1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Indonesia adalah Negara hukum, demikian bunyi Pasal 1 ayat (3)
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal tersebut telah memberi
batasan yang amat jelas bagi seluruh warga Negara Indonesia bahwa semua
aspek kehidupan kita diatur berdasarkan hukum yang bersifat adil dan berlaku
secara menyeluruh. Dalam konteks Negara hukum ini, Negara atau
pemerintah menjamin dan mengatur pelaksanaan Hak Asasi Manusia (HAM).
Hal tersebut sesuai dengan pemikiran filsuf John Locke yang menyatakan
bahwa Hak Asasi Manusia adalah hak yang dibawa sejak lahir yang secara
kodrati melekat pada setiap manusia dan tidak dapat diganggu gugat (bersifat
mutlak). Kesehatan merupakan aspek penting dari hak asasi manusia (HAM),
sebagaimana disebutkan dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) tertanggal 10 November 1948. Dalam deklarasi HAM
pasal 25 ayat (1) dinyatakan bahwa “setiap orang berhak atas taraf kehidupan
yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya sendiri dan
keluarganya. Hak atas kesehatan ini bermakna bahwa pemerintah harus
menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap individu untuk hidup sehat,
dengan upaya menyediakan sarana pelayanan kesehatan yang memadai dan
pelayanan kesehatan yang terjangkau bagi masyarakat.
1
Universitas Kristen Maranatha
2
Kesehatan adalah hak dasar setiap individu, dan semua warga Negara
berhak mendapat pelayanan kesehatan termasuk masyarakat miskin Pasal 28
H ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa “setiap orang berhak atas jaminan
sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai
manusia yang bermartabat”. Kesadaran tentang pentingnya jaminan
perlindungan sosial terus berkembang hingga UUD 1945 pada Pasal 34 ayat
(2), menyebutkan bahwa Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi
masyarakat.
Upaya Pemerintah untuk menjalankan konstitusi salah satunya dengan
menerbitkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional sebagai penjabaran dari UUD 1945, hal ini menjadi suatu
bukti kuat bahwa pemerintah memiliki komitmen yang besar dalam
mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakat. Upaya pemerintah
dalam mempercepat terselenggaranya sistem jaminan nasional secara
menyeluruh bagi rakyat Indonesia, yaitu dengan membentuk Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial untuk selanjutnya disebut BPJS dengan
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS
adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program
jaminan sosial. BPJS merupakan program negara yang bertujuan memberikan
kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat dan
Universitas Kristen Maranatha
3
berdasarkan prinsip kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian,
akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanat, dan hasil
pengelolaan dana jaminan sosial seluruhnya untuk pengembangan program
dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial, BUMN Persero penyelenggara jaminan sosial
terdiri dari PT ASKES, PT ASABRI, PT JAMSOSTEK, PT TASPEN.
Keempat BUMN sebagaimana dimaksud merupakan badan hukum privat
yang didirikan sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003
tentang Badan Usaha Milik Negara dimana tunduk pada ketentuan yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Misi yang dilaksanakan oleh penyelenggaraan BPJS merujuk pada
peraturan perundangan yang mengatur program-program jaminan sosial bagi
berbagai kelompok pekerja. Walaupun program-program jaminan sosial yang
tengah berlangsung saat ini diatur dalam peraturan perundangan-undangan
yang berbeda. Keempat Persero mengemban misi yang sama, yaitu
menyelenggarakan program jaminan sosial untuk menggairahkan semangat
kerja para pekerja. Undang-undang BPJS telah menetapkan PT JAMSOSTEK
akan bertransformasi menjadi BPJS Ketenagakerjaan dan PT ASKES
(Persero) untuk bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan.
Program JAMSOSTEK diselenggarakan dengan pertimbangan selain
untuk memberikan ketenangan kerja juga karena dianggap mempunyai
Universitas Kristen Maranatha
4
dampak positif terhadap usaha-usaha peningkatan disiplin dan produktifitas
tenaga kerja. Program JAMSOSTEK diselenggarakan untuk memberikan
perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi tenaga
kerja dan keluarganya, serta merupakan penghargaan kepada tenaga kerja
yang telah menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempat
mereka bekerja. Begitu pula dengan Program ASKES dan Program TASPEN,
penyelenggaraan kedua program jaminan sosial bagi pegawai negeri sipil
adalah insentif yang bertujuan untuk meningkatkan kegairahan bekerja.
Program ASABRI adalah bagian dari hak prajurit dan anggota POLRI atas
penghasilan yang layak.1
Pengesahan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial pada November 2011 menjadi satu bekal
menuju sistem jaminan sosial bagi masyarakat Indonesia. Undang-undang
tersebut mengamanatkan transformasi empat badan penyelenggara yaitu PT
Askes (persero) menjadi BPJS Kesehatan pada Januari 2014, PT Jamsostek
(persero) bertransformasi menjadi BPJS Ketenagakerjaan paling lambat 1 Juli
2012, sedangkan untuk PT Asabri dan PT Taspen bertransformasi paling
lambat 2029 melalui Peraturan Pemerintah. Dua BPJS ini memiliki amanah
yang berbeda. BPJS Kesehatan akan memberikan jaminan kesehatan.
Sementara BPJS Ketenagakerjaan akan memberikan jaminan pensiun,
1
Transformasi BPJS__link_footer__Martabat - www.jamsosindonesia.com, 2013, diakses pada tanggal
25 April 2015
Universitas Kristen Maranatha
5
jaminan hari tua, jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan kematian. BPJS
adalah badan hukum publik dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden.
BPJS berkedudukan dan berkantor pusat di Ibukota Negara dengan
kemungkinan untuk mendirikan kantor perwakilan di Propinsi dan
Kabupaten/Kota.
Pembentukan BPJS ini adalah amanat dari Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang lahir setelah adanya
Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap perkara Nomor 007/PUU-III/2005
Tentang pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 atau biasa disebut judicial review. Dalam
perkara ini, pada dasarnya pemohon mengajukan permohonan pengujian Pasal
5 ayat (1), ayat (3), dan ayat (4) serta Pasal 52 Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional terhadap UUD 1945.
Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangan hukum menyatakan bahwa
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional berkaitan langsung dengan salah satu cita Negara (staatsidee) yang
melandasi disusunnya UUD 1945 dalam rangka mewujudkan tujuan Negara.
Cita Negara (staatside) “untuk memajukan kesejahteraan umum” lebih lanjut
ditegaskan antara lain dalam Pasal 34 UUD 1945.
Dalam hubungan dengan permohonan Pasal 34 ayat (2) UUD 1945
menyatakan, “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh
rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai
Universitas Kristen Maranatha
6
dengan martabat kemanusiaan”. Selanjutnya, ayat (4) Pasal 34 UUD 1945
menyatakan, “Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur
dalam
undang-undang.”
Inti
permasalahan dari
permohonan adalah
bagaimana undang-undang harus menjabarkan pengertian “Negara” dalam
melaksanakan amanat Pasal 34 UUD 1945, khususnya Pasal 34 ayat (2).
Kejelasan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah atau keduanya menjadi
persoalan yang penting mengingat hak atas jaminan sosial oleh UUD 1945
sebagai bagian dari HAM berdasarkan Pasal 28 H ayat (3) UUD 1945 yang
menimbulkan kewajiban pada Negara untuk menghormati (to respect),
melindungi (to protect), dan menjamin pemenuhan (to fulfill) hak tersebut.
Terminologi “Negara” dalam Pasal 34 ayat (2) UUD 1945, dalam
hubungannya dengan paham Negara kesejahteraan, sesungguhnya lebih
menunjuk kepada pelaksanaan fungsi pelayanan sosial Negara bagi rakyat
atau warga Negaranya. Menurut UUD 1945, kekuasaan pemerintahan Negara
dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, sehingga pada
Pemerintahan Daerah pun melekat pula fungsi pelayanan sosial. Dengan
melaksanakan fungsi tersebut sebagai konsekuensi dari dianutnya ajaran
otonomi sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (2) dan ayat (5) UUD 1945.
Dengan membaca dan memahami secara seksama seluruh ketentuan dalam
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional, tampak bahwa di satu pihak perumusan Pasal 5 tersebut
menutup peluang Pemerintahan Daerah untuk ikut mengembangkan suatu
Universitas Kristen Maranatha
7
sub-sistem jaminan sosial dalam kerangka sistem jaminan sosial nasional
sesuai dengan kewenangan yang diturunkan dari ketentuan Pasal 18 ayat (2)
dan (5) UUD 1945.
Berdasarkan jenis-jenis program jaminan sosial, program jaminan
sosial dapat yang bersifat jangka pendek yaitu program jaminan sosial yang
dapat segera dinikmati pesertanya, sebagai contoh program jaminan sosial
kesehatan dan kecelakaan kerja, serta program jangka panjang seperti
program jaminan hari tua/pensiun, yang baru dapat dinikmati setelah kurun
waktu menjadi peserta. Oleh karena itu, jaminan sosial menjadi pilar utama
dalam mewujudkan kesejahteraan suatu bangsa. 2
Jaminan sosial ditinjau dari perspektif hak asasi manusia, dimana hak
asasi manusia merupakan seperangkat hak yang melekat dalam hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk yang diciptakan Tuhan yang Maha Esa,
maka salah satu hak yang melekat pada perlindungan harkat dan martabat
manusia adalah hak atas jaminan sosial. Hal tersebut wajib untuk dilindungi,
dihormati serta dijunjung tinggi oleh Negara, hukum, pemerintah dan setiap
individu. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Perserikatan BangsaBangsa Tahun 1948 Pasal 22 dan Pasal 25, disebutkan bahwa:3
2
Achmad Subianto, Sistem Jaminan Sosial Nasional Pilar Penyangga Perekonomian Bangsa, Jakarta:
Gibon Books, 2011, hlm. 36.
3
H. Amidhan, Hak Pekerja dan Jaminan Sosial dalam Instrumen Hukum Nasional dan Internasional,
Jakarta: Komnas HAM , 2005, hlm. 2.
Universitas Kristen Maranatha
8
“setiap orang, sebagai anggota masyarakat, mempunyai hak atas
jaminan setiap orang, sebagai anggota masyarakat mempunyai hak
atas jaminan sosial: dalam hal menganggur, sakit, cacat tidak mampu
bekerja, menjanda, hari tua.”4
Negara Indonesia menganut paham sebagai Negara kesejahteraan,5
berarti terdapat tanggung jawab Negara untuk mengembangkan kebijakan
Negara di berbagai bidang kesejahteraan serta meningkatkan kualitas
pelayanan umum (public services) yang baik melalui penyediaan berbagai
fasilitas yang diperlukan oleh masyarakat. Konsep jaminan sosial dalam arti
luas meliputi setiap usaha di bidang kesejahteraan sosial untuk meningkatkan
taraf hidup manusia dalam mengatasi keterbelakangan, ketergantungan,
ketelantaran, dan kemiskinan. Konsep ini belum dapat diterapkan secara
optimal di Indonesia, karena keterbatasan pemerintah di bidang pembiayaan
dan sifat ego sektoral dari beberapa pihak yang berkepentingan dalam jaminan
sosial. Konsep Negara kesejahteraan tidak hanya mencakup deskripsi
mengenai sebuah cara pengorganisasian kesejahteraan (welfare) atau
pelayanan sosial (sosial services), melainkan juga sebuah konsep normatif
atau sistem pendekatan ideal yang menekankan bahwa setiap orang harus
memperoleh pelayanan sosial sebagai haknya. Sebagaimana diketahui, sampai
4
Sentanoe Kertonegoro, Reformasi jaminan sosisal (studi perbandingan di berbagai Negara), Jakarta:
Yayasan Tenaga Kerja Indonesia, 1997, hlm. 2.
55
Hafiz Habibur Rahman, Political Science and Government, Eighth Enlarged Edition, Dacca: Lutfor
Rahman Jatia Mudran 109, Hrishikesh Das Road, 1971.
Universitas Kristen Maranatha
9
saat ini Sistem Jaminan Sosial Nasional belum dapat menjangkau seluruh
lapisan masyarakat Indonesia.
Pada dasarnya terdapat beberapa aspek penting terkait pemenuhan hak
konstitusi dan perlindungan hukum dalam rangka terselenggaranya program
BPJS. Pertama, amanat konstitusi yaitu Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa cita-cita luhur
bangsa adalah menjamin kesejahteraan rakyatnya. Pancasila mengamanatkan
kesejahteraan bagi masayarakat dalam sila kelima yaitu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945 juga
memiliki beberapa Pasal yang menjadi landasan diperlukannya program
BPJS. Pasal 28 H ayat (1) secara langsung mengatakan bahwa jaminan sosial
menjadi hak setiap manusia. Pada Pasal 34 ayat (1) kembali disebutkan
landasan konstitusional diperlukannya sistem jaminan sosial. Landasan
konstitusional selanjutnya yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Dengan latar belakang untuk
membangun sistem yang komprehensif dan memberi “rasa aman” (security)
yang lebih luas.
Ditinjau dari komitmen internasional, terdapat beberapa landasan
komitmen yang menjadi dasar untuk mengimplementasikan jaminan sosial.
Universal Declaration of Human Rights (1948), memuat hak-hak yang
terdapat di dalam hak dasar manusia sebagai standar dasar yang harus dimiliki
setiap individu –”as a common standard of achievement for all peoples and
Universitas Kristen Maranatha
10
all nations”. Pasal 22-25 United Nations on Universal Declaration of Human
Rights menyatakan bahwa setiap warga Negara di dunia ini berhak atas
jaminan kesehatan, pekerjaan yang ditindaklanjuti dengan penghasilan yang
layak dan jaminan sosial.
Kedua, aspek kebutuhan rakyat, jaminan sosial merupakan kebutuhan
bagi masyarakat. Jaminan sosial dibutuhkan secara menyeluruh dan tidak
terfragmentasi. Aksesabilitas masyarakat yang berbeda karena perbedaan
kemampuan ekonomi, letak geografis, dan perbedaan ketersediaan fasilitas,
mendorong perlunya jaminan yang sama bagi setiap individu. Jaminan ini
dibutuhkan karena setiap individu memiliki kemungkinan masuk dalam
kategori masyarakat rentan dalam menghadapi resiko sosial dalam hidupnya.
Amanat konstitusi pada kenyataannya belum dapat dijalankan secara
konsekuen sebagaimana mengatur mengenai jaminan sosial yang diamanatkan
oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
utamanya seperti dimaksud dalam Pasal 28 H ayat (3) yang menyatakan:
“Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan
dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat” dan Pasal 34 ayat (2)
yang menyatakan: “Negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi
seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu
sesuai dengan matabat kemanusiaan”. Hal ini tercermin dalam lemahnya
perlindungan hukum terhadap peserta BPJS.
Universitas Kristen Maranatha
11
Permasalahan yang mengemuka selama ini terkait peserta program
BPJS yaitu pertama, tidak adanya validitas data masyarakat di Indonesia,
Kedua, Proses registrasi bagi peserta yang terkesan sulit karena disetiap
kabupaten tidak bisa diakses padahal sudah memiliki token. Proses mutasi
dari peserta askes dan peserta JPK (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Jamsostek) ke BPJS Kesehatan, selama ini banyak permasalahan terkait
peralihan data. Peserta JPK Jamsostek harus mendaftar ulang ke BPJS
Kesehatan, padahal seharusnya otomatis. Transformasi JPK Jamsostek ke
BPJS Kesehatan meninggalkan peserta JPK Pekerja Mandiri yang tidak
otomatis menjadi peserta BPJS Kesehatan. Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS sangat jelas dinyatakan peserta JPK
Jamsostek otomatis menjadi peserta BPJS Kesehatan. Ketiga, Kartu peserta
belum terdistribusikan seluruhnya. Status kepesertaan gelandangan, pengemis,
orang telantar, penderita kusta, penderita sakit jiwa, penghuni lembaga
pemasyarakatan dan calon tahanan yang tidak jelas pertanggungjawabannya.
Permasalahan tersebut berdampak pada ketidakakuratan data kepesertaan
penerima jaminan sosial itusendiri, dan berpotensi melanggar hak-hak setiap
warga
Negara
untuk
mendapatkan
jaminan
sosial
serta
lemahnya
perlindungan hukum bagi peserta program BPJS yang diamanatkan dalam
konstitusi.6
6
https://tengkurizkilanera.wordpress.com/2014/09/12/masalah-terkait-bpjs-2014/, diakses pada tanggal
27 April 2015
Universitas Kristen Maranatha
12
Berdasarkan uraian di atas , permasalahan yang timbul saat ini yaitu
terkait masalah pemenuhan hak konstitusional dan perlindungan hukum bagi
peserta BPJS. Kondisi jaminan sosial di Indonesia saat ini masih dianggap
belum memenuhi amanah konstitusi secara sempurna.
Penelitian ini merupakan penelitian baru yang akan membahas
mengenai pemenuhan hak konstitusional dan perlindungan hukum peserta
program BPJS dilihat dari Hukum Administratif Negara. Oleh karena itu,
penulis ingin meneliti lebih mendalam dan membahasnya dalam skripsi
penulis
yang
KEBIJAKAN
SOSIAL
berjudul
“TINJAUAN
PROGRAM
(BPJS)
BADAN
KESEHATAN
KONSTITUSIONAL
DAN
YURIDIS
PELAKSANAAN
PENYELENGGARA
TERHADAP
PERLINDUNGAN
JAMINAN
PEMENUHAN
HUKUM
HAK
BAGI
PESERTANYA DITINJAU DARI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA”.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Apakah pelaksanaan program BPJS sebagai penunjang kesejahteraan telah
memenuhi hak konstitusional bagi pesertanya ?
2. Bagaimana Hukum Administrasi Negara dapat memberikan perlindungan
hukum bagi peserta program BPJS ?
Universitas Kristen Maranatha
13
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengkaji dan memahami pemenuhan Hak Konstitusional
masyarakat terkait kebijakan program BPJS.
2. Untuk mengkaji dan memahami perlindungan hukum bagi peserta
program BPJS ditinjau dari aspek Hukum Administrasi Negara.
D. KEGUNAAN PENELITIAN
1. Kegunaan akademisi, penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat:
a. Secara teoritis diharapkan dapat memberi manfaat bagi pengemban
ilmu hukum khususnya di dalam bidang jaminan sosial dan Hukum
Administrasi Negara.
b. Memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu hukum,khususnya
terkait aspek hukum BPJS
2. Kegunaan Praktis, penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam praktik
antara lain :
a. Sebagai sumber informasi bagi akdemisi, pengamat, masyarakat,
pembuat peraturan tentang BPJS.
b. Memberikan pedoman bagi Pemerintah khususnya BPJS dalam
memenuhi hak masyarakat.
c. Sebagai wacana yang dapat dibaca oleh mahasiswa hukum khususnya
atau juga masyarakat luas pada umumnya.
Universitas Kristen Maranatha
14
E. KERANGKA PEMIKIRAN
Konsep Negara Hukum di Eropa Kontinental dikembangkan antara
lain oleh Immanuel Kant, Paul Laband, Julius Stahl, Fichte, dan lain-lain
dengan menggunakan istilah Jerman, yaitu “rechtsstaat’. Konsep Negara
hukum atau Negara berdasarkan atas hukum (rechtsstaat atau the rule of law),
yang mengandung prinsip-prinsip asas legalitas, asas pemisahan (pembagian)
kekuasaan, dan asas kekuasaan kehakiman yang merdeka, semuanya itu
bertujuan untuk mengendalikan Negara atau pemerintah dari kemungkinan
bertindak sewenang-wenang atau penyalahgunaan kekuasaan. Negara yang
berkedaulatan
rakyat
dan
berdasarkan
hukum
(Negara
hukum
demokratis),7terkandung pengertian bahwa kekuasaan dibatasi oleh hukum
dan sekaligus pula menyatakan bahwa hukum adalah supreme dibanding
semua alat kekuasaan yang ada.8Berdasarkan pengertian tersebut maka negara
yang menempatkan hukum sebagai dasar kekuasaannya dan penyelenggaraan
kekuasaan tersebut dalam segala bentuknya dilakukan di bawah kekuasaan
hukum9, tidak dengan kekuasaan sewenang-wenang. Program BPJS
merupakan salah satu tanggung jawab Negara terhadap Jaminan Sosial
sebagaimana di atur dalam UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun
7
Bagir Manan dan Kuntana Magnar, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia, Bandung:
Alumni, 1993, hlm. 128.
8
Bagir Manan, Pengujian Yustisial Peraturan Perundang-undangan dan Perbuatan Administrasi
Negara di Indonesia, makalah Dalam Kuliah Umum Fakultas Hukum Universitas Atmajaya,
Yogyakarta, 1994,hlm.8.
9
A. Hamid S. Attamimi, Teori Perundang-undangan Indonesia (Suatu sisi Ilmu Pengetahuan
Perundang undangan Indonesia yang Menjelaskan dan Menjernihkan Pemahaman), Pidato
Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 1992, hlm. 8
Universitas Kristen Maranatha
15
2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagai dasar yuridis
penyelenggaraan program BPJS.
Pembagian kekuasaan dalam konsep Negara Hukum diartikan bahwa
Negara dalam hal ini baik Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib
untuk turun serta dalam memberikan hak konstitusinal kepada warga Negara
dalam
pelaksanaan
program
BPJS,
campur
tangan
Negara
dalam
penyelenggaraan program BPJS wajib untuk melindungi setiap pesertanya.
Program BPJS terkait kesehatan merupakan hak asasi manusia dan
salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita
bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Setiap kegiatan dalam
upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif,
partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya
manusia Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi
pembangunan nasional.
Di dalam UUD 1945, kesejahteraan sosial menjadi judul khusus Bab
XIV yang didalamnya memuat Pasal 33 tentang sistem perekonomian dan
Pasal 34 tentang kepedulian Negara terhadap kelompok lemah (fakir miskin
dan anak telantar) serta sistem jaminan sosial. Ini berarti, kesejahteraan sosial
sebenarnya merupakan flatform sistem perekonomian dan sistem sosial di
Indonesia. Sehingga, sejatinya Indonesia adalah Negara yang menganut faham
Universitas Kristen Maranatha
16
“Negara Kesejahteraan" (welfare state) dengan model “Negara Kesejahteraan
Partisipatif” (participatory welfare state)
yang dalam literatur pekerjaan
sosial dikenal dengan istilah Pluralisme Kesejahteraan atau
welfare
pluralism. Model ini menekankan bahwa Negara harus tetap ambil bagian
dalam penanganan masalah sosial dan penyelenggaraan jaminan sosial (sosial
security).10
Penyelenggaraan jaminan sosial merupakan salah satu syarat mutlak
menuju Negara kesejahteraan (welfare state).11 Dalam rangka mewujudkan
masyarakat yang sejahtera sesuai dengan tujuan Negara kesejahteraan
(welfare state), pada umumnya setiap Negara akan melalui setiap tahapantahapan pembangunan. Menurut para ahli ilmu sosial di Negara-Negara barat,
pada umumnya setiap bangsa dalam suatu Negara mengalami 3 (tiga) tahap
pembangunan, yaitu tahap unifikasi, tahap industrialisasi, dan tahap
kesejahteraan sosial.12Hal yang menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan
pada masyarakat Indonesia akan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar
bagi Negara, dan setiap upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga
berarti investasi bagi pembangunan Negara. Upaya pembangunan harus
dilandasi dengan wawasan kesehatan dalam arti pembangunan nasional harus
10
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Sosial, Departemen Sosial, Teks 9
Januari 2008, hlm. 34 dapat diunduh di URL : http://www.dniks.org/newsletter/NA-ruu-kesos20080109.pdf
11
Faisal Basri dan Haris Munandar, Perekonomian Indonesia, Tantangan dan Harapan bagi
Kebangkitan Ekonomi Indonesia, Jakarta: Erlangga, 2002, hlm. 4.
12
Erman Radjagukguk, disunting dari Thomas M. Franck, The New Development: Can American
Law and Legal Institution Developing Countrie, (Wisconsin Law Review No. 3, 1972), hlm. 778.
Universitas Kristen Maranatha
17
memperhatikan kesehatan masyarakat dan merupakan tanggung jawab semua
pihak baik pemerintah maupun masyarakat.
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi
pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan
ekonomis, oleh karena itu perlu ada penelitian lebih lanjut agar pengaturannya
lebih baik, hal ini berkaitan bahwa Indonesia adalah Negara Hukum atau
Rechstaat berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Sebagai
Negara yang mendedikasikan diri sebagai Negara Hukum pada dasarnya
dalam melaksanakan segala tindakan haruslah berlandaskan payung hukum
yang jelas dan hukum tersebut harus mampu memberi jawaban atas
permasalahan serta mewujudkan apa yang menjadi tujuan dari Negara Hukum
itu sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Gustav Radbuch yaitu Hukum
harus mengandung tiga nilai identitas (1) Asas Kepastian Hukum atau
rechmatigheid, asas ini meninjau dari sudut yuridis Program BPJS yang
merupakan hak bagi setiap warga Negara untuk memperoleh jaminan sosial
sebagaimana di atur dalam Pasal 28 H ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa
“setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan
dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat”. Kesadaran tentang
pentingnya jaminan perlindungan sosial terus berkembang hingga UUD 1945
Universitas Kristen Maranatha
18
pada Pasal 34 ayat (2), menyebutkan bahwa Negara mengembangkan sistem
jaminan sosial bagi masyarakat.
Diterbitkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial menjadi bukti kuat bahwa pemerintah memiliki
komitmen yang besar dalam mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh
masyarakat (2) Asas Keadilan Hukum (gerectigheit), asas ini meninjau dari
sudut filosofis bahwa setiap warga Negara pada dasarnya harus mendapatkan
keadilan sosial sebagaimana dasar Negara Indonesia menyebutkan dalam sila
ke-5 Pancasila, oleh karena itu Negara wajib untuk turut serta dalam
penyelenggaraan program BPJS tidak hanya di lakukan oleh pemerintah pusat
tetapi juga di laksanakan oleh pemerintah daerah. (3) Asas Kemanfaatan
Hukum (zwechmatigheid) atau utility, asas ini meninjau dari sosiologis yang
artinya program BPJS harus bermanfaat bagi pesertanya untuk mencapai
kesejahteraan sesuai dengan cita-cita Negara Kesatuan Republik Indonesia.13
F.
METODE PENELITIAN
Metode yang di gunakan dalam penelitian ini ialah metode penelitian
yang bersifat yuridis normatif14. Pada metode ini, Penulis mengacu pada
norma hukum yang berhubungan dengan pembahasan dalam skripsi yakni
13
Sudarsono, Kamus Hukum Edisi Baru, Penerbit Rineka Cipta , Jakarta, Cetakan kelima, 2007, hlm.
397.
14
Soerjono Soekanto dan Sri Madmuji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan singkat, Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 1994, hlm. 24.
Universitas Kristen Maranatha
19
peraturan perundang-undangan di bidang jaminan sosial, maupun terkait
dengan Hukum Administrasi Negara. Penelitian ini mengkaji bagaimana
penyelenggaraan BPJS dengan meninjau dari sudut pandang konstitusi yang
merupakan hak konstitusional masyarakat dan perlindungan hukum ditinjau
dari Hukum Administrasi Negara.
G.
SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk lebih memudahkan pembahasan dalam skripsi ini, maka
penulisan skripsi dibagi menjadi lima bab, yakni sebagai berikut :
Bab I
:PENDAHULUAN
Pada bagian ini akan menjelaskan secara garis besar
mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, tujuan
penelitian, kegunaan penelitian, kerangka pemikiran, metode
penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II
:EKSISTENSI NEGARA DAN UPAYA PEMENUHAN
HAK MASYARAKAT BERDASARKAN KONSTITUSI
Pada bagian ini akan memberikan pemaparan secara umum
mengenai pengertian Negara, Hak Asasi Manusia dalam
Konstitusi, dan Hak Konstitusional masyarakat, serta Jaminan
Sosial Sebagai Salah Satu Hak Konstitusional Masyarakat.
Universitas Kristen Maranatha
20
BAB III
:BADAN
PENYELENGGARA
JAMINAN
SOSIAL
KESEHATAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT
BERDASARKAN HUKUM POSITIF INDONESIA
Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai BPJS dan
pengaturan BPJS Kesehatan dalam hukum positif Indonesia
dan perlindungan masyarakat berdasarkan hukum positif.
BAB IV
:ANALISIS
KESEHATAN
KEBIJAKAN
TERHADAP
PROGRAM
BPJS
PEMENUHAN
HAK
KONSTITUSIONAL DAN PERLINDUNGAN HUKUM
BAGI
PESERTANYA
DITINJAU
DARI
HUKUM
ADMINISTRASI NEGARA
Pada bagian ini
akan menjelaskan jawaban terhadap isi
pokok dari skripsi ini, yang dapat menjawab pertanyaan yang
terdapat dalam pokok permasalahan.
BAB V
:PENUTUP
Pada bagian ini akan berisikan simpulan dan saran yang
berkaitan dengan pembahasan yang diuraikan.
Universitas Kristen Maranatha
Download