PADA PASIEN ULKUS DIABETIK Pendahuluan

advertisement
1
HUBUNGAN TINGKAT DEPRESI DENGAN QUALITY OF LIFE (QOL)
PADA PASIEN ULKUS DIABETIK
Agung Ginanjar1, Tuti Herawati2
Program Sarjana Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Jl. Prof. Dr. Bahder Djohan, Universitas, Depok, Jawa Barat, 16424, Indonesia
E-mail: [email protected], [email protected]
Abstrak
Ulkus diabetik merupakan penyakit komplikasi dari diabetes melitus, lama sembuh dan terjadi berulang sehingga
mempengaruhi kualitas hidup penderita. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi hubungan antara tingkat depresi
dengan kualitas hidup pasien ulkus diabetes. Desain penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan pendekatan
cross-sectional. Pemilihan sampel dengan cara purposive sampling yang melibatkan 30 responden. Hasilnya
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara nilai depresi dengan kualitas hidup dengan p-value 0,000
Hasil penelitian ini diharapkan merekomendasikan program pencegahan dan penanganan depresi pada pasien
dengan ulkus diabetik.
Kata kunci: depresi, ulkus diabetik, kualitas hidup
Abstract
Diabetic ulcers are the complications of diabetes mellitus, healed over and repeated that affect the quality of life
patients. The purpose of this study was to identify the relationship between depression and quality of life patients
with diabetic ulcer. The design of this study is a descriptive correlation cross-sectional approach. The selection of
samples were done in purposive sampling method and were studied in 30 respondents. The result are a significant
correlation value depression with quality of life with p-value 0,000. The results of this study are expected to
recommendation a program of prevention and treatment of depression patients with diabetic ulcers.
Keywords: depression, diabetic ulcers, quality of life
Pendahuluan
Diabetes Melitus merupakan penyakit kronik
yang ditandai oleh tingginya kadar glukosa
dalam darah akibat kegagalan produksi insulin,
kerja insulin atau keduanya (Kirsner, S. 2010).
Diabetes
melitus
merupakan
masalah
kesehatan global yang insidensinya semakin
meningkat. Sebanyak 171 juta orang di dunia
menderita diabetes, dan diperkirakan mencapai
366 juta jiwa pada tahun 2025. Di Amerika
Serikat, berdasarkan “2011 National Diabetes
Fact Sheet” sebanyak 25,8 juta orang (8,3%
dari populasi) menderita diabetes. Kasus baru
yang didiagnosis pada tahun 2010 sebanyak
1,9 juta kasus (ADA, 2011; WHO, 2011).
Menurut WHO tahun 2000, Indonesia
menempati peringkat keempat negara dengan
prevalensi diabetes terbanyak di dunia setelah
India, Cina, dan Amerika dengan jumlah
penderita sebesar 8,4 juta orang. Jumlah ini
diasumsikan akan meningkat tiga kali lipat
pada tahun 2030. Berdasarkan data Badan
Pusat Statistik Indonesia pada tahun 2003
prevalensi diabetes pada penduduk di atas 20
tahun sebanyak 13,7 juta (PERKENI, 2011)
Diabetes
melitus
dapat
menimbulkan
komplikasi lebih lanjut, salah satu komplikasi
yang paling sering terjadi yaitu ulkus diabetik.
Penyebab dari ulkus diabetik biasanya diawali
dengan adanya neuropati perifer, deformitas,
insufisiensi pembuluh darah, dan trauma atau
infeksi (Kirsner, S. 2010). Ulkus Diabetik
merupakan luka terbuka pada permukaan kulit
karena adanya komplikasi makroangiopati
hubungan tingkat..., Agung Ginanjar, FIK UI, 2014
2
yang terdapat luka pada penderita yang sering
tidak dirasakan, dan dapat
berkembang
menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob
maupun anaerob. Sekitar 15% dari semua
individu dengan diabetes akan mengalami
ulkus diabetik (Mayfield, 1998 dalam Gilpin
& Lagan, 2008).
Respon psikologis dapat timbul karena depresi
yang dialami pasien ulkus diabetikum
dibuktikan oleh penelitian kualitatif yang
dilakukan oleh Ningsih (2008) tentang
pengalaman
psikososial
pasien
ulkus
diabetikum cenderung mengalami depresi
yang ditandai dengan sikap ketakutan, tidak
berdaya, menjadi beban keluarga, dan
menyalahkan diri sendiri. Peneltian ini
diperkuat oleh Iversen (2009) yang
menyimpulkan pasien ulkus diabetikum tidak
mempunyai persepsi sehat dan kondisi
psikologis yang baik. Vieikyte (2009)
menyebutkan penyebab depresi pada pasien
ulkus diabetikum itu sendiri adalah ulkus
neuropati pada kaki sebagai salah satu
komplikasi DM.
Ulkus diabetik memiliki dampak negatif
terhadap kualitas hidup pasien diabetes.
Gilpin & Lagan (2008) menemukan efek dari
Health-related quality of life (HRQOL) atau
hubungan kesehatan dari kualitas kehidupan
pasien dengan penderita diabetes melitus
terutama yang memiliki ulkus diabetik dan
mengasumsikan bahwa ulkus diabetik dapat
memberikan efek negatif kepada emosional,
fisik, dan ekonomi. Selain itu Vileikyte (2005)
menambahkan bahwa pasien diabetes melitus
dengan ulkus diabetik dapat mempengaruhi
keadaan psikologis, gangguan dalam proses
berfikir dan konsentrasi serta gangguan dalam
hubungan sosial. Semua kondisi tersebut akan
menyebabkan menurunnya kualitas hidup
pasien dengan ulkus diabetik.
Rumah Sakit Dompet Duafa merupakan rumah
sakit non profit yang menyediakan pelayanan
khusus poli perawatan luka. Prevalensi ulkus
diabetik di RS Dompet Duafa mengalami
peningkatan setiap tahunnya. Dalam rentang
waktu 1 bulan pada bulan Desember tahun
2014 sebanyak 186 kunjungan pasien ulkus
yang menjalani rawat jalan, sedangkan pada
bulan berikutnya, bulan Januari 2014 terjadi
peningkatan jumlah kunjungan pasien ulkus
sebesar 198 orang (Rekam Medik, 2014).
Kebanyakan dari pasien yang berkunjung
berasal dari keluarga kurang mampu, sesuai
dengan sasaran perawatan yaitu untuk pasien
dengan ekonomi rendah. Penelitian yang
dilakukan oleh Bord (1998 dalam Gilpin &
Lagan, 2008) dengan adanya ulkus kaki
berpengaruh terhadap kondisi ekonomi karena
sekitar 50% pasien ulkus kehilangan
pekerjaannya
disebabkan
karena
ketidakmampuan secara fisik. Disisi lain biaya
perawatan yang di butuhkan cukup banyak.
Hal ini yang mendasari peneliti ingin meneliti
tingkat depresi dan kualitas hidup pasien ulkus
diabetes di Rumah Sakit Duafa yang termasuk
didalamnya segi fisik, psikis, sosial dan juga
ekonomi.
Metode
Desain penelitian menggunakan deskriptif
analitik dengan pendekatan cross sectional,
Penelitian ini mengidentifikasi hubungan
antara depresi dengan kualitas hidup pada
pasien ulkus diabetik di RS Duafa. sampel
diambil secara purposive sampling, besar
sampel yaitu 30 responden pasien ulkus
diabetik.
Instrumen yang digunakan untuk mengukur
depresi yaitu DBI-II, sedangkan WHOQOLBREF yang merupakan kuesioner singkat dari
WHOQOL 100, di gunakan untuk mengukur
kualitas hidup. Prosedur pengambilan data
dilakukan dengan membagikan kuesioner
penelititan, pengolahan data dan analisis data
menggunakan program komputer. Uji statistik
yang di gunakan adalah uji independent T test,
uji Chi-square dan korelasi Pearson.
hubungan tingkat..., Agung Ginanjar, FIK UI, 2014
3
Hasil
1. Analisis Univariat
Hasil analisis menunjukkan perbandingan
antara wanita dan laki-laki masing-masing
63,3% lebih banyak responden perempuan
dibanding laki-laki yang hanya 36,7%.
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis
Kelamin, Tingkat Pendidikan, Derajat Luka dan
Kualitas hidup (n= 30)
Variabel
Jenis Kelamin
Pendidikan
Derajat Luka
Kualitas Hidup
Kategori
Laki-laki
Perempuan
Tinggi
Rendah
Tidak
dalam
Dalam
Tinggi
Rendah
Frekuensi
11
19
7
23
4
26
(%)
36,7
63,3
23,3
76,7
13,3
86,7
14
16
46,7
53,3
Bedasarkan Tabel 1. Pendidikan responden
lebih dominan pada pendidikan rendah
(76,7%) untuk kategori SD dan SMP,
sedangkan pendidikan tinggi 23,3% untuk
kategori SMA dan PT. Derajat luka responden
derajat luka dalam 86,7% lebih banyak
dibanding derajat luka tidak dalam yang hanya
13,3%. Kualitas hidup rendah sebanyak 16
orang (53,3%) responden, dan sebanyak 14
orang (46,3%) dengan kualitas hidup tinggi.
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Umur,
lama menderita DM, Lama menderita Luka dan
depresi di Poli Perawatan Luka RS Duafa Bogor
Bulan Mei 2014 (n= 30)
Variabel
Mean
Median
SD
9,991
4,67
MinMaks
26-78
1-19
CI 95%
Lower-Upper
48,24-55,70
3,12-6,61
Umur
Lama
DM
Lama
luka
Depresi
51,97
4,87
54,00
3,00
2,77
2,50
2,34
1-12
1,89-3,64
10,10
9,00
5,040
3-20
8,22-11,98
Hasil analisis menunjukkan rata-rata usia
responden pada penelititan ini adalah 57,77
tahun, dengan usia minimum 26 tahun dan
maksimum berusia 78 tahun. Rata-rata lama
menderita DM responden adalah 4,87 tahun
dengan skor tertinggi 19 dan skor terendah 1.
Skor rata-rata lama menderita luka responden
adalah 2,77 bulan dengan skor tertinggi 12 dan
terendah 1. Skor rata-rata depresi responden
adalah 10,10 dengan skor tertinggi 20 dan skor
terendah 3.
Distribusi responden berdasarkan kualitas
hidup responden sebagian besar kualitas hidup
rendah sebanyak 16 orang (53,3%), dan
sebanyak 14 orang (46,3%) dengan kualitas
hidup tinggi.
2. Analisis Bivariat
Tabel 6. Analisis Hubungan Jenis Kelamin,
Pendidikan, Derajat luka dengan Kualitas hidup
pasien ulkus diabetik di Poli Perawatan Luka RS
Duafa Bogor Bulan Mei-Juni 2014 (n= 30)
Hasil analisis hubungan antara jenis kelamin
dengan kualitas hidup responden berdasarkan
Variabel
JK
Laki-laki
Perempuan
Pendidikan
Rendah
Tinggi
Drjt Luka
Tidak dalam
Dalam
Kualitas hidup
Rendah
Tinggi
n
%
n
%
7
9
63,6
47,4
4
10
36,4
52,6
13
3
56,5
42,9
10
4
43,5
57,1
2
14
50
53,8
2
12
50
46,2
OR (95%
CI)
P
value
1,944
(0,4248,919)
1,733
(0,3149,573)
0,857
(0,1047,043)
0,631
0,840
0,886
tabel 5. diperoleh bahwa ada sebanyak 9
(47,4%) responden yang berjenis kelamin
perempuan dengan kualitas hidup rendah,
sedangkan responden yang berjenis kelamin
laki-laki ada sebanyak 7 orang (63,6%)
responden yang dengan kualitas hidup rendah.
Hasil uji statistik diperoleh nilai P: 0,631 maka
dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara
jenis kelamin dengan kualitas hidup
responden.
Hasil analisis hubungan antara pendidikan
dengan kualitas hidup responden berdasarkan
tabel 5. diperoleh bahwa ada sebanyak 13
orang (56,5%) responden yang berpendidikan
rendah memiliki kualitas hidup rendah,
sedangkan responden dengan pendidikan
tinggi ada sebanyak 3 orang (42,9%) dengan
hubungan tingkat..., Agung Ginanjar, FIK UI, 2014
4
kualitas hidup rendah. Hasil uji statistik
diperoleh nilai P: 0,840 maka dapat
disimpulkan tidak ada hubungan antara tingkat
pendidikan dengan kualitas hidup responden.
Hasil analisis hubungan antara derajat luka
dengan kualitas hidup responden diperoleh
bahwa ada sebanyak 14 (53,8%) responden
dengan derajat luka dalam memiliki kualitas
hidup yang rendah, sedangkan responden
dengan derajat luka yang tidak dalam hanya
sebanyak 2 (50%) responden yang memiliki
kualitas hidup rendah. Hasil uji statistik
diperoleh nilai P: 0,886 maka dapat
disimpulkan tidak ada hubungan antara derajat
luka dengan kualitas hidup responden.
Tabel 7. Analisis Hubungan Usia dengan Kualitas
hidup pasien ulkus diabetik di Poli Perawatan Luka
RS Duafa Bogor Bulan Mei-Juni 2014 (n= 30)
Kualitas hidup
n Mean
SD
SE
P
value
Usia
Rendah
16 52,94 7,252 1,813 0,578
Tinggi
14 50,86 12,630 3,376
Lama DM
Rendah
16 6,13
5,886 1,472 0,116
Tinggi
14 3,43
2,138 0,571
Lama Luka
Rendah
16 2,88
2,553 0,638 0,792
Tinggi
14 2,64
2,170 0,580
Rata-rata usia yang kualitas hidupnya rendah
adalah 52,94 tahun dengan standar deviasi
7,252 tahun. Hasil uji statistik didapatkan nilai
p: 0,578, berarti pada alpha 5% terlihat tidak
ada perbedaan yang signifikan rata-rata usia
antara kualitas hidup rendah dengan kualitas
hidup tinggi.
Rata-rata lama menderita DM yang kualitas
hidupnya rendah adalah 6,13 tahun dengan
standar deviasi 5,886 tahun. Hasil uji statistik
didapatkan nilai p: 0,116, berarti pada alpha
5% terlihat tidak ada hubungan rata-rata lama
menderita DM antara kualitas hidup rendah
dengan kualitas hidup tinggi.
standar deviasi 2,55 bulan. Hasil uji statistik
didapatkan nilai p: 0,792, tidak ada hubungan
antara rata-rata lama menderita luka dengan
kualitas hidup.
Tabel 10. Analisis Hubungan Depresi dengan
Kualitas hidup pasien ulkus diabetik di Poli
Perawatan Luka RS Duafa BogorBulan Mei-Juni
2014 (n= 30)
Variabel
Kualitas
Hidup
Rendah
Tinggi
Mean
13,56
6,14
SD
4,211
2,143
N
16
14
T
P
value
Mean diff
CI (95%)
5,945
0,000
7,420
(4,8639,976)
Hasil analisis hubungan antara depresi dengan
kualitas hidup responden diperoleh rata-rata
kualitas hidup responden yang rendah adalah
13,56 dengan standar deviasi 4,211.
Sedangkan rata-rata responden dengan kualitas
hidup tinggi adalah 6,14 dengan standar
deviasi 2,143. Ada hubungan yang signifikan
rata-rata depresi responden dengan kualitas
hidup responden (p: 0,000 ∝: 0,05).
Pembahasan
1. Hubungan umur dengan kualitas hidup
Hasil penelitian menunjukan bahwa ratarata usia responden 51,97 tahun. Faktor usia
merupakan faktor risiko yang tidak dapat
diubah, menurut Smeltzer dan Bare (2008),
ulkus diabetik akibat dari Diabetes Melitus
(DM) merupakan komplikasi yang sering
terjadi dan banyak dialami oleh dewasa
diatas 40 tahun. Hal ini disebabkan
resistensi insulin pada penderita DM
cenderung meningkat pada usia (40-65
tahun), disamping adanya riwayat obesitas
dan adanya faktor keturunan. Penelitian lain
yang dilakukan oleh Niranjan, Santwani
dan Baghel (2012) tentang derajat kualitas
hidup pasien ulkus neuropati didapatkan
usia rata-rata responden yaitu 57,77 tahun.
Rata-rata lama menderita luka yang kualitas
hidupnya rendah adalah 2,88 bulan dengan
hubungan tingkat..., Agung Ginanjar, FIK UI, 2014
5
Analisis hubungan antara umur dengan
kualitas hidup pasien ulkus diabetik,
menunjukkan kualitas hidup yang rendah
lebih banyak terjadi pada rata-rata usia 53
tahun. Hasil uji statistik lebih lanjut
disimpulkan tidak ada hubungan yang
bermakna antara umur dengan nilai kualitas
hidup pasien ulkus diabetik. Hasil
penelititan ini tidak sejalan dengan
penelitian
Wexler
(2006)
bahwa
peningkatan umur berhubungan dengan
penurunan kualitas hidup pasien ulkus
diabetik. Begitu juga dengan penelitian
Funnel (2008) menyatakan bahwa proses
penambahan umur berefek negatif terhadap
kualitas hidup pasien ulkus diabetik.
Senada dengan studi yang dilakukan Boye
et al. (2007) tentang HRQOL, diyakini
bahwa penambahan umur merupakan salah
satu prediktor yang signifikan terhadap
rendahnya kualitas hidup pasien ulkus
diabetik.
Menurut peneliti, secara normal seiring
bertambah usia seseorang terjadi perubahan
baik fisik, psikologis bahkan intelektual.
Penambahan usia terutama pada usia lanjut
akan mengakibatkan perubahan anatomis,
fisiologis dan biokimiawi. Hal ini akan
menyebabkan kerentanan terhadap suatu
penyakit serta bisa menimbulkan kegagalan
dalam
mempertahankan
homeostasis
terhadap
suatu
stress.
Kegagalan
mempertahankan homeostasis ini, akan
menurunkan ketahanan tubuh untuk hidup
dan meningkatkan kemudahan munculnya
gangguan pada diri individu tersebut, akan
tetapi apabila dilihat dari segi fsikis dan
ketahanan mental pada usia muda sebagai
usia produktif dan lebih aktif dengan
adanya gangguan penyakit kronis yang
menghambat
terhadap
aktiftas
dan
produktifitasnya maka akan secara langsung
berpengaruh terhadap penurunan kualitas
hidup individu tersebut.
2. Hubungan jenis kelamin dengan kualitas
hidup
Hasil analisis menunjukkan jumlah pasien
ulkus diabetik perempuan lebih banyak
daripada laki-laki. Hasil uji statistik
menunjukkan adanya hubungan antara
depresi dengan jenis kelamin. Kaitan antara
jenis kelamin dengan depresi ditunjukkan
oleh beberapa penelitian menyatakan
wanita mempunyai faktor predisposisi
untuk berkembangnya gejala- gejala depresi
dan depresi mayor karena fluktuasi hormon
(Keltner,
2002).
Peneliti
lainnya
menyatakan
fluktuasi
hormon
mempengaruhi
perkembangan
MDD
melalui interaksi neurotransmitter, faktor
psikososial, dan sistem stres (Keltner,
2002). Penelitian yang dilakukan oleh Edge
dan Zheng (2003) disimpulkan dari 176
responden yang mengalami depresi
sebagian besar adalah wanita (11,2%)
sedangkan pria hanya 7,2% (p value =
0,009, ! = 0,05).
Hasil analisis hubungan antara jenis
kelamin
dengan
kualitas
hidup
menunjukkan tidak ada hubungan yang
bermakna antara jenis kelamin dengan nilai
kualitas hidup responden. Hal ini sesuai
dengan penelitian Chaveeponjkamjorn
(2008), bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara jenis kelamin, umur, sosial
ekonomi serta lama diabetes dengan
kualitas hidup pasien ulkus diabetik. Begitu
juga penelitian yang dilakukan oleh
Mandagi (2010) yang menyatakan bahwa
jenis kelamin tidak memiliki hubungan
yang signifikan dengan kualitas hidup
pasien ulkus diabetik. Selanjutnya Issa &
Baiyewu (2006) dalam penelitiannya
tentang kualitas hidup pasien ulkus
diabetik, bahwa jenis kelamin tidak
berhubungan. Berbeda dengan penelitian
Gautam (2009), menyampaikan dengan
rendahnya
kualitas
hidup
pasien.
Ditambahkan lagi oleh Reid & Walker
(2009 ) pada penelitiannya membuktikan
bahwa salah satu faktor demografi yang
hubungan tingkat..., Agung Ginanjar, FIK UI, 2014
6
tidak berkontribusi terhadap kualitas hidup
yang rendah adalah jenis kelamin.
bahwa jenis kelamin berhubungan dengan
kualitas hidup pasien ulkus diabetik.
Mayoritas kualitas hidup yang rendah
terdapat pada jenis kelamin perempuan.
Demikian juga penelitian Wexler (2006),
didapatkan hasil ada hubungan yang
signifikan antara jenis kelamin dengan
kualitas hidup pasien ulkus diabetik (p
value < 0.0001). Senada dengan penelitian
Chyun (2006) tentang kualitas hidup pasien
ulkus diabetik, membuktikan bahwa jenis
kelamin berhubungan dengan kualitas
hidup, dimana perempuan memiliki kualitas
hidup yang rendah dibanding laki-laki.
Selanjutnya
Rubin
(2000),
pada
penelitiannya tentang kualitas hidup pada
pasien ulkus DM, bahwa laki-laki pada
umumnya memiliki kualitas hidup yang
lebih baik dibanding perempuan.
Hasil pada penelitian ini secara statistik
menunjukkan tidak ada hubungan antara
jenis kelamin dengan kualitas hidup.
Asumsi peneliti bahwa laki-laki dan
perempuan memiliki kemampuan yang
sama dalam menyelesaikan berbagai
masalah atau menggunakan koping.
Responden laki-laki dan perempuan
menyikapi dan berprilaku sesuai dengan
yang
diharapkan
untuk
mengelola
penyakitnya. Sehingga meskipun jenis
kelamin berbeda tetapi tindakan yang
dilakukan dalam mengatasi masalah ulkus
diabetik tepat, tentunya kualitas hidup tetap
terpelihara dengan baik.
3. Hubungan tingkat pendidikan dengan
kualitas hidup
Tingkat pendidikan sebagian responden
berada pada kategori rendah, yaitu SD dan
SMP sebanyak 23 orang (76,7%). Sejalan
dengan penelitian Mier (2008) dalam cross
sectional study pada pasien ulkus diabetik,
menemukan sebagian besar responden
memiliki pendidikan yang rendah (70%).
Begitu juga pada penelitian Wen et al
(2004), dimana responden ulkus diabetik
yang memiliki pendidikan rendah lebih
banyak dibanding pendidikan tinggi. Goz
(2006), pada penelitiannya di Poliklinik
Diabetes Rumah Sakit Turki, dimana
sebagian besar respondennya berpendidikan
rendah.
Sejalan dengan pendapat dari Natoatmodjo
(2003), tingkat pendidikan merupakan
indikator bahwa seseorang telah menempuh
jenjang pendidikan formal di bidang
tertentu, namun bukan indikator bahwa
seseorang telah menguasai beberapa bidang
ilmu. Seseorang dengan pendidikan yang
baik, lebih matang terhadap proses
perubahan pada dirinya, sehingga lebih
mudah menerima pengaruh luar yang
positif, obyektif dan terbuka terhadap
berbagai informasi termasuk informasi
tentang kesehatan.
Hasil analisis hubungan antara tingkat
pendidikan
dengan
kualitas
hidup
menunjukkan tidak ada hubungan yang
bermakna antara tingkat pendidikan dengan
nilai kualitas hidup responden. Hasil ini
tidak sesuai dengan penelitian Wexler
(2006), menyatakan bahwa pendidikan
berhubungan dengan kualitas hidup pasien
Ulkus diabetik (p value < 0.0001).
Penelitian
Gautam
(2009),
yang
menyampaikan bahwa kualitas hidup yang
rendah berhubungan dengan rendahnya
pendidikan yang dimiliki pasien ulkus
diabetik.
Menurut peneliti, pendidikan merupakan
faktor penting dalam memahami penyakit,
perawatan diri, pengelolaan dan perawatan
ulkus diabetik. Pendidikan dalam hal ini
terkait dengan pengetahuan. Menurut Souse
(2006) pada penelitiannya menemukan
adanya perbedaan yang signifikan nilai
pengetahuan tentang ulkus diabetik pada
pasien yang berpendidikan tinggi dengan
rendah. Sehingga dapat dianalisa dengan
hubungan tingkat..., Agung Ginanjar, FIK UI, 2014
7
pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki
akan memberikan kecenderungan terhadap
perawatan ulkus secara tepat. Dengan
demikian, komplikasi lebih lanjut yang
dapat mengakibatkan terganggunya fungsi
fisik, psikologis bahkan sosial, dapat
dihindari, sehingga kualitas hidup pasien
ulkus diabetik tetap terjaga dengan optimal.
Selain itu pasien dengan pendidikan tinggi
akan dapat mengembangkan mekanisme
koping yang konstruktif dalam menghadapi
stresor. Hal ini disebabkan karena
pemahaman yang baik terhadap suatu
informasi, sehingga individu tersebut akan
menyikapi dengan positif serta akan
mengambil tindakan yang tepat dan
bermanfaat untuk dirinya.
4. Hubungan lama DM dengan kualitas
hidup
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ratarata lama responden menderita DM adalah
4,87 tahun. Lama menderita DM tersingkat
adalah 1 tahun dan terpanjang adalah 19
tahun. Hasil estimasi interval dapat
disimpulkan bahwa rata- rata lama
menderita DM pada pasien Ulkus diabetik
yang berkunjung berkisar antara 3,12-6,61
tahun.
Hasil analisis hubungan antara lama DM
dengan kualitas hidup menunjukkan
semakin lama menderita DM semakin
menurun nilai kualitas hidup pasien ulkus
diabetik, namun hubungan tersebut tidak
kuat. Hasil uji statistik lebih lanjut
disimpulkan tidak ada hubungan yang
bermakna antara lama menderita DM
dengan nilai kualitas hidup responden (p
value = 0.116). Hal ini sejalan dengan
penelitian Chaveeponjkamjorn (2008),
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara jenis kelamin, umur, sosial ekonomi
serta lama diabetes dengan kualitas hidup
pasien DM. Dinyatakan pula oleh Issa dan
Baiyewu (2006), bahwa lama DM tidak
berhubungan dengan kualitas hidup pasien
ulkus diabetik. Begitu juga dengan
penelitian Andayani, Ibrahim dan Asdie
(2010), menyebutkan bahwa durasi atau
lama menderita DM tidak berhubungan
secara signifikan dengan kualitas hidup
pasien ulkus diabetik. Ditambahkan lagi
oleh Mier et al (2008) pada penelitiannya
tentang kualitas hidup, bahwa lama DM
tidak menentukan kondisi kualitas hidup
pasien ulkus diabetik.
Berbeda dengan penelitian Kalda, Ratsep
dan Lember (2008), menyampaikan bahwa
lama DM berhubungan secara siginfikan
dengan kualitas hidup pasien ulkus
diabetik. Umumnya kualitas hidup yang
rendah terdapat pada durasi DM yang
panjang. Demikian juga penelitian Reid dan
Walker (2009), menyatakan bahwa lama
menderita DM berhubungan secara
signifikan dengan tingkat kecemasan,
sehingga
akan
berakibat
terhadap
penurunan kualitas hidup pasien ulkus
diabetik.
Hasil penelitian ini secara statistik
menunjukkan tidak ada hubungan yang
signifikan antara lama DM dengan kualitas
hidup. Dapat diartikan bahwa durasi/lama
DM yang berbeda tidak menentukan
kualitas hidup pasien ulkus diabetik.
Berdasarkan temuan yang peneliti dapatkan
terkait lamanya DM, bahwa pada umumnya
respoden
menjawab
lamanya
DM
berdasarkan waktu pertama didiagnosa.
Menurut
peneliti
hal
ini
kurang
menjelaskan lama menderita DM yang
sesungguhnya. karena ada kemungkinan
penyakit ini sudah ada sebelum diagnosa
ditegakkan oleh dokter. Hal ini berdasarkan
kecenderungan pasien DM yang datang ke
pelayanan kesehatan biasanya kalau sudah
ada komplikasi, sehingga lama menderita
DM tidak dihitung secara tepat.
Selain hal tersebut walaupun lama
menderita DM masih dalam waktu yang
singkat, namun jika perawatannya tidak
hubungan tingkat..., Agung Ginanjar, FIK UI, 2014
8
baik, baik jangka panjang maupun jangka
pendek, maka akan berdampak terhadap
penurunan kualitas hidup. Sebaliknya
durasi DM yang panjang tetapi disertai
dengan kepatuhan dan terhindar dari
komplikasi, kualitas hidup yang baik akan
terpelihara. Penelitian yang dilakukan oleh
Korkmaz (2012) menyatakan bahwa
kualitas hidup sangat berhubungan erat
dengan manajemen perawatan diri dan
kontrol gula darah.
5. Hubungan lama luka dengan kualitas
hidup
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama
luka responden rata-rata 2,77 bulan. Lama
menderita luka tersingkat adalah 1 bulan
dan terpanjang adalah 12 bulan. Hasil
estimasi interval dapat disimpulkan bahwa
rata- rata lama menderita luka pada pasien
Ulkus diabetik yang berkunjung ke
Poliklinik Perawatan Luka RS Duafa
berkisar antara 1,89-3,64 bulan.
Analisis hubungan lama menderita luka
dengan kualitas hidup, hasil penelitian
didapatkan tidak ada hubungan antara lama
luka dengan kualitas hidup. Penelitian yang
dilakukan oleh Vedhra dan Miles (2010)
menyatakan pasien yang mengalami ulkus
diabetik lebih dari 6 bulan akan mempunyai
kualitas hidup rendah dengan OR 0,809
95% CI 0,704-0,929, p= 0,003. Salah
satunya bertambahnya ukuran luka juga
berhubungan dengan kualitas hidup
(p=0,04). Penelitian yang dilakukan
Bolanle, Rosemary dan Innocent (2009)
bahwa lama ulkus berpengaruh terhadap
kualitas hidup pasien.
Menurut peneliti, lama luka hubungannya
dengan kualitas hidup tidak signifikan
artinya pada pasien ulkus diabetik yang
dirawat di poli perawatan luka RS Duafa ini
tidak mengeluhkan akan lamanya luka yang
diderita dan lama perawatan yang harus
dijalani. Hal ini bisa disebabkan
salahsatunya oleh dukungan pihak keluarga
dan juga peyedia pelayanan perawatan yang
terus menerus memberikan motivasi,
keterangan dan arahan terkait dengan
proses penyembuhan luka. Didukung juga
layanan gratis yang disediakan oleh rumah
sakit, sehingga walaupun mengalami luka
sudah dalam waktu yang cukup lama,
pasien tidak merasa kesulitan dalam
pengadaan biaya yang harus dikeluarkan.
6. Hubungan derajat luka dengan kualitas
hidup
Hasil penelitian didapatkan derajat luka
responden sebagian besar derajat luka
dalam sebanyak 26 orang (86,7%). Sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh
Korkmaz (2012) dimana derajat luka
responden dengan menggunakan skala
wagner semua responden berada pada derjat
3, 4 dan 5, atau dalam penelitian ini
dikategorikan sebagai derajat luka dalam.
Analisis hubungan derajat luka dengan
kualitas
hidup,
hasil
penelitian
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
antara derajat luka dengan kualitas hidup
pasien ulkus diabetik. Hasil ini tidak sesuai
dengan penelitian Niranjan, Santwani,
Baghel (2012) menyatakan bahwa ada
hubungan antara derajat luka dengan
kualitas hidup pasien, responden merasa
bahwa adanya luka mengganggu terhadap
keseluruhan kehidupan mereka. Menurut
Bolanle, Rosemary dan Innocent (2009)
bahwa keparahan dan derajat ulkus
berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien.
Begitu pula penelitian oleh Meijer, Trip dan
Jaeges (2001) mengemukakan adanya
hubungan antara kondisi ulkus dengan
kualitas hidup, didukung pula oleh
penelitian
Ribu,
Hanestad,
Mouni,
Birkeland dan Rustoen (2007)
bahwa
pasien dengan ulkus diabetik secara
signifikan mengalami kualitas hidup yang
rendah terlebih pada domain fisik dan
emosional.
hubungan tingkat..., Agung Ginanjar, FIK UI, 2014
9
Asumsi peneliti, derajat dan keparahan luka
berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien
sesuai dengan teori, bahwa derajat dan
keparahan luka juga akan berpengaruh
terhadap waktu sembuh, dan secara
langsung berpengaruh juga terhadap biaya
pengobatan dan gangguan secara fisik yang
dapat mempengaruhi persepsi terhadap
penampilan
diri.
Responden
dalam
penelitian ini adalah pasien dengan
kemampuan ekonomi rendah, tetapi untuk
perawatan dan pengobatan tidak perlu
mengeluarkan biaya, karena semua biaya
sudah ditanggung oleh pihak rumah sakit.
Bisa dipersepsikan biaya pengobatan tidak
berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien,
dan hasil penelitian didapatkan derajat luka
tidak ada hubungan dengan kualitas hidup
pasien.
diri. Selanjutnya Jacobson (dalam Ikem,
2009) dalam penelitiannya pasien ulkus
diabetik dengan menggunakan instrument
WHOQoL memiliki skor yang rendah
secara signifikan pada domain fisik, psikis
dan bahkan disemua aspek kesehatan dan
menyatakan bahwa depresi berhubungan
dengan kualitas hidup pasien ulkus.
Asumsi peneliti dalam hal ini, menilai
bahwa depresi yang dialami oleh responden
akan berakibat terhadap kualitas hidup
karena kondisi psikologis berpengaruh
terhadap sikap dan cara pandang seseorang
dalam menilai kualitas hidup dan segala
aspek yang berhubungan terhadap kualitas
hidupnya.
Kesimpulan
7. Hubungan depresi dan kualitas hidup
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
responden yang mengalami depresi ringan
memiliki kualitas hidup yang rendah.
Penelitian yang dilakukan oleh Bolanle,
Rosemary dan Innocent (2009) didapatkan
sekitar 61,9% responden yang ditelitinya
pasien di Nigeria mengalami depresi, dan
pasien dengan depresi memiliki kualitas
hidup yang lebih buruk dibandingkan
dengan pasien tanpa depresi pada semua
dimensi kualitas hidup.
Hasil uji statistik menunjukkan ada
perbedaan yang signifikan proporsi
kejadian depresi antara responden yang
kualitas hidup tinggi dengan kualitas hidup
rendah diperoleh nilai P: 0,000 maka dapat
disimpulkan ada hubungan antara depresi
dengan kualitas hidup responden. Hasil ini
sesuai dengan penelitian studi kualitatif
yang dilakukan oleh Kimmond (dalam
Erikson, 2009) menyatakan bahwa depresi
sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup
pasien ulkus diabetik. Salah satu akibat dari
depresi
yaitu
rendahnya
keyakinan
kesehatan, perwatan diri dan kesadaran diri
dan kurangnya kontrol terhadap kesehatan
Karakteristik responden di RS Dompet Duafa
sebagian besar berjenis kelamin perempuan,
dengan usia rata-rata 52 tahun. Sebagian
responden memiliki tingkat pendidikan rendah
(SD dan SMP). Sebagian besar responden
mengalami lama menderita DM rata-rata 5
tahun, lama menderita luka rata-rata 2,5 bulan,
sedangkan derajat luka lebih banyak pada
derajat luka dalam yang di ukur berdasarkan
skala wagner.
Depresi responden rata-rata pada skor 10,10
yang berarti depresi rata-rata berada pada
rentang depresi ringan. Hal ini menunjukkan
manajemen stress dan pencegahan depresi
masih baik. Sedangkan kualitas hidup
responden lebih banyak pada kualitas hidup
rendah sekitar 53,3%, hal ini menunjukkan
bahwa lebih banyak responden yang merasa
tidak puas dengan kualitas hidup yang
dirasakannya.
Tidak ada hubungan usia dengan kualitas
hidup pasien ulkus diabetik, kemudian tidak
ada hubungan jenis kelamin dengan kualitas
hidup pasien ulkus diabetik, tidak ada
hubungan lama menderita DM dengan kualitas
hubungan tingkat..., Agung Ginanjar, FIK UI, 2014
10
hidup pasien ulkus diabetik, tidak ada
hubungan lama menderita luka dengan kualitas
hidup pasien ulkus diabetik, tidak ada
hubungan derajat luka dengan kualitas hidup
pasien ulkus diabetik, ada hubungan antara
depresi dengan kualitas hidup pada pasien
ulkus diabetik, baik dilihat dari komponen
kualitas hidup secara utuh maupun dengan
melihat ke empat domain dari kualitas hidup,
yaitu domain fisik, fsikis, sosial dan
lingkungan.
Referensi
Andayani, T.M., Ibrahim, M.I.M., & Asdie,
A.H. (2010). The association of
diabetes-related factor and quality of
life type 2 diabetes mellitus.
International Journal of Pharmacy
and Pharmaceutical Sciences.
American Diabetes Association (ADA).
(2011). Data from the 2011 National
Diabetes Fact Sheet
Bolanle A.O., Rosemary T.I. & Innocent C.I.
(2009).
Relationship
between
depression and quality of life in
nigerian patients with diabetic foot
ulcer. Acta Endocrinologica
Boulton AJ.(2002). The pathogenesis of
diabetic foot problems: an overview.
Blackweel Publising,
Bowering, CK. (2001). Diabetic Foot Ulcers,
pathophysiology, assessment and
theraphy. Canadian Family Physician
Bryant, RA & Nix, DP. (2007). Acute and
Chronic
Wounds:
current
management concept (3th ed.).
America ; Mosby
Clayton, W. & Elasy, Tom A. (2009). A
Review of the Pathophysiology,
Classification, and Treatment of Foot
Ulcers in Diabetic Patients. Clinical
Diabetes
Chyun, D.A., Melkus, G.D., Katten, D.M.,
Price, W.J., Davey, J.A., Grey, N.,
Heller, G., & Wackers, F.J.Th.
(2006).
The
association
of
psychological
factors,
physical
activity, neuropathy and quality of
life in type 2 diabetes. Biol Res Nurs.
Erikson, K. (2009). From Minor Ulcer to
Complex Wound: Management of a
Patient With a Neuro-Ischaemic Foot
Ulcer Complicated by Verrucous
Hyperplasia. Melbourne : Monash
University
Frykberhg, R.G. (2002). Diabetic foot Ulcers,
pathogenesis and management. New
York: Churcill Livingstone
Foley, L. (2007). Where to the diabetic foot
ulcer. 15(2). December 21, 2013.
Gautam, Y., Sharma, A.K., Agarwal, A.K.,
Bhatnagar, M.K., & Trehan, R.R.
(2009). A cross sectional study of
QOL of diabetic patient at tertiary
care hospital in Delhi. Indian Journal
of Community Medicine.
Gilpin, H & Lagan, K (2008). Quality of life
aspects associated with diabetic foot
ulcers: A review. The Diabetic Foot
Journal Vol 11 No 2
Goz, F., Karaoz, S., Goz, M., Ekiz, S., &
Cetin, I. (2007). Effect of the diabetic
patient’s perceived social support on
their quality of life. Journal of
Clinical Nursing
Isa B.A., & Baiyewu, O. (2006). Quality of
life patient with diabetes mellitus in a
Nigerian
Teaching
Hospital.
Hongkong Journal Psychiatry, 16, 27
– 33.
Iversen M.M. (2009). The association between
history of diabetic foot ulcer,
perceived health and psychological
distress : the Nord Trondelag Health
Study.
Kaplan, H.I., Sadock, B.J., and Grebb, J.A.,
2010.
Sinopsis Psikiatri : Ilmu
Pengetahuan
Perilaku
Psikiatri
Klinis. (1th ed.) Editor : Dr. I. Made
Wiguna S. Jakarta : Bina Rupa
Aksara
Keltner, N. L., Schwecke, L.H., Bostrom,
C.E.,(2002). Psychiatric Nursing (3th
ed.). London; Mosby
hubungan tingkat..., Agung Ginanjar, FIK UI, 2014
11
Kirsner, S. Robert, (2010). The Standard of
care for Evaluation and Treatment of
diabetic
Foot
Ulcers.
Barry
University : Florida
Korkmaz M. (2012). Preoperative medical
treatment in patients undergoing
diabetic foot surgery with a Wagner
Grade-3 or higher ulcer: a
retrospective analysis of 52 patients.
Diabetic foot And Ancle: Bozok
University, Turkey
Mayfield, H. & Lagan, K. (2008). Quality of
Life Aspects Associated with
Diabetid Foot Ulcers : A review. The
Diabetic Foot Journal
Meijer, J. W. G., Trip, J., Jaeges, S. M. et al.
(2001). Quality of life in patients with
diabetic foot ulcer. Disabi Rehabili.
Ningsih,
E.S.P.(2008).
Pengalaman
psikososial pasien dengan ulkus kaki
diabetes dalam konteks asuhan
keperawatan diabetes melitus. Depok:
FIK-UI
Mier,N., Alonso, A.B., Zhan, D., Zuniga,
M.A., & Acosta, R.I. (2008). Healthrelated quality of life in a binational
population with diabetes at the TexasMexico border. Rev Panam Salud
Publica
Niranjan Y., Santwani M.A., Baghel M.S.
(2012). quality of life consequences
in diabetic polyneuropathy. Global
Journal of Research on Medicinal
Plants & Indigenous Medicine : India
PERKENI. (2011). Konsensus Pengelolaan
dan Pencegahan DM tipe 2 di
Indonesia.
Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia
PERKENI. (2006). Konsensus: Pengelolaan
dan pencegahan diabetes melitus di
Indonesia. Jakarta: Perkeni
Potter, P.A., & Perry, A.G. (2005). Buku ajar
fundamental keperawatan: konsep,
proses dan praktik. Jakarta; EGC
Price, P. (2004). The Diabetic Foot: Quality of
Life. United Kingdom: University of
Wales College of Medicine, Cardiff
Price, S.A. dan Wilson, L.M. (2002).
Patofisiology : Konsep Klinis Proses
Terjadinya Penyakit. Alih bahasa :
Brahm, U. Edisi 6. Jakarta : EGC.
Rubin, R.R., (2005). Psychology in diabetes
care: Counselling and psychotherapy
in diabetes mellitus. Editor Snoek,
F.J. & Skinner, T.S. (2nd ed.). United
Kingdom: John Wiley & Son, Ltd.
Snyder, Robert J & Hanft, Jason R. (2009).
Diabetic Foot Ulcers, Effects on
Quality of Life, Costs, and Mortality
and the Role of Standard Wound Care
and Advanced Care Therapies in
Healing: A Review. Australia:
Ostomy Wound Management (OWM)
Smeltzer, S., & Bare. (2008). Brunner &
Suddarth’s Textbook of medical
surgical nursing. Philadelpia :
Lippincott.
Souse. (2006). Demographic differences of
adult with diabetes mellitus crosssectional study. Brazilian Journal of
Nursing.
Stuart & Laraia. (2001). Principles and
practice of psychiatric nursing. USA:
Mosby Company.
Stuart, G.W, & Laraia, M.T. (2005).
Principles and Practice of Psychiatric
Nursing, (8th ed.). St. Louis: Mosby
Book Inc
Tambunan, M & Gultom, Y. (2009).
Perawatan
kaki
Diabetes
&
Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
Terpadu. Jakarta: FKUI
Vilekyte, L., Peyrot, M., Gonzalez., J.S.,
Rubin, R.R. et al. (2009). Predictors
of depressive symptoms in person
with diabetic peripheral neuropathy :
a longitudinal study
Watkins, P.J. (2003). ABC of Diabetes. (5th
ed). London: BMJ Publishing Group.
hubungan tingkat..., Agung Ginanjar, FIK UI, 2014
Download