PENGARUH MANDI AIR HANGAT TERHADAP PENURUNAN NYERI REMATIK PADA LANSIA DI KELURAHAN PRINGAPUS KECAMATAN PRINGAPUS KABUPATEN SEMARANG Ida Kristanti Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran ABSTRACT Rheumatic is caused by an autoimmune reaction in the synovial tissue so that the bones and joints affected by erosion, its impact there will be pain. The treatment of patients with rheumatic can be medicated by with pharmacological and non-pharmacological methods. One of the nonpharmacological measures is by warm water bathing. This uses a liquid or immersing the whole body in warm water. The purpose of this study is to find the influence of warm water bathing toward lowering rheumatic pain in elderly at Pringapus Village. This was a quasi-experimental study with non-equivalent control group design. The population in this study was all elderly patients with rheumatic at Pringapus Village Semarang Regency as many as 40 people that counted in period of 2012-2013. The samples were 30 respondents that divided into control group and intervention groups. Data sampling used total sampling technique and data instrument used observation sheets of pain scale. Data analyses for univariate analysis used numerical variables and bivariate analysis used the dependent t-test and independent t-test. The results of this study indicate that there is an influence of warm water bathing toward the level of rheumatic pain in elderly at Pringapus Village Pringapus Sub-district Semarang Regency (pvalue of 0.000). It is indicates that the p-value of 0.000 < α (0.05), which the description of the levels of pain in the intervention group between before and after administering the warm water bathing, the average in pain levels have decreased from 6.47 to 2.00. It is recommended for society that warm water bathing is useful as a non-pharmacological treatment for pain management in reducing rheumatic pain independently. Keywords: Warm water bathing, Rheumatic pain PENDAHULUAN Dampak kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), terutama bidang kedokteran, termasuk penemuan obat-obatan seperti antibiotik yang mampu menyerap berbagai penyakit infeksi, berhasil menurunkan angka kematian bayi dan anak, memperlambat kematian, memperbaiki gizi dan sanitasi sehingga kualitas dan umur harapan hidup meningkat. Akibatnya, jumlah penduduk lanjut usia semakin bertambah banyak, bahkan cenderung lebih cepat dan pesat (Nugroho, 2008). Jumlah lansia di Amerika Serikat bertambah. Tahun 2000, sebanyak 35 juta orang dewasa yang berusia di atas 65 tahun jumlahnya mencapai 12,4 % dari total populasi (Administration on Aging [AOA], 2006). Jumlah ini menunjukkan terjadinya peningkatan sebesar 3,7 juta sejak tahun 1990. Populasi lansia di tahun 2000, 18,4 juta berusia 75-85 tahun dan 4,2 juta berusia di atas 85 tahun. Diperkirakan pada tahun 2030 populasi lansia akan mencapai 70 juta orang. Peningkatan ini disebabkan bertambahnya usia harapan hidup. Wanita yang berusia 65 tahun pada tahun 2003 masih dapat hidup hingga 19 tahun kemudian, sedangkan pria hingga 16 tahun kemudian (Potter & Perry, 2009). Peningkatan jumlah lansia ini terjadi baik di Negara maju maupun Negara yang sedang berkembang (Bustan, 2007). Di negara maju pertambahan populasi atau penduduk lanjut usia telah diantisipasi sejak awal abad ke-20 tidak heran bila masyarakat di negara maju Pengaruh Mandi Air Hangat Terhadap Penurunan Nyeri Rematik Pada Lansia di Kelurahan Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang 1 mudah siap menghadapi populasi lanjut usia dengan aneka tantangannya yang sama, fenomena ini jelas mendatangkan jumlah konsekuensi, antara lain timbulnya masalah fisik, mental, serta kebutuhan pelayanan kesehatan dan keperawatan terutama kelainan degeneratif (Nugroho, 2008). Perubahan-perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin meningkatnya usia. Perubahan tubuh sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada semua organ dan jaringan tubuh. Keadaan demikian itu tampak pula pada semua sistem muskuloskeletal dan jaringan lain yang ada kaitanya dengan kemungkinan timbulnya beberapa golongan rematik (Darmojo, 2006). Dilihat dari data Departemen Pendidikan dan Kesejahteraan Amerika melaporkan bahwa terdapat sekitar 35 juta pasien rematik. Gejala menuanya struktur penduduk juga terjadi di Indonesia. Penduduk lansia di Indonesia menunjukkan peningkatan yang absolut maupun relatif. Tahun 1990 jumlahnya hanya sekitar 10 juta maka pada tahun 2020 jumlah itu diperkirakan akan meningkat menjadi sekitar 29 juta, dengan peningkatan dari 5,5% menjadi 11,4% dari total populasi (Bustan, 2007). Rematik juga banyak menyerang usia lanjut yang ada di Indonesia. Tahun 2006, Zeng mendapatkan data bahwa prevalensi nyeri rematik di Indonesia mencapai 23,631,3% (Purwoastuti, 2009). Penyakit rematik adalah penyakit yang tidak hanya menyerang sendi, tetapi juga menyerang organ atau bagian tubuh lainya. Secara umum, definisi rematik adalah penyakit yang menyerang sendi dan struktur atau jaringan penunjang di sekitar sendi. Penyakit rematik yang paling sering adalah osteoarthritis akibat degenerasi atau proses penuaan, arthritis rematoid (penyakit autoimun), dan gout karena asam urat tinggi (Junaidi, 2012). Sekalipun belum ada angka pasti tentang jumlah penderita rematik di Indonesia, diperkirakan hampir 80% penduduk yang berusia 40 tahun atau lebih menderita gangguan muskuloskeletal, penyakit nyeri, kaku pada otot dan tulang. Sementara itu, organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan bahwa sekitar 335 juta orang di dunia mengidap penyakit rematik. Jumlah ini sesuai dengan pertambahan manusia berusia lanjut dan beragam faktor kesehatan lainya yang diprediksi akan terus mengalami 2 peningkatan di masa depan. Diperkirakan sekitar 25% penderita rematik akan mengalami kecacatan akibat kerusakan pada tulang dan gangguan pada persendian.Tingkat pengenalan dan pengetahuan tentang rematik di dunia memang sangat kurang, baik pada masyarakat awam maupun kalangan medis. Terkait dengan hal ini, European Public Opinion Survey menyimpulkan bahwa 55% penduduk di Eropa tidak menyadari bahwa sesungguhnya penyakit rematik berpotensi mengurangi harapan hidup penderitanya. Itulah sebabnya, rematolog dari Universitas Leiden, Belanda, menyatakan bahwa pendidikan tentang rematik adalah hal yang mendesak dan penting untuk dilakukan (Junaidi, 2012). Rematik dapat menyebabkan nyeri karena terjadi reaksi autoimun dalam jaringan sinovial (cairan sinovial berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan sendi bergerak secara bebas dalam arah) kemudian membran sinovial berproliferasi sehingga terbentuk pannus, kemudian pannus menghancurkan tulang rawan sehingga terjadilah erosi tulang sehingga permukaan sendi hilang dan mengganggu gerak sendi dan otot turut terkena dampak erosi. Sehingga otot kehilangan elastisitasnya (otot menjadi kaku) kemudian leukotriene dan prostaglandin memecahkan kolagen, pelepasan enzim-enzim dalam sendi menimbulkan edema dan pelepasan mediator nyeri sehingga timbul rasa nyeri (Rosyidi, 2013). Penanganan penderita rematik difokuskan pada cara mengontrol rasa sakit, mengurangi kerusakan sendi, dan meningkatkan kualitas hidup. Penanganan untuk rematik dapat meliputi terapi farmakologis (obat-obatan) contohnya analgetik ,kortikosteroid, non farmakologis dan tindakan operasi. Tindakan nonfarmakologis untuk penderita nyeri rematik diantaranya adalah sentuhan terapeutik, akupresur, relaksasi dan tehnik imajinasi, distraksi, hypnosis, Terapi air hangat. Disini penatalaksanaan non farmakologi mempunyai kelebihan dan kekurangan walaupun manfaatnya sama untuk menurunkan nyeri, Keunggulan dari air hangat untuk penderita rematik yaitu air hangat dapat memvasodilatasi pembuluh darah sehingga otot menjadi elastis atau tidak kaku sehingga otot tidak akan menekan pada sendi yang terkena dampak erosi, sehingga akan menurunkan persepsi nyeri. Terapi hangat merupakan tekhnik yang sangat sederhana untuk menurunkan rasa nyeri Pengaruh Mandi Air Hangat Terhadap Penurunan Nyeri Rematik Pada Lansia di Kelurahan Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang dan tehnik ini bisa dilakukan secara mandiri dirumah tanpa menimbulkan efek samping sehingga keluarga dan klien bisa mengontrol rasa nyeri secara mandiri (Potter & Perry, 2006). Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Wisdora (2012) menunjukkan bahwa ada pengaruh antara pemberian kompres hangat terhadap penurunan nyeri disminor dengan harga signifikan (p) dimana nilai p=0,000, dimana nilai tersebut (p<0,05). Berdasarkan studi pendahuluan pada tanggal 17 Oktober di Kelurahan Pringapus terdapat 40 lansia yang menderita rematik didapatkan mereka sering mengeluhkan nyeri pada persendian. Instrumen yang digunakan untuk mengukur rasa nyeri secara subyektif adalah NRS (Numerical Rating scale), yaitu dengan cara bertanya kepada pasien mengenai derajat nyeri. Berdasarkan hasil wawancara dengan 8 lansia yang sering mengeluhkan nyeri pada persendian mereka mengatakan apabila merasakan nyeri atau rematiknya kambuh mereka mengatakan suka meminum jamu-jamuan dan mengkonsumsi farmakologi saja. Mereka tidak mengetahui penanganan nyeri dengan mandi air hangat walaupun itu cara yang sangat sederhana, namun ada salah satu lansia yang menggunakan air hangat untuk mandi lansia mengatakan setelah menggunakan air hangat badanya lebih segar dan rileks namun tidak tau bahwa mandi air hangat mempunyai manfaat untuk menurunkan rasa nyeri bagi penderita rematik, selain itu mereka mengatakan mandinya menggunakan air dingin karena cuaca lagi panas dan mereka tidak menggunakan air hangat untuk mandi. Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengaruh mandi air hangat terhadap penurunan nyeri rematik pada lansia di Kelurahan Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang. METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan disain penelitian Quasi Experimental non equivalent control group dengan intervensi mandi air hangat. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Pengurangan nyeri rematik pada responden lansia sebelum dan sesudah diberikan intervensi mandi air hangat. Mandi air hangat pada responden penderita nyeri rematik pada lansia ini membandingkan dua kelompok responden di kelurahan pringapus semarang. Kelompok intervensi (kelompok yang diberikan mandi air hangat) dengan kelompok kontrol (kelompok yang tidak diberikan terapi). Sampel pada penelitian ini diobservasi terlebih dahulu sebelum diberi perlakuan, kemudian setelah diberikan perlakuan sampel tersebut diobservasi kembali. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah semua responden lansia yang mengalami nyeri rematik di Kelurahan Pringapus Kabupaten Semarang yang berjumlah 40 orang yang diambil dari data Puskesmas Pringapus. Sampel Sampel yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti harus mampu mewakili keseluruhan populasi (Sugiono, 2010). Pelaksanaan penelitian dapat menggunakan seluruh obyek (populasi) atau hanya mengambil sebagian dari obyek yang diteliti, tetapi hasilnya dapat mencakup atau mewakili seluruh obyek yang diteliti (Notoatmodjo, 2005). Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berjumlah 30 lansia penderita rematik di Kelurahan Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang, dimana dari 30 orang ini akan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu 15 lansia sebagai kelompok intervensi dan 15 lansia lainnya sebagai kelompok kontrol. Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini untuk membedakan antara kelompok intervensi dan kontrol yaitu dengan mengelompokkan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol sesuai dengan daerah tempat tinggal agar terjadi keadilan dalam pengambilan sampel. Tehnik pengambilan sampel disini menggunakan total sampling. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak termasuk dalam kriteria eksklusi. Kriteria inklusi dalam penelitian ini mencakup: 1) Tidak mengalami penurunan kesadaran, komunikasi, dan kooperatif; 2) Mengalami nyeri rematik tapi tidak disertai Pengaruh Mandi Air Hangat Terhadap Penurunan Nyeri Rematik Pada Lansia di Kelurahan Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang 3 penyakit lainnya; 3) Lansia penderita rematik yang berusia 60 - 74 tahun Adapun kriteria eksklusinya antara lain: 1) Lansia yang sedang menjalani terapi penyembuhan rematik baik terapi farmakologi maupun nonfarmakologi; 2) Tidak ada di tempat saat penelitian; 3) Tidak bersedia menjadi responden. Waktu dan Tempat Penelitian Tempat penelitian dilakukan di pemandian Kali Anget Ngempon Kabupaten Semarang. Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 21-23 Februari 2014. Pengumpulan Data Instrumen untuk pengumpulan data adalah dengan menggunakan Skala Ukur NRS (Numerical Rating Scale), yaitu instrumen yang digunakan untuk mengukur rasa nyeri secara subyektif dengan cara bertanya kepada pasien mengenai derajat nyeri yang dirasakan, dan diwakili dengan angka 0 (jika tidak ada nyeri) sampai 10 (jika nyeri sangat berat). Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah berupa data primer. Sumber data primer didapat dari hasil pengukuran dengan menggunakan skala ukur NRS (Numerical Rating Scale) dan kuesioner skala nyeri yang telah diisi oleh responden tentang pengurangan skala nyeri, dimana rentang nyeri mulai dari 0 sampai dengan 10. Analisis Data Analisa Univariat Analisis univariat dilakukan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Analisa yang digunakan dalam variabel univariatnya yaitu variabel numerik. Adapun variabel yang dianalisis adalah gambaran skala nyeri pada penderita rematik sebelum dan setelah diberikan mandi air hangat pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol di Kelurahan Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang. Analisa Bivariat Analisa bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga komperasi. Analisa bivariat digunakan untuk membandingkan 2 kelompok data. Sebelum dilakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data untuk mengetahui normal tidaknya distribusi data. HASIL PENELITIAN Analisis Univariat Skala Nyeri Rematik Sebelum Diberikan Mandi Air Hangat pada Kelompok Intervensi dan Kontrol Tabel 1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Intensitas Nyeri Rematik Sebelum Diberikan Mandi Air Hangat pada Kelompok Intervensi dan Kontrol pada Lansia di Kelurahan Pringapus Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang, 2014 Intervensi Kontrol Intensitas Nyeri Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%) Tidak Nyeri 0 0,0 0 0,0 Nyeri Ringan 0 0,0 0 0,0 Nyeri Sedang 8 53,3 10 66,7 Nyeri Berat 7 46,7 5 33,3 Nyeri Sangat Berat 0 0,0 0 0,0 Jumlah 15 100 15 100 Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa sebelum diberikan perlakuan mandi air hangat, intensitas nyeri lansia kelompok intervensi, sebagian besar dalam kategori 4 sedang, yaitu sejumlah 8 orang (53,3%), sedangkan lansia kelompok kontrol sebagian besar mengalami nyeri sedang, yaitu sejumlah 10 lansia (66,7%). Pengaruh Mandi Air Hangat Terhadap Penurunan Nyeri Rematik Pada Lansia di Kelurahan Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang Skala Nyeri Rematik Sesudah Diberikan Mandi Air Hangat pada Kelompok Intervensi dan Kontrol Tabel 2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Intensitas Nyeri Rematik Sesudah Diberikan Mandi Air Hangat pada Kelompok Intervensi dan Kontrol pada Lansia di Kelurahan Pringapus Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang, 2014 Intervensi Kontrol Intensitas Nyeri Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%) Tidak Nyeri 1 6,7 0 0,0 Nyeri Ringan 13 86,4 1 6,7 Nyeri Sedang 1 6,7 9 60,0 Nyeri Berat 0 0,0 5 33,3 Nyeri Sangat Berat 0 0,0 0 0,0 Jumlah 15 100 15 100 Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa sesudah diberikan perlakuan mandi air hangat, sebagian besar lansia kelompok intervensi mengalami nyeri ringan, yaitu sejumlah 13 orang (86,4%), sedangkan lansia kelompok kontrol sebagian besar masih mengalami nyeri sedang, yaitu sejumlah 9 lansia (60,0%). Analisis Bivariat Perbedaan Skala Nyeri Sebelum dan Sesudah Diberikan Terapi Mandi Air Hangat pada Kelompok Intervensi Tabel 3. Perbedaan Skala Nyeri Sebelum dan Sesudah Diberikan Terapi Mandi Air Hangat pada Kelompok Intervensi pada Lansia dengan rematik di Kelurahan Pringapu, Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang, 2014 Variabel Perlakuan N Mean SD T p-value Skala Nyeri Sebelum Sesudah 15 15 6,47 2,00 1,598 1,069 14,571 0,000 Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui bahwa pada kelompok intervensi rata-rata skala nyeri sebelum diberikan terapi mandi air hangat sebesar 6,47, kemudian rata-rata skala nyeri berkurang menjadi 2,00 setelah diberikan terapi mandi air hangat. Berdasarkan uji t, diperoleh nilai t hitung =14,57 dengan p-value sebesar 0,000. Terlihat bahwa p-value 0,000 < (0,05), ini menunjukkan bahwa ada perbedaan secara bermakna skala nyeri sebelum dan sesudah diberikan terapi mandi air hangat pada kelompok intervensi pada lansia dengan rematik di Kel. Pringapus Kec. Pringapus Kab. Semarang. Perbedaan Skala Nyeri Sebelum dan Sesudah Perlakuan pada Kelompok Kontrol Tabel 4. Perbedaan Skala Nyeri Sebelum dan Sesudah Perlakuan pada Kelompok Kontrol pada Lansia dengan rematik di Kelurahan Pringapus, Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang, 2014 Variabel Perlakuan N Mean SD t p-value Skala Nyeri Sebelum Sesudah 15 15 6,13 5,73 1,552 1,534 1,871 0,082 Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui bahwa pada kelompok kontrol, rata-rata skala nyeri sebelum perlakuan sebesar 6,13, setelah perlakuan rata-rata skala nyeri berubah menjadi 5,73 setelah perlakuan. Berdasarkan uji t, diperoleh nilai t hitung =1,87 dengan p-value sebesar 0,082. Terlihat Pengaruh Mandi Air Hangat Terhadap Penurunan Nyeri Rematik Pada Lansia di Kelurahan Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang 5 sesudah perlakuan pada kelompok kontrol pada lansia dengan rematik di Kel. Pringapus Kec. Pringapus Kab. Semarang. bahwa p-value 0,082 > (0,05), ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan secara bermakna skala nyeri sebelum dan Pengaruh Pemberian Terapi Mandi Air Hangat terhadap Nyeri Lansia Tabel 5. Perbedaan Skala Nyeri Sesudah Diberikan Mandi Air Hangat antara Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol pada Lansia dengan rematik di Kelurahan Pringapus, Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang, 2014 Variabel Skala Nyeri Kelompok Intervensi Kontrol Berdasarkan Tabel 5, diketahui bahwa sesudah diberikan terapi mandi air hangat ratarata skala nyeri lansia kelompok intervensi sebesar 2,00, skala nyeri ini lebih besar dibandingkan pada kelompok kontrol yang tidak diberikan terapi sebesar 5,73. Berdasarkan uji t, didapatkan nilai t hitung =-7,734 dengan p-value sebesar 0,000. Karena p-value 0,000 < (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan secara bermakna skala nyeri sesudah diberikan terapi mandi air hangat antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol pada lansia dengan rematik di Kelurahan Pringapus, Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang. Ini juga menunjukkan bahwa terdapat pengaruh secara bermakna terapi mandi air hangat terhadap nyeri pada Lansia dengan rematik di Kel. Pringapus Kec. Pringapus, Kab. Semarang. PEMBAHASAN Skala Nyeri Sebelum Diberikan Mandi Air Hangat Pada Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol Pada Lansia Penderita Rematik Di Kelurahan Pringapus Kecamatan Pringapus Kab. Semarang Sebagian besar lansia mengalami nyeri sedang pada kelompok intervensi maupun kelompok kontrol karena responden belum diberikan intervensi sehingga nyeri yang dirasakan masih tetap dan sebagian lansia penderita rematik di Kecamatan Pringapus lebih banyak yang mengalami nyeri sedang dan yang mengalami nyeri berat lebih sedikit. Hal ini disebabkan karena lansia penderita rematik mungkin sebelumnya ada yang mengkonsumsi farmakologi ataupun jamujamuan sehingga sebagian besar mengalami nyeri sedang. 6 N 15 15 Mean 2,00 5,73 SD 1,069 1,534 t -7,734 p-value 0,000 Sedangkan faktor-faktor yang menyebabkan nyeri antara lain usia, jenis kelamin, pengalaman nyeri, perhatian, ansietas, keletihan, pengalaman sebelumnya, gaya koping, dukungan keluarga dan sosial. Adapun faktor yang menyebabkan nyeri rematik disebabkan karena terjadi reaksi autoimun pada jaringan sinovial kemudian cairan sinovial berproliferasi membentuk panus sehingga otot dan sendi terkena dampak erosi yang menyebabkan otot menjadi kaku sehingga akan timbul rasa nyeri. Sehingga pada lansia penderita rematik sebelum diberikan terapi skala nyerinya akan tetap atau tidak ada beda. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wisdora (2012) tentang pengaruh kompres hangat terhadap nyeri disminore, menunjukkan bahwa sebelum diberikan kompres hangat rata-rata nyerinya 2,45 dengan SD = 0,510 sedangkan setelah pemberian kompres hangat rata-rata nyeri disminore turun menjadi 0,20 dengan SD = 0,550, sehingga dapat disimpulkan ada pengaruh antara pemberian kompres hangat terhadap penurunan nyeri disminore dengan harga signifikan (p) dimana nilai p=0,000 dimana nilai tersebut (p<0,05). Pengaruh Mandi Air Hangat Terhadap Penurunan Nyeri Rematik Pada Lansia Di Kelurahan Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang Pada responden lansia penderita rematik rata-rata skala nyerinya turun hal ini disebabkan karena manfaat mandi air hangat untuk penderita rematik yaitu dapat memvasodilatasi pembuluh darah dan menurunkan ketegangan otot. Disini pada penderita rematik terjadi kekakuan otot yang disebabkan karena otot dan sendi terkena Pengaruh Mandi Air Hangat Terhadap Penurunan Nyeri Rematik Pada Lansia di Kelurahan Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang dampak erosi akibat terjadi reaksi autoimun pada jaringan sinovial, maka cara kerja air hangat disini dapat memvasodilatasi pada otot yang mengalami kekakuan atau otot menjadi tidak kaku sehingga otot tidak akan menekan pada sendi yang terkena dampak erosi sehingga akan menurunkan rasa nyeri pada penderita rematik itu sendiri (Potter & Perry, 2006). Berdasarkan hasil setelah diberikan intervensi pada kelompok kontrol tampak tidak terjadi penurunan secara signifikan, ini terjadi karena pada kelompok ini tidak diberikan perlakuan apa-apa atau hanya dikontrol. Dapat diartikan bahwa pada kelompok kontrol mengalami penurunan nyeri yang tidak bermakna. Karena pada kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan mandi air hangat sehingga tidak ada pengaruh atau hasil yang signifikan. Ini terjadi karena pada kelompok ini tidak diberikan perlakuan apa-apa atau hanya dikontrol, jadi nyeri yang berada di sendi tidak mengalami penurunan, sementara kebutuhan metabolisme sel meningkat yang dapat meningkatkan kebutuhan oksigen pada jaringan, disamping itu individu yang mempersepsikan sentuhan sebagai stimulus untuk rileks akan menambah ketegangan otot sehingga lansia yang hanya dikontrol nyerinya akan tetap (Potter & Perry, 2005). Berdasarkan uji t, diperoleh nilai t hitung = 14,57 dengan p-value sebesar 0,000. Terlihat bahwa p-value 0,000 < α 0,05, ini menunjukkan bahwa ada perbedaan secara bermakna skala nyeri sebelum dan sesudah diberikan terapi mandi air hangat pada kelompok intervensi pada lansia dengan rematik di Kel. Pringapus Kab. Semarang. Dapat dilihat bahwa pada responden lansia penderita rematik setelah diberikan intervensi pada kelompok intervensi skala nyerinya turun hal ini disebabkan karena manfaat mandi air hangat untuk penderita rematik yaitu dapat memvasodilatasi pembuluh darah dan menurunkan ketegangan otot. Disini pada penderita rematik terjadi kekakuan otot yang disebabkan karena otot dan sendi terkena dampak erosi akibat terjadi reaksi autoimun pada jaringan sinovial, maka cara kerja air hangat disini dapat memvasodilatasi pada otot yang mengalami kekakuan atau otot menjadi tidak kaku sehingga otot tidak akan menekan pada sendi yang terkena dampak erosi sehingga akan menurunkan rasa nyeri pada penderita rematik itu sendiri (Potter & Perry, 2006). Berdasarkan uji t, diperoleh nilai t hitung = 1,87 dengan p-value = sebesar 0,082. Terlihat bahwa p-value 0,082 > α 0,05, ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan secara bermakna skala nyeri sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok kontrol pada lansia dengan rematik di Kelurahan Pringapus, Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang. Tampak tidak terjadi penurunan secara signifikan, ini terjadi karena pada kelompok ini tidak diberikan perlakuan apaapa atau hanya dikontrol. Dapat diartikan bahwa pada kelompok kontrol mengalami penurunan nyeri yang tidak bermakna. Karena pada kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan mandi air hangat sehingga tidak ada pengaruh atau hasil yang signifikan. Ini terjadi karena pada kelompok ini tidak diberikan perlakuan apa-apa atau hanya dikontrol, jadi nyeri yang berada di sendi tidak mengalami penurunan, sementara kebutuhan metabolisme sel meningkat yang dapat meningkatkan kebutuhan oksigen pada jaringan, disamping itu individu yang mempersepsikan sentuhan sebagai stimulus untuk rileks akan menambah ketegangan otot sehingga lansia yang hanya dikontrol nyerinya akan tetap (Potter & Perry, 2005). Berdasarkan uji t, didapatkan nilai t hitung = -7,773 dengan p-value 0,000 < α (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan secara bermakna skala nyeri sesudah diberikan terapi mandi air hangat antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol pada lansia dengan rematik di Kelurahan Pringapus, Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang. Ini juga menunjukkan bahwa ada pengaruh anatara mandi air hangat terhadap nyeri lansia dengan rematik di Kelurahan Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang. Manfaat mandi air hangat untuk penderita rematik yaitu tehnik ini merupakan cara yang paling sederhana dan tidak menimbulkan efek samping setelah penggunaan selain itu mandi hangat dapat memvasodilatasi pembuluh darah dan menurunkan ketegangan otot. Disini pada penderita rematik terjadi kekakuan otot yang disebabkan karena otot dan sendi terkena dampak erosi akibat terjadi reaksi autoimun pada jaringan sinovial, maka cara kerja air hangat disini dapat memvasodilatasi pada otot yang mengalami kekakuan atau otot menjadi Pengaruh Mandi Air Hangat Terhadap Penurunan Nyeri Rematik Pada Lansia di Kelurahan Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang 7 tidak kaku sehingga otot tidak akan menekan pada sendi yang terkena dampak erosi sehingga akan menurunkan rasa nyeri pada penderita rematik itu sendiri (Potter & Perry, 2006). Panas atau hangat dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah yang mengalami peningkatan sirkulasi darah. Secara fisik respon tubuh terhadap panas yaitu menyebabkan pelebaran pembuluh darah, menurunkan kekentalan darah, menurunkan ketegangan otot, meningkatkan metabolisme jaringan dan meningkatkan permeabilitas kapiler. Respon dari hangat inilah yang dipergunakan untuk keperluan terapi pada berbagai kondisi dan keadaan dalam tubuh (Potter & Perry, 2006). Terapi panas membantu untuk meredakan nyeri, kaku dan spasme otot. Panas superfisial dapat diberikan dalam bentuk mandi atau mandi siram dengan air hangat. Manfaat mandi yang maksimal yang akan dicapai dalam waktu 20 menit sesudah aplikasi panas. Atau dilakukan sampai tanda dan gejala yang dirasakan berkurang atau hilang (Potter & Perry, 2006). Mandi hangat yaitu mandi dengan cara mengguyurkan atau berendam dalam air yang berisi air hangat. Tehnik ini merupakan cara yang paling sederhana dan tidak menimbulkan efek samping setelah penggunaan, selain itu mandi hangat dapat memvasodilatasi pembuluh darah, menurunkan ketegangan otot serta menurunkan nyeri. Sehingga manfaat air hangat untuk penderita rematik yaitu dapat menurunkan ketegangan otot dimana pada penderita rematik terjadi kekakuan otot karena otot terkena dampak erosi akibat terjadi reaksi autoimun pada jaringan sinovial sehingga apabila otot menjadi elastis maka akan menurunkan persepsi nyeri pada penderita rematik. Tehnik ini efektif menurunkan nyeri yaitu dilakukan dalam waktu 20 menit dan dilakukan 3 hari berturut-turut dengan suhu air 39˚C (Potter & Perry, 2006). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wisdora (2012) menunjukkan bahwa ada pengaruh antara pemberian kompres hangat terhadap penurunan nyeri disminore dengan harga signifikan (p) dimana nilai p=0,000 dimana nilai tersebut (p<0,05). Keterbatasan Penelitian Peneliti tidak melakukan persamaan persepsi dengan asisten satu hari sebelum 8 penelitian dimulai, seharusnya peneliti dan asisten melakukan persamaan persepsi satu hari sebelum penelitian dimulai dengan mengambil satu sampel responden lansia untuk mendapatkan hasil atau persepsi yang sama dalam membantu lansia mengisi lembar observasi skala nyeri. Akibat dari hal ini akan mempengaruhi hasil saat pengisian lembar observasi skala nyeri. Peneliti tidak bisa mengontrol saat mandi air hangat karena responden menggunakan busana sehingga akan berpengaruh dalam proses penghantaran air hangat ke seluruh tubuh. KESIMPULAN Ada pengaruh mandi air hangat terhadap tingkat nyeri rematik pada lansia di Kelurahan Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang (p-value 0,000). Terlihat bahwa pvalue 0,000 < α (0,05), dimana gambaran tingkat nyeri pada kelompok intervensi sebelum dan sesudah diberikan mandi air hangat rata-rata tingkat nyeri dari 6,47 turun menjadi 2,00 dan rata-rata penurunanya 4,47. Diketahui bahwa sebelum diberikan perlakuan mandi air hangat, skala nyeri lansia kelompok intervensi, sebagian besar dalam kategori sedang, yaitu sejumlah 8 orang (53,3%), sedangkan lansia kelompok kontrol sebagian besar mengalami nyeri sedang, yaitu sejumlah 10 lansia (66,7%). Ada pengaruh mandi air hangat terhadap tingkat nyeri rematik pada lansia dengan (pvalue 0,000), terlihat bahwa p-value < α (0,05), Diketahui bahwa ada pengaruh sesudah diberikan mandi air hangat pada kelompok intervensi dan kontrol. Ada perbedaan secara bermakna antara sebelum dan sesudah diberikan mandi air hangat pada kelompok intervensi, terlihat bahwa p-value 0,000 < α (0,05). Tidak ada perbedaan antara sebelum dan sesudah diberikan mandi air hangrat pada kelompok kontrol, terlihat bahwa p-value 0,082 > α (0,05). Ada perbedaan skala nyeri rematik antara sesudah mendapatkan mandi air hangat antara kelompok intervensi dan kontrol di Kelurahan Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang. Terlihat bahwa p-value 0,000 < α (0,05), dimana gambaran tingkat nyeri pada kelompok intervensi sebelum dan sesudah diberikan mandi air hangat rata-rata tingkat Pengaruh Mandi Air Hangat Terhadap Penurunan Nyeri Rematik Pada Lansia di Kelurahan Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang nyeri dari 6,47 turun menjadi 2,00 dan rata-rata penurunannya 4,47 pada kelompok intervensi dan pada kelompok Kontrol rata-rata tingkat nyeri 6,13 turun menjadi 5,73 dan rata-rata penurunannya 0,4. SARAN Mandi air hangat dapat menjadi pertimbangan untuk penatalaksanaan secara nonfarmakologi bagi lansia penderita rematik. Mengingat manfaat mandi air hangat yang dapat digunakan untuk menurunkan rasa nyeri, maka diharapkan masyarakat dapat memanfaatkan mandi air hangat untuk menurunkan nyeri pada lansia penderita rematik. Terapi mandi air hangat dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif intervensi yang dapat dimanfaatkan oleh tenaga kesehatan, khususnya perawat komunitas untuk digunakan sebagai penatalaksanaan nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri pada penderita rematik. Penelitian lebih lanjut tentang pengaruh mandi air hangat terhadap nyeri pada lansia penderita rematik dilakukan dengan melakukan pengawasan terhadap faktor yang berpengaruh terhadap skala nyeri atau faktor yang dapat mempengaruhi nyeri rematik pada lansia. DAFTAR PUSTAKA [1] Mery, Fanada. 2012. Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Perubahan Tingkat Nyeri Pasien Rematik di Panti Sosial Tresna Werdha Teratai. Palembang : Badan Diklat Provinsi Sumatera Selatan. [2] Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta. [3] Bambang Trrisnowiyanto. 2012. Instrumen Pemeriksaan Fisioterapi & Penelitian Kesehatan. Yogyakarta. Nuha Medika [4] Dalimartha, S. 2008. Herbal Untuk Pengobatan Rematik. Jakarta :Penebar Swadaya [5] Darmojo R. Boedhi, Martono H. H. 2006. Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta : Balai Penerbit FK – UI, 2004 : 1 – 7. [6] Elman et al. 2010. Handbook Of Addiction Psychopharmacology. Chichester, west Sussex : John Wiley & Son Ltd. [7] Hidayat, A.A. 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika. [8] Iskandar Junaidi. 2012. Rematik & Asam Urat. Jakarta. Bhuana Ilmu Populer [9] Kholid, Rosyidi. 2013. Muskuloskeletal. Jakarta : Trans Info Media [10] Sudarti, Mohamad Judha, Afroh Fauziah. 2012. Teori Pengukuran Nyeri & Nyeri Persalinan. Yogyakarta. Nuha Medika [11] Notoadmojo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. [12] Perry & Potter. 2005. Fundamental Nursing: Concept, Process, and Practice. St Louis : Mosby Year Book. [13] Perry & Potter. 2006. Fundamental Keperawatan. Jakarta. EGC [14] Purwoastuti,E. 2009. Waspadai Gangguan Rematik. Kanisius. Yogyakarta [15] Riyanto, Agus Slamet. 2011. Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika [16] Setiyohadi, Bambang. Osteoartritis Selayang Pandang. Dalam Temu Ilmiah Reumatologi. Jakarta, 2006 : 27 – 31. [17] Smeltzer, S.C & Bare, B. G. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi ke 8. Jakarta : EGC [18] Wibowo Dhidik Tri, Kurniawan Yusuf, Latifah Tati, Gunadi Rachmat. Perancangan dan Implementasi Sistem Bantu Diagnosis Penyakit Osteoartritis dan Reumatoid Artritis Melalui Deteksi Penyempitan Celah Sendi pada Citra XRay Tangan dan Lutut. Dalam Temu Ilmiah Reumatologi. Jakarta, 2003 : 168 – 172. [19] Wijayakusuma, Hembing. 2006. Atasi Asam Urat dan Rematik ala Hembing. Jakarta : Puspa jaya Pengaruh Mandi Air Hangat Terhadap Penurunan Nyeri Rematik Pada Lansia di Kelurahan Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang 9