Templat tugas akhir S1

advertisement
ANALISIS ERODIBILITAS TANAH DI BERBAGAI JENIS
TANAH DAN PENGGUNAAN LAHAN
(Studi kasus : Sub DAS Cikapundung Bandung)
VINNI ANDRIANI
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Erodibilias
Tanah di Berbagai Jenis Tanah dan Penggunaan Lahan (Studi kasus: Sub DAS
Cikapundung, Bandung) adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2017
Vinni Andriani
NIM A14110029
ABSTRAK
VINNI ANDRIANI. Analisis Erodibilias Tanah di Berbagai Jenis Tanah
dan Penggunaan Lahan (Studi kasus: Sub DAS Cikapundung, Bandung).
Dibimbing oleh KUKUH MURTILAKSONO dan SURIA DARMA TARIGAN.
Erodibilitas tanah (K) adalah kepekaan erosi tanah yang menunjukkan
mudah tidaknya tanah tererosi. Nilai K berbeda-beda menurut jenis tanah dan
penggunaan lahan, dan dapat berubah dari waktu ke waktu.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji nilai erodibilitas tanah di berbagai
jenis tanah dan penggunaan lahan, yang dilakukan di sub DAS Cikapundung,
Bandung. Penetapan erodibilitas tanah menggunakan metode yang dikembangkan
oleh Wischmeier and Smith (1978). Penetapan erodibilitas dilakukan di empat
penggunaan lahan dengan tiga jenis tanah yang berbeda, contoh tanah diambil di
erosi alur (Rill) yang terbentuk disekitar profil yang contoh tanahnya juga diambil.
Nilai erodibilitas tertinggi di Sub DAS Cikapundung yaitu pada tanah
Andisol (0.17), diikuti tanah Inceptisol (0.13) dan tanah Alfisol (0.10).
Penggunaan lahan pemukiman memiliki nilai K tertinggi (0.18) dibandingkan
Pertanian Lahan Kering Campuran (0.14), sawah (0.13) dan hutan (0.12). Nilai K
profil lebih tinggi dibandingkan nilai K alur (Rill) yaitu sebesar 0.16 dan 0.12.
Kata kunci: alur (Rill), erodibilitas tanah, jenis tanah, penggunaan lahan, profil
tanah
ABSTRACT
VINNI ANDRIANI. Analysis of Soil Erodibility in Different Types of Soils
and Land Uses (Case study: Cikapundung Watershed, Bandung). Supervised by
KUKUH MURTILAKSONO and SURIA DARMA TARIGAN.
Soil erodibility is soil susceptibility to erosion. The values of K are
different based on type of soils and landuses, and it may change from time to
time.
The research aims to study soil erodibility of different soils and land uses
type. The research was conducted in Cikapundung watershed, Bandung. Soil
erodibility was determined by using method that was developed by Wischmeier
and Smith (1978). Determination of the soil erodibility was conducted in four type
of land uses with three different type of soils. The samples of soil were taken in
the rill formed around the soil profil that its samples were also taken.
Highest soil erodibility in Cikapundung watershed was in Andisol (0.17),
and followed by Inceptisol (0.13), and Alfisol (0.10). Estate landuse has higher
erodibility value (0.18) than mixed dry agriculture land (0.14), rice field (0.13),
and forest (0.12). Soil erodibility of soil profile was higher (0.16) than Rill (0.12).
Key word: landuse, rill, soil erodibility, soil profile, soil type
ANALISIS ERODIBILITAS TANAH DI BERBAGAI JENIS
TANAH DAN PENGGUNAAN LAHAN
(Studi kasus : Sub DAS Cikapundung Bandung)
VINNI ANDRIANI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan, penelitian,
dan penulisan skripsi ini. Skripsi yang dilaksanakan sejak Mei hingga Agustus
2015 ini berjudul Analisis Erodibilias Tanah di Berbagai Jenis Penggunaan Lahan
(Studi kasus: Sub DAS Cikapundung).
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih banyak
kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Terima kasih yang sebesar-besarnya ditujukan khususnya untuk :
1. Bapak Prof. Dr. Kukuh Murtilaksono, M.Sc selaku Dosen Pembimbing
Skripsi I yang senantiasa memberikan bimbingan, nasihat, dan motivasi
selama penelitian sampai penulisan skripsi.
2. Bapak Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, M.Sc selaku Dosen Pembimbing Skripsi
II atas bimbingan dan berbagai saran dalam penyempurnaan penulisan skripsi
ini.
3. Ayah dan mama atas doa, cinta, kasih sayang,semangat, dorongan, dan materil
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.
Serta adikku tercinta Adam Azhari.
4. Seluruh staf Laboratorium dan staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya
Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
5. Mba Sri Malahayati Yusuf yang senantiasa memberikan bimbingan selama di
lapang dan penulisan skripsi serta memberi masukan dalam penulisan. Kang
Aep dan keluarga yang telah membantu selama di lapang.
6. Herman Permana atas dukungan, semangat, dan motivasinya.
7. Nia, Rere, Rani, Ariyanti, Aroyan, Iksan, Nisa, Gunawan, Tatu dan temanteman Ilmu Tanah 2011 atas kebersamaan dan dukungannya selama
perkuliahan dan penelitian.
8. Karina, Reni, Dewi, Pitri, Popo dan Riana yang selalu memberi dukukangan.
9. Seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam penelitian yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pihak yang membaca,
khususnya bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian pada kajian yang
sama.
Bogor, Januari 2017
Vinni Andriani
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
METODE
3
Tempat dan Waktu Penelitian
3
Pelaksanaan Penelitian
4
Penetapan dan Pengambilan Sampel Tanah
4
Analisis sifat tanah
7
Analisis data
7
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
8
Kondisi Wilayah
8
Jenis Tanah
9
Penggunaan Lahan
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Fisik Tanah yang Mempengaruhi Erodibilitas
11
11
Tekstur Tanah
11
Bahan Organik Tanah
13
Permeabilitas
14
Struktur
15
Erodibilitas Tanah
SIMPULAN DAN SARAN
16
18
Simpulan
18
Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
19
LAMPIRAN
21
RIWAYAT HIDUP
25
DAFTAR TABEL
1 Data Sekunder Penelitian
2 Lokasi pengambilan sampel tanah berdasarkan desa, penggunan lahan
dan jenis tanah
3 Metode yang digunakan untuk analisis sifat fisik tanah
4 Kode Struktur Tanah
5 Kode Permeabilitas Profil Tanah
6 Klasifikasi Nilai K Tanah
7 Tekstur tanah di berbagai jenis tanah dan penggunaan lahan di Sub
DAS Cikapundung Tahun 2015
8 Bahan organik di berbagai jenis tanah dan penggunaan lahan di Sub
DAS Cikapundung Tahun 2015
9 Permeabilitas di berbagai jenis tanah dan penggunaan lahan di Sub
DAS Cikapundung Tahun 2015
10 Rata-rata nilai erodibilias (K) di berbagai jenis tanah tanpa
memperhatikan penggunaan lahan dan letak sampling di Sub DAS
Cikpundung Tahun 2015
11 Rata-rata nilai erodibilias (K) di berbagai jenis penggunaan lahan tanpa
memperhatikan jenis tanah dan letak sampling di Sub DAS Cikpundung
Tahun 2015
12 Rata-rata nilai erodibilias (K) pada alur (Rill) dan profil tanpa
memperhatikan jenis penggunaan lahan dan jenis tanah di Sub DAS
Cikpundung Tahun 2015
4
7
7
8
8
8
12
14
15
16
17
18
DAFTAR GAMBAR
1 Peta penyebaran lokasi pengambilan sampel tanah dengan aliran sungai
di wilayah DAS Cikapundung
2 Peta penyebaran lokasi pengambilan sampel tanah di berbagai jenis
penggunaan lahan di wilayah DAS Cikapundung
3 Peta penyebaran lokasi pengambilan sampel tanah di berbagai
penggunaan lahan di wilayah DAS Cikapundung
4 Pengambilan sampel tanah pada profil tanah
5 Pengambilan sampel pada daerah alur erosi yang terlihat di sekitar
pengambilan sampel profil
6 Penggunaan Lahan Hutan di desa Ciburial
7 Penggunaan Lahan Pemukiman di desa Lembang
8 Penggunaan Lahan Pertanian Lahan Kering Campuran di desa
Pagerwengi
9 Penggunaan Lahan Sawah di desa Tegal Luar
3
5
5
6
6
10
10
11
11
DAFTAR LAMPIRAN
1 Nilai Tekstur tanah di berbagai jenis tanah dan penggunaan lahan di
Sub DAS Cikapundung Tahun 2015
2 Kandungan bahan organik di berbagai jenis tanah dan penggunaan
lahan di Sub DAS Cikapundung Tahun 2015
3 Nilai permeabilias di berbagai jenis tanah dan penggunaan lahan di Sub
DAS Cikapundung Tahun 2015
4 Struktur tanah analisis lapang di berbagai jenis tanah dan penggunaan
lahan di Sub DAS Cikapundung Tahun 2015
5 Nilai Erodibilias (K) Tanah di berbagai jenis tanah dan penggunaan
lahan di Sub DAS Cikpundung Tahun 2015
21
22
22
23
24
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu permasalahan produktifitas lahan di daerah tropika termasuk
Indonesia adalah erosi (Alibasyah 2000). Erosi yang terjadi pada daerah yang
beriklim tropis pada umumnya disebabkan karena hujan. Hal ini terjadi karena
intensitas hujan di daerah tropis lebih tinggi dari daerah lainnya. Erosi merupakan
peristiwa terdispersinya agregat tanah yang kemudian terdeposisi ke tempat lain
oleh aliran permukaan. Hal tersebut menyebabkan terjadinya penurunan
kesuburan tanah di tempat terjadinya erosi sehingga menyebabkan produktivitas
lahan menurun.
Metode umum yang sering digunakan untuk memprediksi erosi adalah
metode USLE (Universal Soil Loss Equation). Metode tersebut dikembangkan
oleh Wischmeier and Smith dengan beberapa faktor yaitu erosivitas hujan,
erodibilitas tanah, panjang lereng, kemiringan lereng, pengelolaan tanaman dan
konservasi tanah. Salah satu faktor yang mempengaruhi kepekaan erosi adalah
nilai erodibilias tanah (nilai K). Kepekaan suatu tanah terhadap erosi atau nilai
erodibilitas suatu tanah ditentukan oleh ketahanan tanah dan kemampuan tanah
untuk menyerap air (infiltrasi dan perkolasi). Ketahanan tanah menentukan mudah
tidaknya massa tanah dihancurkan oleh air (baik air hujan maupun limpasan
permukaan), dan infiltrasi/perkolasi menentukan volume limpasan permukaan
(yang mengikis dan mengangkut hancuran massa tanah). Jadi makin sukar tanah
menyerap air, makin besar limpasan permukaan, makin besar massa tanah terkikis
dan terangkut, sehingga nilai erodibilitas juga semakin tinggi (Utomo 1994).
Salah satu penelitian yang telah dilakukan oleh Oktiviany (2009) di desa
Ciputri, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur dengan jenis tanah Andisol pada
kecuraman lereng sebesar 3-8% memiliki nilai erodibilitas 0.32 pada penggunaan
lahan hutan dan 0.33 pada jenis penggunaan lahan tegalan, sedangkan pada
kecuraman lereng 15-30% sebesar 0.16 di penggunaan lahan hutan dan 0.21 pada
penggunaan lahan tegalan. Pada penelitian yang dilakukan oleh A’yunin (2008) di
lereng timur Gunung Sindoro dengan jenis tanah Andisol di penggunaan lahan
perkebunan tembakau dengan kemiringan lereng 15-25% memiliki nilai
erodibilitas 0.18. Hasil penelitian Ashari (2013) menunjukkan nilai erodibiltas
sebesar 0.47 dan 0.20, masing-masing pada jenis tanah Alfisol, penggunaan lahan
sawah, kelas lereng yang miring dan penggunaan lahan tegalan yang memiliki
kelas lereng curam. Pada jenis tanah Inceptisol dengan penggunaan lahan
pemukiman dan memiliki lereng yang miring nilai erodibilitas tanahnya sebesar
0.58, sedangkan pada penggunaan lahan sawah dengan kelas lereng yang sama
nilai erodibilitas yang dimiliki sebesar 0.36 dan pada penggunaan lahan tegalan
nilai erodibilitas yang dimiliki sebesar 0.34.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian diatas diketahui bahwa nilai K berbedabeda dari suatu tempat ke tempat yang lainnya dan dapat berubah dari waktu ke
waktu, karena dipengaruhi oleh pengelolaan lahan. Perbedaan pengelolaan lahan
menyebabkan perbedaan permeabilitas, struktur dan kandungan bahan organik.
Selain itu, nilai K juga dipengaruhi oleh tekstur tanah. Nilai K juga berbeda
berdasarkan proses terjadinya erosi apakah erosi alur atau erosi lembar (Arsyad
2
2010). Dengan demikian sangat penting dilakukan penentuan nilai K untuk
masing-masing daerah yang akan diprediksi erosinya sehingga dapat dilakukan
tindakan konservasi dan pengelolaan tanah secara tepat.
Oleh karena itu, dilakukan penentuan nilai K untuk Sub DAS
Cikapundung. Daerah tersebut dipilih karena berdasarkan data tahun 2009
memiliki nilai erosi potensial sebesar 450 ton/ha/tahun dengan indeks erosi buruk
hampir mendekati nilai ambang sangat buruk (>480 ton/ha/tahun) (Dephut 2009).
Dengan demikian, pembaharuan nilai K berdasarkan data lapang tahun 2015 akan
membantu instansi terkait dalam memprediksi erosi dan pada akhirnya akan
sangat berguna dalam menentukan praktek konservasi tanah dan air yang akan
disusun untuk mengelola Sub DAS Cikapundung.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji nilai erodibilitas tanah di berbagai
jenis tanah dan penggunaan lahan di Sub DAS Cikapundung, Bandung.
3
METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah Sub DAS Cikapundung (Gambar 1).
Analisis tanah di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu
Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor. Penelitian
dilakukan mulai dari bulan Mei 2015 hingga Agustus 2015 dengan lokasi Sub
DAS Cikapundung.
Gambar 1 Peta penyebaran lokasi pengambilan sampel tanah dengan aliran sungai
di wilayah DAS Cikapundung
Bahan dan Alat
Penelitian ini menggunakan contoh tanah utuh dan contoh tanah
terganggu. Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa ring sampler, GPS,
pisau, cangkul, karung, cutter, golok, alumunium foil, plastik dan alat tulis. Untuk
peralatan laboratorium seperti timbangan, oven, buret, corong, gelas ukur,
erlmeyer, labu ukur, tabung raksi, pipet volumetrik, kertas saring, kalkulator,
cawan porselin, alat penetapan permeabilitas, hot plate, gelas piala, dan lain
sebagainya.
Bahan kimia yang digunakan dalam analisis laboratorium adalah H2O2,
Natrium pirofospat (Na3P4O7), HCl, dan Aquadest untuk penetapan tekstur.
4
Kalium Dikromat (K2Cr2O7), H2SO4, FeSO4, Indikator Feroin, Aquadest, untuk
penetapan bahan organik. Serta seperangkat komputer yang dilengkapi Software
Arc Gis untuk pengolahan peta dan Software Microsoft Excel untuk pengolahan
data serta data sekunder yang terdiri dari peta seperti yang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Data Sekunder Penelitian
No.
Nama Bahan
Sumber
1
Peta Tanah (Skala 1:100.000)
Pusat Penelitian Tanah
2
Peta Penggunaan Lahan Tahun
Tahun 2014 (Skala 1:250.000)
BAPLAN Kementrian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan
Pelaksanaan Penelitian
Penetapan dan Pengambilan Sampel Tanah
Pengambilan sampel tanah dilakukan berdasarkan Satuan Lahan yang
merupakan hasil tumpang tindih dari peta tanah dan penggunaan lahan. Dari SPT
tersebut hanya dipilih 15 SPT yang diambil sampel tanahnya, yaitu SPT yang
representatif terhadap setiap jenis tanah dan penggunaan lahan. SPT tersebut lalu
dilakukan tumpang tindih dengan peta administrasi sehingga diketahui lokasi
masing-masing titik yang telah ditentukan (Gambar 2, Gambar 3 dan Tabel 2).
Penentuan titik sampel dilakukan berdasarkan peta tanah dengan skala
1:100000 yang merupakan tanah asosiasi dengan klasifikasi tanah hingga tingkat
sub grup. Pada saat pengambilan sampel di lapangan untuk mempermudah maka
dipilih salah satu yang dominan dan hanya menggunakan nama ordo tanah.
Pada masing-masing titik profil tanah dibuat hingga kedalaman ± 1,2 m
setiap profil dibedakan setiap horizonnya (Gambar 4). Satu profil tanah terdapat 3
sampai 4 horizon tergantung hasil pengamatan dilapang. Setelah itu diambil tanah
terganggu dan utuh pada masing-masing horizon hanya saja untuk analisis nilai K
hanya dibutuhkan sampel pada horizon paling atas. Selain itu diambil juga tanah
terganggu pada alur-alur (Rill) yang terbentuk disekitar profil yaitu pada
kedalaman 0 sampai 10 cm (Gambar 5). Tanah terganggu digunakan untuk
analisis kadar air, tekstur, dan kandungan bahan organik sedangkan sampel tanah
utuh di gunakan untuk analisis permeabilitas.
5
Gambar 2 Peta penyebaran lokasi pengambilan sampel tanah di berbagai jenis
penggunaan lahan di DAS Cikapundung
Gambar 3 Peta penyebaran lokasi pengambilan sampel tanah di berbagai jenis
tanah di wilayah DAS Cikapundung
6
Gambar 4 Pengambilan sampel tanah pada profil tanah.
Gambar 5 Pengambilan sampel pada daerah alur erosi yang terlihat (tanda panah)
di sekitar pengambilan sampel profil.
7
Tabel 2 Lokasi pengambilan sampel tanah berdasarkan desa, penggunan lahan dan
jenis tanah
Titik pengambilan
sampel
Langen Sari
Langen Sari
Kayu Ambon
Lembang
Cibodas
Pagerwangi
Wangun harja
Cikidang
Jaya giri
Cikidang
Tegal luar
Ciburial
Dago
Cimenyan
Hutan
PLKC
Sawah
Pemukiman
Andisol
Andisol
Alfisol
Alfisol
-
Andisol
Inceptisol
Andisol
Inceptisol
-
Andisol
-
Andisol
Inceptisol
Inceptisol
Andisol
Alfisol
Analisis Sifat Tanah
Metode yang digunakan untuk analisis sifat-sifat tanah meliputi tekstur
tanah, kadar bahan organik tanah, permeabilitas, struktur tanah dan nilai
erodibilias tanah disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Metode yang digunakan untuk analisis sifat fisik tanah
No.
Parameter Tanah
Metode Analisis
1
Tekstur
Pipet
2
Bahan Organik Tanah
Walkley dan Black
3
Permeabilitas
Hukum Darcy
4
Struktur
Pengamatan Lapang
Analisis Data
Menurut Wischmeier dan Smith (1978) nilai erodibilitas dapat dihitung
dengan persamaan :
100 K = 1,292 [2,1 M1,14 (10-4)(12 – a) + 3.25(b – 2) + 2.5 (c – 3)
dimana,
K : Faktor erodibilitas tanah
M : % debu + pasir halus x (100 - %klei)
a : Persentase bahan organik (1,724 x %C)
b : Kode klasifikasi struktur tanah
c : Kelas permeabilitas tanah
Kode struktur tanah disajikan pada Tabel 4. Struktur tanah yang telah
diamati dilapang dicocokan dengan deskripsi yang ada di Tabel 4 sehingga
8
diketahui kode strukturnya. Begitu pula dengan nilai permeabilitas tanah, nilai
yang diperoleh dari hasil analisis laboratorium kemudian diklasifikasikan sesuai
dengan Tabel 5. Kemudian nilai struktur dan permeabilitas tersebut dimasukan ke
dalam rumus perhitungan nilai K sehingga diketahui besarnya kepekaan tanah
terhadap erosi. Klasifikasi nilai erodibilitas tanah disajikan pada Tabel 6.
Tabel 4 Kode Struktur Tanah
Kelas Struktur Tanah (ukuran diameter)
Granular sangat halus (<1mm)
Granular halus (1 sampai 2 mm)
Granular sedang sampai kasar (2 sampai 10mm)
Berbentuk balok, blocky, plat, massif
Kode
1
2
3
4
Tabel 5 Kode Permeabilitas Profil Tanah
Kelas Permeabilitas
Sangat Lambat
Lambat
Lambat sampai sedang
Sedang
Sedang samapi cepat
Cepat
Kecepatan (cm/jam)
< 0.5
0.5 sampai 2.0
2.0 sampai 6.3
6.3 sampai 12.7
12.7 sampai 25.4
> 25.4
Kode
6
5
4
3
2
1
Tabel 6 Klasifikasi Nilai K Tanah
Kelas
1
2
3
4
5
6
Nilai K
0.00 – 0.10
0.11 – 0.21
0.22 – 0.32
0.33 – 0.44
0.45 – 0.55
0.56 – 0.64
Harkat
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Agak Tinggi
Tinggi
Sangat Tinggi
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Kondisi Wilayah
Secara geografis Sub DAS Cikapundung memiliki areal seluas 30 517 ha
dengan letak geografis 107°33ˈ00ˈˈ – 107°44ˈ1ˈˈ BT dan 6°43ˈ30ˈˈ – 7°01ˈ00ˈˈ
LS dan termasuk dalam wilayah administratif Kab. Bandung, Kab. Bandung
Barat, dan Kota Bandung. Aliran air Sub DAS Cikapundung berasal dari
rangkaian Gunung Sukatinggi, Gunung Tangkuban Perahu, Gunung Kramat,
Gunung Lingkung, Gunung Pulasari di utara kotamadya Bandung dan bermuara
ke Sungai Citarum Hulu di daerah Dayeuh Kolot. Panjang sungai utama kurang
lebih 30 km dengan bentuk DAS melebar di daerah hulu dan sempit di bagian
hilir. Penggunaan lahan pada Sub DAS Cikapundung terdiri dari kawasan
budidaya (perkebunan dan ladang), serta kawasan hutan konservasi yang
posisinya menyebar di bagian hulu, sedangkan sebagian besar pemukiman dan
lahan terbangun terdpat di bagian hilir.
9
Jenis Tanah
Pengertian tanah berbeda-beda tergantung dari kepentingan penggunaan
tanah tersebut. Tanah dari segi manfaat memiliki arti : (1) sebagai media tempat
tumbuh tanaman, (2) sebagai dasar bangunan dan tempat tinggal, dan (3) sebagai
gudang mineral dan bahan-bahan industri (Djunaedi dan Suwardi 2002). Beberapa
jenis tanah yang dijumpai di Sub DAS Cikapundung yaitu Andisol, Inceptisol dan
Alfisol.
Andisol. Andisol dijumpai di daerah beriklim sedang dengan curah hujan diatas
2500 mm per tahun tanpa bulan kering, terbentuk dari abu dan tuf volkan
didataran tinggi dan sekitar kerucut volkan, pada ketinggian 1000 – 1500 m diatas
permukaan air laut. Di Jawa Barat, Andisol terdapat di daerah Lembang dan
sekitarnya serta didaerah sekitar Gunung Gede Pangrango. Aktivitas gunung api
yang tinggi di Indonesia menghasilkan bahan piroklastik sebagai sumber bahan
induk. Andisol memiliki lapisan berwarna hitam, dan lapisan bawah berwarna
coklat sampai kuning kelabu. Tanah ini berbahan organik tinggi di lapisan atas,
bertekstur lempung hingga debu, remah dan gembur, kadang-kadang berpadas
lunak, agak masam, kejenuhan basa sedang dan daya absorbsi sedang sampai
tinggi dan memiliki permeabilitas sedang dan peka erosi (Soepraptohardjo1979).
Inceptisol. Inceptisol merupakan tanah muda karena profilnya mempunyai
horizon tanah yang pembentukannya agak cepat dari bahan induk. Secara umum,
tanah Inceptisol yang belum berkembang lanjut memiliki sifat cukup subur,
kandungan bahan organiknya tinggi, dan banyak mengalami pencucian (Foth
1984). Menurut Hardjowigeno (1989) Inceptisol memiliki kadar klei >60%,
remah sampai gumpal, gembur, warna tanah gelap, solum dalam (>150cm), dan
mempunyai struktur yang baik.
Alfisol. Tanah ini menyebar di daerah-daerah semiarid (beriklim kering sedang)
sampai daerah tropis (Hardjowigeno 1993). Alfisol dicirikan oleh horizon eluviasi
dan iluviasi yang jelas. Alfisol memiliki lapisan solum tanah yang cukup tebal
yaitu antara 90-200 cm, tetapi batas antara horizon tidak begitu jelas. Warna tanah
adalah coklat sampai merah. Tekstur agak bervariasi dari lempung sampai klei,
dengan struktur gumpal bersudut. Kandungan unsur hara tanaman seperti N, P, K
dan Ca umumnya rendah dan reaksi tanahnya (pH) sangat tinggi (Sarief 1985).
Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan (land use) merupakan bentuk intervensi (campur
tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya
baik material maupun spiritual. Penggunaan lahan dikelompokkan menjadi dua
golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan
pertanian (Arsyad 2006).
Penggunaan lahan sangat mempengaruhi aliran permukaan, erosi, dan
sedimentasi terutama dalam hal kemampuan penggunaan lahan memberi sanggaan
(buffer) terhadap masukan (input) curah hujan sehingga tidak menimbulkan erosi
dan banjir akibat limpasan aliran permukaan. Kemampuan menyangga dari
10
suatujenis penggunaan lahan dipengaruhi oleh struktur tajuk tanaman, sistem
perakaran tanaman, dan kerapatan tanaman (Yuzirwan 1996).
Hutan. Hutan adalah areal yang didominasi berbagai jenis pepohonan besar dan
pepohonan kecil dengan strata yang rendah pada tingkat pertumbuhan yang
maksimum, dapat meliputi hutan heterogen yang merupakan hutan alam atau
hutan homogen yang ditumbuhi pepohonan dengan didominasi oleh satu jenis saja
(Sitorus 1989). Hutan yang terdapat pada lokasi penelitian tergolong hutan
homogen yang di tumbuhi oleh pohon pinus, dan hutan heterogen yang di tumbuhi
oleh berbagi jenis pohon. Pohon pinus termasuk tanaman yang mampu hidup
bertahun-tahun (perennial). Kondisi penggunaan lahan hutan disajikan pada
Gambar 6.
Gambar 6 Penggunaan lahan hutan di desa Ciburial
Pemukiman. Pemukiman merupakan lingkungan yang di dalamnya terdapat
beberapa bangunan yang menunjang kehidupan manusia seperti: utilitas umum,
sarana dan prasarana. Pemukiman dapat ditemukan di perkotaan dan perdesaan.
Kondisi penggunaan lahan pemukiman disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7 Penggunaan lahan pemukiman di desa Lembang
Pertanian Lahan Kering Campuran. Pertanian lahan kering campuran
merupakan kegiatan pertanian yang umumnya berlangsung di daerah dataran
tinggi yang tidak pernah tergenang atau digenangi air selama periode tertentu,
11
serta hanya mengandalkan curah hujan dan air irigasi. Kondisi penggunaan lahan
kering campuran (PLKC) disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8 Penggunaan lahan PLKC di desa Pagerwengi
Sawah. Sawah merupakan kegiatan pertanian yang dilakukan di lahan basah dan
memiliki kandungan air yang cukup. Kondisi penggunaan lahan sawah disajikan
pada Gambar 9.
Gambar 9 Penggunaan lahan sawah desa Tegal Luar
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Fisik Tanah yang Mempengaruhi Erodibilitas
Tekstur Tanah
Tekstur tanah adalah perbandingan relatif dari berbagai partikel tanah
dalam suatu massa tanah, terutama perbandingan antara fraksi- fraksi klei, debu,
dan pasir (Sarief 1985).
Menurut Weischmeier dan Smith (1969), sifat-sifat tanah yang menunjang
proses kehilangan tanah ialah: persentase pasir, debu, klei, dan bahan organik, pH,
struktur, dan bobot isi pada lapisan olah dan subsoil; keadaan lereng permukaan,
ruang pori yang terisi udara, pengaruh sisa tanaman, agregasi partikel tanah, bahan
12
induk, jenis klei dan interaksi dari faktor-faktor tersebut. Persentase pasir, debu
dan klei harus dianggap mempunyai hubungan yang erat terhadap sifat fisik kimia
tanah pada lapisan permukaan. Apabila rasio pasir terhadap debu berkurang, maka
nilai kepekaan erosi menjadi bertambah besar.
Fraksi pasir halus, debu, dan klei tanah di berbagai jenis tanah,
penggunaan lahan dan kedalaman tanah disajikan pada Tabel 7. Fraksi pasir halus,
debu, dan klei tanah hasil analisis laboratorium disajikan pada Lampiran 1.
Perbedaan persentase partikel-partikel tanah di setiap jenis tanah dan
penggunaan lahan dapat disebabkan karena perbedaan sifat-sifat fisik yang
dimiliki berbeda-beda. Pada Andisol, persentase debu lebih tinggi dibandingkan
pasir halus dan klei, kelas tekstur di penggunaan lahan PLKC adalah lempung liat
berdebu, pada penggunaan lahan pemukiman dan hutan kelas teksturnya adalah
lempung berdebu. Inceptisol dan Alfisol memiliki kandungan klei lebih tinggi
dibandingkan pasir halus dan debu dengan kelas tekstur klei (Tabel 7 dan Gambar
10). Andisol memiliki kadar klei yang lebih rendah bila dibandingkan dengan
Inceptisol dan Alfisol sebab pada Inceptisol dan Alfisol sudah mengalami
perkembangan lebih lanjut dan terjadi penumpukan liat lebih tinggi dibandingkan
Andisol. Sedangkan Andisol terbentuk dari bahan vulkanik yang berasal dari
wilayah dan aktivitas vulkanik yang banyak mengandung debu dan belum
mengalami tingkat pelapukan lebih tinggi, hal ini menyebabkan kadar klei yang
tidak terlalu tinggi.
Tabel 7 Kelas tekstur tanah di berbagai jenis tanah dan penggunaan lahan di Sub
DAS Cikapundung Tahun 2015
Jenis
Tanah
Penggunaan
Lahan
Fraksi (%)
Letak
Pasir
Halus
Debu
Klei
Alur (Rill)
6.83
37.96
30.24
Lempung Liat Berdebu
Profil
6.67
46.31
22.36
Lempung Liat Berdebu
Alur (Rill)
4.69
45.38
29.39
Lempung Berdebu
Profil
8.37
39.14
25.41
Lempung Berdebu
Alur (Rill)
8.99
33.13
32.47
Lempung Berdebu
Profil
7.51
27.36
25.70
Lempung Berdebu
Alur (Rill)
4.47
20.29
56.22
Klei
Profil
2.99
35.84
49.11
Klei Berdebu
Alur (Rill)
1.65
22.13
73.68
Klei
Profil
1.65
22.13
73.68
Klei
Alur (Rill)
2.05
12.88
81.44
Klei
Profil
2.05
12.88
81.44
Klei
Alur (Rill)
9.52
20.09
63.51
Klei
Profil
1.42 21.07
Keterangan : PLKC = Pertanian lahan kering campuran
74.56
Klei
Andisol
Andisol
Andisol
Inceptisol
Inceptisol
Alfisol
Alfisol
PLKC
Pemukiman
Hutan
PLKC
Sawah
Hutan
PLKC
Kelas Tekstur
13
Perbedaan komposisi dari fraksi pasir, debu dan klei sangat mempengaruhi
besarnya erosi terutama dalam hal infiltrasi, kemampuan menahan air, dan laju
pergerakan air dan udara dalam tanah. Apabila pasir terdapat dalam jumlah yang
tinggi, maka semakin banyak ruang pori diantara partikel-partikel tanah sehingga
memperlancar gerakan udara dan air. Banyaknya ruang pori akan sangat
menentukan kapasitas atau kemampuan infiltrasi. Apabila jumlah yang berukuran
besar semakin banyak, maka kapasitas atau kemampuan infiltrasi pun makin
besar. Infiltrasi yang besar akan berpengaruh pada menurunnya aliran permukaan
sehingga dapat menekan terjadinya erosi.
Tingginya kandungan pasir sangat halus dan debu serta kandungan klei
yang rendah pada tanah menunjukkan bahwa tanah tersebut peka terhadap erosi.
Dengan kandungan klei yang lebih rendah, kemampuan tanah untuk mengikat
partikel-partikel tanah menjadi lemah. Hal ini sejalan dengan Wischmeier dan
Mannering (1969) yang menyatakan bahwa klei memiliki peranan yang negatif
terhadap besarnya erosi yang terjadi. Menurut Dariah et al.(2004), debu
merupakan fraksi tanah yang paling mudah tererosi, karena selain mempunyai
ukuran yang relatif halus, fraksi ini juga tidak mempunyai kemampuan untuk
membentuk ikatan (tanpa adanya bantuan bahan perekat), karena tidak
mempunyai muatan sehingga mudah dihancurkan oleh energi hujan.
Bahan Organik Tanah
Menurut Hanafiah (2007), bahan organik tanah merupakan kumpulan
beragam senyawa organik kompleks yang sedang atau telah mengalami proses
dekomposisi. Sumber utama bahan organik pada tanah adalah sisa-sisa tanaman
berupa daun, batang, buah ataupun akar.
Menurut Subagyono et al. (2004), tanah-tanah yang cukup mengandung
bahan organik umumnya menyebabkan struktur tanah menjadi mantap sehingga
tahan terhadap erosi. Tanah dengan kandungan bahan organik kurang dari 2%
umumnya peka terhadap erosi. Bahan organik di dalam tanah berfungsi sebagai
perekat (Cementing Agent) dalam pembentukan dan pemantapan agregat tanah,
sehingga agregat tanah tidak mudah hancur karena pukulan butir air hujan.
Agregat tanah yang hancur menjadi butir tunggal dapat menyumbat pori-pori
tanah, sehingga kapasitas infiltrasi tanah menurun dan tanah peka terhadap erosi.
Penyumbatan pori tanah yang berakibat pada pengurangan total pori juga akan
berdampak pada kapasitas tanah menahan air.
Bahan organik tanah di berbagai jenis tanah, penggunaan lahan dan
kedalaman tanah disajikan pada Tabel 8. Bahan organik tanah hasil analisis
laboratorium disajikan pada Lampiran 2. Tabel 8 menunjukan bahwa bahan
organik pada setiap sampel relatif tinggi pada bagian tanah alur (Rill)
dibandingkan bagian profil. Hal ini dapat disebabkan karena adanya penumpukan
bahan organik yang terbawa oleh aliran air dan terdeposisi, sedangkan pada profil
bahan organik akan mudah terbawa dengan adanya aliran air dan berpindah ke
bagian alur.
14
Tabel 8 Bahan organik di berbagai jenis tanah dan penggunaan lahan di Sub DAS
Cikapundung Tahun 2015
Bahan Organik (%)
Letak
Jenis Tanah
Penggunaan
Lahan
Andisol
PLKC
6.73
5.56
Andisol
Pemukiman
7.54
5.78
Andisol
Hutan
7.70
4.82
Inceptisol
PLKC
6.57
3.72
Inceptisol
Sawah
1.66
1.66
Alfisol
Hutan
3.54
3.54
Alur (Rill)
Alfisol
PLKC
3.56
Keterangan : PLKC = Pertanian lahan kering campuran
Profil
1.65
Kadar bahan organik tertinggi dimiliki oleh Andisol dengan penggunaan
lahan hutan pada bagian alur (Rill) yaitu 7.70% dan terendah pada Alfisol di
penggunaan lahan PLKC bagian profil tanah sebesar 1.65% dan pada penggunaan
lahan sawah pada Inceptisol yaitu 1.66%. Rendahnya kandungan bahan organik
pada lahan PLKC disebabkan adanya kegiatan pertanian yang berlangsung terus
menerus sehingga terjadi pengambilan unsur hara secara intensif oleh tanaman
namun tidak diimbangi oleh penambahan bahan organik yang sesuai. Hairiah et
al. (2004) menyatakan jumlah dan keragaman vegetasi relatif lebih rendah pada
lahan pertanian dibandingkan hutan. Selain dari faktor bahan organik, bobot isi
yang tinggi disebabkan oleh aktivitas masyarakat setempat dalam memanfaatkan
atau mengkonsumsi hasil pertanian maupun kayu sehingga mengakibatkan
terjadinya pemadatan tanah. Sedangkan rendahnya bahan organik pada
penggunaan lahan sawah dikarenakan sawah merupakan pertanian dengan
pengelolaan tanahnya yang tergenang sehingga bahan organik mudah mengalami
pencucian.
Tingginya kadar bahan organik pada Andisol dikarenakan penggunaan
lahannya yaitu hutan yang didominasi tutupan lahan dengan populasi vegetasi
pepohonan yang cukup padat. Dari pepohonan menghasikan serasah yang
menyumbangkan bahan organik pada tanah. Bahan organik yang tinggi dapat
memicu peningkatan populasi dan aktivitas organisme sehingga menyebabkan
tanah menjadi subur.
Permeabilitas
Kemampuan tanah untuk melalukan air pada media berpori (tanah) dalam
keadaan jenuh disebut permeabilitas. Permeabilitas umumnya diukur dengan laju
aliran air melalui tanah dalam suatu waktu dan umumnya dinyatakan dalam
cm/jam (Foth 1988). Menurut Hillel (1971), beberapa faktor yang mempengaruhi
permeabilitas antara lain tekstur, porositas, serta distribusi ukuran pori, stabilitas
agregat, struktur tanah, dan kandungan bahan organik. Struktur tanah sangat
penting dalam menentukan permeabilitas tanah, karena struktur yang mantap
(tanah remah) dapat mempertahankan ruang pori sehingga mempermudah air
merembes ke dalam tanah.
15
Permeabilitas tanah di berbagai jenis tanah, penggunaan lahan dan
kedalaman tanah disajikan pada Tabel 9. Permeabilitas tanah hasil analisis
laboratorium disajikan pada Lampiran 3.
Tabel 9 Permeabilitas di berbagai jenis tanah dan penggunaan lahan di Sub DAS
Cikapundung Tahun 2015
Permeabilitas
(cm/jam)
Kode Tanah
Penggunaan Lahan
Andisol
PLKC
17.42
Sedang sampai cepat
Andisol
Pemukiman
26.91
Cepat
Andisol
Hutan
23.49
Sedang sampai cepat
Inceptisol
PLKC
Sawah
6.82
7.37
Sedang
Inceptisol
Alfisol
Hutan
8.89
Alfisol
PLKC
12.06
Keterangan : PLKC = Pertanian lahan kering campuran
Keterangan
Sedang
Sedang
Sedang
Berdasarkan Tabel 9, pada Andisol dengan penggunaan lahan pemukiman
memiliki nilai permeabilitas yang tinggi yaitu 26.91 cm/jam dikarenakan Andisol
merupakan tanah yang memiliki sifat kapasitas menahan air tinggi, remah, gembur
dan kandungan bahan organik yang tinggi. Selain itu di sekitar rumah warga
terdapat pembuangan sampah rumah tangga yang sudah kita ketahui bahwa
sampah rumah tangga yang mudah busuk dan merupakan sumber bahan organik
bagi tanah. Inceptisol dengan penggunaan lahan PLKC memiliki nilai
permeabilitas yang paling rendah yaitu 6.82 cm/jam dikarenakan aktifitas
pengolahan tanah yang terus menerus dan kurangnya aktifitas organisme serta
tekstur dengan kandungan klei yang tinggi. Kanisius (1990) menyatakan bahwa
tanah dengan tekstur lempung, lempung berliat, dan liat dapat memperlambat
pergerakan air. Kelas tekstur klei termasuk kedalam jenis tanah berat. Air lebih
mudah meresap (masuk) kedalam tanah pada jenis tanah ringan (tanah remah),
sedangkan pada tanah-tanah berat (tanah liat) air akan sukar menembusnya.
Struktur
Struktur adalah ikatan butir primer ke dalam butir sekunder atau agregat.
Susunan butir-butir primer tersebut menentukan tipe struktur. Tanah yang
berstruktur kersai atau granular lebih terbuka dan akan menyerap air lebih cepat
daripada yang berstruktur dengan susunan butir-butir primernya lebih rapat.
Terdapat dua aspek struktur yang penting dalam hubungannya dengan erosi yaitu
sifat-sifat fisiko-kimia liat yang menyebabkan terjadinya flokulasi (1), dan adanya
bahan pengikat butir-butir primer sehingga terbentuknya agregat yang mantap (2)
(Arsyad 2006).
Struktur tanah yang diamati di lapangan berdasarkan bentuk dan
ukurannya, selanjutnya dibedakan menjadi 4 kelas. Struktur tanah pada titik
pengambilan sampel didominasi dengan struktur Granular sangat halus dan remah
(Lampiran 4). Struktur tanah sangat penting dalam menentukan permeabilitas
tanah, karena struktur yang mantap dapat mempertahankan ruang pori sehingga
16
mempermudah air merembes ke dalam tanah. Menurut Arsyad (2006), tanah yang
lapisan bawahnya berstruktur granular dan permeabel kurang peka terhadap erosi
dibandingkan tanah yang lapisan bawahnya padat dan permeabilitasnya rendah.
Erodibilitas Tanah (K)
Wischmeier dan Smith (1978) mengembangkan faktor erodibilitas tanah
berdasarkan atas kepekaan tanah terhadap erosi yang dipengaruhi oleh tekstur
tanah (terutama kadar debu, pasir halus dan pasir kasar), bahan organik, struktur
dan permeabilitas tanah. Sifat tanah yang lain seperti persen debu, pasir halus,
klei, kandungan bahan-bahan organik dan permeabilitas ditentukan di
laboratorium. Persentase pasir, debu dan klei dianggap mempunyai hubungan
yang erat terhadap sifat fisiko kimia tanah pada lapisan permukaan. Apabila
kandungan pasir terhadap debu berkurang, maka nilai kepekaan erosi menjadi
bertambah besar. Semakin kecil nilai K semakin kurang peka suatu tanah terhadap
erosi (Arsyad 2010).
Nilai erodibilitas di berbagai jenis tanah dan penggunaan lahan di DAS
Cikapundung disajikan pada Tabel 10. Nilai erodibilitas tanah hasil perhitungan
disajikan pada Lampiran 5. Berdasarkan Tabel 10 diketahui bahwa nilai K
tertinggi yaitu Andisol diikuti berturut-turut Inceptisol, dan Alfisol. Nilai K pada
Andisol cenderung lebih tinggi dibandingkan Inceptisol dan Alfisol dikarenakan
Andisol memiliki persen debu yang tinggi dan persen klei yang rendah
dibandingkan dengan tanah yang lainnya (Tabel 7). Urutan fraksi yang lebih
dahulu mudah diangkut oleh aliran permukaan yaitu klei, debu lalu pasir halus dan
pasir. Namun demikian, Andisol berasal dari bahan induk alofan dengan kadar
bahan organik yang tinggi dan memiliki pori tanah yang baik sehingga
permeabilitas tinggi namun memiliki persen debu yang tinggi sehingga mudah
terangkut. Tanah yang mengandung banyak debu memiliki nilai erodibilitas yang
tinggi sehingga mudah tererosi. Hal ini dikarenakan sifat debu yang mudah
terbawa oleh aliran air. Debu sulit membentuk struktur yang mantap (tanah
remah) dan oleh karena itu tanah yang mengandung debu yang tinggi lebih peka
terhadap erosi.
Tabel 10 Rata-rata nilai erodibilias (K) di berbagai jenis tanah tanpa
memperhatikan penggunaan lahan dan letak sampling di Sub DAS
Cikapundung Tahun 2015
Jenis
Tanah
Nilai K
Kelas
Andisol
0.17
Rendah
Inceptisol
0.13
Rendah
Alfisol
0.10
Sangat rendah
Harjadi dan Agtriariny (1997) mengatakan bahwa tekstur berpengaruh
pada erodibilitas tanah yaitu dengan semakin kasarnya tekstur tanah, maka nilai K
akan cenderung semakin besar yang berarti bahwa semakin tinggi nilai K maka
tanah tersebut akan semakin peka atau mudah tererosi. Sebaliknya semakin halus
tekstur suatu tanah, nilai K akan semakin rendah yang berarti tanah tersebut
17
resisten terhadap erosi. Hal ini diakibatkan karena dengan semakin kasarnya
tekstur tanah maka bahan organik akan berkurang karena banyak yang tercuci
akibat permeabilitas yang cepat dan didukung oleh adanya struktur yang
cenderung Granular, seperti halnya pada beberapa sampel tanah.
Andisol di daerah penelitian memiliki nilai erodibilitas yang tinggi
dibandingkan pada Inceptisol dan Alfisol. Hal ini sesuai dengan pendapat
Yogaswara (1977) yang menyatakan bahwa tanah Order Andisol memiliki sifat
fisik dan kimia yang tergolong sedang, termasuk tanah yang dapat diusahakan
intensif untuk pertanian dengan kepekaan tanah terhadap erosinya sangat besar,
baik terhadap erosi air maupun erosi angin.
Tabel 11 menunjukan penggunaan lahan pemukiman memiliki nilai K
tertinggi diikuti PLKC, sawah lalu hutan. Hal ini disebabkan pada penggunaan
lahan hutan memiliki vegetasi yang cukup padat yang secara tidak langsung
berpengaruh terhadap tingkat kepekaan erosi. Vegetasi dapat menghasilkan
serasah yang merupakan penyumbang bahan organik bagi tanah. Bahan organik
dapat mempengaruhi permebilitas tanah, apabila permeabilitas tinggi maka
penyerapan air lebih besar dan limpasan permukaan dapat berkurang sehingga
kepekaan erosi menjadi rendah. Sedangkan penggunaan lahan pemukiman
memiliki nilai K tinggi dikarenakan memiliki tekstur lempung berdebu dengan
persen debu yang tinggi dibandingkan persen klei dan pasir halus sehingga tanah
akan mudah terbawa oleh air. Selain itu, pada pemukiman terjadi penutupan ruang
pori yang disebabkan adanya kegiatan dipermukaan tanah sehingga tanah sering
terinjak mengakibatkan tanah menjadi padat.
Tabel 11 Rata-rata nilai erodibilias (K) di berbagai jenis penggunaan lahan tanpa
memperhatikan jenis tanah dan letak sampling di Sub DAS
Cikapundung Tahun 2015
Penggunaan
Lahan
Nilai K
Kelas
Pemukiman
0.18
Rendah
PLKC
0.14
Rendah
Sawah
0.13
Rendah
Hutan
0.12
Rendah
Keterangan : PLKC = Pertanian lahan kering campuran
Penggunaan lahan yang berbeda-beda memiliki pengaruh yang berbeda
pula terhadap besarnya nilai erodibilitas tanah. Misalnya untuk penggunaan lahan
pertanian ditentukan oleh jenis tanaman, cara bercocok tanam dan intensitas
penggunaan lahan. Kepekaan tanah terhadap erosi pada lahan yang bervegetasi
lebih rendah dibandingkan lahan tidak bervegetasi karena vegetasi di atas
permukaan tanah mampu meredam kekuatan pukulan butir hujan. Tanah yang
penggunaan lahannya dikonversi dari vegetasi alami dengan tanaman pertanian
dapat menyebabkan terganggunya keseimbangan tanah, karena keseimbangan
tanah antara unsur hara, air, dan udara dalam tanah diperoleh pada tanah yang
ditutupi vegetasi alami. Selain itu perubahan penggunaan lahan menyebabkan
menurunnya kandungan bahan organik tanah yang dipercepat dengan proses
dekomposisi sehingga tumbukan air hujan yang langsung mengenai permukaan
18
tanah dapat merusak agregat dan sistem pori tanah. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Stalling (1959) yang menyatakan bahwa, dengan adanya vegetasi
permanen berupa hutan dan padang rumput dapat memberikan perlindungan yang
baik terhadap erosi. Selanjutnya, peranan vegetasi dalam mengurangi aliran
permukaan dan erosi tergantung kepada keadaan tanah seperti permeabilitas dan
kapasitas menyimpan air, luas daerah yang ditanami, jenis, penyebaran dan tinggi
tanamannya, jenis vegetasi, populasi dan keadaan pertumbuhannya.
Nilai K pada profil (Tabel 12) lebih tinggi dibandingkan pada alur (Rill).
Hal ini dikarenakan kandungan bahan organik pada profil yang lebih rendah
dibandingkan pada bagian alur (Rill). Bahan organik dapat mempengaruhi nilai K
karena semakin tinggi kandungan bahan organik maka daya serap dan memegang
air tinggi serta fungsinya sebagai bahan perekat tanah dalam pembentukan agregat
tanah semakin baik sehingga nilai K berkurang. Menurut Arsyad (2006), bahan
organik sangat penting karena kemampuannya menyerap dan menahan air yang
tinggi sehingga akan mengurangi terjadinya erosi dan juga meningkatkan
kesuburan tanah. Utomo (1994) menerangkan makin sukar tanah menyerap air,
makin besar limpasan permukaan, makin besar massa tanah terkikis dan terangkut,
sehingga nilai erodibilitas juga semakin tinggi.
Tabel 12 Rata-rata nilai erodibilias (K) pada alur (Rill) dan profil tanpa
memperhatikan jenis penggunaan lahan dan jenis tanah di Sub DAS
Cikapundung Tahun 2015
Letak
Nilai K
Kelas
Profil
0.16
Rendah
Alur (Rill)
0.12
Rendah
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Secara umum nilai erodibilitas relatif tergolong rendah. Nilai erodibilitas
tertinggi di Sub DAS Cikapundung yaitu pada Andisol (0.17), diikuti Inceptisol
(0.13) dan Alfisol (0.10). Penggunaan lahan pemukiman memiliki nilai K tertinggi
(0.18) dibandingkan Pertanian Lahan Kering Campuran (0.14), sawah (0.13) dan
hutan (0.12). Nilai K profil lebih tinggi dibandingkan nilai K alur (Rill) yaitu
sebesar 0.16 dan 0.12.
Saran
Pada tanah-tanah yang memiliki nilai K tinggi sebaiknya dilakukan
pengelolaan tanah yang sesuai dengan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air
sehingga penurunan sifat-sifat tanah dapat dihindari atau dikurangi. Selain itu,
19
diperlukan upaya dan tindakan pengembalian fungsi kawasan hutan sesuai tata
ruang wilayah dalam rangka pengendalian konversi lahan.
DAFTAR PUSTAKA
Alibasyah M. 2000. Peranan Bahan Organik untuk Menunjang Pertanian
Berkelanjutan pada Lahan Kering [disertasi]. Bandung (ID): UNPAD.
Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Ed ke-2. Bogor (ID): IPB Press.
Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Ed ke-2. Bogor (ID): IPB Press.
Ashari A. 2013. “Kajian Tingkat Erodibilitas Beberapa Jenis Tanah di
Pegunungan Baturagung Desa Putat dan Nglanggeran Kecamatan Patuk
Kabupaten Gunung Kidul”. Jurnal INFORMASI. 39(1): 24-25.
A’yunin Q. 2008. Prediksi Tingkat Bahaya Erosi dengan Metode USLE Di Lereng
Timur Gunung Sindoro [Skripsi]. Surakarta (ID); Universitas Sebelas
Maret.
[Dephut Ditjen RLPS] Departemen Kehutanan, Direktorat Jenderal Rehabilitasi
Lahan dan Perhutanan Sosial. 2009. Rencana Pengelolaan DAS Citarum
Terpadu: Buku ke-1 Laporan Utama. Bogor (ID): BPDAS CitarumCiliwung.
Dariah A, Subagyo H, Tafakresnanto, Marwan S. 2004. Kepekaan tanah terhadap
erosi. Jurnal Akta Agrosia. 8:2-3.
Djunaedi A, Rachim, Suwardi. 2002. Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Foth DH. 1984. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Yogyakarta(ID): Terjemahaan Gadjah
Mada University Press.
Foth DH. 1988. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Yogyakarta(ID): Terjemahaan Gadjah
Mada University Press.
Hairiah K, Widianto B, Suprayogo D, Widodo RH, Purnomosidhi P, Rahayu S,
Van Noordwijk M. 2004. Ketebalan Serasah sebagai Indikator Daerah
Aliran Sungai (DAS) Sehat. Bogor (ID): World Agroforesty Centre.
Hanafiah KA 2007. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta(ID): PT Raja Grafindo
Persada.
Hardjowigeno S. 1989. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): PT Mediatama Sarana Perkasa.
Hardjowigeno S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Ed ke-3. Jakarta (ID):
CV Akademika Presindo.
Harjadi B, Agtriariny S. 1997. Erodibilitas Lahan Dan Toleransi Erosi Pada
Berbagai Variasi Tekstur Tanah. Buletin Pengelolaan DAS No. III, 2
hal19-28.
Hillel D. 1971. Soils and Water Physical Principle and Process. New York –
London (US): Academic Press.
Kanisius AA. 1990. Tanah dan Pertanian. Jakarta (ID): Kanisius.
Oktiviany F. 2009. Pengaruh Penggunaan Lahan Terhadap Sifat Fisiko Kimia dan
Erodibilitas Tanah Pada berbagai Kemiringan Lereng [Skripsi]. Bogor
(ID); Institut Pertanian Bogor.
20
Purwowidodo. 1986. Tanah dan Erosi. Jurusan Manajemen Hutan. Bogor (ID).
IPB
Sarief SE. 1985. Konservasi Tanah dan Air. Bandung (ID): Pustaka Buana.
Sitorus SRP. 1989. Survai Tanah dan Penggunaan Lahan. Bogor (ID): IPB.
Soepraptohardjo M. 1961. Klasifikasi Tanah Kategori Tinggi. Bogor(ID): Balai
Penyelidikan Tanah..
Stalling JH. 1959. Soil Conservation. New York (US): Engle Wood EliffInc.
Utomo W. 1994. Erosi dan Konservasi Tanah. IKIP Malang.
Wischmeier WH, Mannering JV. 1969. Relation of soil properties to its
erodibility. Soil Sci. Soc. Amer. Proc. 33: 131-137.
Wischmeier WH, Smith DD. 1978.Predicting rainfall erosion losses – a guide to
conservation planning. New York (US): Department of agriculture,
agriculture Handbook. No. 537.
Yogaswara AS. 1977. Seri-seri Tanah dari Tujuh Tempat di Jawa Barat [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Yuzirwan. 1996. Keragaman Tataguna Lahan Dan Pengaruhnya Terhadap Aliran
Permukaan, Erosi dan Sedimentasi di Sub-DAS Cikapundung Gondok Das
Citarum Hulu, Jawa Barat. Disertasi Doktor. Bandung (ID): Universitas
Padjadjaran.
.
21
LAMPIRAN
Lampiran 1 Nilai tekstur tanah di berbagai jenis tanah dan penggunaan lahan di
Sub DAS Cikapundung Tahun 2015
Jenis
Tanah
Penggunaan
Lahan
Andisol
PLKC
Inceptisol
PLKC
Andisol
PLKC
Andisol
Pemukiman
Andisol
PLKC
Inceptisol
PLKC
Inceptisol
PLKC
Andisol
PLKC
Andisol
Hutan
Andisol
Hutan
Inceptisol
Sawah
Alfisol
Hutan
Alfisol
Hutan
Alfisol
PLKC
Fraksi (%)
Letak
Alur (Rill)
Profil
Alur (Rill)
Profil
Alur (Rill)
Profil
Alur (Rill)
Profil
Alur (Rill)
Profil
Alur (Rill)
Profil
Alur (Rill)
Profil
Alur (Rill)
Profil
Alur (Rill)
Profil
Alur (Rill)
Profil
Alur (Rill)
Profil
Alur (Rill)
Profil
Alur (Rill)
Profil
Alur (Rill)
Profil
Pasir
Halus
2.54
2.78
5.55
1.85
5.44
8.85
4.69
8.37
11.69
7.39
1.48
1.64
6.37
5.50
7.67
7.67
9.73
12.70
8.24
2.31
1.65
1.65
1.35
1.35
2.74
2.74
9.52
1.42
Debu
Klei
26.93
28.18
8.11
42.52
51.19
58.71
45.38
39.14
13.09
37.74
4.83
26.03
47.93
38.95
60.61
60.61
35.83
26.37
30.43
28.35
22.13
22.13
9.47
9.47
16.28
16.28
20.09
21.07
64.32
59.82
58.19
49.70
23.27
15.41
29.39
25.41
26.33
7.15
91.00
69.27
19.47
28.35
7.05
7.05
25.09
12.37
39.84
39.02
73.68
73.68
87.14
87.14
75.74
75.74
63.51
74.56
Pasir
Kasar
6.21
9.22
28.16
5.94
20.10
17.02
20.54
27.89
49.72
47.86
3.06
3.22
27.20
27.66
24.43
25.43
29.35
48.56
22.24
30.32
2.54
2.54
2.03
2.03
5.24
5.24
7.77
2.95
22
Lampiran 2 Kandungan bahan organik di berbagai jenis tanah dan penggunaan
lahan di Sub DAS Cikapundung Tahun 2015
Jenis Tanah
Penggunaan
Lahan
Andisol
Inceptisol
Andisol
Andisol
Andisol
Inceptisol
Inceptisol
Andisol
Andisol
Andisol
Inceptisol
Alfisol
Alfisol
Alfisol
PLKC
PLKC
PLKC
Pemukiman
PLKC
PLKC
PLKC
PLKC
Hutan
Hutan
Sawah
Hutan
Hutan
PLKC
Bahan Organik (%)
Letak
Alur (Rill)
Profil
2.70
1.93
11.5
3.22
7.22
5.16
7.54
5.78
6.51
4.63
4.05
2.06
9.10
5.38
10.5
10.5
8.14
3.29
7.26
6.35
1.66
1.66
4.99
4.99
2.09
2.09
3.56
1.65
Lampiran 3 Nilai permeabilitas di berbagai jenis tanah dan penggunaan lahan di
Sub DAS Cikapundung Tahun 2015
Jenis Tanah
Penggunaan
Lahan
Permeabilitas
(cm/jam)
Andisol
Inceptisol
Andisol
Andisol
Andisol
Inceptisol
Inceptisol
Andisol
Andisol
Andisol
Inceptisol
Alfisol
Alfisol
Alfisol
PLKC
PLKC
PLKC
Pemukiman
PLKC
PLKC
PLKC
Hutan
Hutan
Hutan
Sawah
Hutan
Hutan
PLKC
9.95
1.35
6.01
10.78
10.03
10.06
7.93
15.09
17.74
15.02
6.27
12.32
6.68
3.39
Kelas Permeabilitas
Sedang
Lambat
Lambat sampai sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang sampai cepat
Sedang sampai cepat
Sedang sampai cepat
Sedang
Sedang sampai cepat
Sedang
Lambat sampai sedang
Keterangan: Nilai permeabilitas hasil analisis laboratorium ulangan 1
23
Lampiran 3 (Lanjutan)
Jenis Tanah
Andisol
Inceptisol
Andisol
Andisol
Andisol
Inceptisol
Inceptisol
Andisol
Andisol
Andisol
Inceptisol
Alfisol
Alfisol
Alfisol
Penggunaan
Lahan
PLKC
PLKC
PLKC
Pemukiman
PLKC
PLKC
PLKC
PLKC
Hutan
Hutan
Sawah
Hutan
Hutan
PLKC
Permeabilitas
(cm/jam)
7.54
24.57
35.55
43.03
29.53
2.74
5.44
25.64
31.32
29.89
8.47
11.97
4.58
20.73
Kelas Permeabilitas
Agak cepat
Cepat
Cepat
Cepat
Cepat
Sedang
Sedang
Cepat
Cepat
Cepat
Agak cepat
Agak cepat
Sedang
Cepat
Keterangan: Nilai permeabilitas hasil analisis laboratorium ulangan 2
Lampiran 4 Struktur tanah analisis lapang di berbagai jenis tanah dan penggunaan
lahan di Sub DAS Cikapundung Tahun 2015
Jenis
Tanah
Andisol
Penggunaan
Kedalaman
Lahan
PLKC
Inceptisol PLKC
Andisol
PLKC
Andisol
Pemukiman
Andisol
PLKC
Inceptisol PLKC
Inceptisol PLKC
Andisol
PLKC
Alur (Rill)
Profil
Alur (Rill)
Profil
Alur (Rill)
Profil
Alur (Rill)
Profil
Alur (Rill)
Profil
Alur (Rill)
Profil
Alur (Rill)
Profil
Alur (Rill)
Profil
Struktur tanah
Gumpal bersudut
Gumpal bersudut
Gumpal membulat
Gumpal membulat
Granular sedang
Granular sedang
Granular sedang
Granular sedang
Granular sedang
Granular sedang
Gumpal bersudut
Gumpal bersudut
Granular sedang
Granular sedang
Granular sedang
Granular sedang
24
Lampiran 4 Lanjutan
Jenis Tanah
Penggunaan
Lahan
Andisol
Hutan
Andisol
Hutan
Inceptisol
Sawah
Alfisol
Hutan
Alfisol
Hutan
Alfisol
PLKC
Kedalaman
Alur (Rill)
Profil
Alur (Rill)
Profil
Alur (Rill)
Profil
Alur (Rill)
Profil
Alur (Rill)
Profil
Alur (Rill)
Profil
Struktur tanah
Granular sedang
Granular sedang
Granular sedang
Granular sedang
Gumpal membulat
Gumpal membulat
Granular sedang
Granular sedang
Granular sedang
Granular sedang
Granular sedang
Granular sedang
Lampiran 5 Nilai Erodibilias (K) Tanah di berbagai jenis tanah dan penggunaan
lahan di Sub DAS Cikpundung Tahun 2015
Jenis Tanah
Andisol
Penggunaan
Lahan
PLKC
Letak
Alur (Rill)
Profil
Andisol
Pemukiman
Alur (Rill)
Profil
Andisol
Hutan
Alur (Rill)
Profil
Inceptisol
PLKC
Alur (Rill)
Profil
Inceptisol
Sawah
Alur (Rill)
Profil
Alfisol
Hutan
Alur (Rill)
Profil
Alfisol
PLKC
Alur (Rill)
Profil
Keterangan : PLKC = Pertanian lahan kering campuran
Nilai K
0.15
0.24
0.15
0.21
0.11
0.16
0.08
0.17
0.13
0.13
0.10
0.10
0.11
0.08
Kelas
Rendah
Sedang
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Sangat rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Sangat rendah
Sangat rendah
Rendah
Sangat rendah
25
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 9 Juni 1993 dari pasangan
Bapak Antoni Steven dengan Ibu Yusnainurin dan merupakan anak ke 1 dari 2
bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 01 Sukadami pada
tahun 2005 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2008 di
SMPN 01 Cikarang Selatan. Tahun 2011 penulis lulus dari SMAN 01 Cikarang
Selatan, kemudian melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui jalur SNMPTN Undangan pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya
Lahan, Fakultas Pertanian di tahun yang sama.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam Himpunan Mahasiswa
Ilmu Tanah (HMIT) IPB periode 2012-2013 dibawah Divisi Kewirausahaan.
Penulis pernah diberi tanggung jawab menjadi asisten praktikum untuk mata
kuliah Fisika Tanah tahun 2015. Penulis juga aktif mengikuti beberapa
kepanitian, antara lain: OMI, PORTAN, Seminar Nasional HMIT, Soilidarity,
Kompas Kampus dan Temu Alumni.
.
Download