BAB IV ASPEK PSIKOLOGIS KOMUNIKASI INTRAPERSONAL “Manusia itu ……..bukanlah apa-apa selain kumpulan persepsi yang berbeda, yang saling bergantian dengan kecepatan dan pergerakan yang terus menerus” -David Hume,PENDAHULUAN Ketika mempelajari konsepsi manusia menurut pendekatan kognitif, maka akan terlihat bahwa manusia merupakan sosok yang sangat aktif. Aktif dalam proses berpikir, bersikap, dan memutuskan perilaku apa yang menjadi output dan berpikir dan bersikap itu. Kontroversi mengenai fenomena “goyang ngebornya” Inul Daratista yang marak hingga hari ini merupakan pertanda bahwa seluruh aspek pada diri manusia akan aktif ketika mendapatkan stimulus. Ada pihak tertentu atau lembaga tertentu yang ngotot menyatakan bahwa “ngebornya” Inul itu bisa merusak moral generasi muda dan mengeluarkan pernyataan untuk memboikot pementasan Inul. Namun disisi lain ada pihak yang melihat bahwa goyangan dan gerakan “ngebor” yang dilakukan Inul adalah sebuah ekspresi rasa seni dan respon otomatis terhadap ritme musik dangdut yang dimainkan band penggiringnya. Pendapat publik terbagi menjadi dua secara ekstrim, pro atas pernyataan pihak pertama (seperti yang dilakukan walikota Yogyakarta dengan melarang tampilnya Inul diwilayah kotamadya), atau kontra terhadap pernyataan “cekal” tersebut (dalam arti malah mendukung tampilnya Inul dimanapun juga seperti yang dilakukan Djarum 76 dengan mengundang Inul mentas di Sleman).4 Pertanyaannya : bagaimana pendapat Saudara atas kontroversi tersebut? Fenomena goyang “ngebor” Inul telah memancing tanggapan yang beragam. Walaupun peristiwanya sama (toh ada juga goyang “ngebor” lain di Purawisata, Konser Dangdut-nya TransTV, atau pagelaran dangdut rakyat disetiap daerah di Jawa Timur), orang akan menanggapinya berbeda-beda, sesuai dengan keadaan dirinya (dan tentu saja kepentingannya). Secara psikologis kita dapat mengatakan bahwa setiap orang 4 Kontroversi “Goyang ngebor” ini ramai nienghiasa media massa dalam waktu cukup lama. Beragam tanggapan muncul dengan perspektif masing-masing. Terlepas dari semua silang pendapat itu, terap saja Inul Daratista tclah mendapatkan proniosi gratis dan kontroversi tersebut. mempersepsi stimuli sesuai dengan karakteristik personalnya. Dalam ilmu Komunikasi kita berkata, pesan dibeni makna berlainan oleh orang yang berbeda. Words don’t mean; people mean. Kata-kata tidak mempunyai makna; oranglah yang memberi makna55. Dalam kaitannya dengan pemberian makna terhadap segala sesuatu maka dikenaI ada dua pendekatan yang dianut manusia, yaitu pendekatan sisi empiris, dan pendekatan dan sisi pari nativis6. Dari sisi empiris penekananya pada kesimpulan bahwa persepsi merupakan kemampuan yang merupakan hasil belajar atau ditentukan oleh lingkungan. Hanya bentuk persepsi yang paling sederhana saja yang merupakan pembawaan sejak lahir (seperti kemampuan menghayati dan membedakan sentuhan seorang Ibu pada sang bayi). Sementara itu dari sisi para nativis menekankan bahwa dibawah keadaan normal proses persepsi akan berkembang secara teratur dan dikendalikan oleh “cetak biru” genetik. Apabila persepsi pada bayi pada saat kelahirannya tidak sama dengan persepsi orang dewasa, maka mi terutama sekali disebabkan oleh belum matangnya sistem persepsi bayi, sehingga dibutuhkan waktu untuk berkembang. Apapun paham yang digunakan sebagai sudut pandang namun satu kesimpulan bisa diambil bahwa pemberian makna pada diri manusia bukan merupakan suatu proses yang statis dan mekanis, melainkan aktif dan dinamis. Pemaknaan tersebut terjadi karena ada proses komunikasi intrapersonal dalam diri manusia. Proses yang terjadi dalam komunikasi intrapersonal itu akan meliputi penerimaan informasi, mengolahnya, menyimpannya, dan menghasilkannya kembali. Komunikasi Intrapersonal kita maksud akan meliputi sensasi, persepsi, memori, dan berpikir. Sensasi adalah proses menangkap stimuli. Persepsi adalah proses memberi makna pada sensasi sehingga manusia memperoleh pengetahuan baru. Dengan kata lain, persepsi mengubah sensasi menjadi informasi. Memori adalah proses menyimpan informasi dan memanggilnya kembali. Berpikir adalah mengolah dan memanipulasikan intormasi untuk memenuhi kebutuhan atau rnemberikan respons7.Dalam pertemuan kali ini kita akan mencoba untuk menguraikan proses tersebut untuk akhirnya melihat hubungan antara konsep din dan persepsi. 5 6 Jalalluddin Rakhmad, Psikologi Koinunikasi, Edisi Revisi, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 1995 Malcolm hardy & Steve Heycs, 1988, Pengantar Psikologi, Edisi Kedua, Alih hahasa Soenardji, Erlangga, Jakarta, hal. 85. Rakhmad, oj.cit, 1995. 7 Rakhmad,op.cit,1995. 1. SENSASI Tahap paling awal dalam penerimaan informasi ialah sensasi. Sensasi berasal dari kata “sense”, artinya alat penginderaan, yang menghubungkan organisme dengan lingkungannya. “Bila alat-alat indera mengubah informasi menjadi impuls-impuls saraf dengan bahasa ‘yang difahami oleh (‘komputer’) otak - maka terjadilah proses sensasi, “kata Dennis Coon”. Sensasi adalah pengalaman elementer yang segera, tidak memerlukan penguraian verbal, simbolis, atau konseptual, dan terutama sekali berhubungan dengan kegiatan alat indera,” tulis Benyamin B. Wolman. Apapun definisi sensasi, fungsi alat indera dalam menerima informasi dan lingkungan sangat penting. Melalui alat indera, manusia dapat memahami kualitas fisik lingkungannya. Lebih dan itu, melalui alat inderalah manusia memperoleh pengetahuan dan semua kemampuan untuk berinteraksi dengan dunianya. Tanpa alat indera manusia sama, bahkan mungkin Iebih dan rumput-rumputan, karena rumput dapat juga mengindera cahaya dan humiditas. Mungkin benar anggapan filusuf John Locke bahwa “there is nothing in the mind except what was first in the senses” (tidak ada apa-apa dalam jiwa kita kecuali harus lebih dulu lewat alat indera). Dan benar juga anggapan filusuf lain, Berkeley, bahwa andaikan kita tidak mempunyai alat indera, dunia ini tidak akan ada. Anda tidak tahu ada harum rambut yang baru disemprot hairspray, bila tidak ada indera pencium. Sentuhan lembut isteri Anda tidak akan disadari, kalau indera peraba Anda sudah mati. Lalu anda tidak mendengar ada yang membisikan ucapan kasih ditelinga Anda, tidak melihat senyuman manis yang dialamatkan kepada Anda. Dunia Anda tidak teraba, terdengar, tercium, terlihat - artinya tidak ada sama sekali. Kita mengenal lima alat indera atau pencaindera. Psikologi menyebut sembilan (bahkan ada yang menyebut sebelas) alat indera; penglihatan, pendengaran, kinestesis, vestibular, perabaan, temperatur, rasa sakit, perasa, dan penciuman. Kita dapat mengelompokkannya pada tiga macam indera penerima, sesuai dengan sumber informasi. Sumber informasi boleh berasal dari dunia luar (Ekternal) atau dari dalam diri individu sendiri (internal). Informasi dari luar diindera oleh eksteroseptor (misalnya, telinga atau mata). Informasi dan dalam diindera oleh interoseptor (misalnya, sistem peredaran darah). Selain itu, gerakan tubuh kita sendiri diindera oleh proprioseptor (misalnya, organ vestibular). Stimuli terbagi atas dua macam, yakni stimuli eksternal dan stimuli internal. Saat kita sedang membaca tulisan ini (stimuli eksternal), kita juga memikirkan penjanjian utang yang habis waktu hari ini (stimuli internal). Anda senentak menenima dua macam stimuli. Alat penerima Anda segera mengubah stimuli ini menjadi energi saraf untuk disampaikan melalui proses tnansduksi. Agar dapat diterima pada alat indera Anda, stimuli hanus cukup kuat. Selain faktor situasional seperti diatas, ketajaman sensasi juga ditentukan oleh faktor personal. Pada tahun 30-an, beberapa orang peneliti menemukan bahwa phenyithiocanbomide (ptc) yang terasa pahit bagi sebagian orang, tidak pahit bagi yang lain. “We live in thfferent taste wolds”.kata Blkesley, salah seorang diantana peneliti tersebut. Sebetulnya, ia bukan hal yang aneh; banyak orang mengetahui bahwa masakan Padang yang sangat pedas bagi orang Jawa, ternyata biasa-biasa saja bagi orang Sumatra Barat. Perbedaan sensasi, dengan begitu, dapat disebabkan oleh perbedaan pengalaman atau Iinkungan budaya, di samping kapasitas alat indera yang berbeda. Sebagaimana kacamata menunjukan berbagai ukuran, seperti itu pula alat indera yang lain (walaupun tidak ada kaca lidah, kaca kulit, atau kaca kuping). Pada intinya sensasi mempengaruhi persepsi. 2. PERSEPSI Persepsi adalah pengalam tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli). Hubungan sensasi dengan persepsi sudah jelas. Sensasi adalah bagian dari persepsi. Walaupun begitu, menafsirkan, makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, ekspektasi, motivasi, dan memori. Persepsi, seperti juga sensasi, ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional. Aspek awal yang sangat mempengaruhi pesepsi pada din manusia yakni perhatian. • Perhatian (Attention) “Perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah”, demikian definisi yang diberikan oleh Kenneth E. Andersen (1972:46), dalam buku yang ditulisnya sebagai pengantar pada teori komunikasi. Perhatian terjadi bila kita mengkonsentrasikan diri pada salah satu alat indera kita, dan mengesampingkan masukan-masukan melalui alat indera yang lain. Ada dua faktor yang membuat kita cenderung untuk memberikan perhatian, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor situasional terkadang disebut sebagai determinan perhatian yang bersifat eksternal atau penarik perhatian (attention getter). Stimuli diperhatikan karena mempunyai sifat-sifat yang menonjol, antara lain :gerakan, intensitas stimuli, kebaruan, dan perulangan. Terkait dengan faktor internal, pada din manusia terjadi apa yang disebut perhatian yang selektif (selective attention). Apa yang menjadi perhatian kita lolos dari perhatian orang lain, atau sebaliknya. Ada kecenderungan kita melihat apa yang kita ingin kita lihat, kita mendengar apa yang kita ingin kita dengar. Perbedaan perhatian ini timbul karena dari faktor internal dalam diri kita. Beberapa contoh faktor internal yang mempengaruhi perhatian kita adalah faktor biologis, sosiopsikologis, motif sosiogesis,sikap, kebiasaan, dan kemauan. Disamping itu Kenneth E. Andersen menyimpulkan ada 13 dalil tentang perhatian selektif yang harus diperhatikan oleh ahli-ahli komunikasi. Terlepas dan semua pendapat para ahli, ketika manusia melakukan sebuah proses persepsi maka ada dua faktor yang sangat berpengaruh. Kedua faktor itu adalah faktor fungsional dan faktor struktural. Kita akan coba ulas kedua faktor tersebut. 1. Faktor-faktor Fungsional yang menentukan Persepsi Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk apa yang kita sebut sebagai faktor-faktor personal. Yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberikan respon pada stimuli itu. Bruner dan Goodman menyuruh dua kelompok anak untuk mengukur besaran bermacam-macam uang recehan. Kelompok anak-anak yang miskin cenderung memberikan ukuran uang yang lebih besar dan pada kelompok anak-anak kaya. ini menunjukkan bahwa nilai sosial satu objek bergantung pada kelompok sosial orang yang menilai. Dan sini, Krech dan Crutchfield merumuskan dalil persepsi yang pertama: Persepsi bersifat selektif secara fungsional. Dalil ini berarti bahwa objek-objek yang mendapat tekanan dalam persepsi kita biasanya objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi. Terdapat pengaruh yang kuat dan kebutuhan, kesiapan mental, suasana emosional, dan latar belakang budaya terhadap persepsi. Hal inilah yang dihimpun dalam konsep Kerangka Rujukan (Frame Of Reference). 2. Faktor-faktor Struktural yang menentukan Persepsi Faktor-faktor struktural berasal semata-mata dan sifat stimuli fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkannya pada sistem saraf individu. Para psikolog Gestalt, seperti Kohler, Wertheimer (1959), dan Koffka, merumuskan pninsip-prinsip persepsi yang bersifat struktural. Prinsip-pninsip ini kemudian terkenal dengan teori Gestalt. Menurut teori Gestalt, bila kita mempersepsi sesuatu, kita mempersepsinya sebagai suatu keseluruhan. Kita tidak melihat bagian-bagiannya, lalu menghimpunnya. Menurut Kohler bagian-bagian medan yang terpisah (dan medan persepsi) berada dalam interdependensi yang dinamis (yakni, dalam interaksi), dan karena itu dinamika khusus dalam interaksi ini menentukan distribusi fakta dan kualitas lokalnya. Mungkin masih agak sukar dicerna. Maksud Khler, jika kita ingin memahami suatu peristiwa, kita tidak dapat meneliti fakta-fakta yang terpisah: kita harus memandangnya dalam hubungan keseluruhan. Untuk memahami seorang, kita harus melihatnya dalam konteksnya, dalam lingkungannya, dalam masalah yang dihadapinya. Dari prinsip ini Krech dan Crutchfield melahirkan dalil persepsi yang kedua: Medan perseptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan diberi arti. Kita mengorganisasikan stimuli dengan melihat konteksnya. Walaupun stimuli yang kita terima itu tidak lengkap, kita akan mengisinya dengan interprsetasi yang konsisten dengan rangkaian stimuli yang kita persepsi. Dalam hubungan dengan konteks, Krech dan curtchfield menyebutkan dalil persepsi yang ketiga: sifat-sifat perseptual dan kognitif dan substruktur ditentukan pada umumnya oleh sifat-sifat struktur sacara keseluruhan. Menurut dalil ini, jika individu dianggap sebagai anggota kelompok, semua sifat individu yang berkaitan dengan sifat kelompok akan dipengaruhi oleh keanggotaan kelompoknya, dengan efek yang berupa asimilasi atau kontras. Karena manusia selalu memandang stimuli dalam konteksnya, dalam strukturnya, maka iapun akan mencoba mencari struktur pada rangkaian stimuli. Struktur ini diperoleh dengan jalan mengelompokkan berdasarkan kedekatan atau persamaan. Prinsip kedekatan menyatakan bahwa stimuliyang berdekatan satu sama lain akan dianggap satu kelompok. Krech dan Curtchfield menyebutkan dalil persepsi yang keempat: Objek atau peritiwa yang berdekatan dalan ruang dan waktu atau menyerupai satu sama lain, cenderung ditanggapi sebagai bagian dan struktur yang sama. Dalil ini umumnya betul-betul bersifat struktural dalam mengelompokkan objek-objek fisik, seperti titik, garis, atau balok. Kita segera menganggap bentuk-bentuk segitiga sebagai saW kelompok, dan titik-titik sebagai kelompok yang lain. Kita dapat meramalkan dengan cermat, dengan mengukur jarak diantara objek atau melihat kesamaan bentuk, benda-benda mana yang akan dikelompokkan. Pada persepsi sosial, pengelompokan tidak murni struktural; sebab apa yang dianggap sama atau berdekatan oleh seorang individu yang lain. Di sini, masuk jugalah peranan kerangka rujukan. Ahli zoologi menganggap kuda, manusia, dan ikan paus sebagai satu kelompok (sama-sama mamalia). Kita melihat ketiganya berasal dan kelompok yang berlainan; kuda, hewan darat, ikan paus, hewan laut, dan manusia, tentu bukan hewan. Kebudayaan juga berperan dalam melihat kesamaan. Pada masyarakat yang menitikberatkan kekayaan, orang akan membagi masyarakat pada dua kelompok: orang kaya dan orang miskin. Pada masyarakat yang mengutamakan pendidikan, orang mengenal dua kelompok: kelompok terdidik dan tidak terdidik. Pengelompokkan kultural erat kaitannya dengan label; dan yang kita ben label yang sama cenderung dipersepsi sama. Denagn label “pribumi” dan “non pribumi”, kita mengorganisasikan Cina, India, arab,Jepang pada kelompok yang sama. Dengan label “eksterm”, pemerintah dapat memasukkan siapa saja yang menetang atau mempersoalkan Pancasila. Dalam komunikasi, dalil kesamaan dan kedekatan ini sering dipakai oleh komunikator untuk meningkatkan kredibilitasnya. Ia menghubungkankan dirinya atau mengakrabkan dirinya dengan orang-orang yang mempunyai prestise tinggi. Terjadilah apa yang disebut “gilt by association” (cemerlang karena hubungan). Orang menjadi terhormat karena duduk berdampingan dengan anggota kabinet atau bersalaman dengan Presiden. Sebaliknya, kredibilitas berkurang karena berdampingan dengan orang yang dinilai kredibilitasnya rendah pula. Di sini terjadi apa yang disebut bersalah karena hubungan. Jadi kedekatan dalam ruang dan waktu menyebabkan stimuli ditanggapi sebagai bagian dan struktur yang sama. Sering terjadi hal-hal yang berdekatan juga dianggap berkaitan atau mempunyai hubungan sebab dan akibat. Bila setelah terjadi kematian seorang tokoh, turun hujan lebat, kita cenderung menganggap hujan lebat diakibatkan oleh matinya sang tokoh. Bila pada saat terjadi kesulitan ekonomi Anda memegang Pemerintahan, orang akan mengkaitkan kegagalan ekonomi itu pada kebijaksanaan Anda. Bila setelah saya menjadi pimpinan bantuan datang, orang akan menghubungkan bantuan itu pada pengangkatan saya menjadi pimpinan. Dalam logika, kecenderungan ini dianggap sebagai salah satu kerancuan berpikir: Post hoc ergo proter hoc; sesudah itu, dengan demikian karena itu. Menurut Krech dan Crutchfield, kecenderungan untuk mengelompokkan stimuli berdasarkan kesamaan dan kedekatan adalah hal yang universal. “It is not something that only the poor logicians can do,” ujar mereka. Kita semua sering atau pernah melakukannya. 3. MEMORI Dalam komunikasi intrapersonal, memori memegang peranan penting dalam mempengaruhi persepsi (dengan menyediakan kerangka rujukan) maupun berpikir. Mempelajari memori membawa kita pada psikologi kognitif, terutama sekali, pada model manusia sebagai pengolah informasi. Robert T. Craig (1979) bahkan meminta ahli komunikasi agar mendalami psikologi kognitif dalam upaya menemukan cara-cara baru dalam menganalisa pesan dan pengolahan pesan. Sumbangan paling besar dan psikologi kognitif adalah menyingkap tabir memori. Memori adalah sistem yang sangat berstruktur, yang menyebabkan organisme sanggup merekam fakta tentang dunia dan menggunakan pengetahuannya untuk membimbing perilakunya.,” ini definisi dan Schiessinger dan Groves. Setiap saat stimuli mengenai indera kita, setiap saat pula stimuli itu direkam secara sadar atau tidak sadar. Secara singkat, memori melewati tiga proses: perekaman, penyimpanan dan pemanggilan. Perekaman (disebut encoding) adalah pencatatan informasi melalui reseptor indera dan sirkuit saraf internal. Penyimpanan (storage), proses yang kedua adalah, menentukan berapa lama informasi itu berada berserta kita, dalam bentuk apa, dan dimana. Penyimpanan bisa aktif atau pasif. Kita menyimpan secara aktif, bila kita menambahkan informasi tambahan. Kita mengisi informasi yang tidak lengkap dengan kesimpulan kita sendiri (inilah yang menyebabkan dasas-desus menyebar labih banyak dan volume yang asal). Mungkin secara pasif terjadi tanpa penambahan. Pemanggilan (retrievai), dalam bahasa sehari-hari, mengingat lagi, adalah menggunakan informasi yang disimpan. Kita tidak menyadari pekerjaan memori pada dua tahap yang pertama. Kita hanya mengetahui memori pada tahap ketiga: pemanggilan kembali. Pemanggilan diketahui dengan empat cara, yaitu pengingatan (recall), pengenalan (recognition), belajar lagi (relearning), Redintegrasi (Redintegration). Lebih jelasnya kita akan membahas proses ini dari tiga sudut pandang teori. Tiga teori yang berupaya menjelaskan memori adalah teoni aus, teori interferensi, dan teori pengolahan informasi. 1. TEORI AUS (Disuse Theory) Menurut teori ini, memori hilang atau memudar karena waktu. Seperti otot, memori kita baru kuat, bila dilatih terus-menerus. Sejak jaman Yunani sampai sekarang, masih ada orang yang beranggapan bahwa tugas guru adalah melatih ingatan muridnya. Selama sekolah orang hanya belajar mengingat. William James, juga Benton J. Underwood membuktikan dengan eksperimen, bahwa “the more memorizing one does, the poorer one’s ability to memorize” - makin sering mengingat, makin jelek kemampuan mengingat (Hunt, 1982:94). Lagi pula tidak selalu waktu mengauskan memori. Sering terjadi, kita masih ingat pada peristiwa puluhan tahun yang lalu, tetapi lupa kejadian seminggu yang lewat. 2. TEORI INTERFERENSI (Interferensi Theory) Menurut teori ini, memori merupakan meja lilin atau kanvas. Pengalaman adalah lukisan pada meja lilin atau kanvas itu. Katakanlah, pada kanvas itu sudah terlukis hukum relatifitas. Segera setelah itu, Anda mencoba merekam hukum medan gabungan. Yang kedua akan menyebabkan terhapusnya rekaman yang pertama atau mengaburkannya. ini disebut interfensi. Misalkan, Anda menghafal halaman pertama dalam kamus Inggris Indonesia. Anda berhasil, Teruskan kehalaman kedua, berhasil juga, tetapi yang diingat pada halaman pertama berkurang. ini disebut inhibisi netroaktif (hambatan kebelakang). Beberapa eksperimen menujukkan bahwa pelajaran yang dihafal sebelum tidur Iebih awet dalam ingatan dari pada pelajaran yang dihafal sebelum kegiatan-kegiatan lain (Shiffrin, 1970) Mengapa? Karena dalam tidur tidak terjadi inhibisi retroaktif. Di muka kita menyebut nama Underwood. Ia menyuruh subjek eksperimennya untuk menghafal daftar suku kata yang tidak ada artinya. Dua puluh empat jam kemudian, mereka dites. Mereka sanggup mengingat 80 persen. Pada daftar yang kedua puluh, dengan jangka waktu yang sama, mereka mengingat hanya 20 persen. Lebih sering mengingat, lebih jelek daya ingat kita. ini disebut inhibisi proaktif (hambatan kedepan). Masih ada satu hambatan lagi - walaupun tidak tepat masuk teori interfersi. ini kita sebut hambatan motivasional. Psikologi klinik membuktikan bahwa peristiwa-peristiwa yang ”melukai” hati kita cenderung dilupakan. Freud mengasali lupa pada proses represi yang berkaitan dengan cemas atau ketakutan. Amnesia - lupa sebagian atau seluruh memori - bisa terjadi karena gangguan fisik atau psikologi; karena kerusakan otak atau neorosis. Sebaliknya, sesuatu yang penting menurut kita, yang menarik perhatian kita, yang memenuhi kebutuhan kita, akan mudah kita ingat. Sekali lagi, ini pengaruh faktor personal dalam memori. 3. TEORI PENGOLAHAN INFORMASI (Information Processing Theory) Secara singkat, teori ini menyatakan bahwa informasi mula-mula disimpan pada sensory storage (gudang inderawi), kemudian masuk short-term memory (STM, memori jangka pendek); lalu dilupakan atau dikoding untuk dimasukkan ke dalam longterm memory (LTM, memori jangka panjang). Otak manusia dianalogikan dengan komputer. Sensory Storage lebih merupakan proses perseptual dan pada memori. Ada dua macam memori: memori ikonis untuk materi yang kita peroleh secara visual, dan memori ekosis untuk materi yang masuk secara auditif (melalui pendengaran). Penyimpanan di sini berlangsung cepat, hanya berlangsung sepersepuluh sampai seperempat detik. Sensory storage-lah yang menyebabkan kita melihat rangkaian gambar seperti bergerak, ketika kita menonton film. 4. BERPIKIR Floyd L. Ruch dalam bukunya yang klasik, psychology and life (1967), menerangkan bahwa berpikir merupakan manipulasi atau organisasi unsur-unsur lingkungan dengan menggunakan lambang-lambang sehingga tidak perlu langsung melakukan kegiatan yang tampak. Menurut Paul Mussen dan Marx R. Rosenzweig, “Tue term’ thunking’refers to many kind of activities that involve the nianipulationof concepts and symbols, representation of objects and evets” (1973:410). Berpikir menunjukkan berbagai kegiatan yang melibatkan penggunaan konsep dan lambang, sebagai pengganti objek dan peristiwa. Berpikir kita lakukan untuk memahami realitas dalam rangka mengambil keputusan (decision making), memecahkan persoalan (problem solving), dan menghasilkan yang baru (creativity). Memahami realitas berarti menarik kesimpulan, meneliti berbagai kemungkinan penjelasan dan realitas eksternal dan internal. Sehingga dengan singkat, Anita Taylor et al. mendefinisikan berpikir sebagai proses penarikan kesimpulan atau thinking is a infering proces. Secara garis besar ada dua macam berpikir: berpikir austik dan berpikir realistik. Yang pertama mungkin lebih tepat disebut melamun. Fantasi, menghayal, wishful thinking, adalah contoh-contohnya. dengan berpikir austik orang melarikan diri dari kenyataan, dan melihat hidup sebagai gambar-gambar fantastis. Berpikir realistis disebut juga nalar (reasoning) ialah berpikir dalam rangka menyesuaikan diri dengan dunia nyata. Ruch menyebut tiga macam berpikir realistik: deduktif, induktif, evaluatif. Menurut perkembangan mutakhir psikologi kognitif, manusia lebih sering berpikir tidak logis dan pada berpikir logis, seperti berpikir deduktif. Morton Hunt mengatakan bahwa berpikir logis bukanlah kebiasaan kita atau hal yang alamiah. Dan cara berpikir yang menurut kaidah logika tidak valid, yang biasanya kita lakukan, justru berjalan agak baik dalam kebanyakan situasi sehari-hari. Kalau begitu, tentu hanya mereka yang ahli saja yang dapat berpikir logis. Sudah lama diduga orang bahwa wanita, anak kecil, rakyat pedesaan, atau orang berpendidikan rendah, berpikir tidak logis. Yang logis hanya ilmuwan, kaum profesional, dan pejabat. Anggapan ini tidak benar Paul E. Johnsohn meneliti cara berpikir ilmuwan dan para ahli dari berbagai profesi. Ia menulis, “saya selalu terkejut menyaksikan bahwa ahli-ahli yang kami teliti sangat jarang melakukan berpikir sepert logikal formal. Kebanyakan mereka melakukan berpikir inferensial kira-kira, yang didasarkan pada pengenalan kesamaan” (Hunt, 1982:139). Oleh R. Hasti dan Alexander George - keduanya sarjana Ilmu Politik - menemukan bahwa pengambil keputusan luar negeri di tingkat atas lebih banyak menetapkan keputusan berdasarkan proses yang irasional. Inilah yang disebut berpikir analogis. Seluruh proses komunikasi intrapersonal yang kita kaji dengan menggunakan konsep sensasi, persepsi, memori, dan berpikir di atas hanya menjelaskan bagaimana sesunguhnya proses dinamis yang ada dalam diri manusia ketika menenima stimulus. Pada tataran yang lebih dalam, komunikasi intrapersonal bisa dimaknai sebagai proses berkomunikasi dengan diri sendiri (bahkan ada yang menganggap komunikasi intrapersonal adalah komunikasi tnansendental dengan sang Pencipta). Terlepas dari semua itu, komunikasi intrapersoal sebenarnya membuka peluang untuk merenungi diri. Perenungan diri ini terkait erat dengan perjalanan manusia dalam menemukan jati dirinya. Konsep diri merupakan terminologi yang dipakai untuk menggambarkan jati diri tersebut. KONSEP DIRI DAN PERSEPSI8 Manusia terkadang mengalami kesulitan untuk menggambarkan dirinya secara Iengkap. Penggambaran diri sendiri mencakup beberapa aspek atau informasi yang terpecah-pecah, subyektif, dan terkadang arogan. Konsep diri mengacu kepada bagaimana pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Intinya kia berupaya 8 Selain karya R.B. Burns (1993) tentang konsep din, tulisan James F. Calhoun dan Joan Ross Acocella (1995) Psycholog-y Of Adjustment and Human Relationships, memberikan gambaran yang cukup baik tencang konsep diri. menyusun sebuah gambaran selengkap-lengkapnya tentang diri pribadi. Tingkat kompleksitas pemahaman yang tinggi ketika menjumpai konsep diri membuat definisinya sulit untuk dirumuskan. Minimal seperti yang dikatakan Coihoun dan Acocella (1995) bahwa diri merupakan suatu susunan konsep hypotetis yang merujuk pada perangkat kompleks dan karaktenistik proses fisik, perilaku, dan kejiwaan dan seseorang. Batasan ini sudah memperlihatkan betapa sangat relatifnya indikator yang muncul ketika seseorang mulai berkata :“ Saya adalah pacar yang setia !“ atau “ Tiga dai empat orang laki-laki adalah penyeleweng, saya termasuk satu selain itu !“. Konsep diri menjadi rumit karena biasanya berkaitan dengan unsur subyektifitas yang tentu saja cenderung berbeda apabila dilihat dari sudut pandang orang lain selain pribadi bersangkutan. Namun bukanlah maksud kita untuk membicarakan benar dan salahnya pandangan diri tersebut, melainkan adanya kesepakatan bahwa konsep din harus dipelajari. Mengapa konsep diri harus dipelajari? karena dengan mengetahui bagaimana karakteristik pribadi kita, maupun hal-hal lain yang berkaitan dengan diri sendiri, kemungkinan untuk menyesuaikan diri (empathy) maupun mempertinggi (mempertahankan) harga diri menjadi lebih tinggi. Dalam konteks ini, pemikiran tentang siapa diri kita sesungguhnya menjadi tidak terlalu penting, melainkan kita akan menjadi seperti apa yang kita pikirkan. Mempelajari konsep diri sangat sulit dilakukan secara holistik, artinya diri sebagai suatu obyek tidak bisa dilihat secara umum. Seseorang bisa saja terlihat (mengaku) pendiam (ketika diskusi kelas berlangsung), namun menjadi sangat senang bicara (jago ngerumpi) ketika berada di kantin kampus. Manusia memang memiliki bermacam karakteristik yang bisa terpengaruh oleh situasi dan kondisi tententu. Konsep diri mencoba melihat berapa besar konsistensi yang dimiliki oleh seseorang dengan memisahkan bebenapa aspek dan diri tersebut. Menunut Calhoun dan Acocella (1995), ada lima aspek diri yang berfungsi sebagai pembuka jalan dalam pemahaman selanjutnya, yaitu : (1). Fisik diri, (2). Diri sebagai proses, (3). Diri sosial, (4). Konsep din, dan (5). Cita diri. Meskipun kelima aspek tersebut bisa dipelajari secara terpisah, namun apabila salah satu dari aspek tersebut mengalami gangguan, maka gambaran diri secara umum akan mengalami goncangan. Konsep diri menjadi sangat penting karena memiliki pengaruh yang besar pada pemikiran dan perilaku kita. Secara teoritis pandangan dan perasaan tentang diri kita memiliki dua komponen utama : (1). Komponen kognitif disebut dengan citra diri (self image), (2). Komponen afektif disebut harga diri (Self esteem). Dengan self image dimaksudkan penampilan diri yang agak statis dan netral terhadap yang telah diperlihatkan (diri) yaitu suatu konsep yang dinamis, evaluatif dan dipenuhi dengan ekspresi emosional yang sangat besar. Dalam hal penilaian terhadap diri sendiri, konsep self image dipandang gagal karena cenderung menjelaskan diri sebagai obyek yang tetap, padahal manusia dalam kenyataannya (dirinya sendiri) adalah makhluk dinamis yang terus berkembang dan tak pernah puas (seperti yang dikatakan Abraham Maslow). Dengan komponen harga diri (self esteem) dimaksudkan evaluasi yang dibuat oleh individu dan biasanya penjagaan yang berkenaan dengan dirinya sendiri, terutama terlihat dalam hal mengekspresikan suatu sikap setuju atau tidak setuju dan menunjukan tingkat dimana individu itu meyakini dirinya sendiri dalam hal kemampuan, kepentingan, keberhasilan, dan berharga (Coopersmith dalam Burns, 1993). Perspektif Konsep dan persepsi diri Ada bebenapa perspektif yang dapat digunakan dalam menggambankan konsep diri. Dengan mengacu pada Strang (1957), maka Burns (1993) memberikan empat perspektif dan diri, perpektif itu adalah: 1. Konsep diri dasar, atau persepsi individu mengenai kemampuan- kemampuannya, statusnya dan peranan-penanannya di dunia luan. Hal itu adalah konsepnya tentang pribadi yang dia pikirkan sebagaimana apa adanya. 2. Diri yang fana yang dipegang oleh individu tensebut pada saat sekanang yang dipengaruhi oleh mood pada saat itu. 3. Diri sosial. Inilah din sebagaimana yang diyakini oleh individu itu yang onangonang lain melihat dan mengevaluasinya. 4. Diri yang ideal. Inilah macam pribadi yang dihanapkan individu tersebut. Keinginan menjadi pnibadi A atau menjadi pribadi B. Apabila konsep diri berkaitan dengan bagaimana gambaran diri kita sendiri, maka adakalanya kita berpikir tentang bagaimana oran lain memberikan gambaran tentang diri kita, atau bagaimana kita memberikan gambaran terhadap diri pribadi orang lain. Proses demikian disebut persepsi diri. Persepsi diri menurut David 0 Sears meliputi batasan bagaimana kita membuat kesan pertama, prasangka apa yang mempengaruhi orang lain tentang kita, jenis informasi apa yang kita pakai untuk sampai pada kesan tersebut, dan bagaimana akuratnya kesan kita. Inti permasalahan dan persepsi diri adalah bagaimana kita sampai pada penilaian tentang pribadi maupun karaktenistik lain dan seseorang. Penilaian secara fisik mungkin lebih mudah dilakukan karena indikator yang jelas dengan perhitungan kwantitatif: seseorang dikatakan berbadan sehat karena mempunyai keseimbangan antara berat badan dengan tinggi tubuhnya. Namun akan dijumpai kesulitan bila ingin mengatakan seseorang “baik”, “jujur”, “culas”, dengan konsekwensi obyektif seperti penilaian pertama. Karena kesulitan itulah maka pandangan tentang persepsi cenderung dilakukan dengan menggunakan dua pandangan pokok, yaitu tekanan segi belajar dan tekanan dan faktor kognitif.