Dalam interaksi guru dan siswa ada saat tertentu, baik guru
ataupun siswa mengekspresikan emosinya. Penutur atau mitra tutur dapat
mengekspresikan perasaan, emosi pribadi yang mendalam. Dari bahasa yang
dipakai seseorang akan dapat diketahui dalam keadaan apa orang itu
berbicara, apakah pembicara sedang marah, jengkel, sedih, gembira, kecewa,
dan sebagainya.
Guru dan siswa saat interaksi di kelaspun sering juga berbicara dengan
mengekspresikan perasaan, emosi pribadi. Pada penelitian ini juga ditemukan
beberapa fungsi bahasa ini. Pemakaian fungsi bahasa ini disajikan sebagai
berikut.
Guru ;
Guru
:
Siswa :
Guru
:
Guru
:
Kenapa duduknya tidak nyaman? (CL. I/655) Pindah sini, depan
’kan ada yang kosong! (CL. I/656)
Itu kok ndak nganggo penglirik ngapa? (CL. II/52) Koyo orang ra
tau roh koncone kok nglirik. (CL. II/52)
Demok-demok. Tanganmu dhewe lho.(siswa di depan
memperingatkan temannya) (CL. II/630)
… Dilanjutkan nanti erosinya! (CL. II/631) Enek gurune kok yo
erosi .(CL. II/232)
Sudah kita cukup kan sekian dulu....hee..hee ojo rame dhewe,
banyak bermanfaat bagi kita semua. (CL. II/724)Cukup sekian dulu
cxlii
Guru
:
Guru
:
Siswa :
Guru :
Siswa :
Guru :
Wabilahi taufik wal hidayah, Wassalamu’alikum Wr. Wb. (CL.
II/725)
Sopo sing nyuruh membaca, hanya disuruh menyebutkan satu
rangkaian peristiwa ? (CL. III/123)
Ini kok ada guratan-guratan tangan yang jail, ngopo to? (CL.
III/225) Iki sopo? (CL. III/226) Polahe sopo? (CL. III/227)
....Orang yang tidak baik, ya. (CL. III/228) Ini kan kayu, untung
tidak kena saya, kok bisa di sini jane ngopo? (CL. III/229) Ini kirakira siapa? (CL. III/230) Terus terang saja, terus terang saja, ayo
ngaku jujur! (CL. III/231)
Dedy. (CL. III/232)
Kowe ngopo? (CL. III/233) Kowe dolonan ngene iki, nikmate opo
to? (CL. III/234) Mencari kepuasan? (CL. III/235)
Syukur…syukur! (teriak beberapa temannya) (CL. III/236)
Nggak bisa saling menuduh, tapi saya sudah punya catatan kelas XI susah diatur. (CL. III/237)
Data-data tersebut menunjukan beberapa ungkapan perasaan yang
disampaikan pembicara sebagai subjek penutur dan subjek penutur. Pada data
(CL. I), guru sebagai penutur setelah mengamati siswa yang duduk di bangku
belakang menunjukkan aktifitas yang mengganggu temannya, karena jengkel
memerintahkan agar siswa tersebut untuk pindah tempat duduk.
Pada data (CL. II), guru merasa tidak nyaman melihat tingkah
siswanya kurang memperhatikan guru yang sedang menjelaskan materi
pelajaran, karena selalu memperhatikan teman sebangkunya, maka guru
menegur dengan tuturan seperti tersebut di atas (CL. II/52)
Pada data (CL. III), guru yang merasa jengkel dengan tingkah salah
satu siswanya mengungkapkan tuturan tersebut (CL. III/ 225 sampai CL.
III/231), Kemudian ditanggapi dari komentar teman-temannya yang juga tidak
nyaman akan tingkah temannya itu.
cxliii
Jadi, jelaslah bahwa salah satu fungsi bahasa perorangan juga sering
muncul pada wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas. Hal ini terjadi
berhubungan dengan karakter manusia, saat tertentu emosi juga tidak stabil
berkaitan dengan waktu, tempat, situasi, dan suasana.
6. Fungsi Heuristik (the heuristic function)
Interaksi guru dan siswa di kelas, guru sering mengajukan pertanyaanpertanyaan yang menuntut jawaban dari siswa. Hal ini juga sering digunakan
siswa untuk bertanya pada guru dengan berbagai pertanyaan “apa”,
“mengapa”, dan “bagaimana” dengan materi pelajaran.
Pada penelitian ini pertanyaan-pertanyaan sering diajukan guru kepada
siswa, sedangkan siswa jarang mengajukan pertanyaan kepada guru. Data-data
berikut ini merupakan sebagian dari hasil penelitian wacana lisan interaksi
guru dan siswa di kelas.
Guru
:
Siswa :
Guru :
Guru
Guru
Guru
:
:
:
Guru :
Guru
Guru
Guru
Guru
:
:
:
:
Hewan apa saja yang ngalami menstruasi? (CL. I/593) Apakah
kambing ngalami menstruasi? (CL. I/594) Ngalami nggak? (CL.
I/595) Kambing? (CL. I/596)
Apa faktor-faktor mandul? (CL. I/632)
Pernah ditanyakan mandul beberapa pertemuan yang lalu, pernah
ditanyakan ke saya? (CL. I/633)
Lha apa penyebabnya? (CL. I/639)
Soalnya apa? (CL. I/641)
Siapa yang mengendalikan sper...spermatogenesis, nama
hormonnya tadi apa? (CL. I/643)
Pengendalian diri...(CL. II/80) Pengendalian sosial contone apa
cah? (CL. II/81) Dengan adanya rasa takut tidak melaksanakan itu,
contone apa? (CL. II/82)
Merasa takut kepada siapa? (CL. II/88)
Kenapa? (CL. II/90)
Rasa takut disekolahan, sebabe opo? (CL. II/110)
Nek ganjaran, ganjaran nama lainnya apa? (CL. II/157)
cxliv
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
Mengapa penulis deskripsi tidak boleh melewatkan atau
meninggalkan panaindera bila sedang menyampaikan deskripsi
pada suatu obyek? (CL. III/143)
Menggambarkan betapa halusnya kain sutera yang dominan apa?
(CL. III/150)
Yang dominan adalah indera apa? (CL. III/156)
Ya, kalimat persuasinya, ajakannya yang mana?(CL. III/ 338 )
.....Yang mengandung ajakan langsung yang mana? (CL. III/ 341)
Dari data-data tersebut guru sangat dominan dalam mengajukan
pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran. Jadi, guru dalam interaksi
dengan siswa di kelas sering menggunakan fungsi bahasa heurestik, karena
guru untuk menguji penguasaan materi siswa mengajukan pertanyaan yang
perlu dijawab siswa, seperti tersebut di atas.
7. Fungsi Imajinatif (the imaginative function)
Fungsi imajinatif dalam wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas
tidak ditemukan. Hal ini berkaitan dengan fungsi bahasa ini biasanya untuk
penciptaan system, gagasan, atau kisah yang imajinatif. Fungsi bahasa ini
banyak digunakan dalam penulisan karya sastra seperti, novel, drama, dan
cerita pendek.
Dari tujuh fungsi bahasa yang dikemukakan Halliday, hanya fungsi
imajinatif tidak ditemukan dari penelitian ini. Fungsi bahasa imajinatif tidak
ditemukan sebab dalam wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas, fungsi
ini biasanya terdapat dalam karya sastra. Dari data tersebut fungsi bahasa
representasi, dan fungsi bahasa heurestik sering digunakan dalam wacana lisan
interaksi guru dan siswa di kelas. Fungsi bahasa instrumental, fungsi bahasa
cxlv
regulasi, fungsi bahasa interaksi, dan fungsi bahasa perorangan digunakan
tidak sesering fungsi bahasa representasi dan fungsi bahasa heuristik.
C. Analisis Partikel Wacana Lisan dalam Interaksi Guru dan Siswa di Kelas
Partikel sangat bermakna dalam rangka organisasi percakapan
atau wacana lisan, terutama saat pergantian pembicara. Partikel tidak dapat
dimaknai secara semantik dan sintaksis. Partikel tidak memiliki makna literal
atau makna harfiah, akan tetapi memiliki makna sesuai dengan konteks
pembicaraan. Dalam analisis wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas ini
mendasarkan teori partikel yang dikemukakan Stubbs, Linke, Nussbaumer,
dan Portmann.
1.
Bentuk Tegun
Bentuk tegun yaitu partikel yang merefleksikan bahwa si penutur
dalam waktu singkat sedang mengkoordinasikan kata. Bentuk tegun ini juga
sering muncul dalam interaksi guru dan siswa di kelas.
Guru
Guru
Guru
Guru
2.
:
:
:
:
O…tiga kali. (15) Kalau tiga kali …? (CL. I/16)
Hmmm....(CL. I/32 )
Oh...ya jadi fungsinya apa? (CL. I/93)
Ya...alat kelamin jantan. (CL. I/102)
Bentuk Pengurangan Kecepatan Pertukaran
Bentuk pengurangan kecepatan pertukaran maksudnya dalam
berbicara sering agak diperlambat kecepatan berbicaranya mungkin hal
ini dilakukan si penutur karena ada pertimbangan tertentu. Hal ini para
cxlvi
guru di kelas sering melakukan bilamana sedang berceramah di hadapan
para siswa.
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
3.
Ya....(CL. I/39) Mari kita lanjutkan ke reproduksi pada manusia!
(CL. I/40)
Yah,hari ini kita membahas tentang reproduksi pada manusia,
tapi pesan saya.......(CL. I/43)
Haploid N....Haploid...kemudian spermatid tumbuh menjadi
sperma, spermatid masing-masing menjadi sperma, setiap
spermatozid primer dihasilkan berapa sperma? (CL. I/169)
O...ya. (CL. I/230) Kok malu- malu. (CL. I/231) Jangan ngeres
ya, tadi perjanjiannya tidak ada pasir, ya? (CL. I/232)
Yo … mudheng kabeh ya …(CL. II/99) Ada tulisan peringatan ya
….. (CL. II/100)
Ya,...yang terakhir ar-gu-men-tasi halaman berapa? (CL. III/25)
Jadi ini adalah betul des-krip-si. (CL. III/219) Ini adalah
deskripsi yang masuk ke dalam....(CL. III/220)
Ya, ke dalam jenis....jenis narasi, ya. (CL. III/222) Itu narasi
yang dominan di....disusupi deskripsi atau dimasuki jenis
paragraf yang lain. (CL. III/223)
Pembukaan Pembicaraan
Partikel-partikel ini digunakan oleh si penutur dalam berinteraksi
untuk meyakinkan si petutur dalam berinteraksi. Partikel ini diperlukan
seorang guru ataupun siswa di kelas bilamana ingin berargumentasi.
Guru :
Guru
Guru :
Guru :
4.
Mari…,mana absennya?” (CL. I/6)
Karena ada kelainan. (CL. I/122)
Sebentar ya ….terus cembrengan kuwi adat opo ora?
(CL. II/344)
Jadi ini adalah betul des-krip-si. (CL. III/219) Ini adalah
deskripsi yang masuk ke dalam....(CL. III/220)
Isyarat Pembicara
Partikel ini mencakup partikel-partikel yang memerlukan dan
menuntut perhatian dari mitra bicara. Interaksi guru dan siswa di kelas,
cxlvii
guru sering bertindak sebagai penutur dan siswa sering bertindak sebagai
petutur, guru saat-saat tertentu sering menuntut perhatian dari siswa saat
guru berceramah atau memeberikan informasi kepada siswa.
Guru :
Guru :
Kalau tiga kali …? (CL. I/16)
Satu, satu, dua, tiga....tiga berapa kali? (CL. I/21) (sambil
menghitung siswa yang menunjukkan jari)
Sory...sory, ini IPA 2 , Mukti! (CL. I/71)
Tidak ada pasir ya....! (CL. I/46) Apa maksudnya? (CL. I/47)
Guru :
Guru :
5.
Isyarat Mitra Pembicara
Partikel ini mencakup, partikel-partikel yang mengekspresikan
kekaguman, keheranan, dan keharuan, dan gerakan spontan mitra bicara
saat penutur berbicara. Gerakan spontan ini sering terjadi saat guru atau
siswa menyampaikan gurauan atau hal-hal yang mengundang reaksi dari
mitra bicara. Misalnya: senyum, mengangguk, tertawa, dan gerakan yang
lain.
Siswa
Siswa
Siswa
Guru
Siswa
Siswa
:
:
:
:
:
:
Guru :
Siswa :
6.
(siswa saling berpandang ) Saya Pak....., satu kali. (CL. I/12)
Pak, tulisannya...? (CL. I/273)
Heehe … (sebagian siswa laki-laki) Cinta, Bu. (CL. II/53)
Oh… Cinta. (CL. II/54)
Hahaha …. (beberapa siswa laki-laki) (CL. II/119)
Mas Boy! (seorang siswa menyeletuk, sambil tangannya berlagak
bencong) (CL. II/589)
Hmm....44. (CL. III/24)
Syukur…syukur!(teriak beberapa temannya) (CL. III/236)
Ucapan Salam
Ucapan saalam sering dilakukan dalam percakapan. Ucapan
salam akan disampaikan penutur saat bertemu atau berpisah. Ucapan
salam lazim dilakukan guru ketika akan memulai interaksi belajar
cxlviii
mengajar dengan siswa di kelas. Hal ini juga lazim dilakukan guru saat
interaksi belajar mengajar selesai dilaksanakan. Demikian juga siswa akan
menjawab salam yang disampaikan guru saat guru selesai mengucapkan
salam. Saat interaksi belajar mengajar di kelas ucapan salam biasanya guru
mengucapkan salam terlebih dahulu, baru dijawab oleh siswa.
Pada penelitian ini ditemukan ucapan salam yang diungkapkan
guru saat memulai dan mengakhiri pelajaran. Ucapan salam dijawab oleh
siswa sesuai dengan ucapan salam yang diungkapkan guru. Data tersebut
tersaji sebagai berikut.
Guru : Assalamu’alaikum Warahmatullahi wabarakatuh.” (CL. I/4)
Siswa : Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh.” (CL. I/5)
Guru : Untuk hari ini sekian dulu, Assalamu’alaikum Wr. Wb. (CL.
I/693)
Siswa : Wa’alaikum Salam Wr. Wb. (CL. I/694)
Guru : Assalamu’alaikum Wr. Wb. (CL. II/1)
Siswa : Wa’alaikum salam Wr. Wb.(bersama-sama) (CL. II/2)
Guru : Elok klerune kancane tanggane, tanggane kuwi yo cah… dowo
buanget dikandani kesatu pihak saja memorinya tidak sama. (CL.
II/722)Tak kandhani semene iki, eneng sing penompone bedho ki.
(CL. II/723) Sudah kita cukup kan sekian dulu....hee..hee ojo rame
dhewe, banyak bermanfaat bagi kita semua. (CL. II/724)Cukup
sekian dulu Wabilahi taufik wal hidayah, Wassalamu’alikum Wr.
Wb. (CL. II/725)
Siswa : Wa’alaikum salam Wr. Wb. (CL. II/726)
Guru : Assalamu’alaikum Wr. Wb. (CL. III/1)
Siswa : Walaikum Salam Wr. Wb. (bersama-sama) (CL. III/2)
Guru : Ya sudah, kalau begitu dikerjakan di rumah dan pelajari eksposisi
dan argumentasi! (CL. III/362) Cukup sekian, Assalamu’alaikum
Wr. Wb. (CL. III/363)
Siswa : Wa’alaikumusalam Wr. Wb. (CL. III/364)
cxlix
7.
Panggilan
Pada interaksi belajar mengajar , guru sering melakukan
penunjukan dengan memanggil nama siswa. Hal seperti ini juga sering
dilakukan pembicara saat bercakap-cakap. Memanggil nama atau nama
panggilan tergolong dalam partikel.
Pada penelitian banyak ditemukan, guru memanggil nama siswa
untuk melakukan sesuatu.
Guru
Guru
Guru
Guru
:
:
:
:
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
Guru :
8.
Siapa Mukti Aji? (CL. I/90)
Apa Tanjung? (CL. I/97)
Siapa yang bertugas menghasilkan ovum, Ningrum? (CL. I/107)
Apa pengertian nilai, yang kemarin, silahkan Ridwan! (CL. II/
257)
Hee Ridwan piye? (CL. II/405)
Seperti: radio... nggon radio nggosip rak enek to? (CL. II/697)
Ono to cah? (CL. II/698)
Peristiwa kedua, Nani? (CL. III/127) Peristiwa kedua apa, Nani?
(CL. III/128)
Coba ini ...dibaca ya Indra, paragraf deskriptif 119 kamu baca!
(CL. III/153)
Kemudian pertanyaan berikutnya, Susanto dalam penulisan
deskripsi dapat dihasilkan dari realita atau imajinasi atau duaduanya? (CL. III/163)
Angga, sama tidak? (CL. III/168)
Sapaan
Pada interaksi guru dan siswa di kelas , ditemukan guru sering
menyapa siswa dengan kata ”hallo”, sapaan ini digunakan guru untuk
mengingatkan siswa atau siswa agar konsentrasi pada pelajaran. Sapaan
”hallo” sering digunakan oleh guru biologi, diantaranya sebagai berikut.
Guru :
Guru :
Guru :
Hallo, punya nggak....? (CL. I/205)
Hallo... (CL. I/253)
Hallo...kamu kok ngalamun, Ririn? (CL. I/395)
cl
Guru :
Hallo, lebih dari satu mungkin terjadi anak kembar...kembar
identik itu. (CL. I/471)
Hallo, kenapa? (CL. I/658)
....Pesan saya, hallo! (CL. I/668)
Guru :
Guru :
9.
Penerimaan
Kategori partikel penerimaan ini, penutur atau mitra tutur menyetujui
atau menerima apa yang menjadi ajakan, himbauan, atau pernyataan yang
disamapaikan penutur atau mitra tutur untuk dapat ditindaklanjuti.
Ungkap-ungkapan yang muncul saat interaksi guru dan siswa di kelas
seperti data yang tersaji di bawah ini.
10.
Siswa
Guru
Guru
Guru
:
:
:
:
Guru
Guru
Siswa
Guru
Guru
Siswa
Siswa
Siswa
Siswa
:
:
:
:
:
:
:
:
:
OK.(dijawab bersama) (CL. I/53)
OK, ya…! (CL. I/54) Hmmm ..(CL. I/55)
Ya. (CL. I/109)
Ya..ya, betul- betul karena kadang- kadang ada yang produknya
sedikit. (CL. I/240)
Buku tugas,OK. (CL. I/692)
Ehm… melindungi masyarakat. (CL. II/204)
Ya. (CL. II/278)
Ehm … mode. (CL. II/288)
Hokngo. (CL. II/388)
Nggiih. (CL. II/520)
Ya, Buuuu! (CL. III/58)
Ya. (CL. III/135)
Ya. (CL. III/260)
Penolakkan
Kategori
partikel
penolakan
artinya
dengan
menggunakan
ungkapan tertentu penutur atau mitra tutur tidak menyetujui atau tidak
menerima ajakan, himbauan, ataupun pernyataan penutur. Mitra tutur
cli
menolak, ajakan, himbauan, ataupun pernyataan yang disampaikan
penutur.
Guru
:
Siswa
Guru
Siswa
:
:
:
Bukan, itu pria berperilaku wanita, itu XY kromosomnya, ya.
(CL. I/126)
Tidak, Bu. (CL. II/359)
Bukan, yang apa namanya, kaya ustad (CL. II/498)
Mboten kok, Bu. (CL. II/587)
Data-data tersebut menunjukkan bahwa partikel pada wacana lisan
interaksi guru dan siswa di kelas berfungsi untuk mengorganisasi
percakapan antara guru dan siswa saat interaksi belajar mengajar
berlangsung. Partikel dalam wacana lisan walaupun tidak memiliki makna
secara semantik dan sintaksis akan tetapi menentukan kebermaknaan
percakapan.
Pada penelitian ini ditemukan partikel-partikel dalam kategori
bentuk tegun, O..., ehm... yang diungkapkan guru saat berbicara berarti
guru memerlukan waktu sejenak untuk mengkoordinasi kata; bentuk
pengurangan kecepatan pertukaran ” yo...mudheng kabeh yo..” ,pembicara
menghendaki mitra bicara tidak terlalu cepat ; partikel pembuka
pembicaraan yang memungkinkan pembicara meyakinkan mitra bicara
misalnya, karena ..., jadi ini..., sebentar ya....; isyarat mitra bicara, partikel
ini menuntut perhatian miktra bicara misal, ”Kalau tiga kali....?; isyarat
mitra bicara, yang mencakup partikel kekaguman, keheranan, keharuan,
gerakkan tubuh, tertawa, dan sebagainya , misalnya ”Oh ... cinta (CL.
II/54); Hahaha...(beberapa siswa laki-laki tertawa); ucapan salam, guru
dalam interaksi dengan siswa di kelas pada umumnya mengucapkan salam
clii
baik saat membuka pelajaran dan mengakhiri pelajaran; panggilan, guru
dalam kelas saat tertentu memanggil atau menyebutkan nama siswa
misalnya, Ajeng...,Ayub..., ....Tanjung?, dan sebagainya; sapaan , ada
beberapa guru memiliki kebiasaan menyapa siswa dengan ungkapan
”hallo”, ini diungkapkan untuk mengingatkan siswa, menegur, atau guru
meminta perhatian siswa ; penerimaan, siswa ataupun guru saat berbicara
ada pernyataan atau jawaban guru ataupun siswa yang harus disepakati
biasanya diungkapkan dengan ”OK, ya, ehmm, nggih, yo, dan hokngo ;
yang terakhir partikel penolakan, yaitu untuk mengungkapkan hal-hal
yang tidak diterima atau tidak disetujui dalam penelitian ini ditemukan
ungkapan ” tidak, bukan, dan mboten.
Interaksi guru dan siswa di kelas tidak lepas dari wacana lisan
(percakapan). Pada saat berinteraksi antara guru dan siswa sering dalam
pertukaran berbicara diawali dan di akhiri dengan kehadiran partikel.
Partikel dalam wacana lisan walaupun tidak memilki makna semantik dan
sintaksis, akan tetapi partikel-partikel tersebut kehadirannya berfungsi
mengorganisasi percakapan sehingga percakapan bermakna.
D. Analisis Alih Kode dan Campur Kode Wacana Lisan dalam Interaksi
Guru dan Siswa di Kelas
1. Alih Kode Wacana Lisan dalam Interaksi Guru dan Siswa di Kelas.
Gejala alih kode juga sering mewarnai wacana lisan guru dan siswa
di kelas. Hal ini sulit dihindari dalam interaksi belajar mengajar di
cliii
Indonesia, khususnya di SMA Negeri 3 Sragen pada umumnya guru dan
siswa adalah dwibahasawan. Hal ini tampak pada cuplikan peristiwa
komunikasi bedrikut ini.
Guru
:
Siswa
Guru
:
:
Siswa
Guru
:
:
Siswa
Guru
Siswa
Guru
:
:
:
:
Siswa
Guru
:
:
Siswa
:
:
Guru
Nek ngono kuwi ngikuti tenanan, tayangane apal, uapal
buanget gek jame. (CL. II/706) Tapi belum tentu
kebenarannya tapi sudah beredar di masyarakat.(CL. II/707)
Haha haha. (CL. II/708)
Gosip-gosip yang tidak benar biasanya justru ingin
tahu.,sesuatu yang dilarang ataupun sesuatu yang rahasia
malah kebalikannya rasa ingin tahunya tinggi. (CL. II/709)
Tenan ngopo … ora keno crito … alah piye to tenane ngono?
(CL. II/710) Ngoyak terus. (CL. II/711) Dikandani rahasia
kok … yo wis ojo crito-crito ya …(CL. II/712) Ning engko
crito maneh. (CL. II/713)
Dicritake…(CL. II/714)
Tak kandani, ning ojo kok kandakno, kwalik yo malah
bingung to. (CL. II/715) Masalah sing mengundang masalah
pamo opo parni ngono yo (CL. II/716)
Parno-Parno-Parno. (CL. II/717)
Wis rasah menimbulkan gosip. (CL. II/718)
Fakta. (CL. II/719)
Biasanya makin jauh desas desus disebarkan makin tambah
meratanya dan makin jauh dari kebenaran, pokoke gosip
tambah suwe tambah adoh … lha tambah ra jelas ya cah?
(CL. II/720)
Nggih (CL. II/721)
Elok klerune kancane tanggane, tanggane kuwi yo cah…
dowo buanget dikandani kesatu pihak saja memorinya tidak
sama. (CL. II/722)Tak kandhani semene iki, eneng sing
penompone bedho ki. (CL. II/723) Sudah kita cukup kan
sekian dulu....hee..hee ojo rame dhewe, banyak bermanfaat
bagi kita semua. (CL. II/724) Cukup sekian dulu Wabilahi
taufik wal hidayah, Wassalamu’alikum Wr. Wb. (CL. II/725)
Wa’alaikum salam Wr. Wb. (CL. II/726)
Ya, ke dalam jenis....jenis narasi, ya. (CL. III/222) Itu narasi
yang dominan di....disusupi deskripsi atau dimasuki jenis
paragraf yang lain. (CL. III/223) Tugasnya itu membantu
jalan cerita menjadi jalan cerita yang menarik. (CL. III/224)
Ini kok ada guratan-guratan tangan yang jail, ngopo to? (CL.
III/225) Iki sopo? (CL. III/226) Polahe sopo? (CL. III/227)
....Orang yang tidak baik, ya. (CL. III/228) Ini kan kayu,
untung tidak kena saya, kok bisa di sini jane ngopo? (CL.
III/229) Ini kira-kira siapa? (CL. III/230) Terus terang saja,
cliv
Siswa
Guru
:
:
Siswa
Guru
:
:
terus terang saja, ayo ngaku jujur! (CL. III/231)
Dedy. (CL. III/232)
Kowe ngopo? (CL. III/233) Kowe dolonan ngene iki, nikmate
opo to? (CL. III/234) Mencari kepuasan? (CL. III/235)
Syukur…syukur! (teriak beberapa temannya) (CL. III/236)
Nggak bisa saling menuduh, tapi saya sudah punya catatan
kelas X I susah diatur. (CL. III/237) Deskripsinya seperti itu
ya. (CL. III/238) Coba dicari lagi dari cerpen ”Penyesalan
Marni” selain deskripsi yang sudah disebutkan Si Koko tadi!
(CL. III/239)
2. Campur Kode Wacana Lisan dalam Interaksi Guru dan Siswa di
Kelas
Gejala campur kode sulit dihindarkan guru dan siswa pada
interaksi belajar mengajar di kelas. Hal yang mendorong terjadinya
campur kode karena guru dan siswa di SMA negeri 3 Sragen pada
umumnya dwibahasawan. Guru dan siswa di SMA Negeri 3 Sragen di
samping menguasai bahasa Indonesia juga menguasai bahasa Jawa.
Bahasa Jawa merupakan bahasa ibu, dan dapat dikatakan bahasa
Indonesia pada umumnya sebagai bahasa kedua. Bahasa Jawa sebagai
bahasa percakapan sehari-hari baik di rumah, dalam pergaulan di
masyarakat, bahkan juga di instansi pemerintah dan swasta. Kebiasaan
ini salah satu pemicu terjadinya campur kode dalam interaksi belajar
mengajar di kelas.
Guru
:
Jadi kurang lebih ya.(tertawa) (CL. I/512) Bisa lebih, bisa
kurang, jadi bisa kurang lebih. (CL. I/513) Kalau
berlanjut...hallo...misalnya sudah satu minggu nggak-nggak
selesai sampai minggu ke dua dimungkinkan ada pembuluh
darah yang terluka ini harus ditangani dokter. (CL. I/514)
Kalau terjadi jangan takut, jangan takut! (CL. I/515) OK,
kenapa tidak boleh takut ? (CL. I/516) Sekarang dunia medis
sudah sangat berkembang, dokter di mana-mana ada ya?
clv
(CL. I/517) Kenapa takut? (CL. I/518) Jadi jangan takut
untuk sakit, karena kalau tidak takut sakit berarti tidak sakit
ya. (CL. I/519) Orang yang takut sakit berarti sakit, setidaktidaknya sakit jiwa (tertawa). (CL. I/520) Jadi ada tiga siklus,
ada tiga tahapan yang pertama proliferasi, ke dua fase
ovulasi dan ke tiganya fase menstruasi, bisa dipahami? (CL.
I/521)
Guru
:
Guru
:
Siswa
Guru
:
:
Siswa
Guru
Siswa
Guru
Siswa
Guru
Siswa
Guru
:
:
:
:
:
:
:
:
Kadang-kadang kalimate gak tepat, yo?(CL. II/165) Oh
prestasi ngono yo, opo ya pas ratu biasane yang baik-baik
ngono yo, mosok ratu kok ekstasi, cobo? (CL. II/166)
Kelompok dengan gerombolan, …(CL. II/167) Gerombolan
identik dengan negatif,yo? (CL. II/168) Nek kelompok
biasanya untuk yang baik-baik, mosok gerombolan kelas
X.E, kesane nek uelik yo? (CL. II/169)
Ya. (CL. II/170)
Kesane sekelompok … dengan adanya sistem hukum yang
jelas, juga akan membuat efek jera. Contohnya apa? (CL.
II/171)
Korupsi (CL. II/172)
Korupsi terus gimana, sistem hukumnya? (CL. II/173)
Dibunuh. (CL. II/174)
Heee. (CL. II/175)
Dibunuh (CL. II/176)
Jo terus dibunuh. (CL. II/177)
Dipenjara. (CL. II/178)
Dengan adanya sistem hukum, usul dengan adanya hukuman
mati, jenenge wong usul ya? (CL. II/179)
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa pada interaksi guru
dan siswa di kelas SMA Negeri 3 Sragen, dalam berkomunikasi terjadi
peristiwa alih kode dan campur kode. Hal ini terjadi karena beberapa
faktor antara lain faktor kebiasaan guru dan siswa , dan guru bermaksud
untuk menyampaikan pelajaran agar mudah dipahami siswa.
Alih kode dan campur kode interaksi guru dan siswa di kelas SMA
Negeri 3 Sragen dengan alih kode dan campur kode bahasa Indonesia
sebagai bahasa formal pengantar menyampaikan pelajaran dengan bahasa
clvi
Jawa paling dominan, bahasa Arab terutama mengucapkan salam, dan
bahasa Inggris terutama sapaan hallo dan OK.
Jadi, pada wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas SMA
Negeri 3 Sragen sering terjadi peristiwa alih kode dan campur kode.
Peristiwa alih kode dan campur kode dilakukan baik guru dan siswa.
clvii
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan analisis yang disajikan pada BAB IV, dapat disimpulkan
sebagi berikut:
1. r
1. Struktur wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas SMA Negeri
3 Sragen yang didasarkan pada analisis yang dikemukakan Sinclair
dan Coulthrad, yaitu: (1) Pertukaran atau pergantian antara penutur dan
petutur teratur., (2) Guru dalam kelas saat interaksi belajar mengajar lebih
dominan dibandingkan dengan siswa. Siswa berbicara saat diberi waktu guru.
Waktu berbicara siswa pada umumnya pada tindak tutur menjawab pertanyaan
yang disampaikan guru (reply; response), komentar (coment), dan penerimaan
(accept), serta tindak tutur elisitasi (elicitation)walaupun ini sangat jarang
terjadi. Pada interaksi guru dan siswa dominan waktu berbicaranya., (3) Guru
berbicara pada semua bentuk tindak tutur, terutama pada tindak tutur
informatif (invormative), elisitasi (elicitation), dan komentar (coment).
Sementara itu pada tindak tutur menjawab pertanyaan (reply; response),
penerimaan (accept), dan persetujuan (acknowledge) sedikit berbicara., (4)
Pola komunikasi cenderung satu arah, karena guru sering memberikan
informasi dengan ceramah (informative), pola komunikasi akan berubah
menjadi dua arah bilamana guru memberikan pertanyaan (elicitation), dan
siswa harus menjawab (reply; response), dan (5) Secara umum stuktur wacana
140
clviii
lisan interaksi guru dan siswa di kelas menunjukan pola guru membuka
dengan ucapan salam kemudian dijawab siswa (stater kemudian respons), guru
mengecek kehadiran siswa dan tugas (check) kemudian siswa merespons,
setelah selesai guru membuka pelajaran dengan mengarahkan perhatian siswa
ke topik (stater), selesai pengarahan guru menerangkan (informative), saat
menerangkan bila ada siswa kurang memperhatikan akan menegur (dirictive),
selesai menerangkan satu topik guru akan bertanya pada siswa (elisitasi),
kemudian siswa menjawab (response) kemudian guru biasanya mengulang
jawaban siswa (reply), bilamana siswa belum menemukan jawaban maka guru
memancing ataupun memberi dorongan ( prompt; elue), saat mengajukan
pertanyaan guru kadang kala menyuruh menunjukan jari (eue) tetapi yang
sering dilakukan menunjuk langsung (nomination), bila jawaban siswa benar
guru akan menerima dan minta persetujuan siswa (accept; acknowledge),
selesai itu guru menyimpulkan (conclusion), kemudian bertanya kepada siswa
yang perlu dijelaskan lagi (metanstatement), guru juga sering melakukan
komentar dan di luar komunikasi dengan siswa (coment; aside) ini dilakukan
saat siswa mulai jenuh, dan evaluasi dilakukan saat siswa menjawab
pertanyaan dengan baik.
2. Fungsi bahasa pada wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas SMA
Negeri 3 sragen , didasarkan teori Halliday ditemukan 6 (enam) fungsi bahasa
diantara 7(tujuh) fungsi bahasa dalam berkomunikasi antara guru dan siswa
saat interaksi belajar mengajar berlangsung, yaitu: (1) Fungsi instrumental (the
instrumental function); (2) Fungsi regulasi (the regulatory function); (3)
clix
Fungsi representasi (the representational function); (4) Fungsi interaksional
(the interactional function); (5) Fungsi perorangan (the personal function); dan
(6) Fungsi heurestik (the heuristic function) , sedangkan fungsi bahasa
imajinatif tidak ditemukan pada wacana lisan interaksi guru dan siswa di
kelas SMA Negeri 3 Sragen. Fungsi bahasa imajinatif tidak ditemukan sebab
fungsi bahasa ini bisasa digunakan dalam penulisan karya sastra. Fungsi
bahasa yang dominan dalam interaksi guru dan siswa di kelas adalah fungsi
bahasa representasi dan fungsi bahasa heuristik. Fungsi bahasa representasi
dominan, karena guru cenderung menjelaskan atau menerangkan materi
pelajaran, sedangkan fungsi heuristik guru sering menyampaikan pertanyaan
yang harus dijawab siswa. Pada penelitian ini juga ditemukan pemakaian
bahasa Jawa disamping bahasa Indonesia atau adanya campur kode dalam
berkomunikasi.
3. Partikel dalam wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas berfungsi untuk
mengorganisasi percakapan, terutama saat pertukaran bicara. Analisis partikel
wacana lisan didasarkan teori Stubbs, Linke, Nusberm, dan Portman, dari
hasil indentifikasi sebagai berikut: (1) Setiap guru tidak sama pemakaian
partikel wacana lisan dalam interaksinya, (2) Partikel yang sering muncul
pada setiap guru, ucapan salam, panggilan, penerimaan, bentuk tegun,
sedangkan penolakan hanya beberapa kali disampaikan siswa dengan adanya
pernyataan guru . Partikel sapaan ” Hallo” tidak setiap guru menggunakan,
dan partikel penerimaan ”OK” juga tidak setiap guru menggunakan hal ini
terjadi karena faktor guru yang bersangkutan. Siswa sebagai mitra tutur
clx
hampir tidak pernah menggunakan ”OK” dalam berbicara, sedangkan ”Hallo”
tidak muncul sama sekali pada siswa.
4. Peristiwa alih kode dan campur kode terjadi pada wacana lisan interaksi guru
dan siswa dalam
kelas di SMA Negeri 3 Sragen. Hal ini terjadi pada
umumnya guru dan siswa di SMA Negeri 3 Sragen adalah dwibahasawan
bahkan multibahasawan. Jadi, peristiwa alih kode dan campur kode sering
terjadi. Alih kode dan campur kode pada umumnya adalah pemakaian bahasa
Jawa paling dominan. Selain bahasa Jawa adalah alih kode dan campur kode
bahasa Arab, dan bahasa Inggris.
B. Implikasi
1. Hasil penelitian ini berimplikasi perlunya penelitian lanjutan dan penuntasan
pendeskripsian dan penjelasan tentang norma-norma interaksi guru dan siswa
di kelas, struktur wacana lisan di kelas, fungsi bahasa, dan partikel wacana
lisan, dengan mendasarkan teori analisis yang berbeda.
2. Hasil
penelitian
ini
berimplikasi
perlunya
peningkatan
kemampuan
komunikasi guru dan siswa di kelas tanpa membebani dengan ketentuan
pemakaian bahasa formal selama interaksi belajar-mengajar berlangsung.
3. Hasil penelitian ini berimplikasi saat interaksi guru dan siswa di kelas harus
mengurangi terjadinya peristiwa alih kode dan campur kode secara bertahap
untuk dapat menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
clxi
C. Saran
1. Berkenaan dengan analisis wacana lisan di kelas, fungsi bahasa, dan
partikel dalam wacana lisan dapat ditindak lanjuti dengan guru yang
berbeda, metode, pendekatan yang berbeda akan memunculkan hasil yang
sama atau tidak. Jadi, penelitian ini nanti membandingkan beberapa guru
yang mempunyai latarbelakang budaya, metode, pendekatan, dan topik
mengajar yang berbeda.
2. Penelitian tentang wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas diteliti
dari struktur wacana, fungsi bahasa, dan partikel wacana lisan, yang
diteliti tidak hanya guru bahasa Indonesia, biologi, dan sosiologi mungkin
guru mata pelajaran yang lain dengan metode dan pendekatan mengajar
yang berbeda. Dengan demikian diharapkan hasil penelitian lebih
bervariasi , semakin lengkap, dan semakin menarik
3. Kepada para guru disarankan agar terus berupaya meningkatkan
kemampuan komunikasinya di kelas dengan mempertimbangkan kondisi
siswa dan mengembangkan situasi percakapan yang bervariasi sehingga
dapat mengurangi kejenuhan siswa dalam menerima pelajaran.
4. Kepada para guru dalam mengembangkan variasi percakapan di kelas
untuk dapat mengurangi terjadinya peristiwa alih kode dan campur kode di
dalam interaksi belajar –mengajar di kelas. Guru dan siswa untuk berusaha
mengembangkan pemakaian bahasa yang baik dan benar dalam situasi
formal dalam interaksi belajar-mengajar, Alih kode dan campur kode
dapat digunakan pada situasi informal.
clxii
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Chaer. 1994. Sosiolinguistik (Perkenalan Awal). Jakarta: Reneka Cipta
Abdul Rani,Bustanul Arifin,Martutik. 2008. Analisis Wacana. Malang: Bayu
Media
Adiel. 2009. ”Alih Kode, Campur Kode, dan Interferensi”. http://adiel87.
blogspot.
Com/2009/11/alih-kode-campur-kode-dan-interferensi.html.
diunduh Jumat, 16 Juli 2010, jam 10. 09 WIB.
Ann Malamah, Thomas.1987. Classroom Interaction. Oxford University Press
Admin. 2007. ”Efektiffitas Kegiatan Belajar Mengajar”. http:// miftahul ulum.
dikti. net / index. Php? Option= com. Diunduh Jumat 12 Februari 2010,
jam 10. 00 WIB.
Anwar Holil. 2003. “Interaksi Sebagai Proses Belajar Mengajar”. http.//
anwarholil blog spot. Com. Diunduh. Sabtu 5 Desember 2009, jam 09.
00 WIB.
Austin, John L. 1962. How to Do Things with Word (edisi kedua). Oxford: Oxfod
University Press.
Brown,Gillian and George Yule. 1985. Discourse Analysis. Cambridge :
Cambridge University Press.
Brown, Penelope., dan Stephen C. Levinson. 1978. Politeness: Some Universal in
Language Usage. Cambridge: Cambridge University Press.
Dede Oetomo.1993.”Pelahiran dan Perkembangan Analisis Wacana”,dalam
Kaswanti Purwo(Editor).PELLBA 6. Yogyakarta : Kanisius.
Eelen, Gino. 2001. A Critique of Politeness Theories. Manchester, UK: St. Jerome
Publishing
Edi Subroto D. 2007. Pengantar Metode Penelitian Linguistik Struktural.
Surakarta Sebelas Maret University Press
Edi Sumardi. 1980. Pedagogik. Bandung : Angkasa.
Edmondson,Willis.1981.Spoken discourse:A Model for Analysis. London:
Logman
145
clxiii
Ellis, R. 1990. Instructed Second Language Acquisition. Oxford: Blackwell
Fraser Gupta ,Anthea.2002. “The pragmatic particles of Singapore colloquial
English”: Journal of Pragmatics .Vol. 18.Issue 1. P. 31-57 diunduh 7
Maret 2010 jam 10. 00 WIB.
Fatimah
Djajasudarma,T. 2006. Wacana Pemahaman dan Hubungan
Antarunsur. Bandung : Aditama.
Gunarwan, Asim. 2004. Dari Pragmatik ke Pengajaran Bahasa (Makalah
Seminar Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah). IKIP Singaraja.
Gunawan. 2009. ”Tiga Pola Komunikasi dalam Proses Belajar Mengajar”
http://pak-gunawan.blogspot.com/2009/03/tiga-polakomunikasi- dalamproses.html di unduh Minggu, 2 Mei 2010, jam 08.00 WIB.
Grice,
Paul .-. “Implikatur”. http://www.teorier.dk/tekster/h-paul-griceimplikatur.php diunduh pada Minggu , 2 Mei 2010 jam 07. 30 WIB
Hasan Alwi., dkk. 2008. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai
Pustaka.
Henry Guntur Tarigan. 1990. Pengajaran Pragmatik. Bandung : Angkasa
______. 2009. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa
Hyung Jung Kim.2006. Issues off Rating Scales in Speaking Performance
Assessment:Working Paper in TESOL & Applied Linguistics. Vol.6, No.2:
Columbia University diunduh 7 Maret 2010 jam 09.30 WIB.
I Dewa Putu Wijana. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Jogjakarta : Andi Offset.
Imrulah Sati T. . 2007. “Pemahaman
dan Analisa Wacana”.
http://74.125.153.132/search?q=cache:EdTJVuBuoQsJ:pksm.mercubuana.
ac .id di unduh Jumat, 12 Februari 2010 jam 09. 30 WIB
Irmayani, Musfeptial, Hari Purwiati. 2005. “Alih Kode dan Campur Kode dalam
Buletin Salam.” http://pusatbahasa.diknas. go.id/ diunduh Jumat, 16 Juli
2010 jam 10. 11 WIB.
Jaszczolt, K.M. 2002. Semantics and Pragmatics: Meaning in Language and
Discourse. Edinburgh: Pearson Education.
Kinayati Djojosuroto. 2007. Filsafat Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher.
clxiv
Kunjana Rahardi. 2005. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia.
Jakarta : Erlangga.
Leech,Geoffrey.1993. The Principles of Pragmatics diterjemahkan M.D.D. Oka.
Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Levinson,Stephen C. 1983. Pragmatics. Cambridge: Cambridge University Press.
Linke, Angelika & Markus Nussbaumer und Paul R. Portmann. 1991.
Studienbuchbuch Linguistik. Tubingen: Neimeyer.
Lilis Siti Sulistyaningsih. 2005. ”Alih Kode dan Campur Kode.”http://file.Upi.
edu/Direktori/C-FPBS/JUR. PEND. BHS. DAN SASTRA INDONESIA/
diunduh Jumat, 16 Juli 2010
jam 10. 00 WIB.
Lutfatul Syayayidah Fitriyah. 2006. ”Interaksi Belajar Mengajar”. http://openpdf.
Com/ebook/lutfatul-pdf.html. di unduh 7 Februari 2010 jam 08. 22 WIB
Makyun Subuki. 2006. ”Mengapa Pragmatik Perlu Dipelajari dalam Program
Studi Linguistik?”. Linguistik : Pragmatik. http://tulisanmakyun. blogspot.
com/2007/07/linguistik-pragmatik.html di unduh Minggu, 2 Mei 2010
jam 08.30
Marfuah.2006. “Pengungkapan Makna Pragmatik Imperatif Bahasa Indonesia
Dalam Proses Belajar Mengajar di Kelas”. TESIS. UNS.
Mohammad Asrori. 2007. Psikologi Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima
Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Nababan ,P. W. J. 1991. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta : Gramedia.
Nina. 2009. ”Paper Sosling Nina – Presentation Transcript.” http://www.
Slideshare.net/ninazski/paper-sosling-nina diunduh Jumat, 16 Juli 2010
jam 10. 16 WIB.
Renkema, Jan. 2004. Introduction to Discourse Studies. Amsterdam: John
Benjamins Publishing Company.
Riyadi Santoso. 2003. Semiotika Sosial: Pandangan terhadap Bahasa. Surabaya:
Pustaka Eurika.
Richards, Jack, John Platt, dan Heidi Waber. 1985. Logman Dictionary of Applied
Linguistics. England: Longman.
clxv
Sutopo, H. B. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: Universitas
Sebelas Maret
Pakde Sofa. 2008.” Metode Analisi Isi, Reliabilitas dan Validitas dalam Metode
Penelitian Komunikasi”.
http://massofa.wordpress.
Com
/2008/01/28/metode-analisi-isi-reliabilitas-dan-validitas-dalam-metodepenelitian-komunikasi/ diunduh Minggu, 9 Mei 2010 jam 12. 37 WIB
Philip E. Bishop.2000.”Classroom Interaction”.http://faculty .valenciace. edu/pbi
shop/lcib/classroom interact.pdf. diunduh Jumat, 12 Februari 2010 jam
10.15 wib.
Sarwiji Suwandi. 2007. Serbalinguistik Mengupas Pelbagai Praktik Berbahasa.
Salatiga: Widya Sari
Schiffrin, Deborah. 2007. Approaches To Discourse diterjemahkan oleh Abd.
Syukur Ibrahim. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Sri Utari Subyakto Nababan. 1992. Psikolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Sudaryanto. 1990. Aneka Konsep Kedataan Lingual dalam Linguistik.
Yogyakarta: Duta Wacana University Press.
Sugeng Lestari.2005. ”Analisis Wacana Lisan pada Interaksi Belajar Mengajar di
Kelas 5 SDIT Nur Hidayah Surakarta”.SKRIPSI . UNS.
Sri Esti Wuryani Djiwandono. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Gramedia
Stubbs, Michael.1983.Discourse Analysis: The Sosiolinguistic Analysis of Natural
Language . Oxford.
Sumarlam (ed.), Kundharu Sadhono, Usdiyanto, Chatri S. ,Widyastuti,dkk 2009
Teori dan Praktik Analisis Wacana. Surkarta : Pustaka Cakra
Sumiati, dan Asra.2007. Metode Pembelajaran.Bandung: CV. Wacana Prima.
Suseno Kartomihardjo. 1992. Analisis Wacana dan Percakapannya. Malang :
IKIP Malang.
Titscher, Stefan (et. al) . 2009. Methods of Text and Discourse Analysis editor
Abdul Syukur Ibrahim. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Thomas. Jenny. 1995. Meaning in Interaction: an Introduction to Pragmatics.
London/New York: Longman.
clxvi
Winarno Surachmad. 1994. Pengantar Interaksi Mengajar –Belajar: Dasar-dasar
dan Teknik Metodologi Pengajaran. Bandung : Tarsito.
Yule, George. 1996. Pragmatics. diterjemahkan Indah Fajar Wahyuni Oxford.
Oxford University Press.
Zamzani. 2002. “Pemakaian Bahasa Selain Bahasa Indonesia dalam Interaksi
Belaja Mengajar
Pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan
SastraIndonesia FBS Universitas Negeri Jogjakarta.” Litera (Jurnal
Penelitian Bahasa, Sastra dan Pengajaran ), No. 1. Jogjakarta : Jogjakarta
University.
ZHANG Jing-pin.2008.”Fostering College Students Overall Ability by Means of
English Public Speaking": US-China Foreibn Language. Vol.6, Diunduh 7
Maret 2010 jam 08.00 WIB.
clxvii
Download