BAB II Tinjauan Pustaka

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Mulyanto (2008) kegiatan penambangan adalah kegiatan
mengekstraksi bahan tambang terencana dengan menggunakan berbagai metode
sesuai dengan karakteristik bahan tambang. Menurut Tim Puslitbang Tekmira
2004, penambangan ialah kegiatan untuk menghasilkan bahan galian yang
dilakukan baik secara manual maupun mekanis yang meliputi pemberian,
pemuatan, pengangkutan, penimbunan (stock filling) dan reklamasi. Salah satu
penambangan yang menjadi sumber pendapatan negara adalah penambangan
pasir.
Penambangan
pasir
termasuk
ke
dalam
penambangan
terbuka.
Penambangan terbuka adalah usaha penambangan dan penggalian bahan galian
yang kegiatannya dilakukan langsung berhubungan dengan udara terbuka (Tim
Puslitbang Tekmira 2004).
2.1 Tanah Pasir dan Tanah Sawah
Pasir terbentuk dari hasil proses rombakan batuan, sedimen, dan
metamorf oleh alam, kemudian proses pengangkutan oleh air, selanjutnya
diendapkan di suatu tempat yang lebih rendah, misalnya hilir sungai, daratan,
cekungan, danau, pantai dan sebagainya. Butiran pasir dapat berukuran kasar
sekali sampai halus tergantung dari jauh dekatnya terhadap sumber batuan. Pada
tanah pasir kandungan lempung, debu, dan zat hara sangat minim. Akibatnya,
tanah pasir mudah mengalirkan air, sekitar 150 sentimeter per jam. Sebaliknya,
kemampuan tanah pasir menyimpan air sangat rendah, 1,6-3 persen dari total air
yang tersedia (Anonim 2003).
Berdasarkan keterdapatan, ada 2 macam pasir yaitu pasir sungai dan pasir
darat (pasir purba). Umumnya pasir bercampur dengan lumpur atau lempung
terutama pasir aluvium. Mutu pasir dianggap baik apabila kadar lempungnya
sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali. Sedangkan, dari seri kegunaannya,
bahan galian pasir dimanfaatkan untuk berbagai keperluan bahan bangunan,
seperti untuk bahan pemasangan batu atau bata, plesteran dan sebagainya (Tim
Puslitbang Tekmira 2004). Berdasarkan segi tiga tekstur pada Gambar 1, tekstur
kasar terdiri dari lempung liat berpasir, lempung berpasir, pasir berlempung,
berpasir dan pasir (Hardjowigeno 2007).
4
Sifat fisik pasir darat antara lain : berbutir sedang hingga kasar, berwarna
abu kecoklatan, memiliki porositas tinggi, bentuk butir membulat hingga
membulat tanggung, pemilahan (sorting) sedang, hubungan antar butir lepas
hingga agak padu. Bila tanah terlalu mengandung pasir, tanah ini kurang baik
untuk pertumbuhan tanaman. Tanah yang bertekstur pasir mempunyai luas
permukaan (specific surface) yang kecil, sehingga sulit menyerap atau menahan
air dan unsur hara, sehingga pada musim kemarau mudah kekurangan air. Bila
jumlah pasir tidak terlalu banyak, pengaruhnya terhadap tanah akan baik, karena
cukup longgar, air akan mudah meresap, dan jumlahnya cukup dikandung tanah,
udara tanah mudah masuk dan tanah mudah diolah (Hasibuan 2006).
Sumber : Hardjowigeno 2007
Gambar 1 Diagram Segitiga Tekstur Tanah dan Sebaran Besar Butir
Dalam kaitannya dengan daya simpan air, tanah pasir mempunyai daya
pengikatan terhadap lengas tanah yang relatif rendah, karena permukaan kontak
antara permukaan tanah dengan air pada tanah yang teksturnya lebih halus dan
tanah pasir tersebut didominasi oleh pori makro (Islami dan Istomo, 1995). Oleh
5
karena itu, air yang masuk ke tanah pasir akan segera mengalami perkolasi,
sementara itu air kapiler akan mudah lepas karena evaporasi.
Tanah pasir tidak memiliki kemampuan menjerap air dan hara sehingga
tanah pasir tidak subur dan mudah kering. Tanah pasir juga sedikit mengandung
liat, kapasitas tukar kation yang rendah dan miskin bahan organik atau humus.
Pasir merupakan mineral sisa pelapukan yang mempunyai daya tahan terhadap
pelapukan yang tinggi sehingga menjadi sukar lapuk. Hal ini menjadikan tanah
berpasir menjadi media untuk tumbuh yang sangat jelek. Tanah pasir memerlukan
granulasi. Salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan penambahan bahan
organik (Soepardi, 1983).
Sanchez (1992) membagi profil tanah sawah atas 4 (empat) bagian
sebagai berikut:
1. Tanah sawah lapisan air
2. Tanah sawah lapisan oksidasi
3. Tanah sawah lapisan olah yang mengalami reduksi
4. Tanah sawah lapisan subsoil yang bersifat oksidatif dan kadang-kadang
reduktif.
Morfologi tanah sawah berdasarkan perbedaan kedalaman air tanah oleh
Kanno (1978) dinyatakan bahwa semakin dalam air tanahnya, sifat morfologi
tanah
menunjukan
adanya
perkembangan
horizon
yang
lebih
lengkap
dibandingkan dengan horizon pada tanah dangkal. Tanah sawah dibagi menjadi 3
(tiga) tipe yaitu :
1. Tipe air permukaan
2. Tipe intermediat
3. Tipe air tanah
Tanah sawah dengan tipe air permukaan dijumpai pada tanah berdrainase baik;
tanah sawah dengan tipe intermediat dijumpai pada tanah berdrainase sedang,
tanah sawah dengan tipe air tanah dijumpai pada tanah berdrainase jelek. Jenis
dan sifat horizon penciri tanah sawah berbeda dengan tanah bukan sawah, pada
tanah sawah dijumpai adanya lapisan tapak bajak, horizon glei, dan lapisan besi
serta mangan, sedangkan pada profil bukan tanah sawah tidak dijumpai horizonhorison tersebut.
6
2.2 Regosol dan Vertisol
Tanah Regosol tergolong jenis tanah Entisol, dimana pada tanah yang tua
sudah mulai terbentuk horizon Al lemah berwarna kelabu, mengandung bahan
yang belum atau masih baru mengalami pelapukan. Tekstur tanah biasanya kasar,
struktur kersai atau lemah, konsentrasi lepas sampai gembur dan pH 6-7. Makin
tua umur tanah, struktur dan konsentrasinya padat, bahkan seringkali membentuk
padas dengan drainase dan porositas terhambat. Umumnya jenis tanah ini belum
membentuk agregat sehingga peka terhadap erosi, cukup mengandung unsur P dan
K yang masih segar dan belum tersedia untuk diserap tanaman dan kandungan N
rendah (Rachim dan Suwardi, 1999).
Faktor penting dalam pembentukan tanah Vertisol adalah adanya musim
kering dalam setiap tahun, meskipun lamanya musim tersebut bervariasi
(Hardjowigeno 2003).
Menurut Darmawijaya (1997), ciri-ciri tanah vertisol
adalah sebagai berikut : (1) Tekstur lempung, (2) tanpa horizon eluvial dan iluvial,
(3) struktur lapisan atas granular dan lapisan bawah gumpal pejal, (4)
mengandung kapur, (5) koefisien expansi (pemuaian) dan kontraksi (pengerutan)
tinggi jika dirubah kadar airnya, (6) seringkali mikroreliefnya gilgai (peninggianpeninggian setempat yang teratur), (7) konsistensi luar biasa liar (extremely
plastic), (8) bahan induk kapur dan berlempung sehingga kedap air
(impermeable), (9) dalam solum rata-rata 75 cm, dan (10) warna kelam atau
chroma kecil.
2.3 Sifat Fisik Tanah
2.3.1 Tekstur Tanah
Tekstur tanah menunjukan perbandingan butir-butir pasir (2mm - 50μ),
debu (2μ-50 μ), dan liat (< 2μ) di dalam fraksi tanah halus (Hardjowigeno, 2007).
Ukuran relatif partikel tanah dinyatakan dalam istilah tekstur yang mengacu pada
kehalusan atau kekasaran tanah (Foth 1994).
Menurut Hanafiah (2007), tanah yang didominasi pasir akan banyak
mempunyai pori-pori makro (besar) disebut lebih poreus, tanah yang didominasi
debu akan banyak mempunyai pori-pori meso (sedang) agak poreus, sedangkan
yang didominasi liat akan mempunyai pori-pori mikro (kecil) atau tidak poreus.
7
Menurut Hardjowigeno (2003) tanah dengan tekstur pasir banyak mempunyai
pori-pori makro sehingga sulit menahan air.
Menurut Hanafiah (2007), berdasarkan kelas teksturnya maka tanah
digolongkan menjadi:
1. Tanah bertekstur kasar atau tanah berpasir, berarti tanah yang mengandung
minimal 70% pasir : bertekstur pasir atau pasir berlempung.
2. Tanah bertekstur halus atau kasar berliat, berarti tanah yang mengandung
minimal 37,5% liat atau bertekstur liat, liat berdebu atau liat berpasir.
3. Tanah bertekstur sedang atau tanah berlempung, terdiri dari:
a. Tanah bertekstur sedang tetapi agak kasar meliputi tanah yang bertekstur
lempung berpasir (sandy loam) atau lempung berpasir halus.
b. Tanah bertekstur sedang meliputi yang bertekstur berlempung berpasir
sangat halus, lempung (loam), lempung berdebu (silty loam) atau debu
(silt).
c. Tanah bertekstur sedang tetapi agak halus mencakup lempung liat (clay
loam), lempung liat berpasir (sandy clay loam), atau lempung liat berdebu
(sandy silt loam).
2.3.2 Struktur Tanah
Struktur tanah merupakan gumpalan-gumpalan kecil alami dari tanah,
akibat melekatnya butir-butir primer tanah satu sama lain. Satu unit struktur
disebut ped (terbentuk karena proses alami). Struktur tanah memiliki bentuk yang
berbeda-beda yaitu Lempeng (plety), Prismatik (prismatic), Tiang (columnar),
Gumpal bersudut (angular blocky), Gumpal membulat (subangular blocky),
Granular (granular), Remah (crumb) (Hardjowigeno 2003).
Arsyad (2005) mengemukakan, struktur adalah kumpulan butir-butir
tanah disebabkan terikatnya butir-butir pasir, liat dan debu oleh bahan organik,
oksida besi dan lain-lain. Struktur tanah yang penting dalam mempengaruhi
infiltrasi adalah ukuran pori dan kemantapan pori. Pori-pori yang mempunyai
diameter besar (0,06 mm atau lebih) memungkinkan air keluar dengan cepat
sehingga tanah beraerasi baik, pori-pori tersebut juga memungkinkan udara keluar
dari tanah sehingga air dapat masuk.
8
Istilah tekstur digunakan untuk menunjukan ukuran pertikel-partikel
tanah. Tetapi, apabila ukuran partikel tanah sudah diketahui maka digunakan
istilah struktur. Struktur menunjukan kombinasi atau susunan partikel-partikel
tanah primer (pasir, debu dan liat) sampai pada partikel-partikel sekunder atau
(ped) disebut juga agregat. Unit ini dipisahkan dari unit gabungan atau karena
kelemahan permukaan. Struktur suatu horizon yang berbeda satu profil tanah
merupakan satu ciri penting tanah, seperti warna, tekstur atau komposisi kimia.
Ada dua jenis tanah tanpa struktur, yakni butir tunggal (single grain) dan
massive. Butir tunggal adalah apabila partikel-partikel tanah dalam keadaan lepas
(tidak terikat) satu sama lainya. Keadaan ini sering dijumpai pada tanah-tanah
yang banyak mengandung pasir. Sedangkan untuk tanah yang massive apabila
partikel-partikel tanah dalam keadaan terikat satu sama lainnya (Hakim et al.
1986).
Gradasi dari struktur merupakan derajat agregasi atau perkembangan
struktur. Istilah-istilah untuk gradasi struktur adalah sebagai berikut :
1. Tidak mempunyai struktur : Agregasi tidak dapat dilihat atau tidak tertentu
batasnya dan susunan garis-garis alam semakin kabur. Pejal jika menggumpal,
berbutir tunggal jika tidak menggumpal.
2. Lemah : Ped yang sulit dibentuk, dapat dilihat dengan mata telanjang.
3. Sedang : Ped yang dapat dibentuk dengan baik, tahan lama dan jelas, tetapi
tidak jelas pada tanah yang tidak terganggu.
4. Kuat : Ped yang kuat, jelas pada tanah yang tidak terganggu satu dengan yang
lain terikat secara lemah, tahan terhadap perpindahan dan menjadi terpisah
apabila tanah tersebut terganggu (Foth 1994).
2.3.3 Kerapatan Limbak (Bulk Density)
Bulk density merupakan rasio bobot kering mutlak (suhu 105oC) suatu
unit tanah terhadap volume total, yang sering dinyatakan dalam gr/cm3 (Hillel,
1980). Menurut Hardjowigeno 2007, Kerapatan Limbak atau Bulk Density (BD)
adalah berat tanah kering per satuan volume tanah (termasuk pori-pori tanah).
Bulk density dapat digunakan untuk menghitung ruang pori total (total porosity)
tanah dengan dasar bahwa kerapatan zarah (particle density) tanah= 2,65 g/cc.
9
Menurut Sarief (1986) dalam Mustofa (2007) nilai bobot isi dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya pengolahan tanah, bahan organik,
pemadatan oleh alat-alat pertanian, tekstur, struktur, kandungan air tanah, dan
lain-lain. Pengolahan tanah yang sangat intensif akan menaikkan bobot isi. Hal ini
disebabkan pengolahan tanah yang intensif akan menekan ruang pori menjadi
lebih sedikit dibandingkan dengan tanah yang tidak pernah diolah.
Besaran bobot isi tanah dapat bervariasi dari waktu ke waktu atau dari
lapisan ke lapisan sesuai dengan perubahan ruang pori atau struktur tanah.
Keragaman itu menunjukkan derajat kepadatan tanah (Foth 1994), karena tanah
dengan ruang pori berkurang dan berat tanah setiap satuan bertambah
menyebabkan meningkatnya bobot isi tanah. Tanah dengan bobot yang besar akan
sulit meneruskan air atau sulit ditembus akar tanaman, sebaliknya tanah dengan
bobot isi rendah, akar tanaman lebih mudah berkembang (Hardjowigeno 2007).
2.3.4 Porositas Tanah
Pori-pori tanah adalah bagian tanah yang tidak terisi bahan padat tanah
(terisi oleh udara dan air). Pori tanah dapat dibedakan menjadi pori kasar (macro
pore) dan pori halus (micro pore). Pori kasar berisi udara atau air gravitasi (air
yang mudah hilang karena gaya gravitasi), sedang pori halus berisi air kapiler dan
udara (Hardjowigeno 2007). Ruang pori tanah yaitu bagian dari tanah yang
ditempati oleh air dan udara, sedangkan ruang pori total terdiri atas ruangan
diantara partikel pasir, debu, dan liat serta ruang diantara agregat-agregat tanah
(Soepardi 1983).
Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat
dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara (Hanafiah
2007). Menurut Hardjowigeno (2007), porositas tanah dipengaruhi oleh
kandungan bahan organik, struktur, dan tekstur tanah. Porositas tanah tinggi jika
bahan organik tinggi. Tanah-tanah dengan struktur remah atau granular
mempunyai porositas yang lebih tinggi daripada tanah-tanah yang berstruktur
pejal.
Agar tanaman dapat tumbuh baik diperlukan perimbangan antara poripori yang dibedakan menjadi pori berguna dan pori tidak berguna untuk
ketersediaan air bagi tanaman. Pori berguna bagi tanaman yaitu pori yang
10
berdiameter diatas 0,2 mikron, yang terdiri pori pemegang air berukuran diameter
0,2 – 8,6 mikron, pori drainase lambat berdiameter 8,6 – 28,6 mikron, dan pori
drainase cepat berdiameter diatas 28,8 mikron. Air yang terdapat dalam pori
pemegang air disebut air tersedia, umumnya antara titik layu dan kapasitas lapang
(Hardjowigeno 1993).
Sedangkan pori tidak berguna bagi tanaman adalah pori yang
diameternya kurang dari 0,2 mikron. Akar tanaman tidak mampu menghisap air
pada pori ukuran kurang dari 0,2 mikron tersebut, sehingga tanaman menjadi layu.
Untuk mengeluarkan air dari pori ini diperlukan tenaga tekanan atau isapan setara
dengan 15 atmosfir (Hardjowigeno 2003).
2.3.5 Pori Drainase Sangat Cepat
Ukuran pori dan kemantapan pori berpengaruh terhadap daya infiltrasi,
semakin besar dan mantap pori tersebut maka daya infiltrasi akan semakin besar
(Syarief 1985 dalam Musthofa 2007). Tanah-tanah pasir mempunyai pori-pori
kasar lebih banyak daripada tanah liat. Tanah dengan banyak pori-pori kasar sulit
menahan air sehingga tanaman mudah kekeringan. Tanah-tanah liat mempunyai
pori total (jumlah pori-pori makro + mikro), lebih tinggi daripada tanah pasir.
Tanah remah memberikan kapasitas infiltrasi akan lebih besar daripada tanah liat.
Tanah dengan pori-pori jenuh air mempunyai kapasitas lebih kecil dibandingkan
tanah dalam keadaan kering. Tanah pasir memiliki pori drainase yang baik
sehingga
infiltrasinya
tinggi
tetapi tidak
dapat
mengikat
air
tersebut
(Hardjowigeno 2003).
2.3.6 Permeabilitas Tanah
Menurut Hardjowigeno (2003), permeabilitas adalah kecepatan laju air
dalam medium massa tanah. Sifat ini penting artinya dalam keperluan drainase
dan tata air tanah. Bagi tanah-tanah yang bertekstur halus biasanya mempunyai
permeabilitas lebih lambat dibanding tanah bertekstur kasar. Nilai permeabilitas
suatu solum tanah ditentukan oleh suatu lapisan tanah yang mempunyai nilai
permeabilitas terkecil. Selain itu menurut Foth (1994), permeabilitas merupakan
kemudahan cairan, gas dan akar menembus tanah.
11
Tanah dengan struktur mantap adalah tanah yang memiliki permeabilitas
dan drainase yang sempurna, serta tidak mudah didespersikan oleh air hujan.
Permeabilitas tanah dapat menghilangkan daya air untuk mengerosi tanah,
sedangkan drainase mempengaruhi baik buruknya peratukaran udara. Faktor
tersebut selanjutnya akan mempengaruhi kegiatan mikroorganisme dan perakaran
dalam tanah (Syarief 1985 dalam Musthofa 2007).
Permeabilitas merupakan parameter sifat fisika tanah yang dalam
keadaan alamiah nilainya sangat bervariasi, baik untuk pergerakan secara vertikal
maupun horizontal. Pengetahuan tentang permeabilitas ini sangat berguna di
dalam pengelolaan lahan pertanian, drainase dan irigasi, budidaya perikanan dan
pengawasan banjir. Permeabilitas tanah merupakan parameter sifat fisika tanah
yang menentukan kecepatan pergerakan air dalam tanah. Tanah dengan
permeabilitas rendah diinginkan untuk persawahan yang membutuhkan banyak air
(Hillel, 1971).
Tabel 1 Permeabilitas Tanah
Deskripsi
Sangat Cepat
Permeabilitas (cm/jam)
> 25,0
Cepat
12,5 – 25,0
Agak Cepat
6,5 – 12,5
Sedang
2,0 – 6,5
Agak Lambat
0,5 – 2,0
Lambat
0,1 – 0,5
Sangat Lambat
< 0,1
Sumber : Hardjowigeno (2003)
Syarief (1985) dalam Musthofa (2007) juga mengatakan bahwa aliran
permukaan (erosi) dipengaruhi oleh dua faktor yaitu kapasitas infiltrasi dan
permeabilitas dari lapisan tanah. Apabila kapasitas infiltrasi dan permeabilitas
besar dan mempunyai lapisan kedap yang dalam maka aliran permukaan rendah,
sedangkan untuk tanah yang bertekstur halus maka penyerapan air akan semakin
lambat dan aliran permukaan tinggi. Permeabilitas tanah ini disajikan pada Tabel
1.
12
2.4 Sifat Kimia Tanah
2.4.1 Derajat Kemasaman Tanah (pH)
Reaksi tanah yang penting adalah masam, netral atau alkalin. Hal
tersebut didasarkan pada jumlah ion H+ dan OH- dalam larutan tanah. Reaksi
tanah yang menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah dinilai
berdasarkan konsentrasi H+ dan dinyatakan dengan nilai pH. Bila dalam tanah
ditemukan ion H+ lebih banyak dari OH-, maka disebut masam (pH <7). Bila ion
H+ sama dengan ion OH- maka disebut netral (pH=7), dan bila ion OH- lebih
banyak dari pada ion H+ maka disebut alkalin atau basa (pH >7) (Hakim dkk,
1986). Pengukuran pH tanah dapat memberikan keterangan tentang kebutuhan
kapur, respon tanah terhadap pemupukan, proses kimia yang mungkin
berlangsung dalam proses pembentukan tanah, dan lain-lain (Hardjowigeno
2003).
Nilai pH berkisar dari 0-14 dengan pH 7 disebut netral sedangkan pH
kurang dari 7 disebut masam dan pH lebih dari 7 disebut alkalis. Walaupun
demikian pH tanah umumnya berkisar dari 3,0-9,0. Di Indonesia pada umumnya
tanah bereaksi masam dengan pH berkisar antara 4,0 – 5,5 sehingga tanah dengan
pH 6,0 – 6,5 sering telah dikatakan cukup netral meskipun sebenarnya masih agak
masam. Di daerah rawa-rawa sering ditemukan tanah-tanah sangat masam dengan
pH kurang dari 3,0 yang disebut tanah sangat masam karena banyak mengandung
asam sulfat. Di daerah yang sangat kering kadang-kadang pH tanah sangat tinggi
(pH lebih dari 9,0) karena banyak mengandung garam Na (Anonim 1991).
Menurut Hakim et al. (1986) faktor yang mempengaruhi pH antara lain :
Kejenuhan basa, sifat misel (koloid), macam kation yang terjerap.
2.4.2 Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Kapasitas Tukar Kation (KTK) suatu tanah dapat didefinisikan sebagai
suatu kemampuan koloid tanah menjerap dan mempertukarkan kation (Hakim et
al 1986). Sedangkan menurut Hasibuan (2006), Kapasitas Tukar Kation
merupakan banyaknya kation-kation yang dijerap atau dilepaskan dari permukaan
koloid liat atau humus dalam miliekuivalen per 100 g contoh tanah atau humus.
Dalam buku hasil penelitian (Anonim 1991), disebutkan bahwa satu miliekuivalen
atau satu mili setara adalah sama dengan satu milligram hidrogen atau sejumlah
13
ion lain yang dapat bereaksi atau menggantikan ion hidrogen tesebut pada misel.
Walaupun demikian kadang-kadang USDA bagian Survey Tanah menggunakan
sebagai me/100 g liat. Akan tetapi pada umumnya penentuan KTK adalah untuk
semua kation yang dapat dipertukarkan, sehingga KTK = jumlah atau total mili
ekuivalen kation yang dapat dipertukarkan per 100 gram tanah (Tan 1982).
Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan sifat kimia yang sangat erat
hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah-tanah dengan kandungan bahan
organik atau kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah-tanah
dengan
kandungan
bahan
organik
rendah
atau
tanah-tanah
berpasir
(Hardjowogeno 2007).
Nilai KTK tanah sangat beragam dan tergantung pada sifat dan ciri tanah
itu sendiri. Menurut Hakim et al. (1986), besar kecilnya KTK tanah dipengaruhi
oleh :
1. Reaksi tanah atau pH
2. Tekstur atau jumlah liat
3. Jenis mineral liat
4. Bahan organik
5. Pengapuran dan pemupukan.
Tekstur tanah juga berpengaruh terhadap KTK tanah. Semakin halus
tekstur tanah semakin tinggi pula KTK nya seperti terlihat pada Tabel 3.
Tabel 2 Pengaruh Tekstur Tanah Terhadap Kapasitas Tukar Kation
Tekstur
Kapasitas Tukar Kation (me/100 g)
Pasir
0–5
Lempung berpasir
5 – 10
Lempung dan lempung berdebu
10 – 15
Lempung berliat
15 – 20
Liat
15 – 40
Sumber : Hasibuan (2006)
Pada tanah dengan nilai KTK relatif rendah, proses penjerapan unsur
hara oleh koloid tanah tidak berlangsung intensif, dan akibatnya unsur-unsur hara
tersebut akan dengan mudah tercuci dan hilang bersama gerakan air di tanah
(infiltrasi, perkolasi), dan pada gilirannya hara tidak tersedia bagi pertumbuhan
14
tanaman. Nilai KTK pada tapak terganggu umumnya lebih rendah jika
dibandingkan dengan pada tapak tidak terganggu. Turunnya nilai KTK tanah
tersebut dapat disebabkan karena menurunnya kandungan bahan organik tanah
sebagai akibat dari kegiatan fisik di badan tanah (Anonim 1991).
2.4.3 C-Organik
Bahan organik adalah segala bahan-bahan atau sisa-sisa yang berasal dari
tanaman, hewan dan manusia yang terdapat di permukaan atau di dalam tanah
dengan tingkat pelapukan yang berbeda (Hasibuan 2006). Bahan organik
merupakan bahan pemantap agregat tanah yang baik. Sekitar setengah dari
Kapasitas Tukar Kation (KTK) berasal dari bahan organik (Hakim et al 1986).
Kandungan bahan organik dalam tanah merupakan salah satu faktor yang
berperan dalam menentukan keberhasilan suatu budidaya tanaman. Hal ini
dikarenakan bahan organik dapat meningkatkan kesuburan kimia, fisika maupun
biologi tanah. Penetapan kandungan bahan organik dilakukan berdasarkan jumlah
C-Organik (Anonim 1991). Selain itu, menurut Mulyani (1997); Kohnke (1968)
menyatakan bahwa fungsi bahan organik adalah sebagai berikut : (i) sumber
makanan dan energi bagi mikroorganisme, (ii) membantu keharaan tanaman
melalui perombakan dirinya sendiri melalui kapasitas pertukaran humusnya, (iii)
menyediakan zat-zat yang dibutuhkan dalam pembentukan pemantapan agregatagregat tanah, (iv) memperbaiki kapasitas mengikat air dan melewatkan air, (v)
serta membantu dalam pengendalian limpasan permukaan dan erosi.
Bahan organik tanah sangat menentukan interaksi antara komponen
abiotik dan biotik dalam ekosistem tanah. Musthofa (2007) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa kandungan bahan organik dalam bentuk C-organik di tanah
harus dipertahankan tidak kurang dari 2 persen, agar kandungan bahan organik
dalam tanah tidak menurun dengan waktu akibat proses dekomposisi mineralisasi
maka sewaktu pengolahan tanah penambahan bahan organik mutlak harus
diberikan setiap tahun. Kandungan bahan organik antara lain sangat erat berkaitan
dengan KTK (Kapasitas Tukar Kation) dan dapat meningkatkan KTK tanah.
Tanpa pemberian bahan organik dapat mengakibatkan degradasi kimia, fisik, dan
15
biologi tanah yang dapat merusak agregat tanah dan menyebabkan terjadinya
pemadatan tanah (Anonim 1991).
Secara umum karbon dari bahan organik tanah terdiri dari 10-20%
karbohidrat, terutama berasal dari biomasa mikroorganisme, 20% senyawa
mengandung nitrogen seperti asam amino dan gula aminom 10-20% asam alifatik,
alkane, dan sisanya merupakan karbon aromatik. Karena fungsinya yang sangat
penting, maka tidak mengherankan jika dikatakan bahwa faktor terpenting yang
mempengaruhi produktifitas baik tanah yang dibudidayakan maupun tanah yang
tidak dibudidayakan adalah jumlah dan kedalaman bahan organik tanah (Paul and
Clark 1989).
2.4.4 N-Total
Nitrogen adalah unsur hara makro utama yang dibutuhkan tanaman
dalam jumlah yang banyak, diserap tanaman dalam bentuk amonium (NH4+) dan
nitrat (NO3+). Pada umumnya Nitrogen merupakan faktor pembatas dalam
tanaman budidaya. Biomassa tanaman rata-rata mengandung N sebesar 1 sampai
2% dan mungkin sebesar 4 sampai 6%. Dalam hal kuantitas total yang dibutuhkan
untuk produksi tanaman budidaya, N termasuk keempat di antara 16 unsur
essensial (Gardner et al 1991).
Unsur Nitrogen penting bagi tanaman dan dapat disediakan oleh manusia
melalui pemupukan. Nitrogen umumnya diserap oleh tanaman dalam bentuk NO3dan NH4+ walaupun urea (H2NCONH2) dapat juga dimanfaatkan oleh tanaman
karena urea secara cepat dapat diserap melalui epidermis daun (Leeiwakabessy
2003). Menurut Hardjowigeno (2003), nitrogen di dalam tanah terdapat dalam
berbagai bentuk yaitu protein (bahan organik), senyawa-senyawa amino,
amonium (NH4+) dan nitrat (NO3-). Bentuk N yang diabsorpsi oleh tanaman
berbeda-beda. Ada tanaman yg lebih baik tumbuh bila diberi NH4+ ada pula
tanaman yang lebih baik diberi NO3- dan ada pula tanaman yang tidak terpengaruh
oleh bentuk-bentuk N ini (Leiwakabessy 2003).
Menurut Leiwakabessy (2003), pemberian N yang banyak akan
menyebabkan pertumbuhan vegetatif berlangsung hebat sekali dan warna daun
menjadi hiijau tua. Kelebihan N dapat memperpanjang umur tanaman dan
memperlambat proses pematangan karena tidak seimbang dengan unsur lainnya
16
seperti P, K dan S. Fungsi N adalah untuk memperbaiki pertumbuhan vegetatif
tanaman (tanaman yang tumbuh pada tanah yang cukup N akan berwarna lebih
hijau) dan membantu proses pembentukan protein. Kemudian gejala-gejala
kebanyakan N lainnya yaitu batang menjadi lemah, mudah roboh dan dapat
mengurangi daya tahan tanaman terhadap penyakit (Hardjowigeno 2007).
Proses perubahan dari nitrat menjadi nitrit dinamakan nitrifikasi. Secara
sederhana perubahan enzimatik dari proses Nitrifikasi adalah sebagai berikut :
2NH4+ + 3O2
2NO2- + O2
2NO2- + 2H2O + 4H+ + energi
2NO3- + energi
Sumber lain dari nitrogen di dalam tanah melalui air hujan dan melalui
penambahan pupuk buatan seperti urea atau ZA. Sumber N yang berasal dari
atmosfer sebagai sumber primer, dan lainnya berasal dari aktifitas di dalam tanah
sebagai sumber sekunder (Hasibuan 2006).
Hanafiah (2007) dalam bukunya menyatakan bahwa Nitrogen menyusun
sekitar 1,5 % bobot tanaman dan berfungsi terutama dalam pembentukan protein.
Nitrogen anorganik sangat larut dan mudah hilang dalam air drainase atau hilang
ke atmosfer.
Efek nitrogen terhadap pertumbuhan akan jelas dan cepat hal
tersebut menyatakan bahwa nitrogen merupakan unsur yang berdaya besar
sehingga tidak saja harus diawetkan tetapi juga perlu diatur pemakaiannya.
Mengenai siklus dari Nitrogen dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Siklus Nitrogen
17
2.4.5 P-Bray (Fosfor)
Posfor bersama-sama dengan nitogen dan kalium, digolongkan sebagai
unsur-unsur utama walaupun diabsorpsi dalam jumlah yang lebih kecil dari kedua
unsur tersebut. Tanaman biasanya mengabsorpsi P dalam bentuk H2PO4- dan
sebagian kecil dalam bentuk sekunder HPO42-. Absorpsi kedua ion itu oleh
tanaman dipengaruhi oleh pH tanah sekitar akar. Pada pH tanah yang rendah,
absorpsi bentuk H2PO4-
akan meningkat (Leiwakabessy 2003). Sedangkan
menurut Hardjowigeno (2003), fosfat paling mudah diserap oleh tanaman pada pH
sekitar netral (pH 6-7).
Menurut Hardjowigeno (2003), unsur-unsur P di dalam tanah berasal dari
bahan organik (pupuk kandang dan sisa-sisa tanaman), pupuk buatan (TSP dan
DS) dan mineral-mineral di dalam tanah (apatit). Tanaman dapat juga
mengabsorpsi fosfat dalam bentuk P-organik seperti asam nukleik dan phytin.
Bentuk-bentuk ini berasal dari dekomposisi bahan organik dan dapat langsung
dipakai oleh tanaman. Tetapi karena tidak stabil dalam suasana dimana aktifitas
mikroba tinggi, maka peranan mereka sebagai sumber fosfat bagi tanaman di
lapangan menjadi kecil (Leiwakabessy 2003).
Beberapa peranan fosfat yang penting ialah dalam proses fotosintesa,
perubahan-perubahan karbohidrat dan senyawa-senyawa yang berhubungan
dengannya,
glikolisis,
metabolisme
asam
amino,
metabolisme
lemak,
metabolisme sulfur, oksidasi biologis dan sejumlah reaksi dalam proses hidup.
Fosfor betul-betul merupakan unsur yang sangat penting dalam proses transfer
energi, suatu proses vital dalam hidup dan pertumbuhan (Leiwakabessy et al.
2003).
Sering terjadi kekurangan P di dalam tanah yang disebabkan oleh jumlah P
yang sedikit di tanah, sebagian besar terdapat dalam bentuk yang tidak dapat
diambil oleh tanaman dan terjadi pengikatan (fiksasi) oleh Al pada tanah masam
atau oleh Ca pada tanah alkalis. Gejala-gejala kekurangan P yaitu pertumbuhan
terhambat (kerdil) karena pembelahan sel terganggu, daun-daun menjadi ungu
atau coklat mulai dari ujung daun, terlihat jelas pada tanaman yang masih muda
(Hardjowigeno 2007).
18
Menurut Olsen dan Watanabe (1963), konsentrasi fosfor pada
tanah bertekstur kasar (pasir) lebih tinggi daripada tanah bertekstur halus, jika
tidak maka difusi fosfor pada tanah bertekstur pasir menjadi faktor pembatas
dalam serapan hara fosfor. Pada umumnya, fosfor di dalam tanah berada dalam
keadaan tidak larut, sehingga dalam keadaaan demikian tak mungkin untuk masuk
ke dalam sel-sel akar. Akan tetapi sebagai anion, fosfat dapat bertukar dengan
mudah dengan ion OH- (Dwijoseputro, 1980).
Fosfat adalah zat hara yang sering langka dalam tanah. Ketersediaan
unsur fosfat sangat tergantung dari bentuk kehadiran fosfat tersebut. Sumber
fosfat yang paling mudah dijumpai ialah P-Ca dan P-Mg, sedangkan di tanah
asam terdapat P-Fe dan P-Al yang relatif lebih mantap. Sumber primer terpenting
bagi P di dalam tanah ialah mineral apatit. Apatit dirombak relative cepat oleh air
yang mengandung CO2, sehingga kalsium dan fosfor di dalamnya menjadi larut
(Sutcliffe and Baker, 1975). Di samping itu, ion P bersifat tidak mobil sehingga
gerakan ion
H2PO4-, HPO42-, dan PO43- melalui selaput air di sekitar partikel
pasir bergantung pada pH tanah (Baldovinos and Thomas, 1967).
Sanchez, P A (1993) menyatakan bahwa kadar fosfor tersedia di dalam
tanah akan meningkat setelah pembukaan karena adanya kandungan fospor di
dalam abu. Menurut Nye dan Greeland (1960) dan Universitas Negara Bagian
Carolina Utara (1974) dalam Sanchez, P A (1992), besarnya penambahan ini kirakira 7 sampai 25 kg P/ha. Unsur Fosfor (P) dalam tanah berasal dari bahan
organik, pupuk buatan dan mineral-mineral di dalam tanah. Fosfor paling mudah
diserap oleh tanaman pada pH sekitar 6-7 (Hardjowigeno 2007).
Sumber fosfat alam yang dikenal mempunyai kadar P adalah batuan beku
dan batuan endapan. Selain itu fosfat pun dihasilkan dari proses dekomposisi
bahan organik dan jasad renik yang larut dan masuk ke dalam tanah. Dekomposisi
bahan organik akan menghasilkan asam-asam organik dan CO2. Asam-asam
organik ini akan menghasilkan anion organik yang berperan dalam pengikatan ion
Al, Fe, dan Ca dari larutan tanah. Kemudian membentuk senyawa kompleks yang
sukar larut. Dengan demikian konsentrasi ion-ion Al, Fe dan Ca dari dalam
larutan akan berkurang sehingga fosfat tersedia lebih banyak (Hakim et al. 1986)
Siklus Fosfor sendiri dapat dilihat pada Gambar 3.
19
Gambar 3 Siklus Fosfor
Dalam siklus P terlihat bahwa kadar P-Larutan merupakan hasil
keseimbangan antara suplai dari pelapukan mineral-mineral P, pelarutan
(solubilitas) P-terfiksasi dan mineralisasi P-organik dan kehilangan P berupa
immobilisasi oleh tanaman fiksasi dan pelindian (Hanafiah 2007).
Menurut Leiwakabessy (1988) di dalam tanah terdapat dua jenis fosfor
yaitu fosfor organik dan fosfor anorganik. Bentuk fosfor organik biasanya terdapat
banyak di lapisan atas yang lebih kaya akan bahan organik. Kadar P organik
dalam bahan organik kurang lebih sama kadarnya dalam tanaman yaitu 0,2 - 0,5
%. Tanah-tanah tua di Indonesia (podsolik dan litosol) umumnya berkadar alami P
rendah dan berdaya fiksasi tinggi, sehingga penanaman tanpa memperhatikan
suplai P kemungkinan besar akan gagal akibat defisiensi P (Hanafiah 2007).
Menurut Foth (1994) jika kekurangan fosfor, pembelahan sel pada tanaman
terhambat dan pertumbuhannya kerdil.
2.4.6 Kalsium (Ca)
Kalsium tergolong dalam unsur-unsur mineral essensial sekunder seperti
Magnesium dan Belerang. Ca2+ dalam larutan dapat habis karena diserap tanaman,
diambil jasad renik, terikat oleh kompleks adsorpsi tanah, mengendap kembali
sebagai endapan-endapan sekunder dan tercuci (Leiwakabessy 1988). Mineral Ca,
Mg, dan K bersaing untuk memasuki tanaman. Apabila salah satu unsur berada
pada jumlah yang lebih rendah dari pada yang lain, maka unsur yang kadarnya
lebih rendah sukar diserap (Leiwakabessy et al. 2003). Di dalam tanah kalsium
20
berada dalam bentuk anorganik, namun dalam jumlah yang cukup signifikan juga
berasosiasi dengan materi organik dalam humus. (Sutcliffe dan Baker 1975).
Adapun manfaat dari kalsium adalah mengaktifkan pembentukan bulubulu akar dan biji serta menguatkan batang dan membantu keberhasilan
penyerbukan, membantu pemecahan sel, membantu aktivitas beberapa enzim
(RAM 2007). Biasanya tanah bersifat masam memiliki kandungan Ca yang
rendah. Kalsium ditambahkan untuk meningkatkan pH tanah. Sebagian besar Ca
berada pada kompleks jerapan dan mudah dipertukarkan. Pada keadaan tersebut
kalsium mudah tersedia bagi tumbuhan. Pada tanah basah kehilangan Ca terjadi
sangat nyata (Soepardi 1983).
2.4.7 Magnesium (Mg)
Di dalam tanah magnesium berada dalam bentuk anorganik (unsur
makro), namun dalam jumlah yang cukup signifikan juga berasosiasi dengan
materi organik dalam humus (Sutcliffe dan Baker 1975). Pemakaian N, P, dan K
(pupuk) dan varietas unggul, mengakibatkan jumlah Ca dan Mg yang terangkut ke
tanaman juga meningkat. Unsur Ca dan Mg biasa dihubungkan dengan masalah
kemasaman tanah dan pengapuran. Magnesium merupakan unsur yang sangat
banyak terlibat pada kebanyakan reaksi enzimatis. Mg terdapat pada mineral :
amfibol, biotit, dolomit, hornblende, olivin, dan serpentin.
Magnesium merupakan unsur pembentuk klorofil. Seperti halnya dengan
beberapa hara lainnya, kekurangan magnesium mengakibatkan perubahan warna
yang khas pada daun. Kadang-kadang pengguguran daun sebelum waktunya
merupakan akibat dari kekurangan magnesium (Hanafiah 2007). Selain itu,
masnesium merupakan pembawa posfat terutama dalam pembentukan biji
berkadar minyak tinggi yang mengandung lesitin (Agustina 2004).
2.4.8 Kalium (K)
Kalium ditemukan pada tahun 1807 oleh Sir Humphrey Davy, yang
dihasilkan dari potasy kaustik (KOH). Kalium merupakan logam pertama yang
didapatkan melalui proses elektrolisis. Kalium mempunyai simbol K (Bahasa
Latin: "Kalium" daripada bahasa Arab: "alqali") dan nombor atom 19 (Anonim
1991). Kalium merupakan unsur hara ketiga setelah Nitrogen dan Fosfor yang
21
diserap oleh tanaman dalam bentuk ion K+. Muatan positif dari Kalium akan
membantu menetralisir muatan listrik yang disebabkan oleh muatan negatif Nitrat,
Fosfat, atau unsur lainnya. Hakim et al. (1986), menyatakan bahwa ketersediaan
Kalium merupakan Kalium yang dapat dipertukarkan dan dapat diserap tanaman
yang tergantung penambahan dari luar, fiksasi oleh tanahnya sendiri dan adanya
penambahan dari kaliumnya sendiri. Ketersediaan hara kalium di dalam tanah
dapat dibagi menjadi tiga bentuk yaitu kalium relative tidak tersedia, kalium
lambat tersedia, kalium sangat tersedia.
Kalium tanah terbentuk dari pelapukan batuan dan mineral-mineral yang
mengandung kalium. Melalui proses dekomposisi bahan tanaman dan jasad renik
maka kalium akan larut dan kembali ke tanah. Selanjutnya sebagian besar kalium
tanah yang larut akan tercuci atau tererosi dan proses kehilangan ini akan
dipercepat lagi oleh serapan tanaman dan jasad renik. Beberapa tipe tanah
mempunyai kandungan kalium yang melimpah. Kalium dalam tanah ditemukan
dalam mineral-mineral yang terlapuk dan melepaskan ion-ion kalium. Ion-ion
adsorpsi pada kation tertukar dan cepat tersedia untuk diserap tanaman. Tanahtanah organik mengandung sedikit Kalium (Hakim et al. 1986).
Menurut Hardjowigeno (2007), unsur K dalam tanah berasal dari
mineral-mineral primer tanah (feldspar, dan mika) dan pupuk buatan (ZK).
Kalium diabsorpsi oleh tanaman dalam bentuk K+, dan dijumlahkan dalam
berbagai kadar di dalam tanah. Bentuk dapat ditukar atau bentuk yang tersedia
bagi tanaman biasanya dalam bentuk pupuk K yang larut dalam air seperti KCl,
K2SO4, KNO3, K-Mg-Sulfat-dan pupuk-pupuk majemuk. Kebutuhan tanaman
akan kalium cukup tinggi dan akan menunjukkan gejala kekurangan apabila
kebutuhannya tidak tercukupi. Dalam keadaan demikian maka terjadi translokasi
K dari bagian-bagian yang tua ke bagian-bagian yang muda. Dengan demikian
gejalanya mulai terlihat pada bagian bawah dan bergerak ke ujung tanaman.
Serapan kalium oleh tanaman dipengaruhi secara antagonis oleh serapan
Ca dan Mg (Kasno et al., 2004). Kalium mempunyai peranan yang penting dalam
proses-proses fisiolgis seperti : (1) metabolisme karbohidrat, pembentukan,
pemecahan dan translokasi pati, (2) metabolisme nitrogen dan sintesa protein, (3)
mengawasi dan mengatur aktivitas beragam unsur mineral, (4) netralisasi asam-
22
asam organik yang penting bagi proses fisiologis, (5) Mengaktifkan berbagai
enzim, (6) mempercepat pertumbuhan jaringan meristematik, dan (7) mengatur
pergerakan stomata dan hal-hal yang berhubungan dengan air (Hardjowigeno
2007).
Pengaruh
kekurangan
kalium
secara
keseluruhan
baik
terhadap
pertumbuhan maupun terhadap kualitasnya merupakan pengaruhnya terhadap
proses-proses fisiologis. Proses fotosintesis dapat berkurang bila kandungan
kaliumnya rendah dan pada saat respirasi bertambah besar. Hal ini akan menekan
persediaan karbohidrat yang tentu akan mengurangi pertumbuhan tanaman.
Peranan kalium dan hubungannya dengan kandungan air dalam tanaman adalah
penting dalam mempertahankan turgor tanaman yang sangat diperlukan agar
proses-proses fotosintesa dan proses-proses metabolisme lainnya dapat berkurang
dengan baik (Leiwakabessy 2003).
Di dalam tubuh tanaman kalium bukanlah sebagai penyusun jaringan
tanaman, tetapi lebih banyak berperan dalam proses metabolisme tanaman seperti
mengaktifkan kerja enzim, membuka dan menutup stomata (dalam pengaturan
penguapan dan pernapasan), transportasi hasil-hasil fotosintesis (karbohidrat),
meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kekeringan dan penyakit tanaman
(Hasibuan 2006). Siklus Kalium sendiri dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Siklus Kalium
23
2.5 Sifat Biologi Tanah
2.5.1 Total Mikroorganisme Tanah
Tanah dihuni oleh bermacam-macam mikroorganisme. Jumlah tiap grup
mikroorganisme sangat bervariasi, ada yang terdiri dari beberapa individu, akan
tetapi ada pula yang jumlahnya mencapai jutaan per gram tanah. Mikroorganisme
tanah itu sendirilah yang bertanggung jawab atas pelapukan bahan organik dan
pendauran unsur hara. Dengan demikian mikroorganisme tanah mempunyai
pengaruh terhadap sifat fisik dan kimia tanah (Anas 1989). Bakteri merupakan
kelompok mikroorganisme yang paling banyak jumlahnya. Dalam tanah subur
yang normal, terdapat 10 – 100 juta bakteri di dalam tanah. Angka ini meningkat
tergantung dari kandungan bahan organik suatu tanah tertentu (Rao 1994).
Selanjutnya
Anas
(1989),
menyatakan
bahwa
jumlah
total
mikroorganisme yang terdapat didalam tanah digunakan sebagai indeks kesuburan
tanah (fertility indeks), tanpa mempertimbangkan hal-hal lain. Tanah yang subur
mengandung sejumlah mikroorganisme, populasi yang tinggi ini menggambarkan
adanya suplai makanan atau energi yang cukup ditambah lagi dengan temperatur
yang sesuai, ketersediaan air yang cukup, kondisi ekologi lain yang mendukung
perkembangan mikroorganisme pada tanah tersebut. Jumlah mikroorganisme
sangat berguna dalam menentukan tempat organisme dalam hubungannya dengan
sistem perakaran, sisa bahan organik dan kedalaman profil tanah.
2.5.2 Jumlah Bakteri Pelarut Fosfat (P)
Bakteri pelarut P pada umumnya dalam tanah ditemukan di sekitar
perakaran yang jumlahnya berkisar 103 - 106 sel/g tanah. Bakteri ini dapat
menghasilkan enzim Phosphatase maupun asam-asam organik yang dapat
melarutkan fosfat tanah maupun sumber fosfat yang diberikan (Santosa et.al.1999
dalam Mardiana 2007). Fungsi bakteri tanah yaitu turut serta dalam semua
perubahan bahan organik, memegang monopoli dalam reaksi enzimatik yaitu
nitrifikasi dan pelarut fosfat. Jumlah bakteri dalam tanah bervariasi karena
perkembangan mereka sangat bergantung dari keadaan tanah. Pada umumnya
jumlah terbanyak dijumpai di lapisan atas. Jumlah yang biasa dijumpai dalam
tanah berkisar antara 3 – 4 milyar tiap gram tanah kering dan berubah dengan
musim (Soepardi, 1983).
24
2.5.3 Jumlah Fungi Tanah
Fungi berperan dalam perubahan susunan tanah. Fungi tidak berklorofil
sehingga mereka menggantungkan kebutuhan akan energi dan karbon dari bahan
organik. Fungi dibedakan dalam tiga golongan yaitu ragi, kapang, dan jamur.
Kapang dan jamur mempunyai arti penting bagi pertanian. Bila tidak karena fungi
ini maka dekomposisi bahan organik dalam suasana masam tidak akan terjadi
(Soepardi 1983).
Menurut penelitian Arianto (2008), penurunan jumlah fungi tanah yang
diakibatkan oleh pembakaran hutan dalam proses penyiapan lahan telah mematikan
fungi tanah dan mengakibatkan menurunnya jumlah fungi tanah. Selain itu penurunan
jumlah fungi tanah juga diakibatkan karena semakin berkurangnya ketersediaan unsur
hara tanah yang membantu perkembangan fungi tanah akibat diserapnya unsur hara
tersebut oleh tanaman kelapa sawit demi mendukung pertumbuhannya.
2.5.4 Total Respirasi Tanah
Respirasi mikroorganisme tanah
mencerminkan tingkat aktivitas
mikroorganisme tanah. Pengukuran respirasi (mikroorganisme) tanah merupakan
cara yang pertama kali digunakan untuk menentukan tingkat aktifitas
mikroorganisme tanah. Pengukuran respirasi telah mempunyai korelasi yang baik
dengan parameter lain yang berkaitan dengan aktivitas mikroorganisme tanah
seperti bahan organik tanah, transformasi N, hasil antara, pH dan rata-rata jumlah
mikroorganisrne (Anas 1989).
Penetapan respirasi tanah didasarkan pada penetapan :
1. Jumlah CO2 yang dihasilkan, dan
2. Jumlah O2 yang digunakan oleh mikroba tanah.
2.6 Kondisi Umum Lokasi Penelitian
2.6.1 Letak Geografis
Daerah penelitian terdapat di pesisir pantai utara Jawa (Pantura)
Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon. Lokasi tapak penambangan pasir
(Galian C) terdapat di desa Gumulung Tonggoh dan Lebak Mekar . Akses menuju
daerah penelitian dapat melalui jalan raya pantai utara (Pantura), terdapat ke arah
tenggara dari kota Cirebon, berjarak sekitar 15-20 km. Berada dekat pinggir jalan
25
tol tersebut dan di sebelah barat jalur rel kereta Kereta Api. Jika dari kota Cirebon
dicapai dengan kendaraan roda empat selama sekitar 1 jam dengan kondisi jalan
baik. Desa Gumulung Tonggoh merupakan desa yang dijadikan daerah penelitian.
Wilayah Kecamatan Astanajapura terbagi atas 14 desa, masing-masing desa yang
terkena langsung dalam penambangan Galian C dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Nama Desa dan Keterkaitan Tambang di Kecamatan Astanajapura.
Nama Desa
Keterkaitan
Astanajapura
-
Buntet
Jalan truk pasir
Gumulung Lebak
-
Gumulung Tonggoh
Lokasi galian (tempat penelitian)
Japura Bakti
-
Japura Kidul
-
Kanci
Jalur truk pasir dan penimbunan pasir
Kanci Kulon
Jalur truk pasir dan penimbunan pasir
Kendal
-
Lebak Mekar
Lokasi Galian
Mertapada Kulon
-
Mertapada Wetan
-
Munjul
-
Sidamulya
-
Sumber : LP Unpad (2003)
Secara Geografis daerah penelitian terletak diantara 60 45’ 50” dan 60 48’
45” Lintang Selatan serta 1080 34’ 12” dan 1080 37’ 12” Bujur Timur. Dengan
batas-batas wilayah sebagai berikut :
a. Sebelah Timur
: Kecamatan Pangenan
b. Sebelah Barat
: Kecamatan Mundu
c. Sebelah Selatan
: Kecamatan Lemah Abang
d. Sebelah Utara
: Laut Jawa
Kegiatan pertambangan pasir di Kecamatan Astanajapura, Kabupaten
Cirebon ini sangat mendukung kegiatan pemerintah daerah dalam peningkatan
26
perbaikan ekonomi setempat dan regional. Pasir sebagai salah satu komoditas
hasil tambang utama Kabupaten Cirebon, telah mengalami pertumbuhan pesat
baik dalam eksploitasi hingga mempunyai produksi pasir mencapai mencapai
324.000 ton per tahun. Di samping itu dapat meningkatkan pendapatan berupa
pajak bagi Pemerintah Daerah sejalan dengan kebijakan Otonomi Daerah.
Sumber : Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Kabubaten Cirebon 2005
Gambar 5 Peta Lokasi Penambangan Galian C (Pasir) di Kecamatan Astanajapura
Kegiatan penambangan pasir di Kecamatan Astanajapura, Kabupaten
Cirebon dapat dibagi menjadi beberapa Kawasan Usaha Pertambangan berizin
atau Surat Izin Penambangan Daerah (SIPD) dan tanpa izin. Pelaksanaan dari
kegiatan penambangan tersebut ada yang dibiarkan saja dan meninggalkan
lobang-lobang kolam besar. Beberapa perusahaan yang mengeksploitasi bahan
galian pasir tersebut antara lain yaitu : PT. Rejeki Kurnia Alam, PT. AKIM, UD
Makmur, PT. Sumber Alam Mandiri dan UD Caringin Alam Sejahtera.
27
2.6.2 Iklim dan Topografi
Kabupaten Cirebon termasuk dalam iklim tropis dengan suhu udara ratao
rata 28 C. Kelembaban udara berkisar antara ± 48-93% dengan kelembaban udara
tertinggi terjadi pada bulan Januari-Maret dan angka terendah terjadi pada bulan
Juni-Agustus. Rata-rata curah hujan tahunan di Kabupaten Cirebon ± 2260
mm/tahun dengan jumlah hari hujan ± 155 hari. Berdasarkan klasifikasi iklim
Schmidt-Ferguson, iklim di Kabupaten Cirebon termasuk dalam tipe iklim C
dengan nilai Q ± 37,5% (persentase antara bulan kering dan bulan basah). Musim
hujan jatuh pada bulan Okober-April, dan musim kemarau jatuh pada bulan JuniSeptember. Kota Cirebon merupakan dataran rendah dengan ketinggian bervariasi
antara 0-150 meter di atas permukaan laut. Berdasarkan kemiringan lahannya
berkisar antara 0-15%.
2.6.3 Kondisi Penduduk dan Kebutuhan Air Bersih
Berdasarkan data statistik Jawa Barat, Jumlah penduduk di Kabupaten
Cirebon adalah 1.772.953 jiwa dan 2.034.093 jiwa (tahun 2002). Sedangkan di
Kecamatan Astanajapura jumlah penduduk (tahun 2002) adalah 94.690 jiwa dan
untuk jumlah penduduk di desa Gumulung Tonggoh sendiri adalah 7.353 jiwa.
Tingkat pertumbuhan 2,5 % dari tahun 1997-2003. Jenis mata pencaharian di desa
Gumulung Tonggoh terbanyak di sektor pertanian yaitu 1.171 jiwa.
Kebutuhan air bersih untuk saat ini dilayani oleh PDAM setempat
sebesar 7 l/detik yang diperoleh baik dari air tanah dan air permukaan. Setiap
tahun kebutuhan air bersih domestik akan meningkat dan belum dipasok oleh
PDAM ke pemukiman atau perkampungan yang berada diantara penggunaan
lahan lain yaitu kebun, tambak, kolam, rawa dan persawahan.
Desa Gumulung Tonggoh termasuk desa tertinggal (IDT), kebutuhan air
irigasi dipakai untuk pertanian dipasok dari saluran tersier yang telah ada.
Kualitas air tanah pada sumur gali umumnya terasa baik dan layak untuk
dikonsumsi secara langsung. Kebutuhan air didapat dari menyadap mata air di
daerah tinggi serta sumur-sumur gali, dengan kedalaman 16-17 m.
28
2.6.4. Penggunaan Lahan, Flora dan Fauna
Penggunaan lahan di daerah kawasan penambangan Kecamatan
Astanajapura kabupaten Cirebon terdiri dari lahan sawah, lahan perkebunan, lahan
untuk pertambangan, lahan pemukiman, dan lahan kritis. Penggunaan lahan sawah
merupakan lahan sawah yang berpengairan teknis. Penyebaran lahan sawah ini
sebagian besar menempati pedataran yaitu bagian sebelah timur dan utara daerah
penambangan. Penggunaan lahan bukan sawah digunakan untuk pertanian berupa
tegalan/ kebun, ladang/huma, penggembalaan/ padang rumput. Penyebaran
lahannya menempati lereng-lereng bukit. Penggunaan lahan hutan terdapat
disebelah timur daerah penambangan. Penggunaan lahan untuk pertambangan
sampai saat ini eksploitasi bahan tambangnya secara lebih intensif masih terpusat
pada batu pasir.
Penggunaan lahan pemukiman terutama ada di desa Gumulung Tonggoh,
Lebak Mekar, Buntet. Pola penyebaran kepadatan pemukiman untuk bermukim
yang sehat dan aman dari bencana alam serta memberikan lingkungan sesuai
untuk
pengembangan
masyarakat,
dengan
mempertahankan
kelestarian
lingkungan. Infrastruktur, prasarana perhubungan cukup baik karena ditunjang
oleh prasarana perhubungan darat. Terdapat ruas jalan tol Kanci di sebelah utara
berjarak terdekat sekitar 236 m dari lokasi pertambangan pasir dan jalur rel kereta
api di sebelah timur berjarak terdekat sekitar 375 m.
Flora atau tanaman yang banyak dijumpai di sekitar kawasan
pertambangan pasir desa Gumulung Tonggoh mulai dari pepohonan hingga
tumbuhan bawah. Tanaman yang tumbuh di sekitar daerah penambangan antara
lain pohon jati (Tectona grandis), kayu putih (Melaleuca leucadendron), tebu
(Sacharum officinarum), mahoni (Swietenia macrophylla) jagung (Zea mays),
padi (Oriza sativa), pisang (Musa acuminata), kacang tanah (Arachis hypogaea
L).
Sedangkan untuk fauna atau hewan yang ditemukan di sekitar kawasan
pertambangan pasir desa Gumulung Tonggoh antara lain : burung gereja (Passer
montanus), pipit (Lonchura leucogastroides), kodok (Bufo melanostictus), kadal
(Mabuya multifascitata), Ayam hutan (Gallus varius).
29
2.6.5 Proses Kegiatan Penambangan Pasir (Galian C)
Dalam prosesnya, kegiatan penambangan pasir di desa Gumulung
Tonggoh memiliki beberapa tahapan mulai dari pembersihan vegetasi hingga pasir
dipasarkan sampai kepada konsumen. Bagan alir proses penambangan pasir di
desa Gumulung Tonggoh disajikan pada Gambar 6.
Vegetasi di atas
tanah
Pemasaran
Pengupasan
lapisan
topsoil
dengan
Pengumpulan
Pengambilan atau
pengerukan batuan
pasir (menggunakan
beko/ escavator
Pengangkutan
batuan pasir
dengan truk ke
lokasi
penyaringan pasir
Gambar 6 Bagan Alir Proses Penambangan Pasir
30
Download