SKRIPSI KEJAHATAN TERSELUBUNG TERHADAP

advertisement
SKRIPSI
KEJAHATAN TERSELUBUNG TERHADAP PERLINDUNGAN
KONSUMEN
(Studi Kasus: Peredaran Makanan Kadaluwarsa Dimasyarakat)
OLEH:
Nurul Fitriani Salim
B 111 10 349
PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PIDANA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
HALAMAN JUDUL
KEJAHATAN TERSELUBUNG TERHADAP PERLINDUNGAN
KONSUMEN
(Studi kasus : Peredaran Makanan Kadaluwarsa di Masyarakat)
Disusun dan Diajukan Oleh:
NURUL FITRIANI SALIM
B 111 10 349
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Tugas Akhir Dalam Rangka Penyelesaian Studi Sarjana
Dalam Program Bagian Hukum pidana
Program Studi Ilmu Hukum
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Dengan ini menerangkan bahwa proposal dari:
Nama
: NURUL FITRIANI SALIM
Nomor Induk
: B111 10 349
Bagian
: Hukum Pidana
:“Kejahatan Terselubung Terhadap Perlindungan
Judul
Konsumen” (Studi Kasus : Pencantuman Tanggal
Kadaluwarsa Pada Makanan Yang Beredar Di
Masyarakat”
Telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan dalam seminar ujian proposal pada
Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin
Makassar, 18 Desember 2013
Pembimbing I
Prof. Dr. Aswanto, S.H.,M.H., DFM
NIP. 19641231 1998811 1 001
Pembimbing II
Hj. Nur Azisa, S.H.,M.H
NIP. 19700708 199412 1 001
ABSTRAK
Nurul Fitriani Salim, B111 10 349, KEJAHATAN TERSELUBUNG
TERHADAP PERLINDUNGAN KONSUMEN (Studi kasus : Peredaran
Makanan Kadaluwarsa Dimasyarakat) Dibawah bimbingan Aswanto
sebagai pembimbing I dan Nur Azisa sebagai pembimbing II.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui untuk mengetahui
faktor-faktor yang menyebabkan pedagang mengedarkan atau menjual
makanan kadaluwarsa dimasyarakat dan untuk mengetahui faktor-faktor
yang menyebabkan terjadinya kejahatan terselubung terhadap
perlindungan konsumen (studi kasus: peredaran makanan kadaluwarsa
dimasyarakat). Penelitian ini berlokasi di Makassar dan beberapa instansi
yang berkaitan seperti Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM),
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dan polrestabes kota
Makassar. Penulis memperoleh data dengan langsung dengan
narasumber, membagikan kuesioner dan mengambil data langsung dari
lokasi penelitian, serta mengambil data langsung dari perpustakaan yang
relevan yaitu literatur, buku-buku serta peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan masalah tersebut.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan
bahwa (1) faktor yang menyebabkan pedagang mengedarkan makanan
kadaluwarsa disebabkan oleh ketidaktahuan pedagang bahwa makanan
yang ia jual telah kadaluwarsa, ketidaktahuan pedagang bahwa menjual
makanan kadaluwarsa adalah melanggar hukum, tidak adanya konsumen
yang komplain atas perbuatannya tersebut serta kurangnya pengawasan
dari pihak-pihak terkait. (2) faktor yang menyebabkan terjadinya kejahatan
terselubung terhadap perlindungan konsumen (Studi kasus: peredaran
makanan kadaluwarsa di masyarakat) datang dari konsumen itu sendiri di
karenakan konsumen acuh atau merasa bahwa akan membuang-buang
waktu, tenaga serta materi jika melaporkan kejadian tersebut ke pihak
terkait atau hanya sekedar komplain kepada pedagang serta kurangnya
pengetahuan para konsumen jika kejadian tersebut merupakan
pelanggaran hukum.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbilalamin, segala puji kehadirat Allah SWT karna
atas berkat, rahmat dan izinnya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Tak lupa pula shalawat serta salam terhanturkan kepada
Rasullullah SAW bererta keluarga dan sahabat beliau.
Dapat menyelesaikan skripsi ini adalah suatu kebanggaan bagi
penulis
walaupun
bukan
hal
yang
mudah
bagi
penulis
untuk
menyelesaikan skripsi ini. Ada saja halangan yang harus penulis hadapi
untuk menyelesaikan skripsi ini baik itu dari dalam diri penulis sendiri
ataupun dari luar.
Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis menghanturkan
rasa terima kasih yang tak terhingga kepada Kedua orang tua penulis,
Ayahanda Drs. Nursalim Ramli M.si., dan ibunda Jumriani Nawir yang
selama ini dengan sabar telah membesarkan dan mendidik penulis sejak
lahir sampai saat ini, serta memberikan dukungan berupa perhatian tak
terhingga, doa, semangat, serta saran-saran yang di berikan kepada
penulis selama penulis menyusun skripsi ini. Terima kasih juga kepada
saudara ku Muhammad Ainul Fikri Nursalim atas dukungannya.
Terimah kasih tak terhingga untuk seluruh keluarga penulis atas semangat
dan doa yang selalu diberikan kepada penulis selama penulis menuntut
ilmu jauh dari dari Keluarga.
Selama menyelasaikan skripsi ini maupun selama menempuh
pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, penulis banyak
mendapatkan
bantuan
dari beragai pihak.
Oleh
karnanya,
pada
kesempatan ini pula penulis menyucapkan banyak terimah kasih kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Dwia Ariestina Palubuhu, MA selaku Rektor dan
segenap jajarannya.
2. Bapak prof. Dr. Aswanto, S.H., M.H., DFM. Selaku dekan fakultas
hukum universitas hasanuddin dan seganap jajarannya.
3. Bapak Prof. Dr. Muhadar, S.H., M.H selaku ketua bagian hukum
pidana serta jajarannya.
4. Bapak prof. Dr. Aswanto, S.H., M.H., DFM. selaku pembing 1
penulis dan Ibu Hj. Asiza S.H., M.H selaku pembimbing 2 penulis,
yang dengan ikhlas memberikan pengorbanan waktu, tenaga dan
pikiran untuk membimbing dan memberikan arahan
dalam
menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Prof. Dr. Muhadar, S.H., M.H, bapak Prof. Dr. Slamet
Sampurno., S.H., M.H dan Bapak Dr. Amir Ilyas.,S.H.,M.H selaku
tim penguji dalam dalam pelaksanaan ujian skripsi penulis. Terima
kaish atas masukan dan saran yang bersifat membangun demi
perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini.
6. ibu Hj. Haeran., S.H.,M.H selaku penguji pengganti dalam
pelaksanaan ujian proposal penulis. Terima kasih atas saran dan
masukan yang di berikan kepada penulis.
7. Bapak H.M. Ramli Rahim.,S.H.,M.H selaku pembimbing akademik
penulis. Terima kasih atas bimbingan dan nasehat-nasehatnya
selama ini.
8. Bapak dan ibu segenap Dosen Fakultas Hukum Universitas
Hasanuddin yang tidak dapat di sebutkan satu persatu namanya.
Terima kasih atas ilmu dan pengetahuan yang di berikan kepada
penulis selama ini.
9. Bapak dan ibu segenap Pegawai akademik fakultas hukum
universitas
Hasanuddin
yang
telah
memberikan
pelayanan
administrasi yang baik kepada penulis dalam menyelesaikan
pendidikan.
10. Legitimasi 2010 terimakasih untuk kebersamaan selama ini.
11. UKM Bengkel Seni Dewi Keadilan (BSDK) FH-UH. Terima kasih
atas pelajaran berharga dan pengalaman tak terlupakan yang telah
di berikan selama ini.
12. Senior-senior BSDK yang tidak dapat di sebutkan satu-persatu.
Terima kasih atas bimbingan dan saran-sarannya selama penulis
menjadi pengurus BSDK.
13. Saudara-saudara ku DIKSAR 11 BSDK, Nurhadi halim, Dima
Adinsa S.H, irfai Herman S.H, Mario husain, Audi Rahmat S.H,
Risal Nurhabib Y, Sultani Satri, Ai noor, fausan aries.,S.H, Tri Bakti
J, M. Fahri Ibrahim S.H, Nabila Soraya R, S.H, A. Vebrianti Rasyid,
S.H, A. Vebriani Arif., S.H, Revica adani, Nur Iman, Zigria anbiana,
Veni Pratama Bassi, Mulfa Indah Sari.,S.H. Terimah kasih atas
persadaraan, kerjasama dan saat suka dan duka yang kita lewati
bersama selama berada di BSDK, baik itu sebagai junior,
Pengungus dan Sebagai senior.
14. Adik-adik BSDK Diksar 12, 13 dan 14 atas kerjasama dan
bantuannya selama ini.
15. Saudara-saudara ku JNK, yang tidak dapat disebutkan satupersatu terima kasih atas kebersamaan dan bantuan-bantuan
berharga selama ini mulai dari awal menjadi mahasiswa baru
sampai saat ini, semoga persaudaraan ini berlanjut selamannya.
16. sahabat-sahabatku ARIANTI, NURUL ULIA, RASYIDA DJALIL.
Terima kasih untuk persahabatan serta motifasi-motifasinya. Tanpa
kalian FH-UH mungkin hanyalah khayalan belaka dan terima kasih
untuk 7 tahun berharganya.
17. Kanda UMMU Minangkasi, terima kasih atas nasihat dan
bantuannya selama 3 tahun ini. Your the best homemate i have
ever met.
18. Hariati hasanuddin, terimakasih karna telah dengan sabar menjadi
editor tiap kata di Skripsi ini.
Akhirnya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan
Ilmu Hukum dan penulis berharap semoga Allah SWT memberikan
imbalan yang setimpal atas bantuan dan jasa-jasa semua pihak yang
telah berupaya membantu penyusunan skripsi ini. Amin Ya Rabbal
Alamin.
Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Makassar, 5 juni 2014
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
LEMBAR PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
1
B. Rumusan Masalah
6
C. Tujuan Penelitian
6
D. Kegunaan Penelitian
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Kriminologi Dan Viktimologi
8
1. Pengertian Kriminologi
8
2. Pengertian viktimologi
10
B. Kejahatan Terselubung
12
1. Kejahatan
12
2. Kejahatan Terselubung
17
C. Kejahatan Terhadap Perlindungan Konsumen
19
1. Ketentuan dalam KUHP
21
2. Ketentuan dalam UUPK
24
3. Ketentuan di Luar UUPK dan KUHP
D. Tanggal Kadaluwarsa pada Makanan
26
36
BAB III METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
40
B. Jenis dan Sumber Data
40
C. Tehnik Pengumpulan Data
41
D. Tehnik Analisis Data
41
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Faktor-faktor penyebabkan pedagang
mengedarkan atau menjual makanan kadaluwarsa
dimasyarakat
42
B. Faktor-faktor penyebabkan terjadinya kejahatan
terselubung terhadap perlindungan konsumen(studi
kasus : peredaran makanan kadaluwarsa dimasyarakat) 44
C. Upaya yang dilakukan untuk menanggulangi peredaran
makanan kadaluwarsa dimasyarakat
51
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
54
B. Saran
56
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tujuan negara Republik Indonesia secara jelas dituangkan dalam
undang-undang dasar negara kesatuan republik indonesia tahun 1945
bahwa negara bertujuan melindungi segenap bangsa indonesia dan
seluruh tumpah darah indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia, berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial.
Sehubungan dengan hal tersebut maka sudah seyogianyalah
masyarakat
indonesia
mendapatkan
perlindungan
terhadap
keselamatan dan keamanan yang secara nyata dalam berbagai bidang
kehidupan, terlebih lagi dalam era perdagangan bebas sebagai
fenomena globalisasi ekonomi sehingga membutuhkan upaya yang
signifikan dari pemerintah dalam hal perlindungan terhadap konsumen.
Era perdagangan bebas adalah era keterbukaan dan tanpa
hambatan
proteksi
perdagangan
Perkembangan
ketertutupan,
yang
yang
diharapkan,
dilandasi
perubahanan
tradisional,
oleh
prinsip
prinsip
monopoli
terciptanya
suatu
kondisi
persaingan
sehat.
perdagangan
dan
proteksi
dari
era
menuju
era
1
keterbukaan tanpa proteksi merupakan pencerminan dari pertumbuhan
pemikiran ke arah modernisasi hubungan antar bangsa-bangsa.1
Dalam hal pembangunan dan perkembangan perekonomian
umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan
nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa
yang dapat di konsumsi. Disamping itu, globalisasi dan perdagangan
bebas yang di dukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan
informatika telah memperluas ruang gerak transaksi barang dan jasa
melintasi batas-batas wilayah suatu negara, sehingga barang atau jasa
yang ditawarkan bervariasi, baik produksi luar negeri ataupun dalam
negeri.
Pelaku usaha sebagai penghasil produk harus menjamin bahwa
produk yang dihasilkan cukup aman untuk di konsumsi dan berkualitas.
Oleh karena itu, apabila dilain hari muncul keluhan atas kerusakan
produk atau keluhan atas mengakibatkan kerugian pada konsumen
maka pelaku usaha harus bertanggung jawab penuh atas beban
kerugian yang diderita oleh konsumen.
Jika berbicara tentang konsumen maka di manapun mereka
berada semua mempunyai hak-hak dasar sosialnya. Hak-hak dasar
tersebut adalah hak untuk mendapatkan informasi yang jelas, benar
dan jujur, hak untuk mendapatkan keamanan dan keselamatan, hak
untuk memilih, hak untuk di dengar dan hak untuk mendapatkan ganti
1
Erman Rajagukguk Dkk. 2000. Hukum Perlindungan Konsumen. Mandarmaju. Bandung.
Hal. 25
2
rugi, hak untuk mendapatkan kebutuhan dasar manusia, hak untuk
mendapatkan lingkungan yang baik dan bersih serta kewajiban untuk
menjaga lingkungan itu, dan hak untuk mendapatkan perlindungan.
Makanan dalam kemasan adalah produk pangan yang beredar
luas dan bebas dimasyarakat. Makanan yang akan di edarkan untuk
dikonsumsi agar tidak merugikan konsumen harus mencantumkan
informasi yang memadai, benar, jujur dan bertanggung jawab.
Sehingga setiap pelaku usaha di bidang makanan yang beredar di
bebani tanggung jawab terutama apabila makanan yang diproduksinya
menyebabkan kerugian pada konsumen.
Negara
Indonesia
telah
mempunyai
peraturan-peraturan
perundang-undangan yang bertujuan memberikan perlindungan hukum
terhadap hak-hak konsumen terutama Undang-Undang No. 8 Tahun
1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Dalam UU tersebut telah di
atur tentang larangan-larangan bagi produsen dalam memproduksi
barang produksinya untuk melindungi konsumen. Tertera dalam pasal 8
UU no 8 tahun 1999 yang berbunyi :
1. Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan
barang dan/atau jasa yang:
a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang di
persyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
3
b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersi atau netto, dan
jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam
label atau etiket barang tersebut.
c. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah
dalam ukuran yang sebenarnya.
d. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau
kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau
keterangan barang dan/atau jasa tersebut.
e. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses
pengolahan,
gaya,
mode
atau
penggunaan
tertentu
sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang
dan/atau jasa tersebut;
f. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket,
keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa
tersebut.
g. Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa pada makanan atau
jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas
barang tertentu;
h. Tidak
mengikuti
ketentuan
berproduksi
sebagaimana pernyataan “halal” yang
secara
halal,
di cantumkan dalam
label.
i.
Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang
membuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto,
4
komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan,
nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk
penggunaan yang menurut ketentuan harus di pasang/dibuat.
j.
Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan
barang dalam bahasa indonesi sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
2. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat
atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara
lengkap dan benar.
3. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan
pangan yang rusak, cacat atau bekas yang rusak dan tercemar,
dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan
benar.
4. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat 1(satu) dan
ayat 2(dua) dilarang mempergunakan barang dan/atau jasa tersebut
serta wajib menariknya dari peredaran.2
Walaupun undang-undang tersebut memberikan dasar peraturan
hukum terhadap perlindungan konsumen, namun seringkali masih di
jumpai produk-produk makanan dalam kemasan yang tidak sesuai
dengan
standarisasi
mutu
makanan
atau
tanpa
keterangan
kadaluwarsa atau batas masa konsumsi makan.
2
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
5
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka penulis tertarik
meneliti judul “Kejahatan Terselubung Terhadap Perlindungan
Konsumen (Studi Kasus: peredaran makanan kadaluarsa di
masyarakat)”
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan skripsi
ini adalah sebagai berikut yaitu:
1. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan pedagang mengedarkan
atau menjual makanan kadaluwarsa dimasyarakat.
2. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya kejahatan
terselubung
terhadap
perlindungan
konsumen
(stady
kasus:
Berdasarkan rumusan masalah tersebut diatas, maka
tujuan
peredaran makanan kadaluwarsa dimasyarakat)?
C. Tujuan Penelitian
penulisan skripsi ini yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan pedagang
mengedarkan atau menjual makanan kadaluarsa dimasyarakat
2. Untuk Mengetahui Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
kejahatan terselubung terhadap perlindungan konsumen (stady
kasus: peredaran makanan kadaluwarsa dimasyarakat)?
6
D. Kegunaan Penelitian
Selanjutnya dari hasil penelitian ini diharapkan mempunyai
kegunaan sebagai berikut :
1. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan
dalam perkembangan ilmu hukum pidana di indonesia dan secara
khusus untuk mengetahui pengaruh kejahatan terselubung pada
tindak pidana perlindungan konsumen (stady kasus: peredaran
makanan kadaluwarsa dimasyarakat).
2. Diharapkan
hasil
penelitan
ini
dapat
memberikan
informasi
tambahan bagi siapa saja yang membutuhkan.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Kriminologi dan Viktimologi
1. Pengertian Kriminologi
Secara etimologi, kriminologi berasal dari kata “crimen” yang berarti
kejahatan dan “logos” yang berarti studi/ilmu pengetahuan. Kriminologi
diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang kejahatan.3
Jika diperhatikan secara lebih luas, dapat kita ambil contoh
pengertian kriminologi yang dikemukakan oleh Sutrherland dan
Cressey yang menyebutkan bahwa kriminologi adalah “ the body of
knowlodge regarding crime as a social phenomenon”. Termaksud
dalam pengertian kriminologi tersebut adalah pembuatan undangundang, pelanggaran hukum dan reaksi atas pelanggaran hukum
tersebut.4
Secara umum kriminologi bertujuan untuk mempelajari dari
berbagai aspek sehingga diharapkan dapat diperoleh pemahaman
tentang fenomena kejahatan yang lebih baik.5
Beberapa sarjana memberikan definisi kriminologi sebagai berikut:
Edwin H. Sutherland mengemukakan “criminology is the body of
knowledge regarding delinquency and crime as social phenomena
3
Didik M arief & Elisatris Gultom. 2008. Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan “antara
norma dan realita”. Rajawali Pers. Jakarta. Hal 67
4
Ibid. Hal 68
5
Ibid. Hal 68
8
(kriminologi adalah kumpulan pengetahuan yang membahas tentang
kenakalan remaja dan kejahatan gejala sosial).6
W.A. Bonger mendefinisikan kriminologi adalah ilmu pengetahuan
yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya.7
WME. Noach mengatakan kriminologi adalah ilmu pengetahuan
yang menyelidiki gejala-gejala kejahatan dan tingkah laku yang tidak
senonoh, sebab musebab serta akibat-akibatnya.8
Menurut antropolog Prancis P. Topinard (1839-1911) kriminologi
merupakan ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki kejahatan
seluas-luasnya
(kriminologi
teoritis/murni).
Kriminologi
teoritis
merupakan ilmu pengetahuan yang berdasarkan pengalaman seperti
ilmu pengetahuan yang sejenis, memerhatikan gejala-gejala dan
mencoba menyelidiki sebab-sebab dari gejala-gelaja tersebut (aetiologi)
dengan cara-cara yang ada padanya.9
Jadi pada pokoknya, kriminologi merupakan ilmu yang menyelidiki
kejahatan, serta aspek-aspek yang menyertai kejahatan-kejahatan
tersebut, yakni selain mengetahui pokok-pokok kejahatan yang
dilakukan, juga orang-orang yang melakukan kejahatan tersebut. Akan
tetapi, kriminologi tidak menyelidiki kejahatan dari segi yuridisnya
6
A.S. Alam. 2010. Pengantar kriminologi. Pustaka refleksi books. Makassar Hal 2
Ibid. Hal 2
8
Ibid. Hal 2
9
Didik M arief & Elisatris Gultom. 2008. Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan “antara
norma dan realita”. Rajawali Pers. Jakarta. Hal 68
7
9
ataupun perumusan jenis-jenis kejahatan tersebut. Bahasan yang
terakhir disebutkan merupakan bahasan dibidang hukum pidana.10
2. Pengertian viktimologi
Viktimologi merupakan istilah bahasa Inggris victimology yang
berasal dari bahasa latin yaitu “victima” yang berarti korban dan “logos”
yang berarti studi/ilmu pengetahuan. Secara terminologis, viktiminologis
berarti suatu studi yang mempelajari tentang korban penyebab
timbulnya
korban
dan
akibat-akibat
penimbulan
korban
yang
merupakan masalah manusia sebagai suatu kenyataan sosial.11
Korban dalam lingkup viktimologi memiliki arti yang luas karena
tidak hanya terbatas pada individu yang secara nyata menderita
kerugian, tetapi juga kelompok, koperasi, swasta maupun pemerintah,
sedang yang dimaksud dengan akibat menimbulkan korban adalah
sikap atau tindakan korban dan atau pihak pelaku serta mereka yang
secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam terjadinya suatu
kejahatan.12
Viktimologi mencoba memberikan pemahanam, mencerahkan
pemahaman kejahatan dengan mempelajari para korban kejahatan,
proses viktimisasi dan akibat-akibatnya dalam rangka menciptakan
10
Ibid. Hal 68
Rena Yulia. 2010. Viktimologis “Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan”. Graha
Ilmu. Yogyakarta. Hal 43.
12
Ibid. Hal. 43.
11
10
kebijakan dan tindakan pencegahan dan menekan kejahatan secara
bertanggung jawab.13
Viktimologi memberikan pengertian yang lebih baik tentang korban
kejahatan sebagai hasil perbuatan manusia yang menimbulkan
penderitaan-penderitaan mental, fisik, dan sosial. Tujuannya adalah
tidak untuk menyanjung-nyanjung korban, tetapi hanya untuk memberi
penjelasan mengenai peranan sesungguhnya para korban. Penjelasan
ini adalah penting dalam rangka mengusahakan kegiatan-kegiatan
dalam mencegah kejahatan dalam rangka viktimisasi, mempertahankan
keadilan sosial dan meningkatkan kesejahteraan mereka yang secara
langsung atau tidak langsung terlibat dalam viktimisasi. Khususnya,
dalam bidang informasi dan pembinaan untuk tidak menjadi korban
kejahatan struktural atau non struktural.14
Muladi mengatakan tujuan viktimologi adalah:
1. Menganalisis berbagai aspek yang berkaitan dengan korban
2. Berusaha untuk memberikan penjelasan sebab musabab terjadinya
viktimisasi; dan
3. Mengembangkan sistem tindakan guna mengurangi penderitaan
manusia
13
14
Ibid. Hal 44
Ibid. Hal 44
11
B. Kejahatan Terselubung
1. Kejahatan
Pengertian kejahatan (crime) sangatlah beragam tidak ada
definisi baku yang didalamnya mencakup semua jenis kejahatan secara
komprehensip.15
Munculnya berbagai macam definisi kejahatan dikarenakan
perspektif orang dalam memandang kejahatan sangat beragam,
disamping tentunya perumusan kejahatan akan sangat dipengaruhi
oleh jenis kejahatan yang akan dirumuskan. Secara etimologi kejahatan
adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral
kemanusiaan. Kejahatan merupakan suatu perbuatan atau tingkah laku
yang sangat ditentang oleh rakyat. 16
Alif Gosita mengatakan kejahatan adalah hasil interaksi karena
adanya
interrelasi
antara
fenomena
yang
ada
dan
saling
mempengaruhi. Kejahatan yang dimaksud adalah kejahatan dalam arti
luas. Artinya tidak saja kejahatan yang dirumuskan dalam undangundang hukum pidana saja, melainkan juga tindakan- tindakan yang
menimbulkan penderitaan dan tidak dapat dibenarkan serta dianggap
jahat. Tidak atau belum dirumuskan dalam undang-undang dikarenakan
situasi dan kondisi tertentu.17
15
Rena Yulia. 2010. Viktimologis “Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan”.
Graha Ilmu. Yogyakarta. Hal 55
16
Ibid.Hal 55
17
Ibid.Hal88
12
Van Bemmelen merumuskan kejahatan adalah setiap kelakuan
yang bersifat asusilah dan merugikan, yang menimbulkan begitu
banyak
ketidaktenangan
dalam
masyarakat
tertentu
sehingga
masyarakat tersebut berhak untuk mencelahnya dan menyatakan
penolakan atas penolakan atas kelakuan itu dan bentuk setapa dengan
sengaja diberikan karena kelakuan tersebut.18
Paul W Tappan menyatakan bahwa kejahatan adalah:
“The criminal law (staturory of case law), committed without
defense or excuse, and penalized by the state as of fenoly and
misdemeanor.”
Huge d barlow juga menyatakan bahwa definisi dari kejahatan
adalah a human acr that violates the criminal law.19
Sutherland menekankan bahwa ciri pokok dari kejahatan adalah
perilaku yang di larang oleh negara karena merupakan perbuatan yang
merugikan negara dan terhadap perbuatan itu negara bereaksi dengan
hukuman sebagai upaya pamungkas.20
Kejahatan menurut hukum pidana adalah setiap tindakan yang
dilakukan melanggar rumusan kaidah hukum pidana, dalam arti
memenuhi unsur-unsur delik, sehingga perbuatan tersebut dapat
dihukum. Atau perbuatan yang dilarang dan diancam pidana barang
siapa melanggar larangan tersebut.21
18
Ibid.Hal 55
Topo Santoso & Eva Achjani Z.2001. KRIMINOLOGI. Rajawali pers. Jakarta. Hal 13
20
Ibid.Hal 14
21
Op.cit. Hal 86
19
13
Para pakar mangatakan bahwa kejahatan dapat didefinisikan
secara yuridis ataupun sosiologis. Secara yuridis kejahatan adalah
segala tingkah laku manusia yang bertentangan dengan hukum, dapat
dipidana, yang diatur dalam hukum pidana. Dalam pengertian yuridis,
membatasi kejahatan sebagai perbuatan yang telah di tetapkan oleh
negara sebagai kejahatan dalam hukum pidananya dan diancam
dengan suatu sangksi, sementara penjahat merupakan para pelaku
pelanggar hukum pidana tersebut dan telah di putus oleh pengadilan
atas perbuatannya tersebut.22
Kejahatan dalam arti yuridis adalah kejahatan yang di atur oleh
undang-undang. Atau dengan kata lain setiap perbuatan yang oleh
undang-undang ditentukan sebagai kejahatan.23
Kemudian Utrecht mengatakan peristiwa pidana sama dengan
konsep kejahatan dalam arti yuridis yang diartikan sebagai sebuah
peristiwa yang oleh undang- undang ditentukan sebagai suatu peristiwa
yang menyebabkan dijatuhkannya hukuman.
Sedangkan Wirjono
Prodjikoro mengatakan tindak pidana berarti suatu perbuatan yang
pelakunya dapat dikenai hukuman pidana.24
Hasskel
dan
Yablonsky
mengemukakan
alasan-alasan
di
terimanya defini yuridis tentang kejahatan yaitu:
22
Topo Santoso & Eva Achjani Z.2001. KRIMINOLOGI. Rajawali pers. Jakarta. Hal 14
Rena Yulia. 2010. Viktimologis “Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan”.
Graha Ilmu. Yogyakarta. Hal 87
24
Rena Yulia. 2010. Viktimologis “Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan”.
Graha Ilmu. Yogyakarta. Hal 87
23
14
1. Statistik kejahatan berasal dari pelanggar-pelanggar hukum
yang di ketahui oleh polisi, yang di pertegas dalam catatancatatan penahanan atau peradilan serta data-data yang di
peroleh dari orang-orang yang berada dari dalam penjara atau
parole. Perilaku yang tidak normatif serta perilaku anti-sosial
yang tidak melanggar hukum tidak mungkin menjadi bagian
catatan apapun.
2. Tidak ada kesepakatan umum mengenai apa yang di maksud
dengan perilaku anti-sosial.
3. Tidak ada kesepakatan umum mengenai norma- norma yang
pelanggarannya merupakan perilaku non normatif dengan
suatu sifat kejahatan(kecuali bagi hukum pidana).
4. Hukum menyediakan perlindungan bagi stigmatisasi yang
tidak adil. Adalah suatu kesalahan apabila meninggalkan hal
ini dalam rangka membuat pengertian kejahatan menjadi lebih
inklusif.25
Sedangkan secara sosiologis kejahatan adalah tindakan atau
perbuatan tertentu yang tidak disetujui oleh masyarakat.26 Dimana
kejahatan merupakan suatu perilaku yang di ciptakan oleh masyarakat.
Walaupun masyarakat memiliki macam kerakter yang berbeda-beda,
akan tetapi di dalamnya bagian-bagian tertentu yang memiliki pola yang
25
Ibit. Hal 14
Yesmil Anwar & Adang.2008.Pembaruhan Hukum Pidana “Reformasi Hukum Pidana”.
Grasindo.Jakarta .Hal 206
26
15
sama. Keadaan ini memungkinkan karena adanya sistem kaedah
dalam masyarakat.27
Dalam sudut pandang masyarakat, kejahatan merupakan setiap
perbuatan yang melanggar norma-norma yang masih hidup di dalam
masyarakat.28
Untuk menyebut suatu perbuatan sebagai kejahatan ada tujuh
unsur pokok yang saling berkaitan yang harus di ketahui. Ketujuh unsur
tersebut adalah :
1. Ada perbuatan yang menimbulkan kerugian (hurm)
2. Kerugian yang ada tersebut telah diatur dalam kitap undangundang hukum pidana (KUHP). Contoh, misalnya seseorang
dilarang mencuri, dimana larangan tersebut menibulkan
kerugian tersebut telah di atur dalam pasal 362 KUHP.
3. Harus ada perbuatan (criminal act)
4. Harus ada maksud jahat (criminal internt = mens rea)
5. Harus ada perbauran antara maksud jahat dan perbuatan
jahat.
6. Harus ada perbauran antara kerugian dan yang telah di atur
dan dalam KUHP dengan perbuatan.
7. Harus ada sanksi pidana yang mengancam perbuatan
tersebut.29
27
Topo Santoso & Eva Achjani Z.2001. KRIMINOLOGI. Rajawali pers. Jakarta. Hal 15
A.S.Alam.2010. pengantar kriminologi.pustaka refleksi books.Makassar. Hal 17
29
Ibid. Hal 18
28
16
2. Kejahatan Terselubung
Meskipun telah di sebutkan bahwa kejahatan yan di ketahui oleh
polisi adalah data yang paling lengkap mengenai kejahatan. Namun
kejahatan yang sesunggunya terjadi dimasyarakat jauh lebih banyak.
Selisi antara jumlah kejahatan dimasyarakat dengan jumlah kejahatan
yang di ketahui oleh polisi di sebut kejahatan terselubung (hiddin
crime). 30
Kejahatan terselubung pada umumnya tidak dilaporkan pada
pihak
berwenang.
Apakah
karena
jika
dilaporkan
justru
tidak
menyelesaikan masalah, urusan menjadi berbelit-belit, atau justru
mendatangkan aib yang lebih besar. Sebagai contoh kriminalitas
seksual, atau korban pemerkosaan.31
Kejahatan terselubung sesungguhnya bukan semata-mata karena
kecanggihan kejahatan itu sendiri. Paling tidak ada dua sebab
mengapa kejahatan itu selalu luput dari deteksi dan pantauan.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kejahatan terselubung
(hidden crime) dalam masyarakat.
1. Pihak pelaku
a. Pelaku melarikan diri
b. Pelaku lihai menghilangkan jejak
30
Ibid. Hal 24
Artikel yang berjudul”KRIMINALITAS TERSELUBUNG” ,diakses di “http://budkrim.blogspot.com/ ,pada tanggal 8 november 2013,pada pukul 16.00
31
17
c. Adanya privilege (hal-hal istimewa)
2. Pihak korban
a. Korban kejahatan kadang menganggap bahwa tidak
begitu penting melaporkan kejadian itu.
b. Korban
kadang-kadang mempunyai hubungan
baik
dengan pelaku kejahatan.
c. Korban menghindari publikasi mengenai dirinya.
d. Korban menghindari selalu di panggil oleh polisi karena
hal ini dianggap sangat mengganggu.
e. Korban mungkin diancam oleh pelaku kejahatan.
f. Korban mungkin terlibat di dalam kejahatan tersebut.
g. Korban tidak cocok dengan sistem penghukuman, yang
ada
h. Korban beranggapan bahwa meskipun itu dilaporkan,
polisi tidak mampu menangkap pelakunya
3. Pihak kepolisian
a. Polisi tidak mau menangkap karena kurang bukti
b. Kehajatan yang dilaporkan bukan tindak pidana
c. Petugas tidak jujur
d. Polisi tidak profesional
e. Sarana kurang memadai
f. Pihak masyarakat
g. Masyarakat acuh tak acuh
18
h. Takut kepada pelaku kejahatan
i.
Takut dianggap terlihat dalam kejahatan
j.
Anggapan buang-buang waktu.32
C. Kejahatan terhadap Perlindungan konsumen
Kejahatan terhadap konsumen adalah suatu jenis kejahatan,
kebanyakannya merupakan white collar crime, yang dilakukan oleh
seseorang atau badan hukum dengan sengaja atau tidak sengaja,
tindakan dimana bertentangan dengan hukum pidana, dan dapat
merugikan materi dan immaterial kepada para konsumen sebagai
pemakai akhir dari suatu produk, yang melibatkan baik produk barang
maupun produk jasa, termaksud kerusakan dari produk itu sendiri
maupun cara memproduksi, menjual, memasarkan, mengiklankan,
atau menyusun kontrak terhadap produk tersebut.33
Suatu
perkembangan
baru
dalam
masyarakat
dewasa
ini,
khususnya di negara-negara maju, adalah semakin meningkatnya
perhatian terhadap masalah perlindungan konsumen. Apabila dimasamasa yang lalu pihak produsen dan industriawan yang dipandang
sangat berjasa bagi perkembangan perekonomian negara mendapat
perhatian lebih besar, maka dewasa ini perlindungan terhadap
konsumen
lebih
mendapat
perhatian
sesuai
dengan
semakin
32
Artikel yang berjudul “Ruang lingkup kejahatan” ,di akses di http://pakkasolankpost.blogspot.com, pada tanggal 8 november 2013, pukul 15.01
33
Artkel yang berjudul Kejahatan konsument. Diakses pada elitasuratmi.wordpress.com,
pada tanggal 4 desember 2013 pada pukul 23.15
19
meningkatnya perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. Pihak
konsumen yang dipandang lebih lemah hukum perlu mendapat
perlindungan lebih besar dibanding masa-masa yang lalu. Maka dari
itu untuk melindungi hak-hak konsumen maka dibuatlah UndangUndang tentang perlindungan konsumen.34
Konsumen dilindungi karena ucapkali konsumen terjepit dalam lalu
lintas perdagangan sehari-hari tanpa suatu upaya hukum yang
memadai. Undang-undang memberikan hak-hak tertentu kepada
konsumen yang apabila hak tersebut dilanggar, berpotensi untuk
terjadinya kejahatan terhadap konsumen. Seperti yang diatur dalam
undang-undang perlindungan konsumen tentang perbuatan yang
dilarang bagi pelaku usaha yakni “ pelaku usaha mempromosi
dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak
memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan
ditentukan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.35
Sebelum UUPK diberlakukan, beberapa perbuatan yang merugikan
konsumen belum dinyatakan sebagai perbuatan pidana. Tetapi dengan
berkembangnya dunia industrial dan perdagangan melahirkan dampak
kerugian publik. Pemerintah kemudian mengantisipasi masalah itu dan
34
Hal 43
Erman Rajagukguk Dkk. 2000. Hukum Perlindungan Konsumen. Mandarmaju. Bandung.
35
Artikel yang berjudul “KEJAHATAN KONSUMEN” di akses pada
www.elisaturatmi.wordpress.com pada tanggal 16 desember 2013 pada pukul 10.00
20
kemudian memformulasikannya dalam bentuk hukum pidana. Inilah
yang disebut dengan kriminalisasi perlindungan konsumen.36
Berbagai peraturan yang mengatur ketentuan pidana untuk
melindungi konsumen sudah banyak yang diberlakukan sebelum
diundangkannya UUPK meskipun belum terpadu dan komprehensif.
37
Misalnya dalam KUHP, di dalam perundang-undangan kesehatan,
pangan, perdagangan, perumahan dan sebagainya. Dengan demikian
peraturan hukum pidana perlindungan konsumen dapat diklasifikasikan
kedalam tiga kelompok produk legislatif, yakni:
-
KUHP
-
UUPK
-
Peraturan Perundang-undangan di luar UUPK dan KUHP.38
1. Ketentuan dalam KUHP
Sebelum diberlakukannya UUPA No. 8 Tahun 1999 aturan
mengenai perlindungan terhadap konsumen sudah diatur dalam
berbagai peraturan perundang-undangan. Hal itu bisa dilihat misalnya
dalam KUHP.
-
Pasal 204 KUHP
Ayat 1:
36
N.H.T.siahaan.2005. hukum konsumen”perlinungan konsumen dan tanggung jawab
produsen”. Panta Rai. Jakarta . hal 177
37
Ibid. Hal 178
38
Ibid.Hal 178
21
“Barang
siapa
menjual,
menawarkan,
menyerahkan,
atau
membagi-bagikan barang yang diketahuinya membahayakan
nyawa atau kesehatan orang, padahal sifat bahaya itu tidak
diberitahu, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun”
Ayat 2 :
“Jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang bersalah
diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara selama waktu tertentu paling lama 20 tahun.”
-
Pasal 205 KUHP
Mengatur
tentang
perbuatan
yang
karena
kealpaannya
menyebabkan barang-barang berbahaya bagi nyawa atau
kesehatan orang, dijual, diserahkan atau dibagi-bagikan tanpa
diketahui sifat berbahayanya oleh yang membeli atau yang
memperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama 6
bulan
atau
denda
paling
banyak
tigaratus
rupiah.
Jika
mengakibatkan matinya orang, si bersalah dikenakan pidana
penjara paling lama satu tahun empat bulan atau kurungan paling
lama satu tahun dan barang-barang itu disita.
-
Pasal 359 KUHP
Kealpaannya yang menyebabkan matinya orang lain, diancam
pidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau
kurungan paling lama satu tahun.
-
Pasal 360 KUPH
22
Kealpaannya yang menyebabkan orang lain mendapat luka berat,
diancam pidana paling lama lima tahun atau kurungan paling
lama satu tahun (ayat 1). Karena kealpaannya menyebabkan
orang lain luka sehingga timbul penyakit atau halangan
menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian selama waktu
tertentu, diancam pidana paling lama sembilan bulan atau
kurungan paling lama enam bulan atau denda paling tinggi
tigaratus rupiah (ayat 2)
-
Pasal 382 KUHP
Tentang tindakan menjual, menawarkan atau menyerahkan
makanan, minuman atau obat-obatan yang diketahui palsu
diancam penjara paling lama empat tahun.
-
Pasal 382 bis KUHP
Mengatur mengenai perbuatan mendapat, melangsungkan, atau
memperluas debit perdagangan atau perusahaan sendiri atau
orang lain, perbuatan curang dengan menyesatkan khalayak
umum atau orang tertentu, diancam jika karena itu timbul
kerugian-kerugian
bagi
konkuren-konkuren
atau
konkuren-
konkuren orang lain itu, karena persaingan curang, dengan
pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau denda
paling banyak sembilan ratus rupiah.
-
Pasal 383 KUHP
23
Mengancam pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan,
penjual yang berlaku curang terhadap pembeli karena sengaja
menyerahkan barang lain yang ditunjuk untuk dibeli. Juga
terhadap pembeli mengenai jenis keadaan atau banyaknya
barang yang diserahkan dengan menggunakan tipu muslihat.
-
Pasal 386 KUHP
Yang mengatur mengenai makanan, minuman atau obat-obatan
dipalsu, di mana perbuatan pemalsuan dari pihak penjual,
penawar yang menyerahkan makanan, minuman dan obatobatan itu tidak diberitahukannya kepada pembeli.
-
Pasal 390
Menentukan,
di
mana
seseorang
dengan
maksud
ingin
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan
hukum, dengan menyiarkan kabar bohong yang menyebabkan
harga barang-barang dagangan, dana-dana atau surat-surat
berharga menjadi turun atau naik, diancam pidana penjara paling
lama dua tahun delapan bulan. 39
2. Ketentuan Dalam UUPK
Aturan
terhadap
pelanggaran
perlindungan
konsumen
dalam
Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 dapat
dijumpai dalam sejumlah pasal. Pasal 62 UUPK menentukan secara
39
Ibid. Hal 191
24
limitatif tentang perbuatan-perbuatan di bidang konsumen yang dapat
dikriminalisasi. Pasal-pasal yang dapat dikriminalisasi menurut Pasal 62
UUPK adalah:
-
Pasal
8
mengenai
larangan
memproduksi
dan
atau
memperdagangkan barang atau jasa.
-
Pasal 9 mengenai penawaran, promosi dan mengiklankan secara
tidak benar.
-
Pasal 10 mengenai penawaran, promosi atau pengiklanan untuk
perdagangan
barang
atau
jasa
yang
tidak
benar
atau
menyesatkan.
-
Pasal 11 mengenai penjualan dengan cara obral atau lelang
dengan mengelabui atau menyesatkan konsumen.
-
Pasal 12 mengenai menawarkan atau mempromosikan tetapi
tidak bermaksud melaksanakannya sesuai waktu dan jumlah
yang ditawarkan atau dipromosikan itu.
-
Pasal 13 ayat (1) mengenai hal menjanjikan memberi hadiah
barang atau jasa secara Cuma-Cuma, tetapi bermaksud tidak
memberikannya sebagaimana dijanjikan.
-
Pasal
13
ayat
(2)
mengenai
hal
menawarkan
atau
mempromosikan/mengiklankan obat, suplemen makanan, alat
kesehatan
termasuk
jasa
pelayanan
kesehatan
dengan
menjanjikan hadiah barang atau jasa.
25
-
Pasal 14 mengenai hal menawarkan barang melalui undian yang
melewati batas waktu yang dijanjikan, tidak diumumkan melalui
media massa, hadiah tidak sesuai janji, mengganti hadiah tidak
sesuai yang dijanjikan.
-
Pasal 15 mengenai pemaksaan kepada konsumen secara fisik
ataupun psikis.
-
Pasal 16 mengenai penawaran yang tidak menepati pesanan
atau tidak menepati janji sutu pelayanan.
-
Pasal 17 ayat (1) mengenai perusahaan iklan yang memproduksi
iklan yang bersifat mengelabui, menginformasikan secara salah,
tidak memuat informasi tentang resiko atau melanggar etika
periklanan.
-
Pasal 17 ayat (2) mengenai perusahaan iklan yang melanjutkan
peredaran iklan yang telah melanggar ketentuan.40
3. Ketentuan di Luar UUPK dan KUHP
Pengaturan lain yang berkaitan dengan perlindungan konsumen di
luar UUPK dan KUHP terdapat dalam berbagai peraturan perundangundangan dengan sektoral yang berkaitan dengan masalah konsumen,
antara lain dibawah ini adalah:
40
Ibid. Hal 190
26
a. UU No 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal. Ketentuan pidana di
dalam UU Metrologi Legal ini terdapat pada Pasal 32 sampai Pasal
35. Antara lain mengatur mengenai :

Memakai alat-alat ukur, timbang, takar dan perlengkapannya
yang sudah batal atau tidak bertanda tera sah;

Menawarkan atau menjual alat-alat timbang (takar, ukur dan
perlengkapannya) yang sudah batal dan tidak bertanda tera
sah;

Menjual atau menawarkan barang menurut ukuran/timbangan
yang lain dari ukuran/timbangan sebenarnya membuat,
mengedarkan, membungkus atau menyimpan untuk dijual,
menawarkan untuk dibeli barang dalam keadaan terbungkus
yang ukuran atau timbangannya kurang dari yang tercantum
pada bungkus atau labelnya atau yang menyimpang dari
yang ditentukan undang-undang ini.
Ancaman pidana yang ditentukan adalah:
1. Pidana penjara (maksimal satu tahun atau denda satu
juta rupiah )
2. Kurungan ( maksimal enam bulan dan atau denda lima
ratus ribu rupiah)
b. UU No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Ketentuan pidana yang
diatur dalam UU ini antara lain :
27

Dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap
ibu hamil dengan tidak memenuhi syarat medis, dihukum
penjara (maksimum limabelas tahun) dan denda (maksimum
lima ratus juta rupiah). (Pasal 80 ayat 1).

Tindakan medis tersebut misalnya berupa indikasi medis
yang mengharuskannya adanya tindakan tertentu; dilakukan
oleh tenaga ahli dan berwenang di bidang kesehatan secara
bertanggungjawab;
dilengkapi
dengan
sarana
yang
diperlukan.

Kejahatan dengan perbuatan transplantasi, implan atau
bedah plastik tanpa keahlian atau kewenangan.

Kejahatan dengan sengaja mengambil organ.

Memproduksi dan mengedarkan alat-alat kesehatan yang
tidak memenuhi standar.

Mengedarkan sarana farmasi tanpa izin edar.

Melakukan penelitian, pengembangan iptek kesehatan tetapi
mengabaikan aspek kesehatan, keselamatan manusia dan
etika sosial (pasal 81).41
c. UU No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, ketentuan yang
mengatur tentang perlindungan konsumen terdapat pada pasal :
Pasal 109
41
Ibid. Hal 195
28
Setiap
orang
dan/atau
badan
hukum
yang
memproduksi,
mengolah, serta mendistribusikan makanan dan minuman yang
diperlakukan sebagai makanan dan minuman hasil teknologi
rekayasa genetik yang diedarkan harus menjamin agar aman bagi
manusia, hewan yang dimakan manusia, dan lingkungan.
Pasal 110
Setiap orang dan/atau badan hukum yang memproduksi dan
mempromosikan produk makanan dan minuman dan/atau yang
diperlakukan sebagai makanan dan minuman hasil olahan
teknologi
dilarang
dan/atau
yang
menggunakan
disertai
klaim
kata-kata
yang
tidak
yang
mengecoh
dapat
dibuktikan
kebenarannya.
Pasal 111
(1) Makanan dan minuman yang dipergunakan untuk masyarakat
harus
didasarkan
pada
standar
dan/atau
persyaratan
kesehatan.
(2) Makanan dan minuman hanya dapat diedarkan setelah
mendapat izin edar sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Setiap makanan dan minuman yang dikemas wajib diberi tanda
atau label yang berisi:
a. Nama produk;
b. Daftar bahan yang digunakan;
29
c. Berat bersih atau isi bersih;
d. Nama
dan
alamat
pihak
yang
memproduksi
atau
memasukan makanan dan minuman kedalam wilayah
Indonesia; dan
e. Tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa.
(4) Pemberian tanda atau label sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus dilakukan secara benar dan akurat.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian label
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan.
(6) Makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan
standar, persyaratan kesehatan, dan/atau membahayakan
kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang untuk
diedarkan, ditarik dari peredaran, dicabut izin edar dan disita
untuk dimusnahkan
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan.
Pasal 113
(1) Pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif
diarahkan
kesehatan
agar
tidak
mengganggu
perseorangan,
keluarga,
dan
membahayakan
masyarakat,
dan
lingkungan.
(2) Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
tembakau, produk yang mengandung tembakau, padat, cairan,
30
dan gas yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat
menimbulkan kerugian bagi dirinya dan/atau masyarakat
sekelilingnya.
(3) Produksi,
peredaran,
dan
penggunaan
bahan
yang
mengandung zat adiktif harus memenuhi standar dan/atau
persyaratan yang ditetapkan.
Pasal 114
Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan rokok ke
wilayah Indonesia wajib mencantumkan peringatan kesehatan.
Pasal 191
Setiap orang yang tanpa izin melakukan praktik pelayanan
kesehatan tradisional yang menggunakan alat dan teknologi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) sehingga
mengakibatkan kerugian harta benda, luka berat atau kematian
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan
denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 196
Setiap
orang
yang
dengan
sengaja
memproduksi
atau
mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak
memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau
kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98
ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama
31
10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
Pasal 197
Setiap
orang
yang
dengan
sengaja
memproduksi
atau
mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak
memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun
dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima
ratus juta rupiah).
Pasal 199
(1) Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau
memasukkan rokok ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dengan tidak mencantumkan peringatan kesehatan
berbentuk gambar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114
dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan dendan paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);42
d. UU No 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian. Pemidanaan di bidang
perindustrian diatur dalam Pasal 24 sampai dengan Pasal 28 UU
Perindustrian.
Pasal 25 UU Perindustrian menentukan pidana bagi setiap orang
yang dengan sengaja tanpa hak melakukan peniruan desain produk
industri, dengan ancaman hukuman penjara maksimal dua tahun
42
UU No 36 thn 2009
32
atau denda maksimum sepuluh juta rupiah. Demikian pula dalam
pasal 27 diancam pidana jika melakukan standar bahan baku dan
bahan hasil industri yang menyimpang dari yang telah ditetapkan
pemerintah. Pidana penjara yang diancamkan kepada perbuatan
demikian adalah maksimum sepuluh tahun dan atau denda
maksimum seratus juta rupiah.
e. UU Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu-Lintas dan Angkutan Jalan
Ketentuan pidana dalam undang-undang ini pada pokoknya dapat
dilihat dalam pasal 54, dimana bagi setiap orang mengemudikan
kendaraan bermotor di jalan yang tidak sesuai peruntukannya atau
tidak memenuhi syarat teknis dan laik jalan atau kelas jalan dipidana
kurungan maksimum tiga bulan atau denda maksimum tiga juta
rupiah. Kemudian dalam pasal 55 mengatur pidana bagi siapa yang
mengimpor, membuat atau merakit kendaraan bermotor, kereta
gandengan, tempelan atau kendaraan khusus yang tidak sesuai
kelas jalan. Ancaman pidananya adalah kurungan maksimum satu
tahun dan atau denda maksimum duabelas juta rupiah. Ancaman
pidana juga dikenakan terhadap para pengemudi macam-macam
kendaraan dimana kendaraan tersebut belum lulus uji.
f. UU Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (UUP)
Pasal-pasal penentuan pimidanaan diatur dalam dalam Pasal 55
sampai dengan Pasal 59. Ancaman pidana bagi penyelenggara
kegiatan pangan yang tidak memenuhi syarat sanitasi, merugikan
33
kesehatan manusia, tidak memenuhi standar mutu dan persyaratan
sertifikasi mutu pangan misalnya, adalah lima tahun dan atau denda
enam ratus juta rupiah (pasal 55).
Memberikan pernyataan atau keterangan yang tidak benar dalam
iklan atau label bahwa pangan yang diperdagangkan melalui atau di
dalam label atau iklan dipidana penjara maksimum tiga tauhun dan
atau denda tiga ratus enam puluh juta rupiah pasal 58 huruf (i).
Pidana yang sama diberlakukan terhadap pelaku tindak pidana yang
pernyataan atau keterangan yang tidak benar dalam iklan atau label
bahwa
pangan
yang
diperdagangkan
itu
sesuai
menurut
persyaratan agama atau kepercayaan tertentu (pasal 58 huruf j jo
pasal 34 ayat (1).43
g. UU No 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
Pasal- pasal tentang perdagangan pangan diatur dalam pasal 52
sampai pasal 54 yang mengatur tentang jamlah maksimal
penyimpanan pangan oleh pelaku usaha.
Pasal tentang perbaikan gisi di atur dalam pasal 64 sampai dengan
pasal 66 dimana mengatur bahwa setiap orang yang melakukan
roduksi pangan olahan wajib menerapkan tata cara pengolahan
pangan yang dapat menghambat penurunan gisi yang terkandung
dalam bahan baku yang di gunakan.
43
Op.cit hal 197
34
Pasal yang mengatur tentang keamanan pangan di atur dalam pasal
67 sampai dengan pasal 96 di mana pasal tersebut mengatur
tentang Penyelenggaraan Keamanan Pangan yang dilakukan
melalui:Sanitasi Pangan,pengaturan terhadap bahan tambahan
Pangan,pengaturan
terhadap
Pangan
Produk
Rekayasa
Genetik,pengaturan terhadap Iradiasi Pangan, penetapan standar
Kemasan Pangan, pemberian jaminan Keamanan Pangan dan Mutu
Pangan dan jaminan produk halal bagi yang dipersyaratkan.
Pasal yang mengatur tentang label dan ilkan pangan di atur dalam
pasal 96 sampai dengan pasal 107 dalam pasal tersebut mengatur
tentang kewajiban mencantumkan label didalam dan atau pada
kemasan pangan, pencantuman label tersebut ditulis atau dicetak
dengan menggunakan bahasa Indonesia serta memuat paling
sedikit keterangan mengenai:nama produk, daftar bahan yang
digunakan, berat bersih atau isi bersih, nama dan alamat pihak yang
memproduksi atau mengimpor, halal bagi yang dipersyaratkan,
tanggal dan kode produksi, tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa,
nomor izin edar bagi Pangan Olahan dan asal usul bahan Pangan
tertentu.
Keseluhan aturan dalam uu tersebut memberikan sanksi berupa
Sanksi administratif yaitu :
a. denda;
35
b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau
peredaran;
c. penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen;
d. ganti rugi; dan/atau
e. pencabutan izin.
Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, besaran denda, tata cara,
dan mekanisme pengenaan sanksi dministratif sebagaimana
dimaksud dalm UU tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah.44
h. UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU LPM PUTS)
Pasal 4 UULPM PUTS mengatur dan menentukan identifikasi
yuridis tentang oligopoli. Oligopoli, adalah kesepakatan atau
perjanjian antara satu dengan beberapa pelaku usaha untuk
menguasai
sebahagian
besar
produksi
dan
pasar.
UU
ini
mengkriteriakan penguasaan pasar itu berupa lebih dari 75 persen
dari pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. Praktek
monopoli atau persaingan curang pada akhirnya akan merugikan
konsumen. Oleh karena itu perbuatan seperti termaksud dalam
pasal 4 ini dikriminalisasikan sebagai pidana dalam undang-undang
ini.
Perbuatan-perbuatan yang dikriminalisasikan ialah :

44
Perbuatan Oligopoli (Pasal 4)
UU No 18 Tahun 2012 tentang Pangan
36

Perbuatan yang bersifat membagi wilayah/alokasi pasar
(Pasal 9)

Perbuatan boikot atau penolakan produk barang atau jasa
(Pasal 10)

Perbuatan Kartel (Pasal 11)

Perbuatan Trust (Pasal 12)

Perbuatan Oligopsoni (Pasal 13)

Perbuatan Integrasi Vertikal ( Pasal 14)

Perbuatan melakukan perjanjian dengan luar negeri yang
bersifat monopoli (Pasal 16)

Perbuatan Monopoli( Pasal 17)

Perbuatan Monopsoni (Pasal 18)

Penguasaan pasar (Pasal 19)

Penggunaan posisi dominan menguasai pangsa pasar (Pasal
25)
Ketentuan pidana di dalam UU ini diatur dalam pasal 48 (pidana
pokok) dan pasal 49 (pidana tambahan). Pengenaan pidana dalam
UU ini hanya bersifat denda saja dan bisa disubsider dengan
pidana kurungan. Pidana yang diancamkan adalah denda minimum
Rp.
25.000.000.000,-
dan
maksimum
100.000.000.000,-
diancamkan kepada pelanggaran pasal-pasal 4, 9 sampai dengan
pasal 14, pasal 16 sampai dengan pasal 19, pasal 25, pasal 27 dan
pasal
28.
Sementara
dikenakan
denda
minimum
Rp.
37
5.000.000.000,-
dan
maksimum
Rp.
25.000.000.000,-
bagi
pelanggar pasal 8, pasal 15, pasal 20 sampai dengan pasal 24 dan
26.45
D. Tanggal Kadaluwarsa Pada Makanan
Tanggal kadaluwarsa adalah batas akhir suatu makanan pada
kemasan dijamin mutunya sepanjang penyimpanannya mengikuti
petunjuk yang diberikan oleh produsen (peraturan menteri kesehatan
Republik Indonesia no.180/Men. Kes/Per/IV/85 tentang makanan
kadaluwarsa,1985) dan makanan yang rusak baik sebelum ataupun
sesudah masa kadaluwarsa maka dinyatakan sebagai berbahaya.46
Tanggal kadaluwarsa menurut BPOM (2004) berfungsi sebagai
informasi mengenai waktu atau tanggal yang menunjukkan suatu
produk makanan masih memenuhi syarat mutu dan keamanan untuk
dikonsumsi. 47
Jangka waktu penggunaan/pemanfaatan barang telah diatur
dalam Undang-undang No. 8 tahun 1999 Pasal 8 huruf g “tidak
mencantumkan
tanggal
kadaluwarsa
atau
jangka
waktu
penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu.”
Peraturan yang lebih luas mulai dilakukan dengan uu pangan
tahun 1996. Didalam undang-undang nomor 7 tahun 1997 tentang
pangan, pasal 21(e) tentang pangan tercemar dijelaskan bahwa: setiap
45
Op.cit. Hal 197
Di akses pada digilib.unimus.ac.id, pada tanggal 07 november 2013 ,pada pukul 12.00
47
Di akses pada repository.ipb.ac.id, pada tanggal 7 november 2013, pada pukul 12.30
46
38
orang dilarang mengedarkan pangan yang sudah kadaluwarsa. Dalam
32 UU tersebut Tercantum juga diatur aturan lain mengenai aturan lain
mengenai kadaluwarsa pangan yang berbunyi: setiap orang dilarang
mengganti, melabel kembali, atau menukar tangal, bulan dan tahun
kadaluwarsa pangan yang diedarkan.
Bentuk formal penulisan kadaluwarsa pangan yang lebih rinci di
tingkat nasional diatur lebih lanjut dalam PP nomor 69 tahun 1999
tentang label dan pangan. Dalam pasal 31 di sebutkan: 1). Tanggal,
bulan,
dan
tahun
kadaluwarsa
secara
jelas
pada
label.
2)
pencantungan tanggal kadaluwarsa dilakukan setelah tulisan: baik
digunakan sebelum, sesuai dengan jenis dan daya tahan pangan yang
bersangkutan. 3). Dalam hal produk pangan yang kadaluwarsa lebih
dari 3 (tiga) bulan, diperbolehkan untuk hanya mencantumkan bulan
dan tahun kadaluwarsa saja. Demikian juga pada pasal 28 yang
berbunyi: dilarang memperdagangkan pangan yang sudah melampaui
tanggal kadaluwarsa sebagaimana dicantumkan pada label, serta pasal
29 yang mengatakan bahwa: setiap orang dilarang;(b) menukar
tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa yang diedarkan48.
48
M Arpah dkk “REGULASI KADALUWARSA PANGAN NASIONAL DAN INTERNASIONAL”
dalam jurnal Teknol, dan industri pangan vol.XIV. No.3 tahun 2003 (bogor: jurusan teknologi
pangan dan gisi fetera-IPB, 2003) halm 249
39
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Dengan pertimbangan bahwa Makassar adalah ibukota Provinsi
yang merupakan pusat perdagangan, dimana sangat besar peluang
beredarnya
barang-barang
atau
produk-produk
yang
tidak
mencantumkan tanggal kadaluwarsa, penulis memilih lokasi penelitian
ini dilakukan di kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan.
Dimana
hal
pengumpulan
data
penulis
mengfokuskan
pengumpulan data di Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)
makassar, Badan pengelesaian sengketa konsumen (BPSK) kota
makassar dan Kepolrestabes makassar.
B. Jenis Dan Sumber Data
Jenis dan sumber data yang digunakan oleh penulis dalam
penelitian ini adalah:
1. Data primer, yaitu data atau informasi yang diperoleh secara
langsung melalui wawancara pihak terkait.
2. Data sekunder, yaitu data dan informasi yang diperoleh dengan
cara meneliti kepustakaan. Data sekunder, antara lain mencakup
dokumen-dokumen resmi, hasil-hasil penelitian yang berwujud
laporan dan sebagainya.
40
C. Tehnik Pengumpulan Data
Dalam penelitihan ini, penulis mengumpulan data dan informasi
yang dibutuhkan dengan metode:
1. Penelitian lapangan
Dalam hal ini penulis melakukan , penelitian langsung di lapangan
dengan melakukan wawancara, pembagian kuisioner/angket, dan
observasi.
2. Studi pustaka
Selain studi lapangan penulis juga mencari sumber-sumber data
melalui studi pustaka yaitu dengan mencari, mengumpulkan, mencatat
data-data sekunder seperti dokumen yang berhubungan dengan
masalah yang dibahas.
D. Teknik Analisis Data
Data yang telah diperoleh baik data primer ataupun sekunder diolah
dan dianalisis berdasarkan rumusan masalah yang telah diterapkan,
sehinggah diharapkan dapat diperoleh gambaran yang jelas tentang
kesimpulan atau hasil penelitian yang dicapai. Kemudian disajikan
secara
deskriptif
yaitu
menjelaskan,
menguraikan,
dan
menggambarkan sesuai dengan permasalahan yang jelas erat
kaitannya dengan penelitian ini guna memberikan pemahaman yang
jelas dan terarah yang diperoleh dari hasil penelitian nantinya.
41
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Faktor-faktor Penyebab Pedagang Mengedarkan Atau Menjual
Makanan Kadaluwarsa Dimasyarakat.
Dalam rangka peningkatan harkat dan martabat pelaku usaha
pemerintah melalui pihak terkait telah melakukan berbagai cara untuk
meningkatkan kesadaran, kepedulian, kemampuan dan kemandirian
pelaku usaha dalam pertanggung jawaban terhadap barang-barang
yang ia perjual-belikan sesuai peraturan yang berlaku. Pemerintah
melalui pihak-pihak yang terkait telah melakukan fungsi pembinaan dan
pengawasan sesuai kewenangan yang diberikan oleh undang-undang.
Namun, jika pedagang-pedangan besar seperti pedagan di
supermaket/Swalayan
mendapatkan
pengawasan
penuh
dari
pemerintah seperti halnya pengawasan yang dilakukan oleh BPOM,
BPSK dan Kepolisian, dengan melakukan sidak atau razia. Lain halnya
dengan pedagang-pedagang kecil atau pedagang-pedagang rumahan
yang biasanya tidak mempunyai izin resmi dari pemerintah. Pedagangpedagang ini hanya diberikan teguran dan peringatan-peringatan kecil
dikarenakan pedagang-pedagang kecil terkadang sangat sulit untuk
dikendalikan.
42
Berdasarkan
hasil
wawancara
yang
dilakukan
peneliti
dari
beberapa pedagang. Peneliti menemukan beberapa faktor yang
menyebabkan pedagang mengedarkan barang-barang kadaluwarsa.
1. Faktor ketidaktahuan akan kondisi barang
Faktor pertama yang menyebabkan beredarnya makanan
kadaluwarsa disebabkan Pedagang tidak mengetahui atau tidak
menyadari bahwa ia menjual makanan yang telah kadaluwarsa.
Pedagang yang awalnya membeli atau mengorder barang
dagangannya akan langsung menjual kembali barang tersebut
tanpa mengecek kembali, barang yang telah lama dijajakan
akan tetap dijajakan tanpa melihat apakah barang tersebut
sudah sampai masa kadaluwarsanya. Beberapa contoh barang
kadaluwarsa yang sering dijajahkan oleh pedagang yaitu
Produk mie instan,Produk susu kemasan,Produk minuman
bolotan Produk biskuit Produk bumbu-bumbu masak Produk
makanan ringan. Namun produk kadaluwarsa yang paling
sering di temukan yaitu produk mie instan
2. Tidak adanya komplain dari konsumen
Tidak adanya keluhan atau komplain dari konsumen membuat
pedagang kurang memperhatikan barang dagangannya tidak
adanya komplain juga membuat pedagang merasa bahwa tidak
apa-apa jika pedagang masih menjual makanan kadaluwarsa,
43
3. Tidak ingin rugi
Pedagang tetap menjual makanan kadaluwarsa selama bentuk
dagangannya tersebut masih layak untuk dijual dikarenakan
tidak ingin rugi.
4. Pedagang tidak mengetahui jika menjual makanan kadaluwarsa
merupakan pelanggaran hukum. Beberapa pedagang mengakui
bahwa ia mengetahui bahwa makanan kadaluwarsa tidak layak
untuk di konsumsi dan berbahaya untuk kesehatan akan tetapi
tidak mengetahui jika hal tersebut merupakan pelanggaran
hukum.
44
B. Faktor-Faktor Penyebabkan Terjadinya Kejahatan Terselubung
Terhadap Perlindungan Konsumen (stady kasus: Peredaran
Makanan Kadaluwarsa Dimasyarakat)?
Berikut ini penulis akan mengemukakan data jumlah kejahatan
terhadap perlindungan konsumen yang tercatat di Polrestabes Kota
Makassar tahun 2009- 2013
Tabel 1
Jumlah Kasus Kejahatan Terhadap Perlindungan Konsumen Di
Wilayah Hukum Polrestabes Makassar Tahun 2009-2013
Keterangan
No
Tahun
jumlah kasus
L
S
1
2009
19 kasus
16
3
2
2010
11 kasus
10
1
3
2011
6 kasus
4
2
4
2012
8 kasus
6
2
5
2013
2 kasus
2
-
Total
46 kasus
Indeks: L = laporan S= selesai
Sumber : data kejahatan di polretabes kota makassar
Berdasarkan data tersebut, terdapat 46 kasus pelanggaran
perlindungan konsumen dalam kurun waktu lima tahun dan tidak ada
satupun yang tercacat sebagai pelanggaran yang terkait kasus
45
peredaran makanan kadaluwarsa. Menurut penuturan seorang Penyidik
di polrestabes makassar yang sempat penulis wawancarai bapak Rijal
mengatakan bahwa tidak adanya kasus tentang makanan kadaluwarsa
yang di tangani oleh polrestabes kota makassar di sebabkan oleh tidak
adanya
masyarakat
atau
konsumen
yang
melaporkan
kepolisi
Dari Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)
penulis
mengenai hal tersebut.
menemukan data kasus yang di tangani oleh BPOM sebagai berikut
yaitu:
Tabel 2
Data Kasus Pelanggaran Terhadap Perlindungan Konsumen Yang
Ditangani Oleh BPOM Pada Tahun 2010-2013
NO
1
TAHUN
2010
KASUS
-
2
2011
3
3
2012
4
2013
5
2014
Sumber : Balai Besar POM Makassar
KETERANGAN
1 kasus kadaluwarsa
2 kasus tanpa izin edar
Dari data di atas menunjukan selama kurun waktu 5 tahun pada
tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 Balai POM hanya menangani
tiga kasus yang sampai ke tahap penuntutan. Dua kasus barang atau
produk makanan tanpa izin edar dan satu kasus tentang barang atau
prodak kadaluwarsa pada tahun 2011 yang sampai pada tahapan
46
penuntutan. Yang menurut BPOM barang atau produk kadaluwarsa
tersebut dituntut karna kelalaian pelaku usaha.
Sadangkan data yang penulis dapatkan dari Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen dalam rangka pengawasan barang dan jasa yang
beredar di masyarakat pada tahun 2013 yaitu :
Tabel 3
Laporan Pelaksanaan Kegiatan Peningkatan Pengawasan
Peredaran Barang dan Jasa Periode Tahun 2013
jumlah lokasi/
no
Triwulan
swalayan
1
Pertama
13 lokasi
Keterangan
3 lokasi di temukan makanan
kadaluwarsa
2
Kedua
11 lokasi
0 lokasi di temukan makanan
kadaluwarsa
3
Ketiga
3 lokasi
1 lokasi di temukan makanan
kadaluwarsa
4
Keempat
7 lokasi
1 lokasi di temukan makanan
kadaluwarsa
Sumber : data dari Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
Pada triwulan pertama BPSK di 13 lokasi (supermaket/ Swalayan)
sidak BPSK menemukan 3 lokasi yang masih menjajakan produk
makanan yang telah kadaluwarsa. Pada triwulan kedua dari 11 lokasi
BPSK tidak menemukan barang kadaluwarsa. Di triwulan ketiga di
lokasi dan triwulan keempat di 7 lokasi di masing-masing triwulan BPSK
hanya menemukan satu lokasi yang masih mengedarkan atau
Menjajakan Makanan yang telah kadaluwarsa.
47
Data di atas merupakan tugas rutin yang dilakukan oleh BPSK
dalam
meningkatkan
pengawasan
peredaran
barang
dan
jasa
sebagaimana tugas dan wewenang BPSK yang di atur dalam Pasal 53
UUPK yaitu :
a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen
dengan cara melalui mediasi, arbitrase atau konsiliasi.
b. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen
c. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku.
d. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran
terhadap ketentuan dalam undang-undang ini.
e. Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari
konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan
konsumen.
f. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan
konsumen.
g. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran
terhadap perlindungan konsumen.
h. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap
orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap undangundang ini.
48
i.
Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi
ahli, atau setiap orang bagaimana yang dimaksud pada huruf g,
dan huruf h, yang tidak bersedia menerima panggilan BPSK
j.
Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, atau alat bukti lain
guna penyidikan dan/atau pemeriksaan
k. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian pihak
konsumen.
l.
Memberikan keputusan kepada pelaku usaha yang melakukan
pelanggaran tehadap perlindungan konsemen.
m. Menjatuhkan
sanksi
administratif
kepada
pelaku
usaha
yg
melanggar ketentuan Undang-undang ini.
Serta Surat Tugas Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan
Penanaman Modal Nomor 1330/Perindag P.M/XII/2013 dan Peraturan
mentri Perdagangan Nomor : 20 Tahun 2009 Tentang Tata Cara
Pengawasan Barang dan Jasa Yang Beredar Dipasaran.
Namun sama halnya dengan kepolisian, BPSK juga tidak akan
memproses suatu kasus jika tidak ada laporan atau pengaduan terlebih
dahulu.
Berdasarkan
hasil
penelitian
penulis,
penulis
menemukan
beberapa faktor yang menyebabkan Masyarakat sebagai konsumen
tidak melakukan pelaporan kepada pihak terkait sehingga terjadi
kejahatan terselubung terhadap perlindungan konsumen (stadi kasus :
peredaran makanan kadaluarsa di masyarakat)
49
Sebagian besar faktor tersebut datang dari konsumen dimana
dalam beberapa kasus konsumen yang tidak sengaja membeli
makanan kadalauwarsa cenderung mengacuhkan hal tersebut. Dari
hasil kuesioner yang penulis bagikan sebagian besar konsumen tidak
mengetahui aturan hukum bahwa menjual atau mengedarkan makanan
kadaluwarsa adalah sebuah pelanggaran hukum.
Sebagian besar konsumen jika tidak sengaja membeli makanan
kadaluwarsa biasanya tidak mengembalikan produk yang ia beli kepada
pedagang yang menjual barang tersebut atau melaporkannya pada
pihak yang berwajib melainkan langsung membuangnya. Menurut
pengakuan konsumen yang diwawancarai secara random Erna 32
tahun mengatakan : “ saya sering membeli mie di warung sebelah, tidak
jarang mie yang dia jual kadaluwarsa, tapi karna tidak mengecek dulu
waktu membeli, sampai di rumah baru tahu kalau mie itu kadaluwarsa,
ya kalau sudah begitu tinggal di buang saja. Karna kalau di kembalikan
juga tidak enak, nanti jadi masalah cuman karna mie harga 2.500” lain
lagi dengan pengakuan Ibu Minni’ 30 tahun yang mengatakan “ saya
pernah membeli makanan yang sudah kadaluawarsa tapi baru tahu
waktu tiba di rumah, waktu di kembalikan ke warung, sudah tidak mau
di terima lagi karna rugi katanya. Jadi saya bawa pulang lagi dan di
buang, di makan juga sudah tidak bisa”
50
Dari
hasil
wawancara-wawancara
yang
dilakukan
penulis
menyimpulkan faktor yang menyebabkan konsumen sebagai korban
tidak melaporkan kejadian tersebut kepada pihak terkait yaitu :
1. Konsumen menganggap hal tersebut adalah hal sepeleh dan
tidak perlu di besar-besarkan, jika konsumen hanya membeli
satu atau dua barang saja yang harganya bahkan tidak lebih
dari Rp.5000,-.
2. Konsumen menjaga hubungan baik dengan pedagang yang
merupakan tetangga atau dekat dengan mereka. Biasanya jika
tidak sengaja membeli makanan yang telah kadaluwarsa
konsumen tidak mengembalikan atau melaporkan kejadian
tersebut karena di takutkan pedagang akan tersinggung dan
merusak hubungan baik.
3. Konsumen tidak mau repot untuk mengembalikan lagi atau
melaporkannya ke pihak berwajib. Konsumen lebih memilih
membuang makanan kadaluwarsa yang telah iya beli dari pada
harus mengembalikan atau melaporkan hal tersebut kepada
pihak berwajib di karena konsumen merasa kerepotan jika
harus melakukan hal tersebut dengan berbagai alasan.
4. Konsumen merasa kasihan kepada pedangan. Beberapa
konsumen tidak mempermasalahkan makanan kadaluwarsa
yang iya beli karna merasa kasihan kepada pedagang. Jika iya
mengembalikan makanan tersebut dan meminta ganti rugi maka
51
hal tersebut akan mengurangi keuntungan atau penghasilan
pedagang.
5. Konsumen beranggapan akan lebih banyak biaya yang harus di
keluarkan jika melaporkannya kepada yang berwajib. Beberapa
konsumen beranggapan bahwa jika hanya karna makanan
kadaluwarsa yang harganya hanya berkisar Rp. 5000,- ia harus
mengeluwarkan dana lebih berkali-kali lipat dari harga makanan
tersebut konsumen merasa di rugikan.
Faktor lain yang menyebabkan terjadinya kejahatan terselubung
terhadap perlindungan konsumen (stadi kasus : peredaran makanan
kadaluwarsa di masyarakat) adalah kurangnya penyetahuan hukum
dan kesadaran hukum masyarakat akan hal tersebut.
C. Upaya Yang Dilakukan Untuk Menanggulangi Peredaran Makanan
Kadaluwarsa Dimasyarakat.
Upaya- upaya yang dilakukan untuk menanggulangi peredaran
makanan kadaluwarsa dimasyarakat yakni upaya preventif dan upaya
represif.
Upaya preventif adalah upaya yang dilakukan sebelum terjadinya
tindak pidana atau sebagai upaya pencegahan dari suatu tindak pidana
sedangkan upaya represif adalah upaya yang dilakukan setelah
terjadinya tindak pidana tersebut terjadi dengan menindak laporanlaporan dari masyarakat.
52
Beberepa upaya preventif yang di lakukan oleh pihak BPSK dan
pihak
kepolisian
dalam
menanggulangi
peredaran
makanan
kadaluwarsa yaitu melakukan pembinaan kepada pelaku usaha dan
konsumen, sidak atau razia ke pusat-pusat perbelanjaaan, dan
melakukan penyitaan terhadap barang-barang yang ditemukan dan
kemudian di musnakan.
Sama halnya dengan BPSK, upaya preventif yang di lakukan oleh
pihak kepolisian yaitu dengan melakukan razia-razia ke pusat
perelanjaan, jika di temukan barang kadaluwarsa maka polisi akan
melakukan penyitaan dan pemusnaan barang dengan cara di bakar.
Di BPOM upaya preventif yang dilkukan untuk menanggulangi
peredaran makanan kadaluwarsa dengan melakukan pembinaan dan
pengawasan kepada para pedagang atau pelaku usaha. Pengawasan
tersebut dengan tahapan pre market yaitu pengawasan yang di lakukan
sebelum produk tersebut diedarkan di masyarakat untuk di konsumsi
dan pro market yaitu pengawasan yang di lakukan saat produk telah
beredar atau di jajakan ke masyarakat.
Sedangkan upaya represit yang di lakukan oleh pihak BPSK yaitu
dengan melakukan mediasi, konsiliasi dan arbitrasi. Upaya-upaya
tersebut di lakukan jika ada laporan atau aduan dari konsumen. Upaya
tersebut di lakukan secara berjenjang yaitu jika ada aduan atau laporan
maka terlebih dahulu akan di lakukan mediasi jika gagal melakukan
mediasi maka atas kesepakatan bersama akan di lakukan konsiliasi
53
dan apabila konsiliasi tidak menghasilkan solusi maka barulah
dilakukan Arbitrase.
54
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Faktor-faktor
penyebab
pedagang
mengedarkan
makanan
kadaluwarsa yaitu :
a. Pedangan tidak menyetahui atau tidak menyadari bahwa iya
menjual makanan yang telah kadaluwarsa.
b. Tidak adanya keluhan atau komplain dari konsumen tentang
makanan yang ia jual.
c. Pedagang
tidak
mengetahui
jika
menjual
makanan
kadaluwarsa menjual makanan kadaluwarsa merupakan
pelanggaran hukum.
d. Kurangnya pengawasan ke pedagang- pedagang kecil yang
ada di pelosok-pelosok atau pedagang-pedagang rumahan
yang tidak memiliki izin resmi.
2. Faktor
yang
menyebabkan
terjadinya
kejahatan
terselubung
terhadap peredaran makanan kadaluwarsa di masyarakat. Karena
Kurangnya laporan dari konsumen terkait peredaran makanan
kadaluwarsa dengan alasan sebagai berikut.
a. Konsumen menganggap hal tersebut adalah hal sepeleh dan
tidak perlu di besar-besarkan.
b. Konsumen menjaga hubungan baik dengan pedagang yang
merupakan tetangga atau dekat dengan mereka.
55
c. Konsumen tidak mau repot untuk mengembalikan lagi atau
melaporkannya ke pihak berwajib.
d. Konsumen merasa kasihan kepada pedagang.
e. Konsumen beranggapan akan lebih banyak biaya yang harus
di keluarkan jika melaporkannya kepada yang berwajib.
B. Saran
1. Hendaknya pemerintah memberikan arahan atau bimbingan
kepada para pelaku usaha tentang pentingnya memperhatikan
tanggal kadaluwarsa pada makanan bukan hanya kepada para
pelaku usaha besar tetap juga pada pedagang-pedagang rumahan
atau tidak mendapatkan izin resmi dari pemerintah.
2. Bagi parah pelaku usaha, hendaknya lebih memperhatikan barang
yang akan dijual, jika barang tersebut sudah tidak layak konsumsi
maka hendaknya para pelaku usaha untuk memasarkan barang
tersebut.
3. Konsumen hendaknya lebih jelih pada saat membeli makanan atau
minuman. Konsumen harus mengecek terlebih dahulu apakah
barang yang akan di beli sudah kadaluwarsa atau belum. Hal
tersebut bertujuan untuk melindungi konsumen dari akibat-akibat
yang tidak diinginkan, misalnya keracunan.
4. Hendaknya pihak-pihak terkait lebih meningkatkan intensitas
pelaksanaan
upaya-upaya
prerentif
dan
represif
guna
menanggulangi peredaran makanan kadaluwarsa di masyarakat.
56
Daftar Pustaka
Buku:
A.S Alam, Pengantar Kriminologi, Pustaka Refleksi Books,
Makassar : 2010
Didik M arif & Elisatris Gultom,
Urgensi Perlindungan Korban
Kejahatan (Antara Norma dan Realita, Rajawali Pers ,Jakarta : 2007
Erman Rajagukguk.dkk, Hukum Perlindungan Konsumen, Mandar
Maju, Bandun:2000
M. Arpah, R. Syarief, Hermanianto dan A. Apriyantono, Jurnal
Teknol dan Industry Pangan Vol. XIV. No. 3 th. 2003 (REGULASI
KADALUWARSA
PANGAN
NASIONAL
DAN
INTERNASIONAL
“NASIONAL AND INTERNASIONAL REGULATIONS REGERDING
OPEN DATING OF FOOD PRODUCTS” , Jurusan teknologi pangan
dan gisi,feteda-IPB, bogor:2003
Rena Yulia, Viktimologi (Perlindungan Hukum Terhadap Korban
Kejahatan,Graha Ilmu,Yogyakarta:2010
Siahaan, N.H.T, Hukum Konsumen “Perlindungan Konsumen Dan
Tanggungjawab Produsen, Panta Rei, Jakarta : 2005
Topo Santoso & Eva Achjani Zulfa, Kriminologi, Rajawali Pers,
Jakarta : 2001
Yesmil Anwar & Adang, Pembaruan Hukum Pidana (Reformasi
Hukum Pidana) , Grasindo, jakarta : 2008
Undang- undang :
57
Undang-Undang
Nomor
8
Tahun
1999
Tentang
Perlindungan
Konsumen
Sumber lain :
bud-krim.blogspot.com
Digilib.unimus.ac.id, pada tanggal 07 november 2013 ,pada pukul
12.00
Repository.ipb.ac.id, pada tanggal 7 november 2013, pada pukul 12.30
elitasuratmi.wordpress.com, pada tanggal 4 desember 2013 pada
pukul
23.15
58
59
60
Download