1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sudah menjadi kodrat

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sudah menjadi kodrat manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri
tanpa orang lain. Manusia dikatakan mahluk sosial, juga di karenakan pada diri
manusia ada dorongan untuk berhubungan (interaksi) dengan orang lain. Ada
kebutuhan social (social need) untuk hidup berkelompok dengan orang lain. Manusia
lebih cenderung untuk hidup bersama-sama dan bergaul di lingkungan dengan
sesamanya di masyarakat. Kebutuhan dan kepentingan manusia satu dengan yang
lainnya pun berbeda-beda, maka tidak jarang didalam memenuhi hal tersebut sering
menimbulkan persengketaan yang dapat mengganggu ketertiban dan ketentraman
dalam bermasyarakat.
Hal ini terbukti dimana antara manusia yang satu dengan lainnya saling bantu
membantu, saling butuh membutuhkan, serta saling pengaruh mempengaruhi. Hasrat
untuk hidup bersama itu memang telah menjadi pembawaan manusia dari sejak lahir,
hidup, berkembang dan mati di dalam masyarakat. Hidup bersama ini merupakan
hubungan antara individu yang berbeda-beda tingkatnya dan hubungan tersebut dapat
terjadi dalam desa, kota, daerah, negara bahkan dengan negara lain.
Untuk itu agar dalam pelaksanaan hubungan antar sesama masyarakat
dilingkungan masyarakat dapat berjalan tertib dan teratur maka perlu adanya
peraturan yang berupa norma-norma serta kaidah-kaidah tertentu untuk dapat menjadi
2
pedoman dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu norma tersebut adalah Norma
Hukum.
Adanya hubungan antara individu satu dengan individu lainnya tersebut dapat
melahirkan suatu hubungan hukum yang disebut dengan Hukum Perdata, yang
dimana terdapat ketentuan salah satunya mengatur mengenai perikatan. Hukum
perikatan ini diatur dalam buku ke III KUHPerdata, namun demikian mengenai
definisi perikatan itu sendiri tidak diatur di dalamnya tetapi diberikan oleh ilmu
pegetahuan, yaitu bahwa perikatan adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan
harta kekayaan antara dua orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas
sesuatu dan pihak lainnya berkewajiban atas sesuatu. Perikatan dapat lahir karena
perjanjian atau dapat juga lahir karena Undang-Undang. Salah satu perikatan yang
lahir karena perjanjian adalah Perjanjian Penitipan Barang.
Dewasa ini seiring dengan perkembangan dan kemajuan zaman di Indonesia
khususnya, semakin mengalakkan berbagai program penunjang pariwisata. Dalam hal
ini peranan tempat penginapan yang layak serta nyaman seperti hotel memang sangat
diperlukan wisatawan. Wisatawan yang berkunjung tidak hanya yang berasal dari
dalam negeri melainkan juga wisatawan yang berasal dari luar negeri. Dengan itu
banyak
hotel yang berlomba-lomba memberikan pelayanan yang terbaik serta
fasilitas yang dapat memuaskan para tamu-tamunya selama menginap. Tentunya
salah satu fasilitas yang dapat diberikan untuk menunjang kenyamanan wisatawan
selama menginap di hotel adalah fasilitas Penitipan Barang yang disediakan pihak
hotel.
3
Namun dalam praktek penyelenggaraan penitipan barang tidaklah mudah, dan
terkadang mempunyai resiko yang cukup besar, seperti misalnya : “menitipkan
barang tanpa ada perjanjian sebelumnya kemudian barang yang dititipkan itu dijual
atau dipergunakan/ dipakai oleh orang yang telah menerima titipan barang tersebut”.
Maka diperlukanlah kejelasan yang lebih mendalam terhadap penitipan barang di
hotel. Mengenai Perjanjian penitipan barang telah diatur didalam Buku ke III title XI
(Tentang Perikatan) KUHPerdata. Perjanjian Penitipan Barang merupakan salah satu
jenis perjanjian bernama yang diatur dalam KUHPerdata.
Menurut R. Subekti, “Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana ada seorang
berjanji kepada seorang lain atau dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan
suatu hal.1 Hubungan kedua orang yang bersangkutan mengakibatkan timbulnya
suatu ikatan yang berupa hak dan kewajiban kedua belah pihak atas suatu prestasi.
Sementara pengertian Penitipan tersebut dinyatakan dalam pasal 1694
KUHperdata yaitu :
“Penitipan adalah terjadi, apabila seorang menerima sesuatu barang dari
seorang
lain,
dengan
syarat
bahwa
ia
akan
menyimpannya
dan
mengembalikannya dalam wujud asalnya”.
Menurut kata-kata pasal tersebut, penitipan adalah suatu perjanjian “riil” yang
berarti bahwa ia baru terjadi dengan dilakukannya suatu perbuatan yang nyata, yaitu
diserahkannya barang yang dititipkannya, jadi tidak seperti perjanjian-perjanjian lain
1
R. Subekti, 1984 , Aneka Perjanjian, Alumni Bandung, h.1.
4
pada umumnya yang lazimnya disebut konsensuil, yaitu sudah dilahirkan pada saat
tercapainya kata sepakat tentang hal-hal yang pokok dari perjanjian itu.2
Dalam prakteknya di masyarakat, tidak dapat dipungkiri walaupun pihak hotel
saat ini telah memberikan “safety box” pada masing-masing kamar hotel yang
digunakan untuk mempermudah para tamu hotel menyimpan barang-barang
berharganya, kadang kala sering juga terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti
kelalaian yang dibuat tamu hotel tersebut yang menyebabkan barang yang
disimpannya dalam safety box tersebut hilang. Maka dari itulah diperlukan suatu
aturan yang tegas mengenai hal tersebut. Selain itu penitipan barang juga dapat
dilakukan di Front Office hotel masing-masing, tentunya dengan perjanjian atau
ketentuan yang telah disepakati para pihak yang berkepentingan.
Hukum perdata menyangkut hubungan manusia dengan manusia di dalam
masyarakat, masalah mengenai penitipan barang tersebut sangat penting karena
banyak hal-hal yang timbul di dalam masyarakat dari akibat-akibat penitipan barang.
Terutama yang menyangkut mengenai harta kekayaan atau harta benda seseorang.
Sehingga hal-hal itulah yang mendorong penulis untuk mengangkat permasalahan ini
sebagai sebuah skripsi yang berjudul :
“Tanggung Jawab Pihak Hotel Atas
Hilangnya Barang Milik Tamu Hotel Berdasarkan Perjanjian Penitipan Barang”.
Yang dimana studi dilakukan di beberapa hotel di Kecamatan Kuta Badung.
2
R. Subekti, 1979, Aneka Perjanjian, Alumni Bandung, h.121-122.
5
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat
dikemukakan beberapa rumusan masalah, yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimanakah tanggung jawab pihak hotel atas hilangnya barang milik
tamu hotel berdasarkan perjanjian penitipan barang ?
2. Bagaimanakah upaya penyelesaian yang dilakukan pihak hotel apabila ada
barang milik tamu hotel yang hilang ?
1.3
Ruang Lingkup Masalah
Dalam penulisan karangan ilmiah, apabila ruang lingkup permasalahannyaa
tidak dibatasi, maka pembahasannya akan menjadi tidak terbatas, sehingga menjadi
terlalu luas. Demikian pula permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini akan
dibatasi ruang lingkupnya, agar tidak menimbulkan keragu-raguan dalam
pembahasannya.
1. Mengenai tanggung jawab hukum pihak hotel yaitu sebagai (Penerima)
barang titipan apabila barang titipan tersebut hilang, bagaimana pihak
hotel bertanggung jawab atas kejadian tersebut. Apakah dapat dilakukan
dengan menganti kerugian tamu ataukah melalui hal lain atas persetujuan
bersama antara pihak-pihak yang terkait pada perjanjian tersebut.
2. Mengenai upaya yang dilakukan pihak hotel dalam penyelesaian apabila
terdapat barang yang dititipkan di hotel tersebut hilang, apakah upaya
6
penyelesaiannya dapat dilakukan secara kekeluargaan ataukah harus
menempuh jalur hukum.
1.4
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulisan skripsi ini dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu
tujuan umum dan tujuan khusus yaitu :
a.
Tujuan Umum
1. Untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana
Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana.
2. Untuk melatih diri dalam usaha menyatakan pikiran ilmiah secara
tertulis.
3. Untuk melaksnakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya pada
bidang penelitian.
4. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu pengetahuan
hukum.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui serta memahami tentang bagaimana tanggung
jawab yang dilakukan pihak hotel dalam kaitannya dengan perikatan
di dalam perjanjian penitipan barang yang dilakukan tamu hotel.
2. Untuk mengetahui upaya penyelesaian apa yang dapat dilakukan
pihak hotel apabila ada barang milik tamu hotel yang hilang terkait
dengan perjanjian penitipan barang tersebut.
7
1.5
Manfaat Penelitian
a.
Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai upaya wawasan penulis
dan pengembangan bacaan bagi pendidikan hukum, selain itu juga dapat
memberikan manfaat yang positif dan berguna bagi perkembangan ilmu
hukum, khususnya mengenai tanggung jawab pihak hotel terhadap barang
milik tamu hotel berdasarkan perjanjian penitipan barang.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman oleh
pemerintah dan pembuat undang-undang dalam upaya pembentukan
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tanggungjawab
hotel atas hilangnya barang milik tamu dalam perjanjian penitipan barang.
1.6
Landasan Teoritis Atau Kerangka Teori
Suatu landasan teoritis dalam pembahasan yang bersifat ilmiah memiliki
kegunaan lebih untuk mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak
diselidiki atau diuji kebenarannya. Disamping itu suatu landasan teoritis juga dapat
memberikan petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada suatu pengetahuan
penelitian.3
3
Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, h.12.
8
Perjanjian Penitipan Barang diatur dalam buku III titel XI Tentang Perikatan
dari pasal (1694-1739) KUHPerdata. Dimana perjanjian penitipan barang merupakan
suatu bentuk dari jenis perikatan. Perjanjian adalah sumber dari Perikatan. Seperti
yang diketahui Perikatan merupakan suatu hubungan hukum yang terjadi di antara
dua orang atau lebih, yang terletak di dalam lapangan harta kekayaan, dimana pihak
yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu.4
Pengertian penitipan diatur dalam Pasal 1694 KUHPerdata yang menyatakan
bahwa : “Penitipan adalah terjadi, apabila seorang menerima sesuatu barang dari
seorang lain, dengan syarat bahwa ia akan menyimpannya dan mengembalikannya
dalam wujud asalnya”. Perjanjian penitipan barang yang dilakukan tamu hotel
terhadap pihak hotel pada dasarnya juga harus memenuhi bagaimana syarat sah suatu
perjanjian agar dapat menjamin keamanan dalam penitipan barang tersebut.
Mengenai syarat sah perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yaitu antara lain
menyatakan bahwa :
1)
Sepakat Mengikatkan Diri
Sepakat merupakan salah satu syarat yang amat penting dalam sahnya suatu
perjanjian. Sepakat dapat ditandai dengan cara tertulis, lisan, diam-diam, simbol
tertentu.
Kesepakatan
sesungguhnya
merupakan
inti
dari
perjanjian.
Kesepakatan yang menimbulkan akibat hukum hanyalah kesepakatan yang
tidak bercacat, atau tidak terjadi kecacatan dalam kesepakatan itu yang dikenal
4
Mariam, Badrulzaman, 1974, Hukum Perdata Tentang Perikatan, Cetakan II, Fakultas
Hukum U.S.U, Medan , h.1.
9
dengan tidak terdapat cacat kehendak. Cacat kehendak sebagaimana ditentukan
dalam pasal 1321 KUHPerdata dapat terjadi karena :
•
Kekhilapan (dwaling)
•
Paksaan (dwang)
•
Penipuan (bedrog)
•
Dan karena penyalahgunaan keadaan (Undue Influence)
Apabila terjadi cacat kehendak dalam suatu perjanjian, maka perjanjian itu
dapat dibatalkan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1449 KUHPerdata
berbunyi : ”Perikatan-perikatan yang dibuat dengan paksaan kekilapan dan
penipuan menerbitkan suatu tuntutan untuk membatalkan”.
2)
Kecakapan Dalam Membuat Perjanjian
Pasal 1330 KUHPerdata menentukan bahwa tidak cakap membuat perjanjian
adalah :
a) Orang-orang yang belum dewasa
b) Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan
c) Orang-orang perempuan dalam hal ditetapkan oleh undang-undang.
Orang yang belum dewasa, sebagaimana diitentukan dalam pasal 330
KUHPerdata adalah merek yang belum genap berumur 21 Tahun dan tidak
lebih dahulu telah kawin. Sedangkan mereka yang berada dibawah pengampuan
sesuai ketentuan pasal 433 KUHPerdata adalah orang yang dungu, sakit otak,
mata gelap, dan boros.
10
3)
Hal tertentu
Hal tertentu adalah menyangkut obyek perjanjian, baik berupa barang atau jasa
yang dapat dinilai dengan uang. Pasal 1332 KUHPerdata menentukan bahwa
”hanya barang-barang yang dapat dpierdagangkan yang dapat menjadi pokok
perjanjian”. Pasal 1333 KUHPerdata. Pasal 1333 KUHPerdata menentukan
barang yang menjadinobyek perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu
baarang yang paling sedikit ditentukan jenisnya misalnya jenis barang tampak
oleh mata dapat ditentukan dengan cara menghitung, menimbang, mengukur,
menakar, menentukan batas serta kualitasnya.5
4)
Adanya Kausa yang Halal
Dalam Pasal 1320 KUHPerdata tidak dijelaskan pengertian kausa yang halal.
Namun dalam Pasal 1337 KUHPerdata hanya disebutkan kausa yang terlarang.
Suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan undang-undang,
kesusilaan, dan ketertiban umum. Pasal 1320 tentang syarat sahnya perjanjian,
yang dimana syarat yang pertama dan kedua disebut syarat subyektif, karena
menyangkut pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Adapun syarat ketiga
dan keempat disebut syarat obyektif, karena menyangkut obyek perjanjian.
Apabila syarat pertama dan kedua tidak terpenuhi maka perjanjian itu dapat
5
Ketut Artadi dan Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, 2010, Implementasi Ketentuanketentuan Hukum Perjanjian Kedalam Perancangan Kontrak, Cetakan Pertama, Udayana Univercity
Press, Denpasar, h. 51-58.
11
dibatalkan. Namun apabila syarat ketiga dan keempat tidak terpenuhi, maka
perjanjian itu batal demi hukum.6
Melihat betapa pentingnya penitipan barang dalam masyarakat yang diatur
dalam KUHPerdata, maka pada dasarnya memang perlu diadakan perjanjian terhadap
pihak-pihak yang terkait didalamnya yaitu dalam hal ini pihak hotel dan juga
masyarakat yang menitipkan barangnya. Dan dengan adanya perjanjian yang dibuat
para pihak tersebut dalam perjanjian penitipan barang adalah mengikat kedua pihak.
Hal ini diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yang dimana menyatakan
bahwa : ”Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya”.
Sementara mengenai pertanggungjawaban pihak hotel terhadap barang milik
tamu hotel yang ditinjau dari perjanjian penitipan barang dalam KUHPerdata diatur
dari Pasal 1709, pasal 1710 dan pasal 1711 KUHPerdata. Dengan telah diaturnya
pengaturaan mengenai perjanjian penitipan barang diharapkan dapat memberikan
suatu kepastian hukum dalam hal menyangkut kepentigan umum dalam penitipan
barang di hotel. Jadi dengan adanya perjanjian yang telah dibuat oleh pihak-pihak
yang bersangkutan dalam hal ini pihak hotel dan masyarakat (tamu hotel) maka dapat
dipastikan mengenai keamanan dari barang-barang yang dititipkan tersebut.
6
H. Salim, H Abdullah, dan Wiwiek Wahyuningsih, 2006, Perancangan Kontrak dan
Memorandum of Understanding (MoU), Sinar Grafika, Jakarta, h.11.
12
1.7
a.
Metode Penelitian
Jenis Penelitian
Berdasarkan penulisan judul dan rumusan masalah skripsi ini
dapat
dikategorikan sebagai penelitian yuridis empiris. Penelitian yuridis empiris
yaitu metode penelitian yang dipergunakan untuk menemukan kebenaran
dengan berpedoman pada data primer dan bertitik tolak pada problema di
masyarakat.
b.
Sifat Penelitian
Dalam penelitian secara yuridis empiris, umumnya bersifat deskriptif yaitu
berupaya untuk menggambarkan secara lengkap mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan masalah yang diteliti. Penelitian deskriptif pada penelitian
secara umum, termasuk pula didalamnya penelitian ilmu hukum, bertujuan
untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala
atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau
untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala
lain dalam masyarakat
c.
Sumber Bahan Hukum/ Data
Sumber bahan hukum atau data yang digunakan dalam penelitian ini berasal
dari penelitian kepustakaan. Dengan data utama yaitu bersumber dari bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder. Adapun sumber data yang dapat
diperoleh dari dua sumber data yaitu :
13
1)
Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah data yang didapat langsung dari
masyarakat sebagai sumber pertama dengan melalui penelitian
lapangan atau ”Field Research”, yang dilakukan baik melalui
wawancara atau interview.7 Dalam hal ini pengumpulan data diperoleh
berdasarkan hasil wawancara secara langsung yang dilakukan di
beberapa Hotel dikawasan Kuta Bali diantaranya yaitu Hotel Santika
Kuta dan Hotel Lusa Kuta.
2)
Sumber Data Sekunder
Data sekunder dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
a) Bahan hukum primer yaitu bahan yang diperoleh dari Peraturan
Perundang-Undangan, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
b) Bahan hukum sekunder berupa buku-buku hukum (Library
Research), dan juga jurnal-jurnal hukum.
c) Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan
perunjuk, penunjang ataupun penjelasan terhadap bahan hukum
primer dan sekunder. Contohnya : Kamus, ensiklopedia, indeks
kumulatif dan seterusnya.8
7
8
Bambang Waluyo, 1996, Penelitian Hukum dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, h.6.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, 2006, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, h.13.
14
d.
Teknik Penentuan Sampel Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan teknik penentuan sampel secara nonprobabilitas yaitu tidak ada ketentuan yang pasti berapa sampel harus diambil
agar dapat dianggap mewakili populasinya. Ciri dari penetuan sampel ini
yaitu: Tidak diketahui secara pasti jumlah populasinya, penelitiannya bersifat
eksploratif atau deskriptif. Adapun bentuk dari penelitian ini yaitu : Purposive
Sampling merupakan penarikan sampel yang dilakukan berdasarkan tujuan
tertentu, yaitu sampel dipilih atau ditentukan sendiri oleh si peneliti, yang
mana penunjukan dan pemilihan sampel didasarkan pertimbangan bahwa
sampel telah memenuhi kriteria dan sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang
merupakan ciri utama dari populasinya.
Populasi dari penelitian ini yaitu : Pada beberapa Hotel yang berada di
Kecamatan Kuta Badung. (Hotel Santika Kuta dan Hotel Lusa Kuta).
e.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah:
a) Teknik studi dokumen
Untuk data kepustakaan digunakan teknik studi dokumen dengan cara
membaca, memahami, membandingkan karangan-karangan ilmiah dari
para sarjana dan dari sumber-sumber lainnya, baik peraturan perundangundangan maupun tulisan-tulisan ilmiah yang terdapat dalam berbagai
literatur atau sumber bahan bacaan lain (majalah/koran) yang relevan
dengan masalah yang dibahas. Kemudian data tersebut selanjutnya
15
disusun secara sistematis, dilakukan pencatatan sesuai sistem kartu
berupa kartu kutipan dan kartu biography serta diberi kode agar mudah
menemukannya.
b) Teknik wawancara
Untuk data lapangan digunakan teknik wawancara, yaitu proses tanya
jawab lisan dalam masa dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara
fisik, yang satu dapat melihat yang lain dan mendengarkan dengan
telinganya sendiri.9
f.
Teknik Pengolahan dan Analisa Data
Bahan-bahan hukum yang diperoleh baik bahan data primer dan sekunder
dianalisis melalui langkah-langkah deskriptif, sistematis dan eksplanasi.
Deskriptif yaitu uraian apa adanya terhadap suatu kondisi dari proposisiproposisi hukum. Sistematis maksudnya upaya mencari kaitan rumusan suatu
konsep hukum antara peraturan perundang-undangan dengan literatur yang
terkait. Eksplanasi maksudnya menjelaskan hubungan antara bahan-bahan
hukum yang satu dengan yang lainnya serta memberikan argumentasi
terhadap hubungan bahan-bahan hukum tersebut. Setelah bahan hukum yang
dibutuhkan terkumpul, maka data-data tersebut akan diolah dan dianalisa
9
Sutrisno Hadi, 1984, Methodelogi Research, Gadjah Mada University, Yogyakarta, h. 192.
16
dengan menggunakan teknik pengolahan data secara kualitatif yaitu dengan
memilih data dengan kualitasnya untuk menjawab permasalahan yang
diajukan.10
10
Ronny Hamitijo Soemitro, 1990, Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurumetri, cet. IV,
Ghalia Indonesia, Jakarta, hal.47.
Download