BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Komunikasi 2.1.1 Pengertian Komunikasi Kata komunikasi atau communication dalam bahasa inggris berasal dari kata latin communis yang berarti “sama”, communico, communication, atau communicare yang berarti “membuat sama” (to make common). Istilah pertama (communis) adalah istilah yang paling sering disebut sebagai asal-usul komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata latin lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna atau suatu pesan dianut secara sama. Akan tetapi definisi kontemporer menyarankan bahwa komunikasi merujuk pada cara berbagi hal-hal tersebut, seperti pada kalimat “kita berbagi pikiran”, “kita mendiskusikan makna”, dan kata “kita mengirimkan pesan”.1 Komunikasi menurut Hovland, Janis & Kelly adalah suatu proses melalui mana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku seseorang lainnya (Khalayak). Komunikasi menurut George Gerbner yaitu dimana seseorang melihat suatu kejadian lalu bereaksi dalam satu situasi melalui beberapa cara yang mengandung isi dengan beberapa akibat.2 Dalam buku Psikologi Komunikasi, Jalaludin Rakhmat mengutip bahwa komunikasi yang efektif menurut Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss (1972:9-13) paling tidak 1 2 Deddy Mulyana, M.A., Ph.D. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar.Hal.41 Denis McQuail dan Sven Windahl, 1985.Model-model komunikasi, Jakarta: Uniprimas. Hal. 20 http://digilib.mercubuana.ac.id/ menimbulkan lima hal pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik, dan tindakan.3 Dari pendapat para ahli komunikasi di atas, dapat didefinisikan bahwa komunikasi adalah panduan pikiran dan perasaan individu, lembaga dan institusi lainnya baik secara verbal (baik lisan dan tulisan), ataupun nonverbal (misalnya dalam bentuk gambar, warna, jarak dan bentuk lambang lainnya) dalam mengubah sikap, opini dan perilaku orang lain untuk memperoleh tanggapan (perhatian). Untuk memahami pengertian komunikasi tersebut sehingga dapat dilancarkan secara efektif bahwa para peminat komunikasi seringkali mengutip paradigma yang dikutip oleh Harold Lasswell dalam karyanya, The Structure and Function of communication in society. Lasswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi ialah dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who, say what, In Which Channel, To Whom, With What effect?.4 Paradigma Lasswell diatas menunjukan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu, yaitu: 1. Komunikator (Siapa yang mengatakan?) 2. Pesan (Mengatakan apa?) 3. Media (Melalui saluran/channel/media apa?) 4. Komunikasi (kepada siapa?) 5. Efek (dengan dampak/effek apa?) Jalaludin Rakhmat,2004. Psikologi Komunikasi (Edisi Revisi), Bandung: Penerbit PT. Remaja Rosdakarya, Hal.13 4 Onong Uchjana, Dimensi Komunikasi, Bandung: penerbit Alumni, 1986.Hal.14 3 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Jadi berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, secara sederhana proses komunikasi adalah pihak komunikator membentuk (encode) pesan dan menyampaikannya melalui satu saluran tertentu kepada pihak penerima yang menimbulkan effek tertentu.5 2.1.2 Komunikasi Sebagai Kegiatan Tanda dan Makna Tanda Mempelajari semiotika sama dengan kita mempelajari tentang berbagai tanda. Cara kita berpakaian, apa yang kita makan, cara kita bersosialisasi, ketika berkata, ketika tersenyum, ketika kita menangis, ketika kita cemberut, ketika kita diam. Tandatanda itu sebenarnya bertebaran dimana-mana di sekujur tubuh kita. Dengan tandatanda, kita mencoba mencari keteraturan agar kita sedikit punya pegangan. Tandatanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya mencari dan menemukan jalan di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Charles Sanders Pierce yang pernah mengaskan bahwa kita hanya bisa berpikir dengan sarana tanda. Itulah sebabnya tanpa tanda kita dapat berkomunikasi. Bukanlah bahwa komunikasi itu terjadi dengan bantuan tanda, dan bukankan pula bahwa proses pemberian arti memainkan peranan penting dalam komunikasi ? Sebaliknya, bukankah tanda itu tidak hanya dipakai dalam komunikasi ? Dalam kehidupan keseharian, di luar komunikasi pun kita banyak menggunakan tanda, yaitu apabila kita berusaha memahami dunia dan jika kita menyadari bahwa dalam caracara kita bertindak, sadar atau tidak sadar, kita sebetulnya ditentuka oleh cara kita menginterpretasikan tanda.6 5 6 Ibid, Hal 15-16 Alex Sobur, M.Si.,Semiotika Komunikasi, Bandung : Remaja Rosdakarya, Hal 31-35 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Ada dua pendekatan penting terhadap tanda-tanda yang biasanya menjadi rujukan para ahli. Pertama adalah pendekatan yang didasarkan pada pandangan Ferdinand de Saussure (1857-1913) yang mengatakan bahwa tanda-tanda disusun dari dua elemen yaitu aspek citra tentang bunyi (semacam kata atau representasi visual) dan sebuah konsep dimana citra bunya disandarkan. Tanda itu sendiri dalam pandangan Saussure merupakan manifestasi konkret dari citra bunyi dan sering diidentifikasi dengan citra bunyi itu sebagai penanda. Jadi di dalam tanda terungkap citra bunyi atau pun konsep sebagai dua komponen yang tak terpisahkan. Bagi Saussure hubungan antara penanda dan petanda bersifat arbitrer (bebas) baik secara kebetulan maupun ditetapkan. Menurut Saussure ini tidak berarti “bahwa pemilihan penanda sama sekali meninggalkan pembicara “ namun lebih dari adalah “tak bermotif” yakni arbitrer dalam pengertian penanda tidak mempunyai hubungan alamiah dengan petanda. Sifat arbitraries ini berarti pula bahwa keberadaan sesuatu butir atau sesuatu aturan tidak dapat dijelaskan dengan penjelasan yang sifatnya logis. Menurut Saussure, prinsip kearbitreran bahasa atau tanda tidak dapat diberlakukan secara mutlak atau sepenuhnya. Ada tanda-tanda yang benar-benar arbitrer, tetapi ada pula yang hanya relative Dalam pandangan Arthur Asa Berger, seseorang harus mempelajari apakah kata-kata memiliki arti dan apakah tanda-tanda memiliki arti. Dalam kasus tentang kata-kata, kita mempunyai kamus yang memberi kita pengertian konvensional tentang arti kata-kata; sementara dalam kasus tentang tandatanda sering merupakan kisah yang berbeda. Pada umumnya, kita mengajarkan tandatanda dengan satu cara atau cara lain. Misalnya apa arti rambu-rambu mengemudi dan sebagainya. Kita minta dikirim sebuah booklet dari Dinas Angkutan Bermotor dan mempelajari bagaimana tanda-tanda yang beragam tersebut diinterpretasikan. Tanda- http://digilib.mercubuana.ac.id/ tanda tersebut tidak selalu jelas dengan beberapa arti meskipun dalam beberapa arti dapat dipahami dengan menginterpretasikan diagram-diagram dan gambar-gambar. Kedua adalah pendekatan tanda yang didasarkan pada pandangan seorang filsuf dan pemikir Amerika yang cerdas, Charles Sander Peirce (1839-1914). Peirce menandaskan bahwa tanda-tanda berkaitan dengan objek-objek yang mempunyai, keberadaanny memiliki hubungan sebab-akibat dengan tanda-tanda atau karena ikatan konvensional dengan tanda-tanda tersebut. Ia menggunakan istilah ikon untuk kesamaannya, indeks untuk hubungan sebab akibat dan symbol untuk asosiasi konvensional. Menurut Peirce, sebuah analisis tentang esensi tanda mengarah pada pembuktian bahwa setiap tanda ditentukan oleh objeknya. Pertama, dengan mengikuti sifat objeknya, ketika kita menyebut tanda sebuah ikon. Kedua, menjadi kenyataan dan keberadaannya berkaitan dengan objek individual, ketika kita menyebut tanda sebuah indeks. Ketiga, kurang lebih perkiraan yang pasti bahwa hal itu diinterpretasikan sebagai objek denotative sebagai akibat dari suatu kebiasaan ketika kita menyebut tanda sebuah simbol.7 Makna Kata pada dasarnya adalah satuan bentuk kebahasaan yang telah mengandung satuan makna tertentu. Dalam hal ini dibedakan antara kata:8 1. Autosemantis, yaitu kata yang telah memiliki satuan makna secara penuh tanpa harus dilekatkan pada bentuk lain, contoh pergi, tidur, malam. Kata autosemantis dapat membentuk satuan persepsi tertentu pada diri penanggapnya. 7 8 Alex Sobur, Loc.Cit Alex Sobur, Op.Cit, Hal.248 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 2. Sinsemantis (synsemantic), yaitu kata yang tidak memiliki satuan makna secara mandiri karena satuan maknanya dibentuk oleh kata atau bentuk lainnya. Kata sinsemantis adalah kata tugas, antara lain kata sambung, misalnya di, serta dan lain sebagainya. Kata sinsemantis tidak dapat membuahkan satuan persepsi tertentu, karena satuan semantisnya terbentuk atas dasar hubungannya dengan kata atau bentuk yang lain, maka satuan persepsi yang dibuahkannya hingga terbentuk setelah kata itu dilekatkan pada kata yang lain. Sebuah kata adalah juga sebuah simbol, sebab keduanya sama-sama menghadirkan sesuatu yang lain. Setiap kata pada dasarnya bersifat konvensional dan tidak membawa maknanya sendiri secara langsung bagi pembaca atau pendengarnya (kecuali kata-kata anomatopoik, misalnya kata-kata yang menggambarkan suara kucing, bunyi senapan,). Lebih jauh lagi, orang yang berbicara membentuk pola-pola makna secara tidak sadar dalam kata-kata yang dikeluarkannya. Pola-pola makna ini secara luas memberikan gambaran tentang konteks hidup dan sejarah orang tersebut. Sebuah kata bisa memiliki konotasi yang berbeda, tergantung pada pembicaranya. Jadi ketidakpastian ataupun kekaburan makna suatu kata, dapat dikurangi dengan jalan melihat cara pemakaian kata itu. Misalnya, kata jatuh dalam kalimat “ia jatuh dari pohon” tidak sama maknanya dengan jatuh yang merupakan bagian dari “ia jatuh hati”. Jatuh yang pertama terjadi secara fisik, secara jasmaniah, sedangkan jatuh pada kalimat dua merupakan kiasan. Ternyata cara menghubungkan kata jatuh itulah yang membantu kita dalam membentuk maknanya Karena semua simbol linguistic bebas diberi makna, kita perlu mencari makna tidak saja dari kata melainkan juga pada orang yang mengkomunikasikannya. Kita perlu mengetahui bukan hanya apa yang dikatakan seseorang melainkan juga apa yang dimaksudkannya http://digilib.mercubuana.ac.id/ Kesalah pahaman lain terjadi bila dua orang mengira mereka berbeda pendapat karena menggunakan kata-kata yang berlainan, padahal sebenarnya mereka sepakat pada konsep atau maksud yang dikandung oleh kata-kata tersebut. Mereka menggunakan istilah yang berbeda yang memiliki referen yang sama. Banyaknya kata dalam bahasa Indonesia yang makna aslinya baik, namun karena terus menerus digunakan untuk menutup berbagai perbuatan yang berlainan atau bertentangan dengan makna asli kata-kata yang bersangkutan telah mengalami erosi makna dan telah menimbulkan reaksi semantik yang menyebabkan kata-kata itu seakan tidak berdaya lagi untuk menyampaikan sesuatu kepada kita. Beberapa pakar komunikasi sering menyebut makna ketika mereka merumuskan definisi komunikasi. Ada tiga hal yang dicoba jelaskan oleh para filsuf dan linguis sehubungan dengan usaha menjelaskan istilah makna, ketiga hal itu yakni:9 1. Menjelaskan makna kata secara alamiah 2. Mendeskripsikan kalimat secara alamiah 3. Menjelaskan makna dalam proses komunikasi Dalam kaitan ini Kempson berpendapat untuk menjelaskan istilah makna harus dilihat dari segi kata, kalimat dan apa yang dibutuhkan pembicara untuk berkomunikasi. Didalam bukunya yang terkenal, Course in General Linguistik (1916), Saussure menyebut istilah tanda linguistik, menurutnya setiap tanda linguistik terdiri dari dua unsure yakni yang diartikan (Signified = unsure makna) dan mengartikan (Signifier = unsure bunyi). Yang diartikan sebenarnya tidak lain dari konsep atau makna dari sesuatu tanda bunyi, sedangkan yang mengartikan adalah tidak lain dari 9 Alex Sobur, Op.Cit.253-255 http://digilib.mercubuana.ac.id/ bunyi-bunyi itu, yang terbentuk dari fenomfenom bahasa yang bersangkutan. Dengan kata lain setiap tanda linguistic terdiri dari unsure bunyi dan unsure makna. Model proses makna menurut Wendell Johnson menawarkan sejumlah implikasi bagi komunikasi antar manusia10: 1. Makna ada dalam diri manusia. Makna tidak terletak pada kata-kata melainkan pada manusia. Kita menggunakan kata-kata untuk mendekati makna yang ingin kita komunikasikan. Tetapi kata-kata ini tidak secara sempurna dan lengkap menggambarkan makna yang kita maksudkan. Demikian pada makna yang didapat pendengaran dari pesan-pesan kita akan sangat berbeda dengan makna yang ingin kita komunikasikan. Komunikasi adalah proses yang kita gunakan untuk memproduksi, di benak pendengar apa yang ada dalam benak kita. Reproduksi ini hanyalah sebuah proses parsial dan selalu bisa berubah. 2. Makna berubah. Kata-kata relative statis. Tetapi makna dari kata-kata terus berubah dan ini khususnya terjadi pada dimensi emosional dari makna. 3. Makna membutuhkan acuan. Walaupun tidak semua komunikasi mengacu pada dunia nyata, komunikasi hanya masuk akal bilamana ia mempunyai kaitan dengan dunia atau lingkungan eksternal. 4. Penyingkatan yang berlebihan akan mengubah makan. Berkaitan erat dengan gagasan bahwa makna membutuhkan acuan adalah masalah komunikasi yang timbul akibat penyingkatan berlebihan tanpa mengaitkan dengan acuan yang konkret fdan dapat diamati. 5. Makna tidak terbatas jumlahnya. Pada suatu tertentu jumlah kata dalam suatu bahasa terbatas, tetapi maknanya tidak terbatas. Hal ini bisa menimbulkan masalah bila sebuah kata diartikan secara berbeda oleh dua orang yang sedang 10 Alex Sobur, Op.Cit.257-268 http://digilib.mercubuana.ac.id/ berkomunikasi. Bila ada keraguan, sebaiknya bertanya bukan dengan membuat asumsi, ketidak sepakatan akan hilang bila makna yang diberikan masing-masing pihak diketahui. 6. Makna dikomunikasi hanya sebagian. Makna yang kita proleh dari suatu kejadian (event) bersifat multiaspek dan sangat kompleks, tetapi hanya sebagian dari makna-makna ini benar-benar dapat dijelaskan. Banyak dari makna tersebut tetap tinggal dalam benak kita. Karenanya pemahaman yang sebenarnya pertukaran makna secara sempurna barangkali merupakan tujuan ideal yang ingin kita capai tetapi tidak pernah tercapai. Sedangkan teori makna lain menurut Altson mencangkup sebagai berikut : 1. Teori acuan (Referential Theory) adalah salah satu jenis teori makna yang mengenali atau mengidentifikasikan makna suatu ungkapan dengan apa yang diacukan atau dengan hubungan acuan itu. 2. Teori Ideasional (The Ideational Theory) adalah salah satu jenis teori makna yang menawarkan alternative lain untuk memecahkan masalah makna ungkapan ini. 3. Teori Tingah Laku (Behavioral Theory) adalah salah satu jenis teori makna mengetahui makna suatu kata ungkapan bahasa dengan rangsangan-rangsangan (situmuli) yang menimbulkan ucapan tersebut dan atau tanggapan-tanggapan (response) yang ditimbulkan oleh ucapan tersebut. Para ahli untuk membahas lingkup makna yang lebih besar membedakan antara makna sebagai berikut: 1. Makna denotatif, pada dasarnya meliputi hal-hal yang ditunjuk oleh kata-kata (yang disebut makna referensial) yang biasanya kita temukan dalam kamus. Sebagai contoh kata mawar berarti „sejenis bunga’ http://digilib.mercubuana.ac.id/ 2. Makna konotatif, makna denotative ditambah dengan segala gambaran, ingatan dan ratusan yang ditimbulkan oleh kata mawar itu. Makna denotasi bersifat langsung yaitu makna khusus yang terdapat dalam sebuah tanda pada intinya dapat disebut sebagai gambaran sebuah tanda. Jika denotasi sebuah akta adalah definisi objektif kata tersebut, maka konotasi sebuah kata adalah subjektif atau emosionalnya. Ini sejalan dengan pendapat Arthur Asa Berger yang menyatakan bahwa kata konotasi melibatkan simbol-simbol, historis dan hal-hal yang berhubungan dengan emosional. Dikatakan objektif sebab makna denotatif ini berlaku umum. Sebaliknya makna konotatif bersifat subjektif dalam pengertian bahwa ada penggeseran dari makna umum (denotatif) karena sudah ada penambahan rasa dan nilai tertentu. Kalau makna denotatif hampir bisa dimegerti banyak orang, maka makna konotatif ini hanya bisa dicerna oleh mereka yang jumlahnya “nilai rasa”, baik positif ataupun negative. Perubahan makna menyangkut banyak hal meliputi: pelemahan, pembatasan, pengantian, penggeseran, perluasan, dan juga kekaburan makna. Perubahan makna tersebut bisa saja terjadi karena perubahan kata dari bahasa lain, termasuk disini dari bahasa daerah ke bahasa Indonesia. 2.2 Budaya Pada dasarnya budaya terbagi dua (2) yakni: Budaya Asli dan Budaya Massa. Budaya (culture) adalah11 produksi dan sirkulasi dari rasa, makna, dan kesadaran. Ranah makna yang menyatukan ranah produksi (ekonomi) dan hubungan sosial (politik). Dengan kata lain, 11 Jhon Hatrley. Communication, Cultural, and Media Studies Konsep Kunci. JALASUTRA : 2010. Hal 29 http://digilib.mercubuana.ac.id/ budaya ranah repoduksi bukan atas benda-benda (material) tetapi atas hidup. Ini merupakan dasar pengertian budaya asli. Budaya merupakan konsep historis yang berasal dari generasi terdahulu dan dipelajari serta dipraktekan melalui pengalaman-pengalaman secara turun temurun, sehingga apa yang terjadi dan menimbulkan permasalahan dalam kehidupan akan selalu ada perbaikan secara situasional. Peradaban yang berkembang membuahkan hasil budaya baru dan populer di kalangan masyarakat. Bagi Fiske, budaya bukanlah sesuatu yang diturunkan lintas generasi (konsep dari Matthew Arnold mengenai hal terbaik yang telah diproduksi manusia), namun lebih kepada sesuatu yang beru diciptakan melalui transaksi sosiai. 12 Budaya telah ditetapkan khususnya oleh Matthew Arnold dan pengikutnya. Sebagai pencarian kesempurnaan spritual dan bukan material melalui pengetahuan dan praktik karya sastra „tinggi‟, seni „murni‟ dan musik „serius‟. Oleh karena tujuannya adalah kesempurnaan, bukan hanya pemahaman, dan spritual serta bukan material, budaya dilihat sebagai latihan „diskriminasi‟ dan „apresiasi‟ berdasarkan atas reaksi „hal-hal terbaik yang ada di dunia‟.13 Sehingga budaya terkesan memiliki nilai yang terbaik dan untuk kalangan elit, hal ini menjadi kontroversi di masa lalu sampai akhirnya Hoggart (1955) dan William (1958) berinisiatif mewujudkan istilah cultural studies dimana konsep budaya mengalami transformasi radikal, ide mengenai budaya ini dikaji secara besar-besaran guna mendapatkan simpatik politik. Budaya saat ini dilihat sebagai penentu bukan lagi ditentukan oleh kalangan-kalangan tertentu. Serta menjadi aktivitas sosial sehingga menjadi area penting bagi repoduksi 12 John Fiske Penerjemah Hapsari Dwiningtyas. Pengantar Ilmu Komunikasi, PT Raja Grafindo Persada : 2012. Hal xxxiv 13 Ibid Hal 31 http://digilib.mercubuana.ac.id/ ketimpangan kekuatan sosial dan komponen utama dari ekonomi dunia yang meluas. Adanya konsep budaya sebagai penentu bukan lagi ditentukan menimbilkan budaya DIY (do it your self) dimana dengan dalih audiens merupakan konsumen media yang pasif, mereka dapat membentuk atau bergabung dengan konstituen atau komunitas afiliasi yang memproduksi budayanya sendiri sendiri. Kemudian munculnya istilah “budaya massa“ konten awal mula terbentuknya budaya populer,. Budaya masa terbentuk darri media massa yang menyajikan campuran cerita, gambar, informasi, ide, hiburan, dan tontonan. Budaya massa memiliki referensi yang lebih luar dalam hal selera, cara dan gaya dari orang-orang banyak (atau sebagian besar dari padanya).14 Saat ini, istilah “budaya popular” umumnya lebih disukai karena istilah ini dengan sederhana berarti apa yang sebagian atau banyak orang sukai. Istilah ini juga memiliki konotasi dengan apa yang popular dikalangan anak muda.15 Dalam hal ini segala hal yang berbau popular kini menjadi konsumtif (harus dikonsumsi) di kalangan anak muda. Sehinga bukan lagi menjadi sebuah kebutuhan melainkan menjadi kebanggaan memiliki sesuatu yang popular dan berharga, Tidak diragukan bahwa media massa mengambil beberapa aliran budaya popular dan menerapkanya kedalam kondisi kehidupan urban untuk mengisi celah budaya yang disebabkan oleh industrialisasi, tetapi kritik intelektual biasanya hanya dapat melihat kerugian budaya.16 Adapun cirri-ciri dari budaya massa antara lain : 1. Bentuk dan isinya nontradisional 2. Ditujukan untuk konsumsi media 14 Denis Mc Quail. Teori Komunikasi Massa, Salemba Humanika. 2011. Hal 66 Ibid. hal 66 16 Ibid. hal 67 15 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 3. Diproduksi masal dan tidak asli 4. Citranya jelek 5. Komersial 6. Homogen 2.3 Budaya Popular Istilah kebudayaan popular (popular culture) muncul pada abad ke-19 dan pada awalnya ditujukan untuk pendidikan dan budaya masyarakat kelas rendah. Istilah ini dipakai untuk berposisi operasional dari “pendidikan dan budaya yang sejati” yang saat itu hanya dijalankan pada kelompok menengah atas. Dalam perkembanggannya, arti dari istilah ini bergeser menjadi budaya untuk konsumsi massal, dan sejak tahun 1960-an, disingkat menjadi pop culture. Kebudayaan popular adalah keseluruhan ide, perspektif, perilaku, gaya, gambaran dan fenomena-fenomena lain yang menjadi preferensi sebagai hasil dari consensus informal. Budaya ini cenderung bersifat mudah, umum, dan sangat dipengaruhi oleh media demi mendapat penerimaan dari masyarakat, sehingga dapat menembus hingga bagian-bagian kecil dari kehidupan. Item dari budaya popular biasanya menarik untuk sebagian besar masyarakat, sehingga dalam waktu singkat juga dapat menarik institusi-institusi yang ada.17 Budaya popular adalah sebuah budaya atau kegiatan yang sedang digemari dan banyak ditiru oleh masyarakat luas, seiringan dengan barjalanya waktu. Budaya popular dapat mencangkup berbagai macam bentuk, seperti gaya hidup, fashion. Budaya popular muncul dari urbanisasi akibat revolusi industri, yang mengidentifikasi istilah umum dengan definisi “budaya massa”. 17 Eko A. Meinarno, Bambang Widianto, Rizka Halida. Manusia dalam Kebudayaan dan Masyarakat. Salemba Humanika : 2011. Hal 103 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Budaya pop selalu berubah dan muncul secara unik di berbagai tempat dan waktu. Budaya pop membentuk arus dan pusaran, dan mewakili suatu perspektif interdependentmutual yang kompleks dan nilai-nilai yang mempengaruhi masyarakat dan lembagalembaganya dengan berbagai cara. Berapa arus budaya pop mungkin muncul dari (atau menyeleweng menjadi) suatu subkultur, yang melambangkan perspektif yang kemiripinnya dengan budaya pop mainstream begitu sedikit. Barapa hal yang berhubungan dengan budaya pop sangat khas menarik spectrum yang lebih luas dalam masyarakat.18 Budaya popular adalah yang lahir kehendak media. Dalam konteks budaya rakyat (folk culture) budaya popular didefinisikan sebagai budaya rakyat jelata yang tumbuh kemudian dimiliki dan dialami rakyat jelata yang berbeda dengan para bangsawan yang menganut dan mengalami budaya tinggi. Budaya popular juga dapat diartikan sebagai budaya yang menyenangkan dan banyak disukai oleh orang. Storey menekankan bahwa budaya popular muncul dari urbanisasi akibat revolusi industri, yang mengindetifikasi istilah umum dengan definisi “budaya massa”.19 2.4 Budaya Visual Budaya popular juga erat berkaitan dengan budaya visual yang juga sering disebut sebagai budaya gambar atau budaya figural. Oleh sebab itu, pada zaman sekarang kita melihat orang tidak begitu suka begitu suka membaca seperti pada zaman modern (budaya diskusif/kata). Pada zaman sekarang orang lebih suka melihat gambar, itulah sebabnya industrI film, animasi dan kartun serta komik berkembang pesat pada zaman ini. 18 19 http://budaya-pop.blogs.pot.com/2010/09/definisi-budaya-populer.html, Rabu, 8 desember 2012. http://budaya-pop.pop.blogs.pop.com, Rabu, 8 desember 2012 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 19.00 Budaya visual adalah tautan wujud kebudayaan konsep (nilai) dan kebudayaan materi (benda) yang dapat segera ditangkap oleh indera visual (mata), dan dapat dipahami sebagai model pikiran manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Bingkai berpikir barat memiliki kecenderungan untuk melihat budaya visual sebagai sebuah opname budaya popular, fenomena gender, eksprensi kaum populis, kehidupan kaum transeksual, ungkapan alternative, atau wujud artifak kontemporer. Representasinya dapat berupa seni, desain, film, multimedia, seni pertunjukan, fashion, gaya hidup, hingga komik picisan. Pandangan ini tentu saja agak menyesatkan, karena secara tidak langsung pandangan ini membangun „dikotomi‟ lama yang membedakan budaya tinggi dengan budaya masa, padahal fenomena tersebut telah runtuh seiring munculnya gugatan terhadap kesaktian kaum modernis di tahun 1970-an.20 Budaya visual tidak hanya terdiri dari sebuah sosok kebudayaan yang dinilai kurang bermartabat, hanya karena bentuk yang teraga sebagai implementasi „terluar‟ kerap dinilai sebagai wajah imitasi. Budaya visual bukanlah sekadar „baju‟ dari sebuah peradaban material, melainkan sebuah hakikat dari stuktur budaya pembentuknya. Pilar-pilar tersebut adalah kreativitas nilai, inovasi, penciptaan teknologi baru, ideologi komunikasi, politik kebudayaan, dinamika sosial, tatanan ekonomi global, hingga segala sesuatu yang sifatnya mendasar dalam membentuk bagan sebuah peradaban. Budaya visual melingkupi berbagai aspek yang berkaitan dengan wujud akhir gagasan manusia untuk „mendunia‟: menjadi eksis dalam bentara peradaban. Wujudnya beranekaragam mulai fenomena indrawi yang monumental, seperti wajah perkotaan, sosok arsitekrual, fasilitas publik, tayangan TV, hingga bentuk yang sederhana, seperti tusuk gigi, graffiti, gantungan kunci, atau teks pada T-shrit. Fenomena sosial yang mengiringi budaya visual tersebut kini umumnya membaur dengan isu-isu mutakhir yang mengiringi dinamika 20 Agus Sacari,Budaya Visual Indonesia, Erlangga, 2007, hal 1 http://digilib.mercubuana.ac.id/ kebudayaan itu sendiri, seperti tumbuhnya posmodern, feminisme, kesadaran lingkungan, kesadaran HAM, etnosentrisme, global lokal, subkultur dan berkembangnya budaya digital. 2.5 Gaya Hidup atau Life Style 2.5.1 Pengertian Gaya Hidup atau Life Style Gaya hidup (life style) dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang memiliki karakteristik, kekhususan, dan tata cara dalam kehidupan suatu masyarakat tertentu. Gaya hidup menunjukan bagaimana orang mengatur kehidupan pribadinya, kehidupan masyarakat, perilaku di depan umum, dan upaya membedakan statusnya dari orang lain melalui lambang-lambang sosial.21 Gaya hidup dapat dipahami sebagai sebuah karakteristik seseorang secara kasatmata, yang menandai sistem nilai, serta sikap terhadap diri sendiri dan lingkungannya. Gaya hidup merupakan kombinasi dan totalitas cara, tata, kebiasaan, pilihan, serta objek-objek yang mendukungnya, dalam pelaksanaannya dilandasi oleh sistem nilai atau sistem kepercayaan tertentu. Gaya hidup atau biasa disebut lifestyle memiliki makna yang tak tabu lagi terdengar di telinga kita. Gaya hidup cenderung berkaitan dengan hasil budaya dari peradaban. Dan kini peradaban modern yang disertai perkembangan teknologi dan industri telah mendongkrak gaya hidup baru yang penuh dengan prestise tinggi. Gaya hidup adalah pola-pola tindakan yang membedakan antara satu orang dengan orang lain (istilah ini biasanya timbuk dalam lingkup masyarakat modern).22 21 22 Agus Sachari, Budaya Visual Indonesia, Erlangga, 2007 hal 73 David Channey. Lifestyle sebuah pengantar komprehensif (terjemahaan). Jalasutra : 1996. Hal. 40 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Menurut Chaney akhir dari modernitas semua yang kita miliki akan menjadi budaya tontonan.23 Semua orang menjadi penotonton dan ditonton. Kamu bergaya maka kamu ada, inilah yang menyebabkan masyarakat menjadi getol bersolek (mempercantik) diri dengan menjadikan komoditi sebagai alat pemuas diri untuk dikonsumsi. Gaya hidup menurut Toffler, merupakan wahana yang dengan individu mengenalkan indentifikasi mereka dengan subkultur khusus. Setiap gaya hidup dikonstruksi dari mosaic berbagai item, oleh karenanya gaya hidup merupakan semacam „super produksi‟ yang menawarkan cara mengorganisasikan produk dan ide.24 Gaya hidup dapat dilihat sebagai wujud paling ekspresif dari bagaimana cara manusia menjalani dan memaknai kehidupannya. Gaya hidup dapat dipahami sebagai cara-cara terpola dalam menginfikasikan aspek-aspek tertentu dari kehidupan seharihari dengan nilai sosial atau simbolik. Dengan cara demikian, gaya hidup menjadi cara untuk mengidentifikasikan diri dan sekaligus membedakan diri dalam relasi sosial. Gaya hidup juga menjadi cara bermain dengan identitas. Dari situ kita melihat bahwa gaya hidup bersifat kolektif dan tidak tunggal. Gaya hidup adalah hasil kreasi dan adopsi artificial. Karena itu, gaya hidup merupakan masalah pilihan. Gaya itu dapat dipakai dan dibuang sesuka hati, kapanpun dan dimanapun. Gaya itu diciptakan, dipraktikan, dijiplak dan didaur ulang dalam siklus kehidupan, terutama yang digerakkan oleh arus konsumsi dan budaya popular. Untuk bertahan hidup, suatu gaya hidup membutuhkan ruang, media, dan publik pendukungnya. Kita tidak mungkin bisa memahami implikasi suatu gaya hidup 23 24 Ibid Hal. 16 Ibid. http://digilib.mercubuana.ac.id/ tanpa menyelami motivasi, sikap dan nilai yang ada di balik pendukungnya dan kesadaran historis sebuah generasi yang telah memilih suatu gaya hidup sebagai cara untuk memaknai kehidupannya.25 2.5.2 Tato Sebagai Gaya Hidup Penggunaan tato sudah berubah menjadi lifestyle. Bukan hanya digandrungi kaum pria, bahkan wanita pun kini tak ketinggalan zaman mentato bagian tubuhnya. Anggapan bahwa pemakai tato mencerminkan kepribadian yang metal, premanisme dan anarkis. Seiring perkembangan zaman, tato kini berubah menjadi suatu hal yang lumrah dan tren anak muda.26 Memang dulunya pemakai tato dapat dihitung dan kebanyakan laki-laki. Apalagi dulunya pemakai tato ini sering dianggap preman dan menyeramkan. Sekarang tidak lagi, tato sudah menjadi lifestyle, bahkan tidak sedikit perempuan yang memakai tato ditubuhnya. Memiliki tato adalah pilihan, Tato merupakan bagian dari seni dan setiap motif yang dipakai pada bagian tubuh menunjukkan karakter seseorang. Selain itu, dengan membubuhi tato pada tubuh diyakini sebagai media penyalur jiwa kesenian manusia. Tato tidak mengenal usia, karena digemari semua kalangan, baik tua ataupun remaja. Tato juga dinilai memberikan sentuhan unik dan artistik pada bagian tubuh yang ditato. 25 Idi Subandy Ibrahim. Kritik Budaya Komunikasi: Budaya, Media dan Gaya Hidup dalam Proses Demokratisasi di Indonesia. Jalasutra : 2011. Hal 307-308 26 http://www.jengker.com/tato-menjadi-trend-gaya-hidup-masa-kini.html.1.jan.2013. 08:00 WIB http://digilib.mercubuana.ac.id/ Banyak alasan seseorang merelakan bagian tubuhnya di tato. Ada yang ingin mengabadikan sebuah momen atau nama pasangannya, Bahkan ada juga yang sekedar iseng atau mencoba pengalaman baru dengan jarum tato. Tapi tidak bisa dipungkiri seni tato di Indonesia mengalami kemajuan yang sangat pesat, apalagi didukung dengan banyaknya artis Indonesia yang mentato tubuhnya. 2.6 Fashion Menurut Malcolm: “Etimologi kata ini terkait dengan bahasa latin, Factio, yang artinya membuat”. Karena itu, arti asli fashion adalah sesuatu kegiatan yang di lakukan seseorang, tidak seperti dewasa ini yang memaknai fashion sebagai sesuatu yang dikenakan seseorang. Artian asli fashion pun mengacu pada pengungkapan bahwa butir butir fashion dan pakaian adalah komoditas yang paling di fetish-kan yang diproduksi dan dikonsumsi masyarakat kapitalis. Karena itu fashion dan pakaian merupakan cara yang paling signifikan yang bisa di gunakan dalam mengonstruksi, mengalami dan memahami relasi sosial dewasa ini. Fashion adalah salah satu cara bagi suatu kelompok untuk mengidentifikasi dan membentuk dirinya sendiri sebagai suatu kelompok. Begitu suatu masyarakat muncul, kemudian masyarakat kapitalis muncul, fashion pun muncul. Dan fashion biasanya mengkomunikasikan atau memiliki kekuatan yang diketahui secara umum.27 2.7 Semiotika Menurut Eco, dikutip dari buku Alek Sobur, secara terminilogis semiotic dapat didefinisikan sebagai “ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa, seluruh 27 http://www.id.Shvoog.com. Sabtu, 21, 2012. 05:00 WIB http://digilib.mercubuana.ac.id/ kebudayaan sebagai tanda. Tanda disini didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbagun sebelumnya, dapat ditanggap mewakili sesuatu yang lain 28 Sedangkan definisi semiotika menurut Van Zoest : “Ilmu tanda (sign) yang berhubungan dengan kata lain, pengiriman, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergubakan. 29 Semiotika dalam situs ensiklopelodia bebas “wikipedia” diartikan sebagai berikut: “semiotick, semiotic studies or semiology is the study of sign processes (semiosis), or signfication anad communication, sign and sybols, both indidividually anad group into sign sysems. It inculudes the study of how mweaning is constructed and understood”. 30 Semiotika, studi semiotika, atau semiologi adalah tentang proses tanda (semiososi), atau signifikasidan kominikasi, tanda-tanda dan simbol-simbol, baik secara individu maupun kelompok menjadi sesuatunsistem tanda. Termasuk studi tentang bagaimana arti dibangun dan dimengerti. Sedangkan menurut Racmat Kriyanto semiotika adalah ; Ilmu tentang tanda-tanda. Studi tentang tanda dan segalanya yang berhubungan denganya, cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain. Pengirimannya dan penerimaannya oleh mereka oleh mereka yang menggunakanya. Ilmu ini mengganggap bahwa fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotik mempelajari sistem-sitem, aturan-aturan konterversikonvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti.31 Menurut Alex Sobur dalam bukunya yang berjudul Anlisis Teks Media, secara etiomologis, istilah semiotik berasal dari kata yunani “semeion” yang berarti “tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasan konversi sosial yang terbagun sebelumnya, dapat dianggap memiliki sesuatu yang lain. 32 28 Alex Sobur, Analisis teks , PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, hal 95 Alek Sobur, Ibid, Analisis Teks , PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, hal 95-96 30 http//en.wikipedia.org/wikisemiotick (05//01/2013/:10:00/WIB 31 Rachmat Krianto. Teknik Praktis komnikasi. Kencana Prenada Group, Jakarta 2007 32 Rachat Krianto, Teknik Praktis Riset Komunikai, kencana Prenada Media Group Jakarta, 2007 29 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Semiologi menurut Sausure seperti dikutup Hidayat, di dasarkan pada anggapan bahwa selama perbuatan dan tingkah laku manusia membawa makna atau selama berfungsi sebagai tanda, harus ada di belakangnya sistem pembedaan dan konversi yang mungkinkan makna itu. Dimana ada tanda di sana ada sistem.33 Sedangkan Pierce menyebut ilmu yang yang dibangunnya semiotika (semiotics). Bagi pierce yang ahli filsafat dan logika penalaran manusia senantiasa dilakukan lewat tanda. Artinya, manusia hanya dapat bernalar lewat tanda. Dalam pikirannya, logika sama dengan semiotika dan semiotika dapat diterapkan pada segala macam tanda.34 2.8 Semiotika Charles S. Pierce Charles sander pierce adalah seorang fisuf dan ahli logika berkebangsaan Amerika. Peirce sangat terkenal dengan teori tandanya, dan sering dipandang sebagai pendiri semiotika Amerika.35 Peirce mengusulkan kata semiotika sebagai sinonim kata logika. Peirce, logika harus mempelajari bagaimana orang bernalar itu, menurut hipotesis teori pierce yang mendasar, dilakukan melalui tanda-tanda.36 “Tanda-tanda kemungkinan yang luas dalam keanekaragaman tanda ; di antaranya tanda-tanda linguistic merupakan kategori yang penting, tetapi bukan satu-satunya kategori”.37 Racmat Kriyanto dalam bukunya Teknik Praktis Riset Komunikasi, mengutip Charles Sanders Pierce yang mengatakan semiotika berangkat dari tiga elemen utama yang disebut teori segitiga makna atau triangle meaning. Elemen ini terbagi atas: a. Tanda 33 Sumbo Tinarbuk,Rinanarbo. Ibid. Hln 16 Sumbo Tinarbuk, semotika komuniksi Visual. 2006, hlm 95 35 Liza Dwi. Ratna Dewi, Teori Komunikasi dan Penerapan, Renata Pratama Media, Tangerang, 2008. Hal 114 36 Alex Sobur, Op.cit. hal 110 37 Alex Sobur, ibid, hal 110-111 34 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Adalah sesuatu bentuk fisik yang didapat ditangkap oleh panca indra manusia dan merupakan sesuatu yang menunjuk (mereprentasikan) hal ini di luar tanda itu sendiri. Acuan tanda ini disebut objek. b. Acuan Tanda (objek) Adalah konteks sosial yang menjadi fefesensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda. c. Pengguna Tanda (interpretant) Konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkanya ke suatu makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang ditunjuk sebuah tanda.38 Yang dikupas teori segitiga, maka adalah persoalan bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang pada waktu berkomunikasi. Hubungan antara tanda, objek, dan interpretant digambarkan Peirce (Fiske, 1990:45). SIGN INTERPRETANT 38 OBJECT Rahmat Kriyanto, Op. cit, Teknit Praktis Riset Komunikasi, hal 263 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Gambar 2.2 Model Semiotika Makna Charles Sander Pierce (Triangle of meaning).39 Menurut Pierce dalm buku Analisis Teks Media, “Salah satu bentuk tanda adalah kata. Sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda. Sementara interpretan adalah tanda yang ada dalam benak seseorang, maka muncullah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut”.40 Jadi teori segitiga makna (Triangle Of Meaning) adalah, sebuah teori yang mengupas tentang bagaimana makna muncul dan sebuah ketika tanda tersebut digunakan untuk berkomunikasi. Segitiga makna merupakan hubungan triadic, seperti apa yang dikutip dari buku Alex Sobur Semiotika Komunikasi: Bagi Peirce, tanda “is something which stands to somebody for something in some respect or capacity”. Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi, oleh peirce disebut ground. Konsekuensinya, tanda (sign atau representamen) selalu terdapat dalam hubungan triadik, yakni ground, objeck, dan interpretant. Peirce juga membagi tanda atas icon (ikon), index (indeks), dan symbol (simbol). Penjelasan lebih rinci mengenai ikon (icon), indeks (index), dan simbol (symbol), yang dikutip Rahmat Kriyantono dalam buku yang sama adalah sebagai berikut: 1. Lambang: suatu tanda dimana hubungan antara tanda dan acuannya merupakan hubungan yang sudah terbentuk secara konvensional. Lambang ini adalah tanda yang dibentuk karena adanya consensus dari penguna tanda. Warna merah bagi masyarakat Indonesia adalah berani, mungkin di Amerika bukan. 2. Ikon: suatu tanda di mana hubungan antara tanda dan acuannya berupa hubungan berupa kemiripan. Jadi, ikon adalah bentuk tanda yang dalam berbagai bentuk 39 40 Rachmat Kriyanto, Ibid, Teknik Praktis Riset Komunikasi,hlm 264 Alex Sobur, Op. cit, Analisis Teks Media,hlm 115 http://digilib.mercubuana.ac.id/ menyurpai objek dari tanda yang dalam berbagai bentuk menyurpai objek dari tanda tersebut. Patung kuda adalah ikon dari seekor tanda. 3. Indeks: suatu tanda dimana hubungan antara tanda dan acuannya timbul karena ada kedekatan eksistensi. Jadi indeks adalah suatu tanda yang mempunyai hubungan langsung (kausalitas) dengan objeknya. Asap merubakan indeks dari adanya api.41 Peirce pun kemudian membagi tanda menjadi sepuluh jenis : 1. Qualisign Yakni kualitas sejauh yang dimiliki tanda 2. Iconic Sinsign Yakni tanda yang memperlihatkan kemiripan. 3. Rhematic Indexical Sinsign Yakni tanda berdasarkan pengalaman langsung, yang secara langsung menarik perhatin karena kehadirannya disebabkan oleh sesuatu. 4. Dicent Sinsign Yakni tanda yang memberikan informasi tentang sesuatu. 5. Iconic Legisign Yakni tanda menginformasikan norma atau hukum. 6. Rhemetic Legisign Yakni tanda mengacu kepada objek tertentu. 7. Dicent Idexcal Legisign Yakni tanda bermakna informasi dan menunjuk subjek informasi. 8. Rhematic Symbol atau proposition (proposisi) 41 Rachmat Kriyanto, Op. cit, Teknik Praktis Riset Komunikasi ,hlm 262 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Yakni tanda yang dihubungkan objeknya melalui asosiasi ide umum. 9. Dicent Symbol atau proposition (proposisi) Adalah tanda yang langsung menghubungkan dengan objek melalui asosiasi dalam otak. 10. Argument Yakni tanda yang merupakan iferens seseorang terhadap sesuatu berdasarkan alasan tertentu.42 Pada penelitian ini penulis mengunakan model analisis semiotika Charles Sander Pierce yaitu teori semiotika segitiga makna. Dengan tujuan mengkaji makna yang terkandung dalam pemaknaan tato pada pemaknaan komunitas subculture berdasarkan simbol-simbol yang tersembunyi dalam teks. Melalui tanda (sign). Kemudian tanda akan dikaji kembali dengan cara mempelajari dengan menaitkan tanda tersebut dengan objek (object) yang berhubungan dengan tanda dan masalah yang ada di dalam penelitian ini. Sehingga nanti akan didapatkan hasil analisis berupa makna sebenarnya yang diinterpretasikan dalam tanda tersebut (interpretetant). 2.9 Tato 2.9.1 Sejarah Tato Kata "tato" berasal dari kata "tatau" dari bahasa Polynesia yang berarti "memberi tanda". Keberadaan tato dalam kebudayaan dunia diperkirakan sudah sangat lama ada dan dapat dijumpai hampir di seluruh penjuru dunia. Tato tertua yang ditemukan pada mumi Mesir diperkirakan berasal dari sekitar tahun 1300 SM. Selain 42 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, PT Remaja Rosdakarya hlm 42-43 http://digilib.mercubuana.ac.id/ itu sumber lain menyebutkan bahwa tato sudah dikenal sejak 50 juta tahun sebelum masehi, dengan bukti ditemukannya manusia es di pegunungan Alpen dengan sekujur tubuhnya penuh dengan gambar dan titik-titik. Yang pasti, tato pertama kali tercatat oleh peradaban Barat dalam ekspedisi James Cook pada tahun 1769. Ketika itu tato digunakan untuk semacam ritual bagi suku-suku kuno seperti Maori, Inca, Ainu, dan Polynesia. Pada masyarakat suku-suku kuno tato digunakan untuk menandai orang yang telah melalui tahapan ritual tertentu. Seperti misalnya pada masyarakat Polynesia, tato difungsikan sebagai tanda kedewasaan yang diperuntukkan bagi laki-laki yang diletakkan di bawah pinggang menyerupai celana pendek dan bagi perempuan diletakkan di pergelangan tangan dan kaki. Suku Maori di New Zealand membuat tato berbentuk ukiran-ukiran spiral pada wajah dan bokong mereka untuk menunjukkan bahwa mereka berasal dari keturunan yang baik. Di Kepulauan Solomon, tato ditorehkan di wajah perempuan sebagai ritual untuk menandai tahapan baru dalam kehidupan mereka. Sedangkan, orang-orang Indian melukis tubuh dan mengukir kulit mereka untuk menambah kecantikan atau menunjukkan status sosial tertentu. 2.9.2 Sejarah Tato di Indonesia Di Nusantara, tato juga dikenal terutama di beberapa suku-suku seperti suku dayak dan Mentawai. Pada masyarakat dayak, tato difungsikan sebagai tanda bangsawan yang diletakkan di pergelangan tangan dan kaki dan untuk ritual keagamaan yang diperuntukkan bagi pemangku adat serta dukun yang diletakkan di sekujur tubuh. Disebutkan pula bahwa tato merupakan sebuah simbol yang menunjukkan keahlian khusus. Bahkan ada referensi yang mengatakan bahwa jika seorang suku Dayak berhasil memenggal kepala musuhnya dalam perang maka dia http://digilib.mercubuana.ac.id/ mendapat tato di tangannya yang menunjukkan ia sebagai seorang pejuang dan telah menjadi seorang bangsawan. Lain halnya dengan Suku Mentawai yang memandang tato sebagai suatu hal yang sakral dan berfungsi sebagai simbol keseimbangan alam yang merupakan roh kehidupan. Oleh karena itu tato tidak dapat dibuat sembarangan. Sebelum pembuatan tato dilaksanakan, ada Panen Enegaf alias upacara menyambut kedewasaan yang dilakukan di Puturkaf Uma (rumah tradisional suku Mentawai). Upacara ini dipimpin oleh Sikerei (dukun). Setelah upacara ini selesai, barulah proses merajah tato dilaksanakan. Selain itu, pada jaman kolonial, tato difungsikan sebagai tanda penjahat dengan cara memberikan cap di tubuh yang mudah terlihat dengan besi panas yang dibentuk. Pada sekitar tahun 1960, para penjahat juga ditandai dengan tato, yang kemudian muncul sebuah istilah tato penjara. Masyarakat Indonesia sudah lama mengenal tato. Namun tato menjadi sebuah hal yang tabu karena adanya unsur agama dan fungsi tato sebelumnya yang digunakan sebagai simbol bagi penjahat sedangkan pada masa kini tato mulai memiliki fungsi sebagai karya seni. 43 Sekarang tato di Indonesia tumbuh menjadi tren. Tato secara pemaknaan telah mengalami ameliorasi (perluasan). Bila semula tato menjadi bagian dari budaya ritual etnik tradisional, sekarang tato mengalami perkembangan yang meluas. Bila tato pada zaman Orde Baru adalah simbol kejahatan atau bagian dari subkultur maka pada masa reformasi tato berkembang menjadi bagian dari budaya pop. Eksistensi tato mengalami dualisme perkembangan di Indonesia. 43 http://www.berbagaihal.com/2011/09/sejarah-tato-di-berbagai-belahan-dunia.html. Sabtu, 1 Des, 2012. 08:00 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Dengan kata lain, di satu pihak (pada masyarakat adat) tato tradisional yang berkarakter tribal terancam punah, di pihak lain (pada masyarakat urban) tato menjadi bagian dari kebudayaan pop yang digandrugi dan dianggap bagian dari modernitas gaul. Situasi berkurangnya nilai ritual tato terjadi pada masyarakat Indonesia, dimana tato bukan lagi menjadi penanda kewibawaan, simbolisme kedewasaan, kekayaan, keberanian.44 2.9.3 Tujuan Tato Tato memiliki tujuan dan fungsi yang beragam namun dapat dikatakan tato digunakan untuk memberikan tanda bagi si pengguna. dalam masyrakat jepang, tato difungsikan sebagai suatu bentuk ritual dan kemudian bergeser fungsi menjadi sebuah tanda keluarga (jaman shogun tokugawa), tato pada masyarakat jepang terletak di wajah. pada masyarakat polinesia tato difungsikan sebagai tanda kedewasaan diperuntukkan bagi laki-laki (dibawah pinggang menyerupai celana pendek) dan perempuan (dipergelangan tangan dan kaki).45 Pada masyarakat mesir, tato difungsikan sebagai suatu tanda bangsawan dan kecantikan (di alis dan pergelangan tangan). sedangkan pada masyarakat dayak purba, tato difungsikan sebagai tanda bangsawan (pergelangan tangan dan kaki) dan ritual keagamaan yang diperuntukkan bagi pemangku adat serta dukun (sekujur tubuh). 2.9.4 Pergeseran Fungsi Tato Seiring perkembangan jaman penjajahan, tato digunakan sebagai tanda pengenal bagi tentara, pelaut, dan penjahat. di Indonesia, pada jaman kolonial tato difungsikan sebagai tanda penjahat dengan cara memberikan cap ditubuh yang mudah 44 45 http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/527/jbptunikompp-gdl-abdullahfi-26336-7-unikom_a-i.pdf http://asal-usul-motivasi.blogspot.com/2011/01/asal-usul-sejarah-tato.html . Sabtu,1 ,Des,2012 http://digilib.mercubuana.ac.id/ terlihat dengan besi panas yang dibentuk. pada jaman era perang dunia, tato menjadi tanda pengenal bagi tentara dan pelaut, sedangkan pada masa kini tato mulai memiliki fungsi sebagai karya seni. 2.9.5 Proses Awal Pembuatan Tato Pada awalnya, bahan tinta untuk membuat tato berasal dari arang tempurung yang dicampur dengan air tebu. Alat-alat untuk meraajah tinta pada kulit yang digunakan pun masih sangat tradisional. Seperti duri pohon, tulang binatang, kayu, jarum dan pemukul dari batang kayu. Orang-orang pedalaman masih menggunakan teknik manual dan bahan-bahan tradisional ini. Di kuil-kuil Shaolin, mereka menggunakan gentong tembaga yang dipanaskan untuk mencetak gambar tato naga pada kulit tubih. Murid-murid Shaolin yang dianggap memenuhi syarat untuk mendapatkan simbol itu, dengan menempelkan kedua lengan mereka pada semacam cetakan gambar naga yang ada di kedua sisi gentong tembaga panas itu. Saat ini, terutama dikalangan masyarakat perkotaan, pembuatan tato dilakukan dengan mesin elektrik. Mesin ini ditemukan pada tahun 1891 di Inggris. Kemudian zat warna sendiri menggunakan tinta sintetis.46 2.9.6 Makna Tato 1. Tato Pada Laki-laki a. Naga 46 http://www.berbagaihal.com/2011/09/sejarah-tato-di-berbagai-belahan-dunia.html. Minggu, 2 Des, 2012. WIB. http://digilib.mercubuana.ac.id/ Pada pria umunya menggunakan tato naga untuk mewakili: keberanian, kekuatan, kekuasaan, kebijaksanaan dan akal, dan pelindung item suci. b. Tengkorak Makna tato tengkorak menggambarkan sesuatu yang kelam atau kematian. c. Iblis Iblis adalah makhluk yang sepenuhnya jahat, yang menngoda, mengumpan dan memanipulasi orang untuk melakukan perbuatan dosan dan tidak bermoral 2. Tato Pada Wanita a. Bunga Mawar Makna tato bunga mawar secara keseluruhan adalah „Kesuburan yang mana dipakai oleh kaum pagan sebagai simbol yang menggambarkan wanita‟. b. Kupu-kupu Makna tato kupu-kupu adalah sebagai tanda syukur akan keindahan warna-warni kehidupan di dunia walaupun sementara, ini dikarenakan umur kupu-kupu yang singkat namun memiliki keindahan warna-warni pada sayapnya. c. Malaikat Makna tato malaikat adalah perlindungan dan pembela kemanusiaan. http://digilib.mercubuana.ac.id/