UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI KOMBINASI EKSTRAK ETANOL DAUN MIMBA (Azadirachta indica A. Juss) DAN DAUN SIRIH MERAH (Piper porphyrophyllum N.E.Br.) Dinar Anggia Zen1, Agung Nur Cahyanta2, Endang Istriningsih3 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bhakti Mandala Husada Email:[email protected] – 085642731191 ABSTRAK Latar Belakang: Gaya hidup kembali ke alam menjadi cukup popular saat ini sehingga masyarakat kembali memanfaatkan bahan alam untuk upaya pengobatan. Pemilihan bahan alami untuk pengobatan didasarkan pada bukti penelitian, sehingga penggunaan bahan-bahan alami diharapkan dapat lebih tepat sasaran dalam dunia pengobatan. Tanaman yang berkhasiat sebagai antibakteri adalah Mimba dengan kandungan kimia golongan isoprenoid, misalnya diterpenoid dan triterpenoid. Tanaman sirih merah merupakan salah satu bahan alam yang dapat dimanfaatkan untuk antibakteri dan sudah dibuktikan dari penelitian yang sudah ada, karena kandungan kimia yang berupa Flavonoid dan Tanin. Tujuan: Mengetahui aktivitas antibakteri kombinasi ekstrak daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss) dan ekstrak daun Sirih Merah (Piper porphyrophyllum N.E.Br.) terhadap bakteri E. coli dan S. aureus. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental, data yang diperoleh adalah data diameter zona hambat yang dapat diuji homogenitasnya dengan uji kolmogorf-smirnov dan dilanjutkan dengan uji anova untuk membandingkan ada tidaknya perbedaan bermakna pada masing-masing perlakuan. Hasil: Rata-rata besarnya diameter zona hambat ekstrak daun mimba, daun sirih merah dan campuran daun mimba-daun sirih merah (1:1) pada konsentrasi 2000 µg/ml terhadap bakteri E.coli berturut-turut 3 mm; 5 mm; 2 mm sedangkan terhadap bakteri S.aureus berturut-turut 1,67 mm; 2,67 mm; 2,33 mm dan pada konsentrasi 125 µg/ml terhadap bakteri E.coli berturut-turut sebesar 1 mm; 1mm; 1mm sedangkan terhadap bakteri S.aureus 1 mm; 1mm; 1,67 mm. Terdapat perbedaan bermakna untuk masing-masing kelompok pada bakteri S.aureus. Kata Kunci: Mimba, Sirih Merah, E.coli, S.aureus COMBINATION ANTIBACTERIAL ACTIVITY TEST ETHANOL EXTRACT NEEM LEAF (Azadirachta indica A. Juss) AND RED BETEL LEAF (Piper porphyrophyllum N.E.Br.) Background of the Study: Recently, lifestyle-back to nature is quite popular so that people utilize natural materials to get treatment. The selection of natural ingredients for the treatment is based on the research evidence so that the use of natural materials is expected to be more on the right target in the world of medicine. Nutritious crop as the antibacterial is Mimba with chemical compound of isoprenoids, such as diterpenoid and triterpenoid. Red Betel leaf is one of the natural materials that can be utilized for antibacterial and already evidenced from the existing research because of the chemical content of Flavonoids and Tannins Purposed: Find out the antibacterial activity of the combination of ethanol extracts of Mimba leaf (Azadirachta Indica A. Juss) and Red Betel leaf (Piper porphyrophyllum N.E.Br.) on E. coli and S. aureus. Method: This research was experimental research while the data retrieved was the data of inhibition zone diameter that could be tested the homogenity with kolmogorf-smirnov and Anova test to compare whether there was a significant difference at each treatment. Result: The average of inhibition zone diameter of Mimba leaf extract, Red Betel leaf and combination of those leaves (1:1) at a concentration of 2000 µ g/ml on E. coli was 3 mm; 5 mm; 2 mm and 1.67 mm; 2.67 mm; 2.33 mm on S. aureus while at a concentration of 125 µ g/ml on E. coli was 1 mm; 1 mm; 1 mm and 1 mm; 1 mm; 1.67 mm on S. aureus. Therefore, there was a significant difference for each group on S. aureus. Keywords: Mimba, Red Betel, E.coli, S.aureus PENDAHULUAN Bangsa Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah kesehatan. Pengetahuan tentang tanaman berkhasiat obat berdasar pada pengalaman dan ketrampilan yang secara turun temurun telah diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia telah dilakukan oleh nenek moyang kita sejak berabad-abad yang lalu terbukti dari adanya relief candi Borobudur yang menggambarkan orang sedang meracik obat (jamu) dengan tumbuhan sebagai bahan bakunya. Gaya hidup kembali ke alam menjadi cukup popular saat ini sehingga masyarakat kembali memanfaatkan bahan alam untuk upaya pengobatan. Pemilihan bahan alami untuk pengobatan didasarkan pada bukti penelitian, sehingga penggunaan bahan-bahan alami diharapkan dapat lebih tepat sasaran dalam dunia pengobatan. Tanaman lain yang berkhasiat sebagai antibakteri adalah Mimba dengan kandungan kimia golongan isoprenoid, misalnya diterpenoid dan triterpenoid, yaitu protomeliasin, limonoid, azadiron dan turunannya, azadiraktin gedunin dan turunannya, senyawa tipe vilasinin dan Csekomeliasin, seperti nimbin, nimbolida, mahmoodin dan nonisoprenoid, seperti polisakarida, polifenolat (Singh dkk., 2005). Juga mengandung asam galat, flavonoid, dihidrokalkon, kumarin, tanin, dan senyawa alifatik (Agrawal, 2005). Zat pahit tetranortriterpena, termasuk nimbidin, nimbin, nimbinin, nimbidinin, nimbolida, dan asam nimbidat, membuat tanaman ini berkhasiat juga sebagai antibakteri. Tanaman sirih merah merupakan salah satu bahan alam yang dapat dimanfaatkan untuk antibakteri dan sudah dibuktikan dari penelitian yang sudah ada, karena kandungan kimia yang berupa Flavonoid dan Tanin. Flavonoid mempunyai aktivitas yang menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel bakteri (Wasitaatmadja, 1997). Sementara tanin menghambat verotoksin sel bakteri. Escherichia coli, atau biasa disingkat E. coli, adalah salah satu jenis spesies utama bakteri gram negatif. Pada umumnya, bakteri yang ditemukan oleh Theodor Escherich ini dapat ditemukan dalam usus besar manusia. E. coli tipe O157:H7, dapat mengakibatkan keracunan makanan yang serius pada manusia. E.coli yang tidak berbahaya dapat menguntungkan manusia dengan memproduksi vitamin K2, atau dengan mencegah bakteri lain di dalam usus. Sedangkan Aureus adalah sekelompok bakteri yang dapat menyebabkan berbagai penyakit akibat infeksi berbagai jaringan tubuh. Nama aureus berasal dari staphyle (Yunani), yang berarti sekelompok anggur, dan kokkos. Lebih dari 30 jenis Staphylococcus dapat menjangkiti manusia, tapi sebagian besar infeksi disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Staphylococcus biasanya dapat ditemukan di hidung dan kulit sebesar 25% 30% dari orang dewasa yang sehat. Kerusakan pada kulit atau luka lainnya dapat memungkinkan bakteri untuk mengatasi mekanisme perlindungan alami tubuh, menyebabkan infeksi (Stroppler, 2008). Kombinasi dari dua atau lebih tanaman yang berbeda pernah dilakukan. Obat herbal Pikutbenjakul merupakan gabungan beberapa tanaman yang terdiri dari lima tanaman obat yaitu Piper chaba Linn, Piper sarmentosum Roxb, Piper interruptum Opiz., Plumbago indica Linn. dan Zingiber officinale (Sakpakdeejaroen dan Itharat, 2009). Banyaknya penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan peneliti melihat ada potensi dari alam yang dapat mengurangi atau bahkan mengobati penyakit karena bakteri seperti daun mimba dan daun sirih, sehingga peneliti ingin meneliti aktivitas antibakteri kombinasi ekstrak etanol daun mimba dan daun sirih merah terhadap bakteri gram positif dan gram negatif. BAHAN DAN ALAT Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun mimba, daun sirih merah, Staphylococcus aureus dan Escherichia coli, Muller Hinton Agar, Nutrient Agar, dekstrose, etanol 96%, larutan NaCl 0,9% Alat Evaporator (Janke dan Kunkel IKALabortechnik), timbangan analitik (Adam AFA-210 LC, USA), lemari pendingin (LG), viskometer Hoeppler (Haake PRUFSCHEIN, Jerman), pinset, oven (Memmert, Jerman), pH meter tipe 510 (Eutech Instrument, Singapura), jangka sorong (Tricle Brand, China) dan alat-alat gelas. METODE PENELITIAN Determinasi tanaman Determinasi tanaman dilakukan di Laboratorium Botani Farmasi, untuk memastikan kebenaran tanaman yang akan digunakan dalam penelitian. Pengumpulan dan penyediaan bahan penelitian. Daun mimba dan daun sirih merah diperoleh dari tanaman di daerah kecamatan dukuhwaru, kabupaten Tegal. Pembuatan Simplisia Kotoran yang menempel pada daun mimba dan daun sirih merah dibersihkan kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari dengan ditutup kain hitam untuk menghilangkan air sehingga dapat disimpan lama serta menghindari timbulnya jamur dan kapang. Daun mimba dan daun sirih merah yang telah kering kemudian diblender hingga berbentuk serbuk dengan derajat kehalusan tertentu. Pembuatan ekstrak etanol Sejumlah 1 kg serbuk daun mimba dan daun sirih merah dengan ukuran mess mess 18 dimaserasi dengan etanol 70% sebanyak 10 L, selanjutnya dipekatkan dengan rotavapor (Harborne, 1987; Departemen Kesehatan Republik Indonesia & Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 2000). Pembuatan Medium Nutrient Agar (NA) Sebanyak 3 gram beef extract, 5 gram pepton dan 15 gram agar dilarutkan dalam 1000 ml akuades. Larutan tersebut kemudian diaduk sehingga menjadi larutan yang homogen. Larutan dipanaskan di atas hotplate sambil terus diaduk hingga semua bahan larut. Medium dimasukkkan ke dalam beberapa tabung reaksi dan disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121°C dan tekanan 1 atm selama 15-20 menit (Pelczar dan Chan, 1993). Peremajaan Kultur S.aureus dan E.coli (Suparmo, 1989) S.aureus dan E.coli dari kultur persediaan diremajakan dengan cara memindahkan satu ose S.aureus dan E.coli ke dalam medium NA miring yang baru dengan cara distreak, diinkubasi pada suhu 37oC selama 2x24 jam. Persiapan Kultur Cair S.aureus dan E.coli (Suparmo, 1989) Kultur cair dari S.aureus dan E.coli dibuat dengan cara menginokulasikan S.aureus dan E.coli yang telah diremajakan sebanyak satu ose untuk setiap 10 ml media air steril, selanjutnya kultur diinkubasi pada suhu 37 oC selama 2x24 jam. Uji Aktivitas Antibakteri Uji daya hambat pertumbuhan S.aureus dan E.coli dilakukan dengan cara meneteskan 0,1 ml inokulum S.aureus dan E.coli dari media NA ke permukaan agar yang telah memadat, kemudian disebarkan dengan menggosokkannya menggunakan batang drugalsky pada permukaan agar supaya tetesan suspensi merata, penyebaran lebih efektif bila cawan itu berputar. Kertas cakram diameter 6 mm dicelupkan kedalam ekstrak etanol daun mimba dan daun sirih lalu diletakkan di atas permukaan media tersebut secara aseptis dengan menggunakan pinset. Masing-masing kultur diinkubasi dalam inkubator selama 48 jam pada suhu 37 oC, kemudian diukur diameter zona bening (clear zone) dengan menggunakan penggaris. Ada daerah bening di sekitar kertas cakram menunjukkan bahwa senyawa tersebut memiliki aktivitas antibakteri. Perlakuan yang diujikan dalam penelitian ini terdapat 5 perlakuan dengan 3 kali ulangan yaitu : P1 : kombinasi ekstrak etanol daun mimba dan daun sirih dengan konsentrasi 2000 µg/mL P2 : kombinasi ekstrak etanol daun mimba dan daun sirih dengan konsentrasi 1000 µg/mL P3 : kombinasi ekstrak etanol daun mimba dan daun sirih dengan konsentrasi 500 µg/mL P4 : kombinasi ekstrak etanol daun mimba dan daun sirih dengan konsentrasi 250 µg/mL P5 : kombinasi ekstrak etanol daun mimba dan daun sirih dengan konsentrasi 125 µg/Ml Analisis Data Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Data daya hambat kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis korelasi dibuat persamaan regresi y= a+bx (Mursyidi, 1985). Data yang diperoleh adalah data diameter zona hambat yang dapat diuji homogenitasnya dengan uji kolmogorfsmirnov dan dilanjutkan dengan uji anova untuk membandingkan ada tidaknya perbedaan bermakna pada masing-masing perlakuan. HASIL DAN PEMBAHASAN Determinasi Tanaman Determinasi tanaman dilakukan untuk memastikan kebenaran identitas dari tanaman yang akan diteliti dan menghindari kesalahan dalam pengambilan bahan tanaman. Determinasi dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi Stikes Bhamada Slawi menggunakan buku determinasi Flora of Java (Backer Van Den Brink, 1965). Hasil dari determinasi tanaman diperoleh kepastian bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian adalah Azadirachta indica A. Juss dan Piper porphyrophyllum N.E.Br. Pembuatan Ekstrak Daun mimba dan daun sirih merah sebelum dibuat simplisia dilakukan sortasi terlebih dahulu dengan memilih daun mimba dan daun sirih merah yang masih segar, tidak busuk dan cukup tua. Setelah disortasi bahan dicuci, diiris tipis dan dikeringkan. Serbuk simplisia daun mimba dan daun sirih merah yang sudah kering ditimbang. Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air yang banyak terdapat pada dinding sel. Pengeringan menyebabkan simplisia menjadi mengerut sehingga bila dibasahi dengan cairan penyari, simplisia akan membengkak kembali. Perendaman serbuk sebelum dilakukan penyaringan bertujuan agar cairan penyari dapat masuk ke seluruh pori-pori simplisia sehingga mempermudah penyarian selanjutnnya. Cairan penyari yang digunakan adalah etanol 96% karena lebih mudah melarutkan alkaloid dan terpenoid yang merupakan zat aktif yang ingin didapat. Etanol juga tidak beracun, kapang dan kuman sulit tumbuh, netral, absorbsinya baik dan panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit. Penyarian dengan maserasi digunakan karena simplisia mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, waktu pengerjaan yang lebih singkat dan peralatan yang digunakan sederhana. Prinsip kerja dari metode maserasi ini mendorong zat aktif yang ada pada simplisia dengan cairan penyari. Metode maserasi ini memungkinkan kontak antara pelarut dengan sampel lebih lama sehingga perpindahan senyawa dari sampel ke pelarut akan lebih optimal (Anonim, 1989). Dari 400 g serbuk simplisia daun mimba dan daun sirih merah diperoleh ekstrak kental bebas pelarut dan rendemen yang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Ekstrak kental bebas pelarut hasil maserasi Berat Rendemen Ekstrak (gram) (%) Daun Mimba 27,96 6,99 Daun Sirih Merah 61,79 15,44 Masing-masing ekstrak disimpan dalam botol ditutup dengan alumunium foil, dimasukkan ke dalam plastik dan disimpan dalam lemari pendingin. Selanjutnya ekstrak pekat tersebut di uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri E. coli dan S. aureus. Uji Aktivitas Antibakteri Uji aktivitas antibakteri dilakukan untuk mengetahui potensi aktivitas antibakteri ekstrak etanol campuran daun mimba dan daun sirih merah terhadap bakteri E. coli dan S. aureus. Bakteri E. coli merupakan bakteri gram negatif, sedangkan S. aureus merupakan bakteri gram positif. Uji aktivitas antibakteri dilakukan terhadap tiga ekstrak yaitu ekstrak etanol daun mimba, ekstrak etanol daun sirih merah dan ekstrak etanol campuran daun mimba-daun sirih merah (1:1). Uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol campuran daun mimba-daun sirih merah dilakukan terhadap bakteri E. coli dan S. aureus yang telah diinkubasi selama 24 jam pada inkubator suhu 370C. Setelah diinkubasi bakteri E. coli dan S. aureus ditempel dengan kertas cakram yang telah dicelupkan dalam ekstrak dengan berbagai konsentrasi dan diinkubasi pada inkubator suhu 370C selama 24 jam. Setelah diinkubasi selama 24 jam dapat diukur zona hambat dari masing-masing ekstrak. Semakin besar zona hambat maka semakin besar aktivitas antibakteri suatu sampel. Besarnya zona hambat masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel.2. Tabel 2. Diameter zona hambat sampel pada bakteri E.coli dan S.aureus Bahan Uji Konsentrasi (µg/mL) 2000 1000 Ekstrak 500 Daun 250 Mimba 125 2000 1000 Ekstrak 500 Daun Sirih 250 Merah 125 2000 Ekstrak 1000 Campuran 500 daun mimba 250 dan daun 125 sirih merah (1:1) Rerata diameter zona hambat (mm) pada E.coli 3 2,67 2 1 1 5 3 1,3 1 1 2 1,67 1,33 1 1 bahan uji maka semakin besar zona hambat baik untuk bakteri E.coli maupun S.aureus. Aktivitas antibakteri suatu ekstrak sebanding dengan besarnya zona hambat, maka semakin besar zona hambat menunjukkan semakin besar juga aktivitas antibakteri. Rata-rata besarnya diameter zona hambat ekstrak daun mimba, daun sirih merah dan campuran daun mimba-daun sirih merah (1:1) pada konsentrasi 2000 µg/ml terhadap bakteri E.coli berturut-turut 3 mm; 5 mm; 2 mm sedangkan terhadap bakteri S.aureus berturut-turut 1,67 mm; 2,67 mm; 2,33 mm dan pada konsentrasi 125 µg/ml terhadap bakteri E.coli berturutturut sebesar 1 mm; 1mm; 1mm sedangkan terhadap bakteri S.aureus 1 mm; 1mm; 1,67 mm. Kontrol yang digunakan dalam penelitian ini adalah etanol 70% dimana etanol 70% merupakan pelarut yang digunakan untuk maserasi. Rerata diameter zona hambat (mm) pada S.aureus 1,67 1,33 1 1 1 2,67 1,67 1,67 1 1 2,33 2,33 2,33 2 1,67 Data Tabel 2 menunjukkan konsentrasi bahan uji berbanding lurus dengan besarnya zona hambat. Semakin tinggi konsentrasi Gambar 5. Grafik hubungan antara konsentrasi bahan uji/ekstrak dengan diameter zona hambat pada bakteri E.coli Gambar 6. Grafik hubungan antara konsentrasi bahan uji/ekstrak dengan diameter zona hambat pada bakteri S.aureus Gambar 5 dan 6 menunjukkan aktivitas antibakteri meningkat dengan meningkatnya konsentrasi bahan uji. Hasil analisis korelasi, antara konsentrasi ekstrak etanol daun sirih merah, daun mimba, campuran daun sirih merah-daun mimba dan zona hambat terhadap bakteri E.coli, menunjukkan korelasi yang sangat kuat (nilai r berturut-turut = 0,99; 0,90; 0,97), sehingga jika konsentrasi ditingkatkan akan meningkatkan nilai zona hambat pertumbuhan bakteri E.coli. Sedangkan hasil analisis korelasi, antara konsentrasi ekstrak etanol daun sirih merah, daun mimba, campuran daun sirih merah-daun mimba dan zona hambat terhadap bakteri S.aureus, menunjukkan korelasi yang sangat kuat (nilai r berturut-turut = 0,96; 0,98; 0,67), sehingga jika konsentrasi ditingkatkan akan meningkatkan nilai zona hambat pertumbuhan bakteri S.aureus. Perbedaan zona hambat yang dihasilkan antara bakteri Staphylococcus aureus dan Eschericia coli disebabkan karena diameter zona hambat yang terbentuk sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain toksisitas bahan uji, kemampuan difusi bahan uji pada media, interaksi antar kompomen medium, dan kondisi lingkungan mikro in vitro. Menurut Siswandono (2000) konsentrasi suatu bahan yang berfungsi sebagai antibakteri merupakan salah satu faktor penentu besar kecil kemampuanya dalam menghambat pertumbuhan mikroba yang diuji. Selain itu, ukuran zona hambat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu mikroorganisme uji (strain dan fisiologi uji bakteri), medium kultur, metode uji serta kecepatan difusi zat. Perbedaan zona hambat tersebut juga dikarenakan adanya perbedaan struktur dinding sel antara kedua bakteri yang mempengaruhi kerja ekstrak etanol daun sirih merah sebagai senyawa antibakteri. Struktur dinding sel bakteri gram positif lebih sederhana, yaitu berlapis dengan kandungan lipid yang rendah (1-4 %) sehingga memudahkan bahan bioaktif masuk ke dalam sel (Hawley, 2003). Staphylococcus aureus sebagai bakteri gram positif memiliki 3 lapisan yaitu selaput sitoplasma, lapisan peptidoglikan yang tebal (Jawetz dkk, 2001). Struktur dinding sel bakteri gram negatif lebih kompleks, berlapis tiga, yaitu lapisan luar lipoprotein, lapisan tengah lipopolisakarida yang berperan sebagai penghalang masuknya bahan bioaktif antibakteri dan lapisan dalam berupa peptidoglikan dengan kandungan lipid tinggi (11-12%) (Hawley, 2003). Eschericia coli sebagai gram negatif memiliki lapisan yang lebih kompleks dan berlapis lapis yaitu selaput sitoplasma, lapisan tunggal peptidoglikan dan selaput luar yang terdiri dari lipoprotein dan lipopolisakarida. Dinding sel bakteri gram negatif berisi tiga komponen yaitu lipoprotein membran terluar yang mengandung molekul protein yang disebut porin dan lipopolisakarida. Porin pada membran terluar dinding sel bakteri gram negatif tersebut bersifat hidrofilik. Porin yang terkandung pada membran terluar tersebut menyebabkan molekul-molekul komponen ekstrak lebih sukar masuk ke dalam sel bakteri. Selaput luar E. coli bersifat menolak molekul hidrofobik sekaligus hidrofilik dengan baik namun selaput ini memilik saluran khusus yang disebut porin, yang menyebabkan difusi pasif senyawa hidrofilik dengan berat molekul rendah seperti glukosa, dan asam amino, sedangkan molekul dengan berat molekul besar seperti molekul antibiotik termasuk molekul aktif ekstrak etanol daun sirih merah akan mengalami kesulitan menembus selaput ini. Adanya perbedaaan struktur dan komponen dinding sel tersebut yang menyebabkan E. coli sebagai gram negatif lebih resisten ( Jawetz dkk, 2001; Brooks dkk, 2005). Daun mimba (Azadirachta indica juss) diketahui mengandung senyawa golongan terpenoid, flavonoid, alkaloid, saponin, tanin (Biu dkk., 2009), asam lemak (Khan dkk., 2010), steroid dan triterpenoid (Aslam dkk., 2009). Metabolit yang ditemukan dari A. indica antara lain disetil vilasinin, nimbandiol, 3-desasetil salanin, salanol, dan azadirachtin (Sudarsono dkk., 2002; Soegihardjo, 2007). Sebuah penelitian menyebutkan bahwa ekstrak kulit batang dan daun mimba (Azadirachta indica juss) telah teruji dapat melawan 105 galur bakteri dari 7 genus, yaitu Staphylococcus, Enterococcus, Pseudomonas, Escherichia, Klebsiella, Salmonella, dan Mycobacterium (Fabry dkk., 1998). Fraksi kloroform daun mimba, dengan menggunakan metode difusi padat, diketahui mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Salmonella typhi (Pramularsih, 2001). Pengaruh infus dan ekstrak daun mimba sebagai antibakteri terhadap Bacillus subtillis dan Pseudomonas aeruginosa, didapatkan bahwa infus daun mimba tidak memberikan efek antibakteri sedangkan bentuk ekstraknya bersifat antibakteri (Lieke, 2003). Daun sirih merah mengandung senyawa kimia seperti alkaloid, senyawa polifenolat, flavonoid, tanin, saponin, dan minyak atsiri. Daya antifungi daun ini mungkin disebabkan oleh adanya senyawa alkaloid, flavonoid, tanin, dan minyak atsiri (Sudewo, 2010). Alkaloid adalah zat aktif dari tanaman yang berfungsi sebagai obat dan aktivator kuat bagi sel imun yang dapat menghancurkan bakteri, virus, jamur, dan sel kanker (Olivia dkk, 2004). Alkaloid mempunyai aktivitas antimikroba dengan menghambat esterase, DNA, RNA polimerase, dan respirasi sel serta berperan dalam interkalasi DNA (Aniszewki, 2007). Sedangkan sebagai antifungi, secara biologi alkaloid menyebabkan kerusakan membran sel. Alkaloid akan berikatan kuat dengan ergosterol membentuk lubang atau saluran sehingga menyebabkan membran sel bocor dan kehilangan beberapa bahan intra sel seperti elektrolit (terutama kalium) dan molekul-molekul kecil. Hal ini mengakibatkan kerusakan yang tetap pada sel dan kematian sel pada jamur (Mycek dkk, 2001; Setiabudy & Bahry, 2007). Senyawa flavonoid dan minyak atsiri dilaporkan berperan sebagai antifungi (Wiryowidagdo, 2008). Selain itu, flavonoid juga dilaporkan berperan sebagai antivirus, antibakteri, antiradang, dan antialergi. Sebagai antifungi, flavonoid mempunyai senyawa genestein yang berfungsi menghambat pembelahan atau proliferasi sel. Senyawa ini mengikat protein mikrotubulus dalam sel dan mengganggu fungsi mitosis gelendong sehingga menimbulkan penghambatan pertumbuhan jamur. Flavonoid menunjukkan toksisitas rendah pada mamalia sehingga beberapa flavonoid digunakan sebagai obat bagi manusia (Biswas, 2002; Roller, 2003; Siswandono&Soekardjo, 2000). Tanin juga diduga mempunyai efektivitas dalam menghambat pertumbuhan atau membunuh Candida albicans. Tanin bersifat menciutkan dan mengendapkan protein dari larutan dengan membentuk senyawa yang tidak larut. Selain itu, tanin berperan dalam sistem pertahanan tubuh dan mempunyai aktivitas antioksidan serta antiseptik (Sirait, 2007; Sulistyawati&Mulyati, 2009). Namun, kandungan tanin dalam ekstrak ini mungkin sangat kecil karena penelitian ini menggunakan menstruum berupa etanol sehingga hanya sedikit atau terbatas tanin yang dapat larut (Gamse, 2002). Pengaruh senyawa fenol yang terdapat dalam daun sirih merah terhadap Candida albicans adalah mendenaturasi ikatan protein pada membran sel sehingga membran sel lisis dan mungkin fenol dapat menembus ke dalam inti sel. Masuknya fenol ke dalam inti sel inilah yang menyebabkan jamur tidak berkembang (Sulistyawati&Mulyati, 2009). Dari hasil penelitian lain, ekstrak etanol daun sirih hijau (Piper betle Linn) yang termasuk dalam satu familia (Piperacea) telah terbukti mempunyai daya antifungi terhadap Candida albicans. Daun ini mengandung minyak atsiri yang terdiri dari betelfenol, kavikol, seskuiterpen, hidroksikavikol, kavibetol, estragol, eugenol, dan karvakrol. Daun ini tidak mengandung senyawa alkaloid tetapi mempunyai kandungan fenol total yang lebih tinggi daripada daun sirih merah (Juliantina dkk, 2009; Sudewo, 2010). Hasil diameter zona hambat pada bakteri E.coli dan S. aureus masing-masing kelompok perlakuan dengan 3 x replikasi yaitu ekstrak daun sirih merah, daun mimba, campuran daun sirih merah dan daun mimba, diuji normalitasnya dengan uji kolmogorovsmirnov. Berdasarkan hasil uji kolmogorovsmirnov, data zona hambat ekstrak terhadap bakteri E. coli dapat dikatakan terdistribusi normal atau mewakili populasi. Selanjutnya dilakukan uji Anova pada Confidence Interval (CI) 95%. Nilai F hitung anova pada kelompok uji terhadap bakteri E.coli sebesar 0,692 lebih kecil dari F tabel yaitu 3,74. Nilai signifikansi 0,519 lebih besar dari 0,05 artinya tidak terdapat perbedaan bermakna diantara tiga perlakuan yaitu ekstrak daun sirih merah, daun mimba serta campuran daun sirih merah dan daun mimba. Tiga kelompok perlakuan yaitu daun sirih merah, daun mimba serta daun sirih merah dan daun mimba memiliki efek aktivitas antibakteri pada bakteri E.coli namun efek aktivitas antibakteri dari tiga perlakuan tidak berbeda signifikan dari masing-masing kelompok. Berdasarkan hasil uji kolmogorov-smirnov, data zona hambat ekstrak terhadap S. aureus dapat dikatakan terdistribusi normal atau mewakili populasi. Selanjutnya dilakukan uji Anova pada Confidence Interval (CI) 95%. Nilai F hitung anova pada kelompok uji terhadap bakteri S.aureus sebesar 5,08 lebih besar dari F tabel yaitu 3,74. Nilai signifikansi 0,025 lebih kecil dari 0,05 artinya terdapat perbedaan bermakna diantara tiga perlakuan yaitu ekstrak daun sirih merah, daun mimba serta campuran daun sirih merah dan daun mimba. SIMPULAN 1. Rata-rata besarnya diameter zona hambat ekstrak daun mimba, daun sirih merah dan campuran daun mimba-daun sirih merah (1:1) pada konsentrasi 2000 µg/ml terhadap bakteri E.coli berturut-turut 3 mm; 5 mm; 2 mm sedangkan terhadap bakteri S.aureus berturut-turut 1,67 mm; 2,67 mm; 2,33 mm 2. Rata-rata besarnya diameter zona hambat ekstrak daun mimba, daun sirih merah dan campuran daun mimba-daun sirih merah (1:1) pada konsentrasi 125 µg/ml terhadap bakteri E.coli berturut-turut sebesar 1 mm; 1mm; 1mm sedangkan terhadap bakteri S.aureus 1 mm; 1mm; 1,67 mm. DAFTAR PUSTAKA Agrawal, D.P. 2005. Medicinal Properties of Neem: New Findings. www.neemuses.com. Di-akses tanggal 29-04-2005. Aniszewki, T. 2007. Alk aloid Secrets of Life. Amsterdam: Elsevier. pp. 18. Anonim. 1989. Materia Medika Indonesia. Jilid V. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Biswas, K. 2002. “Biological Activities and Medicinal Properties of Neem (Azadirachta in-dica).” Review Curr. Sci. 82 : 1336-1345. Brooks, G.F., Janet, S.B., dan A.M. Stephen. 2005. Mikrobiologi kedokteran, diterjemahkan oleh bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlngga, 285, 351-357, Salemba Medika, Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia & Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Bakti Husada. Fabry, W., P.O. Okemo, and R. Ansorg. 1998. Antibacterial activity of East African medicinal plants. Journal of Ethnopharmacology 60 (1): 79-84. Gamse, T. 2002. Liquid-Liquid Extraction and Solid-Liquid Extraction. Institute of Thermal Process and Environmental Engineering Graz University of Technology. 2-24. Hawley, R., 2003, Enterotoxigenic Escherichia coli, di akses tanggal 26 Maret 2011 dari http:// vm.cfsan.fda.gov/mov/chap14.html Jawetz, Melnick, & Adelberg’s. 2001. Medical Microbiology: Medical Mycology. 24th Edition. New York: Mc Graw Hill Companies. pp. 6425. Harborne. J.B. 1987. Metode fitokimia : penuntun cara modern menganalisis tumbuhan : penerjemah Kosasih Padmawinata, Iwang Soediro; penyunting Sofia Niksolihin: Bandung : ITB. Juliantina, F. , Citra, D.A., Nirwani, B., Nurmasitoh, T. , Bowo, E.T. 2009. Manfaat Sirih Merah (Piper crocatum) sebagai Agen Antibakterial terhadap Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia 1(1): 12-20. Mursyidi, A.,1985. Statistika Farmasi dan Biologi, Ghalia Indonesia, Jakarta. Mycek, M.J., Harvey, R.A., Champe, P.C., Fisher, B.D. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar: Obat-obat Antijamur. Edisi 2. Jakarta: Widya Medika. pp. 341-7 Olivia, F. , Alam, S., & Hadibroto, I. 2004. Seluk Beluk Food Suplemen. Jakarta: Gramedia. pp. 49 Pelczar, M.J. and E. C. S. Chan., 1993. Microbiology Concept and Applications. Mc Graw-Hill, New York. Pramularsih, E.D. 2001. Uji Aktivitas Antibakteri Daun Mimba (Azadirachta indica Juss.) terhadap Staphylococcus aureus dan Salmonella typhi beserta Profil KLT. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada. Roller, S. 2003. Natural Antimicrobials for the Minimal Processing of Foods. Washington DC: CRC Press. pp. 211. Sakpakdeejaroen, I., dan Itharat, A. 2009. Cytotoxic Compounds Against Breast Adenocarcinoma Cell (MCF7) From Pikutbenjakul. J. Health Res.. 23 (2). 71-76. Setiabudy, R. & Bahry, B. 2007. Farmakologi dan Terapi: Obat Jamur. Edisi 5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. pp. 571-84. Singh U. P. et al. 2005. “Phenolic Acids in Neem (Azadirachta indica): a Major Pre-existing Secondary Metabolites." J. Herb. Pharmacother., 5 (1): 35-43. Sirait, M. 2007. Penuntun Fitok imia dalam Farmasi. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Siswandono, B.S., 2000. Kimia Medisinal 2, Airlangga University Press, Surabaya. Soegihardjo C. J. 2007. Mimba (Azadirachta indica a. Juss, suku meliaceae), tanaman multi manfaat yang dapat menanggulangi persoalan rakyat Indonesia: SIGMA: Vol. 10: No. 1. Sudarsono, D. Gunawan, S. Wahyuono, I.A. Donatus, dan Purnomo. 2002. Tumbuhan Obat II, Hasil Penelitian, Sifat-Sifat, dan Penggunaan. Yogyakarta: Pusat Studi Obat Tradisional UGM. Sudewo, B. 2005. Basmi Penyakit dengan Sirih Merah: Jakarta : Penerbit Agromedia Pustaka. Sulistyawati, D. & Mulyati, S. 2009. Uji Aktivitas Antijamur Infusa Daun Jambu Mete (Anacardium occidentale, L.) terhadap Candida albicans. Biomedika. 2(1): 47-51. Wasitaatmadja, S.M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: Penerbit IU Press: hal 59 – 60. Wiryowidagdo, S. 2008. Kimia dan Farmakologi Bahan Alam. Jakarta: EGC. pp. 310.