ANALISIS WACANA LISAN INTERAKSI GURU DAN SISWA DI KELAS (Studi Kasus Pemakaian Bahasa di SMA Negeri 3 Sragen dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia, Biologi, dan Sosiologi) TESIS Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Magister Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Oleh: Raharjo Dwi Untoro S840209113 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 1 ANALISIS WACANA LISAN INTERAKSI GURU DAN SISWA DI KELAS (Studi Kasus Pemakaian Bahasa di SMA Negeri 3 Sragen dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia, Biologi, dan Sosiologi) Disusun oleh: Raharjo Dwi Untoro S840209113 Telah disetujui oleh Tim Pembimbing Pada tanggal, 22 Juni 2010 Pembimbing I Pembimbing II Dr. Budhi Setiawan, M.Pd. NIP. 196105241989011001 Prof. Dr. H. Kunardi Hardjoprawiro, M.Pd. NIP. 130 189 637 Mengetahui Ketua Program Studi Bahasa Indonesia Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd. NIP. 194403151978041001 2 ANALISIS WACANA LISAN INTERAKSI GURU DAN SISWA DI KELAS (Studi Kasus Pemakaian Bahasa di SMA Negeri 3 Sragen dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia, Biologi, dan Sosiologi) Oleh : Raharjo Dwi Untoro S840209113 Telah disetujui oleh Tim Penguji Pada tanggal, 27 Juli 2010 Jabatan Nama Tanda tangan Ketua Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd ……………. Sekretaris Prof. Dr. St. Y. Slamet, M.Pd. ..................... 1. Dr. Budhi Setiawan, M.Pd. .................... Anggota Penguji: 2. Prof. Dr. H. Kunardi Hardjoprawiro, M.Pd. ................... Surakarta, .........Juli 2010 Mengetahui Direktur Program Pascasarjana UNS Ketua Program PBI Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D. NIP. 195708201985031004 Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd. NIP. 19440315197841001 3 MOTTO Mencari ilmu itu wajib bagi laki-laki dan perempuan muslim. ( H. R. Muslim) Agama tanpa ilmu pengetahuan lumpuh, ilmu pengetahuan tanpa agama buta. (Albert Einstein) Ngelmu iku Ilmu adalah Kalakone kanthi laku dijalankan Lekase lawan kas Dimulai dengan kemauan yang keras Tegese kas nyantosani kemauan yang keras adalah penguat dengan bermati raga tekad Setya budya pangekese dur angkara Selalu setia akan tujuan dapat menghancurkan godaan ( KGPAA. Mangkunegoro IV) Sekali layar terkembang pantang biduk ke tepian. Punna lebba kuka’rangno sombalakku kualleangngangngi talanggana towaliayya. ( dari Makassar) 4 PERSEMBAHAN Teriring salam dan do’a serta puji syukur Kehadirat Allah SWT, kupersembahkan karya ini untuk: 1. Ayahanda Sarmin Sastro Widodo (Alm.) dan Ibunda Martini Diniyati 2. Ayahanda H. Mujiyo Noto Miharjo (Alm) dan Ibunda Hj. Suyatmi 3. Istriku tercinta Mulyanti, Bsc. yang telah memberikan dukungan dan dorongan untuk menyelesaikan tesis ini. 4. Anakku tercinta Thoriq Azis Wirahadinata yang telah memberikan kebahagian dalam hidup. 5. Adik-adiku dan sahabat-sahabatku yang telah memberikan do’a restu dengan tulus . v PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini, saya Nama : Raharjo Dwi Untoro NIM : S. 840209113 menyatakan dengan sesungguhnya , bahwa tesis berjudul ” Analisis Wacana Lisan Interaksi Guru dan Siswa di Kelas: Studi Kasus Pemakaian Bahasa di SMA Negeri 3 Sragen dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia, Biologi, dan Sosiologi” adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut. Surakarta, 14 Juli 2010 Yang membuat pernyataan Raharjo Dwi Untoro vi KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah yang Mahakuasa yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan dengan judul ” Analisis Wacana Lisan Interaksi Guru dan Siswa di Kelas :Studi Kasus Pemakaian Bahasa di SMA Negeri 3 Sragen dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia, Biologi, dan Sosiologi”. Tesis ini dapat diselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat: 1) Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D., Direktur PPs UNS yang telah memberikan izin penyusunan tesis ini; 2) Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd., Ketua Program Studi Bahasa Indonesia Program Passcasarjana UNS, yang telah memberikan arahan dan masukan sehingga tesis ini dapat disusun dengan lancar; 3) Dr. Budi Setiawan, M.Pd., sebagai pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran, ketulusan, dan ketelitian sehingga tesis ini dapat disusun dengan lancar; 4) Prof. Dr. H. Kunardi Hardjoprawiro, M.Pd., sebagai pembimbing II yang telah memberikan kekuatan, bimbingan, masukan yang berharga, dan motivasi sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan; 5) Drs. Gatot Supadi, M.B.A., M.M., sebagai Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sragen yang telah memberikan izin penelitian di wilayahnya; 6) Drs. Sumarsono, M.Pd., sebagai Kepala SMA Negeri 3 Sragen yang telah memberikan izin penelitian; 7) Tidak lupa ucapan terima kasih kepada semua guru, karyawan SMA Negeri 3 Sragen, khususnya Bp. Arif Purwadi, S.Pd., Ibu Febtilita Yulianti, vii S.Pd., Ibu Sri Iswati, S.Pd., dan Dra. Dyah Retno Sejati, yang telah berkenan menjadi subjek penelitian; 8) Kedua orang tua penulis yang telah memberikan restu dan doanya; 9) Istriku tercinta, anakku yang tersayang yang dengan tulus hati memberikan doa, dukungan, dorongan, pengorbanan, kesabaran, kesetiaan, dan cinta kasihnya selama penyelesaian tesis ini. Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, berbagai saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan tesis ini agar lebih baik dan bermanfaat sangat diharapkan. Semoga Allah yang Mahakuasa selalu memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya dalam segala langkah, sekarang dan selamanya. Amin. Surakarta, 14 Juli 2010 Peneliti, R. D. U. viii DAFTAR ISI Halaman JUDUL ................................................................................................. i PENGESAHAN PEMBIMBING ....................................................... ii PENGESAHAN PENGUJI TESIS .................................................... iii MOTTO................................................................................................ iv PERSEMBAHAN................................................................................. v PERNYATAAN.................................................................................... vi KATA PENGANTAR.......................................................................... vii DAFTAR ISI......................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN........................................................................ xii DAFTAR GAMBAR ........................................................................... xiii DAFTAR SINGKATAN ..................................................................... xiv ABSTRAK ........................................................................................... xv ABSTRACT ......................................................................................... xvii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah....................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................. 6 C. Tujuan Penelitian................................................................... 7 A. Manfaat Penelitian ............................................................... 8 a. Manfaat Teoritis ............................................................ 8 b. Manfaat Praktis ............................................................ 8 ix BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN, KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Teori 1. Interaksi Belajar Mengajar di Kelas............................... 10 a. Hakikat Interaksi Belajar Mengajar di Kelas.......... 10 b. Penataan Pola Komunikasi dalam Interaksi Belajar Mengajardi Kelas........................................... 15 2. Wacana Lisan Guru dan Siswa di Kelas ......................... 23 a. Hakikat Wacana........................................................... 23 b. Analisis Wacana Lisan ................................................ 24 c. Fungsi Bahasa .............................................................. 27 d. Pragmatik .................................................................... 30 e. Konteks Situasi Tutur ................................................. 33 f. Tindak Tutur ............................................................... 33 g. Struktur Wacana Lisan Interaksi di Kelas .............. 38 h. Partikel dalam Wacana Lisan .................................... 48 i. Praanggapan, Implikatur, dan Entailmen ................ 52 j. Alih Kode dan Campur Kode..................................... 56 B. Penelitian yang Relevan ........................................................ 61 C. Kerangka Berpikir 62 ............................................................. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ....................................................................... x 64 B. Data dan Sumber Penelitian ................................................. 65 C. Lokasi Penelitian .................................................................... 67 D. Teknik Cuplikan .................................................................... 67 E. Metode Penelitian ................................................................... 69 F. Teknik Pengumpulan Data ................................................... 69 G. Teknik Validitas Data Penelitian .......................................... 71 H. Teknik Analisis Data Penelitian ............................................ 71 BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Struktur Wacana Lisan dalam Interaksi Guru dan Siswa di Kelas ...... .............................................................................. 74 B. Fungsi Bahasa Wacana Lisan dalam Interaksi Guru dan Siswa di Kelas .......................................................................... 118 C. Partikel Wacana Lisan dalam Interaksi Guru dan Siswa di Kelas.................................................................................... 128 D. Alih Kode dan Campur Kode Wacana Lisan dalam Interaksi Guru dan Siswa di Kelas ........................................ 135 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan .................................................................................. 140 B. Implikasi .................................................................................. 143 C. Saran ........................................................................................ 144 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 145 LAMPIRAN ......................................................................................... 150 xi DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. Hubungan aktif dua arah antar pendidik dan anak didik .. 2. Hubungan interaktif antara pendidik dan anak didik yang diikat oleh tujuan ............................................................... 3. 13 13 Hubungan dua arah antara pendidik dan anak didik yang diikat oleh tujuan, dan materi pelajaran yang sesuai dengan tujuan .................................................................... 4. 14 Hubungan interaktif antara pendidik dan anak didik yang diikat oleh tujuan, bahan pelajaran, metode, sarana, dan evaluasi........................................................................ 14 5. Pola komunikasi satu arah.................................................. 15 6. Pola komunikasi dua arah ................................................. 16 7. Pola komunikasi tiga arah ................................................. 17 8. Diagram kerangka berpikir ............................................... 63 9. Dokumentasi interaksi guru dan siswa di kelas XI IPA-3 bersama Bp. Arif Purwadi, S.Pd. ..................................... 10. Dokumentasi interaksi guru dan siswa di kelas X-E bersama Ibu Sri Iswati, S.Pd.. ........................................... 11. 86 89 Dokumentasi Interaksi Guru dan Siswa di kelas X-I bersama Ibu Febtilita Yulianti, S.Pd.. ............................... xii 91 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1. Interaksi Guru dan Siswa di Kelas XI IPA-3 ................. 150 2. Interaksi Guru dan Siswa di Kelas X-E ......................... 205 3. Interaksi Guru dan Siswa di Kelas X-I ........................... 268 4. Analisis Partikel Wacana Lisan Interaksi Guru dan Siswa di Kelas ................................................................ 5. 304 Transkripsi Alih Kode dan Campur Kode Interaksi Guru dan Siswa di Kelas ................................................ 309 6. Transkripsi Wawancara I................................................ 327 7. Transkripsi Wawancara II .............................................. 329 8. Transkripsi Wawancara III ............................................. 331 9. Surat Permohonan Ijin Penelitian .................................. 333 10. Surat Ijin Penelitian ........................................................ 334 11. Surat Keterangan Melaksanakan Penelitian ................... 335 xiii DAFTAR SINGKATAN CL. I/204 : Catatan Lapangan romawi I nomor 204 CL. II/105 : Catatan Lapangan romawi II nomor 105 CL. III/216 : Catatan Lapangan romawi III nomor 216 G : Guru G. BI : Guru Bahasa Indonesia G. Bio. : Guru Biologi G. Sos. : Guru Sosiologi Pn : Peneliti S : Siswa xiv ABSTRAK Raharjo Dwi Untoro, S840290113. 2010. Analisis Wacana Lisan Interaksi Guru dan Siswa di Kelas: Studi Kasus Pemakaian Bahasa SMA Negeri 3 Sragen dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia, Biologi, dan Sosiologi. Tesis: Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mendeskripsikan dan menjelaskan struktur wacana lisan guru dan siswa dalam kelas di SMA Negeri 3 Sragen pada waktu proses belajar mengajar, (2) mendeskripsikan dan menjelaskan fungsi bahasa dalam tindak tutur interaksi guru dan siswa dalam kelas di SMA Negeri 3 Sragen pada waktu proses belajar mengajar, (3) mendeskripsikan dan menjelaskan partikel wacana lisan dalam tindak tutur interaksi guru dan siswa dalam kelas di SMA Negeri 3 Sragen pada waktu proses belajar mengajar, dan (4) mendeskripsikan dan menjelaskan alih kode dan campur kode wacana lisan interaksi guru dan siswa SMA Negeri 3 Sragen. Penelitian ini termasuk studi kajian wacana yang mengambil lokasi di SMA Negeri 3 Sragen. Data dalam penelitian ini berupa wacana lisan interaksi guru dan siswa dalam peristiwa komunikasi belajar mengajar di kelas. Karena itu, datanya berwujud rekaman percakapan di kelas antara guru dengan siswa yang ditranskripsikan. Untuk pemilihan dan jumlah serta jenis sumber data dilakukan dengan teknik cuplikan. Pengambilan datanya dengan teknik rekam, teknik catat, dan teknik wawancara. Teknik analisis datanya menggunakan analisis kontektual. Proses analisis dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data, dengan mendasarkan : (1) teori tindak tutur di kelas yang dikemukakan Sinclair dan Coultrad, (2) Teori fungsi bahasa yang dikemukakan MAK Haliday, dan (3) Partikel wacana lisan yang dikemukakan Stubs, Linke, Nussbaumer, dan Portman. Berdasarkan analisis dan pembahasan hasil penelitian, disimpulkan bahwa interaksi guru dan siswa di kelas menunjukkan pola pertukaran yang teratur. Percakapan di kelas tersebut mengarah pada satu tujuan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Percakapan di kelas peran guru dominan, siswa berbicara bilamana ada kesempatan yang diberikan guru. Selain itu, juga ditandai dengan bahasa yang komunikatif sehingga tersampaikan informasi dengan mudah dan jelas. Karakteristik wacana lisan dalam kelas ini ditandai oleh adanya konteks di luar ujaran guru yang cukup berpengaruh terhadap makna ujarannya seperti : tempat, waktu, suasana, subyek, topik, tujuan, dan nada. Bentuk wacana lisan guru dan siswa di kelas ditentukan juga oleh fungsi bahasa yang digunakan baik guru ataupun siswa. Secara umum fungsi bahasa sebagai alat komunikasi. Hasil penelitian ini menunjukkan fungsi bahasa sebagai berikut : (1) fungsi instrumental, (2) fungsi regulasi, (3) fungsi representasi, (4) fungsi interaksi, (5) fungsi perorangan, (6) fungsi heuristik, dan (7) fungsi imajinatif. Fungsi imajinatif tidak ditemukan selama penelitian ini, karena fungsi bahasa ini sering digunakan dalam karya sastra. Partikel sangat penting dalam percakapan atau wacana lisan, khususnya saat pergantian pembicara. Dalam analisis wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas ini ditemukan beberapa partikel yang digunakan baik guru ataupun siswa saat berbicara. Adapun partikel-partikel tersebut adalah : bentuk tegun, bentuk xv pengurangan kecepatan pertukaran, pembukaan pembicaraan, isyarat pembicara, isyarat mitra bicara, ucapan salam, sapaan, panggilan, penerimaan, dan penolakan. Peristiwa alih kode dan campur kode terjadi pada wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas, khususnya bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa, bahasa Arab, dan bahasa Inggris. xvi ABSTRACT Raharjo Dwi Untoro, S840290113. 2010. Spoken Discourse Analysis of Teacher and Student Interaction in the Class : Case study the using language of Sragen 3 Senior State High School in Indonesia language subject, biology, and sosiology. Thesis: The Graduate Programme, Sebelas Maret University of Surakarta. This goals of this research are : (1) to describe and explain the structure of spoken discourse between teacher and student in the class of Sragen 3 Senior State High School in teaching and learning process, (2) to describe and explain the function of language in interaction communication between teacher and student in class of Sragen 3 Senior State High School in teaching learning process, (3) describe and explain particle of spoken discourse in interaction communication between teacher and student in class of Sragen 3 Senior State High School in teaching learning process, and (4) describe and explain code mixing and code switching of spoken discourse in interaction communication between teacher and student in class of Sragen 3 Senior State High School in teaching learning process. The research is designed as discourse analysis which takes place in Sragen 3 Senior State High School. The data of the research is spoken discourse between teacher and student in their interaction and communication in class. The data is in the speech recorder form which transcript onto text. Purposive sampling technique is used to collect and select the source of data. The data is taken by recording, writing, and interviewing the respondents. The data is analyzed by contextual method. The analysis process is design together with the data sampling collection which based on: (1) the spoken act theory in the class as proposed by Sinclair and Coultrad, (2) The function of language’s theory which explained by MAK Haliday, and (3) The particle os spoken discourse which designed by Stubs, Linke, Nussbaumer, and Portman. The result shows that the interaction between teacher and student in the class demonstrates a regular pattern of exchange. The speech in the class is designed to reach the teaching purposes. The teacher is dominant; on the other hand, the student will speak as the chance has been given by teacher. The communicative language is conducted in order to deliver the information ease and clear. The spoken discourse characteristic in class is marked by the contact which out of speech of: place, time, mood, subject, topic, aim, and intonation that affect the mean of speech. The form of spoken discourse between teacher and student in the class is formulated by the language function which used by booth of teacher and student. In general, the function of language is as a tool of communication. The research shows that the language function as follows: (1) the instrumental function, (2) the regulatory function, (3) the representational function, (4) the interaction function, (5) the personal function, (6) the heuristic function, and (7) the imaginative function. The imaginative function can not be identified in this research, as it is frequently used in the fiction. The particle is very important in the speech or spoken discourse, especially in the exchange of the subject of speech. The result confirms some particles are identified in the class. These particles can be described as follows: the pause of xvii speech, the decrease of exchange acceleration, the prolog of speech, the sign of speaker, the sign of peers, the greeting form, names, words of acception and objection. Event of code switching and code mixing happened at spoken discourse of interaction of teacher and student in class, especially Indonesian to Java language, Arabic language, and English language. xviii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses belajar mengajar yang berlangsung di SMA merupakan proses komunikasi yang melibatkan guru dan siswa. Proses ini bertujuan untuk mengadakan perubahan tingkah laku anak didik menuju kemandirian dan kedewasaan diri. Dalam melakukan perubahan ini guru SMA memiliki dua peran ,yaitu sebagai pengajar dan pendidik. Zamzani (2002: 129) menyatakan bahwa sebagai pengajar, guru berkewajiban memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada anak didik sehingga anak didik menjadi manusia yang cerdas dan terampil. Sebagai pendidik, guru berkewajiban memberikan nilai-nilai dan membina anak didik agar menjadi manusia yang memiliki moral dan budi pekerti yang baik. Apabila dicermati proses interaksi siswa dapat dibina dan merupakan bagian dari proses pembelajaran, seperti yang dikemukan oleh Corey (Admin, 2007: 21 dalam http:// miftahul ulum, dikti. net / index. php ? option = com. ) dikatakan bahwa :" Pembelajaran adalah suatu proses di mana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu.” Dari uraian di atas, proses pembelajaran yang baik dapat dilakukan oleh siswa baik di dalam maupun di luar kelas, dan dengan karakteristik yang dimiliki oleh siswa diharapkan mereka mampu berinteraksi dan bersosialisasi dengan teman-temannya secara baik dan bijak. 1 xix Proses pendidikan dan pengajaran di sekolah berlangsung interaksi guru dan siswa dalam proses belajar mengajar yang merupakan kegiatan paling pokok. Jadi proses belajar mengajar merupakan proses kegiatan interaksi antara dua unsur manusiawi yakni siswa sebagai pihak yang belajar dan guru sebagai pihak yang mengajar. Titin (2003:10 dalam Anwar Holil http:// anwarholil blog spot. Com ) Dalam proses interaksi tersebut dibutuhkan komponen pendukung (ciri-ciri interaksi edukatif) yaitu (1) Interaksi belajar mengajar memiliki tujuan (2) Ada suatu prosedur (jalannya interaksi) yang direncanakan, didesain untuk mencapai tujuan yang telah dilaksanakan (3) Interaksi belajar mengajar ditandai dengan satu penggarapan materi yang khusus (4) Ditandai dengan adanya aktivitas siswa (5) Dalam interaksi belajar mengajar guru berperan sebagai pembimbing (6) dalam interaksi belajar mengajar membutuhkan disiplin (7) Ada batas waktu (8) Unsur penilaian. Admin (2007: 63 dalam http:// miftahul ulum, dikti. net / index. php ? option = com.) pembelajaran mempunyai dua karakteristik, yaitu :" Pertama, dalam proses pembelajaran melibatkan proses berfikir. Kedua , dalam proses pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses Tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berfikir siswa , yang pada gilirannya kemampuan berfikir itu dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri. " Jadi, dapat disimpulkan bahwa dalam mengelola interaksi belajar mengajar guru harus memiliki kemampuan mendesain program, kemampuan xx menguasai materi pelajaran, kemampuan menciptakan kondisi kelas yang kondusif, kemampuan memanfaatkan media dan memilih sumber, kemampuan memahami cara atau metode yang digunakan, kemampuan mengkomunikasikan program serta memahami landasan-landasan pendidikan sebagai dasar bertindak. Di samping itu proses belajar mengajar membutuhkan dorongan atau motivasi untuk membentuk semangat belajar siswa. Motivasi merupakan dorongan yang menunjukkan lemah dan kuatnya dorongan yang bersumber dari faktor yang dapat terbentuk melalui proses penggunaan insentif. Salah satu bentuk insentif dalam proses belajar mengajar adalah pemberian penguatan guru kepada siswa terhadap hasil belajar siswa. Ketika sedang mengajar di depan kelas, terjadi dua proses yang terpadu yaitu antara proses belajar dan proses mengajar. Seorang pengajar dapat mengartikan belajar sebagai kegiatan pengumpulan fakta atau juga dapat dikatakan bahwa belajar merupakan suatu proses penerapan prinsip. Belajar menurut pendapat Thorndike dalam (Sri Esti Wuryani Djiwandono, 2008: 126-127) adalah suatu proses ”stamping in” (diingat), forming, hubungan antara stimulus dan respons. Selanjutnya Thorndike berpendapat belajar merupakan pembentukan hubungan atau koneksi antara stimulus dan respons dan penyelesaian masalah yang dapat dilakukan dengan cara coba-coba. Faktor penting yang mempengaruhi semua belajar adalah pernyataan kepuasan dari suatu kejadian Pendapat lain tentang belajar dikemukakan oleh Watson, menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses dari conditioning reflect (respons) melalui pergantian dari stimulus kepada yang xxi lain,pada akhirnya ada perubahan tingkah laku pada anak (Sri Esti Wuryani Djiwandono,2008: 129) Berdasarkan beberapa pendapat tentang belajar tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan individu secara sadar untuk memperoleh perubahan tingkah laku tertentu baik yang dapat diamati secara langsung maupun yang tidak dapat diamati secara langsung sebagai pengalaman (latihan) dalam interaksinya dengan lingkungan. Atau dapat dikatakan bahwa belajar sebagai suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan dan menghasilkan perubahan dalam pengetahuan dan pemahaman, keterampilan serta nilai-nilai dan sikap. Sehingga dapat disimpulkan bahwa belajar mengajar merupakan proses kegiatan komunikasi dua arah. Proses belajar mengajar merupakan kegiatan yang integral (terpadu) antara siswa sebagai pelajar yang sedang belajar dengan guru sebagai pengajar yang sedang mengajar. Selanjutnya proses belajar mengajar merupakan aspek dari proses pendidikan. Dalam berinteraksi dalam kelas baik guru dan siswa harus mampu merespon apa yang terjadi dalam kelas. Guru tanggap tentang perilaku siswa baik dalam bertutur ,siswa kadang kala diikuti gerakan atau tindakan untuk membantu proses berkomunikasi. Interaksi dalam kelas antara guru dan siswa jelas konteksnya yaitu guru menyampaikan pelajaran. Dalam menyampaikan pelajaran tidak lepas dari komunikasi antara guru dan siswa. Proses komunikasi ini menggunakan media xxii bahasa. Hal ini sesuai dengan fungsi utama bahasa yaitu sebagai alat komunikasi. Sebagai alat komunikasi, penggunaan bahasa dapat bersifat transaksional dan bersifat interaksional. Menurut Brown dan Yule (1985: 1-2), fungsi bahasa yang digunakan untuk mengungkapkan isi informasi faktual atau proposional, disebut fungsi bahasa transaksional;sedang fungsi bahasa dalam pengungkapan hubungan sosial dan sikap-sikap pribadi disebut fungsi bahasa interaksional. Proses komunikasi atau pemakaian bahasa dalam interaksi antara guru dan siswa di kelas banyak kejadian yang menarik untuk diteliti. Peristiwa tutur yang terjadi pada interaksi guru dan siswa di dalam kelas adalah pemakaian bahasa baik yang bersifat interaksional ataupun bersifat transaksional. Hal ini berkaitan dengan pemakaian bahasa guru dalam menyampaikan materi pelajaran kepada siswa. Sebaliknya pemakaian bahasa siswa saat merespons guru dalam menyampaikan pelajaran. Disamping itu pemakaian bahasa interaksi siswa satu dengan siswa yang lain di dalam kelas. Berdasarkan hasil observasi yang terjadi pada interaksi guru dan siswa di kelas SMA Negeri 3 Sragen, pertama guru dalam membuka pelajaran diawali dengan mengucapkan salam dan dibalas salam dari siswa. Setelah salam, guru biasanya mengabsen siswa. Siswa merespons dengan menyebut nama siswa yang tidak masuk sekolah atau menjawab nihil bilamana semua siswa masuk sekolah. Selanjutnya guru menanyakan tugas. Bilamana ada tugas, bilamana tidak ada tugas dilanjutkan kegiatan inti pelajaran, di awali dengan menyampaikan indikator dan materi pelajaran . Di dalam kegiatan inti ini guru biasanya berceramah, diselingi dengan tanya jawab. Setelah selesai menerangkan guru memberikan xxiii tugas baik secara individual ataupun secara klasikal. Dalam kegiatan ini kelas tenang atau diskusi kelompok. Beberapa saat kemudian guru menanyakan jawaban kepada siswa. Siswa menjawab pertanyaan guru bilamana dapat menemukan jawabanya, akan tetapi bilamana tidak menemukan jawaban siswa akan diam. Sebelum pelajaran berakhir biasanya dibuat simpulan dan dilanjutkan pemberian tugas untuk dikerjakan di rumah. Pelajaran diakhiri dengan menutup salam dan dijawab oleh siswa secara serentak. Dari uraian mengenai latar belakang masalah tersebut, penelitian akan mengkaji masalah struktur percakapan interaksi antara guru dan siswa dalam kelas, fungsi bahasa dalam interaksi guru dan siswa dalam kelas, dan partikel dalam wacana lisan interaksi guru dan siswa dalam kelas. Dalam penelitian ini dibahas struktur wacana lisan interaksi guru dan siswa dalam kelas, fungsi bahasa dalam interaksi guru dan siswa dalam kelas serta partikel dalam wacana lisan interaksi guru dan siswa dalam kelas. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan pragmatik B. Rumusan Masalah Masalah utama yang menjadi perhatian penelitian adalah kasus pemakaian bahasa guru dan siswa dalam kelas di SMA Negeri 3 Sragen. Lingkup masalahnya adalah wacana lisan interaksi guru dan siswa dalam kelas pada waktu yang sudah ditentukan. Agar jelas arah penelitian ini maka dirumuskan masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : xxiv 1. Bagaimanakah struktur wacana lisan interaksi guru dan siswa dalam kelas di SMA Negeri 3 Sragen pada waktu proses belajar mengajar? 2. Bagaimanakah fungsi bahasa dalam wacana lisan interaksi guru dan siswa dalam kelas di SMA Negeri 3 Sragen pada waktu proses belajar mengajar? 3. Bagaimanakah partikel dalam wacana lisan dalam interaksi guru dan siswa dalam kelas di SMA Negeri 3 Sragen pada waktu proses belajar mengajar? 4. Bagaimanakah alih kode dan campur kode dalam wacana lisan dalam interaksi guru dan siswa dalam kelas di SMA Negeri 3 Sragen pada waktu proses belajar mengajar? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian merupakan rumusan sasaran penelitian yang hendak dicapai sebagai jawaban dari masalah penelitian. Berdasarakan rumusan masalah penelitian tersebut diatas,maka tujuan penelitian yang ingin dicapai dengan dilaksanakan penelitian ini adalah : 1. Mendeskripsikan dan menjelaskan struktur wacana lisan guru dan siswa dalam kelas di SMA Negeri 3 Sragen pada waktu proses belajar mengajar . 2. Mendeskripsikan dan menjelaskan fungsi bahasa dalam wacana lisan interaksi guru dan siswa dalam kelas di SMA Negeri 3 Sragen pada waktu proses belajar mengajar . xxv 3. Mendeskripsikan dan menjelaskan partikel dalam wacana lisan dalam interaksi guru dan siswa dalam kelas di SMA Negeri 3 Sragen pada waktu proses belajar mengajar. 4. Mendeskripsikan dan menjelaskan alih kode dan campur kode dalam wacana lisan dalam interaksi guru dan siswa dalam kelas di SMA Negeri 3 Sragen pada waktu proses belajar mengajar. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah kekayaan pustaka di bidang linguistik dan pengajarannya, khususnya kajian pragmatik di Indonesia. Diharapkan penelitian ini dapat mengungkap struktur wacana lisan dalam interaksi guru dan siswa di kelas, fungsi bahasa, partikel, alih kode, dan campur kode dalam wacana lisan interaksi guru dan siswa dalam kelas.. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Kepala Sekolah Kepala sekolah akan mengetahui pemakaian bahasa guru, sehingga bilamana ditemukan tindak tutur yang tidak sesuai dengan situasi kondisi siswa, kepala sekolah dapat mengadakan pembinaan terhadap guru yang bersangkutan. b. Bagi Guru Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan salah satu bentuk alternatif bertutur dengan siswa dalam proses belajar mengajar. Dengan xxvi bertutur yang sesuai dengan situasi kondisi siswa akan memotivasi siswa untuk aktif dalam belajar sehingga tujuan pembelajaran akan tercapai dengan maksimal. c . Bagi Siswa Siswa akan mengetahui struktur wacana lisan dalam interaksi belajar mengajar,dan siswa akan bertutur dengan menggunakan prinsip kerjasama,serta santun dalam berbahasa. Hal ini bila terkondisikan proses belajar mengajar di kelas akan baik. xxvii BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN, DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Teori 1. Interaksi Belajar Mengajar di Kelas a. Hakikat Interaksi Belajar Mengajar di Kelas Interaksi (interaction) di sini mengandung pengertian hubungan komunikasi timbal balik. Dalam komunikasi dikenal istilah komunikan dan komunikator. Hubungan antara kominikan dan komunikator adalah berhubungan dengan pesan (message) yang hendak disampaikan. Di dalam menyampaikan pesan diperlukan media atau sarana yang sering diistilahkan (channel). Saluran pesan ini dapat berupa tulis dan lisan. Dengan demikian dalam komunikasi agar dapat berlangsung harus ada : komunikator, komunikan, pesan, dan saluran atau media. (Sumiati, dan Asra, 2007: 67) Sementara itu Thibaut dan Kelly (1979) di dalam Mohammad Asrori (2007: 107) mendeinisikan interaksi sebagai peristiwa saling mempengaruhi satu sama lain, ketika dua orang atau lebih hadir bersama, mereka menciptakan suatu hasil satu sama lain,atau berkomunikasi satu sama lain. Pendapat lain dikemukakan oleh Chaplin (1979) juga terdapat dalam Mohammad Asrori (2007: 107) mendefinisikan bahwa interaksi merupakan hubungan sosial antara beberapa individu yang bersifat alami xxviii 10 di mana individu-individu itu saling mempengaruhi satu sama lain secara serentak. Berhubungan dengan interaksi dalam kelas, Apakah interaksi kelas oleh kelompok-kelompok kecil atau diskusi kelas secara utuh, kebanyakan para guru dapat melakukan atau menciptakan satu kelas yang interaktif. Chet Meyers di dalam Philipus E. Bishop (2000) menyarankan beberapa ketentuan dasar dalam interaksi untuk secara konsisten memberikan harapan kepada siswa: Mulai masing-masing kelas dengan suatu kontroversi atau masalah. Sebagai ganti "Kita akan menutup(meliput hal ini...," mulai dengan "Di sini kita ingin menjawab pertanyaan ." Suasana tenang digunakan untuk memberikan motivasi siswa. Saat berhenti berceramah anda memberikan motivasi kepada siswa bahwa "Aku sedang berpikir tentang hal ini, dan demikian juga seharusnya anda." Berhenti setelah guru memulai pertanyaan-pertanyaan mendorong tanggung jawab siswa; seorang guru perlu menahan pencobaan itu untuk mengisi kesunyian atau menjawab pertanyaan bagi mereka. Susun dan gunakan ruang kelas untuk mendorong interaksi. Mengawali gerakan, para siswa saling berhadapan satu dengan yang lain, membentuk setengah lingkaran atau lingkaran penuh. Selama ceramah perkuliahan, bergerak dari bagian-bagian ruang yang berbeda , buatlah suatu lingkungan yang ramah. Para guru perlu menginvestasikan waktu untuk belajar siswa di dalam kelas . Di samping itu guru harus saling xxix berbagi informasi.. Ini interaksi-interaksi yang informal menanggapi penggunaan fasilitas (lihat sumber daya yang terkait "Pembicaraan Guru dan Student Success"). Mungkin kelihatannya seperti schmoozing, tetapi studi-studi menunjukkan bahwa keramahtamahan seperti ini akan terbayar dengan prestasi siswa yang lebih tinggi. (http://faculty .valenciace.edu/pbi shop/lcib/classroom interact.pdf.) Dari beberapa pendapat di atas,dapat disimpulkan bahwa interaksi mengandung pengertian hubungan timbal balik antara dua orang atau lebih, dan masing-masing orang yang terlibat memainkan peran yang aktif dalam interaksi tersebut. Demikian halnya interaksi yang terjadi di dalam kelas dituntut adanya komunikasi yang baik antara guru,siswa,ataupun juga dengan pihak-pihak yang terkait,sehingga interaksi belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dan efisien Interaksi belajar-mengajar di dalam kelas mempunyai ciri-ciri khusus yang membedakan dengan interaksi sosial pada umumnya. Di bawah ini adalah ciri-ciri khusus interaksi belajar-mengajar yang disampaikan Edi Sumardi (1980: 16-17) sebagai berikut : 1. Memiliki tujuan yang jelas,yakni untuk membantu siswa anak dalam suatu perkembangan tertentu dengan memusatkan siswa sebagai pusat perhatian. 2. Ada suatu prosedur (jalannya interaksi ) yang direncanakan didesain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan itu. 3. Ditandai dengan satu penggarapan materi khusus (ada topik/pokok bahasannya) 4. Ditandai dengan adanya aktivitas siswa. xxx 5. Dalam interaksi belajar -mengajar guru berperan sebagai pembimbing. 6. Dalam interaksi belajar- mengajar dibutuhkan disiplin yang diartikan sebagai pola tingkah laku yang diatur sedemikian rupa menurut ketentuan yang harus ditaati oleh semua pihak,baik guru maupun siswa secara sadar. 7. Ada batas waktu untuk mencapai tujuan Winarno Surachmad (1994: 26-17) memberikan ikhtisar tentang interaksi belajar mengajar di kelas sebagai berikut : 1. Proses belajar mengajar ditekankan pada konsep yang menggambarkan hubungan aktif dua arah antara pendidik dan anak didik. Hal ini dapat diskemakan demikian: Pendidik Anak didik Hubungan interaksi dua arah Gambar 1. Hubungan aktif dua arah antara pendidik dan anak didik 2. Proses belajar mengajar tidak hanya berbentuk hubungan aktif tanpa tujuan,yang berarti hubungannya diikat oleh tujuan, maka gambaran hubungan interaktif antara pendidik dan anak didik itu menjadi demikian: Pendidik Tujuan Anak didik Gambar 2. Hubungan interaktif antara pendidik dan anak didik yang diikat oleh tujuan 3. Dalam usaha mencapai tujuan,pendidik memilih bahan atau materi pelajaran yang sesuai dengan tujuan, sehingga dapat digambarkan hubungan interaktif itu menjadi demikian: xxxi Pendidik Tujuan Bahan/Materi Pelajaran Anak didik Gambar 3. Hubungan dua arah antara pendidik dan anak didik yang diikat oleh tujuan dan materi pelajaran yang sesuai dengan tujuan. 4. Tentu tidak sampai di situ saja usaha pendidik dalam mencapai tujuan, pendidik harus melengkapi dengan komponen-komponen yang lain seperti metode yang paling dianggap sesuai, sarana yang diperlukan, dan evaluasi yang tepat. Hubungan antara komponen-komponen tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Pendidik Tujuan Bahan Metode Sarana Evaluasi Anak didik Gambar 4. Hubungan interaktif antara pendidik dan anak didik yang diikat oleh tujuan, bahan pelajaran, metode, sarana, dan evaluasi. xxxii b. Penataan Pola Komunikasi dalam Interaksi Belajar Mengajar di Kelas 1) Pola Komunikasi Guru di dalam kelas seharusnya mampu mengenali siswanya dengan baik melalui interaksi dan komunikasi sehingga siswa mampu mengembangkan dirinya sendiri. Pola komunikasi dalam interaksi belajar mengajar menurut Nana Sudjana (dalam Gunawan: 2009 http://pak-gunawan. blogspot. com/ 2009/03/tiga-pola-komunikasi-dalam-proses.html ) di bedakan menjadi tiga sebagai berikut : (a) Komunikasi sebagai Aksi atau Komunikasi Satu Arah Dalam komunikasi ini guru berperan sebagai pemberi aksi dan siswa sebagai penerima aksi. Guru aktif dan siswa pasif. Ceramah pada dasarnya adalah komunikasi satu arah, atau komunikasi sebagai aksi. Komunikasi jenis ini kurang banyak menghidupkan kegiatan siswa belajar. Gambar 5. Pola komunikasi satu arah xxxiii (b) Komunikasi sebagai Interaksi atau Komunikasi Dua Arah Pada komunikasi ini guru dan siswa dapat berperan sama yaitu pemberi aksi dan penerima aksi. Di sini, sudah terlihat hubungan dua arah, tetapi terbats antara guru dan pelajar secara indivudual.Antara pelajar dan pelajar tidak ada hubungan.Pelajar tidak dapat berdiskusi dangan teman atau bertanya sesama temannya.Keduanya dapat saling memberi dan menerima. Komunikasi ini lebih baik dari pada yang pertama,sebab kegiatan guru dan kegiatan siswa relatif sama Keterangan : G = Guru S = Siswa Gambar 6. Pola Komunikasi Dua Arah (c) Komunikasi Banyak Arah atau Komunikasi sebagai Transaksi Komunikasi ini tidak hanya melibatkan interaksi yang dinamis antara guru dengan siswa tetapi juga melibatkan interaksi yang dinamis antara siswa yang satu dengan yang lainnya.Proses belajar mengajar dengan pola komunikasi ini mengarah kepada proses pengajaran yang mengembangkan xxxiv kegiatan siswa yang optimal,sehingga menumbuhkan siswa belajar aktif.Diskusi dan simulasi merupakan strategi yang dapat mengembangkan komunikasi ini Keterangan : G = Guru S = Siswa Gambar 7 Pola Komunikasi Banyak Arah 2) Fungsi Guru dalam Komunikasi Fungsi guru dalam interaksi belajar mengajar tidak hanya berfungsi sebagai komunikator akan tetapi berfungsi sebagai fasilitator, dan motivator yang memberi dorongan dan semangat dalam belajar siswa. Ciri-ciri guru agar dalam melaksanakan fungsinya berjalan dengan baik menurut Sumiati dan Asra (2007: 66) sebagai berikut : (a). menguasai ilmu yang harus diajarkan. (b). memiliki kemampuan mengajar. (c). minat mengajarkan ilmunya kepada siswa. xxxv 3) Komunikasi Manusiawi antara Guru dan Siswa Komunikasi dan hubungan manusiawi guru-siswa merupakan faktor yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan pembelajaran Hal ini disebabkan bantuan guru kepada siswa di dalam maupun di luar pembelajaran formal dapat memberi pengaruh,terutama dorongan yang bersifat psikis untuk menyelesaikan tugas-tugas dan penyelesaian pendidikan. Komunikasi sebagai proses mengenal pembagian proses primer dan proses sekunder. Proses primer adalah komunikasi langsung tanpa media atau alat (media massa),sedangk- an proses sekunder adalah komunikasi yang menggunakan media disebut mediated communication. Ada tiga komponen dalam proses komunikasi menurut Sumiati dan Asra (2007: 66) yaitu : (a) Komunikator ( pemberi informasi/pesan) dan komunikan (penerima informasi/pesan) (b) Informasi atau pesan (message) (c) Cara,alat,atau media yang digunakan. 4) Sikap Guru-Siswa dalam Berkomunikasi Agar tercipta hubungan antara guru-siswa secara lebih akrab dan menguntungkan , terutama dalam situasi akademik ,menurut Sumiati dan Asra (2007 : 69) guru dan siswa harus mempunyai sikap sebagai berikut: xxxvi (a) Keduanya harus saling mengenali. (b) Bersikap terbuka, sehingga akan menumbuhkan mental keduanya untuk menerima saran atau kritik. (c) Saling percaya dan menghargai. (d) Guru berkesungguhan hati untuk membimbing siswa dan sebaliknya siswapun harus berkesungguhan hati dibimbing guru. 5) Upaya Meningkatkan Hubungan Guru-Siswa Upaya meningkatkan hubungan guru–siswa dalam situasi akademik terutama diarahkan untuk menunjang belajar siswa. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain mental set dan metode pendekatan. (a) Mental Set Siswa harus dekat dengan gurunya. Siswa harus yakin gurunya adalah seorang guru yang baik, guru akan selalu memberikan dukungan kepada siswa untuk dapat mencapai prestasi belajar yang memuaskan. Sikap seperti tersebut penting,dengan memiliki sikap tersebut memungkinkan guru simpatik pada siswa. Guru juga manusia memiliki berbagai kebutuhan . Kebutuhankebutuhan tersebut se cara garis besar sebagai berikut: 1) Kebutuhan psikologis seperti pengakuan atau harapan 2) Kebutuhan keamanan 3) Kebutuhan akan penghargaan 4) Kebutuhan afeksi seperti kesenangan atau kesukaan xxxvii 5) Kebutuhan aktualisasi diri seperti mengembangkan dan menggunakan kemampuannya. (b) Metode Pendekatan Siswa dalam berhubungan dengan guru tidak boleh melanggar norma. Hubungan guru-siswa dapat dimanfaatkan untuk kepentingan akademik maka seyogyanya siswa pandai membawa diri dalam membina hubungan tersebut. ( Sumiati, dan Asra ,2007 :70) 6) Komunikasi Nonverbal Proses pembelajaran di kelas sebagai proses komunikasi dilakukan guru melalui bentuk bahasa sebagai proses penyampaian pikiran dan perasaan. Bentuk bahasa yang digunakan guru dapat berupa bahasa (komunikasi verbal) dan juga dapat melalui gerak isyarat, sikap tubuh, langkah, dan gaya yang dilakukan atau disebut komunikasi nonverbal atau bahasa tubuh guru. Berhubungan dengan komunikasi non verbal ZHANG Jing-pin (2008) membantu mengolah kemampuan berkomunikasi mahasiswa/mahasiswi secara non-verbal. Komunikasi non-verbal menjadi penting, yang mana mencakup ekspresi muka seperti, senyum, isyarat gerak tangan, kontak mata, sikap, dan penampilan. Senada dengan uraian tersebut Lutfatul Syayidah Fitriyah ( 2006 : dalam http://openpdf.com/ebook/lutfatul-pdf.html) adalah xxxviii hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam IBM guru bahasa Indonesia menggunakan penguatan verbal, penguatan gesture, penguatan dengan cara mendekati, penguatan dengan sentuhan, penguatan dengan kegiatan menyenangkan, dan menggunakan penguatan berupa simbol atau benda. penguatan verbal, penguatan gestur, penguatan dengan cara mendekati menduduki urutan tertinggi sebagai penguatan yang paling sering digunakan guru dalam IBM. Penguatan dengan sentuhan, penguatan dengan kegiatan menyenangkan, dan penguatan berupa simbol atau benda sangat jarang digunakan dalam IBM. Jenis kegiatan siswa yang diberi penguatan oleh guru BI adalah ketika siswa mengerjakan tugas di papan tulis, ketika siswa perhatian terhadap materi yang guru terangkan, kedisiplinan siswa mengumpulkan tugas kelas (PR), ketika kelompok siswa dapat menyelesaikan tugas paling cepat dibandingkan kelompok lain. Secara klasikal jenis kegiatan yang diberi penguatan adalah ketika siswa sekelas menunjukkan antusias tinggi terhadap pelajaran BI dan ketika siswa ujian mendapat nilai memuaskan . Komunikasi nonverbal dalam interaksi belajar mengajar menurut Sumiati dan Asra (2007: 71-74) antara lain : (a) Menganggukkan kepala Menganggukkan kepala merupakan komunikasi nonverbal menyatakan ”ya” atau persetujuan. xxxix (b) Wajah Cerah dan Ceria Wajah ceria merupakan komunikasi nonverbal yang menunjukkan persetujuannya atas pendapat atau perilaku siswa yang sudah benar. (c) Wajah Mendung Wajah mendung, masam merupakan wujud ketidaksetujuan atas pendapat atau perilaku siswa tidak benar atau tidak baik. (d) Bibir Tersenyum Bibir tersenyum atau senyum adalah semacam tertawa yang tidak bersuara hanya gerakan bibir dan mulut sebagai ekspresi menunjukkan rasa senang. Bibir tersenyum menunjukkan persetujuan guru atas pendapat atau perilaku siswa. (e) Tertawa Tertawa merupakan komunakasi nonverbal yang menunjukkan rasa suka cita, senang, gembira atau lapang dada. Hal ini biasa dilakukan guru karena siswa berprestasi. (f) Mengacungkan Ibu Jari Tangan atau Jempol Tangan Hal ini dilakukan guru untuk menyatakan persetujuan atau penghargaan kepada siswa. (g) Tepuk Tangan Tepuk tangan merupakan komunikasi memebrikan penghargaan,penghormatan keberhasilan yang diraih siswa. xl nonverbal untuk ,atau pujian atas Dari uraian di atas interaksi belajar mengajar di dalam kelas antara guru dan siswa sangat tergantung kemampuan guru mengelola kelas berkaitan dengan penelitian ini adalah salah satunya kemampuan guru dan siswa menjaga komunikasi. Komunikasi dalam kelas dapat berupa komunikasi verbal dan non verbal. 2. Wacana Lisan Guru dan Siswa di Kelas a. Hakikat Wacana Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar (Abdul Chaer,1994: 27). Wacana dikatakan lengkap karena didalamnya terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang dapat dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) sedangkan oleh pendengar (dalam wacana lisan) tanpa keraguan apapun. Definisi wacana dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Hasan Alwi, 2008: 419), dijelaskan wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain itu membentuk kesatuan yang utuh Pendapat lain Crystal dalam Dede Utomo (1993: 4) menyatakan wacana adalah rangkaian sinambung yang lebih luas daripada kalimat. Definisi umum itu dapat diterapkan secara berbeda dari berbagai sudut pandang. Misalnya, dari sudut pandang psikolinguistik, wacana dapat xli dipandang sebagai proses dinamik pengungkapan dan pemahaman yang mengatur penampilan seseorang dalam interaksi kebahasaan . Edmonson di dalam salah satu karyanya yang berjudul Spoken Discourse: a Model for Analysis ,dikatakan bahwa ”a discourse is structured event manifest to linguistic (and other) behaviour”(1981: 4). Wacana adalah suatu peristiwa yang terstruk- tur yang diwujudkan dalam perilaku bahasa atau yang lainnya. Senada dengan pendapat tersebut Henry Guntur Tarigan (2009: 26) memberikan definisi sebagai berikut, ”Wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir nyata disampaikan secara lisan atau tertulis” . Dari uraian singkat tersebut dapat dipahami bahwa hakikat wacana adalah satu kesatuan bahasa yang utuh yang dipakai untuk berkomunikasi baik secara tertulis (transaksi komunikasi) dan secara lisan (interaksional komunikasi). Jadi, analisis wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas termasuk studi tentang wacana lisan . b. Analisis Wacana Lisan Analisis wacana (discourse analysis) dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mengkaji organisasi bahasa secara utuh di atas tingkat kalimat atau klausa. Karena itu, ia mengkaji satuan-satuan kebahasaan yang lebih besar seperti percakapan atau teks tertulis. Di samping itu, ia juga xlii mengkaji pemakaian bahasa dalam konteks sosial, termasuk interaksi di antara penutur bahasa (Stubs, 1983: 1) George Yule (1996: 1) berpendapat analisis wacana adalah analisis atas bahasa yang digunakan. Maka analisis tidak dapat dibatasi pada deskripsi bentuk bahasa yang tidak terikat tujuan atau fungsi yang dirancang untuk menggunakan bentuk tersebut dalam urusan–urusan manusia. Kalau ada ahli linguistik yang memusatkan perhatian pada penentuan sifat-sifat formal suatu bahasa, penganalisis wacana berkewajiban menyelidiki untuk apa bahasa itu dipakai. Analisis wacana berusaha mengkaji makna bahasa yang dipakai penutur secara benar paling tidak mendekati makna yang dimaksud oleh pembicara dalam interaksi sosial. Karena itu, ia memanfaatkan pola-pola kajian sosiolinguistik, suatu cabang ilmu bahasa yang menelaah ragam pemakaian bahasa dalam lingkungan masyarakat (Suseno Kartomihardjo, 1992: 1) Analisis wacana menurut Brown (1980) di dalam Henry Guntur Tarigan (2009: 23) adalah telaah mengenai aneka fungsi (pragmatik) bahasa. Kita menggunakan bahasa dalam kesinambungan atau untaian wacana. Tanpa konteks,tanpa hubungan wacana yang bersifat antarkalimat dan suprakalimat maka kita sulit berkomunikasi dengan tepat satu sama lain. Melalui wacana kita dapat saling : a) menyapa/menegur, b) meminta/memohon, c) menyetujui/menyepakati, d) bertanya/meminta xliii keterangan, e) meyakinkan, f) menyuruh/memerintah, g) mengeritik/ mengomentari, h) memaafkan/mengampuni, dan lain-lain. Perbedaan disiplin ilmu untuk menganalisis wacana dapat digambarkan oleh Imrulan Sati T (2007) sebagai berikut. Dalam lapangan sosiologi, wacana menunjuk terutama pada hubungan antara konteks sosial dari pemakaian bahasa. Dalam pengertian linguistik wacana adalah unit bahasa yang lebih besar dari kalimat. Analisis wacana dalam studi linguistik ini merupakan reaksi dari bentuk linguistik formal yang lebih memperhatikan pada unit kata, frase atau kalimat semata tanpa melihat keterkaitan diantara unsur tersebut. Analis wacana, kebalikan dari linguistik formal, justru memusatkan perhatian pada level diatas kalimat seperti hubungan gramatikal yang terbentuk pada level yang lebih besar dari kalimat. Analisis wacana dalam lapangan psikologi sosial, diartikan sebagai pembicaraan. Wacana yang dimaksud disini agak mirip dengan struktur dan bentuk wawancara dan praktik dari pemakaiannya. Sementara dalam lapangan politik, analisis wacana adalah praktik pemakaian bahasa, terutama politik bahasa. Karena bahasa adalah aspek sentral dari penggambaran status subjek, dan lewat bahasa ideologi terserap di dalamnya, maka aspek inilah yang dipelajari dalam analisis wacana. (http://74.125.153.132/search?q=cache:EdTJVuBuoQsJ:pksm.mercubuana .ac) Fassold di dalam Schiffrin, Deborah (2007: 40) mengemukakan tentang studi wacana adalah studi tentang semua aspek penggunaan bahasa. Analisis wacana yang akan digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik wacana lisan interaksi guru dan siswa dalam kelas yaitu pemakaian bahasa dalam interaksi dalam kelas,akan mencakup konteks xliv wacana serta temuan-temuan dalam kelas berkaitan dengan fungsi bahasa dan partikel dalam wacana lisan. c. Fungsi Bahasa Dalam praktik bertutur, bahasa yang digunakan oleh peserta tutur memiliki fungsi yang dominant. Setiap bahasa memiliki fungsi yang berbeda– beda bagi masyarakat penuturnya . Buhler di dalam Riyadi Santosa (2003: 19) berpendapat bahwa bahasa memiliki tiga fungsi yaitu fungsi ekspresif, fungsi konatif, dan fungsi representasional. Fungsi ekspresif berorientasi pada diri sendiri, pembicara, fungsi konatif berorientasi pada adresi, pendengar, dan fungsi representasional berorientasi pada rtealitas selain adresor dan adresi . Halliday di dalam Sumarlam, dkk. (2009: 1-3) bahasa memiliki tujuh fungsi yaitu fungsi instrumental, fungsi regulasi, fungsi representasi, fungsi interaksi, fungsi perorangan, fungsi heuristik, serta fungsi imajinatif Berikut ini diuraikan mengenai ketujuh fungsi tersebut : 1. Fungsi Instrumental (the instrumental function). Dalam hal ini bahasa menghasilkan kondisi-kondisi tertentu dan menyebabkan terjadinya peristiwa tertentu, artinya bahasa berfungsi menghasilkan bentuk perintah atau imperatif. Contoh :”Silakan buku kalian dibuka sekarang!” 2. Fungsi Regulasi (the regulatory function), artinya bahasa berfungsi untuk mengendalikan serta mengatur orang lain.Contoh: ”Kalau kalian tekun belajar maka kalian akan lulus dengan baik.” xlv 3. Fungsi Representasi (the representational function), artinya bahasa berfungsi membuat pernyataan, menyampaikan fakta. Contoh :”Indonesia terdiri dari lima pulau besar dan ribuan pulau kecil.” 4. Fungsi Interaksi (the interactional function), artinya bahasa berfungsi menjamin dan memantapkan ketahanan dan keberlangsungan komunikasi serta menjalin interaksi sosial. Contoh : Penyapa hendaknya menyapa dengan sapaan yang tepat dan hormat. Misalnya : ”Selamat pagi, Bu.” (Bu, sapaan untuk menghormati ibu guru). 5. Fungsi Perorangan (the personal function), artinya bahasa berfungsi sebagai sarana komunikasi yang dapat menunjukan kepribadian seseorang, apakah ia senang,sedih, marah, jengkel, kecewa, dan gembira, dan sebagainya. Contoh : ” Silakan keluar ruangan,bila kalian ingin ngobrol!” Jika dituturkan dengan nada tinggi berarti penutur sedang jengkel, marah, atau kecewa. 6. Fungsi Heuristik (the heuristic function), artinya bahasa berfungsi sebagai bentuk pertanyaan yang menuntut jawaban. Contoh : ” Mengapa jika matahari tenggelam hari menjadi gelap?” 7. Fungsi Imajinatif, artinya bahasa sebagai pencipta sistem, gagasan, atau kisah yang imajinatif. Fungsi ini biasanya ditemukan dalam roman, dongeng, dan lain sebagainya. Selanjutnya Buhler di dalam Kinayati Djoyosuroto (2007: 91) membedakan fungsi bahasa ke dalam bahasa ekspresif, bahasa konatif, dan bahasa representasional. Bahasa ekspresif, yaitu bahasa yang terarah pada diri xlvi sendiri yakni si pembicara; bahasa konatif, yaitu bahasa yang terarah pada lawan bicara; dan bahasa representasional, yaitu bahasa yang terarah pada kenyataan lainnya, yaitu apa saja selain pembicara atau lawan bicara. Sementara itu Jakobson (1960) di dalam Henry Guntur Tarigan (2009: 11-12) menyarankan bahwa fungsi-fungsi ujaran dapat difokuskan pada salah satu komponen dasar peristiwa komunikasi sebagai berikut : (a) Fungsi referensial : memusatkan perhatian kepada isi acuan suatu pesan. (b) Fungsi emotif : memusatkan perhatian kepada keadaan para pembicara. (c) Fungsi konati : memusatkan perhatian kepada keinginan –keninginan para pembicara yang dipikirkan oleh penyimak. (d) Fungsi Metalinguistik : memusatkan perhatian kepada sandi atau kode yang dipergunakan. (e) Fungsi fatik: memusatkan perhatian kepada saluran (pembukaan, pembentukan, dan pemeliharaan hubungan atau kontak antara pembicara dan penyimak. (f) Fungsi puitik : memusatkan perhatian kepada bagaimana caranya suatu pesan disandikan atau ditulis dalam sandi. Fungsi bahasa menurut Popper di dalam Leech (1993: 75) ialah mengemukakan adanya suatu perkembangan fungsi-ungsi dalam evolusi bahasa manusia dari fungsi-fungsi yang rendah ke lebih yang tinggi. Ia berpendapat bahwa daalam sistem komunikasi yang lebih primitif fungsi informatif (signalling function), dan fungsi ekspresif (fungsi-fungsi bahasa yang bersifat interpersonal) merupakan fungsi yang paling menonjol, sedangkan yang paling menonjol dalam komunikasi modern adalah fungsi deskriftif dan fungsi argumentatif. Pendapat yang lain dikemukakan oleh Leech di dalam Fatimah Djayasudarma (2006: !4-15) fungsi bahasa sebagai berikut : (a) Fungsi ekspresif yang menghasilkan jenis wacana berdasarkan pemaparan secara ekspositoris. xlvii (b) Fungsi fatik (pembuka konverssasi) yang menghasilkan dialog pembuka, misalnya : Assalamu’alaikum, selamat pagi, yang diucapkan pada pembuka jenis wacana lisan transaksional. (c) Fungsi informasional menyangkut pokok masalah dalam unsur komunikasi. (d) Fungsi estetik lebih menyangkut unsur pesan sebagai unsur komunikasi (setiap karya sastra mengandung pesan). (e) Fungsi direktif berhubungan dengan pembaca/pendengar sebagai penerima isi wacana secara langsung dari sumber. Dari pendapat para ahli tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah sebagai alat komunikasi antar pemakai bahasa, untuk membangun sebuah komunitas bahasa, budaya, dan ilmu pengetahuan. Dalam hal ini berkenaan dengan wacana lisan interaksi guru dan siswa dalam kelas merupakan bentuk penyampaian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan budaya. Berkaitan dengan prinsip kerjasama dan kesantunan berbahasa merupakan bentuk budaya. d. Pragmatik Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca). Sebagai akibatnya studi ini banyak berhubungan dengan analisis tentang yang dimaksudkan orang dengan tuturan-tuturanya daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri. 1) Pragmatik adalah studi tentang maksud penutur, 2) Pragmatik adalah studi tentang makna kontekstual, 3) Pragmatik adalah studi tentang bagaimana agar lebih banyak yang disampaikan daripada yang dituturkan, dan 4) Pragmatik adalah studi tentang ungkapan dari jarak hubungan ( George Yule, 2006: 3-4) xlviii Sementara itu, menurut Thomas (1995: 2) menyebut dua kecenderungan dalam pragmatik terbagi menjadi dua bagian, pertama, dengan menggunakan sudut pandang sosial, menghubungkan pragmatik dengan makna pembicara (speaker meaning); dan kedua, dengan menggunakan sudut pandang kognitif, menghubungkan pragmatik dengan interpretasi ujaran (utterance interpretation). Selanjutnya Thomas (1995: 22), dengan mengandaikan bahwa pemaknaan merupakan proses dinamis yang melibatkan negosiasi antara pembicara dan pendengar serta antara konteks ujaran (fisik, sosial, dan linguistik) dan makna potensial yang mungkin dari sebuah ujaran ujaran, mendefinisikan pragmatik sebagai bidang yang mengkaji makna dalam interaksi (meaning in interaction ) Levinson (1983: 9-24) dalam bukunya Pragmatic memaparkan beberapa definisi tentang pragmatik, yaitu sebagai berikut : 1) Pragmatics is study of those relation between language and context that are grammarticalized or encoded in the structure of language. ‘Pragmatik adalah penelitian atau kajian tentang hubungan antara bahasa dan konteks yang ditatabahasakan atau dikodekan dalam struktur bahasa .’ 2) Pragmatics is the study of all those aspects of meaning not captured in a semantic theory. Pragmatik adalah penelitian atau kajian bidang kemaknaan yang tidak dimasukkan atau belum tercakup dalam teori semantik. 3) Pragmatics is the study of the relations between language and context that are basic to an account of language understanding. Pragmatik adalah penelitian atau kajian tentang hubungan antara bahasa dan konteks yang mendasari penjelasan pengertian bahasa 4) Pragmatics is the study of the ability of language users to pair sentences with the context in which they would be appropriate. xlix Pragmatik adalah penelitian atau kajian tentang kemampuan pemakai bahasa mengaitkan atau menyesuaikan kalimat-kalimat yang dipakainya dengan konteks. Pendapat yang lain adalah Morris (1938) dalam Henry Guntur Tarigan (2009: 30), pragmatik adalah telaah mengenai, ”hubungan tandatanda dengan para penafsir.” Sementara itu, Dowty (et al) di dalam Henry Guntur Tarigan (2009: 31) meyatakan bahwa prakmatik adalah telaah mengenai kegiatan ujaran langsung dan tak langsung , presuposisi, implikatur konvensional dan konvensional, dan sejenisnya” Dari batasan-batasan di atas dapat disimpulkan bahwa pragmatik yaitu ilmu bahasa yang mempelajari kondisi penggunaan bahasa manusia pada dasarnya sangat ditentukan oleh konteks yang mewadahi dan melatarbelakangi bahasa itu. Konteks yang dimaksud yaitu bersifat sosial dan konteks sosieatal . Yang dimaksud konteks sosial adalah konteks yang timbul sebagai akibat interaksi antar anggota masyarakat dalam suatu masyarakat sosial dan budaya tertentu. Adapun yang dimaksud dengan konteks sosietal (societal context) adalah konteks yang faktor penentunya adalah kedudukan(rank) anggota masyarakat dalam institusi-institusi saosial yang ada di dalam masyarakat social dan budaya tertentu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa menurut pakar ini dasar munculnya konteks sosietal adalah adanya kekuasaan (power), sedangkan dasar dari konteks sosial adalah adanya solidaritas (solidarity). l e. Konteks Situasi Tutur Prakmatik adalah studi bahasa yang mendasarkan pijakan analisisnya pada konteks. Konteks yang dimaksud adalah segala latar belakang pengetahuan yang dimiliki bersama penutur dan mitra tutur serta yang menyertai dan mewadahi sebuah penuturan. Berdasarkan gagasan Leech (1983: 13-14), I Dewa PutuWijana (1996: 10-11) menyatakan bahwa konteks yang semacam itu dapat disebut konteks situasi tutur (speech situational contecxts) Konteks situasi tutur menurutnya mencakup aspek-aspek berikut : 1) Penutur dan lawan tutur, 2) konteks tuturan, 3) tujuan tuturan, 4) tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas, dan 5) tuturan sebagai produk tindak verbal. f. Tindak Tutur Dalam berkomunikasi sesungguhnya , penggunaan bahasa itu berwujud tindak tutur (speech act ) Tindak tutur itu tidak akan dipahami dengan baik apabila mitra tutur tidak memahami situasi tutur. Situasi tutur ( speech event ) adalah terjadinya interaksi linguistic dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan mitra tutur dengan satu pokok tuturan di dalam waktu, tempat dan situasi tertentu ( Abdul Chaer, 1994 : 61-62) Dengan kata lain , peristiwa tutur pada dasarnya menerangkan tindak tutur yang jenisnya bermacam-macam. Fenomena tindak tutur inilah yang menurut Levinson merupakan fenomena faktual dalam situasi tutur. li Sementara itu, menurut Nababan di dalam Sarwiji Suwandi (2007: 126) berpendapat pemilihan bentuk dan ragam bahasa ditentukan sejumlah faktor yaitu siapa berbicara dengan siapa, tentang apa (topic), dalam situasi (setting) yang bagaimana, dengan tujuan apa, dengan jalur apa ( tulisan, lisan, telegram, dan sebagainya ) . ZHANG Jing Pin (2008) menyatakan bahwa isi dari pembicaraan dapat berupa sesuatu yang berbobot. Lebih lanjut, pembicaraan yang baik tidak hanya didasarkan pada apa yang anda ucapkan tetapi juga bagaimana anda mengucapkannya . Anda mencoba meyakinkan orang lain! Agar berhasil, Anda harus menghadirkan perasaan dan logika mereka sebaik mungkin. Kemudian, gunakan bahasa tubuh dan ucapan anda dengan pantas. Lady Appleyard berkata, ”Bagaimana yang anda ucapkan, kemampuan anda didengar, tatabahasa anda dan isi percakapan yang anda sampaikan, bertanggung jawab atas segalanya. Pendapat lain dikemukakan oleh Dell Hymes (1972) di dalam Sarwiji Suwandi (2007: 126-127) mengemukan adanya faktor-faktor yang menandai terjadinya peristiwa tutur dengan akronim SPEAKING, yang masing-masing bunyi merupakan fonem awal dari faktor-faktor yang dimaksudkan,yaitu : S : Setting and scene (tempat dan suasana bicara) P : Participants (pembicara,mitra bicara,dan pendengar) E : Ends( purpose and goal ) ( tujuan pembicaraan) lii A : Act Sequences ( suatu peristiwa seorang pembicara sedang menggunakan kesempatan bicaranya ) K : Key (tone or spirit of act) (nada suara dan cara berbicara ) I : Instrumentalities (alat atau jalur yang digunakan ) N : Norms of interaction and interpretation (aturan permainan), dan G : Genres (bentuk dan ragam bahasa) Peristiwa tutur merupakan merupakan peristiwa sosial yang terdapat pada interaksi antara penutur dan mitra tutur dalam situasi dan tempat tertentu dan lebih menekankan pada tujuan dari peristiwa tutur tersebut. Tindak tutur dipengaruhi oleh gejala individual, bersifat psikologis ditentukan kemampuan berbahasa penutur dan mitra tutur serta situasi dan kondisi peristiwa tutur terjadi. Austin di dalam bukunya How to Do Things with Words (1962: 108-110) menyajikan pembagian tindak tutur menjadi tiga jenis tindak tutur, yaitu tindak Lokusi (melakukan tindakan mengatakan sesuatu), tindak Ilokusi (melakukan tindakan dalam mengatakan sesuatu), dan tindak Perlokusi (melakukan tindakan dengan mengatakan sesuatu) . Misalnya : Lokusi : penutur mengatakan kepada mitra tutur bahwa X ( X adalah katakata tertentu yang dituturkan dengan perasaan,makna,dan acuan tertentu). Contoh : ” Saya haus ,tolong ambilkan air minum !” Ilokusi : Penutur ingin mengatakan X kepada mitra tutur, akan tetapi penutur menyatakan dengan P. Contoh : ” Hari ini panas liii sekali,ya.” ( Maksud dari penutur mungkin mitra tutur untuk menyalakan AC). Perlokusi: Penutur dengan mengatakan X, penutur meyakinkan mitra tutur bahwa P. Contoih : ” Tanganku gatal.” ( Maksudnya bilamana penutur yang kebiasaannya suka memukul orang, karena melihat sesuatu rasanya penutur akan segera memukul orang lain mungkin melihat peristiwa yang kurang pantas). Pendapat yang lain dikemukakan oleh Searle (1983) dalam bukunya Speech Acts: An Essay in The Philosopy of Language di dalam (Kunjana Rahardi, 2005: 35-36) menyatakan bahwa dalam praktik penggunaan bahasa terdapat setidaknya tiga macam tindak tutur. Ketiga macam tindak tutur itu berturut-turut dapat disebutkan sebagai berikut: (1) tindak lokusioner (licotionary acts), (2) tindak ilokusioner (illocutionary acts), dan (3) tindak perlokusi (perlocutionary acts) Tindak lokusiener adalah tindak bertutur dengan kata, frasa, dan kalimat sesuai dengan makna yang dikandung oleh kata, frasa, dan kalimat itu. Contoh : tanganku gatal berarti penutur memberitahu mitra tutur bahwa tangan penutur dalam keaadaan gatal. Tindak ilokusioner adalah tindak melakukan sesuatu dengan maksud dan fungsi tertentu . Contoh : aku lapar berarti yang diucapkan penutur tidak semata-mata memberi tahu kepada mitra tutur bahwa penutur dalam keadaan lapar,akan tetapi penutur menghendaki mitra tutur melakukan tindakan tertentu dengan rasa lapar itu. liv Tindak perlokusi adalah tindak menumbuhkan pengaruh kepada mitra tutur. Contoh : tanganku gatal berarti karena yang mengucapkan seorang preman maka akan menimbulkan pengaruh lawan tutur ketakutan. Leech (1983) di dalam Henry Guntur Tarigan (2009 : 107-108) menyampaikan ciri-ciri sintaktik verba ini : (a) Verba Asertif biasanya muncul dalam konstruksi ‘S verba (…) bahwa X’ ( S = subjek ( yang mengacu kepada pembicara) dan ‘bahwa X’ mengacu pada suatu proposisi);contoh : menegaskan mengiakan, memperkokoh, memperkuat, mensahkan) mengatakan ( menduga keras, menyatakan tanpa bukti), menegaskan , meramalkan, mengumumkan, menuntut ( menagih). (b) Verba direkti biasanya muncul dalam konstruksi ’S verba (0) bahwa X’ atau ’S verba O kepada Y’ (S dan O mengacu pada subjek dan objek ( yang masing-masing mengacu pada pembicara,dan penyimak), bahwa X’= klausa bahwa nonindikatif; dan ’kepada Y’= klausa infinitif); contoh : meminta, mengemis , menawar, memerintahkan, memerlukan, melarang, menasihati, menasihatkan, menganjurkan, memuji kebaikan , memohonkan. (c) Verba Komisif biasanya muncul dalam konstruksi ’S verba bahwa X (di mana klausa bahwa adalah nonindikati), atau ’S verba kepada Y’ ( di mana kepada Y’ adalah konstruksi infinitif); contoh : menawarkan, menjanjikan, bersumpah, bersukarela, bernazar. (d) Verba Ekspresif biasanya muncul dalam konstruksi ’S verba (prep) (O) (prep) Xn (di mana ’(prep) adalah preposisi akultati; dan Xn adalah frase nomina abstrak atau frase gerundif), contoh : meminta maaf, menaruh simpati, mengucapkan selamat, memaafkan, mengampuni, mengucapkan terima kasih. (e) Verba Rogatif adalah verba yang tidak dapat dimasukkan ke dalam salah satu dari keempat kategori di atas; contoh : menamai , mengklasifikasikan, lv memerikan, membatasi, mendeinisikan, mengidentifikasikan, mempertalikan, menghubungkan. g. Struktur Wacana Lisan Interaksi di Kelas 1. Tindak Tutur di Kelas Menurut Ramirez Dalam penelitian tentang tindak tutur, Ramirez (1988) menyatakan bahwa dalam interaksi kelas terdapat tiga lapisan pertukaran, yaitu tindak, gerak, dan pertukaran. Dijelaskannya bahwa pertukaran itu merupakan suatu interaksi yang terkecil yang melibatkan dua peserta atau lebih . Biasanya, pertukaran terbentuk dalam rangkaian alih tutur (turntaking) yang terdiri atas pemicu dari guru, tanggapan dari siswa, dan balikan dari guru. Secara umum, pola pertukaran itu dirumuskan sebagai pembuka, jawaban, dan tindak lanjut. Ketiga unsur struktur itu disebut gerak. Gerak-gerak itu terdiri atas sejumlah tindak, sedangkan tindak dapat dibatasi berdasarkan fungsi ujaran dalam sebuah wacana, seperti pertanyaan, perintah, memberi keterangan, dan sebagainya (Abdul Rani, Bustanul Arifin, dan Martutik, 2008 : 62-63 ). Di bawah ini pendiskripsian tindak tutur tiap-tiap gerak menurut Ramirez . a. Pembukaan (Opening) Tindak tutur yang terdapat dalam pembuka seperti di bawah ini: (1) Pertanyaan sungguhan yaitu menanyakan sebuah informasi, penjelasan, alasan, dan ketrangan yang tidak diketahui oleh penutur. lvi (2) Pertanyaan pura-pura (pseudo question) yaitu pertanyaan yang diajukan untuk mengetahui informasi, penjelasan, alasan, dan sebagainya yang sebenarnya telah diketahui penutur. (3) Permintaan (keras) secara langsung (direct request) yaitu ujaran yang berisi permintaan yang berupa perintah yang memerlukan jawaban atau tindakan para pendengar. Bentuk ujaran yang digunakan biasanya berupa kalimat suruhan. (4) Permintaan (lunak) tidak langsung (indirect request) yaitu ujaran yang berisi permintaan yang berupa perintah lunak yang memerlukan jawaban verbal atau tindakan dan cara penyampaianya secara tidak langsung. Biasanya ujaran yang digunakan berupa kalimat pertanyaan. (5) Informatif yaitu ujaran yang berupa pernyataan yang berisi pendapat, ide, contoh-contoh alasan, dan sebagainya. Bentuk ujaran yang digunakan berupa kalimat berita dan kalimat tanya. (6) Metastatemen yaitu suatu pernyataan yang berisi informasi yang sedang terjadi atau akan terjadi selama proses belajar mengajar. (7) Ekspresif yaitu suatu ujaran yang bersifat pribadi yang dapat berisi komentar, penghargaan, atau pelahiran emosi yang lain. b. Penjawaban (Answering) Ramirez mendeskripsikan sebagai berikut : lvii (8) Menjawab yaitu suatu tanggapan terhadap sebuah pertanyaan yang ditujukan pada dirinya. Tindak tutur ini dibedakan menjadi menjawab dengan berperan serta dan tidak berperan serta. (9) Timbal tindak (react) yaitu tanggapan yang berupa tindak verbal ataupun tindak nonverbal sebagai jawaban dari permintaan atau perintah. (10) Ucapan terima kasih yaitu tanggapan untuk mengucapkan terima kasih atas sebuah informasi yang diberikan . (11) Pengulangan yaitu pengulangan terhadap ujaran dalam pembuka. (12) Pemicu ulang (reinitiate) yaitu suatu ujaran yang ditujukan pada siswa untuk mengulang atau memulai sesuatu. c. Pelanjutan (Follow-Up) Gerak lanjutan sering juga disebut feedback karena tindak tutur yang digunakan dalam gerak ini pada umumnya merupakan balikan dari gerak jawaban. Dalam wacana di kelas, tindak tutur yang ada dalam gerak lanjutan dideskripsikan seperti berikut : (1) Penerimaan yaitu ujaran yang berisi penerimaan terhadap jawaban siswa. (2) Penghargaan yaitu ujaran yang berisi penilaian terhadap jawaban atau pertimbangan kualitas seperti ujaran. (3) Komentar yaitu ujaran yang berupa pernyataan. Komentar tersebut biasanya mengikuti penerimaan,penghargaan,dan pembetulan. lviii (4) Pembetulan yaitu ujaran yang dimaksudkan untuk membetulkan jawaban siswa. (5) Pengulangan yaitu ujaran yang berupa pengulangan jawaban siswa. (6) Parafrase yaitu ujaran yang berupa pengubahan bentuk jawaban siswa. Dalam interaksi kelas, guru mempunyai pengaruh dalam menentukan struktur pertukaran. Ellis (1990: 76-77 ) menyatakan bahwa guru dalam interaksi di kelas mem-punyai kedudukan sebagai (1) peserta dalam seluruh pertukaran, (2) pemicu dalam pertukaran, (3) penutup pertukaran, (4) penentu ikut tidaknya peserta lain dalam sebuah pertukaran, (5) penerima untuk beberapa pemicu (initiated) , (6) penentu pembicara selanjutnya, dan (7) penentu jumlah ujaran setiap pembicara. ( Abdul Rani, Bustanul Arifin, dan Martutik., 2008 : 6266). 2. Tindak Tutur di Kelas menurut Flanders Disini ditampilkan sepuluh Kategori Analisis Interaksi menurut Flanders (FLAC). Mereka belajar untuk dapat melihat apa yang mereka dapat katakan saat mengamati komunikasi yang terjadi saat komunikasi berlangsung di dalam kelas. Dengan menggunakan istilah who, why, what, dan how diuraikan di atas. Juga, untuk mengungkapkan aspek kegagalan mereka dalam komunikasi di kelas? lix a. Guru berbicara (1) Mengakui adanya perasaan (Accepts feeling). Menerima atau mengakui dan menjelaskan satu sikap atau nada perasaan dari murid dengan tidak mengancam. Perasaan bisa hal positif atau hal negatif. Meramalkan dan memanggil kemudian dimasukkan kembali perasaan (2) Memuji dan memberi dorongan (Praises or encourages): Memuji atau mendorong tindakan murid atau perilaku murid. Buatlah lelucon bahwa pelepasan; pembebasan untuk melepaskan ketegangan, tetapi bukan atas biaya individu yang lain. Mengangguk kepala atau sambil berkata 'Um hm?' atau 'Teruskan !’. (3) Mengakui atau menggunakan gagasan-gagasan murid (accepts or uses ideas of pupils): menjelaskan/ menjernihkan, menumbuhkan, atau mengembangkan gagasan-gagasan yang diusulkan oleh murid. Perluasan-perluasan dari guru dimasukkan gagasan-gagasan murid, tetapi sebagai guru lebih banyak gagasan-gasannya ini atau gagasan-gagasannya sendiri ke dalam permainan, pergeseran kepada kategori lima. (4) Memberi pertanyaan (Asks questions): [meminta;bertanyakan] suatu pertanyaan tentang isi atau prosedur berdasar pada gagasangagasan guru, dengan tujuan bahwa seorang murid akan memberikan jawaban. lx (5) Memberi kuliah /memberikan ceramah (Lecturing): Memberi fakta-fakta atau pendapat-pendapat tentang isi atau prosedur; menyampaikan gagasan;mencoba untuk mencari sendiri; atau mengutip dari pendapat sendiri selain dari seorang murid. (6) Memberi arah (Giving directions): Guru dapat memberikan bimbingan, perintah dan pesan dimana diharapkan seorang siswa dapat mematuhinya. (7) Kekuasaan untuk mengkritik atau membenarkan (Criticizing or justifying authority): pernyataan-pernyataan yang diharapkan untuk mengubah perilaku murid dari tidak dapat menerima bagian ini; Guru berteriak, “ Keluar!”; dalam keadaan apa guru melakukan seperti itu atau apa yang sedang ia lakukan? ; guru sebagai panutan diri sendiri berbuat ekstrim b. Murid berbicara (Pupil talk) (1) Murid berbicara (talk:response) : Murid berbicara untuk menjawab pertanyaan guru. Guru memulai hubungan dengan murid (interaksi), atau memohon pernyataan murid, atau struktur-struktur situasi-situasi. Dibatasinya kebebasan untuk menyatakan gagasangagasannya. (2) Murid berbicara: inisiasi: Para murid memulai berbicara, mereka mengeluarkan (mengekspresikan ) gagasan-gagasan yang dimilikinya; memulai suatu topik yang baru; kebebasan untuk lxi mengembangkan pendapat-pendapat dan merupakan rangkaian dari pemikiran (gagasan), sebagian ada yang suka atau sering bertanya; kesempatan penuh pengertian di luar struktur yang ada. c. Berdiam diri (1) Kesunyian atau kebingungan: istirahat, saat periode-periode kesunyian dan periode-periode kebingungan di mana komunikasi tidak bisa dipahami oleh peneliti. 3. Pengamatan Percakapan di Kelas Menurut Michael Stubbs Guru di dalam kelas dalam melaksanakan tugas yaitu melakukan proses belajar mengajar dalam berinteraksi dengan siswa menggunakan sarana bahasa. Stubbs (1983: 50-53) mengumakakan hasil pengamatan percakapan guru dan siswa di dalam kelas sebagai berikut . (a) Menarik atau mempertunjukkan perhatian siswa (attracting or showing attention). Contoh ujaran yang dipakai guru untuk menarik perhatian siswa adalah sebagai berikut . a. Sekarang, jangan menilis dulu, dengarkan saja! b. Ya, baiklah, kita mulai sekarang. c. Eh, unggu sebentar, kita lihat dulu kenyataannya! (b) Mengendalikan pembicaraan atau respon siswa (controlling the amount of speech) Guru sering kali mengendalikan suasana kelas, apakah siswa berbicara atau tidak. Upaya yang dapat dilakukan guru dapat berupa perintah atau juga dapat berupa permintaan kepada siswa untuk tidak berbicara. Contoh ujarannya sebagai berikut. lxii a. Kau ingin berpendapat tentang hal itu? b. Brenda?...(jeda panjang). Morag? c. Ada pendapat lain? (c) Memeriksa atau menetapkan pemahaman (checking or confirming understanding) Guru di saat mengajar kadang-kadang memeriksa kembali apakah penyampaian materi pelajaran kepada siswa sudah dipahami siswa atau belum. Contoh ujaran yang digunakan guru sebagai berikut. a. Apakah kalian sudah jelas? b. Coba berikan penjelasan mengenai apa yang baru saja kita bicarakan tadi, Stevie. (d) Meringkas (summarizing). Guru sering kali meringkas semua yang telah diuraikan di depan untuk menekankan konsep. Contoh ujaran yang digunakan guru sebagai berikut. a. Yang ingin saya katakan adalah ... b. Kesimpulan dari uraian tersebut ialah… c. Jadi yang dimaksud dengan ...adalah ... (e) Mendefinisikan (defining) Guru sering membuat definisi atau penjelasan tentang sesuatu yang telah disampaikan atau seorang guru menanyakan definisi kepada siswa.. Sebagai contoh ujaran sebagai berikut. a. Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota. b. David apakah arti dari transmigrasi? lxiii (f) Menyunting (editing). Guru kadang-kadang juga memberikan komentar tentang apa yang dikatakan oleh seorang siswa yang menunjukkan penilaian atau kritik. Contoh ujaran yang disampaikan guru sebagai berikut. a. Ya, itu pertanyaan yang bagus. b. Hampir benar jawabanmu, dapat disempurnakan, ayo! (g) Mengoreksi atau membetulkan (correcting). Guru juga berusaha membetulkan apa yang dikatakan atau ditulis oleh siswa. Misalnya sebagai berikut. a. Guru : David, apakah arti ‘paramount’? b. Siswa : Penting. c. Guru : Ya, artinya ‘sangat penting.’ (h) Menspesifikasikan topik ( specifying topic). Guru juga sering menspesifikasikan topik atau mengkhususkan sebuah topik pembahasan atau menentukan batas-batas pembicaraan yang relevan. Contoh ujaran yang digunakan guru sebagai berikut. a. Sekarang kita membahas wacana. b. Kita akan segera membahas hal itu. c. Topik itu akan kita bahas minggu yang akan datang. Percakapan guru dan siswa di atas menunjukkan bahwa peran guru dalam kelas mengemukakan sangat dominan pendapat. Hal dan siswa ini terjadi hanya sesekali bilamana guru memberikan kesempatan berbicara. Dari uraian di atas juga dapat lxiv disimpulkan guru memiliki ujaran yang khas di dalam kelas saat interaksi belajar mengajar. 4.Tindak Tutur di dalam Kelas menurut Sinclair dan Coulthard. Sinclair dan Coulthard dalam (Thomas Ann Malamah ,1987: 45-47) membagi tindak (acts) menjadi 21 (dua puluh satu ) , disini diberikan dengan contohnya. a. Marker Pemarkah b. Stater : ‘wel’, ‘right’. ‘OK’, ‘now’ : ‘Nah’, ‘Bagus’, ‘OK’, ‘sekarang’ : directing attention to a specific area Memulai : mengarahkan perhatian pada suatu topik c. Elicitation : question demanding linguistic response Elisitasi d. Check : pertanyaan yang menuntut jawaban : ‘Finished?’, ‘Ready?’, ‘Any problems?’ Pengecekan : ‘Selesai?’, ‘Sudah?’, ’Ada masalah?’ e. Directive : requesting a non-linguistic response Pengarahan : pengarahan yang menuntut respons non-linguistik atau non verbal f. Informative Informatif g. Prompt : providing information : pemberian informasi :’Have a guess’, ’Come on’quickly’ Memberi dorongan : ‘Memiliki jawaban’,’Ayo…’. ‘Cepat’ h. Clue : additional information to help student respond Memberi petunjuk-petunjuk : memberikan informasi untuk membantu siswa memberikan respons ( Proses ini disebut re….) i. Cue : ‘Hands up’, ‘Don’t call out’ Isyarat/aba-aba: ‘Angkat tangan’, ‘Yang tidak menjawab keluar’ j. Bid : ‘Sir!’, ‘Miss!’ Minta perhatian : ‘Bapak!’, ‘Nona!’ k. Nomination : names of pupils, ‘Who hasn’t answered yet?’ lxv Penunjukan : nama-nama murid, ’Siapa yang dapat menjawab ya?’ l. Acknowledge : ‘Yes’, ‘Mmm’, ‘OK’ Persetujuan m. Reply Jawaban n. React : ‘Ya’, ‘hmm’, ‘OK’ : linguistic response to elicitation : respons jawaban guru ataupun siswa : non-linguistic response to directive Memberi reaksi : Respons yang bersifat non linguistik terhadap pengarahan guru (mengangguk,menggeleng,dsb.) o. Comment Komentar : additional information, expanding, exemplifying : tambahan informasi, memperluas, memberikan contoh (memberi komentar) p. Accept : ‘Yes’, ‘No’, ‘Good’, ‘Fine’ Penerimaan q. Evaluate Evaluasi : ‘Ya’, ‘Tidak/bukan’, ‘Bagus’, ‘Benar’ : ‘Good’, ‘Interesting’, ‘Fine’ : ‘Baik’, ‘Tepat’, ‘Benar’ r. Metastatement : helping pupils see the purpose and structure of the lesson Metabahasa : Berbicara mengenai tujuan atau struktur pelajaran (Apa sudah mengerti?) s. Conclusion Simpulan : summarizing what the preceded : Membuat apa yang menjadi simpulan ( Jadi…., Kita tadi berbicara masalah….) t. Loop Mengulang u. Aside : ‘Pardon’, ‘Again’, ‘What did you say?’ : ‘Maaf’, ‘Sekali lagi’, ‘Apa yang telah kamu katakan?’ : ‘Where’s the chalk?’, ‘It’s freezing in here’ Di luar komunikasi dengan siswa : ‘Di mana kapur?’, ’Wah,dingin sekali di sini? h. Partikel dalam Wacana Lisan Dalam percakapan sehari-hari baik secara langsung berhadapan antara penutur dan lawan tutur sering terjadi dengan menggunakan ungkapan- lxvi ungkapan yang tidak dapat diartikan secara semantik ataupun secara sintaksis, akan tetapi baik penutur dan lawan tutur sudah memahami artinya karena diasumsikan dengan hal-hal yang sudah ada sebelumnya. Kategori seperti ini dapat dikategorikan sebagai partikel. Fraser Gupta (2002: 31-57) dalam abstraknya berpendapat bahwa : Eleven pragmatic particles, loans from Southern varieties of Chinese, are used in Singapore Colloquial English. They express varying degrees of commitment to an utterance, and can be arranged on a single scale of assertiveness. They fall into three main groups: contradictory, assertive, and tentative. This paper uses data from natural conversation in the home, from, between, and with children acquiring Singapore Colloquial English as a native language. The pragmatic particles are acquired early and without error. Previous analyses of the Singapore Colloquial English particles suggest that analysts disagree on the functions of the particles. Each particle appears to have a wide range of multiple functions. These apparently disparate functions can be reconciled if the pragmatic particles are examined in terms of a system of marking degree of assertion, which result in different functions when the same particle is used in sentences of different types. No pragmatic particle in Singapore Colloquial English is associated with only one sentence type. Dari abstrak tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dari hasil penelitian tentang partikel, ada sebelas partikel pragmatic, variasi kata pinjaman dari China bagian selatan, digunakan dalam bahasa Inggris percakapan sehari-hari (colloquial) di Singapura. Mereka mengungkapkan berbagai tingkat komitmen terhadap suatu ungkapan dan dapat disusun dalam sekala tunggal yang tegas. Mereka terbagi menjadi tiga kelompok utama: kontradiksi (lawan kata), lxvii penegasan, dan bersifat sementara. Kertas kerja (paper) ini mengunakan data percakapan alamiah dalam rumah, dari, diantara, dan dengan anak-anak memperoleh (belajar) dari bahasa Inggris percakapan sehari-hari (colloquial) di Singapura sebagai bahasa ibu (bahasa asli). Partikel pragmatik diperoleh sejak awal tanpa kesalahan. Analisis awal dari partikel Bahasa Inggris percakapan sehari-hari (colloquial) di Singapura menyarankan bahwa penganalisis (peneliti) tidak setuju dengan fungsi-fungsi dari partikel tersebut. Setiap partikel muncul mempunyai cakupan luas terhadap multi fungsi. Fungsi yang agaknya berbeda ini, dapat disatukan (disepakati) jika partikel pragmatik ini diuji dalam istilah sistem tingkat penandaan penegasan yang menghasilkan fungsi yang berbeda, ketika partikel yamg sama digunakan dalam kalimat pola (tipe) yang berbeda. Tidak ada partikel pragmatik Bahasa Inggris percakapan sehari-hari (colloquial) Singapura yang berhubungan dengan hanya satu tipe. Stubbs (1983: 68-69) di dalam bukunya Discourse Analysis: The Sosiolinguistic Analysis of Natural Language . menurut hasil penelitianya dalam bahasa Inggris percakapa lisan ditemukan ungkapan well, yang tidak dapat dibicarakan secara sintaksis dan semantic. Ungkapan-ungkapan yang lain selain well adalah now, right, ok, any way, you know, I see, hello, bye,bye. Ungkapanungkapan ini sedikit dibicarakan dalam sintaksis dan tidak dibicarakan secara semantik. Hal ini karena ungkapan-ungkapan tersebut tidak memiliki makna literal (harafiah),dan juga tidak memiliki sifat tesis sehingga tidak memiliki isi lxviii permasalahan. Ungkapan ini pada umumnya digunakan untuk menutup percakapan. Ungkapan ini dapat digunakan tanpa mengenalkan topik baru. Fungsi ungkapan ini manajemen transaksi menghubungkan ungkapan dengan panggilan seperti hey atau John. Pada umumnya memberi salam dan ungkapan perpisahan. Ungkapan-ungkapan ini tidak memiliki makna sebenarnya. Ungkapan–ungkapan ini terbatas pada bahasa lisan. Dengan kata lain, well dapat mengindikasikan suatu pemutusan dalam wacana, perubahan dalam topik, baik sebagai pendahuluan untuk memodifikasi beberapa asumsi tentang apa yang telah hilang sebelumnya, atau sebagai pendahuluan untuk menutup topik dan seluruh percakapan. Beberapa penelitian tentang well dan ungkapan-ungkapan yang serupa mengindikasikan beberapa poin penting . Ungkapan-ungkapan tersebut tidak dinilai sebagai kategori linguistik tradisional. Akan tetapi sebagian besar dibatasi bahasa lisan,karena dari fungsi interaksionalnya. Salah satu fungsinya bertindak sebagai penanda batasan . Ungkapan –ungkapan tersebut pembatas unit-unit wacana yang lebih besar daripada klausa dan kalimat. Bagian ini dan yang lainnya dapat dikembangkan secara detail dengan melihat pada berbagai kata keterangan. Contoh. Q. What time is it? A: Well,two o’clock. Dengan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa partikel merupakan ungkapan atau ujaran yang disampaikan saat bertutur secara lisan dan dapat dimaknai sesuai dengan konteks pembicaraan. Hal ini diasumsikan hal-hal yang mendahului ataupun yang menyertai berikutnya. lxix Partikel sangat bermakna dalam rangka organisasi percakapan (wacana lisan) khususnya pada saat pergantian pembicara . Dalam analisis wacana lisan, partikel tidak dapat diabaikan karena partikel itu menenyukan kebermaknaan percakapan. Dikatakan Linke, Nussbaumer dan Portmann (1991: 272 ) bahwa fungsi utama partikel dalam wacana lisan dapat dibedakan menjadi : (1) bentuk tegun,yakni partikel yang merfleksikan bahwa si pembicara dalam waktu singkat sedang mengkoordinasi kata, misalnya ”Beberapa hari yang lalu telah diadakan ...ehm...’,”mobilku rusak ...apanya itu ... kalbulator,dan seterusnya”; (2) bentuk pengurangan kecepatan pertukaran seperti ”Ya, jadi...; jadi ...; Ah ..itu yang .. dan seterusnya; (3) pembukaan pembicaraan/percakapan untuk meyakinkan, misalnya ”Karena itu,ku jelaskan ...”’ ”Sebentar,bukan ...”. ” Yang kumaksudkan, yakni ....atau yaitu ... atau antara lain ...”,dan seterusnya; (4) Isyarat pembicara yang mencakupi partikel-partikel yang memerlukan dan menuntut perhatian mitra bicara,misalnya”....,bukan?”,”...,atau?”,”....,begitu?”; dan (5) Isyarat mitra bicara yang mencakupi partikel yang mengekspresikan kekaguman,keheranan, dan keharuan ( Wah...,Oh....,Aduhai ....dan seterusnya), dan gerakan sepontan mitra bicara saat pembicara bertutur, misalnya kontak pandangan (isyarat mata), gerak tubuh, mimik, gerakan kepala (mengangguk atau menggeleng), senyum dan atau tertawa”. i. Praanggapan, Implikatur, dan Entailmen Makna pragmatik tuturan dalam penuturan sesungguhnya tidak selalu didapatkan dari tuturan yang sunguh-sungguh disampaikan penutur. Makna tersurat belum tentu makna tersirat, maka perlu mencermati konteks yang menyertai munculnya tuturan itu . lxx 1) Praanggapan (Presupposition) Dalam praktek bertutur, seorang penutur akan selalu merangkai pesan– pesan verbalnya berdasarkan anggapan tentang sesuatu yang sudah diketahui oleh mitra tuturnya. Anggapan-anggapan yang trebentuk itu dapat merupakan sebuah kebenaran atau justeru sebaliknya.” Kalimat dikatakan mempreposisikan kalimat yang lain jika ketidak benaran kalimat yang kedua (yang dipreposisikan) mengakibatkan kalimat yang pertama (yang mempreposisikan) tidak dikatakan benar atau salah” (I Dewa Putu Wijana, 1996: 37) 2) Implikatur (Implicature) Dalam bertutur ,peserta tutur dapat lancar berkomunikasi apabila diantara mereka telah terjadi satu pemahaman mengenai latarbelakang pengetahuan mengenai sesuatu hal yang sedang dipertuturkan. Di antara penutur dan mitra tutur terdapat semacam kontrak percakapan tidak tertulis bahwa yang sedang dipertuturkan itu dapat saling dimengerti. Implikatur menurut Grice di dalam artikelnya menyatakan bahwa sebuah tuturan dapat mengimplikasikan proposisi yang bukan merupakan bagian dari tuturan yang bersangkutan. Proposisi yang diimplikasikan itulah yang disebut implikatur percakapan. Implikatur bukan merupakan bagian tuturan yang implikasikannya, maka hubungan kedua proposisi itu bukan merupakan konsekuensi yang mutlak (http://www.teorier.dk/tekster/h-paul-grice-implikatur. php) lxxi dalam Tuturan yang berbunyi Bapak Raharjo datang! Tidak semata-mata dimaksudkan untuk memberitahukan bahwa bapak Raharjo sudah datang menuju kelas. Si Penutur bermaksud memperingatkan mitra tutur bahwa bilamana kelas masih kotor atau dalam keadaan ramai akan mendapatkan sanksi. Si Penutur memperingatkan kepada mitra tutur untuk segera mengambil kotoran yang berada disekitar tempat duduknya dan bersiap diri untuk menerima pelajaran. Di dalam implikatur ,hubungan antara tuturan yang sesungguhnya dengan maksud yang tidak dituturkan bersifat tidak mutlak. Maksud tuturan harus didasarkan pada konteks situasi tutur yang mewadahi mulnya tuturan tersebut. Jadi, implikatur merupakan proposisi yang diimplikasikan dalam tuturan yang dituturkan oleh peserta tutur, implikatur muncul apabila peserta tutur yang terlibat dalam penuturan itu memiliki kesamaan latar belakang pengetahuan tentang sesuatu yang sedang mereka tuturkan. Menurut Grice (dalam Leech, 1993 : 17) implikatur meliputi dua macam, yaitu (1) implikatur konvensional, dan (2) implikatur nonkonvensional. Implikatur konvensional adalah implikatur pragmatik yang diperoleh langsung dari makna kata, sedangkan implikatur nonkonvensional muncul ditentukan oleh konteks. (a) Bahkan Bapak Menteri Agama menghadiri sunatan anak saya. (b) Saya kebetulan ke Inggris untuk studi selama dua tahun dan berangkat besok lxxii Contoh (a) di atas merupakan implikatur konvensional yang berarti Bapak Menteri Agama biasanya tidak menghadiri acara sunatan, sedangkan contoh (b) merupakan implikatur nonkonvensional yang bermakna ‘tidak’ dan merupakan jawaban atas pertanyaan maukah Anda menghadiri selamatan sunatan anak saya? Berbeda dengan Grice, menurut Gazdar, dengan menggunakan prinsip kerja sama Grice, implikatur dapat dibedakan menjadi implikatur khusus dan implikatur umum. Yang pertama ada karena konteks ujaran, misalnya contoh (b) Saya kebetulan ke Inggris untuk studi selama dua tahun dan berangkat besok, sedangkan yang kedua tidak, misalnya contoh (a) Bahkan Bapak Menteri Agama menghadiri sunatan anak saya di atas, dalam (http://tulisanmakyun. blogspot. com/2007/07/linguistikpragmatik.html) 3) Entailmen (Entailment) Entailmen adalah kebalikan dari implikatur. Implikatur memiliki makna yang tidak pasti karena tergantung konteksnya, penaffsirannya harus didasarkan pada latar belakang pengetahuan yang sama (the same background knowledge) antara penutur dan mitra tutur tentang sesuatu yang dipertuturkan itu.sedangkan entailmen adalah bersifat pasti atau mutlak (Kunjana Rahardi, 2005: 43) Contoh tuturan yang berupa entailmen di dalam situasi tutur di kelas berbunyi, Mukti Udin belum paham cara resensi novel mengindikasikan bahwa siswa yang bernama Mukti Udin setelah dijelaskan masalah cara lxxiii meresensi novel ketika diberi tugas oleh guru tidak dapat menyelesaikan tugas karena Mukti Udin belum paham. j. Alih Kode dan Campur Kode Interaksi belajar mengajar di kelas di SMA Negeri 3 Sragen , pemakaian Bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa kedua, karena sebelum guru dan siswa menguasai Bahasa Indonesia pada umumnya guru dan siswa menguasai Bahasa Jawa sebagai bahasa ibu. Dengan demikian guru dan siswa di SMA Negeri 3 Sragen pada umumnya dwibahasawan (bilungaal), bahkan ada yang menguasai lebih dari dua bahasa (multilingual). Oleh sebab itu, dalam komunikasi akan sering terjadi pemakaian bahasa satu dengan lainnya secara bergantian. Hal ini sulit dihindari dalam masyarakat bilingual, juga guru dan siswa di SMA Negeri 3 Sragen. Menurut Nina (2009,http:// Slideshare.net/ninazski/ papersosling-nina.) penguasaan beberapa bahasa mendorong orang-orang menggunakan berbagai bahasa tersebut dalam situasi dan tujuan berbeda. Karena inilah fenomena alih kode (code switching ) dan campur kode (code mixing) tidak dapat dihindari. Nababan (1991: 31) menyatakan dalam keadaan kedwibahasaan akan sering terdapat orang mengganti bahasa atau ragam bahasa. Hal ini bergantung pada keadaan dan keperluan berbahasa tersebut. Perilaku seperti tersebut akan memnyebabkan alih kode dan campur kode. lxxiv Peristiwa alih kode dan campur kode sering terjadi dalam berkomunikasi pada masyarakat bilingual dan multilingual. Yang dimaksud dengan alih kode menurut Sri Utari Subyakto Nababan (1992: 105) yaitu mengganti bahasa yang digunakan oleh seseorang yang bilingual; dari bahasa daerah ke bahasa Indonesia; dari Bahasa Indonesia ke bahasa Asing, dan sebagainya. Appel dalam ( Lilis Siti Sulistyaningsih, http://file. Upi. Edu/ Direktori/C-FPBS/Jur. PEND. BHS. DAN SASTRA INDONESIA/) alih kode itu sebagai gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi . Pendapat yang lain dikemukakan Scotton dalam (Adiel, 2009 http://aidiel87.blogspot.com/2009/11/alih-kode-campur-kode-daninterferensi html.) bahwa alih kode merupakan penggunaan dua varian atau varietas linguistik atau lebih dalam percakapan atau interaksi yang sama. Richard berpendapat, alih kode adalah suatu peralihan pemakaian suatu bahasa ke bahasa lain atau dari satu variasi bahasa ke variasi bahasa lain. (1985: 43) Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Umar dan Napitupulu (1994: 13 dalam ninazski/paper-sosling-nina) Nina, http://www. Slidershare. net/ bahwa alih kode merupakan ketergantungan bahasa dalam suatu masyarakat dwibahasa. lxxv aspek Jadi, dalam alih kode, pemakaian dua bahasa atau lebih ditandai oleh kenyataan bahwa masing-masing bahasa masih mendukung fungsifungsi tersendiri sesuai dengan konteksnya, dan fungsi masing-masing bahasa itu disesuaikan dengan relevan dengan perubahan konteksnya. Tuturan di bawah ini contoh kadang-kadang penutur dengan sadar beralih kode dengan mitra tuturnya dengan maksud tertentu. Raharjo : Panjenengan, tadi sudah jadi dhahar belum? Arief : Belum, ini pekerjaan belum kelar, sebentar lagi. Raharjo : OK-lah , kalau gitu nanti sama-sama ke kantin. Arief : Inggih, ini tinggal dua siswa lagi kelar. Pada masyarakat bilingual ataupun multilingual cenderung juga ada kecenderungan peristiwa tutur yaitu campur kode. Yang dimaksud dengan campur kode menurut Sri Utari Subyakto Nababan (1992: 106) adalah penggunaan dua atau lebih bahasa atau ragam bahasa secara santai antara orang-orang yang kita kenal dengan akrab. Menurut Fasold dalam ((Adiel, 2009 http:// aidiel87. blogspot .com/2009/11/alih-kode-campur-kode-dan-interferensi.html) campur kode adalah fenomena yang lembut dari fenomena alih kode. Dalam campur kode terdapat serpihan-serpihan suatu bahasa yang digunakan oleh seorang penutur, tetapi pada dasarnya dia menggunakan suatu bahasa tertentu. Harimurti Kridalaksana dalam Sarwiji Suwandi (2007: 113) menjelaskan bahwa campur kode antara lain berarti penggunaan satuan lxxvi bahasa dari satu bahasa ke bahasa lain untuk memperluas gaya dan ragam bahasa, termasuk di dalamnya pemakaian kata, klausa, idiom, sapaan, dan sebagainya. Sejalan dengan tersebut, Nababan (1991: 32) menjelaskan bahwa campur kode mengacu pada suatu peristiwa penutur mencampur dua atau lebih bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak bahasa (speech act atau discourse ) tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa itu yang menuntut percampuran bahasa itu. Jadi, campur kode adalah penggunaan dua bahasa atau lebih oleh penutur dalam situasi informal, santai, atau akrab tanpa ada sesuatu yang menuntut pencampuran bahasa itu. Pencampuran dua bahasa atau lebih ini dapat berupa kata, idiom, sapaan, frasa, klausa, dan sebagainya. Peristiwa campur kode, seperti contoh-contoh berikut ini. Raharjo : Ujiane tesis Pak Manto jadine kapan? Manto : Tanggal songolas Senin. Piye Pak Ujiane kemarin? Raharjo : Alhamdulillah sudah dinyatakan lulus. Ini ada yang harus direvisi. Prof. Herman ngasih masukan nambah alih kode dan campur kode. Manto : Alhamdulillah nderek seneng. Ini aku baru ngaturake tesis no mejanya Prof. Herman. Senin rawuh ya kasih suport. Raharjo : Insyaallah, saya datang waktu ujian Pak Manto. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya peristiwa alih kode menurut Sarwiji Suwandi (2007: 118-120) sebagai berikut : lxxvii (1) Penutur, maksudnya seorang penutur kadang-kadang dengan sadar berusaha beralih kode terhadap mitra tuturnya karena sesuatu maksud. (2) Mitra tutur, setiap penutur pada umumnya ingin mengimbangi bahasa yang dipergunakan mitra tuturnya. (3) Topik, topik merupakan faktor yang cukup dominan dalam menentukan terjadinya alih kode. (4) Gengsi, sebagian penutur ada yang beralih kode sekedar untuk bergengsi. Pendapat lain dikemukakan oleh Irmayani, Musfeptial, dan Hari Purwiati php? ) dalam (2005, http://pusatbahasa. Diknas.go.Id/laman/index. alih kode dan campur kode terjadi karena tiga faktor yaitu berdasarkan penutur, lawan tutur, dan topik pembicaraan. Menurut Appel dalam ( Lilis Siti Sulistyaningsih, http://file. Upi. Edu/ Direktori/C-FPBS/Jur. PEND. BHS. DAN SASTRA INDONESIA/) alih kode adalah peristiwa kebahasaan yang disebabkan oleh faktor-faktor yang bersifat sosiosituasional. Beberapa faktor yang biasanya merupakan penyebab terjadinya alih kode antara lain,ialah : (1) Pembicara/ penutur; (2) Pendengar/ lawan tutur; (3) Hadirnya penutur ketiga; dan (4) Pokok pembicaraan. Dari beberpa pendapat di atas dapat disimpulkan faktor penyebab terjadinya alih kode yaitu penutur/pembicara, mitra tutur/pendengar, pokok pembicaraan, hadirnya orang ketiga, dan gengsi. lxxviii B. Penelitian yang Relevan Marfuah (2006) dalam penelitiannya yang berjudul “ Pengungkapan Makna Pragmatik Imperatif Bahasa Indonesia dalam Proses Belajar Mengajar di Kelas ( Kajian Pragmatik : Studi Kasus di Taman Kanak-kanak ), kesimpulan dari penelitian ini guru lebih dominan menggunakan tuturan imperatif untuk mengungkapkan makna pragmatik imperatif,karena mengingat tingkat kognitif anak usia TK tentang pemahaman bahasa masih rendah. Sugeng Lestari (2005) dalam penelitiannya,” Analisis Wacana Lisan Pada Interaksi Belajar Mengajar di Kelas 5 SDIT Nur Hidayah Surakarta, kesimpulan dari penelitian tersebut sebagai berikut: Pembelajaran yang terjadi antara guru dan siswa di kelas 5 SDIT Nur Hidayah Surakarta dapat dikatakan berhasil karena siswa dapat menjawab sebagian besar pertanyaan yang diberikan oleh guru. 2) Fungsi bahasa meliputi tiga hal, yaitu menyatakan sesuatu atau memberikan informasi yang direalisasikan dengan kalimat deklaratif, meminta informasi atau menanyakan sesuatu yang direalisasikan dengan kalimat interogatif, dan memberikan perintah atau melakukan sesuatu yang direalisasikan dengan kalimat imperatif. Walaupun fungsi bahasa telah memiliki bentuk sendiri-sendiri, namun dalam aplikasinya antara bentuk dan fungsi bahasa tersebut tidak selalu sama. Dengan kata lain bahwa antara bentuk dan fungsi bahasa bersifat fleksibel. 3) Partikel merupakan bentuk bahasa yang tidak dapat dimaknai secara semantik maupun sintaksis. Penggunaan partikel dalam interaksi belajar mengajar berfungsi sebagai respon lxxix atau tindak lanjut guru atas tindakan yang dilakukan siswa dan penanda batas dalam wacana. Sedangkan penelitian ini dengan subyek penelitiannya adalah guru dan siswa di kelas di fokuskan pada struktur wacana lisan dalam interaksi belajar mengajar, fungsi bahasa dalam interaksi guru dan siswa dalam kelas, dan partikel dalam wacana lisan tindak tutur di dalam kelas. C.Kerangka Berpikir Berdasarkan deskripsi teori yang telah dipaparkan diatas ,maka dapat disusun kerangka berpikir sebagai berikut : Dalam proses belajar mengajar terdapat interaksi antara guru dan siswa. Dalam interaksi ini terjadi tindak tutur antara guru dan siswa. Guru lebih dominan sebagai pemicu terjadinya tindak tutur di dalam kelas. Juga tindak tutur ini dapat berhasil bilamana antara penutur dan mitra tutur ada kerja sama. Akan lebih baik lagi bilamana dalam tindak tutur menjaga kesantunan dalam tindak tutur. Setelah data-data terkumpul langkah pertama adalah memparafrasekan Tindak Tutur Langsung dan Tindak Tutur Literal. Kemudian data dianalisis dengan konteksnya. Berdasarkan analisis data itu ditemukan : (1) Ciri-ciri struktur wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas, (2) fungsi bahasa dalam wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas, (3) Partikel dalam wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas, dan (4) Alih kode dan campur kode wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas. lxxx Pendeskripsian Tindak Tutur dalam Kelas Interaksi Guru dan Siswa, fungsi bahasa, partikel, alih kode dan campur kode wacana lisan interaksi di kelas Struktur Tindak Tutur dalam Kelas Interaksi guru dan siswa, fungsi bahasa, partikel, alih kode dan campur kode wacana lisan interaksi di kelas Parafrase tindak tutur langsung dan tindak tutur literal Pengamatan/ Observasi Perekaman data Pencatatan data Semua data dikaitkan dengan konteks tuturan Data dianalisis Ciri-ciri Sturuktur interaksi di kelas Fungsi bahasa dalam interaksi di kelas Partikel dalam wacana lisan Alih kode dan campur kode Simpulan Gambar 8. Diagram kerangka berpikir lxxxi BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini membicarakan enam hal , yaitu (1) jenis penelitian, (2) data dan sumber data penelitian, (3) lokasi penilitian, (4) teknik cuplikan penelitian, (5) metode penelitian, (6) teknik pengumpulan data penelitian, (7) teknik validitas data penelitian, dan (8) teknik analisis data penelitian.. A. Jenis Penelitian Penelitian tentang Analisis Wacana Lisan antara Interaksi Guru dan Siswa ini dapat dikelompokkan ke dalam kategori penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif menurut Moleong (2010: 8-13) sebagai berikut: melakukan penelitian pada latar alamiah atau pada konteks dari suatu keutuhan (entity); peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama; penelitian menggunakan metode kualitatif . Penelitian ini kualitatif yang bersifat deskriptiff, karena data yang dikumpulkan terutama berupa tuturan–tuturan lisan yang terjadi saat interaksi belajar mengajar, bukan data yang berupa angka-angka. Peneliti menekankan catatan dengan deskripsi kalimat yang rinci, lengkap, dan mendalam, yang menggambarkan situasi sebenarnya guna mendukung penyajian data. Sifat penelitian seperti itu senada pendapat dengan Lincoln dan Guba (1985) di dalam Sutopo (2006: 40) Sifat semacam ini lebih peka dan dapat disesuaikan dengan pengkajian bentuk pengaruh dan pola nilai-nilai yang mungkin dihadapi peneliti. 64 lxxxii Analisis Wacana Lisan antara Guru dan Siswa ini, sasaran penelitian tetap pada berada pada kondisi aslinya secara alami. Penelitian ini meneliti secara langsung peristiwa tutur dalam interaksi belajar mengajar di dalam kelas, peneliti tidak terlibat dalam peristiwa tutur. Peneliti di lingkungan sekitar kelas hanya sebagai pengamat, jadi dalam interaksi belajar mengajar di kelas, terjadi percakapan antara guru (penutur) dengan siswa (petutur) atau sebaliknya secara alamiah. Penelitian ini juga merupakan analisis isi (content analysis) menurut Barelson (1952) di dalam Stefan Titscher (et al) (2009: 97) menyatakan analisis isi merupakan suatu teknik penelitian untuk menguaraikan isi komunikasi yang jelas secara objektif, sistematis, dan kuantitatif. Harold D. Lasswell di dalam Pakde Sofa ( 2008) yang memelopori teknik symbol coding menyatakan analisis yaitu mencatat lambang atau pesan secara sistematis, kemudian diberi interpretasi, dalam (http://massofa.wordpress.com/2008/01/28/metode-analisi-isi-reliabilitas-dan validitas -dalam-metode-penelitian-komunikasi) Interaksi antara guru dan siswa di kelas, tidak lepas dari pesan secara sistematis. Guru masuk ke dalam kelas untuk menyampaikan materi pelajaran, pada hakekatnya sudah ada tujuan yang pasti yaitu untuk menyampaikan pesan sesuai dengan tujuan pembelajaran (indikator). B. Data dan Sumber Data Penelitian Data merupakan bahan jadi penelitian yang ada karena proses pemilihan dan pemilahan dari berbagai macam tuturan. Data tidak hanya sekedar sebagai lxxxiii sesuatu yang telah disediakan oleh alam, namun sebenarnya data ada karena adanya proses interaksi antara peneliti dengan sumber data penelitian (Sudaryanto, 1990: 3) Data penelitian ini berbentuk semua tuturan lisan dalam interaksi belajar mengajar di SMA N 3 Sragen yang diobservasi, dicatat, direkam, dan dideskripsikan dalam bentuk teks. Semua data yang ditemukan saat interaksi belajar mengajar di kelas semua dipakai dalam analisis. Data yang dipakai adalah data tuturan lisan guru dan siswa di kelas tanpa direduksi. Hal ini sesuai dengan tujuan penelitian yaitu mendeskripsikan dan menjelaskan struktur wacana lisan guru dan siswa dalam kelas di SMA Negeri 3 Sragen pada waktu proses belajar mengajar ; mendeskripsikan dan menjelaskan fungsi bahasa dalam tindak tutur interaksi guru dan siswa dalam kelas di SMA Negeri 3 Sragen pada waktu proses belajar mengajar;. mendeskripsikan dan menjelaskan partikel wacana dalam tindak tutur interaksi guru dan siswa dalam kelas di SMA Negeri 3 Sragen pada waktu proses belajar mengajar; mendeskripsikan dan menjelaskan alih kode dan campur kode wacana lisan interaksi guru dan siswa dalam kelas di SMA Negeri 3 Sragen. Adapun yang menjadi sumber datanya adalah tiga orang guru yang mengajar di kelas, masing-masing guru mata pelajaran Bahasa Indonesia, mata pelajaran Biologi, mata pelajaran Sosiologi dan siswa yang mengalami proses belajar mengajar di SMA N 3 Sragen bersama itu dilakukan observasi dan perekaman data. lxxxiv C. Lokasi Penelitian Penelitian ini berlokasi di SMA Negeri 3 Sragen Jl. Dr. Sutomo no. 2 Sragen. Di pilihnya lokasi ini karena SMA Negeri 3 Sragen tergolong SMA yang cukup besar, dan siswanya bervariasi dari berbagai kalangan. Pertimbangan yang lain adalah SMA Negeri 3 Sragen dikategorikan sebagai sekolah yang menempati strata menengah di antara sekolah-sekolah negeri di tingkat SMA di Kab. Sragen. Selain itu guru-guru yang ada di sekolah ini sudah memenuhi kualifikasi pendidikan minimal yaitu sarjana, bahkan ada beberapa guru yang sudah menyelesaikan pascasarjana. Saat ini guru di SMA Negeri 3 Sragen sebagian besar sudah lulus sertifikasi guru. Pertimbangan selanjutnya, saat mengadakan observasi pendahuluan ditemukan cara mengajar guru pada saat memberikan pelajaran di kelas cenderung berceramah dan pola komunikasi pada umumnya searah didominasi guru, hanya saat-saat tertentu guru memberikan pertanyaan kepada siswa, dan siswa menjawab. Pada proses interaksi belajar mengajar jarang siswa mengajukan pertanyaan kepada guru. Guru juga sering memberikan selingan–selingan berupa humor untuk melepas kepenatan siswa saat mengikuti pelajaran. Dengan demikian, SMA Negeri 3 Sragen layak dipakai sebagai lokasi penenelitian tentang analisis wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas. D. Teknik Cuplikan Cuplikan berkaitan dengan pemilihan dan pembatasan jumlah serta jenis dari sumber data yang digunakan dalam penelitian ( Sutopo, 2006: 62) Hal ini dilakukan mengingat keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya. lxxxv Penelitian ini menggunakan teknik cuplikan yaitu cuplikan diambil untuk mewakili informasinya, yang diutamakan sebagai pertimbangan adalah kelengkapan informasi atau datanya . Dengan pertimbangan tersebut maka penelitian ini menetapkan cuplikan. Mengingat variabel guru dan siswa cukup banyak, maka dipilih beberapa guru yaitu mata pelajaran Bahasa indonesia, mata pelajaran Biologi, dan mata pelajaran Sosiologi, serta beberapa kelas sebagai sumber datanya. Pengambilan data dari guru mata pelajaran yang berbeda dan kelas-kelas yang berbeda dimaksudkan untuk memperoleh validitas data penelitian. Penetapan sumber data pada ketiga guru mata pelajaran dan beberapa kelas tersebut dilakukan dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu berdasarkan tujuan penelitian. Karena pengambilan cuplikannya didasarkan atas berbagai pertimbangan tertentu, maka pengertiaannya sejajar dengan jenis teknik cuplikan yang dikenal sebagai purposive sampling (Sutopo, 2006: 64) Pertimbangan-pertimbangan dalam teknik cuplikan ini , terbatasnya waktu dan biaya, maka peneliti menentukan tiga guru bidang studi, kelas yang berbeda, dan waktu interaksi belajar mengajar yang berbeda. Subjek penelitian tersebut dapat mewakili informasi dan data penelitian. Hal ini dilakukan sebab, di SMA Negeri 3 Sragen jumlah guru 84 guru dengan berbagai bidang studi dan terdiri dari 27 kelas. Dalam teknik cuplikan dimungkin seorang peneliti mengambil beberapa subjek, yang penting subjek tersebut dapat memberikan informasi dan data yang cukup. lxxxvi E. Metode Penelitian Istilah metode dalam penelitian linguistik dapat ditafsirkan sebagai strategi kerja berdasarkan ancangan tertentu. Dengan demikian, ancangan lebih berkaitan dengan metode. Ancangan merupakan kerangka berpikir untuk menentukan metode (Edi Subroto, 2007: 36) Ancangan yang digunakan penelitian ini adalah ancangan pragmatik. Alasan digunakan ancangan ini karena keberadaan data-data penelitian merupakan tindak tutur, yang segalanya didasarkan konteks. Konteks merupakan semua latar belakang pengetahuan (back ground knowledge) yang dipahami bersama antar penutur dan mitra tutur (I Dewa Putu Wijana, 1996: 11) Analisis wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas , tentang struktur wacana di kelas ini akan dianalisis dengan berdasar teori yang dikemukakan oleh Sinclair dan Coultrad, dengan 21 (dua puluh satu) tindak. Untuk fungsi bahasa dalam interaksi wacana lisan dilandaskan teori MAK Haliday , sementara itu untuk partikel wacana lisan dilandaskan teori yang dikemukakan oleh Stubs dan teori yang dikemukakan oleh Linke, Nussbaumer dan Portmann . F. Teknik Pengumpulan Data Penelitian Data ini diperoleh dengan menggunakan dua macam metode ,yaitu metode simak dan metode cakap. Metode simak merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan menyimak tindak tutur dalam kelas. Metode simak ini disamakan dengan metode observasi yang dikenal dalam disiplin ilmu sosial. Dalam pelaksanaan metode simak ,digunakan teknik sadap sebagai teknik dasar ,teknik rekam,dan teknik catat sebagai teknik lanjutan. lxxxvii Teknik observasi atau teknik simak adalah mengadakan penyimakan terhadap pemakaian bahasa lisan yang bersifat spontan dan mengadakan pencatatan terbhadap data relevan yang sesuai dengan sasaran dan tujuan penelitian (Edi Subroto, 2007: 47) . Teknik ini digunakan untuk menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi dan rekaman peristiwa tutur atau interaksi guru dan siswa di kelas. Teknik yang digunakan dalam observasi berperan pasif. Artinya, dalam mengobservasi kehadiran peneliti sama sekali tidak mempengaruhi aktivitas interaksi guru dan siswa di kelas. Hal yang dilakukan peneliti hanya mengamati dan mencatat ha-hal yang berlangsung di dalam peristiwa tutur. Teknik rekam adalah pemerolehan data dengan cara merekam pemakaian bahasa lisan yang bersiffat spontan (Edi Subroto, 2007: 40). Teknik ini digunakan untuk merekam pemakaian bahasa guru dan siswa pada saat interaksi belajar mengajar di kelas. Agar hasil rekaman yang diperoleh dapat menyajikan data yang alamiah,perekaman dilakukan secara tertutup tanpa sepengetahuan siswa sehingga interaksi di kelas berjalan wajar. Selanjutnya data rekaman itu ditranskripsikan untuk memudahkan analisis data. Teknik pencatatan dilakukan untuk menangkap hal-hal khusus yang menandai karakteristik wacana pemakaian bahasa yang dilakukan secra spontan untuk melengkapi data-data yang telah diperoleh secara terencana Teknik wawancara mendalam (indepth interviewing) ,hal ini dilakukan untuk memperoleh informasi yang mendalam dari informan (Edi Subroto, 2007: 42). Dan dengan teknik ini dalam upaya memperoleh validitas data. lxxxviii G.Teknik Validitas Data Penelitian Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik rekam dan teknik catat. Teknik rekam merupakan pemerolehan data dengan cara merekan tindak tutur yang bersifat spontan,sedangkan teknik catat merupakan pemerolehan data dalam kartu data sesuai sasaran dan tujuan penelitian. Penggunaan kedua teknik pengumpulan data tersebut dilakukan agar data valid. Agar data valid Patton (1984) di dalam Sutopo (2006: 92) menyatakan bahwa ada empat macam teknik trianggulasi ,yaitu (1) trianggulasi data (data triangulation), (2) trianggulasi peneliti trianggulasi metodologis (methodological (investigator triangulation), (3) triangulation), dan (4) trianggulasi teoretis (theoretical triangulation). Kedua teknik ini digunakan secara bersamaan untuk saling mengecek,mengisi,melengkapi,serta mendukung pengumpulan data. Hal ini diharapkan data semakin valid. Data yang terkumpul dari teknik rekam dan catat pada interaksi belajar mengajar di kelas akan dianalisis, bilamana kurang jelas maksudnya dilakukan wawancara dengan guru bersangkutan. Apabila data yang terkumpul belum mencukupi keabsahan analisis, maka peneliti kembali ke lapangan untuk memperoleh data sampai tercukupinya kebutuhan analisis. H. Teknik Analisis Data Penelitian Setelah data disediakan dengan baik dalam arti sudah diklasifikasikan ,tahapan berikutnya menganalisis data. Analisis data pada penelitian ini dengan metode kontekstual. Yang dimaksud analisis kontekstual adalah cara analisis yang lxxxix diterapkan pada data dengan mendasarkan ,memperhitungkan ,dan mengaitkan konteks. Konteks itu sendiri telah didefinisikan oleh Brown & Yule (1985) sebagai lingkungan (environment:circumstances) dimana bahasa itu digunakan. Lingkungan disini mencakup lingkungan fisik,nonfisik,dan sosial. Pemahaman konteks yang demikian sejalan dengan pendapat Harimurti Kridalaksana (1993) di dalam I Dewa Putu Wijana (1996: 11) bahwa konteks adalah aspek-aspek lingkungan fisik atau lingkungan sosial yang berkaitan dengan tuturan . Perlu dicatat bahwa lingkungan fisik tuturan dapat disebut koteks (cotex) sedangkan lingkungan sosial tuturan disebut konteks (context). Dalam pragmatik konteks adalah segala latar belakang pengetahuan yang dipahami secara bersama oleh penutur dan mitra tutur. Dalam penelitian ini latar belakang pengetahuan yang dimaksud adalah guru datang ke kelas dengan tujuan menyampaikan pelajaran,dan siswa sebagai mitra tutur datang ke kelas untuk memperoleh informasi sesuai dengan materi pelajaran. Dengan demikian data yang dikumpulkan adalah data tentang wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas. Setiap data yang dianalisis akan disajikan dalam urutan dengan menggunakan angka arab yang diapit dua kurung,mulai (1), (2), (3), dan seterusnya. Selain itu, setiap data juga dilengkapi nomor data pada setiap akhir penulisan data. Pencatuman nomor data dimaksudkan untuk mempermudah pengecekan sumber data. Tuturan berikut dapat memperjelas pernyataan di atas. Guru : ”Siapa yang di pojok?” xc Siswa : ”Ayub!” (dijawab serentak siswa satu kelas) Guru : ”Tahu maksud saya?” Konteks tuturan: Dituturkan oleh guru ditujukan kepada siswa yang bernama Ayub, waktu itu Ayub kurang konsentrasi dalam mengikuti pelajaran tentang proses generatif. Guru bertanya itu dimaksudkan siswa agar tertuju pada penjelasan guru tentang proses generatif. Secara linguistik tuturan tersebut hanya memerlukan jawaban tentang hal yang baru dijelaskan guru. Akan tetapi, bila tuturan itu dilihat secara pragmatik mengandung maksud guru menghendaki perhatian semua siswa dalam kegiatan belajar mengajar. xci BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bagian ini disajikan deskripsi hasil penelitian yang berupa hasil analisis dan pembahasan tentang: (1) struktur wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas, (2) fungsi bahasa dalam wacana lisan interaksi guru dan siswa dalam kelas, (3) partikel wacana dalam wacana lisan interaksi guru dan siswa dalam kelas, dan (4) alih kode dan campur kode dalam wacana lisan interaksi guru dan siswa dalam kelas A. Struktur Wacana Lisan Guru dan Siswa di Kelas Pendeskripsian hasil analisis dan pembahasan struktur wacana lisan guru dan siswa ini diharapkan dapat memperkaya pengidentifikasian tipe, pola atau style wacana lisan guru dan siswa, sehingga struktur wacana lisan di kelas dapat dibedakan dengan wacana lisan yang lainnya dengan mudah berdasarkan karakter yang dimiliki. Dalam interaksi belajar mengajar di kelas ditemukan karakteristik wacana lisan guru dan siswa yang khas yang berbeda dengan wacana lisan lain, seperti : wacana lisan seorang sahabat bertemu di kantin kampus, wacana seorang pedagang dengan seorang pembeli yang sedang tawar-menawar di sebuah kios buah, wacana seorang ibu sedang bercakap-cakap menggunakan handpone , wacana lisan percakapan seorang penyiar televisi, dan sebagainya. Ada fenomena yang mengindikasikan bahwa kekhasan itu dilatarbelakangi oleh sifat interaksinya yang terkait dengan pekerjaan guru sebagai pendidik, dan 74 xcii seorang siswa sebagai pelajar yang sedang melakukan kegiatan belajar mengajar di kelas. Misalnya, seorang guru berusaha mendorong siswanya untuk dapat menjawab pertanyaan, seorang guru memantau atau mengecek pemahaman tentang materi pelajaran yang telah dikuasai siswa, seorang guru menjelaskan materi pelajaran , atau siswa menjawab pertanyaan yang disampaikan seorang guru, dan sebagainya. Hasil analisis dan pembahasan struktur wacana lisan guru dan siswa ini dapat dijelaskan ke dalam subjek peserta tutur, saluran tuturan, jenis tuturan, bentuk dan isi pesan, latar belakang dan suasana, dan struktur wacana lisan guru dan siswa di kelas. 1. Subjek Peserta Tutur Dalam interaksi belajar mengajar, subjek peserta tutur atau partisipan yang terlibat adalah guru dan siswa. Berikut ini data yang menunjukan keterlibatan dalam peristiwa tutur yang terjadi di dalam kelas antara guru dan siswa. Guru Siswa Guru Siswa Guru ........... Guru : : : : : .. . : .. . ........... Guru : Pimpin do’a! (CL.I/1) Duduk siap grak berdo’a mulai! (CL.I/2)....Selesai. (CL. I/3) Assalamu’alaikum Warahmatullahi wabarakatuh.” (CL. I/4) Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh.”(CL. I/5) Mari…,mana absennya?” (CL. I/6) Siapa kemarin yang terlambat?(7) Mana? (8) Kemarin siapa yang terlambat? (Cl. I/9) Siapa yang terlambat? (CL. I/10) Mana pernyataannya? (CL.I/11) ..................................................................................................... ........... Ya....(CL. I/39) Mari kita lanjutkan ke reproduksi pada manusia! (CL.I/40) Reproduksi. (CL. I/41)Ya...(CL. I/42) Yah,hari ini kita membahas tentang reproduksi pada manusia, tapi pesan saya.... (CL. I/43) Hallo...! (CL. I/44) Hallo,pesan saya tidak ada pasir di kelas ,ya ! (CL. I/45) ..................................................................................................... . Ndak ada, orang mati diobati makin mati. (CL. I/682) Untuk xciii Siswa Guru : : Siswa : perkembangan embrio nanti dipelajari di rumah, embrio menjadi individu baru untuk yang punya rahim, pertumbuhan embrio dalam rahim, yang bertelur pertumbuhan embrio dalam telur, ada tahapannya. (CL. I/683) Rahim dalam manusia bersifat sinplex artinya ada satu ruangan, sehingga mengandung biasanya satu anak itu artinya sinplex. (CL. I/684) Kalau troplex ada dua ruangan, ada dua ruangan tetapi memanjang, itu seperti tanduk. (CL. I/685) Jadi troplex memiliki dua anak hal yang biasa, kalau sinplex punya anak lebih dari satu dikatakan kembar. (CL. I/686) Kembar itu sekali mengandung lebih dari satu, itu dinamakan kembar untuk yang berrahim sinplex, ruang atu kok isinya dua kembar, ruang dua isinya dua pas. (CL. I/687) Ruang tujuh anaknya tujuh...,tapi biasanya berpasangan, tapi pada petai cina, kadang ada yang genap , kadang ada yang ganjil, sehingga ada yang menonjol. (CL. I/688) Itu ada gambar kandungan, tugasnya nanti, ya buat spermatogenesis, bagan oogenesis, gambar alat kelamin dalam pada wanita, ya satu tingkat , ya kemudian pelajari pertumbuhan embrio, dan pertumbuhan zigot sampai lahir. (CL. I/689) Untuk tugasnya dikerjakan di buku apa? (CL.I/690) Buku tugas. (CL. I/691) Buku tugas,OK. (CL. I/692) Untuk hari ini sekian dulu, Assalamu’alaikum Wr. Wb. (CL. I/693) Wa’alaikum Salam Wr. Wb. (CL. I/694) Dalam interaksi belajar mengajar di kelas, terjadi percakapan antara guru (penutur) dengan siswa (petutur). Dalam percakapan itu, penutur dan petutur bertemu dalam interaksi sosial. Pesan yang disampaikan oleh penutur dan petutur cukup berpengaruh terhadap interaksi percakapan mereka. Pada pertemuan awal percakapan masing-masing peserta tutur akan saling mengamati tugas dan peran mereka dalam tindak tutur tersebut. Dari cuplikan peristiwa tutur tersebut di atas partisipan sudah mengetahui peran dan tugas masing-masing dalam percakapan tersebut. xciv Dari hasil observasi terfokus pada kedua subjek tersebut, dalam interaksi belajar mengajar di kelas guru lebih dominan dalam tindak tutur tersebut, dan siswa cenderung berbicara bilamana diberikan waktu oleh guru berbicara. Siswa akan berbiara bilamana ada pertanyaan yang perlu dijawab dari guru, memberikan komentar, bertanya hal-hal yang belum jelas. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa guru memiliki posisi yang dominan dalam tindak tutur ini, maka dapat dikatakan berposisi sebagai subjek penutur, sedangkan siswa berposisi sebagai subjek petuturnya, karena siswa akan berpartisipasi bilamana diberi kesempatan berbicara oleh guru. Hal ini terjadi karena pada umumnya guru sebagai penutur lebih menguasai materi pelajaran, sehingga guru berperan menyampaikan informasi kepada siswa. Sementara itu siswa sebagai petutur karena siswa sebagai penerima informasi dari guru. Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa yang perlu dijawab bukannya guru tidak tahu akan jawabannya akan tetapi untuk mengecek sejauhmana siswa menguasai materi pelajaran yang ia sampaikan pada siswa. Hal yang menarik dalam tindak tutur ini adalah proses pertukaran giliran bicara antara guru dan siswa dalam interaksi belajar mengajar di kelas, terdapat penanda-penanda yang jelas dan teratur yang merupakan suatu sistem yang diamati dan dideskripsikan. Sistem pertukaran berbicara antara guru dan siswa di kelas ini akan dijelaskan dan dideskripsikan pada bagian tersendiri, yaitu pada struktur wacana lisan guru dan siswa di kelas. xcv 2. Saluran (chanel) Saluran atau sarana media tuturan yang dipilih para subjek tuturan untuk berkomunikasi dalam interaksi belajar mengajar di kelas adalah saluran tuturan lisan. Pemilihan saluran tuturan lisan ini didasarkan pada sifat komunikasinya yaitu interaksi belajar mengajar di kelas adalah komunikasi bertatap muka, maka yang dipilih adalah tuturan lisan (oral speech) Saluran–saluran yang lain ada dalam interaksi belajar mengajar seperti tuturan tulisan (writing speech), dan gerak tubuh (gesture) berfungsi untuk memperjelas komunikasi dalam interaksi belajar mengajar di kelas. Hal ini dilakukan pesan yang hendak disampaikan bisa diterima dengan baik antara subjek penutur dan subjek petutur. Data yang menunjukan pemakaian saluran tuturan lisan yang dipadukan dengan tuturan tulisan, dan gerak tubuh sebagai berikut. ............................................................................................................. Siswa : (tidak bereaksi) (CL. I/135) Guru : Bukunya mana? (CL. I/136) Ndak belajar? (CL. I/137) Takut dimarahi orangtua karena ada gambargambarnya itu...(CL. I/138) Kita belajar ilmunya, tapi bukan belajar sarunya, ini bagian dari belajar biologi. (CL. I/139) OK...ini bagan jenis kelamin pada pria ,ini wanita (guru sambil menggambar di papan tulis) (CL. I/140) Sudah ya...ehm alat kelamin pria...itu namanya testis menghasilkan sperma sel kelamin pria. (CL. I/141)Itu ada hormon yang mengendalikan , hormon yang mengalikan siapa itu? (CL. I/142) Testoteron. (CL. I/143) Testoteron itu horman yang mengenalikan pembentukan sel kelamin jantan. (CL. I/144) Terus yang menghasilkan sel kelamin jantan namanya apa, ya? (CL. I/145) Apa ya? (CL. I/146) Astri mana, ya? (CL. I/147) Siswa : (menunjukkan jari) Tidak tahu, Pak. (CL. I/148) ............................................................................................................. .............................................................................................................. Guru : Bahkan orang menikmati nikmat kelulusan tidak harus xcvi cara seperi itu, diorek – orek, yo ora? (CL. II/515) Ya sekedarnya saja lah, karena ning sing mikir berikutnya golek sekolahan opo nyambut gawe, golek sekolahan kuwi sih bingung, sing ketompo limo yo bingung leh milih, aku sing ndi…sing durung entuk sekolahan blas yo bingung, sing nganggur sedino rong dino ora pati kroso, lha nek nganggur kok genep sesasi rong sasi, setahun rong tahun…ra stress, yo ra? (CL. II/516) Apa berpikir. (CL. II/517) Boleh silakan seneng ya lulus bersyukur, caranya bukan begitu, yang di jalan jalan itu sampai yang sik sak Si Topan anak jalanan sret – sret sret…kudune lewat kiri dadi lewat… (diperagakan dengan gerakan tangan) (CL. II/518) Siswa : Ngepot. (CL. II/519) .............................................................................................................. .............................................................................................................. Guru : Sehingga menjadi satu rangkaian saling berhubungan satu dengan yang lainnya, sehingga membentuk sebuah alur, alur peristiwa. (CL. III/41) Intinya narasi itu ada sebuah peristiwa sesuai dengan kronologi waktu atau peristiwa. (CL. III/42) Misalnya: Peristiwa pertama terjadi jam 06. 30 WIB, dilanjutkan peristiwa ke dua jam 07. 30 WIB dihubungkan dengan peristiwa ke tiga jam 08. 30 WIB. (CL. III/43) Kejadian sejak awal waktu yang pertama sampai selesai dengan urut disebut naratif atau narasi. (CL. III/44) Kemudian yang terkadang membuat kalian , siswa biasanya menemukan bacaan yang kalian baca itu sebuah narasi , misalnya ada soal tes bacaan, di atas tergolong paragraf, a. narasi, b. deskripsi, c. persuasi, d. eksposisi atau e. argumentasi. (CL. III/45) Kalau tes itu intinya cerita, itu narasi. (CL. III/46) Ke dua selain itu berupa karya lisan, isi cerita itu bisa diambilkan dari karya lisan maupun tulisan. (CL. III/47) Tulisan itu bisa nyata atau tidak nyata, to. (CL. III/48) Intinya narasi itu peristiwa, cerita berkaitan dengan waktu, peristiwa kejadian itu, ya.(sambil menulis di papan tulis) (CL. III/49) Peristiwa nyata itu peristiwa sehari-hari yang tertulis. (CL. III/50) Kemudia di dalam narasi nanti ...selain berisi peristiwa, terus ada bagian yang lain bisa ada tokoh cerita, ya....ada permasalahan, dan ada di dalam kisah narasi itu ada kisah biasanya di dalam bentuk karya cerita pendek, termasuk dalam karya novel, dalam drama. (CL. III/51) Ini bisa peristiwa nyata , masalah dalam koran. (CL. III/52) Kalau membaca di koran, baik ada perampokan....ada perampokan di toko mas ini...ini...ini atau ada aksi bakti sosial, itu xcvii Siswa Guru : : Siswa Guru : : Siswa : sebenarnya juga narasi. (CL. III/53) Tetapi itu kejadian, isinya, bahannya dari peristiwa nyata, ya. (CL. III/54) Kalau kalian membaca narasi dari satu paragraf peristiwa potongan cerpen itu sebetulnya bukan kejadian yang nyata, itu kan hasil rekaan. (CL. III/55) Narasi itu diambil dari peristiwa nyata maupun tidak nyata. (CL. III/56) Sudah dipahami, ya? (CL. III/57) Ya, Buuuu! (CL. III/58) Juga di dalam buku BSE ini halaman 8 ini ’kan ada judul....(CL. III/59) (sambil menunjukkan buku BSE) Susur Sungai Cikapundung. (CL. III/60) Perhatikan ini ada judul,” Susur Sungai Cikapundung Bersama KMTA Rekreasi Sekaligus Pembelajaran” , tolong lihat bukunya! (CL. III/61) Kalau dilihat sepintas seperti itu tidak narasi, sebenarnya narasi, diambilkan dari aktivitas kegiatan, perhatikan....! (CL. III/62) Ada kalimat,” waktu Minggu 23 April, pukul 08. 00 pagi....,ini kaitanya dengan informasi. (CL. III/63) Untuk satu paragraf di baca dulu, Bima! (CL. III/64)Dibaca yang baik! (CL. III/65) Yang lain nanti memberi tanggapan! (CL. III/66) Ya, Bima baca dulu! (CL. III/67) (tangannya bergerak mempersilakan) (mulai membaca dengan nada santai) (CL. III/68) Dari beberapa data di atas dapat disimpulkan bahwa dalam interaksi belajar mengajar di kelas saat bertatap muka, saluran komunikasi yang dominan digunakan subjek penutur ataupun subjek petutur adalah saluran tuturan lisan. Sementara itu tuturan yang lain seperti tuturan tulisan dan gerak tubuh berfungsi untuk mempermudah, memperlancar, dan memperjelas komunikasi. Dengan hal tersebut bermaksud untuk memudahkan pemahaman pesan yang hendak disampaikan yaitu tercapainya tujuan pembelajaran. 3. Jenis Tuturan (Genres) Jenis tuturan menunjukkan berbagai jenis gaya atau tipe tuturan yang memberikan ciri kelompok tertentu, misalnya: dalam berinteraksi ada gurauan, xcviii salam, ceramah, percakapan, pertanyaan, komentar, dan sebagainya. Wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas saat proses belajar mengajar memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Dalam percakapan terdapat subyek tuturan yang berinteraksi , yaitu guru dan siswa di kelas. b. Peranan guru sebagai penutur berbeda dengan siswa sebagai petutur , hal ini disebabkan memiliki peran dan status komunikasi yang berbeda. Guru sebagai penutur memiliki peran utama dalam interaksi ini yaitu menyampaikan materi pelajaran sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, sedangkan siswa sebagai petutur menerima pesan dari guru. Sekali-sekali siswa berbicara bilamana ada kesempatan. c. Guru memiliki peran lebih tinggi dibandingkan dengan siswa saat interaksi belajar mengajar berlangsung. d. Saat interaksi belajar mengajar guru juga sering menyampaikan gurauan hal ini dilakukan untuk mencairkan suasana yang mungkin menegangkan, atau bercerita hal-hal diluar materi pelajaran hal ini dilakukan kadangkala untuk memperkaya wacana percakapan. Data yang menunjukkan peran guru saat guru di kelas sangat dominan atau menguasai tindak tutur di kelas, dan siswa hanya berbiara saat diberi kesempatan oleh guru. Dan juga saat tertentu menyampaikan gurauan dan cerita untuk mencairkan suasana . .............................................................................................................. Guru : Kalau kita lewat Jenar itu bertemu saudara sekandung, saudara sepersusuan, ya? (CL. I/241) Tahu saudara sepersusuan? (CL. I/242) xcix Siswa Guru : : Sapi. (CL. I/243) Kenapa sapi? (CL. I/244) Karena kebanyakan susu , susu sapi, maka kalau ketemu pedhet berarti saudara sepersusuan. (CL. I/245) Siswa : (tertawa bersama) (CL. I/246) .............................................................................................................. .............................................................................................................. Guru : ....Tapi ada pengendali, ada teguran, ada sangsi yang tegas, anak pikir pikir, lha ngapa ora terlambat? (CL. II/549) Mboten wantun, Bu (CL. II/550) Sebabe yen terlambat ngaten ngaten, Bu. (CL. II/551) Kemudian bisa juga lembaga pemasyarakatan, lembaga resmi harapannya apa agar ada efek jera. (CL. II/552) Orang yang dipenjara mbuh gedhungnya itu buaik, tapi kan hati, rasane ‘kan ara kepenak, jeneng wong dipenjoro ora bebas, ora merdeka, segala sesuatunya diatur, diawasi, ngko yen nglanggar luwih abot ukumane, sak penak penakae wong no penjoro ora koyo wong sing bebas, seperti orang nek guyon guyon, orang di rumah sakit. (CL. II/553)Rumah sakit umum kan baik, ya. (CL. II/554)Fasilitas lengkap opo- opo dilayani, ning jik penak no omahe dhewe, yo. (CL. II/555) Neng omahe dhewe kuwi luwih, walau kringete sak grontol-grontol, koyo olah raga sing kotos-kotos, ngono kae karo neng rumah sakit fasilitas wis enek, dilayani, nek nunggu wong loro utowo loro dhewe. Wis karek njethetke...ning jik penak no omahe dhewe, arep butuh makan, arep butuh opo sik penak no omahe dhewe kuwi we ra di penjara , kuwi ditambani ben mari, apalagi orang dipenjara…gak enek dipenjara nasibe penak, gak enek.(CL. II/556) Siswa : Tekanan batin (CL. II/557) .............................................................................................................. Dari data di atas menunjukkan bahwa interaksi belajar mengajar di kelas guru sangat dominan dalam percakapan. Disamping itu guru dalam menyampaikan informasi tidak hanya sebatas tujuan pembelajaran, akan tetapi diselingi dengan cerita atau gurauan di luar materi pelajaran. Walaupun cerita atau c gurauan tersebut masih ada sangkut pautnya dengan materi pelajaran , akan tetapi sebenarnya sudah di luar konteks pembicaraan. Hal ini dilakukan guru bisa untuk mencairkan suasana, juga dapat untuk menambah wawasan siswa. 4. Bentuk dan Isi Pesan Bentuk dan isi pesan dalam tindak tutur guru dan siswa di kelas hadir bersama-sama. Kedua hal ini saling bergantung tidak bisa saling melepaskan . kehadiran yang satu sangat bergantung dengan kehadiran yang lainnya. Walaupun demikian dalam analisis ini akan dianalisis sendiri-sendiri. Pertama, bentuk pesan. Bentuk pesan mengacu pada wujud perilaku atau tindak tutur. Bentuk pesan guru kepada siswa sebagian besar ditandai oleh perwujudan dalam bentuk bahasa lisan dan yang lain bisa berupa bentuk isyarat seperti : gerak tubuh, ekspresi wajah, tersenyum , tertawa, diam, dan juga bisa berupa ketukan di atas meja atau papan tulis. Kedua, isi pesan. Isi pesan berkaitan dengan makna apa yang sedang disampaikan . Jadi, isi pesan berkaitan tindak tutur yang sedang disampaikan. Hal ini tidak pernah lepas dari bentuk pesannya. Data tindak tutur yang menunjukkan hal itu, sebagai berikut : ............................................................................................................................. Guru : Berapa sel kelamin jantan pada manusia? (CL. I/149) Siapa yang dapat tunjukkan jari! Cepat! Cepat! (CL. I/150) Baca sekalian, ada gambarnya, ada tandanya, saya minta namanya apa, tunjukkan jari!(151) Mana sperma?(152)Mana testis? (CL. I/153) Dijelaskan, ayo! (CL. I/154)..OK,yang menghasilkan sperma jamak,spermatozoid tunggal. (CL. I/155) Berapa jumlah kromosomnya? (CL. I/156)Berapa? (CL. I/157) Berapa? (CL. I/158) Akan membelah menjadi dua secara miosis. (CL. I/159) Miosis tahap satu menghasilkan 2N. (CL. I/160) Karena tahap ci pertama dari miosis, hasilnya apa ini? (CL. I/161) ...Disebut apa? (CL. I/162) Siswa : Spermatosid primer. (CL. I/163) Guru : Spermatosid primer....(CL. I/164) Kemudian untuk menjadi spermatosid primer. (CL. I/165) OK....(guru menggambar di papan tulis) kemudian menjadi spermatosid sekunder...kemudian spermatosid tahap ke dua ...menghasilkan spermatosid. (CL. I/166) Berapa jumlah kromosomnya? (CL. I/167) ............................................................................................................................. ............................................................................................................................. Guru : Perhatikan ini ada judul,” Susur Sungai Cikapundung Bersama KMTA Rekreasi Sekaligus Pembelajaran” , tolong lihat bukunya! (CL. III/61) Kalau dilihat sepintas seperti itu tidak narasi, sebenarnya narasi, diambilkan dari aktivitas kegiatan, perhatikan....! (CL. III/ 62) Ada kalimat,” waktu Minggu 23 April, pukul 08. 00 pagi....,ini kaitanya dengan informasi. (CL. III/63) Untuk satu paragraf di baca dulu, Bima! (CL. III/64) Dibaca yang baik! (CL. III/65) Yang lain nanti memberi tanggapan! (CL. III/66) Ya, Bima baca dulu! (CL. III/67) (sambil menggerakkan tangannya mempersilakan) Siswa : (mulai membaca dengan nada santai) (CL. III/68) Guru : Membacanya bagaimana? (CL. III/69) ........ . ................................................................................................... Salah satu isi pesan dari data di atas adalah instruksi pada data lampiran I nomor (151), kemudian dari data lampiran tiga terdapat pada nomor (61 sampai dengan 67). Sementara itu pada tuturan guru ,” Ya, Bima baca dulu!” disertai gerak tubuh yaitu mempersilakan. Kemudia pada tuturan guru,” Membacanya bagaimana?” (69) kalau tidak tahu konteks sebelumnya, maka akan berakibat kesalahan dalam menafsirkan pesan. Padahal kalimat tuturan yang berupa pertanyaan tersebut mengandung makna atau pesan , guru menghendaki siswa yang membaca memperbaiki cara bacanya. Jadi jelaslah bahwa bentuk dan isi pesan kehadiraannya harus bersamaan. cii 2. Latar Belakang dan Suasana Latar belakang (setting) berkaitan dengan tempat, waktu, keadaan seara fisik berlangsungnya proses tindak tutur; sedangkan suasana (scene) berkaitan dengan kondisi psikis pelaku komunikasi, dalam hal ini kondisi psikis guru dan siswa saat berlangsungnya interaksi belajar mengajar di kelas. Suasana ditandai dengan kondisi tenang, santai, serius, tegang, humor, riang, ramai, dan sebagainya. Pada penelitian dan perekaman yang pertama, dilakukan perekaman tindak tutur di kelas XI- IPA 3 . Penelitian terjadi pada hari Rabu, 5 Mei 2010 , pada jam 1dan 2 yaitu antara pukul 07. 00 – 08. 30 WIB. Jadi saat seperti ini situasi dan kondisi baik guru dan siswa masih segar. Kebetulan di kelas IPA siswa cukup cerdas dan topik yang dibicarakan menarik untuk usia remaja. Keingintahuan siswa tinggi yaitu dengan topik pembicaraan reoroduksi pada manusia. Sub topik pada pelajaran biologi ini adalah alat kelamin pada pria; alat kelamin pada wanita; spermatogenesis; oogenesis; dan menstruasi. Pada pelajaran biologi ini subjek penutur seorang guru biologi yang masih muda tetapi berpengalaman, dan diikuti 40 siswa sebagai petutur. Metode mengajar yang digunakan adalah ceramah dengan divariasikan tanya jawab. Pada saat interaksi belajar mengajar diselingi dengan humor dan teguran pada siswa yang kurang memperhatikan. Humor digunakan guru untuk mencairkan suasana kelas yang pasif atau juga saat-saat menegangkan. Topik pembicaraan ini menyangkut masalah tanda-tanda pubertas pada remaja kalau menyangkut masalah kewanitaan yaitu menstruasi dan organ wanita, ada sebagian siswa ciii wanita yang salah tingkah atau malu, dan siswa pria akan tertawa, jadi suasana agak ramai tetapi terkendali. Interaksi belajar mengajar guru dan siswa ini, peran guru sangat dominan dan menunjukkan pola komunikasi satu arah yang lebih dominan. Siswa berbicara bilamana diberi waktu guru misalnya, saat guru menyampaikan pertanyaan, guru meminta komentar siswa, dan saat siswa diberi kesempatan bertanya oleh guru. Jadi komunikasi dua arah akan terjadi bilamana siswa diberi kesempatan oleh guru. Di bawah ini disajikan gambar saat interaksi belajar mengajar berlangsung. Gambar 9. Dokumentasi Interaksi Guru dan Siswa di Kelas XI IPA-3 Bersama Bp. Arif Purwadi, S.Pd. civ Adegan Interaksi Guru dan Siswa di Kelas. Guru Siswa Guru Siswa Guru Siswa Guru Siswa Guru Siswa Guru ……. Siswa Guru Siswa : Pimpin do’a! (CL. I/1) Semuanya, duduk siap grak. Berdoa mulai!” (CL. : I/2).......Selesai. (CL. I/3) Assalamu’alaikum Warahmatullahi wabarakatuh.” (CL. I/4) : Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh.” (CL. I/5) Mari…,mana absennya?” (CL. I/6) Siapa kemarin yang terlambat? (CL. I/7) Mana? (CL. I/8) Kemarin siapa yang .. terlambat? (CL. I/9) Siapa yang terlambat? (CL. I/10) Mana pernyataannya? (CL. I/11) ........................................................................................................ Tujuh belas. (CL. I/216) Sejak usia pubertas. (CL. I/217) Jangan usia tujuh belas, ya! (CL. I/218) Ya...pubertasnya manusia tidak sama, ada yang tujuh belas, dua belas, tiga belas, ya macam- macam, ya. (CL. I/219) Kita sepakat saja pada usia pubertas. (CL. I/220) Pada usia pubertas hormon kelamin mulai berfungsi. Fungsi primernya....(CL. I/221) Fungsi primer dan fungsi sekunder .(CL. I/222) Fungsi primer membentuk sel kelamin, dan fungsi sekundernya apa? (CL. I/223) Ya, memberikan tanda-tanda kelamin sekunder. (CL. I/224) Seperti apa? (CL. I/225) Cambang, jenggot. (CL. I/226) Ya, timbulnya cambang, jenggot, suara jadi besar, kumis, jakun, dada jadi bidang. (CL. I/227) Yang terjadi pada wanita? (CL. I/228) Payudara. (malu-malu) (CL. I/229) O...ya. (CL. I/230) Kok malu- malu. (CL. I/231) Jangan ngeres ya, tadi perjanjiannya tidak ada pasir, ya? (CL. I/232) .. ......................................................................................................... : Buku tugas. (CL. I/691) : Buku tugas,OK. (CL. I/692) Untuk hari ini sekian dulu, Assalamu’alaikum Wr. Wb. (CL. I/693) : Wa’alaikum Salam Wr. Wb. (CL. I/694) Pada hari Sabtu, 15 Mei 2010 jam ke 5 dan 6, tergolong jam terakhir untuk hari ini tepatnya pukul 10. 15 – 11. 45, keadaan kelas terkendali. Di kelas X – E ini pelajaran diampu oleh Ibu Sri Iswati, S.Pd., dengan materi pelajaran Sosiologi dengan topik fungsi pengendalian sosial. Pada tindak tutur interaksi guru dan siswa di kelas ini diikuti subjek tutur seorang guru dan 37 siswa . cv Pelajaran sosiologi ini disampaikan dengan menggunakan Bahasa Indonesia dengan divariasikan Bahasa Jawa, hal ini dilakukan guru untuk mendekatkan diri dengan situasi dan kondisi siswa yang kesehariannya menggunakan Bahasa Jawa. Dengan demikian komunikasi diharapkan lancar, dan hubungan guru dan siswa akrab. Pola komunikasi dalam interaksi guru dan siswa di kelas ini cenderung searah, hal ini karena metode mengajar yang digunakan ceramah yang divariasikan dengan tanya jawab. Komunikasi dua arah terjadi bilamana guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya, menjawab, dan memberikan komentar terhadap apa yang disampaikan guru. Contoh-contoh pelaksanaan fungsi pengendalian sosial ini, diberikan dengan contoh konkret yang ada di sekitar kehidupan siswa atau hal-hal yang sering dilihat dan didengar siswa di TV ataupun radio. Gambar di bawah ini menunjukan interaksi guru dan siswa di kelas X-E berlangsung pada jam terakhir yaitu jam ke 5 dan 6 cvi Gambar 10. Dokumentasi Interaksi Guru dan Siswa di X-E Bersama Ibu Sri Iswati, S.Pd. Di bawah ini adalah transkripsi wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas X-E. Guru Siswa Guru : : : Siswa Guru : : Assalamu’alaikum Wr. Wb. (CL. II/1) Walaikum Salam Wr. Wb. (bersama-sama) Ya, mari kita lanjutkan materinya sampai pada Fungsi Pengendalian Sosial. (CL. II/2) Kita semuanya, kalian semuanya kan sudah melaksanakan diantaranya Fungsi Pengendalian Sosial juga bisa lewat mengembangkan rasa malu. (CL. II/3) Sekarang ibu berikan contoh ! (CL. II/4) Rasa malu bisa untuk pengendalian sosial contone apa, ya? (CL. II/5) Saya Bu! (CL. II/6) Anda, biasanya kan perkewoh. Kadose mboten ngenten kan, pengendalian sosial kan? (CL. II/7) cvii ........................................................................................................................... Siswa : Wayang (CL. II/347) Guru : Wayang, wayange ngopo? (CL. II/348) Siswa : Ruwatan .(CL. II/349) Guru : Ya adat itu memiliki beberapa tingkatan. (CL. II/350)Ya tadi sudah mode, tradisi kemudian upacara. (CL. II/351) Upacara berarti adat istiadat yang dipakai dalam hal merayakan halhal yang resmi. (CL. II/352) Contoh upacara…(CL. II/353) Guru : Manten. (CL. II/354) ………………………………………………………………………………… Siswa : Nggih (CL. II/721) Guru : Elok klerune kancane tanggane, tanggane kuwi yo cah… dowo buanget dikandani kesatu pihak saja memorinya tidak sama. (CL. II/722)Tak kandhani semene iki, eneng sing penompone bedho ki. (CL. II/723) Sudah kita cukup kan sekian dulu....hee..hee ojo rame dhewe, banyak bermanfaat bagi kita semua. (CL. II/724) Cukup sekian dulu Wabilahi taufik wal hidayah, Wassalamu’alikum Wr. Wb. (CL. II/725) Siswa : Wa’alaikum salam Wr. Wb. (CL. II/726) Pelajaran Bahasa Indonesia saat itu dibuka dengan ucapan salam, ” Asssalamu’alaikum Wr. Wb.”, dan dijawab dengan riuh oleh siswa ” Wa’alaikumssalamu’alakum Wr. Wb.” Pelajaran Bahasa Indonesia saat ini jam ke 7 dan 8 berarti jam terakhir yaitu pukul 12. 00 – 13. 30 WIB. Kondisi baik guru dan siswa sudah tidak segar lagi. Artinya suasana kelas siswa dan guru sudah kelelaha. Pada pelajaran ini diikuti subjek tutur seorang guru dan 37 siswa. Lingkungan dan situasi X-I saat berlangsungnya pengambilan data kurang kondusif karena banyak kelas yang kosong. Ada tiga kelas yang kosong, dan siswa yang lain hanya mengerjakan tugas. Sementara itu kelas X-i memang kelas yang cukup ramai bilamana guru tidak mencurahkan perhatian khusus. Pada interaksi belajar saat penelitian ini guru mapel mengulang lagi materi yang belum dikuasai anak yaitu materi menulis paragraf. Topik yang dibahas paragraf narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi. Siswa kurang perhatian mungkin cviii disebabkan siswa sudah kelelahan, dan suasana yang panas, serta kelas lain ramai. Sehingga berkali-kali guru menyampaikan peringatan untuk siswa. Saat interaksi guru dan siswa dalam proses belajar mengajar terjadi dua kali berhenti, karena ada guru lain yang menyampaikan informasi yaitu guru ekonomi dan guru seni rupa. Pola komunikasi dalam tindak tutur kali ini cenderung satu arah, karena guru menerapkan metode ceramah, tanya jawab, dan pemberian tugas. Saat-saat tertentu terjadi pola komunikasi dua arah. Untuk memperjelas deskripsi tersebut disajikan foto dan transkrip rekaman. Gambar 11. Dokumentasi Interaksi Guru dan Siswa di X-I bersama Ibu Febtilita Yulianti S.Pd. ................................................................................................ Guru : Assalamu’alaikum Wr. Wb. (CL. III/1) cix Siswa Guru : : Wa’alaikum salam Wr. Wb. (CL. III/2) Ibu akan menerangkan macam-macam beberapa jenis paragraf: paragraf narasi, deskripsi, persuasi, eksposisi, dan argumrntasi.(sambil menulis di papan tulis) (CL. III/3) ....Ayo, mohon perhatian semuanya ya! (CL. III/4) Dimana ke lima macam paragraf ini ’kan sudah, karena melihat hasil kerja kalian kurang maksimal, maka kita ulang lagi. (CL. III/5) Dilihat lagi materinya dari narasi, deskripsi, eksposisi, persuasi, dan argumentasi! (sambil memperlihatkan buku pegangan) (CL. III/6)....Sudah? (CL. III/7) .......................................................................................................................... Guru : Sudah ketemu belum? (CL. III/192) Saya tunjuk ya? (CL. III/193) Koko Ari Himawan, kamu sebutkan paragraf berapa, kalau sudah ketemu kamu baca! (CL. III/193) Siswa : Paragraf ke lima. (CL. III/194) Guru : Paragraf...paragraf ke lima. (CL. III/195) Semuanya menyimak, satu, dua, tiga, empat, lima, dibaca! (CL. III/196) Siswa : (membaca) (CL. III/197) Guru : Ya. (CL. III/198) Bagaimana yang lain sependapat paragraf ke lima ini merupakan jenis paragraff deskripsi? (CL. III/199) ” Ruang itu memang sudah lama tidak punya kursi tamu lagi”, jadi obyeknya apa? (CL. III/200) Obyeknya apa? (CL. III/201) Ru....(CL. III/202) Siswa : Ruang. (CL. III/203) ........................................................................................................................... Guru Siswa Guru Siswa Guru : : : : : Siswa : Ada kesulitan? (CL. III/358) Tidak, Bu. (CL. III/359) Sudah selesai? (CL. III/360) Belum...belum(bersahutan) (CL. III/361) Ya sudah, kalau begitu dikerjakan di rumah dan pelajari eksposisi dan argumentasi! (CL. III/362) Cukup sekian, Assalamu’alaikum Wr. Wb. (CL. III/363) Wa’alaikumusalam Wr. Wb. (CL. III/364) Interaksi guru dan siswa di kelas berlangsung sangat dipengaruhi dengan waktu, situasi, suasana, tempat, topik pembicaraan, dan lingkungan. Latar belakang (setting) sangat berpengaruh dalam interaksi guru dan siswa di kelas . Guru dan siswa sebagai subjek penutur dan subjek petutur. cx 6. Struktur Wacana Lisan Guru dan Siswa di kelas Analisis wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas ini mendasarkan pada teori yang dikemukakan Sinclair dan Coulthrad. Teori yang dikemukan dua tokoh linguistik ini berdasarkan 21 (duapuluh satu) tindak tutur yang terjadi pada tindak tutur di kelas. Teori tindak tersebut sebagai berikut: a. Pemarkah (marker) Batas- batas pemarkah dalam tindak tutur di kelas adalah ungkapan yang letaknya di awal klausa tetapi ungkapan ini bukan merupakan subjek dari klausa. Pemarkah berfungsi menekankan pertukaran terhadap klausa berikutnya. Keberadaan pemarkah dalam struktur wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas dapat dilihat dalam transaksi percakapan berikut ini. Guru : Nah, kemarin yang terlambat siapa…? (CL. I/20) Yah sini! (CL. I/21) Satu, satu, dua, tiga.............tiga berapa kali? (CL. I/21) (sambil menghitung siswa yang menunjukkan jari) OK...ini bagan jenis kelamin pada pria ,ini wanita (guru sambil menggambar di papan tulis) (CL. I/140) Sudah ya...ehm alat kelamin pria...itu namanya testis menghasilkan sperma sel kelamin pria. (CL. I/141) : Kalau terjadi jangan takut, jangan takut! (CL. I/515) OK, kenapa tidak boleh takut ? (CL. I/516) Sekarang dunia medis sudah sangat berkembang, dokter di mana-mana ada ya? (CL. I/517) : Ya, mari kita lanjutkan materinya sampai pada Fungsi Pengendalian Sosial. (CL. II/2) Kita semuanya, kalian semuanya kan sudah melaksanakan diantaranya Fungsi Pengendalian Sosial juga bisa lewat mengembangkan rasa malu. (CL. II/3) Sekarang ibu berikan contoh ! (CL. I/4) Rasa malu bisa untuk pengendalian sosial contone apa, ya? (CL. II/5) : Terus adat upacara perkawinan. (CL. II/359) : Nah, baru maksud, contohnya? (CL. II/466) : Sekarang mulai urut , ya. (CL. III/30) Guru : Guru Guru Guru guru Guru cxi Guru Guru Guru Guru : Sekarang kita lanjutkan menulis deskriptif , sekarang deskriptif, deskriptif atau deskripsi....itu diartikannya menguraikan, memerikan , melukiskan . (CL. III/139) : Ya. (CL. III/198) : Sudah, kita lanjutkan dengan persuasi, siapa yang masih ingat? (CL. III/304 ) : Ya, sudah ya , sekarang kalian latihan, ya membuat karangan narasi, deskripsi, dan satu persuasi. (CL. III/348) Data-data tersebut pemarkah sering digunakan oleh penutur saat terjadi pertukaran dalam interaksi tindak tutur. Pemarkah digunakan di awal pertukaran berfungsi menekankan pembicaraan. Pemarkah terletak di depan klausa akan tetapi tidak berfungsi sebagai subyek kalimat. Yang tergolong dalam pemarkah misalnya, nah, yah, ya, OK, sekarang. b. Membuka (stater) Membuka atau stater yang dimaksud di dalam interaksi guru dan siswa di kelas adalah guru sebagai penutur mengarahkan pembicaraan pada topik yang akan dibahas sesuai dengan tujuan pembelajara. Hal ini dilakukan penutur untuk mempersiapkan siswa sebagai mitra tutur atau petutur untuk menerima informasi yang berkaitan dengan topik pembelajara. Di bawah ini disajikan data yang berkaitan dengan membuka atau memulai topik yang dilakukan guru sebagai penutur di kelas. Guru : OK...ini bagan jenis kelamin pada pria ,ini wanita (guru sambil menggambar di papan tulis) (CL. I/140) Sudah ya...ehm alat kelamin pria...itu namanya testis menghasilkan sperma sel kelamin pria. (CL. I/141) Itu ada hormon yang mengendalikan , hormon yang mengendalikan siapa itu? (CL. I/142) Testoteron. (CL. I/143) Testoteron itu hormon yang mengendalikan pembentukan sel kelamin jantan. (CL. I/144) Terus yang cxii Guru : Guru : Guru : Guru : Guru : menghasilkan sel kelamin jantan namanya apa, ya? (CL. I/145) Ya, mari kita lanjutkan materinya sampai pada Fungsi Pengendalian Sosial. (CL. II/2) Kita semuanya, kalian semuanya kan sudah melaksanakan diantaranya Fungsi Pengendalian Sosial juga bisa lewat mengembangkan rasa malu. (CL. II/3) Kemudian yang berikutnya fungsi pengendalian sosial juga dengan cara mengembangkan rasa takut ---(CL. II/66) ……… Kemudian yang berikutnya. (CL. II/155)Pendekatan sistem hukum juga merupakan fungsi pengendalian sosial. (CL. II/156) Ibu akan menerangkan macam-macam beberapa jenis paragraf: paragraf narasi, deskripsi, persuasi, eksposisi, dan argumrntasi. (sambil menulis di papan tulis) (CL. III/3) Ini saya sengaja serentak ya, maksudnya agar kalian membedakan satu dengan yang lainnya narasi, deskripsi, eksposisi, persuasi, argumentasi tidak kesulitan membedakan topik-topik antara deskripsi, narasi, argumentasi ... agak campur baur, ya. (CL. III/28) Antara eksposisi dan argumentasi sering keliru, hampir mirip, mirip itu beda-beda. (CL. III/29) Dalam interaksi guru dan siswa di kelas, guru sebagai subjek penutur, saat memulai interaksi belajar mengajar akan menyampaikan topik yang akan dibicarakan saat itu. Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan diri siswa sebagai subjek petutur untuk menerima informasi . Dengan disampaikan topik pembelajaran komunikasi atau interaksi guru dan siswa akan tercapai. Tujuan utama interaksi guru dan siswa di kelas adalah untuk mencapai tujuan yang telah diprogramkan. C. Elisitasi (elicitation) Guru dalam interaksi belajar mengajar di kelas sering kali melontarkan pertanyaan yang disampaikan kepada siswa saat interaksi belajar mengajar berlangsung. Pertanyaan-pertanyaan ini harus dijawab oleh siswa. Pertanyaan cxiii ini dilontarkan guru sebagai subjek penutur bukan berarti guru tidak tahu jawaban dari pertanyaan tersebut. Pertanyaan ini dilontarkan untuk menguji siswa sudah menguasai topik pembelajaran sesuai dengan tujuan dari komunikasi yang dilaksanakan saat itu atau yang sudah berlalu. Pada penelitian ini ditemukan banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab siswa sebagai mitra tutur dalam interaksi belajar mengajar di kelas. Di bawah ini disajikan beberapa contoh pertanyaan yang disampaikan guru sebagai subjek penutur kepada siswa sebagai subjek petutur. Guru : Guru : Guru : Guru : Guru : Guru : Guru : Guru : Guru : Empat...(CL. I/171) Lihat ini!(guru mengambar di papan tulis)(172) Satu ....pembelahan secara mei-osis. (CL. I/173) Di sana terjadi pengurangan jumlah kromoson 2n menjadi N ...2n menjadi N...kalau dua tetep menjadi dua...namanya mitosis ya...ya..terjadi pada pembelahan sel-sel tubuh. (CL. I/174) Mengapa pada pembelahan sel kelamin terjadi pengurangan jumlah kromosom? (CL. I/175) Hallo...! (CL. I/176) Mengapa pada pembelahan sel kelamin terjadi pengurangan jumlah kromosom? (CL. I/177) Apa tujuannya? (CL. I/178) Mengapa kok jadinya N? (CL. I/179) Ya , mengapa N tidak 2n Eko? (CL. I/180) Bandingkan dengan partonogenersis! (CL. I/181) Sekian dulu. (CL. I/182) Sel (sambil menunjukkan gambar ovum) namanya apa? (CL. I/183) Berapa jumlah kromosomnya? (CL. I/186) Rasa malu bisa untuk pengendalian sosial contone apa, ya? (CL. II/5) Contone opo? (CL. II/9) Contone disekolahan! (CL. II/10) Kadang tidak melihat. (CL. II/34) Walau tidak semua, ada yang tidak melihat mbuh patut, mbuh ora, mengikuti. (CL. II/35) Tapi kalau punya rasa malu piye cah leh menyikapi? (CL. II/36) Contoh sastra apa, ya? (CL. III/93) Apa ya? (CL. III/94) Dan sastra contohnya apa ya? (CL. III/95) Puisi ada naratifnya? (CL. III/97) Kalo gitu apa, ya? (CL. III/100) Ini ada paragraf yang narasi atau naratif? (CL. III/112) cxiv Pertanyaan-pertanyaan di atas adalah beberapa contoh pertanyaan yang ditemukan dalam pertanyaan. Pertanyaan yang perlu dijawab sebenarnya dapat dari guru dan siswa, akan tetapi jarang sekali siswa bertanya pada guru. Hal ini mungkin budaya bertanya di kalangan siswa masih rendah. Budaya bertanya pada yang lebih senior belum berkembang sehingga terbawa sampai di sekolahpun demikian. d. Pengecekan (check) Dalam interaksi guru dan siswa di kelas, guru sebagai subjek penutur sering melakukan pengecekan atau kontrol kepada siswa sebagai subjek petutur. Hal ini dilakukan guru biasanya berkaitan dengan masalah kehadiran siswa, penguasaan materi pelajaran atau topik pelajaran, dan juga saat ada ulangan harian ataupun tugas-tugas. Temuan-temuan yang terdapat dalam wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas, disajikan beberapa contoh sebagai berikut. Guru : Guru Guru Guru Guru Guru Guru Guru : : : : : : : Guru : Guru : Guru : Mari…,mana absennya?” (CL. I/6) Siapa kemarin yang terlambat? (CL. I/7) Mana? (CL. I/8) Kemarin siapa yang terlambat? (CL. I/9) Siapa yang terlambat? (CL. I/10) Mana pernyataannya? (CL. I/11) Siapa semalam tidak belajar? (CL. I/133) Bukunya mana? (CL. I/136) Ndak belajar? (CL. I/137) OK ada masalah....(CL. I/260) Ning kelas kene ya eneng? (CL. II/105) Kerep langgar tata tertib pora? (CL. II/135) Sering nggak melanggar tata tertib? (CL. II/137) Tahu maksudnya satu persatu? (CL. II/291)Lupa ?(CL. II/292) Padahal ya enek kabeh ya? (CL. II/293) Di halaman berapa? (LC. III/328) Sebentar! (LC. III/335) Yang kamu baca halaman berapa? (LC. III/336) Ada kesulitan? (LC. III/358) cxv Sudah selesai? (LC. III/360) Guru : Dari beberapa contoh tersebut membuktikan bahwa guru dalam interaksi belajar mengajar tidak hanya sekedar menyampaikan informasi kepada siswa, tetapi juga mengontrol keberadaan siswa, baik secara individual ataupun klasikal. Bentuk kontrol guru terhadap siswanya disampaikan dengan pertanyaan-pertanyaan seperti contoh di atas. e. Pengarahan (directive) Pengarahan di sini demaksudkan bahwa setiap guru di kelas sering memberikan pengarahan-pengarahan kepada siswa sebagai mitra tutur. Pengarahan ini tidak menuntut siswa merespons atau menanggapi dengan komunikasi verbal atau dengan bahasa. Pengarahan ini guru cenderung menghendaki siswa melakukan tindakan tertentu terhadap pengarahan yang disampaikan guru. Pengarahan seperti tidak semua guru melakukan. Guru Guru Guru Guru Guru Guru : : : : : : Guru : Guru ; Guru : Guru : Guru : Kalau tiga kali...? (LC. I/16) Lihat ini!(guru mengambar di papan tulis) (LC. I/172) Bisa dilihat di sini. (LC. I/280) Ditulis! (LC. I/299) Testosteron seperti itu. (LC. I/359) Tepase selehke... koyo wong jagong ae.. karek ngenteni sop- sopan. (LC. II/679) Wis rasah menimbulkan gosip. (LC. II/718) Narasi di halaman 7. (LC. III/15) Kalau di BSE deskriftif halaman 119...yang deskriftif. (LC. III/16) Ya, dibaca aja! (LC. III/247) Di buku BSE .... semuanya cari teks non sastra , artikel! (LC. III/325) Dikerjakan dibukunya masing-masing! (LC. III/349) cxvi Data-data tersebut menunjukkan bahwa pengarahan yang disampaikan guru saat interaksi belajar mengajar di kelas tidak menuntut jawaban siswa sebagai mitra tutur untuk menjawab dengan bahasa lisan, akan tetapi tindakkan siswa yang diperluka. Contoh: “ Wis rasah meenimbulkan gossip.”(CL. II/718) itu menghendaki siswa melakukan tindakan tidak berbicara dengan teman-temannya. f. Informatif (informative) Inti dari interaksi belajar mengajar di kelas antara guru dan siswa adalah penyampaian informasi. Informasi ini dapat dikatakan dikuasai penuh oleh guru sebagai subjek penutur dan siswa betul-betul berperan sebagai subjek petutur. Dalam tindak tutur ini guru dalam interaksi belajar mengajar berceramah untuk menyampaikan materi pelajaran sesuai dengan topik. Topik pembelajaran dapat tersampaikan dengan komunikasi yang tepat. Jadi guru sebagai subjek penutur dituntut untuk mampu menguasai kelas. Berikut disajikan contoh tindak tutur bagian informatif, guru berceramah sesuai dengan topik pembelajaran. Guru : Guru : OK...ini bagan jenis kelamin pada pria ,ini wanita (guru sambil menggambar di papan tulis) (LC. I/140)Sudah ya...ehm alat kelamin pria...itu namanya testis menghasilkan sperma sel kelamin pria. (LC. I/141) Itu ada hormon yang mengendalikan , hormon yang mengalikan siapa itu? (LC. I/142) Testoteron. (LC. I/143) Testoteron itu hormon yang mengendalikan pembentukan sel kelamin jantan. (LC. I/144) Pendekatan sistem hukum juga merupakan fungsi pengendalian sosial.Sistem hukum itu sebagai aturan yang disususn secara resmi dan disertai aturan tentang ganjaran atau sangsi yang tegas harus diterima oleh seseorang.Maka ada namanya sistem hukum negara, harapannya apa dengan cxvii Guru : adanya sistem hukum yang berupa ganjaran atupun sangsi. (LC. II/156) Cara melukiskan bermacam-macam sehingga pembaca yang membaca tulisan deskripsi itu seakan-akan bisa merasakan apa yang dirasakan penulis, melihat apa yang diketahui penulis, mendengar apa yang didengar penulis. (LC. III/141) Supaya mengetahui apa yang didengar penulis, supaya mengetahui apa yang diketahui penulis, mendengar apa yang didengar penulis, merasakan apa yang dirasakan penulis, penulis deskripsi itu menggunakan bantuan pancaindera. (LC. III/142)........... Penulis deskripsi harus menggunakan panaindera, misalnya: mengambarkan keindahan panorama pegunungan yang dominan adalah paaindera mata ya ’kan; menggambarkan lezatnya masakan ibu yang dominan indera kecapan lidah; ......(LC. III/146) Pada tindak tutur informatif ini jelas, bahwa seorang guru hanya berceramah untuk menyampaikan materi pelajaran. Siswa sebagai mitra tutur hanya menanggapi dengan memperhatikan ceramah guru sebagai penutur. Hal ini terjadi akan sangat dominan bilamana guru hanya menggunakan metode mengajar ceramah. Dan pola komunikasi akan berpola komunikasi satu arah, akan terjadi komunikasi dua arah bilamana dibuka dengan tanya jawab. g. Memberi dorongan (prompt) Interaksi belajar mengajar di kelas agar suasana kelas aktif dalam proses belajar mengajar guru diharuskan menguasai kelas. Kelas-kelas di Indonesia pada umumnya kelas yang besar maka diperlukan kemampuan guru untuk mengelola kelas. Salah satu cara yaitu guru harus mampu mendorong siswanya untuk aktif dalam proses belajar mengajar. Guru harus mampu memotivasi siswa untuk aktif berinteraksi. cxviii Bentuk-bentuk dorongan yang diberikan guru kepada siswa di kelas sebagai berikut. Guru : Guru : Guru : Guru : Guru : Guru : Guru : Guru : Guru : Guru : Berapa sel kelamin jantan pada manusia? (LC. I/149) Siapa yang dapat tunjukkan jari! Cepat! Cepat! (LC. I/150) Mana sperma? (LC. I/152) Mana testis? (LC. I/153) Dijelaskan, ayo! (LC. I/154) Cari-cari dalam buku! (LC. I/442) Dicari semua di halaman 225! (LC. I/447) Ayo dicari...adakah siklus menstruasi pada sapi, kambing, kerbau, mamalia selain manusia...sinpanse! (LC. I/578) Coba sekarang berikan contoh rasa malu yang ada di tempat tinggal atau lingkungan kalian masing – masing. (LC. II/23) Di TV ...TV yang banyak masalah itu apa itu namanya…kadang yang bermasalah, kemudian ada yang orangnya itu jenenge opo? (LC. II/496) Deskripsinya seperti itu ya. (LC. III/238) Coba dicari lagi dari cerpen ”Penyesalan Marni” selain deskripsi yang sudah disebutkan Si Koko tadi! (LC. III/239) Ayo dijawab! (LC. III/262) Siapa yang bisa, ayo coba! (LC. III/276) Coba dicari di sini, carilah paragraf persuasi, dan nanti tunjukkan kalimat persuasinya! (LC. III/324) Guru sangat berpengaruh dalam berkomunikasi dengan siswa di kelas. Teknik untuk mendorong siswa untuk berperan dalam interaksi belajar mengajar di kelas bervariasi . Setiap guru memilki gaya sendiri-sendiri. Pada bagian ini gurulah yang berperan aktif. h. Memberi tanda-tanda atau petunjuk-petunjuk (clue) Pada tindak tutur memberi tanda-tanda atau petunjuk-petunjuk dengan tidak melanjutkan kata atau memancing dengan huruf pertama suatu jawaban sebetulnya salah satu wujud mendorong siswa sebagai mitra tutur untuk cxix mengingat jawaban. Hal ini dilakukan guru dalam rangka mendorong siswa untuk aktif dalam interaksi belajar mengajar. Tindak tutur ini sering dilakukan guru sebagai penutur saat menerangkan atau berceramah. Di bawah ini disajikan beberapa contoh bentuk tuturan yang memberikan tanda-tanda. Guru : Guru : Guru : Guru : Guru : Guru : Guru : Guru : Guru : Guru : Guru : Sel yang menghasilkan sperma, sel.....(LC. I/443) Biasanya yang selalu disalahkan....(LC. I/673) Jadi harapannya biar ada efek jera. Engko yen mung di tokke wae…? (LC. II/238) Dianggap kualitas, standar, prinsip selain ini ada norma …(LC. II/269) Prinsip selain ini ada norma, adat istiadat diisi dengan…(LC. II/273) Kemudian adat mempunyai tingkatan diantaranya satu…(LC. II/286) Kemudian yang kedua…(LC. II/323) .....melukiskan ramainya sebuah ruang kelas yang dominan adalah ....yang dominan adalah pancaindera ....(LC. III/145) Di sudut-sudutnya terdapat taman kecil, taman kecil terdiri setengah meter kali 100 cm dan 120 cm, ditambah bunga yang berbau harum, ini yang dominan adalah indera pen....(LC. III/160) Obyeknya apa? (LC. III/201) Ru....(LC. III/202) Berarti rumah kosong, tanpa pe....(LC. III/210) Contoh-contoh bentuk tuturan di atas adalah wujud dari tuturan guru saat berinteraksi antara guru dan siswa di kelas. Tuturan-tuturan tersebut sengaja guru ciptakan untuk membantu siswa mengingat kembali jawaban yang sesuai dengan kehendak guru. i. Aba-aba /isyarat (cue) Aba-aba atau isyarat adalah bentuk tindak tutur yang berupa abaaba yang disampaikan guru saat interaksi belajar mengajar. Ini biasanya guru cxx meminta siswa untuk melakukan tindakan dengan mengerakkan salah satu bagian dari anggota tubuh. Ini sering ditemukan di kelas-kelas rendah . Tingkatan sekolah seperti TK dan SD yang sering melakukan. Untuk SMA tidak terlalu sering. Pada penelitian ini ditemukan beberapa bentuk tindak tutur yang menggunakan aba-aba. Bentuk tindak tutur tersebut tersaji di bawah ini. Guru Guru Guru Guru Guru Guru Guru Baca sekalian, ada gambarnya, ada tandanya, saya minta namanya apa, tunjukkan jari! (LC. I/151) : Dibuka ! (LC. I/597) Ada nggak? (LC. I/598 ) : Buka dulu! (LC. I/626) : Kalian nanti saya minta aktif, ya! Kalau ditanya ya menjawab. (LC. III/10) Ini di daftar buku ...sudah ada beberapa materi, ya. (LC. III/11) Untuk ...naratif itu di halaman 7. (LC. III/12) : Buku bahasanya dibuka! (LC. III/13) : Ya, berhenti sebentar, Andi! (LC. III/77) : Ya, berhenti sebentar! (LC. III/117) (ada guru lain masuk mencari seorang siswa) Ya, dilanjutkan! (LC. III/118) : Bentuk tindak tutur yang mengarah pada aba-aba terdapat pada ,” Baca sekalian, ada gambarnya, ada tandanya, saya minta namanya apa, tunjukkan jari!” (CL. I/151). Dengan demikian aba-aba yang berkaitan dengan tunjukkan jari, letakkan pena, dan angkat tangan jarang di temukan di kelas untuk SMA. j. Minta perhatian (bid) Pada tindak tutur ini dapat dilakukan baik guru dan siswa. Tindak tutur ini, sebagai subjek penutur menghendaki subjek petutur memperhatikan pesan apa yang hendak disampaikan. Kadangkala bilamana guru yang sedang cxxi berkomunikasi di kelas itu agak keras disertai dengan ketukan penghapus atau penggaris di papan tulis. Hal ini dilakukan agar mitra tutur memperhatikan. Data yang ditemukan dalam tindak tutur ini tersaji di bawah ini. Guru : Guru Guru Siswa Guru : : : : Guru Guru : : Guru : Perhatikan! (LC. I/196) Perhatikan ini terjadi perbedaan jumlah sitoplasma , terjadi perbedaan jumlah sitoplasma ketika membagi tidak jadi sama persis.(sambil mengambar di papan tulis) (LC. I/197) Hallo, punya nggak....? (LC. I/205) Hallo... (LC. I/253) Saya Bu! (sambil menunjukkan jari) (LC. II/6) Sudah kita cukup kan sekian dulu....hee..hee ojo rame dhewe, banyak bermanfaat bagi kita semua. (LC. II/724) Cukup sekian dulu Wabilahi taufik wal hidayah, Wassalamu’alikum Wr. Wb. (LC. II/725) ....Ayo, mohon perhatian semuanya ya! (LC. III/4) Ayo Aji, Da...nang kita belajar malah berakap-cakap, halaman 7 dibuka BSE-mu, dibuka tentang naratif atau narasi! (LC. III/32) Perhatikan ini ada judul,” Susur Sungai Cikapundung Bersama KMTA Rekreasi Sekaligus Pembelajaran” , tolong lihat bukunya! (LC. III/61) Kalau dilihat sepintas seperti itu tidak narasi, sebenarnya narasi, diambilkan dari aktivitas kegiatan, perhatikan....! (LC. III/62) Beberapa contoh subyek penutur dalam menyampaikan tuturan agar mitra tutur memperhatikan apa yang hendak disampaikan. Hal ini dilakukan agar komunikasi lancar. Dengan komunikasi lancar pesan yang akan disampaikan tersampaikan dengan baik. Berkaitan dengan interaksi belajar mengajar tentu tujuan pembelajaran yang telah terprogram dapat tercapai. k. Penunjukan (nomination) Penunjukan adalah salah tindak tutur yang sering terjadi dalam peristiwa tutur di kelas ketika interaksi belajar mengajar berlangsung. Tindak cxxii tutur ini berkaitan dengan guru menunjuk salah satu dari siswa untuk menjawab pertanyaan, menanggapi pernyataan, atau juga dapat berupa teguran terhadap siswa. Penelitian ini menemukan beberapa tuturan yang berupa penunjukan yang dilakukan guru saat interaksi belajar mengajar di kelas berlangsung. Beberapa contoh bentuk tuturan penunjukan tersaji sebagai berikut. Guru Siswa Guru Guru : : : : Guru : Guru : Guru : Guru : Guru : Siapa yang di pojok?” (LC. I/60) Ayub! (dijawab secara serentak) (LC. I/61) OK, saya alihkan Eny! (LC. I/68) Ismawati, siapa yang menghasilkan sel gamet jantan? (LC. I/69) Ada Ismawati? (LC. I/70) Sory...sory, ini IPA 2 , Mukti! (LC. I/71) Hee Ridwan piye? (LC. II/405) Seperti: radio... nggon radio nggosip rak enek to? (LC. II/697) Ono to cah? (LC. II/698) Untuk satu paragraf di baca dulu, Bima! (LC. III/64) Dibaca yang baik! (LC. III/65) Yang lain nanti memberi tanggapan! (LC. III/66) Ya, Bima baca dulu! (LC. III/67) (sambil menggerakkan tangannya mempersilakan) Sebutkan rangkaian peristiwa yang ada dalam karangan ini, Andi! (LC. III/75) Coba dibaca paragraf yang ke tiga, Ajeng! (LC. III/114) Ajeng yang membaca, Ajeng....paragraf yang ke tiga! (LC. III/115) Saat interaksi belajar mengajar berlangsung di kelas guru dan siswa terlibat dalam tindak tutur. Salah satunya adalah tindak tutur dalam bentuk penunjukan. Penunjukan seperti contoh di atas baik langsung menyebut nama siswa juga dapat disampaikan secara umum. Bentuk penunjukan dapat digunakan untuk teguran, menyampaikan pertanyaan, dan juga dapat digunakan untuk menanggapi sebuah pernyataan. cxxiii l. Persetujuan (acknowledge) Persetujuan ini tindak tutur yang biasa digunakan oleh guru saat interaksi belajar mengajar di kelas berlangsung. Bentuk ini digunakan saat guru menanggapi jawaban atau pernyataan siswa yang benar dan disetujui . Pada interaksi belajar mengajar guru dan siswa berlangsung, saat penelitian dilakukan ditemukan bentuk ini, di bawah ini disajikan contoh bentuk tuturan yang berupa tuturan persetujuan. Guru Guru Guru Guru Guru : : : : : Guru Guru Guru Guru Guru : : : : : OK.(dijawab bersama) (LC. I/53) OK, ya…! (LC. I/54) Hmmm ..(LC. I/55) Ya. (LC. I/109) Empat...(LC. I/171) Ehmmmm……..(LC. II/39) Tidak (serentakguru dan siswa) (LC. II/40) Setuju ....(LC. II/181) Ehm… melindungi masyarakat. (LC. II/204) Hmm....44. (LC. III/24) Yo…wis, yo. (LC. III/84) Ya. (LC. III/323) mengikutinya Tuturan di atas terjadi dan dapat dipahami dalam komunikasi lisan. Tuturan ini dalam konteks komunikasi lisan saat interaksi guru dan siswa melakukan perccakapan di kelas. Tuturan guru, ” OK, ya..(CL. I/54) Hmmm ...(CL. I/55), diawali dengan adanya tuturan, ” Ngeres...ngeres.(CL. I/48) Kita mengapa? (CL. I/50) Kenapa pasirnya di luar, di dalamnya tidak ada pasir? (CL. I/51) Tidak belajar sarunya, tetapi belajar ilmunya.” (CL. I/52) dan dijawab siswa, ”OK” (CL. I/53) (dijawab bersama). Jadi persetujuan dapat dilakukan baik guru dan siswa saat interaksi belajar mengajar berlangsung. cxxiv m. Jawaban (reply; response) Interaksi guru dan siswa di kelas dalam rangka proses belajar mengajar guru sebelum memulai interaksi belajar mengajar sudah menyusun program. Dalam program sudah ditentukan tujuan yang hendak dicapai dalam interaksi belajar mengajar. Saat interaksi guru dan siswa ini guru juga sudah menyiapkan pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa, juga tidak menutup kemungkinan siswa bertanya dan juga harus dijawab oleh guru. Saat interaksi seperti ini terjadilah tuturan yang berupa jawaban yang diberikan oleh siswa. Setelah siswa menjawab, guru sering juga mengulang jawaban siswa. Hal ini dilakukan agar jawaban siswa tersebut lebih jelas untuk siswa yang lain. Dibawah ini disajikan data yang berkaitan dengan jawaban siswa, atau bentuk pengulangan jawaban yang dituturkan guru. Siswa Guru Siswa Siswa Siswa siswa Siswa Siswa Siswa Siswa : : : : : : : : : : Ovum. (LC. I/184) Ovum. (LC. I/185) N. (LC. I/187) Ya (bersama-sama) (LC. II/8) Di suruh maju nggak bisa. (LC. II/11) Tidak mengikutinya. (LC. II/38) Puisi. (LC. III/96) Tidak ada. (LC. III/98) Dongeng. (LC. III/101) Ada. (LC. III/113) Tuturan di atas merupakan bentuk jawaban yang diberikan siswa saat interaksi belajar mengajar berlangsung . Tuturan siswa,” Ovum. (CL. I/184), dan dilanjutkan lagi tuturan guru,”Ovum.”(CL. I/185) diawali dengan pertanyaan guru kepada siswa ...”Sel (sambil menunjukkan gambar ovum) namanya apa? (CL. I/183) Dengan demikian jelaslah saat interaksi belajar cxxv mengajar berlangsung dapat dilakukan tanya jawab antara guru dan siswa. Saat interaksi seperti ini pola komunikasi cenderung berpola komunikasi dua arah. n. Memberi Reaksi (react) Bentuk tuturan yang menghendaki respon siswa yang berupa tindakan ini dapat berupa anggukkan, geleng kepala, ataupun juga juga perilaku tertentu, dan bukan bentuk komunikasi verbal. Pada penelitian ini tidak sering dilakukan guru yang memberi pengarahan bentuk ini, karena pada umumnya ditanggapi siswa dengan komentar dan sebagainya. Disajikan beberapa bentuk pengarahan guru yang menimbulkan respons seperti perubahan tindakan siswa. .... Kerjakan di buku tugas nanti me....buat bagan spermatogenesis, bagan oogenesis, dan gambar alat kelamin dalam wanita diberi keterangan, ya! (LC. I/602) Guru : Kenapa duduknya tidak nyaman? (LC. I/655) Pindah sini, depan ’kan ada yang kosong! (LC. I/656) Siswa : Ya …. Aku isin (salah satu siswa laki-laki menyahut) (LC. II/108) Guru : Heee. (LC. II/175) Siswa : Ne...kene.( beberapa siswa di bangku depan berbicara) (LC. III/14) Ayo Aji, Da...nang kita belajar malah berakap-cakap, Guru halaman 7 dibuka BSE-mu, dibuka tentang naratif atau narasi! (LC. III/32) Guru : Tuturan guru,” Ayo Aji, Da...nang kita belajar malah berakapcakap, halaman 7 dibuka BSE-mu, dibuka tentang naratif atau narasi! (CL. III/32)” , ini yang diharapkan guru adalah siswa berhenti bercakap-cakap, dan melakukan tindakan membuka buku. cxxvi Dan tuturan guru,” Kenapa duduknya tidak nyaman? (CL. I/655) Pindah sini, depan ’kan ada yang kosong! (CL. I/656)” tuturan ini menghendaki siswa pindah tempat duduk ke depan, atau duduk yang tenang. o. Komentar (comment) Komentar salah satu bentuk tindak tutur yang sering muncul dalam interaksi guru dan siswa di kelas. Komentar dapat dilakukan oleh guru sebagai penutur atau sebaliknya siswa. Guru dalam memberikan komentar cenderung lebih dominan dibandingkan siswa. Pada penelitian ini ditemukan beberapa tuturan yang berupa komentar baik yang dilakukan guru ataupun siswa. Di bawah ini disajikan beberapa contoh tuturan yang berupa bentuk tuturan komentar. Guru : Siswa : Guru : Guru : Guru : Guru : Guru : Guru : Siswa : Guru : Kok malu- malu. (LC. I/231) Jangan ngeres ya, tadi perjanjiannya tidak ada pasir, ya? (LC. I/232) Susu to, Pak. (LC. I/239) Alamnya, lingkungannya yang menentukan. (LC. I/321) Karena masih bisa hamil. (LC. I/422) Nenek karena posisi, dan nenek-nenek yang dianggap sudah tua. (LC. I/423) Dimarahi, akhirnya tidak merokok. (LC. II/92) Jadi sematamata karena dari luar , apa karena dari luar bukan dari diri sendiri? (LC. II/93)Seandainya tidak ada rasa takut pada orang tua, takut digebuk jarene mau … jadi bukan kerana kesadaran ya? (LC. II/94) Yo … mudheng kabeh ya …(LC. II/99) Ada tulisan peringatan ya ….. (100)Ada tulisane bener? (LC. II/101) Tapi sing nekad….? (LC. II/102) Ora ngrokoke neng sekolahan, jadi takutnya disekolahan. (LC. II/109) Kamu tadi disuruh menyebutkan rangkaian peristiwa, ya kamu menyebutkan, kamu kok membaca. (LC. III/78) .......... Jadi kamu tadi saya minta menyebutkan, tinggal menyebutkan saja, baik sudah, ya. (LC. III/82) Dibaca bukune yo!(siswa yang lain berteriak) (LC. III/83) Sopo sing nyuruh membaca, hanya disuruh menyebutkan cxxvii satu rangkaian peristiwa ? (LC. III/123) Tuturan yang disampaikan guru,” Dimarahi, akhirnya tidak merokok.(CL. II/92) Jadi semata-mata karena dari luar , apa karena dari luar bukan dari diri sendiri? (CL. II/93) Seandainya tidak ada rasa takut pada orang tua, takut digebuk jarene mau … jadi bukan kerana kesadaran ya? (CL. II/94)”, ini adalah mengomentari siswa yang masih melnghisap rokok. Padahal di sekolah sudah ada aturan tidak boleh merokok. Aturan itu hanya ditakuti siswa di lingkungan sekolah, di luar sekolah siswa tidak takut akan aturan itu. p. Penerimaan (accept) Tuturan penerimaan dalam interaksi guru dan siswa di kelas adalah dimana guru ataupun siswa menerima atau tidak menerima pernyataan yang disampaikan oleh subyek penutur. Tuturan yang biasa disampaikan oleh subyek petutur adalah ya; tidak; baik; dan benar. Pada penelitian ini ditemukan tuturan yang berupa penerimaan dari subyek penutur dan subyek petutur. Data-data tersebut sebagian tersaji berikut ini. Guru Guru Siswa Siswa Siswa Siswa Siswa Siswa Siswa : : : : : : : : : Ya, tidak ada batasannya. (LC. I/409) Ya, ada. (LC. I/419) Ya. (LC. I/584) Ya. (LC. I/586) Ya (LC. II/127) Ya (LC. II/136) Ya (LC. II/142) Ya. (LC. II/170) Ya. (LC. III/135) cxxviii Guru : Siswa : Ya, rabaan kulit. (LC. III/152) Ya. (LC. III/260) Tuturan penerimaan yang disampaikan siswa,” Ya.(CL. II/142 ) adalah untuk menanggapi tuturan yang disampaikan guru,”Sudah melanggar berarti ’kan tidak takut, kalau memang takut ’kan tidak mungkin melanggar.”(CL. II/141, bentuk komentar) Jadi bentuk tuturan penerimaan biasanya untuk menanggapi komentar atau menolak atau mengiyakan jawaban. q. Evaluasi (evaluate) Evaluasi merupakan tuturan yang disampaikan guru saat interaksi belajar mengajar di kelas, guru memberikan pernyataan terhadap jawaban siswa tentang soal atau pertanyaan yang disampaikan guru. Ada beberapa data yang ditemukan dalam penelitian interaksi guru dan siswa di kelas ini, diantaranya sebagai berikut. Guru Guru Guru : : : Guru Guru : : Guru : Ya...? (CL. I/188) 2n, ya.(sambil menulis di papan tulis) (CL. I/190) Ya..ya, betul- betul karena kadang- kadang ada yang produknya sedikit. (CL. I/240) Kuwi lak contone. (CL. II/463) Pembaca akan membayangkan perabot rumah yang seperti itu. (218) Jadi ini adalah betul des-krip-si. (CL. III/219) Paragraf ke sepuluh, Mery. Hmm...(CL. III/244) Tuturan guru, ”Ya..ya, betul-betul karena kadang-kadang ada yang produknya sedikit .(CL. I/240), menanggapi pernyataan siswa,”Susu to, Pak (CL. I/239) Dengan demikian tuturan evaluasi digunakan guru untuk menilai cxxix jawaban atau pernyataan siswa dalam interaksi antara guru dan siswa saat di kelas. r. Metabahasa (metastatement) Metabahasa, tuturan guru yang disampaikan kepada siswa saat interaksi belajar mengajar di kelas. Ini disampaikan guru biasanya berkaitan dengan penguasaan materi pelajaran yang disampaikan saat interaksi belajar mengajar. Dapat dikatakan metabahasa cenderung mengecek penguasaan materi pelajaran kepada siswa. Guru berbicara mengenai tujuan dan struktur pelajaran. Data-data yang ditemukan dalam penelitian ini sebagai berikut. Guru : Guru Guru Guru Guru Guru Guru : : : : : : Ini oogenesis dan spermatogenisis, ada masalah? (CL. I/360) Ada yang mau ditanyakan, ya? (CL. I/361) Zigotnya belum nyampai, sekarang pada pria. (CL. I/402) Wis bingung? (CL. II/220) Wis bingung? (CL. II/222) Sudah dipahami, ya? (CL. III/57) Fiksi atau fiktif, kita sampai jenis apa? (CL. III/91) Bisa membedakannya, ya? (CL. III/134) Pertanyaan guru kepada siswa pada contoh di atas,” Ini oogenesis dan spermatogenisis, ada masalah? (CL. I/360) Ada yang mau ditanyakan, ya? (CL. I/361) Pada interaksi belajar mengajar saat penelitian ini topik yang dibahas adalah masalah reproduksi pada manusia, salah satu sub topiknya adalah oogenesis dan spermatogenisis, jadi pertanyaan ini berbicara masalah tujuan dan struktur pelajaran. Guru berbicara pada siswa tentu berkaitan dengan penguasaan materi pelajaran yang harus dikuasai siswa sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan guru. cxxx s. Kesimpulan (conclusion) Kesimpulan, tindak tutur dalam interaksi guru dan siswa di kelas saat interaksi belajar mengajar. Kesimpulan biasanya diambil saat satu topik pelajaran selesai, atau juga dapat dilakukan menjelang jam pelajaran selesai dilaksanakan. Pengambilan kesimpulan dapat dilakukan oleh guru dan siswa, atau guru dan siswa bersama-sama membuat kesimpulan. Pada penelitian ini pada umumnya kesimpulan disusun guru. Di bawah ini disajikan beberapa contoh tuturan yang berupa kesimpulan. Guru : Guru : Guru : Guru : Guru : Guru : Guru : Guru : Guru : Ya...alat kelamin jantan. (CL. I/102) Alat kelamin jantan namanya testis. (CL. I/103) Sel kelamin jantan namanya sperma....jamak. (CL. I/104) Jamak lebih dari satu sperma, spermatozoid tunggal. (CL. I/105) Ovum itu telur ya, sel kelamin betina. (CL. I/106) Jadi jenisnya berubah, agar dari generasi ke generasi itu sama, agar manusia beranak manusia bukan beranak kambing, maka harus ada reduksi hormon, agar kromosom dari generasi ke generasi tetap. (CL. I/287) Agar jumlah kromosom dari ke generasi tetap. (CL. I/294) Jumlah kromosom dari generasi ke generasi tetap. (CL. I/295) Jumlah kromosom ini identik dengan spesies. (CL. I/297) Jumlah kromosom menentukan spesies makhluk hidup. (CL. I/298) Jumlah kromosom menentukan spesies makhluk hidup. (CL. I/300) Berarti tidak punya rasa takut. (CL. II/107) Dengan demikian orang akan berkelakuan baik dan taat kepada atau adat istiadat sebab sadar, bahwa perbuatan yang menyimpang dari norma itu akan berakibat yang tidak baik. (CL. II/120) Jadi dirinya sendiri berakibat bagi orang lain. (CL. II/121) Jadi isi adat istiadat diantaranya nilai (CL. II/281) Intinya narasi itu ada sebuah peristiwa sesuai dengan kronologi waktu atau peristiwa. (CL. III/42) Jadi pengertian deskriptif itu menguraikan, merinci, menggambarkan, melukiskan juga bisa, ya . (CL. III/140) Jadi dalam penerapannya, menulis deskripsi tidak mungkin digunakan semua pancaindera, biasanya ada yang mendominasi melihat obyek yang dideskripsikan. (CL. III/148) Maksudnya itu, bila menulis disesuaikan dengan cxxxi obyek yang dideskripsikan dan indera mana yang dominan pendengaran, penciuman. (CL. III/149) Setelah guru memberikan informasi kepada siswa dan pertanyaanpertanyaan kepada siswa biasanya disusun kesimpulan. Tuturan dari berikut ini, ”Jadi dalam penerapannya, menulis deskripsi tidak mungkin digunakan semua pancaindera, biasanya ada yang mendominasi melihat obyek yang dideskripsikan. (CL. III/148) Maksudnya itu, bila menulis disesuaikan dengan obyek yang dideskripsikan dan indera mana yang dominan pendengaran, penciuman. (CL. III/149)”, setelah guru memberi ceramah tentang deskripsi, dan siswa membacakan contoh deskripsi dari buku kemudian guru menyusun kesimpulan. t. Mengulang (loop) Tuturan yang bersifat mengulang sering terjadi dalam interaksi guru dan siswa di kelas. Hal ini dilakukan berkaitan dengan tugas, pertanyaan, atau ingin dijelaskan sekali lagi. Dalam penelitian ini ditemukan beberapa tuturan yang bersifat ingin diulang apa yang disampaikan subyek penutur. Berikut ini disajikan tuturan yang berbentuk mengulang. Guru : Guru : Guru : Guru : Guru : Siswa : Pertanyaan tadi apa? (CL. I/289) Ada apa, Tanjung? (CL. I/356) Ada apa? (CL. I/357) Ada apa, Nang? (CL. I/628) Apa? (CL. I/629) Aji bisa didengar pertanyaan Nanang, apa tadi? (CL. I/630) Apa yang ditanyakan? (CL. I/631) Ya, disampaikan yang jelas! (CL. II/26) Sing banter! (CL. II/263) Bagaimana, Bu? (CL. III/350) cxxxii Siswa : Berapa, Bu? (CL. III/352) Subjek penutur ataupun subjek petutur dapat meminta penutur berbicara langsung atau juga petutur untuk mengulang. Pada contoh di atas misalnya,” Ada apa, Nang? (LC. I/628) Apa? (LC. I/629) Aji bisa didengar pertanyaan Nanang, apa tadi? (LC. I/630) Apa yang ditanyakan? (LC. I/631) Contoh ini interaksi guru dan siswa di kelas dapat terjadi kadang penutur berubah menjadi petutur, dan petutur berkedudukan sebagai penutur. Hal ini dapat terjadi saat tanya jawab. u. Di luar komunikasi dengan siswa (aside) Bentuk tuturan yang digolongkan di luar komunikasi dengan siswa, peneliti memasukkan juga pembicaraan yang tidak menyangkut topik utama interaksi belajar mengajar. Hal ini sering dilakukan guru biasanya untuk menambah wawasan siswa. Dan pembicaraan itu tidak terumuskan dalam perencanaan pembelajaran, akan tetapi saat interaksi belajar mengajar antara guru dan siswa muncul secara spontan. Timbulnya pembicaraan ini biasanya terpancing suasana, atau memang diciptakan guru untuk mencairkan suasana yang mungkin tegang. Di bawah ini ada beberapa contoh pembicaraan guru dan siswa yang diluar topik yang tidak terencana dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Guru : Pelajaran demo, lemparan-lemparan, sering melihat diskusi di TV? (CL. I/605) Nanti kalau waktu berdebat sangat kritis sekali, kemudian di sisi lain ada berita mahasiswa yang melempari gedung-gedung sendiri, kaca-kacanya pecah. cxxxiii Guru : Guru : Siswa : Guru : Guru : Siswa : Guru : (CL. I/606) Mahasiswa itu yang mana to, kuliah atau yang melempar-melempar batu? (CL. I/607) Mahasiswa itu yang kritis, yang cerdas, anak SMA itu yang cerdas, ya...(CL. I/608) Anak cerdas kok pakai tenaga, kecuali kamu punya mobil masuk got, pasti tenaga yang digunakan, tapi cara mengangkatnya pakai akal, ya! (CL. I/610) Hallo, hanya pakai tenaga, tanpa akal tenaganya lebih banyak atau sedikit? (CL. I/611) Genah gak ngantuk to yo, yen no syarate manggone ngarep nek ra, ben ra ngantuk ya. (CL. II/409) Mending yo timbang dek ben telat-telat gak popo wis saiki wis lumayan XE. (CL. II/410) Tepuk tangan. (CL. II/411) XE wis baik, aku ya seneng , ya penak, biasane santai, kaya dek mben kowe koyo wegah kon santai. (CL. II/412) Kowe sakarepmu dhewe kok aku kon santai. (CL. II/413)Jadi nanti mudah-mudahan kalau kenaikan kelas, naik semuanya (CL. II/414) Ini kok ada guratan-guratan tangan yang jail, ngopo to? (CL. III/225) Iki sopo? (CL. III/226) Polahe sopo? (CL. III/227) ....Orang yang tidak baik, ya. (CL. III/228) Ini kan kayu, untung tidak kena saya, kok bisa di sini jane ngopo? (CL. III/229) Ini kira-kira siapa? (CL. III/230) Terus terang saja, terus terang saja, ayo ngaku jujur! (CL. III/231) Dedy. (CL. III/232) Kowe ngopo? (CL. III/233) Kowe dolonan ngene iki, nikmate opo to? (CL. III/234) Mencari kepuasan? (CL. III/235) Data-data di atas tergolong pembicaraan di luar topik percakapan, akan tetapi diselipkan dalam interaksi belajar mengajar. Seandainya guru mengajar di kelas lain kemungkinnan tidak disampaikan. Maka dalam bentuk di luar komunikasi dengan siswa, peneliti sampaikan percakapan yang tidak terencana dalam pembelajaran. Dari data-data yang berkaitan dengan struktur wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas, dapat disimpulkan bahwa guru dalam kelas cxxxiv sangat berperan atau dominan dibandingkan dengan siswa. Siswa akan berperan bilamana diberi kesempatan guru untuk berbicara. Terutama dalam bentuk tuturan menjawab pertanyaan yang harus dijawab siswa. Guru di dalam interaksi dengan siswa di kelas lebih banyak menggunakan bentuk tuturan informatif, dan mengajukan pertanyaan kepada siswa, serta menyusun kesimpulan sendiri. Jadi siswa cenderung pasif, artinya siswa berbicara saat diberi kesempatan oleh guru. Hal ini biasanya pada saat bentuk tuturan penerimaan (accept) dan jawaban ( reply; response) Dengan demikian pola komunikasi di dalam interaksi guru dan siswa di kelas cenderung berpola searah, pola dua arah saat-saat tertentu. Hal ini terjadi karena metode yang digunakan dalam interaksi belajar mengajar di kelas ceramah yang divariasikan dengan tanya jawab. Struktur wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas pola pertukarannya teratur. Dengan kata lain, pola pertukaran teratur dan ragam bahasa yang dipakai cenderung formal. Alur percakapan di dalam wacana interaksi guru dan siswa di kelas mengarah pada satu tujuan yaitu terapainya tujuan pembelajaran yang sudah direncanakan guru sebelum interaksi belajar mengajar di kelas dilaksanakan. Percakapan-percakapan di luar tujuan pembelajaran hanyalah sebagai tambahan dalam komunikasi, dan hal ini tidak terencanakan atau di luar tujuan pembelajaran. Percakapan itu timbul karena situasi dan suasana pembelajaran saat itu terjadi. cxxxv B. Analisis Fungsi Bahasa dalam Wacana Lisan Interaksi Guru dan Siswa di Kelas Bahasa secara umum memiliki fungsi sebagai alat komunikasi antaraManusia satu dengan yang lainnya dalam menjalin hubungan baik secara lisan maupun tulisan. Kegiatan interaksi guru dan siswa di kelaspun tidak lepas menggunakan bahasa sebagai sarana komunikasi. Hal ini dilakukan guru dan siswa dalam berinteraksi secara lisan tentu menggunakan bahasa lisan. Pada penelitian ini fungsi bahasa dianalisis dengan mendasarkan teori yang dikemukakan Halliday. Halliday mengemukakan tujuh fungsi bahasa sebagai berikut. 1. Fungsi Instrumental (the instrumental function) Fungsi bahasa dalam interaksi guru dan siswa di kelas ini disamping sebagai alat komunikasi, memiliki fungsi yang lebih khusus yaitu fungsi instrumental. Guru di dalam kelas ketika interaksi belajar mengajar berlangsung, tidak jarang atau guru sering memerintah siswanya untuk melakukan sesuatu. Pada penelitian ini ditemukan beberapa kalimat yang menunjukan fungsi instrumental dalam interaksi guru dan siswa di kelas saat proses belajar mengajar, sebagai berikut. Guru : Guru : Yah buka bukunya, manusia reproduksi vegetatif atau generatif. (CL. I/56) Perhatikan! (CL. I/196) Perhatikan ini terjadi perbedaan jumlah sitoplasma , terjadi perbedaan jumlah sitoplasma cxxxvi Guru : Guru : Guru : Guru : Guru : Guru : Guru : Guru : ketika membagi tidak jadi sama persis.(sambil mengambar di papan tulis) (CL. I/197) Baca sekalian, ada gambarnya, ada tandanya, saya minta namanya apa, tunjukkan jari! (CL. I/151) Coba sekarang berikan contoh rasa malu yang ada di tempat tinggal atau lingkungan kalian masing – masing! (CL. II/23) Tepase selehke... koyo wong jagong ae.. karek ngenteni sop- sopan. (CL. II/679) Wis rasah menimbulkan gossip! (CL. II/718) Dilihat lagi materinya dari narasi, deskripsi, eksposisi, persuasi, dan argumentasi! (sambil memperlihatkan buku pegangan) (CL. III/6). Ayo Aji, Da...nang kita belajar malah berakap-cakap, halaman 7 dibuka BSE-mu, dibuka tentang naratif atau narasi! (CL. III/32) Ya, berhenti sebentar, Andi! (CL. III/77) Coba dicari di sini, carilah paragraf persuasi, dan nanti tunjukkan kalimat persuasinya! (CL. III/324) Di buku BSE .... semuanya cari teks non sastra , artikel! (CL. III/325) Kalimat-kalimat yang dituturkan guru tersebut akan mampu mengubah kondisi-kondisi tertentu pada perubahan sikap siswa. Siswa dengan adanya perintah yang disampaikan guru akan melakukan tindakan sesuai perintah tersebut. Sebagai contoh tuturan guru pada, ”Ayo Aji, Da...nang kita belajar malah berakap-cakap, halaman 7 dibuka BSE-mu, dibuka tentang naratif atau narasi!”(CL. III/32), dengan adanya teguran guru seperti itu siswa yang bernama Aji dan Danang akan berhenti bercakap-cakap, dan akan membuka buku BSE tentang naratif. 2. Fungsi Regulasi (the regulatory function) Guru di dalam kelas sangat dominan perannya dalam berbicara. Guru mampu mengatur jalannya interaksi belajar mengajar di kelas. Guru cxxxvii mampu menggunakan fungsi bahasa yaitu regulasi karena guru mampu mengatur dan mengendalikan siswa di kelas. Guru : Hallo...! (CL. I/44) Hallo,pesan saya tidak ada pasir di kelas ,ya ! (CL. I/45) Guru : Ya, ini dalam ujian nasional selalu keluar nama-namanya, jumlah kromosomnya, terus jumlah diploit, kapan masuk diploit, kapan masuk haploit, kapan mati diploit, kapan mati haploit, bentuk spermatozid, ini diingat-ingat, ya! (CL. I/603) Buktinya nanti kelas XII akan mengerjakan UAN, ya ,kecuali jurusan SMK. (CL. I/604) Guru : Bahkan orang menikmati nikmat kelulusan tidak harus cara seperi itu, diorek – orek, yo ora? (CL. II/515)Ya sekedarnya saja lah, karena ning sing mikir berikutnya golek sekolahan opo nyambut gawe, golek sekolahan kuwi sih bingung, sing ketompo limo yo bingung leh milih, aku sing ndi…sing durung entuk sekolahan blas yo bingung, sing nganggur sedino rong dino ora pati kroso, lha nek nganggur kok genep sesasi rong sasi, setahun rong tahun…ra stress, yo ra? (CL. II/516) Apa berpikir. (CL. II/517) Boleh silakan seneng ya lulus bersyukur, caranya bukan begitu, yang di jalan jalan itu sampai yang sik sak Si Topan anak jalanan sret – sret -sret…kudune lewat kiri dadi lewat… (diperagakan dengan gerakan tangan) (CL. II/518) Kalian bisa menceritakan pengalaman , menuliskan biografi atau auto biografi.(CL. III/297) Guru : 3. Fungsi Pemerian atau Fungsi Representasi (the representational function) Guru saat interaksi dengan siswa di kelas, tujuan interaksi yang utama adalah menyampaikan materi pelajaran. Materi pelajaran disampaikan guru kepada siswa sesuai dengan topik dan tujuan pembelajran. Pada waktu guru menyampaikan materi pembelajaran menggunakan media bahasa lisan. cxxxviii Bahasa yang digunakan guru untuk menjelaskan, menyampaikan pernyataan, menyampaikan pengetahuan, dan fakta-fakta ini merupakan bagian dari fungsi bahasa representasi. Fungsi bahasa ini sering digunakan guru saat guru dan siswa interaksi di kelas. Di bawah ini disajikan data-data yang berhubungan dengan fungsi bahasa representasi. Guru : Guru : Guru : Guru : Progresteron bersama estrogen akan mengendalikan penebalan endometrium. (CL. I/493) Endometrium, lapisan dari rahim. (CL. I/494) (sambil menggambar di papan tulis) Ini namanya endometrium ditebalkan karena...hallo...ovum sudah siap dibuahi akan implant. (CL. I/495) Implant itu menempel di dinding rahim, ini akan terbentuk zigot, berbentuk embrio nanti, di sini akan turun menjadi embrio sehingga perlu ada makanan. (CL. I/496) Makanan dihasilkan dari dinding yang tebal, ini akan memberi makanan, jika terjadi pembuahan, jika terbentuk embrio. (CL. I/497) Tapi kalau tidak terjadi pembuahan, progresteron dan estrogen lenyap...hilang. (CL. I/498) Kalau hilang ini tidak ada yang merawat lagi akhirnya ovumnya luruh, larut dengan dinding endometrium. (CL. I/499) Cara cara pengendalian sosial caranya yang pertama bisa lewat pengendalian sosial secara formal. (CL. II/504) Mboten enten bentene, mboten salah, mboten enten bentene, berarti bener (CL. II/505) Pengendalian sosial secara formal pertama dengan hukuman fisik. (CL. II/506) Caranya bisa dilakukan secara resmi maupun tidak resmi, kalau yang secara resmi dalam arti formal secara tidak resmi berarti informal. (CL. II/507) Yang secara formal berarti dilakukan lembaga resmi atau diakui keberadaannya misalkan, bagi yang melakukan pelanggaran kaidah atau aturan atau ketentuan bisa lewat lembaga kepolisian, yang menindaklanjuti...(CL. II/508) Jadi lembagane jenenge kepolisian. (CL. II/510) Contoh sekarang ini kan sering kita lihat tidak jauh jauh didekatpun ada orang yang demo, ada lembaganya khan? (CL. II/511) Cara melukiskan bermacam-macam sehingga pembaca yang membaca tulisan deskripsi itu seakan-akan bisa merasakan apa yang dirasakan penulis, melihat apa yang diketahui penulis, mendengar apa yang didengar penulis. (CL. III/141) Supaya mengetahui apa yang didengar penulis, supaya cxxxix mengetahui apa yang diketahui penulis, mendengar apa yang didengar penulis, merasakan apa yang dirasakan penulis, penulis deskripsi itu menggunakan bantuan pancaindera. (CL. III/142)........... Penulis deskripsi harus menggunakan panaindera, misalnya: mengambarkan keindahan panorama pegunungan yang dominan adalah paaindera mata ya ’kan; menggambarkan lezatnya masakan ibu yang dominan indera kecapan lidah; ......(CL. III/146) Beberapa data di atas menggambarkan seorang guru di depan kelas, saat interaksi dengan siswa menjelaskan materi pelajaran kepada siswa. Materi pelajaran itu sesuai dengan tujuan pembelajaran yang sudah direncanakan. Pada data I guru menjelaskan salah satu fungsi hormon progresteron dan hormon estrogen; pada data II guru menjelaskan fungsi pengendalian sosial; pada data III guru menjelaskan cara melukiskan sesuatu pada paragraf deskripsi. Dengan demikian fungsi representasi selalu digunakan guru saat interaksi guru dan siswa di kelas, terutama saat menjelaskan materi baru dalam pembelajaran. 4. Fungsi Interaksi (the interactional function) Dalam fungsi ini, bahasa mampu menjalin hubungan yang baik antara penutur dan mitra tutur dalam interaksi. Komunikasi akan berlangsung baik bilamana penutur dan mitra tutur saling memahami latar budaya, logat, kebiasaan, lelucon yang diciptakan saat interaksi terjadi, dan sebagainya. Termasuk di dalamnya penutur atau mitra tutur cara menyapa yang tepat saat berbicara, tentu hal ini disesuaikan dengan statusnya. cxl Pada interaksi guru dan siswa di kelas jelas hal ini sangat diperhatikan baik guru dan siswa. Dalam hal ini sapaan langsung ataupun tidak langsung . Pada penelitian ini ditemukan sapaan-sapaan yang digunakan guru dan siswa saat berbicara di kelas. : Ada ya, tapi siapa? (CL. I/560) Ya nanti tanya sama Pak Huda, di Islam ’kan ada yang empat tahun baru lahir. (CL. I/561) Siswa : Nabi. (CL. I/562) Guru : Bukan Nabi, tanya Pak Huda. (CL. I/563) Begitu lahir disuruh belajar kepada seorang guru, seorang ustad, kemudian belajar di Bagdad, dua hari pulang, sampai di rumah dimarahi orang tua, ternyata dia sudah pintar dan menguasai dengan baik. (CL. I/564) ya, nanti bertanya pada yang ROHIS ya, itu ada ceritanya. (CL. I/565) OK, ada pertanyaan, hallo...(CL. I/566) Pada setiap mamalia terjadi siklus menstruasi...pada dasarnya juga mengalami siklus menstruasi...(CL. I/567) Siswa : Ya takut mestihine … ning pripun gadhah niat mboten noponopo, ora wedhi mlebu neroko. (CL. II/132) Guru : Hee Ridwan piye? (CL. II/405) Guru : Seperti: radio... nggon radio nggosip rak enek to? (CL. II/697) Ono to cah? (CL. II/698) Guru : Untuk satu paragraf di baca dulu, Bima! (CL. II/64)Dibaca yang baik!(65) Yang lain nanti memberi tanggapan! (CL. II/66) Ya, Bima baca dulu! (CL. II/67) (sambil menggerakkan tangannya mempersilakan) Siswa : Saya, Bu!(sambil menunjukkan jari) (CL. II/240) Guru : Ya, Mery! (CL. II/241) Paragraf ke berapa, Mery? (CL. II/242) Guru Percakapan antara guru dan siswa di atas membuktikan baik guru sebagai penutur atau siswa sebagai petutur, atau sebaliknya, kedua subyek memperhatikan atau menjaga hubungan agar tercipta dengan baik. Tampak sekali pada data II, ketika siswa berbicara dengan guru yang memiliki kedudukan yang lebih tinggi menggunakan bahasa krama saat memberikan komentar tentang orang yang bunuh diri kepada gurunya; sedangkan guru saat cxli menegur atau menyapa siswa dengan ”hee” ini tidak tepat bila diterapkan untuk mitra tutur yang memiliki status yang lebih tinggi, termasuk kata ”piye” ini adalah bahasa ngoko yang digunakan untuk status petutur yang sederajat atau lebih rendah. Hal ini dilakukan bukannya untuk menjaga jarak, akan tetapi aturan yang harus diikuti, agar komunikasi dapat berlangsung dengan baik, sehingga tujuan dari komunikasi itu tercapai. 5. Fungsi Perorangan (the personal function) Dalam interaksi guru dan siswa ada saat tertentu, baik guru ataupun siswa mengekspresikan emosinya. Penutur atau mitra tutur dapat mengekspresikan perasaan, emosi pribadi yang mendalam. Dari bahasa yang dipakai seseorang akan dapat diketahui dalam keadaan apa orang itu berbicara, apakah pembicara sedang marah, jengkel, sedih, gembira, kecewa, dan sebagainya. Guru dan siswa saat interaksi di kelaspun sering juga berbicara dengan mengekspresikan perasaan, emosi pribadi. Pada penelitian ini juga ditemukan beberapa fungsi bahasa ini. Pemakaian fungsi bahasa ini disajikan sebagai berikut. Guru ; Guru : Siswa : Guru : Guru : Kenapa duduknya tidak nyaman? (CL. I/655) Pindah sini, depan ’kan ada yang kosong! (CL. I/656) Itu kok ndak nganggo penglirik ngapa? (CL. II/52) Koyo orang ra tau roh koncone kok nglirik. (CL. II/52) Demok-demok. Tanganmu dhewe lho.(siswa di depan memperingatkan temannya) (CL. II/630) … Dilanjutkan nanti erosinya! (CL. II/631) Enek gurune kok yo erosi .(CL. II/232) Sudah kita cukup kan sekian dulu....hee..hee ojo rame dhewe, banyak bermanfaat bagi kita semua. (CL. II/724)Cukup sekian dulu cxlii Guru : Guru : Siswa : Guru : Siswa : Guru : Wabilahi taufik wal hidayah, Wassalamu’alikum Wr. Wb. (CL. II/725) Sopo sing nyuruh membaca, hanya disuruh menyebutkan satu rangkaian peristiwa ? (CL. III/123) Ini kok ada guratan-guratan tangan yang jail, ngopo to? (CL. III/225) Iki sopo? (CL. III/226) Polahe sopo? (CL. III/227) ....Orang yang tidak baik, ya. (CL. III/228) Ini kan kayu, untung tidak kena saya, kok bisa di sini jane ngopo? (CL. III/229) Ini kirakira siapa? (CL. III/230) Terus terang saja, terus terang saja, ayo ngaku jujur! (CL. III/231) Dedy. (CL. III/232) Kowe ngopo? (CL. III/233) Kowe dolonan ngene iki, nikmate opo to? (CL. III/234) Mencari kepuasan? (CL. III/235) Syukur…syukur! (teriak beberapa temannya) (CL. III/236) Nggak bisa saling menuduh, tapi saya sudah punya catatan kelas XI susah diatur. (CL. III/237) Data-data tersebut menunjukan beberapa ungkapan perasaan yang disampaikan pembicara sebagai subjek penutur dan subjek penutur. Pada data (CL. I), guru sebagai penutur setelah mengamati siswa yang duduk di bangku belakang menunjukkan aktifitas yang mengganggu temannya, karena jengkel memerintahkan agar siswa tersebut untuk pindah tempat duduk. Pada data (CL. II), guru merasa tidak nyaman melihat tingkah siswanya kurang memperhatikan guru yang sedang menjelaskan materi pelajaran, karena selalu memperhatikan teman sebangkunya, maka guru menegur dengan tuturan seperti tersebut di atas (CL. II/52) Pada data (CL. III), guru yang merasa jengkel dengan tingkah salah satu siswanya mengungkapkan tuturan tersebut (CL. III/ 225 sampai CL. III/231), Kemudian ditanggapi dari komentar teman-temannya yang juga tidak nyaman akan tingkah temannya itu. cxliii Jadi, jelaslah bahwa salah satu fungsi bahasa perorangan juga sering muncul pada wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas. Hal ini terjadi berhubungan dengan karakter manusia, saat tertentu emosi juga tidak stabil berkaitan dengan waktu, tempat, situasi, dan suasana. 6. Fungsi Heuristik (the heuristic function) Interaksi guru dan siswa di kelas, guru sering mengajukan pertanyaanpertanyaan yang menuntut jawaban dari siswa. Hal ini juga sering digunakan siswa untuk bertanya pada guru dengan berbagai pertanyaan “apa”, “mengapa”, dan “bagaimana” dengan materi pelajaran. Pada penelitian ini pertanyaan-pertanyaan sering diajukan guru kepada siswa, sedangkan siswa jarang mengajukan pertanyaan kepada guru. Data-data berikut ini merupakan sebagian dari hasil penelitian wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas. Guru : Siswa : Guru : Guru Guru Guru : : : Guru : Guru Guru Guru Guru : : : : Hewan apa saja yang ngalami menstruasi? (CL. I/593) Apakah kambing ngalami menstruasi? (CL. I/594) Ngalami nggak? (CL. I/595) Kambing? (CL. I/596) Apa faktor-faktor mandul? (CL. I/632) Pernah ditanyakan mandul beberapa pertemuan yang lalu, pernah ditanyakan ke saya? (CL. I/633) Lha apa penyebabnya? (CL. I/639) Soalnya apa? (CL. I/641) Siapa yang mengendalikan sper...spermatogenesis, nama hormonnya tadi apa? (CL. I/643) Pengendalian diri...(CL. II/80) Pengendalian sosial contone apa cah? (CL. II/81) Dengan adanya rasa takut tidak melaksanakan itu, contone apa? (CL. II/82) Merasa takut kepada siapa? (CL. II/88) Kenapa? (CL. II/90) Rasa takut disekolahan, sebabe opo? (CL. II/110) Nek ganjaran, ganjaran nama lainnya apa? (CL. II/157) cxliv Guru : Guru : Guru : Guru : Mengapa penulis deskripsi tidak boleh melewatkan atau meninggalkan panaindera bila sedang menyampaikan deskripsi pada suatu obyek? (CL. III/143) Menggambarkan betapa halusnya kain sutera yang dominan apa? (CL. III/150) Yang dominan adalah indera apa? (CL. III/156) Ya, kalimat persuasinya, ajakannya yang mana?(CL. III/ 338 ) .....Yang mengandung ajakan langsung yang mana? (CL. III/ 341) Dari data-data tersebut guru sangat dominan dalam mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran. Jadi, guru dalam interaksi dengan siswa di kelas sering menggunakan fungsi bahasa heurestik, karena guru untuk menguji penguasaan materi siswa mengajukan pertanyaan yang perlu dijawab siswa, seperti tersebut di atas. 7. Fungsi Imajinatif (the imaginative function) Fungsi imajinatif dalam wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas tidak ditemukan. Hal ini berkaitan dengan fungsi bahasa ini biasanya untuk penciptaan system, gagasan, atau kisah yang imajinatif. Fungsi bahasa ini banyak digunakan dalam penulisan karya sastra seperti, novel, drama, dan cerita pendek. Dari tujuh fungsi bahasa yang dikemukakan Halliday, hanya fungsi imajinatif tidak ditemukan dari penelitian ini. Fungsi bahasa imajinatif tidak ditemukan sebab dalam wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas, fungsi ini biasanya terdapat dalam karya sastra. Dari data tersebut fungsi bahasa representasi, dan fungsi bahasa heurestik sering digunakan dalam wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas. Fungsi bahasa instrumental, fungsi bahasa cxlv regulasi, fungsi bahasa interaksi, dan fungsi bahasa perorangan digunakan tidak sesering fungsi bahasa representasi dan fungsi bahasa heuristik. C. Analisis Partikel Wacana Lisan dalam Interaksi Guru dan Siswa di Kelas Partikel sangat bermakna dalam rangka organisasi percakapan atau wacana lisan, terutama saat pergantian pembicara. Partikel tidak dapat dimaknai secara semantik dan sintaksis. Partikel tidak memiliki makna literal atau makna harfiah, akan tetapi memiliki makna sesuai dengan konteks pembicaraan. Dalam analisis wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas ini mendasarkan teori partikel yang dikemukakan Stubbs, Linke, Nussbaumer, dan Portmann. 1. Bentuk Tegun Bentuk tegun yaitu partikel yang merefleksikan bahwa si penutur dalam waktu singkat sedang mengkoordinasikan kata. Bentuk tegun ini juga sering muncul dalam interaksi guru dan siswa di kelas. Guru Guru Guru Guru 2. : : : : O…tiga kali. (15) Kalau tiga kali …? (CL. I/16) Hmmm....(CL. I/32 ) Oh...ya jadi fungsinya apa? (CL. I/93) Ya...alat kelamin jantan. (CL. I/102) Bentuk Pengurangan Kecepatan Pertukaran Bentuk pengurangan kecepatan pertukaran maksudnya dalam berbicara sering agak diperlambat kecepatan berbicaranya mungkin hal ini dilakukan si penutur karena ada pertimbangan tertentu. Hal ini para cxlvi guru di kelas sering melakukan bilamana sedang berceramah di hadapan para siswa. Guru : Guru : Guru : Guru : Guru : Guru : Guru : Guru : 3. Ya....(CL. I/39) Mari kita lanjutkan ke reproduksi pada manusia! (CL. I/40) Yah,hari ini kita membahas tentang reproduksi pada manusia, tapi pesan saya.......(CL. I/43) Haploid N....Haploid...kemudian spermatid tumbuh menjadi sperma, spermatid masing-masing menjadi sperma, setiap spermatozid primer dihasilkan berapa sperma? (CL. I/169) O...ya. (CL. I/230) Kok malu- malu. (CL. I/231) Jangan ngeres ya, tadi perjanjiannya tidak ada pasir, ya? (CL. I/232) Yo … mudheng kabeh ya …(CL. II/99) Ada tulisan peringatan ya ….. (CL. II/100) Ya,...yang terakhir ar-gu-men-tasi halaman berapa? (CL. III/25) Jadi ini adalah betul des-krip-si. (CL. III/219) Ini adalah deskripsi yang masuk ke dalam....(CL. III/220) Ya, ke dalam jenis....jenis narasi, ya. (CL. III/222) Itu narasi yang dominan di....disusupi deskripsi atau dimasuki jenis paragraf yang lain. (CL. III/223) Pembukaan Pembicaraan Partikel-partikel ini digunakan oleh si penutur dalam berinteraksi untuk meyakinkan si petutur dalam berinteraksi. Partikel ini diperlukan seorang guru ataupun siswa di kelas bilamana ingin berargumentasi. Guru : Guru Guru : Guru : 4. Mari…,mana absennya?” (CL. I/6) Karena ada kelainan. (CL. I/122) Sebentar ya ….terus cembrengan kuwi adat opo ora? (CL. II/344) Jadi ini adalah betul des-krip-si. (CL. III/219) Ini adalah deskripsi yang masuk ke dalam....(CL. III/220) Isyarat Pembicara Partikel ini mencakup partikel-partikel yang memerlukan dan menuntut perhatian dari mitra bicara. Interaksi guru dan siswa di kelas, cxlvii guru sering bertindak sebagai penutur dan siswa sering bertindak sebagai petutur, guru saat-saat tertentu sering menuntut perhatian dari siswa saat guru berceramah atau memeberikan informasi kepada siswa. Guru : Guru : Kalau tiga kali …? (CL. I/16) Satu, satu, dua, tiga....tiga berapa kali? (CL. I/21) (sambil menghitung siswa yang menunjukkan jari) Sory...sory, ini IPA 2 , Mukti! (CL. I/71) Tidak ada pasir ya....! (CL. I/46) Apa maksudnya? (CL. I/47) Guru : Guru : 5. Isyarat Mitra Pembicara Partikel ini mencakup, partikel-partikel yang mengekspresikan kekaguman, keheranan, dan keharuan, dan gerakan spontan mitra bicara saat penutur berbicara. Gerakan spontan ini sering terjadi saat guru atau siswa menyampaikan gurauan atau hal-hal yang mengundang reaksi dari mitra bicara. Misalnya: senyum, mengangguk, tertawa, dan gerakan yang lain. Siswa Siswa Siswa Guru Siswa Siswa : : : : : : Guru : Siswa : 6. (siswa saling berpandang ) Saya Pak....., satu kali. (CL. I/12) Pak, tulisannya...? (CL. I/273) Heehe … (sebagian siswa laki-laki) Cinta, Bu. (CL. II/53) Oh… Cinta. (CL. II/54) Hahaha …. (beberapa siswa laki-laki) (CL. II/119) Mas Boy! (seorang siswa menyeletuk, sambil tangannya berlagak bencong) (CL. II/589) Hmm....44. (CL. III/24) Syukur…syukur!(teriak beberapa temannya) (CL. III/236) Ucapan Salam Ucapan saalam sering dilakukan dalam percakapan. Ucapan salam akan disampaikan penutur saat bertemu atau berpisah. Ucapan salam lazim dilakukan guru ketika akan memulai interaksi belajar cxlviii mengajar dengan siswa di kelas. Hal ini juga lazim dilakukan guru saat interaksi belajar mengajar selesai dilaksanakan. Demikian juga siswa akan menjawab salam yang disampaikan guru saat guru selesai mengucapkan salam. Saat interaksi belajar mengajar di kelas ucapan salam biasanya guru mengucapkan salam terlebih dahulu, baru dijawab oleh siswa. Pada penelitian ini ditemukan ucapan salam yang diungkapkan guru saat memulai dan mengakhiri pelajaran. Ucapan salam dijawab oleh siswa sesuai dengan ucapan salam yang diungkapkan guru. Data tersebut tersaji sebagai berikut. Guru : Assalamu’alaikum Warahmatullahi wabarakatuh.” (CL. I/4) Siswa : Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh.” (CL. I/5) Guru : Untuk hari ini sekian dulu, Assalamu’alaikum Wr. Wb. (CL. I/693) Siswa : Wa’alaikum Salam Wr. Wb. (CL. I/694) Guru : Assalamu’alaikum Wr. Wb. (CL. II/1) Siswa : Wa’alaikum salam Wr. Wb.(bersama-sama) (CL. II/2) Guru : Elok klerune kancane tanggane, tanggane kuwi yo cah… dowo buanget dikandani kesatu pihak saja memorinya tidak sama. (CL. II/722)Tak kandhani semene iki, eneng sing penompone bedho ki. (CL. II/723) Sudah kita cukup kan sekian dulu....hee..hee ojo rame dhewe, banyak bermanfaat bagi kita semua. (CL. II/724)Cukup sekian dulu Wabilahi taufik wal hidayah, Wassalamu’alikum Wr. Wb. (CL. II/725) Siswa : Wa’alaikum salam Wr. Wb. (CL. II/726) Guru : Assalamu’alaikum Wr. Wb. (CL. III/1) Siswa : Walaikum Salam Wr. Wb. (bersama-sama) (CL. III/2) Guru : Ya sudah, kalau begitu dikerjakan di rumah dan pelajari eksposisi dan argumentasi! (CL. III/362) Cukup sekian, Assalamu’alaikum Wr. Wb. (CL. III/363) Siswa : Wa’alaikumusalam Wr. Wb. (CL. III/364) cxlix 7. Panggilan Pada interaksi belajar mengajar , guru sering melakukan penunjukan dengan memanggil nama siswa. Hal seperti ini juga sering dilakukan pembicara saat bercakap-cakap. Memanggil nama atau nama panggilan tergolong dalam partikel. Pada penelitian banyak ditemukan, guru memanggil nama siswa untuk melakukan sesuatu. Guru Guru Guru Guru : : : : Guru : Guru : Guru : Guru : Guru : Guru : 8. Siapa Mukti Aji? (CL. I/90) Apa Tanjung? (CL. I/97) Siapa yang bertugas menghasilkan ovum, Ningrum? (CL. I/107) Apa pengertian nilai, yang kemarin, silahkan Ridwan! (CL. II/ 257) Hee Ridwan piye? (CL. II/405) Seperti: radio... nggon radio nggosip rak enek to? (CL. II/697) Ono to cah? (CL. II/698) Peristiwa kedua, Nani? (CL. III/127) Peristiwa kedua apa, Nani? (CL. III/128) Coba ini ...dibaca ya Indra, paragraf deskriptif 119 kamu baca! (CL. III/153) Kemudian pertanyaan berikutnya, Susanto dalam penulisan deskripsi dapat dihasilkan dari realita atau imajinasi atau duaduanya? (CL. III/163) Angga, sama tidak? (CL. III/168) Sapaan Pada interaksi guru dan siswa di kelas , ditemukan guru sering menyapa siswa dengan kata ”hallo”, sapaan ini digunakan guru untuk mengingatkan siswa atau siswa agar konsentrasi pada pelajaran. Sapaan ”hallo” sering digunakan oleh guru biologi, diantaranya sebagai berikut. Guru : Guru : Guru : Hallo, punya nggak....? (CL. I/205) Hallo... (CL. I/253) Hallo...kamu kok ngalamun, Ririn? (CL. I/395) cl Guru : Hallo, lebih dari satu mungkin terjadi anak kembar...kembar identik itu. (CL. I/471) Hallo, kenapa? (CL. I/658) ....Pesan saya, hallo! (CL. I/668) Guru : Guru : 9. Penerimaan Kategori partikel penerimaan ini, penutur atau mitra tutur menyetujui atau menerima apa yang menjadi ajakan, himbauan, atau pernyataan yang disamapaikan penutur atau mitra tutur untuk dapat ditindaklanjuti. Ungkap-ungkapan yang muncul saat interaksi guru dan siswa di kelas seperti data yang tersaji di bawah ini. 10. Siswa Guru Guru Guru : : : : Guru Guru Siswa Guru Guru Siswa Siswa Siswa Siswa : : : : : : : : : OK.(dijawab bersama) (CL. I/53) OK, ya…! (CL. I/54) Hmmm ..(CL. I/55) Ya. (CL. I/109) Ya..ya, betul- betul karena kadang- kadang ada yang produknya sedikit. (CL. I/240) Buku tugas,OK. (CL. I/692) Ehm… melindungi masyarakat. (CL. II/204) Ya. (CL. II/278) Ehm … mode. (CL. II/288) Hokngo. (CL. II/388) Nggiih. (CL. II/520) Ya, Buuuu! (CL. III/58) Ya. (CL. III/135) Ya. (CL. III/260) Penolakkan Kategori partikel penolakan artinya dengan menggunakan ungkapan tertentu penutur atau mitra tutur tidak menyetujui atau tidak menerima ajakan, himbauan, ataupun pernyataan penutur. Mitra tutur cli menolak, ajakan, himbauan, ataupun pernyataan yang disampaikan penutur. Guru : Siswa Guru Siswa : : : Bukan, itu pria berperilaku wanita, itu XY kromosomnya, ya. (CL. I/126) Tidak, Bu. (CL. II/359) Bukan, yang apa namanya, kaya ustad (CL. II/498) Mboten kok, Bu. (CL. II/587) Data-data tersebut menunjukkan bahwa partikel pada wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas berfungsi untuk mengorganisasi percakapan antara guru dan siswa saat interaksi belajar mengajar berlangsung. Partikel dalam wacana lisan walaupun tidak memiliki makna secara semantik dan sintaksis akan tetapi menentukan kebermaknaan percakapan. Pada penelitian ini ditemukan partikel-partikel dalam kategori bentuk tegun, O..., ehm... yang diungkapkan guru saat berbicara berarti guru memerlukan waktu sejenak untuk mengkoordinasi kata; bentuk pengurangan kecepatan pertukaran ” yo...mudheng kabeh yo..” ,pembicara menghendaki mitra bicara tidak terlalu cepat ; partikel pembuka pembicaraan yang memungkinkan pembicara meyakinkan mitra bicara misalnya, karena ..., jadi ini..., sebentar ya....; isyarat mitra bicara, partikel ini menuntut perhatian miktra bicara misal, ”Kalau tiga kali....?; isyarat mitra bicara, yang mencakup partikel kekaguman, keheranan, keharuan, gerakkan tubuh, tertawa, dan sebagainya , misalnya ”Oh ... cinta (CL. II/54); Hahaha...(beberapa siswa laki-laki tertawa); ucapan salam, guru dalam interaksi dengan siswa di kelas pada umumnya mengucapkan salam clii baik saat membuka pelajaran dan mengakhiri pelajaran; panggilan, guru dalam kelas saat tertentu memanggil atau menyebutkan nama siswa misalnya, Ajeng...,Ayub..., ....Tanjung?, dan sebagainya; sapaan , ada beberapa guru memiliki kebiasaan menyapa siswa dengan ungkapan ”hallo”, ini diungkapkan untuk mengingatkan siswa, menegur, atau guru meminta perhatian siswa ; penerimaan, siswa ataupun guru saat berbicara ada pernyataan atau jawaban guru ataupun siswa yang harus disepakati biasanya diungkapkan dengan ”OK, ya, ehmm, nggih, yo, dan hokngo ; yang terakhir partikel penolakan, yaitu untuk mengungkapkan hal-hal yang tidak diterima atau tidak disetujui dalam penelitian ini ditemukan ungkapan ” tidak, bukan, dan mboten. Interaksi guru dan siswa di kelas tidak lepas dari wacana lisan (percakapan). Pada saat berinteraksi antara guru dan siswa sering dalam pertukaran berbicara diawali dan di akhiri dengan kehadiran partikel. Partikel dalam wacana lisan walaupun tidak memilki makna semantik dan sintaksis, akan tetapi partikel-partikel tersebut kehadirannya berfungsi mengorganisasi percakapan sehingga percakapan bermakna. D. Analisis Alih Kode dan Campur Kode Wacana Lisan dalam Interaksi Guru dan Siswa di Kelas 1. Alih Kode Wacana Lisan dalam Interaksi Guru dan Siswa di Kelas. Gejala alih kode juga sering mewarnai wacana lisan guru dan siswa di kelas. Hal ini sulit dihindari dalam interaksi belajar mengajar di cliii Indonesia, khususnya di SMA Negeri 3 Sragen pada umumnya guru dan siswa adalah dwibahasawan. Hal ini tampak pada cuplikan peristiwa komunikasi bedrikut ini. Guru : Siswa Guru : : Siswa Guru : : Siswa Guru Siswa Guru : : : : Siswa Guru : : Siswa : : Guru Nek ngono kuwi ngikuti tenanan, tayangane apal, uapal buanget gek jame. (CL. II/706) Tapi belum tentu kebenarannya tapi sudah beredar di masyarakat.(CL. II/707) Haha haha. (CL. II/708) Gosip-gosip yang tidak benar biasanya justru ingin tahu.,sesuatu yang dilarang ataupun sesuatu yang rahasia malah kebalikannya rasa ingin tahunya tinggi. (CL. II/709) Tenan ngopo … ora keno crito … alah piye to tenane ngono? (CL. II/710) Ngoyak terus. (CL. II/711) Dikandani rahasia kok … yo wis ojo crito-crito ya …(CL. II/712) Ning engko crito maneh. (CL. II/713) Dicritake…(CL. II/714) Tak kandani, ning ojo kok kandakno, kwalik yo malah bingung to. (CL. II/715) Masalah sing mengundang masalah pamo opo parni ngono yo (CL. II/716) Parno-Parno-Parno. (CL. II/717) Wis rasah menimbulkan gosip. (CL. II/718) Fakta. (CL. II/719) Biasanya makin jauh desas desus disebarkan makin tambah meratanya dan makin jauh dari kebenaran, pokoke gosip tambah suwe tambah adoh … lha tambah ra jelas ya cah? (CL. II/720) Nggih (CL. II/721) Elok klerune kancane tanggane, tanggane kuwi yo cah… dowo buanget dikandani kesatu pihak saja memorinya tidak sama. (CL. II/722)Tak kandhani semene iki, eneng sing penompone bedho ki. (CL. II/723) Sudah kita cukup kan sekian dulu....hee..hee ojo rame dhewe, banyak bermanfaat bagi kita semua. (CL. II/724) Cukup sekian dulu Wabilahi taufik wal hidayah, Wassalamu’alikum Wr. Wb. (CL. II/725) Wa’alaikum salam Wr. Wb. (CL. II/726) Ya, ke dalam jenis....jenis narasi, ya. (CL. III/222) Itu narasi yang dominan di....disusupi deskripsi atau dimasuki jenis paragraf yang lain. (CL. III/223) Tugasnya itu membantu jalan cerita menjadi jalan cerita yang menarik. (CL. III/224) Ini kok ada guratan-guratan tangan yang jail, ngopo to? (CL. III/225) Iki sopo? (CL. III/226) Polahe sopo? (CL. III/227) ....Orang yang tidak baik, ya. (CL. III/228) Ini kan kayu, untung tidak kena saya, kok bisa di sini jane ngopo? (CL. III/229) Ini kira-kira siapa? (CL. III/230) Terus terang saja, cliv Siswa Guru : : Siswa Guru : : terus terang saja, ayo ngaku jujur! (CL. III/231) Dedy. (CL. III/232) Kowe ngopo? (CL. III/233) Kowe dolonan ngene iki, nikmate opo to? (CL. III/234) Mencari kepuasan? (CL. III/235) Syukur…syukur! (teriak beberapa temannya) (CL. III/236) Nggak bisa saling menuduh, tapi saya sudah punya catatan kelas X I susah diatur. (CL. III/237) Deskripsinya seperti itu ya. (CL. III/238) Coba dicari lagi dari cerpen ”Penyesalan Marni” selain deskripsi yang sudah disebutkan Si Koko tadi! (CL. III/239) 2. Campur Kode Wacana Lisan dalam Interaksi Guru dan Siswa di Kelas Gejala campur kode sulit dihindarkan guru dan siswa pada interaksi belajar mengajar di kelas. Hal yang mendorong terjadinya campur kode karena guru dan siswa di SMA negeri 3 Sragen pada umumnya dwibahasawan. Guru dan siswa di SMA Negeri 3 Sragen di samping menguasai bahasa Indonesia juga menguasai bahasa Jawa. Bahasa Jawa merupakan bahasa ibu, dan dapat dikatakan bahasa Indonesia pada umumnya sebagai bahasa kedua. Bahasa Jawa sebagai bahasa percakapan sehari-hari baik di rumah, dalam pergaulan di masyarakat, bahkan juga di instansi pemerintah dan swasta. Kebiasaan ini salah satu pemicu terjadinya campur kode dalam interaksi belajar mengajar di kelas. Guru : Jadi kurang lebih ya.(tertawa) (CL. I/512) Bisa lebih, bisa kurang, jadi bisa kurang lebih. (CL. I/513) Kalau berlanjut...hallo...misalnya sudah satu minggu nggak-nggak selesai sampai minggu ke dua dimungkinkan ada pembuluh darah yang terluka ini harus ditangani dokter. (CL. I/514) Kalau terjadi jangan takut, jangan takut! (CL. I/515) OK, kenapa tidak boleh takut ? (CL. I/516) Sekarang dunia medis sudah sangat berkembang, dokter di mana-mana ada ya? clv (CL. I/517) Kenapa takut? (CL. I/518) Jadi jangan takut untuk sakit, karena kalau tidak takut sakit berarti tidak sakit ya. (CL. I/519) Orang yang takut sakit berarti sakit, setidaktidaknya sakit jiwa (tertawa). (CL. I/520) Jadi ada tiga siklus, ada tiga tahapan yang pertama proliferasi, ke dua fase ovulasi dan ke tiganya fase menstruasi, bisa dipahami? (CL. I/521) Guru : Guru : Siswa Guru : : Siswa Guru Siswa Guru Siswa Guru Siswa Guru : : : : : : : : Kadang-kadang kalimate gak tepat, yo?(CL. II/165) Oh prestasi ngono yo, opo ya pas ratu biasane yang baik-baik ngono yo, mosok ratu kok ekstasi, cobo? (CL. II/166) Kelompok dengan gerombolan, …(CL. II/167) Gerombolan identik dengan negatif,yo? (CL. II/168) Nek kelompok biasanya untuk yang baik-baik, mosok gerombolan kelas X.E, kesane nek uelik yo? (CL. II/169) Ya. (CL. II/170) Kesane sekelompok … dengan adanya sistem hukum yang jelas, juga akan membuat efek jera. Contohnya apa? (CL. II/171) Korupsi (CL. II/172) Korupsi terus gimana, sistem hukumnya? (CL. II/173) Dibunuh. (CL. II/174) Heee. (CL. II/175) Dibunuh (CL. II/176) Jo terus dibunuh. (CL. II/177) Dipenjara. (CL. II/178) Dengan adanya sistem hukum, usul dengan adanya hukuman mati, jenenge wong usul ya? (CL. II/179) Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa pada interaksi guru dan siswa di kelas SMA Negeri 3 Sragen, dalam berkomunikasi terjadi peristiwa alih kode dan campur kode. Hal ini terjadi karena beberapa faktor antara lain faktor kebiasaan guru dan siswa , dan guru bermaksud untuk menyampaikan pelajaran agar mudah dipahami siswa. Alih kode dan campur kode interaksi guru dan siswa di kelas SMA Negeri 3 Sragen dengan alih kode dan campur kode bahasa Indonesia sebagai bahasa formal pengantar menyampaikan pelajaran dengan bahasa clvi Jawa paling dominan, bahasa Arab terutama mengucapkan salam, dan bahasa Inggris terutama sapaan hallo dan OK. Jadi, pada wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas SMA Negeri 3 Sragen sering terjadi peristiwa alih kode dan campur kode. Peristiwa alih kode dan campur kode dilakukan baik guru dan siswa. clvii BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan analisis yang disajikan pada BAB IV, dapat disimpulkan sebagi berikut: 1. r 1. Struktur wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas SMA Negeri 3 Sragen yang didasarkan pada analisis yang dikemukakan Sinclair dan Coulthrad, yaitu: (1) Pertukaran atau pergantian antara penutur dan petutur teratur., (2) Guru dalam kelas saat interaksi belajar mengajar lebih dominan dibandingkan dengan siswa. Siswa berbicara saat diberi waktu guru. Waktu berbicara siswa pada umumnya pada tindak tutur menjawab pertanyaan yang disampaikan guru (reply; response), komentar (coment), dan penerimaan (accept), serta tindak tutur elisitasi (elicitation)walaupun ini sangat jarang terjadi. Pada interaksi guru dan siswa dominan waktu berbicaranya., (3) Guru berbicara pada semua bentuk tindak tutur, terutama pada tindak tutur informatif (invormative), elisitasi (elicitation), dan komentar (coment). Sementara itu pada tindak tutur menjawab pertanyaan (reply; response), penerimaan (accept), dan persetujuan (acknowledge) sedikit berbicara., (4) Pola komunikasi cenderung satu arah, karena guru sering memberikan informasi dengan ceramah (informative), pola komunikasi akan berubah menjadi dua arah bilamana guru memberikan pertanyaan (elicitation), dan siswa harus menjawab (reply; response), dan (5) Secara umum stuktur wacana 140 clviii lisan interaksi guru dan siswa di kelas menunjukan pola guru membuka dengan ucapan salam kemudian dijawab siswa (stater kemudian respons), guru mengecek kehadiran siswa dan tugas (check) kemudian siswa merespons, setelah selesai guru membuka pelajaran dengan mengarahkan perhatian siswa ke topik (stater), selesai pengarahan guru menerangkan (informative), saat menerangkan bila ada siswa kurang memperhatikan akan menegur (dirictive), selesai menerangkan satu topik guru akan bertanya pada siswa (elisitasi), kemudian siswa menjawab (response) kemudian guru biasanya mengulang jawaban siswa (reply), bilamana siswa belum menemukan jawaban maka guru memancing ataupun memberi dorongan ( prompt; elue), saat mengajukan pertanyaan guru kadang kala menyuruh menunjukan jari (eue) tetapi yang sering dilakukan menunjuk langsung (nomination), bila jawaban siswa benar guru akan menerima dan minta persetujuan siswa (accept; acknowledge), selesai itu guru menyimpulkan (conclusion), kemudian bertanya kepada siswa yang perlu dijelaskan lagi (metanstatement), guru juga sering melakukan komentar dan di luar komunikasi dengan siswa (coment; aside) ini dilakukan saat siswa mulai jenuh, dan evaluasi dilakukan saat siswa menjawab pertanyaan dengan baik. 2. Fungsi bahasa pada wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas SMA Negeri 3 sragen , didasarkan teori Halliday ditemukan 6 (enam) fungsi bahasa diantara 7(tujuh) fungsi bahasa dalam berkomunikasi antara guru dan siswa saat interaksi belajar mengajar berlangsung, yaitu: (1) Fungsi instrumental (the instrumental function); (2) Fungsi regulasi (the regulatory function); (3) clix Fungsi representasi (the representational function); (4) Fungsi interaksional (the interactional function); (5) Fungsi perorangan (the personal function); dan (6) Fungsi heurestik (the heuristic function) , sedangkan fungsi bahasa imajinatif tidak ditemukan pada wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas SMA Negeri 3 Sragen. Fungsi bahasa imajinatif tidak ditemukan sebab fungsi bahasa ini bisasa digunakan dalam penulisan karya sastra. Fungsi bahasa yang dominan dalam interaksi guru dan siswa di kelas adalah fungsi bahasa representasi dan fungsi bahasa heuristik. Fungsi bahasa representasi dominan, karena guru cenderung menjelaskan atau menerangkan materi pelajaran, sedangkan fungsi heuristik guru sering menyampaikan pertanyaan yang harus dijawab siswa. Pada penelitian ini juga ditemukan pemakaian bahasa Jawa disamping bahasa Indonesia atau adanya campur kode dalam berkomunikasi. 3. Partikel dalam wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas berfungsi untuk mengorganisasi percakapan, terutama saat pertukaran bicara. Analisis partikel wacana lisan didasarkan teori Stubbs, Linke, Nusberm, dan Portman, dari hasil indentifikasi sebagai berikut: (1) Setiap guru tidak sama pemakaian partikel wacana lisan dalam interaksinya, (2) Partikel yang sering muncul pada setiap guru, ucapan salam, panggilan, penerimaan, bentuk tegun, sedangkan penolakan hanya beberapa kali disampaikan siswa dengan adanya pernyataan guru . Partikel sapaan ” Hallo” tidak setiap guru menggunakan, dan partikel penerimaan ”OK” juga tidak setiap guru menggunakan hal ini terjadi karena faktor guru yang bersangkutan. Siswa sebagai mitra tutur clx hampir tidak pernah menggunakan ”OK” dalam berbicara, sedangkan ”Hallo” tidak muncul sama sekali pada siswa. 4. Peristiwa alih kode dan campur kode terjadi pada wacana lisan interaksi guru dan siswa dalam kelas di SMA Negeri 3 Sragen. Hal ini terjadi pada umumnya guru dan siswa di SMA Negeri 3 Sragen adalah dwibahasawan bahkan multibahasawan. Jadi, peristiwa alih kode dan campur kode sering terjadi. Alih kode dan campur kode pada umumnya adalah pemakaian bahasa Jawa paling dominan. Selain bahasa Jawa adalah alih kode dan campur kode bahasa Arab, dan bahasa Inggris. B. Implikasi 1. Hasil penelitian ini berimplikasi perlunya penelitian lanjutan dan penuntasan pendeskripsian dan penjelasan tentang norma-norma interaksi guru dan siswa di kelas, struktur wacana lisan di kelas, fungsi bahasa, dan partikel wacana lisan, dengan mendasarkan teori analisis yang berbeda. 2. Hasil penelitian ini berimplikasi perlunya peningkatan kemampuan komunikasi guru dan siswa di kelas tanpa membebani dengan ketentuan pemakaian bahasa formal selama interaksi belajar-mengajar berlangsung. 3. Hasil penelitian ini berimplikasi saat interaksi guru dan siswa di kelas harus mengurangi terjadinya peristiwa alih kode dan campur kode secara bertahap untuk dapat menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. clxi C. Saran 1. Berkenaan dengan analisis wacana lisan di kelas, fungsi bahasa, dan partikel dalam wacana lisan dapat ditindak lanjuti dengan guru yang berbeda, metode, pendekatan yang berbeda akan memunculkan hasil yang sama atau tidak. Jadi, penelitian ini nanti membandingkan beberapa guru yang mempunyai latarbelakang budaya, metode, pendekatan, dan topik mengajar yang berbeda. 2. Penelitian tentang wacana lisan interaksi guru dan siswa di kelas diteliti dari struktur wacana, fungsi bahasa, dan partikel wacana lisan, yang diteliti tidak hanya guru bahasa Indonesia, biologi, dan sosiologi mungkin guru mata pelajaran yang lain dengan metode dan pendekatan mengajar yang berbeda. Dengan demikian diharapkan hasil penelitian lebih bervariasi , semakin lengkap, dan semakin menarik 3. Kepada para guru disarankan agar terus berupaya meningkatkan kemampuan komunikasinya di kelas dengan mempertimbangkan kondisi siswa dan mengembangkan situasi percakapan yang bervariasi sehingga dapat mengurangi kejenuhan siswa dalam menerima pelajaran. 4. Kepada para guru dalam mengembangkan variasi percakapan di kelas untuk dapat mengurangi terjadinya peristiwa alih kode dan campur kode di dalam interaksi belajar –mengajar di kelas. Guru dan siswa untuk berusaha mengembangkan pemakaian bahasa yang baik dan benar dalam situasi formal dalam interaksi belajar-mengajar, Alih kode dan campur kode dapat digunakan pada situasi informal. clxii DAFTAR PUSTAKA Abdul Chaer. 1994. Sosiolinguistik (Perkenalan Awal). Jakarta: Reneka Cipta Abdul Rani,Bustanul Arifin,Martutik. 2008. Analisis Wacana. Malang: Bayu Media Adiel. 2009. ”Alih Kode, Campur Kode, dan Interferensi”. http://adiel87. blogspot. Com/2009/11/alih-kode-campur-kode-dan-interferensi.html. diunduh Jumat, 16 Juli 2010, jam 10. 09 WIB. Ann Malamah, Thomas.1987. Classroom Interaction. Oxford University Press Admin. 2007. ”Efektiffitas Kegiatan Belajar Mengajar”. http:// miftahul ulum. dikti. net / index. Php? Option= com. Diunduh Jumat 12 Februari 2010, jam 10. 00 WIB. Anwar Holil. 2003. “Interaksi Sebagai Proses Belajar Mengajar”. http.// anwarholil blog spot. Com. Diunduh. Sabtu 5 Desember 2009, jam 09. 00 WIB. Austin, John L. 1962. How to Do Things with Word (edisi kedua). Oxford: Oxfod University Press. Brown,Gillian and George Yule. 1985. Discourse Analysis. Cambridge : Cambridge University Press. Brown, Penelope., dan Stephen C. Levinson. 1978. Politeness: Some Universal in Language Usage. Cambridge: Cambridge University Press. Dede Oetomo.1993.”Pelahiran dan Perkembangan Analisis Wacana”,dalam Kaswanti Purwo(Editor).PELLBA 6. Yogyakarta : Kanisius. Eelen, Gino. 2001. A Critique of Politeness Theories. Manchester, UK: St. Jerome Publishing Edi Subroto D. 2007. Pengantar Metode Penelitian Linguistik Struktural. Surakarta Sebelas Maret University Press Edi Sumardi. 1980. Pedagogik. Bandung : Angkasa. Edmondson,Willis.1981.Spoken discourse:A Model for Analysis. London: Logman 145 clxiii Ellis, R. 1990. Instructed Second Language Acquisition. Oxford: Blackwell Fraser Gupta ,Anthea.2002. “The pragmatic particles of Singapore colloquial English”: Journal of Pragmatics .Vol. 18.Issue 1. P. 31-57 diunduh 7 Maret 2010 jam 10. 00 WIB. Fatimah Djajasudarma,T. 2006. Wacana Pemahaman dan Hubungan Antarunsur. Bandung : Aditama. Gunarwan, Asim. 2004. Dari Pragmatik ke Pengajaran Bahasa (Makalah Seminar Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah). IKIP Singaraja. Gunawan. 2009. ”Tiga Pola Komunikasi dalam Proses Belajar Mengajar” http://pak-gunawan.blogspot.com/2009/03/tiga-polakomunikasi- dalamproses.html di unduh Minggu, 2 Mei 2010, jam 08.00 WIB. Grice, Paul .-. “Implikatur”. http://www.teorier.dk/tekster/h-paul-griceimplikatur.php diunduh pada Minggu , 2 Mei 2010 jam 07. 30 WIB Hasan Alwi., dkk. 2008. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Henry Guntur Tarigan. 1990. Pengajaran Pragmatik. Bandung : Angkasa ______. 2009. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa Hyung Jung Kim.2006. Issues off Rating Scales in Speaking Performance Assessment:Working Paper in TESOL & Applied Linguistics. Vol.6, No.2: Columbia University diunduh 7 Maret 2010 jam 09.30 WIB. I Dewa Putu Wijana. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Jogjakarta : Andi Offset. Imrulah Sati T. . 2007. “Pemahaman dan Analisa Wacana”. http://74.125.153.132/search?q=cache:EdTJVuBuoQsJ:pksm.mercubuana. ac .id di unduh Jumat, 12 Februari 2010 jam 09. 30 WIB Irmayani, Musfeptial, Hari Purwiati. 2005. “Alih Kode dan Campur Kode dalam Buletin Salam.” http://pusatbahasa.diknas. go.id/ diunduh Jumat, 16 Juli 2010 jam 10. 11 WIB. Jaszczolt, K.M. 2002. Semantics and Pragmatics: Meaning in Language and Discourse. Edinburgh: Pearson Education. Kinayati Djojosuroto. 2007. Filsafat Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher. clxiv Kunjana Rahardi. 2005. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta : Erlangga. Leech,Geoffrey.1993. The Principles of Pragmatics diterjemahkan M.D.D. Oka. Jakarta : Universitas Indonesia Press. Levinson,Stephen C. 1983. Pragmatics. Cambridge: Cambridge University Press. Linke, Angelika & Markus Nussbaumer und Paul R. Portmann. 1991. Studienbuchbuch Linguistik. Tubingen: Neimeyer. Lilis Siti Sulistyaningsih. 2005. ”Alih Kode dan Campur Kode.”http://file.Upi. edu/Direktori/C-FPBS/JUR. PEND. BHS. DAN SASTRA INDONESIA/ diunduh Jumat, 16 Juli 2010 jam 10. 00 WIB. Lutfatul Syayayidah Fitriyah. 2006. ”Interaksi Belajar Mengajar”. http://openpdf. Com/ebook/lutfatul-pdf.html. di unduh 7 Februari 2010 jam 08. 22 WIB Makyun Subuki. 2006. ”Mengapa Pragmatik Perlu Dipelajari dalam Program Studi Linguistik?”. Linguistik : Pragmatik. http://tulisanmakyun. blogspot. com/2007/07/linguistik-pragmatik.html di unduh Minggu, 2 Mei 2010 jam 08.30 Marfuah.2006. “Pengungkapan Makna Pragmatik Imperatif Bahasa Indonesia Dalam Proses Belajar Mengajar di Kelas”. TESIS. UNS. Mohammad Asrori. 2007. Psikologi Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Nababan ,P. W. J. 1991. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta : Gramedia. Nina. 2009. ”Paper Sosling Nina – Presentation Transcript.” http://www. Slideshare.net/ninazski/paper-sosling-nina diunduh Jumat, 16 Juli 2010 jam 10. 16 WIB. Renkema, Jan. 2004. Introduction to Discourse Studies. Amsterdam: John Benjamins Publishing Company. Riyadi Santoso. 2003. Semiotika Sosial: Pandangan terhadap Bahasa. Surabaya: Pustaka Eurika. Richards, Jack, John Platt, dan Heidi Waber. 1985. Logman Dictionary of Applied Linguistics. England: Longman. clxv Sutopo, H. B. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Pakde Sofa. 2008.” Metode Analisi Isi, Reliabilitas dan Validitas dalam Metode Penelitian Komunikasi”. http://massofa.wordpress. Com /2008/01/28/metode-analisi-isi-reliabilitas-dan-validitas-dalam-metodepenelitian-komunikasi/ diunduh Minggu, 9 Mei 2010 jam 12. 37 WIB Philip E. Bishop.2000.”Classroom Interaction”.http://faculty .valenciace. edu/pbi shop/lcib/classroom interact.pdf. diunduh Jumat, 12 Februari 2010 jam 10.15 wib. Sarwiji Suwandi. 2007. Serbalinguistik Mengupas Pelbagai Praktik Berbahasa. Salatiga: Widya Sari Schiffrin, Deborah. 2007. Approaches To Discourse diterjemahkan oleh Abd. Syukur Ibrahim. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Sri Utari Subyakto Nababan. 1992. Psikolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Sudaryanto. 1990. Aneka Konsep Kedataan Lingual dalam Linguistik. Yogyakarta: Duta Wacana University Press. Sugeng Lestari.2005. ”Analisis Wacana Lisan pada Interaksi Belajar Mengajar di Kelas 5 SDIT Nur Hidayah Surakarta”.SKRIPSI . UNS. Sri Esti Wuryani Djiwandono. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Gramedia Stubbs, Michael.1983.Discourse Analysis: The Sosiolinguistic Analysis of Natural Language . Oxford. Sumarlam (ed.), Kundharu Sadhono, Usdiyanto, Chatri S. ,Widyastuti,dkk 2009 Teori dan Praktik Analisis Wacana. Surkarta : Pustaka Cakra Sumiati, dan Asra.2007. Metode Pembelajaran.Bandung: CV. Wacana Prima. Suseno Kartomihardjo. 1992. Analisis Wacana dan Percakapannya. Malang : IKIP Malang. Titscher, Stefan (et. al) . 2009. Methods of Text and Discourse Analysis editor Abdul Syukur Ibrahim. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Thomas. Jenny. 1995. Meaning in Interaction: an Introduction to Pragmatics. London/New York: Longman. clxvi Winarno Surachmad. 1994. Pengantar Interaksi Mengajar –Belajar: Dasar-dasar dan Teknik Metodologi Pengajaran. Bandung : Tarsito. Yule, George. 1996. Pragmatics. diterjemahkan Indah Fajar Wahyuni Oxford. Oxford University Press. Zamzani. 2002. “Pemakaian Bahasa Selain Bahasa Indonesia dalam Interaksi Belaja Mengajar Pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan SastraIndonesia FBS Universitas Negeri Jogjakarta.” Litera (Jurnal Penelitian Bahasa, Sastra dan Pengajaran ), No. 1. Jogjakarta : Jogjakarta University. ZHANG Jing-pin.2008.”Fostering College Students Overall Ability by Means of English Public Speaking": US-China Foreibn Language. Vol.6, Diunduh 7 Maret 2010 jam 08.00 WIB. clxvii