Jurnal PROSES KOMUNIKASI SEKOLAH LAPANGAN

advertisement
Jurnal
PROSES KOMUNIKASI SEKOLAH LAPANGAN
PEMBELAJARAN EKOLOGI TANAH (SL-PET)
HUBUNGANNYA DENGAN PENERAPAN SRI
ORGANIK
(Kasus pada Kelompok Tani Jembar II di Desa
Margahayu Kecamatan Manonjaya Kabupaten
Tasikmalaya)
Soni Prayatna*) ,Dedi Sufyadi dan D. Yadi Heryadi **),
email :[email protected]
ABSTRAK
SONI PRAYATNA, 2013. Proses Komunikasi Sekolah
Lapangan
Pembelajaran Ekologi Tanah (SL-PET) Hubungannya Dengan Penerapan
SRI Organik pada Kelompok Tani Jembar II di Desa Margahayu
Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya. (Dibawah bimbingan
DEDI SUFYADI dan D. YADI HERYADI).
Ketahanan pangan nasional merupakan salah satu tujuan utama
pembangunan pertanian dengan harapan beras sebagai bahan pangan
pokok bagi masyarakat Indonesia harus selalu tersedia.Koreksi-koreksi
terhadap upaya peningkatan produksi pangan terus dilakukan dalam
rangka membangun pertanian berkelanjutan yang salah satunya adalah
melalui pemasyarakatan System of Rice Intensification (SRI Organik).
Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui Proses
Komunikasi
SL-PET,
mengetahui
penerapan
SRI
Organik
serta
mengetahui hubungan proses komunikasi dengan penerapan SRI Organik
pada Kelompok Tani Jembar II Kecamatan Manonjaya Kabupaten
Tasikmalaya.
Metode yang digunakan adalah studi kasus dan penentuan responden
adalah dengan cara sensus, yaitu mengambil seluruh petani
*)Penulis, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Tasikmalaya.
**) Dosen Pembimbing. Dosen Program Studi Agribisnis Program Pasca Sarjana Universitas
Siliwangi Tasikmalaya.
1
2
yang telah mengikuti SL-PET sebanyak 25 orang. Data yang diperoleh
ditabulasikan dan dengan uji Rank Spearman untuk uji hubungan.
Berdasarkan jumlah skor dan nilai tertimbang yang dicapai, proses
komunikasi SL-PET berjalan secara baik dengan kategori tinggi.
Demikian juga penerapan SRI Organik nilai yang dicapai masuk dalam
kategori tinggi dengan nilai tertimbang (NT) 90,23 persen.
Hasil uji t menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara
Proses Komunikasi SL-PET dengan penerapan SRI Organik pada
kelompok tani Jembar II.
Kata Kunci : Komunikasi, Ekologi, SRI Organik.
ABSTRACT
SONI PRAYATNA, 2013. Communications Procces of Field
School Studies of ecologycal soils in connection with adoption System
of Rice Intensification Organic in Jembar II Farmer Group, Margahayu
Village Manonjaya Sub District Tasikmalaya district. (Under guidence
DEDI SUFYADI and D. YADI HERYADI.
National food security is one of the main objectives of agricultural
development in the hope of rice as a staple food for the people of
Indonesia should always be available. Corrections to efforts to increase
food production continues tobe done in order to build the farm
continuously.
The research was carried out in order to find out the SL-PET
communication process, to find out the application of SRI Organic and to
find out relationship of the communication process with the application of
the SRI Organic Farmers Group Jembar II Manonjaya village Tasimalaya
District.
The method used is a case study and determination of the
respondent is to the census, which takes all the farmers who have been
following SL-PET as many as 25 people. The data obtained are tabulated
and the Spearmen Rank test to test the relationship.
Based on the numberand value weigted score achieved, SL-PET
communication process goes well with the high category. Similarly, the
3
application of organic SRI scores achieved in the category of high-value
weighted (NT) 90.23 persen.
The t test results showed that there is a real relationship between
SL-PET communication process with the implementation of the Organic
SRI Jembar II farmer groups.
Keyword : communication, ecological, SRI organic.
PENDAHULUAN
Inovasi Teknologi dalam rangka pencapaian ketahanan pangan atau
peningkatan produksi telah diupayakan sejak dulu yang mana pada tahun
1960-an lahirlah revolusi hijau (green revolution) dalam bidang pertanian
yang mampu mendemonstrasikan
bahwa
produksi pangan dapat
ditingkatkan secara dramatis dengan menggunakan: (1) varietas unggul,
terutama padi dan gandum; (2) pupuk dan pestisida sintetis; (3) sistem
pertanaman monokultur dan (4) ditanam pada lahan subur. Karena
keunggulannya itu maka paket teknologi ini diadopsi secara cepat dan
meluas ke seluruh dunia, baik di negara maju maupun berkembang
(Winarno dkk, 2002).
Revolusi hijau dianggap sebagai ―juru selamat‖ bagi sektor pertanian
khususnya bagi Negara berkembang yang saat itu dicirikan oleh :
produktivitas rendah, umur panjang, pertumbuhan yang rendah serta
kesejahteraan petani yang minim. Ciri yang sangat menonjol dari gerakan
revolusi hijau adalah penggunaan benih (varietas) unggul yang membawa
konsekuensi baru dalam penggunaan input kimia secara besar-besaran
dan berlebihan, serta pestisida (Irham, 2006).
Namun pada akhir tahun 1970-an, masyarakat global mulai
mempertanyakan manfaat revolusi hijau tersebut. Tumbuh kesadaran
dalam masyarakat bahwa sistem dalam pertanian yang dianut tersebut
tidak bisa langgeng (unsustainable) karena dalam prakteknya dilakukan
dengan: (1) sistem pertanaman monokultur; (2) penggunaan pupuk dan
pestisida kimia yang berlebihan; dan (3) kurang mengindahkan praktek
konservasi sumberdaya alam (Rachman Sutanto, 2002). Intensifikasi
4
pertanian menjadi sangat popular terutama dalam hubungan usaha
peningkatan produksi padi akan tetapi bagaimanapun juga lama kelamaan
berlaku hukum alam yang tak dapat dielakkan lagi terjadi hukum kenaikan
hasil yang semakin berkuran (law of diminishing return) yang berlaku pula
bagi semua faktor produksi (Mubyarto, 1982).
A.T. Mosher (1987), berpendapat bahwa agar pembangunan
pertanian dapat berjalan terus, haruslah selalu terjadi perubahan. Apabila
perubahan
ini
terhenti,
maka
pembangunan
pertanianpun
terhenti.Produksi terhenti kenaikannya, bahkan dapat menurun karena
merosotnya kesuburan tanah atau karena keruksakan yang makin
meningkat oleh hama-penyakit yang semakin merajalela.
Agus Handoko (2007), menuturkan bahwa tingginya produktivitas
tanaman berkat adanya benih unggul, suburnya tanaman berkat
penggunaan pupuk, dan terbasminya hama penyakit berkat keampuhan
pestisida sudah menempatkan manusia manusia sebagai pemenang
dalam pergulatannya melawan alam. Namun ternyata dalam posisinya
sebagai pemenang tersebut manusia akhirnya menjadi kurang bijaksana,
tidak disadarinya dengan penguasaan teknologi pertanian tersebut
akhirnya merekapun menjadi tidak bersahabat dengan alam.
Menurut Coen Reijntjes, Bertus Haverkort dan ann Waters-Bayers
(2006), pada saat sekarang ini dampak negatif terhadap lingkungan dan
sosial karena dengan input luar tinggi atau High External Input Agriculture
(HEIA) menjadi semakin jelas. Pada saat yang sama banyak komunitas
petani kecil yang tidak diuntungkan, dipaksa untuk mengeksploitasi
sumberdaya yang tersedia bagi mereka secara sangat intensif sehingga
terjadi degradasi lingkungan.
Isu sensitif tentang keamanan pangan, perbaikan mutu kehidupan
dan gaya hidup sehat masyarakat serta meningkatnya kesadaran akan
kelestarian lingkungan, juga telah menuntut ketersediaan pangan dalam
jumlah yang memadai, maka pemenuhan kebutuhan pangan pada saat ini
dan pada masa yang akan datang tidak lagi hanya berorientasi pada
5
jumlah semata, tetapi juga harus memperhatikan aspek kesehatan
termasuk kelestarian lingkungan.
Gerakan-gerakan pengembangan pertanian organik di Indonesia
telah tumbuh dibeberapa kabupaten termasuk di Kabupaten Tasikmalaya
sebagaimana
dalam
pelaksanaan
program
peningkatan
produksi,
produktivitas, mutu produk pertanian terutama padi ditempuh pula melalui
pendekatan konsep pengembangan pertanian padi organik.
Kegiatan
pemasyarakatan pertanian padi organik yang ditempuh melalui proses
penyadaran petani akan pentingnya bekerjasama dengan alam dan
pembelajaran pertanian organik melalui metode penyuluhan Sekolah
Lapangan yaitu SL-PET (Sekolah Lapangangan Pembelajaran Ekologi
Tanah)
Degradasi lahan pertanian menyebabkan ketersediaan pangan
(terutama beras) cenderung semakin tidak seimbang dengan laju
pertumbuhan penduduk.Oleh karena itu, budi daya tanaman padi dengan
metode system of rice intensification (SRI) hadir sebagai upaya untuk
mengatasi masalah tersebut.Dalam praktiknya di Indonesia, metode SRI
telah mendapatkan tambahan pengalaman dan penyempurnaan, yang
kemudian disebut SRI Organik Indonesia.Selain berhasil meningkatkan
produktivitas rata-rata padi dari 4—5 ton/ha menjadi 8—12 ton/ha,
penerapan metode SRI Organik Indonesia juga cenderung bersifat ramah
lingkungan dan berkelanjutan (Mubiar Purwasasmita dan Alik Sutaryat,
2012).
Pemahaman ekologi tanah dan pengelolaan pupuk organik perlu
dipahami secara benar oleh para petani sehingga dalam praktek usaha
tani yang dilakukan tidak terjadi penurunan produktivitas sebagaimana
dikhawatirkan oleh beberapa kalangan yang beranggapan bahwa praktek
pertanian organik akan menurunkan produktivitas.
Sebagaimana
penelitian Sri Aktaviyani (2008), perlakuan berbagai variasi pemupukan
organik dan MOL tidak terdapat perbedaan yang berarti terhadap hasil
panen dimana rata-rata hasil panen adalah 4,29 ton/ha, namun demikian
6
dari aspek ekonomi keuntungan yang didapat dari pertanian padi organik
lebih besar dengan rasio B/C 1,97 jika dibandingkan dengan pertanian
konvensional .
Berdasarkan
hasil
kajian
di
Kecamatan
Manonjaya
dilaksanakan oleh Balai Irigasi pada Musim Tanam 2005/2006
yang
MT.
sampai 2006/2007, produktivitas SRI mencapai 6,03 ton GKG sampai 7,5
ton GKG per hektar dan hal ini lebih tinggi dibandingkan dengan non-SRI
yang hanya mencapai 4,59 ton GKG sampai 6,2 ton GKG per hektar.
Gambar 1.Produktivitas SRI dan non-SRI di Kec. Manonjaya (Dedi K dkk,
2007).
Produktivitas SRIorganik di Kabupaten Tasikmalaya relatif tinggi
diatas rata-rata produktivitas yang dicapai setiap tahunnya sebagaimana
Tabel 1. berikut ini :
7
Tabel 1.Rata-Rata Produktivitas Padi Sawah di Kabupaten
Tasikmalaya Tahun 2005 – 2012.
No.
Tahun
1.
Produktivitas Padi sawah (kw/ha. GKG)
Rata-rata
SRI Organik
2005
53,97
74,77
2.
2006
55,34
78,26
3.
2007
60,45
75,83
4.
2008
63,51
73,80
5.
2009
63,79
77,20
6.
2010
64,50
77,74
7.
2011
64,53
78,60
8.
2012
66,62
78,84
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Tasikmalaya, 2012. .
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, perlu dilakukan proses
komunikasi Pembelajaran Ekologi Tanah yang baik kepada para petani
sehingga dalam praktek pertanian organiknya dilakukan secara benar
yaitu dilakukannya prinsip dasar penerapan pertanian padi organik
yaitu : pengelolaan tanah, pengelolaan air dan pengelolaan tanaman
yang baik sehingga
dapat meningkatkan produktivitas dan hal ini
ditempuh melalui proses komunikasi
SL-PET (Sekolah Lapangan
Pembelajaran Ekologi Tanah).
MANFAAT PENELITIAN
Penelitian
ini
diharapkan
dapat
digunakan
sebagai
bahan
pertimbangan dalam perbaikan program pemasyarakatan pertanian
ramah lingkungan sehingga praktek usaha tani organik atau SRI
organik dapat lebih luas lagi dipraktekan oleh petani sehingga
keseimbangan agroekosistem dapat lebih ditingkatkan guna meraih
revolusi hijau lestari.
8
METODOLOGI PENELITIAN
Data yang digunakan merupakan hasil pengumpulan data primer dan
sekunder. Data primer merupakan data wawancara langsung dengan
seluruh petani pada Kelompok Tani Jembar II
di Desa Margahayu
Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya yang telah mengikuti
Sekolah Lapangan Pembelajaran Ekologi Tanah (SL-PET) sebanyak 25
orang.. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dalam bentuk
dokumen berupa hasil percobaan, pengumpulan dan pengolahan instansi
terkait.Data yang telah dikumpulkan kemudian dilakukan berbagai analisis
kuantitatif dan kualitatif.Untuk mengetahui eratnya hubungan antar
variabel dilakukan uji korelasi dengan menggunakan Koefesien Korelasi
Rank Spearman.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1). Proses Komunikasi
Pada penelitian ini proses komunikasi yang diukur terdiri dari : 1) Sumber
Informasi ; 2) Materi/Pesan ; 3) Saluran Komunikasi SL-PET ; 4)
Komunikan/Receiver dan 5) Effek/influen/Feed back.
Dapat dijelaskan bahwa proses komunikasi yang telah terjadi pada
kegiatan SL-PET telah berjalan secara baik. Hal ini terlihat dari hasil
proses komunikasi yang terjadi termasuk kedalam kategori klasifikasi
tinggi. Jika dilihat dari setiap indikator yang membentuk proses
komunikasinya
pun
termasuk
ke
dalam
kategori
tinggi,
ini
mengindikasikan bahwa individu yang terlibat di dalam kegiatan ini (SLPET) telah menjalankan peran dan fungsinya secara baik (sumber
Informasi dan Komunikan.
Penyuluh sebagai pemandu SL-PET yang
berperan sebagai Sumber Informasi telah dapat melewati tantangan yang
dihadapi adalah memperjelas materi/isi pesan dan menyalurkannya agar
dapat diterima.
Nilai tertimbang dari Proses komunikasi ini diperoleh nilai sebesar 87,53
persen, artinya keberhasilan proses komunikasi SL-PET telah mencapai
9
87,53 persen sisanya 12,47 persen dimungkinkan sebagai akibat dari
adanya gangguan atau distorsi ketika proses komunikasi ini sedang
berlangsung.
2) Penerapan SRI Organik
Secara umum suatu inovasi akan lebih mudah diadopsi apabila :
1) Secara teknis memungkinkan untuk dilaksanakan
2) Secara sosial mudah diterima/tidak bertentangan dengan norma
3) Secara ekonomis lebih menguntungkan dari yang terdahulu
4) Secara ekologis tidak mengganggu kelestarian lingkungan
5) Secara politis tidak bertentangan dengan kebijakan Pemerintah.
Kegiatan SL-PET tidak terlepas dari hal-hal tersebut di atas, karena pada
hakekatnya adalah untuk memperbaiki sesuatu yang telah ada di petani
agar kesejahteraan petani dan keluarganya dapat lebih baik dan yang
lebih
penting
adalah
terjadinya
peningkatan
produktivitas
yang
berkesinambungan.
Proses adopsi inovasi adalah proses mental dan fisik pada diri
seseorang melalui tahap-tahap sadar, tertarik, menilai, mencoba, dan
menerapkan suatu inovasi (Toto Bermana Belli, 1999).
Berdasarkan hasil deskripsi data primerterlihat bahwa petani
responden telah mengadopsi teknologi secara baik. Hal ini terlihat dari
nilai yang dicapai termasuk kedalam kategori tinggi dengan nilai
tertimbang (NT) 90,23 persen. Artinya bahwa petani telah menerapkan
teknologi SRI pada usahatani padi yang mereka laksanakan sebesar
90,23 persen.
Tujuan lain dari metode SL-PET selain petani menerapkan SRI
organik atau menerapkan usahatani padi organik yang mengedepankan
filosopi pertanian organik juga diharapkanpula dalam melaksanakan
usahatani
padi
organik
pengelolaan agroinput
ini
diikuti
pula
dengan
dilaksanakannya
dengan memanfaatkan sumberdaya lokal yang
terdapat disekitar petaniterutama bahan-bahan organik
yang dikelola
menjadi pupuk organik padat atau pupuk organik cair yang pada akhirnya
10
diharapkan petani mampu mengurangi ketergantungan terhadap pihak
luar yang tinggi selama ini yang mana dalam usahatani konvensional,
agroinput (pupuk kimia an-organik) tidak dapat dibuat
oleh
petani
sehingga harus selalu dibeli kepada pihak luar.
Berdasarkan hasil jawaban dari petani untuk indikator Adopsi dan
pengelolaan Agroinput diperoleh nilai sebesar 10,56 dan 14,44, nilai
tersebut termasuk dalam kategori tinggi artinya petani setelah mengikut
kegiatan SL-PET mampu menerapkan program SRI secara baik dan
mampu mulai mandiri didalam pengelolaan agroinput yaitu memanfaatkan
sumberdaya lokal terutama bahan organik yang diolah sendiri oleh petani
menjadi pupuk organik.
3. Hubungan Proses Komunikasi SL-PET dengan Penerapan SRI
Organik.
11
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien korelasi (rs) =
0,4291 nilai tersebut lebih besar dari nilai rs tabel (α = .05) = 0,400. Nilai
koefisien korelasi
sebesar 0,4291, artinya terdapat korelasi sebesar
42,91 persen antara Proses Komunikasi SL-PET
dengan Penerapan
(adopsi) inovasi SRI. Nilai t hitung diperoleh sebesar 2,278 nilai tersebut
lebih besar dari nilai t tabel (α = .05) =2,060, dapat ditarik keputusan
menolak hipotesis nol artinya terdapat hubungan yang nyata (signifikan)
antara Proses Komunikasi SL-PET dengan Penerapan (adopsi) inovasi
SRI pada kelompok tani Jembar II di Desa Margahayu Kecamatan
Manonjaya.
Terjadinya
hubungan
antara
proses
komunikasi
SL-PET
dengan
penerapan SRI organik ini dimungkinkan Proses komunikasi SL-PET
dipandang mampu mempengaruhi petani sehingga terjadi perubah sikap
dan perilaku (afektif) yang dibarengi pula dengan terjadinya perubahan
penetahuan (kognitif) dan pada akhirnya berpengaruh pula pada
keterampilan (psikomotor) penerapan pertanian SRI Organik.
Pengaruh
ini dapat dikatakan mengena jika perubahan yang terjadi pada penerima
sama dengan tujuan yang diinginkan oleh komunikator. Hal ini sejalan
dengan pendapat Hafied Cangara (2009), mengenai khalayak menerima
ide baru dimungkinkan karena :
1. Adanya kepentingan ganda yang dapat diperoleh kedua belah
pihak, yakni antara sumber (decoder) dan penerima (encoder) atau
dalam istilah asing disebut dengan overlapping of interest.
2. Pesan itu memberi pemecahan pada masalah yang dihadapi oleh
khalayak (problem solving).
3. Khalayak
(penerima
pesan)
percaya
komunikator
yang
menyampaikan pesan itu memiliki kompentensi dan kredebelitas
yang tinggi.
4. Khalayak percaya bahwa pesan itu dapat membuat perubahan
sebagaimana yang diinginkannya.
12
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1) Proses komunikasi pada kegiatan Sekolah Lapangan Pembelajaran
Ekologi Tanah (SL-PET) telah berjalan secara baik
dan dapat
dikatagorikan ke dalam klasifikasi tinggi dimana sumber informasi dan
komunikan telah menjalankan peran dan fungsinya secara baik
2) Penerapan SRI Organik oleh para petani peserta SL-PET telah
diadopsi secara baik dengan nilai yang dicapai dapat dikategorikan
kedalam klasifikasi tinggi
dan mempunyai nilai tertibang (NT) 90,3
persen.
3) Terdapat hubungan yang nyata (significant) antara Proses Komunikasi
Sekolah Lapangan Pembelajaran Ekologi Tanah (SL-PET) dengan
Penerapan (adopsi) inovasi SRI Organik pada kelompok tani Jembar II
di Desa Margahayu Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya.
Berdasarkan pada kesimpulan yang telah dihasilkan dari penelitian ini,
maka dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut :
1) Proses Komunikasi Sekolah Lapangan Pembelajaran Ekologi Tanah
(SL-PET) telah mampu menggugah para petani untuk menerapkan
SRI organik, maka dari itu dalam rangka pemasyarakatan pertanian
organik, metode SL-PET dapat terus dilakukan dibarengi dengan
peningkatan pengetahuan dan kemampuan petugas pemandu dalam
melaksanakan SL-PET.
2) Penerapan pertanian organik (SRI Organik) sebagai pertanian yang
ekologis
perlu
juga
dibarengi
dengan
terjadinya
peningkatan
produktivitas dan efisiensi usaha tani dengan dikelolanya sumberdaya
lokal sebagai agroinput, maka dari itu perlu pula dilaksanakan
pendampingan lapangan (manajemen pendampingan teknis lapangan)
oleh para petugas lapangan terhadap para petani yang akan atau
sedang melaksanakan praktek usahatani SRI Organik.
13
Download