SKRIPSI KEJAHATAN TERSELUBUNG TERHADAP PERLINDUNGAN KONSUMEN (Studi Kasus: Peredaran Makanan Kadaluwarsa Dimasyarakat) OLEH: Nurul Fitriani Salim B 111 10 349 PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014 HALAMAN JUDUL KEJAHATAN TERSELUBUNG TERHADAP PERLINDUNGAN KONSUMEN (Studi kasus : Peredaran Makanan Kadaluwarsa di Masyarakat) Disusun dan Diajukan Oleh: NURUL FITRIANI SALIM B 111 10 349 SKRIPSI Diajukan Sebagai Tugas Akhir Dalam Rangka Penyelesaian Studi Sarjana Dalam Program Bagian Hukum pidana Program Studi Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014 PERSETUJUAN PEMBIMBING Dengan ini menerangkan bahwa proposal dari: Nama : NURUL FITRIANI SALIM Nomor Induk : B111 10 349 Bagian : Hukum Pidana :“Kejahatan Terselubung Terhadap Perlindungan Judul Konsumen” (Studi Kasus : Pencantuman Tanggal Kadaluwarsa Pada Makanan Yang Beredar Di Masyarakat” Telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan dalam seminar ujian proposal pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar, 18 Desember 2013 Pembimbing I Prof. Dr. Aswanto, S.H.,M.H., DFM NIP. 19641231 1998811 1 001 Pembimbing II Hj. Nur Azisa, S.H.,M.H NIP. 19700708 199412 1 001 ABSTRAK Nurul Fitriani Salim, B111 10 349, KEJAHATAN TERSELUBUNG TERHADAP PERLINDUNGAN KONSUMEN (Studi kasus : Peredaran Makanan Kadaluwarsa Dimasyarakat) Dibawah bimbingan Aswanto sebagai pembimbing I dan Nur Azisa sebagai pembimbing II. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan pedagang mengedarkan atau menjual makanan kadaluwarsa dimasyarakat dan untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kejahatan terselubung terhadap perlindungan konsumen (studi kasus: peredaran makanan kadaluwarsa dimasyarakat). Penelitian ini berlokasi di Makassar dan beberapa instansi yang berkaitan seperti Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dan polrestabes kota Makassar. Penulis memperoleh data dengan langsung dengan narasumber, membagikan kuesioner dan mengambil data langsung dari lokasi penelitian, serta mengambil data langsung dari perpustakaan yang relevan yaitu literatur, buku-buku serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah tersebut. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa (1) faktor yang menyebabkan pedagang mengedarkan makanan kadaluwarsa disebabkan oleh ketidaktahuan pedagang bahwa makanan yang ia jual telah kadaluwarsa, ketidaktahuan pedagang bahwa menjual makanan kadaluwarsa adalah melanggar hukum, tidak adanya konsumen yang komplain atas perbuatannya tersebut serta kurangnya pengawasan dari pihak-pihak terkait. (2) faktor yang menyebabkan terjadinya kejahatan terselubung terhadap perlindungan konsumen (Studi kasus: peredaran makanan kadaluwarsa di masyarakat) datang dari konsumen itu sendiri di karenakan konsumen acuh atau merasa bahwa akan membuang-buang waktu, tenaga serta materi jika melaporkan kejadian tersebut ke pihak terkait atau hanya sekedar komplain kepada pedagang serta kurangnya pengetahuan para konsumen jika kejadian tersebut merupakan pelanggaran hukum. KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbilalamin, segala puji kehadirat Allah SWT karna atas berkat, rahmat dan izinnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa pula shalawat serta salam terhanturkan kepada Rasullullah SAW bererta keluarga dan sahabat beliau. Dapat menyelesaikan skripsi ini adalah suatu kebanggaan bagi penulis walaupun bukan hal yang mudah bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Ada saja halangan yang harus penulis hadapi untuk menyelesaikan skripsi ini baik itu dari dalam diri penulis sendiri ataupun dari luar. Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis menghanturkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada Kedua orang tua penulis, Ayahanda Drs. Nursalim Ramli M.si., dan ibunda Jumriani Nawir yang selama ini dengan sabar telah membesarkan dan mendidik penulis sejak lahir sampai saat ini, serta memberikan dukungan berupa perhatian tak terhingga, doa, semangat, serta saran-saran yang di berikan kepada penulis selama penulis menyusun skripsi ini. Terima kasih juga kepada saudara ku Muhammad Ainul Fikri Nursalim atas dukungannya. Terimah kasih tak terhingga untuk seluruh keluarga penulis atas semangat dan doa yang selalu diberikan kepada penulis selama penulis menuntut ilmu jauh dari dari Keluarga. Selama menyelasaikan skripsi ini maupun selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, penulis banyak mendapatkan bantuan dari beragai pihak. Oleh karnanya, pada kesempatan ini pula penulis menyucapkan banyak terimah kasih kepada: 1. Ibu Prof. Dr. Dwia Ariestina Palubuhu, MA selaku Rektor dan segenap jajarannya. 2. Bapak prof. Dr. Aswanto, S.H., M.H., DFM. Selaku dekan fakultas hukum universitas hasanuddin dan seganap jajarannya. 3. Bapak Prof. Dr. Muhadar, S.H., M.H selaku ketua bagian hukum pidana serta jajarannya. 4. Bapak prof. Dr. Aswanto, S.H., M.H., DFM. selaku pembing 1 penulis dan Ibu Hj. Asiza S.H., M.H selaku pembimbing 2 penulis, yang dengan ikhlas memberikan pengorbanan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan memberikan arahan dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Bapak Prof. Dr. Muhadar, S.H., M.H, bapak Prof. Dr. Slamet Sampurno., S.H., M.H dan Bapak Dr. Amir Ilyas.,S.H.,M.H selaku tim penguji dalam dalam pelaksanaan ujian skripsi penulis. Terima kaish atas masukan dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. 6. ibu Hj. Haeran., S.H.,M.H selaku penguji pengganti dalam pelaksanaan ujian proposal penulis. Terima kasih atas saran dan masukan yang di berikan kepada penulis. 7. Bapak H.M. Ramli Rahim.,S.H.,M.H selaku pembimbing akademik penulis. Terima kasih atas bimbingan dan nasehat-nasehatnya selama ini. 8. Bapak dan ibu segenap Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin yang tidak dapat di sebutkan satu persatu namanya. Terima kasih atas ilmu dan pengetahuan yang di berikan kepada penulis selama ini. 9. Bapak dan ibu segenap Pegawai akademik fakultas hukum universitas Hasanuddin yang telah memberikan pelayanan administrasi yang baik kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan. 10. Legitimasi 2010 terimakasih untuk kebersamaan selama ini. 11. UKM Bengkel Seni Dewi Keadilan (BSDK) FH-UH. Terima kasih atas pelajaran berharga dan pengalaman tak terlupakan yang telah di berikan selama ini. 12. Senior-senior BSDK yang tidak dapat di sebutkan satu-persatu. Terima kasih atas bimbingan dan saran-sarannya selama penulis menjadi pengurus BSDK. 13. Saudara-saudara ku DIKSAR 11 BSDK, Nurhadi halim, Dima Adinsa S.H, irfai Herman S.H, Mario husain, Audi Rahmat S.H, Risal Nurhabib Y, Sultani Satri, Ai noor, fausan aries.,S.H, Tri Bakti J, M. Fahri Ibrahim S.H, Nabila Soraya R, S.H, A. Vebrianti Rasyid, S.H, A. Vebriani Arif., S.H, Revica adani, Nur Iman, Zigria anbiana, Veni Pratama Bassi, Mulfa Indah Sari.,S.H. Terimah kasih atas persadaraan, kerjasama dan saat suka dan duka yang kita lewati bersama selama berada di BSDK, baik itu sebagai junior, Pengungus dan Sebagai senior. 14. Adik-adik BSDK Diksar 12, 13 dan 14 atas kerjasama dan bantuannya selama ini. 15. Saudara-saudara ku JNK, yang tidak dapat disebutkan satupersatu terima kasih atas kebersamaan dan bantuan-bantuan berharga selama ini mulai dari awal menjadi mahasiswa baru sampai saat ini, semoga persaudaraan ini berlanjut selamannya. 16. sahabat-sahabatku ARIANTI, NURUL ULIA, RASYIDA DJALIL. Terima kasih untuk persahabatan serta motifasi-motifasinya. Tanpa kalian FH-UH mungkin hanyalah khayalan belaka dan terima kasih untuk 7 tahun berharganya. 17. Kanda UMMU Minangkasi, terima kasih atas nasihat dan bantuannya selama 3 tahun ini. Your the best homemate i have ever met. 18. Hariati hasanuddin, terimakasih karna telah dengan sabar menjadi editor tiap kata di Skripsi ini. Akhirnya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan Ilmu Hukum dan penulis berharap semoga Allah SWT memberikan imbalan yang setimpal atas bantuan dan jasa-jasa semua pihak yang telah berupaya membantu penyusunan skripsi ini. Amin Ya Rabbal Alamin. Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh Makassar, 5 juni 2014 Penulis DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING LEMBAR PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 B. Rumusan Masalah 6 C. Tujuan Penelitian 6 D. Kegunaan Penelitian 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kriminologi Dan Viktimologi 8 1. Pengertian Kriminologi 8 2. Pengertian viktimologi 10 B. Kejahatan Terselubung 12 1. Kejahatan 12 2. Kejahatan Terselubung 17 C. Kejahatan Terhadap Perlindungan Konsumen 19 1. Ketentuan dalam KUHP 21 2. Ketentuan dalam UUPK 24 3. Ketentuan di Luar UUPK dan KUHP D. Tanggal Kadaluwarsa pada Makanan 26 36 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian 40 B. Jenis dan Sumber Data 40 C. Tehnik Pengumpulan Data 41 D. Tehnik Analisis Data 41 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Faktor-faktor penyebabkan pedagang mengedarkan atau menjual makanan kadaluwarsa dimasyarakat 42 B. Faktor-faktor penyebabkan terjadinya kejahatan terselubung terhadap perlindungan konsumen(studi kasus : peredaran makanan kadaluwarsa dimasyarakat) 44 C. Upaya yang dilakukan untuk menanggulangi peredaran makanan kadaluwarsa dimasyarakat 51 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 54 B. Saran 56 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan negara Republik Indonesia secara jelas dituangkan dalam undang-undang dasar negara kesatuan republik indonesia tahun 1945 bahwa negara bertujuan melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Sehubungan dengan hal tersebut maka sudah seyogianyalah masyarakat indonesia mendapatkan perlindungan terhadap keselamatan dan keamanan yang secara nyata dalam berbagai bidang kehidupan, terlebih lagi dalam era perdagangan bebas sebagai fenomena globalisasi ekonomi sehingga membutuhkan upaya yang signifikan dari pemerintah dalam hal perlindungan terhadap konsumen. Era perdagangan bebas adalah era keterbukaan dan tanpa hambatan proteksi perdagangan Perkembangan ketertutupan, yang yang diharapkan, dilandasi perubahanan tradisional, oleh prinsip prinsip monopoli terciptanya suatu kondisi persaingan sehat. perdagangan dan proteksi dari era menuju era 1 keterbukaan tanpa proteksi merupakan pencerminan dari pertumbuhan pemikiran ke arah modernisasi hubungan antar bangsa-bangsa.1 Dalam hal pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat di konsumsi. Disamping itu, globalisasi dan perdagangan bebas yang di dukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika telah memperluas ruang gerak transaksi barang dan jasa melintasi batas-batas wilayah suatu negara, sehingga barang atau jasa yang ditawarkan bervariasi, baik produksi luar negeri ataupun dalam negeri. Pelaku usaha sebagai penghasil produk harus menjamin bahwa produk yang dihasilkan cukup aman untuk di konsumsi dan berkualitas. Oleh karena itu, apabila dilain hari muncul keluhan atas kerusakan produk atau keluhan atas mengakibatkan kerugian pada konsumen maka pelaku usaha harus bertanggung jawab penuh atas beban kerugian yang diderita oleh konsumen. Jika berbicara tentang konsumen maka di manapun mereka berada semua mempunyai hak-hak dasar sosialnya. Hak-hak dasar tersebut adalah hak untuk mendapatkan informasi yang jelas, benar dan jujur, hak untuk mendapatkan keamanan dan keselamatan, hak untuk memilih, hak untuk di dengar dan hak untuk mendapatkan ganti 1 Erman Rajagukguk Dkk. 2000. Hukum Perlindungan Konsumen. Mandarmaju. Bandung. Hal. 25 2 rugi, hak untuk mendapatkan kebutuhan dasar manusia, hak untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan bersih serta kewajiban untuk menjaga lingkungan itu, dan hak untuk mendapatkan perlindungan. Makanan dalam kemasan adalah produk pangan yang beredar luas dan bebas dimasyarakat. Makanan yang akan di edarkan untuk dikonsumsi agar tidak merugikan konsumen harus mencantumkan informasi yang memadai, benar, jujur dan bertanggung jawab. Sehingga setiap pelaku usaha di bidang makanan yang beredar di bebani tanggung jawab terutama apabila makanan yang diproduksinya menyebabkan kerugian pada konsumen. Negara Indonesia telah mempunyai peraturan-peraturan perundang-undangan yang bertujuan memberikan perlindungan hukum terhadap hak-hak konsumen terutama Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Dalam UU tersebut telah di atur tentang larangan-larangan bagi produsen dalam memproduksi barang produksinya untuk melindungi konsumen. Tertera dalam pasal 8 UU no 8 tahun 1999 yang berbunyi : 1. Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang: a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang di persyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan; 3 b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersi atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut. c. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam ukuran yang sebenarnya. d. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut. e. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut; f. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut. g. Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa pada makanan atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu; h. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi sebagaimana pernyataan “halal” yang secara halal, di cantumkan dalam label. i. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang membuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, 4 komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus di pasang/dibuat. j. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa indonesi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 2. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar. 3. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas yang rusak dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar. 4. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat 1(satu) dan ayat 2(dua) dilarang mempergunakan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.2 Walaupun undang-undang tersebut memberikan dasar peraturan hukum terhadap perlindungan konsumen, namun seringkali masih di jumpai produk-produk makanan dalam kemasan yang tidak sesuai dengan standarisasi mutu makanan atau tanpa keterangan kadaluwarsa atau batas masa konsumsi makan. 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. 5 Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka penulis tertarik meneliti judul “Kejahatan Terselubung Terhadap Perlindungan Konsumen (Studi Kasus: peredaran makanan kadaluarsa di masyarakat)” B. Rumusan Masalah Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut yaitu: 1. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan pedagang mengedarkan atau menjual makanan kadaluwarsa dimasyarakat. 2. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya kejahatan terselubung terhadap perlindungan konsumen (stady kasus: Berdasarkan rumusan masalah tersebut diatas, maka tujuan peredaran makanan kadaluwarsa dimasyarakat)? C. Tujuan Penelitian penulisan skripsi ini yaitu sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan pedagang mengedarkan atau menjual makanan kadaluarsa dimasyarakat 2. Untuk Mengetahui Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kejahatan terselubung terhadap perlindungan konsumen (stady kasus: peredaran makanan kadaluwarsa dimasyarakat)? 6 D. Kegunaan Penelitian Selanjutnya dari hasil penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan sebagai berikut : 1. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dalam perkembangan ilmu hukum pidana di indonesia dan secara khusus untuk mengetahui pengaruh kejahatan terselubung pada tindak pidana perlindungan konsumen (stady kasus: peredaran makanan kadaluwarsa dimasyarakat). 2. Diharapkan hasil penelitan ini dapat memberikan informasi tambahan bagi siapa saja yang membutuhkan. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kriminologi dan Viktimologi 1. Pengertian Kriminologi Secara etimologi, kriminologi berasal dari kata “crimen” yang berarti kejahatan dan “logos” yang berarti studi/ilmu pengetahuan. Kriminologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang kejahatan.3 Jika diperhatikan secara lebih luas, dapat kita ambil contoh pengertian kriminologi yang dikemukakan oleh Sutrherland dan Cressey yang menyebutkan bahwa kriminologi adalah “ the body of knowlodge regarding crime as a social phenomenon”. Termaksud dalam pengertian kriminologi tersebut adalah pembuatan undangundang, pelanggaran hukum dan reaksi atas pelanggaran hukum tersebut.4 Secara umum kriminologi bertujuan untuk mempelajari dari berbagai aspek sehingga diharapkan dapat diperoleh pemahaman tentang fenomena kejahatan yang lebih baik.5 Beberapa sarjana memberikan definisi kriminologi sebagai berikut: Edwin H. Sutherland mengemukakan “criminology is the body of knowledge regarding delinquency and crime as social phenomena 3 Didik M arief & Elisatris Gultom. 2008. Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan “antara norma dan realita”. Rajawali Pers. Jakarta. Hal 67 4 Ibid. Hal 68 5 Ibid. Hal 68 8 (kriminologi adalah kumpulan pengetahuan yang membahas tentang kenakalan remaja dan kejahatan gejala sosial).6 W.A. Bonger mendefinisikan kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya.7 WME. Noach mengatakan kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki gejala-gejala kejahatan dan tingkah laku yang tidak senonoh, sebab musebab serta akibat-akibatnya.8 Menurut antropolog Prancis P. Topinard (1839-1911) kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki kejahatan seluas-luasnya (kriminologi teoritis/murni). Kriminologi teoritis merupakan ilmu pengetahuan yang berdasarkan pengalaman seperti ilmu pengetahuan yang sejenis, memerhatikan gejala-gejala dan mencoba menyelidiki sebab-sebab dari gejala-gelaja tersebut (aetiologi) dengan cara-cara yang ada padanya.9 Jadi pada pokoknya, kriminologi merupakan ilmu yang menyelidiki kejahatan, serta aspek-aspek yang menyertai kejahatan-kejahatan tersebut, yakni selain mengetahui pokok-pokok kejahatan yang dilakukan, juga orang-orang yang melakukan kejahatan tersebut. Akan tetapi, kriminologi tidak menyelidiki kejahatan dari segi yuridisnya 6 A.S. Alam. 2010. Pengantar kriminologi. Pustaka refleksi books. Makassar Hal 2 Ibid. Hal 2 8 Ibid. Hal 2 9 Didik M arief & Elisatris Gultom. 2008. Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan “antara norma dan realita”. Rajawali Pers. Jakarta. Hal 68 7 9 ataupun perumusan jenis-jenis kejahatan tersebut. Bahasan yang terakhir disebutkan merupakan bahasan dibidang hukum pidana.10 2. Pengertian viktimologi Viktimologi merupakan istilah bahasa Inggris victimology yang berasal dari bahasa latin yaitu “victima” yang berarti korban dan “logos” yang berarti studi/ilmu pengetahuan. Secara terminologis, viktiminologis berarti suatu studi yang mempelajari tentang korban penyebab timbulnya korban dan akibat-akibat penimbulan korban yang merupakan masalah manusia sebagai suatu kenyataan sosial.11 Korban dalam lingkup viktimologi memiliki arti yang luas karena tidak hanya terbatas pada individu yang secara nyata menderita kerugian, tetapi juga kelompok, koperasi, swasta maupun pemerintah, sedang yang dimaksud dengan akibat menimbulkan korban adalah sikap atau tindakan korban dan atau pihak pelaku serta mereka yang secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam terjadinya suatu kejahatan.12 Viktimologi mencoba memberikan pemahanam, mencerahkan pemahaman kejahatan dengan mempelajari para korban kejahatan, proses viktimisasi dan akibat-akibatnya dalam rangka menciptakan 10 Ibid. Hal 68 Rena Yulia. 2010. Viktimologis “Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan”. Graha Ilmu. Yogyakarta. Hal 43. 12 Ibid. Hal. 43. 11 10 kebijakan dan tindakan pencegahan dan menekan kejahatan secara bertanggung jawab.13 Viktimologi memberikan pengertian yang lebih baik tentang korban kejahatan sebagai hasil perbuatan manusia yang menimbulkan penderitaan-penderitaan mental, fisik, dan sosial. Tujuannya adalah tidak untuk menyanjung-nyanjung korban, tetapi hanya untuk memberi penjelasan mengenai peranan sesungguhnya para korban. Penjelasan ini adalah penting dalam rangka mengusahakan kegiatan-kegiatan dalam mencegah kejahatan dalam rangka viktimisasi, mempertahankan keadilan sosial dan meningkatkan kesejahteraan mereka yang secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam viktimisasi. Khususnya, dalam bidang informasi dan pembinaan untuk tidak menjadi korban kejahatan struktural atau non struktural.14 Muladi mengatakan tujuan viktimologi adalah: 1. Menganalisis berbagai aspek yang berkaitan dengan korban 2. Berusaha untuk memberikan penjelasan sebab musabab terjadinya viktimisasi; dan 3. Mengembangkan sistem tindakan guna mengurangi penderitaan manusia 13 14 Ibid. Hal 44 Ibid. Hal 44 11 B. Kejahatan Terselubung 1. Kejahatan Pengertian kejahatan (crime) sangatlah beragam tidak ada definisi baku yang didalamnya mencakup semua jenis kejahatan secara komprehensip.15 Munculnya berbagai macam definisi kejahatan dikarenakan perspektif orang dalam memandang kejahatan sangat beragam, disamping tentunya perumusan kejahatan akan sangat dipengaruhi oleh jenis kejahatan yang akan dirumuskan. Secara etimologi kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan. Kejahatan merupakan suatu perbuatan atau tingkah laku yang sangat ditentang oleh rakyat. 16 Alif Gosita mengatakan kejahatan adalah hasil interaksi karena adanya interrelasi antara fenomena yang ada dan saling mempengaruhi. Kejahatan yang dimaksud adalah kejahatan dalam arti luas. Artinya tidak saja kejahatan yang dirumuskan dalam undangundang hukum pidana saja, melainkan juga tindakan- tindakan yang menimbulkan penderitaan dan tidak dapat dibenarkan serta dianggap jahat. Tidak atau belum dirumuskan dalam undang-undang dikarenakan situasi dan kondisi tertentu.17 15 Rena Yulia. 2010. Viktimologis “Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan”. Graha Ilmu. Yogyakarta. Hal 55 16 Ibid.Hal 55 17 Ibid.Hal88 12 Van Bemmelen merumuskan kejahatan adalah setiap kelakuan yang bersifat asusilah dan merugikan, yang menimbulkan begitu banyak ketidaktenangan dalam masyarakat tertentu sehingga masyarakat tersebut berhak untuk mencelahnya dan menyatakan penolakan atas penolakan atas kelakuan itu dan bentuk setapa dengan sengaja diberikan karena kelakuan tersebut.18 Paul W Tappan menyatakan bahwa kejahatan adalah: “The criminal law (staturory of case law), committed without defense or excuse, and penalized by the state as of fenoly and misdemeanor.” Huge d barlow juga menyatakan bahwa definisi dari kejahatan adalah a human acr that violates the criminal law.19 Sutherland menekankan bahwa ciri pokok dari kejahatan adalah perilaku yang di larang oleh negara karena merupakan perbuatan yang merugikan negara dan terhadap perbuatan itu negara bereaksi dengan hukuman sebagai upaya pamungkas.20 Kejahatan menurut hukum pidana adalah setiap tindakan yang dilakukan melanggar rumusan kaidah hukum pidana, dalam arti memenuhi unsur-unsur delik, sehingga perbuatan tersebut dapat dihukum. Atau perbuatan yang dilarang dan diancam pidana barang siapa melanggar larangan tersebut.21 18 Ibid.Hal 55 Topo Santoso & Eva Achjani Z.2001. KRIMINOLOGI. Rajawali pers. Jakarta. Hal 13 20 Ibid.Hal 14 21 Op.cit. Hal 86 19 13 Para pakar mangatakan bahwa kejahatan dapat didefinisikan secara yuridis ataupun sosiologis. Secara yuridis kejahatan adalah segala tingkah laku manusia yang bertentangan dengan hukum, dapat dipidana, yang diatur dalam hukum pidana. Dalam pengertian yuridis, membatasi kejahatan sebagai perbuatan yang telah di tetapkan oleh negara sebagai kejahatan dalam hukum pidananya dan diancam dengan suatu sangksi, sementara penjahat merupakan para pelaku pelanggar hukum pidana tersebut dan telah di putus oleh pengadilan atas perbuatannya tersebut.22 Kejahatan dalam arti yuridis adalah kejahatan yang di atur oleh undang-undang. Atau dengan kata lain setiap perbuatan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai kejahatan.23 Kemudian Utrecht mengatakan peristiwa pidana sama dengan konsep kejahatan dalam arti yuridis yang diartikan sebagai sebuah peristiwa yang oleh undang- undang ditentukan sebagai suatu peristiwa yang menyebabkan dijatuhkannya hukuman. Sedangkan Wirjono Prodjikoro mengatakan tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenai hukuman pidana.24 Hasskel dan Yablonsky mengemukakan alasan-alasan di terimanya defini yuridis tentang kejahatan yaitu: 22 Topo Santoso & Eva Achjani Z.2001. KRIMINOLOGI. Rajawali pers. Jakarta. Hal 14 Rena Yulia. 2010. Viktimologis “Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan”. Graha Ilmu. Yogyakarta. Hal 87 24 Rena Yulia. 2010. Viktimologis “Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan”. Graha Ilmu. Yogyakarta. Hal 87 23 14 1. Statistik kejahatan berasal dari pelanggar-pelanggar hukum yang di ketahui oleh polisi, yang di pertegas dalam catatancatatan penahanan atau peradilan serta data-data yang di peroleh dari orang-orang yang berada dari dalam penjara atau parole. Perilaku yang tidak normatif serta perilaku anti-sosial yang tidak melanggar hukum tidak mungkin menjadi bagian catatan apapun. 2. Tidak ada kesepakatan umum mengenai apa yang di maksud dengan perilaku anti-sosial. 3. Tidak ada kesepakatan umum mengenai norma- norma yang pelanggarannya merupakan perilaku non normatif dengan suatu sifat kejahatan(kecuali bagi hukum pidana). 4. Hukum menyediakan perlindungan bagi stigmatisasi yang tidak adil. Adalah suatu kesalahan apabila meninggalkan hal ini dalam rangka membuat pengertian kejahatan menjadi lebih inklusif.25 Sedangkan secara sosiologis kejahatan adalah tindakan atau perbuatan tertentu yang tidak disetujui oleh masyarakat.26 Dimana kejahatan merupakan suatu perilaku yang di ciptakan oleh masyarakat. Walaupun masyarakat memiliki macam kerakter yang berbeda-beda, akan tetapi di dalamnya bagian-bagian tertentu yang memiliki pola yang 25 Ibit. Hal 14 Yesmil Anwar & Adang.2008.Pembaruhan Hukum Pidana “Reformasi Hukum Pidana”. Grasindo.Jakarta .Hal 206 26 15 sama. Keadaan ini memungkinkan karena adanya sistem kaedah dalam masyarakat.27 Dalam sudut pandang masyarakat, kejahatan merupakan setiap perbuatan yang melanggar norma-norma yang masih hidup di dalam masyarakat.28 Untuk menyebut suatu perbuatan sebagai kejahatan ada tujuh unsur pokok yang saling berkaitan yang harus di ketahui. Ketujuh unsur tersebut adalah : 1. Ada perbuatan yang menimbulkan kerugian (hurm) 2. Kerugian yang ada tersebut telah diatur dalam kitap undangundang hukum pidana (KUHP). Contoh, misalnya seseorang dilarang mencuri, dimana larangan tersebut menibulkan kerugian tersebut telah di atur dalam pasal 362 KUHP. 3. Harus ada perbuatan (criminal act) 4. Harus ada maksud jahat (criminal internt = mens rea) 5. Harus ada perbauran antara maksud jahat dan perbuatan jahat. 6. Harus ada perbauran antara kerugian dan yang telah di atur dan dalam KUHP dengan perbuatan. 7. Harus ada sanksi pidana yang mengancam perbuatan tersebut.29 27 Topo Santoso & Eva Achjani Z.2001. KRIMINOLOGI. Rajawali pers. Jakarta. Hal 15 A.S.Alam.2010. pengantar kriminologi.pustaka refleksi books.Makassar. Hal 17 29 Ibid. Hal 18 28 16 2. Kejahatan Terselubung Meskipun telah di sebutkan bahwa kejahatan yan di ketahui oleh polisi adalah data yang paling lengkap mengenai kejahatan. Namun kejahatan yang sesunggunya terjadi dimasyarakat jauh lebih banyak. Selisi antara jumlah kejahatan dimasyarakat dengan jumlah kejahatan yang di ketahui oleh polisi di sebut kejahatan terselubung (hiddin crime). 30 Kejahatan terselubung pada umumnya tidak dilaporkan pada pihak berwenang. Apakah karena jika dilaporkan justru tidak menyelesaikan masalah, urusan menjadi berbelit-belit, atau justru mendatangkan aib yang lebih besar. Sebagai contoh kriminalitas seksual, atau korban pemerkosaan.31 Kejahatan terselubung sesungguhnya bukan semata-mata karena kecanggihan kejahatan itu sendiri. Paling tidak ada dua sebab mengapa kejahatan itu selalu luput dari deteksi dan pantauan. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kejahatan terselubung (hidden crime) dalam masyarakat. 1. Pihak pelaku a. Pelaku melarikan diri b. Pelaku lihai menghilangkan jejak 30 Ibid. Hal 24 Artikel yang berjudul”KRIMINALITAS TERSELUBUNG” ,diakses di “http://budkrim.blogspot.com/ ,pada tanggal 8 november 2013,pada pukul 16.00 31 17 c. Adanya privilege (hal-hal istimewa) 2. Pihak korban a. Korban kejahatan kadang menganggap bahwa tidak begitu penting melaporkan kejadian itu. b. Korban kadang-kadang mempunyai hubungan baik dengan pelaku kejahatan. c. Korban menghindari publikasi mengenai dirinya. d. Korban menghindari selalu di panggil oleh polisi karena hal ini dianggap sangat mengganggu. e. Korban mungkin diancam oleh pelaku kejahatan. f. Korban mungkin terlibat di dalam kejahatan tersebut. g. Korban tidak cocok dengan sistem penghukuman, yang ada h. Korban beranggapan bahwa meskipun itu dilaporkan, polisi tidak mampu menangkap pelakunya 3. Pihak kepolisian a. Polisi tidak mau menangkap karena kurang bukti b. Kehajatan yang dilaporkan bukan tindak pidana c. Petugas tidak jujur d. Polisi tidak profesional e. Sarana kurang memadai f. Pihak masyarakat g. Masyarakat acuh tak acuh 18 h. Takut kepada pelaku kejahatan i. Takut dianggap terlihat dalam kejahatan j. Anggapan buang-buang waktu.32 C. Kejahatan terhadap Perlindungan konsumen Kejahatan terhadap konsumen adalah suatu jenis kejahatan, kebanyakannya merupakan white collar crime, yang dilakukan oleh seseorang atau badan hukum dengan sengaja atau tidak sengaja, tindakan dimana bertentangan dengan hukum pidana, dan dapat merugikan materi dan immaterial kepada para konsumen sebagai pemakai akhir dari suatu produk, yang melibatkan baik produk barang maupun produk jasa, termaksud kerusakan dari produk itu sendiri maupun cara memproduksi, menjual, memasarkan, mengiklankan, atau menyusun kontrak terhadap produk tersebut.33 Suatu perkembangan baru dalam masyarakat dewasa ini, khususnya di negara-negara maju, adalah semakin meningkatnya perhatian terhadap masalah perlindungan konsumen. Apabila dimasamasa yang lalu pihak produsen dan industriawan yang dipandang sangat berjasa bagi perkembangan perekonomian negara mendapat perhatian lebih besar, maka dewasa ini perlindungan terhadap konsumen lebih mendapat perhatian sesuai dengan semakin 32 Artikel yang berjudul “Ruang lingkup kejahatan” ,di akses di http://pakkasolankpost.blogspot.com, pada tanggal 8 november 2013, pukul 15.01 33 Artkel yang berjudul Kejahatan konsument. Diakses pada elitasuratmi.wordpress.com, pada tanggal 4 desember 2013 pada pukul 23.15 19 meningkatnya perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. Pihak konsumen yang dipandang lebih lemah hukum perlu mendapat perlindungan lebih besar dibanding masa-masa yang lalu. Maka dari itu untuk melindungi hak-hak konsumen maka dibuatlah UndangUndang tentang perlindungan konsumen.34 Konsumen dilindungi karena ucapkali konsumen terjepit dalam lalu lintas perdagangan sehari-hari tanpa suatu upaya hukum yang memadai. Undang-undang memberikan hak-hak tertentu kepada konsumen yang apabila hak tersebut dilanggar, berpotensi untuk terjadinya kejahatan terhadap konsumen. Seperti yang diatur dalam undang-undang perlindungan konsumen tentang perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha yakni “ pelaku usaha mempromosi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ditentukan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.35 Sebelum UUPK diberlakukan, beberapa perbuatan yang merugikan konsumen belum dinyatakan sebagai perbuatan pidana. Tetapi dengan berkembangnya dunia industrial dan perdagangan melahirkan dampak kerugian publik. Pemerintah kemudian mengantisipasi masalah itu dan 34 Hal 43 Erman Rajagukguk Dkk. 2000. Hukum Perlindungan Konsumen. Mandarmaju. Bandung. 35 Artikel yang berjudul “KEJAHATAN KONSUMEN” di akses pada www.elisaturatmi.wordpress.com pada tanggal 16 desember 2013 pada pukul 10.00 20 kemudian memformulasikannya dalam bentuk hukum pidana. Inilah yang disebut dengan kriminalisasi perlindungan konsumen.36 Berbagai peraturan yang mengatur ketentuan pidana untuk melindungi konsumen sudah banyak yang diberlakukan sebelum diundangkannya UUPK meskipun belum terpadu dan komprehensif. 37 Misalnya dalam KUHP, di dalam perundang-undangan kesehatan, pangan, perdagangan, perumahan dan sebagainya. Dengan demikian peraturan hukum pidana perlindungan konsumen dapat diklasifikasikan kedalam tiga kelompok produk legislatif, yakni: - KUHP - UUPK - Peraturan Perundang-undangan di luar UUPK dan KUHP.38 1. Ketentuan dalam KUHP Sebelum diberlakukannya UUPA No. 8 Tahun 1999 aturan mengenai perlindungan terhadap konsumen sudah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Hal itu bisa dilihat misalnya dalam KUHP. - Pasal 204 KUHP Ayat 1: 36 N.H.T.siahaan.2005. hukum konsumen”perlinungan konsumen dan tanggung jawab produsen”. Panta Rai. Jakarta . hal 177 37 Ibid. Hal 178 38 Ibid.Hal 178 21 “Barang siapa menjual, menawarkan, menyerahkan, atau membagi-bagikan barang yang diketahuinya membahayakan nyawa atau kesehatan orang, padahal sifat bahaya itu tidak diberitahu, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun” Ayat 2 : “Jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang bersalah diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama 20 tahun.” - Pasal 205 KUHP Mengatur tentang perbuatan yang karena kealpaannya menyebabkan barang-barang berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang, dijual, diserahkan atau dibagi-bagikan tanpa diketahui sifat berbahayanya oleh yang membeli atau yang memperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama 6 bulan atau denda paling banyak tigaratus rupiah. Jika mengakibatkan matinya orang, si bersalah dikenakan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau kurungan paling lama satu tahun dan barang-barang itu disita. - Pasal 359 KUHP Kealpaannya yang menyebabkan matinya orang lain, diancam pidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun. - Pasal 360 KUPH 22 Kealpaannya yang menyebabkan orang lain mendapat luka berat, diancam pidana paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun (ayat 1). Karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian selama waktu tertentu, diancam pidana paling lama sembilan bulan atau kurungan paling lama enam bulan atau denda paling tinggi tigaratus rupiah (ayat 2) - Pasal 382 KUHP Tentang tindakan menjual, menawarkan atau menyerahkan makanan, minuman atau obat-obatan yang diketahui palsu diancam penjara paling lama empat tahun. - Pasal 382 bis KUHP Mengatur mengenai perbuatan mendapat, melangsungkan, atau memperluas debit perdagangan atau perusahaan sendiri atau orang lain, perbuatan curang dengan menyesatkan khalayak umum atau orang tertentu, diancam jika karena itu timbul kerugian-kerugian bagi konkuren-konkuren atau konkuren- konkuren orang lain itu, karena persaingan curang, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah. - Pasal 383 KUHP 23 Mengancam pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan, penjual yang berlaku curang terhadap pembeli karena sengaja menyerahkan barang lain yang ditunjuk untuk dibeli. Juga terhadap pembeli mengenai jenis keadaan atau banyaknya barang yang diserahkan dengan menggunakan tipu muslihat. - Pasal 386 KUHP Yang mengatur mengenai makanan, minuman atau obat-obatan dipalsu, di mana perbuatan pemalsuan dari pihak penjual, penawar yang menyerahkan makanan, minuman dan obatobatan itu tidak diberitahukannya kepada pembeli. - Pasal 390 Menentukan, di mana seseorang dengan maksud ingin menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan menyiarkan kabar bohong yang menyebabkan harga barang-barang dagangan, dana-dana atau surat-surat berharga menjadi turun atau naik, diancam pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan. 39 2. Ketentuan Dalam UUPK Aturan terhadap pelanggaran perlindungan konsumen dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 dapat dijumpai dalam sejumlah pasal. Pasal 62 UUPK menentukan secara 39 Ibid. Hal 191 24 limitatif tentang perbuatan-perbuatan di bidang konsumen yang dapat dikriminalisasi. Pasal-pasal yang dapat dikriminalisasi menurut Pasal 62 UUPK adalah: - Pasal 8 mengenai larangan memproduksi dan atau memperdagangkan barang atau jasa. - Pasal 9 mengenai penawaran, promosi dan mengiklankan secara tidak benar. - Pasal 10 mengenai penawaran, promosi atau pengiklanan untuk perdagangan barang atau jasa yang tidak benar atau menyesatkan. - Pasal 11 mengenai penjualan dengan cara obral atau lelang dengan mengelabui atau menyesatkan konsumen. - Pasal 12 mengenai menawarkan atau mempromosikan tetapi tidak bermaksud melaksanakannya sesuai waktu dan jumlah yang ditawarkan atau dipromosikan itu. - Pasal 13 ayat (1) mengenai hal menjanjikan memberi hadiah barang atau jasa secara Cuma-Cuma, tetapi bermaksud tidak memberikannya sebagaimana dijanjikan. - Pasal 13 ayat (2) mengenai hal menawarkan atau mempromosikan/mengiklankan obat, suplemen makanan, alat kesehatan termasuk jasa pelayanan kesehatan dengan menjanjikan hadiah barang atau jasa. 25 - Pasal 14 mengenai hal menawarkan barang melalui undian yang melewati batas waktu yang dijanjikan, tidak diumumkan melalui media massa, hadiah tidak sesuai janji, mengganti hadiah tidak sesuai yang dijanjikan. - Pasal 15 mengenai pemaksaan kepada konsumen secara fisik ataupun psikis. - Pasal 16 mengenai penawaran yang tidak menepati pesanan atau tidak menepati janji sutu pelayanan. - Pasal 17 ayat (1) mengenai perusahaan iklan yang memproduksi iklan yang bersifat mengelabui, menginformasikan secara salah, tidak memuat informasi tentang resiko atau melanggar etika periklanan. - Pasal 17 ayat (2) mengenai perusahaan iklan yang melanjutkan peredaran iklan yang telah melanggar ketentuan.40 3. Ketentuan di Luar UUPK dan KUHP Pengaturan lain yang berkaitan dengan perlindungan konsumen di luar UUPK dan KUHP terdapat dalam berbagai peraturan perundangundangan dengan sektoral yang berkaitan dengan masalah konsumen, antara lain dibawah ini adalah: 40 Ibid. Hal 190 26 a. UU No 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal. Ketentuan pidana di dalam UU Metrologi Legal ini terdapat pada Pasal 32 sampai Pasal 35. Antara lain mengatur mengenai : Memakai alat-alat ukur, timbang, takar dan perlengkapannya yang sudah batal atau tidak bertanda tera sah; Menawarkan atau menjual alat-alat timbang (takar, ukur dan perlengkapannya) yang sudah batal dan tidak bertanda tera sah; Menjual atau menawarkan barang menurut ukuran/timbangan yang lain dari ukuran/timbangan sebenarnya membuat, mengedarkan, membungkus atau menyimpan untuk dijual, menawarkan untuk dibeli barang dalam keadaan terbungkus yang ukuran atau timbangannya kurang dari yang tercantum pada bungkus atau labelnya atau yang menyimpang dari yang ditentukan undang-undang ini. Ancaman pidana yang ditentukan adalah: 1. Pidana penjara (maksimal satu tahun atau denda satu juta rupiah ) 2. Kurungan ( maksimal enam bulan dan atau denda lima ratus ribu rupiah) b. UU No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Ketentuan pidana yang diatur dalam UU ini antara lain : 27 Dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil dengan tidak memenuhi syarat medis, dihukum penjara (maksimum limabelas tahun) dan denda (maksimum lima ratus juta rupiah). (Pasal 80 ayat 1). Tindakan medis tersebut misalnya berupa indikasi medis yang mengharuskannya adanya tindakan tertentu; dilakukan oleh tenaga ahli dan berwenang di bidang kesehatan secara bertanggungjawab; dilengkapi dengan sarana yang diperlukan. Kejahatan dengan perbuatan transplantasi, implan atau bedah plastik tanpa keahlian atau kewenangan. Kejahatan dengan sengaja mengambil organ. Memproduksi dan mengedarkan alat-alat kesehatan yang tidak memenuhi standar. Mengedarkan sarana farmasi tanpa izin edar. Melakukan penelitian, pengembangan iptek kesehatan tetapi mengabaikan aspek kesehatan, keselamatan manusia dan etika sosial (pasal 81).41 c. UU No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, ketentuan yang mengatur tentang perlindungan konsumen terdapat pada pasal : Pasal 109 41 Ibid. Hal 195 28 Setiap orang dan/atau badan hukum yang memproduksi, mengolah, serta mendistribusikan makanan dan minuman yang diperlakukan sebagai makanan dan minuman hasil teknologi rekayasa genetik yang diedarkan harus menjamin agar aman bagi manusia, hewan yang dimakan manusia, dan lingkungan. Pasal 110 Setiap orang dan/atau badan hukum yang memproduksi dan mempromosikan produk makanan dan minuman dan/atau yang diperlakukan sebagai makanan dan minuman hasil olahan teknologi dilarang dan/atau yang menggunakan disertai klaim kata-kata yang tidak yang mengecoh dapat dibuktikan kebenarannya. Pasal 111 (1) Makanan dan minuman yang dipergunakan untuk masyarakat harus didasarkan pada standar dan/atau persyaratan kesehatan. (2) Makanan dan minuman hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Setiap makanan dan minuman yang dikemas wajib diberi tanda atau label yang berisi: a. Nama produk; b. Daftar bahan yang digunakan; 29 c. Berat bersih atau isi bersih; d. Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukan makanan dan minuman kedalam wilayah Indonesia; dan e. Tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa. (4) Pemberian tanda atau label sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan secara benar dan akurat. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian label sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (6) Makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan standar, persyaratan kesehatan, dan/atau membahayakan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang untuk diedarkan, ditarik dari peredaran, dicabut izin edar dan disita untuk dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 113 (1) Pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif diarahkan kesehatan agar tidak mengganggu perseorangan, keluarga, dan membahayakan masyarakat, dan lingkungan. (2) Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau, padat, cairan, 30 dan gas yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan/atau masyarakat sekelilingnya. (3) Produksi, peredaran, dan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif harus memenuhi standar dan/atau persyaratan yang ditetapkan. Pasal 114 Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan rokok ke wilayah Indonesia wajib mencantumkan peringatan kesehatan. Pasal 191 Setiap orang yang tanpa izin melakukan praktik pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan alat dan teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) sehingga mengakibatkan kerugian harta benda, luka berat atau kematian dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Pasal 196 Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 31 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pasal 197 Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah). Pasal 199 (1) Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau memasukkan rokok ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan tidak mencantumkan peringatan kesehatan berbentuk gambar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan dendan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);42 d. UU No 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian. Pemidanaan di bidang perindustrian diatur dalam Pasal 24 sampai dengan Pasal 28 UU Perindustrian. Pasal 25 UU Perindustrian menentukan pidana bagi setiap orang yang dengan sengaja tanpa hak melakukan peniruan desain produk industri, dengan ancaman hukuman penjara maksimal dua tahun 42 UU No 36 thn 2009 32 atau denda maksimum sepuluh juta rupiah. Demikian pula dalam pasal 27 diancam pidana jika melakukan standar bahan baku dan bahan hasil industri yang menyimpang dari yang telah ditetapkan pemerintah. Pidana penjara yang diancamkan kepada perbuatan demikian adalah maksimum sepuluh tahun dan atau denda maksimum seratus juta rupiah. e. UU Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu-Lintas dan Angkutan Jalan Ketentuan pidana dalam undang-undang ini pada pokoknya dapat dilihat dalam pasal 54, dimana bagi setiap orang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang tidak sesuai peruntukannya atau tidak memenuhi syarat teknis dan laik jalan atau kelas jalan dipidana kurungan maksimum tiga bulan atau denda maksimum tiga juta rupiah. Kemudian dalam pasal 55 mengatur pidana bagi siapa yang mengimpor, membuat atau merakit kendaraan bermotor, kereta gandengan, tempelan atau kendaraan khusus yang tidak sesuai kelas jalan. Ancaman pidananya adalah kurungan maksimum satu tahun dan atau denda maksimum duabelas juta rupiah. Ancaman pidana juga dikenakan terhadap para pengemudi macam-macam kendaraan dimana kendaraan tersebut belum lulus uji. f. UU Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (UUP) Pasal-pasal penentuan pimidanaan diatur dalam dalam Pasal 55 sampai dengan Pasal 59. Ancaman pidana bagi penyelenggara kegiatan pangan yang tidak memenuhi syarat sanitasi, merugikan 33 kesehatan manusia, tidak memenuhi standar mutu dan persyaratan sertifikasi mutu pangan misalnya, adalah lima tahun dan atau denda enam ratus juta rupiah (pasal 55). Memberikan pernyataan atau keterangan yang tidak benar dalam iklan atau label bahwa pangan yang diperdagangkan melalui atau di dalam label atau iklan dipidana penjara maksimum tiga tauhun dan atau denda tiga ratus enam puluh juta rupiah pasal 58 huruf (i). Pidana yang sama diberlakukan terhadap pelaku tindak pidana yang pernyataan atau keterangan yang tidak benar dalam iklan atau label bahwa pangan yang diperdagangkan itu sesuai menurut persyaratan agama atau kepercayaan tertentu (pasal 58 huruf j jo pasal 34 ayat (1).43 g. UU No 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Pasal- pasal tentang perdagangan pangan diatur dalam pasal 52 sampai pasal 54 yang mengatur tentang jamlah maksimal penyimpanan pangan oleh pelaku usaha. Pasal tentang perbaikan gisi di atur dalam pasal 64 sampai dengan pasal 66 dimana mengatur bahwa setiap orang yang melakukan roduksi pangan olahan wajib menerapkan tata cara pengolahan pangan yang dapat menghambat penurunan gisi yang terkandung dalam bahan baku yang di gunakan. 43 Op.cit hal 197 34 Pasal yang mengatur tentang keamanan pangan di atur dalam pasal 67 sampai dengan pasal 96 di mana pasal tersebut mengatur tentang Penyelenggaraan Keamanan Pangan yang dilakukan melalui:Sanitasi Pangan,pengaturan terhadap bahan tambahan Pangan,pengaturan terhadap Pangan Produk Rekayasa Genetik,pengaturan terhadap Iradiasi Pangan, penetapan standar Kemasan Pangan, pemberian jaminan Keamanan Pangan dan Mutu Pangan dan jaminan produk halal bagi yang dipersyaratkan. Pasal yang mengatur tentang label dan ilkan pangan di atur dalam pasal 96 sampai dengan pasal 107 dalam pasal tersebut mengatur tentang kewajiban mencantumkan label didalam dan atau pada kemasan pangan, pencantuman label tersebut ditulis atau dicetak dengan menggunakan bahasa Indonesia serta memuat paling sedikit keterangan mengenai:nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih atau isi bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi atau mengimpor, halal bagi yang dipersyaratkan, tanggal dan kode produksi, tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa, nomor izin edar bagi Pangan Olahan dan asal usul bahan Pangan tertentu. Keseluhan aturan dalam uu tersebut memberikan sanksi berupa Sanksi administratif yaitu : a. denda; 35 b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredaran; c. penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen; d. ganti rugi; dan/atau e. pencabutan izin. Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, besaran denda, tata cara, dan mekanisme pengenaan sanksi dministratif sebagaimana dimaksud dalm UU tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah.44 h. UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU LPM PUTS) Pasal 4 UULPM PUTS mengatur dan menentukan identifikasi yuridis tentang oligopoli. Oligopoli, adalah kesepakatan atau perjanjian antara satu dengan beberapa pelaku usaha untuk menguasai sebahagian besar produksi dan pasar. UU ini mengkriteriakan penguasaan pasar itu berupa lebih dari 75 persen dari pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. Praktek monopoli atau persaingan curang pada akhirnya akan merugikan konsumen. Oleh karena itu perbuatan seperti termaksud dalam pasal 4 ini dikriminalisasikan sebagai pidana dalam undang-undang ini. Perbuatan-perbuatan yang dikriminalisasikan ialah : 44 Perbuatan Oligopoli (Pasal 4) UU No 18 Tahun 2012 tentang Pangan 36 Perbuatan yang bersifat membagi wilayah/alokasi pasar (Pasal 9) Perbuatan boikot atau penolakan produk barang atau jasa (Pasal 10) Perbuatan Kartel (Pasal 11) Perbuatan Trust (Pasal 12) Perbuatan Oligopsoni (Pasal 13) Perbuatan Integrasi Vertikal ( Pasal 14) Perbuatan melakukan perjanjian dengan luar negeri yang bersifat monopoli (Pasal 16) Perbuatan Monopoli( Pasal 17) Perbuatan Monopsoni (Pasal 18) Penguasaan pasar (Pasal 19) Penggunaan posisi dominan menguasai pangsa pasar (Pasal 25) Ketentuan pidana di dalam UU ini diatur dalam pasal 48 (pidana pokok) dan pasal 49 (pidana tambahan). Pengenaan pidana dalam UU ini hanya bersifat denda saja dan bisa disubsider dengan pidana kurungan. Pidana yang diancamkan adalah denda minimum Rp. 25.000.000.000,- dan maksimum 100.000.000.000,- diancamkan kepada pelanggaran pasal-pasal 4, 9 sampai dengan pasal 14, pasal 16 sampai dengan pasal 19, pasal 25, pasal 27 dan pasal 28. Sementara dikenakan denda minimum Rp. 37 5.000.000.000,- dan maksimum Rp. 25.000.000.000,- bagi pelanggar pasal 8, pasal 15, pasal 20 sampai dengan pasal 24 dan 26.45 D. Tanggal Kadaluwarsa Pada Makanan Tanggal kadaluwarsa adalah batas akhir suatu makanan pada kemasan dijamin mutunya sepanjang penyimpanannya mengikuti petunjuk yang diberikan oleh produsen (peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia no.180/Men. Kes/Per/IV/85 tentang makanan kadaluwarsa,1985) dan makanan yang rusak baik sebelum ataupun sesudah masa kadaluwarsa maka dinyatakan sebagai berbahaya.46 Tanggal kadaluwarsa menurut BPOM (2004) berfungsi sebagai informasi mengenai waktu atau tanggal yang menunjukkan suatu produk makanan masih memenuhi syarat mutu dan keamanan untuk dikonsumsi. 47 Jangka waktu penggunaan/pemanfaatan barang telah diatur dalam Undang-undang No. 8 tahun 1999 Pasal 8 huruf g “tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu.” Peraturan yang lebih luas mulai dilakukan dengan uu pangan tahun 1996. Didalam undang-undang nomor 7 tahun 1997 tentang pangan, pasal 21(e) tentang pangan tercemar dijelaskan bahwa: setiap 45 Op.cit. Hal 197 Di akses pada digilib.unimus.ac.id, pada tanggal 07 november 2013 ,pada pukul 12.00 47 Di akses pada repository.ipb.ac.id, pada tanggal 7 november 2013, pada pukul 12.30 46 38 orang dilarang mengedarkan pangan yang sudah kadaluwarsa. Dalam 32 UU tersebut Tercantum juga diatur aturan lain mengenai aturan lain mengenai kadaluwarsa pangan yang berbunyi: setiap orang dilarang mengganti, melabel kembali, atau menukar tangal, bulan dan tahun kadaluwarsa pangan yang diedarkan. Bentuk formal penulisan kadaluwarsa pangan yang lebih rinci di tingkat nasional diatur lebih lanjut dalam PP nomor 69 tahun 1999 tentang label dan pangan. Dalam pasal 31 di sebutkan: 1). Tanggal, bulan, dan tahun kadaluwarsa secara jelas pada label. 2) pencantungan tanggal kadaluwarsa dilakukan setelah tulisan: baik digunakan sebelum, sesuai dengan jenis dan daya tahan pangan yang bersangkutan. 3). Dalam hal produk pangan yang kadaluwarsa lebih dari 3 (tiga) bulan, diperbolehkan untuk hanya mencantumkan bulan dan tahun kadaluwarsa saja. Demikian juga pada pasal 28 yang berbunyi: dilarang memperdagangkan pangan yang sudah melampaui tanggal kadaluwarsa sebagaimana dicantumkan pada label, serta pasal 29 yang mengatakan bahwa: setiap orang dilarang;(b) menukar tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa yang diedarkan48. 48 M Arpah dkk “REGULASI KADALUWARSA PANGAN NASIONAL DAN INTERNASIONAL” dalam jurnal Teknol, dan industri pangan vol.XIV. No.3 tahun 2003 (bogor: jurusan teknologi pangan dan gisi fetera-IPB, 2003) halm 249 39 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Dengan pertimbangan bahwa Makassar adalah ibukota Provinsi yang merupakan pusat perdagangan, dimana sangat besar peluang beredarnya barang-barang atau produk-produk yang tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa, penulis memilih lokasi penelitian ini dilakukan di kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan. Dimana hal pengumpulan data penulis mengfokuskan pengumpulan data di Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) makassar, Badan pengelesaian sengketa konsumen (BPSK) kota makassar dan Kepolrestabes makassar. B. Jenis Dan Sumber Data Jenis dan sumber data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah: 1. Data primer, yaitu data atau informasi yang diperoleh secara langsung melalui wawancara pihak terkait. 2. Data sekunder, yaitu data dan informasi yang diperoleh dengan cara meneliti kepustakaan. Data sekunder, antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya. 40 C. Tehnik Pengumpulan Data Dalam penelitihan ini, penulis mengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan dengan metode: 1. Penelitian lapangan Dalam hal ini penulis melakukan , penelitian langsung di lapangan dengan melakukan wawancara, pembagian kuisioner/angket, dan observasi. 2. Studi pustaka Selain studi lapangan penulis juga mencari sumber-sumber data melalui studi pustaka yaitu dengan mencari, mengumpulkan, mencatat data-data sekunder seperti dokumen yang berhubungan dengan masalah yang dibahas. D. Teknik Analisis Data Data yang telah diperoleh baik data primer ataupun sekunder diolah dan dianalisis berdasarkan rumusan masalah yang telah diterapkan, sehinggah diharapkan dapat diperoleh gambaran yang jelas tentang kesimpulan atau hasil penelitian yang dicapai. Kemudian disajikan secara deskriptif yaitu menjelaskan, menguraikan, dan menggambarkan sesuai dengan permasalahan yang jelas erat kaitannya dengan penelitian ini guna memberikan pemahaman yang jelas dan terarah yang diperoleh dari hasil penelitian nantinya. 41 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Faktor-faktor Penyebab Pedagang Mengedarkan Atau Menjual Makanan Kadaluwarsa Dimasyarakat. Dalam rangka peningkatan harkat dan martabat pelaku usaha pemerintah melalui pihak terkait telah melakukan berbagai cara untuk meningkatkan kesadaran, kepedulian, kemampuan dan kemandirian pelaku usaha dalam pertanggung jawaban terhadap barang-barang yang ia perjual-belikan sesuai peraturan yang berlaku. Pemerintah melalui pihak-pihak yang terkait telah melakukan fungsi pembinaan dan pengawasan sesuai kewenangan yang diberikan oleh undang-undang. Namun, jika pedagang-pedangan besar seperti pedagan di supermaket/Swalayan mendapatkan pengawasan penuh dari pemerintah seperti halnya pengawasan yang dilakukan oleh BPOM, BPSK dan Kepolisian, dengan melakukan sidak atau razia. Lain halnya dengan pedagang-pedagang kecil atau pedagang-pedagang rumahan yang biasanya tidak mempunyai izin resmi dari pemerintah. Pedagangpedagang ini hanya diberikan teguran dan peringatan-peringatan kecil dikarenakan pedagang-pedagang kecil terkadang sangat sulit untuk dikendalikan. 42 Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dari beberapa pedagang. Peneliti menemukan beberapa faktor yang menyebabkan pedagang mengedarkan barang-barang kadaluwarsa. 1. Faktor ketidaktahuan akan kondisi barang Faktor pertama yang menyebabkan beredarnya makanan kadaluwarsa disebabkan Pedagang tidak mengetahui atau tidak menyadari bahwa ia menjual makanan yang telah kadaluwarsa. Pedagang yang awalnya membeli atau mengorder barang dagangannya akan langsung menjual kembali barang tersebut tanpa mengecek kembali, barang yang telah lama dijajakan akan tetap dijajakan tanpa melihat apakah barang tersebut sudah sampai masa kadaluwarsanya. Beberapa contoh barang kadaluwarsa yang sering dijajahkan oleh pedagang yaitu Produk mie instan,Produk susu kemasan,Produk minuman bolotan Produk biskuit Produk bumbu-bumbu masak Produk makanan ringan. Namun produk kadaluwarsa yang paling sering di temukan yaitu produk mie instan 2. Tidak adanya komplain dari konsumen Tidak adanya keluhan atau komplain dari konsumen membuat pedagang kurang memperhatikan barang dagangannya tidak adanya komplain juga membuat pedagang merasa bahwa tidak apa-apa jika pedagang masih menjual makanan kadaluwarsa, 43 3. Tidak ingin rugi Pedagang tetap menjual makanan kadaluwarsa selama bentuk dagangannya tersebut masih layak untuk dijual dikarenakan tidak ingin rugi. 4. Pedagang tidak mengetahui jika menjual makanan kadaluwarsa merupakan pelanggaran hukum. Beberapa pedagang mengakui bahwa ia mengetahui bahwa makanan kadaluwarsa tidak layak untuk di konsumsi dan berbahaya untuk kesehatan akan tetapi tidak mengetahui jika hal tersebut merupakan pelanggaran hukum. 44 B. Faktor-Faktor Penyebabkan Terjadinya Kejahatan Terselubung Terhadap Perlindungan Konsumen (stady kasus: Peredaran Makanan Kadaluwarsa Dimasyarakat)? Berikut ini penulis akan mengemukakan data jumlah kejahatan terhadap perlindungan konsumen yang tercatat di Polrestabes Kota Makassar tahun 2009- 2013 Tabel 1 Jumlah Kasus Kejahatan Terhadap Perlindungan Konsumen Di Wilayah Hukum Polrestabes Makassar Tahun 2009-2013 Keterangan No Tahun jumlah kasus L S 1 2009 19 kasus 16 3 2 2010 11 kasus 10 1 3 2011 6 kasus 4 2 4 2012 8 kasus 6 2 5 2013 2 kasus 2 - Total 46 kasus Indeks: L = laporan S= selesai Sumber : data kejahatan di polretabes kota makassar Berdasarkan data tersebut, terdapat 46 kasus pelanggaran perlindungan konsumen dalam kurun waktu lima tahun dan tidak ada satupun yang tercacat sebagai pelanggaran yang terkait kasus 45 peredaran makanan kadaluwarsa. Menurut penuturan seorang Penyidik di polrestabes makassar yang sempat penulis wawancarai bapak Rijal mengatakan bahwa tidak adanya kasus tentang makanan kadaluwarsa yang di tangani oleh polrestabes kota makassar di sebabkan oleh tidak adanya masyarakat atau konsumen yang melaporkan kepolisi Dari Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) penulis mengenai hal tersebut. menemukan data kasus yang di tangani oleh BPOM sebagai berikut yaitu: Tabel 2 Data Kasus Pelanggaran Terhadap Perlindungan Konsumen Yang Ditangani Oleh BPOM Pada Tahun 2010-2013 NO 1 TAHUN 2010 KASUS - 2 2011 3 3 2012 4 2013 5 2014 Sumber : Balai Besar POM Makassar KETERANGAN 1 kasus kadaluwarsa 2 kasus tanpa izin edar Dari data di atas menunjukan selama kurun waktu 5 tahun pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 Balai POM hanya menangani tiga kasus yang sampai ke tahap penuntutan. Dua kasus barang atau produk makanan tanpa izin edar dan satu kasus tentang barang atau prodak kadaluwarsa pada tahun 2011 yang sampai pada tahapan 46 penuntutan. Yang menurut BPOM barang atau produk kadaluwarsa tersebut dituntut karna kelalaian pelaku usaha. Sadangkan data yang penulis dapatkan dari Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dalam rangka pengawasan barang dan jasa yang beredar di masyarakat pada tahun 2013 yaitu : Tabel 3 Laporan Pelaksanaan Kegiatan Peningkatan Pengawasan Peredaran Barang dan Jasa Periode Tahun 2013 jumlah lokasi/ no Triwulan swalayan 1 Pertama 13 lokasi Keterangan 3 lokasi di temukan makanan kadaluwarsa 2 Kedua 11 lokasi 0 lokasi di temukan makanan kadaluwarsa 3 Ketiga 3 lokasi 1 lokasi di temukan makanan kadaluwarsa 4 Keempat 7 lokasi 1 lokasi di temukan makanan kadaluwarsa Sumber : data dari Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Pada triwulan pertama BPSK di 13 lokasi (supermaket/ Swalayan) sidak BPSK menemukan 3 lokasi yang masih menjajakan produk makanan yang telah kadaluwarsa. Pada triwulan kedua dari 11 lokasi BPSK tidak menemukan barang kadaluwarsa. Di triwulan ketiga di lokasi dan triwulan keempat di 7 lokasi di masing-masing triwulan BPSK hanya menemukan satu lokasi yang masih mengedarkan atau Menjajakan Makanan yang telah kadaluwarsa. 47 Data di atas merupakan tugas rutin yang dilakukan oleh BPSK dalam meningkatkan pengawasan peredaran barang dan jasa sebagaimana tugas dan wewenang BPSK yang di atur dalam Pasal 53 UUPK yaitu : a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi, arbitrase atau konsiliasi. b. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen c. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku. d. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran terhadap ketentuan dalam undang-undang ini. e. Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen. f. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen. g. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen. h. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap undangundang ini. 48 i. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi ahli, atau setiap orang bagaimana yang dimaksud pada huruf g, dan huruf h, yang tidak bersedia menerima panggilan BPSK j. Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, atau alat bukti lain guna penyidikan dan/atau pemeriksaan k. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian pihak konsumen. l. Memberikan keputusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran tehadap perlindungan konsemen. m. Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yg melanggar ketentuan Undang-undang ini. Serta Surat Tugas Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan Penanaman Modal Nomor 1330/Perindag P.M/XII/2013 dan Peraturan mentri Perdagangan Nomor : 20 Tahun 2009 Tentang Tata Cara Pengawasan Barang dan Jasa Yang Beredar Dipasaran. Namun sama halnya dengan kepolisian, BPSK juga tidak akan memproses suatu kasus jika tidak ada laporan atau pengaduan terlebih dahulu. Berdasarkan hasil penelitian penulis, penulis menemukan beberapa faktor yang menyebabkan Masyarakat sebagai konsumen tidak melakukan pelaporan kepada pihak terkait sehingga terjadi kejahatan terselubung terhadap perlindungan konsumen (stadi kasus : peredaran makanan kadaluarsa di masyarakat) 49 Sebagian besar faktor tersebut datang dari konsumen dimana dalam beberapa kasus konsumen yang tidak sengaja membeli makanan kadalauwarsa cenderung mengacuhkan hal tersebut. Dari hasil kuesioner yang penulis bagikan sebagian besar konsumen tidak mengetahui aturan hukum bahwa menjual atau mengedarkan makanan kadaluwarsa adalah sebuah pelanggaran hukum. Sebagian besar konsumen jika tidak sengaja membeli makanan kadaluwarsa biasanya tidak mengembalikan produk yang ia beli kepada pedagang yang menjual barang tersebut atau melaporkannya pada pihak yang berwajib melainkan langsung membuangnya. Menurut pengakuan konsumen yang diwawancarai secara random Erna 32 tahun mengatakan : “ saya sering membeli mie di warung sebelah, tidak jarang mie yang dia jual kadaluwarsa, tapi karna tidak mengecek dulu waktu membeli, sampai di rumah baru tahu kalau mie itu kadaluwarsa, ya kalau sudah begitu tinggal di buang saja. Karna kalau di kembalikan juga tidak enak, nanti jadi masalah cuman karna mie harga 2.500” lain lagi dengan pengakuan Ibu Minni’ 30 tahun yang mengatakan “ saya pernah membeli makanan yang sudah kadaluawarsa tapi baru tahu waktu tiba di rumah, waktu di kembalikan ke warung, sudah tidak mau di terima lagi karna rugi katanya. Jadi saya bawa pulang lagi dan di buang, di makan juga sudah tidak bisa” 50 Dari hasil wawancara-wawancara yang dilakukan penulis menyimpulkan faktor yang menyebabkan konsumen sebagai korban tidak melaporkan kejadian tersebut kepada pihak terkait yaitu : 1. Konsumen menganggap hal tersebut adalah hal sepeleh dan tidak perlu di besar-besarkan, jika konsumen hanya membeli satu atau dua barang saja yang harganya bahkan tidak lebih dari Rp.5000,-. 2. Konsumen menjaga hubungan baik dengan pedagang yang merupakan tetangga atau dekat dengan mereka. Biasanya jika tidak sengaja membeli makanan yang telah kadaluwarsa konsumen tidak mengembalikan atau melaporkan kejadian tersebut karena di takutkan pedagang akan tersinggung dan merusak hubungan baik. 3. Konsumen tidak mau repot untuk mengembalikan lagi atau melaporkannya ke pihak berwajib. Konsumen lebih memilih membuang makanan kadaluwarsa yang telah iya beli dari pada harus mengembalikan atau melaporkan hal tersebut kepada pihak berwajib di karena konsumen merasa kerepotan jika harus melakukan hal tersebut dengan berbagai alasan. 4. Konsumen merasa kasihan kepada pedangan. Beberapa konsumen tidak mempermasalahkan makanan kadaluwarsa yang iya beli karna merasa kasihan kepada pedagang. Jika iya mengembalikan makanan tersebut dan meminta ganti rugi maka 51 hal tersebut akan mengurangi keuntungan atau penghasilan pedagang. 5. Konsumen beranggapan akan lebih banyak biaya yang harus di keluarkan jika melaporkannya kepada yang berwajib. Beberapa konsumen beranggapan bahwa jika hanya karna makanan kadaluwarsa yang harganya hanya berkisar Rp. 5000,- ia harus mengeluwarkan dana lebih berkali-kali lipat dari harga makanan tersebut konsumen merasa di rugikan. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya kejahatan terselubung terhadap perlindungan konsumen (stadi kasus : peredaran makanan kadaluwarsa di masyarakat) adalah kurangnya penyetahuan hukum dan kesadaran hukum masyarakat akan hal tersebut. C. Upaya Yang Dilakukan Untuk Menanggulangi Peredaran Makanan Kadaluwarsa Dimasyarakat. Upaya- upaya yang dilakukan untuk menanggulangi peredaran makanan kadaluwarsa dimasyarakat yakni upaya preventif dan upaya represif. Upaya preventif adalah upaya yang dilakukan sebelum terjadinya tindak pidana atau sebagai upaya pencegahan dari suatu tindak pidana sedangkan upaya represif adalah upaya yang dilakukan setelah terjadinya tindak pidana tersebut terjadi dengan menindak laporanlaporan dari masyarakat. 52 Beberepa upaya preventif yang di lakukan oleh pihak BPSK dan pihak kepolisian dalam menanggulangi peredaran makanan kadaluwarsa yaitu melakukan pembinaan kepada pelaku usaha dan konsumen, sidak atau razia ke pusat-pusat perbelanjaaan, dan melakukan penyitaan terhadap barang-barang yang ditemukan dan kemudian di musnakan. Sama halnya dengan BPSK, upaya preventif yang di lakukan oleh pihak kepolisian yaitu dengan melakukan razia-razia ke pusat perelanjaan, jika di temukan barang kadaluwarsa maka polisi akan melakukan penyitaan dan pemusnaan barang dengan cara di bakar. Di BPOM upaya preventif yang dilkukan untuk menanggulangi peredaran makanan kadaluwarsa dengan melakukan pembinaan dan pengawasan kepada para pedagang atau pelaku usaha. Pengawasan tersebut dengan tahapan pre market yaitu pengawasan yang di lakukan sebelum produk tersebut diedarkan di masyarakat untuk di konsumsi dan pro market yaitu pengawasan yang di lakukan saat produk telah beredar atau di jajakan ke masyarakat. Sedangkan upaya represit yang di lakukan oleh pihak BPSK yaitu dengan melakukan mediasi, konsiliasi dan arbitrasi. Upaya-upaya tersebut di lakukan jika ada laporan atau aduan dari konsumen. Upaya tersebut di lakukan secara berjenjang yaitu jika ada aduan atau laporan maka terlebih dahulu akan di lakukan mediasi jika gagal melakukan mediasi maka atas kesepakatan bersama akan di lakukan konsiliasi 53 dan apabila konsiliasi tidak menghasilkan solusi maka barulah dilakukan Arbitrase. 54 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Faktor-faktor penyebab pedagang mengedarkan makanan kadaluwarsa yaitu : a. Pedangan tidak menyetahui atau tidak menyadari bahwa iya menjual makanan yang telah kadaluwarsa. b. Tidak adanya keluhan atau komplain dari konsumen tentang makanan yang ia jual. c. Pedagang tidak mengetahui jika menjual makanan kadaluwarsa menjual makanan kadaluwarsa merupakan pelanggaran hukum. d. Kurangnya pengawasan ke pedagang- pedagang kecil yang ada di pelosok-pelosok atau pedagang-pedagang rumahan yang tidak memiliki izin resmi. 2. Faktor yang menyebabkan terjadinya kejahatan terselubung terhadap peredaran makanan kadaluwarsa di masyarakat. Karena Kurangnya laporan dari konsumen terkait peredaran makanan kadaluwarsa dengan alasan sebagai berikut. a. Konsumen menganggap hal tersebut adalah hal sepeleh dan tidak perlu di besar-besarkan. b. Konsumen menjaga hubungan baik dengan pedagang yang merupakan tetangga atau dekat dengan mereka. 55 c. Konsumen tidak mau repot untuk mengembalikan lagi atau melaporkannya ke pihak berwajib. d. Konsumen merasa kasihan kepada pedagang. e. Konsumen beranggapan akan lebih banyak biaya yang harus di keluarkan jika melaporkannya kepada yang berwajib. B. Saran 1. Hendaknya pemerintah memberikan arahan atau bimbingan kepada para pelaku usaha tentang pentingnya memperhatikan tanggal kadaluwarsa pada makanan bukan hanya kepada para pelaku usaha besar tetap juga pada pedagang-pedagang rumahan atau tidak mendapatkan izin resmi dari pemerintah. 2. Bagi parah pelaku usaha, hendaknya lebih memperhatikan barang yang akan dijual, jika barang tersebut sudah tidak layak konsumsi maka hendaknya para pelaku usaha untuk memasarkan barang tersebut. 3. Konsumen hendaknya lebih jelih pada saat membeli makanan atau minuman. Konsumen harus mengecek terlebih dahulu apakah barang yang akan di beli sudah kadaluwarsa atau belum. Hal tersebut bertujuan untuk melindungi konsumen dari akibat-akibat yang tidak diinginkan, misalnya keracunan. 4. Hendaknya pihak-pihak terkait lebih meningkatkan intensitas pelaksanaan upaya-upaya prerentif dan represif guna menanggulangi peredaran makanan kadaluwarsa di masyarakat. 56 Daftar Pustaka Buku: A.S Alam, Pengantar Kriminologi, Pustaka Refleksi Books, Makassar : 2010 Didik M arif & Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan (Antara Norma dan Realita, Rajawali Pers ,Jakarta : 2007 Erman Rajagukguk.dkk, Hukum Perlindungan Konsumen, Mandar Maju, Bandun:2000 M. Arpah, R. Syarief, Hermanianto dan A. Apriyantono, Jurnal Teknol dan Industry Pangan Vol. XIV. No. 3 th. 2003 (REGULASI KADALUWARSA PANGAN NASIONAL DAN INTERNASIONAL “NASIONAL AND INTERNASIONAL REGULATIONS REGERDING OPEN DATING OF FOOD PRODUCTS” , Jurusan teknologi pangan dan gisi,feteda-IPB, bogor:2003 Rena Yulia, Viktimologi (Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan,Graha Ilmu,Yogyakarta:2010 Siahaan, N.H.T, Hukum Konsumen “Perlindungan Konsumen Dan Tanggungjawab Produsen, Panta Rei, Jakarta : 2005 Topo Santoso & Eva Achjani Zulfa, Kriminologi, Rajawali Pers, Jakarta : 2001 Yesmil Anwar & Adang, Pembaruan Hukum Pidana (Reformasi Hukum Pidana) , Grasindo, jakarta : 2008 Undang- undang : 57 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Sumber lain : bud-krim.blogspot.com Digilib.unimus.ac.id, pada tanggal 07 november 2013 ,pada pukul 12.00 Repository.ipb.ac.id, pada tanggal 7 november 2013, pada pukul 12.30 elitasuratmi.wordpress.com, pada tanggal 4 desember 2013 pada pukul 23.15 58 59 60