Mengkaji Hak Masyarakat Hukum Adat di Indonesia JAKARTA (Berita ILO): Sedikitnya terhadap 5.000 kelompok masyarakat hukum adat dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 370 juta, menempati 70 negara, termasuk Indonesia. Dengan sekitar 1.072 beragam kelompok etnis, termasuk 11 kelompok etnis dengan populasi lebih dari satu juta orang, Indonesia termasuk salah satu negara dengan budaya paling beragam di dunia. Masyarakat hukum adat memiliki budaya, tradisi dan adat-istiadat tersendiri. Di sepanjang sejarah, lemahnya rasa hormat terhadap budaya-budaya ini di banyak kasus di seluruh belahan dunia mengarah pada konflik sosial. Di Indonesia, kendati hak-hak masyarakat hukum adat diakui dalam Undang-Undang Dasar 1945, belum ada peraturan nasional khusus yang melindungi hak-hak masyarakat hukum adat. Untuk membahas masalah ini, Organisasi Perburuhan Internasional (International Labour Organization/ILO), bekerjasama dengan Sekretariat Nasional untuk Masyarakat Hukum Adat dan Komnas HAM, akan menyelenggarakan Lokakarya Nasional satu hari mengenai Masyarakat Hukum Adat, pada Rabu 28 October di Hotel Sultan, Jakarta. Lokakarya ini akan dibuka oleh Irman Gusman, Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Alan Boulton, Direktur ILO untuk Indonesia. Lokakarya ini ditujukan menjadi sarana berbagi informasi tentang masyarakat hukum adat serta mekanisme perlindungan yang relevan. Lokakarya ini pun akan memfasilitasi penyusunan kerangka kerja untuk penerapan dan pelaksanaan pasal-pasal dalam rancangan peraturan nasional sebagai upaya memperkokoh pengakuan dan perlindungan secara progresif terhadap masyarakat hukum adat di Indonesia. Boulton mengatakan bahwa ILO sudah lama memiliki perhatian besar terhadap situasi masyarakat hukum adat. “Mempromosikan standar-standar internasional terkait merupakan prioritas dari upaya Organisasi ini untuk mencapai peningkatan hidup dan kondisi kerja masyarakat hukum adat. Pengalaman memperlihatkan bahwa bentuk pekerjaan tradisional dan kearifan local masyarakat hukum adat dapat menjadi strategi melangkah maju dan inovasi pembangunan berdasarkan keterlibatan dan partisipasi,” kata dia. ILO telah menangani masalah masyarakat hukum adat sejak tahun 1920-an. Konvensi ILO No. 169 Tahun 1989 tentang Masyarakat Hukum Adat mempromosikan hak-hak masyarakat hukum adat atas tanah, pekerjaan, pelatihan, jaminan social, pendidikan dan kerjasama lintas batas di antara masyarakat hukum adat. Konvensi ini dibahas pada lokakarya nasional yang diselenggarakan ILO dan Mahkamah Konstitusi Indonesia pada 2007. Lokakarya ini akan menghadirkan para pakar nasional dan internasional mengenai masyarakat hukum adat untuk mengembangkan penerapan yang efektif rancangan peraturan nasional mengenai Perlindungan Masyarakat Hukum Adat yang disusun oleh Pemerintah Indonesia melalui DPD. Permasalahanpermasalahan utama yang akan dibahas dalam lokakarya ini termasuk tantangan dan manfaat dari pengakuan hak masyarakat hukum adat dalam pembangunan masa depan Indonesia, rancangan peraturan tentang perlindungan masyarakat hukum adat serta mendengarkan langsung aspirasi masyarakat adat. Selanjutnya, lokakarya ini pun akan memperkenalkan Konvensi ILO No. 169 tentang Masyarakat Hukum Adat dan penerapannya serta Deklarasi PBB tentang Hak Masyarakat Hukum Adat. Dari perspektif internasional, lokakarya ini pun mengkaji praktik-praktik dan pelajaran terbaik dari negara-negara tetangga, seperti Filipina dan Nepal, tentang perlindungan hak masyarakat hukum adat. Mayoritas masyarakat hukum adat di dunia hanya mendapatkan pekerjaan di ekonomi informal. Mereka cenderung menghadapi diskriminasi dalam pekerjaan dan menghadapi beragam kesulitan dalam hal akses terhadap tanah dan hak milik, kredit, fasilitas pemasaran dan sumber daya lainnya. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi: Tauvik Muhamad Programme Officer Kantor ILO Jakarta Tel. +6221 3913112 ext. 103 Email Gita Lingga Humas Kantor ILO Jakarta Tel. +6221 3913112 ext. 115 Mobile: +62 815 884 5833 Email